ANALISIS FRAMING
BERITA HUKUMAN KEBIRI UNTUK PAEDOFIL
DI KOMPAS.COM DAN REPUBLIKA ONLINE
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
SITI AISYAH
NIM : 1111051000068
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
ABSTRAK
SITI AISYAH
Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri Untuk Paedofil di Kompas.com dan Republika Online
Maraknya kasus kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak, atau paedofil di Indonesia nampaknya membawa kegeraman bagi sejumlah pihak. Salah satunya adalah Komnas Perlindungan Anak yang kemudian mencetuskan adanya hukuman kebiri sebagai hukuman terberat bagi para pelaku paedofil. Namun karena belum ada Undang-Undang yang mengatur kebiri sebagai hukuman, begitupun dalam hukum Islam, peresmian hukuman kebiri ini menuai polemik. Diantaranya ialah mengenai Hak Asasi Manusia. Media pun ramai memberitakan isu tersebut dan ikut mengutarakan mengenai pendapat yang mereka dapat dari narasumber, diantaranya ialah Kompas.com dan Republika Online. Kedua media yang memiliki sudut pandang yang berbeda ini mengemas berita hukuman kebiri dengan berbeda pula. Berdasarkan konteks diatas, maka rumusan masalah penelitiannya adalah bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil? Bagaimana perbandingan pemberitaan pada Kompas.com dan Republika Online? Penelitian ini berlandaskan pada paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Analisis Framing model Robert N. Entmann. Dengan framing model ini, akan terlihat dengan mudah permasalahan apa yang ditunjukan oleh media, sumber masalah, nilai moral yang terkait dengan isu serta penyelesaian yang disarankan oleh media terkait wacana hukuman kebiri sebagai hukuman bagi paedofil. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Konstruksi Sosial yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teori ini mengasumsikan bahwa realitas dilihat secara objektif namun sebenarnya terbentuk secara subjektif melalui pemikiran-pemikiran setiap individu yang berbeda. Begitupun dengan seluruh berita yang disajikan oleh media, sebelum disampaikan kepada khalayak luas berita tersebut telah melalui proses konstruksi. Kompas.com memandang kebiri tidak dapat dipraktekkan sebagai hukuman paedofil, karena kebiri bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dari satu aspek saja, sedangkan Republika Online memandang bahwa kebiri boleh saja diterapkan sebagai hukuman paedofil asal jelas dan selektif dalam pelaksanaannya. Frame yang dibentuk oleh Kompas.com menempatkan dirinya sebagai media yang tidak mendukung pengesahan hukuman kebiri sebagai hukuman. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Kompas.com yakni bila kebiri ditetapkan maka ada HAM yang dilanggar oleh pemerintah. Sedangkan Republika Online menempatkan dirinya sebagai media yang mempersilahkan pemerintah menjadikan kebiri sebagai sebuah hukuman bagi pelaku paedofil, dengan syarat hukuman tersebut harus jelas prosedur dan sebagainya, serta selektif.
Keywords: kebiri, paedofil, hukuman, framing, konstruksi
iv
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur selalu kita panjatkan pada Allah SWT, karena
berkat rahmat serta limpahan karunia-Nya penulis dapat menempuh jenjang
pendidikan hingga saat ini dan dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai syarat
mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos).
Shalawat berserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan baginda
Nabi Muhammad SAW, insan teladan sepanjang zaman yang senantiasa menjadi
contoh dan inspirasi hebat untuk umatnya. Atas pengorbanannya, umat manusia
dapat membedakan antara yang haq dan bathil.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun demi memenuhi
salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) pada Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bukan hal mudah dalam menyelesaikan karya ilmiah seperti ini dengan
segala keterbatasan yang dimiliki penulis. Penyelesaian skripsi ini pun hakekatnya
adalah berkat pertolongan Allah SWT, namun tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, memberikan dorongan, semangat, do’a serta bimbingan yang
sabar dan tak ternilai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan,
M.Ag, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil
v
Dekan II Bidang Administrasi Umum, Ibu Dr. Roudhonah, M.Ag, dan Wakil
Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Drs. Masran, M.Ag
beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ibu Fita
Fathurokhmah, M.Si.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si, yang telah rela
menyediakan banyak waktu, membagi ilmunya, memberikan arahan yang sangat
berharga bagi penulis dan sabar dalam membimbing penulis selama ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan terarah.
4. Ibu Bintan Humaira, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dari awal pengajuan judul hingga menjadi sebuah proposal
skripsi yang utuh.
5. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
menyediakan berbagai literasi dan bersedia meminjamkannya kepada penulis,
sehingga penulis tidak kesulitan mendapatkan referensi.
7. Media Kompas.com, khususnya Bapak Ubay dan Mas Heru Margianto serta
media Republika Online, khususnya Ka Imab dan Ka Esthi Maharani yang telah
menyempatkan waktunya untuk membantu penulis dan bersedia menjadi
narasumber di sela kesibukannya.
8. Kedua orangtua tercinta, Bapak Ujang Bobon dan Ibu Apong Yuniarti,
terimakasih telah selalu mengirimkan do’a yang tiada hentinya hingga saat ini,
harapan, tenaga, waktu, pikiran dan biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan
vi
skripsi. Semoga Allah selalu menyehatkan Bapak dan Mamah, serta memberikan
Bapak dan Mamah hidup yang barokah. Aamiin.
9. Untuk adik-adik tercinta, Ade Tita Viorentika dan Ridho Rabbani yang selalu
memberikan cerita, semangat dan menjadi teman pelepas jenuh.
10. Kepada Mang Jumri, Mang Udin, Bi Sanah, Ka Dwi Angela dan seluruh keluarga
besar yang telah ikut bantu mendo’akan penulis dan memberikan semangat.
11. Kepada Partner penulis, Wahyudin, yang tidak bosan meluangkan waktunya
untuk menemani, memberikan semangat dan keyakinan, serta mendengarkan
keluh kesah penulis. Dan kepada Sahabat penulis, Resa Sri A. yang tidak bosan
menemani penulis kemanapun dan selalu bersedia mendengarkan cerita penulis.
12. Kepada Dewi Mauly Syahidah, Umamah Nisaul Jannah, Nofia Natasari,
Farihunnisa, Ahmad Maulana Sirojjudin, Ratna Ayu Wulandari, Wina Saputri,
Reza Fansuri, Setya Malik Kevin dan seluruh teman-teman KPI B 2011 lainnya,
terimakasih telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan semangat kepada
penulis dari awal penulis merintis skripsi hingga skripsi ini selesai.
13. Kepada teman penulis, Anis Sholihah, Friella, Anetty, Sifha, Dhea, Bismi, Wilda,
Teh Risma, Teh Neng, Mudillah, Remaja Masjid Al-Muttaqin, Alumni Angkatan
ke 14 Tahun 2011 Pon-Pes Al-Amanah Al-Gontory, Keluarga Besar SDN
Keranggan, Keluarga Besar MTs. Rahmania dan Kelompok KKN Ambarawa 18.
14. Serta seluruh pihak dan teman-teman yang telah memberikan do’a dan
bantuannya kepada penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK...... iv KATA PENGANTAR...... v DAFTAR ISI...... viii DAFTAR TABEL...... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah...... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 7 D. Metodologi Penelitian...... 8 E. Tinjauan Pustaka...... 12 F. Sistematika Penulisan...... 14
BAB II KERANGKA TEORI A. Teori Konstruksi Sosial...... 15 B. Analisis Framing...... 21 C. Media Online...... 27 D. Berita...... 32 E. Kebiri dalam Perspektif Islam...... 36
BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Kompas.com...... 41 1. Sejarah Singkat Kompas.com...... 41 2. Visi dan Misi Kompas.com ...... 43 3. Manajemen dan Editor Kompas.com...... 44 4. Logo dan Tagline Kompas.com...... 47 B. Profil Republika Online...... 48 1. Sejarah Singkat Republika Online...... 48 2. Visi dan Misi Republika Online...... 49 3. Manajemen dan Redaksi Republika Online...... 50
viii
BAB IV KAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Republika Online...... 51 B. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Kompas.com...... 65 C. Analisis Perbandingan Framing Republika Online dan Kompas.com...... 80 D. Interpretasi...... 86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...... 94 B. Saran...... 95
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Framing Model Robert N. Entman Tabel 3.1 Kanal-kanal dalam Kompas.com Tabel 3.2 Struktur Manajemen di Kompas.com Tabel 3.3 Struktur Editorial di Kompas.com Tabel 3.4 Struktur Manajemen dan Redaksi Republika Online Tabel 4.1 Daftar Judul Berita Mengenai Kebiri di Republika Online dari tanggal 12 Oktober – 26 November 2015 Tabel 4.2 Frame Berita dan Narasumber Berita Tabel 4.3 Perangkat Framing Entman : Aher Setuju Paedofil Dikebiri, 12 Oktober 2015 Tabel 4.4 Perangkat Framing Entman: Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri untuk Paedofil, 22 Oktober 2015 Tabel 4.5 Perangkat Framing Entman: Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri, 22 Oktober 2015 Tabel 4.6 Perangkat Framing Entman: Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat, 4 November 2015 Tabel 4.7 Daftar Judul Berita Mengenai Kebiri di Kompas.com dari tanggal 09 Oktober – 12 November 2015 Tabel 4.8 Frame Berita dan Narasumber Berita Tabel 4.9 Perangkat Framing Entman: Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap Anak Boleh Dikebiri Asal.., 12 Oktober 2015 Tabel 4.10 Perangkat Framing Entman: PBNU Dukung Hukuman Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Paedofil, 21 Oktober 2015 Tabel 4.11 Perangkat Framing Entman: Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil, 28 Oktober 2015 Tabel 4.12 Perangkat Framing Entman: Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah, 05 November 2015 Tabel 4.13 Perbandingan Framing Kompas.com dan Republika Online BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa merupakan salah satu saluran yang digunakan dalam
proses komunikasi. Namun berbeda dengan pandangan positivis, media
dilihat sebagai agen kontruksi pesan dalam pandangan konstruktivis.
Pernyataan ini tentu bertolak belakang dengan pandangan positivis yang
menggambarkan media seolah-olah hanya sebagai penyampai pesan. Berita
yang kita baca atau kita lihat bukan hanya menggambarkan realitas, tetapi
juga ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Contohnya
seperti pemberitaan mengenai demonstrasi yang diberitakan dengan
anarkisme, itu bukan semata-mata realitas yang sebenarnya, tapi ada
konstruksi yang dilakukan oleh media dalam berita tersebut. Karena bisa jadi
hanya peristiwa demostrasi itu saja yang diberitakan sedangkan demonstrasi
yang dilakukan dengan damai tidak diberitakan.1 Konstruksi berita pada
media ini tidak lain adalah untuk membentuk realitas khalayak sesuai dengan
yang dibentuk atau dikonstruksi oleh media.
Kita pernah melihat di televisi, mendengarkan berita di radio dan
membaca berita di koran atau media online, mengapa ada berita yang
ditonjolkan dan ada berita yang tidak ditonjolkan dan ada perbedaan makna di
masing-masing pemberitaan tersebut. Hal ini terjadi karena media tidak
menyaluran berita apa adanya, bukan saluran yang bebas, tidak
menggambarkan realitas yang sebenarnya terjadi. Media massa yang kita lihat
1 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002) h. 23
1
2
justru mengkonstruksi sedemikian rupa realitas tersebut. Karena itu tidak mengherankan jika kita setiap hari secara terus menerus menyaksikan bagaimana peristiwa yang sama dilakukan secara berbeda oleh media. Ada yang menganggap penting, ada juga berita yang tidak dianggap penting sehingga tidak diberitakan. Ada yang memberitakan, ada juga yang tidak menganggapnya sebagai berita. Ada peristiwa yang dimaknai berbeda dengan realitasnya, dengan wawancara dan orang yang berbeda pula. Semua itu dipaparkan untuk memberikan ilustrasi bagaimana berita yang kita baca tiap hari telah melalui proses konstruksi guna membentuk pemahaman realitas yang baru.
Dewasa ini, media yang paling banyak diminati adalah media online.
Di samping beritanya yang dengan cepat dapat diperoleh, kemudahan mengaksesnya menjadi salah satu alasan kuat mengapa media online menjadi media paling banyak diminati saat ini. Selain dapat diakses melalui website yang disediakan, kini tidak sedikit lahirnya aplikasi-aplikasi yang lebih memudahkan para pengguna untuk mengakses informasi dari media online tersebut.
Kemudahan ini yang kemudian juga melahirkan banyaknya opini publik setelah mendapatkan konstruksi dari media. Opini publik tersebut dapat berupa pro atau kontra terhadap pemberitaan yang terjadi. Salah satu berita yang cukup mendapatkan pro kontra di masyarakat adalah wacana hukuman kebiri bagi para paedofil yang hingga saat ini masih ramai dibicarakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebiri (kastrasi) adalah mengeluarkan kelenjar testis pada hewan jantan atau memotong ovarium pada
3
hewan betina. Penjelasan selanjutnya, kebiri juga dapat dilakukan pada
manusia, yang kemudian dapat diartikan sebagai memandulkan manusia. Hal
ini berhubungan dengan memberhentikan produksi mani karena kelenjar
testisnya dihilangkan. Kebiri terbagi menjadi dua jenis yakni kebiri fisik dan
kebiri kimia.2 Kebiri fisik merupakan kebiri yang dilakukan dengan
memotong penis secara utuh. Namun di era modern ini, kebiri fisik sudah
tidak lagi dilakukan. Kebiri yang dilakukan adalah kebiri kimia yakni dengan
pemberian pil atau suntikan hormon antiandrogen3 yang akan membuat pria
kekurangan hormon testosteron sehingga tak ada lagi memiliki dorongan
seksual.4 Dan menurut sejarahnya, kebiri telah lama dilakukan sebagai
hukuman bagi seseorang yang melakukan kekerasan seksual, dari sini lah
lahir wacana menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi paedofi, yakni orang
yang mempunyai selera seksual terhadap anak kecil.
Berita ini mendapat banyak respon, selain karena banyak diberitakan,
juga karena maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan pada anak di
bawah umur atau yang lebih dikenal dengan paedofil di Indonesia. Bahkan
menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2012-2014, Indonesia
dikatakan sebagai surganya para paedofil, karena banyaknya paedofil yang
datang ke Indonesia dengan menggunakan kedok sebagai turis. Selain turis,
paedofil juga dilakukan oleh warga Indonesia itu sendiri. Beberapa kasus
2 Didi Danarkusumo. “Mengenal Kembali Istilah Kebiri” diakses pada 6 Januari 2016 dari http://www.selasar.com 3Antiandrogen adalah senyawa yang bekerja untuk menghalangi efek biologis dari androgen, yakni hormon seks pada pria, dengan obsturksi atau persaingan untuk pengikat sel. 4 Dian Maharani, “Apa Yang Terjadi Jika Seseorang Dihukum Kebiri?” diakses pada 6 Januari 2016 dari http://www.nationalgeographic.co.id
4
paedofil yang ramai diberitakan oleh media adalah5 peristiwa di sekolah elit
JIS (Jakarta Internasional School) yang kemudian menyeret 3 orang cleaning
service dan 2 orang negara asing yang merupakan guru sekolah tersebut ke
pengadilan, lalu peristiwa di Sukabumi yakni pelecehan seksual pada 47 anak
yang dilakukan oleh Emon, dan yang lebih mengenaskan lagi adalah berita
mengenai pelecehan seksual pada ratusan anak yang dilakukan Samai, buruh
serabutan di Tegal.
Berita ini kemudian membawa kekhawatiran yang cukup besar bagi
masyarakat luas karena ternyata paedofil tidak berada di tempat yang jauh,
tapi ada di sekitar kita. Maraknya kasus ini pun membawa kemurkaan
tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah, khususnya Komisi Nasional
Perlindungan Anak (Komnas PA).
Munculah usulan para pelaku paedofil ini dikebiri agar jera dan tidak
melakukan hal tersebut lagi kedepannya, karena hukuman yang diberikan
oleh pemerintah selama ini dianggap belum membuat para paedofil ketakutan
untuk tidak melakukan hal tersebut. Bahkan Ketua Komnas PA, Arist
Merdeka Sirait mengatakan bahwa saat ini sudah diusulkan di Komisi VIII
DPR RI agar hukuman kejahatan seksual yang sebelumnya 15 tahun menjadi
seumur hidup, hukuman 5 tahun menjadi 20 tahun ditambah dengan hukuman
kebiri dengan cairan kimia.6 Usulan ini tentu tidak dapat langsung diterima
dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia mengingat belum adanya
Undang-Undang yang mengatur mengenai kebiri sebagai hukuman. Namun
5 Muchlisa Choiriyah, “Menyedihkan, anak-anak ini jadi korban kejahatan paedofil” diakses pada 5 November 2015 dari http://www.merdeka.com/peristiwa 6 Dewi Divianta, “Komnas Anak Usul Penjahat Asusila Dikebiri” diakses pada 6 November 2015 dari http://www.liputan6.com
5
ternyata hukuman kebiri ini telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia, diantaranya ada Rusia, Inggris, Polandia dan Korea Selatan.
Meski diusulkan oleh Komnas PA, bukan berarti usulan mengenai kebiri ini lantas kemudian diterima begitu saja oleh khalayak. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, media merupakan alat konstruksi sosial, pemahaman masyarakat mengenai realitas yang terjadi bergantung pada konstruksi yang dilakukan oleh media. Karenanya, masih ada yang kontra dengan usul yang diajukan oleh banyak pihak ini.
Bagi media yang pro atau menyetujui usulan ini, tentu memberitakan mengenai dukungan-dukungan yang diberikan oleh banyak pihak terhadap hukuman ini dan terus memancing masyarakat agar mendukung hukuman ini cepat terealisasikan dengan terus memberitakan kejahatan paedofil. Namun bagi media yang kontra, maka akan memberitakan bagaimana efek samping dari kebiri tersebut terhadap pelaku kedepannya, mempertanyakan apakah kebiri ini mampu membuat pelaku jera atau tidak, mengatakan bahwa kebiri merupakan pelanggaran HAM dan sebagainya.
Perbedaan pendapat mengenai suatu isu dalam sebuah media dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah persepsi atau latar belakang pemikiran media tersebut. Seperti Republika Online dan
Kompas.com yang akan peneliti jadikan subjek, kedua media online ini memiliki pandangan yang berbeda, Kompas.com memiliki pandangan humanis, sedangkan Republika Online memiliki pandangan Islamis, jadi sudut pandang mereka pun akan berbeda dalam menyikapi wacana kebiri ini.
Alasan lain mengapa Republika Online dan Kompas.com yang dijadikan perbandingan media online dalam menanggapi isu ini adalah karena
6
paedofil, bila dipandang dari pandangan agama Islam jelas tidak boleh atau
dilarang, begitupun dalam pandangan humanism yang beranggapan bahwa
paedofil dapat merusak kehidupan seseorang, dalam hal ini adalah anak kecil,
maka dalam pandangan humanism ini paedofil juga dianggap tidak baik.
Maka peneliti ingin melihat bagaimana kedua media ini menanggapi isu yang
secara pandangan mereka, meski pandangan mereka berbeda, itu tidak baik.
Maka berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai pemberitaan
hukuman kebiri untuk paedofil pada media online Kompas.com dan
Republika Online. Adapun alasan mengapa penelitian ini penting dan pantas
diteliti ialah, pertama maraknya berita mengenai kejahatan seksual terhadap
anak di Indonesia, mengakibatkan Indonesia mendapatkan julukan surganya
paedofil. Kedua baik hukum Negara ataupun hukum Islam, belum ada
penetapan kebiri sebagai sebuah hukuman. Dan ketiga meski belum
ditetapkan, hukuman kebiri dianggap menjadi hukuman yang dapat
memberikan rasa jera bagi para pelaku paedofil
Dengan demikian, untuk membahas masalah di atas, maka penulis
tuangkan dalam judul “Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk
Paedofil di Kompas.com dan Republika Online”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada berita mengenai Hukuman Kebiri
untuk Paedofil di Kompas.com dan Republika Online pada bulan Oktober
– November 2015. Berita yang diteliti dari tiap-tiap media ada 4 berita.
7
Untuk Republika Online, berita yang diteliti adalah berita pada tanggal 12
Oktober 2015 dengan judul “Aher Setuju Paedofil Dikebiri”, tanggal 22
Oktober 2015 dengan judul “Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri Untuk
Paedofil”, tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Ini Pandangan Islam
Soal Hukuman Kebiri”, dan tanggal 4 November 2015 dengan judul
“Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat”. Sedangkan berita yang
diteliti dari Kompas.com adalah berita pada tanggal 12 Oktober 2015
dengan judul “Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap Anak
Boleh Dikebiri Asal..”, tanggal 21 Oktober 2015 dengan judul “PBNU
Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Paedofil”, tanggal 28 Oktober 2015
dengan judul “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil”,
dan tanggal 5 November 2015 dengan judul “Kriminolog: Hukuman
Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimana media Kompas.com dan Republika Online mengemas
berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?
b. Bagaimana perbandingan pemberitaan pada Kompas.com dan
Republika Online?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
8
a. Untuk mengetahui bagaimana media Kompas.com dan Republika
Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil
b. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan pemberitaan pada
Kompas.com dan Republika Online
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan kelak dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumbangsih dalam
memperkaya ilmu pengetahuan mengenai framing media online
dalam membingkai sebuah berita dan mengenai hukuman kebiri.
Serta diharapkan dapat menjadi salah satu pendoman bagi peneliti
yang hendak meneliti mengenai framing dan hukuman kebiri.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
pengetahuan bagi masyarakat untuk memahami bagaimana media
mengemas atau membingkai sebuah berita, sehingga dapat
diketahui bahwa realitas yang ada bukan hanya dari pemahaman
individu tapi juga dari kontruksi media massa.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam paradigma konstruktivis. Paradigma
konstruktivis mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media
dan teks berita yang dihasilkannya. Konstruktivis memandang realitas
kehidupan sosial bukanlah realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang
9
natural7, tetapi hasil konstruktivis adalah menemukan bagaimana peristiwa
atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari
gejala-gejala sosial di dalam masyarakat8. Objek analisis dalam
pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis framing Robert N. Entman.
Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai hukuman kebiri untuk
paedofil pada media massa online Kompas.com dan Republika Online, dan
menyimpulkan hasil temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini
bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana
Kompas.com dan Republika Online mengkonstruksi isu hukuman kebiri
bagi paedofil dalam pemberitaannya dan ideologi yang tercermin dari
berita tersebut.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek pada penelitian ini adalah media massa online
Kompas.com dan Republika Online. Sedangkan objek yang diteliti adalah
7 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002) h. 15 8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007) h. 302
10
pemberitaan mengenai hukuman kebiri bagi paedofil pada kedua media
massa online tersebut yang terbit pada bulan Oktober – November 2015.
5. Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua:
a. Data primer: artikel atau berita mengenai hukuman kebiri bagi
paedofil pada media massa online Kompas.com dan Republika
Online
b. Data sekunder: data yang diperoleh dari litelatur yang mendukung
data primer, seperti wawancara, tinjauan pustaka dan data-data dari
internet yang berhubungan dengan penelitian
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan-tahapan berikut:
a. Studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan kegiatan
mempelajari bahan-bahan bacaan atau dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan penelitian. Disini peneliti menjadikan studi
dokumentasi sebagai teknik utama dalam pengumpulan data,
karena penulis melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen
atau arsip-arsip media Kompas.com dan Republika Online
mengenai pemberitaan hukuman kebiri bagi paedofil.
b. Wawancara. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada
Esthi Maharani, yakni salah satu dari Tim Redaksi Republika
Online dan Heru Margianto, Asistan Manager Redaksi
Kompas.com mengenai berita hukuman kebiri untuk paedofil pada
kedua media online tersebut.
11
7. Teknik Analisis Data
Penelitian mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada Kompas.com
dan Republika Online memusatkan pada penelitian kualitatif yang
menggunakan teknik analisis framing model Robert N. Entman. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Kompas.com dan Republika
Online mengemas berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil, serta
bagaimana kecenderungan kedua media ini dalam menyikapi hukuman
tersebut. Adapun data yang yang diperoleh diolah dengan mengacu pada
analisis framing model Robert N. Entman.
Untuk mempermudah pengolahan data, terlebih dahulu peneliti
memilih beberapa berita yang ditabulasikan kedalam tabel, kemudian
berita tersebut peneliti uraikan isi atau inti berita yang juga peneliti
tabulasikan ke dalam tabel.
Setelah ditabulasi sesuai dengan isi atau inti berita barulah peneliti
tabulasikan menggunakan analisis framing, yang menurut Entman
dilakukan dengan empat cara yakni9: pertama, pendefinisian masalah
(define problems) yaitu bagaimana atau sebagai apa suatu isu atau
peristiwa dilihat; kedua memperkirakan masalah atau sumber masalah
(diagnose causes) yaitu apa penyebab peristiwa atau isu tersebut, siapa
yang dianggap menjadi penyebab adanya masalah; membuat keputusan
moral (make moral judgement) yaitu nilai moral apa yang disajikan untuk
menjelaskan sebuah masalah; dan keempat menekankan penyelesaian
(treatment recommendation) yaitu penyelesaian seperti apa yang
ditawarkan untuk mengatasi isu tersebut.
9 Eriyanto, Analisis Framing, h. 188-189
12
8. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku pedoman penulisan
karya ilmiah (skripsi, thesis dan disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang
diterbitkan oleh CEQDA (Center for Quality Development And Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Telah ada beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas
mengenai analisis framing, diantaranya yang kemudian peneliti jadikan acuan
adalah:
1. Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim Pada
Republika Online dan Detik.com yang ditulis tahun 2013 oleh Suci
Dariah NIM 108051100029, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti memilih
skripsi tersebut karena ada kesamaan yakni membahas analisis
framing. Hal yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan
penelitian yang peneliti akan lakukan adalah penelitian terdahulu
menggunakan Detik.com sebagai salah satu subjeknya, sedangkan
penelitian ini menggunakan Kompas.com sebagai salah satu subjeknya.
Penelitian terdahulu menjadikan film Innocence of Muslim sebagai
objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita Hukuman Kebiri
untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.
2. Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media
Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di
Kompas.com yang ditulis pada tahun 2014 oleh Ahmad Mursanih NIM
13
109051000245, Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti memilih skripsi
tersebut karena ada kesamaan yakni membahas analisis framing. Hal
yang membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang
peneliti akan lakukan adalah penelitian terdahulu hanya menggunakan
Kompas.com sebagai subjeknya, sedangkan penelitian ini
menggunakan Kompas.com dan Republika Online sebagai subjeknya.
Penelitian terdahulu menjadikan berita Khitan Perempuan sebagai
objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita Hukuman Kebiri
untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.
3. Framing Media Massa (Republika Online dan Detik.com) Terhadap
Berita Pembubaran FPI yang ditulis pada tahun 2012 oleh Rommy
Rahmandi Lesmana NIM 107051002688, Mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Peneliti memilih skripsi tersebut karena ada kesamaan yakni
membahas analisis framing. Hal yang membedakan antara penelitian
terdahulu dengan penelitian yang peneliti akan lakukan adalah
penelitian terdahulu menggunakan Detik.com sebagai subjeknya,
sedangkan penelitian ini menggunakan Kompas.com sebagai
subjeknya. Penelitian terdahulu menjadikan Berita Pembubaran FPI
sebagai objeknya, sedangkan penelitian ini menjadikan Berita
Hukuman Kebiri untuk Paedofil sebagai objek penelitiannya.
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarah dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti
membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Membahas Latar Belakang Masalah, Batasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjuan Pustaka,
Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORI
Membahas tentang Teori Konstruksi Sosial, Asumsi Dasar Teori
Konstruksi Sosial, Tahapan Konstruksi Sosial, Pengertian
Berita, Jenis-jenis Berita, Nilai Berita, Kategori Berita, Unsur
Layak Berita, Framing, dan Analisis Framing Entman, serta
Kebiri dalam Perspektif Islam
BAB III : GAMBARAN UMUM
Memaparkan mengenai sejarah, visi, misi serta struktur redaksi
pada Republika Online dan Kompas.com
BAB IV : KAJIAN DAN ANALISIS DATA
Membahas tentang berita terkait Hukuman Kebiri untuk
Paedofil di Kompas.com dan Republika Online pada bulan
Oktober-November 2015, Paparan singkat mengenai objek
penelitian, Analisis framing Entman di Kompas.com dan
Republika Online serta hasil temuan analisis mengenai Berita
Hukuman Kebiri untuk Paedofil.
BAB V : PENUTUP
Bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan dan saran
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Konstruksi Sosial
Teori konstruksi sosial media massa tidak akan lepas dari konstruksi
sosial atas realitas yang dikemukakan oleh Peter L. Beger dan Luckmann.
Konstruksi sosial media massa merupakan pengembangan dari konstruksi
sosial atas realitas. Dalam buku “The Social Construction of Reality, a
Treatise in The Sociologist of Knowledge”, Beger dan Luckmann
menjelaskan bahwa proses sosial tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
melalui tindakan dan interaksi yang dilakukan oleh setiap individu.1 Apabila
realitas tersebut tidak diciptakan secara terus menerus oleh individu dan tidak
dialami langsung, maka proses sosial tidak terjadi. Karena proses sosial
terjadi ketika individu secara terus menerus menciptakan realitas yang
dimilikinya.
Dalam buku Sosiologi Komunikasi karya Burhan Bungin, Beger dan
Luckmann menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman
antara pengetahuan dengan kenyataan.2 Maksud kenyataan ialah segala
sesuatu yang sudah ada atau yang berasal dari Tuhan Sang Pencipta,
sedangkan pengetahuan adalah suatu pengetahuan yang dimiliki individu
untuk menjelaskan apa yang ada dipikirannya. Atau dapat dipahami juga
yakni kenyataan itu memang sudah ada dari sananya, atau sudah tidak
dipungkiri lagi realitasnya, sedangkan pengetahuan adalah suatu yang
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 189 2 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 193
15
16
digunakan seseorang untuk memberinya pemahaman atas apa yang ia pikirkan.
Realitas tidak hadir dengan sendirinya secara objektif, tapi diketahui melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa. Selain sebagai alat penggerak, bahasa juga dapat mewujudkan citra mengenai suatu peristiwa.
Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme, yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme hipotesis dan konstruktivisme biasa.
“Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran manusia. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas ontologis objektif, namun sebagai sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. Karena itu, konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.”3
Ketika seorang individu memahami sebuah realitas yang ada, tergantung dari cara pikir individu tersebut, cara berpikir individu itulah yang mengkonstruksi pemahaman akan sebuah realitas yang baru (Rene Descartes:
Cogito Ergo Sum; aku berpikir maka aku ada). Pengetahuan merupakan sesuatu yang dikonstruksi oleh individu yang mengalami dan tidak dapat ditransfer pada individu lain yang pasif atau yang tidak mengalami hal tersebut. Karenanya konstruksi harus dilakukan sendiri mengenai pengetahuan tersebut, dan lingkungan menjadi sarana terbentuknya konstruksi tersebut.
Konstruktivisme hipotesis memiliki pandangan bahwa pengetahuan adalah sebuah realitas yang masih berbentuk hipotesis atau prediksi atau
3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 190
17
sebuah dugaan tapi mengarah kepada realitas yang hakiki.4 Semua realitas
yang terjadi dikaitkan atau didekatkan dengan hipotesis yang ada. Sedangkan
konstruktivisme biasa memahami pengetahuan sebagai sebuah gambaran atas
suatu realitas, apa yang dialami dan dirasakan direfleksikan sebagai sebuah
realitas.
Berger, dalam tesisnya mengatakan bahwa manusia dan masyarakat
adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus.
Manusia juga adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru
menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam
masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan yaitu
eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi,5 yang oleh Berger disebut
momen.
Eksternalisasi ialah sebuah usaha ekspresi diri manusia ke dalam
dunia atau ketika menyesuaikan diri ke dalam dunia sosio-kulturalnya sebagai
bagian dari produk manusia, dimana terdapat produk sosial yang diciptakan
di dalam sosio-kultural tersebut.
“Tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubyektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckmann (1990:49), dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama...... Objektivasi bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui diskursus opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka antar individu dan pencipta produk sosial tersebut.”6
4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 190 5 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 13-14 6 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 194-195
18
Yang terpenting dalam tahapan objektivasi adalah membuat suatu signifikasi dengan tanda yang dibuat oleh manusia. Setiap objektivasi memiliki tanda-tanda yang berbeda karena tujuannya yang eksplisit untuk digunakan sebagai isyarat atau pemaknaan subyektif. Selain melakukan signifikasi, pemberian tanda bahasa dan simbolisasi terhadap benda yang disignifikasi, pemberian tanda verbal maupun simbolisasi yang kompleks terhadap kegiatan seseorang juga merupakan hal penting dalam tahap objektivasi.
“....internalisasi; pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain, yang dengan demikian, menjadi bermakna secara subjektif bagi individu sendiri. Tidak peduli apakah subjektif orang lain itu bersesuaian dengan subjektif individu tertentu. Karena bisa jadi individu memahami orang lain secara keliru, karena sebenarnya, subjektivitas orang lain itu tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi bermakna baginya. Kesesuaian sepenuhnya dari kedua makna subjektif dan pengetahuan timbal balik mengenai kesesuaian itu, mengandaikan terbentuknya pengertian bersama. Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman individu dan individu orang lain, serta pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial.”7
Media massa dengan semua kekuatannya sering kali dijadikan suatu substansi konstruksi sosial. Proses kelahiran konstruksi sosial media massa tidak terjadi secara singkat, tetapi melalui tahapan. Adapun tahap-tahap sebagai berikut:8
7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 197-198 8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 202-212
19
1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Tahapan ini menjadi tanggungjawab atau tugas redaksi di setiap
media massa. Masing-masing media massa memiliki redaksi yang
berbeda akan kebutuhan suatu berita yang sesuai dengan visi
media tersebut. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media
massa, terutama yang berhubungan dengan kedudukan, harta,
perempuan, jabatan, pejabat, kinerja birokrasi serta layanan
publik. Isu yang berhubungan dengan emosional individu juga
menjadi salah satu fokus, seperti isu yang meresahkan masyarakat
atau penganut agama tertentu, atau bahkan isu yang berbau
sensualitas. Tahap penyiapan ini dibagi menjadi tiga, yakni:
a. Keberpihakan media massa pada kapitalisme, media massa
digunakan untuk kekuatan-kekuatan kapital untuk
menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan
pelipat gandaan modal.
b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari
keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan
berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-
ujungnya adalah juga untuk menjual berita dan menaikkan
rating untuk kepentingan kapitalis.
c. Keberpihakan kepada kepentingan umum.
2. Tahap Sebaran Konstruksi
Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi yang
dimiliki media massa, dengan prinsip real-time agar berita sampai
20
kepada pendengar. Dalam surat kabar real-time bisa dibentuk
harian, mingguan dan bulanan.
3. Pembentukan konstruksi realitas, yang dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas, yaitu terjadi
pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap:
1) Konstruksi realitas pemberitaan, sebagai suatu bentuk
konstruksi media yang terbangun di masyarakat yang
cenderung membenarkan apa saja yang ada di media
massa sebagai suatu realitas kebenaran.
2) Kesediaan dikonstruksi oleh media massa, pilihan
seseorang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media
massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-
pikirannya dikonstruksi oleh media massa.
3) Menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan
konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada
media massa.
b. Pembentukan Konstruksi Citra. Pembentukan citra ini
merupakan sebuah bangunan yang dibangun oleh media massa,
terbentuk dalam dua model, yakni model good news, yaitu
sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu
pemberitaan sebagai berita yang baik, bahkan lebih baik dari
kebaikan sebenarnya pada objek tersebut, dan model bad news,
yaitu sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksikan
kejelekan dan keburukan sebuah objek agar terkesan buruk
21
bahkan lebih buruk, lebih jahat atau lebih jelek dari kejelekan
sebenarnya pada objek tersebut.
4. Tahap Konfirmasi
Tahapan ini terjadi ketika media massa atau pembaca atau
pemirsa memberikan respon, baik berupa argumentasi atau
keterlibatannya dalam pembentukan sebuah konstruksi.
B. Analisis Framing
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada
dalam kategori penelitian konstruksionis. Beberapa definisi framing dari para
ahli ialah sebagai berikut:
1. Robert N. Entmann
“Konsep framing, oleh Entmann, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.
.... Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita...”9
2. William A. Gamson dan Modigliani
“Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package). Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Apakah yang dimaksud dengan kemasan (package)? Kemasan (package) adalah rangkaian ide-ide yang menunjukkan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. Pacckage adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk
9 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 186-187
22
mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.”10
3. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
“Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.”11
Jika ditarik kesimpulan dari pengertian framing menurut para ahli
seperti di atas, maka framing adalah proses pengemasan suatu berita atau isu
yang kemudian ditonjolkan oleh wartawan atau suatu media karena dianggap
isu tersebut penting atau menarik.
“... Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang yang tertentu.”12
“Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesai perspektifnya.”13
Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi. Di sini realitas
sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya,
pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang
tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik,
tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan.
10 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 224 11 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 252 12 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 3 13 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) h. 162
23
Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan
atau ditekankan oleh media.
Penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut
haruslah dicermati lebih jauh. Karena penonjolan atau penekanan aspek
tertentu dari realitas tersebut akan membuat (hanya) bagian tertentu saja yang
lebih bermakna, lebih mudah diingat dan lebih mengena dalam pikiran
khalayak.
“Dalam analisis framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya, wartawan dan medialah yang secara aktif membentuk realitas. Jadi, kalau ada realitas berupa koknflik Timur Tengah maka realitas tersebut harusnya dipahami sebagai hasil konstruksi. Realitas tercipta dalam konsepsi wartawan. Berbagai hal yang terjadi, fakta, orang, diabstraksikan menjadi peristiwa yang kemudian hadir di hadapan khalayak. Jadi, dalam penelitian framing, yang menjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Sehingga yang menjadi titik perhatian bukan apakah media memberikan negatif dan positif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media.”14
Framing utamanya melihat bagaimana peran atau peristiwa
dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan
menyajikannya kepada khalayak pembaca.
Analisis framing memiliki beberapa model, salah satunya adalah
analisis framing Robert N. Entman. Konsep framing oleh Entman, digunakan
untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari
realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-
informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan
alokasi yang lebih besar dari isu yang lain.
14 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2008) h. 7
24
Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi
ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh
pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan untuk membuat
informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna atau lebih mudah diingat oleh
khalayak.
Robert N. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu
seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas
atau isu. Adapun seleksi isu berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari suatu
peristiwa yang terjadi, pada aspek ini selalu ada pemilihan aspek berita atau
isu mana yang dimasukkan (included), dan aspek isu atau berita mana yang
tidak dimasukkan (excluded) ke dalam suatu pengemasan berita tergantung
dari pilihan wartawan. Isu yang dipilih atau yang dimasukkan merupakan isu
atau berita yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Sedangkan penonjolan
aspek berhubungan dengan penulisan fakta. Penulisan yang dimaksudkan
adalah penggunaan kata, kalimat, gambar dan citra tertentu yang ditunjukkan
kepada khalayak ketika suatu aspek berita atau isu telah dipilih sebelumnya
oleh wartawan.15 Penonjolan ini bisa juga dilakukan dengan cara yang lebih
mecolok seperti menempatkannya menjadi headline di depan ataupun di
belakang, pengulangan, pemakaian grafik, pemakaian label untuk
memperkuat penonjolannya.16 Kata penonjolan sendiri merupakan proses
membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih
diingat oleh khalayak.
15 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 187 16 Megawati Agustini, “Analisis Framing Pemberitaan Penyadapan Presiden RI oleh Australia dan Amerika di Merdeka.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015) h. 26
25
Model framing Robert N. Entman memiliki konsep dalam framing, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Framing Model Robert N. Entman17
Define problems Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat (Pendefinisian masalah) dan didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai masalah apa? Diagnose causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? (Memperkirakan masalah Apa yang dianggap sebagai penyebab dari atau sumber masalah) suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make moral judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk (Membuat keputusan moral) menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? Treatment recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk (Menekankan penyelesaian) mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?
Konsep model framing Entman tersebut menunjukkan secara luas bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan ditandai oleh wartawan.18
Pendefinisian masalah (define problem) adalah elemen penting dalam model framing ini. Ia menekankan bagaimana isu yang diangkat atau yang ditonjolkan dilihat, dimaknai, dipandang atau dinilai oleh wartawan.
Penilaian tersebut tidak ada yang salah satu benar atau salah satu baik atau keduanya yang salah, wartawan hanya menggambarkan apa pandangannya, penilaiannya terhadap isu tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan pandangan dari setiap wartawan yang dipengaruhi oleh pengetahuan yang ia miliki. Pengetahuan yang dimilikinya inilah yang kemudian mempengaruhi pola pikirnya,
17 Eriyanto, Analisis Framing, h. 188-189 18 Eriyanto, Analisis Framing, h. 189
26
Memperkirakan penyebab masalah (diagnose causes) adalah elemen dari model framing Entman yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor atau apa yang menjadi penyebab dari suatu peristiwa.19 Seperti dalam elemen define problems bahwa setiap peristiwa yang sama dapat dipandang berbeda, karena bedanya pemikiran wartawan yang meliput, penyebab peristiwa yang sama ini pun dapat juga dipandang berbeda. Pendefinisian mengenai penyebab terjadinya peristiwa ini kemudian memunculkan siapa atau apa yang dianggap sebagai pelaku serta siapa dan apa yang dianggap menjadi korban.
Selanjutnya ialah membuat pilihan moral (made moral judgement).
Elemen ini digunakan untuk memberikan argumentasi atau pembenaran atas pendefinisian suatu masalah atau isu yang diangkat.20 Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebabnya sudah dipahami siapa atau apa, dibutuhkanlah argumentasi atau sebuah pembenaran untuk mendukung pemahaman tersebut.
Argumentasi yang dipilih oleh wartawan juga harus sesuai dengan definisi masalah dan penyebab masalah yang sejak awal sudah ditetapkan oleh pemikiran wartawan.
Elemen yang terakhir yaitu menekankan penyelesaian (treatment recommendation) yakni untuk menilai apa maksud yang dikehendaki oleh wartawan, atau jalan apa yang dikehendaki wartawan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.21 Penyelesaian ini pun kembali melihat definisi masalah, siapa atau apa yang menjadi penyebab masalah dan argumentasi yang digunakan untuk membenarkan pemahaman tersebut.
19 Eriyanto, Analisis Framing, h. 190 20 Eriyanto, Analisis Framing, h. 191 21 Eriyanto, Analisis Framing, H. 191
27
C. Media Online
Media online dapat disamakan dengan pemanfaatan media dengan
menggunakan perangkat internet. Sekalipun kehadirannya belum terlalu lama,
media online sebagai salah satu jenis media massa, tergolong memiliki
pertumbuhan yang spektakuler. Bahkan saat ini, hampir sebagian besar
masyarakat mulai dan sedang menggemari media online. Sekalipun internet
tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk media massa, tetapi keberadaan media
online saat ini sudah diperhitungkan banyak orang sebagai alternatif dalam
memperoleh atau mengakses informasi dan berita.
Hal tersebut dapat diketahui dari data statistik yang peneliti dapatkan
mengenai penggunaan internet, khususnya di Asia.
Gambar 2.1 Statistik penggunaan internet di Asia22
22 Internet World Stats, “Asia Top Internet Countries” diakses pada 11 April 2016 dari www.internetworldstats.com
28
Media online kini menjadi alternatif media yang paling mudah dalam mendapat info atau berita. Teknologi internet menjadi basis terpenting dalam pemanfaatan media online. Media online atau internet pun kini menjadi sarana paling efektif untuk menerbitkan siaran pers bagi pengirim berita individu maupun institusi.
Media online memiliki kekhasan tersendiri,23 yaitu keharusan memiliki jaringan teknologi informasi dan perangkat komputer, disamping pengetahuan mengenai penggunaan komputer untuk mengakses informasi atau berita.
Keunggulan dari media online adalah informasinya yang bersifat up to date, real dan praktis. Up to date disini berarti informasi yang disajikan selalu baru, karena berita yang ada di media online yang disajikan secara sederhana dan lebih mudah, dapat diupgrade atau diperbaharui dari waktu ke waktu.
Real time karena media online langsung dapat memberitakan suatu kejadian tepat ketika peristiwa itu berlangsung, kapan saja dan dimana saja.24 Praktis karena dapat diakses kapan saja dan dimana saja, asalkan didukung adanya internet. Keunggulan lain dari media online adalah adanya fasilitas hyperlink,25 yakni sistem yang mengkoneksikan antara satu website dengan website lain.
Sudah sangat banyak penggunaan website sebagai media penyampai informasi. Word wide web atau www hadir sebagai sebuah fenomena besar dalam teknologi internet dan menjadi sarana paling mudah dalam mengakses informasi atau berita. Dari sini pula, media online hadir dan makin luas
23 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 32 24 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 32 25 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 33
29
pengaruhnya. Kini, hampir semua media cetak dan media elektronik memiliki
media online sebagai penunjang dan basis dokumentasi penyajian informasi
dan berita yang disampaikannya. Setiap berita yang disampaikan baik melalui
media cetak ataupun media elektronik, kini dapat diakses melalui media
online atau melalui website masing-masing media.
Satu catatan dari media online bahwa pemanfaatan media berbasis
internet ini akan semakin berkembang pesat di masa yang akan datang.
Internet terbukti telah mampu menjadi sarana komunikasi yang paling muda
dan praktis. Oleh karena itu, media massa harus lebih jeli dalam menyikapi
keadaan media online untuk tetap mempertahankan eksistensinya di
masyarakat. Setiap wartawan dituntut untuk dapat menguasai materi
mengenai penggunaan komputer atau internet. Tidak hanya untuk
memperoleh informasi ataupun berita, internet pun dapat menjadi sarana
untuk mendokumentasikan tulisan atau artikel sebagai bahan kepustakaan,
disamping kapasitas akses informasinya yang mampu menjangkau jutaan
pembaca di seluruh dunia.26
Jika dilihat memang sangat besar perubahan yang terjadi pada media
massa saat ini. Media massa awal atau media massa tradisional seperti surat
kabar, majalah, film dan radio berkembang pesat hingga berubah bentuknya
menjadi yang kita ketahui sekarang, dengan perubahan utama pada skala dan
diverifikasi, ditambah dengan munculnya televisi di abad 20.27 Berbagai
media massa tersebut memiliki kemampuan untuk menjangkau seluruh
26 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 34 27 Fitri Hadiyani, “Media Online dan Ruang Publik Virtual (Studi Terhadap Kolom Komentar di Kompas.com)” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Dakwah, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 20
30
populasi dengan cepat melalui informasi, opini, dan hiburan yang sama dan
telah membawa perubahan dalam aspek komunikasi sampai pada saat ini.
Perubahan tersebut tidak lagi hanya dimiliki oleh media massa
tradisional. Namun media-media tersebut perlahan bergeser oleh media baru
yang juga dibawa pada saat yang bersamaan. Istilah „media baru‟ (new
media) telah digunakan sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat
teknologi komunikasi terapan yang semakin berkembang dan beragam.28
Sebutan „media baru‟ saat ini sering digunakan untuk menyebut media online
atau jurnalisme online. Perubahan yang terjadi terlihat pada perbedaan
karakter media baru yang lebih luas jangkauannya, kurang terstruktur dan
lebih bersifat interaktif.
Lima perbedaan karakter yang terjadi antara media baru atau
jurnalisme online dan media tradisional, menurut Rafaeli dan Newhagen
adalah sebagai berikut:29
1. Mengandalkan kemampuan internet untuk mengombinasikan
sejumlah media
2. Kurangnya tirani penulis atas pembaca
3. Tidak ada yang bisa mengendalikan perhatian khalayak
4. Internet dapat membuat proses komunikasi berlangsung
sinambung
5. Kecepatan media baru atau jurnalisme online secara menyeluruh
28 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, Edisi Keenam. Penerjemah Putri Iva Izzati(Jakarta: Salemba Humanika, 2011) h. 42 29 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 137
31
Rice berpendapat bahwa keragaman kategori „media baru‟ dan sifat mereka yang terus berubah memberikan batasan yang jelas bagi pembentukan teori mengenai „dampak‟. Bentuk-bentuk teknologi berlipat ganda, tetapi sering kali sifatnya sementara. Ciri-ciri media yang unik dari media baru atau yang dapat berlaku untuk semua kategori. Fortunati menekankan karakteristik kunci untuk membedakan media lama dan media baru dari perspektif pengguna:30
1. Interaktivitas
2. Kehadiran sosial dialami pengguna
3. Kekayaan media
4. Otonomi
5. Unsur bermain-main
6. Privasi
Dalam kaitannya dengan nilai tambahan bagi suatu situs berita, sangatlah penting untuk menekankan pada kapabilitas-kapabilitas internet, dan bagaimana semua ini mengubah cara kerja jurnalisme. Ini akan sesuai dengan perubahan menuju jurnalisme yang baru. Namun bagaimanapun, perubahan ini tidak menghubungkan bahwa sifat alamiah jurnalisme sebagai sebuah pembuatan kisah, penyuntingan, reportase dan lain-lain menjadi kurang penting, namun cenderung kurang penting.
“Jelas, kemampuan untuk mengobservasi dan menulis secara meyakinkan berdasarkan pengalaman, untuk menawarkan analisis dan penggunaan keterampilan-keterampilan pemikiran kritis, untuk secara jujur dan logis mengenali sudut pandang – sudut pandang berlawanan mungkin menjadi lebih berharga. Dalam setiap peristiwa, salah satu elemen esensial jurnalisme–untuk mencari dan mengutarakan kebenaran–tidak akan berubah. Jurnalisme terbaik akan selalu
30 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, h. 157
32
diparafrasekan Fuller, yaitu menghubungkan “disiplin kebenaran dalam jurnalisme dengan standar-standar tertinggi dalam perdebatan ilmiah dan akademis...menghasilkan karya integritas intelektual asli”31
Sejarah media massa memperlihatkan bahwa teknologi yang baru
tidak akan menghilangkan teknologi lama, namun mensubtitusinya. Oleh
karena itu, media online atau jurnalisme online mungkin tidak akan bisa
menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan tampaknya
menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan
mendapatkan konsumen berita. Jurnalisme online tidak akan menghapuskan
jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya.
Dalam web atau jurnalisme online, pendekatan piramida terbalik
menjadi sangat penting. Para pengguna media online kerap hanya membaca
bagian atas dari sebuah tulisan, mereka tidak meneruskan bacaannya atau
yang oleh Nielsen‟s dalam Inverted Pyramids in Cyberspace Frames disebut
mereka tidak menggulung layar.32 Gulungan layar adalah istilah dari proses
internet meneruskan jaringan informasinya. Menghubungkan pengguna web
dengan situs-situs yang berkaitan melalui hyperlink.
D. Berita
Secara etimologis dalam bahasa Inggris, berita (news) berasal dari
kata new yang artinya baru.
“Paul De Massenner dalam buku Here’s The News: Unesco Associate menyatakan, news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak pendengar. Charnley dan James M. Neal menuturkan, berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang
31 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 138 32 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 138
33
penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak (Errol Jonathans dalam Mirza, 2000:68-69) Doug Newsom dan James A. Wollert dalam Media Writing: News for The Mass Media (1985:11) mengemukakan, dalam definisi sederhana, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.”33
Berdasarkan beberapa definisi dari beberapa pakar, maka berita atau
news adalah sebuah penyampaian informasi untuk menarik minat,
memberikan dampak, atau penting kepada masyarakat.
Berita memiliki beberapa klasifikasi. Berdasarkan kategori, berita
terbagi menjadi berita berat (hard news) yakni berita yang mengguncang
seperti berita tentang gempa bumi, kebakaran atau kerusuhan, dan berita
ringan (soft news) yakni berita yang cenderung menunjuk pada ketertarikan
manusiawi seperti pesta pernikahan bintang film. Lalu berdasarkan tempat
juga terbagi dua yakni di tempat terbuka dan di tempat tertutup. Berdasarkan
sifatnya, berita terbagi menjadi berita diduga atau berita tidak diduga.34 Berita
diduga adalah berita mengenai hal yang memang sudah diketahui sebelumnya
seperti pemilihan umum, pelantikan presiden, peringatan hari kemerdekaan.
Sedangkan berita tidak diduga adalah berita yang menginformasikan kejadian
atau peristiwa yang tidak diduga seperti bencana alam, terjadinya teror atau
ledakan bom di tengah Kota Jakarta, kasus bunuh diri yang dilakukan oleh
polisi.
Selain memiliki klasifikasi, berita juga memiliki jenis-jenisnya. Jenis-
jenis berita ialah sebagai berikut:
33Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011) h. 64 34 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, h. 65-66
34
1. Straight news report adalah berita langsung yang melaporkan
suatu kejadian atau peristiwa. Berita jenis ini biasanya langsung
dilaporkan karena mengandung unsur penting dan menarik, tanpa
mengandung pemikiran subjektif. Berita yang dilaporkan harus
ringkas karena dilaporkan dalam waktu yang singkat, namun
tidak mengabaikan fakta yang objektif dan tetap sesuai dengan
kaidah 5W+1H.
2. Depth news report adalah laporan beserta fakta-fakta yang telah
dikumpulkan oleh wartawan untuk menjadi berita tambahan
mengenai kejadian atau peristiwa tersebut.
3. Comprehensive news merupakan laporan menyeluruh mengenai
suatu kejadian yang ditinjau dari berbagai aspek. Berita jenis ini,
merupakan berita menyeluruh yang kemudian menjawab setiap
kritik dan kelemahan yang ada pada straight news report, dan
menggabungkan setiap fakta yang ada hingga terciptalah
pemahaman yang utuh mengenai suatu kejadian.
4. Interpretative report merupakan laporan yang biasanya terfokus
pada isu atau masalah yang kontroversial. Namun berita jenis ini
sering kali dianggap opini bukan fakta karena pada jenis ini
menjawab pertanyaan why atau kenapa yang terdapat dalam
5W+1H. Jawaban terhadap why atau kenapa bergantung pada
siapa yang menjawab atau siapa yang menjadi narasumber, yang
kemudian menjadikan berita jenis ini dianggap sebagai laporan
opini, bukan fakta.
35
5. Feature story adalah jenis berita yang wartawan atau penulis
mencari fakta yang menarik minat pembaca, kemudian
menulisnya sesuai dengan style atau gaya menulis dan humor
daripada pentingnya informasi.
6. Depth reporting adalah laporan jurnalistik secara mendalam,
tajam, lengkap dan utuh mengenai suatu peristiwa yang aktual
sehingga orang akan mengetahui dan memahami lebih dalam
mengenai perkara yang sedang terjadi. Berita jenis ini
membutuhkan kerja tim yang disiapkan dengan matang,
membutuhkan biaya peliputan yang cukup besar dan memerlukan
beberapa hari atau minggu.
7. Investigative reporting, tidak berbeda jauh dengan interpretative
report yang berfokus pada isu atau peristiwa yang kontroversial.
Namun berita jenis ini melaporkan hasil penyelidikan fakta yang
tersembunyi demi suatu tujuan, biasanya laporan jenis ini sering
dilaksanakan secara tidak etis atau ilegal.
8. Editorial writing adalah berita yang disajikan dengan fakta dan
opini yang menafsirkan kejadian-kejadian penting dan
mempengaruhi pendapat umum. Sama halnya seperti petugas
yang menyampaikan informasi, penulis editorial mungkin akan
diberikan intruksi sebelum menulis.35
Tidak hanya memiliki klasifikasi ataupun jenis, berita juga memiliki nilai. Nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing, ada sembilan hal. Namun
35Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, h. 69-71
36
beberapa pakar lain menambahkan seks (sex) dan ketertarikan manusiawi
(humanity/ human interest). Haris Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik
Indonesia, menyatukannya menjadi 11 nilai berita, sebagai berikut:
1. Keluarbiasaan (unusualness)
2. Kebaruan (newness)
3. Akibat (impact)
4. Aktual (timeliness)
Aktualitas berita terbagi dalam tiga kategori:
a. Aktualitas kalender.
b. Aktualitas waktu.
c. Aktualitas masalah.
5. Kedekatan (proximity)
Kedekatan ini mengandung dua arti, yaitu
a. Kedekatan geografis
b. Kedekatan psikologis
6. Informasi (information)
7. Konflik (conflict)
8. Orang penting (prominence)
9. Ketertarikan manusiawi (human interest)
10. Kejutan (suprising)
11. Seks (sex)
E. Kebiri dalam Perspektif Islam
Kebiri telah dikenal umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Seperti
pada umumnya, kebiri pada hewan juga dikaji dalam Islam. Hukum untuk
37
pengebirian hewan dalam Islam pun masih banyak perbedaan pendapat.
Sebagian ulama membolehkan seseorang berkurban dengan hewan yang
dikebiri, bahkan kebiri dianjurkan bila hewan tersebut lebih gemuk daripada
hewan lainnya. Meski demikian, gemuk secara alami dengan makan
dedaunan atau rerumputan lebih baik daripada gemuk karena dikebiri atau
disuntik. Kebolehan mengebiri hewan didasarkan pada firman Allah yang
berbunyi:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ اذَ ل ك َو م ْنَيُ عظّ ْم َش عآئ راهللَف انَّ هاَم ْنَت ْق و ُىَالْقلُْوبََ}٢٣{ “Demikianlah (perintah Allah) dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj: 32)
Ayat tersebut kemudian ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dalam Tafsir Ibnu
Katsir:
“Yaitu menggemukan hewan kurban, memperindah dan membesarkannya”36
Hal demikian dikuatkan dengan perkataan Imam Qurtubi dalam
tafsirnya tentang Surat An-Nisa ayat 119 yaitu:
“Adapun mengebiri binatang ternak, sebagian ulama membolehkannya, selama itu membawa manfaat, seperti bertambah gemuk atau manfaat lainnya. Mayoritas ulama juga membolehkan seseorang berkurban dengan hewan yang dikebiri, bahkan sebagian dari mereka mengatakan hal itu baik jika memang menjadi lebih gemuk dari hewan lainnya yang tidak dikebiri. Umar bin Abdul Aziz juga membolehkan pengebirian kuda, Urwah bin Zubair pernah mengebiri bighal (kuda atau keledai)nya, imam Malik membolehkan pengebirian kambing jantan. Semua itu dibolehkan karena tujuan dari pengebirian hewan itu bukanlah untuk dipersembahkan kepada berhala yang disembah, dan bukan pula kepada Rabb yang diesakan. Tetapi pengebirian itu dimaksudkan agar daging yang akan dimakan itu lebih baik dan
36 Ismail Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim: Tafsir Ibnu Katsir (Kairo: Dar al- Ma‟rifah, 1978) h. 1273
38
pengebirian itu sendiri bisa menguatkan hewan jantan, karena ia tidak pernah menghampiri hewan betina”37
Berbeda dengan kebiri terhadap hewan, para ulama klasik
mengharamkan adanya kebiri pada manusia. Para ulama tersebut adalah
Imam Ibnu Ahdil Bar dalam Al-Istidzkar, Imam Ibnu Hajar Al-Asyqalani
dalam Fathul Bari, Imam Badrufin Al-Aini dalam Umdatul Qari, Imam Al-
Qurtubi dalam al-Jami‟li al-Ahkam Al-Qur‟an, Imam Shan‟ani dalam
Subulus Salam. Adapun alasan kuat mengapa para ulama ini mengharamkan
adanya kebiri pada manusia ialah hadits dari Ibnu Mas‟ud RA yang
mengatakan :
“Dahulu kami berperang dengan Rasulullah sedangkan kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah kami melalukan pengebirian?” maka Rasulullah melarangnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Bukan hanya para ulama klasik yang melarang pengebirian terhadap
manusia, beberapa ulama modern juga melarangnya seperti Majelis Tajrih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur,
Hizbut Tahrir dan sebagainya.38 Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik
manusia, melanggar HAM dan melahirkan jenis hukum baru yang tidak
pernah dikenal dalam konsep jinayah islamiyah.
Meski pada hakikatnya kitab-kitab klasik Islam mayoritas melarang
kebiri, masih terdapat beberapa ulama yang setuju dengan hukuman jenis ini.
Karena mereka mengedepankan aspek mashlahat ketika hukuman kebiri
ditetapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI,
37 Abu Abd Allah Al-Qurtubi, Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an (Beirut: Mu‟assisah Ar- Risalah, 2006) bab 14 h. 138 38 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
39
Cholil Nafis berwacana bahwa pemberian hukuman kebiri pada terpidana
paedofil dapat memberikan efek jera.39 Seorang ulama klasik Imam Abu
Umar Ibnu Abdul Barr mengatakan:
“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mengebiri manusia tidak halal dan tidak boleh, karena merupakan bentuk penyiksaan dan merubah ciptaan Allah. Begitu juga tidak boleh memotong anggota badan yang lainnya, jika itu bukan karena hukuman had atau qishas.”40
Adapun had, menurut syar’i, adalah hukuman-hukuman kejahatan
yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya
seseorang kepada kejahatan yang sama.41 Hukum had ini merupakan
hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum,
seperti dipotongnya tangan seseorang pencuri yang telah memenuhi syarat
pencurian. Had juga diartikan sebagai hukuman atas dilanggarnya hak Allah
SWT. Sedangkan qishas adalah merupakan hukuman atas dilanggarnya hak
manusia atau hak orang lain, seperti dipotongnya tangan pelaku kejahatan
akibat dia telah memotong tangan orang lain.
Hal ini menjelaskan bahwa jika hukuman kebiri untuk terpidana
paedofil boleh dilakukan bila beralasan hukuman had. Karena paedofil
cenderung melanggar hukum Allah. Ia melakukan hal yang jelas-jelas
dilarang oleh Allah yakni melakukan zina. Parahnya ia melakukannya pada
anak kecil yang kemudian menjadikan anak kecil itu mengalami trauma dan
bisa saja ketika dewasa ia memiliki dendam dan kemudian melakukan
39 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” dari www.khazanah.republika.co.id 40 Abu Abd Allah Al-Qurtubi Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an, h. 140 41 Rika Rahmawati, “Antara Qishash dan Hudud” diakses pada 15 Januari 2016 dari www.islampos.com
40
paedofil juga, seperti pengakuan para pelaku paedofil yang melakukan hal
tersebut karena pengalaman saat kecil.
Ketua Majelis Intektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmy
Zarkasyi mengatakan pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai
salah satu pilihan hukuman bagi terpidana paedofil. Ijtihad seorang hakimlah
yang sangat menentukan dalam penjatuhan hukuman ini. Tidak seluruh kasus
paedofil akan mendapatkan hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan
kaidah fiqh “Ad-Dhoruratu Tubihu Al-Mahdhurat” atau keadaan mendesak
dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang.42 Maksudnya ialah
bila kondisinya sudah pada tahap mengancam jiwa, pelaku melakukan
tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis pada korban, atau ketika
bila hasratnya tidak terpenuhi maka ia bisa menghilangkan nyawa korban.
42 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Kompas.com
1. Sejarah Singkat Kompas.com
Kompas adalah suatu media massa yang sudah mapan di Indonesia.
Kompas muncul tahun 1965 yang berasal dari ide Letjen Ahmad Yani.
Nama Kompas sendiri adalah nama pemberian dari Presiden RI pertama
yaitu Ir. Soekarno.1 Sedangkan Kompas.com dimulai pada tahun 1995
dengan nama Kompas Online. Kompas Online awalnya hanya berperan
sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998,
Kompas Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus
pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru.
Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di
Indonesia.
Sepuluh tahun kemudian, di tahun 2008, Kompas.com tampil dengan
perubahan penampilan yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”,
Kompas.com membawa logo, tata letak, hingga konsep baru di
dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya
tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly. Sinergi
ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi yang lengkap,
yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga
gambar, video, hingga live streaming.
1Ahmad Mursanih, “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di Kompas.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014) h. 44
41
42
Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif
Kompas.com di awal tahun 2008 yang mencapai 20 juta pembaca aktif per bulan, dan total 40 juta page views atau impression per bulan. Saat ini, Kompas.com telah mencapai 120 juta page views per bulan.
Pada tahun tersebut juga mulai ditampilkan channel-channel atau kanal-kanal di halaman depan Kompas.com. Kanal-kanal ini didesain sesuai dengan tema berita dan membuat setiap pengelompokan berita memiliki karakter. Kanal-kanal tersebut antara lain:
Tabel 3.1 Kanal-kanal dalam Kompas.com
Kompas Female Memuat informasi seputar dunia wanita, baik itu info mengenai karir, kehamilan, trik mengatur keuangan atau informasi belanja Kompas Bola Memuat informasi yang akurat mengenai update skor, berita seputar tim dan pertandingan sepak bola Kompas Health Memuat tips-tips dan artikel tentang kesehatan, informasi medis terbaru dan fitur informasi kesehatan secara interaktif Kompas Tekno Memuat ulasan mengenai gadget-gadget terbaru di pasaran, menampilkan review produk dan beragam info teknologi Kompas Entertaiment Memuat berita-berita mengenai selebriti, ulasan film, musik dan hiburan baik di dalam atau luar negeri Kompas Otomotif Menampilkan berita-berita seputar kendaraan, trend mobil dan motor terkini, serta tips merawat kendaraan Kompas Properti Memuat direktori lengkap tentang properti, artikel tentang rumah, apartemen serta tempat tinggal lainnya Kompas Images Memuat foto-foto berita berkualitas dalam resolusi yang tinggi hasil pilihan editor Kompas.com Kompas Karier Memuat direktori lowongan kerja dan sebagai one-stop carier solution bagi para pencari kerja maupun karyawan
43
Selain menyediakan kanal-kanal seperti di atas, Kompas.com juga
menyediakan Kompasiana, yakni komunitas yang disiapkan dengan
konsep citizen journalism. Setiap anggota dapat mewartakan peristiwa,
menyampaikan pendapat dan gagasan, serta dapat menyalurkan aspirasi
baik dalam bentuk tulisan, gambar, video maupun audio.2
2. Visi dan Misi Kompas.com
Dalam kiprahnya di industri pers, visi Kompas ialah berpartisipasi
membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui
prinsio humanisme dan masyarakat yang adil dan makmur. Secara lebih
spesifik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka
b. Kompas tidak melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu
baik politik, agama, sosial, golongan ataupun ekonomi
c. Kompas secara aktif membuka dialog dan interaktif positif dengan
segala kelompok
d. Kompas bersifat luas dan bebas dalam pandangan yang
dikembangkan tetapi selalu memperhatikan struktur pemerintahan
dan kemasyarakatan yang menjadi lingkungan
Sedangkan misi dari Kompas adalah ikut berperan serta dalam
mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha diantara
usaha-usaha lain yang sejenis dalam kelas yang sama. Hal tersebut
dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerja sama dengan
perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam lima sasaran
operasional:
2 “Profil Kompas.com” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com
44
a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri:
cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna
b. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus
dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat
yang dicerminkan dalam gaya kompak, komunikatif dan kaya
nuansa kehidupan dan kemanusiaan
c. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui intelektual
yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan
pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukan
persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi tetap kritis dan teguh
pada prinsip
d. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan
meningkatkan tiras
e. Untuk dapat merealisasikan visi dan misi, Kompas harus
memperoleh keuntungan dan usaha. Namun keuntungan yang
dicaari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri, tetapi
menunjang kehidupan yang layak pada karyawan dan
pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung
jawab sosialnya sebagai perusahaan.3
3. Manajemen dan Editor Kompas.com
Berikut ini adalah struktur manajemen dan editor di Kompas.com.
3 Ahmad Mursanih, “Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di Kompas.com” h. 46-47
45
Tabel 3.2 Struktur Manajemen di Kompas.com4
Director Andy Budiman Deputy Director Dhanang Radityo GM HR & GA M. Trinovita Editorial Editor in Chief Wisnu Nugroho News Managing Editor Tri Wahono News Assistant Agustinus Wisnubrata Managing Editor J. Heru Margianto Amir Sodikin Assistant Managing Moh. Latip Editor Video Manager Jerry Eddie Nurcahyo Hadiprojo Nextren.com Assistant Wicaksono Surya Hidayat Managing Editor Otomania.com Aris Fertonny Harvenda Assistant Managing Editor Juara.net Editor in Weshley Hutagalung Chief Juara.net Assistant Firzie A. Idris Managing Editor Jalu Wisnu Wirajati Digital Sales Manager Devie Emza Advertising Sales Asst Manager Andrew H. Sinaga Division Marketing Amalia Nuraini Communication Asst Manager Business Business Development Tommy Nugroho Development Asst Manager Departement Kompas Karier Kompas Karier Naomi Octiva Corthyna Departement Manager Naibaho
Finance Finance Asst Manager Holly Emaria Departement Technology Technology Manager Ihwan Santoso Division Technology Asst Murfi Abbas Hatumena Manager Yohanes Kartiko Pambudi MH Prio Agung Wibowo
4 “Management” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com
46
Director's Staff Digital Media Business Eberhard Nove Ojong Advisor Product Management Romi Dandiawan Specialist Secretary to Director & Anastasia Angeline K GM Kompasiana Kompasiana Manager Pepih Nugraha Kompasiana Sales V. Roro Sekar Wening Manager Kompasiana Asst Iskandar Zulkarnaen Manager
Dan berikut ini adalah struktur editorial di Kompas.com.
Tabel 3.3 Struktur Editorial di Kompas.com5
Editor in Chief Wisnu Nugroho News Managing Editor Tri Wahono News Assistant Managing Editor Agustinus Wisnubrata J. Heru Margianto Amir Sodikin Assistant Managing Editor Moh. Latip Video Manager Jerry Eddie Nurcahyo Hadiprojo Nextren.com Assistant Managing Wicaksono Surya Hidayat Editor Otomania.com Assistant Managing Aris Fertonny Harvenda Editor Juara.net Editor in Chief Weshley Hutagalung Juara.net Assistant Managing Firzie A. Idris Editor Jalu Wisnu Wirajati Photo Editor & Photographer Dino Oktaviano Sami Putra Heribertus Kristianto Purnomo Roderick Adrian Mozes Ari Prasetyo Language Editing Officer Erwin Kusuma Oloan Hutapea Dimas Wahyu Trihardjanto Eris Eka Jaya Administrative & Secretary Tania Frederika Titaley Ira Fauziah Adinda Dwi Putri
5 “Editorial” diakses pada 25 April 2016 dari www.kompas.com
47
4. Logo dan Tagline Kompas.com
Logo yang saat ini digunakan oleh Kompas.com adalah logo yang
telah melalui proses perubahan pada tahun 2013.
Gambar 3.1 Logo dan Tagline Kompas.com
Konsep dari logo Kompas.com ini ialah:
a. Logo Mark. Kompas.com menggunakan simbol 2 segitiga yang
saling bertindihan sebagai bentuk representasi panah penunjuk arah
yang sejalan dengan nilai-nilai Kompas.com sebagai pedoman
berita bagi pembacanya. Adapun perbedaan sudut rotasi pada
kedua segitiga memiliki arti sebagai kebebasan dalam memilih
pandangan dan pendapat para pembacanya. Sementara 3 warna
dasar dan masing-masing turunannya menggambarkan beragamnya
individu pembaca Kompas.com
b. Logo type Kompas.com merupakan perpaduan dari “Kompas” dan
“.com”, yang dimana “Kompas” adalah simbol historis dan
merupakan bagian dari grup Kompas Gramedia, sedangkan “.com”
yang merupakan identitas bisnis perusahaan sekaligus alamat URL
dari portal berita tersebut.
48
c. Tagline “Rayakan Perbedaan” memiliki arti sebagai wujud
semangat menghargai perbedaan dan keberagaman dalam
memenuhi berita berbagai pembacanya.6
B. Profil Republika Online
1. Sejarah Singkat Republika Online
Republika yang terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993 adalah
koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi
publik di Indonesia. Kehadiran media inii mampu memberikan manfaat
bagi berkembangnya media informasi di masyarakat. Penerbitan
Republika menjadi pelopor dan wadah umat muslim dan yang lainnya.
Di tahun 1995, Republika menyajikan layanan berita di situs web
internet, yang kemudian dianggap sebagai koran pertama di Indonesia
yang tampil di dunia internet, kemudian situs tersebut diberi nama
Republika Online atau disingkat ROL. Sebagai situs berita, saat itu
Republika Online berisikan muatan berupa duplikasi materi berita-berita
koran Republika secara lengkap. Tujuan utama penerbitan Republika
versi internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau
distribusi koran cetak dan untuk pembaca yang berada di luar negeri.
Pada fase berikutnya, Republika Online secara bertahap mulai
berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi
informasi. Desain dan berbagai layanan web dan materi beritanya pun
lebih diperbanyak. Sejak pertengahan 2008, Republika Online
mengalami perubahan besar, dari sekedar situs berita sederhana menjadi
6 “Logo & Guideliness” diakses pada 26 April 2016 dari www.kompas.com
49
web portal multimedia. Perubahan tersebut terjadi sebagai penyesuaian
atas munculnya tantangan industri media yang mulai memasuki era
konvergensi media. Republika sebagai institusi industri media, bertugas
untuk memiliki dan mendistribusikan konten medianya dalam format
cetak, online dan mobile.
Sesuai dengan falsafah dasar Republika, muatan Republika Online
tetap mengedepankan komunitas Muslim sebagai basis pengunjungnya.
Tampilan Republika Online terbaru saat ini yang diluncurkan kembali
pada 6 Februari 2008 dengan tema Reload.7
Dengan kemajuan informasi dan perkembangan sosial media,
Repunlika Online kini hadir dengan berbagai fitur baru yang merupakan
percampuran komunikasi media digital. Informasi yang disampaikan
diperbarui secara berkelanjutan yang terangkum dalam sejumlah kanal,
menjadikannya sebuah portal berita yang bisa dipercaya. Selain
menyajikan informasi, Republika Online juga menjadi rumah bagi
komunitas. Republika Online juga kini hadir dalam versi English.8
2. Visi dan Misi Republika Online
Adapun visi dari Republika Online adalah menjadikan Republika
sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai
universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun
mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan
7 Suci Dariah, “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada Republika Online dan Detik.com” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013) h. 32-33 8 “Profil” diakses pada 26 April 2016 dari www.republika.co.id
50
kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil
Alamin.
Sedangkan misi dari Republika Online adalah menciptakan dan
menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu
dipertanggungjawabkan secara profesional.9
3. Manajemen dan Redaksi Republika Online
Berikut ini adalah struktur manajemen dan redaksi di Republika
Online.
Tabel 3.4 Struktur Manajemen dan Redaksi Republika Online10
Pemimpin Redaksi Nasihin Masha Wakil Pemimpin Redaksi Irfan Junaidi Redaktur Pelaksana ROL Maman Sudiaman Wakil Redaktur Pelaksana Roll Joko Sadewo Asisten Redaktur Pelaksana Roll Didi Purwadi Djibril Muhammad Muhammad Subarkah Kepala Support dan GA Slamet Riyanto Tim Support Firmansyah Sekred Erna Indriyanti Rolshop Riky Romadon
9 Suci Dariah “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada Republika Online dan Detik.com” h. 34 10 “Manajemen & Redaksi” diakses pada 26 April 2016 dari www.republika.co.id
BAB IV
KAJIAN DAN ANALISIS DATA
Kasus paedofil atau pelecehan seksual pada anak di bawah umur di
Indonesia menjadi isu yang tidak henti-hentinya diberitakan oleh media. Akibat ramainya pemberitaan mengenai paedofil ini, pemerintah dan masyarakat pun geram, karenanya munculah wacana memberlakukan hukuman kebiri bagi para pelaku paedofil agar memberikan efek jera.
Munculnya wacana hukuman kebiri yang diusulkan oleh pemerintah untuk para pelaku paedofil mendapatkan tempat tersendiri dalam media. Secara berkelanjutan, media memaparkan bagaimana perkembangan mengenai wacana hukuman kebiri tersebut berserta informasi-informasi yang berkaitan.
Kebiri telah dijadikan hukuman bagi paedofil di beberapa negara, seperti
Rusia, Inggris, Polandia dan Korea Selatan. Namun bukan berarti lantas bisa dipraktekan di Negara seperti Indonesia. Sebelumnya, belum pernah ada Undang-
Undang yang mengatur bahwa kebiri boleh dijadikan sebagai hukuman di
Indonesia. Selain itu, dalam Islam pun belum ada pembahasan mengenai kebiri sebagai hukuman.
A. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Republika
Online
1. Republika Online menjadi salah satu media yang memberitakan
mengenai hukuman kebiri bagi paedofil. Jumlah berita yang disajikan
oleh media ini berjumlah 36 berita, terhitung dari tanggal 12 Oktober –
26 November 2015. Berita tersebut antara lain:
51
52
Tabel 4.1 Daftar judul berita mengenai kebiri di Republika Online dari tanggal 12 Oktober – 26 November 2015. Tanggal Judul Narasumber 12/10/2015 Aher Setuju Paedofil Dikebiri Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher 13/10/2015 Kompolnas Dukung Usulan Komisioner Komisi Hukuman Kebiri Untuk Kepolisian Nasional, Pelaku Pelecehan Seksual Edi Saputra Hasibuan 13/10/2015 Pro Kontra Kebiri Kimia di Kutipan dari NLCATP Dunia 13/10/2015 Begini Cara Rusia Terapkan Kutipan dari NLCATP Kebiri Kimia untuk Paedofil 13/10/2015 Kebiri Kimia di Mata Ahli Joo Young Lee dan Korea Kang Su Cho dalam Journal of Korean Medical Science 13/10/2015 Kebiri Kimia, Sebuah Pilihan Adjunct Lecturer di Terakhir University Of New South Wales, Magie Hall 20/10/2015 Mensos: Presiden Setuju Menteri Sosial, Pelaku Paedofil Dikebiri Khofifah Indar 21/10/2015 Presiden Jokowi Setuju Komisi Perlindungan Pelaku Kejahatan Seksual Anak Indonesia, Anak Dikebiri Asrorun Niam 21/10/2015 Kapolri: Hukum Kebiri bagi Kapolri Jenderal Paedofil Sedang Dibahas Badrodi Haiti 21/10/2015 Pemerintah Siap Kebiri Menteri Sosial, Pelaku Kekerasan Seksual Khofifah Indar Pada Anak 22/10/2015 Din Syamsudin Setuju Hukum Din Syamsudin, Kebiri Untuk Paedofil Mantan Ketua PP Muhammadiyah 22/10/2015 HNW: Kebiri atau Hukum Wakil MPR, Hidayat Mati untuk Pelaku Kekerasan Nur Wahid Terhadap Anak 22/10/2015 Mensos: Kebiri Syaraf Libido Menteri Sosial, untuk Lindungi Hak Anak Khofifah Indar 22/10/2015 Hukuman Kebiri Paedofil Menteri Sosial, Sudah Diterapkan Banyak Khofifah Indar Negara 22/10/2015 Ini Pandangan Islam soal Ketua Komisi Dakwah Kebiri dan Pengembangan Masyarakat MUI, K.H. Cholil Nafis
53
22/10/2015 Kebiri Dilakukan Berdasarkan Ketua Umum Komnas Putusan Pengadilan dan PA, Arist Merdeka Dokter Sirait 22/10/2015 Eksekusi Hukuman Kebiri Ketua Komisi VIII dikhawatirkan Sulit DPR dari Fraksi PAN, Diterapkan Saleh Partaonan Daulay 22/10/2015 Hukuman Kebiri Dianggap Ketua Komnas PA, Tidak Memutus Organ Arist Merdeka Sirait Seksual, Hanya Kendalikan Libido 23/10/2015 Ini Tanggapan Setya Novanto Ketua DPR, Setya Soal Hukuman Kebiri Novanto 23/10/2015 KPAI: Hukuman Kebiri Ketua KPAI, Susanto Bukan yang Utama 23/10/2015 Kowani Dukung Jokowi Ketua Umum Kowani, Kebiri Pelaku Kejahatan Giwo Rubianto Seksual Wiyogo 23/10/2015 Suntik Kebiri Keluarkan Spesialis Urologi dari Biaya Tak Murah Asriulogi Center, dr. Arry Rodjani, SpU Wakil Presiden Jusuf 23/10/2015 JK Nilai Perppu Kebiri Perlu Dikaji Kalla, Menteri Sosial Khofifah Indar dan Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas PA, 24/10/2015 Selain Dikebiri, Foto Predatir Anak Harus Dipublikasikan Arist Merdeka Sirait dan Ketua Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo 24/10/2015 Mensos: Jangan Bicara HAM Menteri Sosial, Untuk Paedofil Khofifah Indar 25/10/2015 Dikebiri pun Pelaku Paedofil Ahli Psikologi Bisa Menyalurkan Lewat Non Forensik, Reza Persetubuhan Indragiri Amriel 27/10/2015 Segera Keluarkan Perppu Ketua Komite III DPR Kebiri' RI, Fahira Idris 27/10/2015 Menkumham Targetkan Menkumham, Yasonna Hukum Kebiri Masuk H Laoly Prolegnas 27/10/2015 Perppu Kebiri Bukti Menteri Pemberdayaan Keseriusan Pemerintah Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise
54
28/10/2015 Fatwa Hukuman Kebiri Ketua Majelis Dalam Tinjauan Syar'i Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmi Zarkasyi 28/10/2015 Peradi: Pemberlakuan Wakil Ketua Umum Hukuman Kebiri Harus Miliki Perhimpunan Advokat Pijakan Konstitusi Indonesia, Achiel Suyanto 02/11/2015 Efektifkah kebiri untuk Menteri Pemberdayaan menekan Pelecehan Seksual? Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise 04/11/2015 Pengamat: Pengebirian Praktisi Hukum dan Melanggar Kodrat Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh Pos Meulaboh, Kab. Aceh Barat, Candra Darusman, S.H, M.H 11/11/2015 Hukuman Kebiri masuk Menteri Pemberdayaan dalam revisi KHUP? Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise 26/11/2015 Perppu Kebiri akan Menteri Pemberdayaan dilaunching awal Desember Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise
2. Objek penelitian di Republika Online terkait pemberitaan mengenai
hukuman kebiri bagi paedofil
Seperti yang telah disebutkan di Bab I, penulis memilih 4 berita yang
menjadi objek penelitian. Berita-berita tersebut adalah berita pada
tanggal 12 Oktober 2015 dengan judul “Aher Setuju Paedofil Dikebiri”,
tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Din Syamsudin Setuju Hukum
Kebiri Untuk Paedofil”, tanggal 22 Oktober 2015 dengan judul “Ini
Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri”, dan tanggal 4 November 2015
dengan judul “Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat”. Berikut
penulis paparkan dalam tabel dibawah ini.
55
Tabel 4.2 Frame Berita dan Narasumber Berita
Tanggal Judul Isi Berita Narasumber 12/10/15 Aher Setuju Pelaku kejahatan dan Gubernur Jawa Paedofil kekerasan terhadap Barat, Ahmad Dikebiri anak harus dihukum Heryawan berat seperti libidonya dikebiri 22/10/15 Menurutnya, hukum Mantan Ketua Din kebiri untuk paedofil PP Syamsudin bagus untuk diterapkan, Muhammadiyah, Setuju meski harus selektif Din Syamsudin Hukum Kebiri untuk Paedofil
22/10/15 Ini Kebiri dimasukkan Ketua Komisi Pandangan kedalam kategori Dakwah dan Islam Soal hukuman yang Pengembangan Hukuman digunakan untuk Masyarakat Kebiri membuat efek jera atau MUI, KH. yang disebut Zawajir, Cholil Nafis dan sebagai hukuman agar memberikan rasa takut bagi pelaku lain untuk melakukan kejahatan yang sama atau yang disebut Mawani’ 04/11/15 Pengamat: Hukuman pengebirian Praktisi Hukum Pengebirian syaraf libido merupakan dari Lembaga Melanggar salah satu praktek Bantuan Hukum Kodrat mengekangi kodrat Banda Aceh Pos alamiah yang melekat Meulaboh, Kab. pada manusia Aceh Barat, Candra Darusman, S.H, M.H
56
3. Framing Robert N. Entmann terkait pemberitaan hukuman kebiri untuk
paedofil di Republika Online
a. Republika Online : Senin, 12 Oktober 2015
Judul : Aher Setuju Paedofil dikebiri
Tabel 4.3 Perangkat Framing Entman Problem Identification Pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat seperti libidonya dikebiri Causal Interpretation Maraknya kembali kasus kekerasan seksual terhadap anak Moral Evaluation Hukuman yang dibebankan kepada si pelaku hendaklah membuatnya jera Treatment Recomendation Mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman dan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan dan Anak (P2TP2A).
Problem Identification. Frame yang dikembangkan oleh
Republika Online dalam judul ini ialah Aher menyatakan bahwa
pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat
seperti libidonya dikebiri. Sebagaimana dalam berita:
“Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau Aher setuju dengan usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa yang menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat seperti saraf libidonya dikebiri.
“Kalau memang hukuman untuk membuat jera bagi pelaku kejahatan anak itu dirumuskan dalam bentuk dikebiri, mangga wae (silahkan saja),” kata Ahmad Heryawan, usai upacara Pelantikan Sekda Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Senin (12/10).” Dalam berita tersebut diungkapkan bahwa Gubernur Jawa
Barat, Ahmad Heryawan atau yang lebih akrab dipanggil Aher,
menyatakan persetujuannya terhadap usulan kebiri untuk paedofil
57
yang diajukan oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa, dimana kebiri untuk paedofil dianggap sebagai sebuah hukuman yang berat. Namun Aher mempersilahkan bila hukuman tersebut dirumuskan dapat membuat jera pelaku.
Causal Interpretation. Dalam berita ini, Republika Online menilai maraknya kembali kasus kekerasan terhadap anak sebagai penyebab masalah. Kondisi ini dinilai sangat membuat khawatir dan prihatin. Oleh karena itu, pemerintah mencari upaya sebuah hukuman yang kelak akan membuat pelaku jera.
Moral Evaluation. Maraknya kembali kasus paedofil atau kekerasan seksual terhadap anak dianggap sebagai penyebab masalah oleh Republika Online dalam berita ini, maka penilaian moral yang diambil adalah rumusan hukuman untuk pelaku paedofil atau pelaku kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak. Kebiri dianggap sebagai hukuman yang mampu memberikan efek jera untuk pelaku paedofil dan memberikan rasa takut bagi orang yang hendak berbuat. Dan Aher selaku narasumber dalam berita ini mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman bila memang dirumuskan demikian.
Treatment Recomendation. Selain mempersilahkan pemerintah meresmikan kebiri sebagai hukuman bagi paedofil, Aher selaku narasumber mengatakan langkah lebih lanjut adalah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan
Perempuan dan Anak (P2TP2A). Pusat pelayanan ini diwujudkan
58
dengan maksud untuk mencegah terjadinya kejahatan dan kekerasan
seksual. P2TP2A yang telah didirikan di Jawa Barat ini merupakan
salah satu bentuk keseriusan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
menanggapi masalah kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak
atau paedofil. b. Republika Online : Rabu, 21 Oktober 2015
Judul : Din Syamsuddin Setuju Hukum Kebiri
Untuk Paedofil
Tabel 4.4 Perangkat Framing Entmann Problem Identification Kebiri adalah hukuman yang bagus, tapi harus selektif dalam pelaksanaannya Causal Interpretation Bila paedofil tidak dikebiri maka akan tercipta kerusakan-kerusakan yang lebih parah lagi Moral Evaluation Penegakan hukum harus tegas dan berat bagi pelaku paedofil, karena paedofil juga merupakan kejahatan kemanusiaan Treatment Recomendation Kalangan agamawan dan pendidik harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu dan negara, dalam hal ini pemerintah, harus memberikan hukuman yang membuat jera, misalnya kebiri
Problem Identification. Dalam berita ini, Republika Online
mengembangkan frame bahwa Din Syamsuddin beranggapan kebiri
adalah hukuman yang bagus, tapi harus diterapkan secara selektif,
artinya tidak semua pelaku paedofil diberikan hukuman kebiri.
Seperti yang disebutkan dalam berita:
“Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan hukum kebiri untuk paedofil bagus. Tapi, harus
59
diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak. “Kebiri paedofil, saya belum mendalami, tapi secara common sense agaknya bagus ya diterapkan walaupun harus secara selektif,” ujarnya usai menjadi pembicara pada Seminar Nasional Penelitian Pengabdian (SnaPP) kepada masyarakat yang digelar Unisba, Kamis (22/10).” Kutipan di atas menyebutkan, meski Din Syamsuddin belum mendalami permasalahan mengenai hukuman kebiri yang diusulkan
Mensos bagi pelaku paedofil, ia memandang hukuman tersebut bagus untuk dilakukan berdasarkan pemikiran dasar dari kebiri itu sendiri. Tapi tidak semua pelaku akan dikebiri, hanya yang mempunyai hasrat tinggi terhadap anak-anak saja.
Causal Interpretation. Dalam berita ini, yang dijadikan penyebab masalah adalah akibat yang ditimbulkan bila kebiri tidak diterapkan kepada paedofil. Din Syamsuddin menilai bila paedofil tidak dikebiri maka akan tercipta kerusakan-kerusakan yang lebih parah lagi, apalagi jika hal itu menular kepada yang lain, maka akan menjadi sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan ini, mereka akan bersekongkol dan memiliki kelompok tersendiri yang kemudian kondisi ini akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi masyarakat dan kemanusiaan.
Moral Evaluation. Penilaian moral yang dapat diambil dari berita ini adalah penegakan hukum harus tegas dan berat bagi pelaku paedofil, karena paedofil juga merupakan kejahatan kemanusiaan.
Din Syamsuddin menyayangkan, mengapa kasus seperti ini banyak terjadi di Indonesia, karena kasus ini akan menciptakan masa depan
60
yang suram khususnya bagi korban yang kemudian akan
menimbulkan trauma.
Treatment Recomendation. Din Syamsuddin menyarankan
dua hal yang harus dilakukan sebagai pencegah maraknya kembali
kasus paedofil, yaitu pertama kalangan agamawan dan pendidik
harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu.
Meskipun mengaku tidak mengetahui darimana penyebab utama
adanya paedofil, tapi Din Syamsuddin mengatakan ada nafsu
syahwat yang biasanya ke lawan jenis ini justru hanya tertarik pada
anak-anak yang biasanya terjadi karena faktor lingkungan. Oleh
karena itu pentingnya terus mengingatkan bahwa perilaku seks
tersebut adalah menyimpang. Ditambah dengan kurangnya
pengawasan orang tua terhadap anak-anak yang kemudian
menimbulkan banyak korban. Kedua, dalam hal ini adalah tugas
pemerintah, yaitu harus melakukan tindakan hukum. Tinjauan
hukumnya harus yang membuat jera karena bila tidak jera maka
akan terulang lagi. Dan seperti yang tercantum di paragraf
sebelumnya, Din Syamsudin menilai kebiri cukup bagus
dilaksanakan meski harus selektif. c. Republika Online : Kamis, 22 Oktober 2015
Judul : Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri
Tabel 4.5 Perangkat Framing Entmann Problem Identification Pandangan Islam mengenai hukuman kebiri yang dilakukan kepada paedofil
61
Causal Interpretation Tidak semua kejahatan langsung dapat ditentukan hukum Islamnya selain pembunuhan dan perzinaan Moral Evaluation Mengembalikan kepada kebijakan hakim dan pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman yang pas untuk paedofil Treatment Recomendation Pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama dan pendidikan seksualitas, serta memberikan pendamping psikologis agar korban tidak menjadi pelaku ketika sudah dewasa
Problem Identification. Pada berita ini, Republika Online menilai masalahnya adalah bagaimana pandangan Islam mengenai hukuman kebiri yang dilakukan kepada paedofil. Seperti yang tertulis dalam berita sebagai beirkut:
“Hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelaku kejahatan dan kekerasan seksual pada anak atau paedofilia dianggap solusi untuk menghentikan efek jangka panjang. Bagaimana dalam pandangan Islam hukuman bagi pelaku paedoiflia atau predatof anak ini? Menurut Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Cholil Nafis dasar pemberlakuan kebiri atau kastrasi bagi paedofilia bisa merujuk pada aspek pemberian efek jera bagi pelaku atau Zawajir dan memberikan rasa takut untuk melakukannya bagi pelaku lain atau Mawani‟.”
Berdasarkan berita diatas, dijelaskan bahwa hukuman kebiri dasarnya belum ada peraturan dalam Islam yang menjelaskan bagaimana hukumnya. Namun Ketua Komisi Dakwah dan
Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis mengatakan bahwa kebiri dapat dimasukkan kedalam kategori hukuman yang digunakan untuk membuat efek jera atau yang disebut Zawajir, dan sebagai
62
hukuman agar memberikan rasa takut bagi pelaku lain untuk melakukan kejahatan yang sama atau yang disebut Mawani’.
Causal Interpretation. Penyebab kenapa kebiri dikategorikan sebagai hukum Zawajir atau Mawani’, menurut Cholil Nafis, tidak semua kejahatan langsung dapat ditentukan hukumannya dalam
Islam, kecuali pembunuhan dan perzinaan.
“”Dalam Islam sendiri, setahu saya belum ada pemerintahan Islam yang melakukan kebiri atau kastrasi. Namun, itu bukan berarti sesuatu yang dilarang,” ujarnya kepada Republika, Kamis (22/10).”
Moral Evaluation. Penilaian moral yang dapat diambil ialah, melakukan hal lain dalam penentuan hukum Islam tentang hukuman kebiri ini yaitu dengan mengembalikan keputusan hukuman kepada kebijakan hakim dan pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman yang pas atas kejahatan tersebut. Sedangkan bila dilihat dari pendekatan Zawajir dan Mawani’, hukuman kebiri bisa menjadi alternatif untuk memberi aspek jera dan mengantisipasi perbuatan tersebut menimpa orang lain.
Treatment Recomendation. Menurut Cholil Nafis, paedofil bukan soal penyakit kelamin atau karena dorongan seksual belaka, tetapi juga berkaitan dengan pikiran dan penyakit kejiwaan, karena bisa saja meski sudah dikebiri pikiran jahat untuk melakukan hal tersebut menggunakan organ lain masih ada. Maka penyelesaian yang juga disarankan oleh Cholil Nafis adalah pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama, memberikan lebih baik pendidikan seksualitas dan pendampingan secara
63
psikologis bagi korban. Hal ini dianggap penting agar korban tidak
menjadi pelaku paedofil setelah ia dewasa. d. Republika Online : Rabu, 4 November 2015
Judul : Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat
Tabel 4.6 Perangkat Framing Entmann Problem Identification Hukuman kebiri adalah salah satu praktek pengekangan kodrat Causal Interpretation Naluri syahwat adalah hal yang alamiah Moral Evaluation Setiap pelaku kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan yang dilakukan, penghukuman yang dilakukan tidak boleh merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan Treatment Recomendation Perbaikan sistem hukum yang ada, karena tidak jarang ditemukan kasus seperti ini diselesaikan secara damai atau kekeluargaan dengan bantuan pihak lain
Problem Identification. Menurut praktisi hukum dari
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Meulaboh,
Kabupaten Aceh Barat, Candra Darusman, hukuman pengebirian
syaraf libido bagi pelaku paedofil adalah salah satu praktek
mengekangi kodrat alamiah yang melekat pada setiap manusia. Hal
inilah yang kemudian diangkat oleh Republika Online dan dijadikan
masalah dalam framing berita ini.
Causal Interpretation. Penyebab mengapa kebiri dianggap
sebagai salah satu praktek mengekangi kodrat alamiah adalah karena
naluri syahwat adalah hal yang alamiah. Candra Darusman
64
menambahkan, orang-orang yang melakukan tindakan yang salah dalam menyalurkan naluri alamiahnya itu memang harus dihukum, tapi bukan dihukum dengan hukuman yang melanggar kodrat seperti mengebiri syaraf libido.
Moral Evaluation. Candra Darusman melihat dalam konteks
Hak Asasi Manusia (HAM) setiap pelaku kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan yang dilakukan, penghukuman yang dilakukan tidak boleh merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan. Disatu sisi, selain karena dianggap melanggar kodrat, pengebirian terhadap pelaku paedofil akan mengakibatkan efek secara psikologis. Pelaku akan mendapatkan guncangan yang hebat yang mengakibatkan trauma, dendam bahkan ada kemungkinan untuk melampiaskan kejahatan tersebut dengan cara lain.
“Perilaku orang-orang di suntik kebiri syaraf libido tidak akan menghilangkan sifat alami pada dirinya secara utuh, malahan potensi untuk melakukan kekejaman dan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur dan sejenis itu masih dapat dilakukan.”
Treatment Recomendation. Penyelesaian yang disarankan oleh Candra Darusman adalah perbaikan sistem hukuman untuk paedofil yang telah ada selama ini.
“”Tawaran kita adalah perberat hukumannya tapi tidak dalam kontek pengebirian, karena setelah menerima hukuman demikian tidak tertutup kemungkinan akan ada pelampiasan dengan cara lain dengan alat umpamanya, kepada pihak yang sudah menjadi korban ataupun pihak-pihak lain,” imbuhnya.”
65
Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa bukan kebirilah
hukuman yang harus dilakukan untuk para pelaku paedofil, tapi
dengan memperberat hukuman yang ada. Narasumber pun
mengatakan hendaknya sistem hukum yang ada di negara ini yang
harus diperbaiki, karena tidak jarang ditemukan kasus paedofil
seperti ini diselesaikan secara damai atau kekeluargaan dengan ikut
campur pihak lain, seperti yang pernah ditangani oleh LBH Banda
Aceh Pos Meulaboh. Karena itulah kasus ini masih terus terjadi.
B. Analisis Framing Berita Hukuman Kebiri untuk Paedofil di Kompas.com
1. Berita dan artikel terkait mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada
Kompas.com terdapat 57 berita terhitung mulai Oktober hingga
November 2015. Adapun judul berita tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Daftar judul berita mengenai kebiri di Kompas.com dari tanggal 09 Oktober – 12 November 2015. Tanggal Judul Narasumber 09/10/2015 Hukuman Kebiri Dinilai Perwakilan Ikatan Perlu Diterapkan Terhadap Pelajar Pelaku Kejahatan Seks Pada Muhammadiyah, M. Anak Khoirul Huda 09/10/2015 Akan Diajukan, Hukuman Ketua KPAI, Asrorun Kebiri Dan Mati Untuk Niam Pelaku Kejahatan Seks Pada Anak 11/10/2015 Ahok: Paedofil Sebaiknya Gubernur DKI Jakarta, Dikebiri Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok 12/10/2015 Mensos Setuju Paedofil Menteri Sosial, Dikebiri Dan Fotonya Khofifah Indar Disebar Di Tempat Umum
66
12/10/2015 Ridwan Kamil: Pelaku Walikota Bandung, Kekerasan Seks Terhadap Ridwan Kamil Anak Boleh Dikebiri Asal.. 20/10/2015 KPAI Sebut Presiden Dukung Ketua KPAI, Asrorun Hukuman Kebiri Niam 20/10/2015 Setuju Kebiri Untuk Paedofil, Menteri Sosial, Presiden Jokowi Akan Khofifah Indar dan Terbitkan Perppu Jaksa Agung, HM Prasetyo 21/10/2015 Hukuman Kebiri Bagi Guru Besar Hukum Paedofil Disarankan Diatur Pidana Universitas KUHP Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho 21/10/2015 PBNU Dukung Hukuman Sekretaris Jenderal Kebiri Bagi Pelaku Paedofil PBNU, Helmy Faishal Zaini 21/10/2015 Kapolda: Hukuman Kebiri Kapolda Metro Jaya, Perlu Regulasi Baru Inspektur Tito Karravian 21/10/2015 Kata Pemerhati Anak Soal Pemerhati Anak, Seto Hukuman Kebiri Pelaku Mulyadi Kejahatan Seksual 21/10/2015 Pimpinan Komisi VIII Wakil Ketua Komisi Dukung Rencana Hukuman VIII DPR, Sodik Kebiri Untuk Paedofil Mudjahid 21/10/2015 Nasdem: Kalau Tak Dikebiri, Ketua Fraksi Nasdem Pelaku Akan Ulangi Viktor Laiskodat Perbuatan 21/10/2015 Ahok: Kebiri Oke Oke Saja, Gubernur DKI Jakarta, Potong Saja Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok 22/10/2015 Menkumham, Yassona Menkumham Kaji Hukuman Laoly Kebiri Bagi Paedofil 22/10/2015 Yang Terjadi Bila Seseorang Ketua Bagian Dihukum Kebiri Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Wimpie Pangkahila 22/10/2015 Mensos: Banyak Negara Menteri Sosial, Terapkan Kebiri Bagi Khofifah Indar Paedofil 22/10/2015 Risma Setuju Hukuman Walikota Surabaya, Tri Kebiri Untuk Para Paedofil Rismaharini
67
22/10/2015 Mensos Sebut Hukuman Menteri Sosial, Kebiri Untuk Lindungi Anak Khofifah Indar Dari Kejahatan Seksual 22/10/2015 Jika Diminta Pemerintah, Ketua MUI, Ma'aruf MUI Siap Lakukan Kajian Amin Fatwa Soal Hukuman Kebiri 22/10/2015 Selain Kebiri, Hidayat Nur Wakil MPR, Hidayat Wahid Usul Hukuman Mati Nur Wahid Bagi Paedofil 22/10/2015 Sanksi Kebiri Akan Menyulut Dewan Pembina Dendam Terhadap Pelaku Komnas Anak, Seto Mulyadi 22/10/2015 Seskab Pastikan Perppu Sekretaris Kabinet, Kebiri Terbit Tahun Ini Pramono Agung 22/10/2015 Peggy Melati Sukma Setuju Artis Peggy Melati Jika Pelaku Kekerasan Sukma Seksual Terhadap Anak Atau Paedofil Dihukum Kebiri 22/10/2015 Kebiri Tak Jamin Pelaku Kriminolog UI, Yogo Kejahatan Seksual Jera Tri Hendiarto 23/10/2015 Soal Wacana Kebiri Paedofil, Ketua DPR, Setya Ini Komentar Ketua DPR Novanto 23/10/2015 Ini Kata Menkes Soal Menteri Kesehatan, Hukuman Kebiri Untuk Nila F Moeloek Paedofil 23/10/2015 Pimpinan Baleg DPR Tertawa Wakil Ketua Badan Sikapi Wacana Penerbitan Legislasi DPR RI, Perppu Soal Kebiri Paedofil Firman Soebagyo 23/10/2015 Apakah Kebiri Hilangkan Ketua Bagian Dorongan Seks Permanen? Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Wimpie Pangkahila 23/10/2015 Politisi Hanura Nilai Paedofil Sekretaris Fraksi Perlu Dikebiri Dengan Suntik Hanura, Dadang Kimiawi Rusdiana 23/10/2015 Daftar Negara Yang Memiliki Dikutip dari Strait Hukuman Kebiri Time 23/10/2015 Suntik Kebiri Bisa Mengubah Ketua Bagian Wujud Pria Andrologi & Seksologi Fak. Kedokteran Univ Udayana Denpasar, Wimpie Pangkahila 23/10/2015 Kebiri Pelaku Kejahatan Wakil Presiden, Jusuf Seksual, Ini Pandangan Kalla Wapres 25/10/2015 Sejumlah Pertanyaan Terkait Ketua Komisi VIII
68
Hukuman Kebiri DPR, Saleh Daulay 27/10/2015 Menkumham Bicara Soal Menkumham, Yassona Hukuman Berat Dan Kebiri Laoly Untuk Pelaku Paedofil 27/10/2015 Menkumham: Hukuman Menkumham, Yassona Kebiri Akan Masuk Prolegnas Laoly 28/10/2015 Ketua MUI Lebak Tolak Ketua Komisi Fatwa Wacana Kebiri Bagi Paedofil MUI Kabupaten Lebak, K.H. Baidjuri 29/10/2015 Komnas PA Sangat Dukung Ketua Komnas PA, Paedofil Dikebiri Arist Merdeka Sirait 30/10/2015 Hukum Kebiri, Paedofil Ketua Komite III DPD, Dunia Akan Takut Ke Fahira Idris Indonesia 30/10/2015 Hukuman Kebiri Diragukan Peneliti Institute for Mampu Kurangi Kasus Criminal Justice Kekerasan Seksual Pada Anak Reform (ICJR), Anggara 31/10/2015 Anggota DPR RI Asal Aceh Anggota DPR RI asal Setuju Hukuman Kebiri Bagi Aceh, Sudirman Paedofil 02/11/2015 Diberitahu Soal Hukuman Tersangka Pencabulan Kebiri, Begini Reaksi Anak, Maskur Pencabul Anak 02/11/2015 Meski Telah Disetujui, Menteri Pemberdayaan Penetapan Hukuman Kebiri Perempuan dan Perlu Melalui Kajian Ilmiah Perlindungan Anak, Yohana Yembise 02/11/2015 Menteri Yohana Siap Buat Menteri Pemberdayaan Daftar Pencabul Untuk Perempuan dan Dihukum Kebiri Perlindungan Anak, Yohana Yembise 02/11/2015 Kementerian Dan Lembaga Menteri Pemberdayaan Terkait Akan Gelar Seminar Perempuan dan Soal Hukuman Kebiri Bagi Perlindungan Anak, Paedofil Yohana Yembise 02/11/2015 Ini Dia Penyebab Kejahatan Menteri Pemberdayaan Seksual Terhadap Anak Versi Perempuan dan Menteri Yohana Perlindungan Anak, Yohana Yembise Pengarusutamaan 02/11/2015 Masih Dikaji, Hukuman Kebiri Dengan Cara Disuntik Deputi Gender Bidang Atau Operasi Politik, Sosial dan Hukum, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Heru Prasetyo
69
03/11/2015 Ancaman Bagi Pemerkosa Dosen Pascasarjana Anak FISIP Universitas Airlangga, Bagong Suyanto 05/11/2015 Kriminolog: Hukuman Kebiri Kriminolog UI, Prof. Tidak Menyelesaikan Muhammad Mustofa Masalah Asisten Deputi 05/11/2015 Dikaji, Pendampingan Mental Bagi Pelaku Kejahatan Yang Penanganan Kekerasan Terancam Dikebiri Terhadap Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Agustina Erni 05/11/2015 Apakah Hukuman Kebiri Wakil KPAI, Susanto Melanggar HAM, Ini Penjelasan KPAI Ketua Komite Etik dan 11/11/2015 Hukuman Kebiri, Aspek Moral Dan Etika Kedokteran Hukum RS Ciptomangunkusumo, Dosen Etika, Logika dan Filsafat Kedokteran Pascasarjana UI, Daldiyono 12/11/2015 Hukuman Kebiri Bukan Satu- Deputi Bidang Satunya Upaya Penghapusan Perlindungan Anak, Kekerasan Seksual Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu 12/11/2015 Psikolog UI Sebut Kebiri Bisa Psikolog Klinis Salah Arah Fakultas Psikologi UI, Kristi Poerwandari 12/11/2015 Psikolog UI: Wacana Psikolog Klinis Hukuman Kebiri Sangat Fakultas Psikologi UI, Emosional Kristi Poerwandari 12/11/2015 Alasan Kebiri Kimiawi Guru Besar Fakultas Dianggap Efektif Kendalikan Kedokteran UI, Agus Angka Kekerasan Seksual Purwadianto 12/11/2015 Hukuman Kebiri Guru Besar Hukum Dikhawatirkan Salah Sasaran Pidana Fakultas Dan Jadi Bumerang Hukum UI, Harkristuti Harkrisnowo
70
2. Objek penelitian di Kompas.com terkait pemberitaan mengenai hukuman
kebiri bagi paedofil
Seperti yang telah disebutkan di Bab I, penulis memilih 4 berita yang
menjadi objek penelitian. Berita-berita tersebut adalah berita pada
tanggal 12 Oktober 2015 dengan judul “Ridwan Kamil: Pelaku
Kekerasan Seks Terhadap Anak Boleh Dikebiri Asal..”, tanggal 21
Oktober 2015 dengan judul “PBNU Dukung Hukuman Kebiri Bagi
Pelaku Paedofil”, tanggal 28 Oktober 2015 dengan judul “Ketua MUI
Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil”, dan tanggal 5 November
2015 dengan judul “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan
Masalah”. Berikut penulis paparkan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.8 Frame Berita dan Narasumber Berita Tanggal Judul Isi Berita Narasumber 12/10/15 Ridwan Kamil: Hukuman kebiri bisa Walikota Pelaku dilakukan bila punya Bandung, Kekerasan dasar hukum yang Ridwan Kamil Terhadap kuat dan perlu ada Anak Boleh pembuktian bila Dikebiri Asal.. hukum yang sudah ada memang tidak membuat jera 21/10/15 PBNU mendukung PBNU Dukung rencana pemerintah Sekretaris Hukuman untuk menghukum Jenderal Kebiri Bagi kebiri pelaku paedofil, PBNU, Helmy Pelaku karena harus ada Faishal Zainy Paedofil hukum yang berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak 28/10/15 Ketua MUI Ketua MUI Lebak Ketua Komisi Lebak Tolak mengatakan hukuman Fatwa MUI Wacana Kebiri kebiri melalui obat Kabupaten Bagi Paedofil antiandrogen bagi Lebak, KH. paedofil adalah tidak Baidjuri tepat, karena hukuman tersebut tidak bisa
71
memutus mata rantai kejahatan seksual dan akan merusak salah satu organ manusia 05/11/15 Kriminolog: Hukuman kebiri tidak Kriminolog Hukuman menyelesaikan UI, Prof. Kebiri Tidak masalah kejahatan Muhammad Menyelesaikan seksual karena Mustofa Masalah kejahatan itu berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang alamiah. Dan secara empiris belum ada hukuman yang benar- benar membuat pelaku jera
3. Framing Robert N. Entmann terkait pemberitaan hukuman kebiri untuk
paedofil di Kompas.com
a. Kompas.com : Senin, 12 Oktober 2015
Judul : Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks Terhadap
Anak Boleh Dikebiri Asal...
Tabel 4.9 Perangkat Framing Entman Problem Identification Dasar hukum atau regulasi yang kuat untuk menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil Causal Interpretation Belum adanya bukti secara statistik mengenai hasil dari hukum formal yag sudah ada Moral Evaluation Hukuman kebiri bukan masalah setuju atau tidak setuju, tapi perlu ada kajian mendalam mengenai HAM, karena secara kelelakian kebiri sulit dibayangkan Treatment Recomendation Melihat terlebih dahulu hasil atau pengaruh dari hukum formal yang ada, bila statistiknya menunjukkan berhasil maka kebiri dirasa tidak perlu, namun bila tidak ada perubahan maka upaya lain dapat dipertimbangkan, misalnya kebiri
72
Problem Identification. Pada berita ini, Kompas.com menilai yang menjadi masalah adalah ada atau tidaknya dasar hukum yang kuat untuk menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil.
Kebiri sebelum dijadikan sebuah hukum mestilah memiliki regulasi yang jelas, bila regulasinya ada tentu tidak masalah bila kemudian hukuman kebiri dijadikan hukuman untuk pelaku paedofil.
Causal Interpretation. Perlunya regulasi atau dasar yang kuat untuk penetapan kebiri sebagai hukuman untuk para pelaku paedofil adalah karena belum adanya bukti statistik mengenai hukuman formal yang telah ada berhasil atau tidak dalam menekan angka kasus paedofil, menimbulkan efek jera atau menimbulkan dampak. Bila hasil statistik mengenai hukum formal yang ada tidak menimbulkan dampak yang diharapkan atau kasus yang sama terulang kembali, barulah kemudian upaya lain dilakukan seperti gagasan hukuman kebiri untuk para pelaku paedofil.
Moral Evaluation. Sebagai narasumber, Ridwan Kamil atau yang akrab dipanggil Emil mengatakan hukuman kebiri bisa saja diterapkan bila ada bukti statistik hasil penerapan hukuman formal yang telah ada sebelumnya. Bila hasil menunjukkan bahwa hukuman yang ada tidak menghasilkan efek jera, maka upaya lain seperti hukuman kebiri bisa dipraktekan meski secara pemikiran kelelakian kebiri sulit untuk dibayangkan. Ridwal Kamil pun menambahkan persoalan pemberatan hukuman kebiri untuk paedofil bukan masalah
73
setuju atau tidak setuju, tapi perlu dikaji lebih lanjut khususnya
masalah hak asasi manusia (HAM). Ridwan Kamil mengatakan
demikian karena ia memiliki asumsi bagaimana jika pelaku kemudian
bertaubat atau insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah
melaksanakan hukuman formal yang ada, artinya hukuman kebiri
tidak perlu diterapkan.
Treatment Recomendation. Seperti yang dijelaskan diatas,
Ridwan Kamil menegaskan bahwa hendaknya membuktikan secara
statistik terlebih dahulu hasil dari hukuman formal yang telah ada,
baru menentukan kemudian hukuman kebiri ini pantas untuk
diterapkan atau tidak.
“”Kalau tiba-tiba suatu waktu manusia itu insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah menjalani hukuman-hukuman gimana? Dilihat dulu pengaruh hukum formalnya. Kalau berhasil membuat jera, saya kira tidak perlu. Kalau statistik menyatakan tidak ada perubahan, wacana lain perlu dipertimbangkan, jadi bukan setuju nggak setuju,” Emil menegaskan.” Kutipan diatas kembali menjelaskan penegasan dari Ridwan
Kamil terkait pembuktian statistik mengenai hukum formal yang ada,
sekaligus menyatakan bahwa wacana hukuman kebiri yang sedang
ramai diperdebatkan bukan mengenai setuju atau tidak setuju, tapi
apakah hukuman formal yang telah ada memberikan efek atau dampak
yang diharapkan atau tidak, baru kemudian hukuman lain
dipertimbangkan, salah satunya hukuman kebiri. b. Kompas.com : Rabu, 21 Oktober 2015
74
Judul : PBNU Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku
Paedofil
Tabel 4.10 Perangkat Framing Entman Problem Identification PBNU mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan kebiri sebagai hukuman bagi paedofil Causal Interpretation PBNU menilai harus ada hukuman yang berat untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak, serta berasumsi bahwa UU harus memiliki hukuman yang dapat membuat jera pelaku Moral Evaluation Agar setiap orang menyadari bahwa paedofil termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa dan pelakunya terancam mendapatkan hukuman yang luar biasa juga Treatment Recomendation Selain dikebiri, pelaku juga harus diberi sanksi sosial yakni stigma negatif di masyarakat agar masyarakat dapat mewaspadai pelaku
Problem Identification. Dalam berita ini, yang dinilai menjadi masalah adalah PBNU mendukung rencana pemerintah mengenai hukuman kebiri. Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini selaku narasumber mengatakan bahwa PBNU mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan kebiri sebagai hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil.
Causal Interpretation. Dukungan yang diberikan PBNU terhadap wacana hukuman kebiri ini bukan hanya beralasan karena rencana ini adalah usulan dari pemerintah, melainkan PBNU menilai harus ada hukuman berat untuk kejahatan seksual terhadap anak ini.
“”Harus ada hukuman. Prinsipnya, undang-undang harus bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya,” ujar Sekretaris Jenderal Helmy Faishal Zaini saat dihubungi, Rabu (21/10/2015).”
75
Dapat ditarik kesimpulan bahwa PBNU mendukung wacana hukuman kebiri untuk paedofil, selain karena menilai pelaku kejahatan seksual anak harus mendapatkan hukuman yang berat,
PBNU juga menilai hendaknya Undang-Undang yang mengatur hukum-hukum di negara ini menyediakan hukuman yang dapat memberikan efek jera bagi pelaku. Kebiri disini dianggap mampu memberikan efek jera.
Moral Evaluation. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa PBNU menilai Undang-Undang harusnya memiliki hukum yang dapat membuat pelaku jera. Bahkan Helmy menambahkan kejahatan seksual terhadap anak harus dihukum dengan hukuman berat baik dengan hukum pidana ataupun hukum agama. Hal ini bertujuan agar setiap orang menyadari bahwa paedofil atau kejahatan seksual terhadap anak bukanlah kejahatan biasa, tapi termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa dan pelakunya terancam mendapatkan hukuman yang luar biasa juga. Sehingga diharapkan adanya efek jera bagi pelaku agar tidak melakukannya lagi dan memberikan efek takut bagi pelaku yang memiliki niat untuk melakukan kejahatan tersebut.
Treatment Recomendation. Selain mendukung langkah pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri sebagai hukuman bagi pelaku paedofil, Helmy Faishal Zaini juga menyarankan agar pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil diberikan juga sanksi sosial. Adapun sanksi sosial yang dimaksud adalah pelaku
76
diberikan stigma negatif di masyarakat atau lingkungannya. Hal ini
bertujuan agar orang-orang disekelilingnya mengetahui bahwa ada di
sekitarnya pelaku paedofil dan bisa mewaspadai orang tersebut. c. Kompas.com : Rabu, 28 Oktober 2015
Judul : Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi
Paedofil
Tabel 4.11 Perangkat Framing Entman Problem Identification Hukuman kebiri melalui suntik antiandrogen untuk pelaku paedofil adalah hal yang tidak tepat Causal Interpretation Hukuman berat lainnya, seperti hukuman mati atau dihukum seumur hidup masih bisa diterapkan. Kebiri juga tidak dapat memutuskan mata rantai paedofil, serta praktek kebiri dapat merusak salah satu organ tubuh manusia Moral Evaluation Kebutuhan biologis dari organ tubuh yang rusak tersebut merupakan kepentingan dasar manusia. Hukuman suntik kebiri juga melanggar hak asasi manusia (HAM) Treatment Recomendation Ketua MUI Lebak mendukung hukuman berat lain seperti hukuman mati atau dihukum seumur hidup, selain itu pelaku juga hendaknya diberikan pembinaan mengenai keagamaan dan kultural masyarakat
Problem Identification. Pada berita ini, yang dinilai menjadi
masalah adalah hukuman kebiri tidak tepat untuk pelaku paedofil.
Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Lebak, KH. Baidjuri, selaku
narasumber, mengatakan hukuman kebiri yang dipraktekan dengan
suntik obat antiandrogen untuk paedofil adalah tidak tepat. KH.
77
Baidjuri pun mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap wacana hukuman kebiri ini.
Causal Interpretation. Alasan mengapa MUI Lebak tidak menyetujui wacana hukuman kebiri ini adalah karena hukuman berat dengan cara lain masih bisa diterapkan, seperti hukuman mati atau hukuman seumur hidup. Selain itu kebiri dianggap tidak bisa memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak. Dan KH. Baidjuri menambahkan pemberlakuan kebiri melalui suntikan antiandrogen dapat merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak dapat berfungsi.
Moral Evaluation. Menurut KH. Baidjuri, dengan diterapkannya kebiri sebagai sebuah hukuman melalui suntikan, maka itu akan merusak salah satu organ tubuh. Sementara menurutnya, kebutuhan biologis dari organ tubuh yang rusak tersebut merupakan kepentingan dasar manusia. Dan ia menambahkan, hukuman suntik kebiri melanggar hak asasi manusia (HAM) karena hukuman tersebut memaksa seorang manusia untuk kehilangan hasrat seksualnya.
Treatment Recomendation. Ketua MUI Lebak mengatakan mendukung hukuman berat untuk pelaku paedofil, tapi bukan hukuman kebiri melainkan hukuman berat lainnya seperti hukuman mati atau dihukum seumur hidup. Selain hukuman berat, semestinya para pelaku juga mendapat pembinaan secara berkelanjutan, yakni pendekatan agama atau kultural masyarakat. Karena penyebab adanya kasus paedofil ini menurutnya disebabkan oleh dua hal, pertama hasrat libido yang tidak tersampaikan karena tidak memiliki istri atau
78
pasangan, kedua faktor ekonomi juga bisa menjadi penyebab karena
korban diiming-imingi mendapatkan uang.
“Semestinya, selain hukuman berat, kata dia, pelaku mendapat pembinaan secara berkelanjutan, termasuk pendekatan agama atau kultural masyarakat. Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi dua penyebab. Pertama, hasrat syaraf libidonya tidak tersalurkan karena tak memiliki istri atau pasangan. Kedua, kata dia, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan perbuatan kejahatan seksial karena korban diiming-imingi mendapatkan uang. “Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak agar memberi efek jera. Bila perlu, (pelaku) dihukum seumur hidup atau hukuman mati,” kata Baidjuri.” d. Kompas.com : Kamis, 05 November 2015
Judul : Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan
Masalah
Tabel 4.12 Perangkat Framing Entman Problem Identification Hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual Causal Interpretation Belum ada bukti secara empiris penghukuman dalam bentuk apapun menimbulkan efek jera dan rasa takut atau gentar bagi orang lain Moral Evaluation Pemahaman atau norma yang ada di masyarakat bahwa hasrat seksual adalah alamiah, tapi bila membiarkan tersalur dengan cara yang salah maka yang terjadi adalah ketidakteraturan Treatment Recomendation Masyarakat baik secara komunitas ataupun suku bangsa, dari generasi ke ke generasi, perlu membangun nilai dan norma mengenai tingkah laku seksual yang baik
Problem Identification. Dalam berita ini, dapat dinilai yang
menjadi sebuah masalah adalah hukuman kebiri tidak menyelesaikan
79
masalah kejahatan seksual. Hal ini dikatakan oleh Kriminolog
Universitas Indonesia, Profesor Muhammad Mustofa.
Causal Interpretation. Alasan mengapa kebiri dianggap tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual adalah karena kebiri merupakan suatu kebijakan paradoksal, karena kekerasan dilawan kekerasan. Paedofil atau kejahatan seksual terhadap anak adalah kekerasan yang dilakukan pelaku kepada korban, dilawan dengan kebiri yang merupakan kekerasan pemerintah terhadap pelaku. Selain itu, Kriminolog UI ini juga mengatakan bahwa tidak pernah ada bukti secara empiris penghukuman dalam bentuk apapun dapat menghasilkan efek jera dan rasa takut atau gentar bagi orang lain yang ingin melakukan kejahatan yang serupa.
Moral Evaluation. Menurut Muhammad Mustofa, paedofil atau kejahatan seksual ini berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang bersifat alamiah.
“”Tingkah laku seksual adalah gejala biologis yang normal dari seseorang yang dilahirkan norma, bahwa unbiologis yang tidak bisa dihindari. Tapi masyarakat menyadari ketika dorongan biologis atau tingkah laku seksual itu dibiarkan adalah hasilnya ketidakteraturan,” kata Mustofa.”
Dari kutipan diatas dapat diambil keterangan, bahwa norma yang ada di masyarakat saat ini adalah hasrat seksual adalah hal alamiah atau wajar, yang tidak wajar justru yang tidak memiliki hasarat tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan biologis yang ada atau tidak alamiah. Namun, masyarakat juga menyadari ketika hasrat seksual tersebut dibiarkan tersalur dengan cara yang salah, maka yang terjadi adalah ketidakteraturan dan kekacauan.
80
Treatment Recomendation. Setelah menarik keputusan moral
diatas, yakni pemahaman masyarakat bahwa hasrat seksual adalah
alamiah, tapi bila membiarkan tersalur dengan cara yang salah maka
yang terjadi adalah ketidakteraturan, Muhammad Mustofa
menyarankan agar setiap komunitas yang ada atau suku bangsa di
Indonesia perlu membangun nilai-nilai dan norma-norma mengenai
hasrat seksual. Norma dan nilai yang dimaksud adalah mengenai
bagaimana mengatasi tingkah laku seksual, apa yang boleh dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dan hal ini, menurut Mustofa,
hendaknya disosialisasikan dari generasi tua ke generasi muda.
C. Analisis Perbandingan Framing Republika Online dan Kompas.com
Dari hasil temuan penulis menggunakan perangkat framing Robert N.
Entmann, penulis menemukan adanya sudut pandang yang sedikit berbeda
diantara Republika Online dan Kompas.com terkait isu pemberitaan wacana
hukuman kebiri untuk paedofil.
Mengenai isu ini, Republika Online memandang bahwa bila hukuman
kebiri memang bisa menjadikan pelaku jera, maka boleh saja diterapkan
sebagai hukuman berat bagi para pelaku paedofil. Seperti yang Republika
Online kutip dari penilaian Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan atau
Aher:
“Ia menilai jika rumusan hukum bagi paedofilia (pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak) yang membuat jera pelaku dan orang yang hendak berbuat adalah kebiri, maka hal tersebut adalah hal yang tepat”
81
Namun, pemberlakuan hukuman kebiri ini juga tidak semata-mata
langsung diberlakukan kepada seluruh pelaku paedofil yang telah ditetapkan
sebagai tersangka. Ada penyelektifan tertentu yang mesti dilakukan oleh
aparat yang melakukan pengebirian. Penyelektifan bagi pelaku yang akan
dikebiri ini dikutip dari pernyataan Din Syamsudin sebagai salah satu
narasumber yang dipilih Republika Online.
“Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, hukum kebiri untuk paedofil bagus. Tapi, harus diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak.”
Pernyataan mengenai penyelektifan pelaku paedofil untuk dikebiri ini
juga dipertegas oleh Redaktur Republika Online, Esthi Maharani:
“Menurutku sih sah saja kebiri diterapkan. Dengan catatan harus benar-benar diperhitungkan dengan matang. Mulai dari kriteria orang yang „pantas‟ dikebiri, apakah jumlah korbannya lebih dari 10, usia korbannya, diberlakukan wajib lapor, sampai ekses hukuman kebiri bagi pelaku.”1
Penyeleksian ini dilakukan salah satunya adalah karena masih
banyaknya individu atau bahkan kelompok yang menentang pemberlakuan
hukuman kebiri dengan alasan Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti yang
dikutip oleh Republika Online dari praktisi hukum Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Candra
Darusman. Menurutnya, memang pelaku paedofil harus dihukum, tapi bukan
dengan hukuman yang merendahkan martabat, merendahkan nilai-nilai
kemanusiaan, serta tidak boleh bertentangan dengan kodrat dan prinsip
kemanusiaan.
1 Wawancara Pribadi dengan salah satu Tim Redaksi Republika Online, Esthi Maharani, Jakarta Selatan, 29 September 2016
82
Meski demikian, Republika Online kemudian mengambil kutipan
dari Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, Cholil Nafis, yang
mengatakan bahwa hukuman kebiri dikembalikan kepada kebijakan dan
ijtihad pemerintah dalam mempertegas sebuah hukuman kejahatan. Hal ini
mengingat bahwa dalam Islam belum pernah menjadikan kebiri sebagai suatu
hukuman, tapi bukan artinya kebiri itu merupakan sesuatu yang dilarang.
Jadi diresmikannya hukuman kebiri dan diterapkannya hukuman
tersebut ataupun tidak, menjadi ijtihad dan keputusan pemerintah. Adapun
bila kemudian diresmikan dan akan diterapkan, maka penerapannya harus
dengan selektif.
Sedikit berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menilai
bahwa hukuman kebiri tersebut akan sulit diterapkan bagi pelaku paedofil di
Indonesia. Seperti yang dikutip dari pernyataan Kriminolog Universitas
Indonesia, Profesor Muhammad Mustofa, kebiri tidak akan menyelesaikan
permasalah paedofil yang ada di Indonesia. Karena menurutnya, kekerasan
dilawan dengan kekerasan adalah suatu kebijakan paradoksal. Selain itu
kejahatan seksual berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang
bersifat alamiah.
Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan pernyataan dari Asisten
Manager Redaksi Kompas.com, Heru Margianto:
“Konteks permasalahan paedofil sebenarnya adalah pemerkosaan. Lalu apakah dengan dikebiri pemerkosaan itu selesai? Pemerkosaan (paedofil) bukan sekedar persoalan hasrat yang tidak terkelola dengan baik, tapi di dalamnya ada persoalan pendidikan, persoalan karakter, persoalan perspektif gender. Jadi persoalannya kompleks, ada sosial, budaya dan kultur masyarakat.”2
2 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016
83
Kutipan diatas menjelaskan bahwa nyatanya kebiri tidak dapat
dipandang dari satu sisi saja, ada aspek lain yang mesti diperhatikan untuk
menerapkan kebiri sebagai suatu hukuman. Diantaranya ada kultur
masyarakat yang menjadikan kebiri ini bila dipikir secara kelelakian sulit
untuk membayangkan, seperti yang dikutip oleh Kompas.com dari Wali Kota
Bandung, Ridwan Kamil.
Selain karena tidak bisa dipandang dari satu sisi saja, kebiri juga
dianggap akan melanggar Hak Asasi Manusia bila diterapkan. Seperti yang
dikutip dari pernyataan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kabupaten Lebak, K.H. Baidjuri3, bahwa kebiri akan melanggar HAM karena
dapat merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak berfungsi dan memaksa
seseorang manusia untuk kehilangan hasrat seksualnya.
Heru Margianto pun menambahkan, selain HAM, hukuman kebiri
ini juga menjadikan adanya unsur kodrati yang diintervensi, yang sebenarnya
tidak pas dilakukan oleh pemerintah karena tidak menyelesaikan masalah4,
dalam hal ini menyelesaikan permasalahan paedofil.
Meski demikian, Kompas.com tidak memungkiri adanya individu atau
kelompok yang mendukung hukuman kebiri ini menjadi solusi dari maraknya
kejahatan seksual terhadap anak atau paedofil. Seperti yang dikutip dari
pernyataan dari Sekretaris Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy
Faishal Zaini:
3 Sandro Gatra, “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil” diakses pada 29 September 2016 dari http://www.kompas.com 4 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016
84
“Menurut Helmy, baik secara hukum pidana maupun hukum agama, pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu mendapat hukuman berat. Tujuannya, agar setiap orang menyadari bahwa paedofil merupakan kejahatan luar biasa yang pelakunya terancam dengan hukuman yang berat.”
Kompas.com pun ikut memberikan saran penyelesaian mengenai
masalah paedofil ini. Seperti yang dikutip dari Ketua MUI Kabupaten Lebak,
K.H. Baidjuri, selain hukuman berat, hendaknya para pelaku paedofil
mendapatkan binaan secara berkelanjutan, baik dari segi agama maupun
kultural masyarakat.5 Begitupun Kriminolog UI yang memberikan saran,
hendaknya setiap komunitas atau suku bangsa yang ada di Indonesia perlu
membangun lebih lanjut tentang nilai dan norma bagaimana tingkah laku
seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Selanjutnya nilai
dan norma ini disosialisasikan dari generasi ke generasi.6
Heru Margianto pun memberikan saran yang cukup selaras, yakni
memberikan pendidikan karakter, pendidikan moral, pendidikan nilai yang
selama ini tidak pernah tersentuh sama sekali di bangku pendidikan.
“Hukum harus ditegakkan, langkah pendeknya ketika ada masalah maka langsung diselesaikan. Tapi ada masalah yang membutuhkan jangka waktu yang lebih lama, yaitu masalah mindset, masalah cara pandang, masalah kesetaraan gender yang harus diinternalisasikan lewat proses pendidikan kita.”7
5 Sandro Gatra, “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri Bagi Paedofil” diakses pada 29 September 2016 dari http://www.kompas.com 6 Kahfi Dirga Cahya dan Fidel Ali, “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah” diakses pada 23 September 2016 dari http://www.kompas.com 7 Wawancara Pribadi dengan Asistan Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016
85
Tabel 4.13 Perbandingan Framing Kompas.com dan Republika Online Elemen Framing Kompas.com Republika Online Problem Kebiri bukan masalah Kebiri bisa menjadi hukuman Identification yang bisa dipandang dari berat yang dapat membuat satu sisi saja, ada banyak pelaku jera, tapi aspek yang mesti pelaksanaannya harus selektif diperhatian baik dari sisi sosial, budaya dan kultur masyarakat Causal Paedofil dasarnya adalah Masih adanya individu atau Interpretation perkosaan, dan perkosaan kelompok yang kurang setuju tidak bisa langsung dan berasumsi hukuman tidak diselesaikan dengan boleh merendahkan martabat, kebiri. Kebiri pun secara merendahkan nilai-nilai kultur masyarakat, kemanusiaan, serta tidak khususnya secara boleh bertentangan dengan kelelakian, sulit untuk kodrat dan prinsip dibayangkan kemanusiaan, namun pemerintah harus tegas menghadapi masalah paedofil Moral Evaluation Kebiri dapat melanggar Paedofil bila dibiarkan akan HAM, yakni dapat menciptakan kerusakan yang merusak salah satu organ lebih besar, apalagi bila tubuh hingga tidak menular dan menjadi berfungsi dan memaksa kebiasaan, bahkan adanya seseorang kehilangan kemungkinan mereka hasrat seksual, melawan membuat kelompok tersendiri kodrat alamiah yang yang kemudian malah memang bersifat biologis menjadi ancaman bagi masyarakat Treatment Pelaku paedofil Diresmikannya hukuman Recommendation mendapatkan binaan kebiri dan diterapkannya secara berkelanjutan, hukuman tersebut ataupun baik dari segi agama tidak, menjadi ijtihad dan maupun kultural keputusan pemerintah. masyarakat, setiap Adapun bila kemudian komunitas atau suku diresmikan dan akan bangsa yang ada di diterapkan, maka Indonesia perlu penerapannya harus dengan membangun lebih lanjut selektif. tentang nilai dan norma bagaimana tingkah laku seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dan disosialisasikan dari generasi ke generasi
86
D. Interpretasi
Berita hukuman kebiri memang masih menjadi perdebatan yang
panjang hingga saat ini. Terbukti meski wacana hukuman berita ini sudah
lebih dari setahun diberitakan, hingga saat ini masih cukup banyak media
yang menyajikan info terkait isu tersebut.
Kekhawatiran akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan efek
samping lainnya dari praktek kebirilah yang masih menjadikan hukum ini
seakan menimbulkan banyak pro-kontra. Pernyataan serupa pun dinyatakan
oleh Heru Margianto selaku perwakilan dari Kompas.com. Ia mengatakan
hukuman kebiri ini tidak bisa dipandang dari satu sisi saja, banyak aspek
yang mesti diperhatikan. Diantaranya ada aspek sosial, budaya dan kultur
masyarakat. Menurutnya, bukan kebirilah solusi tepat bagi kejahatan seksual
terhadap anak ini, tetapi mindset masyarakat itu sendiri8. Pendidikan
mengenai karakter, moral, gender dan seksual tidak diajarkan pada
masyarakat secara resmi di bangku pendidikan, yang kemudian menimbulkan
persepsi yang salah mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan dalam menyalurkan hasrat seksual.
Kompas.com memberitakan, setelah penandatanganan Presiden Joko
Widodo mengenai hukuman kebiri pada 25 Mei 2016, DPR belum bisa
langsung mengesahkan keputusan tersebut. Disebutlah ada 3 Fraksi Partai
Politik yang menolak keras Perppu kebiri ini, yakni Fraksi Partai Keadilan
Sosial, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Gerindra.9 Masih banyaknya
8 Wawancara pribadi dengan Asisten Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru Margianto, Jakarta Barat, 20 September 2016 9 Nabilla Tashandra dan Sandro Gatra, “DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi UU” diakses pada 3 September 2016 dari http://www.kompas.com
87
pertanyaan mengenai praktek hukuman kebiri inilah yang kemudian membuat
DPR menunda pengesahan Perppu kebiri menjadi Undang-Undang,
diantaranya ialah bagaimana kelanjutan pelaku paedofil yang dikebiri setelah
keluar lapas? Apakah ia akan berkeliaran di masyarakat atau di tempat
rehabilitas? Berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk setiap dosis kebiri
kimia yang diberikan? Bagaimana pemerintah menjamin chip yang
ditanamkan untuk memantau pelaku tidak dikeluarkan secara paksa oleh
pelaku itu sendiri?
Meski demikian, pada tanggal 12 Oktober 2016, DPR telah
mengesahkan Perppu kebiri menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini tidak
semata-mata tanpa adanya kesepakatan dari Fraksi Partai Politik di DPR.10
Kesempakatan yang terjadi ialah adanya catatan dari Fraksi Partai Keadilan
Sosial. Adapun catatan yang dimaksud diantaranya adalah data yang menjadi
landasan penetapan Perppu kebiri dari pemerintah belum jelas. Ketua Fraksi
Partai Keadilan Sosial, Jazuli Juwaini, menambahkan bahwa bila memang
seluruh elemen harus setuju dengan pengesahan Perppu kebiri menjadi
Undang-Undang, maka hal yang terpenting adalah Perppu ini akan direvisi,
kemudian membuat Undang-Undang yang lebih komprehensif dan bisa
menjawab persoalan bangsa khususnya persoalan perempuan dan anak, dalam
hal ini pemerkosaan dan paedofil.
Perbedaan pendapat yang terjadi di kursi DPR juga terjadi dalam
bentuk pemberitaan media. Salah satunya adalah pemberitaan yang dilakukan
oleh Republika Online dan Kompas.com. Perbedaan yang terjadi ini dianggap
10 Nabilla Tashandra dan Sandro Gatra, “Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan Barunya” diakses pada 13 Oktober 2016 dari http://www.kompas.com
88
hal yang biasa karena dapat dilihat kedua media tersebut memiliki prinsip
yang berbeda. Republika Online yang merupakan „anak‟ dari Republika
Penerbit dianggap memiliki pandangan yang sama, yakni setiap isu dan
pemberitaan diberitakan dengan berbasis agama Islam. Berbeda dengan
Kompas.com yang memiliki prinsip media berbasis Nasionalis Kebangsaan
dan Netral. Keduanya memberikan pemberitaan sesuai dengan prinsip yang
melekat pada mereka, namun tetap berusaha menetralkan diri.
Perbedaan prinsip ini mempengaruhi bagaimana media mengemas dan
memberitakan isu tersebut sehingga dapat mengkonstruksi khalayak
khususnya pembaca media tersebut. Dalam teori konstruksi sosial,11
konstruksi atas realitas terjadi secara simultan melalui proses dialektika, dan
bangunan realitas yang tercipta dari proses ini ialah objektif, subjektif dan
simbolis.
Konstruksi yang terjadi pada media massa menggunakan bahasa,
simbol dan subjektifitas.12 Bahasa yang digunakan media bukan hanya
sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas saja, tapi juga untuk
menentukan makna citra dari suatu realitas yang akan muncul di benak
masyarakat.
Hal ini kemudian ditampilkan oleh Republika Online dan
Kompas.com dalam penggunaan bahasa yang mengguatkan bingkai berita
masing-masing media. Republika Online membingkai berita wacana
hukuman kebiri untuk paedofil ini dengan mengacu kepada pendapat atau
11 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 85 12 Arfian Fahri,”Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam pada Surat Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 96
89
gagasan narasumber terkait isu tersebut, yakni mengatakan bahwa hukuman
kebiri bisa saja dilakukan asal selektif, karena dalam Islam sendiri hukuman
ini belum pernah dipraktekan sebagai sebuah hukuman.
Disatu sisi Republika Online menegaskan bahwa paedofil kini
semakin marak dan paedofil adalah kejahatan yang bila tidak diselesaikan
maka akan menciptakan kerusakan-kerusakan lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa Republika Online, yang diketahui oleh masyarakat sebagai media
berbasis Islam, ketika dalam Islam hukuman tersebut belum pernah dilakukan
maka keputusannya ada pada tangan pemerintah, tapi ia pun memaparkan bila
pemerintah tidak menjadikan kebiri sebuah hukuman maka hal-hal yang
dikhawatirkan tadi akan terjadi. Selain itu, Republika Online, melalui Esthi
Maharani, juga meminta pemerintah untuk memikirkan nasib korban
kejahatan paedofil.
“Kita harus mikirin korbannya, gimana hidup orang yang sudah dijadikan korban kejahatan seksual. Oke misalkan pelakunya dihukum, terus korban ini kehidupannya piye? Kehidupan kedepannya gimana? Udah hancur, malu, takut, trauma dan akan berakibat juga ke lingkungan pekerjaannya nanti. Ini ekses-ekses yang sebenarnya enggak kepikiran tapi kita tidak boleh tinggalin dan harus dikasih perhatian lebih”.13
Disisi lain, Kompas.com membingkai berita wacana hukuman kebiri
untuk paedofil dengan mengacu kepada pendapat atau gagasan dari
narasumber, mengatakan bahwa kebiri paedofil dianggap tidak
menyelesaikan masalah. Hal ini dikarenakan bila kebiri diterapkan maka yang
terjadi adalah kebijakan paradoksal, kekerasan dilawan dengan kekerasan.
Selain itu, kebiri dianggap melanggar kodrat alamiah biologis seseorang
13 Wawancara pribadi dengan Tim Redaksi Republika Online, Esthi Maharani, Jakarta Selatan, 29 September 2016
90
dengan merusak salah satu organ tubuhnya hingga tidak berfungsi. Disini
terlihat bahwa secara bahasa dan simbol, Republika Online dan Kompas.com
menonjolkan pemilihan realitas yang berbeda.
Selain penggunaan bahasa dan simbol, proses konstruksi media massa
ini juga terjadi karena adanya prinsip-prinsip yang dipegang oleh masing-
masing media. Republika Online dan Kompas.com merupakan media yang
sama-sama berpandangan nasionalis. Namun sebagaimana yang sudah
disebutkan sebelumnya, Republika Online merupakan satu kesatuan dengan
Republika cetak yang beraliran Islami, karena Republika adalah koran Islam
yang berasosiasi dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Maka opini publik yang terbentuk adalah Republika Online merupakan media
online yang beraliran Islami. Dan ini terlihat jelas perbedaan antara kedua
media tersebut, dimana Kompas.com merupakan media yang masih konsisten
dengan pandangannya yakni berbasis nasionalis.14 Perbedaan prinsip baik
kedua media online inilah, secara subjektif atau kelompok, yang kemudian
menghadirkan konstruksi yang berbeda.
Seperti asumsi pada teori hirarki pengaruh, salah satu yang
mempengaruhi pengemasan sebuah media adalah faktor subjektifitas atau
atasan atau struktur level yang lebih tinggi di dalam susunan struktur
organisasi media tersebut. Jadi pemberitaaan media bukanlah hasil kerja yang
bersifat perseorang, melainkan kerjasama tim dan pengaruh dari level
tertinggi untuk memproduksi konten yang berkualitas, melayani publik,
14 Setya Malik Kevin Turangga, “Analisis Framing Instruksi Gubernur DKI Jakarta Tentang Pelarangan Penyembelihan Hewan Kurban di Sembarang Tempat oleh Kompas.com dan Republika Online” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016) h. 113
91
sesuai dengan human interest, mendapat pengakuan profesional yang
kemudian untuk mencari keuntungan bagi media itu sendiri.
Dalam Islam, para ulama klasik mengharamkan adanya kebiri pada
manusia. Para ulama tersebut adalah Imam Ibnu Ahdil Bar dalam Al-
Istidzkar, Imam Ibnu Hajar Al-Asyqalani dalam Fathul Bari, Imam Badrufin
Al-Aini dalam Umdatul Qari, Imam Al-Qurtubi dalam al-Jami‟li al-Ahkam
Al-Qur‟an, Imam Shan‟ani dalam Subulus Salam. Adapun alasan kuat
mengapa para ulama ini mengharamkan adanya kebiri pada manusia ialah
hadits dari Ibnu Mas‟ud RA yang mengatakan :
“Dahulu kami berperang dengan Rasulullah sedangkan kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah “Bolehkah kami melalukan pengebirian?” maka Rasulullah melarangnya” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
Bukan hanya para ulama klasik yang melarang pengebirian terhadap
manusia, beberapa ulama modern juga melarangnya seperti Majelis Tajrih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur,
Hizbut Tahrir dan sebagainya.15 Mereka berdalil kebiri berarti mengubah fisik
manusia, melanggar HAM dan melahirkan jenis hukum baru yang tidak
pernah dikenal dalam konsep jinayah islamiyah.
Meski pada hakikatnya kitab-kitab dan para ulama klasik Islam
mayoritas melarang kebiri, masih terdapat beberapa ulama yang setuju
dengan hukuman jenis ini. Karena mereka mengedepankan aspek mashlahat
ketika hukuman kebiri ditetapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat MUI, Cholil Nafis berwacana bahwa pemberian hukuman kebiri
15 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
92
pada terpidana paedofil dapat memberikan efek jera.16 Seorang ulama klasik
Imam Abu Umar Ibnu Abdul Barr mengatakan:
“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa mengebiri manusia tidak halal dan tidak boleh, karena merupakan bentuk penyiksaan dan merubah ciptaan Allah. Begitu juga tidak boleh memotong anggota badan yang lainnya, jika itu bukan karena hukuman had atau qishas.”17
Adapun had, menurut syar’i,18 adalah hukuman-hukuman kejahatan
yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya
seseorang kepada kejahatan yang sama. Hukum had ini merupakan hukuman
yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum, seperti
dipotongnya tangan seseorang pencuri yang telah memenuhi syarat pencurian.
Had juga diartikan sebagai hukuman atas dilanggarnya hak Allah SWT.
Sedangkan qishas adalah merupakan hukuman atas dilanggarnya hak manusia
atau hak orang lain, seperti dipotongnya tangan pelaku kejahatan akibat dia
telah memotong tangan orang lain.
Hal ini menjelaskan bahwa jika hukuman kebiri untuk terpidana
paedofil boleh dilakukan bila beralasan hukuman had. Karena paedofil
cenderung melanggar hukum Allah. Ia melakukan hal yang jelas-jelas
dilarang oleh Allah yakni melakukan zina. Parahnya ia melakukannya pada
anak kecil yang kemudian menjadikan anak kecil itu mengalami trauma dan
bisa saja ketika dewasa ia memiliki dendam dan kemudian melakukan
paedofil juga, seperti pengakuan para pelaku paedofil yang melakukan hal
tersebut karena pengalaman saat kecil.
16 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id 17 Abu Abd Allah Al-Qurtubi Al-Jami’li Al-Ahkam Al-Qur’an, h. 251 18 Rika Rahmawati, “Antara Qishash dan Hudud” diakses pada 15 Januari 2016 dari www.islampos.com
93
Ketua Majelis Intektual dan Ulama Muda Indonesia, Hamid Fahmy
Zarkasyi mengatakan pemerintah boleh-boleh saja menjadikan kebiri sebagai
salah satu pilihan hukuman bagi terpidana paedofil. Ijtihad seorang hakimlah
yang sangat menentukan dalam penjatuhan hukuman ini. Tidak seluruh kasus
paedofil akan mendapatkan hukuman kebiri. Hakim bisa berijtihad dengan
kaidah fiqh “Ad-Dhoruratu Tubihu Al-Mahdhurat” atau keadaan mendesak
dapat membolehkan hukuman yang sebenarnya terlarang.19 Maksudnya ialah
bila kondisinya sudah pada tahap mengancam jiwa, pelaku melakukan
tindakan pembunuhan atau penyiksaan secara sadis pada korban, atau ketika
bila hasratnya tidak terpenuhi maka ia bisa menghilangkan nyawa korban.
19 Bilal Ramadhan dan Hanan Putra, “Fatwa Hukuman Kebiri Dalam Tinjauan Syar‟i” diakses pada 6 November 2015 dari www.khazanah.republika.co.id
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengemasan berita mengenai hukuman kebiri untuk paedofil pada
Kompas.com dan Republika Online cukup berbeda. Kompas.com
memandang kebiri tidak dapat dipraktekkan sebagai hukuman paedofil,
karena masalah kebiri bukanlah sesuatu yang bisa dilihat dari satu aspek
saja, ada banyak aspek yang mesti diperhatikan diantaranya budaya,
kultur masyarakat dan kehidupan sosial. Sedangkan Republika Online
beranggapan kebiri bisa dijadikan hukuman berat bagi pelaku paedofil
meski pelaksanaannya harus jelas dan selektif.
2. Adapun perbandingan pemberitaan dari kedua media tersebut bisa dilihat
dari argumen masing-masing media yang diwakili oleh salah satu Tim
Redaksi. Kompas.com yang diwakili oleh J. Heru Margianto, Asistan
Manager Redaksi, mengatakan bahwa paedofil dasarnya adalah
perkosaan, dan perkosaan tidak bisa langsung diselesaikan dengan kebiri.
Kebiri pun secara kultur masyarakat, khususnya secara kelelakian, sulit
untuk dibayangkan. Oleh karena itu Kompas.com mengatakan bahwa
kebiri dapat melanggar HAM dengan merusak salah satu organ tubuh
serta melawan kodrat alamiah yang bersifat biologis. Dari argumen
tersebut, Kompas.com kemudian memberikan saran sebaiknya pelaku
paedofil mendapatkan binaan berkelanjutan baik dari segi agama, atau
kultural masyarakat, dan membangun kembali norma-norma tentang
94
95
bagaimana tingkah laku seksual yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan, yang kemudian disosialisasikan kembali ke masyarakat.
Sedangkan Republika Online yang diwakili oleh Esthi Maharani,
salah satu Redaktur dari Tim Redaksi Republika Online, mengatakan
bahwa kebiri bisa menjadi hukuman berat yang akan membuat jera
pelaku, tapi pelaksanaanya harus selektif. Selektifitas ini bukan lain
karena masih adanya pihak yang kurang setuju dengan diberlakukannya
hukum kebiri. Namun bila paedofil dibiarkan, maka akan tercipta
kerusakan yang lebih besar, apalagi bila menular dan menjadi kebiasaan.
Dari argumen tersebut, Republika Online mempersilahkan pemerintah
untuk berijtihad dalam mengesahkan hukuman kebiri sebagai hukuman
paedofil. Jikalau ternyata hukuman kebiri jadi disahkan, maka
penerapannya harus selektif dan prosedurnya harus jelas.
B. Saran
Dalam penelitian ini, penulis ingin memberikan saran kepada:
1. Kepada media Republika Online dan Kompas.com agar lebih objektif
dalam memberitakan sebuah berita. Hendaknya kedua media ini tetap
memegang teguh pedoman jurnalistik, dan tidak menjadi provokasi atas
suatu permasalahan, karena media massa khususnya media online saat ini
sudah menjadi salah satu konsumsi pengetahuan masyarakat sebagai
sebuah sumber informasi aktual yang disajikan setiap harinya.
2. Kepada masyarakat secara umum agar lebih berhati-hati dalam mengikuti
pemberitaan, lebih bijaksana dan berpikir kritis terhadap setiap berita
yang dikeluarkan oleh media massa. Dan terkait isu yang diangkat,
96
diharapkan seluruh elemen masyarakat ikut turut andil dalam mengurangi
tingkat kejahatan paedofil yang ada di Indonesia ini, dengan lebih
menjaga anak-anak dan kaum perempuan. Karena permasalahan ini
bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita sebagai masyarakat
sosial yang saling hidup berdampingan untuk saling menjaga satu sama
lain.
3. Kepada akademisi agar dapat lebih kritis dan jeli melihat berbagai
permasalahan yang sedang menjadi perbincangan publik akibat dari
konstruksi yang dilakukan media.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Al-Qurtubi, Abu Abd Allah. Al-Jami’li al-Ahkam al-Quran. Beirut: Dar Ihya al-
Turath al-A’rabi. 1965.
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana, 2011.
______. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2007.
Eriyanto. Analisis Framing: Kosntruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta:
LkiS, 2002.
Ibn Katsir, Ismail. Tafsir al-Quran al-Adzim: Tafsir Ibnu Katsir. Kairo: Dar al-
Ma’rifah. 1978.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006.
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik: Teori dan
Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa McQuail: Edisi Keenam. Jakarta:
Salemba Humanika, 2011.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000
Morissan, dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Santana K, Septiawan. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005.
Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan
Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009
Yunus, Syarifudin. Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Karya Ilmiah:
Agustini, Megawati. “Analisis Framing Pemberitaan Penyadapan Presiden RI oleh
Australia dan Amerika di Merdeka.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2015.
Dariah, Suci. “Analisis Framing Isu Pemberitaan Film Innocence of Muslim pada
Republika Online dan Detik.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2013.
Fahri, Arfian. “Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam pada Surat
Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2013.
Hadiyani, Fitri. “Media Online dan Ruang Publik Virtual: Studi Terhadap Kolom
Komentar di Kompas.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.
Mursanih, Ahmad. “Konstruksi Realitas Sosial Larangan Khitan Perempuan di
Media Massa: Analisis Framing Berita Pro-Kontra Khitan Perempuan di
Kompas.com”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
Turangga, Setya Malik Kevin. “Analisis Framing Instruksi Gubernur DKI Jakarta
Tentang Larangan Penyembelihan Hewan Kurban di Sembarang Tempat
oleh Kompas.com dan Republika Online”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2016.
Sumber lain:
Cahya, Kahfi Dirga dan Fidel Ali. “Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak
Menyelesaikan Masalah” diakses dari www.kompas.com
Choiriyah, Muchlisa. “Menyedihkan, Anak-anak Ini Jadi Korban Kejahatan
Paedofil” diakses dari www.merdeka.com
Danarkusumo, Didi. “Mengenal Kembali Istilah Kebiri” diakses dari
www.selasar.com Divianta, Dewi. “Komnas Anak Usul Penjahat Asusila Dikebiri” diakses dari
www.liputan6.com
Gatra, Sandro. “Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Hukuman Kebiri bagi Paedofil”
diakses dari www.kompas.com
Internet World Stats. “Asia Top Internet Countries” diakses dari
www.internetworldstats.com
Maharani, Dian. “Apa Yang Terjadi Jika Seseorang Dihukum Kebiri” diakses dari
www.nationalgeographic.com
Rahmawati, Rika. “Antara Qishah dan Hudud” diakses dari www.islampos.com
Ramadhan, Bilal dan Hanan Putra. “Fatwa Hukuman Kebiri dalam Tinjauan
Syar’i” diakses dari www.khazanah.republika.co.id
Tashandra, Nabila dan Sandro Gatra. “DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi
UU” diakses dari www.kompas.com
Tashandra, Nabila dan Sandro Gatra. “Perppu Kebiri Disahkan DPR, Ini Aturan
Barunya” diakses dari www.kompas.com
Wawancara Pribadi dengan Asisten Manager Redaksi Kompas.com, J. Heru
Margianto. Jakarta Barat, 20 September 2016.
Wawancara Pribadi dengan Redaktur Republika Online, Esthi Maharani. Jakarta
Selatan, 29 September 2016.
LAMPIRAN
KOMPAS.COM
Ridwan Kamil: Pelaku Kekerasan Seks terhadap Anak Boleh Dikebiri asal...
Senin, 12 Oktober 2015 | 16:17 WIB BANDUNG, KOMPAS.com — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengajukan usulan pemberatan hukuman untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak ke Mahkamah Agung. Pemberatan hukuman itu mulai dari kebiri hingga hukuman mati.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil angkat bicara soal wacana tersebut. Dia menilai, pemberatan hukuman, seperti kebiri, bisa dilakukan jika punya dasar hukum yang kuat. "Ada regulasinya tidak, kalau ada regulasinya, tentunya tidak ada masalah juga kalau hukum formal tidak bikin kapok," ucap Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Senin (12/10/2015).
Meski begitu, pria yang akrab disapa Emil ini menjelaskan, perlu ada pembuktian jika hukuman formal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak memang tak membuat efek jera.
"Jadi, menurut saya, perlu ada pembuktian kalau hukum formal untuk tipe kriminal seperti itu berhasil atau tidak. Kalau statistik menyatakan hukum formal tidak berdampak, berulang, ya upaya lain bisa saja, termasuk gagasan itu, walaupun secara kelelakian sulit membayangkan," tuturnya.
Dia menambahkan, persoalan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak bukan masalah setuju atau tidak. Namun, perlu ada kajian mendalam, terutama soal hak asasi manusia.
"Kalau tiba-tiba suatu waktu manusia itu insaf dalam suatu waktu hidupnya dan sudah menjalani hukuman hukuman gimana? Dilihat dulu pengaruh hukum formalnya. Kalau berhasil membuat jera, saya kira tidak perlu. Kalau statistik menyatakan tidak ada perubahan, wacana lain perlu dipertimbangkan, jadi bukan setuju nggak setuju," Emil menegaskan.
Penulis : Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani Editor : Ervan Hardoko
PBNU Dukung Hukuman Kebiri bagi Pelaku Paedofil
Rabu, 21 Oktober 2015 | 15:16 WIB
SHUTTERSTOCK ILUSTRASI
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung rencana pemerintah untuk memberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku paedofil. PBNU menilai harus ada hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Harus ada hukuman. Prinsipnya, undang-undang harus bisa memberikan efek jera terhadap pelakunya," ujar Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini saat dihubungi, Rabu (21/10/2015).
Menurut Helmy, baik secara hukum pidana maupun hukum agama, pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu mendapat hukuman berat. (baca: Hukuman Kebiri bagi Paedofil Disarankan Diatur dalam KUHP)
Tujuannya, agar setiap orang menyadari bahwa paedofil merupakan kejahatan luar biasa yang pelakunya terancam dengan hukuman yang berat.
Selain itu, ia juga menyarankan agar pelaku paedofil diberikan sanksi sosial. Menurut dia, pelaku harus diberikan stigma negatif di masyarakat.
"Biar orang di sekelilingnya tahu dan bisa mewaspadai pelaku paedofil," kata Helmy.
Pelaku kekerasan seksual terhadap anak akan mendapat tambahan hukuman yang berat. Selain ancaman hukuman penjara, pelaku kekerasan seksual itu juga akan disuntik sebagai proses kebiri.
Pemerintah kini tengah menyusun draf peraturan pemerintah pengganti undang- undang untuk merealisasikan aturan itu. (Baca: Setuju Kebiri untuk Paedofil, Presiden Jokowi Akan Terbitkan Perppu) Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan bahwa kekerasan terhadap anak telah menimbulkan efek yang luar biasa dalam diri si anak. Karena itu, hukuman berat harus diberikan kepada para pelakunya.
Prasetyo berharap, hukuman itu akan membuat paedofil jera dan berpikir 1.000 kali jika ingin menyakiti anak-anak. Aturan pemberlakuan hukuman kebiri itu juga mendapat dukungan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Penulis : Abba Gabrillin Editor : Sandro Gatra
Ketua MUI Lebak Tolak Wacana Kebiri bagi Paedofil
Rabu, 28 Oktober 2015 | 11:08 WIB
SHUTTERSTOCK ILUSTRASI
LEBAK, KOMPAS.com — Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baidjuri menyatakan, hukuman suntik kebiri melalui obat antiandrogen bagi paedofil pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak tepat.
"Kami tidak setuju penerapan hukuman suntik kebiri itu," kata Baidjuri di Lebak, Rabu (28/10/2015), seperti dikutip Antara.
Baidjuri mengatakan, hukuman dengan cara lain bisa diterapkan, seperti hukuman berat, hukuman seumur hidup, atau hukuman mati.
Penerapan hukuman suntik kebiri, kata dia, tidak bisa memutus mata rantai kejahatan seksual terhadap anak. (Baca: Apakah Kebiri Hilangkan Dorongan Seks Permanen?)
Karena itu, MUI Lebak tidak setuju dengan penerapan hukuman suntik kebiri bagi pelaku kejahatan seks terhadap anak. "Kami mendukung hukuman berat bagi kejahatan seksual pada anak sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," katanya.
Ia menambahkan, penyuntikan kebiri merusak salah satu organ tubuh sehingga tidak berfungsi. Sementara itu, kebutuhan biologis merupakan kepentingan dasar manusia. (Baca: Daftar Negara yang Memiliki Hukuman Kebiri)
Semestinya, selain hukuman berat, kata dia, pelaku mendapat pembinaan secara berkelanjutan, termasuk pendekatan agama ataupun kultural masyarakat.
Sebab, pelaku kekerasan seksual pada anak dilatarbelakangi dua penyebab. Pertama, hasrat saraf libidonya tidak tersalurkan karena tak memiliki istri atau pasangan. (Baca: Kebiri Tak Jamin Pelaku Kejahatan Seksual Jera)
Kedua, kata dia, faktor ekonomi juga bisa menyumbangkan perbuatan kejahatan seksual karena korban diiming-imingi mendapatkan uang.
"Kami mendukung hukuman berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak agar memberi efek jera. Bila perlu, (pelaku) dihukum seumur hidup atau hukuman mati," kata Baidjuri.
"Saya kira hukuman suntik kebiri melanggar HAM karena memaksa seorang manusia kehilangan hasrat seksualnya," tambah Baidjuri. (Baca: Seskab Pastikan Perppu Kebiri Terbit Tahun Ini)
Pemerintah tengah menyusun draf perppu untuk merealisasikan aturan yang memberikan hukuman berat kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Selain ancaman hukuman penjara, pelaku kejahatan seksual juga akan disuntik kebiri.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, pihaknya tengah lakukan kajian bersama instansi terkait lainnya mengenai wacana pemberian hukuman kebiri bagi paedofil. (Baca: Menkumham Kaji Hukuman Kebiri bagi Paedofil)
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, sudah banyak negara menerapkan hukuman kebiri saraf libido kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Langkah itu dinilai memberi efek jera. (Baca: Mensos: Banyak Negara Terapkan Kebiri bagi Paedofil)
Editor : Sandro Gatra Sumber : Antara
Kriminolog: Hukuman Kebiri Tidak Menyelesaikan Masalah
Kamis, 5 November 2015 | 15:31 WIB
Kompas Ilustrasi kejahatan seksual terhadap anak-anak
DEPOK, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Indonesia Profesor Muhammad Mustofa mengatakan hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual. Hukuman kebiri diwacanakan oleh pemerintah kepada para pelaku kejahatan seksual.
"Kebiri bahkan suatu kebijakan paradoksal. Kekerasan dilawan dengan kekerasan," kata Guru Besar Kriminologi Univesitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Kamis (5/11/2015).
Secara empiris, kata Mustofa, tidak pernah ditemukan bukti penghukuman dalam bentuk apa pun dapat membuat pelaku jera. Termasuk membuat orang yang belum melakukan kejahatan menjadi gentar untuk melakukan.
Kejahatan seksual sendiri berkaitan dengan tingkah laku seksual biologis yang bersifat alamiah.
"Tingkah laku seksual adalah gejala biologis yang normal dari seseorang yang dilahirkan norma, bahwa unbiologis yang tidak bisa dihindari. Tapi masyarakat menyadari ketika dorongan biologis atau tingkah laku seksual itu dibiarkan adalah hasilnya ketidakteraturan," kata Mustofa.
Mustofa menambahkan setiap komunitas atau suku bangsa perlu membangun nilai dan norma bagaimana tingkah laku seksual. Norma tersebut berkaitan dengan apa yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan.
"Itu disosialisaikan dari generasi tua ke generasi muda," kata Mustofa.
Penulis : Kahfi Dirga Cahya Editor : Fidel Ali REPUBLIKA ONLINE
Senin, 12 Oktober 2015, 12:31 WIB Aher Setuju Pedofil Dikebiri
Red: Esthi Maharani blogspot.com
pedofilia - ilustrasi
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher setuju dengan usulan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa yang menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak harus dihukum berat seperti saraf libidonya dikebiri.
"Kalau memang hukuman untuk membuat jera bagi pelaku kejahatan anak itu dirumuskan dalam bentuk dikebiri, mangga wae (silakan saja)," kata Ahmad Heryawan, usai upacara Pelantikan Sekda Provinsi Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Senin (12/10).
Ia mengaku prihatin dengan maraknya kembali kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak saat ini.
"Tentunya prihatin sekali ya, jadi hukumannya memang harus yang benar-benar membuat jera si pelaku," kata dia.
Ia menilai jika rumusan hukum bagi pedofilia (pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak) yang membuat jera pelaku dan orang yang hendak berbuat adalah kebiri, maka hal tersebut adalah langkah yang tepat.
Lebih lanjut ia mengatakan bentuk keseriusan Provinsi Jawa Barat dalam mencegah kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak diwujudkan dengan dibentuknya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat.
"Di Jawa Barat sudah ada satgas perlindungan anak kemudian P2TP2A. Sudah banyak yang hal yang kita lakukan, yang asalnya jabar sebagai pusat trafficking, sekarang sudah tidak lagi," kata dia.
Selain itu, kata Aher, saat ini Jawa Barat juga telah memiliki perjanjian dengan seluruh Kepolisian Daerah (Polda) di Indonesia untuk pencegahan perdagangan manusia.
"Dan alhamdulillah, sekarang banyak daerah belajar ke Jabar mengenai hal ini (trafficking), walaupun masih ada lagi. Tapi kita terus optimalkan," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyatakan prihatin terkait maraknya kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Mensos menyatakan pelaku kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak harus dihukum berat seperti dengan mengebiri syaraf libido pelaku.
Sumber : antara
Thursday, 22 October 2015, 15:31 WIB Din Syamsudin Setuju Hukum Kebiri untuk Pedofil
Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan ROL/Fian Firatmaja
Din Syamsuddin (kiri)
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wacana pemberlakuan hukum kebiri untuk pedofil disambut baik oleh banyak pihak. Sebab, saat ini jumlah anak-anak yang menjadi korban semakin banyak.
Mantan ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, hukum kebiri untuk pedofil bagus. Tapi, harus diterapkan secara selektif dengan melihat pelaku yang punya hasrat seksual yang kuat terhadap anak-anak.
"Kebiri pedofil, saya belum mendalami, tapi secara common sense agaknya bagus ya diterapkan walaupun harus secara selektif," ujarnya usai menjadi Pembicara pada Seminar Nasional Penelitian Pengabdian (SNaPP) Kepada Masyarakat yang digelar Unisba, Kamis (22/10). Din menilai, kalau pedofil tak dikebiri akan menciptakan kerusakan-kerusakan yang lebih parah lagi. Apalagi, jika itu menular ke yang lain akan menjadi sebuah kebiasaan. Akhirnya, mereka bersekongkol punya kelompok sendiri. Kondisi itu menjadi ancaman bagi masyarakat dan kemanusiaan.
"Jika ada pedekatan lain sebelum pengebirian ya bisa dilakukan. Penegakan hukum harus tegas dan berat karena itu kejahatan kemanusiaan," jelasnya.
Ia prihatin dengan jumlah kasus kekerasan seksual anak yang menjadi wabah dunia dan mengapa di negara Indonesia juga terjadi. Kasus yang jumlahnya banyak itu akan menciptakan masa depan yang suram bagi anak-anak terutama korban.
"Saya kira, trauma healing itu tak mudah dilakukan," ucapnya.
Din melanjutkan, Ia tidak tahu persis penyebab utama adanya pedofil. Tapi, dalam diri manusia ada nafsu syahwat yang biasanya ke lawan jenis ini mereka hanya tertarik ke anak-anak. Ini terjadi karena faktor lingkungan.
"Pelaku juga sebagian orang asing karena ada ketersediaan lingkungan yang kondusif untuk itu," katanya.
Selain itu, kata dia, pengawasan orang tua terhadap anak-anak juga kurang, sehingga menimbulkan banyak korban. Din menilai, ada dua hal yang harus dilakukan.
Pertama, kalangan agamawan dan pendidik harus tak bosan untuk menyadarkan perilaku seks menyimpang itu. Kedua, negara, dalam hal ini pemerintah, harus melakukan tindakan hukum.
Din mengaku, tak tahu persis ada pasal hukum yang bisa menjerat dalam pelaku pedofil tersebut dalam KUHP atau tidak. Kalau ada, harus ditinjau hukumnya lebih berat. Masalah penegakan hukum itu, harus menimbulkan efek jera.
"Sering korupsi, pembunuhan, mengulangi lagi karena tak ada efek jera," ucapnya.
Kamis, 22 Oktober 2015, 16:30 WIB Ini Pandangan Islam Soal Hukuman Kebiri
Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan Torange
Hukuman kebiri kimia ini sudah diadopsi beberapa negara di dunia, seperti Korea Selatan, Rusia, dan Polandia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman kebiri atau kastrasi bagi pelaku kejahatan dan kekerasan seksual pada anak atau pedofilia dianggap solusi untuk menghentikan efek jangka panjang. Bagaimana dalam pandangan Islam hukuman bagi pelaku pedofilia atau predator anak ini?
Menurut Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Cholil Nafis dasar perlakuan hukuman kebiri atau kastrasi bagi pedofilia bisa merujuk pada aspek pemberian efek jera bagi pelaku atau Zawajir dan memberi rasa takut untuk melakukannya bagi pelaku lain atau Mawani'.
Karena, terang dia, tidak semua kejahatan yang langsung ditentukan hukumannya dalam Islam, kecuali pembunuhan dan perzinaan. Maka, hal yang lainnya bisa dikembalikan pada kebijakan hakim atau pemerintah untuk berijtihad tentang hukuman yang pas atas kejahatan itu.
"Dalam Islam sendiri, setahu saya belum ada pemerintahan Islam yang melakukan kebiri atau kastrasi. Namun, itu bukan berarti sesuatu yang dilarang," ujarnya kepada Republika, Kamis (22/10).
Dari pendekatan Zawajir dan Mawani' itu, menurut dia, hukuman kebiri bisa sebagai alternatif untuk memberi aspek jera dan mengantisipasi perbuatan tersebut menimpa kepada orang lain. Namun, ia mengakui, tentunya Kebiri bukan menjadi penyelesaian masalah secara utuh karena tetap membutuhkan pendekatan keagamaan bagi pelaku dan korban.
Hal ini dikarenakan pedofilia itu bukan soal penyakit kelamin atau karna dorongan seksual belaka, tetapi juga berkaitan dengan pikiran dan penyakit kejiwaan. Bisa jadi, organ seksualnya tidak berfungsi, tetapi pikiran kejahatannya tetap ada dan bisa melakukan kejahatan seksual lain dengan organ tubuh lain. Karena itu, solusi lain adalah pemerintah perlu menggiatkan lebih lanjut tentang pendidikan agama, memberikan lebih baik pendidikan seksualitas dan pendampingan secara psikologis. Ini penting, khususnya bagi korban dari pelaku pedofilia agar ia tidak menjadi predator setelah dewasa.
Rabu, 04 November 2015, 13:25 WIB Pengamat: Pengebirian Melanggar Kodrat
Red: Bilal Ramadhan al arabiya
Kebiri kimia (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH -- Praktisi hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Candra Darusman, SH, MH mengatakan, hukuman pengebirian syaraf libido merupakan salah satu praktek mengekangi kodrat alamiah yang melekat pada setiap manusia.
"Naluri syahwat adalah alamiah dan orang-orang melakukan tindakan yang salah dalam menyalurkan naluri alamiahnya itu harus dihukum juga dengan hukuman tidak melanggar kodrat," katanya di Meulaboh, Rabu (4/11).
Candra mengatakan, dalam konteks Hak Asazi Manusia (HAM), setiap pelaku kejahatan harus dihukum, namun apapun kejahatan dilakukan penghukuman tidak boleh yang merendahkan martabat, tidak boleh merendahkan nilai-nilai kemanusiaan, tidak boleh bertentangan dengan kodrat serta prinsip-prinsip kemanusiaan.
Perilaku orang-orang di suntik kebiri syaraf libido tidak akan menghilangkan sifat alami pada dirinya secara utuh, malahan potensi untuk melakukan kekejaman dan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur dan sejenis itu masih dapat dilakukan.
Menurut Candra, orang-orang yang mendapat perlakuan hukuman kebiri secara sikologis akan mengalami guncangan yang hebat sehingga dia akan trauma, dendam dan akan ada kemungkinan melampiaskan kejahatan demikian dengan cara-cara lain.
"Tawaran kita adalah perberat hukumannya tapi tidak dalam kontek pengkibrian, karena setelah menerima hukuman demikian tidak tertutup kemungkinan akan ada pelampiasan dengan cara lain dengan alat umpamanya, kepada pihak yang sudah menjadi korban ataupun pihak-pihak lain," imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan, apabila memang hukuman selama ini diterapkan pemerintah terhadap pelaku tindak asusila terhadap anak dibawah umur belum mampu menimbulkan efek jera, maka sistem tersebut yang harus diperbaiki.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih terus terjadi karena tidak jarang ditemukan diselesaikan secara damai/kekeluargaan dengan ikut campur pihak lain, sebagaimana terjadi di Kabupaten Aceh Barat dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pernah ditangani LBH Banda Aceh Pos Meulaboh.
Sumber : Antara
DOKUMEN WAWANCARA
Gambar 1.1. Peneliti sedang melakukan wawancara dengan narasumber dari Kompas.com, J. Heru Margianto. Jakarta barat, 20 September 2016.
Gambar 1.2. Peneliti dan Narasumber, J. Heru Margianto, di ruang Matrix Kompas.com sesuai wawancara. Jakarta Barat, 20 September 2016.
Gambar 2.1. Peneliti sedang menyimak penjelasan dari narasumber Republika Online, Esthi Maharani. Jakarta Selatan, 29 September 2016.
Gambar 2.2 Peneliti dan Narasumber, Esthi Maharani seusai wawancara di Kantor Republika. Jakarta Selatan, 29 September 2016. REKAPITULASI WAWANCARA DENGAN KOMPAS.COM
1. Bagaimana tanggapan Kompas.com mengenai hukuman kebiri untuk paedofil? Kita memberitakan berbagai macam sudut pandang kebiri. Ada dari kriminolog, ada dari PBNU, ada dari MUI. Ya dari berbagai macam perspektif, kenapa begitu? Supaya persoalan kebiri dapat terlihat secara utuh, secara objektif dari berbagai macam pandangan itu sehingga kita sama sekali tidak menggiring, arah pemberitaan untuk setuju atau tidak setuju tapi kita sediakan ruang bagi seluruh komponen masyarakat untuk berbicara soal kebiri itu. Dan secara umum kita berpandangan sebenernya kebiri enggak menyelesaikan persoalan. Konteks masalahnya kan pemerkosaan, apakah dengan dikebiri pemerkosaan selesai. Nah itu mungkin yang tadinya memperkosa tidak memperkosa lagi karena dikebiri. Tapi kan persoalannya apakah kemudian masyarakat yang lain yang tidak dikebiri tidak akan memperkosa? Itu kan pertanyaannya, dan kita melihat enggak sesederhana itu. Maslaah perkosaan itu bukan sekedar perasaan hasrat yang tidak terkelola dengan baik, tapi di dalamnya ada persoalan pendidikan, persoalan karakter, persoalan perspektf gender. Jadi persoalannya kompleks, sosial, budaya, culture masyarakat gitu. sepanjang masyarakat ini memandang wanita sebagai objek, perkosaan akan selalu terjadi. Lalu kenapa masyarakat memandang wanita sebagai objek? Persoalan culture. Itu lalu menyangkut dimana tuh problematikanya? di pendidikan. Jadi gak sesederhana orang perkosa lalu dikebiri masalah selesai.
2. Menurut Kompas.com, apa yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam pemberitaan hukuman kebiri untuk paedofil ini? Kalau dibilang karena hukuman yang ada itu tidak membuat jera sih kayaknya engga, penegakan hukum sih selama ini, jalan yah kayaknya, artinya setiap ada kasus tuh selalu terjadi menurutku masalah utama, masalah perspektif masyarakat terhadap persoalan-persoalan itu. Meskipun juga dinegara-negara maju yang apa yang dibilang baik perspektifnya, itu juga kejadian juga yang kayak-kayak gitu. Tapi apakah dengan kebiri lalu masalah selesai? Enggak juga gitu, PRnya juga panjang karena masalahnya memang ada banyak aspeknya.
3. Menurut Kompas.com ada atau tidak nilai moral yang dilanggar bila hukuman kebiri jadi diterapkan sebagai hukuman untuk paedofil? Nilai moral apa yah? Ya ada unsur kodrati yang lalu diintervensi di sana ya, yang kita lihat kurang pas dilakukan oleh negara karena pokok permasalahannya tidak terselesaikan
4. Apa solusi atau saran yang ditawarkan Kompas.com terkait isu ini? Hukum harus ditegakan lalu kedua yaitu kan langkah yang paling pendek yah karena berbagai masalah harus segera diselesaikan tapi ada masalah jangka panjang yang membutuhkan waktu lebih lama, itu, masalah mindset, masalah cara pandang, masalah kesetaraan gender yang harus diinternalisasikan lewat proses pendidikan kita. Pendidikan kita itu kan selalu berbicara soal angka sehingga mahasiswa, pelajar dan semuanya itu kalo kuliah-sekolah tujuannya itu dapat angka yang baik. Itu enggak esensial banget gitu. Yang enggak tersentuh adalah pendidikan karakter, pendidikan nilai, pendidikan moral, itu sama sekali enggak kesentuh. Bagaimana menjadi pribadi yang baik? Bagaimana menjadi pribadi yang dewasa? Bagaimana menjadi pribadi yang punya pandangan yang luas? Bagaimana menjadi pribadi pandangan yang matang? Beretika? sama sekali enggak kesentuh. Nah pokok permasalahannya menurut saya, ada di situ. Ada sistem pendidikan yang perlu diubah secara lengkap. Kalo orang sekolah, kuliah, atau apapun mengejar nilai yang terjadi adalah kesuksesan semata-mata diukur dari seberapa banyak dapat ijasah. Padahal kalau orientasinya itu, orang bisa malsuin skripsi, orang bisa nyontek, orang bisa bikin ijazah palsu, kan gitu. Mindset cara berpikir kita tentang pendidikan itu yang harus diubah. Indikasinya ada pada proses pendidikan dari SD, SMP, SMA, itu yang sistemnya harus diubah. Di sana harus dimasukin misalnya mata kuliah atau mata pelajaran soal gender, soal kesetaraan manusia, soal hak asasi manusia. Bagian-bagian itu kan enggak ada kan kayaknya. Sehingga persoalannya panjang, masalahnya kompleks menyangkut di situ dasarnya. REKAPITULASI WAWANCARA DENGAN REPUBLIKA ONLINE
1. Bagaimana tanggapan Republika Online mengenai hukuman kebiri untuk paedofil?
Kebiri ya, mungkin karena dulu di penjara tapi ga jera, jadilah dicari hukuman
yang bisa bikin korban ga semakin banyak. Kalau dari segi setuju atau engga
setuju ini masih perdebatan, karena kan kebiri ini belum secara rinci diatur
oleh pemerintah, siapa yang mengebiri, terus kebiri kimia itu kayak gimana,
ya kayak semacam teknisnya lah ya. Karena dengan jumlah manusia sebanyak
ini, memangnya kita tau siapa yang paedofil atau bukan? Pelaku memang
harus dihukum, tapi persoalannya adalah jenis hukuman yang layak diterapkan
ke penjahat kelamin kayak mereka. Misalnya, bisa saja ada opsi kebiri sampai
hukuman mati. Atau apakah kebiri itu hukuman yang paling tinggi kastanya
untuk kasus seperti paedofil atau ada hukuman lain. Menurutku sih sah saja
kebiri diterapkan, dengan catatan harus benar-benar diperhitungkan dengan
matang. Mulai dari kriteria orang yang ‘pantas’ dikebiri, apakah harus yang
jumlah korbannya lebih dari 10? Atau berdasarkan usia korban? Lalu nantinya
diberlakukan wajib lapor, sampai ekses hukuman kebiri bagi pelaku.
Semua narasumber harus ditanyain, mulai dari pelaku, korban, aparat
hukumnya, sama pembuat kebijakan yaitu pemerintah. Dan ada segi yang
dilihat juga dilihat yakni dari segi agama gimana? Karena masih banyak yang
belum paham kebiri itu prosedurnya gimana. Kita juga sebagai redaktur,
redaksi, teman-teman di lapangan juga sambil belajar, ini baiknya gimana, kita
fokus ke pelaku yang mau dikebiri atau kita mikirin korbannya nih yang harus
diperhatikan.
2. Menurut Republika Online, apa yang dianggap menjadi penyebab masalah dalam
pemberitaan hukuman kebiri untuk paedofil ini?
Jadi dulu tuh kan memang awalnya banyak kasus, mulai dari hal hal sepele
yang terjadi di daerah-daerah. Tindakan kriminal yang engga tau harus diapain
hukumannya, dan ternyata itu jadi semacam puncak gunung es, yang ternyata
korbannya tuh rata-rata anak-anak dan bukan Cuma satu atau dua, dan ini
harus ada tindakan dari aspek hukum, dan sebagai media juga punya peran nih
untuk mendorong pemerintah ini melakukan sesuatu terhadap kejahatan
kriminal seperti ini. Dan harus bisa nangkap kalau masyarakat itu
berkembang, kejahatan juga berkembang, mereka harus sigap lah ya,
menangkap ini tuh harus diapain, dan harus diselesaikan
3. Bagaimana sudut pandang Repubika Online melihat isu ini secara keseluruhan?
Kalau aku pribadi sih lebih ke kita harus mikirin korban. Gimana sih orang
yang udah dilecehkan secara seksual? Oke misalkan pelakunya dikebiri, terus
korban nih hidupnya piye? Hidupnya gimana? Pelaku mau dikebiri, kebiri deh,
tapi korbannya jangan ditinggalin, diurus juga.
4. Menurut Republika Online ada atau tidak nilai moral yang dilanggar bila hukuman
kebiri jadi diterapkan sebagai hukuman untuk paedofil?
Nilai moral ya? Sebenarnya masih bingung sih karena hukuman ini juga masih
belum gol di DPR, masih ada beberapa Fraksi yang belum setuju karena
belum ada kejelasan tentang hukuman kebiri tersebut, karena katakanlah kebiri
itu bisa menghilangkan separuh hidup. Karena hukuman juga jangan sampai
bias, jangann sampai disalah artikan, jangan sampai hak si pelaku yaitu hak dia hidup, hak dia buat punya asas praduga tak bersalah dan tetap harus
dihormati
5. Apa solusi atau saran lain yang ditawarkan Republika Online terkait isu ini?
Pertama harus dikasih tau kalau kejahatan paedofil atau kejahatan seksual itu
memang ada, dan trendnya cenderung meningkat, dan itu orang-orang yang
sama sekali tidak kita duga, kayak orang-orang dekat, tetangga, terus
lingkungan terdekat si korban, dan mereka harus lebih waspada dan protektif
terhadap keluarga, terhadap dirinya sendiri. Jangan mudah percaya sama
orang. Kedua, yang dari segi pelaku, pelaku ini kan ternyata sebelum adanya
usulan kebiri banyak sekali muncul pelaku yang korbannya puluhan, itu kan
gila, itu yang ketauan, yang lapor, yang enggak ketauan apa kabar? Dan yang
terakhir itu memang kewaspadaan, kepedulian orang lain juga sama
lingkungan sekitarnya. Misal ada orang mencurigakan, ya jangan diam aja.
Ada saran juga sih dari psikolog kalau korban jangan ditinggallin karena
mereka tau korban dan pelaku sama-sama harus disadarkan, kalau sebagai
korban jangan sampai dia melakukan yang sama kepada orang lain, siklus
kekerasan ini engga akan berhenti. Maka dari itu sering ada yang mengarahan
ini penyelesaiannya bukan hanya dipenjara atau dikebiri, tapi juga dari segi
psikologis jadi biar mereka sadar.