STUDI FILOGENETIKA DURIO DI KALIMANTAN BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI BUNGA

DONI IRSAN NAUFAL

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021/1442 H

STUDI FILOGENETIKA DURIO DI KALIMANTAN BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI BUNGA

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DONI IRSAN NAUFAL 11160950000029

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

i

STUDI FILOGENETIKA DURIO DI KALIMANTAN BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI BUNGA

SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DONI IRSAN NAUFAL 11160950000029

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Priyanti, M.Si Dr. Kusuma Dewi Sri Yulita NIP. 197505262000122001 NIP. 197603282000121002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M.Si NIP. 197505262000122001

ii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Studi Filogenetika Durio di Kalimantan Berdasarkan Karakter Morfologi Bunga” yang ditulis oleh Doni Irsan Naufal, NIM. 11160950000029 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 25 Januari 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui : Penguji I, Penguji II,

c

Dr. Nani Radiastuti, M.Si Etyn Yunita, M.Si NIP. 19650902200112001 NIP. 197006282014112002

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Priyanti, M.Si Dr. Kusuma Dewi Sri Yulita NIP. 197505262000122001 NIP. 197603282000121002

Mengetahui, Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M.Si NIP. 197505262000122001

iii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Februari 2021

Doni Irsan Naufal 11160950000029

iv

ABSTRAK

Doni Irsan Naufal. Studi Filogenetik Durio di Kalimantan Berdasarkan Karakter Morfologi Bunga. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. 2021. Dibimbing oleh Priyanti dan Kusuma Dewi Sri Yulita.

Kalimantan pulau dengan spesies Durio terbanyak, yaitu 18 spesies. Inventarisasi karakter morfologi bunga Durio di Kalimantan digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan dan persebarannya. Penelitian ini menggunakan spesimen herbarium yang tersimpan di Herbarium Bogoriense sebanyak 52 nomor koleksi. Sebanyak 47 karakter morfologi bunga diamati dan diberi skor dengan pendekatan multistate character. Data skoring dianalisis dengan program PAUP 4.0 metode Maximum Parsimony. Titik koordinat lokasi spesimen dicari menggunakan Google Maps, kemudian dimasukkan ke dalam program ArcGIS 10.5 untuk membuat peta persebaran. Sebanyak 15 spesies Durio di Kalimantan berhasil diidentifikasi. Karakter morfologi bunga Durio di Kalimantan memiliki variasi bentuk, warna, dan ukuran kuncup; tangkai bunga; putik; benang sari; mahkota; kelopak; dan kelopak tambahan. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik Durio di Kalimantan memiliki nilai indeks homoplasi sebesar 0,5286, indeks konsistensi sebesar 0,4714, indeks retensi sebesar 0,4188, dan panjang langkah 210. Bootstrap tertinggi 66% terdapat pada Durio acutifolius dan D. griffthii. Spesies Durio tersebar di seluruh kawasan Kalimantan dengan 11 spesies tersebar di Provinsi Kalimantan Timur, 2 spesies di Provinsi Kalimantan Selatan, 7 spesies di Provinsi Kalimantan Barat, 3 spesies di Provinsi Kalimantan Utara, dan 6 spesies di Provinsi Kalimantan Tengah. Karakter morfologi bunga dapat digunakan untuk identifikasi, rekonstruksi pohon filogenetik, dan persebaran Durio di Kalimantan.

Kata kunci: Bunga, Durio, Filogenetik, Kalimantan

v

ABSTRACT

Doni Irsan Naufal. Phylogenetic Studies of Durio in Kalimantan Based on Morphological Characters of Flowers. Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2021. Advised by Priyanti and Kusuma Dewi Sri Yulita.

Kalimantan Island with the most Durio species, namely 18 species. Inventory of the morphological characters of Durio flowers in Kalimantan is used to determine kinship and distribution. This study used 52 herbarium specimens stored in the Herbarium Bogoriense. A total of 47 morphological characters of flowers were observed and scored using the multistate character approach. The scoring data were analyzed using the Maximum Parsimony method PAUP 4.0 program. The coordinates of the specimen location were searched using Google Maps, then entered into the ArcGIS 10.5 program to create a distribution map. A total of 15 Durio species in Kalimantan have been identified. The morphological characters of the Durio flower in Kalimantan have variations in the shape, color and size of the buds; flower stalk; pistil; stamens; crown; petals; and additional petals. The homoplation index value on the cladogram was 0.5286, the consistency index was 0.4714, the retention index was 0.4188, and the stride length was 210. The highest bootstrap was 66% in Durio acutifolius and D. griffthii. Durio species are scattered throughout Kalimantan with 11 species in East Kalimantan Province, 2 species in South Kalimantan Province, 7 species in West Kalimantan Province, 3 species in North Kalimantan Province, and 6 species in Central Kalimantan Province. The morphological characters of flowers can be used to identify, determine kinship, and distribution in Kalimantan.

Keywords: Phylogenetics, Durio, Morphology, Flower, Kalimantan

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Filogenetik Durio di Kalimantan Berdasarkan Beberapa Karakter Morfologi Bunga” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari banyak pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen Pembimbing I. 3. Dr. Kusuma Dewi Sri Yulita selaku Peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan sebagai Dosen Pembimbing II. 4. Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dr. Dasumiati, M.Si. dan Ardian Khairiah, M.Si. selaku Dosen Penguji Seminar Proposal dan Hasil Penelitian. 6. Dr. Nani Radiastuti, M.Si. dan Etyn Yunita, M.Si. selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi. 7. Kepala Pusat Penelitian Biologi - LIPI dan Kepala Herbarium Bogoriense (BO), Bidang Botani beserta para staf. 8. Keluarga dan pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

vii

Penulis menyadari tulisan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan tulisan ini. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, Januari 2021

Penulis

viii

DAFTAR ISI ABSTRAK...... v KATA PENGANTAR...... vii DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR TABEL...... xi DAFTAR LAMPIRAN...... xii

BAB I. PENDAHULUAN...... 1 1.1. Latar Belakang...... 1 1.2. Rumusan Masalah...... 2 1.3. Tujuan...... 2 1.4. Manfaat...... 2 1.5. Kerangka Berfikir...... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...... 4 2.1. Keanekaragaman Tumbuhan dalam Al-Qur'an...... 4 2.2. Filogenetik...... 4 2.3. Botani Durio...... 6 2.4. Herbarium...... 11 2.5. Perkembangbiakan dan Sistem Pembungaan Durio...... 12

BAB III. METODE PENELITIAN...... 14 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...... 14 3.2. Alat dan Bahan...... 14 3.3. Cara Kerja...... 14 3.3.1. Pemilihan Sampel...... 14 3.3.2. Pengamatan Morfologi Bunga...... 15 3.3.3. Pembuatan Kunci Identifikasi dan Deskripsi Spesies Durio...... 16 3.3.4. Pembuatan Peta Persebaran Durio di Kalimantan...... 17 3.4. Analisis data...... 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...... 19 4.1. Morfologi Bunga Durio...... 19 4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Durio...... 30 4.3. Filogenetik Durio di Kalimantan...... 43 4.4. Persebaran Durio di Kalimantan...... 51

PENUTUP...... 54 5.1. Kesimpulan...... 54 5.2. Saran...... 54

DAFTAR PUSTAKA...... 55 LAMPIRAN...... 60

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema kerangka berfikir penelitian Durio di Kalimantan...... 3 Gambar 2. Pohon kladiogram sebagai hasil dari analisis filogenetik ...... 5 Gambar 3. Daun Durio zibethinus ...... 9 Gambar 4. Bunga Durio zibethinus ...... 10 Gambar 5. Kelopak bunga Durio zibethinus ...... 10 Gambar 6. Putik dan benang sari Durio zibethinus ...... 11 Gambar 7. Buah Durio zibethinus ...... 11 Gambar 8. Herbarium Durio zibethinus ...... 12 Gambar 9. Label informasi spesimen herbarium ...... 17 Gambar 10. Herbarium Durio tipe bunga ...... 15 Gambar 11. Herbarium bentuk kuncup bunga Durio ...... 20 Gambar 12. Herbarium bentuk kelopak tambahan Durio ...... 23 Gambar 13. Herbarium bentuk mahkota bunga Durio ...... 25 Gambar 14. Herbarium tipe benang sari Durio ...... 26 Gambar 15. Herbarium bentuk tangkai putik Durio ...... 28 Gambar 16. Kladogram kekerabatan Durio di Kalimantan ...... 44 Gambar 17. Peta persebaran Durio di Kalimantan ...... 52

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Daftar spesies Durio di Indonesia ...... 7 Tabel 2. Koleksi herbarium Durio di Kalimantan ...... 15 Tabel 3. Bentuk kuncup bunga spesies Durio di Kalimantan ...... 20 Tabel 4. Tangkai bunga Durio di Kalimantan ...... 21 Tabel 5. Bentuk kelopak tambahan Durio di Kalimantan ...... 22 Tabel 6. Bentuk kelopak bunga Durio di Kalimantan ...... 23 Tabel 7. Bentuk mahkota Durio di Kalimantan ...... 24 Tabel 8. Karakter morfologi benang sari Durio di Kalimantan...... 26 Tabel 9. Karakter morfologi putik Durio di Kalimantan...... 27 Tabel 10. Karakter morfologi ovari Durio di Kalimantan...... 29

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi herbarium Durio di Kalimantan 55 Lampiran 2. Titik koordinat spesimen herbarium Durio di Kalimantan ..... 62 Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Durio di Kalimantan ...... 64 Lampiran 4. Matriks skoring Durio di Kalimantan ...... 76 Lampiran 5. Hasil analisis menggunakan PAUP*4.0 ...... 80 Lampiran 6. Data Skoring Morfologi Durio ...... 97

xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kalimantan merupakan pulau dengan plasma nutfah tertinggi, khususnya pada Durio (Sabran, 2003). Hasil identifikasi menggunakan karakter morfologi yang dilakukan Uji (2005) menginformasikan bahwa Kalimantan memiliki 18 spesies Durio lebih banyak dibandingkan dengan Sumatra yang terdapat 7 spesies, Jawa dan Bali terdapat 1 spesies. Karakter morfologi mencakup bagian vegetatif maupun generatif tumbuhan. Bagian vegetatif tumbuhan terdiri atas akar, batang, dan daun sedangkan bagian generatif tumbuhan meliputi bunga, buah, dan biji. Bunga merupakan salah satu bagian tumbuhan yang sedikit terpapar faktor lingkungan dibandingkan dengan bagian tumbuhan lainnya, karena pembungaan Durio memiliki waktu yang singkat, yaitu 6 minggu (Sobir & Napitupulu, 2010). Maka karakterisasi morfologi pada bunga mendapatkan hasil yang valid dan konsisten. Penelitian Sriyono (2006) menunjukkan adanya keragaman morfologi pada Durio zibethinus yang disebabkan oleh sifat menyerbuk silang dari spesies Durio (Ruwaida et al, 2009). Selain itu, bunga merupakan organ reproduksi pada tumbuhan yang menyimpan informasi genetik (Machin & Scopes, 2013). Informasi genetik yang tersimpan pada bunga dapat dijadikan untuk analisis hubungan kekerabatan. Penelitian Priyanti (2016) menyatakan bahwa karakter morfologi bunga dapat membantu dalam mengklasifikasi tumbuhan. Analisis fenetik menggunakan karakter morfologi dengan ciri yang sama, maka hasilnya berupa pengelompokkan yang terbentuk dari nilai kemiripan antar spesies seperti pada penelitain Susilawati dan Sabran (2018), sedangkan analisis filogenetik menggunakan karakter-karakter khusus yang diturunkan secara genetik oleh nenek moyangnya, kemudian membentuk hubungan kekerabatan yang terpresentasikan dengan baik (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Hasil karakterisasi menggunakan morfologi vegetatif dan generatif tumbuhan tidak berbeda jauh dengan penanda

1

2

molekuler, hal tersebut dibuktikan pada penelitian Syahruddin (2012) mengenai analisis genotipe Durio zibethinus meggunakan penanda morfologi dan molekuler. Analisis filogenetik pada umumnya dilakukan menggunakan data molekuler, namun dengan menggunakan karakter morfologi dapat pula dianalisis hubungan kekerabatan (Briggs, 2003; Crandall et al, 2007; Goldstein et al, 2006; Kirkendale & Meyer, 2004). Penelitian Durio di Kalimantan yang sudah dilakukan oleh Susilawati dan Sabran (2018) dengan studi fenetik menggunakan spesimen langsung berdasarkan karakter morfologi vegetatif tumbuhan batang dan daun, maka penelitian ini mengkarakterisasi spesies Durio di Kalimantan dengan menggunakan karakter morfologi bunga melalui pendekatan studi filogenetik atau kladistik, sehingga diharapkan dapat lebih menggambarkan hubungan antar spesies Durio di Kalimantan. Penelitian studi filogenetik Durio menggunakan spesimen herbarium berdasarkan karakter morfologi bunga belum pernah dilakukan.

1.2. Rumusan Masalah a. Apakah karakter morfologi bunga Durio dapat menjadi kunci dalam mendapatkan hubungan kekerabatan? b. Bagaimana hubungan kekerabatan antar spesies Durio di Kalimantan berdasarkan karakter morfologi bunga? c. Bagaimana persebaran spesies Durio di Kalimantan berdasarkan karakter morfologi bunga?

1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mendapatkan rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan karakter morfologi bunga dan persebaran spesies Durio di Kalimantan.

1.4. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang spesies Durio yang terdapat di Kalimantan dan persebarannya. Pohon filogenetik yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para

3

pemulia tanaman dalam memperoleh informasi untuk merakit bibit unggul Durio.

1.5. Kerangka Berfikir Kerangka berfikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini terdapat pada Gambar 1.

Kalimantan merupakan pulau dengan diversitas Durio yang tinggi.

Bunga merupakan bagian tumbuhan yang sedikit terpapar faktor lingkungan dan penyimpan informasi genetik.

Studi filogenetik

menggunakan karakter khusus yang diturunkan oleh nenek.

Studi filogenetik dapat menggunakan karakter morfologi dalam merekonstruksi hubungan kekerabatan.

Studi filogenetik Durio menggunakan karakter morfologi bunga belum pernah dilakukan.

Inventarisasi karakter morfologi bunga dan rekonstruksi hubungan kekerabatan Durio di Kalimantan.

Gambar 1. Skema kerangka berfikir penelitian Durio di Kalimantan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keanekaragaman Tumbuhan dalam Al-Qur’an Keanekaragaman tumbuhan merupakan variasi dari tingkat genetik, spesies, dan ekosistem. Terciptanya keanekaragaman tumbuhan di bumi merupakan salah satu tanda kebesaran Yang Maha Pencipta yaitu Allah SWT, agar manusia yang diberi akal dan fikiran mampu merenung untuk meningkatkan ketaqwaan dan lebih yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 53:

َّٱل ِذى َجعَ َل َل ُك ُم أٱْلَ أر َض َم أهدًا َو َس َل َك َل ُك أم فِ َيها ُسبُ ًًل َوأَنزَ َل ِم َن َّٱلس َمآ ِء َمآ ًء َفأَ أخ َر أجنَا بِ ِٓۦه أَ أز ََٰو ًجا ِ من َّنبَ ٍات شَتَّ َٰ ى

Artinya: “Dia yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan,dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam”(QS. Thaahaa 20:53). Makna Ayat di atas adalah bahwa Allah SWT menurunkan air dari langit, maka tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam dan hal tersebut merupakan bagian dari kebesaran dan kekuasaan Allah SWT kepada manusia dan binatang, guna memanfaatkan buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan. Juga dalam firman-Nya QS Thaahaa ayat 53 “Dia yang telah menjadikan bagi kamu bumi sebagai hamparan”. Terjemahan ayat tersebut menjelaskan adanya tumbuhan dengan berbagai macam jenis, bentuk, dan rasa merupakan hal yang menakjubkan sebagai pembuktian betapa agung penciptaan-Nya (Shihab, 2002).

2.2. Filogenetik Hubungan kekerabatan terbagi menjadi dua, yaitu kladistik dan fenetik. Kladistik atau filogenetik merupakan kekerabatan yang dikaitkan dengan perjalanan evolusi dari karakter pada setiap anggota didalam kelompok yang sedang dipelajari. Fenetik merupakan kekerabatan yang dikaitkan pada kesamaan karakter dengan ciri yang sama (overall similarity) dari anggota

4

5

didalam kelompok yang sedang dipelajari. Semakin banyak kesamaan pada karakter maka semakin dekat hubungan kekerabatannya begitupula sebaliknya. Hubungan kekerabatan biasanya dianalisis dengan menggunakan pola numerik (Arbi, 2016; Dharmayanti, 2011). Karakter morfologi merupakan karakter yang dapat membentuk hubungan kekerabatan, karena karakter morfologi merupakan karakter yang diturunkan dari nenek moyang. Analisis filogenetik memerlukan adanya kelompok outgroup yang menyebabkan polarisasi terhadap karakter, kemudian terbagi menjadi karakter apomorfik dan plesiomorfik. Karakter apomorfik adalah karakter yang dapat berubah dan diturunkan yang terdapat pada ingroup, sedangkan karakter plesiomorfik merupakan karakter primitive yang terdapat pada outgroup. Karakter sinapomorfik adalah karakter yang diturunkan dan terdapat pada kelompok monofiletik (Arbi, 2016; Dharmayanti, 2011).

Gambar 2. Pohon kladiogram sebagai hasil dari analisis filogenetik

Filogenetika merupakan studi dengan menggunakan karakter dari kelompok keturunan dengan satu nenek moyang yang sama. Studi filogenetika juga dikenal sebagai studi menggunakan sistem percabangan, seperti diagram pohon yang disebut pohon filogenetika (Gambar 2) (Baxevanis & Ouellete, 2004). Studi filogenetika menggunakan karakter yang diturunkan dari nenek moyang yang sama untuk dianalisis yang menghasilkan suatu proses evolusi. Evolusi adalah proses gradual, yang memungkinkan organisme sederhana menjadi lebih kompleks karena adanya perubahan secara genetik dari beberapa tahap generasi. Generasi

6

selanjutnya dari organisme dapat memiliki perbedaan karakter dari nenek moyangnya, karena mengalami proses evolusi (Duncan, 1980). Karakter dengan ciri yang sama digunakan untuk menganalisis hubungan satu spesies dengan spesies lainnya. Pohon filogenetika merupakan cara pendekatan organisme dengan proses evolusinya (Lumbsch et al, 2007). Filogenetika dapat diartikan sebagai model untuk menunjukan hubungan nenek moyang suatu organisme dengan berbagai macam karakter, misalnya molekuler, anatomi dan karakter morfologi (Baxevanis & Ouellete, 2004).

2.3. Botani Durio Durio merupakan marga dari suku yang sebelumnya masuk ke dalam suku Bombacaceae (Cronquist, 1981; Hutchinson, 1969; Keng, 1969; Takhtajan, 1969). Suku Bombacaceae berdasarkan ciri morfologinya berkerabat dekat dengan suku Malvaceae, Sterculiaceae, dan Tiliaceae (Takhtajan, 1969). Tahun 1998 hasil analisis filogenetika dan didukung oleh data biologi molekuler The Angiosperms Phylogeny Group (APG) menyatukan Bombacaceae, Sterculiaceae, dan Tiliaceae ke dalam suku Malvaceae. Cheek (2006) membentuk Durio, Coelestegia, Cullenia, Kostermansia, dan Neesia menjadi suku baru yaitu, Durionaceae namun hal tersebut ditolak oleh APG III (Bremer et al, 2009). Pembahasan mengenai taksonomi dalam APG IV (2016) tidak terdapat perubahan pada Durio masih berada di suku Malvaceae didalam suku (Chase et al, 2016). Spesies Durio di Indonesia beberapa tersebar di hutan primer dan hutan campuran meranti (mixed dipterocarp forest), maka perlu adanya domestifikasi terhadap spesies Durio yang hidup liar di hutan dan memiliki potensi dalam hal ekonomi atau dapat dikomersialisasikan. Durio dapat tumbuh pada tanah liat dan berpasir, beberapa spesies tumbuh pada dataran rendah (<1000 mdpl) dan terdapat pula yang tumbuh pada dataran tinggi (>1000 mdpl), yaitu D. lanceolatus (kelincing), D. lowianus (teruntung), D. oblongus, dan D. testudinarum (sekura) (Tabel 1). Durio lowianus dapat tumbuh pada ketinggian 1700 mdpl dan tahan terhadap serangan hama

7

jamur Phytophthora palmifora, karena memiliki zat yang resisten terhadapnya (Subhadrabandhu et al, 1991). Berdasarkan koleksi herbarium di Herbarium Bogoriense, terdapat 20 spesies Durio yang tersebar di Indonesia, yaitu 18 spesies di Kalimantan (14 spesies adalah endemik), 7 spesies di Sumatra dan Jawa, satu spesies masing-masing di Bali, Sulawesi dan Maluku (Uji, 2005) (Tabel 1). Durio zibethinus merupakan spesies yang sangat digemari oleh masyarakat lokal dan banyak dibudidayakan khususnya pada Indonesia bagian barat karena memiliki nilai ekonomis. Varietas D. zibethinus tersebar luas di Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan dan Sulawesi dengan berbagai macam warna, rasa dan aroma. Tabel 1. Daftar spesies Durio di Indonesia (Uji, 2005) Habitat No. Nama spesies Persebaran Ketinggian (mdpl) 1 Durio acutifolius K 25-400 2 D. affinis Becc. K 50-400 3 D. beccarianus K 400 4 D. bukitrayaensis K 150-350 5 D. carinatus. K,S 1,2 6 D. dulcis * K 20-800 7 D. excelsus K 40-200 8 D. grandiflorus* K 20-500 9 D. graveolens. K,S 75-950 10 D. griffithii K,S 20-700 11 D. kutejensis* K 20-100 12 D. lanceolatus K 100-1100 13 D. lissocarpus K 10,50 14 D. lowianus S 800-1700 15 D. malaccensis S 10-800 16 D. oblongus K 900-1050 17 D. oxleyanus* K,S 20-690 18 D. purpureus K 35-375 19 D. testudinarum K 100-1050 20 D. zibethinus* K,J,S,Sul,Mal 10-800 Keterangan Nama daerah/persebaran: J = Jawa, K = Kalimantan, Mal = Maluku, S = Sumatera, Sul = Sulawesi. Status: * = dibudidayakan

8

Durio acutifolius berperawakan kecil dan masuk kedalam kelompok perdu, sedangkan D. testudinarum memiliki buah yang berada dipangkal batang bahkan sampai menyentuh tanah, spesies ini sangat memudahkan dalam proses panen dan menarik untuk dikembangkan sebagai varietas unggul. Bagian dari tumbuhan Durio dapat dimanfaatkan oleh manusia, yaitu akar, batang, daun, bunga dan buah. Batang Durio dapat dimanfaatkan menjadi bagian dari rumah atau furnitur bagian rumah, daun dimanfaatkan menjadi bahan pangan dan obat, bunga dapat dimanfaatkan menjadi bahan pangan, akar pada Durio dapat dijadikan sebagai obat dan buahnya dimanfaatkan sebagai makanan atau olahan beberapa produk lainnya, seperti dodol dan sup (Suprianto et al, 2018). Karakter morfologi tumbuhan merupakan hasil interaksi antara lingkungan dengan genotipe dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi tumbuhan. Fenotipe merupakan ekspresi dari interaksi antara gen dengan karakter lingkungan (Allard, 1960). Karakter morfologi terbagi menjadi dua, yaitu karakter morfologi kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif dibentuk oleh gen sederhana, kemudian membentuk kelopak bunga, kelopak tambahan, benang sari dan putik. Sedangkan kuantitatif dibentuk oleh banyak gen dan memiliki distribusi kontinu, seperti jumlah putik dan benang sari, panjang tangkai bunga dan jumlah kelopak bunga (Poespodarsono, 1998). Marga Durio merupakan tumbuhan berjenis pohon yang memiliki tinggi 27-40 m, dengan percabangan simpodial, memiliki kayu tidak rata dan kasar. Daun bertangkai pendek, tunggal, berseling dan memiliki warna hijau pada permukaan atas sedangkan bagian permukaan bawah kuning kecoklatan, panjang 6,5-25 cm, lebar 3-5 cm, bentuk jorong hingga lancet, ujung runcing dan pangkal membulat (Gambar 3). Daunnya dorsiventral, yaitu memiliki permukaan atas (adaxial) dan bawah (abaxial) yang berbeda secara morfologis. Menurut Cahyani (2008), warna daun mencerminkan kandungan klorofil daun, semakin banyak kandungan klorofil, warna daun semakin hijau. Sedangkan permukaan bawah daun muda adalah berwarna coklat dan coklat muda untuk daun tua. Tulang daun Durio menyirip

9

(penninervis), yaitu memiliki satu tulang ibu (costa) dari pangkal sampai ujung daun. Tulang cabang keluar dari ibu tulang (nervus lateralis), sehingga susunannya seperti sirip ikan. Buah bulat hingga lonjong, kulit terdapat duri, berwarna kuning kecoklatan. Biji berbentuk lonjong, cokelat, pohon Durio berbuah setelah berumur 5-12 tahun (Tjitrosoepomo, 2005).

Gambar 3. Daun Durio zibethinus Sumber: Suprianto et al (2018)

Lamina pada daun berwarna hijau hingga hijau tua, perubahan daun pada tumbuhan dipengaruhi oleh tempat tumbuh, kadar air dan penyinaran. Pada permukaan daun terdapat perbedaan warna diatas dan bawah permukaan daun, diatas lebih hijau dibandingkan dengan permukaan bawah. Daun memiliki struktur yang tebal, lebar daun dapat berada pada tengah, ujung dan pangkal. Tepi daun ada yang bergelombang dan rata, memiliki ujung daun meruncing dan tumpul, panjang daun dapat mencapai 2 cm. Bunga Durio muncul pada batang dan tangkai yang sudah besar, memiliki tangkai, bunga seperti lonceng, berwarna putih hingga cokelat keemasan. Bunga Durio umumnya memiliki jumlah benang sari sebanyak 8, tambahan kelopak bunga sepanjang 2 cm dan buah berbentuk bulat, terdapat ruang buah yang bertekuk kedalam dan ruang buah dengan bentuk rata. Pada bunga Durio bermakhkota 5, memiliki benang sari sebanyak 3- 12 dan berwarna putih atau kuning (Gambar 4). Bunga Durio memiliki kuncup berbentuk bulat dengan panjang 2 cm (Tjitrosoepomo, 2005).

10

Pengelompokan bunga Durio berkisar antara 4-76 pertandan, bentuk kelopak seperti lonceng dengan warna kelopak kuning kehijauan hingga jingga, jumlah kelopak 5-6, bentuk ujung kelopak bunga meruncing dan segitiga (Gambar 5). Terdapat kelopak tambahan pada bunga Durio yang terletak dibawah kelopak utama, warna kelopak tambahan hijau muda hingga hijau tua. Mahkota bunga berjumlah 5-6 dan ditemukannya bulu- bulu halus di permukaan luar mahkota, warna mahkota bervariasi yaitu putih, kuning kehijauan, krem dan putih kehijauan. Tangkai putik berbentuk lurus, melengkung, berombak dan lurus dengan ujung bengkok sedangkan benang sari berkumpul membentuk satu rumpun dalam satu bunga (Gambar 6). Kuncup bunga berbentuk bulat, bulat telur, panjang dan lonjong (Fitmawati, 2011).

Gambar 4. Bunga Durio zibethinus (Dokumentasi Pribadi, 2020)

A B

Gambar 5. Kelopak bunga Durio zibethinus A. Tampak samping; B. Tampak atas (Dokumentasi Pribadi, 2020)

11

A B

Gambar 6. Putik dan benang sari Durio zibethinus A. Putik; B. Benang sari (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Buah berbentuk bulat memanjang hingga bulat tidak beraturan. Panjang buah mencapai 15 cm, struktur buah berupa kulit buah, daging buah dan biji, dengan warna hijau sampai coklat kekuningan sesuai dengan tingkat kematangan dari tiap buah Durio (Gambar 7). Daging buah terletak pada juring-juring atau petak-petak didalam buah. Ketebalan, warna, rasa dan tekstur pada buah Durio tergantung pada varietas Durio. Daging buah menyelimuti biji Durio yang berwarna putih kekuningan dan memiliki akar tunggal (Bernard, 2008).

Gambar 7. Buah Durio zibethinus Sumber : Suprianto et al (2018)

2.4. Herbarium Herbarium memiliki dua pengertian, pertama herbarium merupakan tempat penyimpanan spesimen tumbuhan, baik berupa spesimen kering maupun spesimen basah. Herbarium tidak hanya sebagai tempat untuk penyimpanan tumbuhan, melainkan sebagai studi terhadap tumbuhan khususnya studi tata nama dan klasifikasi. Kedua herbarium merupakan

12

spesimen atau koleksi tumbuhan, berupa koleksi kering dan koleksi basah. Herbarium dengan spesimen atau koleksi kering biasanya telah dipress dan dikeringkan, kemudian ditempelkan pada kertas (kertas mounting), kemudian diberi label dengan keterangan yang penting dan disimpan dengan baik pada tempat penyimpanan yang telah disediakan (Gambar 8). Herbarium dengan spesimen atau koleksi basah biasanya diawetkan dengan menggunakan larutan tertentu, biasanya menggunakan larutan FAA atau alkohol (Murni et al, 2015)

Bunga

Buah

Daun Gambar 8. Herbarium Durio zibethinus (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Fungsi herbarium, pertama sebagai alat untuk melakukan studi botani atau tumbuhan, karena pada koleksi herbarium terdapat keterangan informasi terkait tumbuhan dengan terperinci sehingga dapat menjadi bahan untuk edukasi. Kedua sebagai bukti adanya tumbuhan pada suatu wilayah atau daerah tempat diambilnya spesimen. Ketiga sebagai bahan untuk melakukan klasifikasi spesies tumbuhan. Keempat herbarium sebagai bahan acuan. Kelima merupakan hal terpenting atau konsep dasar yaitu sebagai bank data.

2.5. Perkembangbiakan dan Sistem Pembungaan Durio Tanaman Durio dapat diperbanyak dengan tiga cara, yaitu generatif, vegetatif dan campuran antara generatif dan vegetatif. Perkembangbiakan generatif dengan menggunakan biji, sedangkan perkembangbiakan vegetatif dengan cara cangkok dan stek, perkembangbiakan campuran antara generatif dan vegetatif dengan penanaman batang bawah menggunakan biji

13

dan bagian batang atas disambung dengan batang yang dianggap unggul melalui cara okulasi (Wiryanta, 2008). Pembungaan Durio dipengaruhi oleh faktor lingkungan, diantaranya suhu dan air. Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bunga, karena beberapa kerja hormon pertumbuhan berpengaruh terhadap suhu. Air dapat mempengaruhi pertumbuhan bunga, sebab tanaman yang mengalami stres air atau cekaman kekeringan dapat memicu terjadinya induksi pembungaan sesaat setelah terjadi inisiasi tunas (Ramirez et al, 2014).

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada Februari-September 2020 di Laboratorium Biosistematika Tumbuhan, Herbarium Bogoriense (BO), Pusat Penelitian Biologi Bidang Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

3.2 Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu mikroskop lengan, jangka sorong digital, pensil, penghapus, pulpen, penggaris, buku catatan, kamera, laptop, dan aplikasi PAUP 4.0. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah spesimen herbarium Durio dari Kalimantan. Outgrup yang dipilih adalah Neesia altissima yang berkerabat dekat dengan Durio.

3.3 Cara kerja 3.3.1. Pemilihan sampel Sampel yang diamati berupa spesimen kering Durio yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) yang berasal dari wilayah Kalimantan, yaitu Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Utara, dan Provinsi Kalimantan Tengah. Spesimen herbarium Durio berjumlah 433 lembar yang berbeda- beda jumlah lembarnya untuk 15 spesies (Tabel 2). Spesimen herbarium yang diamati dan dianalisis hubungan kekerabatannya adalah yang memiliki organ bunga. Informasi mengenai warna bunga dan letak kemunculannya pada ranting atau batang tercantum pada label yang melekat pada setiap lembar herbarium, kemudian dicatat dalam buku catatan atau laptop. Pencatatan ini perlu dilakukan karena semua bunga yang sudah mengering pada saat pembuatan herbarium akan berubah menjadi warna cokelat.

14

15

Tabel 2. Koleksi herbarium kering Durio di Herbarium Bogoriense aksesi Kalimantan

No Spesies Jumlah Sheet 1 Durio acutifolius 86 2 D. affinis 17 3 D. carinatus 4 4 D. dulcis 48 5 D. excelsus 31 6 D. grandiflorus 20 7 D. graveolens 56 8 D. griffithii 21 9 D. kutejensis 54 10 D. lanceolatus 39 11 D. lissocarpus 3 12 D. oblongus 11 13 D. oxleyanus 24 14 D. testudinarum 8 15 D. zibethinus 11 Total 433

3.3.2. Pengamatan morfologi bunga Karakter morfologi bunga yang diamati terdiri atas 47 karakter kuantitatif dan kualitatif istilah-istilahnya mengacu pada Kostermans (1958) dan Idris (2011). Karakter morfologi kuantitatif yang diamati berjumlah 17, yaitu panjang tangkai bunga, panjang kuncup, lebar kuncup, jumlah kelopak tambahan, panjang kelopak tambahan, lebar kelopak tambahan, jumlah kelopak, panjang kelopak, lebar kelopak, jumlah gigi pada kelopak, jumlah mahkota, panjang mahkota, lebar mahkota, jumlah benang sari, panjang tangkai sari, panjang tangkai putik, dan panjang ovari (Lampiran 3). Panjang dan lebar bagian bunga diukur menggunakan jangka sorong digital, sedangkan jumlah bagian-bagian bunga dihitung secara manual dan dicatat. Karakter morfologi kualitatif yang diamati berjumlah 30, yaitu jenis perbungaan, letak perbungaan, bentuk tangkai bunga, warna tangkai bunga, sisik pada tangkai bunga, bentuk kuncup, bentuk ujung kuncup, warna kuncup, bentuk kelopak tambahan, warna kelopak tambahan, sisik dan rambut permukaan dalam kelopak tambahan, sisik dan rambut permukaan luar kelopak tambahan, bentuk kelopak, bentuk ujung kelopak, warna

16

kelopak, bentuk mahkota, warna mahkota, tipe benang sari, bentuk kepala sari, warna kepala sari, warna tangkai sari, bentuk putik, warna tangkai putik, warna kepala putik, bentuk kepala putik, rambut pada permukaan tangkai putik, bentuk ovari, warna ovari, sisik pada permukaan ovari, dan rambut pada permukaan ovari. Pengamantan karakter bentuk ujung kuncup, bentuk kepala sari, dan bentuk kepala putik diamati menggunakan mikroskop lengan, sedangkan karakter jenis perbungaan, letak perbungaan, bentuk tangkai bunga, bentuk kuncup, bentuk kelopak tambahan, bentuk kelopak, bentuk mahkota, tipe benang sari, bentuk tangkai putik, dan bentuk ovari didokumentasikan dengan kamera. Hasil pengamatan morfologi bunga baik kualitatif maupun kuantitatif dituangkan dalam bentuk matriks multistate characters (Lampiran 4). Karakter morfologi berupa warna menggunakan data sekunder yang dimiliki oleh Koestermans (1958) dan Idris (2011), hal tersebut karena warna pada spesimen herbarium telah pudar atau semua berwarna cokelat. Karakter morfologi data continue, yaitu panjang tangkai bunga, panjang kuncup, lebar kuncup, panjang kelopak tambahan, lebar kelopak tambahan, panjang kelopak, lebar kelopak, panjang mahkota, lebar mahkota, panjang tangkai sari, panjang tangkai putik, dan panjang ovari dilakukan transformasi terlebih dahulu agar lebih mudah dianalisis dengan cara transformasi logaritma. Hasil pengamatan karakter morfologi dikonversi menjadi data matriks dan diberikan skoring pada setiap karakter morfologinya. Skoring dilakukan dengan multistate character, yaitu pemberian angka (0,1,2,3,..) sesuai dengan matriks morfologi bunga dan karakter yang tidak memiliki informasi diberi tanda “?” (Lampiran 6).

3.3.3. Pembuatan Kunci Identifikasi dan Deskripsi Spesies Durio Pembuatan kunci identifikasi menggunakan data pribadi berupa karakter morfologi kualitatif bunga Durio yang telah diamati sebelumnya, karena karakter kuantitatif tidak spesifik dalam menentukan perbedaan antar spesies Durio. Deskripsi spesies Durio menggunakan informasi tambahan

17

berupa data sekunder dari penelitian Priyanti (2016) dan deskripsi bunga menggunakan data pribadi dalam penelitian ini. Istilah pada karakter morfologi bunga mengacu pada Koesterman (1958), Idris (2011), dan Priyanti (2016).

3.3.4. Pembuatan Peta Persebaran Durio di Kalimantan Informasi tentang lokasi tumbuh masing-masing spesies Durio terdapat pada label spesimen herbarium (Gambar 9) berupa nama tempat atau titik koordinatnya. Nama tempat atau titik koordinat dicatat dalam buku catatan, lalu ditelusuri dengan Google Maps. Hasil penelusuran berupa titik koordinat pada masing-masing spesies, kemudian dibuat matriks dalam format excel untuk dianalisis. Peta persebaran dibuat dengan aplikasi ArcGIS 10.3 dengan metode ArchCatalog dan ArchMap.

A

Gambar 9. Label informasi spesimen herbarium; A. Informasi lokasi tumbuh (Dokumentasi Pribadi, 2020)

3.4. Analisis data Data skoring dianalisis dengan program PAUP (Phylogeny Analysis of Using Parsimony) metode maximum parsimony. Data dibentuk menjadi format “.txt” agar dapat dianalisis dengan program PAUP 4.0. Klik program PAUP 4.0 untuk membukanya, lalu klik “import data” untuk memasukan data skoring yang telah dibuat. Klik “excute” agar program dapat membaca

18

data yang telah dimasukkan. Setelah data terbaca oleh program, lalu masukkan perintah untuk menjalankan program agar data dianalisis. Perintah “Hsearch add seq=random nreps=1000” digunakan untuk membentuk pohon filogenetik pertama dengan 1000x pengulangan, lalu masukkan perintah “ShowTrees” untuk melihat pohon yang telah terbentuk, masukkan perintah “DescribeTrees/brlens=apolist chglist diagnose” untuk mendeskripsikan pohon yang terbentuk, memberikan list data karakter apomorphy, dan membentuk pohon yang kedua. Kemudian masukkan perintah “Outgroup 1” untuk mengetahui berapa banyak data outgroup yang terdapat pada pohon dan membentuk pohon ketiga, lalu masukkan perintah “Bootstrap nreps=1000” untuk menyajikan data bootstrap dengan 1000x pengulangan. Klik “Edit display buffer” kemudian klik “Save”. Hasil analisis PAUP 4.0 berupa kladogram sebagai gambaran filogeni spesies Durio di Kalimantan (Gambar 16). Pohon filogeni atau kladogram yang dihasilkan akan dianalisis secara deskriptif.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Morfologi Bunga Durio Tipe bunga Durio adalah tunggal dan majemuk (Gambar 10). Tipe bunga tunggal adalah satu tangkai bunga yang terdiri atas satu bunga sedangkan tipe bunga majemuk memiliki jumlah bunga 2-48 pada satu tangkai bunga. Tipe bunga tunggal dimiliki oleh Durio acutifolius, D. affinis, D. excelsus, dan D. grandiflorus sedangkan tipe bunga majemuk terdapat pada D. carinatus, D. dulcis, D. graveolens, D. griffithii, D. kutejensis, D. lanceolatus, D. lissocarpus, D. oblongus, D. oxleyanus, D. testudinarum, dan D. zibethinus. A B

bunga

bunga

Gambar 10. Herbarium Durio tipe bunga A. Tunggal; B. Majemuk (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Bunga Durio terdapat pada batang, cabang, ranting, dan ketiak daun. Bunga yang muncul pada batang dimiliki oleh D. carinatus, D. acutifolius, dan D. testudinarum, pada cabang dimiliki oleh D. acutifolius, D. dulcis, D. graveolens, D. griffithii, D. kutejensis, D. lissocarpus, D. oblongus, dan D. zibethinus, pada ranting dimiliki oleh D. affinis, D. carinatus, D. excelsus, D. grandiflorus, dan D. lanceolatus sedangkan pada ketiak daun dimiliki oleh D. oxleyanus. Kuncup bunga merupakan fase awal dalam perkembangan bunga dan memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu membulat, membulat telur, menjorong, dan melonjong (Gambar 11, Tabel 3). Kuncup bunga dapat digunakan sebagai salah satu karakter untuk identifikasi spesies, karena memiliki bentuk yang berbeda dari masing-masing spesies. Ujung

19

20

kuncup bunga pada marga Durio berbentuk membundar, mementol, dan meruncing. Selain bentuk kuncup dan ujung kuncup, warna kuncup dapat menjadi data tambahan dalam identifikasi. Tabel 3. Bentuk kuncup bunga spesies Durio di Kalimantan No Nama Spesies Bentuk Kuncup Panjang (mm) Lebar (mm) 1 Durio acutifolius Membulat telur 5 3 2 D. affinis Membulat telur 35 11 3 D. carinatus Menjorong 14 7 4 D. dulcis Membulat 7 4 5 D. excelsus Membulat telur 19 12 6 D. grandiflorus Membulat telur 17 11 7 D. graveolens Membulat telur 14 8 8 D. griffithii Membulat 14 2 9 D. kutejensis Membulat telur 26 17 10 D. lanceolatus Menjorong 12 7 11 D. lissocarpus Melonjong 13 6 12 D. oblongus Membulat telur 7 3 13 D. oxleyanus Membulat 8 5 14 D. testudinarum Membulat telur 22 15 15 D. zibethinus Membulat 21 17

A B

5-35 mm 7-21 mm

2-17 mm 3-17 mm

E D

12-14 13 mm mm 6 mm 6-7 mm

Gambar 11. Herbarium bentuk kuncup bunga Durio A. Bulat telur; B. Membulat; C. Menjorong; D. Melonjong (Dokumentasi Pribadi, 2020)

21

Pedicellus atau tangkai bunga merupakan bagian bunga yang teletak di bagian bawah bunga, berfungsi sebagai penopang dan penghubung antara tangkai dan ranting. Tangkai bunga Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu silinder dan bersudut dengan warna keemasan, kuning, cokelat, dan hijau (Tabel 4). Tabel 4. Tangkai bunga Durio di Kalimantan Bentuk Panjang No Nama Spesies Permukaan Tangkai Tangkai (mm) 1 Durio acutifolius Silinder 6.88 Dilapisi sisik 2 D. affinis Silinder 50 Tidak dilapisi sisik 3 D. carinatus Silinder 10 Dilapisi sisik 4 D. dulcis Silinder 29.3 Dilapisi sisik 5 D. excelsus Silinder 17 Dilapisi sisik 6 D. grandiflorus Silinder 5 Dilapisi sisik 7 D. graveolens Silinder 21.2 Dilapisi sisik 8 D. griffithii Silinder 5 Dilapisi sisik 9 D. kutejensis Bersudut 31.4 Dilapisi sisik 10 D. lanceolatus Silinder 12 Dilapisi sisik 11 D. lissocarpus Silinder 20 Tidak dilapisi sisik 12 D. oblongus Silinder 44 Tidak dilapisi sisik 13 D. oxleyanus Silinder 47 Dilapisi sisik 14 D. testudinarum Silinder 40 Dilapisi sisik 15 D. zibethinus Silinder 39 Tidak dilapisi sisik

Umumnya Durio memiliki tangkai bunga berbentuk silinder, namun Durio kutejensis berbentuk balok atau bersudut. Tangkai bunga Durio memiliki ukuran panjang 5-47mm dan berwarna cokelat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kostermans (1958), Idris (2011) dan Priyanti (2016). Durio dengan permukaan tangkai bunga yang dilapisis oleh sisik berbentuk pipih dimiliki oleh Durio acutifolius, D. carinatus, D. dulcis, D. excelsus, D. grandiflorus, D. graveolens, D. grifthii, D. kutejensis, D. lanceolatus, D. oxleyanus, dan D. testudinarum. Sedangkan permukaan tangkai bunga yang tidak dilapisi sisik dimiliki oleh Durio affinis, D. lissocarpus, D. oblongus, dan D. zibethinus. Epicalyx atau kelopak tambahan pada bunga merupakan daun pelindung yang melingkari dibagian luar atau bawah kelopak yang

22

berjumlah 2-3 pada setiap bunganya. Kelopak tambahan Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membulat telur, membulat telur sungsang, dan menjorong dengan warna hijau, coklat, dan kuning tua. Terdapat beberapa spesies dengan bagian luar kelopak tambahan dilapisi sisik yang memipih dan bagian dalamnya dilapisi rambut berbentuk bintang (Gambar 12, Tabel 5). Tabel 5. Bentuk kelopak tambahan Durio di Kalimantan Bentuk Kelopak Panjang Lebar No Nama Spesies Tambahan (mm) (mm) 1 Durio acutifolius Membulat telur 10 8 2 D. affinis Membulat telur 21.3 9.0 Membulat telur 3 D. carinatus 25 15 sungsang 4 D. dulcis Membulat telur 23.4 14.8 5 D. excelsus Membulat telur 30 20 6 D. grandiflorus Melonjong 21.9 17.7 7 D. graveolens Membulat telur 41.5 28 Membulat telur 8 D. griffithii 10 8 sungsang 9 D. kutejensis Membulat telur 38.6 25.7 10 D. lanceolatus Membulat telur 16 12 11 D. lissocarpus Membulat telur 11 10 12 D. oblongus Membulat telur 46 33 13 D. oxleyanus Melonjong 12 10 14 D. testudinarum Membulat telur 20 18 15 D. zibethinus Membulat telur 21.3 23.2

Umumnya kelopak tambahan Durio berbentuk membulat telur, namun D. carinatus dan D. griffithii berbentuk membulat telur sungsang dan D. grandiflorus dan D. oxleyanus berbentuk melonjong. Kelopak tambahan bunga Durio memiliki ukuran panjang 10-46 mm dan lebar 8-33 mm. Warna kelopak tambahan antara lain hijau, kuning, cokelat, dan abu-abu. Durio dengan permukaan luar kelopak tambahan dilapisi sisik yang memipih dimiliki oleh D. acutifolius, D. affinis, D. carinatus, D. dulcis, D. excelsus, D. grandiflorus, D. graveolens, D. grifthii, D. kutejensis, D. lanceolatus, D. lissocarpus, D. oxleyanus, dan D. testudinarum sedangkan yang tidak adalah D. oblongus dan D.zibethinus.

23

Durio dengan permukaan dalam kelopak tambahan dilapisi rambut berbentuk bintang dimiliki oleh D. affinis, D. carinatus, D. dulcis, D. excelsus, D. grandiflorus, D. graveolens, D. kutejensis, D. lanceolatus, D. lisocarpus, D. oblongus, D. oxleyanus, dan D. zibethinus, sedangkan yang tidak adalah D. acutifolius, D. grifthii, dan D. testudinarum. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kostermans (1958), Idris (2011) dan Priyanti (2016). A B C

10-46 12- mm 10-25mm 22 mm 10- 18mm 8-33mm 8-15mm Gambar 12. Herbarium bentuk kelopak tambahan Durio A. Melonjong; B. Membulat telur; C. Membulat telur sungsang (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Calyx atau kelopak merupakan perhiasan bunga yang terletak pada bagian luar bunga setelah kelopak tambahan dengan jumlah 1-5 setiap bunganya. Kelopak merupakan modifikasi dari daun yang berfungsi melindungi mahkota sebelum mekar. Kelopak Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membulat telur, melonjong, melanset, dan menggenta (Tabel 6). Ujung kelopak Durio berbentuk runcing, meruncing, triangular, dan bulat. Pada beberapa spesies permukaan luarnya dilapisi oleh sisik yang memipih dan permukaan dalamnya dilapisi oleh rambut yang berbentuk bintang. Tabel 6. Bentuk kelopak bunga Durio di Kalimantan Panjang Lebar No Nama Spesies Bentuk Kelopak (mm) (mm) 1 Durio acutifolius Membulat telur 10 6 2 D. affinis Membulat telur 19.4 15.2 3 D. carinatus Menggenta 20 14 4 D. dulcis Menggenta 14.8 15.5 5 D. excelsus Membulat telur 34 7.8 6 D. grandiflorus Membulat telur 23.5 9.1

24

7 D. graveolens Menggenta 39.5 9.4 8 D. griffithii Menjorong 12 5 9 D. kutejensis Menggenta 44.5 22.8 10 D. lanceolatus Menggenta 16 17 11 D. lissocarpus Membulat telur ? ? 12 D. oblongus Membulat telur 49 16 13 D. oxleyanus Menggenta 13 22 14 D. testudinarum Membulat telur 16 18.3 15 D. zibethinus Menggenta 18.2 20.2

Umumnya kelopak Durio berbentuk membulat telur dan menggenta, namun kelopak bunga D. griffithii berbentuk menjorong. Kelopak bunga Durio memiliki ukuran panjang 10-49 mm dan lebar 6-22.8 mm. Warna kelopak antara lain hijau, kuning, cokelat, dan abu-abu. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kostermans (1958), Idris (2011) dan Priyanti (2016). Corolla atau mahkota merupakan salah satu dari perhiasan bunga yang berjumlah 4-8 setiap bunganya pada Durio. Mahkota berfungsi menarik serangga agar bunga dapat melakukan penyerbukan. Mahkota Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu memita, menyudip- menyempit, menyudip-meluas, menyudip dan melonjong dengan warna hijau, putih, kuning, cokelat kemerahan, merah muda, merah, dan jingga (Gambar 13, Tabel 7). Tabel 7. Bentuk mahkota Durio di Kalimantan Panjang Lebar No Nama Spesies Bentuk Mahkota (mm) (mm) 1 Durio acutifolius Memita 12 10 2 D. affinis Menyudip-menyempit 65 20 3 D. carinatus Menyudip-melebar 65 13 4 D. dulcis Menyudip 38.3 6.6 5 D. excelsus Menyudip 55 20 6 D. grandiflorus Menyudip 25 30 7 D. graveolens Menyudip-melebar 34.8 11.9 8 D. griffithii Memita 11 4 9 D. kutejensis Menyudip 84.5 23.4 10 D. lanceolatus Menyudip-melebar 30 13 11 D. lissocarpus Menyudip-melebar ? ? 12 D. oblongus Melonjong 66 25 13 D. oxleyanus Menyudip-melebar 15 7

25

14 D. testudinarum Menyudip 70 15 15 D. zibethinus Menyudip 32.7 6.1

Umumnya mahkota bunga Durio berbentuk menyudip dan menyudip-melebar, namun mahkota bunga D. acutifolius dan D. griffithii berbentuk memita, D. affinis berbentuk menyudip-menyempit, dan D. oblongus berbentuk melonjong. Mahkota bunga Durio memiliki ukuran panjang 11-84.5 mm dan lebar 4-25 mm. Warna mahkotanya antara lain putih, hijau, kuning, jingga, krem, merah, dan cokelat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kostermans (1958), Idris (2011) dan Priyanti (2016). A B C

15-75 25-85 mm mm 65mm 6- 30mm 12-13mm 20mm Gambar 13. Herbarium bentuk mahkota bunga Durio A. Menyudip- melebar; B. Menyudip-menyempit; C. Menyudip (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Stament atau benang sari merupakan organ reproduksi jantan bagi tumbuhan, memiliki tangkai yang disebut filamen dan kepala sari yang disebut anther. Benang sari Durio dibedakan atas 2 tipe, yaitu bebas dan berberkas. Tipe bebas adalah satu tangkai sari berdiri sendiri dengan satu kepala sari, sedangkan tipe berberkas adalah tangkai sari menjadi satu ruas atau menjari dan bebas pada bagian ujungnya (Gambar 14, Tabel 8). Kepala sari Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu mengginjal, mencakram dan membulat. Warna kepala sarinya terdiri atas krem, hijau, putih, pink, coklat, kuning, dan merah. Warna tangkai sarinya terdiri atas kuning, putih, hijau, dan krem.

26

Tabel 8. Karakter morfologi benang sari Durio di Kalimantan Tipe Jumlah Bentuk Panjang No Nama Spesies Benang Sari Sari Kepala Sari (mm) 1 Durio acutifolius Bebas >100 Membulat 10 2 D. affinis berberkas 50 Mengginjal 15.3 3 D. carinatus berberkas 35 Mengginjal 17 4 D. dulcis berberkas 45 Mengginjal 31.5 5 D. excelsus bebas >100 Membulat 30 6 D. grandiflorus berberkas 55 Membulat 15.3 7 D. graveolens berberkas 34 Mengginjal 33 8 D. griffithii bebas >100 Membulat 10 9 D. kutejensis bebas 60 Mengginjal 54.6 10 D. lanceolatus bebas 32 Mengginjal 30 11 D. lissocarpus ? ? Mengginjal ? 12 D. oblongus berberkas 55 Mengginjal 15 13 D. oxleyanus berberkas 20 Mencakram 15 14 D. testudinarum berberkas 15 Mengginjal 65 15 D. zibethinus berberkas 55 Mengginjal 44.7

Umumnya benang sari Durio memiliki tipe berberkas, namun D. acutifolius, D. excelsus, D. griffithii, D. kutejensis, dan D. lanceolatus bertipe bebas. Bentuk kepala sari Durio umumnya mengginjal, namun D. acutifolius, D. excelsus, D. grandiflorus, dan D. griffithii berbentuk membulat, sedangkan D. oxleyanus berbentuk cakram. Benang sari Durio memiliki ukuran panjang 10-54.6 mm. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kostermans (1958), Idris (2011) dan Priyanti (2016). A B a a

b b

Gambar 14. Herbarium tipe benang sari Durio A. Bebas; B. Dalam berkas; a. Kepala sari; b. Tangkai sari (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Putik merupakan organ reproduksi betina pada tumbuhan, tangkai putik disebut style dan kepala putik disebut stigma. Tangkai putik Durio

27

dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu lurus, melengkung, gelombang dan lurus-membengkok pada bagian ujungnya. Warna tangkai putiknya terdiri atas kuning, pink, putih, coklat, dan krem. Kepala putik Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu mementol, menggasing dan seperti mementol. Warna kepala putiknya terdiri atas putih, krem, kuning, coklat, jingga, merah, dan hijau. Beberapa spesies Durio tangkai putiknya dilapisi rambut berbentuk bintang (Gambar 15, Tabel 9). Tabel 9. Karakter morfologi putik Durio di Kalimantan. Bentuk Bentuk Panjang Permukaan No Nama Spesies Tangkai Putik Kepala Putik (mm) Putik Seperti Tidak dilapisi 1 Durio acutifolius Lurus 10 mementol rambut Tidak dilapisi 2 D. affinis Lurus Mementol 15.3 rambut Lurus dan Dilapisi 3 D. carinatus Mementol 17 bengkok rambut Lurus dan Dilapisi 4 D. dulcis Mementol 31.5 bengkok rambut Tidak dilapisi 5 D. excelsus Lurus Mementol 30 rambut Lurus dan Dilapisi 6 D. grandiflorus Mementol 15.3 bengkok rambut Dilapisi 7 D. graveolens Lurus Mementol 33 rambut Tidak dilapisi 8 D. griffithii Lurus Mementol 10 rambut Dilapisi 9 D. kutejensis Lurus Menggasing 54.6 rambut Dilapisi 10 D. lanceolatus Gelombang Mementol 30 rambut 11 D. lissocarpus Lurus ? ? ? Tidak dilapisi 12 D. oblongus Lurus Mementol 15 rambut Tidak dilapisi 13 D. oxleyanus Lurus Mementol 15 rambut Lurus dan Dilapisi 14 D. testudinarum Mementol 65 bengkok rambut Tidak dilapisi 15 D. zibethinus Lurus Mementol 44.7 rambut

Umumnya tangkai putik Durio berbentuk lurus,namun D. carinatus, D. dulcis, D. grandiflorus, dan D. testudinarum berbentuk lurus dan

28

membengkok pada bagian ujungnya, sedangkan D. lanceolatus berbentuk gelombang. Bentuk kepala putik Durio umumnya mementol, namun D. acutifolius berbentuk seperti mementol dan D. kutejensis berbentuk menggasing. Putik Durio memiliki ukuran panjang 10-65 mm. Permukaan tangkai putik dilapisi rambut berbentuk bintang dimiliki oleh D. carinatus, D. dulcis, D. grandiflorus, D. graveolens, D. testudinarum, D. lanceolatus, dan D. kutejensis, sedangkan yang tidak dilapisi dimiliki oleh D. acutifolius, D. affinis, D. excelsus, D. grifithii, D. oblongus, D. oxleyanus, dan D. zibethinus. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Kostermans (1958), Idris (2011) dan Priyanti (2016).

A B C a a a b 35mm 12-60mm 3-65mm c b b

c c

Gambar 15. Herbarium bentuk tangkai putik Durio A. Lurus dan membengkok; B. Lurus; C. Bergelombang; a. Kepala putik; b. Tangkai putik; c. Ovari (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Bagian dasar putik yang membesar disebut ovari, yaitu bagian dari putik yang didalamnya terdapat bakal biji sebagai calon buah dan akan berkembang membentuk buah. Ovari Durio dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu membulat telur, membulat telur sungsang dan bersegi lima. Pada beberapa spesies Durio permukaan ovarinya dilapisi oleh sisik yang memipih dan rambut berbentuk bintang. Warna ovarinya terdiri atas hijau, kuning, merah, putih, dan coklat (Tabel 10). Umumnya ovari Durio berbentuk bulat telur, namun D. kutejensis dan D. oxleyanus berbentuk bulat telur sungsang dan D. carinatus berbentuk persegi lima. Ovari pada Durio memiliki ukuran panjang 2.5-35 mm.

29

Tabel 10. Karakter morfologi ovari Durio di Kalimantan. Panjang No Nama Spesies Bentuk Ovari Permukaan Ovari (mm) Bersisik dan 1 Durio acutifolius Membulat telur 2.5 berambut Tidak bersisik dan 2 D. affinis Membulat telur 5.4 berambut Bersisik dan tidak 3 D. carinatus Persegi lima 5 berambut Tidak bersisik dan 4 D. dulcis Membulat telur 7.2 berambut Tidak bersisik dan 5 D. excelsus Membulat telur 7 berambut Tidak bersisik dan 6 D. grandiflorus Membulat telur 10 berambut Bersisik dan tidak 7 D. graveolens Membulat telur 5 berambut Bersisik dan tidak 8 D. griffithii Membulat telur 4 berambut Membulat telur Bersisik dan tidak 9 D. kutejensis 6.4 sungsang berambut Bersisik dan tidak 10 D. lanceolatus Membulat telur 35 berambut 11 D. lissocarpus ? ? ? Bersisik dan tidak 12 D. oblongus Membulat telur ? berambut Membulat telur Tidak bersisik dan 13 D. oxleyanus 5 sungsang berambut Bersisik dan tidak 14 D. testudinarum Membulat telur ? berambut Bersisik dan tidak 15 D. zibethinus Membulat telur 6.2 berambut

Permukaan ovari Durio pada umumnya dilapisi oleh sisik berbentuk pipih dan tidak dilapisi oleh rambut berbentuk bintang, namun D. affinis, D. dulcis, D. excelsus, D. grandiflorus, dan D. oxleyanus tidak dilapisi oleh sisik berbentuk pipih dan dilapisi oleh rambut berbentuk bintang. Sedangkan D. acutifolius permukaannya dilapisi oleh sisik yang memipih dan dilapisi rambut berbentuk bintang.

30

4.2. Kunci identifikasi dan deskripsi Durio Pada penelitian ini didapatkan 15 spesies Durio yang terdapat di Kalimantan. Spesies tersebut dibedakan berdasarkan ciri morfologi bunga seperti diperlihatkan dalam kunci identifikasi berikut. 1a. Bunga tunggal...... 2 b. Bunga majemuk...... 5 2a. Bentuk ujung kelopak meruncing...... 3 b. Bentuk ujung kelopak runcing...... 4 3a. Permukaan tangkai bunga ditutupi sisik...... D. acutifolius b. Permukaan tangkai bunga tidak ditutupi sisik...... D. affinis 4a. Bentuk kelopak tambahan membulat telur...... D. excelsus b. Bentuk kelopak tambahan menjorong...... D. grandiflorus 5a. Tipe benang sari bebas...... 6 b. Tipe benang sari dalam berkas...... 8 6a. Bentuk ovari membulat telur sungsang...... D. kutejensis b. Bentuk ovari bulat telur...... 7 7a. Bentuk ujung kuncup meruncing...... D. griffithii b. Bentuk ujung kuncup mementol...... D. lanceolatus 8a. Permukaan tangkai putik ditutupi rambut...... 9 b. Permukaan tangkai putik tidak ditutupi rambut...... 12 9a. Permukaan ovari ditutupi rambut...... D. dulcis b. Permukaan ovari tidak ditutupi rambut...... 10 10a. Bentuk kelopak membulat telur...... D. testudinarum b. Bentuk kelopak menggenta...... 11 11a. Bentuk kuncup menjorong...... D. carinatus b. Bentuk kuncup bulat telur...... D. graveolens 12a. Permukaan luar kelopak tambahan ditutupi sisik...... 13 b. Permukaan luar kelopak tambahan tidak ditutupi sisik... 14 13a. Perbungaan muncul dibelakang daun...... D. oxleyanus b. Perbungaan muncul dicabang...... D. lissocarpus 14a. Bentuk mahkota melonjong...... D. oblongus b. Bentuk mahkota menyudip...... D. zibethinus

31

Deskripsi masing-masing spesies Durio yang terdapat di Kalimantan melalui pengamatan di Herbarium Bogoriense, sebagai berikut :

1. Durio acutifolius (Mast). Koesterm., in Trop. Nat. xxxiii. 34 (1953), reimpr., in obs.

Sinonim : Boschia griffithii (Mast) J. Linn. Soc., Bot. 14: 503 (1875).

Tinggi pohon 12−28 m, diameter batang mencapai 50 cm dan diameter tajuk mencapai 9 m. Kulit kayu kasar, coklat muda, terdapat pecahan pada kulitnya. Daun menjorong-melonjong, tipis, ukuran 6−15 cm x 2.5−6 cm, pangkal daun membulat, bagian bawah ditutupi oleh sisik berwarna coklat. Bunga kecil, membintang, tunggal; Kuncup membujur telur, hijau, panjang 5 mm, di ketiak daun dan cabang; Tangkai bunga silinder, panjang mencapai 6,8 mm, emas, terdapat sisik pada permukaannya; Kelopak tambahan 2, cekung, membundar telur-meruncing, bagian luar ditutupi sisik, dalam tekstur kasar, hijau muda; Kelopak 3, membundar telur, ujung runcing, ukuran 1 cm x 0.5 cm, bagian luar terdapat sisik, hijau; Mahkota 5−6, tipis, memita, jingga, ukuran 12 mm x 10 mm; Benang sari bebas, > 100, kepala sari membundar, krem, panjang 1 cm, kuning; Putik 1, lurus, kepala putik seperti mementol, krem, panjang 2,7 mm, kuning; Ovari bulat telur, hijau muda, permukaan bersisik dan berambut, tinggi 2,5 mm. Buah membulat telur dan spindle, panjang mencapai 6 cm, diameter 3 cm, 3 ruang, merah anggur. Biji hitam, menjorong, Panjang mencapai 3 cm, diameter 1cm beraril merah tua (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Tengah. Nama lokal. anggang; Tupaloh. Kategori konservasi IUCN. Durio acutifolius terdaftar kategori IUCN sementara rentan atau VU A1c.

32

2. Durio affinis Becc., Malesia 3:246 (1889).

Tinggi pohon 30 m, diameter 40 cm, kulit halus, abu-abu, pecah. Daun melanset atau melanset-menjorong, ukuran 8 − 18 cm x 2 − 4 cm, permukaan atas halus, permukaan bawah padat. Bunga putih, tunggal, ranting; Kuncup membulat telur, ujung meruncing, panjang 3,5cm; Tangkai bunga silinder, coklat kehijauan, panjang 5 cm, permukaan tidak terdapat sisik; Kelopak tambahan 2, ukuran 2,1 cm x 0,9 cm, membulat telur, coklat, permukaan bagian dalam dilapisi rambut berbentuk bintang, permukaan bagian luar dilapisi sisik; Kelopak 5, membulat telur, ujung runcing, hijau muda, ukuran 1,9 cm x 1,5 cm; Mahkota 5, menyudip atau menyudip- melonjong, putih, ukuran 6.5 cm x 2 cm; Benang sari dalam berkas, jumlah 50, kepala sari mengginjal, hijau, panjang 1,5 cm; Putik 1, lurus, kepala putik mementil, kuning, panjang 1,2 cm; Ovari bulat telur, permukaan dilapisi rambut, tinggi 0,5 cm. Buah menjorong-membulat, panjnag hingga 8 cm, diameter 6.5 cm, kuning-jingga, buah tidak terbelah. Biji menjorong, panjang mencapai 1.5 cm, aril tidak dapat dimakan (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur. Nama lokal. Tidak ada Kategori konservasi IUCN. Durio affinis tidak terdaftar pada kategori IUCN.

3. Durio carinatus Mast., J. Linn. Soc., Bot. 14:500 (1875).

Tinggi pohon mencapai 45 m, diameter 120 cm, kulit bagian dangkal beralur, merah kecoklatan. Daun membundar telur-melonjong, ukuran 6−15 cm x 2−7 cm, ekor daun panjang 0.9−1 cm, bagian bawah membundar. Bunga majemuk, berada di cabang primer atau sekunder; Kuncup membulat telur sungsang atau menjorong, ujung membulat, coklat muda, panjang 1,4 cm, diameter 1 cm; Tangkai bunga silinder, coklat muda, permukaan dilapisi sisik, panjang 1 cm; Kelopak tambahan 2, membundar telur sungsang, coklat muda, panjang mencapai 2,5 cm, lebar 1,5 cm, permukaan bagian dalam dilapisi rambut, permukaan bagian luar dilapisi sisik; Kelopak

33

menggenta, ujung triangular, bergigi 5, kekuningan, ukuran 2 cm x 1,4 cm; Mahkota 5, menyudip-luas, jingga atau kekuningan, ukuran 6.5 x 1.3 cm; Benang sari dalam berkas, jumlah 35, kepala sari mengginjal, merah muda, panjang 1,7 cm, kuning; Putik 1, lurus bengkok, kepala putik mementol, krem, panjang 6 cm, kuning muda; Ovari pentagonal, kuning muda, tinggi 0,5 cm, permukaan dilapisi sisik. Buah membulat telur hingga menjorong, jingga, panjang mencapai 13 cm, diameter 10 cm, bulat atau terpotong pada kedua ujungnya. Biji hitam, membulat telur atau memanjang, panjang mencapai 2.5 cm, aril merah (kuning di pangkal) (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Barat; Kalimantan Tengah. Nama lokal. Durian paya. Kategori konservasi IUCN. Durio carinatus tidak terdaftar pada kategori IUCN.

4. Durio dulcis Becc., Malesia 3:243, t. 14 (1889).

Tinggi pohon mencapai 40 m, diameter mencapai 80 cm, kulit batang kasar, beralur, coklat kemerahan berambut merah. Daun membundar telur sungsang-menjorong, ukuran daun 3.5−6 cm x 7−14 cm, pangkal daun ramping, permukaan bawah bersisik. Bunga bermunculan di cabang primer atau cabang tua, majemuk; Kuncup membulat, ujung meruncing, hijau, panjang 0,7 cm; Tangkai bunga silinder, coklat, panjang 2,9 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2, membulat telur, hijau, ukuran 2.3 cm x 1.4 cm, permukaan dalam dilapisi rambut, permukaan luar dilapisi sisik; Kelopak menggenta, ujung runcing, hijau, pangkal cekung, ukuran 1−1.5 cm x 3 cm; Mahkota 4, menyudip, merah muda, ukuran 3,8 cm x 0,6 cm; Benang sari dalam berkas, kepala sari mengginjal, putih, jumlah 45, panjang 3,1 cm, kuning; Putik lurus bengkok, kepala putik mementol, cokelat, panjang 2,6 cm, merah muda, permukaan dilapisi rambut; Ovari bulat telur, merah muda, tinggi 0,7 cm, permukaan dilapisi rambut. Buah bulat atau panjang ramping, coklat tua hingga merah tua, diameter 15 cm, katup tebal, bagian dalam putih, beraroma tajam, buah jatuh tidak pecah. Biji coklat,

34

dibungkus aril berwarna kuning tua dengan rasa sangat manis dan harum (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Selatan. Nama lokal. Lahong; Lajung; Lajang. Kategori konservasi IUCN. Durio dulcis terdaftar kategori IUCN sementara rentan atau VU A1c.

5. Durio excelsus Bakh., Bull. Jard. Bot. Buitenzorg ser. III, vi. 227 (1924).

Sinonim : Boschia excelsa Korth., Verh. Nat. Gesch. Ned. Bezitt., Bot. 258. t. 69. (1844)

Tinggi pohon mencapai 30 m, diameter mencapai 60 cm, . Daun menjorong hingga melonjong, ramping, ujung lancip, pangkal daun membundar, permukaan bawah abu-abu, ukuran 6−18 cm x 3−7 cm. Bunga tunggal, muncul di ketiak daun atau cabang primer; Kuncup bulat telur, ujung meruncing, silver kekuningan, panjang 1,9 cm; Tangkai bunga silinder, coklat, panjang 1,7 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2, membulat telur, bagian luar coklat bersisik, bagian dalam putih berambut, ukuran 3 cm x 2 cm; Kelopak 5, membulat telur, ujung meruncing, hijau muda, ukuran 3,4 cm x 0,7 cm; Mahkota 5, menyudip, hijau muda, ukuran 5,5 cm x 2 cm; Benang sari bebas, jumlah > 100, kepala sari bulat, coklat, panjang mencapai 3 cm, putih; Putik 1, lurus, kepala putik mementol, panjang mencapai 3 cm, putih; Ovari bulat telur, putih, tinggi 0,7 cm, permukaan dilapisi rambut. Buah membulat telur sungsang, ukuran panjang 11 cm, diameter 7 cm, 4−5 ruang, ruang tebal, jingga atau kuning, bagian dalam putih. Biji hitam, menjorong, panjang mencapai 2 cm, aril berwarna merah tua menutupi biji (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Selatan. Nama lokal. Apun; Begurah. Kategori konservasi IUCN. Durio excelsus tidak terdaftar pada kategori IUCN.

35

6. Durio grandiflorus (Mast.) Kosterm. & Soegeng, Pengum. Lemb. Pusat Penjel. Kehut. No. 61, 10 (1958).

Sinonim : Boschia grandiflora Mast., J. Linn. Soc., Bot. 14: 502 (1875). Tinggi pohon mencapai 20 m. Daun membundar telur sungsang atau melonjong, pangkal daun membundar, permukaan atas mengkilap, permukaan bawah tebal mengkilap coklat, ukuran 9−24 cm x 3.5−8.5 cm. Bunga tunggal, diameter bunga saat mekar 8−12 cm, muncul pada ranting; Kuncup bulat telur, ujung meruncing, coklat, panjang 1,7 cm; Tangkai bunga silinder, hijau kecoklatan, panjang 0,5 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2−3, menjorong atau melanset, coklat, ukuran 2,1 cm x 1,7 cm, permukaan luar dilapisi sisik, permukaan dalam dilapisi rambut; Kelopak 3, membulat telur, ujung meruncing, ukuran 2,3 cm x 0,9 cm, permukaan atas mengkilap emas kecoklatan, bagian bawah berambut; Mahkota 5, putih, menyudip, ukuran 2.5 cm x 3 cm; Benang sari dalam berkas, jumlah 55, kepala sari bulat putih, panjang 1,5 cm kuning; Putik 1, bagian ujung membengkok, kepala putik mementol kuning, panjang 1,1 cm, putih, permukaan dilapisi rambut; Ovari bulat telur, tinggi 1 cm, permukaan dilapisi rambut. Buah melonjong, panjang 20 cm, diameter 15 cm. Biji melonjong, coklat tua mengkilap, panjang hingga 3 cm. Aril berwarna kuning, dapat dimakan (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Barat; Kalimantan Utara. Nama lokal. Sukang; Durian munyit. Kategori konservasi IUCN. Durio grandiflorus terdaftar kategori IUCN sementara rentan atau VU A1c.

7. Becc., Malesia 3: 242 (1889).

Tinggi pohon 30 - 45 m, diameter mencapai 80 cm, kulit batang coklat, tebal. Daun menjorong hingga melonjong, pangkal membundar, lapisan atas mengkilap, lapisan bawah berwarna emas atau putih megkilap, ukuran 10−26 cm x 4−10 cm. Bunga majemuk, muncul pada cabang, terdapat 2 per gantilan; Kuncup membulat telur, ujung membulat atau

36

runcing, cokelat muda, panjang 1,8 cm; Tangkai bunga angular, cokelat tua, panjang 2,1 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan membulat telur, coklat muda, ukuran 4,1 cm x 2,8 cm, permukaan luar dilapisi sisik, permukaan dalam dilapisi rambut; Kelopak menggenta, hijau, ukuran 3,9 cm x 9,4 cm, lapisan luar mengkilap berwarna emas-soklat muda, lapisan dalam putih, berambut; Mahkota 5, menyudip-belah ketupat, putih, ukuran 3,4 cm x 1,1 cm; Benang sari dalam berkas, jumlah 34, kepala sari mengginjal kuning, panjang 3,3 cm, hijau; Putik lurus, kepala putik mementol kuning, panjang 5,2 cm, kuning, permukaan dilapisi rambut; Ovari bulat telur, putih, tinggi 0,5 cm, permukaan dilapisi sisik. Buah, kuning-jingga, membulat atau menjorong, 5 ruang, diameter 10 − 15 cm, jika sudah masak pecah saat di batang pohon. Biji menjorong, panjang 4 cm, diameter 2 cm, cokelat, aril merah, dapat dimakan, manis (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur. Nama lokal. Tuwala; Tabelak. Kategori konservasi IUCN. Durio graveolens tidak terdaftar pada kategori IUCN.

8. Durio grifithii (Mast.) Bakh., Bull. Jard. Bot. Buitenzorg ser. III, 6: 227 (1924).

Sinonim : Boschia griffithii (Mast) J. Linn. Soc., Bot. 14: 503 (1875). Tinggi pohon mencapai 60 m, diameter mencapai 100 cm, kulit batang halus, beralur, coklat kemerahan, berakar banir. Daun menjorong atau lonjong, panjang 6 − 10 cm, lebar 3 − 5 cm, permukaan atas mengkilap, permukaan bawah ditutupi oleh sisik padat, keputihan. Bunga majemuk atau 2−3 per gantilan, muncul pada cabang; Kuncup membulat, hijau muda, ujung meruncing, panjang 1,4 cm; Tangkai bunga silinder, kuning kecoklatan, panjang 0,5 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2, membulat telur sungsang, hijau, ukuran 1 cm x 0,8 cm, permukaan luar dilapisi sisik; Kelopak 5, menjorong, ujung runcing, putih kehijauan, permukaan dalam dilapisi rambut berwarna putih, ukuran 1,2 cm x 0,5 cm;

37

Mahkota 4−8, memita, hijau atau merah muda, ukuran 1,1 cm x 0,1 cm; Benang sari bebas, kepala sari bulat kuning, panjang tangkai 1 cm, putih; Putik lurus, kepala putik mementol kuning, panjang 0,5 cm, kuning; Ovari bulat telur, hijau, tinggi 0,4 cm, permukaan dilapisi sisik. Buah menjorong atau lonjong, panjang 5 − 8 cm, diameter 2 cm, memiliki 2−3 ruang, coklat tua. Biji segitiga atau lonjong, hitam, panjang hingga 1.5 cm, 1 – 2 dalam ruang, aril tipis, berwarna jingga atau merah (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Barat; Kalimantan Tengah. Nama lokal. Lai kuyu. Kategori konservasi IUCN. Durio grifithii tidak terdaftar pada kategori IUCN.

9. Durio kutejensis Becc., Malesia 3: 251 (1889).

Tinggi pohon 24 - 30 m, diameter 40 cm, kulit batang beralur, halus, bagian dalam besisik dan kasar, coklat kemerahan, bagian luar abu-abu. Daun menjorong hingga melonjong, ukuran 10-33 cm x 3-12 cm, permukaan bawah ditutupi oleh sisik padat, coklat kemerahan, permukaan atas mengkilap ditutupi dengan sel, pangkal membundar. Bunga majemuk, 4-6 per gantilan, muncul pada cabang primer atau sekunder; Kuncup bulat telur, ujung membulat, hijau kekuningan, panjang 2,6 cm; Tangkai bunga angular, coklat, panjang 3,1 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2, membulat telur, ukuran 3,8 cm x 2,5 cm, abu-abu kehijauan, permukan luar dilapisi sisik, permukaan dalam dilapisi rambut; Kelopak menggenta, ujung triangular, coklat, ukuran 4,4 cm x 2,2 cm; Mahkota 5, menyudip, kekuningan hingga merah tua, ukuran 8,4 cm x 2,3 cm; Benang sari bebas, jumlah 60, kepala sari mengginjal putih hingga coklat, panjang tangkai 5,4 cm, putih; Putik lurus, kepala putik menggasing kuning, panjang tangkai 3,4 cm cokelat, permukaan dilapisi sisik dan rambut; Ovari membulat telur sungsang, cokelat, tinggi 0,6 cm, permukaan dilapisi sisik. Buah membulat telur hingga lonjong menjorong, panjang 20 cm, diameter 12 cm, kuning, memiliki 5 ruang, ketebalan ruang 1 cm. Biji menjorong,

38

panjang mencapai 4 cm, cokelat mengkilap, aril tebal menutupi biji, kuning hingga jingga kemerahan, harum. Buah jatuh tidak terbelah (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Utara. Nama lokal. Lai sekawi. Kategori konservasi IUCN. Durio kutejensis terdaftar kategori IUCN sementara rentan atau VU A1c.

10. Durio lanceolatus Mast., J. Linn. Soc., Bot. 14: 499 (1875).

Tinggi pohon 50 m, diameter batang mencapai 80 cm, kulit batang kasar, retak, coklat tua. Daun menjorong hingga melanset, pangkal meruncing, permukaan bawah coklat tua, ukuran mencapai 6−9 cm x 1.5−3 cm. Bunga majemuk, 4-7 pergantilan, muncul pada ranting; Kuncup menjorong, ujung mementil, panjang 1,2 cm; Tangkai bunga silinder, cokelat, panjang 1,2 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2−3, membulat telur, kuning tua, permukaan luar dilapisi sisik, permukaan dalam dilapisi rambut, ukuran 1,6 cm x 1,2 cm; Kelopak menggenta, ujung triangular, hijau muda, ukuran 1,6 cm x 1,7 cm; Mahkota 5, menyudip-luas, kuning muda, ujung membundar, ukuran 3 cm x 1.3 cm; Benang sari bebas, jumlah 32, kepala sari mengginjal putih, panjang 3 cm, putih hingga hijau muda; Putik bergelombang, kepala putik mementol putih, panjang tangkai 3,5 cm, putih, permukaan tangkai dilapisi rambut; Ovari bulat telur, kuning muda, tinggi 3,5 cm, permukaan dilapisi sisik. Buah agak menjorong atau membulat, diameter mencapai 10 cm, 5 ruang, kuning, diameter hingga 10 cm, pecah ketika masih di cabang. Biji hitam mengkilap, membulat telur, melonjong, menjorong, panjang hingga 3 cm, aril berwarna kuning merah, tipis (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur. Nama lokal. Durian bengang; Kelincing. Kategori konservasi IUCN. Durio lanceolatus terdaftar kategori IUCN sementara hampir terancam atau NT A2c.

39

11. Durio lissocarpus Mast., J. Linn. Soc., Bot. 14: 501 (1875).

Tinggi pohon 28 m, diameter batang 49 cm, kulit batang mengupas, merah-coklat, ketebalan 2 mm. Daun menjorong hingga melanset, membundar. Bunga majemuk, muncul pada cabang tua; Kuncup melonjong, ujung meruncing, coklat, panjang 1,3 cm; Tangkai bunga dengan panjang 2 cm; Kelopak tambahan 2, membulat telur, coklat, ukuran 1,1 cm x 1 cm, permukaan luar dilapisi sisik, permukaan dalam dilapisi rambut; Kelopak cokelat keemasan; Mahkota 5, menyudip-luas, warna bunga tidak ditemukan informasinya; Benang sari menabung, kepala sari mengginjal; Putik 1, lurus; Ovari tidak ditemukan informasinya. Buah membulat, duri tajam, diameter 11 cm (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Barat. Nama lokal. Teratuan burung. Kategori konservasi IUCN. Durio lissocarpus tidak terdaftar pada kategori IUCN.

12. Durio oblongus Mast., J. Linn. Soc., Bot. 14: 500 (1875).

Tinggi pohon 23 m, diameter batang 20 cm, kulit batang abu-abu, terkelupas, halus. Daun melonjong-melanset atau melonjong, pangkal membulat, permukaan atas mengkilap, ukuran 16−32 cm x 5−8 cm. Bunga majemuk, muncul pada cabang, 3−5 per gantilan; Kuncup bulat telur, ujung meruncing, hijau kekuningan, panjang 0,7 cm; Tangkai bunga silinder, hijau kecoklatan, panjang 4,4 cm; Kelopak tambahan 2, membulat telur, kuning, permukaan bagian dalam dilapisi rambut, ukuran 4,6 cm x 3,3 cm; Kelopak 5, membulat telur, ujung meruncing, coklat-jingga, ukuran 4,9 cm x 1,6 cm; Mahkota 5, melonjong, coklat kemerahan, ukuran 6,6 cm x 2,5 cm; Benang sari dalam berkas, jumlah 55, kepala sari mengginjal cokelat, panjang tangkai 1,5 cm, putih; Putik lurus, kepala putik mementol jingga, panjang tangkai 6,5 cm, putih; Ovari bulat telur, hijau muda, permukaan dilapisi sisik. Buah membulat atau membulat-menjorong, diameter mencapai 12 cm,

40

ruang tipis. Biji ditutupi aril (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur. Nama lokal. Tidak ada. Kategori konservasi IUCN. Durio oblongus tidak terdaftar pada kategori IUCN.

13. Durio oxleyanus Griff., Calcutta J. Nat. Hist. v. (1845) 115, in nota.

Tinggi pohon 40 m, diameter batang 100 cm, kulit batang beralur dalam, sangat kasar, coklat tua. Daun menjorong lebar hingga melonjong, permukaan bawah ditutupi rambut, keabu-abuan, padat, urat daun bersisik, pangkal dan ujung membundar, ukuran 7−20 cm x 3−7.5 cm. Bunga majemuk, 9-11 per gantilan, muncul pada ketiak daun; Kuncup membulat, ujung meruncing, hijau kekuningan, panjang 0,8 cm; Tangkai bunga silinder, cokelat, panjang 4,7 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2−3, membulat telur atau menjorong, cekung, ukuran 1,2 cm x 1 cm, kekuningan, permukaan luar dilapisi sisik, permukaan dalam dilapisi rambut; Kelopak menggenta, ujung triangular, coklat muda, ukuran 1,3 cm x 2,2 cm; Mahkota 4, menyudip-luas, putih atau krem pucat, ukuran 1.5 cm x 7 mm; Benang dalam berkas, jumlah 20, kepala sari mencakram kuning muda, panjang tangkai 1,5 cm, krem; Putik lurus, kepala putik memetol cokelat muda, panjang tangkai putik 1,5 cm, coklat muda; Ovari membulat telur sungsang, kuning kehijauan, tinggi 0,5 cm, permukaan dilapisi rambut. Buah membulat, 4 ruang, diameter 15−20 cm, hijau kekuningan atau hijau keabu-abuan, ketebalan ruang 1 cm, bagian dalam kuning muda atau putih, buah jatuh tidak terbelah. Biji menjorong, mengkilap cokelat kemerahan, panjang 3.5 cm, beraril kuning, manis, harum (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Barat; Kalimantan Utara; Kalimantan Tengah. Nama lokal. Kerantungan; Kartungan.

41

Kategori konservasi IUCN. Durio oxleyanus tidak terdaftar pada kategori IUCN.

14. Durio testudinarum Becc., Malesia 3: 244, t. 13, 14 et 36 f. 17, 19 (1889).

Tinggi pohon 10−25 m, diameter batang 35 cm. Daun menjorong, berukuran 6−9 cm x 19−26 cm, pangkal membulat, permukaan atas mengkilap, halus, permukaan bawah ditutupi oleh sisik. Bunga majemuk, muncul pada batang, 15−30 cm dari permukaan tanah; Kuncup bulat telur, ujung meruncing, cokelat; Tangkai bunga silinder, hijau kecoklatan, panjang 4 cm, permukaan dilapisi sisik; Kelopak tambahan 2, membulat telur, hijau muda, ukuran 2 cm x 1,8 cm, permukaan luar dilapisi sisik; Kelopak 2, membulat telur, ujung runcing, emas, ukuran 1,6 cm x 1,8 cm; Mahkota 5, menyudip, putih atau merah, ukuran 7 cm x 1,5 cm; Benang sari 15, dalam berkas, kepala sari mengginjal merah, panjang tangkai 6,5 cm, kuning muda; Putik lurus dan bengkok, kepala putik mementol kuning, panjang tangkai 0,9 cm, merah muda, permukaan dilapisi rambut; Ovari bulat telur, hijau, permukaan dilapisi sisik. Buah membulat, hijau, kuning saat matang, diameter 10−15 cm, dapat dimakan. Biji ditutupi aril berwarna kuning (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962). Distribusi. Kalimantan Barat; Kalimantan Tengah. Nama lokal. Sekura; Kura. Kategori konservasi IUCN. Durio testudinarum terdaftar kategori IUCN sementara rentan atau VU A1c.

15. Durio zibethinus Moon., Cat. Pl. Ceylon. 56 (1824) ; Syst. Veg., ed. 13. 581 (1774).

Tinggi pohon sampai 49 m, diameter batang 14-40 cm, kulit batang luar coklat hingga colat tua, kulit dalam coklat. Daun menjorong hingga melanset, pangkal daun lancip hingga tumpul, ujung daun melancip, permukaan atas gundul dan mengkilap, permukaan bawah ditutupi trikoma sangat rapat, ukuran 10−15 cm x 3−4.5 cm. Bunga majemuk, muncul pada

42

batang atau cabang tua bagian pangkal, diameter 2cm; Kuncup membulat, ujung membulat, hijau, panjang 2,1 cm; Tangkai bunga hijau, panjang 3,9 cm; Kelopak tambahan 2−3, membulat telur, hijau, ukuran 2,1 cm x 2,3 cm, permukaan dalam dilapisi rambut; Kelopak menggenta, ujung triangular, putih, ukuran 1,8 cm x 2 cm; Mahkota 4, menyudip, putih, bagian luar berambut bintang padat, ukuran 3,2 cm x 0,6 cm; Benang sari 55, dalam berkas, kuning keputihan, kepala sari mengginjal putih, panjang tangkai sari 4,4 cm, kuning muda; Putik lurus, kepala putik mementol jingga, panjang tangkai 5 cm, putih; Ovari bulat telur, kuning kehijauan, tinggi 0,6 cm, permukaan dilapisi sisik. Buah membulat, membulat telur, menjorong, 5 ruang, tebal, halus, panjang 25 cm, diameter 20 cm, hijau hingga kuning, buah jatuh tidak terbelah. Biji panjang mencapai 4 cm, beraril putih susu hingga kekuningan, manis, lembut (Idris, 2011; Kostermans, 1958; Priyanti, 2016; Reksodihardjo, 1962) Distribusi. Kalimantan Timur; Kalimantan Barat; Kalimantan Tengah. Nama lokal. Durian; Duren. Kategori konservasi IUCN. Durio zibethinus tidak terdaftar pada kategori IUCN.

16. Neesia altissima Caes. Leop. Car. 17(la) : 83, t. 6. 1835

Sinonim : Neesia ambigwa Beccari, Malesia 3: 261. 1889;Merrill in J. Str.Br. Roy. As. Soc., Special Number 377. 1921. — Beccari P.B. 3087 (FI).

Tinggi pohon hingga 40 m, diameter batang 120 cm, kulit batang sedikit pecah, warna cokelat keabuan. Daun melonjong, permukaan atas gundul atau jarang ditutupi rambut berbentuk bintang, permukaan bawah gundul atau jarang ditutupi rambut berbentuk bintang, hijau muda, ukuran 35−40 cm x 10−15 cm. Bunga majemuk, muncul pada cabang; Kuncup bulat telur, ujung membulat, hijau, panjang 1 cm; Tangkai bunga, bersudut, cokelat, panjang 1,5 cm; Kelopak tambahan menggenta, diameter 1 cm, permukaan luar dan dalam tidak dilapisi sisik; Kelopak seperti piringan,

43

kecokelatan, diameter 2-3 cm, permukaan luar ditutup sisik memipih; Mahkota melonjong, putih, permukaan luar ditutupi rambut bintang padat, permukaan luar halus, ukuran 1,5-1,7 cm x 0,3-0,5 cm; Benang sari bebas, kepala sari mengginjal kekuningan, diameter 0,1 cm, panjang tangkai sari 0,6-0,8 cm, krem; Putik lurus, kepala putik mementol kehijauan, permukaan tangkai ditutupi oleh rambut berbentuk bintang; Ovari kerucut, merah muda, tinggi 0,8-1 cm, permukaan dilapisi rambut berbentuk bintang. Buah membulat telur, panjang 15-20 cm, diameter 10-15 cm. Biji melonjong, panjang 2-3 cm, diameter 1-1.2 cm, padat, hitam, halus. Distribusi. Kalimantan dan Sumatra. Nama lokal. Bengang. Kategori konservasi IUCN. Neesia altissmia tidak terdaftar pada kategori IUCN.

4.3. Filogenetik Durio di Kalimantan Hubungan filogenetik antar spesies Durio dievaluasi dengan menggunakan 47 karakter morfologi bunga dalam bentuk skoring (Lampiran 4). Proses skoring dilakukan dengan membandingkan karakter morfologi ingroup dengan karakter morfologi yang dimiliki outgroup. Pemilihan outgroup ditentukan dengan asumsi Nessia altissima adalah spesies yang memiliki kekerabatan dekat dengan spesies marga Durio sedangkan ingroup merupakan semua spesies dari marga Durio. Kelompok ingroup terbagi menjadi dua Klad, yaitu Klad I dan Klad II. Klad I terdiri dari D. acutifolius dan D. griffithii sedangkan Klad II terbagi menjadi Sub-Klad II A dan Sub-Klad II B. Sub-Klad II A terdiri dari D. affinis, D. excelsus, dan D. grandiflorus sedangkan Sub-Klad II B terdiri dari D. carinatus, D. dulcis, D. kutejensis, D. oxleyanus, D. oblongus, D. zibethinus, D. lanceolatus, dan D. graveolens. Durio lissocarpus tidak dimasukkan untuk dianalisis, karena data yang dimilikinya sedikit dan akan mempengaruhi hasil analisis, sedangkan Durio testudinarum berada di luar kelompok besar (Gambar 16).

44

Outgroup

Klad I 66 %

Klad II A Klad II Ingroup Klad II B

Gambar 16. Kladogram kekerabatan Durio di Kalimantan berdasarkan karakter bunga. Analisis filogenetika berdasarkan maksimum parsimony dan Bootstrap 1000 kali ulangan. Angka di node menunjukkan perpisahan cabang pada pohon filogeni.

Nilai indeks homoplasi (IH/HI atau Homoplasy Index) sebesar 0,5286, indeks konsistensi (IK/CI atau Consistency Index) sebesar 0, 4714 dan indeks retensi (IR/RI atau Retention Index) sebesar 0,4188, dengan panjang langkah 210 (Lampiran 5). Nilai bootstrap sebesar 66% terdapat pada D. acutifolius dan D. griffithii pada karakter warna kelopak, bentuk kepala sari, warna tangkai bunga, panjang tangkai bunga, dan rambut pada tangkai putik. Hal tersebut menunjukan bahwa pada kladogram yang terbentuk tidak terdapat grup monofiletik, Maximum parsimony merupakan metode untuk memprediksi pohon evolusi dengan meminimalkan jumlah langkah yang dibutuhkan agar menghasilkan variasi dalam data pengamatan karakter morfologi. Analisis bootstrap merupakan metode yang digunakan untuk menguji seberapa baik data yang diperoleh. Cabang pohon filogeni ditolak atau tidak dapat dipercaya jika nilai bootstrap di bawah 50% (Felsenstein, 1985). Nilai indeks konsistensi mendekati 0, yaitu 0,4714. Hal tersebut menunjukkan tingkat homoplasi pada kladogram yang terbentuk tinggi.

45

Apabila nilai indeks konsistensi mendekati atau sama dengan 1, maka dalam kladogram homoplasinya rendah atau tidak sama sekali, dan apabila mendekati atau sama dengan 0 maka homoplasinya tinggi (Sanderson & Michael, 1989). Nilai indeks retensi mendekati 0, yaitu 0,4188. Hal tersebut menunjukkan tingkat homoplasi pada kladogram yang terbentuk juga tinggi. Fungsi dari nilai indeks retensi sama dengan indeks konsistensi, yaitu untuk mengetahui homoplasi dalam kladogram. Nilai indeks retensi guna memperkuat informasi mengenai kadar homoplasi dalam pohon filogeni (Lipscomb, 1998). Nilai indeks resitensi lebih baik dalam memperkirakan homoplasi, karena indeks konsistensi tidak menghapus autopomorfi dan sangat berkorelasi dengan jumlah taksa dalam satu set data (Arbi, 2016). Karakter morfologi dengan nilai indeks homoplasi tinggi adalah panjang kelopak tambahan, panjang kelopak dan panjang mahkota. Karakter tersebut merupakan hasil evolusi konvergen, yaitu tidak dari nenek moyang yang sama, tetapi memiliki fungsi yang sama, sehingga perubahan evolusi tidak dapat diterima. Karakter yang memiliki nilai indeks homoplasi rendah adalah karakter bentuk kepala putik dan rambut pada permukaan bagian dalam kelopak tambahan. Karakter tersebut merupakan hasil dari genetik nenek moyang yang sama dan dapat diterima menjadi karakter kunci. Rambut pada kelopak tambahan berfungsi melindungi dari gangguan hewan, panas dan sinar matahari (Khokhar et al, 2012). Ingroup pada penelitian ini adalah spesies dari marga Durio yang terdapat di Kalimantan dan outgroup berasal dari marga Nessia, yaitu Nessia altisima. Pada kladogram Durio dan Nessia mempunyai nenek moyang yang sama yaitu Malvaceae. Hal ini dibuktikan dengan adanya persamaan morfologi diantara keduanya, yaitu bunga kadang-kadang besar dengan warna yang menarik, kelopak berjumlah 4 – 5, biasanya berlekatan, dalam kuncup tersusun seperti katup, mahkota berjumlah 5 tersusun seperti genting, kuncup seperti terpilin ke satu arah, benang sari seringkali membentuk buluh atau tersusun dalam berkas-berkas, dan kepala sari beruang 1 – 2 atau lebih.

46

Nessia altissima digunakan sebagai out group dan terpisah dari in group. Karakter yang menyebabkan terpisahnya N. altissima dengan in group adalah bentuk ujung kuncup membulat, bentuk kelopak tambahan membulat telur sungsang, kelopak tambahan berjumlah tiga, kelopak berbentuk cakram, ujung kelopak membulat, kelopak cokelat, kelopak berjumlah tiga, mahkota melonjong-menjorong, lebar mahkota lebih dari 1.3 mm, tangkai sari krem, panjang tangkai sari lebih dari 1,5 mm, kepala putik hijau, panjang putik kurang dari 1,5 mm, bentuk tangkai bunga memilki sudut, bagian luar kelopak tambahan tidak dilapisi sisik, permukaan tangkai bunga dilapisi sisik, permukaan ovari dilapisi sisik, dan permukaan ovari dilapisi rambut. Klad 28 bercabang menjadi klad 16 dan klad 27. Klad 16 terbentuk dengan lima karakter, yaitu mahkota putih mengalami perubahan menjadi jingga, bentuk kepala sari mengginjal mengalami perubahan menjadi membulat, tangkai bunga coklat menjadi kuning, panjang tangkai bunga kurang dari 1,6 mm menjadi lebih dari 1,6 mm, dan tidak ditemukan rambut pada permukaan tangkai putik. Hasil cabang tersebut kemudian bercabang kembali menjadi spesies D. acutifolius dan D. griffithii. Karakter tangkai bunga berwarna kuning yang mengalami perubahan menjadi jingga memisahkan D. acutifolius dan karakter mahkota berwarna jingga yang mengalami perubahan menjadi merah memisahkan D. griffthii pada klad 16. Klad 27 terbentuk melalui perubahan karakter bentuk mahkota yang semula berbentuk memita berevolusi menjadi menyudip. Kemudian klad tersebut membentuk D. testudinarum dan klad 26. Karakter kepala benang sari berwarna putih pada klad 27 mengalami perubahan menjadi merah pada Durio testudinarum sehingga spesies tersebut terpisah dan diasumsikan sebagai spesies paling primitif pada Klad II. Klad 26 terbentuk dengan karakter kelopak tambahan berwarna coklat, ujung kelopak triangular, panjang kelopak lebih dari 1,3mm, ovari putih, dan terdapat rambut pada permukaan bagian dalam kelopak tambahan. Hasil klad tersebut kemudian bercabang lagi menjadi klad 18 dan klad 25.

47

Klad 18 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi ujung kelopak berbentuk triangular pada klad 26 menjadi meruncing. Klad 18 bercabang kembali dengan membentuk spesies D. grandiflorus dan klad 17. Karakter yang membentuk spesies D. grandiflorus adalah kelopak tambahan menjorong, jumlah kelopak tambahan 2 sampai 3, jumlah kelopak 3, lebar mahkota lebih dari 1,3 mm, jumlah benang sari sedang (50-100), bentuk tangkai putik lurus dan bengkok, dan tangkai bunga hijau. Klad 17 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kuncup cokelat menjadi silver, mahkota putih menjadi hijau, panjang mahkota < 1.6mm menjadi > 1.6mm, kepala sari putih menjadi hijau, tangkai sari kuning menjadi putih, panjang kuncup < 1.3mm menjadi > 1.3mm, dan permukaan tangkai putik semula dilapisi oleh rambut menjadi tidak dilapisi. Klad 17 bercabang kembali dengan membentuk D. affinis dan D. excelsus. Durio affinis terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi mahkota hijau pada klad 17 menjadi krem dan Durio excelsus terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi kepala sari hijau pada klad 17 menjadi cokelat. Klad 25 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu ujung kuncup runcing menjadi membulat, panjang kelopak tambahan < 1.3mm menjadi > 1.3mm, kelopak membulat telur menjadi menggenta, dan mahkota menyudip menjadi menyudip-luas. Hasil klad tersebut kemudian bercabang kembali membentuk spesies D. graveolens dan klad 24. Durio graveolens terbentuk dengan adanya evolusi pada karakter morfologi, yaitu kepala sari putih menjadi kuning, tangkai sari kuning menjadi hijau, dan tangkai bunga berbentuk silinder menjadi bersudut. Klad 24 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kuncup bulat telur menjadi menjorong, jumlah kelopak 5 menjadi 1, panjang kelopak > 1.3mm menjadi < 1.3mm, lebar kelopak > 1.3mm menjadi < 1.3mm, jumlah gigi kelopak menjadi 5, mahkota putih menjadi kuning, kepala putik kuning menjadi krem, dan ovari putih menjadi kuning. Klad 24 kemudian bercabang membentuk D. carinatus dan klad 23. Durio carinatus terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu

48

kelopak tambahan membulat telur menjadi membulat telur sungsang, kelopak hijau menjadi kuning, panjang mahkota < 1,6mm menjadi > 1,6 mm, kepala sari putih menjadi merah, tangkai putik lurus menjadi lurus dan bengkok, ovari bulat telur menjadi pentagonal, dan letak pertumbuhan bunga pada cabang menjadi batang. Klad 23 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi kepala putik berwarna krem menjadi jingga. Klad 23 kemudian bercabang kembali membentuk spesies D. lanceolatus dan klad 22. Durio lanceolatus terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu ujung kucup membulat menjadi mementil, kelopak tambahan 2 sampai 3, panjang kelopak tambahan > 1,3mm menjadi < 1,3 mm, tipe benang sari dalam berkas menjadi bebas, tangkai sari kuning menjadi putih, tangkai putik lurus menjadi bergelombang, dan letak perbungaan pada cabang menjadi ranting. Klad 22 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kuncup menjorong menjadi membulat, kelopak hijau menjadi cokelat, mahkota menyudip-luas menjadi menyudip, mahkota kuning menjadi merah, lebar mahkota < 1,3mm menjadi >1,3mm, panjang ovari < 1,7mm menjadi > 1,7mm, dan panjang kuncup < 1,3mm menjadi > 1,3mm. Klad 22 bercabang kembali membentuk klad 19 dan klad 21. Klad 19 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu ujung kuncup membulat menjadi bulat telur, jumlah mahkota 5 menjadi 4, tangkai putik putih menjadi kuning, kepala putik jingga menjadi cokelat, permukaan ovari semula tidak dilapisi sisik menjadi dilapisi oleh sisik, dan permukaan ovari yang semula tidak dilapisi rambut menjadi dilapisi rambut. Hasil percabangan tersebut membentuk spesies D. dulcis dan D. oxleyanus. Durio dulcis terbentuk dengan evolusi karakter morfologi tangkai putik kuning menjadi merah. Durio oxleyanus terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kelopak tambahan 2 sampai 3, panjang kelopak tambahan > 1,3mm menjadi < 1,3 mm, gigi pada kelopak5 menjadi 4, mahkota menyudip menjadi menyudip luas, mahkota merah menjadi putih, kepala sari mengginjal menjadi mencakram, kepala sari putih menjadi kuning, tangkai sari kuning menjadi krem, panjang tangkai bunga < 1,6mm menjadi

49

> 1,6 mm, ovari bulat telur menjadi membulat telur sungsang, panjang ovari > 1,7mm menjadi < 1,7 mm, permukaan tangkai putik semula dilapisi rambut menjadi tidak dilapisi rambut, dan letak perbungaan pada cabang menjadi belakang daun. Klad 21 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kuncup membulat menjadi bulat telur, panjang kelopak < 1,3mm menjadi > 1,3mm, panjang mahkota < 1,6mm menjadi > 1,6mm, kepala sari putih menjadi cokelat, jumlah benang sari, panjang tangkai sari < 1,5mm menjadi > 1,5mm, dan lebar kuncup > 1,5mm menjadi < 1,5mm. Hasil percabangan tersebut membentuk D. kutejensis dan klad 20. Durio kutejensis terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kelopak tambahan kuning menjadi abu-abu, lebar kelopak < 1,3mm menjadi > 1,3 mm, jumlah gigi 5 menjadi 4, benang sari dalam berkas menjadi bebas, tangkai sari kuning menjadi merah, tangkai putik putih menjadi cokelat, kepala putik jingga menjadi kuning, kepala putik mementol menjadi menggasing, tangkai bunga silinder menjadi bersudut, ovari kuning menjadi cokelat, dan ovari bulat telur menjadi membulat telur sungsang. Klad 20 terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu mahkota merah menjadi hijau, panjang putik < 1,5mm menjadi > 1,5mm, tangkai bunga cokelat menjadi hijau, permukaan luar kelopak tambahan semula dilapisi sisik menjadi tidak dilapisi sisik, permukaan tangkai putik semula dilapisi rambut menjadi tidak dilapisi rambut, dan permukaan tangkai bunga semula tidak dilapisi sisik menjadi dilapisi sisik. Hasil percabangan tersebut membentuk spesies D. oblongus dan D. zibethinus. Durio oblongus terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi mahkota berwarna hijau menjadi cokelat. Durio zibethinus terbentuk dengan adanya evolusi karakter morfologi, yaitu kuncup bulat telur menjadi membulat, kelopak tambahan kuning menjadi hijau, kelopak tambahan 2 sampai 3, panjang kelopak tambahan > 1,3mm menjadi < 1,3 mm, kelopak cokelat menjadi putih, panjang kelopak > 1,3mm menjadi < 1,3mm, mahkota berjumlah 5 menjadi 4, panjang mahkota > 1,6mm menjadi < 1,6

50

mm, kepala sari cokelat menjadi kuning, dan tangkai bunga silinder menjadi tebal. Berdasarkan kladogram yang terbentuk D. acutifolius dengan D. griffithii, D. affinis dengan D. excelsus, D. dulcis dengan D. oxleyanus, dan D. oblongus dengan D. zibethinus secara filogenetik memiliki hubungan kekerabatan yang dekat terlihat dari pengelompokkannya pada pohon filogeni. Garis pohon filogeni menunjukkan jauh dekatnya evolusi antar organisme, semakin panjang garisnya, maka semakin jauh jarak evolusinya dan semakin pendek garisnya, semakin dekat jarak evolusinya (Fitmawati, Swita, Sofyanti, & Herman, 2013). Durio griffithii dan D. acutifolius merupakan spesies primitif, hal tersebut dibuktikan adanya persamaan dengan karakter primitif, yaitu jumlah kelopak 3 dan kelopak tambahan membulat telur sungsang. Durio oblongus dan D. zibethinus merupakan spesies modern dengan adanya perubahan karakter, yaitu ujung kuncup runcing, kelopak tambahan 2 sampai 3, kelopak membulat telur, ujung kelopak meruncing, kelopak putih, kelopak 5, mahkota melonjong, tangkai sari putih, panjang tangkai sari kurang dari 1,5 mm, dan tangkai bunga tebal. Durio excelsus memiliki hubungan kekerabatan berupa satu nenek moyang dengan D. grandiflorus karena memiliki karakter morfologi primitif yang sama yaitu tangkai sari berjumlah 15-50. Durio grandiflorus memiliki karakter morfologi yang sama dengan D. testudinarum tangkai putik lurus dan membengkok pada bagian ujungnya, hal tersebut membuktikan adanya hubungan kekerabatan antara keduanya. Durio oblongus memiliki hubungan kekerabatan satu nenek moyang dengan D. kutejensis, hal tersebut dibuktikan dengan adanya persamaan karakter primitif antara keduanya berupa gigi pada kelopak berjumlah 5. Sedangkan D. zibethinus memiliki hubungan kekerabatan dengan D. kutejensis melalui karakter morfologi primitif tangkai bunga berbetuk silinder. Durio kutejensis memiliki hubungan kekerabatan satu nenek moyang dengan D. lanceolatus, hal tersebut dibuktikan dengan adanya

51

persamaan karakter primitif antara keduanya berupa benang sari bertipe bebas dan tangkai sari berwarna kuning. Durio oxleyanus satu nenek moyang dengan D. lanceolatus karena memiliki karakter primitif yang sama berupa tangkai sari berwarna kuning. Durio lanceolatus satu nenek moyang dengan D. carinatus karena memiliki karakter primitif yang sama berupa tangkai putik lurus dan pembungaan terdapat pada cabang. Sedangkan D. carinatus mendekati primitif melalui karakter yang sama dengan D. testudinarum, yaitu kepala sari berwarna merah.

4.4. Persebaran Durio di Kalimantan Sebanyak 15 spesies Durio tersebar di Kalimantan (Gambar 17) dengan titik koordinatnya pada lampiran 2. Hasil penelitian ini mendukung penelitian (Uji, 2004) dan Koestermans (1958) yang menyatakan terdapat 15 spesies Durio yang tersebar di Kalimantan dengan spesies yang endemik menurut IUCN tahun 1998, yaitu D. acutifolius, D. dulcis, D. grandiflorus, D. kutejensis, dan D. testudinarum. Persebaran Durio di Kalimantan ditemukan di hutan liar, perkebunan, dan hutan campuran meranti (Uji, 2005). Kalimantan Timur terdapat 11 spesies, Kalimantan Selatan terdapat 2 spesies, Kalimantan Barat terdapat 7 spesies, Kalimantan Utara terdapat 3 spesies, dan Kalimantan Tengah terdapat 6 spesies. Durio zibethinus dan D. griffthii terdapat di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Durio acutifolius, D. carinatus, D. dulcis, D. excelsus, D. grandiflorus, D. kutejensis, dan D. testudinarum masing-masing tersebar di dua Wilayah Kalimantan. Durio carinatus dan D. testudinarum terdapat di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, D. dulcis terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, D. acutifolius dan D. excelsus terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, D. grandiflorus terdapat di Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat, D. kutejensis terdapat di Kalimant Timur dan Kalimantan Utara. Sedangkan Durio affinis, D. graveolens, D. oblongus terdapat di Kalimantan Timur, dan D. lissocarpus terdapat di Kalimantan Barat. Durio oxleyanus ditemukan pada 4 Provinsi di Kalimantan, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Kalimantan

52

Tengah, hal ini karena koleksi herbarium D. oxleyanus terdapat pada 4 Provinsi tersebut dan merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di hutan. Durio oxleyanus ditemukan di karangan masyarakat, karena dapat dibudidayakan bersama dengan D. kutejensis dan D. zibethinus (Navia & Suwardi, 2015).

Gambar 17. Peta persebaran Durio di Kalimantan

Persebaran Durio berdasarkan koleksi herbarium Bogoriense tertinggi pada Provinsi Kalimantan Timur dengan 11 spesies, yaitu D. acutifolius, D. affinis, D. dulcis, D. excelsus, D. graveolens, D. griffthii, D. kutejensis, D. lanceolatus, D. oblongus, D. oxleyanus, dan D. zibethinus. Hal ini disebabkan jumlah koleksi di Provinsi Kalimantan Timur lebih banyak dibandingkan Provinsi di Wilayah Kalimantan lainnya. Kalimantan Timur memiliki iklim dengan suhu rata-rata 27,1-29,6 oC, kelembapan 74- 85,7% dan curah hujan 144-197mm/bulan (Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik, 2020). Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Rahmanto et al, 2018) yang menyatakan iklim untuk pertumbuhan Durio

53

adalah suhu 22-30 oC, kelembapan 75-81%, dan curah hujan >100 mm/bulan. Provinsi Kalimantan Selatan merupakan wilayah dengan persebaran Durio terendah dengan 2 spesies, yaitu D. dulcis dan D. excelsus. Hal ini disebabkan karena jumlah koleksi yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan lebih sedikit dibandingkan dengan Provinsi di Wilayah Kalimantan lainnya, adanya kegiatan menebang tumbuhan untuk diambil buah dan kayunya, dan mengeksploitasi hutan menjadi lahan perkebunan (Hariani et al, 2020). Kalimantan Selatan memiliki iklim dengan suhu rata-rata 24,7- 29,2 oC, kelembapan 75-97% dan curah hujan 159mm/bulan (Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, 2019). Nilai kelembapan yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan Durio.

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Karakter morfologi bunga yang paling berpengaruh pada evolusi Durio adalah bentuk kepala putik dan rambut pada permukaan bagian dalam kelopak tambahan. Spesies D. acutifolius dan D. griffthii merupakan spesies terdekat dengan nilai bootstrap 66%. Spesies Durio tersebar di Pulau Kalimantan dan Provinsi Kalimantan Timur memiliki keanekaragaman tertinggi dibandingkan dengan Provinsi lainnya, yaitu terdapat 11 spesies.

5.2. Saran Perlu dilakukan penambahan karakter untuk analisis filogeni Durio dengan menggunakan karakter anatomi dan molekuler. Penggunaan spesimen dari pusat penyimpanan herbarium lain dapat menambah referensi dan meminimalisasi adanya koleksi yang tidak cukup representatif untuk diamati. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti taksonomi dan lembaga konservasi karena penelitian ini memuat kunci identifikasi dan deskripsi spesies Durio di Kalimantan yang dapat digunakan untuk memudahkan identifikasi spesies Durio lainnya. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk mengenalkan spesies Durio guna menjaga populasinya di habitat aslinya.

54

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W. (1960). Principles of breeding. New York: John Wiley.

Arbi, U. Y. (2016). Analisis Kladistik Berdasarkan Karakter Morfologi untuk Studi Filogeni: Contoh Kasus Pada Conidae (Gastropoda: Mollusca). Oseana, 41(3), 54–69.

Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika. (2019, January). Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor Kelas II. Buletin Meteorologi BMKG, 7(6).

Baxevanis, A. D., & Ouellete, B. . F. (2004). Phylogenetic Analysis (2nd ed., Vols. 1-43). New Jersey: John Wiley & Sons.

Bernard, T. (2008). Panen Durian di Pekarangan Rumah. (W. Wiryanta, trans.). Jakarta: AgroMedia Publiser.

Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik. (2020). Provinsi Kalimantan Timur Dalam Angka Penyediaan Data untuk Perencanaan Pembangunan 2020. (Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik, ed.). Kalimantan Timur: BPS Provinsi Kalimantan Timur.

Bremer, B., Bremer, K., Chase, M. W., Fay, M. F., Reveal, J. L., Soltis, D. E., … Stevens, P. F. (2009). An Update of The Angiosperm Phylogeny Group Classification for The Orders and Families of Flowering : APG III. Botanical Journal of the Linnean Society, 161(2), 105–121.

Briggs, J. (2003). Marine' ' Centres of Origin as Evolutionary Engines. Journal of Biogeography, 30(1), 1–18.

Chase, M. W., Christenhusz, M. J. M., Fay, M. F., Byng, J. W., Judd, W. S., Soltis, D. E., … Stevens, P. F. (2016). An Update of The Angiosperm Phylogeny Group Classification for The Orders and Families of Flowering Plants: APG IV. Botanical Journal of the Linnean Society, 181(1), 1–20.

Cheek, M. (2006). Phylogenetic Relationships within the Subfamily Sterculioideae (Malvaceae/Sterculiaceae-Sterculieae) Using the

55 56

Chloroplast Gene ndhF. American Society of Plant Taxonomist, 31(11), 160–170.

Crandall, E. D., Frey, M. A., Grosberg, R. K., & Barber, P. H. (2007). Contrasting demographic history and phylogeographical patterns in two Indo-Pacific gastropods. Molecular Ecology, 17(2), 611–626. Cronquist, A. (1981). An Integrated System' ' of Classification of Flowering Plants. New York: Columbia University Press.

Dharmayanti, I. (2011). Filogenetika Molekular: Metode Taksonomi Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Wartazoa, 21(1), 1–10.

Duncan, T. (1980). Cladistics for the Practicing Taxonomist-An Eclectic View. American Society of Plant Taxonomists, 5(2), 136–148.

Felsenstein, J. (1985). Confidence Limits on Phylogenies: An Approach Using Bootstrap. Evolution, 39(4), 783–791.

Fitmawati, F. (2011). Keanekaragaman durian (Durio zibethinus Murr.) di Pulau Bengkalis. Buletin Kebun Raya, 14(2), 29–44.

Fitmawati, Swita, A., Sofyanti, N., & Herman. (2013). Analisis Kekerabatan Morfologi Mangifera dari Sumatra Tengah. Floribunda, 4(7), 169– 174.

Goldstein, S. J., Schiel, D. R., & Gemmell, N. J. (2006). Comparative Phylogeography of Coastal Limpets Across a Marine Disjunction in New Zealand. Molecular Ecology, 15(11), 3259–3268.

Hariani, N., Purwasih, & Syafrizal. (2020). Studi Karakterisasi Dan Persebaran Durian Lahung (Durio dulcis Becc.) Di Kecamatan Damai Dan Nyuatan Kabupaten Kutai Barat. Bioterdidik, 8(1), 77– 87.

Hutchinson, J. (1969). Evolution and Phylogeny of Flowering Plants : Dicotyledons, Facts and Theory (Vol. 717). New York: Academic Press.

Idris, S. (2011). Durio of Malaysia. Penerbit Mardi.

57

Keng, H. (1969). Aspetcs of Morphology of Amentotaxus Formosana with a Note on The Taxonomic Position of The Genus. Journal of the Arnold Arboretum, 50(3), 432–448.

Khokhar, A. L., Rajput, M. T., & Tahir, S. S. (2012). Taxonomic Study of The Trichomes in The Somemembers of The Genus Convolvulus (Convolvulaceae). Pakistan Journal of Botany, 44(4), 1219–1224.

Kirkendale, L. A., & Meyer, C. P. (2004). Phylogeography of The Patelloida Profunda Group (Gastropoda: Lottidae): Diversification in a Dispersal‐Driven Marine System. Molecular Ecology, 13(9), 2749– 2762.

Kostermans, A. J. G. H. (1958). The Genus Durio Adans. (Bombac). Reinwardtia, 4(3), 311–463.

Lipscomb, D. (1998). Basics of Cladistic Analysis. Washington D.C.: George Washington University.

Lumbsch, H. T., Schmitt, I., Lücking, R., Wiklund, E., & Wedin, M. (2007). The Phylogenetic Placement of Ostropales within Lecanoromycetes (Ascomycota). Mycological Research, 111(3), 257–267.

M Sabran, A. K. (2003). Eksplorasi Buah-Buahan Spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah, 9, 12–15.

Machin, B., & Scopes, N. (2013). Chrysanthemums Year-Round Growing. London: Blandford Press.

Murni, P., Muswita, Harlis, Yelianti, U., & Kartika, W. (2015). Lokakarya Pembuatan Herbarium Untuk Pengembangan Media Pembelajaran Biologi di MAN Cendikia Muaro Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 30(2), 1–6.

Navia, Z. I., & Suwardi, A. B. (2015). Keanekaragaman Jenis Durian (Durio spp.) Di Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat. Jeumpa, 2(2), 47– 55.

Poespodarsono, S. (1998). Dasar-dasar ilmu pemuliaan tanaman. Bogor: Lembaga sumberdaya informasi-IPB.

58

Priyanti. (2016). Biosistematika lai dan kerabat-kerabatnya ((Disertasi).). Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Rahmanto, A., Fajriani, S., & Hariyono, D. (2018). Hubungan Iklim dan Produksi Tanaman Durian Lokal (Durio zibethinus Murr.) di Tiga Lokasi (Bangkalan, Wonosalam dan Ngantang). Produksi Tanaman, 6(9), 2000–2006.

Ramirez, F., Davenport, T. L., Fischer, G., Pinzon, J. C. A., & Ulrichs, C. (2014). Mango Trees Have No Distinct Phenology : The Case of Mangoes. Scientia horticulturae, (168), 258–266.

Reksodihardjo, W. S. (1962). The Species of Durio with Edible Fruits. Springer on behalf of New York Botanical Garden Press, 16(4), 270–282.

Ruwaida, I., Supriyadi, & Parjanto. (2009). Variability analysis of Sukun durian plant (Durio zibethinus) based on RAPD marker. Nusantara Bioscience, 1(2), 84–91.

Sanderson, M. J., & Michael, J. D. (1989). Patterns of Variation in Levelsof Homoplasy. Evolution, 43(8).

Shihab, Q. (2002). Tafsir Al-Misbah. (Q. Shihab, ed.). Jakarta: Lentera Hati.

Sobir, & Napitupulu, R. M. (Eds.). (2010). Bertanam Durian Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sriyono. (2006). Identifikasi dan Keragaman Genetik Pohon Induk Durian (Duriozibethinus Murr.) Lokal di Jawa Tengah Berdasarkan Penanda Morfologi dan Pola Pita Isoenzim. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Subhadrabandhu, S., Schneemann, & Veheij. (1991). Durio zibethinus. (Verheij & Coronel, eds.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suprianto, A., Diba, F., & Prayogo, H. (2018). Studi Etnobotani Pemanfaatan Tumbuhan Durian (Durio spp) di Desa Labian Ira’ang Kecamatan Batang Lupar Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Hutan Lestari, 6(3), 673–687.

59

Susilawati, & Sabran, M. (2018). Karakterisasi Morfologi Durian (Durio zhibetinus) LokalAsal Kabupaten Katingan. Buletin Plasma Nutfah, 24(2), 107–114.

Syahruddin, K. (2012). Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Durian (Durio zibethinus Murr.) Menggunakan Penanda Morfologi Dan Molekuler (ISSR) (Master thesis). Institut Pertanian Bogor.

Takhtajan, A. L. (1969). Flowering Plants. : Origin and Dispersal. Edinburgh, Scotland: Oliver and Boyd.

Tjitrosoepomo, G. (2005). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ubaidillah, R., & Sutrisno, H. (2009). Pengantar' ' Biosistematik: Teori dan Praktek. Bogor: LIPI Press.

Uji, T. (2004). Keanekaragaman Jenis, Plasma Nutfah, dan Potensi Buah- buahan Asli Kalimantan. BioSmart, 6(2), 117–125.

Uji, T. (2005). Keanekaragaman Jenis dan Sumber Plasma Nutfah Durio (Durio spp.) di Indonesia. Buletin Plasma Nutfah, 11(1), 28–33.

Wahyu Wiryanta, B. T. (2008). Sukses Bertanam Durian (Vols. 1-116). Jakarta: AgroMedia.

Lampiran

Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi herbarium Durio di Kalimantan

No Nama spesies No. Kol Kolektor Tahun 1 D. acutifolius 6855 Kostermans 1953 2 D. acutifolius SL 341 Lee, S. Leong, P. 2009 Purwaningsih. Lamberatus, L. Kahang & A. Daud, L. 3 D. acutifolius PK2126 Hamdi & Andreas 1997 4 D. acutifolius 3408 Wiriadinata 1983 5 D. acutifolius AA.2018 Hamdi & Andriansyah 1996 6 D. acutifolius 4 Sugeng Baksodiharjo 1970 7 D. acutifolius 2931 Sidiyasa 2003 8 D. affinis 9 D. affinis 10 D. carinatus 872 J. M. Bompard 1988 11 D. carinatus 4141 J. P. Mogea, H. P. 1982 Nooteboom, & R. A. A. Oldeman 12 D. dulcis 6506 Kostermans 1953 13 D. dulcis 759 E. F. De Vogel 1971 14 D. dulcis 12554 Kostermans 1956 15 D. dulcis 6570 Kostermans 1952 16 D. excelsus 574 K. Sidiyasa 1990 17 D. excelsus B-131 S. Riswan, J. J. Afriastini & 1998 Nurdin 18 D. excelsus 7146 Kostermans 1952 19 D. grandiflorus S30425 Paul Chai 1970 20 D. grandiflorus TL1248 Ismail 1997 21 D. graveolens 13530 Kostermans 1953 22 D. graveolens EAW Elizabeth A Widjaja 1982 1674 23 D. graveolens 1113 Arifin, Z & Ambriansyah 1997 24 D. graveolens JB.613 J. H. Bonpand 1985 25 D. griffithii 94213 Tuke I Djuda 1994 26 D. griffithii AC 681 Church, A.C. Mahyar, U.W. 1993 Ruskandi, A & Nurdin 27 D. griffithii xm-357 Heri Yanto, Endro Setiawan 2011 & Edy 28 D. griffithii 14012 Kostermans 1957 29 D. kutejensis JVV1224 Van Valkenburg 1993 30 D. kutejensis 4800 Kostermans 1951 31 D. kutejensis 631 Harry Wiriadinata 1975 32 D. kutejensis 1257

60 61

Lampiran 1. Lanjutan

No Nama spesies No. Kol Kolektor Tahun 33 D. kutejensis 1159 34 D. lanceolatus 6441 Kostermans 1952 35 D. lanceolatus 766 J. M.Bompard 1967 36 D. lanceolatus 1573 Kuswata Kartawinata 1980 37 D. lanceolatus 7273 Kostermans 1952 38 D. lanceolatus 34411 Ahmad 1950 39 D. lissocarpus 40 D. oblongus B.7556 M. Kato, M. Okamoto, K. 1981 Ueda & E. B. Walujo 41 D. oblongus 42 D. oxleyanus 2582 Miyako Koizumi 2009 43 D. oxleyanus 7135 Kostermans 1952 44 D. oxleyanus 9428 G. Argent & P. Wilkie 1994 45 D. oxleyanus xm-291 Hery Yanto, Endro Setiawan 2011 & Edy 46 D. testudinarum 5161 Church, A, C & Mahyar, U, 1995 M. 47 D. testudinarum 6238 Jervie, J. K & Ruskandi, A. 1995 48 D. testudinarum s23826 49 D. testudinarum 50 D. zibethinus wko-11- H. Tsukaya & A. Soejima 2011 27 51 D. zibethinus pm-11 Prapto, S & Misgiantoro 1998 52 D. zibethinus b1609 Kessler, P. J. A 2000

62

Lampiran 2. Titik koordinat spesimen herbarium Durio di Kalimantan

No Nama Spesies No. Kol Titik Koordinat Latitude Longitude 1 D. acutifolius 6855 0°27'31.2"S 117°10'14.0"E 2 D. acutifolius SL 341 0°14'56.0"N 116°18'24.2"E 3 D. acutifolius PK2126 1°16'10.4"S 116°51'44.4"E 4 D. acutifolius 3408 0°58'29.6"S 117°03'04.4"E 5 D. acutifolius AA.2018 1°16'38.1"S 116°49'34.4"E 6 D. acutifolius 4 0°26'29.9"N 117°20'34.9"E 7 D. acutifolius 2931 1°08'52.4"S 116°50'03.2"E 8 D. affinis 1°20'01.1"S 116°43'26.9"E 9 D. affinis 2°07'14.0"N 117°26'31.4"E 10 D. carinatus 872 0°17'25.2"N 109°04'59.2"E 11 D. carinatus 4141 0°54'13.0"S 112°12'30.7"E 12 D. dulcis 6506 0°02'41.9"N 115°41'58.0"E 13 D. dulcis 759 1°37'58.6"S 115°31'47.0"E 14 D. dulcis 12554 0°10'08.8"S 115°32'49.3"E 15 D. dulcis 6570 0°33'41.7"S 117°05'22.9"E 16 D. excelsus 574 1°04'52.8"S 116°41'38.6"E 17 D. excelsus B-131 2°41'20.1"S 111°37'20.2"E 18 D. excelsus 7146 0°25'56.0"S 116°59'44.0"E 19 D. grandiflorus S30425 1°46'09.8"N 114°48'14.2"E 20 D. grandiflorus TL1248 0°52'08.7"S 109°58'24.0"E 21 D. graveolens 13530 1°06'40.5"N 118°04'22.4"E 22 D. graveolens 1674 1°37'13.3"N 115°03'42.4"E 23 D. graveolens 1113 2°04'35.0"N 117°19'40.7"E 24 D. graveolens JB.613 0°12'17.5"S 116°44'52.7"E 25 D. griffithii 94213 1°42'08.4"S 112°28'45.6"E 26 D. griffithii AC 681 0°38'58.2"S 112°21'59.7"E 27 D. griffithii xm-357 1°14'09.9"S 109°57'27.2"E 28 D. griffithii 14012 2°21'48.2"N 117°25'50.0"E 29 D. kutejensis JVV1224 1°35'18.4"N 115°03'30.0"E 30 D. kutejensis 4800 1°03'04.5"N 116°29'33.4"E 31 D. kutejensis 631 0°46'28.2"N 115°00'14.1"E 32 D. kutejensis 1257 0°28'21.9"S 117°09'32.4"E 33 D. kutejensis 1159 0°25'47.8"N 116°32'21.7"E 34 D. lanceolatus 6441 0°32'45.0"S 117°06'15.0"E 35 D. lanceolatus 766 0°32'32.4"S 117°05'37.3"E 36 D. lanceolatus 1573 1°15'48.2"S 116°53'11.5"E 37 D. lanceolatus 7273 0°39'00.9"S 117°16'51.6"E 38 D. lanceolatus 34411 1°09'13.4"S 116°50'05.0"E 39 D. lissocarpus 0°11'43.1"N 109°24'22.7"E 40 D. oblongus B.7556 4°06'03.6"N 115°45'37.4"E 41 D. oblongus 2°41'37.2"N 115°29'39.0"E 42 D. oxleyanus 2582 3°35'04.4"N 116°38'54.7"E

63

Lampiran 2. Lanjutan

No Nama Spesies No. Kol Titik Koordinat Latitude Longitude 43 D. oxleyanus 7135 0°27'59.3"S 117°26'41.9"E 44 D. oxleyanus 9428 2°08'59.3"S 112°38'05.2"E 45 D. oxleyanus xm-291 0°52'08.8"S 109°58'22.8"E 46 D. testudinarum 5161 0°00'02.1"S 110°30'45.0"E 47 D. testudinarum 6238 1°28'19.5"S 113°03'06.7"E 48 D. testudinarum s23826 2°46'56.1"S 111°41'02.7"E 49 D. testudinarum 1°12'58.2"S 110°07'59.8"E 50 D. zibethinus WKO- 0°47'05.8"N 112°12'20.5"E 11-27 51 D. zibethinus pm-11 1°12'08.0"S 116°51'31.6"E 52 D. zibethinus b1609 2°09'05.6"N 117°28'15.4"E

64

Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Durio di Kalimantan

No. Karakter D. acutifolius D. affinis D. carinatus 1 Bentuk kuncup Bulat telur Bulat telur Menjorong 2 Bentuk ujung kuncup Meruncing Meruncing Membulat 3 Warna kuncup Hijau Tidak ada informasi Coklat muda 4 Panjang kuncup 5 mm 35 mm 14 mm 5 Lebar kuncup 3 mm 11 mm 7 mm 6 Bentuk kelopak tambahan Membulat telur Membulat telur Membulat telur sungsang 7 Warna kelopak tambahan Hijau pucat Coklat Coklat muda 8 Jumlah kelopak tambahan 2 2 2 9 Panjang kelopak tambahan 10 mm 21.3 mm 25 mm 10 Lebar kelopak tambahan 8 mm 9 mm 15 mm 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan Dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan Tidak terdapat rambut Dilapisi rambut Dilapisi rambut 13 Bentuk kelopak Membulat telur Membulat telur Menggenta 14 Bentuk ujung kelopak Runcing Runcing Triangular 15 Warna kelopak Hijau Hijau muda Kuning muda 16 Jumlah kelopak 3 5 1 17 Panjang kelopak 10 mm 19.4 mm 20 mm 18 Lebar kelopak 6 mm 15.2 mm 14 mm 19 Jumlah gigi pada kelopak 0 4 5 20 Bentuk mahkota Memita Menyudip-menyempit Menyudip-meluas 21 Warna mahkota Jingga Krem Kuning muda 22 Jumlah mahkota 5 sampai 6 4 5 23 Panjang mahkota 12 mm 65 mm 65 mm 24 Lebar mahkota 10 mm 20 mm 13 mm 25 Tipe benang sari Bebas Dalam berkas Dalam berkas 26 Bentuk kepala sari Membulat Mengginjal Mengginjal

65

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. acutifolius D. affinis D. carinatus 27 Warna kepala sari Krem Hijau Merah muda 28 Warna tangkai sari Kuning Tidak ada informasi Kuning 29 Jumlah benang sari >100 50 35 30 Panjang tangkai sari 10 mm 15.3 mm 17 mm 31 Bentuk tangkai putik Lurus Lurus Lurus dan bengkok 32 Warna tangkai putik Kuning Tidak ada informasi Kuning muda 33 Warna kepala putik Krem Kuning Krem 34 Bentuk kepala putik Seperti mementol Mementol Mementol 35 Panjang tangkai putik 2.7 mm 11.9 mm 60 mm 36 Rambut pada permukaan tangkai putik Tidak dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Dilapisi rambut 37 Warna tangkai bunga Emas Coklat kehijauan Coklat muda 38 Panjang tangkai bunga 6.88 mm 50 mm 10 mm 39 Bentuk tangkai bunga Silinder Silinder Silinder 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga Dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik Dilapisi sisik 41 Warna ovari Hijau pucat Tidak ada informasi Kuning muda 42 Bentuk ovari Bulat telur Bulat telur Pentagonal 43 Tinggi ovari 2.5 mm 5.4 mm 5 mm 44 Sisik pada permukaan ovari Dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik Dilapisi sisik 45 Rambut pada permukaan ovari Dilapisi rambut Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut 46 Letak perbungaan Cabang dan batang Ranting Batang dan ranting 47 Jenis bunga Single Single Majemuk

No. Karakter D. dulcis D. excelsus D. grandiflorus 1 Bentuk kuncup Membulat Bulat telur Bulat telur 2 Bentuk ujung kuncup Meruncing Meruncing Meruncing 3 Warna kuncup Hijau Kuning muda Coklat

66

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. dulcis D. excelsus D. grandiflorus 4 Panjang kuncup 7 mm 19 mm 17 mm 5 Lebar kuncup 4 mm 12 mm 11 mm 6 Bentuk kelopak tambahan Membulat telur Membulat telur Menjorong 7 Warna kelopak tambahan Hijau Coklat Coklat 8 Jumlah kelopak tambahan 2 2 2 atau 3 9 Panjang kelopak tambahan 23.4 mm 30 mm 21.9 mm 10 Lebar kelopak tambahan 14.8 mm 20 mm 17.7 mm 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan Dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan Dilapisi rambut Dilapisi rambut Dilapisi rambut 13 Bentuk kelopak Menggenta Membulat telur Membulat telur 14 Bentuk ujung kelopak Runcing Meruncing Meruncing 15 Warna kelopak Hijau Hijau Hijau 16 Jumlah kelopak 1 4 3 17 Panjang kelopak 14.86 mm 34 mm 23.5 mm 18 Lebar kelopak 15.5 mm 7.8 mm 9.1 mm 19 Jumlah gigi pada kelopak 5 0 0 20 Bentuk mahkota Menyudip Menyudip Menyudip 21 Warna mahkota Merah muda Hijau muda Putih 22 Jumlah mahkota 4 5 5 23 Panjang mahkota 38.3 mm 55 mm 25 mm 24 Lebar mahkota 6.6 mm 20 mm 30 mm 25 Tipe benang sari Dalam berkas Bebas Dalam berkas 26 Bentuk kepala sari Mengginjal Membulat Membulat 27 Warna kepala sari Putih Coklat Putih 28 Warna tangkai sari Kuning Putih Kuning 29 Jumlah benang sari 45 >100 55 30 Panjang tangkai sari 31.5 mm 30 mm 15.3 mm

67

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. dulcis D. excelsus D. grandiflorus 31 Bentuk tangkai putik Lurus dan bengkok Lurus Lurus dan bengkok 32 Warna tangkai putik Merah muda Putih Putih 33 Warna kepala putik Coklat Tidak ada informasi Kuning 34 Bentuk kepala putik Mementol Mementol Mementol 35 Panjang tangkai putik 26 mm 30 mm 11.9 mm 36 Rambut pada permukaan tangkai putik Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Dilapisi rambut 37 Warna tangkai bunga Coklat Coklat Hijau kecoklatan 38 Panjang tangkai bunga 29.3 mm 13 mm 5 39 Bentuk tangkai bunga Silinder Silinder Silinder 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga Dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 41 Warna ovari Merah muda Putih Tidak ada informasi 42 Bentuk ovari Bulat telur Bulat telur Bulat telur 43 Tinggi ovari 7.2 mm 7 mm 10 mm 44 Sisik pada permukaan ovari Tidak dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik 45 Rambut pada permukaan ovari Dilapisi rambut Dilapisi sisik Dilapisi sisik 46 Letak perbungaan Cabang Ranting Ranting 47 Jenis bunga Majemuk Single Single

No. Karakter D. graveolens D. griffthii D. kutejensis 1 Bentuk kuncup Melonjong Membulat Bulat telur 2 Bentuk ujung kuncup Runcing Meruncing Membulat 3 Warna kuncup Cokelat muda Hijau muda Hijau kekuningan 4 Panjang kuncup 14 mm 14 mm 26 mm 5 Lebar kuncup 8 mm 2 mm 17 mm 6 Bentuk kelopak tambahan Membulat telur Membulat telur Membulat telur sungsang

68

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. graveolens D. griffthii D. kutejensis 7 Warna kelopak tambahan Coklat muda Hijau Abu-abu hijau 8 Jumlah kelopak tambahan 2 2 2 9 Panjang kelopak tambahan 41.5 mm 10 mm 38.6 mm 10 Lebar kelopak tambahan 28 mm 8 mm 25.7 mm 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan Dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Dilapisi rambut 13 Bentuk kelopak Menggenta Menjorong Menggenta 14 Bentuk ujung kelopak Triangular Runcing Triangular 15 Warna kelopak Hijau Hijau muda Cokelat 16 Jumlah kelopak 5 5 1 17 Panjang kelopak 39.56 mm 12 mm 44.5 mm 18 Lebar kelopak 9.4 mm 5 mm 22.8 mm 19 Jumlah gigi pada kelopak 0 0 4 20 Bentuk mahkota Menyudip-meluas Memita Menyudip 21 Warna mahkota Putih Hijau Kuning muda 22 Jumlah mahkota 5 4 5 23 Panjang mahkota 34.8 mm 11 mm 84.5 mm 24 Lebar mahkota 11.9 mm 1 mm 23.4 mm 25 Tipe benang sari Dalam berkas Bebas Bebas 26 Bentuk kepala sari Mengginjal Membulat Mengginjal 27 Warna kepala sari Kuning Kuning Cokelat 28 Warna tangkai sari Hijau Putih kekuningan Putih 29 Jumlah benang sari 34 >100 60 30 Panjang tangkai sari 33 mm 10 mm 54.6 mm 31 Bentuk tangkai putik Lurus Lurus Lurus 32 Warna tangkai putik Kuning Kuning Cokelat

69

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. graveolens D. griffthii D. kutejensis 33 Warna kepala putik Kuning Kuning Kuning 34 Bentuk kepala putik Mementol Mementol Menggasing 35 Panjang tangkai putik 52.6 mm 5 mm 34.7 mm 36 Rambut pada permukaan tangkai putik Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Dilapisi rambut 37 Warna tangkai bunga Coklat tua Kuning kecoklatan Cokelat 38 Panjang tangkai bunga 21.2 mm 5 mm 31.4 mm 39 Bentuk tangkai bunga Memiliki sudut Silinder Angular 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga Dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 41 Warna ovari Putih Hijau Cokelat 42 Bentuk ovari Bulat telur Bulat telur Membulat telur sungsang 43 Tinggi ovari 5 mm 4 mm 6.4 mm 44 Sisik pada permukaan ovari Dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 45 Rambut pada permukaan ovari Tidak dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut 46 Letak perbungaan Cabang Cabang Cabang 47 Jenis bunga Majemuk Majemuk Majemuk

No. Karakter D. lanceolatus D. lissocarpus D. oblongus 1 Bentuk kuncup Menjorong Melonjong Bulat telur 2 Bentuk ujung kuncup Mementil Meruncing Meruncing 3 Warna kuncup Tidak ada informasi Cokelat Hijau kekuningan 4 Panjang kuncup 12 mm 13 mm 7 mm 5 Lebar kuncup 7 mm 6 mm 3 mm 6 Bentuk kelopak tambahan Membulat telur Membulat telur Membulat telur 7 Warna kelopak tambahan Kuning tua Cokelat Kuning 8 Jumlah kelopak tambahan 2 atau 3 2 2 9 Panjang kelopak tambahan 16 mm 11 mm 46 mm

70

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. lanceolatus D. lissocarpus D. oblongus 10 Lebar kelopak tambahan 12 mm 10 mm 33 mm 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan Dilapisi sisik Dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan Dilapisi rambut Dilapisi rambut Dilapisi rambut 13 Bentuk kelopak Menggenta Tidak ada informasi Membulat telur 14 Bentuk ujung kelopak Triangular Tidak ada informasi Meruncing 15 Warna kelopak Hijau muda Cokelat emas Coklat jingga 16 Jumlah kelopak 1 Tidak ada informasi 5 17 Panjang kelopak 16 mm Tidak ada informasi 49 mm 18 Lebar kelopak 17 mm Tidak ada informasi 16 mm 19 Jumlah gigi pada kelopak 5 Tidak ada informasi 0 20 Bentuk mahkota Menyudip-meluas Menyudip-meluas Melonjong 21 Warna mahkota Kuning muda Tidak ada informasi Cokelat kemerahan 22 Jumlah mahkota 5 5 5 23 Panjang mahkota 30 mm Tidak ada informasi 66 mm 24 Lebar mahkota 13 mm Tidak ada informasi 25 mm 25 Tipe benang sari Bebas Tidak ada informasi Dalam berkas 26 Bentuk kepala sari Mengginjal Mengginjal Mengginjal 27 Warna kepala sari Putih Tidak ada informasi Cokelat 28 Warna tangkai sari Putih Tidak ada informasi Putih 29 Jumlah benang sari 32 Tidak ada informasi 55 30 Panjang tangkai sari 30 mm Tidak ada informasi 15 mm 31 Bentuk tangkai putik Bergelombang Lurus Lurus 32 Warna tangkai putik Putih Tidak ada informasi Putih 33 Warna kepala putik Jingga Tidak ada informasi Jingga 34 Bentuk kepala putik Mementol Tidak ada informasi Mementol 35 Panjang tangkai putik 35 mm Tidak ada informasi 65 mm

71

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. lanceolatus D. lissocarpus D. oblongus 36 Rambut pada permukaan tangkai putik Dilapisi rambut Tidak ada informasi Tidak dilapisi rambut 37 Warna tangkai bunga Cokelat Tidak ada informasi Hijau kecokelatan 38 Panjang tangkai bunga 12 mm 20 mm 44 mm 39 Bentuk tangkai bunga Silinder Silinder Silinder 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga Dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik 41 Warna ovari Kuning muda Tidak ada informasi Hijau muda 42 Bentuk ovari Bulat telur Tidak ada informasi Bulat telur 43 Tinggi ovari 35 mm Tidak ada informasi Tidak ada informasi 44 Sisik pada permukaan ovari Dilapisi sisik Tidak ada informasi Dilapisi sisik 45 Rambut pada permukaan ovari Tidak dilapisi rambut Tidak ada informasi Tidak dilapisi rambut 46 Letak perbungaan Ranting Cabang tua Cabang 47 Jenis bunga Majemuk Majemuk Majemuk

No. Karakter D. oxleyanus D. testudinarum D. zibethinus 1 Bentuk kuncup Membulat Bulat telur Membulat 2 Bentuk ujung kuncup Meruncing Meruncing Membulat 3 Warna kuncup Hijau kekuningan Cokelat muda Hijau 4 Panjang kuncup 8 mm Tidak ada informasi 21 mm 5 Lebar kuncup 5 mm Tidak ada informasi 17 mm 6 Bentuk kelopak tambahan Membulat telur Membulat telur Membulat telur 7 Warna kelopak tambahan Kuning muda Hijau muda Hijau 8 Jumlah kelopak tambahan 2 atau 3 2 2 atau 3 9 Panjang kelopak tambahan 12 mm 20 mm 21.3 mm 10 Lebar kelopak tambahan 10 mm 18 mm 23.2 mm 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan Dilapisi sisik Dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Dilapisi rambut 13 Bentuk kelopak Menggenta Membulat telur Menggenta

72

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. oxleyanus D. testudinarum D. zibethinus 14 Bentuk ujung kelopak Triangular Runcing Triangular 15 Warna kelopak Cokelat muda Emas Putih 16 Jumlah kelopak 1 2 1 17 Panjang kelopak 13 mm 16 mm 18.2 mm 18 Lebar kelopak 22 mm 18.3 mm 20.2 mm 19 Jumlah gigi pada kelopak 4 0 5 20 Bentuk mahkota Menyudip-meluas Menyudip Menyudip 21 Warna mahkota Putih Merah Putih kehijauan 22 Jumlah mahkota 4 5 4 23 Panjang mahkota 15 mm 70 mm 32.7 mm 24 Lebar mahkota 7 mm 15 mm 6.1 mm 25 Tipe benang sari Dalam berkas Dalam berkas Dalam berkas 26 Bentuk kepala sari Mencakram Mengginjal Mengginjal 27 Warna kepala sari Kuning muda Merah Putih 28 Warna tangkai sari Krem Kuning muda Kuning muda 29 Jumlah benang sari 20 15 55 30 Panjang tangkai sari 15 mm 65 mm 44.7 mm 31 Bentuk tangkai putik Lurus Lurus dan bengkok Lurus 32 Warna tangkai putik Kuning muda Merah muda Putih 33 Warna kepala putik Cokelat muda Kuning Jingga 34 Bentuk kepala putik Mementol Mementol Mementol 35 Panjang tangkai putik 15 mm 9.4 mm 50.3 mm 36 Rambut pada permukaan tangkai putik Tidak dilapisi rambut Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut 37 Warna tangkai bunga Cokelat Hijau kecokelatan Hijau 38 Panjang tangkai bunga 47 mm 40 mm 39 mm 39 Bentuk tangkai bunga Silinder Silinder Tebal dan silinder

73

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter D. oxleyanus D. testudinarum D. zibethinus 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga Dilapisi sisik Dilapisi sisik Tidak dilapisi sisik 41 Warna ovari Kuning kehijauan Hijau Kuning kehijauan 42 Bentuk ovari Membulat telur Bulat telur Bulat telur sungsang 43 Tinggi ovari 5 mm Tidak ada informasi 6.2 mm 44 Sisik pada permukaan ovari Tidak dilapisi sisik Dilapisi sisik Dilapisi sisik 45 Rambut pada permukaan ovari Dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut Tidak dilapisi rambut 46 Letak perbungaan Belakang daun Batang bawah Cabang 47 Jenis bunga Majemuk Majemuk Majemuk

No. Karakter N. altissima 1 Bentuk kuncup Bulat telur 2 Bentuk ujung kuncup Membulat 3 Warna kuncup Hijau 4 Panjang kuncup 10 mm 5 Lebar kuncup 8 mm 6 Bentuk kelopak tambahan Tidak ada informasi 7 Warna kelopak tambahan Tidak ada informasi 8 Jumlah kelopak tambahan Tidak ada informasi 9 Panjang kelopak tambahan Tidak ada informasi 10 Lebar kelopak tambahan Tidak ada informasi 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan Tidak dilapisi sisik 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan Tidak dilapisi rambut 13 Bentuk kelopak Disk 14 Bentuk ujung kelopak bulat 15 Warna kelopak Cokelat

74

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter N. altissima 16 Jumlah kelopak Tidak ada informasi 17 Panjang kelopak Tidak ada informasi 18 Lebar kelopak Tidak ada informasi 19 Jumlah gigi pada kelopak Tidak ada informasi 20 Bentuk mahkota Menjorong-melonjong 21 Warna mahkota Putih 22 Jumlah mahkota Tidak ada informasi 23 Panjang mahkota Tidak ada informasi 24 Lebar mahkota Tidak ada informasi 25 Tipe benang sari Tidak ada infromasi 26 Bentuk kepala sari Mengginjal 27 Warna kepala sari Kuning 28 Warna tangkai sari Tidak ada informasi 29 Jumlah benang sari Tidak ada informasi 30 Panjang tangkai sari Tidak ada informasi 31 Bentuk tangkai putik Tidak ada informasi 32 Warna tangkai putik Tidak ada informasi 33 Warna kepala putik Hijau 34 Bentuk kepala putik Mementol 35 Panjang tangkai putik Tidak ada informasi 36 Rambut pada permukaan tangkai putik Dilapisi rambut 37 Warna tangkai bunga Cokelat 38 Panjang tangkai bunga 15 mm 39 Bentuk tangkai bunga Angular 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga Tidak dilapisi sisik 41 Warna ovari Tidak ada informasi

75

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter N. altissima 42 Bentuk ovari Bulat telur 43 Tinggi ovari Tidak ada informasi 44 Sisik pada permukaan ovari Tidak dilapisi sisik 45 Rambut pada permukaan ovari Dilapisi rambut 46 Letak perbungaan Cabang dan batang 47 Jenis bunga Majemuk

76

Lampiran 4. Matriks skoring Durio di Kalimantan

No. Karakter Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Bentuk kuncup 1 1 3 0 1 1 2 0 1 2 Bentuk ujung kuncup 1 1 0 1 1 1 0 1 0 3 Warna kuncup 0 ? 2 0 3 2 2 0 0 4 Panjang kuncup 0 0 1 0 0 2 0 1 0 5 Lebar kuncup 0 3 3 0 3 3 3 0 4 6 Bentuk kelopak tambahan 0 0 0 0 0 2 0 0 0 7 Warna kelopak tambahan 0 0 1 1 1 0 1 0 1 8 Jumlah kelopak tambahan 1 1 0 0 0 0 0 1 0 9 Panjang kelopak tambahan 0 0 1 1 0 0 1 2 1 10 Lebar kelopak tambahan 0 0 1 0 2 2 1 0 1 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan 1 1 2 1 1 1 3 1 3 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan 2 3 0 0 3 2 3 3 0 13 Bentuk kelopak 0 0 0 0 1 1 1 0 1 14 Bentuk ujung kelopak 1 0 0 0 1 1 1 1 1 15 Warna kelopak 0 1 2 2 0 0 0 0 1 16 Jumlah kelopak 0 1 2 4 4 4 2 0 4 17 Panjang kelopak 4 3 2 5 1 0 0 5 2 18 Lebar kelopak 1 0 1 0 1 1 1 3 1 19 Jumlah gigi pada kelopak 0 1 1 0 1 0 0 0 1 20 Bentuk mahkota 0 0 0 1 0 1 0 0 1 21 Warna mahkota 0 1 1 1 0 1 1 0 0 22 Jumlah mahkota 0 1 1 1 0 0 1 0 1 23 Panjang mahkota 3 1 4 0 5 0 2 2 5 24 Lebar mahkota 2 ? 2 2 0 2 1 0 4 25 Tipe benang sari 2 0 0 0 2 1 0 2 1 26 Bentuk kepala sari 0 0 0 0 0 0 0 0 1

77

Lampiran 4. Lanjutan

No. Karakter Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 27 Warna kepala sari 0 0 1 1 0 1 0 0 0 28 Warna tangkai sari 1 ? 1 2 0 0 1 1 3 29 Jumlah benang sari 1 2 1 3 ? 2 2 2 2 30 Panjang tangkai sari 1 0 0 0 0 0 0 0 2 31 Bentuk tangkai putik 1 0 1 0 0 0 1 1 0 32 Warna tangkai putik 3 2 2 2 2 0 2 1 2 33 Warna kepala putik 0 0 0 0 0 0 1 0 1 34 Bentuk kepala putik 1 1 0 0 0 1 0 1 0 35 Panjang tangkai putik 1 ? 2 3 0 ? 0 1 4 36 Rambut pada permukaan tangkai putik 0 0 2 0 0 0 0 0 1 37 Warna tangkai bunga 0 0 0 1 1 0 0 0 1 38 Panjang tangkai bunga 0 0 1 1 0 0 1 1 1 39 Bentuk tangkai bunga 1 1 0 1 1 0 0 0 1 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga 1 0 1 1 0 0 1 0 0 41 Warna ovari 0 1 1 1 1 1 1 0 1 42 Bentuk ovari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 43 Tinggi ovari 0 0 1 1 0 1 1 0 1 44 Sisik pada permukaan ovari 1 0 1 1 1 1 1 1 1 45 Rambut pada permukaan ovari 1 0 1 0 0 0 1 1 1 46 Letak perbungaan 1 1 0 1 1 1 0 0 0 47 Jenis bunga 1 0 2 1 0 0 1 1 1

Keterangan Spesies 1 : D. acutifolius Spesies 2 : D. affinis Spesies 3 : D. carinatus Spesies 4 : D. dulcis Spesies 5 : D. excelsus Spesies 6 : D. grandiflorus Spesies 7 : D. graveolens Spesies 8 : D. griffthii Spesies 9 : D. kutejensis

78

Lampiran 4. Lanjutan

No. Karakter Spesies 10 11 12 13 14 15 16 1 Bentuk kuncup 3 2 1 0 1 0 1 2 Bentuk ujung kuncup 2 1 1 1 1 0 0 3 Warna kuncup ? 2 0 0 2 0 0 4 Panjang kuncup 0 0 0 2 0 0 1 5 Lebar kuncup 1 3 1 1 0 0 ? 6 Bentuk kelopak tambahan 2 0 0 2 0 2 1 7 Warna kelopak tambahan 0 0 1 0 0 0 0 8 Jumlah kelopak tambahan 0 0 1 0 0 0 1 9 Panjang kelopak tambahan 1 ? 0 1 0 1 4 10 Lebar kelopak tambahan 1 ? 2 1 0 1 3 11 Sisik pada permukaan luar kelopak tambahan 1 3 3 3 4 0 3 12 Rambut pada permukaan dalam kelopak tambahan 0 ? 3 0 1 0 2 13 Bentuk kelopak 0 ? 1 0 0 0 0 14 Bentuk ujung kelopak 0 ? 0 0 1 0 1 15 Warna kelopak 2 ? 0 1 0 2 ? 16 Jumlah kelopak 2 2 3 2 4 4 5 17 Panjang kelopak 2 ? 6 0 5 1 0 18 Lebar kelopak 1 1 1 0 1 0 1 19 Jumlah gigi pada kelopak 0 ? 1 0 1 0 0 20 Bentuk mahkota 0 ? 1 1 0 1 1 21 Warna mahkota 0 ? 1 1 1 1 0 22 Jumlah mahkota 1 1 1 2 1 1 1 23 Panjang mahkota 0 ? 5 2 4 2 2 24 Lebar mahkota 0 ? 0 3 2 2 3 25 Tipe benang sari 0 ? 1 0 0 1 2 26 Bentuk kepala sari 0 ? 0 0 1 1 1

79

Lampiran 4. Lanjutan

No. Karakter Spesies 10 11 12 13 14 15 16 27 Warna kepala sari 2 0 0 0 1 0 0 28 Warna tangkai sari 0 ? 0 1 2 0 ? 29 Jumlah benang sari 4 ? 4 3 2 4 6 30 Panjang tangkai sari 0 ? 0 0 0 0 0 31 Bentuk tangkai putik 0 ? 1 0 1 1 0 32 Warna tangkai putik 2 ? 0 2 0 0 2 33 Warna kepala putik 0 ? 0 0 0 2 1 34 Bentuk kepala putik 0 0 0 1 0 0 0 35 Panjang tangkai putik 2 ? 1 2 1 2 ? 36 Rambut pada permukaan tangkai putik 0 ? 0 1 0 0 0 37 Warna tangkai bunga 0 ? ? 0 ? 1 0 38 Panjang tangkai bunga 1 1 1 1 1 1 1 39 Bentuk tangkai bunga 0 0 1 1 ? 1 0 40 Sisik pada permukaan tangkai bunga 1 1 1 1 ? 0 1 41 Warna ovari 1 1 1 1 0 1 0 42 Bentuk ovari 1 1 0 1 1 0 0 43 Tinggi ovari 1 ? 0 0 1 0 1 44 Sisik pada permukaan ovari 1 0 0 1 1 0 0 45 Rambut pada permukaan ovari 1 ? 1 0 1 1 0 46 Letak perbungaan 0 ? 0 1 0 0 1 47 Jenis bunga 0 1 1 3 2 1 1

Keterangan Spesies 10 : D. lanceolatus Spesies 11 : D. lissocarpus Spesies 12 : D. ablongus Spesies 13 : D. oxleyanus Spesies 14 : D. testudinarum Spesies 15 : D. zibethinus Spesies 16 : N. altissima

80

Lampiran 5. Hasil analisis menggunakan PAUP*4.0b10

Processing of file "C:\Users\Derry\Desktop\Skoring morfologi terbaru revisi.txt" begins...

Data matrix has 15 taxa, 47 characters Valid character-state symbols: 0123456 Missing data identified by '?'

Processing of input file "Skoring morfologi terbaru revisi.txt" completed.

HSearch addSeq=random nreps=1000 hold=10;

Heuristic search settings: Optimality criterion = parsimony Character-status summary: Of 47 total characters: All characters are of type 'unord' All characters have equal weight 1 character is parsimony-uninformative Number of parsimony-informative characters = 46 Starting tree(s) obtained via stepwise addition Addition sequence: random Number of replicates = 1000 Starting seed = generated automatically Number of trees held at each step = 10 Branch-swapping algorithm: tree-bisection-reconnection (TBR) with reconnection limit = 8 Steepest descent option not in effect Initial 'Maxtrees' setting = 100 Branches collapsed (creating polytomies) if maximum branch length is zero 'MulTrees' option in effect No topological constraints in effect Trees are unrooted

Heuristic search completed Total number of rearrangements tried = 8911895 Score of best tree(s) found = 210 Number of trees retained = 2 Time used = 8.78 sec (CPU time = 8.72 sec)

81

Tree 1 (rooted using default outgroup)

/------N.altissima | | /------D.acutifolius | /------+ | | \------D.griffithii | | | | /------D.affinis | | | | | /------+ /------D.excelsus | | | \------+ | | | \------D.grandiflorus | | | \------+ | /------D.carinatus | | | | /------+ | /------D.dulcis | | | | /------+ | | | /------+ | \------D.oxleyanus | | | | | /------+ | | | | | | | /------D.kutejensis | | | | | | | | | | | | | | \------+ /------D.oblongus \------+ \-----+ \------+ \------+ | | | \------D.zibethinus | | | | | \------D.lanceolatus | | | \------D.graveolens | \------D.testudinarum Tree description:

Unrooted tree(s) rooted using outgroup method

Note: No outgroup has been defined; tree is (arbitrarily) rooted at first taxon. Optimality criterion = parsimony Character-status summary:

82

Of 47 total characters: All characters are of type 'unord' All characters have equal weight 1 character is parsimony-uninformative Number of parsimony-informative characters = 46 Character-state optimization: Accelerated transformation (ACCTRAN) Tree 1 (rooted using default outgroup) Tree length = 210 Consistency index (CI) = 0.4714 Homoplasy index (HI) = 0.5286 CI excluding uninformative characters = 0.4663 HI excluding uninformative characters = 0.5337 Retention index (RI) = 0.4188 Rescaled consistency index (RC) = 0.1975 /------N.altissima | | /-- D.acutifolius | /------16 | | \----- D.griffithii | | | | /------D.affinis | | /------17 | | | \----- D.excelsus | | /------18 | | | \------D.grandiflorus | | | \-----28 | /------D.carinatus | | | | | | /------D.dulcis | /------26 | /------19 | | | /------24 | \-- D.oxleyanus | | | | | /------22 | | | | | | | /------D.kutejensis | | | | | | | | | | | | | | \------21 /---- D.oblongus \-----27 \------25 \-----23 \------20 | | | \-- D.zibethinus | | | | | \------D.lanceolatus | | | \------D.graveolens |

83

\------D.testudinarum Character change lists:

Character CI Steps Changes ------1 0.400 1 node_16 1 ==> 0 D.griffithii 1 node_25 1 --> 3 node_24 1 node_23 3 --> 0 node_22 1 node_22 0 --> 1 node_21 1 node_20 1 --> 0 D.zibethinus 2 0.400 1 N.altis 0 <=> 1 node_28 1 node_26 1 ==> 0 node_25 1 node_22 0 ==> 1 node_19 1 node_20 0 ==> 1 D.oblongus 1 node_23 0 ==> 2 D.lanceolatus 3 0.667 1 node_28 0 ==> 2 node_27 1 node_18 2 --> 3 node_17 1 node_24 2 --> 0 node_23 4 0.500 1 N.altis 1 <-> 0 node_28 1 node_16 0 --> 1 D.griffithii 1 node_18 0 ==> 2 D.grandiflorus 1 node_24 0 ==> 1 D.carinatus 5 0.600 1 node_27 0 ==> 3 node_26 1 node_24 3 ==> 1 node_23 1 node_19 1 ==> 0 D.dulcis 1 node_21 1 ==> 4 D.kutejensis 1 node_20 1 ==> 0 D.zibethinus 6 0.400 1 N.altis 1 <=> 0 node_28 1 node_18 0 ==> 2 D.grandiflorus 1 node_19 0 ==> 2 D.oxleyanus 1 node_20 0 ==> 2 D.zibethinus 1 node_23 0 ==> 2 D.lanceolatus 7 0.200 1 node_17 0 ==> 1 D.excelsus 1 node_26 0 ==> 1 node_25 1 node_19 1 ==> 0 D.oxleyanus 1 node_20 1 ==> 0 D.zibethinus 1 node_23 1 ==> 0 D.lanceolatus 8 0.333 1 node_28 1 ==> 0 node_27 1 node_17 0 ==> 1 D.affinis 1 node_20 0 ==> 1 D.oblongus 9 0.750 1 N.altis 4 <=> 0 node_28 1 node_16 0 ==> 2 D.griffithii

84

1 node_26 0 ==> 1 node_25 1 node_20 1 ==> 0 D.oblongus 10 0.500 1 N.altis 3 <=> 0 node_28 1 node_27 0 --> 1 node_26 1 node_26 1 --> 2 node_18 1 node_17 2 --> 0 D.affinis 1 node_19 1 ==> 0 D.dulcis 1 node_20 1 ==> 2 D.oblongus 11 0.667 1 N.altis 3 <=> 1 node_28 1 node_24 1 ==> 2 D.carinatus 1 node_23 1 --> 3 node_22 1 node_19 3 --> 1 D.dulcis 1 node_20 3 ==> 0 D.zibethinus 1 node_27 1 ==> 4 D.testudinarum 12 0.500 1 N.altis 2 <-> 3 node_28 1 node_16 3 --> 2 D.acutifolius 1 node_18 3 --> 2 D.grandiflorus 1 node_25 3 --> 0 node_24 1 node_20 0 ==> 3 D.oblongus 1 node_27 3 --> 1 D.testudinarum 13 0.200 1 node_27 0 --> 1 node_26 1 node_17 1 --> 0 D.affinis 1 node_25 1 --> 0 node_24 1 node_22 0 --> 1 node_21 1 node_20 1 --> 0 D.zibethinus 14 0.333 1 node_17 1 ==> 0 D.affinis 1 node_25 1 ==> 0 node_24 1 node_21 0 ==> 1 D.kutejensis 15 0.400 1 node_17 0 ==> 1 D.affinis 1 node_25 0 ==> 2 node_24 1 node_19 2 ==> 1 D.oxleyanus 1 node_21 2 ==> 1 D.kutejensis 1 node_20 2 ==> 0 D.oblongus 16 0.714 1 N.altis 5 <-> 0 node_28 1 node_28 0 --> 4 node_27 1 node_17 4 ==> 1 D.affinis 1 node_26 4 ==> 2 node_25 1 node_23 2 --> 4 node_22 1 node_19 4 --> 2 D.oxleyanus 1 node_20 4 ==> 3 D.oblongus 17 0.667 1 node_28 0 --> 4 node_16 1 node_16 4 --> 5 D.griffithii

85

1 node_18 0 --> 1 node_17 1 node_17 1 --> 3 D.affinis 1 node_25 0 ==> 2 node_24 1 node_23 2 ==> 5 node_22 1 node_19 5 ==> 0 D.oxleyanus 1 node_21 5 --> 1 node_20 1 node_20 1 --> 6 D.oblongus 18 0.500 1 node_16 1 ==> 3 D.griffithii 1 node_17 1 ==> 0 D.affinis 1 node_22 1 ==> 0 node_19 1 node_20 1 ==> 0 D.zibethinus 19 0.200 1 node_18 0 ==> 1 node_17 1 node_24 0 ==> 1 D.carinatus 1 node_22 0 --> 1 node_21 1 node_20 1 --> 0 D.zibethinus 1 node_27 0 ==> 1 D.testudinarum 20 0.333 1 N.altis 1 <=> 0 node_28 1 node_18 0 ==> 1 D.grandiflorus 1 node_23 0 ==> 1 node_22 21 0.250 1 node_28 0 ==> 1 node_27 1 node_17 1 ==> 0 D.excelsus 1 node_21 1 ==> 0 D.kutejensis 1 node_23 1 ==> 0 D.lanceolatus 22 0.500 1 node_28 1 ==> 0 node_16 1 node_26 1 --> 0 node_18 1 node_17 0 --> 1 D.affinis 1 node_19 1 ==> 2 D.oxleyanus 23 0.500 1 node_16 2 ==> 3 D.acutifolius 1 node_28 2 --> 0 node_27 1 node_18 0 --> 1 node_17 1 node_17 1 --> 5 D.excelsus 1 node_24 0 --> 4 D.carinatus 1 node_19 0 --> 2 D.oxleyanus 1 node_22 0 --> 5 node_21 1 node_20 5 --> 2 D.zibethinus 1 node_25 0 --> 2 D.graveolens 1 node_27 0 --> 4 D.testudinarum 24 0.500 1 N.altis 3 <=> 2 node_28 1 node_16 2 ==> 0 D.griffithii 1 node_18 2 --> 0 node_17 1 node_19 2 ==> 3 D.oxleyanus 1 node_21 2 ==> 4 D.kutejensis

86

1 node_20 2 ==> 0 D.oblongus 1 node_23 2 ==> 0 D.lanceolatus 1 node_25 2 ==> 1 D.graveolens 25 0.500 1 node_28 2 ==> 0 node_27 1 node_17 0 ==> 2 D.excelsus 1 node_18 0 ==> 1 D.grandiflorus 1 node_22 0 ==> 1 node_21 26 0.250 1 N.altis 1 <-> 0 node_28 1 node_22 0 --> 1 node_21 1 node_20 1 --> 0 D.oblongus 1 node_27 0 --> 1 D.testudinarum 27 0.400 1 node_18 0 ==> 1 D.grandiflorus 1 node_24 0 ==> 1 D.carinatus 1 node_19 0 ==> 1 D.dulcis 1 node_23 0 ==> 2 D.lanceolatus 1 node_27 0 ==> 1 D.testudinarum 28 0.500 1 node_26 1 ==> 0 node_18 1 node_24 1 --> 0 node_23 1 node_22 0 --> 1 node_19 1 node_19 1 --> 2 D.dulcis 1 node_21 0 --> 3 D.kutejensis 1 node_27 1 ==> 2 D.testudinarum 29 0.667 1 N.altis 6 <=> 2 node_28 1 node_16 2 ==> 1 D.acutifolius 1 node_25 2 --> 1 node_24 1 node_24 1 --> 4 node_23 1 node_22 4 ==> 3 node_19 1 node_21 4 --> 2 D.kutejensis 30 1.000 1 node_16 0 ==> 1 D.acutifolius 1 node_21 0 ==> 2 D.kutejensis 31 0.250 1 N.altis 0 <=> 1 node_28 1 node_26 1 ==> 0 node_18 1 node_24 1 ==> 0 node_23 1 node_21 0 ==> 1 node_20 32 0.600 1 node_28 2 --> 1 node_16 1 node_16 1 --> 3 D.acutifolius 1 node_18 2 ==> 0 D.grandiflorus 1 node_21 2 ==> 0 node_20 1 node_27 2 ==> 0 D.testudinarum 33 0.500 1 N.altis 1 <=> 0 node_28 1 node_21 0 ==> 1 D.kutejensis 1 node_20 0 ==> 2 D.zibethinus

87

1 node_25 0 ==> 1 D.graveolens 34 0.250 1 node_28 0 ==> 1 node_16 1 node_26 0 --> 1 node_18 1 node_17 1 --> 0 D.excelsus 1 node_19 0 ==> 1 D.oxleyanus 35 0.800 1 node_27 1 ==> 0 node_26 1 node_25 0 ==> 2 node_24 1 node_19 2 ==> 3 D.dulcis 1 node_21 2 ==> 4 D.kutejensis 1 node_20 2 ==> 1 D.oblongus 36 0.667 1 node_24 0 ==> 2 D.carinatus 1 node_19 0 ==> 1 D.oxleyanus 1 node_21 0 ==> 1 D.kutejensis 37 0.333 1 node_17 0 ==> 1 D.excelsus 1 node_23 0 --> 1 node_22 1 node_19 1 --> 0 D.oxleyanus 38 0.500 1 node_16 1 ==> 0 D.acutifolius 1 node_26 1 ==> 0 node_18 39 0.333 1 node_16 0 ==> 1 D.acutifolius 1 node_18 0 ==> 1 node_17 1 node_23 0 ==> 1 node_22 40 0.250 1 node_16 1 ==> 0 D.griffithii 1 node_26 1 ==> 0 node_18 1 node_22 1 --> 0 node_21 1 node_20 0 --> 1 D.oblongus 41 1.000 1 node_27 0 ==> 1 node_26 42 0.500 1 N.altis 0 <=> 1 node_28 1 node_21 1 ==> 0 node_20 43 0.250 1 node_28 1 ==> 0 node_16 1 node_18 1 ==> 0 node_17 1 node_19 1 ==> 0 D.oxleyanus 1 node_21 1 ==> 0 node_20 44 0.333 1 N.altis 0 <=> 1 node_28 1 node_17 1 ==> 0 D.affinis 1 node_21 1 ==> 0 node_20 45 0.333 1 N.altis 0 <=> 1 node_28 1 node_26 1 ==> 0 node_18 1 node_22 1 ==> 0 node_19 46 0.250 1 N.altis 1 <-> 0 node_28 1 node_16 0 --> 1 D.acutifolius 1 node_26 0 --> 1 node_18 1 node_22 0 ==> 1 node_19

88

47 0.600 1 node_26 1 ==> 0 node_18 1 node_24 1 ==> 2 D.carinatus 1 node_19 1 ==> 3 D.oxleyanus 1 node_23 1 ==> 0 D.lanceolatus 1 node_27 1 ==> 2 D.testudinarum

Apomorphy lists:

Branch Character Steps CI Change ------node_28 <-> N.altissima 2 1 0.400 1 <=> 0 4 1 0.500 0 <-> 1 6 1 0.400 0 <=> 1 9 1 0.750 0 <=> 4 10 1 0.500 0 <=> 3 11 1 0.667 1 <=> 3 12 1 0.500 3 <-> 2 16 1 0.714 0 <-> 5 20 1 0.333 0 <=> 1 24 1 0.500 2 <=> 3 26 1 0.250 0 <-> 1 29 1 0.667 2 <=> 6 31 1 0.250 1 <=> 0 33 1 0.500 0 <=> 1 42 1 0.500 1 <=> 0 44 1 0.333 1 <=> 0 45 1 0.333 1 <=> 0 46 1 0.250 0 <-> 1 node_28 --> node_16 17 1 0.667 0 --> 4 22 1 0.500 1 ==> 0 32 1 0.600 2 --> 1 34 1 0.250 0 ==> 1 43 1 0.250 1 ==> 0 node_16 --> D.acutifolius 12 1 0.500 3 --> 2 23 1 0.500 2 ==> 3 29 1 0.667 2 ==> 1 30 1 1.000 0 ==> 1 32 1 0.600 1 --> 3 38 1 0.500 1 ==> 0 39 1 0.333 0 ==> 1 46 1 0.250 0 --> 1 node_16 --> D.griffithii 1 1 0.400 1 ==> 0

89

4 1 0.500 0 --> 1 9 1 0.750 0 ==> 2 17 1 0.667 4 --> 5 18 1 0.500 1 ==> 3 24 1 0.500 2 ==> 0 40 1 0.250 1 ==> 0 node_28 --> node_27 3 1 0.667 0 ==> 2 8 1 0.333 1 ==> 0 16 1 0.714 0 --> 4 21 1 0.250 0 ==> 1 23 1 0.500 2 --> 0 25 1 0.500 2 ==> 0 node_27 --> node_26 5 1 0.600 0 ==> 3 10 1 0.500 0 --> 1 13 1 0.200 0 --> 1 35 1 0.800 1 ==> 0 41 1 1.000 0 ==> 1 node_26 --> node_18 10 1 0.500 1 --> 2 22 1 0.500 1 --> 0 28 1 0.500 1 ==> 0 31 1 0.250 1 ==> 0 34 1 0.250 0 --> 1 38 1 0.500 1 ==> 0 40 1 0.250 1 ==> 0 45 1 0.333 1 ==> 0 46 1 0.250 0 --> 1 47 1 0.600 1 ==> 0 node_18 --> node_17 3 1 0.667 2 --> 3 17 1 0.667 0 --> 1 19 1 0.200 0 ==> 1 23 1 0.500 0 --> 1 24 1 0.500 2 --> 0 39 1 0.333 0 ==> 1 43 1 0.250 1 ==> 0 node_17 --> D.affinis 8 1 0.333 0 ==> 1 10 1 0.500 2 --> 0 13 1 0.200 1 --> 0 14 1 0.333 1 ==> 0 15 1 0.400 0 ==> 1 16 1 0.714 4 ==> 1 17 1 0.667 1 --> 3 18 1 0.500 1 ==> 0

90

22 1 0.500 0 --> 1 44 1 0.333 1 ==> 0 node_17 --> D.excelsus 7 1 0.200 0 ==> 1 21 1 0.250 1 ==> 0 23 1 0.500 1 --> 5 25 1 0.500 0 ==> 2 34 1 0.250 1 --> 0 37 1 0.333 0 ==> 1 node_18 --> D.grandiflorus 4 1 0.500 0 ==> 2 6 1 0.400 0 ==> 2 12 1 0.500 3 --> 2 20 1 0.333 0 ==> 1 25 1 0.500 0 ==> 1 27 1 0.400 0 ==> 1 32 1 0.600 2 ==> 0 node_26 --> node_25 2 1 0.400 1 ==> 0 7 1 0.200 0 ==> 1 9 1 0.750 0 ==> 1 16 1 0.714 4 ==> 2 node_25 --> node_24 1 1 0.400 1 --> 3 12 1 0.500 3 --> 0 13 1 0.200 1 --> 0 14 1 0.333 1 ==> 0 15 1 0.400 0 ==> 2 17 1 0.667 0 ==> 2 29 1 0.667 2 --> 1 35 1 0.800 0 ==> 2 node_24 --> D.carinatus 4 1 0.500 0 ==> 1 11 1 0.667 1 ==> 2 19 1 0.200 0 ==> 1 23 1 0.500 0 --> 4 27 1 0.400 0 ==> 1 36 1 0.667 0 ==> 2 47 1 0.600 1 ==> 2 node_24 --> node_23 3 1 0.667 2 --> 0 5 1 0.600 3 ==> 1 28 1 0.500 1 --> 0 29 1 0.667 1 --> 4 31 1 0.250 1 ==> 0 node_23 --> node_22 1 1 0.400 3 --> 0 11 1 0.667 1 --> 3 16 1 0.714 2 --> 4

91

17 1 0.667 2 ==> 5 20 1 0.333 0 ==> 1 37 1 0.333 0 --> 1 39 1 0.333 0 ==> 1 node_22 --> node_19 2 1 0.400 0 ==> 1 18 1 0.500 1 ==> 0 28 1 0.500 0 --> 1 29 1 0.667 4 ==> 3 45 1 0.333 1 ==> 0 46 1 0.250 0 ==> 1 node_19 --> D.dulcis 5 1 0.600 1 ==> 0 10 1 0.500 1 ==> 0 11 1 0.667 3 --> 1 27 1 0.400 0 ==> 1 28 1 0.500 1 --> 2 35 1 0.800 2 ==> 3 node_19 --> D.oxleyanus 6 1 0.400 0 ==> 2 7 1 0.200 1 ==> 0 15 1 0.400 2 ==> 1 16 1 0.714 4 --> 2 17 1 0.667 5 ==> 0 22 1 0.500 1 ==> 2 23 1 0.500 0 --> 2 24 1 0.500 2 ==> 3 34 1 0.250 0 ==> 1 36 1 0.667 0 ==> 1 37 1 0.333 1 --> 0 43 1 0.250 1 ==> 0 47 1 0.600 1 ==> 3 node_22 --> node_21 1 1 0.400 0 --> 1 13 1 0.200 0 --> 1 19 1 0.200 0 --> 1 23 1 0.500 0 --> 5 25 1 0.500 0 ==> 1 26 1 0.250 0 --> 1 40 1 0.250 1 --> 0 node_21 --> D.kutejensis 5 1 0.600 1 ==> 4 14 1 0.333 0 ==> 1 15 1 0.400 2 ==> 1 21 1 0.250 1 ==> 0 24 1 0.500 2 ==> 4 28 1 0.500 0 --> 3

92

29 1 0.667 4 --> 2 30 1 1.000 0 ==> 2 33 1 0.500 0 ==> 1 35 1 0.800 2 ==> 4 36 1 0.667 0 ==> 1 node_21 --> node_20 17 1 0.667 5 --> 1 31 1 0.250 0 ==> 1 32 1 0.600 2 ==> 0 42 1 0.500 1 ==> 0 43 1 0.250 1 ==> 0 44 1 0.333 1 ==> 0 node_20 --> D.oblongus 2 1 0.400 0 ==> 1 8 1 0.333 0 ==> 1 9 1 0.750 1 ==> 0 10 1 0.500 1 ==> 2 12 1 0.500 0 ==> 3 15 1 0.400 2 ==> 0 16 1 0.714 4 ==> 3 17 1 0.667 1 --> 6 24 1 0.500 2 ==> 0 26 1 0.250 1 --> 0 35 1 0.800 2 ==> 1 40 1 0.250 0 --> 1 node_20 --> D.zibethinus 1 1 0.400 1 --> 0 5 1 0.600 1 ==> 0 6 1 0.400 0 ==> 2 7 1 0.200 1 ==> 0 11 1 0.667 3 ==> 0 13 1 0.200 1 --> 0 18 1 0.500 1 ==> 0 19 1 0.200 1 --> 0 23 1 0.500 5 --> 2 33 1 0.500 0 ==> 2 node_23 --> D.lanceolatus 2 1 0.400 0 ==> 2 6 1 0.400 0 ==> 2 7 1 0.200 1 ==> 0 21 1 0.250 1 ==> 0 24 1 0.500 2 ==> 0 27 1 0.400 0 ==> 2 47 1 0.600 1 ==> 0 node_25 --> D.graveolens 23 1 0.500 0 --> 2 24 1 0.500 2 ==> 1

93

33 1 0.500 0 ==> 1 node_27 --> D.testudinarum 11 1 0.667 1 ==> 4 12 1 0.500 3 --> 1 19 1 0.200 0 ==> 1 23 1 0.500 0 --> 4 26 1 0.250 0 --> 1 27 1 0.400 0 ==> 1 28 1 0.500 1 ==> 2 32 1 0.600 2 ==> 0 47 1 0.600 1 ==> 2

Bootstrap method with heuristic search: Number of bootstrap replicates = 1000 Starting seed = generated automatically Number of characters resampled in each replicate = 47 Optimality criterion = parsimony Character-status summary: Of 47 total characters: All characters are of type 'unord' All characters have equal weight 1 character is parsimony-uninformative Number of parsimony-informative characters = 46 Starting tree(s) obtained via stepwise addition Addition sequence: random Number of replicates = 1000 Starting seed = generated automatically Number of trees held at each step = 10 Branch-swapping algorithm: tree-bisection-reconnection (TBR) with reconnection limit = 8 Steepest descent option not in effect Initial 'Maxtrees' setting = 100 Branches collapsed (creating polytomies) if maximum branch length is zero 'MulTrees' option not in effect; only 1 tree will be saved per replicate No topological constraints in effect Trees are unrooted

1000 bootstrap replicates completed Time used = 01:18:45 (CPU time = 01:17:20.6)

Bootstrap 50% majority-rule consensus tree

94

/------N.altissima(1) | | /------D.acutifolius(2) | /------66------+ | | \------D.griffithii(9) | | | +------D.affinis(3) | | | +------D.carinatus(4) | | | +------D.dulcis(5) | | | +------D.excelsus(6) | | | +------D.grandiflorus(7) | | \------+------D.graveolens(8) | +------D.kutejensis(10) | +------D.lanceolatus(11) | +------D.oblongus(12) | +------D.oxleyanus(13) | +------D.testudinarum(14) | \------D.zibethinus(15)

Bipartitions found in one or more trees and frequency of occurrence (bootstrap support values):

1 1 123456789012345 Freq % ------.*...... *...... 662.09 66.21% ...*...... *.... 377.45 37.75% ..*..**...... 341.60 34.16% ....*...... *.. 313.16 31.32% .....**...... 297.59 29.76% ..******.****** 261.46 26.15%

95

...... *..* 219.38 21.94% ....*...... *.* 198.19 19.82% ...... *.*... 177.10 17.71% ...*...*...... 173.22 17.32% ...*...*..*.... 168.40 16.84% .....*...*.*... 150.25 15.03% ..******.****.* 148.62 14.86% ..*..*...... 142.71 14.27% .********.***** 139.33 13.93% .*...... *....*. 135.03 13.50% .**..**.*...... 130.11 13.01% ...**.....*.*.* 111.34 11.13% ...... *....* 109.65 10.97% .**..**.*..*.*. 105.48 10.55% ..*...*...... 104.86 10.49% ...... *.*..* 103.15 10.32% ...... *.* 95.94 9.59% .***********.** 92.66 9.27% ...*...... *. 91.79 9.18% ....*...... * 88.77 8.88% ..*..**..*.*... 85.58 8.56% ..*..**....*... 83.48 8.35% ....*.....*.*.* 81.67 8.17% .*************. 80.05 8.01% ..************* 77.90 7.79% ...*...*..*..*. 70.56 7.06% .*******.****** 69.34 6.93% ...*...*.....*. 68.42 6.84% .**.....*...... 68.32 6.83% .**..**.*....*. 67.09 6.71% ...**..*.**.*.* 65.55 6.56% .....**..*.*... 63.68 6.37% ..*...... *.. 62.61 6.26% .....*.....*... 61.98 6.20% ..*.*...... *.. 61.75 6.17% .....*...*..... 59.95 5.99% .********.****. 59.52 5.95% ..*...... *... 57.68 5.77% ...... *...... *. 56.37 5.64% .**..**.*..*... 56.00 5.60% .**..****..*.*. 54.19 5.42% .*...... *..*.*. 53.51 5.35%

96

.***.****.**.*. 50.55 5.05% .*...**.*...... 50.39 5.04%

1531 groups at (relative) frequency less than 5% not shown

97

Lampiran 6. Data Skoring Morfologi Durio

No. Karakter Skoring Karakter Morfologi 1 Bentuk Kuncup ? Tidak ada informasi

0 Membulat

1 Bulat telur

2 Melonjong

3 Menjorong 2 Bentuk Ujung Kuncup ? Tidak ada informasi

0 Membulat

1 Runcing

2 Mementil 3 Warna Kuncup ? Tidak ada informasi

0 Hijau

1 Kuning

2 Coklat

3 Silver 4 Bentuk Kelopak Tambahan ? Tidak ada informasi

0 Membulat telur 1 Membulat telur sungsang

2 Menjorong 5 Warna Kelopak Tambahan ? Tidak ada informasi

0 Hijau

1 Kuning

2 Merah

3 Coklat

4 Abu-abu 6 Jumlah Kelopak Tambahan ? Tidak ada informasi

0 2

1 3

2 2 sampai 3 7 Panjang Kelopak Tambahan ? Tidak ada informasi

0 <1.3

1 >1.3 8 Lebar Kelopak Tambahan ? Tidak ada informasi

0 <1.4

1 >1.4 9 Bentuk Kelopak ? Tidak ada informasi

0 Membulat telur

1 Menggenta

2 Menjorong

98

3 Melanset

4 Cakram 10 Bentuk Ujung Kelopak ? Tidak ada informasi

0 Runcing

1 Triangular

2 Meruncing

3 Membulat 11 Warna Kelopak ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Hijau

2 Kuning

3 Coklat

4 Emas 12 Jumlah Kelopak ? Tidak ada informasi

0 1

1 2

2 3

3 5 13 Panjang Kelopak ? Tidak ada informasi

0 <1.3

1 >1.3 14 Lebar Kelopak ? Tidak ada informasi

0 <1.3

1 >1.3 15 Jumlah Gigi Kelopak ? Tidak ada informasi

0 0

1 4

2 5 16 Bentuk Mahkota ? Tidak ada informasi

0 Memita

1 Sempit meyudip

2 Meyudip luas

3 Melonjong

4 Menyudip

5 Melonjong-menjorong 17 Warna Mahkota ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Hijau

2 Kuning

3 Krem

4 Jingga

99

5 Merah

6 Coklat 18 Jumlah Mahkota ? Tidak ada informasi

0 4

1 5

2 6

3 8 19 Panjang Mahkota ? Tidak ada informasi

0 <1.6

1 >1.6 20 Lebar Mahkota ? Tidak ada informasi

0 <1.3

1 >1.3 21 Tipe Benang Sari ? Tidak ada informasi 0 Bebas 1 Dalam berkas 22 Bentuk Kepala Sari ? Tidak ada informasi

0 Membulat

1 Mengginjal

2 Mancakram 23 Warna Kepala Sari ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Hijau

2 Kuning

3 Krem

4 Merah

5 Coklat 24 Warna Tangkai Sari ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Hijau

2 Kuning

3 Krem

4 Merah 25 Jumlah Tangkai Sari ? Tidak ada informasi

0 Sedikit (15-50)

1 Sedang (51-100)

2 Banyak (>100) 26 Panjang Tangkai Sari ? Tidak ada informasi

0 <1.5

1 >1.5 27 Bentuk Putik ? Tidak ada informasi

100

0 Lurus

1 Lurus dan bengkok

2 Bergelombang 28 Warna Tangkai Putik ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Kuning

2 Merah

3 Coklat 29 Warna Kepala Putik ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Krem

2 Kuning

3 Coklat

4 Jingga

5 Merah

6 Hijau 30 Bentuk Kepala Putik ? Tidak ada informasi

0 Mementol

1 Seperti mementol

2 Menggasing 31 Panjang Putik ? Tidak ada informasi

0 <1.5

1 >1.5 32 Warna Tangkai Bunga ? Tidak ada informasi

0 Hijau

1 Kuning

2 Coklat

3 Emas 33 Bentuk Tangkai Bunga ? Tidak ada informasi

0 Silinder

1 Memiliki sudut

2 Sligtly thicked 34 Panjang Tangkai Bunga ? Tidak ada informasi

0 <1.6

1 >1.6 35 Warna Ovari ? Tidak ada informasi

0 Putih

1 Hijau

2 Kuning

3 Merah

4 Coklat

101

36 Bentuk Ovari ? Tidak ada informasi

0 Bulat telur 1 Membulat telur sungsang

2 Pentagonal 37 Panjang Ovari ? Tidak ada informasi

0 <1.7

1 >1.7 38 Jenis Perbungaan ? Tidak ada informasi

0 Single

1 Majemuk 39 Panjang Kuncup ? Tidak ada informasi

0 <1.3

1 >1.3 40 Lebar Kuncup ? Tidak ada informasi

0 <1.5

1 >1.5 Bagian dalam kelopak ? Tidak ada informasi 41 tambahan

0 Tidak berambut

1 Memiliki rambut 42 Bagian luar kelopak tambahan ? Tidak ada informasi

0 Tidak bersisik

1 Memiliki sisik 43 Rambut Tangkai Putik ? Tidak ada informasi

0 Tidak berambut

1 Memiliki rambut 44 Sisik Tangkai Putik ? Tidak ada informasi

0 Dilapisi sisik

1 Tidak dilapisi sisik 45 Sisik Permukaan Ovari ? Tidak ada informasi

0 Dilapisi sisik

1 Tidak dilapisi sisik 46 Rambut Permukaan Ovari ? Tidak ada informasi

0 Tidak berambut

1 Memiliki rambut 47 Perbungaan ? Tidak ada informasi

0 Ranting

1 Cabang

2 Batang

3 Belakang daun