NU DAN POLITIK: PENCALONAN K.H. MA’RUF AMIN SEBAGAI WAKIL PRESIDEN PADA PEMILU 2019
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Nahdahtul Hikmah NIM: 11151120000071
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020
ABSTRAK
Nama : Nahdahtul Hikmah NIM : 11151120000071 Judul : NU dan Politik: Pencalonan K.H. Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden pada Pemilu 2019
Penelitian ini menganalisis tentang pencalonan Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden dalam Pemilu 2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat proses pencalonan Ma’ruf Amin, mengetahui faktor pendorong dan faktor penghambat dalam pencalonan Ma’ruf Amin serta ingin mengetahui sikap warga NU sebagai organisasi yang tidak berpolitik. Kerangka teoretis yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori kekuasaan, agama sebagai kekuatan politik dan teori civil society. Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini adalah dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa proses pencalonan Ma’ruf Amin terdapat polemik rangkap jabatan dalam Dewan Pengawas Syariah, Ketua Majelis Ulama Indonesia dan Rais Aam PBNU. Kemudian, terdapat faktor pendorong dan faktor penghambat dalam naiknya Ma’ruf Amin. Faktor pendorong yaitu pengalaman yang mumpuni, mendapatkan dukungan dari warga NU dan meredam isu SARA. Selain itu, faktor penghambat naiknya Ma’ruf Amin yaitu kesehatan dan usia, serta kekecewaan pendukung Ahok dan Mahfud MD. Sikap warga NU yang juga mendukung keputusan naiknya Ma’ruf Amin sebagai Cawapres 2019, bukan mengatasnamakan PBNU tetapi atas nama pribadi masing-masing dari warga NU.
Kata kunci: cawapres, NU, Ma’ruf Amin
v KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “NU dan Politik: Pencalonan K.H. Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden pada pemilu
2019”. Shalawat serta salam dicurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya sejak awal hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.
2. Ali Munhanif, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta
seluruh staf dan jajarannya.
vi 3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Suryani, M. Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dr. Haniah Hanafie, M.Si, selaku dosen seminar proposal, penulis
ucapkan terima kasih karena telah membimbing dan memberikan
masukannya kepada penulis selama proses mengerjakan proposal skripsi.
6. Dr. Sirojuddin Aly, M.A, selaku dosen pembimbing dalam penulisan ini,
penulis sangat berterima kasih karena berkat bimbingan, masukan dan
dorongannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan penulis dengan
ilmunya yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
8. H. Eman Suryaman, selaku Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) Bidang Ekonomi yang telah meluangkan waktunya untuk
menjadi narasumber dan memberikan informasi mengenai data-data yang
penulis butuhkan dalam penulisan skripsi.
9. Idy Muzayyad, M.Si, selaku Wakil Bendahara Umum DPP PPP yang telah
meluangkan waktunya untuk menjadi narasumber dan memberikan
informasi mengenai data-data yang penulis butuhkan dalam penulisan
skripsi.
vii 10. Orang tua penulis yang tercinta, Abdul Malik dan Alfiyah, penulis sangat
berterimakasih karena dukungan moral maupun materi serta doanya dan
menerima segala kekurangan penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta adik penulis Selma Halida, Fadia Hilma,
Nawaf Habib, M. Alfayumi, Sayyidatina Zilda F, Nasefa Halzi, dan
Ahmad Ibrahim F, terima kasih atas dukungan dan doanya kepada penulis
selama ini.
11. Spesial Thanks For My Best Partner, Muhammad Rizqi Hanif atas
bantuan, doa, semangat, perhatian, dukungan dan nasihat yang telah
diberikan kepada penulis serta selalu bersedia berjuang bersama-sama.
12. Keluarga besar PMII KOMFISIP, terima kasih telah menjadi tempat untuk
penulis berproses dan belajar dalam berorganisasi selama masa
perkuliahan. Teruntuk kakak senior, penggebrak, dan adik-adik di PMII
yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih telah membantu dan
mendukung penulis dari awal perkuliahan hingga akhir
13. Sahabat Penulis, Firjie Asfahany, Ade Tamara Putra, Edy Saputra, Chika
Susanti, Ihsan Fikri, dan Luthfi Ramadhan tidak pernah berhenti untuk
mendukung penulis hingga sampai pada tahap penulisan skripsi ini.
14. CB Politik 2015, Azizah Putri Rivinia, Dyah Safira Priambodo, Febi Dwi
Andyani, Astri Diyawati, Diana Novita Sari, Neng Sys Mafazah, Indah
Dwi Wulandari, dan Nofika Indah Lestari yang menjadi penyemangat
penulis selama masa perkuliahan, terima kasih atas diskusi, bantuan dan
dukungannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
viii 15. Teman-teman dari Politik B 2015 (Polbe) yang membuat masa
perkuliahan penulis menjadi sangat terkesan dan akan selalu terkenang.
16. KKN Archibald 124, Risha Shafira D, Isma Ahya Sofia, Tiara Safitri
Sopana, Laraswati Oktavia, dan Mega Murdiana yang membuat
pengalaman penulis di Desa Tegallega selama satu bulan menjadi sangat
terkenang dan selalu menyemangati penulis dalam penyelesaian skripsi ini
hingga selesai.
Penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan sebelum dan selama penulisan skripsi ini, penulis tidak yakin akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa bantuan mereka, semoga Allah SWT senantiasa melindungi mereka dan membalas kebaikan yang telah mereka lakukan. Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 21 Februari 2020
Nahdahtul Hikmah
NIM: 11151120000071
ix DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...... iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...... iv ABSTRAK ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI ...... x DAFTAR SINGKATAN ...... xii BAB I: PENDAHULUAN...... 1 A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5 1. Tujuan Penelitian ...... 5 2. Manfaat Penelitian ...... 6 D. Tinjauan Pustaka ...... 6 E. Metode Penelitian...... 11 F. Sistematika Penulisan ...... 13 BAB II: KERANGKA TEORI DAN KONSEP ...... 15 A. Kekuasaan ...... 15 1. Pengertian Kekuasaan ...... 15 2. Bentuk-bentuk Kekuasaan ...... 17 3. Legitimasi Kekuasaan ...... 18 4. Jabatan Publik ...... 20 B. Agama sebagai Kekuatan Politik ...... 22 1. Pengertian Agama ...... 22 2. Pengertian Kekuatan Politik ...... 23 3. Agama sebagai Kekuatan Politik ...... 24 C. Civil Society ...... 28 1. Pengertian Civil Society ...... 28 2. Karakteristik Civil Society...... 30 3. Civil Society di Indonesia ...... 34 BAB III: LATAR BELAKANG PENCALONAN K.H. MA’RUF AMIN DAN KHITTAH 1926 ...... 36 A. Profil K.H. Ma‟ruf Amin ...... 36 1. Sosok K.H. Maruf Amin ...... 36 2. Pendidikan ...... 37 3. Aktivitas dan Karir ...... 38 B. Pengaruh Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin ...... 40 C. Rumusan Khittah NU 1926 ...... 42 BAB IV: PENCALONAN K.H. MA’RUF AMIN SEBAGAI WAKIL PRESIDEN PADA PEMILU 2019 ...... 45 A. Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin dalam Pilpres 2019 ...... 45 1. Proses Naiknya Ma‟ruf Amin menjadi Cawapres ...... 47 2. Aturan Rangkap Jabatan dalam Mencalonkan Wakil Presiden ...... 51
x B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin di Pilpres 2019 ...... 61 1. Faktor Kekuatan terhadap Proses Pencalonan ...... 61 2. Faktor Kelemahan terhadap Proses Pencalonan ...... 68 C. Sikap Warga NU terhadap Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin dan Khittah 1926 ...... 70 BAB V: PENUTUP ...... 75 A. Kesimpulan ...... 75 B. Saran ...... 76
DAFTAR PUSTAKA ...... 77
xi DAFTAR SINGKATAN
AD/ART : Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga BNI : Bank Negara Indonesia BUMD : Badan Usaha Milik Daerah BUMN : Badan Usaha Milik Negara BUMN : Badan Usaha Milik Negara CAWAPRES : Calon Wakil Presiden DKI : Daerah Khusus Ibukota DPD : Dewan Perwakilan Daerah DPP : Dewan Pimpinan Pusat DPR : Dewan Perwakilan Rakyat DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPS : Dewan Pengawas Syariah FISIP : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik GERINDRA : Partai Gerakan Indonesia Raya HANURA : Hati Nurani Rakyat JK : Jusuf Kalla JOKOWI : Joko Widodo KPU : Komisi Pemilihan Umum LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia MASYUMI : Majelis Syuro Muslimin Indonesia MIAI : Majelis Islam A‟la Indonesia MK : Mahkamah Konstitusi MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat MUI : Majelis Ulama Indonesia MUNAS : Musyawarah Nasional MWC : Majelis Wakil Cabang NASDEM : Nasional Demokrat NU : Nahdlatul Ulama ORMAS : Organisasi Masyarakat PAN : Partai Amanat Nasional PARPOL : Partai Politik PBB : Partai Bulan Bintang PBNU : Pengurus Besar Nahdlatull Ulama PDI : Partai Demokrasi Indonesia PEMILU : Pemilihan Umum PILKADA : Pemilihan Kepala Daerah PILPRES : Pemilihan Presiden PKB : Partai Kebangkitan Bangsa PKI : Partai Komunis Indonesia PKS : Partai Keadilan Sejahtera PPP : Partai Persatuan Pembangunan PSII : Partai Sarekat Islam Indonesia PT : Perseroan Terbatas RI : Republik Indonesia
xii RT : Rukun Tetangga SARA : Suku, Agama, Ras dan Antargolongan SI : Syarikat Islam STNK : Surat Tanda Nomor Kendaraan Tbk : Terbuka UIN : Universitas Islam Indonesia UNNU : Universitas Nahdlatul Ulama UU : Undang-undang UUD : Undang-undang Dasar WANTIMPRES : Dewan Pertimbangan Presiden
xiii BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memilih dan memiliki pandangan dan keyakinannya dalam berpolitik.1 Adanya hak berpolitik sebagai bagian dari adanya hak asasi manusia, di dalam UUD 1945 juga banyak dibahas mencakup hak warga dalam berpolitik. Berdasarkan UUD 1945, Bab III pada
Kekuasaan Pemerintahan Negara, pasal 6A ayat (1): Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kemudian, Bab XA pada Hak Asasi Manusia, pasal 28D ayat (3): Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.2 Dari beberapa pasal ini dapat disimpulkan bahwa setiap individu mempunyai hak untuk berpolitik termasuk dalam hal ini memilih dan dipilih dalam pemilu. Hak berpolitik warga juga memperbolehkan warga untuk terlibat dalam pemerintahan, baik di dalam birokrasi atau di luar birokrasi, baik di pusat ataupun di daerah.
Terdapat pula beberapa tujuan Pemilu: pertama, sebagai proses untuk menyeleksi para calon pemimpin yang akan menjabat di pemerintahan, di mana
1Farahdiba Rahma Bachtiar, “Pemilu Indonesia: Kiblat Negara Demokrasi dari Berbagai Representasi”, dalam Jurnal Politik Profetik, Vol. 3, No. 1, Tahun 2014, hal. 2. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem demokrasi, di mana demokrasi ini memiliki slogan yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Contoh dalam penerapannya seperti Pemilu (Pemilihan Umum) dan dalam hal ini biasa disebut dengan demokrasi keterwakilan. Gagasan besar demokrasi yang pada akhirnya memunculkan konsep Pemilu inilah, yang membuat elemen masyarakat di suatu negara memiliki kebebasan untuk ikut secara aktif dalam pembangunan nasional maupun pembangunan politik ataupun di bidang-bidang lainnya. Semua pihak dari masyarakat diberi ruang untuk berperan aktif dan menjadi bagian dari proses demokrasi. 2 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dari http://jdih.pom.go.id.pdf, diakses pada tanggal 10 Januari 2020.
1 demokrasi mengutamakan kedaulatan rakyat dan dalam pelaksanaannya dijalankan oleh wakil-wakilnya. Untuk itu, masyarakat menyeleksi calon-calon pemimpin tertentu yang akan dipercaya untuk memimpin di pemerintahan. Kedua, menyelesaikan konflik kepentingan yang ada di masyarakat oleh wakil-wakil rakyat yang telah terpilih agar integrasi masyarakat tetap terjamin. Hal ini disebabkan karena masyarakat memiliki tanggapan yang berbeda-beda bahkan saling bertentangan. Ketiga, Pemilu juga sebagai sarana untuk memobilisasi masyarakat terhadap dan pemerintah agar terlibat dan ikut serta dalam proses politik.3
Dalam pelaksanaannya tujuan hak untuk berpolitik ini dilakukan untuk memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada warga negara untuk meng-enganged diri dalam pemerintahan.4 Selain itu, dalam negara yang menganut paham kedaulatan rakyat, rakyat melalui lembaga legislatif diposisikan sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi negara.5 Selain itu dalam praktiknya, banyak organisasi atau lembaga tertentu yang membuat ketentuan atau aturan agar netral terhadap politik. Namun, ketentuan tersebut justru banyak dilanggar oleh anggota-anggotanya yang terjun ke dunia politik, padahal bertentangan dengan aturan atau ketentuan yang dibuat oleh masing-masing organisasi/lembaga. Hal ini masih menjadi polemik di tengah masyarakat apakah
3 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 1992), hal. 181-182. 4 Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum pemilihan Umum, (Jakarta: Kencana, 2018), hal. 99. 5 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PSHTN FHUI, 1983), hal. 328.
2 para anggota yang terjun ke politik praktis ini mengatasnamakan individu pribadi atau organisasi/lembaga tersebut.
Oleh sebab itu, NU sebagai organisasi mempraktikkan politik dengan cara politik kebangsaan, politik keumatan, politik kerakyatan dan politik yang penuh dengan etika. Bukan politik praktis yang berorientasi kekuasaan semata dengan menghalalkan segala cara.6 Hal inilah yang menjadi polemik di kalangan warga
NU atas naiknya K.H.Ma‟ruf Amin di bursa Cawapres. Ma‟ruf Amin dipilih oleh
Jokowi untuk maju dalam pertarungan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Ma‟ruf Amin merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), dan sebelum dicalonkan Cawapres menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MU'I).
Koalisi partai pendukung Presiden Jokowi memilih pasangan nasionalis-religius.
Selain itu, alasan mengapa Ma‟ruf Amin dipilih juga untuk meredam isu agama yang berkembang di masyarakat yang bisa mengubah pilihan rakyat, begitulah menurut para koalisi partai pendukung Presiden Jokowi. Terutama Ma‟ruf Amin juga diyakini bisa memperkuat suara Jokowi yang diperoleh dari suara warga NU di daerah-daerah yang bisa menjadi lumbung suara pasangan Jokowi-Ma‟ruf.7
NU yang dikenal sebagai organisasi Islam tradisional memiliki pengikut yang diyakini sangat loyal dalam mendukung kandidat yang telah ditunjuk oleh
Kiai (sebutan pimpinan pesantren) untuk dipilih oleh santrinya (pelajar di pesantren). Namun, kendalanya saat ini adalah biasanya Pengurus Besar
6 Fathoni, “Jejak NU Tinggalkan Politik Praktis dan Perkuat Khittah 1926”, dari http://www.nu.or.id/sjejak-nu-tinggalkan-politik-praktis-dan-perkuat-khittah-1926, diakses pada tanggal 03 November 2018, pukul 19.07. 7 Eki Tirtana Zamzani, “Menimbang Kembali Netralitas NU pada Pilpres 2019”, diakses pada tanggal 03 November 2018, dari https://www.kompasiana.com/menimbang-kembali- netralitas-nu-pada-pilpres-2019, pukul 20.20.
3 Nahdlatul Ulama (PBNU) selalu netral dalam menentukan pilihan pemimpin bagi pengikutnya. Sehingga NU terkenal dengan sebutan organisasi Islam yang tidak berpolitik praktis. Meskipun ada beberapa tokohnya yang dicalonkan oleh partai politik. Namun, organisasi Islam NU biasanya selalu menjaga netralitas dalam
Pemilu.8 Tokoh NU, Mustafa Bisri atau Gus Mus juga belum lama ini menyinggung atas pertemuan di kantor PBNU yang membahas mengenai politik praktis. Menurutnya para pengurus atau petinggi PBNU harus berhati-hati jika menyampaikan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan politik praktis dan menurut Gus Muh juga tidak pantas untuk membicarakan politik praktis di kantor
PBNU.9
Pertemuan tersebut, dihadiri oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak imin, Rais Aam PBNU Ma‟ruf Amin, Ketua Umum PBNU Said Aqil
Siradj, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dan Ketua PBNU Robikin Emhas.
Pada pertemuan tersebut, Robikin mengatakan bahwa “Presiden Jokowi harus mengambil kader NU sebagai cawapresnya, jika tidak bukan dari kalangan NU pihaknya tidak memiliki tanggung jawab moral untuk memenangkan Jokowi pada
Pilpres 2019”. Pernyataan Robikin ini sebagai bentuk tekanan kepada Jokowi padahal sebelum pertemuan tersebut Robikin mengatakan NU bukan Parpol dan tidak memiliki kapasitas untuk mengusung ataupun mendukung.10
8 Eki Tirtana Zamzani, “Menimbang Kembali Netralitas NU pada Pilpres 2019”, pukul 20.42. 9 Arif Hulwan Muzayyin, “Gus Mus: Kantor NU Bukan Tempat Bicara Politik Praktis”, diakses pada tanggal 04 November 2018, dari https://www.cnnindonesia.com/gus-mus-kantor-nu- bukan-tempat-bicara-politik-praktis, pukul 21.24. 10 Arif Hulwan Muzayyin, “Gus Mus: Kantor NU Bukan Tempat Bicara Politik Praktis”, pukul 22.48.
4 Dari pernyataan di atas, penelitian ini ingin membahas tentang keterkaitan antara NU dan politik praktis atas naiknya K.H. Ma‟ruf Amin dalam bursa pencalonan wakil presiden 2019, yang menjadi polemik di kalangan warga NU terkait dengan Khittah 1926. Di mana hal ini membuat netralitas NU sebagai organisasi Islam dipertanyakan.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan paparan sebagaimana disampaikan pada pernyataan masalah dapat disampaikan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin dalam Pilpres 2019?
2. Faktor-faktor Apa Saja yang Mempengaruhi Pencalonan K.H. Ma‟ruf
Amin di Pilpres 2019?
3. Bagaimana Sikap Warga NU terhadap Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin
dengan Khittah 1926?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pencalonan K.H. Ma‟ruf
Amin sebagai wakil presiden mendampingi Joko Widodo dalam
Pilpres 2019.
b. Penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
K.H. Ma‟ruf Amin sebagai tokoh NU dan Ketua MUI terjun ke
dalam politik praktis dan mencalonkan diri sebagai Cawapres dalam
Pilpres 2019 mendampingi Presiden Joko Widodo.
5 c. Penelitian ini ingin mengetahui sikap warga NU sebagai organisasi
Islam yang tidak boleh berpolitik praktis sesuai dengan Khittah NU
1926 terhadap pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis, penelitian ini berfungsi untuk memberikan
informasi mengenai kenetralan NU dan mendalami serta mengembangkan
pembahasan politik praktis.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis pada penelitian ini untuk mengetahui kenetralan NU
terkait dengan naiknya K.H. Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres
mendampingi Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis ingin menjabarkan beberapa sumber penelitian atau literatur lainnya yang menjadi acuan dan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan judul penelitian yang penulis ingin teliti. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk membantu penulis dalam menafsirkan data penelitian serta mengembangkan pemahaman yang menyeluruh tentang beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Berikut beberapa hasil penelitian yang penulis jadikan perbandingan terkait dengan NU dan Politik: Pencalonan K.H.
Ma‟ruf Amin sebagai Wakil Presiden pada Pemilu 2019, yaitu:
Pertama, skripsi Fariza Ainul Wardah tahun 2016 di UIN Sunan Ampel
Surabaya, dengan judul: Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam Pemilihan Bupati
6 dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015. Studi ini berusaha mengungkapkan beberapa persoalan, salah satunya yaitu peran Nahdlatul Ulama cabang Sidoarjo dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Sidoarjo pada tahun 2005 yakni NU secara organisatoris tidak melakukan politik praktis secara langsung untuk merebut kekuasaan dalam pemilihan di Sidoarjo, namun NU hanya melakukan pengawalan dalam Pilkada Bupati di Sidoarjo tersebut agar dapat berjalan secara demokratis, jujur, aman dan damai. Tetapi secara perseorang mereka memilih pasangan Win Hendarso dan Saiful Illah karena kedekatan keduanya dengan kyai
NU Sidoarjo, selain itu, Saiful Illah juga merupakan kader NU dan PKB.11
Berbeda pada Pilkada Tahun selanjutnya, peran NU dalam pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati pada tahun 2010 di Sidoarjo lebih berani karena secara vulgar NU mendukung pasangan Saiful Illah dan Hadi Sutjipto. Bahkan pimpinan
NU cabang Sidoarjo melakukan sosialisasi dan membentuk tim sembilan untuk memenangkan Saiful Illah dan Hadi Sutjipto. Kemudian, Pilkada Tahun 2015 di dalam NU terdapat dualisme dukungan antara pimpinan cabang dengan para
Majelis Wakil Cabang (MWC) se-Kabupaten Sidoarjo yang akibatnya dikeluarkan surat netral dalam Pilkada Sidoarjo tahun 2015. Namun, pada akhirnya para MWC tetap memberikan dukungannya kepada pasangan Saiful
Illah dengan Nur Ahmad.12
11 Fariza Ainul Wardah, “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”, Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2016, hal. X. 12 Fariza Ainul Wardah, “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”, hal. X.
7 Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian yaitu NU sebagai organisasi keagamaan di Sidoarjo yang mempunyai pengikut paling banyak dianggap menjadi salah satu sumber lumbung suara dalam Pilkada, karena ditakutkan akan terjadi pemanfaatan suara yang akan dilakukan oleh pihak tertentu seperti tim pasangan yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka pimpinan NU mengambil beberapa langkah untuk menghadapi Pilkada di Sidoarjo.13 Selain itu, dalam acuan ini berbeda atau tidak ada persamaan dengan penelitian yang sedang diteliti.
Kedua, Tesis Miski, S.Hi tahun 2017 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul: Dinamika Politik Elite NU (Studi tentang Perbedaan Preferensi
Politik Kiai Jawa Timur pada Pemilihan Presiden 2014). Studi ini menemukan beberapa fokus perbedaan preferensi politik kiai Jawa Timur pada pemilihan presiden 2014 terdapat tiga kubu kiai, kubu pertama yaitu Prabowo-Hatta, kubu kedua yaitu Jokowi-Jk dan kubu ketiga yaitu independen atau netral. Peran kiai dalam konteks pilpres 2014 yaitu sebagai pertama, peran kiai sebagai aktor yaitu untuk menjadi tim sukses atau juru kampanye. Kedua, kiai hanya sebagai pendukung. Ketiga, kiai hanya sebagai partisipan, yaitu kiai yang hanya memberikan restu kepada para calon presiden tetapi tidak terlibat dalam saling dukung-mendukung. 14
13 Fariza Ainul Wardah, “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”, hal. X. 14 Miski, “Dinamika Politik Elite NU (Studi tentang Perbedaan Preferensi Politik Kiai Jawa Timur pada Pemilihan Presiden 2014)”, Program Studi Magister Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017, hal. Vii.
8 Adanya perbedaan preferensi kiai tersebut dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor, hal ini diambil dalam politik ke NU-an yang pada akhirnya menimbulkan beberapa kelompok kiai, yaitu: kelompok fundamentalis politik, moderat politik, dan kelompok khittois produktif. Kemudian, jika perbedaan preferensi politik kiai dilihat dari faktor internal dan eksternalnya, yaitu
1. Faktor internal
a. Kontinuitas konflik politik di internal NU
b. Organisasi NU yang inklusif
2. Faktor eksternal
a. Terjadinya transisi dan liberalisasi politik di Indonesia
b. Pragmatisme politik kiai
Selain itu, perbedaan preferensi politik antar para kiai ini merupakan rahmat dan diperbolehkan oleh Islam. Hal ini juga biasanya hanya bersifat sementara dan temporal dan tidak berujung pada bentuk konflik ataupun perpecahan. Namun, rekonsiliasi di antara para kiai itu bersifat kekeluargaan dan sosial.15 Kemudian, dalam acuan ini berbeda atau tidak ada persamaan dengan penelitian yang sedang diteliti.
Ketiga, penelitian skripsi oleh Nur Nuzula, FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2016, yang berjudul Politik Elite Nahdlatul Ulama (NU):
Pemihakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2014. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkapkan keterlibatan elite NU dalam Pilpres 2014, di
15 Miski, “Dinamika Politik Elite NU (Studi tentang Perbedaan Preferensi Politik Kiai Jawa Timur pada Pemilihan Presiden 2014)”, hal. Vii.
9 mana elite NU tersebut diantaranya Mahfud MD dan Said Aqil Sirajd yang mendukung pasangan calon Prabowo-Hatta. Kedua, Muhaimin Iskandar dan
Khofifah Indar Parawansa yang mendukung pasangan calon Jokowi-JK. Mereka semua merupakan aktor penting NU yang terlibat langsung dalam proses pemilihan dan saling mendukung kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada tahun 2014. Selain itu, faktor yang menyebabkan peneliti membahas keterlibatan elite NU dikarenakan banyaknya perbincangan masyarakat mengenai NU yang juga menjadi organisasi terbesar di Indonesia dan sangat mempengaruhi suara dalam Pilpres 2014. Peneliti dalam studinya menggunakan metode penelitian kualitatif dalam pengumpulan datanya menggunakan studi literatur dan wawancara.16
Dalam penulisan skripsinya, peneliti menggunakan dua kerangka teori, yaitu teori elite politik dan teori strategi komunikasi politik. Studi ini dapat disimpulkan dalam hasil analisis penelitian, bahwa dalam mendukung pemilihan presiden 2014 elite NU terbagi menjadi dua antara Mahfud MD dan Said Aqil
Siradj yang mendukung Prabowo-Hatta serta Muhaimin Iskandar dan Khofifah
Indar Parawansa yang mendukung Jokowi-JK. Faktor yang menyebabkan perbedaan pemilihan dalam elite NU yaitu adanya kepentingan pribadi, kepentingan organisasi, perbedaan mekanisme dan hak sebagai warga negara.
Alasan kedua, terjadinya perbedaan pemihakan juga dikarenakan adanya strategi dari NU sebagai sebuah organisasi besar untuk mendapatkan tempat dalam
16 Nur Nuzula, “Politik Elite Nahdlatul Ulama (NU): Pemihakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2014”, Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2016, hal. V.
10 pemerintahan di Indonesia. Dari studi skripsi tersebut, tidak berbeda jauh dengan penelitian yang akan dibahas yaitu dengan adanya keterlibatan NU dalam politik dan pengaruh NU sebagai organisasi besar yang mempengaruhi pemilihan atau suara dalam pemilihan presiden.17 Kemudian, dalam beberapa literatur yang menjadi acuan atau rujukan untuk penelitian ini, menyatakan bahwa skripsi yang akan diteliti dengan judul: NU dan Politik: Pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin sebagai
Wakil Presiden pada Pemilu 2019, berbeda atau tidak ada persamaan dengan hasil penelitian sebelum ini.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif melalui analisa dan pemahaman yang mendalam. Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada mencari makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala, simbol, maupun deskripsi tentang suatu fenomena serta disajikan secara naratif. Dari sisi lain, terdapat tujuan dari penelitian kualitatif yaitu untuk menemukan jawaban dari suatu fenomena seperti tentang faktor yang membuat K.H. Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres 2019 serta sikap NU terhadap naiknya Ma‟ruf Amin di Pilpres 2019 dan kaitannya dengan Khittah 1926 serta menjawab pertanyaan melalui aplikasi prosedur ilmiah secara sistematis dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif.18
Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Wawancara adalah salah satu teknik untuk mengumpulkan data
17 Nur Nuzula, “Politik Elite Nahdlatul Ulama (NU): Pemihakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2014”, hal. V. 18 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hal. 329.
11 penelitian melalui proses interaksi antara pewawancara dengan sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui komunikasi langsung. Di mana pewawancara bertanya langsung tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya.19
Terakhir, dokumen adalah catatan atau karya seseorang tentang sesuatu pembahasan yang sudah berlalu. Dalam pengumpulan dokumen ini dapat berupa sejarah kehidupan, biografi, karya tulis maupun cerita. Dokumen merupakan sumber informasi yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif yang mencakup tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus penelitian.20
Pada penelitian kualitatif, pada akhir kegiatan setelah data terkumpul semuanya, yaitu melakukan teknik analisis data. Dapat dikatakan bahwa analisis data merupakan suatu proses sistematis pencarian dan pengaturan transkrip wawancara, observasi, catatan lapangan, dokumen, foto, dan material lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang data yang telah dikumpulkan, sehingga memungkinkan temuan penelitian dapat diinformasikan kepada orang lain. Teknik analisis data diawali dengan penelusuran dan pencarian catatan pengumpulan data, dilanjutkan dengan mengorganisasikan dan menata data tersebut ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola, dan memilih
19 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, hal. 372. 20 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, hal. 391.
12 yang penting dan esensial sesuai dengan aspek yang dipelajari dan diakhiri dengan membuat kesimpulan dan laporan.21
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang komprehensif dan saling berkorelasi antar bab yang satu dengan bab lainnya, maka penulis mengurutkan topik penelitian masing-masing ke dalam lima bab sebagai berikut:
Bab 1: peneliti memaparkan latar belakang penelitian yang membahas tentang keterlibatan NU dengan politik praktis terkait pencalonan K.H. Ma‟ruf
Amin di Pilpres 2019, selanjutnya difokuskan dengan pertanyaan penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini.
Bab 2: peneliti mengeksplorasi konsep dan kerangka teori guna menjawab pertanyaan penelitian ini dengan tema yang akan diteliti serta untuk menganalisis teori yang akan digunakan. Peneliti akan menggunakan teori kekuasaan, agama sebagai kekuatan politik serta civil society, dan bagaimana beberapa teori tersebut kompatibel dengan sikap politik bagi NU atas pencalonan K.H. Ma‟ruf Amin dalam Pilpres 2019.
Bab 3: pada bab ini peneliti membahas tentang latar belakang atau profil singkat Ma‟ruf Amin.
21 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan, hal. 400-401.
13 Bab 4: pada bab ini peneliti melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan diangkat. Permasalahan tersebut untuk menemukan bagaimana proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi K.H. Ma‟ruf Amin mencalonkan diri sebagai wakil presiden 2019 mendampingi Joko Widodo serta sikap NU atas pencalonan Ma‟ruf Amin dengan Khittah 1926.
Bab 5: pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan dari pembahasan- pembahasan yang sebelumnya telah dijelaskan atas temuan-temuan penelitian ini serta peneliti juga akan memberikan saran untuk memperbaiki segala kekurangan yang ada.
14 BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Kekuasaan
1. Pengertian Kekuasaan
Secara politis, arti kekuasaan sangat berkaitan erat dengan politik,
bahkan banyak yang menganggap di mana ada politik pasti terdapat
kekuasaan. Namun, secara alami kekuasaan dapat hadir di mana saja dan
kapan saja, hal ini dikarenakan sifat alami manusia. Untuk itu, kekuasaan
dapat ditemukan baik di kalangan masyarakat hingga para elite politik.
Selain itu, arti dari kekuasaan juga memiliki banyak arti yang beragam.
Pengertian kekuasaan banyak dikemukakan oleh para ahli, seperti
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, mereka menyatakan bahwa
kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk
membujuk atau mempengaruhi tingkah laku seseorang lainnya, sesuai
dengan keinginan individu yang mempengaruhi tersebut. Robert A. Dahl
juga mengungkapkan pemikirannya yang hampir serupa dengan Laswell
dan Kaplan, yaitu kekuasaan adalah adanya kemampuan untuk
mempengaruhi satu pihak ke pihak lain.1
Sedangkan menurut Mohtar Mas‟oed dan Nasikun, kekuasaan
merupakan hal bagaimana mempengaruhi tingkah laku atau pikiran
seseorang maupun sekelompok orang, agar dapat melakukan sesuatu yang
1 Haryanto, Kekuasaan Elit, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2005), hal. 3.
15 sebenarnya seseorang tersebut enggan melakukannya. Sehingga kekuasaan di sini menimbulkan adanya keterpaksaan suatu pihak yang telah dipengaruhi baik itu pikiran maupun tingkah laku.2
Terkait dengan kekuasaan yang dilakukan elite politik untuk mempengaruhi seseorang ataupun masyarakat, hal ini juga memungkinkan untuk mempengaruhi suara masyarakat dalam Pilpres 2019. Di mana sosok K.H. Ma‟ruf Amin dapat dengan mudah mempengaruhi atau mengambil suara dari para pengikutnya. K.H. Ma‟ruf Amin sebagai warga
NU dan Ketua MUI, yang menjadi panutan masyarakat Muslim di
Indonesia sangat mudah untuk dapat mempengaruhi pilihan politik warga
NU dengan kekuasaan dan ketokohannya. Selain itu, K.H. Ma‟ruf Amin sudah pasti memiliki banyak kenalan kiai NU yang memiliki Pondok
Pesantren dan santri yang banyak. Para santri pasti akan patuh dan mengikuti jejak kiai yang dipanutinya sehingga dengan mudah pula K.H.
Ma‟ruf Amin untuk mempengaruhi kaum Muslimin di Indonesia dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki.
2 Haryanto, Kekuasaan Elit, hal. 4.
16 2. Bentuk-bentuk Kekuasaan
Dalam kekuasaan terdapat beberapa konsep yang menjadi acuan untuk dikatakan sebagai kekuasaan, cara-cara inilah yang akan dilakukan bilamana kekuasaan sudah ada di tangan individu atau kelompok, berikut adalah konsep kekuasaan:
a. Influence (pengaruh) merupakan suatu keahlian individu untuk
mempengaruhi individu lainnya agar bertindak seara sukarela dan
sesuai keinginan individu yang mempengaruhi.
b. Force (memaksa) merupakan suatu cara yang digunakan dengan
melalui tekanan non fisik kepada suatu individu atau kelompok, seperti
adanya ancaman yang menimbulkan rasa takut ataupun membatasi
kebutuhan biologis seperti makan dan minum.
c. Persuasion (membujuk) merupakan tindakan yang berhubungan
dengan keahlian memberi perintah untuk dapat melakukan sesuatu
dengan cara memberikan argumentasi yang logis dan rasional.
d. Coercion merupakan suatu tindakan ancaman yang dilakukan
seseorang atau kelompok dengan menggunakan kekerasan fisik.
e. Authority (kewenangan) merupakan otoritas legal yang memiliki
pengaruh kekuasaan yang memang ada dalam dirinya, artinya seseorang
yang memiliki kekuasaan mempunyai hak atau dapat memberikan
wewenang dalam memerintah dan membuat aturan.3
3 Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 71.
17 3. Legitimasi Kekuasaan
Kaitannya kekuasaan dengan konsep-konsep di atas, tidak sah jika kekuasaan tidak memiliki legitimasi. Berbeda dengan konsep kekuasaan, para pemimpin politik mencoba atau berusaha mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Untuk dapat melakukan konsep-konsep kekuasaan, para pemimpin harus mendapatkan legitimasi agar dapat melaksanakan kekuasaan atau kewenangan sebagai pemimpin.
Dalam legitimasi kekuasaan, hubungan antara para pemimpin dengan yang dipimpin lebih ditentukan oleh yang dipimpin. Poin penting dari legitimasi, yaitu bahwa hanya masyarakat yang dapat memberikan legitimasi kepada hak kekuasaan seorang pemimpin. Legitimasi berkaitan dengan sikap keyakinan moral terhadap kewenangan penguasa, maksudnya legitimasi menentukan masyarakat menerima atau mengakui pemimpin untuk membuat kebijakan-kebijakan atau keputusan politik yang akan berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Jika masyarakat menerima berarti pemimpin tersebut memiliki legitimasi, sedangkan jika masyarakat tidak menerima pemimpin tersebut untuk dapat melakukan kewenangannya, otomatis pemimpin tersebut tidak memiliki legitimasi.4
Tujuan dari legitimasi yang diberikan masyarakat kepada pemimpin, yaitu akan menimbulkan stabilitas politik dan memunculkan harapan adanya perubahan sosial. Dengan adanya dukungan masyarakat terhadap pemimpin yang memerintah membuat keadaan menjadi stabil.
4 Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, hal. 84.
18 Jika terdapat permasalahan, pemimpin yang memiliki legitimasi akan lebih
mudah mengatasi permasalahan yang ada dibandingkan dengan pemimpin
yang tidak memiliki legitimasi.
Untuk itu, para elite politik yang mencalonkan Pilpres 2019 harus
mendapatkan legitimasi dari masyarakat agar dapat dipercaya untuk
mengemban amanah selama lima tahun kedepan. Jika dikaitkan legitimasi
dengan kasus Pilpres 2019 pada pasangan calon nomor urut satu, Jokowi
yang mungkin pernah diterpa isu SARA seperti isu agama dan PKI,5
menjadi salah satu faktor naiknya K.H. Ma‟ruf Amin menjadi pasangan
calon Wakil Presiden mendampingi Jokowi. K.H. Ma‟ruf Amin yang
dapat dengan mudah mendapatkan legitimasi dari warga NU dan kalangan
Muslim akan berdampak pula pada Jokowi yang akan mendapatkan
legitimasi dari masyarakat Muslim dan meminimalisir isu SARA tersebut.
5 Kristian Erdianto, “Isu Sara Dinilai tak akan Efektif Jatuhkan Jokowi pada Pilpres 2019”, dari https://nasional.kompas.com/isu-sara-dinilai-tak-akan-efektif-jatuhkan-jokowi-pada- pilpres-2019, diakses pada tanggal 14 Januari 2020.
19 4. Jabatan Publik
Jabatan publik merupakan jabatan yang dipegang seseorang untuk
menyelenggarakan urusan negara. Sebagai salah satu tugas penyelenggara
negara yaitu melakukan tugas sesuai dengan jabatan yang dipegangnya.
Kualitas baik buruknya pelayanan publik tersebut tergantung dengan
kinerja dari pemangku jabatan tersebut. Untuk itu, menjadi pejabat publik
seharusnya dapat berlaku profesional sesuai dengan bidang yang
didudukinya.6
Setiap orang dapat menjadi pejabat publik, baik melalui jalur karir
(birokrasi) maupun politik. Jabatan birokrasi merupakan jabatan yang
diperoleh atas jenjang karir dan pengalaman kerja. Sedangkan jabatan
politik merupakan jabatan yang di dapat dalam mekanisme politik.7
Namun, terkadang terdapat permasalahan yang muncul yaitu ketika
pejabat publik sebagai penyelenggara negara tidak meninggalkan jabatan
sebelumnya baik sementara ataupun sepenuhnya. Di mana rangkap jabatan
tersebut akan mempengaruhi kualitas kinerja dari pejabat publik itu
sendiri.8 Walaupun memang belum ada aturan yang pasti mengenai
rangkap jabatan, namun secara tidak langsung hal ini dibahas pada UU
pasal 1 nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih
6 Fuqoha, “Etika Rangkap Jabatan dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional”, dalam Jurnal Administrasi Negara, Vol. 3, Tahun 2015, hal. 30. 7 Azhari, Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia. Studi Perbandingan Intervensi Pejabat Politik Terhadap Pejabat Birokrasi di Indonesia dan Malaysia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 44. 8 Fuqoha, “Etika Rangkap Jabatan dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional”, hal. 31.
20 dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.9 Untuk itu, rangkap jabatan
yang dilakukan oleh penyelenggara negara rawan untuk menimbulkan
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam rangkap jabatan, akan memunculkan konflik kepentingan
yang akan terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik. Baik
di dalam jabatan birokrasi maupun jabatan politik, rangkap jabatan yang
dilakukan dapat menimbulkan konflik kepentingan (potential conflict of
interest) yaitu dikhawatirkan akan memunculkan konflik yang belum
terjadi, namun konflik tersebut sangat mungkin akan terjadi.10 Pada kasus
Ma‟ruf Amin, saat ditetapkan sebagai calon wakil presiden, Ma‟ruf Amin
belum melepas beberapa jabatan yang diembannya yang terdapat pada
beberapa lembaga dan BUMN seperti Rais Aam PBNU, Ketua Umum
MUI dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hal ini akan berdampak tidak
efektif dan tidak fokusnya kinerja Ma‟ruf Amin.11 Untuk itu, rangkap
jabatan harus dihilangkan dalam proses penyelenggaraan negara. Nilai-
nilai etika serta moral harus dapat diterapkan serta dijadikan aturan dalam
penyelenggaraan negara. Saat ini etika hanya dijadikan sebagai pedoman
dan bukan sebagai dasar hukum yang mengikat.12
9 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999. 10 Fuqoha, “Etika Rangkap Jabatan dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional”, hal. 36. 11 Riyan Setiawan, “Alasan Sebaiknya Ma‟ruf Amin Tak Rangkap Jabatan saat Jadi Wapres”, dari https://tirto.id/alasan-sebaiknya-maruf-amin-tak-rangkap-jabatan-saat-jadi-wapres, diakses pada tanggal 14 Januari 2020, pukul 22.02. 12 Firdaus, “Implikasi Sistem Kepartaian dalam Stabilitas Pemerintahan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Ssesudah Amandemen Undang-undang Dasar 1945”, Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran Bandung, 2012, hal. 84.
21 B. Agama sebagai Kekuatan Politik
1. Pengertian Agama
Kepercayaan atau keyakinan erat kaitannya dengan agama,
kepercayaan yang ada pada manusia untuk memeluk sebuah agama.
Seseorang yang sudah mempercayai agama yang dianut, agama tersebut
akan menjadi ideologi ataupun pedoman dalam urusan hidup di dunia
ataupun di akhirat bagi penganutnya. Hal ini karena agama (terutama
agama Islam) mengandung seperangkat aturan dan perundang-undangan
dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Terdapat pembagian jenis agama yaitu agama alamiah dan agama
samawi. Agama alamiah atau agama budaya merupakan agama yang dibuat
oleh manusia atau yang dikenal sebagai agama bumi. Contoh dari agama
bumi di antaranya yaitu Hindu dan Buddha. Sedangkan, samawi
merupakan agama yang diturunkan dari langit, yang berarti agama samawi
merupakan agama yang berasal dari Tuhan. Contoh dari agama langit yaitu
agama yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul Allah seperti agama
Islam.13
Seluruh agama yang ada di dunia ini, pasti mengajarkan kebaikan
untuk para penganutnya. Untuk itu, di dalam agama agar dapat
mendapatkan kebaikan para penganutnya harus melakukan apa yang
diperintahkan dan menghindari atau menjauhkan larangan. Tujuan adanya
13 Laksmi Narayana dan Rama Putra Iswara, Mendebat Agama Langit, (Yogyakarta: Narayana Smrti Press, 2012), hal. 12-13.
22 agama di dunia untuk menjadikan para pemeluknya memiliki rasa keadilan,
kejujuran, kasih sayang, toleransi dan lain sebagainya. Selain itu, agama
juga dijadikan sebagai perlindungan bagi penganutnya. Untuk itu, di dalam
agama diperlukan seorang tokoh agama yang menjadi panutan agar
terciptanya kedamaian dalam berbangsa dan bernegara, tokoh panutan
tersebut di antaranya K.H. Ma‟ruf Amin.14
2. Pengertian Kekuatan Politik
Dapat diartikan bahwa kekuatan merupakan keahlian atau
kemampuan suatu individu atau kelompok sosial budaya yang mempunyai
kekuasaan, relasi dan akses dengan melalui kebijakan atau sistem untuk
mencapai tujuan tertentu. Berikut merupakan contoh sumber kekuatan-
kekuatan, seperti partai politik, birokrasi, militer, grup penekan (pressure
group), organisasi keagamaan, pers atau media, buruh/tani, mahasiswa,
serta kelompok-kelompok kecil yang ada di dalam masyarakat.15
Dapat dikatakan, kekuatan dapat dipakai dalam konteks individu
maupun kelompok, jika dalam individu kekuatan yang berperan adalah
aktor-aktor yang memainkan dunia politik. Sedangkan, jika dalam suatu
kelompok atau lembaga, di mana nama suatu kelompok atau lembaga
tersebut mencoba atau memiliki pengaruh untuk dapat mengambil tujuan
politik melalui sistem ataupun kebijakan. Untuk itu, adanya kekuatan
politik yang digunakan dalam kelompok sosial budaya bertujuan untuk
14 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, (Depok: Rajawali Pers, 2018), hal. 111-112. 15 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 12-13.
23 mengarahkan atau mempengaruhi sebuah proses perumusan kebijakan.
Sehingga, hasil kebijakan-kebijakan dari pemerintah menguntungkan pihak kelompok atau lembaga tersebut.16
Selain itu, kelompok atau lembaga tersebut akan melakukan apapun dengan berbagai cara jika kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibuat berkaitan dengan kepentingan kelompok tersebut. Sehingga, apapun dampaknya akan mereka terima. Cara-cara yang dilakukan biasanya dengan mengeluarkan segala sumber kekuasaan yang dimiliki dan menggunakan relasi-relasi yang tersedia. Kemudian, kelompok yang diterima aspirasinya untuk kepentingan mereka dengan cara mengeluarkan power yang dimilikinya dan dianggap paling mampu itulah yang disebut dengan kelompok yang memiliki kekuatan politik. Maka hal inilah yang sering terjadi di mana adanya sebuah kebijakan yang dikeluarkan dan kebijakan tersebut mengarah pada satu golongan atau kelompok tertentu dan bukan mengarah pada masyarakat umum.17
3. Agama sebagai Kekuatan Politik
Dalam konteks pemerintahan di Indonesia, agama dan politik sangat berkaitan dan cenderung tidak dapat dipisahkan. Pandangan beberapa masyarakat bagi yang beragama, jika agama didominasi oleh kepentingan politik, maka agama akan mudah disalahgunakan atau dikotori oleh politik. Namun, pada pandangan yang berbeda juga terkadang agama
16 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 13. 17 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 13.
24 menjadi acuan untuk penentu keputusan dalam permasalahan politik. Selain itu, agama dapat dikatakan bersifat independen. Namun, dalam kenyataannya agama terkadang bersifat dependen dan menjadi sebuah senjata untuk mendapatkan legitimasi yang dilakukan oleh para elit politik.18
Agama yang kemudian dijadikan alat legitimasi bagi elit politik, tergambar dalam konteks pemerintahan di Indonesia. Contohnya, di
Indonesia banyak terdapat partai politik yang berlandaskan agama. Selain agama dijadikan sarana untuk memperoleh legitimasi, agama juga dijadikan untuk memperluas dan mempertahankan kekuasaan. Agama juga seringkali dapat meredam atau mengendalikan situasi politik yang tengah memanas. Jika dikaitkan dengan sejarah, memang terdapat latar belakang bahwa agama selalu berbarengan dengan penyebarluasan kekuasaan politik sehingga memang wajar jika sekarang agama selalu berdampingan dengan kekuasaan dan menjadi alat untuk mendapatkan kekuatan politik.19
Di Indonesia memiliki landasan yuridis yang berfungsi untuk hidup dalam berbangsa dan bernegara yang tercantum dalam Pancasila. Selain itu,
Pancasila di dalamnya juga menjelaskan tentang Ketuhanan yang terdapat di dalam sila pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”. Makna yang terkandung dalam sila pertama menjelaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berketuhanan, sebagaimana agama dan
18 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 112. 19 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 113.
25 kepercayaan di dalam negara menjadi sumber kekuatan dan keutuhan
Republik Indonesia. Agama dan negara yang dimaksud memiliki
kebutuhan yang saling berkaitan, di mana agama memberikan kerohanian
bagi bangsa dan negara, sedangkan negara memberikan jaminan bagi
kehidupan beragama.20 Sehingga, dapat dikatakan Pancasila memberikan
nilai-nilai atau norma yang bersifat mendasar dan menjadikan agama yang
terkandung di dalam Pancasila sebagai landasan moral bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Lahirnya Pancasila sebagai landasan moral bagi bangsa Indonesia
memunculkan partai-partai politik yang berlandaskan agama. Partai Islam
muncul sejak pasca kemerdekaan, yang bertujuan untuk membuat satu
wadah politik yang dipergunakan untuk perjuangan umat muslim di
Indonesia. Pada akhirnya dibuatlah manifesto yang ditandatangani oleh
Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden pada bulan November 1945,
yang telah disepakati pula oleh umat muslim dan terbentuklah partai politik
yang bernama Masyumi. Di dalam tubuh Masyumi pula terdapat beberapa
organisasi Islam besar seperti NU, Muhammadiyah, dan Partai Sarekat
Islam Indonesia (PSII).21
Namun, tidak berlangsung lama ketiga ormas ini mengalami
perpecahan dengan keluarnya PSII pada tahun 1948. Kemudian, disusul
dengan NU pada tahun 1953 yang pada akhirnya menjadi partai politik
20 Budiyono, “Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila” dalam Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 3, Tahun 2014, hal. 410. 21 Asep Nurjaman, “Cleavage Agama di Tingkat Lokal, Indonesia: identifikasi Partai Tanpa Komitmen Electoral”, dalam Jurnal Sospol, Vol. 3, No. 2, Juli-Desember 2017, hal. 47.
26 sendiri. Sebelum partai Masyumi dibubarkan pada tahun 1960, terlebih
dahulu Muhammadiyah keluar dari anggota Masyumi. Berbeda pada masa
Orde Baru terjadi fusi partai politik Islam, yang hanya diperbolehkan dua
haluan yaitu partai berhaluan agama yang diwakili oleh PPP dan partai
berhaluan nasionalis yang diwakili oleh PDI. Kemudian, saat berakhirnya
Orde Baru Parpol Islam mulai mendapatkan kebebasan dan mulai
memunculkan partai-partai nasionalis yang berasaskan Islam seperti PPP,
PKS, PBB, PAN dan PKB.22
Partai politik, ormas dan lain sebagainya menjadi jalan yang
dikatakan agama sebagai kekuatan politik di Indonesia. Kemudian, partai
politik maupun ormas membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki
kekuatan untuk melindungi seluruh masyarakatnya. Dapat dijadikan contoh
di dalam organisasi NU memerlukan Rais Aam yang dijadikan panutan
oleh warga NU, untuk itu Rais Aam harus mempunyai tanggung jawab dan
sikap yang dipilih. Dari sinilah legitimasi agama dan tokoh agama dalam
organisasi Islam maupun partai politik saling berkaitan satu sama lain pada
saat menjelang Pemilu.23
Biasanya para elite politik akan berkampanye dengan pendekatan
pada ideologi, budaya maupun agama. Selain itu, isu agama menjelang
pemilu juga cenderung meluap ke permukaan. Untuk itu, banyak elit politik
yang akan mencalonkan diri datang menemui banyak tokoh agama atau
22 Asep Nurjaman, “Cleavage Agama di Tingkat Lokal, Indonesia: identifikasi Partai Tanpa Komitmen Electoral”, hal. 47. 23 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 114.
27 kiai dan berkunjung ke pesantren-pesantren. Dari sinilah agama masuk
dalam perpolitikan untuk mendukung para aktor politik tersebut. Hal ini
dikarenakan sosok tokoh agama atau kiai menjadi panutan oleh para
pengikutnya sehingga apa yang selalu dikatakan oleh tokoh agama tersebut
pasti akan diikuti atau dipatuhi oleh para santri atau pengikutnya. Agama
yang dimaksud bukan hanya agama Islam melainkan agama lainnya seperti
Hindu, Budha, Kristen dan lain sebagainya.24
Dari sinilah tokoh agama menjadi penentu untuk menentukan
sikap, dan akan dibawa ke arah yang positif atau pun negatif. Kasus ini
tidak berbeda jauh dengan naiknya K.H. Ma‟ruf Amin sebagai calon wakil
presiden (saat skripsi ini dibuat) yang memiliki pengaruh karena memiliki
jabatan sebagai Ketua MUI dan memiliki posisi penting pula di NU yaitu
Rais Aam. Tak hanya itu, K.H. Ma‟ruf Amin juga sudah pasti banyak
mengenal kiai-kiai pesantren yang berbasis NU.
C. Civil Society
1. Pengertian Civil Society
Sekitar awal tahun 1980, pembahasan mengenai Civil society
sangat mengemuka dan banyak dibahas oleh kalangan intelektual politik di
wilayah Eropa Timur dan Uni Soviet. Pada saat itu, Civil society sangat
digaungkan oleh wilayah Eropa Timur dalam rangka melawan dominasi
negara sosialis otoriter yang berakibat kurangnya partisipasi politik
masyarakat. Kemudian, disusul oleh Uni Soviet yang mengawali
24 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 114-115.
28 runtuhnya negara yang dijuluki beruang merah ini dan pada tahun 1990-an
disusul oleh negara sosialis Eropa Timur lainnya. Hal inilah yang
membuat negara dan civil society sangat terikat dan saling melengkapi.25
Makna civil society sering diartikan sebagai masyarakat sipil atau
masyarakat madani, jika mengutip pernyataan Antonio Gramsci mengenai
civil society, bahwa:
Masyarakat sipil (civil society) adalah wilayah di mana pemilik modal, pekerja dan kelompok lain terlibat dalam perjuangan politik dan tempat di mana partai-partai politik, serikat-serikat dagang, lembaga-lembaga keagamaan dan berbagai organisasi lainnya muncul. Ia bukan hanya wilayah perjuangan kelas, ia juga wilayah semua perjuangan demokrasi kerakyatan yang timbul dari berbagai cara di mana masyarakat itu dikelompokkan oleh jenis kelamin, suku, generasi, lingkungan setempat, wilayah, bangsa dan sebagainya. Jadi, dalam masyarakat sipillah persaingan akan hegemoni antara dua kelas utama itu berlangsung. Dalam masyarakat sipillah hegemoni kelas dominan itu dibangun melalui mekanisme perjuangan politik dan ideologis.26
Kalangan ahli di Barat mengartikan civil society sebagai komunitas
sosial maupun politik yang secara umum memiliki fungsi dan tugas yang
berbeda dengan kepala negara. Pada kawasan Asia Tenggara, istilah civil
society pertama kali dimunculkan oleh mantan Wakil Perdana Menteri
Malaysia Anwar Ibrahim yang mengatakan bahwa civil society atau yang
disebutkan oleh Anwar Ibrahim (masyarakat madani) merupakan sebuah
sistem sosial yang berdasarkan prinsip moral untuk menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
25 Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), hal. Xxiv. 26 Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia, hal. Xxxiv.
29 Menurut Anwar, civil society juga memiliki ciri-ciri secara khusus yaitu
kemajemukan budaya atau multikultural, hubungan timbal balik dan sikap
saling memahami dan menghargai.27
Dalam arti lain, civil society diartikan sebagai tempat masyarakat
untuk dapat berpartisipasi. Tempat ini meliputi kelompok-kelompok
sosial, seperti organisasi non pemerintah, mahasiswa, organisasi
keagamaan, petani, dan buruh yang pada intinya bukan bagian dari
pemerintahan.28 Dengan kata lain dapat disimpulkan, bahwa civil society
merupakan masyarakat yang memiliki suatu bentuk ikatan atau hubungan
dalam sebuah negara yang menjunjung integrasi sosial dan menghindari
konflik, serta dapat berinteraksi dengan negara, baik secara individu
ataupun kelompok dan bercirikan independen.29
2. Karakteristik Civil Society
Pengertian masyarakat dalam civil society bukanlah semudah apa
yang difikirkan, hanya masyarakat yang memiliki karakteristik tertentu
yang dapat dikatakan civil society. Berikut merupakan karakteristik civil
society, meliputi:
a. Otonomi
Makna otonomi dalam civil society dimaksudkan bahwa
gambaran masyarakat yang jauh atau terlepas dari pengaruh negara,
27 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 216 28 Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia, hal. 15. 29 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 180.
30 baik dalam bidang ekonomi, politik maupun sosial. Serta dalam
masyarakat tersebut, semua bentuk kegiatannya hanya bersumber dari
masyarakat itu sendiri, tanpa adanya campur tangan pemerintah atau
negara. Artinya otonomi yang sebenarnya dalam civil society di sini
adalah adanya kemandirian inisiatif dalam melakukan kegiatan, serta
tidak ada intervensi dari negara.30
Walaupun NU yang pernah terjun dalam politik praktis dan
menjadi partai politik. Pada akhirnya, NU yang didirikan sebagai
lembaga otonom kembali kepada jati diri NU yang tidak berorientasi
kepada politik praktis dengan mementingkan kekuasaan serta tidak
dapat diintervensi oleh negara. Hal itulah yang menjadikan NU kembali
kepada Khittah 1926.
b. Akses masyarakat terhadap lembaga negara
Karakteristik kedua yang dapat dikatakan dalam kategori civil
society yaitu adanya akses masyarakat terhadap lembaga negara atau
pemerintah. Dalam hubungannya antara negara dengan masyarakat,
harus ada akses terhadap agencies of the state (lembaga negara) baik
secara kelompok maupun individu. Hal ini digunakan untuk dapat
berpartisipasi dalam berpolitik, seperti menyampaikan aspirasi atau
keluh kesah dalam bentuk menghubungi pejabat (contacting) ataupun
dengan cara unjuk rasa.31
30 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 181.
31 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 182.
31 NU sebagai lembaga sosial keagamaan yang memiliki basis
massa membuat NU juga sebagai perantara masyarakat dengan
pemerintah. Selain NU juga sebagai salah satu lembaga yang dominan
dan memiliki kekuatan yang dapat dengan mudah memiliki akses
terhadap pemerintah. Salah satu contoh yang dilakukan oleh NU pada
tahun 2017, NU mengkritisi serta menolak rencana kebijakan
pemerintah Jokowi yang akan membuat sekolah sehari penuh (full
day).32 Hal inilah yang membuat NU menjalankan fungsi sebagai check
and balance dalam akses terhadap lembaga negara dengan semestinya.
c. Arena publik yang bersifat otonom
Pada perkembangannya, arena publik yang bersifat otonom ini
contohnya seperti, berbagai macam organisasi sosial dan politik yang
mengatur urusan mereka sendiri. Arena publik dapat dikatakan sebagai
suatu tempat atau ruang untuk masyarakat mengembangkan diri secara
maksimal, baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain
sebagainya. Pada kenyataannya, arena publik ini bersifat independen
dan tidak ada campur tangan negara serta hal-hal yang bersifat koersif.
Pada prinsipnya, negara dan masyarakat harus saling memberikan
pengertian atas porsinya masing-masing.33
32 Achmad Mukafi Niam, “NU Suportif Kritis terhadap Pemerintah”, dari https://www.nu.or.id/nu-suportif-kritis-terhadap-pemerintah, diakses pada tanggal 16 Desember 2019, pukul 22.47. 33 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 183.
32 d. Arena publik yang terbuka
Karakteristik berikutnya dalam civil society yaitu arena publik
yang terbuka, hal ini berkaitan dengan arena publik itu sendiri. Arena
publik yang dimaksud yaitu harus terbuka bagi semua kalangan
masyarakat dan tidak dijalankan secara rahasia, eksklusif maupun
adanya setting-an. Sehingga masyarakat dapat mengetahui apapun yang
terjadi di sekitar lingkungannya dan bahkan dapat terlibat langsung
dalam proses itu sendiri, seperti adanya diskusi yang bersifat terbuka.
Pada akhirnya, semuanya dapat terlibat dalam kebijaksanaan publik.34
Kedekatan NU dengan pemerintah terkadang membuat
informasi yang diterima masyarakat tidak sesuai. NU sebagai lembaga
publik non pemerintah memiliki tugas wajib untuk menjadi arena
publik yang harus terbuka. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kesalahpahaman informasi dengan masyarakat serta menghindari hoax.
Jika terjadi kesalahpahaman dengan masyarakat dikhawatirkan akan
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap NU. Untuk itu,
NU wajib memberikan jaminan informasi mengenai kegiatan yang
dilakukan secara cepat dan mudah diakses oleh masyarakat.
34 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 184.
33 3. Civil Society di Indonesia
Pada dasarnya civil society di setiap negara itu berbeda-beda atau
tidak sama, hal ini dikarenakan adanya faktor kultural dalam masyarakat.
Selain itu, struktur civil society yang berbeda juga ditentukan oleh
kekuatan sosial dan ekonomi dalam suatu negara tersebut, yang akan
mengakibatkan pengaturan ekonomi dan politik dalam pembagian wilayah
kekuasaan.35 Di Indonesia, civil society sudah ada sejak negara belum
terbentuk. Di mana beragam organisasi sosial keagamaan serta pergerakan
nasional seperti Syarikat Islam (SI), Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah memiliki sifat yang sangat penting dalam sejarah
perjuangan merebut kemerdekaan dengan melawan kekuasaan kolonial.36
Sifat kesukarelaan dan keberanian para anggota maupun pengurus
organisasi tersebut dalam melawan kolonial, merupakan karakter utama
yang dimiliki sejarah civil society di Indonesia. Sehingga, untuk dapat
mengamati civil society di suatu negara dapat dilihat dari faktor kesamaan
yang berkaitan dengan rasa, etnisitas, agama, ideologi dan sebagainya,
karena hal inilah yang menjadi perbedaan civil society di suatu negara
dengan negara lainnya.37
Untuk itu, dari penjelasan di atas adanya civil society juga salah
satu yang mempengaruhi naiknya K.H. Ma‟ruf Amin sebagai wakil
presiden dalam Pilpres 2019. Kesamaan etnisitas, agama, dan lain-lain
35 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 185. 36 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 227-228. 37 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 185.
34 inilah yang dikaitkan dalam civil society. K.H. Ma‟ruf Amin yang memiliki jabatan sebagai Ketua MUI dan memiliki posisi penting dalam organisasi Islam besar yaitu NU sebagai Rais ‟Aam Syuriah. Hal inilah yang menjadikan K.H. Ma‟ruf Amin naik sebagai Cawapres agar dapat meraup suara mayoritas (Muslim) dan juga warga NU yang memiliki kader di seluruh penjuru Indonesia.
35 BAB III
LATAR BELAKANG PENCALONAN KH. MA’RUF AMIN
DAN KHITTAH 1926
A. Profil K.H. Ma’ruf Amin
1. Sosok K.H. Ma’ruf Amin
Bangsa Indonesia memiliki seorang ulama besar yang menjadi panutan
umat Muslim di Indonesia yaitu K.H. Ma‟ruf Amin. Kemampuan dan
pengetahuan tentang ilmu Agama Islam sudah tidak diragukan lagi, K.H.
Ma‟ruf Amin dalam pendapatnya selalu menjadi rujukan untuk
menyelesaikan berbagai persoalan seputar keagamaan yang sedang hangat
dibicarakan. K.H. Ma‟ruf Amin dilahirkan di Tangerang, Banten, pada
tanggal 11 Maret 1943. K.H. Ma‟ruf Amin memiliki seorang istri bernama
Wury Estu Handayani. K.H. Ma‟ruf Amin beserta keluarganya tinggal di Jl.
Deli, Lorong 27, Koja, Jakarta Utara.1
K.H. Ma‟ruf Amin merupakan turunan atau cicit dari ulama besar yaitu
Syaikh Nawawi al-Bantani. Syaikh Nawawi adalah ulama asli Indonesia yang
memiliki segudang keilmuwan dan sangat disegani atas keilmuwannya baik
di Indonesia maupun di dunia internasional, terutama di Mekkah. Syaikh
Nawawi dijuluki sebagai Imam Nawawi Atstsani, dan Syaikh Nawawi juga
merupakan Imam di Masjidil Haram. Selain turunan orang besar yang
1 Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia, (Malang: Universitas islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2017), hal. 16.
36 mempunyai pengaruh baik di dunia internasional maupun dalam negeri, K.H.
Ma‟ruf Amin juga memiliki karir yang cukup mumpuni sebagai politisi di
negeri ini.2
2. Pendidikan
Dalam riwayat pendidikannya, K.H. Ma‟ruf Amin memulai
pendidikannya di Sekolah Rakyat dan Madrasah Ibtidaiyyah, di daerah
Kresek, Tangerang pada tahun 1955. Kemudian, K.H. Ma‟ruf Amin
meneruskan pendidikannya (Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah) di
Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur sampai pada tahun 1961.
Selanjutnya pendidikan terakhir yang ditempuh yaitu Fakultas Ushuluddin
Universitas Ibnu Chaldun, Bogor yang selesai pada tahun 1967. K.H. Ma‟ruf
Amin juga mendapatkan gelar Doktor Kehormatan dalam bidang Ilmu
Hukum Ekonomi Syariah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
5 Mei 2012. Gelar guru besar di bidang Mua‟amalah Syari‟iyah juga
disematkan kepada Ma‟ruf Amin oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
pada tahun 2017. Hal ini didapatkan sebagai salah satu penghargaan atas
peran dan karyanya bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya itu, K.H. Ma‟ruf
Amin juga mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Adiprana,
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 65/TK/2014, di
Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2014.3
2 Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia, hal. 16-17. 3 Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia, hal. 16.
37 3. Aktivitas dan Karir
Gelar kehormatan yang disematkan kepada Ma‟ruf Amin diawali
dengan karirnya di bidang pendidikan. Karir akademiknya dimulai ketika
mengajar sebagai guru di daerah Jakarta Utara pada tahun 1964-1970 dan
dosen Fakultas Tarbiyah di Universitas Nahdlatul Ulama (Unnu) Jakarta pada
tahun 1968. Kemudian, dirinya menjadi Direktur dan Ketua Yayasan
Lembaga Pendidikan dan Yayasan Al-Jihad pada 1967.4
K.H. Ma‟ruf Amin dalam karir politiknya pernah menjadi anggota
Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) urusan Agama dan Hubungan
Negara-negara Islam pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tahun 2007. Kemudian, K.H. Ma‟ruf Amin juga pernah
menjabat sebagai anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), anggota MPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB) dan ketua komisi VI DPR RI.5 Pada saat menjabat sebagai anggota
DPRD DKI Jakarta, terdapat kontribusi Ma‟ruf Amin dalam berbagai
kebijakan atau program seperti pernah meloloskan perpanjangan masa tahun
dalam plat nomor kendaraan, yang di mana untuk memudahkan pemeriksaan
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Ia juga merevitalisasi pasar
tradisional yang dulunya dikenal dengan pasar inpres. Selain itu, Ia juga
meningkatkan madrasah-madrasah agar diperlakukan sama dengan sekolah
4 Vanny El Rahman, “Profil Lengkap Cawapres Ma‟ruf Amin”, dari https://www.idntimes.com/news/profil-lengkap-cawapres-maruf-amin, diakses pada tanggal 19 Januari 2020, pukul 22.59. 5 Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia, hal. 17.
38 negeri lainnya.6 Selanjutnya, Ma‟ruf Amin diutus menjadi calon wakil
presiden pada Pemilu 2019 mendampingi Joko Widodo yang diumumkan
pada 9 Agustus 2018.7
Selain aktif dalam politik praktis, K.H. Ma‟ruf Amin juga aktif dalam
organisasi masyarakat keagamaan. Di mana jabatan yang diemban cukup
strategis di dalam organisasi besar NU yaitu sebagai Rais Amm Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020. Kemudian, K.H. Ma‟ruf
Amin juga pernah menjabat sebagai Ketua Front Pemuda (1964-1967), Ketua
Umum Yayasan Syekh Nawawi Al Bantani (1987), serta Ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dimulai pada tahun 2015. K.H. Ma‟ruf Amin juga
dikenal sebagai ahlinya ekonomi Islam yang menguasai di bidang ekonomi
dan perbankan, untuk itu K.H. Ma‟ruf Amin menjabat sebagai Ketua Dewan
Pengawas Syari‟ah (DPS) di beberapa bank dan asuransi syariah, seperti di
Bank Muamalat, Bank BNI Syariah dan Bank Mega Syariah. Masih banyak
lagi jabatan yang pernah diembannya baik dari dunia politik praktis,
organisasi keagamaan maupun perbankan.8
K.H. Ma‟ruf Amin juga menerbitkan banyak buku, karya-karya
tersebut di antaranya adalah Prospek Cerah Perbankan Syariah (2004),
Meluruskan Makna Jihad, mencegah Terorisme (2006), Melawan Terorisme
dengan Iman (2007), Fatwa dalam Sistem Hukum Islam (2008), Produk
6 Sonny, “Nilai Strategis Kefiguran KH Ma‟ruf Amin sebagai Pasangan Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019”, dalam Jurnal Renaissance, Vol. 4, No. 2, Tahun 2019, hal. 542. 7 Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia, hal. 17. 8 Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia, hal. 17.
39 Halal: Melindungi dan Menentramkan (2010), Harmoni dalam
Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara (2011), Era Baru Ekonomi
Islam Indonesia: Dari Fikih ke Praktek Ekonomi Islam (2011), Fatwa Empat
Bingkai Kerukunan Nasional (2013), dan Pembaharuan Hukum Ekonomi
Syariah (2013).
Untuk itu, sosok K.H. Ma‟ruf Amin sangat disegani oleh berbagai
pihak karena talenta atau kemampuan dari berbagai bidang, karya-karya
hingga jabatan-jabatan yang pernah dijalaninya. Walaupun diumur yang tidak
cukup muda, karir yang dilaluinya terus meningkat, karena kepercayaan
masyarakat yang cukup tinggi. Hal inilah yang menjadikan K.H. Ma‟ruf
Amin sebagai ulama memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat
Indonesia terutama masyarakat Muslim.
B. Pengaruh Pencalonan K.H. Ma’ruf Amin
Dalam suatu pencalonan pemimpin kepala daerah maupun jabatan yang lebih tinggi sekalipun, pasti memerlukan calon kandidat yang memiliki kemampuan serta pengaruh positif bagi masyarakat, untuk dapat meraih kekuasaan tersebut. Sosok Ma‟ruf Amin yang serorang ulama pasti memiliki kemampuan serta pengaruh bagi masyarakat. Di mana Ma‟ruf Amin dipilih oleh
Jokowi untuk mendampinginya sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2019 bukan tanpa alasan dan pasti pengaruh Ma‟ruf Amin tersebut dianggap lebih sesuai dengan kepentingan sekarang.
Beberapa pengaruh yang dimiliki Ma‟ruf Amin di antaranya yaitu pertama, faktor keulamaan dan pengalaman Ma‟ruf Amin. Di mana hal ini dapat
40 bertambahnya dukungan masyarakat terutama masyarakat Muslim kepada kubu
Jokowi.9 Ma‟ruf Amin yang sebagai salah satu ulama senior di Indonesia dan memiliki jabatan yang cukup penting seperti Ketua MUI dan Rais Aam PBNU menjadi modal besar dalam meraih simpatik dari masyarakat Muslim yang di mana merupakan pemilih mayoritas pada Pilpres 2019. Citra ulama yang melekat pada dirinya setidaknya berpengaruh banyak pada suara terutama dikalangan santri dan pesantren. Sosok Ma‟ruf Amin jelas memiliki kharisma sebagai tokoh agama yang bijaksana. Selain itu, Ma‟ruf Amin juga sebagai tokoh bangsa yang telah menduduki sejumlah posisi penting di lembaga negara mulai dari DPR hingga Wantimpres.10
Kedua, pengaruh Ma‟ruf Amin yang dipilih karena dianggap mampu dapat meredam isu SARA dan serangan yang berbau agama yang selama ini selalu dituduhkan kepada Jokowi. Di mana terdapat kekhawatiran bahwa isu agama dalam Pilpres 2019 masih akan terus berkembang dan ditakutkan akan memperpecah masyarakat serta menjadi ancaman yang cukup besar juga bagi
Jokowi.11 Untuk itulah, sosok Ma‟ruf Amin dianggap menjadi nilai lebih bagi
Jokowi karena Ma‟ruf Amin terbiasa menjalankan peran kultural bagi seorang kiai yang dapat memperkokoh relasi agama dengan kebangsaan, nasionalis-religius, sekaligus dapat menghalau gerakan ekstrem yang mengancam keutuhan NKRI.
9 Kompas.com, “3 Efek Negatif setelah Deklarasi Jokowi-Ma‟ruf Amin”, dari https://www.kompasiana.com/3-efek-negatif-setelah-deklarasi-jokowi-ma-ruf-amin, diakses pada tanggal 02 Maret 2020, pukul 14.39. 10 Ahmad Sanusi dan Galih Gumilar, “Peran Ma‟ruf Amin dalam Meraih Suara Masyarakat Muslim pada Pemilihan Presiden 2019”, dalam Jurnal Lentera, Vol. 3, No. 1, Tahun 2019, hal. 79. 11 Kompas.com, “3 Efek Negatif setelah Deklarasi Jokowi-Ma‟ruf Amin”, diakses pada tanggal 02 Maret 2020, pukul 14.50.
41 Hal inilah yang membuat Ma‟ruf Amin diharuskan mampu menyelesaikan konflik agama baik isu SARA dan lain sebagainya.12
C. Rumusan Khittah NU 1926
Kata khittah berasal dari akar kata khaththa, yang bermakna menulis dan merencanakan. Kata khiththah kemudian bermakna garis dan thariqah (jalan). NU menyelenggarakan Muktamar ke-27 di Situbondo, yang menghasilkan formulasi garis-garis perjuangan NU yang sudah lama ada ke dalam formasi yang disebut khittah NU. Selain penggunaan kata khittah NU, terkadang juga digunakan kata khittah 1926.13 Rumusan khittah NU di Situbondo yang menegaskan mengenai kembalinya NU sebagai jam‟iyah diniyah ijtima‟iyah. Pembahasan yang mencakup di dalam rumusan tersebut yaitu pengertian khittah NU, dasar-dasar paham keagamaan NU, perilaku yang dibentuk oleh dasar-dasar keagamaan dan sikap kemasyarakatan NU, ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan NU, fungsi ulama di dalam jam‟iyah, dan hubungan NU dengan bangsa. NU sebagai penganut
Ahlussunnah Waljama‟ah dengan berdasarkan paham Al-qur‟an, Sunnah, ijma‟ dan qiyas. Untuk itu, dalam menafsirkan sesuatu menggunakan pendekatan madzhab Ahlussunnah Waljama‟ah (Aswaja) di bidang akidah, fiqih, dan tasawuf.
Sehingga, di dalam rumusan tersebut ditegaskan pula bahwa NU sebagai jam‟iyah
12 Selfie Miftahul Jannah, “Apa yang Bakal Diurus Ma‟ruf Amin di Pemerintahan Mendatang”, dari https://tirto.id/apa-yang-bakal-diurus-maruf-amin-di-pemerintahan-mendatang, diakses pada tanggal 02 Maret 2020, pukul 15.31. 13 Nur Kholik Ridwan, “Khittah NU”, diakses pada tanggal 01 Maret 2020, pukul 00.19.
42 secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik maupun organisasi kemasyarakatan manapun.14
Rumusan khittah NU juga menegaskan aspek penting yang berkaitan dengan bangsa. Di mana setiap warga NU diminta untuk menjadi warga negara yang senantiasa menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945. Warga NU yang juga sebagai masyarakat Muslim Indonesia, diminta untuk senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan, tasamuh, kebersamaan dan hidup berdampingan. Hal ini didasarkan pada Indonesia yang sangat majemuk. Dapat dilihat tujuan dari khittah NU yang dirumuskan pada tahun 1984 tersebut menunjukkan posisi NU sebagai gerakan sosial keagamaan yang akan mengurus masalah-masalah umat. Namun, dalam hal politik praktis selalu menjadi dinamika yang sangat mempengaruhi bagi jam‟iyah NU. Untuk itu, khittah NU selalu menghadapi kenyataan krisis, pertarungan internal, dan sekaligus dinamis di tengah kebangsaan dan dunia global.15
Awal didirikannya NU memiliki cita-cita organisasi yaitu dakwah keagamaan dan sosial kemasyarakatan (jam‟iyyah diniyyah ijtima‟iyyah), bukan melanggengkan politik praktis dan memanfaatkan organisasi untuk tujuan politik.
Cita-cita organisasi NU tersebut tercantum dalam naskah khittah NU. Menurut
NU sebagai organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan, politik hanya instrumen atau alat mencapai tujuan kemaslahatan bangsa dan negara. Untuk itu,
14 Nur Kholik Ridwan, “Khittah NU”, diakses pada tanggal 08 Agustus 2019, pukul 14.50.
15 Nur Kholik Ridwan, “Khittah NU”, diakses pada tanggal 08 Agustus 2019, pukul 15.08.
43 politik yang dijalankan NU secara organisasi yaitu politik kebangsaan, politik keumatan, politik kerakyatan, dan politik yang penuh dengan etika. Bukan politik praktis yang penuh dengan kekuasaan semata dengan menghalalkan segala cara.16
Praktik politik NU tersebut digagas oleh K.H. MA Sahal Mahfudh (2013) sebagai siyasah „aliyah samiyah (politik tingkat tinggi), bukan siyasah safilah
(politik tingkat rendah). Politik tingkat rendah atau politik kekuasaan merupakan bagian dari partai politik bagi warga negara, termasuk warga NU secara individu.
Sedangkan NU sebagai organisasi harus bersih dari perpolitikan semacam itu dan
NU mewujudkannya dengan peran politik tingkat tinggi yaitu politik kebangsaan, politik kerakyatan dan etika berpolitik.17
16 Fathoni, “Jejak NU Tinggalkan Politik Praktis dan Perkuat Khittah 1926”, dari https://www.nu.or.id/post/read/94009/jejak-nu-tinggalkan-politik-praktis-dan-perkuat-khittah- 1926, diakses pada tanggal 08 Agustus 2019, pukul 16.16. 17 Fathoni, “Jejak NU Tinggalkan Politik Praktis dan Perkuat Khittah 1926”, diakses pada tanggal 08 Agustus 2019, pukul 16.30.
44 BAB IV
PENCALONAN K.H. MA’RUF AMIN SEBAGAI WAKIL PRESIDEN
PADA PEMILU 2019
Pengaruh NU terhadap perpolitikan di Indonesia sangat besar, di mana NU sebagai organisasi yang memiliki jumlah anggota yang cukup banyak baik di
Indonesia bahkan di luar negeri, menghiasi sejarah perpolitikan di Indonesia hingga saat ini. Semula NU yang didirikan sebagai organisasi sosial keagamaan hingga terlibat langsung dalam proses politik dan kembali lagi ke tujuan awal NU didirikan, selalu memiliki pengaruh yang tidak pernah hilang. Termasuk dalam pemilihan umum yang diadakan di Indonesia, NU selalu berhasil menjadi penentu terbesar dalam keberhasilan demokrasi. Terlebih keikutsertaan elite NU pada
Pilpres 2019, menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Berikut pembahasan yang akan dijelaskan yaitu tentang a.) Pencalonan Ma‟ruf Amin dalam Pilpres 2019, b.) faktor-faktor yang mempengaruhi pencalonan Ma‟ruf Amin dalam Pilpres 2019, c.) sikap warga NU terhadap pencalonan Ma‟ruf Amin dan Khittah 1926.
A. Pencalonan Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019
Pada 17 April 2019 masyarakat Indonesia dihadapkan kembali dengan pesta demokrasi yaitu pemilihan umum presiden dan wakil presiden sekaligus pemilihan anggota legislatif baik DPR RI, DPD RI serta DPRD Provinsi dan
Kabupaten/Kota dengan masa periode 2019-2024. Hal ini menjadi menarik karena pertama kalinya dalam sejarah Indonesia mengadakan pemilu presiden dan pemilu legislatif pada hari yang bersamaan, terlebih para kandidat yang mencalonkan
45 pernah mencalonkan pula pada pemilu sebelumnya. Tidak mengherankan jika adanya perebutan kekuasaan pasti selalu diwarnai dengan sejumlah persoalan yang cukup menarik.
Pilpres tahun 2019 dapat dikatakan sebagai pertandingan ulang dikarenakan calon presiden yang sama, hanya wakil presidennya saja yang berbeda.1 Para kandidat calon presiden dan wakil presiden tersebut yaitu dengan pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma‟ruf Amin sedangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Pada pemilu sebelumnya pasangan
Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangkan Pilpres 2014 dengan mendapatkan 53,15 persen sedangkan Prabowo Subianto-Hatta mendapatkan 46,85 persen.2 Selain itu, partai pengusung Joko Widodo dan Ma‟ruf Amin yaitu PDI Perjuangan, Golkar,
PKB, PPP, Nasdem dan Hanura. Sedangkan partai pengusung Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno yaitu Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat.3 Joko Widodo atau yang sering dikenal dengan Jokowi berpasangan dengan Ma‟ruf Amin bukan semata-mata hanya mencari pendamping untuk maju dalam Pilpres 2019, tetapi karena Jusuf Kalla yang pernah menjabat sebagai wakil presiden pada masa
Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) dan Joko Widodo (2014-2019) sehingga tidak boleh menjabat kembali menjadi wapres yang dianggap sudah
1 Arya Fernandes, “Politik Identitas dalam Pemilu 2019: Proyeksi dan Efektivitas”, diakses pada tanggal 21 November 2019, dari https://www.csis.or.id/politik_identitas_dalam_pemilu_2019__proyeksi_dan_efektivitas.pdf, pukul 10.58. 2 Dian Maharani, “Ini Hasil Resmi Rekapitulasi Suara pilpres 2014” diakses pada tanggal 21 November 2019, dari https://nasional.kompas.com/Ini.Hasil.Resmi.Rekapitulasi.Suara.Pilpres.2014, pukul 11.06. 3 Arya Fernandes, “Politik Identitas dalam Pemilu 2019: Proyeksi dan Efektivitas”, diakses pada tanggal 25 November 2019, pukul 21.05.
46 habis masa periode jabatan dan selain itu juga naiknya Ma‟ruf Amin menjadi salah satu strategi untuk mendapatkan kemenangan kembali yang dilakukan
Jokowi dan para tim suksesnya.
1. Proses Naiknya Ma’ruf Amin Menjadi Cawapres
Joko Widodo sebagai calon presiden menetapkan K.H. Ma‟ruf
Amin sebagai calon wakil presiden yang maju mendampinginya dalam
Pilpres 2019. Namun, keputusan Jokowi mencari pendampingnya di bursa
Pilpres 2019 tidak serta merta muncul begitu saja. Terdapat beberapa nama
yang muncul sebagai Cawapres yang beredar di masyarakat, salah satu di
antaranya yaitu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Walaupun pada akhirnya K.H. Ma‟ruf Amin yang terpilih menjadi
Cawapres mendampingi Joko Widodo.
Naiknya Ma‟ruf Amin dalam bursa Cawapres mendampingi
Jokowi dapat dikatakan cukup tak terduga. Di samping Ma‟ruf Amin
merupakan tokoh yang kurang populer dan favorit bagi sebagian
masyarakat. Walaupun memang Ma‟ruf Amin memiliki pengalaman
jabatan cukup banyak yang diembannya, salah satunya menjadi ketua
MUI, Rais Aam PBNU dan masih banyak lagi. Selain itu, Ma‟ruf Amin
merupakan Cawapres tertua di Indonesia dengan umur yang menginjak 75
tahun.
Proses penunjukkan K.H. Ma‟ruf Amin cenderung tidak terduga,
dikarenakan nama yang sering disebut di media untuk menjadi Cawapres
Jokowi adalah Mahfud MD yang pernah menjabat ketua Mahkamah
47 Konstitusi sekaligus kader PKB. Bahkan Mahfud MD sudah bersiap-siap
untuk menunggu pengumuman penetapan cawapres Jokowi. Namun, pada
detik terakhir Jokowi mengumumkan K.H. Ma‟ruf Amin sebagai
cawapresnya. Seluruh ketua umum dan sekjen partai politik baru
mengetahui pada saat pengumuman dan penetapan tersebut.4 Mahfud MD
yang tidak jadi terpilih sebagai Cawapres Jokowi diduga adanya ketidak
setujuan dari beberapa partai pendukung seperti PKB dan Golkar. Selain
itu, organisasi NU juga tidak menyetujui atas pencalonan Mahfud MD
karena dianggap bukan dari kader NU.5 Namun, hal ini dibantah langsung
oleh Kiai Eman Suryaman di kantor PBNU bahwa NU tidak pernah
mengusulkan nama untuk cawapres kepada Jokowi dan tidak pernah sekali
pun mengusulkan nama Ma‟ruf Amin.6
Ma‟ruf Amin merupakan salah satu tokoh yang disebut-sebut dari
11 nama yang diusulkan kepada Jokowi untuk naik sebagai cawapres.
Nama-nama tersebut yaitu Mahfud MD, Din Syamsuddin, Yusril Ihza
Mahendra, Muhaimin Iskandar, Jimly Asshiddiqie, Zulkifli Hasan, Budi
Gunawan, TGB Zainul Majdi, Ahmad Heryawan, Habib Rizieq Syihab,
dan Anies Matta. Kemudian, nama-nama tersebut mengerucut menjadi
Budi Gunawan, Mahfud MD, TGB Zainul Majdi, dan Moeldoko. Di mana
4 Tim CNN Indonesia, “Cerita Di balik Penunjukkan Ma‟ruf Amin oleh Jokowi”, dari https://www.cnnindonesia.com/cerita-di-balik-penunjukan-maruf-amin-oleh-jokowi, diakses pada tanggal 15 Agustus 2019, pukul 19.18. 5 Fathiyah Wardah, “Jokowi Tunjuk Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres”, dari https://www.voaindonesia.com/jokowi-tunjuk-ma-ruf-amin-sebagai-cawapres, diakses pada tanggal 19 Agustus 2019, pukul 15.25. 6 Wawancara dengan KH. Eman Suryaman, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Ekonomi, pada tanggal 29 Oktober 2019.
48 4 tokoh tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kapabilitas
yang baik. Kemudian, dari pihak Jokowi membocorkan bahwa yang akan
menjadi Cawapres berinisial M. Lalu, terdapat 3 dugaan yaitu Mahfud
MD, Moeldoko dan Ma‟ruf Amin.7 Hal ini juga dibenarkan oleh Idy
Muzayyad sebagai wakil bendahara umum DPP PPP bahwa Muhammad
Romahurmuziy atau yang sering dikenal dengan Rommy dari PPP
merupakan salah satu yang mengusulkan nama Ma‟ruf Amin, dan
meskipun bukan hanya nama Ma‟ruf Amin saja yang muncul di bursa
cawapres tetapi ada banyak nama salah satunya Mahfud MD.8
Pengumuman atas terpilihnya Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres
Jokowi akhirnya diumumkan pada hari Kamis, 09 Agustus 2019 di
restoran Plataran, Jalan HOS Tjokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat.
Pada saat itu, semua Ketum partai dan Sekjen partai setuju dan menerima
dengan senang hati hasil keputusan Joko Widodo. Selanjutnya, semua
Parpol langsung menandatangani beberapa berkas yang akan diberikan
kepada KPU sebagai dokumen persyaratan.9 Sebelum pengumuman nama
Cawapres yang akan berdampingan dengan Jokowi, Ma‟ruf Amin ditelpon
oleh Menteri Sekretariat Negara Pratikno yang ditanya akan kesediaannya
7 Faizal Fanani, “4 Nama Cawapres Jokowi Pilihan Relawan” dari https://www.liputan6.com/4-nama-cawapres-jokowi-pilihan-relawan, diakses pada tanggal 25 November 2019, pukul 10.20. 8 Wawancara dengan Idy Muzzayyad, M.S.i, Wakil Bendahara Umum DPP PPP, Pada tanggal 25 Oktober 2019. 9 Tim CNN Indonesia, “Cerita Di balik Penunjukkan Ma‟ruf Amin oleh Jokowi”, diakses pada tanggal 18 Agustus 2019, pukul 19.22.
49 menjadi Cawapres alternatif dan Ma‟ruf Amin menyatakan kesediaannya
sebagai Cawapres dan rela mengabdi untuk negara.10
Alasan yang dikemukakan Ma‟ruf Amin dalam menerima ajakan
Jokowi untuk menjadi cawapres yaitu karena Ma‟ruf Amin adalah seorang
ulama yang notabene selalu dibutuhkan oleh masyarakat dan sekaligus
ulama selalu memberikan manfaat bagi orang banyak. Untuk itu, Ma‟ruf
Amin bersedia untuk mengabdi kepada negara dengan menjadi cawapres.
Walaupun Ma‟ruf Amin mengaku tidak pernah berbicara mengenai
cawapres kepada Jokowi. Hanya saja jika bertemu dengan Jokowi pun
sebatas membicarakan persoalan tentang politik dan bagaimana cara
menjaga keutuhan bangsa.11 Pada tanggal 20 September 2018, setelah
melewati beberapa verifikasi dokumen dan tes kesehatan, ketua KPU Arief
Budiman yang melakukan jumpa pers di kantor KPU, menetapkan
pasangan Joko Widodo-Ma‟ruf Amin dan rivalnya Prabowo Subianto-
Sandiaga Uno sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu
2019.12
10 BCC Indonesia, “Jokowi Dodo Umumkan Ma‟ruf Amin sebagai Calon Wakil Presiden”, dari https://www.bbc.com/indonesia, diakses pada tanggal 18 Agustus 2019, pukul 19.33. 11 Yoga Sukmana, “Ini Alasan Ma‟ruf Amin Terima Ajakan Jadi Cawpres” dari https://nasional.kompas.com/ini-alasan-maruf-amin-terima-ajakan-jokowi-jadi-cawapres, diakses pada tanggal 25 November 2019, pukul 11.09. 12 Ihsanuddin, “KPU Tetapkan Jokowi-Ma‟ruf dan Prabow-Sandi sebagai Capres- Cawapres” dari https://nasional.kompas.com/kpu-tetapkan-jokowi-maruf-dan-prabowo-sandi- sebagai-capres-cawapres, diakses pada tanggal 27 November 2019, pukul 13.59.
50 2. Aturan Rangkap Jabatan dalam Mencalonkan Wakil Presiden
Dalam proses pencalonan suatu jabatan, hal ini tentu tidak berjalan
mulus bagi setiap pasangan calon presiden maupun wakil presiden, karena
dalam pencalonannya Ma‟ruf Amin memiliki persoalan dalam rangkap
jabatan yang sedang diembannya. Ma‟ruf Amin merupakan seorang ulama
yang rekam jejaknya cukup menarik di mana menempati banyak jabatan,
baik pernah menjadi anggota legislatif, menjadi dosen di sebuah perguruan
tinggi, anggota dewan pertimbangan presiden, ketua MUI, Rais Aam
PBNU hingga keterlibatan organisasi yang cukup banyak. Namun, dengan
naiknya Maruf Amin mencalonkan wakil presiden harus melepas jabatan
yang sedang diembannya agar dapat fokus menjalankan pekerjaan sebagai
wakil presiden.
Pejabat publik yang melakukan rangkap jabatan dianggap tidak
etis, karena rangkap jabatan merupakan penghubung untuk melakukan
perbuatan menyimpang yang menimbulkan konflik kepentingan. Pejabat
yang melakukan rangkap jabatan, tanpa disadari atau tidak, besar atau
kecil pasti terjadinya penggunaan fasilitas negara pada saat pejabat
tersebut melakukan tugas aktivitas yang sulit dibedakan antara tugas
negara dengan tugas lainnya.13
13 Miftah Thoha, “Deparpolisasi Pemerintah”, dari https://nasional.kompas.com/Deparpolisasi.Pemerintah, diakses pada tanggal 17 Januari 2020, pukul 12.25.
51 a. Rangkap Jabatan dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Banyaknya pengalaman serta jabatan yang diembannya
membuat Ma‟ruf Amin yang terpilih sebagai calon wakil presiden
cenderung sulit untuk melepas jabatan yang sebelumnya pernah
diembannya. Salah satunya sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS)
pada bank-bank tertentu. Masalah ini yang dijadikan kubu lawan
sebagai senjata untuk menyerang Ma‟ruf Amin.
Sebelumya Ma‟ruf Amin menjabat sebagai DPS pada PT Bank
Muamalat Indonesia Tbk, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Mandiri
Syariah. Pada saat pencalonannya sebagai wakil presiden, Ma‟ruf Amin
masih menjabat sebagai DPS. Kemudian, dari pihak lawan melaporkan
Ma‟ruf Amin ke MK dengan menyerahkan berkas permohonan
sengketa hasil Pilpres 2019. Di mana dalam permohonan tersebut
bahwa Ma‟ruf Amin belum menyerahkan berkas pengunduran diri ke
KPU. Selain itu, KPU memberikan pernyataan bahwa Ma‟ruf Amin
tidak melanggar dalam pemberkasan calon dan lolos dalam verifikasi.
Pihak KPU menjelaskan bahwa kedudukan Ma‟ruf Amin bukan sebagai
karyawan atau pejabat BUMN maupun BUMD.14
Hasil dari putusan MK terkait permohonan sengketa sama
halnya apa yang dikatakan oleh KPU sebelumnya, bahwa Ma‟ruf Amin
tidak perlu mundur dari jabatannya sebagai DPS pada saat mencalonkan
14 Dhemas Reviyanto, “4 Fakta Polemik Jabatan Ma‟ruf Amin di Dua Bank yang Dipersoalkan BPN”, dari https://nasional.kompas.com/4-fakta-polemik-jabatan-maruf-amin-di- dua-bank-yang-dipersoalkan-bpn, diakses pada tanggal 17 Desember 2019, pukul 02.18.
52 sebagai wakil presiden.15 Kemudian, Ma‟ruf Amin secara resmi
mengundurkan diri sebagai ketua DPS pada bulan Juli 2019. Hal ini
juga karena terpilihnya Ma‟ruf Amin sebagai wakil presiden yang akan
dilantik pada Oktober 2019.16 Permasalahan yang menimpa Ma‟ruf
Amin terkait masih menjabatnya sebagai DPS membuat pihak lawan
dengan mudahnya menyerang Ma‟ruf Amin, walaupun berdasarkan
keputusan Ma‟ruf Amin tidak melanggar apapun. Namun, sebagai
pejabat yang baik hal ini perlu dihindari, jika Ma‟ruf Amin bersungguh-
sungguh mencalonkan sebagai wakil presiden seharusnya dirinya
mundur dari semua jabatan yang pernah diembannya. Terlihat dari
permasalahan tersebut seberapa keseriusan Ma‟ruf Amin mencalonkan
diri sebagai wakil presiden. Bukan hanya sebagai DPS, Ma‟ruf Amin
juga menempati beberapa lembaga yang sedang diembannya seperti NU
dan MUI serta dalam lembaga tersebut memiliki aturan yang tidak
memperbolehkan merangkap jabatan.
15 Agung Pambudhy, “MK Mentahkan Gugatan Prabowo soal Posisi Ma‟ruf di Bank Syariah”, dari https://news.detik.com/mk-mentahkan-gugatan-prabowo-soal-posisi-maruf-di-bank- syariah, diakses pada tanggal 17 Desember 2019, pukul 02.34. 16 Arif Budisusilo, “Ma‟ruf Amin Lepas jabatan Dewan Pengawas Syariah”, dari https://finansial.bisnis.com/maruf-amin-lepas-jabatan-dewan-pengawas-syariah, diakses pada tanggal 17 Desember 2019, pukul 02.41.
53 b. Rangkap Jabatan dalam Lembaga NU
Terdapat pro dan kontra menjelang pelantikan Presiden dan
wakil presiden 2019 dikarenakan Ma‟ruf Amin yang masih belum
melepas jabatannya sebagai Rais Aam PBNU. Mantan Rais Aam
PBNU KH. Ahmad Mustofa Bisri atau yang sering dikenal dengan Gus
Mus memberikan tanggapan atas naiknya Ma‟ruf Amin menjadi calon
wakil presiden. Di mana Gus Mus meminta Ma‟ruf Amin untuk
melepas jabatannya sebagai Rais Aam PBNU. Menurutnya, jika tidak
segera mundur Rais Aam akan berada di bawah Presiden. Terpilihnya
Ma‟ruf Amin menjadi cawapres, membuat Ma‟ruf Amin harus mundur
dari Rais Aam PBNU, sehingga para pengurus PBNU segera
mempersiapkan rapat antara suriyah dan tanfidziyah membahas
mengenai persoalan posisi Ma‟ruf Amin yang diadakan pada bulan
Agustus 2018.17
Hal ini sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) NU ke-33, pada Bab 16 mengenai Rangkap
Jabatan, berbunyi:
Pasal 51 ayat (1) Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan: a. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan/atau b. Jabatan pengurus harian Lembaga dan Badan Otonom; dan/atau c. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan/atau d. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan/atau e. Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan
17 Danu Damarjati, “Gus Mus Minta Ma‟ruf Amin Mundur dari Rais Aam, Ini Kata PBNU”, dari https://news.detik.com/gus-mus-minta-maruf-amin-mundur-dari-rais-aam-ini-kata- pbnu, diakses pada tanggal 29 November 2019, pukul 19.39.
54 prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama. Pasal 51 ayat (2) Jabatan Pengurus Harian Lembaga Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga lainnya dan Badan Khusus pada semua tingkat kepengurusan. Pasal 51 ayat (3) Jabatan Ketua Umum Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan: a. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom lainnya; b. Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan/atau Badan Khusus; c. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; d. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik. Pasal 51 ayat (4) Rais „Aam, Wakil Rais „Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik. Pasal 51 ayat (5) Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pasal 51 ayat (6) Apabila Rais „Aam, Wakil Rais „Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan. Pasal 51 ayat (6) Apabila Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Pasal 51 ayat (7) Ketentuan mengenai rangkap jabatan yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.18 Untuk itu, Ma‟ruf Amin yang menjabat sebagai Rais Aam
harus mundur karena AD/ART NU harus dijalankan. Namun, menurut
Wakil Sekjen PBNU Masduki Baidlowi bahwa dengan adanya
penetapan cawapres yang dilakukan Jokowi sangat mendadak, hal ini
tidak mudah untuk menegakkan AD/ART NU. Selain menghormati
Ma‟ruf Amin sebagai Rais Aam yang di mana semua warga NU sangat
18 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Lembaga Ta‟lif wan Nasyr PBNU, 2015), hal. 102-104.
55 menghormatinya dan harus ada tata krama dalam mundurnya Ma‟ruf
Amin dari Rais Aam.19
Ma‟ruf Amin yang menjabat sebagai Rais Aam PBNU periode
2015-2020, resmi mundur dari jabatannya pada tanggal 22 September
2018, digantikan oleh wakil Rais Aam PBNU KH. Miftahul Akhyar.
Namun, walaupun harus mundur dari jabatannya, Ma‟ruf Amin tidak
benar-benar meninggalkan NU dan dalam rapat pleno PBNU yang
dihadiri oleh elite-elite NU memutuskan bahwa Ma‟ruf Amin
menempati jabatan sebagai Mustasyar PBNU dengan masa periode
2015-2020. Sebagaimana tugas Mustasyar (Dewan Penasehat) adalah
menjaga keutuhan dalam tubuh NU, memberi nasihat kepada pengurus
NU serta menjaga kemurnian NU yang sesuai dengan garis-garis yang
telah ditentukan.20 Hal ini juga senada dengan apa yang diungkapkan
oleh Ketua PBNU bidang ekonomi, Eman Suryaman yang menjelaskan
bahwa “Waktu akan dicalonkan masih menjadi Rais Aam PBNU,
setelah ditetapkan sebagai calon wakil presiden beliau mundur dari Rais
Aam”.21
Kasus rangkap jabatan yang dialami Ma‟ruf Amin menjadi pro
dan kontra bagi warga NU, menurut analisa penulis hal yang dilakukan
19 Danu Damarjati, “Gus Mus Minta Ma‟ruf Amin Mundur dari Rais Aam, Ini Kata PBNU”, diakses pada tanggal 29 November 2019, pukul 21.21.
20 Dewi Nurita, “Mundur dari Rais Aam, Ini Jabatan Baru Ma‟ruf Amin di PBNU”, dari https://nasional.tempo.co/mundur-dari-rais-aam-ini-jabatan-baru-maruf-amin-di-pbnu, diakses pada tanggal 01 Desember 2019, pukul 17.55. 21 Wawancara dengan KH. Eman Suryaman, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Ekonomi, pada tanggal 29 Oktober 2019.
56 Ma‟ruf Amin tidak menyalahi aturan dan tidak ada masalah yang
terjadi dikarenakan pada saat sebelum KPU menetapkan Ma‟ruf Amin
sebagai Cawapres pada 20 September 2018, Ma‟ruf Amin dapat
dikatakan masih hanya sebatas bakal calon wakil presiden, kemudian
pada 22 September 2018 Ma‟ruf Amin mengundurkan diri dari Rais
Aam PBNU. Walaupun memang waktu pengunduran diri yang
dilakukan Ma‟ruf Amin dengan penetapan pencalonan dianggap telat
dua hari. Selain itu, terjadinya desakan dari elite-elite NU itu sendiri
yang meminta Ma‟ruf Amin mengundurkan diri dari jabatan Rais Aam
sebenarnya hanya ingin tidak ada terjadinya rangkap jabatan yang
nantinya dikhawatirkan akan dilakukan oleh Ma‟ruf Amin serta kader-
kader NU lainnya, serta fokus dengan tugas sebagai cawapres.
c. Rangkap Jabatan dalam Lembaga MUI
Sekilas tentang Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berdiri
pada 26 Juli 1974 di Jakarta. MUI merupakan lembaga swadaya
masyarakat yang di dalamnya mewadahi para ulama, cendekiawan dan
pemimpin organisasi Islam dari penjuru daerah yang ada di Indonesia.
Di mana MUI sebagai tempat untuk bermusyawarah dan berdiskusi
dengan tujuan untuk mengayomi, membimbing serta membina umat
Muslim di Indonesia.22
22 Majelis Ulama Indonesia, ”Sejarah MUI”, dari https://mui.or.id, diakses pada tanggal 05 Desember 2019, pukul 17.22.
57 Pendapat mengenai rangkap jabatan di tubuh MUI juga tidak
jauh berbeda dengan apa yang ada di dalam tubuh NU. Ma‟ruf Amin
yang menjadi ketua MUI periode 2015-2020 banyak juga yang
berpendapat atau berkomentar mempertanyakan tentang rangkap
jabatan yang dilakukan Ma‟ruf Amin. Namun, berbeda dengan NU,
lembaga MUI memiliki aturan yang berbeda mengenai rangkap jabatan.
Posisi Ma‟ruf Amin sebagai ketua MUI banyak anggapan yang
berbeda, di mana beberapa pimpinan MUI mengatakan telah
dinonaktifkan pada bulan Agustus 2018 ketika Ma‟ruf Amin diangkat
sebagai cawapres oleh Jokowi. Namun, menurut Ketua MUI Bidang
Ukhuwah Islamiyah Marsudi Syuhud sebaliknya mengatakan bahwa
Ma‟ruf Amin masih aktif sebagai Ketua MUI bahkan masih aktif dan
hadir dalam rapat. Menurutnya, Ma‟ruf Amin baru sebagai bakal calon
sehingga Ma‟ruf tidak perlu mundur dari ketua MUI. Ma‟ruf Amin
akan mundur dari jabatan Ketua MUI ketika sudah sah menjadi wakil
presiden. Ma‟ruf Amin juga berjanji akan mundur dari jabatan Ketua
MUI jika dirinya sudah ditetapkan sebagai wakil presiden.23
Beberapa hari sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden
2019, MUI mengadakan rapat pimpinan yang membahas mengenai
masa jabatan Ma‟ruf Amin. Dalam hasil rapat tersebut bahwa Ma‟ruf
Amin masih akan menjabat sebagai Ketua non aktif di MUI hingga
23 Yandhi Deslatama, “Ma‟ruf Amin Baru Lepas Ketum MUI Jika Jadi Wapres”, dari https://www.cnnindonesia.com/maruf-amin-baru-lepas-ketum-mui-jika-jadi-wapres, diakses pada tanggal 06 Desember 2019, pukul 22.18.
58 Munas MUI 2020 serta warga MUI juga menyepakati bahwa Ma‟ruf
Amin tidak melanggar aturan dalam rangkap jabatan. Ma‟ruf Amin
harus menuntaskan masa baktinya dengan alasan menjaga tradisi
organisasi terhadap alih kepemimpinan yang baik.24 Selama Ma‟ruf
menjadi ketua non aktif MUI, posisinya akan digantikan oleh Wakil
Ketua MUI Yunahar Ilyas. Namun, dalam AD/ART MUI pasal 1 ayat 6
butir f, berbunyi: “Jabatan ketua umum dan sekretaris jenderal/umum
tidak boleh dirangkap dengan jabatan politik di eksekutif dan legislatif
serta pengurus harian partai politik”.25 Dalam AD/ART tersebut sangat
jelas bahwa Ma‟ruf Amin yang menjadi wakil presiden tidak dapat
menjabat sebagai ketua MUI. Namun, dalam kenyataanya hasil rapat
pimpinan menyepakati dan mengesahkan Ma‟ruf Amin tetap menjabat
sebagai ketua non aktif MUI. Hal ini juga dibuktikan dari website resmi
MUI dalam struktur organisasi, nama Ma‟ruf Amin masih tercantum
menduduki jabatan sebagai Ketua Umum MUI.
Menurut penulis, hal ini tidak dibenarkan walaupun
sesungguhnya Ma‟ruf Amin tidak melanggar peraturan kelembagaan.
Selain itu, dalam pedoman AD/ART telah tercantum dengan jelas.
Walaupun memang keputusan hasil rapat pimpinan MUI menyetujui
dan menetapkan atas kelanjutan pimpinan Ma‟ruf Amin yang menjabat
24 Riyan Setiawan, “Alasan Sebaiknya Ma‟ruf Amin Tak Rangkap Jabatan saat Jadi Wapres”, dari https://tirto.id/alasan-sebaiknya-maruf-amin-tak-rangkap-jabatan-saat-jadi-wapres, diakses pada tanggal 07 Desember 2019, pukul 11.50. 25 Ahmad Naufal Dzulfaroh, “KH Ma‟ruf Amin dan Kursi Jabatan Ketua MUI”, dari https://www.kompas.com/kh-ma-ruf-amin-dan-kursi-jabatan-ketua-mui, diakses pada tanggal 07 Desember 2019, pukul 12.15.
59 sampai 2020. Selain itu, Ma‟ruf Amin yang sebagai negarawan harus
bisa menepati janjinya yang di mana ketika sudah terpilih menjadi
wakil presiden akan melepas jabatan sebagai ketua MUI.
Ma‟ruf Amin sebagai penyelenggara negara yang memegang
jabatan harus dapat mengatur dan mengelola secara profesional dan
tanggung jawab sesuai dengan tujuan negara. Penyelenggara negara
yang melakukan rangkap jabatan memungkinkan terjadinya
penyalahgunaan wewenang. Walaupun pemegang jabatan tersebut
dapat membedakan peran masing-masing jabatan. Sebagaimana
dampak kemungkinan yang akan muncul dari rangkap jabatan yaitu
konflik kepentingan (potential conflict of interest) yang dimaksudkan
bahwa konflik yang belum tentu terjadi namun memungkinkan konflik
itu akan terjadi kedepannya.26
Dalam rangkap jabatan yang dilakukan Ma‟ruf Amin menjadi
wakil presiden sekaligus ketua MUI. Walaupun dapat dikatakan non
aktif, namun jika dikaitkan dengan konflik kepentingan, dikhawatirkan
Ma‟ruf Amin akan melakukan tindakan yang tidak sepatutnya
dilakukan. Sehingga, menurut penulis hal ini harus dihindari dari
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Di mana Ma‟ruf Amin harus
fokus dengan jabatannya sebagai wakil presiden dan harus mundur dari
ketua MUI untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.
26 Fuqoha, “Etika Rangkap Jabatan dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional”, dalam Jurnal Administrasi Negara, Vol. 3, Tahun 2015, hal. 35-36.
60 B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencalonan Ma’ruf Amin dalam
Pilpres 2019
Dalam sebuah pencalonan kepala pemerintahan, baik dari tingkat yang terkecil seperti pencalonan ketua RT maupun sampai ke tingkat tertinggi seperti pencalonan presiden dan wakil presiden, pasti membutuhkan calon pemimpin yang memiliki kualitas serta kuantitas yang baik. Terlebih lagi dalam pencalonan presiden dan wakil presiden untuk mendapatkan peluang kemenangan diperlukan elektabilitas serta legitimasi dari masyarakat. Jokowi yang mencalonkan sebagai presiden dalam Pilpres 2019 memerlukan wakil yang memiliki kemampuan untuk memperbaiki permasalahan-permasalahan serta memajukan bangsa Indonesia.
Untuk itu, menjadi menarik untuk dibahas mengenai faktor apa saja yang membuat Ma‟ruf Amin naik dan pantas dicalonkan sebagai pendamping Jokowi.
Baik faktor kekuatan maupun faktor kelemahan yang nantinya akan mempengaruhi proses pencalonan.
1. Faktor Kekuatan terhadap Proses Pencalonan
Terpilihnya Ma‟ruf Amin sebagai pendamping Jokowi dalam
Pilpres 2019, pasti memiliki faktor-faktor pendorong atau keunggulan
yang dimiliki oleh Ma‟ruf Amin. Di mana Ma‟ruf Amin seorang tokoh
ulama yang sangat disegani serta berpengalaman, memiliki power dan
pengaruh yang baik untuk bangsa Indonesia. Untuk itu, pengalaman serta
basis massa yang tinggi juga diperlukan dalam pencalonan presiden dan
wakil presiden 2019.
61 a. Rekam Jejak Ma’ruf Amin
Ma‟ruf Amin sudah sangat dikenal sebagai tokoh ulama yang
sangat mumpuni dan memiliki banyak pengalaman dalam jabatan-
jabatan pemerintah terutama legislatif. Selain pengalaman yang cukup,
di umur yang sudah tidak muda lagi Ma‟ruf Amin juga menjabat di
beberapa lembaga atau organisasi dalam struktur yang cukup penting.
Sebelum mencalonkan sebagai wakil presiden, dirinya menjabat
sebagai Rais Aam PBNU periode 2015-2020 dan Ketua Umum MUI
periode 2015-2020. Selain itu, Ma‟ruf Amin juga merupakan ulama
yang sangat disegani serta menjadi tokoh yang dipercaya dan menjadi
rujukan oleh kebanyakan umat Muslim di Indonesia.
Jokowi memberikan alasan memilih Ma‟ruf Amin sebagai
pendampingnya dikarenakan seorang ulama yang bijaksana serta
memiliki pengalaman yang cukup banyak seperti pernah menjabat
sebagai anggota DPRD, DPR, MPR, Dewan Pertimbangan Presiden,
serta Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Menurut
Jokowi, Ma‟ruf Amin merupakan sosok yang tepat sebagai pasangan
nasionalis-religius. Selain itu, Jokowi menganggap Ma‟ruf Amin
merupakan seorang ulama besar dan berintelektual. Ma‟ruf Amin juga
dianggap mengetahui persoalan ekonomi syariah dan start up.27
27 Fathiyah wardah, “Jokowi Tunjuk Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres”, diakses pada tanggal 09 Desember 2019, pukul 20.37.
62 Alasan Jokowi memilih Ma‟ruf Amin juga dijelaskan oleh Idy
Muzayyad bahwa ”KH. Ma‟ruf selama ini konsen pada urusan ekonomi
syariah (Islam). Untuk menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat
Indonesia, bisa diawali dengan menyelesaikan persoalan ekonomi umat
Islam sebagai warga mayoritas bangsa Indonesia. Pembumian ekonomi
Islam akan mengangkat kesejahteraan masyarakat Islam pada
khususnya dan umumnya bangsa Indonesia.”28 Salah satu kemampuan
Ma‟ruf Amin yang juga pernah menjabat sebagai Dewan Pengawas
Syariah dalam beberapa bank yang berada di bawah BUMN serta
mengerti persoalan mengenai aturan ekonomi syariah, menjadi salah
satu keunggulan. Di mana akan membawa dampak untuk kesejahteraan
rakyat dan membuat perekonomian Indonesia lebih baik.
Dalam legitimasi kekuasaan bahwa hanya masyarakat yang
dapat memberikan legitimasi kepada seorang pemimpin. Legitimasi
berkaitan dengan sikap keyakinan moral terhadap kewenangan
penguasa, maksudnya legitimasi menentukan masyarakat menerima
atau mengakui pemimpin untuk membuat kebijakan-kebijakan atau
keputusan politik yang akan berkaitan dengan masyarakat. Jika
masyarakat menerima berarti pemimpin tersebut memiliki legitimasi,
sedangkan jika masyarakat tidak menerima pemimpin tersebut untuk
dapat melakukan kewenangannya, otomatis pemimpin tersebut tidak
28 Wawancara dengan Idy Muzzayyad, M.S.i, Wakil Bendahara Umum DPP PPP, Pada tanggal 25 Oktober 2019.
63 berlegitimasi.29 Sehingga Jokowi memilih Ma‟ruf Amin yang memiliki
pengalaman serta ulama yang sangat dihormati untuk mendapatkan
legitimasi dari masyarakat Indonesia, terutama kalangan Muslim agar
dalam proses pencalonan hingga ke tahap pembuatan kebijakan jika
terpilih menjadi Presiden, dapat berjalan dengan mudah.
b. Ulama sebagai Kekuatan Politik
Pencalonan Ma‟ruf Amin sebagai wakil presiden mendampingi
Joko Widodo dalam Pilpres 2019 cukup mengejutkan. Di mana Ma‟ruf
Amin dalam penunjukkannya cenderung mendadak dan menimbulkan
banyak pertanyaan baik dari para elite politik serta kalangan
masyarakat. Di mana banyak anggapan dengan naiknya Ma‟ruf Amin
hanya dijadikan sebagai alat untuk mencapai kemenangan yang
dilakukan oleh kubu Jokowi. Menurut Romahurmuziy sebagai Ketua
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjelaskan alasan Jokowi
memilih Ma‟ruf Amin dikarenakan faktor elektabilitas. Menurutnya
pula, untuk menjaga ketenangan dalam proses Pilpres agar tidak
menimbulkan ujaran kebencian yang mengandung SARA.30
Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang diutarakan oleh
Ketua PPP. Menurut peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia), Moch. Nurhasim bahwa pada saat setelah terjadinya
gerakan 212 atau aksi bela Islam yang merupakan gerakan umat
29 Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, hal. 84. 30 Yantina Debora, “Alasan Jokowi Memilih Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres”, dari https://tirto.id/alasan-jokowi-memilih-maruf-amin-sebagai-cawapresnya, diakses pada tanggal 09 Desember 2019, pukul 22.03.
64 Muslim yang sangat besar untuk menuntut Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta dinonaktifkan karena kasus
penistaan agama. Hal ini membuat kelompok Islam konservatif yang
kebanyakan hadir dalam gerakan 212, berubah menjadi sebuah gerakan
politik yang dengan mudahnya menggiring partisipasi pemilih dalam
Pilpres 2019. Tentunya kejadian ini tidak bisa dianggap remeh oleh
kubu Jokowi yang akan maju dalam Pilpres 2019.31
Bergabungnya Ma‟ruf Amin dengan kubu Jokowi selain alasan
untuk mendapatkan suara pemilih, juga untuk strategi dalam
melindungi Jokowi dari isu SARA agar mempersulit kubu lawan untuk
menghembuskan isu-isu yang mungkin nantinya akan terulang kembali
menyerang Jokowi dengan sebutan anti Islam dan sebagainya.32 Idy
Muzayyad juga mengatakan bahwa Jokowi membutuhkan sosok Ma‟ruf
Amin untuk dapat mengimbangi kekuatan kelompok Islam yang berada
pada kubu lawan.33 Isu-isu agama sangat sulit untuk dipisahkan dengan
politik, bahkan pada saat menjelang proses pemilihan kepala
pemerintahan. Hal ini sangat berlawanan dengan keinginan Jokowi
31 Moch Nurhasim, “Alasan Dibalik Pencalonan Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi” dari https://www.matamatapolitik.com/alasan-di-balik-pencalonan-maruf-amin-sebagai-cawapres- jokowi, diakses pada tanggal 10 Desember 2019, pukul 17.53. 32 Moch Nurhasim, “Alasan Dibalik Pencalonan Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi”, diakses pada tanggal 10 Desember 2019, pukul 22.05. 33 Wawancara dengan Idy Muzzayyad, M.S.i, Wakil Bendahara Umum DPP PPP, Pada tanggal 25 Oktober 2019.
65 yang sering mengingatkan diberbagai kesempatan bahwa agama harus
dipisahkan dari politik.34
Senada juga dengan apa yang dikatakan oleh Eman Suryaman
yang mengatakan bahwa “Ya, hal itu benar, karena beliau juga
pimpinan NU sehingga sangat mudah untuk meraup suara Nahdliyin.
Kalau Nahdliyin tidak ikut ya tidak menang itu garis besarnya.”35 Eman
Suryaman membenarkan apa yang dilakukan Jokowi dalam mengajak
Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres untuk dijadikan alat dalam meredam
isu agama serta menarik pemilih Muslim.
Selain itu, Idy Muzayyad juga menambahkan bahwa “Tuduhan
tersebut tidak sepenuhnya benar. KH. Ma‟ruf memang memiliki
kompetensi dan pengalaman memadai untuk menjadi wapres serta KH.
Maruf berhasil melawan stigma bahwa Jokowi anti Islam. Bagaimana
mungkin Jokowi anti Islam karena dia menggandeng Ketua Umum
MUI yang merupakan wadah perkumpulan kalangan Islam (ormas
keagamaan Islam)”.36 Anggapan tentang Jokowi anti Islam dibantah
dengan Idy Muzayyad bahwa sebaliknya dengan mengajak Ma‟ruf
Amin, membuktikan bahwa Jokowi itu tidak anti Islam. Kemudian,
Ma‟ruf Amin yang diperalat oleh Jokowi belum tentu kebenarannya
34 Moch Nurhasim, “Alasan Dibalik Pencalonan Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi”, diakses pada tanggal 10 Desember 2019, pukul 21.38. 35 Wawancara dengan KH. Eman Suryaman, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Ekonomi, pada tanggal 29 Oktober 2019.
36 Wawancara dengan Idy Muzzayyad, M.S.i, Wakil Bendahara Umum DPP PPP, Pada tanggal 25 Oktober 2019.
66 karena menurutnya Ma‟ruf Amin memang pantas menjadi wakil
presiden dengan pengalaman yang banyak.
Jika dalam konteks agama sebagai kekuatan politik,
sebagaimana yang peneliti jelaskan pada pembahasan sebelumnya di
BAB II, agama seringkali dijadikan alat untuk memperoleh legitimasi,
agama juga dijadikan untuk memperluas dan mempertahankan
kekuasaan. Agama juga seringkali dapat meredam atau mengendalikan
situasi politik yang tengah memanas. Jika dikaitkan dengan sejarah,
memang terdapat latar belakang bahwa agama selalu berbarengan
dengan penyebarluasan kekuasaan politik sehingga memang wajar jika
sekarang agama selalu berdampingan dengan kekuasaan dan menjadi
alat untuk mendapatkan kekuatan politik.37 Apa yang dilakukan Jokowi
dengan menjadikan Ma‟ruf Amin yang seorang ulama untuk
memperoleh suara pemilih Muslim serta untuk meredam isu SARA
dianggap wajar, dikarenakan agama memang selalu dikaitkan dengan
politik bahkan menjadi sebuah senjata untuk mendapatkan kekuatan
politik.
37 Haniah Hanafie dan Ana Sabhana Azmy, Kekuatan-kekuatan Politik, hal. 113.
67 2. Faktor Kelemahan terhadap Proses Pencalonan
Diangkatnya Ma‟ruf Amin menjadi Cawapres Jokowi dalam
Pilpres 2019 bukan berarti tidak memiliki kelemahan yang akan menjadi
faktor penentu dalam mencari kepercayaan terhadap masyarakat. Setiap
tokoh yang akan mencalonkan diri pasti memiliki keunggulan, selain
memiliki kelemahan yang akan menjadi pertimbangan para pemilih. Hal
itu, dapat memungkinkan pula terjadinya serangan yang akan dilakukan
oleh kubu lawan dengan memanfaatkan kelemahan yang dimiliki calon
tokoh tersebut.
Kelemahan atau faktor penghambat yang dimiliki Ma‟ruf Amin
yaitu pertama; faktor kesehatan serta usia. Ma‟ruf Amin merupakan calon
wakil presiden tertua yang pernah mencalonkan diri di Indonesia. Dirinya
menginjak umur 75 tahun yang di mana sudah tidak muda lagi serta fisik
yang mulai melemah. Hal ini akan berdampak pada para pemilih muda,
menurut pengamat politik Gun Gun Heryanto bahwa Ma‟ruf Amin akan
sulit untuk menjangkau generasi muda yang rentang usianya sekitar 17-40
tahun.38 Hal ini juga disampaikan oleh Idy Muzayyad yang mengatakan
bahwa salah satu kekurangan Ma‟ruf Amin yaitu faktor usia yang sepuh.39
Di mana hal ini berkebalikan dengan Jokowi yang sebelumnya selalu
menonjolkan ala milenial. Namun, dengan kesehatan yang juga mulai
38 Henry Lopulalan, “Ini Kelebihan dan Kekurangan Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi Menurut Pakar Komunikasi Politik”, dari https://wartakota.tribunnews.com/ini-kelebihan- dan-kekurangan-maruf-amin-sebagai-cawapres-jokowi-menurut-pakar-komunikasi-politik, diakses pada tanggal 11 Desember 2019, pukul 13.29. 39 Wawancara dengan Idy Muzzayyad, M.S.i, Wakil Bendahara Umum DPP PPP, Pada tanggal 25 Oktober 2019.
68 menurun dianggap akan berpengaruh terhadap kinerja kandidat, yang di
mana kesehatan merupakan hal paling penting yang tidak boleh dianggap
remeh. Isu usia serta kesehatan juga menjadi penting ketika isu tersebut
menjadi hambatan bagi Ma‟ruf Amin ketika kelemahannya diketahui oleh
khalayak, terutama para pemilihnya.40
Terkait dengan aturan batasan usia dalam pencalonan presiden dan
wakil presiden juga tercantum dalam UU 42 tahun 2018, pasal 5 bahwa
“berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun”.41 Dari UU 42
tahun 2018 tersebut tidak menyebutkan batasan usia maksimal calon
presiden dan wakil presiden. Sehingga, memang tidak masalah jika diumur
yang sudah tidak muda lagi, Ma‟ruf Amin mencalonkan diri menjadi wakil
presiden.
Kedua, terpecahnya pendukung Ahok dan Mahfud MD.
Kekecewaan yang dialami dari pendukung Ahok dan Mahfud MD sangat
berpengaruh atas naiknya Ma‟ruf Amin. Di mana Mahfud MD yang
direncanakan akan dinaikkan menjadi Cawapres, kemudian ternyata nama
Mahfud MD gagal menjadi pendamping Jokowi dan digantikan dengan
Ma‟ruf Amin. Hal ini menyebabkan para pendukung Mahfud MD
merasakan kekecewaan dan akan berdampak pada suara yang akan
diberikan kepada Jokowi. Sama halnya dengan para pendukung Ahok
40 Pinter Politik, “Ma‟ruf Amin, Beban Baru Jokowi?”, dari https://www.pinterpolitik.com/maruf-amin-beban-baru-jokowi, diakses pada tanggal 11 Desember 2019, pukul 14.15. 41 Undang-Undang Republik Indonesia, dari “http://www.dpr.go.id/UU_2008_42.pdf”, diakses pada tanggal 11 Desember 2019, pukul 13.59.
69 yang kecewa dengan naiknya Ma‟ruf Amin. Berdasarkan gerakan 212
yang menolak Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, Ma‟ruf Amin
merupakan Ketua MUI yang mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah
menistakan agama. Sekaligus, salah satu penggerak dalam aksi belas Islam
tersebut.42
C. Sikap Warga NU terhadap Pencalonan KH. Ma’ruf Amin dan
Khittah 1926
Peran NU tidak sepenuhnya hilang dari perpolitikan di Indonesia walaupun NU menyandang organisasi yang tidak berpolitik. Bahkan NU selalu menjadi pertimbangan serta memiliki pengaruh dalam perpolitikan, terutama menjelang pemilihan kepala pemerintahan. Hal ini dikarenakan NU memiliki basis massa yang besar serta elite-elite yang memiliki kapasitas. Naiknya Ma‟ruf
Amin sebagai Cawapres tentu akan menarik nama NU ke dalam proses Pilpres, walaupun tidak secara langsung. Dari sinilah netralitas NU sebagai lembaga otonom diuji dan dipertanyakan. Tidak bisa dipungkiri dukungan dari warga NU terhadap Ma‟ruf Amin yang berlatar belakang NU sangat penting dan dibutuhkan oleh para partai politik yang mengusungnya.
NU sebagai gambaran dari civil society harus sesuai dengan makna civil society yang sebelumnya dibahas pada Bab II, merupakan masyarakat yang memiliki suatu bentuk ikatan atau hubungan dalam sebuah negara yang menjunjung integrasi sosial dan menghindari konflik, serta dapat berinteraksi
42 Endri Kurniawati, “ Kekuatan dan Kelemahan Cawapres Ma‟ruf Amin Kata Voxpol Center”, dari https://pilpres.tempo.co/kekuatan-dan-kelemahan-cawapres-maruf-amin- kata-voxpol-center, diakses pada tanggal 11 Desember 2019, pukul 17.58.
70 dengan negara, baik secara individu ataupun kelompok dan bercirikan independen.43 Dilarangnya keterlibatan NU dalam politik selain karena aturan yang dibuat seperti Khittah 1926, NU juga sebagai organisasi sosial keagamaan harus netral sesuai dengan karakteristik civil society. Dalam konteks Indonesia,
NU merupakan salah satu gambaran dari civil society. Untuk itu, NU harus menjadi kekuatan bagi masyarakat untuk mewujudkan civil society. Dalam konteks Pilpres 2019, NU sebagai lembaga civil society mampu menunjukkan independensi. Hal ini dikarenakan NU tidak mendeklarasikan atas dukungannya kepada salah satu paslon di Pilpres 2019.
Selain itu, politik yang dipraktikkan NU adalah politik kebangsaan, bukan politik kekuasaan. Praktik politik kebangsaan yang dipraktikkan NU dulu yaitu melawan penjajah. Sedangkan, praktik politik kebangsaan pada masa kini seperti menjaga keutuhan negara, memperjuangkan kepentingan masyarakat umum, membangun solidaritas bagi masyarakat Indonesia yang beragam dan lain sebagainya. Untuk itu, NU harus bisa menjadi aspirasi masyarakat dan mewujudkan cita-cita bangsa dan negara. Politik kebangsaan NU bukan mementingkan diri sendiri ataupun kelompok.44 Wakil Sekretaris Jenderal PBNU,
Masduki Bidlowi juga mengatakan bahwa naiknya Ma‟ruf Amin sebagai
Cawapres tidak melanggar Khittah 1926, secara organisasi PBNU tetap tidak terlibat dengan politik praktis di Pilpres 2019. Terlebih Ma‟ruf Amin juga mengundurkan diri dari Rais Aam PBNU pada saat sebelum penetapan
43 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, hal. 181. 44 NU Online, “Bagaimana Mempraktikkan Politik Kebangsaan NU Saat Ini?”, dari https://www.nu.or.id/post/read/93882/bagaimana-mempraktikkan-politik-kebangsaan-nu-saat-ini, diakses pada tanggal 20 Agustus 2019, pukul 22.13.
71 pencalonan.45 Untuk itu, dengan naiknya Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres sekaligus warga NU, bukan berarti orang-orang di dalamnya tidak dapat terjun ke dalam politik praktis. Dalam Khittah 1926 tersebut, berlaku untuk organisasi NU agar dapat menjadi pegangan bagi organisasi NU agar tidak terpengaruh dengan urusan politik praktis.
Kemudian, Said Aqil Siradj sebagai ketua PBNU Tanfidiyah secara terang-terangan mengatakan dukungannya kepada Ma‟ruf Amin dan Joko Widodo pada Pilpres 2019, di kantor PBNU. Said Aqil juga optimis dengan Ma‟ruf Amin yang sebagai Rais Aam pasti akan memenangkan Pilpres. Dirinya menjelaskan bahwa NU memang tidak berpolitik tetapi NU memiliki kualitas serta peranan dalam politik. Bahkan, Said Aqil juga akan membantu mensukseskan dalam pencalonan Ma‟ruf Amin melalui PKB. Bahkan, Said Aqil optimis dari struktur di
PBNU hingga warga NU pasti akan mendukung Joko Widodo-Ma‟ruf Amin di
Pilpres 2019.46
Menanggapi pernyataan Said Aqil dalam menyatakan dukungannya di kantor PBNU, Eman Suryaman mengatakan bahwa apa yang dikatakan dan dilakukan Said Aqil tidak masalah. Menurutnya, jika terdapat seorang pimpinannya dicalonkan, wajib mendukungnya. Eman Suryaman juga beranggapan bahwa wajar jika warga NU mendukung Ma‟ruf Amin karena santri
45 Hendra Friana, “Soal Desakan Munaslub NU, Ma‟ruf Amin: Komite Khittah Itu Siapa?”, dari https://tirto.id/soal-desakan-munaslub-nu-maruf-amin-komite-khittah-itu-siapa, diakses pada tanggal 19 Januari 2020, pukul 03.47. 46 Dewi Nurita, “Said Aqil Siradj: Warga NU Dukung Pasangan Jokowi-Ma‟ruf Amin”, dari https://nasional.tempo.co/said-aqil-siradj-warga-nu-dukung-pasangan-jokowi-maruf-amin, diakses pada tanggal 13 Desember 2019, pukul 23.38.
72 yang bersikap sami‟na waatho‟na (kami mendengar dan kami taat) kepada kyainya.47
NU memiliki 9 pedoman berpolitik atau piagam perjuangan kebangsaan, dalam salah satu isi dari pedoman tersebut ditegaskan bahwa: “berpolitik bagi
Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.”48 Dalam pedoman tersebut jelas bahwa NU memang tidak boleh berpolitik, namun warga NU juga merupakan warga negara Indonesia. Di mana warga NU berhak dan berkewajiban untuk mengikuti serta mentaati Pancasila dan
UUD 1945. Untuk itu, warga NU juga berhak untuk mengikuti proses demokrasi khususnya dalam Pilpres 2019. Warga NU berhak untuk dipilih serta memilih dalam mengikuti pesta demokrasi. Namun, dalam memilih dan dipilih warga NU tidak boleh mengatasnamakan NU.
Sesuai dengan apa yang dikatakan Eman Suryaman mengenai NU yang tidak boleh berpolitik, bahwa “ya, memang NU tidak boleh berpolitik secara organisatoris tetapi secara individu kalau mendukung kan boleh-boleh saja dengan mengatasnamakan pribadinya dan bukan NU”.49 Dari pernyataan Eman Suryaman bahwa memang NU tidak boleh berpolitik, namun warga NU berhak mendukung pilihannya dengan syarat tidak membawa-bawa nama NU dalam berpolitik.
47 Wawancara dengan KH. Eman Suryaman, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Ekonomi, pada tanggal 29 Oktober 2019. 48 Nahdlatul Ulama, “Piagam Perjuangan Kebangsaan”, dari file:///C:/Users/user/Downloads.pdf, diakses pada tanggal 14 Desember 2019, pukul 00.50. 49 Wawancara dengan KH. Eman Suryaman, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Ekonomi, pada tanggal 29 Oktober 2019.
73 Pencalonan Ma‟ruf Amin pada Pilpres 2019 maupun respon sikap warga
NU terhadap pencalonan Ma‟ruf Amin tidak melanggar aturan ataupun ketentuan dari Khittah 1926. Ma‟ruf Amin dalam pencalonannya murni mengatasnamakan dirinya serta tidak membawa-bawa nama NU. Kemudian, sikap Said Aqil Siradj serta Eman Suryaman sebagai perwakilan dari warga NU juga wajar jika mendukung Kyai nya, yang terpenting mereka mendukung atas nama pribadinya tidak mengatasnamakan NU.
74 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian tentang NU dan
Politik: Pencalonan KH. Ma‟ruf Amin sebagai Wakil Presiden pada Pemilu 2019, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses pencalonan, Ma‟ruf Amin yang memiliki banyak jabatan menjadi polemik karenas pencalonannya tersebut.
Pertama, Ma‟ruf Amin yang menjabat sebagai Dewan pengawas Syariah (DPS), dipermasalahkan oleh pihak lawan dikarenakan dirinya lolos dalam verifikasi pemberkasan calon. Namun, MK memutuskan bahwa Ma‟ruf Amin tidak melanggar aturan dikarenakan Ma‟ruf Amin bukan sebagai karyawan atau pejabat
BUMN tapi hanya sebatas sebagai Dewan Pengawas Syariah. Kedua, NU sebagai lembaga keagamaan mempunyai aturan yang tidak memperbolehkan adanya rangkap jabatan. Di mana Ma‟ruf Amin sebagai Rais Aam PBNU dipilih oleh
Jokowi untuk menjadi Cawapres. Namun, tidak berlangsung lama Ma‟ruf Amin mundur dari Rais Aam PBNU. ketiga, aturan rangkap jabatan dalam MUI juga tidak diperbolehkan karena melanggar AD/ART, di mana Ma‟ruf Amin sebagai ketua MUI harus mundur dari jabatannya. Namun, berdasarkan kesepakatan para pemimpin MUI bahwa Ma‟ruf Amin tidak melanggar aturan dan harus tetap menyelesaikan masa periodenya hingga Munas MUI 2020, dengan alasan peralihan kepemimpinan yang baik.
Terdapat faktor kekuatan terpilihnya Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres karena memiliki rekam jejak cukup baik, serta latar belakang Ma‟ruf Amin
75 sebagai warga NU yang memiliki basis massa yang besar dan dianggap mampu untuk meredam isu SARA yang dituduhkan kepada Jokowi. Faktor yang menjadi kelemahan terpilihnya Ma‟ruf Amin yaitu faktor kesehatan serta usia yang sudah berumur. Kekecewaan pendukung Ahok dan Mahfud MD juga menjadi salah satu faktor penghambat terhadap naiknya Ma‟ruf Amin. Selain itu, sikap warga NU mendukung dengan naiknya Ma‟ruf Amin serta pencalonan Ma‟ruf Amin sebagai
Cawapres tersebut mengatasnamakan pribadi dan bukan dari lembaga NU. Untuk itu, dalam pencalonan Ma‟ruf Amin tidak melanggar Khittah 1926.
B. Saran
1. Saran Akademis
Pada hasil penelitian ini memiliki kekurangan yaitu tidak mendapatkan
informasi lebih mendalam mengenai pencalonan Ma‟ruf Amin pada Pilpres
2019 dari pihak lembaga MUI mengenai aturan dalam rangkap jabatan. Oleh
karena itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memperdalam
data tentang proses pencalonan Ma‟ruf Amin.
2. Saran Praktis
Setelah Ma‟ruf Amin mencalonkan diri menjadi wakil presiden diharapkan
dari pihak lembaga NU untuk kedepannya jika terdapat kontestasi Pemilu
diharap agar dapat bersikap netral. Dalam bertindak serta bertutur kata juga
perlu berhati-hati agar tidak menjadi kesalahpahaman dikalangan masyarakat
serta elite politik.
76 DAFTAR PUSTAKA
Buku . Agustino, Leo. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Azhari. Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia. Studi Perbandingan Intervensi Pejabat Politik Terhadap Pejabat Birokrasi di Indonesia dan Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
Gaffar, Afan. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1999.
Hanafie, Haniah dan Ana Sabhana Azmy. Kekuatan-kekuatan Politik. Depok: Rajawali Pers. 2018.
Haryanto. Kekuasaan Elit. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2005.
Hasyim, Masykur. Merakit Negeri Berserakan. Surabaya: Yayasan95. 2002
Jurdi, Fajlurrahman. Pengantar Hukum pemilihan Umum. Jakarta: Kencana. 2018.
Kusnardi, Moh dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PSHTN FHUI. 1983.
Narayana, Laksmi dan Rama Putra Iswara. Mendebat Agama Langit. Yogyakarta: Narayana Smrti Press. 2012.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. 1992.
Suryadi Culla, Adi. Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. 2006.
Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana. 2003.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.
77 Jurnal
Bachtiar, Farahdiba Rahma. “Pemilu Indonesia: Kiblat Negara Demokrasi dari Berbagai Representasi”. Jurnal Politik Profetik Vol. 3. No. 1. (2014).
Budiyono. “Hubungan Negara dan Agama dalam Negara Pancasila”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 8. No. 3. (2014).
Fuqoha. “Etika Rangkap Jabatan dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional”. Jurnal Administrasi Negara. Vol. 3. (2015).
Margono, Hartono. “KH. Hasyim Asy‟ari dan Nahdlatul Ulama: Perkembangan awal dan Komtemporer”. Jurnal Media Akademika. Vol. 26. No. 3. (Juli 2011).
Nurjaman, Asep. “Cleavage Agama di Tingkat Lokal, Indonesia: identifikasi Partai Tanpa Komitmen Electoral”. Jurnal Sospol. Vol. 3. No. 2. (Juli- Desember 2017).
Sanusi, Ahmad dan Galih Gumilar. “Peran Ma‟ruf Amin dalam Meraih Suara Masyarakat Muslim pada Pemilihan Presiden 2019”. Jurnal Lentera. Vol. 3, No. 1. (2019).
Sonny. “Nilai Strategis Kefiguran KH Ma‟ruf Amin sebagai Pasangan Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019”. Jurnal Renaissance. Vol. 4. No. 2. (2019).
Internet
BCC Indonesia, “Jokowi Dodo Umumkan Ma‟ruf Amin sebagai Calon Wakil Presiden”, dari https://www.bbc.com/indonesia, diakses pada tanggal 18 Agustus 2019, pukul 19.33.
Budisusilo, Arif. “Ma‟ruf Amin Lepas jabatan Dewan Pengawas Syariah”. Dari https://finansial.bisnis.com/maruf-amin-lepas-jabatan-dewan-pengawas- syariah. Diakses pada tanggal 17 Desember 2019.
Damarjati, Danu. “Gus Mus Minta Ma‟ruf Amin Mundur dari Rais Aam, Ini Kata PBNU”. Dari https://news.detik.com/gus-mus-minta-maruf-amin-mundur- dari-rais-aam-ini-kata-pbnu. Diakses pada tanggal 29 November 2019.
Debora, Yantina. “Alasan Jokowi Memilih Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres”. Dari https://tirto.id/alasan-jokowi-memilih-maruf-amin-sebagai-cawapresnya. Diakses pada tanggal 09 Desember 2019.
78 Deslatama, Yandhi. “Ma‟ruf Amin Baru Lepas Ketum MUI Jika Jadi Wapres”. Dari https://www.cnnindonesia.com/maruf-amin-baru-lepas-ketum-mui- jika-jadi-wapres. Diakses pada tanggal 06 Desember 2019.
Dzulfaroh, Ahmad Naufal. “KH Ma‟ruf Amin dan Kursi Jabatan Ketua MUI”. Dari https://www.kompas.com/kh-ma-ruf-amin-dan-kursi-jabatan-ketua- mui. Diakses pada tanggal 07 Desember 2019.
Erdianto, Kristian. “Isu Sara Dinilai tak akan Efektif Jatuhkan Jokowi pada Pilpres 2019”. Dari https://nasional.kompas.com/isu-sara-dinilai-tak-akan- efektif-jatuhkan-jokowi-pada-pilpres-2019. Diakses pada tanggal 14 Januari 2020.
Faizal Fanani, “4 Nama Cawapres Jokowi Pilihan Relawan” dari https://www.liputan6.com/4-nama-cawapres-jokowi-pilihan-relawan, diakses pada tanggal 25 November 2019.
Fathiyah Wardah, “Jokowi Tunjuk Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres”, dari https://www.voaindonesia.com/jokowi-tunjuk-ma-ruf-amin-sebagai- cawapres, diakses pada tanggal 19 Agustus 2019.
Fathoni. “Jejak NU Tinggalkan Politik Praktis dan Perkuat Khittah 1926”. Dari http://www.nu.or.id/sjejak-nu-tinggalkan-politik-praktis-dan-perkuat- khittah-1926. Diakses pada tanggal 03 November 2018.
Fathoni. “Pedoman Berpolitik Warga NU”. Dari http://www.nu.or.id/pedoman- berpolitik-warga-nu. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2018.
Fernandes, Arya. “Politik Identitas dalam Pemilu 2019: Proyeksi dan Efektivitas”. Dari https://www.csis.or.id/politik_identitas_dalam_pemilu_2019__proyeksi_d an_efektivitas.pdf. Diakses pada tanggal 21 November 2019.
Friana, Hendra. “Soal Desakan Munaslub NU, Ma‟ruf Amin: Komite Khittah Itu Siapa?”. Dari https://tirto.id/soal-desakan-munaslub-nu-maruf-amin- komite-khittah-itu-siapa. Diakses pada tanggal 19 Januari 2020.
Ihsanuddin, “KPU Tetapkan Jokowi-Ma‟ruf dan Prabow-Sandi sebagai Capres- Cawapres”. Dari https://nasional.kompas.com/kpu-tetapkan-jokowi-maruf- dan-prabowo-sandi-sebagai-capres-cawapres. Diakses pada tanggal 27 November 2019.
Kompas.com. “3 Efek Negatif setelah Deklarasi Jokowi-Ma‟ruf Amin”. Dari https://www.kompasiana.com/3-efek-negatif-setelah-deklarasi-jokowi-ma- ruf-amin. Diakses pada tanggal 02 Maret 2020.
79 Kompasiana. “NU Kembalilah ke Khittah, Politik NU itu Politik Tinggi”. Dari https://www.kompasiana.com/nu-kembalilah-ke-khittah-politik-nu-itu- politik-tinggi. Diakses pada tanggal 13 Januari 2020.
Kurniawati, Endri. “ Kekuatan dan Kelemahan Cawapres Ma‟ruf Amin Kata Voxpol Center”. Dari https://pilpres.tempo.co/kekuatan-dan-kelemahan- cawapres-maruf-amin-kata-voxpol-center. Diakses pada tanggal 11 Desember 2019.
Lopulalan, Henry. “Ini Kelebihan dan Kekurangan Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi Menurut Pakar Komunikasi Politik”. Dari https://wartakota.tribunnews.com/ini-kelebihan-dan-kekurangan-maruf- amin-sebagai-cawapres-jokowi-menurut-pakar-komunikasi-politik. Diakses pada tanggal 11 Desember 2019.
Maharani, Dian. “Ini Hasil Resmi Rekapitulasi Suara pilpres 2014”. Dari https://nasional.kompas.com/Ini.Hasil.Resmi.Rekapitulasi.Suara.Pilpres.20 14. Diakses pada tanggal 21 November 2019.
Majelis Ulama Indonesia. ”Sejarah MUI”. Dari https://mui.or.id. Diakses pada tanggal 05 Desember 2019.
Miftahul Jannah, Selfie. “Apa yang Bakal Diurus Ma‟ruf Amin di Pemerintahan Mendatang”. Dari https://tirto.id/apa-yang-bakal-diurus-maruf-amin-di- pemerintahan-mendatang. Diakses pada tanggal 02 Maret 2020.
Millati, Izzato. “Kilas NU dan Politik”. Dari http://www.nu.or.id/kilas-nu-dan- politik. Diakses pada tanggal 08 Desember 2018.
Muzayyin, Arif Hulwan. “Gus Mus: Kantor NU Bukan Tempat Bicara Politik Praktis”. Dari https://www.cnnindonesia.com/gus-mus-kantor-nu-bukan- tempat-bicara-politik-praktis. Diakses pada tanggal 04 November 2018.
Nahdlatul Ulama. “Piagam Perjuangan Kebangsaan”. Dari file:///C:/Users/user/Downloads.pdf. Diakses pada tanggal 14 Desember 2019.
Niam, Achmad Mukafi. “NU Suportif Kritis terhadap Pemerintah”. Dari https://www.nu.or.id/nu-suportif-kritis-terhadap-pemerintah. Diakses pada tanggal 16 Desember 2019.
NU Online. “Bagaimana Mempraktikkan Politik Kebangsaan NU Saat Ini?”. Dari https://www.nu.or.id/post/read/93882/bagaimana-mempraktikkan-politik- kebangsaan-nu-saat-ini. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2019.
80 Nurhasim, Moch. “Alasan Dibalik Pencalonan Ma‟ruf Amin sebagai Cawapres Jokowi”. Dari https://www.matamatapolitik.com/alasan-di-balik- pencalonan-maruf-amin-sebagai-cawapres-jokowi. Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.
Nurita, Dewi. “Mundur dari Rais Aam, Ini Jabatan Baru Ma‟ruf Amin di PBNU”. Dari https://nasional.tempo.co/mundur-dari-rais-aam-ini-jabatan-baru- maruf-amin-di-pbnu. Diakses pada tanggal 01 Desember 2019.
Nurita, Dewi. “Said Aqil Siradj: Warga NU Dukung Pasangan Jokowi-Ma‟ruf Amin”. Dari https://nasional.tempo.co/said-aqil-siradj-warga-nu-dukung- pasangan-jokowi-maruf-amin. Diakses pada tanggal 13 Desember 2019.
Pambudhy, Agung. “MK Mentahkan Gugatan Prabowo soal Posisi Ma‟ruf di Bank Syariah”. Dari https://news.detik.com/mk-mentahkan-gugatan- prabowo-soal-posisi-maruf-di-bank-syariah. Diakses pada tanggal 17 Desember 2019.
Pinter Politik. “Ma‟ruf Amin, Beban Baru Jokowi?”. Dari https://www.pinterpolitik.com/maruf-amin-beban-baru-jokowi. Diakses pada tanggal 11 Desember 2019.
Rahman, Vanny El. “Profil Lengkap Cawapres Ma‟ruf Amin”. Dari https://www.idntimes.com/news/profil-lengkap-cawapres-maruf-amin. Diakses pada tanggal 19 Januari 2020.
Reviyanto, Dhemas. “4 Fakta Polemik Jabatan Ma‟ruf Amin di Dua Bank yang Dipersoalkan BPN”. Dari https://nasional.kompas.com/4-fakta-polemik- jabatan-maruf-amin-di-dua-bank-yang-dipersoalkan-bpn. Diakses pada tanggal 17 Desember 2019.
Ridwan, Nur Kholik. “Khittah NU”. Diakses pada tanggal 08 Agustus 2019.
Setiawan, Riyan. “Alasan Sebaiknya Ma‟ruf Amin Tak Rangkap Jabatan saat Jadi Wapres”. Dari https://tirto.id/alasan-sebaiknya-maruf-amin-tak-rangkap- jabatan-saat-jadi-wapres. Diakses pada tanggal 14 Januari 2020.
Setiawan, Riyan. “Alasan Sebaiknya Ma‟ruf Amin Tak Rangkap Jabatan saat Jadi Wapres”. Dari https://tirto.id/alasan-sebaiknya-maruf-amin-tak-rangkap- jabatan-saat-jadi-wapres. Diakses pada tanggal 07 Desember 2019.
Sukmana, Yoga. “Ini Alasan Ma‟ruf Amin Terima Ajakan Jadi Cawpres”. Dari https://nasional.kompas.com/ini-alasan-maruf-amin-terima-ajakan-jokowi- jadi-cawapres. Diakses pada tanggal 25 November 2019.
81 Thoha, Miftah. “Deparpolisasi Pemerintah”. Dari https://nasional.kompas.com/Deparpolisasi.Pemerintah. Diakses pada tanggal 17 Januari 2020.
Tim CNN Indonesia. “Cerita Di balik Penunjukkan Ma‟ruf Amin oleh Jokowi”. Dari https://www.cnnindonesia.com/cerita-di-balik-penunjukan-maruf- amin-oleh-jokowi. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2019.
Zamzani, Eki Tirtana. “Menimbang Kembali Netralitas NU pada Pilpres 2019”. Dari https://www.kompasiana.com/menimbang-kembali-netralitas-nu- pada-pilpres-2019. Diakses pada tanggal 03 November 2018.
Wawancara
Wawancara dengan Idy Muzzayyad, M.S.i, Wakil Bendahara Umum DPP PPP, via email, pada tanggal 25 Oktober 2019.
Wawancara dengan KH. Eman Suryaman, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Ekonomi, di Kantor PBNU Senen, Jakarta Pusat, pada tanggal 29 Oktober 2019.
Karya Ilmiah
Amin, Ma‟ruf. “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyyah) sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah di Indonesia”. Malang: Universitas islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2017.
Firdaus. “Implikasi Sistem Kepartaian dalam Stabilitas Pemerintahan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Sebelum dan Sesudah Amandemen Undang-undang Dasar 1945”. Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran Bandung. 2012.
Miski, “Dinamika Politik Elite NU (Studi tentang Perbedaan Preferensi Politik Kiai Jawa Timur pada Pemilihan Presiden 2014)”. Program Studi Magister Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2017.
Nuzula, Nur. “Politik Elite Nahdlatul Ulama (NU): Pemihakan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2014”. Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016.
Wardah, Fariza Ainul. “Peran Nahdlatul Ulama Sidoarjo dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo Tahun 2005-2015”. Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2016.
82 Undang-undang
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Kekuasaan Pemerintah dan Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Dokumen
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. Jakarta: Lembaga Ta‟lif wan Nasyr PBNU. 2015.
83