Tentang Bupati Dharmasraya, Salinan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tentang Bupati Dharmasraya, Salinan SALINAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR : 1 TAHUN 2005 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Kabupaten Dharmasraya menjadi Kabupaten dalam daerah Provinsi Sumatera Barat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat, perlu mempunyai lambang Daerah yang mencerminkan ciri khas daerah Kabupaten Dharmasraya ; b. bahwa lambang Daerah yang merupakan ciri khas daerah adalah faktor integrasi, inspirasi, dan kebanggaan ; c. bahwa keberadaan suatu lambang daerah sangat penting dalam kegiatan protokoler resmi pemerintaha daerah; d. bahwa untuk mewujudkan maksud huruf a, b dan c tersebut di atas, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Dharmasraya tentang lambang daerah ; Mengingat : 1. Undang –Undang Nomor 38 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4348) ; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 4437) ; 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 4438) ; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaranb Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Dan Bupati Dharmasraya MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Dharmasraya ; b. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Dharmasraya ; c. Bupati adalah Bupati Dharmasraya ; d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dharmasraya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; BAB II LAMBANG DAERAH Pasal 2 Sebagai Daerah Otonom berbentuk Kabupaten dalam lingkungan wilayah kesatuan Republik Indonesia, Kabupaten Dharmasraya perlu mempunyai sebuah Lambang Daerah ; BAB III BENTUK, LUKISAN, WARNA, MOTTO DAN UKURAN LAMBANG DAERAH Pasal 3 Lambang Daerah berbentuk Perisai Segi Lima Pasal 4 Lukisan Lambang Daerah terdiri dari : a. Perisai Segi Lima. b. Tujuh Buah Garis Hitam, Satu Buah Pena dan Empat Buah Garis Merah c. Gelombang Sinyal Komunikasi d. Kubah Mesjid dan Rumah Gadang. e. Pohon f. Anjungan Gonjong. g. Garis Multi Warna. h. Hamparan Hijau. i. Lembaran kertas dan pena. j. Motto “ Tau Jo Nan Ampek” k. Gelombang Air. l. Hamparan abu- abu. m. Tulisan Dharmasraya. Pasal 5 Warna yang terdapat dalam Lambang Daerah terdiri dari : a. Merah. b. putih c. Kuning. d. Hitam. e. Biru Langit. f. Hijau. g. Abu-abu. Pasal 6 Motto Kabupaten Dharmasraya adalah “ TAU JO NAN AMPEK “ Pasal 7 Ukuran lambang daerah adalah : a. Ukuran lambang daerah adalah sebagaimana tercantum pada lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini b. Lambang Daerah tersebut dapat diperbesar dan diperkecil menurut perbandingan ukuran yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dengan ketentuan kata “DHARMASRAYA” dan Motto “TAU JO NAN AMPEK “ dapat jelas terbaca. BAB IV ARTI DAN MAKNA LAMBANG DAERAH Pasal 8 Arti dan Makna lukisan pada Lambang Daerah adalah : a. Bentuk dasar lambang yang berbentuk Perisai Segi Lima, melambangkan Kabupaten Dharmasraya menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila b. Tujuh Buah Garis Hitam, Satu Buah Pena dan Empat Buah Garis Merah, melambangkan tanggal 7 (tujuh), bulan ke-Satu dan Tahun “04” (2004) yang merupakan tanggal, bulan dan tahun berdirinya Kabupaten Dharmasraya. c. Gelombang Sinyal Komunikasi, melambangkan globalisasi yang berbasis informasi dan telekomunikasi. d. Kubah Masjid dan Rumah Gadang, melambangkan masyarakat Kabupaten Dharmasraya yang agamis dan berbudaya, berdasarkan Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru. e. Pohon, melambangkan hutan dan perkebunan yang menjadi potensi sumber daya alam Kabupaten Dharmasraya. f. Anjungan Gonjong, melambangkan garis kebijakan pembangunan yang fokus berdasarkan kajian potensi, kemampuan dan kebutuhan daerah dan masyarakat. g. Garis multi warna, melambangkan keanekaragaman etnis/suku penduduk Kabupaten Dharmasraya yang bersinergi membangun daerah menuju kesejahteraan untuk semua masyarakat. h. Hamparan hijau, melambangkan wilayah yang subur yang menjadi modal dasar untuk kesejahteraan rakyat. i. Lembaran Kertas dan Pena, melambangkan masyarakat yang cinta ilmu pengetahuan. j. Tau jo Nan Ampek, adalah motto Kabupaten Dharmasraya yang mengandung arti masyarakat yang memiliki pengetahuan yang kompleks tentang Adat, Agama, ilmu Pengetahuan dan Teknologi. k. Gelombang Air, melambangkan Irigasi Batang Hari yang merupakan infrastruktur utama untuk pembangunan bidang pertanian. l. Hamparan Abu-abu, melambangkan Jalan Lintas Sumatera yang merupakan jalur transportasi darat utama di Pulau Sumatera yang sangat potensial untuk mendukung eksistensi daerah ini. m. Tulisan Dharmasraya, adalah nama Kabupaten Dharmasraya yang merupakan bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 9 Arti dan Makna Warna pada Lambang Daerah adalah : a. Merah melambangkan keberanian dan kekuatan . b. Putih melambangkan kesucian dan keiklasan. c. Kuning melambangkan Keagungan dan Kebesaran. d. Hitam melambangkan Kebijakan dan Wibawa. e. Biru Langit melambangkan Kecerahan dan Kesucian. f. Hijau melambangkan Kesuburan dan Kesejukan. g. Abu-abu melambangkan Kekuatan Sendi-sendi Kehidupan. Pasal 10 Arti dan Makna Motto Kabupaten Dharmasraya dalam Lambang Daerah “ TAU JO NAN AMPEK “ adalah kalimat yang mengandung makna yang kompleks. Kata-kata ini merupakan gambaran dari masyarakat yang memiliki dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama, Adat, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB V PENGGUNAAN LAMBANG DAERAH Pasal 11 (1) Lambang Daerah digunakan pada : a.Gedung- gedung Pemerintahan ; b.Kendaraan dan lainnya sebagai tanda milik dari Pemerintah Daerah ; c.Rumah-rumah Jabatan ; d.Surat-surat ; e.Stempel ; f. Vandel, Plakat,badge,lencana dan panji ; g.Tanda tapal batas daerah ; h.Atribut Pakaian Dinas Daerah ; i. Leges; (2). Lambang Daerah digunakan pada gedung pemerintahan ; (a) Lambang Daerah diletakkan disebelah luar dan atau di dalam gedung-gedung (b) Penggunaan Lambang Daerah dibagian luar gedung hanya dibolehkan pada : 1. Rumah jabatan Bupati, Wakil Bupati, Sekretariat Daerah, Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD ; 2. Kantor Bupati ; 3. Kantor DPRD ; Pasal 12 (a). Lambang Daerah digunakan pada kendaraan pemerintahan yang diperlukan untuk keperluan Dinas ; (b). Lambang Daerah diletakkan pada bagian luar kendaraan Dinas tersebut ; Pasal 13 Lambang Daerah digunakan pada : a. Surat Dinas Bupati ; b. Surat Dinas DPRD ; c. Amplop Dinas Bupati ; d. Amplop Dinas DPRD ; e. Surat – surat Perusahaan Daerah ; f. Surat pengahargaan atau tanda jasa ; g. Ijazah ; h. Kartu –kartu resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah ; i. Buku-buku, majalah-majalah dan terbitan lainnya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah ; Pasal 14 (1). Lambang daerah digunakan pada stempel DPRD. (2). Lambang Daerah diletakkan pada ruang bundar di tengah tengah. Pasal 15 Vandel, Plakat, badge, lencana dan panji digunakan perangkat daerah atau diserahkan oleh Pemerintah Daerah. a. Cendramata untuk tamu-tamu kehormatan yang mengunjungi Kabupaten Dharmasraya. b. Cendramata untuk pejabat- pejabat yang pindah dari Kabupaten Dharmasraya. c. Hadiah untuk pemenang dalam segala bidang. d. Kenang – kenangan dari Pemerintah Daerah kepada pihak lain yang dianggap perlu. Pasal 16 Lambang Daerah juga digunakan pada gapura tapal batas daerah Kabupaten Dharmasraya dengan daerah lainnya. Pasal 17 Apabila Lambang Daerah diletakkan bersama – bersama lambang Negara maka Lambang Negara diletakkan di bagian atas. BAB VI LARANGAN PENGGUNAAAN LAMBANG DAERAH Pasal 18 (1). Dilarang menggunakan lambang daerah bertentangan dengan Peraturan Daerah. (2). Pada lambang daerah dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda lain. (3). Dilarang menggunakan lambang daerah sebagai perhiasan, cap dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apapun. (4). Dilarang menggunakan lambang daerah atau menyerupai lambang daerah untuk perorangan, perkumpulan, organisasi partikuler atau perusahaan yang sama. (5). Dilarang menggunakan lambang daerah yang merendahkan kedudukannya sebagai lambang daerah. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 19 (1).Barang siapa melanggar ketentuan- ketentuan dalam peraturan daerah ini dihukum dengan hukuman kurungan selama- lamanya 6 (enam) bulan atau denda setingi-tingginya Rp. 5.000.000,-.(Lima Juta Rupiah rupiah). (2). Perbuatan tersebut pada ayat (1) pasal ini dianggap sebagai pelanggaran. BAB VIII PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, sepanjang mengenai peraturan pelaksanaannya akan diatur kemudian dengan keputusan Bupati. Pasal 21 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar semua orang dapat mengetahuinya,
Recommended publications
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • IRBI 2013 Resize.Pdf
    Indeks Risiko Bencana IRBI Indonesia Tahun 2013 Indeks Risiko Bencana Indonesia 2013 Pengarah Dody Ruswandi Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Penyusun Lilik Kurniawan 1. Barangsiapa dengan sengaja Sugeng Triutomo melanggar dan tanpa hak Ridwan Yunus melakukan perbuatan Mohd. Robi Amri sebagaimana dimaksud Arezka Ari Hantyanto dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat Pendukung (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling Elin Linawati singkat 1 (satu) bulan dan/ Firza Ghozalba atau denda paling sedikit Arie Astuti Wulandari Rp. 1.000.000,00 (satu juta Pratomo Cahyo Nugroho rupiah), atau pidana penjara Novi Kumalasari paling lama 7 (tujuh) tahun Gita Yulianti dan/atau denda paling banyak Elfina Rozita Rp. 5.000.000.000,00 (lima Danar Widhiyani Sri Wulandari milyar rupiah). Ageng Nur Ichwana 2. Barangsiapa dengan sengaja Cetakan Pertama, 2014 menyiarkan, memamerkan, Diterbitkan oleh : mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan Direktorat Pengurangan Risiko Bencana atau barang hasil pelanggaran Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan hak cipta atau hak terkait Gedung INA DRTG sebagai dimaksud pada Ayat Kawasan Indonesia Peace and Security (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Center (IPSC), Bukit Merah Putih, Kecamatan tahun dan/atau denda paling Citeureup-Sentul, Provinsi Jawa Barat banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). ISBN : 978-602-70256-0-8 IRBI 2013 iii Indeks Risiko Bencana Indonesia 2013 ABSTRAK ntuk mengetahui secara rinci Perubahan terminologi dari Indeks Rawan tingkat kerawanan daerah di Bencana pada edisi tahun 2009 dan 2011 Uwilayah Negara Indonesia, BNPB menjadi Indeks Risiko Bencana pada edisi telah melakukan penilaian tentang Indeks 2013 didasarkan atas penyesuaian yang Kerawanan Bencana Indonesia (2009) digunakan oleh Undang-Undang Nomor yang diperbaharui dengan Indeks Rawan 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Indonesia (2011).
    [Show full text]
  • 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar
    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerajaan Koto Besar diperkirakan telah ada sejak akhir abad ke-17 Masehi.1 Koto Besar tumbuh dan berkembang bersama daerah-daerah lain yang berada di bekas wilayah Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi).2 Daerah-daerah ini merupakan kerajaan kecil yang bercorak Islam dan berafiliasi dengan Kerajaan Pagaruyung, seperti Pulau Punjung yang dikenal sebagai camin taruih (perpanjangan tangan) Pagaruyung untuk daerah Hiliran Batanghari, serta penguasa lokal di ranah cati nan tigo, yaitu Siguntur, Sitiung dan Padang Laweh.3 Koto Besar menjadi satu-satunya kerajaan di wilayah ini yang tidak berpusat di pinggiran Sungai Batanghari.4 Lokasi berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut merupakan daerah rantau dalam konsep alam Minangkabau.5 Pepatah adat Minangkabau mengatakan, 1 Merujuk pada tulisan yang tercantum pada stempel peninggalan Kerajaan Koto Besar yang berangkakan tahun 1697 Masehi. 2 Kerajaan Melayu Dharmasraya (Swarnabumhi) adalah sebuah kerajaan yang bercorak Hindu Buddha dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Melayu Jambi yang bermigrasi dari muara Sungai Batanghari. Kerajaan Melayu Dharmasraya hanya bertahan sekitar dua abad (1183 – 1347), setelah dipindahkan oleh Raja Adityawarman ke pedalaman Minangkabau di Saruaso. Bambang Budi Utomo dan Budhi Istiawan, Menguak Tabir Dharmasraya, (Batusangkar : BPPP Sumatera Barat, 2011), hlm. 8-12. 3 Efrianto dan Ajisman, Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Dharmasraya, (Padang: BPSNT Press, 2010), hlm. 84. 4 Menurut Tambo Kerajaan Koto Besar dijelaskan bahwa Kerajaan Koto Besar berpusat di tepi Sungai Baye. Hal ini juga dikuatkan oleh catatan Kontroler Belanda Palmer van den Broek tanggal 15 Juni 1905. Lihat, Tambo Kerajaan Koto Besar, “Sejarah Anak Nagari Koto Besar yang Datang dari Pagaruyung Minangkabau”. Lihat juga, “Nota over Kota Basar en Onderhoorige Landschappen Met Uitzondering van Soengei Koenit en Talao”, dalam Tijdschrift voor Indische, “Taal, Land en Volkenkunde”, (Batavia: Kerjasama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dan Batavia Albrecht & Co., 1907), hlm.
    [Show full text]
  • Tanah Liek Batik's Industry in West Sumatra
    Advances in Economics, Business and Management Research (AEBMR), volume 92 3rd International Conference on Accounting, Management and Economics 2018 (ICAME 2018) Tanah Liek Batik’s Industry in West Sumatra (a Study of Development Problems) Rose Rahmidani1, Armiati2 and Dessi Susanti3 1Unversitas Negeri Padang, Indonesia, e-mail: [email protected] 2Unversitas Negeri Padang, Indonesia, e-mail: [email protected] 3Unversitas Negeri Padang, Indonesia, e-mail: [email protected] Abstract: This study aims to identify the problems faced by the Batik Tanah Liek industry in West Sumatra thus, based on this identification can be found a solution to solve the problem. The research method used is a qualitative method. The study was conducted in three locations, namely Dharmasraya District, South Coastal District and Padang City. Data collection was done by observation, and in-depth interviews. Data analysis techniques were carried out using qualitative analysis. The results showed that the problems faced by the Tanah Liek batik industry in West Sumatra were: expensive product prices, lack of promotion and marketing, difficulty obtaining additional capital, less strategic business locations, sources of raw materials from outside the island, difficulty in getting competent employees, support from the local government has not been maximized, business management has not been good, the marketing area is still limited, and quality is still inferior compared to batik from Java. Based on the description of the problems faced by batik Tanah Liek creative industry in West Sumatra, the alternative form or solution that can be done is; providing business capital assistance, providing training in promotion and marketing techniques, providing financial report writing training, providing trademark and copyright management training, providing business management training, providing production training for workers, and promoting batik Tanah Liek to all West Sumatran and outsiders West Sumatra.
    [Show full text]
  • Bupati Dharmasraya
    SALINAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DHARMASRAYA TAHUN 2011 - 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DHARMASRAYA, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Dharmasraya dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dharmasraya Tahun 2011 – 2031; Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4249); 5.
    [Show full text]
  • Southeast Sumatra in Protohistoric and Srivijaya Times: Upstream-Downstream Relations and the Settlement of the Peneplain Pierre-Yves Manguin
    Southeast Sumatra in Protohistoric and Srivijaya Times: Upstream-Downstream Relations and the Settlement of the Peneplain Pierre-Yves Manguin To cite this version: Pierre-Yves Manguin. Southeast Sumatra in Protohistoric and Srivijaya Times: Upstream- Downstream Relations and the Settlement of the Peneplain. Cambridge Scholars Publishing. From distant tales : archaeology and ethnohistory in the highlands of Sumatra, pp.434-484, 2009, 978-1- 4438-0497-4. halshs-02521657 HAL Id: halshs-02521657 https://halshs.archives-ouvertes.fr/halshs-02521657 Submitted on 27 Mar 2020 HAL is a multi-disciplinary open access L’archive ouverte pluridisciplinaire HAL, est archive for the deposit and dissemination of sci- destinée au dépôt et à la diffusion de documents entific research documents, whether they are pub- scientifiques de niveau recherche, publiés ou non, lished or not. The documents may come from émanant des établissements d’enseignement et de teaching and research institutions in France or recherche français ou étrangers, des laboratoires abroad, or from public or private research centers. publics ou privés. From Distant Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra Edited by Dominik Bonatz, John Miksic, J. David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz From Distant Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra, Edited by Dominik Bonatz, John Miksic, J. David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz This book first published 2009 Cambridge Scholars Publishing 12 Back Chapman Street, Newcastle upon Tyne, NE6 2XX, UK British Library Cataloguing in Publication Data A catalogue record for this book is available from the British Library Copyright © 2009 by Dominik Bonatz, John Miksic, J. David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz and contributors All rights for this book reserved.
    [Show full text]
  • Read This Article
    International Seminar for UNESCO Integral Study of the Silk Roads: Roads of Dialogue: “India and the Roman world between 1st and 4th Century A.D.”, “India’s Cultural Relationship with East and Southeast Asia during the 4th to 13th Century A.D.”. 19-24 December 1990. Madras, India. Trade Contacts with the Indonesian Archipelago: 6th to 14th Centuries E. Edwards McKinnon Sea routes from South India and Sri Lanka to the Indonesian islands of Sumatra, Java, Bali, Kalimantan, Sulawesi and beyond appear to have been established by the beginning of the Christian era. Tangible evidence for such contacts appears in the form of Romano-Indian rouletted ware of the first or second centuries A.D. found in the Buni area of West Java (Walker & Santoso 1977) and, more recently, from controlled excavations at Sembiran on the north coast of Bali (Ardika 1989). An early bronze Buddha of Amaravati type from Sulawesi indicates possible connections with Sri Lanka by the c5. Evidence of Indianising influences, from Sanskrit inscriptions written in Tamil Grantha characters of the early/mid fifth century, appears in East Kalimantan and West Java. Monsoons: the crossing of the Oceans. The monsoon winds, which carried ships across the Indian Ocean, blow for six months of the year in one direction and for the other six in the opposite way. Although the changeover periods are somewhat squally, with unsteady winds, the monsoons themselves provide favorable conditions to blow ships from Arabia to China and back. From the end of October to January or February, the northeast monsoon carried ships from Java and Sumatra to Sri Lanka and South India in relatively fine weather.
    [Show full text]
  • The Local Wisdom in Marine Resource Conservation for Strategies of Poverty Reduction in Indonesia
    TUMSAT-OACIS Repository - Tokyo University of Marine Science and Technology (東京海洋大学) The local wisdom in marine resource conservation for strategies of poverty reduction in Indonesia 学位名 博士(海洋科学) 学位授与機関 東京海洋大学 学位授与年度 2018 学位授与番号 12614博乙第35号 権利 全文公表年月日: 2019-06-25 URL http://id.nii.ac.jp/1342/00001758/ Doctoral Dissertation THE LOCAL WISDOM IN MARINE RESOURCE CONSERVATION FOR STRATEGIES OF POVERTY REDUCTION IN INDONESIA March 2019 LUCKY ZAMZAMI i To the Villagers of South Tiku ii TABLE OF CONTENTS Table of Contents ..................................................................................................... iii List of Tables ........................................................................................................... v List of Figures .......................................................................................................... vi List of Photos ........................................................................................................... vii Acknowledgment ..................................................................................................... viii Preface ..................................................................................................................... ix CHAPTER I: INTRODUCTION ......................................................................... 1 1. Background ........................................................................................................ 1 2. Ethnographical Setting ......................................................................................
    [Show full text]
  • Bentuk, Fungsi Dan Makna Motif Carano Kerajaan Siguntur Di Dharmasraya
    BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA MOTIF CARANO KERAJAAN SIGUNTUR DI DHARMASRAYA Nur Fitri Handayani PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG Wisuda Periode September 2013 PERSETUJUAN PEMBIMBING BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA MOTIF CARANO KERAJAAN SIGUNTUR DI DHARMASRAYA Nur Fitri Handayani Artikel ini disusun berdasarkan skripsi Nur Fitri Handayani untuk persyaratan wisuda periode September 2013 dan telah diperiksa/disetujui oleh kedua pembimbing Padang, Agustus 2013 i ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan 1) Bentuk motif carano Kerajaan Siguntur di Dharmasraya 2) Fungsi motif carano Kerajaan Siguntur di Dharmasraya 3) Makna motif carano Kerajaan Siguntur di Dharmasraya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari dua jenis data yaitu data primer, berupa keterangan lisan dari beberapa ahli waris kerajaan Siguntur dan ahli motif ukiran, data sekunder adalah dokumen tertulis maupun berupa foto dan literature kepustakaan. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, klasifikasi data, display data dan penarikan kesimpulan. Pengecekkan keabsahan temuan dilakukan dengan teknik triangulasi sumber. Hasil penelitan yang ditemukan adalah bentuk, fungsi dan makna motif carano Kerajaan Siguntur di Dharmasrasya. Kata Kunci: Carano Kerajaan Siguntur di Dharmasraya. ABSTRAC The purpose of this study is to describe 1) Carano motif form in the Siguntur Kingdom, 2) Carano motif functions in the Siguntur Kingdom, 3) Carano motif meaning in the Siguntur Kingdom. This research uses descriptive qualitative method. Sources of data in this study were obtained form two types of data are primary data, in the form of oral testimony of a royal heir Siguntur and expert carving patterns, secondary data is a written document in the form of photographs and literature.
    [Show full text]
  • Analisis Pengangkatan Dan Pergantian Kekuasaan Di Kesultanan Palembang
    TRADISI POLITIK MELAYU : ANALISIS PENGANGKATAN DAN PERGANTIAN KEKUASAAN DI KESULTANAN PALEMBANG Dr. Mohammad Syawaludin Muhammad Sirojudin Fikri. M.Hum KATA SAMBUTAN Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur kita haturkan atas kehadirat Allah Swt, karena berkat limpahan rahmat dan inayah-Nya kita masih diberi nikmat kesehatan, sehingga mampu melaksanakan semua aktivitas keseharian kita. Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan kita pada pencerahan spiritual dan intelektual, sehingga menemukan hakikat makna kesejatian nilai-nilai kemanusiaan universal. Alhamdulillahirobbil’alamin, buku berjudul “Tradisi Politik Melayu : Analisis Pengangkatan dan Pergantian Kekuasaan di Kesultanan Palembang” telah selesai ditulis dan sudah terbit di tangan pembaca. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Namun, penulis tetap berharap agar laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran dari penulisan laporan penelitian ini sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada penulisan berikutnya. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih Akhirnya, semoga buku dihadapan pembaca ini dapat bermanfaat dan Allah Swt selalu memberi petunjuk dan hidayah-Nya pada kita semua.Amin.Selamat Membaca!. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Palembang, Oktober 2019 Penulis iii iv DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kabupaten
    BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kabupaten Dharmasraya dengan ibukota Pulau Punjung adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Barat yang berada di persimpangan jalur lintas Sumatera yang menghubungkan antara Padang, Pekanbaru hingga Jambi. Terletak di ujung tenggara Sumatera Barat antara 00 47’ 7” LS – 10 41’56” LS & 1010 9’ 21” BT- 1010 54’ 27” BT. Kondisi dan topografi Kabupaten Dharmasraya mayoritas merupakan lahan datar dengan ketinggian dari 82 meter sampai 1.525 meter dari permukaan laut. Sebelah utara Kabupaten Dharmasraya berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung dan Provinsi Riau, sebelah selatan dan di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jambi sedangkan di sebelah Barat dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Dharmasraya merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat, yang juga merupakan Kabupaten paling muda di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.38 Tahun 2003. Secara geografi Kabupaten Dharmasraya berada di ujung tenggara Provinsi Sumatera Barat dengan topografi daerah bervariasi antara berbukit, bergelombang dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 m – 1.500 m di atas permukaan laut. Kabupaten Dharmasraya berkembang sebagai salah satu penghasil kelapa sawit dan karet, dan dua tanaman inilah yang menyumbang pendapatan daerah paling besar bagi Dharmasraya, sehingga ia merasa mampu 1 untuk menjadi Kabupaten sendiri memisahkan diri dari Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Nama Dharmasraya sendiri tentu tidak begitu asing di telinga kita dikarenakan Dharmasraya merupakan Ibukota Kerajaan Melayu di Swharnabhumi atau yang biasa kita ketahui sebagai Sumatra. Lalu jika kita mengkaji lebih dalam maka akan kita temui hubungan antara Kerajaan Dharmasraya dan juga Kabupaten Dharmasraya yang tidak lain merupakan wilayah Kerajaan Dharmasraya itu sendiri.
    [Show full text]
  • Returning to the Religion of Abraham: Controversies Over the Gafatar Movement in Contemporary Indonesia
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Digilib UIN Sunan Kalijaga Islam and Christian–Muslim Relations ISSN: 0959-6410 (Print) 1469-9311 (Online) Journal homepage: https://www.tandfonline.com/loi/cicm20 Returning to the Religion of Abraham: Controversies over the Gafatar Movement in Contemporary Indonesia Al Makin To cite this article: Al Makin (2019) Returning to the Religion of Abraham: Controversies over the Gafatar Movement in Contemporary Indonesia, Islam and Christian–Muslim Relations, 30:1, 87-104, DOI: 10.1080/09596410.2019.1570425 To link to this article: https://doi.org/10.1080/09596410.2019.1570425 Published online: 05 Feb 2019. Submit your article to this journal Article views: 103 View Crossmark data Full Terms & Conditions of access and use can be found at https://www.tandfonline.com/action/journalInformation?journalCode=cicm20 ISLAM AND CHRISTIAN–MUSLIM RELATIONS 2019, VOL. 30, NO. 1, 87–104 https://doi.org/10.1080/09596410.2019.1570425 Returning to the Religion of Abraham: Controversies over the Gafatar Movement in Contemporary Indonesia Al Makin Sociology of Religion, Sunan Kalijaga State Islamic University, Yogyakarta, Indonesia ABSTRACT ARTICLE HISTORY This article explores the idea of ‘Milah Abraham’, a term used and Received 18 January 2018 advocated by Ahmad Mushaddeq and Mahful Muis, the founders of Accepted 12 January 2019 Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara/Archipelagic Dawn Movement). KEYWORDS Mahful Muis, a prominent companion of Mushaddeq, has written New religious movement; many works about the idea of the religion of Abraham. This article pluralism; religion of answers the questions of how the idea of Milah Abraham emerged, Abraham; Ahmad and what are the implications of its emergence in the context of Mushaddeq; Gafatar; Mahful plural Indonesian Islam.
    [Show full text]