Daftar Isi Jurnal Masyarakat dan Budaya Volume 21 No. 3 Tahun 2019

Halaman PengantarRedaksi iii Topik:

 Strategi Pengembangan Pariwisata Berdasarkan Preferensi Masyarakat Asli: Studi Kasus di Raja Ampat 271 Ade Yunita Iriani

 Dampak Sosial-Ekonomi Pemindahan Paksa: Studi Atas Penyintas Lumpur Lapindo, Jawa Timur 293 Anton Novenanto

 Framing and Navigating Breastfeeding as A Development Issue 317 Sentiela Ocktaviana & Angga Sisca Rahadian

 Resignification: Wacana Balik Orang Papua dalam Menanggapi Rasisme 327 Ubaidillah

 Reproduksi Moda (Pertukaran) Pangan: Menyemai Daulat Hidup di Sumba Barat (Daya) 341 PM Laksono, Esti Anantasari, & Olga Aurora Nandiswara

 Tragedi Kebun Tebu : Pengaruh Perubahan Sosial pada Pertunjukan 355 Herlina Kusuma Wardani, Andayani, Djoko Sulaksono, & Kundharu Saddhono

 Watu Semar: Sebuah Refleksi Pemikiran dan Budaya Lokal Masyarakat Sambongrejo, Bojonegoro 371 Milawaty

 Discourse of Family Well-Being and The Value of Work at Rptra’s Testimonial Videos 383 Sunar Wibowo, Rustono Farady Marta, Hana Panggabean

Tinjauanbuku:  Repertoar Masyarakat Migran: Sebuah Perjalanan Mencari Identitas 397 Anggy Denok Sukmawati

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 i TRAGEDI KEBUN TEBU: PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL PADA PERTUNJUKAN LUDRUK

TRAGEDI KEBUN TEBU : THE INFLUENCE OF SOCIAL CHANGE ON LUDRUK PERFORMANCE

Herlina Kusuma Wardani, Andayani, Djoko Sulaksono, Kundharu Saddhono Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta [email protected]; [email protected] ; [email protected] ; [email protected]

Abstract Ludruk, cultural heritage from East ,has existed since the colonial era. At that time, Ludruk was a popular entertainment for itsviewer. The story of Ludruk is originated from daily activity and oppression. Hence, Ludruk is also one of the strategies to keep the fighting spirit, particularly during Dutchand Japan Occupation. Ludruk alsouses as a political propaganda forparties' interest mainly during Old Order and New Order. Ludruk Performance, dependsonan author, which community he grewup, makes a huge impact in the story he made. This paper described changes of social and community condition surrounding the author and its impact by analyzing the story of Tragedi Kebun Tebu, using sociologic literature analysis. The conclusion is the author faced social and community changes in terms of family background and future challenges; involved in the change of leadership in Karya Budaya group; reaction toward the challenges; developmentof his career and work opportunity; and last, understand of ideology and socio-cultural changes . Keywords: author, society, Ludruk, sociology of literature. Abstrak Ludruk merupakan budaya Jawa Timur yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Ludruk merupakan sarana hiburan yang fenomenal pada saat itu. Cerita ludruk diambil dari kisah kehidupan sehari-hari yang dialami oleh masyarakat bawah yang mengalami kesulitan ekonomi dan ketertindasan. Oleh karena itu, ludruk juga menjadi alat perjuangan di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan juga menjadi alat propaganda partai politik di masa Orde Lama maupun Orde Baru. Salah satu unsur yang sangat penting dalam pementasan ludruk ialah adanya pengarang. Pengalaman kehidupan pengarang memiliki andil yang besar dalam proses pembuatan cerita ludruk. Tulisan ini mendeskripsikan perubahan sosial yang dialami pengarang dan masyarakat yang diangkat di dalam lakon ludruk Tragedi Kebun Tebu, yang dianalisis menggunakan sosiologi sastra. Tulisan ini menyimpulkan bahwa pengarang dan masyarakat mengalami perubahan sosial yang berkaitan dengan latar belakang keluarga dan tantangan masa depan, perubahankepemimpinan grup ludruk Karya Budaya dan siasat menghadapi tantangan, karier pengarang dan kesempatan kerja bagi masyarakat, ideologi pengarang dan perubahan sosial masyarakat, serta menyikapi travesti di masyarakat. Kata kunci: pengarang, masyarakat, Ludruk, sosiologi sastra.

Pendahuluan Rinaldi (2016: 150) menunjukkan bahwa warna lokal yang terdapat dalam karya sastra menjadi Karya sastra terkait dengan kondisi sosial wadah bagi pengarang untuk mempertahankan budaya yang melingkupinya (Kusmarwanti, 2015). identitas lokal yang sedang terancam. Anggaplah Proses penciptaan karya sastra tidak terlepas dari sebagai “wasiat pengarang” terhadap apa yang ideologi dan latar belakang sosial pengarang seharusnya menjadi jalan keluar jika persoalan yang merupakan anggota dari suatu sistem sosial yang sama ditemukan dalam realitas sosial. atau anggota masyarakat (Setyawan, Saddhono, dan Rakhmawati, 2018). Sebuah karya sastra Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan adalah cermin atau tiruan kehidupan masyarakat. pemahaman bahwa sastra erat kaitannya dengan Kehadiran sebuah karya sastra membawa pesan masyarakat, juga menjelaskan bahwa rekaan yang ingin diungkapkan oleh penulisnya. Pesan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya yang dibawa oleh kehadiran atau terciptanya sastra bukan semata-mata gejala individual, sebuah karya sastra adalah berusaha mencari tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2011:11). solusi dari permasalahan yang diangkat oleh Sosiologi sastra memperhatikan kekhasan fakta cerita tersebut (Normuliati, 2016: 61). Senada, sastra (Escarpit, 2005: 14). Lebih lanjut, fakta

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 355 sastra secara umum diperoleh dari para pencipta, material dalam karya sastranya. Walaupun hasil karya, dan publik atau masyarakat luas. seorang pengarang sering menggunakan peristiwa Tulisan ini mendeskripsikan latar sosial nyata sebagai bahannya, tetapi pada kenyataannya pengarang dan masyarakat melalui lakon ludruk sebuah karya sastra diubah dalam kerangka Tragedi Kebun Tebu . Peneliti memilih lakon kehidupan masyarakat yang bersangkutan dan tersebut karena cerita ini merepresentasikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi zamannya fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat (Alaini, 2017). Melalui bahasa, seorang pengarang serta mewakili sikap pengarang terhadap mengkreasi sebuah dunia dengan kehidupan permasalahan tersebut. manusia-manusia di dalamnya yang sering kali merupakan refleksi atas kehidupan nyata Studi tentang sosiologi sastra yang (Yulianto, 2017). Bahasa yang digunakan oleh dilakukan oleh Setyawan, Saddhono, dan Rakhmawati pengarang dalam karya sastra mencerminkan (2018) menjelaskan mengenai potret sosial identitas kelompok etnik dari pengarang masyarakat Jawa yang tercermin dalam naskah tersebut. Seperti pada penelitian yang dilakukan klasik gaya Surakarta. Potret sosial, oleh Setyawan, Saddhono, dan Rakhmawati ditinjau dari konflik sosial, sistem nilai, dan (2017) yang menyebutkanbahwa: bahasa yang digunakan dalam naskah, yang menunjukkan konflik politik, perebutan kekuasaan, “In the classical ketoprak script of dan perjodohan. Sistem nilai yang ada dan Surakarta style, the languageused is relevan dengan situasi dan kondisi sekarang, Surakarta dialect. This is evident from the hampir sebagian besar masyarakat sudah mulai languageused in the dialogues. This fact kehilangan karakter dan jati diri. Bahasa yang cannot be separated from the fact that the author is actually a ketoprak artist from digunakan menggambarkan masyarakat Jawa Surakarta. Therefore, the background of the yang mengedepankan unggah-ungguh basa . scriptwriter is very important in determining Perbedaan dengan kajian ini, penulis the languageused” memfokuskan pada sosiologi pengarang dan masyarakat, sedangkan penelitian yang dilakukan Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Setyawan, Saddhono, dan Rakhmawati memfokuskan pengarang dalam naskah ketoprak klasik gaya pada sosiologi karya sastra sebagai bagian dari Surakarta menggunakan dialek Surakarta dalam metode penelitian sosiologi sastra. dialognya hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang penulis yang merupakan seniman di Penelitian mengenai ludruk dilakukan Surakarta. Bahasa yang digunakan oleh setiap oleh Michael (2018), yang meneliti tentang ludruk pengarang dapat memperkaya khazanah bahasa sebagai asimilasi hukum untuk pemberantasan bagi masyarakat . Apabila bahasa korupsi, menunjukkan bahwa Ludruk dapat punah, maka kelompok etnik itu sendiri akan digunakan sebagai sarana untuk menyatakan kehilangan identitas, baik itu identitasnya segala sesuatu tentang korupsi. Pengajaran anti bertransformasi menjadi bentuk lain yang lebih korupsi dapat disampaikan melalui ludruk dominan atau menjadi bentuk percampuran yang selama itu tetap sesuai dengan sifat ludruk itu sporadis. Bagi Indonesia yang pluralisme, sendiri. Perbedaan dengan penelitian ini, penulis keberagaman etnis menjadi ciri khas sekaligus memfokuskan pada perubahan sosial yang kekuatan persatuannya, ancaman kepunahan dialami oleh pengarang dan masyarakat yang bahasa-bahasa daerah berarti juga ancaman bagi termanifestasi dalam lakon ludruk Tragedi pluralisme etnisnya (Imelda, 2017). Kebun Tebu yang dibuat oleh pengarang. Pengarang yang jeli menuangkan Kajian ini mengungkapkan bagaimana peristiwa yang menarik hati dan pikirannya perubahan sosial yang terjadi pada pengarang menjadi sebuah karya sastra yang manis dan masyarakat, serta bagaimana perubahan (Uniawati: 2016). Sementaraitu, masyarakat sosial tersebut termanifestasi dalam karya sastra adalah sekelompok orang yang hidup bersama yang menarik dan diterima oleh penikmat karya dalam suatu wilayah dan memiliki suatu sastra. Anwar (2010: 99) mengatakan bahwa kebudayaan dan adat istiadat tertentu serta pengarang adalah fenomena sosial spesifik yang terikat oleh suatu aturan yang berlaku dapat dipahami sebagai studi kesadaran historis (Mardijani, 2011). Senada dengan pendapat dan kesadaran sosial. Posisi pengarang dalam tersebut, (Soetomo, 2011: 25) mengatakan masyarakat adalah sebagai seorang intelektual bahwa masyarakat adalah sekumpulan orang yang menggunakan sumber-sumber sosial sebagai yang saling berinteraksi secara kontinu, sehingga

356 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 terdapat relasi sosial yang terpola dan teropan ulang tahun dan ruwat desa biasanya terorganisasi. digelar dari mulai pukul 21.00-03.30 WIB. Pertunjukan berlangsung sekitar 6-7 jam. Ludruk Ludruk merupakan miniatur realitas festival hampir sama dengan ludruk televisi yang kehidupan yang diusung ke panggung menggambarkan berdurasi rata-rata 1 jam.Karena keterbatasan realitas kehidupan sesungguhnya. Ludruk adalah durasi tersebut maka lakon ludruk televisi drama tradisional dengan dialog prosa bahasa haruslah diringkas misalnya, Susanto (2018) Jawa Timuran yang lahir dari golongan menyiasati dengan 4-episode saja. masyarakat bawah. Tradisional berkaitan dengan kata “tradisi” yang berasal dari bahasa latin Ludruk, tidak mengenal teori-teori traditio yang artinya “diteruskan”.Dengan berlatih yang begitu populer digunakan oleh demikian, tradisi merupakan suatu tindakan dan grup-grup teater modern. Hal ini dikarenakan kelakuan sekelompok orang dengan wujud suatu sebagian besar pemain ludruk bukan lulusan benda atau tindak laku sebagai unsur akademi teater, mereka kebanyakan berasal dari kebudayaan yang dituangkan melalui pikiran dan petani, pegawai negeri, polisi, pedagang, dan imajinasi serta diteruskan dari satu generasi ke lain-lain. Mereka menciptakan sendiri metode generasi berikutnya yang didalamnya memuat berlatih ludruk secara otodidak. Nyebeng adalah suatu norma, nilai, harapan dan cita-cita tanpa proses latihan dengan melihat seniornya pentas. ada batas waktu yang membatasi (Feneteruma, Bukan hanya melihat sepintas, tetapi proses 2016). observasi terhadap tubuh aktor ketika proses latihan atau ketika pentas. Calon aktor ludruk Di dalam pertunjukan ludruk terdapat dituntut untuk mengamati mimik, gestur, cara bagian yang ditampilkan yaitu kidungan atau berbicara, diksi, dan gerak aktor seniornya. nyanyian, yang isinya bernuansa sindiran. Ciri khas lainnya, ludruk selalu menampilkan Sepelan adalah teknik berlatih dengan pertunjukan tari Ngrema pada setiap awal partner latihan. Dalam sepelan , aktor lebih pertunjukan sebelum lakon dimulai (Soedarsono, ditekankan untuk bisa saling mengenal dengan 1999: 211). Tidak hanya itu, suatu pertunjukan lawan mainnya. Hal ini dikarenakan ludruk tidak dikatakan ludruk selain adanya kidungan dan mengenal naskah tertulis seperti , Ngrema , juga adanya iringan musik yang khas Ketoprak, Wayang Orang, dan Dulmuluk. Aktor yaitu iringan jula-juli (Susanto, 2014).Dalam ludruk harus piawai dalam menghasilkan dialog perkembangannya, cerita dan bahasa yang verbal dan kemampuan merespons lawan main digunakan dalam pertunjukan ludruk berubah- sehingga dituntut untuk berlatih membangun ubah sesuai kebutuhan. Ludruk tidak selalu imajinasi yang melahirkan kata-kata atau teks menggunakan bahasa Suroboyoan atau bahasa verbal maupun gerak dan blocking panggung. arek , tetapi dapat menggunakan bahasa mana Tedean adalah suatu kewajiban aktor senior pun. Di Madura, misalnya, pada umumnya ludruk membimbing juniornya. Aktor senior loddrok mengangkat cerita tentang kondisi sosial tidak boleh egois, menyimpan ilmu aktingnya masyarakat Madura, seluk beluk fenomena dan untuk diri sendiri dan harus berbagi pengalaman permasalahan sosial yang sering terjadi atau dengan juniornya serta mempunyai jiwa sedang marak, contohnya tentang kemiskinan, membimbing kepada juniornya. Para aktor perselingkuhan, korupsi, dan lainnya (Hidayatullah, junior mempunyai hak untuk bertanya kepada 2017). para seniornya. Aktor senior dan junior harus saling menghormati dan bekerja sama demi Ludruk dikategorikan menjadi tiga, yaitu kebaikan kualitas bermain ludruk (Susanto, (1) Ludruk tobongan , (2) Ludruk teropan , dan 2014: 94-101). (3) Ludruk festival/televisi. Ludruk tobongan merupakan suatu pertunjukan ludruk yang Dunia ludruk juga tidak dapat terlepas digelar dalam sebuah tobong (gedung atau dari keberadaan travesti yang masih eksis hingga tempat tertutup) dan biasanya penonton membeli sekarang. Susanto (2014: 160) berpendapat bahwa tiket sebagai ganti biaya produksi, umumnya travesti adalah orang-orang jenis kelamin ketiga berdurasi 3 jam. Ludruk teropan adalah dalam grup ludruk. Di Indonesia sendiri, sekitar pertunjukan ludruk yang menempat di terop dan tahun 1968 orang dulu menyebutnya wadam, diselenggarakan berdasarkan panggilan atau kepanjangan dari Hawa dan Adam. Lalu pada undangan (seperti sumbatan, pernikahan, ulang tahun 1980 istilah wadam diganti waria, tahun, dan ruwat desa). Pertunjukan ludruk kepanjangan dari wanita pria. Kemudian dalam

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 357 perkembangannya, sebagian orang menyebutnya Pandangan Cak Edy Karya mengenai travesti, yang berasal dari bahasa Yunani dan travesti bermula dari masyarakat Indonesia yang sudah diadopsi dalam bahasa Inggris yang secara kultur masih menganggap mereka sebagai berarti third gender (jenis kelamin ketiga). ‘sampah masyarakat’ atau melakukan diskriminasi Menurut Cak Edy, keberadaan travesti bisa jadi status. Secara umum, keberadaan travesti masih terinspirasi dari lerok, bentuk awal kesenian sulit diterima seutuhnya di tengah masyarakat ludruk (1907-1915). Lerok ini dipelopori oleh umum. Keluarga mereka pun sebagian besar Santik dari Desa Ceweng dan Amir dari Desa masih menganggap travesti itu suatu beban Plandi, Kabupaten Jombang. Bentuk awal moral dan sosial. Perlakuan diskriminasi kesenian ini berupa kidungan yang dinyanyikan terhadap mereka dalam lingkup keluarga dan yang diiringi dengan kendang. Kata lerok berasal masyarakat seolah tak pernah berakhir. Oleh dari kata lorek yang berarti coretan, maksudnya, karena itu, Cak Edy menginginkan mereka wajah pemain dirias dengan coretan-coretan. menjadi manusia seutuhnya dan punya makna Kemudian Santik mengajak Pono untuk dalam komunitas ludruk serta dalam kehidupan mengamen dengan berpakaian wanita agar lebih sehari-hari. Dengan kata lain, ludruk menjadi bisa menghibur. sarana pendidikan informal bagi travesti. Dari grup ludruk mereka akan belajar tari remo, Dari situlah, grup-grup ludruk terinspirasi kidungan, akting, dan mencintai pakaian kebaya. untuk melibatkan travesti dalam tiap Sebagian besar peran-peran yang dibawakan pementasannya. Selanjutnya, travesti selalu oleh travesti berkostum kebaya untuk hadir dalam tradisi kesenian ludruk. Keberadaan mendekatkan travesti dengan seni tradisi yang travesti dalam ludruk lebih dominan daripada mendorong mereka untuk mencintai dan pemain perempuan. Hadirnya pemain perempuan melestarikan ludruk. dalam ludruk muncul pada saat didirikannya ludruk Radio RRI Surabaya pada 1957. Hasil dari apa yang mereka pelajari Berdirinya grup ini untuk kepentingan siaran setelah mengikuti ludruk, akan dipandang ludruk radio (audio), sehingga dibutuhkan terhormat di mata komunitas travesti. Mereka pemain wanita, walaupun tidak ada pakem yang memiliki nilai lebih ( added value ) yang tidak mewajibkan pemain ludruk harus ada travesti mereka dapatkan di pendidikan formal. Dengan (Susanto, 2014: 166). nilai lebih yang mereka punyai, secara alamiah lahirlah semangat dan cara pandang baru dalam Lebih lanjut Susanto menjelaskan memandang kehidupan. Dengan demikian semangat mengenai keberadaan travesti dalam ludruk dan visi berkembang untuk meningkatkan bahwa ludruk yang lahir dari kreativitas keterampilannya baik di bidang seni dan masyarakat kecil tentu tidak merasa kesulitan pekerjaan yang dipergunakan untuk menopang dengan kehadiran pemain travesti ataupun kehidupan sehari-hari. Beberapa travesti yang perempuan. Ini menunjukkan bahwa ludruk telah bergabung di ludruk Karya Budaya juga bersifat terbuka dan demokratis dengan menjalani profesi penjahit, bisnis pakaian perubahan-perubahan. Pemain travesti dan kebaya, perias, pedagang, dan sebagainya. Cak perempuan juga hadir dalam ludruk Karya Edy merasa sangat bangga kepada para travesti Budaya. Pada era Cak Bantu terdapat 10 orang yang bergabung di ludruk Karya Budaya. pemain travesti dan empat orang pemain Mereka adalah orang-orang yang mencintai seni perempuan. Akan tetapi sejak kepemimpinan tradisi, berjuang untuk memiliki nilai lebih pada Cak Edy Karya tidak ada pemain perempuan, potensi dirinya, dan punya daya hidup untuk melainkan seratus persen travesti, dan ada beradaptasi dengan masyarakat umum dalam sekitar 50 orang travesti alumni ludruk Karya menjalani hidup sehari-hari. Cak Edy juga Budaya. Cak Edy memberikan ruang ekspresi menyadari bahwa beliau masih belum bisa kreativitas bagi travesti di ludruk Karya Budaya. membuat diri mereka kaya dalam menjalani Namun, disisi lain beliau tidak mengikat mereka kesenian ludruk, akan tetapi beliau mampu untuk terus bertahan di grup ludruk Karya berbagi kebahagiaan. Bagi mereka tidak mudah Budaya. Pilihan kehidupan ada di tangan mereka menempuh perjalanan menuju bahagia sebagai sendiri. Ludruk hanyalah alternatif suatu jalan kelompok minoritas. seni untuk mengantar apa yang menjadi tujuan mereka dalam kehidupan ini. Keberadaan travesti dalam ludruk menurut Cak Edy Karya bisa hilang atau tidak bergantung pada dinamika masyarakat pendukung ludruk

358 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 dan perubahan zaman. Perubahan-perubahan entitas seni tari yang kiprahnya kini santer di pada ludruk masih memungkinkan. Mungkin dunia pertunjukan tari. pada saat ini travesti di ludruk keberadaannya Membahas mengenai seni pertunjukan masih diminati oleh masyarakat sebagai aktor tradisional, menyadarkan penulis pada keadaannya yang masih mampu menghibur. Bisa juga yang kini kian redup akibat tergerus zaman. Hal disebabkan karakter kesenian ludruk itu sendiri ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh yang bersifat terbuka, demokratis, dan tidak Tindaon (2012) bahwa perkembangan masyarakat mempersoalkan gender. Ada atau tidak ada dari masyarakat agraris ke masyarakat non- travesti dalam ludruk, ludruk itu akan tumbuh agraris membuat kesenian tradisi yang dahulu dengan sendirinya secara alamiah. selalu eksis yang menjadi bagian yang tidak Keberadaan travesti dalam ludruk mirip terpisahkan dari kehidupan masyarakat dengan Kabuki, teater tradisional Jepang yang pendukungnya. Pada saat sekarang fungsi dan lahir pada abad ke-17. Ludruk dan Kabuki sama- kegunaannya seolah tersisihkan oleh kemajuan sama lahir dari kreativitas masyarakat kelas dalam segala aspek kehidupan dalam bawah, yang sempat tidak mendapatkan masyarakat, selain juga ikut tergeser oleh selera perhatian dari masyarakat kelas atas. Pada sesaat yang ditawarkan oleh budaya popular Kabuki dan Ludruk terjadi proses cross-gender yang berasal dari masyarakat lingkungan budaya acting , tokoh perempuan di mainkan oleh laki- itu sendiri maupun masyarakat diluar lingkungan laki atau sebaliknya. Afandi dan Matius (2018) budaya itu. Salah satu kesenian tradisi yang dalam penelitian yang dilakukan menemukan tidak luput dari permasalahan tersebut adalah bahwa pemeran wanita dalam kesenian Kabuki ludruk. Michael (2018: 127) menyatakan hal juga laki-laki, yaitu dikarenakan wanita pada yang sama bahwa “… today’s ludruk art zaman dahulu mengalami banyak pelecehan performance is one of the traditional performing seksual ketika pementasannya pada malam hari. arts that become “victim” of the changing in the Dari sanalah aturan pemerannya hanya laki-laki taste of art and public taste for the type of timbul. Tata rias karakter kabuki adalah tata rias spectacle and entertainment. Today is in yang menunjukkan karakter di Negara Jepang contrastto the 1950s and 1960s when traditional dengan ciri khas Jepang terutama pada bagian art performances were still triumphant. Now mata dan bibir.Keindahan tata rias karakter ludruk receives less attention in the public Kabuki menunjukkan kesederhanaan. Tata rias heart”. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa wajah tersebut, merupakan suatu riasan yang ludruk kurang mendapatkan tempat di hati dibuat wajah terlihat lebih putih dan memiliki masyarakat karena perubahan rasa dan selera kekuatan pada mata dan mulut. Tata rias juga hiburan masyarakat di zaman sekarang. disesuaikan dengan tokoh serta zaman yang Permasalahan tersebut nyatanya bukan menjadi alur cerita, begitu pun dengan pakaian hal yang baru. Sedyawati (1981: 51) jauh lebih serta tata rambutnya. Tata rias wajah pemain awal melakukan penelitian tentang hal tersebut, dirias sesuai dengan tokoh yang akan dimainkan juga memaparkan bahwa adanya arus keras (Prayudi dan Dewi, 2017). pengaruh dari luar tradisi-tradisi, menghasilkan Citra travesti di masyarakat tidak hanya ketimpangan. Pandangan yang menganggap diakui dalam kesenian ludruk di Jawa Timur dan segala sesuatu yang baru, yang datang dari luar Kabuki di Jepang saja, akan tetapi keberadaan sebagai tanda kemajuan, tanda kehormatan, travesti dalam kesenian tradisional nyatanya juga sedangkan segala sesuatu yang keluar dari diakui di daerah Banyumas, yaitu kesenian rumah sendiri sebagai kampungan, ketinggalan lengger . Lengger perempuan biasanya disebut zaman. Pada dasarnya ketimpangan tersebut ronggeng , sedangkan lengger laki-laki dikenal jugadisebabkan oleh kurangnya pengetahuan dengan lengger lanang. Berdasarkan catatan akan perbendaharaan kesenian sendiri, di sejarah, lengger sebenarnya tarian yang samping kesenian pun sudah menjadi barang dibawakan oleh laki-laki. Eksistensi lengger jiplakan yang membosankan. Maka yang patut lanang di Banyumas mengalami perkembangan diusahakan adalah membuat tradisi-tradisi yang cukup pesat sejak 2014. Pada galibnya, kesenian tidak kehilangan hidupnya, yang lengger lanang banyak ditampilkan dalam membuatnya senantiasa mampu menyediakan resepsi pernikahan atau hajatan lain di iklim merdeka dalam mewujudkan aspirasi masyarakat. Lengger lanang merupakan sebuah manusia seniman, aspirasi masyarakat.

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 359 Berbagai konflik etnis semakin sulit pada pengalaman pengarang yang kemudian terelakkan dari negara kita dikarenakan kurang dianalisis dengan sosiologi sastra. nya sikap menghargai keberagaman antar suku Lakon ludruk Tragedi Kebun Tebu dan budaya. Oleh karena itu, diperlukan suatu menjadi pilihan penulis karena isu yang diangkat cara untuk mencegah dan mengatasinya. Salah dalam cerita sangat menarik dan mengandung satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nilai-nilai yang berguna bagi masyarakat. Lakon konflik tersebut adalah melalui seni pertunjukan tersebut diawali dengan cerita Khotib, anak (Setiawan, 2016). Hal tersebut dikarenakan nilai- semata wayang Sukarsih dan Sukandar, yang nilai yang terkandung di dalam seni pertunjukan mencuri tebu di kebun tebu yang dikuasai oleh tradisional dapat digunakan sebagai (1) Media Belanda bersama teman-temannya. Perbuatan pendidikan, (2) Sebagai media penerangan atau tersebut diketahui oleh Waker Bajuri, seorang sebagai wadah (wahana) untuk menyampaikan pribumi yang dipercaya oleh penjajah Belanda kritik sosial, serta (3) Sebagai media hiburan untuk mengawasi kebun tebunya. Teman-teman atau tontonan (Sujarno,dkk., 2003). Oleh karena Khotib berhasil melarikan diri, akan tetapi nasib itu, seni pertunjukan dapat menjadi sarana buruk harus diterima oleh Khotib karena introspeksi diri bagi masyarakat dan menjadi tertangkap oleh Waker Bajuri. Karena rasa bekal dalam menjalani kehidupan sosial yang kebanggaannya telah dipercaya oleh pihak harmonis. Belanda, Waker Bajuri bahkan tidak memberi Berdasarkan pengalaman negara-negara ampun sedikit pun kepada anak tersebut. Waker maju, perkembangan seni pertunjukan terkait Bajuri menghajar Khotib hingga nyawanya dengan perkembangan penghasilan rata-rata terenggut seketika itu juga. penduduk yang merupakan konsumen seni Mengetahui anak semata wayangnya pertunjukan mereka. Kota New York berkembang telah tiada dengan cara yang tragis, Sukarsih dan menjadi pusat seni pertunjukan paling besar di Sukandar merasa sangat terpukul. Sukandar jagat ini, hingga kota metropolitan ini mendapat berusaha menemui Waker Bajuri dengan maksud julukan sebagai “ themecca of performing arts ” yang baik untuk meminta penjelasan tentang (Maxo dalam Soedarsono. 1999: 49). Contoh perbuatannya tersebut. Akan tetapi bukanlah tersebut penting diketahui untuk kembali penjelasan yang baik yang diterima. Waker menyadarkan tentang perkembangan seni di Bajuri dengan arogannya membanggakan diri negara kita. Soedarsono menambahkan bahwa telah dipercaya oleh Belanda, sehingga siapa pun pertunjukan-pertunjukan hidup seperti wayang yang melanggar aturannya tidak akan diampuni, orang, ketoprak, dan Srimulat tak meskipun masih anak-anak dan masyarakat mampu bersaing melawan film dan televisi. pribumi sendiri. Akibatnya ketiga genre pertunjukan yang pada tahun 1950-an pernah mengalami boom , dewasa Perkelahian antara Waker Bajuri dan ini terpuruk kekurangan penonton. Sukandar pun tidak terelakkan. Waker Bajuri mati ditangan Sukandar. Kabar dibunuhnya Tulisan ini berdasarkan pada dokumen Waker Bajuri, diketahui oleh mantri polisi yang dan wawancaradenganinforman tentang ludruk, juga tangan kanan penjajah Belanda. Mantri terutama dari Cak Edy Karya. Data dan sumber polisi bersama pasukannya mencari Sukandar data berupa dokumen adalah buku yang dibuat dan berhasil menemui di rumahnya. Mengetahui oleh Cak Edy Karya mengenai perjalanannya kedatangan mantri polisi, Sukandar dengan sadar dalam memimpin ludruk Karya Budaya, serta menyerahkan dirinya dan berani bertanggung- buku-buku acuan yang mempunyai persamaan jawab atas perbuatannya. Sukandar berpesan dengan obyek penelitian guna mendukung kepada Sukarsih untuk menunggu dan berdoa jalannya penelitian. agar mereka bisa berkumpul kembali. Selain itu, Tulisan ini diawali dengan mentranskripsi Sukandar juga menitipkan Sukarsih kepada keseluruhan pementasan ludruk Tragedi Kebun Sumadi, adiknya, untuk membantu menjaga Tebu Karya Cak Edy Karya yang dipentaskan Sukarsih selama ia berada di tahanan. Kepergian oleh grup ludruk Karya Budaya, Mojokerto. Sukandar ke penjara diiringi dengan isak tangis Setelah mentranskripsi, penulis kemudian Sukarsih. membaca dan memahami isi dari ludruk Tidak berselang lama setelah kepergian tersebut, peneliti juga melakukan wawancara Sukandar, bapak Sukarsih datang menemui dengan informan. Pemilihan data memfokuskan Sukarsih di rumahnya. Kedatangan bapak

360 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 tersebut, disambut dengan baik oleh Sukarsih. Ia dari rumah itu. Setelah melakukan pencarian, berusaha tenang untuk terlihat baik-baik saja di akhirnya mantri polisi bertemu dengan Sukandar. depan bapaknya dengan maksud tidak membebani Keluarlah suara tembakan dan perkelahian orang tuanya. Akan tetapi kenyataannya, bapak seketika itu juga. Dibantu oleh masyarakat Sukarsih sudah mengetahui beberapa musibah pribumi, akhirnya Sukandar dan lainnya berhasil yang telah dialami oleh Sukarsih. Mengetahui mengalahkan mantri polisi bersama dengan bagaimana kehidupan Sukarsih selama bertahun- pasukannya. Melihat kejadian-kejadian tersebut, tahun menikah dengan Sukandar, dan rentetan Sukandar mengajak para penduduk untuk musibah yang baru saja datang, bapak Sukarsih berjuang melawan penjajah dan menyatukan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk Indonesia. memisahkan Sukarsih dengan Sukandar. Maksud kedatangan bapak Sukarsih tersebut, ingin Latar Belakang Keluarga dan Tantangan memberikan surat gugatan cerai Sukarsih kepada Masa Depan Sukandar untuk segera ditanda tangani oleh Istilah anak ludruk sangat erat dengan Sukarsih. Dengan berat hati dan isak tangis, kehidupan Cak Edy Karya yang memiliki nama Sukarsih menandatangani surat tersebut. Setelah lengkap Drs. H. Eko Edy Susanto, M.Si., yang mereka bercerai, bapak Sukarsih akan menikahkan lahir di Dusun Sukodono, Desa Canggu, putrinya dengan Tuan Gunandir, pejabat di kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto pada pabrik gula milik Belanda tempat bekerjanya tanggal 1 Mei 1958. Sejak kecil beliau sudah bapak Sukarsih. berkenalan dengan dunia ludruk. Takdir Mengetahui hal tersebut, karena merasa mungkin memutuskan Cak Edy Karya untuk bertanggungjawab telah diberi amanah oleh menjalani ‘jalan ludruk’ dalam menjalani Sukandar untuk menjaga Sukarsih, Sumadi kehidupan. Dari Ayahnya, beliau dikenalkan menjenguk Sukandar di tahanan dan menceritakan dengan dunia ludruk. Ketika bersekolah di semua kejadian tersebut. Mendengar cerita dari tingkat SD, Cak Edy Karya dijuluki ‘anak adiknya, Sukandar tidak langsung percaya ludrukan’. Julukan tersebut berkonotasi anak mentah-mentah. Ia yakin bahwa Sukarsih tidak kampungan yang sulit diatur, atau mungkin akan melakukan hal tersebut. Sukandar ingin memiliki makna ‘anak berkasta rendah’. Akan membuktikan dan menemui Sukarsih sendiri. tetapi, Cak Edy Karya justru merasa bangga dan Seketika itu juga, Sukandar dan Sumadi tidak malu dengan julukan itu. Bahkan julukan mengatur strategi untuk kabur dari penjara. tersebut membuat rasa ingin tahu beliau menjadi Rencana mereka pun berhasil, Sukandar segera lebih besar, untuk mengamati dan mempelajari menemui Sukarsih di rumah orang taunya. ludruk lebih dalam. Kesehariannya benar-benar tidak bisa lepas dari dunia ludruk. Keputusan Sukandar untuk menemui Sukarsih pada hari itu adalah saat yang sangat Ayah Cak Edy Karya bernama Cak tepat. Pada hari itu juga, bapak Sukarsih harus Bantu, yang menjadi pemain ludruk sebelum memberi jawaban yang pasti kepada tuan mendirikan grup ludruk sendiri yang dinamakan Gunandir apakah Sukarsih mau menikah Karya Budaya. Cak Bantu lahir pada tahun 1928 dengannya atau tidak. Karena kalau tidak saat itu di Desa Pungging, Kecamatan Pungging, juga, bapak Sukarsih akan dipecat dari Kabupaten Mojokerto. Cak Edy Karya sangat pekerjaannya. Dengan tangis yang tidak henti- dekat dengan ayahnya seperti seorang sahabat hentinya, Sukarsih mengeluh kepada Tuhan atas dan sekaligus orang tuanya. Cak Bantu beban berat yang bertubi-tubi datang kepadanya. merupakan figur sentral dalam keluarganya dan Tidak berselang lama, Sukandar datang. Dengan juga di ludruk Karya Budaya. Beliau berwibawa penuh percaya diri, Sukandar mengajak kembali dan tegas dalam mengambil keputusan, dimasa Sukarsih untuk ikut dengannya, dihadapan bapak Cak Bantu, Cak Edy Karya banyak belajar Sukarsih. Lagi lagi bapak Sukarsih melarang dan tentang etika, disiplin, dan komitmen. Ketegasan memaksa Sukarsih untuk berbakti kepadanya dan kewibawaan Cak Bantu tidak mengurangi dengan cara menuruti permintaannya menikah kedekatannya dengan pemain. dengan tuan Gunandir. Akan tetapi Sukarsih Sejak Cak Edy Karya masih kecil, Cak menolaknya. Dengan penuh rasa emosi, bapak Bantu sudah sering bermain ludruk di grup Sukarsih melaporkan kepada mantri polisi ludruk Kartika Sakti dan Setia Kebura. Darah bahwa Sukandar sedang berada di rumahnya. seni ludruk sudah mendarah daging di jiwa Cak Sukarsih mengajak Sukandar untuk segara pergi

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 361 Bantu. Apalagi di Desa Pungging tempat ‘Ada apa dengan hidup saya Pak? Buktinya kelahiran Cak Bantu, merupakan gudang pemain hidup saya tentran tidak kurang suatu apapun ludruk, sehingga pergaulan sehari-harinya tak kok Pak’. lepas dari lingkungan yang penuh dengan Kutipan tersebut merupakan penggalan pemain ludruk. Atas dorongan istri dan pemain dialog antara Sukarsih dengan bapaknya. ludruk di Desa Canggu, Cak Bantu mendirikan Sukarsih mencoba sekuat tenaga untuk meyakinkan grup ludruk sendiri. Kenangan masa kecil yang kepada bapaknya bahwa ia baik-baik saja hidup tersimpan itulah yang selalu menginspirasi dan dengan Sukandar, suami yang dicintainya. memantapkan kesenian ludruk menjadi pilihan Gambaran tokoh Sukarsih merepresentasikan jalan hidup Cak Edy Karya. keadaan keluarga Cak Edy, dengan orang tuanya Ludruk Karya Budaya berdiri pada maupun dengan keluarga kecilnya sendiri yang tanggal 29 Mei 1969 ketika Cak Edy kelas 6 SD. selalu penuh dengan rasa syukur dan kesetiaan. Walaupun ayahnya adalah pimpinan ludruk Lakon ludruk Tragedi Kebun Tebu Karya Budaya, Cak Edy Karya dilarang oleh memuat banyak kisah sosial masyarakat, baik ayah dan ibunya untuk meneruskan kepemimpinannya mengenai kisah kehidupan keluarga yang penuh dalam dunia ludruk. Hal tersebut bukanlah tanpa lika-liku dan harus dilandasi dengan kesetiaan, alasan, menurut Cak Edy sang ibu mengalami kejujuran dan kesabaran, akan tetapi juga suka duka mengikuti Cak Bantu mengelola memuat tentang perjuangan semangat kebangsaan ludruk. Mungkin ibunya telah merasakan untuk mempertahankan tanah air tercinta. dampak psikis dari Cak Bantu yang telah Ajaran-ajaran tersebut perlu diketahui dan mengalami banyak pengorbanan baik materi, diamalkan oleh seluruh warga Indonesia untuk fisik, dan mental dalam mengelola ludruk. masa depan yang sejahtera. Berkilas balik, Setelah Cak Edy Karya diangkat resmi sebagai Suyono (2005: 110) menegaskan bahwa terdapat PNS pada 15 Maret 1980, beliau menikah tiga hal yang perlu dipersiapkan oleh keluarga dengan Muji Suhartini yang ayahnya berprofesi Indonesia untuk menghadapi perubahan sebagai penari remo. Lengkaplah sudah, revolusioner. Pertama , keluarga memiliki daya lingkaran hidup Cak Edy Karya yang tidak bisa tahan yang kuat, baik dalam bidang keagamaan, lepas dari ludruk. Cak Edy Karya juga tidak tingkah laku, budi pekerti, ketebalan rasa menyangka bahwa dirinya terjebak dalam kebangsaan maupun keakraban dalam keluarga. kehidupan kesenian ludruk yang telah ia kenal Daya tahan ini diperlukan agar keluarga berpijak dan akrabi sejak kecil. pada fondasi yang kokoh dalam mengabdi Cak Bantu wafat pada tahun 1993, kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tanah air semenjak itu, Cak Edy Karya sering merenungkan dan bangsanya. tentang figur Ayahnya. Cak Bantu memang Kedua , keluarga memiliki kesehatan dan berbeda dengan orang kebanyakan, karena selalu kemampuan intelektual yang prima. Kesehatan konsisten dengan apa yang dilakukannya dan dan kemampuan intelektual itu diperlukan untuk dikerjakannya dan selalu mengasah potensi yang menjadi manusia tangguh yang sanggup bersaing dimilikinya. Menurut Cak Edy Karya, ayahnya dengan bangsa-bangsa lain yang mempunyai telah menyalakan api kehidupan. Beliau persiapan mental, spiritual, kesehatan pribadi menjalani ‘urip iku urup’, hidup itu nyala, suatu dan ilmu pengetahuan teknologi yang sangat nyala yang memberikan manfaat bagi lingkungan tinggi. Ketiga , keluarga menjadi tempat untuk sekitar. Meskipun gaji polisinya yang sering kali mengembangkan fungsi dan kemampuan terpotong untuk membiayai proses pementasan ekonomi sedini mungkin agar membudaya sehingga keluarga menanggung resiko ekonomi, dalam seluruh kehidupan keluarga di masa bagi beliau bukanlah menjadi masalah. depan. Setiap anak Indonesia semenjak dini Latar sosial Cak Edy di atas, tergambar harus mampu membedakan nilai-nilai ekonomi, dalam naskah ludruk Tragedi Kebun Tebu yang seperti efisiensi dalam belajar, berlatih dengan dibuatnya. Dalam cerita tersebut dikisahkan main-mainan yang canggih dan merangsang Sukarsih yang dengan setia mendampingi perkembangan otak untuk mencipta dan Sukandar meskipun hidupnya serba kekurangan. mengembangkan gagasan-gagasan yang mempunyai nilai tambah ekonomis. Hal lain yang juga harus Kenging menapa to Pak kalih urip kula. dilakukan dalam upaya membangun generasi Wong buktinipun nggih urip kula tentrem muda yang tangguh di masa depan adalah ayem boten kurang napa-napa kok Pak. memberikan contoh/teladan. Lakon ludruk

362 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 Tragedi Kebun Tebu dapat menjadi salah satu pimpinan ludruk Karya Budaya akhirnya beliau alternatif contoh teladan tetapi juga memberikan jalani. hiburan. Sebagai penerus kedua kepemimpinan di

ludruk Karya Budaya, sungguh bukanlah hal Pimpinan Grup Ludruk Karya Budaya dan yang mudah. Walaupun para anggotanya Siasat Menghadapi Tantangan mendukung Cak Edy menggantikan posisi Cak Pada masa transisi, yaitu ketika Cak Bantu, disisi lain mereka juga meragukan beliau, bantu meninggal pada tahun 1993, Cak Edy misalnya Cak Edy dianggap kurang berwibawa Karya belum tahu siapa yang akan meneruskan dan tidak punya jam terbang tinggi seperti Cak keberadaan ludruk Karya Budaya. Hal ini Bantu. Dalam kondisi seperti itu, Cak Edy selalu dikarenakan sebelum meninggal, Cak Bantu bersikap sabar dan menerima segala macam berwasiat, bahwa Cak Edy tidak boleh kritik dan nasihat serta berpikiran terbuka. Pada meneruskan mengelola grup ludruk yang telah saat Cak Edy Karya terpilih menjadi penerus didirikan. Cak Edy memahami pikiran Ayahnya kepemimpinan Cak Bantu, beliau membutuhkan tersebut karena pengalaman masa lalunya bahwa waktu untuk beradaptasi dengan seluruh anggota banyak anggota ludruk Karya Budaya yang untuk mengatasi konflik internal dan eksternal. berprofesi pegawai negeri, tidak bisa bekerja Hal tersebut dikarenakan perbedaan gaya dengan baik di kantornya, seperti datang kepemimpinan berdampak pada anggota. terlambat dan kadang juga sering tidak masuk Berawal dari nol, Cak Edy Karya pada kerja. Cak Bantu tidak menginginkan, Cak Edy saat itu tidak tahu bagaimana menjadi pimpinan mengalami hal yang sama. ludruk yang baik. Cak Edy hanya bertumpu pada Setelah meninggalnya Cak Bantu, terjadi karakter personal yang ada pada dirinya, dan sedikit konflik perseteruan siapa yang akan dasar nilai-nilai etika dan disiplin yang telah ia meneruskan ludruk Karya Budaya. Mengingat pelajari dari Cak Bantu. Perjalanan kepemimpinan akan wasiat ayahnya, Cak Edy bersikap pasif, Cak Edy Karya dan Cak Bantu di masa lalu pihak Polsek Jetis, Kabupaten Mojokerto, mempunyai tantangan yang berbeda, karena berpendapat bahwa yang meneruskan ludruk pergantian zaman diiringi perubahan kultur Karya budaya seharusnya orang dari Polsek masyarakatnya. Kecepatan perkembangan teknologi Jetis. Sebab secara historis Polsek Jetis membina televisi dan komunikasi digital membuat Cak ludruk Karya Budaya pada tahun 1969. Edy Karya melakukan kompromi dengan perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Disisi lain, para anggota ludruk Karya Kemudahan promosi dengan menggunakan Budaya mendorong Cak Edy Karya untuk internet, beliau manfaatkan sebaik-baiknya. menjadi pimpinan Ludruk Karya Budaya. Di masa transisi ini memanglah tidak mudah, Cak Edy Karya memiliki pendirian karena semua pihak seperti Polsek Jetis, bahwa dari tahun ke tahun jumlah orang yang masyarakat Desa Canggu dan para anggota, melek internet semakin meningkat, sehingga memiliki rasa yang tinggi terhadap ludruk Karya masyarakat tidak bisa melepaskan kebutuhannya Budaya. Cak Edy Karya hanya menunggu akan internet dalam kehidupan sehari-harinya. momentum terbaik selama konflik pergantian Ludruk Karya Budaya mendapatkan manfaat pimpinan ludruk Karya Budaya. Pada perjalanan dari internet. Sekecil apa pun perubahan seni waktu, momentum itu datang, misalnya dua kali budaya dari yang bersifat natural, ke digital Cak Edy didatangi satu truk anggota ludruk berdampak pada konsumennya. Karya Budaya, sekitar empat bulan setelah Dampak positif evolusi seni pertunjukan meninggalnya Cak Bantu. Mereka mendorong rakyat dari natural ke digital dapat dilihat dari: dan meminta Cak Edy untuk menggantikan Cak (1) Kemasan digital produk seni pertunjukan Bantu. Tidak hanya para anggota ludruk Karya rakyat dianggap mampu menjembatani kesenjangan Budaya, para pamong Desa Canggu juga apresiasi masyarakat terhadap seni budaya mendatangi Cak Edy untuk memintanya tradisional. (2) Pengembangan industri digital memimpin ludruk Karya Budaya. Walaupun seni pertunjukan rakyat dianggap bisa membiayai demikian Cak Edy tidak gegabah, karena beliau dirinya. (3) Memberikan kesempatan kerja masih menaati wasiat sang ayah, akhirnya, atas kepada pelaku usaha (4) Ikut melestarikan seni dorongan dan restu ibunya, Cak Edy memimpin budaya tradisional. Sementara itu, dampak ludruk Karya Budaya. Keputusan untuk menjadi negatif yang munculantara lain: (1) Kemasan

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 363 seni pertunjukan rakyat berpotensi mengurangi biaya menjadi lebih murah dibanding promosi bentuk keasliannya. (2) Kemungkinan terjadinya secara konvensional. Menurut Cak Edy, ludruk penyederhanaan sumber daya manusia cukup boleh tradisional, komunikasi menyesuaikan tinggi (Arifianto, 2010). Lebih lanjut dari hasil zamannya. Semangat Cak Bantu telah menghidupi Arifianto (2010) memahami bahwa teknologi seni ludruk, diwarisi oleh Cak Edy Karya dalam sebagai alat bantu untuk mempermudah pekerjaan menumbuh kembangkan pengelolaan ludruk manusia. Dengan demikian mendigitalkan “seni Karya Budaya sejak tahun 1993 hingga kini. pertunjukan rakyat” bukan dalam konteks untuk Menurut Cak Edy Karya ludruk bukan hanya mematikan budaya aslinya, atau budaya tradisi bagian sejarah masa lalu, ludruk juga harus tetapi menghidupkan seni pertunjukan rakyat di mencari jalannya untuk meraih masa depan. tengah-tengah masyarakat milenial. Kemasan Kisah mengharukan Cak Edy sebelum digital dibutuhkan untuk menjaga harmonisasi menjadi pemimpin ludruk Karya Budaya hingga antara kedua budaya tersebut, dan sebaliknya masa kepemimpinannya kini, tergambar nyata untuk memperluas jangkauan, dan apresiasi dalam lakon ludruk Tragedi Kebun Tebu yang masyarakat terhadap seni budaya tradisi itu dibuatnya. Lakon ludruk tersebut mengisahkan sendiri. Artinya seni pertunjukan rakyat tradisional tentang cobaan yang datang bertubi-tubi yang biarlah tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan dialami oleh tokoh Sukarsih. Anak semata seni pertunjukan rakyat dengan kemasan digital wayangnya terbunuh di kebun tebu, suaminya, juga tetap diproduksi dengan baik dan Sukandar, masuk penjara. Tidak berhenti disitu, berkualitas agar laku di pasaran. dia juga harus menghadapi bapaknya yang Langkah tersebut telah dilakukan oleh ambisius, yang memintanya untuk bercerai dan Cak Edy, dalam kepemimpinannya. Beliau mulai menikah dengan pria pilihan sang bapak yang memberitakan melalui media cetak setiap kali lebih mampu. Namun nasib manusia berada di ludruk Karya Budaya akan pentas.Pemberitaan tangan Tuhan. Sukarsih akhirnya mampu melewati media cetak lokal dan nasional diharapkan cobaan itu. Sukarsih juga berkesempatan berdampak sehingga meningkatkan nilai promosi. berjuang membela tanah air tercinta. Kisah Dalam perkembangannya, beberapa media cetak tersebut cerminan dari pengalaman Cak Edy juga punya media online , sehingga berita pentas yang telah diuji beberapa kali hingga akhirnya selalu dimuat. Menurut Cak Edy hal tersebut mampu menjadi kepala rumah tangga dan sangat menguntungkan, terutama jika telah pemimpin ludruk Karya Budaya hingga kini, dan dimuat di media online , sebaran beritanya masih berjuang menghidupkan ludruk di era menjadi lebih luas. Keuntungan berikutnya, jika globalisasi sekarang ini. ada jurnalis yang meresensi pementasannya, Kebijakan Cak Edy membuka pemikirannya maka berita itu juga dimuat di media online . mengenai pemanfaatan kemajuan teknologi Belum lagi, para penonton yang punya hobi sangat tepat, sebagai bentuk pengembangan menulis di blog, maka mereka memuat cerita iptek pada berbagai kalangan masyarakat tersebut di blognya masing-masing. Setelah Indonesia. Masyhuri dan Dadit (2010: 6) media online dan blog, ada juga penggemar memaparkan bahwa dalam hal penerapan iptek, Ludruk Karya Budaya yang menulis di facebook posisi Indonesia berada pada urutan 61 dari 64 dan twitter . Berita atau tulisan di media online , negara lainnya. Beberapa kalangan berpendapat blog, dan media sosial akan terekam dalam bahwa tingkat pemahaman dan penguasaan search engine (mesin pencari) seperti google, masyarakat Indonesia terhadap iptek masih yahoo, bing , dan altavista . Berdasarkan pengalaman terbatas, inovasi dan kreativitas dalam orang yang mencari lewat mesin pencari yang pengembangan iptek lamban, dan cenderung melakukan transaksi atau menghubungi sumber mandek. Situasi seperti ini tidak sehat bagi utamanya yaitu grup ludruk Karya Budaya Indonesia, menurut (Andayani, 2001) negara Mojokerto untuk berinteraksi secara nyata. berkembang perlu menemukan, mengetahui Berkat internet, karya Cak Edy bahwa mereka mempunyai produk dan kekayaan mendapatkan penghargaan Aburizal Bakrie 2012 informasi yang dapat dijadikan komoditi dan sebagai pelestari budaya Jawa, sesuatu yang mempunyai nilai jual. Akan tetapi dibutuhkan tidak terduga. Ternyata panitia dari penghargaan adanya suatu kesadaran untuk meningkatkan Aburizal Bakrie mencari informasi tentang pengetahuan dan teknologi agar tidak dimanfaatkan ludruk di mesin pencari Google. Lebih spesifik oleh negara maju untuk mengembangkan suatu lagi, keuntungan berpromosi di internet secara konsep informasi yang menguntungkan mereka.

364 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 Karier Pengarang dan Kesempatan Kerja mudah menjalani kedua profesi tersebut. Akan Masyarakat tetapi, Cak Bantu tidak pernah mengeluhkan hidupnya kepada anak-anaknya maupun istrinya. Di masa kecil, Cak Edy tidak tahu Beliau selalu menunjukkan jiwa yang tegar bagaimana masa depannya. Beliau tidak kepada anggota keluarga dan juga anggota memiliki cita-cita untuk menjadi apa dan ke ludruk Karya Budaya. mana arah hidupnya, dan hanya mengetahui bahwa, sang Ayah memiliki grup ludruk. Diam- Keinginan Cak Bantu terwujud ketika diam di dalam hatinya, beliau ingin membuktikan Cak Edy berhasil menjadi PNS dengan ijazah kepada masyarakat bahwa suatu saat nanti SMP. Beliau aktif sebagai pegawai negeri sipil ludruk punya masa depan jika dikelola dengan (PNS) di lingkungan Dinas Pendidikan dan baik dan benar. Akan tetapi keinginan itu Kebudayaan Pemerintah Kota Mojokerto sebagai hanyalah ia simpan sendiri, karena ibunya kepala bidang TK dan SD. Perjalanan pendidikan keberatan terhadap beliau untuk turut berkecimpung adalah penyesuaian ijazah SMP menjadi ijazah di dunia ludruk. SMA, dan mendapatkan penyesuaian ketika sarjana. Bahkan setelahnya terjadi penyesuaian Perjalanan pendidikan sekolah Cak Edy lagi, ketika beliau mengambil program Karya tidaklah mulus, bahkan mungkin saat itu pascasarjana di Surabaya. Selain memimpin dikategori sebagai anak bengal atau nakal. Cak ludruk Karya Budaya yaitu beliau pernah Edy dulu bersekolah di SD Negeri Canggu, lalu menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Mojokerto. Masa Kabupaten Mojokerto (DKKM) periode 2009- SD dan SMP sering ia habiskan untuk menonton 2014. ludruk di malam hari. Menginjak sekolah tingkat lanjutan atas di SMPP Mojokerto, Cak Edy Ketika lulus sarjana, Cak Edy langsung Karya hanya sampai kelas 2. Setelah itu beliau diangkat menjadi penilik atau pengawas sekolah melanjutkan ke Madrasah Aliyah Darul Ulum khusus mengurusi pemuda dan olahraga. Setelah Mojokerto, dan ikut ujian persamaan untuk bisa menjadi penilik pangkatnya naik sedikit menjadi lulus. Cak Edy sempat beberapa bulan mengalami III/b dan kemudian diangkat menjadi Kepala kehidupan di pondok pesantren Darul Ulum, Seksi Kebudayaan. Kemudian pangkatnya naik tetapi beliau tidak kerasan, karena tidak bisa menjadi III/c langsung diangkat menjadi kepala menonton ludruk. UPT kecamatan. Setelah menjadi kepala UPT pangkatnya naik menjadi III/d dan diangkat Semenjak SD sampai SMA memang menjadi kepala bidang Pendidikan Dasar. Ketika Cak Edy sering membolos sekolah untuk baru mau pensiun beliau mutasi Golongan IV/a menonton ludruk atau kadang bermain dengan dimutasi menjadi IV/b menjadi sekretaris teman-teman. Cak Edy sangat mencintai ludruk, Kebudayaan dan Pariwisata. Jadi ketika pensiun dan hal itu membuatnya mencintai pelajaran dipindah lagi menjadi sekretaris dinas PU. sejarah, yang terlihat pada nilai pelajaran sejarah Sehingga Cak Edy Karya mendapatkan pensiunan yang selalu mendapatkan nilai bagus. Beliau dengan golongan IV/c. Beliau berhasil mengimajinasikan cerita sejarah yang dipaparkan membuktikan bahwa apa yang dikhawatirkan oleh guru, seolah-olah adalah bagian dari pentas oleh ayahnya, tidak benar, apabila masuk dalam ludruk. Kecintaan pada sejarah tak dapat dunia ludruk karier PNS-nya akan kocar-kacir dipisahkan dengan idealisme yang tinggi pada seperti anggota ludruk yang lain. Justru Cak Edy bangsa dan negara (Djokosujatno, 2002: 18). Hal membuktikan mampu mendapatkan pensiun itulah yang membuatnya tergerak untuk menjadi dengan golongan IV/c dan kariernya di ludruk pribadi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Karya Budaya masih berjalan dengan lancar. Pengalaman karier pekerjaan Cak Edy Bahkan beliau juga berhasil menuntaskan cukup panjang. Beliau pernah bekerja di sekolah keempat anaknya. Setelah pensiun dari Koperasi Unit Desa (KUD) Rukun Tani, PNS, Cak Edy Karya berniat untuk terus Kecamatan Jetis. Ketika bekerja di KUD memelihara ludruk Karya Budaya hingga akhir tersebut, Cak Bantu melarangnya untuk menjadi hidupnya. manajer di KUD, karena ingin anaknya menjadi Jenjang karier cemerlang Cak Edy PNS. Tampaknya Cak Bantu benar-benar ingin sebagai PNS tentu bukanlah perjalanan yang menata kehidupan masa depannya yang lebih mudah karena membutuhkan perjuangan dan baik. Cak Bantu berprofesi sebagai polisi dan pengorbanan. Berprofesi sebagai PNS menuntut sekaligus pengelola ludruk, sehingga tidak

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 365 profesionalitas kerja yang tinggi, perjalanan Sikap tersebut tercermin pada tokoh Sukandar membuktikanbahwa beliau adalah pegawai yang yang memiliki sikap ksatria karena berani memiliki dedikasi dan profesionalitas yang mempertanggungjawabkan apa yang telah ia tinggi. Beliau selalu berani mempertanggung- lakukan. Seperti dalam kutipan berikut, jawabkan apa yang telah menjalani pilihannya.

Sukandar : Aku mbok kongkonndelik? Dudu watakku Dhik. Dudu watake Sukandar. Aku tanggungjawab nek panceneana wong Gubermen sing nyekel aku! ‘Kamu memintaku sembunyi? Bukan watakku Dik. Aku bertanggungjawab kalau memang ada orang Gubermen yang akan menangkapku!’ Sukarsih : Terus aku ndekomahkambek sapa Cak, nek sampeyanmelokGubermen Cak? Wisgakana anak Cak. Sampeyan kate ninggal aku. Kok jiktegane sih Cak sampeyankambek aku Cak ‘Terus aku di rumah dengan siapa Cak, kalau menyerah pada Gubermen. Sudah tidak ada anak Cak. Kamu masih mau meninggalkan aku. Kok masih teganya sih Cak’ Sukandar : Sukarsih, perkara ikiparibasane sega wis dadi bubur. Wisgak kenek dibaleni. Ya. Wisgak perlu nguatirna aku ‘Sukarsih, ibarat peribahasa masalah ini sudah menjadi bubur. Sudah tidak bisa diulangi lagi. Sudah tidak perlu mengkhawatirkanku’

Kutipan di atas menggambarkan jiwa Ideologi Pengarang dan Perubahan Sosial ksatria atau profesional dan tanggung jawab dari Masyarakat tokoh Sukandar. Ia berani bertanggungjawab Ideologi adalah cara berpikir seseorang atas apa yang ia lakukan yaitu membunuh Bajuri atau suatu golongan. Berkaca dari bagaimana yang telah membunuh anak semata wayangnya. ayahnya dalam memimpin grup ludruk Karya Ia rela kalau kelak akan ditangkap oleh Belanda Budaya, Cak Edy membuat perubahan- karena yang ia bunuh adalah orang kepercayaan perubahan yang lebih baik dan berbeda. Belanda. Melihat bagaimana tokoh Sukandar Menurutnya ludruk Karya Budaya memerlukan yang berjiwa seperti itu, merefleksikan Cak Edy visi dan misi baru dalam laku kerjanya. Visi dan yang juga sangat bertanggungjawab atas profesi misi yang bukan hanya suatu konsep atau yang telah ia miliki. kumpulan kata-kata yang tak punya makna kata Pergelaran teater tradisional ludruk, kerja. Visi dan misi bagi Cak Edy adalah suatu tidak hanya menjadi ladang rezeki bagi para pergulatan menemukan kata kerja yang tepat, pelakunya, akan tetapi juga bagi masyarakat agar dalam laku kerja tidak salah untuk sekitar. Hal ini dikarenakan seni pertunjukan mencapai tujuan. Visi ludruk Karya Budaya tradisional, biasanya di gelar di ruang terbuka adalah melestarikan ludruk sebagai warisan yang dapat dengan bebas digunakan oleh pusaka yang hidup di tengah-tengah masyarakat masyarakat. Ruang terbuka publik merupakan Jawa Timur, serta misi (a) Memberikan ruang yang bisa diakses oleh siapa saja: anak kontribusi nilai-nilai kehidupan yang bisa muda, orang tua, laki-laki, perempuan, orang bermanfaat bagi masyarakat, (b) Memelihara kaya, kaum duafa, dan lain-lain. Mereka dengan seni tradisi lisan dan bahasa lokal Jawa Timuran bebas melakukan berbagai aktivitas, diantarinya: sebagai bagian identitas keindonesiaan. olahraga, rekreasi, janji bertemu, transit, Berdasarkan visi dan misi ludruk Karya edukasi, hingga sebagai tempat berjualan bagi Budaya yang telah Cak Edy buat, tentu hal pedagang informal (Hantono, 2019). tersebut tercermin dalam setiap pementasan Selain digelar di ruang terbuka yang yang dilakukan oleh grup ludruk Karya Budaya. dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Unsur cerita tentunya menjadi bagian di dengan bebas, seni pertunjukan tradisional juga dalamnya. Dalam pembuatan naskah lakon dapat menjadi objek pariwisata, baik bagi ludruk, tentu Cak Edy selalu mengacu pada visi wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. dan misi grup ludruknya. Naskah yang beliau Hal ini sesuai dengan pernyataan Susanto (2018) buat haruslah tetap menjaga budaya Jawa, bahwa ketika pertunjukan ludruk berlangsung, mengandung nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat, dengan spontan pedagang kaki lima berjualan lalu menggunakan bahasa arek yang juga untuk ikut meramaikan. merupakan bahasa sehari-hari Cak Edy.

366 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 Nilai dapat dibedakan menjadi: (1) Nilai dalam lakon tersebut tercermin dalam watak materi yang mencakup kebutuhan pangan, setiap tokohnya. Seseorang yang memiliki watak sandang, dan papan; (2) Nilai sosial mencakup yang baik nantinya akan memperoleh kebutuhan hidup bersama antar sesama yang kemudahan seperti yang dialami oleh Sukarsih meliputi kasih sayang, kepercayaan, kehangatan, dan Sukandar juga. Sedangkan nilai spiritual kemesraan, dan sebagainya; (3) Nilai moral yang ditonjolkan oleh tokoh Sukarsih yang pasrah meliputi kejujuran dan tanggung jawab atas akan segala kehendak Tuhan dalam hidupnya. Ia kehidupan pribadi; (4) Nilai estetika yang selalu menjalani hidupnya dengan baik, serta menyangkut keindahan dan rasa seni; (5) Nilai berusaha sesuai apa yang ia mampu, lalu spiritual yang menyangkut kebutuhan manusia bertawakal kepada Tuhan. akan kesempurnaan dan kelengkapan dirinya Cara pandang kehidupan yang spiritual (Hadi, 2003: 17) seperti itu masih dipegang kuat oleh Cak Edy Naskah ludruk Tragedi Kebun Tebu hingga sekarang. Sampai saat ini beliau tidak memberikan banyak nilai-nilai kehidupan lokal memikirkan siapa yang akan mewarisi dirinya bangsa Indonesia yang bermanfaat. “Moral sebagai pimpinan sanggar ludruk Karya Budaya. value contained in a literary work also aimsto to Beliau percaya semua telah diatur oleh Tuhan educate people that know values ethics and good dan manusia hanya berusaha sebaik mungkin deeds” (Devilito, Nugraheni, Kundharu, 2016, yang ia mampu. Beliau percaya pada suatu hal. 682). Nilai-nilai tersebut diantaranya nilai proses dan momentum. Prinsip hidup tersebut sosial, nilai moral, dan nilai spiritual. Nilai-nilai sangat baik apabila diterapkan oleh seluruh lokal bangsa Indonesia tersebut apabila masyarakat Indonesia sekarang ini, apalagi pada diterapkan maka akan membuat bangsa Indonesia momen pemilu yang akan datang. Masyarakat menjadi pribadi yang unggul. Didukung oleh sebaiknya menggunakan hak pilihnya berdasarkan pendapat Fatimah, Edy dan Saddhono (2017, hasil observasi yang telah melakukan. Siapa pun hal. 181) memaparkan bahwa “the value of local nanti yang akan terpilih percayakan kepada wisdom is derived from the society’s thought Tuhan Yang Maha Esa. Karena kita sebagai that have long been believed as a good manusia hanya bisa berusaha dan berencana dan knowledge. The thinking and the behavior of percaya bahwa takdirnya adalah yang terbaik people which are basedon values of local bagi setiap umatnya. wisdom are assumed to be able in creating Ideologi masyarakat yang berkaitan happiness and peaceful life foreach people in the dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat society”. Nilai-nilai kearifan lokal apabila yaitu nilai hormat dan nilai moral. Nilai hormat dipatuhi akan mendatangkan kebahagiaan bagi sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakatnya. sehari-hari masyarakat Jawa khususnya dan Nilai sosial yang terkandung dalam masyarakat Indonesia pada umumnya. Bagi lakon ludruk Tragedi Kebun Tebu yaitu adanya masyarakat Jawa, nilai hormat berarti bertutur rasa kasih sayang dan kesetiaan antar keluarga kata dan bertingkah laku dengan sopan kepada yang digambarkan oleh tokoh Sukarsih dan siapa pun, terlebih kepada orang yang lebih tua. Sukandar yang saling menyayangi bagaimanapun Dalam ludruk Tragedi Kebun sikap hormat keadaan hidup mereka. Selain itu, cerita tersebut digambarkan oleh tokoh Sukarsih kepada juga memberikan langkah preventif atau ayahnya, yang digambarkan dalam cuplikan pencegahan agar tidak terjadi hal yang semena- berikut. mena yang seharusnya tidak terjadi. Nilai moral

Bapak : Kaget awakmu Bapak teko mrene? ‘Terkjeut kamu Bapak kesini?’ Sukarsih : Botensaestu kula boten kaget Bapak. Kula senengsanget Bapak kersarawuhmriki. Saestu Pak ‘Tidak, tentu tidak Bapak. Saya senang sekali Bapak mau datang kesini. Sungguh Pak’ Bapak : Lumrah nek awakmu bingung ngedhepi Bapak, kaget Bapak teka mrene ‘Wajar kalau kamu bingung menghadapi Bapak, terkejut tiba-tiba bapak kesini’ Sukarsih : Boten, kula boten kaget saestu ‘Tidak, sungguh saya tidak terkejut’

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 367 Bapak : Merga mbiyenNduk, Bapak taumorangmoring karo awakmu. Terus terang kawitan awakmu ijab kabul karo Sukandar, awakmu metu teka omahe Bapak, Bapak taukandha, gak bakal bapak mancikomahiki nek awakmu durungdigaweknaomahdhewe karo Sukandar ‘Karena dulu Nak. Bapak pernah marah kepadamu. Jujur saja mulai kamu menikah dengan Sukandar, dan keluar dari rumah bapak, bapak pernah berucap, tidak akan pernah bapak kesini kalau kamu belum dibuatkan rumah sendiri oleh Sukandar’ Su karsih : Boten, Pak Bapak kula malah kesupen bapak nato sngendikangatenniku. Saestu P ak. Kula seneng Bapak seger waras. Kula nggih apik-apik mawon. Urip kula nggih ayem tentrem ‘Tidak Pak. Saya sudah lupa Bapak pernah mengatakan hal tersebut. Sungguh Pak. Saya senang Bapak sehat. Saya juga baik-baik saja. Hidup saya sudah aman dan nyaman.

yang ada di wilayah penutur dialek tersebut. Berdasarkan kutipan tersebut digambarkan Sastra memanglah bersifat unik sekaligus bahwa tokoh Sukarsih adalah seorang anak yang universal. Hal itulah yang juga diterapkan oleh memiliki ras hormat yang tinggi kepada orang Cak Edy dan anggota lainnya dalam ludruk tua.Pertama , dapat dilihat dari pemilihan ragam Karya Budaya. Mereka berusaha memper- bahasa yang digunakan. Sulaksono (2015: 67) tahankan bahasa arek, akan tetapi cerita dan mengatakan bahwa bahasa krama merupakan amanatnya berlaku secara universal. Sama ragam hormat yang dipakai antara lain oleh halnya dengan yang dilakukan oleh pengarang orang yang lebih muda kepada yang tua untuk naskah ketoprak di Surakarta. menghormati kawan bicara dan sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam tuturan Sukarsih Upaya Cak Edy untuk memelihara tersebut merupakan ragam bahasa Jawa krama bahasa Jawa Timuran, sama halnya dengan yang lugu , yaitu ragam bahasa Jawa dengan kosakata dilakukan oleh masyarakat di Provinsi Daerah krama tetapi dicampur dengan kosakata ngoko Istimewa Yogyakarta. Nurhayati,dkk.(2013) karena dipengaruhi adanya hubungan keakraban menyatakan bahwa upaya yang ditempuh untuk antar penutur. Kosakata krama dalam dialog pemertahanan bahasa Jawa di antaranya: (1) tersebut sebagai berikut mawon ‘saja’, taksih Upaya penguatan filosofi budaya dan bahasa ‘masih’, kula ‘saya’, kalih ‘dengan’ . Sedangkan Jawa, (2) Pengembangan dan peningkatan lomba kosakata ngoko sebagai berikut wong ‘orang’, dan festival bahasa Jawa, (3) Penyebarluasan nduwe ‘mempunyai’, kanggo ‘untuk’, ndelok dan penanaman nilai budi pekerti dalam ‘melihat’, ngrungokne ‘mendengar’, mlaku ungkapan bahasa Jawa, (4) Peningkatan dan ‘berjalan’, misahne ‘memisahkan’. Kedua , pengembangan seni pertunjukan Jawa, (5) ditinjau dari karakter Sukarsih yang tidak Menciptakan dan menjaga eksistensi bahasa menyimpan dendam kepada ayahnya. Meskipun Jawa melalui penggunaan bahasa Jawa di sang ayah telah mengucapkan kalimat yang lingkungan instansi (kantor, sekolah, lembaga menyinggung perasaannya dan suaminya. terkait). Sukarsih tidak mengungkit hal tersebut dan menyambut kedatangan ayahnya dengan penuh Penutup rasa hormat.Nilai hormat kepada orang tua Sebuah karya sastra tentunya tidak dapat tersebut menjadi wujud nilaiyang patut terlepas dari latar sosial pengarang dan diteladani. masyarakatnya. Begitu pun pada teater Misi kedua grup ludruk Karya Budaya tradisional ludruk. Ludruk lahir dari masyarakat pimpinan Cak Edy Karya adalah memelihara kelas bawah yang kurang diperhatikan oleh seni tradisi lisan dan bahasa lokal Jawa Timuran masyarakat kelas atas. Oleh karena itu, sebagai bagian identitas keindonesiaan. Misi perubahan sosial pengarang dan masyarakat tersebut sangat baik untuk dijalankan. Hal ini memiliki peran yang besar dalam penciptaan dikarenakan bahasa Jawa dialek Surabaya lakon ludruk. Salah satu lakon ludruk yaitu, merupakan salah satu kekayaan bahasa yang Tragedi Kebun Tebu merepresentasikan adanya dimiliki oleh negara Indonesia sebagai identitas perubahan sosial pengarang dan masyarakat. lokal yang patut untuk dikenal dan dilestarikan. Berbagai konflik individu yang dialami oleh Sungkowati (2016) berdasarkan penelitian yang pengarang dan permasalahan sosial yang terjadi telah dilakukan menghasilkan bahwa meskipun di masyarakat termanifestasi dalam cerita ditulis dalam bahasa Jawa dialek Surabaya, tersebut. Berdasarkan hasil penemuan dan persoalan yang diangkat bukan hanya persoalan diskusi, dapat disimpulkan bahwa perubahan

368 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 sosial pengarang dan masyarakat berupa latar Anwar, A. (2010). Teori Sosial Sastra . Yogyakarta: belakang keluarga dan tantangan masa depan, Ombak. pimpinan grup ludruk Karya Budaya dan siasat Arifianto, S. (2010). Memahami Produk Seni menghadapi tantangan, karier pengarang dan Pertunjukan Rakyat dalam Kemasan kesempatan kerja masyarakat, serta ideologi Teknologi Digital di Media Maya. pengarang dan perubahan sosial masyarakat. Jurnal Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Berdasarkan perubahan sosial yang Teknologi Komunikasi IPTEK-KOM , 12 terjadi, pengarang dan masyarakat dihadapkan (2), 127-147. berbagai tantangan demi eksistensi kesenian Devilito, R., Nugraheni Wardani., Kundharu ludruk mendatang. Pengarang harus melakukan Saddhono. (2016). Psychological Analysis inovasi dengan mengikuti arus pasar hiburan of Novel Kerumunan Terakhir by Okky yang diminati oleh penonton tanpa menghilangkan Madasari, The Value of Character pakem dari kesenian ludruk itu sendiri. Cerita Education, and Teaching Materials of yang dibuat oleh pengarang merupakan cerita Indonesian College in University. In baru yang terinspirasi dari fenomena sekitaratau Proceedingof International Conference diambil dari kisah klasik, kemudian dimodifikasi On Teacher Trainingand Education dengan cerita yang lebih kekinian, lawakan yang Sebelas Maret University , 2 (1), 677- segar, serta pertunjukan yang atraktif, kreatif, 684. dan inovatif. Hal tersebut dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap ludruk sehingga Djokosujatno, A. (2002). Novel Sejarah pendapatan pemain, anggota grup, serta masyarakat Indonesia Konvensi Bentuk Warna dan pedagang kaki lima dapat meningkat. Pengarangnya. Makara Sosial Humaniora , 6 (1), 14-19. Masa depan kesenian tradisional, khususnya ludruk,akan terus berkembang seiring dengan Escarpit, R. (2005). Sosiologi Sastra (Terjemahan kemajuan zaman karena ludruk memiliki nilai- Ida Sundari Husen Terjemahan). nilai yang berguna untuk perkembangan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. peradaban manusia. Kemajuan teknologi tidak Fatimah, F. Nur., Edy, T Sulistyo., dan Kundharu membuat ludruk menjadi lenyap, akan tetapi Saddhono (2017). Local Wisdom Values mengembalikan popularitas yang telah berangsur in Sayu Wiwit Folklore As The pudar. Kehadiran ludruk di media sosial tidak Revilatization of Behavorial Education. saja untuk memikat generasi millenial tetapi KARSA: Journal of Socialand Islamic juga orang Jawa yang tinggal di luar daerah atau Culture , 25 (1), 179-199. luar negeri. Hal tersebut dapat menjadi bagian dari strategi regenerasi seniman ludruk. Feneteruma, L. (2016). The World Until Yesterday Menyikapi berbagai perubahan sosial di zaman (Dunia hingga Kemarin). Jurnal sekarang ini, penting bagi pelaku kesenian Masyarakat dan Budaya . 18 (2), 311- tradisional, masyarakat dan juga pemerintah 318. untuk memiliki pola pikir yang terbuka, visioner, Hadi, S. (2003). Pengantar Pendidikan . Surakarta: dan terencana untuk kebangkitan kesenian UNS Press. tradisional. Hantono, D. (2019). Kajian Perilaku pada Ruang Daftar Pustaka Terbuka Publik. NALARs Jurnal Arsitektur , 18 (1), 45-56. Afandi, H, dan Matius, A. (2018). Film A Man Space (Film Tanpa Perempuan). Capture Hidayatullah, P. (2017). Panjhak sebagai Agen Jurnal Seni Media Rekam , 9 (1), 27-37. Pengembang Karakter Budaya dalam Masyarakat Madura di Situbondo. Jantra , Alaini, N.N. (2017). Stratifikasi Sosial Masyarakat 12 (2), 139-151. Sasak dalam Novel Ketika Cinta Tak Mau Pergi Karya Nadhira Khalid. Imelda (2017). Bahasa Ibu yang Kehilangan Kandai , 11 (1), 110-123. ‘Ibu’ (Kajian Sosiolinguistis Bahasa Andayani, U. (2001). Dampak Arus Informasi yang Terancam Punah di Maluku Utara. Bagi Masyarakat di Negara Berkembang. Jurnal Masyarakat dan Budaya , 19 (3), Al-Maktabah , 3 (2), 101-112. 419-433.

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019 369 Kusmarwanti (2015). Tokoh Orang Tua dan Script of Suarakarta Style. Journal of Refleksi Politik Orde Brau dalam Novel- Language and Literature , 17 (2), 144- novel Karya Kuntowijoyo. Litera , 14 (1), 151. 148-156. Setyawan, B., Saddhono, K., & Rakhmawati, A. Mardijani, P. (2011). Partisipasi Masyarakat (2018). “Potret Kondisi Sosial Masyarakat terhadap Peningkatan Pembangunan Desa. Jawa dalam Naskah Ketoprak Klasik Gaya Surakarta”. Aksara , 30(2), 205- Paradigma , 13 (2), 41-46. 220 (DOI:10.29255/aksara.v30i2.315. Masyhuri dan Dadit (2010). Model Pengembangan 205-220). Kemandirian Masyarakat: Sebuah Soedarsono, R. (1999). Seni Pertunjukan Indonesia Pendekatan Pembudayaan IPTEK . di Era Globalisasi . Direktorat Jenderal Yogyakarta: Total Media. Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Michael, Tomy (2018). Law Enforcement Through ‘Ludruk’ and Cultural Advancement. Soetomo (2011). Pemberdayaan Masyarakat Mungkinkah Muncul Antitesisnya? . Asia Pasific Fraud Journal , 3 (1), 125- Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 131. Sujarno dkk. (2003). Seni Pertunjuakan Tradisional, Normuliati, S. (2016). Ideologi dalam Novel Nilai, Fungsi, dan Tantangannya . Yogyakarta: Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Jurnal Paradigma , 11 (2), 61-66. Sulaksono, Djoko (2015). Sarbaneka Bahasa Nurhayati, dkk. (2013). Strategi Pemertahanan Jawa . Surakarta: Cakra Books. Bahasa Jawa di Provinsi Daerah Sungkowati, Y. (2016). Kritik Sosial dalam Istimewa Yogyakarta. Litera , 12 (1), Puisi-Puisi Jawa Dialek Surabaya. 159-166. Bebasan , 3 (2), 92-104. Prayudi, S., dan Dewi, L. (2017). Peningkatan Susanto, E. (2014). Ludruk Karya Budaya Mbeber Urip . Mojokerto: Paguyuban Keterampilan Tata Rias Karakter Kabuki Ludruk Karya Budaya Mojokerto. pada Penari Yosakoi melalui Pelatihan di Komunitas Doya-Doya Universitas Suyono, H. (2005). Pemberdayaan Masyarakat: Negeri Surabaya. Jurnal Tata Rias , 6 Mengantar Manusia Mandiri, Demokratis, dan Berbudaya . Jakarta: Pustaka LP3ES (1), 154-161. Indonesia. Ratna, N.K. (2011). Paradigma Sosiologi Sastra . Tindaon, R. (2012). Kesenian Tradisional dan Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Revitalisasi. Ekspresi Seni Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni , 14 (2), Rinaldi, Rio (2016). Warna Lokal Minangkabau 214-224. dan Kesosialan Pengarang dalam Kumpulan Cerpen Penari dari Kuraitaji Uniawati (2016). Warna Lokal dan Representasi Budaya Bugis-Makassar dalam Cerpen Karya Free Hearty. Jurnal Puitika , 12 “Pembunuh Parakang” Kajian Sosiologi (2), 149-159. Sastra. Kandai , 12 (1), 101-114. Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Yulianto, A. (2017). Unsur-unsur Lokalitas Pertunjukan . Jakarta: Sinar Harapan. dalam Novel Galuh Hati Karya Randu Alamsyah. Kandai , 13 (1), 61-74. Setiawan, B. (2016). Kreativitas dan Inovasi Seni Pertunjukan sebagai Jembatan Wawancara Membangun Multikultur Studi Kasus Masyarakat Kota Mataram. Jurnal Wawancara kepada Drs. H. Eko Edy Susanto atau yang akrab dipanggil Cak Edy Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional , Karya, peneliti lakukan pada tanggal 5 23 (1), 1-14. Agustus 2018. Tempat wawancara yaitu Setyawan, B., Saddhono, K., & Rakhmawati, A. di kediaman Cak Edy Karya yang dekat (2017). Sociological Aspects and Local dengan sanggar ludruk Karya Budaya di Specificity in the Classical Ketoprak Dusun Canggu, Kabupaten Mojokerto.

370 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 3 Tahun 2019