Pola Komunikasi Dakwah KH. Abdullah Gymnastiar Dan KH

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pola Komunikasi Dakwah KH. Abdullah Gymnastiar Dan KH MIMBAR, Vol. XXV, No. 2 (Juli - Desember 2009): 161-180 Pola Komunikasi Dakwah KH. Abdullah Gymnastiar dan KH. Jalaluddin Rakhmat BAMBANG SAIFUL MA’ARIF Fakultas Dakwah Unisba, Jl. Tamansari No.1 Bandung, email: [email protected] Abstract Two prominent da’i in Indonesia become the centre of this research. Based on Rhetorical Criticism which focused on communication actors, message, and language factors, this paper examines the rhetoric style of two da’i: KH Jalaluddin Rakhmat and KH Abdullah Gymnastiar. A thorough litera- ture study was conducted over texts written by those two Islamic schol- ars. Paired with interview and observation on each majlis, research has found that da’i point of view concerning his audience is matched with their communication style. Moreover, life history, personal capacity, and different emphasis in religious exercisizing became factors which deter- mine their rhetoric style. Kata kunci: pola komunikasi, komunikasi dakwah I. PENDAHULUAN bukan paksaan, itulah salah satu fungsi komunikasi dakwah. Oleh karenanya, dakwah Komunikasi dakwah menyampaikan Islam dilakukan dengan cara persuasif. pesan-pesan keagamaan dalam berbagai Pesannya dipahami dan diamalkan oleh tatanan agar jamaahnya terpanggil dan umat. Komunikasi dakwah berlangsung merasakan pentingnya nilai Islam dalam dengan menggunakan simbol dan lambang- kehidupan. Di antara tatanan komunikasi lambang, karena manusia adalah makhluk dakwah adalah interpersonal, publik, dan bersimbol (symbolicum animale). Lambang bermedia. Pada tataran interpersonal, adalah ekspresi dari manusia (Tasmara, komunikator dakwah (dai) mengajak orang- 1987: 3). perorang mengamalkan Islam. Pada tataran Dakwah Islam berupaya untuk publik, dai memasyarakatkan nilai Islam di menegakkan kepribadian yang berakhlaqul berbagai majelis taklim, pesantren dan karimah. Herman Soewardi (2003: 26) masjid. Sedangkan pada tataran media, da’i mengajukan 3 (tiga) tujuan operasional menyebarluaskan ajaran agama dengan dakwah, yaitu: menjadikan orang lurus dan menggunakan media. benar dengan melakukan kebaikan dan Penyebarluasan ajaran Islam menghilangkan kemungkaran (amar ma’ruf dilaksanakan oleh siapa saja, baik di desa dan nahyi munkar); melahirkan kekuatan maupun di kota secara bijak dan damai. pada diri seseorang melalui karya-karyanya; Jamaah “tergugah, tanpa melalui tekanan karsa; tinggi profesionalisme di bidang fisik, untuk berubah” (Brown, 1972: 9). masing-masing. Dakwah Islam diarahkan Mengadakan perubahan melalui kesadaran, pada terbinanya kesalehan pribadi dan 161 BAMBANG S. MA’ARIF. Pola Komunikasi Dakwah KH.Abd. Gymnastiar dan KH. Jalaluddin R. sosial. Al-Quran dan Nabi Saw. Sedangkan K.H. Sejarah mencatat bahwa para kiai Salimuddin A. Rahman, MA. (dosen PTS di telah memberikan sumbangan kepada Bandung [dalam Gandaatmadja, Shodiq dan bangsa Indonesia sejak dulu. Sebagai Firdaus, 1989: 151]) menyatakan, pribadi, ia melaksanakan dakwah di KH. Jalaluddin Rakhmat tulisannya masyarakat. Sebagai pimpinan pesantren, ia cukup ilmiah karena dilengkapi dengan sci- membimbing masyarakat untuk mandiri dan entific research yang menyoroti Islam, memeroleh kemajuan dalam berbagai namun isinya bertentangan dengan norma- bidang, sehingga mereka dapat mem eroleh norma akidah dan akhlak Islam. penerangan batin. “Pesantren berperan Aktivis dakwah lain, lebih menonjolkan dalam kegiatan politik, kegiatan wadahnya seperti: LDII, dan Hizbut Tahrir perdagangan, dan pembukaan daerah (HT). Hizbut Tahrir (HT) mendakwahkan pemukiman baru” (Rahardjo, 1995: 10). Kiai pentingnya sistem khilafah di dunia modern memberikan kontribusinya bagi penguatan karena sistem pemerintahan modern yang kehidupan beragama Muslim. diterapkan di berbagai negeri Islam tidak Dakwah Islam seharusnya dilaksana- mampu menjawab problematika umat Islam kan secara bijak (QS 16:125). Namun, dalam Alih-alih metode menyelesaikan masalah, kenyataannya seringkali tidak seperti itu. sistem demokrasi, malah justru Komunikasi dakwah seringkali belum mampu menyebabkan kemunduran Umat; Jemaah membuka pemikiran dan kesadaran umat. Tabligh (JT) mengampenyakan pentingnya Pesan-pesan agama mestinya dilaksanakan meninggalkan rumah untuk berkhidmat dengan simpatik dan rasional, namun fakta (khuruj) pada masyarakat Muslim. menunjukkan masih banyak orang Islam Banyak fakta ironis keberagamaan yang bertaklid. Akibatnya, kaum Muslim Muslim yang perlu dikoreksi, di antaranya: masih belum mampu berpikir kritis, intoleransi dan kekerasan semuanya mengekor (Suminto [ed], 1989:88). berkelindan pada ajaran dan doktrin para Media massa sebagai sumber ulama … Al-Quran secara mudah dan jelas informasi dan hiburan utama umat Islam telah mengajarkan segala kebaikan untuk dalam mengusung nilai-nilai edukatif lebih umatnya. Peristiwa buruk yang menimpa banyak sifat informasi hiburan (edutainment masyarakat Muslim sesungguhnya dan infotainment), dengan tetap bersumber dari penyimpangan terhadap menonjolkan bisnisnya, bukan sebagai ajaran Al-Quran (Poerhassan, 2002: 6). yang bisa dianut. Media massa banyak Sampai satu dasawarsa yang lalu, mengekspos cerita misteri dan mistik yang orientasi masyarakat beragama hanya ramai disambut oleh masyarakat; seolah- didominasi oleh organisasi sosial keagamaan olah dapat memuaskan keingintahuan tradisional (konvensional), seperti Nahdlatul mereka gaib. Padahal, kebenaran peng- Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan ungkapan “dunia gaib” di televisi tidak pernah Islam (Persis). Sepertinya tak ditemukan tuntas, karena sulit untuk dibuktikan terobosan baru yang lebih menggigit. kebenarannya. Akibatnya, pikiran logis dan Padahal, bila dicermati secara seksama, ada kritis umat terbelenggu; berpikir kurang satu terobosan dakwah Islam yang dilakukan rasional. oleh pribadi-pribadi, misalnya KH. Abdullah Sekelompok aktivis dakwah mencap Gymnastiar dan KH. Jalal. Di saat kondisi kelompok luar golongannya sebagai “kafir” dakwah menjadikan umat Islam cenderung (dalam Helmi, 1986). Sementara itu, KH. pasif, isi pesan komunikasi dakwah KH. A. Athian M. Ali Da’i, Ketua Forum Ulama Gym terasa sejuk dan mengayomi. Ummat Indonesia (FUUI), mencap KH. Kedua figur dakwah ini diambil Jalaluddin Rakhmat “telah keluar dari Islam” sebagai kajian utama tulisan ini karena: (1) karena berpaham Syi’ah yang menghujat Secara struktural tidak berada dalam sahabat Nabi Saw. yang justru dihargai oleh organisasi sosial keagamaan konvensional, 162 MIMBAR, Vol. XXV, No. 2 (Juli - Desember 2009): 161-180 seperti NU, Muhammadiyah, dan Mathla’ Beragama Jamaahnya di Bandung?” ul-Anwar; (2) Tidak lahir dari ‘atas’ Penelitian ini bermaksud untuk dengan prakarsa pemerintah (Departemen memeroleh Pola Komunikasi Dakwah kedua Agama RI), tetapi dari jemaah pengajian; Kiai ini dalam membina kehidupan beragama (3) Membangun organisasi dakwah yang jamaahnya di Bandung. berbasis jemaah; (4) Sama-sama memiliki Sedangkan tujuannya untuk visi membangun umat Islam; dan (5) mengungkap konsep baru tentang: Banyak menyosialisasikan tema-tema (1) Karakteristik komunikator dakwah KH. akhlak dan persaudaraan Islami. Abdullah Gymnastiar dan KH. Jalaluddin Figur KH. Jalaluddin Rakhmat, sebagai Rakhmat sebagaimana tercermin pada intelektual Muslim dan bercitra akademis gaya komunikasinya; (Malik, 1992: 156), membina generasi muda (2) Bidang-bidang kehidupan beragama untuk berpikir kritis-rasional, bersikap non- sebagai konteks komunikasi dakwah sektarian, dan bermental positif untuk kedua Kiai melalui komunikasi meraih prestasi. Peduli kepada mereka yang dakwahnya; tertindas dan lemah (al-mustadl’afin), (3) Isi pesan, dan struktur pesan dan jenis memiliki komitmen untuk ‘Pencerahan imbauan pesan komunikasi dakwah Pemikiran’. KH. Jalal membawa jemaahnya Kedua kiai dalam membina kehidupan ke pemikiran yang positif, mental sportif. beragama jemaahnya; Jemaah Aa Gym adalah tamu-tamu (4) Saluran komunikasi dakwah kedua Kiai yang silih berganti, mengalir bak air. Satu dalam membina kehidupan beragama angket yang disebarkan oleh pengurus jamaahnya; Jemaah Majelis Taklim Tanah Abang (5) Konsepsi ‘jamaah pengajian’ menurut Jakarta kepada para Ibu peserta kunjungan kedua Kiai; ke Daarut Tauhiid (DT) menginformasikan (6) Pola komunikasi dakwah kedua Kiai bahwa, “85 % motivasi Ibu-Ibu datang ke dalam membina kehidupan beragama Daarut Tauhiid adalah karena ingin melihat jemaahnya di Bandung; KH. A. Gym dari dekat.” (Tabloid MQ, (7) Faktor-faktor yang membentuk pola Pebruari 2006: 8). Penulis mencermati, komunikasi dakwah kedua kiai ini pengajian Aa Gym selalu ramai dikunjungi sebagaimana tampak pada gaya jamaah, baik muda maupun tua, laki-laki komunikasi keduanya. maupun perempuan, untuk mendengarkan Penelitian ini berguna bagi: siraman rohani Kiainya. (1) Temuan Dunia akademis yang dapat Uraian di atas menunjukkan bahwa dijadikan sebagai satu langkah bagi dakwah KH. A. Gym dan KH. Jalal dapat pengembangan ilmu komunikasi diterima oleh jamaah di luar organisasi dakwah dari filosofinya. keagamaan konvensional, seperti (2) Ingin memerkuat teori-teori dan konsep Muhammadiyah, NU, dan Persis. Tampak yang ada yang dipergunakan. kedua kiai dalam mempersuasi jamaahnya (3) Manfaat praktis-pragmatis jika ada memiliki cara tersendiri. Berdasarkan sifatnya konsultatif berupa konsep untuk pemaparan di atas, penulis merasa perlu menguatkan teori dan perspektif, mengajukan masalah ini dalam penelitian ini maksimalnya pada kebijakan yang yaitu, “Pola Komunikasi Dakwah KH. Abdullah bersifat akademik. Gymnastiar dan KH. Jalaluddin Rakhmat dalam Membina Kehidupan Beragama II. PEMBAHASAN Jemaahnya di Bandung.” Rumuskan
Recommended publications
  • Download (1MB)
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang berasal dari berbagai macam latar belakang, tidak hanya dari berbagai macam agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu dan juga aliran kepercayaan. Tetapi masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang juga memiliki berbagai macam tradisi, adat istiadat dan juga kebudayaan sebagai ciri khas masing-masing wilayah mereka. Kebudayaan adalah keseluruhan dari kehidupan manusia yang terpola dan didapatkan dengan belajar atau yang diwariskan kepada generasi berikutnya, baik yang masih dalam pikiran, perasaan, dan hati pemiliknya (Agus, 2006: 35). Sebagai peninggalan yang diwariskan oleh leluhur dan nenek moyang kepada masyarakat yang sekarang, kebudayaan masih terus dilestarikan dengan cara melaksanakan apa yang telah diwariskan. Tentu saja kebudayaan itu memiliki makna dan tujuan yang baik serta mengandung nilai- nilai serta norma sehingga kebudayaan itu masih terus dilaksanakan hingga sekarang. Manusia dan kebudayaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Sekalipun manusia sebagai pendukung kebudayaan akan mati namun kebudayaan yang dimilikinya akan tetap ada dan akan diwariskan pada keturunannya dan demikian seterusnya (Poerwanto, 2000: 50). Dengan beragamnya kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia maka dari kebudayaan 1 2 inilah diharapkan akan tercipta suatu masyarakat yang memiliki hubungan baik dalam kehidupannya serta tidak memandang dari latar belakang agama, ras, suku dan sebagainya. Dari sinilah manusia menjadi bagian penting dalam lestarinya kebudayaan tersebut. Dalam hal ini, masyarakat apabila dilihat dari segi budaya memiliki peran penting dalam pelestarian budaya. Dimana unsur- unsur yang dimiliki oleh kebudayaan ada tiga hal yakni; norma, nilai, keyakinan yang ada dalam pikiran, hati dan perasaan manusia. Kemudian tingkah laku yang dapat diamati dalam kehidupan nyata dan hasil material dan kreasi, pikiran, dan perasaan manusia (Koentjaraningrat, 2000: 179-202).
    [Show full text]
  • Interna Tional Edition
    Number 7 2014 ISSN 2196-3940 INTERNATIONAL Saudi Arabia Exporting Salafi Education and Radicalizing Indonesia’s Muslims Amanda Kovacs Salafis, who defend a very conservative, literal interpretation of Islam and treat Shia Muslims with hostility, are not just a phenomenon in the Middle East. They are increasingly pressuring Shias and other religious minorities in Indonesia, too. Analysis Saudi Arabia is the world’s main provider of Islamic education. In addition to promoting Salafism and maligning other religious communities, Saudi educational materials present the kingdom in a favorable light and can also exacerbate religious strife, as they are doing in Indonesia. The Saudi educational program aims to create global alliances and legitimize the Saudi claim to be the leader of Islam – at home and abroad. Since switching to democracy in 1998, Indonesia has been shaken time and EDITION again by Salafi religious discrimination and violence, often on the part of graduates of LIPIA College in Jakarta, which was founded by Saudi Arabia in 1980. Domestically, Saudi Arabia uses educational institutions to stabilize the system; since the 1960s, it has become the largest exporter of Islamic education. After Saudi Arabia began to fight with Iran for religious hegemony in 1979, it founded schools and universities worldwide to propagate its educational traditions. In Jakarta, LIPIA represents a Saudi microcosm where Salafi norms and traditions prevail. LIPIA not only helps Saudi Arabia to influence Indonesian English society, it also provides a gateway to all of Southeast Asia. As long as Muslim societies fail to create attractive government-run educational institutions for their citizens, there will be ample room for Saudi influence.
    [Show full text]
  • Nahdhatul Ulama: from Traditionalist to Modernist Anzar Abdullah
    Nahdhatul Ulama: from traditionalist to modernist Anzar Abdullah, Muhammad Hasbi & Harifuddin Halim Universitas Islam Makassar Universitas Bosowa (UNIBOS) Makassar [email protected] Abstract This article is aimed to discuss the change shades of thought in Nahdhatul Ulama (NU) organization, from traditionalist to modernist. This is a literature study on thought that develop within related to NU bodies with Islamic cosmopolitanism discourse for interact and absorb of various element manifestation cultural and insight scientist as a part from discourse of modernism. This study put any number figures of NU as subject. The results of the study show that elements thought from figure of NU, like Gusdur which includes effort eliminate ethnicity, strength plurality culture, inclusive, liberal, heterogeneity politics, and life eclectic religion, has been trigger for the birth of the modernism of thought in the body of NU. It caused change of religious thought from textual to contextual, born in freedom of thinking atmosphere. Keywords: Nahdhatul Ulama, traditionalist, modernist, thought, organization Introduction The dynamic of Islamic thought that continues to develop within the NU organization in the present context, it is difficult to say that NU is still traditional, especially in the area of religious thought. This can be seen in the concept of inclusivism, cosmopolitanism, and even liberalism developed by NU figures such as Abdurrahman Wahid, Achmad Siddiq, and some young NU figures, such as Ulil Absar Abdalla. This shows a manifestation of modern thought. Critical thinking as a feature of modernism seems to have become the consumption of NU activists today. Therefore, a new term emerged among those called "re- interpretation of ahlussunah-waljamaah" and the re-interpretation of the concept of "bermazhab" or sect.
    [Show full text]
  • I PESAN DAKWAH KH. ABDULLAH GYMNASTIAR DALAM
    PESAN DAKWAH KH. ABDULLAH GYMNASTIAR DALAM PERSPEKTIF TASAWUF Oleh : DIANA SARI NIM: 16205010076 TESIS Diajukan kepada Program Studi Magister (S2) Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Agama YOGYAKARTA 2019 i ii iii iv v vi MOTTO َﻓﺈِ ﱠﻥ َﻣ َﻊ ٱۡ ﻟ ﻌُ ۡ ﺴ ِ ﺮ ﻳُ ۡ ﺴ ً ﺮﺍ ﺮ (Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan) Aku tidak tahu sisa umurku, tapi yang paling penting aku bersamamu sepanjang hidupku, mati dalam cinta Mu. Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving.~Albert Einstein I have no special talents, i am only passionately curious. ~ Albert Einstein vii HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini dipersembahkan kepada kedua orang tua saya (Sukasri Wijaya dan Surina) Karya ini juga dipersembahkan untuk teman-teman seangkatan AFI (Aqidah dan Filsafat Islam) Angkatan 2016 semester genap Kepada “Kampus Peradaban” Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta viii ABSTRAK Kebangkitan Tasawuf saat ini mulai menunjukkan eksistensi yang baru di Indonesia. Tasawuf tidak hanya dipahami sebagai ajaran-ajaran sufi dan institusi tradisional (tarekat). Gairah baru dalam sufisme di Indonesia telah terlihat di kota-kota dan di antara kelas-kelas menengah. Penelitian Howell menunjukkan kebangkitan sufi yang dipromosikan melalui dua jalan (1) para ulama yang mendapat pendidikan Islam tradisional yang berkomunikasi dengan para pengikutnya dikelas-kelas pendidikan (2) para pendakwah televisi menggunakan siaran-siarannya yang diatur dan didramatisasikan di depan jemaah. Nuansa baru dengan membumikan nilai-nilai sufistik ini juga dilakukan oleh tokoh KH.Abdullah Gymnastiar yang menghubungkan pengalaman spiritualnya dengan dunia sufi.
    [Show full text]
  • RAPPROCHEMENT BETWEEN SUNNISM and SHIISM in INDONESIA Challenges and Opportunities
    DOI: 10.21274/epis.2021.16.1.31-58 RAPPROCHEMENT BETWEEN SUNNISM AND SHIISM IN INDONESIA Challenges and Opportunities Asfa Widiyanto IAIN Salatiga, Indonesia [email protected] Abstract Throughout Islamic history, we observe enmity and conflicts between Sunnism and Shiism, nonetheless there has been also reconciliation between these sects. This article examines the opportunities and challenges of Sunni-Shia convergence in Indonesia. Such a picture will reveal a better understanding of the features of Sunni-Shia convergence in the country and their relationship with the notion of ‘Indonesian Islam’. The hostility between Shiism and Sunnism in Indonesia is triggered by misunderstandings between these sects, politicisation of Shiism, as well as geopolitical tensions in the Middle East. These constitute the challenges of Sunni-Shia convergence. One may also observe the ventures of Sunni-Shia convergence which have been undertaken by the scholars of the Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah, and other Islamic civil society organisations. Grounding on these enterprises and the enduring elaboration of ‘Indonesian Islam’, the opportunities of and the prospects for Sunni-Shia rapprochement in the country are envisaged. [Sepanjang sejarah Islam, kita dapat dengan mudah menyaksikan serangkaian pertikaian dan konflik antara kelompok Syiah dan Sunni. Namun demikian, terdapat pula serangkaian kisah rekonsiliasi antarkeduanya. Artikel ini akan mendiskusikan peluang dan tantangan dalam mendamaikan kedua kelompok tersebut di Indonesia. Selain itu, artikel ini juga memberikan Asfa Widiyanto: Rapprochement between Sunnism and Shiism................. gambaran lebih jelas mengenai karakteristik konvergensi antara Syiah dan Sunni dan hubungan mereka dengan term “Islam Indonesia”. Perseteruan antara Syiah dan Sunni di Indonesia pada dasarnya disebabkan kesalah- pahaman antara keduanya, politisasi Syiah, sekaligus ketegangan politik di Timur Tengah.
    [Show full text]
  • Saudi Arabia Exporting Salafi Education and Radicalizing Indonesia’S Muslims
    Number 7 2014 ISSN 2196-3940 INTERNATIONAL Saudi Arabia Exporting Salafi Education and Radicalizing Indonesia’s Muslims Amanda Kovacs Salafis, who defend a very conservative, literal interpretation of Islam and treat Shia Muslims with hostility, are not just a phenomenon in the Middle East. They are increasingly pressuring Shias and other religious minorities in Indonesia, too. Analysis Saudi Arabia is the world’s main provider of Islamic education. In addition to promoting Salafism and maligning other religious communities, Saudi educational materials present the kingdom in a favorable light and can also exacerbate religious strife, as they are doing in Indonesia. The Saudi educational program aims to create global alliances and legitimize the Saudi claim to be the leader of Islam – at home and abroad. Since switching to democracy in 1998, Indonesia has been shaken time and EDITION again by Salafi religious discrimination and violence, often on the part of graduates of LIPIA College in Jakarta, which was founded by Saudi Arabia in 1980. Domestically, Saudi Arabia uses educational institutions to stabilize the system; since the 1960s, it has become the largest exporter of Islamic education. After Saudi Arabia began to fight with Iran for religious hegemony in 1979, it founded schools and universities worldwide to propagate its educational traditions. In Jakarta, LIPIA represents a Saudi microcosm where Salafi norms and traditions prevail. LIPIA not only helps Saudi Arabia to influence Indonesian English society, it also provides a gateway to all of Southeast Asia. As long as Muslim societies fail to create attractive government-run educational institutions for their citizens, there will be ample room for Saudi influence.
    [Show full text]
  • FROM FLUID IDENTITIES to SECTARIAN LABELS a Historical Investigation of Indonesia’S Shi‘I Communities
    Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies Vol. 52, no. 1 (2014), pp. 101-126, doi: 10.14421/ajis.2014.521.101-126 FROM FLUID IDENTITIES TO SECTARIAN LABELS A Historical Investigation of Indonesia’s Shi‘i Communities Chiara Formichi Department of Asian Studies, Cornell University, Ithaca, New York email: [email protected] Abstract Since 2011 Indonesia has experienced a rise in intra-Muslim sectarian violence, with Shi‘a and Ahmadi communities becoming the target of radical Sunni groups. Taking as point of departure the attacks on Shi‘a Muslims and the rapid polarization of Sunni and Shi‘i identities, this article aims at deconstructing the “Shi‘a” category. Identifying examples of how since the early century of the Islamization devotion for the Prophet Muhammad and his progeny (herein referred to as ‘Alid piety) has been incorporated in the archipelago’s “Sunni” religious rituals, and contrasting them to programmatic forms of Shi’ism (adherence to Ja‘fari fiqh) which spread in the socio-political milieu of the 1970s-1990s. This article argues not only that historically there has been much devotional common ground between “Sunni” and “Shi‘a”, but also that in the last decade much polarization has occurred within the “Shi‘a” group between those who value local(ized) forms of ritual and knowledge, and those who seek models of orthopraxy and orthodoxy abroad. [Sejak tahun 2011, kekerasan bernuansa aliran dalam internal muslim di Indonesia mengalami peningkatan, dengan komunitas Syiah dan Ahmadiyah menjadi sasaran kekerasan dari kelompok-kelompok Sunni radikal. Berangkat dari kasus penyerangan terhadap kelompok Syiah dan cepatnya polarisasi identitas Sunni-Syiah, artikel ini berusaha mendekonstruksi kriteria “Syiah” di Indonesia.
    [Show full text]
  • Muslim Legal Ought in Modern Indonesia. by R. Michael
    Book Reviews / Islamic Law and Society 18 (2011) 116-130 127 Muslim Legal ought in Modern Indonesia. By R. Michael Feener. Cambridge: Cambridge University Press, 2007. Pp. 290. ISBN: 978-0-521-53747-6. £60; $120.99. Michael Feener’s close examination of the intellectual development of Islamic law in Indonesia is an important work that adds to a growing body of literature covering various aspects of Indonesian Islam. ese include works on Muslim organizations and movements,1 Islamic education and Muslim students,2 Qurʾānic exegesis,3 Islamic theology,4 and on Muslim Sufism.5 By offering insights into areas not taken into account by earlier works on Islamic law in modern Indonesia,6 Feener fills in some important gaps. As he states in his preface, the seven chapters of this book examine “the ways in which Indonesian Muslim scholars and activists have formulated new conceptions and interpretations of Islamic law through creative readings and syntheses of diverse materials, including Islamic scriptural sources, classical Muslim jurisprudential texts, and modern Middle Eastern and ‘Western’ academic writings read in light of rapidly evolving social, economic and political contexts” (p. xx). Drawing on Roff,7 Feener points out that three key phenomena have influenced Muslim legal thought in modern Indonesia: voluntary associations, print culture and 1) Taufik Abdullah, Schools and Politics: e Kaum Muda Movement in West Sumatra, 1927-1933 (Ithaca, 1971); Deliar Noer, e Modernist Muslim Movement in Indonesia, 1900-1942 (Kuala Lumpur, 1973); B. J. Boland, e Struggle of Islam in Modern Indonesia (e Hague, 1982); Robert Hefner, Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia (Princeton, 2000); Bahtiar Effendi, Islam and the State in Indonesia (Singapore, 2003).
    [Show full text]
  • Sejarah Dan Budaya Syiah Di Asia Tenggara
    SEJARAH & BUDAYA SYIAH DI ASIA TENGGARA Penyunting Dicky Sofjan, Ph.D. Sejarah & Budaya Syiah di Asia Tenggara @ Katalog Dalam Terbitan (KDT) Penyunting Dicky Sofjan --cet. 1 -- Yogyakarta: Penerbit Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2013 hlm. xxviii + 330 ISBN 978-979-25-0118-6 1. Sejarah & Budaya Syiah di Asia Tenggara Judul 2. Kumpulan Essai Cetakan Pertama, Juli 2013 Penyunting Ahli: Dicky Sofjan Penyunting Bahasa: Elis Zuliati Anis Desain Cover: Joko Supriyanto Pradiastuti Purwitorosari Tata Letak : Pradiastuti Purwitorosari Foto Cover: Julispong Chularatana Keterangan Gambar Cover: Upacara Maharam pada hari peringatan Asyura di Bangkok, Thailand. Kuda Imam Husein yang bernama “Dzuljanah” membawa keranda matinya yang telah dihiasi sebagai bentuk peringatan terhadap tragedi pembantaian terhadap Imam Husein, keluarga, dan pengikutnya di Karbala. Penerbit: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Utara, Pogung Sleman, Yogyakarta Anggota IKAPI No: 077/DIY/2012 Hak Cipta @ 2013 pada Penerbit Dicetak oleh: Percetakan Lintang Pustaka Utama (0274-624801) Isi di luar tanggung jawab percetakan SANKSI PELANGGARAN PASAL 72: UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tutjuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau, menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
    [Show full text]
  • World Bank Document
    Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized [ue: I Perspectives on Religion, Education and Social Cohesion Public Disclosure Authorized THE WORLD BANK Public Disclosure Authorized Asian Interfaith Dialogue: Perspectives on Religion, Education and Social Cohesion Edited by Syed Farid Alatas Lim Teck Ghee Kazuhide Kuroda H THE WORLD BANK Copyright 0 2003 by Centre for Research on Islamic and Malay Affairs (RIMA) and The World Bank Centre for Research on Islamic and Malay Affairs (RIMA) 150 Changi Road #04-06/07 Guthrie Building Singapore 419972 The World Bank 1818 H Street, N.W. Washington, D.C. 20433, USA All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, ~ ~ mechanical, photocopying, recording or otherwise, without the prior consent of the Centre for Research on Islamic and Malay Affairs (RIMA) and The World Bank. The responsibility for facts and opinions expressed in this publication rests exclusively with the contributors and their interpretations do not necessarily reflect the views or the policy of the publishers or their supporters. ISBN: 981-04-9475-0 Cover Design by Wee Hong Loong, Temasek Polytechnic. Printed in Singapore by COS Printers Pte Ltd. CONTENTS Foreword iv .. Preface Vlll Abbreviations and Acronyms X Introduction xii Syed Farid Alatas Addresses Chiang Chie Foo Permanent Secretarj Ministry of Education (Guest-of-Honour) Darke M. Sani Chairman, Centre for Research on Islamic and Malay Afairs (RTMA) Lim Teck
    [Show full text]
  • Journal of Islam and Science
    pISSN 2307-5353, eISSN 2580-5355 Vol 5, No. 2, December 2018, pp. 46-52 Journal of Islam and Science Published by Institute of Research and Community Services (LP2M) Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Available online http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jis https://doi.org/10.24252/jis.v5i2.12175 SUFISTICS OF THE SOCIAL TRANSFORMATION ERA (Deconstruction of Jalaluddin Rakhmat's Thought) Herianti IAI As’adiyah Sengkang Email: [email protected] Abstract: The purpose of this study is to describe: characteristics of the era of social transformation in general and the deconstruction of Sufistic Jalaluddin Rachmat’s thought in the social transformation era, so that misunderstanding of Sufism can be overcome by displaying Sufism's simple teachings without reducing the meaning of its substance, so that it is easily practiced by all groups. The approach used is a philosophical and sociological approach. This type of research is classified as library research with processing methods and data analysis which is qualitative. Data is collected by quoting, adapting and analyzing the literature that is representative and has relevance to the problem discussed, then reviews and concludes it. After holding a discussion on the thinking of Sufistic Jalaluddin Rachmat by emphasizing Sufistic thinking in the era of social transformation, as a result Jalaluddin Rachmat divided Sufism into three mahzab, i.e. morality mahzab, ma'rifat mahzab and essence mahzab. Implication of this research is to minimize the occurrence of various forms of deviation both individual and social. In addition, this research also calls on the readers or the public to continue to preserve the teachings of Sufism by deconstructing the teachings of other Sufism so that it is always fresh and can be transformed in accordance with the rate of development of the times.
    [Show full text]
  • The Foreign Policy Objectives of Saudi Arabia and Iran in Indonesia
    T.R. SAKARYA UNIVERSITY MIDDLE EAST INSTITUTE THE FOREIGN POLICY OBJECTIVES OF SAUDI ARABIA AND IRAN IN INDONESIA MASTER’S THESIS Muhammad RAVI Department: Middle East Studies Thesis Supervisor: Assoc. Prof. Othman ALI APRIL – 2019 T.R. SAKARYA UNIVERSITY MIDDLE EAST INSTITUTE THE FOREIGN POLICY OBJECTIVES OF SAUDI ARABIA AND IRAN IN INDONESIA MASTER’S THESIS Muhammad RAVI Department: Middle East Studies Thesis Supervisor: Assoc. Prof. Othman ALI APRIL – 2019 DECLARATION I declare that this thesis is written in accordance with the scientific code of ethics and that, this work is original and where the works of others used has been duly acknowledged. There is no falsification of used data and that no part of this thesis is presented for study at this university or any other university. Muhammad RAVI 13.05.2019 ACKNOWLEDGEMENT First of all, I would like to present my biggest gratitude to my parents, Budiman Arius and Khairul Husna, for their infinite supports that made me the person i am today; and the same gratitude goes to all members of ARIUS family, my brothers (Yasser and Alfir) and my sisters (Ida, Oya and Ata). I would also like to thank the teaching and administrative staff of the MIddle East Institue for the services rendered to me during my studies, i owe them a lot. My biggest thank goes to my supervisor, Asst. Prof. Dr. Othman Ali for his guidances and advices that made all my work possible. He was not only a thesis supervisor to me but also a great lecturer whom i have immensely benefitted from in terms of theoritical and practical knowledge.
    [Show full text]