1

KESIAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE DALAM PENANGANAN KORBAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

TESIS

Oleh

LISBETH PAKPAHAN 127032180/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 2

KESIAPANAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE DALAM PENANGANAN KORBAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarkat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISBETH PAKPAHAN 127032180/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 3

Judul Tesis : KESIAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE DALAM PENANGANAN KORBAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Lisbeth Pakpahan Nomor Induk Mahasiswa : 127032180 /IKM Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D.) (Abdul Muthalib, S.H, M.A.P) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 22 Juli 2014 4

Telah Diuji pada Tanggal : 22 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A. Ph.D Anggota : 1. Abdul Muthalib, S.H. M.A.P 2. Drs. Amru Nasution, M.Kes 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M 5

PERNYATAAN

KESIAPAN MANAJEMENEN RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE DALAM PENANGANAN KORBAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Lisbeth Pakpahan 127032180/IKM

6

ABSTRAK

Indonesia berada dalam deretan gunung berapi pasifik, dan memiliki 129 gunung api aktif, dua diantaranya berada di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Pada tahun 2010 Gunung Sinabung penah mengalami erupsi dan Agustus 2013 kembali mengalami erupsi, dan akibatnya 32.303 orang mengungsi ke 42 titik pengungsian. Institusi Kesehatan terutama Rumah Sakit selalu memegang peran yang sangat penting pada setiap kejadian bencana, akan tetapi masih banyak Rumah Sakit tidak menunjukkan kesiapan yang memadai menghadapi bencana. Untuk itu manajemen Rumah Sakit harus mempunyai kesiapan dalam penanganan bencana diantaranya mempunyai Tim Penanggulangan Bencana, rencana penanggulangan Bencana Rumah Sakit, Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Sarana yang cukup, memiliki prosedur khusus dan biaya untuk penanganan korban bencana.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam penanganan korban bencana tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan di RSU Kabanjahe, mulai dari Mei s/d Juni 2014. Metode penelitian ini adalah desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Tehnik Pengambilan Informan dalam penelitian ini Purposive sampling,dan dilanjukan secara snow ball sampling. Sampel dipilih menurut tujuan penelitian, dan Pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi dan audiovisual. Data dianalisis secara kualitatif dengan metode induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit belum ada disusun dan Tim penanggulangan bencana Rumah Sakit baru dibentuk, SDM Kesehatan masih mencukupi tetapi perlu peningkatan kapasitas SDM Kesehatan, fasilitas dan sarana untuk penanganan korban bencana masih kurang, SOP penanggulangan bencana belum ada, tidak mempunyai anggaran khusus untuk penanganan korban bencana. Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan kepada RSU Kabanjahe untuk menyusun dokumen rencana penanggulangan RS, melakukan pelatihan kegawatdararutan/kebencanaan, menglengkapi fasilitas sarana dan prasaran yang mendukung penanganan bencana, memyusun prosedur khusus dan mempunyai anggaran khusus untuk penanganan korban bencana.

Kata Kunci : Kesiapan Manajemen Rumah Sakit, Penanganan, Korban Bencana

i 7

ABSTRACT

Indonesia is located in the ring of Pacific volcanoes; it has 129 active volcanoes and two of them, Mount Sibayak and , are located in Karo District. In 2010, Mount Sinabung was erupted and in August 2013 it was erupted again which caused 32,303 people to evacuate to 42 evacuation camps. Health institution, particularly hospitals, always plays its important role in every disaster incidence although many hospitals do not prepare for facing disasters. Therefore, the management of a hospital must be ready to handle a disaster by having Disaster Responsiveness Team, planning for handling hospital disaster, adequate human resources in health and facility, having specific procedures and cost for handling disaster victims. The objective of the research was to find out the preparedness of RSU Kabanjahe in handling disaster victims in 2014. The research was conducted at RSU Kabanjahe from May to June, 2014. The research used qualitative design with phenomenological approach. Informants were obtained by using purposive sampling technique, followed by snowball sampling technique. The samples were selected according to the objective of the research, and the data were gathered by conducting observation, interviews, documentation, and audiovisuals and analyzed qualitatively with deductive method. The result of the research showed that the planning for handling hospital disaster had not yet been organized, the team for handling hospital disaster was just established, human resources in health was adequate but their capacity needed to be improved, facility for handling disaster victims was insufficient, there was no SOP for handling disaster, and there was no special budget for handling disaster victims. It is recommended that the management of RSU Kabanjahe organize the document of hospital disaster planning, provide training about emergency/disaster, provide equipment and infrastructure which support the handling of disaster, organize special procedure, and own special budget for handling disaster.

Keywords : Preparedness of Hospital Management, Handling, Disaster Victims

ii 8

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Kesiapan

Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam Penanganan Korban

Bencana Erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Manajemen Kesehatan Bencanaja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

iii 9

4. Drs. Amir Purba, MA, Ph.D selaku Pembimbing I (satu) dan Abdul Muthalib

Lubis, S.H, M.A.P selaku pembimbing II (dua) atas segala ketulusannya dalam

menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan perhatian selama

proses proposal hingga tesis ini selesai.

5. Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku Penguji I (satu) dan dr. Taufik Ashar, M.K.M

selaku penguji II (dua), yang telah memberikan saran dan bimbingan selama

penulisan tesis ini.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang telah memberikan ijin penelitian di

RSU Kabanjahe.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Kepala Badan Penanggulangan

Bencana Daerah Kabupaten Karo yang telah memberikan kesempatan dan

bantuan dalam pengambilan data dan informasi penelitian.

8 Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Tata Usaha, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Bidang Bina

Program, Kepala Seksi Pendidikan dan Pelatihan, Kepala Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabuapeten Karo dan Koordinator Posko

Pengungsi Mesjid Istiqal Berastagi dan GBKP Simpang Enam Kabanjahe yang

telah memberikan waktu dan kesempatan dalam menyelesaikan penelitian.

10. Teristimewa buat suami tercinta Tuahman Raya Tarigan S. SOS, beserta anak-

anakku terkasih Anggita Cinthia Tarigan, Anggreni Noverina Tarigan dan

iv 10

Anggela Yulia Putri Tarigan yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi

dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

11. Orang tuaku tercinta, St. M. Tarigan dan Ibunda L. Br Saragih yang telah

memberikan kasih sayang, pertolongan dan doa selama ini.

12. Rekan-rekan sekerja Magdarentha, S.K.M. M.Kes, Edwin Tambun, Emma

Marbun, S.K.M, Linda Magdalena, Dameria Sinaga, Helena Hutauruk dan

teman-teman lainnya yang telah memberi dukungan selama ini.

13. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Angkatan 2012 Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2014 Penulis

Lisbeth Pakpahan 127032180/IKM

v 11

RIWAYAT HIDUP

Lisbeth Pakpahan, lahir pada tanggal 10 Oktober 1970 di Banda Aceh

Provinsi Aceh, anak dari pasangan Ayahanda Hisar Pakpahan dan Ibunda Sabar

Butar-butar.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri

060925 Medan, tamat Tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama SMPN 20 Medan tamat Tahun 1986, Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas Negri 5 Medan, tamat

Tahun 1989, Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, tamat

Tahun 1994.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012.

Pada tahun 1995 penulis bekerja di Dinas Kesehatan Aceh Tenggara sebagai

Kepala Seksi Peran Serta Masyarakat dan Tahun 2009 bekerja di Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara sebagai Staf Perencanaan dan Pendayagunaan SDM

Kesehatan sampai dengan sekarang.

vi 12

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii RIWAYAT HIDUP ...... vi DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR GAMBAR ...... xi DAFTAR LAMPIRAN ...... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. Permasalahan ...... 8 1.3. Tujuan Penelitian ...... 8 1.4. Manfaat Penelitian ...... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...... 10 2.1. Manajemen ...... 10 2.1.1. Fungsi Manajemen ...... 11 2.1.2. Unsur Manajemen ...... 13 2.2. Manajemen Rumah Sakit ...... 16 2.2.1. Fungsi Perencanaan (Planning) ...... 17 2.2.2. Fungsi Pelaksanaan (Actuating) ...... 17 2.2.3. Fungsi Koordinasi ...... 18 2.3. Bencana ...... 23 2.3.1. Bencana Erupsi Gunungapi ...... 23 2.3.2. Elemen Letusan Gunung Api ...... 24 2.4. Kesiapsiagaan ...... 26 2.5. Tim Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit ...... 27 2.5.1. Dukungan Pelayanan Medis dan Dukungan Manajerial .. 30 2.6. Perencanaan Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital Disaster Preparedness) ...... 32 2.7. Sumber Daya Manusia Kesehatan ...... 33 2.7.1. Peningkatan Kapasitas...... 36 2.8. Fasilitas Sarana dan Prasarana ...... 38 2.9. Standart Operasional Prosedur ...... 40 2.9.1. Pengertian SOP ...... 40 2.9.2. Tujuan SOP ...... 41 2.9.3. Jenis SOP ...... 42 2.9.4. Prinsip ...... 42

vii 13

2.9.5. SOP Dalam Penanganan Kegawatdaruratan Bencana ...... 43 2.10. Ketersediaan Anggaran ...... 44 2.10.1. Penyusunan Anggaran ...... 45 2.10.2. Sumber Anggaran ...... 46 2.11. Kerangka Pikir ...... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ...... 49 3.1. Jenis Penelitian ...... 49 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 49 3.3. Informan Penelitian...... 49 3.4. Fokus Penelitian ...... 51 3.5. Jenis dan Sumber Data...... 51 3.6. Instrumen Penelitian...... 52 3.7. Metode Pengumpulan Data...... 52 3.8. Metode Analisa Data ...... 54 3.9. Keabsahan Data ...... 54

BAB 4. HASIL PENELITIAN...... 56 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...... 56 4.1.1. Visi dan Misi RSU Kabanjahe ...... 58 4.1.2. Motto dan Tujuan RSU Kabanjahe ...... 58 4.1.3. Program dan Kegiatan RSU Kabanjahe ...... 59 4.1.4. Fasilitas dan Prasarana Rumah Sakit ...... 62 4.1.5. Sumber Daya Manusia ...... 64 4.1.6. Jumlah Kunjungan Pasien ...... 65 4.1.7. Standar Pelayanan Minimal RSU Kabanjahe……...... 68 4.2. Karakteristik Informan ...... 70 4.3. Pelaksanaan Penelitian ...... 73 4.4. Perencanaan ...... 74 4.4.1. Rencana Penanggulanan Bencana RS (Hosdip) ...... 75 4.4.2. Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit ...... 78 4.4.3. Fasilitas dan Prasarana Rumah Sakit ...... 81 4.4.4. Standar Operasional Prosedur (SOP) ...... 82 4.4.5. Ketersediaan Anggaran ...... 84 4.5. Pelaksanaan ...... 87 4.5.1. Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit ...... 87 4.5.2. Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit ...... 90 4.5.3. Fasilitas dan Prasarana Rumah Sakit ...... 93 4.5.4. Standar Operasional Prosedur (SOP) ...... 96 4.5.5. Ketersediaan Anggaran ...... 97 4.6. Koordinasi ...... 101

viii 14

BAB 5. PEMBAHASAN ...... 108 5.1. Perencanaan ...... 108 5.1.1. Rencana Penanggulanan Bencana RS (Hosdip) ...... 108 5.1.2. Tim Penanggulangan Bencana...... 112 5.1.3. Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit ...... 117 5.1.4. Fasilitas dan Prasarana Rumah Sakit ...... 120 5.1.5. Standar Operasional Prosedur (SOP) ...... 121 5.1.6. Ketersediaan Anggaran ...... 123 5.2. Pelaksanaan ...... 123 5.2.1. Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit dan Tim Penanggulangan Bencana ...... 124 5.2.2. Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit ...... 125 5.2.3. Fasilitas dan Prasarana Rumah Sakit ...... 127 5.2.4. Standar Operasional Prosedur ...... 128 5.2.5. Ketersediaan Anggaran ...... 130 5.3. Koordinasi ...... 131

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...... 136 6.1. Kesimpulan ...... 136 6.2. Saran ...... 137

DAFTAR PUSTAKA ...... 139

LAMPIRAN ...... 143

ix 15

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Jenis Pelayanan Rawat Jalan di RSUD Kabanjahe ...... 62

4.2. Jenis Pelayanan Rawat Inap dan Jumlah Tempat Tidur ...... 63

4.3. Jenis Instansi Penunjang Medis/Non Medis ...... 63

4.4. Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan RSUD Kabanjahe ...... 64

4.5. Data Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan RSU Kabanjahe Tahun 2012 ...... 65

4.6. Data Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan RSU Kabanjahe Tahun 2013 ...... 66

4.7. Jumlah Kunjungan Pasien Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung di RSU Kabanjahe Tahun 2014 ...... 66

4.8. Data 10 (Sepuluh) Penyebab Kematian Terbesar Pasien di RSU Kabanjahe ...... 67

4.9. Data 10 (Sepuluh) Penyakit Tertinggi Rawat Inap RSU Kabanjahe Tahun 2013 ...... 68

4.10. Standar Pelayanan Miniman RSU Kabanjahe...... 69

x 16

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pikir Penelitian ...... 48

5.1. Koordinasi RSU Kabanjahe dalam Penanganan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014……………………...... 133

xi 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari letak negara Indonesiayang berada dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan gunung berapi Pasifik) yang bentuknya melengkung dari utara pulau Sumatera-Jawa-

Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi. Indonesia memiliki 13 % jumlah gunung api di dunia atau

129 gunungapi, selain itu berdasarkan data PVMBG 60% dari jumlah gunungapi yang ada di Indonesia yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia dan merupakan gunungapi yang memiliki potensi letusan yang cukup besar. (PVMBG)

Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Selain dapat menimbulkan luka bakar, secara umum dampak letusan gunung berapi yang perlu diwaspadai terbagi dua yaitu dampak akibat padatan/debu dan gas yang memiliki potensi bahaya bagi kesehatan masyarakat. Debu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan iritasi

1 2

mata, hal ini lebih serius lagi apabila debu tersebut mengandung beberapa unsur logam seperti SO2, karena reaksi alam dapat membentuk unsur sulfat yang sangat iritatif baik pada kulit, mata maupun saluran pernafasan. Selain itu, gas CO bersifat mengikat oksigen, bila terhirup, orang bisa meninggal karena kekurangan oksigen.

(www.depkes.go.id.14 Feb.2014).

Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang

Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit

Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dan terdapat dua gunungapi terletak di jajaran bukit barisan tersebut yaitu gunung Sinabung dan gunung Sibayak dan kedua Gunungapi tersebut saling berdekatan, dan gunung

Sinabung merupakan gunung dengan puncak tertinggi di provinsi Sumatera Utara.

Ketinggian gunung ini adalah 2.460 meter dan berbentuk strato.

(www.karokab.go.id)

Pada awalnya Gunung Sinabung adalah Gunung Api strato tipe B atau sejarah letusannya tidak tercatat meletus sejak tahun 1600-an. Namun untuk pertama kali setelah lebih dari 400 tahun tidak ada aktivitasnya, kemudian terjadi letusan pada 27 Agustus 2010, dan mengeluarkan lava. Status gunung ini dinaikkan menjadi

"Awas". Letusan tersebut diikuti jatuhan abu vulkanik yang menyebar ke Timur-

Tenggara Gunung Sinabung dan menutupi Desa Sukameriah, Gungpitu, Sigarang- garang, Sukadnebi, dan Susuk. Sejak saat itu Gunung Sinabung diklarifikasikan tipe

A. (www.merdeka.com,30 Des 2013) 3

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2010 mengakibatkan ada sebanyak 25.662 jiwa mengungsi, yang tersebar di 24 titik pengungsian, dan yang mendapat pengobatan di Pos Kesehatan sebanyak 8.522 pengungsi. Kasus terbanyak yang ditangani adalah ISPA (39,1%), Anxietas/ gangguan jiwa ringan

(24,0%), Gastritis/ gangguan lambung (16,0%), Konjungtivitis/ mata merah (12,4%),

Diare (4,96%), Hipertensi (2,9%), dan Dermatitis/ penyakit kulit (0,7%). Korban rawat inap di RSU Kabanjahe sebanyak 65 orang dengan jenis penyakit yang diderita antara lain ISPA, Dyspepsia/ gangguan pencernaan, Hipertensi, Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD)/ penyakit pernapasan, Diare, TB Paru dan Vulnus laceratum/ luka robek. Data tersebut berdasarkan laporan Pusat Penanggulangan

Krisis Kemenkes RI sampai tanggal 2 September 2010 yang dihimpun dari Dinas

Kesehatan setempat. (Foto.soup.io)

Paska penurunan aktivitas vulkanik Gunung Sinabung, yaitu dari status Awas menjadi Siaga pada tanggal 23 September 2010 dan dari Siaga menjadi

Waspada pada tanggal 7 Oktober 2010, aktivitas vulkanik cenderung menurun namun dengan fluktuasi. Pemantauan dengan metoda visual, seismik, dan deformasi terus dilakukan untuk melakukan penilaian tingkat aktivitas Gunung Sinabung.

Tanggal 15 september 2013 aktivitas Gunung Sinabung meningkat sehingga status

Gunung Sinabung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Tanggal 24 November

2013 Status gunung Sinabung menjadi “Awas”, dan sampai dengan tanggal 9

Februari 2014 Jumlah pengungsi mencapai 33.355 jiwa (10.297 KK) dengan 42 titik pengungsian dan pada tanggal 8 April 2014 status Gunung sinabung diturunkan ke 4

level III (Status Siaga). Masa tanggap darurat masih terus diperpanjang walaupun status gunung Sinabung sudah diturunkan menjadi status Siaga dan desa radius kurang dari 3 km dengan jumlah penduduk sebanyak 12.809 Jiwa (2996 KK) tidak diperbolehkan kembali ke desa mereka dan akan di relokasikan.

Pada Situasi bencana, rumah sakit akan menjadi tujuan akhir dalam penanganan korban bencana dan yang paling sering muncul di rumah sakit adalah saat adanya penderita dalam jumlah banyak, yang harus dilayani sehingga akan melebihi kapasitas rumah sakit. Hal inilah yang sering dilihat oleh masyarakat ketika bencana itu terjadi. Padahal, baik atau buruknya respon rumah sakit terhadap bencana sangat tergantung dari serangkaian aktifitas yang sudah dilakukan jauh sebelumnya.

Aktifitas-aktifitas persiapan rumah sakit dalam menghadapi bencana inilah yang sering kali menjadi persoalan di Indonesia, karena sering kali tidak dilakukan karena berbagai alasan rumah sakit, dimana hal ini akan memperparah bila terjadi kekurangan logistik dan Sumber daya manusia. (Ramli, 2010)

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dan rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(pasal 29) menyebutkan bahwa Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan pada saat bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya dan memiliki 5

sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.(UU, RI.No.44 Tahun

2009)

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan Bencana disetiap Rumah Sakit dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 129//Menkes/SK/II/2008 tentang

Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit bahwa dalam setiap unit gawat darurat

(IGD) Rumah Sakit harus terdapat satu tim Penanggulangan Bencana. Selain harus adanya Tim Penanggulangan Bencana ada dua hal pokok yang harus dapat dilakukan oleh Rumah Sakit agar siap menghadapi bencana adalah dukungan pelayanan medis

(Medical Support) dan dukungan kemampuan menejerial (Management Support).

(Depkes, RI. 2009)

Untuk itu pihak manajemen rumah sakit harus mempunyai persiapan khusus ataupun kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana terutama rumah sakit yang berada di daerah rawan bencana seperti bencana erupsi gunungapi. Kesiapsiagaan menurut

Nick Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas dan individu mampu menanggapi suatu situasi bencana dengan cepat dan tepat guna. Membangun kesiapan terhadap bencana wajib dilakukan oleh semua rumah sakit, dengan dasar pemikiran bahwa bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, baik dari dalam (internal) rumah sakit maupun dari luar rumah sakit.

Dari beberapa penelitian terkesan bahwa rumah sakit sering kali tidak menunjukan kesiapan yang memadai menghadapi bencana yang ada di sekitar 6

wilayah kerjanya. Akibatnya disetiap kejadian bencana, hambatan dan kekurangan- kekurangan yang sama selalu terjadi (terulang kembali). Salah satu penyebab ketidaksiapan Rumah Sakit tersebut adalah belum adanya petunjuk yang baku sehingga belum ada persepsi yang sama terhadap kesiapan Rumah sakit menghadapi bencana. Disisi lain, pada keadaan tertentu rumah sakit dapat menjadi korban dari bencana, seperti kejadian Tsunami di Aceh pada tahun 2004 rumah sakit mengalami

“total collapse” dari semua sistem yang ada di rumah sakit begitu juga dengan kejadian gempa bumi di Yokyakarta, Rumah sakit mengalami “colaps function“ sementara waktu (Dirjen Yanmed Depkes RI, 2009).

Dalam penelitian Ismunandar, dkk. (2012) Mengemukan bahwa Rumah Sakit

Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah sebagai rumah sakit rujukan Provinsi belum siapsiaga dalam penanggulangan bencana meskipun Rumah Sakit Daerah

Undata Palu, sudah membentuk Tim Penanggulangan bencana, secara tertulis tim tersebut sudah dibentuk pada tahun 2006 tetapi tidak aktif/berfungsi sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan karena tim ini dibentuk hanya untuk memenuhi kebutuhan akreditasi rumah sakit. (Ismunandar, dkk, 2012), begitu juga dalam penelitian Eddy Suhardi Sarim (2003), bahwa Rumah Sakit Umum sewilayah

Cirebon tidak siap menghadapi kegawatdaruratan bencana dengan alasan kekurangan dukungan para direktur rumah sakit umum terhadap Sistem penangan Gawat darurat terpadu-bencana (SPGDT-Bencana), standar pelayanan yang kurang dan juga keterbatasan rumah sakit. (Eddy Suhardi Sarim, 2003) 7

Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah Rumah Sakit Kelas C milik

Pemerintah Kabupaten Karo yang merupakan rumah sakit rujukan untuk penanganan korban bencana erupsi gunung Sinabung disamping RS. Efarina Etaham dan RS

Amanda. Dari survai awal yang dilakukan, pihak manajemen rumah sakit telah membentuk Tim Penanggulangan Bencana setelah gunung Sinabung mengalami erupsi pada tahun 2010 tetapi tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan belum adanyan perencanaan rumah sakit akan penanggulangan bencana di rumah sakit

(hospital disaster preparedness) baik bencana dari dalam lingkungan RS maupun dari luar rumah sakit.

Jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2013 sebanyak 40.054 kunjungan dan rawat inap sebanyak 4.114 orang. Sejak terjadinya Erupsi Gunung

Sinabung pada tanggal 15 September 2013 sampai dengan tanggal 7 Januari 2014 pengungsi yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah sebanyak

175 orang dengan diagnosa terbanyak adalah febris dan dispepsia, dan pengungsi yang rawat jalan sebanyak 270 orang dengan diagnosa penyakit terbanyak adalah conjungtivitis dan ISPA. (Rekam Medik RSU Kabanjahe, 2014). Sampai dengan tanggal 21 Januari pengungsi yang meninggal 32 orang di beberapa rumah sakit di

Kabanjahe dan 17 orang meninggal akibat langsung dari awan Panas. (Posko kesehatan Kabanjahe)

Dengan mengacu pada latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang kesiapan Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam penanganan korban bencana alam erupsi gunung Sinabung tahun 2014. 8

1.6. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Kesiapan

Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam Penanganan korban Bencana

Erupsi Gunung Sinabungdi Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.7. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Kesiapan

Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dalam Penanganan Bencana Erupsi Gunung

Sinabung di Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.8. Manfaat Penelitian

1.8.1. Bidang Keilmuan a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu Manajemen

Kesehatan Bencana sehingga Kesiapan Manajemen Rumah Sakit dalam

menghadapi Bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah

dalam penanggulangan bencana b. Penelitian ini sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas bahan penelitian

dalam bidang ilmu manajemen kesehatan bencana

1.8.2. Program Studi S2 FKM-USU

Menambah bahan masukan dan kontribusi dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan Manajmen Kesehatan Bencana.

9

1.8.3. Bagi Rumah Sakit

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi Rumah Sakit untuk lebih meningkatkan kesiapan manajemen rumah sakit dalam menghadapi bencana.

6

ABSTRAK

Indonesia berada dalam deretan gunung berapi pasifik, dan memiliki 129 gunung api aktif, dua diantaranya berada di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Pada tahun 2010 Gunung Sinabung penah mengalami erupsi dan Agustus 2013 kembali mengalami erupsi, dan akibatnya 32.303 orang mengungsi ke 42 titik pengungsian. Institusi Kesehatan terutama Rumah Sakit selalu memegang peran yang sangat penting pada setiap kejadian bencana, akan tetapi masih banyak Rumah Sakit tidak menunjukkan kesiapan yang memadai menghadapi bencana. Untuk itu manajemen Rumah Sakit harus mempunyai kesiapan dalam penanganan bencana diantaranya mempunyai Tim Penanggulangan Bencana, rencana penanggulangan Bencana Rumah Sakit, Sumber Daya Manusia Kesehatan dan Sarana yang cukup, memiliki prosedur khusus dan biaya untuk penanganan korban bencana.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam penanganan korban bencana tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan di RSU Kabanjahe, mulai dari Mei s/d Juni 2014. Metode penelitian ini adalah desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Tehnik Pengambilan Informan dalam penelitian ini Purposive sampling,dan dilanjukan secara snow ball sampling. Sampel dipilih menurut tujuan penelitian, dan Pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi dan audiovisual. Data dianalisis secara kualitatif dengan metode induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit belum ada disusun dan Tim penanggulangan bencana Rumah Sakit baru dibentuk, SDM Kesehatan masih mencukupi tetapi perlu peningkatan kapasitas SDM Kesehatan, fasilitas dan sarana untuk penanganan korban bencana masih kurang, SOP penanggulangan bencana belum ada, tidak mempunyai anggaran khusus untuk penanganan korban bencana. Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan kepada RSU Kabanjahe untuk menyusun dokumen rencana penanggulangan RS, melakukan pelatihan kegawatdararutan/kebencanaan, menglengkapi fasilitas sarana dan prasaran yang mendukung penanganan bencana, memyusun prosedur khusus dan mempunyai anggaran khusus untuk penanganan korban bencana.

Kata Kunci : Kesiapan Manajemen Rumah Sakit, Penanganan, Korban Bencana

i 7

ABSTRACT

Indonesia is located in the ring of Pacific volcanoes; it has 129 active volcanoes and two of them, Mount Sibayak and Mount Sinabung, are located in Karo District. In 2010, Mount Sinabung was erupted and in August 2013 it was erupted again which caused 32,303 people to evacuate to 42 evacuation camps. Health institution, particularly hospitals, always plays its important role in every disaster incidence although many hospitals do not prepare for facing disasters. Therefore, the management of a hospital must be ready to handle a disaster by having Disaster Responsiveness Team, planning for handling hospital disaster, adequate human resources in health and facility, having specific procedures and cost for handling disaster victims. The objective of the research was to find out the preparedness of RSU Kabanjahe in handling disaster victims in 2014. The research was conducted at RSU Kabanjahe from May to June, 2014. The research used qualitative design with phenomenological approach. Informants were obtained by using purposive sampling technique, followed by snowball sampling technique. The samples were selected according to the objective of the research, and the data were gathered by conducting observation, interviews, documentation, and audiovisuals and analyzed qualitatively with deductive method. The result of the research showed that the planning for handling hospital disaster had not yet been organized, the team for handling hospital disaster was just established, human resources in health was adequate but their capacity needed to be improved, facility for handling disaster victims was insufficient, there was no SOP for handling disaster, and there was no special budget for handling disaster victims. It is recommended that the management of RSU Kabanjahe organize the document of hospital disaster planning, provide training about emergency/disaster, provide equipment and infrastructure which support the handling of disaster, organize special procedure, and own special budget for handling disaster.

Keywords : Preparedness of Hospital Management, Handling, Disaster Victims

ii 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari letak negara Indonesiayang berada dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan gunung berapi Pasifik) yang bentuknya melengkung dari utara pulau Sumatera-Jawa-

Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi. Indonesia memiliki 13 % jumlah gunung api di dunia atau

129 gunungapi, selain itu berdasarkan data PVMBG 60% dari jumlah gunungapi yang ada di Indonesia yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia dan merupakan gunungapi yang memiliki potensi letusan yang cukup besar. (PVMBG)

Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Selain dapat menimbulkan luka bakar, secara umum dampak letusan gunung berapi yang perlu diwaspadai terbagi dua yaitu dampak akibat padatan/debu dan gas yang memiliki potensi bahaya bagi kesehatan masyarakat. Debu vulkanik dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan iritasi

1 2

mata, hal ini lebih serius lagi apabila debu tersebut mengandung beberapa unsur logam seperti SO2, karena reaksi alam dapat membentuk unsur sulfat yang sangat iritatif baik pada kulit, mata maupun saluran pernafasan. Selain itu, gas CO bersifat mengikat oksigen, bila terhirup, orang bisa meninggal karena kekurangan oksigen.

(www.depkes.go.id.14 Feb.2014).

Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang

Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit

Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dan terdapat dua gunungapi terletak di jajaran bukit barisan tersebut yaitu gunung Sinabung dan gunung Sibayak dan kedua Gunungapi tersebut saling berdekatan, dan gunung

Sinabung merupakan gunung dengan puncak tertinggi di provinsi Sumatera Utara.

Ketinggian gunung ini adalah 2.460 meter dan berbentuk strato.

(www.karokab.go.id)

Pada awalnya Gunung Sinabung adalah Gunung Api strato tipe B atau sejarah letusannya tidak tercatat meletus sejak tahun 1600-an. Namun untuk pertama kali setelah lebih dari 400 tahun tidak ada aktivitasnya, kemudian terjadi letusan pada 27 Agustus 2010, dan mengeluarkan lava. Status gunung ini dinaikkan menjadi

"Awas". Letusan tersebut diikuti jatuhan abu vulkanik yang menyebar ke Timur-

Tenggara Gunung Sinabung dan menutupi Desa Sukameriah, Gungpitu, Sigarang- garang, Sukadnebi, dan Susuk. Sejak saat itu Gunung Sinabung diklarifikasikan tipe

A. (www.merdeka.com,30 Des 2013) 3

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada tahun 2010 mengakibatkan ada sebanyak 25.662 jiwa mengungsi, yang tersebar di 24 titik pengungsian, dan yang mendapat pengobatan di Pos Kesehatan sebanyak 8.522 pengungsi. Kasus terbanyak yang ditangani adalah ISPA (39,1%), Anxietas/ gangguan jiwa ringan

(24,0%), Gastritis/ gangguan lambung (16,0%), Konjungtivitis/ mata merah (12,4%),

Diare (4,96%), Hipertensi (2,9%), dan Dermatitis/ penyakit kulit (0,7%). Korban rawat inap di RSU Kabanjahe sebanyak 65 orang dengan jenis penyakit yang diderita antara lain ISPA, Dyspepsia/ gangguan pencernaan, Hipertensi, Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD)/ penyakit pernapasan, Diare, TB Paru dan Vulnus laceratum/ luka robek. Data tersebut berdasarkan laporan Pusat Penanggulangan

Krisis Kemenkes RI sampai tanggal 2 September 2010 yang dihimpun dari Dinas

Kesehatan setempat. (Foto.soup.io)

Paska penurunan aktivitas vulkanik Gunung Sinabung, yaitu dari status Awas menjadi Siaga pada tanggal 23 September 2010 dan dari Siaga menjadi

Waspada pada tanggal 7 Oktober 2010, aktivitas vulkanik cenderung menurun namun dengan fluktuasi. Pemantauan dengan metoda visual, seismik, dan deformasi terus dilakukan untuk melakukan penilaian tingkat aktivitas Gunung Sinabung.

Tanggal 15 september 2013 aktivitas Gunung Sinabung meningkat sehingga status

Gunung Sinabung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Tanggal 24 November

2013 Status gunung Sinabung menjadi “Awas”, dan sampai dengan tanggal 9

Februari 2014 Jumlah pengungsi mencapai 33.355 jiwa (10.297 KK) dengan 42 titik pengungsian dan pada tanggal 8 April 2014 status Gunung sinabung diturunkan ke 4

level III (Status Siaga). Masa tanggap darurat masih terus diperpanjang walaupun status gunung Sinabung sudah diturunkan menjadi status Siaga dan desa radius kurang dari 3 km dengan jumlah penduduk sebanyak 12.809 Jiwa (2996 KK) tidak diperbolehkan kembali ke desa mereka dan akan di relokasikan.

Pada Situasi bencana, rumah sakit akan menjadi tujuan akhir dalam penanganan korban bencana dan yang paling sering muncul di rumah sakit adalah saat adanya penderita dalam jumlah banyak, yang harus dilayani sehingga akan melebihi kapasitas rumah sakit. Hal inilah yang sering dilihat oleh masyarakat ketika bencana itu terjadi. Padahal, baik atau buruknya respon rumah sakit terhadap bencana sangat tergantung dari serangkaian aktifitas yang sudah dilakukan jauh sebelumnya.

Aktifitas-aktifitas persiapan rumah sakit dalam menghadapi bencana inilah yang sering kali menjadi persoalan di Indonesia, karena sering kali tidak dilakukan karena berbagai alasan rumah sakit, dimana hal ini akan memperparah bila terjadi kekurangan logistik dan Sumber daya manusia. (Ramli, 2010)

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dan rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(pasal 29) menyebutkan bahwa Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan pada saat bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya dan memiliki 5

sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.(UU, RI.No.44 Tahun

2009)

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan Bencana disetiap Rumah Sakit dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 129//Menkes/SK/II/2008 tentang

Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit bahwa dalam setiap unit gawat darurat

(IGD) Rumah Sakit harus terdapat satu tim Penanggulangan Bencana. Selain harus adanya Tim Penanggulangan Bencana ada dua hal pokok yang harus dapat dilakukan oleh Rumah Sakit agar siap menghadapi bencana adalah dukungan pelayanan medis

(Medical Support) dan dukungan kemampuan menejerial (Management Support).

(Depkes, RI. 2009)

Untuk itu pihak manajemen rumah sakit harus mempunyai persiapan khusus ataupun kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana terutama rumah sakit yang berada di daerah rawan bencana seperti bencana erupsi gunungapi. Kesiapsiagaan menurut

Nick Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas dan individu mampu menanggapi suatu situasi bencana dengan cepat dan tepat guna. Membangun kesiapan terhadap bencana wajib dilakukan oleh semua rumah sakit, dengan dasar pemikiran bahwa bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, baik dari dalam (internal) rumah sakit maupun dari luar rumah sakit.

Dari beberapa penelitian terkesan bahwa rumah sakit sering kali tidak menunjukan kesiapan yang memadai menghadapi bencana yang ada di sekitar 6

wilayah kerjanya. Akibatnya disetiap kejadian bencana, hambatan dan kekurangan- kekurangan yang sama selalu terjadi (terulang kembali). Salah satu penyebab ketidaksiapan Rumah Sakit tersebut adalah belum adanya petunjuk yang baku sehingga belum ada persepsi yang sama terhadap kesiapan Rumah sakit menghadapi bencana. Disisi lain, pada keadaan tertentu rumah sakit dapat menjadi korban dari bencana, seperti kejadian Tsunami di Aceh pada tahun 2004 rumah sakit mengalami

“total collapse” dari semua sistem yang ada di rumah sakit begitu juga dengan kejadian gempa bumi di Yokyakarta, Rumah sakit mengalami “colaps function“ sementara waktu (Dirjen Yanmed Depkes RI, 2009).

Dalam penelitian Ismunandar, dkk. (2012) Mengemukan bahwa Rumah Sakit

Daerah Undata Provinsi Sulawesi Tengah sebagai rumah sakit rujukan Provinsi belum siapsiaga dalam penanggulangan bencana meskipun Rumah Sakit Daerah

Undata Palu, sudah membentuk Tim Penanggulangan bencana, secara tertulis tim tersebut sudah dibentuk pada tahun 2006 tetapi tidak aktif/berfungsi sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan karena tim ini dibentuk hanya untuk memenuhi kebutuhan akreditasi rumah sakit. (Ismunandar, dkk, 2012), begitu juga dalam penelitian Eddy Suhardi Sarim (2003), bahwa Rumah Sakit Umum sewilayah

Cirebon tidak siap menghadapi kegawatdaruratan bencana dengan alasan kekurangan dukungan para direktur rumah sakit umum terhadap Sistem penangan Gawat darurat terpadu-bencana (SPGDT-Bencana), standar pelayanan yang kurang dan juga keterbatasan rumah sakit. (Eddy Suhardi Sarim, 2003) 7

Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah Rumah Sakit Kelas C milik

Pemerintah Kabupaten Karo yang merupakan rumah sakit rujukan untuk penanganan korban bencana erupsi gunung Sinabung disamping RS. Efarina Etaham dan RS

Amanda. Dari survai awal yang dilakukan, pihak manajemen rumah sakit telah membentuk Tim Penanggulangan Bencana setelah gunung Sinabung mengalami erupsi pada tahun 2010 tetapi tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan belum adanyan perencanaan rumah sakit akan penanggulangan bencana di rumah sakit

(hospital disaster preparedness) baik bencana dari dalam lingkungan RS maupun dari luar rumah sakit.

Jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2013 sebanyak 40.054 kunjungan dan rawat inap sebanyak 4.114 orang. Sejak terjadinya Erupsi Gunung

Sinabung pada tanggal 15 September 2013 sampai dengan tanggal 7 Januari 2014 pengungsi yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah sebanyak

175 orang dengan diagnosa terbanyak adalah febris dan dispepsia, dan pengungsi yang rawat jalan sebanyak 270 orang dengan diagnosa penyakit terbanyak adalah conjungtivitis dan ISPA. (Rekam Medik RSU Kabanjahe, 2014). Sampai dengan tanggal 21 Januari pengungsi yang meninggal 32 orang di beberapa rumah sakit di

Kabanjahe dan 17 orang meninggal akibat langsung dari awan Panas. (Posko kesehatan Kabanjahe)

Dengan mengacu pada latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang kesiapan Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam penanganan korban bencana alam erupsi gunung Sinabung tahun 2014. 8

1.6. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Kesiapan

Manajemen Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam Penanganan korban Bencana

Erupsi Gunung Sinabungdi Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.7. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Kesiapan

Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dalam Penanganan Bencana Erupsi Gunung

Sinabung di Kabupaten Karo provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

1.8. Manfaat Penelitian

1.8.1. Bidang Keilmuan a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu Manajemen

Kesehatan Bencana sehingga Kesiapan Manajemen Rumah Sakit dalam

menghadapi Bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah

dalam penanggulangan bencana b. Penelitian ini sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas bahan penelitian

dalam bidang ilmu manajemen kesehatan bencana

1.8.2. Program Studi S2 FKM-USU

Menambah bahan masukan dan kontribusi dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan Manajmen Kesehatan Bencana.

9

1.8.3. Bagi Rumah Sakit

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi Rumah Sakit untuk lebih meningkatkan kesiapan manajemen rumah sakit dalam menghadapi bencana.

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Manajemen

Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, diantaranya:

Follet mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. (Wijayanti. 2008)

Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

(Mesiono, 2010). G.R. Terry memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-

10

11

orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan. (Terry, 2009)

Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dan secara klasik Manajemen adalah ilmu dan seni tentang bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. (A.A Gde Muninjaya, 2002)

2.1.1. Fungsi Manajemen

Fungsi organisasi pada hakikatnya merupakan tugas pokok yang harus dijalankan pimpinan organisasi apapun. Mengenai macamnya fungsi manajemen itu sendiri ada persamaan dan perbedaan pendapat, namun sebetulnya pendapat-pendapat tersebut saling melengkapi. Fungsi manajemen menurut R.D. Agarwal adalah “The management proces comprises the following six functions : Panning; Organizing;

Staffing; Directing; coordinating; dan controlling.” Menurut Luther Gullick “The management functions, who abbreviated in the word POSDCoRB, including the first letter of each management function : (Ibnu Syamsi, 1994)

1. Planning

2. Organizing

3. Staffing 12

4. Directing

5. Coordinating

6. Reporting and

7. Budgeting

Fungsi-fungsi manajerial Menurut Terry, fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan) : (Terry, 2006)

1. Perencanaan (Planning)

Planning/perencanaan adalah menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai

selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar

mencapai tujuan-tujuan tersebut. Planning mencakup kegiatan pengambilan

keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan.

Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan

guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang.

Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk

dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang

telah ditetapkan (Husaini Usman, 2008). Fungsi perencanaan di bidang kesehatan

adalah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat,

menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan

program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

13

2. Pengorganisasian (Organization)

Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat,

yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan

penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer (Terry & Rue, 2009)

Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-

sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang

dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. ungsi dari pengorganisasian

yaitu kegiatan yang mengatur tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta.

Pengorganisasian yang baik dapat menempatkan orang – orang pada tugas yang

tepat

3. Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok

sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai

tujuan yang telah direncanakan bersama

4. Pengawasan (Controlling)

Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat utk

menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan

2.1.2. Unsur Manajemen

George R. Terry dalam bukunya Principle of Management mengatakan, ada enam sumber daya pokok dari manajemen, yaitu:

14

1. Man

Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam

manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang

membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan.

Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah

makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang

yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

2. Materials

Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam

dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam

bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu

sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan

tercapai hasil yang dikehendaki.

3. Machines

Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan

keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.

4. Methods

Sedangkan metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya

pekerjaan manajer. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara

pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-

pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan

waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, 15

sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai

pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan

utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.

5. Money

Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang

merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat

diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang

merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu

harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa

uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang

dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu

organisasi.

6. Markets

Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan

(memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting

sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan

berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu,

penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor

menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan

harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan)

konsumen.

16

2.4. Manajemen Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan soasial ekonomi masyarakat yang tetap mampu meningkatkana pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat sehingga agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tinginya. (UU, RI. No. 44

Tahun 2009). Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan harus dikelola dengan baik, alat pengelolanya adalah manajemen. Tugas dari manajemen adalah mengkreasikan berbagai keadaan lingkungan dengan tehnik yang efektif sehingga dapat berkembang dan dilaksanakan guna mencapai tujuan. Kegunaan tugas manajemen adalah dalam hal pemenuhan kualitas pelayanan kesehatan. Tampa tugas manajemen yang baik akan sulit dicapai pelayanan kepada pasien dengan baik sebagai perwujudan dari fungsi manajemen. (Sabarguna, BS. 2009)

Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tatacara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan orang yang terlatih secara benar dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang berorietasi pada pasien dan menjaga mutu pelayanan perlu adanya manajemen yang handal.

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit 17

dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Rumah sakit sebagai suatu sistem mempunyai menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.

Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. (Satrinegara, 2009)

2.4.1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah salah satu fungsi manajemen yang penting oleh karena itu perencanaan memegang peranan strategis untuk keberhasilan pelayanan rumah sakit.

Dengan menerapkan sistem perencanaan yang baik, maka manajemen rumah sakit sudah memecahkan sebagian masalah pelayanan yang dihadapi sebuah rumah sakit, karena upaya pengembangan rumah sakit didasarkan pada kebutuhan pengguna jasa pelayanan kesehatan (A.A. Gde Muninjaya)

Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

2.4.2. Fungsi Pelaksanaan (Actuating)

Rumah sakit adalah organisasi yang sangat kompleks. Kompleksitas fungsi actuating di sebuah rumah sakit dipengaruhi oleh dua aspek yaitu : 18

a. Sifat pelayanan kesehatan yang berorientasi konsumen penerima jasa pelayanan

(customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer rumah sakit ada tiga

kemungkinan yaitu sembuh sempurna, cacat atau mati. b. Pelaksanaan fungsi actuating sangat kompleks karena tenaga yang bekerja di

rumah sakit terdiri dari berbagai jenis profesi.

Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban rumah sakit, penerapan fungsi pelaksanaan (actuating) Rumah sakit akan sangat tergantung dari empat faktor, faktor pertama adalah kepemimpinan Direktur

Rumah Sakit; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing wakil Direktur dengan SMF dan kepala instalasinya; ketiga komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di rumah sakit; dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan tersedia di rumah sakit.

2.4.3. Fungsi Koordinasi

Koordinasi menurut G.R. Terry adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang sesuai dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara anggota (Hasibuan, 2009).

19

Menurut Hasibuan (2009), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:

1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang

dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang

ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya

2. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau

kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-

kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

Koordinasi (coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan dalam “manajemen bencana” yang dikenal dengan empat C yaitu command

(komando), control (pengendalian); coordination (koordinasi) dan communication

(komunikasi). Dilakukan karena melibatkan multi sektor yang terkait dalam penanganan bencana. (Rowland, 2004).

Tujuan utama koordinasi di dalam konteks bencana adalah berupa efektivitas di respon terhadap bencana dimaksud. Koordinasi yang solid sering dinyatakan terbukti mampu mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh suatu bencana dan sekaligus merupakan faktor sukses utama di dalam penanganan bencana. Fase tanggap-darurat yang terkoordinasikan dengan baik merupakan faktor kunci di dalam efektivitas tanggap-darurat terkait. Kurangnya koordinasi juga sekaligus merupakan salah satu sebab, di antara beragam sebab yang ada, gagalnya sebuah tanggap-darurat bencana.

Dalam penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat Direktur Rumah

Sakit Kabupaten/Kota melakukan koordinasi baik lintas program maupun lintas 20

sektor dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit Provinsi dan Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pada saat bencana Direktur Rumah Sakit

Kabupaten/Kota melakukan kegiatan : (Kepmenkes RI. No. 145 Tahun 2007)

1. Menghubungi lokasi bencana untuk mempersiapkan instalasi gawat darurat (IGD)

dan ruang perawatan untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana dan

tempat pengungsian

2. Menyiapkan IGD dan instalasi rawat inap untuk menerima rujukan penderita dari

lokasi bencana atau tempat penampungan pengungsi dan melakukan pengaturan

jalur evakuasi

3. Menghubungi Rumah Sakit provinsi tentang kemungkinan adanya penderita yang

akan dirujuk

4. Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan peralatan kesehatan ke lokasi bencana.

2.4.3.1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

SPGDT adalah sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita. Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana penanganan pasien gawat darurat melibatkan pelayanan pra Rumah

Sakit, di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit, memerlukan penanganan terpadu dan pengaturan dalam sistem. gawat darurat baik dalam keadaan bencana maupun sehari- hari (SPGDT- S/B). SPGDT terdiri dari unsur Pra Rumah Sakit, Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit yang berpedoman pada respon cepat yang menekankan “Time 21

Saving is life and limb saving” yang melibatkan musyawarah umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi

Semua petugas medis di rumah sakit bisa terlibat dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan sistem komando bencana dan berpegang pada Sistem Penanggulangan Gawat Darurat sehari-hari dan bencana

Nasional pada semua keadaan darurat medis baik dalam keadaan bencana atau sehari- hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam usaha penyelamatan pasien. (Dirjen Bina Pel. Medik RI. 2006)

SPGDT sehari hari adalah SPGDT yang diterapkan pada pelayanan gawat darurat sehari hari terhadap individu seperti penanganan kasus serangan jantung, stroke, kecelakaan kerja kecelakaan lalulintas, dsb. Sedangkan SPGDT bencana adalah sistem penanggulangan gawat darurat terpadu yang ditujukan untuk mengatur pelaksanaan penanganan korban pada bencana. SPGDT bencana pada dasarnya merupakan eskalasi dari SPGDT sehari hari, oleh karena itu SPGDT bencana tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik bila SPGDT sehari hari belum dapat dilakukan dengan baik. Perlu ditekankan bahwa SPGDT ini harus terintegrasi dengan sistem penanggulangan bencana di daerah setempat, dalam hal ini adalah satuan koordinasi pelaksana penanggulangan bencana dan pengungsi (satkorlak PBP).

2.4.3.2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Dalam amanat Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk perlindungan terhadap bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan 22

Pancasila, telah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana. (Perka BNPB No. 3 Tahun 2008). Pemerintah dan pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab penyelenggaraan Penanggulangan bencana untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46

Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan

Bencana Daerah. Di setiap Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/kota agar dapat membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah dan secara ex-officio dijabat oleh

Sekretaris Daerah (Sekda).

Pembentukan BPBD paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri

Dalam Negeri di tetapkan. BPBD menyelenggarakan fungsi; koordinasi; pengkomandoan dan Pelaksana. Rapat koordinasi diadakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.

Pengkoordinasian harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Pengkoordinasian dilaksanakan BPBD melalui koordinasi dengan satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) di daerah dan instansi vertikal yang ada di daerah, lembaga usaha, dan pihak lain yang diperlukan pada tahap pra bencana, bencana dan pasca bencana, termasuk koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit yang ada di Daerah bencana. (Permendag. RI No. 46 Tahun 2008).

23

2.5. Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam, dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007).

WHO, 2007 mendefinisikan bencana sebagai sebuah gangguan fungsi yang serius dari suatu komunitas atau masyarakat, yang menyebabkan banyak korban, kerugian materi, ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan mayarakat dalam mengatasinya. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi maupun korban manusia, lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

2.3.1. Bencana Erupsi Gunungapi

Gunung api adalah lubang atau rekahan pada kerak bumi tempat keluarnya magma, gas dan fluida lainnya ke permukaan bumi. Di dunia terdapat 1500 gunungapi aktif, rata-rata 50 (lima puluh) gunungapi mengalami erupsi (letusan) tiap tahun. Dibandingkan bencana alam lain yang cukup besar (banjir, tanah longsor, gempa bumi dan angin topan) bencana gunungapi relatif tidak terlalu mengancam manusia. Meskipun demikian bencana gunungapi secara lokal dapat sangat destruktif dan pada kejadian tertentu di mana letusannya yang sangat dahsyat dapat mengubah 24

iklim global dan bahkan dapat mengubah sejarah manusia. (Muhammadiyah dan kesiapsiagaan Bencana, 2008)

2.3.2. Elemen Letusan Gunung Api

1. Aliran Piroklastik

Aliran/longsoran abu, fragmen batuan dan gas dengan temperatur dan kecepatan

tinggi. Seperti yang terjadi di Merapi 2006. Kalau mencapai pemukiman akan

berbahaya sekali. Kecepatannya bisa 80-90Km/jam atau lebih.

3. Lahar

Campuran deposit aktivitas gunung api (tephra) dengan air dan mengalir menuruni

lereng. Seperti banjir bandang misal saat meletus Gunung Pinatubo di Philipina,

banyak jatuh korban karena aliran lahar dingin akibat hujan yang terus-menerus

setelah letusan.

4. Longsor

Runtuhnya Massa batuan di lereng gunung api.

5. Aliran Lava

Lava basalt yang mengalir dari lubang erupsi. Lava andesit-riolit membentuk

kubah lava. Tipe Hawaiian lava turun ke tempat yang lebih rendah pelan tapi

membakar semua yang dilewatinya. Di Indonesia jarang yang seperti ini, biasanya

lava membentuk kubah lava. Berbahaya kalau konstruksinya tidak kuat bisa terjadi

longsor.

25

6. Tehpra

Jatuhan fragmen batuan dan lava (abu, bom dan blok volkanik) yang terlontar ke

udara. Tehpra mempunyai ukuran dari yang kecil sampai besar. Kalau lontarannya

jauh akan mempengaruhi cuaca dan material yang jatuh lapisannya akan menutupi

apapun dan terkadang sangat tebal.

7. Gas Volkanik

Gas bersifat asam dan gas mematikan lainnya, yang terlepas saat erupsi volkanik.

Pernah terjadi di kawah Sinila Dieng. Di Kamerun di danau kawah karena

aktifitasnya mengakibatkan gas CO2 terkonsentrasi dan sangat kuat menyebabkan

kematian pada ternak serta penduduk sekitar danau, korban sekitar 1000-2000

orang.

8. Gempa Bumi

Gempa volkanik jauh Iebih kecil dari pada gempa tektonik, namun dapat memicu

longsornya kubah lava dan struktur gunung api yang tidak stabil. Dari segi ukuran

lebih kecil dari gempa tektonik, karena kecil tidak terasa tapi ada.

9. Tsunami

Tsunami dapat terjadi jika material volkanik dan gunung api di laut atau lepas

pantai longsor ke laut dalam jumlah sangat besar. Misal letusan Krakatau pada

tahun 1883. Korban sekitar 36 ribu jiwa.

26

2.4. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24 tahun 2007). Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana. Dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat proaktif, sebelum terjadinya suatu bencana (LIPI, 2006).

Dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu (LIPI, 2006) :

1. Perencanaan dan organisasi : adanya arahan dan kebijakan, perencanaan

penanganan situasi darurat yang tepat dan selalu diperbaharui serta struktur

organisasi penanggulangan bencana yang memadai.

2. Sumber daya : inventarisasi dari semua organisasi sumber daya secara lengkap

dan pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas.

3. Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga/organisasi serta menghilangkan

friksi dan meningkatkan kerjasama antar lembaga/ organisasi terkait.

4. Kesiapan: unit organisasi penanggulangan bencana harus bertanggung jawab

penuh untuk memantau dan menjaga standar kesiapan semua elemen.

5. Pelatihan dan kesadaran masyarakat: perlu adanya pelatihan yang memadai dan

adanya kesadaran masyarakat serta ketersediaan informasi yang memadai dan

akurat. 27

Upaya untuk mengembangkan dan memelihara suatu tingkat kesiapsiagaan, maka diperlukan adanya elemen-elemen penting sebagai berikut ini (LIPI, 2006) :

1. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap koordinasi).

2. Fasilitas dan sistem operasional.

3. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau suplai.

4. Pelatihan.

5. Kesadaran masyarakat dan pendidikan.

6. Informasi.

7. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat/krisis.

Fasilitas dan sistem operasional dari suatu kesiapsiagaan, memerlukan tersedianya elemen-elemen sebagai berikut :

1. Sistem komunikasi darurat.

2. Sistem peringatan dini.

3. Sistem aktivasi organisasi darurat.

4. Pusat pengendalian operasi darurat sebagai pusat pengelolaan informasi.

5. Sistem untuk survei kerusakan dan pengkajian kebutuhan.

6. Pengaturan untuk bantuan darurat misalnya makanan, perlindungan sementara

dan pengobatan.

2.5. Tim Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan bencana disetiap rumah sakit 28

dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit dikatakan bahwa Setiap rumah sakit harus memiliki

Tim Penanggulangan Bencana. Struktur Organisasi penanganan bencana rumah sakit ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

A. Struktur Organisasi Tim penangananan Bencana (Depkes RI, 2009)

1. Ketua :

a. Dijabat oleh Pimpinan rumah sakit

b. Dibantu oleh Staf yang terdiri dari :

1. Penasehat medik (ketua komite Medik/ Direktur pelayanan/ wadir

pelayanan medik)

2. Humas

3. Penghubung

4. Keamanan

2. Pelaksana : disesuaikan dengan struktur organisasi rumah sakit, meliputi :

a. Operasional

b. Logistik

c. Perencanaan

d. Keuangan

B. Uraian dan Tugas Fungsi Tim

1. Ketua

a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana 29

b. Melakukan koordinasi secara vertikal (Badan Penanggulangan bencana

Daerah tk I/II/BNPB) dan horizontal (rumah sakit lainnya, PMI dll)

c. Memberikan arahan pelaksanaan penanganan operasional pada tim lapangan

d. Memberikan informasi kepada pejabat, staf internal rumah sakit dan instansi

terkait yang membutuhkan serta media massa

e. Mengkoordinasikan sumberdaya, bantuan SDM dan fasilitas dari internal

rumah sakit/dari luar rumah sakit

f. Bertanggung jawab dalam tanggap darurat dan pemulihan

2. Pelaksana

a. Operasional

1. Menganalisa informasi yang diterima

2. Melakukan identifikasi kemampuan yang tersedia

3. Melakukan pengelolaan sumber daya

4. Memberikan pelayanan medis (triage, pertolongan pertama, identifikasi

korban, stabilisasi korban cedera)

5. Menyiapkan tim evakuasi dan transportasi (ambulans)

6. Menyiapkan area penampungan korban (cidera, meninggal, dan

mengungsi) di lapangan, termasuk penyediaan air bersih, jamban dan

sanitasi lingkungan bekerjasama dengan instansi terkait.

7. Menyiapkan tim keamanan

8. Melakukan pendataan pelaksanaan kegiatan

30

b. Perencanaan

1. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan SDM

2. Patient tracking dan informasi pasien

c. Logistik

1. Bertanggungjawab pada ketersediaan fasilitas (peralatan medis, APD,

BMHP, obat-obatan, makanan & minuman, linen dan lain-lain)

2. Bertanggung jawab pada ketersediaan dan kesiapan komunikasi internal

maupun eksternal

3. Menyiapkan transportasi untuk tim, korban bencana dan yang memerlukan

4. Menyiapkan area untuk isolasi dan dekonminasi (bila diperlukan)

d. Keuangan

1. Merencanakan anggaran penyiagaan penangganan bencana (pelatihan,

penyiapan alat, obat-obatan dll)

2. Melakukan administrasi keuangan pada saat penanganan bencana

3. Melakukan pengadaan barang (pembelian yang diperlukan)

4. Menyelesaikan kompesasi bagi petugas (bila tersedia) dan klaim

pembiayaan korban bencana

2.5.1. Dukungan Pelayanan Medis dan Dukungan Manajerial

Dalam pelaksanaan penanganan bencana diperlukan pelayanan medis

(medical support) maupun dukungan manajerial (management support) yang memadai yang telah tercermin dalam struktur organisasi. Dukungan tersebut sudah harus dipersiapkan sebelum terjadi bencana, yang meliputi : 31

a. Medical support (dukungan Pelayanan Medis)

1. Menyiapkan daerah triage, label, dan rambu-rambu

2. Meyiapkan peralatan pertolongan, mulai dari peralatan life saving sampai

peralatan terapi definitif.

3. Menyiapkan SDM dengan kemampuan sesuai dengan standart pelayanan dan

standart kompetensi

4. Menyiapkan prosedur-prosedur khusus dalam melakukan dukungan medis b. Management Support (Dukungan Manajerial)

1. Meyiapkan pos komando

2. Menyiapkan SDM Cadangan

3. Menangani kebutuhan logistik

4. Menyiapkan alur evakuasi dan keamanan area penampungan

5. Menyiapkan area dekontaminasi (bila diperlukan)

6. Melakukan pendataan pasien dan penempatan/pengiriman pasien

7. Menetapkan masa pengakhiran kegiatan penanganan bencana

8. Menyiapkan sarana fasilitas komunikasi di dalam dan di luar rumah sakit

9. Menangani masalah pemberitaan media dan informasi bagi keluarga korban

10. Menyiapkan fasilitas transportasi untuk petugas dan korban/pasien

(transportasi darat, laut dan udara)

32

2.6. Perencanaan Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital Disaster Preparedness)

Dalam setiap bencana akan selalu terjadi kekacauan (chaos). Dengan adanya perencanaan penanggulangan bencana di rumah sakit (Hosdip) yang baik maka kekacauan yang memang selalu terjadi akan dapat diusahakan waktunya sesingkat mungkin, sehingga mortalitas dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin.

Yang sering muncul di Rumah Sakit pada waktu terjadi bencana pertama adalah penderita yang begitu banyak maka diperlukan persiapan yang lebih intensif dan menyeluruh, kedua adalah kebutuhan yang melampaui kapasitas RS, dimana hal ini akan diperparah bila terjadi kekurangan logistik dan SDM, atau terjadi kerusakan infra struktur dalam RS itu sendiri. Kedua hal tersebut diatas wajib diperhitungkan baik untuk bencana yang terjadi diluar maupun didalam RS sendiri.

Pada bencana yang terjadi diluar Rumah Sakit, yang diharapan adalah:

(Pusdiklat-Aparatur kesehatan) a. Korban yang datang dalam jumlah banyak dapat dilayani dan ditangani sebaik

mungkin. b. Optimalisasi kapasitas penerimaan dan penanganan pasien c. Secara profesional akan tampak melalui sistem pengorganisasian kerja yang baik d. Korban/pasien tetap dapat ditangani secara individu, termasuk pasien yang

sudah dirawat sebelum bencana terjadi.

33

Proses Penyusunan Hospital Disaster Plan (HOSDIP)

Penyusunan Hosdip diawali dengan mengenal keadaan dari daerahnya sendiri.

Berdasarkan dari ancaman yang ada di daerah tersebut dan membuat gambaran dari ancaman tersebut. Selain itu, pengalaman yang sudah ada saat terjadi bencana atau pun berdasarkan bencana yang terjadi pada daerah lainnya, ketersediaan sumber daya yang ada seperti SDM serta mengingat kebijakan lokal maupun nasional. Untuk memberikan hasil yang maksimal serta adanya komitmen dan konsistensi dari manajemen RS maka perlu dibentuk tim penyusun Hosdip ini penting karena mengingat penanggulangan bencana termasuk penyusunan Hosdip merupakan proses yang terus menerus, sehingga perlu dipertahankan kinerja tim. Tim penyusun Hosdip adalah merupakan gabungan dari unsur pimpinan, minimal kepala bidang/ instalasi, unsur pelayanan gawat darurat (kepala UGD), unsur rumah tangga, unsur paramedis, dan unsur lainnya yang dipandang perlu. Sebelum tim penyusun terbentuk, akan lebih baik jika dibentuk komite gawat darurat dan bencana. Mengapa disebut gawat darurat dan bencana, karena keduanya adalah satu kesatuan yang memiliki keterkaitan yang tinggi dan memerlukan manajemen bersama. (Pusdiklat-Aparatur Kesehatan)

2.7. Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. (Kepmenkes RI. No. 066 Tahun 2006) Sumber Daya Manusia Kesehatan 34

adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga nin profesi serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan. (Depkes RI,

2009)

Sumber daya manusia tetap yang paling penting diantara sumber daya yang tersedia dalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Petugas harus cukup siap untuk situasi darurat dan bencana. Sumber daya manusia kesehatan sangat berperan dalam pelayanan kesehatan pada saat bencana. Karena bencana merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan biasanya terjadi secara mendadak serta disertai jatuh korban, kejadian ini bila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menghambat, mengganggu serta menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut menuntut ketersediaan dari tenaga kesehatan yang berkompeten untuk selalu siap bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja kapan saja diperlukan.

Penanganan bencana memerlukan sumber daya manusia yang memadai baik dari segi jumlah maupun kompetensi dan kemampuan. sebelum menyusun sistem manajemen bencana, harus diidentifikasi dulu kebutuhan sumber daya manusia kesehatan yang diperlukan misalnya Tim Penanggulangan bencana, tim medis, tim logistik, tim teknis, tim data (Ramli, 2010). Jumlah Kebutuhan Sumber Daya

Manusia Kesehatan di Rumah Sakit pada Saat Bencana. (Kepmenkes RI. No. 066

Tahun 2006)

35

a. Kebutuhan Dokter Umum

Kebutuhan dokter Umum =

(Jumlah Pasien/40) – jumlah dokter yang ada di tempat

Contoh perhitungan :

Andaikan jumlah pasien yang perlu mendapatkan penanganan dokter umum

adalah 80 orang/hari, sementara jumlah dokter yang dibutuhkan adalah :

(80/40) – 1 = 2 – 1 = 1 orang b. Jumlah kebutuhan dokter Bedah :

{Jumlah Pasien dokter bedah/5} – Jumlah dokter bedah yang ada 5 Diasumsikan lama tugas dokter bedah adalah 5 hari baru kemudian diganti shift

berikutnya. Rata-rata jumlah pasien bedah selama 5 hari adalah 75 pasien, dan

jumlah dokter bedah yang berada di daerah tersebut adalah 1 orang. Dengan

demikian jumlah dokter bedah yang masih dibutuhkan adalah :

{75/5} – 1 = 3 – 1 = 2 orang dokter bedah 5 c. Jumlah Dokter Anestesi

{Jumlah Pasien bedah/15} – jumlah dokter anestesi yang ada 5 Diasumsikan lama tugas dokter anestesi adalah 5 hari baru ganti sengan shift

berikutnya. Rata-rata jumlah pasien anestesi selama 5 hari adalah 75 pasien dan

jumlah dokter anestesi di daerah tersebut adalah :

{75/15} – 0 = 1 orang dokter anestesi 5

36

d. Kebutuhan Perawat di UGD

Rasio kebutuhan tenaga perawat mahir di UGD pada saat bencana adalah 1 : 1 (1

perawat menangani 1 pasien) e. Kebutuhan Perawat

Sumber tenaga keperawatan di rumah sakit

2.7.1. Peningkatam Kapasitas (Capacity Building)

Peningkatan kapasitas berkaitan dengan kegiatan/program untuk meningkatkan/membangun kapasitas individu dalam menghadapi penanganan bencana. Sasaran akhirnya adalah Sumber Daya Manusia Kesehatan mampu mengantisipasi, siapsiaga dalam menghadapi bencana dan mampu menangani kedaruratan bencana. Dalam siklus penanggulangan bencana tersebut ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya meningkatkan produktifitas SDM

Kesehatan yang dilakukan sebelum bencana. Dan hal tersebut juga berhubungan dengan ketrampilan dan kemampuan tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009)

Program/kegiatan yang dapat dilakukan di institusi rumah sakit untuk meningkatkan kapasitas SDM kesehatan, antara lain : a. Pendidikan dan Latihan Bagi Pimpinan RS

Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen

penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama

ikatan profesi dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah

mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and 37

Disaster). Dengan pelatihan HOPE maka diharapkan semua pimpinan RS dapat

membuat dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa

disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit

(internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (eksternal disaster).

(http://buk.kemkes.go.id)

1. Pendidikan dan Latihan Untuk Perawat di Rumah Sakit, antara lain :

Keperawatan gawat darurat Dasar dan lanjutan (Pertolongan Pertama Gawat

Darurat dan Basic Trauma Life Saving)

2. Keperawatan ICU

3. Keperawatan Jiwa

4. Manajemen keperawatan di RS

5. Standar pre-caution

6. Mahir anestesi

7. PONEK (pelayanan obstetri dan neonatal emergency komprehensif) b. Pelayanan Medik (KMK.No. 066 Tahun 2006)

1. General Emergency life support (GELS) untuk dokter

2. Primary Trauma Care (PTC) untuk dokter

3. Advanced Pediatric Resusciation Course (APRC) untuk dokter

4. Dental forensik untuk dokter gigi

5. Disaster Victim Identivication (DVI) untuk dokter dan dokter gigi

6. PONEK untuk dokter Spesialis Obgyn rumah sakit

7. Advanced trauma Life Support (ATLS) untuk dokter 38

8. Advance Cardiac Life Support (ACLS) untuk dokter

2.8. Fasilitas, Sarana dan Prasarana

Dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit ada banyak standar yang harus dipenuhi oleh setiap rumah sakit. Salah satunya adalah standar keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana. Dengan falsafah dan tujuannya adalah Rumah Sakit dibangun dan dilengkapi, dijalankan dan dipelihara sedimikian rupa untuk menjaga keamanan dan mencegah kebakaran serta persiapan menghadapi bencana. Hal ini bertujuan untuk menjamin hidup pasien, pegawai dan pengunjung. Setiap rumah sakit harus tersedia fasilitas dan peralatan yang cukup serta siap pakai terus menerus untuk menunjang program keselamatan kerja, menanggulangi bahaya kebakaran dan bencana. (MS. Djoko Wijono, 1999.)

Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut sarana, prasarana maupun alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit Dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien. Sarana adalah segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba oleh panca-indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya) merupakan bagian dari suatu bangunan gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.

Dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan pada prinsipnya tidak dibentuk sarana dan prasarana khusus tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang sudah ada, hanya intesitas kerjanya ditingkatkan. (Kepmenkes RI. No.

145/Menkes/SK/I/2007). Rumah Sakit. Fasilitas dan Sarana rumah sakit diatur dalam 39

Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 dan dalam Kepmenkes RI, No. 340 Tahun

2010 tentang klasifikasi rumah sakit dimana fasilitas rumah sakit diantaranya adalah : a. Pelayanan Medik Umum

Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik

Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana. Pada

Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter umum dan

2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap b. Pelayanan Gawat Darurat

Instalasi Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24

(dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan

pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi

sesuai dengan standar. Ketentuan Sarana Umum yang harus dimiliki Unit Gawat

darurat antara lain mobil ambulans, ruang triase, ruang tunggu untuk keluarga

pasien, apotik 24 jam dekat IGD, ruang istirahat untuk petugas, ruang tindakan

medik, ruang administrasi. Susunan ruang harus sedemikian rupa Ketentuan

Sarana Umum misalnya mobil ambulans, ruang triase, ruang tunggu untuk

keluarga pasien, apotik 24 jam dekat IGD, ruang istirahat untuk petugas, ruang

tindakan medik, ruang administrasi. Susunan ruang harus sedemikian rupa

sehingga arus pasien dapat lancar dan dapat menampung korban bencana sesuai

dengan kemampuan rumah sakit sehingga arus pasien dapat lancar dan dapat

menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan rumah sakit. 40

2.9. Standart Operasional Prosedur

2.9.1. Pengertian SOP

Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. (Perry dan Potter

2005).

Proses pada suatu pekerjaan harus dirancang dan dikembangkan dengan baik walaupun kesalahan masih bisa saja terjadi. Apalagi bila suatu pekerjaan tidak dirancang dengan baik, maka dapat menimbulkan kecelakaan atau kerusakan. Untuk itu perlu dibuat suatu prosedur tetap yang bersifat standar, sehingga siapa saja, kapan saja dan dimana saja melakukan langkah-langkah yang sama. Langkah-langkah kerja yang tertib ini disebut SOP (standard operating procedures).

Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah kegiatan yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu kerja rutin tertentu (Lumenta,

2010). Tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. (Depkes RI, 1995) dan

Menurut RM. Tambunan (2008) “SOP pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan dan penggunaan fasilitas 41

pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang dalam suatu organisasi telah berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis. (Tambunan, 2008)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit

(Hospital By Laws), ada lima kerangka hukum yang mengatur kehidupan Rumah

Sakit, salah satunya adalah kebijakan teknis operasional Rumah Sakit, yaitu SOP.

Berdasarkan hal tersebut, posisi SOP berada di bawah peraturan internal Rumah

Sakit.

2.9.2. Tujuan SOP (Lumenta, 2010)

1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai

atau tim dalam organisasi atau unit kerja.

2. Sebagai acuan (check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesame

pekerja, supervisor, surveior, dan lain-lain.

3. Merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan.

4. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi

5. Memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari petugas/pegawai

terkait.

6. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau

kesalahan administrasi lainnya.

7. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, dan inefisiensi.

8. Sebagai dokumen pelatihan bagi pelatih.

42

2.9.3. Jenis SOP (Lumenta, 2010)

1. SOP Pelayanan

Berkaitan dengan pelayanan pada pasien, meliputi unsur tata cara pelayanan antara

lain : komunikasi (cara dan isi), sikap tubuh.

Contoh : SOP Pelayanan Front Office, SOP Pelayanan Apotik, SOP Pelayanan

Poli, SOP Pelayanan Doorkeeper, SOP Pelayanan Parkir.

2. SOP Administrasi

Berkaitan dengan proses administrasi di unit yang bersangkutan. Proses dapat

berkaitan dengan pasien. Contoh : SOP Proses Pengisian Rekam Medis, SOP

Proses Permintaan Obat, SOP Proses Pencatatan Keuangan, SOP Kalibrasi

Alat Medis.

3. SOP Keamanan dan Keselamatan

Berkaitan dengan tindakan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayanan p

ada pasien. Contoh : SOP Penyimpanan Obat, SOP Penanganan Jarum Suntik

Bekas, SOP Cuci Tangan Petugas, SOP Pemusnahan Obat Kadaluarsa.

2.9.4. Prinsip SOP

1. Harus ada pada setiap pelayanan

2. Dapat berubah sesuai perubahan standar profesi atau perkembangan IPTEK serta

peraturan yang berlaku

3. Memuat segala indikasi dan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap upaya

4. Harus didokumentasikan.

43

2.9.5. SOP Dalam Penanganan Kegawatdaruratan dan Bencana

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dan rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (pasal 29) menyebutkan bahwa Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan pada saat bencana sesuai dengan kemampuan pelayanannya dan memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.(UU, RI. 2009)

Untuk menyelamatkan korban bencana diperlukan penanganan yang jelas

(efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Penanganan bencana tidak terlepas dari penanganan kegawatdaruratan ketika bencana terjadi ada tindakan penyelamatan sehingga resiko tereliminir (Hodgetts & Jones, 2002). Dalam penanganan bencana selain Sumber Daya juga dibutuhkan prosedur khusus dalam penangan bencana baik dari dalam rumah sakit maupun dari luar rumah sakit. Standar prosedur operasi dan pedoman harus mencakup kondisi yang berkaitan untuk keadaan darurat dan bencana.

Standar Operasional Standar (SOP) dan Prosedur : (Kepmenkes RI,2012.)

1. SOP untuk pasien internal RS dan pasien rujukan dari luar RS

2. SOP untuk pendaftaran Instalasi gawat Darurat

3. SOP untuk control infeksius, prosedur dekontaminasi

4. SOP untuk pengumpulan dan analisa informasi 44

Prosedur :

1. Prosedur khusus untuk tanggap darurat dan bencana

2. Prosedur mobilisasi Sumber daya (Dana, logistik dan SDM) termasuk

penggiliran tugas selama bencana dan darurat

3. Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian lonjakan

jumlah pasien

4. Prosedur proteksi rekam medic pasien

5. Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan

6. Prosedur pengawasan epidemiologi rumah sakit

7. Prosedur untuk penyiapan lokasi dan penempatan sementara untuk pemeriksaan

forensik.

8. Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik

9. Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur.

4.10. Ketersediaan Anggaran

Penganggaran adalah suatu proses dimana biaya dialokasikan pada kegiatan tertentu, yang telah direncanakan untuk jangka waktu yang telah ditetapkan, biasanya

12 bulan. (Silalahi, 1989). Menurut Mulyadi (2001), anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun.

Dana penanggulangan bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap prabencana, saat tanggap darurat dan pasca 45

bencana. Dalam penanggulangan bencana pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD.

Pemerintah daerah dapat menyediakan dana siap pakai dalam anggaran penanggulangan bencana yang berasal dari APBD yang ditempatkan pada anggaran

BPBD. ( Peraturan Pemerintah RI, no. 22 tahun 2008)

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman penanggulangan bencana bidan kesehatan, jenis bantuan yang dibiayai oleh APBN antara lain ; masalah kesehatan kegawatdaruratan medik massal, antisipasi KLB penyakit menular, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, obat- obatan dan bahan habis pakai, operasi lapangan, mobilisasi tenaga kesehatan dan sarana kesehatan, pelaksanaan koordinasi/pertemuan, pembekalan tim operasional, pelaksanaan informasi dan komunkasi. (Kemenkes, 2007)

4.10.1. Penyusunan Anggaran

Proses perencanaan anggaran harus dilakukan dengan hati-hati dan dapat menjawab kebutuhan lembaga pemerintahan. Penyusunan rencana anggaran dilakukan untuk kebutuhan penanganan pada tahap prabencana, saat bencana, dan pasca bencana : a. Pra Bencana

Pada saat belum terjadi bencana diperlukan anggaran untuk penyiapan fasilitas

rumah sakit, penyusunan prosedur penanganan (pembuatan dokumen tertulis),

sosialisasi program dan koordinasi antara instansi, melakukan pelatihan dan

simulasi secara periodik. 46

b. Pada saat bencana diperlukan anggaran untuk pengiriman tim, transportasi,

komunikasi, logistik, konsumsi, bahan medis habis pakai serta obat-obatan dan

biaya perawatan korban bencana c. Paska bencana, Paska bencana diperlukan anggaran untuk pembuatan laporan dan

pendataan (dukumentasi, biaya penggantian peralatan yang rusak atau hilang).

(Depkes RI, 2009)

4.10.2. Sumber Anggaran

1. Dari Pemerintah, sesuai dengan ketentuan UU bencana no. 24 tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah RI. No 22 tahun 2008

tentang pengelolaan bantuan bencana. Bahwa sumber pembiayaan di dapat dari

pemerintah, yaitu dari APBN dan APBD, bantuan itu dapat berupa penggantian

berdasarkan laporan yang dibuat rumah sakit di fasilitasi oleh Dinas Kesehatan

setempat/Kementerian kesehatan atau melalui Badan penanggulangan bencana

Daerah (BPBD)

2. Sumber lain yang tidak mengikat (pihak swasta dan masyarakat)

4.11. Kerangka Pikir

Dalam penanganan korban bencana erupasi Gunung Sinabung di Rumah

Sakit Umum Kabanjahe diperlukan persiapan manajemen rumah sakit, dalam hal ini manajemen merupakan usaha yang dilakukan oleh bersama-sama untuk mencapai tujuan yaitu memberikan pelayanan Kesehatan yang baik kepada korban bencana.

Fungsi manajemen yang dilakukan antara lain adalah 1. Perencanaan dalam hal ini 47

bagaimana menyusun langkah-langkah (serangkaian tindakan/kegiatan) untuk mencapai tujuan yang diinginkan/tetapkan, dengan menggunakan sumber daya yang tersedia (Tim Penanggulangan Bencana, SDM Kesehatan, Fasilitas sarana dan

Prasarana rumah sakit, Standart Operasional Prosedur, Anggaran/biaya 2.

Pelaksanaan adalah bagaimana usaha-usaha yang dilakukan untuk menggerakan anggota kelompok sedemikan rupa sehingga mereka berusaha mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama. Dengan menggunakan sumber daya (Tim

Penanggulangan Bencana, SDM Kesehatan, Fasilitas sarana dan prasarana, SOP dan

Anggaran/biaya 3. Koordinasi yang dilakukan adalah 1. Koordinasi vertikal yang dilakukan oleh atasan kepada unit-unit dibawah wewenangnya dalam hal ini adalah semua pejabat struktural yang ada di RSU Kabanjahe 2. Koordinasi Horizontal dilakukan kepada tingkat organisasi setingkat dalam hal ini Dinas Kesehatan dan

BPBD Kabupaten Karo

48

Bagan Kerangka Pikir yang digunakan dalam penelitian ;adalah sebagai berikut :

Penanganan Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung

Manajemen RS

PRA BENCANA SAAT BENCANA

Pelaksanaan Perencanaan Koordinasi 1. Hosdip (Tim PB) 1. Hosdip (Tim PB) 2. SDM Kes. Horizontal 2. SDM Kes. 3. Fasilitas RS Vertikal 3. Fasilitas RS 4. SOP PB 4. SOP PB 5. Anggaran 5. Anggaran

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

49

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan strategi fenomenologi. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalalah fenomologi yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh jawaban atau informasi yang mendalam dan cermat tentang kesiapan manajemen rumah sakit dalam penangganan korban bencana, meliputi kesiapan Perencanaan, Tim Penanggulangan Bencana,

Sumber Daya Manusia Kesehatan, sarana dan prasarana, prosedur operasional, keuangan dan koordinasi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juni 2014. Waktu ini digunakan untuk kegiatan penelusuran data sekunder, pengambilan data primer, pengolahan data dan analisa data serta penyusunan hasil penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo dengan alasan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe merupakan rumah sakit rujukan bagi korban/pengungsi erupsi gunung Sinabung.

3.3. Informan Penelitian

Dalam peneliltian kualitatif, hal yang menjadi pertimbangan utama dalam pengumpulan data adah pemilihan informan. Tehnik pemilihan informan dalam

49

50

penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling dan snow ball sampling.

Purposive sampling adalah tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2013). Metoda snow ball sampling adalan merupakan sebuah tehnik pengambilan sampel non random (nonprobability sampling) dimana sampel diperoleh pertama-tama dengan cara menghubungi seseorang atau sekelompok informan, lalu meminta mereka untuk memberikan saran tentang orang-orang yang dipandang memiliki informasi penting dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian (Murti,

2010).

Dalam penelitian ini yang dijadikan informan utama adalah Direktur RSU

Kabanjahe, dari informan utama diminta untuk memberikan rekomendasi untuk memilih informan-informan berikutnya. Informan berikutnya dalam penelitian ini adalah Kepala Tata Usaha, Kabid Yan.Medik, Kasie Diklat, Kabid Bina Program

(Perencanaan), 1 orang Bagian IGD. Informan untuk kebutuhan Triangulasi sumber adalah Ka. Dinas Kesehatan Kab. Karo, Ka. BPBD Kab. Karo, Satgas Pendampingan

BNPB dan 2 orang Koordinator Pengungsi, jadi imforman semuanya berjumlah 11 orang.

Jumlah sampel tersebut bersifat fleksibel dan dapat terus berkembang atau berubah tergantung dari tujuan kelengkapan informasi sesuai data yang diperlukan.

Nasution (1992) menjelaskan bahwa untuk memperoleh informasi tertentu, sampling dapat diteruskan sampai ketentuan atau kejenuhan.

51

3.4. Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian ini, peneliti menetapkan batasan masalah yang disebut focus penelitian, yang berisi pokok masalah yang bersifat umum. Spradley menyatakan “a focused refer to a single cultural domain or few related domains” maksudnya adalah fokus penelitian merupakan domain tunggal ataupun beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif gejala itu bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan). (Sugiyono, 2013)

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka yang menjadilah focus penelitian ini adalah mengenai kesiapan manajemen Rumah Sakit Umum

Kabanjahe dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung yang meliputi rencana penanggulangan bencana, tim penanggulangan bencana, sumber daya manusia kesehatan, fasilitas sarana dan prasarana, standar operasional prosedur khusus penanganan korban bencana, ketersediaan anggaran dan koordinasi.

3.5. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif oleh karena itu jenis data yang digunakan adalah data kualitatif. Jika yang diperlukan data kuantitatif maka proses selanjutnya adalah mengualitatifkan data tersebut. Sumber data yang dipergunnakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. (Lexi J. Moleong, 2006) a. Sumber data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara secara mendalam

(indepth interview) dengan narasumber/informan yang dianggap berpotensi dalam 52

memberikan informasi yang relavan dan sebenarnya dilapangan, observasi

parisipasi. b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung

dari informan di lapangan, seperti dokumen dan sebagainya. dokumen tersebut

dapat berupa buku-buku dan literature lainnya. Sumber data sekunder sebagaian

besar dari dokumen Profil Kesehatan RSU Kabanjahe tahun 2014 dan rekam

medis RSU Kabanjahe serta laporan-laporan penelitian lainnya

3.6. Instrumen Penelitian

Kebutuhan akan instrument penelitian sesuai tujuan penelitian ini adalah adanya instrument berupa : peneliti, pedoman wawancara, alat perekam suara dan alat-alat tulis. Dari berbagai instrument penelitian tersebut di atas yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri (Moleong, 2006). Peneliti menyiapkan rancangan tentative wawancara yaitu pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan focus penelitian, rancangan tentative ini dapat berkembang sehingga peneliti menemukan informasi yang berhubungan dengan focus penelitian tersebut selama waktu wawancara berlangsung.

3.7. Metode Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

mencari, mengumpulkan dan mempelajari buku-buku serta literatur-literatur 53

lainnya yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, guna memperoleh data

sekunder di dapat dari buku-buku dan informasi dari internet tentang

kesiapsiagaan rumah sakit dalam penanggulangan bencana.

2. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan langsung ke objek yang diteliti. Melakukan penelitian

langsung ke lapangan berguna untuk mengetahui permasalahan yang terjadi

sekaligus untuk memperoleh data primer yang dibutuhkan.

Adapun data dan informasi dikumpulkan dengan cara : a. Observasi pasif, yaitu pengumpulan data dan informasi dengan mengamati

langsung terhadap obyek yang akan diteliti, untuk mengetahui kondisi yang

sebenarnya. b. Wawancara mendalam, yaitu tehnik pengumpulan data dan fakta dengan

melakukan tanya jawab langsung atau meminta penjelasan langsung dari pihak-

pihak yang terkait Seperti yang dikemukan Sugiyono (2013), wawancara tidak

terstruktur adalah wawancara yang bebas, dimana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka bertujuan untuk

dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang informasi dan

didasarkan pada kejujuran dari informan. (Sugiyono, 2013).

54

3.8. Metode Analisa Data

Analisa data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara menjabarkan data ke dalam unit-unit, memilih mana yang penting dan yang akan dibahas dan membuat kesimpulan. (Sugiyono, 2013)

Proses analisis dilakukan sepanjang penelitian dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Proses analisis data pada penelitian ini adalah dengan mengumpulkan seluruh data dari hasil wawancara, catatan observasi dan catatan lapangan terhadap informan dan kemudian dibandingkan denga teori, kepustakaan, maupun asumsi yang ada.

3.9. Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang sangat penting di dalam penelitian kualitatif yaitu untuk mengetahui derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang dilakukan. Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tehnik triangulasi yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Tehnik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : (Sugiyono, 2013)

1. Triangulasi Sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-

beda dengan tehnik yang sama (data dengan cara mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber). 55

2. Triangulasi Tehnik berarti peneliti menggunakan tehnik pengumpulan data yang

berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama (wawancara,

observasi, dokumentasi)

56

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara Geografis letak Kabupaten Karo berada diantara 2º50’–3º19’ Lintang

Utara dan 97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit

Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Wilayah

Kabupaten Karo berada pada ketinggian 280–1.420 M di atas permukaan laut.

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Propinsi Aceh.

Hasil Sensus tahun 2000 Penduduk Kabupaten Karo berjumlah 283.713 jiwa.

Pada tahun 2012 sebesar 358.823 yasng mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km².

Kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 168,68 jiwa/ Km². Laju Pertumbuhan

Penduduk Karo Tahun 2010 – 2012 adalah sebesar 1,07 persen per tahun. Tahun

2012 di Kabupaten Karo Penduduk laki-laki lebih sedikit dari Perempuan. Laki-laki berjumlah 178.073 jiwa dan Perempuan berjumlah 180.750 jiwa. Sex rasionya sebesar 98,52. (Kab.karo.go.id)

56 57

Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah salah satu unit kesehatan yang ada di

Kabupaten Karo, yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada Tahun 1921 dengan nama Institute yang dikelola oleh Wederlance Zending Genesshop, selanjutnya pada tahun 1945 sesudah proklamasi kemerdekaan diambil alih pemerintah Indonesia dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten Karo. Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe berada di Jalan Kapten

Selamat Ketaren terletak di tengah kota Kabanjahe yang merupakan ibu kota

Kabupaten Karo lokasinya sangat strategis karena merupakan lintasan beberapa

Kabupaten untuk jalan lintas menuju Ibu Kota Provinsi yaitu Kota Medan dari berbagai daerah sekitar seperti kota Sidikalang (kabupaten Dairi), Kutacane

(Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh) dan juga Kabupaten Simalungun.

Atas Penilaian Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) maka Rumah Sakit

Umum Kabanjahe terakreditasi penuh berdasarkan SK Menkes RI nomor : YM.

01.10/III/5160/2009 pada tanggal 23 Desember 2009, dengan lima jenis pelayanan yaitu :

1. Pelayananan administrasi pelayanan

2. Pelayanan medis

3. Pelayanan perawatan

4. Pelayanan gawat darurat

5. Rekam medis

58

4.1.1. Visi dan Misi RSU Kabanjahe

Visi Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah menjadikan Rumah Sakit Umum

Kabupaten yang terbaik di Provinsi Sumatera Utara.

Hakekat yang terkandung dalam Visi tersebut adalah :

1. Kesehatan adalah Sehat Jasmani dan Rohani

2. Masyarakat Karo adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya yang terikat

oleh satu kebudayaan yaitu kebudayaan Karo

3. Bermutu dan Profesional adalah : Mampu melaksanakan tugas sesuai dengan

profesi masing-masing.

Misi rumah sakit umum Kabanjahe dalam rangka terwujudnya Rumah Sakit sebagai pusat rujukan yang bermutu, profesional dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Karo adalah melalui :

1. Memberikan pelayanan rumah sakit yang prima

2. Melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit secara bertahap

3. Meningkatkan profesionalisme pegawai

4. Melaksanakan akreditasi dan sertifikasi

4.1.2. Motto dan Tujuan RSU Kabanjahe

Motto Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah Murah, akurat, lemah lembut, efisien dan memuaskan. Dan Nilai yang terkandung dalam motto tersebut adalah

Peningkatan pelayanan rumah sakit berorientasi pada mutu dan kepuasan pelanggan

(costumer Oriented).

59

Tujuan Rumah Sakit Umum Kabanjahe adalah :

1. Meningkatkan fungsi rumah sakit dalam pelayanan pasien

2. Meningkatkan penyediaan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana dan prasarana

dalam pelayanan pasien rumah sakit

3. Meningkatkan ketrampilan dan keahlian pegawai dalam pemberian pelayanan

kepada pasien rumah sakit

4. Seluruh pelayanan yang diberikan kepada pasien rumah sakit dilaksanakan sesuai

dengan standar prosedur operasional (SPO)

4.1.3. Program dan Kegiatan RSU Kabanjahe

Program dan kegiatan merupakan jabaran operasional guna memastikan tercapainya visi yang ditetapkan dan langkah-langkah terjadwal dalam mengemban misi sesuai dengan target hasil program dan out put kinerja masing-masing kegiatan.

Tentunya secara makro program dan kegiatan setidaknya kurun waktu tahunan dan lima tahun kedepan adalah agenda rumah sakit umum Kabanjahe yang termuat dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah.

Dengan alur pikir yang sebangun dengan visi dan misi pemerintah Daerah

Kabupaten Karo yaitu : “ Terwujudnya Masyarakat Karo yang Maju, Demokratis,

Beriman dan Sejahtera dalam Suasana Kekerabatan Karo” untuk itu secara subtansial dan procedural rumusan program dan kegiatan tersebut senantiasa mengacu pada keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daeah yang disusun berdasarkan program dan kegiatan 60

menurut urusan pemerintahan. Untuk memenuhi amanat Permendagri tersebut maka disusun rumusan program dan kegiatan RSU Kabanjahe pada tahun 2013. a. Program

1. Pelayanan administrasi perkantoran

2. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

3. Peningkatan disiplin aparatur

4. Peningkatan kapasitas sumber daya aparatur

5. Peningkatan pengembangan system pelaporan capaian kinerja dan keuangan

6. Upaya kesehatan masyarakat

7. Standarisasi pelayanan kesehatan

8. Pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit/rumah sakit

jiwa/rumah sakit paru-paru/rumah sakit mata

9. Pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit/rumah sakit jiwa/rumah sakit

paru-paru/rumah sakit mata b. Kegiatan pokok Rumah Sakit Umum Kabanjahe

1. Penyediaan jasa surat menyurat

2. Penyediaan Jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik

3. Penyediaan jasa pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas/operasional

4. Penyediaan jasa administrasi keuangan

5. Penyediaan jasa kebersihan kantor

6. Penyediaann alat tulis kantor

7. Penyediaan barang cetakan dan penggandaan 61

8. Penyediaan komponen instalasi listrik/penerangan bangunan kantor

9. Penyediaan bahan bacaan dan peraturan perundang-undangan

10. Pemyediaan makanan dan minuman

11. Rapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah

12. Penyediaan jasa pendukung administrasi/teknis perkantoran

13. Pengadaan kendaraan dinas/operasional

14. Pengadaan Perlengkapan gedung dan kantor

15. Pengadaan peralatan gedung dan kantor

16. Pengadaan mobilier

17. Pemeliharaan rutin/berkala gedung dan kantor

18. Pemeliharaan rutin/berkala perlengkapan gedung dan kantor

19. Pemeliharaan rutin/berkala peralatan gedung dan kantor

20. Pengadaan pakaian dinas beserta perlengkapannya

21. Pengadaan pakaian kerja lapangan

22. Pendidikan dan latihan

23. Penanganan mayat tak di kenal

24. Pelayanan asuransi kesehatan

25. Pelayanan jaminan kesehatan masyarakat

26. Penyusunan standart pelayanan

27. Evaluasi dan pengembangan standar pelayanan kesehatan

28. Pembangunan dan pemutakhiran data dasar standar pelayanan kesehatan

29. Penyusunana standar analisis belanja pelayanan kesehatan 62

30. Pembangunan rumah sakit

31. Pembangunan ruang poliklinik rumah sakit

32. Penambahan ruang rawat inap rumah sakit

33. Pengadaan alat-alat kesehatan rumah sakit

34. Pengadaan obat-obatan rumah sakit

35. Pengadaan bahan logistic rumah sakit

36. Pengadaan gas medis

37. Pengembangan tipe Rumah sakit

38. Pemeliharaan rutin/berkala ruang laboratorium rumah sakit

39. Pemeliharaan rutin/berkala pengolahan limbah rumah sakit

40. Pemeliharaan rutin/berkala alat-alat kesehatan rumah sakit

41. Pemeliharaan rutin/berkala mobil ambulance/jenazah rumah sakit

4.1.4. Fasilitas dan Sarana Prasarana Rumah Sakit a. Pelayanan Rawat Jalan

Tabel 4.1. Jenis Pelayanan Rawat Jalan di RSUD Kabanjahe

No. Jenis Pelayanan 1 Unit gawat darurat 2 Poliklinik umum 3 Poliklinik penyakit dalam 4 Poliklinik THT 5 Poliklinik kulit dan kelamin 6 Poliklinik mata 7 Poliklinik bedah 8 Poliklinik gigi 9 Poliklinik fisiterapi 10 Poliklinik neurologi 11 Poliklinik paru 63

Tabel 4.1. (Lanjutan)

No. Jenis Pelayanan 12 Poli anak 13 Klinik VCT 14 BKIA Sumber : Profil RSUD Kabanjahe tahun 2014 b. Pelayanan Rawat Inap

Tabel 4.2. Jenis Pelayanan Rawat Inap dan Jumlah Tempat Tidur

No. Uraian Jumlah TT 1. Ruang 1 / Perinatologi 19 2 Ruang Paviliun (umum, Askes) 12 3 Ruang VIP 11 4 Ruang VI/bedah 18 5 Ruang V 36 6 Ruang IV /anak 14 7 Ruang kelas 21 8 Ruang ICU 4 9 Ruang hemodialisa 3 10 Ruang isolasi flu burung 3 Jumlah 141 Sumber : Profil RSUD Kabanjahe tahun 2014 c. Instalasi Penunjang Medis/Non Medis

Tabel 4.3. Jenis instalasi Penunjang Medis/non Medis RSUD Kabanjahe

No. Jenis Pelayanan 1 Rekam medis 2 Instalasi laboratorium 3 UTDRS 4 Instalasi Radiologi 5 Instalasi farmasi 6 Instalasi gizi 7 Instalasi sarana/prasarana 8 Instalasi bedah sentral 9 Instalasi gawat darurat 10 Kamar Jenazah

64

Tabel 4.3. (Lanjutan)

No. Jenis Pelayanan 11 Penunjang diagnostik (Endoscopy, broncoscopy, colonscopy,USG, EKG EEG, laser kulit, TCD 12 Mobil ambulance Sumber : Profil RSUD Kabanjahe Tahun 2014 d. Tingkat Utilisasi Sarana Rumah Sakit

Bila kita lihat dari Standar Pelayaan Minimal rumah sakit Umum Kabanjahe dan tingkat pemakaian sarana, mutu dan efisiensi pelayanan di rumah sakit umum

Kabanjahe, belum sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan indikator pemanfaatan tempat tidur (BOR; bed ocoupancy rate) di rumah sakit umum

Kabanjahe masih belum mencapai target yang diharapkan yaitu 60% – 75%. BOR rumah sakit umum Kabanjahe untuk tahun 2013 adalah sebesar 54 %.

4.1.5. Sumber Daya Manusia

Jumlah dan komposisi Sumber daya Manusia yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4. Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan RSUD Kabanjahe

No. Jenis Ketenagaan Jumlah 1 Dokter Spesialis 18 2 Dokter umum 12 3 Dokter gigi 3 4 Apoteker 2 5 Sarjana Kesehatan Masyarakat (S1=21, S2 =2) 23 6 Keperawatan (Ners) 18 7 SPPH =2/APK=4 6 8 ATRO 5 9 ATEM 4 65

Tabel 4.4. (Lanjutan)

No. Jenis Ketenagaan Jumlah 10 SPAG= 5 Gizi DIII = 4 9 11 Perawat (SPK=32, DIII=32, S1=10) 74 12 Bidan (DI=9, DIII=11, DIV=2) 22 13 DIII Rekam medis 2 14 Analis DIII = 5, SMAK=8 13 15 Perawat gigi 6 16 Asisten apoteker 9 17 DIII Farmasi 1 18 DIII Fisioterapi 3 19 LCPK 1 20 Non kesehatan 21 252 Sumber : Profil RSU Kabanjahe Tahun 2014

Untuk mendukung terlaksananya pelayanan rumah sakit mempunyai Sumber

Daya Manusia Kesehatan sebanyak 252 orang dan mempunyai THL (Tenaga Harian

Lepas) sebanyak 53 orang dengan berbagai jenis pendidikan.

4.1.6. Jumlah Kunjungan Pasien

Rumah sakit umum mempunyai 14 (empat belas) poliklinik rawat jalan di buka mulai jam 08.00-12.00 WIB setiap hari kerja. Jumlah kunjungan pasien di

Rumah Sakit Umum Kabanjahe pada tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5. Data Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan RSU Kabanjahe Tahun 2012

No. Pelayanan Jumlah 1 Rawat Jalan 36.419 2 Rawat Inap 2.980 Total 39.399 Sumber : Profil RSU Kabanjahe Tahun 2013 66

Menurut data Profil Kesehatan Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2014

Jumlah kunjungan Pasien pada tahun 2013 baik di pelayanan rawat jalan maupun di ruang rawat inap dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6. Data Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan RSU Kabanjahe Tahun 2013

No. Pelayanan Jumlah 1 Rawat Jalan 38.147 2 Rawat Inap 4.116 Total 42.263 Sumber : Profil RSU Kabanjahe Tahun 2014

Dari tabel 4.5. dan 4.6. di atas, Dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, ada peningkatan jumlah kunjungan pasien yaitu sebesar 7.26%. Peningkatan di pelayanan rawat jalan sebesar 2.31% dan di pelayanan rawat inap sebesar 16.12%.

Jumlah Pasien yang berasal dari pengungsi korban bencana erupsi gunung

Sinabung dari mulai bulan September 2013 sampai dengan Mei 2014 adalah sebanyak 1439 orang dengan kasus terbanyak adalah febris, Dispepsia dan ISPA.

Tabel 4.7. Jumlah Kunjungan Pasien Korban bencana Erupsi Gunung Sinabung di RSU Kabanjahe tahun 2014

No. Bulan Rawat Jalan Rawat Inap Jumlah 1 September 139 36 175 2 November 49 53 102 3 Desember 2013 69 71 140 4 Januari 2014 188 76 264 5 Februari 228 63 291 6 Maret 161 39 200 7 April 129 31 160 8 Mei 96 11 107 Jumlah 796 369 1439 Sumber : Profil RSU Kabanjahe Tahun 2014 67

Dari tabel di atas terlihat jumlah kunjungan ke RSU Kabanjahe pada masa tanggap darurat pada status Gunung Sinabung masih Dalam Status Awas (level IV) jumlah kunjungan mengalami kenaikan dan terjadi penurunan jumlah kunjungan pada status Gunung Sinabung diturunkan menjadi Siaga (level III) yaitu pada tanggal 8

April 2014 tetapi masa tanggap darurat masih di berlakukan.

Tabel 4.8. Data 10 (Sepuluh) Penyebab Kematian Terbesar Pasien di RSU Kabanjahe

No. Jenis Penyakit Jumlah 1. Stroke 27 2. CHF + PJK 17 3. Asfeksia Neonatarum 12 4. PJK 10 5. TB Paru 8 6. Coma 8 7. Susp Stroke Iskemik 7 8. BBLR 6 9. GGK 5 10. Intoksikasi 5 Sumber : Profil RSU Kabanjahe Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas penyakit penyebab kematian terbanyak adalah

Stroke dan Jantung. Dan Jumlah Kematian di Rumah Sakit Kabanjahe yang berasal dari pengungsi korban bencana erupsi gunung Sinabung sampai tanggal 2 April 2014 yaitu sebanyak 30 orang dengan penyakit terbanyak adalah penyakit Jantung

Koroner dan Stroke.

68

Tabel 4.9. Data 10 (Sepuluh) Penyakit Tertinggi Rawat Inap RSU Kabanjahe Tahun 2013

No. Jenis Penyakit Jumlah % 1. Dyspepsia 380 19.2 2. Stroke 336 16.95 3. PJK 215 10.84 4. Gastro Enteritis 212 10.69 5 TB Paru 195 9.84 6. DM 167 8.43 7. Hipertensi 155 7.82 8. Anemia 139 7.01 9. Febris 109 5.4 10 Gastritis 74 3.73 Jumlah 1982 100 Sumber : Profil RSU Kabanjahe Tahun 2014

Dari tabel di atas terlihat kasus penyakit tertinggi di RSU Kabanjahe untuk tahun 2013 adalah Dyspesia begitu juga dengan kasus penyakit yang terbanyak yang yang dialami pengungsi korban bencana yang datang ke RSU Kabanjahe adalah

Dyspesia dan Febris.

4.1.7. Standar Pelayanan Minimal RSU Kabanjahe

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya rumah sakit harus memiliki

Standar pelayanan minimal Rumah Sakit (Kepmenkes RI. No :

228/Menkes/SK/III/2002). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum

Kabanjahe yang ditandatangani Bupati Kabupaten Karo pada tanggal 19 Maret

2014 bertujuan :

1. Untuk meningkatkan fungsi rumah sakit dalam pelayanan pasien.

2. Meningkatkan penyediaan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana dan prasarana

dalam pelayanan pasien rumah sakit. 69

3. Meningkatkan ketrampilan dan keahlian pegawai dalam memberi pelayanan

kepada pasien rumah sakit.

4. Seluruh pelayanan yang diberikan kepada pasien rumah sakit dilaksankan sesuai

dengan standar prosealdur Operasional (SOP).

5. Standar pelayanan minimal sebagai panduan bagi RSU Kabanjahe dalam

melaksanakan Perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan

pertanggungjawaban.

Dan dalam Standar Pelayanan Minimal tersebut sudah terdapat standar prosedur Operasional (SOP) pada masing-masing unit pelayanan. Salah satu standar pelayanan minimal yang berhubungan dengan penanganan bencana adalah Standar

Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.10. Standar Pelayanan Minimal RSU Kabanjahe tahun 2014

Standar No. Indikator Kinerja Tahun 2013 Minimal 1. Kemampuan menangani life saving 100 % 100% 2. Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam 24 jam 3. Pemberian pelayanan kegawat daruratan 38.10% 100% yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD 4. Ketersediaan Tim Penanggulangan Bencana 1 Tim 1Tim 5. Waktu tanggap pelayanan dokter di IGD ≤ 5 5 menit < 5 menit menit 6 Kepuasan pelanggan 98.85 % > 70 % 7. Kematian Pasien < 24 Jam di IGD 6.5 % < 0.2 % (2/1000) 8. Tidak ada keharusan membayar uang muka 100% 100% Sumber : Dokumen Standar Pelayanan Minimal RS

70

4.2. Karakteristik Informan

1. Informan A berumur 45 tahun, jabatannya adalah Direktur Rumah Sakit

Umum Kabanjahe, Jenis Kelaminnya laki-laki, berumur 45 tahun dengan

pendidikan Magister Kesehatan (S-2), masa jabatan kerja jabatan mulai bulan

September 2013. Tugas dan fungsinya adalah a. melaksanakan pengawasan

dan pengendalian tugas-tugas bawahan dengan melakukan koordinasi dalam

rangka pemberhasilan pelaksanaan tugas-tugas kemanusiaan sesuai dengan fungsi

Rumah Sakit, b. melaksanakan upaya menciptakan kesehatan bagi pasien dengan

mengutamakan penyembuhan dan pemulihan kesehatan, c. melaksanakan

koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka upaya pencegahan penyebaran

penyakit terutama penyakit menular, d. melayani pelaksanaan rujukan bagi para

anggota masyarakat yang membutuhkannya, e. melaksanakan tugas-tugas lain

yang diperintahkan atasan.

2. Informan B, berumur 44 tahun, jenis kelamin perempuan, jabatanlah sebagai

Kepala Tata Usahan Rumah Sakit Kabanjahe, masa jabatan terhitung mulai

September 2013 dan pendidikan terakhir yaitu Sarjana, tugas dan fungsinya

adalah Mengkoordinasikan penyusunan rencana program serta pembinaan

organisasi dan tata laksana dilingkungan Rumah sakit Umum Kabanjahe, adapun

tugas dan fungsinya adalah a. mengkoordinasikan pengelolaan administrasi

keuangan,administrasi kepegawaian dan pengelolaan tata uasha kearsipa, b.

mengkoordinasikan pengelolaan urusan rumah tangga, asset bergerak dan tidak

bergerak yang merupakan inventaris milik dan atau yang dikuasai Rumah Sakit 71

Umum Kabanjahe, c. melakukan pembinaan dalam rangka pemeliharaan arsip

aktif dan in aktif yang merupakan dokumen kedinasan, d. melakukan pembinaan

terhadap pelayanan pendistribusian surat-surat dan atau Naskah Dinas lainnya di

lingkungan Rumah Sakit Umum Kabanjahe, e. mengkoordinasikan pembuatan

laporan pelaksanaan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab Rumah Sakit

Umum Kabanjahe, f. membantu Direktur dalam rangka pelaksanaan pengawasan

melekat dilingkungan Rumah sakit Umum Kabanjahe, g. melaksanakan tugas-

tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

3. Informan C berumur 43 tahun, jenis kelamin laki-laki, jabatannya adalah kepala

Bidang Bina Program di rumah sakit umum Kabanjahe, pendidikannya adalah

Magister ekonomi (S2), tugas dan fungsinya adalah ; a. melaksanakan

pengumpulan data yang diperlukan dalam rangka penyusunan rencana program

bidang tugas-tugas yang menjadi kewenangan Rumah sakit Umum Kabanjahe, b.

mempelajari peraturan perundang-undangan yang merupakan petunjuk teknis

dalam rangka penyusunan rencana program pengelolaan RSU Kabanjahe, c.

mempersiapkan bahan-bahan dalam rangka pembuatan laporan sesuai dengan

petunjuk atasan dengan melakukan koordinasi dengan unit kerja yang ada pada

Rumah sakit Umum Kabanjahe, d. memberikan saran dan pandapat kepada atasan

dalam rangka upaya peningkatan kinerja dan penyelesaian tugas-tugas sesuai

dengan kebijaksanaan Pimpinan Unit Kerja, e. melaksanakan tugas-tugas lain

yang diperintahkan oleh atasan. 72

4. Informan D berumur 45 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir adalah

Spesialis Patologi Anatomi, jabatannya adalah kepala bagian Pelayanan Medik,

adapun masa kerjanya terhitung mulai September 2013, pendidikan adalah dokter

spesialis. Tugas dan fungsinya sebagai kabid Bina pelayanan Medik adalah a.

mengkoordinasikan upaya peningkatan pelayanan dan perawatan para pasien serta

pelayanan medis dan penunjang medis, b. melaksanakan pemantauan dan

pengawasan pengunaan fasilitas dalam penyelenggaraan pelayanan dan perawatan

pasien, c. melaksanakan kegiatan pembinaan terhadap peningkatan pelayanan

pada masing-masing instansi pada RSU Kabanjahe, d. membuat laporan terhadap

pelaksanaan pelayanan dan perawatan pasien sebagai bahan evaluasi dalam

rangka peningkatan mutu dan kualitas Rumah Sakit Umum Kabanjahe sesuai

dengan kebutuhan masyarakat, e. melaksanakan tugas-tugas lain yang

diperintahkan oleh atasan.

5. Informan E berumur 46 tahun jenis kelamin perempuan, pendidikan terakhir

adalah sarjana keperawatan, jabatan kepala seksi Diklat masa jabatan mulai

September 2013.

6. Informan F berumur 52 tahun.jenis kelamin laki-laki, jabatannya adalah Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, pendidikan terakhir adalah Magister

Kesehatan, dalam Surat Keputusan Bupati Karo tentang pembentukan tim

tanggapdarurat erupsi gunung sinabung menjabat sebagai ketuan tim kesehatan

yaitu yang bertugas mendata korban bencana, mempersiapkan kebutuhan obat- 73

obatan, memberikan bantuan medis kepada korban bencana, dan melaksanakan

tugas lain yang diperintahkan oleh komandan tanggap darurat.

7. Informan G berumur 47 tahun, jenis kelamin Laki-laki, Jabatan Kepala Tata

Usahan BPBD Kabupaten Karo, Masa kerja Jabatan mulai Januari 2014.

8. Informan H, berumur 47 tahun, jenis kelamin laki-laki dengan Jabatan kepala

Bidang Perencanaan dan Operasional (Satgas Pendampingan BNPB), Pendidikan

Terakhir adalah Secapa.

9. Informan I berumur 42 tahun, jenis kelamin laki-laki, jabatannya adalah sebagai

Koordinator posko Mesjid Istiqal Berastagi.

10. Informan J berumur 40 tahun, jenis kelamin laki-laki, jabatannya adalah Staf

IGD, masa kerja 16 tahun, Pendidikan : Ners

11. Informan K berumur 51 tahun, jenis kelamin laki-laki, petugas relawan posko

pengungsi GBKP Simpang Enam Kabanjahe, pekerjaan Staf di AKBID

Kabanjahe.

4.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabanjahe

Propinsi Sumatera Utara untuk mengetahui kesiapan Rumah Sakit dalam Penanganan

Korban Bencana baik korban akibat bencana erupsi gunung Sinabung. Proses penelitian ini dimulai dengan pengurusan izin penelitian di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabanjahe, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dan Tim Pendampingan Satgas khusus 74

BNPB Bencana Sinabung yaitu pada tanggal 16 April 2014. Pengambilan data di

Rumah Sakit mulai tanggal 17 April sampai tanggal 31 Mei 2014 dilanjutkan dengan pengolahan data dan penyusunan laporan sampai dengan bulan Juni 2014.

Data yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan kesiapan manajemen Rumah Sakit yaitu dalam perencanaa, pelaksanaan dan koordinasi dalam penanganan korban bencana yaitu yang meliputi ; tim penanggulangan bencana rumah sakit, Dokumen Perencanaan Penanggulangan Bencana RS (Hosdip), adanya kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) rumah sakit, kesiapan fasilitas, sarana dan prasarana Rumah Sakit, Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan korban bencana serta ketersediaan anggaran dalam penanganan korban bencana.

4.4. Perencanaan

Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan fungsi- fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Bencana tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi, untuk itu Rumah Sakit Umum Kabanjahe sebagai rujukan korban bencana harus mempunyai perencanaan untuk penanganan bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana yang disusun meliputi dokumen rencana penanggulangan bencana, Tim penanggulangan bencana, sumber daya manusia kesehatan, standar operasional prosedur dan ketersediaan anggaran. Dengan 75

adanya sistem perencanaan yang baik maka permasalahan yang muncul ketika terjadi bencana dapat ditangani dengan baik.

4.4.1. Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan)

Hosdip adalah : Perencanaan dan prosedur penanganan bencana sehingga dapat menangani korban dalam jumlah yang banyak dalam situasi bencana bahkan dapat mengidentifikasi potensial bencana yang ada dalam lingkungan rumah sakit maupun dari luar rumah sakit.

Informan A berpendapat :

“Saya tahu tentang Hosdip karena saya pernah mengikuti pelatihan manajemen bencana di provinsi waktu itu, dalam Hosdip sebenarnya sudah ada susunan organisasi Tim penanggulangan bencana dan sudah mempunyai rencana kerja mulai dari perencanaan SDM sampai anggaran …menurut Saya Hosdip itu sangat diperlukan dalam penanggulangan agar bila terjadi bencana seperti sekarang ini maka tinggal implementasinya saja dan penanganan bencan akan menjadi lebih efektif nantinya ……..dan dokumen Hosdip itu juga perlu untuk kebutuhana akreditasi rumah sakit” (A. 13 Mei 2014)

Informan pernah mengikuti pelatihan manajemen bencana di provinsi dan beranggapan dokumen rencana penanggulangan bencana rumah sakit terdapat uraian tugas masing-masing jabatan dalam tim penanggulangan bencana dan terdapat rencana kegiatan penanggulangan bencana, kebutuhan Sumber daya dalam penaganan bencana seperti kebutuhan SDM Kesehatan, logistik, fasilitas sarana dan prasaran serta keuangan

Sedangkan Informan B berpandapat bahwa ::

“Secara rinci saya kurang tahu tentang Hosdip, menurut saya namanya saja Rencana pasti sudah terdapat rencana kegiatan langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk penanggulangan bencana penanggulangan bencana …. saya belum melihat contoh hosdip RS lain”(B, 3 Mei 2014) 76

Informan B tidak mengetahui secara rinci tentang Hosdip tetapi beranggapan dengan dalam hosdip sudah terdapat rencana kegiatan atau langkah-langkah dalam penanganan korban bencana dan informan belum pernah melihat contoh tentang hosdip dari rumah sakit lain.

Dan begitu juga informan D mengatakan :

“Saya sedikit mengetahui tentang Hosdip dari internet … tapi saya rasa Hosdip itu sangat…sangat…. Penting, agar penanganan bencana terkoordinir dengan baik, jelas siapa mengerjakan apa, karena saya lihat dalam dokumen Hosdip beberapa rumah sakit sudah terdapat tugas yang jelas….kedepannya kami sangat perlu membuat Hosdip, kan Kabupaten ini adalah daerah bencana seperti longsor dan terdapat 2 gunung berapi dan juga mengantisipasi bencana dari internal seperti kebakaran, tetapi itupun tergantung kebijakan dari pimpinan baik daerah ataupun pimpinan rumah sakit (D,16 Mei 2014)

Informan D mengetahui tentang dari internet dan beranggapan hosdip penting bagi rumah sakit karena penanganan bencana dapat dilakukan secara terkoordinir dan jelas tugas masing-masing dan mengingat daerah kabupaten Karo yang rawan bencana gunung api maka hosdip sangat dibutuhkan.

Informan C yang juga mengatakan bahwa :

“Secara sekilas saya mengetahui tentang Hosdip, hosdip itu berisi rencana kegiatan yang kita susun secara jelas dan tugas masing-masing orang juga jelas dan juga ada timnya…. karena daerah kita adalah daerah bencana apalagi saat ini gunung sinabung sudah 2 kali mengalami erupsi jadi dibutuhkan suatu dokumen perencanaan yang menguraikan tentang penanggulangan bencana di rumah sakit” (C, 16 Mei 2014.)

Informan C tidak mengetahui secara jelas tentang rencana penanggulangan bencana (Hosdip) dan beranggapan Hosdip dibutuhkan di rumah sakit umum

Kabanjahe mengingat gunung Sinabung sudah 2 kali mengalami erupsi dan di dalam

Hosdip sudah sudah terdapat tim penanggulangan bencana. 77

Tentang penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung

Sinabung, Informan A mengatakan bahwa :

“Rencana Penanggulangan rencana rumah sakit belum ada di susun karena sayapun baru menjadi pimpinan disini..tapi kita sudah punya tim penanggulangan bencana yang baru dibentuk pada bulan September 2013 kemarin sejak terjadinya erupsi gunung Sinabung, ….menurut saya tim penanggulangan bencana itu penting apalagi setelah terjadi erupsi gunung sinabung 2010 dan 2013 ini dan bukankah menurut kemenkes untuk keperluan akreditasi rumah sakit tim penanggulangan bencana di rumah sakit memang harus ada untuk kelengkapan dokumen peningkatan akreditasi rumah sakit dan tim penanggulangan bencana juga merupakan standar pelayanan minimal rumah sakit.” (A, 13 Mei 2014)

Rencana Penanggulangan bencana di RSU Kabanjahe belum ada disusun karena informan baru beberapa bulan menjabat sebagai pimpinan di RSU tersebut, tetapi sebagai pimpinan yang baru informan A sudah membentuk tim penanggulangan bencana, menurutnya tim penanggulangan bencana rumah sakit untuk penanganan bencana juga merupakan kelengkapan dokumen untuk akreditasi rumah sakit.

Informan B juga berpendapat bahwa :

“Saat ini rumah sakit belum mempunyai dokumen rencana penanggulangan bencana dan walau sudah terjadin erupsi gunung Sinabung tahun 2010, pemangku jabatan yang lama belum membuat rencana penanggulangan bencana di rumah sakit, kami tidak melihat ada nya dokumen itu, kalau ada mungkin kami bisa tinggal melanjutkan aja…kami baru mempunyai tim nya saja….(B, 3 Mei 2014)

Rumah Sakit Umum Kabanjahe belum mempunyai dokumen rencana

Penanggulangan Bencana rumah sakit (Hosdip), RSU Kabanjahe hanya tim

Penanggulangan bencana saja, informan B beranggapan direktur yang sebelumya 78

(lama) tidak ada menyusun dokumen Hosdip walaupun bencana erupsi Gunung

Sinabung Sudah terjadi pada tahun 2010.

Dan informan C juga berpandapat bahwa :

…..Setahu saya, kami (RSU Kabanjahe) belum mempunyai dokumen hosdip…kami belum pernah duduk bersama untuk menyusun Rencana penanggulangan bencana …tapi kalau tim penanggulangan bencana untuk penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung….itupun baru dibentuk (C, 16 Mei 2014.)

Informan C beranggapan RSU Kabanjahe belum ada menyusun rencana penanggulangan bencana rumah sakit (Hosdip) karena belum pernah diundang rapat untuk menyusun Hosdip dan Rumah Sakit Umum kabanjahe mempunyai tim penanggulangan bencana yang baru terbentuk.

‘Saya baru mutasi sebagai kabid pelayanan medik di RS ini, jadi saya kurang mengetahui apakah Hosdip itu pernah disusun, tetapi sepertinya tidak ada tuh, …. kalau Tim Penanggulangan bencana, baru dibentuk pada masa tanggap darurat kemarin …kebetulan saya sebagai ketua tim I, tim siaga” (D, 6 Mei 2014 )

Informan B baru mutasi dan menjabat sebagai Kepala Bidang Pelayanan sehingga kurang mengetahui apakah dokumen rencana penaggulangan rumah sakit suda ada disusun tetapi informan beranggapan Hosdip memang belum ada dibuat rencana penanggulangan bencanadi rumah sakit, yang ada hanya timnya saja.

4.4.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Rumah Sakit

4.4.2.1. Perencanaan SDM Kesehatan

Perencanaan SDM Kesehatan adalah proses estimasi terhadap jumlah SDM yang dibutuhkan untuk memberikan upaya kesehatan. Perencanaan dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan yang ada di wilayahnya 79

dengan maksud untuk menjalankan tugas dan fungsi institusinya yang meliputi : jenis, jumlah dan kualifikasi. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 066/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen Sumber

Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana, terdapat perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan di rumah sakit.

Informan B mengatakan :

“Terus terang saya kurang mengetahui tentang perencanaan kebutuhan SDM kesehatan khusus untuk penanganan bencana Kepmenkes no.66 tahun 2006, dalam menyusun perencanaan kebutuhan SDM, kami mggunakan Permenkes no. 340 tahun 2010 yaitu kebutuhan tenaga RS berdasarkan klasifikasi rumah sakit dan Kepmenkes RI no. 81 tahun 2004.” (B. 3 Mei 2014)

Menurut informan B dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung

Sinabung, pihak rumah sakit tidak membuat perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan untuk penangulangan bencana seperti yang terdapat dalam Kepmenkes RI. no. 066 tahun 2006, tetapi berdasarkan Kepmenkes RI no. 066 tahun 2006 tersebut kebutuhan

SDM Kesehatan untuk penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung masih mencukupi.

4.4.2.2. Peningkatan Kapasitas SDM Kesehatan

Peningkatan Kapasitas adalah : peningkatan kemampuan (kemampuan memecahkan masalah) yang dimiliki seseorang, organisasi, lembaga, dan masyarakat untuk secara perorangan atau secara kolektif melaksanakan fungsi, memecahkan masalah, serta menetapkan dan mencapai tujuan melalui pelatihan dan pendidikan

Berikut cuplikan wawancara dengan informan tentang peningkatan kapasitas SDM

Kesehatan Rumah Sakit dalam penanggulangan bencana : 80

Informan B berpendapat bahwa :

“Dalam perencanaan kegiatan ada kita usulkan pelatihan seperti ATLS dan ACLS untuk dokter umum yang telah habis masa sertifikatnya, tapi tidak ada yang mau mengikuti pelatihan tersebut seperti anggaran tahun 2013 akhirnya anggaran tersebut silpa dan tahun ini pun pelatihan tersebut ada. Pelatihan PPGD dulu termasuk rutin juga kami lakukan untuk pegawai di IGD dan semua perawat di IGD sudah pernah mengikuti PPGD”. (B. 3 Mei 2014)

Dalam rencana kegiatan rumah sakit sudah ada di usulkan rencana pelatihan bagi dokter umum untuk mengikuti pelatihan ATLS dan ACLS, yaitu dalam rangka peningkatan kapasitas SDM kesehatan rumah sakit dan sudah ada Anggarannya tetapi tidak ada dokter yang mengikuti pelatihan tersebut sehingga anggarannya silpa dan tahun 2014 program peningkatan kapasitas dokter tetap ada. Informan B beranggapan dahulu pelatihan PPGD rutin dilakukan bagi tenaga perawat di IGD.

Sedangkan Informan E mengatakan :

“Kalau tahun lalu… seingat saya ada direncanakan untuk pelatihan ATLS/ACLS dalam anggaran rumah sakit tapi tidak ada dokter yang mendaftar padahal sebagian dokter sudah habis masa sertifikatnya..seharusnya mereka harus mengikuti pelatihan tersebut itu kan sangat penting…entah mengapa mereka tidak ikut pelatihannya mungkin karena udah pernah mengikutinya ..kalau pegawai di IGD wajib yang pernah ikut pelatihan PPGD untuk menangani kasus gawat darurat.”(E. 20 Mei 2014)

Anggaran untuk pelatihan ATLS dan ACLS RS sudah ada tetapi tidak ada dokter umum yang mengikutinya. Informan E beranggapan tenaga medis (dokter umum) penting untuk mengikuti pelatihan ATLS/ACLS walau sudah pernah mengikuti pelatihan tersebut tetapi sertifikatnya sudah habis masa berlaku dan harus diperbaharui, dan tenaga paramedic diwajibkan mengikuti pelatihan PPGD.

81

Dan Informan J mengatakan :

“Kalau kami petugas di IGD sudah pernah mendapat pelatihan PPGD dan mempunyai sertifikatnya…..tapi sebagian udah lewat waktunya kan itu berlaku lima tahun jadi belum kami perbarui nantilah kalau kita ada pelatihan PPGD lagi”. (J, 23 Mei 2014)

Petugas di IGD RSU Kabanjahe sudah pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan (PPGD) Informan J menginginkan diadakan pelatihan PPGD karenan sebagaian dari mereka (petugas di IGD) sertifikatnya sudah tidak berlaku lagi karena sudah lebih dari lima tahun.

4.4.3. Fasilitas, Sarana dan Prasarana Rumah Sakit

Saat bencana dan situasi darurat, fasilitas-fasilitas kesehatan sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa para korban, karena itu, fasilitas-fasilitas kesehatan harus ditata dengan baik, dengan fasilitas yang baik dan dengan tenaga kesehatan yang terlatih dalam menangani kegawatdaruratan.

Informan B Mengatakan ::

“Bagaimana ya, rencana pengadaan fasilitas sarana dan prasarana khusus untuk penanganan bencana tidak ada kami usulkan, rumah sakit ini mempunyai rencana strategi untuk lima tahun yaitu tahun 2011 s/d 2015 jadi kita menyusun perencanaan untuk sarana prasarana ya berdasarkan renstra tadi, ” (B. 3 Mei 2014)

Dalam penyusunan rencana untuk pengadaan fasilitas sarana dan prasarana

Rumah Sakit Umum Kabanjahe mengikuti/sesuai dengan rencana strategi yang disusun dalam lima tahun, dan Rumah Sakit Umum Kabanjahe tidak membuat rencana pengadaan fasilitas sarana dan prasarana khusus untuk penanggulangan bencana. 82

Informan C juga mengatakan :

“Kalau menyusun perencanaan rumah sakit setiap tahunnya kami menyusunnya berdasarkan rencana strategi rumah sakit, jadi dalam mengusulkan fasilitas sarana dan prasarana rumah sakit tidak mengusulkan khusus untuk fasilitas sarana dan prasaran untuk penanganan bencana.” (C.16 Mei 2014)

Informan C, beranggapan dalam penyusunan rencana tahunan Rumah Sakit

Umum Kabanjahe sesuai dengan rencana strategi yang disusun dalam lima tahunan jadi Rumah Sakit Umum Kabanjahe tidak membuat rencana pengadaan fasilitas sarana dan prasarana khusus untuk penanggulangan bencana.

4.4.4. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Prosedur Operasi Standar adalah : suatu gambaran terstruktur dan tertulis tentang langkah-langkah yang telah disepakati bersama oleh seluruh institusi pelaksana tentang siapa yang melakukan apa, saat kapan, dimana dan bagaimana pelaksanaannya.

Informan A mengatakan bahwa:

“Standar prosedur khusus untuk penanganan bencana belum ada kami susun, tetapi menurut saya SOP yang ada di rumah sakit ini sudah dapat menangani pelayanan bagi korban bencana, nyatanya kami dapat menangani pelayanan pengobatan bagi pengungsi dalam masa tanggap darurat ini, tapi mungkin SOP pada waktu tanggap darurat perlu juga dipikirkan siapa tahu tiba-tiba ada korban dalam jumlah yang besar,.. Standar prosedur pelayanan kami tertuang dalam standar pelayanan minimal rumah sakit dan SOP setiap pekerjaan ada, untuk pedoman kerja mereka agar pekerjaan lebih tertib, mengurangi terjadinya kesalahan dalam melakukan pelayanan (A. 13 Mei 2014)

Standar Operasional Prosedur (SOP) khusus untuk penanganan bencana belum disusun tetapi informan A beranggapan bahwa SOP yang telah ada di RSU

Kabanjahe sudah dapat menangani korban bencana erupsi Gunung Sinabung dengan 83

baik. SOP menurutnya adalah sebagai pedoman kerja agar pekerjaan lebih tertib dan dapat mengurangi kesalahan dalam melakukan tindakan pelayanan.

Informan B juga berpandapat :

“SOP harus ada di setiap rumah sakit selain untuk kebutuhan penilaian akreditasi…untuk meningkatkan pelayanan rumah sakit,… tetapi kita belum menpunyai SOP khusus untuk penanganan bencana .…..selama ini penanganan bencana menggunakan SOP yang ada, dan kami dapat menangani pasien dalam masa tanggap darurat dengan baik, semua pegawai rumah sakit sudah kita sosialisasikan tentang SOP yang ada di RSU Kabanjahe., tetapi ke depannya itu perlu juga…kita kan tidak tahu bencana kedepannya seperti apa..nga bisa di prediksi (B, 20 Mei 2014)

Informan B beranggapan bahwa Standar Operasional Prosedur khusus untuk penanganan bencana ke depannya diperlukan mengingat bencana yang tidak dapat diprediksi tetapi untuk saat ini SOP khusus untuk penanganan bencana tidak ada disusun tetapi menurutnya SOP yang ada di RSU Kabanjahe sudah dapat menangani korban bencana erupsi dengan baik karena semua SOP sudah disosialisasikan ke semua SDM rumah sakit.

Sedangkan J berpendapat bahwa :

“SOP khusus untuk penanganan bencana kami tidak tahu ..saya rasa tidak ada karena tidak ada disosialisaikan kepada kami, tapi saya kira dengan SOP yang sudah ada kami dapat melayani pengungsi yang berobat ke sini dengan baik …di IGD ada SOP nyjuga, jadi kami harus bekerja sesuai dengan SOP yang ada .. saya bekerja di IGD sudah cukup lama dan kami sering bergiliran di IGD jadi kalau ada perawat atau petugas yang baru terpaksa kita ajarin tentang SOP nya karena tidak ada dokumen tertulis yang didapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat (J. 23 Mei 2014)

Informan J tidak mengetahui apakah di RSU Kabanjahe mempunyai standar operasional prosedur (SOP) khusus untuk penanganan bencana karena tidak ada 84

disosialisasikan kepada pegawai di IGD tetapi menurutnya Standar operasional prosedur yang sudah ada di RSU Kabanjahe sudah cukup baik untuk menangani pengungsi.

4.4.5. Ketersediaan Anggaran

Rencana Anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Berikut cuplikan hasil wawancara mendalam dengan informan tentang ketersediaan anggaran Rumah Sakit dalam penanggulangan bencana :

Informan C mengatakan :

“Penyusunan rencana anggaran setiap tahun, kami usulkan berdasarkan rencana strategi yang telah disusun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, jadi untuk anggaran tahun ini yang berkenaan untuk kegiatan penanggulangan bencana, secara spesifik tidak ada……. anggaran yang khusus untuk penanggulanan bencana belum ada dianggarkan.” (C. 6 Mei 2014)

Informan B beranggapan bahwa perencanaa anggaran di susun setiap tahunnya berdasarkan rencana strategi yang telah disusun dalam jangka waktu lima tahun, yaitu tahun 2011 s/d 2015. dan oleh karena itu anggaran khusus untuk penangulangan bencana tidak tersedia/belum ada dianggarkan

Informan A juga berpendapat :

… Kalau anggaran setiap tahunnya kita sesuaikan dengan rencana strategi, jadi dalam renstra belum ada kita rencanakan kegiatan tentang penanggulangan bencana baik pra bencana maupun masa tanggap darurat, (A. 13 Mei 2014).

85

Informan A beranggapan bahwa penyusunan anggaran setiap tahunnya disesuaikan dengan rencana strategi yang ada dan dalam rencana strategi belum ada pengganggaran untuk penanggulangan bencana baik pra bencana maupun untuk masa tanggap darurat.

Informan B juga menagatakan :

“Belum ada dana khusus dari rumah sakit untuk penanganan bencana baik sebelum bencana maupun dalam masa tanggap darurat ya..seperti sekarang ini….karena berdasarkan Permendagri No 13 tahun 2006 belum ada rumahnya… sebenarnya kita harapkan Pemda mengalokasikannya, apalagi sekarang udah ada BPBD Karo….. Tahun 2014 ini pun belum ada dana yang diusulkan untuk kegiatan penanggulangan bencana,.. mudah-mudahan tahun 2015 kita coba membuat usulkan kegiatan (B. 3 Mei 2014)

Informan B menginginkan agar anggaran untuk penanggulangan bencana ada dialokasikan oleh pemerintah setempat karena dalam anggaran rumah sakit umum

Kabanjahe belum dianggarkan dana khusus untuk penanganan bencana baik pra bencana maupun saat terjadi bencana karena menurutnya alokasi anggaran untuk penanganan bencana tidak ada dalam Permendagri no. 13 tahun 2006

Rangkuman :

Umumnya Informan kurang mengetahui secara jelas tentang rencana penanggulangan bencanarumah sakit (Hosdip) tetapi mereka menyadari bahwa

Hosdip itu penting untuk RSU Kabanajehe mengingat daerah Kabupaten Karo termasuk rawan bencana gunung api dan RSU Kabanjahe belum ada disusun dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit, tetapi Rumah Sakit

Umum Kabanjahe dalam penanganan korban bencana erupsi gunung Sinabung sudah membentuk Tim Penanggulangan bencana pada tanggal 16 September 2013 pada 86

waktu terjadi erupsi Gunung Sinabung yaitu dengan Surat Keputusan Direktur

Rumah Sakit dengan Nomor : 938/RSU/IX/2013 tentang Susunan Tim

Penanggulangan Bencana

Dalam hal perencanaan sumber daya manusia kesehatan untuk kepentingan penanggulangan bencana tidak dilakukan karena kurang mengetahui tentang perencanaan SDM kesehatan untuk penanggulangan bencana dan jumlah SDM

Kesehatan yang ada di RSU Kabanjahe mencukupi dalam penanganan bencana erupsi

Gunung Sinabung dan selama ini dapat ditangani dengan baik. Penanganan bencana memerlukan tenaga-tenaga terlatih dan terampil dalam melakukan pelayanan kesehatan bagi korban bencana. Terutama SDM kesehatan yang menangani kegawatdaruratan di Ruang Instalasi Gawat Darurat. SDM kesehatan Rumahn Sakit

Umum Kabanjahe sebagian sudah pernah mengikuti pelatilan PPGD (pertolongan pertama gawat darurat), BTLS untuk para perawat dan semua dokter umum sudah pernah mengikuti pelatihan ATLS dan ACLS

RSU Kabanjahe, dalam menyusun perencanaan untuk fasilitas, sarana dan prasarana Rumah Sakit tidak ada khusus di rencanakan untuk sarana dan prasararana.

Perencanaan tahunan yang dilakukan mengikuti agenda Rumah Sakit Umum

Kabanjahe yang termuat dalam Rencana Strategi Tahun 2011 s/d 2015.

Standar Operasional Prosedur Khusus penanganan bencana belum ada di susun dan selama dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung RSU

Kabanjaeh menggunakan SOP yang sudah ada dan SOP tersebut tertuang dalam

Standar pelayanan Minimal RSU kabanjahe 87

Dalam Penyusunan anggaran Rumah Sakit Umum Kabanjahen kegiatan penanggulangan bencana baik pada saat pra bencana, bencan dan pasca bencana belum ada diusulkan karena pihak rumah sakit menyusun anggaran berdasarkan rencana strategis RSU Kabanjahe tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Tetapi dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri RI nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 48 tentang belanja tak terduga dimana belanja tak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan diharapkan tidak berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya. Jadi dalam penangan bencana korban erupsi

Gunung Sinabung pihak rumah sakit umum Kabanjahe menggunakan dana dari belanja tak terduga dan belanja rutin.

4.5. Pelaksanaan

4.5.1. Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit

Banyaknya korban bencana yang datang kerumah sakit saat terjadi bencana harus dapat diantisipasi oleh pihak rumah sakit sehingga rumah sakit sebagai tempat rujukan bagi korban bencana harus mampu menjadi tempat yang aman dan layak untuk para pasien Dalam setiap bencana akan menimbulkan Dalam Rencana penanggulangan bencana rumah sakit terdapat kesiapan dukungan pelayanan Medik

(medical support) dan dukungan managerial (management support) untuk itu dalam pelaksanaan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung diperlukan peran aktif dari tim penanggulangan bencana. 88

Informan berpendapat bahwa :

“Memang ada terjadi peningkatan pasien dalam masa tanggap darurat tapi tidak terlalu banyak,..dan semuanya dapat kita tangani dengan baik oleh tenaga kesehatan, IGD buka 24 jam, dokter jaga selalu ada di IGD, 3 ambulans IGD standby di RS yang lain on call …dan lagian kasus penyakitnya…kasus biasa yang dihadapi sehari-hari… korban bencana yang kami tangani bukan karena dampak langsung dari gunung Sinabung seperti terkena awan panas…kecuali yang 13 orang korban yang meninggal karena awan panas…itupun karena mereka bandel tidak mengindahkan larangan dari petugas……jadi pasien kami yang asal dari pengungsi hanya kasus yang biasa kami tangani yaitu seperti ISPA, Conjungtivitis, demam, diare, darah tinggi, gula (D, 6 Mei 2014)

Selama masa tanggap darurat, ada terjadi peningkatan jumlah kunjungan dan yang paling banyak berasal dari pengungsi tetapi wkarena peningkatannya tidak terlalu banyak maka semuanya dapat ditangani baik pasien yang berasal dari BPJS, umum maupun pengungsi, dan penyakit yang ditangani bukan akibat langsung dari gunung api seperti luka bakar akibat awan panas, sedangkan peristiwa yang memakan korban 13 orang terkena awan panas datang ke RSU Kabanjahe dalam keadaan meninggal.

Informan B juga mengatakan :

“Dari data jumlah pengunjung ada peningkatan pengunjung baik di rawat jalan dan di rawat Inap.. kalau tidak salah…rata-rata sehari pasien pengungsi yang di rawat inap maupun rawat jalan yaitu 10 s/d 20 orang dan pengungsi yang meninggal di RSU Kabanjahe tetapi oleh rata-rata sudah berusia tua, pengungsi … yang dirawat jalam biasanya karena demam, ISPA, diare dan penyakit-penyakit yang biasalah kita tangani….jadi semua pasien dapat ditangani dengan baik, pelayanan gawat darurat standby 24 jam.. kan salah satu fungsi rumah sakit adalah fungsi sosial jadi semua pasien harus dilayani tampa diskriminasi …dan pasien asal pengungsi kita rawat di ruang kelas III. pengungsi yang sudah kembali ke rumah masing-masing dapat berobat ke rumah sakit umum Kabanjahe secara gratis….tetapi pengungsi diminta surat rujukan dari media center….mungkin yang menjadi hambatan dalam 89

pelaksanaan penanganan korban bencana pada masa darurat, (B, 23 Mei 2014)

Berdasarkan data yang ada terjadi peningkatan jumlah kunjungan baik pada rawat Inap maupun di rawat Inap, semua pasien yang datang ke RSU Kabanjahe langsung ditangani dengan baik dan tampa memandang pasien berasal darimana.

Pasien yang berasal dari pengungsi dirawat di ruang kelas III dan pengungsi yang meninggal di RSU Kabanjahe rata-rata berusia lanjut. Pengungsi yang sudah kembali ke Desanya bila kembali berobat ke RSU Kabanjahe harus mengambil surat rujukan dari media center penanggulangan bencana.

Sedangkan Informan A mengatakan :

“Korban bencana yang datang tidak terlalu banyak karena ada juga rumah sakit Evarina Etaham, RS Amanda sebagai rumah sakit rujukan korban bencana dan sebagaian berobat ke sana…… Kalau kami sifatnya hanya menunggu korban bencana yang datang ke sini….rumah sakit inipun merupakan salah satu posko kesehatan yang harus siap setiap saat…..Dan semua pasien yang datang berobat kesini…semuanya gratis seperti yang ada di katakan kemenkes kalau tanggap darurat semuanya gratis dan demikian juga instruksi dari pemda…..itu saya rasa merupakan kebijakan pusat,….Rumah sakit ini merupakan salah satu posko penanganan kesehatan korban bencana erupsi gunung yang koordinatornya langsung saya sendiri (A, 13 Mei 2014)

Korban bencana tidak terlalu banyak datang ke RSU Kabanjahe karena bukan hanya Rumah Sakit Kabanjahe yang menjadi rumah sakit rujukan tetapi Rumah Sakit

Swasta ada yang menjadi rumah sakit rujukan. RSU Kabanjahe merupakan salah satu posko kesehatan yang ditetapkan oleh komando tanggap darurat dan koordinatornya adalah informan A sendiri. 90

Hasil Wawancara tentang Keaktifan tim penanggulangan bencana rumah sakit pada masa tanggap darurat bencana erupsi Gunung Sinabung :

Informan B mengatakan :

“Dalam SK,…Tim penanggulangan bencana kita bagi tiga, ada tim siaga, tim sedia dan tim selamat. Tim 1 tim siagn mereka standby di IGD dan tim sedia tugasnya menyediakan semua keperluan penanganan bencana misalnya obat- obatan, ambulans dan tim selamat bertugas mebuat laporan ke Media center setiap harinya….kepada semua tim telah dibagikan SK tim.” (B, 23 Mei 2014)

Dalam SK Tim Penanggulangan bencana terdapat tiga tim yaitu tim siaga, tim sedia dan tim selamat, dalam penangan korban bencana ke tiga tim tersebut sudah bekerja , tim I siaga di IGD, tim sedia bertugas untuk urusan logistik dan trasportasi dan tim selamat bertugas membuat laporan setiapharinya ke media center.

Sedangan informan E, mengatakan

“Saya tidak ada menerima SK tim penanggulangan bencana dan saya tidak mengetahui ada nama saya dalam tim….(E, 31 Mei 2014)

Informan mengatakan bahwa ia tidak menerima Surat Keputusan Direktur tentang Tim Penanggulangan bencana dan tidak mengetahui bahwa dirinya terlibat dalam tim penanggulangan bencana Rumah Sakit.

4.5.2. Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber Daya Manusia sangat berperan penting dalam pelayanan kesehatan pada saat bencana karena bencana adalah kejadian yang sangat tidak kita inginkan, untuk itu penanganan bencana di rumah sakit memerlukan SDM yang memadai baik dari segi jumlah maupun kompetensi dari SM Kesehatan di rumah sakit. Berikut

Wawancara dengan Informan tentang kecukupan SDM Kesehatan dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung. 91

Informan B berpendapat bahwa :

“ “SDM tidak ada masalah, masih cukup karena jumlah kunjungan ke rumah sakit kabanjahe baik rawat jalan maupun inap tidak terlalu banyak….setelah kami data itu pasien pengungsi yang rawat inap rata-rata hanya 5 s/d 10 orang per hari dan kasus penyakitnyapun tidak parah atau penyakit pada umumnya biasa ditangani ..…jadi masih bisa ditangani dengan SDM kesehatan yang ada di rumah sakit ini………..kalau ada pasien yang batuk-batuk ada dokter pasien spesialis Paru, kalau ada sectio ada dokter obgyn dan ada juga dokter spesialis penyakit dalam……., kalau misalnya…kita dibutuhkan di posko kesehatan yang lain dan kita ada perintah berangkat ya siap berangkat. (B, 20 Mei 2014)

Berdasarkan jumlah SDM kesehatan yang ada di RSU Kabanjahe dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung tidak ada masalah, masih mencukupi seperti dokter umum dan dokter spesialis dan kasus-kasus yang ditangani oleh SDM kesehatan dalam penanganan korban bencana termasuk penyakit yang biasa di hadapi oleh rumah sakit. SDM Kesehatan rumah sakit siap untuk membantu bila dibutuhkan.

Informan J juga berpendapat bahwa :

“Kami di IGD ada 10 perawat jadi tidak ada masalah dalam pelayanan di IGD sewaktu penangan bencana gunung Sinabung…dokter jaga IGD ada 3 orang dan kami dibagi 3 shift… jadi menurut saya tenaga kami di IGD cukup dan bila ada kejadian yang mendadak seperti kemarin..ada korban meninggal awan panas, semua tenaga di IGD siap dipanggil walaupun tidak dalam keadaan dinas..ya kecuali dia tidak ada di kabanjahe …ya meskipun tidak ada honor lemburnya…kan mereka saudara-saudara kita juga yang sedang terkena musibah ” (J, 23 Mei 2014).

Untuk tenaga medis dan para medis di IGD masih mencukupi dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung dan bila ada kejadian gawat darurat semua petugas di IGD siap sedia dipanggil bila diperlukan walaupun sedang tidak dinas.

92

Informan D mengatakan bahwa :

“Sebagian SDM kesehatan sudah pernah ikut pelatihan seperti PPGD bagi perawat tapi kalau di IGD rata-rata perawat sudah pernah dapat.. dan semua dokter umum sudah pernah mendapatkat pelatihan ATLS dan ACLS tetapi mungkin sebagian sertifikatnya sudah kadaluarsa, kan itu harus 5 tahun sekali di update.” (D, 16 Mei 2014)

Sumber daya manusia kesehatan RSU Kabanjahe sebagian saja yang sudah pernah mengikuti pelatihan penanganan gawat darurat tetapi untuk tenaga di IGD rata-rata sudah pernah mendapat pelatihan PPGD. Dan semua dokter umum sudah pernah mengikuti pelatihan ATLS dan ACLS tetapi sebagian serifikatnya harus diperbaharui.

Informan E,juga mengatakan bahwa :

“Kebetulan saya dulu kepala perawat, waktu itu mereka rutin mengikuti PPGD secara bergiliran, BTLS. Kalau tidak mengikuti PPGD, tidak ditempatkan di ruang IGD jadi perawat yang di IGD sudah semua mengikuti PPGD, begitu juga dengan dokter umumnya semua sudah pernah mengikuti ATLS dan ACLS….tapi mungkin sebagian sudah kadaluarsa…..juga tenaga sanitasi pernah mendapat pelatihan pengelolaan sanitasi dan pengelolaan limbah rumah sakit yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara…kalau untuk Simulasi bencana belum ada kita buat, tapi kami pernah mengikuti simulasi tentang kebakaran yang dilatih oleh tim pemadam kebakaran Karo.” (E. 20 Mei 2014)

Peningkatan kapasitas SDM Kesehatan sudah pernah dilakukan bagi tenaga paramedis seperti pelatihan PPGD bagi perawat dan pelatihan ATLS dan ACLS untuk dokter umum tetapi sebagian sertifikatnya sudah habis masa berlakunya dan

Simulasi kebakaran pernah dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten

Karo.

Informan B juga mengatakan :

“Semua tenaga dokter umum kami sudah pernah mendapat pelatihan ATLS dan ACLS begitu juga perawat di IGD sudah pernah dilatih PPGD tapi sebagian dari mereka mungkin sertifikatnya sudah habis masa berlakunya. 93

Karena sudah pernah mengikuti ATLS dan ACLS mereka malas untuk kembali ikut pelatihan padahal tahun lalu kita .”(B. 23 Mei 2014)

Tenaga para medis RSU Kabanjahe sudah pernah dilatih Pertolongan Pertama

Gawat Darurat (PPGD) tetapi sebagian kemungkinan sudah habis masa berlaku sertifikatnya begitu juga untuk tenaga medis seperti dokter umum tahun lalu tahun ini juga tetap kita usulkan tetapi tidak ada yang mendaftar.

Triangulasi sumber :

Menurut Informan J, mengatakan :

“Kalau kami petugas di IGD sudah pernah mendapat pelatihan PPGD dan mempunyai sertifikatnya…..tapi sebagian udah lewat waktunya kan itu berlaku lima tahun jadi belum kami perbarui nantilah kalau kita ada pelatihan PPGD lagi”. (J, 23 Mei 2014)

Informan J membenarkan bahwa mereka pernah mendapatkan pelatihan

PPGD tetapi sebagian sudh lama dan harus mengikuti pelatihan PPGD kembali agar mereka semakin dapat meningkatkan kemampuan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan.

4.5.3. Fasilitas Sarana dan Prasarana

Dalam penanganan korban bencana setiap rumah sakit harus tersedia fasilitas dan peralatnan yang cukup serta siap pakai. Fasilitas sarana dan prasarana rumah sakit diatur dalam Undang-undang RI. No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dan

Kepmenkes RI No 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit

Informan B mengatakan bahwa :

“Dalam penanganan korban bencana Gunung Sinabung mengenai sarana prasarana saya rasa masih mencukupi, semua ruang rawat inap masih mencukupi untuk saat ini 141 TT, jumlah tempat tidur ….mobil ambulance 94

kita ada 6 mobil, 3 standby 24 jam di rumah sakit tetapi yang lain selalu siap kalau diperlukan, mobil ambulance kita juga mengantar dan menjemput pasien korban bencana, bila diperlukan kita jemput dari pengungsian ataupun kampong mereka dan mengantar ke kembali ke tempat mereka……..kalau di rung IGD masih banyak kekurangan peralatan seperti EKG kami dalam keadaan rusak….kalau menurut standar dari kepmenkes masih banyak yang kuranglah …..kalau barang habis pakai masih mencukupi, obat-obatan di IGD tidak sampai kosong....tetapi secara umum sarana prasarana rumah sakit masih banyak kurang apalagi rumah sakit Kabanjahe menuju rumah sakit kelas dan lagi persiapan untuk BLUD…jadi masih banyak sarana yang kuranglah… hambatan yang kami hadapi hanyalah masalah logistik obat- obatan dan oksigen …kami sempat kekurangan obat tetapi kami sudah amprah dari dinkes Karo, dan mendapat bantuan dari PT Pentavalen dan oksigen kami pinjam dari distributor.” (B. 3 Mei 2013)

Dalam pelaksanaan penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung untuk ketersediaan fasilitas dan peralatan kesehatan masih mencukupi karena jumlah pengunjung tidak begitu banyak, tetapi dalam penanganan korban bencana, rumah sakit mengalami kekurangan obat-obatan dan mengajukan permintaan obat ke Dinas

Kesehatan Kabupaten. Dan dalam pengembangan rumah sakit menjadi rumah sakit klasifikasi B fasilitas sarana dan prasarana masih banyak yang kurang lengkap.

Sedangkan menurut Informan J mengatakan :

“…Kalau IGD, sarana penunjang di IGD masih banyak yang kurang seperti di EKG kita lagi rusak, Splint, tabung oksigen hanya ada 3 tabung, lebih baik lagi kalau kita mempunyai oksigen sentral… bahan habis pakai untuk sementara cukup di IGD dan sampai saat ini semua yang ke IGD dapat kita tangani dan ruangan IGD bisa muat untuk 7 TT tetapi saat ini hanya 5 TT agar terlalu sempit kalau melampaui dari 7 mungkin kita juga kewalahan harus menggunakan ruangan lain, tapi kan di sini kita ada 2 rumah sakit swasta yaitu rumah sakit Efarina Etaham dan RS Amanada,.., Ambulance kita ada, tetapi perlengkapan fasilitas yang kita butuhkan seperti ventilator, monitor, oksigen sudah tidak ada lagi , Obat2an memang siap untuk gawat darurat, kalau ada bencana digunakan dulu obat yang ada di IGD dan langsung kita buat permintaan obat ke gudang farmasi rumahsakit jadi di IGD tidak pernah kosong ……….obat-obatan ada di sentral gudang farmasi 95

dan digunakan oleh seluruh ruangan bila ada hal-hal khususnya yang berhubungan dengan bencana.…..ruangan triase belum ada masih bergabung dalam ruangan IGD……Alat komunikasi sudah bagus melalui (0628) 20550 on line , semua posisinya berpusat di RS bagian informasi, HT nga ada, no. seperti PMI, pemadam kebakaran ada sama bagian infomasi. (J, 23 Mei 2014)

Fasilitas dan peralatan kesehatan di ruang IGD masih ada yang kurang, tetapi hal tersebut masih dapat diatasi, obat-obatan dan barang habis pakai selalu tersedia di

IGD, sebelum habis petugas IGD sudah membuat permintaan obat ke gudang

Farmasi Dan barang habis pakai ke bagian kogistik atau bagian perlengkapan tetapi itu dapat diatasi oleh petugas.

Triangulasi dengan Koordinator Posko Pengungsian :

Informan K mengatakan :

“Kalau kami ada yang sakit diobati di posko kesehatan yang ada di pos pengungsian ini dulu baru kalau tidak sembuh juga dirujuk ke rumah sakit Kabanjahe…kalau tidak salah bulan yang lewat ada beberapa orang diopname di RSU Kabanjahe, dan semuanya gratis. (K. 31 Mei 2014)

Menurut informan K warga yang ada di posko GBKP simpang enam dirujuk ke

RSU Kabanjahe selain dekat juga dilayani dengan baik oleh petugas dan tidak dipungut bayaran.

Sedangkan Informan I, mengatakan Bahwa :

…pengungsi sebagian enggan berobat ke Rumah sakit Kabanjahe karena selain jauh dari Posko juga pernah di suruh membeli obat sendiri tapi pelayanannya gratis .. jadi mereka lebih suka berobat ke RS Efarina Etaham selain dekat dari sini juga dilayani dengan baik dan lagian rumah sakit efarina juga merupakan rumah sakit rujukan untuk korban bencana jadi mereka berobat kesana biayanya gratis (I, 20 Mei 2014)

Pengungsi yang dibawah koordinirnya kurang mau dirujuk berobat ke RSU

Kabanjahe karena pernah disuruh membeli obat sendiri selain itu RSU Kabanjahe 96

jauh dari posko mereka. Warga Posko Mesjid Istqal Berastagi cenderung dirujuk berobat ke RS Efarina Etaham karena selain dekat, menurut pengungsi lebih nyaman dan tidak dipungut bayaran.

4.5.4. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Salah satu kebijakan teknis operasional rumah sakit adalah Standar operasional prosedur (SOP) dimana SOP berada dalam peraturan internal rumah sakit. Dalam setiap pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit harus mempunyai SOP (Kepmenkes RI. No. 772 tahun 2002). Untuk itu dalam melakukan penanganan korban bencana Rumah Sakit harus mempunyai SOP penanganan korban bencana.

Informan A berpendapat bahwa :

Kalau SOP di rumah sakit ya ada..lah, kan..semua RS harus ada standar prosedur pelayanan, baik milik pemerintah maupun swasta, kalau tidak ada SOP waduh…bisa bersalahan semua tenaga kesehatan kita, SOP itu kan merupakan pedoman kita kerja, kita kerja harus sesuai dengan SOP…tetapi kalau SOP khusus untuk penangan bencana belum ada kita susun…Standar prosedur pelayanan kami tertuang dalam standar pelayanan minimal rumah sakit …kalau pasien emergency SOP administrasi belakangan di urus yang penting pasien ditangani dulu.(A. 13 Mei 2014)

Informan A beranggapan bahwa setiap RS harus mempunyai SOP pelayanan, baik RS pemerintah maupun swasta, SOP RS kabanjahe ada tertuang dalam dokumen standar pelayanan Minimal, tetapi di RSU Kabanjahe belum ada SOP khusus untuk penanganan bencana, karena informan beranggapan bahwa dalam penangan korban bencana korban erupsi Gunung Sinabung dengan menggunakan SOP yang sudah ada di RSU Kabanjahe semua tertangani dan di layani dengan baik. 97

Informan B juga mengatakan hal yang sama:

SOP setiap pekerjaan ada, untuk pedoman kerja mereka agar pekerjaan lebih tertib, mengurangi terjadinya kesalahan dalam pelakukan pelayanan dan pekerjaanpun lebih efisien seperti, SOP perlengkapan/peralatan misalnya SOP pemeliharaan mobil ambulans, SOP kepegawaian, SOP keuangan, SOP pelayanan……kalau SOP khusus untuk penanganan bencana tidak ada, menurut saya… dengan standar pelayanan dan SOP yang ada, kita masih bisa menangani korban bencana ini dengan baik, dan pada masa tanggap darurat ini semua pegawai bekerja secara maksimal …….kalau dalam adaan emergency atau gawat darurat untuk SOP administrasi di IGD bisa kita lakukan belakangan, kita urus …pasien langsung kita tangani dulu… (B. 23 Mei 2014)

SOP perlu sebagai pedoman kerja untuk melakukan pelayanan yang lebih baik, dan dapat mengurangi kesalahan dalam melakukan pelayanan dan pekerjaan lebih efisien. SOP khusus untuk penanggulangan bencana belum ada disusun, tetapi dengan SOP yang ada, petugas sudah dapat bekerja secara maksimal sehingga pengungsi korban bencana erupsi Gunung Sinabung dapat dilayani dengan baik, bila terjadi hal-hal yang emergency SOP untuk administrasi dapat dilakukan terakhir dan pasien yang diutamakan untuk dilayani.

4.5.5. Ketersediaan Anggaran

Dalam penanggulangan bencana pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD, anggaran tersebut disediakan pada tahap pra bencana, tanggap darurat bencana dan pasca bencana. (Peraturan Pemerintah RI, no. 22 tahun 2008) :

Informan C berpendapat :

“Biaya khusus untuk penanggulangan korban bencana/pengungsi tidak ada kami anggarkan baik dalam APBN maupun APBD, selama ini kita pakai dulu anggaran yang ada di RS, sebenarnya dana untuk penanggulangan bencana 98

ada di Pemda tapi RS tidak ada menerima dana tersebut untuk penanganan bencana di RS…jadi ya sementara kita menggunakan dana yang ada untuk kejadian bencana yang selanjutnya akan kita klaim ke Kemenkes…. Saat ini sedang mengembangkan pola pengelolaan keuangan BLUD, sesuai dengan Permendagri no. 61 tahun 2007…bila itu terealisasi kita lebih leluasa menerapkan pola pengelola keuangan.” (C. 6 Mei 2014)

Aggaran khusus untuk kegiatan penanggulangan tidak terdapat dalam

anggaran APBD maupun APBD karena dalam menyusun rencana anggaran

berdasarkan rencana strategi Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Biaya yang digunakan

untuk penanganan bencana erupsi gunung Sinabung adalah biaya rutin rumah sakit .

yang selanjutnya dana tersebut akan diklaim ke Kemenkes RI. Dan informan

beranggapan bila RSU kabanjahe bila sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah

dalampengelolaan keuangan lebih leluasa (fleksibel).

Informan A juga berpendapat bahwa :

“Untuk penanganan bencana erupsi gunung Sinabung kita menggunakan dana yang ada di rumah sakit, belum ada anggarkan, biasanya anggaran untuk bencana ada di BPBD tapi BPBD kami baru dibentuk mungkin selama ini anggaran untuk bencana ada di Pemda….Kendala yang dihadapi tersangkut di masalah dana, dalam masa tanggap darurat ya misalnya uang supir ambulans, untuk logistic dan untuk pembuatan laporan, dan lain-lain….kita masih menggunakan dana yang ada dulu…nanti baru kita buat permohonan ke Kemenkes.”(A. 13 Mei 2014)

Dalam rencana keuangan RS tidak ada dianggarkan biaya penanganan bencana, informan beranggapan dana untuk penanggulangan bencana ada di

Pemerintah daerah karena selama ini BPBD kabupaten Karo belum terbentuk. Dan yang menjadi kendala pada waktu penanganan bencana adalah seperti biaya insentif supir dan pmbuatan laporan. Untuk kebutuhan logistik kebutuhan penanganan 99

bencana erupsi Gunung Sinabung menggunakan dana yang ada di RSU Kabanjahe kemudian mengklaimnya ke Kementerian Kesehatan RI di Jakarta.

Informan B Mengatakan :

“Yang menjadi kendala dalam penangana bencana kita tidak mempunyai insentif bagi supir ambulans yang menjemput dan mengantar pengungsi yang sakit dan biaya lainnya untuk kekurangan logistik, biaya makan pasien korban bencana sementara kita pinjam dari distributor…ya..itu tadi kita mengajukan klaim ke bagian Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan RI, kalau dari Pemda sampai saat ini tidak ada bantuan dana untuk penangan pengungsi di rumah sakit. ..RS saat ini sedang mengurus BLUD, kalau jadi BLUD maka penggunaan anggaran lebih fleksibel, dana dapat digunakan untuk hal-hal yang urgen seperti terjadi hal gawatdarurat seperti terjadi bencana….dengan BLUD diharapkan pelayanan kesehatan di rumah sakit Kabanjahe semakin baik”(B. 3 Mei 2014)

Informan B beranggapan bahwa yang menjadi kendala dalam penanganan korban bencana erupsi gunung Sinabung salah satunya adalah biaya supir yang mengantar pasien ke pengungsian maupun ke Desanya bagi yang sudah kembali ke

Desa, biaya makan bagi yang rawat Inap. Dan untuk hal tersebut pihak RSU

Kabanjahe sudah mengajukan klaim ke Kementerian Kesehatan RI bagian

Penanggulangan krisis Kesehatan. Informan beranggapan RSU Kabanjahe dapat menjadi Badan Layanan Umum daerah (BLUD) dimana dalam penyusunan anggaran lebih fleksibel dan dapat digunakan untuk hal-hal yang mendesak (urgen) seperti gawat darurat.

Rangkuman :

Selama masa tanggap darurat terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien baik di rawat jalan maupun rawat Inap dan semua pasien yang datang ke RSU

Kabanjahe dapat dilayani dengan baik serta mengingat salah satu fungsinya adalah 100

melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan pelayanan kesehatan pada korban bencana dan Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan gawat darurat, berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana. Tim penanggulana Tim bencana sudah berjalan sesuai dengan pembagian tim yang ada di

SK tetapi belum semua anggota menerima Surat keputusan Direktur No.

938/RSU/IX/2013 tentang Tim Penanggulangan bencana di Rumah Sakit Umum kabanjahe.

Untuk ketenagaan (SDM Kesehatan) dalam penanganan bencana sudah mencukupi baik di rawat jalan, rawat inap maupun di IGD selain itu mereka bersedia untuk di panggil bertugas bila diperlukan oleh pimpinan walaupun tidak diberikan insentif lembur, hal ini dikarenakan ada hubungan kekerabatan/gotong royong dimasyarakat Karo. Peningkatan kapasitas/kemampuan SDM kesehatan sudah pernah dilakukan pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan penanggulangan bencana seperti pelatihan PPGD bagi tenaga perawat dan dokter umum, pelatihan ATLS dan

ACLS bagi dokter umum serta simulasi kebakaran bagi perawat di IGD.

Fasilitas dan peralatan kesehatan dalam penangan bencana sudah mencukupi tetapi di ruang IGD masih ada yang kurang tetapi masih dapat di atasi dengan meminjam ke ruang rawat Inap maupun poli rawat jalan. Dalam penanganan bencana di RSU Kabanjahe pernah mengalami kekurangan obat-obatan dan sudah mengajukan usulan permintaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan menerima bantuan dari pihak swasta. 101

Korban pengungsi mendapat pelayanan kesehatan secara gratis di RSU

Kabanjahe tetapi RSU Kabanjahe pernah kekurangan logistik obat-obatan sehingga sebagian masyarakat membeli obat sendiri. Warga Posko Berastagi lebih suka berobat ke RS Efarina Etaham selain dekat juga nyaman, sedangkan warga posko Simpang

Enam Kabanjahe berobat ke RSU Kabanjahe karena letaknya dekat dengan posko pengungsian.

SOP berguna sebagai pedoman kerja dalam melakukan pelayanan .di RSU

Kabanjahe, tetapi di dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung

RSU Kabanjahe belum mempunyai SOP khusus untuk penanganan bencana

Dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung RSU Kabanjahe sementara menggunakan anggaran yang ada, baik APBN maupun APBD dan selanjutnya akan menklaimnya ke Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, informan berharap RSU Kabanjah dapat menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang pengaturan anggaran lebih fleksibel dan kedepannya dapat menyusun penanggulangan bencana rumah sakit (Hosdip)

4.6. Koordinasi

Dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung rumah sakit umum Kabanjahe berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya, dimana setiap jam

14.00 WIB setiap harinya, semua instansi yang ada dalam Surat Keputusan Bupati

Kabupaten Karo nomor : 361/289/Bakesbang/2013 tentang Pembentukan Tim

Tanggap Darurat Erupsi Bencana Gunung Sinabung Kabupaten Karo tahun 2013, 102

mengadakan pertemuaan di Media center halaman kantor DPR Karo, untuk membicarakan perkembangan penanganan korban bencana erupsi gunung Sinabung.

Informan A mengatakan bahwa :

“Setiap jam 2 siang kami rapat di media center di sana kita ditanya berapa yang dirawat inap dan rawat jalan, apakah ada kendala-kendala yang dihadapi rumah sakit…..disana semua instansi diundang untuk membicarakan tentang perkembangan penanganan bencana terutama setiap instansi yang ada di SK Penanggulangan Bencana Daerah yang ditandatangani Bupati……dan saya kebetulan menjabat wakil ketua dalam bidang kesehata, ketuanya adalah kepala Dinas Kesehatan…… …….rumah sakit mengalami kekurangan logistic obat-obatan dan kita menyurati dinas Kesehatan Kabupaten Karo untuk meminta kekurangan obat-obatan yang ada di rumah sakit…..jadi kita berkoordinasi sama semua bidang yang ada di Tim penanggulangan bencana….dengan Dandim, BPBD Karo, Tim SAR,PMI, Dinkes, Dinsos.dan lain-lain yang terlibat…jadi itu tadi kami berkoordinasi setiap jam 2 siang setiap harinya…..di rumah sakit saya mengadakan rapat seminggu sekali dengan para pejabat structural rumah sakit untuk menbicarakan pelayanan penanganan bencana bagi korban bencana …rumah sakit, sifatnya hanya menunggu/menerima pasien, jadi kami stanby 24 jam, untuk tenaga kesehatan di posko-posko yang bertanggungjawaadalah Dinas Kesehatan, tenaga kesehatan kita standby di sini karena rumah sakit juga merupakan satu posko kesehatan…di sini kami juga mengadakann rapat dengan seminggu sekali..untuk membicarakan hal penanganan korban bencana/pengungsi di rumah sakit, bagaimana, apakah ada hambatan baik tenaga, logistic atau yang lain-lainnya….(A, 13 Mei 2014)

Dalam melakukan penanganan bencana erupsi gunung Sinabung diperlukan koordinasi dengan berbagai inatansi, dalam masa tanggap darurat semua instasi yang ada dalam SK Bupati mengadakan rapat setiap hari pada jam 14.00 WIB di Media center halaman gedung DPR Kabupaten Karo. dan membeicarakan perkembangan penanganan korban bencana sesuai tugas uraian tugasnya dalam SK dan kendala- kendala yang dihadapi. Pertemuan koordinasi tersebut dihadiri oleh unsure TNI,

Polri, Tim SAR, Dinas Kesehatan, PMI, Dinas Sosial, RSU Kabanjahe dan lain-lain. 103

Dan Informan selaku pimpinan RS mengadakan rapat koordinasi seminggu sekali dengan pejabat structural RS, untuk membicarakan perkembangan penangan bencana di RS. RSU Kabanjahe juga merupakan salah satu posko kesehatan yang koordinatornya adalah pimpinan RS.

Informan B juga mengatakan bahwa :

“Kami berkoordinasi dengan dinas Kesehatan dalam hal kekurangan obat, kita membuat usulan permintaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karo dan sudah ada beberapakali kami meminta kekurangan obat ke Dinas Kesehatan selain itu ada juga kemarin itu kita mendapat bantuan obat- obatan dari PT….apa, saya lupa nama, oh..ya PT Pentavalen kalau tidak salah, nantilah kita lihat laporannya…..dan kita menyurati Depkes untuk meminta bantuan dan sudah dua kali kita mendapat bantuan obat dari Depkes dan kami juga sudah menklaim ke Kemenkes biaya untuk penanganan bencana di rumah sakit dan itu sudah cair sekali, itu kami gunakan untuk menganti pinjaman/membayar ke distributor untuk keperluan oksigen dan obat-obatan dan juga makanan pasien..……dan setiap hari, kita rapat di media center terkadang direktur rumah sakit rapat di media center setiap hari jam 2 siang untuk melaporkan berapa yang dirawat inap dan rawat jalan terkadang saya atau tim yang lain, …seminggu sekali kita rapat di ruangan ini…dengan pimpinan RSUdan staf membicarakan apa-apa hambatan yang rumah sakit hadapi.” (B, 23 Mei 2014)

Dalam penanganan korban bencana gunung Sinabung, rumah sakit mengalami kekurangan obat-obatan pada masa tanggap darurat, untuk itu rumah sakit mengadakan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara bahkan ke Kementerian Kesehatan RI, selain itu rumah sakit juga melakukan kerjasama dengan pihak distributor misalnya dalam pengadaan

Oksigen dan obat, dan ada juga pihak yang memberikan bantuan obat-obatan seperti

PT penvalen yang member bantuan obat-obatan. Rapat di Media center dilakukan 104

setiap hari di media center jam 14.00 dan untuk di RS dilakukan seminggu sekali di

RSU Kabanjahe

Triangulasi tentang Koordinasi :

Menurut Informan F adalah

……kita berkoordinasi dengan rumah sakit salah satunya ..ya kemarin itu rumah sakit Kabanjahe mengajukan permintaan obat-obatan karena mereka kekurangan logistik obat-obatan, jadi kita sudah memberikan logistik obat- obatan tersebut ke rumah sakit…selain itu kami setiap jam 14.00 WIB kita ngumpul semua di media center untuk mengkoordinasikan kegiatan masing- masing instansi. Kita juga turun ke posko-posko kesehatan di tempat pengungsian, kebetulan dalam SK tim penanggulangan bencana saya ketua tim bidang kesehatan dan direktur rumah sakit umum dia sebagai wakil saya…. (F, 20 Mei 2014)

Informan F, membenarkan RSU Kabanjahe pernah kekurangan obat dan menyurati ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karo untuk mengamprah obat, selain itu dalam fungsinya di Tim Penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat informan bersama-sama dengan pimpinan RSU Kabanjahe menjadi ketua dan wakit pada bidang Kesehatan.

Hasil Wawancara dengan informan tentang SPGDT

Informan A mengatakan :

Terus terang SPGDT baik sehari-hari maupun bencana belum ada pelaksanaannya dan konsepnya pun belum pernah kita duduk bersama membicarakan SPGDT, SPGDT kan melibatkan RS lain dan instansi terkait maupun masyarakat..tetapi kalau penanganan gawat darurat, IGD standby 24 jam dan dokter jaga selalu ada dan bila memerlukan dokter spesialis pun kita panggil…jadi kalau untuk pelaksanaan SPGDT rumah sakit siap untuk itu. (A, 13 Mei 2014)

Sistem Penanganan Gawat Darurat Bencana belum ada dilakukan di

Kabupaten Karo karena SPGDT baik sehari-hari maupun bencana yang melibatkan 105

banyak pihak terkait, masyarakat maupun Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Karo tetapi untuk penanganan gawat darurat bila diperlukan dokter spesilis siap sedia, informan beranggapan RS siap sedia bila ada SPGDT.

Triangulasi Sumber, dengan informan F yang mengatakan :

“Kalau untuk SPGDT-Bencana sepertinya belum terlaksana tetapi kami selalu berkoordinasi misalnya sewaktu terjadi korban yang terkena awan panas, kita semua turut terlibat dalam evakuasi korban meninggal, rumah sakit mengerahkan mobil ambulans begitu juga puskesmas turut membantu evakuasi sampai ke rumah sakit, korban meninggal di bawa ke rumah sakit umum dan yang masih hidup di bawa ke RS Efarina Etaham.” (F, 20 Mei 2014)

Informan F juga beranggapan SPGDT bencana belum ada dibentuk di

Kabupaten Karo tetapi dalam evakuasi korban bencana yang terkena awan panas informan F mengerahkan stafnya untuk membantu mengevakuasi Korban dan menyediakan ambulans puskesmas.

Triangulasi Sumber dengan Informan H yang mengatakan :

“Selama ini belum ada membicarakan SPGDT bencana di semua instansi …jadi belum ada pelaksanaan SPGDT bencana mungkin dikarenakan tidak adanya BPBD Karo selama ini …..jadi kita bekerja sama saja dengan instansi yang terkait dengan masyarakat dan instansi yang lainnya …masalah seperti sewaktu ada korban meninggal akibat awan panas kemarin….seperti satlak, tim SAR, TNI, Polri, tim kesehatan di bantu masyarakat dan relawan lainnya mengevakuasi korban bencana ke RS Kabanjahe dengan menggunakan mobil Ambulans BNPB, SAR dan Rumah sakit Kabanjahe untuk di visum, korban yang luka parah di bawa ke Rumah Sakit Efarina Etaham atas permintaan keluarga. Di satgas khusus BNPB Sinabung dalam tim SAR dan Evakuasi terdapat unsur TNI sebanyak 40 orang dan unsur Polri sebanyak 15 orang. …..dan sekarang sudah ada BBPD Karo tetapi belum bisa kerja optimal karena masih baru dibentuk.” (H, 20 Mei 2014)

Informan H beranggapan dalam penanganan korban bencana erupsi gunung

Sinabung, Sistem Penanggulanagn Gawat Darurat Terpadu Bencana (SPGDT- 106

Bencana) belum dilaksanakan sebagaimana mestinya terutapi tim penanggulangan bencana daerah, tim pendamping dari BNPB bekerjasama dengan tim SAR,

Kesehatan TNI dan POLRI dalam penanganan evakuasi korban yang terkena awan panas. Korban yang meninggal dibawa ke RSU Kabanjahe untuk divisum sedangkan yang luka bakar dibawa ke RS Efarina etaham atas permintaan keluarga.

Informan G mengatakan :

“Karena Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo baru terbentuk bulan Januari 2014 kemarin, jadi belum banyak kegiatan dalam penanggulangan bencana erupsi gunung Sinabung ini kami belum ada kegiatan apa-apa kami hanya mengikuti semua arahan dari komando tanggap darurat dan masih harus didampingi oleh BNPB…ini kita masih harus banyak berbenah belum ada anggaran untuk penanggulangan bencana jadi tugas kita masih sebatas membantu kegiatan penanggulangan bencana yang komando tanggap daruratnya dari Dandim 0205 tanah Karo dengan RSU Kabanjahe kita ketemu pada rapat koordinasi di mediacenter. . (G. 20 Mei 2014)

BPBD kabupaten Karo baru terbentuk jadi dalam penanganan bencana erupsi

Gunung Sinabung belum bisa aktif BPBD Karo sementara sini harus didampingi oleh tim pendamping dari BNPB dan tetap berkoordinasi dengan semua instansi terkait lainnya termasuk RSU Kabanjahe, dimana rapat koordinasi yang dilakukan setiap hari oleh komando tanggap darurat.

Rangkuman :

Dalam melakukan penanganan bencana, rumah sakit melakukan koordinasi horizontal dengan komando tanggap darurat di Media center setiap hari pada Jam

14.00 WIB, yaitu untuk menyampaikan informasi perkembangan penanganan korban bencana erupsi gunuung Sinabung dan kendala-kendalanya dan dengan pihak Dinas 107

Kesehatan Kabupaten Karo, Rumah Sakit berkoordinasi dalam hal kebutuhan obat- obatan dimana pihak RSU Kabanjahe pernah kekurangan logistik farmasi (obat- obatan). Koordinasi Vertikal dilakukan pimpinan rumah sakit dengan mengadakan rapat dengan para pejabat structural RSU Kabanjahe untuk membahas hal-hal yang diperlukan dan kendala yang dihadapi dalam penanganan bencana erupsi Gunung

Sinabung.

SPGDT bencana belum terbentuk di Kabupaten Karo, SPGDT banyak melibatkan multi sektoral dan program termasuk masyarakat untuk itu dalam membentuk SPGDT semua sector dan masyarakat harus duduk bersama untuk berkomitmen untuk melaksanakan SPGDT sehari-hari maupun Bencana.

Tahun 2010 Gunung Sinabung sudah pernah mengalami erupsi tetapi

Pemerintah Kabupaten Karo belum juga mempunyai Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo baru dibentuk pada tanggal 22 Januari 2014 yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan

Daerah Provinsi Sumatera Utara nomor 1 tahun 2014, karena masih baru dibentuk maka BPBD kabupaten Karo belum dapat bekerja secara maksimal.

108

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Perencanaan

Dengan menerapkan sistem perencanaan yang baik, maka manajemen rumah sakit sudah memecahkan sebagian masalah pelayanan yang dihadapi sebuah rumah sakit, karena upaya pengembangan rumah sakit didasarkan pada kebutuhan pengguna jasa pelayanan kesehatan (A.A. Gde Muninjaya). Didalam Peraturan Presiden

Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial.

Untuk itu rumah sakit harus menyusun suatu perencanaan dalam penanggulangan bencana. Perencanaan tersebut adalah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi rumah sakit dalam masa tanggap darurat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia (SDM, fasilitas sarana prasarana, tenaga dan ketersediaan dana ) serta menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5.1.1. Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan)

Rumah sakit berfungsi sebagai sumber utama untuk penanganan dan perawatan pasien yang terkena bencana. Karena begitu sentralnya peranan rumah

108 109

sakit maka sebelum bencana itu datang maka setiap pemangku jabatan di rumah sakit harus membuat persiapan dan bertanggung jawab untuk menyiapkan rencana aksi yang mungkin terjadi di daerahnya. Metodologi yang paling komprehensif yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kebencanaan adalah dengan membuat

Rencana Penanggulangan rumah sakit atau yang kita kenal dengan kata “Hosdip”

(Hospital Disaster Plan).

Penyusunan Hosdip diawali dengan mengenal keadaan daerahnya sendiri,

berdasarkan dari ancaman yang ada di daerah tersebut dan membuat gambaran dari

ancaman tersebut, selain itu, pengalaman yang sudah pernah dialami saat terjadi

bencana atau pun berdasarkan bencana yang terjadi pada daerah lainnya. Dalam

rencana penanggulangan bencana rumah sakit perlu adanya struktur organisasi

susunan tim dan tugas masing-masing anggota tim sudah jelas serta sudah

mempunyai persiapan kegiatan sebelum terjadi bencana seperti dukungan pelayanan

medis dan dukungan manajerial.

1. Dukungan Pelayanan Medis (Medical Support)

Bencana tidak dapat kita prediksi berapa besarnya bencana terjadi, untuk itu RS

menyiapkan daerah triase untuk penanganann bencana. kegiatan triase

dilakukan oleh bagian instalasi Gawat darurat (IGD) yang dipimpin oleh dokter

di IGD Sebelum bencana terjadi (Prabencana) Rumah sakit sudah menyusun

kebutuhan SDM dengan kemampuan yang sesuai dengan standart pelayanan.

Bila terjadi korban massal maka rumah sakit sebagi rujukan korban bencana

dapat meminta bantuan tenaga dari luar rumah sakit misalnya dari rumah sakit 110

terdekat lainnya atau korban dirujuk ke rumah sakit lainnya. Rumah sakit juga

menyiapkan prosedur khusus dalam melaksanakan dukungan medis karena

dengan adanya prosedur khusus maka penanganan bencana pada masa tanggap

darurat dapat ditangani dengan baik, seperti prosedur administrasi khusus untuk

tanggap darurat akan berbeda dengan prosedur administrasi pada keadaan

normal atau penggiliran tugas selama bencana. Menyiapkan peralatan

pertolongan mulai dari peralatan live saving sampai terapi defenitif.

2. Dukungan Manajemen (Managerial Support)

Dukungan manajerial juga dibutuhkan dalam penanganan bencana misalnya

menyiapkan pos komando, tim penanggulangan bencana rumah sakit sebaiknya

mempunyai pos komando (ruangan sebagai pos komando) di dalam rumah sakit

sebagai pusat kegiatan penanganan bencana di rumah sakit. Bencana tidak

dapat di duga/diprediksi kapan dan seberapa besar terjadi, untuk itu perlu

menyiapkan SDM cadangan, SDM cadangan dapat direkrut dari masyarakat

yang mempunyai kompetensi dalam kegawatdaruratan ataupun SDM cadangan

direncanakan dari instansi lain. Pada masa pra bencana kebutuhan logistik dapat

direncankan berdasarkan pengalaman yang pernah dialami ataupun belajar dari

pengalaman dari daerah lain yang pernah mengalami bencana yang sama.

Perencanaan kebutuhan logistik menjadi sangat penting karena saat bencana

terjadi maka tim penanggulangan bencana melakukan implementasinya,

penanganan bencana tidak terhambat karena kebutuhan logistik yang kurang.

Alur evakuasi dan area penampungan pasien dirumah sakit harus direncanakan 111

dan bila terjadi korban massal maka rumah sakit sudah mempunyai area

penampungan sementara dan dengan adanya alur evakuasi maka mobilisasi

pasien dirumah sakit dapat dengan tertib dilakukan. Tim penanggulangan

bencana rumah sakit juga melakukan pendataan pasien korban bencana guna

melakukan evaluasi kegiatan penanganan bencana. Fasilitas komunikasi juga

menjadi penting pada saat terjadi bencana untuk itu pihak manajemen rumah

sakit harus mempunyai fasilitas komunikasi seperti radio komunikasi, telepon

gawat darurat, telepon seluler, begitu juga sarana transportasi sangat dibutuhkan

pada saat terjadi bencana untuk itu manajemen rumah sakit perlu merencanakan

transportasi untuk penanganan bencana selain ambulans.

Berdasarkan hasil observasi dan analisis wawancara secara mendalam dengan beberapa informan bahwa RSU Kabanjahe tidak mempunyai Dokumen rencana penanggulangan bencana rumah sakit (Hosdip). RSU Kabanjahe hanya memiliki tim penanggulangan bencana yang baru dibentuk setelah terjadi erupsi Gunung Sinabung tahun 2013. Pimpinan RS Kabajahe sebelumnya tidak ada menyusun dokumen rencana penanggulangan bencana. Beberapa informan di RSU Kabanjahe menyadari akan pentingnya dokumen tersebut mengingat kabupaten Karo termasuk wilayah rawan bencana longsor dan gunung api dan berharap, pimpinan RSU Kabanjahe dapat menyusun dokumen rencana penanggulangan bencana rumah sakit.

Dalam pelaksanaan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung, tim penanggulangan bekerja sesuai dengan jadwal kerja rutin. Jumlah korban bencana yang datang berobat ke RSU Kabanjahe tidak begitu banyak sehingga pasien 112

pengungsi korban bencana maupun pasien umum dapat ditangani tampa harus merekrut SDM cadangan dari luar RS atau menambah jam kerja (lembur) dan pasien yang datang ke IGD tidak harus sampai dilakukan triase, pasien yang datang ke IGD langsung ditangani oleh tenaga paramedis di IGD.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Ismunandar, dkk (2012) yang menyatakan bahwa di RSUD Undata Palu juga belum mempunyai dokumen Hosdip dan yang ada hanya tim Penanggulangan bencana dan tim tersebut sudah lama tidak aktif.

5.1.2. Tim Penanggulangan Bencana

Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit bahwa

Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan gawat darurat, berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana dan melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa serta berkewajiban memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

Sejak tahun 1993 kementerian kesehatn telah mengeluarkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim

Kesehatan Penanggulangan bencana di setiap rumah sakit, tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak RS yang belum membentuk tim penanggulangan bencana (Sarim, 2003), dan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.

129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dikatakan bahwa Setiap rumah sakit harus memiliki Tim Penanggulangan Bencana. Ini berarti bahwa rumah sakit harus mempunyai tim penanggulangan bencana rumah sakit untuk 113

penanganan bencana baik bencana eksternal maupun internal rumah sakit. Pada umumnya susunan organisasi tim penanganan bencana disesuaikan dengan susunanan organisasi rumah sakit. Departemen Kesehatan RI telah mengeluarkan buku Pedoman

Perencanaan Penyiagaan Bencana Rumah Sakit dimana di dalam buku pedoman tersebut terdapat susunan tim penanganan bencana.

Dalam tim pelaksana penanganan bencana terdapat beberapa urusan antara lain:

1. Operasional

a. Menganalisa informasi yang diterima, didalam situasi bencana tim harus

dapat dengan cepat menganalisa dengan cepat menganalisa informasi yang

diterima guna penanganan cepat dan hal ini harus didukung alat komunikasi

yang memadai seperti radio komunikasi.

b. Melakukan identifikasi kemampuan yang tersedia, tim melakukan

identifikasi kemampuan yang dimiliki rumah sakit baik sarana parasarana

maupun sumber daya manusia.

c. Melakukan pengelolaan sumber daya, tim harus dapat mengelola sumber

daya yang ada di rumah sakit untuk penanganan bencana bila bencana

terjadi.

d. Memberikan pelaayanan medis, seperti melakukan tindakan triase pada saat

bencana. Triase adalah tindakan untuk memilah/mengelompokan korban

berdasar beratnya cidera, kemungkinan untuk hidup dan keberhasilan

tindakan berdasar sumber daya (SDM dan sarana) yang tersedia. Triase 114

dipimpin oleh dokter IGD bersama perawat IGD, tindakan triase dilakukan

tidak lebih dari 60 detik/pasien tampa tindakan dan kemudian korban

dibeda dengan menurut kegawatdaruratannya dengan meberi warna

(Merah, kuning, hijau dan hitam)

e. Menyiapkan tim evakuasi dan transportasi, peranan transportasi tidak kalah

penting untuk pengangkutan korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan

atau untuk merujuk korban ke rumah sakit rujukan bila korban

membutuhkan perawatan yang lebih memadai. Dalam setiap ambulans

minimal terdapat 2 orang paramedic dan 1 pengemudi (bila memungkinkan

ada 1 orang dokter)

f. Menyiapkan tim keamanan, tim keamanan bertanggungjawab atas

pelaksanaan pengamanan berjalannya evakuasi korban di rumah sakit

(mengatur keluar masuknya ambulan) dan dari orang-orang yang tidak

bertanggungjawab, mengatur jadwal piket keamanan setiap hari, melakukan

pelaporan pelaksanaa kegiatan keamanan secara rutin selama masa tanggap

darurat

g. Melakukan pendataan pelaksanaan kegiatan.

2. Logistik :

a. Bertanggungjawab terhadap perbekalan logistik umum dan obat-obatan

maupun peralatan medis sangat diperlukan dalam penanggulangan bencana,

hal ini menjadi penting bagi tim yang bertanggungjawab terhadap logistik

untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu. 115

b. Menyiapkan transportasi untuk tim, korban bencana dan yang memerlukan.

Transportasi ambulans bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit

tetapi merupakan serangkaian tugas yang harus dilakukan sejak pasien

dimasukan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh rumah sakit.

Transportasi dalam masa tanggap darurat harus disediakan bagi tim dan

yang memerlukan termasuk kelaurga korban bencana. Untuk transportasi

tim dapat berkoordinasi dengan instansi yang terkait dengan penanganan

bencana seperti PMI, BNPB/BPBD dan SAR dan Rumah Sakit lain.

3. Perencanaan

a. Tim penangggulangan bencana menyusun perencanaan untuk ketersediaan

SDM, bila terjadi korban dalam jumlah besar (korban missal), tim

penaggulangan bencana rumah sakit pasti memerlukan tambahan tenaga

medis maupun paramedis untuk itu perlu disusun perencanaan kebutuhan

SDM

b. Patient tracking dan Informasi Pasien

4. Keuangan

Tim penanggulangan merencanakan anggaran untuk penyiagaan penanganan

bencana seperti melakukan pelatihan untuk peningkatan kemampuan tim dalam

penanganan bencana, menyiapkan anggaran untuk obat-obatan, penyiapan

peralatan yang mendukung kegiatan penanganan bencana, memberikan

kompensasi bagi petugas (bila anggaran tersedia) dan melakukan klaim

pembiayaan korban bencana kepada Kementerian kesehatan atau BPBD. 116

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan ada beberapa fakta yang menarik yakni pada waktu terjadi erupsi tahun 2010, tim penanggulangan bencana pernah dibentuk tetapi tim ini tidak aktif, dan Tim Penanggulangan bencana Rumah

Sakit Umum Kabanjahe kemudian dibentuk kembali pada tanggal 16 September 2013 dengan Keputusan Direktur RSU Kabanjahe Nomor : 938/RSU/IX/2013 tentang

Penanggulangan Bencana dan susunan tim disesuaikan dengan dengan struktur organisasi RSU Kabanjahe tetapi tim ini belum tersosialisasikan ke semua anggota yang ada dalam tim, karena tidak semua anggota tim menerima SK tersebut dan hanya sebagian anggota tim yang mengetahui namanya ada dalam susunan tim penanggulangan bencana RSU Kabanjahe.

Dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung tahun 2014, menurut informan, Tim penanggulangan bencana dalam penanganan bencana bekerja sesuai dengan jadwal rutin yang telah ditentukan RSU Kabanjahe. pasien korban bencana maupun pasien umum dapat ditangani walau terdapat berbagai hambatan seperti kekurangan obat dan kekurangan tabung oksigen dapat di tanggulangi dengan cara meminta bantuan obat-obatan dari Dinas Kesehatan setempat dan tabung oksigen di pinjam dari distributor tabung oksigen. Tindakan triase tidak adadilakukan karena korban yang datang ke IGD tidak melebihi kapasitas tempat tidur IGD, begitu pasien masuk ruang IGD pasien langsung ditangani oleh tenaga paramedik di IGD. Di RSU

Kabanjahe belum ada terlihat alur evakuasi dan prosedur khusus untuk penanganan bencana belum ada disusun. Transportasi yang digunakan dalam penanganan bencana 117

adalah mobil ambulas rumah sakit tetapi semua mobil ambulans sudah tidak diperlengkapi dengan peralatan kegawat daruratan.

Pembentukan Tim Penanggulangan bencana selain untuk kepentingan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat tim penanggulangan bencana rumah sakit juga digunakan untuk kelengkapan dokumen untuk kepentingan akreditasi rumah sakit dimana saat ini Rumah Sakit Umum

Kabanjahe sedang mengembangkan akreditasi dari kelas C menjadi kelas B dan persiapan untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dimana salah satu kelengkapan dokumen akreditasi adalah mempunyai 1 (satu) tim penanggulangan bencana seperti tercantum didalam standar pelayanan minimal rumah sakit yang menyatakan bahwa Instalasi Gawat Darurat rumah sakit, minimal harus mempunyai satu tim penanggulangan bencana. Hasil penelitian ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Ismunandar dkk (2012) yang menyatakan bahwa Rumah

Sakit Umum Undata Palu suda memiliki Tim penanggulangan bencana tetapi tidak aktif, tim penanggulangan bencana yang dibentuk hanya untuk mendapatkan akreditasi Rumah Sakit.

5.1.3. Sumber Daya Manusia Kesehatan

Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (sumber daya manusia) kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat bencana. Kondisi tersebut memang sudah ada sejak sebelum terjadinya bencana. Untuk itu penanganan bencana memerlukan SDM yang memadai baik dari segi jumlah maupun kompetensi dan 118

kemampuannya dengan tingkat dan jenis bencana yang akan dihadapi. Distribusi dan

Mobilisasi SDM dilakukan dalam rangka antisipasi pemenuhan kebutuhan minimal tenaga pada pelayanan kesehatan akibat bencana pada saat dan pasca bencana.

Mobilisasi ini dilakukan apabila masalah kesehatan yang timbul akibat bencana tidak dapat diselesaikan oleh daerah tersebut sehingga memerlukan bantuan dari daerah lain. (Depkes RI, 2006).

Mengingat sampai saat ini Kabupaten Karo sudah dua kali mengalami bencana erupsi Gunung Sinabung sudah seharusnya dilakukan antisipasi terhadap terjadinya bencana erupsi gunung api apalagi di Kabupaten Karo terdapat dua gunung api aktif, SDM Kesehatan sangat berperan penting dalam melakukan pelayanan kesehatan saat bencana. Untuk itu dalam pemenuhan kebutuhan minimal tenaga pada pelayanan kesehatan pada saat bencana diperlukan perencanaan SDM Kesehatan agar penanganan bencana dapat dilakukan dengan baik. Dalam Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 066/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman SDM Kesehatan dalam penanggulangan bencana terdapat jumlah kebutuhan SDM kesehatan di fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit rujukan.

Dalam Kepmenkes tersebut disebutkan jumlah kebutuahan untuk dokter umum dengan jumlah pasien 80 orang dan dokter yang ada 1 (satu) orang maka tenaga dokter umum yang masih dibutuhkan 1 dokter umum lagi, jika dilihat dengan jumlah dokter umum yang ada di RSU Kabanjahe sebanyak 12 orang dan dengan jumlah kunjungan pasien di rawat inap maupun rawat jalan tahun 2013 adalah sebanyak 42.263 orang dan dengan rata-rata kunjungan per hari adalah 116 orang. 119

Jika dibandingan jumlah kunjungan pasien asal pengungsi dari bulan September 2013 s/d April 2014 adalah sebanyak 1439 orang baik di rawat inap maupun rawat jalan.

Maka untuk kebutuhan dokter umum di RSU Kabanjahe pada saat bencana sudah mencukupi dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung. Selain itu berdasarkan Kepmenkes RI no. 340 tahun 2010 tentang kebutuhan tenaga medis berdasarkan kelas rumah sakit, maka kebutuhan SDM kesehatan untuk RSU

Kabanjahe sudah mencukupi.

Peningkatan dan Pengembangan SDM kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan untuk penanggulangan bencana dan diarahkan untuk kemampuan dalam melaksanakan tugasnya secara professional. Melalui pembinaan yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan, diharapkan kinerja SDM Kesehatan dapat meningkat lebih baik. (Depkes, 2006). Dari hasil observasi di RSUD Kabanjahe belum pernah melakukan pelatihandan simulasi seperi HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and Disaster), dan pelatihan manajemen bencana belum pernah dilakukan. Hal ini disebabkan tidak adanya dana khusus untuk kegiatan tersebut dan kurangnya perhatian dan dukungan dari pihak manajemen atau pimpinan sebelumnya terhadap Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit.

Penanganan bencana memerlukan tenaga-tenaga terlatih dan terampil. Untuk itu peningkatan kapasitas yang berkaitan dengan program/kegiatan meningkatkan/membangun kapasitas individu dalam menghadapi bencana harus dilakukan melalui suatu program pembinaan dan pelatihan yang terencana. Semua petugas yang di Ruang Instalasi Gawat Darurat sudah pernah mengikuti pelatilan 120

PPGD (pertolongan pertama gawat darurat), BTLS dan semua dokter umum sudah pernah mengikuti pelatihan ATLS, ACLS dan Pimpinan rumah sakit juga pernah mengikuti manajemen bencana yang di selenggarakan Dinas Kesehatan Provinsi

Sumatera Utara. Dengan adanya peningkatan kapasitas SDM kesehatan RS maka akan meningkatkan kesiapan SDM Kesehatan dalam menghadapi bencana. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi (2010) bahwa kesiapsiagaan SDM kesehatan akan meningkat 2.5 kali pada tenaga kesehatan yang mendapatkan pelatihan manajemen bencana dibandingkan denga tenaga yang tidak mendapatkan pelatihan dan juga sesuai dengan pendapat Sedarmayanti (2009) bahwa untuk meningkatkan kualitas non fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan dan Pelatihan.

5.1.4. Fasilitas, Sarana dan Prasarana Rumah Sakit

Dalam Undang-undang RI, No. 44 tahun 2010 tentang Rumah Sakit dan

Kepmenkes RI, No. 340 tahun 2010 tentang klasifikasi Rumah Sakit, diatur tentang faslitas sarana dan prasarana yang harus dimiliki rumah sakit. Dalam memberi pelayanan kesehatan yang bermutu maka rumah sakit harus mempunyai standar yang harus dipenuhi, salah satunya adalah fasilitas dan peralatan yang siap pakai secara terus menerus untuk menunjang program penanggulangan bahaya kebakaran dan bencana (Djoko Wijono, 1999).

Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam mengungkapkan, bahwa

RSU Kabanjahe belum menyusun rencana kebutuhan fasilitas sarana dan prasarana untuk penanggulangan bencana. Fasilitas/alat kesehatan yang ada di Instalasi Gawat

Darurat belum cukup sesuai dengan kapasitas tempat tidur IGD untuk penanganan 121

keadaan darurat. masih terdapat kekurangan alat-alat kesehatan misalnya jumlah tabung oksigen yang ada di IGD berjumlah 3 buah sedangkan jumlah tempat tidur yang ada 5 tempat tidur hal ini belum sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan

RI. Nomor : 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat.

Dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung RSU Kabanjahe menggunakan fasilitas sarana dan prasarana yang sudah ada di RSU Kabanjahe, dan dalam hal kekurangan peralatan kesehatan pihak RSU Kabanjahe meminjam dari distributor seperti tabung oksigen. Dalam penyusunan rumusan program dan kegiatan pokok Rumah Sakit Umum Kabanjahe berdasarkan Rencana Strategi Rumah Sakit tahun 2011 s/d 2015 dan setiap tahun anggaran rumah sakit berusaha melengkapi alat kesehatan pada pelayanan rawat inap, rawat jalan dan IGD rumah sakit. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Sarim (2003), yang menyatakan rumah Sakit yang ada di wilayah Cirebon tidak siap menghadapi kegawatdaruratn bencana.

5.1.5. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Rumah Sakit sebagai unit pelayanan publik di linkungan kerja Pemerintah

Daerah perlu memiliki dan menerapkan SOP Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas, pekerjaan sesuai fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah. SOP di lihat dari fungsinya standar operasional prosedur berfungsi membentuk system kerja dan alur kerja yang teratur dan sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan serta menggambarkan bagaimana pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku. SOP secara umum 122

merupakan gambaran langkah-langkah kerja (system mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan.

Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam melaksanaan fungsinya sudah mempunyai standar pelayanan dan Standar operasional prosedur di masing-masing unit kerja. Standar Pelayanan tertuang dalam dokumen Standar Pelayanan Minimal

(SPM) Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang di tandatangani Bupati Kabupaten

Karo tanggal 19 Maret 2014, tetapi dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pengungsi korban bencana gunung Sinabung, rumah sakit umum Kabanjahe belum menyusun standar operasional prosedur khusus untuk penangganan korban bencana baik bencana internal maun bencana eksternal rumah sakit. Standar Operasional

Prosedur yang digunakan adalah Standar Operasional Prosedur yang sudah ada. Hal ini mungkin dikarenakan pasien pengungsi korban bencana yang berobat baik di rawat jalan maupun rawat inap tidak begitu besar, sehingga dengan SOP yang ada, korban pengungsi dapat ditangani, tetapi mengingat bencana tidak diprediksi berapa besar terjadi maka pihak manajemen RSU Kabanjahe harus menyusun prosedur khusus untuk penanganan bencana. Dan berdasarkan observasi peneliti, SOP yang telah disusun oleh Manajemen RSU Kabanjahe belum tersosialisasi sepenuhnya di seluruh Pegawai rumah sakit maupun masyarakat dengan tidak adanya dokumen SOP di masing-masing unit pelayanan. SOP tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal karena bukan hanya dapat digunakan untuk mengukur Kinerja organisasi public yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu tetapi juga mengukur kinerja organisasi di mata masyarakat. 123

5.1.6. Ketersediaan Anggaran

Anggaran berfungsi sebagai perencanaan harus dapat menyesuaikan rencana yang dibuat untuk berbagai bagian dalam organisasi sehingga rencana kegiatan yang satu akan selaras dengan yang lain dan lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan pengalaman masa lalu dan taksiran-taksiran pada masa yang akan datang, oleh karena itu anggaran dapat menjadi pedoman kerja bagi setiap bagian dalam organisasi untuk menjalankan kegiatannya. (Supriyono, 1990).

Dalam penyusunan anggaran RSU Kabanjahe mengacu pada Rencana Strategi yang telah disusun yaitu Rencana Strategi Rumah Sakit Umum Kabanjahe tahun 2011 s/d 2015. Dimana dalam Rencana Strategi tersebut sudah tertuang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam masa lima tahun. Program dan kegiatan yang terpilih diambil dari program-program yang ada dalam Permendagri No. 13 tahun

2006. Dalam rencana strategi RSU Kabanjahe tersebut belum ada di anggarkan untuk penanganan bencana walaupun bencana erupsi Gunung Sinabung telah terjadi pada tahun 2010. Kalau mengikuti pendapat dari Supriyono, (1990). Seharusnya dalam menyusun Rencana Strategi rumah sakit mempertimbangkan bencana erupsi Gunung

Sinabung menjadi rencana kegiatan penanganan bencana.

5.2. Pelaksanaan

Perencanaan yang baik, kurang berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber daya baik manusia maupun non manusia pada pelaksanaan tugas. 124

5.2.1. Rencana Penanggulangan Bencana Rumah Sakit dan Tim Penanggulangan Bencana

Dalam pelaksanaan penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung

Rumah Sakit Umum Kabanjahe belum mempunyai suatu rencana penanggulangan bencana karena menurut salah satu informan mengatakan bahwa pejabat pimpinan sebelum tidak menyusun dokumen rencana penanggulangan tersebut. Dan pimpinan saat ini baru menjabat sebagai direktur pada September 2013 jadi tidak mengetahui apakah pimpinan yang sebelumnya telah menyusun dokumenya Hosdip tetapi menurut informan yang telah lama bekerja di rumah sakit umum Kabanjahe, belum ada penyusunan rencana penanggulangan bencana di RSU Kabanjahe walaupun tahun

2010 sudah pernah terjadi erupsi gunung Sinabung.

Dalam Surat Keputusan Direktur RSU Kabanjahe tersebut masing-masing seksi belum mempunyai tugas dan fungsi yang jelas misalnya unsur petugas medis paramedis yang di bagi dalam tiga tim yaitu Tim I (tim Siaga), Tim II (Tim Sedia) dan Tim III (Tim Selamat). Menurut informan Tim siaga bertugas dalam memeberi perawatan kesehatan, tim II bertugas bertanggungjawab dalam kelengkapan fasilitas alat kesehatan dan logistik dan obat dan Tim selamat bertanggungjawab dalam memberi laporan perkembangan penanganan korban bencana. Tetapi tugas dan tanggungjawab tersebut tidak ada tertulis dalam Surat Keputusan Direktur RSU

Kabanjahe. Tidak seperti halnya dengan Tim Penanggulangan Bencana di RSUD

Penembahan Senopati Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yokyakarta. Tim

Penanggulangan Bencana RS sudah dibentuk sejak tahun 2009. Tim penanggulangan 125

RSUD Bantul sudah mempunyai tugas dan fungsi serta kegiatan yang jelas, misalnya

Tugas bagian Logistik yang bertanggungjawab pada ketersediaan fasilitas (peralatan

Medis).

5.2.2. Sumber Daya Manusia Kesehatan

Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama.

Mengingat visi dan misi serta motto rumah sakit maka dalam melaksanakan penanganan korban bencana di rumah sakit umum Kabanjahe, menurut informan

SDM kesehatan rumah sakit sudah bekerja sesuai dengan jadwal yang ditentukan manajemen rumah sakit. IGD tetap buka 24 jam setiap harinya, semua paramedis yang bekerja di IGD sudah pernah mengikuti pelatihan PPGD, begitu juga dokter yang di IGD sudah semua mengikuti pelatihan ACLS dan ATLS, dokter jaga di

Instalasi Gawat Darurat di bagi 3 (tiga) shift setiap satu shift dokter yang bertugas di

IGD ada 1 (satu) orang tetapi apabila pasien datang dalam jumlah yang banyak, maka dokter lainnya dapat siap dipanggil, mobil ambulance siap sedia 24 jam untuk menjemput dari posko/desa dan mengantar kembali korban bencana ke posko/desanya. 126

Sebagian Sumber Daya Manusia Kesehatan di RSU Kabanjahe dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada korban bencana pada saat maupun pasca bencana tidak sebagai Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit melainkan sebagai individu karena mereka menyadari salah satu fungsi rumah sakit adalah fungsi sosialnya, dan mengingat tradisi adat istiadat/kebiasaan suku Karo adalah sifat kegotongroyongan yang masih kental. Berdasarkan KMK RI No. 066 tahun 2006 tentang pedoman kebutuhan SDM Kesehatan dalam penanganan bencana, SDM kesehatan RSU Kabanjahe dalam pelaksanaan penanganan erupsi bencana secara jumlah mencukupi karena RSU Kabanjahe mempunyai sumber daya manusia sebanyak 252 orang. Dengan jumlah dokter umum sebanyak 12 orang, dokter spesialis 18 orang dan tenaga perawat sebanyak 60 orang. Berdasarkan observasi jumlah kunjungan pasien korban bencana rata-rata per hari 5 s/d 10 maka kebutuhan untuk tenaga dokter umum sudah mencukupi dan untuk kebutuhan perawat dalam penanganan bencana adalah 1 (satu) perawat menangani 1 (satu) pasien pengungsi.

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal RSU Kabanjahe tahun 2013, pemberian pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat yang masih berlaku hanya mencapai 38, 10 % dimana standar pelayanan minimal menurut Kepmenkes RI.

No. 228/Menkes/SK/III/2002 adalah 100 %. Untuk itu pihak rumah sakit dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM Kesehatan terutama tenaga medis dan para medis menganggarkan biaya untuk pelatihan ATLS dan ACLS bagi dokter umum.

Kondisi ini sesuai dengan pendapat Rivai (2004) yang menyatakan bahwa produktifitas dapat ditingkatkan apabila SDM memiliki pelatihan yang diikuti SDM. 127

Dengan pelatihan yang dilakukan diharapkan tenaga paramedis dan medis yang ada di RSU Kabanjahe semakin terampil dalam pemberian pelayanan kegawatdaruratan.

5.2.3. Fasilitas Sarana dan Prasarana

Dalam melaksanakan penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung diperlukan fasilitas sarana dan prasarana yang cukup. Alat kesehatan yang digunakan dalam penanganan korban bencana adalah peralatan yang ada di Instalasi Gawat

Darurat juga digunakan untuk pelayanan kedaruratan sehari-hari dengan kapasitas 5

(lima) tempat tidur, begitu pula dengan obat-obat emergency RS tidak menyiapkan secara khusus untuk penanganan bencana tetapi menggunakan obat-obat emergency yang disediakan di IGD . Obat-obatan untuk keadaan darurat cukup tersedia di apotek

IGD dan Gudang Farmasi, Obat-obatan di Instalasi Gawat Darurat selalu dicek untuk kecukupanannya dan apabila sudah mulai berkurang langsung di amprah ke apotik rumah sakit yang berada di sebelah ruang IGD.

Jika terjadi suatu keadaan di mana korban melampaui kapasitas IGD maka fasilitas/alat-alat medis dapat dipinjamkan dari ruangan Kamar Operasi dan ICU yang bersebelahan dengan IGD demikian juga obat-obatan tersedia di gudang farmasi, seperti pada waktu evakuasi korban meninggal karena terkena awan panas, pada saat itu IGD kekurangan tempat tidur lalu menggunakan tempat tidur dari ruang rawat inap. Ruangan IGD belum mempunyai ruangan khusus untuk operasi, letak ruangan

Operasi berada di gedung lama. Masih banyak peralatan yang masih kurang di IGD seperti splient, kursi roda ada satu, brangkar hanya ada satu, alat EKG sudah tidak berfungsi dan peralatan di rumah sakit masih banyak perlu kalibrasi lagi. Ruang 128

untuk triase belum ada, masih bersatu dengan ruang tindakan begitu juga dengan ruang administrasi dan ruang tindakan masih dalam satu ruangan sehingga bila terdapat pasien gawat darurat lebih dari 5 orang sudah menghalangi arus pasien, Hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan pimpinan rumah sakit yang sebelumnya, serta kurangnya dukungan sumber daya.

Dalam pelaksanaan penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung pihak Rumah Sakit Umum Kabanjahe meminta bantuan obat-obatan ke Dinas

Kesehatan Kabupaten Karo dan mendapat bantuan obat-obatan dari pihak swasta.Selain itu RSU Kabanjahe dalam hal kekurangan tabung oksigen meminjam dari distributor tabung oksigen. Jadi dalam penangana korban bencana erupsi Gunung

Sinabung, Rumah Sakit Umum Kabanjahe belum mempunyai kesiapan dalam hal peralatan kesehatan. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan Ismunandar, dkk. 2012 dimana RSUD Undata Palu belum mempunyai Kesiapan fasilitas sarana dan prasarana.

5.2.4. Standar Operasional Prosedur

Pada dasarnya SOP adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang ada dalam organisasi yang digunakan untuk memastikan setiap keputusan, langkah atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi telah berjalan konsisten dan sistematis. (Tambunan,

2008), tetapi menurut Hasil Kajian (Tjipto Atmoko) di lingkungan Pemerintah

Daerah Provinsi Jawa Barat menunjukan Tidak semua unit kerja Pemerintah Daerah memiliki SOP, mengingat pentingnya SOP dalam organisasi sudah seharusnyalah 129

setiap unit kerja pelayanan Publik instansi pemerintah memiliki SOP sebagai acuan dalam bertindak agar kinerja pemerintah dapat dievaluasi.

Dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

772/MENKES/SK/VI/ 2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit

(Hospital Bylaws), ada lima kerangka hukum yang mengatur kehidupan Rumah

Sakit, salah satunya adalah kebijakan teknis operasional Rumah Sakit, yaitu SOP.

Berdasarkan hal tersebut, posisi SOP berada di bawah peraturan internal Rumah

Sakit (Hospital Bylaws). Untuk itu Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam melaksanaan fungsinya sebagai intansi layanan publik sudah mempunyai Standar operasional prosedur tertuang dalam dokumen Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Namun dalam pelayanan kesehatan bagi pengungsi korban bencana gunung

Sinabung, rumah sakit umum Kabanjahe belum menyusun standar operasional prosedur (SOP) khusus untuk penangganan korban bencana baik bencana internal maun bencana eksternal rumah sakit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fina

Rahayu (2011) yang menyatakan manajemen penanggulangan bencana di Rumah

Sakit X kota Depok, belum optimal ini terlihat dari tidak adanya sosialisasi dan pembaharuan Prosedur.

Standar Operasional Prosedur yang digunakan adalah SOP yang sudah ada seperti SOP pelayanan di IGD, SOP Pelayanan Apotik, SOP Pelayanan Poli, SOP

Proses Pengisian Rekam Medis, SOP Proses Permintaan Obat. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian oleh Ismunandar, dkk (2012) dimana SOP dalam penanganan korban bencana masih kurang, baik menyangkut penanganan bencana 130

luar Rumah Sakit (Eksternal Disaster) maupun yang terjadi dalam lingkup Rumah

Sakit sendiri (Internal Disaster). Kekurangan SOP sudah disadari dan masih dalam proses penyusunan untuk memenuhi persyaratan akreditasi. SOP pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang dalam suatu organisasi telah berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis.

SOP rumah sakit yang telah disusun harus disosialisasi kepada seluruh unit kerja dalam organisasi rumah sakit karena SOP diperlukan dalam menjalankan kegiatan organisasi dan masyarakat.

5.2.5. Ketersediaan Anggaran

Dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 22 tahun 2008 tentang pendanaan dan pengelolaan bencana pada Bab III menyatakan bahwa pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana ditujukan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana secara berdayaguna, berhasilguna dan dapat dipertanggungjawabkan, dana tersebut menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan pemerintah daerah yang bersumber dari

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah (APBD) dan atau bersumber dari Masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah no. 22 tahun 2008 anggaran penanggulangan bencana berasal dari APBN dan APBD dimana anggaran tersebut dapat difasilitasi oleh BPBD atau Dinas Kesehatan. Dalam

Perka BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa sebagian besar pembiayaan untuk 131

kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintah dan pembangunan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Nasional, Propinsi atau Kabupaten/Kota.

Dan menurut Kepmenkes RI. No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman penanggulangan bencana bidang kesehatan menyatakan anggaran untuk penangulangan bencana pada dasarnya menggunakan dana anggaran bencana yang dialokasikan pada APBD Kabupaten/Kota. Departemen Kesehatan dalam pelaksanaan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana telah mengalokasikan anggaran APBN yang penggunaanya disusun, antara lain ; obat, bahan habis pakai, dan alat kesehatan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut terdapat kebijakan yang menyatakan pada masa tanggap darurat pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pelayanan kesehatan pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana disesuaikan dengan kebijakan

Menteri Kesehatan dan Pemda Setempat. Tetapi dalam pelaksanaannya hal tersebut sedikit berbeda dengan hasil wawancara secara mendalam dengan informan koordinator posko pengungsian, salah satu pengungsi yang berobat ke rumah sakit umum Kabanjahe harus membeli obat sendiri.

5.3. Koordinasi

Koordinasi yang solid sering dinyatakan terbukti mampu mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh suatu bencana dan sekaligus merupakan faktor sukses utama di dalam penanganan bencana. Menurut pendapat Hasibuan 132

(2007) bahwa koordinasi dapat berlangsung secara vertikal (yaitu diantara berbagai pihak diberbagai level yang berbeda didalam penanganan bencana) dan secara horizontal (antar pihak pada level yang sama di dalam rantai penanganan yang sama).

Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam melakukan penanganan korban bencana erupsi Gunung Sinabung melakukan kedua koordinasi tersebut. Kedudukan rumah sakit terhadap supra struktural pada saat bencana dari luar rumah sakit maka rumah sakit bersikap siapsiaga/standby. Supra struktural adalah hubungan yang terjalin melalui garis koordinasi dengan direktur rumah sakit. Direktur rumah sakit memberikan instruksi kepada tim penanggulangan bencana untuk langkah-langkah lebih lanjut sesuai hasil koordinasi dengan pihak supra struktural. Tim penanggulangan bencana juga berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya seperti rumah sakit lainnya, PMI, SAR dan Pimpinan SKPD lainnya guna memperlancar pelaksanaan penanganan bencana. gambaran koordinasi RSU Kabanjahe dapat dilihat pada gambar berikut ini ;

133

Dinas Kesehatan Provinsi

Dinas Kesehatan Kab/kota

Direktur RS

• RS Lain Tim Penanggulangan • PMI

Bencana • SKPD

Gambar 5.1. Koordinasi RSU Kabanjahe dalam Penanganan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

Pada masa tanggap darurat RSU Kabanjahe melakukan koordinasi setiap harinya di Media Center dengan tim pendamping BNPB, BPBD Kabupaten Karo,

Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, PMI, SAR dan instansi SKPD lainnya, dan

Direktur RSU Kabanjahe melakukan dengan unit pelayanan di lingkungan rumah sakit Kabanjahe yang dilakukan seminggu sekali dengan pejabat struktural RSU

Kabanjahe yang sekaligus anggota tim penanggulangan bencana

Menurut Gulick dalam Pinkowski (2008) yang mengatakan dalam teorinya bahwa banyak orang yang bekerjasama dan menghasilkan hasil yang baik terjadi saat orang-orang berada dalam divisi kerja. berdasarkan hal itu dengan koordinasi yang telah dilakukan diharapkan penanggulangan korban bencana erupsi Gunung Sinabung di Tanah Karo dapat berjalan dengan baik. 134

Selain Rumah sakit sebagai layanan publik juga merupakan salah satu posko kesehatan. Rumah sakit Kabanjahe tetap standby kapan saja dibutuhkan, mobil ambulans digunakan untuk menjemput dan mengantar pengungsi yang membutuhkan pertolongan baik ke posko maupun ke desanya. Menurut informan dari tim pendamping BNPB, rumah sakit Kabanjahe juga ikut terlibat pada saat evakuasi korban yang terkena awan panas yang menyebabkan beberapa orang meninggal dan terluka, tim rumah sakit turut serta dalam kegiatan evakuasi dengan mengirimkan tim medis dan mobil ambulans.

Dalam hal Logistik Obat-obatan rumah sakit mengalami kekurangan obat- obatan dan mengajukan usulan permintaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Karo. Dinas Kesehatan Kabupaten Karo siap memberikan bantuan obat-obatan yang dibutuhkan Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Rumah sakit Umum Kabanjahe juga telah menjalin jejaring pihak distributor misalnya meminjam oksigen untuk penanganan korban bencana serta rumah sakit ada menerima bantuan obat-obatan dari pihak swasta seperti dengan PT Pentavalena. Hal ini sejalan dengan pendapat

Rowland (2004) bahwa koordinasi dalam penanganan bencana melibatkan multi sektor.

SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, 135

pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi. SPGDT merupakan adalah sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita.

Di Kabupaten Karo Sistem ini belum ada dilakukan, tetapi dalam melakukan evakuasi seperti penanganan korban yang terkena awan panas, semua tim bekerjasama dalam mengevakuasi korban seperti Tim SAR, Polri, TNI, tenaga sukarelawan, tim kesehatan RSU Kabanjahe, PMI, Tim Pendamping BNPB dan masyarakat. Menurut informan Tim pendamping BNPB korban yang meninggal di evakuasi ke RSU Kabanjahe dan yang terluka ke RS Efarina Etaham. Selama ini belum ada sosialisasi SPGDT dimasyarakat apa dan bagaimana dan kemana harus berkomunikasi bila menghadapi kegawatdaruratan akibat bencana padahal sejak tahun 2000 Kemenkes sudah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat

Darurat Terpadu sehari maupun bencana (SPGDT S/B) dan pada tanggal 29 Agustus

2012 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara sudah mengadakan simulasi SPGT

Bencana dengan mengundang semua Kepala Dinas Kesehatan dan pimpinan rumah sakit dan melibatkan tim SAR, Kepolisian dan TNI.

136

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

6.1.1. Perencanaan

Dalam menghadapi Bencana Erupsi Gunung Sinabung, RSU Kabanjahe belum mempunyai kesiapan dalam penanganan korban bencana erupsi Gunung sinabung, ini dapat dilihat belum adanya perencanaan baik dalam dokumen perencanaan penanggulangan bencana RS (HOSDIP), SDM Kesehatan, Sarana prasarana, SOP maupun perencanaan pembiayaan dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung Kabupaten Karo.

6.1.2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan penanganan korban bencana erupasi Gunung Sinabunng,

Tim penanganan bencana bertugas sesuai dengan jadwal rutin baik yang di pelayanan rawat jalan, rawat Inap maupun IGD, SDM kesehatan yang ada di RSU Kabanjahe secara jumlah sudah mencukupi, tetapi peningkatan kompetensi/kemampuan SDM kesehatan masih kurang terutama tenaga medis dan paramedis di IGD, fasilitas sarana dan prasarana RSU Kabanjahe yang digunakan masih kurang terutama di bagian IGD, RSU Kabanjahe tidak mempunyai anggaran khusus yang digunakan adalah anggaran yang ada (rutin) baik yang berasal dari APBD maupun APBN.

136 137

6.1.3. Koordinasi

1. Koordinasi yang dilakukan dalam masa tanggap darurat penangganan bencana

erupsi Gunung Sinabung dilakukan RSU Kabanjahe dengan melakukan

pertemuan setiap hari di Media center dengan instansi yang terkait dengan

penanganan bencana dan melakukan koordinasi 1 (satu) kali seminggu dengan

pejabat struktural di lingkungan RSU Kabanjahe untuk mengetahui

perkembangan penanganan bencana dan kendala-kendala yang dihadapi RS.

2. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) baik sehari-hari

maunpun dalam situasi bencana belum ada di susun tersistem, tetapi dalam

evakuasi korban yang terkena awan panas, RSU Kabanjahe berkoordinasi

dengan tim SAR, TNI, Polri, Dinas Kesehatan. Korban meninggal ditangani di

RSU Kabanjahe dan korban yang masih hidup langsung dibawa ke RS Efarina

Etaham.

6.2. Saran

1. RSU Kabanjahe diharapkan segera menyusun suatu rencana penanggulangan

bencana rumah sakit (Hospital Disaster Plan) dimana dalam dokumen tersebut

terdapat Tim Penyiagaan Penanggulangan Bencana Bagi Rumah Sakit

2. RSU Kabanjahe diharapkan dapat mengadakan peningkatan pengetahuan dan

keterampilan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan terutama bagi anggota

tim penanggulangan bencana dan SDM kesehatan di IGD secara berkala,

berjenjang dan berkesinambungan melalui pendidikan dan pelatihan seperti 138

simulasi penanganan korban bencana minimal sekali dalam setahun, diharapkan

dengan pelatihan dan simulasi ini SDM dapat bergerak dan bertindak cepat dan

tepat dalam penanganan korban bencana.

3. RSU Kabanjahe diharapkan dapat melengkapi fasilitas sarana dan prasarana RS

terutama pada pelayanan Instalasi Gawat Darurat, guna mendukung pelayanan

yang bermutu sesuai standar pelayanan minimal rumah sakit.

4. Mengingat bencana tidak dapat diprediksi “kapan dan seberapa besar” maka

Rumah Sakit Umum Kabanjahe diharapkan dapat menyusun SOP khusus untuk

Penanganan korban bencana baik bencana internal maupun eksternal dan SOP

tersebut disimulasikan agar rumah sakit dapat memberi pelayanan kesehatan

yang lebih baik lagi bagi korban bencana.

5. Diharapkan RSU Kabanjahe mempunyai anggaran khusus untuk penanganan

bencana terutama untuk peningkatan kapasitas SDM Kesehatan melalui

pelatihan penanganan kegawaatdaruratan dan simulasi kebencanaan.

6. Dalam penanggulangan bencana di rumah sakit perlu perencanaan yang matang

dan sebuah komitmen bersama untuk tujuan bersama. Kondisi bencana tidak

dapat diprediksi, maka dari itu perlunya kerja sama dan koordinasi baik lintas

program maupun lintas sektor.

139

DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, Barry. dkk. 2009. Muhammadiyah dan Kesiapsiagaan Bencana . Jakarta : Cetakan I - Risalah MDMC

Anderson E. James, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984), cet. ke-3. 1979.

Silalahi, B.N.B. Prinsip-prinsip Manajemen Rumah Sakit, Jakarta : LPMI-1989

Carter, Nick. 1991. Disaster Management ; A Disaster Manager’s Handbook. ADB : Manila

Departemen Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan No 066/MENKES/SK/II/2006, tentang Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana. Depkes RI. Jakarta.

Dewi, Rucky Nurul Wursanti. 2010. Kesiapan SDM Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010, Tesis, FKM-UI.Jakarta

Direktorat Jenderal Bina pelayanan Medik. 2007. Hospital preparedness for Emergencies and Disaster – HOPE, Jakarta, Departemen Kesehatan Rebulik Indonesia

Direktorat Jenderal Bina pelayanan Medik RI. 2006. Seri PPGD, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat/GELS, Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan ketiga. Jakarta. Depkes RI. 2006

______,2009. Pedoman Perencanaan Penyiagaan Rumah Sakit – Jakarta, Departemen Kesehatan Rebulik Indonesia.

______, 2012. Pedoman Teknis bangunan Rumah Sakit yang Aman dalam Situasi Darurat dan Bencana. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Inonesia.

Direktorat UMDK, Dit.jend. Yan.Med. Depkes RI. 1995. Petunjuk Teknis Penyusunan Prosedur Tetap Kegiatan Rumah sakit Swadana. Jakarta

Fina, Rahayu. 2011. Analisa Penerapan Manajemen Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit X Kota Depok. Skripsi. 2011.

139 140

Gunung Sinabung masih Diprediksi akan Meletus, http/:www.voaindonesia.com. diakses, 29 Desember 2013.

Handoko, T. Hani. 2003 Manajemen ; cetakan ke delapan bekas ; BPFEY Yokyakarta

Hasibuan, H. Malayu SP. 2007. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah. Edisi Revisi. Cetakan ke delapan. Bumi Aksara. Bandung.2007.

Ismunandar, Cahyono Kaelan, Syafruddin Gaus. 2012. Jurnal : Kesiapan Rumah Sakit Umum Undata Dalam Penanganan Korban bencana. Palu, Poltekes Kemenkes Palu

Islamy, M. Irfan. Prinsip-prinsip perumusan kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. 2001

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Teknis Penanggulanagan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. Jakarta. Edisi Revisi. 2011.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/MENKES/SK/II/2008. Tentang Standar Pelayanan Minimal di Rumah Sakit. Jakarta. 2008.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 145/MENKES/SK/I/2007. Tentang Pedoman Penanggulangan Bencana bidang Kesehatan, Jakarta.

Lumenta, A, Nico. 2010. Pedoman Penyusunan SOP untuk RS

Machfoedz, Ircham. 2005. Metodologi Penelitian (Kuantitatif dan Kualitatif). Yokyakarta. Fitramaya, Edisi Tujuh. 2010.

Maringan, Masri S. 2004. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta. Ghalian Indonesia.

Mesiono, 2010. Manajemen dan Organisasi. Bandung. Citra Pustaka Media Perintis

Moleong, Lexy J. 1988. Metode penelitian Kualitatf. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, Cetakan ke 22. 2006

Murti, B. 2006. Disain Ukuran Sampel penelitian kuantitatif, kualitatif dibudang Kesehtan, Yokyakarta. Gajah Mada University press.

MS, Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan Aplikasi. Surabaya. Vol. kedua. Airlangga University Press. 2000. 141

Muninjaya, A.A. Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta. Edisi dua. EGC. 2004.

Nasution, S. 1988. Metode Naturalistik kwalitatif. Bandung. Tarsito 1996.

Nurjanah. Sugiharto, R. Dede Kuswanda. Siswanto. Adikoesoemo. 2011. Manajemen Bencana. Bandung. Cetakan kesatu. Cv Alfabeta. 2012

PAHO-WHO,2008. E-Book. Hospital Safe From Disaster. Washington.DC. 2008. http://www.bencana-kesehatan.net.

Potter, P.A. Perry, A.G. 2005 Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik. Edisi empat. Jakarta. EGC.

Peraturan Menteri Kesehatan, RI. No. 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta. 2010

Peraturan Pemerintah RI. No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana.

Presiden RI. 2007. Undang-undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Jakarta.

______, 2009. Undang-undang Republik Indonesia. No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, salinan. Jakarta.

Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2012. Pedoman Penulisan Proposal dan Tesis.

Profil Daerah, Gambaran Umum, Lokasi dan Keadaan Geografis Kabupaten Karo. http://www.karokab.go.id/w/index.php/gambaran-umum

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. www. Fotosoup.io.13 Okt.2013

Pusdiklat Aparatur Kes. Materi Inti “Manajemen Bencana”http://pusdiklat- aparaturkes.net Hosdip, 11 Feb 2014

Ramli, Soehatman. 2000. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. (Disaster Manajemen). Jakarta. Dian Rakyat

Rivai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan (Dari Teori ke Praktek), Jakarta. Murai Jakarta.

142

RSUD Kabanjahe, 2012. Profil Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo tahun 2012

Sarim, Suhardi E. (2003). Analisis kesiapan menghadapi bencana di instalasi rawat darurat rumah sakit umum daerah se-wilayah pembangunan Cirebon tahun 2003. Tesis. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail...., diakses tangal 12 Agustus 2012.

Syamsi, Ibnu. Pokok-pokok Organisasi & Manajemen.1983. Yokyakarta. Edisi Revisi. Rineka Cipta.

Sabarguna, BS. Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit, Sagung Seto, Jakarta, 2009.

Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika, Dasar Dasar Manajemen, Oleh Yayasan Trisakti

Sedarmayanti, 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja, Bandung ; CV. Mandar Maju.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D Bandung : CV Alfabeta

Tambunan, RM. 2008. Pedoman Penyusunan Operating Procedur, Jakarta ; Maiestas Publishing

Terry, George R. Dan Leslie W, Rue. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta Tim LIPI, 2006. Kajian Kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi Bencana Gempa dan Tsunami di Indonesia. Bandung : LIPI 2006

Usman, Husaini. 2008. Manajemen. Jakarta ; Bumi Aksara, 2008.

WHO, SEA-NERS-429, Materi Pelatihan Ketrampilan Manajemen, 2002

Wijayanti, Irene Dian Sari. 2008. Manajemen, Editor : Ari Setiawan, Yokyakarta. Mitra Cedikia

143

Lampiran 1

RANCANGAN TENTATIF WAWANCARA

KESIAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABANJAHE TERHADAP PENANGANAN KORBAN BENCANA ALAM ERUPSI GUNUNG SINABUNG TAHUN 2014

I. Kepala/Direktur Rumah Sakit, KTU 1. Apakah Saudara pernah mendengar tentang Hosdip (perencanaan Penanggulangan bencana di RS) 2. Bila Jawaban “ya” mohon jelasakan apa yang diketahui tentang Hosdip.(meliputi tujuan, siapa saja yang terlibat) 3. Menurut Saudara apakah Hosdip diperlukan dalam penanganan bencana erupsi gunung Sinabung. 4. Menurut Saudara setelah terjadi erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 apa yang dilakukan RS dalam penanggulangan bencana, apakah saat itu RSU Kabanjahe ada membentuk Tim Penanggulangan Bencana, Bila ‘ belum’ apakah alasannya, bila ada dibentuk apakah berjalan sebagaimana mestinya pada saat terjadi bencana seperti saat sekarang ini, kira-kira menurut pendapat saudara apa saja hambatan dalam pelaksanaannya. (SK Kemenkes RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan bencana disetiap rumah sakit dan SK. Menteri Kesehatan RI. No. 228/Menkes/SK/III/2002 ) 5. Apakah RS ada menyusun perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan khusus untuk bencana (KMK RI No. 066 tahun 2006) dan bagaimana menurut saudara bagaimana SDM Kesehatan dalam penanganan bencana, apakah SDM Kesehatan sudah mempunyai kompetensi dalam penanganan kegawatdaruratan dan kebencanaan 6. Bagaimana ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana RS Kabanjahe dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung, apakah ada perencanaan

143 144

pengadaan faslitas sarana dan prasarana khusus penanggulangan, dan apakah ada terdapat hambatan dalam penanganan bencana dalam hal kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana. 7. Dalam penanganan bencana apakah RS Kabanjahe mempunyai prosedur khusus, bila tidak, apakah dengan Standar Prosedur yang ada terdapat hambatan dalam penanganan korban bencana, dan bagaiman dengan pelayanan kegawatan daruratan di IGD. 8. Menurut saudara perlukah disusun perencanaan anggaran khusus untuk bencana dan dalam penanganan korban bencana anggaran apa yang digunakan 9. Menurut Saudara perlukah melakukan koordinasi dengan instansi lain seperti BPBD, Dinas Kesehatan dalam penanganan korban bencana, bila perlu, hal- hal apa saja menurut anda yang perlu dikoordinasi. 10. Bagaimana menurut pendapat Saudara tentang SPGDT- bencana apakah Kab. Karo sudah mempunyai SPGDT bencana dan sehari-hari, apakah dilakukan koordinasi dalam pelaksanaan SPGDT bencana.

II. KTU/ Subbag Kepegawaian/Kabid bina Pelayanan Medik, kabid Bina Program 1. Apakah Saudara pernah mendengar tentang Hosdip (perencanaan Penanggulangan bencana di RS) 2. Bila Jawaban “ya” mohon jelasakan apa yang diketahui tentang Hosdip.(meliputi tujuan, siapa saja yang terlibat) 3. Menurut Saudara apakah Hosdip diperlukan dalam penanganan bencana erupsi gunung Sinabung. 4. Menurut Saudara setelah terjadi erupsi Gunung Sinabung tahun 2010 apa yang dilakukan RS dalam penanggulangan bencana, apakah saat itu RSU Kabanjahe ada membentuk Tim Penanggulangan Bencana, Bila ‘ belum’ apakah alasannya, bila ada dibentuk apakah berjalan sebagaimana mestinya 145

pada saat terjadi bencana seperti saat sekarang ini, kira-kira menurut pendapat saudara apa saja hambatan dalam pelaksanaannya. (SK Kemenkes RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan bencana disetiap rumah sakit dan SK. Menteri Kesehatan RI. No. 228/Menkes/SK/III/2002 ) 5. Apakah RS ada menyusun perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan khusus untuk bencana (KMK RI No. 066 tahun 2006) dan bagaimana menurut saudara bagaimana SDM Kesehatan dalam penanganan bencana, apakah SDM Kesehatan sudah mempunyai kompetensi dalam penanganan kegawatdaruratan dan kebencanaan 6. Bagaimana ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana RS Kabanjahe dalam penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung, apakah ada perencanaan pengadaan faslitas sarana dan prasarana khusus penanggulangan, dan apakah ada terdapat hambatan dalam penanganan bencana dalam hal kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana. 7. Dalam penanganan bencana apakah RS Kabanjahe mempunyai prosedur khusus, bila tidak, apakah dengan Standar Prosedur yang ada terdapat hambatan dalam penanganan korban bencana, dan bagaiman dengan pelayanan kegawatan daruratan di IGD. 8. Menurut saudara perlukah disusun perencanaan anggaran khusus untuk bencana dan dalam penanganan korban bencana anggaran apa yang digunakan 9. Menurut Saudara perlukah melakukan koordinasi dengan instansi lain seperti BPBD, Dinas Kesehatan dalam penanganan korban bencana, bila perlu, hal- hal apa saja menurut anda yang perlu dikoordinasi. 10. Bagaimana menurut pendapat Saudara tentang SPGDT- bencana apakah Kab. Karo sudah mempunyai SPGDT bencana dan sehari-hari, apakah dilakukan koordinasi dalam pelaksanaan SPGDT bencana.

146

III. Ka IGD 1. Menurut saudara apakah SDM Kesehatan di IGD mencukupi untuk penanganan korban bencana erupsi G. Snabung. Dan apakah semua SDM Kesehatan di IGD sudah mendapatkan diklat tentang kegawatdaruratan dan kebencanaan. 2. Menurut saudara dalam hal peralatan dan fasilitas di IGD apakah sudah mencukupi dalam penanganan korban bencana 3. Apakah terdapat SOP khusus dalam hal penanganan korban bencana masa tanggap darurat bencana. Bila tidak, menurut saudara perlukah di ditetapkan SOP khusus dalam penanganan korban bencana/masa tanggap darurat.dan apakah terdapat hambatan bila menggunakan SOP yang ada di IGD IV. Kasie Diklat 1. Bagaimana menurut saudara apakah kompetensi petugas di IGDm ampu menangani kasus kegawat daruratan 2. Menurut bagaimana untuk meneingkatkan kemampuan petugas/SDM kesehatan 3. Menurut saudara apakah yang diperlukan untuk meningkatakan kemampuan SDM kesehatan dalam penanganan korban bencana. 4. Menurut saudara pelatihan apa saja yang diperlukan untuk menigkatkan kemampuan petugas 5. Apakah pernah dilakukan simulasi penanggulangan bencapa

TRIANGULASI KOORDINASI I. Kadis Kesehatan Kab. Karo 1. Menurut Saudara apa peranan RS dalam penanganan korban bencana erupsi gunung sinabung 2. Menurut saudara apakah Dinas kesehatan dalam melakukan kegiatan penanganan bencana berkoordinasi dengan pihak lain? 147

3. Apakah Dinas kesehatan dalam penanganan bencana berkoordinasi dengan RS? 4. Menurut saudara dalam hal-hal apa saja Dinas kesehatan berkoordinasi dengan RS 5. Sewaktu terjadi peristiwa awan panas yang menyebabkan 17 orang meninggal, apakah evakuasi melibatkan RS kabanjahe dan apakah menurut saudara SPGDT-Bencana berjalan dengan baik 6. Apakah menurut saudara koordinasi tersebut berjalan dengan baik?

II. KTU BPBD (Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah) 1. Menurut Saudara apa peranan RS dalam penanganan korban bencana erupsi gunung sinabung 2. Menurut saudara apakah BPBD dalam melakukan kegiatan penanganan bencana berkoordinasi dengan pihak lain? 3. Apakah BPBD dalam penanganan bencana berkoordinasi dengan RS?

III. Tim Satgas Pendamping BNPB (Bidang Perencanaan dan Operasional)/ Dandim 0205 Tanah Karo 1. Menurut Saudara apakah Tim pendamping BNPB ada melakukan koordinasi dengan RSU Kabanjahe 2. Bila ada, dalam hal-hal apa saja

IV. Koordinator Posko Pengungsi 1. Menuru saudara kemana korban pengungsi pergi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan 2. Apakah korban bencana yang berobat ke RSU langsung mendapat penangan dari pihak RSU