PENGGEREK POLONG KEDELAI, Etiella Zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA DI INDONESIA
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PENGGEREK POLONG KEDELAI, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA DI INDONESIA Yuliantoro Baliadi, W. Tengkano, dan Marwoto Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang 65101 ABSTRAK Penggerek polong kedelai (Etiella zinckenella Treitschke) merupakan hama penting dan dilaporkan terdapat pada semua sentra pertanaman kedelai di Indonesia. Selain E. zinckenella, ada empat spesies penggerek polong lain yang diidentifikasi di Indonesia, yaitu E. hobsoni Butler, E. chrysoporella Meyrick, E. grisea drososcia Meyrick Stat.n., dan E. behrii Zeller. E. zinckenella merupakan spesies yang paling dominan dan mengakibatkan kehilangan hasil panen kedelai hingga 80%. Kehilangan hasil tersebut merupakan dampak dari gerekan larva pada polong dan biji. Bintik coklat pada polong yang tertutupi oleh benang pintal merupakan jalan masuknya larva dan lubang besar pada polong sebagai jalan keluar larva dewasa untuk melanjutkan stadium pupa di dalam tanah. Polong yang terserang juga ditandai oleh butiran-butiran kotoran yang terikat satu sama lain oleh benang pintal berwarna coklat kekuningan dan adanya gerekan pada biji. Makalah ini menelaah kemajuan penelitian penggerek polong kedelai di Indonesia, meliputi bioekologi E. zinckenella (biologi, fluktuasi populasi, pola pembentukan polong, iklim, musuh alami, tanaman inang, dan tanggap varietas), komponen pengendalian (sanitasi, tanam serempak, pergiliran tanaman, pola tanam, tanaman perangkap, pestisida nabati, varietas tahan, biologi, dan kimia), serta rekomendasi pengendalian penggerek polong secara terpadu (PHT). Kata kunci: Kedelai, Etiella zinckenella, pengendalian hama terpadu, Indonesia ABSTRACT Soybean pod borer, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), and its control strategy in Indonesia Soybean pod borer (Etiella zinckenella Treitschke) is an important pest and reported from all of soybean planting areas in Indonesia. Besides E. zinckenella, there are four others pod borer species identified in Indonesia, namely E. hobsoni Butler, E. chrysoporella Meyrick, E. grisea drososcia Meyrick Stat.n., and E. behrii Zeller. E. zinckenella is widely causing severe damage to soybean seeds in many soybean areas. Up to 80% yield losses of soybean have been reported in Indonesia. Damage by E. zinckenella is resulted from the larvae boring into pods and seeds. A brown spot on the pod indicates the point of larva entry, and left large hole where the mature larva moves to pupate in the soil. Feeding marks are rough and the injured pod contains large and round fecal pellets. Pods often rot away as a result of the accumulation of these fecals. The present report discusses the research progress of soybean pod borer in Indonesia, i.e, pest bioecology (biology, population dynamic, soybean pod development, climates, natural enemies, host plants, response of varieties), pest control (sanitation, simultaneous planting, crop rotation, trap crop, botanical pesticide, resistant variety, biology, and chemical), and the recommendation of integrated management (IPM) of soybean pod borer. Keywords: Soybean, Etiella zinckenella, integrated pest management, Indonesia edelai merupakan salah satu tanam- sedangkan produksi dalam beberapa Indonesia adalah serangan hama (Teng- K an pangan penting bagi penduduk tahun terakhir cenderung menurun. kano dan Soehardjan 1985). Penggerek Indonesia sebagai sumber protein nabati, Produksi kedelai tahun 2006 dan 2007 polong (Etiella zinckenella Treitschke) bahan baku industri pakan ternak, dan masing-masing mencapai 795.340 dan merupakan salah satu hama utama pada bahan baku industri pangan. Hal tersebut 782.530 ton, dan tahun 2009 diprakirakan pertanaman kedelai di Indonesia, terutama menyebabkan permintaan kedelai terus turun menjadi 757.540 ton (Sudaryanto dan pada sentra-sentra produksi (Okada et al. meningkat jauh melampaui produksi dalam Swastika 2007). 1988a; Tengkano et al. 2006; Tengkano negeri. Kebutuhan kedelai pada tahun 2009 Salah satu kendala dalam pening- 2007). Selain E. zinckenella, spesies diprakirakan mencapai 2.037.530 ton, katan dan stabilisasi produksi kedelai di penggerek polong lainnya di Indonesia Jurnal Litbang Pertanian, 27(4), 2008 113 adalah E. hobsoni Butler (Kalshoven 1981; salah satu jenis ulat yang menyerang Penelitian E. zinckenella berkembang Naito et al. 1983; Naito dan Harnoto 1984), tanaman tersebut adalah E. zinckenella pesat pada tahun 1980-an, antara lain E. chrysoporella Meyrick, E. grisea (Van Helten 1913 dalam Mangundojo mengenai kelimpahan populasi (Doda drososcia Meyrick Stat.n., dan E. behrii 1958). Namun, penelitian mengenai E. 1980; Djafar dan Saleh 1983; Gabriel et al. Zeller (Whalley 1973). Spesies yang zinckenella kurang berkembang karena 1986; Okada et al. 1988a, 1988b), aspek dominan dan memiliki daerah penyebaran terbatasnya peneliti bidang entomologi di biologi (Jovillano 1983; Naito et al. 1983), yang luas adalah E. zinckenella. Informasi Balai Penyelidikan Hama Tumbuhan di ekologi (Naito dan Harnoto 1984), dan mengenai bioekologi dan daerah penye- Bogor saat itu. Penelitian mengenai cara mekanisme ketahanan (Akib dan Baco baran empat spesies penggerek polong hidup, pengaruh hayati dan iklim terhadap 1985; Honma et al. 1986). Pada tahun lainnya masih terbatas. perkembangan hama secara intensif dila- 1990−2007, penelitian dilakukan terhadap Peningkatan serangan E. zinckenella kukan pada tahun 1956−1958 (Mangun- karakteristik biologi (Naito et al. 1991; diduga berkaitan dengan makin luasnya dojo 1958). Hasil penelitian menunjukkan Djuwarso et al. 1992), ketahanan varietas pertanaman kedelai dan tersedianya inang bahwa E. zinckenella merupakan perusak kedelai (Tengkano et al. 1992a; Trijaka et sepanjang tahun. Perbandingan kumulatif polong utama tanaman orok-orok. Hal ini al. 1992; Djuwarso et al. 1994), pengenda- pertambahan luas serangan penggerek sesuai dengan laporan Kalshoven (1981) lian dengan tanaman perangkap Sesbania polong pada tahun 2002, 2003, dan rata- bahwa tanaman inang utama E. zincke- rostrata dan kacang hijau (Tengkano et rata tahun 1997−2001 masing-masing nella selain kedelai adalah orok-orok. al. 1994), identifikasi tanaman inang adalah 316 ha, 539 ha, dan 1.218 ha (Direk- Hasil survei pada bulan Juni− (Tengkano et al. 1995), pola sebaran dan torat Jenderal Bina Produksi Tanaman Agustus 1971 memperlihatkan bahwa metode pencontohan (Priyanto et al. Pangan 2004). Seiring dengan menurun- penggerek polong masih tercatat sebagai 1997), tingkat kerusakan (Djuwarso dan nya luas pertanaman kedelai, luas hama utama tanaman kedelai, khususnya Naito 1991; Bergh et al. 1998), parasitoid serangan penggerek polong pada tahun di Jawa Timur (Iman et al. 1972). Whalley Trichogrammatoidea bactrae-bactrae 2003 lebih rendah dibanding rata-rata tahun (1973) melaporkan terdapat lima spesies (Naito dan Djuwarso 1994; Djuwarso et 1997−2001, namun serangannya terdapat penggerek polong di Indonesia dan salah al. 1997; Marwoto et al. 2002), pengaruh di 22 provinsi. Provinsi dengan pertam- satunya adalah E. zinckenella. Pada tahun letak telur terhadap kelangsungan hidup bahan luas serangan tertinggi adalah Jawa 1973 dan 1974, dilaporkan bahwa perta- larva (Tengkano 1999), monitoring dan Tengah 197 ha, Sulawesi Tenggara 58 ha, naman kedelai di Tanggul, Jawa Timur, pengendalian (Bergh et al. 2000), evaluasi NTB 37 ha, Jawa Timur 31 ha, Sulawesi tanpa tindakan pengendalian hama ketahanan kedelai generasi F1 hasil Tengah 30 ha, dan Kalimantan Selatan 30 terserang Etiella spp. hingga 39%. Pada transformasi dengan gen proteinase ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi tahun 1987, rata-rata serangan penggerek inhibitor II (pinII) (Herman et al. 2001), Tanaman Pangan 2004). polong antarkabupaten di Jawa Timur perbandingan perkembangan dan siklus Kehilangan hasil akibat serangan berkisar antara 0,20−21% dan pada lokasi hidup dua spesies Etiella spp. (Edmonds penggerek polong mencapai 80%, bahkan pengamatan sekitar 0−48%, meskipun telah et al. 2003), bioasai kedelai transgenik puso apabila tidak ada tindakan pengenda- dilakukan pengendalian dengan insekti- (Sutrisno et al. 2003), daya predasi lian (Djuwarso et al. 1990). Hingga kini, sida (Tengkano et al. 1991). Oxyopes javanus (Tengkano et al. 2004), upaya pengendalian masih mengandalkan Di Jatibarang, Jawa Tengah, serang- preferensi peneluran (Kamandalu et al. insektisida kimia, namun kehilangan hasil an Etiella spp. pada tahun 1973 dan 1974 1995; Ardiwinata et al. 1997; Tengkano et akibat serangan penggerek polong masih mencapai 66% (Tengkano et al. 1977; al. 2000; Suharsono 2004), dan pestisida belum teratasi. Untuk meningkatkan Soekarna dan Tengkano 1979); tahun 1978 nabati Aglaia odorata (Marwoto 2007). efisiensi dan efektivitas pengendalian, serangannya pada tanaman kedelai umur telah dilakukan pengkajian bioekologi 44−45 hari setelah tanam (HST) sebesar sebagai dasar dalam penyusunan strategi 3% dan pada umur 72−84 HST naik Biologi Etiella spp. pengendalian penggerek polong secara menjadi 13% (Iqbal 1979). Pada tahun 1983, terpadu (PHT). Makalah ini membahas serangan penggerek polong kedelai di Dua spesies penggerek polong yang hasil-hasil penelitian mengenai bioekologi Brebes pada musim kemarau mencapai dominan di Indonesia, yaitu E. zinckenella serta pengendalian penggerek polong 96% (Surjana 1992). dan E. hobsoni, mudah dibedakan berda- kedelai di Indonesia. Serangan penggerek polong juga sarkan ada tidaknya garis putih pada terjadi di luar Jawa, yaitu di Sumatera sayap