MENGENAL KERAJAAN TANAH BUMBU: BERPOROS MARITIM : (Sejarah Perkembangan Politik Wilayah Kesultanan Banjar Di Tenggara Kalimantan Selatan Abad 17 Sampai 19) *

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

MENGENAL KERAJAAN TANAH BUMBU: BERPOROS MARITIM : (Sejarah Perkembangan Politik Wilayah Kesultanan Banjar Di Tenggara Kalimantan Selatan Abad 17 Sampai 19) * MENGENAL KERAJAAN TANAH BUMBU: BERPOROS MARITIM : (Sejarah Perkembangan Politik Wilayah Kesultanan Banjar di Tenggara Kalimantan Selatan Abad 17 Sampai 19) * Rusdi Effendi 2 [email protected] PENDAHULUAN Bertahun-tahun penulis menjadi bingung atas kesimpang-siuran ceritera rakyat yang berkembang pada masyarakat di daerah Batulicin, Pagatan, Sebamban, Kusan Hulu hingga di Kotabaru tentang Kerajaan Tanah Bumbu, terutamanya tentang tokoh pendiri Kerajaan Tanah Bumbu. Kesimpang siuran tersebut dari ceritera yang irasional terbelenggu pada mitos atau legenda lebih menonjol jika dibandingkan pola keilmiahan sangat kental pada lidah informan lokal apabila dimintakan bertutur tentang ceritera tersebut selalu terkait dengan Sultan-sultan Banjar dengan berbagai kebijakannya. Setelah Kabupaten Tanah Bumbu berdiri tahun 2003 hasil pemekaran dari Kabupaten Kotabaru, seakan-akan Kabupaten inilah yang dianggap bagian dari Kerajaan Tanah Bumbu tersebut. Buku yang agak diharapkan bisa membuka tabir tentang Kerajaan Tanah Bumbu dan Sejarah Kotabaru hadir dengan titel “Sejarah Kotabaru” (2009) belum puas untuk dibaca, mengingat Kerajaan Pagatan hanya terdapat empat lembar saja (halaman 62-66), Kerajaan Tanah Bumbu dan Sampanahan (halaman 67-68) dua lembar dan didalamnya terdapat setengah halaman tentang Kerajaan Sebamban, Jadi memerlukan penelitian akan hal ini. Dengan rasa penasaran tersebut akhirnya penulis berusaha mencari arsip atau dokumen berupa laporan pemerintah Kolonial Belanda, alhasil dengan ditemukannya laporan ekspedisi Schwaner tahun 1853, dimana ia pernah tinggal di kawasan Tanah Bumbu, Pagatan dan Pulau Laut dari tahun 1846 hingga laporan tersebut ditulis tahun 1853 sangat menolong membuka tabir sejarah tentang sejarah Kerajaan Tanah Bumbu. Melalui tulisan ini * Dipresentasikan pada Seminar Nasional Kesejarahan, Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat. ** Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat. [105] diringkaskan hasil penelitian berupa draft pra buku “Tanah Bumbu dalam Sejarah” tentang Keberadaan, perkembangan Kerajaan Tanah Bumbu yang merupakan pemekaran dari kekuasaan politik wilayah Kesultanan Banjar di bagian Tenggara Kalimantan Selatan dari abad 17 hingga Abad ke-19 ternyata tidak bisa diabaikan begitu saja dalam sejarah di wilayah ini. Jauh sebelum berdirinya Kabupaten Kotabaru yang meliputi gabungan Pulau Laut dan Tanah Bumbu, ternyata wilayah ini telah memilki peristiwa- peristiwa bersejarah di masa lalunya. Dengan berbagai kesimpang-siuran ceritera mengenai sejarah pelan-pelan mulai diluruskan. Penulis mencoba membuka tabir untuk melihat titik terang peristiwa sejarah di daerah ini khususnya di Tanah Bumbu jauh sebelum pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003, Tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan, 5 (lima) kecamatan yang diberikan pemerintah Republik Indonesia sebagai hasil pemekaran untuk Kabupaten Tanah Bumbu berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Kotabaru. Kelima kecamatan tersebut di atas sebelum dilakukan pemekaran tahun 2003 adalah bagian kecamatan yang berada dalam lingkup administratif pemerintahan Kabupaten Kotabaru. Jika ditengok agak ke belakang dengan tinjauan peristiwa sejarah sebelumnya Kabupaten Kotabaru terbentuk juga melalui proses sejarah yang panjang dengan bagian berdirinya Republik Indonesia setelah perjuangan revolusi fisik di daerah-daerah di Indonesia untuk melepaskan diri dari masa penjajahan Belanda sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Peristiwa penting sebagai evolusi negeri ini dalam berusaha melepaskan diri dan meminta pengakuan kedaulatan dunia Internasional seperti usaha yang menghasilkan Perjanjian Linggarjati 25 Maret 1947, dimana pengakuan pihak Belanda akan kedaulatan Republik Indonesia hanya meliputi Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Madura. Kemudian usaha tokoh-tokoh Republik Indonesia dengan diplomasi menghasilkan Perjanjian Renville 17 Januari 1948, wilayah Republik Indonesia semakin sempit dan merugikan. Tanggal 17 Mei 1948 Perjanjian Roem-Royen menghasilkan kesepakatan pemerintah Republik Indonesia di kembalikan ke Yogyakarta dan delegasi tokoh-tokoh diplomasi Republik Indonesia terus berjuang menuju [106] Konferensi Meja Bundar di Den Haag Negeri Belanda. Hasil kesepakatan 23 Agustus 1949 perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) dimana Kerajan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Dampak Republik Indonesia Serikat tersebut bagi di daerah Kalimantan termasuk bagian RIS dengan pembentukan Borneo dan Timur Besar. Untuk wilayah di bagian tenggara dikeluarkannya Surat Keputusan Letnan Gubernur Jenderal tanggal 18 Januari 1947 Nomor 2 Staatblad 1847 No. 3 yang kemudian diubah dengan Staatblad 1947 No.112 Jo Staatblad 1948 No. 189 dibentuk struktur pemerintahan Hindia Belanda di Kotabaru: (1) Neo Swapraja ( Neo Landschap ) Pulau Laut dan Neo Swapraja ( Neo Landschap ) Pasir; (2) Neo Swapraja (Nep Landschap) Pagatan Staatblad 1947 No. 37 Jo. Staatblad 1948 No. 50; (3) Neo Swapraja (Neo Landschap) Cantung Sampanahan. Berdasarkan hal itulah dibentuk Dewan Kotabaru. Dalam Konferensi I antara RI-Belanda di Yogyakarta, 29 Juli 199 dan Konferensi antara Indonesia II di Jakarta, 31 Juli 1949, Kotabaru masuk dalam B.F.O ( Bijoonkomen voor Federal Overleg ). Hasil Konferensi tersebut melahirkan Republik Indonesia dan RIS (Republik Indonesia Serikat). Rakyat Kotabaru tidak puas karena wilayahnya masuk RIS dan para tokoh Kotabaru dan Pagatan melakukan perjuangan untuk lepas dari RIS. Usaha tersebut membawa hasil dan tuntutan tersebut disetujui, Dewan Kotabaru dan Dewan Banjar dibubarkan, berdasarkan Keputusan Presiden RIS tanggal 4 April 1950 No. 137 dan No. 138 dimasukan ke dalam wilayah Republik Indonesia kesatuan Yogyakarta. Dalam keadaan situasi yang masih darurat, maka dibentuklah Dewan Pemerintahan Daerah Sementara beranggotakan Muchtar Hamzah, Usman Dunrung dan Ali Kumala Noor. Ketuanya adalah M. Yamani. Kepala daerah Kabupaten Kotabaru berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan tanggal 3 Agustus 1950 No. 161/OPB/17/73 dan diperbaiki pada tanggal 14 Agustus 1950 tentang pembentukan acting Kepala Daerah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Pada tahun 1951 M. Yamani dipindahkan ke daerah lain dan digantikan dengan A. Rasyid sebagai Kepala Daerah Kabupaten Kotabaru. Adapun wilayah pemerintahan Kabupaten Kotabaru menurut Undang- Undang Daerah No. 3 Tahun 1953 tentang pembentukan (resmi) Daerah [107] Otonom Kabupaten/Daerah Istemewa Tingkat Kabupaten dan Kota Besar dalam lingkungan Daerah di Propinsi Kalimantan Selatan adalah Wilayah Kabupaten Kotabaru meliputi kewedanaan-kewedanaan Pulau Laut, Tanah Bumbu dan Pasir. Kemudian berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959, menetapkan Undang-Undang Darurat No.3 Tahun 1953 sebelumnya sebagai Undang-Undang, maka wilayah Kabupaten Kotabaru dikurangi dengan kewedanaan Pasir. Dengan demikian Kabupaten Kotabaru sejak tahun 1959 adalah wilayah adminsitratif pemerintahannya meliputi Pulau Laut dan Tanah Bumbu. Dari proses evolutif perkembangan administrasi pemerintahan hingga sekarang ini di bagian Tenggara Kalimantan menghasilkan Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu (hasil pemekeraan tahun 2003) di wilayah Kalimantan Selatan dan Kabupaten Paser Tanah Grogot di Kalimantan Timur juga harus merelakan Kabupaten Penajam Paser Utara (hasil pemekaran tahun 2003). Terlepas dari garis administratif pemerintahan saat ini dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya Kabupaten Kota Baru dan Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan mempunyai sisi historis yang sama, yakni dimana di masa lampaunya adalah bagian dari Kerajaan Tanah Bumbu yang merupakan pemekaran dari Kesultanan Banjar di wilayah Tenggara Kalimantan Selatan. ASUMSI DAN ANALISIS SEPUTAR KERAJAAN TANAH BUMBU 1. Awal Mula Kerajaan Tanah Bumbu: Pendapat dan Analisis Mengenai asal-usul berdirinya Kerajaan Tanah Bumbu dan suku bangsa penyerang yang menghancurkan tatanan kerajaan orang Dayak di Pamukan di wilayah sekitarnya, beberapa pendapat menyatakan mereka adalah ‘lanun’ (bajak laut), ada juga yang membuat argumentasi penyebaran Islam dari Kerajaan Pasir dan umumnya menyatakan sebagai serangan para perompak yang tidak terorganisir. Versi Pertama ; mengenai asal-usul kerajaan Tanah Bumbu dipaparkan oleh Kasuma (1981) diantaranya menyebutkan, “Pada pemerintahan Kesultanan Banjar, penduduk asli yang terdiri dari orang-orang Dayak dari Kalimantan Tenggara telah berangkat ke Banjarmasin menghadap Sultan Banjar, Sultan Tamdjidillah gelar Panembahan Badarul Alam untuk [108] meminta agar Sultan menunjuk putera (laki-laki atau wanita) untuk dijadikan raja di daerah mereka. Maka untuk itu Sultan Banjar menunjuk puterinya menjadi raja di Tanah Bumbu. Kemudian dikenallah di Kerajaan Tanah Bumbu Ratu Intan I yang menjadi raja, sebelumnya daerah ini belum pernah diperintah oleh siapapun. Ratu Intan bersama dengan rombongan yang diserahi oleh beberapa pengawal kerajaan berangkat menuju daerah yang dimaksud, dibawa masuk sungai keluar sungai. Akhirnya Ratu Intan memilih sebuah anak sungai yang terletak di dalam sungai Cengal, yang bernama “Sungai Bumbu”. Ditempat inilah oleh pemuka-pemuka rakyat setempat didirikan sebuah Keraton yang disebut “ Dalam ”, maka Sungai Bumbu menjadi pusat perhatian orang-orang daerah itu, daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan beliau dinamai “Tanah Bumbu”. Mulailah berkembang sebuah Kerajaan Tanah Bumbu. 1 Tentang
Recommended publications
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • Narratology and New Historicism in Keong Mas
    NARRATOLOGY AND NEW HISTORICISM IN KEONG MAS Retnowati1; Endang Ernawati2 1, 2English Department, Faculty of Humanities, Bina Nusantara University Jln. Kemanggisan Illir III No. 45, Palmerah, Jakarta 11480, Indonesia [email protected]; [email protected] ABSTRACT The goal of this research was to know how the folktale Keong Mas was narrated based on Vladimir Propp’s Narratology (1968). Then the evidence in the story was compared to the historical evidence happening during the reign of the two dynasties in the Kediri Kingdom in the eleventh century using the theory of New Historicism. This research used a qualitative method which was based on library research. Furthermore, the research is to know that the work of literature is not always independent. It can be traced through the historical evidence in the folktale which becomes their clues. It is to inform the readers that a work of literature is actually the imitation, that is the reflection of the society. Keywords: elements of folktale, Propp’s narratology, new historicism, historical events INTRODUCTION Indonesian culture produces many kinds of the folktale. They are variously based on the tribes and the areas where the folktales come from. The characters in folktale would be the mirror of human life in the society (Hendra, 2013). Some of the folktales are now written, and some are translated into foreign languages such as English. The elements of folktale are generally part of the oral tradition of a group, more frequently told than read, passing down from one generation to another, taking on the characteristics of the time and place in which they are told, sometimes taking on the personality of the storyteller, speaking to universal and timeless themes, trying to make sense of our existence, helping humans cope with the world in which they live, or explaining the origin of something, often about the common person and may contain supernatural elements.
    [Show full text]
  • VU Research Portal
    VU Research Portal -- [Review of: Michael Southon (1996) The Naval of the Perahu; Meaning and Values in the Maritime Trading Economy of a Butonese Village] Schoorl, J.W. published in Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde 1996 document version Publisher's PDF, also known as Version of record Link to publication in VU Research Portal citation for published version (APA) Schoorl, J. W. (1996). -- [Review of: Michael Southon (1996) The Naval of the Perahu; Meaning and Values in the Maritime Trading Economy of a Butonese Village]. Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde, 152 (2), 326- 327. General rights Copyright and moral rights for the publications made accessible in the public portal are retained by the authors and/or other copyright owners and it is a condition of accessing publications that users recognise and abide by the legal requirements associated with these rights. • Users may download and print one copy of any publication from the public portal for the purpose of private study or research. • You may not further distribute the material or use it for any profit-making activity or commercial gain • You may freely distribute the URL identifying the publication in the public portal ? Take down policy If you believe that this document breaches copyright please contact us providing details, and we will remove access to the work immediately and investigate your claim. E-mail address: [email protected] Download date: 01. Oct. 2021 Book Reviews - R. Anderson Sutton, Wim van Zanten, Ethnomusicology in the Netherlands: present situation and traces of the past. Leiden: Centre of Non-Western Studies, Leiden University, 1995, ix + 330 pp.
    [Show full text]
  • Marketing the History of Kediri Through the Integrated Website "Kediri Kita.Com"
    ICIS 2020 2020 International Conference of Interdisciplinary Sciences No. Issue: 1 | Review and Perspective | pp. 25-30 Marketing the history of Kediri through the integrated website "kediri kita.com" Nevia Octi Nilasari1,*, , Bangun Prayogo2, Rendra T Sanjaya3, Ibnu Qoyyim4 1,2,3,4 Pascasarjana Universitas Islam Kadiri, Kediri, Indonesia [email protected]; [email protected] ; [email protected]; [email protected] * Correspondence: [email protected] Received: 19 January 2020; Accepted: 26 January 2020; Published: 5 July 2020 Abstract: the purpose of this study is design of website information to guide people find information of historical destination in Kediri. Kediri has a long history since the Hinduism- Buddhism era and Also the era of Dutch-Portuguese colonialism, it makes Kediri has many traces of history can still be seen today such as the temple of the kingdom of Kadiri, the kelud, and old Dutch buildings architecture such as Kediri station, the old bridge and many more. This makes a lot of tourists visiting Kediri, the tourists Generally seek many information through the Internet, but the information Obtained Generally unorganized, this is the reason for the developing a website that Provides a wide information about the history of Kediri, Routes of travel and hotels in Kediri in a single website. The method used content analysis and observation. An observation was conducted on the websites, literatures, and secondary of data on the internet about Kediri. The result has website that contains information of historical object in Kediri. Keywords: Community history of Kediri, website 1. Introduction Kediri is one of the cities in East Java that own many history, Kediri has many historical traces since Hinduism and Buddhism era also the era of Dutch and Portuguese colonialism.
    [Show full text]
  • Penyalur Bbm Pt Pertamina (Persero)
    PENYALUR BBM PT PERTAMINA (PERSERO) No. NO SPBU Nama Perusahaan Penyalur Bentuk Penyalur Alamat Kab/Kota Provinsi 1 1P.17512 BUMNAG BARINGIN GADA Pertashop KELURAHAN KAMANG II KEC. KAMANG BAR Kab Sijunjung Sumatera Barat 2 1P.20317 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop KEL. SIBAGANDING, KEC. BANGUN PURBA Kab Deli Serdang Sumatera Utara 3 1P.20319 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop KELURAHAN NAMORAMBE KEC. NAMORAMBE Kab Deli Serdang Sumatera Utara 4 1P.20321 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop DESA TIGA JUHAR, KECAMATAN STM HULU Kab Deli Serdang Sumatera Utara 5 1P.21113 -- Pertashop DESA LESTARI INDAH KECAMATAN SIANTA Kab Simalungun Sumatera Utara 6 1P.21213 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop KELURAHAN SERDANG KEC. MERANTI Kab Asahan Sumatera Utara 7 1P.21214 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop KELURAHAN SIMPANG IV KEC. SIMPANG I Kab Asahan Sumatera Utara 8 1P.21215 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop KELURAHAN RAHUNING KEC. PULAU RAKYA Kab Asahan Sumatera Utara 9 1P.21418 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop KEL. RINTIS, KEC. SILANGKITANG Kab Labuhan Bt Sel Sumatera Utara 10 1P.22101 -- Pertashop PARIBUN, KEC. BARUSJAHE Kab Karo Sumatera Utara 11 1P.22102 -- Pertashop LINGGA, SIMPANG EMPAT Kab Karo Sumatera Utara 12 1P.22222 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop DESA SILIMA KUTA, KEC. SITELU TALI Kab Pakpak Barat Sumatera Utara 13 1P.223.005 -- Pertashop MARTOBA, KEC. SIMANINDO Kab Samosir Sumatera Utara 14 1P.22303 -- Pertashop GAROGA, SIMANINDO Kab Samosir Sumatera Utara 15 1P.22304 -- Pertashop PASOBURAN, HABINSARAN Kab Toba Samosir Sumatera Utara 16 1P.22306 -- Pertashop PINTU POHAN,KEL. MERANTI UTARA Kab Toba Samosir Sumatera Utara 17 1P.22320 PT. PERTAMINA RETAIL Pertashop DESA HUTANAMORA KECAMATAN SILAEN Kab Toba Samosir Sumatera Utara 18 1P.22412 PT.
    [Show full text]
  • R. Anderson Sutton, Wim Van Zanten, Ethnomusicology in the Netherlands: Present Situation and Traces of the Past
    Book Reviews - R. Anderson Sutton, Wim van Zanten, Ethnomusicology in the Netherlands: present situation and traces of the past. Leiden: Centre of Non-Western Studies, Leiden University, 1995, ix + 330 pp. [Oideion; The performing arts worldwide 2. Special Issue]., Marjolijn van Roon (eds.) - T.E. Behrend, Willem Remmelink, The Chinese War and the collapse of the Javanese state, 1725-1743. Leiden: KITLV Press, 1994, 297 pp. [Verhandelingen 162]. - Erik Brandt, Eric Venbrux, A death in the Tiwi Islands; Conflict, ritual and social life in an Australian Aboriginal Community. Cambridge: Cambridge University Press, 1995, xvii + 269 pp. - Madelon Djajadiningrat-Nieuwenhuis, Tineke Hellwig, In the shadow of change; Images of women in Indonesian literature. Berkeley: University of California, Centers for South and Southeast Asia Studies, 1994, xiii + 259 pp. [Monograph 35]. - M. Estellie Smith, Peter J.M. Nas, Issues in urban development; Case studies from Indonesia. Leiden: Research School CNWS, 1995, 293 pp. [CNWS Publications 33]. - Uta Gärtner, Jan Becka, Historical dictionary of Myanmar. Metuchen, N.J.: Scarecrow Press, xxii + 328 pp. [Asian Historical Dictionaries 15]. - Beatriz van der Goes, H. Slaats, Wilhelm Middendorp over de Karo Batak, 1914-1919. Deel 1. Nijmegen: Katholieke Universiteit, Faculteit der Rechtsgeleerdheid, 1994, xvii + 313 pp. [Reeks Recht en Samenleving 11]., K. Portier (eds.) - Stephen C. Headley, Janet Carsten, About the house, Lévi-Strauss and beyond. Cambridge: Cambridge University Press, 1995, xiv + 300 pp., Stephen Hugh-Jones (eds.) - Stephen C. Headley, James J. Fox, Inside Austronesian houses; Perspectives on domestic designs for living. Canberra: Department of Anthropology, Research School of Pacific Studies, The Australian National University, 1993, x + 237 pp.
    [Show full text]
  • Region Kabupaten Kecamatan Kelurahan Alamat Agen Agen Id Nama Agen Pic Agen Jaringan Kantor
    REGION KABUPATEN KECAMATAN KELURAHAN ALAMAT AGEN AGEN ID NAMA AGEN PIC AGEN JARINGAN_KANTOR WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BALOKANG DUSUN CIAREN RT/RW 009/013 BALOKANG BANJAR 213DB0112P000072 WARUNG RATNASARI RATNASARI PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BALOKANG DUSUN CIAREN RT/RW 037/012 BALOKANG BANJAR 213DB0112P000131 KIOS ADAD DARTO PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BALOKANG DUSUN GARDU RT/RW 016/006 DESA BALOKANG 213DB0107P000010 SUMBER LELE SESTY DIAN RAHMITA PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BALOKANG DUSUN GARDU RT/RW 021/007 BALOKANG BANJAR 213DB0112P000071 WARUNG MISBAH MISBAH PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LING BANJAR RT/RW 001/004 BANJAR 213DB0112P000061 SILIWANGI CELL ELIN HERLINAWATI PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LING PINTUSINGA RT/RW 001/019 KOTA BANJAR 213DB0112P000046 YANS KONVEKSI YAYAN MULYANA PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LINGK BANJAR KOLOT RT/RW 002/015 BANJAR 213DB0112P000097 WARUNG BU NI'AH NI'AH PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LINGK CIBULAN RT/RW 005/006 KELURAHAN BANJAR 213DB0112P000033 KRISNA CELL KRISNA PIRBIANTIKA PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LINGK PARUNGLESANG RT/RW 001/007 BANJAR 213DB0113P000052 WITA KREDIT WITA MUSDALIFFAH PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LINGK PARUNGLESANG RT/RW 001/007 BANJAR 213DB0113P000082 AIRIN CELL NURAENI PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR BANJAR BANJAR LINGK PARUNGLESANG RT/RW 001/010 BANJAR 213DB0113P000087 REUG-REUG YOGI YOGIANTO PENSION CIAMIS WEST JAVA 2 BANJAR
    [Show full text]
  • Chapter IV Temples in Context of Religion and Politics |
    Chapter IV Temples in context of religion and politics architecture of the majapahit period The Javanese temples in general symbolically represent the mythical Mount Meru, the seat of the gods.1 The ways that this concept was incorporated into an architectural shape differed in Central and East Javanese art. While Central Javanese architecture has a concentric lay- out, East Javanese architecture displays a terraced and linear layout.2 The best example for Central Java is the Borobudur. This temple has been interpreted as a mandala, which is a concentric geometric structure.3 For the East Javanese period it is the Majapahit period which yielded the architectural characteristics in a most conspicuous way. The terraced structure is most obvious in the small-scale mountain sanctuaries, the layout of which follows the linear ascent of the mountain slope, such as Candi Kendalisodo and Candi Yudha on Mount Penanggungan. Most of these sanctuaries consist of a pemujaan, a place for worship, which is built in several terraces. In front or next to this structure there are often one or more small altars. Temple complexes such as Candi Panataran 1 Major publications in the field of ancient Javanese architecture are Krom 1923; Stutterheim 1931; Bernet Kempers 1959; Dumarçay 1986a, 1986b, 1993; Soekmono 1995. The issue of Mount Meru has been discussed by several authors, for example by Stutterheim (1931:13) and Bernet Kempers (1959:20-1). 2 Beyond the marked difference in layout it seems to me that there is also a difference in the size of East and Central Javanese temples, respectively. My impression is that most East Javanese temples are of a rather small scale compared to those in Central Java.
    [Show full text]
  • Panji and Inao: Questions of Cultural and Textual History
    Panji and Inao: Questions of Cultural and Textual History Stuart Robson* Abstract Rattiya Saleh's 1988 book Panji Thai dalam Perbandingan dengan Cerita-cerita Panji Melayu [The Thai Panji in Comparison with the Malay Panji Stories] presents us with a quantity of fresh information on the subject of the Panji literature and has the great advantage of approaching it from both the Malay and Thai sides. It is obviously a wide field, and difficult to master, so that Rattiya's insights are especially welcome. In particular, the link with Thailand had scarcely been touched upon in the past. Although the Panji stories have been the subject of scholarly interest for a long time, ever since W. H. Rassers's De Pandji-roman [The Panji Romance] of 1922, much subsequent comment was merely derivative, simply because not many examples had been edited, let alone translated or made more generally accessible. The starting point of interest in the Panji stories was, and is, the recognition that they represent a portion of the original creative production of the Javanese in the field of literature. Alongside themes borrowed from other regions, India in particular, this theme is one totally Javanese in inspiration. This assertion needs to be clarified against the background of the cultural history of Java. As has been said several times before, the group of stories which are dubbed "Panji stories" are not historical, but rather epic and romantic in character. However, it should be stated that they may well have links with a historical period, and that the places mentioned existed in specific geographical locations, which served as points of departure for further development and spread of the stories.
    [Show full text]
  • DIREKTORI PERUSAHAAN KEHUTANAN Directory of Forestry Estate 2015
    Katalog BPS: 1305070 DIREKTORI PERUSAHAAN KEHUTANAN Directory of Forestry Estate 2015 http://www.bps.go.id BADAN PUSAT STATISTIK http://www.bps.go.id DIREKTORI PERUSAHAN KEHUTANAN 2015 ISSN. 2089-242x No. Publikasi : 05230.1503 Katalog BPS : 1305070 Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman / Number of Pages : vi + 98 halaman / pages Naskah : Subdirektorat Statistik Kehutanan Gambar Kulit : Subdirektorat Statistik Kehutanan Diterbitkan oleh / Published by : Badan Pusat Statistik – Republik Indonesia http://www.bps.go.id - Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya - Direktori Perusahaan Kehutanan iii 2015 Publikasi Direktori Perusahaan Kehutanan 2015 merupakan kelanjutan publikasi tahun-tahun sebelumnya dengan berdasarkan hasil updating direktori perusahaan kehutanan oleh BPS, Kementerian Kehutanan dan Instansi lainnya. Publikasi ini memuat nama dan alamat perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Pada Hutan Alam/Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Pada Hutan Tanaman/perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan (HPHT, Perum Perhutani, dan Perusahaan Lainnya) serta Perusahaan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di Indonesia. Adapun perusahaan- perusahaan tersebut adalah yang memiliki status aktif menurut Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan dengan masa berlaku SK minimal hingga 2014. Untuk memudahkan pemahaman dan pemanfaatan publikasi ini, direktori disusun berdasarkan jenis perusahaan dan provinsi, dan disertakan pula penjelasan teknis. Diharapkan publikasi ini dapat bermanfaat, baik bagi perusahaan bagi banyak pihak untuk berbagai keperluan. Tanggapan dan saran dari pengguna publikasi ini untuk perbaikan yang akan datang. Akhirnya pada kesempatan ini kami mengucapakan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan publikasi ini. Jakarta, Oktober 2015 http://www.bps.go.idKepala Badan Pusat Statistik Dr.
    [Show full text]
  • J. Noorduyn Majapahit in the Fifteenth Century In: Bijdragen Tot
    J. Noorduyn Majapahit in the fifteenth century In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 134 (1978), no: 2/3, Leiden, 207-274 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com10/09/2021 12:03:09PM via free access J. NOORDUYN MAJAPAHIT IN THE FIFTEENTH CENTURY* Introduction If the name Majapahit evokes a picture of a powerful empire politically and culturally dominating the whole of the Indonesian Archipelago, it is invariably the image of Majapahit as it flourished in the fourteenth century that presents itself to the mind, Majapahit as it was in the time of its great king Hayam Wuruk (1350-1389) and his still greater minis- ter Gajah Mada (d. 1364), in the time of the famous poets Prapafica and Tantular, and of the sculptors of such reliëfs as have been preserved on the Surawana, Tigawangi and Këdaton temples. This golden age of Majapahit, however, was followed by a much longer period which, in contrast with the former, has been described as an age of decline and disintegration. The final chapter of Krom's still unsurpassed Hindu-Javanese History (1931:426-467) bears the ominous title "Decline and Fall of the Hindu-Javanese Power", and is pervaded by the idea Üiat Java's history of the fifteenth century was characterized by the unmistakably progressive decline of the previously unrivalled power of Majapahit. * The research on the subject of the present article was begun in 1969, and progressed slowly and intermittently in the few spare hours available for it in the years after that.
    [Show full text]
  • Download This PDF File
    Volume 1 issue 2, Juli 2019 ISSN: 2654-6388 This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. PENGARUH AIRLANGGA TERHADAP KEMAJUAN KERAJAAN MEDANG KAMULAN Muhammad Fikri1, Syarifuddin 1 College student, History of Education. E-mail: [email protected] ARTICLE INFO ABSTRACT Keywords: The writing is titled "Effect of Airlangga on the Progress of the Airlangga, Kingdom of Medang Kamulan Kingdom". This writing uses various Medang Kamulan, Policy sources ranging from books to journals. This writing dissects Airlangga's policy as king of the progress of Medang Kamulan How to cite: as its main focus. Airlangga is inseparable from the progress of Muhammad Fikri (2019). Pengaruh Airlangga the Medang Kamulan Kingdom. As a cultural heritage that has terhadap Kemajuan an influence on the Hindu Medang Kamulan Kingdom. Kerajaan Medang Kamulan. Jambura, Keywords: Airlangga, Kingdom of Medang Kamulan, Policy History and Culture Journal, 1(2), 119-125 DOI: Copyright © 2019. JHCJ. All rights reserved. 1. Pendahuluan Sekitar abad ke-10, ibukota Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah bertolak menuju Jawa Timur dengan hal-hal yang menyertai pemindahan sangat perhitungkan. Pandangan dahulunya mengemukakan bahwa akibat musibah semburan Gunung Merapi dan sawah tidak terurus karena para kaum pria digunakan tenaganya untuk memahat candi. Pandangan sekarang mengemukakan bahwa dua faktor penyebabnya, yaitu satu, faktor topografis Bumi Mataram terisolasi maka Jawa Timur lebih terbuka dengan kegiatan jual beli di berbagai bangsa. Bengawan Solo dan Sungai Brantas sebagai jalur keluar masuk perdagangan pribumi dengan pesisir laut serta tanahnya subur daripada Jawa Tengah setelah digunakan. Dua, pemecahan masalah pemerintahan, karena Dinasti Syailendra melarikan diri ke Sumatera setelah Jawa Tengah terampas oleh Dinasti Sanjaya , dengan berdiam tempat di Sumatera kemudian Sriwijaya dapat memegang kepemimpinannya.
    [Show full text]