HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN SEI NIPAH DESA SEI NAGALAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

YULIANA RAMERIA PARDEDE 160302072

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

Universitas Sumatera Utara HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN SEI NIPAH DESA SEI NAGALAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

YULIANA RAMERIA PARDEDE 160302072

Skripsi Sebagai Salah Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama: Yuliana Rameria Pardede

NIM : 160302072

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Hubungan Keanekaragaman

Makrozoobentos dengan Parameter Fisika Kimia di Perairan Sei Nipah Desa

Sei Nagalawan Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Maret 2021

Yuliana Rameria Pardede NIM. 160302072

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

PARDEDE, YULIANA RAMERIA. Hubungan Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Parameter Fisika Kimia di Perairan Sei Nipah Desa Sei Nagalawan Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan IPANNA ENGGAR SUSETYA.

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme yang dapat menunjukkan perubahan parameter fisika dan kimia di perairan karena sifatnya yang cenderung menetap di dasar perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter fisika dan kimia di perairan. Penelitian ini dilakukan di Perairan Sei Nipah, Desa Sei Nagalawan, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Oktober 2020. Lokasi pengambilan sampel makrozoobentos dengan menentukan 3 stasiun yang ditarik sepanjang 20 meter dari garis pantai secara tegak lurus menuju laut menggunakan metode purposive sampling dengan membentuk kuadran/plot dari pipa ukuran 1x1 meter yang diletakkan secara horizontal. Nilai rata-rata keanekaragaman makrozoobentos yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah 1,9-2,4 yang termasuk ke dalam kategori sedang. Hubungan parameter fisika dan kimia dengan keanekaragaman makrozoobentos berdasarkan analisis PCA di perairan Sei Nipah berkorelasi negatif dengan kecerahan, DO, dan kecepatan arus. Sementara itu, perairan Sei Nipah berkorelasi positif dengan suhu, kedalaman, pH, salinitas, nitrat, fosfat, C-organik.

Kata kunci: Sei Nipah, Keanekaragaman makrozobentos, substrat, parameter fisika dan kimia perairan, PCA

i

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

PARDEDE, YULIANA RAMERIA. Relationship of macrozoobenthos diversity with chemical physical parameters in the waters of Sei Nipah village of Sei Nagalawan North Sumatera province. Under IPANNA ENGGAR SUSETYA guidance.

Macrozoobenthos is one of the organisms that can show changes in the parameters of physics and chemistry in the water because of its volatile nature. The research aims to analyze the correlation of macrozoobenthos diversity to the parameters of physics and chemistry in the water. The study was carried out in the waters of Sei Nipah, village of Sei Nagalawan North Sumatera province on October 2020. The macrozoobenthic sampling location was determined by determining 3 stations which were drawn along 20 meters from the coastline perpendicular to the sea using a purposive sampling method of forming a quadrant / plot of a 1x1 meter pipe placed horizontally. The average value of macrozoobenthos diversity obtained through research is 1.9-2.4, which falls into the medium category. Relationship parameters of physics and chemistry with macrozoobenthos based on PCA analysis in Sei Nipah correlated negative with brightness, DO, and flow speed. Meanwhile, the waters of Sei Nipah are correlated positively with temperature, depth, pH, salinity, nitrates, phosphate, C-organic.

Key words: Sei Nipah, Diversity of macrozoobenthos, substrate, chemical physical parameters, PCA

ii

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Balikpapan pada tanggal

27 Juli 1998 dari Bapak Ir. Jumar Pardede dan Ibu

Adelina Leomora Naibaho. Penulis merupakan

anak ke pertama dari dua bersaudara. Penulis

mengawali pendidikan formal di TK St. Maria,

Balikpapan pada tahun 2003-2004. Selanjutnya

penulis menempuh pendidikan di SD Katolik St.

Theresia Balikpapan pada tahun 2004-2008, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Swasta YKPP Sungai Pakning pada tahun 2008-2010.

Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di SMP Swasta YKPP Sungai Pakning pada tahun 2010-2013. Kemudian pada tahun 2013 penulis diterima di SMA

Negeri 1 Bukit Batu hingga tahun 2016. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan S-1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Mandiri.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten laboratorium pada beberapa praktikum yaitu Fisiologi Hewan Air pada tahun

2017-2018, Pengkajian Stok Ikan dan Pengelolaan Pesisir Terpadu pada tahun

2019-2020. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan

Juli-Agustus 2019 di Desa Dokan, Kabupaten Karo dan penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Karantina Ikan,

Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kelas I Medan I pada bulan Februari 2020. Penulis juga mengikuti organisasi luar kampus yaitu

Earth Hour Medan pada tahun 2019.

iii

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Segala hormat kemuliaan dan puji syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menjadi penopang dan teman terbaik penulis sepanjang hidupnya. Atas kemurahan, kasih setia dan berkat-Nya yang melimpah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan

Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Parameter Fisika Kimia di

Perairan Sei Nipah Desa Sei Nagalawan Provinsi Sumatera Utara” guna memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai Gelar Sarjana Perikanan di

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulisan skripsi ini tidak lepas berbagai pihak yang telah memberi dukungan kepada penulis. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya, ayahanda Ir. Jumar Pardede dan ibunda Adelina

Leomora Naibaho, serta adik saya Hosea Paneantua Pardede yang selalu

memberikan memberikan dukungan baik secara moral dan materil, serta doa

yang tulus kepada penulis

2. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ipanna Enggar Susetya, S.Kel, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan ilmu yang berharga serta memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis.

4. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi,

M.Si yang telah memberikan ilmu yang berharga serta masukan dan arahan

kepada penulis.

iv

Universitas Sumatera Utara

5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang

banyak memberikan ilmu kepada penulis serta Bapak Fitriono selaku pegawai

Tata Usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

6. Tim Penelitian yang saya sayangi, Theresia Gabriela Sinurat, Reinhart Isidorus

Lumbanbatu, Perdana Tarigan, Melania Kostanti, dan Unika Sari Naibaho yang

senantiasa membantu penulis mulai dari pelaksanaan hingga penulisan skripsi

ini.

7. Sahabat baik saya semasa perkuliahan khususnya Shalvia Jari Refomia

Siahaan, Lidia Pratiwi Kaban, Lactumi Sihombing, dan Sri Indah Karina

Sembiring, serta seluruh teman-teman MSP angkatan 2016.

8. Kakak saya Evita Rehulina Ginting, S.Pi dan Limartaida Siahaan, S.Agr yang

selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

9. Seluruh masyarakat dan nelayan di Pantai Sei Nipah Desa Sei Nagalawan

Kecamatan Perbaungan yang telah banyak membantu penulis di lapangan.

Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca maupun bagi

peneliti selanjutnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran dari pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Maret 2021

Penulis

v

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii RIWAYAT HIDUP ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... vi DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Rumusan Masalah ...... 3 Kerangka Penelitian ...... 3 Tujuan Penelitian ...... 5 Manfaat Penelitian ...... 5 TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sei Nipah ...... 6 Keanekaragaman Hayati ...... 7 Bentos ...... 8 Definisi dan Sifat Makrozoobentos ...... 9 Parameter Fisika Perairan ...... 12 Suhu ...... 12 Kecerahan ...... 13 Kedalaman ...... 14 Kecepatan arus ...... 14 Parameter Kimia Perairan ...... 15 Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) ...... 15 Derajat keasaman (pH) ...... 16 Salinitas ...... 17

Nitrat (NO3) ...... 18

vi

Universitas Sumatera Utara

Fosfat (PO4) ...... 19 Jenis Substrat ...... 20 C-Organik ...... 21

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ...... 23 Alat dan Bahan Penelitian ...... 24 Deskripsi Area ...... 25 Stasiun I ...... 25 Stasiun II ...... 25 Stasiun III ...... 26 Prosedur Penelitian ...... 26 Pengambilan sampel makrozoobentos ...... 26 Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan...... 27 Metode pengukuran parameter fisika dan kimia perairan ...... 27 Pengambilan sampel substrat ...... 29 Analisis Data ...... 30 Indeks keanekaragaman (H’) ...... 30 Indeks keseragaman (E) ...... 31 Indeks dominansi (C) ...... 31 Kelimpahan (K) ...... 32 Kelimpahan relatif (Kr)...... 32 Analisis tipe substrat ...... 33 Analisis komponen utama (AKU) ...... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ...... 35 Komposisi jenis makrozoobentos ...... 35 Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan Dominansi (C) ...... 36 Kelimpahan (K) dan kelimpahan relatif (Kr) ...... 36 Parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah ...... 37 Tekstur substrat dan C-organik perairan Sei Nipah ...... 39

vii

Universitas Sumatera Utara

Analisis komponen utama (AKU) dengan keanekaragaman makrozoobentos ...... 39 Pembahasan ...... 42 Komposisi jenis makrozoobentos ...... 42 Indeks keanekaragaman (H’) ...... 44 Indeks keseragaman (E) ...... 46 Indeks dominansi (C) ...... 47 Kelimpahan (K) ...... 48 Kelimpahan relatif (Kr) ...... 48 Parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah ...... 49 Suhu ...... 49 Kecerahan ...... 50 Kedalaman ...... 50 Kecepatan arus ...... 51 Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) ...... 51 Derajat keasaman (pH) ...... 52 Salinitas ...... 52

Nitrat (NO3) ...... 53

Fosfat (PO4) ...... 54 Standart Deviasi ...... 55 Tekstur substrat dan C-organik perairan Sei Nipah ...... 55 Analisis komponen utama (AKU) dengan keanekaragaman makrozoobentos ...... 57 Rekomendasi pengelolaan ...... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 61 Saran ...... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

(Effendi, 2003) ...... 17

2. Hubungan kandungan nitrat dengan pertumbuhan organisme

(Wardoyo, 1982) ...... 19

3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian...... 24

4. Analisis parameter fisika dan kimia di perairan Sei Nipah ...... 30

5. Tingkat hubungan nilai indeks korelasi ...... 34

6. Komposisi jenis makrozoobentos pada setiap stasiun ...... 35

7. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks

dominansi (C) makrozoobentos ...... 36

8. Kelimpahan relatif makrozoobentos ...... 37

9. Pengamatan nilai rata-rata parameter fisika dan kimia perairan Sei

Nipah ...... 38

10. Tekstur substrat dan C-Organik perairan Sei Nipah ...... 39

11. Nilai korelasi dan interpretasi analisis komponen utama (AKU)

dengan keanekaragaman makrozoobentos ...... 42

ix

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ...... 4

2. Peta lokasi penelitian...... 23

3. Lokasi stasiun I ...... 25

4. Lokasi stasiun II ...... 25

5. Lokasi stasiun III ...... 26

6. Tipe substrat berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu (Foth, 1998) ...... 33

7. Kelimpahan makrozoobentos ...... 36

8. Hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter fisika

dan kimia di perairan Sei Nipah ...... 40

9. Karakteristik stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia ...... 41

x

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Alat dan bahan...... 71

2. Langkah kerja ...... 75

3. Spesies makrozoobentos ...... 77

4. Klasifikasi jenis makrozoobentos ...... 83

5. Parameter fisika dan kimia perairan ...... 84

6. Korelasi matriks PCA ...... 85

xi

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem wilayah pesisir yang terdiri dari terumbu karang, mangrove, estuari, dan lamun memberikan manfaat ekologis seperti melindungi alam dari erosi, banjir dan badai serta dapat berperan dalam mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut. Dahuri (2013) menyebutkan bahwa wilayah pesisir juga dapat menjadi tempat tinggal bagi manusia dan menyediakan berbagai jenis jasa lingkungan yang melibatkan aktivitas masyarakat pesisir maupun perkotaan yang datang untuk menikmati manfaat ekologis dari ekosistem pesisir..

Perairan Sei Nipah merupakan salah satu kawasan wisata di wilayah pesisir yang berada di desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten

Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Aktivitas masyarakat yang berada di sekitar perairan ini cukup tinggi, yang ditandai dengan banyaknya kegiatan nelayan dan pengunjung yang datang berwisata ke lokasi Perairan Sei Nipah.

Wilayah perairan Sei Nipah terdiri dari ekosistem muara dan mangrove yang juga menjadi salah satu lokasi masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya hayati.

Berdasarkan penelitian Simamora (2017) perairan Sei Nipah di Desa Sei

Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai memiliki kekayaan fauna perairan yang tinggi dan merupakan lokasi yang kaya akan hasil lautnya seperti ikan, udang, kepiting, dan lain sebagainya. Informasi tentang jenis- jenis sumberdaya hayati sangat diperlukan sebagai suatu upaya mencari informasi dasar untuk pelestarian dan pengelolaan keanekaragaman di Perairan Sei Nipah,

Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Universitas Sumatera Utara 2

Keanekaragaman hayati di perairan Sei Nipah dapat ditinjau dari kualitas perairannya berdasarkan parameter fisika dan kimia. Adanya kegiatan manusia dalam memanfaatkan kawasan pesisir seringkali menghasilkan limbah bahan pencemar yang dapat menyebabkan perubahan fisika, kimia, dan biologi pada perairan tersebut. Hal ini dapat membahayakan kehidupan perairan laut dan secara khusus dapat mengganggu tatanan kehidupan organisme di dalamnya.

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan pesisir

Makrozoobentos merupakan organisme yang hidup melata, menempel, memendam dan meliang baik di dalam maupun permukaan substrat.

Makrozoobentos yang menetap di kawasan dasar laut kebanyakan hidup pada substrat keras sampai lumpur (Arief, 2003). Makrozoobentos juga didefinisikan sebagai hewan invertebrata yang biasanya berupa siput, kepiting, tiram, kerang- kerangan dan termasuk larva serangga berukuran besar. Wiedarti et al. (2014) menyebutkan bahwa peranan makrozoobentos dalam perairan sangat penting, hal ini disebabkan makrozoobentos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat dan habitatnya di dasar perairan yang umumnya adalah tempat bahan tercemar, terutama dalam struktur rantai makanan dan struktur aliran energi, dimana dalam suatu ekosistem, makrozoobentos bertindak sebagai konsumen primer (herbivor) dan konsumen sekunder (karnivor).

Berdasarkan pertimbangan di atas maka melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menentukan keanekaragaman makrozoobentos serta hubungannya dengan parameter fisika kimia di perairan Sei Nipah hal ini disebabkan belum banyak penelitian di Sei Nipah terkait keanekaragaman fauna

Universitas Sumatera Utara 3

salah satunya makrozoobentos. Adanya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Simatupang et al. (2017), Simamora (2017), dan Sakila et al. (2018) menyatakan bahwa tingginya keanekaragaman fauna dapat dikelola secara maksimal untuk meningkatkan nilai ekonomis dan diharapkan ada tindakan dari berbagai instansi mengenai potensi pemanfaatan sumberdaya di perairan Sei Nipah. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman fauna agar keberadaannya menjadi optimal

Rumusan Masalah

Kondisi Perairan Sei Nipah dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia seperti aktivitas nelayan, pemukiman penduduk, serta kegiatan wisata yang diduga dapat mempengaruhi perubahan lingkungan Perairan Sei Nipah berdasarkan parameter fisika dan kimia. Perubahan lingkungan perairan tersebut dapat mempengaruhi keanekaragaman diikuti dengan respon makrozoobentos yang ada di dalamnya, sehingga dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keanekaragaman makrozoobentos di perairan Sei Nipah, Desa Sei

Nagalawan, Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter

fisika dan kimia di perairan Sei Nipah, Desa Sei Nagalawan, Provinsi Sumatera

Utara?

Kerangka Pemikiran

Perairan Sei Nipah merupakan salah satu destinasi wisata di Provinsi

Sumatera Utara dengan aktivitas maupun kegiatan manusia yang cukup tinggi.

Berdasarkan metode yang dilakukan, analisis makrozoobentos meliputi indeks

Universitas Sumatera Utara 4

keanekaragaman, keseragaman, dominansi, kelimpahan, kelimpahan relatif, dan

analisis komponen utama (AKU/PCA). Analisis kualitas perairan di perairan Sei

Nipah meliputi parameter fisika dan kimia yang terdiri dari suhu, kecerahan,

kedalaman, kecepatan arus, DO (Dissolved oxygen), derajat keasaman (pH),

salinitas, nitrat, dan fosfat serta meliputi makrozoobentos sebagai indikator

biologi. Selain pengukuran parameter fisika kimia perairan dan analisis

makrozoobentos, analisa tipe substrat dan C-organik juga dilakukan karena habitat

makrozoobentos yang berada di dasar perairan. Berdasarkan metode yang

dilakukan didapatkan hasil yang menunjukkan hubungan keanekaragaman

makrozoobentos dengan parameter fisika dan kimia perairan yang akan mengacu

kepada rekomendasi pengelolaan yang perlu dilakukan demi meningkatkan

potensi perairan Sei Nipah. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.

Perairan Sei Nipah

Analisis Kualitas Perairan

Makrozoobentos: Parameter Substrat:

Indeks keanekaragaman Fisika: Kimia: Analisis tipe substrat Indeks keseragaman Suhu DO C-organik Indeks dominansi Kecerahan pH Kelimpahan Kedalaman Salinitas Kelimpahan relatif Kecepatan arus Nitrat

Analisis komponen utama Fosfat

Hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter fisika dan kimia

Rekomendasi Pengelolaan

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Universitas Sumatera Utara 5

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui keanekaragaman makrozoobentos di perairan Sei Nipah, Desa Sei

Nagalawan, Provinsi Sumatera Utara.

2. Mengetahui hubungan parameter fisika dan kimia dengan keanekaragaman

makrozoobentos di perairan Sei Nipah, Desa Sei Nagalawan, Provinsi

Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah agar sebagai informasi ilmiah mengenai keanekaragaman makrozoobentos dan hubungannya dengan parameter fisika kimia serta sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian di perairan Sei Nipah, Desa Sei Nagalawan, Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Perairan Sei Nipah

Satu-satunya daerah di Desa Sei Nagalawan yang berbatasan langsung dengan laut adalah wilayah Sei Nipah. Sei Nipah memiliki potensi yang sangat besar akan sumber daya alamnya. Sumber daya alam yang ditemukan di ekosistem tersebut memiliki banyak jenis dan keanekaragaman organisme. Desa

Sei Nagalawan merupakan penggabungan dua desa yang pernah ada sebelumnya yakni Desa Nipah dan Desa Nagalawan. Proses penggabungan ini semakin menambah luas wilayah Desa Sei Nagalawan. Karena luasnya wilayah maka Desa

Sei Nagalawan kemudian dibagi menjadi tiga dusun (Sakila et al., 2018)

Desa Sei Nagalawan memiliki luas 875 hektar yang memiliki kepadatan penduduk sudah mencapai 3.008 orang, dengan komposisi penduduk tetap 1.452 orang perempuan dan 1.556 orang laki-laki. Namun dengan keluasan wilayah yang begitu potensial saat ini masih banyak sumber daya alam yang berpotensi belum digali saat ini. Letak geografis Sei Nagalawan berada di wilayah Utara

Kabupaten Serdang Bedagai dengan memiliki fasilitas yang tidak selengkap di kabupaten lainnya (Silaban dan Windryanto, 2015)

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Simatupang et al.

(2017), perairan Sei Nipah memiliki muara sungai dengan luas ± 20 meter berhulu di Desa Maimbai dan bermuara di Pantai Nipah. Muara Sungai Nipah dipilih sebagai tempat penelitian terdahulu karena memiliki keanekaragaman fauna yang tinggi, namun Simatupang et al. (2017) menyatakan bahwa kawasan ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal sehingga keadaannya belum terealisasi dengan baik.

Universitas Sumatera Utara 7

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman jenis hayati merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Namun pada beberapa kasus terjadi penurunan nilai indeks ketika adanya penambahan jumlah spesies dan jumlah individu yang tidak proporsional. Sehingga jumlah individu merupakan peubah penting dalam transformasi nilai indeks keanekaragaman spesies (Shannon

Wienner). Pada indeks Shannon Wienner penambahan jumlah spesies tidak selalu direspon dengan penambahan nilai indeks. Keanekaragaman hayati kini mulai mengalami berbagai penurunan (Nahlunnisa et al., 2016)

Arbi (2011) menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain jumlah jenis atau individu yang didapat dan adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang lebih melimpah daripada jenis lainnya. Ditemukannya spesies yang lebih banyak akan menyebabkan rendahnya keanekaragaman.

Perusakan habitat telah mengganggu ekosistem yang akan mengancam berbagai spesies. Eksploitasi spesies flora dan fauna berlebihan akan menimbulkan kelangkaan dan kepunahan spesies. Keragaman hayati mencakup interaksi berbagai bentuk kehidupan dengan lingkungannya, sehingga bumi dapat menjadi tempat yang layak huni dan mampu menyediakan jumlah besar barang dan jasa bagi kehidupan manusia (Sutoyo, 2010)

Salah satu indikator biologi yang digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran adalah indeks diversitas. Ekosistem yang tercemar selalu memiliki indeks diversitas lebih kecil dari pada ekosistem alami. Indeks diversitas di suatu

Universitas Sumatera Utara 8

perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut, semakin besar jumlah spesies akan semakin besar pula indeks diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Fastawa et al., 2018)

Indeks keanekaragaman menurut Fachrul (2007), merupakan parameter yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap suatu komunitas atau untuk mengetahui stabilitas komunitas. Berdasarkan penelitian

Desinawati et al. (2018), tingkat keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis cenderung tidak merata dan kondisi kestabilan komunitas yang cenderung rendah. Hal ini disebabkan semakin kecil jumlah spesies dan adanya beberapa individu yang jumlahnya lebih banyak mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem yang kemungkinan disebabkan adanya gangguan dari lingkungan sekitarnya.

Bentos

Bentos merupakan organisme yang hidup menetap di dasar perairan, bersentuhan langsung dengan sedimen, (Winarno et al., 2000). Menurut

Rizka et al. (2016) bentos memiliki distribusi yang luas, menempati posisi penting dalam rantai makanan, serta memiliki respon yang cepat dibandingkan organisme tingkat tinggi lainnya sehingga dapat digunakan sebagai indikator perairan. Selain itu Gitarama et al. (2016) menyatakan bahwa keanekaragaman bentos dapat digunakan sebagai penentu kondisi suatu perairan

Menurut Vernberg et al. (1981) berdasarkan ukurannya bentos dibedakan menjadi:

Universitas Sumatera Utara 9

- Makrobentos,organisme yang hidup di dasar perairan yang berukuran 1 atau 2

mm, yang pada pertumbuhan dewasanya berukuran 3-5 mm. Berdasarkan

letaknya dibedakan menjadi infauna dan epifauna, dimana infauna adalah

kelompok makrobentos yang hidup terpendam di bawah substrat, sedangkan

epifauna adalah kelompok makrobentos yang hidup di permukaan substrat.

- Mesobentos, organisme yang mempunyai ukuran antara 0,1-1,0 mm, misalnya

golongan protozoa yang berukuran besar (Cnidaria) cacing yang berukuran

kecil dan crustacea yang sangat kecil.

- Mikrobentos, organisme yang mempunyai ukuran kurang dari 0.1 mm, misalnya

protozoa.

Definisi dan Sifat Makrozoobentos

Menurut habitatnya makrozoobentos dapat dikelompokkan menjadi infauna dan epifauna. Infauna adalah makrozoobentos yang hidupnya membenamkan diri di dalam substrat perairan dengan cara menggali lubang, sebagian besar hewan tersebut hidup sesil dan tinggal di suatu tempat. Kelompok infauna sering mendominasi komunitas substrat yang lunak dan melimpah di daerah subtidal, sedangkan epifauna adalah makrozoobentos yang hidup di permukaan dasar perairan yang bergerak dengan lambat di atas permukaan dari sedimen yang lunak atau menempel pada substrat yang keras dan melimpah di daerah intertidal (Nybakken, 1992)

Komunitas fauna bentik (zoobentos) yang hidup di dasar perairan.

Komunitas fauna terdiri dari atas lima kelompok, yaitu Moluska, Polychaeta,

Krustasea, Echinodermata, dan kelompok lain yang terdiri atas beberapa takson kecil seperti Sipunculidae, Pogonophora, dan lainnya. Berdasarkan kebiasaan

Universitas Sumatera Utara 10

hidupnya, fauna bentik dapat dikelompokkan sebagai infauna, yaitu yang hidup menetap di dalam sedimen dan epifauna, yakni yang hidup menempel pada daun lamun dan di atas dasar laut (Fachrul, 2007).

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme air yang memiliki kelebihan sebagai tolak ukur biologis dalam menunjukkan ketidakstabilan ekologi serta dapat mengevaluasi berbagai macam jenis pencemaran di suatu perairan.

Makrozoobentos hidup di dasar perairan, bersifat sesil, merayap, maupun menggali lubang. Keanekaragaman makrozoobentos dipengaruhi oleh toleransi dan sensitivitasnya terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan. Tingkat toleransi tiap makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda tergantung jenisnya. Berdasarkan penelitian Fastawa et al., (2018) disebutkan bahwa beberapa organisme makrozoobentos sering digunakan sebagai spesies indikator kandungan bahan organik dan dapat memberikan gambaran yang lebih tepat dibandingkan pengujian fisika dan kimia.

Menurut Pratiwi et al., (2007) makrozoobentos adalah hewan yang hidup di dasar air secara berkelompok. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaringan makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator perairan.

Jadi kelompok bentos yang hidup menetap (sesile) dan daya adaptasi bervariasi lingkungan, membuat hewan bentos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penelitian kualitas air. Makrozoobentos memiliki manfaat yaitu membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik.

Universitas Sumatera Utara 11

Makrozoobentos cukup besar peranannya dalam ekosistem perairan yaitu menguraikan materi organik yang jatuh ke dasar perairan. Makrozoobentos mentransfer energi dari produsen primer menuju tingkatan trofik berikutnya, selain itu makrozoobentos berperan dalam proses menetralisasikan lingkungan perairan dengan cara merubah balik limbah organik menjadi sumber makanannya sehingga kondisi perairan menjadi stabil (Desmawati et al., 2019)

Sejalan dengan kebiasaan makannya, Odum (1998) membagi pula hewan bentos atas:

• Filter-feeder yaitu hewan yang menyaring partikel-partikel detritus yang masih

melayang-layang dalam perairan misalnya Balanus (Crustacea), Chaetopterus

(Polychaeta) dan Crepudila (Gastropoda).

• Deposit-feeder yaitu hewan bentos yang memakan partikel-partikel detritus

yang telah mengendap pada dasar perairan misalnya Terebella dan Amphitrite

(Polychaeta), Tellina dan Arba.

Pemantauan secara biologi adalah metode pemantauan kualitas air secara sistematik dengan menggunakan indikator biologi (bioindikator). sedangkan bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan (Desmawati et al., 2019)

Menurut Zulkifli dan Setiawan (2011) makrozoobentos memiliki pergerakan relatif lambat dan dapat hidup relatif lama sehingga memiliki kemampuan untuk merespon kondisi kualitas perairan serta sering dijadikan

Universitas Sumatera Utara 12

sebagai bioindikator. Hal ini juga didukung oleh Desmawati et al. (2019) yang menyatakan bahwa makrozoobentos dari waktu ke waktu menjadi lebih populer sebagai bioindikator karena dapat memperlihatkan adanya keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik suatu lingkungan. Keanekaragaman makrozoobentos dirasakan sangat penting karena dapat memberikan informasi status kualitas air sungai apakah sudah atau belum tercemar.

Parameter Fisika Perairan

Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Aktivitas metabolisme serta penyebaran organisme air banyak dipengaruhi oleh suhu air (Nontji, 2005). Suhu juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air, suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman air. Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003). Kenaikan suhu dapat mempercepat metabolisme dalam tubuh biota. Suhu berperan penting dalam pengaturan aktivitas fisiologi pada biota akuatik. Kisaran suhu untuk gastropoda dalam melakukan metabolisme secara optimal adalah 25°C-32°C (Persulessy & Arini, 2018).

Berdasarkan penelitian Ridwan et al., (2016) suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat

Universitas Sumatera Utara 13

perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan.

Kecerahan

Kecerahan merupakan tingkat transparansi perairan yang dapat diamati secara visual menggunakan secchi disk. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan mana yang tidak keruh, dan yang paling keruh. Perairan yang memiliki nilai kecerahan rendah pada waktu cuaca yang normal dapat memberikan suatu petunjuk atau indikasi banyaknya partikel- partikel tersuspensi dalam perairan tersebut (Hamuna et al., 2018).

Penetrasi cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam menunjukkan kondisi suatu perairan. Nilai kecerahan yang rendah dapat mempengaruhi proses fotosintesis organisme perairan. Kecerahan suatu perairan erat hubungannya dengan penetrasi cahaya yang masuk ke dalam kolom perairan tersebut.

Rendahnya kecerahan dipengaruhi oleh partikel-partikel dan sedimen yang hanyut terbawa aliran sungai dari hasil pengikisan daratan dan musim penghujan

(Sinambela & Sipayung, 2015).

Menurut Suriadarma (2011) tingkat kecerahan air akan semakin tinggi dengan semakin jauhnya jarak dari pantai. Tingkat kecerahan yang rendah di perairan sungai dan laut yang berdekatan dengan pantai diduga akibat banyak terdapatnya partikel tersuspensi yang terbawa aliran sungai dari lahan atas dan adanya proses sedimentasi serta abrasi pantai.

Universitas Sumatera Utara 14

Kedalaman

Penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna bentos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi

(Sulphayrin et al., 2018)

Menurut Kordi (2013) nilai optimum untuk kedalaman adalah sekitar 1,5 sampai dengan 8 meter. Hasil kedalaman yang berbeda-beda pada perairan disebabkan oleh keadaan kontur tanah pada dasar perairan. Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air di perairan tersebut.

Kedalaman perairan mempengaruhi jumlah jenis makrozoobentos.

Semakin dalam dasar suatu perairan, semakin sedikit jumlah jenis makrozoobentos karena hanya makrozoobentos tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Pada umumnya beberapa jenis makrozoobentos dapat ditemukan pada kedalaman yang berbeda (Sulphayrin et al., 2018)

Kecepatan Arus

Menurut Yunitawati et al. (2012) kecepatan arus <0,1 m/detik tergolong arus sangat lambat dan 0,5 –1 m/detik tergolong arus cepat. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Ratih et al. (2015), disebutkan bahwa perairan yang berarus cepat lebih banyak ditemukan hewan bentos dan mempunyai kecepatan metabolisme yang lebih tinggi daripada di perairan berarus lambat. Selain itu,

Fajeri et al. (2020) juga menyatakan bahwa kecepatan arus dipengaruhi oleh

Universitas Sumatera Utara 15

keadaan angin, selain itu juga dipengaruhi oleh pasang surut suatu perairan tersebut.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Magfirah et al., (2014) disebutkan bahwa kecepatan arus dapat mempengaruhi keadaan stabilitas substrat hingga mempengaruhi sifat dan jenis makrozoobentos yang mendiami substrat tersebut.

Kecepatan arus yang terlalu tinggi mengakibatkan hanya sebagian kecil saja makrozoobentos yang dapat menyesuaikan hidup dengan habitatnya. Kawuri et al.

(2012) juga menyatakan bahwa kecepatan arus dapat mempengaruhi penyebaran makrozoobentos.

Parameter Kimia Perairan

Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO)

Oksigen merupakan gas esensial bagi hewan. Tentu saja oksigen merupakan salah satu aspek penting bagi makrozoobentos dalam memberikan respon terhadap lingkungan tempat hidupnya. Kandungan oksigen terlarut dapat mempengaruhi jumlah dan jenis makrozoobentos di perairan. Kebutuhan oksigen bagi tiap organisme bervariasi, ditinjau dari jenis, stadia, dan aktivitas. Semakin tinggi kadar oksigen terlarut maka jumlah bentos semakin besar.

Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) adalah total jumlah oksigen yang ada (terlarut) di air. DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.

Pasisingi et al. (2014) juga menyatakan bahwa perairan mengalir cenderung memiliki kandungan oksigen terlarut yang tinggi dibandingkan dengan perairan

Universitas Sumatera Utara 16

tergenang, karena pergerakan air memberikan peluang terjadinya difusi oksigen dari udara ke air.

Menurut Sastrawijaya (1991) kehidupan makrozoobentos dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/L, selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan sebagainya. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi jumlah jenis bentos di perairan, semakin tinggi kadar oksigen semakin besar kandungan oksigen dalam ekosistemnya. Dengan demikian semakin baik pula kehidupan makrozoobentos yang mendiaminya

Derajat keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. pH tanah atau substrat akan mempengaruhi aktivitas organisme lain. Bagi hewan bentos pH suatu perairan dapat menimbulkan respon oleh makrozoobentos terhadap kondisi perairan tersebut. Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya suatu perairan. pH suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kestabilan perairan (Simanjuntak, 2009). Variasi nilai pH perairan sangat mempengaruhi biota di suatu perairan (Hamuna et al., 2018).

Derajat keasaman (pH) digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat. Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu perairan yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Perubahan nilai pH merupakan salah satu indikator kualitas perairan

Universitas Sumatera Utara 17

pada estuari. Nilai pH di estuari dapat berkurang akibat pengaruh aliran sungai

yang membawa sejumlah bahan organik dan senyawa nitrogen-nitrat yang

terkandung didalamnya (Susana, 2009).

Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap

perubahan. Organisme bentos menyukai nilai pH sekitar 7–8,5 pada lingkungan

hidupnya, jika pH < 7 maka telah terjadi penurunan populasi hewan-hewan

bentos. pH yang berbeda menyebabkan respon yang berbeda juga bagi makhluk

hidup yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan pH Pengaruh Umum 6,0-6,5 Keanekaragaman bentos sedikit menurun 5,5-6,0 Penurunan nilai keanekaragaman bentos semakin menurun 5,0-5,5 Penurunan keanekaragaman dan komposisi bentos besar 4,5-5,0 Penurunan keanekaragaman dan komposisi bentos semakin besar yang diikuti dengan penurunan kelimpahan bentos Sumber: Effendi (2003)

pH perairan identik dengan kandungan keasaman dalam suatu perairan.

Jika kadar keasaman pada perairan berlebih akan menyebabkan proses

dekomposisi bahan organik menjadi menjadi terganggu (Arief, 2003). Odum

(1993) juga menyatakan bahwa kondisi perairan yang bersifat sangat asam

maupun sangat basa akan mengganggu metabolisme dan respirasi sehingga akan

mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik termasuk makrobentos.

Salinitas

Salinitas merupakan jumlah total (gram) dari material padat termasuk

garam NaO yang terkandung dalam satu kilogram air laut. Sebaran salinitas di

laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah

hujan dan aliran sungai (Nontji, 2002) mengatakan bahwa perbedaan nilai

Universitas Sumatera Utara 18

salinitas air laut dapat disebabkan terjadinya pengadukan (mixing) akibat gelombang laut ataupun gerakan massa air yang ditimbulkan oleh tiupan angin.

Hawari dan Amin (2014) menyatakan bahwa makrozoobentos ditemukan di perairan yang bersalinitas 18 ppt-23 ppt. Menurut Arfiati et al. (2019) salinitas optimal bagi makrozoobentos adalah sebesar 28-34 ppt. Ditambahkan lagi oleh

Irwan (1997) menyatakan bahwa pada perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan.

Nitrat (NO3)

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrien. Nitrat merupakan nutrien utama yang berguna bagi pertumbuhan tanaman dan alga, fungsi utamanya untuk membangun dan memperbaiki jaringan dan memberikan energi pada tumbuhan dan hewan.

Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh nitrobacter

(Effendi, 2003).

Menurut Brotowidjoyo et al., (1995), kadar nitrat yang normal di perairan laut umumnya berkisar antara 0,10-0,50 μg.at/L atau setara dengan

Universitas Sumatera Utara 19

0,001-0,007 mg/L. Adapun hubungan antara kadar nitrat dan pertumbuhan organisme (Wardoyo, 1982) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan kandungan nitrat dengan pertumbuhan organisme Nitrat (mg/L) Pertumbuhan organisme 0,3-0,9 Cukup 0,9-3,5 Optimum >3,5 Membahayakan Perairan Sumber:Wardoyo (1982) Nitrat di perairan merupakan makronutrien yang mengontrol produktivitas primer di daerah eufotik. Kadar nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh asupan nitrat dari badan perairan. Sumber utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga dan pertanian termasuk kotoran hewan dan manusia (Putri et al., 2019)

Fosfat (PO4)

Utomo et al. (2018) menyatakan bahwa setiap senyawa fosfat dalam air terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat dalam sel organisme dalam air. Tinggi atau rendahnya fosfat di perairan dipengaruhi oleh adanya limbah domestik yang mengandung deterjen. Deterjen dapat meningkatkan kadar fosfat karena ion fosfat merupakan salah satu komposisi penyusun deterjen

(Tungka et al., 2016)

Fosfat merupakan unsur kunci dalam kesuburan perairan dan nutrien pertama yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Fosfat dalam bentuk terlarut berupa ortofosfat, sedangkan dalam bentuk padatan berupa mineral-mineral batuan dan dalam bentuk suspensi dalam sel organisme seperti bakteri, plankton, sisa tanaman, dan protein. Fosfat yang terdapat di perairan berasal dari hasil pelapukan mineral fosfat yang terbawa saat erosi, pupuk, deterjen serta limbah industri dan rumah tangga (Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara 20

Jenis Substrat

Substrat dasar terdiri dari bermacam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, substrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk, atau pantai terbuka dengan kelandaian rendah.

Substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik, selain itu kebanyakan hewan makrobentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat (Putri et al., 2016)

Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Pada jenis substrat berpasir kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan dengan substrat yang halus, karena pada substrat berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya, namun demikian nutrien tidak banyak terdapat dalam substrat berpasir. Sebaliknya pada substrat yang halus, oksigen tidak begitu banyak tetapi biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar (Bengen, 2004).

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (diameter 2,00-

0,05 mm), debu (0.005-0,02 mm) dan liat (<0,002-002) di dalam tanah (Nugroho,

2009). Fraksi tanah dikelompokkan berdasar atas ukuran tertentu, fraksi tanah ini dapat kasar maupun halus, gumpalan struktur ini terjadi karena butiran-butiran pasir, debu dan liat yang terkait satu sama yang lain oleh satu perekat seperti bahan organik, oksida besi dan lain-lain (Wibowo, 2004).

Nybakken (1992) menyatakan bahwa substrat berpasir tidak banyak mengandung bahan organik dimana bahan organik tersebut hanyut terbawa arus

Universitas Sumatera Utara 21

air. Bahan organik yang rendah dipengaruhi oleh substrat dasar atau partikel substrat itu sendiri. Substrat dasar yang dengan partikel kasar memiliki kandungan bahan organik yang rendah.

Ita & Wibowo (2009) juga menyatakan bahwa adanya perbedaan ukuran partikel sedimen memiliki hubungan dengan kandungan bahan organik, dimana perairan dengan sedimen yang halus memiliki persentase bahan organik yang tinggi karena kondisi perairan yang tenang yang memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan-bahan organik dasar perairan, sedangkan sedimen yang kasar memiliki kandungan organik yang rendah karena partikel yang lebih kasar susah untuk mengendap.

C-Organik

Bahan organik merupakan sumber makanan bagi biota perairan umumnya terdapat pada substrat yang dihuni, sehingga ketergantungan biota terhadap bahan organik sangat besar. Hal ini menandakan bahwa bahan organik sangat penting bagi keberlangsungan hidup makrozoobentos di perairan. Perairan yang relatif tenang dan berdekatan dengan pemukiman penduduk ditambah dengan aktivitas di sekitar perairan yang menimbulkan limbah domestik rumah tangga dan sampah dapat meningkatkan kandungan bahan organik (Barus et al., 2019)

Kandungan karbon organik dalam sedimen merupakan sumber makanan penting bagi fauna bentik disertai dengan faktor kimia lainnya yang bervariasi dengan ukuran partikel sedimen. Kelimpahan karbon organik dapat menyebabkan berkurangnya kekayaan spesies, kelimpahan, dan biomassa karena penipisan oksigen dan penumpukan produk sampingan beracun dari amonia dan sulfida sehingga berperan dalam pengaruh proses fotosintesis (Hyland et al., 2005)

Universitas Sumatera Utara 22

Menurut Choirudin et al. (2014), tingginya bahan organik yang masuk ke perairan berasal dari peningkatan aktivitas di daratan seperti pemupukan di sawah dan tambak, budidaya, industri dan aktivitas rumah tangga yang masuk ke dalam perairan. Kemampuan lumpur menyimpan bahan organik lebih besar daripada pasir dikarenakan substrat lumpur berpori yang lebih rapat sehingga bahan organik lebih mudah mengendap dibandingkan substrat pasir yang berpori lebih besar yang menyebabkan bahan organik mudah terbawa arus

Sedimen yang halus memiliki persentase bahan organik lebih tinggi daripada sedimen yang kasar, hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dimana lingkungan yang tenang memungkinkan pengendapan lumpur yang diikuti akumulasi bahan organik ke dasar perairan, sedangkan pada sedimen yang kasar, kandungan bahan organiknya rendah karena partikel yang lebih halus tidak mengendap (Irmawan et al., 2010)

Semakin tinggi kadar lumpur atau liat yang terkandung pada sedimen, maka semakin tinggi kandungan C-organik yang ada di dalamnya. Berbeda dengan substrat pasir yang tinggi, makan kandungan C-organik berkurang. Hal ini disebabkan oleh substrat berpasir tidak memiliki pori-pori yang rapat, sehingga substrat tidak mampu menyerap C-organik yang kemudian mudah terbawa arus.

Substrat lumpur dan liat memiliki pori-pori yang lebih kecil, sehingga C-organik lebih mudah terendapkan (Yolanda et al., 2019). Bahan organik yang terus menerus terbuang ke suatu perairan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.

Kandungan bahan organik yang mengendap pada substrat dasar apabila di atas ambang batas akan mempengaruhi kualitas air serta memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan (Siaka, 2008).

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 yang meliputi pengambilan sampel diantaranya adalah makrozoobentos, air dan substrat di

Perairan Sei Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Provinsi

Sumatera Utara.Stasiun penelitian berada pada 3 titik yang mencakup perairan Sei

Nipah, di mana Stasiun I berada di wilayah pemukiman. Stasiun II berada di wilayah wisata dan berjarak 150 m dari stasiun I. Stasiun III berada dekat dengan aliran muara yang dikelilingi mangrove dan berjarak 440 m dari stasiun II.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan secara in situ dan ex situ. Analisis sampel makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Lingkungan

Perairan Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan langsung di lapangan dan analisis sampel substrat dilakukan di

PPKS Medan.

Universitas Sumatera Utara 24

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian terlampir pada Tabel 3

dan Lampiran 1.

Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian (Lampiran 1) No Alat dan bahan Fungsi Alat 1 GPS (global positioning system) Menentukan titik koordinat 2 Termometer Mengukur suhu perairan 3 pH Meter Mengukur pH perairan 4 DO Meter Mengukur DO perairan 5 Refraktometer Mengukur salinitas perairan 6 Pipa paralon diameter 5 cm, Mengambil substrat panjang 20 cm 7 Sekop ukuran 20 cm Mengambil makrozoobentos 8 Saringan makrozoobentos (mesh Menyaring makrozoobentos agar size 0,5 mm) terpisah dari substrat 9 Plot 1 x 1m Luasan pengambilan sampel 10 Kantong plastik Menyimpan makrozoobentos 11 Alkohol 70% Mengawetkan makrozoobentos 12 Botol sampel air Menyimpan air untuk dihitung kadar Nitrat dan Fosfat 13 Styrofoam box Menyimpan sampel 14 Kamera digital Dokumentasi penelitian 15 Buku identifikasi makrozoobentos Mengidentifikasi jenis makrozoobentos 16 Alat tulis Mencatat hasil penelitian 17 Secchi disk Mengukur kecerahan 18 Milimeter blok Mengukur panjang makrozoobentos 19 Tisu Membersihkan alat 20 Spidol permanen Menandai sampel 21. Kertas label Menandai sampel 22. Meteran Mengukur jarak transek 23 Bola duga Mengukur arus 24 Tongkat berskala Mengukur kedalaman

Bahan 1 Sampel makrozoobentos Bahan utama penelitian 2 Sampel substrat Menguji jenis tekstur dan C- organik 3 Sampel air Menguji kadar nitrat dan fosfat

Universitas Sumatera Utara 25

Deskripsi Area

Stasiun I

Stasiun I berada dekat dengan pemukiman warga yang disekitarnya terdapat aktivitas warga seperti kegiatan nelayan, rumah tangga hingga wisata.

Stasiun ini berada pada titik koordinat 3°35'41,84"LU dan 99°5'18,55"BT

(Gambar 3)

Gambar 3. Lokasi stasiun I

Stasiun II

Stasiun II berada di wilayah wisata dengan beberapa aktivitas manusia yang lainnya seperti adanya pemukiman warga sekitar dan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan. Stasiun II berjarak 200 m dari stasiun I dengan titik koordinat

3°35'36,15"LU dan 99° 5'27,11"BT (Gambar 4 )

Gambar 4. Lokasi stasiun II

Universitas Sumatera Utara 26

Stasiun III

Stasiun III berada di daerah mangrove dan dekat dengan aliran muara Sei

Nipah dengan jarak 400 m dari stasiun II.Stasiun ini masih dipengaruhi dengan adanya aktivitas manusia berupa pemukiman warga, kegiatan nelayan, hingga wisata. Stasiun ini berada pada titik koordinat 3°35'28,09"LU dan 99° 5'38,72"BT

(Gambar 5)

Gambar 5. Lokasi stasiun III

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel makrozoobentos

Lokasi pengambilan sampel makrozoobentos ditarik sepanjang 20 meter dari garis pantai secara tegak lurus menuju laut menggunakan metode purposive sampling dengan membentuk kuadran/plot dari pipa paralon ukuran 1x1 meter yang diletakkan secara horizontal. Jumlah plot yang digunakan pada setiap stasiun adalah 3 plot dengan jarak antar plot 20 meter, sehingga jumlah keseluruhan plot pada lokasi penelitian adalah 9 plot.. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada saat air surut. Sampel makrozoobentos diambil menggunakan sekop ukuran 20 cm kemudian disaring menggunakan saringan dengan mesh size

0,5 mm. Kemudian sampel makrozoobentos dimasukkan ke dalam kantong plastik

Universitas Sumatera Utara 27

lalu diberi alkohol 70% , lalu disimpan ke dalam styrofoam box untuk keperluan identifikasi makrozoobentos di laboratorium (Lampiran 1)

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan

Parameter fisika kimia perairan yang dianalisis terdiri dari beberapa parameter. Parameter fisika kimia dianalisis secara in situ dan ex situ. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah dilakukan pada setiap stasiun penelitian saat pasang dan surut dengan melakukan pengulangan sebanyak 4 kali.

Metode analisis parameter fisika dan kimia perairan

Metode pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah dilakukan di setiap stasiun. Berikut merupakan tahapan pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah :

1. Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer (Lampiran 2):

2. Pengukuran kecerahan menggunakan secchi disk. Secchi disk terus diturunkan

ke dalam perairan hingga tidak tampak lagi dari permukaan dan kedalamannya

dicatat. Kemudian secchi disk ditarik kembali secara perlahan ke atas hingga

mulai tampak kembali dan dicatat kedalamannya. Pengukuran kedalaman saat

secchi disk menghilang dan saat secchi disk mulai tampak kembali dilakukan

dengan cara mengukur panjang tali secchi disk (Lampiran 2). Menurut Effendi

(2003), persamaan untuk mengukur kecerahan sebagai berikut :

퐷1 + 퐷2 퐾 = 2

Keterangan:

K : Kecerahan (cm) d1 : Kedalaman secchi disk saat tidak terlihat d2 : Kedalaman secchi disk saat mulai tampak kembali

Universitas Sumatera Utara 28

3. Pengukuran kedalaman dengan menggunakan tongkat skala yang ditancapkan

ke dalam perairan hingga mencapai dasar (Lampiran 2)

4. Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan bola duga dengan panjang

tali 5 meter (Lampiran 2). Pengamatan dilakukan dengan melepaskan bola

duga bersamaan dengan menghidupkan stop watch kemudian mencatat hasil

(Sawiya, 2015). Menurut Rasyid (2005), persamaan untuk menghitung

kecepatan arus adalah sebagai berikut:

푆 푉 = 푡

Keterangan :

V : Kecepatan arus (cm/detik)

S : Jarak tempuh (cm) t : Waktu (detik)

5. Pengukuran DO dengan menggunakan DO meter diukur pada setiap stasiun

pengambilan sampel. Sebelum digunakan, DO meter dikalibrasi terlebih

dahulu. Penggunakan DO meter dengan cara memasukkan sensor ke dalam

perairan kemudian ditunggu sampai skalanya stabil (Lampiran 2).

6. Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yang sudah dikalibrasi

(Lampiran 2)

7. Pengukuran salinitas menggunakan refraktometer dengan cara dibersihkan

dahulu menggunakan aquades, lalu di keringkan dengan cara di lap searah,

setelah itu teteskan prisma sebanyak 2-3 tetes air dari stasiun pengambilan

sampel, kemudian tutup kembali prisma dan catat hasil yang ditunjukkan

dilihat dari eye piece dengan bantuan cahaya (Lampiran 2).

Universitas Sumatera Utara 29

Pengambilan sampel substrat

Pengambilan sampel substrat dilakukan pada saat surut sesuai stasiun yang telah ditentukan, yang diambil menggunakan pipa paralon diameter 5 cm, panjang

20 cm. Kemudian dimasukkan ke dalam plastik, lalu disimpan ke dalam box styrofoam untuk di analisis parameter tekstur dan C-organiknya (Lampiran 2)

Metode analisis Nitrat, Fosfat, C-organik, dan Substrat

1. Pengukuran nitrat di laboratorium menggunakan metode titrimetri. Analisis

Titrimetri adalah suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran volume

larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti yang direaksikan dengan

larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya (Sarmidi dan Nurdiansyah,

2017)

2. Pengukuran fosfat dan c-organik di laboratorium menggunakan metode

spektrofotometri. Spektrofotometri menggunakan interaksi dari energi radiasi

elektromagnetik dengan suatu zat kimia (Kafiar et al., 2019)

3. Pengukuran tekstur substrat di laboratorium menggunakan metode hidrometer.

Barman dan Choudhury (2020) menyatakan bahwa uji hidrometer digunakan

untuk menghitung fraksi pasir, lanau, dan lempung dalam tanah dan

menentukan tekstur tanah menggunakan segitiga USDA.

Analisis secara ex situ dilaksanakan di laboratorium yaitu analisis nitrat, fosfat, tekstur dan C-organik substrat sedangkan analisis secara in situ dilakukan dengan pengukuran parameter pada Tabel 4.

Universitas Sumatera Utara 30

Tabel 4.Analisis parameter fisika dan kimia di perairan Sei Nipah Parameter Satuan Alat Lokasi Fisika Suhu °C Termometer In situ Kecerahan Cm Secchi disk In situ Kedalaman cm Tongkat berskala In situ Kecepatan arus cm/det Bola duga In situ Kimia DO mg/L DO meter In situ pH - pH meter In situ Salinitas ‰ Refraktometer In situ Nitrat mg/L Titrimetri Ex situ Fosfat mg/L Spektrofotometri Ex situ C-organik % Spektrofotometri Ex situ Tekstur substrat Hydrometri Ex situ

Analisis Data

Indeks keanekaragaman (H’)

Untuk menghitung indeks keanekaragaman (H’) jenis dihitung menurut indeks diversitas Shannon-Wienner (Krebs 1999) sebagai berikut :

푯′ = − ∑ 퐩퐢 퐥퐨퐠₂ 풑풊

퐧퐢 풑풊 = 퐍

Keterangan :

H’ : indeks keanekaragaman ni : jumlah jenis ke-i

N : jumlah total individu

Menurut Odum (1993) kriteria indeks keanekaragaman dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

H’ < 1 : keanekaragaman jenis rendah

1 < H’ <3 : keanekaragaman jenis sedang

H’ > 3 : keanekaragaman jenis tinggi

Universitas Sumatera Utara 31

Indeks keseragaman (E)

Indeks keseragaman merupakan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas makrozoobentos. Penyebaran individu antar spesies yang semakin merata, maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat. Nilai keseragaman berkisar antara 0-1, semakin kecil indeks keseragaman maka semakin kecil pula keseragaman populasi, hal ini menunjukkan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama (Krebs, 1985).

푯′ E= 푯 푴풂풌풔

Keterangan:

E : indeks keseragaman

H' : indeks diversitas Shannon-wiener

H max : Log2S

S : jumlah spesies

Menurut Krebs (1985) nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 (nol)-1

(satu). Selanjutnya, nilai indeks keseragaman dikategorikan sebagai berikut :

0 < E≤ 0,5 : komunitas tertekan keseragaman rendah.

0,5

0,75

Indeks dominansi (C)

Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus Indeks Dominansi

Odum (1994) sebagai berikut:

퐧퐢 ퟐ C= ∑ ( ) 퐍

Universitas Sumatera Utara 32

Keterangan:

C : indeks dominansi ni : jumlah individu setiap jenis

N : jumlah seluruh individu

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Jika indeks dominansi mendekati 0, berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan keseragaman yang besar. Apabila indeks dominansi mendekati 1, berarti ada salah satu genera yang mendominasi dan nilai indeks keseragaman kecil. Sementara Rappe (2010), membagi kriteria dominansi ke dalam tiga kategori,yaitu :

0,6 < C ≤ 1,0 : Dominansi tinggi

0,4 < C ≤ 0,6 : Dominansi sedang

0 ≤ C ≤ 0,4 : Dominansi rendah

Kelimpahan (K)

Kelimpahan dihitung dengan menggunakan rumus menurut Odum (1993):

풏풊 푲풊 = 푨 Keterangan: K: kelimpahan spesies ke-i ni: jumlah total individu spesies ke-i

A: luas total daerah yang disampling

Kelimpahan relatif (KR)

Kelimpahan relatif dihitung dengan rumus Odum (1993):

풏풊 푲푹 = 푿 ퟏퟎퟎ% 푵

Universitas Sumatera Utara 33

Keterangan: KR: kelimpahan relatif (%) spesies ke-i

Ki : kelimpahan untuk spesies ke-i

∑K : jumlah kelimpahan semua spesies

Analisis tipe substrat

Tipe substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu.yang dapat dilihat menggunakan panduan segitiga USDA seperti pada gambar 3

Gambar 6. Tipe substrat berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu (Foth, 1998). Langkah-langkah penentuan tipe substrat:

− Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi substrat. Misalnya, fraksi

pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.

− Menarik garis lurus pada sisi persentase pasir dititik 40% sejajar dengan sisi

persentase debu, tarik garis lurus pada sisi persentase debu di titik 30% sejajar

dengan sisi persentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi persentase liat 25%

sejajar dengan sisi persentase pasir.

− Hasil perpotongan ketiga titik tersebut menentukan tekstur substrat tersebut

pada tekstur lempung liat

Universitas Sumatera Utara 34

Analisis komponen utama (AKU)

Principal Component Analysis adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data, yang dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan

(Damayanti et al., 2021). Dengan menggunakan metode AKU ini maka dapat diketahui informasi parameter-parameter yang signifikan dengan minimum kehilangan informasi aslinya (Singh et al., 2004).

PCA memudahkan visualisasi pengelompokan data, evaluasi awal kesamaan antar kelompok atau kelas, dan menemukan faktor atau alasan di balik pola yang teramati melalui korelasi (Siregar et al. (2015). Variabel fisik dan kimia habitat diseleksi dengan menggunakan PCA. Melalui analisis ini dapat dikelompokkan variabel-variabel penting untuk menduga fenomena sekaligus memahami karakteristik fisik dan kimia habitat pada setiap stasiun pengamatan

(Bengen, 2000)

Interpretasi dari besarnya nilai hubungan antara keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter lingkungan pada perairan Sei Nipah Provinsi

Sumatera Utara dapat diklasifikasikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat hubungan nilai indeks korelasi Korelasi Tingkat hubungan 0,00-0,199 Sangat rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,00 Sangat kuat Sumber: Sugiyono (2007)

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komposisi jenis makrozoobentos

Jumlah makrozoobentos yang didapatkan selama penelitian di perairan Sei

Nipah adalah sebanyak 1.732 individu yang terdiri dari 4 filum dan 3 kelas. Pada

stasiun I terdapat 13 spesies sebanyak 245 individu, stasiun II terdapat 12 spesies

sebanyak 492 individu dan stasiun III terdapat 19 spesies sebanyak 995 individu.

Komposisi dan klasifikasi makrozoobentos dapat dilihat pada Tabel 6 serta pada

Lampiran 3 dan 4.

Tabel 6. Komposisi jenis makrozoobentos pada setiap stasiun Stasiun No Filum Genus Jenis Makrozoobentos Jumlah I II III 1 Echinodermata Archaster Archaster sp - - + 3 Ophiopus Ophiopus sp - - + 1 2 Annelida Nereis Nereis sp + - + 152 3 Arthropoda Scylla Scylla sp + - - 11 Pagurus Pagurus sp. - - + 1 Pagurus bernhardus + + + 55 Pagurus granosimanus - - + 1 4 Nassarius Nassarius stolatus + + - 8 Turricula Turricula javana + + - 2 Engina Engina sp + + + 21 Melanoides Melanoides tuberculata + + + 848 Telescopium Telescopium telescopium - - + 1 Cerithidea Cerithidea cingulate + + + 22 Glauconome Glauconome virens - - + 178 Perna Perna viridis - + + 14 Pholas Pholas orientalis - - + 1 Anadara Anadara granosa + + + 64 Anadara inaequivalvis + - - 7 Donax cuneatus + + + 43 Donax variabilis - - + 4 Meretrix Meretrix casta + + + 228 Meretrix meretrix + + + 50 Meretrix lyrata - + + 17 Jumlah 13 12 19 1.732 Keterangan : (+) ditemukan; (-) tidak ditemukan

Universitas Sumatera Utara 36

Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C)

Berdasarkan hasil pengolahan data dan penelitian yang telah dilakukan, nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh pada stasiun I, II, dan III adalah 2,4;

1,9 dan 1,9. Nilai indeks keseragaman yang didapatkan pada stasiun I, II, dan III masing-masing adalah 0,7; 0,7 dan 0,6. Sedangkan nilai indeks dominansi pada stasiun I, II, dan III adalah 0,3; 0,4 dan 0,4. Hasil indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) makrozoobentos Stasiun H’ E C I 2,4 0,7 0,3 Kategori Sedang Sedang Rendah II 1,9 0,7 0,4 Kategori Sedang Sedang Sedang III 1,9 0,6 0,4 Kategori Sedang Sedang Sedang

Kelimpahan (K) dan kelimpahan relatif (Kr) makrozoobentos

Kelimpahan (ind/m2) makrozoobentos dari hasil pengolahan data yang diperoleh pada stasiun I, II, dan III adalah 20; 41 dan 83 dengan kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun III. Hasil kelimpahan makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 7

100 80 83 60 40 41 20 20 0 Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Gambar 7. Kelimpahan makrozoobentos (ind/m2)

Universitas Sumatera Utara 37

Berdasarkan hasil pengolahan data, jenis makrozoobentos dengan nilai

kelimpahan relatif yang paling tinggi yakni Melanoides tuberculata berada pada

stasiun III yaitu sebesar 58,89%. Kemudian spesies yang paling sedikit ditemukan

dengan nilai kelimpahan relatif sebesar 0,10% adalah Ophiopus sp, Pagurus sp,

Pagurus granosimanus, Telescopium telescopium, dan Pholas orientalis. Hasil

kelimpahan relatif ditampilkan pada Tabel 8

Tabel 8. Kelimpahan relatif makrozoobentos Kelimpahan relatif (%) No Filum Genus Jenis Makrozoobentos Stasiun I II III 1 Echinodermata Archaster Archaster sp 0,00 0,00 0,30 Ophiopus Ophiopus sp 0,00 0,00 0,10 2 Annelida Nereis Nereis sp 2,04 0,00 14,77 3 Arthropoda Scylla Scylla sp 4,49 0,00 0,00 Pagurus Pagurus sp. 0,00 0,00 0,10 Pagurus bernhardus 2,86 9,35 0,20 Pagurus granosimanus 0,00 0,00 0,10 4 Mollusca Nassarius Nassarius stolatus 2,04 0,61 0,00 Turricula Turricula javana 0,41 0,20 0,00 Engina Engina sp 1,22 2,03 0,80 Melanoides Melanoides tuberculata 11,84 47,36 58,89 Telescopium Telescopium telescopium 0,00 0,00 0,10 Cerithidea Cerithidea cingulate 1,22 3,46 0,20 Glauconome Glauconome virens 0,00 0,20 1,31 Perna Perna viridis 0,00 0,00 0,10 Pholas Pholas orientalis 21,22 2,24 0,10 Anadara Anadara granosa 2,86 0,00 0,00 Anadara inaequivalvis 2,86 5,08 1,11 Donax Donax cuneatus 0,00 0,00 0,40 Donax variabilis 0,00 0,00 17,89 Meretrix Meretrix casta 33,88 26,63 1,41 Meretrix meretrix 13,06 2,03 0,80 Meretrix lyrata 0,00 0,81 1,31 Jumlah 100 100 100

Parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata nilai

parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah pada setiap stasiun penelitian yang

dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 5.

Universitas Sumatera Utara 38

Tabel 9. Pengamatan nilai rata-rata parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah Baku Stasiun Standart Parameter Satuan Mutu I II III Deviasi Fisika Suhu °C 28-32 29,8 31 29,6 1,17 Kecerahan cm > 6 12,3 14,8 17,5 2,89 Kedalaman cm - 104 86 64 17,76 Kecepatan cm/det - 2,06 arus 4,28 4,55 8,46 Kimia DO mg/L > 5 4,4 4,8 5 0,34 pH - 7-8,5 8,2 8,2 8,1 0,19 Salinitas ‰ s/d 34 26,1 25,3 22,05 2,31 Nitrat mg/L 0,015 4,25 2,66 2,34 0,99 Fosfat mg/L 0,008 5,97 3,5 1,66 2,56

Hasil pengamatan terhadap parameter fisika perairan Sei Nipah menunjukkan bahwa suhu perairan tertinggi diperoleh pada stasiun II yakni 31 °C dan suhu perairan terendah diperoleh pada stasiun III yakni 29,6 °C. Kemudian nilai kecerahan perairan tertinggi diperoleh pada stasiun III yakni 17,5 cm dan nilai kecerahan perairan terendah diperoleh pada stasiun I yakni 12,3 cm.

Selanjutnya nilai kedalaman perairan terdalam diperoleh pada stasiun I yakni

104 cm dan nilai kedalaman perairan terdangkal diperoleh pada stasiun III yakni

64 cm. Sedangkan nilai kecepatan arus perairan tertinggi diperoleh pada stasiun

III yakni 8,46 cm/det dan nilai kecepatan arus perairan terendah diperoleh pada stasiun I yakni 4,28 cm/det.

Adapun hasil pengamatan terhadap parameter kimia perairan Sei Nipah menunjukkan bahwa nilai DO tertinggi diperoleh pada perairan stasiun I yakni

4,4 mg/L dan nilai DO terendah diperoleh pada perairan stasiun III yakni 5 mg/L.

Kemudian nilai pH perairan tertinggi terdapat pada stasiun I dan II yakni 8,2 dan pH terendah diperoleh pada stasiun III yakni 8,1. Selanjutnya nilai salinitas tertinggi diperoleh pada stasiun I dengan nilai 26,1 sementara salinitas dengan

Universitas Sumatera Utara 39

nilai terendah yakni 22,05 diperoleh pada stasiun III. Kemudian nilai nitrat yang paling tinggi diperoleh pada stasiun I dengan nilai 4,25 mg/L, dan nilai nitrat terendah diperoleh pada stasiun III yakni 2,34 mg/L. Sedangkan nilai fosfat yang tertinggi berada pada stasiun I dengan nilai 5,97 mg/L dan nilai fosfat terendah diperoleh pada stasiun III dengan nilai 1,66 mg/L

Tekstur substrat dan C-Organik perairan Sei Nipah

USDA (United States Department of Agriculture) merupakan suatu lembaga pertanian internasional berasal dari Amerika Serikat. Penentuan substrat pada stasiun penelitian di perairan Sei Nipah menggunakan segitiga tekstur

USDA. Segitiga ini terbagi atas bidang yang menunjukkan masing-masing tekstur berbeda dengan cara diukur sesuai dengan fraksi substrat yang didapatkan dari analisa laboratorium. Berdasarkan USDA diketahui bahwa substrat perairan Sei

Nipah pada stasiun I dan II adalah lempung berpasir, sedangkan pada stasiun III adalah pasir berlempung, dengan nilai persentasi C-organik (%) yang tertinggi adalah pada stasiun I yaitu 1,62, kemudian stasiun II yaitu 1,27% dan stasiun III yang terendah adalah sebesar 1,08. Tekstur substrat dan C-organik perairan Sei

Nipah ditampilkan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Tekstur substrat dan C-organik perairan Sei Nipah Tekstur (%) Stasiun C-Organik (%) USDA Pasir Debu Liat I 1,62 50 43 7 Lempung berpasir II 1,27 70 25 5 Lempung berpasir III 1,08 82 8 10 Pasir berlempung

Analisis komponen utama (AKU) keanekaragaman makrozoobentos

Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa kecerahan, DO, dan kecepatan arus berkorelasi negatif dengan keanekaragaman makrozoobentos.

Universitas Sumatera Utara 40

Sedangkan suhu, kedalaman, pH, salinitas, nitrat, fosfat, dan C-organik menunjukkan korelasi yang positif dengan keanekaragaman. Grafik korelasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Variables (axes F1 and F2: 72,92 %) 1

pH 0,75 Suhu 0,5

0,25 Kecepatan Salinitas arus 0 C-organik Nitrat F2 (13,81 %) (13,81 F2 -0,25 DO Keanekaraga man Kecerahan Kedalamanmakrozoobe -0,5 ntos Fosfat -0,75

-1 -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 F1 (59,12 %)

Active variables

Gambar 8. Hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter fisika dan kimia di perairan Sei Nipah

Selain hubungannya dengan parameter fisika dan kimia, ketiga lokasi stasiun dengan 4 kali pengulangan menunjukkan karakteristik yang berbeda.

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada kuadran 1 stasiun I.I; I.III; I.IV dan II.III memiliki pH, suhu, dan salinitas sebagai karakteristiknya. Selanjutnya pada kuadran 2 hanya stasiun I.II dengan parameter yang menjadi karakteristiknya adalah C-organik, kedalaman, nitrat, dan fosfat. Kemudian pada kuadran 3 stasiun

II.II; III.II dan III.III menunjukkan DO dan kecerahan sebagai karakteristik yang dominan pada stasiun tersebut. Terakhir pada kuadran 4 yaitu II.I; II.IV; III.I dan

III.IV menunjukkan kecepatan arus sebagai karakteritik yang dominan pada

Universitas Sumatera Utara 41

stasiun tersebut. Karakteristik pada setiap stasiun dan pengulangan dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.

Biplot (axes F1 and F2: 72,92 %)

6 pH 5 Suhu 4

3

2 III.I I.III III.IV II.III SalinitasI.I 1 II.I Kecepatan arus II.IV I.IV 0 III.III C-organik F2 (13,81 %) (13,81 F2 -1 II.II Nitrat DO Keanekaragaman -2 makrozoobentos KecerahanIII.II -3 KedalamanI.II

-4 Fosfat -5 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 F1 (59,12 %)

Active variables Active observations

Gambar 9. Karakteristik stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia

Dari hasil interpretasi hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan parameter fisika kimia perairan Sei Nipah pada Tabel 11, diketahui bahwa suhu, kecepatan arus, pH, dan salinitas memiliki hubungan interpretasi rendah.

Kemudian kecerahan, kedalaman, nitrat dan fosfat memiliki hubungan interpretasi sedang terhadap keanekaragaman. Sedangkan DO dan C-organik memiliki hubungan kuat terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Pada Tabel 11 juga tertera bahwa kecerahan, kecepatan arus, dan DO memiliki hubungan yang berbanding terbalik terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Nilai korelasi dan interpretasi parameter fisika kimia perairan Sei Nipah dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 6.

Universitas Sumatera Utara 42

Tabel 11. Nilai korelasi dan interpretasi analisis komponen utama (AKU) dengan keanekaragaman makrozoobentos Parameter Nilai Interpretasi Suhu 0,372 Rendah Kecerahan -0,475 Sedang Kedalaman 0,524 Sedang Kecepatan arus -0,387 Rendah DO -0,676 Kuat pH 0,232 Rendah Salinitas 0,246 Rendah Nitrat 0,591 Sedang Fosfat 0,505 Sedang C-organik 0,632 Kuat

Pembahasan

Komposisi jenis makrozoobentos

Jumlah seluruh makrozoobentos dari hasil penelitian yang dilakukan di perairan Sei Nipah adalah sebanyak 1.732 individu dengan jumlah individu terbanyak pada stasiun III yaitu sebanyak 995 individu, diikuti dengan stasiun II sebanyak 492 individu dan paling sedikit terletak pada stasiun I yaitu sebanyak

245 individu. Jenis makrozoobentos yang didapatkan terdiri dari 3 filum yaitu

Echinodermata sebanyak 2 spesies, Annelida 1 spesies, Arthropoda sebanyak 4 spesies, dan Moluska sebanyak 16 spesies. Total seluruh spesies adalah sebanyak

23 spesies. Jumlah makrozoobentos yang berbeda-beda pada tiap stasiun disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik dan fungsi perairan. Selain itu toleransi jenis makrozoobentos terhadap perairan yang dihuni juga berbeda-beda.

Filum Moluska ditemukan pada ketiga stasiun yang menunjukkan bahwa filum

Moluska dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan dengan karakteristik berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan Cappenberg et al. (2006) yang menyatakan bahwa Moluska memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup tinggi pada berbagai habitat.

Universitas Sumatera Utara 43

Melanoides tuberculata merupakan individu terbanyak yang ditemukan selama penelitian dan spesies yang berada pada ketiga stasiun. Jumlah

Melanoides tuberculata terbanyak ditemukan pada stasiun III, yaitu sebanyak 586 individu, kemudian pada stasiun II sebanyak 233 dan paling sedikit pada stasiun I yaitu 29 individu. Keberadaan makrozoobentos salah satunya dipengaruhi oleh substrat yang dihuninya. Ketiga stasiun memiliki substrat agak berlumpur sebagaimana Melanoides tuberculata merupakan Gastropoda yang memiliki kisaran toleransi tinggi dan dapat menghuni habitat dengan substrat agak berlumpur. Selain itu, stasiun III merupakan daerah yang dialiri muara dengan arus yang cukup deras. Maka Melanoides tuberculata yang ditemukan pun cukup banyak dibandingkan dengan stasiun I dan II karena habitatnya sesuai. Hal ini sesuai dengan Kariono et al. (2013) yang menyatakan bahwa Gastropoda terutama

Melanoides tuberculata merupakan organisme perairan yang menyukai habitat air beraliran deras serta bagian dasar yang agak berlumpur, sehingga Melanoides tuberculata dapat menghuni hampir semua habitat yang ada pada ketiga lokasi stasiun.

Spesies Ophiopus sp, Pagurus sp, Pagurus granosimanus, Telescopium telescopium, dan Pholas orientalis merupakan makrozoobentos yang hanya ditemukan 1 kali. Kelima spesies ini juga hanya ditemukan pada stasiun III.

Rendahnya jumlah individu dapat disebabkan oleh toleransi terhadap perubahan lingkungan. 2 diantara 5 spesies ini merupakan bagian dari filum Moluska kelas

Gastropoda dan . Sebagaimana dari tabel komposisi (Tabel 6) diketahui bahwa jenis makrozoobentos yang paling banyak ditemukan adalah dari filum moluska yaitu kelas Gastropoda dan Bivalvia. Banyaknya kehadiran organisme

Universitas Sumatera Utara 44

dari filum Moluska disebabkan organisme ini dapat hidup di berbagai substrat yang dibuktikan dengan banyak ditemukannya cangkang kerang mati yang berada di pinggiran pantai maupun di daerah tempat pengambilan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan. Hal ini sesuai dengan Tuhumena et al. (2013) yang mengemukakan bahwa Moluska dapat hidup pada berbagai tipe substrat dan jika menempati habitat yang sesuai seperti daerah yang didominasi oleh lembaran karang mati dan batu-batuan, maka kehadiran jenis Moluska akan tinggi.

Indeks keanekaragaman (H’)

Hasil pengolahan data makrozoobentos menunjukkan bahwa nilai keanekaragaman stasiun I, II, dan III masing-masing adalah 2,4; 1,9; dan 1,9.

Keanekaragaman ketiga stasiun ini berada pada kategori sedang. Kategori sedang juga menunjukkan bahwa kondisi perairan sudah mulai mengalami ketidakstabilan parameter fisika kimia perairan sehingga kualitas perairan menurun dan adanya tekanan ekologis yang mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos yang berada di perairan Sei Nipah. Hal ini didukung dengan kondisi di pagi hari saat pengambilan sampel makrozoobentos, adanya aktivitas warga sekitar dengan banyaknya limbah domestik yang dibuang langsung ke dalam perairan seperti buih dari hasil pembuangan limbah rumah tangga dan sampah plastik yang terdampar di pinggiran pantai serta ditemukan juga di daerah perairan yang sedang surut. Hal ini didukung oleh Arbi (2011) yang menjelaskan bahwa perbedaan nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain jumlah jenis atau individu yang didapat serta adanya

Universitas Sumatera Utara 45

beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang lebih melimpah daripada jenis lainnya.

Selain kestabilan lingkungan, jumlah individu tiap spesies yang tidak merata juga mempengaruhi keanekaragaman. Hal ini didukung dengan beberapa spesies yang jumlahnya sedikit dan adanya spesies yang jumlahnya banyak seperti pada stasiun I dengan spesies Meretrix casta sejumlah 83 individu, sedangkan

Melanoides tuberculata terdapat sebanyak 233 individu di stasiun II dan 586 individu di stasiun III. Hal ini sesuai dengan Gunarto (2005), yang menyatakan bahwa, suatu komunitas memiliki keanekaragaman dan keseragaman jenis yang tinggi apabila jumlah individu relatif merata, sebaliknya jika suatu komunitas hanya terdiri dari jumlah individu yang tidak merata atau ada beberapa yang dominan, komunitas tersebut tidak dapat dikatakan keanekaragaman atau keseragaman yang tinggi

Selain adanya spesies mendominasi yang diduga dapat menjadi salah satu penyebab keanekaragaman yang rendah, nilai pembagi seluruh total individu juga diduga dapat menyebabkan penurunan nilai keanekaragaman karena nilainya yang besar, membuat hasil jumlah individu jenis ke-i dibagi jumlah total individu seluruh jenis menjadi kecil. Pada stasiun I jumlah total individu sebesar 245 individu namun keanekaragamannya lebih tinggi dibandingkan stasiun III yang jumlah total individunya 995 individu dan memiliki spesies paling banyak.

Namun semakin semakin besar jumlah jumlah individu jenis ke-i dibagi jumlah total individu seluruh jenisnya, hasil perhitungannya akan semakin kecil. Hal ini didukung juga dengan pernyataan Nahlunnisa et al. (2016) yang menyatakan bahwa pada beberapa kasus terjadi penurunan nilai indeks ketika adanya

Universitas Sumatera Utara 46

penambahan jumlah spesies dan jumlah individu yang tidak proporsional, sehingga pada Indeks Shannon Wienner penambahan jumlah spesies tidak selalu direspon dengan penambahan nilai indeks. Arbi (2011) juga menyatakan bahwa dengan ditemukannya spesies yang lebih banyak akan menyebabkan rendahnya keanekaragaman.

Indeks keseragaman (E)

Nilai indeks keseragaman yang didapatkan pada stasiun I, II, dan III masing-masing adalah 0,7; 0,7; dan 0,6. Menurut Alwi et al. (2020) bila nilai mendekati 0 berarti keseragaman stabil karena adanya jenis yang mendominasi, dan bila mendekati 1 keseragaman stabil yang menunjukan tidak ada jenis yang mendominasi. Nilai indeks keseragaman makrozoobentos perairan Sei Nipah pada ketiga stasiun menunjukkan kategori yang sama yaitu sedang yang menunjukkan penyebaran populasi makrozoobentos yang cukup merata meskipun pada stasiun

III menunjukkan angka yang lebih rendah yaitu 0,6. Hal ini didukung dengan tingginya spesies yang mendominasi pada stasiun III yaitu Melanoides tuberculata.

Selain daripada tingginya spesies dominan dan karakteristik perairan, daya adaptasi dan persaingan spesies tertentu juga menentukan keseragaman spesies yang dihuni. Hal ini sesuai dengan Odum (1993) dalam Efrizal (2008), yang menyatakan bahwa penggunaan indeks keseragaman berkaitan erat dengan daya tahan hidup dan persaingan antar spesies. Daya tahan hidup ini berpengaruh terhadap kualitas lingkungan, sedangkan persaingan antar spesies dapat terjadi dalam mencari makanan atau habitat.

Universitas Sumatera Utara 47

Indeks dominansi (C)

Nilai dominansi (C) yang diperoleh pada stasiun I, II, dan III masing- masing adalah 0,3; 0,4 dan 0,4, dengan kategori dominansi untuk stasiun I adalah rendah, sedangkan stasiun II dan III pada kategori sedang. Nilai dominansi menunjukkan spesies yang mendiami habitat tersebut tidak merata. Serta adanya kemampuan bertahan hidup spesies juga mempengaruhi dominansi di stasiun tersebut. Hal ini didukung oleh stasiun II dan III dengan spesies Melanoides tuberculata lebih dominan dibandingkan spesies lainnya. Hal ini sesuai dengan

Oktarina dan Syamsudin (2015), adanya dominansi menunjukan bahwa tidak semua spesies makrozoobentos memiliki daya adaptasi dan kemampuan untuk bertahan hidup yang sama di suatu tempat.

Salah satu parameter yang berkaitan dengan dominansi kategori sedang di stasiun II dan III oleh spesies Melanoides tuberculata adalah salinitas. Salinitas yang rendah diduga menjadi salah satu faktor spesies Melanoides tuberculata menjadi dominan dibanding spesies lainnya. Melanoides tuberculata merupakan salah satu spesies yang habitatnya di air tawar. Meskipun terdapat di air tawar,

Melanoides tuberculata masih bisa menolerir habitat tersebut. Bolaji et al. (2011) menyatakan bahwa Melanoides tuberculata ini tidak dapat mentolerir kontak yang lama dengan salinitas di atas 25 ppt. Hal ini juga didukung stasiun I yang salinitasnya mencapai 26,1 diduga menyebabkan jumlah Melanoides tuberculata paling sedikit jumlahnya. Selain itu Saputra et al. (2017) menyatakan bahwa

Melanoides tuberculata toleran terhadap kondisi lingkungan dengan konsentrasi oksigen rendah yang sesuai dengan keadaan oksigen terlarut paling rendah di stasiun I yaitu 4,4 mg/L

Universitas Sumatera Utara 48

Kelimpahan (K)

Nilai kelimpahan tertinggi berada pada stasiun III yaitu sebesar 83. Salah satu parameter yang mempengaruhi kelimpahan adalah kedalaman air. Diduga rendahnya kedalaman air pada stasiun III berasal dari sedimen yang tidak terlalu tinggi, berbeda dengan stasiun I yang sedimennya cukup tinggi, dengan perairan yang cukup dalam pada saat keadaan air sedang pasang, sehingga kelimpahannya paling rendah. Hal ini sesuai dengan Cleto-filho & Arcifa (2006) juga menyatakan bahwa kelimpahan makrozoobentos lebih tinggi di perairan yang dangkal.

Kelimpahan relatif (Kr)

Melanoides tuberculata merupakan salah satu makrozoobentos yang ditemukan di ketiga stasiun dengan kelimpahan relatif tertinggi pada stasiun III yaitu sebesar 58,89% dan terendah pada stasiun I yaitu 11,84%. Hal ini didukung dengan pernyataan Rahmawati dan Retnaningdyah (2015) yang menyatakan bahwa Melanoides tuberculata memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan. Selain itu Melanoides tuberculata merupakan makrozoobentos yang habitatnya di air tawar, namun masih ditemukan di stasiun I dan II salinitasnya lebih tinggi dibandingkan stasiun III yang diduga karena Melanoides tuberculata masih dapat beradaptasi di habitat tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Purnama et al. (2019) yang menyatakan bahwa Melanoides tuberculata memiliki operkulum yang dapat melindungi diri sehingga bisa bertahan pada salinitas tinggi.

Kelimpahan relatif dengan nilai terendah yaitu 0,10% pada spesies

Ophiopus sp, Telescopium telescopium, Pagurus sp, Pagurus granosimanus,

Pholas orientalis. Kelima spesies hanya ditemukan satu kali dalam 4 pengambilan

Universitas Sumatera Utara 49

dan terdapat pada stasiun III. Meskipun jumlahnya hanya sedikit, namun diduga hal ini menunjukkan bahwa kondisi habitat pada stasiun III masih dalam kategori yang baik bagi sebagian makrozoobentos. Ditambah lagi adanya mangrove dari daerah muara yang zat organiknya dibawa oleh aliran air tawar dari muara menuju laut. Hal ini didukung dengan kondisi parameter fisika dan kimia perairan di stasiun III yang beberapa diantaranya masih sesuai bagi kehidupan makrozoobentos. Salah satu parameter yang diduga mendukung ditemukannya kelima spesies tersebut adalah kecepatan arus yang cukup tinggi pada stasiun III.

Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu oleh Ratih et al. (2015), yang menyatakan bahwa perairan yang berarus cepat lebih banyak ditemukan hewan bentos

Pada tabel kelimpahan relatif (Tabel 8) diketahui bahwa spesies

Glauconome virens dan Donax variabilis hanya berada pada stasiun III. Stasiun

III memiliki substrat berpasir. Glauconome virens dan Donax variabilis ditemukan terbenam di dalam substrat berpasir dengan sedikit lumpur pada saat melakukan pengambilan makrozoobentos menggunakan sekop hingga sedalam 20 cm. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Irawan (2008) yang menyatakan bahwa Moluska terutama jenis kerang-kerangan banyak ditemukan terbenam dalam substrat lumpur berpasir.

Parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah

Suhu Suhu merupakan salah satu parameter fisika yang mempengaruhi kelimpahan makrozoobentos. Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa kisaran rata-rata suhu di perairan Sei Nipah 29,6-31 °C yang merupakan kisaran suhu yang masih baik bagi habitat makrozoobentos. Hal ini didukung dengan tingginya

Universitas Sumatera Utara 50

kelimpahan di stasiun III dengan suhu 29,6°C yang menandakan aktivitas biota masih baik. Sementara suhu pada stasiun I tergolong cukup tinggi yaitu 31°C, yang membuat kelimpahannya rendah karena kurangnya kemampuan spesies makrozoobentos beradaptasi maupun melakukan aktivitas fisiologis. Hal ini sesuai dengan Fadillah et al. (2016) yang menyatakan bahwa kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan bentos antara 20 °C -30 °C.

Kecerahan

Hasil pengamatan rata-rata parameter fisika dan kimia perairan Sei Nipah

(Tabel 9), nilai kecerahan pada Stasiun I, II, dan III adalah 12,3; 14,8 dan 17,5.

Nilai kecerahan tertinggi berada pada stasiun III yang diduga karena lumpur yang tidak terlalu tebal, dibandingkan dengan rendahnya kecerahan daerah stasiun I yang terdapat banyak buangan limbah domestik, sehingga menyebabkan warna air menjadi keruh dan penetrasi cahaya ke dasar perairan kurang optimal. Hal ini didukung dengan hubungan kecerahan dengan kedalaman perairan. Penetrasi cahaya matahari dapat menjangkau dasar perairan. Hal ini sesuai dengan

Sastrawijaya (2000) yang menyatakan bahwa tingkat kecerahan yang rendah

(keruh) mengakibatkan pembiasan cahaya sehingga membatasi masuknya cahaya ke dalam air. Hal ini disebabkan tingginya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut dalam air.

Kedalaman

Berdasarkan pengamatan rata-rata kedalaman pada Tabel 9, hasil pengukuran kedalaman pada stasiun pengamatan berbeda-beda. Pada stasiun I nilai kedalamannya 104 cm; stasiun II 86 cm; dan stasiun III 64 cm. Kedalaman tiap stasiun pengamatan diduga mempengaruhi jumlah dan jenis makrozoobentos

Universitas Sumatera Utara 51

yang ditemukan. Hal ini sesuai dengan Sulphayrin et al. (2018) yang menyatakan bahwa umumnya beberapa jenis makrozoobentos dapat ditemukan pada kedalaman yang berbeda (Sulphayrin et al., 2018)

Kecepatan arus

Nilai rata-rata kecepatan arus pada stasiun I adalah 4,28 cm/s; stasiun II

4,55 cm/s dan stasiun III 8,46 cm/s. Stasiun III memiliki kecepatan arus paling tinggi karena dangkal, dan memiliki struktur sedimen perairan dengan sedikit lumpur dan fraksi pasir yang cukup tinggi. Kemudian stasiun III masih dipengaruhi oleh arus dari sungai yang terbawa dari muara. Sedangkan stasiun I dan II karakteristik sedimennya berlumpur cukup tebal dengan pasir yang tidak terlalu banyak. Kemudian stasiun I dan II kedalamannya lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun III sehingga kecepatan arusnya relatif rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, perbedaan kecepatan arus berdasarkan stasiun I, II, III diduga dapat mempengaruhi jenis makrozoobentos yang ditemukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ratih et al. (2015) yang menyatakan bahwa perairan yang berarus cepat lebih banyak ditemukan hewan bentos dan mempunyai kecepatan metabolisme yang lebih tinggi daripada di perairan berarus lambat.

Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO)

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata DO di perairan Sei Nipah, kandungan DO terendah berada pada stasiun I yaitu 4,4 mg/L, diikuti dengan stasiun II sebesar 4,8 mg/L dan stasiun III sebesar 5 mg/L. Kondisi ini berhubungan dengan parameter fisika dan kimia perairan yaitu kedalaman, suhu dan salinitas. Hal ini sesuai dengan Sidabutar et al. (2019) yang menyatakan

Universitas Sumatera Utara 52

bahwa nilai suhu akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Kadar oksigen terlarut akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Pernyataan ini mendukung kondisi perairan pada stasiun I yang menunjukkan kedalaman 104 cm, diikuti dengan suhu 29,8 °C yang lebih rendah daripada stasiun II. Meningkatnya salinitas diikuti dengan penurunan oksigen terlarut. Hal ini sesuai dengan Flora et al. (2015) yang menyatakan bahwa oksigen terlarut akan menurun apabila salinitas meningkat.

Derajat keasaman (pH)

Berdasarkan Tabel 9, nilai pH perairan Sei Nipah tidak berbeda jauh.

Stasiun I dan II memiliki pH yang sama yaitu 8,2. Sedangkan stasiun III memiliki pH 8,1. Tingginya nilai pH diduga berasal dari aktivitas warga sekitar seperti adanya buangan limbah langsung ke perairan. Stasiun I dan II memiliki pH yang sama karena masih berada pada daerah yang berdekatan, namun stasiun I lebih dekat dengan wilayah pemukiman. Sedangkan stasiun III cenderung dimanfaatkan sebagai area wisata, serta alirannya dekat dengan muara. Meskipun dalam angka yang cukup tinggi, namun kondisi ini masih cukup baik bagi habitat makrozoobentos. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) yang menyatakan bahwa organisme bentos cenderung suka nilai pH sekitar 7-8,5 pada lingkungan hidupnya.

Salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran salinitas di perairan Sei Nipah, diketahui bahwa nilai salinitas pada stasiun I, II, dan III masing-masing adalah 26,1‰;

25,3‰; dan 22,05‰. Rendahnya nilai salinitas pada stasiun III diduga merupakan pengaruh dari aliran muara. Adanya perubahan salinitas juga berpengaruh

Universitas Sumatera Utara 53

terhadap aktivitas makrozoobentos di dalam perairan tersebut. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Payung (2017), adanya masukan air sungai dapat menyebabkan menurunnya kadar salinitas yang menyebabkan kematian beberapa jenis makrobentos. Hal ini didukung dengan banyaknya ditemukan cangkang Gastropoda maupun Bivalvia yang sudah mati di sekitar stasiun III. Namun dengan hasil pengukuran yang didapatkan nilai tersebut diduga termasuk kategori baik bagi kehidupan makrozoobentos di perairan Sei Nipah.

Hal ini sesuai dengan Asriani (2013) yang menyatakan bahwa kisaran salinitas yang mendukung untuk biota makrozoobentos berkisar antara 15 ‰-35 ‰.

Kedalaman diduga dapat mempengaruhi kadar salinitas suatu perairan. Hal ini didukung dengan nilai kedalaman yang berbeda-beda pada lokasi ketiga stasiun menunjukkan kadar salinitas yang menurun, salah satunya adalah pada stasiun I yang merupakan stasiun dengan kedalaman paling tinggi yaitu 104 cm menunjukkan kadar salinitas yang meningkat. Sebaliknya pada stasiun II dengan nilai kedalaman 86 cm menunjukkan kadar salinitas yang menurun. Hal ini sesuai dengan Hamzah dan Trenggono (2014) yang menyatakan bahwa nilai salinitas semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman.

Nitrat (NO3)

Hasil pengukuran Nitrat (Tabel 9) yang didapat pada stasiun I, II, dan III adalah sebesar 4,25 mg/L; 2,66 mg/L; dan 2,34 mg/L. Berdasarkan baku mutu

KEPMEN LH Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut, nilai Nitrat yang masih sesuai adalah sebesar 0,008 mg/l. Perbandingan antara Nitrat yang diukur dengan baku mutu KEPMEN LH Nomor 51 tahun 2004 sangat berbeda jauh yang berarti belum mencapai kesesuaian. Tingginya kandungan Nitrat pada stasiun I

Universitas Sumatera Utara 54

diduga berasal dari aktivitas warga yang menyebabkan limbah domestik. Hal ini didukung dengan rendahnya kelimpahan di stasiun I dan jumlahnya paling sedikit diantara ketiga stasiun pengamatan. Kemudian diikuti dengan stasiun II yang hanya berjarak 150 m dari stasiun I, diduga masih terdapat akumulasi limbah yang terbawa dari stasiun I, serta stasiun III yang diduga terdapat buangan limbah dari aktivitas wisata maupun dari aliran muara. Hal ini sesuai dengan Kurniawan et al.

(2016) yang menyatakan bahwa, kadar nitrat yang tinggi pada suatu wilayah perairan umumnya disebabkan oleh masuknya limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri.

Fosfat (PO4)

Rata-rata pengamatan fosfat di perairan Sei Nipah yang didapatkan pada stasiun I adalah 5,97 mg/L; stasiun II 3,5 mg/L; dan stasiun III 1,66 mg/L.

Berdasarkan KEPMEN LH Nomor 51 tahun 2004 baku mutu fosfat yang sesuai dengan air laut adalah 0,015 mg/L. Namun, kisaran nilai yang didapatkan dari pengukuran fosfat di perairan Sei Nipah sangat tinggi sehingga tidak sesuai dengan baku mutu. Kandungan fosfat tertinggi berada pada stasiun I. Hal ini diduga karena aktivitas warga yang banyak membuang limbah secara langsung ke dalam perairan. Limbah domestik yang dibuang ke perairan dapat menambah pasokan zat organik. Selain itu, pengambilan air dekat dengan dasar diduga menjadi salah satu faktor yang membuat tingginya kandungan fosfat. Hal ini didukung oleh penelitian Ulqodry et al. (2010) yang menyatakan bahwa tingginya kandungan fosfat di dasar perairan karena dasar perairan umumnya kaya akan zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa- senyawa organik yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati.

Universitas Sumatera Utara 55

Dalam penelitiannya, Patty et al. (2015) menyebutkan bahwa bila konsentrasi fosfat sangat besar di perairan dan melebihi nilai ambang batas maka terjadi eutrofikasi yang ditandai dengan terjadinya kematian berbagai jenis biota laut. Hal ini didukung dengan banyaknya ditemukan cangkang Moluska serta beberapa ikan kecil yang sudah mati baik di perairan maupun di pinggiran pantai pada setiap stasiun pengamatan. Adanya aliran dari air tawar dari muara yang membawa kandungan zat organik dari daerah mangrove juga diduga meningkatkan kandungan Fosfat di stasiun III. Tingginya kandungan Fosfat pada stasiun II juga diduga berasal dari dekomposisi organisme yang mati serta limbah yang berasal dari aktivitas warga dan limbah buangan dari nelayan yang menambah zat organik ke dalam perairan Sei Nipah.

Standart Deviasi

Berdasarkan nilai standar deviasi nilai tertinggi adalah kedalaman dengan nilai 17. Tingginya nilai standar deviasi diduga karena nilai pengukuran yang bervariasi dan berbeda-beda pada tiap pengambilannya di ketiga stasiun. Hal ini didukung dengan rata-rata nilai kedalaman yang terendah adalah 64 cm pada stasiun III, sedangkan yang tertinggi 104 cm pada stasiun I. Hal ini sesuai dengan

Yusniati dan Kurniati (2017) yang menyatakan bahwa apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai standard deviasi akan besar, tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai standar deviasi akan kecil.

Tekstur substrat dan C-organik perairan Sei Nipah

Jenis substrat merupakan salah satu faktor yang mendukung kehidupan makrozoobentos karena hidupnya cenderung menetap di dasar. Hal ini didukung

Universitas Sumatera Utara 56

oleh Putri et al. (2016) yang menyatakan bahwa kebanyakan hewan makrobentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Berdasarkan hasil yang tertera pada Tabel 10, tekstur substrat pada stasiun I dan II merupakan lempung berpasir, sedangkan pada stasiun III merupakan pasir berlempung. Jenis substrat yang berbeda dapat menentukan perbedaan makrozoobentos yang menghuni habitat tersebut. Hal ini diduga dari hasil pengambilan makrozoobentos menggunakan sekop berukuran 20 cm, ditemukan makrozoobentos yang mengubur diri dalam substrat salah satunya Nereis sp. Hal ini didukung oleh Barus et al. (2019) yang menyatakan bahwa Polychaeta banyak dijumpai pada substrat berlumpur sampai pasir halus.

Berdasarkan segitiga USDA yang menunjukkan bahwa substrat dengan fraksi pasir tertinggi di stasiun III diduga menyebabkan kandungan C-organiknya rendah. Hal ini sesuai dengan Yolanda et al. (2019) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan pasir pada sedimen, maka semakin berkurang kandungan C-organiknya disebabkan karena substrat berpasir tidak memiliki pori- pori yang rapat, sehingga substrat tidak mampu menyerap C-organik

Selain berguna bagi kesuburan substrat, C-organik juga berperan sebagai makanan bagi organisme di perairan. Rata-rata C-organik pada stasiun pengamatan adalah 1,08-1,62. Stasiun III merupakan daerah dengan C-organik terendah yang diduga karena substratnya yang mengandung fraksi pasir lebih banyak sehingga lebih kasar dibanding stasiun I dan II. Hal ini sesuai dengan

Irmawan et al. (2010) yang menyatakan bahwa pada sedimen yang kasar, kandungan bahan organiknya rendah karena partikel yang lebih halus tidak mengendap. Meskipun lebih rendah dibanding stasiun I dan II, kandungan C-

Universitas Sumatera Utara 57

organik mengendap karena masih ada terdapat lumpur pada substrat di stasiun III yang dimanfaatkan oleh makrozoobentos yang mengubur diri dalam substrat. Hal ini sesuai dengan Junardi (2001) yang menyatakan bahwa substrat yang mengendap banyak mengandung bahan organik. Bahan organik dimanfaatkan oleh organisme bentos termasuk Polychaeta didasar perairan.

Analisis komponen utama (AKU) dengan keanekaragaman makrozoobentos

Dari hasil pengolahan data penelitian yang telah dilakukan, hasil analisis menunjukkan bahwa kecerahan, DO dan kecepatan arus berkorelasi negatif, hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan berbanding terbalik antara ketiga parameter tersebut dengan keanekaragaman makrozoobentos. Selain berkorelasi negatif, hasil interpretasi dari nilai yang didapatkan menunjukkan hubungan yang berbeda-beda. DO menunjukkan hubungan interpretasi kuat, kecepatan arus menunjukkan hubungan interpretasi rendah, sedangkan kecerahan menunjukkan interpretasi sedang. Adanya hubungan interpretasi yang berbeda-beda dengan berkorelasi negatif ini diduga mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos dan dapat terjadi adanya dominansi karena terdapat jenis makrozoobentos yang tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya. Salah satunya adalah kecepatan arus yang tinggi diduga dapat mempengaruhi jenis makrozoobentos yang berada di dalam suatu perairan. Hal ini sesuai dengan Magfirah et al. (2014) yang menyatakan bahwa kecepatan arus yang terlalu tinggi mengakibatkan hanya sebagian kecil saja makrozoobentos yang dapat menyesuaikan hidup dengan habitatnya.

Suhu, kedalaman, pH, salinitas, nitrat, fosfat, C-organik menunjukkan korelasi positif yang artinya ketujuh parameter ini berbanding lurus dengan

Universitas Sumatera Utara 58

keanekaragaman makrozoobentos di perairan Sei Nipah. Salah satu parameter yang berpengaruh adalah nitrat. Selain berkorelasi positif, nitrat menginterpretasikan hubungan yang sangat kuat dengan keanekaragaman makrozoobentos di perairan Sei Nipah. Meskipun nilai nitrat di Sei Nipah melebihi kesesuaian baku mutu, menurut Wardoyo (1982) nilai nitrat pada stasiun

II dan III masih dalam batas yang optimum. Tingginya kandungan nitrat diduga berasal dari limbah domestik akibat aktivitas masyarakat, aliran dari muara yang membawa kandungan bahan organik hingga limbah yang dibuang ke perairan dari kapal nelayan yang melewati stasiun II dan III menuju laut. Hal ini sesuai dengan

Kurniawan et al. (2016) yang menyatakan bahwa kandungan nitrat berpengaruh terhadap besarnya komposisi makrozoobentos yang ada di perairan, semakin meningkat konsentrasi nitrat maka semakin tinggi pula komposisi makrozoobentosnya.

Salah satu hasil korelasi yang tertera pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa suhu dan oksigen terlarut (DO) berkorelasi negatif dengan nilai -0,651 yang menunjukkan tingkat hubungan kuat. Hal ini menyebabkan kondisi suhu yang meningkat dapat menurunkan kadar oksigen terlarut. Kondisi ini juga didukung dengan salinitas dan kedalaman yang juga menunjukkan korelasi negatif dengan DO. Meskipun kadar suhu pada stasiun I tidak lebih tinggi daripada stasiun II, namun adanya kedalaman yang tinggi diikuti dengan suhu 29,8 °C diduga menyebabkan metabolisme biota meningkat sehingga membutuhkan kadar oksigen yang cukup banyak. Hal ini didukung oleh Patty (2018) yang menyatakan bahwa oksigen dalam air dimanfaatkan oleh organisme perairan yang dapat menyebabkan kadar DO menurun. Hal ini juga berkaitan dengan kenaikan suhu

Universitas Sumatera Utara 59

terhadap penurunan DO sesuai dengan pernyataan Faturohman et al. (2016) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu maka DO akan semakin rendah.

Pada Gambar 9 yang merupakan gambar karakteristik stasiun penelitian berdasarkan parameter fisika kimia perairan menunjukkan hasil yang berbeda pada tiap stasiun dan pengulangan. Pada kuadran 1 menunjukkan pH, suhu, dan salinitas sebagai karakteristik stasiun I.I; I.III; I.IV dan II.III. Hal ini didukung dengan kondisi pada stasiun I.I; I.III; I.IV dan II.III berdasarkan pengukuran parameter setiap pengulangan (Lampiran 5) menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan parameter lainnya. Begitu juga pada kuadran 2 yang menunjukkan

C-organik, kedalaman, nitrat, dan fosfat sebagai karakteristik utama pada stasiun

I.II. Hal ini berkaitan dengan parameter tersebut yang menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan stasiun dan pengulangan lainnya. Selanjutnya pada kuadran 3 menunjukkan DO dan kecerahan sebagai karakteristik yang dominan pada stasiun II.II; III.II dan III.III. Hal ini didukung dengan nilai DO pada stasiun

II.II yang menunjukkan nilai 4,6 mg/L yang merupakan nilai rendah dibandingkan pengulangan III dan IV, sementara kecerahannya tinggi. Berbeda dengan kondisi pada stasiun III.II dan III.III yang nilai DO dan kecerahannya sama-sama menunjukkan nilai yang tinggi dibanding pengulangan lainnya pada stasiun yang sama. Kemudian yang terakhir pada kuadran 4 menunjukkan kecepatan arus sebagai karakteristik yang dominan pada stasiun II.I; II.IV; III.I dan III.IV. Hal ini berkaitan dengan nilai kecepatan arus yang tinggi pada stasiun yang sama pada pengulangan yang berbeda. Kondisi kecepatan arus pada stasiun III.I bukan merupakan yang tertinggi dibandingkan stasiun III.III namun diduga hal ini karena stasiun III.III memiliki karakteristik lain yang lebih dominan.

Universitas Sumatera Utara 60

Rekomendasi pengelolaan

Tingginya aktivitas warga di sekitar perairan Sei Nipah memberikan pengaruh terhadap perubahan parameter fisika dan kimia hingga mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos yang mendiami daerah tersebut. Meskipun perubahan lingkungannya tidak begitu ekstrim bagi makrozoobentos, namun beberapa parameter ditambah limbah eksternal dari aktivitas warga sedikit banyaknya mengubah kemerataan makrozoobentos. Selain kemerataan, dengan adanya perubahan kualitas perairan menyebabkan adanya dominansi jenis makrozoobentos yang dapat bertahan dengan lingkungan perairan yang berubah.

Salah satu jenis yang mendominasi yakni Melanoides tuberculata.

Meskipun indeks dominansi menunjukkan kategori sedang, namun jika dilihat berdasarkan jumlah individu yang didapatkan Melanoides tuberculata merupakan salah satu spesies terbanyak yang diduga menyebabkan kurang meratanya individu tiap spesies pada ketiga stasiun penelitian. Selain dapat digunakan sebagai indikator kualitas suatu perairan, adanya makrozoobentos menjadi hal yang penting bagi rantai makanan organisme di perairan.

Berdasarkan kategori dari hasil penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan peningkata kualitas dengan beberapa cara, salah satunya adalah pemantauan secara rutin dan kerjasama yang baik dari pemerintah kepada masyarakat setempat hingga pengunjung yang berwisata, sehingga perairan Sei

Nipah semakin membaik kualitasnya dan perairan dapat dikelola agar kelestarian dari keanekaragaman biota makrozoobentos yang mendiami perairan Sei Nipah akan tetap terus terjaga.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kategori indeks keanekaragaman makrozoobentos Sei Nipah pada stasiun I, II,

dan III adalah sedang. Selanjutnya kategori indeks keseragaman pada stasiun I,

II, dan III adalah sedang. Kemudian kategori dominansi stasiun I adalah

rendah, sedangkan stasiun II dan III pada kategori sedang. Jumlah spesies

makrozoobentos di perairan Sei Nipah yang ditemukan adalah sebanyak 23

spesies dengan total 1.732 individu.

2. Hubungan parameter fisika dan kimia dengan keanekaragaman makrozoobentos

di perairan Sei Nipah berkorelasi negatif dengan kecerahan, DO, dan kecepatan

arus. Sementara itu, perairan Sei Nipah berkorelasi positif dengan suhu,

kedalaman, pH, salinitas, nitrat, fosfat, C-organik.

Saran

Saran dari hasil penelitian ini sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai sedimentasi dan pola distribusi makrozoobentos di perairan Sei

Nipah. Diharapkan hasil dari penelitian kali ini dapat menjadi masukan bagi pembaca maupun peneliti selanjutnya agar lebih memperhatikan kondisi perairan

Sei Nipah, sebagaimana diketahui bahwa perairan Sei Nipah memiliki potensi sumberdaya laut yang cukup baik.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, D., Muhammad, S. H. dan Herat, H. 2020. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos pada Ekosistem Mangrove Desa Daruba pantai Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Enggano. 5(1):64-77 Arbi, U.Y. 2011. Struktur Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 37(1):71-89

Arfiati, D., Herawati, E. Y., Buwono, N. R., Firdaus, A., Winarno, M. S. dan Puspitasari, A. W. 2019. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada Ekosistem Lamun di Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Journal of Fisheries and Marine Research. 3 (1):1-7

Arief, A.M.P. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisisus. Yogyakarta

Asriani, W. O., Emiyarti, dan Ishak, E. 2013. Studi Kualitas Lingkungan di Sekitar Pelabuhan Bongkar Muat Nikel (Ni) dan Hubungannya dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Desa Motui Kabupaten Konawe Utara. Jurnal Mina Laut Indonesia. 3(12):22 – 35. Barman, U. dan Choudhury, R. D. 2020. Soil Texture Classification Using Multi Class Support Vector Machine. Information Processing in Agriculture. 7(2020):318– 332 Barus, B. S., Aryawati, R., Putri, W. A. E., Nurjuliasti, E., Diansyah, G., dan Sitorus, E. 2019. Hubungan N-total dan C-organik Sedimen dengan Makrozoobentos di Perairan Pulau Payung, Banyuasin, Sumatera Selatan. Jurnal Kelautan Tropis. 22(2):147-156 Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bengen, D.G. 2004. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), dalam Interaksi Daratan dan Lautan : Pengaruhnya Terhadap Sumber Daya dan Lingkungan. Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Bolaji, D.A., Edokpayi, C.A., Samuel, O.B., Akinnigbagbe, R.O. and Ajulo, A. A. (2011). Morphological Characteristics and Salinity Tolerance of Melanoides Tuberculata (Muller, 1774). World J. Biological Research. 4(2):1-11 Brotowidjoyo, D.M., D. Tribowo, Eko. M., 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty. Yogyakarta. Cappenberg, H.A.W., Aziz, A. dan Aswandy, I. 2006. Komunitas Moluska di Perairan Teluk Gilimanuk, Bali Barat. Oseanologi Dan Limnologi Di Indonesia. 40: 53- 64.

Universitas Sumatera Utara

Choirudin, I. R., Supardjo, M. N. dan Muskananfola, M. R. 2014. Studi Hubungan Kandungan Bahan Organik Sedimen dengan Kelimpahan Makrozoobentos di Muara Sungai Wedung Kabupaten Demak. Diponegoro Journal of Maquares. 3(3):168-176

Cleto-filho SEN. & Arcifa, MS. 2006. Horizontal Distribution and Temporal Variation of The Zoobenthos of A Tropical Brazilian Lake. Acta Limnologica Brasiliensis. 18(4):407 – 421 Dahuri, R., Rais J., Ginting S.P., Sitepu, M. J. 2013. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Balai Pustaka. Jakarta. Damayanti, A. A., Trisnawati, N. L. P. dan Suyanto, H. 2021. Identifikasi Bilangan Gelombang Daun Sirih (Piper sp.) Menggunakan Metode Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Principal Component Analysis (PCA). Buletin Fisika. 22(2):60-66

Desinawati, Adi, E. dan Utami, E .2018. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Pakil Kabupaten Bangka. Akuatik Jurnal Sumberdaya Perairan. 12 (2):54-63 Desmawati, I., Adany, A. dan Java, C. A. 2019. Studi Awal Makrozoobentos di Kawasan Wisata Sungai Kalimas, Monumen Kapal Selam Surabaya. Jurnal Sains dan Seni ITS. 8 (2):2337-3520 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta. Efrizal, T. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Perairan di Sungai Sail Kota Pekanbaru. Journal of Environmental Science. 2(2):24-26. Fachrul M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT. Bumi Aksara. Jakarta Fadillah, Patana, N. dan Dalimunthe, M. 2016. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Perubahan Kualitas Perairan di Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Aquacoastmarine. 4(1):1-15 Fajeri, F., Lestari, F. dan Susiana, S. 2020. Asosiasi Gastropoda di Ekosistem Padang Lamun Perairan Senggarang Besar, Kepulauan Riau, Indonesia. Jurnal Akuakultur, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 4(2):53-58 Fastawa, Agustina, E. dan Kamal, S. 2018. Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Pencemaran di Kawasan Payau Krueng Aceh. Prosiding Seminar Nasional Biotik. 2018:390-396 Faturohman, I., Sunarto, dan Nurruhwati, I. 2016. Korelasi Kelimpahan Plankton dengan Suhu Perairan Laut di Sekitar PLTU Cirebon. Jurnal Perikanan Kelautan. 7(1):115-122 Flora, S. M., Setiyono, H. dan Tisiana, A. R. 2015. Pengaruh Lapisan Termoklin Terhadap Kandungan Oksigen Terlarut di Samudera Hindia bagian Timur. Jurnal Oseanografi. 4(1):185-194

Universitas Sumatera Utara

Foth, HD. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.

Gitarama, A.M., K. Majariana, R. Dewi, A. Priyono. 2016. Komunitas Makrozoobentos dan Akumulasi Kromium di Sungai Cimanuk Lama, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 21(1):48-55.

Gunarto. 2005. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian. 23(1):15-21 Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito, Maury, H. K. dan Alianto. 2018. Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan. 16(1):35-43 Hamzah, F. dan Trenggono, M. 2014. Oksigen Terlarut di Selat Lombok. Jurnal Kelautan Nasional. 9(1):21-35 Hawari, A. & Amin, B. 2014. Hubungan Antara Bahan Organik Sedimen dengan Kelimpahan Makrozoobentos di Perairan Pantai Pandan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan. 1(2):1-11.

Hyland, J., Balthis, L., Karakassis, I., Magni, P., Petrov, A., Shine, J., Vestergaard, O., dan Warwick, R. 2005. Organic Carbon Content of Sediments as an Indicator of Stress in The Marine Benthos. Marine Ecology Progress Series. 295: 91–103. Irawan, I. 2008. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) Serata Distribusinya di Pulau Burung dan Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor

Irmawan, Zulkifli, R. N. H. dan Hendri, M. 2010. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Estuaria Kuala Sugihan Provinsi Sumatra Selatan. Maspari Journal. 1(2010):53-58 Irwan, D. 1997. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem dan Komunitas Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta Ita. R., E. K. Wibowo. 2009. Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi Sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. 14(1):50-59.

Junardi. 2001. Keanekaragaman Pola Penyebaran dan Ciri-ciri Substrat Polikaeta (Filum: Annelida) di Perairan Pantai Timur Lampung Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Kafiar, F. P., I. Salim, dan C. F. Djarwo. 2019. Identifikasi Kandungan Formalin pada Ikan Segar Bernilai Ekonomis Tinggi yang Terdapat di Pasar Tradisional Kota Jayapura. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pengembangan Iptek dan Seni Edisi V:142-152 Kariono, M., Achmad, R. dan Bustamin. 2013. Kepadatan dan Frekuensi Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. Jurnal e-Jipbiol. (1):57-64.

Universitas Sumatera Utara

Kawuri, L. R., M. N. Suparjo dan Suryanti. 2012. Kondisi Perairan Berdasarkan Bioindikator Makrobentos di Sungai Seketak Tembalang Kota Semarang. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. 1(1): 1-7 Kordi, M.G.H.,2013. Panduan Lengkap Bisnis dan Budidaya Ikan Betutu. Lily Publisher Yogyakarta.

Krebs, C. J. 1999. Ecological Methodology. Menlo Park. California (US) Krebs, C.J. 1985. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. Harper and Row Publisher Inc. New York Kurniawan, Purwiyanto, A. I. S. dan Fauziyah. 2016. Hubungan Nitrat Fosfat dan Ammonium Terhadap Keberadaan Makrozoobentos di Perairan Muara Sungai Lumpur Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Maspari Journal. 8(2):101-110 Magfirah, Emiyarti, Haya, L.O. M. Y. 2014. Karakteristik Sedimen dan Hubungannya dengan Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Tahi Ite Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia. 4 (14):117–131 Nahlunnisa, H., Zuhud, E. A. M., dan Santosa Y. 2016. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan di Areal Nilai Konservasi Tinggi (NKT) Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Riau. Media Konservasi. 21(1):91-98

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta Nugroho Y. 2009. Analisis Sifat Fisik-Kimia dan Kesuburan Tanah pada Lokasi Rencana Hutan Tanaman Industri PT Prima Multibuwana. Hutan Tropis Borneo. 10(27): 222–229. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Eidman M, Koesoebiono, & Bengen DG (penerjemah). PT. Gramedia. Jakarta. Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Umum. Diterjemahkan oleh T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Penerjemah Tjahyono Samingan. Yogyakarta:UGM Press. Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta. Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Oktarina, A. dan Syamsudin, T. S. 2015. Keanekaragaman dan Distribusi Makrozoobentos di Perairan Lotik dan Lentik Kawasan Kampus Institut Teknologi Bandung, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. 1(2): 227-235. Pasisingi, N., Pratiwi, N.T.M.., & Krisanti, M. 2014. Kualitas Perairan Sungai Cileungsi Bagian Hulu Berdasarkan Kondisi Fisik-Kimia. Jurnal Ilmu Perairan Pesisir dan Perikanan (DEPIK). 3(1):56-64

Universitas Sumatera Utara

Patty, S. I. 2018. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 6(1):54-60 Patty, S. I., Arfah, H. dan Abdul, M. S. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1(1):43-50 Payung, W. R. 2017. Keanekaragaman Makrozoobentos (Epifauna) pada Ekosistem Mangrove di Sempadan Sungai Tallo Kota Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Persulessy, M. & Arini, I. 2018. Keanekaragaman Jenis dan Kepadatan Gastropoda di Berbagai Substrat Berkarang di Perairan Pantai Tihunitu Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Biopendix. 5(1):45-52

Pratiwi, D. A., Maryati, S., Suharno, dan Bambang, S. 2007. Biologi untuk SMA kelas X. Jakarta: Erlangga Purnama, M. H., Admaja, A. K. dan Haslianti. 2019. Bivalvia dan Gastropoda Perairan Tawar di Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 25(3):191- 202 Putri, A. M. S., Suryanti, dan Widyorini, N. 2016. Hubungan Tekstur Sedimen dengan Kandungan Bahan Organik dan Kelimpahan Makrozoobenthos di Muara Sungai Banjir Kanal Timur Semarang. Saintek Perikanan. 12 (1):75-80.

Putri, W. A. E., Purwiyanto, A. I. S., Fauziyah, Agustriani, F. dan Suteja, Y. 2019. Kondisi Nitrat, Nitrit, Amonia, Fosfat dan BOD di Muara Sungai Banyuasin Sumatera. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 11(1): 65-74

Rahmawati, N. N. dan Retnaningdyah, C. 2015. Struktur Komunitas Makroinvertebrata Bentos di Saluran Mata Air Nyolo Desa Ngenep Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika. 3(1):21-26 Rappe, R.A. 2010. Struktur Komunitas Ikan pada Padang Lamun yang Berbeda di Pulau Barrang Lompo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(2):62-73.

Rasyid, A. J. 2005. Studi Kondisi Fisika Oseanografi untuk Kesesuaian Budidaya Rumput Laut di Perairan Pantai Sinjai Timur. Jurnal Torani. 15(2):73-80. Ratih, I., W. Prihanta, dan R. E. Susetyarini. 2015. Inventarisasi Keanekaragaman Makrozoobentos di Daerah Aliran Sungai Brantas Kecamatan Ngoro Mojokerto Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA Kelas X. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 1 (2): 158-169

Ridwan, M., Rizal, F., Ishma, F., dan Danang, A.P. 2016. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di empat Muara Sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang, Banten. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 9(1):57-65 Rizka, S., Z.A. Muchlisin, Q. Akyun, N. Fadli, I. Dewiyanti, A. Halim. 2016. Komunitas Makrozoobentos di Perairan Estuaria Rawa Gambut Tripa Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1(1):134-145.

Universitas Sumatera Utara

Sakila, N., Ramadhani, D. A., dan Suryanti, A. 2018. Pertumbuhan dan Struktur Umur Kerang Kepah (Meretrix meretrix) di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Journal of Marine and Aquatic Sciences. 4 (2):316-323 Saputra, O., Ihsan, Y. N., Sari, L. P. dan Mulyani, Y. 2017. Sedimentasi dan Sebaran Makrozoobentos di Kawasan Laguna Segara Anakan Nusakambangan, Cilacap. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 8(1):26-33 Sarmidi dan Nurdiansyah, I. 2017. Aplikasi Pembelajaran Praktikum Analisis Titrimetri di Laboratorium Kimia Sekolah Menengah Kejuruan Bina Putera Nusantara kota Tasikmalaya. Jurnal Teknik Informatika. 5(1):51-60 Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Sawiya. 2015. Identifikasi Terumbu Karang Perairan Mamburit Kebupaten Sumenep. Jurnal Ilmu Perikanan. 6(1):73-79 Siaka, I. M. 2008. Korelasi Antara Kedalaman Sedimen di Perairan Benoa dan Konsentrasi Logam Berat Pb dan Cu. Journal Kimia. 2(2):61-70.

Sidabutar, E. A., Sartimbul, A. dan Handayani, M. 2019. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut terhadap Kedalaman di Perairan Teluk Prigi Kabupaten Trenggalek. Journal of Fiheries and Marine Research. 3(1):46-52 Silaban, L. L. dan Windryanto, T. 2015. Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove Berbasis Ekowisata Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Administrasi. 4(1):1-18 Simamora, F. 2017. Inventarisasi Jenis Ikan di Perairan Sungai Nipah Dusun III Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Medan Area.

Simanjuntak, M. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Journal of Fisheries Sciences. 11(1):31-45. Simatupang, L. L. O., Khardinata, E. H. dan Amrul, H. M. Z. N. 2017. Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Muara Sungai Nipah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Jurnal Biologi Lingkungan. Industri Kesehatan. 4(1):69-82 Sinambela, M. & Sipayung, M. 2015. Makrozoobentos dengan Parameter Fisika dan Kimia di Perairan Sungai Babura Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Biosains. 1(2):44-50 Singh K. P., Malik, A., Mohan, D. dan Sinha, D. 2004. Multivariate Statistical Techniques For The Evaluation of Spatial and Temporal Variations in Water Quality of Gomti River (India) - A Case Study. Water Research. 38(18):3980- 3992.

Universitas Sumatera Utara

Siregar, Y. D. I., Heyanto, R., Riyadhi, A. dan Lestari, T. H. dan Nurlela. 2015. Karakterisasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan Menggunakan FTIR dan Analisis Kemometrika. Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia. 1(2):103-116 Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administasi. Alfabeta. Bandung Sulphayrin, Ola, L. O. L, dan Arami, H. 2018. Komposisi dan Jenis Makrozoobentos (Infauna) Berdasarkan Ketebalan Substrat pada Ekosistem Lamun di Perairan Nambo Sulawesi Tenggara. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan. 3(4):343- 352 Suriadarma, A. 2011. Dampak Beberapa Parameter Faktor Fisika Kimia Terhadap Kualitas Lingkungan Perairan Wilayah Pesisir Karawang – Jawa Barat. Riset Geologi dan Pertambangan. 21:19-33 Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (pH) dan Oksigen Terlarut Sebagai Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi Lingkungan. 5(2):33-39 Sutoyo. 2010. Keanekaragaman Hayati Indonesia. Suatu Tinjauan : Masalah dan Pemecahannya. Buana Sains. 10(2):101-106 Tuhumena J.R., Kusen, J. D. dan Paruntu, C. P. 2013. Struktur Komunitas Karang dan Biota Asosiasi pada Kawasan Terumbu Karang di Perairan Desa Minanga Kecamatan Malayang II dan Desa Mokupa Kecamatan Tombiri. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 3(1):6-12 Tungka, W. Anggita, Haeruddin, dan Churun, A. 2016. Konsentrasi Nitrat dan Ortofosfat di Muara Sungai Banjir Kanal Barat dan Kaitannya dengan Kelimpahan Fitoplankton. Harmful Alga Blooms (HABs). Journal of Fisheries Science and Technology. 12(1):40-46. Ulqodry, T. Z., Yulisman, Syahdan, M. dan Santoso. 2010. Karakterisitik dan Sebaran Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sains. 13(1):35-41 Utomo, W. P., Nugraheni, Z. V., Rosyidah, A., Shafwah, O. M., Naashihah, L. K., Nurfitria, N. dan Ulfindrayani I. F. 2018. Penurunan Kadar Surfaktan Anionik dan Fosfat dalam Air Limbah Laundry di Kawasan Keputih, Surabaya Menggunakan Karbon Aktif. Akta Kimia Indonesia. 3(1): 127-140 Vernberg, W. B., Thurberg, F. P., Calabrese, A. and Vernberg, F. J. 1981. Marine Pollution: Functional Responses. London Academic Press. London. Wardoyo, S.T.H., 1982. Water Analysis Manual Tropical Aquatic Biology Program. Biotrop, SEAMEO. Bogor. Wibowo, E. K. 2004. Beberapa Aspek Bio Fisik Kimia Tanah di Daerah Hutan Mangrove Desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Wiedarti, S., D. Hardiyanti dan R. I. Darda. 2014. Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Ciliwung. Ekologia. 14(1): 13-20

Universitas Sumatera Utara

Winarno, K., P. A. Okid, A. D. Setyawan. 2000. Pemantauan Kualitas Perairan Rawa Jabung Berdasarkan Keanekaragaman dan Kekayaan Komunitas Bentos. Biosmart. 2(1): 40-46.

Yolanda, Effendi, Y., H. dan Sartono, B. 2019. Konsentrasi C-organik dan Substrat Sedimen di Perairan Pelabuhan Belawan Medan. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. 3(2):300-308 Yunitawati, Sunarto, dan Hasan, Z. 2012, Hubungan Antara Karakteristik Substrat dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Sungai Cantigi. Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3):221-227

Yusniati, E. dan Kurniati. 2017. Analisa Puncak Banjir dengan Metode MAF (Studi Kasus Sungai Krueng Keureuto). Jurnal Einstein. 5(1):7-12 Zulkifli, H dan Setiawan, D. 2011. Struktur dan Fungsi Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi Kawasan Pulokerto Sebagai Instrumen Biomonitoring. Jurnal Natur Indonesia. 14(1):95-99

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara 71

Lampiran 1. Alat dan bahan

Alat

GPS (Global positioning system) Termometer

Refraktometer DO Meter

pH meter Saringan makrozoobentos

Universitas Sumatera Utara 72

Pipa substrat Sekop

Alkohol 70 % Plot 1x1 m2

Plastik Botol sampel air

Styrofoam box Buku identifikasi makrozoobentos

Universitas Sumatera Utara 73

Spidol permanen Kertas label

Secchi disk Bola duga

Meteran Alat tulis

Milimeter blok Tisu

Universitas Sumatera Utara 74

Bahan

Sampel substrat Sampel makrozoobentos

Sampel air

Universitas Sumatera Utara 75

Lampiran 2. Langkah kerja

Pengukuran suhu Pengukuran pH

Pengukuran salinitas Pengukuran kecerahan

Peletakkan plot Pengambilan substrat

Penyaringan makrozoobentos Penyekopan makrozoobentos

Universitas Sumatera Utara 76

Pengukuran kedalaman Pengukuran kecepatan arus

Universitas Sumatera Utara 77

Lampiran 3. Spesies Makrozoobentos

Kingdom:Animalia Filum:Echinodermata Kelas:Asteroidea Ordo:Valvatida Famili:Archasteridae Genus:Archaster Spesies:Archaster sp

Kingdom:Animalia Filum:Echinodermata Kelas:Ophiuroidea Ordo:Amphilepidida Famili:Amphilepidida Incertae Sedis Genus:Ophiopus Spesies:Ophiopus arcticus

Kingdom:Animalia Filum:Annelida Kelas:Polychaeta Ordo:Errantia Famili:Nereidae Genus:Nereis Spesies:Nereis sp

Kingdom:Animalia Filum:Arthropoda Kelas:Malacostraca Ordo:Decapoda Famili:Portunidae Genus:Scylla Spesies:Scylla sp

Universitas Sumatera Utara 78

Kingdom:Animalia Filum:Arthropoda Kelas:Malacostraca Ordo:Decapoda Famili:Paguridae Genus:Pagurus Spesies:Pagurus sp

Kingdom:Animalia Filum:Arthropoda Kelas:Malacostraca Ordo:Decapoda Famili:Paguridae Genus:Pagurus Spesies:Pagurus bernhardus

Kingdom:Animalia Filum:Arthropoda Kelas:Malacostraca Ordo:Decapoda Famili:Paguridae Genus:Pagurus Spesies:Pagurus granosimanus

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Gastropoda Ordo:Neogastropoda Famili:Nassariidae Genus:Nasarius Spesies:Nassarius stolatus

Universitas Sumatera Utara 79

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Gastropoda Ordo:Neogastropoda Famili:Clavatulidae Genus:Turricula Spesies:Turricula javana

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Gastropoda Ordo:Neogastropoda Famili:Pisaniidae Genus:Engina Spesies:Engina sp

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Gastropoda Ordo:Caenogastropoda Famili:Thiaridae Genus:Melanoides Spesies:Melanoides tuberculata

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Gastropoda Ordo:Caenogastropoda Famili:Potamididae Genus:Telescopium Spesies:Telescopium telescopium

Universitas Sumatera Utara 80

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Gastropoda Ordo:Caenogastropoda Famili:Potamididae Genus:Cerithidea Spesies:Cerithidea cingulata

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Mytilida Famili:Mytilidae Genus:Perna Spesies:Perna viridis

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Myida Famili:Pholadidae Genus:Pholas Spesies:Pholas orientalis

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Arcida Famili:Arcidae Genus:Anadara Spesies:Anadara granosa

Universitas Sumatera Utara 81

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Arcida Famili:Arcidae Genus:Anadara Spesies:Anadara inaequivalvis

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo: Famili: Genus:Donax Spesies:Donax cuneatus

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Cardiida Famili:Donacidae Genus:Donax Spesies:Donax variabilis

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Venerida Famili:Glauconomidae Genus:Glauconome Spesies:Glauconome virens

Universitas Sumatera Utara 82

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Venerida Famili:Veneridae Genus:Meretrix Spesies:Meretrix casta

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Venerida Famili:Veneridae Genus:Meretrix Spesies:Meretrix meretrix

Kingdom:Animalia Filum:Mollusca Kelas:Bivalvia Ordo:Venerida Famili:Veneridae Genus:Meretrix Spesies:Meretrix lyrata

Universitas Sumatera Utara 83

Lampiran 4. Klasifikasi jenis makrozoobentos No Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies 1 Echinodermata Asteroidea Valvatida Archasteridae Archaster 1 Archaster sp Ophiuroidea Amphilepidida Amphilepidida incertae sedis Ophiopus 2 Ophiopus sp 2 Annelida Polychaeta Errantia Nereidae Nereis 3 Nereis sp 3 Arthropoda Malacostraca Decapoda Portunidae Scylla 4 Scylla sp Paguridae Pagurus 5 Pagurus sp. 6 Pagurus bernhardus 7 Pagurus granosimanus 4 Mollusca Gastropoda Neogastropoda Nassariidae Nassarius 8 Nassarius stolatus Clavatulidae Turricula 9 Turricula javana Caenogastropoda Buccinidae Engina 10 Engina sp Thiaridae melanoides 11 Melanoides tuberculata

Potamididae Telescopium 12 Telescopium telescopium Cerithidea 13 Cerithidea cingulate Bivalvia Mytilida Mytilidae Perna 14 Perna viridis Myida Pholadidae Pholas 15 Pholas orientalis

Arcida Arcidae Anadara 16 Anadara granosa

17 Anadara inaequivalvis Cardiida Donacidae Donax 18 Donax cuneatus 19 Donax variabilis Venerida Glauconomidae Glauconome 20 Glauconome virens

Veneridae Meretrix 21 Meretrix casta 22 Meretrix meretrix 23 Meretrix lyrata

Universitas Sumatera Utara 84

Lampiran 5. Parameter fisika dan kimia perairan Stasiun I Stasiun II Stasiun III Parameter Satuan Sampling Sampling Sampling I II III IV I II III IV I II III IV Fisika Suhu °C 31,2 29,8 33 30,4 29,6 28,6 31,1 30 30,6 29,4 29,3 29,3 Kecerahan cm 12 14 10 13,5 16 16 12 15,5 15 17 21 17 Kedalaman cm 105 110 95 105 85 85 80 95 65 65 60 65 Kecepatan arus cm/det 4,6 4,11 3,53 4,89 4,76 4,32 3,82 5,3 8,43 7,69 8,64 9,09 Kimia DO mg/L 4,2 4,7 4,3 4,4 5,25 4,6 4,6 5 4,8 5 5,2 5 pH - 8,3 8,1 8,3 8,4 8,4 8,1 8,2 8,2 8,4 7,7 8,3 8,3 Salinitas ‰ 28,6 25 24,6 26,3 25,5 25 24 27 22,6 22 20 23,5 Nitrat mg/L 3,87 5,09 4,75 3,31 2,64 2,35 3,2 2,45 2,3 2,56 2,37 2,14 Fosfat mg/L 4,33 10,72 3,43 5,39 3,61 2,9 2,48 2,86 1,34 2,42 1,75 1,18 C-Organik % 1,62 1,27 1,08

Universitas Sumatera Utara 85

Lampiran 6. Korelasi matriks PCA Variabel Suhu Kecerahan Kedalaman Kecepatan arus DO pH Salinitas Nitrat Fosfat C-organik Suhu 1 -0,819 0,365 -0,438 -0,651 0,316 0,279 0,618 0,057 0,558 Kecerahan -0,819 1 -0,663 0,736 0,825 -0,172 -0,619 -0,696 -0,332 -0,741 Kedalaman 0,365 -0,663 1 -0,815 -0,632 0,160 0,837 0,735 0,773 0,934 Kecepatan arus -0,438 0,736 -0,815 1 0,592 -0,048 -0,672 -0,656 -0,547 -0,775 DO -0,651 0,825 -0,632 0,592 1 -0,129 -0,547 -0,627 -0,313 -0,768 pH 0,316 -0,172 0,160 -0,048 -0,129 1 0,240 0,006 -0,089 0,217 Salinitas 0,279 -0,619 0,837 -0,672 -0,547 0,240 1 0,366 0,399 0,696 Nitrat 0,618 -0,696 0,735 -0,656 -0,627 0,006 0,366 1 0,776 0,860 Fosfat 0,057 -0,332 0,773 -0,547 -0,313 -0,089 0,399 0,776 1 0,730 C-organik 0,558 -0,741 0,934 -0,775 -0,768 0,217 0,696 0,860 0,730 1 Keanekaragaman 0,372 -0,475 0,524 -0,387 -0,676 0,232 0,246 0,591 0,505 0,632 makrozoobentos

Universitas Sumatera Utara