ANALISIS BIOAKTIVITAS BAHAN IRIGASI EKSTRAK BUAH LERAK ( RARAK DC) TERHADAP PATOGENESIS FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (KAJIAN UJI ANTI-ADHESI, UJI BIOMASSA, DAN UJI POROSITAS DINDING SALURAN AKAR GIGI) (PENELITIAN IN VITRO)

TESIS

Oleh

JIHAN RAHMADIAN FITRIA 177160006

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

ANALISIS BIOAKTIVITAS BAHAN IRIGASI EKSTRAK BUAH LERAK (SAPINDUS RARAK DC) TERHADAP PATOGENESIS FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (KAJIAN UJI ANTI-ADHESI, UJI BIOMASSA, DAN UJI POROSITAS DINDING SALURAN AKAR GIGI) (PENELITIAN IN VITRO)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Spesialis Konservasi Gigi (Sp.KG) Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Oleh

JIHAN RAHMADIAN FITRIA 177160006

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN

ANALISIS BIOAKTIVITAS BAHAN IRIGASI EKSTRAK BUAH LERAK (SAPINDUS RARAK DC) TERHADAP PATOGENESIS FUSOBACTERIUM NUCLEATUM (KAJIAN UJI ANTI-ADHESI, UJI BIOMASSA, DAN UJI POROSITAS DINDING SALURAN AKAR GIGI) (PENELITIAN IN VITRO)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2020

Jihan Rahmadian Fitria

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISTILAH

1. µl : Mikroliter 2. Adh : Adhesin 3. AS : Agregation substance 4. ATCC : American Tissue Culture Collection 5. BHI : Brain Heart Infusion 6. C : Celcius 7. CEJ : Cemento Enamel Junction 8. CFU : Colony forming unit 9. CMCP : Camphoroted Monochlorophenol 10. DNA : Deoxyribonucleic acid 11. EDTA : Ethylenediamine Tetrracacetic Acid 12. ELISA : Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay 13. EPS : Extra Polimeric Substance 14. GCMS ; Gas Chromatography Mass Spectrometry 15. HSP : Heat Shock Protein 16. Ig A : Imunoglobulin A 17. IL : Interleukin 18. LPS : Lipopolisakarida 19. LTA : Lipoteichoic acid 20. m RNA : Messenger RNA 21. MHB : Mueller Hinton Broth 22. ml : Milliliter 23. MMP : Matrix Metallproteinase 24. NaOCl : natrium hipoklorit 25. nm : Nanometer 26. OD : Optical Density 27. OMPs : Outer Membrane Protein 28. PBS : Phosphate Buffer Saline 29. PSA : Perawatan Saluran Akar 30. Pz : Aktivitas Fosfolipase 31. SEM : Scanning Electron Microscope 32. TLR : Toll-Like Receptor

i

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Salah satu bakteri pada biofilm yang terbentuk pada infeksi endodontik adalah Fusobacterium nucleatum. Dari aspek mikrobiologis, infeksi endodonti dapat dirawat dengan prosedur kemikal dan mekanikal (cleaning and shaping). Irigasi kombinasi EDTA dan NaOCl adalah metode yang paling sering direkomendasikan. Namun kelemahan utama NaOCl adalah sitotoksisitasnya ketika ekstrusi ke dalam jaringan periradikuler dan kombinasi tersebut menghasilkan erosi yang kuat pada dentin. Akibat kelemahan bahan irigasi tersebut, penggunaan bahan alami sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar diharapkan lebih biokompatibel dan salah satu bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan irigasi adalah buah lerak (Sapindus rarak DC). Penelitian ini menggunakan sampel koloni bakteri Fusobacterium nucleatum dan dibiakkan dengan media Crystal Violet Erythtromycin (CVE) Agar. Ekstrak buah lerak dengan konsentrasi 6,25, 12,5%, 25% dan dibandingkan dengan NaOCL 2,5% dan EDTA 17% dengan waktu 24 jam, 48 jam, 72 jam untuk diuji antiadhesi, biomassa dan porositas setelah diinteraksikan dengan bakteri F.Nucleatum. Berdasarkan analisis statistik kruskal wallis dan one way anova serta uji lanjutan nya dengan LSD dan mann whitney test, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak buah lerak dari berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) sama baiknya dengan larutan NaOCl 2,5%+EDTA 17% yang menjadi gold standar dalam irigasi saluran akar gigi dalam mencegah adhesi dan menghambat perkembangan bakteri Fusobacterium nucleatum. Secara klinis NaOCl 2,5%+EDTA 17% memiliki tingkat porositas paling tinggi dan berbeda signifikan dengan ekstrak lerak 6,25%, 12,5% dan 25%. Sehingga dapat di asumsikan bahwa ekstrak lerak dalam berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) tidak menyebabkan tingkat porositas yang berlebihan dibandingkan dengan NaOCl 2,5%+EDTA 17% yang menjadi gold standar irigasi saluran akar gigi. Ekstrak buah lerak memiliki kemampuan dalam mencegah adhesi dan menghambat perkembangan bakteri F.nucleatum serta secara klinis tidak menyebabkan porositas yang berlebihan pada dinding saluran akar gigi.

Kata kunci : Ekstrak buah lerak, antiadhesi, Fusobacterium nucleatum, irigasi saluran akar, porositas saluran akar

ii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

One of the bacteria in biofilms formed in endodontic infections is Fusobacterium nucleatum. From the microbiological aspect, endodontic infections can be treated with chemical and mechanical procedures (cleaning and shaping). Combination of EDTA and NaOCl irrigation is the most commonly recommended method. However, the main disadvantage of NaOCl is its cytotoxicity when extrusion into periradicular tissue and this combination results in strong erosion of dentin. As a result of the weakness of the irrigation material, the use of natural material as an alternative to root canal irrigation is expected to be more biocompatible and one of the natural materials that can be developed as irrigation is lerak fruit (Sapindus rarak DC). This study used a sample of the bacterial colony Fusobacterium nucleatum and was cultured with Crystal Violet Erythtromycin (CVE) agar. Lerak fruit extract with a concentration of 6.25, 12.5%, 25% and compared with 2.5% NaOCL and 17% EDTA with 24 hours, 48 hours, 72 hours to be tested for anti-adhesion, biomassa and porosity after being interacted with F.Nucleatum bacteria. Based on the statistical analysis of kruskal wallis and one way anova and their follow-up tests with LSD and mann whitney test, the results of this study showed that lerak extract from various concentrations (6.25%, 12.5%, 25%) was as good as NaOCl solution 2.5% + 17% EDTA which became the gold standard in irrigation of root canals in preventing adhesion and inhibiting the development of the bacterium Fusobacterium nucleatum. Clinically, 2.5% NaOCl + 17% EDTA has the highest porosity level and is significantly different with 6.25%, 12.5% and 25% lerak extracts. So it can be assumed that lerak extract in various concentrations (6.25%, 12.5%, 25%) does not cause excessive porosity compared to 2.5% NaOCl + 17% EDTA which is the gold standard of tooth root canal irrigation. Lerak fruit extract has the ability to prevent adhesion and inhibit the development of F.nucleatum bacteria and clinically does not cause excessive porosity in the root canal wall of the tooth.

Keywords: Lerak fruit extract, anti-adhesion, Fusobacterium nucleatum, root canal irrigation, root canal porosity

iii

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan

Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi dari Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua terkasih, yaitu ayahanda Aliasmi, SOS dan ibunda Syafrida Ridwan yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan baik moril dan materi yang tak terbalas dan terucapkan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak mertua Zulkismen, S.Pd dan ibu mertua Defirina, S.Pd yang telah membantu dan mendukung baik doa dan semangat bagi penulis, dan adik penulis dr. Habib Budiman Agung, drh. Zena Fisdiora, Atika Karina Asmi dan

Dandila Diko serta segenap keluarga yang memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada suamiku tercinta drg.

Desmedio Deno Merinda yang telah mendukung penulis dengan penuh kasih sayang, doa, kesabaran, pengorbanan dan semangat yang telah diberikan selama ini. Semoga apa yang kita capai dapat memberikan kebahagiaan dan diberkati oleh Allah SWT.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

iv

Universitas Sumatera Utara

1. Dr. Trelia Boel, drg, Sp.RKG(K), M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., Sp.KG., M.Kes selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi

Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan pembimbing

kedua yang banyak meluangkan waktu, memberikan petunjuk, arahan,

semangat serta dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik.

3. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

USU dan selaku anggota panitia penguji yang telah banyak meluangkan

waktu, memberikan bimbingan, arahan, semangat serta dukungan kepada

penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Drg. Nevi Yanti, M.Kes, Sp.KG(K) selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU dan pembimbing pertama

penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan,

semangat dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik.

5. Dr. drh. Basri A. Gani., M. Si selaku pembimbing kedua tesis dan dosen

Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

6. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku anggota panitia penguji serta dosen Ilmu

v

Universitas Sumatera Utara

Konservasi Gigi yang telah memberikan dukungan, bantuan serta masukan

kepada penulis.

7. Dennis, drg., MDSc., Sp.KG(K)., selaku anggota panitia penguji yang telah

memberikan dukungan, bantuan serta masukan kepada penulis.

8. Seluruh Dosen dan staff pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG

USU yaitu Darwis, drg., Wandania Farahanny, drg., MDSc., Sp.KG(K), Widi

Prasetia, drg. Sp.KG(K), Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc., Ibu Rose, Kak

Mila, Bang Azhar, atas segala dukungan serta bantuan selama proses

pengerjaan tesis ini.

9. Teman-teman terbaik dan seperjuangan penulis pada Program Pendidikan

Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi yaitu Brian, kak Daisy, kak Sally, ko

Benny, kak Rani, kak Namira, kak Hilma dan Ivan atas bantuan, semangat,

dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka dan teman-teman angkatan

6, 7, 8, dan 9.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah praktis

Medan, Februari 2020 Penulis,

(Jihan Rahmadian Fitria) NIM: 177160006

vi

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Keterangan Pribadi Nama : Jihan Rahmadian Fitria Tempat, tanggal lahir : Padang, 17 Maret 1993 Alamat tempat tinggal : Jalan Dr.A.Sofian No 30, Medan Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Dokter Gigi No Kontak : 085264160247 Nama Ayah : Aliasmi, SOS Nama Ibu : Syafrida Ridwan Suami : Desmedio Deno Merinda, drg

Pendidikan Formal Sekolah Dasar : SDN 01 Lubuk Alung Sekolah Menengah : MTsN Padang Panjang Sekolah Menengah Atas : SMAN 1 Padang Panjang Program Profesi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas, Padang

vii

Universitas Sumatera Utara

Publikasi 1. Short Lecture. Influence of Root Canal Irrigants on Fracture Resistance:

Literature Review. Pada Seminar Ilmiah Nasional IKORGI III (SINI III)

tanggal 24-25 November 2018. Yogyakarta, Indonesia.

2. Poster. Perawatan Saluran Akar pada Gigi Premolar Mandibula dengan

Restorasi Mahkota Pasak disertai Crown Lengthening. Pada Bandung

Dentistry 2019 tanggal 19-20 Juli 2019. Bandung, Indonesia.

3. Poster. Root Canal Treatment of Mandibular First Molar with Radix

Entomolaris and Chronic Periapical Abscess. Pada Medan Conference of

Dentistry tanggal 30-31 Agustus 2019. Medan, Indonesia.

4. Poster. Endodontic and Aesthetic Management of Maxillary Anterior teeth.

Pada Aceh International Dental Meeting tanggal 26-27 Oktober 2019. Aceh,

Indonesia.

5. Short Lecture. Aesthetic Rehabilitation of the “Gummy Smile” and Severely

Discolored Anterior with Crown Lengthening and Lip Reposition. Pada

Seminar Ilmiah Nasional IKORGI IV tanggal 5-7 Desember 2019. Medan,

Indonesia.

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN DAFTARISTILAH ...... i ABSTRAK ...... ii ABSTRACT...... iii KATA PENGANTAR ...... iv RIWAYAT HIDUP ...... vii PUBLIKASI ...... viii DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... xiii DAFTAR TABEL ...... xv DAFTAR LAMPIRAN ...... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 7 1.3 Pertanyaan Penelitian...... 8 1.4 Tujuan Penelitian ...... 8 1.4.1 Tujuan Umum ...... 8 1.4.2 Tujuan Khusus ...... 8 1.5 Manfaat Penelitian ...... 9 1.5.1 Manfaat Teoritis ...... 9 1.5.2 Manfaat Riset ...... 9 1.5.3 Manfaat Aplikatif ...... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...... 11 2.1 Fusobacterium Nucleatum sebagai Salah Satu Bakteri Biofilm dalam Infeksi Saluran Akar ...... 11 2.1.1 Faktor Virulensi Fusobacterium Nucleatum ...... 15 2.1.2 Adhesi Fusobacterium Nucleatum ...... 21 2.2 Dentin ...... 24 2.3 Tindakan Irigasi dalam Perawatan Saluran Akar ...... 25 2.3.1. Teknik Irigasi Saluran Akar ...... 26

ix

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.1 Teknik Irigasi Manual ...... 26 2.3.1.2 Teknik Irigasi dengan Bantuan Mesin ...... 28 2.3.2. Bahan Irigasi Saluran Akar ...... 30 2.3.2.1 Sodium Hipoklorit (NaOCl) ...... 30 2.3.2.2 EDTA (Ethylenediamine tetraacetic acid) .. 32 2.3.2.3 Klorheksidin (CHX) ...... 34 2.4 Buah Lerak (Sapindus rarak DC)...... 35 2.4.1 Profil Komponen Aktif Ekstrak Buah Lerak dengan Uji GCMS ...... 38 2.4.2 Senyawa Aktif Ekstrak Buah Lerak dengan Uji Fitokimia ...... 39 2.4.2.1 Saponin ...... 39 2.4.2.2 Alkaloid...... 40 2.4.2.3 Polifenol ...... 41 2.4.2.4 Flavanoid ...... 41 2.4.2.5 Tannin ...... 42 2.5 Uji Anti-Adhesi Ekstrak Buah Lerak terhadap bakteri F.Nucleatum ...... 42 2.6 Uji Biomassa Ekstrak Buah Lerak terhadap bakteri F.Nucleatum ...... 43 2.7 Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi ...... 44 2.8 Kerangka Teori ...... 46

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...... 47 3.1 Kerangka Konsep ...... 47 3.2 Hipotesis Penelitian ...... 48

BAB 4 METODE PENELITIAN ...... 49 4.1 Jenis dan Desain Penelitian ...... 49 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 49 4.2.1 Lokasi Penelitian ...... 49 4.2.2 Waktu Penelitian ...... 49 4.3 Sampel Penelitian ...... 49 4.3.1 Besar Sampel ...... 50 4.4 Variabel dan Definisi Operasional ...... 51 4.4.1 Variabel Penelitian ...... 51 4.4.1.1 Variabel Bebas ...... 51

x

Universitas Sumatera Utara

4.4.1.2 Variabel Terikat ...... 51 4.4.1.3 Variabel Terkendali ...... 51 4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ...... 52 4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian...... 53 4.4.3 Definisi Operasional ...... 54 4.5 Alat dan Bahan Penelitian ...... 55 4.5.1 Alat ...... 55 4.5.2 Bahan ...... 57 4.6 Prosedur Penelitian ...... 58 4.6.1 Sterilisasi Alat ...... 58 4.6.2 Persiapan Larutan Ekstrak Buah Lerak ...... 58 4.6.3 Kultur Fusobacterium nucleatum ...... 60 4.6.4 Uji Anti-Adhesi F. nucleatum ...... 61 4.6.5 Uji Biomassa F. nucleatum...... 63 4.6.6 Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi ...... 64 4.6.6.1 Persiapan sampel gigi ...... 64 4.6.6.2 Pemodelan Perawatan Saluran Akar Gigi .... 64 4.6.6.3 Pemeriksaan Porositas dengan SEM ...... 67 4.7 Analisis Data ...... 69 4.8 Alur Penelitian ...... 70

BAB 5 HASIL PENELITIAN ...... 73 5.1 Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi terhadap Fusobacterium Nucleatum ...... 74 5.2 Profil Indeks Biomassa Larutan Irigasi setelah diinteraksikan dengan Fusobacterium Nucleatum ...... 81 5.3 Uji Porositas pada Dinding Saluran Akar Gigi ...... 86

BAB 6 PEMBAHASAN ...... 92 6.1 Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi terhadap Fusobacterium Nucleatum ...... 93 6.2 Profil Indeks Biomassa setelah interaksi larutan irigasi dengan F. Nucleatum ...... 98 6.3 Porositas Permukaan Dinding Saluran Akar Gigi ...... 101

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN...... 108 7.1 Kesimpulan ...... 108

xi

Universitas Sumatera Utara

7.2 Saran ...... 108

DAFTAR PUSTAKA ...... 111 LAMPIRAN ...... 120

xii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Fusobacterium Nucleatum ...... 13

2.2 Tubulus dentin ...... 25

2.3 Navitip FX dengan Menggunakan Brushes ...... 27

2.4 Irigasi Sonik dengan Endoactivator ...... 28

2.5 EndoVac ...... 30

2.6 Buah lerak ...... 36

2.7 Gambaran salah satu bagian struktur kimia dari saponin Triterpen ...... 39

2.8 Komponen SEM ...... 44

4.1 Pembuatan Ekstrak buah lerak ...... 60

4.2 Uji Anti-adhesi ...... 62

4.3 Uji Biomassa ...... 64

4.4 Pembersihan sampel...... 64

4.5 Pemodelan perawatan saluran akar gigi ...... 67

4.6 Uji Porositas ...... 68

5.1 Profil Adhesin Bakteri F. Nuleatum setelah Diinteraksikan dengan Ekstrak Buah Lerak 25% ...... 75

5.2 Diagram Aktivitas Anti Adhesi F. Nuleatum setelah Diinteraksikan dengan Larutan Irigasi Saluran Akar ...... 77

5.3 Grafik Indeks Biomasa Larutan Irigasi setelah Diinteraksikan dengan Bakteri F. Nucleatum ...... 82

xiii

Universitas Sumatera Utara

5.4 Profil Scanning Elektron Microscope (SEM) terhadap Porositas Dinding Saluran Akar Gigi ...... 87

5.5 Diagram Distribusi Porositas Pada Saluran Akar Gigi...... 88

xiv

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Faktor Virulensi Fusobacterium Nucleatum ...... 15

2.2 Komponen Aktif Ekstra Buah Lerak dan Prediksi Bioaktivasi .... 38

4.1 Definisi Operasional, Alat Ukur, Satuan Ukur dan Skala Ukur dari Variabel Bebas ...... 54

4.2 Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur dari Variabel Terikat...... 54

5.1 Distribusi Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi terhadap F. Nucleatum ...... 76

5.2 Analisis Statistik Kruskal Wallis dan One Way Anova pada Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi Saluran Akar terhadap F.Nucleatum ...... 78

5.3 Analisis Statistik Mann Whitney Test pada Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi Saluran Akar terhadap F.Nucleatum berdasarkan Kelompok Material Uji ...... 79

5.4 Analisis Statistik LSD pada Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi Saluran Akar terhadap F.Nucleatum berdasarkan Waktu Inkubasi ...... 80

5.5 Indeks Biomassa Larutan Irigasi Saluran Akar setelah Diinteraksikan dengan F. Nucleatum ...... 81

5.6 Analisis Statistik One Way Anova Indeks Biomassa Larutan Irigasi Saluran Akar setelah Diinteraksikan dengan F. Nucleatum ...... 83

5.7 Analisis Statistik LSD Indeks Biomassa Larutan Irigasi Saluran Akar setelah Diinteraksikan dengan F. Nucleatum berdasarkan Kelompok Material Uji ...... 84

xv

Universitas Sumatera Utara

5.8 Analisis Statistik Mann Whitney Test Indeks Biomassa Larutan Irigasi Saluran Akar setelah Diinteraksikan dengan F. Nucleatum berdasarkan Waktu Inkubasi ...... 85

5.9 Distribusi Porositas pada Permukaan Dinding Saluran Akar Gigi ...... 88

5.10 Analisis Statistik One Way Anova Porositas Dinding Saluran Akar Gigi setelah Diinteraksikan Larutan Irigasi Saluran Akar dengan F. Nucleatum ...... 89

5.11 Analisis Statistik LSD Porositas Dinding Saluran Akar Gigi setelah Diinteraksikan Larutan Irigasi Saluran Akar dengan F. Nucleatum berdasarkan Kelompok Material Uji ...... 90

5.12 Analisis Statistik LSD Porositas Dinding Saluran Akar Gigi setelah Diinteraksikan Larutan Irigasi Saluran Akar dengan F. Nucleatum berdasarkan Waktu Inkubasi ...... 91

xvi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1. Alur Penelitian …………………………………………………………...... 120

2. Ethical Clearance ...... 123

3. Surat Penelitian ...... 124

4. Prosedur Penelitian ...... 125

5. Hasil SEM (Scanning Electron Microscope) ...... 129

xvii

Universitas Sumatera Utara 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan mikroorganisme untuk menyebabkan infeksi saluran akar dipengaruhi oleh faktor virulensi terdiri dari produk mikroba, struktur komponen seluler dan strategi yang berkontribusi terhadap patogenisitas. Salah satu contoh strategi bakteri adalah kemampuan untuk koagregasi dan membentuk biofilm (Cohens dan Liwhr, 2016). Salah satu bakteri pada biofilm yang terbentuk pada infeksi endodontik adalah Fusobacterium nucleatum. Fusobacterium nucleatum termasuk bakteri obligat anaerob gram negatif, batang, sering ditemukan pada infeksi saluran akar dengan periodontitis apikalis, abses apikal akut, infeksi paska endodonti dan nekrosis pulpa (Kerusuo et.al.,1996; Siqueira dan Rocas, 2016). Bakteri ini bersifat patogen dalam bentuk tunggal dan biofilm, berperan dalam interaksi nutrisi interbakterial (Siqueira dan Rocas, 2016).

Masuknya bakteri ke pulpa sering disebabkan oleh proses lanjutan dari karies

(Walton dan Torabinejad, 2008). Ketika mikroflora kompleks masuk ke dalam saluran akar, akan berkolonisasi di dalam tubulus dentin, sehingga sulit dijangkau oleh instrumen dan medikamen, selanjutnya bertanggung jawab untuk persisten infeksi saluran akar (Alnazhan et.al., 2014; Campos dan Nakano, 2006). Kemampuan mikroorganisme untuk menembus tubulus dentin telah dilaporkan berkisar 150 μm

Universitas Sumatera Utara 2

dan sampai cementodentinal junction dalam kasus infeksi saluran akar yang parah

(Alnazhan et.al., 2014). Penelitian oleh Shovelton (1964) secara histologis 97 gigi diekstraksi, non vital secara klinis, 61 gigi menunjukkan penetrasi bakteri tubulus dentinal radikuler. Peters et.al. (2001) menunjukkan bahwa bakteri gram negatif anaerob obligat seperti F.nucleatum dan P.gingivalis ditemukan mendominasi dari mid-root radikular dentin pada infeksi saluran akar dengan periodontitis apikal (Love dan Jenkinson, 2002).

Salah satu faktor virulensi bakteri F.nucleatum adalah adhesin yang berperan dalam perlekatan sel, kolonisasi dan koagregasi. Adhesin merupakan protein pada permukaan bakteri sebagai perantara dalam langkah pertama kolonisasi (Bolstad et.al., 1996). Pengaruh adhesi bakteri merupakan peran utama dalam menentukan invasi ke tubulus dentin (Love dan Jenkinson, 2002). F.nucleatum terdiri dari adhesin fimbrial dan non fimbrial. Adhesin fimbrial seperti FadA penting untuk keterikatan dan invasi F. nucleatum mengaktifkan beberapa sistem pensinyalan sel yang mengarah pada stimulasi kolagenase MMP 3 yang juga dapat membantu dalam invasi bakteri (Rosaline et.al., 2008). Selanjutnya bakteri F.nucleatum akan berpenetrasi lebih dalam ke tubulus dentin dengan intertubular cell growth dan tidak memerlukan pengikatan spesifik (Rosaline et.al.,2008).

Patogenitas F.nucleatum karena memproduksi cross reactive antigens, metabolit toksik yang dapat membunuh dan menghambat proliferase sel fibroblas, endoktoksin pada dinding sel, asam butirat sebagai iritan jaringan, memiliki kapsul yang tebal, dan lipopolisakarida (LPS) (Leonardo et.al., 2004). F.nucleatum

Universitas Sumatera Utara 3

memproduksi asam butirat sebagai bahan utama fermentasi glukosa dan pepton, beserta lemak (Wolter, 2012). Lipopolisakarida mempunyai kemampuan untuk mengadakan perlekatan tidak hanya pada epitel tetapi juga pada struktur gigi seperti hidroksiapatit, serum dan sementum (Bolstad et.al., 1996). Faktor kelangsungan hidup bakteri adalah dengan ikatan protein kolagen, protein serin, dan enzim litik serta memanfaatkan serum sebagai sumber nutrisi dengan berikatan dengan tubuli dentin (Campos dan Nakano, 2006). F.nucleatum merupakan salah satu spesies bakteri nonspora yang menggunakan asam amino dalam proses katabolisme dan memerlukan peptida untuk proses pertumbuhannya (Bolstad et.al., 1996).

Dentin secara alami terhidrasi merupakan mineralisasi jaringan keras yang membentuk sebagian besar gigi. Dentin memiliki ribuan tubulus mikroskopis yang berdiameter antara 0.5 - 4.0 μm, dengan kepadatan tubulus dentin berkisar dari

10.000 - 96.000 tubulus per mm2 (Mjor, 1996; Kishen, 2006). Dentin merupakan jaringan ikat berpori karena struktur tubularnya (Campos dan Nakano, 2006). Dentin terdiri dari sekitar 20% bahan organik, sebagian besar terdiri dari kolagen tipe I, yang membentuk matriks untuk komponen anorganik. Kolagen terdiri dari struktur protein dan mempengaruhi sifat mekanik dentin. Semakin besar konsentrasi volume protein berkurang secara signifikan dampak kerusakan pada permukaan protein-mineral pada dentin (Kishen, 2006). Dentin menjadi berporous karena kehilangan mineral dentin dan denaturasi matrix kolagen (Cozta, 2017).

Dari aspek mikrobiologis, infeksi endodonti dapat dirawat dengan prosedur kemikal dan mekanikal (cleaning and shaping) (Peters, 2016). Debridemen mekanis

Universitas Sumatera Utara 4

merupakan langkah penting untuk pembuangan jaringan dan harus selalu dilengkapi oleh irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan pulpa dan debris dentin dari sistem saluran akar (Khoroushi et.al., 2017). Tindakan irigasi memiliki peranan penting dalam perawatan endodontik. Bahan irigasi merupakan larutan kimia yang digunakan untuk membersihkan dan desinfeksi sistem saluran akar. Suatu larutan irigasi harus memiliki beberapa syarat seperti antimikroba, tidak toksik terhadap jaringan periapikal, dan dapat melarutkan jaringan (Hosseini dkk, 2016).

Natrium hipoklorit (NaOCl) 0.5%-5.25% merupakan larutan irigasi umumnya digunakan dalam perawatan endodontik karena mempunyai aktivitas antimikrobial dan dapat melarutkan sisa jaringan pulpa (vital dan nekrotik) (Agrawal et.al., 2014;

Johnson dan Noblett, 2009). Kelemahan utama NaOCl adalah sitotoksisitasnya ketika ekstrusi ke dalam jaringan periradikuler, bau dan rasa tidak enak dan kemampuan untuk menyebabkan korosi pada benda logam (Abraham et.al., 2015). Sodium hipoklorit memecah rantai peptida dan kelompok protein chlorinate menghasilkan N- kloramin dipecah menjadi bagian lain menyebabkan kerusakan kolagen dan proteoglikan (Borzini et.al., 2016). Akibatnya, larutan hipoklorit dapat mempengaruhi sifat mekanik dentin dengan degradasi komponen dentin organik

(Qian, 2011). NaOCl dapat secara signifikan menurunkan rasio Ca/P dari dentin permukaan akar dan menyebabkan permukaan dentin berpori setelah diamati 40 detik sehingga mengakibatkan kerugian mekanis sebesar 75% (Mohammadi, 2008).

Penggunaan NaOCl tidak dapat digunakan sebagai irigasi tunggal karena tidak dapat melarutkan komponen anorganik, sehingga harus dikombinasikan dengan

Universitas Sumatera Utara 5

bahan irigasi lain berupa agen chelating untuk penyingkiran smear layer (Paul,

2014). Agen chelating seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) 15-17% telah direkomendasikan sebagai adjuvan pada terapi saluran akar (Abraham et.al.,

2015). Irigasi dengan 17% EDTA selama satu menit diikuti dengan bilasan akhir dengan NaOCl adalah metode yang paling sering direkomendasikan (Johnson dan

Noblett, 2009). EDTA efekif dalam menghilangkan smear layer dengan demineralisasi komponen anorganik dentin melalui chelation ion kalsium yang ada dalam hidroksiapatit, senyawa anorganik utama dentin (Silveira et.al., 2013 dan Paul,

2014). Sehingga kombinasi tersebut menghasilkan pembukaan lubang tubulus dentin, penghancuran dentin intertubuler, reduksi kekerasan dentin dan erosi yang kuat pada dentin (Goldberg et.al., 2004, dan Agrawal et.al., 2014).

Akibat kelemahan bahan irigasi yang sering digunakan, menggunakan bahan alami sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang dapat diharapkan menjadi lebih baik dan lebih biokompatibel. Salah satu bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan irigasi saluran akar adalah buah lerak (Sapindus rarak DC). Lerak telah digunakan sebagai bahan untuk mencuci batik, mencuci perhiasan dari logam mulia, pembersih wajah, menghilangkan jerawat, obat penyakit kulit, bahan dasar sampo serta kosmetik (Udarno dan Balitri, 2009). Khasiat farmakologik buah lerak antara lain sebagai antijamur, bakterisid dan antiinflamasi (Udarno dan Balitri, 2009).

Ekstrak buah lerak dapat digunakan sebagai alternatif saluran akar irigasi karena hampir semua persyaratan sebagai irigasi saluran akar. Kandungan utama buah lerak adalah saponin triterpenoid yang merupakan senyawa aktif permukaan

Universitas Sumatera Utara 6

bersifat sebagai surfaktan (tegangan permukaan rendah) sehingga dapat mengalir ke daerah yang tidak terjangkau dengan pembersihan secara mekanis dan bersifat sebagai deterjen yang dapat melarutkan kotoran, sehingga dihubungkan kemungkinan efek buah lerak terhadap smear layer organik dan anorganik (Udarno dan Balitri,

2009; Nevi, 2007).

Beberapa penelitian telah dilakukan pada ekstrak buah lerak sebagai alternatif irigasi saluran akar, diantaranya tegangan permukaan ekstrak etanol lerak 5% - 25% lebih rendah dibandingkan dengan NaOCl 2,5% (Nevi dan Syarifah, 2013). Ekstrak etanol lerak 6,25%, 12,5%, 25% melarutkan pulpa lebih tinggi dibandingkan dengan

NaOCl 2,5% (Nevi dan Teo, 2014). Ekstrak etanol lerak 25% dapat menghilangkan smear layer sepertiga saluran akar dan lebih efektif dibandingkan dengan 2.5%

NaOCl dengan 17% EDTA dan NaOCl 2.5% dengan 7% asam maleat (Nevi, 2017).

Beberapa penelitian juga menunjukkan keefektifan ekstrak etanol lerak sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans pada konsentrasi 0.01% (Nevi,

2009), Fusobacterium nucleatum pada konsentrasi 0.25% (Nevi, 2009),

Porphyromonas gingivalis (Nevi dan Vivi, 2014) dan bakteri Enterococcus faecalis

(Nevi dan Risya, 2009) pada konsentrasi 25%. Komponen aktif dari buah lerak berupa saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid, dan tannin (Udarno dan Balitri, 2009).

Kelima bahan aktif tersebut memiliki mekanisme yang berbeda-beda dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan uji biomassa untuk melihat aktivitas interaksi bakteri F. nucleatum dan larutan irigasi ekstrak buah lerak dan uji anti-adhesi untik melihat potensi ekstrak

Universitas Sumatera Utara 7

buah lerak dalam pencegahan adhesi bakteri ke dalam saluran akar sehingga dapat menghambat perkembangan bakteri Fusobacterium nucleatum serta uji porositas untuk melihat pengaruh secara klinis terhadap dinding saluran akar.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian beberapa hal yang dapat dirangkum :

1. Fusobacterium nucleatum sebagai salah satu bakteri biofilm dalam infeksi saluran akar. Salah satu faktor virulensi bakteri F.nucleatum adalah adhesin yang berperan dalam perlekatan sel, kolonisasi dan koagregasi.

2. Dari aspek mikrobiologis, infeksi endodonti dapat dirawat dengan prosedur kemomekanikal saluran akar. Penggunaan larutan irigasi memegang peranan penting pada proses cleaning and shapping saluran akar.

3. Larutan irigasi yang umumnya digunakan adalah Natrium Hipoklorit (NaOCl)

2,5% dan EDTA 17%. NaOCl menyebabkan kerusakan kolagen dan proteoglikan,

EDTA demineralisasi komponen anorganik dentin melalui chelation ion kalsium yang ada dalam hidroksiapatit, sehingga kombinasi keduanya dapat menyebabkan pembukaan lubang tubulus dentin, penghancuran dentin intertubuler, reduksi kekerasan dentin dan erosi yang kuat pada dentin.

4. Buah Lerak (Sapindus rarak DC) merupakan salah satu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai bahan irigasi saluran akar. Bersifat sebagai antibakteri dan deterjen yang dapat melarutkan kotoran, sehingga dihubungkan kemungkinan efek buah lerak terhadap smear layer organik dan anorganik

Universitas Sumatera Utara 8

5. Zat aktif buah lerak adalah saponin yang bekerja sebagai deterjen dan antibakteri, serta flavonoid, alkanoid, polifenol dan tannin yang juga memiliki mekanisme yang berbeda-beda dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari uraian diatas timbul pertanyaan :

1. Apakah larutan irigasi ekstrak buah lerak dapat mencegah adhesi bakteri

Fusobacterium nucleatum pada saluran akar gigi ?

2. Apakah terjadi peningkatan profil biomassa larutan irigasi ekstrak buah lerak

setelah diinteraksikan dengan bakteri Fusobacterium nucleatum?

3. Apakah larutan irigasi ekstrak buah lerak dapat menyebabkan porositas pada

dinding saluran akar gigi?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisa efek antibakteri ekstrak buah lerak terhadap

Fusobacterium nucleatum sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar gigi.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk melihat kemampuan larutan irigasi ekstrak buah lerak dalam mencegah

adhesi bakteri Fusobacterium nucleatum pada saluran akar gigi

2. Untuk menganalisis profil biomassa larutan irigasi ekstrak buah lerak setelah

diinteraksikan dengan bakteri Fusobacterium nucleatum

Universitas Sumatera Utara 9

3. Untuk mengetahui pengaruh larutan irigasi ekstrak buah lerak terhadap

pembentukan porositas pada dinding saluran akar gigi

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi/referensi tambahan tentang bahan irigasi dari ekstrak buah lerak untuk digunakan pada perawatan saluran akar bagi bidang ilmu kedokteran gigi khususnya endodontik. Hasil penelitian juga diharapkan sebagai sumbangan pada Litbang

Indonesia.

1.5.2 Manfaat Riset

Penelitian ini dapat sebagai dasar penelitian lebih lanjut tentang pengembangan ekstrak buah lerak sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar dalam rangka pengembangan penggunaan bahan irigasi alami yang memenuhi syarat bahan irigasi ideal, dengan harga yang mudah terjangkau oleh masyarakat Indonesia mengingat harga buah lerak masih tergolong murah dan mudah diperoleh, sehingga dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan primer masyarakat.

1.5.3 Manfaat Aplikatif

1. Sebagai bahan pertimbangan dokter gigi dalam pemilihan larutan irigasi selama perawatan saluran akar terutama pada kasus pasca perawatan endodontik.

2. Penelitian ini mendukung priorits utama dan fokus pembangunan

JAKSTRANAS IPTEK 2010 dalam hal pemanfaatan bahan alami untuk kesehatan

Universitas Sumatera Utara 10

gigi dan mulut khususnya bahan irigasi yang sangat dibutuhkan dalam perawatan saluran akar gigi, sebagai salah satu upaya mempertahankan gigi selama mungkin didalam mulut sehingga dapat berfungsi dalam sistem stomatognasi.

3. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan budidaya tanaman tradisional lerak (Sapindus rarak DC) sebagai bahan baku bahan irigasi dalam perawatan saluran akar gigi.

Universitas Sumatera Utara 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Peran bakteri pada infeksi periradikular telah banyak dilakukan penelitian pada berbagai literatur, dan perawatan endodontik akan terkena peluang kegagalan yang lebih tinggi jika mikroorganisme bertahan di dalam saluran akar pada saat perawatan endodontik. Bakteri dapat tersimpan di saluran akar pada area seperti isthmus, tubulus dentinal dan ramifikasi yang dapat luput dari disinfektan (Tabassum dan Farhan, 2019).

2.1 Fusobacterium Nucleatum sebagai Salah Satu Bakteri Biofilm dalam

Infeksi Saluran Akar

Keberadaan biofilm dapat memberikan keuntungan bagi komunitas bakteri dibandingkan bakteri secara tunggal. Keuntungan yang didapat diantaranya pertukaran nutrisi antar spesies bakteri, pertahanan bakteri dari keadaan lingkungan yang merugikan dan obat-obatan seperti antibiotik (Siqueira dan Rocas, 2016).

Bakteri yang berkumpul dalam biofilm dapat saling berkomunikasi. Komunikasi yang terjadi dapat berupa komunikasi intraspesies maupun antarspesies. Quorum sensing merupakan aspek penting dalam pembentukan biofilm. Quorum sensing adalah komunikasi intraspesies bakteri yang dimediasi oleh molekul rendah yang berat, yang dapat mengubah aktifitas metabolisme sel-sel tetangga dan mengkoordinasikan fungsi sel bakteri yang terdapat dalam biofilm. (Kavitha et.al., 2014).

Universitas Sumatera Utara 12

Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu bakteri yang dapat dijumpai pada biofilm yang terbentuk pada infeksi saluran akar (Mohammadi dan Shalavi,

2013). Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri yang sering diisolasi dari infeksi endodonti primer (Bolstad et.al., 1996). F. nucleatum termasuk bakteri anaerob obligat gram negatif, batang, tidak memiliki spora, non motile, panjang 5-10 µm dan ujung yang tajam, biasanya tumbuh dengan baik pada media yang mengandung trypticase, pepton, dan ekstrak ragi (Kerusuo et al, 1996). Gharbia dan Shah (1992) membagi spesies Fusobacterium ke dalam 4 subspesies, yaitu: nucleatum, polymorphum, fusiforme, dan animalis (Bolstad et.al., 1996).

Fusobacterium nucleatum adalah spesies dari genus Fusobacterium yang berasal dari famili Bacteroidaceae. Nama Fusobacterium diambil dari asalnya yaitu fusus: sebuah poros, dan bacterion: sebuah tangkai. Apabila digabungkan, maka pengertiannya adalah sebuah tangkai berbentuk poros. Istilah nucleatum berasal dari penampakan nukleasi yang frekuentif pada preparasi mikroskop cahaya dan elektron yang merupakan granul intraselulernya (Rogers, 2008). Bakteri ini merupakan anaerob, namun tumbuh dengan keberadaan 6% oksigen.

Menurut taksonominya, Fusobacterium nucleatum termasuk klasifikasi:

Domain : Bacteria

Filum : Fusobacteria

Famili : Bacteroidaceae

Genus : Fusobacterium

Spesies : Fusobacterium nucleatum

Universitas Sumatera Utara 13

Gambar 2.1 Fusobacterium nucleatum (Okomoto et.al., 2002)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sundqvist (1992), Boldstad et al.

(1996), Dahlén dan Möller (1992) dan Moraes et al.(2002), menyatakan bahwa

F.nucleatum merupakan salah satu bakteri yang paling umum diisolasi dari infeksi endodontik (Haraldson, 2005). Hal ini juga didukung penelitian oleh Guimarães et al.(2012), yang menunjukkan bahwa F.nucleatum adalah bakteri anaerob yang paling banyak ditemukan dari gigi dengan nekrosis pulpa sebanyak 67% yang dijumpai 11 spesimen dari 16 sampel (Guimaraes et.al., 2012).

Bakteri ini memproduksi asam butirat sebagai bahan utama fermentasi glukosa dan pepton, beserta lemak, yang membedakan Fusobacterium dari bakteri anaerob gram negatif lainnya (Wolter, 2012). F.nucleatum merupakan salah satu spesies bakteri nonspora yang menggunakan asam amino dalam proses katabolisme untuk menghasilkan energi dan beberapa strain F.nucleatum memerlukan peptida untuk proses pertumbuhannya (Bolstad et.al., 1996).

Fusobacterium nucleatum memiliki karakteristik khusus pada bagian membrannya. Membran yang melapisi bakteri ini terdiri dari membran luar dan

Universitas Sumatera Utara 14

membran dalam yang dipisahkan oleh periplasmic space yang merupakan lapisan peptidoglikan. Pada umumnya, membran dalam pada bakteri gram negatif mengandung lapisan fosfolipid yang simetris dengan perbandingan seimbang antara fosfolipid dan protein. Membran luar berfungsi sebagai penyaring molekul dan merupakan membran asimetrik yang mengandung fosfolipid, lipopolisakarida, lipoprotein dan protein (Bolstad et.al., 1996). Sepertiga dari massa lapisan luar

Fusobacterium adalah protein (Bolstad et.al., 1996). Lipopolisakarida dari

Fusobacterium nucleatum juga menginduksi secara cepat respon imun pada jaringan pulpa (Siqueira dan Rocas, 2016).

F.nucleatum berperan dalam desulfurasi sistein dan methionin sehingga menghasilkan ammonia, hydrogen sulfida, asam butirat dan methyl mercapthan.

Kemampuan patogenesis F.nucleatum tidak hanya sebagai bakteri tunggal namun dapat dikaitkan dengan keberadaan bakteri lain. Adanya interaksi F.nucleatum dengan jenis bakteri lain berhubungan dengan beberapa hal, diantaranya adalah kemampuan mengumpulkan glukosa dalam bentuk glukan intraseluler yang dapat digunakan sebagai sumber energi (Bolstad et.al., 1996). Apabila jumlah glukosa berkurang, maka glukosa yang ada dapat dieksresikan dari sel bakteri. Hal ini memungkinkan bakteri lain mendekati permukaan F.nucleatum dan selanjutnya berikatan dengan dinding selnya (Kolenbrander et.al., 1992). Kemampuan koagregasi

F.nucleatum dengan Candida albicans terjadi melalui ikatan protein permukaan sel bakteri dengan residu karbohidrat pada permukaan Candida albicans (Bagg., 1986).

Selain itu, F.nucleatum mampu berkoagregasi dengan P.gingivalis karena adanya

Universitas Sumatera Utara 15

ikatan karbohidrat yaitu galaktosa pada permukaan P.gingivalis dan protein lapisan luar pada F.nucleatum. (Fouad, 2009)

2.1.1 Faktor Virulensi Fusobacterium Nucleatum

Virulensi F. nucleatum disebabkan kemampuanya dalam pembentukan kolonisasi pada host, dan dapat bersaing dengan bakteri lain, resistensi terhadap mekanisme pertahanan host, serta menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap mediator inflamasi.

Tabel 2.1 Faktor virulensi F. nucleatum (Campos dan Nakano, 2006)

Sifat Efek Adhesin Perlekatan sel, kolonisasi, koagregasi OMP Koagregasi, nutrisi sel, resistensi antibiotik Kapsul Anti fagosit, menghambat makrofag Lipopolisakarida Merangsang resorpsi tulang, dan peradangan dalam eksperimen hewan. Enzim hidrolitik, hyaluronidase, Potensi kerusakan jaringan induk, dapat elastase, fibrinolisin, hemolisin, bertindak sebagai faktor penyebaran chondroitin sulphatase, fosfatase, B-laktam Superoxide dismutase dan catalase Mengurangi efek toksik dari radikal superoksida dan hidrogen peroksida Growth factors Menadione, hemin, Merangsang pertumbuhan bakteri succinate, peptida, asam amino Substansi antagonis (bakteriosin) Regulasi mikroba

Universitas Sumatera Utara 16

Menurut Sundqvist (1994), insiden F.nucleatum 48%, dan akan meningkatkan proses infeksi dari strain bakteri pigmen hitam. Bakteri ini sering ditemukan pada infeksi saluran akar primer dengan periodontitis apikalis akut (10%), periodontitis apikalis kronis (20%), dan abses apikal akut (40%) (Siqueira dan Rocas, 2016), serta pada infeksi gigi pasca endodontik (±15%) (Siqueira dan Rocas, 2016). F.nucleatum berperan dalam interaksi nutrisi interbakterial menghasilkan NH4 untuk nutrisi

Streptococcus dan Actinomyces, CO2 untuk Eikenella corrodens, formate dan H2 untuk Campylobacter (Siqueira dan Rocas, 2016). Kombinasi F.nucleatum,

Porphyromonas sp., dan Prevotella sp., akan meningkatkan faktor resiko terjadinya flare up endodontik. Hal ini disebabkan adanya sinergi antara bakteri-bakteri tersebut, sehingga meningkatkan intensitas terjadinya inflamasi pada jaringan periapikal

(Sedgley,2009).

Patogenitas F.nucleatum karena memproduksi cross reactive antigens, metabolit toksik yang dapat membunuh dan menghambat proliferase sel fibroblas, asam butirat sebagai iritan jaringan, memiliki kapsul yang tebal, dan lipopolisakarida

(LPS). Penelitian Mangan, Won, Lopatin (1984) menunjukkan F.nucleatum memproduksi faktor yang mampu menekan respon limfosit dan monosit sehingga mencegah host-protective immune reactions (Bolstad et.al., 1996). Kemampuan patologis F.nucleatum juga berkaitan erat dengan endotoksin pada dinding sel

(Leonardo et.al., 2004), produksi asam butirat yang dapat mengiritasi jaringan, dan kapsul mukopolisakarida, serta struktur dan fungsi dari OMPs (Bolstad et.al., 1996).

Universitas Sumatera Utara 17

Faktor kelangsungan hidup bakteri adalah dengan ikatan protein kolagen, protein serin, dan enzim litik serta memanfaatkan serum sebagai sumber nutrisi dengan berikatan dengan tubuli dentin (Campos dan Nakano, 2006). Pada lingkungan anaerob adanya komponen jaringan seperti hemin didalam dentin dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup F.nucleatum (Love dan Jenkinson, 2002).

Ada 5 faktor virulensi yang dimiliki Fusobacterium nucleatum untuk menjadi patogen yaitu (Siqueira dan Rocas, 2016): a. Lipopolisakarida (LPS)

Lipopolisakarida (LPS) adalah molekul amphibatik yang merupakan komponen utama dari lapisan membran luar bakteri gram negatif. Suatu sel bakteri tunggal memiliki sekitar 3,5 × 108 molekul LPS. Secara kimia, LPS dibagi menjadi tiga komponen yaitu rantai spesifik O-Polysaccaride (Antigen O), komponen inti

Oligosaccaride dan komponen glikolipid hidrofobik (Lipid A). Lipid A berada pada membran luar, dimana bagian inti dan O-antigen memanjang di bagian luar permukaan bakteri. Molekul LPS sebenarnya tidak toksik ketika berada dalam membran luar bakteri, namun ketika dilepaskan dari dinding sel, bagian beracun

(lipid A) akan melawan pertahanan host dan dapat menimbulkan respon inflamasi.

Lipid A dilepaskan dari membran luar selama multiplikasi bakteri atau setelah bakteri mati dimana LPS yang dihasilkan dalam bentuk bebas atau dalam kompleks dengan protein permukaan bakteri. Kompleks yang dibentuk oleh LPS dan protein dikenal sebagai endotoksin (Siqueira dan Rocas, 2016).

Universitas Sumatera Utara 18

Efek inflamasi yang ditimbulkan oleh LPS tergantung pada interaksinya dengan sel host dan makrofag yang menjadi kunci respons host terhadap LPS. Ketika dilepaskan, LPS akan diselubungi plasma protein (protein pembawa LPS, LBP) dan kemudian dikirim ke reseptor LPS (CD14) pada permukaan makrofag. Selanjutnya terjadi aktifasi makrofag yang timbulkan sinyal pemicu yang disebut Toll-like receptor (TLR). TLRs bertanggung jawab memberi sinyal ke seluruh komponen bakteri. Pada sebagian besar bakteri, TLR-4 terlibat dalam pengaktifasian sel oleh

LPS. Ketika LBP yang bertugas membawa LPS dan CD14 menyadari reseptor, TLR-

4 akan mengirim sinyal ke komponen makrofag yang merespon LPS Ikatan dengan reseptor akan mengaktifasi faktor transkripsi yang akan menginduksi aktifasi kode gen beberapa sitokin pro-inflamasi (Siqueira dan Rocas, 2016).

LPS bekerja menginduksi efek berikut ini:

 Aktifasi makrofag/monosit dengan cara mensintesis dan melepaskan sitokin

pro-inflamasi (IL-1β, IL-6, IL-6/CXCL8, TNF-α), prostaglandin, nitric oxide,

dan radikal bebas turunan oksigen.

 Aktifasi komplemen melalui classical pathway (dipicu oleh lipid A) dan

alternative pathway (dipicu oleh antigen O). Aktifasi komplemen

menyebabkan efek kemotastik pada sel inflamasi, dan meningkatkan

permeabilitas vascular.

 Aktifasi Hageman factor yang memicu koagulasi atau produksi bradykinin

sebagai mediator inflamasi

Universitas Sumatera Utara 19

 Menginduksi molekul leukosit melekat pada sel endotel

 Memungkinkan stimulasi mitogenic dari limfosit B dan sel epitel

 Menstimulasi differensiasi osteoklas dan resorpsi tulang dibawa LBP dan

dikirim ke CD14 pada makrofag. Sinyal pemicu akan dikeluarkan TLR-4

yang akan mengaktifasi makrofag dan menginduksi produksi sitokin

proinflamasi. b. Protein membran luar (Siqueira dan Rocas, 2016)

Sekitar 50% massa kering membran luar bakteri tersusun dari protein. Selain fungsi secara stuktural, protein membran luar (OMPS) terbukti memiliki fungsi lain, seperti mengaktifasi porin. Efek biologis yang ditimbulkan OMPS meliputi:

1. Menstimulasi makrofag dan limfosit untuk melepaskan berbagai sitokin

proinflamasi dan sitokin imunomudalator termasuk: IL-1, IL-4, IL-6, IL-

8/CXCL8, TNF-α, GM-CSF, dan INF-γ

2. Meningkatkan resistensi terhadap komplemen mediasi pembunuh dengan

mencegah aktifasi complement cascade atau dengan menghalangi pembentukan

kompleks serangan membran. c. Kapsul (Eksopolisakarida) (Siqueira dan Rocas, 2016)

Sel bakteri yang tumbuh pada lingkungan alam pada umumnya akan memproduksi eksopolisakarida. Eksopolisakarida dibentuk dari hidrat yang tinggi, gel tidak larut air, dan mungkin terdiri dari homopolisakarida atau heteropolisakarida.

Universitas Sumatera Utara 20

Efek biologis utama mereka meliputi:

1. Perlindungan terhadap fagositosis

2. Meningkatkan adhesi bakteri ke permukaan host

3. Penyediaan substrat metabolik dalam starvation periods

4. Menghambat aktifasi komplemen dan komplemen mediasi pembunuh

5. Menginduksi sintesis sitokin oleh makrofag, termasuk IL-1β, IL-6,IL-

8/CXCL8, TNF-α. d. Metabolit (butyric, propionic acid, ammonia, indole)

Beberapa produk akhir hasil metabolisme bakteri yang dilepaskan ke luar sel dapat bersifat toksik bagi sel host, menyebabkan degradasi unsur pokok matriks ekstraseluler dari jaringan ikat dan mengganggu proses pertahanan host. Berbagai metabolit yang dilepaskan bakteri Fusobacterium nucleatum diantaranya asam butirat, dan propionat, amonium, dan indole merupakan faktor virulensi (Retnowati et al, 2011). Asam butirat, propionat dan ion amonium merupakan produk hasil metabolisme Fusobacterium nucleatum yang dapat menghambat proliferasi sel fibroblas pada gingiva dan memudahkan Fusobacterium nucleatum melakukan penetrasi ke epitel gingiva (Bolstad et.al., 1996). Asam butirat juga telah menunjukkan kemampuannya dalam menghambat blastogenesis sel T dan menstimulasi produksi IL-1 (Interleukin-1) yang berkaitan dengan resorpsi tulang

(Bolstad et.al., 1996; Siqueira dan Rocas, 2016). Produk lainnya yang dihasilkan bakteri seperti indole (C8H7N)) juga dapat menjadi toksik bagi sel host (Bolstad et.al., 1996) .

Universitas Sumatera Utara 21

e. Heat-shock protein (Siqueira dan Rocas, 2016)

Heat-shock protein (HSP) adalah bagian protein yang sangat dilindungi. HSP memiliki peran utama untuk membuat bakteri tetap dapat bertahan hidup bakteri dalam kondisi stress. HSP bertindak sebagai pendamping molekul dalam mengumpulkan dan membungkus protein dan sebagai protease dalam penghancuran dan perusakan protein beracun.

HSP mempunyai peran yang berbeda yaitu :

1. Berfungsi sebagai adhesins

2. Menginduksi sintesis sitokin pro-inflamasi

3. Meningkatkan apoptosis suatu efek seperti menghambat respon antibakteri host

4. Mengerahkan efek sitotoksik menambah kerusakan jaringan

5. Membagi epitop umum dengan protein host dan menginduksi respon autoimun

patologis.

2.1.2 Adhesi Fusobacterium Nucleatum

Proses adhesi merupakan tahap awal infeksi bakteri yang berperan dalam kolonisasi bakteri pada permukaan sel host. Proses ini dipengaruhi oleh interaksi komponen permukaan bakteri dan sel inang dengan faktor lingkungan yang dapat mendukung seperti fibrinectin (suatu protein yang bersifat adhesif), fibrinogen, vitronektin dan laktoferin (Christensen dan Beachey, 1984).

Fusobacterium nucleatum mengadakan perlekatan melalui interaksi spesifik antara lipopolisakarida yang dihasilkan yang mampu larut dalam saliva.

Lipopolisakardia mempunyai kemampuan untuk mengadakan perlekatan pada

Universitas Sumatera Utara 22

struktur hidroksiapatit, serum dan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa lipopolisakarida dan F nucleatum memegang peranan penting dalam proses perlekatannya, bukan hanya pada epitel tetapi juga pada struktur gigi (Bolstad et.al.,

1996).

Pembentukan biofilm dalam dentinal tubulus membentuk ikatan berupa mikrokoloni dan co-adhesi dan koagregasi. Saat bakteri mendekati permukaan saluran akar, akan terjadi kekuatan menarik dan repulsif yang membantu dalam adhesi. Ikatan terhadap kolagen tipe I dalam invasi tubulus dentinal diperantarai oleh adhesin seperti protein pengikat kolagen serta interaksi bakteri lain dapat mempengaruhi invasi tubulus (Rosaline et.al., 2008; Love dan Jenkinson, 2002).

Adhesi F. nucleatum pada bakteri lain dan pada permukaan gigi disebabkan oleh adhesi fimbrial dan adhesi non fimbrial. Adhesi fimbrial seperti FADA penting untuk keterikatan dan invasi. F. nucleatum mengaktifkan beberapa sistem pensinyalan sel yang mengarah pada stimulasi kolagenase MMP 3 yang juga dapat membantu dalam invasi bakteri. Lima adhesin terlibat dalam pembentukan biofilm oleh F.nucleatum seperti FomA, 300-350 kDa Adhesin pengikat galaktosa, N- acetylneuraminic Acid, Spesifik F. nucleatum Adhesin, RadD (Rosaline et.al., 2008).

Bakteri F.nucleatum akan berpenetrasi lebih dalam ke tubulus dentin dengan intertubular cell growth dan tidak memerlukan pengikatan spesifik (Rosaline et.al.,

2008)

Virulensi dari Fusobacterium nucleatum paling utama dikarenakan kemampuan adhesif yang menghubungkan patogen dan sel pejamu pada awal mula

Universitas Sumatera Utara 23

infeksi. Dua adhesin, RadD dan FomA, adalah membran protein terluar yang memegang peranan interaksi interspesies dan sel pejamu. Protein ini dihubungkan dengan perkembangan biofilm karena memfasilitasi koagregasi Fusobacterium nucleatum dan bakteri lainnya seperti P. gingivalis. Suatu penelitian terbaru mendemonstrasikan tikus percobaan dengan periodontitis yang diinduksi suspensi bakteri P. gingivalis dan Fusobacterium nucleatum. Kemudian tikus percobaan ini diberikan antibodi anti-FomA dan pemberian ini menunjukkan reduksi signifikan pembentukan abses dan pembengkakan gingiva. FomA dapat dijadikan target potensial untuk vaksin lesi periodontal (Castellarin et.al., 2012).

Sebuah adhesin baru yaitu FadA, terlibat dalam perlekatan dan invasi ke sel pejamu pada Fusobacterium nucleatum. FadA memiliki dua bentuk.Jenis pertama adalah pre-FadA non-sekresi yang mengandung 129 asam amino dan terhubung dengan membran bagian dalam. Kedua adalah mFadA yang mengandung 111 asam amino dan dapat dengan mudah dipisahkan dari bakteri dengan pencucian. Pre-FadA dan mFadA bergabung dan membentuk agregat dengan berat molekul tinggi, yang diperlukan dalam perlekatan dan invasi ke sel pejamu. Faktor adhesi berikutnya adalah dimana Fusobacterium nucleatum ini dapat menginduksi Kolagenase-3

(MMP-13), sehingga Fusobacterium nucleatum dapat melekat pada sel epitel dengan menghidupkan sinyal transduksi yang berhubungan dengan kelangsungan hidup dan migrasi sel (Uitto et.al., 2005).

Universitas Sumatera Utara 24

2.2 Dentin

Dentin secara alami, terhidrasi, merupakan mineralisasi jaringan keras yang membentuk sebagian besar gigi. Dentin memiliki ribuan tubulus mikroskopis yang berdiameter antara 0.5 - 4.0 µm, dengan kepadatan tubulus dentin berkisar dari

10.000 - 96.000 tubulus per mm2 (Kishen, 2006). Dentin dewasa (matur) terdiri dari

30% kolagen bahan organik, 60% anorganik dan 10% air. Bahan anorganik dentin sebagian besar terdiri dari kristal hidroksiapatit dan garam seperti karbonat, fosfat dan sulfat dan trace element seperti F, Cu, Zn, Fe.

Persentase bahan organik sebagian besar terdiri dari 90% kolagen tipe I dan sisanya (10%) non kolagen protein seperti phospoproteins dan proteoglikan (Fawzy et.al., 2012). Kolagen tipe I berbentuk sebuah jaringan fiber tiga dimensi yang membangun matriks dentin. Dibandingkan dengan tulang, matriks kolagen dentin lebih terjalin dengan berbagai persimpangan fibril (Fawzy et.al., 2012). Kolagen pada bahan organik berfungsi memberikan daya tahan terhadap retak (crack), meningkatkan kemampuan untuk menyerap ketangguhan (toughness) dan memberikan kekuatan tarik (tensile strength). Bahan anorganik berfungsi untuk meningkatkan kekakuan (stiffness), modulus elastisitas dan kekuatan tekan

(compressive strength) (Kishen, 2006).

Universitas Sumatera Utara 25

Gambar 2.2 Tubulus Dentin

(Marshall et.al., 1999)

Persentase berat dentin lebih tinggi daripada persentase volume, dengan kepadatan dentin berkisar 2.05 - 2.30 g/cm-3 (Pashley, 2002). Sifat mekanis dentin terkait dengan kepadatan partikel mineral, jumlah dentin intertubular, dan kepadatan tubulus. Intertubular dentin adalah penghasil sekretori utama odontoblast yang terletak diantara tubulus dentin yang terdiri dari bahan organik tipe I kolagen dan anorganik kristal hidroksiapatit. Peritubular dentin terletak mengelilingi tubulus dentin dengan hipermineralisasi namun kekurangan serabut kolagen (Avery dan

Chiego, 2006).

2.3 Tindakan Irigasi dalam Perawatan Saluran Akar

Instrumentasi mekanis pada saluran akar harus selalu disertai dengan irigasi saluran akar untuk menyingkirkan mikroorganisme secara maksimum, membersihkan saluran akar dari semua jaringan nekrotik ataupun vital, produk- produk yang dihasilkan oleh bakteri dan membersihkan serpihan dentin yang menumpuk selama dan sesudah pembentukan saluran akar (shaping) (Khoroushi et.al., 2017).

Universitas Sumatera Utara 26

2.3.1 Teknik Irigasi Saluran Akar

Berbagai macam teknik irigasi saluran akar terus dikembangkan untuk pendistribusian bahan irigasi mencapai ke semua daerah saluran akar. Teknik irigasi dengan agitasi dapat diklasifikasikan dalam dua kategori besar yaitu: teknik irigasi manual dan dengan bantuan mesin. (Gu et.al., 2009).

2.3.1.1 Teknik Irigasi Manual

a. Teknik Irigasi dengan Spuit dan Jarum

Irigasi secara konvensional dengan spuit telah direkomendasikan sebagai metode pemberian bahan irigasi yang efisien sebelum adanya teknik aktivasi ultrasonik pasif. Teknik ini masih digunakan secara luas oleh dokter gigi umum dan spesialis endodonti. Pengaplikasian teknik ini dalam mendistribusikan bahan irigasi ke dalam saluran akar adalah melalui jarum dengan ukuran yang bervariasi baik secara pasif atau dengan agitasi (Parischa et.al., 2015). Beberapa jenis jarum terbaru memiliki desain ujung yang terbuka dan beberapa lainnya memiliki desain closed- ended, side vented channel (Parischa et.al., 2015).

Penggunaan spuit dengan volume 1-5 ml lebih dianjurkan dengan tujuan keamanan sewaktu irigasi dilakukan. Pengaplikasian teknik irigasi ini dengan cara jarum irigasi dibengkokkan dan posisi jarum hendaknya longgar di dalam saluran akar dengan tujuan agar terjadi refluks dari bahan irigasi dan debris akan terbawa ke koronal saluran akar (Glassman, 2011).

Universitas Sumatera Utara 27

b. Teknik Irigasi Manual dengan Brushes

Teknik ini digunakan sebagai pelengkap debridemen. Penggunaan alat ini secara tidak langsung mempengaruhi perpindahan cairan irigasi saluran akar. Suatu studi melaporkan adanya peningkatan kebersihan pada sepertiga koronal saluran akar yang diirigasi menggunakan jarum Navitip FX dengan brushes dibandingkan tanpa brushes. Namun, perbedaan tingkat kebersihan pada sepertiga tengah dan sepertiga apikal saluran akar tidak ada perbedaan secara signifikan (Guha et.al., 2012)

Gambar 2.3 Navitip FX dengan menggunakan brushes

c. Teknik Irigasi Dinamik Manual

Bahan irigasi harus kontak secara langsung dengan saluran akar untuk mendapatkan tindakan pembersihan yang efektif. Namun, bahan irigasi sulit untuk mencapai bagian apikal saluran akar karena efek vapour lock. Teknik ini menggunakan bahan obturasi saluran akar seperti gutta-percha dimasukkan ke dalam saluran akar sepanjang kerja setelah bahan irigasi diberikan pada saluran akar. Bahan irigasi diagitasi dengan menggeserkan gutta- percha dengan gerakan naik- turun.

Aliran hidrodinamik akan terbentuk dengan gerakan naik- turun yang berulang

Universitas Sumatera Utara 28

sehingga terjadi pergerakan bahan irigasi pada daerah apikal sehingga gas yang terkurung turut teragitasi (Guha et.al., 2012)

2.3.1.2 Teknik Irigasi dengan Bantuan Mesin

a. Teknik Irigasi Sonik

Teknik irigasi sonik merupakan metode yang efektif dalam mendisinfeksi saluran akar dengan bekerja pada frekuensi 1-6 kHz dan menghasilkan shear stress yang lebih rendah dibandingkan irigasi ultrasonik. Endoactivator system adalah salah satu alat irigasi sonik. Endoactivator system efektif membersihkan debris dari saluran akar lateral, menyingkirkan smear layer dan kumpulan biofilm di sekitar saluran akar yang melengkung pada gigi molar (Gu et.al., 2009). Kecepatan endoaktvator berkisar

2000–10.000 siklus / menit. Lama waktu yang direkomendasikan dari pabrik dalam mengaktifkan larutan irigasi adalah selama 30 detik sebagai pembilas akhir

(Alsalleeh, 2019).

Namun, kekurangan endoactivator adalah tipnya terlihat secara radiolusen pada ronsen foto sehingga sulit diidentifikasi jika tersisa dalam saluran akar (Gu et.al., 2009)

Gambar 2.4 Irigasi Sonik dengan endoactivator

Universitas Sumatera Utara 29

b. Teknik Irigasi Ultrasonik

Irigasi dengan ultrasonik menghasilkan frekuensi tinggi namun dengan amplitudo rendah dibandingkan dengan irigasi sonik. File tersebut didesain untuk osilasi dengan frekuensi ultrasonik antara 25- 30 kHz. Pergerakan file ultrasonik yang stabil mendukung pembersihan saluran akar. File ultrasonik ini harus bergerak bebas tanpa berkontak dengan dinding saluran akar untuk bekerja secara efektif (Gu et.al.,

2009). Irigasi ultrasonik pasif dapat menyingkirkan smear layer dan penggunaan teknik ini setelah instrumentasi dengan tangan ataupun rotary dapat mengurangi jumlah bakteri secara signifikan. Teknik ultrasonik terbukti efektif membersihkan debris dan bakteri dari saluran akar, tetapi tidak dapat melewati vapor lock pada apical (Glassman, 2011).

c. Teknik Irigasi dengan Negative Pressure

Pendekatan lain untuk memudahkan akses bahan irigasi adalah menggunakan teknik irigasi dengan tekanan negatif. EndoVac adalah salah satu alat yang menggunakan teknik irigasi bertekanan negatif. Sistem ini menggunakan prinsip tekanan negatif melalui sistem evakuasi bertekanan tinggi yang memungkinkan lewatnya bahan irigasi dengan volume yang besar. Penggunaan EndoVac menggunakan tekanan negatif mampu membersihkan lebih banyak debris secara signifikan hingga 1 mm dari panjang kerja di banding teknik irigasi konvensional.

Tekanan negatif pada apikal memungkinkan bahan irigasi sepertiga apikal dan mengatasi efek vapour lock. Teknik irigasi ini dapat membersihkan debris pada daerah apeks tanpa menyebabkan bahan irigasi ekstrusi ke apical (Glassman, 2011)

Universitas Sumatera Utara 30

Gambar 2.5 EndoVac

2.3.2 Bahan Irigasi Saluran Akar

Dalam membersihkan dan mendisinfeksi sistem saluran akar, idealnya seorang irigasi harus: memiliki spectrum antimikroba yang luas, mampu mencerna protein dan jaringan nekrotik, mencegah pembentukan lapisan smear selama instrumentasi atau melarutkan lapisan smear, tegangan permukaan rendah untuk mencapai area tidak dapat diakses oleh instrumentasi, menawarkan efek antibakteri jangka panjang, menyediakan aksi pelumas untuk instrumen saluran akar, bersifat non-antigenik, tidak beracun, dan tidak bersifat karsinogenik. Selain itu, seharusnya tidak memiliki efek buruk pada dentin atau kemampuan penutupan bahan pengisi dan nyaman untuk diterapkan (Peters, 2016 dan Borzini et.al., 2016).

2.3.2.1 Sodium Hipoklorit (NaOCl)

NaOCl 0,5% - 5,25% adalah irigasi endodontik yang paling banyak digunakan karena merupakan antimikroba yang efektif dan memiliki kemampuan melarutkan jaringan. Mekanisme kerja natrium hipoklorit adalah bahwa klorin bebas dalam

NaOCl melarutkan jaringan vital dan nekrotik dengan memecah protein menjadi

Universitas Sumatera Utara 31

asam amino (Abraham et.al., 2015). Ph tinggi (ion hidroksil, ph>11) dari sodium hipoklorit mengganggu integritas membran sitoplasma dengan menghambat kerja enzim, mengubah biosintesis pada metabolisme selular dan degradasi phospholipid.

NaOCl juga mempunyai efek merusak DNA bakteri dengan menginduksi pembentukan derivat klorin (Mohammadi, 2008).

Telah dilaporkan bahwa NaOCl 5,25% cukup kuat untuk membunuh bakteri yang umumnya terdapat pada saluran, namun konsentrasi NaOCl ini sangat toksik dan mengiritasi. Toksiksitas dari NaOCl dikarenakan tingginya sifat alkalin (pH 10,8-

12,9) dan hipertonik. Hal ini menyebabkan nekrosis, hemolysis dan ulserasi dermal

(Can et.al., 2015). Potensi alergi NaOCl telah dianalisis dalam literatur medis, beberapa kasus hipersensitivitas yang diketahui telah dilaporkan dalam literatur.

Kerugian lain dari NaOCl adalah bahwa itu mengurangi resistensi mekanik dentin. Dentin terdiri dari sekitar 20% bahan organik, sebagian besar terdiri dari kolagen tipe I, yang membentuk matriks untuk komponen anorganik. Sodium hipoklorit memecah rantai peptida dan kelompok protein chlorinate menghasilkan N- kloramin dipecah menjadi bagian lain menyebabkan kerusakan kolagen dan proteoglikan (Borzini et.al., 2016). Akibatnya, larutan hipoklorit dapat mempengaruhi sifat mekanik dentin dengan degradasi komponen dentin organic

(Qian, 2011). NaOCl dapat secara signifikan menurunkan rasio Ca/P dari dentin permukaan akar dan menyebabkan permukaan dentin berpori setelah diamati 40 detik sehingga mengakibatkan kerugian mekanis sebesar 75% (Mohammadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara 32

Penggunaan NaOCl tidak dapat digunakan sebagai irigasi tunggal karena tidak dapat melarutkan komponen anorganik, sehingga harus dikombinasikan dengan bahan irigasi lain berupa agen chelating untuk penyingkiran smear layer pada saluran akar (Paul, 2014). Agen chelating seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) telah direkomendasikan sebagai adjuvan pada terapi saluran akar (Abraham et.al.,

2015).

2.3.2.2 EDTA (Ethylenediamine tetraacetic acid)

Ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) sebagai bahan irigasi sejak tahun

1957. EDTA efektif mendemineralisasi permukaan dentin dan menghilangkan smear layer, namun tidak efektif menghilangkan debris organik dan efek anti mikrobal yang lemah (Agrawal et.al., 2014). EDTA hanya punya sedikit aktivitas antibakteri, tetapi penting dalam kemampuannya untuk menghilangkan bahan anorganik dari lapisan smear sehingga memungkinkan irigasi lainnya akses ke tubulus dentin (Stuart et.al.,

2006). Oleh sebab itu, penggunaan EDTA sering dikombinasikan dengan NaOCl

(Agrawal et.al., 2014).

Konsentrasi umum yang digunakan adalah 15-17%. EDTA meningkatkan efektivitas pembuangan lapisan smear dengan demineralisasi komponen anorganik dentin melalui chelation ion kalsium yang ada dalam hidroksiapatit, senyawa anorganik utama dentin. Proses demineralisasi ini diamati pada penelitian sebelumnya yang menggunakan 17% EDTA.

Irigasi dengan 17% EDTA selama satu menit diikuti dengan bilasan akhir dengan NaOCl adalah metode yang paling sering direkomendasikan untuk

Universitas Sumatera Utara 33

menghilangkan lapisan smear (Johnson dan Noblett, 2009). Namun, kombinasi tersebut menghasilkan pembukaan lubang tubulus dentin, penghancuran dentin intertubuler, reduksi kekerasan dentin dan erosi yang kuat pada dentin (Goldberg et.al., 2004, dan Agrawal et.al., 2014). Hasil penelitian Calt dan Serper (2002) menunjukkan bahwa irigasi dengan dengan 10 ml dari EDTA 17% selama 10 menit dapat menyebabkan erosi pada peritubular dan intertubular dentin yang berlebihan

(Agrawal et.al., 2014).

Dentin secara alami, terhidrasi, merupakan mineralisasi jaringan keras yang membentuk sebagian besar gigi. Dentin memiliki ribuan tubulus mikroskopis yang berdiameter antara 0.5 - 4.0 μm, dengan kepadatan tubulus dentin berkisar dari

10.000 - 96.000 tubulus per mm2 (Mjor, 1996; Kishen, 2006). Dentin merupakan jaringan ikat berpori karena struktur tubularnya (Campos dan Nakano, 2006). Dentin terdiri dari sekitar 20% bahan organik, sebagian besar terdiri dari kolagen tipe I, yang membentuk matriks untuk komponen anorganik. Kolagen terdiri dari struktur protein dan mempengaruhi sifat mekanik dentin. Semakin besar konsentrasi volume protein berkurang secara signifikan dampak kerusakan pada permukaan protein-mineral pada dentin (Kishen, 2006). Dentin menjadi berporous karena kehilangan mineral dentin dan denaturasi matrix kolagen (Cozta, 2017). Keseimbangan dinamis antara kekakuan dan ketangguhan sangat penting untuk mekanik stabilitas struktur biologis seperti dentin (Kishen, 2006).

Universitas Sumatera Utara 34

2.3.2.3 Klorheksidin (CHX)

Klorheksidin (CHX) dikembangkan oleh laboratorium penelitian Imperial

Chemistry Industry Ltd pada akhir tahun 1940-an. Klorheksidin merupakan cationic bisguanide yang aktif pada pH 5,5 sampai 7,0 dan bekerja dengan cara berikatan pada dinding sel bakteri yang bermuatan negatif dan kompleks ekstramikrobial (Ryan

DDDS, 2010). Klorheksidin merupakan antiseptik kuat bentuk larutan yang secara luas digunakan sebagai plaque antara 0,1% sampai 0,2%. Klorheksidin bukan merupakan bahan irigasi utama karena bahan ini tidak mampu melarutkan sisa-sisa jaringan nekrotik dan kurang efektif terhadap bakteri gram negative (Peters dan

Peters, 2016).

CHX bersifat bakteriostatik pada konsentrasi minimal 0,2% dan bakterisidal pada kosentrasi 2% sehingga CHX 2% lebih sering digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar (Zehnder, 2006). Oleh sebab itu, CHX biasanya dikombinasikan dengan bahan irigasi lain seperti NaOCl/EDTA dan digunakan sebagai final rinse (Zehnder,

2006). Umumnya khlorhexidine digunakan bersama dengan NaOCl sebagai irrigasi karena meningkatkan efektivitas protokol irigasi. Namun, ketika natrium hipoklorit dan klorheksidin dicampur, endapan yang dikenal sebagai para-kloroanilin terbentuk, yang mungkin bersifat karsinogenik, meskipun itu belum dibuktikan. Secara klinis, terlihat sebagai film berwarna oranye-coklat yang sulit dihilangkan pada struktur gigi tempat reaksi terjadi. Meskipun karakteristik klorheksidin sebagai larutan irigasi, tidak dapat digunakan sebagai standar emas irigasi endodontik karena

Universitas Sumatera Utara 35

ketidakmampuan nya untuk melarutkan sisa-sisa jaringan nekrotik dan kurang efektif pada Gram-negatif daripada pada bakteri Gram-positif.(Kumari et.al., 2012).

2.4 Buah Lerak (Sapindus rarak DC)

Lerak (Sapindus rarak DC) merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia

Tenggara yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan keadaan iklim. Tanaman ini lebih dikenal dengan nama werak/Lerak (Jawa), Rerek

(Sunda), Kalikea (Jambi), Kanikia (Minang), Lamuran (Sumatera Selatan), dan buah sabun (Tapanuli Selatan) (Heyne,1987). Menurut Heyne, 1987, taksonomi Sapindus rarak DC, termasuk ke dalam :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledonae

Bangsa :

Suku :

Marga : Sapindus

Spesies : Sapindus rarak.

Sapindus rarak DC merupakan tanaman rimba yang memiliki tinggi rata-rata

10 m, walaupun bisa mencapai tinggi 42 m dengan diameter batangnya 1 m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa pada ketinggian antara 450 sampai 1500 m diatas permukaan laut, batang berwarna putih kotor dan berakar tunggang. Daun tanaman ini majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset. Bunga lerak berbentuk tandan

Universitas Sumatera Utara 36

(racemes), melekat di pangkal, warna kuning keputihan, dan daun mahkotanya empat. Buah lerak keras, bulat diameter ± 2 cm dan berwarna kuning kecoklatan.

Permukaan buah licin atau mengkilat, bijinya bulat, keras dan bewarna hitam. Daging buah sedikit berlendir dan aromanya wangi. Buah lerak terdiri dari 73% daging buah dan 27% biji. Buah lerak sering digunakan sebagai pencuci kain batik di Jawa, biasa juga digunakan untuk mencuci emas, sebagai pembersih muka guna menghilangkan jerawat dan sebagai obat penyakit kulit terutama penyakit kudis (Heyne, 1987).

Gambar 2.6 Buah lerak dari Desa Maga, Kecamatan Panyabungan Tapanuli Selatan

Penelitian yang sudah dilakukan pada ekstrak buah lerak diantaranya, ekstrak etanol lerak memiliki efektivitas antimkroba terhadap Streptococcus mutans 0,01% dan Candida albicans 0,01% yang lebih baik dari NaOCl 5% (Nevi dan Fadhlina,

2009; Nevi dan Juni, 2011). Ekstrak etanol lerak 2,5%, 5%, 7,5%, memiliki efek analgetik (Nevi dan Fitrah, 2010), dan efek antiinflamasi 0,01% (Nevi dan Mutia,

2010). Sitotoksisitas (LC50) ekstrak etanol lerak adalah 1,25% (Siregar dan Nevi,

2011). Tegangan permukaan ekstrak etanol lerak 17,5% dan 20% sama dengan CHX

2%, dan lebih rendah pada konsentrasi 25% (Fifin dan Nevi, 2013). Tegangan

Universitas Sumatera Utara 37

permukaan ekstrak etanol lerak 5% - 25% lebih rendah dibanding NaOCl 2,5%

(Syarifah dan Nevi, 2013).

Tidak ada beda celah mikro ekstrak etanol lerak 0,01% dan saponin buah lerak 0,008% dengan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18%. Hal tersebut menunjukkan bahwa irigasi ekstrak etanol lerak 0,01% dan saponin buah lerak

0,008% dapat mengangkat smear layer sama efektifnya dengan kombinasi NaOCl

5% dan EDTA 18% (Nevi dan Elvia, 2008). Kekuatan tarik resin komposit dengan dentin yang diirigasi dengan ekstrak etanol buah lerak 0,01%, tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18%, hal ini menunjukkan ekstrak etanol buah lerak 0,001% mempunyai kekuatan perlekatan yang sama dengan kombinasi NaOCl 5% dan EDTA 18% (Widia dan Nevi, 2009).

Ekstrak etanol buah lerak 6,25%, 12,5%, 25% memiliki kemampuan melarutkan jaringan pulpa gigi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NaOCl 2,5% (Yan dan

Nevi, 2014).

Ekstrak etanol lerak 25% dapat menghilangkan smear layer sepertiga saluran akar dan lebih efektif dibandingkan dengan 2.5% NaOCl dengan 17% EDTA dan

NaOCl 2.5% dengan 7% maleic acid (Nevi, 2017). Beberapa penelitian juga menunjukkan keefektifan ekstrak etanol lerak sebagai antibakteri terhadap

Fusobacterium nucleatum pada konsentrasi 0.25% (Nevi, 2009), Porphyromonas ingivalis (Vivi dan Nevi, 2014) dan Enterococcus bacteria faecalis (Risya dan Nevi,

2009) pada konsentrasi 25%.

Universitas Sumatera Utara 38

2.4.1 Profil Komponen Aktif Ekstrak Buah Lerak dengan Uji GCMS (Gas

Chromatography Mass Spectrometry)

Tabel 2.2 Komponen aktif ekstrak buah lerak dan prediksi bioaktivasi

Tabel 2.2 Menunjukkan bahwa komponen aktif dari ekstrak buah lerak yang dapat teridentifikasi dari bahan coba ada tiga belas komponen aktif (Nevi et.al., 2019).

Komponen 6-octadecenoic acid memiliki kandungan sebanyak 27,46% merupakan komponen aktif yang memiliki kandungan yang tertinggi dalam ektrak buah lerak.

Kandungan seperti 6-Octadecenoic acid (27,46%), Dodecanamine N-Dimethyl

(19,91%), Hexadecanoic Acid (6,82%), menghambat pertumbuhan mikroba dengan merusak struktur dinding dan membran sel (Warsinah et.al., 2011).

Universitas Sumatera Utara 39

2.4.2 Senyawa Aktif Ekstrak Buah Lerak dengan Uji Fitokimia

Ada beberapa komponen senyawa aktif bahan alami pada tumbuhan, antara lain saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid dan senyawa lainnya. Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam buah lerak adalah saponin 28%, senyawa alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan dan golongan flavonoid, juga tannin. Kandungan saponin pada buah lerak yang bekerja sebagai deterjen dan antimikroba ditemukan

Dyatmiko et.al., 1983 adalah 17,5%, dan Nevi (1999) memperoleh 20%. Selain saponin, buah lerak mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol dan tannin yang memiliki efek antibakteri (Udarno dan Balitri, 2009).

2.4.2.1 Saponin

Gambar 2.7 Gambaran salah satu bagian struktur kimia dari saponin triterpen

Kandungan utama buah lerak adalah saponin triterpenoid. Struktur kimia senyawa saponin buah lerak terdiri atas glycoside (senyawa polar) dan pentacyclic triterpenoid (senyawa non polar), menunjukkan bahwa saponin termasuk golongan surfaktan (senyawa permukaan aktif) yang dapat mengalir ke daerah yang tidak terjangkau dengan pembersihan secara mekanis dan bersifat sebagai deterjen yang

Universitas Sumatera Utara 40

dapat melarutkan kotoran, sehingga dihubungkan kemungkinan efek buah lerak terhadap smear layer organik dan anorganik (Udarno dan Balitri, 2009; Nevi, 2007).

Kelompok hidrofilik (polar senyawa) dan gugus hidrofobik (senyawa non- polar) dalam buah lerak memungkinkan saponin dalam melarutkan lapisan organik yang memiliki sifat polar dan non-polar. Lapisan anorganik berasal dari komponen anorganik dentin sebagian besar mengandung kalsium hidroksiapatit dan tricalcium fosfat yang merupakan senyawa non-polar yang akan larut gugus hidrofobik

(senyawa non-polar) dari saponin dalam buah lerak.

Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba sebagai surfaktan atau deterjen yang diduga akan menyerang lapisan batas sel bakteri melalui ikatan gugus polar dan non polar (Nevi, 2011). Saponin merupakan senyawa aktif yang berperan untuk terjadinya kebocoran protein dari bakteri. Saponin masuk dan bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri sehingga membentuk ikatan polimer yang kuat, mengakibatkan porin rusak dan menurunkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga sel bakteri menurun dan nutrisi juga menurun mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhambat/mati (Meiton et,al., 2002).

2.4.2.2 Alkaloid

Alkaloid sudah digunakan berabad-abad dalam bidang medis karena diketahui mampu berperan sebagai antibakteri dengan mekanisme mengganggu penyusunan peptidoglikan pada sel bakteri sehingga pembentukan dinding sel menjadi tidak sempurna. Dinding sel suatu bakteri yang tidak terbentuk sempurna menyebabkan sel

Universitas Sumatera Utara 41

bakteri menjadi mudah lisis, dan berakhir pada kematian bakteri (Andriyani dan

Yusianti, 2014).

Alkaloid merupakan senyawa aktif yang dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel. Alkaloid berinterkalasi dengan DNA sehingga menghambat sintesis DNA dan menghambat enzim topoisomerase sel bakteri mengakibatkan kematian pada sel bakteri (Karou et.al., 2005).

2.4.2.3 Polifenol

Seyawa fenol menghambat enzim penting mikroorganisme, polifenol bekerja sebagai antibakteri dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran plasma (Fitri, 2007). Polifenol merupakan senyawa aktif yang membunuh mikroorganisme dengan mendenaturasi protein sel ikatan hidrogen yang terbentuk antara fenol dan protein yang mengakibatkan struktur protein menjadi rusak sehingga ikatan hidrogen mengganggu permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma terganggu sehingga menurunnya keseimbangan makromolekul dan ion dalam sel mengakibatkan sel menjadi lisis (Palczar, 1998).

2.4.2.4 Flavanoid

Flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dari Asam Nukleat, menghambat fungsi dari membran sitoplasma, serta menghambat metabolisme energi (Andriyani dan Yusianti, 2014). Flavonoid merupakan senyawa aktif yang dapat menghambat fungsi membran sel dengan cara

Universitas Sumatera Utara 42

mengganggu permeabilitas membran sel dan menghambat ikatan enzim ATPase dan fosfolipase.

Kandungan flavonoid juga dapat menghambat protein Fp1A dari fusobacterium nucleatum, sehingga tidak terjadi pengambilan asam amino pada sel host sehingga fusobacterium mati. Penelitian lain menyatakan bahwa flavonoid menghambat fungsi membran sel dengan cara mengganggu permeabilitas membran sel dan menghambat ikatan enzim ATPase dan fosfolipase (Li et.al., 2003).

2.4.2.5 Tannin

Tannin berperan dalam pengerutan dinding sel sehingga mengganggu permiabilitas dan menyebabkan kematian sel bakteri (Jayadi et.al., 2018). Selain itu tannin juga dapat mengikat protein adhesin yang dimiliki bakteri yang dapat merusak ketersediaan reseptor permukaan sel bakteri, membentuk kompleks senyawa irreversibel dengan prolin sehingga menghambat sintesis protein (Santoso et.al.,

2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Ferreira et al (2012) yang menyatakan bahwa pembentukan kompleks antara tannin dan protein sel merupakan hal yang membuat efek toksisitas paling signifikan.

2.5 Uji Anti-Adhesi Ekstrak Buah Lerak terhadap Bakteri F. Nucleatum

Proses adhesi merupakan tahap awal infeksi bakteri yang berperan dalam kolonisasi bakteri pada permukaan sel inang. Adhesi memperpendek jarak bakteri dengan permukaan sel inang sehingga mempermudah toksin dihasilkan oleh bakteri untuk melekat ke reseptornya. Perlekatan bakteri pada sel inang berfungsi sebagai

Universitas Sumatera Utara 43

penetap dan dapat merupakan langkah awal proses infeksi. Proses ini dipengaruhi oleh interaksi komponen permukaan bakteri dan sel host dengan faktor lingkungan

(Christensen dan Beachey, 1984).

Aktivitas interaksi (adhesi) dianalisis berdasarkan prinsip kerja pewarnaan

Gram (Nematollahi, et.al., 2003). Kedua material ini dilakukan pengukuran konsentrasi protein (F.nucleatum) dan konsentrasi komponen aktif (Ekstrak buah lerak) berdasarkan Metode Bradford (Bio-Rad) dengan menggunakan Bovine serum albumin (BSA) (Merck, Darmstadt, Germany) sebagai konsentrasi protein standar yang dianalisis dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 596 nm, berdasarkan prinsip kerja yang dilakukan oleh Gani (Gani, et.al., 2011). Uji ini bertujuan untuk melihat potensi ekstrak buah lerak sebagai anti-adhesi bakteri f.nucleatum pada dinding saluran akar

2.6 Uji Biomassa Ekstrak Buah Lerak terhadap Bakteri F. Nucleatum

Metode pengukuran biomassa dimodifikasi oleh Gani (2008). Analisis biomassa indeks merupakan prinsip dasar dari aktivitas ekstrak buah lerak terhadap bakteri F.nucleatum. Prinsip ini mengukur aktifitas fermentasi karbohidrat dan protein dalam ekstrak buah lerak oleh F.nucleatum. Aktivitas interaksi didalamnya menjadi indikator potensi ektrak buah lerak dalam menghambat perkembangan atau aktivitas fermentasi F.nucleatum atau sebaliknya, yaitu kemampuan F. nucleatum untuk tumbuh dan berkembang dalam ekstrak buah lerak, dengan asumsi ekstrak

Universitas Sumatera Utara 44

buah lerak kurang memiliki respon terhadap perkembangan F.nucleatum (Gani et.al.,

2008)

Prinsip dasar penilaian aktivitas ektrak buah lerak terhadap bakteri f.nucleatum adalah dengan menghitung nilai indeks biomassa (Bi) dengan mengukur aktivitas fermentasi karbohidrat dan protein F.nucleatum dalam ekstrak buah lerak.

Hasil analisis dilakukan pengukuran skala indeks biomassa berdasarkan persentase.

2.7 Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi

Uji porositas adalah untuk melihat pengaruh bahan irigasi ekstrak buah lerak dalam pembentukan porositas pada dinding saluran akar gigi. Setelah diaplikasikan bahan irigasi akar gigi dipotong melintang (distal-mesial atau sebaliknya) dibagian

CEJ dengan menggunakan carborundum disckemudian dilihat dengan pengukuran

Scanning Electron Microscope (SEM).

Gambar 2.8 Komponen SEM (Sumber : Inkson, 2016)

Universitas Sumatera Utara 45

SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Analisis terakhir dengan software Image-j dilakukan secara komputerisasi untuk mendapatkan distribusi jumlah porositas pada dinding saluran akar gigi.

Universitas Sumatera Utara 46

2.8 Kerangka Teori Infeksi saluran akar

Perawatan saluran akar

shapping cleaning

Bahan irigasi Teknik irigasi

Syarat bahan irigasi Mesin Jenis bahan irigasi Manual

 anti mikroba  pelarut jaringan nekrotik Alami Sintetik dan smear layer  tidak toksik  tegangan permukaanya

rendah Larutan ekstrak buah  pelumas lerak (Sapindus Rarak DC)

Saponin Flavonoid Polifenol Alkaloid Tannin

Menghancurkan Menghambat merusak Mengganggu penyusunan mengikat permeabilitas sintesis dan membran peptidoglikan, bakteri protein adhesin dinding sel dan metabolisme energi plasma mudah lisis bakteri sebagai surfaktan

Mencegah peningkatan indeks ? Fusobacterium Mencegah pembentukan biomassa Nucleatum porositas pada permukaan saluran akar Mencegah perlekatan bakteri pada permukaan saluran akar

Universitas Sumatera Utara 47

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kemampuan Adhesi

Fusobacterium Nucleatum ATC 25586  Ekstrak buah lerak 6.25%  Ekstrak buah lerak 12.5%  Ekstrak buah lerak 25% Indeks biomassa terhadap  EDTA 17% dan NaOCl 2,5% Fusobacterium Nucleatum ATC 25586  Salin Waktu Inkubasi Porositas Dinding Saluran Akar 24, 48 , 72

Jam 37°C

Fusobacterium nucleatum sering ditemukan pada infeksi saluran akar primer dengan periodontitis apikalis akut (10%), periodontitis apikalis kronis (20%), dan abses apikal akut (40%) serta pada infeksi gigi pasca endodontik (±15%) (Siquera dan

Isabela, 2016). Berbagai jenis bahan irigasi digunakan sebagai irigasi pada saluran akar untuk mengeliminasi bakteri yang terdapat di saluran terutama pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodontik.

Larutan irigasi memainkan peranan besar dalam desinfeksi saluran akar. Sistem saluran akar yang kompleks, invasi bakteri dalam tubulus dentin, pembentukan smear

Universitas Sumatera Utara 48

layer selama instrumentasi merupakan hambatan dalam mencapai tujuan utama dari cleaning dan shaping sistem saluran akar (Abraham, 2015).

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari uraian yang telah disebutkan di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah :

1. Ekstrak buah lerak dapat mencegah adhesi Fusobacterium nucleatum pada

saluran akar gigi.

2. Tidak terjadi kenaikan profil biomassa ekstrak buah lerak setelah

diinteraksikan dengan Fusobacterium nucleatum

3. Ekstrak buah lerak tidak menyebabkan pembentukan porositas pada dinding

saluran akar gigi.

Universitas Sumatera Utara 49

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah Eksperimental Laboratorium dengan rancangan post-test only control group design

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian :

1. Perlakuan sampel sampai preparasi saluran akar dilakukan di

Laboratorium Mikrobiologi FKH Universitas Syiah Kuala

2. Laboratorium Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

Tempat ini memiliki alat dan sarana yang lengkap dalam menunjang

keperluan untuk penelitian.

4.2.2. Waktu penelitian : Juli-Agustus 2019

4.3. Sampel Penelitian

Gigi - gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi dan diperoleh dari

Departemen Bedah Mulut FKG USU dan praktek dokter gigi di Kotamadya Medan dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Mahkota gigi masih utuh

2. Gigi berakar satu dan memiliki satu saluran akar

3. Akar gigi relatif lurus

Universitas Sumatera Utara 50

4. Tidak ada karies pada akar

5. Tidak ada crack pada akar

6. Apeks gigi telah tertutup sempurna

7. Panjang gigi dipilih antara 15-18 mm

Kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Gigi yang sebelumnya sudah direstorasi resin komposit

2. Terdapat lesi white spot pada enamel

3. Gigi yang sebelumnya sudah pernah dilakukan perawatan endodontik.

4.3.1 Besar Sampel

Penelitian eksperimen dengan simple random sampling, berdasarkan jumlah minimal yang ditetapkan rumus Federer (1955), secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :

(t-1) (r-1) ≥ 15 t = banyaknya kelompok perlakuan

(5-1) (r-1) ≥ 15 r = jumlah sampel

4r - 4 ≥ 15

r ≥ 4.75

Dari perhitungan di atas, diperoleh r ≥ 4.75 artinya besar sampel untuk tiap kelompok dibulatkan menjadi r ≥ 5, 20 gigi sampel diberi nomor kemudian dikelompokkan secara interval dan menjadi 5 kelompok, yaitu:

Kelompok A: 5 sampel gigi dengan larutan irigasi ektrak buah lerak 6.25%

Kelompok B: 5 sampel gigi dengan larutan irigasi ekstrak buah lerak 12.5%

Kelompok C: 5 sampel gigi dengan larutan irigasi ektrak buah lerak 25%

Universitas Sumatera Utara 51

Kelompok kontrol positif: 5 sampel gigi dengan larutan irigasi EDTA 17%+NaOCl

2,5%

Kelompok kontrol negatif: 5 sampel gigi dengan larutan irigasi salin

4.4 Variabel dan Definisi Operasional

4.4.1 Variabel Penelitian

4.4.1.1 Variabel Bebas

Ekstrak buah lerak dengan konsentrasi 6.25%, 12.5, 25%, NaOCl 2.5% dan EDTA

17%, salin.

4.4.1.2 Variabel Terikat a. Kemampuan adhesi F.nucleatum b. Aktifitas biomassa terhadap F.nucleatum c. Porositas dinding saluran akar

4.4.1.3 Variabel Terkendali

a. Gigi premolar mandibula dengan kriteria inklusi

b. Jenis dan bentuk mata bur : bur open

c. K-file No. 10 dan 15

d. Preparasi saluran akar menggunakan teknik crown down hingga 25/.06

e. Larutan saline dengan volume 5ml setiap pergantian file dengan jarum

irigasi 30G.

f. Paper point

g. Media pertumbuhan Bakteri

Universitas Sumatera Utara 52

h. Sterlisasi alat, bahan coba dan media

i. Fusobacterium nucleatum ATC 25586

j. Media pertumbuhan (Chromagar)

k. Waktu pembiakan Fusobacterium nucleatum

l. Waktu 24, 48 dan 72 jam

m. Suhu inkubasi (37°C)

n. Konsentrasi etanol yang dipakai (96%)

o. Waktu perkolasi

p. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (20 tetes/ menit)

q. Suhu penguapan rotavapor

r. Asal buah lerak

s. Cara penyimpanan bahan coba sebelum perlakuan penelitian

t. Waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba

u. Sterilisasi alat, bahan coba dan media

v. Teknik pengisolasian dan pengkulturan

w. Keterampilan Operator

4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali

a. Masa / jangka waktu pencabutan gigi premolar mandibula sampai diberikan perlakuan b. Geografis tempat tumbuh lerak (kondisi tanah, iklim, curah hujan dan lingkungan sekitar tanaman) c. Perlakuan terhadap buah lerak selama tumbuh d. Umur buah lerak

Universitas Sumatera Utara 53

e. Suhu dan lamanya waktu penyimpanan buah lerak setelah dipetik dari pohon sampai ekstraksi buah lerak f. Lama waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba sampai ke Laboratorium

4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Terikat: Variabel Bebas a. Kemampuan adhesi bakteri

Ekstrak buah lerak 6.25%, 12.5%, F.nucleatum 25%, NaOCl 2,5% dan EDTA 17%, b. Indeks biomassa terhadap bakteri F.nucleatum salin c. Porositas dinding saluran Variabel Terkendali akar

a. Gigi Premolar mandibula dengan kriteria inklusi b. Jenis dan bentuk mata bur : bur open c. K-file No. 10 dan 15 d. Preparasi saluran akar menggunakan teknik crown Variabel Tidak Terkendali down hingga 25/.06 e. Paper point a. Masa / jangka waktu pencabutan f. Media pertumbuhan Bakteri gigi premolar mandibula sampai g. Sterlisasi alat, bahan coba dan media diberikan perlakuan h. Fusobacterium nucleatum ATC 25586 b. Geografis tempat tumbuh lerak

i. Media pertumbuhan (Chromagar) (kondisi tanah, iklim, curah hujan j. Waktu pembiakan Fusobacterium nucleatum dan lingkungan sekitar tanaman) k. Waktu 24, 48 dan 72 jam c. Perlakuan terhadap buah lerak l. Suhu inkubasi (37°C) selama tumbuh m. Waktu perkolasi d. Umur buah lerak n. Konsentrasi etanol yang dipakai (96%) e. Suhu dan lamanya waktu o. Kecepatan tetes cairan dalam perkolator (20 tetes/ penyimpanan buah lerak setelah menit) dipetik dari pohon sampai p. Suhu penguapan rotavapor ekstraksi buah lerak q. Cara penyimpanan bahan coba sebelum perlakuan f. Lama waktu dan suhu saat penelitian pengiriman dari bahan coba

r. Asal buah lerak sampai ke Laboratorium s. Waktu dan suhu saat pengiriman dari bahan coba t. Sterilisasi alat, bahan coba dan media u. Teknik pengisolatian dan pengkulturan v. Keterampilan Operator

Universitas Sumatera Utara 54

4.4.3 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi operasional, alat ukur, satuan ukur dan skala ukur dari variabel bebas NO VARIABEL DEFENISI ALAT SATUAN SKALA

BEBAS OPERASIONAL UKUR UKUR UKUR

1 Ekstrak buah Ektrak yang diperoleh dari Gelas mililiter Nominal lerak dalam proses ekstraksi buah lerak dan ukur berbagai proses pengerjaan dengan konsentrasi pelarut etanol dan pengenceran (6.25%, 12.5% dengan metode dilusi dimulai dan 25%) dari konsentrasi 100%. Kemudia dilakukan pengenceran dengan larutan

H2O untuk mendapatkan konsetrasi ekstrak buah lerak 6.25%, 12.5% dan 25%

Tabel 4.2 Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur dari variabel terikat

VARIABEL DEFINISI CARA UKUR HASIL SKALA TERIKAT OPERASIONAL UKUR UKUR

Adhesi bakteri Aktivitas interaksi (adhesi) Hasil pewarnaan nanometer rasio F.nucleatum dianalisis berdasarkan prinsip di analasisis kerja pewarnaan Gram yang berdasarkan dianalisis dengan optical density spektrofotometri pada panjang (OD) pada gelombang 620 nm, bertujuan Spektrofotometri untuk melihat potensi ekstrak ELISA reader buah lerak sebagai anti-adhesi dengan panjang

Universitas Sumatera Utara 55

bakteri F.nucleatum pada gelombang 620 dinding saluran akar. nm

Profil Indeks Berat massa larutan ekstrak Indeks biomassa miligram rasio Biomassa buah lerak sebelum dan dilakukan sesudah diinteraksikan dengan penimbangan F.nucleatum. Aktivitas dengan interaksi didalamnya menjadi Timbangan indikator potensi ektrak buah analitik sebelum lerak dalam menghambat dan sesudah perkembangan atau aktivitas inkubasi fermentasi F.nucleatum atau sebaliknya

Porositas Porositas yang terbentuk pada Permukaan gigi mm/pic rasio dinding saluran permukaan dinding saluran yang sudah di dengan akar akar gigi setelah diberikan belah diperiksa ukuran perlakuan dan dilihat dengan dengan Scanning nanometer menggunakan SEM setelah Electron gigi dipotong melintang Mikroscope dengan carborundum disc (SEM) untuk melihat gambaran porositas dinding saluran akar

4.5 Alat dan Bahan Penelitian

4.5.1 Alat

 Bur endo accsess (Dentsply, Switzerland)

 K-file #10 (Dentsply, Switzerland)

 Rotary file ukuran 10/.04, 15/.05, 20/.05, 25/.06 (VDW, Germany)

Universitas Sumatera Utara 56

 Spuit 5 ml untuk irigasi (Terumo, Filiphina)

 Irrigation needle 30G, two-side vented (CK-jet, Germany)

 Endoaktivator (Dentsply, Switzerland)

 Cawan petri (Pyrex, Japan)

 Labu Erlenmeyer (Pyrex, Japan)

 Jarum ose (Heinz Heren, Germany)

 Timbangan digital (HWH, China)

 Gelas ukur (Pyrex, Japan)

 Pipet tetes (Iwaki, Japan)

 Batang L / batang sebar

 Colony counter (Suntex)

 Tabung reaksi (Pyrex, Japan)

 Rak Tabung (China)

 Kaca Preparat ( Object glass)

 Pipet eppendorf + tip (Eppendorf, USA dan Gilson, France)

 well plate ( corning )

 Vortex ( Rotemixer )

 Mikroskop cahaya ( Olympus type BX 41, Germany)

 Tabung durham

 lampu spiritus

Universitas Sumatera Utara 57

4.5.2 Bahan

 Larutan ekstrak buah lerak 6.25% (Desa Maga, Kec. Panyabungan

Tapanuli Selatan, Indonesia

 Larutan ekstrak buah lerak 12.5%

 Larutan ekstrak buah lerak 25%

 Larutan irigasi NaOCl 2.5%+EDTA 17% (OneMed)

 Larutan irigasi salin

 Fusobacterium nucleatum ATCC 25586

 Chromagar VRE (Difco, USA)

 Etanol 98% 2 liter (Kimia Farma, Indonesia)

 Alkohol 70% 0,5liter (Kimia Farma, Indonesia)

 Aquades 0,5 liter (Kimia Farma, Indonesia)

 Pewarnaan gram (Kimia Farma, Indonesia)

- Kristal violet

- Lugol

- Safarin

 Larutan Mc. Farland (1,5x108 CFU/ml)

- Asam Sulfat (H2SO4) 1% 99,5ml)m

- Barium Klorida (BaCl) 1% 0,5 ml

 Phosphate Buffer Saline (PBS) (Kimia Farma, Indonesia)

- Nacl 8,0 gr

Universitas Sumatera Utara 58

- KCL 0,2 br

- Na2HPO12H2O 3,49 gr

- KH2PO4 0,2 gr

 Larutan NaCL 0,9% (Kimia Farma, Indonesia)

 Aluminium Foil (Total Wrap, Indonesia)

 Kertas saring (Whatman, England)

 Kertas label

 Alat tulis

 Handscoon (Sensi, Japan)

 Masker (Sensi, Japan)

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Sterilisasi Alat

Sebelum prosedur penelitian dilakukan, semua alat dan bahan harus dalam keadaan steril. Alat yang berbahan kaca dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan kedalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit untuk disterilkan. Setelah itu alat dikeluarkan dari autoklaf dan disimpan ditempat yang kering. Alat ini sepeti jarum ose disterilkan menggunakan api pijar dan lampu spiritus dan kaca preparat menggunakan alkohol 70%.

4.6.2 Persiapan Larutan Ekstrak Buah Lerak

Prosedur ekstraksi dilakukan berdasarkan penelitian terdahulu oleh Nevi Yanti, 1999.

Buah lerak dicuci di bawah air mengalir, ditimbang 940 gram, daging buah dipotong

Universitas Sumatera Utara 59

dengan lebar ± 3 mm, dikeringkan dalam lemari pengering, suhu ± 40oC, selama seminggu. Potongan buah kering ditimbang 600 gram, dihaluskan, diayak dan diperoleh serbuk 520 gram, disimpan dalam wadah plastik tertutup. Tambahkan 800 ml etanol 70% untuk maserasi lalu disimpan dalam wadah tertutup dan didiamkan selama 3 jam. Massa dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan hati-hati sambil sesekali ditekan, tuangkan 200 ml etanol 70%, disaring dengan selapis kertas saring. Biarkan sampai cairan mulai menetes dengan kecepatan ± 20 tetes/menit, perkolator ditutup, dibiarkan selama 24 jam. Tambahkan etanol berulang- ulang hingga diperoleh selapis cairan penyari diatas simplisia (Depkes RI, 2009).

Perkolat diuapkan dengan vacuum rotavapor pada suhu tidak lebih dari 50°C sampai diperoleh ekstrak kental konsistensi seperti madu. Ekstrak disimpan di dalam botol kaca pada tempat yang sejuk sebelum dilakukan uji antibakteri.

a b c

Universitas Sumatera Utara 60

e d f e

g h i g f f f Gambar 4.1 Pembuatan Ekstrak buah lerak, a. pencucian buah lerak,e b. penimbangan buah lerak,e c. e pemotongan daging buah lerak, d. lemari pengering, e. potongan lerak yang sudah kering, f. potongan lerak dihaluskan, g. simplisia lerak, h. simplisia didalam perkulator, i. Vaccum rotavapor

4.6.3 Kultur Fusobacterium Nucleatum

Kultur dilakukan dengan teknik goresan T ( streak T ). Kultur Fusobacterium nucleatum dilakukan pada media Chromagar VRE. Cawan petri dibagi menjadi 3 bagian menggunakan spidol marker. Cara mengkultur adalah dengan memanaskan jarum ose dan ditunggu dingin, kemudian mengambil 1 ose biakan murni untuk diinokulasi didaerah 1, yaitu separuh cawan dengan goresan zig-zag. Kemudian dipanaskan kembali jarum ose dan ditunggu hingga dingin, lalu dilanjutkan dengan goresan zig-zag pada daerah 2 yang agak tegak lurus dengan goresan pertama,

Universitas Sumatera Utara 61

kemudian dilanjutkan goresan zig-zag pada daerah 3 dengan goresan kedua. Cawan petri yang telah digoreskan bakteri kemudian ditutup rapat dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C dalam suasana anaerob (mchugh, 2004), selanjutnya disetarakan dengan Mc Farland 0,5 atau setara dengan kosentrasi 1,5x108 CFU/ml.

4.6.4 Uji Anti-Adhesi F. Nucleatum

Prinsip interaksi-adhesi berbasis waktu inkubasi pada microplate 96-well berdasarkan prinsip kerja Gamble (Gamble & Muriana, 2007) yang dimodifikasi menggunakan pewarnaan kristal violet dan safranin. Serial triplo microplate 96-well dilapisi dengan 50 µl Mueller-Hinton Broth (MHB) (Thermo Fisher Scientific Inc,

Oxoid, UK) selamat 15 menit dan disedot. Kemudian di tambahkan 50 µl F. nucleatum dan dinkubasi selama 15 menit dalam temperatur ruangan, selanjutnya ditambahkan material uji 100 µl dan dan diinkubasi selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam yang diadaptasi dari penelitian Bachtiar (Bachtiar, et.al., 2015) Selanjutnya semua sisa material uji (F.nucleatum+larutan irigasi) dalam microplate disedot, kemudian dibiarkan selama 10 menit dalam temperatur ruangan dan kedalamnya masing-masing diberikan 50 µl kristal violet 2% selama 5 menit dan dicuci dengan

PBS (Phosphate Buffer Saline) (Merck, Darmstadt, Germany) 2 kali.

Selanjutnya diberikan larutan lugol selama 1 menit dan dicuci dengan PBS. Sisa metabolisme sel yang bukan sel bakteri dilarutkan dengan alkohol 96% selama 20 detik sampai zat warna hilang. Selanjutnya diberikan larutan safranin 50 µl selama 2 menit dan dicuci kembali dengan PBS. Aktivitas anti adhesi larutan irigasi terhadap

Universitas Sumatera Utara 62

sel F. nucleatum pada dasar microplate dinilai dengan Spektrofotometri Elisa reader

(Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA) pada panjang gelombang 620 nm (Gani et.al.,

2009) .

Observasi massa adhesi: Massa antiadhesi ekstrak buah lerak terhadap F. nucleatum yang terbentuk pada setiap dasar sumur microplate selanjutnya di tambahkan dengan 100 µl gliserol selama 24 jam guna menjaga kelembaban. Visualisasi dengan menambahkan 10 µl minyak emersil pada setiap well plate untuk diamati dibawah mikroskop cahaya pada pembesaran 1000x yang didukung oleh Softwere Optilab Viewer (Miconus Transdata

Nusantara, Jakarta Indonesia) yang diadaptasi dari Gani (2017).

a b c

d e f

Gambar 4.2 Uji Anti-adhesi. a.Material uji larutan irigasi saluran akar, b. larutan irigasi di mikroplate 96 well, c. Inkubasi selama 24, 48 dan 72 jam, d. 50 µl kristal violet 2%, e. larutan safranin 50 µl , f. alat ukur spektropotometri

Universitas Sumatera Utara 63

4.6.5 Uji Biomassa F.Nucleatum

Metode pengukuran biomassa protein dimodifikasi oleh Gani (2008). Botol sebelum diberikan larutan irigasi ataupun bakteri dilakukan penimbangan terlebih dahulu dengan timbangan analitik. Larutan irigasi dari masing-masing kelompok dipersiapkan, kemudian diambil 3ml dalam berbagai konsentrasi dalam botol sediaan dan dilakukan penimbangan sebelum inkubasi. Perlakuan ini diulang pada larutan irigasi masing-masing kelompok yang diinteraksikan dengan F.nucleatum 50 µl.

Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam, kemudian dilakukan penimbangan kembali. Nilai timbangan (g/ml) menjadi indikator biomassa sebelum dan sesudah diinteraksikan dengan F.nucleatum.

A= X1-Y

B= X2-Y C= A-B

Keterangan : A= nilai biomassa sebelum inkubasi

B= nilai biomassa per massa inkubasi

C= nilai total biomassa

X1= nilai botol sesudah pemberian larutan irigasi

X2= nilai sesudah inkubasi

Y = nilai botol sebelum pemberian larutan irigasi

Universitas Sumatera Utara 64

a b c

Gambar 4.3 Uji Biomassa. a.Persiapan kelompok material uji larutan irigasi, b. Inkubasi selama 24, 48 dan 72 jam, c. alat ukur timbangan analitik (g/ml)

4.6.6 Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi

4.6.6.1 Persiapan Sampel Gigi

Sampel berjumlah 25 gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi kemudian dibersihkan secara manual dan ultrasonic scaler, selajutnya sampel dimasukkan kedalam wadah plastik yang berisikan larutan saline dan dibiarkan dalam keadaan terendam suhu ruangan. Selanjutnya sampel dibagi menjadi 5 kelompok secara random dan setiap kelompok berjumlah 5 sampel, kemudian akses kavitas.

a b

Gambar 4.4 Pembersihan sampel, a. pembersihan sampel dengan ultrasonic scaler, b. sampel dibagi menjadi 5 kelompok

4.6.6.2 Pemodelan Perawatan Saluran Akar Gigi

Gigi dibuat outline form untuk preparasi akses kavitas dengan bur open access

(Dentsply, Switzerland). Gigi yang telah dipersiapkan untuk pemodelan secara in

Universitas Sumatera Utara 65

vitro selanjutnya dilakukan sterilisasi di dalam autoclave selama 18 jam pada suhu

370C. Kemudian dimasukan 100 µl medium BHI ke masing-masimg gigi perlakuan, selanjutnya diinkubasi selama 1,5 jam, kemudian dibuang dan dibilas dengan salin.

Selanjutnya masing-masing disuntikkan 25 µl F.nucleatum kedalam semua kelompok perlakuan. Selanjutnya gigi diinkubasi dalam inkubator suasana an-aerob selama 6 jam. Selanjutnya terhadap semua gigi dari semua kelompok dilakukan pemodelan saluran akar.

Penentuan panjang kerja dengan bantuan alat ukur kaliper. Ukur panjang gigi dari mahkota sampai ujung akar dengan kaliper, kemudian dikurangi 1 mm. Selanjutnya negosiasi saluran akar dengan bantuan K-file no. 10 (Dentsply, Switzerland). Irigasi saluran akar menggunakan jarum suntik 5 ml dengan tipe jarum two-side vented dan ukuran 30 G, sesuai dengan masing-masing kelompok perlakuan, yaitu:

 Kelompok I: Irigasi awal dengan 5ml ekstrak buah lerak 25% selama 60

detik, irigasi antara instrumen dengan 3ml ekstrak buah lerak 25% dan irigasi

akhir dengan 5ml ekstrak lerak 25% dan diaktivasi dengan Endoactivator

selama 60 detik. Bilas dengan 2ml saline.

 Kelompok II: Irigasi awal dengan 5ml ekstrak buah lerak 12,5% selama 60

detik, irigasi antara instrumen dengan 3ml ekstrak buah lerak 12,5% dan

irigasi akhir dengan 5ml ekstrak lerak 12,5% dan diaktivasi dengan

Endoactivator selama 60 detik. Bilas dengan 2 ml saline.

Universitas Sumatera Utara 66

 Kelompok III Irigasi awal dengan 5ml ekstrak buah lerak 6,25% selama 60

detik, irigasi antara instrumen dengan 3ml ekstrak buah lerak 6,25% selama

dan irigasi akhir dengan 5ml ekstrak lerak 6,25% dan diaktivasi dengan

Endoactivator selama 60 detik. Bilas dengan 2 ml saline.

 Kelompok IV: Irigasi awal dengan 5 ml 2,5% larutan NaOCl selama 60 detik,

Setiap pergantian file dilakukan irigasi dengan 3ml larutan NaOCl 2,5% dan

irigasi akhir di aktivasi dengan endoaktivator selama 60 detik. Kemudian

bilas dengan larutan 2ml salin. Selanjutnya irigasi dengan 5ml EDTA 17%

selama 60 detik. Kemudian bilas kembali dengan larutan 2 ml salin.

 Kelompok V: Irigasi awal dengan 5ml saline selama 60 detik, irigasi antara

instrumen dengan 3 ml saline dan irigasi akhir dengan 5 ml saline dan

diaktifasi dengan Endoactivator selama 60 detik. Bilas dengan 2 ml saline.

Gigi dari semua kelompok dipreparasi dengan menggunakan file Mtwo dari file

#10.04 sampai #25.06 (VDW, Germany). Irigasi, kemudian keringkan dengan paper point. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Setelah diinkubasi, seluruh gigi yang telah diisi material uji selanjutnya disheker selama 5 menit pada

200 rpm.

Universitas Sumatera Utara 67

a b c

d e f

Gambar 4.5 Pemodelan perawatan saluran akar gigi, a. Persiapan sampel, b. disuntikkan 25 µl F.nucleatum, c. Inkubasi f.nucleatum, d. Preparasi saluran akar dengan rotary instrumen, e. Irigasi saluran akar dengan material uji, f. Inkubasi 24, 48 dan 72 jam

4.6.6.3 Pemeriksaan Porositas dengan SEM

Persiapan spesimen Gigi: Sebanyak 25 gigi gigi premolar mandibula yang sudah dipreparasi kemudian disimpan dalam larutan gliserol, kemudian dibilas dengan larutan PBS selama 10 detik. Akar gigi dipotong vertical dalam arah mesial distal dengan menggunakan carborundum disc. Saat dilakukan pemotongan, gigi dibilas dengan akuades agar berada dalam kondisi yang basah sehingga memudahkan dalam pemotongan. Setelah itu, spesimen gigi yang sudah siap dimasukkan ke dalam wadah steril (vial) yang berisi larutan gliserol untuk menjaga kelembaban email gigi

(Pagliaro & Rossi, 2010).

Universitas Sumatera Utara 68

Pemeriksaan Spesimen dengan SEM:

1. Sampel diletakkan pada lantai vakum dan berada tepat ditengah-tengah lantai.

Ketinggian sampel harus sesuai dengan kalibrasi standard.

2. Kemudian alat dihidupkan dengan daya 20 kV.

3. Sampel digeser secara perlahan untuk mendapatkan daerah yang akan difoto pada layar SEM.

4. Brightness, contrast dan focus disesuaikan sampai didapatkan gambaran yang baik.

5. Pengambilan foto dilakukan dengan pembesaran 1K

6. Penilaian porositas dengan analisis Software Image-j dilakukan secara komputerisasi untuk mendapatkan hasil jumlah porositas.

a b

c

Gambar 4.6 Uji Porositas. a. Akar gigi di potong melintang dengan carborundum disc, b. Kelompok sampel, c. Hasil pemotongan

Universitas Sumatera Utara 69

4.7 Analisis Data

Data yang diperoleh pada uji anti adhesi dianalisis secara statistik dengan one way anova dan kruskal wallis. Berdasarkan tes normalitas data anti adhesi berdasarkan kelompok material uji dianalisis dengan kruskal wallis dan statistik lanjutan dengan mann-whitney test, sedangkan anti adhesi berdasarkan waktu inkubasi dianalisis dengan one way anova dan statistik lanjutan dengan LSD.

Data yang diperoleh pada uji biomassa dianalisis secara statistik dengan one way anova dan kruskal wallis. Berdasarkan tes normalitas data indeks biomassa berdasarkan kelompok material uji dianalisis dengan one way anova dan statistik lanjutan dengan LSD, sedangkan indeks biomassa berdasarkan waktu inkubasi dianalisis dengan kruskal wallis dan statistik lanjutan dengan mann-whitney test.

Data yang diperoleh pada uji porositas dinding saluran akar gigi dianalisis secara statistik dengan one way anova. Berdasarkan tes normalitas data porositas dinding saluran akar gigi berdasarkan kelompok material uji dan waktu inkubasi dianalisis dengan one way anova dan statistik lanjutan dengan LSD.

Universitas Sumatera Utara 70

4.8 Alur Penelitian

Uji Anti Adhesi

Persiapan microplate 96-well sebagai wadah pemeriksaan anti adhesi

Tambahkan F.nucleatum kedalam microplate dan diinkubasi selama 15 menit

Selanjutnya ditambahkan material uji 100 µl

Larutan ekstrak Larutan ekstrak Larutan ekstrak Larutan EDTA Larutan NaOCl Larutan NaOCl buah lerak buah lerak buah lerak 25% 17% 2,5% 2,5%+EDTA 6.25% 12,5% 17%

Inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Pemeriksaan aktivitas anti-adhesi pada dasar microplate dengan Spektrofotometri Elisa reader

Analisis Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara 71

Uji Biomassa

Persiapan timbangan analitik sebagai pengukuran biomassa

Penimbangan biomassa semua material uji sebelum inkubasi

Selanjutnya ditambahkan F. nucleatum 50 µl kedalam material uji

Larutan ekstrak Larutan ekstrak Larutan ekstrak Larutan EDTA Larutan NaOCl Larutan NaOCl buah lerak buah lerak buah lerak 25% 17% 2,5% 2,5%+EDTA 6.25% 12,5% 17%

Inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Pemeriksaan aktivitas biomassa sesudah inkubasi

Analisis Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara 72

Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi

Persiapan gigi sebagai model infeksi saluran

akar gigi oleh F.nucleatum

memasukkan F.nucleatum kedalam

saluran akar dan diinkubasi selama 6 jam

Permodelan Perawatan saluran akar

Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan NaOCl Larutan salin lerak 6.25% dengan lerak 12.5% dengan lerak 25% dengan 2.5%+EDTA 17% dengan F.nucleatum F.nucleatum F.nucleatum dengan F.nucleatum F.nucleatum

Inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Pemeriksaan porositas dinding saluran akar gigi

Analisis Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara 73

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini menjelaskan bioaktivitas larutan irigasi ekstrak buah lerak terhadap dinding saluran akar gigi dikaitkan dengan patogenesis infeksi

Fusobacterium nucleatum. Uji ini berhubungan dengan respon adhesi Fusobacterium nucleatum, indeks biomassa F.nucleatum dan porositas dinding saluran akar gigi terhadap bahan coba. Analisis statistik penelitian ini dilakukan untuk memperoleh nilai kemaknaan antara satu variabel dengan variabel lainnya dalam satu metode perlakuan sekaligus menilai hubungan antar variabel tersebut. Semua perlakuan tersebut untuk menguji pengaruh larutan irigasi ekstrak buah lerak dikaitkan dengan indek virulensi F.nucleatum. Berikut dilaporkan hasil penelitian berdasarkan analisis metode kerja masing-masing.

Universitas Sumatera Utara 74

5.1 Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi terhadap Fusobacterium

Nucleatum

Aktivitas interaksi (adhesi) dianalisis berdasarkan prinsip kerja pewarnaan

Gram (Nematollahi, et.al., 2003). Kedua material ini dilakukan pengukuran konsentrasi protein (F.nucleatum) dan konsentrasi komponen aktif (Ekstrak buah lerak) berdasarkan Metode Bradford (Bio-Rad) dengan menggunakan Bovine serum albumin (BSA) (Merck, Darmstadt, Germany) sebagai konsentrasi protein standar yang dianalisis dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 620 nm, berdasarkan prinsip kerja yang dilakukan oleh Gani (Gani, et.al., 2011).

Pembentukan anti adhesi dianalisis dengan alat spektrometri yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FKH, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Nilai kuantitas OD anti adhesi yang diperiksa alat spektrometri dengan panjang gelombang

620 nm.

Universitas Sumatera Utara 75

Gambar 5.1 Profil Adhesin bakteri Fusobacterium nucleatum setelah diinteraksikan dengan ekstrak lerak pada konsentrasi 25% (random gambar) berdasarkan waktu inkubasi. (A) 24 jam yang menunjukkan panah merah (akumulasi sel bakteri dengan komponen aktif lerak); panah hijau (sisa areal pertumbuhan bakteri yang masih menyisakan bakteri setelah berinteraksi dengan lerak); dan panah hijau (masih ditemukan sel bakteri F. Nucleatum). (B) 48 jam yang menjelaskan panah merah (akumulasi sel bakteri dengan komponen aktif lerak); dan panah hitam (sisa aktivitas anti adesi ekstrak lerak terhadap sel F. nucleatum). (C). 72 jam yang menjelaskan bahwa tidak ditemukan lagi sel bakteri F. nucleatum, panah coklat (areal sisa tempat aktivitas pertumbuhan sel F. nucleatum yang melekat pada dasar well plate dan (D) adalah kontrol negatif, dimana dijumpai sejumlah bakteri F. Nucleatum.

Universitas Sumatera Utara 76

Tabel 5.1 Distribusi aktivitas anti adhesi larutan irigasi terhadap F. nucleatum

24 Jam 48 Jam 72 Jam No Variabel OD-anti Frek OD-anti Frek OD-anti Frek Skala Skala Skala Adhesin (%) Adhesin (%) Adhesin (%) 1 Lerak 6,25% 0,059 15,3% Sedang 0,054 16,3% Sedang 0,109 16,2% Kuat 2 Lerak 12,5% 0,057 14,7% Sedang 0,057 17,0% Sedang 0,112 16,7% Kuat 3 Lerak 25% 0,062 16,0% Kuat 0,055 16,6% Sedang 0,114 17,0% Kuat 4 EDTA 17% 0,069 17,8% Kuat 0,050 15,1% Sedang 0,109 16,2% Kuat 5 NaOCl 2,5% 0,071 18,4% Kuat 0,058 17,3% Sedang 0,114 17,0% Kuat NaOCl 2,5%+ 6 0,068 17,6% Kuat 0,059 17,7% Sedang 0,113 16,8% Kuat EDTA 17%

Pada Tabel 5.1 Menunjukkan terjadi penurunan sifat anti adhesi ekstrak buah

lerak pada waktu inkubasi 48 jam dibandingkan 24 jam begitu juga dengan larutan

irigasi lainnya. Namun pada waktu inkubasi 72 jam memiliki skala kuat pada semua

konsentrasi material uji yang dirujuk pada nilai optikal densiti yaitu 0,06-0,1> (Kuat);

0,04-0,05 (Sedang); 0,01-0,03 (Lemah); <0,01 (Tidak ada aktivitas). Berdasarkan

skala aktivitas anti adhesi pada setiap waktu inkubasi dari setiap material uji memiliki

persentasi anti adhesi yang relatif sama satu dengan lainnya. Pada tabel menunjukkan

aktivitas anti adhesi paling kuat terjadi pada kelompok larutan irigasi ekstrak buah

lerak 25% dan larutan irigasi NaOCl 2,5% pada waktu inkubasi 72 jam yaitu dengan

OD adhesin 0,114 (17%). Sedangkan skala sedang yang menunjukkan anti adhesi

paling rendah terjadi pada kelompok larutan irigasi EDTA 17% pada waktu inkubasi

48 jam, yaitu dengan OD adhesin 0,050 (15,1%).

Universitas Sumatera Utara 77

0.140

0.120

0.100

0.080

0.060 24 Jam 48 Jam

Anti Anti Adhesin (620nm) 0.040 72 Jam

0.020

0.000 Lerak 6,25% Lerak 12,5% Lerak 25% EDTA 17% NaOCl 2,5% NaOCl 2,5%+EDTA 17% Konsentrasi Material Uji (µg/ml)

Gambar 5.2 Diagram aktivitas anti adhesi F. nuleatum pada well plate setelah diinteraksikan dengan larutan irigasi saluran akar.

Gambar 5.2 Memperlihatkan diagram semua material uji (ekstrak lerak

6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, EDTA 17%, NaOCl 2,5% dan

NaOCl 2,5%+EDTA 17%) yang menunjukkan kemiripan dalam mencegah adhesin bakteri F. nucleatum pada dasar well plate dalam masing-masing waktu inkubasi.

Waktu inkubasi 24 jam lebih baik daya adhesinya dibandingkan 48 jam, namun pada waktu inkubasi 72 jam meningkat sifat anti adhesi ekstrak buah lerak terhadap F.

Nucleatum dan begitu juga dengan larutan irigasi lainnya.

Universitas Sumatera Utara 78

Tabel 5.2 Analisis statistik kruskal wallis dan one way anova pada aktivitas anti adhesi larutan irigasi saluran akar terhadap F. Nucleatum

Descriptive Statistics Kruskal Wallis One Way Anova Variabel Anti Adesin Vs Anti Adesin Vs Analisis N Min Max Mean SDV Material Uji Waktu Inkubasi anti 18,0 0.050 0.114 0.077 0.026 adhesin p>0,05 (0,904) p<0,05 (0,001) Material uji 18,0 1.000 6.000 3.500 1.757 Waktu 18,0 1.000 3.000 2.000 0.840 Inkubasi

Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa waktu inkubasi (24 jam, 48 jam dan 72 jam) memiliki pengaruh yang kuat terhadap aktivitas anti adhesi larutan irigasi terhadap F. nucleatum sehingga terdapat perbedaan signifikan diantara masing-masing waku inkubasi (p<0,05). Sedangkan diantara konsentrasi material uji (ekstrak lerak 6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, EDTA 17%, NaOCl 2,5% dan NaOCl

2,5%+EDTA 17%) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05). Sehingga dapat diasumsikan bahwa fase kerja sejumlah komponen aktif larutan irigasi dalam mencegah adhesi F. nucleatum dipengaruhi oleh waktu interaksi keduanya.

Universitas Sumatera Utara 79

Tabel 5.3 Analisis statistik mann-whitney test pada aktivitas anti adhesi larutan irigasi saluran akar terhadap F. Nucleatum berdasarkan kelompok material uji.

Mann-whitney test Mann-whitney test Material Uji Sig. Material Uji Sig. Anti adhesi Lerak 6,25% Anti adhesi Lerak 25% 0.825 0.827 Lerak 12,5% EDTA 17% Lerak 6,25% Lerak 25% 0.513 0.827 Lerak 25% NaOCl 2,5% Lerak 6,25% Lerak 25% 1 0.658 EDTA 17% NaOCl+EDTA Lerak 6,25% EDTA 17% 0.376 0.827 NaOCl 2,5% NaOCl 2,5% Lerak 6,25% EDTA 17% 0.513 0.513 NaOCl+EDTA NaOCl+EDTA Lerak 12,5% NaOCl 2,5% 0.825 0.827 Lerak 25% NaOCl+EDTA Lerak 12,5% 0.825 EDTA 17% Lerak 12,5% 0.268 NaOCl 2,5% Lerak 12,5% 0.268 NaOCl+EDTA

Tabel 5.3 Merupakan hasil uji statistik lanjutan dengan mann-whitney test aktivitas anti adhesi berdasarkan kelompok material uji, juga menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (p>0,05) aktivitas anti adhesi antara satu kelompok irigasi dengan kelompok yang lain pada semua waktu inkubasi (24, 48 dan 72 jam). Ekstrak lerak 6,25% tidak berbeda signifikan dengan ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%,

EDTA 17%, NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi

(p>0,05). Ekstrak lerak 12,5% juga tidak berbeda signifikan dengan ekstrak lerak

Universitas Sumatera Utara 80

25%, EDTA 17%, NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05). Ekstrak lerak 25% juga tidak berbeda signifikan dengan EDTA

17%, NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17% (p>0,05). EDTA 17% juga tidak berbeda signifikan dengan NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05). NaOCl 2,5% juga tidak berbeda signifikan dengan NaOCl

2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05).

Tabel 5.4 Analisis statistik LSD pada aktivitas anti adhesi larutan irigasi saluran akar terhadap F. Nucleatum berdasarkan waktu inkubasi.

LSD Waktu Inkubasi Sig.

24 48 0.002

72 0.000

48 24 0.002

72 0.000

72 24 0.000

48 0.000

Tabel 5.4 Merupakan hasil uji statistik lanjutan dengan LSD berdasarkan waktu inkubasi pada semua kelompok larutan irigasi. Waktu inkubasi 24 jam berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 48 jam dan 72 jam antara semua kelompok larutan irigasi (p<0,05). Waktu inkubasi 48 jam juga berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 72 jam diantara semua kelompok larutan irigasi (p<0,05).

Universitas Sumatera Utara 81

5.2 Profil Indeks Biomassa Larutan Irigasi setelah diinteraksikan dengan

Fusobacterium Nucleatum

Analisis indeks biomassa merupakan prinsip dasar dari aktivitas larutan irigasi terhadap bakteri F.nucleatum. Prinsip ini mengukur aktifitas fermentasi karbohidrat dan protein dalam larutan irigasi oleh F.nucleatum. Aktivitas interaksi didalamnya menjadi indikator potensi larutan irigasi dalam menghambat perkembangan atau aktivitas fermentasi F.nucleatum atau sebaliknya, yaitu kemampuan F. nucleatum untuk tumbuh dan berkembang dalam larutan irigasi, dengan asumsi larutan irigasi tersebut kurang memiliki respon terhadap perkembangan F.nucleatum (Gani et.al.,

2008).

Tabel 5.5 Indeks biomassa larutan irigasi saluran akar setelah diinteraksikan dengan Fusobacterium nucleatum.

24 Jam 48 Jam 72 Jam Larutan Irigasi Biomassa Biomassa Biomassa Frek Frek (%) Frek (%) Total Total Total (%) Lerak 6,25% 1,02 17,2% 1,03 16,9% 1,04 16,9% Lerak 12,5% 0,95 16,1% 1,00 16,5% 1,03 16,6% Lerak 25% 0,96 16,1% 1,01 16,5% 1,03 16,6% EDTA 17% 1,03 17,3% 1,02 16,8% 1,03 16,7% NaOCl 2,5% 0,95 16,1% 1,00 16,4% 1,03 16,7% NaOCl 2,5% 1,02 17,2% 1,03 16,9% 1,02 16,5% +EDTA 17%

Tabel 5.5 Menunjukkan bahwa diantara larutan irigasi (ekstrak lerak 6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, EDTA 17%, NaOCl 2,5% dan NaOCl

2,5%+EDTA 17%) yang paling baik dalam menghambat perkembangan atau aktivitas fermentasi bakteri yang ditandai dengan persentase indeks biomassa rendah adalah

Universitas Sumatera Utara 82

larutan irigasi ekstrak buah lerak 12,5% dan NaOCl 2,5% dengan biomassa total 0,95

(16,1%) pada inkubasi 24 jam. Sedangkan persentase indeks biomassa paling tinggi yang menunjukkan larutan irigasi paling lemah dalam menghambat perkembangan bakteri F. nucleatum adalah larutan irigasi EDTA 17% dengan biomassa total 1,03

(17,3%) pada inkubasi 24 jam.

17.6% 17.4% 17.2% 17.0% 16.8% 16.6% 16.4% 16.2% 24 Jam

Indek Indek Biomasa (%) 16.0% 48 Jam 15.8% 72 Jam 15.6% 15.4%

Konsentrasi Material Uji (µg/ml)

Gambar 5.3 Indeks biomasa larutan irigasi setelah diinteraksikan dengan bakteri F. nucleatum.

Gambar 5.3 Memperlihatkan grafik indeks biomassa larutan irigasi setelah diinteraksikan dengan F.nucleatum, menunjukkan pada larutan irigasi ekstrak buah lerak dengan konsentrasi 12,5% dan larutan irigasi NaOCl 2,5% memiliki indeks biomassa paling rendah dibandingkan dengan lainnya. Semakin kecil persentasi indeks biomassa, maka semakin kuat peran larutan irigasi dalam mencegah aktivitas bakteri mensintesis senyawa aktif yang terkandung dalam material uji tersebut.

Universitas Sumatera Utara 83

Tabel 5.6 Analisis statistik one way anova dan kruskal wallis indeks biomassa larutan irigasi saluran akar setelah diinteraksikan dengan F. nucleatum.

Statistik deskripsi One Way Anova Kruskal-Wallis Variabel Biomassa Indek Biomassa Indek Vs analisis N Min Max Mean SDV Vs Material Uji Waktu Inkubasi Indek 0.159 0.171 0.167 0.004 Biomassa 18 p>0,05 (0,051) p>0,05 (0,994) Material Uji 18 1.000 6.000 3.500 1.757 Waktu 1.000 3.000 2.000 0.840 Inkubasi 18

Tabel 5.6 Menunjukkan bahwa indeks biomassa dari setiap kelompok larutan irigasi (ekstrak lerak 6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, EDTA 17%,

NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17%) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05). Begitu juga dengan waktu inkubasi tidak terdapat perbedaan yang bermakna baik waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, maupun 72 jam. Sehingga memberikan indikasi bahwa pada semua material uji dapat menghasilkan perubahan biomassa dengan waktu yang beragam setelah diinteraksikan dengan F. nucleatum.

Universitas Sumatera Utara 84

Tabel 5.7 Analisis statistik LSD indeks biomassa larutan irigasi saluran akar setelah diinteraksikan dengan F. Nucleatum berdasarkan kelompok material uji.

LSD LSD Material Uji Sig. Material Uji Sig. Lerak 6,25% Lerak 12,5% .024 EDTA 17% Lerak 6,25% .787 Lerak 25% .036 Lerak 12,5% .040 EDTA 17% .787 Lerak 25% .060 NaOCl 2,5% .026 NaOCl 2,5% .043 NaOCl+EDTA .658 NaOCl+EDTA .862 Lerak 12,5% Lerak 6,25% .024 NaOCl 2,5% Lerak 6,25% .026 Lerak 25% .824 Lerak 12,5% .968 EDTA 17% .040 Lerak 25% .854 NaOCl 2,5% .968 EDTA 17% .043 NaOCl+EDTA .055 NaOCl+EDTA .059 Lerak 25% Lerak 6,25% .036 NaOCl+EDTA Lerak 6,25% .658 Lerak 12,5% .824 Lerak 12,5% .055 EDTA 17% .060 Lerak 25% .082 NaOCl 2,5% .854 EDTA 17% .862 NaOCl+EDTA .082 NaOCl 2,5% .059

Tabel 5.7 Merupakan hasil uji statistik lanjutan dengan LSD indeks biomassa berdasarkan kelompok material uji pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Ekstrak lerak

6,25% berbeda signifikan dengan ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25% dan NaOCl

2,5% (p<0,05), namun tidak berbeda signifikan dengan EDTA 17% dan NaOCl

2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05). Ekstrak lerak 12,5% berbeda signifikan dengan EDTA 17% (p<0,05), namun tidak berbeda signifikan dengan ekstrak lerak 25%, NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu

Universitas Sumatera Utara 85

inkubasi (p>0,05). Ekstrak lerak 25% tidak berbeda signifikan dengan EDTA 17%,

NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05).

EDTA 17% berbeda signifikan dengan NaOCl 2,5% (p<0,05), namun tidak berbeda signifikan dengan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05).

NaOCl 2,5% tidak berbeda signifikan dengan NaOCl 2,5%+EDTA 17% pada semua waktu inkubasi (p>0,05).

Tabel 5.8 Analisis statistik mann-whitney test indeks biomassa larutan irigasi saluran akar setelah diinteraksikan dengan F. Nucleatum berdasarkan waktu inkubasi.

Mann-whitney test Waktu Inkubasi Sig. Indeks 24 jam biomassa 1.000 48 jam

24 jam 1.000 72 jam

48 jam 0,873 72 jam

Tabel 5.8 Merupakan hasil uji statistik lanjutan dengan mann-whitney test berdasarkan waktu inkubasi diantara kelompok material uji. Waktu inkubasi 24 jam tidak berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 48 jam dan 72 jam pada semua kelompok irigasi (p>0,05). Waktu inkubasi 48 jam juga tidak berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 72 jam pada semua kelompok irigasi (p>0,05).

Universitas Sumatera Utara 86

5.3 Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi

Sampel pada masing-masing kelompok sebelumnya telah dilakukan irigasi saluran akar dengan bahan irigasi yang telah ditentukan (ekstrak lerak 6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, NaOCl 2,5%+EDTA 17% serta salin) kemudian dianalisa dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) yang dilakukan di laboratorium Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Dari masing-masing tiap kelompok perlakuan dianalisa dengan alat Scanning

Elektron Microscope (SEM) dan dilakukan pengambilan hasil gambar pada sampel gigi pada permukaan dinding saluran akar. Hasil gambaran porositas pada alat

Scanning Elektron Microscope (SEM) di permukaan dinding saluran akar gigi dianalisis dengan menggunakan software imageJ.

Universitas Sumatera Utara 87

A B C

D E

Gambar 5.4 Profil Scanning Elektron Microscope (SEM) terhadap porositas dinding saluran akar gigi. Pada gambaran SEM tersebut masing-masing dengan perlakuan ekstrak buah lerak 6,25% (A), lerak 12,5% (B), lerak 25% (C), NaOCl 2,5%+EDTA 17% (D), Salin (E) dengan variasi waktu inkubasi yang berbeda setelah diinteraksikan dengan Fusobacterium nucleatum. Pada larutan salin terlihat tidak terbukanya tubulus dentin yang diasumsikan masih terdapat smear layer yang menutupi tubulus dentin. Pada ekstrak lerak 25% terlihat gambaran poros berupa tubulus dentin yang terbuka, yang menandai kemampuan ekstrak lerak 25% dalam membersihkan smear layer pada saluran akar gigi. Berbeda dengan hasil yang ditunjukkan kombinasi NaOCl 2,5 % dengan EDTA 17%, terlihat terbentuknya porositas yang lebih banyak berupa terbentuknya ukuran tubulus yang lebih besar dan terdapat sejumlah tubulus sekunder diamati di intertubular dentin.

Universitas Sumatera Utara 88

Tabel 5.9 Distribusi porositas pada permukaan dinding saluran akar gigi

Distribusi porositas (rata-rata) Larutan Irigasi 24 Jam 48 Jam 72 Jam Lerak 6,25% 162 144 133 Lerak 12,5% 672 638 359 Lerak 25% 1.253 1.164 809 NaOCl 2,5%+ EDTA 17% 2.146 1.869 1.301 Saline 129 111 77

Tabel 5.9 Menunjukkan tingkat kejadian porositas pada dinding saluran akar gigi setelah dipreparasi dan diirigasi dengan material uji, kemudian dihitung dengan menggunakan software imageJ berdasarkan distribusi porositas rata-rata pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada tabel terlihat tingkat distribusi porositas yang paling tinggi adalah pada kelompok larutan irigasi NaOCl 2,5%+ EDTA 17% pada semua waktu inkubasi.

2,500

2,000

1,500

24 Jam 1,000 48 Jam Porositas (µm) Porositas 72 Jam 500

- Lerak 6,25% Lerak 12,5% Lerak 25% NaOCl 2,5%+ Saline EDTA 17% Material uji (mg/ml)

Gambar 5.5 Diagram distribusi porositas pada dinding saluran akar gigi.

Universitas Sumatera Utara 89

Gambar 5.5 Memperlihatkan diagram yang menunjukkan gambaran distribusi porositas setelah dipreparasi dan diirigasi dengan larutan ekstrak lerak 6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, irigasi NaOCl 2,5%+EDTA 17% dan salin berdasarkan waktu inkubasi (24 jam, 48 jam dan 72 jam). Pada kelompok larutan kombinasi irigasi NaOCl 2,5%+ EDTA 17% memiliki tingkat terbentuknya porositas yang paling tinggi dibandingkan dengan material uji yang lainnya dari semua waktu inkubasi. Kemudian diikuti oleh larutan irigasi ekstrak buah lerak 25%, sedangkan larutan irigasi salin memiliki tingkat porositas yang paling rendah. Semakin tinggi tingkat kejadian porositas pada saluran akar gigi akan mempengaruhi aspek mikromorfologi dari dentin saluran akar gigi.

Tabel 5.10 Analisis statistik one way anova porositas dinding saluran akar gigi setelah diinteraksikan larutan irigasi saluran akar dengan F. nucleatum.

Descriptive Statistics One Way Anova Variabel Porositas Vs Porositas Vs Analisis N Min Max Mean SDV Konsentrasi Waktu Inkubasi nilai 15 77,00 2146,00 731,13 678,19 porositas waktu p<0,05 (0,001) p>0,05 (0,747) 15 1,00 3,00 2,00 0,85 inkubasi konsentrasi 15 1,00 5,00 3,00 1,46

Pada Tabel 5.10 Menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) nilai porositas diantara larutan irigasi (ekstrak lerak 6,25%, ekstrak lerak 12,5%, ekstrak lerak 25%, NaOCl 2,5%+EDTA 17% dan salin). Selain itu tingkat porositas terhadap waktu inkubasi tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) baik

Universitas Sumatera Utara 90

waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, maupun 72 jam. Artinya jenis material uji dalam kelompok yang berbeda dapat menjadi penentu terhadap terjadinya tingkat porositas, sementara waktu inkubasi pemberian meterial tidak secara signifikan menentukan terbentuknya porositas.

Tabel 5.11 Analisis statistik LSD porositas dinding saluran akar gigi setelah diinteraksikan larutan irigasi saluran akar dengan F. Nucleatum berdasarkan kelompok material uji.

LSD LSD Material Uji Sig. Material Uji Sig. Lerak 6,25% Lerak 12,5% 0.056 NaOCl+EDTA Lerak 6,25% 0.000 Lerak 25% 0.001 Lerak 12,5% 0.000 NaOCl+EDTA 0.000 Lerak 25% 0.004 Salin 0.835 Salin 0.000 Lerak 12,5% Lerak 6,25% 0.056 Salin Lerak 6,25% 0.835 Lerak 25% 0.021 Lerak 12,5% 0.039 NaOCl+EDTA 0.000 Lerak 25% 0.000 Salin 0.039 NaOCl+EDTA 0.000 Lerak 25% Lerak 6,25% 0.001 Lerak 25% 0.021 NaOCl+EDTA 0.004 Salin 0.000

Tabel 5.11 Merupakan hasil uji statistik lanjutan dengan LSD porositas dinding saluran akar gigi berdasarkan kelompok material uji pada 24 jam, 48 jam dan

72 jam. Ekstrak buah lerak 6,25% berbeda signifikan dengan ekstrak buah lerak 25% dan EDTA 17%+NaOCl 2,5% (p<0,05), namun tidak berbeda signifikan dengan ekstrak buah lerak 12,5% dan salin pada semua waktu inkubasi (p>0,05). Ekstrak

Universitas Sumatera Utara 91

buah lerak 12,5% berbeda signifikan dengan ekstrak buah lerak 25%, EDTA

17%+NaOCl 2,5% dan salin pada semua waktu inkubasi (p<0,05). Ekstrak lerak 25% berbeda signifikan dengan EDTA 17%+NaOCl 2,5% dan salin pada semua waktu inkubasi (p<0,05). EDTA 17%+NaOCl 2,5% berbeda signifikan dengan salin pada semua waktu inkubasi (p<0,05).

Tabel 5.12 Analisis statistik LSD porositas dinding saluran akar gigi setelah diinteraksikan larutan irigasi saluran akar dengan F. Nucleatum berdasarkan waktu inkubasi.

LSD Waktu Inkubasi Sig. 24 jam 48 jam 0.85

72 jam 0.47

48 jam 24 jam 0.85

72 jam 0.59

72 jam 24 jam 0.47

48 jam 0.59

Tabel 5.12 Merupakan hasil uji statistik lanjutan dengan LSD porositas dinding saluran akar gigi berdasarkan waktu inkubasi diantara kelompok material uji.

Waktu inkubasi 24 jam tidak berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 48 jam dan

72 jam diantara kelompok irigasi (p>0,05). Waktu inkubasi 48 jam juga tidak berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 72 jam diantara kelompok material uji (p>0,05).

Universitas Sumatera Utara 92

BAB 6

PEMBAHASAN

Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu bakteri yang dapat dijumpai pada biofilm yang terbentuk pada infeksi saluran akar (Mohammadi dan Shalavi,

2013). Fusobacterium nucleatum merupakan salah satu mikroorganisme utama yang ditemukan pada infeksi saluran akar dan penyakit periodontal. Bakteri ini juga termasuk mikroba yang paling sering diisolasi dari saluran akar gigi yang tidak dirawat (Ganesh et.al., 2019). Hal ini juga didukung penelitian oleh Guimarães et.al

(2012), yang menunjukkan bahwa F.nucleatum adalah bakteri anaerob yang paling banyak ditemukan dari gigi dengan nekrosis pulpa sebanyak 67% yang dijumpai 11 spesimen dari 16 sampel (Guimaraes et.al., 2012). Penggunaan larutan irigasi ekstrak buah lerak sebagai salah satu bahan alam yang akan dikembangkan sebagai bahan irigasi saluran akar untuk menguji pengaruhnya terhadap F. nucleatum, dalam hal ini kaitannya dengan menguji anti adhesi, indeks biomassa dan porositas dinding saluran akar gigi. Penelitian ini mendapatkan persetujuan komite etik tentang pelaksanaan penelitian kesehatan No. 715/TGL/KEPK FK USU-RSUP HAM/2019.

Universitas Sumatera Utara 93

6.1 Aktivitas Anti Adhesi Larutan Irigasi terhadap Fusobacterium Nucleatum

Adhesi bakteri adalah faktor virulensi yang penting dalam patogenesis dan infeksi (Park 2016). Proses adhesi merupakan tahap awal infeksi bakteri yang berperan dalam kolonisasi bakteri pada permukaan sel host. Kemampuan patogen bakteri dalam menginfeksi jaringan sel host bergantung pada proses ini (Krachler et.al., 2013). Pembentukan biofilm dalam dentinal tubulus membentuk ikatan berupa mikrokoloni dan co-adhesi dan koagregasi. Saat bakteri mendekati permukaan saluran akar, akan terjadi kekuatan menarik dan repulsif yang membantu dalam adhesi. Ikatan terhadap kolagen tipe I dalam invasi tubulus dentinal diperantarai oleh adhesin seperti protein pengikat kolagen serta interaksi bakteri lain dapat mempengaruhi invasi tubulus (Rosaline et.al., 2008).

Fusobacterium nucleatum memiliki sejumlah protein permukaan dengan peran masing-masing ketika melakukan infeksi terhadap host. Protein seperti RadD dan Fap2 dikarakteristikan pada tingkat molekuler berperan sebagai adhesin yang terlibat dalam interaksi dengan sel host (Park, 2016). Sehingga memberikan indikasi bahwa protein permukaan memiliki peran penting pada fase infeksi terhadap sel host.

Adhesi F. nucleatum pada bakteri lain dan pada permukaan gigi disebabkan oleh adhesi fimbrial dan adhesi non fimbrial. Adhesi fimbrial seperti FADA penting untuk keterikatan dan invasi. Lima adhesin terlibat dalam pembentukan biofilm oleh

F.nucleatum seperti FomA, 300-350 kDa Adhesin pengikat galaktosa, N- acetylneuraminic acid, spesifik F. nucleatum adhesin, RadD (Rosaline et.al., 2008).

Universitas Sumatera Utara 94

Pada penelitian ini menunjukkan anti adhesi paling kuat terjadi pada kelompok ekstrak buah lerak 25% dan NaOCl 2,5% pada waktu inkubasi 72 jam.

Selanjutnya uji statistik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan bahan irigasi terhadap pembentukan anti adhesi. Berdasarkan hasil uji statistik kruskal wallis didapatkan pembentukan anti adhesi diantara kelompok larutan irigasi tidak terdapat perbedaan bermakna p>0,05 (0,904). Hasil uji statistik lanjutan dengan mann-whitney test juga menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p<0,05) antara satu kelompok irigasi dengan kelompok yang lain. Sehingga dapat diasumsikan bahwa ekstrak buah lerak dari berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) sama baiknya dengan larutan irigasi NaOCl 2,5%+EDTA 17% yang menjadi gold standar dalam irigasi saluran akar gigi dalam mencegah adhesi bakteri Fusobacterium nucleatum.

Hal itu karena kandungan utama buah lerak adalah saponin triterpenoid.

Struktur kimia senyawa saponin buah lerak terdiri atas glycoside (senyawa polar) dan pentacyclic triterpenoid (senyawa non polar), menunjukkan bahwa saponin termasuk surfaktan (zat aktif permukaan) yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar.

Kelompok hidrofilik (senyawa polar) dan gugus hidrofobik (senyawa non-polar) dalam buah lerak memungkinkan saponin dalam melarutkan komponen organik yang memiliki sifat polar dan non-polar (Nevi, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa ekstrak buah lerak 6,25%, 12,5%, 25% memiliki kemampuan melarutkan jaringan pulpa gigi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NaOCl 2,5%

(Yan dan Nevi, 2014).

Universitas Sumatera Utara 95

Keberadaan komponen aktif dalam bahan irigasi ekstrak lerak tersebut seperti flavonoid dan tanin juga dapat mempengaruhi adhesi bakteri. Mekanisme kerja senyawa flavonoid adalah dengan merusak membran sel karena sifatnya yang lipofilik dan kemampuannya membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler.

Flavonoid mampu menonaktifkan adhesin dari bakteri, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan perlekatannya (Kumar dan Pandey, 2013). Tannin yang terdapat dalam lerak berperan dalam pengerutan dinding sel sehingga mengganggu permiabilitas dan menyebabkan kematian sel bakteri (Jayadi et.al., 2018). Selain itu tannin juga dapat mengikat protein adhesin yang dimiliki bakteri sehingga merusak ketersediaan permukaan reseptor sel bakteri, membentuk senyawa kompleks irreversibel dengan prolin sehingga menghambat sintesis protein (Santoso et.al.,

2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Ferreira et.al (2012) yang menyatakan bahwa pembentukan kompleks antara tannin dan protein sel merupakan hal yang membuat efek toksisitas paling signifikan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa efek antibakteri dari ekstrak etanol buah lerak berkisar antara 0,01% hingga 25% (Nevi, 2009).

Fusobacterium nucleatum adalah bakteri anaerob yang dapat memfasilitasi kolonisasi dan menciptakan jembatan biologis untuk multispesies biofilm. Adhesin yang sensitif terhadap galaktosa memediasi interaksi fusobacteria dengan sel host.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Fap2 adalah hemagglutinin yang sensitif terhadap galaktosa dan adhesin yang kemungkinan memainkan peran dalam

Universitas Sumatera Utara 96

virulensi F.nucleatum (Glazer, 2015). Kemampuan ekstrak buah lerak menghambat adhesi bakteri mengindikasikan bahwa bahan coba tersebut dapat mencegah interaksi dengan reseptor sel host, sehingga bahan coba ekstrak buah lerak dapat digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar yang dapat menghambat adhesi bakteri sebagai faktor virulen penting dalam patogenesis Fusobacterium nucleatum (Park,

2016).

Hasil penelitian juga menunjukkan anti adhesi paling kuat lainnya adalah pada kelompok larutan irigasi NaOCl 2,5% pada waktu inkubasi 72 jam. NaOCl skala kuat dikarenakan mempunyai efek antimikroba yang kuat, kemampuannya melarutkan jaringan nekrotik dan komponen organik (Glassman, 2011; Abraham et.al., 2015).

Asam hipoklorat dalam NaOCl bertanggungjawab terhadap aktivitas antibakterinya.

Asam hipoklorat mengganggu beberapa fungsi vital sel mikroba yang menyebabkan kematian sel (Haapasalo et.al., 2010). Mekanisme kerja natrium hipoklorit adalah bahwa klorin bebas dalam NaOCl melarutkan jaringan vital dan nekrotik dengan memecah protein menjadi asam amino (Abraham et.al., 2015). Gabungan NaOCl dan

EDTA dapat menambah efek chelatingnya dalam membuang jaringan (Hapassalo

2010). Banyak penelitian mengemukakan bahwa NaOCl merupakan satu-satunya bahan irigasi yang efektif dalam mengganggu biofilm multi spesies dan mengeleminasi sel bakteri (Baca et.al., 2011).

Uji statistik one way anova berdasarkan waktu inkubasi terdapat perbedaan bermakna p<0,05 (0,001). Hasil uji statistik lanjutan dengan LSD juga menunjukkan ada perbedaan bermakna (p<0,05) antara waktu inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam.

Universitas Sumatera Utara 97

Waktu inkubasi 72 jam memiliki aktivitas anti adhesi paling kuat dan berbeda signifikan dengan 24 jam maupun 48 jam pada semua kelompok larutan irigasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh Mobili, 2016 dimana dilaporkan bahwa potensi anti adhesi ekstrak tumbuhan sejalan dengan waktu inkubasi dan perubahan pH larutan ekstrak secara signifikan (P≤0.01) (Mobili et.al,

2016). Akivitas anti adhesi, terjadi peningkatan seiring perubahan waktu inkubasi

(p>0,05). Hal ini berkaitan dengan aktifitas Fusobacterium nucleatum yang mampu mempertahankan diri menjadi stabil selama berinteraksi dengan bahan coba. Bakteri mempunyai kemampuan luar biasa dalam mempertahankan diri dari respon stress terhadap lingkungan dan ketika terjadinya kekurangan nutrisi dengan memasuki stationary fase (fase istirahat), dengan mengembangkan sel resistensi (Llorens et.al.,

2010).

Dapat digambarkan bahwa waktu memiliki hubungan dengan aktifitas antara pembentukan biofilm sebagai jalur adhesin sel Fusobacterium nucleatum pada sel host. Waktu menjadi penentu tingkat degradasi dan koagreagasi sel bakteri ketika melakukan adhesi pada sel host (Merrit et.al., 2009). Sejalan dengan penelitian

Tavares et.al., (2018) bahwa pada waktu 24 jam dan 48 jam merupakan fase perkembangan adhesi bakteri F.nucleatum yang sangat proliferatif (Tavares et.al.,

2018). Kemampuan bahan coba menghambat adhesi Fusobacterium nucleatum dapat memungkinkan bahan coba tersebut menghambat enzim lisin sehingga mencegah transisi pembentukan planktonik-biofilm (Merritt et al, 2009). Secara umum kerja anti bakteri (Fusobacterium nucleatum) menghambat komponen protein permukaan

Universitas Sumatera Utara 98

membran seperti FormA, protein 39.5 kDa dan polipeptida 30-kDa, sehingga memberikan kesan bahwa bahan coba dapat menghambat kemungkinan adhesin

Fusobacterium nucleatum dengan mencegah koagresi antar bakteri (Avila-Campos dan Nakano, 2006).

6.2 Profil Indeks Biomassa setelah Interaksi Larutan Irigasi dengan F.

Nucleatum

Fusobacterium nucleatum memiliki sejumlah protein permukaan dengan peran masing-masing ketika melakukan infeksi terhadap host. Protein Fap2 dan RadD merupakan protein membran sel yang menyebabkan kematian sel melalui mekanisme yang tidak membutuhkan proses aktif atau translokasi protein efektor (Kaplan et al,

2010). Bakteri ini memproduksi asam butirat sebagai bahan utama fermentasi glukosa dan pepton, beserta lemak, yang membedakan Fusobacterium dari bakteri anaerob gram negatif lainnya (Wolter, 2012).

Beberapa produk akhir hasil metabolisme bakteri yang dilepaskan ke luar sel dapat bersifat toksik bagi sel host, menyebabkan degradasi unsur pokok matriks ekstraseluler dari jaringan ikat dan mengganggu proses pertahanan host. Berbagai metabolit yang dilepaskan bakteri Fusobacterium nucleatum diantaranya asam butirat, dan propionat, amonium, dan indole merupakan faktor virulensi (Retnowati et al, 2011). F.nucleatum merupakan salah satu spesies bakteri nonspora yang menggunakan asam amino dalam proses katabolisme dan memerlukan peptida untuk proses pertumbuhannya (Wolter, 2012).

Universitas Sumatera Utara 99

Prinsip dasar penilaian aktivitas larutan irigasi terhadap bakteri F.nucleatum pada penelitian ini dinilai dari biomassa indeks (Bi) dengan mengukur aktivitas bakteri F.nucleatum untuk mensintesis senyawa aktif yang terkandung dalam larutan irigasi. Prinsip ini mengukur aktifitas fermentasi karbohidrat dan protein dalam larutan irigasi oleh F.nucleatum. Aktivitas interaksi didalamnya menjadi indikator potensi suatu larutan irigasi dalam menghambat perkembangan atau aktivitas fermentasi F.nucleatum atau sebaliknya. Semakin kecil persentasi indek biomassa, maka semakin kuat peran larutan irigasi dalam mencegah aktivitas bakteri untuk mensintesis senyawa aktif yang terkandung dalam material uji tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan persentase indeks biomassa paling kecil yang berarti paling kuat dalam mencegah aktivitas bakteri adalah larutan irigasi ekstrak buah lerak 12,5 % dan NaOCl 2,5% dengan persentase 16,1% pada inkubasi 24 jam.

Selanjutnya uji statistik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan bahan irigasi terhadap indeks biomassa. Berdasarkan uji statistik one way anova menunjukkan bahwa indeks biomassa diantara kelompok larutan irigasi terdapat perbedaan yang tidak signifikan p>0,05 (0,051). Berdasarkan uji statistik lanjutan dengan LSD juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara larutan irigasi ekstrak buah lerak 6,25%, 12,5% dan 25% dengan larutan irigasi

NaOCl 2,5%+EDTA 17%. Sehingga dapat di asumsikan bahwa ekstrak lerak dalam berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) sama baiknya dengan NaOCl

2,5%+EDTA 17% yang merupakan gold standar irigasi saluran akar gigi dalam

Universitas Sumatera Utara 100

menghambat aktivitas fermentasi dan perkembangan bakteri Fusobacterium nucleatum.

Berdasarkan hasil uji CGMS pada ekstrak buah lerak, terdapat beberapa komponen aktif dalam ekstrak buah lerak seperti 6-Octadecenoic acid (27,46%),

Dodecanamine N-Dimethyl (19,91%) dan Hexadecanoic Acid (6,82%). Komponen tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroba dengan merusak struktur dinding dan membrane sel (Warsinah et.al., 2011). Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam buah lerak adalah saponin 28%, senyawa alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan dan golongan flavonoid, juga tannin (Udarno dan Balitri, 2009).

Flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dari Asam Nukleat, menghambat fungsi dari membran sitoplasma, serta menghambat metabolisme energi (Andriyani dan Yusianti, 2014). Seyawa fenol menghambat enzim penting mikroorganisme, polifenol bekerja sebagai antibakteri dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran plasma (Fitri, 2007). Alkaloid sebagai antibakteri dengan mekanisme mengganggu penyusunan peptidoglikan pada sel bakteri sehingga pembentukan dinding sel menjadi tidak sempurna, menyebabkan sel bakteri menjadi mudah lisis, dan berakhir pada kematian bakteri (Andriyani dan

Yusianti, 2014).

NaOCl 0,5% - 5,25% adalah irigasi endodontik yang paling banyak digunakan karena merupakan antimikroba yang efektif dan memiliki kemampuan melarutkan jaringan (Abraham et.al., 2015). NaOCl langsung membunuh sebagian besar bakteri

Universitas Sumatera Utara 101

ketika berkontak langsung. Ph tinggi (ion hidroksil, ph>11) dari sodium hipoklorit mengganggu integritas membran sitoplasma dengan menghambat kerja enzim, mengubah biosintesis pada metabolisme selular dan degradasi phospholipid. NaOCl juga mempunyai efek merusak DNA bakteri dengan menginduksi pembentukan derivat klorin (Mohammadi, 2008).

Selain itu pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase indeks biomassa paling tinggi yang berarti lemah dalam mencegah aktivitas perkembangan bakteri F. Nucleatum adalah larutan irigasi EDTA 17%. EDTA adalah agen chelating yang secara efektif melarutkan bahan anorganik, termasuk hidroksiapatit. EDTA digunakan selama 1 hingga 2 menit pada akhir instrumentasi dan setelah irigasi

NaOCl. Penghapusan lapisan smear oleh EDTA meningkatkan efek antibakteri dari agen desinfektan yang digunakan secara lokal di lapisan yang lebih dalam dari dentin.

Namun EDTA apabila digunakan tunggal, larutan irigasi ini memiliki sedikit atau tidak ada efek pada jaringan organik dan juga tidak memiliki aktivitas antibakteri

(Haapasalo, 2010).

Selain itu uji statistik berdasarkan waktu inkubasi juga tidak terdapat perbedaan yang bermakna p>0,05 (0,994) baik waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, maupun 72 jam. Sehingga memberikan indikasi bahwa pada semua konsentrasi perlakuan dapat menghasilkan perubahan biomassa dengan waktu yang beragam setelah diinteraksikan dengan F. nucleatum.

Universitas Sumatera Utara 102

6.3 Porositas Dinding Saluran Akar Gigi

Berdasarkan hasil penelitian in vitro, dari hasil analisis menggunakan

Scanning Elektron Microscope (SEM), pada permukaan dentin di saluran akar gigi terlihat tingkat porositas paling tinggi terdapat pada kelompok larutan irigasi kombinasi NaOCl 2,5% dan EDTA 17% dalam semua waktu inkubasi, kemudian diikuti dengan larutan irigasi ekstrak buah lerak 25%. Sedangkan kelompok irigasi salin memiliki tingkat porositas paling rendah karena masih terlihat adanya smear layer yang menutupi tubulus dentin. Penghilangan lapisan smear dengan irigasi saluran akar akan menyebabkan pembukaan tubulus dentin (Elsa et.al., 2009). Dalam hal ini terbukanya tubulus dentin setelah irigasi saluran akar tanpa disertai dengan pembentukan porositas yang berlebihan terlihat setelah diirigasi dengan ekstrak lerak

25%.

Dentin yang didemineralisasi menghadirkan dua jenis porositas: yang pertama adalah porositas karena tubulus, yang kedua porositas karena kolagen meshwork.

Berdasarkan prinsip micromechanical interlocking sebagai mekanisme utama ikatan dentin, kolagen yang terungkap pada dentin yang didemineralisasi, tantangannya adalah mempertahankan ruang antar fibril setelah kristal hidroksiapatit dihilangkan.

Diamati di bawah Transmission Electron Microscope (TEM) oleh Tay et.al and Van

Meerbeeck et.al, ruang antara fibril kolagen telah dilaporkan sekitar 20 nm. Namun, belum ada penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak buah lerak terhadap kolagen dentin. Sedangkan porositas karena tubulus dilihat dari kerapatan tubulus dan diameter tubulus yang membesar (Elsa et.al., 2009). Porositas karena tubulus ini telah

Universitas Sumatera Utara 103

dilaporkan 12-32% dan 21% dengan diameter rata-rata tubulus 3-3,5 μm untuk dentin yang didemineralisasi (Elsa et.al., 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan terlihat terbentuknya porositas yang lebih banyak pada kelompok NaOCl 2,5%+EDTA 17% berupa terbentuknya ukuran tubulus dentin yang lebih besar dan terdapat sejumlah tubulus sekunder diamati di intertubular dentin.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Gorduysus et.al (2015) terjadinya erosi disekitar tubulus dentin pada kelompok kombinasi EDTA 17% dan

NaOCl 2.5%. Gambaran SEM memperlihatkan degradasi dentin yang berlebihan menyebabkan intertubular dentin hancur dan konjugasi dua atau lebih tubulus dentin, sehingga lubang tubulus dentin membesar dengan bentuk yang irreguler (Gorduysus et.al., 2015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Sauro (2009), setelah 10 menit perawatan NaOCl, permukaan tampak kasar dan sangat tidak beraturan serta terlihat tubulus dentin dengan diameter yang besar, dan ketika 45 menit perawatan NaOCl terlihat struktur dentin yang lebih berporeus pada intratubular dentin (Sauro et.al.,

2009).

Irigasi dengan 17% EDTA selama satu menit diikuti dengan bilasan akhir dengan NaOCl adalah metode yang paling sering direkomendasikan untuk menghilangkan lapisan smear (Johnson dan Noblett, 2009). Namun, kombinasi tersebut menghasilkan pembukaan lubang tubulus dentin, penghancuran dentin intertubuler, reduksi kekerasan dentin dan erosi yang kuat pada dentin (Agrawal et.al., 2014). Asam hipoklorit (HOCl) yang terdapat dalam NaOCl, ketika berkontak dengan jaringan organik akan melepaskan klorin yang dikombinasikan dengan gugus

Universitas Sumatera Utara 104

asam amino sehingga menghasilkan chloramines dalam reaksi chloramination (Paul,

2014). Sodium hipoklorit memecah rantai peptida dan kelompok protein chlorinate menghasilkan N-kloramin dipecah menjadi bagian lain menyebabkan kerusakan kolagen dan proteoglikan (Borzini et.al., 2016). Kolagen berfungsi memberikan daya tahan terhadap retak (crack), meningkatkan kemampuan untuk menyerap ketegangan energi (toughness) dan memberikan kekuatan tarik utama (tensile strength) (Kishen,

2006). Pengurangan komponen organik dentin setelah irigasi NaOCl dapat mempengaruhi sifat mekanik dentin (Qian, 2011). NaOCl dapat secara signifikan menurunkan rasio Ca/P dari dentin permukaan akar dan menyebabkan permukaan dentin berpori setelah diamati 40 detik sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan mekanis sebesar 75% (Mohammadi, 2008).

EDTA dapat melarutkan jaringan anorganik dengan membuang ion logam seperti kalsium dan mengikatnya secara kimia melalui dua atom nitrogen pada group amino dan empat atom oksigen pada group karborsil sehingga menyebabkan dekalsifikasi dentin (Agrawal et.al., 2014). Hasil penelitian Calt dan Serper menunjukkan bahwa irigasi dengan dengan 10 ml dari EDTA 17% selama 10 menit dapat menyebabkan erosi pada peritubular dan intertubular dentin yang berlebihan

(Agrawal et.al., 2014). Semakin besar konsentrasi volume protein berkurang secara signifikan dampak kerusakan pada permukaan protein-mineral pada dentin (Kishen,

2006). Dentin menjadi berporous karena kehilangan mineral dentin dan denaturasi matrix kolagen (Cozta, 2017).

Universitas Sumatera Utara 105

Hasil penelitian pada larutan irigasi ekstrak lerak 25% memiliki tingkat porositas yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya dan memperlihatkan porositas yang terbentuk adalah karena terbukanya tubulus dentin yang menandai kemampuan membersihkan smear layer pada ekstrak lerak 25%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Nevi et.al (2017) menunjukkan bahwa larutan

25% ekstrak buah lerak memiliki kemampuan menghilangkan smear layer pada sepertiga apikal saluran akar, sehingga pada gambaran SEM terlihat lebih banyak tubulus dentin terbuka (Nevi et.al., 2017). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ekstrak 25% buah lerak dapat menghilangkan lapisan smear organik dan anorganik setiap kali irigasi saluran akar.

Kemampuan ekstrak buah lerak dalam mengangkat smear layer disebabkan adanya saponin yang merupakan komponen aktif dari ekstrak buah lerak yang beperan sebagai surfaktan yang dapat mengalir ke daerah yang tidak terjangkau dengan pembersihan secara mekanis dan bersifat sebagai deterjen yang dapat melarutkan kotoran, sehingga dihubungkan kemungkinan efek buah lerak terhadap smear layer organik dan anorganik (Udarno dan Balitri, 2009; Nevi, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian Fifin (2013) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol buah lerak 25% memiliki tegangan permukaan yang rendah dibandingkan bahan irigasi klorheksidin glukonat 2% dan penelitian Syarifah (2013) juga menyatakan bahwa ekstrak etanol buah lerak 5-25% memiliki tegangan permukaan yang rendah dibandingkan NaOCl 2,5%..

Universitas Sumatera Utara 106

Kelompok hidrofilik (senyawa polar) dan hidrofobik (senyawa non-polar) dalam buah lerak memungkinkan saponin dalam melarutkan komponen organik maupun anorganik pada saluran akar gigi. Smear layer yang merupakan lapisan anorganik dentin yang sebagian besar mengandung kalsium hidroksiapatit dan trikalsium fosfat yang merupakan senyawa non-polar akan larut dalam gugus hidrofobik (senyawa non-polar) dari saponin dalam buah lerak (Nevi, 2007).

Sehingga dari gambaran SEM juga terlihat larutan irigasi yang berasal dari alam seperti ekstrak buah lerak dapat membersihkan smear layer tanpa menyebabkan erosi berlebihan pada dinding saluran akar gigi.

Salin sebagai kelompok kontrol berbeda dengan kelompok lainnya. Saline memiliki tingkat porositas yang paling rendah yang menunjukkan tubulus dentin tidak terbuka dan masih tertutup dengan adanya smear layer. Hal ini berarti menunjukkan tidak ada pengaruh salin terhadap smear layer saluran akar gigi. Hal ini sesuai dengan penelitian Bogra dan Nikhil (2003) yang menyatakan bahwa penggunaan salin sebagai bahan irigasi tidak dapat membuka tubulus dentin dan keseluruhan dinding saluran akar tertutup debris.

Berdasarkan uji statistik one way anova menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai porositas terhadap jenis material uji larutan irigasi p<0,05 (0,001).

NaOCl 2,5%+EDTA 17% memiliki tingkat porositas paling tinggi pada semua waktu inkubasi. Berdasarkan hasil uji statistik lanjutan dengan LSD menunjukkan bahwa tingkat porositas pada irigasi NaOCl 2,5%+EDTA 17% berbeda signifikan dengan ekstrak lerak 6,25%, 12,5% dan 25%. Sehingga dapat di asumsikan bahwa ekstrak

Universitas Sumatera Utara 107

lerak dalam berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) tidak menyebabkan porositas yang berlebihan dibandingkan dengan NaOCl 2,5%+EDTA 17% yang menjadi gold standar irigasi saluran akar gigi. Selain itu, tingkat porositas berdasarkan waktu inkubasi menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna p>0,05 (0,747) baik waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, maupun 72 jam. Artinya jenis material uji dalam kelompok yang berbeda menjadi penenentu terhadap terjadinya tingkat porositas, sedangkan waktu inkubasi tidak berpengaruh.

Universitas Sumatera Utara 108

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik kruskal wallis menunjukkan bahwa aktivitas anti adhesi larutan irigasi terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05). Berdasarkan analisis statistik lanjutan mann- whitney test juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara satu kelompok irigasi dengan kelompok yang lain (p>0,05). Sedangkan untuk waktu inkubasi 72 jam paling kuat anti adhesi nya dan berbeda signifikan dengan 24 jam maupun 48 jam. Sehingga dapat diasumsikan ekstrak buah lerak dalam berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) memiliki anti adhesi paling kuat pada waktu inkubasi 72 jam dan sama baiknya dengan larutan NaOCl 2,5%+EDTA 17% yang menjadi gold standar dalam irigasi saluran akar gigi dalam mencegah adhesi bakteri

Fusobacterium nucleatum.

Berdasarkan uji statistik one way anova menunjukkan bahwa indeks biomassa diantara kelompok larutan irigasi tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05).

Berdasarkan uji statistik lanjutan dengan LSD menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara larutan irigasi ekstrak buah lerak 6,25%, 12,5% dan 25% dengan larutan irigasi NaOCl 2,5%+EDTA 17%. Sedangkan untuk waktu inkubasi juga tidak terdapat perbedaan bermakna antara 24 jam, 48 jam maupun 72 jam.

Sehingga dapat di asumsikan bahwa ekstrak lerak dalam berbagai konsentrasi

(6,25%, 12,5%, 25%) pada semua waktu inkubasi sama baiknya dengan NaOCl

Universitas Sumatera Utara 109

2,5%+EDTA 17% yang merupakan gold standar irigasi saluran akar gigi dalam menghambat aktivitas fermentasi dan perkembangan bakteri Fusobacterium nucleatum.

Berdasarkan uji statistik one way anova menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan nilai porositas terhadap jenis material uji larutan irigasi (p<0,05). NaOCl

2,5%+EDTA 17% memiliki tingkat porositas paling tinggi pada semua waktu inkubasi. Berdasarkan hasil uji statistik lanjutan dengan LSD menunjukkan bahwa tingkat porositas pada irigasi NaOCl 2,5%+EDTA 17% berbeda signifikan dengan ekstrak lerak 6,25%, 12,5% dan 25%. Sedangkan untuk waktu inkubasi tidak terdapat perbedaan signifikan antara 24 jam, 48 jam maupun 72 jam. Sehingga dapat di asumsikan bahwa ekstrak lerak dalam berbagai konsentrasi (6,25%, 12,5%, 25%) tidak menyebabkan porositas yang berlebihan pada semua waktu inkubasi dibandingkan dengan NaOCl 2,5%+EDTA 17% yang menjadi gold standar irigasi saluran akar gigi.

7.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih jauh untuk melihat adhesi bakteri F.nucleatum berdasarkan morfologi sel yang normal dan tidak normal sebagai indikator adanya efek material uji terhadap F.nucleatum, selain kuantitatif jumlah koloni.

2. Untuk mengetahui ekstrak buah lerak terhadap perkembangan Fusobacterium nucleatum perlu dikaji kembali intensitas dan freakuensi reaktivitas bahan coba dengan sejumlah protein membrane sel Fusobacterium nucleatum.

Universitas Sumatera Utara 110

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada uji porositas, sebaiknya dilihat tidak hanya distribusi porositas tetapi juga ukuran atau diameter porositas yang terbentuk, sehingga dapat dilihat kualitas dan kuantitas porositas yang terbentuk pada permukaan saluran akar gigi.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek bahan irigasi terhadap kolagen dentin. Belum ada penelitian sebelumnya mengenai pengaruh ekstrak buah lerak terhadap kolagen dentin pada saluran akar gigi.

Universitas Sumatera Utara 111

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, S., Raj, J.D., Venugopal, M. 2015. Endodontic Irrigants: A Comprehensive Review. J. Pharm. Sci & Res; 7(1): 5-9.

Agrawal, V.S., Rajesh, M., Somali, K., Mykesh, P. 2014. A Contemporary Overview of Endodontic Irrigants– A Review. Journal of Dental Application; 1(6): 105-15.

Al-Nazhan, S., Al-Sulaiman, A., Al-Rasheed, F., Al-Najjar, F., Al-Abdulwahab, B., Al-Badah, A. 2014. Microorganism Penetration in Dentinal Tubules of Instrumented and Retreated Root Canal Walls: In Vitro. Restor Dent Endod; 39(4):258-26.

Andriyani, P., dan Yusianti, S. 2014. Potensi Ekstrak Etil Asetat Lerak (Sapindus Rarak) sebagai Anti Escherichia Coli. Akademi Analis Kesehatan Nasional.

Avery, J.K. Chiego, D.J. 2006. Essentials of Oral Histology and Embryologi A Clinical Approach, 3rd. Michigan, Mosby: 112-3.

Bachtiar, E.W., Bachtiar, B.M., Dewiyani, S., Akbar, S.M.S. 2015. Enterococcus Faecalis with Capsule Polysaccharides Type 2 and Biofilm‐Forming Capacity in Indonesians Requiring Endodontic Treatment. J Investig Clin Dent; 6(3): 197-205.

Bogra, Nikhil. 2003. Studi of Dimercapto Siccinic Acid, Sodium Hypochlorite and Their Combination Used as Irrigant in Root Canals. J Endod ; 15: 19-25.

Bolstad, A.I., Jensen, H.B., Bakken, V. 1996. , Biology, and Periodontal Aspects of Fusobacterium Nucleatum. Clin. Microbiol. Rev; 9(1):55.

Borzini, L., Condo, R., Dominicis, P.D., Casaglia, A., Cerroni, L. 2016. Root Canal Irrigation: Chemical Agents and Extracts Against Enterococcus Faecalis. The Open Dentistry Journal; 10: 692-703.

Universitas Sumatera Utara 112

Campos, M.J.A., dan Nakano, V. 2006. Pathogenicity of Fusobacterium Nucleatum: General Aspects of Its Virulence. International Journal of Probiotics and Prebiotics; Vol. 1, No. 2, pp. 105-112.

Can, E.D.B., Meric, K.K., Rabia, F.K. 2015. Inadvertent Apical Extrusion of Sodium Hypocloride with Evaluation by Dental Volumetric Tomography. Hindawi Publishing Corporation; 1-7.

Castellarin, M., Rene, L.W., J. Douglas, F. 2012. Fusobacterium Nucleatum Infection Is Prevalent in Human Colorectal Carcinoma. Genome Res; 22(2): 299-306.

Christensen, G.D., dan Beachey, E.H. 1984. The Molecular Basis For The Localization of Bacterial Infections. Adv Intern Medicine.

Cohen, S., dan Liwehr, F. 2016. Diagnostic Procedure In: Cohen S, Burns R (Eds). Pathways of the Pulp. St. Louis Mosby Co.

Correr, G.M., Alonso, R.C.B., Grando, M.F., Borges, A.F.S., Rontani, R.M.P. 2006. Effect of Sodium Hypochlorite on Primary Dentin—a Scanning Electron Microscopy (SEM) Evaluation. Journal of Dentistry; 34: 454-459.

Costa, A.R., Frank, G.G., Lourenco, C.S., Lucas, Z.N., Luis, H.A., Mario, A.C. 2017. Influence of Different Dentin Substrate (Caries-Affected, Caries-Infected, Sound) on Long-Term μTBS. Brazilian Dental Journal; 28(1): 16-23.

Dominguez, M.C.L., Victor, F.P., Cassia, O.A.S., Mara, E.S.R., Sandro, C.L., Patricia, A.R. 2018. Effect of Different Irrigation Solutions on Root Fracture Resistance: An in Vitro Study. Iranian Endodontic Journal; 13(3): 367-372.

Dyatmiko, W., Soeharto, S., Moegijanto, L. 1983. Aktifitas Biologik Zat Kandungan Buah Sapindus Rarak DC sebagai Antimikroba dan Molluscicide. Lembaga Penelitian UNAIR; Surabay, 1-18.

Universitas Sumatera Utara 113

Elsa, V., Christine, B., Marie, F.J., Michel, D. 2009. Demineralized Dentin 3D Porosity and Pore Size Distribution using Mercury Porosimetry. J Dent; 6: 729-735.

Fawzy, A.S., Beng, L.T., Lee, N. 2012. Characterization of the Structural/properties Correlation of Crosslinked Dentin Collagen Fibrils: AFM study. Current Microscopy Contributions to Advances in Science and Technology; 533-9.

Fouad, A.F. 2009. Endodontic Microbiology. 1st Ed. Singapore; Wiley-Blackwell: 144-5.

Ganesh, A., Veronica, A.K., Ashok, R., Varadan, P., Deivanayagam, K. 2019. Quantification of Fusobacterium nucleatum at Depths of Root Dentinal Tubules in the Tooth Using Real-time Polymerase Chain Reaction: An In Vitro Study. Cureus; 11(5): e4711.

Gani, B.A., Chismirina, S., Hayati, Z., Bachtiar, B.M., Wibawan, I.W.T. 2009. The Ability of Igy to Recognize Surface Proteins of Streptococcus Mutans. Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi); 42(4): 189-193.

Glassman, G. 2011. Safety and Efficacy Considerations in Endodontic Irrigant. ADA CERP; 1-14.

Goldberg, I.S., Manal, M., Reuven, L., Ilana, H. 2004. Effect of Sodium Hypoclorite on Dentin Microhardness. J. Endod; 30(12).

Gorduysus, M., Kucukkayal, S., Bayramgil, N.P., Omer, M. 2015. Evaluation of the Effects of Two Novel Irrigants on Intraradicular Dentine Erosion, Debris and Smear Layer Removal. Restorative Dentistry and Endodontics; 40(3): 216.

Gu, L., Kim, J.R., Ling, J., Choi, K.K., David, H., Tay, F.R. 2009. Review of Contemporary Irrigant Agitation Techniques and Devices. JOE ; 35(6): 791- 800.

Universitas Sumatera Utara 114

Guha, C., Gurtu, A., Mehrotra, A. 2012. Manual Irrigation Agitation Technique. Journal of Dental Science and Oral Rehabilitation; 8-10.

Guimaraes, N.L.S.L., Hanna, M.O., Larissa, C.A., Claudio, M.F., Marcia, M.N.P.R., Fabio, A.G. 2012. Microbiological Evaluation of Infected Root Canals and Their Correlation with Pain. RSBO; 9(1): 31-7.

Haapasalo, M., Shen, Y., Qian, W., Gao, Y. 2010. Irrigation in Endodontics. Dent Clin N Am; 54: 291–312.

Haraldsson, G. 2005. Oral Comensal Provotella species and F.nucleatum: Identification and Potential Pathogenic Role. Dissertation. Helsinki; Faculty of Medicine of the University of Helsinki: 16-7, 23-5.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Alih bahasa Badan Litbang Kehutanan Jakarta Jilid III. Jakarta; Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan: 1250-1.

Johnson, W.T., Noblett, W.C. 2009. Cleaning and Shaping in Endodontics, Principles and Practice. 4th ed. Saunders; Philadelphia, PA.

Kaplan, C.W.X., Paranjpe, A., Jewett, A., Lux, R., Kinder-Haake, S., Shi, W. 2010. Fusobacterium nucleatum Outer Membrane Proteins Fap2 and RadD Induce Cell Death in Human Lymphocytes. Infect Immun; 78(11): 4773-78.

Kavitha, M.A., Akila, A., Nandhini, P., Shakuntala. 2014. Quorum Sensing: A Review. Ind J Multidisciplin Dent; 4:970-4.

Khoroushi, M., Fatemeh, T., Navid, M., Sanaz, Z., Hamid, M. 2017. Influence of Root Canal Fracture Resistance of Teeth: A Narrative Review. Journal of Research in Medical and Dental Science; 5(5): 108-144.

Universitas Sumatera Utara 115

Kishen, A. 2006. Mechanisms and Risk Factors for Fracture Predilection in Endodontically Treated Teeth. Endodontic Topics; 13:57–83.

Krachler, A.M., Orth, K. 2013. Targeting the Bacteria-Host Interface Strategies in Anti-Adhesion Therapy. Virulence; 4(4): 284-294.

Kumari, M.C., Sandya, K.P., Vikas, P. 2012. Root Canal Irrigants and Irrigation Techniques- a Review Part I. Indian Journal of Dental Sciences; Vol 4, Issues 3.

Leonardo, M.R., Raquel, A.B.S., Sada, A., Paulo, N.F. 2004. Importance of Bacterial Endotoxin (LPS) in Endodontics. J Appl Oral Sci; 12(2): 93-8.

Llorens, J.M.N., Tormol, A., Garcia, E.M. 2010. Stationary Phase in Gram Negative Bacteria. Federation of European Microbiological Societies; 34: 476–495.

Love, R.M., dan Jenkinson, H.F. 2002. Invasion of Dentinal Tubules by Oral Bacteria. Crit Rev Oral Biol Med; 13(2):171-183.

Merritt, J., Niu, G., Okinaga, T., Qi, F. 2009. Autoaggregation Response of Fusobacterium Nucleatum. Appl Environ Microbiol; 75(24): 7725-33.

Mirza, K. 2016. A Review of Root Canal Irrigates in Endodontic Practice-Part I. EC Dental Science; 5(5): 1182-1189.

Mohammadi, Z. 2008. Sodium Hypochlorite in Endodontics: an Update Review. International Dental Journal; 58: 329-341.

Mohammadi, Z., dan Shalavi, S. 2013. Antimicrobial Activity of Sodium Hypochlorite in Endodontics. J Mass Dent Soc; 62(1): 28-31.

Nematollahi, A., Decostere, A., Pasmans, F., Ducatelle, R., Haesebrouck, F. 2003. Adhesion Of High And Low Virulence Flavobacterium Psychrophilum Strains to Isolated Gill Arches of Rainbow Trout Oncorhynchus Mykiss. Diseases of aquatic organisms; 55(2): 101-107.

Universitas Sumatera Utara 116

Nevi, Y. 2007. Smear Layer Removal of Saponin from Lerak’s Fruit 0,008% and NaOCL 5% as Intracanal Irrigant. Proceeding APDC ke-29; Jakarta.

Nevi, Y., dan Fadhlina. 2009. Efek antibakteri buah lerak terhadap Streptococcus Mutans. Dentika Dental Journal; 14(1): 53-8.

Nevi, Y., dan Fifin, I.S. 2013. Perbedaan Tegangan Permukaan antara Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus Rarak DC) dengan Klorheksidin Glukonat 2% sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar. Skripsi: FKG USU Medan

Nevi, Y., dan Sanny. 2008. Efek Antibakteri Berbagai Sediaan Lerak Terhadap Fusobacterium Nucleatum Sebagai Alternatif Larutan Irigasi Intrakanal. Maj Kedokteran Gigi (Dent J); 24(4): 147-52.

Nevi, Y., dan Syraifah, M. 2013. Perbedaan Tegangan Permukaan Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus Rarak DC) dengan NaOCl 2,5% sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar. Skripsi; FKG USU Medan.

Nevi, Y., dan Teo, H.Y. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Kontak Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus Rarak DC) Sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Terhadap Kelarutan Jaringan Pulpa (Penelitian In Vitro). Skripsi; FKG USU Medan.

Nevi, Y., dan Vivi, L. 2014. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Lerak (Sapindus Rarak DC) sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar terhadap Porphyromonas Gingivalis (Penelitian in Vitro). Proceeding RDME ke-6 FKG USU: Medan.

Nevi, Y., Dennis. 2017. The Ability of Root Canal Irrigant With Ethanol Extract of Lerak Fruit (Sapindus Rarak DC) in Removing Root Canal Smear Layer (A Sem Study). Journal of Dental and Medical Sciences; 16(1): 24-30.

Universitas Sumatera Utara 117

Park, J., Shokeen, B., Haake, S.K., Lux, R. 2016. Characterization of Fusobacterium Nucleatum ATCC 23726 Adhesins Involved in Strain-Specific Attachment to

Porphyromonas Gingivalis. International Journal of Oral Science; 8: 138–144

Pashley, D. 2002. Pulpodentin Complex. Dalam Hargreaves KM, Goodis HE, (Editor) Seltzer and Bender’s Dental Pulp, 3rd ed. California : Quintessence: 69-71.

Paul, J. 2014. Recent Trends in Irrigation in Endodontics. Int J. Curr. Microbiol. App.

Sci; 3(12): 941-952.

Peters, O.A., dan Peters C.I. 2016. Cleaning and Shaping the Root Canal System. Cohen’s Pathway Of The Pulp 11ed. Elsevier; Inc :209-13.

Rogers, A.H. 2008. Molecular Oral Microbiology. UK; Horizon Scientific Press: 33.

Rosaline, R., Kandaswamy, D., J. Kalyanis, Benedict, P. 2018. Depth of Penetration and Biovolume of Enterococcus Faecalis and Fusobacterium Nucleatum Biofilm into Dentinal Tubules using Confocal Microscope and Co-Aggregation Assay. European Journal of Pharmaceutical and Medical Research; 5(5): 270-274.

Santoso, S., Budiarti, N., Rasyid, H.A. 2010. Uji Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Buah Lerak (Sapindus rarak) terhadap Pertumbuhan Bakteri Shigella Dysenteriae Secara In Vitro. Malang; Universitas Brawijaya.

Sauro, S., Mannocci, F., Tay, F.R., Pashley, D.H., Cook, R., Carpenter, G.H., Watson, T.F. 2009. Deproteinization Effects of NaOCl on Acid-etched Dentin in Clinically-relevant vs Prolonged Periods of Application. A Confocal and Environmental Scanning Electron Microscopy Study. Operative Dentistry; 34-2: 166- 173.

Sedgley, C.M. 2009. Virulence of Endodontic Bacterial Pathogens. In: Fouad AF, ed. Endodontic Microbiology. 1st ed. USA; Blackwell: 136-8, 144.

Universitas Sumatera Utara 118

Silveira, L.F.M., Carina, F.S., Josue, M., Luis, A.S.C. 2013. Evaluation of The Different Irrigation Regimens with Sodium Hypochlorite and EDTA in Removing The Smear Layer During Root Canal Preparation. Journal of Microscopy and Ultrastructure; 51–56.

Siqueira, J.F dan Rocas, I.N. 2016. Microbiology and treatment of endodontic infections. In: Kenneth M, Hargreaves, Cohen S, eds. Cohen’s pathway of the pulp.

11th ed. Elsevier, Missouri: 599-625

Stuart, C.H., Scott, A.S., Thomaz, J.B., Christopher, B.O. 2006. Enterococcus faecalis: Its Role in Root Canal Treatment Failure and Current Concepts in Retreatment. JOE; Vol 32 (2).

Tabassum, S., dan Farhan, R.K. 2019. Failure of Endodontic Treatment: The Usual Suspects. Eur J Dent; 10:144-7.

Tavares, L.J., Klein, M.I., Panariello, B.H.D., Avila, E.D., Pavarina, A.C. 2018. An in Vitro Model of Fusobacterium Nucleatum and Porphyromonas Gingivalis in Single and Dual Species Biofilms. J Periodontal Implant Sci; 48(1):12-2.

Testerman, T.L., McGee, D.J., Mobley, H.L. 2001. Adherence and colonization: 46- 50

Udarno, L., dan Balitri. 2009. Lerak (Sapindus rarak) Tanaman Industri Pengganti Sabun. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri; 15(2): 7-8.

Uitto, V.J., Daniel, B., Qiang, W., Renee, G., Daniel, G., Edward, E.P., Arja, K., James, D.F. 2005. Fusobacterium nucleatum Increases Collagenase 3 Production and Migration of Epithelial Cells. Infect Immun; 73(2): 1171-9.

Waar, K., van der Mei, H.C., Harmsen, H.J., Degener, J.E., Busscher, H.J. 2002. Enterococcus Faecalis Surface Proteins Determine Its Adhesion Mechanism to Bile Drain Materials. Microbiology; 148(6): 1863-70.

Universitas Sumatera Utara 119

Walton, RE dan M. Torabinejad. 2008. Principles and Practice of Endodontics, Philadelphia: W.B.Saunders.

Warsinah, Kusumawati, E., Sunarto. 2011. Identifikasi Senyawa Antifungi dari Kulit Batang Kecapi (Sandoricum Koetjape) dan Aktivitasnya Terhadap Candida Albicans. Majalah Obat Tradisional; 16(3): 170-178.

Wolter, G. D. 2012. Interactions between Fusobacterium Nucleatum and Primary Human Oral Cells. Bergen; Universiteteti Bergen: 45.

Zehnder, M. 2006. Root Canal Irrigants. Journal of Endodontic; Vol 32(5).

Universitas Sumatera Utara 120

Lampiran 1. Alur Penelitian

Uji Anti Adhesi

Persiapan microplate 96-well sebagai wadah pemeriksaan anti adhesi

Tambahkan F.nucleatum kedalam microplate dan diinkubasi selama 15 menit

Selanjutnya ditambahkan material uji 100 µl

Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan NaOCl Larutan salin lerak 6.25% dengan lerak 12.5% dengan lerak 25% dengan 2.5%+EDTA 17% dengan F.nucleatum F.nucleatum F.nucleatum dengan F.nucleatum F.nucleatum

Inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Pemeriksaan aktivitas anti-adhesi pada dasar microplate dengan Spektrofotometri Elisa reader

Analisis Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara 121

Uji Biomassa

Persiapan timbangan analitik sebagai pengukuran biomassa

Penimbangan biomassa semua material uji sebelum inkubasi

Selanjutnya ditambahkan F. nucleatum 50 µl kedalam material uji

Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan NaOCl Larutan salin lerak 6.25% dengan lerak 12.5% dengan lerak 25% dengan 2.5%+EDTA 17% dengan F.nucleatum F.nucleatum F.nucleatum dengan F.nucleatum F.nucleatum

Inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Pemeriksaan aktivitas biomassa sesudah inkubasi

Analisis Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara 122

Uji Porositas Dinding Saluran Akar Gigi

Persiapan gigi sebagai model infeksi saluran

akar gigi oleh F.nucleatum

memasukkan F.nucleatum kedalam

saluran akar dan diinkubasi selama 6 jam

Permodelan Perawatan saluran akar

Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan ekstrak buah Larutan NaOCl Larutan salin lerak 6.25% dengan lerak 12.5% dengan lerak 25% dengan 2.5%+EDTA 17% dengan F.nucleatum F.nucleatum F.nucleatum dengan F.nucleatum F.nucleatum

Inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam

Pemeriksaan porositas dinding saluran akar gigi

Analisis Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara 123

Lampiran 2. Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara 124

Lampiran 3. Surat Penelitian

Universitas Sumatera Utara 125

Lampiran 4. Prosedur Penelitian

a b c

e d f e

g h i g f f f e e Lampiran 3.1. Pembuatan Ekstrake buah lerak. a. pencucian buah lerak, b. penimbangan buah lerak, c. pemotongan daging buah lerak, d. lemari pengering, e. potongan lerak yang sudah kering, f. potongan lerak dihaluskan, g. simplisia lerak, h. simplisia didalam perkulator, i. Vaccum rotavapor

Universitas Sumatera Utara 126

Lampiran 3.2. Pembersihan sampel dengan ultrasonic scaler

a b c

d e f

Lampiran 3.3. Pemodelan perawatan saluran akar gigi, a. Persiapan sampel, b. disuntikkan 25 µl F.nucleatum, c. Inkubasi f.nucleatum, d. Preparasi saluran akar dengan rotary instrumen, e. Irigasi saluran akar dengan material uji, f. Inkubasi 24,

48 dan 72 jam

Universitas Sumatera Utara 127

a b c

d e f

Lampiran 3.4. Uji Anti-adhesi. a.Material uji larutan irigasi saluran akar, b. larutan irigasi di mikroplate 96 well, c. Inkubasi selama 24, 48 dan 72 jam, d. 50 µl kristal violet 2%, e. larutan safranin 50 µl , f. alat ukur spektropotometri

a b c

Lampiran 3.5. Uji Biomassa. a.Persiapan kelompok material uji larutan irigasi, b.

Inkubasi selama 24, 48 dan 72 jam, c. alat ukur timbangan analitik (g/ml)

Universitas Sumatera Utara 128

a b

c

Lampiran 3.6. Uji Porositas. a. Akar gigi di potong melintang dengan carborundum disc, b.

Kelompok sampel, c. Hasil pemotongan

Universitas Sumatera Utara 129

Lampiran 5. Hasil Scanning Electron Magnetic (SEM)

Lampiran 5.1. Gambaran SEM kelompok irigasi ekstrak lerak 6,25%

24 jam 48 jam 72 jam

Lampiran 5.2. Gambaran SEM kelompok irigasi ekstrak lerak 12,5%

24 jam 48 jam 72 jam

Lampiran 5.3. Gambaran SEM kelompok irigasi ekstrak lerak 25%

24 jam 48 jam 72 jam

Universitas Sumatera Utara 130

Lampiran 5.4. Gambaran SEM kelompok irigasi EDTA 17% dan NaOCl 2,5%

24 jam 48 jam 72 jam

Lampiran 5.5. Gambaran SEM kelompok irigasi saline

24 jam 48 jam 72 jam

Universitas Sumatera Utara