<<

i

DISERTASI

PENGARUH HUMAN , , ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN

Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental Lactogen Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal

THE INFLUENCE OF HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, CALORIE INTAKES AND PRE- BMI ON BODY FAT MASS GAIN IN PREGNANT WOMEN

A Study On Adaptation Of Maternal Energy Hemostasis During Pregnancy As The Risk Factor Of Obesity In Women And The Role Of Human Placental Lactogen In Continuity Of Fetal Nutrition.

YUANITA ASRI LANGI P0200313022

SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 ii

PENGARUH HUMAN PLACENTAL LACTOGEN, LEPTIN, ASUPAN KALORI DAN IMT PRA-HAMIL TERHADAP PENINGKATAN MASSA LEMAK IBU DALAM KEHAMILAN

Studi Terhadap Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan Sebagai Faktor Risiko Obesitas Pada Perempuan Dan Peranan Human Placental Lactogen Dalam Kesinambungan Suplai Nutrisi Maternal-Fetal

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran

Disusun dan diajukan oleh

YUANITA ASRI LANGI P0200313022

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM S3 ILMU KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 iii

iv

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : YUANITA ASRI LANGI Nomor Mahasiswa : P0200313022 Program Studi : Ilmu Kedokteran

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang saya tulis ini benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri,bukan merupakan pegambilan tulisan atau pemikiran orang lain.Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan disertasi ini hasil karya orang lain,saya bersedia menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 2017 Yang menyatakan,

YUANITA ASRI LANGI

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Besar,

Sang Khalik, Pencipta Alam Semesta, atas perkenanNYA sehingga saya dapat menyelesaikan proses pendidikan yang menghasilkan disertasi ini.

Pembelajaran yang menuntun ke arah tahu untuk menjadi tidak tahu, kesadaran akan keniscayaan pemikiran manusia di hadapan Kesempurnaan dan Kebesaran Sang Maha Pencipta.

Untuk ayahanda, almarhum Pdt. William Langi, S.Th, M.Th dan ibunda, Dra. Patmah, kepada siapa pencapaian ini pertama-tama ananda persembahkan. Terima kasih yang tidak terhingga atas limpahan cinta kasih yang membimbing, mendidik, mendorong dan meneguhkan.

Untuk suami Ir. Reinhard Hendrik Moga Wattie, terima kasih atas cinta kasih dan kesabaran dalam mendukung saya untuk menjalani dan menyelesaikan pendidikan ini. Anak-anak yang kekasih, Reywulan Gracia

Meralda Wattie (alm), Ezra Aditya Waraney Wattie , S.Ked, Kezia Natalia

Wattie, yang laksana mentari dan pelangi yang menghangatkan serta memberi sukacita dalam kehidupan ayah dan bunda. Terima kasih untuk keyakinan yang menyemangati bunda untuk meneruskan dan menyelesaikan proses pendidikan yang penuh tantangan ini. Untuk ayahanda dan ibunda mertua, Johannis Watti BA serta Nelly Linuh (almarhum), Pdt.

Bestintje Lahiwu, STh, MTh, terima kasih atas limpahan kasih sayang, vi

kepercayaan, dukungan d an kesabaran yang senantiasa diberikan pada saya.Dengan selesainya Disertasi ini, perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus serta setinggi- tingginya atas keluangan waktu yang sangat berharga, bimbingan, kesabaran, kepercayaan dan dukungan moril kepada :

Prof. Dr.dr. Syakib Bakri, SpPD-KGH, sebagai promotor yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan pencerahan yang sangat berguna mulai dari awal perencanaan disertasi, pelaksanaan penelitian sampai pada penyelesaian disertasi ini. Beliau bijak dan sangat teliti dalam melihat berbagai hal terkait disertasi ini serta menuntun saya untuk belajar menganalisis, menyimpulkan serta menyampaikan fakta-fakta ilmiah dengan cara yang benar.

Prof. Dr.dr. Suryani As’ad, M.Sc,SpGK(K) sebagai ko-promotor, yang senantiasa memberikan semangat, bimbingan, pencerahan dan dorongan yang sangat berguna sejak saya memulai pendidikan doktoral selanjutnya pada setiap tahapan perencanaan dan penyusunan disertasi ini. Beliau banyak memberikan bimbingan mengenai metode dan pelaksanaan penelitian serta penyusunan publikasi ilmiah. Beliau pula yang mendorong penulis untuk mengikuti seleksi hibah dana penelitian (grant) dari Yayasan

Institut Danone Indonesia. vii

Dr.dr.Agussalim Bukhari, PhD, MSc, SpGK (K) sebagai ko-promotor, yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan pencerahan yang sangat berguna sejak awal perencanaan disertasi ini sampai pada penyusunan dan penyelesaian. Beliau banyak memberikan bimbingan mengenai aktifitas tingkat biomolekular hemostasis energi serta menuntun saya memahami metode penelitian di bidang nutrisi serta analisisnya. Beliau juga membimbing saya untuk menyiapkan dan turut melakukan pemeriksaan laboratorium

ELISA terkait penelitian ini di Laboratorium Hasanuddin University Medical

Research Center (HUM-RC). Hormat dan penghargaan setinggi-tingginya, diiringi ucapan terima kasih, disampaikan pula kepada :

Prof. Dr.dr. Dwia Aries Tina NK, selaku Rektor Universitas Hasanuddin,

Prof. Dr. dr. Andi As’adul Islam, SpBS, FICS, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D,

SpMK (K) selaku Ketua Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Pascasarjana

Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Prof. Dr.dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD sebagai penguji eksternal serta Prof.dr. Mochammad Hatta, Ph.D, Sp.MK(K), Prof.dr. Veni Hadju,

M.Sc, Ph.D, Dr.dr. A. Mardiah Tahir, Sp.OG(K), Dr.dr. Burhanuddin

Bahar, MS, yang telah berkenan meluangkan waktu yang sangat berharga viii

untuk membimbing, mengkoreksi, memberikan saran-saran, selaku penguji, sejak pengajuan proposal penelitian, seminar hasil, ujian pra-promosi sampai pada ujian promosi.

Prof.Dr.dr.Karel Pandelaki, SpPD-KEMD, sebagai Guru dan Senior yang sejak awal senantiasa mendorong dan mendukung saya untuk melanjutkan pendidikan tingkat doktoral. Beliau pula berkenan sebagai penguji yang membimbing saya dalam setiap tahapan ujian yang menghasilkan disertasi ini. Kepada Prof. dr. A.R. Sumual, SpPD-KEMD (almarhum) yang akan selalu dikenang dengan penuh rasa syukur dan ucapan terima kasih atas bimbingan, dukungan dan kepercayaan yang senantiasa diberikan kepada saya, serta secara khusus mendorong saya untuk mendalami bidang

Endokrinologi, Metabolik dan Diabetes. Direktur Utama RSUP Prof.dr. R.D.

Kandou Manado, dr. Maxi R. Rondonuwu, DHSM, MARS yang telah mengijinkan saya untuk melanjutkan dan menyelesaikan tahapan Pendidikan formal tertinggi ini.

Kepada tim peneliti, Iwan R. Tumbel S.Kep (Ns), dr. Ray Rattu, dr. Endrile

G Balansa, dr. Kevin Irawan, dr. Mulyadi Saul, dr. Megawati Sukardi, dr.

Jennifer Sentosa, Febriana Tinamba S.Farm, Esther Lontoh, S.Kep (Ns),

MS, Treesje Rengku, S.Kep (Ns), Djelly Kuhu S.Kep (Ns) dan Kezia

Natalia Wattie yang penuh sukacita dan kesabaran, bersama-sama membina hubungan dengan para ibu hamil baik di Puskesmas maupun ketika ix

harus melakukan kunjungan rumah di lokasi-lokasi yang tidak terduga dan menantang. Kepada tim Laboratorium Klinik Prodia Manado, yang dengan setia dan sukacita, memenuhi jadwal kunjungan lapangan yang padat bersama-sama dengan tim peneliti. Laboratorium Klinik Prodia Makassar yang telah membantu dalam penyimpanan sampel sebelum pengerjaan dimulai. Kepada Tinjo M. Ginting, DCN, selaku ahli nutrisi, atas kesediaan untuk melakukan analisis asupan gizi para ibu hamil.

Kepada Prof. dr. Syafruddin, Ph.D selaku pimpinan Laboratorium

Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC) dan dr. Sitti

Wahyuni, Ph.D selaku Kepala Unit Laboratorium Umum HUM-RC yang telah mengijinkan saya melakukan pengerjaan analisis sampel di

Laboratorium HUM-RC. Secara khusus kepada Sulhidayah ST dan Risma

Gala, A.Md yang telah membantu sekaligus menuntun saya dalam melakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode ELISA. Suatu pengalaman dan pembelajaran yang mengesankan dan inspiratif.

Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado, dr. Robby Jansen Mottoh yang telah mendukung dan mengijinkan saya untuk melakukan penelitian di

Puskesmas-Puskesmas di Kota Manado. Para teman sejawat dr. Jiro

Lanes, Kepala PKM Bahu, dr. Meyni Manumpil, Kepala PKM Tuminting, dr.

Neni Tubagus, Kepala PKM Wawonasa, dr. Anastasya Sampaleng, Kepala

PKM Ranomuut dan dr. Rudi Hartoyo, dokter di PKM Ranomuut, dr. Ritha x

Pangkerego DK, Kepala PKM Ranotana serta para teman-teman bidan di masing-masing PKM yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Kepada Yayasan Institut Danone Indonesia yang telah mendukung melalui kesempatan untuk mengikuti seleksi hibah dana penelitian yang sangat membantu terlaksananya penelitian ini. Secara khusus kepada dr. Widjaja

Lukito, PhD, SpGK selaku Ketua Yayasan, yang senantiasa terbuka untuk memberikan bimbingan dan dorongan. Terima kasih banyak atas kesempatan mengikuti Realtime Manuscript Workshop yang sangat berharga, sekaligus belajar menggunakan uji statistik yang sesuai dengan disain penelitian ini.

Banyak pihak yang telah membantu penyelesaian dan penerbitan disertasi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Dengan ketulusan hati, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Kiranya Allah Yang Maha Besar senantiasa melimpahkan karunia dan rahmatNYA kepada kita semua, dalam tugas, pekerjaan dan kehidupan pribadi maupun keluarga masing-masing.

Makassar, Senin 25 September 2017

Yuanita Asri Langi

xi

Abstrak

Yuanita Asri Langi. Pengaruh human placental lactogen, leptin, asupan kalori dan indeks massa tubuh pra-hamil terhadap peningkatan massa lemak ibu dalam kehamilan

Studi terhadap adaptasi hemostasis energi dalam kehamilan sebagai faktor risiko obesitas pada perempuan dan peranan human placental lactogen dalam kesinambungan suplai nutrisi maternal-fetal (Dibimbing oleh Syakib Bakri, Suryani As’ad, dan Agussalim Bukhari)

Latar Belakang. Kehamilan merupakan periode penumpukkan massa lemak maternal (ibu hamil) fisiologis untuk menjamin kesinambungan nutrisi janin. Dilain pihak, obesitas maternal merupakan faktor risiko obesitas dan DM tipe 2 baik terhadap ibu maupun anak yang dilahirkan. Untuk itu diperlukan pengendalian berat-badan ibu hamil yang adekuat. Pemahaman akan adaptasi dan mekanisme fisiologis hemostasis energi diperlukan untuk mengevaluasi peningkatan berat-badan yang optimal bagi maternal Indonesia. Plasenta berperan penting dalam metabolisme intermedier maternal melalui sekresi human placental lactogen (hPL) dan leptin. Penelitian ini bermaksud mengobservasi peranan hPL dan leptin disamping IMT pra-hamil dan asupan kalori terhadap peningkatan massa lemak ibu Indonesia dalam kehamilan. Metode dan Hasil Penelitian. Penelitian dilakukan secara observasional longitudinal terhadap 70 ibu hamil, berusia 18 – 40 tahun, usia kehamilan saat mulai dilakukan observasi adalah < 28 minggu. Baik hPL, leptin maupun massa lemak berkorelasi signifikan dengan usia kehamilan, secara berurutan, r=0,6, r=0,3, r=0,3, masing- masing p<0,00. Akan tetapi peningkatan kadar leptin berasosiasi negatif dengan intensitas penggunaan energi, (p<0,05) dan tidak terkait dengan penurunan asupan kalori (p>0,05). Kadar hPL berkorelasi signifikan dan konsisten dengan leptin mulai usia kehamilan > 16 minggu. Kadar hPL dan IMT pra-hamil merupakan efektor determinan peningkatan massa lemak maternal, kehamilan 18-24 minggu, efek tertinggi pada kadar hPL 2,1-3,5 mg/L dan selanjutnya menurun pada kadar hPL lebih tinggi. Kadar hPL dan leptin merupakan efektor determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 24-30 minggu, efek tertinggi pada interaksi antara kadar hPL 5,1-7 mg/L dengan leptin >20-40 µg/L. Kesimpulan. Peningkatan massa lemak maternal terjadi mengikuti fenotipe resistensi leptin. Human placental lactogen, disamping indeks masa tubuh (IMT) pra-hamil, merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam peningkatan massa lemak dan berat badan ibu hamil. Penambahan massa lemak yang lebih rendah pada kadar hPL yang tinggi mengindikasikan, bahwa sampai pertengahan usia kehamilan hPL berperan dalam penumpukkan massa lemak selanjutnya pada masa akhir usia kehamilan hPL berperan dalam lipolisis untuk menjamin kesinambungan substrat nutrisi janin.

Kata kunci: hamil, hemostasis, energi, lemak, hPL, leptin, IMT,pra-hamil xii

Abstract

Yuanita Asri Langi. The influence of human placental lactogen, leptin, calorie intakes and pre-pregnancy BMI on body fat mass gain in pregnant women

A study on adaptation of maternal energy hemostasis during pregnancy as the risk factor of obesity in women and the role of human placental lactogen in continuity of fetal nutrition. (Guided by Syakib Bakri, Suryani As'ad, and Agussalim Bukhari)

Background. Pregnancy is a period of physiological maternal fat mass gain to ensure continuity of fetal nutrition. On the other hand, maternal obesity is a risk factor for obesity and type 2 DM on either the mother or the child was born. The appropriate gestational weight gain guideline is important. An understanding of the physiological mechanisms of adaptation of energy hemostasis during pregnancy is needed. has an important role in maternal intermediary metabolism by secreting human placental lactogen (hPL) and leptin. This research intends to observe the maternal fat mass gain patterns and role of hPL, leptin, in addition to pre-pregnancy BMI and caloric intake on fat mass gain during pregnancy on Indonesian maternal. Methods and results. Longitudinal observational research is carried out. The fat mass gain during pregnancy age of 18-24 weeks and 24-30 weeks, between maternal with pre-pregnancy BMI underweight, normoweight and overweight/obese, is not significantly different, overall p > 0.05. Maternal's hPL, leptin, and fat mass correlated significantly with gestational age, r = 0,6, r=0,3, r=0,3, subsequently, overall p < 0.00. However, higher leptin levels associated negatively with the intensity of energy use, (p < 0.05) and not associated with decreased of caloric intake (p > 0.05). Levels of hPL correlated significantly and consistently with leptin since gestational age > 16 weeks. Levels of hPL and pre-pregnancy BMI were determinant effectors of fat mass gain on pregnancy ages 18-24 weeks, the highest effect was on hPL levels of 2.1-3.5 mg/L and trend decreased at higher levels of hPL. Levels of hPL and leptin were determinant effectors in maternal fat mass gain in pregnancy ages 24-30 weeks, the highest effect was on the interaction between hPL levels of 5.1-7 mg/L with leptin > 20-40 µ g/L. Conclusion. Range of maternal fat mass gain during pregnancy is targeted earliest and occurred following the leptin resistance phenotype. Human placental lactogen, besides pre-pregnancy BMI, is the determinant effector of maternal fat mass gain. The lower fat mass gain at higher levels of hPL indicated, in the mid-early pregnancy, hPL has an important role in maternal fat mass gain but, whereas the last half of pregnancy, hPL has a significant role in to guarantee continuity fetal nutrient substrate.

Keywords: pregnancy, hemostasis, energy, fat, hPL, leptin, BMI , pre-pregnancy

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvi

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

D. Manfaat Penelitian 8

a. Aspek Ilmu Pengetahuan 8

b. Aspek aplikasi 9

E. Ruang Lingkup 9 xiv

F. Definisi dan Istilah 9

G. Sistimatika dan Organisasi 10

II. TINJAUAN PUSTAKA 18

A. Faktor determinan peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan 18

1.01. Faktor sosial/ lingkungan 18

1.02. Faktor maternal 18

B. Komposisi dan komponen peningkatan berat badan ibu dalam

kehamilan 19

2.01 Komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu

hamil 20

2.02 Komponen plasenta dalam berat badan ibu hamil 21

2.03 Komponen maternal dalam peningkatan berat badan ibu

hamil 22

C. Mekanisme kendali berat badan manusia : peranan leptin dan

26

1. Leptin 26

(a) Reseptor leptin 26

(b) Aktifasi jalur JAK/STAT 28

(c) Regulasi STAT3 dan SOCS3 29

2. Hipotalamus 30

D. Model jalur hemostasis energi sentral 30 xv

1. Messenger perifer : leptin 31

2. Neuron penerima pertama 32

(a) Neuron anorexigenik 32

(b) Neuron orexigenik 33

3. Neuron sekunder 33

(a) Neuron anorexigenik 33

(i) Corticotropin-releasing 34

(ii) Thyrotropin-releasing hormone 34

(b) Neuron orexigenik 35

(i) Melanin concentrating hormone 35

(ii) 35

4.04. Mekanisme efektor ‘downstream’ 36

E. Resistensi leptin 37

F. Adaptasi hemostasis energy dalam kehamilan 38

1. Hiperleptinemia dalam kehamilan 39

2. Resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan 40

3. Hormon plasenta dan resistensi leptin 42 xvi

G. Human placental lactogen 44

H. Kehamilan dan jaringan adiposa 48

I. Implikasi obesitas maternal terhadap janin 49

J. Nutrisi dan peningkatan berat badan ibu hamil 50

1. Asupan nutrisi dan jaringan adiposa 50

(a) Asupan karbohidrat dan lemak tubuh 50

(b) Asupan lemak dan lemak tubuh 51

(c) Asupan dan lemak tubuh 52

III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 53

Kerangka teori 54

Kerangka konsep 55

Hipotesis 56

IV. METODE PENELITIAN 57

I. Rancangan penelitian 57

II. Tempat dan waktu 57

III. Bahan dan Alat 57

IV. Populasi dan Sampel 58

4.01 Variabel 59

4.02 Kriteria inklusi dan eksklusi 59

V. Teknik pengumpulan data 60

VI. Definisi operasional, kriteria objektif dan cara pemeriksaan 61 xvii

VII. Teknik analisa statistik 66

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68

A. Hasil Penelitian 68

I. Pelaksanaan penelitian 68

1.01 Lokasi dan waktu 68

1.02 Partisipan (sampel) 68

1.03 Alur pelaksanaan penelitian 69

II. Data hasil penelitian 73

2.01 Karakteristik Sampel 73

(a) Karaktersitik dasar dan sosio-demografi 73

(b) Usia kehamilan dan antropometri setiap kunjungan 73

2.02 Variabel dependen 76

2.03 Variabel independen 78

(a) Human placental lactogen, leptin, 78

(b) IMT pra-hamil, asupan kalori, penggunaan energi 79

III. Massa Lemak Maternal 80 xviii

3.01 Perbandingan Massa Lemak Maternal Menurut IMT 82

Pra-Hamil

3.02 Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal 83

Menurut IMT Pra-Hamil

3.03 Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT 84

Pra-Hamil yang Kurang

3.04 Hubungan Massa Lemak Maternal dengan Usia Kehamilan 86

IV. Human Placental Lactogen 87

4.01 Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil 87

4.02 Hubungan Kadar Human Placental Lactogen 89

dengan Usia Kehamilan

4.03 Asosiasi Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia 90

Maternal dan Tingkat Paritas

V. Leptin 93

5.01 Perbandingan Peningkatan Leptin Serum Maternal 93

Menurut IMT Pra-Hamil

5.02 Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Usia Kehamilan 94

5.03 Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Massa Lemak 95

Maternal

VI. Pembuktian hipotesis 1: korelasi antara hPL dengan leptin 96

VII. Tahapan Pengujian hipotesis 2 dan hipotesis 3 98 xix

7.01 Perbedaan kadar leptin usia kehamilan < 16 minggu 99

antar IMT pra-hamil

7.02 Hubungan kadar insulin dengan leptin dan massa lemak 101

7.03 Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan 102

penggunaan energi

7.04 Pengujian hipotesis 2 105

(a) Pengujian hipotesis 2, usia kehamilan 18-24 minggu 105

(b) Pengujian hipotesis 2, usia kehamilan 24-30 minggu 108

7.05 Pengujian hipotesis 3 110

(a) Pengujian hipotesis 3, usia kehamilan 18-24 minggu 111

(b) Pengujian hipotesis 3, usia kehamilan 24-30 minggu 114

B. Pembahasan 117

1. Massa Lemak Maternal 117

2. Human Placental Lactogen 121

3. Leptin 124

4. Pembuktian Hipotesis 1 126

5. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu dengan 128

Kadar Leptin dan Massa Lemak Maternal

6. Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan penggunaan 131

energi

7. Pengujian Hipotesis 2 132 xx

7.01. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia 132

Kehamilan 18-24 minggu

7.02. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia 134

Kehamilan 24 – 30 minggu

8. Pengujian Hipotesis 3 138

8.01. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia 136

Kehamilan 18-24 minggu

8.02. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia 142

Kehamilan 24-30 minggu

9. Model Peningkatan Massa Lemak Maternal 144

10.Model Peningkatan Berat Badan Maternal 145

C. Keterbatasan Dalam Penelitian 146

VI. Ringkasan, Kesimpulan dan Saran 148

Ringkasan 148

Kesimpulan 149

Saran 150

DAFTAR PUSTAKA 151

LAMPIRAN 1. Peta Puskesmas lokasi penelitian 175 xxi

LAMPIRAN 2. Formulir identitas dan status sosio-demografi 176

LAMPIRAN 3. Formulir 24 hours food recall 177

LAMPIRAN 4. Kuesioner aktifitas fisik 178

LAMPIRAN 5. Informed consent 179

xxii

DAFTAR GAMBAR

Nomor dan Judul Gambar halaman

1. Skema komponen peningkatan berat badan ibu hamil 20

2. Komponen peningkatan berat badan ibu hamil 21

3. Model regulasi hemostasis energ1 sentral 32

4. Alur pelaksanaan penelitian 74

5. Distribusi IMT pra-hamil 81

6. Profil Asupan Kalori Maternal Menurut Trimester Kehamilan 81

7. Perbandingan massa lemak maternal menurut IMT pra-hamil 82

8. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 83

usia hamil 18-24 minggu menurut IMT pra-hamil

9. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 84

usia hamil 24-30 minggu menurut IMT pra-hamil

10. Perbandingan peningkatan massa lemak maternal rentang 86

usia hamil 18-24 minggu pada IMT pra-hamil kurang

11. Mean massa lemak maternal menurut IMT pra-hamil dan usia hamil 87

12. Kadar hPL serum menurut IMT pra-hamil dan Usia Kehamilan 88

13. Kadar hPL serum menurut usia kehamilan 89

14. Kadar hPL serum menurut usia maternal dan paritas 90

15. Perbandingan kadar leptin setiap kunjungan menurut IMT pra-hamil 93

16. Kadar leptin serum menurut usia kehamilan 94 xxiii

17. Perbandingan frekuensi kadar leptin pada usia kehamilan 100

< 16 minggu menurut IMT pra-hamil

18. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu menurut IMT 107

pra-Hamil sebagai prediktor peningkatan massa lemak

maternal Usia Kehamilan 18-24 Minggu

19. Efek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu menurut kadar 110

leptin usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan

massa lemak maternal rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu

20. Efek kadar hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap peningkatan 113

berat badan maternal selang usia kehamilan 18 – 24 minggu

menurut IMT pra-hamil

21. Efek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan 116

berat badan maternal selang usia kehamilan 24 – 30 minggu

menurut IMT pra-hamil

22. Model efektor peningkatan massa lemak ibu dalam kehamilan 144

23. Model efektor peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan 145

______

xxiv

DAFTAR TABEL

Nomor dan Judul Tabel halaman

1. Karakteristik Dasar dan Sosio-demografi 75

2. Usia kehamilan, berat badan dan massa lemak maternal pada

kunjungan I,II dan III 76

3. Peningkatan BB dan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18 – 24 Minggu dan 24 - 30 Minggu 77

4. Gambaran Kadar hPL dan Leptin Serum Menurut Median Usia

Kehamilan Setiap Kunjungan dan Kadar Insulin 79

5. Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi

Maternal Menurut Median Usia Kehamilan Setiap Kunjungan 80

6. Efek Usia Kehamilan, Usia Maternal dan Tingkat Paritas Terhadap

Kadar Human Placental Lactogen 92

7. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 95

8. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil >23 kg/m2 96 xxv

9. Korelasi Antara Kadar hPL Dengan Leptin Menurut Usia

Kehamilan 97

10. Korelasi antara kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu dengan

kadar leptin dan massa lemak maternal. 101

11. Asosiasi antara kadar leptin dengan asupan kalori serta

penggunaan energi maternal 103

12. Efek interaksi usia kehamilan dengan kadar leptin 104

terhadap asupan kalori maternal

13. Efek IMT pra-hamil dan hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap

peningkatan massa lemak maternal pada rentang usia

kehamilan 18-24 minggu 106

14. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu dan Kadar Leptin

Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap Peningkatan Massa

Lemak Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan 24-30 minggu 109

15. Efek IMT pra-hamil, hPL usia kehamilan 18 minggu, intensitas

penggunaan energi terhadap peningkatan berat badan maternal

pada usia kehamilan 18-24 minggu 112 xxvi

16. Efek IMT pra-hamil dan kadar hPL 24 minggu terhadap

peningkatan berat badan maternal pada rentang usia

kehamilan 24-30 minggu 115

______

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

LAMPIRAN 1. Peta Puskesmas lokasi penelitian 176

LAMPIRAN 2. Formulir identitas dan status sosio-demografi 177

LAMPIRAN 3. Formulir 24 hours food recall 178

LAMPIRAN 4. Kuesioner aktifitas fisik 179

LAMPIRAN 5. Informed consent 180

xxviii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/ singkatan Arti dan keterangan

AA asam amino

AgRP agouty-related protein

ARC arcuatus (nukleus)

Β beta

CART cocaine - and amphetamine regulated

transcript

CSH chorionic somatomammotropin hormone

ECF extra cellular fluid

FM fat mass

GH

GnRH releasing hormone

HPA hypothalamus pituitary axis

HPL human placental lactogen

IMT indeks massa tubuh xxix

JAK janus kinase

L liter

LGA large for gestation age

LHA lateral hypothalamic area

LMP last menstrual periods

MC3R receptor 3

MC4R 4

MCH melanin concentrating hormone mRNA messenger ribonucleotide acid

MSH melanocyte stimulating hormone=

melanotropin

NPP N-terminal of POMC

NPY Y

ORXs orexins

PGH placental growth hormone

POMC xxx

PPARα peroxisome proliferator–activated receptor

alpha

PTM penyakit tidak menular

PVN paraventricular nucleus

SGA small for gestation age

SIRT1 sirtuin 1

SOCS suppression of cytokine signalling

STAT signal transducer and activator transcription

TBK total body kalium

TBW total body water

TRH thyrotropin releasing hormone

WBI water balance index

WHO World Health Organization

γ gamma

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obesitas pada wanita hamil (maternal) merupakan masalah kesehatan yang penting. Obesitas maternal meningkatkan risiko hampir semua penyulit dalam kehamilan seperti, hipertensi gestasional, pre- eklampsia, dan diabetes mellitus gestasional serta penyulit persalinan akibat bayi yang besar menurut umur kehamilan (Poston 2011). Disamping itu, peningkatan berat badan maternal yang berlebih merupakan faktor risiko obesitas baik pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Primipara obes yang mengalami peningkatan BB > 20 kg, memiliki risiko tinggi untuk mengalami retensi berat badan paska melahirkan (Lan-Pidhainy 2013).

Hipotesis “fetal origin of adult disease” yang diajukan oleh Barker

(1990) menempatkan masa kehidupan intra uterin bayi sebagai periode yang amat penting bagi setting metabolik manusia (Barker 1990). Janin yang dikandung oleh maternal obes berisiko mengalami perubahan epigenetik program metabolik. Perubahan epigenetik tersebut akan mempengaruhi ekspresi fenotipe metabolik aktif pada anak yang dilahirkan (Poston 2011). 2

Perubahan epigenetik diduga terkait dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes mellitus (DM) tipe 2 pada saat kanak-kanak dan dewasa (Poston

2011, Vaag 2012). Fenomena tersebut tampak pada sejumlah studi, seperti adanya korelasi positif antara peningkatan berat badan (BB) maternal yang berlebih selama kehamilan dengan skor Z indeks massa tubuh (IMT) anak di usia balita (Hinkle 2012). Innes dkk (2002) menunjukkan bahwa terdapat korelasi berbentuk U shape antara riwayat berat badan lahir ibu dengan risiko timbulnya DM gestasional pada kehamilan pertama.

Kehamilan merupakan faktor risiko timbulnya gemuk dan obes, perempuan yang tidak gemuk berisiko menjadi gemuk saat hamil, dan perempuan gemuk yang hamil berisiko bertambah gemuk bahkan obes. Riset

Kesehatan Dasar 2010 ( Riskesdas 2010 ) menampilkan hal yang menarik mengenai sebaran data terkait umur dan berat badan pada populasi perempuan dewasa di Indonesia yakni, pada usia 19 tahun, prevalensi kurus lebih tinggi ( 21,8%) dibandingkan gemuk (4,0%) dan obes (4,4%).

Memasuki rentang usia 25 – 59 tahun prevalensi gemuk (9,4%) dan obes

(11,7%) melampaui prevalensi kurus (11,3%). Selanjutnya gemuk dan obes menetap bahkan meningkat dengan puncak tertinggi pada rentang usia 40-44 tahun yakni gemuk 14,8% dan obes 22,1. Usia kenaikan prevalensi gemuk dan obes tersebut, tidak berbeda dengan puncak usia melahirkan rata-rata 3

perempuan Indonesia, yakni pada umur 20-34 tahun, menurut laman Data

Statistik Indonesia di tahun 1997 (Portal Statistik Indonesia 2013).

Patofisiologi obesitas terkait erat dengan regulasi hemostasis energi.

Aktifitas hemostasis energi manusia tidaklah semata-mata berdasarkan asupan dan penggunaan energi (Rosen 2006). Mamalia memiliki sistim keseimbangan kompleks dalam pengendalian homeostasis energi di berbagai tingkatan ( Yi 2012). Homeostasis energi tidak bersifat statis, melainkan responsif terhadap aktifitas hormonal dan neural terkait disamping faktor-faktor psikologis dan kultural (Rosen 2006). Otak secara kontinu memantau status metabolik tubuh, yang selanjutnya mempengaruh adaptasi perilaku, baik sebagai luaran humoral maupun neuronal di organ efektor perifer. Tujuan dasar dari kendali hemostasis energi adalah untuk memastikan adekuasi suplai energi (Yi 2012).

Pada keadaan balans energi positif yakni asupan energi lebih tinggi dibandingkan penggunaan, kelebihan sumber energi disimpan sebagai triasilgliserol di sel adiposit putih (Cinti 2012). Peningkatan simpanan triasilglserol menyebabkan penambahan massa adiposa putih, baik melalui peningkatan volume adiposit maupun pembentukan adiposit baru (Cinti

2012). Jaringan adiposit mensintesis dan mensekresi sejumlah peptida yang berperan dalam integrasi sejumlah besar aray homeostasis tubuh, baik melalui jalur endokrin maupun non-endokrin (Rosen 2006). 4

Leptin merupakan peptida yang disintesis dan disekresi oleh adiposit putih. Dalam homeostasis energi, leptin berfungsi sebagai messenger utama status energi di depot lemak. Leptin menuju ke berbagai nukleus di hipothalamus, dengan tujuan memelihara stabilitas tingkat cadangan lemak tubuh (Knight 2010, Remmers 2011). Pada individu normoleptinemia, aktifasi nukleus hipothalamus oleh leptin akan menginduksi sejumlah kaskade lintas nukleus dengan luaran perilaku anorexigenik yakni penurunan nafsu makan dan peningkatan penggunaan energi (Knight 2010, Remmers 2011).

Dalam kehamilan, homeostasis energi bergeser kearah penumpukkan depot lemak dan ditandai dengan hiperfagia serta penurunan energy expenditure (Herrera 1991, Augustine 2008, Ladyman 2010,

Ladyman 2012, Faas 2010, Trujillo 2011). Penumpukan depot lemak terjadi secara fisiologis sebagai jaminan kesinambungan suplai energi bagi perkembangan janin (Trujillo 2011, Herrera 1991, Augustine 2008). Proses fisiologis ini diduga terkait dengan adanya resistensi leptin adaptif fisiologis dalam kehamilan (Augustine 2008, Ladyman 2010, Ladyman 2012, Faas

2010, Trujillo 2011). Mekanisme induksi resistensi leptin fisiologis dalam kehamilan belum banyak dipahami. Sejumlah studi mengindikasikan bahwa resistensi leptin dalam kehamilan selayaknya terkait dengan hormon yang dihasilkan oleh plasenta (Trujillo 2011, Tups 2009). 5

Human placental lactogen adalah produk gen chorionic somatomammotropin 1 (CHS1) dan CHS2 di plasenta serta merupakan paralog cluster gen growth hormon. Hormon hPL terdeteksi sejak minggu ke

6 kehamilan. Memasuki trimester II sampai akhir kehamilan, hPL meningkat tinggi, jauh melebihi kadar prolaktin. Data in vitro mengindikasikan bahwa hPL terkait dengan metabolisme intermedier maternal. Hormon ini menjaga kesinambungan suplai energi baik maternal maupun janin. Tingginya kadar placental lactogen yang disekresi terus menerus oleh plasenta selama pertengahan kehamilan, menginduksi terjadinya resistensi leptin sentral

(Augustine 2008).

Peningkatan berat badan maternal berhubungan dengan asupan nutrisi sumber energi (Lagiou 2004). Satu atau lebih nutrien sumber energi kemungkinan memiliki efek yang berbeda terhadap kenaikan berat badan maternal. Ibu hamil di Sulawesi Utara memiliki risiko mengkonsumsi diet tinggi lemak. Dari 41 jenis makanan yang lazim dikonsumsi oleh masyarakat

Minahasa, terdapat 16 jenis makanan kategori tinggi asam lemak tidak jenuh

(Kandou 2009).

Indeks massa tubuh (IMT) ibu pra hamil diduga berperan penting dalam luaran kehamilan baik terhadap ibu maupun bayi. Data Riskesdas

2013 menunjukkan bahwa Sulawesi Utara merupakan propinsi dengan 6

insiden obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) tertinggi di Indonesia, yakni

> 45% (Riskesdas 2013).

Pengelolaan berat badan ibu dalam kehamilan merupakan hal penting dalam pencegahan obesitas baik pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Meskipun demikian, penurunan berat badan maternal berisiko terjadinya inadekuasi suplai nutrisi ke janin. Diperlukan fenotipe maternal mengenai status metabolisme energi ibu, terkait tugas suplai nutrisi ke janin, yang spesifik dan relatif mudah dianalisis.

Studi ini bermaksud menganalisis peranan human placental lactogen dalam metabolisme energi maternal, terkait tugas suplai nutrisi ke janin.

Hipotesis yang ditegakkan adalah hPL terkait dengan induksi resistensi leptin fisiologis adaptif maternal. Bila hipotesis ini terbukti, maka akan meningkatkan pemahaman mengenai peran penting hPL dalam menjamin kesinambungan suplai energi janin sekaligus menyiapkan depot-depot sumber energi melalui penumpukan depot lemak maternal dengan cara induksi resistensi leptin. Sejumlah faktor determinan seperti asupan nutrisi dan IMT pra hamil serta berbagai faktor confounding dimasukkan dalam analisis studi ini.

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah peranan human placental lactogen, leptin, IMT pra hamil dan asupan nutrisi maternal terhadap peningkatan massa lemak tubuh pada ibu hamil di Sulawesi Utara ?

Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu hamil

usia kehamilan 18 minggu, 24 minggu dan 30 minggu ?

2. Bagaimana hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra

hamil dengan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 18-

24 minggu dan 24-30 minggu ?

3. Bagaimanakah hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT

pra hamil dengan peningkatan berat badan ibu hamil pada kehamilan

18-24 minggu dan 24-30 minggu ?

8

C. Tujuan penelitian

a. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman

mengenai adaptasi hemostasis energi ibu dalam kehamilan, secara

spesifik mengenai peranan human placental lactogen serta resistensi

leptin dalam metabolism lemak maternal, sebagai latar belakang

teoritis dalam memulai upaya perumusan peningkatan berat badan ibu

Indonesia dalam kehamilan.

b. Tujuan spesifik

Tujuan spesifik penelitian ini adalah untuk mempelajari :

1. Hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu hamil usia kehamilan

18, 24 dan 30 minggu.

2. Hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra hamil

dengan peningkatan berat badan ibu hamil pada kehamilan 18-24

minggu dan 24-30 minggu.

3. Hubungan antara hPL, leptin, asupan nutrisi dan IMT pra hamil

dengan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 18-24

minggu dan 24-30 minggu.

9

D. Kegunaan Penelitian

a. Aspek pengembangan Ilmu Pengetahuan

Sepanjang pengetahuan peneliti, belum terdapat publikasi yang

mempelajari hubungan hPL dengan induksi resistensi leptin pada

manusia hamil serta kaitannya dengan peningkatan massa lemak

tubuh maternal. Studi mengenai hal ini belum pernah dilakukan di

Sulawesi Utara terkait pola asupan nutrisi maternal , IMT pra hamil dan

aktifitas harian.

b. Aspek Aplikasi

Bila hipotesis ini terbukti, maka dapat menjadi bagian dukungan

teoritis dalam upaya merumuskan panduan peningkatan berat badan

ibu hamil yang spesifik di Indonesia serta kemungkinan intervensi

penurunan berat badan bagi ibu hamil obes.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Mekanisme hemostasis energi ibu dalam kehamilan yang dipelajari dalam penelitian ini terbatas pada peningkatan massa lemak. Pembahasan mencakup pengaruh hormon hPL dan leptin dalam adipogenesis dan lipolisis pada kehamilan. Efektor lain yang diobservasi dan analisis adalah asupan 10

nutrisi, intensitas penggunaan energi dan IMT pra-hamil. Penelitian ini dilakukan terhadap ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di

Puskesmas dalam area Kota Manado, Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia.

F. Definisi dan Istilah

Yang dimaksudkan dengan maternal adalah ibu yang sedang dalam kehamilan. Definisi IMT pra-hamil dalam penelitian ini adalah IMT yang dihitung sesuai rumus standar dengan menggunakan nilai berat badan pra- hamil berdasarkan anamnesis dan/atau berat badan usia kehamilan < 16 minggu. Kadar hPL, leptin dan insulin merupakan kadar hormon-hormon tersebut didalam serum partisipan yakni ibu yang sedang dalam kehamilan.

Istilah intensitas penggunaan energi maternal merujuk kepada maternal’s energy expenditure.

G. Sistimatika dan Organisasi

Bagian penting dalam disertasi ini berada di BAB I mengenai latar belakang masalah. Kegagalan pengendalian pertambahan jumlah penderita obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) di dunia agaknya terkait dengan teori yang dikemukakan Barker yakni pembentukan konsep metabolik suatu 11

individu dipengaruhi mileu hemostasis energi di masa janin, yang kemudian dikenal sebagai proses epigenetik. Upaya preventif terhadap penyakit metabolik yang dilakukan setelah bayi lahir dengan konsep metabolik yang telah terbentuk, sampai saat ini tidak menunjukkan keberhasilan. Hal tersebut tampaknya mengkonfirmasi teori Barker mengenai pentingnya masa kehamilan dalam pencegahan penyakit metabolik baik terhadap janin yang dikandung maupun ibu yang mengandung. Retensi berat badan paska kehamilan akan meningkatkan risiko penyakit metabolik pada ibu sekaligus merupakan lingkungan metabolik yang kurang menguntungkan bagi janin yang akan dikandung kemudian.

Terkait dengan paparan tersebut di atas, pengendalian berat badan ibu dalam kehamilan menjadi hal yang amat penting. Ibu hamil Indonesia belum memiliki panduan peningkatan berat badan dalam kehamilan yang disusun berdasarkan studi-studi yang secara spesifik dilakukan terhadap ibu

Indonesia yang hamil. Panduan peningkatan berat badan dalam kehamilan yang digunakan ibu Indonesia saat ini adalah panduan peningkatan berat badan ibu hamil Amerika Serikat yang diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia.

Penelitian ini adalah upaya untuk memahami pola peningkatan berat badan, dengan titik berat pada massa lemak, ibu hamil Indonesia sekaligus mempelajari dan membuktikan teori-teori yang telah dibuktikan pada hewan coba mengenai proses fisiologis determinan hemostasis energi dalam 12

kehamilan yakni, induksi peningkatan depot lemak maternal dan induksi resistensi leptin serta peranan plasenta, diwakili oleh hormon produk plasenta dengan kadar tertinggi yaitu human placental lactogen (hPL). Pengaruh faktor karakteristik antropometri dasar ibu ( IMT pra-hamil), asupan kalori serta intensitas penggunaan energi disertakan dalam penelitian.

Pada BAB II mengenai Tinjauan Pustaka, membahas dasar-dasar teori sebagai latar belakang dan menjelaskan letak penelitian ini dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Pertama-tama dipaparkan mengenai komponen maternal, antara lain massa lemak maternal yang menjadi titik penelitian dalam disertasi ini, dan komponen fetal-placental yang berkontribusi terhadap peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan.

Dipaparkan pula mengenai mekanisme kendali berat badan manusia yang melibatkan peranan leptin serta nukleus arcuatus hipotalamus. Leptin pada dasarnya merupakan hormone anorexigenik. Hormon yang pertama kali diidentifikasi di sel adiposit ini dikenal sebagai produk jaringan adiposit yang berfungsi sebagai messenger perifer, membawa informasi kecukupan simpanan energi ke nukleus arkuatus. Kaskade signal selanjutnya adalah aktifasi neuron proopiomelanocortin (POMC) dan CART yang adalah bagian penting alur signal anorexigenik, sekaligus inhibisi aktivitas neuron orexigenik yakni (NPY ) dan AgRP.

Pada BAB Tinjauan Pustaka ini dipaparkan pula hipotesis yang dianut saat ini mengenai mekanisme resistensi leptin yang merupakan keadaan 13

permisif terjadinya penumpukan jaringan lemak meskipun dalam keadaan hiperleptinemia. Sejumlah studi telah mengkonfirmasi adanya keadaan hiperleptinemia sekaligus peningkatan massa lemak yang terjadi dalam kehamilan. Studi-studi biomolekular terhadap jaringan otak hewan coba mengindikasikan adanya peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan pada area nukleus hemostasis energi di hipotalamus yang terjadi secara fisiologis, endokrinologis.

Dijelaskan pula latar belakang teori yang menjadi landasan pemilihan hPL , hormon yang disintesis dan disekresi oleh jaringan sincitiotropoblast plasenta, sebagai kandidat induktor resistensi leptin dalam kehamilan. Studi- studi terhadap hewan coba menunjukkan induksi hormon yang menyerupai profil biologis hPL mencetuskan keadaan resistensi leptin. Telah dilaporkan pula adanya neuron-neuron terkait hemostasis energi di hipotalamus yang memiliki reseptor prolaktin (digunakan oleh hPL) dan sekaligus memiliki reseptor leptin.

Kerangka teori , kerangka konsep, variabel penelitian dan hipotesis dijabarkan dalam BAB III. Konsep penelitian ini adalah hPL sebagai variabel independen akan menginduksi resistensi leptin (variabel intermedier) selanjutnya keadaan resistensi akan menyebabkan peningkatan nafsu makan

( asupan kalori, variabel antara) dan penurunan intensitas penggunaan energi, variabel antara ). Luaran dari mekanisme ini adalah terjadinya peningkatan massa lemak maternal ( variabel dependen) dan selanjutnya 14

berat badan ibu. Sebelum hamil, dalam sirkulasi ibu telah terdapat leptin pada kadar tertentu, yang disekresi oleh jaringan adiposit. Sejumlah studi mengindikasikan adanya asosiasi aktifitas leptin dengan insulin. Akhir trimester 2 kehamilan ditandai dengan keadaan resistensi insulin fisiologis.

Terkait dengan hal-hal tersebut, besaran IMT pra-hamil serta kadar insulin pada trimester 2 dimasukkan sebagai variabel co-founding. Hipotesis pertama dalam penelitian ini diajukan untuk mempelajari secara terukur mengenai profil dan korelasi antara hPL dengan leptin di trimester 2 dan 3 kehamilan. Hipotesis ke dua dimaksudkan untuk mempelajari secara terukur efek dari semua variabel baik independen, intermedier maupun co-founding terhadap peningkatan massa lemak maternal. Selanjutnya efek dari variabel - variabel tersebut terhadap peningkatan berat badan maternal, dipelajari dalam pengujian hipotesis ke tiga.

Disain penelitian ini adalah observational longitudinal. Disain penelitian, prasyarat karakteristik sampel, lokasi dan waktu serta cara dan standar melakukan penelitian tercantum dalam BAB IV mengenai Metode Penelitian.

Penelitian dilakukan di 5 Puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kota Manado, periode rekruimen sampel adalah September 2015 sampai

April 2016. Dari 125 orang sampel yang direkuit pada awal penelitian, 1 orang ibu tidak disertakan dalam kunjungan I Karena terdiagnosis DMT2.

Sejumlah 70 orang maternal menyelesaikan 3 kali pengukuran semua 15

variabel penelitian sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Observasi sampel selesai pada awal Agustus 2016.

Besaran IMT pra-hamil merupakan hasil kalkulasi sesuai rumus standar berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Berat badan pra-hamil diperoleh melalui anamnesis, atau berat badan pada usia kehamilan < 16 minggu.

Massa lemak maternal diukur melalui metode bioelectric impedance analysis

(BIA). Kuantitas asupan nutrisi diperoleh melalui analisis hasil wawancara mengenai 24 hours food recall. Intensitas penggunaan energi diperoleh melalui perhitungan hasil Pregnancy Physical Activity Questioner (PPAQ).

Kadar hPL dan leptin dianalisis menggunakan metode ELISA monoklonal di

Laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center (HUM-RC).

Variabel independen, intermedier dan dependen diukur setiap kali kunjungan, yakni sebanyak 3 kali, minimal selang 4 minggu. Usia kehamilan kunjungan pertama adalah < 28 minggu.

Hasil penelitian dan pembahasan dijabarkan dalam BAB V. Penelitian ini mengkonfirmasi adanya peningkatan massa lemak menurut usia kehamilan. Kadar hPL dan leptin meningkat sesuai usia kehamilan serta tidak dipengaruhi secara signifikan oleh besaran IMT pra-hamil maternal.

Akan tetapi asosiasi leptin dengan massa lemak sangat berbeda antara maternal yang sebelum hamil gemuk dan yang tidak gemuk. Kadar leptin dalam penelitian ini meningkat 3-4 kali lipat dibandingkan rerata kadar leptin wanita tidak hamil dan pada maternal yang sebelum hamil gemuk, tidak 16

dijumpai korelasi antara massa lemak dengan kadar leptin. Peristiwa ini mengindikasikan bahwa mayoritas leptin yang beredar dalam sirkulasi maternal berasal dari plasenta.

Terdapat indikasi, peningkatan massa lemak merupakan tujuan dan hasil penting dari mekanisme hemostasis energi maternal dan telah terprogram sejak awal kehamilan. Peristiwa ini ditandai dengan kuatnya peranan hPL, leptin dan IMT pra-hamil sebagai efektor determinan dalam peningkatan massa lemak dibandingkan dengan asupan kalori. Analisis asosiasi kadar hPL dengan massa lemak menyibakkan fakta bahwa peningkatan massa lemak lebih tinggi terjadi pada rentang kadar hPL yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar hPL yang tinggi. Sejumlah studi mengkonfirmasi adanya fenomena ‘setengah awal usia kehamilan merupakan periode peningkatan massa lemak dan setengah akhir usia kehamilan adalah periode penurunan massa lemak’ . Penurunan massa lemak terkait dengan peningkatan sensitifitas induksi aktifitas lipolisis dalam kehamilan. Produk liposis merupakan bahan nutrisi janin, pertengahan akhir kehamilan adalah periode perkembangan janin yang pesat sehingga membutuhkan bahan nutrisi yang lebih banyak.

Sejumlah studi mengkonfirmasi induksi resistensi leptin oleh placental lactogen dan terdapat pula studi-studi yang mengkonfirmasi efek lipolitik hPL terutama di trimester akhir kehamilan. Penelitian kami mengindikasikan adanya peranan hPL di masa peningkatan adipogenesis dan kadar tinggi hPL 17

kemungkinan bersifat lipolitik. Terdapat pula indikasi bahwa efek lipolitik hPL dalam penelitian kami terjadi lebih dini, pada trimester ke dua. Hal ini kemungkinan terkait dengan rendahnya asupan kalori maternal yang memicu proses katabolisme lemak lebih dini.

Fenomena menarik lainnya yang dijumpai dalam penelitian ini adalah, peningkatan massa lemak tetap terjadi meskipun mayoritas maternal tidak mencapai kebutuhan asupan kalori seperti yang dianjurkan. Peristiwa ini mengkonfirmasi paparan yang telah disebutkan di atas bahwa, peningkatan massa lemak merupakan target penting hemostasis energi dalam kehamilan sehingga diupayakan untuk terlaksana. Upaya tersebut bersifat terprogram, melibatkan hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta. Dapat dikatakan, dalam kehamilan, plasenta adalah regulator sistim hemostasis energi maternal. Satu-satunya faktor non plasental yang berperan determinan adalah besaran IMT pra-hamil maternal. Fakta ini mengharuskan pengelolaan berat badan perempuan usia reproduksi untuk masuk dalam strategi pengelolaan persiapan kehamilan sekaligus pencegahan primer penyakit metabolik termasuk obesitas dan DMT2 pada generasi yang akan datang.

Hormon hPL merupakan efektor paling determinan terhadap peningkatan massa lemak maupun berat badan maternal , dalam penelitian ini. Hormon ini cenderung tidak dipengaruhi oleh karakteristik antropometri dasar ibu, dan tampak berfluktuasi ke arah tinggi pada kehamilan yang 18

berisiko. Sifat-sifat hPL tersebut di atas menunjukkan bahwa hormon ini patut dipertimbangkan sebagai kandidat petanda kecukupan nutrisi janin dalam upaya menetapkan rentang peningkatan berat badan ibu hamil yang adekuat maupun saat menurunkan berat badan ibu obes yang telah hamil. Sejumlah studi diperlukan untuk mengkonfirmasi dan mengembangkan hasil-hasil dari penelitian disertasi ini.

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Faktor Determinan Peningkatan Berat Badan Ibu Hamil

Faktor determinan peningkatan berat badan ibu hamil dapat dikelompokkan dalam faktor sosial dan lingkungan serta faktor maternal.

1. Faktor sosial/lingkungan termasuk : (Rasmussen 2009)

(a) Sosial : budaya, institusional ( kebijakan dan pelyanan kesehatan)

serta media.

(b) Lingkungan : geografis, toxikologi lingkungan, bencana alam.

(c) Komunitas : akses terhadap makanan sehat, kesempatan

melakukan aktifitas fisik.

(d) Keluarga : status pernikahan, kultur dan stabilitas keluarga,

dukungan pasangan/ keluarga.

2. Faktor maternal termasuk : (Rasmussen 2009)

(a) Karakteristik genetik, developmental programming dan epigenetik.

(b) Sosiodemografi : umur, ras, status sosioekonomi, food insecurity. 20

(c) Antropometri dan fisiologis : IMT pre pregnansi, milieu hormonal,

tingkat metabolisme basal.

(d) Medis : penyakit-penyakit penyerta, hyperemesis gravidarum,

anorexia nervosa, bulimia nervosa, bedah bariatrik, multiparitas.

(e) Psikologi : depresi, stress, dukungan sosial, sikap terhadap

peningkatan berat badan.

(f) Kebiasaan : asupan makanan, aktifitas fisik, penyalah gunaan

substansi berbahaya, kehamilan tak disengaja.

Faktor-faktor tersebut di atas akan mem pengaruhi keseimbangan antara asupan nutrisi dan penggunaan energi maternal. Kesinambungan produk keseimbangan asupan nutrisi dan penggunaan energi akan menentukan pola dan peningkatan berat badan ibu hamil secara keseluruhan.

B. Komposisi dan Komponen Peningkatan Berat Badan Ibu hamil

Peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan merupakan fenomena biologis unik dengan tujuan utama untuk mendukung perkembangan fungsi dan pertumbuhan janin. Plasenta merupakan ‘master mind’ regulator berbagai adaptasi sistim homeostasis maternal termasuk hemostasis energi 21

yang terkait erat dengan perubahan berat badan maternal. Berat badan ibu dalam kehamilan ditentukan oleh komponen massa ibu dan janin disamping berat plasenta itu sendiri. (Gambar 1.)

POLA PENINGKATAN BERAT BADAN TOTAL IBU DALAM KEHAMILAN

Janin : Ibu : Pertumbuhan janin: Massa bebas lemak Plasenta Massa bebas lemak

Massa lemak Massa lemak Cairan amnion

Gambar 1. Skema komponen peningkatan berat badan ibu hamil

( Diterjemahkan dari Rasmussen KM, et al. 2009. Weight Gain During

Pregnancy. Reexamining the Guidelines)

1. Komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu hamil

Pada kehamilan normal, komponen janin dan plasenta menyumbang sekitar 35% dari total peningkatan berat-badan maternal. (Gambar 2, hal.19)

Berat optimal janin dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan gaya hidup maternal dan berbagai faktor lain seperti : ( Rasmussen 2009 )

(a) Jumlah janin : tunggal, kembar 2 atau lebih.

(b) Pertumbuhan janin : kecil/ sesuai/ besar menurut umur kehamilan. 22

(c) Komposisi tubuh janin : dipengaruhi oleh genetik, paritas maternal,

IMT pra hamil maternal, peningkatan berat badan maternal,

gestasional diabetes mellitus, faktor lingkungan (rokok, altitude ).

(d) Cairan amnion

Gambar 2. Komponen peningkatan berat badan ibu hamil (LMP = last

menstrual period)

Sumber : Pitkin 1976. Nutritional support in obstetrics and gynecology. Clinical

Obstetrics and Gynecology 19 (3): 489-513. Dikutip dari Rasmussen KM, et al.

2009.

2. Komponen plasenta dalam berat badan ibu hamil 23

Terdapat hubungan linear antara berat plasenta dengan IMT maternal, semakin tinggi IMT maka plasenta semakin berat. Pada maternal dengan berat badan kurang terdapat restriksi pertumbuhan plasenta, sedangkan plasenta hipertrofi dijumpai pada maternal gemuk, obes dan obes morbid ( Wallace 2012). Rasio janin terhadap plasenta (efisiensi plasenta) rendah pada maternal gemuk, obes dan obes morbid sedangkan maternal normal serta berat badan kurang, efisiensi plasenta normal ( Wallace 2012).

Berat plasenta berkorelasi linear dengan indeks massa tubuh bayi yang dilahirkan ( Ouyang 2013).

Bleker dan Hoogland (1981) melakukan estimasi volume plasenta dengan teknik ultrasonografi longitudinal, pada kehamilan 21 minggu adalah

200 cm2, 28 minggu adalah 300 cm2, aterm adalah 500 cm2 (dikutip:

Rasmussen 2009). Penelitian di Aberdeen, Skotlandia, rata-rata berat plasenta yang dilahirkan, laki-laki 624 + 1,8 gram, perempuan 612 + 1,8 gram

( Wallace 2012). Rata-rata berat plasenta bayi yang dilahirkan oleh wanita

Skandinavia adalah 703 + 161 gram ( Friis 2013).

3. Komponen maternal dalam peningkatan berat badan ibu hamil 24

Komponen maternal dalam peningkatan berat badan maternal dikelompokkan sebagai total body water (TBW), massa bebas lemak (= fat free mass, FFM), massa lemak ( =fat mass, FM).

(a) Total body water (TBW)

Determinasi TBW melalui teknik bioelectric impedance analysis (BIA) menunjukkan terdapat peningkatan signifikan, 6-7 L, jumlah total cairan tubuh maternal pada kehamilan trimester II dan III (Lukaski 1994).

Penggunaan tracer sodium thyocianat mendeskripsikan distribusi peningkatan cairan pada kenaikan berat badan hamil 12,5 kg sebagai berikut, janin 2414 gram, plasenta 540 gram, cairan amnion 792 gram, blood-free uterus 800 gram, kelenjar mammae 304 gram, darah 1267 gram, cairan ekstraselular (ECF) 1496 gram pada keadaan tanpa edema, sedangkan pada edema, ECF 4697 gram ( dikutip dari Rasmussen 2009). Water balans index

(WBI, rasio TBW terhadap hematokrit) berkisar 1.35±0.20 l.kg–1. serta memiliki korelasi kuat, r 0.93, dengan volume sekuncup ( stroke volume )

(Valensise 2004).

Studi di Bangladesh terhadap populasi ibu hamil dengan proporsi tubuh pendek ( 148.9 + 5.3 cm) dan kurus ( 19.5 + 2.5 kg/m2), total kenaikan berat badan dalam kehamilan berkisar 5-6 kg, peningkatan ECF hanya berkisar 1 kg antara trimester I dan III, volume plasma meningkat 16.6 + 15.4 25

% selang trimester I dan II, kemudian turun kembali pada trimester III. Studi ini menyimpulkan bahwa status nutrisi maternal pada awal kehamilan berkorelasi negatif dengan peningkatan ECF dan TBW (Gernand 2012).

(b) Massa bebas lemak ( fat free mass, FFM)

Massa bebas lemak yang dominan adalah protein. Estimasi deposisi protein jaringan dilakukan melalui pengukuran akresi kalium tubuh total (total body kalium, TBK). Distribusi protein dalam kehamilan terutama terdapat pada janin yakni 150 mmol, selanjutnya uterus 65 mmol, plasenta 25 mmol, eritrosit 25 mmol, plasma darah 6 mmol dan jaringan lain termasuk jantung, ginjal dan otot adalah 229 mmol (dikutip dari Kalhan 2000). Pada maternal dengan berat badan pre pregnansi 60 kg dan peningkatan berat badan dalam kehamilan sebesar 10.5 kg, peningkatan protein pada kehamilan 10 minggu berkisar 36 gram, 20 minggu adalah 165 gram, 30 minggu adalah 498 gram serta 40 minggu berkisar 925 gram (van Raaij 1988). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada deposisi protein total dalam kehamilan antara maternal dengan IMT rendah, normal dan berlebih, rata-rata 611 gram protein. (Butte 2004).

26

(c) Massa lemak ( fat mass, FM )

Hytten dan Chamberlain (1991) mengembangkan model teoritikal estimasi kebutuhan energi dalam kehamilan, asumsi kenaikan berat badan dalam kehamilan 12,5 kg, maka terdiri dari ≈ 0.925 kg protein, ≈ 3.8 kg lemak,

≈ 7,8 kg air. Model ini menjadi dasar dari penetapan jumlah kenaikan berat badan pada beberapa konsensus (Butte 2004).

Sohlstrom dan Forsum (1995) melakukan analisa volume dan distribusi jaringan adiposa secara magnetic resonance imaging (MRI) pada wanita hamil. Volume jaringan adipose meningkat 5.43 + 4.72 L selama kehamilan, turun 3.18 + 4.61 pada 6 bulan paska melahirkan selanjutnya terdapat retensi volume jaringan adiposa 2.86 + 2.32 L satu tahun paska melahirkan (Sohlstrom 1995).

Dalam kehamilan, peningkatan massa jaringan adiposa, terutama terjadi di sub kutan 76%, volume lemak sub kutan juga yang berkurang paska melahirkan. Area penumpukan lemak terutama di batang badan (68%), dan paha (16%). Terdapat perbedaan bermakna deposisi jaringan adiposa antar maternal dengan IMT kurang ( FM 5.3 kg), normal ( FM 4,6 kg) dan lebih (FM 8,4 kg) ( Butte 2004).

Peningkatan berat badan dalam kehamilan berkorelasi positif dengan massa adiposa. Tingkat kenaikan massa adiposa dalam kehamilan merupakan prediktor kuat atas retensi massa adiposa paska melahirkan 27

(Kopp-Hoolihan 1999). Determinasi kuat massa adiposit dalam peningkatan berat badan dalam kehamilan juga ditunjukkan dalam studi mengenai hubungan leptin dan IMT serta tebal lipatan lemak kulit. Terdapat korelasi kuat antara leptin, IMT dan tebal lipatan lemak kulit (van der Wijden 2013).

C. Mekanisme Kendali Berat Badan Manusia : Peranan Leptin dan

Hipothalamus

Secara fisiologis, berat badan manusia dikendalikan oleh suatu sistim yang mengatur keseimbangan antara asupan energi dan energy expenditure dalam jangka panjang. Sistim ini melibatkan sejumlah messenger yang merupakan signal perifer mengenai status simpanan energi ke hipothalamus.

1. Leptin

Leptin merupakan hormon dengan struktur menyerupai sitokin yang diidentifikasi pertama kali oleh Zhang dkk pada tahun 1994 (Zhang 1994,

Friedman 2011). Leptin adalah peptida ‘four-helix bundle’, 16-kDa, terdiri dari 167 asam amino dengan sekuens 21 asam amino berupa amino- terminal signal sekrektori (Margetic 2002, Mantzoros 2011). Leptin terutama diproduksi di jaringan adiposa, akan tetapi juga diekspresi dalam berbagai jaringan termasuk plasenta, ovarium, epitel mammary, sumsum tulang dan jaringan lymphoid (Margetic 2002, Mantzoros 2011).

28

(a) Reseptor Leptin

Sekuenses gen ob/ob mengkode faktor solubel yang berada dalam sirkulasi darah, sedangkan db/db mengkode reseptor faktor solubel tersebut.

Faktor solubel selanjutnya dikenal sebagai leptin. Gen reseptor leptin dipetakan dalam locus db, pada manusia di kromosom 1 p dan tikus (mice) di kromosom 4 serta termasuk kelas I famili reseptor sitokin ( gp130). Saat ini telah terdeteksi 6 reseptor leptin di manusia dan mamalia, ObRa, ObRb,

ObRc, ObRd, ObRe dan ObRc (Schultz 2007, Mantzoros 2011). Reseptor

ObRd, ObRe dan ObRf belum dijumpai pada manusia.

Reseptor leptin memiliki domain ekstraselular, tempat terjadinya ikatan reseptor dengan leptin, pada rasio 1:1 (Lewandowski 1999). Aktifasi reseptor akan menginduksi signal intraselular melalui jalur Janus kinase / signal transducer and activator of transcription factor (JaK/STAT pathway ) (Schultz

2007).

Reseptor ObRb ( reseptor panjang) terkait erat dengan aktifasi STAT3 yang merupakan jalur signal utama, terkait peranan leptin dalam regulasi berat badan ( Ladyman 2013, Friedman 2011). Ekspresi ObRb paling tinggi dijumpai di hipotalamus, hanya sedikit terdapat pada jaringan lain seperti bagian lain otak, adrenal, adiposit, jantung, nodus limfatikus dan lien (Schultz

2007, Ladyman 2013). 29

Reseptor pendek, ObRa dan ObRc diduga terkait dengan transpor leptin melalui sawar otak. Kedua reseptor ini terekspresi tinggi di plexus choroideus dan endotel kapiler otak (Schultz 2007, Trujillo 2011, Mantzoros

2011). Meskipun demikian, transportasi leptin melalui sawar otak, agaknya tidak hanya diperantarai oleh kedua reseptor ini, eksperimental tikus Koletsky tanpa reseptor leptin fungsional menunjukkan kadar leptin cairan serebrospinal normal pada kadar leptin plasma yang tinggi. Model obes tikus

New Zealand yang dikarakterisasi dengan resistens i leptin perifer, transport leptin ke otak berkurang tanpa berkorelasi dengan penurunan ekspresi

ObRa atau ObRc (Schultz 2007). Reseptor ObRe merupakan plasma binding protein leptin dalam sirkulasi plasma manusia (Trujillo 2011, Mantzoros

2011). Fungsi biologis reseptor ObRe belum diketahui secara pasti.

Reseptor ini secara bermakna dijumpai tinggi pada kehamilan, keadaan puasa dan penurunan berat badan serta rendah pada obesitas. Pada ob/ob, infus reseptor solubel bersama-sama dengan leptin, meningkatkan efektifitas terapi leptin. Diduga peningkatan kadar reseptor solubel akan menurunkan pembersihan leptin dalam sirkulasi (Schultz 2007).

(b) Aktifasi signal intraselular, jalur JAK / STAT

Janus kinase / STAT adalah jalur signal intraselular yang teraktifasi sebagai respon ikatan sejumlah sitokin, faktor pertumbuhan atau hormon 30

terhadap reseptornya yang selanjutnya mencetuskan sejumlah fungsi menurut fungsi spesifik yang mengikat reseptor tersebut. Aktifasi JAK akan menginduksi fosforilase residu tirosin reseptor dan fosforilase molekul downstream signaling , yaitu STAT. Signal transducer and activators of transcription (STAT) merupakan molekul protein sitoplasma, ketika terfosforilase, STAT akan membentuk dimer dan mengalami translokasi menuju nukleus, selanjutnya memodifikasi transkripsi gen. Terdapat tujuh gen STAT yang telah diidentifaksi pada mamalia, STAT 1-4, 5A, 5B dan 6.

Signal transducer and activators of transcription 3 (STAT 3) merupakan molekul kunci yang terlibat dalam aktifitas homeostasis energy terkait leptin disamping STAT 5 yang diduga berperan dalam aktifitas leptin (Ladyman

2013).

(c) Regulasi aktifitas intraselular leptin, STAT3 dan SOCS3

Aktifitas STAT 3 berhubungan dengan regulasi ekspresi peptide anorexigenik dan orexigenik. Secara invitro, STAT 3 menstimulasi transkripsi

POMC. Gen POMC mengkode peptide yang termasuk dalam sistim melanokortin, diantaranya α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH) yang merupakan signal anorexigenik utama dalam regulasi simpanan dan penggunaan energi terkait leptin (Ladyman. 2013). Pada tikus obes ob/ob, 31

signaling leptin-STAT3 terganggu, terjadi reduksi ekspresi mRNA POMC di hipothalamus. Hal ini menunjukkan bahwa leptin dibutuhkan dalam aktifasi

STAT 3 pada regulasi POMC (Ladyman 2013). STAT 3 binding site dijumpai di promoter TRH (thyrothropin-releasing hormone). Pemberian leptin menginduksi interaksi STAT3 dengan region promoter TRH sekaligus peningkatan ekspresi mRNA TRH (Ladyman 2013). Hormon tiroid berperan dalam regulasi tingkat metabolisme basal manusia, turunnya kadar leptin akan menurunkan thermogenesis (Lee 2009).

Molekul SOCS (suppressor of cytokine signaling) adalah famili dari immediate-early genes yang transkripsi gen-nya diregulasi oleh STAT.

Molekul SOCS diinduksi oleh sitokin, dan beraktifitas untuk menurunkan signaling sitokin melalui umpan balik negatif intraselular (Ladyman 2013).

Induksi fosforilase STAT 3 oleh leptin, sekaligus menginduksi ekspresi mRNA SOCS3. SOCS3 adalah supresor signaling sitokin yang mereduksi signaling ObRb –JAK-STAT3, dengan demikian merupakan umpan balik negatif terhadap aktifitas STAT3 (Schulz 2007, Ladyman 2013).

2. Hipothalamus

Hipotalamus berperan sentral dalam regulasi hemostasis energi mamalia. Regulasi hemostasis energi tersebut melibatkan sejumlah nukleus dan aktifasi/inhibisi inter nukleus maupun neuron, secara garis besar terdiri dari : 32

(i) Nukleus penerima signal metabolik dari perifer : nukleus arcuatus

(ARC)

(ii) Neuron anorexigenic : proopiomelanocortin ( POMC) dan

Cocaine- and amphetamine regulated transcript (CART)

(iii) Neuron orexigenik : neuropeptida Y (NPY) dan Agouti Related

Protein (AgRP).

D. Model Jalur Hemostasis Energi Sentral

Sejumlah peneliti mengajukan model untuk memberikan gambaran mengenai konsep mekanisme hemostasis energi sentral. Model tersebut mengikuti pola biologis suatu aktifitas fisiologis yakni, stimulasi- signaling dan reaksi yang pada homeostasis energi sentral berupa, messenger pembawa signal perifer – neuron penerima pertama – neuron sekunder – mekanisme efektor downstream (Remmers 2011, Spiegelman 2001). (Gambar 3 )

1. Messenger perifer : leptin

Leptin merupakan messenger perifer determinan yang menuju hipothalamus, membawa informasi mengenai status simpanan energi (depot massa lemak) ke nukleus arkuatus di hipothalamus. Reseptor leptin ObRb, ditemukan padat di area ARC serta tersebar di berbagai area hipothalamus 33

lainnya (Remmers 2011, Belgardt 2010). Leptin menembus sawar otak diperantarai oleh reseptor ObRa dan ObRc. Kedua bentuk reseptor ini terdeteksi di plexus choroideus.

Disamping leptin, terdapat sejumlah signal perifer lain yang mencapai hipothalamus, yakni insulin serta sejumlah peptida saluran cerna, termasuk , -like peptide 1, peptide YY, dan (Remmers. 2011, Belgardt 2010).

Gambar 3. Model regulasi hemostasis energi sentral.

Sumber : Spiegelman BM and Flier JS.2001. Obesity and the regulation of energy balance. Cell ; 104 : 531-543.

34

2. Neuron penerima pertama (primer)

(a) Neuron anorexigenic

Neuron POMC dan CART merupakan neuron primer anorexigenik di nukleus Arcuatus. Aktifasi reseptor ObRb oleh leptin di membran neuron

POMC akan mengekspresi dan sekresi neuropeptida α-MSH yang selanjutnya sebagai signal yang mengaktifasi reseptor MC4R neuron- neuron sekunder di nukleus paraventrikular hipotalamus (PVN). (Remmers.

2011, Belgardt 2010).

(b) Neuron orexigenik

Neuron NPY dan AgRP merupakan neuron primer orexigenik di nukleus arkuatus. Peningkatan ekspresi dan sekresi kedua neuropeptida ini akan menstimulasi asupan nutrisi dan peningkatan depot adiposit putih serta menurunkan adiposit coklat yang bersifat termogenesis. Regulator utama neuropeptida ini adalah leptin yang bersifat inhibisi. Aktifasi reseptor ObRb oleh leptin di membran neuron NPY dan AgRP akan menginhibisi ekspresi dan sekresi neuropeptida NPY dan AgRP selanjutnya signal orexigenik menuju hypothalamus lateral (LHA) (Remmers 2011).

Gangguan inhibisi neuron NPY dan AgRP seperti pada keadaan defisiensi maupun resistensi leptin, akan menyebabkan hilangnya regulasi 35

energi positif, sehingga terjadi peningkatan nafsu makan dan penumpukan depot lemak.

3. Neuron sekunder

(a) Neuron anorexigenik

Signaling neuropeptida α-MSH dari neuron POMC akan mengaktifasi reseptor MC4R neuron-neuron sekunder di nukleus paraventrikular hipotalamus (PVN). Aktifasi MC4R akan menginduksi ekspresi CRH

(corticotropin releasing hormone) dan TRH ( thyrotropin releasing hormone) pada dua populasi neuron parvocelullar yang berbeda. Reseptor CRH1 dan

TRH2 diekspresi secara luas di area-area berbeda otak, sedangkan reseptor

CRH2 dan TRH1 diekspresi hanya di hypothalamus (Remmers 2011, Belgardt

2010).

(i) Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Peptida CRH telah lama dikenal sebagai releasing hormon pada

aksis hipothalamus- hipofisis- adrenal (HPA). Studi mengenai mekanisme

hemostasis energi sentral mengkonfirmasi keterlibatan hormon ini dalam

regulasi kesimbangan energi. Ekspresi dan kadar CRH turun saat

pembatasan makanan dan meningkat dengan pemberian leptin. Injeksi α- 36

MSH dan CART meningkatkan ekspresi CRH. Intracerebroventrikular CRH

terkait dengan penurunan asupan nutrisi dan berat badan serta induksi

aktifitas lokomotor, jaringan adiposa coklat (brown , BAT).

Data-data tersebut menunjukkan peranan anorexigenik dan katabolik CRH

(Remmers 2011).

(ii) Thyrotropin-releasing hormone (TRH)

Peptida TRH dikenal sebagai TSH- releasing hormon dalam aksis

hipothalamus-hipofisis-tiroid. Ekspresi dan sekresi TRH turun saat puasa,

aktifasi NPY dan AgRP . Sebaliknya, peptida ini meningkat pada

pemberian leptin, α-MSH dan CART. Injeksi TRH sentral dan perifer

menurunkan asupan nutrisi dan meningkatkan suhu tubuh (Remmers

2011).

(b) Neuron orexigenic

Dua populasi neuron yang berbeda di nukleus lateral hipotalamus

(LHA) mengekspresi peptida orexigenik MCH (melanin concentrating hormone) dan ORXs (orexins). Nukleus LHA juga diinervasi oleh terminal- terminal saraf yang mengandung peptida NPY, AgRP dan α-MSH serta 37

mengekspresi reseptor peptida- peptida tersebut (Remmers 2011, Belgardt

2010)

(i) Melanin concentrating hormone (MCH)

Ekspresi MCH yang meningkat pada hipothalamus ob/ob terkait

dengan peningkatan nafsu makan. Delesi gen MCH menyebabkan

ekspresi fenotipe langsing (Spiegelman 2001).

(ii) Orexins (ORXs)

Injeksi ORX sentral menstimulasi nafsu makan. Peningkatan

ekspresi dan kadar ORX di LHA menurunkan penggunaan energi.

Meskipun demikian, terdapat sejumlah studi yang gagal mengkonfirmasi

efek orexigenik peptida ini. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk

membuktikan peranan ORXs sebagai neuropeptida orexigenik (Remmers

2011).

4. Mekanisme efektor ‘downstream’

Terdapat 3 ‘output’ mendasar dari proses signaling homeostasis energy di hipothalamus yakni : (Remmers 2011, Belgardt 2010)

a. Signal yang luarannya mempengaruhi perilaku (behaviour). Luaran ini

merupakan hasil integrasi sejumlah signal dari berbagai area di otak

yang berakhir dengan aktifasi motor neuron. Sebagai contoh, efek final 38

dari peningkatan aktifitas orexigenik hipotalamus adalah dimulainya

proses makan.

b. Signal melalui jalur neuroendokrin, mempengaruhi keseimbangan

energi melalui sekresi hormon. Axis HPA dan HPT merupakan bagian

dari jalur neuroendokrin ini. Pada axis HPA, CRH dari PVN akan

menstimulasi sekresi ACTH di hipofisis, selanjutnya ACTH yang

merupakan hormon lipolitik. Sekresi hormon tiroid yang terjadi melalui

aktifasi axis HPT, akan menstimulasi penggunaan energi dan

termogenesis. Hormon tiroid memegang peran utama dalam laju

metabolisme basal manusia.

c. Jalur ketiga adalah sistim saraf otonom. Sejumlah nukleus

hipothalamus, terutama PVN, berhubungan dengan neuron-neuron

otonom di batang otak dan medulla spinalis. Aktifasi sistim otonom

akan mempengaruhi regulasi penggunaan energi, contohnya

mempengaruhi frekuensi denyut jantung dan termogenesis di jaringan

adiposa dan otot.

E. Resistensi Leptin

Penumpukan massa adiposa yang berlebih merupakan tanda disfungsi leptin. Setidaknya terdapat 3 mekanisme disfungsi leptin yakni pertama, penurunan ekspresi dan sekresi leptin dari sel adiposit seperti yang ditunjukkan oleh tikus ob/ob. Kedua, defek regulator sel adiposit, dan yang 39

ketiga adalah resistensi leptin (Friedman 1998). Pada resistensi leptin, defek terdapat di paska reseptor yakni tingkat aktifitas signal transducer activity transcription 3 (STAT-3), sedangkan peran sel adiposit normal.

Keadaan ini menyebabkan timbulnya obesitas disertai hiperleptinemia

(Friedman 2011, Lee 2009).

Mekanisme terjadinya resistensi leptin belum dipahami secara menyeluruh. Resistensi dapat disebabkan oleh mutasi reseptor , mutasi gen downstream leptin maupun sindroma obesitas monogenik (jarang).

Resistensi leptin lebih sering terjadi oleh sebab yang multifaktorial.

Hiperleptinemia diperlukan untuk terjadinya resistensi leptin (Knight 2010).

Obesitas menyebabkan gangguan transport leptin melalui sawar otak dan peningkatan ekspresi SOCS3 yang merupakan inhibitor signaling leptin

(Mantzoros 2011). Produk inflamasi, C-reactive protein (CRP) serta palmitat diduga mengganggu ikatan leptin dengan reseptornya (Belgardt 2010).

Resistensi leptin dijumpai juga pada keadaan hiperinsulinemia kronis dan asupan diet tinggi lemak (Lewandowski 1999, Knight 2010).

Manifestasi klinis resistensi leptin adalah timbulnya keadaan orexigenik berupa hiperfagia dan penurunan penggunaan energi. Keadaan ini akan menyebabkan penumpukan depot lemak yang mengakibatkan timbulnya kegemukan dan obesitas.

40

F. Adaptasi Hemostasis Energi Dalam Kehamilan

Homeostasis energi terkait erat dengan homeostasis reproduksi

(Garcia-Garcia 2012). Metabolisme energi merupakan faktor terpenting dalam kendali sukses reproduksi, hormon-hormon gonad mempengaruhi asupan, penyimpanan dan penggunaan energi. Mempelajari metabolisme energi dalam konteks sukses reproduksi, seakan membuka jendela ke dalam pemahaman mengenai obesitas, gangguan pola makan, diabetes dan kelainan patologik lain terkait hemostasis energi (Schneider 2012).

Kehamilan merupakan model unik investigasi metabolisme jaringan adiposa. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme sejumlah hormon yang bersifat adaptif fisiologis. Perubahan hormonal tersebut, termasuk, hiperinsulinemia dan resistensi insulin, hiperleptinemia dan resistensi leptin, peningkatan kadar kortisol, , progesteron dan adanya human placental lactogen (hPL) (Lewandowski 1999). Dalam kehamilan, homeostasis energi bergeser kearah penyimpanan depot lemak yang ditandai dengan hiperfagia dan penurunan energy expenditure (Herrera

1991, Augustine 2008, Ladyman 2010, Faas 2010, Trujillo 2011).

1. Hiperleptinemia dalam kehamilan

Hiperfagia dan peningkatan leptin dijumpai dalam kehamilan. (Trujillo

2011, Faas 2010) Peningkatan leptin mulai nyata pada pertengahan trimester 41

II (Lewandowski 1999). Kadar leptin meningkat secara konsisten mulai minggu ke 15 kehamilan dan mencapai puncak pada minggu ke 35 (30 μg/L

), baik pada ibu hamil dengan IMT pra hamil kurang, normal maupun lebih

(van der Wijden 2013). Rata-rata kadar leptin minggu ke 15 kehamilan berada dalam rentang 20 – 25 μg/L, lebih tinggi dibandingkan perempuan tidak hamil 9.97+1.6 ng/ml ( usia 18-30 tahun) dan 9.35+1.5 ng/ml (usia 31-

40 tahun) (van der Wijden 2013, Ajala 2013). Rentang percentil 15% - 95% nilai leptin pada perempuan dewasa dengan IMT 22 kg/m2 adalah 3.3 – 18.3 ng/ml dengan nilai rata-rata 7.7 ng/ml (Esoterix, LabCorp. 2009. USA).

Proporsi peningkatan kadar leptin dalam kehamilan lebih tinggi dibandingkan peningkatan massa lemak maternal ( > 50%) (Lewandowski

1999). Plasenta mengekspresikan mRNA leptin. Leptin disekresi oleh plasenta dengan kadar lebih tinggi pada maternal normal dibandingkan gestasional diabetes (Lapaas 2005). Pada perempuan fertil non hamil, kadar leptin tertinggi dijumpai pada fase ovulasi dan luteal (Ajala 2013).

Progesteron di duga berperan dalam meningkatkan sekresi leptin pada kehamilan trimester I (Lacasa 2001, Trujillo 2011). Hiperinsulinemia kronis terkait dengan peningkatan kadar leptin (Cinti 2009). Insulin meningkatkan stimulasi replikasi dan diferensiasi preadiposit serta diduga mensupresi apoptosis adiposit (Lewandowski 1999). Kehamilan terkait dengan resistensi insulin fisiologis adaptif.

42

2. Resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan

Resistensi leptin adaptif fisiologis merupakan keadaan krusial bagi kelangsungan suatu spesies dan bersifat reversibel (Tups 2009). Setidaknya dikenal dua keadaan resistensi leptin adaptif fisiologis pada mahluk hidup.

Yang pertama adalah resistensi leptin pada hewan yang bersifat musiman ( seasonal animals) seperti hamster Siberian (Phodoups sungorus) dan tikus tanah (Microtus agrestis) serta yang kedua adalah pada mamalia hamil

(Tups 2009).

Pemberian leptin intraserebroventrikular pada tikus hamil tidak meningkatkan aktifitas STAT3 ,yang merupakan jalur signalling leptin intraselular, di nukleus arkuatus (ARC) dan nukleus hipothalamus ventromedial (VMH) (Ladyman 2004, Trujillo 2011). Ladyman dkk (2012) melaporkan, pemberian leptin intra peritoneal meningkatkan fosforilase

STAT3 di nukleus arkuatus baik pada tikus coba hamil maupun non hamil, akan tetapi tidak terdapat aktifasi fosforilase STAT3 di neuron sekunder,

PVN, pada tikus coba hamil ( Ladyman 2012). Pada tikus mid gestasi, terdapat peningkatan aktifitas neuron NPY dan AgRP, sedangkan POMC berkurang. Transportasi leptin melalui sawar otak berkurang pada tikus gestasi mulai mid gestasi (Trujillo 2011). Pemberian leptin tidak 43

menurunkan nafsu makan pada tikus coba gestasi (Trujillo 2011, Ladyman

2012).

Pada tikus hamil, prolaktin berhubungan dengan perubahan perilaku dan adaptasi metabolik maternal. Hormon ini juga diduga berkontribusi terhadap induksi resistensi leptin dalam kehamilan (Grattan 2008, Augustine

2008). Prolaktin diduga berperan dalam adipogenesis, hormon ini menunjukkan efek peningkatan simpanan lemak dan terjadinya obesitas pada tikus coba jantan (Le 2011).

Prolaktin menurunkan transportasi leptin melalui sawar otak. (Trujillo

2011) Studi mengenai transpor leptin melalui sawar otak dengan menggunakan sistim kultur double-chamber yang menyerupai sawar otak menunjukkan bahwa pretreatment dengan prolaktin kadar tinggi selama 24 jam menurunkan transpor leptin secara signifikan (Trujillo 2011). Dalam kehamilan dijumpai peningkatan ekspresi mRNA reseptor prolaktin di plexus choroideus dan nukleus preoptik medial (Grattan 2002). Resistensi leptin fisiologis adaptif pada hewan musiman mengindikasikan adanya peranan pleotropik prolaktin dalam fenomena tersebut (Tups 2009). Pemberian infus prolaktin secara kronis pada tikus pseudogestasi menginduksi terjadinya resistensi leptin (Augustine 2008).

Teori mengenai peranan prolaktin dalam induksi resistensi leptin fisiologis dalam kehamilan memiliki sejumlah kelemahan. Peranan prolaktin 44

dalam induksi resistensi leptin tampak pada studi-studi yang ‘mengijinkan’ sel target kontak dengan prolaktin secara terus menerus (Augustine 2008).

Keadaan ini tidak menyerupai pola sekresi fisiologis prolaktin. Prolaktin disekresi oleh laktotrop hipofisis anterior secara pulsatif bukan kronis.

‘Kegagalan’ prolaktin dalam menginduksi resistensi leptin tampak pada studi pseudogestasi yang dilakukan Trujillo dkk melalui intervensi hormonal maternal dengan pola fisiologis (Trujillo 2011).

Aktifitas ligand terjadi melalui ikatan dan aktifasi reseptor selanjutnya paska reseptor secara spesifik. Pada manusia, reseptor prolaktin setidaknya memiliki tiga ligand yaitu ketiga hormon laktogen; prolaktin, human placental lactogen (hPL) dan human growth hormon (hGH) (Brooks 2012). Meskipun merupakan ligand dari reseptor yang sama, terdapat indikasi bahwa ikatan masing-masing ketiga hormon laktogenik ini dengan reseptor prolaktin bersifat unik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan sekuens asam amino yang menyusun topologi kimiawi permukaan masing-masing ligand (Brooks 2012).

3. Hormon plasenta dan resistensi leptin

Pada tikus coba, progesteron meningkat di awal gestasi disertai hiperfagia dan peningkatan depot lemak. Meskipun demikian, tidak dijumpai 45

peningkatan aktifitas NPY dan AgRP, serta tidak terdapat perubahan ekspresi mRNA POMC (Trujillo 2011). Tikus coba pseudogestasi tidak mengalami perubahan respon hipothalamus terhadap leptin serta transportasi leptin di sawar otak tidak berbeda dengan kontrol (Trujillo 2011). Fakta tersebut mengindikasikan bahwa resistensi leptin fisiologis adaptif dalam kehamilan berhubungan dengan plasenta.

Plasenta mensintesis dan mensekresi sejumlah hormon dan sitokin.

Hormon yang disekresi oleh plasenta termasuk, progesteron, estrogen , human placental growth hormon (hGH), human placental lactogen (hPL) dan prolaktin (Trujillo 2011, Lewandowski 1999). Hormon plasenta yang terkait langsung dengan induksi resistensi leptin belum diketahui secara pasti.

Pada midgestasi, milieu endokrin maternal dipengaruhi oleh kadar tinggi dari dua hormon laktogenik ( prolaktin dan hPL) serta satu hormon somatogen, yakni hGH ( placental GH) (Edlow 2014). Selain oleh hipofisis, prolaktin juga disintesis dan disekresi oleh jaringan desidua maternal serta hipofisis janin. Meskipun demikian, kadar prolaktin di sirkulasi maternal terutama mencerminkan prolaktin yang disekresi oleh hipofisis ibu, sedangkan prolaktin desidual dan hanya sedikit berkontribusi (Edlow

2014). 46

Aktifitas ligand terjadi melalui ikatan dan aktifasi reseptor selanjutnya paska reseptor secara spesifik. Pada manusia, reseptor prolaktin setidaknya memiliki tiga ligand yaitu ketiga hormon laktogen; prolaktin, human placental lactogen (hPL) dan human growth hormon (hGH) (Brooks 2012). Meskipun merupakan ligand dari reseptor yang sama, terdapat indikasi bahwa ikatan masing-masing ketiga hormon laktogenik ini dengan reseptor prolaktin bersifat unik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbedaan sekuens asam amino yang menyusun topologi kimiawi permukaan masing-masing ligand (Brooks 2012).

Inkubasi model sawar otak tikus coba dengan progesteron dan β- tidak menginduksi perubahan dalam transportasi leptin. Transportasi leptin berkurang secara signifikan pada inkubasi sawar otak dengan

(Trujillo 2011). Infus kronik prolaktin pada tikus coba pseudogestasi menginduksi resistensi leptin dan hiperfagia (Augustine 2008).

G. Human Placental Lactogen (hPL)

Pada manusia, kluster gen growth hormon yang terdiri dari 5 gen paralog di kromosom 17, locus q23.3 mengkode growth hormon dan placental lactogen. Kluster gen growth hormon terdiri dari GH1 yang mengkode growth hormon hipofisis dan 4 gen yang terekspresi di plasenta 47

yakni GH2 yang mengkode growth hormon placental, CSH1,CSH2 dan

CSHL1. Gen CSH1 dan CSH2 mengkode human placental lactogen, sedangkan fungsi gen CSHL1 belum diketahui (Papper 2009, Mannik

2010). Ekspresi GH2, CSH1, CSH2 dan CSHL1 terinduksi secara koordinatif di syncitiotropoblas sisi maternal selama perkembangan janin (Vakili 2013).

Human placental lactogen (hPL) , SwissProt P01243, terdiri dari 217 asam amino dengan 21 sekuens asam amino yang merupakan peptida signal. Sekuens hPL adalah homolog 85% dengan growth hormon serta 22% dengan prolactin (Brooks 2012). Sama seperti growth hormon dan prolaktin, struktur hPL terdiri dari 4 heliks panjang yang membentuk four helix-bundle. Hormon ini hanya disekresi oleh plasenta, dikenal juga sebagai chorionic somatomammotropin, termasuk famili sommatotropin/ prolactin.

(Uniprot. P01243)

Di syncitiotropoblas, hPL terkandung dalam sejumlah granula kecil

(0.12-0.25 μm) yang diskret. Pola granul tersebut menyerupai granul-granul luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon ( FSH) di hipofisis

(Morrish 1988). Sekresi hPL bergantung pada sekretagog yang menginduksi aktivasi phosphoinositol-protein kinase C dan disekresi cepat setelah kontak dengan sekretagog (Morrish 1988) Efisiensi produksi chorionic somatomammotropin terkait erat dengan perkembangan dan massa plasenta

(Vakili 2013). 48

Ekspresi mRNA hPL terdapat secara eksklusif di syncitiotropoblas plasenta (Hoshina 1982). Induksi sintesis mRNA hPL di mulai pada tahap lanjut diferensiasi trophoblast yakni setelah tahap formasi syncitial dan ditranskripsi secara konstan selama perkembangan plasenta (Hoshina 1982).

Berbeda dengan pola pada human chorionic gonadotropin (HCG), tingkat sekuenses mRNA hPL di syncitiotropoblast plasenta baik pada trimester I maupun III adalah sebanding. Rasio citotropoblas terhadap syncitiotropoblas akan turun secara progresif serta lapisan syncitiotropoblas akan menjadi komponen trophoblast dominan pada kehamilan aterm (Hoshina 1982).

Kedua fakta tersebut mendukung profil hPL plasma yakni kadarnya jauh lebih tinggi dibandingkan prolaktin sejak mulai terdeteksi, serta meningkat secara progresif seiring peningkatan massa jaringan syncitiotropoblas.

Human placental lactogen di serum maternal terdeteksi secara bermakna melalui pemeriksaan antibodi monoklonal spesifik (Mannik 2010,

Handwerger 1994). Studi terhadap plasenta manusia hamil aterm tanpa komplikasi, menunjukkan bahwa hPL terutama disekresi ke sirkulasi maternal, dan hanya kurang dari 0,5% disekresi ke sirkulasi fetus

(Linnemann 2000). Hormon hPL terdeteksi sejak minggu ke 6 kehamilan.

Memasuki trimester II sampai akhir kehamilan, terjadi peningkatan bermakna pada hPL dan prolaktin maternal dengan kadar hPL jauh melebihi prolaktin maternal. Kadar puncak hPL di minggu ke 34, 5000 – 7000 ng/ml sedangkan prolaktin 150-180 ng/ml (Handwerger 1994, Freemark 2010). Sejumlah studi 49

menunjukkan bahwa hPL terlibat dalam metabolisme intermedier. Terdapat indikasi bahwa hormon ini menstimulasi intoleransi glukosa, lipolisis dan proteolisis maternal. Glukosa, asam lemak bebas (= free , FFA) dan asam amino yang dihasilkan dari proses tersebut selanjutnya merupakan sumber nutrisi dan energi janin (Handwerger 1991).

Aktifitas hPL secara fisiologis terjadi melalui ikatannya dengan reseptor prolaktin. Hormon ini berikatan jauh lebih kuat dengan reseptor prolaktin dibandingkan reseptor growth hormon , mengindikasikan bahwa hPL lebih berfungsi sebagai laktogen dibandingkan somatogen (Freemark

2010). Studi menunjukkan bahwa aktifitas reseptor prolaktin diawali dengan peningkatan konsentrasi ligand-nya (Brooks 2012). Kadar hPL senantiasa lebih tinggi bahkan sampai 30 kali lipat dibandingkan prolaktin selama masa kehamilan. Bila ikatan ligand-reseptor turut ditentukan oleh konsentrasi ligand, maka secara logis hPL memiliki kesempatan lebih tinggi untuk berikatan dengan reseptor prolaktin dibandingkan prolactin itu sendiri.

Reseptor prolaktin terekspresi secara luas dalam sirkuit-sirkuit penting di otak dan baik prolaktin maupun hPL dapat melalui sawar otak (Grattan 2011).

Prolaktin dan hPL merupakan kandidat penting dalam mediasi perubahan adaptif otak maternal.

Peptida yang dikode oleh kluster gen GH/CSH terlibat dalam pertumbuhan janin, metabolisme janin dan maternal serta laktasi. Pada antropoda, placental growth hormon dan placental lactogen berperan dalam 50

penggunaan sumber-sumber maternal oleh fetus selama kehamilan (Haig

2008). Hormon hPL diduga terkait langsung dengan regulasi fungsi sel beta pankreas dalam masa kehamilan ( Brelje 1993). Reseptor prolaktin dibutuhkan dalam hemostasis glukosa dan modulasi sel beta selama masa kehamilan (Huang 2009). Ekspresi gen placental growth hormon dan hPL berkurang pada bayi yang kecil menurut umur kehamilan (SGA), sedangkan pada bayi yang besar menurut umur kehamilan (LGA) dijumpai peningkatan ekspresi hPL (Mannick 2010).

Terdapat perbedaan pola sekresi antara prolaktin hipofisis yang pulsatif 2 kali perhari dengan hPL yang bersifat kronis. Perbedaan ini diduga menginduksi adaptasi hipothalamus yang antara lain memicu terjadinya resistensi leptin sentral (Augustine 2008, Trujillo 2011).

H. Kehamilan dan Jaringan Adiposa

Asupan ekstra energi dibutuhkan oleh ibu dengan berat badan normal yang memasuki kehamilan. Ekstra energi dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan metabolisme basal dalam kehamilan dan peningkatan berat badan dalam kehamilan (Butte 2004). Perhitungan kebutuhan kalori ibu hamil didasarkan atas model estimasi kebutuhan energi maternal, yang dikemukakan oleh Hytten dan Chamberlain (1991), pada kenaikan berat 51

badan maternal normal. Diasumsikan, dengan kenaikan berat badan 12,5 kg,

( ≈0,925 kg protein, ≈3,8 kg lemak, ≈7,8 kg air) akan mencukupi kebutuhan energi, ≈ 320 MJ, selama masa kehamilan dan laktasi (Butte 2004, van Raaij

1988).

Model yang dikemukakan oleh Hytten dan Chamberlain tidak memperhitungkan perbedaan massa depot lemak maternal pra hamil

(Sohlstrom 1995). Retensi lemak paska kehamilan pada perempuan di

Eropa berkisar 2 – 5.8 kg. Masa laktasi hanya memobilisasi 1—2.5 kg lemak ibu ( Sohlstrom 1995).

I. Implikasi Obesitas Maternal Terhadap Janin

Diet tinggi lemak menginduksi hipertrofi adiposit, resistensi leptin dan resistensi insulin (Kubota 1999). Maternal obesitas dan diet tinggi lemak mengubah epigenetik ekspresi mRNA circadian dan metabolik ( PPARα,

SIRT1) di hati yang akan merupakan faktor risiko timbulnya obesitas kelak di masa dewasa (Borengasser 2014).

Hiperleptinemia hipothalamus dan penurunan aktifasi STAT3 dijumpai pada bayi tikus yang dilahirkan oleh maternal obes yang diinduksi oleh diet tinggi lemak (Gupta 2009, Franco 2012). Adipositas neonatal berhubungan dengan status nutrisi maternal dan paritas (Veena 2009). 52

Peningkatan berat badan dalam kehamilan berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus gestasional (Gibson 2012) dan risiko obesitas di usia kanak- kanak (Ludwig 2013). Risiko cedera reperfusi dan iskemia miokard meningkat pada anak tikus yang dilahirkan oleh maternal obes (Calvert

2009).

J. Nutrisi dan peningkatan berat badan ibu hamil

Asupan energi terkait erat dengan peningkatan berat badan maternal.

Lagiou dkk (2004) melaporkan peningkatan berat badan maternal berkorelasi positif dengan asupan protein dan lemak hewani, sebaliknya negatif dengan asupan karbohidrat (Lagiou 2004) .

1. Asupan nutrisi dan jaringan adiposa

Asupan dan penggunaan energi cenderung untuk saling menyesuaikan satu dan lainnya dengan tujuan untuk mempertahankan stabilitas berat badan. Hal ini dapat terlaksana bila oksidasi campuran sumber energi adalah ekuivalen, dalam arti komposisi rata-rata nutrient dalam asupan makanan, yakni tercapainya keseimbangan pada masing- 53

masing makronutrien yaitu protein, karbohidrat dan lemak (Quintela 2007).

Degradasi dan oksidasi protein serta karbohidrat terkait erat dengan asupannya. Hal ini berbeda dengan lemak, regulasi keseimbangan lemak hanya sedikit terkait dengan asupannya, lemak sepertinya lebih cenderung disimpan daripada dioksidasi (Quintela 2007).

(a) Asupan karbohidrat dan lemak tubuh

Glukosa dapat digunakan dalam lipogenesis de novo dan asam lemak yang dihasilkan akan disimpan sebagai triacylglycerol (TAG) dalam droplet lemak di adiposit setelah mengalami esterifikasi dengan glycerol 3- fosfat (Haugen 2007). Akan tetapi mekanisme ini dapat berkontribusi secara kuantitatif terhadap penyimpanan TAG hanya bila terdapat keterbatasan dalam ketersediaan asam lemak, keadaan yang tidak lazim terjadi pada asupan diet dengan sumber energi lemak >20% (Haugen 2007). Asupan energi dan asupan energy-adjusted yang berasal dari karbohidrat secara signifikan berkorelasi negatif dengan peningkatan berat badan pada ibu

(manusia) hamil (Lagiou 2004). Keadaan ini berbeda dengan tikus, diet tinggi sukrosa akan meningkatkan berat badan maternal dan lemak tubuh secara signifikan. Tikus selanjutnya mengalami gangguan metabolik yang lebih nyata dibandingkan diet tinggi lemak dan tinggi lemak-sukrosa (Boque 2009).

54

(b) Asupan lemak dan lemak tubuh

Triacylglycerol merupakan simpanan energi tinggi dari energi metabolik oleh karena bersifat dipadatkan dan anhidrous. Satu gram lemak anhidrous menyimpan energi lebih dari enam kali lipat dibandingkan satu gram glikogen hidrous (Berg 2002). Asupan asam lemak mempengaruhi komposisi asam lemak dalam simpanan trigliserida di jaringan lemak subkutis

(Field 1985). Ambilan langsung asam lemak bebas sirkulasi oleh adiposit subkutis terjadi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan di adiposit subkutis abdominal terjadi lebih ‘rakus’ lagi (Shadid 2007). Dijumpai korelasi positif antara kadar asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rantai majemuk n-3 (polyunsaturated,PUFA) di jaringan adiposa dengan prosentasi kandungan asam lemak-asam lemak tersebut dalam asupan nutrisi (Zatonska 2012). Asupan energi dan asupan energy-adjusted yang berasal dari lemak hewani berkorelasi positif dengan peningkatan berat badan maternal secara signifikan (Lagiou 2004).

(c) Asupan protein dan lemak tubuh

Asupan energi dan asupan energy-adjusted protein berhubungan positif dengan peningkatan berat badan maternal secara signifikan (Lagiou 2004).

Protein mempengaruhi penggunaan energi dan simpanan massa tubuh non lemak 55

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

56

III.A. KERANGKA TEORI PLASENTA

PROGESTERON

ADIPOSIT PROLAKTIN

DIET TINGGI LEMAK LEPTIN HPL

HIPERINSULINEMIA SAWAR OTAK

LEPTIN ↓

H I P O T H A L A M U S

NPY ↑ STAT 3 ↓ POMC ↓ AgRP↑ SOCS 3↑ CART ↓

Neuropeptida orexigenik ↑ Neuropeptida anorexigenik ↓

Perilaku dan aktifitas orexigenik ↑

Hiperfagia dan penurunan penggunaan energi GESTASIONAL DM ↑ Depot lemak ↑ RETENSI LEMAK PASKA MELAHIRKAN Berat badan maternal ↑ PERUBAHAN EPIGENETIK JANIN

Pertumbuhan janin, cairan amnion FAKTOR SOSIAL/ LINGKUNGAN Peningkatan ‘fat free mass’ maternal, plasenta KARAKTERISTIK DASAR

57

Keterangan : POMC ( proopiomelanocortin), NPY ( neuropeptide Y), AgRP

(agouti related protein),STAT3 ( Signal transducer and activators of transcription 3), SOCS3 ( suppressor of cytokine signaling)

III. B. KERANGKA KONSEP

Hamil

Resistensi Hiperfagia hPL leptin & (Leptin ↑) Energy expenditure 

IMT pra-hamil Peningkatan massa lemak maternal

Peningkatan berat badan maternal

Variabel dependen : Massa lemak maternal, BB

Variabel independent : Human placental lactogen (hPL)

Variabel intermedier : Leptin, asupan nutrisi, aktifitas fisik

Variabel cofounding : IMT pra-hamil, Insulin 58

Cttn: IMT= indeks massa tubuh , hPL= human placental lactogen ,BB= berat badan, LILA = lingkar lengan atas

III. C. HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan antara hPL dengan leptin pada ibu dengan usia

kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

2. Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan pra pregnansi IMT

berhubungan dengan peningkatan massa lemak pada ibu hamil usia

kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

3. Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan pra pregnansi IMT

berhubungan dengan peningkatan berat badan pada ibu hamil usia

kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

59

BAB IV

METODE PENELITIAN

I. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional longitudinal analitik terhadap hubungan kadar hormon hPL, leptin dan asupan nutrisi dengan peningkatan massa lemak pada ibu dengan usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30 minggu.

II. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit BLU RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado, RS dan Klinik

Bersalin, Puskesmas di Manado.

III. Bahan dan Alat

Analisis kadar leptin serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoklonal menggunakan kit Quantikine® ELISA, Human Leptin

Immunoassay, Catalog Number DLP00, R&D Systems. Analisis kadar hPL serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoklonal menggunakan Human

Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R, Biovendor. Massa lemak 60

maternal dievaluasi menggunakan metode bioelectric impedance analysis

(BIA) dengan alat OMRON HBF-358-BW, tingkat akurasi 0,1 kg. Evaluasi asupan kalori dilakukan menggunakan 24 hour food recall dengan software

NutriSurvey 2007 dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2009. Evaluasi intensitas penggunaan energi maternal diperoleh berdasarkan penghitungan nilai MET.hr/week dari Pregnancy Physical Activity Questionnaire (PPAQ)

(Chasan – Taber, et al, 2004).

IV. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah wanita hamil di Kota Manado. Sampel adalah wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel dikalkulasi menggunakan perangkat lunak G*Power 3.1.9.2, t test, means difference between two dependent groups, apriori: compute required sampel size, two tail, effect size dz 0,5, α error probability 0,05, power 0,95%.

Diperoleh total sampel yang dibutuhkan minimal 54 orang. Nilai mean dan standar deviasi menggunakan kadar leptin pada maternal berat badan berlebih dengan usia kehamilan trimester III di Busan (Korea Selatan), yakni

20,93 + 7.27 ng/ml (Kim 2008). Mempertimbangkan risiko drop out dalam suatu penelitian longitudinal, maka jumlah sampel yang akan direkruit pertama kali berjumlah 125 orang. 61

4.01 Variabel

Variabel dependen : massa lemak , berat badan

Variabel independen : hPL

Variabel intermedier : leptin, asupan nutrisi, aktifitas fisik

Variabel confounding : IMT pra-hamil, insulin

4.02. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

Kriteria inklusi :

a. Ibu hamil trimester I berusia > 18 tahun dan < 40 tahun.

b. Usia kehamilan < 16 minggu

c. Bersedia mengikuti penelitian dan menanda-tangani formulir

persetujuan.

Kriteria eksklusi :

Berat badan pra-hamil tidak bisa ditentukan, kehamilan kembar, eklampsia, hiperemesis gravidarum, IUFD, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronik, gangguan fungsi tiroid dan IMT pra hamil > 35 Kg/m2.

62

V. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan secara terpadu dengan pemeriksaan kehamilan oleh bidan di Puskesmas. Kunjungan I dengan kriteria usia kehamilan < 16 minggu kehamilan. Dilakukan percakapan dengan pasien mengenai penelitian dan edukasi individual mengenai pengendalian berat badan dalam kehamilan. Bila pasien menyetujui untuk mengikuti penelitian, dilakukan penanda-tanganan formulir persetujuan (informed consent). Selanjutnya dilakukan pengambilan data pribadi, pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta pengambilan sampel darah untuk kriteria eksklusi, kadar hPL dan kadar leptin.

Kunjungan II, rentang usia kehamilan 24-28 minggu. Dilakukan pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta pengambilan sampel darah untuk kadar hPL, kadar leptin dan insulin.

Kunjungan III, rentang usia kehamilan 32-36 minggu. Dilakukan pengukuran antropometri, wawancara asupan nutrisi dengan teknik 24 hour food recall, wawancara aktifitas harian dan pengisian kuesioner PPAQ serta pengambilan sampel darah untuk kadar hPL dan kadar leptin.

Evaluasi di Puskesmas dilakukan dalam rentang waktu pkl. 08.00 –

10.00. Bila ibu tidak memenuhi jadwal kunjungan di Puskesmas terkait, dilakukan kunjungan rumah pada rentang jam 07.00 – 10.00. 63

Data petanda biokimiawi tubuh dan hormonal diperoleh melalui pemeriksaan serum maternal yang diambil secara intravena di vena cubitus.

Sampel darah yang diambil langsung dimasukkan ke dalam tabung terpisah menurut peruntukan jenis pemeriksaan. Rentang waktu antara pengambilan sampel darah di Puskesmas/rumah partisipan dengan proses pemisahan serum di Laboratorium Klinik Prodia Manado, adalah tidak lebih dari 2 jam.

Pemeriksaan untuk kriteria eksklusi dan kadar hormon insulin dilakukan di

Laboratorium Klinik Prodia Manado. Serum untuk analisa leptin dan hPL disimpan dalam suhu -200C di Laboratorium Klinik Prodia Manado untuk selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Makassar dan disimpan dalam suhu -500C sampai analisa dimulai. Analisa kadar leptin dan hPL dilakukan di Laboratorium Hasanuddin University Medical Research Center

(HUM-RC). Semua transportasi sampel antar kota dilakukan menggunakan pendingin dry-ice.

VI. Definisi Operasional, Kriteria Objektif dan Cara Pemeriksaan

6.01 Umur kehamilan

Umur kehamilan saat visit pertama ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT).

64

6.02 Indeks Massa Tubuh (IMT) pra-hamil

Indeks massa tubuh dihitung menurut rumus : Berat Badan ( kg)

Tinggi Badan (m)2

6.03 Berat badan

Berat badan pra-hamil diperoleh berdasarkan anamnesa pada kunjungan pertama. Bila data berat badan pra hamil tidak diperoleh, digunakan berat badan pada kunjungan pertama ( < 16 minggu).

Pengukuran berat badan menggunakan metode bioelectric impedance analysis (BIA) dengan alat OMRON HBF-358-BW, tingkat akurasi 0,1 kg. Ibu diperkenankan mengenakan pakaian dalam dan satu lapis baju luar dari bahan katun. Alas kaki dan semua perhiasan dilepas. Pengukuran dilakukan pada pkl 08.00 – 10.00 pagi.

6.04 Tinggi badan

Pengukuran tinggi badan (cm) dilakukan menggunakan pita ukur dengan akurasi 0,1 cm. Ukuran cm dalam pita ukur disalin ke dinding

Puskesmas, sampel berdiri tegak, kedua tangan disisi badan, kepala memandang lurus ke depan, pembatas tinggi badan, menggunakan penggaris, menyentuh kulit puncak kepala.

6.05 Massa lemak tubuh maternal 65

Pengukuran massa lemak tubuh total diperoleh dengan menggunakan bioelectric impedance assesment (BIA) , OMRON HBF-358-BW. Nilai % massa lemak yang ditampilkan oleh alat tersebut, dikalikan berat badan maternal pada saat yang sama dan diperoleh massa lemak tubuh dalam satuan kilogram.

6.06 Asupan nutrisi

Informasi asupan nutrisi diperoleh melalui kuesioner 24 hours food recall.

Analisis asupan kalori dan makronutrien dilakukan oleh Ahli Gizi, menggunakan software NutriSurvey tahun 2007 merujuk kepada Tabel

Komposisi Pangan Indonesia ( TKPI) (Mahmud MK 2009).

6.07 Aktifitas fisik.

Data diperoleh dari kuesioner mengenai aktifitas ibu hamil yang diterjemahkan dari Pregnancy Physical Activity Questionnaire (PPAQ)

(Chasan – Taber, et al (2004) Biostatistics and Epidemiology, School of

Public Health & Health Sciences, University of Massachusetts). Satuan intensitas penggunaan energi dalam studi ini adalah metabolic energy turnover (MET).hour/week.

66

6.08 Sosiodemografis maternal.

Faktor sosiodemografis dalam studi ini menyangkut alamat, alamat sebelumnya, tempat tanggal lahir, status tempat tinggal, umur , etnis, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga setiap bulan, status perkawinan, rokok ( aktif, pasif), tinggi/berat badan suami, tingkat paritas dan frekuensi pemeriksaan hamil oleh bidan/ dokter.

6.09 Leptin

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi, minimal 3 jam setelah makan terakhir. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C.

Analisa menggunakan Quantikine® ELISA, Human Leptin Immunoassay,

Catalog Number DLP00, R&D Systems.

6.10 Human placental lactogen (hPL)

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-12.00 pagi, tanpa puasa. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Analisa dilakukan menggunakan Human Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R,

Biovendor.

67

6.11 Insulin

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi.

Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Analisa dilakukan secara ELISA, monoclonal antibody terhadap insulin ( Multi-array 96-well Insulin Plate

L451BZA-1 , sulfo-tag Anti-hInsulin Antibody1, Meso Scale Discovery, USA).

Deteksi terendah 7.5 pg/ml dengan kalibrasi 0.023 unit/ μg.

6.12 Kehamilan kembar, eklampsia, IUFD

Kecurigaan akan kehamilan kembar, eklampsia dan IUFD ditegakkan berdasarkan pemeriksaan oleh bidan. Diagnosis ditegakkan oleh dokter ahli Kebidanan dan Kandungan.

6.13 Diabetes mellitus

Diagnosis diabetes mellitus bila pemeriksaan darah vena setelah ibu puasa 8-10 jam mulai pukul 22.00 malam, menunjukkan kadar gula darah plasma > 126 mg/dl atau telah terdiagnosa diabetes mellitus sebelumnya.

6.14 Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria objektif PGK dalam penelitian ini adalah bila estimasi laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml/menit menurut formula Cockcroft Gault pada jenis kelamin perempuan. 68

estimasi LFG = (140-umur) x Berat badan (kg) x 0,85

72 x serum kreatinin (mg/dl)

5.15 Gangguan fungsi tiroid

Darah vena diambil dari fossa antecubital pada jam 08.00-10.00 pagi. Serum dipisahkan dalam waktu < 2 jam setelah pengambilan darah selanjutnya disimpan dalam suhu -200C. Serum diperiksa dengan TSH assay generasi III (Siemens). Sensitivitas 0.01 – 0.02 µIU/mL , variasi interassay

20%. Gangguan fungsi tiroid dalam penelitian ini bila kadar TSH < 0. 2 mIU/L atau > 4.0 mIU/L .

VII. Teknik Analisis Statistik

Analisis hubungan antara IMT pra-hamil, hPL, leptin, asupan nutrisi dengan peningkatan massa lemak maternal dilakukan dengan memperhitungkan sejumlah variabel confounding yang potensial seperti insulin, aktifitas fisik dan faktor sosiodemografis maternal potensial seperti umur ( kategorik), etnis, IMT suami/ pasangan hidup, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, paritas, penghasilan keluarga. Data disajikan dalam mean

(SD) dan median. Metode statistik inferensial yang digunakan dalam studi ini 69

adalah uji korelasi bivariat, Uji T, Oneway ANOVA, Generalized Estimating

Equation (GEE) dan Generalized Linear Model Multivariate (GLM

Multivariate), Multiple Regression Analysis. Nilai α yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak

IBM SPSS Statistic versi 21.

70

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

I. Pelaksanaan Penelitian

1.01 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Bahu, Ranotana Weru, Tuminting,

Wawonasa dan Ranomuut. ( Lampiran 1, Peta Lokasi Puskesmas hal. 179 )

Semua Puskesmas tersebut berada dalam lingkup kerja Dinas Kesehatan

Kota Manado. Pemilihan lokasi Puskesmas berdasarkan tingkat pelayanan pemeriksaan antenatal. Rekruitmen sampel penelitian dimulai pada

September 2015 sampai April 2016. Rentang waktu observasi adalah

September 2015 sampai Agustus 2016.

1.02 Partisipan (Sampel)

Kriteria inklusi usia kehamilan saat penelitian dimulai adalah < 16 minggu. Selama bulan September 2015 sampai Desember 2015 hanya 71

terjaring 3 maternal. Pada bulan Januari 2016 dilakukan revisi kriteria usia kehamilan, usia maternal dan IMT pra-hamil. Kriteria usia kehamilan menjadi

< 20 minggu, usia maternal menjadi > 16 tahun dan tanpa pembatasan IMT pra hamil. Sampai akhir Januari 2016 sampel yang terjaring baru 60% dari N.

Pada bulan Februari 2016, dilakukan revisi kembali kriteria inklusi usia kehamilan menjadi < 28 minggu.

1.03 Alur Pelaksanaan Penelitian

Rekruitmen dan observasi dilakukan di Puskesmas terkait. Rekruitmen sampel dilakukan berdasarkan informasi dari Bidan Puskesmas yang telah mendapat penjelasan mengenai penelitian ini serta kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini. Bidan melakukan seleksi sampel berdasarkan usia kehamilan secara konsekutif. Usia kehamilan ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir dengan menggunakan kalkukaltor usia kehamilan.

Selanjutnya semua proses penelitian dilakukan oleh tim peneliti.

Pada saat pertemuan pertama dilakukan percakapan dan penjelasan mengenai penelitian ini dan menyangkut pengelolaan berat badan serta nutiris dalam kehamilan. Disampaikan pula bahwa penelitian ini memerlukan kesediaan ibu untuk dilakukan pemeriksaan sebanyak 3 kali dalam rentang waktu yang ditentukan. Ibu hamil dapat menolak maupun mengundurkan diri dan tidak melanjutkan proses penelitian setiap saat, tanpa konsekuensi 72

apapun. Jika ibu hamil setuju untuk berpartisipasi dalam studi ini, ibu hamil menanda-tangani Fromulir Persetujuan yang telah disiapkan. (Lampiran 5, hal.183)

Selanjutnya dilakukan wawancara dan pengisian formulir yang berisikan data sosiodemografi dan ekonomi. Data tersebut terdiri dari, nama lengkap, usia, tempat tanggal lahir, alamat saat ini, alamat sebelumnya, kepemilikan rumah ( rumah sendiri, kontrak, seatap dengan ibu kandung, seatap dengan ibu mertua), suku ibu kandung, suku ayah kandung, pendidikan, pendidikan suami, penghasilan keluarga, status pernikahan, rokok, tingkat paritas, kepemilikan mobile phone.

Berat badan (BB) sebelum hamil diperoleh berdasarkan anamnesis.

Bila usia kehamilan < 16 minggu dan ibu tidak mengetahui berat badan sebelum hamil maka berat-badan saat kunjungan I tersebut digunakan sebagai BB pra-hamil. Tinggi badan (TB) diukur saat pemeriksaan pertama menggunakan pita ukur (cm). Berat badan dan massa lemak diukur menggunakan metode bioelectric impedance analysis (BIA) dengan alat

OMRON HBF-358-BW . Selanjutnya ukuran massa lemak (%) yang ditampakkan oleh alat tersebut, dikalikan dengan berat badan (kg) sehingga diperoleh ukuran massa lemak dalam kilogram. Berat badan dan massa lemak diukur setiap kunjungan. Rerata pengukuran di Puskesmas dilakukan pada jam 08.00 – 10.00 pagi. Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh melalui rumus BB (kg)/ TB (m)2. 73

Informasi mengenai asupan nutrisi maternal diperoleh melalui metode

24-h food recall. Tim peneliti melakukan wawancara dan mengisi tabel isian yang mencakup jenis makanan serta minuman selang 2 jam, mulai pkl 04.00 sampai 02.00. Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan perangkat lunak

Nutri-Survey dan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) oleh ahli nutrisi.

Observasi nutrisi dilakukan setiap kunjungan.

Data penggunaan energi aktifitas ibu diperoleh melalui analisa hasil kuesioner PPAQ menurut rumus yang telah ditetapkan dalam manual penggunaan PPAQ. Tim peneliti melakukan wawancara dengan ibu hamil, sambil mengisi kuesioner sesuai wawancara dan dilihat serta disetujui oleh ibu hamil tersebut. Selanjutnya dilakukan kalkulasi penggunaan energi

(MET.hr/weeks) menurut rumus yang terdapat dalam manual PPAQ.

Pada kunjungan pertama, dilakukan pengambilan darah vena berjumlah 10 cc , dimasukkan ke dalam tabung terpisah masing-masing untuk analisis TSH, kreatinin dan gula darah serta diproses dan disimpan untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Pengambilan darah pada kunjungan kedua berjumlah 10 cc, yakni untuk analisa kadar gula darah dan insulin serta diproses dan disimpan untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Kunjungan ketiga dilakukan pengambilan darah 8 cc untuk diproses dan disimpan untuk pemeriksaan leptin dan hPL. Pengambilan darah dilakukan setelah evaluasi klinis oleh klinisi, bila diperoleh kesan partisipan dalam keadaan anemia klinis atau partisipan belum bersedia, pengambilan darah ditunda dan dijadwalkan 74

kembali. Analisis kadar leptin serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoklonal menggunakan kit Quantikine® ELISA, Human Leptin

Immunoassay, Catalog Number DLP00, R&D Systems. Analisis kadar hPL serum dilakukan secara ELISA, sandwich, monoclonal, menggunakan

Human Placental Lactogen ELISA Kit, cat RIS0013R, Biovendor. Kadar hPL dan leptin dianalisis di Laboratorium Hasanuddin University Medical

Research Center (HUM-RC).

Untuk meningkatkan kepatuhan partisipan dalam mentaati jadwal kunjungan, tim peneliti menghubungi partisipan melalui mobile phone atau bantuan tenaga kesehatan Puskesmas, 1-3 hari sebelum tanggal yang telah disepakati sebelumnya. Bila partisipan tidak memenuhi jadwal kunjungan ke

Puskesmas maka Tim Peneliti akan berkunjung dan melakukan observasi di rumah partisipan. Mempertimbangkan keadaan sosio-ekonomi sebagian besar partisipan, dilakukan pemberian supplemen multivitamin dan mineral yang lazim diberikan pada ibu hamil yakni mengandung zat besi, asam folat,

B12, kalsium, dll. Pemberian suplemen multivitamin dan mineral dilakukan mulai usia kehamilan > 24 minggu.

Sampel eligibel yang direkrut sampai akhir proses rekruitmen (minggu

I April 2016) berjumlah 125 sampel. Sebanyak 1 sampel tidak diikut-sertakan

(eksklusi) dalam observasi lanjut dikarenakan diabetes mellitus tipe 2

(DMT2). Total sampel dalam kunjungan I berjumlah 124 orang. Jumlah sampel pada kunjungan II adalah 93 orang. Sejumlah 31 orang ibu hamil 75

tidak melanjutkan observasi pada kunjungan II disebabkan, 1 kasus aborsi, 2 kasus kematian janin intra uterus, 3 orang pindah ke daerah yang berbeda, 2 orang menolak untuk melanjutkan observasi dan hilang kontak berjumlah 23 orang. Sampel yang menyelesaikan observasi sampai kunjungan ke III berjumlah 70 orang. Sejumlah 23 orang ibu hamil tidak melanjutkan observasi sampai kunjungan III disebabkan, 10 ibu melahirkan lebih cepat dari perkiraan waktu kelahiran, 2 ibu melahirkan prematur, 4 ibu kembali ke tempat asal untuk melahirkan, 1 menolak melanjutkan observasi, 1 ibu mengalami ketuban pecah dini, 1 ibu mengalami kematian bayi intra uterin dan 4 ibu hilang kontak. Alur pelaksanaan penelitian tampak dalam Gambar

4 , halaman 74.

II. Data Hasil Penelitian

2.01 Karakteristik Sampel

(a) Karakteristik Dasar dan Sosio-Demografi

Lebih dari 50% ibu hamil berusia 18 – 35 tahun, 39% memiliki IMT>23

Kg/m2 dan 57% tingkat Pendidikan SLTA. Tabel 1 , halaman 75.

(b) Usia Kehamilan dan Antropometri Maternal Setiap Kunjungan 76

Median usia kehamilan pada kunjungan I adalah 18 minggu, II adalah

24 minggu dan kunjungan III adalah 30 minggu. Rerata (mean) massa lemak maternal pada kunjungan I ( median usia kehamilan 18 minggu) adalah 16,9 kg, kunjungan II ( median usia kehamilan 24 minggu) adalah 18,9 kg dan kunjungan III ( median usia kehamilan 30 minggu) adalah 20,2 kg. Tabel 2, halaman 76.

Rekruitmen, n = 125

Informed consent

Data dasar, Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik Sampel darah : GD,Kreatinin,TSHs,Leptin, hPL

Kriteria eksklusi

DMT2 n=1

Visit 1 , n=124 1 abortus, 2 IUFD, 3 pindah domisili, 2 menolak lanjut 23 hilang kontak n = 31 Visit 2, n = 93 Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik Sampel darah : GD,Insulin, Leptin, hPL

10 partus , 1 menolak lanjut, 1 KPD 2 prematur, 4 pulang ke daerah asal 1 IUFD, 4 hilang kontak n = 23

Visit 3 , n = 70 Antropometri, Food recall, Aktifitas Fisik Sampel darah : Leptin, hPL

77

Gambar 4. Alur Pelaksanaan Penelitian

Tabel.1. Karakteristik Dasar dan Sosio-Demografi

Sampel % (n=70) Usia (tahun) >18 2 3 18-25 25 36 26-35 37 53 >35 6 9 Tinggi Badan (cm) <155 36 51 >155 34 49 IMT pra-hamil (Kg/m2) <18,5 12 17 18,5-22,9 31 44 >23,0 27 39 Tingkat Pendidikan SD 5 7 SLTP 20 29 SLTA 40 57 Universitas 5 7 Pekerjaan Ibu RumahTangga 61 87 Karyawan 6 9 Profesional 3 4 Penghasilan Bulanan Keluarga ( Rupiah, Juta) <1 3 5 1-2 43 61 > 2-5 22 31 >5 2 3 Paritas 1 24 34 2 28 40 3 12 17 >3 6 9 78

Tabel.2. Usia Kehamilan, Berat Badan dan Massa Lemak Maternal Pada

Kunjungan I, II dan III

Karakteristik Minimum Maksimum Mean SD Median (n = 70)

Usia kehamilan (minggu)

Kunjungan I 7,0 28,0 16,6 4,4 18,0

Kunjungan II 20,0 34,0 24,3 2,7 24,0

Kunjungan III 24,0 39,0 30,6 2,9 30,0

Berat badan maternal (kg) menurut median usia kehamilan setiap kunjungan

18 minggu 39,5 82,9 57,1 9,2 57,9

24 minggu 43,1 85,8 60,7 9,0 62,0

30 minggu 46,1 91,1 62,9 9,0 64,0

Massa lemak maternal (kg) menurut median usia kehamilan setiap kunjungan

18 minggu 7,9 29,3 16,9 4,9 16,6

24 minggu 10,1 31,8 18,9 4,7 19,0

30 minggu 12,1 35,3 20,2 4,9 20,3

2.02 Variabel Dependen

79

Variabel dependen penelitian ini adalah peningkatan berat badan

(∆BB, kg) dan ∆ massa lemak maternal (kg). Peningkatan BB pertama adalah ∆ BB antara kunjungan 2 (median usia kehamilan 24 minggu) dikurangi BB kunjungan 1 (median usia kehamilan 18 minggu) yakni

M = 3,7 kg, SD = 2,4. Peningkatan BB kedua adalah ∆ BB kunjungan 3

(median usia kehamilan 30 minggu) dikurangi BB pada kunjungan 2 yakni, M

= 2,1 kg, SD = 1,8. Demikian hal yang sama berlaku terhadap massa lemak maternal. Tabel.3.

Tabel.3. Peningkatan BB dan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18 – 24 Minggu dan 24 - 30 Minggu

Variabel Minimum Maksimum Mean SD Median (n = 70)

Peningkatan Berat Badan Maternal (kg)

18 - 24 minggu -1,6 11,1 3,7 2,4 3,6

24 - 30 minggu -1,6 7,0 2,1 1,8 2,0

Peningkatan Massa Lemak Maternal (kg)

18 - 24 minggu -2,3 5,7 2,0 1,4 2,2

24 - 30 minggu -1,8 6,1 1,3 1,4 1,1

80

2.03 Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kadar hPL. Variabel intermedier adalah leptin, asupan nutrisi dan intensitas penggunaan energi.

Variabel co-founder adalah IMT pra-hamil dan kadar insulin pada usia kehamilan > 24 minggu. Penyajian deskripsi data dikelompokkan ke dalam 2 tabel yakni bersifat hormonal dan bukan hormonal.

a) Gambaran Kadar Human Placental Lactogen, Leptin dan Insulin Serum

Rerata, mean (SD) kadar hPL pada visit 1 ( median usia kehamilan 18 minggu) adalah M = 3,1 mg/L, SD = 2,4 , visit 2 ( median usia kehamilan 24 minggu) adalah M = 7,4 mg/L, SD = 3,6 dan visit 3 (median usia kehamilan

30 minggu) adalah M = 9,8 mg/L , SD =4,0. Tabel.4.

81

Tabel.4. Gambaran Kadar hPL dan Leptin Serum Menurut Median Usia

Kehamilan Setiap Kunjungan dan Kadar Insulin Serum

Variabel Minimum Maksimum Mean SD Median (n = 70)

Kadar hPL (mg/L)

18 minggu 0,2 10,2 3,1 2,4 2,9

24 minggu 0,5 18,3 7,4 3,6 6,9

30 minggu 2,7 22,2 9,8 4,0 9,6

Kadar leptin (µg/L)

18 minggu 2,5 99,1 24,9 18,0 23,4

24 minggu 3,9 153,4 50,2 34,9 39,3

30 minggu 5,8 146,7 46,9 32,6 38,8

Kadar insulin (µIU/mL)

24 minggu 2,0 84,2 17,6 17,4 12,8

b) Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi

Aktifitas Maternal. 82

Nilai IMT pra-hamil paling rendah adalah 15,1 kg/m2 dan tertinggi adalah 30 kg/m2. Nilai median IMT pra-hamil adalah 22,2 Kg/m2. Tabel 5,

Gambar 5. Mean (SD) rerata asupan kalori pada visit 1 dan 2 adalah

M= 1471 kcal , SD= 333 sedangkan rerata penggunaan energi pada visit 1 dan 2 adalah M = 141,76 MET.hr/week, SD= 60,88. Profil asupan kalori maternal menurut trimester kehamilan, tampak pada Gambar 6, halaman 82.

Tabel. 5. Gambaran IMT Pra-Hamil, Asupan Kalori dan Penggunaan Energi

Maternal Menurut Median Usia Kehamilan Setiap Kunjungan

Variabel Minimum Maksimum Mean SD Median (n = 70)

IMT pra-Hamil 15,1 30,0 22,6 3,8 22,2 (kg/m2)

Asupan Kalori (kcal)

18 minggu 238 2402 1343 416 1311

24 minggu 760 2949 1599 472 1574

30 minggu 838 2627 1512 452 1512

Penggunaan Energi (MET.hr/week)

18 minggu 25,7 397,4 165,0 79,0 154,4

24 minggu 20,45 331,5 118,6 64,2 108,3 83

30 minggu 18,9 297,1 101,6 68,4 73,7

Gambar 5. Distribusi Data IMT Pra-Hamil

84

Gambar 6. Distribusi Asupan Kalori Menurut Trimester Kehamilan

III. Massa Lemak Maternal

3.01. Perbandingan Massa Lemak Maternal Menurut IMT Pra-Hamil

Massa lemak pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2, berbeda secara bermakna dibandingkan dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2, pada setiap kelompok usia kehamilan. Gambar 7.

85

Gambar 7. Perbandingan Massa Lemak Maternal Pada

Setiap Kunjungan Menurut IMT Pra-Hamil

3.02. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal Menurut IMT Pra-Hamil

Peningkatan massa lemak maternal rentang usia kehamilan 18 – 24 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 adalah M = 2,1 kg,

SD = 1,6 , 95% CI ( 1,6 – 2,5 ) sedangkan maternal dengan IMT pra-hamil >

23 kg/m2 adalah M = 2,0 kg, SD = 1,2 , 95% CI ( 1,5 – 2,4) , p= 0,78.

(Gambar 8). Tidak dijumpai perbedaan peningkatan massa lemak rentang 86

usia kehamilan 24 – 30 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2, p= 0,10. Gambar 9

Gambar 8. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal Rentang Usia Kehamilan 18-24 Minggu Menurut IMT Pra-Hamil

87

Gambar 9. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Maternal Rentang Usia Kehamilan 24-30 Minggu Menurut IMT Pra-Hamil

3.03. Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT Pra-

Hamil yang Kurang

Untuk melihat konsistensi perbandingan peningkatan massa lemak antar kelompok IMT pra-hamil, dilakukan uji komparasi antara maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2 ( penelitian ini mengikut sertakan 12 orang maternal dalam kelompok IMT tersebut ) dengan IMT pra-hamil

> 18,5 – 22,9 kg/m2 ( n = 12, diambil sekaligus menurut urutan nomor sampel) dan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 ( n=12, diambil sekaligus mulai dari

IMT tertinggi). Didapatkan rerata peningkatan massa lemak usia kehamilan

18 – 24 minggu pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2 adalah M

= 1,9 kg , SD = 1,4 sedangkan IMT pra-hamil > 18,5 – 22,9 kg/m2 , M = 2,2 kg

, SD = 2,3, dan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 , M = 2,1 kg, SD = 1,5. Analisa komparasi secara statistic dilakukan menggunakan uji Oneway ANOVA.

Tidak terdapat perbedaan peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan

18-24 minggu pada ke tiga kelompok IMT pra-hamil, SS = 0,15 , MS = 0,15, 88

F(1,33)= 0,05 , p = 0,83. Rerata peningkatan massa lemak usia kehamilan

24 – 30 minggu pada maternal < 18,5 kg/m2 adalah M = 1,1 , SD = 1,0 sedangkan maternal > 18,5 – 22,9 kg/m2 , M = 1,3 , SD = 0,8 dan IMT pra- hamil > 23 kg/m2, M= 1,4 kg, SD = 1,5. Tidak terdapat perbedaan peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu pada ke tiga kelompok IMT pra-hamil, SS = 0,48 , MS = 0,48, F(1,33)= 0,37 , p = 0,55.

Gambar 10. Pembandingan antar kelompok IMT pra-hamil dengan masing- masing sub kelompok n = 12 orang, hanya dilakukan dalam analisis ini.

89

Gambar 10. Perbandingan Peningkatan Massa Lemak Pada Maternal dengan IMT Pra-Hamil Kurang di Rentang Usia Kehamilan 18-24 Minggu

3.04 Hubungan Massa Lemak Maternal dengan Usia Kehamilan

Analisa korelasi Spearman’s-rho menunjukkan massa lemak berkorelasi secara positif dengan usia kehamilan, r= 0,3 , p=0,000. (Gambar

11) 90

Gambar 11. Mean Massa Lemak Maternal Menurut Usia Kehamilan dan IMT

pra-hamil

91

IV. Human Placental Lactogen

4.01. Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil

Pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2, rerata kadar hPL pada usia kehamilan 18 minggu adalah M = 3,7 mg/L , SD = 3,07 , dan IMT pra-hamil 18,5 – 22,9 kg/m2 adalah M = 3,2 mg/L, SD = 2,3 , serta IMT pra- hamil > 23 kg/m2 , M= 2,6 mg/L, SD = 2,0. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL yang signifikan menurut IMT pra-hamil pada usia kehamilan yang sama.

Gambar 12.

92

Gambar 12. Perbandingan Kadar hPL Menurut IMT Pra-Hamil dan Rerata Usia Kehamilan Dalam Setiap Kunjungan

4.02. Hubungan Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia

Kehamilan

Pada usia kehamilan < 12 minggu (n=14) , rerata, mean (SD), 95%

CI dari kadar hPL adalah 2,9 mg/L, SD(2,3) , 95%CI ( 1,5-4,2) Di usia kehamilan 21-24 minggu ( n=53 ), rerata kadar hPL adalah 7,2 mg/L , SD

(3,6) , 95%CI (6,3 – 8,2). Kadar hPL tertinggi dijumpai pada usia kehamilan >

32 minggu (n=13), yakni mean 12,4 mg/L, SD(4,3), 95%CI ( 9,7 – 14,4).

Gambar 13.

93

Gambar 13. Kadar hPL Serum Menurut Usia Kehamilan

4.03. Asosiasi Kadar Human Placental Lactogen dengan Usia Maternal

dan Tingkat Paritas

Rerata, mean (SD), 95% Wald CI kadar hPL pada maternal berusia >

35 tahun dengan tingkat paritas 1, 2, 3, dan > 3, masing-masing secara berurutan adalah, 7,5 mg/L, SD (4,3) , 95% Wald CI (7,5-7,5) ; 7,4 mg/L, SD

(5,8), 95% Wald CI ( 5,1 – 9,8) ; 11,5 mg/L, SD (4,1), 95% Wald CI (11,5-

11,5) ; 8,2 mg/L, SD ( 6,5) , 95% Wald CI ( 2,0 – 14,4). Gambar 14.

94

Gambar 14. Rerata (95%CI) Kadar hPL Serum Menurut Usia Maternal

dan Tingkat Paritas

Untuk melihat asosiasi antara usia kehamilan, usia maternal dan tingkat paritas dengan kadar hPL serum, dilakukan uji menggunakan generalized linear model GEE (generalized estimating equations). Dibandingkan dengan kadar hPL pada usia kehamilan > 32 minggu, kategori referens, kadar hPL pada semua tingkatan usia kehamilan dibawah 29 minggu, lebih rendah secara signifikan, yakni di usia kehamilan < 12 minggu (B -10,5 , p 0,00) , 12-

16 minggu ( B -7,8 , p 0,00) , 17-20 minggu (B -12,4 , p 0,00) , 21 – 24 95

minggu ( B -10,0 , p 0,01) dan 25-28 minggu ( B -12,5 , p 0,00). Kadar hPL pada maternal berusia 18-25 tahun lebih rendah secara signifikan ( B -

7,8 , p 0,00) dibandingkan maternal berusia > 35 tahun. Kadar hPL pada maternal dengan tingkat paritas > 3, lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan tingkat paritas 3 ( B -1,8 , p 0,00). Tabel.6

Tabel 6. Efek Usia Kehamilan, Usia Maternal dan Tingkat Paritas Terhadap

Kadar Human Placental Lactogen

95% Wald CI Uji Hipotesis Wald Prediktor N B SE Bawah Atas Chi- df p square Usia kehamilan (minggu) < 12 14 -10,5 0,5 -11,4 -9,5 445,7 1 0,00** 12 - 16 13 -7,8 . . . . 1 0,00** 96

17 - 20 40 -12,4 3,9 -19,9 -4,8 10,3 1 0,00** 21 - 24 53 -10,0 3,8 -17,4 -2,5 6,9 1 0,01** 25 - 28 32 -12,5 0,5 -13,5 -11,5 635,7 1 0,00** 29 - 32 44 -4,7 5,0 -14,6 5,1 0,9 1 0,35 > 32 14 Referens Usia Maternal ( tahun) < 18 3 -0,4 5,0 -10,2 9,5 0,0 1 0,94 18 – 25 78 -7,8 2,7 -13,1 -2,6 8,6 1 0,00** 26 – 35 111 -3,7 0,5 -4,6 -2,7 55,0 1 0,00** >35 18 Referens Paritas 1 75 -4,6 0,5 -5,6 -3,6 86,0 1 0,00** 2 84 0,3 2,6 -4,9 5,4 0,0 1 0,92 3 30 -1,8 0,5 -2,8 -0,8 13,5 1 0,00** >3 21 Referens

Variabel dependen : kadar hPL serum *p<0,05 , **p<0,01

V. Leptin

5.01. Perbandingan Peningkatan Leptin Serum Maternal Menurut IMT

Pra-Hamil

Rerata kadar leptin pada usia kehamilan 18 minggu adalah M =

22,6 µgr/L , SD = 14,2 dan M = 25,2 µgr/L, SD = 20,7 serta M = 25,7

µgr/L, SD = 16,5 , pada maternal dengan IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2,

18,5 – 22,9 kg/m2 dan > 23 kg/m2 secara berurutan. Uji Kruskal Wallis 97

menunjukkan tidak ada perbedaan kadar leptin yang signifikan antar ke tiga kelompok , p = 0,51. Gambar 15.

Gambar 15. Perbandingan Kadar Leptin Antar IMT Pra-Hamil pada

Usia Kehamilan Setiap Kunjungan

5.02. Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Usia Kehamilan

Analisis korelasi Spearman’s Rho menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan usia kehamilan, r = 0,34 , p = 0,000.

Pada usia kehamilan < 12 minggu (n=14) , rerata, mean (SD), 95% CI dari kadar leptin adalah 20,2 µgr/L, SD (12,6) , 95%CI ( 13,4 – 26,0). Di usia 98

kehamilan 21-24 minggu ( n=53 ), rerata kadar leptin adalah 46,4 µgr/L, SD

(35,8) , 95%CI (35,0 – 56,0). Kadar leptin tertinggi dijumpai pada usia kehamilan > 32 minggu ( n=13), yakni mean 51,9 µgr/L, SD (36,5) , 95%CI

(34,5 – 69,0). Gambar 16.

Gambar 16. Kadar Leptin Serum Menurut Usia Kehamilan

5.03. Hubungan Kadar Leptin Serum dengan Massa Lemak Maternal

Analisis korelasi antara kadar leptin serum dengan massa lemak maternal dilakukan menurut kelompok IMT pra-hamil < 23 kg/m2 dan > 23 99

kg/m2. Pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2, terdapat korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan massa lemak maternal pada semua kelompok usia kehamilan dan korelasi paling kuat pada usia kehamilan kehamilan 18 minggu , r = 0,5 , p = 0,002. Pada kelompok maternal ini, juga dijumpai korelasi yang kuat kadar leptin antar usia kehamilan, r = 0,6 , p = 0,000. Tabel 7. Pola tersebut tidak dijumpai pada kelompok maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2. Tabel 8.

Tabel 7. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2

18 minggu 24 minggu 30 minggu

Lemak# Leptin Lemak Leptin Lemak Leptin

0,62** Leptin (µgr/L) r 0,47** 1 0,38* 0,66** 0,31*

(18 minggu) p 0,002 . 0,01 0,000 0,04 0,000

0,59** Leptin (µgr/L) r 0,35* 0,66** 0,35* 1 0,30

(24 minggu) p 0,02 0,000 0,02 . 0,05 0,000

0,32* 0,32* 0,36* 1 Leptin (µgr/L) r 0,62** 0,59**

(30 minggu) p 0,04 0,000 0,04 0,000 0,02 . 100

#kilogram, *p<0,05, ** p<0,01

Tabel 8. Korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal

dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2

18 minggu 24 minggu 30 minggu

Lemak# Leptin Lemak Leptin Lemak Leptin

0,34 Leptin (µgr/L) r 0,30 1 0,32 0,36 0,29

(18 minggu) p 0,13 . 0,11 0,07 0,15 0,08

0,57 Leptin (µgr/L) r 0,13 0,36 0,16 1 0,10

(24 minggu) p 0,52 0,07 0,43 . 0,62 0,002*

-0,06 -0,06 -0,04 1 Leptin (µgr/L) r 0,34 0,57

(30 minggu) p 0,76 0,08 0,76 0,002 0,86 .

#kilogram, *p<0,05, ** p<0,01

101

VI. Pembuktian Hipotesis 1

Hipotesis 1 : terdapat hubungan yang positif antara hPL dengan

leptin pada ibu dengan usia kehamilan 24-28 minggu dan 32-36

minggu.

Hipotesis ini diajukan sesuai dengan kerangka konsep bahwa dalam kehamilan, hPL menginduksi resistensi leptin. Untuk menguji hipotesis mengenai korelasi antara hPL dan leptin menurut usia kehamilan, sampel dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan yakni, < 12 minggu, <16 minggu,

< 20 minggu, < 24 minggu, <28 minggu, < 32 minggu, < 36 minggu dan <

39 minggu yang merupakan usia kehamilan tertinggi dalam studi ini. Total analisis kadar hPL dan leptin adalah tiga kali analisis selang waktu lebih dari

4 minggu terhadap 70 sampel, yakni 210 analisis. Data kadar leptin tidak terdistribusi secara normal. Dilakukan uji korelasi Spearmans-rho antara kadar hPL dengan leptin pada setiap kelompok umur. Hasil analisa korelasi tampak pada Tabel 9.

Tabel 9. Korelasi Antara Kadar hPL Dengan Leptin Menurut Usia

Kehamilan 102

Usia Kehamilan n r P

< 12 minggu 14 0,10 0,73

< 16 minggu 27 0,28 0,15

< 20 minggu 67 0,44 0,000**

< 24 minggu 119 0,43 0,000**

< 28 minggu 151 0,36 0,000**

< 32 minggu 196 0,34 0,000**

< 36 minggu 207 0,33 0,000**

< 39 minggu 210 0,34 0,000**

**p<0,01

VII. Tahapan Pengujian Hipotesis 2 dan Hipotesis 3

(a) Hipotesis 2 : Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan

IMT pra- hamil berhubungan dengan peningkatan massa

lemak pada ibu hamil, usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30

minggu.

(b) Hipotesis 3 : Serum hPL, leptin, asupan nutrisi maternal dan

IMT pra- hamil berhubungan dengan peningkatan berat badan 103

maternal pada usia kehamilan 18-24 minggu dan 24-30

minggu.

Sesuai dengan kerangka konsep yang diajukan dalam penelitian ini, peningkatan massa lemak dan berat badan maternal terkait dengan resistensi leptin yang menyebabkan peningkatan asupan nutrisi dan penurunan penggunaan energi. Indeks massa tubuh pra hamil dimasukkan sebagai variabel yang memberikan efek terhadap kadar leptin sebelum induksi resistensi leptin oleh hPL. Hasil analisis hipotesis 1 (Tabel 9, halaman 98), menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar hPL dengan leptin sejak setelah minggu ke 16. Untuk melihat pengaruh IMT-pra hamil terhadap leptin, kami menganalisis pengaruh IMT pra hamil terhadap kadar leptin pada usia kehamilan < 16 minggu. Studi ini juga mengajukan kadar insulin sebagai variabel co-founder terhadap leptin. Berdasarkan aktifitas fisiologi insulin dalam kehamilan, maka kami melakukan analisis mengenai asosiasi kadar leptin dengan kadar insulin pada usia kehamilan >

24 minggu. Dengan demikian, sesuai alur dalam kerangka konsep, proses pengujian hipotesis 2 dan hipotesis 3 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

(i) Perbedaan kadar leptin menurut IMT pra-hamil pada usia kehamilan

< 16 minggu. 104

(ii) Asosiasi kadar insulin pada usia kehamilan > 24 minggu dengan

kadar leptin dan massa lemak maternal.

(iii) Asosiasi antara leptin dengan asupan nutrisi dan penggunaan energi.

(iv) Pengujian hipotesis 2

(v) Pengujian hipotesis 3

7.01. Perbedaan Kadar Leptin Usia Kehamilan < 16 Minggu Antara

IMT pra-Hamil < 23 kg/m2 dengan > 23 kg/m2

Analisis dilakukan menggunakan uji T, leptin mengalami transformasi menurut square root. Pada usia kehamilan < 16 minggu, maternal dengan

IMT pra-hamil <23 kg/m2 ( n=16) memiliki kadar leptin lebih rendah ( M= 20,7

µgr/L, SD= 5,08) dibandingkan maternal dengan IMT pra-hamil >23 kg/m2

(n=11), ( M= 29,3 µgr/L, SD= 2,6), akan tetapi tidak berbeda secara signifikan, t -1,08 , p 0,23. Gambar 17.

105

Gambar 17. Perbandingan frekuensi kadar leptin pada usia kehamilan

< 16 minggu antara maternal dengan IMT pra-hamil > 23

kg/m2 dan < 23 kg/m2

7.02. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu Dengan

Kadar Leptin dan Massa Lemak Maternal

106

Kadar insulin usia kehamilan 24 minggu leptin pada usia kehamilan < 16 minggu berkorelasi negatif secara signifikan dengan kadar leptin pada usia kehamilan < 16 minggu , r = -0,39 , p = 0,04 . Kadar insulin usia kehamilan

24 minggu berkorelasi secara negatif dengan kadar leptin usia kehamilan 18 minggu ( r = -0,27 , p = 0,06) dan dengan kadar leptin usia kehamilan 30 minggu ( r = -0,23 , p = 0,06). Sedangkan korelasi antara insulin dengan leptin dalam usia kehamilan yang sama, tidak signifikan ( r = - 0,13, p =

0,27). Tidak dijumpai korelasi yang signifikan antara kadar insulin 24 minggu dengan massa lemak maternal pada semua kelompok usia kehamilan. Tabel

10.

Tabel 10. Korelasi antara kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu

dengan kadar leptin dan massa lemak maternal.

18 minggu 24 minggu 30 minggu

Lemak* Leptin** Lemak Leptin Lemak Leptin

0,09 -0,27 0,09 -0,13 0,08 -0,23 Insulin (µIU/ml) r

(24 minggu) p 0,46 0,06 0,45 0,27 0,49 0,06

*kilogram, **µgr/L

107

7.03. Asosiasi Antara Leptin Dengan Asupan Kalori dan Penggunaan

Energi

Sampel disusun kebawah dalam model , 3 x pemeriksaan terhadap 70 sampel= 210 sampel. Selanjutnya dikeluarkan 27 sampel yang berusia kehamilan < 16 minggu, total sampel yang dianalisis berjumlah 183 sampel.

Oleh karena pengukuran kadar leptin, asupan kalori dan penggunaan energi dilakukan secara berulang pada individu yang sama, maka analisis dilakukan menggunakan metode statistik Generalized Estimating Equations (GEE).

Variabel dependen ( respon) masing-masing adalah jumlah asupan kalori dan jumlah penggunaan energi aktifitas maternal. Prediktor adalah kadar leptin yang dikelompokkan dalam 4 kategori yakni < 19, 19-30, >30-52, >52 µgr/L dan kategori usia kehamilan ( <12, 13-24, >24 minggu).

Tidak dijumpai perbedaan asupan kalori yang signifikan antara maternal dengan kadar leptin < 19µgr/L ( M= 1460 kcal, SD = 488 ) dan maternal yang memiliki kadar leptin > 52 µgr/L ( M = 1588 kcal, SD = 497), B 0,07, p 0,33.

Kadar leptin berhubungan dengan penggunaan energi maternal, maternal dengan kadar leptin >30 – 50 µgr/L (M=106,2 METs.hr/week, SD 68,9), mengeluarkan energi lebih rendah secara signifikan dibandingkan kadar leptin < 20 µgr/L ( M = 152,2 METs.hr/week, SD = 84,1) , B -0,31, p 0,03.

Tabel 11. 108

Tabel 11. Asosiasi Antara Kadar Leptin dengan Asupan Kalori serta

Penggunaan Energi Maternal.

Prediktor: Respon n Mean SD B p Leptin (µgr/L)

Asupan Kalori# 1445 465 0 . Referens : < 19 50 ## Penggunaan Energi 154,4 84,9 0 .

0,76 19 – 30 Asupan Kalori 1511 418 -60 55 terhadap < 19 Penggunaan Energi 139,2 78,2 -0,27 0,24

0,06 > 30 – 52 Asupan Kalori 1432 460 -250 53 terhadap < 19 Penggunaan Energi 111,2 69,1 -1,16 0,000**

0,24 >52 terhadap Asupan Kalori 1548 491 168 52 < 19 Penggunaan Energi 109,4 59,6 -0,31 0,03*

# kcal , ## METS.hr/week, *p <0,05, **p<0,01

109

Dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat efek interaksi antara kadar leptin dengan usia kehamilan terhadap asupan kalori menggunakan generalized linear model GEE (generalized estimating equations). Terdapat indikasi peningkatan asupan kalori seiring peningkatan usia hamil dan kadar leptin ( kolom B pada Tabel 12 ), meskipun tidak konsisten. Tabel 12

Tabel 12. Efek Interaksi Usia Kehamilan Dengan Kadar Leptin Terhadap

Asupan Kalori Maternal

Prediktor 95% Wald CI Usia Hamil Leptin B SE p Bawah Atas (minggu) (µgr/L) > 52 305,2 380,2 -440,1 1050,4 0,42 >32 30-52 -292,2 235,0 -752,7 168,3 0,21 19-30 Referens > 52 403,8 156,9 96,2 711,4 0,01* 30-52 429,8 223,9 -9,0 868,7 0,05 29-32 19-30 273,2 252,5 -221,7 768,2 0,28 <19 Referens > 52 197,6 233,9 -260,8 656,0 0,40 30-52 -122,0 264,2 -639,9 395,8 0,64 25-28 19-30 -319,0 299,5 -906,0 268,1 0,29 <19 Referens > 52 364,4 214,3 -55,6 784,4 0,09 21-24 30-52 173,3 204,6 -227,8 574,4 0,40 110

19-30 95,8 217,3 -330,0 521,7 0,66 < 19 Referens > 52 653,7 194,1 273,3 1034,2 0,00** 30-52 378,5 213,3 -39,6 796,6 0,08 17-20 19-30 325,8 286,0 -234,7 886,4 0,25 <19 Referens 30-52 302,4 248,5 -184,7 789,4 0,22 12-16 19-30 274,1 424,8 -558,4 1106,6 0,52 <19 Referens <12 Referens

7.04 Pengujian Hipotesis 2

Pengujian hipotesis 2 dilakukan terhadap peningkatan massa lemak maternal, masing-masing dalam rentang usia kehamilan 18-24 minggu dan

24-30 minggu. Uji statistik yang digunakan adalah multi regresi linier, regresi dilakukan dengan cara Enter. Untuk mencapai distribusi normal dari variabel dependen, dikeluarkan 11 orang sampel, sehingga total sampel yang diikut- sertakan dalam analisis hipotesis 2 dan 3 berjumlah 59 orang.

111

(a) Pengujian Hipotesis 2 Untuk Usia Kehamilan 18-24 Minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu (M= 2,1 kg, SD= 1,2). Variabel independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL usia kehamilan 18 minggu (M= 3,4 mg/L , SD= 2,4), kadar leptin usia kehamilan 18 minggu (M= 33,4 µgr/L, 20,4), rerata asupan kalori dalam 3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD= 50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini hanya dapat memprediksi sejumlah 8 % variasi peningkatan berat badan maternal (R2 = 0,08, SS= 6,19, MS= 1,24,

F(5,53)=0,92, p=0,47). Untuk mencari model regresi multilinier yang optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, kadar leptin, asupan kalori dan aktifitas fisik ( R2= 0,074, SS= 5,74, MS= 2,87, F(2,56)=2,25, p=0,12), akan tetapi tidak signifikan. Tampak variabel kadar leptin, asupan kalori dan aktifitas fisik hanya memiliki kontribusi sebesar 0,6% terhadap variasi peningkatan massa lemak di usia kehamilan 18-24 minggu. Dibandingkan dengan variabel-variabel yang lain, kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, 112

memiliki kontribusi cukup bermakna terhadap peningkatan berat badan.

Tabel 13.

Tabel 13. Efek IMT pra-Hamil dan kadar hPL usia kehamilan 18 minggu terhadap Peningkatan Massa Lemak Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18-24 minggu

Part of Prediktor B SE Beta p Correlations (Constant) 3,83 1,00 - 0,000 - Kadar HPL (mg/L) -0,12 0,07 -0,25 0,069 -0,24 (usia kehamilan 18 minggu) IMT Prahamil -0,06 0,04 -0,20 0,15 -0,19 (Kg/m2)

Untuk memperoleh profile plot mengenai efek hPL dan IMT pra-hamil terhadap peningkatan massa lemak dilakukan analisis univariat general linear model, dengan memasukkan peningkatan massa lemak rentang usia hamil 18-24 minggu sebagai variabel dependen, kemudian kadar hPL usia kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil sebagai fix factors dan kadar leptin usia kehamilan 18 minggu, rerata asupan kalori dan intensitas penggunaan energi sebagai kovariat. Profile plot tampak pada Gambar 18.

113

Gambar 18. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu menurut IMT pra-hamil sebagai prediktor peningkatan massa lemak maternal selang usia kehamilan 18 – 24 minggu (b) Pengujian Hipotesis 2 Untuk Usia Kehamilan 24-30 Minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 24-30 minggu (M= 1,3 kg, SD= 1,3). Variabel independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL usia kehamilan 24 minggu (M= 7,5 mg/L , SD= 3,3), kadar leptin usia kehamilan 24 minggu (M= 43,0 µgr/L, SD=25,9), kadar insulin usia kehamilan 24 minggu (M= 17,2 µIU/ml, SD= 17,2), rerata asupan kalori dalam 114

3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD=

50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 11 % (R2=0,11) varians peningkatan massa lemak maternal pada rentang usia kehamilan 24-

30 minggu dan tidak signifikan secara statistik, (R2 = 0,11, SS= 10,49, MS=

1,75, F(6,52)=1,11, p=0,39). Untuk mencari model regresi multilinier yang optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, asupan kalori, kadar insulin, IMT pra-hamil, aktifitas fisik (R2= 0,089, SS= 8,41, MS= 4,2,

F(2,56)=2,72, p=0,075). Tampak bahwa variabel asupan kalori, kadar insulin,

IMT pra-hamil, aktifitas fisik memiliki kontribusi sebesar 2,1% terhadap variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 24-30 minggu. Kadar hPL dan leptin memiliki kontribusi terbesar dibandingkan variabel-variabel lain, dalam peningkatan massa lemak usia kehamilan 24-30 minggu. Tabel 14.

Tabel 14. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu dan Kadar Leptin

Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap Peningkatan Massa Lemak

Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan 24-30 minggu 115

Part of Prediktor B SE Beta p Correlations

(Constant) 2,29 0,46 0,000 -

Kadar Leptin 0,01 0,01 -0,20 0,13 -0,20 ( µg/L)

Kadar HPL -0,08 0,05 -0,19 0,14 -0,19 (mg/L)

Gambaran profile plots diperoleh melalui analisis general linear model, univariat dengan memasukkan peningkatan massa lemak usia kehamilan 24-30 minggu sebagai variabel dependen, kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan leptin usia kehamilan 24 minggu sebagai fix factors. Kadar insulin pada usia kehamilan 24 minggu, IMT pra-hamil dan rerata asupan nutrisi serta rerata intensitas penggunaan energi sebagai kovariat. Gambar 19. 116

G a m b a r

1

9

.

E f ek kadar hPL usia kehamilan 24 minggu menurut kadar leptin usia kehamilan 24 minggu terhadap peningkatan massa lemak maternal selang usia kehamilan 24 – 30 minggu

117

7.05 Pengujian Hipotesis 3

Pengujian hipotesis 3 dilakukan terhadap peningkatan berat badan maternal, masing-masing dalam rentang usia kehamilan 18-24 minggu dan

24-30 minggu. Uji statistik yang digunakan adalah multi regresi linier, regresi dilakukan dengan cara Enter. Untuk mencapai distribusi normal dari variabel dependen, dikeluarkan 11 orang sampel, sehingga total sampel yang diikut- sertakan dalam analisis hipotesis 3 berjumlah 59 orang.

(a) Pengujian Hipotesis 3 Untuk Usia Kehamilan 18-24 Minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan berat badan rentang usia kehamilan 18-24 minggu (M= 3,5 kg, SD= 1,4). Variabel independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL usia kehamilan 18 minggu (M= 3,4 mg/L , SD= 2,4), kadar leptin usia kehamilan 18 minggu (M= 33,4 µgr/L, 20,4), rerata asupan kalori dalam 3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD= 50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 25 % variasi peningkatan berat badan maternal (R2 = 0,25, SS= 24,99, MS= 5,40, 118

F(5,53)=3,51, p=0,008). Untuk mencari model regresi multilinier yang optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, asupan kalori dan kadar leptin ( R2= 0,23, SS= 24,99, MS= 6,25, F(4,54)=4,04, p=0,006). Tampak variabel asupan kalori dan kadar leptin hanya memiliki kontribusi sebesar 2% terhadap variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 18-24 minggu.

Variabel-variabel independen seperti, kadar hPL usia kehamilan 18 minggu,

IMT pra hamil dan intensitas penggunaan energi merupakan variabel-variabel yang memiliki kontribusi signifikan terhadap peningkatan berat badan. Tabel

15.

Tabel 15. Efek IMT pra-Hamil , hPL 18 Minggu, dan Intensitas Penggunaan

Energi terhadap Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18-24 minggu

Part of Prediktor B SE Beta p Correlations

(Constant) 7,55 1,22 - 0,000 -

Kadar HPL -0,18 0,07 -0,32 0,02* -0,30 (Usia kehamilan 18 minggu, 119

mg/L)

IMT Prahamil -0,11 0,05 -0,32 0,01* -0,31 (Kg/m2)

Intensitas Penggunaan

Energi -0,01 0,003 -0,26 0,04* -0,26

(METs.hr/week)

*p<0,05

Untuk memperoleh profile plot mengenai efek hPL dan IMT pra-hamil terhadap peningkatan berat badan dilakukan analisis univariat general linear model, dengan memasukkan peningkatan berat badan rentang usia hamil

18-24 minggu sebagai variabel dependen, kemudian kadar hPL usia kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil sebagai fix factors dan kadar leptin usia kehamilan 18 minggu, rerata asupan kalori dan intensitas penggunaan energi sebagai kovariat. Profile plot tampak pada Gambar 20

120

Gambar 20. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 18 Minggu Terhadap

Peningkatan Berat Badan Maternal Usia Kehamilan 18-24 Minggu

Menurut IMT pra-Hamil

(b) Pengujian Hipotesis 3 Untuk Usia Kehamilan 24-30 minggu

Variabel dependen dalam uji ini adalah peningkatan berat badan rentang usia kehamilan 24-30 minggu (M= 2,3 kg, SD= 1,8). Variabel independen adalah IMT pra-hamil ( M= 22,6 kg/m2 , SD= 3,8), kadar hPL usia kehamilan 24 minggu (M= 7,5 mg/L , SD= 3,3), kadar leptin usia kehamilan 24 minggu (M= 43,0 µgr/L, SD=25,9), kadar insulin usia 121

kehamilan 24 minggu (M= 17,2 µIU/ml, SD= 17,2), rerata asupan kalori dalam

3 kali kunjungan (M= 1509,8 kcal, SD= 282,7), dan rerata intensitas penggunaan energi dalam 3 kali kunjungan ( M= 131,6 MET. hr/week, SD=

50,7). Asumsi analisis regresi multilinier dipenuhi.

Model regresi liniear ini dapat memprediksi sejumlah 10,8 % varians peningkatan berat badan maternal pada rentang usia kehamilan 24-30 minggu dan tidak signifikan secara statistik, (R2 = 0,11, SS= 20,30, MS=

3,38, F(6,52)=1,05, p=0,41). Untuk mencari model regresi multilinier yang optimal, dilakukan regresi secara manual dengan mengeluarkan, secara bertahap, variabel-variabel yang kurang memiliki kontribusi terhadap perubahan berat badan. Model regresi multi liniear ini mengalami perbaikan dengan dikeluarkannya variabel, secara berurutan, kadar leptin, intensitas penggunaan energi, kadar insulin dan asupan kalori ( R2= 0,09, SS= 16,17,

MS= 8,09, F(2,56)=2,63, p=0,08). Tampak bahwa variabel kadar leptin, intensitas penggunaan energi, kadar insulin dan asupan kalori hanya memiliki kontribusi sebesar 2% terhadap variasi peningkatan berat badan usia kehamilan 24-30 minggu. Kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan IMT pra- hamil memiliki kontribusi terhadap peningkatan berat badan meskipun kurang signifikan. Tabel 18.

122

Tabel 16. Efek IMT pra-Hamil dan kadar hPL usia kehamilan 24 minggu terhadap Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia Kehamilan

24-30 minggu

Part of Prediktor B SE Beta p Correlations

(Constant) 5,84 1,62 - 0,001 -

Kadar HPL -0,12 0,07 -0,22 0,098 -0,22 (mg/L)

IMT Prahamil -0,12 0,06 -0,25 0,06 -0,24 (kg/m2)

Analisis selanjutnya menggunakan general linear model, multivariate, menunjukkan bahwa peningkatan berat badan pada maternal dengan IMT pra-hamil < 23 kg/m2 ( M = 3,7 kg, SD = 1,3 kg) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 ( M= 3,1 kg, SD= 1,4 kg), SS = 19,26, F( 1, 48) = 7,87, p =0,01, partial η2 = 0,14.

Pada kadar hPL > 3 - 6 mg/L di usia kehamilan 18 minggu, maternal dengan

IMT pra-hamil < 23 kg/m2 mengalami peningkatan berat badan, M = 2,9 kg, SD = 1,1 kg, sedangkan maternal dengan IMT pra-hamil > 23 kg/m2 123

hanya mengalami peningkatan berat badan , M = 1,2 kg , SD 1,6 kg.

Gambar 21.

Gambar 21. Efek Kadar hPL Usia Kehamilan 24 Minggu Terhadap

Peningkatan Berat Badan Maternal Usia Kehamilan 24 – 30 Minggu

Menurut IMT pra-Hamil

B. Pembahasan 124

A. Massa Lemak Maternal

Penelitian ini mengkonfirmasi teori bahwa kehamilan merupakan periode peningkatan massa lemak maternal (Augustine 2008, Trujillo 2011,

Ladyman 2012, Rasi 2012). Terdapat korelasi yang signifikan ( r = 0,3 , p<0,01) antara usia kehamilan dengan massa lemak maternal. Analisis komparasi menunjukkan bahwa peningkatan massa lemak di rentang usia kehamilan 18-24 minggu maupun 24-30 minggu tidak berbeda signifikan antara maternal dengan IMT pra-hamil normal ( selanjutnya disebut sebagai maternal normal ) dan maternal dengan IMT pra-hamil berlebih/ obes

(selanjutnya disebut sebagai maternal gemuk ). (Gambar 8 hal.83, Gambar 9 hal 84 ) bahkan dengan maternal yang memiliki IMT pra-hamil < 18,5 kg/m2. (

Gambar 10, hal 86). Meskipun demikian pola peningkatan massa lemak lebih teratur dan konsisten pada maternal normal dibandingkan dengan maternal gemuk. (Gambar 11, hal.87)

Massa lemak perempuan terkait erat dengan fungsi reproduksi (Garcia-

Garcia 2012). Eksperimen pada hewan oleh Widdowson dan McCance,

1960, menunjukkan bahwa usia terjadinya pubertas lebih terkait dengan berat badan dibandingkan usia kronologis ( Frisch 1971). Frisch dan Revelle

(1971) mengajukan hipotesis bahwa diperlukan berat badan kritis untuk menginduksi awal terjadinya menstrusasi (menarche). Kehamilan serta laktasi merupakan aktifitas fungsi reproduksi yang memerlukan energi yang 125

tinggi. Diperkirakan kebutuhan energi selama masa kehamilan dan laktasi berkisar ≈ 320 MJ ( Butte 2004 , Van Raaij 1987). Dalam keadaan keterbatasan energi, terjadi respon adaptif berupa supresi fungsi reproduksi yang dikenal dengan istilah infertilitas nutrisional dan ditandai dengan amenorrhea fungsional hipotalamus yang bersifat reversible ( Mantzoros

2011, McCartney 2014) Dengan demikian, berhasilnya proses konsepsi menunjukkan massa lemak , cadangan energi, ibu berada dalam rentang permisif untuk terjadinya suatu kehamilan.

Massa lemak diperlukan pula bagi pemeliharaan kehamilan dan persiapan laktasi. Data-data dalam penelitian ini mengindikasikan adanya target besaran peningkatan depot lemak dalam kehamilan pada rentang tertentu yang diupayakan terjadi dan tidak berbeda secara signifkan antara maternal normal maupun gemuk, bahkan maternal dengan IMT pra-hamil

<18,5 kg/m2. Agaknya besaran tersebut telah dipogram sejak awal kehamilan dan diupayakan tercapai oleh kinerja hemostasis energi maternal tanpa banyak dipengaruhi oleh karakteristik antropometri ibu. Disamping itu, kurang signifikan-nya perbedaan peningkatan massa lemak pada maternal kurus dengan gemuk dapat disebabkan oleh karena perubahan dinamis droplet lemak di sel adiposit subjek langsing (lean) lebih besar dibandingkan subjek obes. ( Mardinoglu 2013)

Fakta menarik lainnya adalah, mayoritas maternal tidak mencapai kuantitas kecukupan asupan kalori yang dianjurkan ( recommended dietary 126

allowance, RDA) bagi ibu dalam kehamilan ( Tabel 5, hal.80 dan Gambar 6, hal.81 ). Meskipun demikian, peningkatan massa lemak tetap terjadi.

Keadaan ini mendukung dugaan bahwa milieu metabolik maternal adalah peningkatan massa lemak, sehingga kinerja hemostasis energi akan diarahkan untuk mencapai target tersebut.

Hal tersebut di atas mengindikasikan adanya induksi adipogenesis yang tidak terkait dengan kelebihan kalori. Sel adiposit memiliki reseptor terhadap somatogen ( growth hormone) dan laktogen ( prolaktin dan placental lactogen). Bolander dkk (1976) menunjukkan bahwa placental lactogen berikatan secara spesifik di jaringan adiposit maternal. Disamping itu, telah dilaporkan pula adanya aktifitas hPL melalui reseptor growth hormone (GH) dengan afinitas lebih rendah dibandingkan dengan GH itu sendiri (Costa

MA, 2016). Studi yang dilakukan oleh Fleenor et al (2006) menunjukkan bahwa hormon somatogen dan laktogen, termasuk hPL, memiliki efek induksi adipogenesis pada jalur preadiposit ( Fleenor D, 2006). Dalam kehamilan, plasenta mensekresi hPL dalam jumlah yang besar disamping placental growth hormone.

Efek adipogenesis dari hormon laktogenik dan growth hormone menjawab pertanyaan mengenai peningkatan massa lemak yang terjadi secara konsisten pada sampel penelitian ini, meskipun rerata asupan kalori kurang dari 75% dari angka kecukupan kalori yang ditetapkan untuk ibu hamil

Indonesia. Studi metabolisme intermedier pada kehamilan menunjukkan 127

bahwa glukosa merupakan sumber droplet lipid utama dalam lipogenesis.

Glukosa secara progresif diubah menjadi gliserol dan gliserid pada 2/3 awal masa kehamilan tikus, dan selanjutnya menurun secara drastis saat memasuki 1/3 akhir masa kehamilan (Herrera 1991). Terdapat 2 sumber utama glukosa yakni asupan karbohidrat ( eksogen) serta produk glukoneogenesis ( endogen). Glukoneogenesis berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah basal, yakni kadar glukosa darah yang terutama tidak terkait dengan suplai glukosa eksogen. Sehingga dalam keadaan suplai glukosa eksogen yang kurang, proses glukoneogenesis akan memenuhi kebutuhan glukosa. Dalam kehamilan terdapat peningkatan aktifitas glukoneogenesis. Disamping itu, dalam kehamilan terjadi peningkatan aktivasi lipoprotein lipase endotel yang selanjutnya meningkatkan hidrolisis trigliserida di sirkulasi menjadi asam lemak sebagai sumber droplet lemak (Resi 2012).

Uraian-uraian tersebut di atas mengindikasikan bahwa, peningkatan massa lemak merupakan target penting kinerja hemostasis energi dalam kehamilan. Human placental lactogen diduga berperan dalam adipogenesis bersama-sama dengan placental growth hormon. Peningkatan massa lemak pada kehamilan merupakan kejadian fisiologis dan endokrinologis.

Data berat badan pra-hamil yang dimasukkan dalam kalkulasi IMT pra- hamil dalam penelitian ini adalah berdasarkan anamnesis atau bila usia kehamilan < 16 minggu dan tidak memiliki riwayat hyperemesis gravidarum 128

maka berat badan aktual saat kunjungan pertama digunakan sebagai berat- badan pra-hamil. Kemungkinan bias adalah besar, pertama alat timbang berat badan yang digunakan para ibu tidak seragam. Keterbatasan kedua, prasyarat timbang badan pun tidak seragam. Disamping itu, dijumpai pula ibu hamil yang justru nafsu makan meningkat saat awal hamil, atau tidak ada perubahan nafsu makan serta penurunan nafsu makan. Kemungkinan salah mengingat berat badan sebelum hamil adalah kecil. Hal-hal tersebut di atas dimasukkan sebagai keterbatasan penelitian.

B. Human Placental Lactogen

Penelitian ini mengkonfirmasi teori bahwa kadar hPL berkorelasi kuat dengan usia kehamilan ( r = 0,6, p < 0,01). Tidak dijumpai pengaruh IMT pra-hamil yang signifikan terhadap kadar hPL baik pada usia kehamilan 18 minggu, 24 minggu dan 30 minggu. Tingkat IMT pra-hamil paling rendah dalam penelitian ini adalah 15,1 kg/m2 dan yang paling tinggi adalah 30 kg/m2. ( Tabel 5 hal. 80, Gambar 5 hal. 81 ) Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa kadar hPL tidak dipengaruhi secara signifikan oleh proporsi antropometri pra-hamil maternal Indonesia dalam rentang IMT 15,1 kg/m2 sampai 30 kg/m2.

Hormon hPL merupakan hormon peptida yang disintesis dan disekresi oleh jaringan sincitiotropoblast plasenta dalam jumlah yang paling besar, 129

berkisar 1 gr/hari dan sesuai dengan usia kehamilan (Carter 2012). Hormon ini mampu melewati sawar otak dan diduga terkait dengan induksi dan pemeliharaan maternal behavior. Aktifitas tersebut memberikan implikasi biologik yang penting dengan target utama adalah memelihara kehamilan

(Bridges 1996, Grattan 2002).

Aktifitas hPL dalam memelihara kehamilan tampak dalam Gambar 14, halaman 90 dan Tabel 6, halaman 92. Profil kadar hPL tidak berbeda signifikan pada maternal dengan usia kehamilan ‘kurang’ optimal yakni < 18 tahun dan > 35 tahun. Sedangkan profil kadar hPL maternal usia optimal untuk hamil, 18- < 35 tahun, berbeda signifikan dengan maternal berusia >

35 tahun, p < 0,01. Rerata kadar hPL pada maternal berusia > 35 tahun ini, tidak berbeda dengan usia < 18 tahun (p=0,94). Data-data tersebut di atas mengindikasikan adanya upaya plasenta, hPL, yang lebih berfluktuasi ke arah tinggi, untuk memelihara kelangsungan kehamilan pada maternal yang mengalami kehamilan pada usia yang kurang optimal , < 18 tahun dan > 35 tahun. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL yang signifikan antara maternal kurus, normal dan gemuk. (Gambar 12, hal.88).

Telah disampaikan dalam uraian sebelumnya bahwa adiposit memiliki reseptor terhadap somatogen dan laktogen. Bila terhadap preadiposit, laktogen bersifat adipogenesis, maka terhadap sel adiposit matur, laktogen dan somatogen bersifat lipolitik (Fleenor D 2006). Efek lipolitik dari prolaktin tikus dipengaruhi oleh usia gestasi dan kadar prolaktin itu 130

sendiri, yakni lipolitik terjadi pada usia gestasi yang tua dan kadar prolaktin tinggi (Fielder PJ (1987).

Studi yang menarik dan banyak disitasi mengenai lipolisis dalam kehamilan adalah yang dilaporkan oleh Williams C & Coltart TM (1978). Studi ini menunjukkan bahwa tingkatan lipolitik dijumpai lebih tinggi pada keadaan hamil dibandingkan dengan tidak hamil dan hPL memiliki aktifitas lipolitik terhadap jaringan adiposa maternal. Studi ini mengemukakan suatu postulat yakni, hPL meningkatkan sensitifitas lipolitik serta terkait dengan peningkatan asam lemak pada kehamilan trimester ketiga. (Williams C 1978).

Paparan-paparan tersebut di atas menunjukkan bahwa hPL memiliki sifat induksi adipogenesis sekaligus lipolisis. Sejumlah review menyampaikan bahwa separuh awal usia kehamilan adalah periode penumpukan lemak dan separuh akhir adalah periode penggunaan cadangan lemak melalui proses lipolisis ( Herrera 1991). Lipolisis dalam kehamilan, dengan substratnya yaitu asam lemak dan gliserol, merupakan mekanisme kontinuitas suplai energi janin. Studi-studi yang dipaparkan di atas menunjukkan efek lipolitik hPL terjadi pada usia kehamilan yang lebih lanjut dan pada kadar yang tinggi.

Human placental lactogen (hPL) agaknya berperan determinan dalam metabolisme energi ibu dalam kehamilan. Pada pertengahan awal kehamilan, hormon ini berperan dalam induksi adipogenesis untuk meningkatkan massa lemak sebagai simpanan energi. Selanjutnya ketika janin membesar dan membutuhkan suplai energi dan nutrisi yang lebih 131

banyak, maka efek lipolitik hPL dibutuhkan untuk suplai gliserol sebagai substrat glukoneogenesis dan asam lemak untuk metabolisme benda keton.

Disamping itu, hPL meningkatkan proliferasi sel beta pankreas, menjamin kecukupan peningkatan kebutuhan insulin dalam kehamilan. (Brelje 1993,

Urreta 2011). Hormon ini terkait pula dengan diferensiasi dan pertumbuhan adiposit cokelat pada janin yang kelak melindungi bayi dari hipotermia saat dilahirkan ( Viengchareun 2008).

C. Leptin

Pada usia kehamilan 24 dan 30 minggu, kadar leptin pada maternal normal sedikit lebih tinggi dibandingkan maternal gemuk. Meskipun demikian, perbedaan tersebut tidak signifikan. Gambar 15, hal. 93. Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan usia kehamilan (r = 0,3 , p<0,01). Gambar 16, hal. 94.

Pada kelompok maternal normal, kadar leptin secara konsisten berkorelasi signifikan dengan massa lemak baik di usia kehamilan yang sama, maupun pada usia kehamilan sebelum atau sesudahnya. Demikian juga dengan korelasi leptin antar kelompok usia kehamilan. Terdapat korelasi yang kuat antar kadar leptin pada masing-masing kelompok usia kehamilan , r = 0,6. ( Tabel 7, hal. 95)

Hal yang berbeda dijumpai pada kelompok maternal gemuk. Tidak dijumpai korelasi yang signifikan antara kadar leptin dengan massa lemak 132

maternal pada semua kelompok usia kehamilan. Demikian juga dengan kadar leptin antar usia kehamilan. Dalam kelompok maternal gemuk, hanya kadar leptin usia kehamilan 24 minggu yang berkorelasi kuat dengan kadar leptin usia kehamilan 30 minggu, r = 0,6. ( Tabel 8, hal. 96) Hasil analisis korelasi leptin- massa lemak tersebut di atas sejalan dengan gambaran korelasi massa lemak dengan usia kehamilan yang tampak pada Gambar 11, hal.87.

Berdasarkan data-data tersebut di atas terdapat indikasi bahwa kadar leptin yang berkorelasi secara konsisten dengan massa lemak pada setiap kelompok usia kehamilan maternal normal pada dasarnya bukan leptin yang disekresi oleh massa lemak akan tetapi oleh plasenta. Korelasi signifikan yang terjadi mengindikasikan adanya peran determinan dari leptin plasenta dalam metabolism lemak maternal. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat indikasi bahwa peningkatan massa lemak merupakan target kinerja sistim hemostasis energi dalam kehamilan yang telah terprogram sejak awal. Diduga program tersebut diregulasi dan dipelihara oleh plasenta melalui aktifitas hormonal dan sitokin. Leptin berperan determinan dalam ‘orkestra’ kinerja sistim hemostasis, sehingga harus dicukupkan dan dikendalikan. Plasenta mensintesis dan mensekresi leptin sesuai dengan ‘setting program’ yang telah ditetapkan sejak awal kehamilan.

Analisis ini didukung dengan data penelitian yakni tidak dijumpai korelasi antara kadar leptin dengan massa lemak pada maternal gemuk yang memiliki 133

massa lemak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan maternal normal.

Disamping itu, besaran kadar leptin maternal dalam penelitian kami jauh melampaui kadar leptin wanita tidak hamil seperti yang dijumpai pada studi oleh Ajala OM (2013). Hal yang sama dijumpai dalam studi yang dilakukan di Cina, rerata kadar leptin pada wanita tidak hamil dengan usia berkisar 50 tahun, IMT > 23 kg/m2 adalah 8,32 ng/ml (≈ 8,32 µgr/L). ( Zuo H, 2013)

Rerata kadar leptin maternal dalam penelitian ini berkisar 22,6 – 56,8 µgr/L (

Gambar 15, hal.93). Data-data tersebut mendukung analisis bahwa kadar leptin yang dominan dalam penelitian ini lebih merupakan leptin yang berasal dari plasenta.

Selain berperan pada metabolisme lemak maternal, terdapat indikasi adanya peranan leptin dalam aktifitas limfosit T regulator (Treg) (Vadacca

2011). Limfosit Treg berperan dalam adaptasi imun fetal-maternal. Di lain pihak, leptin juga memiliki aktifitas yang dapat meningkatkan keadaan proinflamasi. Sitokin proinflamasi dibutuhkan dalam penggunaan energi.

Subjek dengan knockout gen sitokin proinflamasi menunjukkan penurunan penggunaan energi ( Jianping 2012, Resi 2012). Leptin juga diduga memiliki fungsi fisiologis berupa angiogenesis plasenta, modulasi pertumbuhan janin dan sistim imun di plasenta (Gambino 2012). Berdasarkan pemahaman bahwa prinsip aktifitas endokrinologi adalah mempertahankan keseimbangan, maka pola ketidak-teraturan peningkatan massa lemak pada maternal gemuk seperti yang tampak pada Gambar 11, hal.87 menimbulkan 134

pertanyaan, yakni, mengapa dan apa konsekuensi/ implikasi biologisnya.

Pertanyaan ini akan menjadi studi yang menarik.

D. Pembuktian Hipotesis 1

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kadar hPL dengan kadar leptin, dimulai pada usia kehamilan di atas

16 minggu dan konsisten sampai 39 minggu. Tabel 9, hal. 97. Akan tetapi hasil ini belum dapat secara langsung menterjemahkan dan menkonfirmasi mengenai peristiwa induksi resistensi leptin oleh hPL seperti yang ditunjukkan dalam stud-studi terhadap hewan coba. Telah dipaparkan sebelumnya, seperti hPL, leptin juga disintesis dan disekresi oleh jaringan sincitiotropoblast plasenta dan kedua hormon produk plasenta tersebut disekresi terutama di sirkulasi maternal. Keadaan ini memungkinkan kedua hormon tersebut berada dalam interval dan fluktasi yang serupa dalam sirkulasi maternal sehingga secara statistik menunjukkan korelasi yang signifikan.

Studi oleh Nagaishi (2014) berhasil mengidentifikasi keberadaan sejumlah neuron di nukleus area hemostasis energi hipotalamus yang memiliki reseptor baik leptin maupun prolaktin. Studi tersebut mendukung hipotesis mengenai induksi resistensi leptin oleh placental lactogen dalam kehamilan. Meskipun terdapat keterbatasan seperti yang telah disebutkan 135

sebelumnya, hasil penelitian ini secara kuat mengindikasikan adanya peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan. Peningkatan massa lemak dalam keadaan leptin yang tinggi, merupakan fenotipe utama resistensi leptin.

Masih menjadi pertanyaan, sekiranya hPL menginduksi resistensi leptin, dalam rentang berapakah kadar hPL dibutuhkan untuk menginduksi resistensi leptin dan apakah keseluruhan kadar hPL yang tinggi yang dihasilkan secara progresif oleh plasenta selama kehamilan, semata-mata untuk keperluan induksi resistensi leptin ?

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif antara 3 variabel utama yakni massa lemak, hPL dan leptin dengan usia kehamilan.

Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan massa lemak yang sesuai usia kehamilan terkait dengan kedua hormon tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada maternal dengan IMT pra-hamil normal, kadar leptin usia kehamilan 18 minggu berkorelasi dengan massa lemak usia kehamilan 18,

24 dan 30 minggu serta massa lemak berkorelasi dengan usia kehamilan.

Dengan demikian kadar leptin 18 minggu memiliki asosiasi terhadap peningkatan massa lemak di usia kehamilan 18 dan 24 minggu. Telah pula dipaparkan bahwa kadar hPL berkorelasi kuat dengan usia kehamilan. Data- data ini mengindikasikan bahwa bila hPL menginduksi resistensi leptin dalam kehamilan, maka induksi resistensi leptin tersebut terutama terjadi pada kadar hPL usia kehamilan < 18 minggu, yang dalam penelitian ini, menurut persentil 25-75 Tukey’s Hinges berada dalam rentang 1,15 mg/L – 4,02 mg/L 136

( n = 44 ). Data ini mengindikasikan bahwa peningkatan kadar hPL yang konsisten sesuai usia kehamilan tidak semata-mata untuk ‘kepentingan’ induksi resistensi leptin, dan terdapat mekanisme hemostasis energi lain yang membutuhkan kadar hPL yang lebih tinggi dibandingkan kadar hPL yang dibutuhkan untuk induksi resistensi leptin serta mekanisme tersebut terjadi pada usia kehamilan yang lebih lanjut.

E. Hubungan Kadar Insulin Usia Kehamilan 24 Minggu dengan Kadar

Leptin dan Massa Lemak Maternal

Akhir trimester II kehamilan ditandai dengan induksi resistensi insulin fisiologis oleh hormon plasenta, placental growth hormone merupakan kandidat dalam proses ini. Sejumlah nukleus di hipotalamus yang terlibat dalam hemostasis energi, mengekspresi reseptor baik leptin maupun insulin, fakta tersebut mendukung teori mengenai keterkaitan kedua hormon ini dalam regulasi hemostasis energi. Keadaan-keadaan tersebut yang menjadi latar belakang peneliti menempatkan insulin sebagai faktor cofounding dalam penelitian ini.

Kadar insulin usia kehamilan 24 minggu dalam penelitian ini merupakan kadar insulin produk dari induksi resistensi insulin fisiologis di trimester 2 kehamilan. Konsekuensi fisiologis dari peningkatan resistensi insulin adalah penurunan upaya penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen di sel depo ( 137

hepar, otot ) dan penurunan penyimpanan glukosa melalui proses lipogenesis di jaringan adiposa serta peningkatan produksi glukosa melalui proses gluconeogenesis di hati. Resistensi insulin juga menginduksi lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas di sirkulasi. Peristiwa – peristiwa tersebut di atas merupakan mekanisme fisiologis hemostasis energi dalam kehamilan dengan tujuan utama menyediakan substrat glukosa dan asam lemak sebagai bahan nutrisi janin secara berkesinambungan.

Patut menjadi pertanyaan, bagaimanakah kaitan antara induksi resistensi insulin fisiologis dalam kehamilan dengan kadar leptin pada waktu sebelum, bersamaan dan setelah induksi resistensi insulin itu terjadi.

Pertanyaan ini menarik untuk dijawab mengingat keterkaitan kedua hormon tersebut dalam mekanisme hemostasis energi.

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar insulin 24 minggu berkorelasi secara negatif dengan kadar leptin pada semua kelompok usia kehamilan.

Tabel 10, hal. 101. Korelasi yang paling kuat adalah dengan kadar leptin sebelum dan sesudah usia kehamilan 24 minggu, yakni dengan kadar leptin usia < 16 minggu, r = -0,39 , p < 0,05, dan kadar leptin usia kehamilan 30 minggu, r = -0,23 , p = 0,06. ( Hal. 101) Fakta ini mengindikasikan adanya komunikasi dan pemograman serta kendali secara endokrinologis terhadap upaya mencapai keterpenuhan kebutuhan nutrisi janin tanpa meninggalkan prinsip keseimbangan. Dan mekanisme ini terjadi pada awal usia kehamilan serta kendali tetap diupayakan terpelihara sampai akhir kehamilan. 138

Penelitian ini juga menunjukkan, tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar lemak setiap usia kehamilan dengan kadar insulin yang terinduksi secara fisiologis pada trimester II. Pada keadaan tidak hamil, peningkatan massa lemak merupakan faktor risiko determinan terhadap terjadinya resistensi insulin. Upaya sel beta dalam milieu resistensi insulin adalah meningkatkan sekresi insulin agar kadar gula darah dapat dipertahankan dalam rentang normal. Milieu resistensi insulin adalah hiperinsulinemia. Fakta bahwa tidak ada asosiasi antara massa lemak usia sebelum usia kehamilan 24 minggu dengan kadar insulin yang terinduksi secara fisiologis pada trimester II yang ditunjukkan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa plasenta, melalui hormon yang dihasilkannya, merupakan faktor determinan dalam menentukan tingkatan induksi resistensi insulin dalam kehamilan.

F. Asosiasi antara leptin dengan asupan kalori dan penggunaan

energi

Dalam hemostasis energi, leptin merupakan hormon anorexigenik.

Ikatan leptin dengan reseptornya di nukleus arcuatus hipotalamus akan menginduksi kaskade signal antar tingkatan nukleus dengan hasil akhir berupa penurunan nafsu makan serta peningkatan penggunaan energi.

Fenotipe resistensi leptin yang terkait dengan hemostasis energi adalah 139

hiperleptinemia yang disertai peningkatan nafsu makan, penurunan penggunaan energi dan peningkatan massa lemak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat asosiasi negatif antara kadar leptin dengan intensitas penggunaan energi maternal. Intensitas penggunaan energi maternal lebih rendah pada kadar leptin yang tinggi dibandingkan kadar leptin yang rendah ( tanda negatif pada nilai di kolom B , baris penggunaan energi, Tabel 11, hal.103. Pengaruh resistensi leptin terhadap peningkatan kuantitas asupan kalori maternal tampak pada Tabel

12, hal. 104. Kolom B pada tabel ini menunjukkan, pada rentang usia kehamilan tertentu, tingkatan kadar leptin yang lebih tinggi cenderung terkait dengan kuantitas asupan kalori yang lebih tinggi pula. Dengan demikian penelitian ini mengkonfirmasi adanya peristiwa resistensi leptin dalam kehamilan melalui fenotipe peningkatan massa lemak, peningkatan asupan kalori dan penurunan penggunaan energi pada keadaan hiperleptinemia.

G. Pengujian Hipotesis 2

7.01. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia Kehamilan 18-24

minggu

Analisis multivariat regresi linier yang memasukkan IMT pra-hamil,

kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, kadar leptin usia kehamilan 18 140

minggu, asupan kalori dan intensitas penggunaan energi sebagai variabel-variabel efektor terhadap peningkatan massa lemak usia kehamilan 18-24 minggu menghasilkan 2 efektor determinan yakni, kadar hPL ( kontribusi efek, beta, 25 % dan kontribusi korelasi, part of correlations, 24% ) serta IMT pra-hamil ( kontribusi efek, beta, 20%, dan kontribusi korelasi, part of correlations, 19 %). Tabel 13, hal.106.

Kontribusi variabel-variabel efektor lainnya dapat dikatakan sedikit yakni

6% ( selisih antara R2 awal regresi, 0,08, dengan R2 akhir regresi,

0,074 ), hal. 105-106. Hal menarik dari hasil tersebut adalah arah efek kedua variabel tersebut terhadap peningkatan massa lemak. Baik kadar hPL maupun IMT pra-hamil, sama-sama menunjukkan arah negatif ( kolom beta, Tabel 13, hal.106). Pada maternal normal, peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 18-24 minggu paling tinggi terjadi bila kadar hPL usia hamil 18 minggu berkisar 2,1 – 3,5 mg/L. Gambar

18, halaman 107. Bila kadar hPL melampaui 3,5 mg/L , maka rentang peningkatan massa lemak terjadi lebih rendah.

Terdapat perbedaan pola efek kadar hPL terhadap peningkatan massa lemak antara maternal normal dengan maternal gemuk. Efek peningkatan massa lemak pada maternal gemuk paling optimal pada kadar hPL < 2 mg/L sedangkan maternal normal adalah 2,1-3,5 mg/L. Hal menarik lainnya pada pola maternal gemuk adalah tampak adanya upaya menaikkan massa lemak dengan menaikkan kadar hPL. 141

Selanjutnya tampak pula bahwa peningkatan kadar hPL yang lebih tinggi menyebabkan rentang peningkatan massa lemak yang lebih sedikit baik pada maternal normal maupun gemuk. Gambar 18, hal. 107

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa kadar hPL meningkat sesuai usia kehamilan, kadar tinggi hPL bersifat lipolitik dan pertengahan akhir usia kehamilan ditandai dengan lipolisis. Dalam kehamilan terjadi modifikasi responsifitas jaringan adiposit terhadap aktifitas fisiologis katekolamin terutama pada jalur adrenergik α2 dan β3. Perubahan tingkat responsifitas ini dikaitkan dengan modifikasi kaskade lipolitik paska reseptor dengan target utama adalah hormone-sensitive lipase (HPL).

(Bousquet-Mélou 1999, Aitchison RED 1982 ) Hasil-hasil yang dilaporkan oleh studi-studi terdahulu tersebut dapat menerangkan adanya asosiasi yang negatif antara kadar tinggi hPL dengan besaran rentang peningkatan massa lemak seperti yang dijumpai dalam penelitian ini.

Hasil penelitian kami mengindikasikan, efek lipolitik sudah terjadi pada trimester kedua kehamilan. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Williams C (1978) yakni pada trimester ketiga. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa mayoritas maternal dalam penelitian ini tidak mencapai angka kecukupan kalori seperti yang dianjurkan. Keadaan ini agaknya memicu terjadi proses katabolik, lipolisis, yang lebih dini sebagai upaya pemenuhan nutrisi janin. 142

Penelitian ini juga menunjukkan adanya asosiasi yang negatif

antara besaran IMT pra-hamil dengan rentang peningkatan massa lemak.

Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Mardinoglu et al (2013) bahwa

subjek yang langsing memiliki perubahan dinamis droplet lemak yang

lebih besar dibandingkan subjek obes. Terdapat indikasi, peningkatan

massa lemak di awal kehamilan merupakan proses simpanan energi

untuk digunakan pada akhir kehamilan. Droplet lemak adalah presentasi

simpanan energi yang dapat dimobilisasi oleh proses katabolisme.

(Mardinoglu et al 2013)

7.02. Peningkatan Massa Lemak Pada Rentang Usia Kehamilan 24–30

minggu

Analisis multivariat regresi linier yang memasukkan IMT pra-hamil, kadar hPL usia kehamilan 24 minggu, kadar leptin usia kehamilan 24 minggu, kadar insulin usia kehamilan 24 minggu, asupan kalori dan intensitas penggunaan energi sebagai variabel-variabel efektor terhadap peningkatan massa lemak usia kehamilan 24 – 30 minggu menghasilkan 2 efektor determinan terhadap peningkatan massa lemak rentang usia kehamilan 24-

30 minggu yakni, kadar leptin ( kontribusi efek, beta, 20 % dan kontribusi korelasi, part of correlations, 20% ) serta kadar hPL ( kontribusi efek, beta, 19% dan kontribusi korelasi, part of correlations, 19 %). Tabel 14, hal.109. Kontribusi variabel-variabel efektor lainnya dapat dikatakan sedikit 143

yakni 2,1 % ( selisih antara R2 awal regresi, 0,11, dengan R2 akhir regresi,

0,089 ), hal. 108 .

Arah efek kedua efektor determinan tersebut adalah negatif ( kolom beta, Tabel 14, hal.109), yakni semakin tinggi kadar leptin maupun hPL kadar

24 minggu maka semakin rendah besaran peningkatan massa lemak usia kehamilan 24-30 minggu. Telah dipaparkan sebelumnya bahwa hPL memiliki efek lipolitik baik melalui ikatan dengan reseptor prolaktin serta kemungkinan juga dengan reseptor growth hormone. Lipolisis merupakan karakter utama metabolism energi pada trimester 3 kehamilan. Fakta bahwa kadar hPL dan leptin, masing-masing pada kehamilan 24 minggu, berbanding terbalik dengan besaran peningkatan massa lemak, mengindikasikan adanya kaitan antara tingkatan lipolisis dengan kedua hormon produk plasenta ini. Semakin tinggi kadar hPL dan leptin, maka semakin tinggi pula aktifitas lipolisis.

Analisis GLM univariat ( Gambar 19, hal. 110) mengindikasikan bahwa peningkatan massa lemak dipengaruhi oleh interaksi antara kadar hPL dengan leptin. Fenomena ini menkonfirmasi hipotesis bahwa hPL dan leptin berperan determinan dalam aktifitas hemostasis energi dalam kehamilan.

Lipolisis merupakan output kinerja fisiologis leptin dalam hemostasis energi. Efek lipolitik leptin secara langsung diperantarai oleh neuro-neuron simpatis yang mempersarafi adiposit, membentuk ‘neuro-adipose junctions’

(Zeng 2015). Tampaknya kadar leptin yang tinggi pada trimester 3 kehamilan mampu mengatasi keadaan resistensi leptin sehingga memiliki efek lipolitik. 144

Disamping efek lipolitik hPL yang telah diuraikan sebelumnya, prolaktin merupakan induktor kadar pyruvate dehydrogenase kinase (PDK)4 yang poten. Induksi PDK4 akan men-inhibisi ambilan glukosa oleh sel lemak yang diperantarai oleh insulin, sehingga terdapat indikasi bahwa prolaktin menginduksi terjadinya resistensi insulin di sel adiposit (White UA 2007).

Resistensi insulin termasuk faktor determinan dalam induksi proses lipolitik.

Pengujian Hipotesis 3

8.01. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 18-24 minggu

Besaran efek dari model regeresi linier multivariat dalam penelitian ini, paling tinggi dijumpai terhadap peningkatan berat badan usia kehamilan 18-

24 minggu, yakni 25 % ( nilai R2 awal regresi [ 0,25 ] halaman 111 ). Regresi bertahap yang dilakukan menghasilkan tiga variabel efektor yang determinan yakni IMT pra-hamil ( kontribusi efek, beta, 32% dan kontribusi korelasi, part of correlations, 31 % ) , kadar hPL usia kehamilan 18 minggu ( kontribusi efek, beta, 32 % dan kontribusi korelasi, part of correlations, 30% ) dan intensitas penggunaan energi ( kontribusi efek, beta, 26 % dan kontribusi korelasi, part of correlations, 26% ). Tabel 15, hal.112.

Peningkatan berat badan maternal merupakan kumulatif dari peningkatan komponen maternal dan komponen fetal. Rerata peningkatan berat badan rentang usia kehamilan 18-24 minggu pada penelitian ini adalah 145

M = 3,7 kg, SD = 2,4 kg , sedangkan massa lemak adalah M = 2,0 kg, SD =

1,4 kg. Tabel 3 , hal. 77. Merujuk diagram komponen peningkatan berat badan maternal oleh Pitkin (1976) pada rentang usia kehamilan 18-24 minggu, selain komponen massa lemak maternal, terjadi pula peningkatan yang signifikan dari volume darah ibu, berat uterus dan mammae serta fetus. Gambar 2, hal.21.

Hal menarik dari penelitian ini adalah, meskipun mayoritas maternal tidak mencapai kecukupan kalori seperti yang dianjurkan, akan tetapi tetap terjadi peningkatan komponen non massa lemak disamping massa lemak maternal. Review yang menarik mengenai metabolisme energi dalam kehamilan oleh King et al ( 1994) memaparkan, terdapat persepsi sebelumnya ( tradisionil ) bahwa pada kehamilan aterm dibutuhkan penambahan energi berkisar 1200 kJ/ hari atau 325 MJ. Estimasi tersebut pada dasarnya dilakukan menurut perkiraan ‘energy costs’ pada wanita

Western yang ‘well-nourished’ . Akan tetapi dalam praktek sehari-hari, populasi non- Western yang hidup dengan keterbatasan nutrisi juga memiliki energy expenditure yang lebih rendah. Review tersebut menyimpulkan bahwa penambahan kebutuhan energi selama kehamilan tidak statis akan tetapi berada dalam rentang luas, antara 0 sampai 500 MJ, tergantung dari status energi maternal ( King 1994). Keadaan tersebut mencerminkan kemampuan maternal untuk melakukan adaptasi hemostasis energi dengan tujuan utama memelihara kehamilan. Adaptasi dilakukan melalui penggunaan 146

cadangan energi, perubahan perilaku baik terkait pola makan maupun aktifitas serta penyesuaian kecepatan basal metabolism maupun deposisi lemak (King 1994).

Studi terhadap plasenta manusia hamil aterm tanpa komplikasi, menunjukkan bahwa sejumlah 0,5% produksi hPL oleh plasenta disekresi ke sirkulasi fetus (Linnemann 2000). Studi terhadap burung (ovine) menunjukkan placental lactogen (PL) memiliki efek pertumbuhan fetus. Hepar fetus mengandung reseptor spesifik terhadap PL secara predominan.

Terdapat indikasi yang kuat bahwa PL berperan sebagai GH di masa fetus.

Segera setelah lahir, reseptor baru yang spesifik terhadap GH terekspresi dan teraktivasi sesuai peranan GH dalam regulasi pertumbuhan serta metabolisme paska lahir ( Freemark 1987). Mannik (2010) melaporkan, terdapat penurunan ekspresi mRNA GH/hPL pada plasenta bayi kecil menurut usia kehamilan (SGA) sedangkan plasenta bayi besar menurut usia kehamilan (LGA) menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA hPL. Janin yang dikandung oleh ibu dengan mutasi gen hPL, mengalami retardasi pertumbuhan intra-uterin yang berat ( Rygaard 1998). Hasil-hasil studi tersebut di atas menkonfirmasi adanya efek pertumbuhan janin oleh hPL sekaligus sebagai penjelasan mengenai determinasi hPL terhadap peningkatan berat badan maternal yang ditemukan dalam penelitian ini. Arah negatif efek hPL terhadap peningkatan berat badan (kolom beta, Tabel 15, 147

hal.112) agaknya dipengaruhi oleh efek kadar hPL terhadap komponen massa lemak maternal seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.

Indeks massa tubuh sebelum hamil berpengaruh terhadap peningkatan berat badan maternal. Gambar 20, hal. 113. Maternal normal memiliki peningkatan berat badan yang lebih tinggi dibandingkan maternal gemuk ( p

> 0,05). Yang menarik adalah terdapat pola perubahan berat badan menurut kadar hPL yang hampir sama antara maternal normal dan gemuk pada kadar hPL usia kehamilan 18 minggu yang tertinggi, yakni sama-sama memiliki peningkatan berat badan berkisar 3,2 kg.

Studi kohor terhadap 1,2 juta bayi yang dilahirkan di Swedia menunjukkan adanya peningkatan risiko malformasi kongenital seiring dengan tingkatan gemuk/obes ibu sebelum hamil ( Persson 2017). Pola peningkatan massa lemak pada penelitian ini tampak lebih rapih dan konsisten pada maternal dengan IMT pra-hamil normal dibandingkan gemuk/obes. Gambar 11, hal 87. Regulasi massa lemak maternal melibatkan berbagai hormon determinan yang dihasilkan plasenta, dalam penelitian ini adalah hPL dan leptin. Aktifitas kedua hormon ini tidak terbatas hanya terhadap regulasi massa lemak akan tetapi menyangkut berbagai aspek penting pemeliharaan kehamilan yang lain seperti mekanisme imun dan pertumbuhan janin. Gangguan optimalisasi kedua hormon tersebut akan menginduksi berbagai kaskade adaptasi yang dalam beberapa keadaan dapat menjadi patologis. Terdapat indikasi tujuan pemeliharaan kehamilan 148

mulai diprogram oleh plasenta sejak awal kehamilan. Status metabolik maternal merupakan info penting bagi plasenta dalam regulasi hemostasis energi selama kehamilan dalam rangka melindungi dan memelihara buah kehamilan.

Fenotipe resistensi leptin berupa penurunan penggunaan energi tampak pada hasil studi ini. Dalam studi kami, intensitas penggunaan energi maternal berbanding terbalik dengan kadar leptin (p<0,05). (Tabel 11, hal.103). Studi di

Cina menunjukkan median penggunaan energi maternal pada setiap trimester kehamilan berkisar 129,5 – 153,5 METs.hr/week. (Zhang 2014).

Median intensitas penggunaan energi, tanpa memperhitungkan usia kehamilan, pada ibu hamil di Turki berkisar 209,7 – 225,4 METs.hr/week.

(Çırak 2015) Hasil-hasil tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dalam studi kami yakni 73,7 – 154,4 MET.hr/week. Tabel 5, hal.80.

Perbedaan intensitas penggunaan energi antara partisipan dalam studi kami dibandingkan dengan studi-studi di negara lain setidaknya terkait dengan dua hal yakni, perbedaan iklim dan sosiodemografi.

Intensitas penggunaan energi merupakan kinerja fisiologis termasuk adaptasi tubuh terhadap lingkungan di sekitarnya. Perbedaan iklim selayaknya diperhitungkan dalam menganalisis intensitas penggunaan energi manusia. ( Plasqui 2004 ) Tingkat metabolisme saat tidur di musim salju lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pada musim semi (p<0,01). ( Plasqui

2003 ) Indonesia termasuk dalam wilayah tropis yang memilik 2 musim, tanpa 149

memiliki rentang suhu yang ekstrim seperti yang dijumpai pada belahan dunia yang lain. Untuk mempertahankan suhu tubuh basal, energi yang diperlukan oleh individu yang tinggal di daerah tropis lebih kecil dibandingkan individu yang tinggal di wilayah bersalju. Studi yang dilakukan oleh Abreu-

Vieira et al (2015) menunjukkan bahwa suhu lingkungan memberikan efek sebesar 25% dalam penggunaan energi total. Keadaan-keadaan tersebut di atas, dapat menerangkan lebih rendahnya intensitas penggunaan energi pada ibu hamil dalam studi ini dibandingkan dengan studi-studi yang dilakukan di negara ber-salju.

Faktor sosio-demografi selayaknya dipertimbangkan dalam menganalisis intensitas penggunaan energi dalam kehamilan. Mayoritas partisipan dalam studi kami tinggal di area padat penduduk dan berpenghasilan rendah. Tidak tersedia lingkungan dan sarana bagi ibu hamil untuk melakukan aktifitas fisik, kecuali aktifitas di dalam rumah yang kecil.

Intensitas penggunaan energi ibu hamil di Etiopia lebih rendah secara signifikan dibandingkan negara-negara berpenghasilan rendah lainnya

(Hjorth 2012). Rendahnya intensitas penggunaan energi dalam kehamilan juga dilaporkan oleh sebuah studi yang dilakukan di sarana kesehatan primer di Sao Paolo (Brazil) ( Carvalhaes 2013).

150

8.02. Peningkatan Berat Badan Maternal Pada Rentang Usia

Kehamilan 24-30 minggu

Model regresi ini memberikan efek terhadap peningkatan berat badan rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu sebesar 10,8% ( R2 = 0,11%, hal.

106). Variabel efektor determinan adalah IMT pra hamil dan kadar hPL (

Tabel 18, hal. 1115). Pada maternal dengan IMT pra-hamil gemuk, peningkatan berat badan relatif stabil antar tingkatan kadar hPL usia kehamilan 24 minggu. Hal ini berbeda dengan maternak dengan IMT pra- hamil normal, peningkatan berat-badan relative stabil sampai kadar hPL usia hamil 24 minggu < 9 mg/L, kemudian rentang peningkatan berat-badan turun secara curam pada kadar hPL > 9 mg/L.

Variabel IMT-pra hamil bukan sebagai variabel efektor determinan dalam model regresi peningkatan massa lemak rentang usia 24 – 30 minggu.

Keadaan ini mengindikasikan, pada rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu,

IMT pra-hamil terutama memberi efek determinan terhadap peningkatan komponen non massa lemak maternal. Merujuk diagram oleh Pitkin,1976 , peningkatan berat badan maternal rentang usia kehamilan 24 – 30 minggu, selain komponen massa lemak maternal, terutama terkait dengan peningkatan volume darah ibu, uterus dan mammae, cairan extraselular dan fetus. (Gambar 2, hal.21 )

Pada hipertensi yang terinduksi kehamilan terdapat peningkatan permiabilitas kapiler dan redistribusi cairan extraselular plasma ke interstitial 151

(Brown 1989). Indeks massa tubuh (IMT) pra-hamil gemuk/obes merupakan faktor risiko terjadinya pre-eklampsia, disamping LGA dan makrosomia (

Hung 2016, Oostvogels 2017). Studi-studi tersebut di atas dan sejumlah studi-studi lainnya mengkonfirmasi peranan IMT pra-hamil terhadap peningkatan berat badan maternal yang terkait dengan peristiwa fisiologis dan patofisiologi dalam kehamilan.

H. Model Peningkatan Massa Lemak Maternal

Kehamilan Kehamilan Kehamilan 18 minggu 24 minggu 30 minggu

ML* 16,9 + 4,9 kg ML 18,9 + 4,7 kg ML 20,2 + 4,9 kg

1.hPL 1.hPL 7,4% 2.IMT pra-hamil 2.Leptin 8,9% 8 % 3.Penggunaan energi 3.Penggunaan energi 4.Asupan kalori 4.IMT pra-hamil 11 % 5.Leptin 5.Insulin 6.Asupan Kalori

*ML=massa lemak

152

Gambar 22. Model Efektor Peningkatan Massa Lemak (ML) Ibu Dalam

Kehamilan

Studi ini mengkonfirmasi mengenai adanya peningkatan lemak tubuh ibu dalam kehamilan. Gambar 22 menunjukkan bahwa 7,4% peningkatan lemak pada ibu dalam kehamilan 18-24 minggu, dipengaruhi oleh kadar hPL dan kemudian IMT pra-hamil. Terdapat indikasi peningkatan massa lemak pada usia kehamilan 24-30 minggu terutama dkendalikan oleh faktor hormonal yakni, kadar hPL dan leptin berkontribusi tinggi, 8,9 %. Dibandingkan dengan peningkatan massa lemak usia kehamilan 18-24 minggu, intensitas penggunaan energi, IMT pra-hamil, kadar insulin dan asupan kalori, secara bersama-sama, berkontribusi cukup berarti yakni 2,1%.

153

I. Model Peningkatan Berat Badan Maternal

Kehamilan 18 Kehamilan 24 Kehamilan 30 minggu minggu minggu

BB 57,1 + 9,2 kg BB 60,7 + 9,0 kg BB 62,9 + 9,0 kg

1.IMT pra hamil 1.IMT pra hamil 2.hPL 23% 2.hPL 9% 3.Penggunaan energi 3.Asupan Kalori 25 % 11 % 4.Leptin 4.Insulin 5.Asupan kalori 5.Penggunaan energi 6.Leptin

Gambar 23. Model Efektor Peningkatan Berat Badan (BB) Ibu Dalam

Kehamilan

Gambar 23 menunjukkan bahwa 25 % peningkatan berat badan pada

rentang usia kehamilan 18-24 minggu terkait dengan, secara berurutan

menurut besaran kontribusi, IMT pra-hamil, kadar hPL, intensitas

penggunaan energi, leptin dan asupan kalori. Indeks massa tubuh pra-hamil

dan kadar hPL berkontribusi paling tinggi yakni, secara bersama-sama, 23%.

Pada rentang usia kehamilan 24-30 minggu, pengaruh variabel -variabel ini, 154

termasuk kadar insulin 24 minggu, hanya berkisar 11 %. Indeks massa tubuh pra-hamil dan kadar hPL tetap merupakan variabel yang memiliki kontribusi paling tinggi, yakni 9%. Pola pengaruh variabel-variabel ini yang berkurang seiring dengan pertambahan usia kehamilan sesuai dengan perubahan komponen peningkatan berat badan ibu dalam kehamilan, yakni semakin bertambah usia kehamilan, proporsi komponen janin dalam peningkatan berat badan ibu akan semakin dominan. (Gambar 2, hal. 21, Rasmussen

2009)

C. Keterbatasan Dalam Penelitian

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, data berat badan pra- hamil dalam penelitian ini diperoleh melalui anamnesis atau berat badan aktual bila usia kehamilan kunjungan pertama adalah < 16 minggu. Hal tersebut dimasukkan sebagai keterbatasan dalam penelitian.

Penggunaan bioelectric impedance analysis (BIA) terhadap ibu hamil yang memiliki rasio cairan intraselular dan ekstraselular yang berubah-ubah serta bervariasi antar usia kehamilan. Pengukuran berulang pada usia kehamilan berbeda dan waktu pengukuran pkl 07.00 – 10.00 merupakan upaya memperbaiki keterbatasan.

Disamping itu, wawancara mengenai 24 hours food recall di lakukan di ruangan yang sama dengan kegiatan lain dari penelitian ( 5 x 4 m2), sehingga 155

dapat didengar oleh orang-orang di sekitar meja wawancara tersebut.

Mayoritas partisipan penelitian ini berasal dari golongan ekonomi rendah.

Umumnya ibu hamil tahu bahwa kehamilan memerlukan asupan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan sebelum hamil. Keadaan-keadaan ini dapat mempengaruhi ibu untuk mempertahankan self-pride sehingga risiko menyampaikan asupan nutrisi yang lebih tinggi dari sebenarnya, tidak dapat dihindari.

Kuesioner aktifitas fisik ibu hamil yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh Tim Ahli di School of Public Health and Health Science,

Massachusetts University. Terdapat poin-poin kegiatan yang tidak lazim dilakukan oleh ibu hamil di Indonesia. Hal ini akan mengurangi nilai total sehingga menurunkan besaran intensitas penggunaan energi maternal.

156

BAB VI

RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN

Ringkasan

1. Dalam kehamilan terjadi peningkatan massa lemak maternal yang

berkorelasi signifikan dengan usia kehamilan dan terjadi mengikuti fenotipe

resistensi leptin.

2. Tidak dijumpai perbedaan kadar hPL, kadar leptin dan rentang

peningkatan massa lemak yang signifikan antara maternal yang sebelum

hamil kurus, normal maupun gemuk, pada rerata usia kehamilan yang

sama.

3. Kadar hPL berkorelasi secara signifikan dan konsisten dengan kadar leptin

mulai usia kehamilan > 16 minggu.

4. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu dan IMT pra-hamil merupakan

efektor determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan

18-24 minggu.

5. Kadar hPL dan leptin usia kehamilan 24 minggu merupakan efektor

determinan peningkatan massa lemak maternal pada kehamilan 24-30

minggu. 157

6. Kadar hPL usia kehamilan 18 minggu, IMT pra hamil dan intensitas

penggunaan energi merupakan efektor determinan dalam berat badan

maternal pada kehamilan 18-24 minggu.

7. Kadar hPL usia kehamilan 24 minggu dan dan IMT pra hamil merupakan

efektor determinan dalam peningkatan berat badan maternal pada

kehamilan 24-30 minggu.

8. Human placental lactogen dan IMT pra-hamil merupakan efektor

determinan pada peningkatan massa lemak dan berat badan ibu selama

kehamilan.

Kesimpulan

Peningkatan massa lemak maternal merupakan target penting kinerja hemostasis energi dalam kehamilan, yang merupakan kejadian fisiologis dan endokrinologis, terjadi mengikuti fenotipe resistensi leptin serta memiliki rentang permisif batas bawah kecukupan kalori yang lebar. Human placental lactogen, disamping IMT pra-hamil, merupakan factor yang paling berpengaruh dalam peningkatan massa lemak dan berat badan ibu hamil.

Penambahan massa lemak yang lebih rendah pada kadar hPL yang lebih tinggi mengindikasikan, pada pertengahan awal kehamilan hPL berperan dalam penumpukkan massa lemak sedangkan pertengahan akhir kehamilan hPL berperan dalam lipolisis untuk menjamin kesinambungan substrat nutrisi janin. 158

Saran

Untuk mengembangkan dan mengkonfirmasi penelitian ini serta meningkatkan pelayanan kesehatan, disarankan:

1. Melakukan penelitian dengan disain serupa yang dimulai sejak sebelum

konsepsi, trimester 1, trimester 2 dan trimester 3.

2. Melakukan penelitian dengan disain serupa, dengan mengganti variabel

hPL dengan placental growth hormone.

3. Pengendalian berat badan perempuan usia reproduksi, sebelum hamil.

4. Peningkatan pelayanan promotif dan edukatif mengenai asupan nutrisi

yang bermutu dalam memelihara kehamilan dan buah kehamilan.

5. Mengadakan pusat pelayanan kesehatan tingkat primer dan sekunder,

sekaligus sebagai institut penelitian sehingga pelayanan dan penelitian

dapat dilakukan sekaligus dan optimal.

______

159

DAFTAR PUSTAKA

Abreu-Vieira G, Xiao C, Gavrilova O, Reitman ML. 2015. Integration of body

temperature into the analysis of energy expenditure in the mouse.

MOLECULAR METABOLISM ; 4: 461-470.

Aitchison RED, Clegg RA, Vernon RG. Lipolysis in rat adipocytes during

pregnancy and . The response to noradrenaline.

Biochem. J.(1982); 202: 243-247.

Ajala OM, Ogunro PS, Elusanmi GF, Ogunyemi OE, Bolarinde AA.2013

Changes in serum leptin during phases of menstrual cycle of fertile

women: relationship to age groups and fertility. Int J Endocrinol

Metab.; 11(1): 27-33.

Augustine RA, Grattan DR. 2008. Induction of central leptin resistance in

hyperphagic pseudopregnant rats by chronic prolactin infusion.

Endocrinology ; 149 : 1049-1055.

Augustine RA, Ladyman SR, Grattan DR. 2008. From feeding one to feeding

many : hormone-induced changes in bodyweight homeostasis

during pregnancy. J Physiol 582.2 : 387-397.

Barbour LA, McCurdy CE, Hernandez CE, Kirwan JP, Catalano PM,

Friedman JE. Cellular Mechanisms for in 160

Normal Pregnancy and Gestational. DIABETES CARE 2007; 30:

S112-S119.

Barker DJP. 1990. The fetal and infant origins of adult disease. The womb

may be more important than the home. BMJ; 301 :1111.

Belgardt BF, Bruning JC. 2010. CNS leptin and insulin action in the control of

energy hemostasis. Ann. N. Y. Acad.Sci 1212: 97-113.

Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L. Biochemistry, 5th ed. 2002. W H Freeman

and Company. New York .

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK22369/. Akses Oktober

2014.

Bispham J, Gardner DS, Gnanalingham MG, Stephenson T, Symonds ME,

Budge H. Maternal Nutritional Programming of Fetal Adipose

Tissue Development: Differential Effects on MessengerRibonucleic

Acid Abundance for Uncoupling and Peroxisome

Proliferator-Activated and Prolactin Receptors. Endocrinology

2005; 146(9):3943–3949.

Blomberg M . 2011. Maternal and Neonatal Outcomes Among Obese

Women With Weight Gain Below the New Institute of Medicine

Recommendations. Obstet Gynecol 2011;117:1065–70. 161

Bolander Jr FF, Hurley TW, Handwerger S, Fellows RE. Localization and

specificity of binding of subprimate placental lactogen in rabbit

tissues. Proc. NatI. Acad. Sci. 1976; 73 (8): 2932-2935.

Boqué N, Campión J, Paternain L, et al. Influence of dietary macronutrient

composition on adiposity and cellularity of different fat depots in

Wistar rats. J Physiol Biochem 2009: 65 (4) : c1 – c10.

Borengasser SJ, Kang P, Faseke J, et al. 2014. High fat diet and in utero

exposure to maternal obesity disrupts circadian rhytm and leads to

metabolic programming of in rat offspring. Plos ONE ;

9(1):e84209. 13 halaman.

Bousquet-Mélou A, Muñoz C, Galitzky J, Berlan M, Lafontan M. 1999.

Pregnancy modifies the α2-β-adrenergic receptor functional

balance in rabbit fat cells. J. Lipid Res. ; 40: 267–274.

Bray GA, Smith SR, de Jonge L, et al. Effect of Dietary Protein Content on

Weight Gain, Energy Expenditure, and Body Composition During

Overeating: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2012 : 307(1) ;

47-55.

Brelje TC, Scharp DW, Lacy PE. 1993. Effects of homologous placental

lactogen, prolactins, and growth on islet B-cell division

and insulin secretion in rat, mouse and human islets: implication for 162

placental lactogen regulation of islet function during pregnancy.

Endocrinology; 132: 879-887.

Bridges RS, Robertson MC, Shiu RPC, Friesen HG, Stuer AM, Mann PE.

Endcorine communication between conceptus and mother :

placental lactogen stimulation of maternal behavior.

Neuroendocrinology 1996; 64: 57-64.

Brooks CL. 2012. Molecular mechanisms of prolactin and its receptor. Endocr

Rev., 33(4), pp. 504-525.

Brown MA, Zammit VC, Lowe SA. 1989. Capillary permeability and

extracellular fluid volumes in pregnancy-induced hypertension. Clin

Sci (Lond). ; 77(6): 599-604.

Butte NF, Wong WW, Treuth MS, Ellis KJ, Smith EOB. 2004. Energy

requirements during pregnancy based on total energy expenditure

and energy deposition. Am J Clin Nutr ; 79 : 1078 – 87.

Butte NF. Carbohydrate and lipid metabolism in pregnancy: normal compared

with mellitus. Am J Clin Nutr

2000;71(suppl):1256S–61S.

Calvert JW, Lefer DJ, Gundewar S, Poston L, Coetzee WA. 2009.

Developmental programming resulting from maternal obesity: 163

effects on myocardial ischemia/reperfusion injury. Exp Physiol ;

94(7): 805-814.

Carter AM. Evolution of placental function in mammals: the molecular basis of

gas and nutrient transfer, hormone secretion, and immune

responses. Physiol Rev 2012; 92: 1543–1576.

Carvalhaes MABL, Martiniano ACA, Malta MB, Takito MY, Benício MHD.

2013. Physical activity in pregnant women receiving care in

primary health care units. Rev Saúde Pública ;47(5):1-10.

Cinti S. 2009. Transdifferentiation properties of adipocytes in the adipose

organ. Am J Physiol Endocrinol Metab 297: E977-E986.

Cinti S. 2012. The adipose organ at glance. Disease Models & Mechanisms;

5: 588-594.

Çırak Y, Yılmaz GD, Demir YP, Dalkılınç M, Yaman SJ. 2015. Pregnancy

physical activity questionnaire (PPAQ): reliability and validity of

Turkish version. Phys Ther Sci.; 27(12): 3703–3709.

Costa MA. The endocrine function of human placenta: an overview.

Reproductive BioMedicine Online. 2016; 32, 14–43.

Edlow AG, N. E., 2014. Endocrine diseases of pregnancy. In: B. R. Strauss III

JF, ed. Yen&Jaffe’s reproductive endocrinology; physiology, 164

pathophysiology and clinical management. Philadelphia: Elsevier

Saunders, pp. 604-650.

Faas MM, Melgert BN, de Vos P. 2010. A Brief Review on How Pregnancy

and Sex Hormones Interfere with Taste and Food Intake. Chem.

Percept. ; 3:51–56.

Fernandez-Feijoo CD, Carrasco Carrasco C, Francisco NV, Romero JC,

Lorenzo JRF, Jimenez-Chillaron JC, Camprubi M. Influence of

catch up growth on spatial learning and memory in a mouse model

of intrauterine growth restriction. PLoS ONE 2017; 12(5):

e0177468.

Field CJ, Angel A, MD, Clandinin MT. 1985. Relationship of diet to the fatty

acid composition of human adipose tissue structural and stored

lipids. Am J Clin Nutr.; 42 : 1206-1220.

Fielder PJ, Talamantes F. The Lipolytic Effects of Mouse Placental Lactogen

II, Mouse Prolactin, and Mouse Growth Hormone on Adipose

Tissue from Virgin and Pregnant Mice. Endocrinology 1987; 121:

493-497.

Fleenor D, Arumugam R, Freemark M. Growth Hormone and Prolactin

Receptors in Adipogenesis: STAT-5 Activation, Suppressors of 165

Cytokine Signaling, and Regulation of Insulin-Like Growth Factor I.

Horm Res 2006;66:101–110.

Franco JG, Fernandes TP, Rocha CPD, et al. 2012. Maternal high fat diet

induces obesity and adrenal and dysfunction in male rat

offspring at weaning. J Physiol; 590(21): 5503-5518.

Freemark M, Comer M, Korner G, Handwerger S. 1987. A Unique Placental

Lactogen Receptor: Implications for Fetal Growth. Endocrinology;

120: 1865- 1872.

Freemark M. 2010. Placental hormones and the control of fetal growth. J Clin

Endocrinol Metab ; 95(5) : 2054-2057.

Friedman JM, Halaas JL. 1998. Leptin and the regulation of body weight in

mammals. Nature ; 395 : 763 – 770.

Friedman JM, Halaas JL. 1998. Leptin and the regulation of body weight in

mammals. Nature ; 395 : 763 – 770.

Friedman JM. 2011. Leptin and regulation of body weight. Keio J Med ; 60:

1-9.

Friis CM, Qvigstad E, Roland MCP. 2013. Newborn body fat : associations

with maternal metabolic ctate and placental size. Plos one ; 8(2) : e

57467 ( 7 halaman) 166

Frisch RE, Revelle R. Height and Weight at Menarche and a Hypothesis of

Menarche. Archives of Disease in Childhood, 1971, 46, 695-701.

Gambino YP, Maymo JL, Perez AP, Calvo JC, Sanchez-Margalet V, Varone

CL. Molecular mechanism underlying estrogen functions in

trophoblastic cells- focus on leptin expression. Trophoblast

Research 2012 ;26:S63-70.

Garcia-Garcia RM. 2012. Integrative control of energy balance and

reproduction in females. ISRN Veterinary Science 2012 : 1-13.

Gernand AD, Christian P, Schulze KJ, et al. 2012. Maternal nutritional status

in early pregnancy is associated with body water and plasma

volume changes in a pregnancy cohort in rural Bangladesh. J.

Nutr. ; 142 : 1109 – 1115.

Gibson KS, Waters TP, Catalano PM. 2012. Maternal weight gain in women

who develop gestasional diabetes mellitus.

Obstetric&Gynecology;119(3): 560-565.

Grattan D. 2011. A mother’s brain knows. Neuro-endocrinology briefings 38.

www.neuroendo.org.uk. Akses Oktober 2013.

Grattan DR, Steyn FJ, Kokay IC, Anderson GM, Bunn SJ. Pregnancy-induced

adaptation in the neuroendocrine control of prolactin secretion.

Journal of Neuroendocrinology 2008 ; 20: 497-507. 167

Grattan, D., 2002. Behavioural significance of prolactin signalling in the

central nervous system during pregnancy and lactation.

Reproduction;123: 497-506.

Gupta A, Srinivasan M, Thamadilok S, Patel M. 2009. Hypothalamic

alterations in foetuses of high fat died-fed obese female rats.

Journal of Endocrinology;200:293-300.

Haig D. 2008. Placental Growth Hormone-Related Proteins and Prolactin-

Related ProteinsTrophoblast Research ; 22 : S36-S41.

Handwerger S, Richards RG, Myers SE. 1994. Novel regulation of synthesis

and release of human placental lactogen by high density

lipoproteins. Trophoblast Research; 8 : 339-354.

Handwerger S. 1991. Clinical counterpoint : the physiology of placental

lactogen in human pregnancy. Endocrine Reviews ;12 (4): 329-

336.

Haugen F, Drevon CA. 2007. The interplay between nutrients and the

adipose tissue. Proceedings of the Nutrition Society ; 66 : 171-182.

Herrera E, Lasuncion MA, Palacin M, Zorzano A, Bonet B. 1991. Intermediary

metabolism in pregnancy. Diabetes; 40: 83-88. 168

Hinkle SN, Sharma AJ, Swan DW, Schieve LA, Ramakrishnan U, Stein AD .

2012. Excess Gestational Weight Gain Is Associated with Child

Adiposity among Mothers with Normal and Overweight

Prepregnancy Weight Status. J. Nutr.; 142: 1851–1858.

Hjorth MF, Kloster S,Girma T, Faurholt-Jepsen D, Andersen G, Kæstel P,

Brage S, Friis H. 2012. Level and intensity of objectively assessed

physical activity among pregnant women from urban Ethiopia.

BMC Pregnancy and Childbirth; 12: 154 (8 pages)

Hoshina M, Boothby M, Boime I. 1982. Cytological localization of chorionic

gonadotropin and placental lactogen mRNAs during development

of the human placenta.. J Cell Biol ; 93 : 190-198.

Huang C, Snider F, Cross JC. 2009. is required for normal

homeostasis and modulation of beta cell mass during

pregnancy. Endocrinology ; 150: 1618-1626.

Hung TH, Hsieh TT. 2016. Pre-gestational body mass index, gestational

weight gain, and risks for adverse pregnancy outcomes among

Taiwanese women: A retrospective cohort study. Taiwanese

Journal of Obstetrics & Gynecology ; 55 : 575e581. 169

Innes KE, Byers TE, Marshall JA, Baron A, Orleans M, Hamman RF., 2002.

Association of a women’s own birth weight with subsequent risk for

gestasional diabetes. JAMA, Volume 287, pp. 2534-2541.

Jianping Y, McGuinness OP Inflammation during obesity is not all bad:

evidence from animal and human studies. Am J Physiol Endocrinol

Metab 2012 ; 304: E466-477.

Kalhan SC. 2000. Protein metabolism in pregnancy. Am J Clin Nutr ; 71

(suppl) : 1249S-55S.

Kandou, G., 2009. Makanan Etnik Minahasa dan Kejadian Penyakit Jantung

Koroner. KESMAS Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,

Volume 4(1), pp. 42-48.

Karlsson F, Tremaroli V, Nielsen J, Bäckhed F., 2013. Assessing the Human

Gut Microbiota in Metabolic Diseases. Diabetes, Volume 62, pp.

3341-3349.

Katz AI, Lindheimer MD, Miako AE, Rubenstein AH. Peripheral Metabolism of

Insulin, Proinsulin, and C-Peptide in the Pregnant Rat . The

Jouirnal of Clinical Investigation 1975; 56: 1608-1614.

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Panduan gizi ibu hamil dan

pengembangan makanan ibu hamil berbasis pangan lokal. 170

Kim KH, Kim YJ, Lee S, et al. Evaluation of plasma leptin levels & BMI as

predictor of postpartum weight retention . Indian J Med Res 2008;

128: 595-600.

King JC, Butte NF, Bronstein MN, Kopp LE, Lindquist SA. 1994. Energy

metabolism during pregnancy: influence of maternal energy status.

Am J Clin Nutr ; 59(suppl):439S-45S.

Knight ZA, Hannan KS, Greenberg ML, Friedman JM, 2010. Hiperleptinemia

is required for the development of leptin resistance. PLoS ONE,

5(6), p. e11376.

Kominiarek MA, Seligman NS, Dolin C. 2013. Gestational weight gain and

obesity: is 20 pounds too much?. American Journal of Obstetrics &

Gynecology ; 209 (3) : 214.e1-214.e11.

Kubota N, Terauchi Y, Miki H. 1999. PPARg Mediates High-Fat Diet–Induced

Adipocyte Hypertrophy and Insulin Resistance. Molecular Cell ; 4 :

597–609.

Kurniati AM, Sunardi D, Sungkar A, Bardosono S, Kartinah NT. Associations

of maternal body composition and nutritional intake with fat content

of Indonesian mothers’ breast milk. Paediatrica Indonesiana 2016;

56(5): 298-304. 171

Lacasa D, Liepvre XL, Ferre P, Dugail I. 2001. stimulates

adipocyte determination and differentiation 1/sterol regulatory

element-binding protein 1c gene expression. The Journal of

Biological Chemistry ; 276 (15) : 11512–11516.

Ladyman SR, Augustine RA, Grattan DR. 2010. Hormone interactions

regulating energy balance during pregnancy. J Neuroendocrinol

22 : 805-817.

Ladyman SR, Fieldwick DM, Grattan DR. 2012. Suppression of leptin-induced

hypothalamic JAK/STAT signalling and feeding response during

pregnancy in the mouse. Reproduction 144 : 83-90.

Ladyman SR, Grattan DR. 2013. JAK-STAT and feeding. JAK-STAT 2:2,

e23675 ; April/May/June.

Ladyman SR, Grattan DR., 2004. Region-Specific Reduction in Leptin-

Induced Phosphorylation of Signal Transducer and Activator of

Transcription-3 (STAT3) in the Rat Hypothalamus Is Associated

with Leptin Resistance during Pregnancy. Endocrinology, Volume

145, pp. 3704-3711.

Lagiou P, Tamimi RM, Mucci LA, et al., 2004. Diet during pregnancy in

relation to maternal weight gain and birth size. European Journal of

Clinical Nutrition, Volume 58, pp. 231-237. 172

Lan-Pidhainy X, Nohr EA, Rasmussen KM., 2013. Comparison of gestational

weight gain–related pregnancy outcomes in American primiparous

and multiparous women. Am J Clin Nutr, Volume 97, pp. 1100-

1106.

Lappas M, Yee K, Permezel M, Rice GE. 2005. Release and regulation of

leptin, and from human placenta, fetal

membranes, and maternal adip ose tissue and skeletal muscle

from normal and gestational diabetes mellitus-complicated

. Journal of Endocrinology ; 186 : 457–465

Le JA, Wilson HM, Shehu A, Sangeeta D, Aguilar T, Gibori G., 2011.

Prolactin activation of the long form ot its cognace receptor causes

increased visceral fat and obesity in male as shown in transgenic

mice expressing only this receptor subtype. Horm Metab Re,

43(13), pp. 931-937.

Lee MJ, Fried SK., 2009. Integration of hormonal and nutrient signals that

regulate leptin synthesis and secretion. Am J Physiol Endocrin ol

Metab, Volume 296, pp. E1230-E1238.

Lewandowski K, Horn R, O’Callaghan CJ, et al., 1999. Free leptin, bound

leptin, and soluble in normal an diabetic

pregnancies. J Clin Endocrinol Metab, Volume 84, pp. 300-306. 173

Linnemann K, Malek A, Sager R, Blum WF, Schneider H, Fusch C, 2000.

Leptin Production and Release in the Dually in Vitro Perfused

Human Placenta. J Clin Endocrinol Metab 85: 4298–4301.

Ludwig DS, Rouse HL, Currie J. 2013. Pregnancy weight gain and childhood

body weight : within-family comparison. Plos Medicine;10.

e1001521. 9 pages.

Lukaski HC, Siders WA, Nielsen EJ, Hall CB. 1994. Total body water in

pregnancy: assesement by using bioelectrical impedance. Am J

Clin Nutr ; 59 : 578-85.

Mahmud MK, Hermana, Zulfianto NA, Rozanna R, Apriyantono, Ngadiarti I,

Hartati B, Bernadus, Tinexcelly, 2009. Tabel komposisi pangan

Indonesia (TKPI). 2nd ed. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Mardinoglu A ,Agren R ,Kampf C, Asplund A, Nookaew I, Jacobson P,

Walley AJ, Froguel P, Carlsson LM, Uhlen M, Nielsen J. 2013.

Integration of clinical data with a genome-scale metabolic model of

the human adipocyte. Molecular Systems Biology 9:649 .

doi:10.1038/msb.2013.5.

Mangurian LP, Lewis R, Walsh RJ. Placental lactogen binding sites in the

pregnant rabbit choroid plexus. J. Anat. 1994; 184: 425-428. 174

Mannik J, Vaas P, Rull K, et al. 2010 .Diffrential expression profile of growth

hormone chorionic somatomammatropin genes in placenta of small

and large gestasional age newborns. J Clin Endocrinol Metab ; 95:

2433-2442.

Mantzoros CS, Mgkos F, Brinkoetter M, et al. 2011. Leptin in human

physiology and pathophysiology. Am J Physiol Endocrinol Metab

;301 : E 567-E584.

Margetic S, Gazzola C, Pegg GG, Hill RA. 2002. Leptin : a review of its

peripheral actions and interactions. International Journal of Obesity

; 26 : 1407-1433.

Martin CL, Sotres-Alvarez, Siega-Ri AM. Maternal Dietary Patterns during the

Second Trimester Are Associated with Preterm Birth. J. Nutr. 2015;

145 (8): 1857-1864

McCartney CR, Marshall JC. Neuroendocrinology of reproduction. In: Straus

III JF, Barbieri RL (Eds). Yen & Jaffe’s reproductive endocrinology:

physiology, pathophysiology, and clinical management. 7th ed.

Elsevier Saunders. Philadelphia. 2014.pp 3 – 26 .

Moore VM, Davies MJ, Willson KJ, Worsley A, Robinson JS. Dietary

composition of pregnant women is related to size of the baby at

birth. J Nutr. 2004;134:1820–1826. 175

Morrish DW, Marusyk H, Bhardwa D., 1988. Ultrastructural localization of

human placental lactogen in distinctive granules in human term

placenta: comparison with granules containing human chorinic

gonadotropin. The Journal of Histochemistry and Cytochemistry,

35(2), pp. 193-197.

Nagaishi VS, Cardinali LI, Zampieru TT. Furigo IC, Metzger M, Donato J.

Possible Crosstalk Between Leptin and Prolactin During

Pregnancy. Neuroscience 259 (2014) 71–83.

Oostvogels AJJM, Busschers WB, Spierings EJM, Roseboom TJ, Gademan

MGJ, Vrijkotte TGM. 2017. Pre-pregnancy weight status, early

pregnancy lipid profile and blood pressure course during

pregnancy: The ABCD study. PLoS One ; 19;12(5):e0177554.

Ota E, Harunna M, Suzuki M, et al., 2011. Maternal body mass index and

gestational weight gain and their association with perinatal

outcomes in Viet Nam. Bulletin of the World Health Organization,

Volume 89, pp. 127-136.

Ouyang F, Parker M, Cerda S, Pearson C, et al. 2013. Placental weight

mediates the effects of prenatal factors on fetal growth: the extent

differs by preterm status. Obesity (Silver Spring) ; 21(3) doi:

10.1002/oby.20254. ( 21 pages) 176

Papper Z, Jameson NM, Romero R. 2009. Ancient origin of placental

expression in the growth hormone genes of anthropoid primates.

PNAS ; 106 (40) : 17083–17088.

Persson M, Cnattingius S, Villamor E, Söderling J, Pasternak B, Stephansson

O, Neovius M. Risk of major congenital malformations in relation to

maternal overweight and obesity severity: cohort study of 1.2

million singletons. BMJ 2017;357:j2563

Plasqui G, Kester ADM, Westerterp KR. 2003. Seasonal variation in sleeping

metabolic rate, thyroid activity, and leptin. Am J Physiol Endocrinol

Metab ; 285: E338–E343.

Plasqui G, Westerterp KR. 2004. Seasonal Variation in Total Energy

Expenditure and Physical Activity in Dutch Young Adults.

OBESITY RESEARCH ;12 (14): 688-694.

Portal Data, Statistik Indonesia. akses November 2013.

Poston L, Harthoorn LF, Van der Beek EM., 2011. On behalf of contributors

to the ILSI Europe workshop. Obesity in Pregnancy: Implications

for the Mother and Lifelong Health of the Child.. A Consensus

StatementPediatr Res, Volume 69, pp. 175-180.

Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing

countries. Paediatr Int Child Health. 2014; 34(4): 250–265. 177

Quintela AF, Churruca I, Portillo P., 2007. The role of dietary fat in adipose

tissue metabolism. Public Health Nutrition, 10(10A), pp. 1124-

1131.

Rasmussen KM, Yaktine AL.2009. Weight Gain During Pregnancy:

Reexamining the Guidelines. The National Academies Press.

Washington.

Ravelich SR, Shelling AN, Ramachandran A, Reddy S, Keelan JA, Wells DN,

Peterson AJ, Lee RSF, Breier BH. Altered Placental Lactogen and

Leptin Expression in Placentomes from Bovine Nuclear Transfer

Pregnancies. BIOLOGY OF REPRODUCTION 2004; 71: 1862–

1869.

Rayis DA, Abbaker AO, Salih Y, Diab TE, Adam I., 2010. Epidemiology of

underweight and overweight-obesity among term pregnant

Sudanese women. BMC Research Notes, Volume 3, pp. 327-332.

Remmers F, van der Waal-Delemare HA., 2011. Developmental programming

of energy balance and its hypothalamic regulation. Endocrine

Reviews, Volume 32, pp. 272-311.

Resi V, Basu S, Haghiac M, Presley L, Minium J, Kaufman B, Bernard

S,Catalano P, Hauguel-de Mouzon S. Molecular inflammation and

adipose tissue matrix remodeling precede physiological 178

adaptations to pregnancy. Am J Physiol Endocrinol Metab 303:

E832–E840, 2012.

Riskesdas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI. 2010.

Riskesdas, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI., 2013.

Rosen ED, Spiegelman BM., 2006. Adipocytes as regulators of energy

balance and glucose homeostasis. Nature, 444(7121), pp. 847-

853.

Rozlan N, Hajati, Abas, et al., 2012. The association of gestasional weight

gain and the effect of pregnancy outcome defined by BMI group

among women delivered in HKL Malaysia : a retrospective study.

Asian Journal of Clinical Nutrition, 4(4), pp. 160-167.

Rygaard K, Revol A, Esquivel-Escobedo D, Beck BL, Barrera-Saldana HA.

Absence of human placental lactogen and placental growth

hormone (HGH-V) during pregnancy: PCR analysis of the deletion·

Hum Genet 1998;102 : 87–92

Santos PC, Abreu S, Moreira C, Santos R, Ferreira M, Alves O, Moreira P,

Mota J. Physical Activity Patterns During Pregnancy in a Sample of 179

Portuguese Women: A Longitudinal Prospective Study Iran Red

Crescent Med J. 2016 Mar; 18(3): e22455

Schneider JE, Klingerman CM, Abdulhay A. 2012 Sense and non sense in

metablic control of reproduction. Frontiers in endocrinology ; 3 : 1-

21.

Schulz LC, Widmaier EP. Leptin Receptors. In : Castracane VD, Henson MC,

(Eds). Leptin. XV. 2007. 371 p. ISBN 978-0-387-31415-0. Page

11-21.

Sohlstrom A, Forsum E. 1995. Changes in adipose tissue vilume and

distribution during reproduction in Swedish women as assessed by

magnetic resonance imaging. Am J Clin Nutr ; 61 : 287=95.

Spiegelman BM, Flier JS. 2001. Obesity and the regulation of energy

balance. Cell ; 104: 531-543.

Statistik Indonesia .( http://www.datastatistik

indonesia.com/portal/index.php?option=com_tabel&kat=4&idtabel=

121&Itemid=166 ) akses November 2013

Thangaratinam S, Rogozinska E, Jolly K., 2012. Interventions to reduce or

prevent obesity in pregnant women:a systematic review.. Health

Technology Assessment, 16(31), pp. 1-187. 180

Trujillo ML, Spuch C, Carro E, Senaris R., 2011. Hyperphagia and central

mechanisms for leptin resistance during pregnancy.

Endocrinology, Volume 152, pp. 1355-1365.

Tups A., 2009. Physiological Models of Leptin Resistance. Journal of

Neuroendocrinology, Volume 21, pp. 961-971.

U.S. Department of Health and Human Services, 2008. Physical Activity

Guidelines for Americans Be Active, Healthy, and Happy

www.health.gov/paguidelines. Akses 1 Oktober 2014.

Unicef. Measuring MUAC. Mini-lesson 3.1.3.

http://www.unicef.org/nutrition/training/3.1.3/1.html. diakses 27

Desember 2014.

Urreta I, Oyanguren Castanon S. Tobacco as biofactory for biologically active

hPL production: a human hormone with potential applications in

type-1 diabetes. Transgenic Res 2011; 20:721–733

Vaag A.A, Grunnet LG, Arora GP, Brons C., 2012. The thrifty phenotype

hypothesis revisited. Diabetologia, Volume 55, pp. 2085-2088.

Vadacca M, PE Margiotta DPE, Navarini L, Afeltra A. Leptin in immuno-

rheumatological diseases. Cellular & Molecular Immunology

2011;8 : 203–212. 181

Vakili H, Jin Y, Menticoglou S, Cattini PA., 2013. CCAAT-enhancer-binding

Protein (C/EBP ) and Downstream Human Placental Growth

Hormone Genes Are Targets for Dysregulation in Pregnancies

Complicated by Maternal Obesity. THE JOURNAL OF

BIOLOGICAL CHEMISTRY, 288(31), p. 22849–22861.

Valensise H, Barbara Vasapollo B, Gian Paolo Novelli GP, et al. 2004. Total

body water estimation and maternal cardiac systolic function

assessment in normal and gestational hypertensive pregnant

women. Med Sci Monit, ; 10(1): CR2-CR6.

Van der Wijden CL, van der Waal- Delemare HA, van Mechelen W, van

Poppel MNM. 2013. The concurrent validity between leptin, BMI

and akin folds during pregnancy and the year after. Nutrition &

Diabetes ;3 : e86 ( 6 pages).

Van Raaij JMA, Peek MEM, Vermaat-Miedema SH, Schonk CM, Hautvast

JGAJ . 1987. New equations for estimating fat mass in pregnancy

from body density or total body water. Am J Clin Nutr ; 48 : 24-9.

Veena SR, Krishnaveni GV, Wills AK, Hill JC, Fall CH. 2009. BMC Pediatrics ;

9:16. Doi 10.1186/1471-243-9-16. 11 pages.

Viengchareun S, Servel N, Fe`ve B, Freemark M, Lombe`s M, et al (2008)

Prolactin Receptor Signaling Is Essential for Perinatal Brown 182

Adipocyte Function: A Role for Insulin-like Growth Factor-2. PLoS

ONE 3(2): e1535. doi:10.1371/journal.pone.0001535

Wallace JM, Horgan GW, Bhattacharya S.2012. Placental weight and

efficiency in relation to maternal body mass index and the risk of

pregnancy complications in women delivering singleton babies.

Placenta ; 33 : 611-618.

White UA, Coulter AA, Miles TK, Stephens JM. The STAT5A-Mediated

Induction of Pyruvate Dehydrogenase Kinase 4 Expression by

Prolactin or Growth Hormone in Adipocytes.

Diabetes 2007; 56(6): 1623-1629.

Williams C, Coltart TM. Adipose tissue metabolism in pregnancy: the lipolytic

effect of human placental lactogen. British Journal of Obstetrics

and Gynaecology 1978; 85: 43-46.

Yi CX, Tschop MH., 2012. Brain–gut–adipose-tissue communication

pathways at a glance. Disease Models & Mechanisms, Volume 5,

pp. 583-587.

Zeng W, Pirzgalska RM, Pereira MMA, Kubasova N, Barateiro A, Seixas E,

Lu YH, Kozlova A, Voss H, Martins GG, Friedman JM, Domingos

AI. 2015. Sympathetic Neuro-adipose Connections Mediate

Leptin-Driven Lipolysis. Cell; 163 : 84–94. 183

Zhang Y, Proenca R, Maffei M, Barone M, Leopold L, Friedman JM.1994

Positional cloning of the mouse obese gene and its human

homologue. Nature; 372: 425-432.

Zhang Y,Dong S,Zuo J, Xiangqin Hu X,Zhang H,Zhao Y. 2014. Physical

Activity Level of Urban Pregnant Women in Tianjin, China: A

Cross-Sectional Study. PLoS ONE; 9(10): e109624.

doi:10.1371/journal.pone.0109624.

Zuo H, Shi Z, Yuan B, Dai Y, Wu G, Husain A. 2013. Association between

Serum Leptin Concentrations and Insulin Resistance: A

Population-Based Study from China. PLoS ONE 8(1): e54615.

doi:10.1371/journal.pone.0054615.

______