ANALISIS FRAMING

BERITA HUKUMAN KEBIRI UNTUK PAEDOFIL

DI KOMPAS.COM DAN REPUBLIKA ONLINE

Skripsi

Diajukan ke Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

SITI AISYAH

NIM : 1111051000068

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M

ABSTRAK

SITI AISYAH

Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri Untuk Paedofil di Kompas.com dan Republika Online

Maraknya kasus kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak, atau paedofil di nampaknya membawa kegeraman bagi sejumlah pihak. Salah satunya adalah Komnas Perlindungan Anak yang kemudian mencetuskan adanya hukuman kebiri sebagai hukuman terberat bagi para pelaku paedofil. Namun karena belum ada Undang-Undang yang mengatur kebiri sebagai hukuman, begitupun dalam hukum Islam, peresmian hukuman kebiri ini menuai polemik. Diantaranya ialah mengenai Hak Asasi Manusia. Media pun ramai memberitakan isu tersebut dan ikut mengutarakan mengenai pendapat yang mereka dapat dari narasumber, diantaranya ialah Kompas.com dan Republika Online. Kedua media yang memiliki sudut pandang yang berbeda ini mengemas berita hukuman kebiri dengan berbeda pula. Berdasarkan konteks diatas, maka rumusan masalah penelitiannya adalah bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil? Bagaimana perbandingan pemberitaan pada Kompas.com dan Republika Online? Penelitian ini berlandaskan pada paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Analisis Framing model Robert N. Entmann. Dengan framing model ini, akan terlihat dengan mudah permasalahan apa yang ditunjukan oleh media, sumber masalah, nilai moral yang terkait dengan isu serta penyelesaian yang disarankan oleh media terkait wacana hukuman kebiri sebagai hukuman bagi paedofil. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Konstruksi Sosial yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teori ini mengasumsikan bahwa realitas dilihat secara objektif namun sebenarnya terbentuk secara subjektif melalui pemikiran-pemikiran setiap individu yang berbeda. Begitupun dengan seluruh berita yang disajikan oleh media, sebelum disampaikan kepada khalayak luas berita tersebut telah melalui proses konstruksi. Kompas.com memandang kebiri tidak dapat dipraktekkan sebagai hukuman paedofil, karena kebiri bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dari satu aspek saja, sedangkan Republika Online memandang bahwa kebiri boleh saja diterapkan sebagai hukuman paedofil asal jelas dan selektif dalam pelaksanaannya. Frame yang dibentuk oleh Kompas.com menempatkan dirinya sebagai media yang tidak mendukung pengesahan hukuman kebiri sebagai hukuman. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Kompas.com yakni bila kebiri ditetapkan maka ada HAM yang dilanggar oleh pemerintah. Sedangkan Republika Online menempatkan dirinya sebagai media yang mempersilahkan pemerintah menjadikan kebiri sebagai sebuah hukuman bagi pelaku paedofil, dengan syarat hukuman tersebut harus jelas prosedur dan sebagainya, serta selektif.

Keywords: kebiri, paedofil, hukuman, framing, konstruksi

iv

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur selalu kita panjatkan pada Allah SWT, karena

berkat rahmat serta limpahan karunia-Nya penulis dapat menempuh jenjang

pendidikan hingga saat ini dan dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai syarat

mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos).

Shalawat berserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan baginda

Nabi Muhammad SAW, insan teladan sepanjang zaman yang senantiasa menjadi

contoh dan inspirasi hebat untuk umatnya. Atas pengorbanannya, umat manusia

dapat membedakan antara yang haq dan bathil.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun demi memenuhi

salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi

Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah .

Bukan hal mudah dalam menyelesaikan karya ilmiah seperti ini dengan

segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Penyelesaian skripsi ini pun hakekatnya

adalah berkat pertolongan Allah SWT, namun tentunya tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak, memberikan dorongan, semangat, do’a serta bimbingan yang

sabar dan tak ternilai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan,

M.Ag, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil

v

Dekan II Bidang Administrasi Umum, Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag, dan Wakil

Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si.

2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Drs. Masran, M.Ag

beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ibu Fita

Fathurokhmah, M.Si.

3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, yang telah rela

menyediakan banyak waktu, membagi ilmunya, memberikan arahan yang sangat

berharga bagi penulis dan sabar dalam membimbing penulis selama ini, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan terarah.

4. Ibu Bintan Humaira, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan dari awal pengajuan judul hingga menjadi sebuah proposal

skripsi yang utuh.

5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

menyediakan berbagai literasi dan bersedia meminjamkannya kepada penulis,

sehingga penulis tidak kesulitan mendapatkan referensi.

7. Media Kompas.com, khususnya Bapak Ubay dan Mas Heru Margianto serta

media Republika Online, khususnya Ka Imab dan Ka Esthi Maharani yang telah

menyempatkan waktunya untuk membantu penulis dan bersedia menjadi

narasumber di sela kesibukannya.

8. Kedua orangtua tercinta, Bapak Ujang Bobon dan Ibu Apong Yuniarti,

terimakasih telah selalu mengirimkan do’a yang tiada hentinya hingga saat ini,

harapan, tenaga, waktu, pikiran dan biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan

vi

skripsi. Semoga Allah selalu menyehatkan Bapak dan Mamah, serta memberikan

Bapak dan Mamah hidup yang barokah. Aamiin.

9. Untuk adik-adik tercinta, Ade Tita Viorentika dan Ridho Rabbani yang selalu

memberikan cerita, semangat dan menjadi teman pelepas jenuh.

10. Kepada Mang Jumri, Mang Udin, Bi Sanah, Ka Dwi Angela dan seluruh keluarga

besar yang telah ikut bantu mendo’akan penulis dan memberikan semangat.

11. Kepada Partner penulis, Wahyudin, yang tidak bosan meluangkan waktunya

untuk menemani, memberikan semangat dan keyakinan, serta mendengarkan

keluh kesah penulis. Dan kepada Sahabat penulis, Resa Sri A. yang tidak bosan

menemani penulis kemanapun dan selalu bersedia mendengarkan cerita penulis.

12. Kepada Dewi Mauly Syahidah, Umamah Nisaul Jannah, Nofia Natasari,

Farihunnisa, Ahmad Maulana Sirojjudin, Ratna Ayu Wulandari, Wina Saputri,

Reza Fansuri, Setya Malik Kevin dan seluruh teman-teman KPI B 2011 lainnya,

terimakasih telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan semangat kepada

penulis dari awal penulis merintis skripsi hingga skripsi ini selesai.

13. Kepada teman penulis, Anis Sholihah, Friella, Anetty, Sifha, Dhea, Bismi, Wilda,

Teh Risma, Teh Neng, Mudillah, Remaja Masjid Al-Muttaqin, Alumni Angkatan

ke 14 Tahun 2011 Pon-Pes Al-Amanah Al-Gontory, Keluarga Besar SDN

Keranggan, Keluarga Besar MTs. Rahmania dan Kelompok KKN Ambarawa 18.

14. Serta seluruh pihak dan teman-teman yang telah memberikan do’a dan

bantuannya kepada penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK...... iv KATA PENGANTAR...... v DAFTAR ISI...... viii DAFTAR TABEL...... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah...... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 7 D. Metodologi Penelitian...... 8 E. Tinjauan Pustaka...... 12 F. Sistematika Penulisan...... 14

BAB II KERANGKA TEORI A. Teori Konstruksi Sosial...... 15 B. Analisis Framing...... 21 C. Media Online...... 27 D. Berita...... 32 E. Kebiri dalam Perspektif Islam...... 36

BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Kompas.com...... 41 1. Sejarah Singkat Kompas.com...... 41 2. Visi dan Misi Kompas.com ...... 43 3. Manajemen dan Editor Kompas.com...... 44 4. Logo dan Tagline Kompas.com...... 47 B. Profil Republika Online...... 48 1. Sejarah Singkat Republika Online...... 48 2. Visi dan Misi Republika Online...... 49 3. Manajemen dan Redaksi Republika Online...... 50

viii

BAB IV KAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Republika Online...... 51 B. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Kompas.com...... 65 C. Analisis Perbandingan Framing Republika Online dan Kompas.com...... 80 D. Interpretasi...... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...... 94 B. Saran...... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Framing Model Robert N. Entman Tabel 3.1 Kanal-kanal dalam Kompas.com Tabel 3.2 Struktur Manajemen di Kompas.com Tabel 3.3 Struktur Editorial di Kompas.com Tabel 3.4 Struktur Manajemen dan Redaksi Republika Online Tabel 4.1 Daftar Judul Berita Mengenai Kebiri di Republika Online dari tanggal 12 Oktober – 26 November 2015 Tabel 4.2 Frame Berita dan Narasumber Berita Tabel 4.3 Perangkat Framing Entman : Aher Setuju Paedofil Dikebiri, 12 Oktober 2015 Tabel 4.4 Perangkat Framing Entman: Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri untuk Paedofil, 22 Oktober 2015 Tabel 4.5 Perangkat Framing Entman: Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri, 22 Oktober 2015 Tabel 4.6 Perangkat Framing Entman: Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat, 4 November 2015 Tabel 4.7 Daftar Judul Berita Mengenai Kebiri di Kompas.com dari tanggal 09 Oktober – 12 November 2015 Tabel 4.8 Frame Berita dan Narasumber Berita Tabel 4.9 Perangkat Framing Entman: : Pelaku Kekerasan Seks Terhadap Anak Boleh Dikebiri Asal.., 12 Oktober 2015 Tabel 4.10 Perangkat Framing Entman: PBNU Dukung Hukuman Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Paedofil, 21 Oktober 2015 Tabel 4.11 Perangkat Framing Entman: Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil, 28 Oktober 2015 Tabel 4.12 Perangkat Framing Entman: Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah, 05 November 2015 Tabel 4.13 Perbandingan Framing Kompas.com dan Republika Online BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa merupakan salah satu saluran yang digunakan dalam

proses komunikasi. Namun berbeda dengan pandangan positivis, media

dilihat sebagai agen kontruksi pesan dalam pandangan konstruktivis.

Pernyataan ini tentu bertolak belakang dengan pandangan positivis yang

menggambarkan media seolah-olah hanya sebagai penyampai pesan. Berita

yang kita baca atau kita lihat bukan hanya menggambarkan realitas, tetapi

juga ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Contohnya

seperti pemberitaan mengenai demonstrasi yang diberitakan dengan

anarkisme, itu bukan semata-mata realitas yang sebenarnya, tapi ada

konstruksi yang dilakukan oleh media dalam berita tersebut. Karena bisa jadi

hanya peristiwa demostrasi itu saja yang diberitakan sedangkan demonstrasi

yang dilakukan dengan damai tidak diberitakan.1 Konstruksi berita pada

media ini tidak lain adalah untuk membentuk realitas khalayak sesuai dengan

yang dibentuk atau dikonstruksi oleh media.

Kita pernah melihat di televisi, mendengarkan berita di radio dan

membaca berita di koran atau media online, mengapa ada berita yang

ditonjolkan dan ada berita yang tidak ditonjolkan dan ada perbedaan makna di

masing-masing pemberitaan tersebut. Hal ini terjadi karena media tidak

menyaluran berita apa adanya, bukan saluran yang bebas, tidak

menggambarkan realitas yang sebenarnya terjadi. Media massa yang kita lihat

1 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (: LkiS, 2002) h. 23

1

2

justru mengkonstruksi sedemikian rupa realitas tersebut. Karena itu tidak mengherankan jika kita setiap hari secara terus menerus menyaksikan bagaimana peristiwa yang sama dilakukan secara berbeda oleh media. Ada yang menganggap penting, ada juga berita yang tidak dianggap penting sehingga tidak diberitakan. Ada yang memberitakan, ada juga yang tidak menganggapnya sebagai berita. Ada peristiwa yang dimaknai berbeda dengan realitasnya, dengan wawancara dan orang yang berbeda pula. Semua itu dipaparkan untuk memberikan ilustrasi bagaimana berita yang kita baca tiap hari telah melalui proses konstruksi guna membentuk pemahaman realitas yang baru.

Dewasa ini, media yang paling banyak diminati adalah media online.

Di samping beritanya yang dengan cepat dapat diperoleh, kemudahan mengaksesnya menjadi salah satu alasan kuat mengapa media online menjadi media paling banyak diminati saat ini. Selain dapat diakses melalui website yang disediakan, kini tidak sedikit lahirnya aplikasi-aplikasi yang lebih memudahkan para pengguna untuk mengakses informasi dari media online tersebut.

Kemudahan ini yang kemudian juga melahirkan banyaknya opini publik setelah mendapatkan konstruksi dari media. Opini publik tersebut dapat berupa pro atau kontra terhadap pemberitaan yang terjadi. Salah satu berita yang cukup mendapatkan pro kontra di masyarakat adalah wacana hukuman kebiri bagi para paedofil yang hingga saat ini masih ramai dibicarakan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiri (kastrasi) adalah mengeluarkan kelenjar testis pada hewan jantan atau memotong ovarium pada

3

hewan betina. Penjelasan selanjutnya, kebiri juga dapat dilakukan pada

manusia, yang kemudian dapat diartikan sebagai memandulkan manusia. Hal

ini berhubungan dengan memberhentikan produksi mani karena kelenjar

testisnya dihilangkan. Kebiri terbagi menjadi dua jenis yakni kebiri fisik dan

kebiri kimia.2 Kebiri fisik merupakan kebiri yang dilakukan dengan

memotong penis secara utuh. Namun di era modern ini, kebiri fisik sudah

tidak lagi dilakukan. Kebiri yang dilakukan adalah kebiri kimia yakni dengan

pemberian pil atau suntikan hormon antiandrogen3 yang akan membuat pria

kekurangan hormon testosteron sehingga tak ada lagi memiliki dorongan

seksual.4 Dan menurut sejarahnya, kebiri telah lama dilakukan sebagai

hukuman bagi seseorang yang melakukan kekerasan seksual, dari sini lah

lahir wacana menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi paedofi, yakni orang

yang mempunyai selera seksual terhadap anak kecil.

Berita ini mendapat banyak respon, selain karena banyak diberitakan,

juga karena maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan pada anak di

bawah umur atau yang lebih dikenal dengan paedofil di Indonesia. Bahkan

menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2012-2014, Indonesia

dikatakan sebagai surganya para paedofil, karena banyaknya paedofil yang

datang ke Indonesia dengan menggunakan kedok sebagai turis. Selain turis,

paedofil juga dilakukan oleh warga Indonesia itu sendiri. Beberapa kasus

2 Didi Danarkusumo. “Mengenal Kembali Istilah Kebiri” diakses pada 6 Januari 2016 dari http://www.selasar.com 3Antiandrogen adalah senyawa yang bekerja untuk menghalangi efek biologis dari androgen, yakni hormon seks pada pria, dengan obsturksi atau persaingan untuk pengikat sel. 4 Dian Maharani, “Apa Yang Terjadi Jika Seseorang Dihukum Kebiri?” diakses pada 6 Januari 2016 dari http://www.nationalgeographic.co.id

4

paedofil yang ramai diberitakan oleh media adalah5 peristiwa di sekolah elit

JIS (Jakarta Internasional School) yang kemudian menyeret 3 orang cleaning

service dan 2 orang negara asing yang merupakan guru sekolah tersebut ke

pengadilan, lalu peristiwa di Sukabumi yakni pelecehan seksual pada 47 anak

yang dilakukan oleh Emon, dan yang lebih mengenaskan lagi adalah berita

mengenai pelecehan seksual pada ratusan anak yang dilakukan Samai, buruh

serabutan di Tegal.

Berita ini kemudian membawa kekhawatiran yang cukup besar bagi

masyarakat luas karena ternyata paedofil tidak berada di tempat yang jauh,

tapi ada di sekitar kita. Maraknya kasus ini pun membawa kemurkaan

tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah, khususnya Komisi Nasional

Perlindungan Anak (Komnas PA).

Munculah usulan para pelaku paedofil ini dikebiri agar jera dan tidak

melakukan hal tersebut lagi kedepannya, karena hukuman yang diberikan

oleh pemerintah selama ini dianggap belum membuat para paedofil ketakutan

untuk tidak melakukan hal tersebut. Bahkan Ketua Komnas PA, Arist

Merdeka Sirait mengatakan bahwa saat ini sudah diusulkan di Komisi VIII

DPR RI agar hukuman kejahatan seksual yang sebelumnya 15 tahun menjadi

seumur hidup, hukuman 5 tahun menjadi 20 tahun ditambah dengan hukuman

kebiri dengan cairan kimia.6 Usulan ini tentu tidak dapat langsung diterima

dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia mengingat belum adanya

Undang-Undang yang mengatur mengenai kebiri sebagai hukuman. Namun

5 Muchlisa Choiriyah, “Menyedihkan, anak-anak ini jadi korban kejahatan paedofil” diakses pada 5 November 2015 dari http://www.merdeka.com/peristiwa 6 Dewi Divianta, “Komnas Anak Usul Penjahat Asusila Dikebiri” diakses pada 6 November 2015 dari http://www.liputan6.com

5

ternyata hukuman kebiri ini telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia, diantaranya ada Rusia, Inggris, Polandia dan Korea Selatan.

Meski diusulkan oleh Komnas PA, bukan berarti usulan mengenai kebiri ini lantas kemudian diterima begitu saja oleh khalayak. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, media merupakan alat konstruksi sosial, pemahaman masyarakat mengenai realitas yang terjadi bergantung pada konstruksi yang dilakukan oleh media. Karenanya, masih ada yang kontra dengan usul yang diajukan oleh banyak pihak ini.

Bagi media yang pro atau menyetujui usulan ini, tentu memberitakan mengenai dukungan-dukungan yang diberikan oleh banyak pihak terhadap hukuman ini dan terus memancing masyarakat agar mendukung hukuman ini cepat terealisasikan dengan terus memberitakan kejahatan paedofil. Namun bagi media yang kontra, maka akan memberitakan bagaimana efek samping dari kebiri tersebut terhadap pelaku kedepannya, mempertanyakan apakah kebiri ini mampu membuat pelaku jera atau tidak, mengatakan bahwa kebiri merupakan pelanggaran HAM dan sebagainya.

Perbedaan pendapat mengenai suatu isu dalam sebuah media dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah persepsi atau latar belakang pemikiran media tersebut. Seperti Republika Online dan

Kompas.com yang akan peneliti jadikan subjek, kedua media online ini memiliki pandangan yang berbeda, Kompas.com memiliki pandangan humanis, sedangkan Republika Online memiliki pandangan Islamis, jadi sudut pandang mereka pun akan berbeda dalam menyikapi wacana kebiri ini.

Alasan lain mengapa Republika Online dan Kompas.com yang dijadikan perbandingan media online dalam menanggapi isu ini adalah karena

6

paedofil, bila dipandang dari pandangan agama Islam jelas tidak boleh atau

dilarang, begitupun dalam pandangan humanism yang beranggapan bahwa

paedofil dapat merusak kehidupan seseorang, dalam hal ini adalah anak kecil,

maka dalam pandangan humanism ini paedofil juga dianggap tidak baik.

Maka peneliti ingin melihat bagaimana kedua media ini menanggapi isu yang

secara pandangan mereka, meski pandangan mereka berbeda, itu tidak baik.

Maka berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai pemberitaan

hukuman kebiri untuk paedofil pada media online Kompas.com dan

Republika Online. Adapun alasan mengapa penelitian ini penting dan pantas

diteliti ialah, pertama maraknya berita mengenai kejahatan seksual terhadap

anak di Indonesia, mengakibatkan Indonesia mendapatkan julukan surganya

paedofil. Kedua baik hukum Negara ataupun hukum Islam, belum ada

penetapan kebiri sebagai sebuah hukuman. Dan ketiga meski belum

ditetapkan, hukuman kebiri dianggap menjadi hukuman yang dapat

memberikan rasa jera bagi para pelaku paedofil

Dengan demikian, untuk membahas masalah di atas, maka penulis

tuangkan dalam judul “Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk

Paedofil di Kompas.com dan Republika Online”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada berita mengenai Hukuman Kebiri

untuk Paedofil di Kompas.com dan Republika Online pada bulan Oktober

– November 2015. Berita yang diteliti dari tiap-tiap media ada 4 berita.

7

Untuk Republika Online, berita yang diteliti adalah berita pada tanggal 12

Oktober 2015 dengan judul “Aher Setuju Paedofil Dikebiri”, tanggal 22

Oktober 2015 dengan judul “Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri Untuk

Paedofil”, tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Ini Pandangan Islam

Soal Hukuman Kebiri”, dan tanggal 4 November 2015 dengan judul

“Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat”. Sedangkan berita yang

diteliti dari Kompas.com adalah berita pada tanggal 12 Oktober 2015

dengan judul “Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap Anak

Boleh Dikebiri Asal..”, tanggal 21 Oktober 2015 dengan judul “PBNU

Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Paedofil”, tanggal 28 Oktober 2015

dengan judul “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil”,

dan tanggal 5 November 2015 dengan judul “Kriminolog: Hukuman

Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

a. Bagaimana media Kompas.com dan Republika Online mengemas

berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?

b. Bagaimana perbandingan pemberitaan pada Kompas.com dan

Republika Online?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

8

a. Untuk mengetahui bagaimana media Kompas.com dan Republika

Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil

b. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan pemberitaan pada

Kompas.com dan Republika Online

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan kelak dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangsih dalam

memperkaya ilmu pengetahuan mengenai framing media online

dalam membingkai sebuah berita dan mengenai hukuman kebiri.

Serta diharapkan dapat menjadi salah satu pendoman bagi peneliti

yang hendak meneliti mengenai framing dan hukuman kebiri.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi

pengetahuan bagi masyarakat untuk memahami bagaimana media

mengemas atau membingkai sebuah berita, sehingga dapat

diketahui bahwa realitas yang ada bukan hanya dari pemahaman

individu tapi juga dari kontruksi media massa.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam paradigma konstruktivis. Paradigma

konstruktivis mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media

dan teks berita yang dihasilkannya. Konstruktivis memandang realitas

kehidupan sosial bukanlah realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang

9

natural7, tetapi hasil konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa

atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada

prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari

gejala-gejala sosial di dalam masyarakat8. Objek analisis dalam

pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya

dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk

memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis framing Robert N. Entman.

Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai hukuman kebiri untuk

paedofil pada media massa online Kompas.com dan Republika Online, dan

menyimpulkan hasil temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini

bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana

Kompas.com dan Republika Online mengkonstruksi isu hukuman kebiri

bagi paedofil dalam pemberitaannya dan ideologi yang tercermin dari

berita tersebut.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun subjek pada penelitian ini adalah media massa online

Kompas.com dan Republika Online. Sedangkan objek yang diteliti adalah

7 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002) h. 15 8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007) h. 302

10

pemberitaan mengenai hukuman kebiri bagi paedofil pada kedua media

massa online tersebut yang terbit pada bulan Oktober – November 2015.

5. Sumber Data

Sumber data terbagi menjadi dua:

a. Data primer: artikel atau berita mengenai hukuman kebiri bagi

paedofil pada media massa online Kompas.com dan Republika

Online

b. Data sekunder: data yang diperoleh dari litelatur yang mendukung

data primer, seperti wawancara, tinjauan pustaka dan data-data dari

internet yang berhubungan dengan penelitian

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan-tahapan berikut:

a. Studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan kegiatan

mempelajari bahan-bahan bacaan atau dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan penelitian. Disini peneliti menjadikan studi

dokumentasi sebagai teknik utama dalam pengumpulan data,

karena penulis melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen

atau arsip-arsip media Kompas.com dan Republika Online

mengenai pemberitaan hukuman kebiri bagi paedofil.

b. Wawancara. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada

Esthi Maharani, yakni salah satu dari Tim Redaksi Republika

Online dan Heru Margianto, Asistan Manager Redaksi

Kompas.com mengenai berita hukuman kebiri untuk paedofil pada

kedua media online tersebut.

11

7. Teknik Analisis Data

Penelitian mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada Kompas.com

dan Republika Online memusatkan pada penelitian kualitatif yang

menggunakan teknik analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Kompas.com dan Republika

Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil, serta

bagaimana kecenderungan kedua media ini dalam menyikapi hukuman

tersebut. Adapun data yang yang diperoleh diolah dengan mengacu pada

analisis framing model Robert N. Entman.

Untuk mempermudah pengolahan data, terlebih dahulu peneliti

memilih beberapa berita yang ditabulasikan kedalam tabel, kemudian

berita tersebut peneliti uraikan isi atau inti berita yang juga peneliti

tabulasikan ke dalam tabel.

Setelah ditabulasi sesuai dengan isi atau inti berita barulah peneliti

tabulasikan menggunakan analisis framing, yang menurut Entman

dilakukan dengan empat cara yakni9: pertama, pendefinisian masalah

(define problems) yaitu bagaimana atau sebagai apa suatu isu atau

peristiwa dilihat; kedua memperkirakan masalah atau sumber masalah

(diagnose causes) yaitu apa penyebab peristiwa atau isu tersebut, siapa

yang dianggap menjadi penyebab adanya masalah; membuat keputusan

moral (make moral judgement) yaitu nilai moral apa yang disajikan untuk

menjelaskan sebuah masalah; dan keempat menekankan penyelesaian

(treatment recommendation) yaitu penyelesaian seperti apa yang

ditawarkan untuk mengatasi isu tersebut.

9 Eriyanto, Analisis Framing, h. 188-189

12

8. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan

karya ilmiah (skripsi, thesis dan disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang

diterbitkan oleh CEQDA (Center for Quality Development And Assurance)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Telah ada beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas

mengenai analisis framing, diantaranya yang kemudian peneliti jadikan acuan

adalah:

1. Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim Pada

Republika Online dan Detik.com yang ditulis tahun 2013 oleh Suci

Dariah NIM 108051100029, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti memilih

skripsi tersebut karena ada kesamaan yakni membahas analisis

framing. Hal yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan

penelitian yang peneliti akan lakukan adalah penelitian terdahulu

menggunakan Detik.com sebagai salah satu subjeknya, sedangkan

penelitian ini menggunakan Kompas.com sebagai salah satu subjeknya.

Penelitian terdahulu menjadikan film Innocence of Muslim sebagai

objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita Hukuman Kebiri

untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.

2. Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media

Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di

Kompas.com yang ditulis pada tahun 2014 oleh Ahmad Mursanih NIM

13

109051000245, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti memilih skripsi

tersebut karena ada kesamaan yakni membahas analisis framing. Hal

yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang

peneliti akan lakukan adalah penelitian terdahulu hanya menggunakan

Kompas.com sebagai subjeknya, sedangkan penelitian ini

menggunakan Kompas.com dan Republika Online sebagai subjeknya.

Penelitian terdahulu menjadikan berita Khitan Perempuan sebagai

objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita Hukuman Kebiri

untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.

3. Framing Media Massa (Republika Online dan Detik.com) Terhadap

Berita Pembubaran FPI yang ditulis pada tahun 2012 oleh Rommy

Rahmandi Lesmana NIM 107051002688, Mahasiswa Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti memilih skripsi tersebut karena ada kesamaan yakni

membahas analisis framing. Hal yang membedakan antara penelitian

terdahulu dengan penelitian yang peneliti akan lakukan adalah

penelitian terdahulu menggunakan Detik.com sebagai subjeknya,

sedangkan penelitian ini menggunakan Kompas.com sebagai

subjeknya. Penelitian terdahulu menjadikan Berita Pembubaran FPI

sebagai objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita

Hukuman Kebiri untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.

14

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih terarah dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti

membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Membahas Latar Belakang Masalah, Batasan dan Perumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjuan Pustaka,

Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II : KERANGKA TEORI

Membahas tentang Teori Konstruksi Sosial, Asumsi Dasar Teori

Konstruksi Sosial, Tahapan Konstruksi Sosial, Pengertian

Berita, Jenis-jenis Berita, Nilai Berita, Kategori Berita, Unsur

Layak Berita, Framing, dan Analisis Framing Entman, serta

Kebiri dalam Perspektif Islam

BAB III : GAMBARAN UMUM

Memaparkan mengenai sejarah, visi, misi serta struktur redaksi

pada Republika Online dan Kompas.com

BAB IV : KAJIAN DAN ANALISIS DATA

Membahas tentang berita terkait Hukuman Kebiri untuk

Paedofil di Kompas.com dan Republika Online pada bulan

Oktober-November 2015, Paparan singkat mengenai objek

penelitian, Analisis framing Entman di Kompas.com dan

Republika Online serta hasil temuan analisis mengenai Berita

Hukuman Kebiri untuk Paedofil.

BAB V : PENUTUP

Bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan dan saran

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Teori Konstruksi Sosial

Teori konstruksi sosial media massa tidak akan lepas dari konstruksi

sosial atas realitas yang dikemukakan oleh Peter L. Beger dan Luckmann.

Konstruksi sosial media massa merupakan pengembangan dari konstruksi

sosial atas realitas. Dalam buku “The Social Construction of Reality, a

Treatise in The Sociologist of Knowledge”, Beger dan Luckmann

menjelaskan bahwa proses sosial tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan

melalui tindakan dan interaksi yang dilakukan oleh setiap individu.1 Apabila

realitas tersebut tidak diciptakan secara terus menerus oleh individu dan tidak

dialami langsung, maka proses sosial tidak terjadi. Karena proses sosial

terjadi ketika individu secara terus menerus menciptakan realitas yang

dimilikinya.

Dalam buku Sosiologi Komunikasi karya Burhan Bungin, Beger dan

Luckmann menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman

antara pengetahuan dengan kenyataan.2 Maksud kenyataan ialah segala

sesuatu yang sudah ada atau yang berasal dari Tuhan Sang Pencipta,

sedangkan pengetahuan adalah suatu pengetahuan yang dimiliki individu

untuk menjelaskan apa yang ada dipikirannya. Atau dapat dipahami juga

yakni kenyataan itu memang sudah ada dari sananya, atau sudah tidak

dipungkiri lagi realitasnya, sedangkan pengetahuan adalah suatu yang

1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 189 2 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 193

15

16

digunakan seseorang untuk memberinya pemahaman atas apa yang ia pikirkan.

Realitas tidak hadir dengan sendirinya secara objektif, tapi diketahui melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa. Selain sebagai alat penggerak, bahasa juga dapat mewujudkan citra mengenai suatu peristiwa.

Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme, yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme hipotesis dan konstruktivisme biasa.

“Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran manusia. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas ontologis objektif, namun sebagai sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. Karena itu, konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.”3

Ketika seorang individu memahami sebuah realitas yang ada, tergantung dari cara pikir individu tersebut, cara berpikir individu itulah yang mengkonstruksi pemahaman akan sebuah realitas yang baru (Rene Descartes:

Cogito Ergo Sum; aku berpikir maka aku ada). Pengetahuan merupakan sesuatu yang dikonstruksi oleh individu yang mengalami dan tidak dapat ditransfer pada individu lain yang pasif atau yang tidak mengalami hal tersebut. Karenanya konstruksi harus dilakukan sendiri mengenai pengetahuan tersebut, dan lingkungan menjadi sarana terbentuknya konstruksi tersebut.

Konstruktivisme hipotesis memiliki pandangan bahwa pengetahuan adalah sebuah realitas yang masih berbentuk hipotesis atau prediksi atau

3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 190

17

sebuah dugaan tapi mengarah kepada realitas yang hakiki.4 Semua realitas

yang terjadi dikaitkan atau didekatkan dengan hipotesis yang ada. Sedangkan

konstruktivisme biasa memahami pengetahuan sebagai sebuah gambaran atas

suatu realitas, apa yang dialami dan dirasakan direfleksikan sebagai sebuah

realitas.

Berger, dalam tesisnya mengatakan bahwa manusia dan masyarakat

adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus.

Manusia juga adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru

menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam

masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan yaitu

eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi,5 yang oleh Berger disebut

momen.

Eksternalisasi ialah sebuah usaha ekspresi diri manusia ke dalam

dunia atau ketika menyesuaikan diri ke dalam dunia sosio-kulturalnya sebagai

bagian dari produk manusia, dimana terdapat produk sosial yang diciptakan

di dalam sosio-kultural tersebut.

“Tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubyektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckmann (1990:49), dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama...... Objektivasi bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar individu dan pencipta produk sosial tersebut.”6

4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 190 5 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 13-14 6 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 194-195

18

Yang terpenting dalam tahapan objektivasi adalah membuat suatu signifikasi dengan tanda yang dibuat oleh manusia. Setiap objektivasi memiliki tanda-tanda yang berbeda karena tujuannya yang eksplisit untuk digunakan sebagai isyarat atau pemaknaan subyektif. Selain melakukan signifikasi, pemberian tanda bahasa dan simbolisasi terhadap benda yang disignifikasi, pemberian tanda verbal maupun simbolisasi yang kompleks terhadap kegiatan seseorang juga merupakan hal penting dalam tahap objektivasi.

“....internalisasi; pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain, yang dengan demikian, menjadi bermakna secara subjektif bagi individu sendiri. Tidak peduli apakah subjektif orang lain itu bersesuaian dengan subjektif individu tertentu. Karena bisa jadi individu memahami orang lain secara keliru, karena sebenarnya, subjektivitas orang lain itu tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi bermakna baginya. Kesesuaian sepenuhnya dari kedua makna subjektif dan pengetahuan timbal balik mengenai kesesuaian itu, mengandaikan terbentuknya pengertian bersama. Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman individu dan individu orang lain, serta pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.”7

Media massa dengan semua kekuatannya sering kali dijadikan suatu substansi konstruksi sosial. Proses kelahiran konstruksi sosial media massa tidak terjadi secara singkat, tetapi melalui tahapan. Adapun tahap-tahap sebagai berikut:8

7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 197-198 8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 202-212

19

1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi

Tahapan ini menjadi tanggungjawab atau tugas redaksi di setiap

media massa. Masing-masing media massa memiliki redaksi yang

berbeda akan kebutuhan suatu berita yang sesuai dengan visi

media tersebut. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media

massa, terutama yang berhubungan dengan kedudukan, harta,

perempuan, jabatan, pejabat, kinerja birokrasi serta layanan

publik. Isu yang berhubungan dengan emosional individu juga

menjadi salah satu fokus, seperti isu yang meresahkan masyarakat

atau penganut agama tertentu, atau bahkan isu yang berbau

sensualitas. Tahap penyiapan ini dibagi menjadi tiga, yakni:

a. Keberpihakan media massa pada kapitalisme, media massa

digunakan untuk kekuatan-kekuatan kapital untuk

menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan

pelipat gandaan modal.

b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari

keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan

berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-

ujungnya adalah juga untuk menjual berita dan menaikkan

rating untuk kepentingan kapitalis.

c. Keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap Sebaran Konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi yang

dimiliki media massa, dengan prinsip real-time agar berita sampai

20

kepada pendengar. Dalam surat kabar real-time bisa dibentuk

harian, mingguan dan bulanan.

3. Pembentukan konstruksi realitas, yang dibagi menjadi dua yaitu:

a. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas, yaitu terjadi

pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap:

1) Konstruksi realitas pemberitaan, sebagai suatu bentuk

konstruksi media yang terbangun di masyarakat yang

cenderung membenarkan apa saja yang ada di media

massa sebagai suatu realitas kebenaran.

2) Kesediaan dikonstruksi oleh media massa, pilihan

seseorang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media

massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-

pikirannya dikonstruksi oleh media massa.

3) Menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan

konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada

media massa.

b. Pembentukan Konstruksi Citra. Pembentukan citra ini

merupakan sebuah bangunan yang dibangun oleh media massa,

terbentuk dalam dua model, yakni model good news, yaitu

sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu

pemberitaan sebagai berita yang baik, bahkan lebih baik dari

kebaikan sebenarnya pada objek tersebut, dan model bad news,

yaitu sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksikan

kejelekan dan keburukan sebuah objek agar terkesan buruk

21

bahkan lebih buruk, lebih jahat atau lebih jelek dari kejelekan

sebenarnya pada objek tersebut.

4. Tahap Konfirmasi

Tahapan ini terjadi ketika media massa atau pembaca atau

pemirsa memberikan respon, baik berupa argumentasi atau

keterlibatannya dalam pembentukan sebuah konstruksi.

B. Analisis Framing

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada

dalam kategori penelitian konstruksionis. Beberapa definisi framing dari para

ahli ialah sebagai berikut:

1. Robert N. Entmann

“Konsep framing, oleh Entmann, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.

.... Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita...”9

2. William A. Gamson dan Modigliani

“Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package). Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Apakah yang dimaksud dengan kemasan (package)? Kemasan (package) adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Pacckage adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk

9 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 186-187

22

mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.”10

3. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

“Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.”11

Jika ditarik kesimpulan dari pengertian framing menurut para ahli

seperti di atas, maka framing adalah proses pengemasan suatu berita atau isu

yang kemudian ditonjolkan oleh wartawan atau suatu media karena dianggap

isu tersebut penting atau menarik.

“... Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang yang tertentu.”12

“Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesai perspektifnya.”13

Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi. Di sini realitas

sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya,

pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang

tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik,

tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan.

10 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 224 11 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 252 12 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 3 13 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) h. 162

23

Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan

atau ditekankan oleh media.

Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut

haruslah dicermati lebih jauh. Karena penonjolan atau penekanan aspek

tertentu dari realitas tersebut akan membuat (hanya) bagian tertentu saja yang

lebih bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mengena dalam pikiran

khalayak.

“Dalam analisis framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya, wartawan dan medialah yang secara aktif membentuk realitas. Jadi, kalau ada realitas berupa koknflik Timur Tengah maka realitas tersebut harusnya dipahami sebagai hasil konstruksi. Realitas tercipta dalam konsepsi wartawan. Berbagai hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan menjadi peristiwa yang kemudian hadir di hadapan khalayak. Jadi, dalam penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Sehingga yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberikan negatif dan positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media.”14

Framing utamanya melihat bagaimana peran atau peristiwa

dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan

menyajikannya kepada khalayak pembaca.

Analisis framing memiliki beberapa model, salah satunya adalah

analisis framing Robert N. Entman. Konsep framing oleh Entman, digunakan

untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari

realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-

informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan

alokasi yang lebih besar dari isu yang lain.

14 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2008) h. 7

24

Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi

ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh

pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan untuk membuat

informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna atau lebih mudah diingat oleh

khalayak.

Robert N. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu

seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas

atau isu. Adapun seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari suatu

peristiwa yang terjadi, pada aspek ini selalu ada pemilihan aspek berita atau

isu mana yang dimasukkan (included), dan aspek isu atau berita mana yang

tidak dimasukkan (excluded) ke dalam suatu pengemasan berita tergantung

dari pilihan wartawan. Isu yang dipilih atau yang dimasukkan merupakan isu

atau berita yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Sedangkan penonjolan

aspek berhubungan dengan penulisan fakta. Penulisan yang dimaksudkan

adalah penggunaan kata, kalimat, gambar dan citra tertentu yang ditunjukkan

kepada khalayak ketika suatu aspek berita atau isu telah dipilih sebelumnya

oleh wartawan.15 Penonjolan ini bisa juga dilakukan dengan cara yang lebih

mecolok seperti menempatkannya menjadi headline di depan ataupun di

belakang, pengulangan, pemakaian grafik, pemakaian label untuk

memperkuat penonjolannya.16 Kata penonjolan sendiri merupakan proses

membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih

diingat oleh khalayak.

15 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 187 16 Megawati Agustini, “Analisis Framing Pemberitaan Penyadapan Presiden RI oleh Australia dan Amerika di Merdeka.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015) h. 26

25

Model framing Robert N. Entman memiliki konsep dalam framing, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Framing Model Robert N. Entman17

Define problems Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat (Pendefinisian masalah) dan didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai masalah apa? Diagnose causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? (Memperkirakan masalah Apa yang dianggap sebagai penyebab dari atau sumber masalah) suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make moral judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk (Membuat keputusan moral) menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? Treatment recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk (Menekankan penyelesaian) mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?

Konsep model framing Entman tersebut menunjukkan secara luas bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan ditandai oleh wartawan.18

Pendefinisian masalah (define problem) adalah elemen penting dalam model framing ini. Ia menekankan bagaimana isu yang diangkat atau yang ditonjolkan dilihat, dimaknai, dipandang atau dinilai oleh wartawan.

Penilaian tersebut tidak ada yang salah satu benar atau salah satu baik atau keduanya yang salah, wartawan hanya menggambarkan apa pandangannya, penilaiannya terhadap isu tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan pandangan dari setiap wartawan yang dipengaruhi oleh pengetahuan yang ia miliki. Pengetahuan yang dimilikinya inilah yang kemudian mempengaruhi pola pikirnya,

17 Eriyanto, Analisis Framing, h. 188-189 18 Eriyanto, Analisis Framing, h. 189

26

Memperkirakan penyebab masalah (diagnose causes) adalah elemen dari model framing Entman yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor atau apa yang menjadi penyebab dari suatu peristiwa.19 Seperti dalam elemen define problems bahwa setiap peristiwa yang sama dapat dipandang berbeda, karena bedanya pemikiran wartawan yang meliput, penyebab peristiwa yang sama ini pun dapat juga dipandang berbeda. Pendefinisian mengenai penyebab terjadinya peristiwa ini kemudian memunculkan siapa atau apa yang dianggap sebagai pelaku serta siapa dan apa yang dianggap menjadi korban.

Selanjutnya ialah membuat pilihan moral (made moral judgement).

Elemen ini digunakan untuk memberikan argumentasi atau pembenaran atas pendefinisian suatu masalah atau isu yang diangkat.20 Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebabnya sudah dipahami siapa atau apa, dibutuhkanlah argumentasi atau sebuah pembenaran untuk mendukung pemahaman tersebut.

Argumentasi yang dipilih oleh wartawan juga harus sesuai dengan definisi masalah dan penyebab masalah yang sejak awal sudah ditetapkan oleh pemikiran wartawan.

Elemen yang terakhir yaitu menekankan penyelesaian (treatment recommendation) yakni untuk menilai apa maksud yang dikehendaki oleh wartawan, atau jalan apa yang dikehendaki wartawan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.21 Penyelesaian ini pun kembali melihat definisi masalah, siapa atau apa yang menjadi penyebab masalah dan argumentasi yang digunakan untuk membenarkan pemahaman tersebut.

19 Eriyanto, Analisis Framing, h. 190 20 Eriyanto, Analisis Framing, h. 191 21 Eriyanto, Analisis Framing, H. 191

27

C. Media Online

Media online dapat disamakan dengan pemanfaatan media dengan

menggunakan perangkat internet. Sekalipun kehadirannya belum terlalu lama,

media online sebagai salah satu jenis media massa, tergolong memiliki

pertumbuhan yang spektakuler. Bahkan saat ini, hampir sebagian besar

masyarakat mulai dan sedang menggemari media online. Sekalipun internet

tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk media massa, tetapi keberadaan media

online saat ini sudah diperhitungkan banyak orang sebagai alternatif dalam

memperoleh atau mengakses informasi dan berita.

Hal tersebut dapat diketahui dari data statistik yang peneliti dapatkan

mengenai penggunaan internet, khususnya di Asia.

Gambar 2.1 Statistik penggunaan internet di Asia22

22 Internet World Stats, “Asia Top Internet Countries” diakses pada 11 April 2016 dari www.internetworldstats.com

28

Media online kini menjadi alternatif media yang paling mudah dalam mendapat info atau berita. Teknologi internet menjadi basis terpenting dalam pemanfaatan media online. Media online atau internet pun kini menjadi sarana paling efektif untuk menerbitkan siaran pers bagi pengirim berita individu maupun institusi.

Media online memiliki kekhasan tersendiri,23 yaitu keharusan memiliki jaringan teknologi informasi dan perangkat komputer, disamping pengetahuan mengenai penggunaan komputer untuk mengakses informasi atau berita.

Keunggulan dari media online adalah informasinya yang bersifat up to date, real dan praktis. Up to date disini berarti informasi yang disajikan selalu baru, karena berita yang ada di media online yang disajikan secara sederhana dan lebih mudah, dapat diupgrade atau diperbaharui dari waktu ke waktu.

Real time karena media online langsung dapat memberitakan suatu kejadian tepat ketika peristiwa itu berlangsung, kapan saja dan dimana saja.24 Praktis karena dapat diakses kapan saja dan dimana saja, asalkan didukung adanya internet. Keunggulan lain dari media online adalah adanya fasilitas hyperlink,25 yakni sistem yang mengkoneksikan antara satu website dengan website lain.

Sudah sangat banyak penggunaan website sebagai media penyampai informasi. Word wide web atau www hadir sebagai sebuah fenomena besar dalam teknologi internet dan menjadi sarana paling mudah dalam mengakses informasi atau berita. Dari sini pula, media online hadir dan makin luas

23 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 32 24 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 32 25 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 33

29

pengaruhnya. Kini, hampir semua media cetak dan media elektronik memiliki

media online sebagai penunjang dan basis dokumentasi penyajian informasi

dan berita yang disampaikannya. Setiap berita yang disampaikan baik melalui

media cetak ataupun media elektronik, kini dapat diakses melalui media

online atau melalui website masing-masing media.

Satu catatan dari media online bahwa pemanfaatan media berbasis

internet ini akan semakin berkembang pesat di masa yang akan datang.

Internet terbukti telah mampu menjadi sarana komunikasi yang paling muda

dan praktis. Oleh karena itu, media massa harus lebih jeli dalam menyikapi

keadaan media online untuk tetap mempertahankan eksistensinya di

masyarakat. Setiap wartawan dituntut untuk dapat menguasai materi

mengenai penggunaan komputer atau internet. Tidak hanya untuk

memperoleh informasi ataupun berita, internet pun dapat menjadi sarana

untuk mendokumentasikan tulisan atau artikel sebagai bahan kepustakaan,

disamping kapasitas akses informasinya yang mampu menjangkau jutaan

pembaca di seluruh dunia.26

Jika dilihat memang sangat besar perubahan yang terjadi pada media

massa saat ini. Media massa awal atau media massa tradisional seperti surat

kabar, majalah, film dan radio berkembang pesat hingga berubah bentuknya

menjadi yang kita ketahui sekarang, dengan perubahan utama pada skala dan

diverifikasi, ditambah dengan munculnya televisi di abad 20.27 Berbagai

media massa tersebut memiliki kemampuan untuk menjangkau seluruh

26 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 34 27 Fitri Hadiyani, “Media Online dan Ruang Publik Virtual (Studi Terhadap Kolom Komentar di Kompas.com)” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Dakwah, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 20

30

populasi dengan cepat melalui informasi, opini, dan hiburan yang sama dan

telah membawa perubahan dalam aspek komunikasi sampai pada saat ini.

Perubahan tersebut tidak lagi hanya dimiliki oleh media massa

tradisional. Namun media-media tersebut perlahan bergeser oleh media baru

yang juga dibawa pada saat yang bersamaan. Istilah „media baru‟ (new

media) telah digunakan sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat

teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam.28

Sebutan „media baru‟ saat ini sering digunakan untuk menyebut media online

atau jurnalisme online. Perubahan yang terjadi terlihat pada perbedaan

karakter media baru yang lebih luas jangkauannya, kurang terstruktur dan

lebih bersifat interaktif.

Lima perbedaan karakter yang terjadi antara media baru atau

jurnalisme online dan media tradisional, menurut Rafaeli dan Newhagen

adalah sebagai berikut:29

1. Mengandalkan kemampuan internet untuk mengombinasikan

sejumlah media

2. Kurangnya tirani penulis atas pembaca

3. Tidak ada yang bisa mengendalikan perhatian khalayak

4. Internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung

sinambung

5. Kecepatan media baru atau jurnalisme online secara menyeluruh

28 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, Edisi Keenam. Penerjemah Putri Iva Izzati(Jakarta: Salemba Humanika, 2011) h. 42 29 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 137

31

Rice berpendapat bahwa keragaman kategori „media baru‟ dan sifat mereka yang terus berubah memberikan batasan yang jelas bagi pembentukan teori mengenai „dampak‟. Bentuk-bentuk teknologi berlipat ganda, tetapi sering kali sifatnya sementara. Ciri-ciri media yang unik dari media baru atau yang dapat berlaku untuk semua kategori. Fortunati menekankan karakteristik kunci untuk membedakan media lama dan media baru dari perspektif pengguna:30

1. Interaktivitas

2. Kehadiran sosial dialami pengguna

3. Kekayaan media

4. Otonomi

5. Unsur bermain-main

6. Privasi

Dalam kaitannya dengan nilai tambahan bagi suatu situs berita, sangatlah penting untuk menekankan pada kapabilitas-kapabilitas internet, dan bagaimana semua ini mengubah cara kerja jurnalisme. Ini akan sesuai dengan perubahan menuju jurnalisme yang baru. Namun bagaimanapun, perubahan ini tidak menghubungkan bahwa sifat alamiah jurnalisme sebagai sebuah pembuatan kisah, penyuntingan, reportase dan lain-lain menjadi kurang penting, namun cenderung kurang penting.

“Jelas, kemampuan untuk mengobservasi dan menulis secara meyakinkan berdasarkan pengalaman, untuk menawarkan analisis dan penggunaan keterampilan-keterampilan pemikiran kritis, untuk secara jujur dan logis mengenali sudut pandang – sudut pandang berlawanan mungkin menjadi lebih berharga. Dalam setiap peristiwa, salah satu elemen esensial jurnalisme–untuk mencari dan mengutarakan kebenaran–tidak akan berubah. Jurnalisme terbaik akan selalu

30 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, h. 157

32

diparafrasekan Fuller, yaitu menghubungkan “disiplin kebenaran dalam jurnalisme dengan standar-standar tertinggi dalam perdebatan ilmiah dan akademis...menghasilkan karya integritas intelektual asli”31

Sejarah media massa memperlihatkan bahwa teknologi yang baru

tidak akan menghilangkan teknologi lama, namun mensubtitusinya. Oleh

karena itu, media online atau jurnalisme online mungkin tidak akan bisa

menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan tampaknya

menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan

mendapatkan konsumen berita. Jurnalisme online tidak akan menghapuskan

jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya.

Dalam web atau jurnalisme online, pendekatan piramida terbalik

menjadi sangat penting. Para pengguna media online kerap hanya membaca

bagian atas dari sebuah tulisan, mereka tidak meneruskan bacaannya atau

yang oleh Nielsen‟s dalam Inverted Pyramids in Cyberspace Frames disebut

mereka tidak menggulung layar.32 Gulungan layar adalah istilah dari proses

internet meneruskan jaringan informasinya. Menghubungkan pengguna web

dengan situs-situs yang berkaitan melalui hyperlink.

D. Berita

Secara etimologis dalam bahasa Inggris, berita (news) berasal dari

kata new yang artinya baru.

“Paul De Massenner dalam buku Here’s The News: Unesco Associate menyatakan, news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar. Charnley dan James M. Neal menuturkan, berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang

31 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 138 32 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 138

33

penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak (Errol Jonathans dalam Mirza, 2000:68-69) Doug Newsom dan James A. Wollert dalam Media Writing: News for The Mass Media (1985:11) mengemukakan, dalam definisi sederhana, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.”33

Berdasarkan beberapa definisi dari beberapa pakar, maka berita atau

news adalah sebuah penyampaian informasi untuk menarik minat,

memberikan dampak, atau penting kepada masyarakat.

Berita memiliki beberapa klasifikasi. Berdasarkan kategori, berita

terbagi menjadi berita berat (hard news) yakni berita yang mengguncang

seperti berita tentang gempa bumi, kebakaran atau kerusuhan, dan berita

ringan (soft news) yakni berita yang cenderung menunjuk pada ketertarikan

manusiawi seperti pesta pernikahan bintang film. Lalu berdasarkan tempat

juga terbagi dua yakni di tempat terbuka dan di tempat tertutup. Berdasarkan

sifatnya, berita terbagi menjadi berita diduga atau berita tidak diduga.34 Berita

diduga adalah berita mengenai hal yang memang sudah diketahui sebelumnya

seperti pemilihan umum, pelantikan presiden, peringatan hari kemerdekaan.

Sedangkan berita tidak diduga adalah berita yang menginformasikan kejadian

atau peristiwa yang tidak diduga seperti bencana alam, terjadinya teror atau

ledakan bom di tengah Kota Jakarta, kasus bunuh diri yang dilakukan oleh

polisi.

Selain memiliki klasifikasi, berita juga memiliki jenis-jenisnya. Jenis-

jenis berita ialah sebagai berikut:

33Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011) h. 64 34 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, h. 65-66

34

1. Straight news report adalah berita langsung yang melaporkan

suatu kejadian atau peristiwa. Berita jenis ini biasanya langsung

dilaporkan karena mengandung unsur penting dan menarik, tanpa

mengandung pemikiran subjektif. Berita yang dilaporkan harus

ringkas karena dilaporkan dalam waktu yang singkat, namun

tidak mengabaikan fakta yang objektif dan tetap sesuai dengan

kaidah 5W+1H.

2. Depth news report adalah laporan beserta fakta-fakta yang telah

dikumpulkan oleh wartawan untuk menjadi berita tambahan

mengenai kejadian atau peristiwa tersebut.

3. Comprehensive news merupakan laporan menyeluruh mengenai

suatu kejadian yang ditinjau dari berbagai aspek. Berita jenis ini,

merupakan berita menyeluruh yang kemudian menjawab setiap

kritik dan kelemahan yang ada pada straight news report, dan

menggabungkan setiap fakta yang ada hingga terciptalah

pemahaman yang utuh mengenai suatu kejadian.

4. Interpretative report merupakan laporan yang biasanya terfokus

pada isu atau masalah yang kontroversial. Namun berita jenis ini

sering kali dianggap opini bukan fakta karena pada jenis ini

menjawab pertanyaan why atau kenapa yang terdapat dalam

5W+1H. Jawaban terhadap why atau kenapa bergantung pada

siapa yang menjawab atau siapa yang menjadi narasumber, yang

kemudian menjadikan berita jenis ini dianggap sebagai laporan

opini, bukan fakta.

35

5. Feature story adalah jenis berita yang wartawan atau penulis

mencari fakta yang menarik minat pembaca, kemudian

menulisnya sesuai dengan style atau gaya menulis dan humor

daripada pentingnya informasi.

6. Depth reporting adalah laporan jurnalistik secara mendalam,

tajam, lengkap dan utuh mengenai suatu peristiwa yang aktual

sehingga orang akan mengetahui dan memahami lebih dalam

mengenai perkara yang sedang terjadi. Berita jenis ini

membutuhkan kerja tim yang disiapkan dengan matang,

membutuhkan biaya peliputan yang cukup besar dan memerlukan

beberapa hari atau minggu.

7. Investigative reporting, tidak berbeda jauh dengan interpretative

report yang berfokus pada isu atau peristiwa yang kontroversial.

Namun berita jenis ini melaporkan hasil penyelidikan fakta yang

tersembunyi demi suatu tujuan, biasanya laporan jenis ini sering

dilaksanakan secara tidak etis atau ilegal.

8. Editorial writing adalah berita yang disajikan dengan fakta dan

opini yang menafsirkan kejadian-kejadian penting dan

mempengaruhi pendapat umum. Sama halnya seperti petugas

yang menyampaikan informasi, penulis editorial mungkin akan

diberikan intruksi sebelum menulis.35

Tidak hanya memiliki klasifikasi ataupun jenis, berita juga memiliki nilai. Nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing, ada sembilan hal. Namun

35Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, h. 69-71

36

beberapa pakar lain menambahkan seks (sex) dan ketertarikan manusiawi

(humanity/ human interest). Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik

Indonesia, menyatukannya menjadi 11 nilai berita, sebagai berikut:

1. Keluarbiasaan (unusualness)

2. Kebaruan (newness)

3. Akibat (impact)

4. Aktual (timeliness)

Aktualitas berita terbagi dalam tiga kategori:

a. Aktualitas kalender.

b. Aktualitas waktu.

c. Aktualitas masalah.

5. Kedekatan (proximity)

Kedekatan ini mengandung dua arti, yaitu

a. Kedekatan geografis

b. Kedekatan psikologis

6. Informasi (information)

7. Konflik (conflict)

8. Orang penting (prominence)

9. Ketertarikan manusiawi (human interest)

10. Kejutan (suprising)

11. Seks (sex)

E. Kebiri dalam Perspektif Islam

Kebiri telah dikenal umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Seperti

pada umumnya, kebiri pada hewan juga dikaji dalam Islam. Hukum untuk

37

pengebirian hewan dalam Islam pun masih banyak perbedaan pendapat.

Sebagian ulama membolehkan seseorang berkurban dengan hewan yang

dikebiri, bahkan kebiri dianjurkan bila hewan tersebut lebih gemuk daripada

hewan lainnya. Meski demikian, gemuk secara alami dengan makan

dedaunan atau rerumputan lebih baik daripada gemuk karena dikebiri atau

disuntik. Kebolehan mengebiri hewan didasarkan pada firman Allah yang

berbunyi:

ِ ِ ِ ِ ِ ِ اذَ ل ك َو م ْنَيُ عظّ ْم َش عآئ راهللَف انَّ هاَم ْنَت ْق و ُىَالْقلُْوبََ}٢٣{ “Demikianlah (perintah Allah) dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj: 32)

Ayat tersebut kemudian ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dalam Tafsir Ibnu

Katsir:

“Yaitu menggemukan hewan kurban, memperindah dan membesarkannya”36

Hal demikian dikuatkan dengan perkataan Imam Qurtubi dalam

tafsirnya tentang Surat An-Nisa ayat 119 yaitu:

“Adapun mengebiri binatang ternak, sebagian ulama membolehkannya, selama itu membawa manfaat, seperti bertambah gemuk atau manfaat lainnya. Mayoritas ulama juga membolehkan seseorang berkurban dengan hewan yang dikebiri, bahkan sebagian dari mereka mengatakan hal itu baik jika memang menjadi lebih gemuk dari hewan lainnya yang tidak dikebiri. Umar bin Abdul Aziz juga membolehkan pengebirian kuda, Urwah bin Zubair pernah mengebiri bighal (kuda atau keledai)nya, imam Malik membolehkan pengebirian kambing jantan. Semua itu dibolehkan karena tujuan dari pengebirian hewan itu bukanlah untuk dipersembahkan kepada berhala yang disembah, dan bukan pula kepada Rabb yang diesakan. Tetapi pengebirian itu dimaksudkan agar daging yang akan dimakan itu lebih baik dan

36 Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim: Tafsir Ibnu Katsir (Kairo: Dar al- Ma‟rifah, 1978) h. 1273

38

pengebirian itu sendiri bisa menguatkan hewan jantan, karena ia tidak pernah menghampiri hewan betina”37

Berbeda dengan kebiri terhadap hewan, para ulama klasik

mengharamkan adanya kebiri pada manusia. Para ulama tersebut adalah

Imam Ibnu Ahdil Bar dalam Al-Istidzkar, Imam Ibnu Hajar Al-Asyqalani

dalam Fathul Bari, Imam Badrufin Al-Aini dalam Umdatul Qari, Imam Al-

Qurtubi dalam al-Jami‟li al-Ahkam Al-Qur‟an, Imam Shan‟ani dalam

Subulus Salam. Adapun alasan kuat mengapa para ulama ini mengharamkan

adanya kebiri pada manusia ialah hadits dari Ibnu Mas‟ud RA yang

mengatakan :

“Dahulu kami berperang dengan Rasulullah sedangkan kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah kami melalukan pengebirian?” maka Rasulullah melarangnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).

Bukan hanya para ulama klasik yang melarang pengebirian terhadap

manusia, beberapa ulama modern juga melarangnya seperti Majelis Tajrih

dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur,

Hizbut Tahrir dan sebagainya.38 Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik

manusia, melanggar HAM dan melahirkan jenis hukum baru yang tidak

pernah dikenal dalam konsep jinayah islamiyah.

Meski pada hakikatnya kitab-kitab klasik Islam mayoritas melarang

kebiri, masih terdapat beberapa ulama yang setuju dengan hukuman jenis ini.

Karena mereka mengedepankan aspek mashlahat ketika hukuman kebiri

ditetapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI,

37 Abu Abd Allah Al-Qurtubi, Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an (Beirut: Mu‟assisah Ar- Risalah, 2006) bab 14 h. 138 38 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id

39

Cholil Nafis berwacana bahwa pemberian hukuman kebiri pada terpidana

paedofil dapat memberikan efek jera.39 Seorang ulama klasik Imam Abu

Umar Ibnu Abdul Barr mengatakan:

“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mengebiri manusia tidak halal dan tidak boleh, karena merupakan bentuk penyiksaan dan merubah ciptaan Allah. Begitu juga tidak boleh memotong anggota badan yang lainnya, jika itu bukan karena hukuman had atau qishas.”40

Adapun had, menurut syar’i, adalah hukuman-hukuman kejahatan

yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya

seseorang kepada kejahatan yang sama.41 Hukum had ini merupakan

hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum,

seperti dipotongnya tangan seseorang pencuri yang telah memenuhi syarat

pencurian. Had juga diartikan sebagai hukuman atas dilanggarnya hak Allah

SWT. Sedangkan qishas adalah merupakan hukuman atas dilanggarnya hak

manusia atau hak orang lain, seperti dipotongnya tangan pelaku kejahatan

akibat dia telah memotong tangan orang lain.

Hal ini menjelaskan bahwa jika hukuman kebiri untuk terpidana

paedofil boleh dilakukan bila beralasan hukuman had. Karena paedofil

cenderung melanggar hukum Allah. Ia melakukan hal yang jelas-jelas

dilarang oleh Allah yakni melakukan zina. Parahnya ia melakukannya pada

anak kecil yang kemudian menjadikan anak kecil itu mengalami trauma dan

bisa saja ketika dewasa ia memiliki dendam dan kemudian melakukan

39 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” dari www.khazanah.republika.co.id 40 Abu Abd Allah Al-Qurtubi Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an, h. 140 41 Rika Rahmawati, “Antara Qishash dan Hudud” diakses pada 15 Januari 2016 dari www.islampos.com

40

paedofil juga, seperti pengakuan para pelaku paedofil yang melakukan hal

tersebut karena pengalaman saat kecil.

Ketua Majelis Intektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmy

Zarkasyi mengatakan pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai

salah satu pilihan hukuman bagi terpidana paedofil. Ijtihad seorang hakimlah

yang sangat menentukan dalam penjatuhan hukuman ini. Tidak seluruh kasus

paedofil akan mendapatkan hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan

kaidah fiqh “Ad-Dhoruratu Tubihu Al-Mahdhurat” atau keadaan mendesak

dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang.42 Maksudnya ialah

bila kondisinya sudah pada tahap mengancam jiwa, pelaku melakukan

tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis pada korban, atau ketika

bila hasratnya tidak terpenuhi maka ia bisa menghilangkan nyawa korban.

42 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Kompas.com

1. Sejarah Singkat Kompas.com

Kompas adalah suatu media massa yang sudah mapan di Indonesia.

Kompas muncul tahun 1965 yang berasal dari ide Letjen Ahmad Yani.

Nama Kompas sendiri adalah nama pemberian dari Presiden RI pertama

yaitu Ir. Soekarno.1 Sedangkan Kompas.com dimulai pada tahun 1995

dengan nama Kompas Online. Kompas Online awalnya hanya berperan

sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998,

Kompas Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus

pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru.

Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di

Indonesia.

Sepuluh tahun kemudian, di tahun 2008, Kompas.com tampil dengan

perubahan penampilan yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”,

Kompas.com membawa logo, tata letak, hingga konsep baru di

dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya

tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly. Sinergi

ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi yang lengkap,

yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga

gambar, video, hingga live streaming.

1Ahmad Mursanih, “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di Kompas.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014) h. 44

41

42

Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif

Kompas.com di awal tahun 2008 yang mencapai 20 juta pembaca aktif per bulan, dan total 40 juta page views atau impression per bulan. Saat ini, Kompas.com telah mencapai 120 juta page views per bulan.

Pada tahun tersebut juga mulai ditampilkan channel-channel atau kanal-kanal di halaman depan Kompas.com. Kanal-kanal ini didesain sesuai dengan tema berita dan membuat setiap pengelompokan berita memiliki karakter. Kanal-kanal tersebut antara lain:

Tabel 3.1 Kanal-kanal dalam Kompas.com

Kompas Female Memuat informasi seputar dunia wanita, baik itu info mengenai karir, kehamilan, trik mengatur keuangan atau informasi belanja Kompas Bola Memuat informasi yang akurat mengenai update skor, berita seputar tim dan pertandingan sepak bola Kompas Health Memuat tips-tips dan artikel tentang kesehatan, informasi medis terbaru dan fitur informasi kesehatan secara interaktif Kompas Tekno Memuat ulasan mengenai gadget-gadget terbaru di pasaran, menampilkan review produk dan beragam info teknologi Kompas Entertaiment Memuat berita-berita mengenai selebriti, ulasan film, musik dan hiburan baik di dalam atau luar negeri Kompas Otomotif Menampilkan berita-berita seputar kendaraan, trend mobil dan motor terkini, serta tips merawat kendaraan Kompas Properti Memuat direktori lengkap tentang properti, artikel tentang rumah, apartemen serta tempat tinggal lainnya Kompas Images Memuat foto-foto berita berkualitas dalam resolusi yang tinggi hasil pilihan editor Kompas.com Kompas Karier Memuat direktori lowongan kerja dan sebagai one-stop carier solution bagi para pencari kerja maupun karyawan

43

Selain menyediakan kanal-kanal seperti di atas, Kompas.com juga

menyediakan Kompasiana, yakni komunitas yang disiapkan dengan

konsep citizen journalism. Setiap anggota dapat mewartakan peristiwa,

menyampaikan pendapat dan gagasan, serta dapat menyalurkan aspirasi

baik dalam bentuk tulisan, gambar, video maupun audio.2

2. Visi dan Misi Kompas.com

Dalam kiprahnya di industri pers, visi Kompas ialah berpartisipasi

membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan melalui

prinsio humanisme dan masyarakat yang adil dan makmur. Secara lebih

spesifik dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka

b. Kompas tidak melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu

baik politik, agama, sosial, golongan ataupun ekonomi

c. Kompas secara aktif membuka dialog dan interaktif positif dengan

segala kelompok

d. Kompas bersifat luas dan bebas dalam pandangan yang

dikembangkan tetapi selalu memperhatikan struktur pemerintahan

dan kemasyarakatan yang menjadi lingkungan

Sedangkan misi dari Kompas adalah ikut berperan serta dalam

mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha diantara

usaha-usaha lain yang sejenis dalam kelas yang sama. Hal tersebut

dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerja sama dengan

perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam lima sasaran

operasional:

2 “Profil Kompas.com” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com

44

a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri:

cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna

b. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus

dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat

yang dicerminkan dalam gaya kompak, komunikatif dan kaya

nuansa kehidupan dan kemanusiaan

c. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui intelektual

yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan

pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukan

persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi tetap kritis dan teguh

pada prinsip

d. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan

meningkatkan tiras

e. Untuk dapat merealisasikan visi dan misi, Kompas harus

memperoleh keuntungan dan usaha. Namun keuntungan yang

dicaari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri, tetapi

menunjang kehidupan yang layak pada karyawan dan

pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung

jawab sosialnya sebagai perusahaan.3

3. Manajemen dan Editor Kompas.com

Berikut ini adalah struktur manajemen dan editor di Kompas.com.

3 Ahmad Mursanih, “Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di Kompas.com” h. 46-47

45

Tabel 3.2 Struktur Manajemen di Kompas.com4

Director Andy Budiman Deputy Director Dhanang Radityo GM HR & GA M. Trinovita Editorial Editor in Chief Wisnu Nugroho News Managing Editor Tri Wahono News Assistant Agustinus Wisnubrata Managing Editor J. Heru Margianto Amir Sodikin Assistant Managing Moh. Latip Editor Video Manager Jerry Eddie Nurcahyo Hadiprojo Nextren.com Assistant Wicaksono Surya Hidayat Managing Editor Otomania.com Aris Fertonny Harvenda Assistant Managing Editor Juara.net Editor in Weshley Hutagalung Chief Juara.net Assistant Firzie A. Idris Managing Editor Jalu Wisnu Wirajati Digital Sales Manager Devie Emza Advertising Sales Asst Manager Andrew H. Sinaga Division Marketing Amalia Nuraini Communication Asst Manager Business Business Development Tommy Nugroho Development Asst Manager Departement Kompas Karier Kompas Karier Naomi Octiva Corthyna Departement Manager Naibaho

Finance Finance Asst Manager Holly Emaria Departement Technology Technology Manager Ihwan Santoso Division Technology Asst Murfi Abbas Hatumena Manager Yohanes Kartiko Pambudi MH Prio Agung Wibowo

4 “Management” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com

46

Director's Staff Digital Media Business Eberhard Nove Ojong Advisor Product Management Romi Dandiawan Specialist Secretary to Director & Anastasia Angeline K GM Kompasiana Kompasiana Manager Pepih Nugraha Kompasiana Sales V. Roro Sekar Wening Manager Kompasiana Asst Iskandar Zulkarnaen Manager

Dan berikut ini adalah struktur editorial di Kompas.com.

Tabel 3.3 Struktur Editorial di Kompas.com5

Editor in Chief Wisnu Nugroho News Managing Editor Tri Wahono News Assistant Managing Editor Agustinus Wisnubrata J. Heru Margianto Amir Sodikin Assistant Managing Editor Moh. Latip Video Manager Jerry Eddie Nurcahyo Hadiprojo Nextren.com Assistant Managing Wicaksono Surya Hidayat Editor Otomania.com Assistant Managing Aris Fertonny Harvenda Editor Juara.net Editor in Chief Weshley Hutagalung Juara.net Assistant Managing Firzie A. Idris Editor Jalu Wisnu Wirajati Photo Editor & Photographer Dino Oktaviano Sami Putra Heribertus Kristianto Purnomo Roderick Adrian Mozes Ari Prasetyo Language Editing Officer Erwin Kusuma Oloan Hutapea Dimas Wahyu Trihardjanto Eris Eka Jaya Administrative & Secretary Tania Frederika Titaley Ira Fauziah Adinda Dwi Putri

5 “Editorial” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com

47

4. Logo dan Tagline Kompas.com

Logo yang saat ini digunakan oleh Kompas.com adalah logo yang

telah melalui proses perubahan pada tahun 2013.

Gambar 3.1 Logo dan Tagline Kompas.com

Konsep dari logo Kompas.com ini ialah:

a. Logo Mark. Kompas.com menggunakan simbol 2 segitiga yang

saling bertindihan sebagai bentuk representasi panah penunjuk arah

yang sejalan dengan nilai-nilai Kompas.com sebagai pedoman

berita bagi pembacanya. Adapun perbedaan sudut rotasi pada

kedua segitiga memiliki arti sebagai kebebasan dalam memilih

pandangan dan pendapat para pembacanya. Sementara 3 warna

dasar dan masing-masing turunannya menggambarkan beragamnya

individu pembaca Kompas.com

b. Logo type Kompas.com merupakan perpaduan dari “Kompas” dan

“.com”, yang dimana “Kompas” adalah simbol historis dan

merupakan bagian dari grup Kompas Gramedia, sedangkan “.com”

yang merupakan identitas bisnis perusahaan sekaligus alamat URL

dari portal berita tersebut.

48

c. Tagline “Rayakan Perbedaan” memiliki arti sebagai wujud

semangat menghargai perbedaan dan keberagaman dalam

memenuhi berita berbagai pembacanya.6

B. Profil Republika Online

1. Sejarah Singkat Republika Online

Republika yang terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993 adalah

koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi

publik di Indonesia. Kehadiran media inii mampu memberikan manfaat

bagi berkembangnya media informasi di masyarakat. Penerbitan

Republika menjadi pelopor dan wadah umat muslim dan yang lainnya.

Di tahun 1995, Republika menyajikan layanan berita di situs web

internet, yang kemudian dianggap sebagai koran pertama di Indonesia

yang tampil di dunia internet, kemudian situs tersebut diberi nama

Republika Online atau disingkat ROL. Sebagai situs berita, saat itu

Republika Online berisikan muatan berupa duplikasi materi berita-berita

koran Republika secara lengkap. Tujuan utama penerbitan Republika

versi internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau

distribusi koran cetak dan untuk pembaca yang berada di luar negeri.

Pada fase berikutnya, Republika Online secara bertahap mulai

berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi

informasi. Desain dan berbagai layanan web dan materi beritanya pun

lebih diperbanyak. Sejak pertengahan 2008, Republika Online

mengalami perubahan besar, dari sekedar situs berita sederhana menjadi

6 “Logo & Guideliness” diakses pada 26 April 2016 dari www.kompas.com

49

web portal multimedia. Perubahan tersebut terjadi sebagai penyesuaian

atas munculnya tantangan industri media yang mulai memasuki era

konvergensi media. Republika sebagai institusi industri media, bertugas

untuk memiliki dan mendistribusikan konten medianya dalam format

cetak, online dan mobile.

Sesuai dengan falsafah dasar Republika, muatan Republika Online

tetap mengedepankan komunitas Muslim sebagai basis pengunjungnya.

Tampilan Republika Online terbaru saat ini yang diluncurkan kembali

pada 6 Februari 2008 dengan tema Reload.7

Dengan kemajuan informasi dan perkembangan sosial media,

Repunlika Online kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan

percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan

diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal,

menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya. Selain

menyajikan informasi, Republika Online juga menjadi rumah bagi

komunitas. Republika Online juga kini hadir dalam versi English.8

2. Visi dan Misi Republika Online

Adapun visi dari Republika Online adalah menjadikan Republika

sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai

universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun

mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan

7 Suci Dariah, “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada Republika Online dan Detik.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 32-33 8 “Profil” diakses pada 26 April 2016 dari www.republika.co.id

50

kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil

Alamin.

Sedangkan misi dari Republika Online adalah menciptakan dan

menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu

dipertanggungjawabkan secara profesional.9

3. Manajemen dan Redaksi Republika Online

Berikut ini adalah struktur manajemen dan redaksi di Republika

Online.

Tabel 3.4 Struktur Manajemen dan Redaksi Republika Online10

Pemimpin Redaksi Nasihin Masha Wakil Pemimpin Redaksi Irfan Junaidi Redaktur Pelaksana ROL Maman Sudiaman Wakil Redaktur Pelaksana Roll Joko Sadewo Asisten Redaktur Pelaksana Roll Didi Purwadi Djibril Muhammad Muhammad Subarkah Kepala Support dan GA Slamet Riyanto Tim Support Firmansyah Sekred Erna Indriyanti Rolshop Riky Romadon

9 Suci Dariah “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada Republika Online dan Detik.com” h. 34 10 “Manajemen & Redaksi” diakses pada 26 April 2016 dari www.republika.co.id

BAB IV

KAJIAN DAN ANALISIS DATA

Kasus paedofil atau pelecehan seksual pada anak di bawah umur di

Indonesia menjadi isu yang tidak henti-hentinya diberitakan oleh media. Akibat ramainya pemberitaan mengenai paedofil ini, pemerintah dan masyarakat pun geram, karenanya munculah wacana memberlakukan hukuman kebiri bagi para pelaku paedofil agar memberikan efek jera.

Munculnya wacana hukuman kebiri yang diusulkan oleh pemerintah untuk para pelaku paedofil mendapatkan tempat tersendiri dalam media. Secara berkelanjutan, media memaparkan bagaimana perkembangan mengenai wacana hukuman kebiri tersebut berserta informasi-informasi yang berkaitan.

Kebiri telah dijadikan hukuman bagi paedofil di beberapa negara, seperti

Rusia, Inggris, Polandia dan Korea Selatan. Namun bukan berarti lantas bisa dipraktekan di Negara seperti Indonesia. Sebelumnya, belum pernah ada Undang-

Undang yang mengatur bahwa kebiri boleh dijadikan sebagai hukuman di

Indonesia. Selain itu, dalam Islam pun belum ada pembahasan mengenai kebiri sebagai hukuman.

A. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Republika

Online

1. Republika Online menjadi salah satu media yang memberitakan

mengenai hukuman kebiri bagi paedofil. Jumlah berita yang disajikan

oleh media ini berjumlah 36 berita, terhitung dari tanggal 12 Oktober –

26 November 2015. Berita tersebut antara lain:

51

52

Tabel 4.1 Daftar judul berita mengenai kebiri di Republika Online dari tanggal 12 Oktober – 26 November 2015. Tanggal Judul Narasumber 12/10/2015 Aher Setuju Paedofil Dikebiri Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher 13/10/2015 Kompolnas Dukung Usulan Komisioner Komisi Hukuman Kebiri Untuk Kepolisian Nasional, Pelaku Pelecehan Seksual Edi Saputra Hasibuan 13/10/2015 Pro Kontra Kebiri Kimia di Kutipan dari NLCATP Dunia 13/10/2015 Begini Cara Rusia Terapkan Kutipan dari NLCATP Kebiri Kimia untuk Paedofil 13/10/2015 Kebiri Kimia di Mata Ahli Joo Young Lee dan Korea Kang Su Cho dalam Journal of Korean Medical Science 13/10/2015 Kebiri Kimia, Sebuah Pilihan Adjunct Lecturer di Terakhir University Of New South Wales, Magie Hall 20/10/2015 Mensos: Presiden Setuju Menteri Sosial, Pelaku Paedofil Dikebiri Khofifah Indar 21/10/2015 Presiden Jokowi Setuju Komisi Perlindungan Pelaku Kejahatan Seksual Anak Indonesia, Anak Dikebiri Asrorun Niam 21/10/2015 Kapolri: Hukum Kebiri bagi Kapolri Jenderal Paedofil Sedang Dibahas Badrodi Haiti 21/10/2015 Pemerintah Siap Kebiri Menteri Sosial, Pelaku Kekerasan Seksual Khofifah Indar Pada Anak 22/10/2015 Din Syamsudin Setuju Hukum Din Syamsudin, Kebiri Untuk Paedofil Mantan Ketua PP Muhammadiyah 22/10/2015 HNW: Kebiri atau Hukum Wakil MPR, Hidayat Mati untuk Pelaku Kekerasan Nur Wahid Terhadap Anak 22/10/2015 Mensos: Kebiri Syaraf Libido Menteri Sosial, untuk Lindungi Hak Anak Khofifah Indar 22/10/2015 Hukuman Kebiri Paedofil Menteri Sosial, Sudah Diterapkan Banyak Khofifah Indar Negara 22/10/2015 Ini Pandangan Islam soal Ketua Komisi Dakwah Kebiri dan Pengembangan Masyarakat MUI, K.H. Cholil Nafis

53

22/10/2015 Kebiri Dilakukan Berdasarkan Ketua Umum Komnas Putusan Pengadilan dan PA, Arist Merdeka Dokter Sirait 22/10/2015 Eksekusi Hukuman Kebiri Ketua Komisi VIII dikhawatirkan Sulit DPR dari Fraksi PAN, Diterapkan Saleh Partaonan Daulay 22/10/2015 Hukuman Kebiri Dianggap Ketua Komnas PA, Tidak Memutus Organ Arist Merdeka Sirait Seksual, Hanya Kendalikan Libido 23/10/2015 Ini Tanggapan Setya Novanto Ketua DPR, Setya Soal Hukuman Kebiri Novanto 23/10/2015 KPAI: Hukuman Kebiri Ketua KPAI, Susanto Bukan yang Utama 23/10/2015 Kowani Dukung Jokowi Ketua Umum Kowani, Kebiri Pelaku Kejahatan Giwo Rubianto Seksual Wiyogo 23/10/2015 Suntik Kebiri Keluarkan Spesialis Urologi dari Biaya Tak Murah Asriulogi Center, dr. Arry Rodjani, SpU Wakil Presiden Jusuf 23/10/2015 JK Nilai Perppu Kebiri Perlu Dikaji Kalla, Menteri Sosial Khofifah Indar dan Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas PA, 24/10/2015 Selain Dikebiri, Foto Predatir Anak Harus Dipublikasikan Arist Merdeka Sirait dan Ketua Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo 24/10/2015 Mensos: Jangan Bicara HAM Menteri Sosial, Untuk Paedofil Khofifah Indar 25/10/2015 Dikebiri pun Pelaku Paedofil Ahli Psikologi Bisa Menyalurkan Lewat Non Forensik, Reza Persetubuhan Indragiri Amriel 27/10/2015 Segera Keluarkan Perppu Ketua Komite III DPR Kebiri' RI, Fahira Idris 27/10/2015 Menkumham Targetkan Menkumham, Yasonna Hukum Kebiri Masuk H Laoly Prolegnas 27/10/2015 Perppu Kebiri Bukti Menteri Pemberdayaan Keseriusan Pemerintah Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise

54

28/10/2015 Fatwa Hukuman Kebiri Ketua Majelis Dalam Tinjauan Syar'i Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmi Zarkasyi 28/10/2015 Peradi: Pemberlakuan Wakil Ketua Umum Hukuman Kebiri Harus Miliki Perhimpunan Advokat Pijakan Konstitusi Indonesia, Achiel Suyanto 02/11/2015 Efektifkah kebiri untuk Menteri Pemberdayaan menekan Pelecehan Seksual? Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise 04/11/2015 Pengamat: Pengebirian Praktisi Hukum dan Melanggar Kodrat Lembaga Bantuan Hukum Banda Pos Meulaboh, Kab. Aceh Barat, Candra Darusman, S.H, M.H 11/11/2015 Hukuman Kebiri masuk Menteri Pemberdayaan dalam revisi KHUP? Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise 26/11/2015 Perppu Kebiri akan Menteri Pemberdayaan dilaunching awal Desember Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise

2. Objek penelitian di Republika Online terkait pemberitaan mengenai

hukuman kebiri bagi paedofil

Seperti yang telah disebutkan di Bab I, penulis memilih 4 berita yang

menjadi objek penelitian. Berita-berita tersebut adalah berita pada

tanggal 12 Oktober 2015 dengan judul “Aher Setuju Paedofil Dikebiri”,

tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Din Syamsudin Setuju Hukum

Kebiri Untuk Paedofil”, tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Ini

Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri”, dan tanggal 4 November 2015

dengan judul “Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat”. Berikut

penulis paparkan dalam tabel dibawah ini.

55

Tabel 4.2 Frame Berita dan Narasumber Berita

Tanggal Judul Isi Berita Narasumber 12/10/15 Aher Setuju Pelaku kejahatan dan Gubernur Jawa Paedofil kekerasan terhadap Barat, Ahmad Dikebiri anak harus dihukum Heryawan berat seperti libidonya dikebiri 22/10/15 Menurutnya, hukum Mantan Ketua Din kebiri untuk paedofil PP Syamsudin bagus untuk diterapkan, Muhammadiyah, Setuju meski harus selektif Din Syamsudin Hukum Kebiri untuk Paedofil

22/10/15 Ini Kebiri dimasukkan Ketua Komisi Pandangan kedalam kategori Dakwah dan Islam Soal hukuman yang Pengembangan Hukuman digunakan untuk Masyarakat Kebiri membuat efek jera atau MUI, KH. yang disebut Zawajir, Cholil Nafis dan sebagai hukuman agar memberikan rasa takut bagi pelaku lain untuk melakukan kejahatan yang sama atau yang disebut Mawani’ 04/11/15 Pengamat: Hukuman pengebirian Praktisi Hukum Pengebirian syaraf libido merupakan dari Lembaga Melanggar salah satu praktek Bantuan Hukum Kodrat mengekangi kodrat Banda Aceh Pos alamiah yang melekat Meulaboh, Kab. pada manusia Aceh Barat, Candra Darusman, S.H, M.H

56

3. Framing Robert N. Entmann terkait pemberitaan hukuman kebiri untuk

paedofil di Republika Online

a. Republika Online : Senin, 12 Oktober 2015

Judul : Aher Setuju Paedofil dikebiri

Tabel 4.3 Perangkat Framing Entman Problem Identification Pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat seperti libidonya dikebiri Causal Interpretation Maraknya kembali kasus kekerasan seksual terhadap anak Moral Evaluation Hukuman yang dibebankan kepada si pelaku hendaklah membuatnya jera Treatment Recomendation Mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman dan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan dan Anak (P2TP2A).

Problem Identification. Frame yang dikembangkan oleh

Republika Online dalam judul ini ialah Aher menyatakan bahwa

pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat

seperti libidonya dikebiri. Sebagaimana dalam berita:

“Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher setuju dengan usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa yang menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat seperti saraf libidonya dikebiri.

“Kalau memang hukuman untuk membuat jera bagi pelaku kejahatan anak itu dirumuskan dalam bentuk dikebiri, mangga wae (silahkan saja),” kata Ahmad Heryawan, usai upacara Pelantikan Sekda Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Senin (12/10).” Dalam berita tersebut diungkapkan bahwa Gubernur Jawa

Barat, Ahmad Heryawan atau yang lebih akrab dipanggil Aher,

menyatakan persetujuannya terhadap usulan kebiri untuk paedofil

57

yang diajukan oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa, dimana kebiri untuk paedofil dianggap sebagai sebuah hukuman yang berat. Namun Aher mempersilahkan bila hukuman tersebut dirumuskan dapat membuat jera pelaku.

Causal Interpretation. Dalam berita ini, Republika Online menilai maraknya kembali kasus kekerasan terhadap anak sebagai penyebab masalah. Kondisi ini dinilai sangat membuat khawatir dan prihatin. Oleh karena itu, pemerintah mencari upaya sebuah hukuman yang kelak akan membuat pelaku jera.

Moral Evaluation. Maraknya kembali kasus paedofil atau kekerasan seksual terhadap anak dianggap sebagai penyebab masalah oleh Republika Online dalam berita ini, maka penilaian moral yang diambil adalah rumusan hukuman untuk pelaku paedofil atau pelaku kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak. Kebiri dianggap sebagai hukuman yang mampu memberikan efek jera untuk pelaku paedofil dan memberikan rasa takut bagi orang yang hendak berbuat. Dan Aher selaku narasumber dalam berita ini mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman bila memang dirumuskan demikian.

Treatment Recomendation. Selain mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman bagi paedofil, Aher selaku narasumber mengatakan langkah lebih lanjut adalah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan

Perempuan dan Anak (P2TP2A). Pusat pelayanan ini diwujudkan

58

dengan maksud untuk mencegah terjadinya kejahatan dan kekerasan

seksual. P2TP2A yang telah didirikan di Jawa Barat ini merupakan

salah satu bentuk keseriusan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam

menanggapi masalah kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak

atau paedofil. b. Republika Online : Rabu, 21 Oktober 2015

Judul : Din Syamsuddin Setuju Hukum Kebiri

Untuk Paedofil

Tabel 4.4 Perangkat Framing Entmann Problem Identification Kebiri adalah hukuman yang bagus, tapi harus selektif dalam pelaksanaannya Causal Interpretation Bila paedofil tidak dikebiri maka akan tercipta kerusakan-kerusakan yang lebih parah lagi Moral Evaluation Penegakan hukum harus tegas dan berat bagi pelaku paedofil, karena paedofil juga merupakan kejahatan kemanusiaan Treatment Recomendation Kalangan agamawan dan pendidik harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu dan negara, dalam hal ini pemerintah, harus memberikan hukuman yang membuat jera, misalnya kebiri

Problem Identification. Dalam berita ini, Republika Online

mengembangkan frame bahwa Din Syamsuddin beranggapan kebiri

adalah hukuman yang bagus, tapi harus diterapkan secara selektif,

artinya tidak semua pelaku paedofil diberikan hukuman kebiri.

Seperti yang disebutkan dalam berita:

“Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan hukum kebiri untuk paedofil bagus. Tapi, harus

59

diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak. “Kebiri paedofil, saya belum mendalami, tapi secara common sense agaknya bagus ya diterapkan walaupun harus secara selektif,” ujarnya usai menjadi pembicara pada Seminar Nasional Penelitian Pengabdian (SnaPP) kepada masyarakat yang digelar Unisba, Kamis (22/10).” Kutipan di atas menyebutkan, meski Din Syamsuddin belum mendalami permasalahan mengenai hukuman kebiri yang diusulkan

Mensos bagi pelaku paedofil, ia memandang hukuman tersebut bagus untuk dilakukan berdasarkan pemikiran dasar dari kebiri itu sendiri. Tapi tidak semua pelaku akan dikebiri, hanya yang mempunyai hasrat tinggi terhadap anak-anak saja.

Causal Interpretation. Dalam berita ini, yang dijadikan penyebab masalah adalah akibat yang ditimbulkan bila kebiri tidak diterapkan kepada paedofil. Din Syamsuddin menilai bila paedofil tidak dikebiri maka akan tercipta kerusakan-kerusakan yang lebih parah lagi, apalagi jika hal itu menular kepada yang lain, maka akan menjadi sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan ini, mereka akan bersekongkol dan memiliki kelompok tersendiri yang kemudian kondisi ini akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi masyarakat dan kemanusiaan.

Moral Evaluation. Penilaian moral yang dapat diambil dari berita ini adalah penegakan hukum harus tegas dan berat bagi pelaku paedofil, karena paedofil juga merupakan kejahatan kemanusiaan.

Din Syamsuddin menyayangkan, mengapa kasus seperti ini banyak terjadi di Indonesia, karena kasus ini akan menciptakan masa depan

60

yang suram khususnya bagi korban yang kemudian akan

menimbulkan trauma.

Treatment Recomendation. Din Syamsuddin menyarankan

dua hal yang harus dilakukan sebagai pencegah maraknya kembali

kasus paedofil, yaitu pertama kalangan agamawan dan pendidik

harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu.

Meskipun mengaku tidak mengetahui darimana penyebab utama

adanya paedofil, tapi Din Syamsuddin mengatakan ada nafsu

syahwat yang biasanya ke lawan jenis ini justru hanya tertarik pada

anak-anak yang biasanya terjadi karena faktor lingkungan. Oleh

karena itu pentingnya terus mengingatkan bahwa perilaku seks

tersebut adalah menyimpang. Ditambah dengan kurangnya

pengawasan orang tua terhadap anak-anak yang kemudian

menimbulkan banyak korban. Kedua, dalam hal ini adalah tugas

pemerintah, yaitu harus melakukan tindakan hukum. Tinjauan

hukumnya harus yang membuat jera karena bila tidak jera maka

akan terulang lagi. Dan seperti yang tercantum di paragraf

sebelumnya, Din Syamsudin menilai kebiri cukup bagus

dilaksanakan meski harus selektif. c. Republika Online : Kamis, 22 Oktober 2015

Judul : Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri

Tabel 4.5 Perangkat Framing Entmann Problem Identification Pandangan Islam mengenai hukuman kebiri yang dilakukan kepada paedofil

61

Causal Interpretation Tidak semua kejahatan langsung dapat ditentukan hukum Islamnya selain pembunuhan dan perzinaan Moral Evaluation Mengembalikan kepada kebijakan hakim dan pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman yang pas untuk paedofil Treatment Recomendation Pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama dan pendidikan seksualitas, serta memberikan pendamping psikologis agar korban tidak menjadi pelaku ketika sudah dewasa

Problem Identification. Pada berita ini, Republika Online menilai masalahnya adalah bagaimana pandangan Islam mengenai hukuman kebiri yang dilakukan kepada paedofil. Seperti yang tertulis dalam berita sebagai beirkut:

“Hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelaku kejahatan dan kekerasan seksual pada anak atau paedofilia dianggap solusi untuk menghentikan efek jangka panjang. Bagaimana dalam pandangan Islam hukuman bagi pelaku paedoiflia atau predatof anak ini? Menurut Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Cholil Nafis dasar pemberlakuan kebiri atau kastrasi bagi paedofilia bisa merujuk pada aspek pemberian efek jera bagi pelaku atau Zawajir dan memberikan rasa takut untuk melakukannya bagi pelaku lain atau Mawani‟.”

Berdasarkan berita diatas, dijelaskan bahwa hukuman kebiri dasarnya belum ada peraturan dalam Islam yang menjelaskan bagaimana hukumnya. Namun Ketua Komisi Dakwah dan

Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis mengatakan bahwa kebiri dapat dimasukkan kedalam kategori hukuman yang digunakan untuk membuat efek jera atau yang disebut Zawajir, dan sebagai

62

hukuman agar memberikan rasa takut bagi pelaku lain untuk melakukan kejahatan yang sama atau yang disebut Mawani’.

Causal Interpretation. Penyebab kenapa kebiri dikategorikan sebagai hukum Zawajir atau Mawani’, menurut Cholil Nafis, tidak semua kejahatan langsung dapat ditentukan hukumannya dalam

Islam, kecuali pembunuhan dan perzinaan.

“”Dalam Islam sendiri, setahu saya belum ada pemerintahan Islam yang melakukan kebiri atau kastrasi. Namun, itu bukan berarti sesuatu yang dilarang,” ujarnya kepada Republika, Kamis (22/10).”

Moral Evaluation. Penilaian moral yang dapat diambil ialah, melakukan hal lain dalam penentuan hukum Islam tentang hukuman kebiri ini yaitu dengan mengembalikan keputusan hukuman kepada kebijakan hakim dan pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman yang pas atas kejahatan tersebut. Sedangkan bila dilihat dari pendekatan Zawajir dan Mawani’, hukuman kebiri bisa menjadi alternatif untuk memberi aspek jera dan mengantisipasi perbuatan tersebut menimpa orang lain.

Treatment Recomendation. Menurut Cholil Nafis, paedofil bukan soal penyakit kelamin atau karena dorongan seksual belaka, tetapi juga berkaitan dengan pikiran dan penyakit kejiwaan, karena bisa saja meski sudah dikebiri pikiran jahat untuk melakukan hal tersebut menggunakan organ lain masih ada. Maka penyelesaian yang juga disarankan oleh Cholil Nafis adalah pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama, memberikan lebih baik pendidikan seksualitas dan pendampingan secara

63

psikologis bagi korban. Hal ini dianggap penting agar korban tidak

menjadi pelaku paedofil setelah ia dewasa. d. Republika Online : Rabu, 4 November 2015

Judul : Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat

Tabel 4.6 Perangkat Framing Entmann Problem Identification Hukuman kebiri adalah salah satu praktek pengekangan kodrat Causal Interpretation Naluri syahwat adalah hal yang alamiah Moral Evaluation Setiap pelaku kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan yang dilakukan, penghukuman yang dilakukan tidak boleh merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan Treatment Recomendation Perbaikan sistem hukum yang ada, karena tidak jarang ditemukan kasus seperti ini diselesaikan secara damai atau kekeluargaan dengan bantuan pihak lain

Problem Identification. Menurut praktisi hukum dari

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Meulaboh,

Kabupaten Aceh Barat, Candra Darusman, hukuman pengebirian

syaraf libido bagi pelaku paedofil adalah salah satu praktek

mengekangi kodrat alamiah yang melekat pada setiap manusia. Hal

inilah yang kemudian diangkat oleh Republika Online dan dijadikan

masalah dalam framing berita ini.

Causal Interpretation. Penyebab mengapa kebiri dianggap

sebagai salah satu praktek mengekangi kodrat alamiah adalah karena

naluri syahwat adalah hal yang alamiah. Candra Darusman

64

menambahkan, orang-orang yang melakukan tindakan yang salah dalam menyalurkan naluri alamiahnya itu memang harus dihukum, tapi bukan dihukum dengan hukuman yang melanggar kodrat seperti mengebiri syaraf libido.

Moral Evaluation. Candra Darusman melihat dalam konteks

Hak Asasi Manusia (HAM) setiap pelaku kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan yang dilakukan, penghukuman yang dilakukan tidak boleh merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan. Disatu sisi, selain karena dianggap melanggar kodrat, pengebirian terhadap pelaku paedofil akan mengakibatkan efek secara psikologis. Pelaku akan mendapatkan guncangan yang hebat yang mengakibatkan trauma, dendam bahkan ada kemungkinan untuk melampiaskan kejahatan tersebut dengan cara lain.

“Perilaku orang-orang di suntik kebiri syaraf libido tidak akan menghilangkan sifat alami pada dirinya secara utuh, malahan potensi untuk melakukan kekejaman dan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur dan sejenis itu masih dapat dilakukan.”

Treatment Recomendation. Penyelesaian yang disarankan oleh Candra Darusman adalah perbaikan sistem hukuman untuk paedofil yang telah ada selama ini.

“”Tawaran kita adalah perberat hukumannya tapi tidak dalam kontek pengebirian, karena setelah menerima hukuman demikian tidak tertutup kemungkinan akan ada pelampiasan dengan cara lain dengan alat umpamanya, kepada pihak yang sudah menjadi korban ataupun pihak-pihak lain,” imbuhnya.”

65

Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa bukan kebirilah

hukuman yang harus dilakukan untuk para pelaku paedofil, tapi

dengan memperberat hukuman yang ada. Narasumber pun

mengatakan hendaknya sistem hukum yang ada di negara ini yang

harus diperbaiki, karena tidak jarang ditemukan kasus paedofil

seperti ini diselesaikan secara damai atau kekeluargaan dengan ikut

campur pihak lain, seperti yang pernah ditangani oleh LBH Banda

Aceh Pos Meulaboh. Karena itulah kasus ini masih terus terjadi.

B. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Kompas.com

1. Berita dan artikel terkait mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada

Kompas.com terdapat 57 berita terhitung mulai Oktober hingga

November 2015. Adapun judul berita tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Daftar judul berita mengenai kebiri di Kompas.com dari tanggal 09 Oktober – 12 November 2015. Tanggal Judul Narasumber 09/10/2015 Hukuman Kebiri Dinilai Perwakilan Ikatan Perlu Diterapkan Terhadap Pelajar Pelaku Kejahatan Seks Pada Muhammadiyah, M. Anak Khoirul Huda 09/10/2015 Akan Diajukan, Hukuman Ketua KPAI, Asrorun Kebiri Dan Mati Untuk Niam Pelaku Kejahatan Seks Pada Anak 11/10/2015 Ahok: Paedofil Sebaiknya Gubernur DKI Jakarta, Dikebiri Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok 12/10/2015 Mensos Setuju Paedofil Menteri Sosial, Dikebiri Dan Fotonya Khofifah Indar Disebar Di Tempat Umum

66

12/10/2015 Ridwan Kamil: Pelaku Walikota Bandung, Kekerasan Seks Terhadap Ridwan Kamil Anak Boleh Dikebiri Asal.. 20/10/2015 KPAI Sebut Presiden Dukung Ketua KPAI, Asrorun Hukuman Kebiri Niam 20/10/2015 Setuju Kebiri Untuk Paedofil, Menteri Sosial, Presiden Jokowi Akan Khofifah Indar dan Terbitkan Perppu Jaksa Agung, HM Prasetyo 21/10/2015 Hukuman Kebiri Bagi Guru Besar Hukum Paedofil Disarankan Diatur Pidana Universitas KUHP Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho 21/10/2015 PBNU Dukung Hukuman Sekretaris Jenderal Kebiri Bagi Pelaku Paedofil PBNU, Helmy Faishal Zaini 21/10/2015 Kapolda: Hukuman Kebiri Kapolda Metro Jaya, Perlu Regulasi Baru Inspektur Tito Karravian 21/10/2015 Kata Pemerhati Anak Soal Pemerhati Anak, Seto Hukuman Kebiri Pelaku Mulyadi Kejahatan Seksual 21/10/2015 Pimpinan Komisi VIII Wakil Ketua Komisi Dukung Rencana Hukuman VIII DPR, Sodik Kebiri Untuk Paedofil Mudjahid 21/10/2015 Nasdem: Kalau Tak Dikebiri, Ketua Fraksi Nasdem Pelaku Akan Ulangi Viktor Laiskodat Perbuatan 21/10/2015 Ahok: Kebiri Oke Oke Saja, Gubernur DKI Jakarta, Potong Saja Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok 22/10/2015 Menkumham, Yassona Menkumham Kaji Hukuman Laoly Kebiri Bagi Paedofil 22/10/2015 Yang Terjadi Bila Seseorang Ketua Bagian Dihukum Kebiri Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Wimpie Pangkahila 22/10/2015 Mensos: Banyak Negara Menteri Sosial, Terapkan Kebiri Bagi Khofifah Indar Paedofil 22/10/2015 Risma Setuju Hukuman Walikota Surabaya, Tri Kebiri Untuk Para Paedofil Rismaharini

67

22/10/2015 Mensos Sebut Hukuman Menteri Sosial, Kebiri Untuk Lindungi Anak Khofifah Indar Dari Kejahatan Seksual 22/10/2015 Jika Diminta Pemerintah, Ketua MUI, Ma'aruf MUI Siap Lakukan Kajian Amin Fatwa Soal Hukuman Kebiri 22/10/2015 Selain Kebiri, Hidayat Nur Wakil MPR, Hidayat Wahid Usul Hukuman Mati Nur Wahid Bagi Paedofil 22/10/2015 Sanksi Kebiri Akan Menyulut Dewan Pembina Dendam Terhadap Pelaku Komnas Anak, Seto Mulyadi 22/10/2015 Seskab Pastikan Perppu Sekretaris Kabinet, Kebiri Terbit Tahun Ini Pramono Agung 22/10/2015 Peggy Melati Sukma Setuju Artis Peggy Melati Jika Pelaku Kekerasan Sukma Seksual Terhadap Anak Atau Paedofil Dihukum Kebiri 22/10/2015 Kebiri Tak Jamin Pelaku Kriminolog UI, Yogo Kejahatan Seksual Jera Tri Hendiarto 23/10/2015 Soal Wacana Kebiri Paedofil, Ketua DPR, Setya Ini Komentar Ketua DPR Novanto 23/10/2015 Ini Kata Menkes Soal Menteri Kesehatan, Hukuman Kebiri Untuk Nila F Moeloek Paedofil 23/10/2015 Pimpinan Baleg DPR Tertawa Wakil Ketua Badan Sikapi Wacana Penerbitan Legislasi DPR RI, Perppu Soal Kebiri Paedofil Firman Soebagyo 23/10/2015 Apakah Kebiri Hilangkan Ketua Bagian Dorongan Seks Permanen? Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Wimpie Pangkahila 23/10/2015 Politisi Hanura Nilai Paedofil Sekretaris Fraksi Perlu Dikebiri Dengan Suntik Hanura, Dadang Kimiawi Rusdiana 23/10/2015 Daftar Negara Yang Memiliki Dikutip dari Strait Hukuman Kebiri Time 23/10/2015 Suntik Kebiri Bisa Mengubah Ketua Bagian Wujud Pria Andrologi & Seksologi Fak. Kedokteran Univ Udayana Denpasar, Wimpie Pangkahila 23/10/2015 Kebiri Pelaku Kejahatan Wakil Presiden, Jusuf Seksual, Ini Pandangan Kalla Wapres 25/10/2015 Sejumlah Pertanyaan Terkait Ketua Komisi VIII

68

Hukuman Kebiri DPR, Saleh Daulay 27/10/2015 Menkumham Bicara Soal Menkumham, Yassona Hukuman Berat Dan Kebiri Laoly Untuk Pelaku Paedofil 27/10/2015 Menkumham: Hukuman Menkumham, Yassona Kebiri Akan Masuk Prolegnas Laoly 28/10/2015 Ketua MUI Lebak Tolak Ketua Komisi Fatwa Wacana Kebiri Bagi Paedofil MUI Kabupaten Lebak, K.H. Baidjuri 29/10/2015 Komnas PA Sangat Dukung Ketua Komnas PA, Paedofil Dikebiri Arist Merdeka Sirait 30/10/2015 Hukum Kebiri, Paedofil Ketua Komite III DPD, Dunia Akan Takut Ke Fahira Idris Indonesia 30/10/2015 Hukuman Kebiri Diragukan Peneliti Institute for Mampu Kurangi Kasus Criminal Justice Kekerasan Seksual Pada Anak Reform (ICJR), Anggara 31/10/2015 Anggota DPR RI Asal Aceh Anggota DPR RI asal Setuju Hukuman Kebiri Bagi Aceh, Sudirman Paedofil 02/11/2015 Diberitahu Soal Hukuman Tersangka Pencabulan Kebiri, Begini Reaksi Anak, Maskur Pencabul Anak 02/11/2015 Meski Telah Disetujui, Menteri Pemberdayaan Penetapan Hukuman Kebiri Perempuan dan Perlu Melalui Kajian Ilmiah Perlindungan Anak, Yohana Yembise 02/11/2015 Menteri Yohana Siap Buat Menteri Pemberdayaan Daftar Pencabul Untuk Perempuan dan Dihukum Kebiri Perlindungan Anak, Yohana Yembise 02/11/2015 Kementerian Dan Lembaga Menteri Pemberdayaan Terkait Akan Gelar Seminar Perempuan dan Soal Hukuman Kebiri Bagi Perlindungan Anak, Paedofil Yohana Yembise 02/11/2015 Ini Dia Penyebab Kejahatan Menteri Pemberdayaan Seksual Terhadap Anak Versi Perempuan dan Menteri Yohana Perlindungan Anak, Yohana Yembise Pengarusutamaan 02/11/2015 Masih Dikaji, Hukuman Kebiri Dengan Cara Disuntik Deputi Gender Bidang Atau Operasi Politik, Sosial dan Hukum, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Heru Prasetyo

69

03/11/2015 Ancaman Bagi Pemerkosa Dosen Pascasarjana Anak FISIP Universitas Airlangga, Bagong Suyanto 05/11/2015 Kriminolog: Hukuman Kebiri Kriminolog UI, Prof. Tidak Menyelesaikan Muhammad Mustofa Masalah Asisten Deputi 05/11/2015 Dikaji, Pendampingan Mental Bagi Pelaku Kejahatan Yang Penanganan Kekerasan Terancam Dikebiri Terhadap Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Agustina Erni 05/11/2015 Apakah Hukuman Kebiri Wakil KPAI, Susanto Melanggar HAM, Ini Penjelasan KPAI Ketua Komite Etik dan 11/11/2015 Hukuman Kebiri, Aspek Moral Dan Etika Kedokteran Hukum RS Ciptomangunkusumo, Dosen Etika, Logika dan Filsafat Kedokteran Pascasarjana UI, Daldiyono 12/11/2015 Hukuman Kebiri Bukan Satu- Deputi Bidang Satunya Upaya Penghapusan Perlindungan Anak, Kekerasan Seksual Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu 12/11/2015 Psikolog UI Sebut Kebiri Bisa Psikolog Klinis Salah Arah Fakultas Psikologi UI, Kristi Poerwandari 12/11/2015 Psikolog UI: Wacana Psikolog Klinis Hukuman Kebiri Sangat Fakultas Psikologi UI, Emosional Kristi Poerwandari 12/11/2015 Alasan Kebiri Kimiawi Guru Besar Fakultas Dianggap Efektif Kendalikan Kedokteran UI, Agus Angka Kekerasan Seksual Purwadianto 12/11/2015 Hukuman Kebiri Guru Besar Hukum Dikhawatirkan Salah Sasaran Pidana Fakultas Dan Jadi Bumerang Hukum UI, Harkristuti Harkrisnowo

70

2. Objek penelitian di Kompas.com terkait pemberitaan mengenai hukuman

kebiri bagi paedofil

Seperti yang telah disebutkan di Bab I, penulis memilih 4 berita yang

menjadi objek penelitian. Berita-berita tersebut adalah berita pada

tanggal 12 Oktober 2015 dengan judul “Ridwan Kamil: Pelaku

Kekerasan Seks Terhadap Anak Boleh Dikebiri Asal..”, tanggal 21

Oktober 2015 dengan judul “PBNU Dukung Hukuman Kebiri Bagi

Pelaku Paedofil”, tanggal 28 Oktober 2015 dengan judul “Ketua MUI

Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil”, dan tanggal 5 November

2015 dengan judul “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan

Masalah”. Berikut penulis paparkan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.8 Frame Berita dan Narasumber Berita Tanggal Judul Isi Berita Narasumber 12/10/15 Ridwan Kamil: Hukuman kebiri bisa Walikota Pelaku dilakukan bila punya Bandung, Kekerasan dasar hukum yang Ridwan Kamil Terhadap kuat dan perlu ada Anak Boleh pembuktian bila Dikebiri Asal.. hukum yang sudah ada memang tidak membuat jera 21/10/15 PBNU mendukung PBNU Dukung rencana pemerintah Sekretaris Hukuman untuk menghukum Jenderal Kebiri Bagi kebiri pelaku paedofil, PBNU, Helmy Pelaku karena harus ada Faishal Zainy Paedofil hukum yang berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak 28/10/15 Ketua MUI Ketua MUI Lebak Ketua Komisi Lebak Tolak mengatakan hukuman Fatwa MUI Wacana Kebiri kebiri melalui obat Kabupaten Bagi Paedofil antiandrogen bagi Lebak, KH. paedofil adalah tidak Baidjuri tepat, karena hukuman tersebut tidak bisa

71

memutus mata rantai kejahatan seksual dan akan merusak salah satu organ manusia 05/11/15 Kriminolog: Hukuman kebiri tidak Kriminolog Hukuman menyelesaikan UI, Prof. Kebiri Tidak masalah kejahatan Muhammad Menyelesaikan seksual karena Mustofa Masalah kejahatan itu berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang alamiah. Dan secara empiris belum ada hukuman yang benar- benar membuat pelaku jera

3. Framing Robert N. Entmann terkait pemberitaan hukuman kebiri untuk

paedofil di Kompas.com

a. Kompas.com : Senin, 12 Oktober 2015

Judul : Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap

Anak Boleh Dikebiri Asal...

Tabel 4.9 Perangkat Framing Entman Problem Identification Dasar hukum atau regulasi yang kuat untuk menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil Causal Interpretation Belum adanya bukti secara statistik mengenai hasil dari hukum formal yag sudah ada Moral Evaluation Hukuman kebiri bukan masalah setuju atau tidak setuju, tapi perlu ada kajian mendalam mengenai HAM, karena secara kelelakian kebiri sulit dibayangkan Treatment Recomendation Melihat terlebih dahulu hasil atau pengaruh dari hukum formal yang ada, bila statistiknya menunjukkan berhasil maka kebiri dirasa tidak perlu, namun bila tidak ada perubahan maka upaya lain dapat dipertimbangkan, misalnya kebiri

72

Problem Identification. Pada berita ini, Kompas.com menilai yang menjadi masalah adalah ada atau tidaknya dasar hukum yang kuat untuk menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil.

Kebiri sebelum dijadikan sebuah hukum mestilah memiliki regulasi yang jelas, bila regulasinya ada tentu tidak masalah bila kemudian hukuman kebiri dijadikan hukuman untuk pelaku paedofil.

Causal Interpretation. Perlunya regulasi atau dasar yang kuat untuk penetapan kebiri sebagai hukuman untuk para pelaku paedofil adalah karena belum adanya bukti statistik mengenai hukuman formal yang telah ada berhasil atau tidak dalam menekan angka kasus paedofil, menimbulkan efek jera atau menimbulkan dampak. Bila hasil statistik mengenai hukum formal yang ada tidak menimbulkan dampak yang diharapkan atau kasus yang sama terulang kembali, barulah kemudian upaya lain dilakukan seperti gagasan hukuman kebiri untuk para pelaku paedofil.

Moral Evaluation. Sebagai narasumber, Ridwan Kamil atau yang akrab dipanggil Emil mengatakan hukuman kebiri bisa saja diterapkan bila ada bukti statistik hasil penerapan hukuman formal yang telah ada sebelumnya. Bila hasil menunjukkan bahwa hukuman yang ada tidak menghasilkan efek jera, maka upaya lain seperti hukuman kebiri bisa dipraktekan meski secara pemikiran kelelakian kebiri sulit untuk dibayangkan. Ridwal Kamil pun menambahkan persoalan pemberatan hukuman kebiri untuk paedofil bukan masalah

73

setuju atau tidak setuju, tapi perlu dikaji lebih lanjut khususnya

masalah hak asasi manusia (HAM). Ridwan Kamil mengatakan

demikian karena ia memiliki asumsi bagaimana jika pelaku kemudian

bertaubat atau insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah

melaksanakan hukuman formal yang ada, artinya hukuman kebiri

tidak perlu diterapkan.

Treatment Recomendation. Seperti yang dijelaskan diatas,

Ridwan Kamil menegaskan bahwa hendaknya membuktikan secara

statistik terlebih dahulu hasil dari hukuman formal yang telah ada,

baru menentukan kemudian hukuman kebiri ini pantas untuk

diterapkan atau tidak.

“”Kalau tiba-tiba suatu waktu manusia itu insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah menjalani hukuman-hukuman gimana? Dilihat dulu pengaruh hukum formalnya. Kalau berhasil membuat jera, saya kira tidak perlu. Kalau statistik menyatakan tidak ada perubahan, wacana lain perlu dipertimbangkan, jadi bukan setuju nggak setuju,” Emil menegaskan.” Kutipan diatas kembali menjelaskan penegasan dari Ridwan

Kamil terkait pembuktian statistik mengenai hukum formal yang ada,

sekaligus menyatakan bahwa wacana hukuman kebiri yang sedang

ramai diperdebatkan bukan mengenai setuju atau tidak setuju, tapi

apakah hukuman formal yang telah ada memberikan efek atau dampak

yang diharapkan atau tidak, baru kemudian hukuman lain

dipertimbangkan, salah satunya hukuman kebiri. b. Kompas.com : Rabu, 21 Oktober 2015

74

Judul : PBNU Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku

Paedofil

Tabel 4.10 Perangkat Framing Entman Problem Identification PBNU mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan kebiri sebagai hukuman bagi paedofil Causal Interpretation PBNU menilai harus ada hukuman yang berat untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak, serta berasumsi bahwa UU harus memiliki hukuman yang dapat membuat jera pelaku Moral Evaluation Agar setiap orang menyadari bahwa paedofil termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa dan pelakunya terancam mendapatkan hukuman yang luar biasa juga Treatment Recomendation Selain dikebiri, pelaku juga harus diberi sanksi sosial yakni stigma negatif di masyarakat agar masyarakat dapat mewaspadai pelaku

Problem Identification. Dalam berita ini, yang dinilai menjadi masalah adalah PBNU mendukung rencana pemerintah mengenai hukuman kebiri. Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini selaku narasumber mengatakan bahwa PBNU mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan kebiri sebagai hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil.

Causal Interpretation. Dukungan yang diberikan PBNU terhadap wacana hukuman kebiri ini bukan hanya beralasan karena rencana ini adalah usulan dari pemerintah, melainkan PBNU menilai harus ada hukuman berat untuk kejahatan seksual terhadap anak ini.

“”Harus ada hukuman. Prinsipnya, undang-undang harus bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya,” ujar Sekretaris Jenderal Helmy Faishal Zaini saat dihubungi, Rabu (21/10/2015).”

75

Dapat ditarik kesimpulan bahwa PBNU mendukung wacana hukuman kebiri untuk paedofil, selain karena menilai pelaku kejahatan seksual anak harus mendapatkan hukuman yang berat,

PBNU juga menilai hendaknya Undang-Undang yang mengatur hukum-hukum di negara ini menyediakan hukuman yang dapat memberikan efek jera bagi pelaku. Kebiri disini dianggap mampu memberikan efek jera.

Moral Evaluation. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa PBNU menilai Undang-Undang harusnya memiliki hukum yang dapat membuat pelaku jera. Bahkan Helmy menambahkan kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum dengan hukuman berat baik dengan hukum pidana ataupun hukum agama. Hal ini bertujuan agar setiap orang menyadari bahwa paedofil atau kejahatan seksual terhadap anak bukanlah kejahatan biasa, tapi termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa dan pelakunya terancam mendapatkan hukuman yang luar biasa juga. Sehingga diharapkan adanya efek jera bagi pelaku agar tidak melakukannya lagi dan memberikan efek takut bagi pelaku yang memiliki niat untuk melakukan kejahatan tersebut.

Treatment Recomendation. Selain mendukung langkah pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil, Helmy Faishal Zaini juga menyarankan agar pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil diberikan juga sanksi sosial. Adapun sanksi sosial yang dimaksud adalah pelaku

76

diberikan stigma negatif di masyarakat atau lingkungannya. Hal ini

bertujuan agar orang-orang disekelilingnya mengetahui bahwa ada di

sekitarnya pelaku paedofil dan bisa mewaspadai orang tersebut. c. Kompas.com : Rabu, 28 Oktober 2015

Judul : Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi

Paedofil

Tabel 4.11 Perangkat Framing Entman Problem Identification Hukuman kebiri melalui suntik antiandrogen untuk pelaku paedofil adalah hal yang tidak tepat Causal Interpretation Hukuman berat lainnya, seperti hukuman mati atau dihukum seumur hidup masih bisa diterapkan. Kebiri juga tidak dapat memutuskan mata rantai paedofil, serta praktek kebiri dapat merusak salah satu organ tubuh manusia Moral Evaluation Kebutuhan biologis dari organ tubuh yang rusak tersebut merupakan kepentingan dasar manusia. Hukuman suntik kebiri juga melanggar hak asasi manusia (HAM) Treatment Recomendation Ketua MUI Lebak mendukung hukuman berat lain seperti hukuman mati atau dihukum seumur hidup, selain itu pelaku juga hendaknya diberikan pembinaan mengenai keagamaan dan kultural masyarakat

Problem Identification. Pada berita ini, yang dinilai menjadi

masalah adalah hukuman kebiri tidak tepat untuk pelaku paedofil.

Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Lebak, KH. Baidjuri, selaku

narasumber, mengatakan hukuman kebiri yang dipraktekan dengan

suntik obat antiandrogen untuk paedofil adalah tidak tepat. KH.

77

Baidjuri pun mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap wacana hukuman kebiri ini.

Causal Interpretation. Alasan mengapa MUI Lebak tidak menyetujui wacana hukuman kebiri ini adalah karena hukuman berat dengan cara lain masih bisa diterapkan, seperti hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Selain itu kebiri dianggap tidak bisa memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak. Dan KH. Baidjuri menambahkan pemberlakuan kebiri melalui suntikan antiandrogen dapat merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak dapat berfungsi.

Moral Evaluation. Menurut KH. Baidjuri, dengan diterapkannya kebiri sebagai sebuah hukuman melalui suntikan, maka itu akan merusak salah satu organ tubuh. Sementara menurutnya, kebutuhan biologis dari organ tubuh yang rusak tersebut merupakan kepentingan dasar manusia. Dan ia menambahkan, hukuman suntik kebiri melanggar hak asasi manusia (HAM) karena hukuman tersebut memaksa seorang manusia untuk kehilangan hasrat seksualnya.

Treatment Recomendation. Ketua MUI Lebak mengatakan mendukung hukuman berat untuk pelaku paedofil, tapi bukan hukuman kebiri melainkan hukuman berat lainnya seperti hukuman mati atau dihukum seumur hidup. Selain hukuman berat, semestinya para pelaku juga mendapat pembinaan secara berkelanjutan, yakni pendekatan agama atau kultural masyarakat. Karena penyebab adanya kasus paedofil ini menurutnya disebabkan oleh dua hal, pertama hasrat libido yang tidak tersampaikan karena tidak memiliki istri atau

78

pasangan, kedua faktor ekonomi juga bisa menjadi penyebab karena

korban diiming-imingi mendapatkan uang.

“Semestinya, selain hukuman berat, kata dia, pelaku mendapat pembinaan secara berkelanjutan, termasuk pendekatan agama atau kultural masyarakat. Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi dua penyebab. Pertama, hasrat syaraf libidonya tidak tersalurkan karena tak memiliki istri atau pasangan. Kedua, kata dia, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan perbuatan kejahatan seksial karena korban diiming-imingi mendapatkan uang. “Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak agar memberi efek jera. Bila perlu, (pelaku) dihukum seumur hidup atau hukuman mati,” kata Baidjuri.” d. Kompas.com : Kamis, 05 November 2015

Judul : Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan

Masalah

Tabel 4.12 Perangkat Framing Entman Problem Identification Hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual Causal Interpretation Belum ada bukti secara empiris penghukuman dalam bentuk apapun menimbulkan efek jera dan rasa takut atau gentar bagi orang lain Moral Evaluation Pemahaman atau norma yang ada di masyarakat bahwa hasrat seksual adalah alamiah, tapi bila membiarkan tersalur dengan cara yang salah maka yang terjadi adalah ketidakteraturan Treatment Recomendation Masyarakat baik secara komunitas ataupun suku bangsa, dari generasi ke ke generasi, perlu membangun nilai dan norma mengenai tingkah laku seksual yang baik

Problem Identification. Dalam berita ini, dapat dinilai yang

menjadi sebuah masalah adalah hukuman kebiri tidak menyelesaikan

79

masalah kejahatan seksual. Hal ini dikatakan oleh Kriminolog

Universitas Indonesia, Profesor Muhammad Mustofa.

Causal Interpretation. Alasan mengapa kebiri dianggap tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual adalah karena kebiri merupakan suatu kebijakan paradoksal, karena kekerasan dilawan kekerasan. Paedofil atau kejahatan seksual terhadap anak adalah kekerasan yang dilakukan pelaku kepada korban, dilawan dengan kebiri yang merupakan kekerasan pemerintah terhadap pelaku. Selain itu, Kriminolog UI ini juga mengatakan bahwa tidak pernah ada bukti secara empiris penghukuman dalam bentuk apapun dapat menghasilkan efek jera dan rasa takut atau gentar bagi orang lain yang ingin melakukan kejahatan yang serupa.

Moral Evaluation. Menurut Muhammad Mustofa, paedofil atau kejahatan seksual ini berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang bersifat alamiah.

“”Tingkah laku seksual adalah gejala biologis yang normal dari seseorang yang dilahirkan norma, bahwa unbiologis yang tidak bisa dihindari. Tapi masyarakat menyadari ketika dorongan biologis atau tingkah laku seksual itu dibiarkan adalah hasilnya ketidakteraturan,” kata Mustofa.”

Dari kutipan diatas dapat diambil keterangan, bahwa norma yang ada di masyarakat saat ini adalah hasrat seksual adalah hal alamiah atau wajar, yang tidak wajar justru yang tidak memiliki hasarat tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan biologis yang ada atau tidak alamiah. Namun, masyarakat juga menyadari ketika hasrat seksual tersebut dibiarkan tersalur dengan cara yang salah, maka yang terjadi adalah ketidakteraturan dan kekacauan.

80

Treatment Recomendation. Setelah menarik keputusan moral

diatas, yakni pemahaman masyarakat bahwa hasrat seksual adalah

alamiah, tapi bila membiarkan tersalur dengan cara yang salah maka

yang terjadi adalah ketidakteraturan, Muhammad Mustofa

menyarankan agar setiap komunitas yang ada atau suku bangsa di

Indonesia perlu membangun nilai-nilai dan norma-norma mengenai

hasrat seksual. Norma dan nilai yang dimaksud adalah mengenai

bagaimana mengatasi tingkah laku seksual, apa yang boleh dilakukan

dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dan hal ini, menurut Mustofa,

hendaknya disosialisasikan dari generasi tua ke generasi muda.

C. Analisis Perbandingan Framing Republika Online dan Kompas.com

Dari hasil temuan penulis menggunakan perangkat framing Robert N.

Entmann, penulis menemukan adanya sudut pandang yang sedikit berbeda

diantara Republika Online dan Kompas.com terkait isu pemberitaan wacana

hukuman kebiri untuk paedofil.

Mengenai isu ini, Republika Online memandang bahwa bila hukuman

kebiri memang bisa menjadikan pelaku jera, maka boleh saja diterapkan

sebagai hukuman berat bagi para pelaku paedofil. Seperti yang Republika

Online kutip dari penilaian Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau

Aher:

“Ia menilai jika rumusan hukum bagi paedofilia (pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak) yang membuat jera pelaku dan orang yang hendak berbuat adalah kebiri, maka hal tersebut adalah hal yang tepat”

81

Namun, pemberlakuan hukuman kebiri ini juga tidak semata-mata

langsung diberlakukan kepada seluruh pelaku paedofil yang telah ditetapkan

sebagai tersangka. Ada penyelektifan tertentu yang mesti dilakukan oleh

aparat yang melakukan pengebirian. Penyelektifan bagi pelaku yang akan

dikebiri ini dikutip dari pernyataan Din Syamsudin sebagai salah satu

narasumber yang dipilih Republika Online.

“Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, hukum kebiri untuk paedofil bagus. Tapi, harus diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak.”

Pernyataan mengenai penyelektifan pelaku paedofil untuk dikebiri ini

juga dipertegas oleh Redaktur Republika Online, Esthi Maharani:

“Menurutku sih sah saja kebiri diterapkan. Dengan catatan harus benar-benar diperhitungkan dengan matang. Mulai dari kriteria orang yang „pantas‟ dikebiri, apakah jumlah korbannya lebih dari 10, usia korbannya, diberlakukan wajib lapor, sampai ekses hukuman kebiri bagi pelaku.”1

Penyeleksian ini dilakukan salah satunya adalah karena masih

banyaknya individu atau bahkan kelompok yang menentang pemberlakuan

hukuman kebiri dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang

dikutip oleh Republika Online dari praktisi hukum Lembaga Bantuan Hukum

(LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Candra

Darusman. Menurutnya, memang pelaku paedofil harus dihukum, tapi bukan

dengan hukuman yang merendahkan martabat, merendahkan nilai-nilai

kemanusiaan, serta tidak boleh bertentangan dengan kodrat dan prinsip

kemanusiaan.

1 Wawancara Pribadi dengan salah satu Tim Redaksi Republika Online, Esthi Maharani, Jakarta Selatan, 29 September 2016

82

Meski demikian, Republika Online kemudian mengambil kutipan

dari Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, Cholil Nafis, yang

mengatakan bahwa hukuman kebiri dikembalikan kepada kebijakan dan

ijtihad pemerintah dalam mempertegas sebuah hukuman kejahatan. Hal ini

mengingat bahwa dalam Islam belum pernah menjadikan kebiri sebagai suatu

hukuman, tapi bukan artinya kebiri itu merupakan sesuatu yang dilarang.

Jadi diresmikannya hukuman kebiri dan diterapkannya hukuman

tersebut ataupun tidak, menjadi ijtihad dan keputusan pemerintah. Adapun

bila kemudian diresmikan dan akan diterapkan, maka penerapannya harus

dengan selektif.

Sedikit berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menilai

bahwa hukuman kebiri tersebut akan sulit diterapkan bagi pelaku paedofil di

Indonesia. Seperti yang dikutip dari pernyataan Kriminolog Universitas

Indonesia, Profesor Muhammad Mustofa, kebiri tidak akan menyelesaikan

permasalah paedofil yang ada di Indonesia. Karena menurutnya, kekerasan

dilawan dengan kekerasan adalah suatu kebijakan paradoksal. Selain itu

kejahatan seksual berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang

bersifat alamiah.

Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan pernyataan dari Asisten

Manager Redaksi Kompas.com, Heru Margianto:

“Konteks permasalahan paedofil sebenarnya adalah pemerkosaan. Lalu apakah dengan dikebiri pemerkosaan itu selesai? Pemerkosaan (paedofil) bukan sekedar persoalan hasrat yang tidak terkelola dengan baik, tapi di dalamnya ada persoalan pendidikan, persoalan karakter, persoalan perspektif gender. Jadi persoalannya kompleks, ada sosial, budaya dan kultur masyarakat.”2

2 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016

83

Kutipan diatas menjelaskan bahwa nyatanya kebiri tidak dapat

dipandang dari satu sisi saja, ada aspek lain yang mesti diperhatikan untuk

menerapkan kebiri sebagai suatu hukuman. Diantaranya ada kultur

masyarakat yang menjadikan kebiri ini bila dipikir secara kelelakian sulit

untuk membayangkan, seperti yang dikutip oleh Kompas.com dari Wali Kota

Bandung, Ridwan Kamil.

Selain karena tidak bisa dipandang dari satu sisi saja, kebiri juga

dianggap akan melanggar Hak Asasi Manusia bila diterapkan. Seperti yang

dikutip dari pernyataan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Kabupaten Lebak, K.H. Baidjuri3, bahwa kebiri akan melanggar HAM karena

dapat merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak berfungsi dan memaksa

seseorang manusia untuk kehilangan hasrat seksualnya.

Heru Margianto pun menambahkan, selain HAM, hukuman kebiri

ini juga menjadikan adanya unsur kodrati yang diintervensi, yang sebenarnya

tidak pas dilakukan oleh pemerintah karena tidak menyelesaikan masalah4,

dalam hal ini menyelesaikan permasalahan paedofil.

Meski demikian, Kompas.com tidak memungkiri adanya individu atau

kelompok yang mendukung hukuman kebiri ini menjadi solusi dari maraknya

kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil. Seperti yang dikutip dari

pernyataan dari Sekretaris Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy

Faishal Zaini:

3 Sandro Gatra, “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil” diakses pada 29 September 2016 dari http://www.kompas.com 4 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016

84

“Menurut Helmy, baik secara hukum pidana maupun hukum agama, pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu mendapat hukuman berat. Tujuannya, agar setiap orang menyadari bahwa paedofil merupakan kejahatan luar biasa yang pelakunya terancam dengan hukuman yang berat.”

Kompas.com pun ikut memberikan saran penyelesaian mengenai

masalah paedofil ini. Seperti yang dikutip dari Ketua MUI Kabupaten Lebak,

K.H. Baidjuri, selain hukuman berat, hendaknya para pelaku paedofil

mendapatkan binaan secara berkelanjutan, baik dari segi agama maupun

kultural masyarakat.5 Begitupun Kriminolog UI yang memberikan saran,

hendaknya setiap komunitas atau suku bangsa yang ada di Indonesia perlu

membangun lebih lanjut tentang nilai dan norma bagaimana tingkah laku

seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Selanjutnya nilai

dan norma ini disosialisasikan dari generasi ke generasi.6

Heru Margianto pun memberikan saran yang cukup selaras, yakni

memberikan pendidikan karakter, pendidikan moral, pendidikan nilai yang

selama ini tidak pernah tersentuh sama sekali di bangku pendidikan.

“Hukum harus ditegakkan, langkah pendeknya ketika ada masalah maka langsung diselesaikan. Tapi ada masalah yang membutuhkan jangka waktu yang lebih lama, yaitu masalah mindset, masalah cara pandang, masalah kesetaraan gender yang harus diinternalisasikan lewat proses pendidikan kita.”7

5 Sandro Gatra, “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil” diakses pada 29 September 2016 dari http://www.kompas.com 6 Kahfi Dirga Cahya dan Fidel Ali, “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah” diakses pada 23 September 2016 dari http://www.kompas.com 7 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016

85

Tabel 4.13 Perbandingan Framing Kompas.com dan Republika Online Elemen Framing Kompas.com Republika Online Problem Kebiri bukan masalah Kebiri bisa menjadi hukuman Identification yang bisa dipandang dari berat yang dapat membuat satu sisi saja, ada banyak pelaku jera, tapi aspek yang mesti pelaksanaannya harus selektif diperhatian baik dari sisi sosial, budaya dan kultur masyarakat Causal Paedofil dasarnya adalah Masih adanya individu atau Interpretation perkosaan, dan perkosaan kelompok yang kurang setuju tidak bisa langsung dan berasumsi hukuman tidak diselesaikan dengan boleh merendahkan martabat, kebiri. Kebiri pun secara merendahkan nilai-nilai kultur masyarakat, kemanusiaan, serta tidak khususnya secara boleh bertentangan dengan kelelakian, sulit untuk kodrat dan prinsip dibayangkan kemanusiaan, namun pemerintah harus tegas menghadapi masalah paedofil Moral Evaluation Kebiri dapat melanggar Paedofil bila dibiarkan akan HAM, yakni dapat menciptakan kerusakan yang merusak salah satu organ lebih besar, apalagi bila tubuh hingga tidak menular dan menjadi berfungsi dan memaksa kebiasaan, bahkan adanya seseorang kehilangan kemungkinan mereka hasrat seksual, melawan membuat kelompok tersendiri kodrat alamiah yang yang kemudian malah memang bersifat biologis menjadi ancaman bagi masyarakat Treatment Pelaku paedofil Diresmikannya hukuman Recommendation mendapatkan binaan kebiri dan diterapkannya secara berkelanjutan, hukuman tersebut ataupun baik dari segi agama tidak, menjadi ijtihad dan maupun kultural keputusan pemerintah. masyarakat, setiap Adapun bila kemudian komunitas atau suku diresmikan dan akan bangsa yang ada di diterapkan, maka Indonesia perlu penerapannya harus dengan membangun lebih lanjut selektif. tentang nilai dan norma bagaimana tingkah laku seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dan disosialisasikan dari generasi ke generasi

86

D. Interpretasi

Berita hukuman kebiri memang masih menjadi perdebatan yang

panjang hingga saat ini. Terbukti meski wacana hukuman berita ini sudah

lebih dari setahun diberitakan, hingga saat ini masih cukup banyak media

yang menyajikan info terkait isu tersebut.

Kekhawatiran akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan efek

samping lainnya dari praktek kebirilah yang masih menjadikan hukum ini

seakan menimbulkan banyak pro-kontra. Pernyataan serupa pun dinyatakan

oleh Heru Margianto selaku perwakilan dari Kompas.com. Ia mengatakan

hukuman kebiri ini tidak bisa dipandang dari satu sisi saja, banyak aspek

yang mesti diperhatikan. Diantaranya ada aspek sosial, budaya dan kultur

masyarakat. Menurutnya, bukan kebirilah solusi tepat bagi kejahatan seksual

terhadap anak ini, tetapi mindset masyarakat itu sendiri8. Pendidikan

mengenai karakter, moral, gender dan seksual tidak diajarkan pada

masyarakat secara resmi di bangku pendidikan, yang kemudian menimbulkan

persepsi yang salah mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan dalam menyalurkan hasrat seksual.

Kompas.com memberitakan, setelah penandatanganan Presiden Joko

Widodo mengenai hukuman kebiri pada 25 Mei 2016, DPR belum bisa

langsung mengesahkan keputusan tersebut. Disebutlah ada 3 Fraksi Partai

Politik yang menolak keras Perppu kebiri ini, yakni Fraksi Partai Keadilan

Sosial, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Gerindra.9 Masih banyaknya

8 Wawancara pribadi dengan Asisten Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016 9 Nabilla Tashandra dan Sandro Gatra, “DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi UU” diakses pada 3 September 2016 dari http://www.kompas.com

87

pertanyaan mengenai praktek hukuman kebiri inilah yang kemudian membuat

DPR menunda pengesahan Perppu kebiri menjadi Undang-Undang,

diantaranya ialah bagaimana kelanjutan pelaku paedofil yang dikebiri setelah

keluar lapas? Apakah ia akan berkeliaran di masyarakat atau di tempat

rehabilitas? Berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk setiap dosis kebiri

kimia yang diberikan? Bagaimana pemerintah menjamin chip yang

ditanamkan untuk memantau pelaku tidak dikeluarkan secara paksa oleh

pelaku itu sendiri?

Meski demikian, pada tanggal 12 Oktober 2016, DPR telah

mengesahkan Perppu kebiri menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini tidak

semata-mata tanpa adanya kesepakatan dari Fraksi Partai Politik di DPR.10

Kesempakatan yang terjadi ialah adanya catatan dari Fraksi Partai Keadilan

Sosial. Adapun catatan yang dimaksud diantaranya adalah data yang menjadi

landasan penetapan Perppu kebiri dari pemerintah belum jelas. Ketua Fraksi

Partai Keadilan Sosial, Jazuli Juwaini, menambahkan bahwa bila memang

seluruh elemen harus setuju dengan pengesahan Perppu kebiri menjadi

Undang-Undang, maka hal yang terpenting adalah Perppu ini akan direvisi,

kemudian membuat Undang-Undang yang lebih komprehensif dan bisa

menjawab persoalan bangsa khususnya persoalan perempuan dan anak, dalam

hal ini pemerkosaan dan paedofil.

Perbedaan pendapat yang terjadi di kursi DPR juga terjadi dalam

bentuk pemberitaan media. Salah satunya adalah pemberitaan yang dilakukan

oleh Republika Online dan Kompas.com. Perbedaan yang terjadi ini dianggap

10 Nabilla Tashandra dan Sandro Gatra, “Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan Barunya” diakses pada 13 Oktober 2016 dari http://www.kompas.com

88

hal yang biasa karena dapat dilihat kedua media tersebut memiliki prinsip

yang berbeda. Republika Online yang merupakan „anak‟ dari Republika

Penerbit dianggap memiliki pandangan yang sama, yakni setiap isu dan

pemberitaan diberitakan dengan berbasis agama Islam. Berbeda dengan

Kompas.com yang memiliki prinsip media berbasis Nasionalis Kebangsaan

dan Netral. Keduanya memberikan pemberitaan sesuai dengan prinsip yang

melekat pada mereka, namun tetap berusaha menetralkan diri.

Perbedaan prinsip ini mempengaruhi bagaimana media mengemas dan

memberitakan isu tersebut sehingga dapat mengkonstruksi khalayak

khususnya pembaca media tersebut. Dalam teori konstruksi sosial,11

konstruksi atas realitas terjadi secara simultan melalui proses dialektika, dan

bangunan realitas yang tercipta dari proses ini ialah objektif, subjektif dan

simbolis.

Konstruksi yang terjadi pada media massa menggunakan bahasa,

simbol dan subjektifitas.12 Bahasa yang digunakan media bukan hanya

sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas saja, tapi juga untuk

menentukan makna citra dari suatu realitas yang akan muncul di benak

masyarakat.

Hal ini kemudian ditampilkan oleh Republika Online dan

Kompas.com dalam penggunaan bahasa yang mengguatkan bingkai berita

masing-masing media. Republika Online membingkai berita wacana

hukuman kebiri untuk paedofil ini dengan mengacu kepada pendapat atau

11 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 85 12 Arfian Fahri,”Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam pada Surat Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 96

89

gagasan narasumber terkait isu tersebut, yakni mengatakan bahwa hukuman

kebiri bisa saja dilakukan asal selektif, karena dalam Islam sendiri hukuman

ini belum pernah dipraktekan sebagai sebuah hukuman.

Disatu sisi Republika Online menegaskan bahwa paedofil kini

semakin marak dan paedofil adalah kejahatan yang bila tidak diselesaikan

maka akan menciptakan kerusakan-kerusakan lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa Republika Online, yang diketahui oleh masyarakat sebagai media

berbasis Islam, ketika dalam Islam hukuman tersebut belum pernah dilakukan

maka keputusannya ada pada tangan pemerintah, tapi ia pun memaparkan bila

pemerintah tidak menjadikan kebiri sebuah hukuman maka hal-hal yang

dikhawatirkan tadi akan terjadi. Selain itu, Republika Online, melalui Esthi

Maharani, juga meminta pemerintah untuk memikirkan nasib korban

kejahatan paedofil.

“Kita harus mikirin korbannya, gimana hidup orang yang sudah dijadikan korban kejahatan seksual. Oke misalkan pelakunya dihukum, terus korban ini kehidupannya piye? Kehidupan kedepannya gimana? Udah hancur, malu, takut, trauma dan akan berakibat juga ke lingkungan pekerjaannya nanti. Ini ekses-ekses yang sebenarnya enggak kepikiran tapi kita tidak boleh tinggalin dan harus dikasih perhatian lebih”.13

Disisi lain, Kompas.com membingkai berita wacana hukuman kebiri

untuk paedofil dengan mengacu kepada pendapat atau gagasan dari

narasumber, mengatakan bahwa kebiri paedofil dianggap tidak

menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan bila kebiri diterapkan maka yang

terjadi adalah kebijakan paradoksal, kekerasan dilawan dengan kekerasan.

Selain itu, kebiri dianggap melanggar kodrat alamiah biologis seseorang

13 Wawancara pribadi dengan Tim Redaksi Republika Online, Esthi Maharani, Jakarta Selatan, 29 September 2016

90

dengan merusak salah satu organ tubuhnya hingga tidak berfungsi. Disini

terlihat bahwa secara bahasa dan simbol, Republika Online dan Kompas.com

menonjolkan pemilihan realitas yang berbeda.

Selain penggunaan bahasa dan simbol, proses konstruksi media massa

ini juga terjadi karena adanya prinsip-prinsip yang dipegang oleh masing-

masing media. Republika Online dan Kompas.com merupakan media yang

sama-sama berpandangan nasionalis. Namun sebagaimana yang sudah

disebutkan sebelumnya, Republika Online merupakan satu kesatuan dengan

Republika cetak yang beraliran Islami, karena Republika adalah koran Islam

yang berasosiasi dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Maka opini publik yang terbentuk adalah Republika Online merupakan media

online yang beraliran Islami. Dan ini terlihat jelas perbedaan antara kedua

media tersebut, dimana Kompas.com merupakan media yang masih konsisten

dengan pandangannya yakni berbasis nasionalis.14 Perbedaan prinsip baik

kedua media online inilah, secara subjektif atau kelompok, yang kemudian

menghadirkan konstruksi yang berbeda.

Seperti asumsi pada teori hirarki pengaruh, salah satu yang

mempengaruhi pengemasan sebuah media adalah faktor subjektifitas atau

atasan atau struktur level yang lebih tinggi di dalam susunan struktur

organisasi media tersebut. Jadi pemberitaaan media bukanlah hasil kerja yang

bersifat perseorang, melainkan kerjasama tim dan pengaruh dari level

tertinggi untuk memproduksi konten yang berkualitas, melayani publik,

14 Setya Malik Kevin Turangga, “Analisis Framing Instruksi Gubernur DKI Jakarta Tentang Pelarangan Penyembelihan Hewan Kurban di Sembarang Tempat oleh Kompas.com dan Republika Online” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016) h. 113

91

sesuai dengan human interest, mendapat pengakuan profesional yang

kemudian untuk mencari keuntungan bagi media itu sendiri.

Dalam Islam, para ulama klasik mengharamkan adanya kebiri pada

manusia. Para ulama tersebut adalah Imam Ibnu Ahdil Bar dalam Al-

Istidzkar, Imam Ibnu Hajar Al-Asyqalani dalam Fathul Bari, Imam Badrufin

Al-Aini dalam Umdatul Qari, Imam Al-Qurtubi dalam al-Jami‟li al-Ahkam

Al-Qur‟an, Imam Shan‟ani dalam Subulus Salam. Adapun alasan kuat

mengapa para ulama ini mengharamkan adanya kebiri pada manusia ialah

hadits dari Ibnu Mas‟ud RA yang mengatakan :

“Dahulu kami berperang dengan Rasulullah sedangkan kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah kami melalukan pengebirian?” maka Rasulullah melarangnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).

Bukan hanya para ulama klasik yang melarang pengebirian terhadap

manusia, beberapa ulama modern juga melarangnya seperti Majelis Tajrih

dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur,

Hizbut Tahrir dan sebagainya.15 Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik

manusia, melanggar HAM dan melahirkan jenis hukum baru yang tidak

pernah dikenal dalam konsep jinayah islamiyah.

Meski pada hakikatnya kitab-kitab dan para ulama klasik Islam

mayoritas melarang kebiri, masih terdapat beberapa ulama yang setuju

dengan hukuman jenis ini. Karena mereka mengedepankan aspek mashlahat

ketika hukuman kebiri ditetapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan

Masyarakat MUI, Cholil Nafis berwacana bahwa pemberian hukuman kebiri

15 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id

92

pada terpidana paedofil dapat memberikan efek jera.16 Seorang ulama klasik

Imam Abu Umar Ibnu Abdul Barr mengatakan:

“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mengebiri manusia tidak halal dan tidak boleh, karena merupakan bentuk penyiksaan dan merubah ciptaan Allah. Begitu juga tidak boleh memotong anggota badan yang lainnya, jika itu bukan karena hukuman had atau qishas.”17

Adapun had, menurut syar’i,18 adalah hukuman-hukuman kejahatan

yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya

seseorang kepada kejahatan yang sama. Hukum had ini merupakan hukuman

yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum, seperti

dipotongnya tangan seseorang pencuri yang telah memenuhi syarat pencurian.

Had juga diartikan sebagai hukuman atas dilanggarnya hak Allah SWT.

Sedangkan qishas adalah merupakan hukuman atas dilanggarnya hak manusia

atau hak orang lain, seperti dipotongnya tangan pelaku kejahatan akibat dia

telah memotong tangan orang lain.

Hal ini menjelaskan bahwa jika hukuman kebiri untuk terpidana

paedofil boleh dilakukan bila beralasan hukuman had. Karena paedofil

cenderung melanggar hukum Allah. Ia melakukan hal yang jelas-jelas

dilarang oleh Allah yakni melakukan zina. Parahnya ia melakukannya pada

anak kecil yang kemudian menjadikan anak kecil itu mengalami trauma dan

bisa saja ketika dewasa ia memiliki dendam dan kemudian melakukan

paedofil juga, seperti pengakuan para pelaku paedofil yang melakukan hal

tersebut karena pengalaman saat kecil.

16 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id 17 Abu Abd Allah Al-Qurtubi Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an, h. 251 18 Rika Rahmawati, “Antara Qishash dan Hudud” diakses pada 15 Januari 2016 dari www.islampos.com

93

Ketua Majelis Intektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmy

Zarkasyi mengatakan pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai

salah satu pilihan hukuman bagi terpidana paedofil. Ijtihad seorang hakimlah

yang sangat menentukan dalam penjatuhan hukuman ini. Tidak seluruh kasus

paedofil akan mendapatkan hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan

kaidah fiqh “Ad-Dhoruratu Tubihu Al-Mahdhurat” atau keadaan mendesak

dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang.19 Maksudnya ialah

bila kondisinya sudah pada tahap mengancam jiwa, pelaku melakukan

tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis pada korban, atau ketika

bila hasratnya tidak terpenuhi maka ia bisa menghilangkan nyawa korban.

19 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengemasan berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada

Kompas.com dan Republika Online cukup berbeda. Kompas.com

memandang kebiri tidak dapat dipraktekkan sebagai hukuman paedofil,

karena masalah kebiri bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dari satu aspek

saja, ada banyak aspek yang mesti diperhatikan diantaranya budaya,

kultur masyarakat dan kehidupan sosial. Sedangkan Republika Online

beranggapan kebiri bisa dijadikan hukuman berat bagi pelaku paedofil

meski pelaksanaannya harus jelas dan selektif.

2. Adapun perbandingan pemberitaan dari kedua media tersebut bisa dilihat

dari argumen masing-masing media yang diwakili oleh salah satu Tim

Redaksi. Kompas.com yang diwakili oleh J. Heru Margianto, Asistan

Manager Redaksi, mengatakan bahwa paedofil dasarnya adalah

perkosaan, dan perkosaan tidak bisa langsung diselesaikan dengan kebiri.

Kebiri pun secara kultur masyarakat, khususnya secara kelelakian, sulit

untuk dibayangkan. Oleh karena itu Kompas.com mengatakan bahwa

kebiri dapat melanggar HAM dengan merusak salah satu organ tubuh

serta melawan kodrat alamiah yang bersifat biologis. Dari argumen

tersebut, Kompas.com kemudian memberikan saran sebaiknya pelaku

paedofil mendapatkan binaan berkelanjutan baik dari segi agama, atau

kultural masyarakat, dan membangun kembali norma-norma tentang

94

95

bagaimana tingkah laku seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh

dilakukan, yang kemudian disosialisasikan kembali ke masyarakat.

Sedangkan Republika Online yang diwakili oleh Esthi Maharani,

salah satu Redaktur dari Tim Redaksi Republika Online, mengatakan

bahwa kebiri bisa menjadi hukuman berat yang akan membuat jera

pelaku, tapi pelaksanaanya harus selektif. Selektifitas ini bukan lain

karena masih adanya pihak yang kurang setuju dengan diberlakukannya

hukum kebiri. Namun bila paedofil dibiarkan, maka akan tercipta

kerusakan yang lebih besar, apalagi bila menular dan menjadi kebiasaan.

Dari argumen tersebut, Republika Online mempersilahkan pemerintah

untuk berijtihad dalam mengesahkan hukuman kebiri sebagai hukuman

paedofil. Jikalau ternyata hukuman kebiri jadi disahkan, maka

penerapannya harus selektif dan prosedurnya harus jelas.

B. Saran

Dalam penelitian ini, penulis ingin memberikan saran kepada:

1. Kepada media Republika Online dan Kompas.com agar lebih objektif

dalam memberitakan sebuah berita. Hendaknya kedua media ini tetap

memegang teguh pedoman jurnalistik, dan tidak menjadi provokasi atas

suatu permasalahan, karena media massa khususnya media online saat ini

sudah menjadi salah satu konsumsi pengetahuan masyarakat sebagai

sebuah sumber informasi aktual yang disajikan setiap harinya.

2. Kepada masyarakat secara umum agar lebih berhati-hati dalam mengikuti

pemberitaan, lebih bijaksana dan berpikir kritis terhadap setiap berita

yang dikeluarkan oleh media massa. Dan terkait isu yang diangkat,

96

diharapkan seluruh elemen masyarakat ikut turut andil dalam mengurangi

tingkat kejahatan paedofil yang ada di Indonesia ini, dengan lebih

menjaga anak-anak dan kaum perempuan. Karena permasalahan ini

bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita sebagai masyarakat

sosial yang saling hidup berdampingan untuk saling menjaga satu sama

lain.

3. Kepada akademisi agar dapat lebih kritis dan jeli melihat berbagai

permasalahan yang sedang menjadi perbincangan publik akibat dari

konstruksi yang dilakukan media.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Al-Qurtubi, Abu Abd Allah. Al-Jami’li al-Ahkam al-Quran. Beirut: Dar Ihya al-

Turath al-A’rabi. 1965.

Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana, 2011.

______. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2007.

Eriyanto. Analisis Framing: Kosntruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta:

LkiS, 2002.

Ibn Katsir, Ismail. Tafsir al-Quran al-Adzim: Tafsir Ibnu Katsir. Kairo: Dar al-

Ma’rifah. 1978.

Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.

Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik: Teori dan

Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa McQuail: Edisi Keenam. Jakarta:

Salemba Humanika, 2011.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2000

Morissan, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005.

Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan

Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2012.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009

Yunus, Syarifudin. Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Karya Ilmiah:

Agustini, Megawati. “Analisis Framing Pemberitaan Penyadapan Presiden RI oleh

Australia dan Amerika di Merdeka.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2015.

Dariah, Suci. “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada

Republika Online dan Detik.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2013.

Fahri, Arfian. “Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam pada Surat

Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2013.

Hadiyani, Fitri. “Media Online dan Ruang Publik Virtual: Studi Terhadap Kolom

Komentar di Kompas.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.

Mursanih, Ahmad. “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di

Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di

Kompas.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.

Turangga, Setya Malik Kevin. “Analisis Framing Instruksi Gubernur DKI Jakarta

Tentang Larangan Penyembelihan Hewan Kurban di Sembarang Tempat

oleh Kompas.com dan Republika Online”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2016.

Sumber lain:

Cahya, Kahfi Dirga dan Fidel Ali. “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak

Menyelesaikan Masalah” diakses dari www.kompas.com

Choiriyah, Muchlisa. “Menyedihkan, Anak-anak Ini Jadi Korban Kejahatan

Paedofil” diakses dari www.merdeka.com

Danarkusumo, Didi. “Mengenal Kembali Istilah Kebiri” diakses dari

www.selasar.com Divianta, Dewi. “Komnas Anak Usul Penjahat Asusila Dikebiri” diakses dari

www.liputan6.com

Gatra, Sandro. “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Hukuman Kebiri bagi Paedofil”

diakses dari www.kompas.com

Internet World Stats. “Asia Top Internet Countries” diakses dari

www.internetworldstats.com

Maharani, Dian. “Apa Yang Terjadi Jika Seseorang Dihukum Kebiri” diakses dari

www.nationalgeographic.com

Rahmawati, Rika. “Antara Qishah dan Hudud” diakses dari www.islampos.com

Ramadhan, Bilal dan Hanan Putra. “Fatwa Hukuman Kebiri dalam Tinjauan

Syar’i” diakses dari www.khazanah.republika.co.id

Tashandra, Nabila dan Sandro Gatra. “DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi

UU” diakses dari www.kompas.com

Tashandra, Nabila dan Sandro Gatra. “Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan

Barunya” diakses dari www.kompas.com

Wawancara Pribadi dengan Asisten Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru

Margianto. Jakarta Barat, 20 September 2016.

Wawancara Pribadi dengan Redaktur Republika Online, Esthi Maharani. Jakarta

Selatan, 29 September 2016.

LAMPIRAN

KOMPAS.COM

Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks terhadap Anak Boleh Dikebiri asal...

Senin, 12 Oktober 2015 | 16:17 WIB BANDUNG, KOMPAS.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengajukan usulan pemberatan hukuman untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak ke Mahkamah Agung. Pemberatan hukuman itu mulai dari kebiri hingga hukuman mati.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil angkat bicara soal wacana tersebut. Dia menilai, pemberatan hukuman, seperti kebiri, bisa dilakukan jika punya dasar hukum yang kuat. "Ada regulasinya tidak, kalau ada regulasinya, tentunya tidak ada masalah juga kalau hukum formal tidak bikin kapok," ucap Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Senin (12/10/2015).

Meski begitu, pria yang akrab disapa Emil ini menjelaskan, perlu ada pembuktian jika hukuman formal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak memang tak membuat efek jera.

"Jadi, menurut saya, perlu ada pembuktian kalau hukum formal untuk tipe kriminal seperti itu berhasil atau tidak. Kalau statistik menyatakan hukum formal tidak berdampak, berulang, ya upaya lain bisa saja, termasuk gagasan itu, walaupun secara kelelakian sulit membayangkan," tuturnya.

Dia menambahkan, persoalan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak bukan masalah setuju atau tidak. Namun, perlu ada kajian mendalam, terutama soal hak asasi manusia.

"Kalau tiba-tiba suatu waktu manusia itu insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah menjalani hukuman hukuman gimana? Dilihat dulu pengaruh hukum formalnya. Kalau berhasil membuat jera, saya kira tidak perlu. Kalau statistik menyatakan tidak ada perubahan, wacana lain perlu dipertimbangkan, jadi bukan setuju nggak setuju," Emil menegaskan.

Penulis : Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani Editor : Ervan Hardoko

PBNU Dukung Hukuman Kebiri bagi Pelaku Paedofil

Rabu, 21 Oktober 2015 | 15:16 WIB

SHUTTERSTOCK ILUSTRASI

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku paedofil. PBNU menilai harus ada hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

"Harus ada hukuman. Prinsipnya, undang-undang harus bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya," ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini saat dihubungi, Rabu (21/10/2015).

Menurut Helmy, baik secara hukum pidana maupun hukum agama, pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu mendapat hukuman berat. (baca: Hukuman Kebiri bagi Paedofil Disarankan Diatur dalam KUHP)

Tujuannya, agar setiap orang menyadari bahwa paedofil merupakan kejahatan luar biasa yang pelakunya terancam dengan hukuman yang berat.

Selain itu, ia juga menyarankan agar pelaku paedofil diberikan sanksi sosial. Menurut dia, pelaku harus diberikan stigma negatif di masyarakat.

"Biar orang di sekelilingnya tahu dan bisa mewaspadai pelaku paedofil," kata Helmy.

Pelaku kekerasan seksual terhadap anak akan mendapat tambahan hukuman yang berat. Selain ancaman hukuman penjara, pelaku kekerasan seksual itu juga akan disuntik sebagai proses kebiri.

Pemerintah kini tengah menyusun draf peraturan pemerintah pengganti undang- undang untuk merealisasikan aturan itu. (Baca: Setuju Kebiri untuk Paedofil, Presiden Jokowi Akan Terbitkan Perppu) Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan bahwa kekerasan terhadap anak telah menimbulkan efek yang luar biasa dalam diri si anak. Karena itu, hukuman berat harus diberikan kepada para pelakunya.

Prasetyo berharap, hukuman itu akan membuat paedofil jera dan berpikir 1.000 kali jika ingin menyakiti anak-anak. Aturan pemberlakuan hukuman kebiri itu juga mendapat dukungan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Penulis : Abba Gabrillin Editor : Sandro Gatra

Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri bagi Paedofil

Rabu, 28 Oktober 2015 | 11:08 WIB

SHUTTERSTOCK ILUSTRASI

LEBAK, KOMPAS.com — Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baidjuri menyatakan, hukuman suntik kebiri melalui obat antiandrogen bagi paedofil pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak tepat.

"Kami tidak setuju penerapan hukuman suntik kebiri itu," kata Baidjuri di Lebak, Rabu (28/10/2015), seperti dikutip Antara.

Baidjuri mengatakan, hukuman dengan cara lain bisa diterapkan, seperti hukuman berat, hukuman seumur hidup, atau hukuman mati.

Penerapan hukuman suntik kebiri, kata dia, tidak bisa memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak. (Baca: Apakah Kebiri Hilangkan Dorongan Seks Permanen?)

Karena itu, MUI Lebak tidak setuju dengan penerapan hukuman suntik kebiri bagi pelaku kejahatan seks terhadap anak. "Kami mendukung hukuman berat bagi kejahatan seksual pada anak sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," katanya.

Ia menambahkan, penyuntikan kebiri merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak berfungsi. Sementara itu, kebutuhan biologis merupakan kepentingan dasar manusia. (Baca: Daftar Negara yang Memiliki Hukuman Kebiri)

Semestinya, selain hukuman berat, kata dia, pelaku mendapat pembinaan secara berkelanjutan, termasuk pendekatan agama ataupun kultural masyarakat.

Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi dua penyebab. Pertama, hasrat saraf libidonya tidak tersalurkan karena tak memiliki istri atau pasangan. (Baca: Kebiri Tak Jamin Pelaku Kejahatan Seksual Jera)

Kedua, kata dia, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan perbuatan kejahatan seksual karena korban diiming-imingi mendapatkan uang.

"Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak agar memberi efek jera. Bila perlu, (pelaku) dihukum seumur hidup atau hukuman mati," kata Baidjuri.

"Saya kira hukuman suntik kebiri melanggar HAM karena memaksa seorang manusia kehilangan hasrat seksualnya," tambah Baidjuri. (Baca: Seskab Pastikan Perppu Kebiri Terbit Tahun Ini)

Pemerintah tengah menyusun draf perppu untuk merealisasikan aturan yang memberikan hukuman berat kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Selain ancaman hukuman penjara, pelaku kejahatan seksual juga akan disuntik kebiri.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, pihaknya tengah lakukan kajian bersama instansi terkait lainnya mengenai wacana pemberian hukuman kebiri bagi paedofil. (Baca: Menkumham Kaji Hukuman Kebiri bagi Paedofil)

Menteri Sosial mengatakan, sudah banyak negara menerapkan hukuman kebiri saraf libido kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Langkah itu dinilai memberi efek jera. (Baca: Mensos: Banyak Negara Terapkan Kebiri bagi Paedofil)

Editor : Sandro Gatra Sumber : Antara

Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah

Kamis, 5 November 2015 | 15:31 WIB

Kompas Ilustrasi kejahatan seksual terhadap anak-anak

DEPOK, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Indonesia Profesor Muhammad Mustofa mengatakan hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual. Hukuman kebiri diwacanakan oleh pemerintah kepada para pelaku kejahatan seksual.

"Kebiri bahkan suatu kebijakan paradoksal. Kekerasan dilawan dengan kekerasan," kata Guru Besar Kriminologi Univesitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Kamis (5/11/2015).

Secara empiris, kata Mustofa, tidak pernah ditemukan bukti penghukuman dalam bentuk apa pun dapat membuat pelaku jera. Termasuk membuat orang yang belum melakukan kejahatan menjadi gentar untuk melakukan.

Kejahatan seksual sendiri berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang bersifat alamiah.

"Tingkah laku seksual adalah gejala biologis yang normal dari seseorang yang dilahirkan norma, bahwa unbiologis yang tidak bisa dihindari. Tapi masyarakat menyadari ketika dorongan biologis atau tingkah laku seksual itu dibiarkan adalah hasilnya ketidakteraturan," kata Mustofa.

Mustofa menambahkan setiap komunitas atau suku bangsa perlu membangun nilai dan norma bagaimana tingkah laku seksual. Norma tersebut berkaitan dengan apa yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan.

"Itu disosialisaikan dari generasi tua ke generasi muda," kata Mustofa.

Penulis : Kahfi Dirga Cahya Editor : Fidel Ali REPUBLIKA ONLINE

Senin, 12 Oktober 2015, 12:31 WIB Aher Setuju Pedofil Dikebiri

Red: Esthi Maharani blogspot.com

pedofilia - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher setuju dengan usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa yang menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat seperti saraf libidonya dikebiri.

"Kalau memang hukuman untuk membuat jera bagi pelaku kejahatan anak itu dirumuskan dalam bentuk dikebiri, mangga wae (silakan saja)," kata Ahmad Heryawan, usai upacara Pelantikan Sekda Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Senin (12/10).

Ia mengaku prihatin dengan maraknya kembali kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak saat ini.

"Tentunya prihatin sekali ya, jadi hukumannya memang harus yang benar-benar membuat jera si pelaku," kata dia.

Ia menilai jika rumusan hukum bagi pedofilia (pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak) yang membuat jera pelaku dan orang yang hendak berbuat adalah kebiri, maka hal tersebut adalah langkah yang tepat.

Lebih lanjut ia mengatakan bentuk keseriusan Provinsi Jawa Barat dalam mencegah kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak diwujudkan dengan dibentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat.

"Di Jawa Barat sudah ada satgas perlindungan anak kemudian P2TP2A. Sudah banyak yang hal yang kita lakukan, yang asalnya jabar sebagai pusat trafficking, sekarang sudah tidak lagi," kata dia.

Selain itu, kata Aher, saat ini Jawa Barat juga telah memiliki perjanjian dengan seluruh Kepolisian Daerah (Polda) di Indonesia untuk pencegahan perdagangan manusia.

"Dan alhamdulillah, sekarang banyak daerah belajar ke Jabar mengenai hal ini (trafficking), walaupun masih ada lagi. Tapi kita terus optimalkan," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan prihatin terkait maraknya kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

Mensos menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak harus dihukum berat seperti dengan mengebiri syaraf libido pelaku.

Sumber : antara

Thursday, 22 October 2015, 15:31 WIB Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri untuk Pedofil

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan ROL/Fian Firatmaja

Din Syamsuddin (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wacana pemberlakuan hukum kebiri untuk pedofil disambut baik oleh banyak pihak. Sebab, saat ini jumlah anak-anak yang menjadi korban semakin banyak.

Mantan ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, hukum kebiri untuk pedofil bagus. Tapi, harus diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak.

"Kebiri pedofil, saya belum mendalami, tapi secara common sense agaknya bagus ya diterapkan walaupun harus secara selektif," ujarnya usai menjadi Pembicara pada Seminar Nasional Penelitian Pengabdian (SNaPP) Kepada Masyarakat yang digelar Unisba, Kamis (22/10). Din menilai, kalau pedofil tak dikebiri akan menciptakan kerusakan-kerusakan yang lebih parah lagi. Apalagi, jika itu menular ke yang lain akan menjadi sebuah kebiasaan. Akhirnya, mereka bersekongkol punya kelompok sendiri. Kondisi itu menjadi ancaman bagi masyarakat dan kemanusiaan.

"Jika ada pedekatan lain sebelum pengebirian ya bisa dilakukan. Penegakan hukum harus tegas dan berat karena itu kejahatan kemanusiaan," jelasnya.

Ia prihatin dengan jumlah kasus kekerasan seksual anak yang menjadi wabah dunia dan mengapa di negara Indonesia juga terjadi. Kasus yang jumlahnya banyak itu akan menciptakan masa depan yang suram bagi anak-anak terutama korban.

"Saya kira, trauma healing itu tak mudah dilakukan," ucapnya.

Din melanjutkan, Ia tidak tahu persis penyebab utama adanya pedofil. Tapi, dalam diri manusia ada nafsu syahwat yang biasanya ke lawan jenis ini mereka hanya tertarik ke anak-anak. Ini terjadi karena faktor lingkungan.

"Pelaku juga sebagian orang asing karena ada ketersediaan lingkungan yang kondusif untuk itu," katanya.

Selain itu, kata dia, pengawasan orang tua terhadap anak-anak juga kurang, sehingga menimbulkan banyak korban. Din menilai, ada dua hal yang harus dilakukan.

Pertama, kalangan agamawan dan pendidik harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu. Kedua, negara, dalam hal ini pemerintah, harus melakukan tindakan hukum.

Din mengaku, tak tahu persis ada pasal hukum yang bisa menjerat dalam pelaku pedofil tersebut dalam KUHP atau tidak. Kalau ada, harus ditinjau hukumnya lebih berat. Masalah penegakan hukum itu, harus menimbulkan efek jera.

"Sering korupsi, pembunuhan, mengulangi lagi karena tak ada efek jera," ucapnya.

Kamis, 22 Oktober 2015, 16:30 WIB Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan Torange

Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea Selatan, Rusia, dan Polandia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelaku kejahatan dan kekerasan seksual pada anak atau pedofilia dianggap solusi untuk menghentikan efek jangka panjang. Bagaimana dalam pandangan Islam hukuman bagi pelaku pedofilia atau predator anak ini?

Menurut Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Cholil Nafis dasar perlakuan hukuman kebiri atau kastrasi bagi pedofilia bisa merujuk pada aspek pemberian efek jera bagi pelaku atau Zawajir dan memberi rasa takut untuk melakukannya bagi pelaku lain atau Mawani'.

Karena, terang dia, tidak semua kejahatan yang langsung ditentukan hukumannya dalam Islam, kecuali pembunuhan dan perzinaan. Maka, hal yang lainnya bisa dikembalikan pada kebijakan hakim atau pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman yang pas atas kejahatan itu.

"Dalam Islam sendiri, setahu saya belum ada pemerintahan Islam yang melakukan kebiri atau kastrasi. Namun, itu bukan berarti sesuatu yang dilarang," ujarnya kepada Republika, Kamis (22/10).

Dari pendekatan Zawajir dan Mawani' itu, menurut dia, hukuman kebiri bisa sebagai alternatif untuk memberi aspek jera dan mengantisipasi perbuatan tersebut menimpa kepada orang lain. Namun, ia mengakui, tentunya Kebiri bukan menjadi penyelesaian masalah secara utuh karena tetap membutuhkan pendekatan keagamaan bagi pelaku dan korban.

Hal ini dikarenakan pedofilia itu bukan soal penyakit kelamin atau karna dorongan seksual belaka, tetapi juga berkaitan dengan pikiran dan penyakit kejiwaan. Bisa jadi, organ seksualnya tidak berfungsi, tetapi pikiran kejahatannya tetap ada dan bisa melakukan kejahatan seksual lain dengan organ tubuh lain. Karena itu, solusi lain adalah pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama, memberikan lebih baik pendidikan seksualitas dan pendampingan secara psikologis. Ini penting, khususnya bagi korban dari pelaku pedofilia agar ia tidak menjadi predator setelah dewasa.

Rabu, 04 November 2015, 13:25 WIB Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat

Red: Bilal Ramadhan al arabiya

Kebiri kimia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Candra Darusman, SH, MH mengatakan, hukuman pengebirian syaraf libido merupakan salah satu praktek mengekangi kodrat alamiah yang melekat pada setiap manusia.

"Naluri syahwat adalah alamiah dan orang-orang melakukan tindakan yang salah dalam menyalurkan naluri alamiahnya itu harus dihukum juga dengan hukuman tidak melanggar kodrat," katanya di Meulaboh, Rabu (4/11).

Candra mengatakan, dalam konteks Hak Asazi Manusia (HAM), setiap pelaku kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan dilakukan penghukuman tidak boleh yang merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai kemanusiaan, tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan.

Perilaku orang-orang di suntik kebiri syaraf libido tidak akan menghilangkan sifat alami pada dirinya secara utuh, malahan potensi untuk melakukan kekejaman dan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur dan sejenis itu masih dapat dilakukan.

Menurut Candra, orang-orang yang mendapat perlakuan hukuman kebiri secara sikologis akan mengalami guncangan yang hebat sehingga dia akan trauma, dendam dan akan ada kemungkinan melampiaskan kejahatan demikian dengan cara-cara lain.

"Tawaran kita adalah perberat hukumannya tapi tidak dalam kontek pengkibrian, karena setelah menerima hukuman demikian tidak tertutup kemungkinan akan ada pelampiasan dengan cara lain dengan alat umpamanya, kepada pihak yang sudah menjadi korban ataupun pihak-pihak lain," imbuhnya.

Lebih lanjut dikatakan, apabila memang hukuman selama ini diterapkan pemerintah terhadap pelaku tindak asusila terhadap anak dibawah umur belum mampu menimbulkan efek jera, maka sistem tersebut yang harus diperbaiki.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi karena tidak jarang ditemukan diselesaikan secara damai/kekeluargaan dengan ikut campur pihak lain, sebagaimana terjadi di Kabupaten Aceh Barat dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pernah ditangani LBH Banda Aceh Pos Meulaboh.

Sumber : Antara

DOKUMEN WAWANCARA

Gambar 1.1. Peneliti sedang melakukan wawancara dengan narasumber dari Kompas.com, J. Heru Margianto. Jakarta barat, 20 September 2016.

Gambar 1.2. Peneliti dan Narasumber, J. Heru Margianto, di ruang Matrix Kompas.com sesuai wawancara. Jakarta Barat, 20 September 2016.

Gambar 2.1. Peneliti sedang menyimak penjelasan dari narasumber Republika Online, Esthi Maharani. Jakarta Selatan, 29 September 2016.

Gambar 2.2 Peneliti dan Narasumber, Esthi Maharani seusai wawancara di Kantor Republika. Jakarta Selatan, 29 September 2016. REKAPITULASI WAWANCARA DENGAN KOMPAS.COM

1. Bagaimana tanggapan Kompas.com mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?  Kita memberitakan berbagai macam sudut pandang kebiri. Ada dari kriminolog, ada dari PBNU, ada dari MUI. Ya dari berbagai macam perspektif, kenapa begitu? Supaya persoalan kebiri dapat terlihat secara utuh, secara objektif dari berbagai macam pandangan itu sehingga kita sama sekali tidak menggiring, arah pemberitaan untuk setuju atau tidak setuju tapi kita sediakan ruang bagi seluruh komponen masyarakat untuk berbicara soal kebiri itu. Dan secara umum kita berpandangan sebenernya kebiri enggak menyelesaikan persoalan. Konteks masalahnya kan pemerkosaan, apakah dengan dikebiri pemerkosaan selesai. Nah itu mungkin yang tadinya memperkosa tidak memperkosa lagi karena dikebiri. Tapi kan persoalannya apakah kemudian masyarakat yang lain yang tidak dikebiri tidak akan memperkosa? Itu kan pertanyaannya, dan kita melihat enggak sesederhana itu. Maslaah perkosaan itu bukan sekedar perasaan hasrat yang tidak terkelola dengan baik, tapi di dalamnya ada persoalan pendidikan, persoalan karakter, persoalan perspektf gender. Jadi persoalannya kompleks, sosial, budaya, culture masyarakat gitu. sepanjang masyarakat ini memandang wanita sebagai objek, perkosaan akan selalu terjadi. Lalu kenapa masyarakat memandang wanita sebagai objek? Persoalan culture. Itu lalu menyangkut dimana tuh problematikanya? di pendidikan. Jadi gak sesederhana orang perkosa lalu dikebiri masalah selesai.

2. Menurut Kompas.com, apa yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam pemberitaan hukuman kebiri untuk paedofil ini?  Kalau dibilang karena hukuman yang ada itu tidak membuat jera sih kayaknya engga, penegakan hukum sih selama ini, jalan yah kayaknya, artinya setiap ada kasus tuh selalu terjadi menurutku masalah utama, masalah perspektif masyarakat terhadap persoalan-persoalan itu. Meskipun juga dinegara-negara maju yang apa yang dibilang baik perspektifnya, itu juga kejadian juga yang kayak-kayak gitu. Tapi apakah dengan kebiri lalu masalah selesai? Enggak juga gitu, PRnya juga panjang karena masalahnya memang ada banyak aspeknya.

3. Menurut Kompas.com ada atau tidak nilai moral yang dilanggar bila hukuman kebiri jadi diterapkan sebagai hukuman untuk paedofil?  Nilai moral apa yah? Ya ada unsur kodrati yang lalu diintervensi di sana ya, yang kita lihat kurang pas dilakukan oleh negara karena pokok permasalahannya tidak terselesaikan

4. Apa solusi atau saran yang ditawarkan Kompas.com terkait isu ini?  Hukum harus ditegakan lalu kedua yaitu kan langkah yang paling pendek yah karena berbagai masalah harus segera diselesaikan tapi ada masalah jangka panjang yang membutuhkan waktu lebih lama, itu, masalah mindset, masalah cara pandang, masalah kesetaraan gender yang harus diinternalisasikan lewat proses pendidikan kita. Pendidikan kita itu kan selalu berbicara soal angka sehingga mahasiswa, pelajar dan semuanya itu kalo kuliah-sekolah tujuannya itu dapat angka yang baik. Itu enggak esensial banget gitu. Yang enggak tersentuh adalah pendidikan karakter, pendidikan nilai, pendidikan moral, itu sama sekali enggak kesentuh. Bagaimana menjadi pribadi yang baik? Bagaimana menjadi pribadi yang dewasa? Bagaimana menjadi pribadi yang punya pandangan yang luas? Bagaimana menjadi pribadi pandangan yang matang? Beretika? sama sekali enggak kesentuh. Nah pokok permasalahannya menurut saya, ada di situ. Ada sistem pendidikan yang perlu diubah secara lengkap. Kalo orang sekolah, kuliah, atau apapun mengejar nilai yang terjadi adalah kesuksesan semata-mata diukur dari seberapa banyak dapat ijasah. Padahal kalau orientasinya itu, orang bisa malsuin skripsi, orang bisa nyontek, orang bisa bikin ijazah palsu, kan gitu. Mindset cara berpikir kita tentang pendidikan itu yang harus diubah. Indikasinya ada pada proses pendidikan dari SD, SMP, SMA, itu yang sistemnya harus diubah. Di sana harus dimasukin misalnya mata kuliah atau mata pelajaran soal gender, soal kesetaraan manusia, soal hak asasi manusia. Bagian-bagian itu kan enggak ada kan kayaknya. Sehingga persoalannya panjang, masalahnya kompleks menyangkut di situ dasarnya. REKAPITULASI WAWANCARA DENGAN REPUBLIKA ONLINE

1. Bagaimana tanggapan Republika Online mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?

 Kebiri ya, mungkin karena dulu di penjara tapi ga jera, jadilah dicari hukuman

yang bisa bikin korban ga semakin banyak. Kalau dari segi setuju atau engga

setuju ini masih perdebatan, karena kan kebiri ini belum secara rinci diatur

oleh pemerintah, siapa yang mengebiri, terus kebiri kimia itu kayak gimana,

ya kayak semacam teknisnya lah ya. Karena dengan jumlah manusia sebanyak

ini, memangnya kita tau siapa yang paedofil atau bukan? Pelaku memang

harus dihukum, tapi persoalannya adalah jenis hukuman yang layak diterapkan

ke penjahat kelamin kayak mereka. Misalnya, bisa saja ada opsi kebiri sampai

hukuman mati. Atau apakah kebiri itu hukuman yang paling tinggi kastanya

untuk kasus seperti paedofil atau ada hukuman lain. Menurutku sih sah saja

kebiri diterapkan, dengan catatan harus benar-benar diperhitungkan dengan

matang. Mulai dari kriteria orang yang ‘pantas’ dikebiri, apakah harus yang

jumlah korbannya lebih dari 10? Atau berdasarkan usia korban? Lalu nantinya

diberlakukan wajib lapor, sampai ekses hukuman kebiri bagi pelaku.

Semua narasumber harus ditanyain, mulai dari pelaku, korban, aparat

hukumnya, sama pembuat kebijakan yaitu pemerintah. Dan ada segi yang

dilihat juga dilihat yakni dari segi agama gimana? Karena masih banyak yang

belum paham kebiri itu prosedurnya gimana. Kita juga sebagai redaktur,

redaksi, teman-teman di lapangan juga sambil belajar, ini baiknya gimana, kita

fokus ke pelaku yang mau dikebiri atau kita mikirin korbannya nih yang harus

diperhatikan.

2. Menurut Republika Online, apa yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam

pemberitaan hukuman kebiri untuk paedofil ini?

 Jadi dulu tuh kan memang awalnya banyak kasus, mulai dari hal hal sepele

yang terjadi di daerah-daerah. Tindakan kriminal yang engga tau harus diapain

hukumannya, dan ternyata itu jadi semacam puncak gunung es, yang ternyata

korbannya tuh rata-rata anak-anak dan bukan Cuma satu atau dua, dan ini

harus ada tindakan dari aspek hukum, dan sebagai media juga punya peran nih

untuk mendorong pemerintah ini melakukan sesuatu terhadap kejahatan

kriminal seperti ini. Dan harus bisa nangkap kalau masyarakat itu

berkembang, kejahatan juga berkembang, mereka harus sigap lah ya,

menangkap ini tuh harus diapain, dan harus diselesaikan

3. Bagaimana sudut pandang Repubika Online melihat isu ini secara keseluruhan?

 Kalau aku pribadi sih lebih ke kita harus mikirin korban. Gimana sih orang

yang udah dilecehkan secara seksual? Oke misalkan pelakunya dikebiri, terus

korban nih hidupnya piye? Hidupnya gimana? Pelaku mau dikebiri, kebiri deh,

tapi korbannya jangan ditinggalin, diurus juga.

4. Menurut Republika Online ada atau tidak nilai moral yang dilanggar bila hukuman

kebiri jadi diterapkan sebagai hukuman untuk paedofil?

 Nilai moral ya? Sebenarnya masih bingung sih karena hukuman ini juga masih

belum gol di DPR, masih ada beberapa Fraksi yang belum setuju karena

belum ada kejelasan tentang hukuman kebiri tersebut, karena katakanlah kebiri

itu bisa menghilangkan separuh hidup. Karena hukuman juga jangan sampai

bias, jangann sampai disalah artikan, jangan sampai hak si pelaku yaitu hak dia hidup, hak dia buat punya asas praduga tak bersalah dan tetap harus

dihormati

5. Apa solusi atau saran lain yang ditawarkan Republika Online terkait isu ini?

 Pertama harus dikasih tau kalau kejahatan paedofil atau kejahatan seksual itu

memang ada, dan trendnya cenderung meningkat, dan itu orang-orang yang

sama sekali tidak kita duga, kayak orang-orang dekat, tetangga, terus

lingkungan terdekat si korban, dan mereka harus lebih waspada dan protektif

terhadap keluarga, terhadap dirinya sendiri. Jangan mudah percaya sama

orang. Kedua, yang dari segi pelaku, pelaku ini kan ternyata sebelum adanya

usulan kebiri banyak sekali muncul pelaku yang korbannya puluhan, itu kan

gila, itu yang ketauan, yang lapor, yang enggak ketauan apa kabar? Dan yang

terakhir itu memang kewaspadaan, kepedulian orang lain juga sama

lingkungan sekitarnya. Misal ada orang mencurigakan, ya jangan diam aja.

Ada saran juga sih dari psikolog kalau korban jangan ditinggallin karena

mereka tau korban dan pelaku sama-sama harus disadarkan, kalau sebagai

korban jangan sampai dia melakukan yang sama kepada orang lain, siklus

kekerasan ini engga akan berhenti. Maka dari itu sering ada yang mengarahan

ini penyelesaiannya bukan hanya dipenjara atau dikebiri, tapi juga dari segi

psikologis jadi biar mereka sadar.