Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128 p-ISSN 1979-6013 e-ISSN 2502-4221 Terakreditasi Nomor 21/E/KPT/2018

POLITIK DINASTI DAN KRISIS LINGKUNGAN: PRAKTIK KEKUASAAN DI PROVINSI , (Politics of a Dynasty and The Crisis of Natural Resources: Power Practices in Banten Province, Indonesia)

Handoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jalan Gunung Batu No.5, Bogor 16118, Indonesia E-mail: [email protected]

Diterima 25 April 2017, direvisi 28 Juni 2018, disetujui 4 Juli 2018

ABSTRACT

Political power gained by political elite through "highfaluting" promises which are then converted into personal and class wealth as the cost of maintaining, affirming and abusing authority seems to be a common phenomenon in democratic country. This paper aims to reveal the practice of power in regional autonomy political system that has driven environmental crisis. Using phenomenology and discourse analysis approach, this study showed that in Banten Province, dynastic-patterned political system tends to cause natural resource crisis that trigger off some problems: 1) Excessive exploitation of nature resources with the "backing" of political elite; 2) Unintegrated inter- district development plans; 3) Environmental pollution by large industries; and 4) Inhibition of "scaling up" of environmental education projects by non governmental organizations (NGO'S). Problems that come up in : 1) Difficulty in reducing unauthorized gold mining activities; 2) Timber regulation that still benefits the entrepreneur; 3) Obstacles in reducing critical land; 4) Expansion process of Halimun Salak National Park is not completed yet; and 5) There is no compensation for Lebak Regency as upstream area. With the complexity of democratic political systems in the veil of capitalism and liberalism at various levels of government, this paper showed that people continue to find how difficult it is to have a good living space and justice.

Keywords: Political power; dynastic politics; ecological crisis.

ABSTRAK

Kekuasaan politik yang diperoleh elit melalui janji-janji “muluk” yang kemudian dikonversi menjadi kekayaan pribadi dan kelompok sebagai biaya mempertahankan, mengukuhkan hingga menyalahgunakan wewenang seolah menjadi fenomena biasa di negara demokrasi tak terkecuali Indonesia. Tulisan ini bertujuan mengungkap praktik kekuasaan dalam sistem politik otonomi di level regional yang mendorong krisis lingkungan. Menggunakan pendekatan fenomenologi dan analisis diskursus, penelitian ini memperlihatkan di Provinsi Banten bahwa sistem politik bercorak dinasti cenderung menyebabkan krisis sumber daya alam yang memunculkan masalah: 1) Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dengan “backing” elit politik; 2) Tidak terintegrasinya rencana pembangunan antar kabupaten; 3) Pembiaran pencemaran lingkungan oleh industri besar; dan 4) Terhambatnya “scaling up” proyek-proyek edukasi lingkungan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM). Di Kabupaten Lebak muncul permasalahan: 1) Sulitnya pengurangan penambangan emas tanpa izin (PETI); 2) Tata usaha kayu yang masih menguntungkan pengusaha; 3) Terhambatnya pengurangan lahan kritis; 4) Proses perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang tak kunjung selesai; dan 5) Tidak adanya kompensasi untuk Kabupaten Lebak sebagai daerah hulu. Dengan kompleksnya sistem politik demokratis dalam selubung kapitalisme dan liberalisme di pelbagai level pemerintahan, tulisan ini memperlihatkan bahwa masyarakat akan terus merasakan sulitnya mendapat ruang hidup yang baik dan keadilan.

Kata kunci: Kekuasaan politik; politik dinasti; krisis ekologi.

©2018 JPSEK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpsek.2018.15.2.107-128 107 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

I. PENDAHULUAN aspek lainnya. Ada penemuan bahwa individu Salah satu aspek yang dikaji dalam sistem dan kelompok yang berbeda mampu untuk politik atau kehidupan bernegara adalah memberikan pengaruh pada isu kebijakan yang masyarakat (Latif, 2011). Masyarakat dibagi berbeda. Atas penemuan-penemuan tersebut, atas dua kelas yaitu kelas masyarakat elit dan Dahl menyimpulkan bahwa kelompok- kelas masyarakat non-elit atau masyarakat kelompok masyarakat yang berbeda, termasuk pada umumnya. Kelas masyarakat elit kelompok yang lemah, dapat “menekan” ke dibedakan atas kelas elit pertama yaitu yang dalam sistem politik dan menguasai para berkuasa (elit politik/elit penguasa) dan kelas pembuat keputusan sesuai dengan preferensi elit kedua yang tidak berkuasa (kelas yang (keinginan) mereka (Harrison & Startin, dikuasai) (Groeneveld & de Walle, 2010). 2013). Artinya masyarakat merupakan Kelas pertama jumlahnya selalu lebih kecil, kelompok yang dapat memengaruhi dalam menjalankan semua fungsi politik, monopoli mendukung atau menolak kebijakan elit kekuasaan dan menikmati keuntungan yang penguasa termasuk masyarakat yang tertindas diberikan oleh kekuasaan itu, sedangkan yang merupakan kelompok yang lemah yang kelas yang kedua jumlahnya lebih besar dan pada gilirannya dapat menekan penguasa. dikendalikan oleh kelas penguasa (Groeneveld Meski hanya sedikit orang yang berkuasa & de Walle, 2010). langsung atas keputusan-keputusan kunci, Politik berkaitan erat dengan kehidupan yang diartikan sebagai keberhasilan atau bermasyarakat atau kehidupan bernegara dan mem-veto usulan kebijakan, kebanyakan politik digunakan dalam penyelenggaraan orang memiliki kekuasaan tidak langsung masyarakat (negara) dengan tujuan melalui kekuatan suara (vote) (Dahl, 1961; mendapatkan dan mempertahankan tahta dan Harrison & Startin, 2013). membuat kebijakan publik. Menurut teori Indonesia yang menganut sistem politik politik klasik Aristoteles, untuk mewujudkan demokrasi mempunyai karakteristik yang kebaikan bersama, masyarakat membutuhkan khas di antaranya adalah adanya pembagian politik (Curren, 2010; Yack, 2006). kekuasaan yang jelas, pemerintahan Kekuasaan dalam pengambilan keputusan konstitusional atau berdasarkan hukum, menekankan pada tindakan individu atau pemilihan umum bebas dan demokratis, kelompok yang memengaruhi keputusan manajemen pemerintahan yang terbuka, kebijakan (Gaventa & Cornwall, 2008). peradilan bebas dan tidak memihak, Penelitian Rober Dahl, Who Governs? (Siapa penempatan pejabat pemerintahan dengan yang berkuasa?), melihat kepada siapa yang merit system konstitusi dan undang-undang membuat keputusan penting atas isu-isu dasar yang demokratis (Asshiddiqie, 2011). yang terjadi di New Haven, Connecticut, Bagaimana dengan penguasaan sumber daya Amerika (Harrison & Startin, 2013). Dahl alam (SDA) pada sistem demokratis seperti menyimpulkan tentang siapa yang berkuasa di Indonesia? Secara formal, kewenangan dengan mengkaji preferensi (keinginan) pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan kelompok-kelompok berkepentingan dan tumbuh dan mengakar dari pasal 33 ayat membandingkannya dengan hasil kebijakan. (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Dahl menemukan bahwa ada perbedaan yang menegaskan bahwa : “Bumi, air, dan sumber daya yang memberi kekuasaan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kepada warga masyarakat dan kelompok dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi berkepentingan dan sumber daya ini tidak sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sebelum didistribusikan dengan merata: meski amandemen UUD 1945, pasal 33 ayat 3 tersebut sejumlah individu memiliki kekayaan sumber dijelaskan dalam penjelasan pasal 33 alinea 4 daya politik, mereka menjadi miskin dalam yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan

108 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

alam yang terkandung di dalamnya adalah dibohongi. Kepercayaan yang diberikan pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu kepada para elite politik dengan harapan harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan memberikan perbaikan hidup ternyata hanya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. menjadi mimpi buruk. Hal-hal yang ideal Namun pada kenyataannya jauh panggang yang diperjuangkan sebelum elit menjadi dari api. Rezim pemerintahan yang berkuasa pemimpin, teralihkan menjadi sesuatu yang selalu menuai klaim karena praktik kekuasaan pragmatis dimana gejala tersebut di atas dalam pengelolaan sumber daya alam belum terjadi. Sumber daya alam sering menjadi sesuai dengan amanat UUD 1945. “mesin penghasil uang” yang cepat untuk Rezim Orde Baru yang dinilai sebagai menggantikan biaya politik yang tinggi rezim yang mempunyai praktik kekuasaan sehingga kelestarian sumber daya pun bukan yang khas di mana sumber daya alam dalam lagi menjadi prioritas pembangunan. Imajinasi pemanfaatannya dan pengelolaannya hanya keberhasilan pembangunan yang cenderung diberikan kepada orang-orang yang berada idealis tidak lagi mempunyai alat penerjemah di dekat pusaran kekuasaan (elit) menjadi ke tataran praktis ketika para penguasa di level rezim yang dianggap paling berpihak pada eksekutif berpindah perhatiannya kepada hal- elit layaknya seperti yang terjadi pada sistem hal yang pragmatis. otoriter (Amir, 2007; Aspinall, 2010; Cooke, Selain dimensi historis, pengelolaan sumber 2010). Orde baru mungkin bukan termasuk daya alam di Indonesia sangat dipengaruhi rezim totaliter yang absolut, tapi sebuah oleh pengaturan institusi dalam kerangka rezim otoriter karena masih membiarkan desentralisasi. Desentralisasi demokratis adanya partisipasi politik pada tingkat paling yang secara teoritik dapat membawa kepada rendah, yang umumnya disebut pseudo hasil-hasil pembangunan yang positif untuk participation (Arieli, Friedman, & Agbaria, masyarakat dalam lingkup yurisdiksinya, 2009; Knudsen, Busck, & Lind, 2011). Dalam pada kenyataannya justru menghasilkan sistem seperti ini, tentunya kebijakan yang tragedi lingkungan yang berkelanjutan. diputuskan dalam segala pengaturan termasuk Dalam pengaturan itu, ada hubungan pengaturan sumber daya alam tidak banyak yang unik pada underlying system antara mengikutsertakan kemauan rakyat. Walaupun demokrasi dan perwakilan masyarakat yang telah berganti beberapa rezim, budaya politik duduk dalam dewan perwakilan. Perwakilan di Indonesia terus diwariskan dari rezim ke yang merupakan kunci dari desentralisasi rezim. akan memberikan hasil positif jika konsep Pada dimensi yang lain, para elite resposif (responsiveness) dan akuntabilitas politik berlomba-lomba mengumpulkan (accountability) dapat distrukturisasi untuk dana politik yang tidak dapat dikontrol. mengemas kebijakan-kebijakan yang dapat Kekuasaan yang diperolehnya dengan janji- menerjemahkan pilihan-pilihan warga janji “muluk” dikonversi menjadi kekayaan menjadi kenyataan (Ribot & Larson, 2006) pribadi dan kelompok untuk biaya pengganti Namun hubungan konsep-konsep tersebut dana kampanye, dan mempertahankan tidak dibahas khusus pada tulisan ini. serta mengukuhkan kekuasaan hingga Namun lebih ke tataran praksis, tulisan ini penyalahgunaan wewenang terus berlanjut mengungkap bagaimana praktik kekuasaan (Winters, 2013). Pada tataran masyarakat, yang berujung pada krisis ekologi. Lebih gelombang korupsi kekuasaan telah jauh tulisan ini juga mengungkap modus- “menggulung” harapan dan impian rakyat modus elit dalam usahanya melanggengkan untuk hidup lebih baik. Akibatnya, rakyat kekuasaan dalam konteks perwakilan. menjadi frustrasi, kecewa, dan merasa

109 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

II. METODE PENELITIAN mengandung permasalahan yang serius. Desentralisasi pengelolaan sumber daya Belum lagi, sistem demokrasi yang dianut alam yang berbasis spasial dan administratif Indonesia mempunyai beberapa jebakan konstitusional seperti di Indonesia seharusnya dan kelemahan terutama pada pembagian selalu bisa menerjemahkan keputusan kekuasaan dan perilaku elit secara individu kolektif pada berbagai tingkatan pengaturan (Prianto, 2016; Winters, 2013). Sumber daya pengelolaan sumber daya alam dalam konteks alam terutamanya hutan merupakan sumber keruangan. Keputusan kolektif dengan level daya yang khas di mana banyak pemanfaat tertinggi seharusnya menjadi pertimbangan yang ingin mengambil bagian terbanyak pada pengaturan ruang regional misalnya sehingga keputusan kolektif harus menjadi yang terkait dengan daerah aliran sungai supremasi tertinggi mengesampingkan (DAS) yang mempunyai kompleksitas kepentingan elit penguasa. masalah tenurial yang tinggi (lihat Gambar Penelitian ini secara simultan menggali 1.). Sebaliknya, kebijakan yang mengatur hubungan-hubungan konsep tersebut dalam plot yang bersifat lokal yang mempunyai dunia nyata yang jalan kerjanya dengan kompleksitas tenurial yang rendah merupakan mencari bukti bahwa pergeseran mindset penerjemahan atas keputusan kolektif pada idealis ke pragmatis para elit berimbas pada level terendah. pengelolaan sumber daya alam yang tidak Penerapan teori ini pada lapangan sosial lestari kemudian membuat koneksi yang jelas politik khususnya di Indonesia sebagai antara keduanya. kerangka pikir dan tindak masih terus Informan pada penelitian ini meliputi: 1) dipertanyakan. Oleh karena itu, perwakilan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik sebagai kunci desentralisasi pada sistem Indonesia (DPR-RI) Komisi IV; 2) Anggota demokrasi menjadi sangat krusial, ketika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) responsif dan akuntabilitas di Indonesia masih Provinsi Banten Komisi 2 (keuangan) dan

Sumber (Source): Meinzen-Dick, DiGregorio, & McCarthy, 2004.

Gambar 1. Struktur keputusan pengelolaan sumber daya alam. Figure 1. Structure of decisions on nature resource management

110 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

Sumber (Source): Diadaptasi dari Creswell & Clark, 2007 (Adapted from Creswell & Clark, 2007). Gambar 2. Langkah analisis data. Figure 2. Data analysis process.

Anggota DPRD Kabupaten Lebak; 3) Analis belum menyentuh ruang hidup masyarakat? dan praktisi sistem politik negara, politik Sumber daya alam (termasuk di dalamnya ekologi, 4) Pejabat pemerintah pusat dan sumber daya hutan dan lingkungan hidup) daerah; 5) Pejabat lingkup Satuan Kerja pada konteks ruang, terdapat dua ideologi Perangkat Daerah (SKPD) terkait isu; dan yang saling beroposisi. Berdiri di salah satu 6) Lembaga-lembaga swadaya masyarakat ujung adalah ideologi growthism yang selalu dan para jurnalis yang terkait dengan isu. mengedepankan materi menjadi penggerak Lokasi penelitian Provinsi Banten dan pertumbuhan ekonomi. Konversi kawasan Kabupaten Lebak. Penelitian ini dilakukan budidaya kehutanan (KBK) menjadi kawaasn bulan Mei hingga November tahun 2015 budidaya non kehutanan (KBNK) adalah menggunakan pendekatan fenomenologi manifestasi dari semangat ideologi growthism. dan analisis diskursus. Strategi koleksi data Berdiri di seberangnya adalah ideologi yang digunakan adalah dokumentasi data ecologism yang melihat hutan dan lingkungan terkait, wawancara mendalam, pengamatan harus seperti apa adanya pada zaman awal langsung dan focussed group discussion penciptaan manusia yang layaknya museum (FGD). Hasil in-depth interview dan observasi hanya boleh dilihat (preservationism). Berdiri dikategorisasi ke dalam tema-tema utama di belakang ideologi ini adalah romantism terkait tujuan studi dengan menggunakan yang melihat hutan dan lingkungan hidup pendekatan kategorisasi tema Creswell dan harus seperti yang tergambar pada kitab- Clark seperti terlihat pada Gambar 2. Untuk kitab suci. Pada realitasnya, jumlah manusia pengambilan kesimpulan digunakan teknik yang saat ini mencapai tujuh milyar lebih triangulasi data yang didapat dari berbagai membutuhkan ruang untuk hidup dan sumber. berekonomi. Berdiri di tengah dari dua ideologi tersebut III. HASIL DAN PEMBAHASAN adalah environtmentalism (eco modernization) yang pengusungnya adalah orang-orang A. Indonesia: Masyarakat Post-Kolonial yang menyadari bahwa preservasi terhadap dan Kemenangan Liberalisme, di mana lingkungan itu penting namun di lain pihak Ideologi Partai Politik? juga memberi perhatian pada pertumbuhan Mengapa ideologi partai politik tidak penduduk yang membutuhkan ruang hidup mampu memagari perilaku anggota dewan dan dan perekonomian (reflexsive development).

111 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

Sumber (Source): Hasil wawancara diolah (Processing of interview result) Gambar 3. Konstestasi idelogi dalam ruang politik sumber daya alam. Figure 3. Ideological contestation in political space of nature resource.

Sumber (Source): Hasil wawancara diolah (Processing of interview result) Gambar 4. Kebijakan berbasis pengetahuan tersekat oleh pengetahuan yang diproduksi oleh penguasa (kolonial). Figure 4. Science-based policy blocks by sovereign or colonial knowledge.

Selain itu, Indonesia juga mempunyai Sebagai penengah dan hasil konsensus ideologi yang menganut ekonomi berbasis dari pertarungan ideologi di atas adalah materi terbukti dari manifestasinya jargon- kebijakan. Namun kebijakan yang seharusnya jargon seperti “Indonesia negara yang kaya lahir di atas basis ilmu pengetahuan tersekat raya yang harus diusahakan demi kepentingan oleh pengetahuan yang dapat diproduksi rakyat” dan “Indonesia adalah Negara Mega siapa saja yang berkuasa (Bekkers, Freitas, Biodiversity”. Ideologi yang dapat menahan & Maria, 2008; Hage, Leroy, & Petersen, laju materialisasi tersebut adalah pengurangan 2010; Hessels & van Lente, 2008). Solusinya eksploitasi sumber daya alam. bagaimana ilmuwan dapat mencairkan sekat Realitasnya, kita saat ini melihat tersebut melalui berbagai kanal baik itu kemenangan ideologi growthism (economic politik, pergerakan literasi dan lain sebagainya growth) dan kehancuran sumber daya alam. (science policy interface) (Perrings, Pada masa kehancuran sumber daya alam Duraiappah, Larigauderie, & Mooney, 2011; ini munculah kompromi-kompromi yang van den Hove, 2007; Wesselink, Buchanan, menyuarakan pembangunan berkalanjutan Georgiadou, & Turnhout, 2013). (sustainability development). Penganut B. Otonomi Daerah environmentalism seperti Prof. Herman Dalam ruang realita, pada konteks Daly mengingatkan bahwa produksi harus sosiologis kita melihat perilaku masyarakat berhenti sebelum titik maksimal dari ekonomi di mana ketika digabungkan dengan konteks (maximum utility) tercapai (Daly, 2011; Daly politik kekinian yang partikular maka et al., 2007; Schwartzman, 2008). akan terefleksi gambaran dinamika politik

112 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

Sumber (Source): Agustino & Yusoff, 2009 Gambar 5. Konstelasi politik di daerah. Figure 5. Local politic constellation keseharian (Hjarvard, 2008). Dari hasil “memelihara” local strongmen atau local wawancara mendalam dengan beberapa bigman di daerah sehingga daerah-daerah informan, peristiwa politik pada era pasca tersebut dapat “manut” pada pemerintah Orde Baru yang menjadi episentrum/akar pusat (Olson, 2009) (Lihat Gambar 6). permasalahan lingkungan hidup dan kehutanan Dengan istilah lain local strongmen menjadi saat ini, yaitu otonomi daerah yang melahirkan “operator” kebijakan pusat. dua “anak kandung” yaitu: pemilihan wakil Ketika kekuasaan Orde Baru runtuh, local rakyat dan pemimpin daerah secara langsung, strongmen berubah menjadi roving power dan pemekaran wilayah. Dua “anak kandung” yang kemudian menjalankan praktik-praktik tersebut yang digunakan elit politik sebagai kekuasaan seperti yang telah mereka jalankan sarana pengembalian dana politik yang selama ini. dikeluarkan. Elit-elit daerah melakukan lobi- Mereka menggunakan jargon-jargon untuk lobi untuk pemekaran wilayah melalui pintu legitimasi melalui rekayasa sosial misalnya legislatif. Elit-elit daerah termasuk pengusaha seperti “putra asli daerah” yang pantas merupakan investor politik dengan modus memimpin daerah. Roving power hanya penguasaan sumber daya baik pajak, retribusi berkonsentrasi di daerahnya dan tidak peduli maupun sumber daya alam (lihat Gambar dengan daerah lain di mana hal ini yang 5). Mereka bersama partai politik yang menyebabkan mengapa di daerah kekuasaaan merupakan kendaraan politik menentukan sangat cair dan dengan mudah dimasukkan calon kepala daerah dan wakilnya. Mancur berbagai kepentingan. Olson menawarkan teori yang menjelaskan Salah satu kepentingan tersebut adalah menjelaskan mengapa negara-negara investor politik yang kebanyakan adalah kesatuan seperti Indonesia, Cina dan Rusia pengusaha untuk yang membiayai calon yang mempunyai wilayah yang sangat luas, kepala daerah atau calon anggota parlemen namun pada era-era tertentu elit politiknya atau bahkan mencalonkan diri, untuk dapat mengontrol teritorinya dengan begitu menguasai sumber daya di daerah (lihat juga kuat (Bader, Grävingholt, & Kästner, 2010; Gambar 5). “Petaka” terjadi ketika invenstor Rosser Jr, 2007; Slater, 2009). Hal tersebut politik ini kemudian menjadikan praktik dapat terjadi karena adanya pusat kekuasaan kekuasaan dengan orientasi mengembalikan (stationary power) di pemerintah pusat yang biaya politik yang telah dikeluarkan dengan

113 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

Sumber (Source): Agustino & Yusoff, 2009 Gambar 6. Perubahan konstelasi kekuasaan di Indonesia berdasarkan teori Mancur Olson. Figure 6. Metamorphoses of power constellation in Indonesia by Mancur Olson’s view. eksploitasi sumber daya di daerahnya. Untuk kepala daerah dengan latar belakang dinasti konteks daerah di Indonesia dikenal logika politik memiliki kinerja yang lebih baik politik 2-2-1 untuk menjelaskan dua tahun dibandingkan dengan kepala daerah yang pertama adalah waktu yang digunakan oleh memiliki latar belakang non-dinasti politik elit untuk mengembalikan biaya politik yang (Sakinah, Syurmita, Imam, & Syafei, 2016). telah dikeluarkan, dua tahun kedua berikutnya Demokrasi mengizinkan warga negara digunakan untuk eksploitasi sumber daya berpartisipasi secara langsung atau tidak daerah untuk mempersiapkan diri ikut pada langsung. Pemilihan kepala daerah (pilkada) pemilihan kepala daerah periode berikutnya. merupakan salah satu contoh demokrasi di Masa satu tahun terkahir digunakan oleh para mana masyarakat dapat menentukan sendiri petahana (incumbent) untuk memperkaya diri. pimpinan daerahnya secara langsung mengacu Logika inilah yang dapat menjelaskan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun illegal loging di Taman Nasional di Kerinci 2004. Masyarakat dapat memilih kepala Seblat yang di beking elit daerah, penjualan daerah yang sesuai dengan kemampuan calon pasir oleh elit Tanjung Pinang ke Singapura kepala daerahnya dengan harapan kinerja dan Malaysia, dan illegal loging di Papua pemerintah daerah akan lebih baik dan kepala Barat dan pejualan pasir nikel oleh elit daerah akan lebih bertanggung jawab kepada Raja Empat ke Australia, Inggris dan Cina rakyat yang memilihnya. (Agustino & Yusoff, 2009). Kenyataanya, terdapat 86% kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi (Sakinah et al., 1. Politik Dinasti 2016). Salah satu penyebab mudahnya kepala Studi Sakinah et al. tentang “Dinasti daerah melakukan tindakan korupsi karena Politik dan Kinerja Keuangan Pemerintahan lemahnya sistem pemilihan yang diberlakukan. yang Dipimpinnya” meyimpulkan bahwa Politik yang bercorak dinasti merupakan ada perbedaan kinerja kepala daerah berlatar salah satu hal yang terjadi selain praktik belakang dinasti politik dan non-dinasti korupsi dikarenakan banyaknya dana yang politik dalam aspek kekayaan, ketergantungan diberikan dalam pilkada. Salah satu contoh keuangan dan belanja modal. Tidak ada praktik politik dinasti adalah dinasti Atut di perbedaan dalam kinerja kemandirian mana Gubernur Banten tersebut melakukan daerah dan sisa lebih pembiayaan anggaran korupsi dana bantuan sosial senilai Rp340 tahun berkenaan (SiLPA) dengan kata lain miliar sebagai bagian dari kampanyenya

114 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

Tabel 1. Tabulasi dinasti politik di Provinsi Banten. Table 1. Dynastic politicians in Banten Province.

No Nama/ Jabatan/ Hubungan/ Name Position Relation 1 Ratu Atut Gubernur (saat penelitian ini dilakukan masih menjabat sebagai gubernur) 2 Haerul Jaman Walikota Adik 3 Heryani Wakil Bupati Pandegelang Ibu Tiri 4 Airin Rachmi Diany Walikota Tangerang Selatan Ipar 5 Hikmat Tomet DPR RI (Golkar) Suami 6 Andika Hazrumy DPD Anak 7 Adde Rosi Khoerunnisa Wakil Ketua DPRD II Kota Serang (Golkar) Menantu 8 Andiara Aprilia Hikmat DPD Anak 9 Tanto Warbono Arban DPRD I Banten Menantu Sumber (Source): Lima, 2014 tahun 2011 (Annisa, 2015). Gubernur Banten dinasti politik dan praktik dinasti politik ini tersebut memberikan anggota keluarganya juga tampaknya semakin mengkhawatirkan jabatan ke dalam pemerintahan sebagai dengan jumlahnya yang terus meningkat wakil walikota ataupun wakil bupati maupun (Mietzner & others, 2009). anggota DPR-RI atau Dewan Perwakilan Dinasti politik berpotensi menghambat Daerah Republik Indonesia (DPD-RI). Sesuai pembangunan ekonomi dan melemahkan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan daya saing pemilu (Asako et al., 2015). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Mereka menemukan bahwa daerah-daerah di 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua bawah kendali politisi dinasti kurang efektif atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam membawa pembangunan ekonomi tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah kepada masyarakat, meskipun mereka saat ini tidak lagi bertanggung jawab kepada menerima alokasi anggaran yang lebih DPRD karena mereka dipilih secara langsung dari pemerintah pusat. Keberadaan dinasti oleh rakyat, bukan oleh legislatif. Pemilihan politik juga mempersulit munculnya calon kepala daerah langsung juga menjadi salah alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti satu sebab munculnya masalah politik memiliki kesempatan yang lebih baik untuk dinasti. Politik dinasti dapat diartikan secara memenangkan pemilihan umum (Querubin, sederhana sebagai sejumlah kecil keluarga 2012). Hal ini menyebabkan munculnya mendominasi distribusi kekuasaan (Mendoza, kepala daerah dengan kualitas yang rendah Beja Jr, Venida, & Yap, 2012; Patrikios & dan pada akhirnya akan memengaruhi Chatzikonstantinou, 2015; Querubin, 2012; kemampuan mereka dalam mengelola dana van Liefferinge & Steyvers, 2009). Politisi publik dan menghasilkan pembangunan dinasti adalah mereka yang mewarisi jabatan ekonomi. Untuk menghilangkan atau publik yang sama dari anggota keluarga mengatasi dinasti politik yang sudah mereka yang memegangnya sebelum mereka berkembang di Indonesia, pemerintah sudah (Asako, Iida, Matsubayashi, & Ueda, 2015). membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Sebagai negara yang penduduknya memiliki Undang–undang (Perppu) Nomor 1 Tahun rata-rata tingkat pendidikan rendah dan 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati kemiskinan tinggi, proses demokrasi di dan Walikota. Dalam Perppu tersebut Indonesia sangat rentan terhadap tumbuhnya dihapuskan dinasti politik di mana calon

115 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

gubernur dan wakil gubernur, calon bupati MK pun mengetahui bahwa ketentuan larangan dan wakil bupati, serta calon walikota dan adanya konflik kepentingan ditujukan untuk wakil walikota memenuhi persyaratan yang menciptakan kompetisi yang adil antara calon salah satunya adalah tidak memiliki konflik yang berasal dari keluarga petahana dan calon kepentingan dengan petahana. Kalimat dalam lain, sehingga akan tercegah berkembangnya Perrpu tersebut menjelaskan bahwa yang ‘politik dinasti’ atau ‘dinasti politik’ yang dimaksud adalah tidak memiliki hubungan marak terjadi di berbagai daerah. darah, ikatan perkawinan dan/atau garis Namun menurut MK , ketentuan larangan keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke konflik kepentingan sebagaimana diatur bawah, ke samping dengan petahana yaitu dalam Pasal 7 huruf r UU Pilkada akan sulit ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, dilaksanakan dalam praktik, khususnya oleh ipar, anak, menantu kecuali telah melewati penyelenggara pilkada. Sebab, pemaknaan jeda 1 (satu) kali masa jabatan. Namun terhadap frasa “tidak memiliki konflik Mahkamah Konstitusi (MK) pada putusan kepentingan dengan petahana” itu berarti persidangan, mengabulkan permohonan diserahkan kepada penafsiran setiap orang uji materi ketentuan yang melarang calon sesuai dengan kepentingannya. Dengan kepala daerah memiliki konflik kepentingan kata lain, dapat dipastikan bahwa tidak akan dengan petahana. Mahkamah memutuskan ada kesamaan pandangan terhadap frasa ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 huruf r “tidak memiliki konflik kepentingan dengan dan penjelasannya UU Nomor 8 Tahun 2015 petahana”. Akibatnya, tidak ada kepastian tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun hukum. Padahal, kepastian hukum terhadap 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah penafsiran frasa “tidak memiliki konflik Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun kepentingan dengan petahana” itu menjadi 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan penentu hak seseorang untuk mencalonkan Walikota menjadi Undang-Undang Pilkada diri sebagai kepala daerah yang dijamin oleh (UU), inkonstitusional dan tidak memiliki konstitusi. kekuatan hukum mengikat. Menurut MK, Di Banten, politik dinasti ini memberi ketentuan tersebut mengandung muatan yang amunisi pejabat-pejabat untuk “bebas” dalam diskriminatif. Ketentuan yang membatasi usahanya untuk melanggengkan kekuasaan dan warga negara yang hendak mencalonkan mengambil keuntungan pragmatis (Agustino, diri sebagai kepala daerah nyata-nyata (dan 2015). Berbeda dengan Jakara, pada kasus diakui oleh pembentuk undang-undang) korupsi “bersama” dalam penyelewengan memuat pembedaan perlakuan yang semata- dana belanja daerah motifnya adalah oknum mata didasarkan atas kelahiran dan status legislatif langsung “bermain” dengan SKPD kekerabatan seseorang. Pasal 28 ayat (2) UUD karena Ahok (Basuki Cahya Purnama) 1945 menyatakan: setiap orang berhak bebas merupakan “orang baru”. Di Banten pada era dari perlakuan yang bersifat diskriminatif Chasan Sochib (orang tua Mantan Gubernur atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan Banten ketiga Ratu Atut) memblokade perlindungan terhadap perlakuan yang permainan anggaran di mana eksekutif bersifat diskriminatif itu”. bermain dengan Kamar Dagang Indonesia MK berpendapat, meskipun dalam (Kadin) untuk “memainkan” proyek, legislatif negara demokrasi yang berdasar atas hukum hanya menunggu “bagiannya” setelah ketok dibenarkan pemberlakuan pembatasan- palu anggaran. Namun setelah tersandungnya pembatasan terhadap warga negara yang beberapa pemimpin daerah dari dinasti Chasan hendak mencalonkan diri sebagai kepala Sochib (Gubernur Ratu Atut Chosiyah dan daerah, namun pembatasan tersebut tidak boleh Tubagus Chaeri Wardana (Wawan)), informan memuat ketentuan yang bersifat diskriminatif. penelitian dari kalangan lembaga swadaya

116 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

masyarakat (LSM) pemerhati pemerintahan pemodal dan peran “middle man” dimainkan dan korupsi di Banten menduga legislatif oleh lurah, camat atau tokoh setempat yang langsung berhubungan dengan SKPD juga berperan sebagai “back up”. PETI emas (Agustino, 2015). Dugaan tersebut diperkuat di Banten sulit dieliminir karena menurut dengan alokasi proyek, di mana perusahaan informan, operasinya melibatkan “back up” di bawah kepemimpinan Ketua Kadin saat ini dari kalangan militer pada “high level” (bukan Mulyadi Jayabaya (mantan Bupati Lebak), hanya pada level Kodim atau yang setara) tidak banyak mendapat pekerjaan (proyek) (Kholis, 2015). lingkup Provinsi Banten. Lebih jauh informan Perhatian dan perlawanan civil society menyebutkan bahwa dana keproyekan di (CSO) terutama LSM terhadap pragmatisme Banten sebelum jatuhnya dinasti Chasan yang dilakukan anggota legislatif dan Sochib termasuk Ratu Atut diduga bocor eksektuif tetap ada (cukup kuat) misalnya hingga 50% dimana Kadin sendiri mematok melalui demonstrasi namun pendapat jatah hingga 30% per-proyek. Setalah jatuhnya informan hal tersebut dinilai tidak efektif. Atut, informan menyebutkan kebocoran dana Tingkat kepercayaan CSO terhadap legislatif keproyekan bisa kurang atau lebih dari 50%. dan aparat penegak hukum di Banten sangat Kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja rendah jadi mereka lebih banyak berharap Nasional (APBN) dan Anggaran Pendapatan terhadap KPK (Komisi Pemberantasan dan Belanja Daerah (APBD) itu ada dua jalur Korupsi). yaitu: proyek dan kebijakan (contoh kasus Penelitian memperlihatkan LSM-LSM Bank Banten) (Agustino, 2015). di Banten tidak ada aliansi dan roadmap perlawanan yang bersifat kolektif karena 2. Negara di dalam Negara: Eksploitasi sudah merasa lelah dan terkuras energi Sumber Daya Alam, Krisis Lingkungan, untuk menghadapi situasi politik di Banten. Politik Uang dan Matinya CSO sebagai Banyak LSM yang beroirientasi pada proyek Balancing Power sehingga masalah keadilan dan kemanusiaan Eksploitasi SDA di Provinsi Banten yang diakibatkan oleh proses politik tidak memperlihatkan adaya aliran kekuasaan yang menjadi perhatian. Salah satu ketua LSM masif dalam bentuk “backing”, permodalan tertua di Banten, informan dalam penelitian maupun operasional perusahaan yang ini mengaku telah sering melakukan gerakan dilakukan oleh penguasa di Banten baik dari moral dengan harapan LSM lainnya mengikuti kalangan legislatif maupun eksekutif dengan gerakan mereka, karena menurutnya, gerakan memanfaatkan ruang cair politik dinasti moral merupakan cara terakhir yang dapat (Ahmad, 2015). Eksploitasi pasir di kawasan dilakukan siapapun dia yang akan berjuang Ciomas dan Pabuaran (DAS Cibanten) melawan konstelasi politik di Banten. melibatkan anggota legislatif. Petinggi Kadin Beberapa waktu lalu, juga ada beberapa Provinsi Banten menguasai penambangan aktivis (penggerak LSM) yang masuk ke pasir di Gunung Kencana dan di Ciomas arah dalam parlemen namun di parlemen larut ke Baduy juga batubara di Bayah, Lebak dalam sistem dan tidak bisa berbuat banyak. (didanai oleh orang Korea (bukan perusahaan Strukturisasi nilai (value) kolonial, sehingga bisa lepas dari kebijakan pajak dan premanisme dan pragmatisme ekonomi yang lain-lain, langsung dibayar ke masyarakat dipraktikan wakil rakyat dan pemimpin daerah melalui mandor). Tambang batubara sebagian menjadi ketidaksadaran kolektif (collective besar di lahan milik, sehingga pemerintah unconsciousness) masyarakat yang mengantar tidak bisa berbuat banyak. Menurut informan, mereka sampai pada titik “sudah tidak penambangan emas tanpa izin (PETI) peduli lagi siapa yang memimpin mereka”. beroperasi dengan warga negara Korea sebagai Masyarakat hanya bisa merayakan pesta

117 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

demokrasi lima tahunan melalui “angpao” dari yang baik untuk Banten. Sebagai ilustrasi, calon wakil mereka dan masyarakat pun sudah informan melihat Kabupaten Banjarnegara terbiasa dengan politik uang. Masyarakat di Provinsi Jawa Tengah di mana jalan-jalan Banten yang sebaran populasi lebih banyak raya dan jalan kecamatan hingga ke puncak di pedesaan cenderung berpendidikan kurang gunung sangat baik kualitasnya. Sistem irigasi sehingga pragmatisme ekonomi juga terjadi tertata dan terpelihara dengan baik. Informan di masyarakat. Di era keterbukaan informasi berpendapat, bupatinya bersungguh- saat ini, semua informasi tentang pengaruh sungguh membangun daerahnya walaupun buruk dinasti politik yang menghancurkan pragmatisme ekonomi pasti ada (korupsi tetap Banten dapat dipastikan telah sampai ke ada). Berbeda halnya di Provinsi Banten, masyarakat di pedesaan, namun anehnya jalan raya di daerah Ciomas ke kabupaten menurut informan, dinasti petahana selalu sudah baik, namun jalan menuju Citaman unggul dalam pilkada. Lebih jauh informan buruk kualitasnya. Citaman dikenal penghasil berpendapat, miris untuk mengetahui di mana utama hasil bumi seperti buah durian, petai Airin (Walikota Tangerang Selatan) yang dan kerajinan golok Ciomas di Banten. daerah kekuasaannya meliputi wilayah yang Banyaknya wisatawan dalam dan luar yang masyarakatnya lebih cerdas namun tetap bisa berkunjung ke Citaman belum bisa menjadi memenangkan pilkada. pendorong perbaikan jalan raya tersebut. Dari kenyataan yang demikian, politik Informan menyebutkan, di Banten, jalan dinasti dan konsentrasi sebaran masyarakat dibangun hanya di daerah-daerah konstituen Provinsi Banten yang lebih banyak di daerah petahana (elit politik yang sedang berkuasa). pedesaan menjadi kombinasi mematikan yang Di bidang lingkungan, air bersih menjadi dapat berbuah pahit capaian pembangunan di masalah penting untuk Banten. Banyak Banten, karena hal tersebut melumpuhkan penduduknya masih memanfaatkan air sungai daya saing pemilihan kepala daerah yang untuk MCK (mandi cuci kakus) walaupun seharusnya mampu menelurkan pemimpin- pada musim kemarau kualitas airnya menjadi pemimpin daerah yang baik. Sehingga sangat buruk. Contohnya di daerah Pontang dalam penelitian ini, banyak informan yang dan di Kota Serang dan Sawah Luhur yang belum dapat memahami fenomena “aneh” bahkan tidak jauh dari pusat Pemerintahan masyarakat Banten yang tetap memilih Provinsi Banten. Menurut informan dari Balai dinasti tertentu untuk berkuasa dalam waktu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan yang lama yang sebenarnya tidak membawa Lindung (BPDASHL) Citarum Ciliwung, Banten menjadi lebih baik. air dari hulu Bendungan Pamarayan terbatas Seharusnya, politik dinasti bisa memberi hanya cukup untuk irigasi persawahan, sedang manfaat positif di mana komunikasi politik untuk daerah pesisir dan kota hanya sedikit menjadi lancar sehingga perencanaan dan yaitu air dari sub daerah aliran sungai (DAS) pembangunan daerah bisa lebih integratif lain, hal ini menyebabkan air laut masuk dan (Mendoza et al., 2012). Pada konteks sungai di kota/pesisir yang sementara sudah Banten, di Kabupaten Serang ada Tatu dan di dipenuhi limbah industri. Hal ini menambah Kabupaten Pandeglang ada Tanto (menantu kualitas air menjadi sangat buruk. Lebih Atut). Seharusnya pembangunan antar jauh informan menjelaskan tidak ada konsep kabupaten/kota di Provinsi Banten menjadi pembangunan yang berbasis DAS yang juga lebih integratif karena adanya komunikasi perlu dukungan pembangunan Provinsi Banten politik yang baik. Namun re-orientasi yang terintegrasi antara daerah hulu dan hilir. kepentingan oleh politik dinasti membuat Sebagai analogi, Melbourne Australia yang Banten menjadi porak poranda. Tidak ada dulu tercemar cukup berat namun sekarang lagi tujuan untuk menghasilkan sesuatu berhasil menjadi sungai paling bersih hasil

118 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

pelibatan masyarakat secara aktif dan semua akan berjalan dengan lebih baik (Agustino limbah di buang dan melewati sungai namun & Yusoff, 2010a). Pemekaran wilayah yang dikrontrol ketat oleh pemerintah bersama sangat kental politisasi tersebut menjadi masyarakat (Furlong, Gan, & De Silva, 2016). kenyataan dan mimpi buruk bagi masyarakat Lain halnya di Banten, di mana kasus sungai Banten. Setelah Banten memisahkan diri dari Ciujung yang sudah puluhan tahun tidak Jawa Barat, pembangunan bertambah buruk pernah selesai. Perusahaan seperti Indah Kiat (Agustino & Yusoff, 2010b). Informan dari dan Cipta Paperia (tidak mengelola limbah pemerhati pembangunan Banten berpendapat dan langsung dibuang ke sungai) mengklaim untuk membenahi Banten melalui pendekatan sudah mengolah limbah dan membuang institusional dan value (melalui pemunculan ke sungai sesuai baku mutu yang telah kembali local wisdom) sangat berat untuk ditetapkan sementara standarisasi baku mutu ditempuh ketika masyarakat di berbagai level diberlakukan secara nasional tanpa melihat telah terjebak ke dalam pragmatisme ekonomi. daya dukung masing-masing sungai yang Informan mengharapkan pemerintah pusat sangat variatif dan tidak bisa diseragamkan. melalui revolusi mental dapat memperbaiki itu Sehingga harus ada parameter regional yang semua/mendorong pemimpin Banten menjadi dibangun sesuai daya dukung sungai yang ada lebih baik. Institusi lokal dan kelembaman di daerah tersebut. budaya (cultural inertion) yang terjadi, akan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten membutuhkan usaha yang keras dan waktu Nomor 10 Tahun 2012 tentang Perlindungan yang relatif panjang untuk mewujudkan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah Banten yang lebih baik. ada namun tidak ada penegakan hukum yang Gerakan moral CSO di Banten pun berarti (tidak dikawal). Bahkan menurut mengalami penegasian. Pengalaman LSM beberapa informan, beberapa perusahaan Rekonvasi Bumi (RB) dalam melakukan membayar orang untuk membuang limbah gerakan civil society di bidang pengelolaan jasa langsung tanpa diolah terlebih dahulu. lingkungan di Cidanau melihat masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sangat mudah direkayasa menuju kebaikan yang mempunyai tugas pokok dan fungsi selama mereka mendapat keuntungan. (tupoksi) mengawal Perda sekarang hanya Namun di lingkup Pemprov Banten, usaha menjadi “satuan pengamanan (satpam)”. tersebut menemui kesulitan terkait regulasi Pelaksanaannya jauh panggang dari api. yang dapat menaungi kegiatannya. Ketua Kebijakan tentang Satpol PP adalah Peraturan LSM RB berpendapat bahwa regulasi Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 dianggap sangat penting demi keberlanjutan Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong kegiatan yang telah berjalan di masyarakat. Praja masih mempunyai kekurangan di mana Ketika penelitian ini dilakukan, payung Satpol PP tidak diberi wewenang sebagai hukum pengelolaan DAS Cidanau sudah 13 penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). tahun masih menggantung. Perjuangannya Pemujaan (glorification) dan review untuk mendorong diterbitkannya payung atas nilai dan re-orientasi semangat tentang hukum pengelolaan jasa lingkungan oleh mengapa Banten dahulu menginginkan masyarakat sudah melalui jalan yang panjang. pemisahan diri dari Jawa Barat dapat dilakukan Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya sebagai pendekatan budaya untuk penyelesaian mengapresiasi usaha-usaha semacam ini krisis multi dimensi yang terjadi di Banten. sehingga akan timbul usaha serupa di DAS Salah satu semangat pemekaran wilayah lain di Banten. Ketua LSM RB mengaku, Banten menjadi provinsi salah satunya adalah diskursus yang muncul di Pemerintah Daerah mengharapkan dipimpin oleh putra daerah (Pemda) Banten adalah “dasar hukumnya sehingga diharapkan pembangunan Banten apa ketika peraturan gubernur (pergub)

119 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

terbit tapi yang melaksanakan LSM”. baik. Penyadaran masyarakat atas hak politik Padahal investasi dalam inisiasi usaha jasa menjadi sangat penting sehingga akan didapat lingkungan (jasling) itu sudah sangat besar wakil rakyat yang lebih baik di parlemen dan bahkan juga melibatkan APBD melalui Dinas eksekutif. Kehutanan Provinsi Banten. Menurutnya, Bagaimana dengan legislatif? Informan fungsi pemerintah sebagai fasilitator gagal, penelitian dari kalangan pemerhati sehingga keberlanjutan kegiatan jasling yang lingkungan melihat anggota legislatif Banten melibatkan masyarakat ini berada dalam yang menangani lingkungan, sebagian besar ancaman. tidak paham akan substansi dan kewenangan Menurut informan pemerhati CSO menilai yang mereka punya sebagai wakil rakyat sebagian besar LSM di Banten pragmatis yang menangani masalah lingkungan. Ketika yang bergerak untuk “mendapatkan” sesuatu dalam suatu pertemuan CSO dengan anggota bukan untuk memperjuangkan sesuatu. LSM parlemen meminta LSM untuk melakukan mempunyai peran yang sama dengan siapapun pemantapkan kawasan dan budaya Baduy. untuk berbuat/membangun menuju kebaikan. Padahal menurut informan, seharusnya LSM di Banten sangat banyak tetapi yang legislatif yang berwenang membuat regulasi, mengajak diskusi demi Banten yang lebih tinggal meminta eksekutif menjalankannya. baik sangat sedikit. Tidak ada asosiasi LSM Informan dari BPDAS Citarum-Ciliwung, dan roadmap perjuangan bersama membuat paradigma yang berkembang terkait LSM di Banten dinilai bergerak individual dan pengelolaan lingkungan, ketika suatu sporadis sehingga dirasa tidak efektif untuk industri bermasalah dengan isu lingkungan, menyelesaikan masalah-masalah lingkungan yang dikedepankan oleh pemerintah adalah yang semakin besar. ancaman penutupan industri yang berpotensi Di kesempatan lain, salah satu informan dari mempunyai dampak yang luas, bukan pada anggota LSM di Banten, pernah menyalonkan pembenahan sistemik tentang limbah yang diri menjadi anggota legislatif untuk tujuan bisa memenangkan semua pihak. pendidikan politik. Informan melihat masih Menurutnya, yang harus segera ada ruang pada masyarakat untuk dilakukan diperjuangkan adalah sistem kompensasi pendidikan politik misalnya dengan isu daerah hulu dan hilir. Di Banten, Kabupaten yang paling sederhana jangan memilih wakil Serang antara belanja dan pembiayaan rakyat yang tidak dikenal dan reputasinya seimbang, sedangkan Tangerang Raya dan buruk. Dengan memilih wakil rakyat karena Cilegon berlimpah pembiayaan. Daerah “uang” sama saja dengan menjual hak yang selalu defisit di antaranya Kota Serang, politik untuk penderitaan selama lima tahun Kabupaten Pandeglang (yang merupakan kedepan. Informan melakukan eksperimen “water tower” untuk Provinsi Banten) dan dengan memberi kesadaran hal tersebut Kabupaten Lebak, di mana Pandeglang dan kepada beberapa kelompok masyarakat. Lebak merupakan daerah hulu yang harusnya Eksperimen ini berhasil ketika kelompok- didukung oleh daerah hilir yang surplus kelompok tersebut melakukan re-orientasi pemasukan. Sehingga ketika pembangunan cara pandang mereka terhadap politik uang di Pandeglang dan Lebak tidak terintegrasi yang masih dipraktikkan oleh calon wakil dengan daerah hilir maka selalu ada ancaman rakyat. Re-orientasi cara pandang terhadap serius pada daerah hilir. UU Nomor 23 Tahun aktivitas politik yang terjadi di akar rumput 2004 tentang Kerja Sama antar Daerah, masyarakat, dinilai mampu membangun memungkinkan kompensasi hulu hilir terjadi. sistem nilai baru pada level di atas akar Bila sistem tersebut tidak segera diperjuangkan rumput yang berpotensi menjadi ikatan nilai maka akan ada biaya yang mahal nanti ketika yang dapat mendorong sistem politik yang terjadi bencana ekologi. Sebagai contoh, saat

120 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

ini informan memprediksi biaya rehabilitasi di Lebak sulit untuk dikurangi karena mata sungai Ciujung dan sekitarnya tidak akan pencaharian ini telah dikenal oleh masyarakat sebanding dengan pendapatan pemerintah dari sekitar sejak zaman penjajahan Belanda. kontribusi perusahaan-perusahaan pencemar 2. Tata Usaha Kayu sungai tersebut. Menurut informan dari Dinas Kehutanan C. Kabupaten Lebak: Ecofasisme, Kabupaten Lebak, animo menanam Liberalisme dan Pragmatisme Ekonomi masyarakat sangat tinggi sehingga Kekuasaan politik lokal telah menjadi alat sebenarnya usaha pengurangan lahan kritis legitimasi yang paling mutahir untuk semua di luar kawasan hutan tidak menjadi masalah bentuk eksploitasi sumber daya alam (Larson yang serius. Namun informan menilai, & Soto, 2008; Jesse C Ribot & Larson, 2013). kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) masih “setengah- 1. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) setengah”. Menurut informan, Kementerian PETI masuk dalam Rencana Pembangunan LHK sekarang tersudut sehingga kebijakan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diambil terus menuai kritik dan klaim Kabupaten Lebak untuk dikurangi dan dari pemerintah daerah. ditertibkan. Dalam kasus PETI di Lebak, Hal itu dimulai dari era pemerintahan menurut beberapa informan, oknum militer Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) pada “high level” mem-back up langsung dan tentang pemisahan barang privat dan publik. di level lapangan kepala desa/lurah atau camat Sebelumnya pengawasan produksi, peredaran setempat berperan sebagai operator. PETI dan pengendalian peredaran semua yang

Tabel 2. Jumlah PETI di Kecamatan Lebak Gedong dan Kecamatan Cibeber Table 2. Number of illegal gold mining in Lebak Gedong District and Cibeber District

No Desa (Village) Jumlah Glundung Merkuri per Total Merkuri per Merkuri Terlepas, (Number of Glundung/gram daur/gram) (Total 20%/gram glundung) (Mercury per mercury per- (Mercury released, glundung/gram) cycle/gram) 20%/gram) Kecamatan Lebak Gedong 1 Banjar Irigasi 182 10 1.820 3,63 2 Lebak Gedong 132 10 1.320 2,64 3 Ciladaeun 180 10 1.800 3,60 4 Lebaksitu 2.112 10 21.120 42,24 Total 2.739 27.390 54,78 Kecamatan Cibeber 1 Kujangjaya 14 2 Cisungsang 8 3 Situmulya 5 4 Wanasari 2 5 Cibeber 3 6 Warung Banten 3 7 Ciherang 11 8 Kujangsari 12 Total 58 Sumber (Source): BLHD Kab. Lebak, 2015

121 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

mengatur pemerintah kabupaten. Namun pro rakyat hanya lips service. Kebijakan pada era Gusdur, kewenangan tersebut dibuat untuk tempat berlindung pengusaha dirubah, kayu yang dihasilkan dari lahan untuk menekan harga kayu dari masyarakat. privat, negara tidak berhak mengatur. Namun Dalam usahanya tersebut, Dinas Kehutanan pada kenyataannya di lapangan, Kementerian Kabupaten Lebak menemukan kenyataan Kehutanan (sekarang Kementerian LHK) yang lebih mengenaskan, pengusaha lokal/ ketika itu masih mengatur ketat penjualan kayu pribumi ternyata lebih sulit diajak kerja sama ke industri pengolahan melalui sertifikasi, untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat sehingga masyarakat tidak punya pilihan Lebak. Pengusaha dari luar daerah yang akan menjual kayunya ke tempat lain. Semua membuat industri pengolahan kayu di Lebak peredaran kayu di batasi oleh sertifikasi. pun pada akhirnya banyak yang urung karena Industri yang telah mengantongi sertifikat high cost dari premanisme yang dimainkan dapat mengontrol harga kayu yang dibeli dari oleh oknum aparat. Oleh karena itu ketika petani. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan kawasan indsutri Cikande sudah penuh, dan Lahan (GNRHL) membiayai seluruh pangusaha enggan mendirikan usahanya di penanaman pohon berkayu oleh rakyat hingga Lebak. Jaringan kekuasaan di Lebak dan pemeliharaan tahun pertama. Informan Pandeglang sangat kuat. Menurut informan, mengibaratkan “petani meludah saja dibayar”, solusi dari semua itu adalah program namun ketika masyarakat akan memasarkan perhutanan sosial yang harus dikedepankan. kayunya semua diatur oleh industri yang 3. Pengurangan lahan kritis mengantongi sertifikat. Masyarakat selalu menjadi pihak yang dirugikan dan industri Lahan kritis di Kabupaten Lebak sebagian serta pengepul kayu yang banyak diuntungkan. besar dikontribusi oleh lahan-lahan yang Untuk memutus rantai ini Dinas Kehutanan dikuasai secara guntai oleh pengusaha dari Kabupaten Lebak akan mendorong pihak- luar Lebak dan oleh lahan-lahan perkebunan pihak yang berinisiatif membuat koperasi yang mengantongi izin yang ukurannya cukup untuk memperbesar posisi tawar petani hutan. luas. Keadaan itu diperparah oleh lahan kritis Namun dinilai sulit mengingat besarnya yang ada di lahan perkebunan yang dorman dana yang dibutuhkan untuk menandingi yaitu lahan yang dibebani Hak Guna Usaha pengusaha. Menurut informan, peraturan (HGU) perkebunan, namun oleh pemegang

Tabel 3. Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak. Table 3. Lebak regency land use

No Jenis lahan/ (Type of land) Luas/hektar (Area/ Prosentase terhadap luas Lebak (The hectare) percentage of the area against Lebak area) 1 Sawah (Paddy fields) 44.242,00 14,53% 2 Lahan kering (Dry land/Moor) 45.604,00 14,98% 3 Perkebunan (Plantation land) 66.248,49 21,76% 4 Hutan (Forestry land) 83.901,43 27,55% 5 Hutan rakyat (Community forest 25.240,00 8,29% land) 6 Pemukiman (Settlement) 38.972,08 12,80% 7 Industri (Industrial land) 264,00 0,09% Total (Total) 238.223,51 100,00% Sumber (Source): Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Lebak, 2014 (Central Bureau Statistic of Lebak Regency, 2014)

122 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

izin lahan tidak diusahakan. Izin yang mereka Bahkan kawasan yang mengandung potensi kantongi digunakan untuk keperluan lain geothermal yang tengah beroperasipun juga seperti agunan bank. Lahan-lahan seperti itu di masuk kawasan perluasan. Lebak banyak yang diokupasi oleh masyarakat Menurut informan yang menjadi pukulan sekitar untuk ditanami tanaman semusim dan telak bagi Lebak adalah ketika kawasan eks tanaman kayu sehingga sebenarnya potensi area tambang PT Aneka Tambang (Antam) konflik berbasis lahan di Lebak sangat tinggi. yang sudah habis masa kontrak kerjanya dan Luas lahan perkebunan di Lebak cukup ketika akan diadakan penyerahan asset ke signifikan yaitu mencapai 66.248,49 hektar Pemda Lebak terhambat oleh proses perluasan atau 21,76% dari luas Kabupaten Lebak. TNGHS ini. Di saat yang sama sudah ada Rincian penguasaan lahan oleh perkebunan investor dari Cina yang akan mengeksplorasi adalah Perkebunan Besar Negara (PTP) dan eksploitasi kembali area tambang seluas 8.879,50 hektar (empat Kebun), tersebut. Bahkan investor tersebut sudah Perkebunan Swasta (PBS) seluas 6.952,61 memasukkan investasinya Rp40 milyar rupiah hektar (11 Kebun), Perkebunan Rakyat (PR) dan oleh Pemda Lebak telah dimasukkan ke seluas 50.416,38 hektar. Menurut informan, dalam APBD. Rencana perluasan akhirnya izinnya tetap diperpanjang namun tidak ada terganjal oleh pertimbangan teknis untuk aktivitas di kebun. Pemerintah Lebak tidak zonasi taman nasional dari pemerintah daerah dapat berbuat banyak melihat fenomena ini. karena bupati ketika itu (tahun 2009) tidak Karena izin-izin yang dikeluarkan tersebut mau menandatangani karena kekecewaannya adalah wewenang pemerintah pusat. terhadap Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian LHK) karena permasalahan eks 4. Perluasan Taman Nasional Gunung Antam. Halimun Salak (TNGHS) “Kericuhan” ini bertambah rancu ketika Pada bulan Juni tahun 2003 terbit Keputusan diketahui oleh semua pihak ternyata ada Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor 175/ Kepmenhut Nomor 195/Kpts-II/2003 Tahun Kpts-II/2003 Tahun 2003, yang mengkonversi 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Wilayah Provinsi Jawa Barat Seluas ±816.603 Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung (HL) (delapan ratus enam belas ribu enam ratus menjadi Hutan Konservasi (HK). Konversi ini tiga) hektar yang terbit bulan Juli 2003 yang bertentangan dengan semangat daerah melalui menyebutkan bahwa kawasan perluasan yang skema sustainable development di mana ada masuk Kabupaten Lebak dibatalkan oleh keseimbangan antara pemanfaatan hutan Kepmenhut Nomor 175/Kpts-II/2003 Tahun yang lestari dan kesejahteraan masyarakat. 2003 tentang Penunjukan Kawasan Taman Menurut informan penelitian yang bertugas di Nasional Gunung Halimun dan Perubahan Sekretariat Daerah (Sekda) Lebak, boleh saja Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Hutan meluaskan kawasan konservasi namun harus Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas disertai instrument penyeimbang/trade off. pada Kelompok Hutan Gunung Halimun Dalam UU 41 Tahun 1990, penetapan hutan dan Kelompok Hutan Gunung Salak Seluas dilakukan melalui empat tahapan, mulai dari ±113.357 (seratus tiga belas ribu tiga ratus penunjukkan sampai pada penetapan dan lima puluh tujuh) hektar di Provinsi Jawa menurut informan, tahapan-tahapan itu tidak Barat dan Provinsi Banten menjadi Taman dilakukan. Setelah ditunjuk, pemetaan hanya Nasional Gunung Halimun-Salak yang dilakukan di atas meja bukan melihat realita terbit bulan Juni 2003. Dengan demikian, di lapangan dan tata guna hutan kesepakatan Kabupaten Lebak sebenarnya tidak masuk ke (TGHK). Penjelasan perluasan juga belum dalam areal perluasan berdasar SK yang terbit dilakukan hingga saat penelitian ini dilakukan. bulan Juli tersebut. Di lain sisi, biaya tim

123 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

terpadu dan tim teknis dibiayai oleh Pemda selanjutnya Pemda Lebak yang akhirnya Lebak yang seharusnya biaya ini ditanggung mengeluarkan penambang tersebut dari Lapas oleh pemohon dalam hal ini Kementerian di mana biaya terbebankan kepada Pemda Kehutanan (sekarang Kementerian LHK). Lebak. Menurut informan, Bupati Lebak saat Pada saat itupun Kementerian Kehutanan ini memberi perhatian yang besar terhadap (sekarang Kementerian LHK) belum pengurangan PETI. Pengurangan PETI di mengalokasikan kegiatan pemetaan karena Lebak melalui APBD diarahkan pada usaha biaya sangat besar. sosialisasi dan penyuluhan hingga usaha- TNGHS menyimpan konflik laten multi usaha represif. pihak baik antara pemerintah pusat dan Komitmen Pemda Lebak untuk ikut pemerintah daerah serta masyarakat. Konflik menjaga TNGHS sangat serius terbukti TNGHS dengan masyarakat bahkan telah dengan rendahnya tingkat pencurian kayu dan terjadi sejak jaman kolonial (Prabowo, Basuni, okupasi. Kasus penjarahan di TNGHS yang & Suharjito, 2010; Yogaswara, 2016). Konflik masuk ke dalam wilayah Kabupaten Lebak pemerintah pusat dan daerah misalnya, tahun jumlahnya dibawah 10% dari keseluruhan 2010 ketika kontrak karya PT Antam selesai penjarahan yang ada di TNGHS. Kawasan dan akan dialihkan ke PT Aru, masyarakat TNGHS yang diperluas dari 40.000 hektar dari luar Lebak secara masif berdatangan menjadi 113.357 hektar memberi dampak bahkan dari luar Jawa. Sehingga pihak yang luar biasa besar bagi masyarakat sekitar TNGHS khawatir pendatang ini membawa (Ekayani, Shaffitri, & others, 2015; Galudra, dampak buruk bagi kawasan. Pemda Lebak Sirait, Ramdhaniaty, Soenarto, & Nurzaman, mengklaim, permasalahan PETI seharusnya 2005; Yatap, 2008). Masyarakat peserta tanggung jawab TNGHS karena wilayah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat tersebut walau ada di wilayah administratif (PHBM) yang melakukan penebangan Lebak namun secara de jure masuk ke tanaman tahunannya dari ladangnya masuk ke wilayah TNGHS. Menurut informan di Sekda areal perluasan TNGHS langsung ditangkap Lebak, Kementerian Kehutanan (sekarang walaupun Kepmenhut Nomor 175/Kpts- Kementerian LHK) juga tidak pernah dengan II/2003 Tahun 2003 kawasan perluasan masih tegas menutup PETI, bahkan Pemda Lebak berstatus “penunjukkan”. Faktor kepadatan pernah memberi bantuan ke TNGHS sarana penduduk, laju pertumbuhan penduduk, luas untuk patroli seperti motor. Penutupan PETI kepemilikan lahan, perluasan pemukiman, dan secara tuntas memang menjadi sesuatu perluasan lahan pertanian dianggap menjadi yang utopis ketika masyarakat di lain sisi peubah yang sangat berpengaruh terhadap mengadakan perlawanan. Informan dari perubahan penggunaan dan penutupan lahan masyarakat di sekitaran PETI yang masuk di sekitar kawasan TNGHS (Yatap, 2008) ke dalam kawasan TNGHS berpendapat justru membuat perluasan TNGHS menjadi mengapa perusahaan besar (PT Antam) bisa tidak logis ketika permasalahan demografi mengantongi izin sedangkan masyarakat diselesaikan dengan pendekatan ekologi. lokal tidak bisa. Padahal pertambangan emas Informan dari Pemerintah Kabupaten Lebak di Cikotok sudah ada sejak jaman belanda menduga perluasan TNGHS merupakan dan sudah menjadi mata pencaharian turun manifestasi ecofasism di mana perluasan temurun. Menurut informan keadaan tersebut kawasan-kawasan konservasi di Indonesia juga didukung oleh mentalitas pegawai hanya untuk dijadikan pengumpulan dana TNGHS di mana ketika tidak ada “upeti” konservasi dari negara donor oleh Kementerian dari penambang ke petugas TNGHS maka Kehutanan (sekarang Kementerian LHK). penambang ditangkap dan dipenjarakan,

124 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

5. Kompensasai untuk Kabupaten Lebak IV. KESIMPULAN DAN SARAN sebagai Daerah Hulu A. Kesimpulan Kepemilikan lahan masyarakat di Lebak Diakui oleh informan penelitian ini baik kurang dari 0,5 hektar per kepala keluarga dari Anggota DPR RI, DPRD Provinsi (Herdiana, 2009). Secara tata ruang, menurut Banten dan DPRD Kabupaten Lebak bahwa informan yang bertugas di Sekretariat Daerah ideologi partai tidak mampu “memagari” Lebak seharusnya ada kompensasi untuk perilaku anggota legislatif dari pragmatisme Lebak karena Lebak merupakan kawasan ekonomi. Lebih jauh, gejala pragmatisme hijau dan daerah hulu dari Provinsi Banten ekonomi yang diwujudkan dalam konteks apalagi sepertiga luas Provinsi Banten adalah pilkada sebagai usaha untuk melanggengkan Kabupaten Lebak. Kabupaten/kota lain kekuasaan membentuk konstelasi elit sejahtera dengan kegiatan ekonomi pantai politik yang bercorak kedinastian. Kontelasi utaranya, namun besaran dan distribusi dana yang demikian seharusnya mempermudah alokasi umum (DAU) dan dana alokasi komunikasi politik dalam mewujudkan khusus (DAK) bagi hasil ke kabupaten/ pembangunan yang integratif antar kabupaten, kota masih dikaitkan prosentase kontribusi namun jauh panggang dari api. Hal tersebut kabupaten/kota bersangkutan terhadap dibuktikan dengan tidak adanya master pendapatan provinsi. Informan berpendapat, plan pembangunan kabupaten-kabupaten seharusnya digunakan indeks-indeks yang di Banten yang terintegrasi dalam kerangka ada di DAU seperti produk domestik regional DAS. Sebagai contoh adalah tidak adanya bruto (PDRB), jumlah kepala keluarga (KK) kompensasi kepada Kabupaten Lebak sebagai miskin, jumlah tutupan lahan dan lain-lain. daerah hulu Banten. Tata ruang juga menjadi masalah yang Re-orientasi kepentingan elit kepada pelik di Provinsi Banten. Setengah lahan pragmatisme ekonomi dapat terlihat pada Provinsi Banten merupakan kuasa pemerintah modus-modus mereka dalam kegiatan ekonomi pusat, baik kawasan hutan, Perkebunan Besar terutamanya dalam konteks eksploitasi dan Swasta (PBS) dan PT. Perkebunan Nusantara pengelolaan sumber daya alam/lingkungan. VIII (PTPN VIII). Misalnya pembiaran pencemaran Sungai Lahan perkebunan di Kabupaten Lebak Ciujung oleh ratusan industri yang sudah banyak yang dorman, pemegang izin terjadi puluhan tahun. Hal tersebut ditambah hanya menggunakan legalitas perkebunan dengan kurangnya pemahaman anggota untuk mendapatkan pendanaan yang tidak legislatif DPRD terkait esensi substansial dialokasikan ke usaha perkebunan. Izin tentang pengelolaan sumber daya alam serta usaha perkebunan tetap diperpanjang namun kewenangannya, menyebabkan kontrol lahannya tidak diusahakan. Pemerintah kepada pemerintah sangat lemah. Tidak ada daerah baik Provinsi Banten dan Kabupaten proses check and balance dalam menjalankan Lebak tidak dapat berbuat banyak melihat agenda pembangunan. fenomena ini karena kewenangan perizinan Di Kabupaten Lebak, re-orientasi tersebut masih menjadi domain pemerintah kepentingan elit terlihat juga pada modus- pusat namun menghambat pembangunan modus mereka terkait eksploitasi dan sector perkebunan bahkan perbaikan lahan pengelolaan sumber daya alam. Hal tersebut kritis. dapat dilihat pada beberapa permasalahan seperti: 1) PETI yang sulit diminimalisir karena penyalahgunaan wewenang oknum; 2) Tata usaha kayu yang masih belum berpihak pada masyarakat tani hutan; 3) Pengurangan

125 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

lahan kritis yang terkendala penguasaan lahan pengawasan dengan peningkatan partisipasi yang luas oleh perkebunan dan pengusaha; masyarakat atau aktor-aktor di luar negara. dan 5) Proses perluasan TNGHS yang belum Selain saran untuk penelitian lebih lanjut, dilengkapi instrumen bagi kesejahteraan rekomendasi apa yang dapat diberikan masyarakat yang terkena dampak sehingga berdasarkan temuan-temuan dan analisisnya, sampai saat penelitian ini dilakukan (tahun misalnya, kebijakan apa yang dapat 2015), proses perluasan belum selesai. menghapuskan politik dinasti. Penelitian ini melihat, kekuatan politis yang masif dan terorganisir tersebut hanya UCAPAN TERIMA KASIH dapat diimbangi melalui kekuatan civil (ACKNOWLEDGEMENT) society diantaranya: 1) Rekayasa sosial Penulis mengucapkan terima kasih atas dengan pendekatan behavioral berupa terselesaikannya penelitian ini kepada penyadaran tentang hak politik yang dimiliki Pemerintah dan DPRD Provinsi Banten dan warga Banten sehingga dapat memperbaiki Kabupaten Lebak, semua informan yang kualitas pemimpin dan wakil rakyat di bersedia diwawancara yang tidak bisa kami parlemen; 2) Konsolidasi kekuatan CSO sebutkan satu-persatu di dalam paper ini. sebagai penyeimbang kekuatan legislatif dan Terimakasih yang tak terhingga kami ucapkan eksekutif di Provinsi Banten untuk mengawal juga kepada Kepala Pusat Penelitian dan agenda pembangunan; 3) Reposisi peran Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan institusi vertikal seperti Pemerintah Pusat dan Perubahan Iklim serta rekan-rekan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) peneliti. diharapkan menjadi katalis perbaikan sistem politik di Provinsi Banten (pendekatan institusional); dan 4) Rekayasa budaya DAFTAR PUSTAKA melalui glorifikasi nilai (value) dan semangat Banten memisahkan diri dari Provinsi Jawa Agustino, L., & Yusoff, M. A. (2009). Pemekaran Barat tahun 2000 yang dapat dijadikan modal daerah dan krisis lingkungan: Suatu telaahan kritis terhadap kerusakan alam. Kebijakan dan sosial pembangunan masyarakat Banten. Administrasi Publik, 13(2), 142–162. B. Saran Agustino, L., & Yusoff, M. A. (2010a). Pilkada dan pemekaran daerah dalam demokrasi lokal Perlu diadakan penelitian yang detil untuk Indonesia: Local strongmen dan roving bandits. memberi pengetahuan berapa sebenarnya Jebat: Malaysian Journal of History, Politics kerugian masyarakat dan negara akibat praktik and Strategic Studies, 37, 86–104. pelanggengan politik dinasti di Provinsi Agustino, L., & Yusoff, M. A. (2010b). Politik lokal di Indonesia: Dari otokratik ke reformasi politik. Banten yang melibatkan penyelahgunaan Jurnal Ilmu Politik. Edisi, 21. wewenang dan keintegrasian pembangunan Ahmad, I. (2015). Pilar demokrasi kelima: Politik antar kabupaten di Provinsi Banten yang uang: Realitas konstruksi politik uang di Kota merupakan daerah penyangga DKI Jakarta. Serang, Banten. Sleman, DIY: Deepublish. Penting dilakukan pengawasan dalam seleksi Amir, S. (2007). Symbolic power in a technocratic regime: The reign of BJ Habibie in New Order pejabat yang tepat dengan menggunakan Indonesia. Sojourn: Journal of Social Issues in kriteria dan indikator yang mengarah kepada Southeast Asia, 22(1), 83–106. pejabat yang memiliki kredibilitas, integritas Annisa, H. (2015). Stop politik dinasti! Retrieved dan profesionalisme sehingga mengurangi April 6, 2017, from http://labyrinthinmybrain. bahkan menghindari birokrasi yang haus blogspot.co.id/2015/06/stop-politik-dinasti. html kekuasaan. Penyalahgunaan kekuasaan Arieli, D., Friedman, V. J., & Agbaria, K. (2009). The akan berlaku di mana saja ada kewenangan paradox of participation in action research. itu berada. Untuk itu penting juga fokus ke Action Research, 7(3), 263–290.

126 Politik Dinasti dan Krisis Lingkungan: Praktik Kekuasaan di Provinsi Banten, Indonesia...... (Handoyo )

Asako, Y., Iida, T., Matsubayashi, T., & Ueda, M. Conservation Biology, 21(5), 1359–1362. (2015). Dynastic politicians: Theory and Ekayani, M., Shaffitri, L. R., & others. (2015). Taman evidence from Japan. Japanese Journal of nasional untuk siapa? Tantangan membangun Political Science, 16(01), 5–32. wisata alam berbasis masyarakat di Taman Aspinall, E. (2010). The irony of success. Journal of Nasional Gunung Halimun Salak. Risalah Democracy, 21(2), 20–34. Kebijakan Pertanian dan Lingkungan: Asshiddiqie, J. (2011). Gagasan negara hukum Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian Indonesia. Diunduh 13 November 2015 dan Lingkungan, 1(1), 46–52. dari http://www.jimly.com/pemikiran/ Furlong, C., Gan, K., & De Silva, S. (2016). Governance makalah?page=12. of integrated urban water management in Bader, J., Grävingholt, J., & Kästner, A. (2010). Would Melbourne, Australia. Utilities Policy, 43, 48– autocracies promote autocracy? A political 58. economy perspective on regime-type export Galudra, G., Sirait, M., Ramdhaniaty, N., Soenarto, F., in regional neighbourhoods. Contemporary & Nurzaman, B. (2005). History of land-use Politics, 16(1), 81–100. policies and designation of Mount Halimun- Bekkers, R., Freitas, B., & Maria, I. (2008). Analysing Salak National Park. Jurnal Manajemen Hutan knowledge transfer channels between Tropika, 11(1), 1. universities and industry: To what degree Gaventa, J., & Cornwall, A. (2008). Power and do sectors also matter? Research Policy, knowledge. The Sage Handbook of Action 37(10), 1837–1853. https://doi.org/10.1016/j. Research: Participative Inquiry and Practice, respol.2008.07.007 2, 172–189. BLHD Kab. Lebak. (2015). Kajian lingkungan hidup Groeneveld, S., & de Walle, S. (2010). A contingency strategis. Lebak: Badan Lingkungan Hidup approach to representative bureaucracy: Power, Kabupaten Lebak. equal opportunities and diversity. International BPS Kab. Lebak. (2014). Kabupaten Lebak dalam Review of Administrative Sciences, 76(2), 239– angka. Lebak: Badan Pusat Statistik Kabupaten 258. Lebak. Hage, M., Leroy, P., & Petersen, A. C. (2010). BPS Provinsi Banten. (2016). Provinsi Banten dalam Stakeholder participation in environmental angka. Serang: Badan Pusat Statistik Provinsi knowledge production. Futures, 42(3), 254–264. Banten. https://doi.org/10.1016/j.futures.2009.11.011 Cooke, P. (2010). Socio-technical transitions and Harrison, L., & Startin, N. (2013). Political research: varieties of capitalism: Green regional An introduction. London, UK: Routledge. innovation and distinctive market niches. Herdiana, E. (2009). Analisis jalur faktor-faktor Journal of the Knowledge Economy, 1(4), 239– yang memengaruhi ketahanan pangan rumah 267. tangga di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Creswell, J. W., & Clark, V. L. P. (2007). Designing and (Disertasi). Bogor: Bogor Agricultural conducting mixed methods research. Thousand University. Oaks, CA, US: Sage Publications, Inc Hessels, L. K., & van Lente, H. (2008). Re-thinking Curren, R. (2010). Aristotle’s educational politics and new knowledge production: A literature review the Aristotelian renaissance in philosophy of and a research agenda. Research Policy, education. Oxford Review of Education, 36(5), 37(4), 740–760. https://doi.org/10.1016/j. 543–559. respol.2008.01.008 Dahl, R. A. (1961). The behavioral approach in Hjarvard, S. (2008). The mediatization of society. political science: Epitaph for a monument to a Nordicom Review, 29(2), 105–134. successful protest. American Political Science Knudsen, H., Busck, O., & Lind, J. (2011). Work Review, 55(04), 763–772. environment quality: The role of workplace Daly, H. E. (2011). Moving from a failed growth participation and democracy. Work, Employment economy to a steady-state economy. In Gerber and Society, 25(3), 379–396. JF & Steppacher R (Eds.), Towards an integrated Larson, A. M., & Soto, F. (2008). Decentralization of paradigm in heterodox economics: Alternative natural resource governance regimes. Annual approaches to the current eco-social crises (pp. Review of Environment and Resources, 33(1), 176–189). London: Palgrave Macmillan UK. 213–239. https://doi.org/10.1057/9780230361850_10 Latif, Y. (2011). Negara paripurna: Historisitas, Daly, H. E., Czech, B., Trauger, D. L., Rees, W. E., rasionalitas, dan aktualitas Pancasila. Jakarta: Grover, M., Dobson, T., & Trombulak, S. C. Gramedia Pustaka Utama. (2007). Are we consuming too much—for what? Lima, E. (2014). Inilah dinasti-dinasti penguasa

127 Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 15 No.2, 2018 : 107-128

daerah. Retrieved November 15, 2015, Ribot, J. C., & Larson, A. M. (2013). Democratic from https://www.kompasiana.com/ decentralisation through a natural resource estherlima/55200950a33311db2bb674ef/ lens: Cases from Africa, Asia and Latin inilah-dinastidinasti-penguasa-daerah America. Madison Ave, New York: Routledge. Meinzen-Dick, R., DiGregorio, M., & McCarthy, Rosser Jr, J. B. (2007). The rise and decline of Mancur N. (2004). Methods for studying collective Olson’s view of" the rise and decline of nations". action in rural development. Washington, DC: Southern Economic Journal, 4–17. International Food Policy Research Institute. Sakinah, N., Syurmita, Imam, S., & Syafei, A. W. Mendoza, R. U., Beja Jr, E. L., Venida, V. S., & Yap, (2016). Dinasti politik dan kinerja pemerintahan D. B. (2012). Inequality in democracy: Insights yang dipimpinnya. In Ikatan Akuntan Indonesia from an empirical analysis of political dynasties & Kompartemen Akuntan Pendidik (IAI KAPd) in the 15th Philippine Congress. Philippine Jawa Timur (Eds.), Proceeding Konferensi Political Science Journal, 33(2), 132–145. Regional Akuntansi (KRA) II;29-30 April Mietzner, M., & others. (2009). Indonesia’s 2009 2015. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Elections: Populism, dynasties and the Kanjuruhan. consolidation of the party system. Sydney: Schwartzman, D. (2008). The limits to entropy: Lowy Institute for International Policy. Continuing misuse of thermodynamics in Olson, M. (2009). The logic of collective action: environmental and Marxist theory. Science & Public goods and the theory of groups (Vol. Society, 72(1), 43–62. 124) (Second printing with new preface and Slater, D. (2009). Revolutions, crackdowns, and appendix). Massachusetts: Harvard University quiescence: Communal elites and democratic Press. mobilization in Southeast Asia 1. American Patrikios, S., & Chatzikonstantinou, M. (2015). Journal of Sociology, 115(1), 203–254. Dynastic politics: Family ties in the Greek van den Hove, S. (2007). A rationale for science–policy Parliament, 2000–12. South European Society interfaces. Futures, 39(7), 807–826. https://doi. and Politics, 20(1), 93–111. https://doi.org/10.1 org/10.1016/j.futures.2006.12.004 080/13608746.2014.942989 van Liefferinge, H., & Steyvers, K. (2009). Family Perrings, C., Duraiappah, A., Larigauderie, A., & matters? Degrees of family politicization in Mooney, H. (2011). The biodiversity and political recruitment and career start of mayors ecosystem services science-policy interface. in Belgium. Acta Politica, 44(2), 125–149. Science, 331(6021), 1139–1140. https://doi. https://doi.org/10.1057/ap.2008.20 org/10.1126/science.1202400 Wesselink, A., Buchanan, K. S., Georgiadou, Y., & Prabowo, S. A., Basuni, S., & Suharjito, D. (2010). Turnhout, E. (2013). Technical knowledge, Konflik tanpa henti: Permukiman dalam discursive spaces and politics at the science? kawasan Taman Nasional Halimun Salak. Policy interface. Environmental Science & Jurnal Manajemen Hutan Tropika, XVI(3), Policy, 30, 1–9. https://doi.org/10.1016/j. 137–142. envsci.2012.12.008 Prianto, B. (2016). Partai politik, fenomena dinasti Winters, J. A. (2013). Oligarchy and democracy in politik dalam pemilihan kepala daerah dan Indonesia. Indonesia, 96(1), 11–33. desentralisasi. PUBLISIA (Jurnal Ilmu Yack, B. (2006). Rhetoric and public reasoning: Administrasi Publik), 1(2), 105–117. An Aristotelian understanding of political Querubin, P. (2012). Political reform and elite deliberation. Political Theory, 34(4), 417–438. persistence: Term limits and political dynasties Yatap, H. (2008). Pengaruh peubah sosial ekonomi in the Philippines. Paper presented in APSA terhadap perubahan penggunaan dan 2012 Annual Meeting. Washington, DC. penutupan lahan di Taman Nasional Gunung Ribot, J. C., & Larson, A. M. (2006). Memilih Halimun Salak. (Tesis). Bogor: Sekolah perwakilan: Institusi dan kewenangan (power) Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. bagi pengelolaan sumber daya alam yang Yogaswara, B. (2016). Taman nasional dalam didesentralisasi. Dalam Colfer CJP dan wacana politik konservasi alam: Studi kasus Capistrano D. In C. J. P. Colfer & D. Capistrano pengelolaan Taman Nasional Gunung-Halimun (Eds.), Politik desentralisasi hutan, kekuasaan Salak. Jurnal Kependudukan Indonesia, 4(1), dan rakyat. Pengalaman di berbagai negara. 73–89. Bogor, Indonesia: Center for International Forestry Research (CIFOR).

128