Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten Nama

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten Nama Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten Nama: Dea (191370018) Jurusan Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin dan Adab Universitas Islam Negri Sultan Maulana Hasanuddin Banten Tahun 2020 Email: [email protected] ABSTRAK Terlebih dulu akan kita ikuti lebih lanjut cerita-cerita Portugis sebelum membandingkannya dengan cerita anak negeri untuk melihat atau menarik kesimpulancdari perbandingan-perbandingan. Tentang kerajaan Sunda yang kecil, tetapi sedang berkembang itu, yang banyak mengeluarkan lada di mana rajanya mencari persahabatan dengan orang Portugis, telah dapat diceritakan oleh Barbosa (1516).1 Barros pun mengatakan, bahwa setelah direbutnya Malaka oleh Alfonso d’Alboquerque pada tahun 1511, maka Sangiang Sunda sebagaimana juga raja-raja Indonesia lainnya, mengadakan hubungan dengan orang Portugis. Dalam uraian umumnya tentang Sunda ia menceritakan kekhususan-kekhususan yang berikut. Pendalamannya lebih bergunung-gunung daripada pendalaman Jawa. Pelabuhan- pelabuhan yang terutama enam jumlahnya, yaitu Chiamo, Xacatra, yang juga disebut Caravam, Tangaram, Cheguide, Pondang, dan Bantam, dengan pelabuhan-pelabuhan mana orang Portugis mempunyai lalu lintas perdagangan.2 Ibu kotanya disebut Daio dan terletak sedikit ke pedalaman. Ketika Henrique Leme mengunjungi pulau itu, kota itu mempunyai, menurut kepastian orang, 50.000 penduduk dan kerajaan itu mempunyai 100.000 orang tentara. Tetapi oleh karena peperangan dengan orag Mor, jumlah tersebut sangat berkurang. Negeri itu sangat kaya dengan bermacam-macam makanan. Penduduknya tidak begitu suka kepada peperangan, tetapi hidupnya ditekankan kepada penyembahan dewa-dewa mereka. Mereka banyak mepunyai kuil-kuil untuk menyembah dewa-dewa itu. Mereka itu mush-musuh besar orang-orang Mor, lebih-lebih setelah mereka ditaklukan oleh seorang Sangue de Pate de Dama. 1 Barbosa, edisi tahun 1867, halaman 368 2 Yang terbanyak nama-nama itu mudah dikenal kembali dan telah pula diidentifikasi oleh Veth (Jaya I, halaman 278). BAB I PENDAHULUAN Dalam disertasi ini akan dicoba memberikan suatu sumbangan baru kepada pengetahuan tentang penulisan sejarah Jawa, yaitu dengan jalan menganalisa sebuah kitab sejarah, Sajarah Banten atau Babad Banten.3 Karena dua sebab kronik ini di pandang dari sudut historis dan historiografis menarik perhatian. Memang kronik ini merupakan kronik Jawa yang tertua yang kita kenal, dan sekalipun tentu saja untuk sebagian besar menguraikan sejarah Banten, kronik ini pun berisikan tradisi-tradisi tentang sejarah yang lebih tua dan tentang kurun zaman di Islamkannya tanah Jawa, yang kadang-kadang menyimpang dari apa yang dijumpai tentang itu dalam kronik-kronik lain. Memang tentang ini telah ditunjukkan oleh Dr. Brandes dalam karangannya “Yogyakarta” di dalam TBG, XXXVII, halaman 426. catatan, dan didalam Pararaton, halaman 112, catatan. Arti Sejarah Banten ini kita harapkan sekarang menonjolkannya dengan cara yang berikut ini. Mula-mula kita akan menguraikan secara luas tentang isi kronik ini. Uraian yang singkat tentang isi kronik ini telah diberikan oleh Prof. Vreede dalam karyanya “Catalogus van de Javaansche en Madoereesche handaschriften der Leidsche Universiteitsbibliotheek” halaman 112-119, sedangkan beberapa ikhtisar isi telah diumumkan oleh Dr. Brandes, yaitu dalam Pararaton, halaman 113-116 dan dalam TBG, XLII dengan judul “Een hofreis naar Mataram omen bij 1648 A.D.” Bab kedua akan berisi suatu tinjauan historis atas keterangan-keterangan kronik tentang sejarah Banten, sedangkan bab terakhir tradisi-tradisi yang secara historis tidak dapat diuji akan diperbandingkan dengan tradisi-tradisi yang bersamaan dari kronik-kronik lain. Di samping itu, perbandingan itu akan memberikan juga kesempatan kepada kita untuk mengetahui satu dan lainnya tentang penulisan sejarah Jawa. Tetapi sebelum kita mulai melaksanakan rencana tersebut, patutlah terlebih dahulu kita menetapkan waktu ditulisnya serta memberikan ciri kepada bentuk kronik itu. 3 Dengan “Jawa” dimaksud di sini dan selanjutnya adalah Jawa Baru dengan tidak memasukkan Jawa Kuno dan Jawa Pertengahan Dari naskah-naskah Sejarah Banten yag saya ketahui adanya, dapatlah kita teliti naskah- naskah yang di bawah ini: A. Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje; dalam pegon (tulisan Arab tanpa harakah); bentuk tulisannya kuno; sebagian besar permulaannya dan penghabisannya hilang; ternyata dari catatan Prof. Snouck Hurgronje, diterima pada tahun 1892 dari Bupati Serang pada waktu itu. B. Naskah koleksi Brandes no.86, pada Bataviaasch Genootschap; dalam pegon; salinan suatu naskah yang dipinjamkan pada akhir tahun 1890 dari Banten; isi teksnya sama benar dengan teks pada A. C. Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje; dalam pegon; dengan teks yang boleh dikatakan cacat yang sejalan dengan teks naskah-naskah tersebut di atas; apa yang tidak ada di situ, untuk sebagian besar ada disini; tetapi naskah ini mempunyai kekurangan- kekurangan lain; menurut catatan Prof. Snouck Hurgronje diterima pada tahun 189 dari Bupati Serang pada waktu itu. D. Naskah kepunyaan saya sendiri; diterima dari Banten dalam pegon; redaksinya juga berlainan; ternyata dari bait penutupnya, sebuah salinan, dimulai hari Senin 26 Sja’ban tahun Ehe, menurut sebuah naskah asli dalam tulisan Jawa yang diselesaikan pada hari Rabu 9 Ruwah tahun Be, 1144 H, yaitu 6 Februari 1732. E. Naskah kepunyaan Prof. Snouck Hurgronje; dalam pegon; menurut catatan Prof. Snouck Hurgronje sebuah salinan, dibuat pada tahun 1892, menurut sebuah naskah tua dalam tulisan Jawa; berisi redaksi sama dengan D; tetapi bait penutuf D dengan penanggalan Senin 26 Sja’ban tahun Ehe tidak terdapat di sini, namun ada penanggalan penyelesaian kronik itu. Sebuah naskah tua Sejarah Banten dalam tulisan Jawa yang dipandang sebagai keramat, dengan menyesal tak dapat saya teliti. Untunglah, berkat sebuah foto sehalaman naskah itu yang dimiliki Prof. Snouck Hurgronje, redaksi naskah itu dapat ditetapkan. Menurut halaman itu naskah tersebut mempunyai redaksi yang sama dengan E. boleh jadi E sendiri merupakan salinan dari naskah itu, yang tentu adalah naskah asal yang telah diselesaikan pada tanggal 6 Februari 1732.4 4 Naskah Add 12300 British Museum oleh Mr. S. Keyzer disebut “ Geschiedenis van Bantam”, menurut judul Inggris yang ada di situ, menurut penyelidikan BAB II PEMBAHASAN A. Isi Sejarah Banten Diceritakanlah sekarang tentang seorang yang keramat, yang Bapaknya berasal dari Yamani dan ibunya dari Bani Israil. Dari Mandarsah ia datang di Jawa, yaitu Pakungwati, untuk mengIslamkan daerah ini. Ia mempunyai dua orang anak; seorang perempuan (yang tua), dan seorang laki-laki bernama Molana Hasanuddin. Dengan anaknya yang laki-laki ia berangkat ke arah Barat, tiba di Banten Girang, lalu terus ke selatan, ke Gunung Pulosari. Di situ ada perkampungan yang penghuninya persis 800 ajar. Mereka itu dikepalai oleh Pucuk Umun, perkataan mana berarti Panembahan. Pucuk Umum mengetahui, bahwa ia harus memberikan kedudukannya kepada orang lain, dan bahwa di Pakuwan tidak ada lagi raja-raja, hanya bupati-bupati saja. Karena itu menghilanglah ia. Molana Hasanuddin berkelanalah di hutan-hutan dan di atas Gunung Pulosari, dan ia pun tibalah di sebuah pertapaan yang ditinggalkan. Ketika bapaknya datang kepadanya, dikatakan kepadanya, bahwa pertapaan itu adalah pertapaan Brahmana Kadali. Sesudah memberikan pelajaran kepada anaknya dalam berbagai cabang pengetahuan Islam dan mempercayakan dia kepada 2 orang jin, Santri namanya, yang tak dapat dilihat oleh orang lain, kembalilah ia ke Pakungwati. Ke 800 ajar yang karena lenyapnya pemimpin mereka berada dalam kecemasan, menghadap Molana Hasanuddin dan mengakui dia sebagai Pucuk Umun mereka, tuan mereka. Molana Hasanuddin tetap berkeliling, sekali melakukan tapa di Gunung Pulosari, dan sekali di Gunung Karang dan Gunung Lor. Sekali ia menyebrang ke Panahitan, dan ditemukannya di laut sebuah gong yang dibawanya serta. Sesudah 7 tahun ia hidup begitu, ia mendapat kunjungan Bapaknya dari Carebon. Dengan Bapaknya, dibungkus dan dibawa dalam pakaiannya, ia naik haji ke Mekah. Setelah mereka itu melakukan apa yang perlu, kembalilah mereka, dan dalam perjalanan mereka singgah di Malangkabo. Dari raja negeri itu Sunan Gunung Jati mendapat sebilah keris, yang disebut Mundarang, dan diberikannya keris itu kepada anaknya. Sudah itu ia melanjutkan perjalanannya ke Carebon, sedangkan anaknya tinggal di Banten. Sandisastra bertanya, dengan cara bagaimana Sunan Gunung Jati pergi ke Mekah itu. Sandimaya menjawab, bahwa ia tak seharusnya menanyakan itu tidak ada diceritakan, bahwa sunan itu melakukan perjalanan hajinya dengan perahu atau sesuatu yang lain, berkat rahmat Allah setiap perjalanan wali berlalu dengan selamat. Setelah nasihat terhadap keinginan tahunya ini, menanyakan saja tentang peristiwa-peristiwa seterusnya. Hasanuddin memerintahkan para ajar untuk mencari tempat yang baik untuk menyabung ayam. Sebuah tempat di Gunung Lancar dipilihlah dan dipersiapkan. Banyak orang datang melihat ke situ, dan begitu juga 2 orang ponggawa dari Pakuwan, bernama, Ki Jongjo.5 Mereka menganut agama Islam dan bekerja pada Hasanuddin. Waktu itu Hasanuddin berusia 20 tahun. Kemudian ia menaklukan Banten Girang, yang untuk kejadian itu diberikan 2 buah sangkala, yaitu brasta gempung warna tunggal dan ilang kari warna lan nagri. Kemudian disuruhnya para ajar itu kembali ke Gunung Pulosari, karena jika gunung itu tetap tidak berpenduduk, maka hal itu merupakan tanda bagi keruntuhan Tanah Jawa. Sebagai pemimpin diangkatnya ajar Panandahan Mepek. Ia sendiri menetap di Banten Girang, dan memberi
Recommended publications
  • Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Abstract: This article examines the religious specificities of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of this process reside in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhoods’ followers and the popularity of esoteric practices. These specificities implicate that the Islamizing of the region was very progressive within period of time and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam took through history. The dominant media- centered perspective also eludes the fact that cohabitation between religion and ritual initiation still composes the authority structure. This article aims to contribute to the knowledge of this phenomenon. Keywords: Islam, Banten, sultanate, initiation, commerce, cosmopolitism, brotherhoods. 1 Banten is well-known by historians to have been, during the Dutch colonial period at the XIXth century, a region where the observance of religious duties, like charity (zakat) and the pilgrimage to Mecca (hajj), was stronger than elsewhere in Java1. In the Indonesian popular vision, it is also considered to have been a stronghold against the Dutch occupation, and the Bantenese have the reputation to be rougher than their neighbors, that is the Sundanese. This image is mainly linked to the extended practice of local martial arts (penca) and invulnerability (debus) which are widespread and still transmitted in a number of Islamic boarding schools (pesantren).
    [Show full text]
  • Western Java, Indonesia)
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Université de Provence, Marseille. Abstrak Artikel ini membahas kekhasan agama di Banten pada masa awal Islamisasi di wilayah tersebut. Karakteristik utama dari proses Islamisasi Banten terletak pada hubungan antara perdagangan dengan jaringan Muslim, kosmopolitanisme yang kuat, keragaman praktek keislaman, besarnya pengikut persaudaraan dan maraknya praktik esotoris. Kekhasan ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi Banten sangat cepat dari sisi waktu dan perpindahan agama/konversi yang terjadi merupakan hasil dari proses saling mempengaruhi antara Islam, agama lokal, dan kosmologi. Akibatnya, muncul anggapan bahwa Banten merupakan benteng ortodoksi agama. Kesan yang muncul saat ini adalah bahwa Banten sebagai basis gerakan rigoris/radikal dipengaruhi oleh bentuk-bentuk keislaman yang tumbuh dalam sejarah. Dominasi pandangan media juga menampik kenyataan bahwa persandingan antara agama dan ritual masih membentuk struktur kekuasaan. Artikel ini bertujuan untuk berkontribusi dalam diskusi akademik terkait fenomena tersebut. Abstract The author examines the religious specifics of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of the process resided in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhood followers and the popularity of esoteric practices. These specificities indicated that the Islamizing of the region was very progressive within 16th century and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam 91 Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) took throughout history.
    [Show full text]
  • Islam Dan Budaya Di Banten: Menelisik Tradisi Debus Dan Maulid
    ISLAM DAN BUDAYA DI BANTEN: Menelisik Tradisi Debus Dan Maulid Hasani Ahmad Said UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta [email protected] Abstrak Sejarah mencatat pada awal abad 19, Banten menjadi rujukan para ulama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara, khususnya tentang ilmu keIslaman. Kebudayaan Banten, yang nampak sederhana, sesungguhnya memiliki kompleksitas yang tinggi. Artikel ini mengetengahkan potret budaya Banten dengan memfokuskan pada dua pokok bahasan yakni atraksi debus dan tradisi Panjang Maulid. Penelitian menemukan bahwa beragamnya seni pertunjukan kesenian rakyat Banten, yang berkembang secara turun temurun, tidak terlepas dari pengaruh keagamaan, khususnya Islam. Abstract In the early of 19th century, Banten had became the reference of the scholars in the archipelago, even in Southeast Asia, particularly on the Islamic studies. The Bantenese culture, which seems very simple, actually has a high complexity. This article explores the portraits of Bantenese cultures by focusing on two issues namely Debus attractions and Panjang Mawlid tradition. The study finds out that the diversity of art performance of Bantenese culture, evolving from generation to generation, can not be separated from the influences of religion, especially Islam. Key Word : Islam, budaya, debus, dzikir, mulud Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 109 Hasani Ahmad Said A. Pendahuluan Islam dalam tataran teologis adalah sistem nilai dan ajaran yang bersifat Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dalam perspektif sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Antara Islam dalam tataran teologis dan sosiologis yang merupakan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya. Kontak awal Islam dengan kepulauan nusantara mayoritas berlangsung di pesisir pantai, khususnya melalui aktivitas perdagangan antara penduduk lokal dengan para pedagang Persia, Arab, dan Gujarat (India).
    [Show full text]
  • USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS AD
    USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: KARMA (1110022000009) JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M i USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh : Karma (1110022000009) Pembimbing Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA NIP. 19590203 198903 1 003 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi dengan judul USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 April 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada studi Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta, 25 April 2017 Sidang Munaqosyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Nurhasan, MA Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd NIP. 19690724 199703 1 001 NIP. 19750417 200501 2007 Anggota Penguji I Penguji II Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA Dr. Parlindungan Siregar, MA NIP. 19560817 198603 1 006 NIP. 19590115 199403 1 002 Pembimbing Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA NIP. 19590203 198903 1 003 iii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
    [Show full text]
  • Peran Sultan Maulana Hasanuddin Dalam Penyebaran Agama Islam Di Banten 1526-1570 M
    PERAN SULTAN MAULANA HASANUDDIN DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI BANTEN 1526-1570 M. SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: NABIEL AL-NAUFAL EFENDI NIM. 15120023 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2019 PERNYATAAN KEASLIAN i NOTA DINAS ii PENGESAHAN iii MOTTO “Pantang tolak tugas, pantang tugas tak selesai” “Sekali layar terkembang, pantang surut mundur ke belakang” iv PERSEMBAHAN Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Subnh}a>nahu wa Ta‘a>la>, Tuhan seru sekalian alam. Hormat dan bakti kupersembahkan untuk Ayah tercinta Asep Sunandar Efendi dan Ibunda tersayang Linda Triwahyuni, semoga kalian selalu dalam lindungan-Nya. Jalinan kasih sayang kucurahkan pada adik-adikku Nabiella Salsabil Efendi dan Bening Aura Qolbu Efendi. Setiap perjuangan menghajatkan pengorbanan, dan tiada pengorbanan yang sia-sia. Dengan kerendahan hati saya persembahkan skripsi ini kepada almamater tercinta Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. v ABSTRAK Pada awal abad XVI M., Banten merupakan salah satu negeri dari Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berpusat di Banten Girang. Penguasa Banten saat itu adalah Pucuk Umun, anak Prabu Surosowan. Banten kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran yang pada saat itu dalam masa kemunduran. Nusantara pada saat itu, di Banten khususnya didominasi oleh kepercayaan bercorak Hindu yang disebut Sunda Wiwitan, agama resmi Kerajaan Sunda Pajajaran. Syiar Islam di Banten dimulai oleh Sunan Ampel pada awal abad XV M. Usahanya tersebut kemudian dilanjutkan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati bersama pamannya, Cakrabuana pada akhir abad yang sama.
    [Show full text]
  • Bab Ii Kondisi Dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian
    BAB II KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kampung Baru Bugis Hubungan Antara Etnis Bugis dan etnis Banten sudah terjalin cukup lama. Keberadaan mereka terhitung sejak awal abad ke-17. Merantau (sompe’) bagi orang Bugis merupakan jati diri, demi kehidupan yang lebih baik di daerah yang baru. Banten merupakan salah satu dari sekian banyak tujuan tersebut. Jejak keberadaan Orang Bugis- Makassar di Banten dimulai oleh Syekh Yusuf al-Makassari dan semakin intens setelah perang Makassar yang terjadi pada Tahun 1669 silam. Perang Makassar telah membawa dampak yang begitu besar terhadap tatanan kehidupan masyarakat Kerajaan Gowa dan Sulawesi Selatan secara umum. Sebagai pihak yang kalah dalam perang banyak pembesar Kerajaan Gowa memilih meninggalkan Gowa sebagai bentuk protes terhadap perjanjian Bongaya yang merugikan Kerajaan Gowa. Oleh sebab itu meninggalkan Gowa adalah pilihan yang dianggap paling tepat saat itu, dan tersebutlah Kerajaan Banten sebagai tujuan untuk melanjutkan perlawanan terhadap VOC. Karena di sana ada Syekh Yusuf al- Makassari yang juga merupakan kerabat keluarga Kerajaan Gowa. Dalam sebuah keterangan dinyatakan bahwa Syekh Yusuf al- Makassari sudah sering mendengar nama Banten dari para pelaut dan pedagang melayu. Saat itu, tentu saja Banten sudah menjadi salah satu pusat 24 25 perdagangan internasional di Nusantara yang ramai dikunjungi oleh berbagai suku bangsa. Dan Syaikh Yusuf al- Makassari juga mendengar dari para pedagang dan pelaut melayu bahwa Banten juga menjadi pusat pengajaran islam dengan banyak ahli agama.Dalam hal ini, bahwa hubungan Makassar dengan Banten sebagai pusat pengembangan Islam dan pusat perdagangan bebas di Nusantara, terjalin kerja sama yang akrab dan sangat dekat. Saluran-saluran niaga lokal yang berpusat di Makassar terhubung dengan niaga Internasional (China dan Fhilipina) dan ke arah barat, yakni Banten yang juga menjadi pusat perniagaan Internasional.
    [Show full text]
  • Descargar Descargar
    Opcion, Año 35, Especial Nº 20 (2019):2899-2921 ISSN 1012-1587/ISSNe: 2477-9385 Jawara Banten the Social Transformation of Local Elites Muslim in Indonesia Suwaib Amiruddin1, Fahmi Irfani2 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia [email protected] 2 Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia [email protected] Abstract This article discusses the signifcant changaes of social transformation to- wards one of the local elite Muslim in Indonesia, that elite called asJawara Banten (Strongman) in the province of Banten. During its process,Jawara Banten experienced a vertical mobilization in both social and economic as- pecs. The roles of Jawara was no longer as Jaro, spiritual teachers or Kyai .In Orde Baru and reformation era many of Jawara became entrepreneur, offcial workers and politicians.Jawara which used to be an Informal Leader trans- formed to be more modern in its role without leaving their identity.The identi- ty and Jawara’s culture themselves were called as Subculture of Violence, the violence culture itself has been the culture of Jawara Banten.Violence used as a tool to gain their position and get a higher social status to be the most respec- ful Jawara in their community. Key words: JawaraBanten,Local Elite Muslim, Transformation, Orde Baru, Indonesia. Suwaib Amiruddin et. al. 2900 Opcion, Año 35, Especial Nº 20 (2019): 2899-2921 Jawara Banten, la transformación social de las élites locales musulmanas en Indonesia Resumen Este artículo discute los cambios signifcativos de la transformación social hacia uno de los musulmanes de élite local en Indonesia, esa élite llamada como Jawara Banten (Hombre fuerte) en la provincia de Banten.
    [Show full text]
  • Peran Orang Cina Dalam Perekoriomian Kesultanan · Islam Banten Abad XVI-XVIII
    'Peran Orang Cina dalam Perekoriomian Kesultanan · Islam Banten Abad XVI-XVIII Siti Fauziyah . Fakultas Tarbiyah dan Adab lAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.. [email protected] Abstrak Peran orang Cina dalam perekonomian dunia cukup besar, baik dimasa /a/u maujmn di masa sekarang khustiSI!Ja di Indonesia. Pada abad ke~16 sampai ke J 8. yang mempakan periode kebangkitan perdagangan muslim yang. ditandai · dengan tumbuhi!Ja kola emporium (pusat dagang) di beberapa wi/ayah: kerqjami Islam, para pedagang Cina secara tidak langsung Ielah memberikan ·a11dil dalam perkembangan ekonomi pada sa at ittt temtama. di wilayah Kesu/tanan B.cmten. ·Etos ... ketfa orang Cina yang tinggi telah menjadikan orang Cina menguasai bisnis di berbagai negeri. · Keberadaan orang Cina di Banten berbeda dengan keberadaan orang Eropa yang melakukan kolonialisme sehingga menimbulkan ketegangan ekonomi dan politik di kesultanait Banten. Ora~g Cina merttpakan mitra yang ·baik dan penting dalam perdagangan sehingga mereka memiliki pengamh besar. dalam perkembangan ekonomi di Banten. Pada masa kesultanan Islam Banten, orang Cina tid~k hai!Ja memiliki peran besar dalam sektor perdagangan tetapi jttga dalam sekior moneter sehingga mempengarubi terfadii!Ja .pembahan sosial 'ekonomi di Banten. Bagi Be/anda, para pedagang Cina mempdkan rintangan yang seritts ·· qalam perdagangan di Banten. Namun demikian kepandaian dan stattts sosia/. pedagang Cina seringkali dimanfaatkan· oleh orang Belanda ttntttk kepentingan · perdagangan mereka sendiri. Abstract Tbe Cbinese people play a great role in the World economy, especialfy in ~ndonesia, both in the past and at present. From tbe sixteenth t'entury to the eighteenth century, as the revival period of Muslim trade signed by the growl~ of the emporiums in .
    [Show full text]
  • Kyai Haji Sjam'un
    KYAI HAJI SJAM’UN (1883-1949): GAGASAN PERJUANGANNYA Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 : 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 : 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). KYAI HAJI SJAM’UN (1883-1949): GAGASAN PERJUANGANNYA Dr. Rahayu Permana, S.Ag.M.Hum Pengantar: Drs. H. Hikmatullah A. Sjam’un, M.Si. Editor: Dr. Syaharudiin, M.A. Eja_Publisher, 2016 Kyai Haji Sjam’un (1883-1949): Gagasan dan Perjuangannya © Dr. Rahayu Permana, S.Ag.M.Hum Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Eja_Publisher, Yogyakarta, Januari, 2016 Kwarasan RT 05
    [Show full text]
  • Menelusuri Makna Dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten Dan Masyarakat Hindu Bali
    Dr. Ayatullah Humaeni, MA Eneng Purwanti, MA. Azizah Awaliyah, B.Ed, MA. Romi Sesajen: Menelusuri Makna dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten dan Masyarakat Hindu Bali LP2M UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2021 Sesajen: Menelusuri Makna dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten dan Masyarakat Hindu Bali Penulis: Dr. Ayatullah Humaeni, MA.dkk. Editor: Dr. Ayatullah Humaeni, MA. Desain Cover: Dr. Helmy F.B. Ulumi, M.Hum Tata Letak: Romi Cetakan Pertama, Mei 2018 Cetakan Kedua,, November 2019 Cetakan Ketiga,, Februari 2021 Ukr. 14,8 x 21 Cm --- x + 197 Hlm ISBN 978-979-9152-37-54 Diterbitkan Oleh: LP2M UIN SMH Banten Jl. Jendral Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten Telp./Faks. (0254) 200323/ (0254) 200022 Email: [email protected] © Hak Cipta dilindungi Undang - Undang (All Right Reserved) SAMBUTAN KETUA LP2M UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Meneliti dan menulis adalah merupakan pekerjaan yang melekat pada diri dosen sebagai wujud dari Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten melalui Pusat Penelitian dan Publikasi Ilmiah selama ini telah memfasilitasi, menyeleksi dan membantu pembiayaan penelitian untuk para dosen baik penelitian individu maupun kelompok. Jumlah proposal penelitian yang diajukan setiap tahun terus meningkat dari berbagai disiplin ilmu, namun karena bantuan dana penelitian yang masih terbatas, sehingga tidak semua proposal penelitian yang diajukan dapat diterima. Selama ini laporan hasil akhir penelitian dosen belum banyak yang terbaca dan dimanfaatkan oleh mahasiswa maupun masyarakat umum, karena keterbatasan dalam penerbitan dan publikasi.
    [Show full text]
  • M. Laffan Raden Aboe Bakar; an Introductory Note Concerning Snouck Hurgronje's Informant in Jeddah (1884-1912)
    M. Laffan Raden Aboe Bakar; An introductory note concerning Snouck Hurgronje's informant in Jeddah (1884-1912) In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 155 (1999), no: 4, Leiden, 517-542 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/29/2021 09:21:18AM via free access MICHAEL LAFFAN Raden Aboe Bakar An Introductory Note Concerning Snouck Hurgronje's Informant in Jeddah (1884-1912)1 Introduction The nineteenth century brought the Arabian peninsula more fully into the global economy, first with the introduction of steam shipping and then, in 1869, with the opening of the Suez Canal. Coupled with this, the increasing economie prosperity of elites in the Dutch East Indies, particularly in Java and Sumatra, made the pilgrimage to Mecca a more commonly performed religious duty among Southeast Asians (Vredenbregt 1962). In Mecca the pil- grims came into contact with Muslims from every part of the world and also interacted with a sizeable community of their own people in residence there. There would have been a sharp difference between long- and short-timers, between pilgrims and resident scholars {'ulama'), who had a greater oppor- tunity to integrate with the wider Muslim community. In legal matters, these 'ulama'' were the final arbiters for their countrymen by virtue of their physical location and their ability to consult with other 'ulama' of the Muslim world. Letters came to them from every part of the archipelago, where local 'ulama' would have already tried to resolve the important matters touched on in them and finally pronounced themselves 1 This research note is a preliminary introduction to Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, whose relationship with C.
    [Show full text]
  • ETHNIC DIVERSITY of BANTENESE SOCIETY Ayatullah Humaeni
    ETHNIC DIVERSITY OF BANTENESE SOCIETY1 Ayatullah Humaeni Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten e-mail: [email protected] Abstrak Sebagai sebuah wilayah yang pernah berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda Padjajajaran yang beragama Hindu dan pernah menjadi salah satu pusat perdagangan internasional dan pusat kajian Islam di Nusantara pada masa kesultanan Islam Banten di mana berbagai etnis manusia berdatangan dari berbagai negara baik dengan tujuan berdagang, dakwah maupun untuk mengkaji keislaman, Banten seolah menjadi magnet bagi orang- orang dari berbagai etnis untuk mencari penghidupan bahkan kemudian menetap secara permanen di Banten dan untuk selanjutnya mereka berasimilasi, berintegrasi dan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat Banten. Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat Banten terdiri dari etnis Sunda dan etnis Jawa yang menjadi etnis dominan di Banten. Akan tetapi, salah jika menganggap etnis sunda yang ada di Banten sama dengan orang Sunda yang ada di Priangan Jawa Barat dan etnis Jawa di Banten sama dengan orang Jawa yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena secara bahasa dan budaya ada perbedaan antara Jawa Banten dan Sunda Banten dengan Jawa Tengah atau Timur dan Sunda Priangan. Sebagaimana tertera dalam judul di atas, artikel ini membahas tentang keragaman etnis yang ada pada masyarakat Banten. Selanjutnya, artikel ini juga mencoba menjelaskan struktur social yang pernah dan masih ada di Banten. Penulis mencoba menjelaskan struktur social pada masa Kesultanan, pada Masa
    [Show full text]