BAB VII KESIMPULAN Cirebon Merupakan Daerah Pesambangan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

BAB VII KESIMPULAN Cirebon Merupakan Daerah Pesambangan BAB VII KESIMPULAN Cirebon merupakan daerah Pesambangan yaitu sekitar lima kilometer dari kota Cirebon sekarang, sedangkan pelabuhan Muara Jati merupakan Lemah wungkuk. Cirebon sendiri saat itu terbagi menjadi dua bagian yaitu Cirebon Girang dan Cirebon Larang, dalam hal ini adala Dukuh Pesambangan dan Muara Jati. Kedua daerah ini sama-sama berada dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu-Budha. Pada masa sebelum Islam dibawah Sunan Gunung Jati, pelabuhan Muara Jati adalah jalur masuknya perdagangan ke Cirebon. Melalui Muara Jati pulalah para pedagang Islam masuk, dan membuka pedukuhan Islam pertama yaitu Dukuh Pesambangan. Setelah terdengar adanya agama Islam, Prabu Siliwangi sebagai penguasa Pajajaran berusaha menekan jumlah pedagang Islam yang masuk ke Cirebon. Meskipun begitu, perkembangan Islam di Cirebon sendiri telah dimulai dengan dibangunnya pesantren di daerah Pesambangan yang kemudian dikenal dengan nama Pesantren Gunung Jati dikepalai oleh Syekh Idlofi Mahdi. Masyarakat yang telah lama mempercayai kepercayaan lama bercampur agama Hindu mulai tertarik dengan agama Islam, terutama karena tidak terdapat perbedaan didalamnya. Kemahsyuran Islam di Cirebon bahkan mengundang perhatian para putra Mahkota Pajajaran yaitu Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang untuk berguru agama Islam di Cirebon. Setelah dianggap cukup ilmu Islamnya, oleh gurunya Syekh Datuk Kahfi memerintahkan Pangeran Walangsungsang dan Lara Santang diperkenankan 120 121 menunaikan rukun Islam yang kelima yaitu naik haji. Atas kehendak Allah, Lara Santang dipersunting oleh Syarif Abdullah, oleh Syarif Abdullah, nama Lara Santang dirubah menjadi Syarifah Muda’im. Dari pernikahan ini lahir dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Syarif Hidayatullah adalah penyebar Islam di Cirebon dan Jawa Barat dan dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Setelah Syarif Abdullah wafat, Syarif Hidayatullah yang memiliki hak atas kerajaan Mesir lebih memilih menjadi penyiar Islam di tanah kelahiran ibunya Syarifah Muda’im di Tanah Jawa, Cirebon khususnya. Setelah sampai di Cirebon, pada waktu yang telah ditentukan Syarif Hidayatullah dinikahkan dengan Pakungwati, putri Pangeran Walangsungsang. Pangeran Walangsungsang saat itu telah menjadi Kuwu Cerbon II dan telah membangun Keraton Pakungwati dengan gelar Pangeran Cakrabuana. Oleh karena itu, pernikahan ini, secara otomatis manjadi upacara pengangkatan Syarif Hidayatullah menggantikan Pangeran Cakrabuana. Selain pengangkatan Syarif Hidayatullah sebagai pengganti Pangeran Cakrabuana, diangkat pula oleh Wali setanah Jawa sebagai salah satu anggota Walisongo bergelar Sunan Gunung Jati. Berkedudukan di Keraton Pakungwati Cirebon, Sunan Gunung Jati mendirikan Kesultanan Cirebon dengan memerdekakan diri dari pengaruh Pajajaran. Saat itulah tamaddun Islam di Cirebon berkembang pesat. Sejak memerdekakan diri, Kesultanan Cirebon membangun berbagai sarana-prasarana yang mendukung pemerintahan, perdagangan, dan yang paling penting adalah dalam misi syiar Islam. Metode-metode dakwah yang digunakan Walisongo pada 122 umumnya Sunan Gunung Jati khusunya secara umum dilakukan dengan dua cara yaitu metode struktural dan metode kultural. Sepeninggal Sunan Gunung Jati, peninggalan Islamisasi yang dilakukannya masih bisa terlihat sekarang. Bentuk peninggalan itu oleh penulis dibagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan dan upacara. Bangunan terdiri dari Keraton Pakungwati yang saat ini dikenal Keraton Kasepuhan, Masjid Agung Sang Ciptarasa/Masjid Pakungwati, dan Astana Gunung Jati/kompleks Makam Gunung Sembung. Dalam upacara yang merupakan media dakwah Sunan Gunung Jati adalah Maulid Nabi Muhammad S.A.W. yang lebih deikenal oleh masyarakat Cirebon dengan “Iring-Iringan Panjang Jimat”. Dalam upacara ini ada berbagai keramaian hingga hari puncak yang disebut sekaten. Peran dakwah Sunan Gunung Jati bersama para Waliyullah lainnya telah menjadi penanda Islam yang khas di Indonesia umumnya, di Jawa khususnya. Dengan metode dakwah yang bijaksana, Islam mudah diterima oleh masyarakat pribumi dengan baik. Meskipun dalam tradisi Cirebon terkadang pengislamannya tidak masuk akal, tetapi hikmah yang didapat dari metode dakwah Sunan Gunung Jati menggambarkan toleransi yang begitu terasa untuk berdirinya kekuatan Islam di Cirebon seperti saat ini adalah pemikiran yang brilian. 123 DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdul Karim, M. (2013). Islam Nusantara. Yogyakarta: Gama Media Editing. Aria Carbon. (1972). Purwaka Tjaruban Nagari, terj. P. S. Sulendraningrat, Jakarta: Bhratara. Barnet, K. (1981). Pengantar Teologi. Jakarta: Gunung Mulia. Dadan Wildan. (2012). Sunan Gunung Jati: Petuah, Pengaruh, dan Jejak-jejak Sang Wali di Tanah Jawa. Tangerang Selatan: Penerbit Salima. Daliman, A. (2012). Islamisasi dan perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Edi S. Ekadjati, Undang A. Darsa. ( 1999). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A: Jawa Barat Koleksi Lima Lembaga. Bogor: Yayasan Obor Indonesia. _______. (1978). Babad Cirebon Edisi Brandes: Tinjauan Sastra dan Sejarah. Bandung: Fakultas Sastra, Universitas Padjajaran. Graaf, H. J. de dan Th. G. Pigeaud. (2003). Kerajaan Islam Pertama di Jawa Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, terj. dari judul asli, De Eerste Moslimse voorstendomen op Java, studien over de staatkundige van de 15 de en 16 de Eeuw. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti Hadisutjipto S. Z. (1979). Babad Cirebon. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. Hari Untoro Drajat. (1997). “Pelestarian Peninggalan Bersejarah di Cirebon”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 129-139. Jakarta: Putra Sejati Raya. Hasan Muarif Ambary. (1997). “Peranan Cirebon Sebagai Pusat Perkembangan dan Penyebaran Islam”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 35-54. Jakarta: Putra Sejati Raya. Helius Sjamsuddin. (1993). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. _______. (2012). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. 124 Husein Djayadiningrat. 1983. Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten. Jakarta: Djambatan Iman Budhi Santosa. (2012). Spiritualisme Jawa: Sejarah, Laku, dan Intisari Ajaran. Yogyakarta: Memayu Publishing. Irma M. Johan. (1997). “Penelitian Sejarah Kebudayaan Cirebon dan Sekitarnya Antara Abad XV-XIV: tinjauan Bibliografi”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 9-34. Jakarta: Putra Sejati Raya. Kosoh S., Suwarno, dkk. (1981). Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud. Krom, N. J. (1954). Zaman Hindu. terj. Arif Effendi, Jakarta: Pembangunan. Kuntowijoyo. (2008). Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. _______. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Main Umar. (1997). Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Musyrifah Sunanto. (2012). Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Nugroho Notosusanto. (1975). Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Rahman Hamid, A. D. B. dan Mohammdad Saleh. (2011). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Sanggupri Bochari, M. dan Wiwi Kuswiah. (2001). Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Cirebon: CV. Suko Rejo Bersinar. Sartono Kartodirdjo. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. Sidi Gazalba. (1966). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara. Slamet Muljana. (2009). Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS. Soekmono, R. (1990). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius. 125 Sudjana, T. D. (1997). “Pelabuhan Cirebon dahulu dan Sekarang” , dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 209-229. Jakarta: Putra Sejati Raya. Sulendraningrat, P. S. (1975). Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayat. Cirebon: Lembaga Wilayah Tingkat III Cirebon. _______. (1978). Sejarah Cirebon. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Surjono Soekanto. (1992). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali. Teguh Asmar, dkk. (1975). Sejarah Jawa Barat Dari Masa Pra-Islam Hingga Masa Penyebaran Agama Islam. Bandung: proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Provinsi Jawa Barat. Toynbee, Arnold. (2006). Sejarah Umat Manusia. terj. Agung Prihantoro, dkk. Dari judul asli Mankind and Mother Earth A Narrative of The World. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Uka Tjandrasasmita. (1975). Sejarah Nasional Indonesia III: Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. _______. (1997). “Bandar Cirebon dalam Jaringan Pasar Dunia”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 55-75. Jakarta: Putra Sejati Raya. Woodward, Mark R. (1999). Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Harius Salim dari judul asli, Islam in Jawa: Normative Piety and Misticsm in The Sultanate of Yogyakarta. Yogyakarta: LKis. Zaenal Masduqi. (2011). Cirebon: Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial. Cirebon: Nurjati Press. 126 Wawancara : Tanggal Alamat No Nama Pekerjaan Lahir 28 Keraton Kasepuhan Staff ahli Sultan Tatang 1 Agustus Cirebon Sepuh XIV Keraton Subandi 1976 Kasepuhan Cirebon 11 Manggalangeh, Rt. Pemandu senior Elang September 05/Rw. 02, Komplek 2 Keraton Kasepuhan Haryanto 1968 Keraton Kasepuhan Cirebon Cirebon 17 Jl. Jagasatru no. 55, Kerabat Keraton 3 Ibu Hasan Februari Rt. 01/Rw. 03, Kanoman Cirebon 1970 Pulasaren, Cirebon Surat Kabar : Tanpa Pengarang.
Recommended publications
  • Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Abstract: This article examines the religious specificities of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of this process reside in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhoods’ followers and the popularity of esoteric practices. These specificities implicate that the Islamizing of the region was very progressive within period of time and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam took through history. The dominant media- centered perspective also eludes the fact that cohabitation between religion and ritual initiation still composes the authority structure. This article aims to contribute to the knowledge of this phenomenon. Keywords: Islam, Banten, sultanate, initiation, commerce, cosmopolitism, brotherhoods. 1 Banten is well-known by historians to have been, during the Dutch colonial period at the XIXth century, a region where the observance of religious duties, like charity (zakat) and the pilgrimage to Mecca (hajj), was stronger than elsewhere in Java1. In the Indonesian popular vision, it is also considered to have been a stronghold against the Dutch occupation, and the Bantenese have the reputation to be rougher than their neighbors, that is the Sundanese. This image is mainly linked to the extended practice of local martial arts (penca) and invulnerability (debus) which are widespread and still transmitted in a number of Islamic boarding schools (pesantren).
    [Show full text]
  • Western Java, Indonesia)
    Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) Gabriel Facal Université de Provence, Marseille. Abstrak Artikel ini membahas kekhasan agama di Banten pada masa awal Islamisasi di wilayah tersebut. Karakteristik utama dari proses Islamisasi Banten terletak pada hubungan antara perdagangan dengan jaringan Muslim, kosmopolitanisme yang kuat, keragaman praktek keislaman, besarnya pengikut persaudaraan dan maraknya praktik esotoris. Kekhasan ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi Banten sangat cepat dari sisi waktu dan perpindahan agama/konversi yang terjadi merupakan hasil dari proses saling mempengaruhi antara Islam, agama lokal, dan kosmologi. Akibatnya, muncul anggapan bahwa Banten merupakan benteng ortodoksi agama. Kesan yang muncul saat ini adalah bahwa Banten sebagai basis gerakan rigoris/radikal dipengaruhi oleh bentuk-bentuk keislaman yang tumbuh dalam sejarah. Dominasi pandangan media juga menampik kenyataan bahwa persandingan antara agama dan ritual masih membentuk struktur kekuasaan. Artikel ini bertujuan untuk berkontribusi dalam diskusi akademik terkait fenomena tersebut. Abstract The author examines the religious specifics of Banten during the early Islamizing of the region. The main characteristics of the process resided in a link between commerce and Muslim networks, a strong cosmopolitism, a variety of the Islam practices, the large number of brotherhood followers and the popularity of esoteric practices. These specificities indicated that the Islamizing of the region was very progressive within 16th century and the processes of conversion also generated inter-influence with local religious practices and cosmologies. As a consequence, the widespread assertion that Banten is a bastion of religious orthodoxy and the image the region suffers today as hosting bases of rigorist movements may be nuanced by the variety of the forms that Islam 91 Religious Specificities in the Early Sultanate of Banten (Western Java, Indonesia) took throughout history.
    [Show full text]
  • Islam Dan Budaya Di Banten: Menelisik Tradisi Debus Dan Maulid
    ISLAM DAN BUDAYA DI BANTEN: Menelisik Tradisi Debus Dan Maulid Hasani Ahmad Said UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta [email protected] Abstrak Sejarah mencatat pada awal abad 19, Banten menjadi rujukan para ulama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara, khususnya tentang ilmu keIslaman. Kebudayaan Banten, yang nampak sederhana, sesungguhnya memiliki kompleksitas yang tinggi. Artikel ini mengetengahkan potret budaya Banten dengan memfokuskan pada dua pokok bahasan yakni atraksi debus dan tradisi Panjang Maulid. Penelitian menemukan bahwa beragamnya seni pertunjukan kesenian rakyat Banten, yang berkembang secara turun temurun, tidak terlepas dari pengaruh keagamaan, khususnya Islam. Abstract In the early of 19th century, Banten had became the reference of the scholars in the archipelago, even in Southeast Asia, particularly on the Islamic studies. The Bantenese culture, which seems very simple, actually has a high complexity. This article explores the portraits of Bantenese cultures by focusing on two issues namely Debus attractions and Panjang Mawlid tradition. The study finds out that the diversity of art performance of Bantenese culture, evolving from generation to generation, can not be separated from the influences of religion, especially Islam. Key Word : Islam, budaya, debus, dzikir, mulud Volume 10, Nomor 1, Juni 2016 109 Hasani Ahmad Said A. Pendahuluan Islam dalam tataran teologis adalah sistem nilai dan ajaran yang bersifat Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dalam perspektif sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Antara Islam dalam tataran teologis dan sosiologis yang merupakan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya. Kontak awal Islam dengan kepulauan nusantara mayoritas berlangsung di pesisir pantai, khususnya melalui aktivitas perdagangan antara penduduk lokal dengan para pedagang Persia, Arab, dan Gujarat (India).
    [Show full text]
  • USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS AD
    USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: KARMA (1110022000009) JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M i USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Oleh : Karma (1110022000009) Pembimbing Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA NIP. 19590203 198903 1 003 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2017 M ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi dengan judul USAHA SULTAN AGENG TIRTAYASA DALAM MEMBANGUN EKONOMI BANTEN ABAD XVII M telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 April 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada studi Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta, 25 April 2017 Sidang Munaqosyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Nurhasan, MA Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd NIP. 19690724 199703 1 001 NIP. 19750417 200501 2007 Anggota Penguji I Penguji II Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA Dr. Parlindungan Siregar, MA NIP. 19560817 198603 1 006 NIP. 19590115 199403 1 002 Pembimbing Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA NIP. 19590203 198903 1 003 iii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
    [Show full text]
  • Peran Sultan Maulana Hasanuddin Dalam Penyebaran Agama Islam Di Banten 1526-1570 M
    PERAN SULTAN MAULANA HASANUDDIN DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI BANTEN 1526-1570 M. SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: NABIEL AL-NAUFAL EFENDI NIM. 15120023 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2019 PERNYATAAN KEASLIAN i NOTA DINAS ii PENGESAHAN iii MOTTO “Pantang tolak tugas, pantang tugas tak selesai” “Sekali layar terkembang, pantang surut mundur ke belakang” iv PERSEMBAHAN Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Subnh}a>nahu wa Ta‘a>la>, Tuhan seru sekalian alam. Hormat dan bakti kupersembahkan untuk Ayah tercinta Asep Sunandar Efendi dan Ibunda tersayang Linda Triwahyuni, semoga kalian selalu dalam lindungan-Nya. Jalinan kasih sayang kucurahkan pada adik-adikku Nabiella Salsabil Efendi dan Bening Aura Qolbu Efendi. Setiap perjuangan menghajatkan pengorbanan, dan tiada pengorbanan yang sia-sia. Dengan kerendahan hati saya persembahkan skripsi ini kepada almamater tercinta Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. v ABSTRAK Pada awal abad XVI M., Banten merupakan salah satu negeri dari Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berpusat di Banten Girang. Penguasa Banten saat itu adalah Pucuk Umun, anak Prabu Surosowan. Banten kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran yang pada saat itu dalam masa kemunduran. Nusantara pada saat itu, di Banten khususnya didominasi oleh kepercayaan bercorak Hindu yang disebut Sunda Wiwitan, agama resmi Kerajaan Sunda Pajajaran. Syiar Islam di Banten dimulai oleh Sunan Ampel pada awal abad XV M. Usahanya tersebut kemudian dilanjutkan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati bersama pamannya, Cakrabuana pada akhir abad yang sama.
    [Show full text]
  • Bab Ii Kondisi Dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian
    BAB II KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Kampung Baru Bugis Hubungan Antara Etnis Bugis dan etnis Banten sudah terjalin cukup lama. Keberadaan mereka terhitung sejak awal abad ke-17. Merantau (sompe’) bagi orang Bugis merupakan jati diri, demi kehidupan yang lebih baik di daerah yang baru. Banten merupakan salah satu dari sekian banyak tujuan tersebut. Jejak keberadaan Orang Bugis- Makassar di Banten dimulai oleh Syekh Yusuf al-Makassari dan semakin intens setelah perang Makassar yang terjadi pada Tahun 1669 silam. Perang Makassar telah membawa dampak yang begitu besar terhadap tatanan kehidupan masyarakat Kerajaan Gowa dan Sulawesi Selatan secara umum. Sebagai pihak yang kalah dalam perang banyak pembesar Kerajaan Gowa memilih meninggalkan Gowa sebagai bentuk protes terhadap perjanjian Bongaya yang merugikan Kerajaan Gowa. Oleh sebab itu meninggalkan Gowa adalah pilihan yang dianggap paling tepat saat itu, dan tersebutlah Kerajaan Banten sebagai tujuan untuk melanjutkan perlawanan terhadap VOC. Karena di sana ada Syekh Yusuf al- Makassari yang juga merupakan kerabat keluarga Kerajaan Gowa. Dalam sebuah keterangan dinyatakan bahwa Syekh Yusuf al- Makassari sudah sering mendengar nama Banten dari para pelaut dan pedagang melayu. Saat itu, tentu saja Banten sudah menjadi salah satu pusat 24 25 perdagangan internasional di Nusantara yang ramai dikunjungi oleh berbagai suku bangsa. Dan Syaikh Yusuf al- Makassari juga mendengar dari para pedagang dan pelaut melayu bahwa Banten juga menjadi pusat pengajaran islam dengan banyak ahli agama.Dalam hal ini, bahwa hubungan Makassar dengan Banten sebagai pusat pengembangan Islam dan pusat perdagangan bebas di Nusantara, terjalin kerja sama yang akrab dan sangat dekat. Saluran-saluran niaga lokal yang berpusat di Makassar terhubung dengan niaga Internasional (China dan Fhilipina) dan ke arah barat, yakni Banten yang juga menjadi pusat perniagaan Internasional.
    [Show full text]
  • Descargar Descargar
    Opcion, Año 35, Especial Nº 20 (2019):2899-2921 ISSN 1012-1587/ISSNe: 2477-9385 Jawara Banten the Social Transformation of Local Elites Muslim in Indonesia Suwaib Amiruddin1, Fahmi Irfani2 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia [email protected] 2 Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia [email protected] Abstract This article discusses the signifcant changaes of social transformation to- wards one of the local elite Muslim in Indonesia, that elite called asJawara Banten (Strongman) in the province of Banten. During its process,Jawara Banten experienced a vertical mobilization in both social and economic as- pecs. The roles of Jawara was no longer as Jaro, spiritual teachers or Kyai .In Orde Baru and reformation era many of Jawara became entrepreneur, offcial workers and politicians.Jawara which used to be an Informal Leader trans- formed to be more modern in its role without leaving their identity.The identi- ty and Jawara’s culture themselves were called as Subculture of Violence, the violence culture itself has been the culture of Jawara Banten.Violence used as a tool to gain their position and get a higher social status to be the most respec- ful Jawara in their community. Key words: JawaraBanten,Local Elite Muslim, Transformation, Orde Baru, Indonesia. Suwaib Amiruddin et. al. 2900 Opcion, Año 35, Especial Nº 20 (2019): 2899-2921 Jawara Banten, la transformación social de las élites locales musulmanas en Indonesia Resumen Este artículo discute los cambios signifcativos de la transformación social hacia uno de los musulmanes de élite local en Indonesia, esa élite llamada como Jawara Banten (Hombre fuerte) en la provincia de Banten.
    [Show full text]
  • Peran Orang Cina Dalam Perekoriomian Kesultanan · Islam Banten Abad XVI-XVIII
    'Peran Orang Cina dalam Perekoriomian Kesultanan · Islam Banten Abad XVI-XVIII Siti Fauziyah . Fakultas Tarbiyah dan Adab lAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.. [email protected] Abstrak Peran orang Cina dalam perekonomian dunia cukup besar, baik dimasa /a/u maujmn di masa sekarang khustiSI!Ja di Indonesia. Pada abad ke~16 sampai ke J 8. yang mempakan periode kebangkitan perdagangan muslim yang. ditandai · dengan tumbuhi!Ja kola emporium (pusat dagang) di beberapa wi/ayah: kerqjami Islam, para pedagang Cina secara tidak langsung Ielah memberikan ·a11dil dalam perkembangan ekonomi pada sa at ittt temtama. di wilayah Kesu/tanan B.cmten. ·Etos ... ketfa orang Cina yang tinggi telah menjadikan orang Cina menguasai bisnis di berbagai negeri. · Keberadaan orang Cina di Banten berbeda dengan keberadaan orang Eropa yang melakukan kolonialisme sehingga menimbulkan ketegangan ekonomi dan politik di kesultanait Banten. Ora~g Cina merttpakan mitra yang ·baik dan penting dalam perdagangan sehingga mereka memiliki pengamh besar. dalam perkembangan ekonomi di Banten. Pada masa kesultanan Islam Banten, orang Cina tid~k hai!Ja memiliki peran besar dalam sektor perdagangan tetapi jttga dalam sekior moneter sehingga mempengarubi terfadii!Ja .pembahan sosial 'ekonomi di Banten. Bagi Be/anda, para pedagang Cina mempdkan rintangan yang seritts ·· qalam perdagangan di Banten. Namun demikian kepandaian dan stattts sosia/. pedagang Cina seringkali dimanfaatkan· oleh orang Belanda ttntttk kepentingan · perdagangan mereka sendiri. Abstract Tbe Cbinese people play a great role in the World economy, especialfy in ~ndonesia, both in the past and at present. From tbe sixteenth t'entury to the eighteenth century, as the revival period of Muslim trade signed by the growl~ of the emporiums in .
    [Show full text]
  • Kyai Haji Sjam'un
    KYAI HAJI SJAM’UN (1883-1949): GAGASAN PERJUANGANNYA Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 : 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 : 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). KYAI HAJI SJAM’UN (1883-1949): GAGASAN PERJUANGANNYA Dr. Rahayu Permana, S.Ag.M.Hum Pengantar: Drs. H. Hikmatullah A. Sjam’un, M.Si. Editor: Dr. Syaharudiin, M.A. Eja_Publisher, 2016 Kyai Haji Sjam’un (1883-1949): Gagasan dan Perjuangannya © Dr. Rahayu Permana, S.Ag.M.Hum Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Eja_Publisher, Yogyakarta, Januari, 2016 Kwarasan RT 05
    [Show full text]
  • Menelusuri Makna Dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten Dan Masyarakat Hindu Bali
    Dr. Ayatullah Humaeni, MA Eneng Purwanti, MA. Azizah Awaliyah, B.Ed, MA. Romi Sesajen: Menelusuri Makna dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten dan Masyarakat Hindu Bali LP2M UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2021 Sesajen: Menelusuri Makna dan Akar Tradisi Sesajen Masyarakat Muslim Banten dan Masyarakat Hindu Bali Penulis: Dr. Ayatullah Humaeni, MA.dkk. Editor: Dr. Ayatullah Humaeni, MA. Desain Cover: Dr. Helmy F.B. Ulumi, M.Hum Tata Letak: Romi Cetakan Pertama, Mei 2018 Cetakan Kedua,, November 2019 Cetakan Ketiga,, Februari 2021 Ukr. 14,8 x 21 Cm --- x + 197 Hlm ISBN 978-979-9152-37-54 Diterbitkan Oleh: LP2M UIN SMH Banten Jl. Jendral Sudirman No. 30 Ciceri Serang Banten Telp./Faks. (0254) 200323/ (0254) 200022 Email: [email protected] © Hak Cipta dilindungi Undang - Undang (All Right Reserved) SAMBUTAN KETUA LP2M UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Meneliti dan menulis adalah merupakan pekerjaan yang melekat pada diri dosen sebagai wujud dari Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten melalui Pusat Penelitian dan Publikasi Ilmiah selama ini telah memfasilitasi, menyeleksi dan membantu pembiayaan penelitian untuk para dosen baik penelitian individu maupun kelompok. Jumlah proposal penelitian yang diajukan setiap tahun terus meningkat dari berbagai disiplin ilmu, namun karena bantuan dana penelitian yang masih terbatas, sehingga tidak semua proposal penelitian yang diajukan dapat diterima. Selama ini laporan hasil akhir penelitian dosen belum banyak yang terbaca dan dimanfaatkan oleh mahasiswa maupun masyarakat umum, karena keterbatasan dalam penerbitan dan publikasi.
    [Show full text]
  • M. Laffan Raden Aboe Bakar; an Introductory Note Concerning Snouck Hurgronje's Informant in Jeddah (1884-1912)
    M. Laffan Raden Aboe Bakar; An introductory note concerning Snouck Hurgronje's informant in Jeddah (1884-1912) In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 155 (1999), no: 4, Leiden, 517-542 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/29/2021 09:21:18AM via free access MICHAEL LAFFAN Raden Aboe Bakar An Introductory Note Concerning Snouck Hurgronje's Informant in Jeddah (1884-1912)1 Introduction The nineteenth century brought the Arabian peninsula more fully into the global economy, first with the introduction of steam shipping and then, in 1869, with the opening of the Suez Canal. Coupled with this, the increasing economie prosperity of elites in the Dutch East Indies, particularly in Java and Sumatra, made the pilgrimage to Mecca a more commonly performed religious duty among Southeast Asians (Vredenbregt 1962). In Mecca the pil- grims came into contact with Muslims from every part of the world and also interacted with a sizeable community of their own people in residence there. There would have been a sharp difference between long- and short-timers, between pilgrims and resident scholars {'ulama'), who had a greater oppor- tunity to integrate with the wider Muslim community. In legal matters, these 'ulama'' were the final arbiters for their countrymen by virtue of their physical location and their ability to consult with other 'ulama' of the Muslim world. Letters came to them from every part of the archipelago, where local 'ulama' would have already tried to resolve the important matters touched on in them and finally pronounced themselves 1 This research note is a preliminary introduction to Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, whose relationship with C.
    [Show full text]
  • ETHNIC DIVERSITY of BANTENESE SOCIETY Ayatullah Humaeni
    ETHNIC DIVERSITY OF BANTENESE SOCIETY1 Ayatullah Humaeni Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten e-mail: [email protected] Abstrak Sebagai sebuah wilayah yang pernah berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda Padjajajaran yang beragama Hindu dan pernah menjadi salah satu pusat perdagangan internasional dan pusat kajian Islam di Nusantara pada masa kesultanan Islam Banten di mana berbagai etnis manusia berdatangan dari berbagai negara baik dengan tujuan berdagang, dakwah maupun untuk mengkaji keislaman, Banten seolah menjadi magnet bagi orang- orang dari berbagai etnis untuk mencari penghidupan bahkan kemudian menetap secara permanen di Banten dan untuk selanjutnya mereka berasimilasi, berintegrasi dan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat Banten. Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat Banten terdiri dari etnis Sunda dan etnis Jawa yang menjadi etnis dominan di Banten. Akan tetapi, salah jika menganggap etnis sunda yang ada di Banten sama dengan orang Sunda yang ada di Priangan Jawa Barat dan etnis Jawa di Banten sama dengan orang Jawa yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena secara bahasa dan budaya ada perbedaan antara Jawa Banten dan Sunda Banten dengan Jawa Tengah atau Timur dan Sunda Priangan. Sebagaimana tertera dalam judul di atas, artikel ini membahas tentang keragaman etnis yang ada pada masyarakat Banten. Selanjutnya, artikel ini juga mencoba menjelaskan struktur social yang pernah dan masih ada di Banten. Penulis mencoba menjelaskan struktur social pada masa Kesultanan, pada Masa
    [Show full text]