W idya Gen itri : Jurn a l Ilmiah Pe nd i dika n , Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102 Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 137-147 E-ISSN : 2685-7198 DO I : 10.36417/widyagenitri.v11i2.386 STAH Dharma Sentana Tengah

KAJIAN ADAT JUJURAN DALAM PERKAWINAN SUKU DAYAK MERATUS DI DESA KADAYANG KALIMANTAN SELATAN

TRADITIONAL STUDY OF JUJURAN IN DAYAK MERATUS WEDDING IN KADAYANG VILLAGE,

Winda D1 Kadek Hemamalini2 Anak Agung Oka Puspa3 I Made Biasa4

[email protected] [email protected] [email protected] [email protected]

Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta1 Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta2 Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta3 Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta4

ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang Adat Jujuran dalam Perkawinan Dayak Meratus di Desa Kadayang Kalimantan Selatan. Dimana dalam pelaksanaan upacara perkawinan sering mengalami kegagalan yang diakibatkan oleh jumlah jujuran yang diminta terlalu besar sehingga menyebabkan pihak laki-laki tidak sanggup untuk membayarnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan bahkan tidak jarang lebih memilih menikah dengan orang yang berbeda keyakinan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dalam proses perkawinan masyarakat Hindu Kadayang bentuk jujuran yang diserahkan kepada adat dan juga keluarga pengantin wanita berupa sejumlah uang, yang jumlahnya tidak mengikat, tetapi disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai laki-laki. Besar kecilnya jumlah jujuran adalah hasil negosiasi yang terjadi pada acara Baruji. Makna yang terkandung dalam adat jujuran secara teologis bahwa perkawinan masyarakat Hindu desa Kadayang dikatakan sah apabila menggunakan adat jujuran yang harus disaksikan oleh adat dan disaksikan oleh Tuhan yang disimbolkan dengan penggunaan sirih, pinang dan kapur sebagai simbol Tuhan. Makna sosial kemasyarakatan dalam adat jujuran sebagai wujud penghargaan kepada orang tua calon mempelai perempuan dan ikatan yang menyatukan dua buah keluarga yang berbeda melalui pernikahan. Sanksi sosial keagamaan jika perkawinan dilaksanakan tanpa mengunakan adat jujuran maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah secara agama.

Kata Kunci: Adat Jujuran, Perkawinan Dayak Meratus, Desa Kadayang Kalimantan Selatan

148

W idya Gen itri : Jurn a l Ilmiah Pe nd i dika n , Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102 Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 137-147 E-ISSN : 2685-7198 DO I : 10.36417/widyagenitri.v11i2.386 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

ABSTRACT

This paper discusses the Adat Jujuran in Dayak Meratus Marriage in Kadayang Village, South Kalimantan. Where in the implementation of marriage ceremonies often experience failure due to the number of jujuran requested is too large so that the man is unable to pay for it and decides to cancel the marriage and often prefers to marry people of different beliefs. This research is a qualitative descriptive study using data collection methods through interviews and documentation. The results showed that in the marriage process of the Hindu Kadayang community, the form of jujuran submitted to the customs and the bride's family was in the form of a sum of money, the amount of which was not binding, but was adjusted to the ability of the prospective groom. The size of the number of jujuran is the result of negotiations that took place at the Baruji event. The theological meaning contained in the adat jujuran is that the marriage of the Hindu village of Kadayang is said to be valid if it uses the jujuran tradition which must be witnessed by custom and witnessed by God which is symbolized by the use of betel, areca nut and lime as symbols of God. The social meaning in jujuran customs is a form of appreciation for the parents of the prospective bride and the bond that unites two different families through marriage. Social and religious sanctions if the marriage is carried out without the use of jujuran tradition, the marriage is considered to be religiously invalid.

Keywords: Traditional Jujuran, Meratus Dayak Marriage, Kadayang Village, South Kalimantan.

149

1. PENDAHULUAN (Koentjaraningrat, 2002). Tapi merupakan Negara yang sebaliknya, nilai-nilai tersebut yang sangat besar. Berdasarkan catatan mendorong atau menggugah sensus BPS tahun 2010 tercatat ada perasaan untuk melakukan suatu 1.340 suku yang tersebar diberbagai penelitian, mengkaji dan wilayah di Indonesia, dengan jumlah mengembangkan warisan budaya penduduknya pada tahun 2019 yang ada dan hidup pada setiap mencapai 266,91 juta jiwa, yang suku bangsa (Sudarma, et.al, 2019). terdiri dari berbagai ras, suku adat- Secara umum di Indonesia istiadat, budaya serta upacara yang khususnya daerah Kalimantan berbeda-beda. Bentuk upacara Selatan ada dua bentuk adat perkawinan di Indonesia sangat perkawinan yang sangat berbeda, beragam baik baik yang dilakukan baik dalam tata cara secara adatnya maupun agama. pelaksanaannya maupun jenis ritual Secara adat seperti upacara yang digunnakan, yaitu adat perkawinan menurut adat Jawa, perkawinan suku Banjar dan suku , Bugis, , Suku Dayak Dayak. perkawinan suku Dayak dan lain sebagainya. Sedangkan Meratus khususnya, masih murni yang berasal dari agama seperti warisan leluhur suku Dayak yang upacara perkawinan menurut Islam, telah dilakukan sejak dahulu (Faidi, Hindu, Budha, Kristen, Konghucu 2015). Bertolak dari acuan dan kepercaya lainnya tersebut di atas, maka sebagai (Suryaningsih, 2012). generasi muda atau generasi Suku Dayak dalam hal tata penerus penulis merasa terpanggil cara dan adat istiadat antara satu untuk meneliti sehingga dapat Kabupaten dangan Kabupaten melakukan kewajiban ikut serta lainnya memiliki bentuk upacara menjaga, membina dan perkawinan yang berbeda dan melestarikan budaya leluhur atau pelaksanaan upacara adat juga peninggalan nenek moyang yang beraneka ragam sesuai dengan telah hidup dan berkembang secara keyakinan dan pandangan turun temurun sejak dahulu kala. masyarakat sehingga berlaku khususnya perkawinan suku Dayak dimasing-masing daerah atau suku Meratus yang hidup dan dengan menampilkan warna atau berkembang di desa Kadayang corak masing-masing (Faidi, 2015). Kalimantan Selatan. Sehingga Perbedaan atau kekayaan budaya yang dimiliki keanekaragaman suku dan adat tidak akan punah ditelan masa istiadat itu bukannya memisahkan (Aprilia, 2016). hubungan antar daerah dan suku Tujuan penting dari bangsa tersebut, akan tetapi lebih pernikahan adalah untuk memperkaya khazanah kebudayaan menghasilkan keturunan, setiap Bangsa Indonesia (Utami, Kunarti, pasangan ingin memiliki anak-anak & Meike Lusye Karolus, 2018). yang cakap, sehat, cerdas yang Persamaan nilai budaya tidak memiliki nilai-nilai moral yang tinggi berarti menghilangkan dan memberi kebanggaan dan keanekaragaman adat dan istiadat kebahagiaan. Prem P. Bhalla, serta kebiasaan yang dimiliki oleh 2010;159. Dalam setiap daerah masing-masing suku setiap adat istiadat maupun agama

150

tentunya tujuan dari pada untuk modal usaha, pendidikan pelaksanaan perkawinan itu sama. baik untuk dirinya ataupun anak- Perkawinan terjadi tentunya karna anaknya kelak dan kegiatan rohani adanya sebuah komitmen yang seperti melakukan Yadnya di hari- dibangun didalam diri oleh masing- hari suci dan sebagai mahkluk masing pasangan, yaitu sebuah sosial tentu sebagi modal untuk ikatan lahir dan batin antara membangun kekeluargaan dengan seorang pria dan wanita sebagai masyarakat luas (Adiputra, 2003). suami istri untuk membentuk Ditinjau dari aspek agama keluarga atau rumah tangga yang Hindu perkawinan merupakan bahagia (Jaman, 2008). Adat jujuran peristiwa sakral yang memiliki sebagai prosesi awal penetapan hubungan erat dengan kerohanian, kesepakatan pelaksanaan dimana bukan saja mengandung perkawinan. unsur lahir atau jasmani belaka. Di Kadayang Kalimantan Hindu menyebut perkawinan Selatan sendiri memiliki proses dengan istilah wiwaha. Sedangkan yang cukup unik baik dari proses proses upacara perkawinan disebut maupun maknanya itu sendiri. pawiwahan. Berkaitan dengan adat Adapun keunikan dalam proses Jujuran walaupun sifatnya lokal pelaksanaan upacara perkawinan jenius dan biasanya telah diketahui salah satunya adalah adanya adat oleh lembaga agama dan lembaga jujuran. Adat Jujuran atau yang adat, tetapi masih ada beberapa sering dikenal dengan Baantar masalah dalam perkawinan saat Jujuran. Dalam bahasa Dayak prosesi Jujuran yang penting untuk Baantar artinya mengantar, dibahas dan perlu dikaji secara memberikan atau menyerahkan. kritis (Lestawi, 1999). Seperti halnya Sedangkan Jujuran artinya mas kenyataanya atau fenomena yang kawin baik berupa barang maupun terjadi pada sekarang ini sejumlah uang tunai. Pada pernikahan ini seolah-olah hanya masyarakat suku Dayak meratus di sebagai jalan atau cara untuk Kalimantan selatan (Aprilia, 2016). menghasilkan sebuah materi (uang), Baantar Jujuran berarti memberikan sehingga esensi sesungguhnya dari atau menyerahkan Jujuran atau pernikahan tersebut sudah mulai Mas kawin kepada pihak keluarga tergeser dan kesakralan secara mempelai perempuan. Perkawinan religius pada acara pernikahan yang merupakan sebagai langkah tersebut pun sudah mulai luntur awal untuk membangun rumah bahkan menghilang. Adapun data tangga yang bahagia, pastinnya sementara yang penulis dapatkan membutuhkan modal pemberian yaitu: jujuran yang diberikan berupa Tabel 1 Besaran Adat Jujuran harta/bekal/uang, oleh orang tua No Tahun Jumlah jujuran rencana yang diminta Nama hendaknya digunakan untuk modal pernikahan (Rp) saat menapaki kehidupan berumah tangga oleh pasangan suami istri Calon Calon mempelai mempelai tersebut kedua belah pihak sebagai Perempuan Laki-laki modal untuk menopang kegiatan jasmani dan rohani. Kegiatan 1 Rina Santo 2012 20.000.000.00 jasmani misalnya, dapat digunakan

151

2 2019 26.000.000.00 Ira Tiara Randu mengenai judul karya ilmiah "Kajian Adat Jujuran Dalam 3 Rahmi Wahyu 2019 30.000.000.00 Perkawian Suku Dayak Meratus Sumber: Dimodifikasi oleh penulis, 2020 di Desa Kadayang Kalimantan Selatan. Rancangan penelitian yang Tabel diatas menunjukan ada akan diteliti ini diangkat agar dapat tiga pasangan yang gagal dalam mengkaji lebih dalam tentang tradisi rencana pernikahanya yang perkawinan Jujuran suku Dayak diakibatkan pihak keluarga yang Meratus, dalam tradisinya apakah akan dipinang meminta Jujuran sesuai dengan sastra atau ajaran (Mas Kawin) dalam bentuk uang Hindu dan mengedepankan tunai yang cukup tinggi kepada moralitas, serta menjunjung tinggi keluarga pihak laki-laki, yang kualitas Yadnya yang Sattwika. terkadang justu menghambat 3. METODOLOGI perkawinan itu sendiri. Karena yang dijadikan ukuran adalah motif Penelitian ini mengunakan ekonomi, tentu masing-masing penelitian yang sifatnya Deskriftif calon mempelai memiliki latar Kualitatif, deskriftif kualitatif yaitu belakang ekonomi yang berbeda- suatu cara analisis/ pengolahan beda, walaupun tergolong mampu data dengan jalan menyusun secara tetap saja terkesan ambigu seperti sistematis dalam bentuk jual beli suatu barang, sedangkan kalimat/kata-kata (Sugiyono, 2011). perkawinan hal yang melekat yaitu Ketegori mengenai suatu objek suatu upacara sakral yang (benda, gejala, variabel tertentu) mengesampingkan materi dan sehingga akhirnya diperolah mengedepankan kesucian, kesimpulan. (Denzin dan Lincoln ketulusan dan keiklasan, saling 1987:5) penelitian kualitatif adalah menghormati kedua belah pihak penelitian yang mengunakan latar (Suhardi, 2018). Ironisnya jika pihak alamiah, dengan maksud keluarga laki-laki tidak mampu menafsirkan fenomena yang terjadi memberi Jujuran sesuai keinginan dan dilakukan dengan jalan pihak keluarga perempuan melibatkan berbagai metode yang akibatnya perkawinan terancam ada (Danim, 2002). Deskriptif dibatalkan. Tidak sedikit kemudian kualitatif adalah suatu metode demi cinta rela membayar Jujuran dalam pencarian fakta status untuk mendapatkan uang sampai kelompok manusia, suatu objek, menjual Tanah, Kebun bahkan suatu kondisi, atau sistem sampai meminjam uang di Bank. pemikiran ataupun suatu peristiwa kalau ini yang terjadi, sebagai umat pada masa sekarang dan beragama tentu sangat melenceng interpretasi yang tepat. dari suatu upacara yang religius, dimana syarat Jujuran tidak harus 4. HASIL PEMBAHASAN mahal dan memberatkan tanpa adanya kebijaksanaan. A. Pelaksanaan adat Jujuran pada Perkawinan Masyarakat Melihat dari latar belakang Hindu Kadayang Kalimantan masalah tersebut maka penulis selatan terinspirasi untuk mengangkat topik

152

Adat jujuran dilaksanakan mengenai symbol atau bisa secara rutin pada setiap pelaksanaa mengambil dari cerita-cerita naratif. perkawinan masyarakat Hindu Kadayang Kalimantan Selatan. Ada Makna Teologis Adat Jujuran jujuran merupakan salah satu tradisi unik pada masyarakat Hindu Sehubungan dengan hal tersebut Kadayang oleh karenanya paling peneliti akan memaparkan makna banyak mendapat perhatian teologis adat jujuran berdasarkan khalayak (Koentjaraningrat, 2002). symbol-simbol sarana yang Keunikan yang tercermin pada digunakan pada upacara pelaksanaan adat jujuran tampak perkawinan suku Dayak Meratus di pada proses tawar menawar. Secara Desa Kayang adalah sebagai sepintas proses tawar menawar berikut: tersebut sesungguhnya tidak elok 1. Makna Patalian (Pis Bolong) pada dipandang, karena dapat saat proses batakun atau yang mempengaruhi kondisi pisik disebut tali yang memiliki makna pengantin yang pada awalnya sudah pengikat. seorang laki-laki mantap untuk membentuk keluarga membawa patalian pada saat yang sukinoh bisa menjadi kecewa batakun atau bertanya tujuanya karena tidak kecil kemungkinan untuk mengikat calon mempelai bahwa perkawinan yang mereka perempuan untuk dijadikan rencanakan bisa batal hanya karena istrinya. Ketika sudah diikat terjadi ketidak sepakatan dalam artinya seorang perempuan tidak menetapkan adat jujuran. untuk boleh laki memiliki hubungan dapat memahami latar belakang dengan laki-laki lain selain laki- terjadinya adat jujuran penulis laki yang telah mengikatnya. bertanya kepadaa beberapa sesepuh (wawancara dengan tokoh tentang sejarah terjadinya ″adat masyarakat yang bernama jujuran” Ardamis pada 27 Mei 2020) 2. Menurut Ardamis sarana yang B. Makna adat Jujuran Pada digunakan pada acara paparaan Upacara Perkawinan masyarakat juga memiliki makna teologisnya. Hindu Desa Kadayang Adapun makna teologisnya akan Berdasarkan hasil temuan dalam disampaikan berdasarkan sarana yang digunakan: penelitian mengenai kajian adat jujuran pada upacara perkawinan a. Kain putih: kain sebagai simbol masyarakat Hindu Kadayang di rumah tangga, hendaknya Kalimantan Selatan memiliki makna didalam hubungan rumah tangga teologi, juga makna sosial hendaknya kuat seperti kain yang kemasyarakatan. Untuk mengkaji tidak akan pernah hancur makna teologis dan makna sosial walaupun tertimbun tanah kemasyarakatan adat jujuran pada sekalipun. warna putih Warna masyarakat Hindu Kadayang putih melambangkan kesucian Kalimantan Selatan digunakan teori artinya rumah tangganya interaksionisme simbolik yang hendaknya selalu dalam kesucian mengatakan bahwa : Eksegasi baik secara lahir maupun batin. meliputi apa yang dikatakan orang

153

b. Piring simbol peralan rumah 3. Gula dengan rasanya yang tangga. manis, diharapkan agar c. Tapih artinya setiap manusia rumah tangga selalu dalam tentu membutuhkan pakaian keadaan bahagia dan untuk menutupi tubuhnya. harmonis. d. Uang 50 disimbulkan untuk 4. Mayang agar kedua mencukupi kebutuhan berumah mempelai nantinya (bauntun tangga. bauyit) atau memiliki e. Pada acara mengedarkan keturunan. paparaan disertai dengan 5. Giling pinang (Sirih, Pinang menyerahkan Makna Sirih dan dan Kapur) simbol Nining Pinang bermakna sebagai Bahatara sebagai saksi. penghormatan kepada tamu. Adapun pengertian uang jujuran zaman sekarang disebut dengan adalah uang yang diberikan oleh Rokok. artinya pada saat tamu pihak laki-laki kepada pihak wanita yang datang kerumah selain sebagai pemberian ketika akan memberikan makan dan minum melangsungkan perkawinan yang yang pertama adalah pinang dan disamakan dengan mahar sirih (panginagan). Karena (Limarandani, 2018). Secara dijaman dahulu masyarakat keseluruhan uang jujuran tidak mengenal yang namanya merupakan hadiah yang diberikan Rokok. calon mempelai laki-laki kepada f. Makna uang jujuran adalah calon istrinya sebagai keperluan sebagai usaha untuk mencapai perkawinan dan rumah tangga. tujuan hidup sekaligus sebagai motivasi untuk lebih mudah C. Dampak perkawinan Tanpa adat menapaki kehidupan berumah Jujuran bagi Masyarakat Hindu tangga, suputra, bermakna Dayak Meratus. sebagai bentuk pengikat sebuah keluarga dan juga sebagi wujud Tradisi atau kebiasaan Latin : penghargaan yang di berikan traditio, "diteruskan" adalah sesuatu kepada anak dan juga orang tua yang telah dilakukan untuk sejak calon mempelai perempuan. lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok Makna simbol-simbol yang ada masyarakat, biasanya dari suatu pada saat upacara pernikahan: negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling 1. Ketan atau yang disebut mendasar dari tradisi adalah adanya (Lamang), diharpkan rumah informasi yang diteruskan dari tangga tidak akan terpisahkan sampai maut generasi kegenerasi berikutnya baik tertulis maupun lisan. yang memisahkan serta Seperti halnya dalam adat selalu mendapatkan rezeki. perkawinan Dayak Meratus yang 2. Minyak, sebagai simbol mengunakan adat jujuran yang peralatan make up, agar istri tentunya sudah ada sejak jaman selalu terlihat cantik dimata nenek moyang dan sudah mejadi suaminya. bagian dari kehidupan bagi kelompok masyaratnya (Arthayasa,

154

1998). Tradisi atau kebiasaan- istrinya. Hal seperti ini kerap sekali kebiasaan yang baik ini masih tetap terjadi dan bahkan ada yang lebih dipercaya dan dilaksanakan secara memilih menikah dengan turun-temurun hingga sampai saat perempuan yang diluar dari agama ini. Meraka meyakini bahwa jika atau kepercayannya hanya demi didalam perkawinan adat Dayak menghindari besarnya uang jujuran Meratus tidak mengunakan adat tersebut. Mereka rela menikah jujuran maka tidak akan ada suatu dengan wanita yang berbeda perkawinan. Tanpa terkecuali ada keyakinan denganya, karena bagi suatu hal tertentu misalnya hamil mereka hal tersebut tidak menjadi diluar nikah, perkawinan ini akan suatu masalah dibandingkan dia tetap dilaksanakan untuk harus mengumpulkan uang dengan memperjelas status anaknya, waktu yang cukup lama demi namun tanpa mengunakan uang membayar jujuran. jujuran. Sebaliknya kedua pasangan Berdasarkan hasil wawancara harus membayar denda yang telah yang penulis dapatkan bahwa diberikan oleh hukum adat didalam proses pelaksanaan setempat. Terlepas dari kasus yang perkawinan ini tidak selalu berjalan terjadi diatas bahwa, seorang laki- dengan mulus. Tidak jarang dalam laki yang ingin menikah wajib proses ini, khususnya dalam memberikaan uang jujuran kepada penentuan uang jujuran atau pada calon mempelai perempuanya, saat ″baruji” sering mengalami sebagai tanda ikataan untuk kendala terutama dipihak laki-laki. membangun rumah tangga dan juga Kendala ini yang menyebabkan penghargaan kepada orang tua dan beberapa masalah yang terjadi anaknya (Aprilia, 2016). Jika hal ini diantaranya, pernikahan yang tidak dapat terpenuhi maka batal sudah direncanakan sering lah perkawinan tersebut. Seperti mengalami kegagalan yang di halnya sebuah kasus dibawah ini, akibatkan oleh uang jujuran yang ada beberapa mempelai yang gagal minta terlalu mahal sehingga pihak dalam rencana pernikahanya karena laki-laki tidak sanggup untuk faktor keuangan. Mempelai pria membayar dan lebih memilih tidak mampu untuk membayar membatalkan pernikahanya. uang jujuran yang diminta oleh Berdasarkan latar belakang diatas, pihak keluarga calon mempelai ada pun data yang penulis perempuannya sehingga lebih dapatkan ada beberapa pasangan memilih untuk membatalkan yang mengalami kegagalan menikah pernikahannya dibandingkan harus dan juga lebih memilih menikah membayarnya dengan cara dengan wanita yang berbeda berhutang dan sebagainya. Bahkan keyakinan yang diakibatkan jumlah kalaupun pernikahan tetap jujuran yang dianggap terlalu besar berlanjut, itu pun karena pihak laki- di antaranya; laki demi cintanya rela meminjam Ketiga pasangan diatas gagal uang kepihak keluarganya yang lain bahkan sampai rela meminjam ke menikah karena pihak laki-laki tidak bisa memberikan jumlah Bank atau menjual sawahnya demi jujuran yang di minta olah keluarga membayar uang jujuran yang diminnta oleh keluarga calon pihak perempuan, sehingga lebih

155

memilih untuk membatalkan hasil negosiasi yang terjadi pada pernikahanya (Mas, 2002). Ada pula acara Baruji. yang lebih memilih menikah dengan yang berbeda keyakinan, karena Makna yang terkandung dalam mereka menganggap jika menikah adat jujuran dapat dibedakan dengan orang yang satu keyakinan menjadi dua aspek yaitu: Makna maka mereka harus mengeluarkan secara Teologis dan Makna Sosial uang yang begitu besar diluar dari kemasyarakatan. Secara teologis kemampuan mereka. Data pasangan perkawinan masyarakat Hindu desa yang lebih memilih menikah dengan Kadayang dikatakan sah apabila orang yang berbeda keyakinan mengunakan adat jujuran yang tidak Yaitu: hanya melibatkan antara kedua belah pihak antara keluarga calon Tabel 2: Pelaksanaan adat Jujuran mempelai laki-laki dan keluarga No Nama calon mempelai perempuan tetapi Tahun juga harus disaksikan oleh adat. Mempelai Mempelai Pernikahan Tidak hanya itu perkawinan juga di Laki-laki Perempuan saksikan oleh Tuhan itu sendiri, hal ini terbukti pada saat proses 1 Wiwin Lida 2017 upacara perkawinan mengunakan 2 Rinto Devi 2019 sarana seperti: sirih, pinang dan 3 Yusran Jumiati 2019 kapur sebagai symbol Tuhan (Nining Bahatara). Sedangkan makna sosial Sumber: Dimodifikasi oleh penulis, 2020 kemasyarakatan dalam adat jujuran yaitu, sebagai wujud penghargaan kepada orang tua calon mempelai Demikian data-data yang telah perempuan, jujuran diberikan untuk penulis dapatkan mengenai biaya pernikahah, Jujuran beberapa orang yang telah gagal merupakan sebagai ikatan yang dalam rencana pernikahannya yang menyatukan dua buah keluarga disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda menjadi satu melalui yang telah dijelskan diatas. pernikahan. Selain itu Jujuran yang tinggi dianggap mampu untuk 4. Kesimpulan meminimalisir angka perceraian. Berdasarkan hasil penelitian Dampak social kemasyarakat yang dilakukan dapat peneliti bagi orang yang hamil diluar nikah sampaikan bahwa bentuk jujuran dan tidak mengunakan adat jujuran, yang diserahkan kepada adat masing-masing kedua belah pihak demikian juga keluarga pengantin mendapatkan sangsi denda sebesar wanita adalah berupa sejumlah 5-10 juta rupiah karena orang tua uang, yang jumlahnya tidak dianggap telah gagal dalam mengikat, akan tetapi disesuaikan mendidik putra-putrinya. Sangsi dengan kemampuan keluarga yang social lainya dihina, dikucilkan, akan melangsungkan upacara dianggap remeh dimasyarakat, perkawinan. Selain itu yang juga menjadi bahan pembicaraan dan menentukan besar kecilnya jumlah bahkan dianggap sebagai sampah jujuran yang diserahkan adalah yang telah mengotori Desa mereka.

156

Sangsi social keagamaannya jika Sudarma, T. Fatimah Djaja , Wahya, perkawinan dilaksanakan tanpa Elvi Citraresmana, Dian Indira, mengunakan adat jujuran maka T. M., & Lyra, dan H. M. (2019). perkawinan tersebut dianggap . Upaya Pemertahanan Bahasa- Budaya Sunda Di Tengah DAFTAR PUSTAKA. Pengaruh Globalisasi. Adiputra, G. R. (2003). Pengetahuan Pengabdian Kepada Masyarakat Dasar Agama Hindu (I). Jakarta: UNPAD, 2(1), 150–156. STAH DN Jakarta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Aprilia, D. (2016). Budaya Jujuran Pendidikan (Pendekatan Dalam Perkawinan Adat Kuantitatif, Kualitatif dan BANJAR (Doctoral Dissertation. Research and Development) Malang. (12th ed.). Bandung: CV. Alfabeta. Arthayasa, I. N. (1998). Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu. Suhardi, U. (2018). Etika Surabaya: Paramita. Komunikasi dalam Veda (Tinjauan Fenomenologi pada Danim, S. (2002). Menjadi Peneliti Era Globalisasi). Kualitatif (Ancangan Metodologi, PASUPATI Presentasi Dan Publikasi Hasil Jurnal Ilmiah Kajian Hindu Dan Penelitian Untuk Mahasiswa Dan Humaniora, 5(1), 61–80. Peneliti Pemula Bidang Ilmu Suryaningsih, W. (2012). Peranan Sosial, Pendidikan Dan Organisasi WHDi dalam Humaniora. Bandung: Pustaka Pemberdayaan Wanita Hindu di Setia. Kampung Jati Datar mataram, Faidi, A. (2015). Suku Dayak Suku Kecamatan bandar Mataram . Terbesar dan Tertua di Kabupaten Lampung Tengah Kalimantan. Makasar: Arus Lampung. Timur. Utami, E. P., Kunarti, & Meike Lusye Karolus, D. (2018). Jaman, I. G. (2008). Membina Keluarga Sejahtera. Surabaya: Praktik Pengelolaan Keragaman Paramita. di Indonesia. (S. Simbolon, Ed.) (I). Yogyakarta: CRCS program Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Studi Agama dan Lintas Budaya Antropologi Budaya. Jakarta: Sekolah pascasarjana Lintas Rineka Cipta. Disiplin UGM. Lestawi, I. N. (1999). Hukum Adat. Surabaya: Paramita. Limarandani, Ni Putu, A. P. (2018). Pemaknaan Perkawinan Nyerod Di Bali. (U. Suhardi, Ed.) (Edisi 1). Depok: Rajawali Pers. Mas, A. G. R. (2002). Perkawinan yang Ideal (I). Surabaya: Paramita.

157