BAB VII KESIMPULAN Cirebon Merupakan Daerah Pesambangan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB VII KESIMPULAN Cirebon merupakan daerah Pesambangan yaitu sekitar lima kilometer dari kota Cirebon sekarang, sedangkan pelabuhan Muara Jati merupakan Lemah wungkuk. Cirebon sendiri saat itu terbagi menjadi dua bagian yaitu Cirebon Girang dan Cirebon Larang, dalam hal ini adala Dukuh Pesambangan dan Muara Jati. Kedua daerah ini sama-sama berada dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang bercorak Hindu-Budha. Pada masa sebelum Islam dibawah Sunan Gunung Jati, pelabuhan Muara Jati adalah jalur masuknya perdagangan ke Cirebon. Melalui Muara Jati pulalah para pedagang Islam masuk, dan membuka pedukuhan Islam pertama yaitu Dukuh Pesambangan. Setelah terdengar adanya agama Islam, Prabu Siliwangi sebagai penguasa Pajajaran berusaha menekan jumlah pedagang Islam yang masuk ke Cirebon. Meskipun begitu, perkembangan Islam di Cirebon sendiri telah dimulai dengan dibangunnya pesantren di daerah Pesambangan yang kemudian dikenal dengan nama Pesantren Gunung Jati dikepalai oleh Syekh Idlofi Mahdi. Masyarakat yang telah lama mempercayai kepercayaan lama bercampur agama Hindu mulai tertarik dengan agama Islam, terutama karena tidak terdapat perbedaan didalamnya. Kemahsyuran Islam di Cirebon bahkan mengundang perhatian para putra Mahkota Pajajaran yaitu Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang untuk berguru agama Islam di Cirebon. Setelah dianggap cukup ilmu Islamnya, oleh gurunya Syekh Datuk Kahfi memerintahkan Pangeran Walangsungsang dan Lara Santang diperkenankan 120 121 menunaikan rukun Islam yang kelima yaitu naik haji. Atas kehendak Allah, Lara Santang dipersunting oleh Syarif Abdullah, oleh Syarif Abdullah, nama Lara Santang dirubah menjadi Syarifah Muda’im. Dari pernikahan ini lahir dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Syarif Hidayatullah adalah penyebar Islam di Cirebon dan Jawa Barat dan dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Setelah Syarif Abdullah wafat, Syarif Hidayatullah yang memiliki hak atas kerajaan Mesir lebih memilih menjadi penyiar Islam di tanah kelahiran ibunya Syarifah Muda’im di Tanah Jawa, Cirebon khususnya. Setelah sampai di Cirebon, pada waktu yang telah ditentukan Syarif Hidayatullah dinikahkan dengan Pakungwati, putri Pangeran Walangsungsang. Pangeran Walangsungsang saat itu telah menjadi Kuwu Cerbon II dan telah membangun Keraton Pakungwati dengan gelar Pangeran Cakrabuana. Oleh karena itu, pernikahan ini, secara otomatis manjadi upacara pengangkatan Syarif Hidayatullah menggantikan Pangeran Cakrabuana. Selain pengangkatan Syarif Hidayatullah sebagai pengganti Pangeran Cakrabuana, diangkat pula oleh Wali setanah Jawa sebagai salah satu anggota Walisongo bergelar Sunan Gunung Jati. Berkedudukan di Keraton Pakungwati Cirebon, Sunan Gunung Jati mendirikan Kesultanan Cirebon dengan memerdekakan diri dari pengaruh Pajajaran. Saat itulah tamaddun Islam di Cirebon berkembang pesat. Sejak memerdekakan diri, Kesultanan Cirebon membangun berbagai sarana-prasarana yang mendukung pemerintahan, perdagangan, dan yang paling penting adalah dalam misi syiar Islam. Metode-metode dakwah yang digunakan Walisongo pada 122 umumnya Sunan Gunung Jati khusunya secara umum dilakukan dengan dua cara yaitu metode struktural dan metode kultural. Sepeninggal Sunan Gunung Jati, peninggalan Islamisasi yang dilakukannya masih bisa terlihat sekarang. Bentuk peninggalan itu oleh penulis dibagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan dan upacara. Bangunan terdiri dari Keraton Pakungwati yang saat ini dikenal Keraton Kasepuhan, Masjid Agung Sang Ciptarasa/Masjid Pakungwati, dan Astana Gunung Jati/kompleks Makam Gunung Sembung. Dalam upacara yang merupakan media dakwah Sunan Gunung Jati adalah Maulid Nabi Muhammad S.A.W. yang lebih deikenal oleh masyarakat Cirebon dengan “Iring-Iringan Panjang Jimat”. Dalam upacara ini ada berbagai keramaian hingga hari puncak yang disebut sekaten. Peran dakwah Sunan Gunung Jati bersama para Waliyullah lainnya telah menjadi penanda Islam yang khas di Indonesia umumnya, di Jawa khususnya. Dengan metode dakwah yang bijaksana, Islam mudah diterima oleh masyarakat pribumi dengan baik. Meskipun dalam tradisi Cirebon terkadang pengislamannya tidak masuk akal, tetapi hikmah yang didapat dari metode dakwah Sunan Gunung Jati menggambarkan toleransi yang begitu terasa untuk berdirinya kekuatan Islam di Cirebon seperti saat ini adalah pemikiran yang brilian. 123 DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdul Karim, M. (2013). Islam Nusantara. Yogyakarta: Gama Media Editing. Aria Carbon. (1972). Purwaka Tjaruban Nagari, terj. P. S. Sulendraningrat, Jakarta: Bhratara. Barnet, K. (1981). Pengantar Teologi. Jakarta: Gunung Mulia. Dadan Wildan. (2012). Sunan Gunung Jati: Petuah, Pengaruh, dan Jejak-jejak Sang Wali di Tanah Jawa. Tangerang Selatan: Penerbit Salima. Daliman, A. (2012). Islamisasi dan perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Edi S. Ekadjati, Undang A. Darsa. ( 1999). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 5A: Jawa Barat Koleksi Lima Lembaga. Bogor: Yayasan Obor Indonesia. _______. (1978). Babad Cirebon Edisi Brandes: Tinjauan Sastra dan Sejarah. Bandung: Fakultas Sastra, Universitas Padjajaran. Graaf, H. J. de dan Th. G. Pigeaud. (2003). Kerajaan Islam Pertama di Jawa Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, terj. dari judul asli, De Eerste Moslimse voorstendomen op Java, studien over de staatkundige van de 15 de en 16 de Eeuw. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti Hadisutjipto S. Z. (1979). Babad Cirebon. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. Hari Untoro Drajat. (1997). “Pelestarian Peninggalan Bersejarah di Cirebon”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 129-139. Jakarta: Putra Sejati Raya. Hasan Muarif Ambary. (1997). “Peranan Cirebon Sebagai Pusat Perkembangan dan Penyebaran Islam”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 35-54. Jakarta: Putra Sejati Raya. Helius Sjamsuddin. (1993). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. _______. (2012). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. 124 Husein Djayadiningrat. 1983. Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten. Jakarta: Djambatan Iman Budhi Santosa. (2012). Spiritualisme Jawa: Sejarah, Laku, dan Intisari Ajaran. Yogyakarta: Memayu Publishing. Irma M. Johan. (1997). “Penelitian Sejarah Kebudayaan Cirebon dan Sekitarnya Antara Abad XV-XIV: tinjauan Bibliografi”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 9-34. Jakarta: Putra Sejati Raya. Kosoh S., Suwarno, dkk. (1981). Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud. Krom, N. J. (1954). Zaman Hindu. terj. Arif Effendi, Jakarta: Pembangunan. Kuntowijoyo. (2008). Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana. _______. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Main Umar. (1997). Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Musyrifah Sunanto. (2012). Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Rajawali Press. Nugroho Notosusanto. (1975). Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Rahman Hamid, A. D. B. dan Mohammdad Saleh. (2011). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Sanggupri Bochari, M. dan Wiwi Kuswiah. (2001). Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Cirebon: CV. Suko Rejo Bersinar. Sartono Kartodirdjo. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. Sidi Gazalba. (1966). Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhratara. Slamet Muljana. (2009). Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS. Soekmono, R. (1990). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius. 125 Sudjana, T. D. (1997). “Pelabuhan Cirebon dahulu dan Sekarang” , dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 209-229. Jakarta: Putra Sejati Raya. Sulendraningrat, P. S. (1975). Sejarah Cirebon dan Silsilah Sunan Gunung Jati Maulana Syarif Hidayat. Cirebon: Lembaga Wilayah Tingkat III Cirebon. _______. (1978). Sejarah Cirebon. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Surjono Soekanto. (1992). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali. Teguh Asmar, dkk. (1975). Sejarah Jawa Barat Dari Masa Pra-Islam Hingga Masa Penyebaran Agama Islam. Bandung: proyek Penunjang Peningkatan Kebudayaan Nasional Provinsi Jawa Barat. Toynbee, Arnold. (2006). Sejarah Umat Manusia. terj. Agung Prihantoro, dkk. Dari judul asli Mankind and Mother Earth A Narrative of The World. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Uka Tjandrasasmita. (1975). Sejarah Nasional Indonesia III: Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. _______. (1997). “Bandar Cirebon dalam Jaringan Pasar Dunia”, dalam Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, halaman: 55-75. Jakarta: Putra Sejati Raya. Woodward, Mark R. (1999). Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Harius Salim dari judul asli, Islam in Jawa: Normative Piety and Misticsm in The Sultanate of Yogyakarta. Yogyakarta: LKis. Zaenal Masduqi. (2011). Cirebon: Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial. Cirebon: Nurjati Press. 126 Wawancara : Tanggal Alamat No Nama Pekerjaan Lahir 28 Keraton Kasepuhan Staff ahli Sultan Tatang 1 Agustus Cirebon Sepuh XIV Keraton Subandi 1976 Kasepuhan Cirebon 11 Manggalangeh, Rt. Pemandu senior Elang September 05/Rw. 02, Komplek 2 Keraton Kasepuhan Haryanto 1968 Keraton Kasepuhan Cirebon Cirebon 17 Jl. Jagasatru no. 55, Kerabat Keraton 3 Ibu Hasan Februari Rt. 01/Rw. 03, Kanoman Cirebon 1970 Pulasaren, Cirebon Surat Kabar : Tanpa Pengarang.