Kyai Haji Sjam'un

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kyai Haji Sjam'un KYAI HAJI SJAM’UN (1883-1949): GAGASAN PERJUANGANNYA Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 : 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 : 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). KYAI HAJI SJAM’UN (1883-1949): GAGASAN PERJUANGANNYA Dr. Rahayu Permana, S.Ag.M.Hum Pengantar: Drs. H. Hikmatullah A. Sjam’un, M.Si. Editor: Dr. Syaharudiin, M.A. Eja_Publisher, 2016 Kyai Haji Sjam’un (1883-1949): Gagasan dan Perjuangannya © Dr. Rahayu Permana, S.Ag.M.Hum Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Eja_Publisher, Yogyakarta, Januari, 2016 Kwarasan RT 05 RW 05, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta Email: [email protected] Penulis: Rahayu Permana Editor: Syaharuddin Layout/Cover: Eja Art Design Pracetak: La Iq Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kyai Haji Sjam’un (1883-1949): Gagasan dan Perjuangannya Yogyakarta: Eja_Publisher, 2016 xii + 120 hlm.: 15 x 23 cm ISBN: 978-979-1407-45-8 PENGANTAR PENULIS Buku ini tidak lain adalah hasil penelitian penulis ketika mengikuti program magister pada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) Depok tahun 2003. Kajian ini mengungkapkan riwayat tokoh kharismatik Banten bernama K.H. Sjam’un. Tokoh ulama Banten ini telah membangkitkan semangat juang dimasanya. Beliau sangat dikagumi dan dihormati oleh masyarakat Banten. Ia bukan saja ulama, namun juga sebagai pejuang. Sungguh merupakan sebuah kerugian ketika perjuangan dan jasa-jasanya tidak dikenang oleh generasi muda Banten dan Indonesia umumnya pada saat ini. Penulisan buku ini adalah bagian dari memperkenalkan peran K.H. Sjam’un sebagai ulama kharismatik dan sekaligus pejuang yang memiliki potensi terhadap internalisasi nilai karakter generasi muda Indonesia ketika hari ini telah terjadi krisis keteladanan dari para pemimpin. Sejarah membuktikan bahwa kaum ulama telah banyak memberikan kontribusinya bagi penegakan kemerdekaan, baik lingkup lokal maupun nasional. Kebanyakan mereka berjuang atas dasar keikhlasan menegakan nilai nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Kekuatan ulama bukan saja sebagai guru ngaji di pesantren yang menghasilkan santri-santri yang handal, namun juga sebagai kekuatan ketahanan dan keamanan. Hal ini dibuktikan oleh K.H. Sjam’un sebagai tokoh ulama yang merupakan keturunan K.H. Wasid. Semangat perjuangan K.H. Sjam’un dikobarkan untuk tujuan menegakkan kemerdekaan Indonesia. Beberapa upaya yang dilakukan, seperti: mendirikan v vi Rahayu Permana pesantren Al-Khaeriyah di Citangkil, kemudian menjadi anggota Peta, BKR, TKR dan TRI. Buku ini menyajikan riwayat hidup K.H. Sjam’un dengan menggunakan metode sejarah yang penting dibaca oleh para akademisi ataupun praktisi dalam bidang sejarah. Terbitnya buku ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan memberi penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan maupun penerbitan buku ini. Pertama-tama penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Saleh As’ad Djamhari selaku pembimbing, melalui bimbingan dan arahannya yang telaten dan teliti, penulis dapat menuntaskan penelitian ini. Kepada Dr. Suharto selaku pembaca hasil penelitian penulis. Juga kepada Prof. Dr. Ayatrohaedi sebagai Penguji 1 dan Dr. Anhar Gonggong selaku Penguji 2. Melalui saran, masukan dan arahannya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini pada program ilmu sejarah FIB UI Depok. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga keturunan K.H. Sjam’un. Kepada pengurus besar Al-Khaeriyah Cilegon, K.H. Hikmatullah Sjam’un, MA yang memotivasi penulis untuk menerbitkan buku ini agar dapat dibaca masyarakat Banten khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya sehingga tokoh ini akan dikenal secara luas untuk selanjutnya diteladani. Kepada orang tua penulis, H. Mukri dan Hj. Karinah yang selalu mendoakan dan memotivasi hingga penelitian ini selesai. Dukungan moril dan materil yang diberikan keduanya memberikan semangat pantang menyerah untuk mencapai cita- cita penulis. Jasa keduanya sangat berharga bagi penulis untuk terus menuntut ilmu. Akhirnya, penulis menyampaikan penghargaan yang tulus kepada penerbit yang telah bersedia menerbitkan buku ini. Karena Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) vii kepeduliannya yang tinggi sehingga buku ini dapat hadir dihadapan para pembaca. Semoga Allah SWT., memberkati kita semua. Amien. Banten, Januari 216 Penulis PENGANTAR EDITOR Kajian tentang biografi tokoh pejuang telah banyak ditulis oleh para sejarawan, pemerhati tokoh sejarah dan bahkan wartawan. Setiap narasi biografi memiliki tujuannya masing- masing. Namun yang pasti menuliskan seorang tokoh adalah bermaksud untuk menginformasikan kepada publik tentang perjalanan hidup seseorang yang telah berjuang untuk bangsanya pada suatu daerah tertentu yang perlu diketahui untuk kemudian diteladani seluruh atau sebagian dari perjalanan hidupnya, sikap kepemimpinannya dan segala hal positif yang pantas ditiru. K.H. Sjamsun adalah satu diantara ribuan tokoh pejuang di negeri ini yang memiliki peran cukup penting di eranya. Ia adalah seorang pejuang, pendidik dan sekaligus politisi. Sebagai pejuang, Ia pernah aktif di Peta, BKR dan TRI. Sebagai pendidik, Beliau sebagai penggagas pendirian pesantren Al-Khairiyah dan sebagai politisi menjabat sebagai Bupati Serang. Kepemimpinan K.H. Sjam’un menggambarkan sebuah sosok yang memiliki karakter pekerja keras, disiplin, pemberani, dan bertanggung jawab. Karakter ini penting diketahui oleh generasi muda Indonesia, khususnya masyarakat Banten. Terjadinya krisis kepemimpinan bangsa saat ini dalam berbagai aspek kehidupan, menjadikan kajian ini sangat penting untuk terjadinya proses internalisasi nilai-nilai karakter kepemimpinan K.H. Sjam’un bagi masyarakat Banten. Banjarbaru, Januari 2015 viii KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT. serta ucapan sholawat kepada nabi Muhammad SAW, buku yang ditulis oleh Rahayu Pemana telah disusun dengan baik dan sangat memuaskan bagi keluarga K.H. Sjam’un beserta keluarga besar Al- Khaeriyah pada khususnya dan masyarakat Banten serta Bangsa Indonesia pada umumnya. Brigjen K.H. Sjam’un yang dijadikan objek kajian ini merupakan sosok pendidik berkarakter yang terwujud dalam sifat dan sikap mulia beliau seperti kejujuran, ketabahan, kesungguhan, keberanian yang ditrasformasikan kepada kader penerusnya melalui sekolah yang didirikan yaitu Al-Khaeriyah di Citangkil. K.H. Sjam’un selain mengabdikan diri di bidang pendidikan, beliau juga tercatat sebagai pejuang, yakni sebagai panglima Divisi 1000/I Banten, pada periode jabatan ini pula pada tahun 1949 beliau gugur sebagai pahlawan saat bergerilya di hutan Cacaban desa Kamasan Kecamatan Cinangka kabupaten Serang. K.H. Sjam’un juga pernah menjabat sebagai Bupati di kabupaten Serang sejak Indonesia merdeka 1945 sampai beliau meninggal pada tahun 1949. Lengkap kiranya beliau sebagai figur pemimpin di Banten yang membuktikan pengabdian dan perjuangan di bidang militer pemerintahan dan pendidikan. Bukan hal mudah pada zaman K.H. Sjam’un untuk menemukan figur seperti beliau yang lengkap pengabdiannya. Kelebihan K.H. Sjam’un yakni menunjukkan sikap kegigihan dalam perjuangan, integritas pengabdian, patriotisme, ix x Rahayu Permana dan kepemimpinan yang penting untuk diwariskan dan diinformasikan kepada masyarakat terutama generasi muda. Buku yang di tulis oleh Rahayu Permana ini akan melengkapi kekurangan sumber bacaan tentang ketokohan para pahlawan Banten dan sangat baik untuk dimiliki oleh warga Banten, sehingga menjadi inspirasi dalam konteks semangat pengabdian, wawasan kebangsaan dan wujud penghargaan atas jasa para pahlawan Banten. Atas kerja keras Rahayu Permana, kami menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, semoga buku ini bisa dijadikan rujukan bagi pengamat, pengkaji dan peneliti sejarah Banten khususnya dan bagi masyarakat pembaca umumnya. Citangkil, 07 Desember 2015 a.n Keluarga K.H. Sjam’un Ketua Umum PB Al-Khaeriyah Drs. H. Hikmatullah Ahmad Syam’un, M.Si DAFTAR ISI Kata Pengantar Penulis ~ v Kata Pengantar Editor ~ vii Kata Pengantar ~ xi Bagian I K.H. SJAM’UN: PEMUDA SEDERHANA, PATUH DAN HAUS ILMU A. Latar Belakang Keluarga ~ 1 B. Masa Kanak-kanak Sampai Dewasa ~ 5 C. Latar Belakang Pendidikan dan Pengalaman ~ 7 Bagian II K.H. SJAM’UN DAN PESANTREN AL-KHAERIYAH: MEMBANGUN UMAT MELALUI PENDIDIKAN DAN PEGAJARAN ISLAM A. Gagasan Mendirikan Pesantren ~ 15 B. Pesantren Citangkil ~ 20 C. Pembaharuan Pesantren Citangkil Cilegon ~ 27 Bagian III KETERLIBATAN K.H. SJAM’UN DALAM TENTARA PETA A. Pembentukan Tentara Pembela Tanah Air (Peta)
Recommended publications
  • Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Abstract: This article examines the religious specificities of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of this process reside in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhoods’ followers and the popularity of esoteric practices. These specificities implicate that the Islamizing of the region was very progressive within period of time and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam took through history. The dominant media- centered perspective also eludes the fact that cohabitation between religion and ritual initiation still composes the authority structure. This article aims to contribute to the knowledge of this phenomenon. Keywords: Islam, Banten, sultanate, initiation, commerce, cosmopolitism, brotherhoods. 1 Banten is well-known by historians to have been, during the Dutch colonial period at the XIXth century, a region where the observance of religious duties, like charity (zakat) and the pilgrimage to Mecca (hajj), was stronger than elsewhere in Java1. In the Indonesian popular vision, it is also considered to have been a stronghold against the Dutch occupation, and the Bantenese have the reputation to be rougher than their neighbors, that is the Sundanese. This image is mainly linked to the extended practice of local martial arts (penca) and invulnerability (debus) which are widespread and still transmitted in a number of Islamic boarding schools (pesantren).
    [Show full text]
  • Western Java, Indonesia)
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Université de Provence, Marseille. Abstrak Artikel ini membahas kekhasan agama di Banten pada masa awal Islamisasi di wilayah tersebut. Karakteristik utama dari proses Islamisasi Banten terletak pada hubungan antara perdagangan dengan jaringan Muslim, kosmopolitanisme yang kuat, keragaman praktek keislaman, besarnya pengikut persaudaraan dan maraknya praktik esotoris. Kekhasan ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi Banten sangat cepat dari sisi waktu dan perpindahan agama/konversi yang terjadi merupakan hasil dari proses saling mempengaruhi antara Islam, agama lokal, dan kosmologi. Akibatnya, muncul anggapan bahwa Banten merupakan benteng ortodoksi agama. Kesan yang muncul saat ini adalah bahwa Banten sebagai basis gerakan rigoris/radikal dipengaruhi oleh bentuk-bentuk keislaman yang tumbuh dalam sejarah. Dominasi pandangan media juga menampik kenyataan bahwa persandingan antara agama dan ritual masih membentuk struktur kekuasaan. Artikel ini bertujuan untuk berkontribusi dalam diskusi akademik terkait fenomena tersebut. Abstract The author examines the religious specifics of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of the process resided in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhood followers and the popularity of esoteric practices. These specificities indicated that the Islamizing of the region was very progressive within 16th century and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam 91 Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) took throughout history.
    [Show full text]
  • PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH 18 April 2018, Aula Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
    PROSIDING SEMINAR NASIONAL JURUSAN SEJARAH 2018 PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH 18 April 2018, Aula Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang ISBN: Editor: Indah Wahyu Puji Utami, S.Pd., S.Hum., M.Pd. Penyunting: 1. Wahyu Djoko Sulistyo, S.Pd., M.Pd. 2. Zafriadi, S.Pd. Desain sampul dan tata letak: 1. Ronal Ridhoi, S.Hum., M.A. Penerbit: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Redaksi: Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No. 5, Malang Telp. (0341) 585966 Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah” i KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, prosiding seminar nasional ini dapat diterbitkan. Seminar nasional ini berawal dari adanya kegelisahan tentang implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dalam Kurikulum 2013 edisi Revisi. Program ini memberikan tantangan baru bagi para pendidik dan pemerhati pendidikan sejarah. Meskipun demikian, pendidikan karakter sebenarnya juga bukan merupakan hal baru bagi para pendidik sejarah. Pendidikan dan pembelajaran sejarah selalu terkait dengan usaha untuk mengambil makna dari peristiwa yang terjadi dan menanamkan karakter yang baik pada peserta didik, Hal itu tentu saja tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan memerlukan proses yang panjang dan melibatkan berbagai pihak. Oleh karenanya, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang menggagas seminar nasional tentang Penguatan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah. Seminar nasional ini mengundang para mahasiswa, praktisi, ahli, dan pemerhati di bidang pendidikan dan pembelajaran sejarah. Melalui kegiatan ini mereka dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk saling belajar. Seminar ini sekaligus menjadi representasi dari keinginan komunitas untuk memberikan sumbangsih pada perkembangan studi pembelajaran dan ilmu pendidikan secara umum. Para pakar di bidang sejarah dan pendidikan karakter dihadirkan sebagai pembicara utama pada seminar ini.
    [Show full text]
  • Islam Dan Budaya Di Banten: Menelisik Tradisi Debus Dan Maulid
    ISLAM DAN BUDAYA DI BANTEN: Menelisik Tradisi Debus Dan Maulid Hasani Ahmad Said UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta [email protected] Abstrak Sejarah mencatat pada awal abad 19, Banten menjadi rujukan para ulama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara, khususnya tentang ilmu keIslaman. Kebudayaan Banten, yang nampak sederhana, sesungguhnya memiliki kompleksitas yang tinggi. Artikel ini mengetengahkan potret budaya Banten dengan memfokuskan pada dua pokok bahasan yakni atraksi debus dan tradisi Panjang Maulid. Penelitian menemukan bahwa beragamnya seni pertunjukan kesenian rakyat Banten, yang berkembang secara turun temurun, tidak terlepas dari pengaruh keagamaan, khususnya Islam. Abstract In the early of 19th century, Banten had became the reference of the scholars in the archipelago, even in Southeast Asia, particularly on the Islamic studies. The Bantenese culture, which seems very simple, actually has a high complexity. This article explores the portraits of Bantenese cultures by focusing on two issues namely Debus attractions and Panjang Mawlid tradition. The study finds out that the diversity of art performance of Bantenese culture, evolving from generation to generation, can not be separated from the influences of religion, especially Islam. Key Word : Islam, budaya, debus, dzikir, mulud Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 109 Hasani Ahmad Said A. Pendahuluan Islam dalam tataran teologis adalah sistem nilai dan ajaran yang bersifat Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dalam perspektif sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Antara Islam dalam tataran teologis dan sosiologis yang merupakan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya. Kontak awal Islam dengan kepulauan nusantara mayoritas berlangsung di pesisir pantai, khususnya melalui aktivitas perdagangan antara penduduk lokal dengan para pedagang Persia, Arab, dan Gujarat (India).
    [Show full text]
  • USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS AD
    USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: KARMA (1110022000009) JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M i USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh : Karma (1110022000009) Pembimbing Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA NIP. 19590203 198903 1 003 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi dengan judul USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 April 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada studi Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta, 25 April 2017 Sidang Munaqosyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Nurhasan, MA Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd NIP. 19690724 199703 1 001 NIP. 19750417 200501 2007 Anggota Penguji I Penguji II Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA Dr. Parlindungan Siregar, MA NIP. 19560817 198603 1 006 NIP. 19590115 199403 1 002 Pembimbing Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA NIP. 19590203 198903 1 003 iii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
    [Show full text]
  • Understanding Ki Hadjar Dewantara's Educational Philosophy
    International Journal of Humanities and Innovation (IJHI) Vol. 2 No. 3, 2019 pp. 65-68 Understanding Ki Hadjar Dewantara’s educational philosophy I Putu Ayub Darmawan*, Edi Sujoko Sekolah Tinggi Teologi Simpson, Ungaran, Semarang (50526), Indonesia e-mail: *[email protected] Abstract This article aims to describe the philosophy proposed by Ki Hadjar Dewantara ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani interpreted using Schleiermacher’s hermeneutics. By doing grammatical and psychological interpretation, the authors explored issues on understanding how the philosophy affected Ki Hadjar Dewantara’s life. It was done by apprehending the background condition, which inspired his vision, thinking framework, and other related thinking concept. Ki Hadjar Dewantara’s vision is an educational concept, which implements local wisdom in the middle of the harsh life of colonialism. The philosophy of Ki Hadjar Dewantara comes from the meaningful local wisdom that both teacher and leader should be in the front performing model or example, in the middle to build intention, and behind to motivate learners/public. Keywords: Ki Hadjar Dewantara; Schleiermacher; hermeneutics; education 1 INTRODUCTION We cannot separate education from the history of education development, which is prominently affected by Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara is an education figure who is also the mastermind of Indonesia’s education philosophy ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, and eventually becomes education symbol in Indonesia. However, it is not fully implemented in education. Young generation’s partial understanding or even null understanding on the philosophy may be the source of the problem.
    [Show full text]
  • Peran Sultan Maulana Hasanuddin Dalam Penyebaran Agama Islam Di Banten 1526-1570 M
    PERAN SULTAN MAULANA HASANUDDIN DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI BANTEN 1526-1570 M. SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: NABIEL AL-NAUFAL EFENDI NIM. 15120023 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2019 PERNYATAAN KEASLIAN i NOTA DINAS ii PENGESAHAN iii MOTTO “Pantang tolak tugas, pantang tugas tak selesai” “Sekali layar terkembang, pantang surut mundur ke belakang” iv PERSEMBAHAN Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Subnh}a>nahu wa Ta‘a>la>, Tuhan seru sekalian alam. Hormat dan bakti kupersembahkan untuk Ayah tercinta Asep Sunandar Efendi dan Ibunda tersayang Linda Triwahyuni, semoga kalian selalu dalam lindungan-Nya. Jalinan kasih sayang kucurahkan pada adik-adikku Nabiella Salsabil Efendi dan Bening Aura Qolbu Efendi. Setiap perjuangan menghajatkan pengorbanan, dan tiada pengorbanan yang sia-sia. Dengan kerendahan hati saya persembahkan skripsi ini kepada almamater tercinta Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. v ABSTRAK Pada awal abad XVI M., Banten merupakan salah satu negeri dari Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berpusat di Banten Girang. Penguasa Banten saat itu adalah Pucuk Umun, anak Prabu Surosowan. Banten kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran yang pada saat itu dalam masa kemunduran. Nusantara pada saat itu, di Banten khususnya didominasi oleh kepercayaan bercorak Hindu yang disebut Sunda Wiwitan, agama resmi Kerajaan Sunda Pajajaran. Syiar Islam di Banten dimulai oleh Sunan Ampel pada awal abad XV M. Usahanya tersebut kemudian dilanjutkan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati bersama pamannya, Cakrabuana pada akhir abad yang sama.
    [Show full text]
  • Bab Ii Kondisi Dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian
    BAB II KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kampung Baru Bugis Hubungan Antara Etnis Bugis dan etnis Banten sudah terjalin cukup lama. Keberadaan mereka terhitung sejak awal abad ke-17. Merantau (sompe’) bagi orang Bugis merupakan jati diri, demi kehidupan yang lebih baik di daerah yang baru. Banten merupakan salah satu dari sekian banyak tujuan tersebut. Jejak keberadaan Orang Bugis- Makassar di Banten dimulai oleh Syekh Yusuf al-Makassari dan semakin intens setelah perang Makassar yang terjadi pada Tahun 1669 silam. Perang Makassar telah membawa dampak yang begitu besar terhadap tatanan kehidupan masyarakat Kerajaan Gowa dan Sulawesi Selatan secara umum. Sebagai pihak yang kalah dalam perang banyak pembesar Kerajaan Gowa memilih meninggalkan Gowa sebagai bentuk protes terhadap perjanjian Bongaya yang merugikan Kerajaan Gowa. Oleh sebab itu meninggalkan Gowa adalah pilihan yang dianggap paling tepat saat itu, dan tersebutlah Kerajaan Banten sebagai tujuan untuk melanjutkan perlawanan terhadap VOC. Karena di sana ada Syekh Yusuf al- Makassari yang juga merupakan kerabat keluarga Kerajaan Gowa. Dalam sebuah keterangan dinyatakan bahwa Syekh Yusuf al- Makassari sudah sering mendengar nama Banten dari para pelaut dan pedagang melayu. Saat itu, tentu saja Banten sudah menjadi salah satu pusat 24 25 perdagangan internasional di Nusantara yang ramai dikunjungi oleh berbagai suku bangsa. Dan Syaikh Yusuf al- Makassari juga mendengar dari para pedagang dan pelaut melayu bahwa Banten juga menjadi pusat pengajaran islam dengan banyak ahli agama.Dalam hal ini, bahwa hubungan Makassar dengan Banten sebagai pusat pengembangan Islam dan pusat perdagangan bebas di Nusantara, terjalin kerja sama yang akrab dan sangat dekat. Saluran-saluran niaga lokal yang berpusat di Makassar terhubung dengan niaga Internasional (China dan Fhilipina) dan ke arah barat, yakni Banten yang juga menjadi pusat perniagaan Internasional.
    [Show full text]
  • Title the Development of Pancasila Moral Education in Indonesia
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Kyoto University Research Information Repository Title The Development of Pancasila Moral Education in Indonesia Author(s) Nishimura, Shigeo Citation 東南アジア研究 (1995), 33(3): 303-316 Issue Date 1995-12 URL http://hdl.handle.net/2433/56552 Right Type Journal Article Textversion publisher Kyoto University Southeast Asian Studies. Vol. 33, No.3, December 1995 The Development of Pancasila Moral Education in Indonesia Shigeo NISHIMURA * Introduction Pancasila is the philosophical basis for the foundation of independent Indonesia. Prescribed in the Indonesian Constitution, it has been an immovable foundation of Indonesia since independence. Pancasila consists of five inseparable and mutually qualifying principles: 1) belief in the One and Only God 2) just and civilized humanity 3) the unity of Indonesia 4) democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives 5) social justice for all the Indonesian people. Pancasila also has been the key philosophical concept in Indonesian formal education. Without a clear and accurate understanding of Pancasila, it is not possible to understand properly the national education of independent Indonesia. This paper will thus examine Indonesian national education in relation to Pancasila. National education in Indonesia usually means the education since independence of the nation as a sovereign country. However, its origin is found in the efforts of the people to provide their own education during the period of colonization by the Netherlands. I Tides of Education for Nationalism 1. Education for Nationalism in Indonesia Two tides are apparent in the education movements developed by Indonesians in the early 20th century.
    [Show full text]
  • Descargar Descargar
    Opcion, Año 35, Especial Nº 20 (2019):2899-2921 ISSN 1012-1587/ISSNe: 2477-9385 Jawara Banten the Social Transformation of Local Elites Muslim in Indonesia Suwaib Amiruddin1, Fahmi Irfani2 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia [email protected] 2 Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia [email protected] Abstract This article discusses the signifcant changaes of social transformation to- wards one of the local elite Muslim in Indonesia, that elite called asJawara Banten (Strongman) in the province of Banten. During its process,Jawara Banten experienced a vertical mobilization in both social and economic as- pecs. The roles of Jawara was no longer as Jaro, spiritual teachers or Kyai .In Orde Baru and reformation era many of Jawara became entrepreneur, offcial workers and politicians.Jawara which used to be an Informal Leader trans- formed to be more modern in its role without leaving their identity.The identi- ty and Jawara’s culture themselves were called as Subculture of Violence, the violence culture itself has been the culture of Jawara Banten.Violence used as a tool to gain their position and get a higher social status to be the most respec- ful Jawara in their community. Key words: JawaraBanten,Local Elite Muslim, Transformation, Orde Baru, Indonesia. Suwaib Amiruddin et. al. 2900 Opcion, Año 35, Especial Nº 20 (2019): 2899-2921 Jawara Banten, la transformación social de las élites locales musulmanas en Indonesia Resumen Este artículo discute los cambios signifcativos de la transformación social hacia uno de los musulmanes de élite local en Indonesia, esa élite llamada como Jawara Banten (Hombre fuerte) en la provincia de Banten.
    [Show full text]
  • Urgency of the National Education Philosophy in Rebuilding the National Identity
    104 URGENCY OF THE NATIONAL EDUCATION PHILOSOPHY IN REBUILDING THE NATIONAL IDENTITY Dwi Siswoyo Universitas Negeri Yogyakarta Abstract Nowadays more apparent phenomenon in the world of education, that the fundamental ideas have been marginalized and reduced so that it appears technical thoughts or ideas. Technical ideas more prominent in the various aspects of educational reform. This presents a very pragmatic attitude, not a comprehensive look at the issue of education. Although in many educational reform efforts appear bustle, but it is more likely to be partial without solid educational philosophy. Indonesia's national philosophy of education, the national education philosophy of Pancasila, has a role as a core, basic and guidance in various aspects of the national education reform. Keywords: national identity The Meaning Of Arousing National Identity work entitled „The Nerves of Pancasila (1952). Bung I have not had a lot of contemplating to Karno confirmed the importance of Pancasila as respond and to exposure to three keynote address, static principles and dynamic "Leidstar" (Sukarno, but I will try to leave a comment. A response can be 1958). Bung Hatta, wrote „Pancasila, the Straight in the form of three terms, i.e. negating, agreeing, Path‟, in achieving the ideals of the Indonesian or smiling. I prefer the latter two. What is a revolution (1966). Ruslan Abdul Gani stated in the 'arousing'? Does it mean standing from a sitting Foreword of the book written by Eka Darmaputra position, or getting up from lying down, waking (1987), "... we must not let the Pancasila frozen. from sleep, or waking up from suspended Pancasila should be developed in a creative and animation.
    [Show full text]
  • A Desirable Leader: Reflection of the Populist Characteristics Jakarta: Mizan
    AL ALBAB - Borneo Journal of Religious Studies (BJRS) Volume 2 Number 1 June 2013 A Desirable Leader: Reflection of the Populist Characteristics Jakarta: Mizan By S. B. Pramono & Dessy Harahap Reviewed By Amalia Irfani (Pontianak State College of Islamic Studies) There is no country that is successful in its management without intervention of a leader. The leader is the spearhead of the success of a country. The thought, effort, even the habit of the leader are capable of making people follow and treat them like an idol figure/a celebrity. A successful leader will always be honored while those who fail will usually be scorned and even removed. The book entitledPemimpin Yang Dirindukan: Refleksi Karakteristik Kerakyatan (A Desirable Leader: Reflection of the Populist Characteristics) written by S.B. Pramono and Dessy Harahap contains brief biographies of several Indonesian national leaders that have been under the spotlight both nationally and internationally. They were the forerunners of promoting diversity in Indonesia, and their existence won respect from other nations that saw Indonesia as a nation of dignity. There are thirteen (13) major figures who made Indonesia a great nation through their thoughts and services, namely: Sukarno, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Muhammad Natsir, Haji Agus Salim, R.A. Kartini, Supomo, Muhammad Yamin, the Great Commander Sudirman, Ki Hajar Dewantara, Sultan Hamengku Buwono IX, Yap Thiam Hien, and Hoegeng. They were born to the nation, raised in a distinguished and educated family, and held prominent positions of their era. Being easy to read, straightforward and communicative makes this book so interesting and attractive that it should become a reference for the youth who have ‘intent’ to be a leader.
    [Show full text]