Editor: Dr DwiAlia,M.Pd. Purwati,M.Pd. Seminar Nasional BUKU PROSIDING U P I K A M P U S T A S I K M A L A Y A

.LutfiNur

ISBN:978-60251054-7-0

,M.Pd. Webinar Nasional Pendidikan Dasar “PERGESERAN PARADIGMA & NILAI PENDIDIKAN :

Webinar Nasional Pendidikan Dasar KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

TASIKMALAYA,05AGUSTUS2020 Editor:

KAJIAN KRITIS TERHADAP

“PERGESERAN P Dr.LutfiNur,M.Pd. DwiAlia,M.Pd.

T

ASIKMALA Purwati,M.Pd.

ARADIGMA

KENORMALAN BARU”

Y

P

A,05AGUSTUS2020

AUD DAN SD P

& NILAI PENDIDIKAN :

ADA

MASA

jaaj.

Seminar Nasional U P I K A M P U S T A S I K M A L A Y A

UNIVERSITASPENDIDIKAN

Seminar Nasional U P I K A M P U S T A S I K M A L A Y A KAMPUSTASIKMALAYA

PROSIDING WEBINAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR

“PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU”

Tasikmalaya, 05 Agustus 2020

Editor : Dr. Lutfi Nur, M.Pd. Dwi Alia, M.Pd. Purwati, M.Pd.

Penerbit Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

i

PROSIDING WEBINAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU Tasikmalaya, 05 Agustus 2020

Susunan Panitia: Penanggung Jawab : Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. Pengarah : 1. Dr. Heri Yusuf Muslihin, M.Pd. (Wakil Direktur ) 2. Dr. Dian Indihadi, M.Pd. (Ketua Program Studi PGSD) 3. Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd. (Ketua Program Studi PGPAUD) Ketua : Dwi Alia, M.Pd. Sekretaris : Dr. Lutfi Nur, M.Pd. Bendahara : Qonita, M.Pd. Divisi Kesekretariatan : 1. Agnestasia Ramadhani Putri, S.Pd., M.Pd. 2. Nuraly Masum Aprily, S.Pd., M.Pd. 3. Purwati, S.Pd., M.Pd. Divisi Acara : Dr. H. Elan, M.Pd. Pembawa Acara : Aini Loita, M.Pd. Moderator (Plenary) : Dr. Ghullam Hamdu, M.Pd. Moderator (Paralel) : Ika Fitri Apriani, M.Pd. Web Admin Server : 1. Riki Nuryadin, S.Pd. 2. Oding Herdiana, M.Pd. Staf Pendukung : 1. Yusman Mulyadin, S.P. 2. Lusi Astuti, S.Pd. Tim Review Artikel : 1. Dr. Ghullam Hamdu, M.Pd. 2. Dr. H. Elan, M.Pd. 3. Dr. Lutfi Nur, M.Pd. 4. Seni Apriliya, M.Pd. 5. Resa Respati, M.Pd. Editor : 1. Dr. Lutfi Nur, M.Pd. 2. Dwi Alia, M.Pd. 3. Purwati, M.Pd. Setting & Layout : Elis Solihati, S.Pd. Desain Cover : Yusman Mulyadin, S.P. ISBN : 978-60251054-7-0

ii

Penerbit : Program Studi PGSD UPI Kampus Tasikmalaya Jalan Dadaha No. 18, Kec. Tawang, Kota Tasikmalaya. Telp/Fax: (0265) 331860 / (0265) 331860 Homepage: http://pgsd-tasikmalaya.upi.edu/ Email: [email protected]

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 72: 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya “Prosiding Webinar Nasional” ini dapat diterbitkan. Prosiding ini merupakan hasil Webinar Nasional PGSD & PGPAUD dengan tema “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” yang dilaksanakan melalui Zoom Meeting Room dan sesi pemakalahan berbasis instagram, tanggal 5 Agustus 2020. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada keynote speakers berikut : 1. Dr. Widya Karmila Sari Ahmad, M.Pd. (Ketua Asosiasi PGSD Indonesia) 2. Dr. Irma Yuliantina, M.Pd. (Ketua Asosiasi PGPAUD Indonesia) 3. Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd (Direktur UPI Tasikmalaya)

Kami mengucapkan terima kasih kepada pemakalah-pemakalah penunjang yang telah berpartisipasi aktif dan meluangkan waktunya untuk menulis, menghadiri, dan mempresentasikan makalahnya. Kepada pihak Kementerian Riset dan Teknologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Civitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmaaya serta para sponsor yang telah mendukung acara ini dan semua pihak yang telah berperan aktif dalam kepanitian sehingga terselenggaranya Webinar ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga apa yang kita kerjakan dan hasilkan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin Ya Robbal’aalamiin.

Tasikmalaya, September 2020 Direktur UPI Kampus Tasikmalaya,

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 196005011986031004

iv

CATATAN PEMBUKA

Saya mengucapkan selamat datang kepada seluruh delegasi dan para tamu undangan pada Webinar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini UPI Kampus Tasikmalaya. UPI Kampus Tasikmalaya mempersembahkan Webinar Nasional Pendidikan Dasar yang berfokus pada PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU. Kami berharap acara ini dapat menjadi forum diskusi tentang isu terkini di ranah pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini secara meluas dan juga mengantarkan peserta pada pemahaman mendalam. Hal-hal tersebut menggiring kami untuk memfasilitasi masyarakat yang memiliki konsentrasi yang sama dalam mengembangkan dan meningkatkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Dasar khususnya di Indonesia. Kami sungguh bahagia acara ini dihadiri oleh para akademisi, praktisi, mahasiswa, organisasi Pendidik Anak Usia Dini dari berbagai Provinsi di Indonesia. Kami ingin sekali memberikan penghargaan tertinggi untuk seluruh pembicara, pemakalah pararel, dan seluruh peserta untuk kesediaannya berbagi ide dan penelitian terbaru pada Webinar ini. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kami haturkan kepada Direktur, Wakil Direktur. Ketua Program Studi S1 PGSD, Ketua Program Studi S1 PGPAUD, dan seluruh panitia serta pihak lain yang telah menyukseskan Webinar Nasional Pendidikan Dasar di UPI Kampus Tasikmalaya.

Semoga Allah swt. memberkahi kerja keras kita semua aamiin.

Ketua Pelaksana Webinar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya

Dwi Alia, M.Pd.

v

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ...... i Susunan Panitia ...... ii Pengantar Direktur Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya ...... iv Pengantar Ketua Pelaksana Webinar Nasional ...... v Daftar isi ...... vi

No Judul Halaman 1 Pengembangan Soal Tes Berpikir Kreatif dengan Menggunakan Analisis Rasch pada 1-6 pembelajaran STEM di Sekolah Dasar Ainun Nurul Syadiah, Ghullam Hamdu, Karlimah 2 Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional Colok Gembrung Khas Ciamis 7-12 Sebagai Bahan Ajar Membaca Di Kelas Tinggi Sekolah Dasar Hestika Asri Rahmi, Aan Kusdiana,dan Oyon Haki Pranata 3 Pengembangan Media Komik Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik di 13-18 Sekolah Dasar Aisyah Huriyatun Na’im, Syarip Hidayat, Yusuf Suryana 4 Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE di Kelas 19-24 IV Sekolah Dasar Wina Amalia, Epon Nur’aeni L, Lutfi Nur 5 Penilaian Keterampilan Abad 21 Dalam Pembelajaran STEM 25-30 Siti Fetty Fatimah, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Lutfi Nur 6 Deskripsi Komunikasi Matematis Kelas II SD pada Penjumlahan dan Pengurangan 31-36 Bilangan Cacah Reni Herliyani, Karlimah 7 Desain Media Building Inclines Berbasis STEM untuk Anak Usia 5-6 Tahun 37-43 Peni Rahmawati, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Sumardi 8 Desain Penilaian pada Pembelajaran Berbasis STEM dengan Media Building Inclines 44-48 di PAUD Susi Sulastri Sukmana, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Taopik Rahman 9 Manajemen Sekolah Dasar: Analisis Pendidik dan Tenaga Kependidikan 49-54 Badrud Tamam, Cucun Sunaengsih, Dini Nurhidayah, Reyna Nurani, Mardianingsih, Dimas Harisman 10 Analisis Nilai Toleransi pada Buku Cerita “Cerita Eyang” untuk Anak Sekolah Dasar 55-62 Elis Nurul Huda, Aan Kusdiana, Ahmad Mulyadiprana 11 Peningkatan Mutu Pendidikan: Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan 63-69 Cucun Sunaengsih, Ajeng Amalia Santika, Yolanda Anugrah Riyantini, Badrud Tamam 12 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Angka Partisipasi PAUD di Kabupaten Garut 70-76 Tahun Ajaran 2020/2021 Fauziah Rahmat 13 Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5 Tahun : Tinjauan Pustaka 77-81 Dela Lailatul Badriah, Sima Mulyadi, Lutfi Nur 14 Manfaat Permainan Tradisional Simar bagi Tumbuh Kembang Anak 82-86 Resti Widayanti, Heri Yusuf Muslihin, Elan 15 Rancangan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Tema Negaraku di PAUD 87-92 Desi Susilawati, Elan, Resa Respati 16 Transformasi Nilai Instrumental melalui Problem Solving Penyelesaian Soal Cerita 93-98 di Sekolah Dasar Elan, Akhmad Nugraha, Risnandar Sudarman

vi

No Judul Halaman 17 Model Editorial Dalam Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar 99-105 Dian Indihadi 18 Dapatkah Guru PAUD Menerapkan Kesantunan KH.Ahmad Dahlan pada 106-113 Pembelajaran Online? Elis Solihati, Mubiar Agustin 19 Apakah di PAUD sudah Menerapkan Pramuka Prasiaga? 114-118 Resna Rosmayanti, Nur Faizah Romadona 20 Kondisi Gender Dalam Home Numeracy Anak Usia Dini 119-124 Padilah, Dindin Abdul Muiz L., Lutfi Nur 21 Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia 4-5 Tahun Melalui Senam 125-129 Irama Ruth Octaviana Silaban1 , Heri Yusuf Muslihin , Sumardi 22 Home Numeracy Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga 130-134 Luthfiatur Rohmah, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Lutfi Nur 23 Validitas dan Realibilitas Kuesioner Pembelajaran Jarak Jauh dan Keterampilan 135-140 Sosial Anak Usia Dini Nunik Siti Nurhasanah, Lutfi Nur, Resa Respati 24 Studi Meta-Analisis Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Pekembangan 141-146 Motorik Kasar Anak Usia Dini Rina Siti Muawanah,Heri Yusuf Muslihin, Sima Mulyadi 25 Analisis Buku Cerita Anak tentang Pendidikan Pesantren Miftahul Huda Manonjaya 147-152 untuk Siswa Sekolah Dasar Aeni Yatul Fadillah, Seni Apriliya, Rosarina Giyartini 26 Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional “Galendo Ciamis” sebagai Bahan 153-157 Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar Dewi Niendya Ratnasari, Aan Kusdiana, Akhmad Nugraha 27 Pengaruh Metode Jarimatika terhadap Keterampilan Kognitif dan Psikomotor pada 158-162 Operasi Hitung Perkalian Kelas III Sekolah Dasar Syifa Fauziah, Yusuf Suryana, Lutfi Nur 28 Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis STEM untuk Anak 163-167 Kelompok B di PAUD Hikmah Sopyana, Dindin Abdul Muiz, Elan 29 Tiga Fungsi Bahasa Pada Anak Sekolah Dasar (Studi di Kelas V SD Negeri 2 168-172 Bangunharja Kecamatan Cisaga) Andi Komara Faudillah 30 Analisis Nilai Karakter dalam Permaian Tradisional Congklak untuk Anak-anak 173-179 pada Komunitas Icikibung Tasikmalaya Ira Anggraeni, Aan Kusdiana, Rosarina Giyartini 31 Rancangan Bahan Ajar Menulis Mekanistis 180-187 Anita Yunitasari, Dian Indihadi 32 Analisis Nilai Pendidikan Karakter Pada Cerita Pendek Kanagan Jilid 5 Karya D. 188-196 Durahman dan T. Sumarsono Elis Solihah, Nana Ganda, Ahmad Mulyadiprana 33 Perancangan Ilustrasi “Cerita Anak: Kue Bandros Kita” 197-203 Raudhatul Jannah Mauludatil Fauziyyah, Rosarina Giyartini 34 Peran Orang Tua terhadap Home Numeracy Anak Usia Dini 204-208 Ria Komara, Dindin Abdul Muiz, Lutfi Nur 35 Perkembangan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5 Tahun : Tinjauan Pustaka 209-213 Dela Lailatul Badriah, Sima Mulyadi, Lutfi Nur 36 Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun di Kelompok Bermain 214-218 Fadhilatul Hidayah Vita Siti Zulaeha, Sima Mulyadi, Taopik Rahman 37 Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Bahasa Inggris pada Anak Kelas V SD 219-222 dengan Penggunaan Media Crossword Puzzle Nina Nuraeni, Dian Indihadi

vii

No Judul Halaman 38 Pengembangan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk Kelas IV Sekolah Dasar 223-227 Lita Puspa Finurika, Yusuf Maulana, Ahmad Mulyadiprana 39 Studi Literatur Pengaruh Reinforcement terhadap Kedisiplinan Anak Usia Dini 228-232 Tri Mardina Rahmadian, Sumardi, Taopik Rahman 40 Pembelajaran Irama dengan Menggunakan Metode Eurhytmic untuk Anak Usia Dini 233-237 Nursifa Fauziah Munigar, Taopik Rahman, Resa Respati. 41 Pengembangan Permainan Monopoli Untuk Memfasilitasi Kemampuan Literasi 238-241 Finansial Anak Usia 5 – 6 Tahun Rini Rahayu, Taopik Rahman, Elan 42 Implementasi Karakter Peduli Lingkungan melalui Program Adiwiyata di SDN 243-250 Mancogeh Mita Zahra Asdianti, Nana Ganda, Oyon Haki Pranata 43 Rancangan Media Model Learning Cycle dengan Pendekatan Saintifik 256-261 Lany Febri Rafiny, Edi Hendri Mulyana, Taopik Rahman 44 Rancangan dan Pengembangan Rencana Pembelajaran Berorientasi pada Sains 254-261 Subtema Air untuk Mengoptimalkan Keterampilan Mengklasifikasi AUD Desi Rahayu, Edi Hendri Mulyana, Elan 45 Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk 262-265 Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka Rosi Annisya, Ahmad Mulyadiprana, Syarip Hidayat 46 Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality pada Minat 266-273 Belajar Matematika Siswa di Masa Kenormalan Baru Annisa Rohaendi, Epon Nur’aeni L., Ghullam Hamdu 47 Media Garis Bilangan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas V 274-278 Sekolah Dasar Irfan Supriatna, Salati Asmahasanah 48 Implementasi Project Based Learning (PBL) Ciptakan Pembelajaran Bermakna 279-284 dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah Dasar Annisa Anita Dewi 49 Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter 285-288 Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka Rosi Annisya, Ahmad Mulyadiprana, Syarip Hidayat. 50 Model SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) Sebagai Solusi Untuk 289-294 Menyongsong Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar Pada Masa Kenormalan Baru Ricky Erviantara, Yudi Budianti, Rini Endah Sugiharti 51 Media Building Plumbing Dalam Pembelajaran Berbasis STEM di PAUD 295-301 Entang Yuliandari, Dindin Abdul Muiz L, Lutfi Nur 52 Bentuk Dan Nilai Karakter Permainan Bebentengan Di Kampung Cinunjang 302-307 Sintha Cahyani, Aan Kusdiana 53 Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi Covid-19 308-310 Rizkia Amelia, Lutfi Nur, Heri Yusuf Muslihin 54 Desain Pembelajaran STEM dengan Media Building Inclines untuk Kelompok B di 311-316 PAUD Ratih Rahayu Nur Azizah, Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Taopik Rahman 55 Nilai-Nilai Tanggung Jawab Pada Buku Cerita Bergambar Tema Diriku 317-321 Astri Rizka Restriani, Elan, Sima Mulyadi 56 Dasar Kebutuhan Pengembangan Rencana Kegiatan Pembelajaran Berorientasi 322-327 Pada Sains Untuk Mengoptimalkan Keterampilan Menanya Anak Usia Dini Fitri Ani Ramadhanti, Edi Hendri Mulyana, Elan. 57 Pengembangan Sosial Anak Usia Dini Melalui Permainan Tradisional 328-332 Wini Purwani Nurantika, Lutfi Nur, Heri Yusuf Muslihin 58 Tingkat Perkembangan Gerak Lokomotor Melalui Aktivitas Ritmik di TK Pertiwi 333-335 Erma Rahmatilah, Heri Yusuf Muslihin, Lutfi Nur

viii

No Judul Halaman 59 Pengaruh Penerapan Teori Belajar Van Hiele Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada 336-340 Materi keliling Persegi Panjang Trisa Syarifatul Arifah, Epon Nur’aeni L, Akhmad Nugraha 60 Permainan Kelompok dan dan Kreativitas: Kajian Pustaka 341-444 Rosarina Giyartini, Lutfi Nur, Dodi Suryana, Eka Agustian

ix

1

Pengembangan Soal Tes Berpikir Kreatif dengan Menggunakan Analisis Rasch pada pembelajaran STEM di Sekolah Dasar Ainun Nurul Syadiah1, Ghullam Hamdu2, Karlimah3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected] , [email protected] Abstract Students have the skills to use learning for abilities in the 21st century, in the process and collaborative learning that will enable elementary students to get these skills. One approach that can be used is the STEM approach, which can shape students into human resources who can think critically so that they can meet 21st- century human resource standards and can face increasingly complex global challenges. In addition to the approach, the assessment also becomes very important in seeing students 'creative thinking processes, so this research will develop a product in the form of a written test by referring to students' creative thinking processes in elementary schools and analyzed using Rasch modeling. The method used in this study uses the Design-Based Research (DBR) method which will develop solutions by displaying the products to be made. Keywords: Thinking Creative, STEM, Rasch, Elementary School

Abstrak Peserta didik pada dasarnya memiliki keterampilan menggunakan belajar untuk kemampuan di abad 21, dalam prosesnya, diperlukan suatu kolaboratif pembelajaran yang akan memampukan siswa sekolah dasar mendapatkan keterampilan tersebut. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan yaitu pendekatan STEM, dapat membentuk siswa menjadi sumber daya manusia yang mampu berpikir kreatif sehingga mampu memenuhi standar sumber daya manusia abad 21 serta mampu menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Selain pendekatan, penilaian juga menjadi hal yang sangat penting dalam melihat proses berpikir kreatif siswa, maka penelitian ini akan mengembangkan produk berupa tes tertulis dengan merujuk pada proses berpikir kreatif siswa di Sekolah Dasar dan di analisis dengan menggunakan pemodelan rasch. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Design Based Research (DBR) yang akan mengembangkan solusi dengan menampilkan produk yang akan dibuat. Kata Kunci: Berpikir Kreatif, STEM, Rasch, Sekolah Dasar

PENDAHULUAN Peserta didik pada dasarnya memiliki keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi, belajar dan berinovasi, dan dapat bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills) di abad 21. Sejalan dengan itu, kurikulum Indonesia juga mengembangkan 3 konsep kurikulum baru yang kemudian diadaptasi dan ditujukan untuk mengembangkan pendidikan menuju Indonesia Kreatif tahun 2045 yaitu 21st century skills, science approach, dan authentic assessment. Proses pendidikan tentunya bersifat komprehensif, saling berhubungan, dan tidak dapat dipisahkan. Salah satunya Kegiatan penilaian dalam pembelajaran yang juga menjadi tolak ukur terhadap kemampuan peserta didik untuk keterampilan di abad 21. Penilaian dirancang untuk membantu guru menemukan apa yang telah dipelajari oleh siswa di kelas dan bagaimana tingkat keberhasilan yang mereka pelajari. Tetapi, permasalahan yang muncul begitu kompleks, membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking skill. “HOTS akan memampukan siswa dalam mengontruksi argumen yang tepat dan efektif untuk membuat keputusan atau solusi yang rasional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diperlukan siswa untuk mengerjakan model penilaian di abad 21” (Nugroho, 2018) Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam implementasi keterampilan di abad 21, HOTS dapat diterapkan dalam pelaksanaan evaluasi atau penilaian pembelajaran. Maka, salah satu penilaian yang sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran yang menghasilkan peserta didik memiliki keterampilan di abad 21 adalah penilaian 4C, karena 4C telah menjadi bagian dari kurikulum dasar saat ini yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 2 sehingga lulusan siap bersaing di dunia global. “kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- communication, collaboration, critical thinking, dan creativity” (Scott, 2015) Selain penilaian, pendekatan pembelajaran juga berperan sebagai komponen penting dalam pembelajaran Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilatih bagaimana proses pembelajaran yang tepat sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sesuai dengan harapan, sehingga menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi sesuai dengan keterampilan di abad-21. Maka, salah satunya adalah integrasi pembelajaran STEM. Integrasi ini mendukung keterampilan siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang bermakna. “Integrasi pembelajaran STEM ke dalam kurikulum dasar Indonesia sangat tepat untuk diterapkan untuk mendukung pengembangan keterampilan siswa sekolah dasar abad ke-21” (Nurlenasari et al., 2019) penelitian tersebut menunjukan bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajran STEM akan mengembangkan proses belajar juga kemampuan siswa sekolah dasar.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Design Based Research (DBR). “Pada dasarnya, penelitian desain relevan untuk praktik pendidikan, karena bertujuan untuk mengembangkan solusi berbasis penelitian untuk masalah yang kompleks. Titik awal untuk penelitian desain adalah masalah pendidikan yang divalidasi ketersediaannya untuk struktur dan mendukung kegiatan desain dan pengembangan” (Plomp & Nieveen, 2007) Proses pengembangan perangkat pembelajaran berupa soal tes ini mengacu pada model pengembangan pembelajaran oleh (Herrington et al., 2007) Penelitian pengembangan soal tes berpikir kreatif pada pembelajaran tematik dengan menggunakan analisis rasch berbasis STEM di Sekolah Dasar telah dilaksanakan di Sekolah dasar di Kabupaten Tasikmalaya, yakni SDIT Idrisiyyah Cidahu dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa SDIT Idrisyyah sudah menggunakan kurikulum 2013 secara menyeluruh. Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan sebanyak satu kali uji coba, dan selebihnya dilakukan dengan diskusi grup atau Focus Group Discussion (FGD) Tahap pertama yaitu tahap pengambilan data melalui analisis masalah dengan wawancara dan studi dokumentasi. Setelah diperoleh soal tes tertulis berpikir kreatif tersebut dihasilkan melalui FGD, soal tes ini kemudian diberikan kepada siswa untuk dikerjakan dengan sebelumnya dilakukan bersama penerapan terhadap perangkat pembelajaran lainnya. Implementasi pembelajaran STEM dan pemberian soal dilaksanakan pada tanggal 14 April 2020 kepada siswa sekolah Dasar Islam Terpadu Idrisiyyah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, data akan di dapatkan dengan mendistribusikan soal tes kepada masing-masing siswa berupa soal tes berpikir kreatif dengan unsur dasar yang dikemukakan oleh Paul Torrance. Hasil tes ini kemudian diolah dengan Pemodelan Rasch dan dengan bantuan winstep versi 4.5.2. Pada Model Rasch skor mentah diproses dan akhirnya melengkapkan informasi pada peta konstruk, “analisis pada desain butir soal yang digunakan di kalibrasi secara sekaligus dalam tiga hal yaitu skala pengukuran, responden (person), dan butir soal (item) sehingga menghasilkan data yang diinginkan”(Sumintono & Widhiarso, 2015) . Deskripsi proses pelakasanaan akan digambarkan dalam Tabel 1

Tabel 1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Tes Indikator Keterangan Bentuk dan jumlah soal Esai, 3 Soal. Berpikir Kreatif Teori Berpikir Kreatif oleh Paul Torrance Materi Soal Tokoh dan penemuan ( Teks Eksplanasi, keliling lingkaran, Komponen listrik dan fungsinya ) Siswa Kelas 5 Sekolah dasar di Tasikmalaya Jawa Barat sejumlah 24 orang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 3

Indikator Keterangan Sumber Data Pengamatan hasil pembelajaran STEM dan wawancara guru Waktu Pelaksanaan 11.00 – 11.15 WIB

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengembangkan soal tes berpikir kreatif pada pembelajaran berbasis STEM dengan analisis skor menggunakan pemodelan rasch dilaksanakan di SD kelas V yang menggunakan kurikulum 2013 dengan tema Tokoh dan Penemuan. Penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif yang terdiri dari pengembangan desain pembelajaran, pengembangan lembar kerja siswa, pengembangan media pembelajaran, pengembangan rubrik penilaian kinerja, pengembangan soal tes berpikir kritis dan kreatif, pengembangan modul dan pengembangan video pembelajaran yang masing- masing mengembangkan pembelajaran berdasarkan pembelajaran berbasis STEM untuk mencapai kemampuan kemampuan berpikir kreatif. Analisis hasil uji coba dilakukan dengan menggunakan pemodelan rasch bantuan winstep versi 4.5.2 secara deskriptif kuantitatif. Analisis hasil uji coba ini dilakukan untuk melihat hasil uji tertulis peserta didik berdasarkan kebutuhan analisis berpikir kreatif pada siswa. Sehingga diperoleh hasil analisis butir soal yang dilakukan meliputi analisis terhadap tingkat kesulitan soal, tingkat kesesuain soal, dan deteksi adanya bias pada soal esai. Pembagian soal tersebut di ilustrasikan dalam Tabel 2 berikut : Tabel 2. Indikator Soal Tes Berpikir Kreatif Indikator Keterangan Fluency Pada nomor 1 esai, Siswa mencetuskan gagasan dalam penyelesaian masalah dengan menggunakan bahasanya sendiri. Originallity Pada nomor 3 esai, Siswa dapat memberikan gagasan yang baru dengan membuat lingkarang berdasarkan ukuran yang ingin mereka buat.

Flexibility Pada nomor 2 esai, Siswa dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. Tabel 2 menunjukan mengenai indikator kreatif menurut Torrance. “ada empat aspek dalam kreativitas, yaitu: Kefasihan, kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide; Fleksibilitas, kemampuan untuk menyarankan berbagai solusi berbeda untuk suatu masalah; Orisinalitas, kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan orisinal; Elaborasi, kemampuan untuk mengorganisasi berbagai ide menjadi satu atau lebih lengkap produk atau solusi” (Honeck, 2016) Untuk mengetahui tingkat kesesuaian soal, yang dalam hal ini artinya model ideal pengukuran, maka dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut :

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 4

Gambar 2. Hasil Misfit Order : Tingkat Kesesuain Soal Pada tabel terlihat bahwa indikator item fit untuk semua butir soal yaitu Outfit Means Square (0,5 < MNSQ < 1,5), Outfit Z-standard (-2,0 < ZSTD < +2,0) dan Point Measure Colleration ( 0,4 < Pt Measure Corr < 0,85) tidak menunjukan adanya sembarang masalah, dengan kata lain, semua soal yang diberikan bisa dipahami dengan baik oleh siswa, atau tidak ada soal yang miskonsepsi. Maka, dari tabel tersebut dapat dilihat tingkatan soal yang menunjukan soal dengan indikator tertinggi, sedang dan terendah, antara lain : Soal nomor 2 memiliki total score kesesuain tingkat tinggi yang menandakan soal tersebut memiliki indikator soal tertinggi, selanjutnya soal nomor 1 menduduki indikator soal sedang, dan soal nomor 3 dengan indikator terendah.

Gambar 2. Hasil Peta Wright : Abilitas Siswa dan Sebaran Kesulitan Soal Berdasarkan hasil uji coba, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pemodelan rasch terhadap hasil skor esai, yaitu data yang menunjukan sebaran abilitas siswa dalam menjawab soal esai dan sebaran tingkat kesulitan aitem. Pertama, pada peta sebelah kiri terlihat ada 7 orang siswa (PK05, PK08, PK01, PK04, PK06, PK09, PK10 ) yang tingkat abilitasnya tinggi, mereka lebih tinggi dari semua tingkat kesulitan soal yang telah diberikan. Hal ini berarti peserta didik tersebut akan mendapatkan nilai maksimum yang bisa di dapatkan. Kedua, pada sebelah kanan peta wright terlihat 3 butir soal yang mempunyai keragaman variabilitas tingkat kesulitan soal, dari soal E3 yang paling sukar sampai soal E1 yang paling mudah di kerjakan. Hal ini menunjukan hal yang bagus, karena butir soal yang diberikan bisa memberikan informasi bahwa soal tersebut menunjukan abilitas siswa yang diuji, dan soal tersebut tidak berkumpul di satu tingkat abilitas saja, artinya soal yang telah dibuat memberikan proses berpikir siswa untuk kritis dan kreatif. Ketiga, jika dibandingkan jarak sebaran untuk abilitas siswa dan data sebaran untuk tingkat kesulitan aitem lebih lebar, yang menunjukan bahwa butir soal keragamannya tidak terpaut jauh. Hal ini mengindikasikan bahwa abilitas 24 siswa sangat berbeda-beda, dan soal yang diberikan sesuai dengan konteks penilaian untuk peserta didik, dalam hal ini, siswa yang ada di tingkat abilitas rendah perlu mendapat bantuan ekstra, karena belum tepat dalam menjawab soal dengan cara berpikir kreatifnya. Untuk mengetahui tingkat dari kesulitan soal, maka analisis ini menunjukan skala logit-nya melalui table item measure. Pada kolom total count terbaca ada angka 7, 13, dan 20, maksud dari angka tersebut adalah jumlah siswa yang menjawab soal itu, dan terlihat di soal nomor 3, hanya 7 siswa yang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 5 menjawabnya. Tabel tersebut menunjukan pula tingkat kesulitan soal, yang tertinggi soal nomor 3, lalu soal nomor 2, dan terakhir soal nomor 1. 2. Pembahasan Tiga pertanyaan esai diberikan kepada siswa untuk menganalisis, membuktikan, dan memberikan deskripsi sejauh mana siswa dapat menjawab soal dengan tingkat tinggi atau high order thinking skill, karena keterampilan utama yang harus dimiliki dalam konteks abad 21 adalah keterampilan belajar dan berinovasi. Keterampilan ini berkenaan dengan kemampuan berpikir kreatif. “HOTS akan memampukan siswa dalam mengontruksi argumen yang tepat dan efektif untuk membuat keputusan atau solusi yang rasional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi diperlukan siswa untuk mengerjakan model penilaian di abad 21” (Nugroho, 2018) Setelahnya dilakukan kegiatan tes kepada siswa/responden maka selanjutnya dilakukan sebuah analisis agar apa yang telah di buat bisa di evaluasi dengan lebih komprehensif, salah satunya dengan menggunakan pemodelan rasch. “pengukuran yang objektif, serta aplikasi Model Rasch dalam penilaian pendidikan dengan penggunaan perangkat lunak (software) yang dirancang untuk aplikasi Rasch model.” (Bond, 2013) Dalam konteks model Rasch ini, (Sumintono, 2015) menambahkan bahwasanya “pola penskoran yang ‘menetap’ ini tidak lain adalah pengukuran yang hasilnya bergantung pada siapa yang diukur (test dependent scoring); sedangkan yang harus dilakukan dalam riset kuantitatif dalam penilaian pendidikan adalah pengukuran yang objektif (objective measurement)”. Didapatkan hasil analisis terhadap soal, yakni soal nomor 2 indikator kreatif tertinggi dengan ditunjukannya pada total score hasil analisis, yang juga memberikan keterangan fluency karakter kreatif oleh Torrance, selanjutnya soal nomor 1 menduduki indikator soal sedang, dan soal nomor 3 dengan indikator terendah. Ketiga soal ini, sesuai dengan kemampuan berpikir kreatif oleh Torrance.

SIMPULAN Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan terhadap soal tes untuk kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran berbasis STEM untuk subtema Penemuan yang mengubah dunia, maka produk tersebut dapat digunakan. Produk tersebut telah memenuhi kriteria valid berdasarkan validasi ahli, praktis, dapat digunakan di sekolah dasar, analisis butir soal dengan menggunakan pemodelan rasch, dan mendapatkan respon positif dari guru serta dapat membantu siswa mencapai kemampuan berpikir kreatif. Produk yang dihasilkan berupa soal tes untuk kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran berbasis STEM.

DAFTAR PUSTAKA Bond. (2013). Applying the Rasch Model. Applying the Rasch Model. https://doi.org/10.4324/9781410614575 Herrington, J., McKenney, S., Reeves, T., & Oliver, R. (2007). Design-based research and doctoral students: Guidelines for preparing a dissertation proposal. World Conference on Educational Multimedia, Hypermedia and Telecommunications, 4089–4097. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Honeck, E. (2016). Inspiring Creativity in Teachers to Impact Students. Torrance Journal for Applied Creativity, 1, 33–38. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-375038-9.00223-5 Nugroho, R. A. (2018). Higher Order Thinking Skills (T. Y. Kurniawati (ed.)). PT Gramedia. Nurlenasari, N., Lidinillah, D. A. M., Nugraha, A., & Hamdu, G. (2019). Assessing 21st century skills of fourth-grade student in STEM learning. Journal of Physics: Conference Series, 1318(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012058 Plomp, T., & Nieveen, N. (2007). An Introduction to Educational Design Research.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 6

Scott, C. L. (2015). Education Research And Foresight The Futures Of Learning 3: What Kind Of Pedagogies For The 21st Century? Educational Research and Foresight UNESCO, 1(1), 1–14. Sumintono, B. (2015). Pemodelan Rasch pada Asesmen Pendidikan : suatu pengantar. November, 1– 14. Sumintono, B., & Widhiarso, W. (2015). Aplikasi Pemodelan Rasch pada Assesment Pendidikan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 7

Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional Colok Gembrung Khas Ciamis Sebagai Bahan Ajar Membaca Di Kelas Tinggi Sekolah Dasar Hestika Asri Rahmi1, Aan Kusdiana2,dan Oyon Haki Pranata 3 Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is the development of a traditional food story book, colok gembrung, typical of Ciamis, as a reading teaching material in elementary high school classes. This study aims to produce teaching materials in the form of a traditional food story book, colok gembrung, typical of Ciamis, then to find out the use of story books, and the effectiveness of using these story books. Based on the results of interviews with teachers, there is no teaching material in the form of a traditional Ciamis food story book. On the other hand, this knowledge needs to be possessed by students in accordance with the competence of the fourth grade Indonesian language content in the 2013 curriculum that students must know the basic ingredients, forms, ways of serving, and ways of making traditional food typical of the region. Interesting and educational story books can be used as an alternative to introducing traditional foods to students. The research method used is the Reeves' Design Based Research (DBR) method. Data collection techniques were carried out by means of interviews, documentation studies and expert assessments. Keywords: Teaching materials, story books, traditional food,Colok Gembrung.

Abstrak Penelitian ini merupakan pengembangan buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis sebagai bahan ajar membaca di kelas tinggi sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbentuk buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis, kemudian mengetahui penggunaan buku cerita, dan efektivitas dari penggunaan buku cerita tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, bahwa belum ada bahan ajar yang berbentuk buku cerita makanan tradisional khas Ciamis. Di sisi lain, pengetahuan tersebut perlu dimiliki oleh siswa sesuai dengan kompetensi muatan bahasa Indonesia kelas IV pada kurikulum 2013 bahwa siswa harus mengetahui bahan dasar, bentuk, cara penyajian, dan cara pembuatan makanan tradisional khas daerahnya. Buku cerita yang menarik dan mendidik dapat dijadikan sebagai alternatif pengenalan makanan tradisional kepada siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Design Based Research (DBR) model Reeves. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, studi dokumentasi dan penilaian ahli Kata Kunci: Bahan ajar, buku cerita, makanan tradisional, colok genbrung.

PENDAHULUAN Bahasa merupakan salah satu unsur budaya dan simbol bagi manusia dalam berkomunikasi terhadap semua kebutuhan. Melalui bahasa, manusia dapat menyampaikan atau menerima berbagai pesan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain (Khair, 2018). Jadi, melalui bahasa manusia dapat menyampaikan pesan ataupun menerima pesan dari oranglain. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar merupakan pembelajaran yang dipelajari dari jenjang sekolah dasar dari kelas I sampai VI, hal tersebut agar peserta didik mampu berbahasa yang efektif dan efisien, hal itu sejalan dengan pendapat (Khair, 2018) yang mengemukakan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tujuan dan fungsinya. Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD dalam kurikulum 2013 menganut kurikulum terpadu. Menurut Djuanda (2014, hlm. 192) pembelajaran bahasa Indonesia di SD dalam kurikulum 2013, menganut pembelajaran terpadu, sehingga pembelajarannya (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) harus diintegrasikan dalam suatu tema, bersama dengan mata pelajaran lain. Bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pelajaran (Prastowo, 2012, hlm 17). Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 8 bahan ajar merupakan segala bentuk (baik informasi, alat, ataupun teks) yang disusun secara sistematis guna memberikan pengalaman pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dalam diri siswa. Dewasa ini guru tidak hanya dituntut menggunakan bahan ajar, tetapi guru juga harus mampu membuat bahan ajar yang sesuai, agar pembelajaran lebih bermakna dan tujuan pembelajaran dapat tercapai, salah satunya mengembangkan buku cerita mengenai makanan tradisional yang berasal dari tempat tinggal siswa. Menyangkut proses pembelajaran yang ada di Sekolah Dasar, diantaranya mengenai pembelajaran Bahasa Indonesia, melalui cerita makananan tradisional yang berasal dari daerah tempat tinggal siswa, hal itu akan menambahan wawasan serta nilai-nilai mengenai kearifan lokal bagi siswa, sehingga dengan dituangkan melalui buku cerita makanan tradisional, akan membuat pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Buku adalah salah satu sumber untuk mencari informasi. Buku cerita anak akan memuat tentang pikiran-pikiran fiksi penulis terhadap ilmu pengetahuan atau hal lainnya yang akan penulis sajikan menggunakan buku cerita anak. Cerita anak yang termasuk pada sastra anak bukan berarti karya sastra dibuat oleh anak namun sasaran pembacanya adalah anak-anak. Huck dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2010, hlm. 7) menekankan bahwa “Children’s books are books that have the child’s eye at the center”. Buku anak adalah buku yang menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan. Jadi berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam buku anak yang menjadi pusat dalam cerita tersebut adalah anak. Pusat Perbukuan (2004, hlm. 16, dalam Kosasih, 2010, hlm. 63) mencantumkan tiga aspek yang harus diperhatikan yakni: (1) kemudahan membaca, (2) kemenarikan, dan (3) kesesuaian. Colok gembrung merupakan makanan tradisional khas sunda khususnya Ciamis, Colok gembrung menggunakan bahan-bahan lokal dalam pembuatannya sehingga disebut sebagai makanan tradisional Pada kelas IV sekolah dasar semester 1 terdapat Tema 1 Indahnya Kebersamaan Subtema 3 Bersyukur atas Keberagaman dan Pembelajaran 1 yang memuat tentang makanan tradisional. Berdasarkan hasil wawancara kepada guru kelas IV SDN 1 Sukadana yang berada di Desa Sukadana, Mimin Sutarsih mengatakan bahwa dalam mengajarkan materi mengenai makanan tradisional yang terdapat pada kelas IV menggunakan buku siswa sehingga jenis makanan yang diajarkan bersumber dari buku siswa, yaitu nasi jinggo dari Bali, papeda dari Papua,Bubur Manado dari Sulawesi Utara, nasi krawu dari Kota Gresik, dan nasi gudeg dari Yogyakarta. Namun, untuk pengenalan makanan khas daerah Ciamis tidak dijelaskan pada buku siswa tersebut sehingga memungkinkan guru harus mencari sumber lain yang dapat mengenalkan makanan tradisional khas Ciamis kepada siswa. Sampai saat ini, belum ada buku cerita yang dapat mengenalkan makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis kepada siswa. Selaras dengan ungkapan guru kelas IV maka dapat dilakukan pengembangan buku cerita mengenai makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti akan mengembangkan dan melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional Khas Ciamis sebagai Bahan Ajar membaca di Kelas Tinggi Sekolah Dasar ”.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode desain berbasis penelitian atau Design Based Research (DBR). Menurut Barab and Squire (2004) (dalam Mulyahati & Fransyaigu, 2018.hlm.12) “Defined Design-Based Research as a series of approaches, with the intent of producing new theories, artifacts, and practices that account for and potentially impact learning and teaching in naturalistic settings” atau mendefinisikan penelitian berbasis desain sebagai serangkaian

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 9 pendekatan dengan maksud menghasilkan teori, artefak, dan praktik baru yang menjelaskan dan berpotensi mempengaruhi pembelajaran dan pengajaran dalam pengaturan naturalistik. Jadi dalam metode ini merupakan proses penelitian untuk memecahkan masalah penelitian melalui pembuatan produk, teori atau praktik baru yang berpotensi mempengaruhi pembelajaran dan pengajaran. Oleh karena itu, peneliti beranggapan metode penelitian Design Based Research cocok digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah dilakukan Reeves maka penulis menggunakan langkah-langkah pengembangan yang akan dilakukan sebagai berikut; a. Identifikasi dan Analisis Masalah oleh Peneliti dan Praktisi Secara Kolaboratif. Pada tahap ini, peneliti melakukan identifikasi dan analisis masalah melalui studi pendahuluan ke lapangan yakni sekolah dasar yang menunjang terhadap fokus penelitian dengan cara wawancara,studi dokumentasi dan studi literatur. Aspek yang diteliti adalah buku cerita anak dan informasi mengenai konten cerita anak yang dapat mendukung permasalahan yang ada di lapangan. b. Mengembangkan prototype yang Didasarkan pada Patokan Teori, Design Principle yang Ada dan Inovasi Teknologi. Tahap ini dilakukan setelah diperolehnya informasi mengenai permasalahan yang akan diteliti, peneliti mengembangkan solusi dari permasalahan tersebut. Solusi yang ditawarkan adalah pengembangan buku cerita anak tentang makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis. Maka peneliti merancang produk sesuai dengan teori dan konten yang telah dipilih. Setelah produk selesai dibuat kemudian dilakukan validasi oleh validator atau praktisi ahli. Hasil validasi diperbaiki kemudian dilakukan uji coba. c. Melakukan Proses Berulang untuk Menguji dan Memperbaiki Solusi Secara Praktis. Tahapan ini dilaksanakan setelah produk telah selesai dibuat. Pada tahap ini dilakukan uji coba produk buku cerita anak tentang makanan tradisional nasi cikur untuk mengetahui keefektifan dari produk yang dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah. Setelah diketahui kekurangan dari produk buku cerita anak yang telah di uji coba kemudian diperbaiki kembali. d. Refleksi untuk Menghasilkan Design Principle Serta Meningkatkan Implementasi dari Solusi Secara Praktis Pada tahapan ini dilakukan untuk merefleksi dan melihat kemungkinan kelemahan yang masih ada dalam produk yang dapat diperbaiki sehingga produk hasil pengembangan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan harapan. Hasil refleksi tersebut dapat berupa keputusan untuk desain dan prinsip desain, sewaktu-waktu keputusan tersebut dapat dikembangkan lagi oleh peneliti lain. Pada tahapan ini dihasilkan produk akhir setelah dilakukan uji coba dan validasi oleh praktisi ahli. Adapun yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah buku cerita anak tentang makanan tradisional makanan tradisonal colok gembrung khas Ciamis yang dapat menunjang pembelajaran di kelas IV sekolah dasar dan sebagai bahan ajar untuk siswa sekolah dasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Hasil wawancara dengan guru kelas IV Sekolah Dasar bahwa pada kelas IV sekolah dasar semester 1 terdapat tema yang sesuai yakni, Tema 1 Indahnya Kebersamaan Subtema 3 Bersyukur atas Keberagaman dan Pembelajaran 1 yang memuat tentang makanan tradisional. Berdasarkan hasil wawancara kepada guru kelas IV SDN 1 Sukadana yang berada di Desa Sukadana, menyatakan bahwa dalam mengajarkan materi mengenai makanan tradisional yang terdapat pada kelas IV menggunakan buku siswa sehingga jenis makanan yang diajarkan bersumber dari buku siswa, yaitu nasi jinggo dari Bali, papeda dari Papua,Bubur Manado dari Sulawesi Utara, nasi krawu dari Kota

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 10

Gresik, dan nasi gudeg dari Yogyakarta. Namun, untuk pengenalan makanan khas daerah Ciamis tidak dijelaskan pada buku siswa tersebut sehingga memungkinkan guru harus mencari sumber lain yang dapat mengenalkan makanan tradisional khas Ciamis kepada siswa. Sampai saat ini, belum ada buku yang dapat mengenalkan makanan tradisional khas Ciamis kepada siswa. Selanjutnya Studi dokumentasi dalam hal ini adalah pengumpulan data, sebagai penunjang proses penelitian. Adapun dokumen yang digunakan diantaranya adalah kurikulum 2013 Sekolah Dasar sebagai acuan kompetensi dasar yang digunakan. Buku sumber mengenai pembelajaran tematik kelas IV, kemudian melakukan studi dokumentasi ke perpustakan sekolah SDN 1 Sukadana mencari terkait ketersediaan buku cerita anak, namun buku cerita anak mengenai makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis belum tersedia. Kemudian selanjutnya melakukan studi literatur yang dikaji dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian seperti disertasi, tesis, skripsi,jurnal dan artikel, serta bentuk data lain yang berkaitan dengan pengembangan buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis sebagai bahan ajar membaca di kelas tinggi sekolah dasar. Adapun bentuk buku adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Halaman depan Gambar 2. Identitas Penulis

Gambar 3. Kata Pengantar Cerita Gambar 4. Ringkasan Cerita

Gambar 5. Isi Cerita Gambar 6. Halaman Belakang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 11

2. PEMBAHASAN Rancangan buku cerita anak mengenai makanan tradisional khas Ciamis memperhatikan unsur struktur cerita, sehingga pembuatan dalam buku cerita mengacu pada unsur intrinsik yang disesuaikan dengan usia anak sekolah dasar, khususnya disesuaikan untuk siswa kelas IV Sekolah Dasar,unsur intrinsik tersebut ada 6 yaitu tema, tokoh, penokohan, plot atau alur, setting tempat dan amanat. Tema cerita yaitu tentang makanan tradisional khas Ciamis. Terdapat 4 tokoh utama dalam cerita yaitu Reno memiliki sifat santun,kritis dan sabar, ibu memiliki sifat penyayang dan baik hati, Dafa memiliki sifat sabar dan setia kawan, dan Nenek Siti memiliki sifat yang ramah serta penyayang. Alur yang digunanakan yaitu alur maju, kemudian setting tempat yaitu rumah Nenek Siti pembuat Colok Gembrung. Amanat cerita yaitu mengajak pembaca untuk menyukai dan mengetahui makanan tradisional. Buku cerita dicetak menggunakan kertas Art Paper dengan ukuran 20,3X25 cm, dalam bentuk potrait, isi tulisan cerita menggunakan Comic sans MS, dengan ukuran 12. Kemudian, ilustrasi gambar disesuaikan dengan isi cerita sehingga lebih menghidupkan suasana cerita. Unsur instrinsik yang terdapat dalam cerita yang pertama yaitu tema. Tema harus menjadi pusat dari cerita (Bunanta, 2018. hlm. 4). Oleh karena itu, tema merupakan unsur pokok dalam sebuah cerita dan dapat dikatakan sebagai identitas suatu cerita. Menurut Bunanta (2008: 39-40) “These weld the story together. Themes are the foundation of literature………” Artinya bahwa tema ini menyatukan sebuah cerita secara utuh dan tema adalah landasan sastra. Tema yang ada dalam cerita ini merupakan makan tradisional, Unsur instrinsik kedua dalam struktur cerita yaitu tokoh dan penokohan. Menurut pendapat Nurgiyantoro (2005,hlm.165) “istilah tokoh merujuk pada orang dalam cerita tersebut kemudian berkaitan dengan pelaku cerita. watak, perwatakan dan karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca....” selaras dengan hal itu menurut Resmini ( 2013) dari segi tokoh, bacaan cerita anak-anak menampilkan tokoh dalam cerita tidak melebihi 6 pelaku, jadi tokoh dalam cerita tidak terlalu banyak. Unsur instrinsik yang ketiga dalam cerita ini yaitu alur atau plot . Alur disusun secara kronologis berdasarkan hubungan sebab-akibat. Alur yang dimuat dalam produk cerita anak adalah alur maju. “Berdasarkan tekniknya, pengaluran dapat disusun dengan jalan progresif (alur maju) yaitu dari awal, tengah, dan akhir terjadi peristiwa……” (Jabrohim, 2003, hlm. 111). Alur maju dipilih menyesuaikan dengan kondisi pemahaman anak terhadap cerita yang memahami cerita dengan urutan waktu teratur dan beruntut. Unsur instrinsik yang keempat yaitu setting latar. Setting tempat merupakan keterangan tempat kejadian dalam cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat Stanton (2007, hlm. 35) “latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung”. Jadi dalam sebuah cerita terdapat lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa. Unsur instrinsik yang kelima yaitu amanat. Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca baik secara tersirat maupun tersurat. Menurut Hudhana (2015, hlm. 312) “segala jenis karya sastra diwajibkan mengandung pesan moral atau amanat”. Unsur instrinsik yang keenam yaitu bahasa yang digunakan. Bahasa dalam cerita menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak seperti disesuaikan dengan tingkat usia dasar. Proses penggunaan buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis, dengan cara anak membaca buku cerita, kemudian menentukan gagasan pokok dan gagasan pendukung dalam cerita. Berdasarkan uji coba produk melalui angket dari respon guru dan siswa, mendapatkan respon positif, siswa dapat memahami isi cerita dan menyukai buku cerita tersebut, adapun menurut guru, bahwa isi buku cerita ini sudah sesuai dengan tema 1 subtema 3 pembelajaran 3 tentang makanan tradisional. Sehingga buku cerita layak digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan ajar.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 12

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis sebagai bahan ajar membaca di kelas tinggi sekolah dasar, dan telah dilakukan uji coba di SDN 1 Sukadana, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam bentuk buku cerita makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis, model buku yang dikembangkan yakni buku cerita disertai ilustrasi gambar grafis, dengan konten cerita mengenai makanan tradisional colok gembrung khas Ciamis yang terdapat pada pembelajaran dalam kurikulum 2013 (revisi) untuk kelas IV sekolah dasar. Buku cerita anak menggunakan ukuran kertas 20,3 x 25 cm menggunakan kertas art paper. Buku cerita anak tersebut berjumlah 29 halaman termasuk sampul depan, sampul belakang, identitas buku, kata pengantar, ringkasan cerita, amanat cerita, dan biografi penulis. Dilihat dari penggunaan buku cerita saat pembelajaran, buku cerita cukup efektif dan menarik bagi siswa. Siswa secara keseluruhan merespon secara baik dan semangat dalam pelaksanaan uji coba. Berdasarkan hasil angket dari respon buku cerita dari guru Kelas IV memberikan respon positif, karena buku cerita sudah relevan dengan kurikulum 2013 di kelas IV. Adapun respons dari siswa terhadap buku cerita anak yakni siswa suka dengan buku cerita yang berjudul “kelezatan colok gembrung resep Nenek Siti” dan siswa memahami dari isi cerita tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Djuanda, D. (2014). Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum 2013. Mimbar Sekolah Dasar, 1(2), 191-200. Bunanta, M. (2008). Buku, Mendongeng dan Minat Membaca. Cetakan 2. Jakarta: Kelompok Pencinta Bacaan Anak. Hudhana, W. D. (2015). “Unsur Instrinsik Cerita Anak (Cernak) untuk Pendidikan Karakter Anak”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif (hlm. 307-313). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Tangerang. Jabrohim. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Hanindita Graha Widya. Khair, U. (2018). Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Sastra (BASASTRA) di SD dan MI. AR- RIAYAH : Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 81. Mulyahati, B., & Fransyaigu, R. (2018). Desain Inkuiri Moral Dalam Pembentukan Karakter Nasionalis Siswa Sd. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 2(2), 10. Nurgiyantoro, B. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Prastowo, A (2013). Panduan Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Divapress Resmini, N. (2013). Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Implementasi Strategi Directed Reading Activity (Dra). Universitas Pendidikan Indonesia, 53(9), 1689–1699. Stanton, R. (2007). Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 13

Pengembangan Media Komik Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar Aisyah Huriyatun Na’im1, Syarip Hidayat2, Yusuf Suryana3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This study was motivated by the need for learning media that can accomodate thematic learning and character- based education. Therefore, this study aims to describe the design of developing character-based education comic as learning media on Theme 2: Always Save Energy, Subtheme 3: Alternative Energy, and the first learning activity in the fourth grade. The method that used in this study is the Design Based Research method by using the Reeves model, with the stages of research that include the process of identifying problems, developing solution, conduct a repetitive process to test and improve the solution, and reflection. Data collection techniques in this research and preliminary study are obtained through observation, interview, and documentation study. The results of this study show that the character-based education comic as learning media on Theme 2: Always Save Energy, Subtheme 3: Alternative Energy, the first learning activity is ready to be validated and tested in elementary school. Keywords: Comic, media, character, thematic, development Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap media pembelajaran yang mampu mengakomodasi pembelajaran tematik serta pendidikan karakter. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rancangan pengembangan media komik berbasis pendidikan karakter pada pembelajaran Tema 2: Selalu Berhemat Energi, Subtema 3: Energi Alternatif, Pembelajaran Satu di kelas IV SD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Design Based Research (DBR) model Reeves, dengan tahapan penelitian meliputi identifikasi dan analisis masalah, pengembangan solusi, proses berulang untuk menguji dan memperbaiki solusi, serta refleksi. Teknik pengumpulan data pada penelitian dan studi pendahuluan dilakukan melalui observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media komik pendidikan karakter pada pembelajaran Tema Selalu Berhemat Energi, Subtema Energi Alternatif, Pembelajaran Satu dengan judul Komik Pendidikan Karakter: Kenapa Harus Hemat Energi?, telah siap untuk divalidasi dan diuji cobakan di Sekolah Dasar. Kata Kunci: Komik, media, karakter, tematik, pengembangan

PENDAHULUAN Pendidikan karakter menjadi fokus pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia melalui kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter pada tahun 2010. (Kemendikbud, 2017b). Pendidikan karakter dalam penerapannya dapat diposisikan sebagai mata pelajaran atau diintegrasikan ke dalam setiap pembelajaran, pendekatan secara integratif menjadi pilihan yang digunakan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah (Nugraha, 2016). Sebagaimana dipaparkan oleh Kesuma, Trianta, & Permana (2012) bahwa pendidikan karakter mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku peserta didik secara utuh dan didasari oleh nilai yang dirujuk oleh sekolah melalui pengintegrasian dengan pembelajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran memiliki peran untuk memproyeksikan nilai-nilai karakter pada pembelajaran. Kehadiran media pembelajaran dinilai sangat membantu guru dalam mengintegrasikan nilai- nilai karakter dalam pembelajaran. Media pembelajaran dapat menyederhanakan pengintegrasian nilai-nilai karakter serta memproyeksikan konsep-konsep pelajaran yang abstrak dan sulit bila hanya mengandalkan penjelasan secara lisan (Indriana, 2011). Salah satu media yang efektif untuk siswa Sekolah Dasar adalah media komik. Kemampuan media komik dalam menciptakan minat siswa pada pembelajaran menjadi peran pokok dalam efektivitas penggunaan media komik (Sudjana & Rivai, 2010). Hal ini dikarenakan menurut Arsyad (dalam Restian & Sari, 2019), “siswa Sekolah Dasar memiliki daya tarik yang tinggi terhadap media visual dan juga cerita yang dihadirkan melalui penokohan dalam komik untuk menyampaikan nilai-

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 14 nilai karakter pada siswa”. Melalui penelitian terhadap komik tersendiri sebagai bahan bacaan yang dilakukan oleh Thorndike (dalam Azizi & Prasetyo, 2017) diketahui bahwa seorang anak yang dalam sebulan minimal membaca satu buku komik setara dengan membaca buku-buku pelajaran dalam setiap tahunnya. Penggunaan media komik dalam menyampaikan nilai-nilai karakter bertujuan agar peserta didik dapat memahami pesan-pesan positif yang disampaikan serta mampu mengaktualisasikan pesan-pesan yang disampaikan ke dalam kehidupan sehari-hari (Nugraha, Yulianti, & Khanafiyah, 2013). Nilai-nilai karakter ditampilkan pada tokoh-tokoh dalam komik agar siswa dapat mengetahui nilai moral yang disampaikan (moral knowing), dapat merasakan pesan moral yang disampaikan pada cerita (moral feeling), serta dapat mengaplikasikan nilai moral yang dicontohkan oleh tokoh dalam kehidupan sehari-hari (moral action) (Setyaningsih, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Agustiningsih (2015) mengindikasikan bahwa guru masih mengalami kesulitan ketika harus memanfaatkan media pembelajaran yang dapat menunjang pembelajaran tematik karena media pembelajaran tematik harus dapat memfasilitasi berbagai konsep dari beberapa mata pelajaran yang terintegrasi. Hal ini tentu menambah kesulitan tersendiri apabila media pembelajaran tematik tersebut harus juga mengakomodasikan pendidikan karakter. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2018) dengan mengembangkan media komik pendidikan karakter kemandirian di SD menunjukkan bahwa media komik layak digunakan untuk pendidikan karakter di SD. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya kebutuhan pengembangan media komik pendidikan karakter yang terintegrasi dengan pembelajaran tematik dengan harapan memberikan kemudahan bagi siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai karakter sekaligus memahami materi pelajaran secara bermakna. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rancangan pengembangan media komik pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran tema 2 subtema 3 pembelajaran 1 di kelas IV Sekolah Dasar. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Design Based Research karena adanya kesesuaian dengan tujuan penelitian untuk mengembangkan produk berupa media komik pendidikan karakter pada pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Adapun langkah-langkah pada penelitian ini didasarkan pada model Reeves (dalam Lidinillah, 2012). Tahap identifikasi dan analisis masalah dilakukan melalui studi literatur dan studi pendahuluan oleh peneliti. Pada tahap pengembangan solusi, peneliti merancang prototipe media komik berdasarkan hasil analisis. Penelitian ini hanya melalui dua tahap dari empat tahap DBR model Reeves, yakni analisis dan pengembangan karena tidak sampai pada pengujian produk. Teknik pengumpulan data pada penelitian dan studi pendahuluan dilakukan melalui observasi, wawancara, serta studi dokumentasi. Observasi dan wawancara dilakukan di SDN Kamulyan, Kabupaten Tasikmalaya, dengan subjek observasi adalah siswa kelas IV dan subjek wawancara adalah guru kelas IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan produk media komik berbasis pendidikan karakter yang siap untuk divalidasi oleh validator ahli media dan ahli materi dan diujicobakan di Sekolah Dasar. Media komik yang dikembangkan berkaitan dengan pembelajaran Tema 2 Selalu Berhemat Energi, Subtema 3 Energi Alternatif, Pembelajaran ke-1, serta karakter tanggung jawab dan karakter peduli lingkungan dengan spesifikasi sebagai berikut. Judul : Komik Pendidikan Karakter: Kenapa Harus Hemat Energi? Penulis & Ilustrator : Aisyah Huriyatun Na’im Jumlah halaman : 28 halaman Ukuran : A5 (21 cm x 14,8 cm)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 15

Bahan : Art Paper 150 gsm, art carton 210 gsm Berikut ini dipaparkan pembahasan mengenai pengembangan produk media komik pendidikan karakter pada pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. 1. Identifikasi dan Analisis Masalah Melalui studi literatur, peneliti dapat mengidentifikasi beberapa masalah. Pada pelaksanaan pendidikan karakter ditemukan kendala berupa kurangnya media, terutama bahan bacaan dari pemerintah, hal ini tidak sejalan dengan penerapan pendidikan karakter yang dirasa sulit dan mengharuskan guru untuk berkreasi dalam mengatasi kelemahan tersebut (Sari, Suroso & Yustinus, 2018). Studi pendahuluan yang dilakukan melalui wawancara dengan guru mengindikasikan perlunya media pembelajaran dalam menyampaikan materi-materi pembelajaran yang bersifat abstrak dan sulit, terutama dalam pembelajaran yang memuat materi IPA dan IPS. Hasil observasi juga menunjukkan kebutuhan terhadap media pembelajaran berdasarkan kondisi dimana siswa kesulitan untuk fokus pada pembelajaran yang tidak memanfaatkan media, alhasil siswa seringkali mengobrol dan bermain dengan teman atau keluar kelas. Berdasarkan studi literatur dan studi pendahuluan tersebut, peneliti dapat mengidentifikasi kebutuhan terhadap media pembelajaran yang dapat menyampaikan nilai-nilai karakter serta materi pembelajaran yang bersifat abstrak, terutama pembelajaran yang memuat materi IPA dan IPS. 2. Pengembangan Solusi Berdasarkan temuan masalah, peneliti mengembangkan solusi berupa produk media komik sebagai berikut. a. Aspek Materi Materi atau cerita pada komik dikembangkan berdasarkan muatan pembelajaran yang terdapat pada tema 2 subtema 3 pembelajaran 1 di kelas IV SD yang memuat materi pembelajaran energi alternatif (IPA), pemanfaatan sumber daya alam (IPS), serta teks petunjuk (Bahasa Indonesia) (Kemendikbud, 2017a). Adapun nilai karakter yang diintegrasikan adalah karakter tanggung jawab dan peduli lingkungan. Karakter tanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan kewajiban yang semestinya baik terhadap diri sendiri, atau masyarakat, lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, negara, serta Tuhan Yang Maha Esa (Astriani, 2016). Sedangkan karakter peduli lingkungan merupakan sikap dan tindakan yang berusaha mencegah kerusakan alam sekitar, adapun pada kerusakan yang sudah terjadi berupaya untuk memperbaikinya (Kemendiknas, 2010). b. Aspek Desain Proses ilustrasi komik dimulai dengan membuat story board secara manual menggunakan pensil di atas kertas berdasarkan naskah yang telah dikembangkan. Kemudian dilakukan pembuatan sketsa, pemberian line art, pewarnaan, penambahan narasi atau teks dan balon kata secara digital dengan menggunakan software Procreate. Jenis huruf yang digunakan adalah Chalkboard SE dan Futura dengan ukuran huruf 12 pt yang merupakan ukuran huruf yang tepat (Arsyad, 2006). 3. Pengembangan Komik Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Tematik Pengembangan media komik didasarkan pada indikator pengembangan buku pendidikan karakter untuk anak (Gilang, Sihombing, & Sari, 2017) yang terdiri dari: (1) konteks linguistik yang sesuai dengan perkembangan bahasa anak; (2) konteks emotif yang dapat mengembangkan emosi anak seperti empati, senang, sedih; (3) konteks situasional yang disesuaikan dengan pengalaman anak; (4) penokohan karakter yang mencontohkan nilai kebaikan; serta (5) penegasan cerita dengan penggunaan warna yang menarik.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 16

Melalui serangkaian proses pengembangan yang telah dilaksanakan, penelitian menghasilkan produk akhir berupa media komik berjudul “Komik Pendidikan Karakter: Kenapa Harus Hemat Energi?” yang ditampilkan sebagai berikut.

Gambar 1. Tampilan Sampul Gambar 2. Tampilan Penokohan Karakter Pada Gambar 1 ditampilkan sampul komik yang dikembangkan berdasarkan kelima indikator yang sudah disebutkan. Ilustrasi sampul dibuat dengan menggambarkan kondisi yang membangkitkan ketertarikan siswa untuk mengetahui lebih lanjut kenapa harus menghemat energi dan dapat menggambarkan isi komik. Sehingga ditampilkan dua karakter yang sedang menggunakan energi secara berlebihan dan satu karakter ditampilkan kebingungan dan tidak senang dengan perilaku tidak hemat kedua karakter lain. Warna yang digunakan pada sampul adalah warna-warna yang cerah agar menimbulkan ketertarikan siswa. Teks pada judul dibuat lebih menonjol daripada teks lain untuk memberikan penekanan. Pada Gambar 2 ditampilkan karakter tokoh-tokoh yang terdapat pada komik. Karakter yang ditampilkan terdiri dari tiga tokoh yang digambarkan sesuai karakter masing-masing. Setiap karakter digambarkan dengan ciri khusus pada pakaian, wajah, atau bentuk badan agar tidak membingungkan pembaca. Karakter bernama Dito digambarkan sebagai siswa kelas 4 yang awalnya kurang tertarik untuk menjaga lingkungan, karakter ini digambarkan untuk menampilkan perubahan perilaku. Karakter bernama Kak Laras digambarkan untuk menjelaskan tentang energi dan memberikan dorongan untuk merubah perilaku. Karakter Sekar ditampilkan sebagai karakter pendukung yang memiliki ketertarikan terhadap materi energi dan perilaku hemat energi. Jumlah tokoh dibuat tidak terlalu banyak sehingga dapat memudahkan siswa untuk mengidentifikasi nilai- nilai pada komik.

Gambar 3. Tampilan Materi Energi Gambar 4. Tampilan Materi Pemanfaatan Alternatif Sumber Daya Alam Pada Gambar 3 dan 4 ditampilkan materi-materi yang terdapat pada komik berdasarkan Tema 2 Subtema 3 Pembelajaran ke-1 di Kelas IV yang terdiri dari materi tentang energi alternatif, pemanfaatan SDA, serta teks petunjuk. Materi tentang energi alternatif dijelaskan pada komik ini

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 17 dengan membahas satu persatu energi alternatif beserta pemanfaatannya. Ilustrasi yang menggambarkan pemanfaatan energi alternatif dibuat sedemikian rupa agar menyerupai wujud aslinya. Materi pemanfaatan sumber daya alam dijelaskan pada komik melalui kolom teks bacaan yang berjudul “Minyak Biji Bunga Matahari Sebagai Sumber Energi Alternatif”.

Gambar 5. Tampilan Gambar 6. Tampilan Nilai Gambar 7. Tampilan Nilai Materi Teks Petunjuk Karakter Tanggung Jawab Karakter Peduli Lingkungan

Pada Gambar 5, 6, dan 7 ditampilkan materi teks petujunjuk, nilai karakter tanggung jawab dan peduli lingkungan. Materi teks petunjuk ditampilkan melalui teks petunjuk cara membuat mainan paralayang. Nilai karakter tanggung jawab pada komik ini ditampilkan melalui pemberian contoh kegiatan yang tidak bertanggung jawab dalam penggunaan energi sehingga kemudian dijelaskan kenapa hal tersebut tidak boleh dilakukan dan apa yang sebaiknya dilakukan. Nilai karakter peduli lingkungan ditampilkan melalui ajakan terhadap pembaca serta contoh kegiatan yang menggambarkan karakter peduli lingkungan. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang mengembangkan produk media komik pendidikan karakter pada pembelajaran tematik yang memuat memuat nilai karakter tanggung jawab dan peduli lingkungan serta materi pembelajaran energi alternatif (IPA), pemanfaatan sumber daya alam (IPS), dan teks petunjuk (Bahasa Indonesia), pada tema 2 subtema 3 pembelajaran 1 di kelas IV SD ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan media pendidikan karakter pada pembelajaran tematik telah dinilai layak untuk divalidasi dan diuji cobakan berdasarkan pada beberapa aspek, diantaranya pada aspek desain, aspek muatan pembelajaran, serta aspek muatan pendidikan karakter. Produk dikembangkan melalui tahapan identifikasi dan analisis masalah serta tahap perancangan media komik berdasarkan hasil analisis masalah. Penelitian ini memiliki kelebihan produk yang dapat digunakan sebagai suplemen pembelajaran tematik yang juga mengakomodasi pendidikan karakter, adapun keterbatasannya adalah penelitian ini hanya melalui dua tahap dari empat tahap DBR model Reeves, yakni hanya melalui tahap analisis dan perancangan produk.

DAFTAR PUSTAKA Agustiningsih. (2015). Pengembangan desain e-komik tematik berbasis pada pendidikan lingkungan hidup dengan aplikasi macromedia-flash untuk kelas permulaan sekolah dasar. Pancaran, 4(4), hlm. 177-194. Arsyad, A. (2006). Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Astriani, W. (2016). Pengembangan model penanaman pembelajaran pendidikan karakter berbasis cerita melalui komik bagi siswa sekolah dasar kelas v. Jurnal Pendidikan Dasar, 7(1), hlm. 176- 185. Azizi, M. & Prasetyo, S. (2017). Kontribusi pengembangan media komik ipa bermuatan karakter pada materi sumber daya alam untuk siswa sd/mi. Al-Bidayah, 9(2), hlm. 185-193.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 18

Gilang, L., Sihombing, R. M., & Sari, N. (2017). Kesesuaian konteks dan ilustrasi pada buku bergambar untuk mendidik karakter anak usia dini. Jurnal Pendidikan Karakter, 7(2), hlm. 158- 169. Indriana, D. (2011). Ragam alat bantu media pengajaran. Yogyakarta: Diva Press. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017a). Selalu berhemat energi: Buku guru. Jakarta: Kemendikbud. Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017b). Konsep dan pedoman penguatan pendidikan karakter. Jakarta: Kemendikbud. Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Jakarta: Kemendiknas. Kesuma, D., Trianta, C., & Permana, J. (2012). Pendidikan karakter: Kajian teori dan praktik di sekolah. : PT Remaja Rosdakarya. Lidinillah, D. A. M. (2012). Design research sebagai model penelitian pendidikan. Tasikmalaya: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Nugraha, E. A., Yulianti, D., & Khanafiyah, S. (2013). Pembuatan bahan ajar komik sains inkuiri materi benda untuk mengembangkan karakter siswa kelas iv sd. Unnes Physics Education Journal, 2(1), hlm. 60-68. Nugraha, S. A. (2016). Konsep dasar pendidikan karakter. Al-Munawwarah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), hlm. 86-105. Restian, A., & Sari, E. K. (2019). Pengembangan media “comic life” untuk gerakan literasi siswa kelas iii di sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 5(1), hlm. 159-171. Sari, A. L., dkk. (2018). Pengembangan media komik dan kartu disiplin pada pembelajaran karakter tema 6 kelas iii sekolah dasar negeri salatiga 09. Jurnal Widyagogik, 5(2), hlm. 111-121. Setyaningsih, E. (2018). Pengembangan komik pendidikan karakter kemandirian di sekolah dasar negeri gembongan. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 34(7), hlm. 3.354-3.365. Sudjana, N., & Rivai, A. (2010). Media pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 19

Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE di Kelas IV Sekolah Dasar Wina Amalia1, Epon Nur’aeni L2, Lutfi Nur3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is motivated by the results of preliminary studies which indicate the learning obstacle related to (1) understanding the concept area of a triangle; (2) accuracy in operating the area of a triangle formula; and (3) analyzing and describing problems the area of a triangle. The teachers must be able to design learning that can overcome learning obstacle. The researcher designed a didactic design area of triangle using the SPADE learning model as an effort to overcome the learning obstacle. The purpose of this study is to describe didactical design, its implementation, and students respon to didactical design area of a triangle based on the SPADE learning model. This research used a didactical design research method. This research was conducted in SDN Sukasari and the final result is an didactical design that could be used to minimize the learning obstacle area of a triangle in grade IV Elementary School. Keywords: Didactical design research, SPADE learning model, learning obstacle, area of a triangle. Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi hasil studi pendahuluan yang menunjukan adanya hambatan belajar siswa mengenai (1) pemahaman konsep luas daerah segitiga; (2) ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga; dan (3) kegiatan menganalisis serta menguraikan soal cerita luas daerah segitiga. Hambatan belajar tersebut menyebabkan guru harus mampu merancang suatu pembelajaran yang dapat meminimalisir ataupun mengatasi hambatan belajar yang dialami oleh siswa. Peneliti merancang desain didaktis materi luas daerah segitiga menggunakan model pembelajaran SPADE sebagai upaya untuk mengatasi hambatan belajar. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan desain didaktis, implementasinya, serta respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian desain didaktis (Didactical Design Research). Penelitian dilakukan di SDN Sukasari dan hasil akhir dari penelitian ini berupa desain didaktis yang dapat digunakan untuk meminimalisir hambatan belajar pada materi luas daerah segitiga di kelas IV Sekolah Dasar. Kata Kunci: Desain Didaktis, model Pembelajaran SPADE, hambatan belajar, luas daerah segitiga.

PENDAHULUAN Matematika dijabarkan sebagai ilmu yang mempelajari bilangan, ruang, besaran, hubungan (relasi), serta bentuk yang abstrak (Siswono, dalam Siagian, 2016). Teori Piaget menyatakan pada tahap perkembangan operasional yaitu anak berusia 7 sampai 11 tahun memiliki pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif (naluri) dengan syarat pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret atau spesifik (Bujuri,2018). Pandangan tersebut menekankan bahwa pembelajaran matematika untuk anak usia SD memerlukan contoh-contoh konkret dan spesifik. Tujuan pembelajaran matematika menurut kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik terdiri dari 5 langkah yang biasa disebut dengan 5M yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Tujuan pembelajaran matematika di SD berkaitan dengan ruang lingkupnya untuk mengenalkan bilangan, statistika, serta geometri dan pengukukurannya. Salah satu ruang lingkup matematika yang dipelajari di sekolah dasar adalah geometri. “The study of geometry enchances students thinking skill using visual imagery” (Tieng & Eu, 2014). Kennedy (dalam Nur’aeni, 2010) mengemukakan bahwa dengan pengalaman mempelajari geometri, siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta mendukung banyak topik lainnya dalam matematika. Namun pada kenyataannya di Sekolah Dasar, geometri masih dianggap sulit oleh siswa. Herawati (dalam Nur’aeni,2010) mengemukakan bahwa “masih banyak siswa sekolah dasar yang belum memahami konsep-konsep dasar geometri, diantaranya dalam pemahaman geometri

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 20 datar”. Pada kurikulum 2013 terdapat Kompetensi Dasar (KD) berbasis geometri datar di kelas IV semester II yaitu materi luas daerah segitiga pada KD 3.9 dan 4.9. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan menggunakan soal yang sudah melalui tahap konfirmasi oleh dosen matematika. Studi pendahuluan dilakukan dengan memberikan soal kepada 20 siswa kelas IV semester II di SDN 2 Setiamulya. Hasil studi pendahuluan diantaranya: 1. hambatan belajar mengenai pemahaman konsep luas daerah segitiga; 2. hambatan belajar mengenai ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga; dan 3. hambatan belajar mengenai kegiatan menganalisis dan menguraikan soal cerita luas daerah segitiga. Hasil studi literatur yang dilakukan, terdapat beberapa peneliti sebelumnya yang dapat dijadikan gambaran terkait topik yang akan diteliti lebih lanjut. Penelitian tersebut diantaranya: 1. penelitian oleh Muzdalipah dkk tahun 2015 menyimpulkan, desain didaktis dapat menggunakan permainan tradisional congklak, pecle, dan galah sebagai konteks matematika di Kampung Naga; 2. penelitian oleh Nur’aeni dkk tahun 2018 menyimpulkan pembelajaran geometri di SD, dapat menggunakan model pembelajaran SPADE untuk membantu siswa memahami konsep geometri. Model pembelajaran SPADE menerapkan lima langkah kegiatan pembelajaran, yaitu bernyanyi (singing), bermain (playing), menganalisis (analyzing), diskusi (discussing), dan evaluasi (evaluating). Peneliti menggunakan permainan tradisional boi-boian pada pembelajaran luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE. Hasil studi literatur yang dilakukan menunjukkan penelitian- penelitian sebelumnya belum ada yang meneliti pengembangan desain didaktis pada materi luas daerah segitiga dengan menggunakan model pembelajaran SPADE untuk meminimalisir hambatan belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE di Kelas IV Sekolah Dasar”. Peneliti merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar? 2. Bagaimana implementasi desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar? 3. Bagaimana respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar? Tujuan umum dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar. 2. Mendeskripsikan implementasi desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar. 3. Mendeskripsikan respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV Sekolah Dasar.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan model penelitian Didactical Design Research (DDR). DDR merupakan penelitian yang memfokuskan pada merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi desain pembelajaran untuk mengatasi hambatan belajar (learning obstacles) pada siswa (Aprianti,dkk., 2016). Penelitian desain didaktis atau DDR terdiri dari tiga tahapan yaitu: “1) Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa desain didaktis hipotesis termasuk Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP); 2) Analisis

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 21 metapedadidaktik; 3) Analisis retrospective yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktik.” (Suryadi, 2010). Ketiga tahap pada DDR dijelaskan lebih rinci pada bagan alur penelitian yang diadaptasi dari (Oktaviani ,2018) sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian Gambar 1 menunjukan bagan alur penelitian. Berikut rincian dari prosedur penelitian yang akan dilakukan: Analisis Situasi Didaktis 1) Peneliti mengambil fokus penelitian materi luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE. 2) Merancang instrumen awal berupa soal-soal untuk studi pendahuluan berdasarkaan materi luas daerah segitiga telah di dipilih 3) Melakukan studi pendahuluan dengan mengujikan insturmen awal yang telah disusun 4) Menganalisis hasil studi pendahuluan untuk mengidentifikasi hambatan belajar (learning obstacles) yang dialami siswa pada materi luas daerah segitiga 5) Mengembangkan desain didaktis awal berdasarkan hambatan belajar siswa yang teridentifikasi Analisis Metapedadidaktik 1. Mengimplementasikan desain didaktis awal yang telah dirancang pada pembelajaran di kelas IV 2. Menganalisis situasi berdasarkan respon siswa pada saat pengimplementasian desain didaktis awal Analisis Retrospektif 1. Mengaitkan prediksi respon dan antisipasi yang telah dibuat sebelumnya dengan beragam respon siswa yang muncul pada saat pengimplementasian desain didaktis awal. 2. Menyusun serta mengembangkan desain didaktis revisi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu tes tulis, observasi, wawancara, angket, dan dokumentasi. Tes tulis dilakukan dengan memberi instrumen berupa 6 soal uraian mengenai luas daerah segitiga kepada siswa kelas IV. Observasi yang digunakan adalah observasi kualitatif yaitu peneliti melakukan observasi ke lapangan untuk mengetahui dan memahami gambaran situsasi dan kondisi pembelajaran secara langsung. Peneliti melakukan wawancara secara langsung pada guru untuk mengetahui hambatan belajar (learning obstacles) materi luas daerah segitiga. Peneliti juga melakukan dokumentasi dengan pengumpulan data berupa dokumen tertulis dan gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Peneliti melakukan studi pendahuluan terhadap siswa kelas IV SDN 2 Setiamulya dan didapatkan hasil bahwa siswa terindikasi mengalami hambatan belajar pada pembelajaran materi keliling belah ketupat, daintaranya sebagai berikut. 1. Hambatan Belajar pada Materi Luas Daerah Segitiga @2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 22

Tipe 1: Terdapat 7 dari 20 responden mengalami hambatan belajar mengenai pemahaman konsep luas daerah segitiga. Hambatan belajar tipe 1 ditemukan berdasarkan hasil studi pendahuluan untuk menuliskan rumus luas daerah segitiga.

Gambar 2. Hambatan Belajar Tipe 1 Tipe 2: Terdapat 11 dari 20 responden mengalami hambatan belajar mengenai ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga. Hambatan belajar tipe 2 ditemukan berdasarkan hasil studi pendahuluan untuk menentukan tinggi segitiga jika luas daerah segitiga dan alas segitiga diketahui.

Gambar 3. Hambatan Belajar Tipe 2 Tipe 3: Hambatan belajar mengenai kegiatan menganalisis dan menguraikan soal cerita luas daerah segitiga. Hambatan belajar tipe 3 ditemukan berdasarkan hasil studi pendahuluan untuk menentukan ukuran alas taman berbentuk segitiga jika luas daerah, tinggi, dan sisi miringnya diketahui. Terdapat 14 dari 20 responden siswa mengalami kesulitan belajar.

Gambar 4. Hambatan Belajar Tipe 3 2. Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE Peneliti memperkenalkan konsep luas daerah segitiga kepada siswa melalui proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran SPADE.

Gambar 5. Daerah Segitiga Berdasarkan gambar 5, definisi luas daerah segitiga yaitu banyaknya persegi satuan yang dapat menutup daerah interior segitiga (Putri, 2019). Penggunaan model pembelajaran SPADE

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 23 selaras dengan teori yang dikemukankan Dienes mengenai objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika (Siregar, 2017). Model pembelajaran SPADE berorientasi pada lima langkah kegiatan yakni bernyanyi (singing), bermain (playing), menganalisis (analysis), berdiskusi (discussing) dan evaluasi (evaluating). Playing yang digunakan pada model pembelajaran SPADE adalah permainan tradisional. Peneliti menggunakan permainan tradisional boi-boian. Karakteristik permainanl boi-boian yaitu menggunakan pecahan genting dan bola kasti atau plastik untuk bermain (Mulyani ,2013). Pembelajaran diawali apersepsi dengan bertanya tentang permainan tradisional boi-boian yang biasa dilakukan, selanjutnya guru menjelaskan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE yang akan dilakukan siswa. Guru mengenalkan bangun datar segitiga melalui benda-benda berbentuk segitiga seperti penggaris, gambar rambu lalu lintas bentuk segitiga, dan gambar rak susun segitiga. Sintaks pertama pada pembelajaran luas daerah segitiga berbasis model SPADE adalah bernyanyi (singing). Guru menyajikan sebuah lagu berjudul “Luas Daerah Segitiga” dengan irama lagu Lihat Kebunku. Siswa dengan bimbingan guru menyanyikan lagu tersebut. Selanjutnya, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok berjumlah 5 sampai 6 orang. Kegiatan pertama pada LAS (Lembar Aktivitas Siswa) adalah mengukur alas dan tinggi potongan kayu berbentuk segitiga pada permainan tradisional boi-boian. Pada kegiatan ini siswa melakukan sintaks kedua dan ketiga model pembelajaran SPADE yaitu bermain (playing) dan analisis (Analyzing). Kegiatan kedua pada LAS adalah menentukan rumus luas daerah segitiga. Siswa diberi intruksi untuk mengukur luas daerah segitiga menggunakan konsep persegi satuan, melalui kegiatan tersebut siswa harus menentukan rumus luas daerah segitiga. Kegiatan ketiga pada LAS adalah menghitung luas daerah segitiga pada potongan kayu. Siswa diberi tugas untuk berdiskusi menghitung luas daerah segitiga pada sepuluh potongan kayu. Pada kegiatan ini siswa melakukan sintaks keempat model pembelajaran SPADE yaitu diskusi (discussing). Pada akhir kegiatan, guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan dari pembelajaran. Guru juga melakukan tanya jawab tentang materi yang telah dipelajari. Selanjutnya siswa diintruksikan untuk mengerjakan soal evaluasi (Evaluating). 3. Implementasi Desain Didaktis Luas Daerah Segitiga Berbasis Model Pembelajaran SPADE Implementasi desain awal dilakukan pada 21 siswa kelas IV rombel A SDN Sukasari. Peneliti pada implementasi desain awal menemukan respon yang sudah sesuai dengan prediksi respon siswa, namun ada juga yang tidak terprediksi. Respon siswa yang tidak terprediksi diantaranya tidak menggunakan satuan cm pada alas dan tinggi segitiga, tidak menuliskan rumus luas daerah segitiga, dan tidak menggunakan satuan luas daerah. Peneliti melakukan retrospective analysis dengan dosen pembimbing. Hasil dari retrospective analysis yaitu peneliti harus memperbaiki RPP, LAS, prediksi respon siswa dan ADP. Hasil revisi desain didaktis awal, diimplementasikan pada siswa kelas IV rombel B SDN Sukasari. Pada implementasi desain didaktis revisi, respon siswa yang muncul sesuai dengan prediksi respon yang telah dirancang, sehingga peneliti tidak kesulitan melakukan ADP. Hasil dari implementasi desain didaktis revisi menunjukan bahwa LAS dan RPP materi luas daerah segitiga layak untuk digunakan. 4. Respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE Respon siswa terhadap desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaran SPADE di kelas IV SD didasari oleh hasil analisis respon siswa. Siswa terlihat senang, aktif, dan antusias pada saat pembelajaran berlangsung. Angket respon siswa menunjukan bahwa siswa memahami materi luas daerah segitiga menggunakan desain pembelajaran berbasis model pembelajaran SPADE. Hal ini dibuktikan dari rata-rata hasil evaluasi pada implementasi desain awal 78,55 dan rata-rata nilai evaluasi desain revisi 90,25. SIMPULAN

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 24

Terdapat tiga jenis hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa pada materi luas daerah segitiga, yaitu: hambatan tipe 1 mengenai pemahaman konsep luas daerah segitiga; hambatan tipe 2 mengenai ketelitian dalam mengoprasikan rumus luas daerah segitiga; hambatan tipe 3 mengenai kegiatan menganalisis dan menguraikan soal cerita luas daerah segitiga. Tiga learning obstacle yang dialami oleh siswa termasuk jenis hambatan belajar epistemologis. Ketiga hambatan belajar siswa tersebut dapat diminimalisir oleh desain didaktis luas daerah segitiga berbasis model pembelajaraan SPADE yang telah peneliti rancang. Desain didaktis yang dibuat peneliti adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Angket respon siswa menunjukan bahwa siswa memahami luas daerah segitiga menggunakan LAS berbasis model pembelajaran SPADE. Rata-rata nilai evaluasi pada implementasi desain awal 78,55 dan rata-rata nilai evaluasi desain revisi 90,25.

DAFTAR PUSTAKA Aprianti, D.A., dkk. (2016). Desain didaktis pengelompokan bangun datar untuk mengembangkan komunikasi matematis siswa kelas II Sekolah Dasar. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar: 3 (1), hlm. 150-158. Bujuri, D.A. (2016). Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar Dan Implikasinya Dalam Kegiatan Belajar Mengajar. LITERASI Jurnal Ilmu Pendidikan,1(9), hlm. 37-50. Mulyani, S. (2013). 45 Permainan Tradisional anak indonesia.yogyakarta: Langensari Publishing. Nur’aeni, E. (2010). Pengembangan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa sekolah dasar melalui pembelajaran geometri berbasis teori van hiele. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Nur’aeni, E dkk. (2018). Pengembangan model pembelajaran geometri berbasis permainan tradisional kampung naga untuk siswa Sekolah Dasar. Tasikmalaya: Penelitian Dana Dikti Tahun ke 1. Oktaviani, L. (2018). Desain didaktis keliling persegi berbasis permainan tradisional petak umpet di Sekolah Dasar. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya, Tasikmalaya. Putri, W. (2019). Situasi didaktis pembelajaran konsep luas daerah segitiga pada siswa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Siagian, M.D. (2016). Kemampuan koneksi matematik dalam pembelajaran matematika. MES (Journal of Mathematics Education and Science), 2(1), hlm. 58-67. Siregar, P.S. (2017). Penerapan Pendekatan bermain dalam pembelajaran matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar. JURNAL GENTALA PENDIDIKAN DASAR, 2(1), hlm. 36-53. Suryadi, Didi. (2010). Didactical design research (ddr) dalam pengembangan pembelajaran matematika 1. Seminar Nasional MIPA. Tieng,P.& Eu,L. (2014). Improving Students van hiele level of geometric thinking using geometer’s skechpad. The Malaysian Online Journal of Education,2(2), hlm. 20-31.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 25

PENILAIAN KETERAMPILAN ABAD 21 DALAM PEMBELAJARAN STEM Siti Fetty Fatimah1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2 Lutfi Nur3 PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya1,PGSD Kampus Tasikmalaya2,3 Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract The assessment of the 21st century skill is little known. Assessment of 21st century skills in STEM learning is used to measure the critical thinking, creativity, communication, and collaboration skills that appear in students in the application of STEM learning. This study aims to determine how the assessment of 21st century skills in STEM learning. The research method used literature study. Data collection method using literature study. The type of data used is secondary data in the form of books, journals, and research results. The results showed that there are still many educators who do not know about 21st century skills assessment and developing 21st century skills in students is done by implementing STEM-based learning. STEM learning is relevant to 21st century skills development. Keywords: assessment, 21st century skills, STEM learning Abstrak Penilaian keterampilan abad 21 masih jarang diketahui. Penilaian keterampilan abad 21 dalam pembelajaran STEM digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi yang muncul pada siswa dalam penerapan pembelajaran STEM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian keterampilan abad 21 dalam pembelajaran STEM. Metode penelitian menggunakan studi literatur. Metode pengumpulan data dengan studi pustaka. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa buku, jurnal, dan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak pendidik yang belum mengetahui penilaian keterampilan abad 21 dan mengembangkan keterampilan abad 21 pada siswa dilakukan dengan menerapkan pembelajaran berbasis STEM. Pembelajaran STEM relevan dengan pengembangan keterampilan abad 21. Kata Kunci: penilaian, keterampilan abad 21, pembelajaran STEM

PENDAHULUAN Kurikulum 2013 diarahkan untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Keterampilan ini mencakup kemampuan berpikir kritis (critical thingking), kreativitas (creativity), komunikasi (communication), dan kolaborasi (collaboration). Keterampilan ini juga dikenal dengan sebutan 4C. Pengembangan keterampilan abad 21 dalam penerapannya diperlukan model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pengembangan keterampilan abad 21 seperti pembelajaran berbasis penemuan, projek, masalah, berbasis desain dan juga pembelajaran berbasis STEM. STEM adalah model pembelajaran yang sesuai dengan pengembangan keterampilan abad 21. Sejalan dengan itu Sulistia et al. (2019) “Salah satu pembelajaran yang relevan dengan pengembangan keterampilan abad ke-21 adalah pendidikan STEM. Hal ini sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dimana peserta didik diharapkan dapat mengembangkan keterampilan abad 21. Mengetahui sejauh mana pengembangan keterampilan siswa diperlukan sebuah penilaian. Penilaian keterampilan abad 21 memerlukan instrumen penilaian yang sesuai. Instrumen penilaian ini berisi kompetensi yang harus dimiliki siswa pada abad 21 ini. Terdapat 4 kompetensi keterampilan abad 21 diantaranya kompetensi berpikir kritis, kreativitas, komunikasi dan kolaborasi. Namun faktanya masih banyak ditemukan permasalahan dalam pelaksanaan proses penilaian. Berdasarkan studi kajian pustaka ditemukan bahwa pelaksanaan penilaian belum dilakukan dengan optimal. Menurut penelitian yang dilakukan Febriana, (2016) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan tidak memiliki kejelasan terhadap kriteria kemampuan anak. Hal ini dikarenakan belum terdapat rubrik sebagai acuan dalam melakukan penilaian kemampuan anak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mayoritas guru belum memiliki kemampuan dalam menyusun instrumen penilaian dan penilaian kemampuan anak belum dilakukan secara optimal. Penilaian keterampilan abad 21 pada pembelajaran STEM diperlukan instrumen yang sesuai. Instrumen penilaian ini disesuaikan dengan aspek kompetensi keterampilan abad 21 yang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 26 muncul pada siswa selama proses pembelajaran. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini yaitu untuk memberikan informasi mengenai penilaian pada keterampilan abad 21 dalam pembelajaran STEM.

PEMBAHASAN 1. Kurikulum PAUD 2013 Kurikulum merupakan rencana-rencana yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran dan dituliskan menjadi sebuah dokumen (Rahelly, 2018). Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum pada pendidikan anak usia dini dirancang agar kegiatan pembelajaran terasa menyenangkan bagi anak, dengan tetap memperhatikan aspek–aspek perkembangan anak usia dini yang hendak dicapai sebagai tujuan pendidikan. Kurikulum PAUD 2013 mencakup semua dimensi tumbuh kembang anak yakni aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta semua program pengembangan yang direncanakan dan disajikan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Kurikulum PAUD 2013 menerapkan pembelajaran dalam bentuk pemberian pengalaman belajar langsung kepada anak yang dirancang sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan usia anak. Kurikulum 2013 ini diharapkan dapat menjawab tantangan dan persoalan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia dimasa depan.

2. Keterampilan Abad 21 Penerapan kurikulum 2013 sangat erat kaitannya dengan karakteristik abad 21 dimana tuntutan terhadap kompetensi berpikir semakin berkembang. Kurikulum 2013 juga diarahkan untuk mengembangkan keterampilan abad 21, yang dimaksud dengan abad 21 yaitu meliputi kompetensi-kompetensi seperti kompetensi berpikir kritis, kompetensi berkrearivitas, kompetensi berkomunikasi, dan kompetensi berkolaborasi serta kompetensi menguasai media teknologi informasi dan komunikasi. Anak harus memiliki keterampilan abad 21 agar anak dapat bersaing, bukan hanya dengan rekan sebangsanya, tetapi juga dengan rekan seusianya di negara lain karena persaingan yang semakin ketat di era globalisasi ini mengharuskan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional di berbagai bidang kehidupan. Keterampilan abad 21 tersebut digambarkan dalam sebuah skema yang disebut dengan pelangi keterampilan dan pengetahuan abad 21 atau 21st century knowledge and skills rainbow (Trilling dan Fadel dalam Zahira, 2019):

Gambar 1. Pelangi Keterampilan dan Pengetahuan Abad 21

3. Berpikir Kritis Berpikir kritis dan penyelesaian masalah (critical thinking and problem solving): keinginan untuk mencari tahu melalui proses analisis berpikir sistem dan evaluasi terhadap suatu keadaan untuk membuat keputusan melalui ide, bukti, alasan, dan informasi dalam upaya menyelesaikan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 27 masalah. Pengembangan kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan cara memberikan alasan secara efektif, menggunakan berpikir sistem, membuat pertimbangan dan keputusan, serta dapat menyelesaikan masalah. Kemampuan berpikir anak dapat dikembangkan dengan melibatkan anak langsung dalam proses pembelajaran seperti melakukan pengamatan, pencarian informasi hingga memahami dunia dengan gagasannya. Dalam kegiatan observasi anak dapat melakukan pengamatan, mengajukan pertanyaan, dan mengemukakan pendapat tentang informasi baru yang didengar dan dilihat. Anak merumuskan masalah dengan menghubungkan sebab akibat dari kejadian yang dilihatnya. 4. Kreativitas Kreativitas dan inovasi (creativity and innovation): kelancaran dan keluwesan dalam berpikir dan mengungkapkan pikiran, serta kemampuan untuk memodifikasi atau menciptakan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya. Inovasi adalah penemuan baru melalui aplikasi, sintesis, pemaknaan kembali, berupa gagasan maupun karya nyata kreativitas dan inovasi dapat ditandai dengan berpikir kreatif, bekerja kreatif, dan berinovasi. Stimulasi sejak dini sangat diperlukan untuk menjadikan anak sebagai manusai yang kreatif di masa depan. Penerapan pembelajaran yang tepat dapat membantu meningkatkan perkembangan kreativitas anak. Imajinasi diperlukan bagi anak dalam perkembangan kreativitasnya serta memecahkan suatu permasalahan. 5. Komunikasi Pada kemampuan komunikasi anak dituntut untuk memahami, mengelola dan mengungkapkan baik lisan, tulis, isyarat, dan visual. Kemampuan komunikasi sangat penting dikembangkan sejak dini. Berkomunikasi merupakan alat bagi manusia untuk menyampaikan informasi baik secara oral maupun menggunakan alat. Komunikasi membantu peserta didik untuk dapat menceritakan objek secara akurat dan dapat memaparkan hasil temuannya kepada orang lain. Dengan pembelajaran yang mengembangkan keterampilan abad 21 memberikan kesempatan bagi anak untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya melalui interaksi dengan guru ataupun teman. 6. Kolaborasi Kolaborasi (collaboration): kemampuan bekerja di dalam tim untuk mencapai tujuan bersama, termasuk kemampuan membangun kemitraan dan kemufakatan, serta dalam mencegah dan mengelola konflik. Kolaborasi atau kerja sama merupakan aspek penting dalam kehidupan, hampir seluruh pekerjaan memerlukan yang namanya kerja sama. Dalam pembelajaran peserta didik juga dituntut untuk dapat bekerjasama dalam tim atau kelompok, bertanggungjawab dalam menyelesaikan tugas dan mau berbagi kepada teman. 7. Pembelajaran STEM Salah satu pembelajaran yang relevan dengan pengembangan keterampilan abad ke-21 adalah pendidikan STEM (Sulistia et al., 2019). Pendidikan STEM tidak hanya mengembangkan pengetahuan isi saja tetapi juga cara berpikir tertentu, kerjasama tim, kemampuan untuk memecahkan masalah, dan kreativitas. Pendekatan pembelajaran STEM terpadu menghubungkan pengaplikasian di dunia nyata dengan pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas yang meliputi empat disiplin ilmu yaitu Science, Technology, Engineering, and Mathematics. "STEM", dimulai dengan "SMET", diperkenalkan oleh National Science Foundation (NSF) untuk menekankan pentingnya empat disiplin ilmu baik sebagai kompetensi pekerja dan kompetensi siswa (Lidinillah et al., 2019). Sejalan dengan itu, Selly (2017) mengemukakan bahwa: STEM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh National Science Foundation untuk mengenali cara bahwa disiplin ilmu sains, teknologi, teknik dan matematika saling berhubungan dalam tenaga kerja, dan untuk menekankan bahwa mata pelajaran ini tidak boleh diajarkan secara terpisah karena mereka jarang muncul secara terpisah di dunia nyata.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 28

Pengintegrasian sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dalam pembelajaran membuat peserta didik mempelajari tantangan yang muncul di kehidupan seperti masalah kekurangan energi, masalah lingkungan, masalah kesehatan. Melalui pembelajaran STEM peserta didik diajarkan untuk bagaimana memecahkan masalah dalam kehidupan di duni nyata dengan mengidentifikasi, menerapkan dan mengintegrasikan konsep-konsepnya untuk memahami masalah yang kompleks dan menyelesaikannya. Ke-empat disiplin ilmu tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Science Disiplin ilmu yang pertama adalah sains. Sains adalah ilmu yang mempelajari dunia alam, termasuk juga hukum-hukum alam seperti fisika, kimia, dan biologi serta penerapan fakta, prinsip, konsep, konvensi yang terkait. Sains adalah cara berpikir. Sains adalah mengamati dan bereksperimen, membuat prediksi, berbagi penemuan, mengajukan pertanyaan, dan mencari tahu cara kerja berbagai hal (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) menyatakan “Sains adalah kumpulan pengetahuan tentang dunia fisik dan alam. Ilmuwan berusaha menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi dunia alami dan sifat fisiknya ”. 2) Technology Teknologi terdiri dari seluruh proses dan perangkat yang digunakan untuk mencipta. Teknologi adalah cara melakukan. Teknologi adalah menggunakan alat, membuat inventif, mengidentifikasi masalah, dan membuat berbagai hal berfungsi (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) Teknologi adalah tubuh pengetahuan, artefak, proses, dan sistem yang dihasilkan dari teknik. Teknologi diproduksi oleh manusia untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi kebutuhan dan merupakan produk dari proses rekayasa ”. 3) Engineering Enjinering/rekayasa atau bisa juga disebut teknik adalah tentang desain atau membangung dan proses untuk memecahkan masalah. Teknik adalah cara melakukan. Teknik adalah memecahkan masalah, menggunakan berbagai bahan, merancang dan menciptakan, dan membangun hal-hal yang berfungsi (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) “Teknik adalah aplikasi pengetahuan untuk merancang, membangun, dan memelihara teknologi secara kreatif. Insinyur berusaha untuk mengoptimalkan solusi untuk masalah, kebutuhan, dan yang diinginkan sambil mempertimbangkan sumber daya dan berbagai kendala ”. 4) Mathematics Matematika berhubungan dengan angka, jumlah, dan bentuk geometri. Matematika adalah cara mengukur. Matematika adalah urutan, pola, dan eksplorasi bentuk, volume, dan ukuran (Parks, 2015). Selanjutnya Sulistia et al. (2019) “Matematika adalah“ ilmu angka, jumlah, dan bentuk dan hubungan di antara mereka. Matematika menggunakan angka dan simbol untuk menggambarkan hubungan antar konsep. 8. Penilaian Keterampilan Abad 21 Penilaian keterampilan abad 21 menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara alami, baik berdasarkan kondisi nyata yang muncul dari perilaku anak selama proses berkegiatan maupun hasil dari kegiatan tersebut. Penilaian autentik dapat mengukur penguasaan hasil belajar anak pada pembelajaran STEM melalui pengamatan terhadap perilaku anak selama proses pembelajaran. Salah satu komponen lembaga pendidikan anak usia dini yang memiliki peranan penting untuk memperbaiki standar lulusan yakni proses penilaian. Sama halnya dengan urgensi pendidikan anak usia dini, penilaian merupakan sebuah proses yang tidak dapat dipisahkan dalam memperbaiki mutu pendidikan guna mewadahi seluruh kemampuan, keterampilan dan pembentukkan karakter anak. Proses ini dilakukan secara sistematis dan terstruktur serta berkesinambungan. Perencanaan penilaian autentik dilakukan melalui beberapa tahap yakni: menentukan Kompetensi Dasar dan kegiatan yang didalamnya

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 29 terdapat penentuan RPPH, indikator, penentuan, waktu dan tempat serta jenis penilaian (Zahro, 2015). Penilaian keterampilan abad 21 mengukur 4 aspek kompetensi (berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi). 4 aspek tersebut disesuaikan dengan indikator, tujuan, dan materi pembelajaran ynag muncul setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk memudahkan guru dalam melakukan penilaian, instrumen penilaian yang digunakan dapat berupa rubrik. Melalui penggunaan rubrik penilaian kemampuan anak lebih bersifat objektif. Menurut Sari (2017) “rubrik yaitu alat yang berisi seperangkat kriteria yang digunakan untuk mengukur kinerja siswa”. Secara umum terdapat dua tipe rubrik , yaitu rubrik holistik dan rubrik analitik. Rubrik holistik, yaitu rubrik yang menilai proses secara keseluruhan tanpa adanya pembagian komponen secara terpisah; rubrik analitik, yaitu rubrik yang menilai proses secara terpisah dan hasil akhirnya adalah dengan menggabungkan penilaian dari tiap komponen (Nitko dalam Putri, et al., 2014). Guru dapat mengembangkan instrumen penilaian sendiri, namun sebelumnya guru perlu memahami terlebih dahulu mengenai keterampilan abad 21. Langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian menurut Djaali & Muljono (dalam Samsul & Mutmainnah, 2018) langkah-langkah pengembangan instrumen antara lain: 1) mengembangkan dimensi dan indikator dari variabel penelitian, 2) membuat kisi-kisi instrumen, 3) menetapkan besaran atau parameter, 4) menjabarkan butir-butir instrumen ke dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan, 5) tahap validasi pakar, 6) revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar, 7) penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba, 8) uji coba instrumen di lapangan, 9) menentukan validitas dan reliabilitas instrumen, dan 10) perakitan butir- butir instrumen yang valid unjuk dijadikan instrumen final.

SIMPULAN Keterampilan abad 21 sebagai tuntutan kurikulum 2013. Menuntut guru untuk dapat mengembangkan keterampilan tersebut pada diri siswa. Mengetahui sejauh mana pengembangan keterampilan abad 21 pada siswa diperlukan sebuah penilaian. Harapannya guru dapat mengembangkan sendiri instrumen penilaian yang disesuaikan dengan indikator, tujuan, dan materi pembelajaran. Maka dari itu guru perlu untuk memahami konteks keterampilan abad 21, penerapan pembelajaran STEM dan langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian. Mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dapat memudahkan guru dalam menilai, mengukur, dan mengevaluasi hasil belajar siswa dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA Febriana, I. (2016). Kemampuan Guru taman kanak-kanak dalam menyusun instrumen penilaian hasil belajar di Kecamatan Braja Selebah Kabupaten Lampung Timur. (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Lidinillah, D. A. M., Mulyana, E. H., Karlimah, K., & Hamdu, G. (2019). Integration of STEM Learning Into The Elementary Curriculum in Indonesia: An Analysis and Exploration. Journal of Physics: Conference Series, 1318(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012053 Parks, L. (2015). Giving STEM a place in early children classrooms. Texas Child Care, 39(3), 25–28. Putri, M.A., I, Nyeneng, & U, Rosidin. (2014). Pengembangan rubrik penilaian keterampilan proses sains. Jurnal Pembelajaran Fisika, 2(6), 15-26. Samsul, P., & Mutmainnah, M. (2018). Pengembangan instrumen penilaian autentik pada pembelajaran dengan pendekatan scientific. Edumaspul - Jurnal Pendidikan, 2(1), 1–10. https://doi.org/10.33487/edumaspul.v2i1.20 Sari, M. (2017). Pengembangan rubrik performance assesment berbasis keterampilan proses sains ( KPS ) pada Praktikum Sistem Rangka Manusia di SMA Surya Dharma Bandar Lampung Tahun Ajaran 2016/2017. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 30

Selly, P.B. (2017). Teaching STEM outdoors activities for young children. Amerika Serikat: Redleaf PRESS. Sulistia, S., Lidinillah, D. A. M., Nugraha, A., & Karlimah, K. (2019). Promoting engineering for fourth- grade students through STEM Learning. Journal of Physics: Conference Series, 1318(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1318/1/012054 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zahira, M. S. (2019). Pengembangan instrumen penilaian kinerja 4C untuk pembelajaran STEM dengan media flying cup di kelas IV Sekolah Dasar. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya, Tasikmalya. Zahro, I. F. (2015). Penilaian dalam pembelajaran anak usia dini. Tunas Siliwangi, 1(1), 92–111.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 31

Deskripsi Komunikasi Matematis Kelas II SD pada Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah Reni Herliyani1, Karlimah2 Universitas Pendidikan Indonesia Email:[email protected], karlimah.upi.edu2 Abstract The research based on the findings revealed that the capability of mathematical communications of class ii students has already appeared but is still incomplete. The general purpose of this study is to describe the ability of mathematical communications of elementary school second-graders at the completion of the story matter of summation and reduction of Numbers. The method employed in this study is a descriptive method with a qualitative approach to obtaining a description of a student's mathematical communication capability. Research conducted at SDN 1 manonjaya district district manonjaya district with class 2 student participants. Data collection techniques using observation, interviews and documentation. Research shows that the indicator of mathematical communication capability that comes in the high category is the ability to write down understanding of problem with the deformity of story and the ability to write down the completion of the story of the sum and the reduction of the number, Whereas the ability to write the settlement planning of the story of computation and deformity reduction using your own language falls into the low category. Keywords: mathematical communication skills, student in grade II elementary school, problem sholving of stories question , addition and subtraction of whole number. Abstrak Penelitian ini didasarkan atas temuan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sudah muncul namun belum lengkap. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kemampuan komuniksasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada penyelesaian soal cerita materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh deskripsi kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian dilakukan di SDN 1 Manonjaya Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dengam Partisipan siswa kelas II. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi,wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematis yang muncul dengan kategori tinggi yaitu kemampuan menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri dan kemampuan menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah, sedangkan kemampuan menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri termasuk kedalam kategori rendah. Kata kunci: kemampuan komunikasi matematis, siswa kelas II sekolah dasar, penyelesaian soal cerita, penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah.

PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dikembangkan dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Matematika digunakan sebagai dasar dari segala ilmu pengetahuan dan salah satu mata pelajaran yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan dari ilmu pendidikan. Matematika merupakan pelajaran yang berperan penting dalam dunia pendidikan, ini dapat terlihat karena disetiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari SD,SMP hingga SMA matematika selalu dihadirkan sebagai mata pelajaran yang dipelajari pada setiap jenjangnya. Tidak hanya diperlukan dalam dunia pendidikan formal, matematika juga digunakan untuk perhitungan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari diungkapkan melalui paparan- paparan, dan paparan tersebut merupakan komunikasi. Komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian informasi yang dilakkan dua orang atau lebih. Komunikasi merupakan salah satu dari lima standar proses dalam National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) pada tahun 2000, yaitu : (1) menyelesaikan masalah, (2) penalaran dan bukti, (3) komunikasi, (4) koneksi, dan (5) representasi. Berdasarkan hal tersebut,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 32 perlu diketahui secara ilmiah bagaimana komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Dalam cakupan materi matematika sekolah dasar terdapat materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah di kelas II sekolah dasar. materi tersebut terdapat pada kompetensi dasar dasar 3.3 menjelaskan dan melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan yang melibatkan bilangan cacah sampai dengan 999 dalam kehidupan sehari-hari serta mengaitkan penjumlahan dan pengurangan. Kompetensi dasar tersebut tercantum dalam kurikulum 2013 untuk peserta didik kelas II sekolah dasar. Dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan terdapat soal cerita yang berkaitan dengan penerapan bilangan cacah dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah secara sistematis dapat menggunakan langkah-lahkah pemecahan masalah menurut Polya. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah menurut polya dalam Rahardjo M. dan Waluyati A. (2011), diantaranya: memahami masalah, merencanakan atau merancang strategi penyelesaian masalah, melaksanakan perhitungan menggunakan strategi yang sudah direncanakan, dan memeriksa kebenaran hasil pengerjaan yang telah dilakukan. Dengan melakukan langkah-langkah memecahan masalah tersebut siswa diharapkan dapat menyelesaikan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan lagkah yang sistematis agar memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah, peneliti memberikan soal pada siswa kelas II sekolah dasar. Hasil pekerjaan siswa menunjukkan kemampuan komunikasi matematis sudah muncul tetapi belum lengkap jika dilihat dari langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Kemudian dari hasil wawancara dengan guru kelas II, siswa mengerjakan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah umumnya ditunjukkan langsung menuliskan jawabannya. Hal tersebut yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Melihat fakta di lapangan seperti demikian dan pentingnya kemampuan komunikasi matematis, maka peneliti merasa perlu adanya penelitian untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada soal cerita materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. a. Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa apabila guru mampu menghadirkan masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Herman Hudoyo dalam Sutanti H (2014) “Pembelajaran matematika untuk siswa tingkat sekolah dasar memiliki dua aspek yaitu matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dan matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari”. Dengan kata lain dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar peserta didik siswa harus dapat menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dengan keterampilan-keterampilan yang harus dipelajari didalamnya. Jika ditinjau dari sala satu tujuan pembelajaran matematika menurut Kemendikbud tahun 2013 yaitu melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah. Dengan demikian dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa dilatih untuk mampu mengomunikasikan ide- ide yang dimilikinya sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam diri siswa. b. Kemampuan Komunikasi Matematis Untuk mendukung pembelajaran matematika siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis. Menurut Hodiyanto (2017) “Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan ide matematika baik secara lisan maupun tulisan”. Sedangkan menurut Ritonga (2018), “Komunikasi matematis adalah cara bagi peserta didik untuk mengkomunikasikan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 33 ide-ide pemecahan masalah, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis maupun lisan”. Dengan kata lain komunikasi matematis merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide,cara,dan solusi dalam permasalahan matematika baik secara lisan maupun secara tulisan. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo dalam Nurhartianti R. dan Karlimah (2018) meliputi: a) kemampuan melukiskan atau mempresentasikan benda nyata, gambar, dan diagram dalam bentuk ide dan atau simbol matematika; b) kemampuan menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan menggunakan benda nyata, gambar, grafik dan ekspresi aljabar; c) kemampuan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika atau menyusun model matematika suatu peristiwa; d) kemampuan mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e) kemampuan membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika; f) kemampuan menyusun konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; g) kemampuan mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini dibatasi pada kemampuan komunikasi dalm bentuk tulisan. Oleh karena itu untuki menilai kemampuan komunikasi matematis bentuk tulisan harus dapat dibuktikan bah3wa siswa dapat: 1) menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri;2) menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri; 3) menuliskan sistematika penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. c. Soal Cerita Dalam Matematika Soal cerita matematika adalah soal matematika yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dalam bentuk rangkaian kalimat. Menurut Van de Walle dalam Rahmi dkk. (2017) “soal matematika yang berbentuk soal cerita merupakan soal matematika yang menggunakan kata-kata dalam kehidupan sehari-hari (berbentuk kalimat verbal)”. Soal ini tidak menggunakan simbol- simbol operasi matematika dan disajikan dalam bentuk cerita atau rangkaian kata (kalimat yang bermakna). Soal cerita penting untuk diberikan kepada peserta didik guna melatih penggunaan proses berpikir secara berkelanjutan dalam rangka mencapai kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. d. Operasi Hitung Campuran Pada pengerjaan soal cerita seringkali terdapat operasi hitung campuran. Operasi hitung campuran yang terdapat pada penelitian ini adalah penjumlahan dan pengurangan. Aturan Internasional Operasi Hitung Campuran dalam Raharjo, dkk. (2016). 1. Tambah dan kurang sama kuat (mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu). 2. Kali dan bagi sama kuat (mana yang lebih depan dikerjakan terlebih dahulu). 3. Kali dan bagi lebih kuat dari tambah dan kurang. Dalam suatu soal hitungan yang menjadi prioritas untuk dihitung terlebih dahulu adalah bilangan-bilangan yang ada di dalam tanda kurung. e. Kemampuan Komunikasi Matematis Pada Soal Cerita Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Cacah Pada pengerjaan penyelesaian soal cerita dalam materi bilangan cacah terdapat kemampuan komunikasi matematis yang seharusnya terdapat pada penyelesaian soal cerita tersebut. Berikut ini akan dibahas contoh menyelesaikan soal cerita dengan indikator kemampuan komunikasi matematis dalam penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Berikut contoh soal dan cara pengerjaan soal cerita.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 34

Kelompok petani di suatu desa mendapat bantuan 75 karung pupuk urea. Lalu pada hari berikutnya petani kembali mendapat bantuan 50 karung pupuk urea. Pupuk tersebut digunakan petani sebanyak 25 karung. Berapa karung sisa pupuk urea yang dimiliki oleh petani? a. Memahami masalah Diketahui : 75 karung pupuk urea, kembali mendapat bantuan 50 karung pupuk urea. Digunakan petani sebanyak 25 karung. Ditanyakan : sisa pupuk urea yang dimiliki oleh petani. b. Menyusun rencana penyelesaian Pupuk urea yang diperoleh petani adalah 75 karung ditambah 50 karung pada hari berikutnya dikurang 25 karung karena digunakan c. Melaksanakan rencana penyelesaian Pupuk urea diperoleh petani adalah 75 + 50 - 25 = 125 - 25 = 100 d. Mencoba cara alternatif lainnya 1) Langkah pertama

2) Langkah kedua

Atau dapat dilakukan dengan cara dibawah ini 75+50=….. …..- 25=….. Jadi, sisa pupuk urea yang dimiliki oleh petani adalah 100 karung.

Gambar 1.1 Contoh Soal Cerita Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Cacah

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui gambaran kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Tohirin (2013) , penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena memungkinkan untuk mendeskripsikan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas II Sekolah Dasar pada Penyelesaian Soal Cerita Materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Manonjaya dengan partisipan siswa kelas II sekolah dasar . siswa kelas II dijadikan partisipan karena ditemukan permasalahan mengenai kemampuan komunikasi matematis pada penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah, adapun sumber data dalam penelitian ini adalah guru kelas II karena guru kelas memahami kemampuan yang dimiliki oleh setiap siswa dan memantau secara langsung perkembangan siswa setiap hari. Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data adalah lembar soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah, lembar observasi, lembar wawancara guru dan lembar wawancara siswa dan dokumentasi.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 35

Setelah data yang diperlukan terkumpul dengan menggunakan teknik pegumpulan data, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan analisis data menurt Krippendorf. Setelah itu dilakukan uji keabsahan data, meliputi: uji kredibilitas, uji transferability, uji dependability, dan uji konfirmability. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan melakukan studi pendsahuluan,observasi, wawancara, dan dokumentasi, secara keseluruhan siswa kelas II sudah memiliki kemampuan komunikasi matematis pada penyelesaian soal cerita penjumlahan dan penguangan bilangan cacah. Hal ini terlihat pada hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah sudah memuat indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis. Jumlah secara keseluruhan indikator kemampuan komunikasi matematis yang muncul sebanyak 201 (84%) dari seluruh indikator yang seharusnya muncul. Dari persentase 84% dapat diartikan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa termasuk kedalam kategori tinggi. Secara khusus , kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II sekolah dasar pada penyelesaian soal cerita materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah diuraikan sebagai berikut. a. Kemampuan Menuliskan Pemahaman Permasalahan Soal Cerita Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Cacah Dengan Menggunakan Bahasa Sendiri Indikator kemampuan menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita diuraikan menjadi dua bagian yaitu menuliskan apa yang diketahui dari soal cerita yang disajikan dan menuliskan apa yang ditanyakan pada soal cerita yang disajikan. Berdasarkan hasil analisis persentase siswa yang dapat menuliskan apa yang diketahui dari soal cerita yang disajikan sebesar 100%. Dan presentase siswa yang dapat menuliskan apa yang ditanyakan dari soal cerita yang disajikan sebesar 100%. Dari keseluruhan soal yang disajikan, kemampuan siswa dalam menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri muncul sebanyak 100% dari seluruh indikator menuliskan permasalahan dengan bahasa sendiri sebagai bentuk pemahaman pada soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Jika dilihat dari presentase tersebut kemampuan komunikasi matematis siswa pada indikator tersebut termasuk kedalam kategori tinggi. b. Kemampuan Menuliskan Perencanaan Penyelesaian Soal Cerita Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Cacah Dengan Menggunakan Bahasa Sendiri Kemampuan menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri merupakan salah satu indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu menyatakan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah kedalam bentuk perencanaan penyelesaian. Siswa yang mampu menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah yang disajikan pada nomor 1 sebanyak 9 orang (45% ), nomor 2 sebanyak 9 orang (45%), nomor 3 sebanyak 9 orang (45%). Dari keseluruhan soal yang disajikan, kemampuan siswa dalam menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri muncul sebanyak 45%. Jika dilihat dari presentase tersebut kemampuan komunikasi matematis siswa pada indikator tersebut termasuk kedalam kategori rendah. c. Kemampuan Menuliskan Sistematika Penyelesaian Soal Cerita Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Cacah Indikator kemampuan menuliskan sistematika penyelesaian soal cerita diuraikan menjadi dua bagian yaitu menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan model matematika dan menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan model matematika lain.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 36

Persentase siswa yang mampu menuliskan penyelesaian perhitungan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah sesuai dengan model matematika pada nomor 1 sebanyak 14 orang (70%), nomor 2 sebanyak 15 orang (75%), nomor 3 sebanyak 14 orang (70%). Dari seluruh soal yang diberikan kemampuan siswa dalam menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah muncul sebanyak 72% dari seluruh soal yang disajikan. Persentase siswa yang mampu menuliskan penyelesaian perhitungan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan model matematika lain pada soal nomor 1 sebanyak 6 orang (30%), nomor 2 sebanyak 5 orang (25%), nomor 3 sebanyak 6 orang (30%). Dari seluruh soal cerita yang diberikan, kemampuan siswa dalam menuliskan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah muncul sebanyak 28% dari seluruh soal yang disajikan. SIMPULAN Berdasar dari data yang telah peneliti analisis, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan siswa kelas II sudah memiliki kemampuan komunikasi matematis dengan kriteria baik. Ditinjau dari indikator kemampuan komunikasi matematis diperoleh beberapa simpulan, diantaranya: Kemampuan siswa dalam menuliskan pemahaman permasalahan soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri dimiliki oleh seluruh siswa. Selanjutnya kemampuan menuliskan perencanaan penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan menggunakan bahasa sendiri masih dikategorikan rendah karena sebagian besar dari siswa belumdapat menuliskannya. Dan kemampuan menuliskan sistematika penyelesaian soal cerita penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah sudah dimiliki oleh seluruh siswa.

DAFTAR PUSTAKA Hodiyanto. (2017). Kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika. AdMathEdu | Vol.7 No.1 | Juni 2017 Kemendikbud. (2013). Kerangka dasar dan struktur kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and standards for school mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Nurhartianti R dan Karlimah (2018). Analisis kemampuan komunikasi matematis siswa kelas II SD pada penyelesaian soal cerita perkalian bilangan cacah. Pedadidaktika: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar Rahardjo M. dan Waluyati A. (2011). Pembelajaran soal cerita operasi hitung campuran di sekolah dasar. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika 2011. Yogyakarta Rahardjo M., dkk. (2016). Guru pembelajar modul pelatihan SD kelas awal kelompok kompetensi C profesional kajian bilangan cacah dan statistika di Sekolah Dasar. Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta Rahmi A dkk. (2017). Deskripsi penyelesaian soal cerita materi pecahan ditinjau dari tahapan o’neil smp kristen kanaan kubu raya. Ritonga S.N. (2018). Analisis kemampuan komunikasi matematis peserta didik dalam pembelajaran matematika MTs Hifzil Qur’an Medan Tahun Ajaran 2017/2018. Sutanti H. (2014) Peningkatan pretasi belajar operasi hitung penjumlahan bilangan cacah menggunakan pendekatan teori belajar Jerome S Bruner Pada Siswa Kelas I Sdn I Gentan, Gantiwarno, Klaten. Yogyakarta. Tohirin, (2013). Metode penelitian kualitatif dalam pendidikan dan bimbingan konseling, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 37

Desain Media Building Inclines Berbasis STEM untuk Anak Usia 5-6 Tahun Peni Rahmawati1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2, Sumardi3 1,3PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya, PGSD UPI Kampus Tasikmalaya. Email: [email protected], [email protected] 2, [email protected] 3 Abstract This study aims to develop learning media in the form of incline building media designed based on STEM-based learning (Science, Technology, Engineering, and Mathematic) for children aged 5-6 years. The research method used is educational design research (EDR), which is development-based research that specifically aims to design and develop products based on solutions to problems. There are three stages of educational design research (EDR) according to Mc Kenney & Reeves, namely 1) Analysis and Exploration Phase; 2) Design and Construction Stage. Technique of data in research using interview, expert jury, and documentation. The result of this research is the media design used in STEM-based learning in the sub-theme of land vehicle learning. The making of media inclines is made and used based on STEM-based learning stages (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) for early childhood, namely asking, imagining, trying, and trying again. Keywords: STEM learning, Children aged 5-6 years, Media Building Inclines. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berupa media building inclines yang dirancang berdasarkan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematic) untuk anak usia 5-6 tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah educational design research (EDR) yaitu penelitian berbasis pengembangan yang khusus bertujuan untuk merancang dan mengembangkan produk yang berfokus pada solusi dari permasalahan. Ada tiga tahapan educational design research (EDR) menurut Mc Kenney & Reeves, yaitu 1) Tahap Analisis dan Eksplorasi; 2) Tahap Desain dan Konstruksi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, expert judgmen, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan media building inclines yang digunakan dalam pembelajaran berbasis STEM pada sub tema pembelajaran kendaraan darat. Media building inclines ini dibuat dan digunakan berdasarkan tahapan pembelajaran berbasis STEM (Science, Technologi, Engineering, dan Mathematic) untuk anak usia dini yaitu ask, imagine, try, dan try again. Kata Kunci: Pembelajaran STEM, Anak Usia 5-6 Tahun, Media Building Inclines

PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan awal sebelum memasuki pendidikan selanjutnya yang memberikan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak dan mampu menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Hal ini tercantum dalam permendikbud no 137 bahwa pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia (6) enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan demikian, agar anak siap untuk melanjutkan ke pendidikan selanjutnya. Maka dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk menyuguhkan inovasi pembelajaran yang menyenangkan, bermakna, fungsional dan tentunya mempertimbangkan seluruh aspek perkembangan anak serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini. sama halnya yang tercantum dalam permendikbud no 137 bahwa pelaksanaan pembelajaran untuk anak usia dini dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, konteksual, dan berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis anak. Dengan demikian, Inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan di pendidikan anak usia dini salah satunya yaitu pembelajaran STEM (Science, Technologi, Engineering, dan Mathematic) adalah pembelajaran yang terinegrasi antara sains, teknologi,engineering, dan matematika dengan menekankan pada proses pemecahan masalah. sama halnya yang diungkapkan Thuneberg et al.,( 2018) bahwa STEM (Science, Technologi, Engineering, and Mathematic) merupakan “pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman anak mengenai teknologi ilmiah dan kekampuan dalam proses pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Sejalan dengan itu, Chesloff (2013)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 38 mengungkapkan bahwa pendidikan STEM dimulai dari taman kanak-kanak karena “Konsep pembelajaran STEM adalah rasa ingin tahu, kreativitas, kolaborasi dan pemikiran kritis”. Merujuk dari sumber diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa STEM adalah pembelajaran yang didalamnya terdapat muatan sians, teknologi, teknik dan matematika yang menekankan pada kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Pembelajaran STEM harus dimulai dari sejak usia dini. Karena, pada masa ini anak sedang berada di fase golden age atau fase emas dimana fase ini otak anak mengalami perkembangan paling cepat dalam pertumbuhan. Sehingga dengan diterapkannya pembelajaran berbasis STEM di PAUD akan menstimulus anak untuk berpikir kritis, memancing anak untuk berkreativitas, menstimulus anak untuk berkomunikasi, dan membentuk karakter serta kepribadian anak. Sama halnya yang di ungkapkan Perignat & Katz-buonincontro, (2018) bahwa “pembelajaran STEM (Science, Technologi, Engineering, Mathematic) dapat meningkatkan keterampilan kreativitas anak dan keterampilan pemecahan masalah didunia nyata. Selain itu, pembelajaran STEM selaras dengan kurikulum 2013 PAUD dimana proses pembelajarannya dilaksanakan menggunakan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik. Muatan masing-masing unsur STEM untuk anak usia dini mengenai materi/konteks pembelajaran yang dekat dengan dunia anak dan kehidupan sehari hari. Selain itu muatan masing masing unsur STEM untuk anak usia dini mencakup semua aspek perkembangan anak. sejalan dengan hal tersebut masing-masing unsur STEM untuk anak usia dini di ungkapkan Munawar, dkk ( 2019) yaitu; 1) Muatan sains dalam lingkup anak usia dini difokuskan pada pembelajaran mengenai diri sendiri, alam sekitar dan gejala alam; (2) Muatan technology dalam lingkup anak usia dini teknologi yaitu penggunaan peralatan dan mengembangkan motorik kasar dan motorik halus. Dijelaskan Lindeman et al ( 2013)“technology is the designing, building, and use of tools by humans to solve a problem”; contoh muatan teknologi untuk anak usia dini yaitu menggunakan gunting untuk memotong kertas, menggunakan gunting untuk menulis dan lain sebagainya; (3) Muatan Engineering dalam lingkup anak usia dini yaitu pengetahuan mengoprasikan atau mendesain sebuah prosedur untuk menyelesaikan sebuah masalah. (4) Muatan Mathematic dalam lingkup anak usia dini dapat dilakukan melalui bermain ukuran dan warna, permainan memilah bentuk, permainan mengenal pola, dan lain sebagainya. Proses pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM mengacu pada tahapan Engineering Design process (EDP) yang menjadi ciri khas dalam pembelajaran berbasis STEM. Tahapan EDP untuk anak pra sekolah (preschool) sangat sederhana dalam pelaksanaannya. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan pola pikir anak.Tahapan Engineering Design Process (EDP) untuk jenjang pra sekolah atau pendidikan anak usia dini ada tiga tahapan yaitu, menyelidiki (explore), membuat (create), dan meningkatkan (improve) (Cunningham, 2018) Dalam proses pembelajaran di Pendidikan anak usia dini tentunya tidak lepas dari yang namanya media pembelajaran. media pembelajaran adalah perangkat pembelajaran paling penting dalam mendukung terlasananya pembelajaran secara efektif dan media juga digunakan sebagai alat bantu untuk memudahkan dalam menyampaikan materi kepada anak. sejalan dengan itu, (Kustandi & Sutjipto (2011, hlm.9) menyatakan bahwa “media pembelajaran adalah alat yang membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Merujuk dari sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menyalurkan atau membawa informasi berupa bahan ajar dari pendidik kepada peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang kondusif, efektif, dan efisien. Namun, melihat fakta dilapangan penggunaan media pembelajaran di PAUD yang digunakan guru masih sebatas media dua dimensi dan belum mengembangkan media pembelajaran berbasis STEM. hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nurlaela Lela (2018, hlm.5)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 39 mengungkapkan bahwa penggunaan media dalam pembelajaran kurang diterapkan guru dalam mengembangkan aspek perkembangan anak. guru biasanya hanya menggunakan berupa media cetak, APE, audio visual, poster, dan papan flanel. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada guru di berberapa lembaga PAUD ternyata media yang digunakan dalam proses pembelajaran masih terbatas dan belum optimal dikarenakan keterbatasan waktu, biaya dan keterampilan sehingga dalam proses pembelajaran guru biasanya menggunakan media yang sudah ada dan seadanya yang ada disekolah. Kemudian untuk pembelajaran berbasis STEM juga untuk di pendidikan anak usia dini belum diterapkan dan guru-guru pun masih sangat asing mengenai istilah STEM. Dari hasil studi literatur dan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti terdapat kesamaan bahwa media pembelajaran yang digunakan di PAUD masih sebatas media dua dimensi dan kurang bervariasi. Sehingga, dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengembangkan media pembelajaran yang terintegrasi muatan STEM. Media tersebut dinamakan “building inclines”. Media ini digunakan dalam pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia 5-6 tahun dengan tema pembelajaran kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai penggunaan media pembelajaran di PAUD. Kemudian membuat rancangan media building inclines berbasis STEM pada tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil untuk anak usia 5-6 tahun di PAUD.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian Educational Design Research (EDR). Penelitian Educational Design Research (EDR) ini dapat menghasilkan produk atau teori baru. Dijelaskan oleh Barab & Squire (2004) Education Design Research (EDR) adalah “serangkaian pendekatan, dengan maksud untuk menghasilkan teori-teori baru, artefak, dan model praktis yang menjelaskan berpotensi berdampak pada pembelajaran dengan pengaturan yang alami (naturalistic)”. Langkah-langkah penelitian pengembangan dalam penelitian ini mengadopsi dari model McKenney, S, Reaves (2012, hlm.9) model generik dari penelitian EDR tersebut sebagai berikut:

Gambar 1. Model Generik Mc.Kenney & Reeves (2012) Adapun langkah-langkah dalam penelitian Educational Design Research (EDR) ini sebagai berikut: 1) Tahap Analysis and Exploration merupakan tahap untuk mencari dan menganalisi permasahan yang akan diangkat dalam penelitian; 2) Tahap Design and Construction; 3) Tahap Evaluation and Reflection. Namun, dalam penelitian ini hanya dua tahapan yang dilakukan. Diantaranya sebagai berikut. Tahap pertama, Analysis dan Explorasi merupakan tahapan mencari dan menganalisis permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian. Pengambilan data dilakukan dua tahap yaitu studi literatur berupa referensi dari buku, jurnal, penelitian terdahulu, kurikulum, dan lainnya. Sedangkan, studi lapangan berupa wawancara kepada guru di TK Perwari Kota Tasikmalaya, dan guru Pos PAUD Delima Ciamis. Tahapan kedua, Desain dan kontruksi merupakan tahapan untuk merancang solusi dari permasalahan yang diangkat dalam penelitiian. Permasalahan tersebut adalah penggunaan media pembelajaran di PAUD belum optimal guru hanya menggunakan media seadanya yang ada disekolah, belum diterapkanya pembelajaran berbasis STEM di PAUD sehingga untuk media

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 40 pembelajaran berbasis STEM belum tersedia. Solusi dari permasalahan tersebut berupa desain media building inclines dalam pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analysis and Exploration Langkah pertama, peneliti melakukan identifikasi dan analisis penggunaan media pembelajaran di pendidikan anak usia dini dengan melakukan dua cara pengambilan data yaitu studi literatur dan studi pendahuluan ke lepangan. Hasil studi literatur menunjukan bahwa penggunaan media pembelajaran di PAUD masih sebatas media dua dimensi saja dan guru kurang melakukan pengembangan media yang mencakup perkembangan anak. hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Riyani Edgar ( 2015)bahwa media yang digunakan berupa media cetak (majalah dan LKA ), sehingga anak merasa jenuh dan kurang tertarik dalam pembelajaran. selain itu, media pembelajaran berbasis STEM di PAUD belum tersedia. Setelah mengkaji hasil dari studi literatur yang telah dilakukan. Selanjutnya, peneliti melakukan studi pendahuluan lapangan berupa wawancara ke beberapa lembaga PAUD yaitu ke guru kelompok B TK Perwari 1 Kota Tasikmalaya dan guru POS PAUD Delima Ciamis. Hasil dari wawancara ke guru-guru tersebut didapatkan informasi bahwa penggunaan media pembelajaran untuk anak usia dini sangat berperan penting pada perkembangan anak dan untuk memudahkan penyampaian materi kepada anak. Namun, fakta dilapangan guru-guru masih kurang dalam melakukan pengembangan media dalam pembelajaran karena terkendala dengan kesibukan, waktu dan biaya. Sehingga guru-guru hanya menggunakan media yang sudah ada disekolah dan membuat seadanya dari barang bekas. Dari hasil wawancara kepada guru-guru PAUD juga didapatkan fakta bahwa pembelajaran berbasis STEM di PAUD belum diterapkan, dan pemahaman guru juga mengenai pembelajaran STEM masih terbatas. Dari hasil studi literatur dan studi pendahuluan kelapangan menunjukan adanya kesamaan bahwa media pembelajaran berperan sangat besar dalam proses belajar mengajar di pendidikan anak usia dini. Karena, dengan adanya media pembelajaran akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi kepada anak, lebih menarik perhatian anak untuk mengikuti pembelajaran dari awal sampai akhir dan dengan media juiga perkembangan anak akan berkembang dengan optimal. Tetapi, karena melihat masih adanya keterbatasan akan media bahkan belum tersedianya media pembelajaran berbasis STEM. maka, peneliti melakukan pengembangan rancangan media building inclines berbasis STEM pada tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil. Media ini dirancang untuk anak usia 5-6 tahun atau kelompok B di PAUD. 2. Design and Contruction Setelah identifikasi dan analisis permasalahan, maka peneliti melakukan pengembangan rancangan media building inclines dengan memperhatikan prinsip desain (design principle) adalah urutan pernyataan (heuristic statement) yang dibuat Van Den Akker (1999, dalam Lidinillah, 2011, hlm. 7) dengan dijabarkan sebagai berikut “Jika Anda ingin merancang intervensi X untuk tujuan atau menghasilkan Y dalam konteks Z, maka lebih baik anda melakukan intervensi dengan karakteristik A, B, dan C (penekanan substansif), dan dilakukan dengan prosedur K, L, dan M (penekanan prosedural), dengan argumen P, Q dan R.” Mengacu pada model prinsip desain diatas, berikut adalah deskripsi dari masing-masing bagian prinsip desain yang dikembangkan peneliti yaitu sebagai berikut. a. Bentuk/Model Media yang dikembangkan peneliti adalah media building inclines dalam pembelajaran berbasis STEM. Media tersebut digunakan pada anak usia 5-6 tahun atau anak usia 5-6 tahun dengan tema pembelajaran kendaraan, sub tema kendaraan darat, sub-sub tema mobil.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 41

b. Tujuan media building inclines berbais STEM ini adalah untuk memudahkan guru dalam menyampaikan materi dan mengenalkan sains dan matematika permulaan kepada anak. Selain itu, pengembangan media building incles ini juga bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak yaitu perkembangan kognitif, fisik motorik, sosial emosional, NAM, dan bahasa dan Pengembangan media building inclines ini bertujuan untuk mencapai kemampuan 4C (Critikal Thinking, Creativity, Communication, dan Collaboration). c. Konteks Media pengembangan Media building inclines ini dikembangkan untuk menjadikan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengenalkan sain dan matematika permulaan kepada anak usia dini. Media building inclines ini digunakan dalam pembelajaran tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil untuk anak kelompok B di PAUD. Media building inclines ini memuat aspek kognitif anak yaitu unsur sains berupa perubahan gerak benda akibat gaya gesekan dan memuat unsur matematika berupa pengukuran jarak jauh-dekatnya benda itu berhenti, dan mengenalkan macam-macam bentuk geometri. Selain memuat aspek kognitif, media building inclines juga memuat aspek fisik motorik dan sosial emosioal, yaitu unsur Engineering dan Teknologi adalah menggunakan motorik kasar dalam merancang dan membuat media building inclines secara berkelompok. Media building inclines ini disesuaikan dengan tahapan-tahapan pemebelajaran berbasis STEM untuk anak usia dini dan penilaian nya dikhususkan pada pengembangan penilaian 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Creativity Inovation and Creativity Inovation). Semua aspek penilaian 4C tersebut termuat pada media building inclines ini. d. Karakeristik media. Media building inclines ini disesuikan dengan Kompetensi Inti (KI), Kompetenasi Dasar (KD) Indikator, dan capaian perkembangan anak yang dimuat di permendikbud no 137. e. Unsur STEM. Unsur STEM yang terdapat di media building inclines ini yaitu unsur sains pada media building inclines ini mengenalkan gerak benda kepada anak, unsur teknologi pada media building inclines ini anak menggunakan alat dan bahan media yaitu papan miring, balok, mobil mainan, unsur engineering pada media building inclines ini anak menggunakan fisik motoriknya untuk merancang dan membuat balok menjadi menara, meluncurkan mobil- mobilan di sudut lintasan, dan unsur matematika dalam media ini anak mengukur jarak jauh dekatnya mobil berhenti, dan mengenal bentuk-bentuk geometri. f. Prosedur media. Pada tahap ini peneliti merancang alat dan bahan produk serta pembuatan produk. Media building inclines terbuat dari balok-balok, papan miring, spons untuk alat ukur, dan mobil mainan. Untuk memperjelas prinsip desain media tersebut dijabarkan dalam garis besar program media (GBPM). Garis besar program media (GBPM) ini bertujuan untuk dijadikan acuan dalam membuat media building inclines yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam pembuatan dan dalam proses pembelajaran. Garis besar program media ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti dalam membuat media building inclines. Prinsip desain yang dikembangan peneliti dimulai dari rancangan bentuk/model media, tujuan media, konteks media, karakteristik media, unsur media, dan prosedur media. Prinsip desain media tersebut dijabarkan dalam garis besar Berdasarkan hasil dari rancangan prinsip desain (design princile) dan story board yang telah dibuat peneliti. Maka, pada tahap ini akan dijabarkan terkait produk penelitian yang dikembangkan oleh peneliti yaitu, media building inclines dalam pembelajaran berbasis STEM (Science, Technologi, Engineering, Mathematic) untuk anak kelompok B pada tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil. Produk tersebut peneliti rancang menggunakan alat dan bahan yang aman bagi anak. alat dan bahan yang digunakan terdiri dari balok dan papan miring terbuat dari kayu, mobil mainan, alas ukur terbuat dari spon. Hal ini dirancang sesuai dengan menyesuaikan kebutuhan dan keamanan anak. sehingga

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 42

anak dapat dengan mudah merancang dan membuat media sesuai dengan kreativitasnya. penjabaran produk dengan pengembangan penelitiannya akan dijelaskan sebagai berikut. 1) Produk dirancang dengan menggunakan bahan yang aman untuk anak yaitu, terdiri dari balok dan papan miring yang terbuat dari kayu ringan, alas ukur terbuat dari spons, alas permukaan yang digunakan terdiri dari, karpet, kertas scotlite, dan amplas kayu). 2) Produk dapat digunakan dalam pembelajaran tema apa saja untuk kelompok B di PAUD. Tetapi produk ini dikhususkan pada pembelajaran tema kendaraan, sub tema kendaraan darat, dan sub-sub tema mobil. 3) Produk dapat digunakan untuk mengenalkan sains berupa gerak benda kepada anak dan mengenalkan matematika permulaan berupa pengukuran dan bentuk-bentuk geometri. 4) Produk ini dikembangkan untuk mengarahkan pada penilaian aspek 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Creativity Innovation). 5) Produk ini mengembangkan semua aspek perkembangan khususnya perkembangan Fisik Motorik, Kognitif, dan Sosial Emosional. 6) Produk disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini 7) Produk berupa media tiga dimensi yaitu mampu dilihat, diraba, dan digunakan secara langsung dan menyeluruh oleh peserta didik.

SIMPULAN Berdasarkan hasil pengembangan media building inclines berbasis STEM untuk anak usia 5-6 tahun di PAUD dapat disimpulkan bahwa pengunaan media pembelajaran di PAUD berperan penting dalam proses pembelajaran. Namun, hasil lapangan yang telah dilakukan ke POS PAUD dan TK Perwari media pembelajaran yang digunakan guru masih terbatas, guru cenderung menggunakan hanya media dua dimensi berupa media cetak (majalah, LKA, poster, dan lainnya) dan kurang melakukan pengembangan media yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Kemudian, Rancangan media building inclines ini dilakukan untuk memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi dilapanagan. Pada tahap ini menghasilakan rancangan Media building inclines dan buku panduan yang dirancang dengan memuat unsur STEM dengan mempertimbangkan prinsip desain (design principle) yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA Barab, S., & Squire, K. (2004). Design-based research: putting a stake in the ground. Journal of the Learning Sciences, 13(1), hlm. 1–14. https://doi.org/10.1207/s15327809jls1301_1. Chesloff, J. D. (2013). Why STEM education must start in early childhood. Education Week, 32, hlm. 32–27. Cunningham, C. M. (2018). Engineering in elementary STEM education (Curriculum Design, Instruction, Learning, and Assesment). Kustandi, C., & Sutjipto, B. (2011). Media pembelajaran: manual dan digital. Ghalia Indonesia. Lidinillah, D. A. M. (2011). Educational design research : a theoretical framework for action. Jurnal UPI, 1, Bandung: Tidak Diterbitkan. Lindeman, K. W., Michael, J., & Berkley, M. T. (2013). The role of STEM (or steam) in the early childhood setting. Advances in Early Education and Day Care, 17, 95–114. https://doi.org/10.1108/S0270-4021(2013)0000017009 McKenney, S, Reaves, T. C. (2012). Conducting educational design research. Routledge. Munawar, M., Fenny, R., & Sughiyanti. (2019). Implementation of STEAM (Science,Tecnology, Engineering, Mathematics) based early childhood education learning in Semarang City. Jurnal Ceria, 2(5). Nurlaela Lela. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran Bussy Book dalam meningkatkan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 43

kemampuan bahasa anak usia dini di Play Group Islam Bina Balita Way Halim Bandar Lampung. Skripsi. Perignat, E., & Katz-buonincontro, J. (2018). STEAM in Practice and Research: An Integrative Literature Review. Thinking Skills and Creativity. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2018.10.002 Riyani Edgar. (2015). Pengembangan media buku bergambar tema “Tanah Airku” untuk menstimulasi aspek bahasa anak taman kanak-kanak kelompok B. Skripsi. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Thuneberg, H. M., H S, S., & Bogner, F. X. (2018). How creativity , autonomy and visual reasoning contribute to cognitive learning in a STEAM hands-on inquiry-based math module. Thinking Skills and Creativity, 29(April), 153–160. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2018.07.003.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 44

Desain Penilaian pada Pembelajaran Berbasis STEM dengan Media Building Inclines di PAUD Susi Sulastri Sukmana1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2, Taopik Rahman3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is a research development of STEM-based learning assessment in PAUD. The purpose of this study is to: (1) obtain information about the assessment of learning in PAUD. (2) produce a design of STEM-based learning assessment development in PAUD. This study uses the EDR research method according to McKenney & Reaves which was conducted at Delima PAUD Ciamis Regency and Perwari 1 Kindergarten 1 Tasikmalaya City. Development with this model is carried out in two stages: 1) Analysis and Exploration. 2) Design and Construction. Types of data collection used are interviews with PAUD teachers and expert judgment to mathematician lecturers and AUD learning experts. Data analysis in this study was conducted with expert validity test, and Kendall alignment analysis. The result is a 4C assessment (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication) being an appropriate assessment to assess STEM-based learning in PAUD. The product produced was the initial design of the 4C assessment instrument on STEM-based learning for children aged 5-6 years in PAUD. Keywords: Assessment, STEM, building inclines, PAUD Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan penilaian pembelajaran berbasis STEM di PAUD. Tujuan penelitian ini untuk: (1) mendapatkan informasi tentang penilaian pembelajaran di PAUD. (2) menghasilkan rancangan pengembangan penilaian pembelajaran berbasis STEM di PAUD. Penelitian ini menggunakan metode penelitian EDR menurut McKenney & Reaves yang dilaksanakan di POS PAUD Delima Kabupaten Ciamis dan TK Perwari 1 Kota Tasikmalaya. Pengembangan dengan model ini dilakukan dengan dua tahap yaitu 1) Analysis and Exploration. 2) Design and Construction. Jenis pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara kepada guru PAUD dan expert judgement kepada dosen ahli matematika dan ahli pembelajaran AUD. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan uji validitas ahli, dan analisis keselarasan kendall. Hasilnya penilaian 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication) menjadi penilaian yang tepat untuk menilai pembelajaran berbasis STEM di PAUD. Produk yang dihasilkan adalah desain awal instrumen penilaian 4C pada pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia 5-6 tahun di PAUD. Kata Kunci: Penilaian, STEM, building inclines, PAUD

PENDAHULUAN Kurikulum 2013 diarahkan untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Keterampilan abad ke-21 merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa agar mampu berkiprah dalam kehidupan nyata pada abad ke-21 (Wijaya, Sudjimat, Nyoto, & Malang, 2016). Keterampilan abad 21 meliputi kompetensi-kompetensi seperti kompetensi berpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif, kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi, serta kemampuan menguasai media teknologi informasi dan komunikasi. Tantangan untuk pendidik saat ini yaitu harus mampu mengembangkan keterampilan-keterampilan diatas. Maka pendidik perlu merancang pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013. Pembelajaran tematik-integratif berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dapat menjadi solusi untuk masalah tersebut, karena pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan berbagai konteks yang dapat mendekatkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari atau tema yang dekat dengan dunia anak. STEM merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan suatu konteks maupun konten antara Science, Technology, Engineering, dan Mathematics. Lantz dalam (Tippett & Milford, 2017) mengemukakan bahwa “STEM is an interdisciplinary approach to learning where content is coupled with real-world lessons as students apply science, technology, engineering, and mathematics in a context that makes connections between various aspects of their lives”. Dengan demikian, STEM diharapkan mampu mengembangkan keterampilan siswa dalam proses pemecahan masalah dalam kehidupan nyata serta mempersiapkan siswa untuk bersaing dalam dunia internasional. Pendekatan pembelajaran STEM sangat relevan dengan pengembangan keterampilan abad 21. Pada pembelajaran ini peserta didik diharapkan memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 45 dimana peserta didik ditantang untuk kritis, kreatif dan inovatif dalam memecahkan masalah nyata pada kegiatan kelompok secara kolaboratif. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tippett & Milford, 2017) mengemukakan bahwa “STEM menjadi jalan yang efektif untuk mendorong siswa mereka untuk berpikir lebih dalam dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka”. Pada penelitian serupa yang dilakukan oleh (Buchter et al., 2018) mengemukakan bahwa “STEM in ECE has been linked to other educational benefits in addition to science, including language and literacy”. Pernyataan tersebut memaknai bahwa pembelajaran STEM dengan pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan abad 21 memang cocok dilaksanakan untuk anak usia dini dan akan sangat bermanfaat bagi anak di masa depan. Selain pendekatan pembelajaran, penilaian merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran. Penilaian menjadi suatu hal yang penting karena dapat mengetahui tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dan direncanakan sebelumnya. Penilaian hasil kegiatan belajar oleh pendidik dilakukan untuk memantau proses dan kemajuan belajar anak secara berkesinambungan. Berdasarkan penilaian tersebut, pendidik dan orang tua anak dapat memperoleh informasi tentang capaian perkembangan untuk menggambarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki anak setelah melakukan kegiatan belajar. Dengan karakteristik pembelajaran STEM, maka penilaian hasil belajar perlu menitikberatkan pada penilaian otentik. Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014 menjelaskan bahwa “penilaian otentik adalah penilaian proses dan hasil belajar untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berkesinambungan”. Penilaian tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh anak, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh anak. Oleh karena itu penilaian otentik lebih mampu memberikan informasi kemampuan anak secara holistik (menyeluruh) dan valid (terpercaya). Namun, fakta dilapangan menunjukan bahwa tidak sedikit guru yang masih belum optimal menerapkan penilaian otentik untuk menilai perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan penelitian (Febry, 2018) mengemukakan bahwa secara keseluruhan, guru belum memahami penilaian otentik, baik dalam hal konsep, bentuk, maupun proses penilaian otentik. Selain itu penilitian yang dilakukan oleh (Hani, 2019) mengemukakan bahwa guru belum mampu memilih instrumen evaluasi yang tepat sesuai dengan RPPH yang dibuat yang berakibat pada tidak sesuainya RPPH dengan lembar evaluasi yang dibuat. Penilaian pada penelitian ini, bertujuan untuk mengembangkan desain penilaian pembelajaran STEM pada sebuah media, yakni Building Inclines. Dengan proses pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan antara sains materi menghubungkan gerak benda dan gaya gesek, dan matematika materi pengukuran jarak benda dan geometri. Pembuatan produk serta teknologi, yakni hasil dari pembelajaran tersebut berupa produk. Maka, dengan mengolaborasikan 4 bidang tersebut, diharapkan pendidik dapat melakukan penilaian dengan tepat. Tidak hanya dilihat dari hasil belajarnya saja melainkan proses pembelajaran untuk mendapatkan sebuah penilaian autentik. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Desain Penilaian pada Pembelajaran Berbasis STEM dengan Media Building Inclines di PAUD”.

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model penelitian berbasis pengembangan yaitu EDR (Educational Design Research). Barab dan Squire dalam (Lidinillah, 2017) mengemukakan bahwa Educational Design Research yaitu “serangkaian pendekatan, dengan maksud untuk menghasilkan teori-teori baru, artefak, dan model praktis yang menjelaskan dan berpotensi berdampak pada pembelajaran dengan pengaturan yang alami (naturalistic)”.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 46

Pengembangan instrumen penilaian pembelajaran berbasis STEM ini mengacu pada model pengembangan EDR menurut McKenney & Reeves (2012) bahwa proses penelitian EDR memiliki tiga tahap utama yaitu tahap analisis dan eksplorasi (analysis and exploration), tahap desain dan konstruksi (design and constuction), serta tahap evaluasi dan refleksi (evaluation and reflection). Pada penelitian ini, hanya dua tahapan penelitian yang akan dilakukan yaitu tahap analisis dan eksplorasi (analysis and exploration), serta tahap desain dan konstruksi (design and constuction). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan penilaian para ahli (expert judgement). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara terstruktur dengan instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara yang terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai penilaian. Dengan teknik wawancara, peneliti dapat mengidentifikasi penggunaan yang sering digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, pemahaman guru mengenai penilaian, dan hambatan yang dihadapi oleh guru ketika melaksanakan penilaian itu sendiri. Wawancara dilakukan kepada guru TK Perwari Kota Tasikmalaya dan POS PAUD Delima Kabupaten Ciamis. Teknik pengumpulan data dengan expert judgement (penilaian para ahli) berperan penting dalam penelitian ini untuk memvalidasi produk. Teknik penilaian ini berbicara mengenai kelayakan produk yang dirancang oleh peneliti untuk memecahkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Ahli yang memvalidasi penelitian ini yaitu dosen-dosen ahli evaluasi dan pembelajaran STEM. Setelah data yang dikumpulkan diperoleh dari penilaian para ahli maka dilakukan analisis lembar validasi ahli. Uji validitas digunakan untuk menguji dan mengetahui tingkat validitas suatu instrumen. Agar produk yang dikembangkan valid secara rasional maka dilakukan validitas isi. Validitas isi instrumen merupakan validitas berkaitan dengan sejauh mana suatu instrumen mencakup isi yang hendak diukur dalam penelitian. Validitas isi diestimasi melalui analisis rasional atau asesmen ahli. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen uji ahli yang berisi indikator-indikator kelayakan instrumen dari aspek kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis dan Eksplorasi Berdasarkan hasil analisis dan eksplorasi masalah oleh peneliti terlihat bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru di pendidikan anak usia dini belum terimplementasi secara optimal. Masih banyak guru yang belum memahami penilaian otentik, baik dalam hal konsep, bentuk, maupun proses penilaian otentik. Guru belum mampu memilih instrumen evaluasi yang tepat sesuai dengan RPPH yang dibuat yang berakibat pada tidak sesuainya RPPH dengan lembar evaluasi yang dibuat. Selain itu guru belum mengetahui dan memahami tentang pembelajaran STEM. Jadi dalam penerapan penilaiannya juga belum terimplementasi dengan baik. Guru juga masih asing dengan istilah penilaian 4C (critical thinking, creativity, collaboration, and communication) namun dalam penerapan penilaian pembelajaran pada anak secara tidak langsung sudah menilai keterampilan 4C meskipun dalam pengembangannya kurang maksimal. 2. Desain dan Konstruksi Dari hasil analisis dan eksplorasi masalah, ternyata diperlukan alat penilaian yang dapat mengukur kemampuan siswa untuk membantu menunjang penilaian dalam kurikulum 2013 dan keterampilan abad 21. Maka peneliti melakukan kajian literatur tentang berbagai teori dan prinsip desain pengembangan instrumen penilaian 4C. a. Model/Bentuk Intervensi Model intervensi yang dimaksud di sini adalah instrumen penilaian yang dikembangkan, yaitu penilaian 4C (critical thinking, creativity, collaboration, communication). b. Tujuan Intervensi

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 47

Tujuan pengembangan instrumen penilaian 4C ini adalah untuk alat penilaian yang dapat memberikan informasi tentang kemampuan peserta didik dalam proses maupun hasil pembelajaran, c. Konteks Intervensi Instrumen penilaian kinerja ini dikembangkan sebagai panduan guru dalam melakukan proses penilaian pada pembelajaran STEM (Sains, Technology, Engineering, Mathematic) untuk kelompok B Pendidikan Anak Usia Dini. d. Karakteristik Intervensi Hasil atau produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa rubrik penilaian 4C dengan jenis rubrik yaitu rubrik analitik. Rubrik analitik yaitu sebuah rubrik dimana kriteria untuk keterampilan atau hasil pekerjaan dinilai secara terpisah, penilaian dilakukan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Rubrik penilaian yang akan dikembangkan mengadaptasi dari berbagai sumber. Kemampuan berpikir kritis (critical thingking) mengadaptasi dari “universal intellectual standards” dalam (Mila, 2016) yaitu clarity (kejelasan), accuracy (keakuratan), precision (ketelitian), relevance (relevansi), depth (kedalaman), breadth (keluasan), dan logic (logika). Kemampuan kreativitas mengadaptasi dari “The Reisman Diagnostic Creativity Assessment” dalam (Ridzwan, Eshah, & Mokhsein, 2017) yaitu fluency, flexibility, elaboration, originality, resistance to premature closure, tolerance of ambiguity, convergent, divergent thinking, risk taking, instrinsic, dan extrinsic motivation. Kemampuan komunikasi mengadaptasi dari “Developmental Milestones Across Three Areas” menurut Gerber dalam (Akamoglu et al., 2019) yaitu mengulangi enam hingga delapan kata dalam satu kalimat, menentukan kata-kata sederhana, menggunakan 2000 kata, menanggapi pertanyaan “mengapa”, serta menceritakan kembali kisah dengan awal, tengah dan akhir yang jelas. Kemampuan kolaborasi mengadaptasi dari (Akçay, 2016) yaitu membantu teman, memecahkan masalah bersama, semua anggota kelompok memiliki hak untuk berbicara, dan menggunakan waktu dengan baik. e. Prosedur Intervensi Langkah-langkah pembuatan instrumen penilaian 4C yang pertama yaitu menyusun spesifikasi dengan menentukan aspek kinerja proses yaitu penilaian 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication). Serta aspek kinerja produk yaitu KD yang berasal dari KI-2, KI-3 dan KI-4 yang relevan dengan pembelajaran STEM dalam kurikulum 2013 PAUD. Selanjutnya pengembangan penulisan instrumen penilaian 4C; menyusun kisi-kisi, menyusun format instrumen penilaian berupa rubrik penilaian 4C, menentukan skala instrumen penilaian, skor dan deskripsi. Pada tahap selanjutnya yaitu dilakukan validasi ahli untuk menilai efektivitas desain produk rubrik penilaian 4C. Validasi ahli ini dilakukan oleh 3 validator ahli yaitu dosen ahli matematika, ahli belajar dan pembelajaran AUD dan guru PAUD. Validator ahli tersebut melakukan penilaian serta memberikan saran dan perbaikan. Hasil dari penilaian, perbaikan dan saran digunakan untuk memperbaiki produk sehingga diperoleh produk penilaian 4C yang valid secara logis. Adapun aspek yang dinilai pada proses validasi ahli yakni: cakupan isi, kejelasan, kepraktisan, dan kualitas teknis.

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengembangan instrumen penilaian 4C untuk pembelajaran STEM di pendidikan anak usia dini, maka dapat diambil simpulan pertama, penilaian pembelajaran di PAUD belum terimplementasi secara optimal karena masih banyak guru yang belum memahami penilaian otentik dan belum mampu memilih instrumen evaluasi yang tepat sesuai dengan RPPH yang dibuat. Guru belum mengetahui dan memahami tentang pembelajaran STEM di PAUD. Jadi dalam penerapan penilaiannya juga belum terimplementasi dengan baik. Guru juga masih asing

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 48 dengan istilah penilaian 4C (critical thinking, creativity, collaboration, and communication) namun dalam penerapan penilaian pembelajaran pada anak secara tidak langsung sudah menilai keterampilan 4C meskipun dalam pengembangannya kurang maksimal. Kedua, telah didapatkan desain awal instrumen penilaian 4C untuk pembelajaran STEM. Bentuk instrumen penilaian 4C yang dikembangkan berupa rubrik penilaian yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan penilaian. Skala yang digunakan pada rubrik penilaian 4C ini adalah rating scale dengan 4 pilihan skor yaitu 4,3,2, dan 1. Validasi instrumen penilaian 4C dilakukan melalui validasi ahli oleh dosen ahli dan guru PAUD. Hasil yang diperoleh dari validasi ahli menyatakan bahwa instrumen penilaian kinerja 4C ini layak digunakan sebagai alat penilaian.

DAFTAR PUSTAKA Akamoglu, Y., Ostrosky, M. M., Cheung, W. C., Yang, H., Favazza, P. C., Stalega, M. V, & Aronson- ensign, K. (2019). Move Together , Communicate Together : Supporting Preschoolers ’ Move Together , Communicate Together : Supporting Preschoolers ’ Communication Skills Through Physical Activities. Early Childhood Education Journal, 47(6), hlm. 677–685. https://doi.org/10.1007/s10643-019-00957-1 Akçay, N. O. (2016). Implementation of Cooperative Learning Model in Preschool. 5(3), hlm. 83–93. https://doi.org/10.5539/jel.v5n3p83 Buchter, J., Ed, M., Kucskar, M., Ed, M., Oh-young, C., Ph, D., … Ph, D. (2018). Supporting STEM in early childhood education. hlm. 1–12. Febry, C. (2018). Pemahaman guru pendidikan anak usia dini terhadap penilaian autentik di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. (skripsi). Universitas Lampung, Bandar Lampung. Hani, A, A. (2019). Evaluasi Pembelajaran pada Paud. Jurnal Care, VII(1), hlm. 1-56. Lidinillah, D, A, M, dkk. (2019). Integration of STEM learning into the elementary curriculum in Indonesia: an analysis and exploration. Journal of Physics: Conference Series, hlm. 1-7. doi:10.1088/1742-6596/1318/1/012053. McKenney, S., T. C. Reeves. (2012). Conducting educational design research. New York: Routledge Taylor & Francis Group. Mila, R, T. (2016). The assessment of critical thinking skill for early age children based on criterion referenced and norm referenced interpretations. University of MH Thamrin, V (2), hlm. 1-18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Ridzwan, S. B., Eshah, S., & Mokhsein, B. (2017). Creativity in preschool Asessment. 7(2). https://doi.org/10.6007/IJARBSS/v7-i2/2663. Tippett, C. D., & Milford, T. M. (2017). Findings from a pre-kindergarten classroom : making the case for stem in early childhood education. 15. https://doi.org/10.1007/s10763-017-9812-8 Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. N. (2016). Transformasi pendidikan abad 21 sebagai tuntutan pengembangan sumber daya manusia di era global. 1, hlm. 263–278.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 49

Manajemen Sekolah Dasar: Analisis Pendidik dan Tenaga Kependidikan Badrud Tamam1, Cucun Sunaengsih2, Dini Nurhidayah3, Reyna Nurani4, Mardianingsih5, Dimas Harisman6 Manajemen Pendidikan Sekolah Pascasarjana, Universitas Wiralodra1, PGSD Kampus Sumedang, Universitas Pendidikan Indonesia23456 Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract In managing educators and educational staff needed planning and development of the workforce to complete the occupation and education staff then to see the work of educators and education staff needed improvement. Based on this research aims to study how the management of educators and education staff in schools Panyingkiran II State Base Situ North Sumedang, , West . The method used in this research is descriptive with data collection techniques such as interviews, observation and documentation study. The informant in the study was the principal. The focus of this study examines how to manage educators and education personnel at SDN Panyingkiran II implemented. The results of this study are SDN Panyingkiran II can manage educators and education personnel well. As the implication of this study, the need to improve several aspects of management of educators and education so that the quality of education is even better. Keywords: Management of educators and educational staff, Quality Improvement of Education

Abstrak Dalam mengelola pendidik dan tenaga kependidikan dibutuhkan perencanaan dan pengembangan karir sebagai pemutakhiran pengetahuan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan yang kemudian untuk melihat hasil kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan tersebut diperlukan evaluasi kinerja. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang ada pada Sekolah Dasar Negeri Panyingkiran II Situ Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Informan dalam penelitian adalah kepala sekolah. Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang bagaimana manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di SDN Panyingkiran II di implementasikan. Hasil dari penelitian ini yaitu SDN Panyingkiran II dapat mengelola pendidik dan tenaga kependidikan dengan baik. Adapun implikasi dari penelitian ini yaitu perlunya peningkatan beberapa aspek manajemen pendidik dan tenaga kependidikan agar mutu pendidikan lebih baik lagi. Kata Kunci: Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Peningkatan Mutu Pendidikan

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa (Depdiknas, 2003). Seperti pada pasal 3 BAB 2 tentang dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Pendidikan merupakan bidang yang memiliki strategi dalam meningkatkan kualitas manusia suatu bangsa. Untuk meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan harus mempunyai ilmu untuk mengelola sistem pendidikan yang mampu menjawab tantangan permasalahan pendidikan (Saud, 2018). Permasalahan yang ada pada pendidikan salahsatunya yaitu persoalan pada sistem

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 50 manajemen pendidik dan tenaga kependidikan. Menurut Mustari (dalam Aliyyah, 2018) manajemen pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah. Menurut Rugaiyah (dalam Aliyyah, 2018) manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kegiatan mengelola personal pendidikan dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai tugas dan fungsinya agar berjalan denga efektif. Manajemen pendidik dan kependidikan sangat erat berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia. Salah satu yang dapat mendukung terselenggaranya tujuan pendidikan adalah sumber daya manusia. Perkembangan pendidikan menuntut kualitas ketenagaan dalam penyelenggaraannya, tuntutan tersebut dilakukan karena pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran penting dalam melayani institusi pendidikan supaya dapat mengoptimalkan dan memberdayakan layanan pendidikan secara profesional. Dalam pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan. Berbagai perubahan telah terjadi di luar sistem pendidikan atau sistem sekolah, yang diakibatkan oleh lajunya pertumbuhan penduduk, kemajuan IPTEK dan perubahan-perubahan global, regional, atau lokal yang terjadi dalam kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Perubahan-perubahan ini untuk sebagian telah membawa dampak yang kurang menguntungkan terhadap kondisi kehidupan para pegawai atau tenaga kependidikan yang hidup dalam lingkungan organisasi pendidikan nasional sebagai sistem yang terbuka (Sunaengsih, 2017). Tugas pimpinan pendidikan dalam kaitannya dengan manajemen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang dapat dipandang sebelah mata, karena pimpinan pendidikan tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan secara pribadi. Karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrument pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional dan komprehensif (Hannon, 2008). Beberapa penelitian terdahulu menggambaran perencanaan, pelaksanaan serta faktor pendorong dan penghambat manajemen pendidik dan tenaga kependidikan sangat dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manajemen pendidik dan tenaga kependidikan tersebut diaplikasikan (Rolfe, 2012; Hannon, 2008; Markos & Sridevi, 2010), akan tetapi penelitian yang dilakukan sebagian besar dilakukan pada jenjang sekolah menengah atas. Dengan demikian, penelitian ini pun berusaha mengangkat permasalahan manajemen pendidik dan kependidikan yang ada di sekolah dasar sehingga dapat diketahui perencanaan, pelaksanaan serta faktor pendorong dan penghambat dalam manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang diimplementasikan di sekolah dasar.

METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Sukmadinata (2006) mengungkapkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskriptifkan dan menginterprestasikan semua objek, seperti kondisi atau hubungan yang ada. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek proses daripada hasil dan penelitian kualitatif memiliki medan yang alami sebagai sumber data langsung sehingga bersifat deskriptif (Bogdan & Biklen, 1998). Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang dilakukan berusaha mendeskripsikan manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di SDN Panyingkiran 2. Pemilihan pendekatan ini berdasarkan pertimbangan dan data yang akan dicari. Data dalam manajemen pendidik dan tenaga kependidikan menggambarkan proses perencanaan, pelaksanaan serta faktor pendorong dan penghambat dalam manajemen pendidik dan tenaga kependidikan untuk memperoleh pemahaman dan penafsiran secara mendalam dan natural yang ada di lapangan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 51

Moleong (2012) menyebutkan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti berusaha masuk ke dalam dunia konseptual subjek penelitian yang ditelitinya sedemikan rupa sehingga mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut Lofland (dalam Moleong, 2012) instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian. Sumber data utama dalam penelitian deskriptif kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain sebagainya. Oleh karena itu, wawancara dan pengamatan merupakan teknik pengumpulan data yang utama, sedangkan studi dokumentasi menjadi pengumpul data pendukung yang sangat membantu dalam penilitian ini. Lokasi dilaksanakannya penelitian ini adalah di Sekolah Dasar Panyingkiran 2 jalan Panyingkiran No.71, Situ Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawabarat 45323. Subjek dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah SDN Panyingkiran 2. Berikut merupakan matrik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 1. (Matrik Pengumpulan Data) Tujuan Data Primer Data Sekunder Indepth Observasi Mencari data  Alat: pedoman  Alat: pedoman observasi  Substansi: data-data penunjang berkenaan wawancara  Substansi: berkenaan berupa dokumen-dokumen yang dengan  Substansi: seluruh dengan persepsi berkenaan dengan manajemen manajemen pendidik informasi berkaitan responden tentang pendidik dan tenaga kependidikan dan tenaga dengan manajemen manajemen pendidik dan dimulai dari perencanaan, kependidikan pendidik dan tenaga Tenaga kependidikan pelaksanaan dan evaluasi kependidikan dimulai dimulai dari  Informan: Kepala sekolah/wakil dari perencanaan, perencanaan, kepala sekolah/guru pelaksanaan dan pelaksanaan dan evaluasi evaluasi  Informan: guru  Informan: kepala  Pemilihan informan: sekolah random  Pemilihan informan: random

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah dilakukan, dalam pengelolaan administrasi terdapat beberapa jenis administrasi yang sudah memenuhi standar. Jenis administrasi tersebut yaitu buku cuti pegawai dan guru, daftar hadir, daftar rangkuman tidak hadir, data kepegawaian, buku induk pegawai, surat izin cuti, surat tugas, dan struktur organisasi. Berikut ini disajikan tabel jenis administrasi. Berdasarkan tabel tersebut, keadaan siklus administrasi dalam Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan sudah cukup baik. Para guru dan pegawai baik dalam melakukan perizinan dan pemenuhan administrasi. Sebagai penunjang dan pemenuhan operasionalisasi, pemenuhan administrasi sangat diperlukan hal ini memiliki tujuan supaya tercapainya tujuan. SDN Panyingkiran 2 sudah memenuhi standarisasi yang ada. Kebutuhan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan ini dari pengumpulan data dan analisis yang telah dilakukan didapatkan beberapa hal yang menyangkut di SDN Panyingkiran 2 yaitu komponen Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan memiliki ruang lingkup ada perencanaan, rekuitmen penempatan dan penugasan, pembinaan dan pengembangan, dan pemberhentian. Jumlah tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Panyingkiran 2 berjumlah 15 orang guru dan 2 orang pegawai. Administrasi di SDN Panyingkiran 2 sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh pemerintah. Kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Panyingkiran 2 adalah berdasarkan kompetensi yang disesuaikan dengan peraturan pemerintah, yaitu Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 52

Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga administrasi Sekolah/Madrasah. Berikut ini adalah tabel Standar Kompetensi Tenaga kependidikan di SDN Panyingkiran 2.

Tabel 2. (Pemenuhan Standar Kompetensi SDN Panyingkiran 2) Pemenuhan Standar Kompetensi No. Standar Kompetensi Iya Tidak 1. Tenaga Pendidik a. Kompetensi Pedagogik  b. Kompetensi Profesional  c. Kompetensi Kepribadian  d. Kompetensi Sosial  2. Tenaga Kependidikan a. Kompetensi Kepribadian  b. Kompetensi Sosial  c. Kompetensi Teknis  d. Kompetensi Manajeri 

Berdasarkan tabel tersebut, standar kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Panyingkiran 2 telah memenuhi standar kompetensi tersebut. Dalam hak dan kewajiban tenaga pendidik dan kependidikan, hak yang harus didapatkan adalah memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial, penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi. Kewajiban yang harus dipenuhi adalah menciptakan pendidikan yang bermakna, mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan (Bass & Bass, 2000; Bergeron, 2011; Bush, 2007). Kendala dalam Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan di SDN Panyingkiran 2 ini bertitik pada kinerja beberapa orang guru yang memiliki kinerja yang kurang. Dalam pelaksanaan pengelolaan pendidk dan tenaga kependidikan sebagian besar difokuskan pada kegiatan administrasi pula sehingga mengarah kearah yang lebih baik, karena pemenuhan administrasi ini menjadi kekuatan akreditasi sekolah. SDN Panyingkiran 2 dalam pemenuhan administrasi dapat dikateorikan baik karena sekolah menyediakan administrasi sesuai dengan standar. Untuk melaksanakan Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan langkah pertama yang dilakukan adalah perencanaan. Dalam tahap perencanaan ini SDN Panyingkiran 2 menggunakan metode tradisional yang didalamnya terdapat rekruitmen, penempatan dan penugasan, pembinaan, pemberhentian dan kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan. Pada rekruitmen, untuk menunjang kualifikasi dan kompetensi yang sudah ditentukan maka ada tahapan yang harus dilalui oleh calon tenaga pendidik dan kependidikan. Tahap seleksi ini memberikan peluang pada instansi dalam menentukan tenaga pendidik dan kependidikan yang mampu memerikan kontribusinya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pada penempatan dan penugasan di SDN Panyingkiran 2 ditentukan oleh dinas pendidikan setempat. Sehingga jumlah tenaga pendidik dan kependidikan di SDN Panyingkiran 2 berjumlah 17 orang tenaga pendidik dan kependidikan. Pembinaan dilakukan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh setiap pendidik. SDN Panyingkiran 2 mengadakan pembinaan yang dianjurkan kepada tenaga pendidik dan kependidikan untuk meningkatkan kualitas. Dalam pemberhentian tenaga pendidik dan kependidikan ini hal yang paling disoroti adalah pemberhentian pegawai secara tidak hormat. Pemberhentian secara tidak hormat dapat disebabkan oleh pendidik/tenaga kependidikan melakukan pelanggaran disiplin tingkat tinggi dan dihukum penjara. Kesejahteraan para pendidik dan tenaga kependidikan sudah diatur dalam UU No. 14 Thn 2005 yaitu pelayanan kesehatan, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja. Kompetensi menjadi tolak ukur seseorang dalam mengerjakan suatu profesi. Kompetensi sangat penting karena ini merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki (Sunaengsih, Komariah, Isrokatun, Anggrani, &

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 53

Silfiani, 2019). Dalam pelaksanaannnya SDN Panyingkiran 2 sudah menerapkan sesuai dengan ketentuan yang didalamnya mencakup beberapa kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Untuk memperkuat kompetensi yang sudah dimiliki maka perlu diadakannya pengembangan karir, dalam pelaksanaannya pun SDN Panyingkiran 2 sudah menerapkan sistem pengembangan karir. Adanya perencanaan yang jelas dan terprogram dalam sistem manajemen pendidik dan tenaga kependidikan, memungkinkan visi misi sekolah dapat terealisasikan dengan baik, kemudian adanya pelatihan dan bimbingan terhadap tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan dapat meningkatkan mutu sekolah (Sunaengsih, Saud, & Komariah, 2017). Penempatan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan, selain itu, adanya orientasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang baru berupa pembinaan, sehingga lebih siap dalam menghadapi pekerjaannya, dan kinerja tenaga pendidik dan tenaga kependidikan antara yang baru dan yang lama diatur dengan baik tanpa membedakan usia. Perencanaan SDM merupakan awal dari pelakasanaan fungsi manajemen SDM (Hax, 2006). Walupun merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan, perencanaan ini seringkali tidak diperhatikan dengan seksama. Dengan melakukan perencanaan ini, segala fungsi SDM dapat dilaksankan dengan efektif efisien (Sunaengsih, Jatnika, Alifia, Latifah, & Solihah, 2019). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, dalam implementasi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan masih kerap kali temukan permasalahan menyangkut tenaga pendidik dan kependidikan. Tenaga pendidik terlambat masuk kelas, sehingga mengakibatkan siswa berkeliaran diluar kelas, selain itu, masih adanya beberapa tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang kurang disiplin dan kurang berdedikasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya, kemudian kurangnya sikap tanggap pada kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan, dan masih adanya guru yang belum optimal dalam melaksanakan program yang dibuat oleh kepala sekolah dan alam menjalankan program sekolah masih bergantung pada pemerintah masih kerap kali ditemukan. Untuk itu, pembinaan atau pengembangan tenaga kependidikan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan sekolah dalam mendayagunakan, memajukan dan meningkatkan produktivitas kerja setiap pendidik dan tenaga kependidikan yang ada diseluruh tingkatan manajemen organisasi dan jenjang pendidikan (sekolah) menjadi salah satu pemecahan permasalahan ini (Komariah & Sunaengsih, 2016).

SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang ada di SDN Panyingkiran 2 ini sudah terbilang cukup baik karena dalam manajemen administrasi dan juga manajemen pengarsipannya sudah semuanya lengkap. Manajemen ini dilakukan dengan berbagai tahap yang pertama yaitu perecanaan terlebih dahulu kemudian pelaksanaan berupa rekruitmen, penempatan dan penugasan, pembinaan, pemberhentian dan kesejahteraan tenaga pendidik. Manajemen tenaga pendidik dan juga kependidikan dapat mempengaruhi terhadap keberhasilan sebuah lembaga pendidikan, bagaimana bisa sekolah yang baik tanpa manajemen yang baik pula. Sebuah pendidikan yang baik ada karena adanya manajemen yang baik dan terarah pula. Pada penelitian ini memang belum dijabarkan secara mendetail mengenai evaluasi manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang dilakukan di sekolah dasar. Untuk itu, sekiranya peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian terkait sistem evaluasi pendidik dan tenaga kependidikan secara lebih mendalam. Dengan adanya penelitian yang mendalam dan komprehensif terhadap seluruh proses manajemen pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan berimplikasi terhadap pengaplikasian manajemen pendidik dan tenaga kependidikan kedalam manajemen sekolah sehingga kualitas pendidikan pada tingkat sekolah dapat meningkat.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 54

DAFTAR PUSTAKA Aliyyah, R. R. (2018). Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Polimedia Publishing. Bogdan, R. C., & Biklen, S.K.B., (1998). Qualitative Research for Education to Theory and Methods. Boston: Inc. Bass, B. M., & Bass, B. M. (2000). Organizational Studies The Future of Leadership in Learning Organizations. Journal of Leadership & Organizational Studies, 7(3), 18–40. https://doi.org/10.1177/107179190000700302 Bergeron, B. (2011). Knowledge Management. Management, 30, 89–93. https://doi.org/10.1186/1752-0509-5-38 Bush, T. (2007). Educational leadership and management: theory, policy, and practice. South African Journal of Education, 27, 391–406. Retrieved from http://www.sajournalofeducation.co.za/index.php/saje/article/view/107/29 Depdiknas. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas. Hannon, J. (2008). Doing staff development : Practices , dilemmas and technologies. Australasian Journal of Educational Technology, 24(1), 15–29. Hax, A. (2006). The Strategic Management Frameworks. Management, 36(1272), 407–418. Retrieved from http://www.isf.uts.edu.au/publications/turneretal2007idmfstage1.pdf Komariah, A., & Sunaengsih, C. (2016). A Model for School Management Capacity Building through Professional Learning Community in Senior. Advances in Economics, Business and Management Research, Volume 14 6th, 6th International Conference on Educational, Management, Administration and Leadership (ICEMAL 2016), 14, 50–52. Markos, S., & Sridevi, S. (2010). Employee Engagement : The Key to Improving Performance. International Journal of Business and Management, 5, 89–96. Moleong, L. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rolfe, V. (2012). Open educational resources : staff attitudes and awareness. Research in Learning Technology, 20(1063519), 1–13. https://doi.org/10.3402/rlt.v20i0/14395 Saud, U. S. (2018). Administrasi Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Graha Aksara. Sunaengsih, C. (2017). Buku Ajar Pengelolaan Pendidikan (1st ed.; A. A. Syahid, ed.). Sumedang: UPI Kampus Sumedang Press. Sunaengsih, C., Jatnika, J., Alifia, S. L., Latifah, & Solihah, E. (2019). Manajemen Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Educational Administration Research and Review Journal, 3(1), 44–48. Sunaengsih, C., Komariah, A., Isrokatun, I., Anggrani, M., & Silfiani, S. (2019). Survey of the Implementation of Professional Learning Community ( PLC ) Program in Primary Schools. Mimbar Sekolah Dasar, 6(3), 277–291. https://doi.org/10.17509/mimbar-sd.v6i3.20626 Sunaengsih, C., Saud, U. S., & Komariah, A. (2017). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Sekolah Terhadap Mutu Sekolah. Administrasi Pendidikan, 14(2), 1–10. Retrieved from http://repository.iainpurwokerto.ac.id/id/eprint/3238

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 55

Analisis Nilai Toleransi pada Buku Cerita “Cerita Eyang” untuk Anak Sekolah Dasar Elis Nurul Huda1, Aan Kusdiana2, Ahmad Mulyadiprana3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is based on the importance of tolerance in storybooks. There are three aspects of tolerance value, according to the theory of Tillman (2004) that can reveal the tolerance value in storybooks, including aspects of love, respecting individual differences, and awareness. The object of this research study is the story book entitled "Cerita Eyang" published by CV. Studio Cerita Seumpama in 2019. The purpose of this study is to describe the value of tolerance as well as to describe the results of the analysis of the most dominant aspects of tolerance in the "Cerita Eyang" storybook for elementary school children. The approach used in this research is a qualitative approach, with content analysis methods and the results are described in descriptive terms. Therefore, the tolerance value in the "Cerita Eyang" story book can facilitate the learning of tolerance values for elementary school children. Keywords: Tolerance Value, Children Stories, “Cerita Eyang” Story Book.

Abstrak Penelitian ini didasari karena pentingnya nilai toleransi pada buku cerita. Terdapat tiga aspek nilai toleransi, sesuai teori Tillman (2004) yang dapat mengungkapkan nilai toleransi pada buku cerita, aspek tersebut diantaranya aspek cinta, menghormati perbedaan individu, dan kesadaran. Objek kajian penelitian ini yaitu buku cerita yang berjudul “Cerita Eyang” yang diterbitkan oleh CV. Studio Cerita Seumpama pada tahun 2019. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan nilai toleransi serta untuk mendeskripsikan hasil analisis aspek nilai toleransi paling dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, dengan metode analisis konten dan hasilnya dijabarkan dengan deskriptif. Oleh karena itu, nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” bisa memudahkan pembelajaran nilai toleransi untuk anak sekolah dasar. Kata Kunci: Nilai Toleransi, Cerita Anak, Buku Cerita “Cerita Eyang.”

PENDAHULUAN Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diajarkan di sekolah dasar. Terdapat empat keterampilan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Salah satu pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu membaca cerita. Bacaan cerita harus bertujuan memberikan edukasi dan nilai moral. Membaca cerita pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat dalam kompetensi dasar pada kurikulum 2013. Sesuai pada Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia mengenai membaca cerita yang mengandung nilai moral terdapat di kelas 6 pada Kompetensi Dasar (KD) 4.9 Menyampaikan penjelasan tentang tuturan dan tindakan tokoh serta penceritaan penulis dalam teks fiksi secara lisan, tuli, dan visual (Kemendikbud, 2018). Berdasarkan pendapat di atas, untuk mencapai kompetensi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dasar dengan baik dan benar, maka diperlukan faktor pendukung yaitu bahan ajar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang baik pula, dengan memerhatikan tahap perkembangan psikologi peserta didik. Di sekolah dasar penggunaan bahan ajar cerita sudah banyak digunakan namun belum menyesuaikan karakter kehidupan peserta didik. Selain itu, “pembelajaran sastra dianggap penting karena pembelajaran sastra membantu pembentukan watak”(Kemendiknas, 2011). Oleh karena itu, penggunaan cerita sebagai bahan ajar untuk pembentukan watak harus memerhatikan nilai moral yang terkandung dalam cerita.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 56

Cerita anak merupakan karya sastra berbentuk cerita untuk dinikmati dan dipahami oleh anak- anak. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2013) mengemukakan bahwa “cerita anak adalah cerita dimana anak merupakan subjek yang menjadi fokus perhatian dan itu haruslah tercermin secara langsung dan konkret dalam cerita.” Agar pembelajaran bermakna, bahan ajar yang dipilih juga harus memiliki makna. Menurut Huck (dalam Dirjen Dikti Kemendikbud, 2018) mengemukakan bahwa terdapat beberapa “jenis cerita anak, yaitu: buku bergambar, fiksi realistik, fiksi sejarah, fantasi, fiksi ilmiah, sastra tradisional, puisi, biografi, dan otobiografi.” Jenis cerita anak tersebut digunakan sebagai bahan ajar apresiasi sastra disesuaikan dengan kondisi dan tingkat perkembangan anak. Struktur cerita anak terdapat beberapa bagian tahapan yaitu abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi dan koda (Kosasih, 2016). Unsur cerita anak sama saja dengan unsur cerita pada umumnya, memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Menurut Lintang (dalam Dibia, 2018) unsur-unsur intrinsik prosa diantaranya sebagai berikut: tema, alur, latar, penokohan, Sudut pandang, Gaya bahasa, Amanat. Sedangkan unsur ekstriknsik menurut Wellek dan Weren (dalam Wicaksono, 2017) mengemukakan bahwa unsur ekstrinsik juga terdiri dari beberapa unsur antara lain, unsur biografi pengarang, unsur psikologi, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya. Salah satu unsur cerita yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu unsur intrinsik tentang amanat. Pasti dalam sebuah cerita memiliki ajaran moral yang hendak ingin disampaikan kepada pembaca atau penikmat. Nilai moral tersebut sebagai pembentukan watak siswa sekolah dasar. Salah satu unsur nilai moral yang akan dikaji lebih dalam pada penelitian ini yaitu nilai toleransi. Toleransi merupakan karakter yang mampu mendukung terciptanya kesatuan dan persatuan. Toleransi maknanya tidaklah sempit, hal tersebut sependapat dengan tuturan berikut “tolerance, not as a physical problem, but as a problem of human relations…”(King, 1971). Berdasarkan pendapat tersebut, toleransi bukan hanya toleransi terhadap cacat fisik, tetapi tentang hubungan terhadap sesama manusia. Selain itu dalam Websters New American Dictonary (Supardie & Sarjuni, 2012) mengemukakan bahwa toleransi yaitu “liberality towards the opinion or others: patience with others” dari tulisan tersebut dapat diketahui bahwa toleransi memberikan kebebasan berpendapat terhadap orang lain dan sabar terhadap perilaku orang lain, baik yang disukai maupun yang kurang disukai. Dari sudut pandang yang lain, toleransi terkadang dianggap sebagai sikap tidak peka terhadap lingkungan sekitar, sehingga mudah terjadinya suatu kejahatan. Pendapat tersebut didukung oleh (Fletcher, 1996) menyatakan bahwa “…But tolerance also has its critics. One wing charges that the tolerant are too easygoing. They are insensitive to evil in their midst.” Toleransi bukan berarti perilaku orang lain selalu dianggap baik, tetapi menghargai perbedaan harus sesuai dengan norma yang berlaku dan tetap peduli terhadap apa yang terjadi di sekitar. Tingkat toleransi seseorang dapat diungkap melalui dimensi toleransi, dalam buku Living Values Activities for Children Ages 8-14, mengungkapkan bahwa “values such as love, tolerance is being open and receptive to the beauty of differences and tolerance unit is to create assertively benevolent respons when others are making discriminatory remaks”(Tillman, 2004). Dari pendapatnya dapat diketahui dimensi toleransi yaitu cinta, menghargai perbedaan juga individu, dan kesadaran. Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik akan melakukan penelitian pada buku cerita “Cerita Eyang.” Hasil penelitian diungkapkan dengan cara mendeskripsikan nilai toleransi aspek cinta, menghargai perbedaan dan kesadaran serta aspek toleransi paling dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar. Untuk memperoleh gambaran nilai toleransi sebagai bahan ajar untuk pembetukan watak peserta didik sekolah dasar. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Nilai Toleransi pada Buku Cerita ‘Cerita Eyang’ untuk Anak Sekolah Dasar.” Penelitian ini menggunakan metode analisis konten atau content analysis yang sering digunakan untuk menganalisis dokumen. “Penelitian analisis konten merupakan penelitian yang digunakan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 57 untuk menggali isi atau makna dari pesan simbolik dalam bentuk dokumen lukisan, tarian, lagu, karya sastra, artikel, dan lainnya yang berupa data tidak berstruktur” (Wuradji, 2010). Jadi, penggunaan analisis konten untuk mengungkap isi pesan dalam naskah atau dokumen yang diteliti secara lebih luas, sehingga hasil analisisnya menghasilkan konsep gambaran fenomena tersebut agar bisa dideskripsikan. Oleh karena itu, penelitian analisis konten akan menjelaskan mengenai hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan nilai toleransi yang terdapat pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar. Maka dalam penelitian ini cocok menggunakan teknik deskriptif. Suatu penelitian mendapatkan data dari keputusan peneliti untuk menentukan sumber data yang akan diteliti. Dalam penelitian ini bersumber dari buku yang akan diteliti yaitu buku cerita “Cerita Eyang.” Serta sumber data tambahan dari internet dan sumber data lainnya yang dapat dijadikan sebagai data pelengkap. Penelitian ini ingin menguraikan hasil analisis dengan mendeskripsikan nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk Sekolah Dasar.

Berikut gambar cara pengumpulan data yang mengacu pada pendapat (Siswantoro, 2016)

Tabel 1. (Langkah-langkah Pengumpulan Data)

Membuat Format Analisis

Menyeleksi Data

Memberi Deskripsi

Menarik Kesimpulan

Pengabsahan (Verification)

Langkah-langkah yang akan ditempuh dengan mengacu pada (Siswantoro, 2016), dideskripsikan yakni sebagai berikut: 1. Membuat format analisis nilai toleransi agar cara kerja seleksi data berjalan secara sistematis. 2. Menyeleksi data, dalam menyeleksi data dilakukan setelah peneliti membaca apa yang dicari yaitu nilai toleransi dalam cerita yang sesuai dengan indikator yang telah peneliti tentukan berdasarkan kajian teori dan kemunculan ditulis dalam lembar instrumen pengumpulan data.

Tabel 2. (Indikator pedoman analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang”)

Variabel Aspek Indikator 1. Cinta Perhatian 2. Menghargai perbedaan Menghormati Perbedaan Orang Lain Nilai individu Toleransi 3. Kesadaran a. Terbuka Terhadap Perilaku Orang Lain b. Terbuka Terhadap Pendapat Saran atau Ajuan dari Orang Lain (Reseptif)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 58

3. Memberi deskripsi, setelah mencatat data. Selanjutnya, peneliti memberi deskripsi atau keterangan singkat seputar data tersebut, setelah di analisis kalimat tersebut dikelompokkan menurut indikator nilai toleransi. Deskripsi diberikan dalam rangka mempertajam keakuratan dan kejelasan data. 4. Menarik kesimpulan, dari data yang diperoleh sebelumnya dalam upaya memperoleh kepastian tentang kebenaran data. 5. Melakukan pengabsahan (verification) yaitu penarikan kesimpulan yang merupakan tindakan menentukan keakuratan data dengan cara diskusi teman sejawat dan pengecekan kembali. Teknik pengumpulan data merupakan tahapan penting dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi. Kalimat-kalimat yang mengandung nilai toleransi dimasukan ke dalam kolom instrumen yang telah dibuat lalu beri deskripsi alasan kalimat tersebut termasuk ke dalam aspek tersebut. Selain itu, membaca literatur yang relevan dengan penelitian seperti skripsi, tesisi, jurnal, dan artikel serta bentuk data lainnya yang berhubungan dengan penelitian analisis nilai toleransi dalam buku cerita. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu berupa format analisis konten dari nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk Sekolah Dasar. Format analisis nilai toleransi untuk memudahkan proses analisis dengan pemberian deskripsi sesuai dengan jenis toleransi, serta memudahkan pembuatan kesimpulan akhir.

Tabel 3. (Instrumen Analisis Nilai Toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang”)

Judul Buku: Cerita Eyang Nama Pengarang: Referika Rahmi No. Aspek Indikator Kalimat Keterangan 1. Cinta Perhatian 2. Menghargai Menghormati Perbedaan perbedaan individu Orang Lain 3. Kesadaran a. Terbuka Terhadap Perilaku Orang Lain b. Terbuka Terhadap Pendapat Saran atau Ajuan dari Orang Lain (Reseptif)

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori menurut Miles (dalam Sujarweni, 2014) mengemukakan bahwa “Analisis data dilakukan selama pengumpulan data di lapangan dan setelah semua data terkumpul dengan teknik analisis model interaktif.” Analisis data berlangsung secara bersamaan dengan proses pengumpulan data dengan alur tahapan dimulai dari reduksi data, kemudian sajian data, dilanjutkan penarikan simpulan serta verifikasi dan terakhir menarik kesimpulan.

PEMBAHASAN 1. Hasil Analisis dan Pembahasan Nilai Toleransi pada Buku Cerita “Cerita Eyang” Dalam buku cerita “Cerita Eyang” pasti memiliki nilai moral, salah satu nilai moral yang perlu dipelajari yaitu toleransi. Buku tersebut dianalisis dan hasilnya dikelompokkan berdasarkan teori nilai toleransi menurut (Tillman, 2004) tidak semua cerita menganggung nilai moral termasuk nilai moral toleransi. Buku cerita tersebut memiliki nilai moral toleransi aspek cinta, menghargai perbedaan individu, kesadaran. Untuk lebih jelasnya mengenai temuannya, sebagai berikut.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 59 a. Cinta Indikator dari aspek cinta yang digunakan dalam cerita tersebut yaitu perhatian. Hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” terdapat 1 kalimat yang termasuk aspek cinta dengan indikator perhatian, dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Ia suka minta perhatian, minta dipeluk, dan disayang.

Dari kutipan di atas, tersirat aspek cinta indikator perhatian terlihat dari kalimat Ia suka minta perhatian pada kalimat ini menunjukkan bahwa tokoh memberikan perhatian, memeluk, dan memberikan kasih sayang meskipun eyangnya memiliki sikap kekanak-kanakan berbeda dengan eyang lainnya yang berperilaku dewasa. b. Menghargai Perbedaan Individu Hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” terdapat 4 kalimat yang termasuk aspek menghargai perbedaan individu. Indikator dari aspek menghargai perbedaan individu yang digunakan dalam cerita tersebut yaitu menghormati perbedaan orang lain. Temuan kalimat pertama yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Eyang menari, aku juga menari. Tarian kami berbeda, tapi kelihatannya istimewa, kan?

Dari kutipan di atas kata berbeda menggambarkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan orang lain, karena tokoh menegaskan bahwa meskipun tariannya berbeda tetapi tetap menganggap istimewa, tidak menunjukkan sikap penolakan terhadap perbedaan. Temuan kalimat kedua yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Eyang suka sekali merapihkan setiap garpu dan sendok yang dihitungnya. Hmmm, aku tidak bisa melakukan ini. Jadi sempat agak bingung. Tapi kami berhitung bersahut-sahutan, dan aku suka sekali itu…

Dari kutipan di atas menunjukkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan orang lain, karena tokoh menegaskan meskipun dia tidak bisa menghitung garpu dan sendok yang sudah dirapihkan tetapi bisa menikmati situasi tersebut. Terdapat kata bersahut-sahutan menujukkan bahwa situasi tersebut dinikmati tokoh. Hal itu menunjukkan bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan tidak munjukkan sikap merendahkan kekurangan orang lain. Temuan kalimat ketiga yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

“Eyang mungkin berbeda, tapi seperti kamu, dia juga suka bermain, kok.”

Dari kutipan di atas menggambarkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan orang lain, karena tokoh menegaskan bahwa sifat eyangnya mungkin berbeda terlihat dari kalimat “Eyang mungkin berbeda, tetapi sama seperti manusia lainnya beliau juga suka bermain. Hal itu menujukkan tidak membeda-bedakan sikap meskipun tahu memiliki sifat yang berbeda. Temuan kalimat keempat yang menunjukkan aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 60

“Cara mainnya Eyang berbeda dengan caramu atau caraku. Tapi yang berbeda itu yang buat kita sama-sama jadi istimewa, kan?”

Dari kutipan di atas menujukkan sikap toleransi dengan indikator menghormati perbedaan orang lain, dapat dilihat dari kalimat “Cara mainnya Eyang berbeda dengan caramu atau caraku. Kalimat tersebut menegaskan bahwa cara bermain eyangnya berbeda dari cara dirinya atau dirimu, tetapi menganggap perbedaan atau keberagaman cara bermain itu sesuatu hal yang istimewa, dapat dilihat dari kalimat Tapi yang berbeda itu yang buat kita sama-sama jadi istimewa, kan?”. Hal tersebut menujukkan penerimaan terhadap perbedaan dan menganggap perbedaan sebagai sesuatu yang istimewa. c. Kesadaraan Aspek kesadaran memiliki dua indikator, yaitu terbuka terhadap perilaku orang lain dan terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Berdasarkan hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” terdapat 5 kalimat yang menujukkan sikap toleransi aspek kesadaran. 5 kalimat tersebut terbagi menjadi kedua indikator, sebanyak 3 kalimat masuk ke indikator terbuka terhadap perilaku orang lain dan 2 kalimat masuk ke indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif).

1) Terbuka Terhadap Perilaku Orang Lain Berdasarkan hasil analisis ditemukan 3 kalimat yang berhubungan dengan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain. Temuan kalimat pertama yang menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Eyang juga suka sekali mencuci piring. Bahkan saat aku masih makan, Eyang sudah tidak sabar mencuci piringku. Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran, menujukkan sikap toleransi dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain. Hal tersebut dapat dilihat setelah kalimat Bahkan saat aku masih makan, Eyang sudah tidak sabar mencuci piringku. karena tokoh sadar eyangnya berbeda dengan eyang yang lainnya, tidak ada perlakuan yang menujukkan penolakan atau perlakuan buruk terhadap perilaku eyangnya yang tidak sabaran. Temuan kalimat kedua yang menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Kadang tingkah Eyang seperti adikku.

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain, karena tokoh sadar eyangnya berbeda dengan eyang yang lainnya, sehingga dapat memaklumi perilaku enyangnya yang kekanak-kanakan sama seperti adiknya. Temuan kalimat ketiga ya ng menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Seperti adik, Eyang akan berteriak kencang ketika mati lampu.

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap perilaku orang lain, karena tokoh sadar eyangnya berbeda dengan eyang yang lainnya. Hal ini terlihat setelah kalimat Seperti adik, Eyang akan berteriak kencang ketika mati lampu tokoh tidak memberikan perlakuan penolakan terhadap perilaku eyangnya.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 61

2) Terbuka Terhadap Pendapat, Saran atau Ajuan dari Orang Lain (Reseptif) Berdasarkan hasil analisis ditemukan 2 kalimat yang berhubungan dengan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Temuan kalimat pertama yang menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Kata Ibu “Sama seperti kamu, Eyang juga istimewa.”

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Hal tersebut bisa dilihat setelah kalimat di atas, tokoh tidak memberikan respon buruk atau penolakan terhadap pendapat ibunya, padahal menemukan perbedaan sikap eyangnya berbeda dengan eyang lainnya. Tokoh memiliki kesadaran di balik perbedaan sesesorang terdapat hal istimewa. Temuan kalimat kedua yang menunjukkan aspek kesadaran dengan indikator terbuka terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) dapat dilihat pada kutipan kalimat berikut ini.

Kata Ibu “Tapi kita semua istimewa dengan cara yang berbeda kan?”

Dari kutipan di atas yang mengandung aspek kesadaran dengan indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Hal tersebut bisa dilihat setelah kalimat di atas, tokoh tidak memberikan respon buruk atau penolakan terhadap pendapat ibunya. Kalimat istimewa dengan cara yang berbeda menyisipkan pesan kepada pembaca bahwa kita sebagai manusia bisa istimewa meskipun dengan cara yang berbeda-beda.

2. Hasil Analisis dan Pembahasan Aspek Nilai Toleransi Paling Dominan pada Buku Cerita “Cerita Eyang” Berdasarkan hasil analisis nilai toleransi pada buku cerita “Cerita Eyang” untuk anak sekolah dasar, terdapat 10 kalimat yang mengandung nilai toleransi. Kalimat tersebut dikelompokkan ke dalam tiga aspek nilai toleransi yaitu cinta, menghargai perbedaan individu dan keasadaran. Aspek cinta dengan satu indikator yaitu perhatian, memiliki 1 kalimat yang mengandung nilai toleransi. Aspek menghargai perbedaan individu dengan satu indikator yaitu menghormati perbedaan orang lain, memiliki 4 kalimat yang mengandung nilai toleransi. Sedangkan aspek kesadaran memiliki 5 kalimat yang mengadung nilai toleransi, dari 5 kalimat tersebut dikelompokkan kedua indikator yaitu terbuka terhadap perilaku orang lain sebanyak 3 kalimat nilai toleransi dan indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) sebanyak 2 kalimat nilai toleransi. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa aspek nilai toleransi paling dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” yaitu aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain yang memiliki 4 kalimat. Jumlah kalimat paling banyak yang dimiliki indikator menghormati perbedaan orang lain dibandingkan jumlah kalimat dari indikator aspek lainnya.

SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada buku cerita “Cerita Eyang,” buku tersebut mengandung nilai toleransi, terdiri dari 10 temuan kalimat yang mengandung nilai toleransi dikelompokkan berdasarkan teori (Tillman, 2004) ke berbagai aspek, antara lain yaitu aspek cinta, menghargai perbedaan individu dan kesadaran. Dari aspek cinta dengan satu indikator yaitu perhatian dapat diidentifikasi bahwa pengarang kurang memunculkan aspek cinta dalam cerita ini. Nilai toleransi aspek cinta indikator perhatian dengan penggunaan kata perhatian, dipeluk, dan disayang, kata-

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 62 kata tersebut hanya terdapat pada 1 kalimat. Aspek menghargai perbedaan individu dengan satu indikator yaitu menghormati perbedaan orang lain memiliki 4 kalimat, dapat diidentifikasi bahwa pengarang dominan menggunakan kata berbeda dan kalimat selanjutnya yang menujunkkan sikap atau ucapan yang mengandung nilai toleransi dari perbedaan tersebut. Aspek kesadaran dengan dua indikator yaitu terbuka terhadap perilaku orang lain dan terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif). Indikator terbuka terhadap perilaku orang lain memiliki 3 kalimat. Indikator terbuka terhadap pendapat, saran atau ajuan dari orang lain (reseptif) memiliki 2 kalimat yang dapat diidentifikasi bahwa pengarang menunjukkan sikap toleransi terhadap pendapat, saran atau ajuan dengan tidak memunculkan tanggapan buruk atau penolakan terhadap pendapat yang didengarnya, meskipun pendapat tersebut tidak sesuai dengan yang dialami atau yang dirasakan tokoh. Berdasarkan data analisis dapat diketahui bahwa aspek nilai toleransi paling dominan pada buku cerita “Cerita Eyang” yaitu aspek menghargai perbedaan individu dengan indikator menghormati perbedaan orang lain yang memiliki 4 kalimat, jumlah kalimat paling banyak dibandingkan jumlah kalimat dari indikator aspek lainnya. Suatu cerita pasti memiliki nilai moral, termasuk dalam buku cerita “Cerita Eyang.” Toleransi dekat di kehidupan bermasyarakat, terutama di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya, agama, ras, dan sebagainya, sikap dan ujaran yang menujukkan nilai toleransi pada buku tersebut bisa memudahkan pembelajaran nilai toleransi untuk anak sekolah dasar. Sehingga peneliti berkesimpulan bahwa buku cerita “Cerita Eyang” layak direkomendasikan sebagai bahan ajar mengenai nilai toleransi bagi anak sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA Dibia, I. K. (2018). Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Depok: PT Rajagrafindo Persada. Dirjen Dikti Kemendikbud. (2018). Modul 5: Apresiasi Sastra Anak. Jakarta: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Fletcher. (1996). The Case for Tolerance. Journal: Social Philosophy and Policy, 1, 229-239. doi:10.1017/s026505250000159x. Kemendikbud. (2018). Permendikbud Nomor 37 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kemdikbud. Kemendiknas. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa-Pedoman Sekolah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan. King. (1971). The Problem of tolerance. Journal: Government and Opposition, 2, 172-207, doi:10.1111/j.1477-7053.1971.tb01215.x Kosasih, E. (2016). Jenis-jenis Teks. Bandung: Yrama Widya. Nurgiyantoro, B. (2013). Sastra Anak Pengantar Pengembangan Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Siswantoro. (2016). Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Sujarweni, J. W. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Buku Press. Tillman, D. (2004). Living values: An educational program, living values activities for children ages 8- 14. 302. www.livingvalues.net. Wicaksono, A. (2017). Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca. Wuradji, dkk. (2010). Pedoman Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UNY.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 63

Peningkatan Mutu Pendidikan: Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Cucun Sunaengsih1, Ajeng Amalia Santika2, Yolanda Anugrah Riyantini3, Badrud Tamam4 PGSD Kampus Sumedang, Universitas Pendidikan Indonesia123 Manajemen Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Wiralodra4 Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by an interest in the quality of education which has always been an interesting issue to study. The importance of good management of teacher and education staff is one of the efforts in improving the quality of education. The purpose of this study is to describe the management of teacher and education staff in an effort to improve the quality of education in primary schools. The method used in this research is descriptive qualitative method. The population in this study were all elementary school’s teacher and education staff in Sumedang Utara District. The results showed that the management of teacher and education staff had been carried out well so that it had an effect on improving the quality of education. The conclusion of this research is the management of good teacher and education staff can be an effort in improving the quality of education. Keywords: Management, teacher and education staff, education quality

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi atas ketertarikan mengenai mutu pendidikan yang selalu menjadi issu menarik untuk dikaji mengingat persoalan mengenai mutu pendidikan yang selalu selaras mengikuti perubahan. Pentingnya manajemen tenaga pendidikan dan kependidikan yang baik merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di beberapa sekolah dasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga pendidik dan kependidikan sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen tenaga pendidik dan kependidikan sudah dilaksanakan dengan baik sehingga berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan. Simpulan dalam penelitian ini adalah manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang baik dapat menjadi upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kata Kunci: Manajemen, tenaga pendidik dan kependidikan, mutu pendidikan

PENDAHULUAN Tenaga pendidikan dan kependidikan menempati posisi yang strategis dalam upaya meningkatkan suatu mutu pendidikan. Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 bahwa mutu pendidikan nasional dapat terukur melalui ketercapaian dari Standar Pendidikan Nasional yang meliputi standar isi, proses, kompetensi kelulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dapat digarisbawahi bahwa tenaga pendidik dan kependidikan menjadi salah satu komponen yang digunakan untuk mengukur mutu pendidikan. Persoalan mutu pendidikan yang selalu selaras dengan tuntutan perubahan dan perkembangan memerlukan peran dari suatu agent of change dalam menciptakan ide-ide pembaharuan serta bagaimana mengelola perubahan tersebut (Hidayati, 2014). Sosok agen perubahan dalam lembaga pendidikan yang dimaksud yaitu sosok pemimpin yang menjalankan kepemimpinan secara efektif yang mampu mengelola seluruh sumber daya di lembaga yang dipimpinnya ke arah visi dan misi yang diharapkan terutama yaitu pendidik dan tenaga kependidikan yang disinyalir dengan berbagai persoalan, diantaranya persoalan kualifikasi, pembinaan dan pengembangan keprofesionalan, serta kinerja yang sangat membutuhkan perhatian, arahan dan bimbingan yang intensif serta berkelanjutan sehingga dapat dengan benar-benar mampu profesional dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 64 selaras dengan tuntutan standar pendidik dan tenaga pendidikan yang dipersyaratkan (Hidayati, 2014). Jika dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan pendidik (guru, dosen, pamong belajar, instruktur, tutor, widyaiswara) dalam masyarakat Indonesia masih tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan karena adanya dimensi-dimensi proses pendidikan yang diperankan oleh pendidik yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. Fungsi tenaga pendidik tidak akan bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didiknya. Begitupun dengan tenaga kependidikan (kepala sekolah, pengawas, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi) yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan (Triwiyanto, 2015). Dengan demikian, tenaga pendidik dan kependidikan patut menjadi urgensi yang menjadi sorotan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Ansyar (dalam Siregar & Lubis, 2017) mengemukakan pendapat bahwa terdapat tiga faktor yang menjadi penentu kualitas atau mutu pendidikan, yaitu orang (pendidik), program (kurikulum), dan institusi (pimpinan). Dengan melihat realitas di lapangan, faktor yang sering diperhatikan oleh pemerintah dan pemangku kebijakan adalah melakukan perubahan dari segi programnya yaitu perubahan kurikulum tanpa dibarengi dengan upaya membenahi orangnya yaitu tenaga pendidik dan kependidikan, demikian juga halnya dengan manajemen dan pengelolaan pendidikan yaitu oleh pimpinan terhadap institusinya (Hidayati, 2014). Maksudnya adalah kurikulum berubah, namun orang yang akan menjalankannya serta mengelola terhadap implementasi kurikulum tidak tertata dan terkelola dengan baik. Akhirnya program kurikulum yang ditetapkan tidak mampu diimplementasikan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan, karena tidak diiringi oleh kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai, serta tidak pula ditunjang oleh manajemen yang baik, seperti tidak adanya monitoring atau kontrol yang intensif dan berkesinambungan terhadap upaya implementasi program kurikulum yang sustainability (Hidayati, 2014). Maka dari itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan tersebut idealnya diperlukan kualitas sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yaitu tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional dan diperlukan keterlibatan langsung dari tenaga pendidik dan kependidikan tersebut sehingga mampu menjalankan program kurikulum dengan baik serta pembinaan dan pelatihan dari suati institusi atau pimpinan dalam merealisasikan program tersebut agar dapat berjalan dengan baik (Sunaengsih, dkk., 2019). Pentingnya memahami pelaksanaan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang baik menjadi salah satu kunci dalam meningkatkan mutu pendidikan (Herawan, 2011). Tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah agar mereka memiliki kemampuan, motivasi, dan kreativitas untuk: (1) mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan sendiri, (2) secara berkesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan kehidupan belajar peserta didik dan persaingan terhadap kehidupan masyarakat secara sehat dan dinamis, (3) menyediakan bentuk kepemimpinan (khususnya menyiapkan kader memimpin pendidikan yang handal dan dapat menjadi teladan) yang mampu mewujudkan human organization yang pengertiannya lebih dari relationship pada setiap jenjang manajemen organisasi pendidikan nasional (Matthews & Marzec, 2017; Nur, Harun, & Ibrahim, 2016). Setiap unsur tenaga pendidik dan kependidikan memiliki tugas, tanggung jawab, serta hak dan kewajiban yang harus dijalankan secara profesional. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik profesional mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Pendidik akan berhadapan langsung dengan peserta didik, namun pendidik tetap memerlukan dukungan dari tenaga kependidikan lainnya sehingga dapat melaksanakan tugasnya

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 65 dengan baik. Maka dari itu, tenaga pendidik dan kependidikan menjadi satu kesatuan yang memiliki peran serta posisi yang sama dalam konteks pelaksanaan program pendidikan. Menurut Departemen Pendidikan dan Budaya (dalam Suarga, 2019, hlm. 166), “tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, supervisi, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”. Aktivitas utama dalam manajemen tenaga pendidik dan kependidikan diantaranya adalah perencanaan, seleksi, pembinaan dan pengembangan karir, penilaian, kompensasi, dan pemberhentian (Sunaengsih, 2017). Aktivitas tersebut harus dilaksanakan secara profesional sehingga akan berimplikasi terhadap meningkatan suatu mutu pendidikan. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang baik dapat meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Karnati (2016) menunjukkan hasil bahwa melalui implementasi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah dapat meningkatkan mutu Sekolah Dasar di Kabupaten Bekasi Utara. Kemudian, Siregar & Lubis (2017) melakukan penelitian terhadap manajemen pendidik dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMA Kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang baik dapat meningkatkan mutu pendidikan (Hidayat & Machali, 2012; Bodenhausen & Curtis, 2016; & Machali, 2018). Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian terhadap manajemen tenaga pendidik dan kependidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan pada masih jarang sekali dilakukan di sekolah dasar. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di beberapa sekolah dasar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara. Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah format lembar observasi, catatan untuk dokumentasi, dan lembar pertanyaan untuk wawancara. Penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah dasar yang terdapat di Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yaitu SDN Gunungsari, SDN Sindang III, dan SDN Talun. Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah yang ada pada SDN Gunungsari, SDN Sindang III, dan SDN Talun. Pemilihan lokasi dan sumber data penelitian dilakukan berdasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya yaitu kualifikasi dari kepala sekolah dan akreditasi sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Merujuk hasil penelitian, komponen dari tenaga pendidik dan kependidikan ketiga sekolah sudah baik karena sudah meliputi standar sebagaimana yang dikemukakan oleh Triwiyanto (2015) bahwa tenaga pendidik meliputi yaitu guru, sedangkan tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah, pengawas, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi. Ketiga sekolah tersebut sudah meliputi seluruh dari komponen tenaga pendidikan dan kependidikan. Meskipun terdapat satu sekolah yaitu SD Sindang III yang belum memiliki operator tersendiri yaitu guru Bahasa Inggris yang merangkap sebagai operator. Dari status kepegawaian, dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar tenaga pendidik dan kependidikan sudah berstatus PNS. Kemudian, dilihat dari segi kompetensi, ketiga sekolah telah memiliki kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan yang lengkap mulai dari kepala sekolah, dan guru-guru yang memiliki kompetennya di bidang masing- masing. Selain itu, dari ketiga sekolah tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga pendidik dan kependidikan telah bersertifikasi dan dilihat dari segi pendidikannya dari ketiga sekolah dasar memiliki kepala sekolah sebagai pemimpin, manajer utama dalam pengolaaan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 66 pendidikan berbasis sekolah telah menempuh pendidikan S2 dengan gelar majester pendidikan dan untuk guru-guru sebagian besar telah menempuh pendidikan S1. Hal ini dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pelaksanaan manajemen pendidik dan tenaga kependidikan dilihat dari segi keprofesionalan tenaga pendidik dan kependidikan itu sendiri dilihat dari segi-segi yang telah dipaparkan tersebut. Selain itu, peneliti juga melakukan dokumentasi terhadap visi dan misi sekolah yang menunjukkan bahwa dari ketiga sekolah tersebut telah memiliki visi dan misi sekolah yang baik yang berlandaskan pada standar pendidikan nasional.

Tabel 1. (Tenaga Pendidik dan Kependidikan di 3 (tiga) Sekolah yang Diteliti)

Nama Tenaga Pendidik dan Kependidikan Sekolah Jenis Kepegawaian Status Kepegawaian Kompetensi Sertifikasi Pendidikan SDN Kepala sekolah 1 Kepala sekolah PNS Kepsek 1 6 dari 10 S2 1 (Kepsek) Gunungsari Guru kelas 6 Guru kelas PNS 6 Guru kelas 8 bersertifikasi S1 9 Guru mapel 2 Guru mapel PNS 1 Guru PAI 1 Pustakawan 1 CPNS 1 Guru Penjas 1 Operator 1 Penjaga sekolah 1 Guru B. Inggris 1 Penjaga sekolah 1 SDN Talun Kepala Sekolah 1 Kepala sekolah PNS Kepsek 1 7 dari 12 S2 1 (Kepsek) Guru kelas 6 Guru kelas PNS 5 Guru kelas 6 bersertifikasi S1 11 Guru mapel 5 Guru kelas honor 1 Guru penjas 2 Pustakawan 1 Guru mapel PNS 3 Guru B. Indonesia Operator 1 Guru mapel honor 2 1 Penjaga sekolah 1 Penjaga sekolah 1 Guru PAI 3 Guru B. Inggris 1 SDN Kepala Sekolah 1 Kepala sekolah PNS Kepsek 1 13 dari 18 S2 1 (Kepsek) Sindang III Guru kelas 10 Guru kelas PNS 8 Guru kelas 10 bersertifikasi S1 17 Guru mapel 6 Guru kelas honor 2 Guru PAI 2 Pustakawan 1 Guru mapel PNS 3 Guru penjas 3 Operator 1 Guru mapel honor 3 Guru B. Inggris Penjaga sekolah 1 Penjaga sekolah 1 sekaligus operator 1

Selain itu, hasil observasi menunjukkan bahwa keadaan dari ketiga sekolah yang menunjukkan akreditasi A menunjukkan kualitas yang baik. Hal ini terlihat dari kondisi sekolah yang mempunya sarana dan prasarana yang memadai yang dapat menunjang aktivitas pembelajaran. Misalnya seperti dalam proses pembelajaran olahraga terdapat alat-alat olahraga yang mempermudah guru untuk menyampaikan materi seperti alat-alat olahraga dan juga ruangan serbaguna dimana di dalamnya terdapat smartboard yang bisa digunakan oleh para siswa. Kemudian terdapat alat-alat kesenian seperti piano, gitar, dan seperangkat alat drum band yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran maupun untuk pengembangan kegiatan ekstrakulikuler. Fasilitas perpustakaan, kamar mandi, dan kantin pun dimiliki oleh ketiga sekolah tersebut. Selain observasi terhadap kondisi fisik sekolah, peneliti juga melakukan observasi terhadap salah satu guru dari ketiga SD tersebut pada saat melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi, dari ketiga SD menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran dengan baik mulai dari perencanaan dalam penyusunan RPP yang sesuai dengan standar kurikulum 2013, pelaksanaan pembelajaraan yang sesuai dengan RPP, dan penilaian yang dilaksanakan secara otentik serta kemampuan guru dalam mengelola kelas. Hal ini dapat dilihat dari keaktifian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran serta kondusifnya kelas. Kemampuan guru dalam memanfaatkan fasilitas serta sarana dan prasarana pun sudah cukup baik. Penggunaan fasilitas yang optimal disebabkan oleh kondusifnya iklim kelas dan kinerja guru yang optimal dengan begitu iklim kelas yang kondusif pula dipengaruhi oleh adanya keselarasan hubungan antara seluruh komponen pendukung

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 67 pembelajaran (Barnes, Marateo, & Ferris, 2007; Siemens, 2014). Guru sebagai pendidik dari hasil observasi tersebut telah menunjukkan kinerja yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sebagaimana yang dipaparkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 bahwa pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik profesional mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Selain itu juga, peneliti melakukan observasi terhadap tenaga kependidikan lainnya yaitu terhadap pustakawan dan operator. Penelitian menunjukkan dari ketiga SD pustakawan telah menunjukkan kinerjanya dengan baik. Hal ini dpat terbukti dari keadaan perpustakaan yang kondusif, rapihnya penyusunan buku sesuai dengan klasifikasinya, rapihnya administrasi peminjaman dan penomoran dalam buku. Kemudian untuk operator, dari hasil observasi menunjukkan bahwa operator sekolah telah menunjukkan kinerjanya dengan baik terbukti dari kemampuannya dalam mengoperasikan teknologi, kemampuan dalam menggunakan sosial media, serta kerapihan dalam administrasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seluruh komponen sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa operator dari ketiga sekolah tersebut memiliki kemampuan literasi ICT (Information, Communication, and Technology) yang baik. Kemudian, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap narasumber yaitu kepada kepala sekolah sebagai manajer utama di lingkungan sekolah yang menjadi sentral. Waancara yang dilakukan berisi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan bagaimana aktivitas manajemen tenaga pendidik dan kependidikan. Dari hasi wawancara, dapat disimpulkan bahwa ketiga SD tersebut dalam aktivitas memanajemen tenaga pendidik dan kependidikannya telah baik. Pada saat kepala sekolah melakukan supervisi terhadap guru-guru di sekolahnya, menurutnya guru-guru sebagian besar telah baik dalam melaksanakan proses pembelajaran dan mendidik siswanya. Hal ini dapat dilihat dari prestasi akademik siswa-siswanya. Guru-guru juga bersemangat dalam mengikuti pelatihan dan pembinaan dalam memahami pengimplementasian program pendidikan yaitu kurikulum yang selalu mengalami perkembangan dan mengalami perubahan karena adanya tuntutan dari perkembangan zaman sehingga dapat meningkatkan keprofesionalitasannya sebagai pendidik. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru-guru terkait bagaimana manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah terhadap. Menurut narasumber, kepala sekolah telah baik dalam mengelola tenaga pendidik dan kependidikannya. Kepala sekolah telah paham mengenai aktivitas manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di sekolahnya mulai dari perencanaan, seleksi, pembinaan, penilaian, kompensasi, dan pemberhentian. Kepala sekolah juga dikatakan sering melaksanakan rapat dan pembinaan terhadap guru-guru terkait pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan program kurikulum terbaru. Kepala sekolah juga diklaim mampu mengkoordinasikan program penunjang mutu pendidikan di sekolah dengan baik serta mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan berbasis sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Untuk merealisasikan sekolah yang efektif dengan mutu pendidikan yang baik membutuhkan komitmen bersama untuk memajukan lembaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Komitmen segenap unsur lembaga, terutama komitmen tenaga pendidik dan kependidikan khususnya dapat dibangun berawal dari komitmen kepemimpinan yang kuat yang mampu menginspirasi dan memotivasi serta menguatkan segenap unsur dan sumberdaya menuju kualitas mutu pendidikan yang diharapkan. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Hidayati (2014) bahwa pemimpin pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kultur organisasi serta iklim yang kondusif dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan mempertinggi pengembangan lembaga pendidikan sesuai dengan standar mutu yang dipersyaratkan. Sehubungan dengan hal ini pemimpin pendidikan memiliki tiga peran utama: bidang kepemimpinan, manajerial, dan pendidik bagi segenap unsur lembaga. Berdasarkan hasil wawancara juga yang menunjukkan bahwa tenaga pendidik dan kependidikan yang telah memahami tentang aktivitas manajemen tenaga pendidik dan kependidikan mulai dari perencanaan, seleksi, pembinaan dan pengembangan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 68 karir, penilaian, kompensasi, dan pemberhentian, menunjukkan juga bahwa manajemen kinerja tenaga pendidik dan kependidikan sudah baik. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Masyhud (2014) bahwa sistem manajemen kinerja yang digunakan sangat bergantung terhadap tujuan dari masing-masing organisasi. Menurut guru juga, kepala sekolah diklaim mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan berbasis sekolah, merumuskan tujuan sekolah, serta mampu mengkoordinasikan program penunjang mutu pendidikan di sekolah dengan baik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh simpulan bahwa manajemen tenaga pendidik dan kependidikan di suatu sekolah berbanding lurus dengan mutu pendidikan di lembaga sekolah tersebut. Semakin baik aktivitas manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, maka semakin baik pula mutu pendidikan yang dihasilkan. Dengan demikian, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan yang baik dapat meningkatkan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA Barnes, K., Marateo, R.C., & Ferris, S.P. (2007). Teaching and Learning with the Net Generation. Innovate: Journal of Online Education, 3(4), hlm. 1-8. Bodenhausen, C., & Curtis, C. (2016). Transformational Leadership and Employee Involvement: Perspectives from Millennial Workforce Entrants. Journal of Quality Assurance in Hospitality and Tourism, 17(3), 371–387. https://doi.org/10.1080/1528008X.2015.1048920 Herawan, E. (2011). Pengendalian Mutu Pendidikan: Konsep Dan Aplikasi. Jurnal Administrasi Pendidikan, 13(1), 1–9. https://doi.org/10.17509/jap.v13i1.6384 Hidayat, A., & Machali, I. (2012). Pengelolaan Pendidikan (Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola sekolah dan Madrasah). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Hidayati. (2014). Manajemen Pendidikan, Standar Tenaga Kependidikan, dan Mutu Pendidikan. Jurnal At-Ta’lim, 21 (1), hlm. 42-53. Karnati, N. (2016). Implementasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis Sekolah dalam Peningkatan Mutu Sekolah Dasar di Kota Bekasi. Jurnal Parameter, 29 (2), hlm. 185- 191. Machali, I. (2018). Managing Quality of Learning in Islamic Schools : An Analysis of Contributing Factors for Learning Toward Quality Improvement in Private Islamic Senior High Schools in Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Islam, 7(2), 317–335. Masyhud, M.S. (2014). Manajemen Profesi Kependidikan. Yogyakarta: Kurniakalam Semesta. Matthews, R. L., & Marzec, P. E. (2017). Continuous, quality and process improvement: disintegrating and reintegrating operational improvement? Total Quality Management and Business Excellence, 28(3–4), 296–317. https://doi.org/10.1080/14783363.2015.1081812 Nur, M., Harun, C. Z., & Ibrahim, S. (2016). Manajemen Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Pada SDN Dayah Guci Kabupaten Pidie. Jurnal Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 4(1), 93–103 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah, Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Siemens, G. (2014). Connectivism: A Learning Theory for Digital Age. International Journal of Instructional Technology and Distance Learning, 1, 1-8.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 69

Siregar, A.S & Lubis, W. (2017). Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal EducanduM, 10 (1), hlm. 1-12. Suarga. (2019). Tugas dan Fungsi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jurnal Idaarah, 3 (1), hlm. 164-173. Sunaengsih, C. (2017). Buku Ajar Pengelolaan Pendidikan. Sumedang: UPI Sumedang Press. Sunaengsih, C., Jatnika, J., Alifia, S. L., Latifah, & Solihah, E. (2019). Manajemen Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Educational Administration Research and Review Journal, 3(1), 44–48. Triwiyanto, T. (2015). Manajemen Pendidik, Tenaga Kependidikan dan Upaya Memperkuat Karakter Bangsa. [Online]. Diakses dari: http://ap.fip.um.ac.id/wp- content/uploads/2015/04/Teguh-Triwiyanto-UM-Manajemen-Pendidik-Tenaga- Kependidikan-dan-Upaya-Memperkuat-Karakter-Bangsa.pdf.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 70

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Angka Partisipasi PAUD di Kabupaten Garut Tahun Ajaran 2020/2021 Fauziah Rahmat1 Bidang Penelitian dan Pengembangan, PD Himpaudi Kabupaten Garut Email: [email protected]

Abstract This article presents the results of a survey of ECE participation rates in Garut in 2020. The survey involved 398 respondents. This study aims to determine the school participation rates especially in ECE units in Garut. Media has been reported about the prediction of a decrease in parents' interest in enrolling young children in ECE units at the national level since the online learning methods during the covid-19 pandemic. Data shows that parents' decision to postpone enrolling their children to ECE units due to they doubt the effectiveness of learning from home system. It is one of the factors causing the decline in ECE participation. A number of recommendations are given based on the conclusions obtained. Keywords: participation rates ECE, covid-19 pandemic, survey

Abstrak Artikel ini menyajikan hasil survei angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/20201. Sebanyak 398 responden terlibat dalam survei ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak pandemi covid-19 terhadap angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut serta faktor-faktor yang turut mempengaruhinya. Seperti dilansir beberapa media bahwa diprediksi ada tren penurunan minat orang tua untuk mendaftarkan anak-anak usia dini ke satuan-satuan PAUD paa level nasional sebab kebijakan pembelajaran berbasis rumah /atau melalui moda daring selama masa pandemi covid-19. Data menunjukan bahwa keputusan orang tua menunda mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD akibat penilaian terhadap inefektivitas kegiatan belajar dari rumah (BDR) menjadi slaah satu faktor penyebab menurunnya angka partisipasi PAUD. Sejumlah rekomendasi atas persoalan yang teridentifikasi juga turut diberikan. Kata Kunci: angka partisipasi, PAUD, pandemi covid-19, survei

PENDAHULUAN Angka partisipasi merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan program pembangunan pendidikan. Angka partisipasi dalam pendidikan adalah gambaran menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. Dalam penelitian ini angka partisipasi yang dimaksud merujuk pada jumlah peserta didik yang mendaftar pada satuan PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/2021. Tinggi rendahnya angka partisipasi dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor namun faktor ekonomi seperti tingkat kemiskinan adalah yang lebih banyak dilaporkan (Elfarabi, 2018; Hermawan et al., 2020; Rahmatin & Soejoto, 2017). Selain itu, angka partisipasi dan pertumbuhan ekonomi secara simultan turut berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Hanifah, 2019). Oleh karenanya, mengukur angka partisipasi menjadi sesuatu yang penting. Khusus untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), beberapa penelitian terdahulu berhasil mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi angka partisipasi PAUD. Antara lain meliputi jumlah satuan PAUD dan rasio siswa terhadap tenaga pendidik dan kependidikan (Kartakusumah, 2018), faktor lokasi, program, kompetensi PTK, sarana prasarana sekolah, juga faktor ekonomi, persepsi dan minat orang tua, hingga faktor kebijakan seperti perizinan dan pendampingan dalam meningkatkan mutu PAUD menjadi hal-hal yang berpengaruh terhadap angka partisipasi PAUD (Faisal et al., 2019). Menurut data per Maret 2020 menunjukkan angka partisipasi kasar (APK) PAUD Kabupaten Garut adalah 57,24% (Nasrun et al., 2020). Angka ini tebilang cukup tinggi sehingga dapat diklaim menjadi penanda keberhasilan program PAUD di Kabupaten Garut. Namun demikian, Kebijakan pelaksanaan kegiatan belajar dari rumah dan membatasi bahkan meniadakan kegiatan tatap muka di satuan-satuan PAUD sebagai respon terhadap penanggulangan pandemi covid-19 diduga dapat

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 71 menurunkan angka partisipasi PAUD. Bahkan, sejumlah media nasional merilis berita mengenai menurunnya minat orang tua mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD akibat pandemi Covid- 19 (fey/kid, 2020; Gatra, 2020). Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka pimpinan daerah himpunan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini (PD HIMPAUDI) Kabupaten Garut melalui bidang penelitian dan pengembangan melakukan identifikasi dampak pandemi covid-19 terhadap angka partispasi PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/2021 melalui sebuah survei. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut selama masa pandemi covid-19 yaitu pada tahun ajaran 2020/2021 serta mencoba mengungkap faktor- faktor apa saja yang berkontribusi terhadap menurun atau meningkatnya angka partisipasi tersebut.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survei dengan desain cross sectional, yaitu data dikumpulkan pada satu poin di suatu waktu (Creswell, 2002). Survei ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner daring dan melibatkan anggota HIMPAUDI se-Kabupaten Garut. Pengumpulan data survei dilakukan mulai tanggal tujuh hingga 13 Juli 2020. Sebanyak 398 responden terlibat dalam survei ini. Responden terdiri dari 361 perwakilan dari satuan kelompok bermain (KB), 34 satuan PAUD sejenis (SPS), dua TPA (taman pengasuhan anak), dan sebanyak 45 satuan taman kanak-kanak (TK) yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Garut. Secara persentase, dari total 3112 satuan PAUD yang beroperasi, sekitar 13% satuan mengikuti survei ini. Dapat dikatakan bahwa data yang kami terima relatif kecil namun dengan persebarannya merata dari wilayah Garut bagian selatan hingga utara, maka dapat diklaim bahwa data yang diperoleh tetap cukup representatif untuk dapat menggambarkan kondisi angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut pada tahu ajaran 2020/2021. Empat pertanyaan utama diajukan dalam kuesioner survei angka partisipasi PAUD ini. Keempatnya adalah jumlah siswa tahun ajaran 2019/2020, jumlah siswa lulus pada 2019/2020, jumlah siswa baru yang mendaftar untuk tahun 2020/2021, dan rangkuman pertanyaan yang diajukan orang tua ketika mendaftar (terlepas dari keputusan akhir yang dibuat apakah orang tua memutuskan mendaftarkan atau memutuskan tidak mendaftarkan anaknya). Tiga pertanyaan pertama diolah untuk mengetahui angka partisipasi sedangkan pertanyaan terakhir diolah untuk mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap angka partisipasi PAUD. Adapun untuk memaknai data yang berasal dari jawaban pertanyaan terakhir, penulis melakukan analisis data dengan mengadaptasi prinsip dalam teknik analisis grounded theory. Menurut Charmaz (2006) analisis data dengan teknik gronded theory paling tidak melibatkan dua fase yaitu initial coding dan focused coding dimana pada fase pertama data dinamai dan dimasukan ke dalam kode-kode tertentu dan pada fase selanjutnya kode-kode dipilah berdasarkan frekuensi dan signifikansinya dalam menjawab pertanyaan penelitian. Tabel berikut menunjukkan contoh proses initial dan focused coding dalam penelitian ini.

Tabel 1. (Contoh Proses Initial dan Focused Coding) Jawaban Partisipan Kode Tema Kapan mulai belajar seperti biasa? Normal/biasa Strategi Apakah sekolah akan berjalan normal seperti sebelum pandemi? Pembelajaran Apakah akan belajar tatap muka seperti biasanya atau tidak? Tatap muka Belajar online atau tatap muka? Online, tatap muka Masih daring atau tidak? Daring/online

HASIL DAN PEMBAHASAN

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 72

Hasil survei ini berhasil memberikan gambaran mengenai angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut selama masa pandemi covid-19 yaitu pada tahun ajaran 2020/2021 serta mengungkapkan faktor-faktor yang turut berkontribusi terhadap menurun atau meningkatnya angka partisipasi tersebut. Data hasil survei ini mendukung prediksi mengenai penurunan minat orang tua mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD. Data menggambarkan adanya tren penurunan jumlah pendaftar baru di satuan-satuan PAUD di Kabupaten Garut. Secara total jumlah peserta didik PAUD tahun ini lebih banyak dari jumlah peserta didik tahun lalu, yaitu dari 13244 menjadi 13278 atau naik sekitar 0,25%. Namun demikian, setelah dicermati lebih lanjut terdapat selisih jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2019/2020 dengan jumlah peserta didik pada tahun ajaran 2020/2021 yang menunjukan penurunan pada hampir 44% satuan PAUD. Sebanyak 175 satuan PAUD memiliki jumlah peserta didik yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan jumlah tersebut bervariasi mulai dari satu persen hingga hampir 50%. Sementara itu, jawaban dari responden mengenai pertanyaan yang diajukan oleh orang tua kepada pihak satuan PAUD didominasi oleh pertanyaan “kapan mulai belajar seperti biasa?”. Menduduki frekuensi teratas dan ditanyakan oleh 111 responden atau mewakili sebanyak hampir 30% peserta survei. Disusul dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “bagaimana metode belajar selama pandemi?” “apakah masih daring?” “kapan tatap muka?” dan “berapa biaya yang harus dibayarkan?” Sedangkan, pertanyaan terkait harapan orang tua terhadap luaran PAUD seperti kemampuan baca-tulis-hitung dan kemandirian frekuesinya jauh lebih kecil yaitu hanya muncul masing-masing dua kali. Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh, dapat diidentifikasi tiga faktor utama yang turut berkontribusi terhadap menurun atau meningkatnya angka partisipasi. Ialah, faktor strategi pembelajaran, pembiayaan, dan jaminan penerapan protokol kesehatan di satuan PAUD. Penurunan angka partisipasi orang tua untuk mendaftarkan anak-anaknya ke satuan PAUD terkait erat dengan bergulirnya kebijakan belajar dari rumah (BDR) sebagai konsekuensi langsung dari pembatasan bahkan peniadaan kegiatan pembelajaran melalui tatap muka. Sebagian orang tua menjadikan metode pembelajaran sebagai pertimbangan utama dalam memutuskan mendaftarkan anaknya di PAUD atau justru menundanya. Menurut hasil survei ini, orang tua beranggapan bahwa metode pembelajaran berbasis jaringan (daring) dianggap kurang efektif jika dibandingkan dengan metode tatap muka. Memang harus diakui sulitnya menemukan metode pembelajaran daring bagi anak-anak usia dini sebab interaksi fisik dan emosional merupakan sesuatu yang vital dalam pembelajaran di PAUD. Kegiatan BDR yang cenderung bersifat penugasan membuat orang tua harus mengambil alih fungsi dan peran guru di kelas. Namun begitu, kondisi dimana waktu dan kapasitas yang dimiliki orang tua untuk mendampingi anak belajar di rumah juga dapat menjadi kendala yang berarti. Menurut Kurniati et al. (2020) di antara peran orang tua selama mendampingi anak belajar di rumah adalah mendampingi kegiatan anak yang berbasis pada kebutuhan anak. Mulai dari menjaga kebersihan dan kesehatan, mendampingi anak dalam mengerjakan tugas sekolah, melakukan kegiatan bersama selama di rumah, menciptakan lingkungan yang nyaman untuk anak, menjalin komunikasi yang intens dengan anak, hingga melakukan variasi dan inovasi kegiatan di rumah. Peran-peran tersebut tentu akan berdampak pada keterpenuhan kebutuhan belajar. Penelitian Nurkholis (2020) menyatakan bahwa salah satu dampak psikologis dari penutupan sementara sekolah sebagai respon terhadap penyebaran pandemi covid-19 yang berujung pada pengalihan kegiatan pembelajaran dari sekolah ke rumah adalah kejenuhan dan kebosanan yang dialami para peserta didik. Kebosanan dan kejenuhan tersebut boleh jadi merupakan dampak langsung dari tidak terpenuhinya kebutuhan atau kesejahteraan anak secara mental dalam belajar.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 73

Riset Giallo et al. (2013) menunjukan bahwa keterlibatan orang tua dalam kegiatan bermain bersama anak dimediasi oleh efikasi-diri, baik ibu maupun ayah. Efikasi-diri atau self-efficacy adalah sebuah konsep yan digagas Albert Bandura untuk menjelaskan keyakinan seseorang terhadap kapasitas dan kompetensi dirinya. Efikasi diri orang tua merupakan hal yang penting diperhatikan dalam menunjang keberhasilan kegiatan pembelajaran di rumah bersama orang tua. Efikasi-diri orang tua merupakan penentu utama dalam komponen perilaku pengasuhan dan erat terkait dengan kesehatan perkembangan anak (Sevigny & Loutzenhiser, 2009). Riset-riset terdahulu memperlihatkan bahwa rendahnya efikasi diri orang tua dapat ditengarai sebagai salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran di rumah. Orang tua dengan efikasi- diri rendah perlu bantuan dalam tugas pengasuhan harian seperti merencanakan, mengantisipasi, memilih kegiatan yang sesuai dan mendorong perilaku yang diinginkan dari anak pada saat-saat sulit (Sanders et al., 2005). Menjadi beralasan ketika orang tua menilai pembelajaran dengan moda daring kurang efetif jika dibandingkan dengan metode tatap muka sebab boleh jadi efikasi-diri orang tua dalam mendampingi anak belajar umumnya masih relatif rendah. Mengingat selama ini orang tua lebih banyak menguasakan masalah pendidikan kepada pihak lain terutama sekolah dan guru. Maka, dapat dipahami jika sebagian besar orang tua yang merasa kewalahan, anak-anak yang merasakan stres, dan sebagian guru yang tergagap-gagap menghadapi pembelajaran dari rumah melalui metode daring (Rais, 2020). minimnya kompetensi orang tua terutama dalam hal teknologi dan keterampilan mengajar. Kendala keterbatasan waktu orang tua dikarenakan kesibukannya dalam mengajar Kendala minimnya antusisme orang tua yang salah satunya dikarenakan gangguan sinyal.(Khadijah & Gusman, 2020) Beberapa kendala seperti minimnya kompetensi orang tua terutama dalam hal melek teknologi dan keterampilan mengajar, keterbatasan waktu orang tua akibat kesibukan, juga antusiasme yang minim adalah yang umum ditemui dalam pendampingan anak usia dini selama belajar dirumah (Khadijah & Gusman, 2020). Padahal dalam masa ini, orang tua diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mendapat stimulasi dan sumber daya belajar yang memadai. Dapat pula dimaklumi ketika orang tua berkeberatan dengan pembelajaran tanpa tatap muka dengan guru sebab orang tua boleh jadi lebih yakin pada peluang belajar di sekolah masih lebih baik. Salah satu penentu intenistas peluang belajar adalah sumber daya. Penelitian Liu dan Whitford (2011) mengindikasi hal-hal yang mempengaruhi peluang anak belajar sains di rumah. Fakta yang tersaji dalam riset tersebut adalah status sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendidikan orang tua dan sumber daya di rumah (seperti akses terhadap buku, internet, komputer, juga kompetensi orang tua itu sendiri) turut mempengaruhi ekspektasi terhadap pencapaian anak, kualitas bimbingan, juga tingkat interaksi antara orang tua dan anak. Faktor kedua yang berkontribusi terhadap penurunan angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut terkait pembiayaan. Ini ditunjukkan dengan beberapa pertanyaan seperti “berapa biaya yang harus dibayarkan?” atau “bagaimana pembayaran SPP apakah gratis karena belajar dari rumah”. Dalam survei ini pun, kode-kode dengan kata kunci “biaya”, “iuran”, “spp”, dan “gratis” yang mengarah pada pertimbangan orang tua saat memutuskan tidak mendaftarkan anak-anaknya di PAUD melibatkan perspektif ekonomi. Selain dinilai kurang efektif, pembelajaran daring juga dianggap lebih mahal. Infrastruktur pendukung pembelajaran daring memang masih menjadi pekerjaan rumah besar dalam penyelenggaraan pendidikan di masa pandemi covid-19 saat ini. Ketidakterjangkauan atau bahkan ketiadaan akses terhadap koneksi internet merupakan kendala terbesar dalam pembelajaran daring (Firman & Rahman, 2020; Khadijah & Gusman, 2020). Konsumsi kuota internet yang relatif mahal juga dapat menjadi kendala tersendiri dalam mengikuti kelas daring (Novita & Hutasuhut, 2020). Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana akibat faktor ekonomi juga menjadi suatu hambatan berarti bagi efektivitas pembelajaran daring (C et al., 2020).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 74

Pandemi Covid-19 telah memukul pertumbuhan ekonomi di seluruh negara terdampak, termasuk terjadinya perlambatan ekonomi di Indonesia (Nasution et al., 2020). Kondisi ini juga mengakibatkan krisis ekonomi keluarga yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia (Pratiwi et al., 2020). Bahkan ditengarai dengan terganggunya perekonomian keluarga dapat memicu stres, memunculkan pertikaian keluarga , serta dapat berujung pada kekerasan (Radhitya et al., 2020). Untuk memulihkan kondisi ekonomi nasional Hadiwardoyo (2020) berpendapat bahwa kuncinya adalah survival di tingkat individu dan entitas usaha sehingga diperlukan stimulus yang tepat agar kerugian tidak semakin besar baik secara ekonomi maupun sosial. Banyaknya sektor pekerjaan yang terimbas oleh kebijakan untuk pencegahan penularan covid- 19 yang berakibat pada rentannya kesejahteraan ekonomi keluarga merupakan masalah serius. Dari hasil survei lain yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa selama BDR sebagian besar orang tua tidak membayarkan dana iuran pendidikan secara penuh baik karena alasan tidak mampu maupun sebab enggan dengan alasan anak-anak tidak belajar bersama guru (PD HIMPAUDI Kabupaten Garut, 2020). Pertimbangan lain dari orang tua sehingga memutuskan tidak mendaftarkan anak-anaknya ke PAUD adalah terkait alasan kesehatan dan keamanan. Meski frekuensinya relatif sangat kecil tetapi orang tua juga mengajukan pertanyaan mengenai jaminan keselamatan anak-anak selama belajar dalam kondisi pandemi. Kekhawatiran orang tua terhadap keamanan anak juga menjadi penyumbang atas keputusan menunda mendaftarkan anak ke PAUD. Hal ini tentu menjadi peringatan bagi seluruh satuan pendidikan penyelenggara program PAUD untuk serius mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang kebersihan dan kesehatan anak-anak selama masa pandemi bahkan nanti ketika kelak memasuki masa adaptasi kebiasaan baru atau new normal era. Keselamatan jiwa dan kesehatan menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan pendidikan di masa pandemi ini. Namun begitu, kita pun hendaknya melihat sisi kesejahteraan anak yang boleh jadi sedang mengalami kerentanan. Sulitnya menemukan metode pembelajaran daring bagi anak-anak usia dini, faktor efikasi-diri orang tua dalam mendampingi anak-anak belajar dengan mengambil alih fungsi dan peran guru di kelas sementara kondisi (ketersediaan waktu dan kapasitas) yang dimiliki orang tua untuk mendampingi anak belajar di rumah sangat beragam dan tidak selalu dalam kondisi prima hendaknya menjadi pertimbangan yang juga dikedepankan dalam memutuskan kebijakan pendidikan.

SIMPULAN Pandemi covid-19 memberikan dampak terhadap penurunan angka partisipasi PAUD di Kabupaten Garut pada tahun ajaran 2020/2021. Kondisi-kondisi yang diakibatkan oleh pandemi covid-19 baik langsung (seperti risiko kesehatan) maupun tidak langsung (krisis ekonomi keluarga dan kebijakan pembelajaran dari rumah) berkontribusi pada keputusan orang tua untuk menunda mendaftarkan anak-anaknya dan berpotensi menurunkan angka partisipasi PAUD. Ini adalah sebuah isu yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Meski memasukan anak-anak ke satuan PAUD adalah pilihan, namun satuan PAUD tetap dapat dinilai lebih siap dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak usia dini.

DAFTAR PUSTAKA

Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory: A practical guide through qualitative analysis. Sage Publications. Creswell, J. W. (2002). Research Design Qualitative, Quantitave, and Mixed (2nd ed.). Sage Publications.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 75

Elfarabi, M. F. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah di Indonesia. Universitas Islam Indonesia. Faisal, Mailani, E., Heniwaty, Y., Mulyana, D., & Anugerah, A. I. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Anak Usia 4-6 Tahun terhadap Pendidikan Anak Usia Dini di Kota Medan. Jurnal Pembangunan Perkotaan, 7(1), hlm. 95–108. Firman, & Rahman, S. R. (2020). Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19. Indonesian Journal of Educational Science, 2(2), hlm. 81–89. Gatra, S. (2020, 04 Juni). Khawatir Pandemi Covid-19, Para Orangtua Menunda Memasukkan Anak ke TK. Kompas.Com. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/06/04/06150061/khawatir- pandemi-covid-19-para-orangtua-menunda-memasukkan-anak-ke-tk?page=all Giallo, R., Treyvaud, K., Cooklin, A., & Wade, C. (2013). Early Child Development and Care Mothers ’ and fathers ’ involvement in home activities with their children : psychosocial factors and the role of parental self-efficacy. Early Child Development and Care, 183, hlm. 343–359. https://doi.org/10.1080/03004430.2012.711587 Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19. Baskara Journal of Business and Entrepreneurship, 2(2), hlm. 83–92. https://doi.org/10.24853/baskara.2.2.83-92 Hanifah, M. (2019). Analisis Pengaruh Angka Partisipasi Sekolah, Pertumbuhan Ekonomi, Rasio Gini, dan Penghimpunan Dana ZIS terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2012- 2016. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hermawan, W., Maipita, I., & Wahyudi, S. T. (2020). Determinan AngkaPartisipasi Murni: Studi pada Penduduk Miskin Tingkat Provinsi di Indonesia. JIEP, 20(1), hlm. 1–11. Kartakusumah, Y. (2018). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar (APK) pada Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-kanak [Universitas Pendidikan Indonesia]. http://repository.upi.edu/37405/ Khadijah, & Gusman, M. (2020). Pola Kerja Sama Guru dan Orangtua Mengelola Bermain AUD selama Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Kumara Cendekia, 8(2), hlm. 154–171. Kurniati, E., Alfaeni, D. K. N., & Andriani, F. (2020). Analisis Peran Orang Tua dalam Mendampingi Anak di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), hlm. 241–256. https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.541 Liu, X., & Whitford, M. (2011). Opportunities-to-Learn at Home : Profiles of Students With and Without Reaching Science Proficiency. Journal of Science Education Technology, 20, hlm. 375– 387. https://doi.org/10.1007/s10956-010-9259-y Nasrun, A., Tarida, A. R., & Khadafy, A. (2020). Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anak Usia Dini 2019/2020. In Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Nasution, D. A. D., Erlina, & Muda, I. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Perekonomian Indonesia. Jurnal Benefita, 5(2), hlm. 212–224. Novita, D., & Hutasuhut, A. R. (2020). Plus Minus Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Pembelajaran Daring selama Pandemi Covid-19. hlm. 1–11. Nurkholis. (2020). Dampak Pandemi Novel-Corona Virus Disease (Covid-19) terhadap Psikologi dan Pendidikan serta Kebijakan Pemerintah. Jurnal PGSD, 6(1), hlm. 39–49. PD HIMPAUDI Kabupaten Garut. (2020). Press Release Hasil Idetifikasi Dampak Risiko Pandemi Covid-19 terhadap Kondisi Satuan PAUD di Kabupaten Garut. Pratiwi, C., Wati, A., & Ayyuhda, C. (2020). Mitigasi Ancaman Krisis Ekonomi Keluarga Akibat Pandemi Covid 19. Social Pedagogy: Journal of Social Science Education Vol., 1(1), hlm. 76–82. Radhitya, T. V., Nurwati, N., & Irfan, M. (2020). Dampak PandemiCovid-19 terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 2(2), hlm. 111–119. Rahmatin, U. Z., & Soejoto, A. (2017). Pengaruh Tingkat Kemiskinan Dan Jumlah Sekolah Terhadap

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 76

Angka Partisipasi Sekolah (Aps) Di Kota Surabaya. Jurnal Pendidikan Ekonomi Manajemen Dan Keuangan, 01(02), hlm. 127–140. Rais, H. (2020, April). Fortusis Sebut Orang Tua Siswa Keteteran Selama Pembelajaran Daring. Https://Prfmnews.Pikiran-Rakyat.Com/Mapay-Kota/Pr-13367729/Fortusis-Sebut-Orang- Tua-Siswa-Keteteran-Selama-Pembelajaran-Daring. Sanders, M. R., Woolley, M. L., & Sanders, M. R. (2005). The relationship between maternal self- efficacy and parenting practices : implications for parent training. Child: Care, Health & Development, 31(1), hlm. 65–73. Sevigny, P. R., & Loutzenhiser, L. (2009). Predictors of parenting self-efficacy in mothers and fathers of toddlers. Child: Care, Health and Development, 36(2), hlm. 179–189. https://doi.org/10.1111/j.1365-2214.2009.00980.x

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 77

PERKEMBANGAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 4-5 TAHUN : TINJAUAN PUSTAKA Dela Lailatul Badriah1, Sima Mulyadi2, Lutfi Nur3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Indonesian is the national language and the language of the Republic of Indonesia. Almost all people in Indonesia use Indonesian. But some Indonesian people make Indonesian a second language. The diversity of cultures in Indonesia causes many regional languages in Indonesia. Indonesian can be taught to children from an early age. Early childhood is a child who is in the golden age where the child is easy to receive various stimuli. Based on previous research, the number of Indonesian language vocabularies for children aged 4 years is in the range of 1128 vocabularies and children aged 5 years amounting to 1091 vocabularies. Factors that influence children in obtaining Indonesian vocabulary are influenced by personal factors and environmental factors. From further research found strategies and methods to improve children's Indonesian vocabulary that can be done by parents and teachers and can develop and use Indonesian vocabulary in children. Keywords: vocabulary, children aged 4-5 years, Indonesian, parents, teachers

Abstrak Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi sebagian masyarakat Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Ragamnya budaya di Indonesia menyebabkan banyaknya bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Indonesia dapat diajarkan kepada anak sejak dini. Anak usia dini merupakan anak yang berada dalam masa keemasan (golden age) di mana anak mudah menerima berbagai rangsangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, jumlah kosakata bahasa Indonesia anak usia 4 tahun berada pada kisaran 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun berjumlah 1091 kosakata. Faktor yang mempengaruhi anak dalam memperoleh kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari penelitian selanjutnya ditemukan strategi dan metode untuk meningkatkan kosakata bahasa Indonesia anak yang dapat dilakukan orang tua dan guru serta dapat mengembangkan dan menggunakan kosakata bahasa Indonesia pada anak. Kata Kunci: kosakata, anak usia 4-5 tahun, Bahasa Indonesia, orang tua, guru

PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi utama yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan satu sama lain. Bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal ini tercantum dalam salah satu isi sumpah pemuda yakni: “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ragamnya bahasa daerah yang dimiliki negara Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Potensi berbahasa Indonesia anak usia dini dipengaruhi oleh penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Berdasarkan studi pendahuluan di sebuah TK daerah kota Tasikmalaya pada masa perkenalan peserta didik baru ditemukan anak usia 4-5 tahun tidak memahami guru yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia sedangkan sebagian temannya sudah memahami bahkan berbicara dengan bahasa Indonesia. Anak tersebut hanya memahami bahasa daerahnya saja yaitu bahasa sunda. Hal ini disebabkan karena bahasa yang dikuasai anak Indonesia pertama kali pada umumnya adalah bahasa daerahnya. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, topik perkembangan berbahasa Indonesia anak usia dini lebih dominan membahas tentang mengembangkan berbahasa Indonesia pada anak usia 5-6 tahun. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dahlia, Thamrin, dan Ali pada tahun 2013 dengan judul “Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik Kecamatan Tanah Pinoh” (Dahlia, et al., 2013). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hidjanah dan Roshonah pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia 4-5 Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi)” (Hidjanah & Roshonah, 2017). Kemudian penelitian yang dilakukan Alfin, Rosyidi, dan Abdillah

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 78 pada tahun 2018 dengan judul “Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar” (Alfin, et al., 2018). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Rusniah pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran 2015/2016” menggunakan subjek kelompok A yaitu kategori anak usia 4-5 tahun (Rusniah, 2017). Bahasa pertama kali diperoleh anak dari lingkungan keluarga. Ketika anak belajar bahasa, bahasa pertama yang terlebih dahulu diketahui dan dikuasai anak berupa bahasa lisan yang terdiri dari kata-kata dan kalimat. Berdasarkan penelitian sebelumnya anak mempelajari mulai dari redaksi, struktur kata, sampai kalimat. Apabila seorang ayah atau ibu mengatakan kalimat yang salah, anak akan menirukan, memaknai arti, dan mempelajari struktur kalimatnya (Putri, et al., 2014). Pada perkembangan selanjutnya saat anak memasuki usia prasekolah, anak mulai memperoleh dari lingkungan sekolah baik dari guru maupun teman sebayanya. Dengan banyaknya bahasa yang anak peroleh, perkembangan kosakata akan berkembang dengan pesat sebagaimana dikemukakan Sroufe "children vocabularies grew quite quickly after they begin to speak". Pertambahan kosakata anak akan sangat cepat setelah mereka mulai berbicara. Hal ini dapat dipahami karena anak akan menggunakan arti bahasa dari konteks yang digunakannya (Susanto, 2011). Berdasarkan uraian di atas, pemerolehan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia 4-5 tahun dapat diperoleh dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Selain itu, metode-metode yang digunakan dalam memperoleh bahasa Indonesia dapat disetting secara disengaja maupun tidak disengaja. Dalam artikel literature review ini akan disajikan pengetahuan seputar perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun ditinjau dari pengaruh faktor lingkungannya.

PEMBAHASAN 1. Faktor pengaruh perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun Dalam studi longitudinal selama 8 tahun dalam mengeksplorasi perkembangan kosakata anak- anak Cina dari usia 4 sampai 10 tahun (Song, et al., 2015) ditemukan bahwa keterampilan kosakata dan kognitif anak dari prasekolah ke sekolah dasar memiliki keterkaitan yang erat dan dapat mempengaruhi pertumbuhan leksikal anak dalam masa transisi dari pra-membaca ke membaca. Selain itu, pengetahuan kosakata dapat memprediksi keterampilan membaca anak di kemudian hari, termasuk pengenalan karakter, kelancaran membaca, dan pemahaman membaca. Peneliti meyakini bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kosakata anak usia dini adalah yang berhubungan dengan pengalaman seperti pendidikan ibu (Hoff, 2003; Rowe & Goldin- Meadow, 2009; Rowe et al., 2012; Song et al., 2015). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Azizah yang menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menemukan jumlah kosakata anak usia 3-5 tahun di PAUD Kelompok Bermain Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga, ditemukan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai anak bervariasi. pada anak usia 3 tahun jumlah kosakata yang diperoleh rata-rata 445 kosakata lebih sedikit dibandingkan anak usia 4 tahun dan 5 tahun. Sedangkan anak usia 4 tahun jumlah kosakata yang diperoleh lebih banyak dibandingkan anak usia 5 tahun dengan jumlah rata-rata anak usia 4 tahun 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun 1091 kosakata. Namun, disini selisih perbandingan jumlah kosakata anak usia 4 tahun dan 5 tahun tidak terlampau jauh dan rata-rata jumlah kosakata yang telah diperoleh anak usia 4 tahun dan 5 tahun sudah mencapai 1000 kosakata lebih. Semakin bertambahnya usia, kosakata anak pun akan terus bertambah. Tetapi apabila terdapat selisih perbedaan seperti hasil temuan di atas, peneliti meyakini bahwa dalam pemerolehan kosakata

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 79 setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Selain itu faktor pribadi dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap pemerolehan kosakata anak (Azizah, 2013). Dari hasil penelitian di atas, ditemukan bahwa perkembangan kosakata anak dipengaruhi oleh faktor intelektual/kognitif dan faktor lingkungan. Anak yang memiliki intelektual atau kognisi tinggi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa (Susanto, 2017). Perkembangan otak dan kognitif anak secara independen dapat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi keluarga dan lingkungan bilingualisme (Brito, 2017). Sementara faktor lingkungan berperan besar dalam perkembangan awal bahasa anak terutama lingkungan sosial (Susanto, 2017). Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan bahasa terutama dalam penambahan kosakata berkaitan dengan tingkat keseringan penggunaan bahasa, yang mempengaruhi pemerolehan dan pemrosesan bahasa anak (Kidd, Donnelly, & Christiansen, 2018). Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Siron pada tahun 2016 di salah satu daerah Jakarta Timur, ditemukan bahwa kemampuan penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun sudah dapat diketahui dan dipahami oleh lawan bicaranya. Selain itu, kata kerja yang digunakan anak masih menggunakan kata-kata dasar. Hal ini terjadi karena penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun tidak diimbangi dengan penggunaan kalimat yang lengkap/kompleks (Siron, 2016). Dari hasil temuan tersbut dapat diketahui bahwa penggunaan kosakata khususnya kata kerja anak usia 5 tahun dapat dikembangkan apabila anak berperan serta dalam percakapan dan kegiatan sehari-hari. Montessori mengungkapkan bahwa masa usia dini merupakan periode sensitif, di mana pada masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya (Sujiono, 2013). Apabila pemberian stimulus khususnya dalam mengembangkan kosakata telah dilakukan kepada anak sedini mungkin, maka perkembangan kosakata anak di masa mendatang akan berkembang sangat pesat sehingga anak akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.

2. Metode mengembangkan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun Dalam mempelajari kosakata, dibutuhkan paparan kata-kata baru dan dukungan percakapan (kontekstual) untuk membedakan makna kata-kata (Gómez, et al., 2017). Paparan kata-kata baru dapat diperoleh anak dengan dilibatkannya anak dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, untuk melatih belajar bahasa dapat disetting suatu kegiatan seperti: kegiatan bermain bersama, cerita (baik dibacakan buku cerita atau meminta anak bercerita), bermain peran, bermain boneka tangan, belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative learning) (Susanto, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Markus, Kusmiyati, & Sucipto di TK Kabupaten Malinau Barat, perkembangan kosakata anak diperoleh melalui percakapan sehari-hari. Apabila ditinjau dari kelas kata dalam bahasa Indonesia, ditemukan kelas kata nomina menempati jumlah paling banyak yang dikuasai anak (Markus, et al., 2017). Hal ini selaras dengan penemuan Dardjowidjojo selama lima tahun meneliti pemerolehan bahasa cucunya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase rata-rata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya pada urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi menempati urutan keempat dengan persentase 10% (Dardjowidjojo, 2010). Kegiatan untuk mengembangkan kosakata anak usia 4-5 tahun dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan yang sengaja disetting oleh orang tua atau guru. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sukma, Fadillah, & Yuline yang menggunakan media gambar pada anak usia 5-6 tahun, penelitian ini menemukan bahwa kosakata Bahasa Indonesia pada anak usia 5-6 tahun di TK Muslimat Pontianak Tenggara meningkat ketika mengggunakan media gambar (Sukma, et al., 2016). Selain itu, Ilhami, Fitri, dan Ramdhani membuat sebuah produk untuk memfasilitasi anak

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 80 dalam meningkatkan kosakata anak usia 5-6 tahun. Dari hasil ujicoba produk tersebut didapatkan dari 22 sampel yang digunakan dari dua sekolah yaitu mulai berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 7 orang atau dengan persentase 32% dan 15 anak atau 62 % adalah berkembang sangat baik (BSB). Hasil tes hasil ujicoba 22 anak Untuk tes hasil belajar didapatkan 8 anak atau 36% berkembang sesuai harapan, dan 14 anak atau 64% anak berkembang sangat baik. berdasarkan hasil ujicoba tersebut dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan permainan kuda bisik berupa media permainan dan evaluasi mampu untuk meningkatkan kemampuan pembendaharaan kosakata anak usia 5-6 tahun (Ilhami, et al., 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McLeod, Hardy, dan Kaiser yang menggunakan metode bermain berbasis naturalistik ditemukan bukti bahwa penggunaan intervensi bahasa naturalistik dalam konteks permainan kelas dapat efektif dalam mendukung target penggunaan kata kosa kata (Mc.Leod, et al., 2017). Hal ini sesuai dengan teori Enhanced Milieu Teaching (EMT) bahwa metode bermain berbasis naturalistik dapat mendukung pengembangan bahasa yang telah diteliti secara menyeluruh dan terbukti efektif dalam mempromosikan bahasa lisan dan meningkatkan perbedaan kosakata (Kaiser & Trent, 2007; dalam McLeod, et al., 2017).

SIMPULAN Berdasarkan kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari kedua faktor tersebut, faktor lingkungan dapat dikembangkan oleh siapa pun, baik oleh orang tua di rumah maupun guru di sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh orang dewasa dalam mengembangkan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun yaitu kegiatan bercakap-cakap, penggunaan media gambar, permainan kuda bisik, dan metode bermain berbasis naturalistik.

DAFTAR PUSTAKA Alfin, J., Rosyidi, Z., & Abdillah, H. (2018). Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar. Jurnal: Jurnal Pendidikan Usia Dini, 12 (2), hlm. 271-280. Azizah, F. N. (2013). Pemerolehan Kosakata Anak Usia 3—5 Tahun di PAUD Kelompok Bermain Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga. Jurnal: Skriptorium, 1 (3), hlm. 57-66. Brito, N. H. (2017). Influence of the Home Linguistic Environment on Early Language Development. Journal: Policy Insights from the Behavioral and Brain Sciences, 4 (2), hlm. 155-162. Dahlia, L., Thamrin, M., & Ali, M. (2013). Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik Kecamatan Tanah Pinoh. Jurnal: Jurnal Pendididkan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 2 (9), hlm. 1-13. Dardjowidjojo, S. (2012). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Gómez, L. E., Vasilyeva, M., & Dulaney, A. (2017). Preschool Teachers' Read-Aloud Practices in Chile as Predictors of Children's Vocabulary. Journal: Journal of Applied Developmental Psychology, 52, hlm. 149–158. Hidjanah., & Roshonah, A. F. (2017). Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia 4-5 Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi). Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini : Yaa Bunayya, 1 (1), hlm. 47-52. Ilhami, B. S., Fitri, B. F. H., & Ramdhani, S. (2019). Permainan Kuda Bisik untuk Meningkatkan Kemampuan Pembendaharaan Kosakata Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini: Cakrawala Dini, 10 (2), hlm. 101-108. Markus, N., Kusmiyati, & Sucipto. (2017). Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5 Tahun. Jurnal Ilmiah : FONEMA, 4 (2), hlm. 102-115.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 81

McLeod, R. H., Hardy, J. K., & Kaiser, A. P. (2017). The Effects of Play-Based Intervention on Vocabulary Acquisition by Preschoolers at Risk for Reading and Language Delays. Journal: Journal of Early Intervention, 39(2), hlm. 147–160. Putri, K. A. K., Rasna, I. W., & Suandi, I. N. (2014). Pemerolehan Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Dini di Desa Beraban, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Jurnal: Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, 3 (1). Rusniah. (2017). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Bimbingan Konseling: Jurnal Edukasi, 3 (1), hlm. 114-130. Siron, Y. (2016). Analisis Kemampuan Penggunaan Kata Kerja pada Anak Usia 5 Tahun. Jurnal: Jurnal Pendidikan Anak, 5 (2), hlm. 848-856. Song, S. et al. (2015). Tracing Children’s Vocabulary Development from Preschool Through the School-Age Years: an 8-Year Longitudinal Study. Journal: Developmental Science, 18 (1), hlm. 119-131. Sujiono, Y. N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. Susanto, A. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori). Jakarta: Bumi Aksara.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 82

Manfaat Permainan Tradisional Simar bagi Tumbuh Kembang Anak Resti Widayanti1, Heri Yusuf Muslihin2, Elan3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by the interest of researchers in traditional games that are now starting to be forgotten by the community, especially children. Traditional games are rarely played anymore by children so many of them are not familiar with traditional games. In fact, through traditional games can help in the process of child development in sharing aspects of its development. This study aims to explain how the benefits of traditional games simar for child development. This study uses a case study method with three data collection techniques, namely interviews, observation and documentation. Qualitative data analysis includes: data reduction, data presentation and conclusion drawing. The results in this paper were identified several aspects of the simar traditional game, namely in the form of the number of players, tools and materials needed, the rules in playing and the benefits of the game. So, based on the results of this writing it can be concluded that simar traditional games can help optimize children's growth and development. Keywords : Simar traditional game, growth, development Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti terhadap permainan tradisional yang saat ini mulai terlupakan oleh masyarakat, khususnya anak-anak. Permainan tradisional sudah jarang dimainkan lagi oleh anak-anak sehingga banyak dari mereka yang belum mengenal permainan tradisional. Padahal, melalui permainan tradisional dapat membantu dalam proses tumbung kembang anak di berbagi aspek perkembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana manfaat permainan tradisional simar bagi tumbuh kembang anak. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data kualitatif meliputi : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dalam penulisan ini diperoleh identifikasi beberapa aspek dari permainan tradisional simar yaitu berupa jumlah pemain, alat dan bahan yang dibutuhkan, aturan dalam bermain dan manfaat dari permainan tersebut. Maka, berdasarkan hasil penulisan ini dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional simar dapat membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Kata Kunci :Permainan tradisional simar, tumbuh kembang

PENDAHULUAN Kebudayaan Indonesia adalah keseluruhan kebudayaan lokal yang ada disetiap daerah di Indonesia (Nahak, 2019). Salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan masyarakat Indonesia adalah permainan tradisional. Hal ini sejalan dengan Andriani, (2012) yang menyatakan bahwa permainan tradisional memiliki berbagai macam fungsi serta pesan dan merupakan representasi dari sebuah pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun. Namun seiring berjalannya waktu, permainan tradisional lambat laun mulai terkikis oleh teknologi saat ini. William (Anggita, 2018) menyatakan bahwa hilangnya permainan tradisional disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (a) sarana dan tempat bermain tidak ada, (b) adanya penyempitan waktu, (c) permainan tradisional terdesak oleh permainan modern, (d) terputusnya pewarisan budaya yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Secara empiris, penelitian Yudiwinata (2014) menunjukkan bahwa anak-anak yang melakukan permainan tradisional jauh lebih berkembang kemampuan, termasuk kemampuan kerja sama, sportifitas, kemampuan membangun strategi, serta ketangkasan (lari, loncat, keseimbangan) dan karakternya. Selain itu, Hasanah, (2016) mengemukakan bahwa kemampuan fisik motorik anak akan berkembang melalui permainan tradisional. Sejalan dengan pendapat diatas, Ekawati, (2010) menjelaskan bahwa permainan tradisional ternyata mampu berpengaruh dalam mengembangkan kecerdasan intrapersonal anak. Meskipun manfaat permainan tradisional sangat banyak bagi tumbuh kembang anak, tidak banyak orangtua yang mengetahui manfaat tersebut, bahkan orangtua sangat jarang masih mengingat bagaimana memainkannya dan jarang menceritakan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 83 permainan tradisional yang pernah di mainkan dulu pada anak-anaknya. Hal ini tentu membuat eksistensi permainan tradisional semakin tidak diketahui oleh masyarakat luas. Dengan adanya fenomena tersebut, pemerintah Indonesia melakukan ancang-ancang untuk menjaga permainan tradisional agar tak punah. Hal tersebut tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Di dalamnya tertuang bahwa permainan tradisional merupakan satu dari 10 objek pemajuan kebudayaan oleh pemerintah Indonesia. Masyarakat seharusnya patut mengapresiasi upaya pemerintah dalam menjaga eksistensi permainan tradisional sebagai salah satu budaya lokal. Menurut Muhajir Efendi, pemajuan dan pengembangan kebudayaan juga dapat dilakukan dengan penyebarluasan, pengkajian dan peningkatan kebudayaan. Pemerintah melalui jalur pendidikan menuangkan ide dan gagasan untuk menjaga permainan tradisional dengan mengenalkan permainan rakyat dan olahraga tradisional dalam mata pelajaran di sekolah. Ragam permainan tradisional diantaranya gobag sodor, pecle, congkak, bekles, kasti, baren, sapintrong, gatrik, gampar, dan lain-lain. Sebagian permainan seperti gobag sodor dan baren sudah banyak dikenalkan baik di sekolah maupun di lingkungan bermain anak. Namun, permainan tradisional simar masih jarang dan bahkan tidak diketahui oleh banyak orang. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berinisiatif untuk mengangkat kembali salah satu permainan tradisional yang hampir punah dan jarang dimainkan lagi oleh masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengenalkan permainan tradisional simar sebagai salah satu budaya lokal dan menjaga eksistensi permainan tradisional di kalangan masyarakat dan menjelaskan manfaat permainan tradisional simar bagi tumbuh kembang anak.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus atau case study. Herdiansyah, (2011) menyatakan bahwa penelitian studi kasus merupakan rancangan penelitian yang bersifat komprehensif, intens, memerinci dan mendalam.Menurut Yin, (2011) studi kasus merupakan penelitian dengan menggunakan strategi dalam pendekatan alamiah (inquiry) untuk menjawab pertanyaan tentang mengapa kasus itu terjadi. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus karena berangkat dari fenomena dari lingkungan sekitar dengan tujuan menjelaskan bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi.Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen. Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis Jawa Barat terhadap narasumber dengan rentang usia 50-90 tahun. Penelitian diawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi dan dirumuskan terkait permainan tradisional simar. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Sementara itu, dalam analisis data, peneliti merujuk pada pendapat Miles dan Huberman (dalam Siswanto, 2019), bahwa analisis data kualitatif meliputi : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Ketiga komponen ini mengalir secara berkesinambungan dan saling berinteraksi. Alur analisis kualitatif model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut:

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 84

Gambar 1. Komponen Analisis Data Model Air Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesusah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Tiga hal utama itu dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2. Komponen Analisis Data Model Interaktif HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dalam penulisan ini diperoleh identifikasi beberapa aspek dari permainan tradisional simar yaitu berupa jumlah pemain, alat dan bahan yang dibutuhkan, aturan dalam bermain dan manfaat dari permainan tersebut. Beberapa aspek dalam permainan tradisional simar yaitu diantaranya sebagai berikut : Tabel 1. Identifikasi Permainan Tradisional Simar Aspek Deskripsi Jumlah pemain Permainan biasanya dilakukan oleh perorangan dengan jumlah pemain 4- 5 orang. Alat dan bahan Menggunakan biji-bijian, biasanya biji asam atau biji sirsak sekitar 10 buah. Aturan permainan a. Memulai permainan - Siapkan 10 buah biji asam/sirsak. - Membuat bentuk lingkaran sedang di tengah tempat bermain menggunakan kapur. - Untuk menentukan urutan bermain, para pemain terlebih dahulu melakukan hom-pim-pa. b. Pelaksanaan permainan - Pemain pertama memulai permainan dengan menabur kesepuluh biji secara bersamaan di dekat lingkaran. - Pemain mulai memasukan satu persatu biji ke dalam lingkaran dengan melentikkan ibu jari tangan. - Jika pemain berhasil memasukannya dalam sekali lentikkan, maka ia melanjutkan dengan biji kedua dan seterusnya. - Jika semua biji telah dimasukan ke dalam lingkaran, maka ia telah berhasil memenangkan permainan. Namun sebaliknya, jika ia tidak berhasil memasukan semua bijinya maka permainan berganti ke pemain kedua. Begitu seterusnya. c. Menang/kalah Pemain dikatakan menang jika telah berhasil memasukan semua biji pada lingkaran dalam satu kali permainan. Sedangkan, pemain yang kalah adalah yang belum berhasil memasukan semua biji pada lingkaran dalam satu kali permainan. Permainan tradisional simar biasanya lebih sering dimainkan oleh anak perempuan. Meskipun begitu, tetap bisa dilakukan oleh banyak orang dan bersama-sama antara pemain laki-laki dan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 85 perempuan. Anak perempuan biasanya lebih tertarik pada jenis permainan yang mengutamakan keterampilan motorik halus, sedangkan anak laki-laki lebih senang bermain di permainan yang mengutamakan keterampilan motorik kasar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Septianto, (2016) yang menyatakan bahwa antara anak laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kondisi hormon sehingga perbedaan tersebut akan mempengaruhi terhadap munculnya perbedaan dalam perkembangan fisik dan psikologis mereka. Menurut Darminiasih, (2014) melalui permainan tradisional perkembangan sosial emosional dan kemampuan berbahasa anak terjadi peningkatan. Permainan tradisional juga memiliki beberapa unsur yaitu unsur keterampilan fisik, kecepatan berpikir dan nilai sosial budaya, (Alawiyah, 2014). Terdapat berbagai manfaat yang terkandung dalam kegiatan permainan tradisional simar diantaranya menambah banyak teman bermain, melatih motorik halus melalui kegiatan menggenggam dan menggerakkan jari tangan, mengembangkan kecerdasan logika- matematis, melatih kesabaran, melatih ketepatan, dan menumbuhkan sikap sportivitas. Berbagai manfaat dari permainan tersebut sangatlah menunjang untuk tumbuh kembang anak jika dilakukan dengan tepat dan benar.

SIMPULAN Permainan tradisional simar dapat membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Manfaat yang terkandung dari permainan ini dapat membantu merangsang dalam tumbuh kembang anak.

DAFTAR PUSTAKA Alawiyah, Queen Tuti. (2014). Course Motor Skills Improvement Through Traditional Games Banten . Journal of Early Childhood Education, Vol. 8, Issue 1, 2014. Andriani, Tuti. (2012). Permainan Tradisional dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini. Jurnal Sosial Budaya Vol. 9 No. 1 Januari–Juli 2012. Anggita, Gustiana Mega. (2018). Eksistensi Permainan Tradisional sebagai Warisan Budaya Bangsa. Journal of Sport Science and Education (JOSSAE). Vol. 3 No. 2, Oktober 2018. Darminiasih, Ni Nyoman. (2014). Penggunaan Metode Bermain Permainan Tradisional Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Dan Sosial Emosional Anak Kelompok B Tk Sebana Sari. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar (Volume 4 Tahun 2014). Ekawati, Y. N. (2010). Pengaruh Bermain Melalui Permainan Tradisional Terhadap Kecerdasan Intrapersonal Anak. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Berprestasi Vol. 1 No. 2. Universitas Ahmad Dahlan. Hasanah, Uswatun. (2016). Pengembangan Kemampuan Fisik Motorik Melalui Permainan Tradisional Bagi Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Vol 5, No. 1, Tahun 2016. Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Nahak, H.M.I. (2019). Effort to Preserve Indonesian Culture in The Era of Globalization. Jurnal Sosiologi Nusantara Vol. 5, No. 1, Tahun 2019. Septianto, F. H. (2016). Kemampuan Motorik Kasar antara Anak Laki-Laki dan Perempuan Kelas IV dan V Di SD Peganjaran 3 Kudus. (Skripsi). Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Semarang. Siswanto & Suyanto. (2019). Metode Penelitian Kombinasi Kualitatif & Kuantitatif pada Penelitian Tindakan (PTK & PTS). Klaten : BOSSSCRIPT. Yin, R. K. (2011). Qualitative Research from Start to Finish. New York : Guilford.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 86

Yudiwinata, H. P. (2014). Permainan Tradisional dalam Budaya dan Perkembangan Anak. Jurnal Paradigma Vol. 2 No. 3. Universitas Negeri Surabaya.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 87

Rancangan Multimedia Interaktif pada Pembelajaran Tema Negaraku di PAUD Desi Susilawati1, Elan2, Resa Respati3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The purpose of this study is based on the background that shows the unavailability of instructional media specifically designed on the theme of my country in PAUD. So this study explains the multimedia design of learning on the theme of my country in PAUD. The research method used by the author is Design Based Research (DBR). In conducting data collection that will be used for the development of interactive multimedia, the authors use the interview method with several experts. Interactive multimedia designed using Microsoft Power Point with due regard to the characteristics and development of early childhood. Microsoft Power Point provides a lot of facilities (tools) to create interactive multimedia-based media. Interactive multimedia compiled is intended to be used as a support for learning and as a tool in the process of implementing the learning of my country's themes in PAUD. Keywords : Interactive Multimedia Design, My Country Theme, PAUD

Abstrak Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang yang menunjukan belum tersedianya media pembelajaran yang khusus rancang mengenai tema negaraku di PAUD. Maka penelitian ini menjelaskan rancangan multimedia pembelajaran pada tema negaraku di PAUD. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu Desain Based Research (DBR), penggunaan metode tersebut didasarkan pada tujuan penulisan ini yaitu untuk melakukan rancangan produk berupa multimedia interaktif pada tema negaraku di PAUD sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada di sekolah khusunya pembelajaran tema negaraku di PAUD. Dalam melakukan pengumpulan data yang akan digunakan untuk pengembangan multimedia interaktif, penulis menggunakan metode wawancara dengan beberapa ahli. Multimedia interaktif yang di rancang menggunakan Microsoft Power Point dengan tetap memperhatikan kararistik dan perkembangan anak usia dini. Microsoft power point menyediakan banyak sekali fasilitas (tools) untuk membuat media berbasis multimedia interaktif. Multimedia interaktif yang disusun ditujukan untuk digunakan sebagai penunjang pembelajaran serta sebagai alat pada proses pelaksanaan pembelajaran tema negaraku di PAUD. Kata Kunci : Rancangan Multimedia Interaktif, Tema Negaraku, PAUD

PENDAHULUAN Kesadaran akan pentingnya pendidikan yang dimulai sejak dini telah mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan, salah satunya adalah dengan mengadakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidikan anak usia dini merupakan pondasi yang akan mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki oleh anak. Pendidikan anak usia dini merupakan suatu wahana pendidikan yang fundamental dalam memberikan kerangka kerangka dasar untuk berkembang dan terbentuknya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan juga keterampilan pada anak. Pendidikan anak usia dini dimaksudkan untuk memberikan stimulus pembelajaran, pembelajaran di PAUD memiliki ciri yang khas yaitu pembelajaran tersebut tidak dilaksanakan secara terpisah untuk setiap bidang pengembangan, tetapi di satukan secara terpadu dan menyeluruh sebagaimana sifat berpikir anak yang masih holistik, artinya anak melihat segala sesuatu secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah dan belum berfokus pada unsur-unsur tertentu. Sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 146 tahun 2014 tentang kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bahwa karakteristik kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini menggunakan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik dalam pemberian rangsangan pendidikan. Pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran terpadu, pembelajaran ini dirancang berdasarkan tema tertentu. Pembelajaran dalam satu tema akan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 88 mengaitkan beberapa aspek perkembangan. Dengan seperti ini anak akan terlibat langsung dalam proses pembelajaran secara aktif, sehingga anak dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih dalam menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. Menurut Elena (2013) mengungkapkan bahwa “The Curriculum for pre-school learning, taking into consideration the numerous formative valencies of these in the field of stimulating some favorable attitudes of creativity (initiative, curiosity, independence, selfesteem)”. Kurikulum untuk pelajar pra-sekolah, mempertimbangkan banyak formatif valensi ini di bidang stimulasi beberapa sikap kreativitas yang menguntungkan (inisiatif, rasa ingin tahu, kemandirian, diri menghargai). Model pembelajaran yang digunakan dalam melakukan proses pembeajaran juga harus memperhatikan seluru perkembangan anak, agar sesesuai dan tujuan dapat tercapai. Mardianto (2011, hlm 38) menyatakan bahwa ”pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa”. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai perkembangan pada anak usia dini. Pembelajaran tematik membahas satu tema dari berbagai konsep dan aspek perkembangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Fogarti dalam Khadijah (2016, hlm 84) yang mengemukakan bahwa pada “dasarnya siswa memahami konsep keterpaduan secara vertikal, berlangsung dari materi pembelajaran yang terendah (di tingkat Taman Kanak-kanak) hingga berlanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi”. Berdasarkan hal tersebut maka, memungkinkan anak dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep keilmuan secara holistik, bermakna, otentik, dan terencana. Zamal (dalam Wantoro, 2016.hlm.8) mengemukakan bahwa seorang guru saat menyampaikan informasi kepada anak harus menggunakan media agar informasi tersenbut dapat diterima dan diserap oleh anak”. Media pembelajaran yang digunakan disekolah akan memberikan pengalaman lebih bermakna sehingga berdampak pada hasil belajar anak. Menurut Tamami (2014, hlm.2) “Media pembelajaran yang dibuat atau dimodifikasi oleh guru harus menjadikan pembelajaran menjadi lebih mudah dan menyenangkan, bukan sebaliknya membuat siswa menjadi lebih sulit untuk belajar” sehingga dibutuhkan media yang sangat tepat untuk proses pembelajaran. Namun pada fakta dilapangan yang di temukan di sekolah pemelajaran masih sangat monoton sehingga menyebabkan anak mudah bosan, kegiatan yang dilakukan tidak bervariasi dan tidak menggunakan media yang menarik sedangkan anak perlu suatu yang dapat menarik perhatiannya supaya dapat mengikuti pembelajaran sebagaimana yang diharapkan. Menurut Windayana, (2014, hlm.26) mengungkapkan bahwa “media yang baik adalah media yang dapat dimanipulasi oleh anak dalam rangka bereksplorasi dan bereksperimen, misalnya dalam media anak dapat Menimbulkan gairah dalam belajar, menarik perhatian, memungkinkan interaksi langsung antara anak dan lingkungan sebenarnya, emungkinkan anak belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya” . Maka, guru perlu membuat media yang unik dan interaktif salahsatunya dengan mengikuti perkembangan teknologi yaitu berbasis multimedia. Multimedia menurut Munir (2013, hlm.11) yaitu perpanduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar, grafik, suara, animasi, video, interaksi dan lain-lain yang dikemas menjadi file digital (komputerisasi) digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik. cara- cara mengeksplorasi multimedia dapat digunakan untuk meningkatkan aksebilitas lingkungan belajar. Sedangkan multmedia interaktif menurut Jacobs (dalam Munir, 2013 hlm.51) adalah “menciptakan hubungan dua arah sehingga sehingga dapat menciptakan situai dialog antara dua atau lebih pengguna”. Jadi, mulimedia interaktif merupakan suatu media yang dilengkapi dengan alat pengontrol dan bisa dioperasikan oleh pengguna, contohnya pembelajaran interaktif, aplikasi game, kuis, dll”. Multimedia interaktif bisa menggunakan berbagai software di komputer atau digital lainnya, salah satuanya adalah powerpoint. Powerpoint merupakan bagian dari program

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 89

Microsoft Office. Menurut Pribadi, dkk (2012, hlm.85) powerpoint merupakan “suatu program yang dapat membantu dalam mempresentasikan laporan atau hasil kerja anda”. Powerpoint biasa digunakan untuk mempresentasikan sebuah materi atau laporan kejadian dalam bentuk slide yang menarik. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah Desain Based Research (DBR). Desain research merupakan penelitian yang dapat digunakan dalam bidang pendidikan untuk penelitian yang memiliki fungsi merancang atau mengembangkan guna memecahkan dan potensi dalam bidang pendidikan. Menurut Ploomp, dalam lidinilah (2014.hlm.4) mengemukakan bahwa desain research adalah “ suatu kajian sistematis tentang merancang, mengmbangkan dan megevaluasi intervensi pendidikan (seperti program, strategi dan bahan pembelaaran, produk dan sistem) sebagai solusi untuk memecahkan masalah yang komplesk dalam praktik pendidikan, yang juga bertujuan untuk memajukan pengetahuan kita tentangkarakteristik dan intervensi-intervensi tersebut serta proses perancangan dan pengembangannya”. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah mengacu pada mengacu pada langkah-langkah desain berbasis penelitian ( desain based research) menurut Revees (dalam Herrington 2007.hlm 3) Langkah-langkan model Reeves dijabarkan sebagai berikut:

Wawancara dilakukan melibatkan beberapa narasumber yaitu guru TKIP Nur Assalam Kota Tasikmalaya dan guru dari RA Al-Huda Jalaliah Kab.Tasikmalaya, ahli pedagogik, ahli pembelajaran PKN dan ahli media pembelajaran PAUD. wawancara untuk memperoleh data mengenai pembelajaran tema negaraku di sekolah dan bagaimana seharus pembelajaran tema negaraku berikut media yang digunakan pada pembelajaran. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai ketersediaan media di dua sekolah tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum pembelajaran tema negaraku sudah dilaksanakan sesuai dengan kelengkapan belajar. Namun, peneliti melakukan beberapa permasalahan pokok yang muncul dan mengakibatkan kurang optimalnya pembelajaran, yaitu: (1) pembelajaran tema negaraku kurang dikembangkan sehingga pelaksanaannya terlihat monoton, misalnya pembelajaran tema negaraku yang dilaksanakan berpusat pada guru, selama pembelajaran anak hanya duduk mendengarkan penjelasan dari guru kemudian mengerjekan LKA tentang pembelajaran hari itu. (2) kurangnya pemanfaatan media pembelajaran yang sebetulnya akan menambah motivasi belajar pada anak, media yang digunakan pada pembelajaran tema negaraku adalah benda-benda yang tersedia di sekolah seperti, bendera, globe, dan poto presiden dan wakil presiden, kurangnya pemanfaatan media pembelajaran di akibatkan adanya keterbatasan waktu dan kendala lainnya. (3) belum adanya media khusus yang dirancang untuk pembelajaran tema negaraku. Beberapa permasalahan yang muncul menjadi dasar dalam penelitian ini, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian melalui empat tahapan sesuai dengan prosedur penelitian model Reeves, yaitu: (1) identifikasi dan analisis masalah; (2) pengembangan desain produk ; Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan rancangan produk berupa multimedia interaktif tema pada pembelajaran tema negaraku di PAUD.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 90

Hasil analisis yang di laksanakan yaitu wawancara yang dilakukan dengan guru kelompok B di TKIP Nur Assalam dan RA Al-Huda Jalaliah terkait pembelajaran tema negaraku, didapatkan kesimpulan bahwa pembelajaran tema dilakukan sesuai dengan kurikulum 2013. Dalam proses pembelajaran guru mengandalkan media yang tersedia di sekolah untuk menunjang pembelajaran tema negaraku, namun hal itu tidak selamanya berhasil. Karena, anak-anak mudah bosan dan mengalihkan fokusnya pada hal yang lain. Pengakuan kedua guru tersebut sangat membutuhkan media pemelajaran khusus tema negaraku, agar meningkatkan motivasi serta pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna untuk anak usia dini. Hasil wawancara dengan ahli pedagogik di dapatkan hasil untuk tujuan pembelajaran tema negaraku di PAUD sebenarnya untuk menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan negaranya, pelaksaan pembelajaran yang ideal seharusnya memperhatikan rencana yang telah dirancang meliputi Prosem, RPPM, RPPH berikut dengan media pembelajaran yang di siapkan sebelumnya sehingga tujuan pembelajaran pada tema negaraku dapat terwujud. Materi yang dapat di ajarkan pada tema negaraku merupakan sebuah pengembangan yang dilakukan oleh lembaga, melihat lingkungan sekitar, kemampuan fasilitas dan daya dukung lembaga itu sendiri. Hasil wawancara dengan ahli PKN didapatkan kesimpulan bahwa pembelajaran di PAUD. Berdasarkan hasil wawancara, pelaksanaan pembelajaran tema negaraku yang ideal adalah pada dasarnya siswa dapat mengetahui dan menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan mengetahui keragaman sekitar. Untuk mencapai kebutuhan pembelajaran pada tema negarakau maka dibutuhkan model, media, serta alat pendukung lainnya yang harus disiapkan secara lengkap dan terstruktur. Untuk materi pada pembelajaran anak usia dini tentang negaku bisa dilihat dari ketersediaan rencana awal yang sudah di atur dan di rencanakan dengan matang sehingga saat penyampaian materi tidak menimbulkan kesulitan dalam penyampaiannya, materi sederhana seperti warna bendera, lambang negara, presin dan wakil presiden dan lain sebagainya yang dirasakan perlu untuk di sampaikan kepada anak. Untuk menyampaikan materi khususnya kepada anak, banyak cara yang perlu dilakukan diantaranya pemilihan model yang sesuai, media yang menarik dan beberapa cara lain yang bisa dipakai untuk strategi penyampaian materi, serta melihat kembali tujuan pembelajaran seperti apa yang ingin dicapai. Terlepas dari itu semua, hal yang perlu perhatikan saat menyampaikan materi kepada anak, pendidik harus tahu terlebih dahulu sesuaikah dengan tahap perkembangan anak dan karakteristik anak itu sendiri. Wawancara dengan ahli media pembelajaran didapatkan kesimpulan bahwa Multimedia yang sesuai untuk pembelajaran tema negaraku di PAUD adalah multimedia yang mampu mencakup seluruh materi yang sesuai untuk di sampaikan kepada anak, sesuai dengan karakteristik anak dan sesuai dengan kebutuhan serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Selanjutnya Ahli juga menyampaikan bahwa multimedia harus menampilkan materi yang jelas dan memperhatikan karakteristik siswa. Semua komponen multimedia harus memiliki keselarasan antara satu dengan yang lainnya, komposisi komponen multimedia harus sesuai dengan kebutuhan dan membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Pada tahap rancangan desain produk, peneliti melakukan analisis terhadap program pengembangan anak usia 5-6 tahun, kemudian dihubungkan dengan kompetensi inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, materi dan media (pengembangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaraku di PUD. Hail analisis program pengembangan, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian, tujuan pembelajaran, materi dan media. Tabel 4.1 Pemetaan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, Tujuan, Materi. Dan Media Interaktif pada Pembelajaran Tema Negaraku di PAUD Program Pengembangan Kognitif Bahasa

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 91

Kompetensi Inti KI 3 Pengetahuan (mengenal diri, keluarga, lingkungan sekitar, teknologi, budaya di rumah, tempat bermain, dan satuan PAUD dengan cara mengamati dengan indera (melihat, mendengar, menghidu merasa, meraba) menanya, mengumpulkan informasi, mengolah nformasi/mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan dengan melalui kegiatan bermain. Kompotensi Dasar KD 2.2 memiliki perilaku yang mencerminkan sikap ingin tahu. KD 3.6 mengenal benda-benda di sekitarnya (nama. Warna, bentuk, ukuran, pola, sifat, suara,fungsi, dan ciri-ciri lainnya). KD 4.5 mengetahui cara menyelesaikan masalah sehari-hari dan berprilaku kreatif. KD 3.9 mengenal teknologi sederhana (peralatan rumah tangga, peralatan bermain, peralatan pertukangan, dll 3.10 memahami bahasa reseptif 3.11 memahami bahasa ekspesif (mengungkapkan bahasa secara verbal dan non verbal) Indikator Pencapaian 3.2.2 membilang benda 1-20 3.6.1 mengenal benda-benda di sekitarnya (nama, warna,bentuk,ukuran,pola,sifat,suara,fungsi dan ciri-ciri lainya. 4.5.1 bermain puzzle lebih komplek 4.5.2 bermain maze 3.9.1 menganal perangkat computer 3.10.1 menyimak pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan nartor 3.11.1 menjawab pertanyaan pada permainan Tujuan Pembelajaran 1. Anak mampu mengenal benda-benda yang ada disekitarnya. 2. Anak mampu memecahkan masalah melalui permainan puzzle 3. Anak mampu memecahkan masalah melalui permainan maze 4. Anak mampu menyimak pembelajaran dengan baik 5. Anak mampu menjawab pertanyaan 6. Anak mampu memahami materi tentang negaraku 7. Anak belajar sambil bermain sehingga anak mendapatkan pengetahuan dengan cara menyenangkan Materi pembelajaran 1. Pengenalan materi sederhana tentang negaraku dengan sub tema tanah air dan Indonesia pusaka dengan cakupan materi (nama negara, bendera, lambang negara, ibu kota, lagu kebangsaan, presiden dan wakil presiden, kepulauan tempat kita tinggal dan pahlawan) 2. Permainan melengkapi huruf, bermain kata, maze dan puzlle. Media Multimedia Interaktif pada tema negaraku

Desain pengembangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaku di PAUD terdiri dari: 1. Teks

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 92

Teks pada pengembangan multimedia ini adalah menggunakan jenis Font Comic Sans MS. 2. Audio 3. Video 4. Gambar 5. Animasi 6. Software Editing CD/DVD Burning 7. Materi 8. Tampilan Rancangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaraku didasarkan pada hasil identifikasi dan analisis masalah yang ditemukan oleh penulis di lapangan kemudian peneliti merumuskan dasar pengembangan, mendesain pengembangan. Pemilihan multimedia interaktif di sesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di sekolah. Selain itu rancangan multimedia interaktif pada pembelajaran tema negaraku disusun berdasarkan kajian literatur analisis terhadap kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Dalam penusunananya multimedia interaktif memperhatikan dua aspek yaitu prinsip media pembelajaran untuk anak usia dini dan komponen multimedia interaktif yang sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristk anak usia dini. Multimedia interaktif di harapkan dapat digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran yang menunjang kebutuhan untuk mencapai tujuan pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA Elena, D. (2013). The Determinsm for Attitude Factors in Pre-school Children for Amplifying His Creative Manifestations. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 76, 291–296. Khadijah. (2016). Pendidikan Pra Sekolah. Medan: Perdana Publishing Mardianto. (2012). Pembelajaran Tematik. Medan:Perdana Publishing Munir.(2012).Multimedia Konsep & Aplikasi Pendidikan. Bandung:Alfabeta Lidinillah. (2012). Educational Design Research: a Theoretical Framework for Action. Tasikmalaya: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kemendikbud Pribadi, Dkk. (2012). Media dan Teknologi dalam Pembelajaran. Jakarta:Kencana Tamami,R.(2014). Pemanfaatan Media Pembelajaran Interaktif (MPI) Powerpont untuk Visualisasi Konsep Menggambar Grafik Persamaan Garis Lurus. Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education, Vol.1 No.1 Wantoro,dkk.(2016). Efektivitas Media Pembelajaran Berbasis Powerpoint Tema Agama Di Kb-Tk Assalamah Ungaran Kabupaten Semarang.Jurnal Penelitian Pendidikan.Vol.33.No.1 Windayana,H. (2014). Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif, Kreatif, Dan Edukatif Untuk Anak Usia Dini. Cakrawala Dini.Vol.5,No.1

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 93

Transformasi Nilai Instrumental melalui Problem Solving Penyelesaian Soal Cerita di Sekolah Dasar Elan1, Akhmad Nugraha2, Risnandar Sudarman3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected] 2, [email protected]

Abstract The value refers to the opportunity of society’s behavioral model in an environment, the value is oriented to standard of behavior and goodness (Acuff, 1973). Learning can be used to change a value for students. It is assumed that problem solving can be developed as the transformation of instrumental values. This research aimed to know the effect of new problem solving on the transformation of instrumental values for students in civic education lesson at primary school. Therefore, solving story exercises on learning at primary school can be developed by students’ proficiency or competency in analyzing problems, so solving story exercies on transformation of instrumental values as training of students’ deductive framework of thinking, habituation to see relationship between knowledge with students’ daily lives and strengthening the understanding of the concepts of civic education lesson which have been learnt so that students’ conceptual understanding in solving story exercises are getting stronger.

Keywords: Transformation Of Instrumental Values, Problem Solving, Solving Story Exercises

Abstrak Nilai mengacu pada kesempatan model perilaku masyarakat di suatu lingkungan, nilai berorientasi kepada standar perilaku dan standar kebaikan (Acuff, 1973). Pembelajaran dapat digunakan untuk mengubah nilai kepada peserta didik. Diasumsikan bahwa problem solving dapat dikembangkan sebagai transformasi nilai-nilai instrumental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh solusi masalah baru terhadap transformasi nilai instrumental kepada peserta didik dalam pembelajaran PKn ditujukan di sekolah dasar. Oleh karena itu, penyelesaian soal cerita dalam pembelajaran di SD dapat dikembangkan dengan kecakapan atau kemahiran peserta didik dalam menganalisis permasalahan, sehingga penyelesaian soal cerita dalam transformasi nilai intrumental sebagai pelatihan kerangka berpikir deduktif peserta didik, pembiasaan untuk melihat hubungan pengetahuam dengan kehidupan sehari-hari peserta didik dan penguatan pemahaman konsep-konsep pembelajaran PKn telah dipelajari, sehingan dalam menyelesaikan soal cerita pemahan konsep peserta didik semakin kuat. Kata Kunci: Transformasi Nilai Instrumental, Problem Solving, Penyelesaian Soal Cerita

PENDAHULUAN Pembelajaran saat ini dikembangkan untuk memenuhi tuntutan era globalisasi, yakni sumber daya manusia dengan kemampuan berpikir kritis, logis dan kreatif. Tuntutan pembelajaran tersebut berkaitan dengan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS/High Orther Thinking Skill) Thomas (2009) mendeskripsikan bahwa “Higher other thinking is thinking on a level that is higher then memorizing foots or telling something back to some exacitly the way it was told to you”. Keterampilan penalaran tingkat tinggi disetarakan dengan cara berpikir untuk menciptakan atau menghasilkan hal baru dengan didahului oleh hasil menganalisis dan mengevaluasi sesuatu fenomena sehingga bukan sekedar hasil menghafal atau merujuk kepada pendapat atau pandangan tertentu. Untuk itu, pengembangan bahan ajar dituntut untuk memenuhi pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, transformasi nilai instrumental melalui “Problem Solving” penyelesaian soal cerita diorientasikan untuk memenuhi tuntutan pembelajaran di sekolah dasar, sehingga peserta didik diharapkan untuk memiliki keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS). Pembelajaran sebagai suatu interaksi antara peserta didik dengan pendidik serta sumber belajar dalam lingkungan belajar. Untuk itu, pendidik harus dapat melakukan interaksi sebaik-baiknya dengan peserta didik melalui kegiatan pembelajaran agar materi disampaikan oleh pendidik dapat dipahami dan dimengerti oleh peserta didik. Oleh karena itu, dalam melakukan interaksi menarik kepada peserta didik, sehingga pendidik dikatakan berhasil dalam melaksanakan pembelajaran.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 94

Keterampilan penyelesaian masalah dalam soal cerita pembelajaran PKn sebagai bekal kepada peserta didik agar setelah menyelesaikan pendidikan mereka dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Melalui soal cerita permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat dikembangkan dengan kecakapan atau kemahiran peserta didik dalam menganalisis permasalahan. Soal cerita sebagai suatu uraian kalimat dituangkan dalam bahasa verbal menguraikan suatu pertanyaan harus dipecahkan. Untuk itu, soal cerita suatu bentuk masalah memiliki prosedur terpola kalimat-kalimat tersebut ditata dalam urutan logis sebagai bentuk penyesuaian masalah sangat penting untuk dipatuhi apabila meninggalkan atau melompati salah satu saja akan berakibat fatal terhadap hasil belajarnya. Oleh karena itu, soal cerita juga dapat membantu peserta didik dalam berlatih untuk menyelesaikan permasalahan. Pendidik sebagai pelaksana pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran di SD dituntut untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Untuk itu, pendidik harus mengembangkan pembelajaran inovatif, sehingga pembelajaran tersebut dapat meningkatkan pencapaian belajar peserta didik. Oleh karena itu, tuntutan tersebut pendidik dapat mengembangkan nilai instrumental melalui problem solving penyelesaian soal cerita di sekolah. Transformasi nilai intrumental tersebut akan disajikan pendidik sebagai pelaksana pembelajaran dapat sebagai model pembelajaran inovatif.

PEMBAHASAN Transformasi Nilai Instrumental Transformasi nilai dijadikan fokus kajian dalam konteks ini. Menurut KBBI, kata transformasi diartikan perubahan rupa, bentuk, sifat atau fungsi. Kata transformasi dalam konteks ini dihubungkan kepada nilai, sehingga diperoleh bentuk transformasi nilai. Kata nilai dalam KBBI diartikan (1) harga (dalam arti taksiran harga), (2) harga uang (dibandingkan dengan harga uang lain), (3) angka, kepandaian, biji, panten, (4) banyak sedikitnya isi, kadar; mutu, (5) sifat-sifat (hal-hal) penting atau berguna bagi kemanusiaan, (6) sesuatu untuk menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya, ternyata nilai dalam konteks ini diorientasikan kepada (5) sifat-sifat (hal-hal) penting atau berguna bagi kemanusiaan dan (6) sesuatu untuk menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Untuk itu, nilai tersebut dapat disebut sebagai nilai instrumental (Depdikbud, 2003) untuk itu, transformasi nilai dapat diartikan sebagai perubahan bentuk, sifat atau fungsi dari suatu (nilai) untuk kemanusiaan atau penyempuraan manusia sesuai dengan hakikatnya. Transformasi nilai tersebut ditunjukan untuk membentuk karakter para peserta didik dalam konteks pembelajaran di sekolah dasar. Pembentukan karakter melalui teransformasi nilai dapat diupayakan melalui pembelajaran. Lickona (1992) mengatakan bahwa pengembangan nilai menjadi karakter dipengaruhi oleh (1) moral knowing, (2) moral feeling dan (3) moral action. Prinsip komponen memiliki sub-komponen berbeda dalam pengembangan nilai seperti disajikan dalam gambar berikut.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 95

Komponen pertama moral knowing (pengetahuan moral) memiliki sub- komponen pengembangan: (1) moral awareness (keberterimaan terhadap moral), (2) moral values (kesadaran terhadap nilai moral), (3) perspektive taking (keberterimaan terhadap keputusan), (4) moral reasoning (keberterimaan terhadap tanggung jawab moral), (5) decision making (keberanian dalam pembuatan keputusan) serta (6) self knowledge (keselarasan dalam pengendalian diri). Komponen ini memiliki orientasi pada pengembangan ranah kognitif seseorang. Komponen kedua “moral feeling” (perasaan terhadap moral) diorientasikan kepada pengembangan ranah afektif (sikap) seseorang terhadap keberterimaan nilai. Pengembangan komponen ini meliputi sub-komponen: (1) konscience (keberterimaan nilai berdasarkan nurani), (2) self-esteem (keberterimaan nilai untuk kebutuhan pribadi), (3) empthy (keberterimaan nilai berdasarkan rasa empati), (4) loving the good (keberterimaan nilai berdasarkan kebaikan orang lain), (5) self contul (keberterimaan nilai untuk pengendalian diri sendiri) dan (6) humility (keberterimaan nilai berdasarkan kerelaan atau kerendahan hati). Komponen ketiga “moral action” (keberterimaan moral untuk melakukan perbuatan atau tindakan) diorientasikan kepada keberterimaan nilai untuk melakukan perbuatan atau tindakan. Pengembangan komponen tersebut memiliki sub-komponen, antara lain: (1) competence (kemampuan dalam diri), (2) will (keinginan atau pengharapan) serta (3) habit (kebiasaan). Dalam konteks ini, pengembangan tersebut dapat disetarakan dengan transformasi nilai menjadi karakter seseorang. Oleh karena itu, komponen tersebut harus dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah dasar.

1. Keragaman Nilai Pengembangan nilai dapat diupayakan melalui pembelajaran. Untuk itu, pengembangan atau transformasi nilai instrumental perlu dipertimbangkan sesuai dengan potensi peserta didik serta tuntutan kehidupan. Saat ini salah satu tuntutan dalam pembelajaran diorientasikan kepada kepemilikan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS/ Higher Order Thinking Skills) untuk memecahkan masalah (problem solving) dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu, transformasi nilai instrumental harus diorientasikan kepada pemenuhan tuntutan dalam pembelajaran.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 96

Transformasi nilai instrumental diorientasikan kepada kepemilikan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS) dalam pembelajaran. Thomas (2009) menjelaskan bahwa higher order thinking is thinking on a level that higher then memorizing facts or telling something back to someone exactly the way it was told to you. Menurut Abduhsen (Okezone.com) HOTS bukan mata pelajaran, bukan soal ujian namun HOTS disetarakan dengan tujuan akhir untuk dicapai melalui pendekatan, proses dan metode pembelajaran. HOTS takes thinking to higher level than restating the faces and requires students to do somethink with the facts-understand them, interfrom them, connect them, to other facts and concepts, categorize them, manipulate them, put them together in new or novel ways and apply them as we seek new solution to new problems. (Thomas, 2009) untuk memenuhi tuntutan tersebut peserta didik harus memiliki beragam nilai sehingga hasilnya tidak melanggar atau berada diluar batas kemanusiaan. Dalam kaitan dengan pengembangan nilai dihubungkan dengan tuntutan dalam pembelajaran, pusat kurikulum (PUSKUR) Kemendiknas menetapkan 18 (Delapan belas) nilai untuk dimiliki oleh peserta didik. Nilai tersebut dipilih dan dikembangkan dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan atau area isi pembelajaran. Nilai tersebut meliputi: Nilai (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat (Komunikatif), (14) Cinta damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli sosial serta (18) Tanggung jawab (Depdiknas 2004). Nilai tersebut ditransformasikan ke dalam pembelajaran.

2. Transformasi Nilai Instrumental dalam Pembelajaran Tranformasi nilai instrumental dalam pembelajaran diintegrasikan kedalam mata pelajaran. Dengan integrasi transformasi nilai dapat dimiliki oleh peserta didik secara utuh mulai dari (a) fakta, (b) konsep, (c) prinsip serta (d) Prosedur melalui pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dalam konteks ini transformasi nilai tersebut akan dikembangkan melalui “Problem Solving” penyelesaian soal cerita sebagai bahan ajar dalam pembelajaran di sekolah dasar. Pemilihan soal cerita didasarkan pada pertimbangan bahwa (1) kehidupan, (2) soal cerita melatih anak (peserta didik) untuk memberdayakan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS), (3) soal cerita menuntut anak (peserta didik) untuk menyelesaikan masalah (Problem Solving) perihal kehidupan, (4) soal cerita mengajarkan kepada anak (peserta didik) untuk memahami (1) fakta, (2) konsep, (3) prinsip serta (4) prosedur dikaitkan dengan nilai instrumental. Adapun nilai instrumental dalam konteks pembelajaran ini diorientasikan kepada (1) nilai kejujuran, (2) nilai kecerdasan, (3) nilai ketangguhan, (4) nilai demokratis, (5) nilai kemandirian, (6) nilai percaya diri, (7) nilai kepedulian, (8) nilai keingin tahuan, (9) nilai kedisiplinan dan (10) nilai tanggung jawab. Hal tersebut dirumuskan sebagai bahan ajar perihal transformasi nilai instrumental melalui promlem solving penyelesaian soal cerita, untuk dikaji tindak melalui penelitian ini. Oleh karena itu, keberhasilan dari transformasi nilai tersebut diketahui setelah kaji tindak melalui penelitian berbasis tindak ini dilaksanakan disekolah dasar.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 97

3. Penyelesaian Soal Cerita Penyelesaian soal cerita dijadikan area isi pengembangan kepemilikan kompetensi literasi dalam pemebelajaran pendidikan kewarganegaraan di SD. Suyitno dalam Muslich (2008: 224), suatu soal dianggap “masalah” adalah soal memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Menurut Bitman dan Clara (2008:9) suatu pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan dimiliki penjawab. Untuk itu, dapat terjadi bahwa bagi peserta didik, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin, akan tetapi bagi peserta didik lainnya untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan telah dimiliki secara tidak rutin. Oleh karena itu, suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi peserta didik, tetapi bisa hanya menjadi pertanyaan biasa bagi peserta didik lainnya. Dengan memikian, dari itu masalah untuk peserta didik sekolah dasar harus sesuai dengan kemampuan dan tingkat pengetahuan jenjang sekolah dasar. Menurut Departemen Pendidikan Vermont (2007:3) tingkat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sebagai berikut: a. Levels One; a) No work is present, b) No part of the solution is correct, and c) Some work is present but the work doesn't support the answer given b. Levels Two; a) The solution is correct for only part of the problem and there is work to support these correct part dan b) The solution contains mathematical error which leads to an incomplete or incorrect answer. c. Levels Three; The answer is correct and the work the sollution support the answer. Soal cerita sebagai suatu permasalahan dinyatakan berbentuk kalimat bermakna dan mudah dipahami. Soal cerita dipandang suatu soal dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, soal cerita berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita diajarkan diambil dari hal-hal terjadi dalam kehidupan sekitar dan pengalaman peserta didik. Untuk itu, soal cerita berguna untuk menerapkan pengetahuan dimiliki oleh peserta didik sebelumnya. Oleh karena itu, penyelesaian soal cerita sebagai suatu kegiatan pemecahan masalah. Dengan demikian, pemecahan masalah suatu soal cerita dalam pembelajaran suatu proses berisikan langkah-langkah benar dan logis untuk mendapatkan penyelesaian, sehingga menyelesaikan suatu soal cerita bukan sekedar memperoleh hasil berupa jawaban hal ditanyakan, tetapi lebih penting peserta didik mengetahui dan memahami proses berpikir serta langkah-langkah untuk mendapatkan jawaban tersebut. Menurut Polya (1973), langkah-langkah untuk menyelesaikan soal cerita sebagai berikut: a. Memahami masalah (understanding the problem) b. Merencanakan pemecahan masalah (devising a plan) c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah (carrying out the plan) d. Memeriksa kembali solusi yang diperoleh (looking back) Adapun tujuan pembelajaran penyelesaian soal cerita dalam transformasi nilai intrumental sebagai pelatihan kerangka berpikir deduktif peserta didik, pembiasaan untuk melihat hubungan pengetahuam dengan kehidupan sehari-hari peserta didik dan penguatan pemahaman konsep-konsep pembelajaran PKn telah dipelajari, sehingan dalam menyelesaikan soal cerita pemahan konsep peserta didik semakin kuat. Sedangkan kriteria penyusunan soal cerita untuk siswa SD, soal sebaiknya familier terhadap siswa, kalimat dalam soal cerita singkat dan jelas, semua yang diketahui dalam soal harus dipakai dalam mengerjakan (Siti Fatimah dan Sujati; 2011:337). Kriteria penyusunan soal cerita menurut Ashlock (2003:243) antara lain: Soal cerita disusun merupakan soal berkaitan dengan realitas ada dalam

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 98

kehidupan sehari-hari dan soal cerita tersebut merupakan pertanyaan tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin telah diketahui siswa.

SIMPULAN Kata transformasi dalam konteks ini dihubungkan kepada nilai, sehingga diperoleh bentuk transformasi nilai. Pengembangan nilai dapat diupayakan melalui pembelajaran. Untuk itu, pengembangan atau transformasi nilai instrumental perlu dipertimbangkan sesuai dengan potensi peserta didik serta tuntutan kehidupan. Saat ini salah satu tuntutan dalam pembelajaran diorientasikan kepada kepemilikan keterampilan penalaran tingkat tinggi (HOTS/ Higher Order Thinking Skills) untuk memecahkan masalah (problem solving) dalam kehidupan sehari-hari. Tranformasi nilai instrumental dalam pembelajaran diintegrasikan kedalam mata pelajaran. Dengan integrasi transformasi nilai dapat dimiliki oleh peserta didik secara utuh mulai dari (a) fakta, (b) konsep, (c) prinsip serta (d) Prosedur melalui pengetahuan, sikap dan keterampilan. Penyelesaian soal cerita dijadikan area isi pengembangan kepemilikan kompetensi literasi dalam pemebelajaran pendidikan kewarganegaraan di SD. Soal cerita sebagai suatu permasalahan dinyatakan berbentuk kalimat bermakna dan mudah dipahami. Soal cerita dipandang suatu soal dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, soal cerita berbentuk tulisan berupa sebuah kalimat mengilustrasikan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA Acuf, F. Gene, Donald Allen, and Llyoled Taylor. 1973. From Man to Society. Hinsdale, III.: Dryden Press. Ashlock. 2003. Guiding Each Child’s Learning of Mathematics. Colombus: Bell Company. Bitman dan Clara. 2008. Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta: DirjenDikti Depdiknas. Depdikbud. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2004. Kerangka Dasar Kurikulum 2004. Jakarta. Departemen Pendidikan Vermont. 2007. Vermont Elementary and Middle Level Mathematic Problem Solving Assessment Guide. Fatimah, Siti dan Sujati. 2011. Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Melalui Metode Bermain Peran Di Kelas II SD N Watusigar I Ngawen Gunung Kidul. Lickona, Thomas. 1992. Educating For Character, How Our Schools Can Teach Respect And Responsibillity. New York: Bantam Books. Muslich. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara. Polya. G. 1973. How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method (Second ed). New Jersey: Princeton University Press. Thomas, A., & Thorne, G. 2009. Higher level thinking-It's HOT! Dipetik April 17, 2016, dari The Center for Development and Learning.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 99

Model Editorial Dalam Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar Dian Indihadi PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

Abstract Learning to write implemented in elementary school (SD) with the aim of improving the competence of learners in generating writing. For this reason, the stages of activities in the writing process need to be focused in writing learning. Learning is seen as creating conditions for learning and teaching and learning to achieve goals. Therefore, this editorial model in learning to write in elementary school discusses the creation of teaching and learning conditions with a focus on the activity stage in the editing stage before the results of the writing are published. As for the reasons, the editing stage in the writing process is rarely the focus of learning to write at this time.

Keywords: Learning, Writing, Editorial Model

Abstrak Pembelajaran menulis dilaksanakan di sekolah dasar (SD) dengan tujuan peningkatan kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Untuk itu, tahapan kegiatan dalam proses menulis perlu dijadikan focus dalam pembelajaran menulis. Pembelajaran dipandang sebagai penciptaan kondisi belajar dan proses belajar-mengajar untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, model editorial dalam pembelajaran menulis di SD ini membahas perihal penciptaan kondisi belajar-mengajar dengan focus kepada tahap kegiatan dalam tahap editing sebelum hasil tulisan dipublikasikan. Adapun alasanya, tahap editing dalam proses menulis jarang dijadikan focus pembelajaran menulis saat ini. Kata Kunci: Pembelajaran, Menulis, Model Editorial

PENDAHULUAN Menulis dipandang salah satu cara untuk mengomunikasikan pesan melalui bahasa tulis. Pengomunikasian pesan melalui bahasa tulis, menuntut kemampuan pemaduan (1) skemata, (2) kebahasaan, (3) strategi produktif, (4) mekanisme psiko fisik serta (5) konteks (Bachman, 1990; Harsiati, 1994; Indihadi, 2017) pemaduan tersebut dilaksanakan, penulis dituntut untuk memiliki kemampuan organisasi meliputi kemampuan gramatikal dan kemampuan sosiolinguistik. Dari sudut pelaksanaan (proses) menulis memiliki serangkaian tahapan dan kegiatan berbeda, mulai dari tahap pramenulis penulisan (drafting), perevisian pengeditan sera publikasi hasil tulisan (Tompkins, 2002; Indihadi, 2017). Menulis dijadikan salah satu fokus pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Tujuan utama dari pembelajaran tersebut, peserta didik memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan pesan melalui bahasa tulis. Artinya, peserta didik harus memiliki cara untuk mengomunikasikan pesan melalui bahasa tulis seperti dipaparsajikan di awal. Untuk mewujudkan tujuan tersebut guru (pendidik) perlu mengembangkan model pembelajaran, untuk mengajarkan menulis kepada peserta didik. Pembelajaran menulis dilaksanakan di sekolah dasar (SD). Tujuan utama dari pembelajaran menulis antara lain: peningkatan kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Untuk itu, guru sebagai pelaksana ditntut untuk mewujudkan tujuan utama tersebut melalui pembelajaran menulis kepada peserta didik di SD. Pembelajaran dalam konteks ini disetarakan dengan penciptaan kondisi belajar dan proses belajar-mengajar antara peserta didik dengan pendidik (guru) untuk pewujud tujuan. Dalam pembelajaran menulis di SD, tujuan utamanya antara lain: peningkatan kompetensi peserta didik dalam mengasilkan tulisan. Sejalan dengan hal tersebut di tegaskan oleh Dunn (1984) bahwa “young children cannot be thought of only in chronological terms; personal development and cultural background playon important role

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 100

in the readiness of a child to learn.” Kesiapan belajar anak menjadi hal penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran. Kesiapan anak tersebut dipengaruhi oleh perkembangan individu dan latar belakang budaya. Oleh karena itu, penciptaan kondisi belajar mengajar dalam pembelajaran menulis harus sejalan dengan kesiapan belajar anak sebagai peserta didik di SD. Cara pandang (Pendekatan) terhadap pembelajaran menjadi landas-tumpu dalam pengembangan model dan perangkat pembelajar menulis di SD. Artinya, penciptaan kondisi belajar dan proses belajar-mengajar antara peserta didik dengan pendidik (guru) dalam pewujudan tujuan di tentukan oleh pilihan pendekatan atau cara pandang terhadap pembelajaran. Tompkins (1994) menyatakan bahwa “the writing process approach to writing instruction is based on how real writers write…. The writing process is a way of looking at writing instruction in which the emphasis is shifled from students finished products to what stundents think and do as they write.” Pendekatan proses menulis dapat dipilih sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran menulis. Dengan pendekatan tersebut guru dapat mengajarkan dan memonitor perihal proses menuls dan produk tulisan peserta didik selama pelaksanaan pembelajaran. Proses menulis ditandai tahap dan kegiatan menulis menghasilkan sebuah tulisan. Dalam tahap dan kegiatan tersebut, penulis harus memilih, memilah dan Menyusun area isi tulisan dengan Bahasa tulis, mengedit tulisan dan mempublikasikan hasil tulisan. Penulis dituntut untuk menentukan topik utama tulisan, maksud, tujuan, bentuk tulisan (genre tulisan), serta khlayak pembaca hasil tulisan. Ternyata saat ini pembelajaran menulis di SD belum optimal menerapkan tahap dan kegiatan dalam proses menulis. Akibatnya keberhasilan pembelajaran menulis masih berada diluar harapan. Terbukti kepemilikan kompetensi peserta didik masih rendah sehingga produktivitas tulisanpun masih berada diluar harapan. Guru sebagai pelaksana pembelajaran menulis di SD dituntut untuk meningkatkan pembelajaran menulis di SD dituntut untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Guru harus mengembangkan model pembelajaran inovatif sehingga model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan pencapaian belajar peserta didik. Sejalan dengan tuntutan tersebut, guru dapat mengembangkan model editorial sebagai model pembelajaran di SD. Pengembangan model tersebut akan disajikan dalam uraian berikut. Oleh karena itu, guru sebagai pelaksana pembelajaran menulis di SD dapat mengembangkan model editorial sebagai model pembelajaran inovatif.

PEMBAHASAN Pembelajaran menulis dijelaskan dalam uraian ini sebagai kerangka konseptual. Pembelajaran memiliki konsep utama belajar dan mengajar. Skinner (dalam sogola, 2006) menjelaskan bahwa belajar dipandang sebagai proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku secara progresif. Adapun mengajar dipandang sebagai upaya pemberian bantuan kepada seseorang untuk belajar atau mempelajari sesuatu (sogola, 2006). Untuk itu, pembelajaran dapat dipandang sebagai sebuah lingkungan atau kondisi pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok orang untuk melakukan proses atau adaptasi atau penyesuaian tingakahlaku. Dalam konteks ini, pembelajaran di fokuskan kepada menulis. Komponen pembelajaran dijelaskan dalam gambar berikut (adaptasi dari Bell Gredler, 1991, sagala 2006).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 101

1. Pengembangan Pembelajaran Pengembangan pembeljaran dilaksnakan oleh guru. Sebagai pengembang pembelajaran, guru harus menciptakan kondisi belajar dan proses belajar mengajar untuk mewujudkan tujuan. Untuk mendukung penciptaan kondisi belajar dan proses belajar mengajar terdapat sejumlah komponen; antara lain: (1) tujuan, (2) bahan ajar, (3) proseur, (4) media, (5) sumber dan (6) penilaian (evaluasi). Komponen tersebut harus dipilih, dipilah dan disusun oleh guru sehingga hal tersebut menjadi sebuah model pembelajaran. Guru mengembangkan pembelajaran tersebut harus memedomani kurikulum mata pelajaran di SD. Oleh karena itu, komponen pembelajaran harus dipilih, dipilah dan disusun sesuai dengan kurikulum pelajaran tertentu. Tujuan pembelajaran difokuskan kepada (1) peningkatan pengetahuan, (2) pembentukan sikap serta (3) pengembangan keterampilan peserta didik. Tujuan tersebut harus dipilih, dipilah dan disusun oleh guru sebagai komponen utama dalam pembelajaran. Selain guru harus mempertimbangkan tuntutan kurikulum, guru juga perlu mempertimbangkan kesiapan belajar peserta didik sebagai pengaruh dari perkembangan individu dan latar belakang budaya dalam perumusan tujuan pembelajaran. Tujuan dapat disetarakan dengan target, batas akhir atau hasil belajar peserta didiksetelah pembelajaran dilaksanakan. Dalam konteks ini, pembelajaran diorientasikan kepada tujuan peningkat kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, peserta didik harus memiliki pengetahuan, sikap serta keterampilan untuk menghasilkan tulisan. Dengan kata lain, peserta didik harus memiliki keterampilan menulis sebagai media untuk mengomunikasikan pesan melalui Bahasa tulis. Keterampilan tersebut diwujudkan dalam tahapan dan kegiatan dalam proses menulis. Oleh karena itu, pemerolehan pengetahuan, sikap serta keterampilan dalam menulis dijadikan target, batas akhir atau hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran menulis di SD. Guru sebagai pengembang pembelajaran menulis merumuskan hal tersebut dalam tujuan pembelajaran.

2. Menulis Sebagai Bahan Ajar Menulis sebagai bahan ajar harus dikembangkan dalam pembelajaran. Bahan ajar tersebut harus berfungsi meningkatkan kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Bertolak dari pemikiran Halliday (1980) dan Tompkins (1994), bahwa tuntutan kompetensi peserta didik tersebut (1) Learning to write, (2) Learning about written language, (3) Learning throught writing. Bahan ajar dalam pembelajaran menulis harus memiliki fungsi (1) belajar untuk menulis, (2) belajar tentang bahasa tulis, dan (3) belajar melalui tulisan. Dalam konteks komunikasi, menulis dipandang sebagai media untuk bertransaksi pesan antar partisipan melalui bahasa tulis. Dalam hal ini, penulis harus melaksanakan serangkaian

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 102

tahapan dan kegiatan untuk menghasilkan tulisan. Penulis dituntut untuk memilah, memilih dan menyusun area isi tulisan. Kegiatan tersebut menuntut pemaduan kompetensi (1) Skemata, (2) kebahasaan, (3) Mekanisme psikofisik, (4) Strategi produktif dan (5) Pemahaman konteks (Indihadi 2019). Pertimbangan tersebut menjadi alasan bahwa pembelajaran menulis harus mengimplementasikan pendekatan proses menulis. Artinya, tahap dan kegiatan dalam proses menulis harus dijadikan bahan ajar kepada peserta didik, sehingga tahap dan kegiatan tersebut menjadi kompetensi peserta didik. Dengan bahan ajar tersebut peserta didik belajar dalam mengomunikasikan pesan melalui tulisan. Keterlibatan peserta didik dalam proses menulis dijabarkan oleh Tompkins (1994) sebagai berikut: a. Stage 1: Pre-writing 1) Students choose a topic. 2) Students gother and organize ideas. 3) Student identifity the audience to whon they will write. 4) Students identifity the purpose of the writing activity. 5) Students choose an appropriate form for their compositions based on audience and purpose. b. Stage 2: Drafting 1) Students write a rought draft. 2) Students write leads to grab their readers attention. 3) Students emphasize content rather thsn mechanics. c. Stage 3: Refising 1) Students shore their writing in writing groups 2) Students participate constructively in discussions about classmates writing. 3) Students make changes in their compositions and comments of both teacher and classmates. 4) Students make substantive rather than only minor changes between the first and final draft. d. Stafe 4: editing 1) Students proofread their own compositions. 2) Students help proofread classmates composition. 3) Students increasingly and correct their own mechanical errors. e. Stage 5: Publishing 1) Students publish their writing with an appropriate form. 2) Students share their finished writing with an appropriate audience.

Kelima tahap dan kegiatan dalam masing-masing tahap dalam proses menulis tersebut perlu diajarkan dalam pembelajaran menulis di SD. Guru mengimplementasikan dalam langkah kegiatan atau inti atau pembelajaran. Selain itu, guru dapat juga memfokuskan pembelajaran pada salah satu tahap dalam proses menulis tersebut. Ternyata, tahap dan kegiatan dalam proses menulis sebagai bahan ajar masih belum menjadi fokus guru. Akibatnya, peserta didik tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam tahap kegiatan tersebut.

3. Proses menulis Menulis di lingkungan sebagai proses mengomunikasikan pesan kepada pembaca melalui bahasa tulis. Proses menulis menuntut panduan sejumlah kompetensi penulis, sehingga penulis dapat menghasilkan sebuah tulisan (Indihadi, 2017). a. Kondisi Internal Penulis

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 103

b. Kondisi Kebahasaan

c. Kondisi Penalaran Penulis

4. Model Editorial Dalam Pembelajaran Menulis Model editorial dipandang sebagai model pembelajaran menulis dengan menerapkan metode “sosiodrama” dalam proses menulis. Dalam pembelajaran, peserta didik dipilah dikelompokan serta diperan aktifkan untuk melaksanakan rangkaian kegiatan dalam tahapan proses menulis. Terdapat 4 (empat) peran untuk dilaksanakan oleh peserta didik yakni (1) peran penulis, (2) peran penyinting (perevisi dan pengedit), (3) peran publikasi dan (4) peran pembaca (penilaian dan kritikus). Setting pembelajaran: ruang kelas diatas sesuai dengan pemilah peran; sehingga peserta didik dapat melaksanakan proses menulis dan guru dapat melaksanakan monitoring dan pengendalian pelaksanaan pembelajaran. Setting tersebut disajikan dalam peta ruang sebagi berikut.

Editing menjadi tahap akhir dalam proses menulis sebelum tulisan dipublikasikan. Adapun fokus kegiatan dalam tahap editing, penulis harus memastikan bahwa tulisan sudah

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 104

sempurna dan layak dipublikasikan kepada pembaca. Menurut Tompkins (1994), “Editing is putting the piece of writing into its final form. Until this stage, the focus has been primarity on the content of the students writing. Once the focus changes to mechanics students polish their writing by correcting spelling and other mechanicals error. Thegoal here is to make the writing optimaly readable” (Smith, smith 1982). Hal tersebut menjadi alasan utama dalam pengembangan model editorial dalam pembelajaran menulis. Dalam model ini, peserta didik diperanaktifkan sebelum editor tulisan sebelum tulisan tersebut dipublikasikan. Model editorial dalam pembelajaran menulis memiliki tiga fokus kegiatan. Ketiga fokus tersebut dijadikan tahapan pengondisian belajar dan proses belajar, mengajar antara peserta didik dengan pendidik. Dirujuk dari pandangan Tompkins (1994), tahap tersebut antara lain: Students move through three activities in the editing stage: (1) getting distance from the composition, (2) proofreading to locate errors and (3) Currecting errors. Ketiga tahap tersebut menjadi komponen utama dalam pembelajaran menulis dengan model editorial, yakni: a. Membuat jarak dengan hasil tulisan b. Membaca hasil tulisan untuk menemukan kesalahan c. Mengoreksi kesalahan dalam hasil tulisan. Implementasi tahap editorial dalam pembelajaran menulis di SD menggunakan metode bermain peran. Terdapat tiga peran utama untuk dimainkan oleh peserta didik di kelas, yakni: (1) penulis, (2) editor, dan (3) pembaca. Setiap peserta didik diberikan peluang dan kesempatan untuk berperan sebagai penulis, editor maupun pembaca. Guru sebagai fasilitator dituntut untuk mengendalikan, memonitor dan mengevaluasi peran aktif peserta didik dalam permainan peran tersebut, ketiga tahap editorial dipraktikan oleh peserta didik. Pembelajaran menulis dengan model editorial dikembangkan sebagai berikut: a. Tahap Pembuka Tahap ini difokuskan pada kegiatan persiapan bermain peran setelah guru menjelaskan kerangka konseptual perihal masud dan tujuan model editorial dalam pembelajaran menulis kepada peserta didik. Adapun kegiatan tersebut anatara lain: 1) Guru mengelompokan peserta didik sesuai peran dalam editorial. 2) Guru menyiapkan setting tempat (kelas) sesuai dengan tuntutan permainan peran (a) penulis, (b) editot dan (c) pembaca. 3) Guru mengondisikan peserta didik berdasar peran pilihan masing-masing yakni: mempelajari petunjuk (scenario) peran. b. Tahap Inti 1) Tahap ini difokuskan pada kegiatan pelaksanaan bermain peran setelah tahap perencanaan (pembuka) dipandang optimal. Adapun kegiatan tersebut, anatara lain: 2) Guru menugaskan peserta didik untuk menempati setting tempat sesuai dengan peran masing-masing. 3) Guru memonitor dan mengevaluasi peran peserta didik sesuai dengan tahap editorial. 4) Guru mengatur giliran peserta didik dalam permainan peran sebagai (a) penulis, (b) editor dan (c) pembaca. c. Tahap Penutup 1) Tahap ini difokuskan pada kegiatan refleksi pelaksanaan bermain peran. Adapun kegiatannya antara lain: 2) Guru meminta respon dari peserta didik terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan permainan peran editorial. 3) Guru meminta peserta didik memberikan penilaian keunggulan dan kelemahan dari permainan peran sebagai: (a) penulis, (b) editor serta (c) pembaca.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 105

4) Guru menyampaikan hasil refleksi peran aktif peserta didik dalam kegiatan permainan peran dalam model editorial. Untuk mendukung pelaksanaan model editorial tersebut, guru harus menyiapkan rubric, petunjuk maupun pedoman sebagai media atau alat belajar peserta didik dalam permainan peran. Penyiapan media atau alat tersebut harus dikerjakan oleh guru diluar (sebelum) ketiga tahap pembelajaran tersebut. Demikian model editorial dikembangkan dalam pemebelajaran menulis di SD.

SIMPULAN Pembelajaran menulis dengan model editorial dipandang sebagai upaya inovatif dalam peningkatan hasil belajar peserta didik dalam menghasilkan tulisan. Pembelajaran model editorial menuntut kesiapan peserta didik maupun guru dalam mengimplementasikan tahap kegiatan editing. Model editor dalam pembelajaran menulis di SD belum pernah diujicobakan sehingga keunggulan maupun kelemahan dari model tersebut belum diketahui. Direkomendasikan bahwa model editorial dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran menulis di SD karena model tersebut berpeluang dalam peningkatan kompetensi peserta didik dalam menghasilkan tulisan.

DAFTAR PUSTAKA Bachman, L.F. (1990). Fundamental considerations in language testing. Hong Kong: Oxford University Press. Gredler, Margaret. E. Bell. (1991). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali. Dunn, Opal. (1984). Developing English With Young Learnes. London: MacMillan Published Limited. Harsiati, T. (1994). Penilaian dalam Pembelajaran (Aplikasi pada Pembelajaran Membaca dan Menulis). Malang: UM Press. Indihadi, Dian. (2017). Hakikat Kedudukan dan Fungsi Bahasa Bagi Bangsa Indonesia. Bandung: Pelang Press. Indihadi, Dian. (2019). Bahasa Indonesia dalam Konteks Akademik. Bandung: Pelang Press. Skinner dalam Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Syaiful, Sagala. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Tompkins. (2002). Facilities Planning, Third Edition. John Wiley & Sons, INC, United States. Tomkins, Gail E. (1994). Teaching Writing; Balancing Process and Produce. New York: MacMillan College Publisher.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 106

Dapatkah Guru PAUD Menerapkan Kesantunan KH.Ahmad Dahlan pada Pembelajaran Online? Elis Solihati1, Mubiar Agustin2 Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected]

Abstract In Indonesia, pandemic resulted in educators and learners at various levels of learning from home (online learning). This is considered as an opportunity as well as a major challenge in optimizing the process of education in the primary home education, character of politeness, parents to children, coordination of teachers to parents, even teachers to the child. Through a literature study, ECE teachers have opportunities to reflect a KH. Ahmad Dahlan’s politeness in learning from home. This paper will discuss the opportunities and challenges of ECE teachers in exemptions and apply the minds of education figures KH. Ahmad Dahlan in the process of learning from home. Keyword: KH. Ahmad Dahlan, Teacher's politenes, Online learning

Abstrak Di Indonesia, pandemik mengakibatkan pendidik dan peserta didik di berbagai jenjang melakukan pembelajaran dari rumah (online). Hal ini dipandang berpotensi menyebabkan kelemahan dalam pembelajaran karakter sehingga guru tidak dapat menerapkan kesantunan seperti yang dicontohkan KH.Ahmad Dahlan. Maka dari itu, dilakukan studi pustaka yang bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh hasil kajian terkait peluang dan hambatan guru PAUD dalam menerapkan pembelajaran online berbasis nilai-nilai kesantunan KH.Ahmad Dahlan. Berdasarkan hasil kajian, terdapat hubungan positif antara pembelajaran online dengan karakter kesantunan yang guru terapkan, sehingga peluang penerapan pendidikan karakter dapat dilakukan meski dalam hambatan. Kata Kunci: KH.Ahmad Dahlan, Kesantunan Guru, Pembelajaran Online

PENDAHULUAN Wabah yang dewasa ini terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia menyebabkan pembelajaran dilaksanakan dari rumah atau BDR (Belajar Dari Rumah) mulai jenjang pendidikan anak usia dini (Arifa, 2020). Pemerintah menginstruksikannya melalui Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) memuat arahan tentang proses belajar dari rumah. Hal ini dipandang sebagai peluang sekaligus tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan anak usia dini bagi guru dan orang tua. Kegiatan belajar dari rumah menjadi titik balik peran keluarga, khususnya dalam pembinaan karakter anak usia dini. Namun, bukan berarti guru tidak berperan dalam pendidikan. Guru tetap dinobatkan sebagai pendidik professional pembentuk karakter bangsa (Sarnoto, 2018) melekat dengan tugas fungsinya, yang meliputi mengajar, mendidik, melatih, mengarahkan, membimbing, menilai dan mengevaluasi (Undang-undang No. 14 tahun 2005). Guru seharusnya menyusun strategi menguatkan diri untuk menghadapi tantangan moral, karakter, melalui interaksi, dan integarasi rutinitas positif di sekolah (Cash, Cabell, Hamre, DeCoster, & Pianta, 2015; Davidson, Khmelkov, Baker, & Lickona, 2011) baik saat masa adaptasi kebiasaan baru ataupun bukan. Banyak hal harus disiapkan misalkan pemilihan metode pembelajaran, teknik pembelajaran, konten pembelajaran kreatif yang berdampak pada perkembangan anak (kognitif, afektif, dan psikomotor) (Araghieh, Farahani, Ardakani, & Zadeh, 2011; Darmadi, 2015). Terlebih lagi, bisa saja ada beberapa elemen proses pendidikan di sekolah yang hilang atau tergantikan selama pembelajaran online. Maka dari itu, guru perlu merefleksikan, memperbaharui diri dari segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Birnbaum & Daily, 2019;

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 107

Hasli, Sappaile, & Pristiwaluyo, 2015; Perry-hazan & Birnhack, 2019) agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik baik online maupun offline di masa adaptasi kebiasaan baru. Pelayanan pembelajaran anak usia dini online dan offline penting didukung oleh kemampuan santun berkomunikasi. Beberapa penelitian terkait, seperti pentingnya kesantunan dalam interaksi lembaga pendidikan (Chejnová, 2014), kesantunan norma budaya daerah (Isosavi, 2020), kontribusi kesantunan dalam pembelajaran interaktif berbahasa (Jiang, 2010), kesantunan melalui media massa dan teknologi sebagai cermin kesantunan pelakunya (Carolus et al., 2018; Maria Economidou-kogetsidis, 2016), dan pembiasaan kesantunan di Japanese Preschool (Burdelski, 2010). Penelitian tersebut penguat refleksi guru PAUD terhadap jejak pendidikan tokoh pendidikan guna penerapan kesantunan berkomunikasi. Peneliti memiliki tokoh teladan KH.Ahmad Dahlan karena predikat “Sang Penyantun” (Fadli & Djollong, 2018; Fitriani, 2015; Mustofa, 2018), pelopor kesantunannya sebagai pendidik. Kesantunan secara umum ditunjukkan humor dalam pembelajaran (Tong & Tsung, 2020) mengangkat nilai budaya daerah (Sukadaria, Prihonob, Singhc, Syahruzahd, & Mingchang Wu, 2020). Namun sayang, proses mengenal nilai-nilai pemikiran tokoh secara fokus sangat langka, bahkan kurang memahami tokoh-tokoh pendidikan (Jannah & Ahmad, 2019) ditambah banyak bukti sejarah yang perlahan hilang, dan publikasi semakin berkurang (Yoga, 2017) padahal mereka merupakan kontributor keberhasilan hingga saat ini. Sehingga tulisan ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dalam meneladani beliau, khususnya dalam konteks pembelajaran online masa adaptasi kebiasaan baru. Berdasarkan hal tersebut, kajian ini sangat penting di masa sekarang, guna refleksi dan menyiapkan strategi pendidikan karakter kesantunan bagi guru PAUD. Pertanyaannya, dapatkah guru PAUD menerapkan kesantunan tokoh pendidikan KH.Ahmad Dahlan di pembelajaran online? Maka dari itu, penelitian ini membahas kesempatan, dan tantangan guru PAUD dalam menerapkan nilai-nilai teladan tokoh pendidikan KH.Ahmad Dahlan pada pembelajaran online.

PEMBAHASAN B. Kilas Riwayat KH.Ahmad Dahlan dan Kesantunannya KH.Ahmad Dahlan merupakan keturunan bangsawan di Yogyakarta yang lahir tahun 1868M. Sebelumnya bernama Muhammad Darwis (Apriyadi, 2018). Beliau sangat bersemangat dalam belajar agama dan Bahasa Arab dilakukan bersama orang tua di rumah. Beliau gemar menuntut ilmu ke berbagai penjuru dan focus pada kiprahnya dalam bidang sosial, pembaharuan masyarakat, dan pendidikan berbasis Alquran, hadits, etika sosial, kesadaran iman, kecerdasan dunia akhirat, nasionalisme, sains, akhlakul karimah dan amal (Dahlan & Tokoh, 2014; Ramadani, 2018; Wati, n.d.; Yuliasari, 2014). Beliau mendirikan Organisasi Islam Muhammadiyah, menginisiasi pendirian Madrasah Ibtidaiyah, mendukung Aisyiyah mendirikan TK ABA. Dalam kesehariannya sebagai pendidik, beliau dikenal haus ilmu, pantang menyerah, rela berkorban, patuh Alquran sebagai dasar bergerak, membela sesama manusia, mendengar pendapat orang lain, cinta damai, nrimo, momong, tatag, tutug, akhlak mulia dan budi luhur, kooperatif dan akomodatif (Mustofa, 2018). Kesantunan merujuk pada hirarki sosial, universal, antara budaya dan manusia secara sosial sebagai penghormatan dalam berinteraksi (Ashizuka et al., 2014; Serdiouk, Wilson, Gest, & Berry, 2019), bagian dari kecerdasan interpersonal (atensi, empati, antisipasi), didasari moral, budaya, dan sosial yang berbeda (Fukushima & Haugh, 2014), dan nilai-nilai karakter (Gunawan, Rusdarti, & Ahmadi, 2020; Lickona, 2013). Kesantunan dalam komunikasi mengandung etika, prosedur dalam berinteraksi sosial, terutama bagi guru PAUD dalam mendampingi belajar anak dan membangun hubungan baik dengan publik (Theunissen, 2019; Widiadnya, Ngurah, Yoga, & Hery, 2018) termasuk anak dan orang tua murid. Maksim kesantunan yakni maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati (Leech, 2014).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 108

Kesantunan KH. Ahmad Dahlan terkait dengan kesantunan linguistik (tutur langsung) dan pragmatik (tuturan deklaratif dan interogatif, kadang menyindir) (Fairchild, Mathis, & Papafragou, 2020; Sorlin, 2017). Kesantunan linguistik ditunjukkan dengan mengucap kata salam, tolong, permisi, terimakasih, maaf, ayo, silakan. Sedangkan kesantunan pragmatik: suruhan, ajakan, permohonan, persilaan, dan larangan (Caballero, Vergis, Jiang, & Pell, 2018; Fedriani, 2018). Penting bagi guru berkomunikasi yang baik dalam interaksi guru-anak agar kelas efektif, meningkatkan emosi positif, dan motivasi anak (Hobjil, 2012; Mahmud, 2019), bukan sekadar transfer pengetahuan monoton (Agustin, Setiyadi, & Puspita, 2020). Berusaha menghindari kesantunan negatif (Wang & Taylor, 2019) karena dapat merujuk pada kekerasan verbal (Agustin, Djoehaeni, & Puspita, 2020). Seluruh bentuk kesantunan berpotensi dapat diterapkan saat pembelajaran online saat ini.

C. Pembelajaran Online di PAUD Secara umum, pemberlakuan pembelajaran online di PAUD mendapat banyak komentar dan keluhan dari berbagai pihak terutama terkait sarana prasarana pembelajaran, psikologis pendidik dan anak, serta alokasi dana. Anak dan guru merasa dipaksa belajar jarak jauh, sehingga perlu dilakukan pemindaian ulang gaya belajar anak agar lebih efektif (Purwanto, Pramono, Asbari, Santoso, Wijayanti, Hyun, Putri, 2020). Kendala komunikasi, metode pembelajaran menjadi hal vital bagi pembelajaran PAUD (Sabri, A., Warmansyah, J., Amalina, A., & Aswirna, P., 2020). Guru kebanyakan tidak setuju dnegan pembelajaran online karena dirasa tidak efektif (Nurdin, N., & Anhusadar, L. (2020). Guru kebingungan dengan konten pembelajaran yang disampaikan. Khususnya dalam pembelajaran online terdapat kekurangan dalam pendidikan karakter, penelitian Daud (dalam Agustin, dkk, 2020) menegaskan bahwa interaksi komunikasi langsung merupakan cara paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, terlebih dalam pendidikan karakter karena komunikator, pesan, dan rekan komunikasi menjadi elemen utama dalam pembelarjaran efektif. Pembelajaran online dipandang menyita waktu bermain anak bersama dengan teman nya di sekolah, sehingga pembelajaran paud yang identic dengan bermain harus mengalami perubahan. Maka dari itu, orang tua perlu dilibatkan lebih intens dalam pembimbingan pembelajaran melalui bermain ini. Pembelajaran memerlukan keaktifan guru, menguasai tema, mampu mengendalikan anak, berkomunikasi baik sehingga mampu merancang pembelajaran bermakna, tidak menyebabkan kejenuhan, rendahnya motivasi (Agustin & Puspita, 2020; Norton, 2017). Guru PAUD berperan sebagai perancang pembelajaran, motivator, fasilitator pembelajaran, organisator, pembawa misi agama dan ilmu pengetahuan, dan peran-peran lain yang dibutuhkan oleh anak (Iskandar, 2017; Ross et al., 2011; Saragih, 2008; Wahlgren, Mariager-Anderson, & Sørensen, 2016). Hal tersebut seharusnya berlaku pula pada pembelajaran anak usia dini dalam konteks online. Sayangnya banyak keluhan pembelajaran dari rumah online tidak senyaman pembelajaran offline. Pada poin tersebut guru menjadi komponen penting dalam interaksi pembelajaran. Guru punya hal istimewa yang tidak tergantikan dengan teknologi di era revolusi industri (Lubis & Mulianingsih, 2019). Terbukti bahwa guru PAUD bukan hanya sekadar transfer ilmu pengetahuan, namun ada etika, moral, dan karakter yang dibina. Terdapat proses teladan, nilai dan moral pada prosesnya (Sabar Budi Raharjo, 2010; Wardani, 2010; Ye & Law, 2019). Dari sinilah banyak penguatan bagi guru PAUD meneladani karakter setiap tokoh pendahulu. Di masa normal baru ini, kesiapan guru melakukan pembelajaran online sebesar 60 persen dari 10 orang Ayuni, D., Marini, T., Fauziddin, M., & Pahrul, Y. (2020). Konteks pembelajaran online yang sering dikeluhkan ternyata memiliki waktu kerja yang relatif fleksibel dan merasa aman (Warsita, 2015), karena bebas biaya transportasi dan praktis teknologi (Handayani, 2020). Sehingga dapat diisi dengan membaca literatur atau biografi sebagai sarana menambah wawasan. Platform

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 109 menjadi alternatif solusi praktik kesantunan melalui internet, email (Savic, 2018), aplikasi media sosial Whatsapp, Instagram, Google, Classdojo, See saw, Icando dan lain-lain (Flores-salgado & Castineira-benitez, 2018; Kavanagh, 2016). Hal ini dapat dianggap sebagai kekuatan dalam pengembangan metode pembelajaran di PAUD. Karena yang terpenting adalah kesiapan guru terlebih dahulu sebagai eksekutor pendidikan. Kesiapan guru menjadi keberhasilan pembelajaran. Mumpuni & Ismanto (2019) dan Wijoyo & Indrawan (2020) mengembangkan model peningkatan kapasitas guru dengan konsep diklat online. Hal ini menjadi kabar baik. Pendidikan karakter dapat diterapkan dengan orang tua sebagai fasilitator utama, dan guru sebagai mitra kerjasama. Dari berbagai penelitian, pembelajaran online justru jarang ada yang terfokus pada pendidikan karakter, kebanyakan mengungkap dari sisi ketersediaan sarana prasarana, ekonomi, dan sumber daya manusia dalam penggunaan media. Jarang yang mengkaji terkait pendidikan karater selama pandemik ini. D. Dapatkah Guru PAUD Meneladani Tokoh KH.Ahmad Dahlan pada Pembelajaran Online? Beberapa contoh kesantunan KH.Ahmad Dahlan dalam Mustofa (2018) dapat diteladani dalam pembelajaran online, seorang guru khususnya guru PAUD harus memiliki sifat yang haus ilmu, pantang menyerah, misalkan di masa ini guru mengikuti berbagai Webinar untuk meningkatkan kapasitasnya; rela berkorban contoh menghadapi kerugian dari bekerja dari rumah, menanggung biaya listrik dan internet untuk mengajar (Purwanto, 2020); bekerjasama dengan orang tua (Khadijah, 2020), melakukan parenting online melalui aplikasi meeting; menyapa anak didik, mengucap salam sebelum dan sesudah pertemuan; mempersilahkan lawan bicaranya berpendapat; minta tolong pada orang tua untuk membantu merencanakan dan melaksanakan kegiatan di rumah; permisi saat akan meminta tolong; terimakasih saat anak dan orang tua melakukan sesuatu; maaf jika melakukan kesalahan; mengajak anak belajar mematuhi protokol kesehatan; mendengar pendapat orang lain sebagai masukan atau pembaharuan kemajuan pembelajaran, misalnya membuka forum diskusi di media sosial. Sayangnya, alternatif tersebut belum dapat dipraktikan secara menyeluruh karena terkendala ketersediaan smartphone, akses internet, kurangnya pemahaman tentang penggunaan teknologi, orang tua memiliki kesibukan dalam bekerja (Khadijah, 2020). Sehingga pembelajaran tetap offline bahkan tidak melakukan pembelajaran sama sekali. Lalu bagaimana guru dapat menerapkan kesantunan dalam berkomunikasi dengan anak jika tidak berinteraksi dengan anak? Refleksi kesantunan KH.Ahmad Dahlan dapat kita lakukan, antara lain cinta damai, nrimo, momong, tatag, tutug, akhlak mulia dan budi luhur, kooperatif dan akomodatif (Mustafa, 2018). Kita sebagai pendidik dapat bersimpati, menjaga hubungan baik, damai, berpendapat sesuai etika, tetap berpikir positif, menerima dan menyadari tantangan, bekerja sama guru dan orangtua dalam penyusunan strategi pendidikan selanjutnya.

SIMPULAN Meskipun pembelajaran online, guru PAUD masih tetap dapat menerapkan kesantunan dari hasil refleksi keteladanan tokoh KH.Ahmad Dahlan. Karena esensinya, keteladanan fokus pada penerapan nilai-nilai pemikiran dalam kondisi dan situasi apapun, tidak terbatas pada interaksi tatap muka, melainkan dapat dilakukan dalam melalui dalam jaringan (online). Nilai-nilai kesantunan KH.Ahmad Dahlan yang diteladani diantaranya yaitu haus ilmu, pantang menyerah, rela berkorban, patuh Alquran sebagai dasar bergerak, membela sesama manusia, mendengar pendapat orang lain, cinta damai, nrimo, momong, tatag, tutug, akhlak mulia dan budi luhur, kooperatif dan akomodatif terutama bagi guru PAUD dalam memfasilitasi pembelajaran dan membangun hubungan baik dengan publik. Bagi yang belum melakukan pembelajaran online, penting

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 110 menguatkan kapasitas diri pribadi terkait nilai-nilai kesantunan tokoh dari berbagai literatur, dan menyiapkan strategi untuk pembelajaran masa adaptasi kebiasaan baru.

DAFTAR PUSTAKA Agustin, M., Djoehaeni, H., & Puspita, R. D. (2020). Observational Analysis of Violence On Children and the Implications for Parenting Program Development. Asia-Pasific Journal of Research in Early Childhood Education, 14(2), 1–20. Agustin, M., & Puspita, R. D. (2020). Observational Analysis of Violence On Children and the Implications for Parenting Program Development. 14(2), 1–20. Agustin, M., Setiyadi, R., & Puspita, R. D. (2020). Burnout Profile of Elementary School Teacher Education Students (Estes): Factors and Implication of Guidance and Counseling Services. PrimaryEdu - Journal of Primary Education, 4(1), 38. https://doi.org/10.22460/pej.v4i1.1640 Apriyadi, H. (2018). Nilai progresivisme dalam pendidikan karakter kesalehan sosial ajaran k.h. ahmad dahlan pada novel sang pencerah kajian sosiopragmatik. Araghieh, A., Farahani, N. B., Ardakani, F. B., & Zadeh, G. N. (2011). The role of teachers in the development of learning opportunities. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 29(79), 310– 317. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.11.244 Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Covid-19. Info Singkat;Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis, XII(7/I), 6. Retrieved from http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XII-7-I-P3DI-April-2020- 1953.pdf Ashizuka, A., Mima, T., Sawamoto, N., Aso, T., Oishi, N., Sugihara, G., … Fukuyama, H. (2014). Functional relevance of the precuneus in verbal politeness. Neuroscience Research, 1–9. https://doi.org/10.1016/j.neures.2014.10.009 Ayuni, D., Marini, T., Fauziddin, M., & Pahrul, Y. (2020). Kesiapan Guru TK Menghadapi Pembelajaran Daring Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 414-421. Birnbaum, M. L., & Daily, E. K. (2019). Competency and Competence. (February 2009), 2–3. Burdelski, M. (2010). Socializing politeness routines : Action , other-orientation , and embodiment in a Japanese preschool. Journal of Pragmatics, 42(6), 1606–1621. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2009.11.007 Caballero, J. A., Vergis, N., Jiang, X., & Pell, M. D. (2018). The sound of im / politeness. Speech Communication, 102(April), 39–53. https://doi.org/10.1016/j.specom.2018.06.004 Carolus, A., Muench, R., Schmidt, C., Schneider, F., Carolus, A., Muench, R., … Wuerzburg, J. (2018). Impertinent mobiles - Effects of politeness and impoliteness in human-smartphone interaction. Computers in Human Behavior. https://doi.org/10.1016/j.chb.2018.12.030 Cash, A. H., Cabell, S. Q., Hamre, B. K., DeCoster, J., & Pianta, R. C. (2015). Relating prekindergarten teacher beliefs and knowledge to children’s language and literacy development. Teaching and Teacher Education, 48, 97–105. https://doi.org/10.1016/j.tate.2015.02.003 Chejnová, P. (2014). Expressing politeness in the institutional e-mail communications of university students in the Czech Republic. Journal of Pragmatics, 60, 175–192. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2013.10.003 Dahlan, K. H. A., & Tokoh, S. (2014). K.H. AHMAD DAHLAN SEBAGAI TOKOH PEMBAHARU Oleh: Muh. Dahlan. XIV, 122–131. Darmadi, H. (2015). Tugas, Peran, Kompetensi, Dan Tanggung Jawab Menjadi Guru Profesional. Jurnal Edukasi, 13(2), 161–174. Davidson, M., Khmelkov, V., Baker, K., & Lickona, T. (2011). Values education : The Power Achieve approach for building sustainability and enduring impact. International Journal of Educational

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 111

Research, 50(3), 190–197. https://doi.org/10.1016/j.ijer.2011.07.006 Fadli, M., & Djollong, A. F. (2018). Konsep Pendidikan Islam Menurut KH. Ahmad Dahlan. Istiqra’, V(2). Fairchild, S., Mathis, A., & Papafragou, A. (2020). Pragmatics and social meaning : Understanding under-informativeness in native and non-native speakers. Cognition, 200(December 2019), 104171. https://doi.org/10.1016/j.cognition.2019.104171 Fedriani, C. (2018). A pragmatic reversal : Italian per favore “ please ” and its variants between politeness and impoliteness. Journal of Pragmatics, 1–12. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2018.09.008 Fitriani, L. (2015). KONSEP PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN (Studi pada buku Pelajaran KHA Dahlan karya KRH. Hadjid). Universitas Pendidikan Indonesia. Flores-salgado, E., & Castineira-benitez, T. A. (2018). The use of politeness in WhatsApp discourse and move “ requests .” Journal of Pragmatics, 133, 79–92. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2018.06.009 Fukushima, S., & Haugh, M. (2014). The role of emic understandings in theorizing im / politeness : The metapragmatics of attentiveness , empathy and anticipatory inference in Japanese and Chinese. Journal of Pragmatics, 74, 165–179. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2014.08.004 Gunawan, I., Rusdarti, R., & Ahmadi, F. (2020). Implementation of Character Education for Elementary Students. Journal of Primary Education, 9(2 SE-Articles), 168–175. https://doi.org/10.15294/jpe.v9i2.36646 Handayani, L. (2020). Keuntungan, Kendala dan Solusi Pembelajaran Online Selama Pandemi Covid- 19: Studi Ekploratif di SMPN 3 Bae Kudus. Journal of Industrial Engineering & Management Research, 1(2), 15-23. Hasli, R., Sappaile, B. I., & Pristiwaluyo, T. (2015). Pengembangan Instrumen Kompetensi Pedagogik Guru Kelas Sekolah Dasar di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 1(1), 1–7. Hobjil, A. (2012). Positive Politeness and Negative Politeness in Didactic Communication – Landmarks in Teaching Methodology. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 63, 213–222. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.10.032 Iskandar, K. (2017). Profesionalisme Guru dalam Pendidikan Islam dan Gambaran Ideal Seorang Pendidik. JALIE : Journal of Applied Linguistivs and Islamic Education, 1(1), 21–40. Isosavi, J. (2020). Cultural outsiders ’ reported adherence to Finnish and French politeness norms. Journal of Pragmatics, 155, 177–192. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2019.10.015 Jannah, U. A., & Ahmad, T. A. (2019). Kesadaran Sejarah Siswa Kelas XI Terhadap Nilai-Nilai Keteladanan K . H Ahmad Dahlan di SMA Muhammadiyah 1. 7(2), 135–145. Jiang, X. (2010). A Case Study of T eacher ’ s Politeness in EFL Class. Journal of Language Teaching and Research, 1(5), 651–655. https://doi.org/10.4304/jltr.1.5.651-655 Kavanagh, B. (2016). Emoticons as a medium for channeling politeness within American and Japanese online blogging communities. Language & Communication, 48, 53–65. https://doi.org/10.1016/j.langcom.2016.03.003 Leech, G. (2014). The Pragmatics of Politeness. New York: Oxford University Press. Lickona, T. (2013). Character Matters (Persoalan Karakter) Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: Bumi Aksara. Lubis, B., & Mulianingsih, S. (2019). Keterkaitan Bonus Demografi dengan Teori Generasi. Jurnal Registratie, 1(1), 21–36. Mahmud, M. (2019). The use of politeness strategies in the classroom context by English university students. Indonesian Journal of Applied Linguistics, 8(3), 597–606.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 112

https://doi.org/10.17509/ijal.v8i3.15258 Maria Economidou-kogetsidis. (2016). Variation in evaluations of the ( im ) politeness of emails from L2 learners and perceptions of the personality of their senders. Journal of Pragmatics, 106, 1–19. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2016.10.001 Mumpuni, N. D., & Ismanto, B. (2019). Model Manajemen Pembelajaran Online Pada Pendidikan dan Pelatihan Guru Pendamping Muda PAUD. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, 6(2), 206-213. Mustofa, I. (2018). KH. Ahmad Dahlan si Penyantun. Yogyakarta: Diva Press. Norton, R. W. (2017). Teacher Effectiveness as a Function of Communicator Style. Annals of the International Communication Association, 1(1), 525–542. https://doi.org/10.1080/23808985.1977.11923704 Nurdin, N., & Anhusadar, L. (2020). Efektivitas Pembelajaran Online Pendidik PAUD di Tengah Pandemi Covid 19. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1). Perry-hazan, L., & Birnhack, M. (2019). Caught on camera : Teachers ’ surveillance in schools. Teaching and Teacher Education, 78, 193–204. https://doi.org/10.1016/j.tate.2018.11.021 Purwanto, A., Pramono, R., Asbari, M., Hyun, C., Wijayanti, L., Putri, R., & Santoso, P. (2020). Studi Eksploratif Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah Dasar. EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 2 (1), 1–12. Ramadani, A. (2018). Etika Guru menurut Pemikiran Ahmad Dahlan dan Muhammad Athiyah Al- Abrasyi. IAIN Palangkaraya. Ramos-gonzález, N. M., & Rico-martín, A. M. (2015). The teaching of politeness in the Spanish-as-a- foreign-language ( SFL ) classroom. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 178(November 2014), 196–200. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.03.180 Ross, D., Adams, A., Bondy, E., Dana, N., Dodman, S., & Swain, C. (2011). Preparing teacher leaders: Perceptions of the impact of a cohort-based, job embedded, blended teacher leadership program. Teaching and Teacher Education, 27(8), 1213–1222. https://doi.org/10.1016/j.tate.2011.06.005 Sabar Budi Raharjo. (2010). Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 16(3), 229–238. Sabri, A., Warmansyah, J., Amalina, A., & Aswirna, P. (2020). IMPLEMENTASI PENGINTEGRASIAN KEISLAMAN DALAM PENGENALAN KONSEP MATEMATIKA ANAK USIA DINI. Math Educa Journal, 4(1), 23-30. Saragih, A. H. (2008). Kompetensi Minimal Seorang Guru Dalam Mengajar. Jurnal Tabularasa, 5(1), 23–34. Sarnoto, A. Z. (2018). Profesionalisme guru anak usia dini. (December). Savic, M. (2018). Lecturer perceptions of im / politeness and in / appropriateness in student e-mail requests : A Norwegian perspective. Journal of Pragmatics, 124, 52–72. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2017.12.005 Serdiouk, M., Wilson, T. M., Gest, S. D., & Berry, D. (2019). The role of teacher emotional support in children’s cross-ethnic friendship preferences. Journal of Applied Developmental Psychology, 60(October 2018), 35–46. https://doi.org/10.1016/j.appdev.2018.10.003 Sorlin, S. (2017). The pragmatics of manipulation : Exploiting im / politeness theories. Journal of Pragmatics, 121, 132–146. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2017.10.002 Sukadaria, Prihonob, E. W., Singhc, C. K. S., Syahruzahd, J. K., & Mingchang Wu. (2020). The Implementation of Character Education through Local Wisdom Based Learning. International Journal of Innovation, Creativity and Change, 11(4), 389–403. Retrieved from http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 113

Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) Theunissen, P. (2019). Extending public relationship-building through the theory of politeness. Public Relations Review, 45(3), 101784. https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2019.05.005 Tong, P., & Tsung, L. (2020). Humour strategies in teaching Chinese as second language classrooms. System, 1–27. https://doi.org/10.1016/j.system.2020.102245 Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Wahlgren, B., Mariager-Anderson, K., & Sørensen, S. H. (2016). Expanding the traditional role of the adult education teacher – The development of relational competences and actions. Teaching and Teacher Education, 60, 303–311. https://doi.org/10.1016/j.tate.2016.09.005 Wang, J., & Taylor, C. (2019). The conventionalisation of mock politeness in Chinese and British online forums. Journal of Pragmatics, 142, 270–280. https://doi.org/10.1016/j.pragma.2018.10.019 Wardani, K. (2010). Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Menurut Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. (November), 8–10. Warsita, B. (2015). Evaluasi Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Kwangsan, 3(1). Wati, D. E. (n.d.). CULTIVATION OF CHARACTER ACCORDING K . H . AHMAD DAHLAN. 121–126. Widiadnya, Ngurah, I. G., Yoga, B., & Hery, M. (2018). The Implications Of Politeness Strategies Among Teachers And Students In The Classroom. SHS Web Conferences 42, 00067. Wijoyo, H., & Indrawan, I. (2020). Model pembelajaran menyongsong new era normal pada lembaga PAUD Di Riau. JS (Jurnal Sekolah), 4(3), 205-212. Ye, W., & Law, W. (2019). Pre-service teachers ’ perceptions of teacher morality in China. Teaching and Teacher Education, 86, 102876. https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.102876 Yoga, E. S. P. (2017). Tindak Perlokusi dalam Percakapan Antarsiswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Metro. Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, Dan Pembelajarannya), (September), 1–10. Yuliasari, P. (2014). Relevansi Konsep Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan di Abad 21. As-Salam, V(1), 45–64.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 114

Apakah di PAUD sudah Menerapkan Pramuka Prasiaga? Resna Rosmayanti1, Nur Faizah Romadona2, SPs PAUD Universitas Pendidikan Indonesia, Kampus Bumi Siliwangi Email: [email protected], [email protected], Abstract Along with the times, scouts began to be applied to early childhood at the PAUD level, called Prasiaga. Prasiaga Scouts were born to provide opportunities for early childhood to be given scout movement model activities that aim to shape character from an early age in children using a play approach. This paper aims to describe the extent to which PAUD has implemented scouting. This article uses the literature review method. The results of the study of relevant researches reveal that not many PAUDs have implemented scout scouts, some have applied scout scouts but not according to the recommendations given. The conclusion of this article is the application of scouting scouts in paud has not been running properly and optimally. Keywords: Scout prasiaga, PAUD, Character building

Abstrak Seiring dengan perkembangan zaman, pramuka mulai diterapkan untuk anak usia dini jenjang PAUD yang dinamakan Prasiaga. Pramuka Prasiaga lahir untuk memberikan kesempatan pada anak usia dini untuk dapat diberikan kegiatan model gerakan pramuka yang bertujuan untuk membentuk karakter sejak dini pada anak dengan menggunakan pendekatan bermain. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejauh mana PAUD sudah menerapkan pramuka prasiaga. Artikel ini menggunakan metode kajian pustaka. Hasil dari kajian terhadap penelitian-penelitian relevan mengungkapkan bahwa belum banyak PAUD yang sudah menerapkan pramuka prasiaga, ada yang sudah menerapkan pramuka prasiaga namun belum sesuai dengan anjuran yang diberikan. Kesimpulan dari artikel ini adalah penerapan pramuka prasiaga di paud belum berjalan sesuai dan optimal. Kata Kunci: Pramuka Prasiaga, PAUD, Pendidikan Karakter

PENDAHULUAN Dewasa ini dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan karakter menurut (Ratnawati, 2016; Anwar 2017) adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah secara sengaja yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut guna berprilaku baik sesuai yang di harapkan. Penanaman pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini, Dalam penanaman karakter pada anak usia dini ini harus dilakukan dengan pendekatan bermain. Salah satu kegiatan yang dapat menanamkan karakter dengan menggunakan pendekatan bermain salah satunya adalah pramuka (kemendikbud, 2019). Dalam dunia pendidikan tidak akan terasa asing dengan yang namanya pramuka. Pramuka merupakan organisasi terbesar didunia dan juga memiliki banyak peminat (Brostromm 2013). Menurut (Alfarisy, S. dkk. 2016) Pramuka itu sendiri merupakan suatu kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membentuk diri dan kepribadian siswa. Dalam (Arman, 2014) kegiatan pramuka mempunyai kelompok umur atau tingkatan dalam kepramukaan yang ditentukan oleh umur anggotanya yaitu pramuka siaga (7-10 tahun), pramuka penggalang (11-15 tahun), pramuka penegak (16-20 tahun) dan pramuka pandega (21-25 Tahun). Namun seiring dengan perkembangan zaman, tingkatan awal pramuka yang mulanya hanya 4 tingkatan kini bertambah satu yaitu Pramuka Prasiaga (2-7 tahun). Dalam hal ini pramuka prasiaga lahir untuk memberikan kesempatan bagi anak dibawah 7 tahun yaitu setara PAUD untuk dapat diberikan kegiatan model gerakan pramuka termasuk didalamnya penanaman nilai-nilai disiplin, kemandirian, kebangsaan dan nilai-nilai lainnya (Rahayu, Sri. 2019) .

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 115

Pramuka prasiaga menurut (kemendikbud, 2019) adalah kegiatan penguatan pendidikan karakter bagi anak usia dini sekaligus untuk menguatkan cinta kepada tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia, melalui pendekatan bermain sambil belajar dalam suasana yang menyenangkan. Prasiaga merupakan solusi praktis bagi penyenggaraan penguatan pendidikankarakter di satuan pendidikan anak usia dini dan di satuan komunitas pramuka melalui pendekatan bermain.tujuan dari pramuka prasiaga itu sendiri (Leonita & Kusumaningtyas, 2019). adalah mengenalkan nilai- nilai kepramukaan kepada anak melalui pengembangan karakter, fisik, kecakapan, dan kemampuan berbuat kebaikan. Pramuka untuk anak usia dini ini merupakan sebuah kegiatan yang layak mendapatkan perhatian semua komponen bangsa yang ingin meletakkan fondasi karakter sejak anak usia dini. Pramuka inipun sudah dikenalkan diindonesia sejak tahun 2010 oleh kwartir nasional dan diuji cobakan di Jawa Barat. Dengan diresmikannya pramuka untuk anak usia dini ini lembaga PAUD tentunya harus sudah menerapkan pramuka prasiaga di lembaganya agar dapat menanamkan karakter anak sejak dini melalui pamuka. Namun apakah di lembaga PAUD sudah menerapkan pramuka untuk anak usia dini?. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana lembaga PAUD sudah menerapkan pramuka prasiaga.

PEMBAHASAN Pembahasan dituliskan dengan format sebagai berikut: Pramuka Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana (pramuka) yang artinya pemuda bangsa yang giat bekerja. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 pasal 1 kepramukaan adalah: 1. Gerakan pramuka adalah organisasi yang di bentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. 2. Pramuka adalah warga Negara Indonesia yang aktif dalam pendidikan kepramukaan serta mengamalkan satya pramuka dan darma pramuka. 3. Kepramukaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan pramuka. 4. Pendidikan kepramukaan adalah pembentukan kepribadian, kecakapan hidup dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan nilai-nilai kepramukaan. Menurut Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka (ARTGP) Tahun 2005 Pasal 7 ayat 1 kepramukaan adalah: Proses pendidikan yang dilakukan di luar sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan yang menarik, menyenagkan, sehat, teratur, terarah, praktis, yang di lakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti.

Pramuka Prasiaga Dalam (Rahayu, 2019) Sejarah prasiaga itu sendiri di mulai Pada tanggal 4 November 2011, kwarnas mengadakan seminar perubahan usia peserta didik. Kegiatan ini sebagai respon terhadap undang-undang no 12 tahun 2010 tentang gerakan pramuka pada 26 Oktober 2010, aktivitas berupa perbaikan kualitas gerakan pramuka terus dilakukan. Termasuk pembenahan berbagai aturan untuk lebih melancarkan kegiatan bagi para anak didik yang di dalam lingkungan gerakan pramuka disebut peserta didik. Dalam hal ini kwarnas memberikan kesempatan bagi anak dibawah 7 tahun yaitu setara PAUD untuk dapat diberikan kegiatan-kegiatan model gerakan pramuka. Agar anak-anak mempunyai status yang jelas dalam gerakan pramuka maka muncul ide dinamakan Pra Siaga. Hal ini dilakukan melihat kenyataan bahwa dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merambah ke semua segi

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 116 kehidupan, anak-anak di bawah 7 tahun sudah memerlukan kegiatan permainan yang mengandung unsur pendidikan. Dalam (Newsletter, 2019) Menurut Direktur Anak Usia Dini Pembangunan, Bapak Muhammad Hasbi, kepramukaan untuk anak usia dini adalah upaya untuk Pramuka Prasiaga membentuk dan menanamkan karakter yang mulia, jugauntuk menumbuhkan semangat patriotisme untuk mencapaigenerasi anak-anak Indonesia yang hebat. Awalnya, ada empat tingkatan kepanduan, yaitu Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega. Baru-baru ini, level lain dipanggil Prasiaga ditambahkan. Pengantarpengintai di anak usia dini termasuk sejumlah model pembelajaran bertujuan memenuhi delapan kecerdasan anak usia dini dan stimulasi motorik dan kognitif perkembangan pada anak usia dini. Pengintai materi yang disediakan untuk kemauan anak usia dini diintegrasikan ke dalam kurikulum 2013. Guru akan memberikan materi melalui bermain, menggambar, bernyanyi, tim kegiatan kerja, dan menggunakan berbagai media untuk perkenalkan kegiatan pramuka dan menanamkan cinta pengintai pada anak-anak. Dalam kemendikbud 2019 Pramuka prasiaga memiliki visi yaitu anak usia dini yang berjiwa kepanduan, memiliki pribadi yang utuh, lengkap, autentik, dan konstrukti secara fisik, mental, dan spiritual, untuk mewujudkan amanah mulia bangsa Indonesia yang tersirat dalam lagu kebangsaan “Indonesia raya” yang berbunyi, “disanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku” untuk misinya kaderisasi kepemimpinan dengan menggunakan sistim kepanduan dan prinsip dasar metodik kepanduan, agar menjadi warga Negara yang mampu mewujudkan perdamaian, persatuan, kesatuan, kesejahteraan, keadilan, dan persaudaraan bangsa Indonesia dan antar bangsa di dunia. Tujuan dari pramuka prasiaga adalah memperbaiki mutu bangsa Indonesia sedini mungkin sebagai warga Negara di masa yang akan datang, terutama dalam hal karakter, kebugaran, fisik, dan kecakapan hidupnya, yang dapat merubah sifat mementingkan diri sendiri menjadi siat suka berbakti dan berbuat kebaikan secara aktif terhadap masyarakat di lingkungan hidupnya. Menurut (Mislia, et al. 2016) ada 3 metode untuk pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler khususnya pramuka di sekolah yaitu : 1). Blokir sistem (bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang diadakan pada awal masuknya siswa dalam bidang pendidikan). 2). Sistem aktualisasi, kompetensi mata pelajaran dasar yang relevan dengan metode dan prinsip dasar kepanduan. 3). Sistem regular suatu bentuk kegiatan pendidikan kepanduan.

Apakah PAUD sudah menerapakan Pramuka Prasiaga? Rahayu (2019) mendeskripsikan aktualisasi pramuka pra siaga dan proses pembinaannya dalam perspektif pendidikan karakter bangsa. Dalam penelitiannya hingga saat ini pramuka prasiaga masih sebatas wacana, hingga saat ini belum adanya aturan/paying hokum pramuka prasiaga, latihannya dilakukan oleh guru PAUD tersendiri, seragamnya masih menggunakan seragam sekolah PAUD masing-masing. Bentuk kegiatannya bercerita, menyanyi, tepuk dan bermain. Belum ada upacara pembukaan dan penutupan pramuka prasiaga, sarana dan prasarana menggunakan yang tersedia di PAUD masing-masing, waktu latihan integrasi dengan jadwal di PAUD. Dalam hal ini sangat disayangkan apabila pramuka prasiaga tersebut belum efektif di lapangan. Tidak akan terwujud pembentukan karakter pada anak didik apabila pelaksanaan pramuka prasiaga tidak berjalan sesuai harapan. Ataupun dalam penelitian (Septianingrum, 2019). Yang menyatakan bahwa dukungan pemerintah saja bukan berarti materi pembelajaran yang diberikan dapat disampaikan dengan baik. Kendalanya ada pada materi alat peraga yang seharusnya menjadi bagian dari proses pembelajaran tidak ada. padahal alat peraga merupakan media pembelajaran yang baik dalam mengajarkan anak-anak terutama anak-anak di sekolah pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak karena alat peraga dapat menarik perhatian dan minat mereka untuk belajar. Otomatis adanya kendala dalam pembelajaran pramuka prasiaga itu sendiri. Sehingga tidak terlaksananya pembelajaran pramuka prasiaga yang sesuai dengan harapan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 117

Sangat disayangkan apabila program ini hanya berjalan biasa saja tanpa akan kesan yang akan berkesan kepada anak-anak, belum sesuai dengan manfaat dari pramuka dalam menumbuhkan karakter kepada anak serta melewatkan kesempatan yang diberikan dalam menumbuhkan karakter sedari kecil untuk dapat terciptanya generasi yang lebih baik lagi . Maka dari itu kita sebagai pendidik harus mengupayakan untuk menciptakan program pramuka prasiaga ini menjadi berkesan dalam kehidupan anak serta melaksanakan kegiatan pramuka secara sesuai dengan perkembangan anak. Dalam buku panduan pramuka prasiaga tersebut terdapat beberapa aspek yang akan dikembangkan. Meliputi 5 aspek perkembangan. Makadari itu penting untuk guru dan lembaga dalam menerapkan pramuka prasiaga ini sebagai wujud untuk pembentukan karakter sejak dini di PAUD. Analisis Kesiapan PAUD untuk Pra Siaga Dalam buku pedoman prasiaga pendidikan anak usia dini ciri-ciri PAUD yang sudah memiliki kesiapan dalam melaksanakan Pramuka Prasiaga diantaranya : 1. Calon pengelola mendaftarkan diri ke secretariat kwartir cabang dengan rekomendasi kelayakan dari kwartir ranting setempat. 2. Kwartir akan menerima dan mempelajari proposal untuk mempertimbangkan dikeluarkannya sertifikat pengelola 3. Apabila dikabulkan maka akan diberikan nomor pangkalan selanjutnya peresmian oleh kwartir cabang dalam upacara peresmian 4. Untuk Pembina memiliki minat dan kemampuan, memiliki sertifikat KMD 5. Seragam prasiaga harus mengacu kepada ketentuan penggunaan seragam pramuka.

SIMPULAN Penerapan pramuka prasiaga di PAUD masih sangat sedikit.Terlebih lagi belum banyak penelitian yang meneliti tentang penerapan kegiatan pramuka prasiaga di jenjang PAUD. Ada satu penelitian yang meneliti penerapan pramuka untuk anak usia dini di PAUD di Jawa Timur namun pelaksanaannya berjalan masing-masing dan tidak sesuai dengan kegiatan pramuka . Maka dari itu diharapkan ada penelitian terkait yang mendeskripsikan tentang kegiatan pramuka prasiaga di PAUD sendiri. Agar nantinya menjadi acuan untuk layanan PAUD yang lain untuk dapat menerapkan pramuka prasiaga tersebut di lembaga mereka dan pelaksanaannya pun sesuai dengan acuan.

DAFTAR PUSTAKA Alfarisy, S. dkk. (2016). Pelaksanaan Kegiatan Pramuka di SDN 164 Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Media Neliti. Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka (ARTGP) Tahun 2005 Pasal 7 ayat 1 kepramukaan Anwar, K. (2017). Pembelajaran Mendalam untuk Membentuk Karakter Siswa sebagai Pembelajar. Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah, 2(2), 98, ISSN: 2301-7562, e-ISSN: 2579-7964. Arman. (2014). Analisis Proses Pembinaan Kepramukaan Penegak Satuan Karya Wira Kartika Koramil 07 Johan Pahlawan Kodim 0105. Skripsi Pada FISIP Universitas Teuku Umar : Aceh Barat. Brostrom, (2013). “Wild Scouts” : Swedish Scouting Preparing Responsible Citizens For The Twenty-First Century. World Leisure Journal. 34, 9-22, DOI: 10.1080/0145935X.2013.766055. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral PAUD dan Dikmas. (2019). Pedoman Prasiaga Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Wahana Penanaman Karakter Kebangsaan. Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Leonita, V., Purwandi, Kusumaningtyas, N. (2019). Analisis Rasa Percaya diri Anak usia 5-6 tahun melalui kegiatan Pramuka. Universitas PGRI : Semarang.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 118

Mislia, dkk. (2016). The Implementation of Character Education Through Scout Activities. Journal International Education Studies. 9(6). ISSN 1913-9020 Newsletter, (2019). Mengangkat Semangat Keindonesiaan. Value Driven Education. Tzu chi school Rahayu, S. (2019). Aktualisasi Pramuka Pra Siaga dan Proses Pembinaannya dalam Perspektif Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan. 28(2) Ratnawati, D. (2016). Kontribusi Pendidikan Karakter dan Lingkungan Keluarga terhadap Soft Skill Siswa SMK. Tadris: Jurnal Keguruan dan Ilmu Tarbiyah, 1(1), 24-25 ISSN: 2301-7562. Septianingrum, H. (2019). Perancangan Media Pembelajaran Pramuka Prasiaga untuk Pendidikan Anak Usia Dini di Bandung. Skripsi : Universitas Kristen Maranatha. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 119

Kondisi Gender Dalam Home Numeracy Anak Usia Dini Padilah1, Dindin Abdul Muiz L.2, Lutfi Nur3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Early childhood is in the golden age or golden age. In everyday life, many children are faced with a numerical process that requires parental involvement, the practice of parenting is an important factor in every child's achievement. Children's numeracy skills can be seen from the Home Numeracy activities and parental support provided.This writing was conducted to describe Home Numeracy activities based on the gender conditions of men and women. Based on the understanding, study and descriptive analysis, in this paper we review that parents have an important role in Home Numeracy and the numeracy skills of boys are better than girls. Keywords: Gender, Home Numeracy, Early Childhood

Abstrak Anak usia dini berada pada masa golden age atau masa keemasan. Dalam kehidupan sehari-hari anak banyak dihadapkan dengan proses numerasi yang memerlukan keterlibatan orang tua, praktek pengasuhan orang tua yang diberikan menjadi faktor penting dalam setiap pencapaian anak. Keterampilan numerasi anak dapat dilihat dari aktifitas Home Numeracy serta dukungan orang tua yang diberikan. tulisan ini dilakukan untuk mendeskripsikan aktifitas Home Numeracy berdasarkan kondisi gender laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pemahaman, kajian dan analisis deskriptif, dalam tulisan ini dikaji bahwa orang tua memiliki peran penting dalam Home Numeracy serta keterampilan numerasi laki-laki lebih baik daripada anak perempuan. Kata Kunci: Gender, Home Numeracy, Anak Usia Dini

PENDAHULUAN Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun, pada masa ini anak berada pada masa golden age atau masa keemasan. Pada masa ini anak akan mudah mendapatkan rangsangan dari lingkungan sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari anak akan dihadapkan dengan proses sosial sebagai bentuk interaksi dalam upaya pemenuhan kebutuhannya yang berkaitan dengan proses numerasi. Numerasi merupakan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-hari serta keterampilan dalam menginterprestasikan berbagai informasi kuantitatif TIM GLN (2017). Keterampilan operasi hitung yang baik dimiliki anak akan mempermudah interaksi anak di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dalam kegiatan sehari-hari baik itu di lingkungan rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat. Pada sebuah Hasil tes PISA tahun 2015 dan TIMSS 2016, dua organisasi di bawah OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menunjukkan bahwa kemampuan literasi numerasi Indonesia menduduki peringkat bawah, bahkan di bawah Vietnam, sebuah negara kecil di Asia Tenggara yang baru saja merdeka. Hasil tes matematika yang diselenggarakan PISA antara Vietnam dan Indonesia terpaut sangat jauh. Vietnam mendapatkan nilai 495 (dengan nilai rata-rata 490), sedangkan Indonesia mendapatkan nilai 387. Sementara itu, dari hasil TIMMS, Indonesia mendapatkan nilai 395 dari nilai rata-rata 500. Nilai tertinggi didapatkan Singapura dengan nilai 618 (50% lebih tinggi daripada Indonesia) hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi numerasi Indonesia masih belum berkembang (TIM GLN, 2017, hlm. 10). Belum berkembangnya kemampuan literasi numerasi di Indonesia di indonesia disinyalir karena kurangnya memberikan pengalaman yang berkaitan dengan konten numerik awal yang diberikan pada anak sejak dini. Home Numeracy diartikan sebagai orang tua Yildiz, dkk. (2018), interaksi yang terjadi antara anak dan orang tua dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan mencakup pengalaman yang berhubungan dengan konten numerik yang dapat memberi pengaruh

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 120 positif terhadap kemampuan numerasi anak. Cross (2009) dalam penelitiannya mengeksplorasi perbedaan individu dalam kompetensi matematika yang membahas berbagai faktor-faktor kontekstual yang berkaitan dengan pengalaman awal dengan perbedaan kelompok-kelompok sosial. Kelompok sosial dalam kompetensi matematika ini meliputi status sosial ekonomi, jenis kelamin, ras /etnis, serta kemampuan bahasa Inggris kemudian memberi perhatian khusus dalam peran keluarga dan bahasa. Upaya orang tua dalam mengenalkan numerasi kepada anak sejak dini di lingkungan keluarga dilakukan dengan memberikan pengalaman awal melalui bermain yang berkaitan dengan konten numerik. Berdasarkan fenomena dan pendapat, peneliti diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Kondisi Gender dalam Home Numeracy Anak Usia Dini” melalui analisis deskriptif dengan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan.

PEMBAHASAN E. Gender dan Matematika Matematika merupakan suatu materi gerbang pembuka yang memiliki hubungan dengan sains, tidak hanya mempertimbangkan pada aspek prestasi yang dicapai saja namun dalam kesiapan anak dalam menuju ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika ditetapkan lima kompetensi tujuan pembelajaran matematika Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2006 yaitu: F. Memecahan masalah berhubungan dengan konten matematik (Mathematical Problem Solving) G. Komunikasi tentang konten matematis (Mathematical Communication) H. Penalaran dalam matematis (Mathematical Reasoning) I. Koneksi atau jaringan dalam matematis (Mathematical Connection) J. Representasi mathematis (Mathematical Representation) Sedangkan kemampuan yang mencakup kelima kompetensi tersebut adalah sebuah kemampuan literasi matematika, dengan kata lain kemampuan literasi matematika merupakan kemampuan dalam mengorganisasi berpikir matematis baik secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini kemampuan numerasi anak dapat dilihat secara formal melalui kegiatan matematika yang diberikan. Pandangan akan pendidikan untuk laki-laki dan perempuan pada masyarakat secara umum masih terlihat mengajarkan perbedaan-perbedaan gender dalam pendidikannya. Gender merupakan suatu konstruksi sosial yang mengacu pada perbedaan sifat perempuan dan laki-laki yang berdasarkan nilai-nilai budaya yang menentukan peran laki-laki dan perempuan di tiap bidang masyarakat yang menghasilkan sebuah peran gender Hubeis (Mutiah, dan Hubeis, 2017). Peran antara perempuan dan laki-laki memiliki pandangan berbeda pada bidang masyarakat dengan pandang perempuan yang dianggap sebagai inndividu yang keibuan, ramah, dan teliti sementara laki-laki dikenal sebagai individu yang berjiwa kuat dan perkasa. Dengan kata lain perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat masih dipengaruhi oleh bentuk lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dilingkungan masyarakat tersebut. Lummis & Stevenson (1990) mengemukakan bahwa jenis kelamin biologis dimasukkan dalam penelitiannya serta dijadikan variabel yang menarik karena penelitian lintas-nasional telah menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki keunggulan pada bidang matematika daripada anak perempuan dalam sebuah tes matematika. Hal ini sesuai dengan penemuan Jordan et al. (2006) yang menemukan bahwa pengaruh gender kecil tetapi signifikan pada bidang matematika secara statistik pada perhitungan benda-benda dan estimasi numerik. Secara khusus anak laki-laki memiliki keunggulan dari perempuan bahkan ketika dikontrol dalam

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 121

kemampuan membaca, tingkat pendapatan, usia anak menunjukkan anak laki-laki memiliki kinerja lebih tinggi dari perempuan. Levine et al. menyebutkan ada beberapa perbedaan tingkat kinerja antara anak laki-laki dan perempuan pada rotasi mental dengan usia 4,5 tahun mulai dari perbedaan kecil tetapi signifikan. Pada usia prasekolah anak laki-laki terlihat lebih baik dalam kemampuan memecahkan masalah dan memiliki kemampuan lebih cepat dalam menyelesaikan permainan dalam aktifitas konstruk seperti menyalin lego dan beberapa jenis permainan model tiga dimensi lainnya (Guinness dan Morley, 1991 dalan National Research Council, 2014). Namun Ebbeck (1984) mengungkapkan bahwa perbedaan kinerja antara laki-laki dan perempuan diciptakan oleh pengalaman yang dimiliki anak sedikit. Dengan demikian pengalaman anak dalam kemampuan memecahkan masalah turut berperan dalam keterampilan anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Pada tahun awal kehidupan anak laki-laki lebih tertarik pada gerakan dan tindakan, sementara anak perempuan lebih fokus pada interaksi sosial yang mendorong pada gerakan, selain itu anak perempuan memiliki kemampuan yang baik dalam pembelajaran matematika yang berhubungan dengan spasial (Cross, C.T., 2009, hlm. 99). Pada bidang Pembelajaran Matematika dan Ilmu pengetahuan dengan gambaran nasional telah membahas mengenai isu gender. Skor rata-rata NAEP (National Asesment of Educational Progres) dalam bidang matematika yang muncul dalam kurun waktu 1990 hingga 1996 menurut Resse, dkk. (dalam Joyce, B dkk., 2011, hlm. 472) menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak lagi menjadi masalah serius, sebab rata-rata prestasi siswa wanita sering kali lebih tinggi dari prestasi yang dicapai oleh siswa laki-laki. Joyce, B dkk. (2011, hlm. 481) mengungkapkan bahwa perbedaan gender bukan berarti dapat mencegah dalam proses pembelajaran, hal ini berkaitan dengan pendidikan dasar yang ditawarkan sekolah. Perbedaan gender dalam bakat akademik jika memang ada jangan sampai memberikan pengaruh apapun, karena tidak ada perbedaan gender yang berpotensi untuk mencegah siswa laki-laki dan perempuan untuk mendapat tingkat prestasi yang sama dalam semua bidang kurikulum yang diajarkan. Dalam pendidikan matematika merupakan suatu pembelajaran yang perlu dikuasai oleh setiap jenjang pendidikan baik itu laki-laki maupun perempuan untuk kelangsungan hidupnya.

Home Numeracy Home Numeracy merupakan sebuah kegiatan belajar berhitung di rumah antara anak dan orang tua dalam upaya orang tua dalam memperkenalkan matematika awal kepada anak sejak dini. Yildiz, dkk. (2018 hlm. 1) mengungkapkan bahwa Home Numeracy merupakan orang tua, interaksi antara anak dan orang tua yang dilakukan mencakup pengalaman aktifitas yang berhubungan dengan konten numerik yang dapat memberi pengaruh positif terhadap kemampuan numerasi anak. Orang tua memiliki peranan penting dalam upaya mengenalkan bilangan dan aktifitas numeracy kepada anak sehingga dapat mengembangkan budaya literasi anak, pengalaman berhitung dirumah yang diberikan orang tua kepada anak secara tidak sadar akan melatih keterampilan literasi numerasi anak. Aktifitas berhitung yang dilakukan di lingkungan rumah melibatkan praktik yang diberikan kedua orang tua untuk mengenalkan matematika awal pada anak seperti jumlah, jenis sumber belajar yang orang tua berikan kepada anak, frekuensi kegiatan, sifat kegiatan belajar yang diberikan dengan melibatkan anak serta sikap lainnya seperti persepsi orang tua tentang pentingnya berhitung sejak dini. Kecerdasan anak dalam berhitung ditandai dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis serta ilmiah dan adanya konsistensi dalam pemikiran.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 122

Kemampuan berhitung anak usia dini tidak saja dalam kegiatan berhitung tetapi juga bilangan, angka dan simbol-simbol yang melambangkan angka dan bilangan serta kemampuan yang berhubungan dengan konten matematika lainnya. LeFevre e et al. (2009) menunjukkan bahwa faktor pengalaman berhitung anak di rumah akan membentuk fondasi pembelajaran berhitung awal pada anak. Dalam melihat pengalaman berhitung awal di rumah mencakup dua faktor-faktor pertama dari aktivitas berhitung orang tua dan anak, dan faktor lain menilai harapan dan keyakinan orang tua dalam berhitung. Pada umumnya kegiatan berhitung dipahami sebagai kompetensi dalam menafsirkan dan menggunakan angka dalam kehidupan sehari-hari baik itu di dalam rumah, pekerjaan, dan masyarakat. Dengan demikian Mudjito (2007) menyebutkan bahwa tujuan umum dari berhitung pada usia dini atau usia prasekolah dilakukan untuk mengetahui dasar-dasar berhitung yang dimiliki anak sehingga anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran pada jenjang selanjutnya tentang berhitung yang lebih kompleks. Keterampilan berhitung awal anak usia dini menurut Krajewski & Schneider (King, A.Y 2019, hlm 9) berkembang dalam tiga fase, fase pertama ditandai oleh kemampuan untuk membedakan jumlah yang berbeda, melafalkan kata-kata angka, dan menghitung secara verbal dalam urutan yang dapat dianggap sebagai keterampilan numerik dasar. Fase kedua ditandai oleh kemampuan untuk menghitung secara verbal satu set objek tetap secara berurutan tanpa keliru, menghubungkan kata-kata angka yang tidak tepat (misalnya, sedikit, banyak) dengan kuantitas, dan menghubungkan kata dengan angka yang tepat (misalnya, dua, empat) ke kuantitas. Selama pada fase ketiga, anak memahami hubungan antara jumlah dan jumlah kata, komposisi dan dekomposisi jumlah seperti jumlah 3 terdiri dari 1 dan 2, kemudian perbedaan antara angka seperti misalnya perbedaan antara 3 dan 4 adalah 1. Selain kesuksesan akademik anak dimasa yang akan datang keterampilan awal berhitung juga diperlukan dalam pencapaian karir anak, terutama di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEAM) karena dalam hal tersebut berhubungan erat dengan konten numerik. Nurkhikmayati (2017) mengungkapkan bahwa STEAM sebagai integrasi dari disiplin ilmu seni kedalam kurikulum dan pembelajaran pada lingkup pembelajaran sains, teknologi, teknik dan matematika. Hal ini menjadikan STEAM sebagai sebuah pendekatan terpadu yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Dalam aktifitas Rumah berhitung (Home Numeracy) terdapat interaksi anak dan orang tua dalam aktifitas yang dikategorikan kedalam dua kegiatan yaitu kegiatan formal dan informal (Skwarchuk, S. Swonski, C. & Lefevre, J., 2014, hlm.3). Kegiatan berhitung formal sebagai pengalaman bersama diamana orang tua secara langsung dan sengaja mengajarkan anak tentang angka, kuantitas, dan aritmatika untuk meningkatkan meningkatkan keterampilan berhitung anak. Sedangkan dalam kegiatan berhitung informal dengan kegiatan tentang angka, kuantitas, dan aritmatika bukanlah tujuan tersebut melainkan secara tidak sengaja mengajarkan konten numerik misalnya dalam kegiatan bermain papan nomor, kegiatan pengukuran yang diperlukan dalam memasak, pertukangan atau kerajinan, perbandingan kuantitas, pengolahan spasial. Kegiatan pembelajaran bagi anak usia dini perlu dilakukan secara konstruktif, terus-menerus dikembangkan kemampuannya melalui permainan, atau hal kongkrit yang dapat dijangkau pemahaman anak sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai akan tercapai. Secara umum dalam mengenalkan matematika kepada anak dilingkungan rumah orang tua memiliki keyakinan positif tentang pengalaman matematika dan kemanjuran orang tua dalam mengajar matematika kepada anak. Keyakinan positif yang dimiliki orang tua tentang matematika dapat mengarah pada keyakinan anak yang lebih positif pula dan peningkatan pengalaman matematika di lingkungan rumah dapat menguntungkan perkembangan matematika awal pada anak.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 123

Anak Usia Dini Anak adalah manusia kecil yang memiliki suatu potensi untuk dikembangkan agar dapat berkemang dengan optimal. Pada dasarnya anak memiliki karakteristik yang selalu aktif, dinamis, dan selalu ingin tahu terhadap apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan mereka seolah tak henti bereksplorasi dan belajar (Sujiono, N.Y., 2013, hlm. 6). Anak usia dini berada pada tahap perkembangan yang sangat pesat karena pada masa ini anak akan mengalami masa golden age atau masa keemasa, pada masa ini anak dengan mudah mendapatkan berbagai rangsangan yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Montessori (dalam Sujiono 2013, hlm.202) yang menyatakan “usia keemasan merupakan usia dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja”. Dalam aktifitas Rumah berhitung (Home Numeracy) tidak terlepas dari keterampilan orang tua dalam mengemas setiap kegiatan berhitung menjadi menyenangkan bagi anak agar anak lebih mudah memahami pembelajaran matematika dengan mudah. Ingrid (2008) mengungkapkan bahwa “Play, as well as learning are natural components of children every lives” bermain serta belajar bagi anak usia dini merupakan komponen keseharian yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi tersebut dikatakan bahwa bermain merupakan hal yang melekat pada anak. Dengan demikian dalam mengajarkan matematika awal pada anak dapat dilakukan melalui aktifitas bermain seperti bermain ular tangga raksasa, bermain lego, dan games yang memiliki konten numerik dengan demikian anak akan lebih mudah memahami pembelajaran matematika yang diberikan serta memberi pengalaman belajar yang lebih menyenangkan.

SIMPULAN Berdasarkan analisis deskriptip melalui studi kepustakaan menunjukkan bahwa pengalaman awal matematika dan banyaknya aktifitas home numeracy akan membentuk fondasi pembelajaran berhitung awal bagi anak. Aktivitas home numeracy dikategorikan kedalam dua kegiatan yaitu kegiatan formal dan informal. Pada rotasi mental dengan usia 4,5 tahun anak laki-laki memiliki kinerja yang lebih baik dari perempuan dalam tes matematika, perbedaan tingkat kinerja yang dimiliki kecil tetapi signifikan antara anak laki-laki dan perempuan. Perbedaan kinerja matematika yang dimiliki oleh anak laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh pengalaman berhitung awal yang dimiliki oleh anak.

DAFTAR PUSTAKA Cross, C.T., dkk. (2009). Matematics Learning in Early Childhood. America:National Academies Press Depdiknas (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jskpm Ingrid.S, M.A.C .(2008). The Playing Learning Child : Toward a Pedagogy of early childhood, 52(6). Hlm 623 Jordan, N.C., Kaplan, D., Nabors Oláh, L. and Locuniak, M.N. (2006). Number sense growth in kindergarten: A longitudinal investigation of children at risk for mathematics difficulties. Child Development, 77, 153-175. Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of Teaching Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 124

King, A.Y (2019). The Association Between The Home Numeracy Environment And Early Math Skills: Math Language As A Moderator. (Thesis). Department of Human Development & Family Studies West Lafayette, Indiana Lefevre, J-A. Dkk. (2009).Home Numeracy Experiences and Children Math Performance in the Early School Years. Canadian Juurnal of Behavioral Scinces 2009 Vol 41, No. 2, 55– 66. doi: 10.1037/a0014532 Mudjito. (2007). Pedoman Permainan Berhitung Permulaan di Taman Kanakkanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar. Mutiah, F. Hubeis, A.V. (2017). Analisis Gender Terhadap Tingkat Keberhasilan Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM], Vol. 1 (4): 435-450 ISSN: 2338-8021; E-ISSN: 2338-8269 doi: http://ejournal.skpm.ipb.ac.id/index.php/jskpm/article/view/1 National Research Council. (2014). Variaciones en el desarrollo, influencias socioculturales, y dificultades en el aprendizaje de las matemáticas. Edma 0-6: Educación Matemática en la Infancia, 3(2), 1-22. Nurkhikmayati, I. (2017). Implementasi STEAM dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Didactical Matematics, Vol. 1 No. 2 p-ISSN: 2622-7525, e-ISSN: 2654-9417 doi: http//jurnal.unma.ac.id./index.php/dm Skwarchuk, S. L., Sowinski, C., & LeFevre, J. A. (2014). Formal and informal home learning activities in relation to children’s early numeracy and literacy skills: The development of a home numeracy model. Journal of experimental child psychology, 121, 63-84. Stevenson, HW, Lee, S., Chen, C., Lummis, M., Stigler, J., Fan, L., & Ge, F. (1990). Pencapaian matematika anak-anak di Cina dan Amerika Serikat. Perkembangan anak, 61, 1053–1066 Sujiono, N. Y. (2013). Konsep dasar pendidikan anak usia dini. PT Ideks, Jakarta. Tim, G. L. N. (2017). Materi Pendukung Literasi Numerasi Gerakan Literasi Nasional. Jakarta: Kemendikbud. Yildiz, B. M., Sasanguie, D., De Smedt, B., & Reynvoet, B. (2018). Investigating the relationship between two home numeracy measures: A questionnaire and observations during Lego building and book reading. British Journal of Developmental Psychology, 36(2), 354–370. https://doi.org/10.1111/bjdp.12235

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 125

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI SENAM IRAMA Ruth Octaviana Silaban1 , Heri Yusuf Muslihin2 , Sumardi3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email : [email protected]

Abstract This study aims to develop children's gross motor skills by learning gymnastics. Motor development means controlling physical movement through coordinated activities of the nerve center, nerves and muscles (Hurlock, 1978 p. 150). Motor development is the development process of a child's motor ability. This development is related to the maturity of the nerves and muscles of the child. Thus, every movement that a child makes is no matter how simple it is, a complex interaction pattern of body parts that is controlled by the brain. Motor development is divided into two parts, namely gross motoric and fine motor skills. Gross motor skills are abilities that require the coordination of most of the child's body. To stimulate children's gross motor skills, it can be done by training children to jump, climb, run, tiptoe, walk and so on. Low motor physical activity will have an impact on the development of motor skills of children. Physical motor development activities include activities that lead to activities to train gross motor skills consisting of walking, gymnastics, dancing. Keywords: gross motoric, rhythmic gymnastics, early childhood

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan motoric kasar anak dengan pembelajaran senam Perkembangan motorik berarti pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf dan otot saling terkoordinasi (Hurlock, 1978 hlm 150). Perkembangan motorik ialah proses tumbuh kembang kemampuan gerak anak. Perkembangan ini berhubungan dengan kematangan saraf dan otot anak. Sehingga, setiap gerakan yang dilakukan anak sesederhana apapun merupakan pola interaksi yang kompleks bagian tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan motorik terbagi menjadi dua bagian, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar tubuh anak. Untuk merangsang motorik kasar anak dapat dilakukan dengan melatih anak untuk meloncat, memanjat, berlari, berjinjit, berjalan dan lain sebagainya. Aktivitas fisik motorik yang rendah akan berdampak terhadap perkembangan kemampuan motorik anak. Kegiatan pengembangan fisik motorik mencakup kegiatan yang mengarah pada kegiatan untuk melatih motorik kasar yang terdiri atas gerakan jalan, senam, menari. Kata kunci: motorik kasar, senam irama, anak usia dini

PENDAHULUAN

Menurut UU No.20 Tahun 2003, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak akan mengalami masa keemasan (the golden age) pada usia 0-6 tahun (Sisdiknas, 2003). Sedangkan Rosmala Dewi (2005 hlm 1) menyebutkan bahwa anak mengalami masa emas pada usia Taman Kanak-kanak, yaitu usia 4-6 tahun. Pada masa ini anak akan mengalami perkembangan yang luar biasa baik pada otak maupun fisiknya. Menurut Ernawulan Syaodih (2005 hlm 24) beberapa aspek yang dapat dikembangkan yaitu aspek intelektual, fisik motorik, sosial, emosional, bahasa, moral, dan keagamaan. Aspek – aspek perkembangan anak usia dini akan optimal apabila mendapatkan stimulasi – stimulas yang dimulai sejak anak berusia 1 bulan, Apabila aspek-aspek tersebut tidak distimulasi sejak dini, maka perkembangan anak akan terlambat. Setiap anak pada dasarnya adalah unik, karena setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda., Ada anak yang menonjol dalam satu aspek perkembangan atau beberapa aspek perkembangan, adapula yang tidak menonjol pada aspek perkembangan yang lain.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 126

Banyak cara untuk mengembangkan fisik motorik anak salah satunya dengan senam, metode senam dapat digunakan untuk meningkatkan motoric kasar anak. Senam merupakan salah satu aktivitas fisik yang dapat dikembangkan anak, Gerakan-gerakan senam dapat mendukung perkembangan jasmani anak seperti kekuatan dan daya tahan otot (Pradipta, 2017). Senam juga merupakan salah satu kegiatan yang dapat merangsang perkembangan fisik motorik anak usia dini (Yunus, 2014). Senam jika diiringi dengan musik dan lagu menjadikan kecerdasan musik anak pun turut terbina Senam dapat membantu perkembangan kemampuan gerak lokomotor seperti berjalan, berlari, meloncat, melompat, berlari cepat, dan berjalan, sedangkan kemampuan gerak nonlokomotor seperti keseimbangan, memutarkan badan, berbalik arah. Kegiatan tersebut membantu anak untuk dasar-dasar kecerdasan otak, keseimbangan, dan koordinasi (Barat, 2020). Senam juga dapat meningkat keiramaan kinestetik bagi anak, kerena anak-anak dapat mengekpresikan ide dan perasaan dalam bentuk berolah raga. (Aip Syarifuddin & Muhadi, 1992 hlm 117) Senam irama ialah bentuk-bentuk gerakan senam yang merupakan perpaduan antara berbagai bentuk gerakan dengan irama musik yang mengiringinya, seperti tepukan, nyanyian dan musik. Prinsip dari senam irama ialah adanya kelenturan tubuh di dalam melakukan gerakan berkesinambungan antara gerakan yang satu dengan gerakan yang lain sesuai dengan irama. Senam irama juga akan menciptakan variasi gerakan, keindahan- keindahan bentuk gerakan dengan koordinasi organ tubuh dengan irama. Melalui kegiatan senam irama juga anak- anak dapat menggerakkan seluruh anggota badannya, maka kemampuan motorik kasar anak akan meningkat dan kombinasi antara tangan dan kaki dapat terstimulasi melalui kegiatan senam irama. Peneliti melihat secara langsung di lapangan masih banyak anak- anak yang mengalami kesulitan dalam melakukan gerakan- gerakan senam, dan banyak juga anak- anak yang tampak bermalas- malasan menggerakan anggota tubuhnya . Melalui kegiatan senam, diharapkan kemampuan motorik kasar pada anak dapat berkembang secara optimal. Dengan melakukan gerakan- gerakan yang sederhana, otot-otot anak juga akan berkembang dan kemampuan motorik kasarnya pun akan berkembang dengan optimal. Anak juga akan merasa senang karena musik yang dipergunakan dalam kegiatan senam adalah musik yang sering anak-anak dengar yaitu lagu- lagu anak.

METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, Penelitian kuantitatif ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi tulisan, lisan, dan perilaku yang dapat diamati subjek itu sendiri. Pendekatan ini secar langsung menunjukan setting dan individu dalam setting itu secara keseluruhan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode single case Experimental design, merupakan desain eksperimen kasus tunggal untuk mengevaluasi efek suatu perlakuan dengan kasus tunggal. Tujuan single case design ini yaitu “ is to document treatment affects and to ruleout threats to validity that might affect the conclucions drawn from the outcames of an investigation”( Kratochwill, 2015 hlm 1). Dengan demikian, desain single case experimental memerlukan dan mengharuskan untuk melakukan pengukuran keadaan awal, yakni beberapa aspek perilaku subjek sebelum dilakuakan treatment (Sunanto, 2005) . Rentang waktu pengukuran sebagai penetapan baseline ini disebut baseline phase. Peneliti menggunakan desin single case experimental karena desain ini merupakan sebuah desain penelitian untuk mengevalusi efek suatu perlakuan dengan kasus tunggal. Kasus tunggal dalam penelitiannya pun dapat beberapa subjek dalam satu kelompok atau subjek tunggal yang diteliti. Dalam hal ini N=1. Desain ini dianggap cocok untuk meneliti manusia. Terlebih lagi bila perilaku yang diamati tidak mungkin dirata-ratakan, selain itu pula single case desaign memiliki pendirian dasar dalam bidang klinik dan psikologi (Latipun, 2008 dalam Kratochwill, 2015).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 127

Artinya rata- rata kelompok tidak belaku untuk individu didalamnya. Peneliti akan melakukan pengukuran yang sama dan berulang untuk mempelajari perubahan yang terjadi pada variabel terikat, selain itu jumlah subjek desain yang digunakan dalam penelitian sangat terbatas, dan tidak dapat dilakukan perbandingan antar kelompok. Desain yang digunakan dalam penelitian ini yakni single case experimental desain reserval, dengan jenis A-B-A-B . Desain tersebut menunjukkan adanya kontrol terhadap variabel bebas yang lebih kuat dan pengulangan dari desain A-B. Pada desain ini hasil penelitian berusaha menunjukkan hubungan fungsional antara variabel terikatdan bebas lebih meyakinkan, dengan membandingkan dua kondisi baseline sebelum dan sesudah intervensi. (Sunanto, 2005). Bisa disebut “ this design strategy provides for two occasions ( B to A and then A to B ) for demonstrating the positive affects of the Baseline Intervensi Baseline Baseline Intervensi (A) (B) (A) (A) (B)

treatment variabel “ (Barlow et al, 1984).

Grafik 1. Prosedur Dasar Desain A-B-A-B-A-B

Penjelasan grafik 1 Huruf A digunakan untuk menunjukan kondisi baseline, data dicatat beberapa kali dalam kondisi natural ( sebelum mendapat intervensi ). Kondisi baseline (A) inilah sering ada difase pertama untuk membandingkan data setelah diberikan intervensi. Huruf B menunjuknan pengukuran target behavior, intervensi telah diberikan. Intervensi tersebut dapat bervariasi, artinya dalam fase ( B) mungkin diberikan lebih dari satu fase. Desain A-B-A-B-A-B diatas adalah langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan data target behavior pada kondisi baseline pertama (A1) sebagai penentu dalam menunjukan tingkat perilaku atau kondisi bermasalah yang perlu diubah. Setelah data stabil pada kondisi baseline, barulah intervensi pertama (B1) dapat diberikan.pengumpulan data pada kondisi intervensi dilaksanakan secara kontinyu sampai data mencapai tred dan level yang jelas. Sesudah itu untuk memastikan adanya dampak dari intervensi yang dilakukan, maka penambahan baseline (A2) dan intervensi (B2), setelah dilakukan baseline (A2) dan intervensi (B2) untuk memastikan lebih jelas adakah dampak dari intervensi yang dilakukan sebelumnya, maka dilakukan kembali penambahan baseline (A3) dan intervensi (B3) dan seterusnya sampai motorik kasar anak Berkembang di ulang kembali pada subjek yang sama. ( Susanto, 2005 hlm 63; Kratochwill et al., 2015 hlm 5). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengulangan desain sebanyak lima kali dengan susunan sebagi berikut : A1-B1-A2-B2-A3-B3-A4,-B4 –A5. A1 atau baseline pertama diperoleh beberapa hari sebelum pelaksanaan interverensi pertama B1, Kemudian diberikan jangka waktu untuk mengobservasi anak pasca intervensi pertama, data observasi ini digunakan sebagai baseline pasca intervensi.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 128

HASIL DAN PEMBAHASAN Peneliti mendapatkan hasil terkait penggunaan senam untuk meningkatkan motoric kasar anak 4- 5 tahun melalui observasi dan wawancara, hasil tersebut menjelaskan bahwa senam bermanfaat untuk meningkatkan keampuan motoric kasar anak. Pada kegiatan pembuka dalam berolahraga penddik memberi terdahulu arahan kepada anak didik, setelah itu pendidik mengecek kesiapan anak didik dengan melihat kesehatan anak, setelah itu pendidik menyampaikan apresiasi terkait kegiatan olahraga yang dilakukan anak. Pada kegiatan senam pendidik ikut berolahraga agar anak bisa meniru atau mengikuti gerakan yang dilakukan pendidik , setelah anak mampu mengingat gerakan senam guru hanya melihat dan memperhatikan gerakan yang dilakukan anak selama beberapa minggu yang tela dilakukan berulang kali. Setiap petemuan pendidik mendapat respon yang berbeda-beda dari setiap anak dan setiap kegiatan yang dilakukan anak , ada anak yang telah bisa melakukan gerakan senam dengan biasanya , ada juga anak yang bisa melakukan gerakan tetapi harus melihat gerakan pendidik terlebih dahulu , dan ada juga anak yang tidak bisa melakukan gerakan senam. pada saat itu guru melihat kemampuan gerakan senam yang dilakukan anak apakah sudah meningkat atau masih belum meningkat.hal ini menyebabkan beberapa anak tidak mau senam dikarenakan seman yang terlalu menoton. Seharusnya dalam berolahraga senam untuk anak usia 4-5 tahun menggunakan senam yang bervariasi agar ank tidak gampang bosan dan anak mudah untuk melakukan senam. Hal ini juga didukung dengan hasil wawancara peneliti dengan guru, pendidik berpendapat bahwa anak merasa bosan jika berolahraga senam tidak mengunakan variasi atau tidak menarik bagi anak. Berolahraga senam sangat penting untuk meningkatkan kemampuan motoric kasar anak dengan adanya senam yang bervariasi anak akan lebih tertarik dalam berolahraga senam. jika pendidik tidak menggunakan senam yang bervariasi maka anak akan mengalami ke bosan dan berolahraga senam. Saat pendidik menggunakan senam yang bervariasi dan menarik bagi anak maka anak akan antusias mengikuti senam yang dilakukan pendidik dan anak lebih mudah melakukan gerakan senam. dari hasil pengamatan tidak ada anak yang mengalami kebosanan saat senam divariasi. hal ini berhubungan dengan hasil wawancara pendidik Kelompok A TK Percontohan, pendidik mengatakan senam divariasi sangat menarik perhatihan anak, pendidik juga mengatakan dengan senam yang divariasi anak bisa meningkatkan kemampuan motorik kasar anak. Penggunaan senam yang bervariasi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan motoric kasar anak dengan anak dapan berolahraga senam yang tidak membosankan. Senam bervariasi yang menarik juga dapat memfokuskan anak untuk melakukan gerakan-gerakan senam.

SIMPULAN Hasil penelitian untuk meningkatkan kemampuan motoric kasar anak usia4-5 tahun dapat disimpulakan bahwa senam irama yang bervariasi tidak membosankan anak dan senam irama yang bervariasi juga sangat membantu anak dalam mengoptimalkan gerakan- gerakan senam yang dilakukan. pada pertemuan pertama pendidik hanya menggunakan senam irama yang menoton sehingga ada beberapa anak mengalami kesulitan dama kemampuan motoric kasar. Berbeda dengan pertemuan yang menggunakan senam irama bervariasi sehingga tidak ada anak yang bosan dan anak mengalami peningkatan kemampuan smotorik kasar.

DAFTAR PUSTAKA Barat, B. B. K. K. (2020). Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 280-394. Barlow, D. H., Hayes, S. C., & Nelson-Gray, R. O. (1984). The scientist practitioner: Research and accountability in clinical and educational settings (No. 128). Pergamon.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 129

Kratochwill, T.R, dkk. (2015). Single-case experimental designs. USA: University of Wisconsin Madison. Pradipta, G. D. (2017). Strategi Peningkatan Keterampilan Gerak Untuk Anak Usia Dini Taman Kanak-Kanak B. Jendela Olahraga, 2(1). Rosmala Dewi. (2005). Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sunanto, J., Takeuchi, K., & Nakata, H. (2005). Pengantar penelitian dengan subjek tunggal. Universitas Tsukuba: Crice. Syaodih, E. (2005). Bimbingan di taman kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas, 11. Syarifuddin, A. & Muhadi. (1992). Atletik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti, Proyek Pembangunan Tenaga Kependidikan. Jakarta Undang-Undang, R. I. No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS.(2003). Jakarta: RMITA Utama. Yunus Satrio, E. R. I. C. K. (2014). Pengaruh Senam PAUD Ceria Terhadap Kemampuan Motorik Kasar Di Pos PAUD Terpadu Bina Balita (3-4 tahun) Jambangan Kota Surabaya. Jurnal Kesehatan Olahraga, 2(3).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 130

Home Numeracy Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Keluarga Luthfiatur Rohmah1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah. 2, Lutfi Nur3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected] 1, [email protected], [email protected] Abstract Today, Home Numeracy or can be interpreted as home numeracy learning includes (mathematics, spatial and pattern) for early childhood success can be seen by referring to three basic factors namely socioeconomic status, gender and race or ethnicity. There are significant results based on three different types of parental work according to the level of education and income of parents. The conclusion is that parents with a high level of education and income are proven to be three times able to develop the numeracy ability of children with the support of a wide range of facilities and knowledge from parents' educational background and positive thinking to educate children better than parents with educational backgrounds , socioeconomic status and low levels of confidence. Keywords: Home Numeracy; Socioeconomic Status; Early Childhood. Abstrak Dewasa ini, Home Numeracy atau dapat diartikan sebagai pembelajaran numerasi rumah mencakup (matematika, spasial dan pola) untuk anak usia dini dapat dilihat keberhasilannya dengan mengacu pada tiga faktor dasar yaitu status sosial ekonomi, jenis kelamin dan ras atau etnis. Terdapat hasil yang signifikan berdasarkan tiga jenis pekerjaan orang tua yang berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan dan penghasilan orang tua. Kesimpulannya bahwa orang tua dengan tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi terbukti tiga kali lipat dapat mengembangkan kemampuan numerasi anak dengan disokong berbagai fasilitas dan pengetahuan yang luas dari latar belakang pendidikan orang tua dan pemikiran positif untuk mengedukasi anak lebih baik dibanding dengan orang tua dengan latar belakar pendidikan, status sosial ekonomi dan tingkat kepercayaan diri yang rendah. Kata Kunci: Numerasi Rumah; Status Sosial Ekonomi; Anak Usia Dini. PENDAHULUAN Tahun-tahun awal kehidupan anak-anak sangat penting untuk pengembangan keterampilan kognitif yang membantu mereka berhasil di masa depan. Keterampilan kognitif awal diakui sebagai prediktor kuat pencapaian pendidikan selanjutnya menurut Brownell et al (dalam Liu et al, 2016), yang memperkirakan banyak hasil ekonomi dan sosial di masa dewasa menurut Cunha & Heckman (2007). Untuk sepenuhnya memahami pertumbuhan kognitif awal anak-anak, penelitian telah memeriksa aspek lingkungan mereka yang baik mempromosikan atau menghambat penguasaan keterampilan kognitif awal mereka yang sukses menurut Giallo, et al (2010). Sebagai salah satu penentu paling penting dari pembentukan awal anak-anak, keluarga telah didorong untuk menumbuhkan pengaturan yang aman secara emosional, pengayaan kognitif untuk anak-anak mereka menurut Albarran & Reich (2014). Karakteristik demografis orang tua, seperti tingkat pendidikan atau status sosial ekonomi (SES), juga berkaitan dengan perbedaan dalam pengalaman-pengalaman numerasi rumah yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa anak- anak dari keluarga SES tinggi atau mereka yang orang tuanya memiliki lebih banyak pendidikan memiliki kualitas interaksi numerasi yang lebih tinggi daripada anak-anak di keluarga SES yang lebih rendah menurut (Susperreguy, 2018, hlm.1). Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang berhasil diidentifikasi adalah bagaimana peran orang tua pada kegiatan Home Numeracy anak usia dini dan bagaimana kegiatan Home Numeracy anak usia dini usia 5-6 tahun berdasarkan jenis pekerjaan orang tua. Tujuan umum dalam artikel ini adalah untuk mendeskripsikan Home Numeracy anak usia dini berdasarkan jenis pekerjaan orang tua, adapun tujuan khusus dari artikel ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Home Numeracy berdasarkan peran orang tua serta untuk mengetahui Home Numeracy anak usia dini usia 5-6 tahun berdasarkan jenis pekerjaan orang tua.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 131

PEMBAHASAN Status Sosial Ekonomi Keluarga Status ekonomi Sosial (SES), yang sering diukur sebagai kombinasi dari pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, dan pencapaian status menempati luas, telah diidentifikasi sebagai prediktor penting dari keberhasilan akademis anak-anak di sekolah. Bahkan sebelum masuk sekolah, - kinerja akademik anak anak dapat diprediksi berdasarkan karakteristik latar belakang SES keluarga mereka. (Chung, 2015, hlm.924) Dalam sosiologi , pencapaian status atau teori pencapaian status sebagian besar berurusan dengan posisi seseorang dalam masyarakat, atau kelas. Pencapaian status dipengaruhi oleh kedua faktor yang dicapai, seperti pencapaian pendidikan, dan faktor yang berasal, seperti pendapatan keluarga. Ini dicapai dengan kombinasi status orang tua dan upaya dan kemampuan seseorang. Gagasan di balik pencapaian status adalah bahwa seseorang dapat bergerak, baik ke atas atau ke bawah, dalam bentuk sistem kelas. Peter M. Blau & Otis Duncan (1967). Keluarga SES rendah dikategorikan memiliki pendapatan rendah yang sering dikaitkan dengan standar pendidikan orang tua yang rendah, banyak dari mereka hidup dengan kesejahteraan atau upah minim. Keluarga semacam itu cenderung mengakses koneksi sosial dan sumber daya pendidikan di rumah dan ini pada gilirannya dapat membuat anak-anak mereka berisiko untuk masalah akademik yang berbeda. Keterampilan akademik awal tampaknya berkorelasi dengan lingkungan rumah, di mana lingkungan melek huruf yang rendah dan berhitung mungkin dikombinasikan dengan masalah kesehatan negatif dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan akademik anak-anak. Kenyataan bahwa keluarga SES yang rendah hidup bersama dalam masyarakat semakin memperburuk masalah karena sekolah di komunitas ini cenderung kekurangan sumber daya dengan angka putus sekolah yang tinggi dan standar pendidikan yang umumnya kurang memadai. Dengan demikian tidak hanya anak-anak SES rendah memulai sekolah dengan kekurangan akademis, kesenjangan antara mereka dan anak-anak SES menengah melebar dengan waktu. (Chung, 2015, hlm.924) Artikel ini mengulas penelitian terbaru yang meneliti hubungan antara SES, peran keluarga (Family Role), Pendidikan dan pendapatan orang tua, serta numerasi rumah anak. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang perkembangan kognitif dan prestasi akademik terutama kemampuan numerasi anak-anak dengan latar belakang SES rendah dan memberikan dasar untuk penelitian lanjutan dan praktik yang lebih luas. Peran Keluarga (Family Role) Perkembangan dan pembelajaran anak yang paling penting terjadi pada tahun-tahun awal ketika unit keluarga memberikan pengasuhan, dukungan, dan stimulasi. Seberapa efektif ini yaitu dipengaruhi oleh karakteristik orang tua dan sumber daya bahwa keluarga harus mengabdikan untuk membesarkan anak, termasuk praktek mereka pengasuhan dan gaya, dan kemampuan mereka untuk menyediakan lingkungan belajar yang kaya, responsif, dan aman. Indikator diterima secara luas dari SES, yaitu pendapatan keluarga dan pendidikan orang tua, merupakan faktor kunci dalam merangkak hasil akademik dan sosial anak-anak menurut (Chung, 2015, hlm.925). Selain pendapatan keluarga, pendidikan orang tua adalah indikator lain dari SES yang juga dapat, mempengaruhi anak'sprestasi akademik misalnya, Conger, 2010 (dalam Chung, 2015). Itulah mengapa ada korelasi antara SES dan karakteristik keluarga dengan hasil sosial dan akademik. Pendidikan Orang Tua Misalnya, orang tua kurang terdidik dapat menempatkan nilai yang lebih rendah pada pendidikan daripada mereka yang memiliki tingkat yang lebih tinggi, oleh karena itu investasi sumber daya kurang, baik secara finansial dan psikologis, dalam pendidikan anak-anak mereka. (Hampden-Thompson et al, 2013). Mungkin orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung kurang mampu mengatur lingkungan rumah dengan cara yang kondusif untuk belajar, misalnya, memastikan daerah yang tenang untuk belajar. Kondisi seperti itu kemungkinan akan mempengaruhi anak, menyebabkan internalisasi masalah seperti agresivitas, oposisi, dan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 132 hiperaktif menurut Huisman (2010). Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu yang yang paling berpengaruh dalam keluarga SES rendah misalnya, menurut (Chung, 2015). Sebagai contoh, tingkat pendidikan ibu yang rendah sering berkorelasi dengan pengetahuan yang rendah tentang membesarkan anak dan perkembangan anak, yang mengarah ke pengasuhan yang kurang mendukung misalnya (Simpkins et al., 2006). Mungkin prestasi akademis yang rendah dari sang ibu menghasilkan pekerjaan yang kurang bergaji dan oleh karena itu sang ibu kemungkinan akan bekerja terlalu keras untuk membantu penghasilan keluarga sehingga lebih sedikit waktu untuk memberi anak. Sering ibu tidak tahu apa yang dibutuhkan untuk memasok peluang pengayaan (misalnya, menyediakan alat musik, membeli buku, mengatur perjalanan ke acara pendidikan dan kebudayaan) yang membantu kognitif dan sosial pembangunan, juga memiliki finances untuk menyediakan ini. Namun, efek dari tingkat pendidikan ayah pada ayah kurang diteliti. Satu studi telah menemukan bahwa ayah yang kurang berpendidikan cenderung memiliki keterlibatan yang kurang positif dengan anak-anak mereka dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang lebih berpendidikan menurut Blair et al. (dalam Chung, 2015). Pekerjaan Orang Tua Studi kumulatif telah menemukan bahwa kelemahan ekonomi kemungkinan akan mengurangi kemampuan orangtua untuk memberikan hangat dan pengasuhan sensitif, dan mengurangi kemungkinan bahwa anak-anak akan memiliki akses merangsang ke bahan kognitif (misalnya, mainan, buku) dan pengalaman yang memperkaya sosial (misalnya, kegiatan budaya). Kesulitan ekonomi dapat mengintensifkan tekanan keluarga dan memiliki efek buruk pada orang tua, emosi perilaku, dan hubungan, yang pada gilirannya berdampak negativ bagi orangtua dan hubungan anak misalnya, Conger et al, (dalam Chung, 2015). Keluarga dengan pendapatan rendah cenderung menempatkan sebagian besar sumber daya ke dalam kebutuhan dasar keluarga mereka (misalnya, makanan dan perumahan yang memadai) dan kecil kemungkinannya untuk melakukan investasi dalam pengembangan anak-anak mereka (misalnya, bahan pembelajaran dan stimulasi). Sebaliknya, keluarga dengan pendapatan tinggi mampu menginvestasikan lebih banyak sumber daya dalam perkembangan anak mereka sehingga mengarah pada keberhasilan akademik dan sosial anak-anak mereka Oleh karena itu, SES mempengaruhi perkembangan anak dan prestasi akademik. Home Numeracy Home Numeracy telah didefinisikan sebagai interaksi orangtua-anak yang mencakup pengalaman dengan konten numerik dalam pengaturan kehidupan sehari-hari. Home Numeracy, yaitu interaksi orangtua-anak yang mencakup pengalaman dengan konten numerik, seharusnya memiliki dampak positif pada perhitungan atau kemampuan matematika secara umum. Home Numeracy telah dinilai dengan kuesioner tentang frekuensi pengalaman numerik dan pengamatan interaksi orangtua-anak. Sejalan dengan hal tersebut, keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar anak-anak mereka berkaitan dengan minat akademis anak-anak, kepercayaan diri, dan keterlibatan ibu dalam pekerjaan rumah matematika anak-anak mereka, memprediksi anak-anak mereka nanti pada kepercayaan diri anak dalam matematika. Kemampuan numerik anak-anak kecil dapat ditangkap di bawah definisi berhitung awal, terdiri dari rentang yang berbeda keterampilan, termasuk kemampuan berhitung, estimasi angka, dan logis operasi Desoete (dalam Kleemans, 2018, hlm.1) Menurut (Skwarchuk, 2009, hlm.196) dalam penelitiannya telah menunjukkan bahwa keterlibatan dalam kegiatan rumah berhitung penting. Keterlibatan rumah dalam kegiatan berhitung dasar dan kompleks diprediksi skor berhitung prasekolah, tetapi dalam cara yang berlawanan. Setelah mengontrol umur, orang tua yang berfokus pada hasil yang kompleks memiliki anak dengan nilai matematika yang lebih tinggi, mereka yang berfokus pada hasil dasar memiliki anak dengan nilai matematika yang lebih rendah. Keterlibatan dalam kegiatan lain tidak mempengaruhi berhitung. Dengan demikian, paparan awal

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 133 kegiatan dengan langsung, fokus matematika yang kompleks (melampaui penghitungan) mungkin menjadi kunci untuk meningkatkan kemampuan berhitung. Pendidikan Anak Usia Dini Batasan yang dipergunakan oleh the National Association For The Eduction Of Young Children (NAEYC), dan para ahli pada umumnya adalah : “Early childhood” anak masa awal adalah anak yang sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia mencapai umur 6 tahun ia akan dikategorikan sebagai anak usia dini. Beberapa orang menyebut fase atau masa ini sebagai golden age karena masa ini sangat menentukan seperti apa mereka kelak jika dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan. UU sisdiknas no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak adalah tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya, karena tanggung jawab itu kelak dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Setiap orang tua menginginkan anaknya hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Kedua orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian anak. Orang tua menginginkan nasib anaknya lebih baik dari mereka, sehingga mereka berupaya, mengubah nasib anak-anak mereka dengan cara menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi menurut kemampuan ekonomi mereka masing-masing. Dengan pendidikan yang tinggi maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baikpun akan terbuka (Indrawati, 2009, hlm.3). Telah dikemukakan bahwa berinvestasi dalam program pendidikan dini akan memiliki manfaat moneter dan nonmoneter jangka panjang yang besar, menurut Heckman (dalam Anders, 2012, hlm.1) SIMPULAN Berdasarkan hasil artikel yang telah dilakukan terkait Status Sosial Ekonomi Keluarga sebagai Faktor Keberhasilan Home Numeracy anak usia dini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: keberhasilan yang paling besar yang peneliti temui dalam kegiatan home numeracy anak usia dini tidak lain karena dilakukan antara orang tua dan anak yang saling mendukung dan berkeinginan besar untuk melakukan kegiatan numerasi rumah tersebut. Dukungan dari keluarga, termasuk dukungan dari sisi keyakinan akademik orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan dan atau pekerjaan orang tua, serta latar belakang status sosial ekonomi orang tua menjadi tolak ukur antara satu profil pekerjaan orang tua dan lainnya dalam keseimbangan dan terlaksananya kegiatan home numeracy anak usia dini yang hendaknya semua orang tua memahami dan tanamkan sejak dini untuk bekal anak dikemudian hari. Sebaliknya, kegiatan home numeracy anak usia dini tidak akan maksimal dengan tidak adanya dukungan dari orang tua, peran keluarga, keyakinan akademik orang tua, dan aspek sosial ekonomi keluarga yang kurang seimbang. Pengetahuan dan kegiatan numerasi rumah anak dengan latar belakang status sosial ekonomi keluarga yang tinggi dan keyakinan akademik orang tua yang mumpuni serta peran orang tua yang penuh lebih berhasil dan terlihat sangat jelas perbedaannya dibandingkan dengan kegiatan numerasi rumah anak dengan latar belakang status sosial ekonomi yang rendah dan dukungan orang tua yang kurang serta keyakinan akademik orang tua yang rendah. 3 aspek yang telah diuraikan diatas tersebut merupakan aspek pembeda yang sangat mendasar dan penting dalam keberlangsungan dan hasil dari kegiatan numerasi antara subjek satu dengan subjek lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 134

Anders, Y., dkk. (2012). Home and Preschool Learning Environtment and Their Relation to The Development of Early Numeracy Skills. Early Childhood Research Quartery. 27. doi : 10.1016/j.ecresq.2011.08.003 Blau, P. M., Ducan, O. D., & Tyree, A. (1967). Measuring the status of occupations. na. Chung, KH. (2015). Socioeconomic Status and Academic Achievement. International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, 2nd edition: 2. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08- 097086-8.92141-X Indrawati. (2009). Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Hasil Belajar Matematika Siswa di MI Iyanatusshibyan 01 Waru Jaya Parung Bogor. (Skripsi). Sekolah Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta. Kleemans, Segers, E. & Verhoeven, L. (2018). Individual Differences in Basic Aritmetic Skill in Children with and Without Developmental Language Disorder : Role of Home Numeracy Experiences Tijs. Early Childhood Research Quarterly 43, 67-72. doi: https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2018.01.005 Liu, K., Robinson, Q., & Braun-Monegan, J. (2016). Pre-service Teachers Identify Connections between Teaching-learning and Literacy Strategies. Journal of Education and Training Studies, 4(8), 93-98. Cunha, F., & Heckman, J. (2007). The technology of skill formation. American Economic Review, 97(2), 31-47. Albarran, A. S., & Reich, S. M. (2014). Using baby books to increase new mothers' self‐efficacy and improve toddler language development. Infant and child development, 23(4), 374-387. Giallo, R., Treyvaud, K., Matthews, J., & Kienhuis, M. (2010). Making the Transition to Primary School: An Evaluation of a Transition Program for Parents. Australian Journal of Educational & Developmental Psychology, 10, 1-17. Hampden-Thompson, G., & Bennett, J. (2013). Science teaching and learning activities and students' engagement in science. International Journal of Science Education, 35(8), 1325-1343. Huisman, K. (2010). Developing a Sociological Imagination by Doing Sociology. Teaching Sociology, 38(2), 106–118. doi:10.1177/0092055x10364013. Simpkins, S. D., Davis-Kean, P. E., & Eccles, J. S. (2006). Math and science motivation: A longitudinal examination of the links between choices and beliefs. Developmental psychology, 42(1), 70. Skwarchuk, S. (2009). How Do Parents Support Preschoolers’ Numeracy Learning Experiences at Home? Early Childhood Education J, 37, 189–197. doi: 10.1007/s10643-009-0340-1 Susperreguy, M. I. (2018). Expanding the Home Numeracy Model to Chilean children: Relations among parental expectations, attitudes, activities, and children’s mathematical outcomes. Early Childhood Research Quarterly xxx (2018) xxx-xxx. https://doi.org/10.106/j.ecresq.2018.06.010 The National Association For The Eduction Of Young Children (NAEYC). Pendidikan Anak Usia Dini. Asoiasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. UU sisdiknas no. 20 tahun 2003. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Sistem Pendidikan Nasional

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 135

Validitas dan Realibilitas Kuesioner Pembelajaran Jarak Jauh dan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Nunik Siti Nurhasanah1, Lutfi Nur2, Resa Respati3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The purpose of this study was to determine the validity and reliability of distance learning questionnaires and children's social skills. The subjects in this study were 30 parents of early childhood aged 5-6 years. The instrument testing method used is the Corrected Item Total Correlation test to determine the level of validity and the Alpha Cronbach test to determine the level of reliability. A total of 20 statements were produced through the development of the instrument grid. The results of the distance learning validity test obtained all items of a valid statement and the reliability test obtained a coefficient value of 0.547, which means it is quite reliable. While the results of the validity test of children's social skills obtained 14 valid statement items and the reliability test obtained a coefficient value of 0.718, which means reliable. Based on the results of the study showed that the questionnaire instrument of distance learning and social skills of children created and developed in this study met the standards of validity and reliability so that it could be used to measure distance learning and social skills of early childhood when studying at home. Keywords : Validity, Reliability, Distance learning, Children's social skills

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menentukan validitas dan reliabilitas kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang tua anak usia dini yang berusia 5-6 tahun. Metode pengujian instrumen yang digunakan adalah uji Corrected Item Total Correlation untuk menentukan tingkat validitas dan uji Alpha Cronbach untuk menentukan tingkat reliabilitas. Sebanyak 20 pernyataan dihasilkan melalui pengembangan kisi- kisi instrumen. Hasil uji validitas pembelajaran jarak jauh diperoleh semua item pernyataan valid dan uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien 0,547, yang berarti cukup reliable. Sedangkan Hasil uji validitas keterampilan sosial anak diperoleh 14 item pernyataan valid dan uji reliabilitas diperoleh nilai koefisien 0,718, yang berarti reliabel. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang dibuat dan dikembangkan dalam penelitian ini memenuhi standar validitas dan reliabilitas sehingga dapat digunakan untuk mengukur pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak usia dini ketika belajar dirumah. Kata Kunci : Validitas, Reliabilitas, Pembelajaran jarak jauh, Keterampilan sosial anak

PENDAHULUAN Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, mengasuh, membimbing, dan pemberian kegiatan pembelajaran yang menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak . Dikala pandemic covid 19 yang melanda Indonesia menyebabkan pendidikan anak usia dini yang dilakukan sekolah tidak lagi melakukan pembelajaran secara konvensional dan diganti dengan pembelajaran jarak jauh sesuai intruksi kemendikbud (2020). Coronavirus baru (2019-nCoV) ini terkait dengan penularan dari manusia ke manusia dan infeksi manusia yang parah baru-baru ini dilaporkan dari kota Wuhan di Cina (Paraskevis, 2020). Kemendikbud (2020) sebagai pemangku kebijakan negeri ini memutuskan kegiatan tersebut dilakukan di rumah secara online dengan model dalam jaringan (daring) atau pembelajaran jarak jauh. Menurut Sujiono (2013, hlm. 62), “perkembangan anak usia dini yang terdiri dari enam aspek perkembangan harus senantiasa distimulasi baik oleh guru maupun orang tua di rumah”. Salah satu hal perkembangan penting yang dapat distimulasi oleh orang tua di rumah dikala pembelajaran jarak jauh saat pandemic covid 19 yaitu perkembangan keterampilan sosialnya. Combs dan Slaby menyatakan, “Skill social is the ability to interact with other in a given sosial context in specific ways that are sosially acceptabel or valued and at the same time personality beneficial, mutually beneficial, or beneficial primary to other” (dalam Jumiatin, 2015). Keterampilan sosial merupakan kemampuan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 136 sosial untuk berinteraksi dengan orang lain dan bermanfaat bagi orang lain (Jumiatin, 2015). Keterampilan sosial anak adalah satu satu bidang penelitian yang sering dipelajari secara luas untuk kemajuan proses perkembangan anak usia dini. Maka dari itu variabel keterampilan sosial dan pembelajaran jarak jauh yang sedang digunakan di Indonesia ini harus didukung instrumen yang tepat dan kredibel. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen penelitian akan berpengaruh terhadap keberhasilan suatu penelitian. Oleh karena itu, instrumen penelitian harus dirancang dengan baik sehingga hasilnya dapat diperoleh sesuai dengan kegunaannya. Penelitian tentang pengujian validitas dan reliabilitas tes dalam perkembangan sosial telah dilakukan, termasuk keakuratan tes keterampilan sosial anak usia dini. Namun, pengujian validitas dan reliabilitas instrumen berkenaan dengan kuesioner, terutama variabel pembelajaran jarak jauh masih terbatas. Seperti halnya menurut (Sappaile, 2005), suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama dan diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama. Lalu, data yang kurang memiliki validitas dan reliabilitas, akan menghasilkan kesimpulan yang bias, kurang sesuai dengan yang seharusnya, dan bahkan bisa saja bertentangan dengan kelaziman (Widi, 2011). Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang telah dikembangkan. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba membuat instrument kuesioner variabel pembelajaran jarak jauh dan mencoba untuk mengadopsi dan mengembangkan kuesioner keterampilan sosial anak yang dibuat oleh Rahayuningtyas (2013) agar lebih komprehensif. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, peneliti mengembangkan dalam beberapa cara, yaitu mengklarifikasi indikator dari kisi- kisi dan item pernyataan yang masih umum dilihat, dan menambahkan jumlah item pernyataan.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk menguji instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang telah dikembangkan. Peneliti mengembangkan dalam beberapa cara, yaitu mengklarifikasi indikator dari kisi-kisi kuesioner, jumlah item pernyataan dan bentuk pernyataan. Instrumen keterampilan sosial anak sendiri diadaptasi dan dikembangkan dari penelitian Rahayuningtyas (2013). Penelitian ini melibatkan 30 orang tua yang memiliki anak berusia 5-6 tahun yang terlibat untuk mengisi kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak sesuai dengan yang orang tua alami selama belajar jarak jauh karena pandemic covid 19. Pengujian instrumen menggunakan software SPSS versi 20.0 for windows. Uji validitas menggunakan uji korelasi, atau lebih tepatnya Corrected Item Total Correlation. Sementara itu uji reliabilitas menggunakan uji Alpha Cronbach. Instrumen kuesioner yang dirancang adalah kuesioner tertutup yang terdiri dari pernyataan dengan menggunakan skala Likert.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari hasil penelitian telah diolah dan dianalisis untuk menguji kelayakan instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak. Pengambilan keputusan berdasarkan pada : 1. nilai r hitung > r tabel sebesar 0,361 maka valid 2. nilai r hitung < r tabel sebesar 0,361 maka tidak valid atau dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 5% dengan kriteria pengujian : 1. Jika nilai signifikansi (Sig) < 0,05 maka valid 2. Jika nilai signifikansi (Sig) > 0,05 maka tidak valid

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 137

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel pembelajaran jarak jauh dengan 6 item pernyataan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil uji validitas variabel pembelajaran jarak jauh

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

Pembelajaran jarak jauh 1 yang diberikan sesuai 0.000 0.670 0.361 Valid dengan perkembangan anak Materi pembelajaran jarak 2 jauh tidak dirancang dengan 0.004 0.515 0.361 Valid baik Pembelajaran jarak jauh 3 lebih baik dari pembelajaran 0.009 0.469 0.361 Valid secara konvensional Pembelajaran jarak jauh 4 tidak menarik minat belajar 0.000 0.619 0.361 Valid anak Materi pembelajaran jarak 5 0.000 0.680 0.361 Valid jauh bermanfaat bagi anak

Materi pembelajaran jarak 6 jauh kurang berdampak bagi 0.009 0.469 0.361 Valid perkembangan anak

Berdasarkan Tabel 1 maka dapat dilihat bahwa seluruh item pernyataan untuk variabel pembelajaran jarak jauh memiliki status valid, karena nilai r hitung > r tabel sebesar 0,361 dan nilai signifikansinya < 0,05. Sementara itu berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel keterampilan sosial anak dengan 14 item pernyataan adalah sebagai berikut : Tabel 2. Hasil uji validitas variable keterampilan social anak

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

Anak membersihkan tempat Tidak 1 0,138 0.277 0.361 belajar Valid Anak tidak berisik ketika belajar Tidak 2 0.771 0.055 0.361 di rumah Valid Anak bertanya kepada orang tua 3 0.040 0.376 0.361 Valid tentang pembelajarannya Anak tidak mengikuti intruksi 4 0.000 0.665 0.361 Valid guru ketika pembelajaran Anak mengikuti pembelajaran 5 0.000 0.656 0.361 Valid didampingi orangtua Anak tidak mau mengikuti Tidak 6 pembelajaran dengan dibantu 0.755 0.059 0.361 Valid orang tua

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 138

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

Anak dapat mengungkapkan Tidak 7 pendapatnya ketika 0.127 0.285 0.361 Valid pembelajaran Anak menunjukan rasa bosan Tidak 8 0.271 0.208 0.361 ketika pembelajaran Valid

Anak membereskan alat tulis 9 0.016 0.437 0.361 Valid pada tempatnya setelah belajar

Anak tidak mengembalikan 10 barang yang sudah dipakai ke 0.014 0.446 0.361 Valid tempat semula Anak mengerjakan tugas sampai 11 0.000 0.729 0.361 Valid tuntas Anak mengerjakan tugas Tidak 12 0.890 0.026 0.361 dibantu orang tua Valid Anak antusias mengikuti 13 0.018 0.431 0.361 Valid pembelajaran Anak tidak mau mengikuti 14 0.000 0.613 0.361 Valid pembelajaran

Dilihat pada tabel 2 bahwa item pernyataan no 1,2, 6, 7, 8 dan 12 diketahui tidak valid. Sedangkan item pernyataan yang valid pada variabel keterampilan sosial anak berjumlah 8 item yaitu no 3, 4, 5, 9, 10, 11, 13 dan 14. Karena dalam salah satu indikator ada yang belum valid untuk mewakili aspek keterampilan sosial yaitu indikator menunjukan tingkah laku sosial terhadap lingkungan sekitar dan indikator kemampuan mengungkapkan perasaan, maka dibuatkan kembali 6 pernyataan yang berbeda yaitu item 1,2 dan 3 untuk indikator pertama dan item 4, 5, dan 6 untuk indikator yang kedua di uji validitas kembali. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas variabel keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun dengan 6 item pernyataan adalah sebagai berikut: Tabel 3. Hasil uji validitas variable keterampilan sosial anak usia 5-6 tahun

No Pernyataan Nilai Sig. r Hitung r Tabel Kriteria

1 Anak dapat belajar dengan tertib 0.007 0.483 0.361 Valid Tidak 0.087 0.318 2 Anak membersihkan temnpat belajar 0.361 Valid 3 Anak berisik ketika belajar di rumah 0.000 0.664 0.361 Valid Anak merasa percaya diri dengan 0.000 0.683 4 hasil pengerjaan tugasnya 0.361 Valid Anak tidak dapat mengungkapkan 0.038 0.380 5 pendapatnya 0.361 Valid Anak mengeluh saat mengerjakan 0.008 0.472 6 tugas 0.361 Valid

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa pernyataan untuk indikator menunjukan tingkah laku sosial terhadap lingkungan sekitar terdapat 2 item yang valid yaitu no 1 dan 3 sedangkan untuk indikator kemampuan mengungkapkan perasaan semua item valid, yaitu no 4,5 dan 6.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 139

Setelah melakukan uji validitas lalu dilakukan uji reliabilitas. Pengambilan keputusan reliabel berdasarkan pada kategori koefisien reliabilitas menurut Guilford (dalam Dhamayanti, dkk, 2017) adalah sebagai berikut: Tabel 4. Kategori koefisien reliabilitas Nilai Alpha Cronbach's Kualifikasi Nilai 0,00-0,20 Kurang Reliabel 0,21-0,40 Agak Reliabel 0,41-0,60 Cukup Reliabel 0,61-0,80 Reliabel 0,81-1,00 Sangat Reliabel Adapun reliabilitas untuk masing-masing variabel hasilnya disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 5. Hasil uji reliabilitas Cronbach's No Variabel Kriteria Alpha 1 Pembelajaran jarak jauh 0.547 Cukup reliabel 2 Keterampilan sosial anak 0.766 Reliabel Berdasarkan tabel 5 uji reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang dinyatakan valid. Suatu variabel dikatakan reliabel atau handal jika jawaban terhadap pernyataan selalu konsisten. Jadi hasil koefisien variable pembelajaran jarak jauh adalah sebesar 0,547 dengan kriteria cukup reliabel dan koefisien variable keterampilan sosial anak adalah sebesar 0,766 dengan kriteria reliable. Jadi kedua instrument variable tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan untuk disebarkan kepada subjek sesungguhnya. Berdasarkan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak menunjukkan instrumen kuesioner tersebut memenuhi standar validitas dan reliabilitas. Secara keseluruhan, ada 19 item pernyataan yang valid dan 7 item pernyataan tidak valid. Persentase item pernyataan yang valid adalah 70 % dibandingkan dengan 30 % item pernyataan tidak valid. Meskipun ada item yang tidak valid, setiap indikator dalam kuesioner telah diwakili oleh beberapa item yang valid lainnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya iem yang tidak valid diganti dengan pernyataan baru sampai ada item yang mewakili namun jika sudah terwakili maka item yang tidak valid bisa dihapus. Sementara itu tingkat reliabilitas dalam tes instrumen ini menunjukkan nilai cukup tinggi 0,547 untuk variabel pembelajaran jarak jauh dan 0,766 untuk variabel keterampilan sosial anak yang berarti bahwa konsistensi kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak dapat digunakan untuk mengukur apa yang sedang diukur. Validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner sangat penting untuk diukur karena menjadi dasar validitas instrumen pengukuran. Instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak telah dikembangkan oleh para peneliti seperti peningkatan keterampilan sosial dengan 30 item pertanyaan (Rahayuningtyas, 2013), dan pendidikanjarak jauh dengan 15 item pertanyaan (Tsang, 2017). Pengembangan instrumen keterampilan sosial anak dalam penelitian ini berfokus pada instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang lebih komprehensif dengan menghasilkan 20 item pertanyaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak yang dikembangkan dapat digunakan secara valid dan reliabel untuk mengukur pembelajaran jarak jauh ketika masa pandemic covid 19 dan keterampilan sosial siswa selama pembelajaran jarak jauh di rumah. Instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak ini dikembangkan secara komprehensif dengan 3 indikator kuesioner pembelajaran jarak jauh dan 10 indikator kuesioner keterampilan sosial sehingga dapat digunakan secara luas dalam

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 140 lingkup pembelajaran metode jarak jauh dan keterampilan sosial anak oleh pendidikan anak usia dini. Instrumen yang memiliki tingkat kevalidan yang tinggi akan dapat mengukur atau memperoleh data yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Nur L, 2018). Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur (Janti, 2014).

SIMPULAN Instrumen kuesioner pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak memenuhi standar validitas dan reliabilitas. Berdasarkan hal ini, instrumen pembelajaran jarak jauh dan keterampilan sosial anak cocok digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran jarak jauh atau ketrampilan sosial di bidang pendidikan anak usia dini. Berdasarkan ini, hal tersebut dapat membuat salah satu rekomendasi dalam penelitian ini bahwa studi lebih lanjut dapat menerapkan model pembelajaran jarak jauh yang berinovasi dalam pembelajaran sehingga mengarah pada peningkatan keterampilan sosial anak yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Dhamayanti, M dkk. (2017). Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Skrining Kekerasan terhadap Anak “ICAST-C” versi Bahasa Indonesia. JKP - Volume 5 Nomor 3 Desember 2017 Janti, S. (2014). Analisis Validitas Dan Reliabilitas Dengan Skala Likert Terhadap Pengembangan Si/Ti Dalam Penentuan Pengambilan Keputusan Penerapan Strategic Planning Pada Industri Garmen. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) 2014 ISSN: 1979-911X Jumiatin, D. (2015). Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) Terhadap Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Tunas Siliwangi. Vol.1,No.1, Oktober 2015: 73-81 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh Selama Pandemi Covid 19. Jakarta : Kemendikbud Nur, L dkk. (2018). Validity and Reliability of Physical Education Learning Motivation Questionnaires. Advances in Health Sciences Research, volume 11 Paraskevis, dkk. (2020). Full-genome evolutionary analysis of the novel corona virus (2019-nCoV) rejects the hypothesis of emergence as a result of a recent recombination event. Infection, Genetics and Evolution 79 Rahayuningtyas, D.I. (2013). Peningkatan Keterampilan Sosial dengan Menggunakan Metode Sosiodrama dalam Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas VB SD Negeri Panambangan Kecamatan Cilongok. (Skripsi). Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. Sappaile, B.I. (2005). Validitas Dan Reliabilitas Tes Yang Memuat Butir Dikotomi Dan Politomi. Jurnal Ilmu Pendidikan (Parameter) Lembaga Penelitian UNJ, Nomor 24, Tahun XXII, Desember 2005, hal. 99-107 Sujiono, Y.N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT INDEKS Tsang, S dkk. (2017). Guidelines for Developing , translating, and validating, questionnaire in perioperative and pain medicine. Saudi J Anaesth. 11(Suppl 1);S80-S89 Widi, R. (2011). Uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian epidemiologi kedokteran gigi. Stomatognatic (JKG Unej), 8(1), 27-34.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 141

Studi Meta-Analisis Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Pekembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini Rina Siti Muawanah1,Heri Yusuf Muslihin2, Sima Mulyadi3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected] Abstract The aim of this research was to find out: (1) how big is the average overall effect size of the scientific publication articles about the effect of traditional games on the gross motor development of early childhood: (2) how big is the average effect size seen from the category of regions in indonesia. The form of research used descriptive research with meta-analysis techniques. The population found was 12 scientific publication articles and the sample used was 7 articles. The average overall effect size is 1.32 (SD= 1.22) and including large affects, then the average effect size in terms of area is 1.548 (SD=1.385) which was found by the island of Java. And it can be concluded that the articles analyzed have a big effect, meaning that traditional games have a big influence on the gross motor development of early childhood. Keywords: meta-analysis, traditional games, gross motor development

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) seberapa besar harga rata-rata effect size secara keseluruhan dari artikel publikasi ilmiah tentang pengaruh permainan tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini; (2) seberapa besar harga rata-rata effect size dilihat dari kategori wilayah di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan teknik meta-analisis. Populasi yang ditemukan sebanyak 12 artikel publikasi ilmiah dan sampel yang digunakan sebanyak 7 artikel. Rata-rata harga effect size secara keseluruhan adalah 1.32 (SD = 1.22) dan termasuk efek besar, selanjutnya harga rata-rata effect size dilihat dari segi wilayah sebesar 1.548 (SD = 1.385) yang didapati oleh pulau Jawa. Dapat disimpulkan bahwa artikel-artikel yang dianalisis memiliki efek besar artinya permainan tradisional sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini. Kata Kunci: Meta-Analisis, Permainan Tradisional, Perkembangan Motorik Kasar

PENDAHULUAN Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia (Berk dalam Sujiono, 2016). Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus meperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak (Anak, 1995). Adapun pendidikan anak usia dini adalah sebagaimana tercantum pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1 ayat 14 ditegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk memailiki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Permendikbud No. 137 Tahun 2014). Selanjutnya menurut Putri (2018) pendidikan anak usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat penting bagi anak, dimana pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal dengan rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan anak sehingga rangsangan tersebut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa studi eksperimen terhadap permainan tradisional telah dilakukan oleh peneliti- peneliti. Seperti yang dilakukan oleh Gustian dkk (2019) yang menghasilkan bahwa peningkatan physical literacy disebabkan permainan tradisional telah dapat menstimulus anak untuk aktif melakukan aktivitas gerak. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dkk (2009) yang menghasilkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan permainan tradisional lompat tali terhadap perkembangan motorik kasar pada nak usia 5-6 tahun. Berdasarkan banyaknya penelitian yang sejenis tersebut, perlu dilakukan pengorganisasian dan menggali informasi sebanyak mungkin dari penelitian terdahulu yang diperoleh, dan mendekati kekomprehensifan data dengan maksud- maksud lainnya serta belum adanya studi meta-analisis pada beberapa studi eksperimen tersebut,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 142 sehingga dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu perlu adanya analisis kembali secara keseluruhan dalam sebuah penelitian untuk melihat seberapa besar pengaruh permainan tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini menggunakan teknik meta- analisis. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Studi Meta- Analisis Pengaruh Permainan Tradisional terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini”

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitia meta analisis terhadap hasil penelitian artikel atau jurnal publikasi ilmiah. Penelitian meta analisis meruapakan penelitian yang menggunakan data sekunder berupa data-data dari hasil penelitian sebelumnya. Meta analisis juga merupakan suatu analisis integratif sekunder dengan menerapkan prosedur statistik terhadap hasil-hasil pengujian hipotesis penelitian (Djatikusumo, 2016). Menurut Glass (1998), analisis sekunder itu merupakan analisis ulang (reanalysis) terhadap data untuk tujuan menjawab pertanyaan penelitian dengan teknik-tekbik statistik yang lebih baik atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baru dengan data lama yang dimiliki. Analisis sekunder merupakan suatu ciri-ciri penting terhadap riset dan kegiatan evaluasi. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian digunakan perhitungan besar pengaruh (effect size) dengan rumus dari Cohen sebagai berikut:

=

Selanjutnya, cara untuk menginterpretasikan besaran effect size tersebut dengan membagi dalam interval nilai, dimana: 0.20 kecil 0.50 sedang 0.80 besar Disamping itu, untuk mengevaluasi besaran pengaruh juga dapat digunakan kriteria berdasarkan nilai r2 sebagaimana diajukan oleh Gravetter dkk (2009, hlm. 459), dimana: r2 = 0,01 pengaruh kecil r2 = 0,09 pengaruh sedang r2 = 0,25 pengaruh besar HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini memuat gagasan peneliti yang terkait dengan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah diamati serta dianalisis. Hasil dan pembahasan penelitian pada tahap ini secara garis besar akan menjelaskan dalam dua bagian utama. Bagian pertama hasil pemetaan data responden yang telah dilakukan. Bagian kedua merupakan hasil analisis pengolahan data yang disesuaikan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

Hasil Penelitian Pada tahap verifikasi awal dilakukan seleksi terhadap jenis desain penelitian yang dilakukan, dimana dalam hal ini dipilih artikel yang menggunakan pendekatan eksperimen dalam penggunaan metode permainan tradisional termasuk didalamnya kuasi eksperimen dan pre eksperimental. Dalam hal ini diperoleh data bahwa desain eksperimen yang digunakan menggunakan desain satu kelompok dan ada juga yang mengunakan dua kelompok. Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap analisis data statistik yang yang dilakukan. Terdapat beberapa artikel

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 143 yang tidak dapat dilanjtukan proses perhitungan ulangnya, karena faktor ketidaklengkapan data pada artikel maupun inkonsistensi data. Tabel 1. Hasil Verifikasi Data Artikel

Data pembelajaran dengan metode permainan tradisional pada penelitian ini berjumlah tujuh artikel publikasi ilmiah yang sesuai dengan kriteria penelitian yang dapat dianalisis dari 36 artikel yang telah dikumpulkan. Adapun hasil penelitian tersebut sebagai berikut: 1. Data Hasil Effect Size Berdasarkan Kategori Data besar pengaruh (effect size) artikel publikasi ilmiah pembelajaran dengan metode permainan tradisional berdasarkan kategori terdiri dari tiga kriteria yaitu efek kecil (0,01< ŋ2 ≤ 0,09), efek sedang (0,09< ŋ2 ≤ 0,25) dan efek besar (ŋ2 > 0.25) dapat dilihat pada Tabel. 2 berikut: Tabel 2. Effect Size Berdasarkan Kategori

Hasil data analisis pada Tabel. 2 menunjukan bahwa terdapat enam artikel publikasi ilmiah dengan harga effect size besar, satu artikel publikasi ilmiah dengan harga effect size sedang dan tidak ada artikel yang masuk pada kategori harga effect size kecil. Dari perhitungan diperoleh effect size total sebesar 1.32 dalam kategori besar dan simpangan baku sebesar 1,22. 2. Data Hasil Effect Size Berdasarkan Wilayah di Indonesia Besar pengaruh (effect size) dapat dilihat pula berdasarkan metode pembelajaran permainan tradisional di wilayah Indonesia, sehingga dapat dipetakan penggunaanya. Tebel. 3 berikut merupakan effect size berdasarkan wilayah:

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 144

Tabel 3. Effect Size berdasarkan Wilayah Kepulauan di Indonesia

Tabel. 3 menggambarkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode permainan tradisional di Pulau Jawa paling banyak digunakan yaitu terdapat lima artikel dibandingkan dengan Pulau Sumatera dan Pulau Riau yang masing-masing hanya terdapat satu artikel. Namun jika dilihat dari effect size semua menunjukan pada kriteria besar dengan effect size paling tinggi yaitu terjadi di Pulau Jawa. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran menggunakan permainan tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini menggunakan metode meta-analisis. Untuk mengetahui pengaruh yang dihasilkan dalam pembelajaran ini, maka perlu dilakukannya perhitungan besar pengaruh (effect size) sehingga dapat dipetakan dan dianalisis pengaruh yang terlibat dalam pembelajaran dengan metode permainan tradisional. Effect size menunjukkan besarnya pengaruh dari suatu perlakuan atau kekuatan hubungan antara dua variabel, effect size ini merupakan unit terpenting dalam meta-analisis karena mampu menyediakan informasi dari hasil rangkuman. Dengan menentukan effect size dari setiap penelutian, maka secara keseluruhan dapat ditemukan dan ditentukan bagaimana besar pengaruh suatu perlakuan. Dari tiga puluh enam artikel ilmiah yang dikumpulkan dan dirangkum dalam bentuk coding hanya tujuh artikel ilmiah yang sesuai dengan kriteria dan dapat ditentukan harga effect size melalui perhitungan dengan menggunakan formula yang telah ditentukan. Perhitungan effect size dilakukan terhadap data mentah yang terdapat pada data statistik artikel publikasi ilmiah. Hasil perhitungan ini menjadi dasar dalam proses meta-analisis selanjutnya. Terdapat banyak srtikel publikasi ilmiah tidak dapat dilakukan perhitungan effect size dikarenakan faktor ketidaklengkapan data maupun kriteria artikel yang dibutuhkan sehingga pada akhirnya harus dieliminasi dan tidak dilakukan meta-analisis pada artikel tersebut. 1. Pengaruh Permainan Tradisional secara Keseluruhan Temuan penelitian mengungkapkan bahwa secara keseluruhan rata-rata besar pengaruh permainan tradisional sebesar 1,32. Angka ini memberikan makna bahwa perlakuan permainan tradisional mampu meningkatkan perkembangan motorik kasar anak usia dini, pada kelompok eksperimen sebesar 1,32 kali dari besar pengaruh kelompok kontrol. Hal ini menjelaskan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode permainan tradisional efektif untuk digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan kategori harga effect size yang tinggi, dengan demikian permainan tradisional ini mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini. Permainan tradisional menjadi salah satu analisis yang menarik untuk dikaji pengaruhnya terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini. Dalam permainan tradisional dapat dilihat fakta yang menggambarkan keadaan hasil belajar pada kelompok eksperimen memiliki pengaruh yang besar dan lebih tinggi dari kelompok kontrol berdasarkan harga effect size yang diperoleh. Dengan adanya hasil harga effect size dalam penelitian ini mampu melihat bagaimana keefektifan permainan tradisional dengan melibatkan kelompok pembanding yaitu kelompok kontrol pada setiap sub penelitian, maka hasil belajar yang diperoleh merupakan efek atau akibat dari perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen. Adapun untuk penelitian yang hanya menggunakan satu kelompok eksperimen tanpa kelompok pembanding juga dapat dilihat kefektifan permainan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 145 tradisional dari hasil posttest yaitu setelah diberi perlakuan, yang mana memiliki pengaruh yang besar dan tinggi dibandingkan ketika pretest atau sebelum diberi perlakuan permainan tradisional. Maka dari itu, permainan tradisional adalah alternatif yang dapat digunakan dalam mengembangkan perkembangan motorik kasar anak usia dini. Permainan tradisional efektif digunakan dan memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan motorik kasar anak usia dini karena sejalan dengan manfaat dari permainan tradisional itu sendiri yang telah dikemukakan oleh Pratiwi dan Kristanto (2014) bahwa permainan tradisional bermanfaat bagi anak didik salah satunya dalam mengembangkan kecerdasan majemuk dan perkembangan anak usia dini khusunya perkembangan motorik kasar. Permainan tradisonal yang dimaksud sangat beragam macam, dimana pada setiap penelitian menggunakan permainan tradisional yang berbeda-beda seperti lompat tali, engklek, gobag sodor, egrang dan yang lainnya, ini membuktikan bahwa jenis apapun permainan tradisional yang digunakan selama permainan tradisional tersebut melibatkan fungsi gerak tubuh dapat mengembangkan perkembangan motorik khususnya motorik kasar anak. 2. Pengaruh Wilayah Temuan penelitian memberikan penjelasan bahwa penggunaan permainan tradisional dari segi wilayah terhadap perkembangan anak dengan rata-rata besar pengaruh (effect size) besar pada semua wilayah di Indonesia yaitu pulau Jawa dengan hasil 1.385, Sumatera 0.59 dan Riau 0.97. berdasarkan Tabel 2 mengungkapkan bahwasannya penggunaan permainan tradisional terhadap perkembangan motorik kasar anak dengan latar letak geografis yang berbeda. Dari sejumlah hasil penelitian yang dikaji ternayata pulau Jawa menempati posisi tertinggi memberikan rata-rata besar pengaruh (effect size) yaitu sebesar 1.548 kali kelompok kontrol atau pretest dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hasil tersebut menggambarkan bahwa permainan tradisional memberi kontribusi paling besar di Pulau Jawa dalam mengembangkan perkembangan motorik kasar anak usia dini. Hal menarik yang perlu ditelaah bahwa Pulau Jawa memiliki pengaruh pembelajaran menggunakan metode permainan tradisional dengan harga effect size paling tinggi. Secara perkembangannya Pulau Jawa memang memiliki penduduk paling padat dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia, dengan posisi seperti itu, pulau Jawa kaya sekali akan budayanya di setiap daerah, dimana salah satu hasil budaya yang dimilki oleh masyarakat Jawa adalah permainan Tradisional.

SIMPULAN Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Secara keseluruhan dari perhitungan effect size terhadap tujuh artikel publikasi ilmiah dihasilkan effect size rata-rata sebesar 1.32 (SD = 1.22) termasuk harga effect size besar, hal ini dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional mampu meningkatkan perkembangan motorik kasar anak usia dini karena memiliki pengaruh besar; (2) pada tujuh artikel yang dianalisis yang masuk pada harga effect size besar terdapat enam artikel dan satu artikel masuk pada harga effect size sedang dan tidak ada artikel yang masuk pada kategori effect size kecil; (3) pada kategori wilayah kepulauan Indonesia dihasilkan effect size yang masuk pada harga effect size besar adalah pulau Jawa yaitu sebesar 1.548 (SD = 1.385). adapun effect size dari pulau Sumatera sebesar 0.59 dan pulau Riau sebesar 0.97. pulau Jawa menjadi pulau yang bisa disumpulkan dapat meningkatkan perkembangan motorik kasar anak usia dini melalui permainan tradisonal.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 146

DAFTAR PUSTAKA Anak, A. K. (1995). Psikologi Perkembangan. Bandung: mandar maju. Anggraini, R. dkk. (2009). Modelling Joint Activity Participation and Household Task Allocation. International DDSS Conference. Eindhoven University of Technology. Bandar Lampung Djatikusumo, K. N. 2016. Pengaruh Literasi Keuangan dan Pendidikan Keuangan terhadap Perilaku Keuangan, Sebuah Meta Analisis. In Jurnal Seminar Nasional Akuntansi (Vol. 2, No. 1, pp. 13-21). Glass, G. V., Graw. M. & Smith, M. L. (1988). Meta-analysis in Social Research. Beverly Hills, CA.: Sage Gravetter, F.J., L.B. Forzano. (2009). Research Methods for the Behavioral Sciences. 3rd ed. Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. Gustian, U., Eka S., Edi, P.(2019). Efektivitas Modifikasi Permainan Tradisional dalam Pengembangan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Adzkia Bandar Lampung.(Skripsi).Universitas Lampung, Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 137 Tahun 2014 Tentang Standar Pendidikan Anak Physical Literacy Anak Taman Kanak Kanak. Jurnal Keolahragaan.Vol. 7 (1) Pratiwi Y dan M. Kristanto.(2014). Upaya Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar (Keseimbangan Tubuh) Anak melalui Permainan Tradisional Engklek di Kelompok B Tuntas Rimba II Tahun Ajaran 2014/2015”.Jurnal Pendidikan PAUDIA.Vol. 3. h.25. Publications. Putri, M. (2018). Pengaruh Aktivitas Bermain Peran Makro Terhadap Perkembangan Fisik Sujiono, Y. N. (2016).Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak.Jakarta: PT Indeks Usia Dini. Jakarta: Depdiknas

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 147

Analisis Buku Cerita Anak tentang Pendidikan Pesantren Miftahul Huda Manonjaya untuk Siswa Sekolah Dasar Aeni Yatul Fadillah1, Seni Apriliya2, Rosarina Giyartini3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], Email [email protected], Email: [email protected]

Abstract This article is motivated by indications of children’s stories in the environment. The purpose is to describe the environmental content in children’s stories about pesantren. This story was taken from one of the largest pesantren in the Tasikmalaya district. The method used is content analysis with descriptive exposure. Data sources in research with a preliminary study in elementary school, the ministry of religion in the Tasikmalaya district, libraries dan pesantren. Based on preliminary studies, there are several pesantren that are worthy of study and two of them are Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya pesantren and Cipasung pesantren. The researcher raised the themes of the pesantren environment, one of which was the education at the Miftahul Huda Manonjaya pesantren. Implications in the adoption of childdren’s stories as teaching material in elementary schools based on environmental topics. Keywords: Children stories book, Pesantren, Education.

Abstrak Artikel ini dilatarbelakangi oleh indikasi cerita anak dalam lingkungan. Tujuannya untuk menggambarkan konten lingkungan hidup dalam cerita anak tentang pesantren. Cerita ini diangkat dari salah satu pesantren terbesar di kabupaten Tasikmalaya . Metode yang digunakan adalah analisis konten dengan pemaparan deskriptif. Sumber data dalam penelitian dengan studi pendaluhuan di SD, Kementrian Agama Kabupaten Tasik, perpustakaan dan pesantren. Berdasarkan studi pendahuluan terdapat beberapa pesantren yang layak diteliti dan dua diantaranya adalah pesantren Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya dan pesantren Cipasung. Peneliti mengangkat tema-tema lingkungan pesantren salah satunya pendidikan pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Implikasi dalam pengangkatan cerita anak ini sebagai bahan ajar di SD berdasarkan topik lingkungan. Kata Kunci: Kata kunci: Cerita Anak, Pesantren, Pendidikan.

PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang penduduknya mayoritas memeluk agama islam. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, Indonesia memiliki lembaga pendidikan yang memfasilitasi penduduk Indonesia untuk memperdalam ilmu agama islam yang di daerah Jawa disebut pondok pesantren, sedangkan di daerah Aceh disebut Dayah, rangkang, atau Muenasah, dan di daerah Minangkabau disebut surau. Menurut A. Musthofa Bisri Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang dikenal sebagai tempat mencetak ahli-ahli agama Islam yang memiliki karakter kemandirian dan ketaatan kepada kiai (Ahmad dkk, 2017; Vahrotun, 2017). Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk muslim terbanyak di Indonesia. Jawa Barat memiliki Tasikmalaya yang masyhur dengan sebutan Kota santri karena keberadaan ratusan pesantrennya. Tepatnya terdapat 214 pondok pesantren dengan 367 kiai. Selain itu Tasikmalaya memiliki 706 ulama, 467 mubaligh, 1.956 khotib, 4 penyuluh agama dan 200 penyuluh honorer. Pada tahun 2009 tercatat 19.093 santri mukim dan 29,541 santri kalong (tidak mukim) tersebar di berbagai pesantren yang ada di Tasikmalaya. (Nurlatipah, 2015). Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal November 2019 pada Departemen Keagamaan Kota Tasikmalaya, salah satu pondok pesantren terbesar di Tasikmalaya adalah Miftahul Huda, Manonjaya. Pondok pesantren Miftahul Huda disebut pesantren terbesar di Tasikmalaya bukan hanya karena luas dan besar bangunannya, tapi juga ribuan santrinya, sangat maju pendidikannya, kental budayanya, serta memiliki cerita sejarah yang luar biasa. Meskipun pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya diklaim sebagai salah satu pondok pesantren terbesar di kabupaten Tasikmalaya, ternyata masih banyak yang belum mengetahui

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 148 keberadaan pondok pesantren tersebut. Hal ini diketahui berdasarkan survey yang dilakukan untuk melihat pengetahuan terhadap pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Survey ini dilakukan pada tanggal 17 Desember 2019, dengan memberikan angket kepada 100 responden yang terdiri dari 50 mahasiswa PGSD dan 50 siswa kelas IV SD. Dari hasil survey tersebut, menghasilkan data berupa 40 mahasiswa mengetahui keberadaan pesantren besar di Tasikmalaya, dan selebihnya tidak mengetahui. Dan sebanyak 20 siswa SD mengetahui keberadaan pesantren besar di Tasikmalaya, selebihnya tidak. Jadi, pengetahuan siswa sekolah Dasar mengenai pondok pesantren Miftahul Huda lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa, maka perlu adanya tindakan untuk mengenalkan keberadaan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya sebagai salah satu pondok pesantren terbesar di Kabupaten Tasikmalaya kepada siswa Sekolah Dasar. Peneliti meyakini bahwa produk hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan belum tersedianya buku bacaan berbasis pendidikan pondok pesantren. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengembangkan buku cerita anak bergambar berbasis pendidikan pondok pesantren untuk kelas IV SD dengan judul Pengeembangan Buku Cerita Anak Berbasis Pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Penelitian ini akan menghasilkan produk buku cerita anak bergambar yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan bacaan untuk siswa pada jenjang Sekolah Dasar kela IV. Hal tersebut sesuai dengan Kompetensi Dasar yang tercantum pada Kurikulum 2013 (revisi).

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah analisis konten dengan pemaparan deskriptif. Data yang dibutuhkan dalam penelitian didapat dari hasil wawancara terhadap beberapa narasumber dan observasi terhadap topik terkait. Dalam penelitian ini, telah melibatkan berbagai pihak yang berperan-serta dalam proses perancangan cerita anak tentang sejarah pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya kabupaten Tasikmalaya, diantaranya yaitu Kementrian Agama Kabupaten Tasikmalaya untuk menghimpun data mengenai pondok pesantren terbesar yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tasikmalaya untuk menghimpun data mengenai keberadaan buku cerita anak di perpustakaan umum Kabupaten Tasikmalaya dan buku yang sering dipinjam anak-anak. Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya staff pengurus pendidikan untuk menghimpun data mengenai sejarah Pondok Pesantren Miftahul Huda Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Guru kelas IV D dari SD Negeri 1 Tugu untuk menghimpun informasi mengenai pembelajaran tentang keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia, khususnya keragaman agama di daerah setempat dalam kurikulum 2013 dan berperan dalam memberikan respons terhadap cerita yang dikembangkan. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui ketersediaan buku cerita anak atau buku tentang sejarah pondok pesantren di berbagai perpustakaan. Perpustakaan yang dipilih yakni perpustakaan SDN 1 Tugu Kota Tasikmalaya dan perpustakaan umum kabupaten Tasikmalaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ketersediaan Cerita Anak Tentang Pesantren Hasil wawanacara pada pihak Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Tasikmalaya pada tanggal 17 Desember 2019, bapak Wowon sebagai Kasi Pengadaan dan Pengembangan Proyeksi menyatakan bahwa belum tersediannya buku cerita anak mengenai tentang pesantren. Lebih jelasnya, tentang pendidikan di pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Selanjutnya, bapak Wowon menyebutkan bahwa anak-anak usia 7-13 tahun suka membaca buku yang tidak monoton. Biasanya anak-anak menyukai buku yang bergambar, karena dengan adanya gambar anak-anak dapat meningkatkan minat membaca.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 149

Hasil observasi yang dilakukan di perpustakaan Sekolah Dasar Tasikmalaya menunjukan bahwa belum tersedianya buku cerita anak bermuatan tentang pesantren. Lebihnya, tentang pendidikan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Selanjunya, wawancara yang di lakukan kepada ibu Windi sebagai wali kelas IV SDN 1 Tugu pada tanggal 17 Desember 2019, tidak ada media khusus untuk pembelajaran bahasa Indonesia selain dalam buku siswa. Lalu beliau mengatakan bahwa belum pernah menemukan buku cerita yang membahas tentang pondok pesantren. Pendidikan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya mempunyai tingkatan dalam pembelajaran dengan bervariasi metode di dalamnya. Menurut K.H. Choer Affandy hal yang paling utama diketahui manusia adalah marifat kepada Allah (mengenal Allah). Pendapat M. Utsman Najati dalam bahasa mengungkapkan, kepribadian yang sehat dikenal dengan term nafsu mutmainnah, yakni orang yang fisiknya sehat dan kuat, mampu melampiaskan kebutuhan primernya dengan cara yang halal, dengan memenuhi kebutuhan spiritual dengan berpegang teguh pada akidah tauhid, mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ibadah dan beramal saleh serta menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan hal-hal yang mendatangkan murka Allah (Basit, 2017; Wijono, 2015). Maka penerapan di pesantrennya K.H. Choer Affandy menerapkan pembelajaran dengan mengutamakan bertauhid. Maksudnya, ada beberapa hal-hal yang lebih di proritaskan, di pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya ini lebih memprioritaskan dalam ketauhidan. Tujuannya santri lebih bertauhid agar lebih dekat mengenal penciptanya dan menjadikan manusia yang bertauhid, beribadah, berilmu dan bersih hatinya terhadap Allah (Affandi, dalam Zulfikri, 2012). Jadi, pesantren Miftahul Huda Manonjaya adalah pesantren yang lebih memprioritaskan pada kitab-kitab yang membahas tentang ketauhidan. Dari jenjang yang paling dasar hingga jenjang yang paling tinggi kitab tauhid selalu dikaji. Seperti, Tijan Addaury, Majmuatul Aqidah, kifayatul awam, jauhar tauhid, dan kitab tauhid lainnya. Dengan penjelasan yang diterbitkan pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya sendiri untuk lebih memudahkan para santri mengenai apa yang dijelaskan dalam kitab kitab tauhid tersebut, dimana seorang kiai mengajar santrinya berdasarkan kitab-kitab berbahasa arab yang ditulis olh para ulama besar pada abad pertengahan (abad XII-XVI M) Pesantren Miftahul Huda terkenal dengan ciri khasnya yang masih tradisional atau tidak menggabungkan antara pembelajaran formal dan non formal. Meskipun seiring perkembangan zaman proses modernisasi terjadi hamper pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk modernisasi yang terjadi pada lembaga pendidikan pesantren terutama pesantren perubahan kea rah modern. Modernisasi pesantren yang mengalami perubahan peraturan ke modern biasanya terjadi pad aspek fisik dan non fisik seperti tugas dan fungsinya di era modern. Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Damapolii (2011) bahwa orientasi utama pesantren salafi hanya memberikan layanan dalam kajian agama Islam atau Tafaqquh fi al-din kepada santrinya, orientasi ini terlalu sempit karena tida ada responsif terhadap dinamika masyarakat yang terus bergerak maju. Hal ini berbeda dengan system yang digunakan di pesantren Miftahul Huda (Syafe’i, 2017). Meskipun dengan kemampuannya yang bisa akan merubah menjadi pesantren modern, namun pesantren Miftahul Huda tidak dengan cara merubah sistem yang sudah lama digunakan. Namun, pesantren Miftahul Huda membuka banyak cabang yang mana didalamnya menggunakan peraturan pembelajaran yang sudah modern. Kitab-kitab dipelajari sesuai dengan jenjang yang bertahap. Pendiri merancang kurikulum pesatren dengan cara bertahap sesuai dengan kemampuan da tingkatan santri yang masuk di pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Tentunya merujuk pada capaian kurikulum yang telah dirancang oleh pendiri pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan berjenjangnya peningkatan pembelajaran dari tahap dasar hingga tingkat akhir adalah sebagai berikut:

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 150

Ibtida (permulaan) 1. Kelas 1 Ibtida, yang dikaji adalah Tauhid Rancang, Fiqh Rancang, Syahadataen, Tarikh Rancang, Wiridan, Istigosah, Sholat Fardu, Iqra/ Quran, Tajwid, Asmaul Husna dan Bahasa Arab Jilid 1. 2. Kelas 2 Ibtida, yang dikaji adalah Tijan Addaury, Al-Jurumiyah, Safinnatunnaja, Khulashoh Nurul Yaqin Juz 1 Tasrifan, Bahasa Arab, Tahfidz Jurumiyah dan Tahfidz Juz Amma. 3. Kelas 3 Ibtida, yang dikaji adalah Majmuatul Aqidah Jilid 1 dan 2, Riyadul Badiah, Sorof Alkaelani, Qiyasan, Khulashoh Nurul Yaqin Juz 2 dan 3, Bahasa Arab Jilid 3, Tahfidz Juz Amma dan Hadits Arbain. Tsanawi (pertengahan) 1. Kelas 1 Tsanawi, yang dikaji adalah Kifayatul Awam, Alfiyah Ibnu Malik, Fathul Qorib Juz 1 dan 2, Tafsir Jalalain, Bajuri 1 dan 2, Riyadussolihin, Kifayatul Atqia, dan Tahfidz Alfiyah. 2. Kelas 2 Tsanawi, yang dikaji adalah Jauhar Tauhid, Istiarah, Samarqandi, Sulamun Nauraq, Fathul Muin Jilid 1 dan 2, Bukhori Jilid 1 dan 2, Bukhori Jilid 1 dan 2, Sohih Muslim Jilid 1. 3. Kelas 3 Tsanawi, yang dikaji adalah Khoridatul Bahiyyah, Jauhar Maknun, Fathul Muin Jilid 3 dan 4, Waraqat, Lathoiful Isaroh, Sohih Bukhori 3 dan 4, Sohih Muslim Jilid 2, Sirojuttolabin, Tahfidz Jauhar Maknun. Ma’had Aly (Jenjang Akhir) Pada tingkatan Mahad Aly, terdapat 4 tingkat. Diantaranya dengan berjalan waktu selama 4 tahun untuk 4 tingkat ini harus mencapai dan memahami mata pelajaran. Diantaranya : Jam’ul Jawami, Uqudul Juman, Fathul Wahab, Ashbah Wannadhoir, Bidayatul Mujtahid, Ihya Ulumuddin, Ummul Barohin, Ghoyatul Wusul, Almilal Wannihal, Fathul Majid, Al-Ibanah, Qowaidul Aqoid, Tauhid Asthma Wasshifat, Tafsir Ibnu Katsir, Mukhtasor Syafi’I, Filsafat Hikmat Almutaaliyat, Ahkam Ash- Shultaniyyah, Aqisah Ahlussunah Waljamaah, Hikam. Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya yang telah memiliki kurikulum tentunya mempunyai beberapa metode untuk di terapkan dalam pembelajarannya. Beberapa metode diantaranya adam selaku staff tarbiyyah atau pendidikan menjelaskan; 1. Sorogan, sistem sorogan adalah berlaku sebaliknya yaitu santri atau murid membaca sedangkan kyai atau ustadz mendengarkan sambil memberikan pembetulan-pembentulan, komentar atau bimbingan yang diperlukan. Untuk metode ini digunakan oleh semua jenjang. Peraturan pada metode sorogan dijelaskan oleh (Hasbullah, dalam Rahman 1999) metode sorogan adalah metode dimana seorang murid menghadap para guru atau kiai untuk membacakan suatu buku yang sudah dipelajarinya. 2. Balagan, yakni metode yang di dalamnya membahas kitab kitab lain yang belum dipelajari. Untuk metode ini digunakan di jenjang ibtida dan tsanawi, untuk ibtida dengan nadzoman pelajaran yang telah ditempuh, tujuannya untuk memperkuat pelajaran yang telah dikaji. Lalu, untuk jenjang tsanawi adalah mempelajari kitab yang lain. Pembelajaran yang dilakukan tidak hanya di dalam kelas, karena pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya juga memberikan peluang pada keterampilan yang dimiliki santri dan mewadahi untuk mengembangkannya. Diantaranya; 1. Bercocok tanam, kegiatan ini dilakukan pada muharik atau guru yang mempunyai lahan bertani. Pengetahuan santri semakin luas pada bercocok tanam karena dibekali bagaimana cara bercocok tanam oleh gurunya langsung. 2. RASIMUDA (Radio Siaran Miftahul Huda), santri yang mempunyai hobi seperti membuat broadcast, atau yang lainnya. Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya juga mempunyai wadah untuk santri mengembangkan potensi yang dimilikinya. Banyak santri yang memiliki hobi ini, karena biasanya dalam kegiatan ini santri dapat menyampaikan berupa salam- salam pada keluarganya dirumah.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 151

3. Marawis atau hadroh, kegiatan ini adalah kegiatan yang mewadahi potensi santri dibidang kesenian. Di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki suara yang dapat dilantunkan dengan indah dan orang- orang yang dapat memainkan alat musik untuk mengirinya. Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya memiliki beberapa grup marawis yang sudah dikembangkan potensinya keluar pesantren. 4. SS (Shug Shogir), atau biasanya dikenal dengan nama mini market diluar pesantren. Didalamnya terdapat orang-orang yang dapat mengelola uang dengan baik. 5. Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren), nama ini dikenal dengan santri untuk mengetahui tentang kesehatan. 6. Berternak, tentu tidak semua santri mengalami pengalaman beeternak. Hanya orang orang pilihan saja yang dapat pengalaman bertenak dari gurunya yang mempunyai hewan ternak. Menurut Zulfikri (2012), selama puluhan tahun kiprahnya dalam dunia pesantren, santri dan alumni pondok pesantren Miftahul Huda manonjaya tidak ada yang secara gamblang pindah agama, sehingga dapat disimpulkan 99,99% pendidikan aqidah tauhid di pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya dianggap berhasil. Karena, aqidah menyangkut pada keyakinan hati dalam beragama. Setiap lembaga pesantren mempunyai bahan evaluasi. Di pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya melakukan evaluasi dengan cara diagendakannya setiap muharik (guru) untuk berkumpul dan membahas apa saja kekurangan di dalam pembeljaran dan solusi apa yang dapat di lakukan agar pembeljaran menjadi lebih baik. Evaluasi dilakukan dalam jangka waktu pendek seperti evaluasi mingguan, dan evaluasi dalam jangka waktu panjang, seperti evaluasi bulanan atau tahunan. Selain di muharik, evaluasi di lakukan oleh para santri. Evaluasi yang dilasanakan ada beberapa evaluasi yang diantaranya evaluasi harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Sementara, saat santri berada di luar pesantren, pengawasan pembelajaran aqidah jatuh pada tanggung jawab mereka sendiri. berkenaan dengan ibdaha dan keyakinan hati kembali pada dir mereka sendiri.

SIMPULAN Pesantren merupakan lembaga yang mampu menjadikan seorang anak lebih baik, terutama dalam moral (Nuqul, 2008). Karena dengan banyak tujuan pesantren yang mana tidak merujuk pada pengetahuan umum, namun terkhusus pada akhlakul karimah. Dengan melalui cerita anak yang dikembangkan peneliti brtujuan untuk mengenalkan pendidikan dalam sebuah pesantren, dan melihat seberapa minat anak untuk membaca buku tentang pendidikan pesantren Miftahul Huda Manonjaya. Maka dari itu, melalui pengenalan pendidikan di pesantren Miftahul Huda Manonjaya adalah sebuah cara agar anak mengenal akan julukan Kota Tasik sebagai “kota santri” yang diwadahi dalam sebuah pesantren.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad, H., Bakri, S., & Irmawati, W. (2017). AJARAN TASAWUF AKHLAQI (Studi di Pondok Pesantren Kyai Ageng Selo Dukuh Selogringging Desa Tulung Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten) (Doctoral dissertation, IAIN SURAKARTA). Basit, H. A. (2017). Konseling Islam. Prenada Media. Damopolii, M. (2011). Pesantren Modern IMMIM: Pencetak Muslim Modern. Alauddin Press. Nuqul, F. L. (2008). Pesantren sebagai bengkel moral: Optimalisasi sumber daya pesantren untuk menanggulangi kenakalan remaja. Psikoislamika, 5(2), 163-182. Nurlatipah, N. (2015). Kyai Dan Islam Dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih Masyarakat Kota Tasikmalaya. Jurnal Politik Profetik. Rahman, H. H. A. (1999). The Origin and Development of Ijtihad. Islamic Quarterly, 43(2), 73. Vahrotun Nisa, R. (2017). Profil pendidik dalam Perspektif al-Qur'an (Analisis Surat Luqman ayat 12-19) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 152

Syafe'i, I. (2017). Pondok pesantren: Lembaga pendidikan pembentukan karakter. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 61-82. Wijono, T. S. (2015). Raih Kekayaan Langgeng dengan The Power of Tawakal. PT Penerbit IPB Press. Zulfikri, I. (2012). Pemikiran Pendidikan Aqidah Menurut KH. Choer Affandy. Sekolah Tinggi Agama Islam Tasikmalaya.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 153

Pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional “Galendo Ciamis” sebagai Bahan Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar Dewi Niendya Ratnasari1, Aan Kusdiana2, Akhmad Nugraha3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract Ciamis is the name of an area in . Ciamis has traditional foods, one of which is Galendo, so that it becomes one of the characteristics of traditional foods from the Ciamis region. Galendo Ciamis is made from coconut and only made from coconut. Galendo is one of the traditional food menus that are made as souvenirs of Ciamis. In the survey the researchers conducted found responses from students that only a portion of students knew Galendo traditional food, and some students did not yet know Galendo food. Either know the name Galendo or taste Galendo. Therefore the researcher developed a story book about Galendo Ciamis in order to introduce traditional foods and at the same time make interesting learning materials for elementary school children. The method used in this study is the Design Based Research (DBR) model. Learning materials in the form of story books on traditional food are designed in such a way as to be attractive to elementary school children by following the order of making story books and the characteristics of children's story books. With reference to the 2013 curriculum (revised). Therefore the researchers developed learning materials for children's stories about traditional food with the title of the book "Semerbak Si Manis Galendo". That is expected to be a supportive learning material for students, especially class IV in elementary schools, and help teachers in the learning process. Keywords: Galendo Ciamis, Traditional Makakan, Learning Materials

Abstrak Ciamis adalah nama sebuah daerah yang berada di Jawa Barat. Ciamis memiliki makanan tradisional yang salah satunya yaitu Galendo, sehingga menjadi salah satu ciri khas makanan tradisional dari daerah Ciamis. Galendo Ciamis terbuat dari kelapa dan hanya berbahan dasar kelapa. Galendo menjadi salah satu menu makanan tradisional yang di jadikan sebagai oleh-oleh khas Ciamis. Pada survei yang peneliti lakukan mendapati respon dari siswa bahwa hanya sebagian siswa yang mengetahui makanan tradisional Galendo, dan sebagian siswa lagi belum mengetahui makanan Galendo. Baik mengetahui nama Galendo atau rasa Galendo. Maka dari itu peneliti mengembangkan buku cerita mengenai Galendo Ciamis supaya dapat memperkenalkan makanan tradisional dan sekaligus membuat bahan pembelajaran yang menarik untuk anak Sekolah Dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model Design Based Research (DBR). Bahan pembelajaran berupa buku cerita mengenai makanan tradisional dirancang sedemikian rupa agar menarik untuk anak Sekolah Dasar dengan mengikuti atauran pembuatan buku cerita serta karakteristik buku cerita anak. Dengan mengacu kepada kurikulum 2013 (revisi). Maka dari itu peneliti mengembangkan bahan pembelajaran cerita anak mengenai makanan tradisional dengan judul buku cerita “Semerbak Si Manis Galendo”. Yang diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran yang menunjang bagi siswa khususnya kelas IV di Sekolah Dasar, dan membantu guru dalam proses pembelajaran. Kata Kunci: Galendo Ciamis, Makakan Tradisional, Bahan Pembelajaran

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu pilar utama bagi setiap individu untuk menjadikan diririnya seseorang yang memiliki pengetahuan. Pendidikan juga merupakan suatu penentu kemajuan suatu bangsa pada Sumber Daya Manusia yang harus dimiliki yaitu cerdas, berkarakter, berilmu, inovatif, dan berakhlak (Widiansyah, A, 2018). Proses belajar mengajar di Sekolah Dasar tidak hanya menekankan pada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tapi dalam proses yang dialami peserta didik dalam menguasai pengetahuan tersebut (Suardi, 2018). Salah satu faktor pendukung dalam PBM yaitu tersedianya bahan ajar yang menarik dan terkini, sehingga mampu meningkatkan minat peserta didik dalam melakukan pembelajaran (Abdullah, 2012). Menurut Prastowo (2013) dalam Rohmawati (2017) Bahan ajar memiliki peran pokok dalam pembelajaran, karena merupakan salah satu komponen penting yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahan ajar ialah sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat ukur bagi guru maupun siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar, dalam setiap bahan ajar tentu memiliki tujuan yang berbeda tetapi tetap dalam konteks yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan. Menurut

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 154

Widodo dan Jasmadi (2008) dalam Syafa’ah (2014) bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sub kompetensi dengan segala kompleksitasnya. Dengan kata lain bahan ajar ialah sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat ukur bagi guru maupun siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar, dalam setiap bahan ajar tentu memiliki tujuan yang berbeda tetapi tetap dalam konteks yang memenuhi kriteria yang telah di tetapkan. Oleh karena itu, memilih bahan ajar harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik serta lingkungan belajar agar peserta didik terbantuk untuk mencapai kompetensi pembelajaranya. Disamping itu, bahan ajar dapat menggantikan peran seorang pendidik menjadi fasilitator dan mendukung pembelajaran individual, (Azizah, 2018). Menyangkut proses pembelajaran yang ada di Sekolah Dasar yang diantaranya pembelajaran Bahasa Indonesia dengan mengembangkan pembelajaran cerita tradisonal di dalam kelas sekaligus mengenalkan kepada peserta didik tentang keberadaan kearifan lokal lewat bahan ajar yang berbentuk cerita. Sehingga peserta didik akan memperoleh wawasan serta nilai-nilai mengenai kearifan lokal tersebut. Salah satu aspek dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang harus dikuasai oleh peserta didik yaitu membaca. Karena hakikatnya setiap individu tidak terlepas dari kegiatan membaca, karena membaca adalah penunjang dalam mengetahui dan menambah wawasan ilmu pengetahuan.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode desain berbasis penelitian atau Design Based Research (DBR). Menurut Barab and Squire (2004) (dalam Mulyahati & Fransyaigu, 2018) “Defined Design-Based Research as a series of approaches, with the intent of producing new theories, artifacts, and practices that account for and potentially impact learning and teaching in naturalistic settings” atau mendefinisikan penelitian berbasis desain sebagai serangkaian pendekatan dengan maksud menghasilkan teori, artefak, dan praktik baru yang menjelaskan dan berpotensi mempengaruhi pembelajaran dan pengajaran dalam pengaturan naturalistik. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Design Based Research (DBR) bertujuan untuk merancang dan mengembangkan suatu produk, sehingga metode penelitian Design Based Research (DBR) dipandang cocok untuk digunakan dalam penelitian yang akan dilaksakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan buku cerita mengenai makanan tradisional yang, dengan mengacu kepada kurikulum yaitu pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dalam Kurikulum 2013, mengenai pembelajaran terpadu sehingga metode menyimak, berbicara, membaca, dan menulis harus diintegrasikan dalam salah satu tema, bersama dengan mata pelajaran yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas, tema yang relevan digunakan pada pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian yaitu pada kelas IV Sekolah Dasar Semester 1 terdapat tema yang sesuai yakni, Tema 1 Indahnya Kebersamaan Subtema 3 Bersyukur atas Keberagaman dalam Pembelajaran 1 yang memuat tentang makanan tradisional.

Deskripsi Tahapan Membuat Desain Awal Buku Cerita Desain awal buku cerita tentang makanan tradisional Galendo Ciamis dibuat dengan memperhatikan Aspek Struktur cerita. Struktur cerita dibuat sesuai unsur instrinsik. Unsur instrinsik yang terdapat dalam buku cerita untuk anak-anak antara lain tema, tokoh, penokohan, plot/ alur, setting tempat, dan terakhir ada amanat. Unsur instrinsik yang pertama yaitu tema. Oleh karena itu, tema merupakan unsur pokok dalam sebuah cerita dan dapat dikatakan sebagai identitas suatu cerita itu sendiri. Tema adalah suatu dasar sastra tema ini menyatukan sebuah

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 155 cerita secara utuh dan tema adalah landasan sastra. Adapun tema yang menjadi pilihan peneliti dalam menyusun cerita yaitu mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis. Hal ini dapat mempermudah siswa memahami koten serta isi cerita. Unsur instrinsik yang kedua yaitu tokoh dan penokohan. Menurut Resmini (2013) dari segi tokoh, bacaan cerita anak-anak menampilkan tokoh yang jumlahnya tidak terlalu banyak (tidak melebihi 6 pelaku). Jadi tokoh adalah pemain yang terdapat pada cerita. Tokoh yang terdapat dalam cerita mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis sebanyak empat tokoh. Tokoh-tokohnya ada Tita, Devi, Kemal, dan Bapak Abdul. Sedangkan penokohan adalah penggambaran karakter pada setiap tokoh dalam cerita. Pada cerita, Tita bersifat baik dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, Devi bersifat baik, Kemal bersifat baik, dan Bapak Abdul bersifat baik dan pemberi nasihat yang baik. Unsur instrinsik yang ketiga yaitu plot atau alur. Alur disusun secara kronologis berdasarkan hubungan sebab-akibat. Dalam produk cerita anak alur yang dimuat adalah alur maju. Unsur instrinsik yang keempat yaitu setting latar. Setting tempat merupakan keterangan suatu tempat dalam kejadian cerita. Setting tempat dalam produk buku cerita anak yaitu terjadi di pinggir lapang, jalan Desa, dan pabrik Galendo. Unsur instrinsik yang kelima yaitu amanat. Amanat adalah suatu pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada para pembaca baik secara tersirat maupun tersurat. Menurut Hudhana (2015) “segala jenis karya sastra diwajibkan mengandung pesan moral atau amanat”. Amanat dalam cerita yang peneliti susun adalah sikap seorang pemilik pabrik Galendo yaitu bapak Abdul yang ingin kalau setiap generasi mengetahui dan menjaga makanan tradisional khas Ciamis yaitu Galendo. Unsur instrinsik yang keenam yaitu bahasa yang digunakan. “Bahasa sastra tidak mungkin secara mutlak menyaran pada makna konotatif tanpa melibatkan denotative. Penuturan yang demikian akan tidak memberi peluang kepada pembaca untuk dapat memahaminya” (Nurgiyantoro, 2009). Maka Bahasa yang digunakan adalah Bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca khususnya anak-anak. Oleh karena itu, sastra anak yaitu cerita anak ini menggunakan bahasa yang akrab dengan anak serta mudah dipahami. Pembuatan desain awal buku cerita anak tentang makanan tradisional tersebut menggunakan aplikasi Adobe Ilustrator untuk membuat ilustrasi gambar, background dan pengetikan lainnya. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Observasi Pada Teknik ini peneliti turun ke lapangan yaitu ke Sekolah Dasar untuk mengamati perilaku serta aktivitas setiap individu di lokasi penelitian. Observasi akan dilaksanakan pada saat pembelajaran yang sebelumnya diberi arahan dan lembar observasi dari peneliti. Hasil observasi akan dijadikan pertimbangan oleh peneliti selama proses pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional. 2) Wawancara Peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas IV Sekolah Dasar untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan pembelajaran tentang makanan tradisional yang terdapat pada kurikulum 2013 di kelas IV. Hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan informasi bahwa kurikulum yang digunakan di sekolah dasar kelas IV sudah menggunakan kurikulum 2013. Peneliti melakukan wawancara kepada pemilik pabrik Galendo, berdasarkan hasil wawancara kepada Bapak Abdurohman pemilik pabrik Galendo yang bertempat di Desa Saguling Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis. Pemilik pabrik Galendo menjelaskan bahwa pabriknya sudah berdiri sejak tahun 2000. Untuk alat-alatnya ada wajan, spatula, tungku, alat press Galendo, alat parut kelapa, dan alat peras kelapa. Lalu untuk cara pembuatannya yaitu; (1) Kelapa dikupas dan dicungkil dagingnya lalu dibersihkan, (2) Setelah daging kelapa bersih, kelapa lalu diparut dengan mesin, (3) Kelapa yang sudah diparut diambil santannya menggunakan mesin, (4) Air

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 156 santan dimasak mendidih sambil diaduk kurang lebih selama 3-4 jam sampai nantinya ada proses pemisahan air sehingga air sudah keluar habis, dan residu menggumpal dan jadilah Galendo yang bebaur dengan minyak, (5) Serbuk Galendo diangkat dan di simpan pada cetakan, (6) Serbuk Galendo di padatkan dengan cara di press, selain untuk dipadatkan juga untuk memisahkan Galendo dengan minyaknya. Galendo ini dapat di makan langsung atau bisa juga dicampur dengan nasi, dapat juga menjadi bumbu masakan. 3) Studi Dokumentasi Adapun dokumentasi yang dimaksud yaitu berupa buku cerita mengenai makanan tradisional. Dokumentasi Buku Cerita yang tersedia di kelas IV diamati dan didokumentasikan oleh peneliti sebagai data awal dalam perencanaan pengembangan Buku Cerita Makanan Tradisional. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, peneliti melakukan analisis terhadap bahan ajar yang digunakan di kelas IV berkaitan dengan makanan tradisional. Gambar Cover buku siswa kelas IV Tema 1

4) Expert Judgement (Penilaian Para Ahli) Penilaian para ahli ini sangat penting dilaksanakan untuk memvalidasi produk. Para ahli akan meninjau kelayakan produk yang dirancang dan dilihat kesesuaiannya dengan permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Para ahli yang akan meninjau produk yaitu ahli materi dan Bahasa, ahli pedagogic dan ahli desain. Guru kelas pun menjadi para ahli dalam meninjau kesesuaian produk saat dilapangan. Yang dimaksudkan untuk menilai kelayakan Buku Cerita sebagai produk yang dikembangkan pada penelitian ini. Pada pengembangan buku peneliti melakukan penilain dengan melaksanakan uji validitas para ahli serta respon guru dan respon siswa. 1. Validitas Ahli Peneliti melaksanakan uji validitas kepada Ahli Aspek materi dan Bahasa, ahli pedagogic, dan ahli desain. Dimana dalam hasilnya kepada Ahli mendapatkan respon yang bagus, karena buku yang telah dirancang sudah memenuhi syarat dan hasilnya menyatakan 99% hasil validasi ‘YA’. 2. Respon Guru & Siswa Pada respon guru dan siswa peneliti meneliti bagaimana respon yang lontarkan untuk produk berupa buku cerita. Buku cerita dirancang dengan menyesuaikan aturan pembuatan buku cerita anak. Pembuatan buku cerita dimulai dengan memperhatikan kaidah pembuatan buku cerita, mulai dari pembuatan naskah, setruktur cerita seperti penyesuaian isi cerita, bentuk ilustrasi, serta kosakata yang sesuai dengan tingkat anak Sekolah Dasar. Sehingga dengan menyesuaikan Langkah tersebut respon yang dihasilkan tentu akan baik. Produk Buku Cerita Buku cerita ini memiliki 26 halaman termasuk sampul depan, sampul belakang, identitas buku, kata pengantar, ringkasan cerita, prolog, amanat cerita, dan biografi penulis. Buku cerita ini memiliki halaman khusus berisi amanat cerita dengan tujuan memudahkan anak memaknai cerita.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 157

SIMPULAN Dalam pengembangan buku cerita mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis tentu tidak mudah, karena harus sesuai kaidah pembuatan buku cerita khususnya untuk tingkat Sekolah Dasar. Pada buku cerita mengenai makanan tradisional Galendo Ciamis diharapkan dapat memfasitilasi untuk Bahan Pembelajaran di Sekolah Dasar, kususnya di kelas IV. Supaya anak lebih memahami sehingga menarik dalam memahami materi pembelajaran melalui buku cerita.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, R. (2012). Pembelajaran berbasis pemanfaatan sumber belajar. Jurnal Ilmiah Didaktika: Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran, 12(2). Azizah, O. T. (2018). Klasifikasi Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Tingkat Sekolah menggunakan Metode K-Nearest Neighbor (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang). Hudhana, W. D. (2015). “Unsur Instrinsik Cerita Anak (Cernak) untuk Pendidikan Karakter Anak”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif (hlm. 307-313). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Tangerang. Mulyahati, B., & Fransyaigu, R. (2018). Desain Inkuiri Moral Dalam Pembentukan Karakter Nasionalis Siswa Sd. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 2(2), 10. https://doi.org/10.20961/jdc.v2i2.25644 Nurgiyantoro, B. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Resmini, N. (2013). Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Implementasi Strategi Directed Reading Activity (Dra). Universitas Pendidikan Indonesia, 53(9), 1689–1699. Rohmawati, T. D. (2017). Pengembangan Suplemen Bahan Ajar Buku Cerita Kincir Angin Materi Ipa Kelas 2 Di Sekolah Dasar (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang). Suardi, M. (2018). Belajar & pembelajaran. Deepublish. Syafa’ah, Alfiatus. “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Cerita Bergambar / Komik Materi Pokok Konsep Pembagian Dengan Pendekatan Inquiry Siswa Kelas III SDN Jatimulyo II Malang.” Skripsi S1 Pendidikan. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014. Widiansyah, A. (2018). Peranan Sumber Daya Pendidikan sebagai Faktor Penentu dalam Manajemen Sistem Pendidikan. Cakrawala-Jurnal Humaniora, 18(2), 229-234.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 158

Pengaruh Metode Jarimatika terhadap Keterampilan Kognitif dan Psikomotor pada Operasi Hitung Perkalian Kelas III Sekolah Dasar Syifa Fauziah1, Yusuf Suryana2, Lutfi Nur3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is motivated by the results of a preliminary study of researchers conducted in elementary schools. The problem in this study is the difficulty of learning mathematics, especially regarding multiplication which makes students feel difficult to understand because of the lack of maximum use of methods in teaching about multiplication, which is only concerned with cognitive aspects, so there is no interest in learning in students. The goal to be achieved is the influence of cognitive and psychomotor skills in multiplication count operations through the Jarimatika method. The research method used is the pre-experimental design method with data collection techniques using test questions. The research sample of 15 third grade students at SDN Rengrang, Tanjungjaya District, Tasikmalaya Regency. Based on the results of research analysis, shows that the average pretest 1 = 67.40 and the average posttest 2 = 86.67 with n1 and n2 = 15, with α = 5% through calculations using SPSS obtained significance values of 0,000 <0.05 then it can be concluded Ha is accepted. This shows that the average posttest results are higher than the average pretest results, so it can be said that the Jarimatika method provides an increase in cognitive and psychomotor skills in calculating multiplication operations. This shows that cognitive and psychomotor skills can be improved through the method of Jarimatika learning. Keywords: Jarimatika, cognitive, psychomotor, multiplication. Abstract

Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil studi pendahuluan, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah kesulitan belajar matematika khususnya mengenai perkalian yang membuat siswa merasa kesulitan karena kurang maksimalnya penggunaan metode dalam mengajar tentang perkalian, yang hanya mementingkan dari segi kognitifnya saja, sehingga tidak ada minat belajar dalam diri siswa. Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah pengaruh keterampilan kognitif dan psikomotor dalam operasi hitung perkalian melalui metode jarimatika. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimental design dengan teknik pengumpulan data menggunakan soal tes. Sampel penelitian sebanyak 15 siswa kelas III SDN Rengrang Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan hasil analisis penelitian, menunjukkan bahwa rata-rata pretest x 1 = 67,40 dan rata-rata posttest x 2 = 86,67 dengan n1 dan n2 = 15, Dengan α = 5% memalui perhitungan menggunakan SPSS diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil posttest lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil pretest, maka dapat dikatakan bahwa metode jarimatika memberikan peningkatan terhadap keterampilan kognitif dan psikomotor dalam menghitung perkalian. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan kognitif dan psikomotor dapat ditingkatkan melalui metode pembelajaran jarimatika. Kata Kunci: Jarimatika, kognitif, perkalian, dan psikomotor.

PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok dan diakui penting serta mendasar dalam kehidupan manusia yang harus diajari sejak dini, karena matematika selalu ada dari mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Persoalan matematika yang sering dialami siswa yaitu kurang terampil dalam mengoperasikan operasi hitung perkalian. Konsep perkalian yaitu penjumlahan yang berulang, sehingga kemampuan dasar berhitung perkalian 1-10 seharusnya sudah dikuasi oleh siswa kelas II SD, tetapi kenyataannya guru harus mengikuti alur dari kurikulum, Awaliyah (2017). Sebagai seorang guru yang menjadi fasilitator atau mediator untuk para siswa, harus mempunyai wawasan yang luas agar bias menciptakan proses kegiatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, gembira, dan berbobot serta keterampilan dalam menggunakan media, model atau metode. Menurut Sanjaya (dalam Rahmat, 2019): “Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan”. Jadi metode merupakan suatu alat dalam

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 159 pelaksanaan pendidikan, yakni digunakan untuk penyampaian materi kepada para siswa (Maesaroh, 2013). Dalam kegiatan belajar mengajar tentunya tidak hanya aspek kognitif yang diutamakan, tetapi aspek yang lain pun harus seimbang, salah satunya apek psikomotor. Metode yang melibatkan aspek kognitif dan aspek psikomotor ialah metode jarimatika. Untuk melakukan metode jarimatika ini menggunakan jari-jari tangan serta mudah digunakan kapan dan dimana saja (Nasution dan Suya 2015; Elita, 2012). Jari-jari tangan siswa digunakan untuk membantu dalam operasi hitung bilangan. “Metode jarimatika adalah suatu cara menghitung matematika dengan menggunakan alat bantu jari” Ranah kognitif adalah ranah yang berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi enam apsek yaitu: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitiftingkat tinggi, Sudjana (2010). Anak usia SD pada umumnya senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang praktik langsung, Abdul Alim (2009) Metode jarimatika bukan hanya mengembangkan ranah kognitif saja, ranah psikomotornya pun akan terasah. Maka dengan itu, metode yang sederhana namun bermakna untuk mengembangkan keterampilan kognitif dan psikomotor siswa dalam perkalian yaitu menggunakan metode jarimatika. Dimana jari-jari tersebutlah yang digunkan siswa baik jari kanan ataupun jari kiri supaya tidak tergantung pada kalkulator. METODE PENELITIAN Penilitian ini menggunakan metode kuantitatif eksperimen untuk mengetahui pengaruh metode jarimatika dalam meningkatkan aspek kognitif dan psikomotor siswa. Sugiyono (2014). Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan jenis penelitian Pre-Eksperimental Design. Desain penelitian yang digunakan adalah The One-Group Pretest-Posttesst. Rancangan one group pretest and posttest design, dilakukan terhadap satu kelompok tanpa adanya kelompok control atau pembanding. Desain ini digunakan dalam suatu kelompok yang diberi perlakuan (treatment). Tahap prosedur penelitian berawal dari pretest lalu treatment dan diakhiri oleh posttest. Adapun gambaran desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Bentuk Desain Penelitian Pretest Treatment Posttest (Tes awal) (Perlakuan) (Tes akhir)

O1 X O2

O1 = tes awal (pretest) sebelum perlakuan (treatment) diberikan

O2 = tes akhir (posttest) setelah perlakuan (treatment) diberikan X = perlakuan Berdasarkan prosedur penelitiaan, langkah pertama yang harus dilakukan peneliti yaitu melakukan pretest untuk mengetahui keterampilan awal siswa selanjutnya diberikan treatment atau perlakuan berupa penggunaan metode jarimatika dalam operasi hitung perkalian. Setelah itu, peneliti melakukan posttest untuk mengetahui keterampilan siswa setelah diberikan treatment atau perlakuan. Kemudian data dari pretest dan post-test di analisis sehingga didapat hasil penelitian. Adapun tabel dari prosedur penelitian sebagai berikut:

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 160

Tabel 2. Prosedur Penelitian

Pretest

Treatment Berupa penggunaan metode jarimatika

Posttest

Analisis Data

Hasil Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Instrumen pada penelitian ini berupa tes yang berjumlah 25 butir soal. Setelah diujicobakan instrumen dianalisis untuk mencari validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda. Instrumen yang valid kemudian digunakan sebagai alat ukur keterampilan kognitif dan psikomotor pada operasi hitung perkalian.

Uji coba soal dilaksanakan dengan jumlah siswa N = 15. Item soal dikatan valid jika t hitung > t tabel.

Dan taraf signifikan 5% didapat t tabel = 0,69. Soal tes yang diujikan sebanyak 30 butir soal, dan setelah di uji validitas ada 25 butir soal yang valid sisanya tidak valid. Uji validitas menggunakan software excel. Instrumen penelitian dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur objek atau sesuatu yang akan diukur. Dalam hal ini, dapat diartikan semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin bahwa hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes. Untuk menguji reliabilitasnya menggunakan bantuan software excel, jika lebih besar dari 0,6 maka dikatakan reliabel.

Berdasarkan uji instrumen tes soal dengan N = 15 dan St2 = 30,98, sehingga didapat r11 = 0,7985. Maka uji reliabilitas soal tes dinyatakan reliabel.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 161

1. Analisis Data Hasil Penelitian a. Uji Normalitas Tabel 3. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pretest Posttest N 15 15 Normal Parametersa Mean 67.40 86.67 Std. Deviation 15.296 15.017 Most Extreme Absolute .116 .269 Differences Positive .115 .187 Negative -.116 -.269 Kolmogorov-Smirnov Z .448 1.041 Asymp. Sig. (2-tailed) .988 .229 a. Test distribution is Normal.

Dari data hasil penelitian diperoleh rata-rata pretest x 1 = 67,40 dan rata-rata postest x 2 = 86,67 dengan α = 5% nilai signifikansi ≤ 0,05 H0 ditolak atau signifikansi ≥ 0,05 H0 diterima diperoleh nilai signifikansi pretest 0,988 ≥ 0,05 dan nilai signifikansi posttest 0,229 ≥ 0,05. Itu berarti nilai signifikansi pretest dan posttest diterima atau berdistribusi normal. 2. N-Gain Pretest-Posttest Analisis N-Gain untuk melihat pengaruh pennggunaan metode jarimatika pada operasi hitung perkalian, maka akan dilakukan perhitungan normal gain terhadap perbedaan hasil sebelum diberikan perlakuan (pretest) dengan hasil sesudah diberikan (posttest) yang dilaksanakan oleh siswa kelas III SDN Rengrang Kecamatan Tanjungjaya Kabupaten Tasikmalaya. Sebanyak N = 15 diperoleh jumlah hasil N-Gain adalah 9,96 dengan rata-rata = 0,66. a. Uji T Tabel 3. Hasil Uji T

Paired Samples Test df Sig. (2- tailed)

Pretest Pair 1 - 14 .000 protest

erdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS, diperoleh data signifikansi (2 tailed) <

0,05, maka dapat disimpulkan penolakan terhadap H0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengguanaan metode jarimatika dalam memberikan peningkatan yang signifikan terhadap menghitung operasi perkalian di kelas III SD. Pembahasan metode jarimarimatika merupakan salah satu metode alternatif untuk belajar berhitung melalui media jari-jari tangan serta faktor eksternal yang penting bagi peningkatan prestasi belajar pada diri siswa. Permatasari (dalam Zerri, 2017) bahwa metode jarimatika mampu

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 162 meningkatkan prestasi belajar matematika siswa sekolah dasar karena siswa antusias dan mampu membangun sikap positif ketika belajar matematika. Kemudian dilakukan pretest dan posttest untuk memperoleh data serta diolah dan dibandingkan hasilnya. Perbandingan ini bertujuan untuk mengetahui selisih atau perbandingan menghitung operasi perkalian sebelum dan sesudah menggunakan metode jarimatika. Dari hasil olah data dalam penelitian, membuktikan adanya keterampilan kognitif dan psikomotor dalam menghitung operasi perkalian yang begitu bervariatif, maksudnya ialah setiap siswa memiliki keterampilannya masing-masing yang berbeda baik sebelum ada perlakauan atau pretest maupun sesudah ada penggunaan metode jarimatika atau posttest.

SIMPULAN Ketika menggunaan metode jarimatika, pada saat memberikan pemahaman kepada para siswa SD, gunakan bahasa yang mudah dimengerti, berikan contoh-contoh yang real serta sederhana agar siswa lebih mudah memahami. Berikan beberapa contoh dari siswa yang dirasa sudah bisa dan mampu menghitung perkalian sesuai dengan tahapan yang sudah dijelaskan agar bisa membantu siswa yang lain untuk mudah memahami, berikan bimbingan dan arahan ketika pembelajaran berlangsung agar siswa paham terkait konsep pembelajaran konstektual.

DAFTAR PUSTAKA Alim, A. (2009). Permainan Mini Tenis untuk Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Siswa di Sekolah Dasar. JPJI, 6(2), 82. Awaliyah, K.A. (2017). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Materi Perkalian Dengan Teknik Jarimatika. (Skripsi). Pendidikan Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Elita, S. (2012). Efektifitas Metode Jarimatika Dalam Meningkatkan Kemampuan Perkalian Bagi Anak Kesulitan Belajar. Jurnal ilmiah pendidikan Khusus, 1(1), 23-34. Lestari, E.K & Mokhammad R.Y. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika Aditama. Maesaroh, S. (2013). Peranan metode pembelajaran terhadap minat dan prestasi belajar pendidikan agama Islam. Jurnal Kependidikan, 1(1), 150-168. Nasution, T. K., & Surya, E. (2015). Penerapan teknik jarimatika dalam upaya meningkatkan kemampuan operasi hitung perkalian bilangan. Edumatica: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(02). Rahmat, P. S. (2019). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Scopindo Media Pustaka. Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono. (2014). Metode Penelitiam Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Zerri, dkk. (2017). Peningkatan Kemampuan Matematis Pada Siswa Sekolah Dasar SD Negeri 2 Sumber Agung Melalui Pendekatan Jarimatika. JPSD, 3(1), 26-32.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 163

Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis STEM untuk Anak Kelompok B di PAUD Hikmah Sopyana1, Dindin Abdul Muiz2, Elan3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is a product development in the form of lesson plans as an effort to increase teacher knowledge in developing 21st century skills oriented lesson plans. STEM learning can be used as an alternative in building these skills. This study aims to produce lesson plans products that are compatible with the components contained in the 2013 curriculum. The development method used in this research is Educational Design Research (EDR) Mc Kenney and Reaves model which consists of 3 stages 1) analysis and exploration is analyzing the needs and context of the problems found in the field; 2) design and construction is the design for product development; 3) evaluation and reflection is a trial of a product that is developed for later evaluation. The result of the study obtained the results of the validation of experts and practitioners to the lesson plans categorized as very valid but there are some that need to be revised. While the practicality is assessed based on the results of the implementation of learning carried out by 2 meetings. This the results of this development research show that STEM based lesson plans meets valid, practical and effective qualifications. Keywords: Development, Lesson Plan, STEM learning Abstrak Penelitian ini merupakan pengembangan produk berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai upaya meningkatkan pengetahuan guru dalam menyusun RPP berorientasi pada keterampilan abad 21. Pembelajaran STEM dapat dijadikan alternative dalam membangun keterampilan tersebut. Penelitian ini bertujuan menghasilkan produk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan komponen- komponen yang terdapat dalam kurikulum 2013. Motode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Educational Design Research (EDR) model Mc Kenney dan Reaves yang terdiri dari 3 tahap yaitu1) analysis and exploration yaitu menganalisis kebutuhan dan konteks masalah yang terdapat di lapangan; 2) design and construction yaitu perancangan untuk pengembangan produk; 3) evaluation and reflection yaitu uji coba terhadap produk yang dikembangkan untuk kemudian dievaluasi. Hasil penelitian diperoleh hasil validasi ahli dan praktisi terhadap RPP dikatogerikan sangat valid namun ada beberapa yang perlu direvisi. Sedangkan kepraktisan dinilai berdasarkan hasil keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Dengan demikian hasil penelitian pengembangan ini menunjukan bahwa RPP berbasis STEM memenuhi kualifikasi valid, praktis dan efektif. Kata Kunci: Pengembangan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Pembelajaran STEM

PENDAHULUAN Pendidikan saat ini diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi yang memiliki keterampilan abad 21 yaitu keterampilan pemecahan masalah, berpikir kritis, kreatif dan kolaborasi atau dikenal dengan keterampilan 4C. Pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dapat dijadikan alternative yang dapat digunakan untuk membangun keterampilan tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Guzey (dalam Nuraeni, 2019) menyatakan bahwa pembelajaran STEM mampu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Karena pembelajaran STEM berbasis pemecahan masalah sehingga melatih siswa menyelesaikan masalah yang menyerupai masalah di dunia nyata dengan cara berpikir kritis dan kreatif. Tujuan pembelajaran berbasis STEM sejalan dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu mempersiapkan manusia Indonesia supaya memiliki kecakapan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Sehingga pembelajaran STEM dapat diterapkan di PAUD guna memecahkan masalah pendidikan (Wjaya, dkk 2015). Selain penggunaan pendekatan atau metode yang tepat dalam memecahkan masalah pendidikan, satuan pendidikan perlu merencanakan pendidikan dengan baik dengan didukung oleh perangkat pembelajaran yang valid, praktis, dan efektif yang dapat diperoleh melalui penelitian pengembangan. Sujadi (dalam Fatmawati, 2016) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada dan dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Rochmad

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 164

(Ariyanti, 2020) bagian terpenting dari penelitian pengembangan adalah perlu dilakuka uji kualitas produk. Sehingga pada penelitian ini peneliti melakukan berbagai kegiatan mulai dari menganalisis kebutuhan masalah, menyusun desain sebagai solusi masalah, dan mengimplentasikan solusi dari masalah tersebut dengan melakukan uji coba kemudian direvisi. Adapun uji kualitas produk menurut Neieveen (Ariyanti, 2020) meliputi uji validitas, uji kepraktisan, dan uji efektivitas. Dikatakan valid apabila setiap komponen perangkat pembelajaran yang dikembangkan memiliki keterikatan dan kekonsistenan terhadap model pembelajaran yang diterapkan atau digunakan, dikatakan praktis apabila perangkat tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, dan dikatakan efektif apabila dengan penggunaan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dengan demikian, dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif serta mencapai hasil yang diharapkan harus didukung oleh validitas, kepraktisan dan efektivitas dari perangkat pembelajaran itu sendiri. Perangkat pembelajaran menjadi hal yang sangat penting dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Setiap pendidik memiliki kewajiban untuk menyusun perangkat pembelajaran terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Adapun perangkat pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah sebuah prosedur atau langkah-langkah pembelajaran yang harus dibuat dan digunakan oleh guru dalam melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran dengan hasil siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mulyasa (dalam Nasirun dkk, 2018) “Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus”. Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran langkah-langkah pembelajaran yang disusun harus sistematis dan terperinci sesuai dengan komponen-komponen penyusunan rencana pembelajaran yang ada pada kurikulum 2103. Menurut Wahyuni (2018) komponen-komponen penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran meliputi identitas program, materi, alat dan bahan, kegiatan pembukaan, kegiatan inti, kegiatan penutup, dan rencana penilaian. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa pendidik masih kesulitan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan abad 21 sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran yang dihasilkan dirasa masih kurang. Pendidik menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ada sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Kendala lainnya yaitu kurangnya penguasaan dan pemahaman pendidik terhadap penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dokumen RPP yang dikembangkan pendidik, diketahui bahwa RPP yang ada masih berupa langkah-langkah pembelajaran yang kurang sistematis dan rinci. Berdasarkan permasalahan di atas penelitian bermaksud mengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM untuk anak kelompok B di PAUD. Adapun tujuan dari penelitian ini mendeskripsikan kebutuhan yang belum tersedia untuk melaksanakan pembelajaran berbasis STEM di PAUD, untuk mengembangkan dan mendeskripsikan bentuk rancangan RPP berbasis STEM untuk dapat dilaksanakan di PAUD, untuk mendeskripsikan hasil uji coba dan produk akhir RPP berbasis STEM. PEMBAHASAN Penelitian pengembangan ini bertujuan menghasilkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berbasis STEM pada tema Lingkunganku sub tema rumahku untuk anak Kelompok B di PAUD yang memiliki kualifikasi valid, praktis dan efektif. Proses pengaplikasian STEM terlihat ketika anak melakukan rekaya produk atau engineering design process. Menurut lottero perdue (2013) Engineering design process yang dapat digunakan dalam pembelajaran STEM untuk anak

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 165 usia dini diantaranya ask(bertanya), imagine(membayangkan), try(mencoba), try again (mencoba kembali). Rencana pelaksanaan pembelajaran dikembangkan dengan menggunakan metode Educational Design Research model McKenney & Reeves (2012) yang terdiri dari 3 tahap penelitian. Adapun hasil yang didapat pada setiap tahap sebagai berikut. 1. Analysis and Exploration Pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi masalah dan analisis masalah dengan studi pendahuluan. Studi pendahuluan yang dilakukan yaitu studi literatur dan studi lapangan. Studi literatur dilakukan dengan mencari berbagai rujukan dan sumber baik dari buku, jurnal, dan sumber lainnya mengenai solusi yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah pendidikan yang mengharuskan siswa memiliki keterampilan abad 21. Berdasarkan hasil studi literatur pembelajaran STEM merupakan pendekatan pembelajaran yang mampu membangun siswa memiliki keterampilan abad 21. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sari (2019) bahwa “Pembelajaran STEM disarankan untuk membantu keberhasilan abad 21. Karena pembelajaran STEM mengintegrasikan antara sains, teknologi, teknik dan matematika”. Sedangkan studi lapangan dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada guru, observasi dan studi dokumentasi terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat dan digunakan guru. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelompok B RA Al-Istiqomah didapatkan informasi bahwa pendidik belum memiliki pengetahuan, penguasaan dan pemahaman yang cukup mengenai rencana pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan abad 21. Berdasarkan hasil analisis dokumen RPP yang dikembangkan guru, diketahui bahwa RPP yang ada masih berupa langkah-langkah pembelajaran yang kurang sistematis dan rinci. 2. Design and Contruction Pada tahap ini peneliti merancang prinsip desain, menentukan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, menentukan materi ajar, menentukan konsep unsur STEM, menentukan HLT (Hypothetical Learning Trajectory) dan merancang prototype awal rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM. Pada tahap ini terdapat hasil validasi dan revisi terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan. a. Validasi Produk Setelah dilakukan perancangan RPP berbasis STEM, produk berupa RPP berbasis STEM tersebut divalidasi oleh para ahli. Menurut Mulyatiningsing (dalam Maulia, 2018) pada validasi produk tim ahli yang dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari ahli materi dan ahli media berdasarkan komponen-komponen penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Tabel 1. Hasil Validasi Produk Perencanaan Pembelajaran No Aspek Yang Dinilai Rata-rata Kategori 1. Identitas 70,00 Cukup valid 2. Kompetensi Dasar 91,60 Sangat valid 3. Materi 75,00 Cukup valid 4. Alat dan Bahan 73,00 Cukup valid 5. Kegiatan pembelajaran 93,00 Sangat valid 6. Penilaian 88,00 Sangat valid Rata-rata 81,7 Cukup valid Berdasarkan hasil validasi dapat disimpulkan bahwa pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM pada prototype awal cukup valid dan layak digunakan dengan perbaikan. Perbaikan disesuai dengan saran dari validator terhadap pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM yang telah dibuat. b. Revisi produk Setelah produk rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM divalidasi oleh validator ahli yaitu dosen dan guru. Selanjutnya tahap revisi produk rencana pelaksanaan pembelajaran

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 166 berbasis STEM. Produk diperbaiki sesuai dengan saran perbaikan yang diberikan. Berikut indikator yang memerlukan perbaikan antara lain tema, alokasi waktu, keterangan penilaian pada setiap tahap pembelajaran, kegiatan dengan pemanfaatan lingkungan sekitar, dan kegiatan menyimpulkan. Tabel. 2 Hasil Revisi Berdasarkan Saran Validator No Indikator Penilaian Sebelum Revisi Sesudah Revisi Tema Tema: Alam Semesta Tema: Lingkunganku 1. Ciptaan Allah Sub tema : Rumah Sub tema : Lingkunganku 2. Alokasi Waktu Tidak ada alokasi waktu Ada alokasi waktu untuk untuk setiap tahap setiap tahap pembelajaran 6 x pembelajaran 30 menit 3. Memuat rencana Tidak ada pemanfaatan Mewarnai menggunakan memanfaatkan lingkungan lingkungan sekitar pewarna alami seperti daun, sekitar sebagai sumber bunga dll belajar 4. Kegiatan Pembelajaran Tidak ada keterangan Diberi keterangan 4C penilaian pada setiap tahapan pembelajaran 5. Memuat aktivitas siswa Kesimpulan dalam kegiatan Konteks kalimat saat kegiatan untuk menyimpulkan atau penutup belum spesifik. menyimpulkan materi sudah merangkum materi diperbaiki. pembelajaran

3. Evaluation and Reflection Pada tahap ini dilakukan uji coba sebanyak dua kali. Berdasarkan hasil uji coba siklus 1 yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kurang berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah dituangkan dalam RPP, karena masih terdapat tahapan pembelajaran yang tidak terlaksana dan tidak begitu terlihat atau jelas pelaksanaannya. Rencana pelaksanaan pembelajaran belum memenuhi criteria praktis yaitu mudah digunakan karena pada kenyataannya peneliti masih mengalami banyak kesulitan. Adapun yang dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran pada uji coba selanjutnya berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan. Maka perlu adanya refleksi setelah melaksakan pembelajaran. Sehingga peneliti dapat mengetahui sendiri kekurangan dan kelebihan dari produk rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat. Setelah dilakukan refleksi selanjutnya dilakukan revisi. Revisi diperlukan untuk memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran agar rencana pelaksanaan pembelajaran yang digunakan selanjutnya lebih optimal. Dan mencapai nilai kepraktisan dan efisien. Selanjutnya berdasarkan hasil uji coba siklus 2 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran secara keseluruhan berjalan lancar sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran yang dituangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun refleksi dari hasil observasi dan kuisioner yang diisi oleh guru setelah peneliti melaksanakan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang telah dilakukan sudah sesuai dengan tahapan dan sudah mencakup seluruh materi dengan media yang digunakan sudah terkandung program-program pengembangan pembelajaran untuk anak usia dini sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan. Setelah dilaksanakan uji coba sebanyak dua kali terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM dengan media Building Plumbing. Dapat ditarik kesimpulan bahwa produk tersebut telah memenuhi kriteria valid berdasarkan validator ahli, dan telah di uji efektifitas dan efisiensinya sebanyak 2 kali di RA Al-Istiqomah. Sehingga rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM dengan media Building Plumbing dapat digunakan Kelompok B di PAUD.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 167

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM menggunakan motode pengembangan Educational Design Research (EDR) model Mc Kenney dan Reaves yang terdiri dari 3 tahap yaitu analysis and exploration, design and construction dan evaluation and reflection. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan model pengembangan tersebut diperoleh rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM yang memenuhi kualifikasi valid, praktis dan efisien. Dikatakan valid karena hasil validasi ahli menunjukkan semua komponen rencana pelaksanaan pembelajaran tergolong kriteria valid layak digunakan dengan perbaikan, dikatakan praktis karena hasil keterlaksanaan RPP tergolong sangat baik dilihat dari respon guru dan siswa, dikatakan efektif karena menunjang kegiatan pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Ariyanti, P.L, Dantes, N. & Marhaeni, A.A. I. N. (2020). Pengembangan RPP tema keluargaku pada siswa kelas i berbasis kecakapan belajar dan berinovasi abad 21. Universitas Pendidikan Ganesha, 4 (1). Fatmawati, A. (2016). Pengembangan perangkat pembelajaran konsep pencemaran lingkungan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah untuk SMA kelas X. EduSains, 4(2), hlm. 94-103. Lottero-Perdue, P., Michelle, B., Kagan, M., Linda, R., & Webb, T. (2013). an engineering design process for, hlm. 770-77. Maulia, H. H & Wulandari, T. S. H .(2018). Uji validasi pengembangan LKS (Lembar Kerja Siswa) Biologi SMA berbasis problem based learning pada materi perubahan lingkungan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Proceeding Biology Education Conference, 15 (1). McKenney, S. E., & Reeves, T. C. (2012). Introduction. Conducting Educational Design Research, hlm. 1-5 Nasirun, M. & Yulidesni. (2018). Upaya peningkatan kemampuan calon pendidik dalam penyusunan program pembelajaran (RPPM dan RPPH) dan penerapan dalam pembelajaran sesuai kurikulum 2013 mahasiswa semester V dalam Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran S1 PGPAUD FKIP Universitas Bengkulu: Early Childhood Education Journal of Indonesian, 1 (1). Nuraeni, F. (2019). Strategi integrasi desain rekayasa pada pembelajaran IPA. Sumedang: UPI Sumedang Press. Sari, Y.S., Selisne, M., & Ramli, R. (2019). Role of students worksheet in STEM approach to achieve competence of physics learning. Journal of Physics: Conf. Series 1185(2019)012096. doi: 10.1088/1742-6596/1185/1/012096. Wahyuni, M., Yuliantina, I., & Ritayanti, U. (2018). Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Diroktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Wijaya, A. D., Karmila, N., & Amalia, M. R. (2015). Implementasi Pembelajaran Berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics) Pada Kurikulum Indonesia. In Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya, Balai Sawala Unpad Padjajaran.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 168

TIGA FUNGSI BAHASA PADA ANAK SEKOLAH DASAR (Studi di Kelas V SD Negeri 2 Bangunharja Kecamatan Cisaga) Andi Komara Faudillah1 SD Negeri 2 Bangunharja [email protected] Abstract The development of language functions of students at SD Negeri 2 Bangunharja is influenced from within and outside of him. Language has certain functions including: Instrumental function; Regulatory Functions; Intraction Function; Personal Functions; Heuristic Functions; Imaginative Function; Representational Functions. This study uses a descriptive method with a qualitative approach, data collection techniques; Interview; Observation; Documentation study, and perform data triangulation. Data collection tools in this study; Interview guidelines; Observation Guidelines; Documentation Study Guidelines. And in data analysis using the stages: Data collection; Data reduction; Presentation of Data; Drawing conclusions and data verification. Research shows that students; The development of the interactional function of language in students has perfect achievement. The development of the Heuristic function of language in students has less than perfect achievement. The development of the imaginative function of language in students has less than perfect achievement.

Keywords: Three Language Functions, Students. Abstrak Perkembangan fungsi bahasa peserta didik di SD Negeri 2 Bangunharja, ini dipengaruhi dari dalam diri dan luar dari dirinya. Bahasa memliliki fungsi tertentu diantaranya: Fungsi Instrumental; Fungsi Regulatoris; Fungsi Intraksion; Fungsi Personal; Fungsi Heuristik; Fungsi Imajinatif; Fungsi Representasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data; Wawancara; Observasi; Studi dokumentasi, serta melakukan triangulasi data. Alat Pengumpul data dalam penelitian ini; Pedoman Wawancara; Pedoman Observasi; Pedoman Studi Dokumentasi. Serta dalam analisis data menggunakan tahapan-tahapan: Pengumpulan data; Reduksi Data; Penyajian Data; Penarikan kesimpulan dan verifikasi data. Penelitian menunjukan bahwa peserta didik; Perkembangan fungsi Interaksional bahasa pada peserta didik memiliki ketercapaian sempurna. Perkembangan fungsi Heuristik bahasa pada peserta didik memiliki ketercapaian yang kurang sempurna. Perkembangan fungsi Imajinatif bahasa pada peserta didik memiliki ketercapaian yang kurang sempurna. Kata Kunci: Tiga Fungsi Bahasa, Peserta Didik.

PENDAHULUAN Peserta didik di usia 7-13 tahun (usia SD) mengalami perkembangan yang sangat kompleks. Banyak faktor yang sangat berpengaruh dan saling berhubungan dalam proses perkembangan anak, baik unsur dalam diri ataupun unsur luar diri, seperti halnya pengalaman yang di dapat dari aktivitas sosial, “Konteks sosial merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar seorang anak. Pengalaman interaksi social ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berfikir anak. Interaksi antara anak denga lingkungan sosialnya akan menciptakan bentuk-bentuk aktivitas mental yang tinggi.” (Vigotsky dalam Masganti, 2012 :13). Perkembangan peserta didik di SD Negeri 2 Bangunharja, Kecamatan Cisaga tentu berbeda dari setiap individunya, hal ini dipengaruhi dari dalam diri dan luar dari dirinya, terutama dalam fungsi bahasa, (Keraf, 2001:1) mengemukakan bahwa “bahasa merupakan alat komunikasi antar masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia”. Sehingga dapat di sepakati bahwa bahasa sejatinya alat komunikasi manusia berupa lambang suara yang diejabunyikan. Cakupan bahasa sangat luas sekali, (G Keraf, 2001:1) ….. Selain alat ucap, bahasa juga bisa dilakukan dengan gerakan, itu merupakan bahasa khusus dengan orang yang memang butuh perhatian khusus. Bahasa itu adalah sesuatu yang masih bersifat potensial. Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang tersimpan dalam pusat ingatan (memory) kita, siap untuk dituangkan (aktualisasikan). Dapat dikerucutkan pengertian bahasa secara umum tidak selalu keluar dari alat ucap manusia, melainkan bisa dengan gerakan juga dengan simbol (tulisan). Begitu halnya dengan jenis bahasa yang kerap ditemui di sekolah dasar, maka dari itu bahasa pada anak usia SD dapat diklasifikasikan menjadi bahasa lisan, dan bahasa tulis. Bahasa lisan adalah bentuk ekspresi dari perasaan seseorang atau individu,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 169

(Barokah, 2003:67) mendefinisikan bahwa “bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam bahasa lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosa kata dan lafal.” Sedang bahasa tulis menunjukan hubungan rohani yang tidak langsung, bahasa tulis didukung dengan alat bantu tulis, lebih dalam (Tarigan, 1986: 15) menjelaskan bahwa menulis diartikan sebagai sebuah kegiatan menuangkan ide, gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai. Berdasarkan Latar Belakang, peneliti merumuskan masalah diatas sebagai berikut: Bagaimana Perkembangan Fungsi Interaksional Bahasa Peserta didik Kelas V?; Bagaimana Perkembangan Fungsi Heuristik Bahasa Peserta didik Kelas V?; Bagaimana Perkembangan Fungsi Imajinatif Bahasa Peserta didik Kelas V? Fungsi Bahasa Anak Usia SD Bahasa dalam penggunaannya memiliki fungsi yang sering tidak sadar kita rasakan sebagai pengguna. Fungsi bahasa akan dirasakan oleh semua manusia, tidak terkecuali anak sekolah dasar. Menurut (M.A.K Halliday dalam Sumarlam 2003:1-3) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan: a). Fungsi Instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu; b). Fungsi Regulatif, bahasa digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain; c). Fungsi Intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; d). Fungsi Personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain; e). Fungsi Heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu; f). Fungsi Imajinatif, bahasa dapat difungsikan sebagai sarana untuk menciptakan dunia imajinasi; g). Fungsi Representasional, bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi. Perkembangan bahasa merupakan hasil belajar dari lingkungan. Tugas-Tugas Pokok Anak Usia SD dalam Perkembangan Fungsi Bahasa Perkembangan fungsi bahasa anak usia SD akan sangat kentara terlihat. Anak yang ada di lingkungan sekolah tentu akan mendapatkan asupan-asupan lambang bunyi yang baru (bahasa). Dalam perkembangannya peserta didik terkondisikan oleh lingkungan sekolah. Bila ditelisik lebih dalam dan ditinjau dari keadaan riil fungsi bahasa yang sering dijumpai, yakni: Penggunaan Bahasa sebagai sarana interaksi sosial/ komunikasi (Interaksional) Pada hakikatnya bahasa merupakan suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain, meliputi daya cipta dan sistem aturan. Dengan daya cipta tersebut manusia dapat menciptakan berbagai macam kalimat yang bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas. Bahasa dimanfaatkan manusia untuk berkomunikasi, tidak terkecuali anak usia sekolah dasar. Dalam penggunaannya dilingkungan sekolah seringkali anak menggunakan atau memilih kata-kata serta kalimat yang halus, hal ini karena anak terkondisikan dengan lingkungan sekolah, dan sudah semestinya tugas pokok peserta didik berbicara menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Lebih dalam Van Dijk (1997) mendefinisikan wacana sebagai bahasa yang digunakan dalam sebuah interaksi sehingga makna yang dibawa dari aspek verbal itu dikaitkan dengan konteks terjadinya interaksi yang bersangkutan, baik itu konteks situasi maupun konteks budaya yang melatar belakanginya. Selanjutnya bentuk bahasa berupa tuturan yang berfungsi untuk berinteraksi bahasa secara lisan dapat katakana sebuah wacana, selebihnya Idat (1994:4) menambahkan bahwa wacana digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan muatan makna. Penggunaan Bahasa sebagai pengumpul informasi (Heuristik) Fungsi bahasa sebagai alat untuk mencari informasi mengingatkan pada apa yang secara umum dikenal dengan pertanyaan sebab fungsi ini sering disampaikan dalam bentuk pertanyaan- pertanyaan yang menuntut jawaban. Secara khusus, anak-anak sering memanfaatkan fungsi ini dengan berbagai pertanyaan “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” yang tidak putusnya dalam konteks pembelajaran, ketika peserta didik melakukan hal tersebut itu berarti mereka sudah menjalakan fungsi heuristik bahasa, lebih dalam M.A.K Halliday (dalam Alwasilah, 1985: 28) Menjelaskan bahwa “fungsi bahasa heuristik merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 170 menyelidiki realitas dan mempelajari tentang banyak hal. Fungsi ini melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang lingkungan disekitarnya.”, hal tersebut menjadi salah satu tugas pokok peserta didik yang seharusnya dilakukan ketika sedang belajar. Penggunaan Bahasa sebagai ekspresi diri (Imajinatif) Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita-cerita yang terbangun dalam benak/ pikiran anak dan dituangkan kedalam bahasa tulis maupun lisan. Halliday (dalam Alwasilah, 1985:30) Menegaskan bahwa “fungsi imajinatif merupakan fungsi pemakaian bahasa itu sendiri untuk kesenangan bagi penutur maupun pendengar. Bahasa bisa digunakan untuk mengungkapkan pikiran atau gagasan baik sesungguhnya atau tidak, perasaan atau khayalan.”. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SDN 2 Bangunharja, Kec. Cisaga, Kab.Ciamis. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan terhitung bulan Februari-Maret 2020, dengan partisipan peserta didik kelas V sebanyak 14 orang dan wali kelas 5 sebagai informan penelitian. Dalam pembahasan ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Deskripsi hasil penelitian bersumber dari data hasil wawancara dengan informan, observasi langsung dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan wali kelas 5 dengan menggunakan pedoman wawancara, peneliti menyusun pertanyaan berdasar aspek yang sedang diteliti, selain itu aspek tersebut dikembangkan kembali kedalam indikator-indikator ketercapaian. Observasi dilakukan secara langsung ketika sedang pembelajaran berlangsung, peneliti menyusun pedoman observasi sesuai dengan topik yang sedang di angkat, serta mencatat hal-hal yang sekiranya penting dan menunjang dalam pemerolehan data penelitian. Untuk selanjutnya peneliti melakukan pengkajian dokumen-dokumen terkait dengan fungsi kebahasaan yang dimiliki wali kelas kelas 5, sehingga ke tiga sumber peneliatian itu saling mendukung dan berkaitan untuk menghasilkan data penelitian. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah dengan tahapan: 1). Pengumpulan Data; dalam tahapan ini peneliti mengumpulkan data relevan dengan kebutuhan penelitian, data tersebut diambil berdasarkan ketiga teknik pengumpulan data. 2). Reduksi Data; dalam tahapan ini terjadi pemilihan data yang dihasilkan setelah melaksanakan pengumpulan data data sipilih berdasarkan aspek dan indikator yang sekiranya dibutuhkan dalam penelitian. 3). Penyajian Data: Dalam tahapan ini hasil data yang di seleksi dan disajikan sesuai dengan jumlah partisipan berdasarkan aspek dan indikator yang sudah di susun sebelumnya untuk keperluan penarikan kesimpulan; 4). Penarikan Kesimpulan dan verifikasi; tahapan ini merupakan tahapan terakhir yakni penarikan kesimpulan dari data yang telah disajikan sesuai dengan kategorisasi yang telah ada. Miles dan Huberman (1992:90) menggambarkan siklusnya seperti pada gambar dibawah ini.

DATA DATA COLLECTION DISPLAY

DATA

REDUCTIO N CONCLUTION DRAWING & VERIFYNG

Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 171

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Temuan

Gambar 2. Presentase Penggunaan Fungsi Bahasa Peserta Didik Fungsi Interaksional Bahasa Data yang ditemukan berdasar hasil wawancara dengan informan menyimpulkan bahwa; Nuansa komunikasi peserta didik dalam pembelajaran cenderung hangat dan interaktif berkomunikasi; Pilihan kata halus ketika mereka berbicara dengan guru. Temuan peneliti dalam aspek fungsi interaksional bahasa, anak cenderung interaktif dan dan adaptif ketika berkomunikasi dengan lawan bicara. hal ini dapat dilihat dalam tabel yang ditunjukan oleh perolehan kategori “Sempurna”, yang berarti semua indikator terpenuhi: 1.) Menggunakan Bahasa (lisan) dalam interaksi sosial; 2.) Kata yang digunakan cenderung halus ketika berbicara dengan guru/orang tua; 3.) Kata yang digunakan cenderung kata keseharian bila berbicara dengan teman; 4.) Interaktif dan adaptif dalam penggunaan bahasa, Hal ini selaras dengan Van Dijk (1997) mendefinisikan wacana sebagai bahasa yang digunakan dalam sebuah interaksi sehingga makna yang dibawa dari aspek verbal itu dikaitkan dengan konteks terjadinya interaksi yang bersangkutan, baik itu konteks situasi maupun konteks budaya yang melatar belakanginya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan fungsi bahasa peserta didik kelas V di SDN 2 Bangunharja dapat dikatakan berkembang seiring dengan bertambahnya usia mereka. Fungsi Heuristik Bahasa Data yang ditemukan oleh peneliti berdasarkan wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa; Peserta didik menggunakan kata “Apa” ketika bertanya seputar pembelajaran; Peserta didik menggunakan kata “Mengapa” ketika ingin mengetahui alasan; Peserta didik tidak menggunakan kata “Bagaimana” ketika bertanya dalam pembelajaran. Temuan peneliti mengandung arti bahwa dalam fungsi heuristik bahasa peserta didik menemui kendala, hal ini karena ada salah satu indikator yang tidak terlaksanakan, yakni 3). Menggunakan kata “Bagaimana”

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 172 ketika hendak bertanya kepada lawan bicara (lisan). Sedang yang terpenuhi adalah 1). Menggunakan kata “Apa” ketika hendak bertanya kepada lawan bicara; 2). Menggunakan kata “Mengapa” ketika hendak bertanya kepada lawan bicara (lisan), sehingga dalam tabel temuan pada aspek fungsi heuristik bahasa ada pada kategori “Kurang Sempurna”. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan fungsi heuristik bahasa di kelas V SDN 2 Bangunharja menemui hambatan, hal ini ditunjukan bahwa ada salah satu indikator yang tidak terpenuhi, dan pada dasarnya peserta didik cenderung kurang berminat untuk mengetahui cara-cara ataupun tahapan-tahapan dalam pembelajaran, dengan kata lain mereka hanya sampai mengetahuinya saja. Secara konseptual hal ini sejalan dengan M.A.K Halliday (dalam Alwasilah, 1985: 28) yang menjelaskan bahwa “fungsi bahasa heuristik merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk menyelidiki realitas dan mempelajari tentang banyak hal. Fungsi ini melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang lingkungan disekitarnya.”. Fungsi Imajinatif Bahasa Wawancara peneliti dengan informan memperoleh data yang menyimpulkan bahwa peserta didik; Membuat karya dalam bentuk bahasa tulis; Penggunaan diksi dalam penulisan karya cenderung sederhana. Fungsi Imajinatif Bahasa memililiki tiga indikator yang menunjukan keberhasilan anak menggunakan fungsi imajinatifnya dalam bahasa tulis. Temuan Peneliti keterpenuhan indikator dalam fungsi ini hanya dua, yakni: 1). Membuat karya dalam bentuk bahasa tulis; 2). Penggunaan diksi dalam penulisan karya cenderung sederhana. Sedang yang tidak terpenuhi adalah indikator: 3). Membuat karya berdasarkan ide/gagasan sendiri. Peserta didik cenderung meniru ide atau gagasan temannya yang mempunyai keinginan mengungkapkan ide/gagasan, hal ini disinyalir sebagai alternatif untuk merangsang daya cipta ide, Halliday (dalam Alwasilah, 1985:30) Menegaskan bahwa “fungsi imajinatif merupakan fungsi pemakaian bahasa itu sendiri untuk kesenangan bagi penutur maupun pendengar. Bahasa bisa digunakan untuk mengungkapkan pikiran atau gagasan baik sesungguhnya atau tidak, perasaan atau khayalan.”. Dalam fungsi imajinatif peserta didik di kelas V SDN 2 Bangunharja menemui hambatan, sehingga dalam tabel temuan pada aspek fungsi imajinatif bahasa ada pada kategori “Kurang Sempurna” SIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka di simpulkan bahwa: 1). Perkembangan fungsi Interaksional bahasa pada peserta didik kelas V ditinjau dari tabel hasil temuan memiliki ketercapaian “sempurna”, karena semua indikator terlaksana; 2). Perkembangan fungsi Heuristik bahasa pada peserta didik kelas V ditinjau dari tabel hasil temuan memiliki ketercapaian yang “kurang sempurna”, karena ada salah satu indikator yang tidak tercapai; 3). Perkembangan fungsi Imajinatif bahasa pada peserta didik kelas V ditinjau dari indikator yang memiliki ketercapaian yang “kurang sempurna”, hal ini ditunjukan dengan salah satu indikator yang tidak tercapai. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. C. (1985). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Barokah, S. (2003). Ragam Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University press. Dijk, T.A. (1993). Principle of Discourse analysis. Discourse and Society, 4 (2). 00. 249-283. Idat, T.F.DJ. (1994). Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar unsur. Bandung: PT Eresco. Keraf, G. (2001). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Miles, M.B. dan A.M. Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode Metode Baru. Jakarta: UI Press. Sit, M (2012). Perkembangan Peserta Didik. Medan: Perdana Publishing. Sumarlam. (2003). Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra Tarigan, H. G. (1986). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 173

Analisis Nilai Karakter dalam Permaian Tradisional Congklak untuk Anak-anak pada Komunitas Icikibung Tasikmalaya Ira Anggraeni1, Aan Kusdiana2, Rosarina Giyartini 3 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is motivated by the lives of children who cannot be separated from playing activities. There are many types of games, including traditional games. However, over time and technology has resulted in many traditional games being forgotten. The purpose of this study was to describe the form of the Congklak game and the results of the analysis of character values in the traditional Congklak game in the Tasikmalaya Icikibung Community. This study uses a qualitative approach and descriptive methods, data collection procedures use observation and interviews. Based on the research results, the dominant character values are the character values of obedience, honesty and sportsmanship, and 100% patience. Furthermore, the character values of fun and joy, numeracy skills, thinking skills, accuracy and tenacity are 75% respectively. The freedom character value is 66.6%, and finally the friendship character value has a weight that is 60%. Keywords: Character values, traditional game and congklak Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kehidupan anak-anak yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan bermain. Permainan-permainan pun banyak jenisnya termasuk permainan tradisional. Namun, seiring perkembangan jaman dan teknologi telah mengakibatkan permainan tradisional banyak dilupakan. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan bentuk permainan Congklak dan hasil analisis nilai karakter dalam permainan tradisional Congklak di Komunitas Icikibung Tasikmalaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, prosedur pengumpulan datanya menggunakan observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian nilai karakter yang mendominasi adalah nilai karakter kepatuhan, kejujuran dan sportifitas, dan kesabaran 100%. Selanjutnya nilai karakter kesenangan dan kegembiraan, kecakapan berhitung, kecakapan berpikir, ketelitian dan keuletan masing-masing 75%. Nilai karakter kebebasan 66,6%, dan terakhir nilai karakter pertemanan memiliki bobot yaitu 60%. Kata Kunci: Nilai karakter, permainan tradisional dan congklak

PENDAHULUAN Masa kanak-kanak merupakan masa penuh dengan kegembiraan, banyak waktu untuk bermain dengan berbagai permainan menyenangkan sehingga masa kanak-kanak menjadi kenangan berharga bagi setiap individu. “Usia kanak-kanak merupakan masa sangat subur untuk mengembangkan kreativitas” (Rahmawati Eka, 2010). “Bermain memberikan empat manfaat yaitu mengembangkan kreativitas, keterampilan sosial, keterampilan psikomotorik, kemampuan berbahasa dan sebagai sarana terapi untuk mangatasi masalah psikologis” Johnson, Christy dan Yawkey (Muthmainnah dkk., 2016) “Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Dalam kegiatan bermain, anak-anak akan merasa senang karena dapat mengekspresikan berbagai perasaannya. “Permainan bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak” Kak Seto (dalam Jainuddin Jauhari, 2010). Anak-anak memang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan bermain, karena bermain sangat mempengaruhi tahap tumbuh kembang dan tahap pembentukan karakter anak. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan, mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku secara harfiah. Karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak” Pusat Bahasa Depdiknas. Karakter adalah “kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu system, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan” Simon Philips (dalam Mu’in Fathul, 2011; Bachtiar, 2013; Riyadhi, 2020). Karakter adalah serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills)” Tadkiroatun dalam (Irman, 2017). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku yang ditampilkan manusia dalam beraktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan alam sekitarnya dan Tuhan yang menjadi keyakinan dalam hidupnya, termanifestasikan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 174 dalam sikap, tindakan, motivasi, kemauan berdasarkan nilai-nilai agama, norma hukum dan budaya. Penanaman nilai karakter tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah saja, penanaman nilai karakter harus dimulai dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam penanaman nilai karakter di lingkungan keluarga dapat dilakukan dengan metode pembiasaan oleh orang tua seperti berkata sopan kepada orang tua. Sedangkan dalam lingkungan masyarakat penerapan nilai karakter dapat dilakukan melalui permainan tradisional. Permainan tradisioal adalah salah satu permainan di masyarakat dan memiliki pengaruh bagi perkembangan anak. Permainan tradisional adalah salah satu bagian dari ragam kebudayaan di Indonesia. Permainan tradisional merupakan “pusaka budaya bangsa yang mengandung nilai-nilai keluhuran yang tercermin dari semangat dan filosofi permainannya harus terus dikembangkan” (Jainuddin Jauhari, 2010). Berbagai daerah di Indonesia memiliki permainan tradisional masing-masing yang diwariskan secara turun temurun di masyarakat. Permainan tradisional yang ada di berbagai daerah di Indonesia memiliki berbagai macam karakteristik, nama permainan, dan ke unikan yang sesuai dengan keadaan daerahnya. Sehingga sangat diharapkan permainan tradisional bisa terus di lestarikan dari generasi ke generasi. Pada saat ini permainan tradisional mengalami krisis eksistensi di kalangan masyarakat khususnya anak-anak. Ada pernyataan yang mengatakan bahwa “permainan-permainan tradisional tersebut kini mulai terkikis keberadaannya sedikit demi sedikit, khususnya di kota-kota besar bahkan di desa sekalipun” (Jainuddin Jauhari, 2010). “Ada tiga sebab punahnya suatu permainan tradisional, yaitu tidak adanya data, tidak ada lahan bermain, dan tidak tersedianya bahan baku” Zaini Alif (Koran Sindo 18 Januari 2015). Dengan kadaan seperti ini, permainan tradisional akan mengalami kesulitan dalam pengembangannya, sehingga perlu adanya pelestarian untuk meregenerasi permainan tradisional termasuk di Tasikmalaya yang berada di Jawa Barat. Melihat kenyataan dilapangan permainan Congklak sudah jarang dimainkan karena faktor perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga anak-anak sudah lebih banyak menggandrungi permainan online lewat gadget. Melihat banyaknya nilai karakter yang terdapat pada permainan Congklak penulis merasa perlu adanya pengenalan dan pelestarian kembali permainan Congklak. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Nilai Karakter dalam Permainan Tradisional Congklak untuk Anak-anak pada Kominutas Icikibung Tasikmalaya”. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para orang tua, guru, mahasiswa dan masyarakat dapat mengenalkan kembali permainan tradisional agar nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional dapat ditanamkan pada diri anak sejak dini.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berlandaskan filsafat naturalisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah. Denzin dan Lincoln dalam (Ahmadi Rulam, 2016) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah multi metode dalam fokus, termasuk pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap pokok persoalannya. Ini berarti para peneliti kualitatif bekerja dalam setting yang natural (alami), berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya (Prastowo, 2016; Fitrah, 2018). Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah hasil observasi di kegiatan Komunitas Ichikibung dan hasil wawancara dengan ketua Komunitas Icikibung. Lokasi observasi bentuk permainan Congklak di Kominutas Icikibung Tasikmalaya dan observasi apa saja nilai karakter dalam permainan Congklak untuk anak-anak pada Kominutas Icikibung Tasikmalaya dilakukan dilakukan pada hari Selasa 7 Juli 2020 pada pukul 14.17 WIB. di Perum Baitul Marhamah 3 Kel. Sambongjaya Kec. Mangkubumi Kota Tasikmalaya 46151. Lokasi ini dipilih karena pada saat itu Kominutas Icikibung sedang tampil/bermain di sana. Selanjutnya lokasi penelitian dengan teknik wawancara

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 175 bertempat sekretariat Kominutas Icikibung yang beralamatkan di Sukajaya Jl. Situgede 1 No. 168 Kel. Linggajaya Kec. Mangkubumi kota Tasikmalaya 46181 pada hari Selasa, 21 Juli 2020.

HASIL DAN PEMBAHASAN Permainan tradisional yang dikembangkan di komunitas Icikibung yang dipilih oleh peneliti adalah permainan Congklak. Permainan Congklak di komunitas Icikibung digunakan sebagai permainan pembuka guna mengajak bermain siapa saja yang hadir ketika Icikibung sedang tampil. Peneliti memfokuskan untuk meneliti nilai karakter yang terkandung di dalam permainan Congklak. Bentuk permainan Congklak di Komunitas Icikibung Tasikmalaya sama seperti permianan Congklak pada umumnya yaitu dimainkan oleh dua orang pemain yang saling berhadapan. Ada dua versi dalam memainkan Congklak tersebut yang pertama dengan melakukan suit antar pemain untuk menentukan siapa yang pertama bernain, lalu yang kalah suit menunggu giliran bermain setelah pemain pertama habis biji dilubang atau cekungan kecilnya. Kedua para pemain memulai permainan secara bersamaan dengan cara memilih dan mengambil biji pada cengkungan atau lubang kecil miliknya dengan memasukan satu persatu biji searah jarum jam. Permainan dianggap selesai ketika semua biji pada cekungan atau lubang habis dan untuk menentukan pemenangnya para pemain menghitung biji terbanyak pada cekungan atau lubang besar disisi kiri pemain.

Gambar 1. Permainan Congklak

Cara bermain congklak yang sebenarnya sangat sederhana dan bisa dilakukan pada saat waktu bermain ataupun pada saat waktu luang. Berikut cara bermain congklak. a. Sebelum permainan dimulai, pemain bisa melakukan ping suit terlebih dahulu untuk menentukan siapa yang berhak memulainya. b. Pemain mengambil biji congklak dari lubang miliknya, lalu biji congklak tersebut dibagikan searah jarum jam. c. Bila biji terakhir jatuh pada lubang kecil, pemain boleh mengambil biji di dalamnya dan melanjutkan kembali untuk membagikan biji congklak. d. Jika biji terakhir jatuh di lubang besar, pemain boleh mengambil biji yang berada di sisi lubang besar dan melanjutkan lagi permainan. e. Jika biji terakhir jatuh di lubang kosong, itu artinya pemain berhenti, tetapi dia boleh mengambil semua biji yang berada di lubang yang bersebrangan dengan lubang kosong tadi. f. Jika berhenti di lubang kosong dan lubang di seberangnya juga kosong, pemain tersebut berhenti dengan tidak mendapatkan apa-apa. Itu artinya, lawan boleh berjalan. Hasil Analisis Nilai Kararkter dalam Permainan Congklak Di Kominutas Icikibung 1. Analisis Nilai Karakter Kesenangan dan Kegembiraan Dimensi Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 4 Rasa Senang 3 75% √ √ √ X

Total 3 75%

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 176

Hasil analisis tersebut, menjelaskan bahwa yang mendominasi nilai karakter kesenangan dan kegembiraan adalah rasa senang ketika banyak biji yang masuk kedalam cekungan indung, senang ketika bisa nembak cekungan lawan, senang bermain Congklak dengan teman. Rasa senang dalam permainan Congklak memiliki bobot 75%.

2. Analisis Nilai Karakter Kebebasan Dimensi Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 Kebebasan memilih √ √ X 2 66,6% Total 2 66,6%

Dalam permaian tradisional Congklak menunjukan Congklak mengandung nilai karakter kebebasan dengan bobot 66,6%. Dengan indikator kebaebasan dalam memilih lawan bermain, karena dalam permainan Congklak pemain bebas memilih lawan bermain dengan siapa saja. Indikator selanjutnya adalah memilih biji di cekungan mana saja untuk memulai permainan. Saat bermain Congklak pemain dibebaskan memilih biji di cekungan mana saja untuk memulai permainan tidak di tentukan oleh orang lain. Indikator selanjutnya adalah kebebasan memilih cara untuk menang, dalam bermain Congklak indikator ini kurang muncul karena kurang begitu terlihat.

3. Analisis Nilai Karakter Pertemanan Ketaatan Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 4 5 Menghargai √ X √ √ √ 4 80% Mengetahui cara X X √ √ X 2 40% bermain teman Total 6 60%

Hasil anaisis nilai karakter pertemanan dalam permainan tradisional Congklak tersebut, dapat diketahui bahwa nilai karakter pertemanan memiliki bobot 60% sesuai dengan indikator yang telah ditentukan oleh peneliti ketika sedang bermain permainan tradisional Congklak di Kominutas Icikibung, para pemain bersikap saling menghargai sesama teman, menghargai siapa saja yang menjadi lawan bermain tanpa membeda bedakan, bersikap dan berprilaku baik kepada teman, mengargai siapa saja yang pertama memulai permainan, serta menghargai siapa saja yang menjadi pemenang dalam permainan Congklak.

4. Analisis Nilai Karakter Kepatuhan Ketaatan Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 Taat aturan √ √ √ 3 100%

Total 3 100%

Kepatuhan merupakan suatu karakter yang sangat dibutuhkan dalam menjalani hidup sehari- hari. Karakter kepatuhan menaati aturan dalam permainan Congklak indikatornya adalah ketika pemain menaati peraturan yang disepakati, pemain dapat bersikap disiplin saat bermain, pemain memasukan satu per satu biji pada cekungan sesuai dengan aturan. Maka dari analisi nilai karakter

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 177 kepatuhan memiliki bobot sebesar 100%. Hal ini terlihat ketika semua pemain dapat menaati semua peraturan dalam permainan Congklak dengan baik.

5. Analisis Nilai Karakter Kecakapan Berhitung Dimensi Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 4 Berhitung √ √ √ X 3 75%

Total 3 75%

Ketika bermain Congklak, anak-anak akan belajar menghitung satu persatu biji baik itu saat bermain maupun saat mengisikan 7 biji kepada setiap cekungan/lubang. Hasil observasi peneliti kecakapan berhitung memiliki bobot 75%. 6. Analisis Nilai Karakter Kecakapan Berpikir Dimensi Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 4 Strategi √ X √ √ 3 75%

Total 3 75%

Ketika bermain Congklak, anak-anak akan belajar menghitung satu persatu biji baik itu saat bermain maupun saat mengisikan 7 biji kepada setiap cekungan/lubang. Hasil observasi peneliti kecakapan berhitung memiliki bobot 75%.

7. Analisis Nilai Karakter Kejujuran dan Sportifitas Dimensi Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 4 Jujur dalam bermain √ √ √ √ 4 100%

Bermain dengan √ √ √ √ 4 100% Sportif Total 8 100%

Nilai karakter kejujuran dan sportifitas merupakan suatu karakter yang sangat dibutuhkan baik dalam menjalani hidup sehari-hari ataupun dalam bermain permainan Congklak. Adanya nilai karakter kejujuran dan sportifitas dalam permainan Congklak mengajarkan anak-anak atau pemainnya untuk bersikap jujur dan sportif dalm bermain. Hasil analisis nilai karakter kejujuran dan sportifitas dalam permainan Congklak di Kominutas Icikibung, nilai karakter kejujuran dan sportifitas memiliki bobot sempurna yaitu 100%. Hal ini terlihat ketika semua pemain dapat bermain dengan jujur sesuai aturan tidak berbohong ataupun curang. 8. Analisis Nilai Karakter Ketelitian dan keuletan Dimensi Indikator Jumlah Persentase 1 2 3 4 Teliti ketika bermain √ √ √ √ 4 100%

Total 4 100%

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 178

Hasil anaisis nilai karakter ketelitian dan keuletan dalam permainan Congklak tersebut, dapat diketahui bahwa nilai karakter ketelitian dan keuletan memiliki bobot sempurna sesuai dengan indikator yang telah ditentukan oleh peneliti yaitu dengan bobot 100%. Ketika sedang bermain permainan Congklak di Kominutas Icikibung, para pemain teliti dan ulet dalam bermain. Hal ini terlihat ketika tangan teliti memasukan biji kedalam cekungan, mata teliti ketika memasukan biji kedalam cekungan agar tidak ada cekungan yang terlewat, konsentrasi agar tidak salah memasukan biji pada cekungan dan teliti ketika memperhatikan lawan bermain agar tidak bermain curang.

Gambar 2. Hasil Analisis Nilai Karakter dalam Permainan Tradisional Congklak di Komunitas Icikibung

Hasil analisis dan pembahasan nilai karakter dalam permainan tradisional Congklak di Komunitas Icikibung, dapat diketahui bahwa nilai karakter yang mendominasi adalah nilai karakter kepatuhan, kejujuran dan sportifitas, dan nilai kesabaran dengan bobot 100%. Kemudian ada nilai karakter kesenangan dan kegembiraan, kecakapan berhitung, kecakapan berpikir, ketelitian dan keuletan dengan bobot masing-masing 75%. Selanjutnya nilai karakter kebebasan dengan bobot 66,6%, dan yang terakhir adalah nilai karakter pertemanan yang memiliki bobot yaitu 60%.

SIMPULAN Nilai karakter dalam permainan tradisional Congklak di Komunitas Icikibung yang mendominasi adalah nilai karakter kepatuhan, kejujuran dan sportifitas, dan nilai kesabaran dengan bobot 100%. Selanjutnya nilai karakter kesenangan dan kegembiraan, kecakapan berhitung, kecakapan berpikir, ketelitian dan keuletan dengan bobot masing-masing 75%. Nilai karakter kebebasan dengan bobot 66,6%, dan yang terakhir adalah nilai karakter pertemanan yang memiliki bobot yaitu 60%. Permainan Congklak sangatlah bermanfaat bagi anak dari segi sosial, emosional, kognitif, bahasa dan spiritualnya. Selain itu, permainan Congklak juga dapat menyelamatkan kehidupan anak yang sekarang sudah tidak seasik jaman dulu. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, R. (2016). Metodologi penelitian kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Bachtiar, Yudi. "Resistensi Bangunan Karakter Manusia Indonesia di Era Digital." Jurnal Pendidikan Dasar (2013). Fitrah, M. (2018). Metodologi penelitian: penelitian kualitatif, tindakan kelas & studi kasus. CV Jejak (Jejak Publisher). Irman. (2017). Nilai-nilai karakter pada anak dalam permainan tradisional dan moderen. Jurnal Bimbingan dan Konseling: IAIN Batu Sangkar, hlm. 89-96. Jauhari, J. (2010). Mengenal permainan rakyat nusantara. Jakarta : Trans Mandiri Abadi. Mu’in, F. (2011). Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 179

Muthmainnah, dkk. (2016). Pelatihan pengembangan permainan untuk meningkatkan perkembangan sosial emosional anak. Jurnal Pendidikan Anak: Universitas Negeri Yogyakarta, hlm. 817-824. Prastowo, A. (2016)Metode penelitian kualitatif dalam perspektif ranangan penelitian. Yogyaarta: Ar-Ruzz Media. Rahmawati, E. (2010). Bermain asyik permainan tradisional. Jakarta: PT Multi Kreasi. Riyadhi, B., & Mujahidah, N. (2020). Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Pada Mahasiswa Melalui Lembaga Dakwah Kampus: Studi Pada LDK IMMSAH Politeknik Negeri Pontianak. Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, 4(1), 100-117.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 180

Rancangan Bahan Ajar Menulis Mekanistis Anita Yunitasari1, Dian Indihadi2 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected] Abstract Mechanistic writing is defined as a six-step writing activity including setting a sitting position while writing, laying a book or paper, stationery selection, pencil-holding exercises, finger-wrapping by writing letters in the air and variations in how to scratch stationery to form writing. However, in the study of writing with upright writing there are obstacles, in teaching materials have applied mechanistic writing, but there is not yet a worksheet with mechanistic writing steps in teaching materials. To overcome these constraints, it is necessary to develop worksheets in teaching materials to write upright continuously by applying mechanistic writing. The purpose of this research is to describe the design of mechanistic writing materials. The research method uses ADDIE model development research (Analyze, Design Development, Implementation, Evaluation). Data collection is done through interviews. The results of the study obtained a design of mechanistic writing materials. Based on analysis includes analysis of students, competency demands and materials. The data is used as a foundation in designing teaching materials with the determination of materials according to students and demands of competency, learning strategies, and evaluation. The outing of this study is the design of mechanistic writing materials to be applied to the learning of writing with continuous upright writing. Keywords: writing, mechanistic, letters, cursive Abstrak Menulis mekanistis didefinisikan sebagai kegiatan menulis melalui enam langkah meliputi pengaturan posisi duduk saat menulis, peletakkan buku atau kertas, pemilihan alat tulis, latihan memegang pensil, pelemasan jari dengan menulis huruf di udara dan variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Namun pada pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung terdapat kendala, pada bahan ajar sudah menerapkan menulis mekanistis, namun belum tersedia lembar kerja dengan langkah menulis mekanistis dalam bahan ajar. Untuk mengatasi kendala tersebut, perlu adanya pengembangan lembar kerja dalam bahan ajar untuk menulis tegak bersambung dengan menerapkan menulis mekanistis. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan rancangan lembabahan ajar menulis mekanistis. Metode penelitian menggunakan penelitian pengembangan model ADDIE (Analyze, Design Development, Implementation, Evaluation). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara. Hasil penelitian memperoleh rancangan bahan ajar menulis mekanistis. Berdasarkan Analisis meliputi analisis peserta didik, tuntutan kompetensi dan materi. Data tersebut dijadikan landasan dalam merancang bahan ajar dengan penentuan materi sesuai peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Luaran dari penelitian ini berupa rancangan bahan ajar menulis mekanistis untuk diterapkan pada pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung. Kata Kunci: menulis, mekanistis, huruf, tegak bersambung

PENDAHULUAN Tulisan tangan dideskripsikan sebagai keterampilan kompleks dengan melibatkan koordinasi antara kemampuan berpikir, motorik dan kognitif untuk menulis huruf dengan efektif dengan ditandai dengan terhubungnya coretan sesuai aturan (Harralson & Miller, 2018; Stievano et al., 2016). Pada tulisan tangan terdapat unsur mekanis. Unsur mekanis pada tulisan tangan dapat diidentifikasi sebagai kemampuan tangan menggerakan alat tulis dengan koordinasi dari kendali saraf gerakan lengan, tangan, dan jari-jari untuk menentukan suatu pola/ struktur tertentu dengan pena atau pensil. Unsur mekanis ini lebih menekankan pada koordinasi motorik. Pada Kompetensi Dasar bahasa Indonesia kelas II terdapat kompetensi dasar 4.7 Menulis dengan tulisan tegak bersambung menggunakan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan nama diri) serta tanda titik pada kalimat berita dan tanda tanya pada kalimat tanya dengan benar. Pada kompetensi dasar ini dapat dimaknai bahwa setelah mencapai kompetensi dasar ini peserta didik memiliki kompetensi menulis dengan tulisan tegak bersambung dengan prinsip pengunaan, dan penempatan huruf kapital; tanda baca titik dan tanda tanya pada kalimat. Selain itu peserta didik juga memiliki kompetensi untuk membuat kalimat berita dan kalimat tanya. Penelitian mengenai menulis dengan tulisan tegak bersambung telah dilakukan beberapa peneliti. Berdasarkan penelitian Stievano dkk., (2016) mengungkapkan selama usia sekolah,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 181 kesulitan umum untuk anak-anak menjalin/memuat perolehan tulisan tangan secara mekanik. Hal tersebut sering dianggap sebagai ciri anak mengalami gangguan perkembangan syaraf, gangguan koordinasi perkembangan dan ketidak mampuan belajar non verbal. Penelitian di SD Kota Gede 1 menunjukan keterampilan peserta didik dalam menulis dengan tulisan tegak bersambung belum optimal dengan temuan 1) Peserta didik belum terampil dalam menulis dengan huruf tegak bersambung, 2) bimbingan guru kepada siswa secara individu untuk belajar menulis belum optimal, kurangnya motivasi belajar menulis tegak bersambung pada peserta didik, dan juga kurangnya sarana bagi siswa untuk berlatih menulis huruf tegak bersambung (Nugraheni, 2019). Penelitian lain oleh Wijaya (2014) mengungkapkan kendala dalam pembelajaran menulis tegak bersambung meliputi dua faktor, meliputi 1) Peserta didik kesulitan dalam mempelajari tulisan tegak bersambung, dan 2) Ketersediaan media pengenalan tulisan tegak bersambung menarik bagi peserta didik masih belum tersedia. Pada saat melakukan studi pendahuluan di SD Negeri 3 Salawu, pendidik mengungkapkan bahwa kerdapat beberapa kendala dalam pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung. Pertama peserta didik sudah dapat menulis dengan tulisan tegak bersambung namun ada beberapa bentuk huruf kurang tepat (tinggi rendahnya huruf); keterbacaan tulisan peserta didik kurang terbaca karena penulisannya berdempetan; peserta didik membutuhkan motivasi dan reward agar mau menulis; peserta didik terkadang fokusnya tergangu dalam menulis dikarenakan temannya bermain, peserta didik malah mengikuti temannya bermain; peserta didik menulis huruf kapital terkadang menggunakan huruf kapital lepas. Hal lain juga diungkapkan pendidik mengenai bahan ajar untuk pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung menggunakan buku tematik dan buku pendamping untuk peserta didik. Bahan ajar sudah menerapkan menulis mekanistis, namun belum tersedia lembar kerja dengan langkah menulis mekanistis dalam bahan ajar. Kendala dari temuan tersebut dinilai perlu ditangani dengan alasan jika peserta didik tidak dapat terampil menulis dengan tulisan tegak bersambung maka peserta didik tidak dapat mencapai kompetensi belajar sesuai tujuan pembelajaran. Tingkat keterbacaan tulisan peserta didik rendah, dikarenakan bentuk huruf tidak sesuai, dan garis penghubung antar huruf tidak digunakan sehingga berdempetan. Lalu, pengetahuan peserta didik mengenai penggunaan PUEBI dalam menulis kalimat tidak optimal, dikarenakan penggunaan dan penempatan huruf kapital dan tanda titik pada kalimat tidak tepat. Selain itu, jika bahan ajar menulis dengan tulisan tegak bersambung tidak dikembangkan oleh pendidik, peserta didik dapat merasa bosan dan motivasi belajar turun, dikarenakan bahan ajar tersebut sudah diaplikasikan pendidik secara terus menerus tanpa ada variasi. Dengan alasan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk merancang bahan ajar menulis mekanistis pada pembelajaran menulis dengan tegak bersambung di sekolah dasar kelas II. Pada kelas rendah (kelas I dan II), pembelajaran menulis lebih diarahkan pada pembelajaran menulis permulaan. Pada pembelajaran menulis lebih difokuskan pada kemampuan bersifat mekanik. Dalam hal ini peserta didik dilatih untuk menuliskan (mirip kemampuan menggambar) lambang tulis dirangkai pada struktur, sehingga lambang-lambang tersebut bermakna. Setelah kemampuan menulis permulaan terbentuk, peserta didik dilatih untuk melatih kemampuan menuangkan gagasan, pikiran perasaan ke dalam bentuk bahasa tulis. Sifat mekatik pada menulis permulaan mengarahkan peserta didik untuk berlatih menulis lambang tulis dengan mengutamakan koordinasi motorik. Pada menulis permulaan kegiatan menulis didominasi oleh hal-hal bersifat mekanis. Langkah mekanis terwujud dalam 10 langkah (Taufina, 2016). Mengadaptasi dari Taufina, peneliti melakukan langkah menulis mekanistis ke dalam enam langkah, meliputi sikap duduk dalam menulis, cara meletakkan buku di meja, pemilihan alat tulis, cara memegang alat tulis, kegiatan melemaskan jari dengan menulis huruf di udara, kegiatan menggoreskan alat tulis pada kertas

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 182

(kegiatan menggoreskan garis untuk membentuk zigzag, membuat garis untuk menghubungkan huruf, menyalin kata, menyalin kalimat, membuat tanda titik). Menulis tegak bersambung didefinisikan sebagai suatu kegiatan menghubungkan huruf-huruf dalam satu kata menggunakan garis penghubung dengan huruf ditulis tegak lurus (Syamsiyah 2018; Lestari 2017; Nugraheni, 2019). Menulis tegak bersambung adalah suatu kegiatan merangkai huruf yang saling bersambung sehingga menghasilkan tulisan dalam bentuk tulisan tegak bersambung yang dapat dipahami oleh penulis dan pembaca (Lestari, 2017). Menulis tegak bersambung adalah huruf demi huruf yang dirangkai menjadi satu kalimat yang mempunyai arti ditulis tegak lurus tidak miring (Marwati, 2017). Yusuf dkk mengungkapkan Menulis tegak bersambung yakni menulis dengan menghubungkan huruf- huruf dalam satu kata digabungkan dengan garis penghubung (dalam Nugraheni, 2019). Bahan ajar dipandang sebagai segala bahan berupa informasi, alat maupun teks, didesain secara sistematis untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan menampilkan kompetensi secara utuh (Annadia, 2019; Indihadi, 2012; Siddiq et al., 2008). Pada penelitian ini mengembangan lembar kerja dalam bahan ajar untuk mencapai kompentensi dasar menulis dengan tulisan tegak bersambung. Struktur lembar kerja pada bahan ajar memuat judul, kompetensi yang akan dicapai, capaian kompetensi belajar, petunjuk belajar, informasi pendukung, tugas (dalam bentuk latihan), dan penilaian (Depdiknas, 2008). Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan rancangan bahan ajar menulis mekanistis untuk pembelajaran menulis dengan tulisan tegak bersambung untuk peserta didik kelas II sekolah dasar. METODE PENELITIAN Pada metode penelitian dan pengembangan terdapat ragam model pengembangan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model ADDIE (Analyze, Design, Development, Implementation, dan Evaluation). Menurut (Tegeh & Kirna, 2013) fase model ADDIE digambarkan melalui diagram berikut.

Analyze

Implementation Evaluation Design

Development

Gambar 1. Fase model ADDIE

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan output berupa rancangan bahan ajar menulis mekanistik. Untuk mencapai tujuan, peneliti mengadaptasi dan memodifikasi fase model ADDIE menjadi tiga fase. Tiga fase tersebut dideskripsikan sebagai berikut. Pada fase analyze (analisis), terdapat tiga komponen analisis mencakup tuntutan kompetensi, karakteristik peserta didik, materi (Tegeh & Kirna, 2013). Pada fase ini peneliti melakukan analisis kompetensi dasar mengenai menulis dengan tulisan tegak bersambung. Data analisis peserta didik diperoleh melalui studi pendahuluan dan studi literatur. Serta analisis materi dilakukan dengan menganalisis materi menulis dengan tulisan tegak bersambung berdasarkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Tegeh & Kirna (2013) mengemukakan pada fase design (merancang) mengacu pada empat unsur, meliputi peserta didik, kompetensi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Berlandaskan empat

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 183 unsur tersebut, perancangan pembelajaran dilakukan melalui tiga kegiatan, meliputi pemilihan materi sesuai dengan peserta didik, dan tuntutan kompetensi; pemilihan strategi pembelajaran; serta pemilihan bentuk evaluasi. Pada fase development (pengembangan) meliputi kegiatan menentukan tampilan dan isi bahan ajar, mengatur lay out, pemilihan huruf pada bahan ajar, serta mengumpulkan dan menyusun gambar sesuai rancangan. Peneliti mengunduh dan melakukan pengeditan latar belakang bahan ajar diaplikasi Canva, lalu melakukan melakukan pengeditan bahan ajar keseluruhan meliputi pengaturan posisi gambar, tata letak komponen materi dilakukan di aplikasi Microsoft Office Word. Partisipan pada penelitian ini meliputi pendidik kelas II SD Negeri 3 Salawu. Hasil wawancara dari narasumber digunakan sebagai data dalam pengembangan bahan ajar menulis mekanistis khususnya dalam tahap analisis. Tempat penelitian pengembangan bahan ajar menulis mekanistik berlokasi di SD Negeri 3 Salawu beralamat di Desa Karangmukti Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analyze Tahap analisis memaparkan analisis kompetensi, peserta didik dan materi. Pada kurikulum 2013 bahasa Indonesia Kelas II terdapat kompetensi dasar 4.7 Menulis dengan tulisan tegak bersambung menggunakan huruf kapital (awal kalimat, nama bulan, hari, dan nama diri) serta tanda titik pada kalimat berita dan tanda tanya pada kalimat tanya dengan benar. Pada kompetensi dasar ini dapat dimaknai bahwa setelah mencapai kompetensi dasar ini peserta didik memiliki kompetensi menulis dengan tulisan tegak bersambung dengan prinsip pengunaan, dan penempatan huruf kapital; tanda baca titik dan tanda tanya pada kalimat. Selain itu peserta didik juga memiliki kompetensi untuk membuat kalimat berita dan kalimat tanya. Peneliti mengerucutkan capaian kompetensi belajar menjadi tiga capaian (1) peserta didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak bersambung dengan benar; (2) peserta didik menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital kalimat dengan tepat. (3) peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik dengan tepat. Analisis karakteristik peserta didik berdasarkan studi literatur dan hasil wawancara karekteristik peserta didik meliputi senang bermain, senang bergerak, senang bekerja di dalam kelompok, senang merasakan, melakukan, memeragakan sesuatu secara langsung, cengeng, sulit memahami isi pembicaraan orang lain, senang diperhatikan, senang meniru. Peserta didik juga memiliki kompetensi menulis huruf lepas, juga sudah mengenal huruf tegak bersambung. Analisis materi pada pembelajaran menulis tegak bersambung meliputi hal berikut ini. a. Fakta meliputi huruf kapital dan huruf kecil pada tulisan tegak bersambung. b. Konsep memuat definisi menulis dengan huruf tegak bersambung. Menulis tegak bersambung didefinisikan sebagai suatu kegiatan menghubungkan huruf-huruf dalam satu kata menggunakan garis penghubung dengan huruf ditulis tegak lurus c. Prinsip pada materi menulis tegak bersambung meliputi pengunaan huruf kapital digunakan pada awal kalimat, nama bulan, nama hari, dan nama diri; pengunaan tanda titik pada kalimat berita; penggunaan tanda tanya pada kalimat tanya. d. Prosedur meliputi langkah-langkah dalam mencapai kompetensi dasar. Berdasarkan capaian kompetensi, prosedur menulis tegak bersambung meliputi (1) peserta didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak bersambung, (2) peserta didik menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital pada kalimat; (3) peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik. 2. Design Pada tahap rancangan, peneliti menetapkan sasaran bahan ajar meliputi peserta didik kelas II sekolah dasar. Peneliti merancang materi pengenalan huruf tegak bersambung (huruf kecil dan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 184 kapital), pengenalan tanda baca titik, materi dimuat dalam bentuk percakapan dan pengamatan gambar dan huruf. Materi memuat kegiatan menyalin dengan latihan menyalin kata dan kalimat; kegiatan menyempurnakan dengan mengamati kalimat dengan pengunaan huruf kapital pada awal kalimat, nama bulan, nama hari, dan nama diri; kegiatan melengkapi dengan mengamati gambar dan kalimat, dilanjutkan dengan latihan melengkapi tanda titik pada kalimat. Strategi pembelajaran menggunakan strategi 3M (menyalin, menyempurnakan, melengkapi), stategi diambil dari prosedur pembelajaran menulis tegak bersambung. Bentuk evaluasi berupa berbentuk soal tes dengan kegiatan menyalin kalimat dengan menyempurnakan kalimat dengan pengunaan huruf kapital dan melengkapi kalimat dengan tanda baca titik. 3. Development Peneliti pada fase ini menentukan tampilan dan isi bahan ajar, mengatur lay out, pemilihan huruf pada bahan ajar, serta mengumpulkan dan menyusun gambar sesuai rancangan. Pada penelitian ini peneliti mengembangkan lembar kerja dari bahan ajar menulis dengan tulisan tegak bersambung dengan enam langkah menulis mekanistis. Bahan ajar berjenis cetak berukuran A4 dengan jilid. Bahan ajar menggunakan berbagai huruf meliputi huruf DK Nanuk dan Asparagus Sprout untuk judul dan isi; lalu huruf Tegak Bersambung IWK dan Cursif untuk huruf tegak bersambung. Gambar dalam bahan ajar di unduh secara daring dan melalui aplikasi Pinterest. Peneliti mengunduh dan melakukan pengeditan latar belakang bahan ajar di aplikasi Canva, lalu melakukan melakukan pengeditan bahan ajar keseluruhan meliputi pengaturan posisi gambar, tata letak komponen materi dilakukan di aplikasi Microsoft Office Word. Hasil pengembangan bahan ajar menghasilkan lembar kerja menulis mekanistis untuk pembelajaran menulis tegak bersambung dengan menerapkan enam langkah mekanistis agar mencapai capaian hasil belajar meliputi (1) peserta didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak bersambung dengan benar; (2) peserta didik menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital kalimat dengan tepat. (3) peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik dengan tepat. Berikut rancangan bahan ajar menulis mekanistis. Tabel 1. (Rancangan Bahan Ajar Menulis Mekanistis) Gambar Keterangan Pada gambar 2 terdapat judul PERSIAPAN MENULIS. Pada bagian ini memuat langkah 1(sikap duduk saat menulis) dan 2 (meletakkan kertas atau buku) menulis mekanistis dengan adaptasi dari Taufina (2016). Pada bagian ini memuat dialog dari seorang anak untuk menjelaskan intruksi untuk persiapan menulis. Pada

Gambar 2. Langkah mekanistis 1-2 persiapan menulis bahan ajar dilengkapi gambar agar peserta didik dapat mempraktekan langkah-langkah menulis mekanistis. Pada gambar 3 masih melanjutkan bagian persiapan menulis. Bagian ini memuat bagian 3 (pemilihat alat tulis) dan 4 (cara memegang pensil) pada menulis mekanistis didaptasi dari Taufina (2016). Pada bagian ini dilengkapi dengan gambar, agar peserta didik dapat mengamati dan mencontoh dalam memilih alat tulis Gambar 3. Langkah mekanistis 3-4 dan memegang pensil.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 185

Pada gambar 4 masih melanjutkan bagian persiapan menulis. Bagian ini memuat bagian 4 (cara memegang pensil) pada menulis mekanistis didaptasi dari Taufina (2016). Pada bagian ini dilengkapi dengan gambar, saat jari tengah menompang pensil serta posisi jari saat memegang pensil menggunakan tangan kanan dan tangan kiri. Gambar 4. Langkah mekanistis 4 Pada gambar 5 memuat langkah 5 menulis mekanistis, yaitu pelemasan jari dengan menulis huruf di udara. Sebelum menulis di udara, dilakukan pengenalan mengenai bentuk huruf tegak bersambung. Pada bagian ini seorang anak seolah-olah memberikan intruksi pada peserta didik untuk berimajinasi untuk menulis di papan tulis, namun tetap duduk di kursi. Gambar 5. Langkah mekanistis 5 Pada bagian ini juga diperkenalkan dengan baris bantu untuk berlatih menulis dengan tulisan tegak bersambung. Pada gambar 6 memuat langkah 6 menulis mekanistis, yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik berlatih membuat garis zig zag dengan untuk melatih kemampuan menulis tebal dan tipis. Latihan membuat garis zig zag ini juga dikemukakan Taufina (2016) dalam menulis mekanistis.

Gambar 6. Langkah Mekanistis 6 Pengunaan baris bantu digunakan agar peserta didik Bagian 1 dapat menulis dengan rapi. Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis, yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik berlatih menghubungkan huruf untuk membentuk kata. Pada bagian ini digunakan gambar untuk membuat peserta didik tertarik dan fokus dalam menulis. Pada latihan ini latihan menuliskan dilakukan tiga kali, hal ini sesuai dengan tahapan menulis pada Gambar 7. Langkah Mekanistis 6 tahap 2, 3, dan 4 meliputi penulisan draft, merevisi, Bagian 2 dan menyunting (Mustafa & Efendi, 2016). Pada bagian ini terdapat baris bantu untuk melatih peserta didik agar menulis rapi. Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis, yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik berlatih menulis. Pada bagian ini digunakan gambar untuk membuat peserta didik tertarik dan fokus dalam menulis. Pada latihan ini latihan menuliskan dilakukan tiga kali, hal ini sesuai dengan tahapan menulis pada tahap 2, 3, dan 4 meliputi penulisan draft, merevisi, Gambar 8. Langkah Mekanistis 6 dan menyunting (Mustafa & Efendi, 2016). Pada bagian

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 186

Bagian 3 ini terdapat baris bantu untuk melatih peserta didik agar menulis rapi. Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis, yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik berlatih menulis kalimat. Pada bagian ini peserta didik menyalin kalimat dari tulisan lepas ke tulisan tegak bersambung. Pada latihan ini latihan menuliskan dilakukan tiga kali, hal ini sesuai dengan tahapan menulis pada tahap 2, 3, dan 4 meliputi penulisan Gambar 9. Langkah Mekanistis 6 draft, merevisi, dan menyunting (Mustafa & Efendi, Bagian 4 2016). Pada bagian ini terdapat baris bantu untuk melatih peserta didik agar menulis rapi. Pada gambar 7 memuat langkah 6 menulis mekanistis, yaitu variasi cara menggoreskan alat tulis untuk membentuk tulisan. Pada bagian ini peserta didik berlatih membuat tanda titik. Pada bagian ini peserta didik membuat tanda titik dan menempatkan tanda titik pada letak tepat. Pada bagian ini tidak digunakan garis bantu, hal ini peserta didik pada latihan ini tidak berlatih menulis dengan tulisan tegak bersambung. Gambar 10. Langkah Mekanistis 6 Bagian 5

SIMPULAN Rancangan bahan ajar menulis mekanistis berbentuk lembar kerja berukuran A4 berjilid dengan memuat enam langkah mekanistis agar mencapai capaian hasil belajar meliputi (1) peserta didik menyalin kalimat lepas ke tulisan tegak bersambung dengan benar; (2) peserta didik menyempurnakan kalimat dengan pengunaan kapital kalimat dengan tepat. (3) peserta didik melengkapi kalimat dengan tanda baca titik dengan tepat. Rancangan bahan ajar dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran peserta didik kelas II sekolah dasar. Rancangan bahan ajar disusun berdasarkan analisis peserta didik, tuntutan kompetensi, dan materi kelas II sekolah dasar. Kelebihannya peserta didik dapat mengoptimalkan motorik dalam menulis dengan tulisan tegak bersambung. Direkomendasikan rancangan bahan ajar memuat lembar kerja untuk peserta didik melatih menggunakan tanda tanya dalam kalimat tanya.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2008). Panduan pengembangan bahan ajar. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Harralson, H. H., Miller, L. S., Harralson, H. H., Miller, L. S., Abed, H. E., Kherallah, M., ... & Ahmad, S. M. S. (2018). Meprobamate and small amounts of alcohol: Effects on human ability, coordination, and judgment. In Huber and Headrick’s Handwriting Identification: Facts and Fundamentals (Vol. 14, No. 1, pp. 1-8). New York: Queen’s Printer. Lestari, L. (2017). PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEGAK BERSAMBUNG DENGAN METODE MENJIPLAK SANG PELANGI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA (Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang). Mustafa, D. A. I., & Efendi, A. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Pembelajaran Menulis Cerita Berbasis Pendekatan Proses Bagi Siswa SMP. LingTera, 3(1), hlm. 1–8.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 187

Nugraheni, D. (2019). Pengembangan lembar kerja siswa untuk pembelajaran menulis tegak bersambung. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, hlm. 837–848. Stievano, P., Michetti, S., McClintock, S. M., Levi, G., & Scalisi, T. G. (2016). Handwriting Fluency and Visuospatial Generativity at Primary School. Reading and Writing, 1497–1510. https://doi.org/10.1007/s11145-016-9648-6. Syamsiyah, N. (2018). Penerapan Teknik Kontrastif dalam Menulis Tegak Bersambung pada Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar Kabupaten Madiun. PARAMASASTRA, Vol. 5 No. 1. Taufina. (2016). Mozaik Keterampilan bahasa di sekolah dasar. CV. Angkasa. Tegeh, I. M., & Kirna, I. M. (2013). Pengembangan Bahan ajar metode penelitian pendidikan dengan ADDIE Model. Jurnal Ika, 11(1), hlm. 12–26. Wijaya, E. (2014). Perancangan desain buku menulis tegak bersambung sebagai media untuk meningkatkan kemampuan menulis anak sekolah dasar. Universitas Kristen Maranatha.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 188

Analisis Nilai Pendidikan Karakter Pada Cerita Pendek Kanagan Jilid 5 Karya D. Durahman dan T. Sumarsono Elis Solihah1, Nana Ganda2, Ahmad Mulyadiprana3 pgsd kampustasikmalaya, universitas pendidikan indonesia email: elissolihah410gmail.com Abstract This research aims to describe the values of educational character in Kanagan Jilid 5 short story by Duduh Durahman and Tatang Sumarsono with the tittle “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu” and “Titin”. This research used descriptive method. The source of the data is the short story “Kanagan Jilid 5” written by Duduh Durahman and Tatang Sumarsono. Data analyses were done using Miles and Huberman’s model (1992), namely: (1) identifying the short story Waskat as the object of the research, (2) reducing the data, (3) presenting the data, (4) interpreting the data obtained by theory, and (5) making conclusion. The results show that Waskat short story contains character education values, such as: (1) religiosity, (2) honesty, (3) tolerance, (4) discipline, (5) love piece, (6) sosial care, (7) like to read, (8) responsible, (9) curiousity, (10) friendly. Keyword: Values, character education Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai pendidikan karakter dalam kumpulan cerita pendek Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono dengan judul “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu” dan “Titin”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan berdasarkan teori dari Miles dan Huberman (1992), yaitu: (1) melakukan identifikasi kumpulan cerita pendek Kanagan Jiid 5 sebagai objek penelitian, (2) melakukan reduksi data, (3) menyajikan data, (4) menginterpretasikan data yang diperoleh sesuai teori, dan (5) menyusun simpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kumpulan cerita pendek kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono mengandung nilai-nilai pendidikan karakter seperti nilai (1) religius, (2) kejujuran, (3) toleransi, (4) disipin, (5) cinta damai, (6) peduli sosial, (7) gemar membaca, (8) tanggung jawab, (9) rasa ingin tahu, (10) bersahabat. Kata Kunci: Nilai, pendidikan karakter

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sudah mendasar pada kehidupan manusia. Selain sangat penting bagi keberlangsungan hidup, pendidikan juga ditinjau sebagai pondasi masa depan suatu bangsa. Diperlukan generasi muda yang cerdas serta bermoral tinggi (Handitya, 2019). Indonesia sendiri dikenal sebagai suatu negara dengan penduduk yang ramah tamah, murah senyum dan gemar bergotong royong. Namun seiring berjalannya waktu, hal tersebut perlahan memudar. Banyak generasi hanya terfokus dengan kecerdasan kognitif tanpa mempertimbangkan bahwa kecerdasan afektif sebenarnya lebih diperlukan. Pendidikan bukan hanya sekedar mentransfer ilmu akan tetapi didalamnya harus tertanam moral guna memperkuat karakter etika bangsa. Sejalan dengan pendapat yang diungkapkan Wibowo dan Gunawan menyatakan bahwa pendidikan sebagai sarana mentransfer berbagai ilmu dan pengetahuan juga idealnya harus menanamkan nilai etika, moral dan segala aturan dari leluhur kita. (Wibowo, 2013; Gunawan, 2015). Adanya pembelajaran bagi perbaikan nilai moral ataupun sikap terkandung dalam pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti : disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Puskubruk, 2010; Alhamuddin, 2017 ). Beberapa tahun terakhir media masa memberitakan adanya konflik fisik antar masyarakat, agama, pelajar, remaja, gank, dan desa yang dipicu masalah kecil dan salah paham. Penyalahgunaan Narkoba dan minuman keras juga melanda remaja, merokok di kalangan pelajar juga sudah menjadi hal wajar. Dengan penyalah gunaan narkoba dan minuman keras dibarengi dengan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 189 permaslahan-permasalahan baru seperti menurunya semangat bekarja (malas), seks bebas, menurunya kepekaan sosial yang dibarengi dengan kurang mempedulikan kata hati (nurani), menurunya sikap hormat kepada orang tua dan guru, merasa berani dan kuat (bertindak nekat). Untuk mengatasi atau mencegah terjadinya pemerosotan nilai-nilai karakter anak, pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting. Sehubungan dengan pentingnya pendidikan karakter tersebut, (Muslich 2013, hlm. 15) mengatakan bahwa “pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini dalam pendidikan formal, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi”. Selain itu, krisis moral dan perilaku yang terjadi di kalangan generasi muda saat ini sebetulnya dapat diatasi dengan menghadapkan mereka pada berbagai jenis karya sastra. Karya sastra dapat dijadikan alat terapi dalam pembentukan moral yang baik. Sumardjo dan Saini (1991) menyatakan bahwa membaca karya sastra memberikan beberapa manfaat bagi pembacanya, yaitu: (1) memberikan kesadaran tentang kebenaran hidup, (2) memberikan penghayatan yang mendalam tentang realitas yang ada, dan (3) menjadikan pembacanya menjadi manusia yang berbudaya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nurgiyantoro (1995) yang menyatakan bahwa karya fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Dalam upaya menyampaikan pendidikan karakter, Kemdiknas (2010: 8) menyampaikan perlu adanya rekayasa faktor lingkungan yang dapat dilakukan dengan empat hal berikut: (1) keteladanan, (2) intervensi, (3) pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan (4) penguatan. Keempat rekayasa tersebut dapat dengan mudah dilakukan dengan cerpen. Dengan mengaitkan cerita pendek dalam membangun pendidikan karakter, maka sejatinya upaya ini mencerminkan hubungan simbiosis mutualisme. Di sisi cerpen, cerpen tidak lagi hanya menjadi pelengkap pembelajaran bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain sesuai dengan daerah masing-masing, namun ia kembali ke hakikatnya, yakni menjadi alarm bagi pembacanya. Di sisi pendidikan karakter, cerpen akan membantu penanaman nilai-nilai kepada siswa. Dari hal tersebut, maka perlu penggalian nilai pendidikan karakter dalam cerita pendek. Dalam hal ini akan dibahas mengenai kumpulan cerita pendek bahasa Sunda “Kanagan” jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono. Kumpulan cerita pendek “Kanagan” jilid 5 ini disajikan lewat bahasa Sunda. Dimana isi ceritanya menggambarkan kehidupan khas orang Sunda. Isi dari kumpulan cerita pendek “Kanagan” jilid 5 terdapat 28 cerita pendek. Buku kumpulan cerita pendek bahasa sunda ini juga sudah disahkan bersadarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 481.3/Kep.964 Disdik/2009 Tanggal 24 Juli 2009 sebagai buku layak baca atau penunjang materi cerita pendek bahasa sunda atau bahasa Indonesia (terjemahan) di sekolah, disesuaikan dengan tingkatan atau usia. Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan maka peneliti bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada empat cerita pendek dari buku Kanagan Jilid 5 yaitu cerita dengan judul “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu” dan “Titin”.

PEMBAHASAN Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa cerita berjudul “Nu Paruasa di Korea”, “Jajap Nu Mulang”, “Husu” dan “Titin” dalam buku Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono mengandung nilai pendidikan karkater diantaranya : nilai (1) religius, (2) kejujuran, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) cinta damai, (6) peduli sosial, (7) gemar membaca, (8) tanggung jawab, (9) rasa ingin tahu, (10) bersahabat. Setelah dilakukan proses membaca, analisis dan pemahaman cerpen maka diperoleh data bahwa keempat cerita di dalam buku Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 190 mengandung nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut terdapat secara random pada setiap cerita. 1. Nilai Religius Yang dimaksud nilai religius adalah nilai keagamaan atau norma dalam agama islam pada kehidupan sehari-hari. Dari keempat cerita yang diteliti, masing-masing cerita mengandung nilai religius. Contohnya seperti penggalan pada cerita :

“Nu. Paruasa di Korea” karya Kang Ya :“Ehm bagja nya kang, bisa taraweh di mushola babarengan, loba peuting nu daratang teh ?” ceuk Lasminah baturna Dasmirah.

Terjemahan dari penggalan teks tersebut adalah “Ehm bahagia sekali ya kak, bisa tarawih di

mushola bersama, apakah semalam banyak yang datang ?” kata Lasminah teman dari Dasmirah.

Gambar 1.1 Cerita “Nu Paruasa di Korea” Karya Kang Ya

“Tungtungna mah, teu burung asup ka masjid. Teu burung disalatan, da basa lahir mah dina

kaayaan islam. Naha keur hirupna kungsi Islam, jeung maotna Islam ? Tapi salila mangsa opat

puluh tujuh taun, bisa jadi Obin ngalaman parobahan kajiwaan.” Terjemahan penggalan teks tersebut adalah “Akhirnya tidak sempat masuk ke mesjid. Tidak sempat disalatkan, karena dari lahir dalam keadaan islam. Mengapa hidupnya sempat islam, dan matinya islam ? tapi selama empat puluh tujuh tahun, bisa saja Obin mengalami perubahan kejiwaan.”

Gambar 1.2 Cerita “Jajap Nu Mulang Karya Usep Romli

“Ti leuleutik, basa sok ngaji keneh di tajug Ustad Imong, sok didongengkeun lalakon Sayidina Ali,

nu pingpingna katiir jamparing musuh. Nuju solat, jamparingna dicabut. Ku husu-husuna anjeunna solat, dugi ka teu karaosan atuh jamparingna nu nanceb dina pingpingna dicabut teh.” Terjemahan penggalan teks tersebut adalah “Sejak kecil, ketika masih rajin mengaji di mesjid kecil milik Ustad Imong, sering kali dikisahkan dongeng tentang Sayidina Ali yang pahanya tertusuk panah musuh. Saat solat, panahnya dicabut. Saking khusunya beliau solat, sampai tidak terasa panah yang menancap dipahanya telah dicabut.”

Gambar 1.3 Cerita “Husu” Karya Risnawati

“Peutingna, bada maghrib, beres wiridan.”

Terjemahan penggalan teks tersebut adalah “Semalam, sesudah maghrib, selesai wiridan.”

Gambar 1.4 Cerita “Titin” Karya Dani Hadiansyah

Dari keempat penggalan teks dari naskah cerita dan pengarang yang berbeda terdapat nilai religius begitu mendalam. Setiap tokoh dalam ceritu diatas memiliki karakter bahwa mereka adalah orang yang islami. Makna dari islami sendiri merupakan seseorang yang begitu taat beribadah ataupun seseorang dengan pemahaman lebih terhadap agama.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 191

2. Nilai jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, pekerjaan. Karakter jujur merupakan sifat yang sangat sulit dimiliki oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan, orang-orang selalu mengganggap sepele tentang hal-hal kecil terkait ketidakjujuran. Misalkan seperti alasan tidak mengerjakan tugas akibat ketiduran, namun alasan aslinya adalah malas. Kejadian seperti itu bisa membuat seseorang tenggelam nyaman dalam hal yang salah. Dari keempat cerita pendek yang dianalisis terdapat satu judul cerita yang membuat nilai kejujuran pada konteks yang berbeda. Cerita dengan judul “jajap Nu mulang” ditemukan penggalan teks yang mengandung kejujuran seperti berikut :

“Lantaran akang mah hayang jadi kominis saestu-estuna, nya akang mah atheis we. Nu matak tara salat oge. Ieu nembongkeun sikep jujur. Henteu munafik atawa lolodokan.” “Jujur ?” Apin kerung. “Tangtu jujur. Sabab dina kahirupan mah jang, ukur aya dua pilihan. Halal-haram. Salah-bener.

Jujur-khianat. Munapek, hipokrit mangrupa sikep jahat pisan. Leuwih jahat ti batan khianat. Tah

akang mah hayang jujur. Embung munapek atawa khianat. Akang kominis resikona akang kudu

atheis. Kudu kafir. Teu ngigama jeung teu boga agama. Sabab dina islam oge, kur aya dua pilihan. Fal yu’min awu fal yakfur. Iman atawa kafir.” “Rea babaturan Akang nu ngaraku Islam. Tapi tara salat, tara jumaah, puasa ge tara. Rea nu ngaku Kristen, ka gereja tara nincak-nincak acan. Akang mah kataji ku kominis, ku PKI, lantaran jalma-jalma jalujur. Maranehna atheis. Kafir. Atuh tara salat, tara puasa, tara ngalakonan ritual ibadah. Cirining jujur eta teh.” Terjemahan dari penggalan teks diatas adalah “Karena kakak ingin menjadi komunis seutuhnya, ya kakak atheis. Itu sebabnya kakak tidak sholat. Ini menunjukan sikap jujur. Tidak munafik atau pura-pura.” “Jujur ?” Apin mengernyit “Tentu jujur. Sebab dalam kehidupan itu dek, hanya ada dua pilihan. Halal-haram. Salah-benar. Jujur-khianat. Munafik, hipokrit merupakan sikap sangat jahat. Lebih jahat daripada berkhianat. Nah, kakak ingin jujur. Tidak mau munafik atau berkhianat. Kakak komunis resikonya kakak harus atheis. Harus kafir. Tidak beragama dan tidak punya agama. Sebab dalam islam juga,

hanya ada dua pilihan. Fal yu’min awu fal yakfur. Iman atau kafir.”

“Banyak teman kakak yang mengaku Islam. Tapi tidak sholat. Tidak jum’atan, puasa juga tidak.

Banyak yang mengaku kristen, tapi tidak pernah menginjakan kaki di gereja. Kakak ketagihan sama komunis, PKI, karena manusianya sangat jujur. Tidak sholat, tidak puasa, tidak melaksanakan ritual ibadah. Ciri-ciri jujur yang seperti itu.”

Gambar 2.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Makna jujur yang disajikan dalam cerita tersebut mengandung arti mendalam bagi kehidupan sehari-hari. Dimana kata jujur tidak selalu diartikan kepada seseorang dengan kebohongan mendarah daging. Akan tetapi makna jujur sendiri bisa dikatakan sebagai pencarian jati diri atau komitmen seseorang terhadap pilihannya yang tentu saja harus dipertanggung jawabkan apapun resikonya.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 192

3. Nilai Toleransi Arti toleransi adalah sikap dan perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain. Contoh penggalan teks yang mengandung makna toleransi pada naskah cerita pendek “Jajap Nu Mulang” yaitu:

“Kang, ari Akang muhun kominis ?” “Ari kitu ?” Obin nyerengeh. Nembongkeun huntu careham perak. “Ah henteu. Aya we nu nyarios.” “Mun enya rek kumaha ? Mun henteu rek kumaha ?” Obin nyerengeh deui. “Moal kukumaha. Rek angger we milu maca.” Terjemahan penggalan teks diatas adalah “Kak, kalau kakak benar komunis ?” “Kalau begitu ?” Obin terkekeh. Menunjukan gigi geraham perak. “Ah tidak. Hanya ada yang berbicara.” “Kalau iya bagaimana ? kalau tidak bagaimana ?” Obin kembali terkekeh. “Tidak apa -apa. Tetap saja akan ikut membaca.”

Gambar 3.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Sikap seperti ini sangat wajib dimiliki bagi generasi muda. Apalagi dengan banyaknya keberagaman yang terdapat di berbagai belahan bumi Indonesia. Entah itu keberagaman budaya, adat istiadat ataupun kepercayaan. Rasa toleransi bisa dimulai dengan hal-hal kecil bagi anak sekolah dasar seperti menghargai teman ketika berbicara, menjadi pendengar yang baik dan tidak mengeluarkan kata menyakitkan ketika berbicara.

4. Nilai disiplin Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Sikap disiplin sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak agar mereka tidak terbiasa melanggar aturan yang telah ditetapkan. Dalam empat cerita hasil analisis peneliti, ditemukan makna disipin pada cerita dengan judul “Husu” yaitu pada penggalan berikut :

“....Urang mah cukup solat dina awal waktu, eta ge geus kaasup husu.”

Terjemahan pada kalimat diatas adalah“...Kita cukup solat tepat diawal waktu, itu juga

termasuk ke dalam khusyu.”

Gambar 4.1 Cerita “Husu” Karya Risnawati

Kalimat penggalan tersebut menjelaskan bahwa sholat diawal waktu sudah termasuk ke dalam ibadah khusyu. Yang artinya kedisiplinan seseorang dalam melaksanakan ibadah tepat waktu itu termasuk sikap terpuji karena tidak semua orang berkomitmen pada hal demikian.

5. Nilai cinta damai Cinta damai didefinisikan sebagai sikap, perkataan, tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Sikap ini bisa mencegah perselisihan pada sekelompok orang dengan perbedaan pendapat, pemahaman ataupun kepercayaan. Pada cerita yang berjudul “Jajap Nu Mulang” ada potongan kalimat dialog seperti berikut :

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 193

“Di luar GP Anshor soteh. Di dieu mah kawan, nya Jang ?” Obin malik. Biasa dibarung nyerengeh... Arti terjemahan kalimat diatas adalah :

“Diluar, memang bisa disebut GP Anshor. Disini kita kawan, ya dek ?” Obin menoleh. Biasa

disertai dengan kekehan...

Gambar 5.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Makna dari potongan kalimat tersebut menunjukan bahwa Obin selaku anggota partai Komunis dia menjunjung tinggi nilai cinta damai meskipun dia tahu bahwa Apin sahabatnya merupakan anggota ormas islam yang menentang keras adanya komunis.

6. Nilai peduli sosial Peduli sosial bisa diartikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap ini begitu mulia sehingga wajb sekali ditanamkan pada diri anak-anak. Memberi mereka pelajaran bahwa kita sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Nilai peduli sosial ini terdapat pada cerita yang berjudul dan “Titin”. Berikut adalah penggalan teksnya :

“Keun atuh, ku abdi sual Titin mah bade diuruskeun ka sakola, sugan bae kenging beasiswa.”

Asa-asa oge akhirna kuring nyieun kaputusan ngadadak, nu satadina mah teu kapikir

saeutik-eutik acan.

Terjemahan dari kalimat diatas adalah “Baiklah, terkait masalahGambar Titin 6.1 biar Cerita saya “Titin” yang mengurusnya Karya Dani Hadiansah ke sekolah, semoga saja dapat beasiswa.”

Penggalan tersebut menceritakan karakter tokoh utama yang begitu mempedulikan keadaan muridnya setelah ibunya Titin datang memberitahukan bahwa Titin tidak bisa melanjutkan sekolah dikarenakan krisis ekonomi. Sikap seperti ini sangat patut untuk dijadikan contoh bagi anak-anak, remaja, maupun orang tua.

7. Nilai gemar membaca Gemar membaca merupakan kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi diri. Membaca selalu disebut sebagai kunci ilmu. Dimana setiap ilmu yang terdapat dalam sebuah buku tidak akan masuk tanpa dibaca terlebih dahulu. Pada cerita yang berjudul “Jajap Nu Mulang”, si karakter utama memiliki kegemaran membaca, seperti yang diungkapkan pada penggalan berikut :

“Jadi unggal poe, Apin idek leher di emper imah Obin namatkeun buku Hamka jeung Pramudya, saminggu campleng.”

Terjemahan kalimat tersebut adalah :

“Jadi setiap hari, Apin bersantai di teras rumah Obin menyelesaikan buku Hamka dan

Pramudya, seminggu penuh.”

Gambar 7.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 194

Karakter Apin pada penggalan cerita diatas menunjukan bahwa dia memiliki sifat haus bacaan. Dengan usia yang masih belia, Apin begitu fanatik untuk menyelesaikan dua buku berkomposisi tebal yang isinya juga cukup sulit diapahami oleh anak seusianya. Akan tetapi, dengan tekad yang amat tinggi disertai rasa ingin tahu juga, hal tersebut sudah menjadi hal biasa bagi Apin.

8. Nilai tanggung jawab Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap manusia punya tanggung jawab sesuai porsi masing-masing. Jika orang tua memiliki tanggung jawab untuk membesarkan anak, maka guru bertanggung jawab atas kecerdasan siswanya di sekolah dan seorang siswa juga memiliki tanggung jawab untuk belajar sungguh-sungguh. Memikul tanggung jawab itu merupakan sikap yang cukup berat. Tanggung jawab bukan hanya sekedar menanggung beban tugas akan tetapi bisa diartikan juga sebagai penanggungan resiko terhadap kepercayaan atau keyakinan yang diambil. Seperti yang dicontohkan pada cerita “Jajap Nu Mulang” dengan contoh penggalan teks berikut:

“Naha ari sakur kominis kudu atheis. Teu percaya ka Gusti Alloh ?” Apin nyoba-nyoba ngasongkeun masalah ka Obin.

Terjemahan penggalan teks diatas yaitu : “Mengapa yang komunis harus atheis. Tidak percaya kepada Gusti Alloh ?” Apin mencoba memberikan masalah kepada Obin.

“Kang Obin, Akang geus tinemu jangji akhir. Pek sing tagen nyanghareupan tanggung jawab pribadi Akang ka Gusti Alloh nu ku Akang bareto dianggap euweuh.”

Terjemahan penggalan teks diatas adalah : “Kak Obin, Kakak sudah bertemu dengan janji akhir. Silahkan bersiap menghadapi tanggung jawab pribadi Kakak kepada Alloh yang mana dulu Kakak menganggapnya tidak ada.”

Gambar 8.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Dialog tersebut menceritakan bahwa Apin diibaratkan sedang berbicara kepada Obin yang sudah terbujur kaku dimakamkan. Apin seolah menyuruh Obin untuk mempertanggungkan jawabkan keyakinannya di dunia dengan tidak mempercayai adanya sang pencipta karena Obin adalah atheis. Atheis adalah istilah kepada orang yang tidak mempercayai ketuhanan. Hal itu membuktikan bahwa tanggung jawab terhadap pemikiran dan pemilihan sendiri benar- benar harus siap menerima resiko. Karakter Obin menjunjung tinggi nilai kejujuran dimana ia sangat berkomitmen dengan pilihannya. Manusia hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu benar- salah, jujur-khianat, iman-kafir. Obin berani mengambil keputusan untuk menjadi atheis, maka dari itu setelah dia meninggal seluruh tanggung jawab tentunya akan dia pikul.

9. Nilai rasa ingin tahu Rasa ingin tahu merupakan cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. Rasa ingin tahu manusia tidak terbatas. Itulah yang menyebabkan teknologi menjadi

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 195 semakin canggih dari masa ke masa. Contoh penggalan kalimat dalam teks cerita yang mengandung makna nilai rasa ingin tahu adalah sebagai berikut:

“.....Sakapeung sok diajak dahar. Karasa darehdeh someahna salaki-pamajikan teh. Budakna milu apet. Geus teu asa-asa nirilik mapagkeun mun nejo Apin datang....” Terjemahan dari kalimat tersebut adalah :

“....Terkadang selalu diajak makan. Terasa ramah sepasang suami istri itu. Anaknya ikut menempel. Tidak sungkan berjalan menyambut ketika melihat Apin datang...”

Gambar 9.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli

Pada penggalan teks cerita tersebut menunjukan bhawa Apin memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal ini berkaitan karena pengaruh lingkungan dan juga kegemaran membacanya sehingga membuat menjadi lebih terangsang dalam menanggapi suatu hal. Rasa penasarannya sangat besar untuk mengetahui keterkaitan antara paham komunis dan keyakinan atheis. 10. Nilai bersahabat Bersahabat adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Sikap seperti ini biasanya mudah sekali dimiliki anak-anak. Dimana pada masa belia anak-anak sangat senang sekali menambah banyak teman. Bersahabat memiliki keterkaitan dengan nilai cinta damai. Cinta damai tidak akan pernah muncul tanpa adanya perasaan bersahabat dalam jiwa manusia. Contoh nilai bersahabat yang terkandung dalam penggalan teks cerita “Jajap Nu Mulang” :

Gambar 10.1 Cerita “Jajap Nu Mulang” Karya Usep Romli Suasana pada penggalan teks diatas menunjukan betapa harmonisnya hubungan persahabatan Apin dan Obin beserta keluarga meskipun keduanya memiliki keyakinan yang bertolak belakang. Akan tetapi karakter dari dua orang tersebut menjelaskan seolah mereka saling menghargai.

SIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam 4 cerita pada buku Kanagan Jilid 5 karya Duduh Durahman dan Tatang Sumarsono meskipun nilai tersebut ditemukan secara random. Karena tidak semua cerita mengandung 18 nilai pendidikan karakter yang ditetapkan oleh kemendiknas (2010). Beberapa nilai pendidikan karakter yang ditemukan antara lain nilai religius, nilai kejujuran, nilai toleransi, nilai disiplin, nilai peduli sosial, nilai gemar membaca, nilai rasa ingin tahu, nilai cinta damai, nilai tanggung jawab dan nilai bersahabat. Nilai-nilai tersebut sangat patut untuk diteladani bagi orang-orang diberbagai kalangan usia. Baik itu anak-anak, remaja maupun orang dewasa.

DAFTAR PUSTAKA Alhamuddin, A. (2017). Studi perbandingan kurikulum pendidikan dasar negara Federasi Rusia dan Indonesia. AL-MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, 3(2), 123-141. Durahman, D. & Sumarsono, T. (2011). Kanagan Jilid 5. Bandung: CV Geger Sunten.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 196

Gunawan, A. W. (2015). Pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Handitya, B. (2019). Menyemai Nilai Pancasila Pada Generasi Muda Cendekia. ADIL Indonesia Journal, 1(2). Kemendiknas. (2010). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional. Muslich. (2013). Strategi pembelajaran pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Puskubruk. (2010). “Pengembangan pendidikan budaya dan karakter Bangsa: pedoman sekolah (Development of nations’ culture and characters: guidelines for school,” Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, hlm. 1-30. Sumardjo, Jakob dan Saini, K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wibowo, A. (2013). Managemen pendidikan karakter di sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 197

Perancangan Ilustrasi “Cerita Anak: Kue Bandros Kita” Raudhatul Jannah Mauludatil Fauziyyah1, Rosarina Giyartini2 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected] Abstract Bringing the value of local wisdom into learning materials can be one of the factors that affect reading skills. Based on a preliminary study in class IV at SDN Kamulyan it was found that the need for learning resources in the form of reading material containing information about traditional foods and local languages. However, the available reading material is still limited. Therefore, this study discusses how to design a picture story book with the title "Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita" which is supported by interesting illustrations so that it can be used as reading material for children in grade IV Elementary School. This research uses the DBR (Design Based Research) method. The design of the illustration "Children's Story Book: Cake Bandros Kita" using modern techniques and through the stage of computer digitization. "Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita" validated by experts with the results of product validation which states 82.85% is very suitable to be used as reading material in grade IV elementary schools. Keywords: Picture story book, DBR, Traditional Foods, Bandros, Local Wisdom. Abstrak Membawa nilai kearifan lokal ke dalam bahan pembelajaran dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Berdasarkan studi pendahuluan pada kelas IV di SDN Kamulyan ditemukan kebutuhan terhadap sumber belajar berupa bahan bacaan yang memuat informasi mengenai makanan tradisional dan bahasa daerah. Namun, bahan bacaan yang tersedia masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang bagaimana perancangan buku cerita bergambar dengan judul “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” yang didukung oleh ilustrasi menarik agar dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi anak usia kelas IV Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan metode DBR (Design Based Research). Perancangan ilustrasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” menggunakan teknik modern dan melalui tahap digitalisasi komputer. “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” divalidasi oleh ahli dengan hasil validasi produk yang menyatakan 82,85% sangat layak digunakan sebagai bahan bacaan di Sekolah Dasar kelas IV. Kata kunci: Buku Cerita Bergambar, DBR, Makanan Tradisional, Bandros, Kearifan Lokal

PENDAHULUAN Membaca adalah salah satu komponen kemampuan berbahasa (Laily, 2014). Pembelajaran membaca adalah proses memahami suatu makna yang terkandung dalam bahasa tulis (Nurhayati, Hairudin, & Muslinatul, 2009). Seseorang dikatakan dapat membaca apabila dapat memaknai fakta yang tersimpan dalam simbol huruf dalam bacaan. Membaca tidak hanya sekadar mengartikan tulisan, namun juga dapat mengartikan sebuah gambar. Pernyataan ini didukung oleh Haryanto (2009) yang mengemukakan bahwa membaca adalah proses memahami sesuatu yang tertulis atau tercetak. Dalam proses membaca, seseorang diharapkan dapat mencari tahu kata kunci sebuah bacaan, memahami makna bacaan, mengembangkan makna yang telah diterka, dan memakai makna yang telah dimengerti (Amzani, Arum, 2017). Oleh karena itu, saat membaca diperlukan kendali penuh atas pemahaman kata yang terdapat dalam tulisan dan keadaan emosi saat membaca suatu tulisan agar pembaca dapat memahami suatu bacaan. Membaca yaitu suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Tarigan, 2013). Kegiatan membaca terdapat pada pembelajaran Bahasa Indonesia (Marysa, hilal & Agustina, 2015). Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran Bahasa Indonesia dikemas berbasis teks. Dalam pelaksanaannya, Bahasa Indonesia diajarkan sebagai pengetahuan bahasa, juga sebagai teks yang memiliki fungsi aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna secara kontekstual menjadi perantara untuk membina keterampilan dan menguasai ilmu pegetahuan (Abidin, 2013). Dengan kata lain, kandungan materi pelajaran lain dapat dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu dalam pelajaran bahasa Indonesia. Karena kedudukan bahasa Indonesia dalam tematik integratif adalah sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 198

Pengintegrasian beberapa mata pelajaran ke dalam sebuah tema disertakan pula dengan unsur kearifan lokal. Kearifan lokal diartikan sebagai pola tindakan yang mengandung unsur kebijakan dan diakomodasikan kedalam kearifan hidup menjadi warisan budaya baik tangible maupun intangible (Ramadan, 2017). Salah satu warisan budaya yang mengandung nilai kearifan lokal adalah makanan tradisional. Nilai kearifan lokal diangkat ke dalam pembelajaran dengan tujuan untuk mempertahankan warisan budaya Indonesia yang mulai terlupakan karena arus globalisasi dan modernisasi. Juwati (2018) menjelaskan bahwa usia anak sekolah dasar merupakan masa yang tepat untuk menanamkan nilai kebudayaan secara mendalam. Hal tersebut dikarenakan anak usia sekolah dasar mampu memikirkan banyak hal dalam waktu yang sama, serta mampu mengingat dan memutar kembali memori lebih cepat dan lancar. Oleh sebab itu, penyisipan nilai kearidan lokal dapat mempengaruhi kemampuan membaca. Sejalan dengan pendapat Samah & Jusoff (dalam Atmazaki, A., Afnita, A., & Zuve, F. O. (2017), keberhasilan membaca (memahami isi teks) sangat bergantung pada beberapa hal antara lain konteks bacaan. Peneliti juga menemukan adanya keterikatan antara pembelajaran membaca dengan nilai kearifan lokal makanan tradisional dalam buku guru dan peserta didik Kelas IV Sekolah Dasar. Berdasarkan uraian di atas, buku cerita bergambar dipilih sebagai salah satu alternatif bahan pembelajaran penunjang pembelajaran membaca. Picture storybooks are books in which there picture and text are thightly interwined. Neither the picture nor the words are selfsufficient; they need each other to tell the story (Mitchell, 2003). Buku cerita bergambar memiliki karakteristik bahasa yang ringan dilengkapi dengan gambar yang menjadi satu kesatuan dalam penyampaian pesan. Tema dalam cerita bergambar bersumber dari pengalaman pribadi sehingga pembaca mudah mengidentifikasi dirinya melalui perwatakan tokoh. Pemanfaatan buku cerita anak untuk peserta didik sekolah dasar dapat menjadi sumber bacaan yang bermakna dan juga dapat dijadikan variasi dalam pembelajaran karena telah memalui olah visual yang menarik (Sugiarti, 2015). Tentunya, pembuatan buku cerita bergambar perlu perancangan yang matang mulai dari muatan pembelajaran yang dimuat dalam buku, unsur kebahasaan yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif, serta perancangan ilustrasi yang sesuai disesuaikan dengan anak usia kelas IV Sekolah Dasar.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang menggunakan menggunakan metode Design Based Research (DBR). Namun, pembahasan dalam artikel ini hanya memuat langkah penelitian sampai pada tahap pengembangan prototipe.

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian DBR Data dan sumber data penelitian ini berupa (1) Rancangan ilustrasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar, (2) Kualitas “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar, (3) Pengembangan “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar Pada tahap identifikasi masalah, metode yang digunakan untuk studi pendahuluan adalah sebagai berikut:

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 199

1. Metode observasi. Observasi atau pengamatan dilakukan terhadap ketersediaan buku cerita anak di perpustakaan SDN Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya. Observasi mempertimbangkan langkah pertama dalam penelitian DBR yaitu mengidentifikasi masalah. Peneliti menemukan bahwa di perpustakaan SDN Kamulyan belum tersedia buku cerita anak tentang makanan tradisional bandros. Pemilihan tema tentang makanan tradisional bandros didasarkan pada muatan pembelajaran yang terdapat pada buku guru dan siswa kelas IV Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran ke-5. Muatan pembelajaran tersebut membutuhkan sumber belajar berupa bahan bacaan untuk memperkaya wawasan tentang makanan tradisional dan bahasa daerah. Oleh karena itu, tema tentang makanan tradisional kue bandros dipilih sebagai salah satu jenis makanan tradisional dari Jawa Barat. 2. Metode wawancara. Perancangan ilustrasi untuk “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” didukung oleh hasil wawancara dengan guru kelas IV di SDN Kamulyan. Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan adanya kebutuhan terhadap bahan bacaan untuk anak yang dikemas lebih menarik dan mengandung unsur kearifan lokal. Bahan bacaan untuk anak dapat disertai pula dengan ilustrasi/gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengembangan Ilustrasi Buku cerita “Kue Bandros Kita” a. Merumuskan materi pembelajaran. Isi buku cerita bergambar berjudul “Kue Bandros Kita” berpedoman pada Kurikulum 2013. Tabel 1. Keterangan Tabel Muatan Kompetensi Dasar Bahasa 3.6 Menggali isi dan amanat puisi yang disajikan secara lisan dan tulis dengan Indonesia tujuan untuk kesenangan. 4.6 Melisankan puisi hasil karya pribadi dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat sebagai bentuk ungkapan diri. PPKn 1.3 Mensyukuri keberagaman umat beragama di masyarakat sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa dalam konteks Bhineka Tunggal Ika. 2.3 Bersikap toleran dalam keberagaman umat beragama di masyarakat dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika. 3.3 Menjelaskan manfaat keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan sehari-hari. 4.3 Mengemukakan manfaat keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan sehari-hari. b. Pra Produksi. Pada tahap pra produksi buku cerita bergambar, peneliti mencari tahu konsep dan teori dasar pembuatan buku cerita bergambar. Pembuatan buku bergambar dilandaskan pada teori tentang cerita bergambar, teori ilustrasi, dan teori pembuatan buku cerita anak. Buku cerita bergambar untuk anak usia kelas tinggi sekolah dasar sebaiknya disajikan dalam ukuran 20,5 cm x 23 cm dengan penjilidan yang tidak mudah rusak serta dilengkapi oleh efek visualisasi yang menarik di setiap halamannya (Resmini, 2013). Pemilihan kertas untuk keperluan cetak high end dengan resolusi tinggi perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti ketebalan kertas, permukaan kertas, dan tekstur kertas (Noviasri, Andari, & Apriyanti, 2019). Bahan kertas yang dipilih untuk mencetak “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” yaitu art paper 150 gsm dengan sampul buku berbahan art karton 260 gsm. c. Produksi. Kegiatan produksi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” diawali dengan proses mendesain cerita yang sesuai untuk anak usia 8-10 tahun atau setara dengan usia kelas IV Sekolah Dasar. Ide cerita yang dimuat dalam “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” bertema persahabatan dengan 6 tokoh yaitu Viola (perempuan 9 tahun), Ujang (laki-laki 9 tahun), Mamat

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 200

(laki-laki 9 tahun), Euis (perempuan 9 tahun), Mamang Omat (laki-laki 37 tahun), dan Ibu Ujang (32 tahun).

Tabel 2. (Sinopsis Cerita) Kue Bandros Kita Pada saat musim panen padi tiba, Ujang dan Mamat ikut panen ke sawah bersama Mamang Omat. Proses panen padi terasa sangat mengasyikkan bagi Ujang yang bercita-cita sebagai petani yang hebat. Ketika panen padi hampir selesai, Euis datang bersama seorang saudaranya yang berketurunan Belanda. Ia adalah Viola, anak perempuan berambut pirang, berkulit putih dan bermata biru. Ujang dan Mamat berkenalan dengannya dan menunjukkan hasil panen mereka. Segenggam gabah dan beras ditunjukkan kepada Viola. Namun, ternyata Viola tidak menyukai beras ataupun nasi, terasa seperti melihat belatung. Viola ketakutan dan menangis. Ujang menghiburnya dengan mengajaknya ke rumah untuk ikut membuat kue bersama Ibu. Kue yang mereka buat adalah kue Bandros, rasa kue Bandros yang nikmat sangat disukai oleh Viola. Padahal, bahan baku utama kue Bandros yaitu tepung beras. Pertemuan pertama dan persahabatan baru dengan Viola menjadi lebih berwarna karena kue bandros yang nikmat.

Pembuatan ilustrasi menggunakan teknik modern. Ilustrasi dibuat menggunakan pen tablet, laptop serta didukung oleh aplikasi medibang paint pro dan photoshop. Pembuatan layout dari awal sampai dengan tahap finishing dilakukan secara digital.

Gambar 2. Gambar 3. Aplikasi MediBang Paint Pro Aplikasi Adobe Photoshop CC 2018

Berikut adalah layout perhalaman sebelum dan sesudah proses pewarnaan serta editing. Tabel 3. Proses Pembuatan Ilustrasi Layout awal Layout akhir Layout awal Layout akhir Sampul depan Halaman 13-14

Halaman 15-16

Keterangan buku

Halaman 17-18

Halaman 19-20 Kata pengantar

Halaman 21-22

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 201

Halaman 23-24

Halaman 1-2 Halaman 25-26

Halaman 3-4 Profil penulis

Halaman 5-6

Halaman 7-8 Sampul belakang

Halaman 9-10

Halaman 11-12

Proses pembuatan ilustrasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sepenuhnya melalui tahap digitalisasi komputer. Sketsa awal (layout awal) dibuat langsung di aplikasi MediBang Paint Pro kemudian diwarnai, disunting, dimasukkan teks cerita, serta diberi halaman. Ilustrasi dibuat menggunakan warna cerah untuk menarik perhatian anak serta menciptakan efek visualisi yang segar untuk dilihat. Tipografi dalam “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” menggunakan jenis huruf sederhana yang mudah dibaca dan dibedakan penulisan hurufnya untuk menghindari kesalahan baca saat membaca cerita.

Gambar 3. Jenis Huruf di Sampul Depan Gambar 4. Jenis Huruf untuk Isi Cerita

2. Validasi “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” Validasi ahli dilakukan oleh ahli media dan materi untuk mendapatkan kritik dan saran sebagai penyempurnaan rancangan “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita”. Validator pertama dalam proses validasi ini merupakan ahli di bidang bahasa Indonesia dan media pembelajaran SD. Hasil validasi menunjukkan bahwa bentuk produk 82,85% “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” dikatakan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 202 sangat layak ditinjau dari aspek bahasa 64,28% sangat layak dan aspek struktur cerita 81,81% snagat layak untuk digunakan sebagai bahan bacaan untuk anak usia kelas IV Sekolah Dasar. Dari hasil rekomendasi validator, produk “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” perlu dilakukan sedikit revisi terutama pada penempatan nama penulis dan memperbesar ukuran kue bandros pada tata letak sampul depan. Validator kedua yaitu Guru Wali Kelas IV SDN Kamulyan yang menyatakan 90,90% aspek kurikulum dinyatakan layak, dan 80% layak dari aspek ilustrasi. Secara umum “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” layak digunakan sebagai bahan bacaan siswa kelas IV Sekolah Dasar dengan perbaikan tertentu sesuai catatan validator.

SIMPULAN Hasil penelitian ini disimpulkan, (1) “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” menunjukkan bahwa produk sangat layak digunakan sebagai bahan bacaan anak usia kelas IV Sekolah Dasar. Validasi produk dilihat dari aspek produk, aspek kebahasaan, aspek struktur cerita, kurikulum dan ilustrasi yang menyatakan bahwa “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sudah memuat cerita tentang kue Bandros sebagai makanan tradisional Jawa Barat, dilengkapi oleh alur cerita pertemanan yang sederhana serta ilustrasi yang mudah untuk dicerna oleh siswa Sekolah Dasar, (2) Saran dan masukan berdasarkan validasi dari ahli akan dijadikan pertimbangan lebih lanjut untuk mengembangkan rancangan “Buku Cerita Anak: Kue Bandros Kita” sebagai bahan bacaan yang lebih sempurna bagi anak usia kelas IV Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2013). Pembelajaran bahasa berbasis pendidikan karakter. Bandung: Refika Aditama. Amzani, A. (2017). Upaya peningkatan kemampuan pemahaman membaca siswa melalui metode global berbantuan media gambar dan alat peraga pada siswa kelas I SD. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Atmazaki, A., Afnita, A., & Zuve, F. O. (2017, December). Pengembangan Bahan Ajar Membaca Berbasis Konteks. In Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Indonesia (Vol. 1, No. 1). Haryanto. (2009). Upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan dengan media gambar. (Tesis). Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Juwati, J. (2018, August). Model Pembelajaran Sastra Berbasis Cerita Rakyat Sebagai Upaya Membina Karakter Siswa Di Lubuklinggau. In Prosiding Seminar Nasional Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang (Vol. 5, No. 05). Laily, I. F. (2014). Hubungan kemampuan membaca pemahaman dengan kemampuan memahami soal cerita matematika sekolah dasar. Eduma: Mathematics Education Learning and Teaching, 3(1). Marysa, R., Hilal, I., & Agustina, E. S. (2015). Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMPN 1 Gunungsugih. Jurnal Kata (bahasa, sastra, dan pembelajarannya), 3(3, Apr). Mitchell, D. (2003). Children’s literature an imitation to the word. Michigan Noviasri, R., Andari, T. W., & Apriyanti, I. R. (2019). Perancangan Buku Cerita Bergambar “Petualangan Anak Pesisir: Ksatria Masin” Sebagai Media Pengenalan Makanan Khas Gresik Untuk Anak-Anak. Ultimart: Jurnal Komunikasi Visual, 12(2), 34-40. Nurhayati, P., & Hairudin, M., S. (2009). Pembelajaran membaca. Jakarta: Depdiknas. Ramadan, Z. H. (2017). Pemahaman Kearifan lokal di sekolah dasar sebagai suatu cara membentuk karakter siswa. Jurnal Pendidikan Guru, 1(1), hlm. 84–92. Resmini, N. (2013). Sastra anak dan pengajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Samah, H. S. A. A., & Jusoff, H. K. (2008). Teaching Comprehension skills using context based text in second languange learning at tertiary level. International Education Studeis, 1(4), hlm. 118– 123.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 203

Sugiarti, D., & Ratyaningrum, F. (2015). Pembuatan buku cerita bergambar dengan tokoh gatotkaca sebagai media pembelajaran kelas B TK Khalifah Surabaya. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, 2(1), hlm. 64–69. Tarigan, H. G. (2013). Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: CV. Angkasa.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 204

Peran Orang Tua terhadap Home Numeracy Anak Usia Dini Ria Komara1, Dindin Abdul Muiz2, Lutfi Nur3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract Home numeracy has been defined as the interaction between parents and children in including experiences of numerical content in the home environment in daily life which should have a positive impact on children's numeracy ability. While the role of parents is one of the determining factors for children's growth and development. The purpose of this study is to develop an understanding of the role of parents in early childhood home numeracy. The method used is qualitative with a descriptive approach where the flow in this study will be described. There are significant results on the role of parents that greatly affect the realization of the homenumeracy of early childhood, where parents become one of the most important factors in the realization of home numeracy in early childhood, where the role is manifested by authoritative parenting because parents are able to be assertive towards children and provide freedom gradually. Keywords: Role of parents, home numeracy, early childhood Abstrak Home numeracy telah didefinisikan sebagai interaksi antara orang tua dan anak dalam mencakup pengalaman tentang konten numerik di lingkungan rumah dalam kehidupan sehari-hari yag seharusnya memliki dampak positif bagi kemampuan berhitung anak.sedangkan peran orang tua menjadi salah satu faktor penentu bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan pemahaman mengenai peran orang tua terhadap home numeracy anak usia dini. Metode yang digunakan yakni kualitatif dengan pendekatan deskriptif dimana alur dalam penelitian ini akan dideskripsikan. Terdapat hasil yang signifikan terhadap peran orang tua yangsangat mempengaruhi terwujudnya home numeracy anak usia dini, dimana orang tua menjadi salah satu faktor terpenting dalam terwujudnya home numeracy pada anak usia dini, dimana peran tersebut diwujudkan dengan pola asuh yang otoritatif karena orang tua mampu bersikap tegas terhadap anak dan memberikan kebebasan secara bertahap. Kata Kunci: Peran orang tua, home numeracy, anak usia dini

PENDAHULUAN Dewan riset nasional (dalam Zippert & Jhonson, 2018) laporan tentang pembelajaran matematika dicatatan anak usia dini mengemukakan bahwa “Matematika menyediakan sarana yang kuat untuk memahami dan menganalisa dunia. cara matematis menggambarkan dan mewakili jumlah, bentuk, ruang dan pola bantuan untuk mengatur wawasan dan ide-ide orang tentang dunia dengan cara yang sistematis”. Pernyataan tersebut sudah jelas bahwasannya matematika sangat penting bagi kehidupan, bukan hanya kehidupan bernegara saja namun kehidupan dunia. Dengan cara matematis manusia dapat menggambarkan serta mewakili ide-ide tentang dunia secara sistematis. Niklas dan Schneider (dalam Cahoon., dkk, 2017) mengemukakan bahwa “Keterampilan berhitung sangat penting untuk hampir setiap kegiatan di rumah dan diluar”. Hoyles. dkk (dari Noss 1997 dalam Cahoon., dkk, 2017) “Baru-baru ini telah ada peningkatan penekanan pada pentingnya keterampilan berhitung ditempat”. Clark.,dkk (dari Norris,2012 dalam Cahoon., dkk, 2017) “Akibatnya, profisiensi dalam berbagai berhitung dan keterampilan matematika adalah penting, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi perekonomian nasional”. Berdasarkan pernyataan diatas, maka sudah jelas keterampilan berhitung atau numeracy sangatlah penting untuk kehidupan manusia, bukan hanya untuk individu tetapi untuk kelangsungan kehidupan bernegara khususnya dalam hal perekonomian. Di negara-negara maju akan membutuhkan tenaga kerja numerik yang sangat terampil untuk mempertahankan daya saing mereka, sementara di negara-negara berkembang perlu

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 205 meningkatkan keterampilan matematika populasi mereka sebagai dasar untuk membangun teknis dan kapasitas keuangan. (Street., dkk, 2005) Berdasarkan data diatas, sudah jelas bahwa negara berkembang seperti negara Indonesia kemampuan numerasinya mengkhawatirkan dan perlu meningkatkan keterampilannya supaya dapat bersaing dengan negara-negara lain. Keterampilan numerasi dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan baik dalam pekerjaan, di rumah maupun di masyarakat. Oleh sebab itu kemampuan numerasi sangatlah penting diajarkan kepada anak sejak usia dini agar ia siap menghadapi dunia. PEMBAHASAN 2. Home Numeracy Secara sederhana, Numerasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung didalam kehidupan sehari-hari (misalnya di rumah, pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan sebagai warga negara) dan kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat disekeliling kita (Pambudi, Wulandari & Sutopo, tt). Kemampuan ini ditunjukkan dengan kenyamanan terhadap bilangan dan cakap menggunakan keterampilan matematika secara praktis untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Kemampuan ini juga merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matemastis, misalnya grafik, bagan dan tabel (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Home numeracy, yaitu interaksi orangtua-anak yang mencakup pengalaman dengan konten numerik, seharusnya memiliki dampak positif pada perhitungan atau kemampuan matematika secara umum (Yildiz, dkk., 2018). Andreas Schleicher (dari OECD dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017) mengatakan bahwa “Kemampuan numerasi yang baik merupakan proteksi terbaik terhadap angka pengangguran, penghasilan yang rendah, dan kesehatan yang buruk. Keterampilan numerasi dibutuhkan dalam semua aspek kehidupan, baik di rumah, di pekerjaan maupun di masyarakat”. Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa home numeracy merupakan interaksi antara orang tua dan anak yang mencakup konten numerik yang diharapkan dapat memberi pengaruh baik kepada anak dengan mampu mengaplikasikan konsep bilangan dan operasi hitung dalam kehidupan sehari-hari. Skwarchuk., dkk. (2014) mengemukakan bahwa “Pembelajaran numerasi di rumah (Home Numeracy) memiliki dua jenis, yaitu formal dan informal. Kegiatan berhitung formal didefinisikan sebagai pengalaman bersama dimana orang tua secara langsung dan sengaja mengajar anak-anak mereka tentang angka, jumlah atau aritmatika untuk meningkatkan pengetahuan berhitung. Sebaliknya, kegiatan berhitung informal adalah kegiatan bersama yang mengajarkan tentang angka, jumlah atau aritmatika bukan tujuan dari kegiatan tetapi dapat terjadi secara terpisah (misalnya, bermain papan angka, kegiatan pengukuran diperlukan dalam memasak, pertukangan atau kerajinan tangan perbandingan kuantitas, pemrosesan spasial)”. Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan home numeracy terbagi menjadi dua bagian, yakni: a. kegiatan formal diartikan sebagai pengalaman yang dilakukan secara bersama dan secara langsung serta orang tua sengaja mengajar tentang numeracy; b. kegiatan informal diartikan sebagai kegiatan numeracy yang dilakukan bersama namun bukan memiliki tujuan terpisah seperti kegiatan pengukuran dalam memasak, membuat perbandingan dalam pembuatan kerajinan tangan dan lain sebagainya.

3. Peran Orang Tua Sebelum peneliti membahas tentang peran orang tua yang kaitannya dengan home numeracy, peneliti akan membahas terlebih dahulu mengenai pola asuh. Fitriyani (2015) mengemukakan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 206 bahwa “pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan mmenjadikan anak suskes menjalani kehidupan ini” Menurut Baumrid (dalam Purnama, 2019) menyatakan bahwa terdapat empat jenis gaya pengasuhan yang dapat dilakukan oleh orang tua yakni: a. pengasuhan otoritarian merupakan gaya pengasuhan yang membatasi dan menghukum sehingga orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka serta menghormati pekerjaan dan upaya mereka; b. pengasuhan otoritatif merupakan gaya pengasuhan yang mendorong anak untuk mandiri tetapi masih menerapkan batas serta kendali pada tindakan mereka; c. pengasuhan yang mengabaikan merupakan gaya pengasuhan dimana orang tua tidak terlibat didalam kehidupan anak; d. pengasuhan menuruti merupakan gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, tetapi tidak menunut atau mengontrol mereka. Baumrid (dalam Fitriyani, 2015) menyatakan bahwa pola asuh yang ideal untuk perkembangan anak yaitu pola asuh otoritatif, hal ini dikarenakan hal-hal berikut. a. Orang tua otoritatif memberi keseimbangan antara pembatasan serta kebebasan, disatu sisi memberi kesempatan pengembangan percaya diri, sedangkan disisi lain mengatur standar, batasan dan petunjuk untuk anak. b. Keluarga otoritatif lebih mampu menyesuaikan dengan tahapan baru dari siklus keluarga. c. Orang tua otoritatif luwes dalam mengasuh anak, mereka membentuk dan menyesuaikan tuntutan serta harapan ynag sesuai dengan perubahan kebutuhan dan kompetensi anaknya. d. Orang tua otoritatif lebih suka memberikan kebebasan anak secara bertahap. e. Orang tua otoritatif lebih suka mendorong anak dalam perbincangan, hal tersebut dapat mendukung perkembangan intelektual yang merupakan dasar penting bagi perkembangan kompetensi sosial. Diskusi dalam keluarga tentang pengambilan keputusan, aturan serta harapan yang diterapkan dapat membantu anak memahami sistem sosial serta hubungan sosial. f. Keluarga otoritatif mampu memberi stimulasi pemikiran pada anak. g. Orang tua otoritatif mengkombinasikan kontrol seimbang dengan kehangatan. Sehingga anak mengidentifikasi orang tuanya. Yang pada umumnya memperlakukan kita penuh kehangatan serta kasih sayang. h. Anak yang tumbuh dalam kehangatan orang tua akan mengarahkan diri dengan meniru orang tuanya kemudian memperlihatkan kecenderungan yang serupa. i. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga otoritatif akan meneruskan praktek gaya pengasuhan yang otoritatif pula. Anak dapat bertanggung jawab, dapat mengarahkan diri, memiliki rasa ingin tahu serta memiliki ketenangan diri mencerminkan adanya kehangatan dalam keluarga serta pemberian petunjuk yang luwes. j. Orang tua akan merasa nyaman berada disekitar anak yang bertanggungjawab dan bebas, sehingga mereka memperlakukan anak remaja lebih hangat, sebaliknya anak remaja yang berulah akan membuat orang tuanya tidak berpikir panjang, tidak sabar serta berjarak. Berdasarkan pemaparan diatas mengenai pola asuh orang tua, pola asuh yang ideal adalah pola asuh otoritatif dimana orang tua dapat bersikap tegas terhadap anaknya dengan memberikan pembebasan secara bertahap, mampu mengarahkan anak ke hal yag bersipat positif serta orang tua mampu mengontrol anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan dan pertumbuhan anak yang paling penting yang biasa disebut golden age yakni pada usia dini atau pada tahun-tahun awal, dengan demikian peran orang tua dalam tahun- tahun awal ini sangat penting bagi kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terwujud saat keluarga berusaha menyempatkan waktu bagi keluarga, khususnya dalam

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 207 peranannya bagi perkembangan anak, karena anak merupakan tanggungjawab orang tua. Hal ini sejalan dengan pendapat Cooper, dkk. (dalam Purnama, 2019) mengemukakan bahwa: “Ketika seluruh anggota keluarga menghabiskan waktu bersama, mereka menciptakan sebuah identitas bersama sekaligus menyimpan kenangan yang indah, sebuah landasan untuk membantu anak-anak untuk memiliki konsep tentang siapa mereka dan perasaan memiliki. Oleh karena itu, keluarga harus meluangkan waktu agar bisa berperan dalam perkembangan numerasi anak, sehingga keluarga tidak menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada sekolah”. 4. Anak Usia Dini Batasan yang digunakan oleh The National Association For The Education Of Young Children (NAEYC) serta para ahli pada umumnya mengemukakan bahwa “anak pada masa awal adalah anak yang sejak lahir sampai usia delapan tahun. Jadi, mulai anak usia 0 sampai 6 tahun dikategorikan sebagai anak usia dini. Pada masa ini juga sering disebut sebagai golden age atau tahun emas karena pada masa ini anak lebih mudah menangkap lebih baik pengetahuan dan mampu mengingatnya dengan lebih baik debandingkan dengan usia-usia berikutnya.

SIMPULAN Berdasarkan yang telah dilakukan terkait Peran Orang Tua Terhadap Home Numeracy Anak Usia Dini maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa : kemungkinan keberhasilan yang paling besar yang peneliti temui dalam kegiatan home numeracy anak usia dini tidak lain karena dilakukan oleh orang tua dan anak yang saling mendukung serta saling mempunyai keinginan besar untuk melaksanakan kegiatan numerasi di rumah. Peranan orang tua menjadi salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan home numeracy di rumah sebab orang tua merupakan guru pertama bagi anak serta rumah merupakan sekolah pertama bagi anak. Pola asuh orang tuapun menjadi faktor penentu dalam terwujudnya home numeracy anak usia dini karena dengan sikap orang tua terhadap anak dapat membentuk perkembangan serta pertumbuhan anak tersebut. Pola asuh orang tua yang ideal yakni pola asuh yang bersifat otoratif dimana orang tua mampu bersikap tegas terhadap anak dengan memberikan pembebasan secara bertahap sesuai perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA Cahoon, A.dkk. (2017). Parents’ view and experiences of the informal and formal home numeracy environment. Learning, Culture and Social Interaction, hlm. 1-11. Fitriyani, L. (2015). Peran pola asuh orang tua dalam mengebangkan kecerdasan emosi anak. Lentera, 18 (1), hlm. 93-110. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Materi pendukung literasi numerasi, Jakarta. Pambudi, D., Wulandari, A. N., & Sutopo, S. Upaya Meningkatkan Kemampuan Guru SD dalam Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis TIK untuk Meningkatkan Literasi Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika SOLUSI, 2(5), 371-376. Purnama, N, A. 2019. Home literacy : suatu kajian dalam teori ekologi. Bandung: Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Skwarchuk, S. L., dkk. (2014). Kegiatan belajar di rumah formal dan informal dalam kaitannya dengan keterapilan berhitung dan melek huruf awal anak-anak: pengebangan model numerasi rumah. Jurnal Psikologi Anak Eksperimental, 121,hlm. 63-84 doi: http://dx.doi.ord/10.1016/j.jecp.2013.11.006. Street, B., dkk. (2005). Navigating numeracies. netherland : Springer. The National Association For The Education Of Young Children (NAEYC). Pendidikan Anak Usia Dini. Asosiasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 208

Yildiz., dkk. (2018). Investigating the relationship between two home numeracy measures: a questionnaire and observations during lego building and book reading. British journal of developmental psychology. Zippert, E.L dan Johnson,B.R. (2018).The Home Math Environent: More Than Numeracy. Early childhood Research Quarterly. http://doi.org/10.1016/j.ecresec.2018.07.009.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 209

PERKEMBANGAN KOSAKATA BAHASA INDONESIA ANAK USIA 4-5 TAHUN : TINJAUAN PUSTAKA Dela Lailatul Badriah1, Sima Mulyadi2, Lutfi Nur3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Indonesian is the national language and the language of the Republic of Indonesia. Almost all people in Indonesia use Indonesian. But some Indonesian people make Indonesian a second language. The diversity of cultures in Indonesia causes many regional languages in Indonesia. Indonesian can be taught to children from an early age. Early childhood is a child who is in the golden age where the child is easy to receive various stimuli. Based on previous research, the number of Indonesian language vocabularies for children aged 4 years is in the range of 1128 vocabularies and children aged 5 years amounting to 1091 vocabularies. Factors that influence children in obtaining Indonesian vocabulary are influenced by personal factors and environmental factors. From further research found strategies and methods to improve children's Indonesian vocabulary that can be done by parents and teachers and can develop and use Indonesian vocabulary in children. Keywords: vocabulary, children aged 4-5 years, Indonesian, parents, teachers

Abstrak Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia. Hampir seluruh masyarakat di Indonesia menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi sebagian masyarakat Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Ragamnya budaya di Indonesia menyebabkan banyaknya bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Indonesia dapat diajarkan kepada anak sejak dini. Anak usia dini merupakan anak yang berada dalam masa keemasan (golden age) di mana anak mudah menerima berbagai rangsangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, jumlah kosakata bahasa Indonesia anak usia 4 tahun berada pada kisaran 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun berjumlah 1091 kosakata. Faktor yang mempengaruhi anak dalam memperoleh kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari penelitian selanjutnya ditemukan strategi dan metode untuk meningkatkan kosakata bahasa Indonesia anak yang dapat dilakukan orang tua dan guru serta dapat mengembangkan dan menggunakan kosakata bahasa Indonesia pada anak. Kata Kunci: kosakata, anak usia 4-5 tahun, Bahasa Indonesia, orang tua, guru

PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi utama yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan satu sama lain. Bahasa nasional dan bahasa Republik Indonesia adalah bahasa Indonesia. Hal ini tercantum dalam salah satu isi sumpah pemuda yakni: “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ragamnya bahasa daerah yang dimiliki negara Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Potensi berbahasa Indonesia anak usia dini dipengaruhi oleh penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Berdasarkan studi pendahuluan di sebuah TK daerah kota Tasikmalaya pada masa perkenalan peserta didik baru ditemukan anak usia 4-5 tahun tidak memahami guru yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia sedangkan sebagian temannya sudah memahami bahkan berbicara dengan bahasa Indonesia. Anak tersebut hanya memahami bahasa daerahnya saja yaitu bahasa sunda. Hal ini disebabkan karena bahasa yang dikuasai anak Indonesia pertama kali pada umumnya adalah bahasa daerahnya. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, topik perkembangan berbahasa Indonesia anak usia dini lebih dominan membahas tentang mengembangkan berbahasa Indonesia pada anak usia 5-6 tahun. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dahlia, Thamrin, dan Ali pada tahun 2013 dengan judul “Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik Kecamatan Tanah Pinoh” (Dahlia, Thamrin, & Ali, 2013). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hidjanah dan Roshonah pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia 4-5 Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi)” (Hidjanah & Roshonah, 2017). Kemudian penelitian yang dilakukan Alfin, Rosyidi, dan Abdillah pada tahun 2018 dengan judul “Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 210

Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar” (Alfin, Rosyidi, & Abdillah, 2018). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Rusniah pada tahun 2017 dengan judul “Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran 2015/2016” menggunakan subjek kelompok A yaitu kategori anak usia 4-5 tahun (Rusniah, 2017). Bahasa pertama kali diperoleh anak dari lingkungan keluarga. Ketika anak belajar bahasa, bahasa pertama yang terlebih dahulu diketahui dan dikuasai anak berupa bahasa lisan yang terdiri dari kata-kata dan kalimat. Berdasarkan penelitian sebelumnya anak mempelajari mulai dari redaksi, struktur kata, sampai kalimat. Apabila seorang ayah atau ibu mengatakan kalimat yang salah, anak akan menirukan, memaknai arti, dan mempelajari struktur kalimatnya (Putri, Ratna, & Suandi, 2014). Pada perkembangan selanjutnya saat anak memasuki usia prasekolah, anak mulai memperoleh dari lingkungan sekolah baik dari guru maupun teman sebayanya. Dengan banyaknya bahasa yang anak peroleh, perkembangan kosakata akan berkembang dengan pesat sebagaimana dikemukakan Sroufe "children vocabularies grew quite quickly after they begin to speak". Pertambahan kosakata anak akan sangat cepat setelah mereka mulai berbicara. Hal ini dapat dipahami karena anak akan menggunakan arti bahasa dari konteks yang digunakannya (Susanto, 2011). Berdasarkan uraian di atas, pemerolehan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia 4-5 tahun dapat diperoleh dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah. Selain itu, metode-metode yang digunakan dalam memperoleh bahasa Indonesia dapat disetting secara disengaja maupun tidak disengaja. Dalam artikel literature review ini akan disajikan pengetahuan seputar perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun ditinjau dari pengaruh faktor lingkungannya.

PEMBAHASAN Faktor pengaruh perkembangan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun Dalam studi longitudinal selama 8 tahun dalam mengeksplorasi perkembangan kosakata anak- anak Cina dari usia 4 sampai 10 tahun (Song, et al., 2015) ditemukan bahwa keterampilan kosakata dan kognitif anak dari prasekolah ke sekolah dasar memiliki keterkaitan yang erat dan dapat mempengaruhi pertumbuhan leksikal anak dalam masa transisi dari pra-membaca ke membaca. Selain itu, pengetahuan kosakata dapat memprediksi keterampilan membaca anak di kemudian hari, termasuk pengenalan karakter, kelancaran membaca, dan pemahaman membaca. Peneliti meyakini bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kosakata anak usia dini adalah yang berhubungan dengan pengalaman seperti pendidikan ibu (Hoff, 2003; Rowe & Goldin- Meadow, 2009; Rowe et al., 2012; Song et al., 2015). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Azizah yang menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menemukan jumlah kosakata anak usia 3-5 tahun di PAUD Kelompok Bermain Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga, ditemukan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai anak bervariasi. pada anak usia 3 tahun jumlah kosakata yang diperoleh rata-rata 445 kosakata lebih sedikit dibandingkan anak usia 4 tahun dan 5 tahun. Sedangkan anak usia 4 tahun jumlah kosakata yang diperoleh lebih banyak dibandingkan anak usia 5 tahun dengan jumlah rata-rata anak usia 4 tahun 1128 kosakata dan anak usia 5 tahun 1091 kosakata. Namun, disini selisih perbandingan jumlah kosakata anak usia 4 tahun dan 5 tahun tidak terlampau jauh dan rata-rata jumlah kosakata yang telah diperoleh anak usia 4 tahun dan 5 tahun sudah mencapai 1000 kosakata lebih. Semakin bertambahnya usia, kosakata anak pun akan terus bertambah. Tetapi apabila terdapat selisih perbedaan seperti hasil temuan di atas, peneliti meyakini bahwa dalam pemerolehan kosakata setiap anak memiliki keunikan masing-masing. Selain itu faktor pribadi dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap pemerolehan kosakata anak (Azizah, 2013).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 211

Dari hasil penelitian di atas, ditemukan bahwa perkembangan kosakata anak dipengaruhi oleh faktor intelektual/kognitif dan faktor lingkungan. Anak yang memiliki intelektual atau kognisi tinggi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa (Susanto, 2017). Perkembangan otak dan kognitif anak secara independen dapat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi keluarga dan lingkungan bilingualisme (Brito, 2017). Sementara faktor lingkungan berperan besar dalam perkembangan awal bahasa anak terutama lingkungan sosial (Susanto, 2017). Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan bahasa terutama dalam penambahan kosakata berkaitan dengan tingkat keseringan penggunaan bahasa, yang mempengaruhi pemerolehan dan pemrosesan bahasa anak (Kidd, Donnelly, & Christiansen, 2018). Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Siron pada tahun 2016 di salah satu daerah Jakarta Timur, ditemukan bahwa kemampuan penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun sudah dapat diketahui dan dipahami oleh lawan bicaranya. Selain itu, kata kerja yang digunakan anak masih menggunakan kata-kata dasar. Hal ini terjadi karena penggunaan kata kerja anak usia 5 tahun tidak diimbangi dengan penggunaan kalimat yang lengkap/kompleks (Siron, 2016). Dari hasil temuan tersbut dapat diketahui bahwa penggunaan kosakata khususnya kata kerja anak usia 5 tahun dapat dikembangkan apabila anak berperan serta dalam percakapan dan kegiatan sehari-hari. Montessori mengungkapkan bahwa masa usia dini merupakan periode sensitif, di mana pada masa ini anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya (Sujiono, 2013). Apabila pemberian stimulus khususnya dalam mengembangkan kosakata telah dilakukan kepada anak sedini mungkin, maka perkembangan kosakata anak di masa mendatang akan berkembang sangat pesat sehingga anak akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Metode mengembangkan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun Dalam mempelajari kosakata, dibutuhkan paparan kata-kata baru dan dukungan percakapan (kontekstual) untuk membedakan makna kata-kata (Gómez, Vasilyeva, Dulaney, 2017). Paparan kata-kata baru dapat diperoleh anak dengan dilibatkannya anak dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, untuk melatih belajar bahasa dapat disetting suatu kegiatan seperti: kegiatan bermain bersama, cerita (baik dibacakan buku cerita atau meminta anak bercerita), bermain peran, bermain boneka tangan, belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative learning) (Susanto, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Markus, Kusmiyati, & Sucipto di TK Kabupaten Malinau Barat, perkembangan kosakata anak diperoleh melalui percakapan sehari-hari. Apabila ditinjau dari kelas kata dalam bahasa Indonesia, ditemukan kelas kata nomina menempati jumlah paling banyak yang dikuasai anak (Markus, Kusmiyati, & Sucipto, 2017). Hal ini selaras dengan penemuan Dardjowidjojo selama lima tahun meneliti pemerolehan bahasa cucunya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa nomina menduduki posisi paling atas dengan persentase rata-rata 49% dan verba menduduki urutan kedua dengan persentase rata-rata 29%, selanjutnya pada urutan ketiga baru diikuti kelas kata adjektiva dengan persentase 13%, dan kata fungsi menempati urutan keempat dengan persentase 10% (Dardjowidjojo, 2010). Kegiatan untuk mengembangkan kosakata anak usia 4-5 tahun dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan yang sengaja disetting oleh orang tua atau guru. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sukma, Fadillah, & Yuline yang menggunakan media gambar pada anak usia 5-6 tahun, penelitian ini menemukan bahwa kosakata Bahasa Indonesia pada anak usia 5-6 tahun di TK Muslimat Pontianak Tenggara meningkat ketika mengggunakan media gambar. Selain itu, Ilhami, Fitri, dan Ramdhani membuat sebuah produk untuk memfasilitasi anak dalam meningkatkan kosakata anak usia 5-6 tahun. Dari hasil ujicoba produk tersebut didapatkan dari 22 sampel yang digunakan dari dua sekolah yaitu mulai berkembang sesuai harapan (BSH) sebanyak 7 orang atau

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 212 dengan persentase 32% dan 15 anak atau 62 % adalah berkembang sangat baik (BSB). Hasil tes hasil ujicoba 22 anak Untuk tes hasil belajar didapatkan 8 anak atau 36% berkembang sesuai harapan, dan 14 anak atau 64% anak berkembang sangat baik. berdasarkan hasil ujicoba tersebut dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan permainan kuda bisik berupa media permainan dan evaluasi mampu untuk meningkatkan kemampuan pembendaharaan kosakata anak usia 5-6 tahun (Ilhami, Fitri, & Ramdhani, 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McLeod, Hardy, dan Kaiser yang menggunakan metode bermain berbasis naturalistik ditemukan bukti bahwa penggunaan intervensi bahasa naturalistik dalam konteks permainan kelas dapat efektif dalam mendukung target penggunaan kata kosa kata (Mc.Leod, Hardy, & Kaiser, 2017). Hal ini sesuai dengan teori Enhanced Milieu Teaching (EMT) bahwa metode bermain berbasis naturalistik dapat mendukung pengembangan bahasa yang telah diteliti secara menyeluruh dan terbukti efektif dalam mempromosikan bahasa lisan dan meningkatkan perbedaan kosakata (Kaiser & Trent, 2007; dalam McLeod, et al., 2017).

SIMPULAN Berdasarkan kajian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kosakata bahasa Indonesia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor lingkungan. Dari kedua faktor tersebut, faktor lingkungan dapat dikembangkan oleh siapa pun, baik oleh orang tua di rumah maupun guru di sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh orang dewasa dalam mengembangkan kosakata bahasa Indonesia anak usia 4-5 tahun yaitu kegiatan bercakap-cakap, penggunaan media gambar, permainan kuda bisik, dan metode bermain berbasis naturalistik.

DAFTAR PUSTAKA Alfin, J., Rosyidi, Z., & Abdillah, H. (2018). Pengembangan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia Anak Umur 5-6 Tahun melalui Metode Bercerita dengan Media Televisi Bergambar. Jurnal: Jurnal Pendidikan Usia Dini, 12 (2), hlm. 271-280. Azizah, F. N. (2013). Pemerolehan Kosakata Anak Usia 3—5 Tahun di PAUD Kelompok Bermain Inklusif Anak Ceria Universitas Airlangga. Jurnal: Skriptorium, 1 (3), hlm. 57-66. Dahlia, L., Thamrin, M., & Ali, M. (2013). Kemampuan Berbicara menggunakan Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik Kecamatan Tanah Pinoh. Jurnal: Jurnal Pendididkan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 2 (9), hlm. 1-13. Dardjowidjojo, S. (2012). Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Gómez, L. E., Vasilyeva, M., & Dulaney, A. (2017). Preschool Teachers' Read-Aloud Practices in Chile as Predictors of Children's Vocabulary. Journal: Journal of Applied Developmental Psychology, 52, hlm. 149–158. Hidjanah., & Roshonah, A. F. (2017). Meningkatkan Kemampuan Bahasa Ujaran Anak Usia 4-5 Tahun melalui Metode Qiraati (Di RA Raudhatul Muthmainnah, Cikarang Barat, Bekasi). Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini : Yaa Bunayya, 1 (1), hlm. 47-52. Ilhami, B. S., Fitri, B. F. H., & Ramdhani, S. (2019). Permainan Kuda Bisik untuk Meningkatkan Kemampuan Pembendaharaan Kosakata Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini: Cakrawala Dini, 10 (2), hlm. 101-108. Markus, N., Kusmiyati, & Sucipto. (2017). Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia Anak Usia 4-5 Tahun. Jurnal Ilmiah : FONEMA, 4 (2), hlm. 102-115. McLeod, R. H., Hardy, J. K., & Kaiser, A. P. (2017). The Effects of Play-Based Intervention on Vocabulary Acquisition by Preschoolers at Risk for Reading and Language Delays. Journal: Journal of Early Intervention, 39(2), hlm. 147–160.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 213

Putri, K. A. K., Rasna, I. W., & Suandi, I. N. (2014). Pemerolehan Bahasa Indonesia Pada Anak Usia Dini di Desa Beraban, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Jurnal: Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, 3 (1). Rusniah. (2017). Meningkatkan Perkembangan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini melalui Penggunaan Metode Bercerita pada Kelompok A di TK Malahayati Neuhen Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Bimbingan Konseling: Jurnal Edukasi, 3 (1), hlm. 114-130. Siron, Y. (2016). Analisis Kemampuan Penggunaan Kata Kerja pada Anak Usia 5 Tahun. Jurnal: Jurnal Pendidikan Anak, 5 (2), hlm. 848-856. Song, S. et al. (2015). Tracing Children’s Vocabulary Development from Preschool Through the School-Age Years: an 8-Year Longitudinal Study. Journal: Developmental Science, 18 (1), hlm. 119-131. Sujiono, Y. N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. Susanto, A. (2017). Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori). Jakarta: Bumi Aksara.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 214

Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah Vita Siti Zulaeha1, Sima Mulyadi², Taopik Rahman³ Afiliasi : PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected]², [email protected] Abstract This research was motivated by observations of researchers in the field who found several children aged 5-6 years who still did not know the names of the objects around them, could not make simple sentences, and could not tell their activities while at home. This problem is often faced by teachers in class. Meanwhile, when children are asked to tell stories about their activities while at home the children only speak a few words even though the teacher has stimulated the children to tell stories with simple sentences. The analysis is that in this indicator all children begin to develop their speaking skills, this can be seen from the children who have the courage to speak fluently when the teacher explains learning in class, this shows that each child's speaking ability is different but the average speaking ability of children in this school shows are starting to develop. The results of data collection on the speaking ability of children aged 5-6 years develop according to expectations if the educational components both at school and at home can stimulate each other's speaking skills. Keywords: speech, early childhood, language development Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh kegiatan observasi peneliti di lapangan yang menemukan beberapa anak usia 5-6 tahun yang masih belum mengetahui nama-nama benda di sekitarnya, belum bisa membuat kalimat sederhana, dan belum bisa menceritakan kegiatannya selama di rumah. Masalah ini sering dihadapi oleh guru-guru dikelas. Analisisnya adalah pada indikator ini seluruh anak mulai berkembang kemampuan berbicaranya hal ini terlihat dari anak yang sudah berani berbicara dengan lancar saat guru menjelaskan pembelajaran di kelas, hal ini menunjukkan bahwa setiap kemampuan berbicara anak berbeda-beda namun rata-rata kemampuan berbicara anak di sekolah ini menunjukkan mulai berkembang. Hasil pengumpulan data tentang kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun berkembang sesuai harapan apabila komponen pendidikan baik di sekolah maupun di rumah dapat saling menstimulus kemampuan berbicara anak. Kata Kunci: kemampuan berbicara, anak usia dini, perkembangan Bahasa

PENDAHULUAN Anak usia lahir sampai 6 tahun merupakan masa keemasan (Uce, 2017). Pada masa ini anak mulai peka menerima berbagai rangsangan, anak telah siap merespon stimulus yang diterimanya dari lingkungan (Mutiah, 2015). Stimulus yang diberikan orang tua harus benar-benar diperhatikan. Karena masa ini merupakan masa peletak dasar pertama bagaimana berkembangnya aspek perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Montessori (dalam Sujiono, 2013, hlm 2) menyatakan bahwa “pada rentang usia lahir sampai 6 tahun anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan”. Masa peka adalah masa anak yang telah siap merespon stimulus rangsangan dari lingkungan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda-beda, seiring berjalannya waktu pertumbuhan dan perkembangan anak meningkat secara individual. Masa ini merupakan peletak dasar pertama bagaimana anak mengembangkan aspek perkembangannya (Sujiono, 2013). Salah satu pengembangan aspek bahasa anak adalah berbicara. Bahasa dan berbicara memiliki keterkaitan yang sangat erat dimana kemampuan berbicara verbal sehari-hari anak menunjukan berkembangnya bahasa verbal anak (Sumaryanti, 2017). Hal tersebut sejalan dengan Suhartono (dalam Pebriana, 2017) yang menyatakan bahwa peranan bahasa bagi anak usia dini diantaranya sebagai sarana untuk berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk berbicara dan sarana agar anak mampu membaca dan menulis. Menurut Somantri (dalam Yani, 2018) Perkembangan kemampuan berbahasa anak usia dini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikirannya melalui bahasa sederhana yang tepat, mampu berkomunikasi dengan efektif dan membangkitkan minat anak untuk dapat berbahasa dengan baik. Berdasarkan hasil observasi, ditemukan berbagai permasalahan di KB Fadhilatul Hidayah. Pertama, perbendaharaan kata anak masih kurang, hal ini dilihat dari jawaban anak yang kurang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 215 mengetahui nama-nama benda di sekitarnya. Kedua, sebagian anak belum bisa membuat kalimat sederhana, hal ini dilihat dari pertanyaan peneliti yang tidak direspon atau dijawab oleh anak. Ketiga, sebagian anak belum bisa menceritakan pengalamannya, hal ini dilihat ketika anak disuruh menceritakan kegiatannya selama di rumah. Permasalahan-permasalahan diatas menunjukan bahwa kemampuan berbicara anak di KB Fadhilatul Hidayah masih kurang. Terdapat kesenjangan antara teori dan lapangan. Menyadari betapa pentingnya kemampuan berbicara pada anak dan berdasarkan data hasil observasi peneliti. Maka penelitian ini berjudul “Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun di KB Fadhilatul Hidayah”. Berdasarkan hasil observasi sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah? 2) Bagaimana kemampuan bercerita anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah?

METODE PENELITIAN Dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, peneliti melakukan pengamatan, wawancara, dan penyebaran angket kepada orang tua anak. Untuk mempermudah proses pengumpulan data maka sebelum peneliti ke lokasi penelitian untuk mengambil data peneliti merumuskan kisi-kisi tentang aspek yang akan diamati. Observasi biasanya diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap data atau informasi yang nampak pada suatu objek (Widoyoko (Fadila, 2018; Muizzatul, 2012) Kuesioner atau angket merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk diberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. Sugiono (2017, hlm. 199) menyatakan bahwa “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab”. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dengan cara tanya jawab atau dialog secara lisan antara peneliti dengan responden. Menurut Sugiono (2017, hlm. 117) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah berjumlah 10 orang. Penelitian ini menggunakan teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Menurut Sugiono (2017: 124-125) menjelaskan bahwa “sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel”.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan melalui hasil deskripsi tiap indikator. Hasil analisis dan pengolahan data diperoleh skor rata-rata secara sederhana kemudian dideskripsikan. Hasil penelitian ini dilakukan dengan teknik penyebaran angket terhadap kepada orang tua subjek sebanyak 10 orang tua anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah. Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dimana dari data tersebut dapat diketahui data secara mendasar.

Tabel 1. (Indikator Kemampuan Berbicara Anak (Hasil Angket)) Kemampuan Aspek yang diukur dalam kemampuan berbicara anak BB MB BSH BSB Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. 10% 20% 30% 40% Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang 25% 30% 5% 40% sama

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 216

Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, 20% 15% 20% 45% serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok 10% 30% 35% 25% kalimat-predikat-keterangan) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide 10% 25% 45% 10% pada orang lain Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah 30% 30% 30% 10% diperdengarkan Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita 5% 20% 25% 50%

Pada Aspek ini anak telah memiliki kemampuan berbicara yang baik sesuai usianya yakni 5- 6 tahun. hal ini menunjukan bahwa kemampuan berbicara setiap anak berbeda-beda, akan tetapi rata-rata kemampuan berbicara anak menunjukan berkembang sangat baik. Aspek 1 sebesar 40% anak menunjukkan berkembang sangat baik untuk menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. Aspek kedua yaitu menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama menunjukan anak berkembang sangat baik. anak yang kemampuan berbicaranya berkembang sangat baik sebanyak 40%. Selain dari hasil penyebaran angket, penelitian ini juga dilakukan dengan teknik wawancara terhadap guru yang mengajar di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah. Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dimana dari data tersebut dapat diketahui data secara mendasar, berdasarkan tabel aspek berikut ini:

Tabel 2. (Indikator Kemampuan Berbicara Anak (Hasil Wawancara)) Aspek yang Diukur dalam Kemampuan Kemampuan Berbicara Anak BB MB BSH BSB Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. 10% 20% 35% 45% Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi 25% 35% 20% 45% yang sama Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan 15% 25% 25% 50% kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap 10% 30% 45% 25% (pokok kalimat-predikat-keterangan) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan 10% 25% 45% 30% ide pada orang lain Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah 20% 40% 30% 30% diperdengarkan Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku 15% 20% 25% 50% cerita

Aspek 1 sebesar 45% anak menunjukkan berkembang sangat baik untuk menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. Aspek kedua yaitu menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama menunjukan anak berkembang sangat baik. anak yang kemampuan berbicaranya berkembang sangat baik sebanyak 45%. Selanjutnya, kemampuan bercerita anak. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati atau observasi terhadap anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah. Gambaran tentang data penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian dimana dari data tersebut dapat diketahui data secara mendasar.

Tabel 3. (Aspek kemampuan Berbicara Anak (Hasil Observasi))

Aspek yang diukur dalam kemampuan berbicara Kemampuan anak BB MB BSH BSB

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 217

Menyusun kalimat sederhana dalam struktur 10% 45% 40% 5% lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk 20% 25% 30% 25% mengekpresikan ide pada orang lain Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah 20% 35% 35% 10% diperdengarkan Menunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam 15% 45% 20% 20% buku cerita

Aspek 1 yaitu menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat- predikat-keterangan) menunjukan 45% anak mulai berkembang. Aspek kedua yaitu memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide pada orang lain menunjukan 30% kemampuan berbicara anak berkembang sesuai harapan. Aspek ketiga yaitu melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan menunjukan sebanyak 35% anak mulai berkembang dan 35% anak berkembang sesuai harapan. Aspek keempat yaitu menunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita sebanyak 45% anak mulai berkembang. Hasil pengumpulan data kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah, berdasarkan penyebaran angket dan wawancara kemampuan berbicara anak telah berkembang sangat baik, dimana skor yang anak peroleh rata-rata menunjukan berkembang sesuai harapan dan berkembang sangat baik. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa perkembangan kemampuan berbicara berada dalam kategori sangat baik. Hasil penelitian ini mengenai kemampuan bercerita anak menunjukan mulai berkembang dan berkembang sesuai harapan hal ini terlihat dari kemampuan bercerita anak memperoleh presentase yang cukup banyak pada perkembangan ini. maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan bercerita anak berada dalam kategori baik. Tarigan (dalam Romlah 2017) menyatakan bahwa “Bicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Jadi dapat dikatakan bahwa berbicara adalah alat untuk menyampaikan ide, pikiran, gagasan dan perasaan dengan bunyi ekspresi dan artikulasi yang tepat”. Sedangkan menurut Dyer (dalam Zakiyyah 2017) berpendapat bahwa pada usia 5 tahun anak sudah bisa menceritakan suatu cerita dan telah memiliki rasa humor. Kemampuan berbicara menurut Nurbiana (dalam Berti, 2011) adalah kegiatan dua arah atau tatap muka yang dilakukan secara langsung kemampuan berbicara anak sangatlah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan berbicara anak bisa mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, keinginan, ide dan perasaannya.

SIMPULAN Berdasarkan analisis hasil penelitian mengenai kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun di Kelompok Bermain Fadhilatul Hidayah dapat disimpulkan sebagai berikut ini: Kemampuan berbicara anak telah sesuai dengan tahap perkembangannya dengan menggunakan aspek yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini mengenai standar isi tentang Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) untuk usia 5-6 tahun kemampuan berbicara anak berkembang sesuai harapan dan berkembang sangat baik, kemampuan bercerita anak telah sesuai dengan tahapan perkembangannya dengan menggunakan 4 aspek yang terdapat dalam STPPA. Kemampuan bercerita anak mulai berkembang dan berkembang sesuai harapan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 218

DAFTAR PUSTAKA Berti, Y., Wilson. & Hukmi. (2011). Analisis Kemampuan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun (Study Deskriptif) di Taman Kanan-kanak Darel Hikmah Kota Pekanbaru. (Skripsi). Universitas Riau. Riau Fadila, H. (2018). PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA TEMA 1 INDAHNYA KEBERSAMAAN (Penelitian Tindakan Kelas Pada Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku Kelas IV SDN Kibodas Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2018/2019) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS). Muizzatul, Humaida, A. (2012). Analisis Instrumen Tes Pilihan Ganda Ujian Tengah Semester Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas VIII MTs Sultan Hadlirin Mantingan Tahunan Jepara Tahun Pelajaran 2012/2013 (Doctoral dissertation, IAIN Walisongo). Mutiah, D. (2015). Psikologi bermain anak usia dini. Kencana. Pebriana, H. P. (2017). Analisis Kemampuan Berbahasa dan Penanaman Moralpada Anak Usia Dini melalui Metode Mendongeng: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1. 139-147. doi: 10.31004/obsesi.v1i2.25 Romlah. & Istiarini, R. (2017). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Kegiatan Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun di RA Al-Kahfi Tanah Tinggi Tangerang: Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, 5, 49-64. Sugiono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sujiono, Y.N. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks. Sumaryanti, L. (2017). Peran Lingkungan terhadap Perkembangan Bahasa Anak. Muaddib: Studi Kependidikan dan Keislaman, 7(01), 72-89. Uce, L. (2017). The golden age: Masa efektif merancang kualitas anak. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 1(2), 77-92. Yani, H. (2018). Meningkatkan Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bercakapcakap Dengan Gambar Seri Pada Anak di Kelompok B Tk Negeri Pembina Kota Tasikmalaya: PAUD Agapedia, 2, 139-149. Zakiyyah, A. (2017). Peningkatan Kemampuan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Dongeng di Kelompok Bermain: Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, 5, 1-12.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 219

Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata Bahasa Inggris pada Anak Kelas V SD dengan Penggunaan Media Crossword Puzzle Nina Nuraeni1*, Dian Indihadi2, 123PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia email: [email protected], [email protected]

Abstract In this era, English is a world language that is needed in the face of globalization. Learning English in elementary schools is held as an effort to introduce foreign languages to students. At the primary school level, the scope of learning is not very extensive. In this case, the author cones on learning in fifth grade of elementary school. Students at this class level have learned several things about daily life in English. Of course all they have learned more or less adds to the vocabulary of the students. But once the facts on the ground show that the mastery of English vocabulary of students who are at this class level is still lacking. This is what underlies the research activities carried out. This study aims to obtain data for student error analysis in the use of English vocabulary using descriptive analysis methods. The data retrieval process is carried out in English learning activities using crossword puzzle media. Keywords: vocabulary, English, descriptive analysis, crossword puzzle

Abstrak Pada era ini bahasa inggris merupakan bahasa dunia yang sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi. Pembelajaran bahasa inggris di sekolah dasar diadakan sebagai upaya pengenalan bahasa asing pada siswa. Di tingkat sekolah dasar cakupan pembelajaran pun belum begitu luas. Dalam hal ini, penulis kerucutkan pada pembelajaran di kelas V sekolah dasar. Siswa pada tingkatan kelas ini telah mempelajari beberapa hal mengenai kehidupan sehari-hari dalam bahasa inggris. Tentu semua yang telah mereka pelajari sedikit banyak menambah perbendaharaan kata atau kosa kata para siswa. Namun begitu fakta di lapangan menunjukkan bahwa penguasaan kosa kata bahasa inggris siswa yang berada di tingkat kelas ini masih kurang. Hal inilah yang mendasari kegiatan penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data untuk analisis kesalahan siswa dalam penggunaan kosa kata bahasa inggris dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Adapun proses pengambilan data dilakukan dalam kegiatan pembelajaran bahasa inggris dengan menggunakan media crossword puzzle. Kata kunci: kosa kata, bahasa inggris, analisis deskriptif, crossword puzzle

PENDAHULUAN Pembelajaran bahasa inggris di sekolah dasar diadakan sebagai upaya pengenalan bahasa asing pada siswa (Listia, R., & Kamal, S., 2008;Maesaroh & Malkiah, 2015; Sutarsyah, 2017). Brumfit (1997) mengatakan bahwa ada sejumlah alasan pengajaran Bahasa Inggris di tingkat SD yakni (1) memperkenalkan kepada anak-anak sejak dini dalam memahami budaya asing sehingga tumbuh sikap toleransi dan simpatik; (2) alat komunikasi dalam memahami konsep-konsep baru; (3) waktu belajar yang maksimal, tidak membutuhkan banyak waktu untuk dapat menguasainya; dan (4) dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Untuk itu, di tingkat sekolah dasar cakupan pembelajaran pun belum begitu luas. Dalam hal ini, penulis kerucutkan pada pembelajaran kosakata sederhana di kelas V sekolah dasar. Adapun Kompetensi Dasar mengenai kosakata di kelas V SD yaitu “ Memahami kosakata beserta ejaannya” dengan indikator sebagai berikut : 1) Membedakan 3 vokal dalam 14 kata bahasa Inggris, 2) Membandingkan 3 vokal dalam 14 kata bahasa Inggris, 3) Memaknai 3 vokal dalam 14 kata bahasa Inggris (Tim Penyusun KTSP, 2008). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa ternyata belum memiliki kosakata yang cukup untuk diajak berkomunikasi sederhana dalam bahasa inggris. Hal ini disebabkan pembendaharaan kata atau kosakata yang telah dipelajari oleh siswa hanya cukup ditulis dalam buku tulis mereka saja. Selain itu, kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran bahasa inggris menyebabkan siswa tidak begitu antusias dalam menangkap kosakata-kosakata baru yang dipelajari. Banyak media yang biasa digunakan untuk pembelajaran kosakata ini, seperti melalui media gambar, foto, teka-teki dan lain sebagainya. Crossword Puzzle (silang kata) merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran kosakata (Pratama, 2017). Media Crossword Puzzle akan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 220 membantu siswa dalam membentuk kosakata baru. Dengan adanya permainan ini diharapkan seluruh siswa di kelas V baik yang menguasai materi maupun yang tidak akan terlibat dalam proses pembelajaran. Permainan ini dibuat dengan menggunakan keterlibatan seluruh panca indera siswa, karena dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, siswa akan lebih mudah dalam memahami suatu materi ajar apabila diberii pengalaman langsung yang melibatkan inderanya. Hal tersebut sesuai dengan kerucut pengalaman (Dale’s Cone Experience) di bawah ini.

Gambar 1. (Kerucut Pengalaman (Dale’s Cone Experience))

Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan diteliti agar proses penelitian menjadi terarah. Penelitian ini dibatasi pada: kecenderungan kesalahan siswa dalam membentuk kosakata bahasa inggris melalui penerapan media Crossword Puzzle. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah “mendeskripsikan analisis kesalahan penggunaan kosakata bahasa inggris pada siswa menggunakan media crossword puzzle”.

METODE PENELITIAN Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, Sugiyono (dalam Herlinda, 2018) mengatakan bahwa terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis (Gati, 2011). Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara- cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Peneliti menyimpulkan metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk membantu dalam proses penelitian agar mendapatkan data yang valid, sehingga tercapai tujuan penelitian dan terjawab rumusan masalah yang diajukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah sebuah metode yang menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 2012, hlm. 5). Dalam analisis metode kualitatif salah satunya menggunakan penelitian deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 221 bidang tertentu (Azwar, 2012, hlm. 6). Jadi, metode analisis deskriptif kualitatif adalah sebuah metode yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan secara ilmiah dengan menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik untuk menggambarkan subjek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Purbaratu Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V (lima) SD Negeri 1 Purbaratu. Penelitian ini diawali dengan merumuskan masalah yang akan dikaji dengan melakukan observasi ke sekolah dasar yang ditentukan sebagai lokasi penelitian untuk mencari permasalahan yang terjadi di sekolah dasar tersebut. Selain itu, peneliti melakukan studi dokumentasi untuk mencari tahu apakah sudah ada yang melakukan penelitian mengenai permasalahan tersebut sebelumnya. Kemudian peneliti merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab dengan melakukan penelitian. Setelah menyusun rumusan masalah, peneliti menentukan pendekatan penelitian sesuai dengan rumusan masalah, menentukan sumber data, dan menyusun instrumen yang akan dilakukan dalam proses penelitian. Langkah selanjutnya, peneliti melakukan proses pengumpulan data dengan memberikan tes kepada siswa untuk mengetahui kemampuan siswa sesuai dengan rumusan masalah yang telah disusun dan dokumentasi untuk mencatat proses penelitian berupa foto. Setelah data-data dikumpulkan, data-data tersebut dideskripsikan dan dianalisis sebagai bahan deskripsi hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengambilan data menggunakan media crossword puzzle dilaksanakan sebanyak dua kali. Data pertama diambil untuk mengetahui pengetahuan awal siswa berkaitan dengan kata kerja dalam bahasa inggris. Sedangkan data kedua adalah hasil belajar siswa setelah melaksanakan pembelajaran menggunakan media crossword puzzle yang selanjutnya akan dianalisis oleh peneliti. Setelah dilaksanakannya permainan tersebut, peneliti mendapatkan data berupa hasil belajar siswa dan nilai akhir yang telah diperoleh siswa. Dari 34 siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran, sebanyak 14 siswa melakukan kesalahan dalam mengisi lembar tugas sehingga tidak memperoleh skor nilai sempurna. Jumlah skor yang diperoleh siswa berasal dari seluruh aspek penilaian. Aspek penilaian terdiri dari ketepatan menemukan kata kerja, ketepatan menulis kata kerja, dan ketepatan makna kata. Kriteria penilaian yang ditentukan oleh peneliti yaitu menemukan kata kerja dengan tepat diberi skor 4, menulis kata kerja dengan tepat diberi nilai 3, dan menulis makna kata dengan tepat diberi skor 3. Total skor dari ketiga aspek penilaian adalah 10 untuk 1 nomor sehingga jumlah skor untuk 10 nomor menjadi 100. Menurut data yang diperoleh, kemampuan menemukan dan menulis kata kerja setiap siswa berbeda baik itu dari segi ketepatan menemukan kata kerja maupun ketepatan menulis kata kerja dan makna. dalam menjawab pertanyaan. Hal tersebut terbukti dengan perbedaan skor dan nilai akhir yang diperoleh setiap siswa. Soal yang disediakan peneliti ada yang bisa diselesaikan siswa dengan baik ada juga soal yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Adapun kesalahan yang cenderung sering dilakukan dalam pengisian lembar tugas terdapat pada aspek menulis kata kerja dan makna kata. Keberhasilan penyelesaian soal tergantung pada penguasaan kosakata, pemahaman makna kosakata, serta kemampuan menyusun huruf menjadi kata dalam bahasa inggris secara tepat. Sebab, jika siswa telah menguasai dan memahami kosakata yang telah dipelajari sebelumnya, kesalahan pengisian pada lembar tugas akan sedikit bahkan nol kesalahan. Semua itu kembali pada kemampuan masing-masing siswa disertai dengan ajaran dan bimbingan guru untuk praktik bahasa secara konstan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 222

SIMPULAN Penelitian untuk menganalisis kesalahan penggunaan kosakata bahasa inggris pada anak kelas V SD dengan penggunaan media crossword puzzle telah dilaksanakan. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dan analisis kesalahan terkait hasil belajar siswa. Adapun kesimpulan yang dapat disajikan adalah sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran sebagai kegiatan pengambilan data penelitian berlangsung dua kali bertempat di SDN 1 Purbaratu. Siswa yang menjadi partisipan adalah siswa kelas V sebanyak 34 orang. Kegiatan pembelajaran berlangsung lancar tanpa hambatan berarti. Kegiatan pembelajaran meliputi penggalian pengetahuan awal siswa mengenai kosakata dalam bahasa inggris, pengenalan media crossword puzzle, pengisian lembar tugas, dan penilaian lembar tugas. 2. Analisis hasil belajar siswa berupa lembar kerja tugas terdiri dari 10 nomor dengan 3 aspek penilaian. Adapun aspek penilaian tersebut antara lain aspek ketepatan menemukan kata kerja, aspek ketepatan menulis kata kerja, dan aspek ketepatan menulis makna kata. Dari 34 siswa yang menjadi partisipan, sebanyak 14 siswa melakukan kesalahan dalam mengerjakan lembar tugas. Kecenderungan kesalahan yang dilakukan siswa terdapat pada aspek menulis kata kerja dan menulis makna kata. Hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai kosakata dalam bahasa inggris yang masih terbatas.

DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brumfit, C. (1997). How applied linguistics is the same as any other science. International Journal of Applied Linguistics, 7(1), 86-94. Gati, R. A. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Malang: Univeristas Brawijaya Malang. Herlinda, D. (2018). Pengaruh Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru Terhadap Pemahaman Materi Siswa (Survey Pada Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Sub Tema Budidaya Kelas X SMA Pasundan 4 Bandung) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS). Listia, R., & Kamal, S. (2008). Kendala Pengajaran bahasa inggris di sekolah dasar. Retrieved on February, 11, 2011. Maesaroh, S., & Malkiah, N. (2015). Media Pembelajaran Interaktif Bahasa Inggris Pengenalan Huruf & Membaca Berbasis Multimedia untuk Sekolah Dasar. Jurnal Sisfotek Global, 5(1). Pratama, T. (2017). Pembelajaran dan Akuisisi Kosakata Bahasa Indonesia bagi Pembelajar BIPA dengan Metode Silang Kata (Crossword). In CLLT 2017 Conference on Language and Language Teaching (Vol. 568). Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sutarsyah, C. (2017). Pembelajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal pada sekolah dasar di propinsi Lampung. AKSARA: Jurnal Bahasa dan Sastra, 18(1). Tim Penyusun KTSP.(2008).Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar Negeri Kejawang Kecamatan Siroweng kabupaten Kebumen. Kebumen. Tim Penyusun, K. T. S. P. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar Negeri Kejawang Kecamatan Siroweng kabupaten Kebumen.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 223

Pengembangan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk Kelas IV Sekolah Dasar Lita Puspa Finurika1, Yusuf Maulana2, Ahmad Mulyadiprana3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is a research that develops media in the form of pop-up book IPS Media for Grade IV Elementary School to support learning in curriculum 2013. With the development of media that is expected to attract students ' attention, have a high reading interest and motivation in learning IPS. This research aims to: 1) Describe the media design of pop-up book IPS for grade IV Elementary School, 2) describing the feasibility of a pop-up book IPs study for Grade IV elementary School, 3) describing the implementation of pop-up book IPS Learning media for Grade IV Elementary School. With research design using DBR (Design Based Research). That involves learners and teachers in the trial process. With the final product in the form of learning media pop-up book IPS for grade IV Elementary School. Keywords: Learning media, pop-up book, ips learning, traditional house

Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian yang mengembangkan media pembelajaran berupa media pop-up book IPS untuk kelas IV Sekolah dasar untuk mendukung pembelajaran pada kurikulum 2013. Dengan pengembangan media yang dilakukan diharapkan dapat menarik perhatian peserta didik, memiliki minat membaca dan motivasi yang tinggi dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini bertujuan untuk :1) mendeskripsikan rancangan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar, 2) mendeskripsikan kelayakan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar, 3) mendeskripsikan penerapan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar. Dengan desain penelitian menggunakan DBR (Design Based Research). Yang melibatkan peserta didik dan guru dalam proses uji coba. Dengan produk akhir berupa media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar. Kata kunci: Media pembelajaran, pop-up book, pembelajaran IPS, rumah adat

PENDAHULUAN Dalam proses pembelajaran menurut Sagala (2012, hlm.61) “Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberikan fasilitas belajar agar proses belajar lebih memadai”. Melihat dari hal tersebut perencanaan dalam memberikan fasilitas belajar pun penting, salah satunya yakni fasilitas pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. AECT (Association of Education and Communication Technology) (dalam Sundayana, 2015) media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media pembelajaran merupakan komponen yang tidak dapat terpisahkan dari proses pembelajaran. Menurut Arsyad (201: 8) “media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan dari suatu sumber secara terencana sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerima pesan dapat melakukan proses belajar secara efektif”. Ada beberapa media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menunjang pembelajaran supaya lebih menarik dan siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru. Dengan adanya media dalam suatu pembelajaran dapat menciptakan suatu kebermaknaan belajar karena mengkonkretkan konsep yang abstrak, membuat siswa menjadi lebih senang dan tertarik untuk belajar. Media pembelajaran yang penulis gunakan adalah media pembelajaran pop-up book. Pop-up book yang dirancang yaitu berupa potongan kertas yang muncul atau bergerak ketika buku dibuka dan terlipat sepenuhnya ketika buku ditutup. Salah satu mata pelajaran yang memerlukan media adalah Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) yaitu mengenai keragaman rumah adat di Indonesia. Dalam pemahaman ragam rumah adat khusunya rumah adat Indonesia di Pulau Jawa, pendidik atau peserta didik harus mampu mengetahui dan mengidentifikasi macam-macam rumah adat Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Banyaknya rumah adat di Indonesia membuat peserta didik tidak mengetahui rumah adat yang ada diwilayahnya

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 224 sendiri, terkusus di Pulau jawa ini. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk membuat mereka lebih mengetahui ragam rumah adat diwilayahnya salah satunnya adalah dengan menggunakan media pembelajaran pop-up book. Pop-up book merupakan salah satu media yang termasuk ke dalam jenis media visual. Hal ini karena pop-up book lebih banyak memfungsikan indera penglihatan dalam menerima materi pembelajaran (Rahmawati, 2017, hlm. 21). Oleh karena itu, pop-up book sebagai media pembelajaran dapat menarik perhatian siswa karena menyajikan tampilan yang unik dan memiliki kejutan di setiap halamannya. Terutama dalam pembelajaran yang menuntut siswa banyak membaca, media pop-up book sangat cocok untuk digunakan.

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian berbasis desain atau Design Research yang relevan digunakan untuk praktik pendidikan (Plomp, 2010). Langkah-langkah penelitian metode penelitian berbasis desain atau Design Based Research menggunakan model Reeves (dalam Lidinillah, 2012, hlm. 11). Prosedur ini terdapat 4 langkah yang dijelaskan pada gambar.

Mengembang Repleksi kan prototype Melakukan untuk Identifikasi solusi yang proses menghasilkan dan analisis didasarkan berulang design masalah oleh pada patokan untuk principle serta peneliti dan teori, design menguji dan meningkatkan praktisi secara principle memperbaiki implementasi kolaboratif yang ada dan solusi secara dari solusi inovasi praktisi secara praktisi teknologi

Gambar 1. Prosedur Model Reeves (dalam Lidinillah, 2012)

Berdasarkan fase penelitian diatas, maka tahapan penelitian yang digunakan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Reeves adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi dan analisis masalah oleh peneliti dan praktis secara kolaboratif. Ditahap awal ini peneliti akan melakukan analisis masalah melalui wawancara dan studi dokumentasi pada media pop-up book. 2. Menggunakan Prototype solusi yang didasarkan pada patokan teori, design principle yang ada dan inovasi teknologi. Dalam tahap ini peneliti melakukan perancangan pengembangan media pop-up book untuk pembelajaran IPS di Sekolah Dasar yang disesuaikan dengan prinsip desain yang digunakan untuk tema Tokoh dan Penemuan di kelas IV Sekolah Dasar. Yang kemudian dilakukan validasi oleh beberapa ahli. 3. Melakukan proses berulang untuk menguji dan memperbaiki solusi secara praktis Setelah proses validasi peneliti melakukan proses uji coba. Proses yang dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap internal yang diuji oleh ahli tertentu dan tahap eksternal yang dilakukan kepada guru dan peserta didik kelas IV Sekolah dasar terhadap penggunaan media pop-up book. 4. Refleksi untuk menghasilkan design principle serta meningkatkan implementasi dari solusi secara praktis. Tahap ini adalah tahap penyempurnaan produk dari hasil temuan yang dilakukan demi menghasilkan produk yang sangat baik dan relevan terhadap hasil penelitian yang dikembangkan setelah refleksi pelaksanaan uji coba. Subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah guru dan peserta didik kelas IV SDN Nugraha. Dalam pengumpulan data, instrumen yang digunakan yaitu lembar wawancara, lembar

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 225 validasi media pop-up book, lembar observasi peserta didik. Teknik analisis data yang dilakukan adalah mengumpulkan data, mereduksi data, membuat uraian terperinci dan melakukan kesimpulan. Data yang diperoleh yang dibutuhkan dan disajikan kedalam bentuk tabel dengan penjelasan yang bersifat deskripsi dan kemudian disimpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS Keragaman Rumah Adat Indonesia di Pulau Jawa a. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar” (dalam Arsyad, 2013, hlm. 3). Hamdu (2016, hlm. 62) menyatakan bahwa “media adalah perantara atau alat komunikasi antara guru dan siswa dalam suatu pembelajaran guna meningkatkan rangsangan kepada peserta didik dalam kegiatan belajar”. Dari pengertian tersebut dapat diperkirakan pentingnya peranan media dalam suatu proses pembelajaran. b. Pop-Up Book Djijar (2015, hlm. 35) mengemukakan bahwa “Pop Up Book dapat diartikan sebagai buku yang berisi catatan atau kertas bergambar tiga dimensi yang mengandung unsur interaktif pada saat dibuka seolah-olah ada sebuah benda yang muncul dari dalam buku”. Pop-up book merupakan salah satu media yang termasuk ke dalam jenis media visual. Hal ini karena pop- up book lebih banyak memfungsikan indera penglihatan dalam menerima materi pembelajaran (Rahmawati, 2017, hlm. 21). Dalam pembuatan Pop-up book tentu terdapat teknik-teknik yang digunakan, Salah satu teknik pembuatan pop-up book menurut Birmingham (2006, hlm. 4) antara lain: 1) V-Folds, 2) Parallelogram. 3) Slides, 4) Flaps. c. Keragama Rumah Adat Indonesia di Pulau Jawa Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah Dasar memiliki ruang lingkup kajian. Ruang lingkup mata pelajaran IPS disampaikan oleh Gunawan (dalam Mulyahati, 2014) meliputi (1) manusia, tempat, dan lingkungan, (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (3) sistem sosial dan budaya, serta (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Salah satu ruang lingkup pembelajaran IPS di SD adalah sistem sosial dan budaya. Kebudayaan berasal dari bentuk jamak bahasa sansekerta Buddhi yang berarti budi atau akal. Koentjaraningrat (dalam Sutardi, 2009: 10) menjelaskan “kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar”. Kajian mengenai budaya dan kebudayaan dipelajari di setiap jenjang pendidikan termasuk pendidikan dasar. Materi terkait dengan kebudayaan pada kurikulum 2013 kelas IV muatan pembelajaran IPS terdapat di tema 1 Indahnya Kebersamaan dan tema 7 Indahnya Keragaman di Negeriku KD 3.2 Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia serta hubungannya dengan karakteristik ruang. Keragaman suku bangsa berpengaruh terhadap bentuk rumah adat. Banyak sekali rumah adat Indonesia, terdapat 33 provinsi di Indonesia dimana setiap provinsi memiliki rumah adat masing-masing tentunya. Salah satu pulau di Indonesi yaitu pulau Jawa, terdapat 6 provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten serta Yogyakarta. Disetiap provinsi tersebut terdapat rumah adat masing-masing dengan bahan dan ciri khas berbeda satu sama lain. Sejalan dengan studi literatur yang dilakukan, studi pendahuluan yang dilakukan di SDN Nugraha yang dilaksanakan melalui wawancara mengatakan bahwa penggunaan media di sekolah masih terbatas dengan penggunaan media dua dimensi yang berbentuk gambar atau buku yang mudah digunakan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 226

Dari hasil studi literatur dan studi pendahuluan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran yang ada dan digunakan masih terbatas serta kurang menarik perhatian peserta didik. Penelitian ini berfokus pada pengembangan media pembelajaran di sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan karena salah satu bagian terpenting dari proses pembelajaran adalah media pembelajaran. Penelitian ini menghasilkan sebuah produk untuk pembelajaran IPS di Sekolah Dasar khusus di kelas IV tema 7 Keragaman di Negeriku Kelas IV yaitu Keragaman rumah Adat Indonesia. Penelitian ini dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. 2. Rancangan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk kelas IV Sekolah Dasar Rancangan media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar disusun berdasarkan permasalahan yang terjadi di lapangan. Media pop-up book dirancang untuk memudahkan guru dan siswa dalam proses pembelajaran IPS khususnya materi keragaman rumah adat Indonesia di Pulau Jawa di kelas IV Sekolah Dasar sehingga menarik minat siswa agar semangat dan antusias dalam pembelajaran. Penyusunan media pop-up book IPS khususnya materi keragaman rumah adat Indonesia di Pulau Jawa melalui beberapa tahapan antara lain melakukan identifikasi masalah dan analisis kebutuhan media, melakukan studi dokumentasi serta analisis buku tematik tema 7. Selanjutnya, tahapan merancang produk dimulai dengan membuat garis besar pengembangan media melalui storyboard. Proses pembuatan desain produk dilakukan dengan menggunakan aplikasi adobe photoshop. Setelah desain dibuat kemudian dicetak dalam kertas yang telah ditentukan. Tahap akhir yakni proses menggunting, melipat, menempel dan menyatukan semua komponen dari mulai sampul sampai isi sehingga terbentuklah media pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar. Setelah itu media divalidasi oleh beberapa ahli untuk mengetahui kelayakan media, yang didapatkan hasil bahwa media Lightning Tamiya Car layak untuk diujicobakan pada peserta didik. 3. Penerapan Media Pembelajaran Pop-Up Book IPS untuk Kelas IV Sekolah Dasar Setelah proses revisi berdasarkan saran ahli, media pembelajaran pop-up book diuji cobakan di SDN Nugraha yang dilakukan sebanyak dua kali. Dengan jumlah peserta didik sebanyak 18 orang. yang menunjukan respon yang positif dan antusias terhadap penggunaan media pembelajaran pop-up book selama proses pembelajaran berlangsung. selain itu tanggapan pendidik juga positif karena dengan adanya media pembelajaran pop-up book yang dikembangkan peserta didik dapat merasakan pembelajaran yang memberikan pengalaman secara langsung dan bermakna bagi peserta didik. Karena dengan produk yang digunakan peserta didik mampu menunjukan keragaman rumah adat Indonesia di Pulau Jawa, bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan rumah adat, ciri khas, provinsi serta ibu kota prrovinsi tersebut. Dari hasil wawancara yang diberikan meskipun tingkat kesulitan pembuatan media yang cukup sulit tetapi ada tantangan tersendiri bagi peserta didik untuk dapat membuat dan memahami produk dengan baik dan rasa senang ketika produk tersebut telah di buat dengan pemahaman materi yang baik pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan demikian media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV Sekolah Dasar efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Dengan produk media pembelajaran pop-up book yang digunakan peserta didik mampu mengintegrasikan pengetahuan yang didapatkan, meningkatkan keterampilan yang harus dimiliki peserta didik, memahami keterhubungan materi pembelajaran yang diintegrasikan, menemukan konsep yang dipelajari secara individu, dan membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dari yang abstrak ke konkret. Dengan adanya produk media pembelajaran pop-up book ini, mampu menjadi solusi dan alternatif media untuk pembelajaran IPS kelas IV sekolah dasar pada kurikulum 2013 yang menuntut media untuk dapat digunakan dalam membantu pemahaman peserta didik.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 227

SIMPULAN Adanya keterbatasan penggunaan media pada gambar-gambar sederhana yang disebabkan sarana prasarana berbasis IT belum terjangkau serta kurangnya ketersediaan buku penunjang sumber belajar yang berdampak pada hasil belajar siswa, guna membantu mempermudah kegiatan pembelajaran guru membutuhkan pengembangan media untuk menunjang suatu pembelajaran. Pengadaan pengembangan media berupa Pop-up book yaitu buku dengan teknik memunculkan objek gambar timbul yang akan terbuka secara otomatis ketika lembaran buku dibentangkan sehingga lebih menarik bagi siswa. Setelah melalui proses validasi ahli dan uji coba produk maka secara keseluruhan media pembelajaran pop-up book IPS telah layak dan siap digunakan. Hasil respon siswa dan hasil observasi menunjukan bahwa media pembelajaran pop-up book IPS untuk kelas IV sekolah dasar layak digunakan dalam proses pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A. (2012). Kreatif mengembangkan media pembelajaran. Jakarta: Referensi. Birmingham, D. (2006). Pop-up a manual of paper mechanisms. United Kingdom: Tarquin Publications. Djijar, D, C. (2015). “efektivitas media pop up book dalam meningkatkan kemampuan membaca cerita pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas 1 sekolah dasar”. Skripsi. Universitas Negri Malang. Hamdu, G. (2016). Perangkat pembelajaran berbasis masalah secara ttematik di sekolah dasar. Bandung: Pelangi Press Lidinillah, D . A . M., (2012). Design research sebagai model penelitian pendidikan. Tasikmalaya : Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Mulyahati, B. (2014). Analisis Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas IV Sekolah Dasar (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Plomp, T. (2010). An introduction to educational design research. proceedings of the seminar conducted at the East China Normal University, Shanghai (PR China), November 23-26, 2007, 129. doi:10.1097/ACM.0000000000000508. Rahmawati, D. (2017). Pengembangan media pembelajaran pop-up book pada materi perubahan wujud benda untuk siswa SDLB tunarunggu kelas IV. (Skripsi). Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Reeves, T. C. (2006). Design research from a technology perspective. In: Van den Akker, J., Gravemeijer, K, McKenney, S. & Nieveen, N. (Eds). (2006) Educational design research. London: Routledge, 52-66. Sagala, S. (2012). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: ALFABETA Sundayana, R. 2015. Media dan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Bandung: Alfabeta. Sutardi, T. 2009. Antopologi: mengungkap keragaman budaya untuk kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 228

Studi Literatur Pengaruh Reinforcement terhadap Kedisiplinan Anak Usia Dini

Tri Mardina Rahmadian1, Sumardi2, Taopik Rahman3 PGPAUD KampusTasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] 1 Abstract This research is motivated by the child's laziness to learn, inaccuracy when doing assignments, and the low discipline of early childhood learning. This is a motivation of children in learning. The efforts that can be done are reinforcement. The goal is that children get motivation to learn, have accuracy and discipline of the child increases. Providing the right reinforcement can foster a pleasant situation and increase children's motivation and make children more confident in participating in learning. Based on this background, researchers conducted research with literature study methods. The data obtained are compiled, analyzed, and concluded so as to obtain conclusions about the effect of reinforcement in early childhood discipline. Information collection techniques are used by collecting books, articles, journals and research reports on the effect of reinforcement in the discipline of early childhood. In conducting research with literature studies the information is analyzed by literature analysis or content analysis. The results showed that there was an increase in early childhood discipline by using reinforcement. This can be seen from the results of the analysis of several previous studies which showed the effect of reinforcement in the discipline of early childhood. Keywords:dicipline; reinforcement; early childhood

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemalasan anak untuk belajar, ketidaktelitian ketika mengerjakan tugas, dan rendahnya kedisiplinan anak usia dini dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi anak dalam pembelajaran. Adapun upaya yang dapat dilakukan yakni dengan reinforcement (penguatan). Tujuannya agar anak mendapatkan motivasi belajar, memiliki ketelitian dalam mengerjakan tugas serta kedisiplinan anak meningkat. Pemberian reinforcement (penguatan) yang tepat dapat memupuk suasana yang menyenangkan dan meningkatkan motivasi anak serta menjadikan anak lebih percaya diri dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan metode studi literatur dan data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang diperoleh dikompulasi, dianalisis, dan disimpulkan sehingga mendapatkan kesimpulan mengenai pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengumpulkan buku-buku, artikel, jurnal dan laporan hasil penelitian tentang pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini. Dalam melakukan penelitian dengan studi literatur dianalisis datanya dengan analisis literatur atau nalisis isi atau content analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan dalam kedisiplinan anak usia dini dengan menggunakan reinforcement (penguatan). Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis dari beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini.

Kata Kunci: disiplin; penguatan; anak usia dini

PENDAHULUAN Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I pasal I, angka 14 menegaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Hal ini dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut. Menurut Rohendi (2018) pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang yaitu, tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dsb. Russell Wiliams (dalam Husaini, 2010) menggambarkan karakter laksana “otot”, yang akan menjadi lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka “otot-otot” karakter akan menjadi kuat dan akan mewujudkan menjadi kebiasaan (habit).Selain dari itu, kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari bahasa latin “discipline” yang menunjukan pada kegiatan belajar dan mengajar. Mangkunegara (2013), pengertian disiplin adalah kegiatan managamen untuk

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 229 memperteguh pedoman-pedoman organisasi.Dengan demikian, disiplin sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Jika disiplin sudah tertanam dengan baik maka akan tercipta sebuah beradaban yang bermartabat (Purnama, Safitri, & Tarigan, 2017). Terkait dengan kedisiplinan dalam belajar bahwa seorang anak didik harus memiliki sikap disiplin dalam belajar.Setiap anak didik perlu diberikan rangsangan dan dorongan agar memiliki semangat untuk belajar, salah satu diantaranya bersumber dari pemberian reinforcement( penguatan) sebagai salah satu bentuk penghargaan atas prestasi atau kemampuan belajar anak didik saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Melalui reinforcement yang diterimannya baik verbal atau non-verbal, anak didik diharapkan dapat menerimannya sebagai suatru dorongan untuk lebih memacu kemampuan belajarannya. Demikian pula terhadap anak didik yang belum atau tidak mendapat reinforcement diharapkan dapat menjadi semangat baginya agar giat belajar agar juga mendapatkan reinforcement dari guru dengan prestasi yang ditunjukkan dalam kegiatan pembelajaran. Dari penelitian sebelumnya mengenai hubungan reinforcement terhadap disiplin anak usia dini (Calista, 2019) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan reinforcement dengan disiplin anak usia dini. Hal ini menunjukkan peran guru dalam memberikan penerapan reinforcement (penguatan) sangat penting terhadap disiplin anak. Disiplin anak tidak lepas dari penerapan reinforcement (penguatan), dimana penerapan reinforcement (penguatan) dapat membentuk anak yang disiplin. Erawati (2018) penerapan reinforcement dapat meningkatkan kedisiplinan dilihat dari adanya peningkatan dalam kedisiplinan dan konsentrasi anak dalam belajar dengan hasil pra siklus 54,92% , siklus I 62,25% dan siklus II 89,61%. Dengan adanya penerapan reinforcement (penguatan) anak dapat mengetahui bagaimana sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari kehadiran di sekolah sampai anak kembali ke rumah. Dengan begitu anak menjadi bertambah semangat dalam belajar, karena anak merasa terbimbing dengan baik.Hasil dari penelitian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan reinforcement (penguatan) dapat mempengaruhi kedisiplinan anak. Maka dari itu, anak akan mencari cara agar terhindar dari kemalasan, ketidaktelitian dan kemalasannya dalam belajar, dengan kata lain agar terhindar dari kurang kedisiplinan dalam belajar. Dengan adanya hal tersebut fokus permasalahan dalam penelitian ini mengenai analisis penerapan reinforcement terhadap kedisiplinan anak. Sehingga nantinya hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yang memang membutuhkan informasi terkait dengan penerapan reinforcement dan kedisiplinan anak. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh reinforcement dalam kedisiplinan anak usia dini. Adapun tujuan khususnya adalah Mendeskripsikan kedisiplinan anak dalam belajar melalui reinforcement, dan Mendeskripsikan pengaruh reinforcement terhadap kedisiplinan anak usia dini.

PEMBAHASAN Permasalahan pada anak usia dini adalah sesuatu hal yang akan mengganggu kehidupan anak, yang timbul karena ketidaksesuaian pada perkembangnnya. Salah satu, masalah pada anak usia dini ketika di sekolah dan di luar sekolah adalah permasalahan kedisiplinan (Susanto, 2017). Banyak hal yang menjadi permasalahan kedisiplinan ketika di sekolah, diantaranya; (1) anak malas belajar, (2) anak sulit berkonsentrasi dalam belajar, (3) anak tidak teliti ketika mengerjakan tugas yang diberikan guru, (4) anak kurang berdisiplin dalam belajar, (5) anak datang terlambat ke sekolah, (6) ribut di dalam kelas, (7) membuang sampah sembarangan, (8) mengobrol dengan teman saat pembelajaran berlangsung, (9) tidak meminta ijin ketika keluar kelas, (10) tidak memakai seragam sekolah, (11) tidak memakai atribut lengkap, (12) tidak mau membereskan peralatan lembar kerja,buku, pensil, mainan dal lainnya ketika selesai pembelajaran atau selesai digunakan dan masih banyak lagi permasalahan kedisiplinan yang ada dalam kehidupan sehari- hari anak ketika di sekolah. Permasalahan kedisiplinan ini terjadi karena kurangnya kebiasaan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 230 yang diberikan kepada anak sejak dini (Aulina, 2013). Pengaruh reinforcement (penguatan) telah memberikan pengaruh besar terhadap jiwa anak didik dalam melakukan perbuatan positif dan bersikap progresif. Selain itu, telah mendorong anak didik untuk mengikuti pembelajaran sampai dengan selesai, sehingga anak didik memperoleh penghargaan yang baik dalam tingkah laku sopan santun dan semangatnya mengikuti pembelajaran. Adanya rasa percaya diri dalam diri anak, sehingga anak tidak merasa ragu lagi untuk menunjukkan kemampuannya. Secara langsung, pengaruh reinforcement telah membentuk kepribadian anak yang mandiri, percaya diri, sopan dan santun, serta dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pembelajaran (Prastio, 2016). Dengan pengaruh reinforcement, ketelitian anak dalam mengerjakan tugas ada peningkatan. Ketelitian merupakan karakteristik kepribadian yang digunakan untuk mengidentifikasi derajat individu seseorang. Dengan kata lain ini dapat menunjukkan kepribadian anak dalam mendukung kinerjanya atau pekerjaannya. Untuk menentukan anak sudah memiliki ketelitian dalam pengerjaan tugasnya dapat dilihat dari konsentrasi anak dalam belajar, bertanya pertanyaan yang logis, menghitung aritmatika dengan cepat, menjelaskan masalah dengan logis, senang berhitung, menggambar dengan rapi dan lain sebagainya. Ketelitian membawa pengaruh yang baik atau mendukung kegiatan belajar sehingga tercipta hasil belajar yang baik. Dasar penejelasan kepribadian yang teliti, maka semakin jelas dilihat kekuatan pengaruh dari ketelitian terhadap hasil belajar peserta didik. Peningkatan kedisiplinan pada anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan diterapkannya reinforcement (penguatan). Anak menjadi bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ketika pembelajaran, memiliki perilaku disiplin yang tinggi, baik dalam disiplin waktu belajar maupun dalam kegiatan lainnya (Nasional, 2017). Selain itu, anak dapat memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya dan mentaati peraturan yang ditetapkan. Sesuai dengan hasil temuan yang peneliti analisis, bahwa reinforcement (penguatan) dapat meningkatkan kedisiplinan anak usia dini. Ada atau tidaknya peningkatkan ini dapat terlihat dalam proses belajar mengajar. Menurut Arumsari, C., Nurkamilah, M., & Isti’adah, F. N. (2020). belajar merupakan suatu aktifitas mental (psikis) yang menghasilkan perubahan yang bersifat relative konstan. Perubahan belajar terjadi secara konstan artinya belajar akan terjadi apabila adanya respon dari anak didik. Untuk mendapatkan respon ada beberapa cara diantaranya; (1) stimulus belajar, (2) perhatian dan motivasi, (3) respons yang dipelajari, (4) penguatan, (5) pemakaian dan pemindahan. Jika kelima cara tersebut dianalisis lebih dalam maka inti dari semua itu ada penguatan atau reinforcement. Menurut Djamarah (2005) penguatan (reinforcement) memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif, 2. Memberi motivasi kepada siswa, 3. Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif. 4. Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar. 5. Mengarahkan terhadap pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan inisiatif yang bebas. Tujuan reinforcement (penguatan) tersebut dapat diberikan oleh guru baik berupa hadiah ataupun bentuk penghargaan lainnya yang bersifat positif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Inti bertujuan untuk memberikan motivasi pada siswa agar lebih memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung. Selain itu, penggunaan reinforcement (penguatan) harus selektif agas dapat memfokuskan perhatian dan mengembangkan rasa percaya diri anak karena

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 231

iamerasa bahwa dirinya dihargai. Selain itu, pengaruh reinforcement juga dapat merubah perilaku siswa yang dianggap kurang sesuai SIMPULAN Peningkatan kedisiplinan pada anak usia dini mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan diterapkannya reinforcement (penguatan). Anak menjadi bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ketika pembelajaran, memiliki perilaku disiplin yang tinggi, baik dalam disiplin waktu belajar maupun dalam kegiatan lainnya. Selain itu, anak dapat memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya dan mentaati peraturan yang ditetapkan. Tujuan reinforcement (penguatan) tersebut dapat diberikan oleh guru baik berupa hadiah ataupun bentuk penghargaan lainnya yang bersifat positif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Inti bertujuan untuk memberikan motivasi pada siswa agar lebih memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung. Fenomena yang terdapat dalam reinforcement yaitu (1) pembentukan (shaping), yang merupakan suatu prosedur ketika peneliti atau lingkungan memberikan suartu penghargaan atas perkiraan kasar dari perilaku tersebut, lalu perkiraan yang lebih dekat, dan terakhir, perilaku yang diinginkan tersebut; (2) pelenyapan (extinction), yaitu berkurangnya kecenderungan untuk merespon yang terjadi apabila penguatan yang mengikuti respon tersebut tidak lagi terjadi; dan (3) Perilaku Takhayul, yaitu suatau perilaku dimana tidak ada hubungan kualitas anatara respond an penguatannya. Dapat diketahui bahwa dengan adanya pemberian reinforcement (penguatan) dalam proses belajar, maka kedisipinan anak didik pun akan meningkat. Dengan menggunakan reinforcement (penguatan), juga mempengaruhi ketelitian. Ini terlihat dari konsentrasi anak dalam belajar, bertanya pertanyaan yang logis, senang berhitung, menggambar dengan rapi dan sebagainya. Anak menjadi bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya, serta memiliki perilaku disiplin yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA Arumsari, C., Nurkamilah, M., & Isti’adah, F. N. (2020). Bimbingan Pola Asuh Anak Bagi Orang Tua Berdasarkan Al-Quran Dan Assunah. Martabe: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(1), 139- 148. Aulina, C. N. (2013). Penanaman disiplin pada anak usia dini. PEDAGOGIA: Jurnal Pendidikan, 2(1), 36-49. Calista S. Viola, dkk. (2019). Hubungan reinforcement terhadap anak usia dini di PAUD Pembina 1 Kota Bengkulu. Jurnal Ilmiah Potensia 4 (1) hal 13-17. Djamarah, Syaiful Bahri. (2005). Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif. Jakarta : PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. (2011). Psikologi belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Erawati, Erni. (2018). Meningkatkan kedisiplinan anak melalui penggunaan reinforcement secara variatif pada anak kelompok B1 Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Kepahiang. Jurnal Ilmiah Potensia 3 (2) hal 36-43. Hamzah B. Uno. (2007). Teori motivasi dan pengukurannya : analisis di bidang pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Husaini, A. (2010). Pendidikan karakter: penting, tapi tidak cukup. dalam Diskusi Sabtuan. Bogor: INSISTS. Mangkunegara, A. P. (2013). Corporate Human Resource Management. Bandung: PT. Remaja Rosdakalya.(translated from Indonesian: Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakalya). Nasional, D. P. (2007). Pedoman pembelajaran bidang pengembangan pembiasaan di taman kanak- kanak.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 232

Prastio, R. (2016). Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Dan Hasil Belajar Siswa (Penelitian Tindakan Kelas pada Tema Perkembangan Teknologi, Subtema Perkembangan Teknologi Komunikasi di Kelas III Semester I SDN Asmi Bandung) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS). Purnama, A., Safitri, R., & Tarigan, E. E. (2017). Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini Melalui Metode Pembiasaan Di Tk Bina Anaprasa Kencana Tahun Ajaran 2016/2017. Rohendi, E. (2018). Mengembangkan Sikap dan Perilaku Anak Usia Dini melalui Pendidikan Berbasis Karakter. Cakrawala Dini: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1). Susanto, A. (2017). Proses Habituasi Nilai Disiplin Pada Anak Usia Dini Dalam Kerangka Pembentukan Karakter Bangsa. Sosio Religi: Jurnal Kajian Pendidikan Umum, 15(1).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 233

Pembelajaran Irama dengan Menggunakan Metode Eurhytmic untuk Anak Usia Dini Nursifa Fauziah Munigar1, Taopik Rahman2, Resa Respati3 PGPAUD UPI Kampus Tasikmalaya1,2,3 Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Music is a regular arrangement of tones used as a medium to express one's emotions that are shaped in such a way as to form rhythm, melody and harmonious tones. Music is not only intended for adults, but in early childhood education is given the opportunity to express themselves with music. With music, children get the opportunity to be able to express their feelings through singing or movement. Music can be integrated with education. Children must be stimulated by the social environment and educational environment that supports children so that their musical abilities can develop optimally. In early childhood education there are some music learning that can be learned. One of them is rhythm learning. Rhythm learning can be learned by the eurhytmics method proposed by Emilie Jaques-Dalcroze Keywords:learning for early childhood; rhythm learning; eurhytmics method

Abstrak Musik merupakan suatu susunan nada-nada teratur yang biasa digunakan sebagai media mengekspresikan emosi seseorang yang dibentuk dengan sedemikian rupa sehingga membentuk irama, melodi dan nada-nada yang harmoni. Musik tidak hanya diperuntukan untuk orang dewasa saja, dalam pendidikan anak usia dini diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya dengan musik. Dengan musik anak mendapat kesempatan untuk dapat mengungkapkan perasaan-perasaannya melalui nyanyian atau gerakan. Musik dapat diintegrasikan dengan pendidikan. Anak harus distimulus dengan keadaan lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan yang mendukung agar kemampuan musikal anak dapat berkembang dengan optimal. Pada pendidikan anak usia dini terdapat beberapa pembelajaran musik yang dapat dipelajari salah satunya pembelajaran irama. Pembelajaran irama dapat guru pelajari melalui metode eurhytmics yang dicetuskan oleh Emilie Jaques-Dalcroze. Kata Kunci: Pembelajaran untuk anak usia dini, pembelajaran irama, metode eurhytmic

PENDAHULUAN Dalam pelaksanaannya, salah satu aktivitas dalam pembelajaran seni musik pada anak usia dini sesuai pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD yakni pada lingkup perkembangan seni, salah satunya tertarik dengan kegiatan musik, gerakan orang, hewan maupun tumbuhan. Kegiatan musik yang dimaksud dalam STPPA adalah anak menggerakan tubuh sesuai dengan irama, bertepuk tangan sesuai dengan irama, dan bertepuk tangan dengan pola yang berima (misalnya bertepuk tangan sambil mengikuti irama nyanyian) (Ayuni, 2017) . Berdasarkan studi pedahuluan di TK Pertiwi dan TK PGRI Cibatu, keadaan di lapangan guru belum memiliki media pembelajaran yang menarik dalam pembelajaran irama.Oleh sebab itu, pembelajaran di kelas menjadi pembelajaran yang monoton.Anak dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk memainkan alat musik lalu guru menuliskan not angka di papan tulis.Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengambil fokus penelitian mengenai video pembelajaran eurhytmic untuk anak usia dini. Model eurhytmic dicetuskan oleh ahli musik bernama Emilie Jaques-Dalcroze. Pada model ini, yang menjadi fokus adalah pengalamanketerlibatan gerak anggota tubuh yang berdampak pada pembelajaran seni musik lebih kreatif dan inovatif. Menurut Mat Ali (2003) tahapan dalam model eurhytmic adalah imitasi (anak menirukan gerakan guru), anak bergerak sama persis dengan guru, anak mengeksplor gerak, dan improvisasi (anak bergerak sesuai dengan keinginannya tetapi sesuai dengan irama). Musik tidak diwariskan secara genetis. Kemampuan seseorang untuk mengenal musik tidak berasal dari faktor genetis, melainkan dari hasil tempaan lingkungan yang mendukung perkembangan musik anak (Zamil, 2016). Pada umumnya, keterampilan musik diyakini sebagai

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 234 bakat yang dimiliki oleh orang tertentuti (Indriyan, 2017). Lingkungan yang dapat mempengaruhi bakat seseorang yaitu:1)lingkungan sosial, dimana proses perkembangan bakat dapat berlangsung melalui proses sosial, 2) lingkungan pendidikan, dimana proses perkembangan bakat dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan dalam sudut pandang praktek dunia pendidikan saat ini. Intelegensi umum memiliki banyak komponen genetis, kemampuan dalam bidang khusus seperti musik adalah hasil dari sebuah pengalaman, latihan, dan kerja keras (Respati, 2015). Maka kemampuan musik dibangun atas dasar intelegensi umum dan tidak ada genetika khusus musik.Kepekaan dengan suara dimulai sejak anak dalam kandungan. Menurut para ahli, bayi saejak dalam kandungan pada usia empat atau lima bulan mulai bereaksi terhadap suara (Soetjiningsih, 2018). Memperdengarkan musik atau suara yang menyenangkan pada bayi yang masih dalam kandungan ternyata dapat menstimulasi sistem pendengarannya dan berpengaruh positif pada respons bayi terhadap musik atau suara-suara lain setelah lahir (Rachmi, 2013). PEMBAHASAN Pembelajaran pada Anak Usia Dini Pembelajaran pada anak usia dini merupakan proses interaksi antara teman sebaya, orang tua dan orang dewas alainnya guna untuk memenuhi tugas perkembangannya. Dalam proses interaksi tersebut anak mendapatkan pegalaman yang bermakna, sehingga proses belajar berjalan dengan baik. Pengalaman sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Konsep dasar pendidikan musik bagi anak yaitu mengembangkan kemampuan fisik, bahasa, sosial, emosional, dan kognitif (Nasution, 2016). Tujuannya adalah lebih membantu anak untuk mampu mengungkapkan yang anak ketahui dan rasakan melalui seni. Proses lebih menjadi perhatian daripada sekedar hasil belajar. Sesuai kurikulum tahun 2004, pendidikan di Taman Kanak-Kanak bertujuan mengembangkan kemampuan fisik, bahasa sosial emosional, moral dan nilai agama, kognitif serta seni. Dalam Kurikulum Nasional pengembangan seni mengacu pada kompetensi dasar anak mampu mengungkapkan gagasan dan daya ciptanya dalam berbagai bentuk meliputi berbagai media; bergerak, sesuai irama musik dan menyanyi (Kurikulum PAUD 2004, Diknas). Penelitian mengenai pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini ini menggunakan metode Design Based Research (DBR) merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi suatu produk baik itu program, strategi, dan bahan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan membahas hasil identifikasi dan analisis masalah berkaitan dengan penggunaan pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini, menjelaskan proses pengembangan, proses validasi dan produk dari pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti merancang pengembangan video pembelajaran eurhytmic untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini agar media pembelajaran irama untuk anak lebih variatif. Dalam pendidikan media pembelajaran digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hardianto, 2005).Informasi yang terdapat pada media harus dapat melibatkan siswa atau anak dalam bentuk aktivitas yang nyata. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif dari penggunaan media sebagai alat untuk penyampai pesan dalam pembealajaran di kelas yatiu (Muhson, 2010): 1) penyampaian pelajaran tidak kaku, 2) pembelajaran bisa lebih menarik, 3) pembelajaran menjadi lebih interaktif, 4) lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat, dan 5) kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasi dengan baik dan jelas.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 235

Pembelajaran Irama Irama merupakan unsur yang dianggap paling mendasar dalam musik dimana irama dalam musik terbentuk dari perpaduan sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang pendeknya (Wulandari, 2011). Irama terkait dengan tingkat pencapaian perkembangan anak salah satunya juga dapat dilihat yang menguraikan (Gestwicki, (dalam Syamsudin, Budi, Wulandari): a. usia 4 tahun anak sangat senang menyanyi berkelompok serta telah dapat memasangkan dan mengelompokkan sumber bunyi, volume bunyi, pitch dan durasi, b. usia 5-6 tahun anak dapat menunjukkan pengertian kontras dari suara seperti keras/ lembut dan tinggi/ rendah, c. usia 5 tahun anak dapat menggunakan suatu pukulan akurat mantap, nyanyian, dan pengulangan irama di (dalam) bernyanyi mereka, dan d. usia 6 tahun anak dapat mengenal pasangan dari paduan suara sebagai persamaan atau perbedaan. Irama yang dimainkan untuk anak seharusnya tidak terlalu menyentak-nyentak atau riang, namun dengan sedikit perubahan ritme yang tidak terlalu rumit. Lagu-lagu yang dimainkan sebaiknya dengan tempo 2/4 atau 4/4, karena jenis inilah yang paling mudah merangsang gerak tubuh dan aktivitas (berjalan, berbaris, bertepuk tangan, dan lainnya). Metode Eurhytmic Emilie Jaques-Dalcroze lahir di Wina pada 6 Juli 1865, ayahnya berasal dari Swiss dari St.Corix di Jura dan ibunya berasal dari Jerman. Metode ini diciptakan oleh Emilie Jaques Dalcroze ketika menemukan bahwa kebanyakan siswanya mengalami kesulitan dalam memahami elemen-elemen musik yang diajarkan. Metode Eurhytmics mengajarkan musik melalui gerak, dengan tujuan agar dapat merasakan elemen-elemen musik yang diajarkan. Dalam metode Eurhytmics, pengajaran musik dilakukan dengan menggunakan tiga elemen, yaitu gerak tubuh, Solfege (kemampuan mendengar musik) dan improvisasi.Tujuan eurhytmic diantaranya adalah melatih sensitivitas (kepekaan) musik, mengembangkan kemampuan siswa untuk merasakan, mendengar, membayangkan, dan menafsirkan musik, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam mengenal musik dengan koordinasi gerak secara bersamaan. Dalam pelaksanaan pembelajaran musik, Bakar (2016) menyatakan bahwa anggota tubuh anak itu sendiri dapat digunakan sebagai media pembelajaran musik. Misalnya, hands (tangan), arms (lengan), head (kepala), shoulders (pundak), dan perpaduan diantara anggota tubuh. Berikut contoh aktivitas pembelajaran musik berdasarkan metode Dalcroze. Untuk melatih eurhytmics dapat dilakukan kegiatan berikut: a. Guru memberikan ketukan musikal menggunakan drum dan anak mengekspresikannya dengan gerakan berjalan sesuai irama drum. Sebaliknya, ketika guru memainkan notd diam saat bermain drum maka anak-anak diam di tempat dan bertepuk tangan sebagai pengganti ekspresi not diam. Hal ini sebagai langkah awal unutk kemudian mengajak anak untuk menrikuan pola irama yang lain. Cukup minimal tiga pola irama untuk mengenalkan pola irama yang sederhana pada anak. Berikut merupakan contoh pengalaman bermain musik anak : Tabel 1. Contoh Pengalaman Bermain Musik Anak No Hal yang dilakukan Hal yang dilakukan anak guru 1. Tepuk-diam-tepuk-diam Anak menirukan dengan gerakan yang sama yaitu tepuk-diam-tepuk-diam  Dapat juga dikreasi dengan gerakan lain akan tetapi memang anak lebih mudah menirukan setiap gerakan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 236

No Hal yang dilakukan Hal yang dilakukan anak guru guru dengan gerakan yang sama pula.

2. Tepuk-tepuk-tepuk- Anak menirukan dengan gerakan yang sama diam 3. Tepuk-diam-tepuk- Anak menirukan dengan gerakan yang sama tepuk b. Anak-anak menirukan ritme yang dimainkan guru dengan menggunakan alat musik perkusi tak bernada seperti drum set dan semacamnya atau dengan hasil kreasi dengan menggunakan botol bekas yang dipukul dengan potongan kayu. SIMPULAN Pendidikan musik untuk anak usia dini perlu dikembangkan pula dengan diketahuinya potensi/kemampuan musikal anak, ditambah dengan kondisi lingkungan belajar yang mendukung maka kecerdasan musikal anak akan terarah dan dapat berkembang dengan optimal.Dengan pembelajaran musik banyak manfaat yang dapat diambil didalamnya. Melalui musik anak akan menjadi lebih peka terhadap suara atau bunyi yang ia dengar sehingga anak diberi kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai sumber bunyi instrumen dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapatkan dari lingkungan sekitar kita. Selain itu, anak akan menggerakan tubuhnya misalnya, hands( tangan), arms (lengan), head (kepala), shoulders (pundak), dan perpaduan diantara anggota tubuh sesuai dengan irama ketika mendengar musik.Analisis kebutuhan yang dilakukan oleh peneliti adalah mencari tahu mengenai pembelajaran irama di PAUD, ketersediaan media, fasilitas pendukung serta ketersediaan multimedia pada saat pembelajaran irama.Kesulitan atau hambatan yang dirasakan guru ketika memberikan pembelajaran adalah karena anak memiliki karakteristik bersifat egosentris, terkadang anak enggan mengikuti pembelajaran tersebut.Rancangan produk penelitian berupa pembelajaran irama dengan metode eurhytmic untuk memfasilitasi pembelajaran irama anak usia dini yang dirancang dengan menggabungkan beberapa komponen multimedia. Setiap komponen yang terdapat pada video pembelajaran menggunakan beberapa software diantaranya Sony Vegas Pro 16.0, Sibellius Ultimate, Adobe After Effect, dan CD Burner XP. Video pembelajaran ini memuat petunjuk penggunaan video, penjelasan mengenai pengertian irama secara sederhana, dan video latihan yang memuat irama dengan iringan instrumen musik yang peneliti buat.Irama dalam iringan instrumen musik disajikan dengan simbol tepuk tangan dan hentakan kaki.Irama yang disajikan memiliki pola irama yang sederhana.

DAFTAR PUSTAKA Ayuni, Q., & Ernawati, F. (2017). Pengembangkan Kecerdasan Linguistik Di Paud Insan Kamil Dwp Iain Surakarta Tahun Pelajaran 2017/2018 (Doctoral dissertation, IAIN Surakarta). Bakar, Z. (2016). Pemamfaatan Lagu Sebagai Implementasi Model Pakem Pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini Dan Sekolah Dasar. EduHumaniora| Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 3(2). Hardianto, D. (2005). Media Pendidikan sebagai Sarana Pembelajaran yang Efektif. Majalah Ilmiah Pembelajaran, 1(1), 950-104. Indriyati, N. C. (2017). Pengembangan Bakat Seni Musik Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Seni Musik Di MI Negeri Purwokerto (Doctoral dissertation, IAIN Purwokerto). Mat Ali, Z. (2003). Delcroze eurhythmics dalam pengajaran dan pembelajaran pendidikan muzik tahap satu sekolah rendah (Doctoral dissertation). Muhson, A. (2010). Pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi informasi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 8(2).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 237

Nasution, R. A. (2016). Pembelajaran Seni Musik Bagi Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Jurnal Raudhah, 4(1). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD Rachmi, T. (2013). Kontribusi Musik pada Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka. Respati, R. (2015). Esensi pendidikan seni musik untuk anak. Saung Guru, 7(2), 109-115. Soetjiningsih, C. H. (2018). Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir. Kencana. Syamsudin, A., Cipto Budi, H., Wulandari, R., & Fatimaningrum, A. S. Universitas Negeri Yogyakarta muliaadhi_dharma@ yahoo. co. id. Wulandari, R. (2011). Pengembangan Lagu untuk Anak Usia 4-6 Tahun. Downloaded from staff. uny. ac. id. Zamil, I. (2016). Pengaruh Musik dan Lingkungan Belajar Terhadap Siswa. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 11(2).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 238

PENGEMBANGAN PERMAINAN MONOPOLI UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN LITERASI FINANSIAL ANAK USIA 5 – 6 TAHUN Rini Rahayu1, Taopik Rahman2, Elan3 1,2,3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This research is based by the low level of financial literacy education in Indonesia and the low knowledge of teachers about the importance of applying financial literacy learning from an early age. This causes most children to not understand simple financial concepts such as distinguish the types and varlue of money. Therefore this research focuses on the application of monopoly game media to facilitate the ability of financial literacy in children aged 5 - 6 years, with the aim that children are able to know the basic concepts of finance from an early children. The method used in this study is the design-based research (DBR) method developed by Reeves. Data collection techniques used are by conducting interviews. The results of this study indicate that monopoly game media is a learning that can be used to facilitate the financial literacy abilities of children aged 5 - 6 years. Keywords: Learning Media, Monopoly game, Financial literacy

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pendidikan literasi finansial di Indonesia serta rendahnya pengetahuan guru tentang pentingnya penerapan pembelajaran literasi finansial sejak dini. Hal ini menyebabkan sebagian besar anak belum mengetahui konsep keuangan sederhana seperti membedakan jenis dan nilai uang. Oleh karena itu penelitian ini berfokus pada penerapan media permainan monopoli untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial pada anak usia 5 - 6 tahun, dengan tujuan supaya anak anak mampu mengetahui konsep dasar keuangan sejak dini. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode design based research (DBR) yang dikembangkan oleh Reeves. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa media permainan monopoli merupakan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5 sampai 6 tahun. Kata Kunci: Media pembelajaran; Permainan monopoli; Literasi finansial

PENDAHULUAN Kemajuan zaman di era globalisasi ini terus mengalami peningkatan terutama dalam bidang perekonomian. Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern menjadikan kemampuan literasi finansial sebagai skill yang dibutuhkan dan perlu dimiliki setiap orang supaya mampu bersaing di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga mampu bertahan di era abad ke-21. Astuti (dalam Rapih, S. 2016, hlm.15) Sikap individu terhadap finansial terkait dengan kebiasaan dalam berbelanja, hal tersebut identik dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, menghabiskan uang untuk hal yang berjangka pendek, membeli barang berdasarkan kesukaan atau keinginan dan bukan kebutuhan, melakukan pembelian barang tanpa perencanaan, pembelian barang tanpa melihat kegunaan atau manfaatnya serta membeli barang yang mahal untuk menimbulkan rasa percaya diri (Elyta, Mutia, 2020; Lodeng, 2018; Yusvitasari, 2019) . Perilaku tersebutlah yang membuat pendidikan literasi begitu di pentingkan saat ini, untuk memberikan pengajaran bagaimana membuat tanggung jawab atas keuangan pribadi, serta bagaimana mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola keuangan (Shalahuddinta, 2014). Pendidikan literasi finansial perlu diterapkan pada anak terutama pada anak usia pra sekolah diantaranya (Masnan & Curugan, 2016; Rapi, Subroto, 2016; Gasiorowska, 2012). Breitbard (dalam Masnan dan Curugan, 2016, hal. 116) memberikan alasan bahwa ‘tidak terlalu dini untuk memperkenalkan konsep uang kepada anak-anak’. Pendidikan literasi finansial bertujuan untuk meningkatkan pemahaman literasi finansial anak dari yang tadinya tidak mengenal literasi finansial menjadi anak yang paham mengenai konsep literasi finansial. Kedepannya diharapkan anak

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 239 mampu mengelola keuangan secara bijak dan mampu mengontrol pengeluaran keuangan dengan membedakan antara kebutuhan dan hanya sekedar keinginan (Meinarni & Thalib, 2019, Hlm 1-7). Pendidikan literasi finansial memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan dimasa yang akan datang, namun pemberian pendidikan literasi finansial masih dianggap sebagai bagian yang kurang penting. Di Indonesia pendidikan literasi finansial masih minim dilakukan baik dilingkungan keluarga maupun sekolah (Meinarni, A, Dkk, 2019). Tingkat pemahaman literasi finansial di Indonesia masih terbilang rendah, “dari tujuh belas Negara Asia Pasifik Indonesia berada di urutan sepuluh dengan skor indeks literasi sebesar 62%, ini menyebabkan Indonesia tertinggal dari Negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand”. Data tersebut di dapat dari hasil survey yang dilakukan Master Card Tahun 2016 (dalam Setiawati dan Nurkhin, 2017, hlm. 728). Hasil survey Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa “indeks literasi finansial masyarakat Indonesia pada tahun 2019 mencapai 38,03%, angka tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun 2016 yang hanya mencapai 29,7%” (OJK 2019). Masalah rendahnya kemampuan literasi finansial di Indonesia harus ditangani dengan baik. Solusi yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang literasi finansial adalah melalui pendidikan di sekolah (Masnan, A & Curugan 2016). Sekolah menjadi peranan penting dalam mengembangkan kemampuan literasi finansial anak, terutama bagi orang tua yang kurang mampu dan kurang memahami literasi finansial (Rapih, 2016; Sina, 2014). Dari hasil wawancara peneliti pada bulan Desember 2019 terhadap sekolah RA Al -Huda di Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis didapat fakta bahwa masih banyak anak yang belum mengetahui konsep keuangan sederhana seperti belum bisa membedakan nominal uang, bagaimana cara mendapatan uang, bertransaksi dan hal hal mendasar lainya tentang keuangan serta belum adanya fasilitas media yang memadai untuk dapat mengembangkan kemampuan literasi finansial. Berdasarkan pernyataan guru diketahui bahwa beliau belum mengetahui bahwa pemerintah telah menyelenggarakan pendidikan literasi finansial bagi anak usia dini sehingga pembelajaran menengenai literasi finansial belum di terapkan di sekolah tersebut, terlebih pembelajaran literasi keuangan masih diangap sebagai hal yang tabu untuk diajarkan pada anak. Berdasarkan permasalahan tersebut guru mengungkapkan bahwa untuk dapat menerapkan pembelajaran literasi finansial pada anak maka dibutukan media pembelajaran yang dapat memfasilitasi kemampuan literasi finansial tersebut. Media pembelajaran merupakan alat atau bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membawa informasi berupa materi ajar sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana permasalahan yang telah diuraikan, dibutuhkan terobosan baru yang dapat mengatasi masalah rendahnya literasi finansial. Literasi finansial dapat diartikan sebagai kecakapan atau kesanggupan dalam hal keuangan (Hidjrahwati, 2019. hlm 2). Banyak konsep yang harus dikuasai dalam pembelajaran mengenai finansial ini, sehingga membutuhkan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan agar tujuan yang diinginkan tercapai. Agar timbul suasana belajar yang menyenangkan dan anak dapat memahami konsep literasi finansial dapat diwujudkan melalui permainan monopoli sebagai media pembelajaran. Selain menyenangkan media permainan monopoli dipilih karena secara umum mencakup berbagai kegiatan ekonomi seperti transaksi jual beli, adanya lembaga perbankan dan semua komponen kegiatan ekonomi lainya sehingga materi yang akan disampaikan dapat diterima dengan cepat. Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis berupaya untuk mengembangan media permainan monopoli sebagai media pembelajaran untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial bagi anak

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 240 usia 5-6 tahun. Sehingga permainan monopoli tersebut layak digunakan sebagai media pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan literasi finansial anak.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prosedur penelitian Design Based Research (DBR) dengan menggunakan model Reeves (Lestari & Saepulrohman, 2016) yang dispesifikasikan berdasarkan kebutuhan meliputi : 1) Identifikasi dan analisis masalah oleh peneliti dan praktisi secara kolaboratif, 2) Mengembangkan prototype solusi yang didasarkan pada patokan teori, design principle yang ada dan inovasi teknologi, 3) Melakukan proses berulang untuk menguji dan memperbaiki solusi secara praktis, 4) Refleksi untuk menghasilkan design principle serta meningkatkan implementasi dari solusi secara praktis. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, ekspert judgement, dan studi dokumentasi. Wawancara digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data pada saat studi pendahuluan, ekpert judgement untuk memperoleh data hasil kelayakan produk yang telah dikembangkan, dan studi dokumentasi yang digunakan sebagai pelengkap dari metode wawancara. Adapun teknik analisis data menggunakan data condensation (kondensasi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/ verifying (pengambilan kesimpulan).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian pengembangan ini adalah media permainan monopoli yang layak digunakan untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5 – 6 tahun. Kelayakan ini dapat dilihat berdasarkan hasil dari validator sebagai berikut : Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah media permainan monopoli. Mendia ini digunakan untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5-6 tahun. Permainan monopoli ini disajikan dalam bentuk sederhana, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak usia dini. Permainan monopoli ini memiliki ini memiliki 20 kotak dengan ukuran masing masing kotak 8x8 cm yang terdiri dari 4 grup antara lain makanan (ice cream, lolipop, susu), mainan anak (Bubble, Pestol. Mobil), alat tulis (pencil, buku, cryon, buku cerita), dan aksesoris (2 jam tangan L/P, sepatu, dan bando). Masing masing kotak ini memiliki keterangan warna yang berbeda untuk memudahkan pengklasifikasian. Selain itu papan ini juga di sertai dengan 1 kotak mulai untuk memulai permainan, 1 kotak kartu pintar, 1 kotak kartu keberuntungan,1 kotak infaq, 1 kotak bank, dan 1 kotak bebas berjalan. Kertas yang digunakan sebagai papan utama adalah kertas stiker yang dilaminasi glossy , ini membuat papan dapat menempel dengan kayu, tidak mudah sobek, dan anti gores. Permainan monopoli ini juga dilengkapi dengan kartu pintar yang berisi tentang pertanyaan pertanyaan seputar materi dalam permainan monopoli yang dapat meningkatkan pemahaman anak tentang finansial, kartu keberuntungan berisi kejutan yang mana bila pemain beruntung maka akan mendapatkan kesempatan seperti mendapatkan sejumlah uang dari bank, bebas pajak 1x, mendapat kesempatan mengkocok kembali dadu, namun apabila pemain kurang beruntung maka pemain tidak mendapat apapun, kartu hak milik yang berisi harga beli, harga sewa, dan harga jual, serta buku panduan yang berisi aturan dan petunjuk permainan. Untuk mengetahui kelayakan produk berupa media pembelajaran ini, maka dilakukan uji validitas oleh tiga ahli yakni, ahli media pembelajaran oleh Taopik Rahman, M.Pd selaku dosen media pembelajaran, ahli materi literasi finansial oleh Ghia Ghaida Kanita,S.E. MSM. Selaku dosen kewirausahaan, dan ahli pedagogic oleh Tini Sonjaya, S.Pd selaku kepala sekolah RA Al-Huda. Penilaian oleh ahli dilakukan melalui lembar validasi. Dari hasil validasi yang telah dilakukan menunjukan bahwa produk media permainan monopoli ini layak untuk diujicobakan pada pembelajaran literasi finansial untuk anak usia 5-6 tahun dengan melakukan revisi media

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 241 berdasarkan pendapat dan saran dari validator. Revisi yang dilakukan meliputi: harga tidak boleh lebih dari Rp 20.000, setiap kotak diberi nomor, dan kotak yang digunkan sebagai tempat menyipan barang diberi nama supaya memudahkan anak untuk menyimpan kembali alat permainan yang telah dikeluarkan setelah melakukan permainan. Setelah peneliti melakukan revisi atau perbaikan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan media permainan monopoli ini layak untuk diuji cobakan sebagai media untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansial anak usia 5-6 tahun.

SIMPULAN Berdasarkan masalah yang ditemukan dari hasil identifikasi dan analisis data dan validasi ahli yang telah dilakukan peneliti dapat diambil kesimpulan bahwa dibutuhkan pengembangan media pembelajaran, dan media permainan monopoli merupakan solusi yang tepat untuk memfasilitasi kemampuan literasi finansiall anak usia 5-6 tahun. Media monopoli ini dibuat dengan menggunakan software Microsoft word dalam melakukan pendesainan berupa papan permainan, kartu-kartu, dan buku panduan. Media yang dikembangkan diuji kelayakannya oleh para ahli yakni ahli media pembelajaran, ahli materi literasi finansial, dan ahli pedagogik. Berasarkan hasil validasi dan hasil perbaikan, media ini layak untuk diujicobakan kepada anak usia 5-6 tahun. Adapun kelebihan dari media ini adalah simple, mudah digunakan, menarik perhatian anak, mudah dibawa dan disimpan, serta tahan lama. Adapun kekurangannya media ini tidak dapat digunakan oleh satu orang, dan membutuhkan waktu yang agak lama sebelum memulai permainan. DAFTAR PUSTAKA

Elyta, R., & Mutia, R. (2020) Kecil-Kecil Jago Finansial: Mendidikan Generasi Cerdas Finansial Sejak Dini. LAKSANA. Gasiorowska, A, Zaleskiewicz, T, & Wygrab, S. (2012). Would You Do Something For Me? The Effects Of Money Activation On Social Preferences And Social Behavior In Young Children. Journal of Economic Psycology. 33 603–608. doi:10.1016/j.joep.2011.11.007 Hidjrahwati. at al. (2019). Cerdas Sejak Dini. Yogyakarta: Deepublish. Lestari, A., Saepulrohman, A., & Hamdu, G. (2016). Pengembangan soal tes berbasis hots pada model pembelajaran latihan penelitian di sekolah dasar. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(1), 74-83. Lodeng, A. (2018). PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF MENURUT EKONOMI ISLAM (Studi Pada Mahasiswa Santri Ma’had Al-Jami’ah UIN Raden Intan Lampung) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung). Masnan & Curugan. A. A. M (2016). Program Pendidikan Keuangan untuk Pendidikan Anak Usia Dini. International Journal of Research Akademik Ilmu Bisnis dan Sosial. Vol. 6 (12). 113-120. doi: 10,6007 / IJARBSS / v6-I12 / 2477 URL: http://dx.doi.org/10.6007/IJARBSS/v6i12/2477. Meinarni, N. P. S., & Thalib, E. F. (2019, July). Privacy Related to Cyber Space Activities. In International Conference on Innovation in Research (ICIIR 2018)–Section: Economics and Management Science. Atlantis Press. Otoritas Jasa Keuangan. (2017). Strategi Nasional Keuangan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan. (2019). Siaran Pers Survei OJK 2019 Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Meningkat. Rapih, S. (2016).Pendidikan Literasi Keuangan pada Anak: Mengapa dan Bagaimana? Scholaria. 6 (2), hlm.14-28. Setiawati, S., & Nurkhin, A. (2017). Pengujian Dimensi Konstruk Literasi Keuangan Mahasiswa. Economic Education Analysis Journal, 6(3), 727-736. Setiawati. et al. (2019). Pengembangan Media Permainan Papan pada Pembelajaran IPS untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 6 (1), hlm. 163- 174.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 242

Shalahuddinta, A. (2014). Pengaruh pendidikan keuangan di keluarga, pengalaman bekerja dan pembelajaran di perguruan tinggi terhadap literasi keuangan. Jurnal Pendidikan Akuntansi (JPAK), 2(2). Sina, P. G. (2014). Peran Orangtua dalam Mendidik Keuangan pada Anak (Kajian Pustaka). Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora, 14(1), 74-86. Yusvitasari, A. (2019). Pengaruh Financial Knowledge Dan Peran Orang Tua Terhadap Perilaku Menabung Generasi Z Dengan Locus Of Control Sebagai Variabel Mediasi (Doctoral dissertation, STIE Perbanas Surabaya).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 243

Implementasi Karakter Peduli Lingkungan melalui Program Adiwiyata di SDN Mancogeh Mita Zahra Asdianti1, Nana Ganda2, Oyon Haki Pranata3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Plastic waste that continues to grow over time will be a problem that is particularly challenging in the big city in Indonesia with a fairly dense population that can pollute the environment. It is necessary to keep the habituation to the community regarding environmental care so that the production of waste can be reduced and do not pollute the environment. Prose habituation can be done early in the beginning in his formal education environment so that the child loves and maintain the cleanliness of the environment. This research used a qualitative approach with case study methods. Data collection techniques are conducted with interviews, observations, and documentation. This research was conducted at SDN Mancogeh because it has been awarded the national level of Adiwiyata School in 2019. The focus of this research is to find out how the character implementation of environmental care conducted by the school through Adiwiyata program. The results of this research are: (1) environmentally sound policy, by renewing the vision and mission of the school to be environmentally charged; (2) The implementation of the environmental-based curriculum, by integrating the PLH load into K13 thematic learning in each class, and the teacher and school principal in being and behave to the environment; (3) Participative-based environmental activities, which are embodied in daily routine activities, routine weekly activities, and spontaneous activities; (4) Management of supporting facilities in the school environment to be utilized and managed jointly by the school citizen. Keyword: implementation, character, environmental care, adiwiyata program

Abstrak Sampah plastik yang terus bertambahseiring berjalannya waktu akan menjadi masalah yang pelik terutama di kota besar dengan penduduk yang cukup padatdi Indonesia sehingga dapat mencemari lingkungan. Maka perlu diadakannya pembiasaan kepada masyarakat mengenai peduli lingkungan agar produksi sampah bisa berkurang dan tidak mencemari lingkungan. Proses pembiasaan dapat dilakukan sejak dinidimulai di lingkungan pendidikan formalnya agar anak lebih mencintai dan menjaga kebersihan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan di SDN Mancogeh karena telah meraih penghargaan sebagai sekolah adiwiyata tingkat nasional pada tahun 2019. Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan sekolah melalui program adiwiyata. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Kebijakan berwawasan lingkungan, dengan memperbaharui visi dan misi sekolah menjadi bermuatan lingkungan; (2) Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, dengan mengintegrasikan muatan PLH ke dalam pembelajaran tematik K13 di setiap kelas, serta keteladanan guru dan kepala sekolah dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan; (3) Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif, yang diwujudkan ke dalam kegiatan rutin harian, kegiatan rutin mingguan, dan kegiatan spontan; (4) Pengelolaan sarana pendukung yang ada di lingkungan sekolah untuk dimanfaatkan dan dikelola bersama oleh warga sekolah. Kata Kunci: implementasi, karakter, peduli lingkungan, program adiwiyata

PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dan lingkungannya merupakan dua hal yang sulit dipisahkan, dimana manusia memanfaatkan lingkungan sebagai tempatnya melakukan kegiatan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Seiring bergantinya zaman, kebutuhan hidup manusia semakin meningkat dan perilaku konsumtif semakin tinggi sehingga menyebabkan kondisi lingkungan semakin memperihatinkan. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memproduksi dan menggunakan barang sekali pakai dengan alasan lebih praktis. Barang-barang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 244

sekali pakai ini mayoritas terbuat dari plastik, dan biasanya dimanfaatkan sebagai kemasan untuk membungkus makanan, minuman, dan keperluan rumah tangga. Plastik merupakan material yang sulit untuk didegradasikan (diuraikan) oleh mikroorganisme didalam tanah (Siyamsih, Alam; Probowati, W., Nugraheni, I. A., & Suryadi, S.,2020). Hal inilah yang menjadikan sampah plastik sebagai permasalahan pelik karena sifat sampah plastik yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan jika tidak dikelola untuk didaur ulang dengan benar. Sampah-sampah plastik hasil pemakaian masyarakat (sampah hasil rumah tangga maupun dari tempat umum seperti tempat wisata, pusat perbelanjaan, bahkan sekolah) yang tidak diolah dengan baik akan terus menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di tiap daerah di Indonesia (Artiningsih, N. K. A., 2008; Hartono, 2006; Taufiqurrahman, T. ,2016). Masalah lingkungan hidup termasuk masalah sampah plastik tahun demi tahun akan menjadi masalah yang pelik terutama di kota besar di Indonesia dengan jumlah penduduk yang padat. Data dari Deputi Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup (Kurniawan, 2011) menyebutkan “Data pada tahun 2008 setiap individu rata-rata menghasilkan 0,8 kilogram sampah dalam satu hari dengan kadar 15% adalah plastik. Dengan asumsi ada sekitar 220 juta penduduk di Indonesia, maka sampah plastik yang tertimbun mencapai 26.500 ton/hari, sedangkan jumlah timbunan sampah nasional diperkirakan mencapai 176.000 ton/hari. Sementara data KLH 2007 menunjukkan, volume timbunan sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau setara 42 juta kilogram, dimana komposisi sampah plastiknya mencapai 14% atau 6 juta ton.” Untuk itu, perlu diadakan proses pembiasaan diri pada masyarakat agar tidak menggunakan barang berbahan dasar plastik sekali pakai yang dapat menghasilkan sampah. Tindakan pencegahan ini bisa dilaksanakan dengan memberikan pemahaman pada masyarakat, dan bisa dimulai dengan melakukan pembiasaan pada generasi muda di Sekolah Dasar untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (Nurulloh, E. S., 2019; Sya'diyah, N. I. S., 2019; Setyowati, T., 2013). Hal ini sejalan dengan pendapat dalam Jurnal Education 3-13 (So & Chow, 2018, hlm. 4) yaitu “Dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah salah satu senjata penting untuk mengatasi masalah plastik, mendidik orang, terutama di usia muda, adalah pendekatan yang efisien untuk mengembangkan pengetahuan lingkungan, kesadaran, dan pola perilaku mereka untuk mengurangi limbah plastik.” Sekolah dasar menjadi langkah awal untuk mengedukasi anak-anak tentang dampak negatif dari sampah plastik melalui proses pendidikan (Kurniawan, D. T., Maryanti, S., Yuliawati, A., & Tresnawati, N., 2019). Perlu adanya pembiasaan sejak dini agar anak lebih mencintai dan menjaga kebersihan lingkungan. Karena, jika sudah mengerti dan paham akan pentingnya kebersihan lingkungan dan terbebas dari sampah plastik di sekolah, maka anak akan terbiasa melakukan hal yang sama di lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Mirza Desfandi bahwa mengembangkan masyarakat berkarakter peduli lingkungan dimungkinkan efektif melalui pendidikan lingkungan hidup (Mukani & Sumarsono, 2017). Dengan adanya pendidikan lingkungan hidup di sekolah secara perlahan akan membiasakan masyarakat khususnya warga sekolah untuk peduli terhadap lingkungan. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan sekolah melalui program adiwiyata. Dengan mendeskripsikan hasil penelitian ini, peneliti berharap akan menjadi alternatif dan motivasi bagi sekolah-sekolah yang mempunyai visi dan misi yang sama sebagai sekolah peduli dan berbudaya lingkungan.

METODE PENELITIAN

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 245

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana penelit berperan sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2015). Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case studies). Studi kasus ialah serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut (Rahardjo, 2017 hlm. 3). Sumber data penelitian ini yaitu kepala sekolah, guru dan siswa di SDN Mancogeh Kota Tasikmalaya. SDN Mancogeh dipilih menjadi tempat penelitian didukung oleh penghargaan yang diraihnya sebagai Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional pada tahun 2019. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi, serta data sekunder diperoleh melalui dokumentasi. Proses analisis data pada penelitian ini terbagi dalam tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam mengimplementasikan karakter peduli lingkungan pada warga sekolah, SDN Mancogeh menerapkan beberapa kebijakan atau aturan yang didalamnya terdapat proses pembiasaan untuk warga sekolah. Dari proses pembiasaan inilah dapat membentuk karakter peduli lingkungan, baik itu bagi kepala sekolah, guru dan siswa. Berikut ini hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dilakukan peneliti selama proses penelitian mengenai bentuk implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan SDN Mancogeh, yang dianalisis berdasarkan empat (4) komponen adiwiyata. 1. Kebijakan Berwawasan Lingkungan Dalam upaya mengimplementasikan karakter peduli lingkungan, sekolah memulainya dengan memperbaharui visi dan misi menjadi bermuatan pelestarian dan pencegahan kerusakan lingkungan. Dengan dimulainya perbaharuan visi dan misi, sekolah pastinya memiliki tujuan atau cita-cita yang ingin dicapaidan kemudian tercantum pada visi, lalu menjadikan misi sebagai acuan dalam mencapai visi tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Kepala SDN Mancogeh yang menyatakan bahwa: Sebelum melaksanakan program adiwiyata harus merubah terlebih dahulu visi dan misi sekolah. Karena, visi merupakan angan atau cita-cita yang akan dicapai oleh sekolah pada waktu tertentu. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perubahan visi dan misi didasarkan pada komponen yang terdapat pada program adiwiyata. Hal itu diperkuat dengan adanya hasil wawancara dengan Tim Adiwiyata di SDN Mancogeh yaitu: Untuk mengikuti program adiwiyata harus berkaitan dengan visi dan misi, minimal 3 poin pada misi sekolah yang berkaitan dengan lingkungan. Visi dan misi dilakukan perubahan saat akan mengikuti program adiwiyata, karena visi dan misi sekolah bisa direvisi setiap tahunnya. Adapun visi SDN Mancogeh yaitu Berlandaskan Iman dan Taqwa Terwujudnya Insan Yang Cerdas, Sehat, Ramah, Literat, Peduli Lingkungan dan Kompetitif pada Tahun 2022. Dengan jelas terdapat kata “peduli lingkungan” pada visi sekolah, yang berarti memiliki tujuan untuk menghasilkan warga sekolah, termasuk peserta didik, guru, dan kepala sekolah yang berkarakter peduli terhadap lingkungan. Selain itu, misi SDN Mancogeh sebanyak 15 butir, empat (4) diantaranya berkaitan dengan lingkungan dan hidup bersih. Adapun keempat misi tersebut yaitu: 2) Mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan; 3) Menanamkan pembiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); 4)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 246

Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan; 14) Menjadikan sekolah sebagai lingkungan belajar dan sumber ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai dengan standar dari komponen adiwiyata yaitu Visi, Misi dan Tujuan sekolah yang tertuang dalam kurikulum memuat kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Tim Adiwiyata Nasional, 2011). Dengan adanya perbaharuan visi dan misi, sekolah menjadikan karakter peduli lingkungan sebagai salah satu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapainya seperti tercantum pada visi. Kemudian menjadikan keempat poin misi yang bermuatan lingkungan ini sebagai acuan dalam mencapai visi tersebut.

2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan Dalam mewujudkan sekolah yang berbudaya lingkungan, perlu dilaksanakannya kurikulum berbasis lingkungan melalui kebijakan yang ditetapkan sekolah. Adapun pelaksanaan kurikulum pada keseharian di sekolah yaitu: 1. Mengintegrasikan muatan lokal Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) ke dalam pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 yang mempunyai keterkaitan dengan muatan PLH. Guru kelas 1 sampai kelas 6 mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup ke dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) di beberapa tema yang ada di tiap kelas. Hal ini sejalan dengan pernyataan tim adiwiyata sekolah yaitu: Dulu mah kan ada mapel PLH ya, tapi di kurikulum 2013 ini dalam proses pembelajarannya dilakukan integrasi muatan pendidikan lingkungan hidup kedalam tema yang ada di setiap kelas. Pernyataan tersebut juga didukung oleh hasil wawancara dengan kepala sekolah yaitu: ...dulu kan terdapat pembelajaran PLH, sekarang mah pintar-pintar guru untuk memasukkan program adiwiyata dalam proses pembelajaran. 2. Dari kedua pernyataan tersebut, diketahui bahwa pada awalnya pembelajaran mengenai lingkungan khusus diterapkan pada bidang studi PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup), tetapi karena kurikulum 2013 menerapkan pembelajaran berdasar tema pada tiap kelasnya, maka pendidikan lingkungan diintegrasikan dengan tema yang ada di tiap kelas.Keteladanan guru dan kepala sekolah, dimana peran guru dan kepala sekolah sangat besar dalam proses implementasi karakter peduli lingkungan di sekolah. Siswa tidak akan langsung menuruti aturan atau teguran jika guru dan kepala sekolah tidak memberikan contoh atau teladan yang baik pada siswa. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada kepala sekolah yaitu: Peran guru membimbing, membina, dan mengarahkan siswa untuk berperilaku peduli terhadap lingkungan, dengan catatan guru juga ikut campur. Kepala sekolah juga tidak hanya memberi arahan pada siswa dan guru, tetapi juga ikut menerapkan perilaku peduli lingkungan, harus adanya kerjasama dan kompak. Di kelas pun tanpa adanya bimbingan dan arahan bahkan contoh dari guru, sulit bagi anak untuk berperilaku peduli terhadap lingkungan. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan guru kelas 6 yang menyatakan bahwa “Peran warga sekolah selalu melakukan pembiasaan, lalu guru selalu mengecek anak tidak hanya satu atau dua kali tapi harus cerewet melakukan pembiasaan pada anak setiap hari. Guru juga sama pembiasaan untuk mengurangi sampah, berawal dari guru dulu sebagai contoh baru membina siswa untuk proses pembiasaan.” Dari kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam pembiasaan karakter peduli lingkungan, siswa tidak lepas dari peran penting guru dan kepala sekolah, yaitu bimbingan dan teladan.Karena dengan adanya teladan yang baik dari orang dewasa, anak akan lebih mudah untuk melaksanakan hal yang sama. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling) (Barlow, 1985). Maka, dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, guru dan kepala sekolah juga

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 247

menerapkan pembiasaan perilaku peduli lingkungan, seperti membawa botol minum dan tempat makan sendiri ke sekolah, ikut serta merawat kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah, membuang sampah pada tempatnya dengan terlebih dahulu memilah sesuai jenisnya, serta menghemat energi dalam menggunakan air dan listrik. 3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif Bentuk implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan oleh SDN Mancogeh melalui kegiatan di lingkungan sekolah dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan. a. Kegiatan rutin yang dilakukan untuk menerapkan karakter peduli lingkungan pada siswa dilakukan melalui kegiatan rutin harian dan mingguan. Kegiatan rutin sekolah merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). Adapun kegiatan rutin harian yang dilaksanakan di SDN Mancogeh yaitu: 1) Piket kelas yang dilaksanakan oleh siswa di kelasnya masing-masing, biasanya dilaksaanakan pada siang hari setelah jam pembelajaran usai. 2) Kebijakan untuk membawa botol minum dan tempat makan sendiri ke sekolah, b. Selain kegiatan rutin, dalam proses implementasi karakter peduli lingkungan pada siswa, terdapat juga kegiatan spontan yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah. Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). Kegiatan spontan ini berisi ajakan atau motivasi kepada siswa untuk selalu berperilaku peduli terhadap lingkungan, serta teguran yang dilakukan guru dan kepala sekolah pada siswa yang ketahuan melanggar peraturan. Misalnya saat ada siswa yang membuang sampah tidak pada tempatnya, atau saat ada siswa yang tidak memilah sampah sesuai jenisnya saat hendak membuangnya ke tempat sampah. Hal ini sesuai dengan pernyataan siswa bahwa “Waktu itu pernah ketahuan buang sampah ke selokan terus ditegur sama guru disuruh ambil lagi sampahnya terus buang ke tempat sampah.” Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara kepada guru kelas 6 yaitu “Peran warga sekolah selalu melakukan pembiasaan, lalu guru selalu mengecek anak tidak hanya satu atau dua kali tapi harus cerewet melakukan pembiasaan pada anak setiap hari.” Seperti halnya peran guru sebagai teladan baik bagi siswa, guru juga harus selalumembimbing dan menegur saat siswa melakukan kesalahan. Karena dari hal-hal kecil inilah yang membuat siswa menjadi terbiasa untuk berperilaku peduli terhadap lingkungan.Hal tersebut sesuai dengan pendapat bahwa karakter peduli lingkungan bukan sepenuhnya talenta maupun instink bawaan sejak lahir, akan tetapi merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dalam arti luas (Hamzah, 2013). Maka, dengan adanya proses pembiasaan dan pendidikan di sekolah, dapat membentuk karakter yang baik pada diri siswa terutama yang berkaitan dengan peduli lingkungan. 4. Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan Untuk mendukung kegiatan warga sekolah dalam proses implementasi karakter peduli lingkungan, SDN Mancogeh menyediakan sarana prasarana di lingkungan sekolah untuk dimanfaatkan dan dikelola bersama. Dengan bimbingan guru, siswa ikut serta menjaga dan memanfaatkan sarana prasarana di sekolah yang ramah lingkungan. Adapun penyediaan sarana prasarana di SDN Mancogeh yaitu: a. Adanya tempat sampah dengan dua tong yang berbedajenis(organik dan anorganik) di setiap ruang kelas. Hal ini dilaksanakan salah satu manfaatnya untuk proses pembiasaan siswa dalam memilah sampah berdasarkan jenisnya. b. Tersedianya wastafel (tempat cuci tangan)yang berada didepan setiap ruang kelas dan keran-keran air yang terdapat di samping lapangan sekolah, digunakan oleh warga sekolah untuk mencuci tangan atau untuk berwudhu. c. Penyediaan toilet bersih yang dikelompokkan untuk siswa laki-laki, siswa perempuan, guru laki- laki, guru perempuan, kepala sekolah dan tamu. Toilet di sekolah biasa digunakan untuk buang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 248

air kecil maupun buang air besar, dan rutin dibersihkan saat kegiatan rutin mingguan atau duta lingkungan. d. Upaya penghematan energi, yaitu menghemat energi listrik dengan adanya kata ajakan yang tertempel didekat saklar, menghemat air dengan adanya kata ajakan yang tertempel didekat tempat cuci tangan. e. Tersedianya alat kebersihan di setiap kelas, seperti sapu, lap pel, dan ember, serta bahan kebersihan seperti sabun untuk mengepel lantai dan sabun cuci tangan. Alat dan bahan kebersihan ini dimanfaatkan oleh siswa untuk melaksanakan piket kelas, kegiatan membersihkan lingkungan sekolah setiap minggu, serta dalam kegiatan warga sekolah sehari- hari. f. Tersedianya rak sepatu didepan semua ruangan kelas, untuk menyimpan sepatu siswa saat hendak masuk ke ruang kelas, agar tanah atau debu yang terdapat di alas sepatu tidak mengotori lantai ruang kelas dan kelas tetap terjaga kebersihannya. g. Upaya mengurangi sampah plastik dengan adanya kebijakan membawa botol minum dan tempat makan sendiri bagi warga sekolah, lalu dengan penyediaan galon isi ulang di setiap ruang kelas untuk siswa jika air minumnya habis bisa mengisi ulang air minumnya dengan membayar iuran kas kelas. h. Kantin sehat yang menyediakan jajanan sehat dengan minim penggunaan kemasan plastik sekali pakai, juga melayanipembelian air minum dari galon. Sehingga siswa bisa membawa botol minum masing-masing dan membeli air minum ke kantin tanpa menghasilkan sampah dari botol atau gelas air minum dengan kemasan plastik sekali pakai. i. Taman dan green house yang merupakan ruang terbuka hijau di sekolah, diisi dengan berbagai jenis tanaman yang bertugas menghasilkan oksigen sehingga membuat udara di lingkungan sekolah menjadi segar dan sejuk. Dari penjelasan hasil observasi pada proses penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya sarana prasarana dapat mendukung proses pembiasaan peduli lingkungan pada warga sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwadengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik akan membentuk akhlak yang baik pula pada anak (Siahaan, 2017). Maka, dengan adanya sarana terkait tentang peduli lingkungan, akan lebih optimal dalam proses pembiasaan pada anak untuk menerapkan sikap dan perilaku peduli terhadap lingkungan.

SIMPULAN Dalam upaya mengurangi produksi sampah setiap harinya, perlu diadakan proses pembiasaan yang bertujuan agar warga sekolah dapat menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan. Dengan proses pembiasaan ini dapat menumbuhkan karakter peduli lingkungan pada semua warga sekolah baik kepala sekolah, guru dan siswa. Adapun bentuk implementasi karakter peduli lingkungan yang dilakukan SDN Mancogeh yaitu: 1. Kebijakan berwawasan lingkungan, dengan memperbaharui visi dan misi sekolah menjadi bermuatan lingkungan. 2. Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, dengan mengintegrasikan muatan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) ke dalam pembelajaran tematik kurikulum 2013 di setiap kelas, serta keteladanan guru dan kepala sekolah dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan. 3. Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif, yang diwujudkan ke dalam kegiatan rutin melalui kegiatan rutin harian yaitu piket kelas dan kebijakan membawa botol minum dan tempat makan masing-masing ke sekolah, dan kegiatan rutin mingguan yaitu kegiatan membersihkan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 249

lingkungan sekolah, serta kegiatan spontan yang dilakukan guru dan kepala sekolah dengan memberi ajakan dan motivasi dan menegur saat ada siswa yang ketahuan melanggar peraturan. 4. Pengelolaan sarana pendukung yang adadi lingkungan sekolah untuk dimanfaatkan dan dikelola bersama oleh warga sekolah.

DAFTAR PUSTAKA Artiningsih, N. K. A. (2008). Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga (Studi kasus di Sampangan dan Jomblang, Kota Semarang) (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro). Barlow, D. L. (1985). Educational Psychology: The Teaching-Learning Process. Chicago: The Moody Bible Institute. Hartono, E. (2006). Peningkatan pelayanan pengelolaan sampah di Kota Brebes melalui peningkatan kemampuan pembiayaan (Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro). Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas. Kurniawan. (2011). Pengaruh Penggunaan Serat Plastik terhadap Nilai Daya Dukung Tanah. S1 Thesis, UAJY. Kurniawan, D. T., Maryanti, S., Yuliawati, A., & Tresnawati, N. (2019). PROGRAM EDUKASI LINGKUNGAN HIDUP BAGI SISWA RA UNTUK MEMAHAMKAN KONSEP “KANG PISMAN” MELALUI KEGIATAN BERMAIN. Al-Khidmat, 2(1), 1-6. Mukani, M., & Sumarsono, T. (2017). Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Berbasis Adiwiyata pada Mata Pelajaran Fiqih di MTsN Tambakberas Jombang. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies), 5(2), 181. Nurulloh, E. S. (2019). Pendidikan Islam Dan Pengembangan Kesadaran Lingkungan. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,[SL], 7(2), 237-258. Probowati, W., Nugraheni, I. A., & Suryadi, S. (2020). Pembentukan Komunitas Masyarakat Pembuat Media Tanam dari Sampah Plastik Kresek. PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2), 154-161. Rahardjo, M. (2017). Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif: Konsep dan Prosedurnya. 01, 1–7. So, W. W. M., & Chow, S. C. F. (2018). Environmental education in primary schools: a case study with plastic resources and recycling. Education 3-13, 0(0), 1–12. Siahaan, W. P. (2017). Pengaruh Lingkungan Sekolah terhadap Pembentukan Karakter Siswa di MAS Miftahussalam Kecamatan Medan Petisah Tahun Ajaran 2016/2017 (Skripsi). Medan: UIN Sumatera Utara. Siyamsih, N., Alam, F. M. D. I. P., & No, J. I. S. Program Kreativitas Mahasiswa Penggalakan Pirolisis Sampah Plastik Pada Masyarakat Untuk Mengurangi Pembuangan Sampah Plastik. Setyowati, T. (2013). Peran keluarga dalam membentuk karakter go green untuk mencegah global warming pada anak usia dini. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta: Agri-tek, 14(1), 100-108. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sya'diyah, N. I. S. (2019). Membangun Karakter Masyarakat untuk Cinta dan Peduli Lingkungan di Desa Medalem Kecamatan Modo Kabupaten Lamongan (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya). Taufiqurrahman, T. (2016). Optimalisasi Pengelolaan Sampah Berdasarkan Timbulan Dan Karakteristik Sampah Di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang (Doctoral dissertation, ITN MALANG).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 250

Tim Adiwiyata Nasional. (2011). Panduan Adiwiyata: Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Jakarta: Kerjasama KLH dengan Kemdikbud.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 251

Rancangan Media Model Learning Cycle dengan Pendekatan Saintifik Lany Febri Rafiny1, Edi Hendri Mulyana2, Taopik Rahman3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract This research is motivated by problems found in the field, related to the lack of availability of learning tools, especially in learning media because basically the media are inseparable from the learning device but look at the lack of availability of media that has been prepared by schools, making teachers demanded to be more innovative creative in developing learning media to support learning activities in order to achieve learning objectives by using the Learning Cycle learning model that is considered appropriate to provide direct learning experiences for children Keywords:Media, learning cycle model, scientific approach

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang ditemukan dilapangan , berkaitan dengan kurangnya ketersediaan perangkat pembelajaran khususnya pada media pembelajaran karean pada dasarnya media merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari bagian perangkat pembelajaran tetapi melihat dari kurangnya ketersediaan media yang sudah disiapkan oleh sekolah membuat guru dituntut harus menjadi lebih kreatif inovatif dalam mengembangakan media pembelajaran untuk menunjang kegiatan belajar agar tercapainya tujuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle yang dianggap sesuai untuk memberikan pengalaman belajar pada anak secra langsung. Kata Kunci: Media, model learning cycle, pendekatan saintifik

PENDAHULUAN Kurikulum 2013 PAUD memiliki karakteristik antara lain yaitu pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik. Selain pelaksanaannya yang merajuk pada pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik, pendidikan anak usia dini pun harus dilaksanakan secara sistematis menggunakan media pembelajaran. Secara harfiah, kata “Media” berasal dari bahasa Latin “Medium” yang artinya “Perantara atau pengantar” (Mahnun, 2012; Nurwulan & Paputungan, 2009) perangkat pembelajaran ini merupakan komponen yang penting bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran dengan adanya penggunaan media akan mempermudah guru dan siswa dalam kegiatan belajar sesuai dengan hasil temua penelitian terdahulu oleh Auliya (2017) dari PGPAUD Universitas Negeri Yogyakarta yang menyatakan bahwa kurangnya ketersediaan media pembelajaran sesuai dengan kenyataan dilapangan yang ditemukan bahwa masih kurangnya ketersediaan media pembelajaran. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan selain penggunaan media pembelajaran yang sesuai pemilihan model pembelajaran dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan anak (Rohani, 2019; Susilana, R., & Riyana, C. (2008), setelah melihat kondisi dilapangan ternyata masih banyak lembaga penyelenggara pendidikan anak usia dini yang masih menggunakan model pembelajaran klasikal dimana model pembelajaran klasikal adalah pola pembelajaran dimana dalam waktu yang sama kegiatan dilakukan oleh seluruh anak sama dalam satu kelas (klasikal), seiring dengan perkembangan teori dan pengembangan model pembelajaran, model ini sudah banyak ditinggalkan, oleh karena itu penulis memiliki gagasan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran model Learninng Cycle. Model pembelajaran Learning Cycle ini merupakan model pembelajaran yang berpusat pada anak (Sutrisno, W., Dwiastuti, S., & Karyanto, P., 2012); Wijayanti, 2020), Tujuan pembelajaran model Learning cycle adalah untuk membuat siklus pembelajaran eksplisit sehingga anak dapat membangun pengetahuannya melalui pengalaman anak sendiri. Model Learning Cycle ini memiliki 5 fase pada penggunaanya (Latifa, B. R. A., Verawati, N. N. S. P., & Harjono, A.,2017) akan tetapi

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 252 peniliti memilih 3 fase yang akan digunakan pada pengembangan perangkat pembelajaran ini karena 3 fase pada perangkat pembelajaran ini dirasa cukup sederhana untuk dilakukan di PAUD, dimana 3 fase ini menurut terdiri dari fase eksplorasi (Exploration), fase pengenalan konsep (Concept Introduction), fase penerapan konsep (Concept Application) pemilihan model Learning Cycle ini dirasa sesuai dengan karakteristik kurikukulum 2013 yaitu pendekatan saintifik dimana pendekatan saintifik ini berpusat pada anak agar anak dapat aktif mengkonstruk pengetahuannya melalui tahap mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengomunikasikan agar tercapainya tujuan pembelajaran media pembelajaran berbasis model Learning Cycle.

PEMBAHASAN Pendidikan Anak Usia Dini dengan Pendekatan Saintifik Pendidikan anak usia dini merupakan masa pemberian stimulus dan upaya terencana guna mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan anak. Masa ini menjadi masa kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan sehingga perlu mendapat perhatian khusus (Zubaidah, S., 2016). Hal tersebut, mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 14 ditegaskan bahwa Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaniagar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada pelaksanannya pendidikan anak usia dini merajuk pada kurikulum 2013 dimanakurikukulum 2013 ini merupakan salah satu komponen penting dalam pendidikan anak usia dini di Indonesia, karena sebagai seperangkat rencana terstruktur untuk mewujudkan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan potensi setiap anak. Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 19 berbunyi “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum 2013 PAUD memiliki karakteristik antara lain yaitu pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik. Maka dari itu, pembelajaran berbasis pendekatan saintifik cukup efektif diterapkan selama sesuai kebutuhan pembelajaran. Pendekatan saintifik adalah sebuah pendekatan yang berpusat pada anak agar anak dapat aktif mengkonstruk pengetahuannya melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba. Media Pembelajaran Komponen perangkat pembelajaran pada pendidikan anak usia dini salah satunya adalah media pembelajaran, media berasal dari bahasa latin, dan merupakan bentuk jamak dari kata ”medium”. Latif et.al. (2013) menyatakan bahwa media adalah “Manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap‟. Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang dapat mempermudah guru maupun siswa untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan maupun sikap (Muhson, A., 2010).. Media pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena dengan adanya media pembelajaran dapat menarik perhatian peserta didik ketika belajar, oleh karena itu seorang pendidik harus menciptakan suatu media pembelajaran yang kreatif, inovatif dan variatif sehingga saat proses pembelajaran pun akan dirasa menyenangkan bagi peserta didik. Jenis-jenis media pembelajaran

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 253

Macam macam jenis media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pendidikan pada saat ini bisa berupa gambar,foto dan sebagainya, di Indonesia lazim nya jenis media pembelajaran yang digunakan menurut Latif, dkk. (2013, hlm. 152-155) yaitu : 1) Media visual, adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan 2) Media audio, media audio ini adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk mempelajari materi atau topik pembelajaran. 3) Media audio-visual, media ini merupakan kombinasi antara media audio dan visual atau biasa disebut juga dengan media pandang dengar seperti permainan (game), program CD interaktif dan televisi. Muhyidin,dkk. (2014, hlm.147-151) mengklarifikasikan media pembelajaran di PAUD menjadi tiga jenis yaitu: 1) Lembar kerja anak, merupakan lembar kerja bagi anak untuk melakukan kegiatan belajar sambil bermain dengan sesuai indicator dan standar tingkat pencapain perkembangan anak yang telah ditetepkan pada pembelajaran 2) Alat peraga pembelajaran merupakan alat peraga yang digunakan oleh guru sebagai sarana dalam penyamapian materi pembelajaran baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. 3) Alat permainan edukatif, alat ini merupakan suatu alat permainan bagi anak anak yang memiliki nilai edukatif dan dapat mengembangkan aspek perkembangan serta kecerdasan anak b. Pemilihan Media Pembelajaran AUD Pemilihan media pembelajaran untuk anak usia dini sangatlah penting penting karena dalam memilih media pembelajaran yang ada diperlukan wawasan, pengetahuan serta keterampilan seorang guru agar dapat memilih dan mengembangkan media pembelajaran dengan tepat sehingga sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan anak agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Latif (2013, hlm. 155) menambahkan bahwa ada beberapa hal dasar yang menjadi pertimbangan dalam memilih dan mengembangkan media, daiantaranya: 1) Media pembelajaran yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan anak dan mendukung tujuan pembelajaran tematik dengan pendekatan saintifik 2) Media pembelajaran didasarkan pada asas manfaat, untuk apa dan mengapa media pembelajaran tersebutdipilih. 3) Media pembelajaran harus didasarkan pada kajian edukatif dengan memperhatikan kurikulum yang berlaku, cakupan bidang perkembangan yang sedang dikembangkan, karakter peserta didik, serta aspek-aspeklainnya. 4) Media pembelajaran hendaknya memenuhi persyaratan kualitas yang ditentukan. K. Model Learning Cycle Model Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada anak (Wijayanti, 2020), Learning Cycle ini merupakan rangkaian fase pada kegiatan yang dirancang sedemikian rupa agar anak dapat memahami dan mencapai komptensi yang pada pembelajaran yang harus dicapai, untuk mencapai hal tersebut anak dituntut untuk aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Astutik, S., 2012)..Terdapat 3 fase pada model Learning Cycle yaitu : a. Exploration (Eksplorasi)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 254

Eksplorasi merupakan tahap kedua model siklus belajar. Guru menggali konsep awal siswa dengan melakukan observasi, membuat catatan, lalu mengkomunikasikannya. b. Elaboration (Elaborasi) Elaborasi merupakan tahap keempat dalam siklus belajar. Pada tahap elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. c. Application (Aplikasi) Pada fase ini anak diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan. Penerapan konsep dapat meningkakan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena peserta didik mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari. Dasar kebutuhan rancangan pengembangan media model Learning Cycle dengan pendekatan saintfik adalah merujuk pada tuntutan teoritis dan kebutuhan dilapangan, secara teori bahwasanya media pembelajaran itu sangat penting untuk proses pemahaman materi pembelajaran di sekolahPeneliti merancang dan menyusun produk berupa media pembelajaran hasil dari analisis program pengembangan anak usia 5-6 tahun, model pembelajaran Learning Cycle, pendekatan saintifik anak

Gambar 1. Rancangan Media

SIMPULAN Berdasarkan hasil kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan bagian penting dalam perangkat pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan, karena dengan adanya penggunaan media pembelajaran dapat memudahkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada anak selain itu dengan adanya penggunaan media pembelajaran yang digunakan akan menambah minat anak dalam kegiatan belajar karena media pembelajaran yang menarik akan meningkatkan antusias anak dalam mengikuti pembelajaran. Rancangan media pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian merujuk pada hubungan dengan tuntutan teoritis dan kebutuhan dilapangan melalui proses dasar perancangan media memganalisis kurikulum yaitu program pengembangan, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi, media, lembar kerja anak, dan penilaian. Peneliti membuat matriks kesesuaian, yang menghasilkan skenario pembelajaran dan skenario pembelajaran khusus media, membuat prototype media, merancang desain produk berupa media pembelajaran model Learning Cycle dengan pendektan saintifik dikembangkan dengan kebutuhan pada ketersediaan media pada model Learning Cycle untuk kelompok B, sifat-sifat air, serta pendekatan saintifik meliputi meoncoba dan mengkomunikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 255

Astutik, S. (2012). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle 5E) Berbasis Eksperimen Pada Pembelajaran Sains Di SDN Patrang I Jember. Jurnal Ilmu Pendidikan Sekolah Dasar, 1(2), 143-153. Auliya, A. (2017). Pengembangan Media pembelajaran “Watube” untuk Mengenalkan Sifat-Sifat Air pada Anak TK Kelompok B. Artikel Jurnal: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,6 (2), hlm. 134- 149. Latif, M.dkk. (2013). Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi, Jakarta: Kencana. Latifa, B. R. A., Verawati, N. N. S. P., & Harjono, A. (2017). Pengaruh Model Learning Cycle 5E (Engage, Explore, Explain, Elaboration, & Evaluate) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X MAN 1 Mataram. Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi, 3(1), 61-67. Mahnun, N. (2012). Media pembelajaran (kajian terhadap langkah-langkah pemilihan media dan implementasinya dalam pembelajaran). An-Nida', 37(1), 27-34. Muhson, A. (2010). Pengembangan media pembelajaran berbasis teknologi informasi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 8(2). Muhyidin, dkk. (2014). Ensiklopedia Pendidikan Anak Usia Dini (4) : Metode & Media Pembelajaran. Yogyakarta. Nurwulan, A. I., & Paputungan, I. V. (2009). Perancangan Radio Streaming Edukasi (Studi Kasus Balai Pengembangan Media Radio Yogyakarta). In Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI). Rohani, R. (2019). Media pembelajaran. Susilana, R., & Riyana, C. (2008). Media pembelajaran: hakikat, pengembangan, pemanfaatan, dan penilaian. CV. Wacana Prima. Sutrisno, W., Dwiastuti, S., & Karyanto, P. (2012). Pengaruh Model Learning Cycle 7E Terhadap Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Biologi. In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 9, No. 1). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wijayanti, R. (2020). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematis Berbentuk Soal Cerita. Keguru" Jurnal Ilmu Pendidikan Dasar", 4(1), 22-28. Zubaidah, S. (2016, December). Keterampilan abad ke-21: Keterampilan yang diajarkan melalui pembelajaran. In Seminar Nasional Pendidikan dengan Tema “isu-isu strategis pembelajaran MIPA Abad (Vol. 21, No. 10).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 256

Rancangan dan Pengembangan Rencana Pembelajaran Berorientasi pada Sains Subtema Air untuk Mengoptimalkan Keterampilan Mengklasifikasi AUD 1Desi Rahayu, 2Edi Hendri Mulyana, 3Elan 123GPAUD Kampus Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected],[email protected], [email protected]

Abstract Research and development has been carried out aimed at developing science-oriented learning plans for the water subtema to optimize the skills of classifying early childhood, to know the trial process of science- oriented learning design to optimize the skills of classifying early childhood. The research method used was the EDR (Educational Design Research) method. The study was conducted in one school, namely the RA At- Taufik data collection techniques using observation and documentation. Tests carried out twice. The first test was followed by 15 students from group A RA At-Taufik. Based on the results of the product trial, the product requires some improvement while the second is followed by 20 RA-Taufik students. Based on the results of the trial carried out a reflection on the product. The results of the revlection show that this product can be used as an alternative learning plan that makes it easy for teachers to gather material on the introduction of a science-based water-based learning plan to optimize early childhood qualification skills. Keywords: Learning Plan, science-based, water subtema, classifying skills

Abstrak Telah dilakukan penelitian dan pengembangan yang bertujuan untuk mengembangkan rencana pembelajaran berorientasi pada sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini, untuk mengetahui proses uji coba rancangan pembelajaran berorientasi pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode EDR (Educational Design Research). Penelitian dilakukan di satu sekolah yaitu di RA At- Taufik teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Ujicoba dilakukan sebanyak dua kali. Ujicoba yang pertama diikuti oleh 15 siswa kelompok A RA At-Taufik. Berdasarkan hasil uji coba produk, produk memerlukan beberapa perbaikan sedangkan yang kedua diikuti 20 siswa RA- Taufik. Berdasarkan hasil uji coba dilakukan refleksi terhadap produk. Hasil revleksi menunjukan bahwa produk ini dapat digunakan sebagai alternative rencana pembelajaran yang memberi kemudahan kepada guru untuk mengumpulkan materi mengenai pengenalan rencana pembelajaran berbasis sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengkasifikasi anak usia dini. Kata kunci: Rencana Pembelajaran, berbasis sains, subtema air,keterampilan menggklasifikas.

PENDAHULUAN Sains adalah pengetahuan yang tersusun secar teratur dan sistematis, dan merupakan hasil dari observasi atau pengamatan dan eksperimen (Carin & Sund; dalam Atmojo, 2013) “ Soun and Coring(993:37) mermuskan bahwa sains merupakan: Kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu, pendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar sains kepada anak sangat tergantung pada pengalaman, usia dan tingkat perkembangannya. Pembelajaran sain sejak dini sangatlah baik untuk peroses perkembangan berfikir anak dengan pembelajaran sains seorang anak akan memiliki pola berfikir ilmiah pada otak kirinya sebab didalamnya anak akan diajak untuk berfikir analisis mengingatkan antara hubungan sebab akibat kemudan menarik sebuah kesimpulan dari hubungan tersebut. Dalam artikel ini akan dijelaskan bagaimana rencana kegiatan yang ada dilapangan Apakah rencana kegiatan pembelajaran ini layak untuk di uji cobakan di lapangan. Peneliti mengambil permasalahan yang ada di RA AT- Taufiq, terutama kemampuan daya pikir atau kemampuan kognitif dalam mengklasifikasi warna pada anak usia 4-5 tahun, dari hasil observasi terlihat kemampuan kognitif anak masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator yaitu dalam mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran ternyata ada anak yang mulai berkembang mengklasifikasikan warna. Oleh sebab itu, kemampuan kognitif dalam mengklasifikasi warna RA AT-Taufik kota Tasikmalaya belum mencapai indicator yang diharapkan,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 257 sehingga peneliti akan mencoba mengembangkan kemampuan anak khususnya kemampuan dalam bidang kemampuan kognitif terutama dalam mengklasifikasi warna. Untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak dapat menggunakan aktivitas bermain dengan media alam dalam proses belajar mengajar. Secara tidak langsung aktivitas bermain dengan media alam ini dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak (Khasanah, I., Prasetyo, A., & Rakhmawati, E., 2011; Kurniasari, I., Sasmiati, S., & Haenilah, E. Y., 2018; Ramadhan, S. Z. N., 2018). Seharusnya peran guru dalam mengembangkan kegiatan belajar kognitif adalah membuka rasa keingin tahuan anak secara alami tentang bentuk, ukuran, jumlah dan konsep - konsep dasar lain (Suryana, 2016). Kepedulian dan ketertarikan peneliti terhadap apa yang dikatakan anak akan mendorong untuk menceritakan pengalaman dan penemuan mereka. Berdasarkan masalah yang ada peneliti tertarik menerapkan aktivitas bermain dengan media alam untuk mengembangkan kemampuan kognitif mengklasifikasikan benda sehingga dapat diimplementasikan pada pembelajaran kognitif anak, karena pada dasarnya anak menyukai berbagai macam alat permainan salah satunya lingkungan alam (Islamiyah, 2019; Rosala, 2016), karena memanfaatkan media alam akan lebih memudahkan dalam menggali pengetahuan anak dan lingkungan alam juga merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi anak untuk belajar (Gusnita, 2020) . Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk mengembangkan rencana pembelajaran berprientasi pada subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini. Keterampilan mengklasifikasi sebelumnya memang sudah ada, namun pengembangan keterampilan mengklasifikasi dengan subtema air belum ada, ini mengharapkan menjadi salah satu variasi model mengajar guru dan juga sebagai media pembelajaran yang menarik dan kreatif sehinggga siswa akan mudah membedakan berbagai jenis benda, ukuran, bentuk,warna dan lain- lain. Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui rancangan yang peneliti buat layak atau tidaknya dipergunakan di lapangan. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah EDR (Educational Design Research). Penelitian ini dilaksanakan untuk mengembangkan rancangan pembelajaran berorientasi sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi anak usia dini mealui permainan pelang dalam gelas. 1. Rancangan Penelitian Tujuan metode EDR (Educational Design Research) yaitu Serangkaian pendekatan, dengan maksud menghasilkan teori-teori baru, artefak, dan model praktik yang menjelaskan dan berpotensi berdampak pada pembelajaran dengan pengaturan alamiah (naturalistik) (Sofariah, Mulyana, Lidinillah, 2020). Sebelum peneliti mengembangkan produk, terlebih dahulu peneliti melakukan studi pendahuluan sebagai langkah utama untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan yang ditemukan. Dari hasil temuan yang diperoleh peneliti membuat rancangan desain produk pelanggi dalam gelas untuk memfasilitasi kemampuan mengenal keterampilan mengklasifikasi anak usia dini yang selanjutnya akan di validasi oleh ahli, sampai akhirnya produk itu layak digunakan. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi. Peneliti melakukan observasi untuk mengumpulkan data dengan cara melihat anak dalam melakukan kegiatan pembelajaran bermain warna pelangi dalm gelas dan setelah data didapat peneliti membaut validasi ahli agar kegiatan ini dapat digunakan. 3. Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis dilakukan dalam bentuk

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 258 interaktif dengan proses yang berlanjut, berulang, dan terus menerus hingga membentuk suatu siklus dan menghasilkan data yang jenuh.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode EDR (Educational Design Research) yang bertujuan untuk membahas temuan data dilapangan berupa permasalahan yang dihadirkan dengan solusi berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat. Dari hal tersebut, peneliti akan membahas tentang hasil identifikasi dan analisis masalah berkaitan dengan kebutuhan dasar penggunaan media pembelajaran untuk memfasilitasi mengklasifikasi anak usia dini dalam kegiatan pembelajaran Desain penelitian pengembangan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada sains subtema air ini mengacu pada model pengembangan EDR menurut McKenney (dalam Utari, Putri & Hartono, 2015) Menyebutkan model EDR tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Model Generik EDR (McKenney & Reeves, 2012) Gambar 2 di atas menunjukan proses penelitian EDR meliputi tiga tahap utama. Tapi, dikarenkan sistuasi dan kondisi saat ini adanya pandemik covid-19, peneliti tidak melanjutkan uji coba lapangan karena situasi pendidikan saat ini dilakukan dengan cara daring jadi siswa belajar dirumah masing-masing. Pada poin ini hanya ada dua pembahasan yang akan di paparkan, sebagai berikut: 1. Tahap analisis dan eksplorasi Analisis dan studi eksplorasi fokus pada pemahaman masalah pendidikan melalui analisis literatur dan studi pendahuluan (Wijaya,2018). Studi pendahuluan menggunakan metode observasi. Pada tahap ini peneliti juga mencari informasi mengenai hal apa saja yang menjadi kesulitan dan hambatan guru dalam merancang rencana kegiatan pembelajaran sains untuk mengoptimalkan keterampilan saintifik anak terutama dalam keterampilan mengklasifikasikan pada permainan berbasis sains. 2. Tahap Desain dan Konstruksi Pada tahap ini, peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi. Dalam hal ini peneliti memilih pembelajaran dengan tema alam semesta subtema benda-benda alam dan sub-subtema air pada permainan sains “Pelangi Dalam Gelas ”. 3. Tahap Evaluasi dan Refleksi (Evaluation and Reflection) Evaluasi dan studi refleksi menggambarkan implikasi praktis dan ilmiah yang dihasilkan dari evaluasi formatif dan atau argumen inti dari intervensi yang dirancang. Pada tahap ini dilakukan uji coba dan penilaian untuk dievaluasi. Produk rencana pembelajaran berorientasi pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasi dievaluasi serta dilakukan uji coba untuk mengetahui sebagaimana kepraktisan dan keterpakaian produk yang dikembangkan.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 259

Dengan demikian, maka peneliti melakukan revisi produk sebagai bahan perbaikan serta mengoptimalkan penggunaan rencana pembelajaran tersebut. Pada tahap ini juga dilakukan peninjauan sebagai tahap akhir dalam menghasilkan refleksi rencana pembelajaran berorientasi pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan mengklasifikasikan anak usia dini setelah dilakukan uji coba dan divalidasi oleh ahli. Namun, pada pelaksanaannya hanya menjalankan tahapan sampai tahap Desain dan Konstruksi (Design and Construction) karena terkendala pandemik virus corona (Covid 19) sehingga peneliti tidak mengambil data ke sekolah yang semula akan diujicobakan pada anak kelompok A atau usia 4 sampai 5 tahun, dan menggunakan lembar observasi serta dokumentasi

Rencana keguatan pembelajaran 1. KEGIATAN 1. Judul Kegiatan Pelangi dalam gelas 2. Alat dan Bahan

Gelas Kecil (3 buah)

Gelas besar (1 Air secukupnya

buah)

hjj

jhjhjlklkll

Gula pasir secukupnya Sendok (1 buah)

Pewarna makanan (merah, 3. Tujuan kuning, dan hijau ) Untuk menunjukan pengaruh berat jenis air terhadap zat yang dimasukan kedalam air dan apa pengaruh gula yang dicampurkan kedalam air. Dengan percobaan ini anak bisa menjelaskan misalnya kenapa air yang telah dicampurkan oleh gula tidak bias menyatu dengan air yang tidak diberikan gula. 4. Materi kegiatan Air Gula yang larut dalam menambah berat jenis air, makin banyak gulanya maka makin berat airnya oleh karena itu ketiga lapisan itu akan terpisah karena berbeda masa jenisnya. 5. Langkah kegiatan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 260 a. Kegiatan awal percobaan “ Pelangi Dalam Gelas” 1) Guru menyampaikan materi kegiatan sesuai dengan konsep 2) Guru menjelaskan judul kegiatan yang lengkap agar anak mudah megerti 3) Guru menyampaikan kegatan yang akan dilakukan 4) Guru memperkenalkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan ini 5) Guru mendemonstrasikan kegiatan percobaan “ Pelangi Dalam Gelas “ 6) Anak mengurutkan alat dan bahan yang telah disediakan 7) Guru membagi murid menjadi beberapa kelompok 3. Kegiatan inti percobaan “Pelangi dalam Gelas” Kegiatan Langkah kegiatan Anak melakukan percobaan 1. Guru memastikan kelengkapan alat dan bahan yang akan “pelangi dalam gelas” dilakuakan dalam kegiatan “ pelangi dalam gelas” dengan kelompok yang 2. Anak menuangkan air kedalam gelas yang sudah diberi nomor 1, sudah ditentukan. 2, dan 3 3. Anak memasukan pewarna makanan kedalam gelas 4. Anak mencampurkan warna merah ke dalam gelas 1 dan mengaduknya 5. Anak mencampurkan warna kuning kedalam gelas 2 dan mengaduknya 6. Anak mencampurkan warna hijau kedalam gelas 3 dan mengaduknya 7. Anak memasukan 4 ssendok gula kedalam gelas 1 dan mengaduknya 8. Anak memasukan 3 sendok gula kedalam gelas 2 dan mengaduknya 9. Anak memasukan 2 sendok gula kedalam gelas 3 dan mengaduknya 10. Anak memasukan air tersebut secara berurutan dan pelan- pelan yaitu air warna merah, kuning, dan hijau.

3). Kegiatan akhir “Pelangi Dalam Gelas” a. Guru menyimpulkan fakta/data terkait hasil temuan dari percobaan b. guru menanyakan kmbali percobaan apa yang telah dilakuakan, alat dan bahan yang digunakan dan hasil yang di dapat. SIMPULAN Kemampuan mengklasifikasi anak usia dini dapat ditingkatkan melalui kegiatan bermain pelangi dalam gelas di RA At-Taufiq kecamatan Cibeurem Kota Tsikmalaya. Peningkatan ini terjadi karena prosesnya dilakukan secara berulang-ulang pada aspek membedakan, menggurutkan dan mengelompokan. Melalui kegiatan bermain pelangi dalam gelas meningkatkan kemampuan mengklasifikasi anak berdasarkan membedakan warna, megurutkan warna, hingga mengelompokan warna. DAFTAR PUSTAKA Atmojo, S. E. (2013) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan hasil belajar pengelolaan lingkungan. Jurnal kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran, 43(2), hlm. 134-143.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 261

Gusnita, Tria R. I. S. D. A. (2020). Pengaruh Bermain Menggunakan Bahan Alam Terhadap Kemampuan Mengklasifikasi Benda Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Pertiwi VI Kecamatan Jambi Timur (Doctoral dissertation, Universitas Jambi). Islamiyah, I. (2019). Taman Layak Anak Usia Dini di Kota Kendari. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 117-126. Khasanah, I., Prasetyo, A., & Rakhmawati, E. (2011). Permainan tradisional sebagai media stimulasi aspek perkembangan anak usia dini. PAUDIA: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1). Kurniasari, I., Sasmiati, S., & Haenilah, E. Y. (2018). Penggunaan media alam sekitar dan kemampuan berfikir logis anak usia dini. Jurnal Pendidikan Anak, 4(1). McKenney, S. E., & Reeves, T. C. (2012). Conducting educational research design: What, why and how. Taylor & Francis. McKenney, S., & Reeves, T. C. (2012). Conduncting education design research. London: Routledge. Ramadhan, S. Z. N. (2018). Pengaruh aktivitas bermain menggunakan bahan alam terhadap kemampuan mengklasifikasi benda pada anak usia 5-6 tahun. Rosala, D. (2016). Pembelajaran seni budaya berbasis kearifan lokal dalam upaya membangun pendidikan karakter siswa di sekolah dasar. Ritme, 2(1), 16-25. Sofariah, S., Mulyana, E. H., & Lidinillah, D. A. M. (2020) Pengembangan Asesmen Model Stem Pada Konsep Terapung Melayang Tenggelam Untuk Memfasilitasi Keterampilan Saintifik Anakusia Dini. Jurnal Paud Agapedia, 4(1), 145-156. Suryana, D. (2016). Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi & Aspek Perkembangan Anak. Prenada Media. Utari, R. S., Putri, R. I. I., & Hartono, Y. (2015). Konteks Kebudayaan Palembang untuk Mendukung Kemampuan Bernalar Siswa SMP pada Materi Perbandingan. Jurnal Didaktik Matematika, 2(2). Wijaya, H. (2018). Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 262

Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka Rosi Annisya1, Ahmad Mulyadiprana2, Syarip Hidayat3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract Extracurricular activities are a means of applying the character of discipline to students. SD Yayasan Islam has various types of extracurricular activities, one of which is scout extracurricular activities. Scouting activities in the form of extracurricular education are mandatory for all students. Through the application of the eighth point of dharma in shaping the character of students through scout extracurricular can apply the attitude of discipline to students. The purpose of this study is to find out how the planning, implementation and evaluation of scout extracurricular activities in the application of the eighth point of dharma namely discipline. This research is motivated by the interest of researchers in researching an elementary school that is the Islamic Foundation Elementary School whether it has applied the eighth point of dharma scout in the character of students through scout extracurricular. This research uses the case study method, data obtained by observation, interviews and documentation. The results showed that program planning included an agenda of activities. The routine exercise is integrated with the game. Evaluations consist of monthly exercises and general evaluations. Based on the results of the study it can be concluded that through scout extracurricular can apply the eighth point of dharma scout item that is discipline. Keywords: Application, dasa dharma, scout extracurricular

Abstrak Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dalam penerapan karakter disiplin bagi siswa. SD Yayasan Islam memiliki berbagai jenis ekstrakurikuler, salah satunya adalah kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan berbentuk pendidikan kepramukaan merupakan ekstrakurikuler wajib diikuti oleh seluruh siswa. Melalui penerapan dasa dharma butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan sikap disiplin pada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan ekstrakurikuler pramuka dalam penerapan dasa dharma butir ke delapan yaitu disiplin. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti dalam meneliti sebuah sekolah dasar yaitu SD Yayasan Islam apakah sudah menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam mebentu karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka.Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data yang diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa perencanaan program meliputi agenda kegiatan. Pelaksanaan latihan rutindiintegrasikan dengan permaianan. Evaluasi terdiri dari latihan bulanan dan evaluasi umum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan yaitu disiplin. Kata Kunci: Penerapan, dasa dharma, ekstrakurikuler, pramuka

PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka membelajarkan siswa yang mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan menimbulkan perubahan di kehidupan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Dari pernyataan diatas, kewajiban pendidikan untuk memberikan pendidikan karakter bagi siswa dari mulai Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi. Ki Hajar Dewantara (dalam Samani & Hariyanto, 2012) mengemukakan bahwa “Pendidikan merupakan upaya yang harus dilakukan untuk dapat menumbuhkan budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak”. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 263 dipisahkan, sehingga anak dapat tumbuh secara utuh. Jadi, pendidikan karakter merupakan salah satu bagian yang penting dalam pendidikan. Menurut bahasa, istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada siswa, dalam bahasa Latin educare yang bermakna melatih atau mengajarkan. Menurut Thomas Lickona (dalam Gunawan, 2012), pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yang dilakukan untuk membentuk kepribadian seseorang, yang hasil pendidikan tersebut dapat terlihat secara nyata dalam tindakan yang dilakukan seseorang, seperti bertingkah laku yang baik, menghormati hak orang lain, jujur, bertanggung jawab, kerja keras, dan sebagainya. Kepribadian seseorang dapat dibentuk melalui pendidikan sehingga kepribadian yang diharapkan muncul adalah kepribadian yang baik sebagai hasil dari pendidikan tersebut (Roqib, M., & Nurfuadi, N., 2020; Suryana 2013; Tanis, 2013). Selain faktor internal dan faktor eksternal, pembentukan karakter juga dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan, baik formal melalui lembaga pendidikan dari mulai Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi. Pendidikan Karakter diterapkan secara khusus di sekolah-sekolah dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Keagamaan (Judiani, 2010). Sedangkan melalui pendidikan non formal salah satu contohnya adalah melalui Gerakan Pramuka. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, bahwa Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk melaksanakan pendidikan kepramukaan. Sejak Gerakan Pramuka diresmikan di Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 menjadi salah satu kekuatan pendidikan non formal yang mampu menjaga nilai-nilai kepribadian bangsa dan organisasi yang diandalkan dalam pembangunan Negara dan Bangsa, sehingga keberadaannya selalu di dukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dan masyarakat (Triana, 2017). Peneliti melakukan studi pendahuluan pada bulan Februari 2020 ke Sekolah Dasar Yayasan Islam, peneliti menemukan karakter pada diri siswa yang dianggap baik melalui program ekstrakurikuler pramuka yang diadakan oleh sekolah. Ada beberapa karakter yang dibentuk melalui program ekstrakurikuler pramuka seperti jujur, religius, toleransi, kerja keras dan disiplin (Juwantara, R. A., 2019; Yuliani, R., Halimah, M., & Bakhraeni, R., 2016). Permasalahan tersebut menarik peneliti untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai bagaimana penerapan karakter disiplin melalui ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam sehingga siswa dianggap memiliki karakter disiplin yang baik. Tantangan untuk sekolah yang dikenal memiliki karakter disiplin baik lebih besar karena tidak semua siswa memiliki karakter disiplin yang baik. Maka, penelitian ini dilakukan agar dapat dijadikan sebagai kontribusi serta dapat dijadikan acuan bagi sekolah ataupun berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan permasalahan disiplin siswa khususnya di Sekolah Dasar. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tentang penerapan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka.

PEMBAHASAN Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014 pasal 3 menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, bahwa ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan pada tingkat sekolah dasar dan menengah adalah pendidikan kepramukaan. Menurut Jihad, dkk (dalam Woro dan Marzuki, 2016) intinya menyatakan kegiatan ekstrakurikuler pramuka digunakan untuk mempersiapkan generasi pemimpinbangsa yang berakhlak mulia, memiliki kepribadian dan keterampilan hidup prima. Di SD Yayasan Islam memiliki program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) salah satunya melalui

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 264 ekstrakurukuler pramuka untuk menerapkan karakter. Hasil wawancara dengan Pembina pramuka menunjukan bahwa tahap perencanaan program ekstrakurikuler pramuka SD Yayasan Islam tahun pelajaran 2020/2021 diawali dengan diskusi perencanaan program, dilanjut dengan penetapan dan pengesahan program, diakhiri dengan sosialisasi program kepada orang tua siswa. Sementara untuk diskusi perencanaan program selalu dilaksanakan sebelum memasuki tahun pelajaran baru. Menurut Usman dan Setiawati (dalam Woro dan Marzuki, 2016) bahwa penyusunan dan pembiayaan program harus melibatkan kepala sekolah, wali kelas, dan guru. Maka langkah pertama yang dilakukan dalam perencanaan program adalah melakukan diskusi dengan berbagai pihak seperti kepala sekolah, pembina pramuka, wali kelas dan guru untuk membuat rencana program kegiatan. Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, dirancang sesuai dengan yang tertera pada poin-poin Syarat Kecakapan Umum (SKU) penggalang dan kebutuhan pada gugus depan. Siswa kelas IV merupakan masa transisi dari tingkatan siaga pada usia 11 – 15 tahun, maka pembina lebih memfokuskan pada SKU penggalang ramu yang merupakan tingkatan pertama pada golongan pramuka penggalang, namun pada pelaksanaannya materi rakit dan terap pun dikenalkan kepada siswa. Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 63 tahun 2014, bahwa Ekstrakurikuler pramuka adalah ekstrakurikuler waib yang harus dilaksanakan pada tingkatan sekolah dasar. Tujuannya adalah untuk mewadahi minat dan bakat siswa serta menjadi sarana dalam dalam menumbuhkan karakter siswa. Pelaksanaan program ekstrakurikuler SD Yayasan Islam berpedoman pada Undang- Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 mengenai Gerakan Pramuka. Selain itu disekolah juga melaksanakan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang direncanakan oleh pemerintah dalam upaya menumbuhkan karakter siswa dan siswi SD Yayasan Islam. Ekstrakurikuler pramuka memiliki peran penting sebagai sarana dalam penumbuhan karakter siswa (Yanti, Adawiah & Matnuh, 2016). Selama mengikuti pelaksanaan program, peneliti mengamati pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan setiap pertemuan satu bulan. Pelaksanaan evaluasi bersifat situasional, jika tidak bisa dilaksanakan selama satu pertemuan maka akan dilaksanakan penggabungan untuk evaluasi satu bulan. Inti dari evaluasi program ekstrakurikuler pramuka bagi siswa adalah pengujian Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat Kecakapan Khusus (SKK) yang didalamnya termuat aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pelaksanaan evaluasi harus berpedoman pada butir-butir SKU dan SKK. Namun, pada kenyataannya masih banyak sekolah yang belum melaksanakan pengujian SKU terutama pada tingkat sekolah dasar, termasuk di SD Yayasan Islam. Pelaksanaan pengujian SKU untuk tahun 2019/2020 belum terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara, belum terlaksananya pengujian SKU pada tahun pelajaran saat ini dikarenakan belum adanya keinginan pada diri siswa untuk melaksanakan pengujian SKU dan yang diinginkan siswa hanya permainan. Selain itu salah satu kendalanya yaitu waktu, terlebih sekarang ini sedang dalam masa pandemi COVID – 19. Sebagai gantinya Pembina putra dan putri melakukan strategi evaluasi per pertemuan atau satu bulan sekali, sementara untuk evaluasi umum dilaksanakan satu tahun sekali

SIMPULAN

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 265

Perencanaan program sudah cukup terorganisisr dengan baik. Perencanaan program selalu konsisten dilaksanakan di awal tahun pelajaran baru untuk merancang kelengkapanadminisrasi, agenda kegiatan, dan menentukan tujuan program. Kegiatan perencanaan berguna untuk memperbaiki kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan program tahun sebelumnya. Pelaksanaan program sudah berjalan cukup lancar. Kegiatan pembiasaan berupa upacara pembukaan latihan rutin dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap disiplin siswa. Pihak sekolah mendatangkan pelatih dari kwarcab untuk membantu tim Pembina melaksanakan program, langkah tersebut merupakan bentuk dari keseriusan sekolah dalam mencapai tujuan program. Pelaksanaan evaluasi program sudah berjalan dengan lancar dan inovatif. Evaluasi terdiri dari evaluasi per pertemuan atau bulanan. Evaluasi ini bersifat situasional jika tidak dapat dilaksanakan dalam satu pertemuan maka dilaksanakan penggabungan evaluasi dalam satu bulan. Tujuan evaluasi ini bersifat menguji siswa terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta Judiani, S. (2010). Implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar melalui penguatan pelaksanaan kurikulum. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 16(9), 280-289. Juwantara, R. A. (2019). Efektivitas ekstrakurikuler pramuka dalam menanamkan karakter jujur disiplin dan bertanggung jawab pada siswa madrasah ibtidaiyah. Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran, 9(2), 160-171. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 63 tahun 2014, Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014 pasal Roqib, M., & Nurfuadi, N. (2020). Kepribadian Guru. CV. Cinta Buku. Samani, M. & Hariyanto. (2012).Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya Suryana, D. (2013). Pendidikan Anak Usia Dini. Tanis, H. (2013). Pentingnya Pendidikan Character Building dalam Membentuk Kepribadian Mahasiswa. Humaniora, 4(2), 1212-1219. Triana, I. (2017). Hubungan Pendidikan Karakter Dan Ekstrakulikuler Kepramukaan Dengan Hasil Belajar Pkn Siswa SD Kelas V Gugus Hasanudin Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang). Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakulikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Woro, S., & Marzuki, M. (2016). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di SMP Negeri 2 Windusari Magelang. Jurnal Pendidikan Karakter, (1). Yanti, N., Adawiah, R., & Matnuh, H. (2016). Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam Rangka Pengembangan Nilai-Nilai Karakter Siswa Untuk Menjadi Warga Negara Yang Baik di SMA Korpri Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 6(11). Yuliani, R., Halimah, M., & Bakhraeni, R. (2016). Pengembangan Pendidikan Karakter Melalui Gerakan Pramuka (Studi Kasus Kegiatan Kepramukaan di SD Negeri Citapen Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya Tahun 2015/2016). PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(2), 238-247.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 266

Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality pada Minat Belajar Matematika Siswa di Masa Kenormalan Baru Annisa Rohaendi1, Epon Nur’aeni L.2, Ghullam Hamdu3 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected],[email protected],[email protected]

Abstract Learning media is very important in helping the learning process, including in learning mathematics in this new normal period. However, the use of instructional media is still not optimal, especially learning media that utilize technology. This study aims to determine the use of augmented reality-based learning media oriented to students’ interest in learning mathematics in the new normal period. The method used in this study is the study of literature, which examines relevant previous studies and concludes based on the results obtained. The results of this study are learning media based on augmented reality that are oriented towards students' interest in learning mathematics can be utilized in learning mathematics especially spatial geometry material. Keywords: learning media, mathematics, augmented reality, interest in learning, new normal

Abstrak Media pembelajaran sangatlah penting dalam membantu proses pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran matematika di masa kenormalan baru ini. Namun, pemanfaatan media pembelajaran masih belum optimal, terutama media pembelajaran yang memanfaatkan teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan media pembelajaran berbasis augmented reality yang berorientasi pada minat belajar matematika siswa di masa kenormalan baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, yaitu mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dan menyimpulkan berdasarkan hasil yang diperoleh. Hasil dari penelitian ini adalah media pembelajaran berbasis augmented reality yang berorientasi pada minat belajar matematika siswa dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika khususnya materi geometri ruang. Kata Kunci: media pembelajaran, matematika, augmented reality, minat belajar, kenormalan baru

PENDAHULUAN Dalam beberapa waktu terakhir, muncul istilah baru yaitu new normal. Namun sejak 25 Maret lalu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Badan Bahasa Kemdikbud) menetapkan padanan kata dari new normal adalah kenormalan baru. Dosen Politik Universitas Gajah Mada Sigit Pamungkas menerangkan, new normal adalah suatu cara hidup baru atau cara baru dalam menjalankan aktivitas hidup ditengah pandemi covid-19 yang belum selesai. Sigit menerangkan, new normal dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah kehidupan selama Covid-19 (Habibi, 2020). Setelah secara resmi dinyatakan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO pada kamis, 12 Maret 2020, virus yang sangat mengacaukan tatanan kehidupan manusia di bumi sampai detik ini masih mejadi momok dan mengancam masa depan umat manusia. Selain mengancam kesehatan manusia dengan model penularannya yang masif, disrupsi pendidikan yang menjadi investasi masa depan bangsa juga terdampak cukup signifikan. Sejak 16 Maret 2020 hampir seluruh daerah di Indonesia mengubah sistem pembelajaran reguler ‘tatap muka’ menjadi ‘belajar dari rumah’ atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau study from home (SFH) (Nudin, 2020). Idealnya, dengan diberlakukannya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau study from home (SFH), para siswa dapat belajar dari rumah dengan aman dan nyaman dari ancaman virus. Hal ini secara tidak langsung juga dapat memutus mata rantai penyebaran virus. Sehingga diharapkan virus ini segera musnah agar para siswa dapat berangkat ke sekolah seperti

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 267 sebelumnya. Selain itu menurut Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang, kegiatan belajar di rumah dilakukan untuk pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa (Dawangi, 2020). Namun keadaan di lapangan masih jauh dari yang diharapkan, WHO memperingatkan ada kemungkinan virus corona (Covid-19) tidak akan hilang, atau setidaknya bertahan dalam waktu yang lama (Dewi, 2020). Adapun para siswa, bersekolah di tengah pandemi menjadi penderitaan tersendiri bagi mereka. Karena selain dipaksa melahap begitu banyak target pembelajaran di rumah, juga harus berhadapan dengan “guru” baru yang tak paham bagaimana mendidik dan mengajar. Baik dari sisi mental maupun kemampuan (Nudin, 2020). Sehingga hal tersebut membuat minat belajar siswa menjadi rendah (Contesa, 2020). Hal itu diperparah dengan fakta rendahnya minat belajar siswa pada pembelajaran matematika di sekolah dasar (Putri, Muslim, & Bintaro, 2019; Malini, Sofiyan, & Putra, 2019). Rendahnya minat belajar siswa pada pembelajaran matematika salah satunya disebabkan karena kurangnya media pembelajaran yang digunakan guru (Sudaryanti, 2014). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran berbasis ICT lebih meningkatkan minat belajar siswa (Sumiati & M.Z. Tatan, 2011). Berdasarkan beberapa penelitian di atas, diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat membuat proses pembelajaran online atau daring dapat berjalan dengan efektif, menyenangkan, dan tidak membuat siswa merasa bosan. Sehingga pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa khususnya terhadap matematika (Unaenah, E., Setyadi, A. R., Sari, P. W., El-Abida, S. F., Agustina, N., Fauziah, S., & Leonardho, R, 2020). Sejalan dengan hal itu, Muhammad Ikhsan Setiawan Wakil Rektor 1 Universitas Narotama menyatakan bahwa tren yang akan terjadi di bidang pendidikan, diantaranya adalah penggunaan internet of things yang semakin digalakkan, pengembangan augmented reality atau Virtual Reality (VR) untuk mendukung prosses pembelajaran.Teknologi augmented reality ini dapat menyisipkan sebuah informasi tertentu ke dalam dunia maya dan menampilkannya ke dunia nyata dengan bantuan perangkat keras seperti webcam, komputer, smartphone maupun kacamata khusus. augmented reality dapat digunakan untuk membantu memvisualisasikan konsep abstrak untuk pengenalan dan pemahaman suatu obyek (Ramdhan, K. R., Nurhasanah, Y. I., & Korio Utoro, R., 2017). Sehingga augmented reality diharapkan mampu memperjelas penyampaian informasi yang diberikan pendidik kepada siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, dapat meningkatkan minat belajar matematika khususnya dalam materi geometri bangun ruang (Pangestu,2019). Berdasarkan uraian tersebut, diduga terdapat permasalahan yang perlu diperhatikan yaitu minat belajar matematika siswa. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, dibutuhkan media pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam meningkatkan minat belajarmatematikasiswa. Jadi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan media pembelajaran yang berbasis augmented reality yang berorientasi pada minat belajar

matematika siswa.

PEMBAHASAN 1. Minat Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari, karena tidak bisa dipungkiri kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya penemuan – penemuan baru di bidang matematika. Oleh karena itu, matematika harus dipelajari dari jenjang dasar sampai dengan perguruan tinggi. Namun pada faktanya matematika merupakan mata pelajaran yang ditakuti dan tidak diminati karena dianggap sulit. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 268

Siregar (Rahmawati, Bungsu, Islamiah, & Setiawan, 2019) menyatakan bahwa persepsi siswa mengenai pembelajaran matematika didapatkan hasil 45% yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika itu sulit. Kemudian menurut Marfuah (Rahmawati et al., 2019), matematika merupakan pembelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Minat yang rendah terhadap matematika akan berimplikasi pada minimnya keinginan untuk mempelajari matematika (Widyastuti, Wijaya, Rumite, & Marpaung,2019). Menurut (Susanto, 2014) minat merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan belajar. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Hartono (dalam Susanto, 2014) yang menyatakan bahwa minat memberikan sumbangan besar terhadap keberhasilan belajar siswa. Prestasi belajar matematika yang baik tidak akan tercapai secara maksimal apabila siswa tidak memiliki minat belajar. Minat mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar-mengajar untuk meningkatkan prestasi belajar. Namun pada kenyataannya minat belajar siswa pada pembelajaran matematika di sekolah dasar masih tergolong rendah (Putri, Muslim, & Bintaro, 2019; Malini, Sofiyan, & Putra, 2019). Padahal minat belajar mempengaruhi hasil belajar matematika siswa, semakin tinggi minat belajar siswa maka semakin tinggi hasil dan prestasi belajar siswa SD, begitu juga sebaliknya (Fitriyani, 2019; Setiyani, Djumarno, Riyanto, & Nawangsari, 2019). Hal itu diperkuat dengan adanya hasil riset Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada 2015 mengkonfirmasi rendahnya penguasaan matematika pelajar Indonesia. Negara berpenduduk lebih dari 250 juta orang ini hanya berada di peringkat ke-45 dari 50 negara yang disurvei. Selain itu hasil PISA (The Programme for International Student Assessment) yang diadakan pada tahun 2012, menunjukkan bahwa skor matematika Indonesia masih berada di bawah rata-rata OECD. Bahkan hasil PISA setelah puncaknya di tahun 2015 dengan skor 386, kembali turun di angka 379 pada tahun 2018.

Gambar 1. Skor Pelajaran PISA Indonesia tahun 2012,2015, dan 2018

Apalagi saat masa kenormalan baru, siswa harus belajar dari rumah (Study from Home). Siswa mengikuti pembelajaran matematika melalui daring (dalam jaringan). Proses pembelajaran di rumah yang sudah berlangsung lama dan berbeda dari kegiatan sekolah sebelumnya, membuatsiswa merasa bosan. Sehingga hal tersebut membuat minat belajar siswa menjadi rendah (Contesa, 2020). Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat dimengerti bahwa minat memiliki peran langsung yang penting, terutama dalam pelajaran matematika. Minat akan membuat siswa merasa lebih ringan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Selain itu siswa dapat berkonsentrasi dan pelajaran matematika yang sukar menjadi mudah baginya. Sehingga diharapkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya. 2. Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality (AR) di Masa KenormalanBaru

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 269 a. Media Pembelajaran berbasis Augmented Reality (AR) Sukiman (2012) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembalajaran secara efektif. Sejalan dengan itu, Mustaqim (2016) mengemukakan media pembelajaran sebagai segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sebagai upaya untuk menciptakan proses belajar yang efektif dan efisien. Sehingga media pembelajaran merupakan suatu perantara antara pendidik dengan siswa dalam pembelajaran yang mampu menghubungkan, memberi informasi dan memberi serta menyalurkan pesan sehingga tercipta proses pembelajaran efektif dan efisien. Menurut Ronald Azuma (dalam Pangestu, 2019) augmented reality adalah proses menggabungkan objek virtual ke dunia nyata yang bersifat interaktif secara real time dengan bentuk animasi 3D. AR merupakan inovasi baru di dunia virtual. Objek virtual dapat berupa teks, animasi, model 3D atau video yang digabungkan dengan lingkungan sebenarnya sehingga pengguna merasakan obyek virtual berada dilingkungannya (Pratama, G., 2018).Teknologi augmented reality ini dapat menambahkan informasi tertentu ke dalam dunia maya dan menampilkan informasi tersebut ke dalam dunia nyata dengan bantuan perlengkapan seperti webcam, komputer, smartphone Android, maupun kacamata khusus (Mauludin, R., Sukamto, A. S., & Muhardi, H., 2017). Pengguna di dalam dunia nyata tidak dapat melihat objek maya secara langsung, sehingga untuk mengidentifikasi objek diperlukan perantara berupa komputer dan kamera yang nantinya akan menambahkan objek maya ke dalam dunia nyata. Lubis, A. H., & Wangid, M. N. (2019) menyebutkan bahwa dalam teknologi augmented reality ada tiga karakteristik yang menjadi dasar diantaranya adalah mampu mengkombinasikan dunia nyata dan virtual, mampu memberikan informasi secara interaktif dan real-time, dan mampu menampilkan dalam bentuk 3 dimensi atau 3D. Bentuk data kontekstual dalam augmented reality ini dapat berupa data lokasi, audio, video ataupun dalam bentuk model dan animasi 3D. Menurut Mauludin, et al., (2017, hlm. 118) terdapat 2 jenis augmented reality berdasarkan metodenya yaitu sebagai berikut. 1) Marker Based Tracking Marker Based Tracking merupakan jenis augmented reality yang memerlukan penanda yang umumnya berupa gambar hitam putih (barcode, QR code, dan printed AR marker), seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh Marker Based Tracking pada AR 2) Markerless Augmented Reality Markerless Augmented Reality merupakan jenis augmented reality dimana pengguna tidak perlu lagi menggunakan penanda seperti barcode, QR code, dan printed AR marker untuk menampilkan objek maya secara langsung melainkan menggunakan natural printed AR marker dan real life marker, seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 270

Gambar 3. Contoh Markerless Augmented Reality pada AR Berdasarkan uraian di atas, augmented reality dipandang dapat digunakan sebagai media pembelajaran karena dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pendidik kepada siswa sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa. Sehingga proses belajar terjadi, dalam rangka mencapai tujuan pembalajaran secara efektif meski siswa harus belajar di rumah masing-masing (Study from Home). Hal itu diperkuat dengan fungsi media yaitu sebagai perangsang pembelajaran, sebab mampu : 1) membuat duplikasi dari objek sebenarnya, 2) membuat konsep abstrak menjadi konsep konkret, 3) memberi kesamaan persepsi, 4) mengatasi hambatan waktu, 5) menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan 5) memberi suasana belajar yang menyenangkan, tidak tertekan, santai, dan menarik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky, 2013). b. Augmented Reality (AR) dalam Pembelajaran Matematika Augmented reality dapat menjadi salah satu alternatif media pembelajaran di sekolah. Media menjadi faktor yang tak kalah penting dalam keberhasilan materi yang disampaikan. Sigit Sayogo, D., Zhang, J., Pardo, T. A., Tayi, G. K., Hrdinova, J., Andersen, D. F., & Luna-Reyes, L. F. (2014). menggunakan Augmented Reality sebagai sarana pembelajaran interaktif berbasis android bagi siswa sekolah dasar untuk menyampaikan materi mengenai sistem tata surya. Supaya dapat menampilkan obyek virtual, digunakan marker sebagai penanda setiap obyek. Marker dibuat dalam lembaran seperti buku yang mempunyai sampul depan, isi, dan sampul belakang. Gambar dalam marker berupa obyek tiga dimensi yang dicetak, sehingga saat aplikasi diarahkan pada marker, obyek tiga dimensi seolah-olah terlihat keluar dari gambarmarker. Penerapan augmented reality sebagai media pembelajaran matematika memberikan pengertian untuk ‘menghidupkan’ unsur-unsur matematika yang berada pada wujud dua dimensi dapat dimasukkan ke dalam teknologi display dan memproyeksikannya menjadi benda tiga dimensi. Dengan memanfaatkan teknologi augmented reality dan smartphone android, obyek geometri dapat divisualisasikan dengan konkret melalui pemodelan virtual tiga dimensi yang mirip dengan benda aslinya tepat di atas gambar bangun ruang sisi datar yang ada pada kertas. Kartono (dalam Pangestu, 2019) menyatakan bahwa augmented reality dianggap paling efektif dan berkaitan dengan kepribadian era digitalisasi. Oleh karenanya, Augmented Reality (AR) dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran pada minat belajar matematikasiswa. Media pembelajaran dengan augmented reality sangat bermanfaat dalam meningkatkan proses belajar serta minat peserta didik dalam belajar karena dalam AR sendiri memiliki aspek- aspek hiburan yang dapat meningkatkan minat peserta didik dalam belajar dan bermain serta memproyeksikannya secara nyata dan melibatkan interaksi seluruh panca indera peserta didik dengan teknologi augmented reality ini. Hal ini disebabkan karena AR memiliki karakteristik serta fungsi yang hampir sama dengan media pembelajaranyaitu berfungsi menyampaikan informasi antara penerima dan pengirim atau pendidik dengan peserta didik, dapat memperjelas penyampaian informasi yang diberikan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran, membuat konsep abstrak menjadi konsep konkret (Sanaky, dalam Mustaqim 2013), dan dapat memberikan rangsangan motivasi serta ketertarikan dalam pembelajaran (Asyhar, 2012). Contoh yang sudah direalisasikan adalah penelitian oleh Enang Rusnandi, et al. pada tahun 2016, dengan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 271 judul “Implementasi augmented reality pada Pengembangan Media Pembelajaran Permodelan Bangun Ruang 3D untuk Siswa Sekolah Dasar, penelitian oleh Krishna Huda Bagus P., et al. pada tahun 2018, dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Android Menggunakan augmented reality Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar”, penelitian oleh Aji Pangestu, et al. pada tahun 2019, dengan judul “Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis augmented reality pada Minat Belajar Matematika Siswa”, dan penelitian oleh Shelia Saputri, et al. pada tahun 2020, dengan judul “Implementasi augmented reality pada Pembelajaran Matematika Mengenal Bangun Ruang dengan Metode Marked Based Tracking BerbasisAndroid”. Selain itu pemanfaatan augmented reality sebagai media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, aditori, dan kinestetik, serta memberi rangsangan, pengalaman yang menimbulkan persepsi sama (Susilana & Riyana dalam Ilmawan, 2016). Sehingga dimungkinkan pembelajaran matematika khususnya pada materi geometri ruang secara jarak jauh (study from home) dapat tetap berjalan dengan baik sesuai tujuan pembelajaran.

SIMPULAN Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran berbasis augmented reality yang berorientasi pada minat belajar matematika siswa dikatakan efektif untuk membantu siswa dalam meningkatkan minat belajar matematika siswa saat SFH (Study from Home). Media berbasis augmented reality dapat memfasilitasi guru dalam menarik minat belajar matematikasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Asyhar, R. (2012). Kreatif mengembangkan media pembelajaran. Contesa, D. (2020). Hubungan Orang Tua dengan Minat Belajar Siswa pada Masa Covid-19. [Online]. Diakses darihttps://mahasiswaindonesia.id/hubungan-orang-tua-dengan-minat- belajar- siswa-pada-masa-covid-19/ Dawangi, H. (2020). Ini Tujuan Belajar dari Rumah di Tengah Pandemi Covid-19 atau Virus Corona. [Online]. Diakses dari https://manado.tribunnews.com/2020/05/29/ini-tujuan- belajar-dari- rumah-di-tengah-pandemi-covid-19-atau-virus-corona?page=2 Dewi, D. (2020). Alasan WHO Memperingatkan Virus Corona Mungkin Tidak akan Hilang. [Online]. Diakses dari https://tirto.id/alasan-who-memperingatkan-virus-corona-mungkin- tidak- akan-hilang-fwhx Fitriani, R. (2019). HUBUNGAN MINAT BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS V SD GUGUS DOKTER WAHIDIN SUDIRO HUSODO KECAMATAN METRO BARAT. Habibi, A. (2020). Normal Baru Pasca Covid-19. Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, 4 (1), hlm. 198-199. Lubis, A. H., & Wangid, M. N. (2019, April). Augmented Reality-Assisted Pictorial Storybook: Media to Enhance Discipline Character of Primary School Students. In Elementary School Forum (Mimbar Sekolah Dasar) (Vol. 6, No. 1, pp. 11-20). Indonesia University of Education. Jl. Mayor Abdurachman No. 211, Sumedang, Jawa Barat, 45322, Indonesia. Web site: https://ejournal. upi. edu/index. php/mimbar/index. Mauludin, R. et al., 2017, hlm. 118

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 272

Mauludin, R., Sukamto, A. S., & Muhardi, H. (2017). Penerapan Augmented Reality Sebagai Media Pembelajaran Sistem Pencernaan pada Manusia dalam Mata Pelajaran Biologi. Jurnal Edukasi Dan Penelitian Informatika (JEPIN). https://doi. org/10.26418/jp. v3i2, 22676. Mustaqim, I. (2016). Pemanfaatan Augmented Reality Sebagai Media Pembelajaran, 13 (2), hlm. 2- 6. Mustaqim, I. (2016). Pemanfaatan Augmented Reality sebagai media pembelajaran. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 13(2), 174-183. Nudin, B. (2020). Masa Depan Pendidikan di Era New Normal. [Online]. Diakses dari https://islamic-education.uii.ac.id/masa-depan-pendidikan-di-era-new-normal/ Pangestu, A., et al. (2019). Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Augmented Reality (AR) pada Minat Belajar Matematika Siswa, 5 (1), hlm. 88-92. Pratama, G. (2018). Analisis Penggunaan Media Augmented Reality sebagai Media Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Konsep Bentuk Molekul. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Putra, A., et al. (2019). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negri 10 Langsa Tahun Pelajaran 2018/2019, 2 (2), hlm. 17-18. Putri, Muslim, Bintaro, T.Y., et al. (2019). Analisis Faktor Rendahnya Minat Belajar Matematika Siswa Kelas V Di SD Negeri 4 Gumiwang. 5 (2), hlm. 70-73. Rahmawati, N. S., Bungsu, T. K., Islamiah, I. D., & Setiawan, W. (2019). Analisis Minat Belajar Siswa Ma Al-Mubarok Melalui Pendekatan Saintifik Berbantuan Aplikasi Geogebra Pada Materi Statistika Dasar. Journal on Education, 1(3), 386-395. Ramdhan, K. R., Nurhasanah, Y. I., & Korio Utoro, R. (2017). Aplikasi Media Pembelajaran Tulang Manusia Menggunakan Augmented Reality (AR) Berbasis Android. Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi, 3(3). Sanaky, H. A. (2013). Media pembelajaran interaktif-inovatif. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. Saputri, S., & Sibarani, A. J. (2020). Implementasi Augmented Reality Pada Pembelajaran Matematika Mengenal Bangun Ruang Dengan Metode Marked Based Tracking Berbasis Android. Komputika: Jurnal Sistem Komputer, 9(1), 15-24. Setiyani, A., Djumarno, D., Riyanto, S., & Nawangsari, L. (2019). The Effect of Work Environment on Flexible Working Hours, Employee Engagement and Employee Motivation. International Review of Management and Marketing, 9(3), 112. Sigit Sayogo, D., Zhang, J., Pardo, T. A., Tayi, G. K., Hrdinova, J., Andersen, D. F., & Luna-Reyes, L. F. (2014). Going beyond open data: Challenges and motivations for smart disclosure in ethical consumption. Journal of theoretical and applied electronic commerce research, 9(2), 1-16. Sudaryanti, D. (2014). Upaya Meningkatkan Minat Belajar Matematika dengan Menggunakan Media Sederhana untuk Siswa Kelas IV di Madrasah Ibtidaiyah YAPPI Batusari Kampung Ngawen Gunungkidul Yogyakarta. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sukiman, D., & Pd, M. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran, Yogyakarta: Pedagogia: PT. Pustaka Insan Madani. Sumiati, T., et al. (2011). Pengaruh Penggunaan Media Belajar dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika, 1 (1), hlm. 77-79. Susanto, H. (2014). Pengaruh Layanan Akademik Terhadap Kepuasan Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Terbuka Pada Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Mataram. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, 15(2), 88-98.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 273

Unaenah, E., Setyadi, A. R., Sari, P. W., El-Abida, S. F., Agustina, N., Fauziah, S., & Leonardho, R. (2020). Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Matematika tentang Pengukuran Waktu, Panjang dan Berat untuk Sekolah Dasar. EDISI, 2(1), 192-201.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 274

Media Garis Bilangan dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas V Sekolah Dasar Irfan Supriatna1, Salati Asmahasanah2 1PGSD, Universitas Bengkulu2, PGMI, Universitas Ibn Khaldun Bogor [email protected], [email protected]

Abstract The purpose of this study was to see the extent of the use of the number line media on mathematical learning outcomes in fifth grade students of SDN 60 Bengkulu. The type of research is Classrom Action Research (CAR) in collaboration between researchers and classroom teachers. The level of research with plan, action, observe, reflection, Kemmis & Mc Taggart's model. The target of this research is the fifth grade students of SDN 60 Bengkulu City with a total of 30 students. Data collection methods used are tests, observations and documentation. Data were processed using qualitative and quantitative descriptive analysis. The research product shows that there is an increase in the percentage of mathematics learning outcomes in Cycle I 46, 66% and Cycle II 83.33%. The conclusion is the use of number line media can improve mathematics learning outcomes in fifth grade students of SDN 60 Bengkulu City. Keywords:number line media, mathematics learning outcomes, elementary school

Abstrak Tujuan penelitian untuk melihat sejauh mana penggunaan media garis bilangan terhadap hasil belajar matematik pada siswa kelas V SDN 60 Bengkulu. Macam penelitiannya yaitu Classrom Action Research (CAR) secara kolaborasi antar penelitia dan guru kelas. Tingkatan penelitiannya dengan plan, action, observe, reflection, model Kemmis & Mc Taggart. Sasaran penelitiannyasiswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu jumlah 30 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi dan dokumentasi. Data diolah menggunakan analisis desktiptif kualitatif dan kuantitatif. Produk penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan persentase hasil belajar matematikapada Siklus I 46, 66% dan Siklus II 83,33%. Kesimpulannya penggunaan media garis bilangan bisa meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Kata Kunci: media garis bilangan, hasil belajar matematika, sekolah dasar

PENDAHULUAN Pendidikan yaitu cara mengembangkan siswa dari awal tidak tahu menjadi tahu dan dari baik menjadi baik dengan cara dididk dan dibimbing (Gunantara, Suarjana, & Riastini, 2014; Salim, 2015). Pembelajaran yang berhasil apabila sebuah tujuan pembelajaran bisa tercapai sesuai harapan. Tolak ukur keberhasilan pembelajaran maka diperlukan evaluasi. Pelaksanaan menilai proses dan hasil siswa dimulai dari pelaksanaan inti dan tambahan. Untuk mendapatkan hasil sesuai harapan harus dibarengi dengan maksimal yang kuat. Memaksimalkan proses pelaksanaan maka siswa harus memahami materi dengan baik dan jelas (Tatang, 2010). Hasil wawancara yang didapat dari Sekolah Dasar Negeri 60 Kota Bengkulu pada tanggal 15 Oktober 2019, didapat hasil guru beserta siswa terkait pelaksanaan penyelenggaraan, kelas V (lima) ada beberapa mata pelajaran yang dianggap sukar dipahami seperti Matematika, IPS dan PKn. Matematika mendapatkan peringkat pertama sebagai mata pelajaran tersulit dari sudut pandang siswa, karena matematika adalah mata pelajaran yang rumit, sulit, meragukan, menjenuhkan. Kesuksesan proses pengkajian bisa terlaksana apabila sesuatu yang dijelaskan bisa ditangkap dengan baik oleh siswa, maka penjelasan penataran wajib melihat kemampuan siswa sesuai dengan usianya. Siswa kelas awal akan mempelajari bahan yang dikasih secara observasi, dengan begitu bisa melihat langsung dan tidak membayangi saja ketika seseorang berumur 7-11 tahun siswa berada pada fase tahap operasional konkret sedangkan untuk usia 11-14 tahun berada pada tahap operasional formal (Jean Piaget dalam Siswoyo, 2011). Pengkajian bahan matematika yang non konkrit untuk siswa membutuhkan bahan dalam menjelaskan materi yang disampaikan guru

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 275 sehingga siswa lebih cepat memahaminya (Heruman, 2007). Pengajar menyampaikan materi dengan cara penjelasan bahan atau menggunakan media. Cara penjelasan bahan yang menarik kepada siswa akan memunculkan keinginan lebih aktif dan lebih tertarik untuk memahami materi tersebut. Bahan tayang digunakan dalam menginformasikan dan membantu siswa memahami materi. Penggunaan media akan membantu siswa memahami konsep (Wahyuningtyas, 2015; Amir, 2016), sesuai ciri-ciri pemahaman siswa SD yang masih konkret. Penyampaian informasi digunakan sebagai ungkapan bahan pembelajaran AECT (Association of Education and Communication Technology) (Arsyad, 2009) yang mengungkapkan sebuah bahan pembelajaran sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan ataupun informasi. Siswa akan memahami konsep dengan baik maka siswa bisa mengaitkan antar konsep dengan konsep lainnya pada tahapan selanjutnya. Bahan yang dipahami siswa bisa ditangkap dan tersimpan dengan aman, sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar siswa pada Ulangan Akhir Semester (UAS) I, mata pelajaran yang mendapatkan nilai rata-rata kelas terendah adalah Matematika yaitu 50,27. Persentase kelulusannya sebesar 25,30%. Hasil observasi menyatakan beberapa siswa pada awal kegiatan tinggi namun di kegiatan inti hingga kegiatan penutup, perhatian siswa rendah dan cenderung pasif. Ini disebabkan siswa jenuh dengan bahan yang siswa ikuti susah dipelajari maka siswa lebih asik dengan kegiatan kesendiriannya. Siswa yang tidak dapat berkonsentrasi pada materi yang disampaikan, sehingga materi yang sudah disampaikan tidak dapat dipahami siswa. Tidak adanya ketersediaan media di sekolah mengakibatkan guru jarang sekali menggunakan media dikelas. Kesulitan yang terjadi dikelas dikarenakan siswa tidak memahami materi dengan baik dan tidak adanya pendukung/ media dalam proses pembelajaran tersebut. Mata pelajaran yang guru tidak menggunakan media pembelajaran contoh pada bahan IPA guru memakai media rangka untuk menerangkan materi kerangka manusia, untuk mata pelajaran IPS menggunakan peta untuk menjelaskan materi skala dan peta bumi. Untuk mata pelajaran matematika itu sendiri belum tersedia di sekolah, sehingga guru sangat jarang menggunakan media ketika proses pembelajaran di materi garis bilangan. Media sebagai alat yang menginformasikan pesan-pesan pembelajaran dapat digunakan untuk mendukung penyampaian materi ajar ketika pembelajaran berlangsung, baik itu di dalam kelas maupun diluar kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran(Azhar, 2009). Perkembangan pengetahuan siswa pada usia SD berada pada tahap operasional konkret, dimana tahap ini siswa menjelaskan bahan ketika ada benda yang dapat diindera oleh siswa secara langsung. Media pembelajaran sangat mendukung pemberian penjelasan siswa dalam memahami materi yang disampaikan langsung oleh guru.

METODE PENELITIAN Jenis penelitiannya Classroom Action Research (CAR). Arikunto (2010) penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karena segala kegiatan dilakukan di dalam kelas dan difokuskan pada proses belajar mengajar. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktivitas kelas kolaborasi yang dilakukan oleh peneliti beserta guru kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu, tahun ajaran 2019/2020 di SDN 60 Kota Bengkulu, yang bertempat di Kelurahan Lingkar Timur, Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober- November 2019. Sasaran penelitiannya peserta didik kelas V SDN 60 Kota Bengkulu yang berjumlah 30 siswa, terdiri 18 putri dan 12 putra. Desain penelitian yang digunakan adalah model Stephen Kemmis dan Robin McTaggart. Tahapannya plan, action, observe, reflection.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 276

Gambar 1. (Bagan alur Classroom Action Research (CAR))

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di SDN 60 Kota Bengkulu khususnya kelas V, tujuannya melihat sejauh mana media garis bilangan terhadap perolehan matematika kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus. Perbandingan nilai siswa di tingkatan sebelum aktivitas, tingkatan I, dan tingkatan II bisa dilihat di tabel 1 dan grafik 2 dibawah ini: Tabel 1. (Perbandingan nilai Pra Aktivitas, Tingkatan I, dan Tingkatan II) Aspek Pra Siklus I Siklus II Tindakan Nilai Tertinggi 70 80 100 Nilai terendah 45 50 65 Nilai rata-rata 56,23 69,16 76,66 Persentase siswa yang sudah mencapai KKM 33,33% 46,66% 83,33% Jumlah siswa yang tuntas 10 14 25 Jumlah siswa yang belum tuntas 20 16 5

Berdasrkan tabel di atas, terlihat jelas perbandingan nilai antar siswa tahap pra aktivitas, siklus I dan siklus II mengalami perubahan signifikan. Standar keberhasilan penelitian minimalnya 80% dari jumlah keseluruhan diatas KKM. Siklus I menyatakaan siswa yang lulus KKM baru mencapai 46,66%, sedangkan siklus II siswa yang lulus KKM mencapai 83,33%. Berdasarkan data jumlah siswa yaitu 30 siswa, murid tuntas KKM sejumlah 25 sedangkan 5muridbelum tuntas KKM. Artinya, kriteria keberhasilan dalam penelitian sudah tercapai. Keadaan awal menunjukkan adalanya suatu masalah dalam pengajaran Matematika. Siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran, siswa cenderung bosan dan kurang fokus ketika pembelajaran berlangsung, maka kondisi awal siswa masih rendah. Pembelajaran Matematika menggunakan media garis bilangan dilaksanakan dua tahap, setiap tahapan terdiri dari dua percobaan. Pelaksanaan dilaksanakan antar peneliti dan guru kelas dengan kolaborasi. Berdasarkan hasil tes pra aktivitas didapat nilai rerata kelas 56,23 tertinggi 70, dan terendah 45, porsentase KKM kelas 33,33 %. Pelaksanaan tahapan I didapatkan data berupa penambahanrerata 69,16, terendah adalah 50 dan tertinggi adalah 80, ada 14siswa yang tuntaas 46,66%. Peningkatan rerata kelas dari pra aktivitas ke siklus I yaitu 12,93. Presentase murid yang memenuhi KKM mengalami penambahan sekitar 13,33%. Penargetan rerata kelas tingkatan I sudah mencapai standar ketuntasan minimum yaitu ≥ 70, tapi presentase murid yang sudah mencapai KKM baru 46,66%, maka diperlukan suatu kegiatan tambahan tingkatan II dalam peningkatan hasil belajar operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Penggunaan media garis bilangan pada siklus I mendukung siswa, perlu bimbingan dalam menentukan cara berhitung dengan media tersebut. Beberapa siswa sudah memantau pengajaran dengan rame dan berisik di

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 277 kelas. Merujuk hasil observasi dan tes siklus I, diketahui ada peningkatan namun persentase ketuntasan minimum jumlah siswa yang tuntas belum tercapai, sehingga perlu adanya tindak lanjut siklus II. Pada siklus II didapatkan nilai rata-rata siswa kelas V mencapai 76,66 dengan nilai terendah adalah 65 dan nilai tertinggi adalah 100. Jumlah peserta didik yang sudah tuntas ada 25 peserta didik atau 83,33%. Kenaikan nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus II sebanyak 7,5 persentase siswa yang mencapai KKM juga mengalami peningkatan sebanyak 36,67 %.

120 100 80 60 Pra Tindakan 40 Siklus I 20 Siklus II 0 Nilai Nilai Nilai Rata- Siswa Siswa Persentase Tertinggi Terendah rata tuntas KKM belum siswa tuntas KKM mencapai KKM

Gambar 2. (Perbandingan Nilai Pra Aktivitas, Siklus I, dan Siklus II)

Pencapaian nilai rerata kelas siklus II dengan mencapai standar ketuntasan minimum yaitu ≥ 70, begitupula dengan persentase siswa yang sudah tuntas mencapai 83,33%, peneliti bersama guru memutuskan untuk menghentikan penelitian karena target pencapaian hasil belajar operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu sudah tercapai. Berdasarkan hasil akhir pada siklus II terdapat 5 siswa yang belum mencapai nilai KKM. Kelima siswa yang belum mencapai KKM terlihat aktif saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena ada banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Slameto (2003) mengatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal, sehingga ada faktor-faktor lain yang belum dapat teramati dalam penelitian ini yang menyebabkan belum tercapainya KKM.

SIMPULAN Kesimpulannya dari media garis bilangan bisa meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas V SDN 60 Kota Bengkulu. Tahap pra tindakan menunjukkan rerata nilai 56,23 dengan presentase ketuntasan siswa 33,33%. Siklus I, pembelajaran media garis bilangan, nilai rerata kelas berkembang 12,93 mulai 56,23 berubah 69,16, presentase ketuntasan siswa meningkat sebesar 13,33 % dari 33,33% menjadi 46,66%. Nilai rerata kelas siklus II makin maju 7,5 dari 69,16 menjadi 76,66, kemudian prosentasi juga berkembang 31,25% dimulai 46,66% berubah signifikan 83,33%.

DAFTAR PUSTAKA Amir, A. (2016). Penggunaan Media Gambar dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal eksakta, 2(1), 34-40. Amirin, T.M. (2010). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta Arsyad, A. (2009). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada Gunantara, G., Suarjana, I. M., & Riastini, P. N. (2014). Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V. MIMBAR PGSD Undiksha, 2(1). Heruman (2007). Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 278

Salim, N.D. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penalaran Matematis Siswa Melalui Model Brain Based Learning. Jurnal Cakrawala Pendas, 1(1). Siswoyo, D. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Wahyuningtyas, D. T. (2015). Penggunaan Media Mobil Mainan Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi Hitung Bilangan Bulat. Jurnal Inspirasi Pendidikan, 5(1), 587-592.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 279

Implementasi Project Based Learning (PBL) Ciptakan Pembelajaran Bermakna dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah Dasar Annisa Anita Dewi SD Laboratorium Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya E-mail: [email protected]

Abstract Covid-19 Pandemic situation immediately changed various life arrangements, this incident had a big influence in the world of education. The high number of cases caused by the Covid-19 pandemic has had a major impact on the learning and teaching process especially in primary school. The application of distance learning (PJJ) requires a learning model that remains effective and efficient. Project based learning (PBL) make distance learning (PJJ) more meaningful because students are directly involved in solving problems and stimulates students to think critically, actively and creatively. This study aims to describe the effectiveness of the implementation of project based learning (PBL) in distance learning (PJJ) in primary school. The research method used is a case study (case study). The results showed that distance learning (PJJ) which was carried out on a project based learning (PBL) basis became more meaningful and effective. Student enthusiasm is higher and provides opportunities for exploration. The application of project based learning (PBL) in distance learning (PJJ) becomes more meaningful and makes learning activities at home less tedious and fosters student motivation. Keywords:project based learning (PBL), distance learning (PJJ), meaningfull learning

Abstrak Situasi Pandemi Covid-19 serta merta merubah pelbagai tatanan kehidupan, kejadian tersebut berpengaruh besar di dunia pendidikan. Tingginya kasus akibat pandemi Covid-19 berdampak besar dalam proses kegiatan belajar dan mengajar terlebih di sekolah dasar. Penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) membutuhkan model pembelajaran yang tetap efektif dan efisien. Project based learning (PBL) membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih bermakna karena siswa terlibat langsung dalam memecahkan masalah dan menstimulus siswa untuk berpikir kritis, aktif dan kreatif. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mengenai efektivitas pelaksanaan project based learning (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) di sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah case study (studi kasus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilaksanakan berbasisproject based learning (PBL) menjadi lebih bermakna dan efektif. Antsusiasme siswa lebih tinggi dan memberi kesempatan bereksplorasi. Penerapan project based learning (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi lebih bermakna dan membuat aktivitas belajar di rumah tidak menjemukan serta lebih memupuk motivasi belajar siswa. Kata Kunci: Project based learning (PBL), Pembelajaran jarak jauh(PJJ), Pembelajaran bermakna

PENDAHULUAN Dalam rangka peningkatan pembelajaran siswa menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) ditengah situasi pandemi Covid-19 serta meningkatkan efektivitas pembelajaran meskipun pembelajaran dilaksanakan secara daring, Penerapan project based learning (PBL) menjadi inovasi menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) khususnya di jenjang sekolah dasar yang masih dalam tahap konkret dan perlu diwadahi untuk mengeksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan mutu Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang saat ini menjadi paradigma baru sehingga membutuhkan berbagai kegiatan dalam bentuk maya dan menggunakan berbagai produk teknologi melalui model pembelajaran PBL. Prinsip-prinsip Program Pembelajaran Jarak Jauh (Munir, 2009) yaitu: a. Bertujuan meningkatkan mutu kemampuan para pembelajar sesuai dengan bidang kemampuan, minat dan bakatnya masing-masing agar lebih mampu meningkatkan kualitas dirinya sendiri. b. Memperluas kesempatan belajar dan meningkatkan jenjang pendidikan para pembelajar khususnya agar yang tidak punya waktu atau jarak yang terlampau jauh dari lembaga pendidikan. c. Meningkatkan efistiensi dalam sistem penyampaian melalui media modular dan dengan bantuan media elektronik seperti komputer, radio pendidikan, film, video, dan sebagainya.. d. Berdasarkan kebutuhan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 280 lapangan dan kondisi lingkungan. e. Berdasarkan kesadaran dan keinginan pembelajar dan menekankan pada belajar mandiri yang berdasar pada aktualisasi diri, percaya diri dengan bergantung pada kemampuan sendiri agar berhasil dalam belajarnya. f. Dikembangkan dalam paket terpadu, dilaksanakan secara terpadu pada tingkat kelembagaan. Saat ini pembelajaran jarak jauh (PJJ) umumnya belum efektif. hal itu disebabkan tidak sedikit ini pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini hanya sebatas penugasan menggunakan acuan buku paket. Sebagian lagi memanfaatkan pelbagai produk teknologi seperti aplikasi zoom dan google classroom. Penerapan project based learning (PBL) membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih bermakna karena pembelajaran berbasis pada aktivitas siswa. Di dalam e-learning proses pembelajaran memerlukan komitmen yang sangat tinggi daripengajar, di mana ia harus mempersiapkan materi yang akan diajukan pada sesi diskusi. Ia juga harusselalu memotivasi siswa agar selalu melakukan interaksi (dan diskusi) baik dengan dirinya ataudengan siswa lain. Selain itu, ia juga harus melakukan evaluasi menyeluruh terkait dengankegiatan e-learning yang dilakukannya. Tanpa keyakinan bahwa e-learning yang dilakukannya itu, akan berhasil, maka semuanya akan sulit untuk diimplementasikan(Darmayanti, 2007). Dengan demikian penerapan project based learning (PBL) menjadi inovasi dan solusi yang efektif menciptakan pembelajaran bermakna dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ). Lebih lanjut lagi Sumartini (2015); Nelfiyanti & Sunardi (2017); Maryati (2018); Anugraheni (2018) menjelaskan bahwa PBL adalah suatu yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari mata pelajaran. PBL memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas- tigas atau permasalahan yang auntentik dan dipersentasikan dalam konteks. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa PBL merupakan sebuah model pembelajaran alternative yang dapat diterapkan oleh para pendidik. Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah ada tiga, yaitu membantu siswa mengembangkan ketrampilan- ketrampilan penyelidik dan pemecahan masalah, member kesempatan kepada siswa mempelajari pengalaman- pengalaman dan peran- peran orang dewasa, dan memungkinkan siswa meningkatkan sendiri kemampuan berfikir mereka dan menjadi siswa mandiri. Pembelajaran berbasis proyek atau project based learning (PBL) menjadi pendekatan yang efektif selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), selain membuat siswa aktif, juga siswa benar-benar di stimulus kemampuan berpikirnya karena dalam hal ini siswa dilibatkan secara langsung. Sejalan dengan itu, Permana & Sumarmo (2007) & Rusman (2014) mengemukakan bahwa salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berfikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam proses pembelajaran kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Kenunggulan Model PBL (Syarif, 2015) mengemukakan beberapa keunggulan model pembelajaran berbasis masalah, diantaranya: 1) Melatih siswa untuk mendesai suatu penemuan 2) Berpikir dan bertindak kreatif 3) Siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis 4) Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyelidikan 5) Menafsir dan mengevaluasi hasil pengamatan 6) Merangsang kemajuan perkembangan berpikir siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan tepat 7) Dapat membuat pendidikan lebih relevan dalam kehidupan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 281

Berdasarkan uraian di atas guna menciptakan pembelajaran bermakna yang melibatkan siswa secara langsung dalam keterampilan memecahkan masalah serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) melalui model pembelajaran PBL, maka sebagai salah satu upaya konkret di laksanakan penelitian yang berjudul “Implementasi Project Based Learning (PBL) Ciptakan Pembelajaran Bermakna dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Sekolah Dasar”.

METODE PENELITIAN Adapun metode penelitian ini berawal dari melakukan tahapan awal penelitian melihat kondisi pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) khususnya pada jenjang sekolah dasar. a. Penelitian awal Melakukan survey dengan wawancara dan menilai proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). b. Studi literatur Mencari sebanyak-banyaknya literatur yang berkaitan dengan pembelajaran PBL. c. Pengumpulan data Pengumpulan data diperoleh dengan proses wawancara dan studi kasus (data kualitatif). d. Pengolahan data Proses pengolahan data diolah dari wawancara dan studi kasus, dengan konsen perubahan belajar setelah penerapan PBL. e. Analisis PBL Melakukan analisis terhadap penerapan PBL di jenjang sekolah dasar. f. Simpulan Menarik kesimpulan dari implementasi PBL dalam PJJ sesuai dengan tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dimulai saat pandemi Covid-19, untuk menghindari klaster baru ditetapkan lah proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena efek mendalam dari pandemi Covid-19. Dengan demikian segala sesuatunya dilakukan menjadi daring, mulai dari absensi daring hingga proses pembelajaran. Pembelajaran daring dinilai belum efektif karena pada umumnya terbatas menggunakan buku paket dan setor tugas melalui aplikasi seperti whatsapp dan google drive. Hal itu pun belum maksimal karena orang tua dibebankan kuota internet serta kemampuan menggunakan fitur teknologi, selain itu faktor yang tak kalah penting adalah benturan kesibukan orang tua. Peneliti melakukan pengamatan aktivitas pembelajaran siswa selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) menggunakan metode klasikal yang terfokus pada modul dan penugasan pada pembelajaran tematik di kelas IV SD Laboratorium UPI Tasikmalaya. Berikut disajikan nilai pre test sebelum dilaksanakan penerapan pembelajaran berbasis proyek.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil pre siklus No. Rentang Kategori Frekuensi Nilai 1 90-100 Sangat baik - 2 80-89 Baik 8 3 70-79 Cukup 10 4 <70 kurang 8 Jumlah 26

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 282

Jika hanya terfokus pada buku atau modul, hal itu memerlukan bimbingan dari orang tua. Hasil penelitian di lapangan mengenai pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada siswa di jenjang sekolah dasar menunjukkan bahwa sebagian besar mereka belajar harus di dampingi oleh orang tua, sedangkan masalah lainnya orang tua memiliki pelbagai kesibukan khususnya bekerja, sehingga anak belajar menyesuaikan dengan waktu senggang orang tua. Hal itu belum efektif karena mengakibatkan penumpukan tugas, ketidak tepatan pengumpulan tugas hingga penurunan motivasi belajar. Hanya sebagian kecil yang memiliki motivasi belajar tinggi untuk mengerjakan tugas dan melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara mandiri, itu pun tidak lepas dari fasilitas yang menunjang. Berawal dari sana sebagai inovasi dan solusi agar pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih bermakna diterapkan Pembelajaran berbasis proyek atau project based learning (PBL). Penelitian penerapan model PBL dilaksanakan berdasarkan sintaksis berikut ini: Tabel 2.Sintaksis Model Pembelajaran BerbasisMasalah (proyek)

Fase Perilaku Pengajar

Fase 1 Memberikan orentasi Guru membahas tujuan tentang permasalahannya pembelajaran, mendeskripsikan dan kepada siswa memotivasi anak didik agar terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah yang ada Fase 2 Mengorganisasikan anak Guru membantu anak didik untuk didik untuk meniliti mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas- tugas belajar yang terkait dengan pemrmasalahannya. Fase 3 Membantu menyelidiki Guru mendorong anak didik untuk secara mandiri atau mendapatkan informasi yang tepat, kelompok melakukan eksperimen dan mencari penjelasan serta solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Fase 4 Mengembangkan dan Guru membantu anak didik dalam mempresentasikan hasil merencanakan dan menyiapkan kerja hasil- hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman vidio dan model- model yang mebantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain hasil yang mereka dapatkan untuk menyelesaikan masalah tersebut Fase 5 Menganalisis dan Guru membantu anak didik untuk mengevaluasi proses melakukan refleksi terhadap mengatasi masalah inverstigasinya dan proses- proses yang mereka gunakan. (Sugiyanto dalam Nelfiyanti & Sunardi, 2017)

Berdasarkan Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah (proyek) di atas pembelajaran berbasis proyek dilakukan sesuai langkah-langkah tersebut. Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis PBL membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa bergerak aktif. Dari hasil penelitian pelaksanaan PBL dalam menciptakan pembelajaran bermakna dinilai lebih efektif, hal

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 283 tersebut diperoleh dari studi kasus dan wawancara. Penerapan PBL dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menciptakan kolaborasi yang baik antara siswa dan orang tua. Sejalan dengan itu (Cecilia, 2020) seorang Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda, LPMP Lampung mengemukakan bahwa pembelajaran dimasa covid-19 ini tentunya membutuhkan penyesuaian dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek, karena pemberlakuan SE mendikbud no 4 tahun 2020 yang membuat guru dan peserta didik tidak bisa langsung bertemu untuk melakukan proses pembelajaran. Pelaksanaan project based learning biasanya dilakukan secara berkelompok atau berkolaborasi antar siswa, namun di masa pandemi kolaborasi dapat dilakukan antara siswa dengan orang tua agar terjadi pelibatan antara guru, siswa dan orang tua. Pemilihan model PBL untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa sebelumnya telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian terdahulu dan di terapkan di jenjang sekolah dasar, (Syafi’i, 2017) dalam penelitiannya berjudul “Penerapan Model Problem Based Learninguntuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Materi Perubahan Lingkungan Pada Siswa Kelas IV SD 1 Ngemplak Undaan Kudus” mengemukakan berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran IPAmateriperubahan lingkungan melalui penerapan model Problem Based Learningpada siklus I memperoleh skor total 645 dan rata-rata skor seluruhnya 28,04 atau sebesar 70% dengan kategori baik. Pada siklus II memperoleh skor 771 dengan rata-rata skor seluruhnya 33,52 atau sebesar 83,8% dengan kategori sangat baik. Guna menunjang penerapan pembelajaran berbasis proyek (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) diperlukan penggunaan media atau platform berbasis teknologi. Lebih eksplisit (Cecilia, 2020) mengemukakan ada beberapa media/platform pembelajaran berbasis teknologi yang dapat dipilih dengan kriteria dikenal umum, mudah digunakan, dapat menjadi alat komunikasi dan tidak berbayar (hanya menggunakan kuota) untuk menunjang pembelajaran berbasis proyek yang dilakukan dimasa belajar dari rumah yaitu: google suite (google drive, google form, google site dan google classroom), Edmodo, Lark suite, Kelas Maya dari Rumah Belajar, email dan media video conference (webex, zoom, google meet, whats app, telegram). Pemilihan media pembelajaran yang tepat akan membantu siswa dan orangtua untuk melaporkan perkembangan proyek dan berkonsultasi terhadap proyek yang dikerjakan. Hal ini penting karena langkah ke 3 (menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek) dan ke 4 (memonitor kegiatan dan perkembangan proyek) dalam project based learning membutuhkan komunikasi intens antara guru, siswa dan orangtua. Berdasarkan hasil refleksi pre siklus yang menerapkan pembelajaran daring klasikal hasilnya belum memenuhi target. Setelah dilakukan penelitian dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) di kelas IV SD Laboratorium UPI Tasikmalaya menunjukkan perubahan yang signifikan.

Tabel 3. Rekapitulasi hasil siklus penerapan PBL No. Rentang Kategori Frekuensi Nilai 1 90-100 Sangat baik 7 2 80-89 Baik 11 3 70-79 Cukup 4 4 <70 kurang 4 Jumlah 26 Berdasarkan hasil penelitian penerapan PBL tersebut diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek (PBL) dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi solusi efektif mengatasi permasalahan-permasalahan di lapangan. Setelah diterapkan siswa menjadi lebih antusias, aktif dan mengembangkan berpikir kritis untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Kolaborasi dengan orang tua tidak begitu berarti menjadi beban, karena motivasi belajar siswa

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 284 meningkat seiring dengan keingintahuan dan kemampuan bereksplorasi yang mengiringinya, hal itu membuat peran orang tua jauh lebih fleksible seperti memberikan arahan dan dukungan. Hasil penelitian tersebut penggunaan model PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ.

SIMPULAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah disajikan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) berbasis pembelajaran berbasis proyek (PBL) lebih efektif dan inovatif daripada terbatas menggunakan buku atau LKS saja. Hal tersebut berpengaruh terhadap fluktuasi motivasi belajar siswa. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek (PBL) lebih baik dan produktif karena menghasilkan suatu produk dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa serta mendorong siswa lebih aktif. Hasil dari penerapan PBL mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

DAFTAR PUSTAKA Anugraheni, I. (2018). Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar [A Meta-analysis of Problem- Based Learning Models in Increasing Critical Thinking Skills in Elementary Schools]. Polyglot: Jurnal Ilmiah, 14(1), 9-18. Darmayanti. (2007). E-Learning Pada Pendidikan Jarak Jauh: Konsep Yang Mengubah Metode Pembelajaran Di Perguruan Tinggi Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh: Volume 8, Nomor 2, September 2007. Maryati, I. (2018). Penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada materi pola bilangan di kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 7(1), 63-74. Munir. (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta Nelfiyanti & Sunardi. (2017). Penerapan Metode Problem Based Learning Dalam Pelajaran Al -Islam Ii Di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jurnal Spektrum: Vol. 15, No. 1 hlm. 112. Permana, Y., & Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan kemampuan penalaran dan koneksi matematik siswa SMA melalui pembelajaran berbasis masalah. educationist, 1(2), 116-123. Rusman. (2014). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Edutech: Vol 13, No 2 Sumartini, T. S. (2015). Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1), 1-10. Syafi’i, M. (2017). Penerapan Model Problem Based Learninguntuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Perubahan Lingkungan Pada Siswa Kelas IV SD 1 Ngemplak Undaan Kudus. Jurnal Malih Peddas: Volume 7, Nomor 2, Desember2017 hlm. 143 Syarif, S. (2015). Strategi Pembelajaran (teori dan praktik di tingkat pendidikan dasar). Jakarta: Rajawali Press.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 285

Penerapan Dasa Dharma Pramuka Butir ke Delapan dalam Membentuk Karakter Siswa Melalui Ekstrakurikuler Pramuka Rosi Annisya, Ahmad Mulyadiprana, Syarip Hidayat. PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract Extracurricular activities are a means of applying the character of discipline to students. SD Yayasan Islam has various types of extracurricular activities, one of which is scout extracurricular activities. Scouting activities in the form of extracurricular education are mandatory for all students. Through the application of the eighth point of dharma in shaping the character of students through scout extracurricular can apply the attitude of discipline to students. The purpose of this study is to find out how the planning, implementation and evaluation of scout extracurricular activities in the application of the eighth point of dharma namely discipline. This research is motivated by the interest of researchers in researching an elementary school that is the Islamic Foundation Elementary School whether it has applied the eighth point of dharma scout in the character of students through scout extracurricular. This research uses the case study method, data obtained by observation, interviews and documentation. The results showed that program planning included an agenda of activities. The routine exercise is integrated with the game. Evaluations consist of monthly exercises and general evaluations. Based on the results of the study it can be concluded that through scout extracurricular can apply the eighth point of dharma scout item that is discipline. Keywords: Application, dasa dharma, scout extracurricular

Abstrak Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dalam penerapan karakter disiplin bagi siswa. SD Yayasan Islam memiliki berbagai jenis ekstrakurikuler, salah satunya adalah kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Kegiatan berbentuk pendidikan kepramukaan merupakan ekstrakurikuler wajib diikuti oleh seluruh siswa. Melalui penerapan dasa dharma butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan sikap disiplin pada siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan ekstrakurikuler pramuka dalam penerapan dasa dharma butir ke delapan yaitu disiplin. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti dalam meneliti sebuah sekolah dasar yaitu SD Yayasan Islam apakah sudah menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam mebentu karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka.Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data yang diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa perencanaan program meliputi agenda kegiatan. Pelaksanaan latihan rutindiintegrasikan dengan permaianan. Evaluasi terdiri dari latihan bulanan dan evaluasi umum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui ekstrakurikuler pramuka dapat menerapkan dasa dharma pramuka butir ke delapan yaitu disiplin. Kata Kunci: Penerapan, dasa dharma, ekstrakurikuler, pramuka

PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka membelajarkan siswa yang mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan menimbulkan perubahan di kehidupan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Dari pernyataan diatas, kewajiban pendidikan untuk memberikan pendidikan karakter bagi siswa dari mulai Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi. Ki Hajar Dewantara (dalam Samani & Hariyanto, 2012) mengemukakan bahwa “Pendidikan merupakan upaya yang harus dilakukan untuk dapat menumbuhkan budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak”. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga anak dapat tumbuh secara utuh. Jadi, pendidikan karakter merupakan salah satu bagian yang penting dalam pendidikan (Ainiyah, N. 2013). Menurut bahasa, istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada siswa, dalam bahasa Latin educare yang bermakna melatih atau

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 286 mengajarkan. Menurut Thomas Lickona (dalam Gunawan, 2012), pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yang dilakukan untuk membentuk kepribadian seseorang, yang hasil pendidikan tersebut dapat terlihat secara nyata dalam tindakan yang dilakukan seseorang, seperti bertingkah laku yang baik, menghormati hak orang lain, jujur, bertanggung jawab, kerja keras, dan sebagainya (Julaiha, 2014). Kepribadian seseorang dapat dibentuk melalui pendidikan sehingga kepribadian yang diharapkan muncul adalah kepribadian yang baik sebagai hasil dari pendidikan tersebut. (Roqib, M., & Nurfuadi, N., 2020). Selain faktor internal dan faktor eksternal, pembentukan karakter juga dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan, baik formal melalui lembaga pendidikan dari mulai Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi. (Arsini, & Sutriyanti, 2020). Pendidikan Karakter diterapkan secara khusus di sekolah-sekolah dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Keagamaan. Sedangkan melalui pendidikan non formal salah satu contohnya adalah melalui Gerakan Pramuka. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, bahwa Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk melaksanakan pendidikan kepramukaan. Sejak Gerakan Pramuka diresmikan di Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 menjadi salah satu kekuatan pendidikan non formal yang mampu menjaga nilai-nilai kepribadian bangsa dan organisasi yang diandalkan dalam pembangunan Negara dan Bangsa, sehingga keberadaannya selalu di dukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada bulan Februari 2020 ke Sekolah Dasar Yayasan Islam, peneliti menemukan karakter pada diri siswa yang dianggap baik melalui program ekstrakurikuler pramuka yang diadakan oleh sekolah. Ada beberapa karakter yang dibentuk melalui program ekstrakurikuler pramuka seperti jujur, religius, toleransi, kerja keras dan disiplin. Permasalahan tersebut menarik peneliti untuk dapat meneliti lebih jauh mengenai bagaimana penerapan karakter disiplin melalui ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam sehingga siswa dianggap memiliki karakter disiplin yang baik. Tantangan untuk sekolah yang dikenal memiliki karakter disiplin baik lebih besar karena tidak semua siswa memiliki karakter disiplin yang baik. Maka, penelitian ini dilakukan agar dapat dijadikan sebagai kontribusi serta dapat dijadikan acuan bagi sekolah ataupun berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan permasalahan disiplin siswa khususnya di Sekolah Dasar. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tentang penerapan dasa dharma pramuka butir ke delapan dalam membentuk karakter siswa melalui ekstrakurikuler pramuka.

PEMBAHASAN Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 62 tahun 2014 pasal 3 menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, bahwa ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan pada tingkat sekolah dasar dan menengah adalah pendidikan kepramukaan. Menurut Jihad, dkk (dalam Sri Woro dan Marzuki, 2016) intinya menyatakan kegiatan ekstrakurikuler pramuka digunakan untuk mempersiapkan generasi pemimpinbangsa yang berakhlak mulia, memiliki kepribadian dan keterampilan hidup prima. Di SD Yayasan Islam memiliki program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) salah satunya melalui ekstrakurukuler pramuka untuk menerapkan karakter. Hasil wawancara dengan Pembina pramuka menunjukan bahwa tahap perencanaan program ekstrakurikuler pramuka SD Yayasan Islam tahun pelajaran 2020/2021 diawali dengan diskusi perencanaan program, dilanjut dengan penetapan dan pengesahan program, diakhiri dengan sosialisasi program kepada orang tua siswa. Sementara untuk diskusi perencanaan program selalu dilaksanakan sebelum memasuki tahun pelajaran baru. Menurut Usman dan Setiawati (dalam Sri Woro dan Marzuki, 2016, hlm. 64) bahwa penyusunan dan pembiayaan program harus melibatkan kepala sekolah, wali kelas, dan guru. Maka langkah pertama yang dilakukan dalam perencanaan program adalah melakukan diskusi dengan berbagai

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 287 pihak seperti kepala sekolah, pembina pramuka, wali kelas dan guru untuk membuat rencana program kegiatan. Penyusunan program kegiatan ekstrakurikuler pramuka di SD Yayasan Islam, dirancang sesuai dengan yang tertera pada poin-poin Syarat Kecakapan Umum (SKU) penggalang dan kebutuhan pada gugus depan. Siswa kelas IV merupakan masa transisi dari tingkatan siaga pada usia 11 – 15 tahun, maka pembina lebih memfokuskan pada SKU penggalang ramu yang merupakan tingkatan pertama pada golongan pramuka penggalang, namun pada pelaksanaannya materi rakit dan terap pun dikenalkan kepada siswa. Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 63 tahun 2014, bahwa Ekstrakurikuler pramuka adalah ekstrakurikuler waib yang harus dilaksanakan pada tingkatan sekolah dasar. Tujuannya adalah untuk mewadahi minat dan bakat siswa serta menjadi sarana dalam dalam menumbuhkan karakter siswa. Pelaksanaan program ekstrakurikuler SD Yayasan Islam berpedoman pada Undang- Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2010 mengenai Gerakan Pramuka. Selain itu disekolah juga melaksanakan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang direncanakan oleh pemerintah dalam upaya menumbuhkan karakter siswa dan siswi SD Yayasan Islam. Ekstrakurikuler pramuka memiliki peran penting sebagai sarana dalam penumbuhan karakter siswa. Selama mengikuti pelaksanaan program, peneliti mengamati pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan setiap pertemuan satu bulan. Pelaksanaan evaluasi bersifat situasional, jika tidak bisa dilaksanakan selama satu pertemuan maka akan dilaksanakan penggabungan untuk evaluasi satu bulan. Inti dari evaluasi program ekstrakurikuler pramuka bagi siswa adalah pengujian Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat Kecakapan Khusus (SKK) yang didalamnya termuat aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pelaksanaan evaluasi harus berpedoman pada butir-butir SKU dan SKK. Namun, pada kenyataannya masih banyak sekolah yang belum melaksanakan pengujian SKU terutama pada tingkat sekolah dasar, termasuk di SD Yayasan Islam. Pelaksanaan pengujian SKU untuk tahun 2019/2020 belum terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara, belum terlaksananya pengujian SKU pada tahun pelajaran saat ini dikarenakan belum adanya keinginan pada diri siswa untuk melaksanakan pengujian SKU dan yang diinginkan siswa hanya permainan. Selain itu salah satu kendalanya yaitu waktu, terlebih sekarang ini sedang dalam masa pandemi COVID – 19. Sebagai gantinya Pembina putra dan putri melakukan strategi evaluasi per pertemuan atau satu bulan sekali, sementara untuk evaluasi umum dilaksanakan satu tahun sekali

SIMPULAN Perencanaan program sudah cukup terorganisisr dengan baik. Perencanaan program selalu konsisten dilaksanakan di awal tahun pelajaran baru untuk merancang kelengkapanadminisrasi, agenda kegiatan, dan menentukan tujuan program. Kegiatan perencanaan berguna untuk memperbaiki kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan program tahun sebelumnya. Pelaksanaan program sudah berjalan cukup lancar. Kegiatan pembiasaan berupa upacara pembukaan latihan rutin dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap disiplin siswa. Pihak sekolah mendatangkan pelatih dari kwarcab untuk membantu tim Pembina melaksanakan program, langkah tersebut merupakan bentuk dari keseriusan sekolah dalam mencapai tujuan program. Pelaksanaan evaluasi program sudah berjalan dengan lancar dan inovatif. Evaluasi terdiri dari evaluasi per pertemuan atau bulanan. Evaluasi ini bersifat situasional jika tidak dapat dilaksanakan dalam satu pertemuan maka dilaksanakan penggabungan evaluasi dalam satu bulan. Tujuan evaluasi ini bersifat menguji siswa terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 288

DAFTAR PUSTAKA Ainiyah, N. (2013). Pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam. Al-Ulum, 13(1), 25-38. Arsini, N. W., & Sutriyanti, N. K. (2020). Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter Hindu Pada Anak Usia Dini. Yayasan Gandhi Puri. Gunawan, H. (2012). Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta Indonesia, P. R. (2014). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Julaiha, S. (2014). Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran. Dinamika ilmu, 14(2), 226-239. Roqib, M., & Nurfuadi, N. (2020). Kepribadian Guru. CV. Cinta Buku. Samani, M. & Hariyanto. (2012).Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakulikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Woro, S., & Marzuki, M. (2016). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di SMP Negeri 2 Windusari Magelang. Jurnal Pendidikan Karakter, (1).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 289

Model SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) Sebagai Solusi Untuk Menyongsong Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar Pada Masa Kenormalan Baru Ricky Erviantara1, Yudi Budianti2, Rini Endah Sugiharti3 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, Universitas Islam 45 Bekasi Email : [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The purpose of this writing was to review literature on the savi (somis-auditor-visual-intellectual) learning models asa solution to approaching the results of learning elementary school mathematics in new normal times. Studies have shown that the savi learning model was an effective and efficient model used to improve the results of studying elementary school mathematics. It is believed to be able to maximize the results of increasing mathematical learning in new age to catch up with the sheer magnitude of the learned mathematics done online during the pandemic. This is seen in the multitude of learning theories that support the savi learning model of mathematics.

Keywords: Model SAVI, Based on Math, Elementary School Math, New Normal

Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji literatur tentang model pembelajaran SAVI (Somatis-Auditori- Visual-Intelektual) sebagai solusi untuk menyongsong hasil belajar matematika sekolah dasar pada masa kenormalan baru. Hasil kajian menunjukkan bahwa model pembelajaran SAVI merupakan model yang efektif dan efisien digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika sekolah dasar. Model ini diyakini mampu memaksimalkan peningkatan hasil belajar matematika pada masa kenormalan baru untuk mengejar ketertinggalan hasil belajar matematika yang dilakukan secara daring selama masa pandemi. Hal ini dilihat dari banyaknya teori belajar yang mendukung model pembelajaran SAVI dalam pembelajaran matematika.

Kata Kunci : Model SAVI, Hasil Belajar Matematika, Matematika Sekolah Dasar, Masa Kenormalan Baru

Pendahuluan Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan, karena matematika sangat membantu dan dibutuhkan pada setiap bidang studi atau ilmu–ilmu yang lain (Choridah, 2013). Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerjasama (Saefudin, 2012). Kemampuan-kemampuan tersebut sangat dibutuhkan oleh semua peserta didik agar mereka mampu bertahan pada keadaan yang tidak pasti, selalu berubah dan kompetitif. Menyadari pentingnya matematika bagi peserta didik, maka harus dilakukan segala cara untuk membantu mereka agar dapat dengan mudah mempelajari matematika. Nyatanya hingga saat ini matematika masih menjadi bidang studi yang dianggap paling sulit oleh peserta didik (Mauizdati, 2020). Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika di Indonesia. Ditambah lagi dengan wabah pandemi yang sudah beberapa bulan melanda dunia, khususnya Indonesia. Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara daring (Online) selama masa pandemi membuat peserta didik semakin kesulitan dalam memahami pelajaran, khususnya matematika (Ernawati, 2020; Gusty Nurmiati, N., Muliana, M., Sulaiman, O. K., Ginantra, N. L. W. S. R., Manuhutu, M. A.,& Hastuti, P., 2020). Terlebih di tingkatan sekolah dasar, karena banyak siswa sekolah dasar yang belum mahir mengoperasikan aplikasi daring (Trisnadewi & Muliani, 2020). Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada tidak maksimalnya hasil belajar matematika sekolah dasar, karena tidak semua siswa mampu menerima dengan baik materi pembelajaran matematika yang disampaikan oleh guru secara daring, terlebih materi yang hanya disajikan secara tekstual melalui pesan dalam sebuah aplikasi daring, pastinya kurang efektif. Padahal, dalam proses belajar mengajar siswa harus mempunyai kesempatan untuk berperan aktif,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 290 dan belajar harus memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Sahara, 2020). Berdasarkan hasil survei UNICEF yang diikuti oleh 4000 siswa dari 34 provinsi di Indonesia yang disampaikan oleh perwakilan UNICEF bahwa sebanyak 66% siswa mengatakan mereka tidak nyaman belajar dari rumah dan sebanyak 83% siswa mengatakan ingin segera kembali ke sekolah (Mutiya, 2020). Oleh sebab itu, pada masa kenormalan baru dibutuhkan model pembelajaran inovatif yang lebih memberikan peserta didik kesempatan untuk berperan aktif dan lebih melibatkan semua indra dalam prosesnya guna mendorong meningkatnya hasil belajar matematika peserta didik agar lebih efektif dan efisien. Salah satu model pembelajaran matematika yang dianggap tepat untuk meningkatkan hasil belajar matematika sekolah dasar pada masa kenormalan baru adalah model pembelajaran SAVI (somatic-auditory-visualization-intelectually). Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI di masa kenormalan baru, pembelajaran matematika jarak jauh selama masa pandemi yang monoton, membosankan dan cenderung membuat jenuh diyakini dapat berubah menjadi lebih hidup, relevan dan berkesan ketika disajikan dengan model SAVI. Dengan begitu diharapkan hasil belajar matematika siswa dapat meningkat dengan cepat dan lebih maksimal.

PEMBAHASAN A) Kondisi Kekinian Survei kemampuan pelajar yang dirilis oleh Programme for Internasional Student Assessment (PISA) pada desember 2019 di Paris (Saifulloh, A. I., & Wachidah, H. N., 2020). menempatkan kualitas pendidikan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara yang ada. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, sains dan matematika. Berdasarkan data tersebut maka disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat kurang, terutama dalam pendidikan sekolah dasar pada kemampuan membaca, sains dan matematika. Matematika sendiri merupakan pelajaran yang paling banyak tidak disukai oleh pelajar di Indonesia. Banyak siswa menganggap matematika sebagai pelajaran paling sulit dibanding dengan pelajaran lainnya, bahkan 9 dari 10 anak Indonesia tidak suka pada pelajaran matematika (Asri, 2017). Kualitas pendidikan matematika di Indonesia dinilai masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara yang lain. Berdasarkan data dari kemendikbud melalui program Indonesian National Assesment Program (INAP) menunjukkan sekitar 77,13% siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah, yakni 20,58% cukup dan hanya 2,29% yang kategori baik. Penelitian terbaru pada 2018, Program Research on Improvement of System Education (RISE) di Indonesia merilis hasil studinya yang menunjukan bahwa kemampuan siswa memecahkan soal sederhana matematika tidak berbeda secara signifikan antara siswa baru masuk SD dan yang sudah tamat SMA. Kondisi pendidikan matematika semakin terlihat buruk sejak wabah pandemi melanda Dunia, khususnya di Indonesia. Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia dalam beberapa bulan ini telah mengubah kebiasaan berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali pembelajaran di sekolah. Metode pembelajaran klasik dengan tatap muka yang selama ini menjadi andalan di Sekolah dan luar Sekolah mendadak harus berubah drastis dengan model daring (online). Diantara guru mata pelajaran di Sekolah, guru mata pelajaran matematika menghadapi kendala metode pembelajaran yang tidak mudah. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap momok bagi siswa. Dengan pembelajaran tatap muka biasa saja banyak siswa yang mengalami kesulitan, apalagi jika dilaksanakan pembelajaran jarak jauh secara daring (Ernawati, 2020). Pembelajaran jarak jauh sebagai konsekuensi pembatasan sosial karena pandemi COVID-19 telah berjalan selama beberapa bulan. Dalam persepsi siswa, model pembelajaran ini cenderung

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 291 membuat tidak nyaman dan kurang bahagia. Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) (Mediana, 2020) terhadap 1.700 siswa berbagai jenjang pendidikan pada 13-20 April 2020 sekitar 76,7% diantaranya mengaku tidak senang mengikuti kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hanya 23,3% responden yang menganggap PJJ mengesankan. Alasan siswa tidak senang PJJ beraneka ragam. Sebanyak 81,8% responden mengaku selama PJJ hanya diberikan tugas oleh guru, bahkan jarang ada penjelasan materi dan diskusi. Kemudian sebanyak 73,2% responden merasa mendapat tugas berat dari guru. Dalam kaitannya dengan hasil belajar matematika, metode pembelajaran jarak jauh secara daring di sekolah dasar diyakini belum mampu memaksimalkan peningkatan hasil belajar matematika siswa. PJJ secara daring kurang memberi kesempatan pada siswa untuk terlibat secara maksimal dalam proses pembelajarannya. PJJ juga tidak memaksimalkan semua alat indra siswa dalam prosesnya sehingga kurang cocok diterapkan pada siswa dengan kemampuan gaya belajar kinestik yang mengandalkan percobaan dengan contoh secara langsung dan praktik dalam proses belajarnya. Seperti yang disampaikan oleh Suherman (2002) bahwa siswa harus mempunyai kesempatan untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar, dan belajar harus memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

B) Gagasan yang Diajukan Penulis mengajukan model pembelajaran Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy, selanjutnya disingkat SAVI sebagai solusi untuk meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah dasar pada masa kenormalan baru. Salah satu model yang dianggap tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika adalah model pembelajaran SAVI. Model SAVI yang menerapkan praktik langsung pada proses pembelajarannya dapat mendorong peningkatan hasil belajar kognitif siswa berdasarkan Taksonomi Bloom hingga kemampuan C6 (mencipta). Praktik dengan prinsip gerakan (somatic) ini tentunya juga menjadi keunggulan dari model SAVI dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika pada ranah psikomotor (keterampilan). Sayangnya hal ini tidak dapat dilakukan dalam metode pembelajaran jarak jauh. Sehingga model SAVI hanya sesuai dan tepat diterapkan pada masa kenormalan baru, ketika guru dan siswa sudah dapat melakukan proses pembelajaran secara tatap muka. Dalam hal ini model SAVI difungsikan untuk memaksimalkan peningkatan hasil belajar matematika siswa guna mengejar ketertinggalan pencapaian hasil belajar matematika selama masa pandemi yang berlangsung kurang optimal lantaran hanya disajikan secara daring, karena matematika merupakan pelajaran yang membutuhkan penjelasan secara langsung dan membutuhkan waktu yang cukup lama (Yuliani et al, 2020). Model pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda (Sariroh, 2019). SAVI merupakan suatu sistem lengkap untuk melibatkan ke-lima indra dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami. Senada dengan pernyataan tersebut SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra untuk membantu melatih pola pikir siswa dalam memecahkan masalah dengan kritis, logis, cepat dan tepat (Lafenia, 2019). Berdasarkan pengertian tersebut maka disimpulkan bahwa SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam proses pembelajaran. Prinsip model pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu: 1)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 292

Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. 2) Pembelajaran berarti berekspresi bukan mengkonsumsi. 3) Kerjasama membantu proses pembelajaran. 4) Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. 5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. 6) Emosi positif sangat membantu pembelajaran. 7) Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis (Muchlashin, A., & Suyatno, 2020).

C) Seberapa Jauh Kondisi Kekinian dapat Diperbaiki Mengacu pada Panduan Pembelajaran di era kenormalan baru yang diterbitkan oleh (Kemendikbud, 2020) bahwa sekolah yang berlokasi di daerah zona hijau sudah dapat melakukan pembukaan sekolah dalam dua fase, yaitu fase transisi yang buka dengan durasi maksimal 4 jam efektif dan fase kenormalan baru dengan durasi maksimal 7 jam efektif perkelompok, dimana jumlah maksimal untuk kelompok satuan pendidikan sekolah dasar maksimum 15 murid per kelompok. Pembalajaran matematika sekolah dasar secara daring memiliki banyak kendala dalam prosesnya. Kendala pembelajaran daring seperti keterbatasan kuota internet, sinyal jaringan lemah, media gadget/laptop kurang memadai menjadi keluhan dari banyak peserta didik. Bukan hanya itu, ternyata banyak siswa sekolah dasar juga belum mahir dalam menggunakan aplikasi daring dan matematika sekolah dasar merupakan pelajaran yang memerlukan contoh secara langsung serta waktu yang cukup panjang dalam prosesnya (Yuliani, et.al, 2020). Selama ini belum ada solusi konkret untuk mengatasi kendala tersebut, sehingga menjadi wajar ketika hasil belajar matematika sekolah dasar selama masa pandemi menjadi tidak maksimal. Berdasarkan hal diatas, model SAVI diyakini tepat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika secara optimal pada masa kenormalan baru ketika guru dan peserta didik sudah dapat melaksanakan proses pembelajaran secara tatap muka. Model SAVI yang menempatkan guru sebagai fasilitator dalam pembelajarannya dapat memberikan kesempatan lebih pada siswa untuk dapat beperan aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian kreativitas pembelajaran diyakini dapat berlangsung optimal karena aktivitas intelektual dan semua alat indra akan digabungkan dalam suatu kinerja pembelajaran. Selain itu model SAVI yang dapat diterapkan pada semua gaya belajar siswa juga diyakini mampu mempermudah seluruh siswa dalam memahami setiap konsep pembelajaran matematika yang diajarkan oleh guru. Penerapan model ini diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar matematika dengan lebih maksimal sesuai indikator penilaian hasil belajar dalam Taksonomi Bloom dari kemampuan (C1) meningkat hingga kemampuan (C6) mencipta. Penulis memprediksi dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada masa kenormalan baru, akan ada peningkatan hasil belajar matematika siswa pada ranah kognitif : 1) mengingat (C1), proses pembelajaran yang melibatkan semua indra akan memudahkan siswa dalam mengingat setiap materi pelajaran yang disajikan oleh guru. 2) memahami (C2), dengan menggunakan prinsip somatic, auditory, visual, dan intelectually, seluruh siswa dengan gaya belajar yang berbeda secara merata lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan oleh guru. 3) mengaplikasikan (C3), dengan prinsip somatic yang mendorong siswa untuk melakukan dan mengalami praktik langsung dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah mengaplikasikan kembali setiap konsep pembelajaran matematika yang sudah dipelajari. 4) menganalisis (C4), materi yang disajikan dalam bentuk soal cerita akan melatih siswa untuk menganalisa permasalahan dan konsep yang harus disesuaikan untuk menyelesaikan soal matematika. 5) mengevaluasi (C5), pada tahap presentasi hasil kelompok, setiap kelompok siswa diminta untuk saling memberikan tanggapan berupa kritik dan saran, hal ini tentunya akan melatih kemampuan siswa dalam mengevaluasi. 6) mencipta (C6) tahap presentasi hasil akan mendorong siswa belajar mengkreasikan makna yang ia dapat dari kelompoknya dengan yang ia dapat dari kelompok lain untuk mencipta makna baru. Selain itu model pembelajaran SAVI juga dapat mendorong seluruh

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 293 siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga tidak ada lagi siswa yang pasif di kelas. Model ini dapat membuat matematika menjadi lebih hidup, relevan dan menyenangkan, sehingga diyakini dapat mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa pada masa kenormalan baru. Dengan menerapkan model SAVI, guru telah membantu siswa mengoptimalkan gaya belajarnya sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar matematika yang optimal (Astawan & Sudana, 2014).

KESIMPULAN Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya. Nilai hasil belajar adalah refleksi dari hasil pencapaian siswa pada segi kognitif (Pengetahuan), afektif (Sikap), maupun psikomotor (Keterampilan). Ranah kognitif dalam Taksonomi Bloom membagi kemampuan kognitif menjadi 6 tingkatan yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6). Maka untuk memaksimalkan pencapaian hasil belajar tersebut, ditawarkan model pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy) dalam penulisan ini. SAVI merupakan suatu model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra dalam proses pembelajaran, sehingga dapat diterapkan pada semua siswa meskipun dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Model SAVI juga lebih difokuskan pada keterlibatan siswa, sehingga siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah model SAVI sebagai berikut 1) Persiapan, 2) Penyampaian, 3) Pelatihan, 4) penampilan Hasil. Dengan menerapkan model pembelajaran SAVI pada masa kenormalan baru, diyakini hasil belajar siswa dapat meningkat dengan signifikan. Berdasarkan studi kepustakaan yang telah dijabarkan, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran SAVI adalah model yang sesuai dan tepat diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA Asri, E. Y. (2017). Pengembangan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self Efficacy Siswa (Studi pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMAN 7 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017) (Doctoral dissertation, universitas lampung). Astawan, I. G., & Sudana, D. N. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Savi Bermuatan Peta Pikiran untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD. Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, 23(2). Choridah, D. T. (2013). Peran pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan berpikir kreatif serta disposisi matematis siswa SMA. Infinity Journal, 2(2), 194-202. Ernawati. M. (2020). Mengoptimalkan Pembelajaran Matematika dengan Metode Daring. Yogyakarta. Media Online : Bernasnews.com Gusty, S., Nurmiati, N., Muliana, M., Sulaiman, O. K., Ginantra, N. L. W. S. R., Manuhutu, M. A., ... & Hastuti, P. (2020). Belajar Mandiri: Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi Covid-19. Yayasan Kita Menulis. Lafenia, L. (2019). Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Savi Terhadap Hasil Belajar Ipa Peserta Didik Kelas V SD Negeri 1 Surabaya. Mauizdati, N. (2020). Profil Kecemasan Matematika Mahasiswa Calon Guru SD/MI. Tarbiyah Darussalam: Jurnal Ilmiah Kependidikan dan Keagamaan, 4(6). Mediana (2020). Siswa Tidak bahagia dengan Pembelajaran Jarak Jauh. [Online] Tersedia di : https://rumahpengetahuan.web.id/survei-kpai-siswa-tidak-bahagia-dengan- pembelajaran-jarak-jauh/. Diakses tanggal 12 Oktober 2020

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 294

Muchlashin, A., & Suyatno, H. (2020). Peran Civil Society dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 di Desa Karangtengah Kecamatan Kemangkon Kabupaten Purbalingga. Islamic Management and Empowerment Journal, 2(1). Mutiya, I. A. (2020). Evaluasi Program Sekolah Ramah Anak Di Smp Negeri 16 Bandar LampunG (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS LAMPUNG). Saefudin, A. A. (2012). Pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan pendidikan matematika realistik indonesia (PMRI). Al- Bidayah: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 4(1). Sahara, P. (2020). Analisis Hasil Belajar Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw Di Sekolah Dasar (Studi Literatur) (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS). Saifulloh, A. I., & Wachidah, H. N. (2020). Encounter “The Disappearance Of Children” Trough School Literacy MovemenT. IJCDE (Indonesian Journal of Community Diversity and Engagement), 1(1), 1-10. Sariroh, H. (2019). Pengaruh Pendekatan Savi (Somatic, Auditory, Visual, Intelektual) Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas V Min 7 Tulungagung. Trisnadewi, K., & Muliani, N. M. (2020). Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19. COVID-19: Perspektif Pendidikan, 35. Yuliani, M., Simarmata, J., Susanti, S. S., Mahawati, E., Sudra, R. I., Dwiyanto, H., ... & Yuniwati, I. (2020). Pembelajaran Daring untuk Pendidikan: Teori dan Penerapan. Yayasan Kita Menulis.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 295

Media Building Plumbing Dalam Pembelajaran Berbasis STEM di PAUD Entang Yuliandari1, Dindin Abdul Muiz L2, Lutfi Nur3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected] 2, [email protected]

Abstract Learning Media is an important part of implementing learning. Learning will be more interesting if accompanied by the use of instructional media. Effective learning media are those that are able to arouse the child's motivation and interest in learning. Along with the development of the times that are currently happening, learning media is increasingly experiencing development. One development that occurred is the use of media in STEM-based learning. STEM-based learning is a learning concept that is very relevant to current conditions. One of the media that can be used is building plumbing media. Media building plumbing is a STEM- based media that discusses the concept of water pipes. This media is also relevant to be applied in PAUD. Keywords: Learning Media, STEM Learning, Media Building Plumbing

Abstrak Media Pembelajaran merupakan salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran akan lebih menarik jika disertai dengan penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang efektif ialah yang mampu membangkitkan motivasi dan daya minat anak untuk belajar. Seiring dengan perkembangan zaman yang saat ini terjadi, media pembelajaran semakin mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan yang terjadi ialah penggunaan media pada pembelajaran berbasis STEM. Pembelajaran berbasis STEM merupakan konsep pembelajaran yang sangat relevan dengan kondisi saat ini. Adapun salah satu media yang dapat digunakan ialah media building plumbing. Media building plumbing merupakan media berbasis STEM yang membahas terkait konsep saluran pipa air. Media ini pula relevan untuk diterapkan di PAUD. Kata Kunci: Media Pembelajaran, Pembelajaran STEM, Media Building Plumbing

PENDAHULUAN Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu langkah awal dalam mempersiapkan generasi- generasi penerus menjadi generasi yang unggul serta siap menghadapi dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (Darman, 2017; Indra, 2017). Pada tahapan ini stimulus dan motivasi sangatlah penting untuk diberikan sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan, bakat, minat serta keterampilannya dan memiliki kecakapan hidup yang jauh lebih matang. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 14 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia merupakan upaya pembinaan ditujukan pada anak sejak usia bayi sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui kegiatan pemberian rangsangan dan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Proses pengembangan kemampuan dan keterampilan anak dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan sebagai upaya untuk memfasilitasi anak dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu menghadapi berbagai macam permasalahan yang terjadi berdasarkan kejadian atau peristiwa yang dialaminya (Maufur, 2020). Kegiatan belajar mengajar ini dapat dilaksanakan di lingkungan sekitar anak seperti di keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sekolah merupakan salah satu tempat yang sangat efektif untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Di sekolah anak akan jauh lebih terarah dan terbimbing dengan melalui kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan di PAUD saat ini mengacu pada kurikulum-kurikulum yang sudah diterapkan disekolah. Akan tetapi, di era disrupsi 4.0 ini pembelajaran di sekolah perlu adanya upaya pengembangan pembelajaran. Pembelajaran yang masih bersifat klasikal harus mulai diganti dengan pembelajaran yang jauh lebih menarik. Adapun salah satu upaya pengembangan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 296 pembelajaran yang relevan saat ini yaitu dengan menerapkan pembelajaran STEM. Pembelajaran STEM merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai macam unsur keilmuan yang saat ini sangatlah dibutuhkan. Unsur-unsur tersebut diantaranya yaitu unsur sains, unsur teknologi, unsur rekayasa/engineering dan unsur matematika. Menurut Moore (Wang et.al., 2011) mengemukakan bahwa integrasi STEM didefinisikan sebagai penggabungan dari disiplin ilmu sains, teknologi, rekayasa/engineering dan matematika agar dapat: (1) memperdalam pemahaman anak terhadap berbagai macam disiplin ilmu berdasarkan konsep kontekstual; (2) memperluas pemahaman anak terhadap disiplin ilmu STEM melalui proses temuan dalam konteks sosial dan kultural yang relevan dengan konteks STEM; (3) meningkatkan daya tarik dalam disiplin ilmu STEM dengan meningkatkan jalan pintas bagi anak untuk memasuki bidang STEM. Dengan penerapan pembelajaran berbasis STEM diharapkan mampu memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan generasi penerus yang lebih unggul. Namun pelaksanaan pembelajaran berbasis STEM akan jauh lebih menarik jika didukung dengan adanya penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pelaksanaan pembelajaran dan merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi materi pembelajaran yang akan disampaikan. Miarso (dalam Rohani, 2019) mengemukakan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat merangsang perasaan, perhatian, pikiran dan kemampuan anak untuk belajar. Selain itu, dengan adanya media maka pembelajaran yang dilaksanakan akan jauh lebih menarik minat sehingga anak dapat fokus dalam memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru terutama untuk anak usia dini. Namun, tak jarang penggunaan media di lapangan saat ini masih belum disesuaikan dengan era saat ini. Media yang digunakan masih kurang variatif dan masih menggunakan media yang sudah ada dan tersedia di sekolah tanpa dikembangkan secara lebih lanjut. Padahal media pembelajaran dapat digunakan secara optimal apabila media yang disediakan jauh lebih bervariatif dan menarik. Salah satu solusi yang dapat digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan media pembelajaran agar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di era ini yaitu dengan meghubungkan pengembangan media dengan pembelajaran berbasis STEM. Media pembelajaran berbasis STEM berkaitan erat dengan pengintegrasian berbagai macam disiplin ilmu. Dengan media pembelajaran berbasis STEM pengembangan kemampuan anak dalam memahami disiplin ilmu sains, teknologi, rekayasa/engineering dan matematika akan jauh lebih optimal. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka perlu adanya penggunaaan media pembelajaran berbasis STEM dalam proses pembelajaran di PAUD. Penggunaan media pembelajaran berbasis STEM merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan pengembangan pembelajaran di era ini. Salah satu bentuk media yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis STEM yaitu dengan menggunakan media building plumbing.

PEMBAHASAN 4. Media Pembelajaran c. Definisi Media Pembelajaran Kata media berasal dari kata “medium” yang merupakan asal dari bahasa latin. Secara harfiah, media memiliki arti yaitu perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Rohani, 2019). Dengan adanya media dapat membantu dalam proses mengantarkan maksud, pesan atau informasi yang ingin disampaikan. Menurut Schram (Rohani, 2019) mengemukakan bahwa media merupakan teknologi pengantar pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan proses pembelajaran sehingga berdasarkan hal ini media merupakan perluasan dari guru. Selain sebagai pembawa dan pengirim pesan, dalam proses pembelajaran media merupakan alat untuk mendorong dan merangsang anak agar dapat mengikuti proses pembelajaran. Media dapat memberikan dorongan dan motivasi kepada anak untuk senantiasa memperhatikan guru dalam menyampaikan pesan atau materi pembelajaran. Media pembelajaran memiliki cakupan yang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 297 cukup luas, tidak hanya sebatas alat namun media pembelajaran dapat berkaitan dengan hal-hal yang ada di sekitar. Gerlach dan Ely (Prihadi, 2010) berpendapat bahwa media secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi anak sehingga manpu memperoleh keterampilan, sikap dan pengetahuan. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa media pembelajaran memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses penyaluran pesan atau informasi pada pembelajaran. Media pembelajaran juga dapat membantu guru dalam menarik minat dan motivasi anak selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, media pembelajaran sangatlah beragam dan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan termasuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. d. Fungsi Media Pembelajaran Dalam berbagai macam aspek tentunya masing-masing memiliki fungsi termasuk dalam media pembelajaran. Levi ent Lez (Sanaky, 2009; Rohani, 2019) menjelaskan berbagai macam fungsi media pembelajaran khususnya media secara visual yaitu : (1) fungsi atensi, menarik anak untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang ditampilkan melalui visual, seperti teks; (2) fungsi afektif, media dilihat dari kenyamanan anak dalam belajar melalui teks bergambar, atau gambar; (3) fungsi kognitif, media dilihat dari hasil temuan-temuan yang mengungkapkan lambang visual atau gambar dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan pembelajaran; (4) fungsi kompensatoris, media dapat membantu anak untuk mengingat kembali informasi yang telah didapatkannya. Selain itu, fungsi dari media pembelajaran tidak hanya dirasakan oleh salah satu pihak tetapi media memiliki fungsi secara menyeluruh baik untuk guru maupun anak. Adapun fungsi media untuk guru diantaranya memudahkan dalam menyampaikan pembelajaran, meningkatkan kualitas pembelajaran serta media meningkatkan rasa percaya diri guru dalam mengajar (Devi, 2020; Luthfiyyani, S., & Daryana, H. A., 2020). Sedangkan fungsi media untuk anak diantaranya yaitu membangkitkan semangat dan motivasi belajar, menciptakan situasi pembelajaran yang lebih menarik, bervariatif dan menyenangkan serta memudahkan anak untuk memahami inti materi yang disampaikan oleh guru. e. Manfaat Media Pembelajaran Penggunaan media dalam proses pembelajaran memiliki manfaat yang lebih dibandingkan pembelajaran tanpa media pembelajaran. Manfaat-manfaat media pembelajaran secara umum menurut Rohani (2019) diantaranya yaitu : (1) memberikan kemudahan bagi anak dan guru dalam proses pembelajaran; (2) melalui alat peraga (media) dapat menjadikan materi yang bersifat menjadi konkret sehingga lebih mudah untuk dipahami; (3) dengan media, kegiatan belajar mengajar jauh lebih menarik dan tidak monoton. Adapun manfaat media secara khusus yaitu memberikan keseragaman dalam pemberian materi pembelajaran, proses pembelajaran lebih jelas dan menarik dan proses pembelajaran lebih interaktif sehingga baik guru maupun anak menjadi lebih komunikatif. Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat diketahui bahwa penggunaan media dalam proses pembelajaran memiliki manfaat yang sangat beragam. Hal ini menjadi modal utama dalam tercapainya tujuan pembelajaran dan membangun situasi pembelajaran menjadi lebih kondusif, aktif, menarik dan interaktif. f. Kriteria pemilihan media Dalam penggunaan media terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan. Hal ini sangat penting agar penggunaan media sesuai dengan kebutuhan, tujuan dan capaian yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Berikut ini kriteria pemilihan media menurut Heinich (Prihadi, 2010) yang dikenal dengan istilah ASSURE yaitu diantaranya yaitu: (1) Analyze Learner Characteristic; (2) State Objective; (3) Select or Modify Media; (4) Utilize; (5) Require Learner Response; and (6) Evaluated. Kriteria-kriteria tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dipenuhi sehingga media pembelajaran yang dipilih tidak hanya menarik secara tampilan fisik namun sesuai dengan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 298 kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Kriteria ini harus dipilih secara objektif dan dapat digunakan secara menyeluruh dengan berbagai macam aspek pembelajaran. 5. Pembelajaran STEM a. Sejarah Pembelajaran STEM Pembelajaran STEM merupakan konsep pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan kondisi era saat ini. Konsep pembelajaran STEM muncul sebagai suatu solusi dalam upaya pengembangan di era global. Sejarah terbentuknya pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics) dimulai pada tahun 1900an. Pada saat itu, NSF (National Science Foundation) Amerika Serikat (USA) masih menggunakan istilah “SMET” dalam pengungkapkan konsep pembelajaran STEM sebagai akronim untuk sains, teknologi, rekayasa/engineering dan matematika. Namun istilah “SMET” kurang sesuai karena istilah ini lebih banyak terdengar seperti “SMUT” dibandingkan dengan “SMET” sehingga pergantian nama “SMET” menjadi “STEM” dan pergantian ini mulai digunakan pada tahun 2001 (Marrero et al, 2014). Hal ini merupakan langkah awal terbentuknya konsep pembelajaran STEM yang saat ini sedang marak dikenalkan pada lingkungan pendidikan demi keberhasilan pengembangan karir, pendidikan, ilmu pengetahuan sains dan matematika yang sesuai dengan kondisi saat ini. Pembelajaran berbasis STEM merupakan konsep pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut memiliki dampak yang positif dalam upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan abad 21 (21th Century). Pembelajaran STEM diharapkan dapat memfasilitasi anak dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis sehingga nantinya anak mampu memecahkan permasalahan yang dialaminya (White, 2014). b. Pendekatan Pembelajaran STEM Pendekatan pembelajaran pada konsep pembelajaran STEM memiliki berbagai macam pendekatan. Pendekatan ini dapat disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah disusun. Robert dan Cantu (Sumaji, 2019) mengemukakan beberapa variasi pendekatan STEM dalam pembaelajaran diantaranya pendekatan silo STEM, pendekatan STEM tertanam (embeded) dan pendekatan STEM terintegrasi. Pada pendekatan silo STEM, anak tidak diberikan kesempatan secara khusus untuk mengeksplor pengetahuannya. Anak hanya diberikan pengetahuan dan pengajaran tentang apa yang harus dilakukannya. Pada pendekatan ini pula hanya satu bidang ilmu pengetahuan saja yang diterapkan sehingga anak mampu mengembangkan ilmu tersebut secara optimal. Selanjutnya, pada pendekatan STEM tertanam (embeded) memfokuskan satu materi pembelajaran saja namun tetap mengaitkan materi tersebut dengan materi pembelajaran lain yang bukan merupakan materi pokok (materi utama). Chen (Sumaji, 2019) mengemukakan bahwa pendekatan STEM tertanam pengetahuan diperoleh melalui penekanan domain mata pelajaran disesuaikan permasalahan di lapangan dengan melalui teknik penyelesaian masalah. Dan pendekatan STEM yang terakhir yaitu pendekatan STEM terintegrasi. Pendekatan ini merupakan pendekatan terpadu dimana ilmu pengetahuan atau mata pelajaran yang diajarkan tidak dijelaskan secara terpisah sehingga menuntut anak untuk mampu memecahkan masalah dan berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan tersebut (Sumaji, 2019; Wang et al, 2011). Penerapan pendekatan STEM di atas disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran sehingga pembelajaran yang disampaikan akan lebih sistematis dan terarah. Morrison (Sumaji, 2019) berpendapat bahwa ketiga pendekatan STEM hanya dibedakan berdasarkan tingkatan saja. Maka berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pendekatan pembelajaran berbasis STEM merupakan suatu tingkatan dan tingkatan tersebut disesuaikan desain pembelajaran yang dirancang. c. Pembelajaran STEM untuk Anak Usia Dini Pembelajaran STEM tentunya tidak hanya diterapkan untuk pendidikan menengah dan penddidikan dasar, namun pembelajaran berbasis STEM juga sangat penting untuk diterapkan kepada anak usia dini. Dengan adanya pembelajaran STEM di tingkat PAUD maka pengembangan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 299 kemampuan dan pengetahuan anak akan lebih berkembang sesuai dengan kondisi global saat ini. Pembelajaran STEM memberikan anak pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Hal ini dapat terlihat dari penggunaan media dan alat peraga yang bervariasi serta materi yang diajarkan kepada anak sangat relevan sesuai dengan permasalahan yang sering anak hadapi di kehidupan sehari-hari. Pendidikan STEM merupakan reformasi sains terkini yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam sains dan matematika, sehingga sikap dan pilihan karir mereka terhadap bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (National Academy of Engineering [NAE], 2009 ; Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional [NAS], 2006; Karahan, 2015) Dalam pembelajaran STEM anak akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru yang belum pernah anak dapatkan sebelumnya. Brooks dan Brooks (Wang et al, 2011) mengemukakan bahwa pembelajaran yang bermakna akan tercapai jika guru dapat menghubungkan pengetahuan yang sudah ada dengan pengalaman dan keterampilan yang baru dalam keaadaan dunia nyata. Adapun penerapan pembelajaran STEM untuk anak usia dini yaitu didasarkan pada tumbuh kembang anak. STEM merupakan komponen penting dari pendidikan anak usia dini karena menggabungkan integrasi konten yang disengaja dengan pertanyaan mendalam yang tertanam secara bermakna konteks dunia nyata anak-anak (Blank, 2018). Sumaji (2019) mengemukakan bahwa pembelajaran STEM untuk anak usia dini (3-5) tahun mampu membangkitkan kemampuan ilmiah anak serta memotivasi anak untuk belajar. Selain itu, kesesuaian tema pembelajaran dengan pembelajaran STEM perlu diperhatikan. Salah satu contoh guru menggunakan tema lingkunganku anak dapat diajak untuk mengamati secara lingkungan alam yang ada disekitar anak baik secara langsung maupun menggunakan media pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, penerapan pembelajaran STEM sangatlah baik untuk diterapkan pada jenjang PAUD. Perkembangan pola pikir anak dan keterampilannya dapat berkembang dengan optimal sehingga anak dapat menjadi bibit unggul untuk generasi berikutnya. Pengalaman dan pengetahuan baru yang didapatkan oleh anak menjadi goals utama dalam pembelajaran STEM di PAUD. 6. Media Building Plumbing Berbasis Pembelajaran STEM Pembelajaran STEM yang akan diterapkan pada anak usia dini tentunya harus menarik minat dan mampu membangkitkan semangat belajar. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran berbasis STEM disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Selain itu, media pembelajaran berbasis STEM hendaknya disesuaikan dengan hal-hal yang ada lingkungan sekitar. Salah satu contoh media berbasis STEM yang dapat diterapkan yaitu media building plumbing.

Gambar 1. Media Building Plumbing a. Pengertian Media Building Plumbing Media building plumbing merupakan media berbasis STEM yang dapat diterapkan untuk anak usia dini. Dalam media ini, unsur-unsur STEM seperti unsur sains, unsur teknologi, unsur rekayasa/engineering dan unsur matematika sudah termuat dan saling terintegrasi. Media ini merupakan adaptasi dari media plumbing problems Sally Moomaw. Moomaw (2013) mengemukakan bahwa pada media ini membahas permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada saluran pipa air. Tidak banyak anak yang mengetahui bagaimana saluran air dibuat,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 300 bagaimana air dapat mengalir dan bagaimana perbedaan keluarnya air ketika tersumbat oleh benda sehingga dengan adanya media ini, anak dapat mengetahui bagaimana proses mengalirnya air pada pipa, mengetahui perbedaan jika air dan pasir dialirkan pada pipa serta untuk mengetahui sebab-akibat dari tersumbat air pada saluran pipa. b. Aspek-Aspek STEM pada Media Building Plumbing Media building plumbing diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengembangkan pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia dini. Sehingga pembelajaran akan terlaksana secara menarik, menyenangkan dan memberikan kesan pembelajaran yang bermakna bagi anak. Moomaw (2013) menjelaskan aspek-aspek STEM pada media ini yaitu diantaranya aspek sains berkaitan dengan mengenai contoh-contoh benda padat dan cair, sifat-sifat benda padat dan cair, unsur matematika berkaitan dengan membandingkan dan mengukur panjang pipa yang digunakan, unusur engineering/ rekayasa berkaitan dengan merangkai dan mengkreasikan rangkaian pipa menjadi saluran pipa yang utuh dan mampu mengoperasikan serta unsur teknologi berkaitan dengan menggunakan alat serta bahan yang ada pada media. Media building plumbing diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengembangkan pembelajaran berbasis STEM untuk anak usia dini. Sehingga pembelajaran akan terlaksana secara menarik, menyenangkan dan memberikan kesan pembelajaran yang bermakna bagi anak. SIMPULAN Penggunaan media building plumbing pada pembelajaran berbasis STEM di PAUD memiliki peranan yang sangat penting untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan anak dalam memahami unsur-unsur STEM (Sains, Technology, Engineering and Mathematics) yang didasarkan pada kondisi atau peristiwa yang dialami di kehidupan sehari-harinya. Konsep yang dihadirkan dalam media building plumbing sangatlah relevan dengan permasalahan atau peristiwa yang sering anak rasakan dalam kesehariannya yaitu bagaimana air mengalir pada saluran pipa dan perbedaan benda berdasarkan sifatnya. Selain itu, proses penggunaan media building plumbing anak dapat secara langsung merakit dan mengoperasikan media. Proses ini merupakan proses pembentukan pengetahuan anak tentang sistem saluran pipa air dan sifat-sifat benda dan mudah untuk diingat dan dipahami didasarkan pada pengalamannya selama proses penggunaan media berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Blank, J. (2018). Growing in STEM . The Design Process : Engineering Practices in Preschool. YC Young Children, (September), 1–10. Darman, R. A. (2017). Mempersiapkan generasi emas indonesia tahun 2045 Melalui Pendidikan Berkualitas. Edik Informatika, 3(2), 73-87. Devi, A. R. (2020). Strategi Guru Dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Terhadap Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (Ski) Di Ma Syekh Subakir Nglegok Blitar. Indra, H. (2017). Pendidikan Keluarga Islam Membangun Generasi Unggul. Deepublish. Karahan, E. (2015). Integration of Media Design Processes in Science , Technology , Engineering , and Mathematics ( STEM ) Education. (60), 221–240. https://doi.org/10.14689/ejer.2015.60.15 Luthfiyyani, S., & Daryana, H. A. (2020). Penggunaan Rekorder Dalam Upaya Memperoleh Kemampuan Membaca Notasi Balok Dalam Pembelajaran Musik Di SMP Negeri 2 Bojongsoang. Sulfi Luthfiyyani: 146040051 (Doctoral dissertation, Seni Musik). Marrero, M. E., Gunning, A. M., & Germain-williams, T. (2014). What is STEM Education ? Why is STEM Education Perspectives on the " STEM. 1, 1–6. Maufur, H. F. (2020). Sejuta jurus mengajar Mengasyikkan. Alprin. Moomaw, S. (2013). Teaching STEM in the Early Years. St. Paul: Redleaf Press. Prihadi. (2010). Media Pembelajaran, Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Lanjutan Pertama Kemendiknas. Rohani. (2019). Media Pembelajaran. Medan: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 301

Sumaji. (2019). Implementasi Pendekatan STEM dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika FKIP, Universitas Muria Kudus, 7–15. Kudus: Universitas Muria Kudus. UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 14 tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Wang, H., Moore, T. J., & Roehrig, G. H. (2011). STEM Integration : Teacher Perceptions and Practice STEM Integration : Teacher Perceptions and Practice. 1(2). White, D. W. (2014). What Is STEM Education and Why Is It Important?. Florida Association of Teacher Educators Journal, 1(14) hlm. 1–9

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 302

Bentuk Dan Nilai Karakter Permainan Bebentengan Di Kampung Cinunjang Sintha Cahyani1, Aan Kusdiana2 PGSD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected] Abstract This research is motivated by the crisis of the existence of traditional games among Indonesian people, especially children. This study aims to analyze the shapes and values of characters in traditional Indonesian games. This study uses qualitative methods with descriptive data analysis. The research steps are data collection, data processing or data analysis, and compilation of reports. The process of collecting data in this study was carried out by means of observation and interviews. From the results of the study, it can be concluded that the form of traditional games in Cinunjang village as a whole is in accordance with traditional Bebentengan games in general. Bebentengan traditional games in Cinunjang village have four differences in the technical implementation, however this difference does not change the substance of the game. And also the game bebentengan has a lot of character values that are the character values of cooperation, communication, caring, hard work, justice, help and honesty. Keywords: character values, traditional games, bebentengan games

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh krisis eksistensi permainan tradisional di kalangan masyarakat Indonesia khususnya anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk dan nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bebentengaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis data secara deskriptif. Langkah-langkah penelitian yaitu pengumpulan data, pengolahan data atau analisis data, serta penyusunan laporan. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa bentuk permainan tradisional di Kampung Cinunjang secara keseluruhan sesuai dengan permainan tradisional bebentengan pada umumnya. Permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang memiliki empat perbedaan pada teknis pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah subtansi permaian. Dan juga permainan bebentengan memiliki banyak nilai-nilai karakter yaitu nilai karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran. Kata kunci: nilai karakter, permainan tradisional, permainan bebentengan

PENDAHULUAN Pada saat ini permainan tradisional mengalami krisis eksistensi di masyarakat Indonesia khususnya di kalangan anak-anak. Permainan tradisional telah tergantikan oleh permainan modern yang praktis dan serba digital. Kini kita akan kesulitan menemukan anak-anak yang bermain permainan tradisional baik di kota maupun di desa sekalipun (Jauhari, 2010). Bahkan, banyak anak-anak Indonesia yang sama sekali belum mengenal permainan tradisional (Pratiwi, A. B. 2020). Anak-anak Indonesia kini lebih suka menghabiskan waktu dengan bermain game pada gadget yang bisa dilakukan di rumah tanpa harus berpanas-panas atau kotor. Permainan yang dilakukan di dalam rumah lebih bersifat individual. Permainan tersebut tidak mengembangkan ketrampilan sosial anak, anak mungkin bisa pandai atau cerdas namun ketrampilan sosialnya kurang terasah (Seriati & Nur, 2012). Hal ini menjadikan pribadi anak-anak menjadi egois, tidak mau bergerak, dan tidak lagi memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Hal ini juga turut mengakibatkan melemahnya karakter bangsa Indonesia. Hilangnya permainan tradisional di Indonesia disebabkan beberapa faktor (Anggita, 2020; Kartiningsih, 2020; Nur, 2020; Safitri, 2020) yaitu (a) sarana dan tempat bermain tidak ada, (b) adanya penyempitan waktu, terlebih lagi semakin kompleknya tuntutan zaman terhadap anak yang semakin membebani, (c) permainan tradisonal terdesak oleh permainan modern dari luar negeri dimana tidak memakan tempat, tidak terkendala waktu baik siang hari, pagi, sore ataupun malam bisa dilakukan serta tidak perlu menunggu orang lain untuk bermain, (d) terputusnya pewarisan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 303 budaya dari generasi sebelumnya dimana mereka tidak sempat mencatat, mendata, dan mensosialisasikan sebagai produk budaya masyarakat kepada generasi di bawahnya. Mengingat pentingnya peranan permainan tradisional terhadap perkembangan karakter anak dan citra karakter bangsa, maka dengan demikian, permainan tradisional ini perlu dikembalikan eksistensinya dan diaktifkan kembali fungsinya sebagai salah satu penyumbang pembentukan karakter bangsa Indonesia yang unggul dan tanggap terhadap perubahan zaman tanpa tercabut dari akar budayanya. Diantara usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan mengedukasi anak- anak, orang tua, guru, dan masyarakat pada umumnya akan bentuk dan nilai-nilai karakter yang terdapat pada permainan tradisional, sehingga masyarakat terdorong untuk mengeksistesnsikan kembali permainan tradisional. Dari sekian banyak jenis-jenis permainan tradisional Indonesia yang terkenal dan banyak dimainkan pada masanya ialah permainan bebentengan. Maka fokus penelitian artikel ini ialah mengkaji bentuk dan nilai-nilai karakter pada permaianan traditional bebentengan.

METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian ini, diajukan untuk menganalisis dan mengungkapkan bentuk dan nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bebentengan, dalam aktifitas kehidupan sosial anak. Dalam mengumpulkan, mengungkapkan berbagai masalah dan tujuan yang hendak dicapai maka, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kampung Cinunjang RT.04 RW.06 Desa Eureunpalay Kecamatan Cibalong Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, dengan sumber data primer yaitu hasil observasi anak-anak Kampung Cinunjang. Ditambah dengan data pendukung hasil wawancara dengan warga Kampung Cinunjang yang pernah aktif sebagai penggiat permainan tradisional bebentengan. Pemilihan lokasi ini dikarenakan Kampung Cinunjang merupakan Kampung di Daerah Kabupaten Tasikmalaya yang kerap kali anak-anak di kampung ini masih memainkan permainan tradisional, termasuk diantaranya permainan tradisional bebentengan. Dalam penelitian ini peneliti menempuh beberapa langkah yaitu pengumpulan data, pengolahan data atau analisis data, serta penyusunan laporan. Proses ini dilakukan guna mendapatkan hasil penelitian secara objektif. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara observasi dan wawancara. Observasi dilakukan terhadap 8 orang anak Kampung Cinunjang yang berstatus bersekolah di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Sementara wawancara dilakukan kepada subjek yang terkait dalam penelitian ini yaitu 2 warga Kampung Cinunjang sebagai penggiat permainan tradisional bebentengan. Hasil dari proses observasi serta wawancara di lapangan kemudian ditambahkan dengan analisis awal oleh peneliti sebelum turun lapangan maka dibuat kesimpulan berkenaan dengan bentuk dan nilai-nilai karakter dalam permainan tradisional bebentengan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang Desa Eureunpalay Kecamatan Cibalong Kabupaten Tasikmalaya secara keseluruhan sesuai dengan permainan tradisional bebentengan pada umumnya. Permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang memiliki empat perbedaan pada teknis pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah substansi permainan. Dan setelah dianalisis bentuk permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang menunjukan benar adanya bahwa permainan tradisional bebentengan itu memiliki banyak nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut yaitu: nilai karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran. 1. Bentuk Permainan Bebentengan Kampung Cinunjang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 304

Permainan bebentengan merupakan suatu aktivitas permainan yang dimainkan oleh kelompok yang masing-masing kelompok memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya berupa tiang, batu atau pilar sebagai benteng (Prana, 2010). Masing-masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, pohon atau pilar sebagai 'benteng'. Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh pohon, tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan ketika menyentuh markasnya. Dalam perkembangan permainan ini dapat dimainkan di luar lapangan (outdoor) dan di dalam ruang tertutup (in door). Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua kelompok dengan jumlah pemain 6-12 orang atau 6-8 orang atau minimal dilakukan oleh 4 orang atau lebih yang berjumlah genap.

Gambar 1 (Permainan Bebentengan) Berikut cara bermain permainan tradisional bebentengan: a. Persiapan Anak-anak yang akan ikut bermain berkumpul di tanah kosong yang cukup luas atau lapangan, kira-kira seluas lapangan bulu tangkis. Selanjutnya anak-anak yang akan ikut bermain dibagi ke dalam dua kelompok yang sama rata. Pembagian kelompok dapat dilakukan dengan cara suit atau hom pim pah. b. Peralatan Dalam permainan ini pemain tidak membutuhkan alat-alat khusus, cukup lahan kosong untuk pijakan serta tiang atau pilar sebagai markas (benteng) antara kedua kubu kelompok masing- masing. Kedua kelompok membuat markas bentengnya saling berjauhan, biasanya di sudut lapangan. c. Peraturan Setiap anggota kelompok harus menyentuh benteng (tiang atau pilar) masing-masing. Hal ini menandakan bahwa status pemain tersebut adalah muda. Apabila pemain tadi agak lama tidak menyentuh benteng, maka status pemain tersebut akan disebut tua. Pemain yang berstatus tua dapat dikejar, diburu dan ditawan oleh pemain dari benteng lawan yang berstatus muda. Jika seorang tua sedang berada atau berlari di luar benteng, ia dapat menjadi tawanan lawan jika disentuh oleh pemain dari benteng lawan yang berstatus muda. Pemain yang menjadi tawanan akan berdiri bergandengan atau berpegangan di dekat benteng lawan yang menawannya. Para tawanan tidak lagi dapat bebas memburu atau menyerang sampai mereka dibebaskan. Para tawanan bisa dibebaskan oleh teman dari bentengnya dengan cara menyentuh teman-temannya yang menjadi tawanan tersebut. d. Permainan Permainan dimulai dengan majunya atau menyerangnya salah satu pemain dari tiap kubu salah satu benteng untuk menantang musuh. Pemain lawan kemudian menyerang balik dan mengejar musuhnya. Dari sana para pemain yang maju saling mengejar dan menghindar satu sama lainnya. Jika seorang tua yang maju kenudian ditangkap atau disentuh oleh lawan mainnya, maka ia menjadi tawanan musuhnya. Seorang tua berusaha mengejar dan menghindar dari lawan mainnya supaya tak jadi tawanan musuhnya dan para pemain yang berada di markas bentengnya sapat bergantian secara bergiliran untuk maju menyerang musuhnya. Begitu seterusnya sehingga terjadi

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 305 kejar mengejar antara pemain kedua benteng. Di sela-sela permainan sering terjadi kehabisan pemain karena ditawan dan bentengnya dikepung oleh lawan. Lawan pengepung ini dapat membebaskan teman-temannya yang juga menjadi tawanan dan dijaga oleh pemain di benteng lawan. Setelah dibebaskan, para mantan tawanan ini dapat ikut mengepung benteng lawannya. Sisa pemain dari benteng yang terkepung dapat mengejar para pengepung yang berstatus tua untuk mempertahankan bentengnya, atau baik menyerang benteng pengepung jika benteng praa pengepung tidak menjaganya. e. Akhir Permainan Satu kelompok dapat dikatakan memenangkan permainan apabila salah satu personil mereka dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan yang mempertahankan benteng yang diserang tersebut. Setelah ada yang menang dan kalah, maka permainan selesai dan bisa dimulai kembali permainan bebentengan dari awal. Berdasarkan hasil analisis hasil wawancara dan observasi bentuk permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang, menunjukan bahwa secara keseluruhan bentuk permainan di Kampung Cinunjang sesuai dengan permainan tradisional bebentengan pada umumnya. Namun permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang memiliki empat perbedaan pada teknis pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah subtansi permainan. Empat perbedaan permainannya yaitu: pertama, jika pada umumnya permainan ini dilakukan oleh minimal 8 orang dan harus genap, di Kampung Cinunjang permainan bebentengan bias dilakukan dengan jumlah pamain ganjil. Kedua, permainan sudah biasa dilakukan di luar ruangan karena tidak ada fasilitas banguan luas untuk bermain. Ketiga, media benteng yang digunakan selain tiang, kayu, atau bambu, di Kampung Cinunjang kerap kali menggunakan batu dan lobang. Dan keempat arah bergandengan tawanan saat di benteng lawan bisa ke depan atau ke samping benteng. 2. Nilai-Nilai Karakter Permainan Bebentengan Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa Inggris) (moral value) (Mustari, 2011). Dalam kehidupan sehari-hari, nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Dalam pembahasan ini nilai merupakan kualitas yang berbasis moral. Karakter menurut bahasa (etimologis) berasal dari bahasa Latin kharakter, kharassein dan kharax (Rusiyono, & Apriani, 2020). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata karakter berarti bersifat kejiwaan akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang yang lain. Dalam artikelnya Lusiana (2012) berpendapat bahwa, pendidikan membangun karakter merupakan proses panjang yang harus dimulai sejak dini pada anak-anak dan baru akan dirasakan setelah anak-anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Karakter mencakup keinginan seseorang untuk melakukan yang terbaik, kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, pemikiran kritis dan alasan moral, serta keterampilan personal dan emosional yang menyebabkan kemampuan individu untuk bekerja keras secara efektif dengan orang lain dalam situasi setiap saat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai karakter adalah sikap dan perilaku yang didasarkan pada norma dan nilai yang berlaku di masyarakat yang diperoleh dari proses panjang, yang mencakup didalamnya aspek kepribadian, aspek sosial dan aspek lingkungan. Permainan tradisional bebentengan merupakan permainan dengan merebut benteng lawan sekaligus mempertahankan benteng kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa permainan bentengan merupakan permainan untuk bertanding antara dua kelompok, sehingga dalam permainan tradisional bebentengan terkandung berbagai nilai luhur, diantaranya kerjasama dalam kelompok, kejujuran, kesabaran, tolong menolong, perencanaan strategi yang matang dan komunikasi efektif.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 306

Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan juga menyatakan bahwa permainan benteng-bentengan mengandung nilai karakter jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, demokratis, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai dan tanggung jawab. Berikut tabel analisis nilai-nilai karakter pada permainan tradisional bebentengan di Kampung Cinunjang. Tabel 1 (Hasil Analisis Nilai Karakter Kerjasama) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 1 Kerjasama Membagi tugas dalam menyerang, menjaga 74 benteng dan menyelamatkan teman yang tertawan. 146 25% Bersama-sama menangkap lawan atau 72 menyelamatkan teman yang tertawan.

Tabel 2 (Hasil Analisis Nilai Karakter Tolong Menolong) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 2 Tolong Menyelamatkan teman yang tertawan. 10 Menolong Memindahkan perhatian kawan yang mau 36 46 8% mengkap teman.

Tabel 3 (Hasil Analisis Nilai Karakter Peduli) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 3 Peduli Memberikan instruksi untuk menyelamatkan teman yang tertawan. 8 Memberikan instruksi untuk menangkap lawan yang memancing. 42 108 18 % Memeperingatkan teman dari ancaman lawan 10 Tidak meninggalkan benteng saat sendirian 48

Tabel 4 (Hasil Analisis Nilai Karakter Komunikasi) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 4 Komunikasi Saling mengingatkan dan berinstruksi sesama 60 teman saat melakukan permainan. Mendengarkan arahan atau peringatan dari 50 114 19% teman. Membuat strategi sebelum atau saat bermain. 4

Tabel 5 (Hasil Analisis Nilai Karakter Kerja Keras) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 5 Kerja Keras Tidak menyerah karena cape dan lain 22 sebagainya. Semangat dan antusias saat menangkap lawan. 50 Semangat dan antusias saat menyelamatkan 86 14.5 % teman. 10 Mempertahankan benteng dari serangan lawan 4

Tabel 6 (Hasil Analisis Nilai Karakter Kejujuran) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 307

6 Kejujuran Tidak berbohong saat disentuh 18 18 3 % lawan atau menyentuh lawan

Tabel 7 (Hasil Analisis Nilai Karakter Keadilan) No. Aspek Indikator Skor Total Persentase 7 Keadilan Membagi kelompok dengan hompimpa 1 Membagi tugas dalam menyerang, menjaga benteng dan 74 75 12.5 % menyelamatkan teman yang tertawan.

Dari tabel hasil analisis nilai-nilai karakter pada permainan bebentengan di atas diketahui bahwa permainan tradisional bebentengan memiliki banyak nilai-nilai karakter yaitu nilai karakter kerjasama, tolong menolong, komunikasi, peduli, kerja keras, kejujuran dan keadilan. Setiap indikator dari setiap karakter pada permainan bebentengan tersebut memiliki skor, hal ini menunjukan bahwa karakter-karakter tersebut benar adanya pada permainan tradisional bebentengan. Dan jika disusun berdasarkan persentasinya maka nilai-nilai karakter yang terdapat pada permaian tradisioanal bebentengan yaitu: nilai karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran.

SIMPULAN Bentuk permainan tradisional di Kampung Cinunjang secara keseluruhan sesuai dengan permainan tradisional bebentengan pada umumnya, dan memiliki empat perbedaan pada teknis pelaksanaannya, namun demikian perbedaan ini tidak merubah subtansi permaian. Dan juga permainan bebentengan benar adanya memiliki banyak nilai-nilai karakter yaitu nilai karakter kerjasama, komunikasi, peduli, kerja keras, keadilan, tolong menolong dan kejujuran.

DAFTAR PUSTAKA Anggita, G. M. (2019). Eksistensi Permainan Tradisional Sebagai Warisan Budaya Bangsa. JOSSAE (Journal of Sport Science and Education), 3(2), 55-59. Jauhari, Jainudin. (2010). Mengenal Permainan Rakyat Nusantara. Jakarta: Trans Mandiri Abadi. Kartiningsih, K. (2020). Strategi Komunitas Traditional Games Returns (Tgr) Dalam Pelestarian Permainan Tradisional Pada Anak Usia 7-12 Tahun (Studi Kasus di RW 03, Kelurahan Cakung Timur, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur). Edukasi IPS, 4(1), 50-60. Lusiana, Ernita. (2012). Membangun Pemahaman Karakter Kejujuran melalui Permainan Tradisional pada Anak Usia Dini di Kota Pati. Journal of Early Chilhood Education Papers. 1 (1). Mustari, Mustafa. (2011). Konstruksi Filsafat Nilai: antara Normatifitas dan Realitas. Makassar: Alauddin Pers. Nur, H., & Asdana, M. F. (2020). Pergeseran Permainan Tradisional Di Kota Makassar. Phinisi Integration Review, 3(1), 17-29. Prana, Indiyah (2010).Permainan Tradisional Jawa. Klaten: PT Intan Pariwara. Pratiwi, A. B. (2020). Permainan tradisional engrang dari Provinsi Banten dan pembentukan karakter menghargai prestasi peserta didik MI/SD di Indonesia. MADROSATUNA, 3(1), 13-28. Rusiyono, R., & Apriani, A. N. (2020). Pengaruh Metode Storytelling Terhadap Penanaman Karakter Nasionalisme Pada Siswa SD. LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 11(1), 11-19.Safitri, R. I. (2020). Menghidupkan Kembali Permainan Tradisional Di Kalangan Anak Gang Kazoku, Cugung Lalang. Narasi: Jurnal Literasi, Media, & Budaya, 1(1), 1-9. Seriati, N. N & Nur, H. (2012). Permainan Tradisional Jawa Gerak dan Lagu untuk Menstimulasi Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Naskah Publikasi, hlm. 2.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 308

Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi Covid-19 Rizkia Amelia1, Lutfi Nur2, Heri Yusuf Muslihin3 Afiliasi : PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract The corona virus disease (covid-19) epidemic that began to spread from Wuhan, China from December 2019 to various countries in the world including Indonesia has given great challenges to life, including educational institutions. so learning is usually done in the classroom, now must do it online (online) or distance learning through electronic media such as mobile phones and television to minimize the spread of corona virus outbreaks. This study aims to determine parental perceptions about online learning during the covid-19 pandemic in RA Ath-Thohariyyah. The method used in this research is quantitative descriptive. the results obtained from this study are 26 people or 68% of respondents, have a tendency of unfavorable perceptions of online learning. Keywords : covid-19, online learning, parental perception Abstrak Wabah corona virus disease (covid-19) yang mulai menyebar dari Wuhan, China sejak Desember 2019 hingga ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia telah memberikan tantangan yang besar bagi kehidupan, termasuk lembaga pendidikan. Sehingga pembelajaran yang biasanya dilakukan di dalam ruangan kelas kini harus melakukannya secara daring (online) atau pembelajaran jarak jauh melalui media elektronik seperti handphone dan televisi untuk meminimalisir penyebaran wabah virus corona. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orangtua tentang pembelajaran daring pada masa pandemi covid- 19 di RA Ath-Thohariyyah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebanyak 26 orang atau 68% dari responden, memiliki kecenderungan persepsi kurang baik terhadap pembelajaran daring.

Kata Kunci: Covid-19, Pembelajaran Daring, Persepsi Orangtua

PENDAHULUAN Sebuah lembaga pendidikan tidak akan terlepas dari pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pendidikan. Di Indonesia, pembelajaran di sekolah khususnya di PAUD dilaksanakan secara langsung (tatap muka) di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran inilah terjadinya interaksi secara langsung antara guru dengan siswa dan transformasi ilmu pengetahuan. Namun, dengan adanya wabah Corona virus disease (Covid-19) yang mulai menyebar dari Wuhan, China sejak Desember 2019 hingga ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia telah memberikan tantangan yang besar bagi kehidupan, termasuk lembaga pendidikan (Al Faruq, 2020;Astini, 2020; Sadikin, A., & Hamidah, A., 2020). Sehingga pembelajaran yang biasanya dilakukan di dalam ruangan kelas kini tidak bisa, karena harus melakukannya secara daring (online) atau pembelajaran jarak jauh melalui teknologi telekomunikasi informasi maupun media elektronik seperti handphone dan televisi untuk meminimalisir penyebaran wabah virus corona (Atsani, 2020; Nida, 2020; Rajagukguk, 2020). Pembelajaran daring merupakan sebuah pembelajaran yang secara fisik dilakukan secara terpisah dengan jarak jauh melalui media berupa internet dan alat penunjang lain seperti telepon seluler dan komputer (Putria, Maulya, & Uswatun, 2020). Kajian terdahulu mengenai pembelajaran daring ini pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Berdasarkan data terbaru, (1) Jamaluddin, D., dkk. (2020) tentang Pembelajaran Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi Dan Proyeksi. (2) Irhandayaningsih (2020) tentang Pengukuran Literasi Digital Pada Peserta Pembelajaran Daring di Masa Pandemi COVID-19. (3) Pakpahan dan Fitriani (2020) tentang Analisa Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19. Berdasarkan laporan tersebut,

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 309 kajian mengenai Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi Covid-19 masih sangat jarang dilakukan.

METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian yaitu orangtua di RA Ath-Athohariyyah. Sampel dalam penelelitian ini adalah orangtua kelas B di RA Ath-Thohariyyah sebanyak 38 responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 38 responden, terdapat 26 orang atau 68% dari responden, memiliki kecenderungan persepsi kurang baik terhadap pembelajaran daring. Kategori cukup baik terdapat 5 orang atau 13% dari responden, kategori baik terdapat 1 orang atau 3% dari responden, dan kategori sangat baik tidak ada. Berikut tabel distribusi frekuensi persepsi orangtua tentang pembelajaran daring di RA Ath- Thohariyyah : Tabel 1. Distribusi Frekuensi Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring Kategori Interval Frekuensi Persentase Sangat Baik 43-50 0 0% Baik 35-42 1 3% Cukup Baik 27-34 5 13% Kurang Baik 20-26 26 68% Tidak Baik 12-19 6 16%

Data hasil penelitian kategori persepsi orangtua dalam bentuk diagram lingkaran disajikan dalam diagram lingkaran sebagai berikut : Persepsi Orangtua tentang Pembelajaran Daring 0% 3% Sangat Baik 16% 13% Baik Cukup Baik Kurang Baik 68% Tidak Baik

Gambar 1. Diagram kategori persepsi orangtua tentang pembelajaran daring Data pada 1 dan gambar 1 di atas menunjukkan bahwa mayoritas orangtua mempunyai persepsi tentang pembelajaran daring menyatakan kurang baik. Data penelitian persepsi orangtua tentang pembelajaran daring pada masa pandemi covid-19 diperoleh dengan menggunakan angket tertutup dengan skala pengukuran Likert. Dengan demikian dapat diketahui bahwa persepsi orangtua terhadap pembelajaran daring memiliki perbedaan persepsi. Perbedaan sudut pandang pada pengamatan terhadap pembelajaran daring akan menghasilkan perbedaan persepsi orangtua, meskipun objek yang diamati sama yaitu pembelajaran daring. Persepsi yang timbul dalam diri orangtua terhadap pembelajaran daring tersebut akan mempengaruhi perilaku dan dukungan orangtua terhadap pelaksanaan pembelajaran daring yang dijalani anak didik. Perbedaan-perbedaan persepsi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada dalam diri individu, misalnya perhatian, pengalaman, pengetahuan, kebutuhan, kesenangan, kebiasaan, dan lain sebagainya. Selaras dengan teori yang

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 310 diungkapkan oleh Parek (dalam Asrori, 2020, hlm. 51) yang menyebutkan bahwa perbedaan persepsi dalam diri individu dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, perbedaan pengalaman, motivasi, kepribadian dan kebutuhan. Teori serupa juga dikemukakan Sugihartono, et al., (dalam Surya, 2015, hlm. 63) yang menyebutkan bahwa perbedaan persepsi dalam diri individu dipengaruhi oleh : 1) pengetahuan, pengalaman atau wawasan seseorang, 2) kebutuhan seseorang, 3) kesenangan atau hobi seseorang, dan 4) kebiasaan atau pola hidup sehari- hari. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa persepsi orangtua tentang pembelajaran daring pada masa pandemi covid-19 di RA Ath- Thohariyyah adalah dari 38 responden, sebanyak 26 responden atau 63% menyatakan bahwa pembelajaran daring kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA Al Faruq, U. (2020). Peluang dan Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di Era 4.0. Ar-Risalah: Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum Islam, 18(1), 013-030. Asrori. (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner. Banyumas : CV. Pena Persada Astini, N. K. S. (2020). Tantangan Dan Peluang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Online Masa Covid-19. Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(2), 241-255. Atsani, K. L. G. M. Z. (2020). Transformasi media pembelajaran pada masa Pandemi COVID-19. Al- Hikmah: Jurnal Studi Islam, 1(1), 82-93. Irhandayaningsih. (2020). Pengukuran Literasi Digital Pada Peserta Pembelajaran Daring di Masa Pandemi COVID-19. ANUVA, 4 (2), 231-240 Jamaluddin, D., dkk. (2020). Pembelajaran Daring Masa Pandemik Covid-19 Pada Calon Guru : Hambatan, Solusi Dan Proyeksi. Nida, N. S. (2020). Perbedaan Regulasi Emosi Pada Mahasiswa Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Selama Pandemi Covid-19 Ditinjau Dari Tahun Angkatan (Doctoral Dissertation, Universitas Negeri Jakarta). Pakpahan dan Fitriani. (2020). Analisa Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19. Journal of Information System, Applied, Management, Accounting and Research, 4 (2), 30-36 Putria, dkk. (2020). Analisis Proses Pembelajaran Dalam Jaringan (DARING) Masa Pandemi COVID- 19 pada Guru Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 4 (4), 861-872 Rajagukguk, K. P. (2020). Pemanfaatan Media Informasi Bagi Orang Tua Dalam Upaya Antisipasi Covid-19 Serta Penanggulangannya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 1(1), 58-63. Sadikin, A., & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah Wabah Covid-19. Biodik, 6(2), 214-224. Surya, M.O. (2015). Persepsi Orangtua Siswa Kelas IV SD Negeri Milati I terhadap Pembelajaran Pendidikan Jasmani. (Skripsi). Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 311

Desain Pembelajaran STEM dengan Media Building Inclines untuk Kelompok B di PAUD Ratih Rahayu Nur Azizah1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah2, Taopik Rahman3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected], [email protected], [email protected] Abstract Learning design in some PAUD Ciamis districts still uses methods that involve engineering processes and technology in them. This causes learning that is less fun and cannot meet the demands of 21st century learning. The purpose of this research is to produce STEM learning design products (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) in PAUD, so that learning is more useful. Research used using research methods and development of Research Education Design using research stages according to McKenney & Reeves, namely: 1) Analysis and Exploration Stage, 2) Design and Construction Stage, 3) Evaluation and Reflection Stage. Data collection techniques were carried out by interview, documentation study, observation and questionnaire. The research location was at PAUD Delima POS Ciamis Regency. The results showed the developed learning design was valid and could be used. Validity tries from the results of validation by expert validators, and the use of the results of the trial as much as 2 times the trial. Teacher responses on trials have been proven to be good, easy to understand and can be used in PAUD. Keywords: Learning Design, STEM, PAUD

Abstrak Desain pembelajaran di beberapa PAUD masih menggunakan metode melibatkan proses rekayasa dan teknologi didalamnya. Hal tersebut menyebabkan pembelajaran kurang bermakna dan belum dapat memenuhi tuntutan keterampilan abad 21. Tujuan dari penelitian ini untuk menghasilkan produk desain pembelajaran STEM (Science, Technologi, Engineering, and Mathematics) di PAUD, agar pembelajaran lebih bermakna. Penelitian menggunakan metode penelitian dan pengembangan Educational Design Research dengan menggunakan tahapan penelitian menurut McKenney & Reeves, yaitu: 1) Tahap Analysis and Exploration, 2) Tahap Design and Construction , 3) Tahap Evaluation and Reflection. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, studi dokumentasi, observasi dan kuesioner. Lokasi penelitian di POS PAUD Delima Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian menunjukan bahwa desain pembelajaran yang telah dikembangkan valid dan dapat digunakan. Kevalidan ditunjukkan dari hasil validasi oleh validator ahli, dan keterpakaian dari hasil uji coba sebanyak 2 kali uji coba. Respon guru pada uji coba menyatakan sudah bagus, mudah dipahami dan dapat digunakan di PAUD. Kata Kunci: Desain Pembelajaran, STEM , PAUD, Abad 21

PENDAHULUAN Kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembeljaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Sejalan dengan itu dalam menghadapi abad 21, pendidikan dihadpkan dengan tantangan sumber daya manusia yang di harapkan dapat mencipakan generasi-generasi yang memiliki keterampilan yang akan di kembangkan dimasa mendatang. Menurut Beers (Herak & Lamanepa, 2019) “Seorang guru perlu menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir kreatif siswa. Pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) merupakan salah satu pembelajaran alternatif yang potensial digunakan untuk membangun keterampilan abad 21. Dunia pendidikan pada abad 21 diharapkan semakin meningkat, perubahan harus terus menerus dilakukan sehingga semua peserta didik memperoleh kemampun dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk berkembang dimasa depan yang penuh persaingan. Implementasi pendidikan STEM pertama kali diterapkan di Indonesia dengan menggunakan kurikulum 2013, yang memiliki ciri diantaranya pembelajaran tematik, pendekatan saintifik, kontekstual, pendidikan karakter, dan penilaian otentik. Selain itu kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi yang harus dimiliki yakni 4C, literasi, dan HOTS. (Simarmata, 2020). Implementasi kurikulum 2013 secara benar dipercaya dapat mengatasi permasalahan sumber daya manusia dinegara kita (Aziziyah, 2019; Nikmah, 2019; Zulaika, 2019).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 312

Pembelajaran dalam kurikulum 2013 di PAUD menurut Permendikbud No 146 Tahun 2014 Kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik yakni Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Dalam menyusun desain pembelajaran berbasis STEM, langkah-langkah pembelajaran STEM dikaitkan dengan langkah-langkah yang mengedepankan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil observasi dilapangan yang dilakukan di TK Perwari 1 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya dan POS PAUD Delima Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis, peneliti menemukan masalah bahwa belum diterapkannya pembelajaran berbasis STEM di TK tersebut serta para pendidik belum mengetahui tentang pembelajaran STEM di PAUD. Sehingga belum terdapat desain pembelajaran secara khusus mengenai pembelajaran berbasis STEM di TK tersebut.

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan penelitian berbasis pengembangan yaitu EDR (Educational Design Research). Menurut Barab dan Squire (dalam Ivens, S., & Oberle, M. (2020) ‘Suatu kajian sistematis tentang merancang, mengembangkan dan mengevaluasi intervensi pendidikan (seperti program, strategi dan bahan pembelajaran, produk dan sistem) sebagai solusi untuk memecahkan masalah yang kompleks dalam praktik pendidikan, yang juga bertujuan memajukan pengetahuan kita tentang karakteristik dan intervensi-intervensi tersebut serta proses perancangan dan pengembangannya (Plomp, 2010). EDR adalah sebuah pendekatan penelitian dengan menggunakan analisis data kuantitatif dan kualitatif (Mckenney, Reeves, 2012). Design Research dapat diterapkan untuk penelitian pengembangan program pendidikan dan pelatihan, pengembangan kurikulum serta pengembangan model pembelajaran di kelas (Lidinillah, t,t). Subjek penelitian pengembangan desain pembelajaran STEM ini adalah PAUD yang ada di Kabupaten Ciamis. Sedangkan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2014, hlm. 85) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pada penelitia ini, peneliti akan menggunakan sampel kelompok B1 dan B2 POS PAUD Delima. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu wawancara, studi dokumentasi, observasi, kuesioner. Wawancara dilakukan kepada guru kelompok B, studi dokumentasi dilakukan terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru yang dijadikan sebagai panduan untuk melaksanakan proses pembelajaran. Observasi dilakukan pada saat uji coba produk, sedangkan kuesioner diberikan kepada guru sebagai subjek penelitian. Pada penelitian ini juga dilakukan uji validitas terhadap instrument penelitian yang terdiri dari validitas internal dan validitas eksternal. Setelah diperoleh data, selanjutnya dilakukan analisis data. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data. Adapun langkah-langkah analisis data, yaitu: data reduction (Reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/verification (Penarikan kesimpulan/verifikasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analysis and Exploration Dari hasil analisis dan eksplorasi yang telah dilakukan peneliti terhadap proses pembelajaran di kelas dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar masih bersifat konvensional, sedangkan proses pembelajaran membutuhkan proses rekayasa dan teknologi di dalamnya guna memenuhi tuntutan abad 21 saat ini, yakni siswa harus memiliki keterampilan atau kecakapan 4C (critical thinking, creativity, communication, and collaboration). Kebutuhan dalam kegiatan rekayasa dan teknologi yang perlu dilakukan oleh kelompok B di PAUD adalah kegiatan membuat sebuah produk yang praktis dan sederhana, namun tetap mencakup

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 313 kompetensi dasar yang telah ditentukan. Langkah-langkah yang akan dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran perlu dijelaskan secara rinci serta bimbingan dari guru sebagai fasilitator. Sehingga siswa dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik serta dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 2. Design and Construction a. Perancangan Desain Pembelajaran Dalam langkah ini peneliti merancang desain pembelajaran yang dikembangkan menggunakan pembelajaran STEM. Tahap mengembangkan desain pembelajaran ini difokuskan pada beberapa kegiatan, yaitu: membuat prinsip desain, menentukan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, menentukan materi ajar, menentukan HLT (hypothetical learning trajectory),dan merancang prototype awal desain pembelajaran STEM. Berikut langkah-langkah pembelajaran dalam pprototype awal desain pembelajaran. Tabel 1. Kerangka Pembelajaran Tahap 1 Ask (Menanya) No Keterangan 1. Guru mengajak anak berdiskusi mengenai kendaraan darat dan bagaimana benda (mobil) itu bergerak 2. Guru menanyangkan video mobil yang sedang berjalan di jalan yang beraspal, dan berbatu 3. Anak mengamati tayangan video mobil yang berjalan (Mengamati) 4. Guru mendorong anak untuk bertanya dengan memancing pertanyaan. Apakah anak-anak pernah melihat mobil yang berjalan di jalan berasapal. Apakah mobil itu berjalan lambat atau berjalan cepat? (Menanya) Tahap 2 Imagine (Membayangkan) 5. Guru membawa media building inclines ke hadapan anak-anak (Mengamati) 6. Guru meminta anak untuk membayangkan ketika anak-anak berada didalam mobil yang berjalan di jalan yang berlumpur. Kira-kira apa yang terjadi apakah mobil tersebut akan berjalan lambat atau berjalan cepat? 7. Guru meminta anak untuk membayangkan jika anak-anak berada didalam mobil yang berjalan di jalan yang licin (basah air hujan). Kira-kira apa yang terjadi apakah mobil tersebut akan berjalan lambat atau berjalan cepat? 8. Guru menunjukan media building inclines di depan kelas dan menjelaskan satu persatu benda yang digunakan dalam kegiatan tersebut 9. Guru melakukan percobaan dengan membuat media tersebut dari mulai membuat menara dari balok, menjelaskan bahan yang digunakan untuk permukaan , meletakan papan lintasan di balok, dan meletakkan alas ukur. 10. Guru melakuakn percobaan dengan meluncurkan mobil di tiga permukaan yang berbeda (halus,kasar dan sangat kasar) dan mobil mana yang akan leuncur lebih jauh atau meluncur lebih dekat. 11. Anak mengamati percobaan yang telah dilakukan oleh guru, kemudian guru meminta anak mengukur jarak yang dilewati masing-masing mobil. (Mengamati) 12. Guru meminta anak untuk mengklasifikasikan balok sesuai bentuk. Penilaian Kinerja (individu):Berpikir Kritis Tahap 3 Try (Mencoba) 13. Guru meminta anak untuk membuat dan melakukan percobaan media building inclines secara berkelompok.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 314

14. Anak melakukan percobaan secara berkelompok

15. Anak-anak menyusun balok menjadi menara secara berkelompok Penilaian kinerja (individu) : collaboration 16. Anak bergiliran meletakkan satu persatu papan lintasan di menara dengan ketinggian yang sama 17. Anak meletakkan alas ukur di ujung papan lintasan

18. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan kasar dengan ketinggian yang yang rendah. Anak mengamati percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 19. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 20. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan kasar dengan ketinggian yang yang sedang. Anak mengamati percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 21. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 22. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan kasar dengan ketinggian yang yang tinggi. Anak mengamati percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 23. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 24. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan sangat kasar dengan ketinggian yang rendah Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 25. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 26. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan sangat kasar dengan ketinggian yang sedang. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 27. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 28. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan sangat kasar dengan ketinggian yang tinggi. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 29. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 30. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan halus dengan ketinggian yang rendah. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 31. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 32. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan halus dengan ketinggian yang sedang. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 33. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 315

kotak yang dilewati mobil.

34. Anak melakukan percobaan meluncurkan mobil di permukaan halus dengan ketinggian yang tinggi. Anak mengamati hasil percobaan tersebut (Mengumpulkan informasi dan Menalar) 35. Guru meminta anak mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa banyak kotak yang dilewati mobil. 36. Guru meminta anak meluncurkan mobil di tiga permukaan secara bertahap. Kemudian guru meminta anak untuk mengukur jarak luncur mobil dengan menghitung berapa kotak yang akan dilewati masing-masing mobil. TAHAP 4 TRY AGAIN (MENCOBA KEMBALI) 37. Anak-anak mengulangi kembali percobaan yang telah dilakukan tanpa bimbingan guru. Hasilnya kemudian di tulis menggunakan angka di (LKA). Penilaian Kinerja (individu) : Berpikir kritis, collaboration, creativity 38. Anak membuat kolase gambar mobil dari bahan loose part 39. Anak menjawab pertanyaan guru mengenai kegiatan percobaan yang telah dilakukan (Mengomunikasikan ) 40. Anak mengomunikasikan mengenai hasil pembelajaran tentang gerak benda (Mengomunikasikan ) Penilaian kinerja (individu) : communication 3. Evaluation and Reflection a. Pelaksanaan Uji Coba Terbatas Siklus 1 Kegiatan uji coba pengembangan desain pembelajaran STEM ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pembelajaran dari desain pembelajaran yang telah dibuat serta untuk mengetahui kepraktisan produk. Selanjutnya uji coba produk ini juga dilengkapi dengan komentar dan kuesioner yang diisi oleh guru terhadap desain pembelajaran dan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Uji coba 1 dilaksanakan di POS PAUD Delima, pada hari Jumat, 17 Juli 2020. Pelaksanaan uji coba 1 ini yang diikuti oleh 3 anak di kelompok B1. Praktikan yang menggunakan desain pembelajaran STEM yang telah dibuat adalah praktikan sendiri dengan pertimbangan bahwa peniliti yang lebih paham terhadap langkah-langkah pembelajaran yang terdapat pada desain pembelajaran STEM tersebut. b. Pelaksanaan Uji Coba Terbatas Siklus 2 Uji coba 2 dilaksanakan setelah adanya perbaikan atau revisi II terhadap produk yang dikembangkan oleh peneliti yaitu desain pembelajaran STEM. Uji coba 2 dilakukan pada hari Selasa, tanggal 20 Juli 2020 di POS PAUD Delima seperti pada uji coba 1, namun pada uji coba 2 dilaksankan oleh kelompok B2. Pada uji coba 2, jumlah anak yang terlibat sebanyak 3 anak. Setelah dilaksanakan uji coba sebanyak dua kali dan dua kali revisi desian pembelajaran, maka desain pembelajaran STEM dengan media Building Inclines sudah dapat digunakan untuk kelompok B di PAUD. Sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan optimal, mengembangkan keterampilan 4C sesuai dengan tuntutan pendidikan abad 21. Bentuk desain pembelajaran STEM dengan media Building Inclines di PAUD disertai dengan produk dari rekan satu tim, berupa pengembangan media pembelajaran, dan pengembangan penilaian kinerja.

SIMPULAN Desain pembelajaran yang digunakan di PAUD mengacu pada kurikulum 2013 pendidikan anak usia dini. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014. merancang desain pembelajaran

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 316 sangat penting dilaksanakan sebagai bentuk kesiapan dalam mengajar. Adapun dalam menyiapkan desain pembelajaran salah satunya adalah menyiapkan media, dan merencanakan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada penelitian ini dihasilkan rancangan desain pembelajaran STEM dengan menggunakan medel Educational Design Research (EDR) karya McKenney & Reeves. Pada tahap ini, dihasilkan rancangan desain pembelajaran STEM berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setelah desain pembelajaran STEM awal selesai, dilakukan tahap validasi ahli mengenai rancangan pelaksanaan pembelajaran yang akan di uji coba terbatas siklus 1. Kemudian dilakukan tahap revisi berdasarkan hasil validasi, maka terbentuklah rancangan desain pembelajaran sikus 1 yang siap di uji coba pada siklus 1. Setelah uji coba siklus 1 dilakukan tahap refleksi dan revisi dari hasil kuesioner guru. Setelah tahap revisi selesai, maka dilakukan kembali tahap uji coba terbatas siklus 2, kemudian hasil uji coba 2 di refleksi dan terbentuklah hasil akhir desain pembelajaran berbasis STEM melalui media Building Inclines di PAUD, berupa rencana pelaksanaan pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Aziziyah, N. (2019). Implementasi Kurikulum 2013 Pada Tingkat Sekolah Dasar Dalam Pengembanga Karakter Siswa di Kelas V” (Doctoral dissertation, UIN SMH BANTEN). Herak, R & Lamanepa, G.H. (2019). Meningkatkan kreatifitas siswa melalui STEM dalam pembelajaran IPA increasing student creativity through STEM in science learning. Kupang: Jurnal EduMatSains, 4 (1), 89-98. Ivens, S., & Oberle, M. (2020). Does Scientific Evaluation Matter? Improving Digital Simulation Games by Design-Based Research. Social Sciences, 9(9), 155. Lidinillah, D., A., M. (t.t). Edcational design research: a theoritical framework for action. Jurnal: Universitas Pendidikan Indonesia, Tasikmalaya. Mckenney, S & Reeves T.C .(2012). Conducting educational design research. New York : Routledge. Nikmah, A. (2019). Implementasi Kurikulum 2013 Di Madrasah Aliyah Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. EDUDEENA: Journal of Islamic Religious Education, 3(2). Permendikbud No 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum PAUD Plomp, T. (2010). Educational design research : an introduction. In T. Plomp, & N. Nieven, An Introductional to Educational Design Research (p. 9). Enschede, Netherland: SLO, Netherland Institute for Curriculum Development. Simarmata, J., Simanihuruk, L., Ramadhani, R., Safitri, M., Wahyuni, D., & Iskandar, A. (2020). Pembelajaran STEM Berbasis HOTS dan Penerapannya. Yayasan Kita Menulis. Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendekatan kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Zulaika, Z. (2019). Analisis Penerapan Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SDN 35 Rejang Lebong (Doctoral dissertation, IAIN Curup).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 317

NILAI-NILAI TANGGUNG JAWAB PADA BUKU CERITA BERGAMBAR TEMA DIRIKU Astri Rizka Restriani1, Elan2, Sima Mulyadi3 PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract This study aims to describe the values of responsibility of picture books by Rian F. Rahman. This research is a qualitative descriptive study. The subjects of this study is a picture books by Rian F. Rahman. This research is focused on analyzing the value of responsibility characters with a pragmatic approach. Data were analyzed with qualitative description techniques, which are the results of the data presentation of a research procedure in the form of sentence descriptions from the author. Data collection techniques are done by reading and note taking techniques. The validity used in this research is intrarater validity, and also interrater validity. The results showed that there were values of responsibility only in the two books studied, namely 1) knowing their rights with the amount of 1 data, 2) obeying the class rules with the amount of 2 data, 3) organizing themselves with a total of 8 data, and 4 ) is responsible for his own good with a total of 7 data. Keywords: Early Childhood, Responsibility, Picture Book

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai tanggung jawab dalam buku cergam seri tematik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahma, dengan judul Aku dan Kesukaanku. Penelitian ini difokuskan pada analisis nilai karakter tanggung jawab sesuai dengan STPPA untuk anak usia 5-6 tahun dengan pendekatan pragmatik. Data dianalisis dengan teknik deskripsi kualitatif yaitu hasil sajian data dari suatu prosedur penelitian berupa deskripsi kalimat dari pengarang dalam buku cergam seri tematik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas intrarater, dan juga validitas interrater. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai tanggung jawab hanya pada dua buku yang diteliti, yakni tahu akan haknya dengan jumlah 1 data, menaati aturan kelas dengan jumlah 2 data, mengatur dirinya sendiri dengan jumlah 8 data, dan bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri dengan jumlah 7 data. Kata Kunci: Anak Usia Dini, Tanggung Jawab, Buku Cerita Bergambar

PENDAHULUAN Buku cerita bergambar merupakan salah satu karya sastra anak yang sering dijumpai dalam keseharian kita. Buku cerita bergambar ini sangat disukai anak-anak. Menurut Anderson (2006) sebuah buku bergambar menyampaikan pesannya melalui gambar-gambar yang berkaitan dengan sejumblah teks kecil atau tidak sama sekali. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai password untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang sedang kita rasakan saat ini. Pembiasaan membaca buku pada anak, terutama anak usia dini menjadi solusi yang tepat untuk memperbaiki dan menuntaskan permasalahan-permasalahan seperti pendangkalan nilai karakter dan penyakit malas membaca. Hasil Survey PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada periode 2018 menunjukkan peringkat Indonesia dalam skor korupsi tertinggi di Asia yakni dengan skor 8,16 dari total skor 10 (Sobari, 2019). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh International Education Achievement (IEA) pada awal tahun 2000 menunjukkan bahwa kualitas membaca anak-anak Indonesia menduduki urutan ke 29 dari 31 negara yang diteliti di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. (Syarbini, 2012) Anak usia dini merupakan anak yang berusia 0 – 6 tahun yang sedang berkembang pesat dalam berbagai aspek sebagai pondasi bagi kehidupan selanjutnya. Anak belajar dengan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 318 mengumpulkan informasi, pengalaman, di sekitarnya lewat bermain. Aktifitas anak bisa disebut juga bermain. Lewat bermain ini yang lebih bersifat menyenangkan dan sastra anak yang juga ‘bermain’ di wilayah afektif, di ranah emosi dan perasaan anak dapat menikmati pembelajarannya tanpa merasa diajarkan, atau dipaksakan. Secara tidak langsung anak akan mulai berpikir, mengamati, merenungkan, bahakn meneladani tokoh dengan karakter yang baik dalam buku cergam. Oby (dalam Junaid, 2017) mengklaim bahwa ada 3 kriteria sastra anak, yakni: 1) Pemeran pahlwannya(tokoh utama) adalah anak-anak atau remaja; 2) Temanya (gagasan, hubungan, bahasa) sederhana; 3) Biasanya sering ditujukan untuk pengajaran moral kepada anak-anak. Pembelajaran buku cergam juga sebaiknya diawasi, dibimbing, dan diarahkan oleh orang dewasa. Hal ini bertujuan untuk meluruskan apa yang menjadi sudut pandang anak setelah membaca buku cergam, dan anak juga lebih bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia baca, dan apa yang nanti akan ia lakukan di masa mendatang. Dengan begitu nilai karakter tanggung jawab juga dapat diselipkan, dimuatkan, baik dalam buku yang secara tidak langsung anak pahami dan ditegaskan kembali oleh orang dewasa sebagai penguatan. Peneliti memilih buku cergam karena merupakan satu kesatuan yang menarik, dan menyenangkan untuk dibaca. Menurut Junaid (2017) Satu hal yang membuat sasta anak berbeda dengan sastra dewasa ialah menggunakan ilustrasi yang dipercaya sebagai alat yang membatu literasi pada anak. Seperti pernyataan Nodelman & Reimer Illustration (2003) bahwa ilustrasi memainkan peran penting dalam perkembangan literasi anak, karena anak suka gambar dan anak membutuhkannya. Pernyataan itu juga didukung oleh Doonan (1993) bahwa pembaca mengamati gambar terlebih dahulu, kemudian membaca teksnya, lalu kembali mengamati gambar untuk menginterpretasikannya. Jadi teks dalam gambar itu membantu kita menafsirkan gambarnya, begitu pula sebaliknya. Menurut Norton (dalam Ilyasa, 2019) bahwa hubungan yang dapat diterima membutuhkan pemahaman tentang perasaan dan sudut pandang orang lain. Sebab itu buku cergam dapat menjadi akses masuk anak-anak memahami sudut pandang lain selain dirinya Rahiem, M. D., & Widiastuti, F. ,2020).. Saat kita membaca, pembaca bukan lagi sebagai seseorang yang berdiri di luar data (baca berita), melainkan menjadi data itu sendiri. Hubungan jadi terbangun antara pembaca (anak, atau pembaca umumnya) dengan dunia cerita dalam sastra (Nanda, 2020). Pembaca masuk kedunia cerita dan merasa menjadi bagiannya, baik secara pikir, emosi, kognitif, maupun afektif. Peneliti ingin menggunakan buku cergam seri tematik yang sesuai dengan anak usia 5-6 tahun menggunakan pendekatan pragmatik. Peneliti menggunakan buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahman yang terdiri dari 12 seri. Buku cergam seri tematik ini tersebar luas dipasaran online dengan harga yang terjangkau. Secara garis besar, dalam setiap bukunya menampilkan cerita dan ilustrasi tentang seorang anak dalam kehidupan sehari-hari yang mengonsepkan cerita tersebtu untuk dimaknai moral dan nilai yang terkandung didalamnya. Peneliti mengambil satu buku seri dengan tema diriku berjudul Aku dan Kesukaanku sebagai subjek yang diteliti. Dengan demikian peneliti ingin mengetahui nilai-nilai tanggung jawab dalam buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahman.

METODE PENELITIAN Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan model analisis konten pendekatan pragmatik. Metode deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang akurat sehingga mempermudah proses analisis. Jenis pendekatan yang digunakan ialah pendekatan pragmatik Sumber data pada penelitian ini adalah buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahman yang diterbitkan oleh Lingkar Media. Fokus penelitian ini ialah mengenai nilai tanggung jawab pada buku cergam seri tematik.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 319

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: a) Peneliti membaca secara cermat dan teliti untuk memperoleh data; b) Memahami atau menyimak isi buku cerita bergambar; c) Mencatat dan menandai kalimat yang mengandung nilai karakter dalam buku cerita bergambarDalam penelitian ini yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri atau human instrument. Adapun alat bantu yang digunakan pada saat mendapatkan data yang berupa buku cerita bergambar adalah panduan wawancara, perlengkapan alat tulis, perekam digital yang nantinya dapat membantu untuk memperoleh data yang berupa rekaman, foto dan hal penting lainnya. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan validitas. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas intrarater, yakni dengan cara membaca dan meneliti subjek penelitian secara berulang-ulang sampai mendapatkan data yang dimaksud. Selain itu, digunakan juga validitas interrater, yaitu dengan cara mendiskusikan hasil pengamatan dengan teman sejawat, yang dianggap memiliki kemampuan intelektual dan kapasitas sastra (terutama dalam mengapresiasi) yang cukup bagus.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang berupa cergam yang terdapat di dalam buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahman. Cergam tersebut berjudul “Aku dan Kesukaanku, Aku sayang Keluargaku, Aku dan Lingkunganku.” Cergam dalam buku seri tematik karya Rian F. Ramhan setelah dibaca secara cermat, kemudian dianalisis nilai karakter tanggung jawab berdasarkan STPPA Kurtilas Permendikbud. Semua cerpen tersebut dianalisis dan dideskripsikan sesuai dengan tabel analisis buku cergam. Deskripsi akan dilakukan dengan menjelaskan kalimat yang mengandung nilai karakter tanggung jawab. Tabel 1. Tahu Akan Haknya No. Judul Hal. Jumlah 1. Aku dan Kesukaanku (17) 1

Tabel 2. Menaati Aturan Kelas No. Judul Hal. Jumlah 1. Aku dan Kesukaanku (10); (17) 2

Tabel 3. Mengatur diri sendiri No. Judul Hal. Jumlah 1. Aku dan Kesukaanku (1); (3); (4); (7); (10); (12); (17); (22) 8

Tabel 4. Bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri No. Judul Hal. Jumlah 1. Aku dan Kesukaanku (1); (3); (4); (7); (8); (15); (17) 7

Dalam buku cergam Aku dan Kesukaanku, pengarang membuat cerita tersebut seakan-akan si anak sedang mendeskripsikan keadaannya sendiri. Anak dalam cerita ini bernama Ali yang berumur 3 tahun. Ia mendeskripsikan kegiatannya dari bangun tidur hingga sebelum ia berangkat sekolah. Dalam penyampaiannya, kalimat yang disampaikan Ali banyak mengandung makna bahwa ia merupakan seorang anak yang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. a. Tahu akan Haknya Aku sarapan sebelum berangkat sekolah. (hal. 17)

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 320

Penggunaan teks Aku tersirat bahwa kalimat ini merupakan sebuah pengakuan anak bahwa dirinya tahu apa yang menjadi haknya. Hak disini merupakan kewenangan anak untuk memberikan tubuhnya makanan sebagai energi sebelum ia berangkat ke sekolah. Kalimat ini terdapat nilai karakter tanggung jawab “Tahu akan haknya.” b. Menaati Aturan Menaati aturan bukan berarti anak mengikuti peraturan tertulis, tapi mengikuti langkah- langkah dari sebuah kegiatan juga dapat disebut menaati aturan Kugerakkan tangan ke kanan dan ke kiri. (hal. 10) Dalam kalimat itu anak mengetahui aturan dalam berolahraga, ia menggerakan tubuhnya sesuai dengan gerak-gerak yang ada dalam olahraga tersebut, dan tidak asal-asalan menggerakannya. Aku sarapan sebelum berangkat sekolah. (hal. 17) Dalam teks menjelaskan kebiasaan anak yang selalu sarapan sebelum sekolah, sehingga dapat dikatakan kebiasaan ini merupakan aturan untuk melakukan sesuatu sebelum melakukan kegiatan yang lain. c. Mengatur Diri Sendiri Anak bernama Ali ini juga memperlihatkan bahwa ia dapat mengatur dirinya sendiri sebagaimana terdapat dalam kalimat berikut ini: Namaku Ali. Umurku 3 tahun. (hal. 1) Kalimat tersebut merupakan kalimat yang mengandung nilai karakter tanggung jawab. Hal tersebut tercermin dari sikap Ali yang berani menyampaikan siapa nama dan berapa umurnya. Melihat kesesuaian dengan ilustrasinya, anak mengangkat tangannya dan memperkenalkan dirinya, dimana ia menjadi pusat perhatian merupakan sebuah kepercayaan diri, dan keberanian yang tersirat. Aku sangat suka masakan ibu (hal. 22) Kalimat diatas menggambarkan anak sebagai anak yang terbuka, ia mampu mengatur dirinya sendiri untuk mengugkapkan perasaannya terhadap apa yang didapatkannya. d. Bertanggungjawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri Anak bernama Ali dalam buku berjudul Aku dan Kesenanganku juga digambarkan bahwa ia adalah anak yang bertanggungjawab atas perilakunya demi kebaikan dirinya sendiri. Namaku Ali. Umurku 3 tahun. (hal. 1) Pengenalan anak bernama ali ini diilustrasikan sebagai anak yang pemberani, hal ini tercermin dari kalimat yang diungkapkannya. Selain itu, kenapa anak berani mengawali pembicaraan dengan memperkenalkan diri karena anak mengetahui manfaat baik bagi dirinya secara sosial bahwa dengan menjadi terbuka, anak menjadi mudah untuk berteman dengan siapapun. Sebelum mandi, aku olahraga sebentar. (hal. 7) Olahraga membuatku sehat dan kuat. (hal. 8) Dengan mengetahui kebaikan untuk dirinya sendiri, seperti menjaga kesehatan dengan melakkukan olahraga sehingga melakukan olahraga pun secara sukarela.

SIMPULAN Berdasarkan hasil kesimpulan dari pembahasan analisis pada buku cergam seri tematik karya Rian F. Rahman dengan judul ‘Aku dan Kesenanganku. Nilai karakter tanggung jawab dalam buku tersebut tersirat didalam teks dan ilustrasi, sehingga untuk mengetahuinyaperlu dipahami dan dicermati. Nilai-nilai karakter tanggungjawab yang terdapat dalam buku tersebut yakni: 1) Tahu akan haknya; 2) Menaati aturan; 3) Mengatur diri sendniri; dan 4) Bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri. Nilai karakter tanggungjawab tersebut diambil dari STPPA Permendikbud untuk anak usia 5-6 tahun. Pada penelitian ini terdapat nilai tahu akan haknya dengan jumlah 1

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 321 data, menaati aturan dengan jumlah 2 data, mengatur diri sendiri dengan jumlah 8 data, dan bertanggungjawab untuk kebaikannya sendiri dengan jumlah 7 data. DAFTAR PUSTAKA Anderson, N. (2006). Elementary Children's Literature. Boston: Pearson Education Ariningsih, N. P. P., Lestari, N. P. E. B., & Pradnyanita, A. S. I. (2020). Perancangan Buku Cerita Bergambar Menjaga Kebersihan Kuku Bagi Anak Usia Sekolah Dasar Di Denpasar. Jurnal Selaras Rupa, 1(1), 55-72. Doonan, J. (1993). Looking at pictures in picture books. Stroud: Thimble Press Ilyasa, N. (2019). Peran Paus Fransiskus dalam hubungan Amerika Serikat dan Kuba. Junaid, S. (2017). Children’s Literature in Empowering Children Character Building. Vol 4 (1), hlm. 109 – 125 Nanda, E. S., & Hayati, Y. (2020). Struktur dan Nilai Sosial dalam Dongeng Cinderella dan Cerita Putri Arabella: Kajian Sastra Bandingan. Lingua Susastra, 1(1), 10-22. Nodelman, P., & Reimer, M. (2003). The pleasures of children’s literature. Boston: Allyn and Baco. PERC (Political and Economic Risk Consultancy) (2018) [Online] Tersedia di : http://asiarisk.com/subscribe/dataindx.html Permendikbud No. 137 Tahun 2014 Tentang Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini Rahiem, M. D., & Widiastuti, F. (2020). Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(1), 36-50. Sobari, H. (2019). Pengaruh Media Buku Cerita Bergambar Seri Pendidikan Karakter terhadap Peningkatan Karakter Jujur pada Anak Usia Dini. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya, TAsikmalaya Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: as@-prima

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 322

DASAR KEBUTUHAN PENGEMBANGAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN BERORIENTASI PADA SAINS UNTUK MENGOPTIMALKAN KETERAMPILAN MENANYA ANAK USIA DINI Fitri Ani Ramadhanti*, Edi Hendri Mulyana2, Elan3. PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

Abstract Background research by children's knowledge in the concept of science learning in learning activities provided by teachers who do not attract children's interest in taking part in learning and children's meeting relationships to be actively involved. The aim of the researcher is to develop a plan for science learning activities to optimize children's questioning skills. Research is a type of development research with reference to the opinion of McKenney and Reeves, namely the EDR method. The product developed is a science-oriented learning program to optimize early childhood skills. The results of the study show that the basic need for a plan of learning activities that is oriented towards improving questioning skills as expected in the Minister of Education and Culture of creativity Number 81a (2013.hlm.6) namely "developing, curiosity, the ability to formulate questions to form critical thoughts that need to be to live smart and lifelong learning ”. Can create a design plan of learning activities oriented to computerized science with the main components in the lesson plan and developed to improve the skills of children. Keywords: Science learning activities, questioning skills

Abstrak Penelitian di latar belakangi oleh kurangnya pengetahuan anak dalam konsep pembelajaran sains dalam kegitan pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik minat anak untuk mengikuti pembelajaran dan kurang memberi kesempatan anak untuk terlibat aktif. Tujunan peneliti untuk mengembangkan rencana kegiatan pembelajaran sains untuk mengoptimalkan keterampilan menanyan anak. Penelitian termasuk jenis penelitian pengembangan dengan mengacu pada pendapat McKenney dan Reeves yaitu metode EDR. Produk yang dikembangkan yaitu rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada sains untuk mengoptimalkan keterampilan menanyan anak usia dini. Hasil penelitian bahwa dasar kebutuhan akan perlunya merancang rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada untuk mengoptimalkan keterampilan menanya sesuai dengan yang harapkan dalam permendikbud Nomor 81a (2013. hlm.6) yakni “mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat”. Dapat disimpulkan rancangan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi sains disesuaikan dengan komponen utama dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran dan dikembangkan untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak. Kata Kunci: Kegiatan belajar sains, keterampilan menanya

PENDAHULUAN Kurikulum pedoman pengembangan program pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA), Merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidkan Anak Usia Dini (PAUD) adalah salah satu upaya pembinaan yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Terdapat berbagai kemampuan anak dalam bidang kognitif yang harus dikembangkan mulai dari konsep bentuk, warna, ukuran, bilangan, lambang bilangan, huruf dan sains. Kompetensi dasar yang harus dimiliki anak dalam bidang sains adalah mampu mengenal berbagai konsep sederhana yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang di alaminya.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 323

Seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 Tahun 2009 tentang perkembangan pengetahuan umum dan sains di TK/RA pada umumnya sudah mampu mengkreasikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri. Seperti, mencoba dan menceritakan apa yang terjadi jika warna di campurkan, benda di masukkan ke dalam air (terapung dan tenggelam), mencoba dan membedakan bermacam-macam rasa, bau dan suara. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulangulang, termasuk stimulasi yang akan mempengaruhi seluruh potensi dan kecerdasan anak. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang mampu memfasilitasi anak dalam masa tumbuh kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan usia, kebutuhan dan minat anak. Pada hakikatnya sains sangat berhubungan langsung dengan anak melalui proses-proses alam yang terjadi disekeliling anak. Pengenalan tentang sains hendaknya dilakukan sejak usia dini dengan kegiatan yang menyenangkan dan melalui pembiasaan agar anak mengalami proses sains secara langsung. Hal itu dilakukan agar anak tidak hanya mengetahui hasilnya saja tetapi juga dapat mengerti proses dari kegiatan sains yang dilakukannya. Sains memungkinkan anak untuk melakukan eksperimen (percobaan), yang di maksud dalam hal ini bukanlah suatu proses yang rumit yang harus dikuasai anak untuk memahami konsep tentang suatu hal melainkan pada bagaimana mereka dapat mengetahui cara atau proses terjadinya sesuatu dan mengapa sesuatu dapat terjadi. Metode-metode pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan sains anak merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya berfungsi secara memadai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan dalam program kegiatan anak di TK/RA guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti: karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Metode yang digunakan untuk meningkatkan sains anak adalah metode yang dapat menggerakkan anak untuk meningkatkan motivasi, rasa ingin tahu, dan mengembangkan imajinasi. Dalam mengembangkan sains anak,metode yang dipergunakan mampu mendorong anak mencari dan menemukan jawabannya, membuat pertanyaan yang membantu memecahkan masalah, memikirkan kembali, membangun kembali, dan menemukan hubungan-hubungan baru. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning, project-based learning, problembased learning, inquiry learning (Permendikbud 103 Tahun 2014). Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada peserta didik untuk mengetahui, memahami, mempraktikkan apa yang sedang dipelajari secara ilmiah. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran diajarkan agar peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber melalui mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengelola informasi dan mengomunikasikan (Hapsari, & Nurcahyanto, 2016; Rhosalia, 2017). Berdasarkan observasi yang peneliti lakuan di beberapa sekolah dan secara faktual, kegiatan pembelajara di RA At- Taufiq yang sudak menggunakan pendekatan saintifk. Pada tanggal 3 Februari 2020 di RA At-Taufiq, ditemukan bahwa ternyata masih banyak anak yang kurang berkonsentrasi penuh terhadap kegiatan pembelajaran sains yang diberikan guru dan kurangnya minat anak unuk mengajukan pertanyaan. Adapun kurangnya pengetahuan anak dalam konsep pembelajaran sains dikarenakan kegitan pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik minat anak untuk mengikuti pembelajaran dan proses pembelajaran yang berlangsung kurang memberi kesempatan pada anak untuk terlibat aktif. Selain itu pembelajaran sains yang di terapkan belum seutuhnya mengacu pada pembelajaran PAUD yang mana pembelajaran dilakukan sambil bermain karena dunia anak adalah dunia bermain. Pembelajaran sains di TK/RA pun melibatkan anak pada

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 324 proses pembelajaran secara langsung, sehingga anak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan proses sains tersebut dan akan lebih menarik bagi anak karena ia terlibat langung dalam kegiatannya. Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengembangkan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini. Tujuan dari artikel ini yakni Mendeskripsikan kebutuhan dasar Rencana Kegiatan Pembelajaran Berorientasi Sains Subtema Air Untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini.

PEMBAHASAN Menurut Tjokroamidjoyo (dalam Anwar & Harmi, 2011) menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran mencakup tiga pengertian berikut. 1) Suatu proses persiapan sistematik mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 2)Suatu cara untuk mencapai tujuan sebagik-baiknya dengan sumber yang ada secara efisiien dan efektif. 3)Penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana, dan oleh siapa. Oleh karena itu peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembelajatan berorientasi pada sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini. Dalam hal ini peneliti mengambil tema alam semestan dan subtema jenis benda alam yaitu air, dengan mengambil permaina “Telur yang terapung, melayang dan tenggelam” dimana peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembeajaran berotientasi pada sains untuk mengoptimalkan ketempilan menanaya anak usia dini. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian berbasis pengembangan yaitu EDR (Educational Design Research). Desain penelitian merupakan suatu teknik atau pedoman dalam merencanakan penelitian yang berguna sebagai panduan atau acuan untuk membangun strategi atau langkah yang menghasilkan model penelitian. Namun penelitian ini tidak sampai pada tahap terakhir karena terkendala dengan adanya Coronovirus Disease-2019 (Covid 19) sehingga peneliti tidak mengambil data ke sekolah yang semula akan diujicobakan pada anak kelompok B. Subjek dan sumber data penelitian merupakan Kelompok B RA At-taufiq Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan expert judgement. Instrumen menggunakan validasi ahli desain, untuk variabel rancangan rencana kegiaan pembelajaran berorientasi sains subtema air. Pengolahan data dengan data reduction, data display, conlusion drawing/verification (penarikan kesimpulan/verifikasi). Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah analisis dan eksplorasi, peneliti melakukan analisis masalah serta mengeksplorasi masalah melalui studi pendahuluan ke RA At-taufiq dengan obsevasi, serta wawancara terhadap penelitian untuk mengidentifikasi masalah yang ada, terutama di RA At-Taufiq Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya. a. Studi Literatur Studi literatur ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai komponen-komponen dalam pembuatan rancangan rencana kegiatan pembelajaran. Tjokroamidjoyo (dalam Anwar & Harmi, 2011) menjelaskan bahwa perencanaan pembelajaran mencakup tiga pengertian berikut. 1) Suatu proses persiapan sistematik mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. 2)Suatu cara untuk mencapai tujuan sebagik- baiknya dengan sumber yang ada secara efisiien dan efektif. 3)Penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana, dan oleh siapa. Muliyani, dkk. (2017) menyatakan bahwa proses pembelajaran sains yang ideal ialah menggunakan metode eksperimen dimana pola interaksi siswa dengan materi berupa pengalaman belajar langsung. Selain itu untuk menilai baik tidaknya kualitas suatu pembelajaran, dapat dilihat

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 325 dari stategi pembelajaran yang digunakan mengunakan model atau metode dalam proses belajar mengajar akan mempengaruhi proses pembelajaran itu sendiri. Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah seluruh upaya sadar untuk menyelidiki, menentukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai aspek realita di alam manusia. Aspek-aspek tersebut dibatasi untuk menghasilkan formula yang pasti. Ilmu memberikan kepastian untuk membatasi ruang lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu yang dipeoleh dari keterbatasan. Sains pada pendidikan anak usia dini dapat mendorong anak untuk mengeksplorasi lingkungan dan merefleksikannya dengan melakukan pengamatan dan penemuan. Pada dasarnya sains bukan merupakan pendekatan yang ditemukan dari pengalaman, melainkan bagian dari sebuah pendekatan terpadu yang sedang berlangsung dimana anak berfikir dan membangun dasar pemahaman tentang dunianya. Maka dari itu peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembelajatan berorientasi pada sains subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini. Dalam hal ini peneliti mengambil tema alam semestan dan subtema jenis benda alam yaitu air, dengan mengambil permainan “Telur yang terapung, melayang dan tenggelam” dimana peneliti mengembangkan rencana kegiatan pembeajaran berotientasi pada sains untuk mengoptimalkan ketempilan menanaya anak usia dini. Nurul (dalam Marjan, 2014) menyebutkan bahwa pembelajaran berpendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah dan inkuiri, dimana siswa berperan secara langsung baik secara individu maupun kelompok untuk menggali konsep dan prinsip selama kegiatan pembelajaran, sedangkan tugas guru adalah mengarahkan proses belajar yang dilakukan siswa dan memberikan koreksi terhadap konsep dan prinsip yang didapatkan siswa. Adapun menurut Nasution (dalam Hosnan, 2014) yang menyatakan bahwa “pendekatan saintifik atau yang bisa disebut dengan pendekatan ilmiah dipandang paling cocok dalam pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik”. Komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan pendekatan saintifik (Musfiqon & Nurdyansyah, 2015) yaitu: 1) menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (foster a sense of wonder) ; 2) meningkatkan keterampilan mengamati (encourage observation); 3) melakukan analisis (push for analysis); dan 4) berkomunikasi (require communication). Dari keempat komponen tersebut dapat dijabarkan ke dalam lima praktek pembelajaran yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan dan mengomunikasikan. Dalam hal ini peneliti hanya difokuskan pada keteampilan menanya anak. Dalam Permendikbud Nomor 81a (2013) yakni “mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat”. Menurut Daryanto (2014), keterampilan bertanya bertujuan untuk: 1) merangsang kemampuan berpikir siswa; 2) membantu siswa dalam belajar; 3) mengarahkan siswa pada tingkat interaksi belajar yang mandiri; 4) meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan kemampuan berpikir tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi; 5) membantu siswa dalam mencapai tujuan pelajaran yang dirumuskan. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya b. Studi Pendahuluan

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 326

Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis masalah dan mengeksplorasi masalah, untuk analisis dan eksplorasi peneliti melakukan studi pendahuluan. Eksplorasi merupakan aktivitas penjelajahan lapangan memperoleh pengetahuan ditempat tersebut. Kegiatan eksplorasi yang peneliti lakukan adalah mendatangi sekolah untuk melihat langsung kegiatan Pembelajaran di RA At-Taufiq Kecamatan Cibeureum kota Tasikmalaya mulai dari kegiatan awal samapai kegiatan penutup. Lalu peneliti melakukan tahap wawancara kepada kepala sekolah dan guru pamong kelompok B mengenai Rancangan Rencana Kegiatan Pemberlajaran Sains disekolah tersebut serta melakukan studi dokumentasi dengan mencari tahu mengenai format rancangan Rencana Kegiatan Pemberlajaran Sains di sekolah tersebut. Peneliti memperoleh informasi bahwa permasalahan yang dialami karena ternyata masih banyak anak yang kurang berkonsentrasi penuh terhadap kegiatan pembelajaran sains yang diberikan guru. Adapun kurangnya pengetahuan anak dalam konsep pembelajaran sains dikarenakan metode pembelajaran yang diberikan guru kurang menarik minat anak untuk mengikuti pembelajaran dan proses pembelajaran yang berlangsung kurang memberi kesempatan pada anak untuk terlibat aktif dalam bertanya ataupun dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti melakukan analisis. Analisis merupakan kegiatan untuk mencari informasi terhadap data yang dibutuhkan. Sebagai pendukung peneliti juga melakukan kajian literatur dengan mencari, membaca dan mempelajari penelitian-penelitian sebelumnya serta sumber- sumber data yang dibutuhkan yaitu mengenai rancangan kegiatan pembelajaran sains dan keterampilan saintifik. Berdasarkan permasalahan yang telah di eksplorasi, mendorong peneliti untuk mencari solusi pemecahan masalah. Solusi dari permasalahan tersebut yang menjadi prakiraan peneliti yaitu melakukan pengembangan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi sains pada subtema air untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak usia dini. Menurut Al-Tabany (2014), Mengembangkan Kreativitas Guru dalam Membuat Kegiatan, rencana kegiatan menjadi aspek teknis bagi seriap guru dan menjadi instrumen pembelajaran yang memudahkan sekaligus mengingatkan tentang apa saja yang ingin dilakukan dalam setiap pembelajaran yang di lakukan. Sebab itu, kedalaman wawasan, kreativitas dan inovasi setiap guru dapat dilihat dalam rencana kegiatan pembelajaran yang disusun.

SIMPULAN Kegiatan pembelajaran sains pada anak usia dini ditujukan agar anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya melalui penggunaan metode sains sehingga anak-anak terbantu dan menjadi terampil dalam menyelesaikan berbagai hal yang dihadapinya dengan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dasar kebutuhan akan perlunya merancang rencana kegiatan pembelajaran berorientasi pada untuk mengoptimalkan keterampilan menanya sesuai dengan yang harapkan dalam Permendikbud Nomor 81a (2013) yakni “mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat”. Keterampilan bertanya bertujuan untuk: 1) merangsang kemampuan berpikir siswa; 2) membantu siswa dalam belajar; 3) mengarahkan siswa pada tingkat interaksi belajar yang mandiri; 4) meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan kemampuan berpikir tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi; 5) membantu siswa dalam mencapai tujuan pelajaran yang dirumuskan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rancangan rencana kegiatan pembelajaran berorientasi sains disesuaikan dengan komponen utama dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran dan dikembangkan untuk mengoptimalkan keterampilan menanya anak.

DAFTAR PUSTAKA

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 327

Al-Tabany, T. I. B. (2014). Mendesain model pembelajaran inovatif, progresif dan kontekstual. Jakarta: Prenamedia Group. Anwar & Harmi. (2011). Perencanaan sistem pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung : Alfabeta. Daryanto. (2014). Pembelajaran pendekatan saintifik kurikulum 2013. (cetakan pertama). Yogyakarta: Gava Media. Hapsari, S. I., & Nurcahyanto, E. (2016). Evaluasi Penerapan ICT dalam Mendukung Keterampilan Saintifik pada Pembelajaran Tata Surya. Unnes Science Education Journal, 5(3). Hosnan. (2014). Pendekatan saintifik dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21. Bogor: Ghaia Indonesia. Marjan. (2014). Pengaruh Pembelajaran pendekatan saintifik terhadap hasil belajar biologi dan keterampilan proses sains siswa Ma Mu’allimat Nw Pancor Selong Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia. 2 (1). Musfiqon & Nurdyansyah (2015). Pendekatan pembelajaran saintifik. Sidoarjo: Nizamia learning Center. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.58 Tahun 2009 tentang perkembangan pengetahuan umum dan sains di TK/RA Permendikbud 81a. Tahun 2013 tentang Pendekatan dan Strategi Pembelajaran. Permendikbud Nomor 81 a tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Rhosalia, L. A. (2017). Pendekatan Saintifik (Scientific Approach) Dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Versi 2016. JTIEE (Journal of Teaching in Elementary Education), 1(1), 59-77. UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 tentang Pendidkan Anak Usia Dini (PAUD).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 328

PENGEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL Wini Purwani Nurantika1, Lutfi Nur2, Heri Yusuf Muslihin3 Afiliasi PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract The golden period of early childhood starts from 0-7 years, in this period the child's development develops very quickly and will determine the subsequent development. At this time all activities must be associated with play, because play is the world of children. Play has an important role for children to foster physical motor, social, language, andd emotional aspects. Traditional games also have the characteristics of using facilities without having to buy, involving many children, and the game also has rules. This research uses literature review method. Through traditional games children are able to create social development because with this traditional game children are able to develop empathy for their friends, able to work together, able to interact socially, able to obey the rules and be able to respect others. Keywords: Traditional Games, Social Skills, Early Chilhood

Abstrak Periode emas anak usia dini dimulai dari 0-7 tahun, pada periode ini perkembangan anak berkembang sangat cepat dan akan menentukan pada perkembangan selanjutnya. Pada masa ini segala aktifitasnya harus dikaitkan dengan bermain, karena bermain adalah dunia anak. Bermain memiliki peranan penting bagi anak untuk menumbuhkan aspek fisik motorik, sosial, bahasa, emosional. Permainan tradisional juga memiliki karakteristik menggunakan fasilitas tanpa harus membeli, melibatkan banyak anak, dan permainannyapun memiliki aturan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan pengembangan sosial anak usia dini melalui permainan. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka. Melalui permainan tradisional anak mampu menciptakan perkembangan sosial karena dengan permainan tradisional ini anak mampu mengembangkan sipat empati kepada teman-temannya, mampu kerja sama, mampu berinteraksi sosial, mampu mentaati peraturan dan mampu menghargai orang lain.

Kata kunci: Permainan Tradisional, Kemampuan Sosial, Anak Usia Dini

PENDAHULUAN Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia Berk (dalam Sujiono, 2013: 6). Oleh karena itu, pada rentang usia kritis dan strategis dalam proses pendidikan dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada tahap selanjutnya. Periode ini juga merupakan periode yang kondusif untuk mengembangkan aspek fisik motorik, emosi, sosial emosional, dan bahasa. Bermain merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan bagi anak usia dini, dengan bermain anak akan mendapatkan kebebasan dan keceriaan. Wijayanti (2014, hlm. 51) menyatakan bahwa anak merupakan pembelajar yang alamiah, mereka akan belajar efektif apabila kegiatan dilakukan dalam kondisi yang menyenangkan, tanpa paksaan. Anak akan melakukan interaksi sosial mulai dari lingkungan keluarga terutama pada ayah, ibu, dan saudaranya. Namun seiring dengan perkembangannya anak semakin ingin berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, seperti di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Pada masa anak usia dini (0-7 tahun) ini merupakan masa paling potensial untuk belajar, pada masa ini disebutkan masa golden age, masa usia emas karena pada masa ini pembelajaran apapun yang di terapkan pada anak, anak akan mengikutinya dan akan diserap hingga ia dewasa bahkan hingga ia tua. Maka dari itu, pada masa ini anak harus benar-benar dibekali dengan pengalaman-pengalaman yang baik, harus di edukasi dengan cara yang benar dan tepat.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 329

Dunia permainan anak berkembang sesuai dengan peradaban global, yang tadinya anak bermain dengan melalui bahan dan benda dari alam, sekarang beralih ke alat dan bahan yang moderen. Pemilihan permainan yang sesuai dengan tujuan aspek pencapaian kecakapan hendaknya menjadi tujuan utama bagi guru maupun orang tua. Permainan tradisional merupakan salah satu alternatif yang kaya akan nilai budaya namun saat ini tidak adanya pelestarian. Dengan permainan tradisional ini anak tidak harus di fasilitasi dengan permainan harga mahal, berbahan dasar import, namun dengan alat dan bahan bekas, murah juga bisa menjadi media bagi anak-anak untuk bermain secara menyenangkan dan mampu mengembangkan kemampuan sosial anak. Escobar (2001) menunjukan bahwa budaya tradisional selalu terpinggirkan ketika berhadapan dengan globalisasi karena globalisasi sendiri memiliki kemampuan yang sangat besar untuk mengusir budaya lokal khususnya permainan tradisional yang sudah ada sejak jaman dahulu. Para penelitipun sudah memahami bahwa globalisasi sangat berpengaruh pada punahnya permainan tradisional. Musyarofah (2017, hlm. 101) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Kematangan sosial anak akan mengarah pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri dan terampil dalam mengembangkan hubungan sosialnya. Tilaar (2002) mengatakan dalam budaya global diperlukan pendidikan yang dapat mempersiapkan manusia-manusia beridentitas lokal dengan visi global untuk membangun dunia bersama. Untuk itu, anak indonesia memerlukan identitas bangsa yaitu gotong royong yang dapat diberikan melalui dengan permainan tradisional. Dengan permainan tradisional ini anak akan mendapatkan aspek perkembangan sosial yang baik maka identitas kebersamaan dan kegotong royongan dapat terwujud. PEMBAHASAN 1. Hakikat Anak Usia Dini Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang lain, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan. Dan mereka seolah-olah tidak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan mahluk sosial, unik, kaya akan fantasi, memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar Sujiono (2013, hlm. 6). Sejalan dengan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak adalah manusia kecil yang jika dikembangakan aspek kognitif, bahasa, sosial emosional, fisik mkotoriknya dengan baik maka akan menjadi bekal yang baik pula bagi kehidupan selanjutnya. Pada masa ini merupakan masa usia emas yang akan mempengaruhi masa usia selanjutnya sehingga diperlukan upaya pembinaan yang tepat sehingga dikemudian hari anak mampu mengembangkan potensinya secara baik.

2. Pengembangan Kemampuan Sosial Anak Musyarofah (2017, hlm. 104) perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan sederhana menjadi kemampuan yang lebih kompleks. Perkembangan merupakan proses perubahan atau peningkatan sesuatu kearah yang komplek dan bersifat psikis, Harlock (2000, hlm. 250) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sejalan dengan pendapat diatas Allen & Marotz (2010, hlm. 31) mengatakan bahwa

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 330

perkembangan sosial adalah area yang mencakup perasaan dan mengacu pada perilaku dan respon individu terhadap hubungan mereka dengan individu lain. Dalam artian perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. a. Proses perkembangan sosial anak Anak bukanlah orang dewasa dalam ukurankecil. Oleh karena itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Sebagai contoh, banyak orang tua yang memperlakukan anaknya tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya sekalipun itu memaksa anak. Di sekolah juga, guru sering memberikan tekanan tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Menurut Harlock (2000, hlm. 251) untuk mencapai perkembangan sosial dan mampu bermasyarakat, seorang individu memerlukan tiga proses, proses tersebut berkaitan, apabila ada kegagalan pada satu proses ini, maka akan menghambat pada proses yang lainnya. Ketiga proses itu adalah sebagai berikut: 1) Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar masing-masing bagi para anggotanyamengenai perilaku yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam suatu kelompok sosial, seorang anak harus mengetahui perilaku seperti apa yang dapat diterima. Sehingga mereka dapat berprilaku sesuai dengan patokan yang dapat diterima. 2) Belajar memainkan peran sosial yang dapat diterima. Setiap kelompok sosial memiliki pola peran sosial yang telah ditentukan oleh para anggotanya. Pola kebiasaan tersebut tentu harus dipatuhi oleh setiap anggota kelompok. Sebagai contoh kecil misalnya kesepakatan bersama untuk kebiasaan dikelas anatara guru dan murid. 3) Perkembangan proses sosial Untuk bersosialisasi dengan baik, anak harus menyukai orang dan kegiatan sosial dalam kelompok, jika mereka dapat melakukannya, maka mereka akan dengan mudah menyesuaikan diri dan dapat diterima sebagai anggota kelompok sosial mereka tempat mereka bergabung. b. Dampak Anak yang Mengalami Hambatan dalam Perkembangan Sosial 1) Anak tidak dapat menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. 2) Kematangan sosial anak tidak akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri dan terampil dalam mengembangkan hubungan sosialnya. 3) Tidak akan memiliki kemampuan mengenal lingkungan sekitar, mengenal alam, mengenal lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial budaya yang ada di sekitar anak dan mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, memiliki kontrol diri yang baik, serta memiliki rasa empati pada orang lain.

3. Permainan Tradisional Permainan (play) merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri Santrock (2002). Menurut teori psikoanalitik oleh sigmund Freud, peran bermain dalam perkembangan anak adalah untuk mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi. Sedangkan menurut teori kognotof oleh Piaget, peran bermain dalam

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 331

perkembangan anak adalah untuk mempraktikan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Sedangkan menurut teori Bateson, peran bermain dalam perkembangan anak adalah untuk memajukan kemampuan memahami berbagai tingkatan makna Bateson (1942). Permainan tradisional merupakan salah satu aset budaya, yang mana permainan tradisional ini sangat beragam. Selain macam-macam permainannya yang beragam, manfaat permainan tradisionalpun sangat beragam, salah satunya bagi sosial anak. Karena permainan tradisional ini hampir 80% dilakukan diluar ruangan maka secara otomatis membuat anak-anak berbaur dengan lingkungan sekitar terutama dengan tematemannya. Permainan tradisional adalah salah satu cerita rakyat yang berasal dari masyarakat. Umunya permainan tradisional ini diwarisi dari generasi ke generasi, secara tradisional dimainkan dan diperagakan dengan menggunakan beberapa alat khusus Basri (2018). Pada masa-masa sebelumnya permainan tradisional adalah salah satu hiburan komunitas yang menciptakan kegembiraan bersama setelah selesai bekerja. Namun saat ini permainan tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Permainan tradisional mencerminkan ekspresi budaya sebagai jembatan untuk membangun pemahaman yang lebih baik Boro, dkk (dalam Basri, dkk, 2018, hlm 12). Permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia atau anak-anak dengan tujuan mendapatkan kegembiraan Danandjaja (dalam Misbach, 2006). Oleh karena itu permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai asset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahanakan keberadaannya dan identitasnya di tangah kumpulan masyarakat yang lain.

SIMPULAN Berdasarkan penelitian dengan menggunakan metode kajian pustaka dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional sangat berperan penting bagi aspek perkembangan anak terutama aspek sosial, karena dengan permainan tradisional ini anak mampu bergabung bersama teman sebayanya, beda halnya dengan anak yang bermain hanya dirumah saja, anak yang bergaul bersama lingkungan sekitar maka akan menghasilan sebuah perkembangan anak yang sangat baik.. Tujuan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan pengembangan sosial anak usia dini melalui permainan tradisional. Melalui permainan tradisional anak mampu menciptakan perkembangan sosial karena dengan permainan tradisional ini anak mampu mengembangkan sipat empati kepada teman-temannya, mampu kerja sama, mampu berinteraksi sosial, mampu mentaati peraturan dan mampu menghargai orang lain.

DAFTAR PUSTAKA Basri, dkk. (2018). The Unsustainability of Kalego Tradisional Game Among Muna Community of Watopute District. Asian Social Science; Vol. 14, No 2. Hlm 12-17. Bateson, G., & Mead, M. (1942). Balinese char- acter: A photographic analysis. New York: New York Academy of Sciences. Escobar, A. (2001). Culture Sits in Places: Reflections on Globalism and Subaltern Strategies of Localization. Political Geography, 20, 139-174. https://doi.org/10.1016/S0962-6298(00)00064-0 Harlock, Elizabeth. (1978).Child Development (terj. Med Meitasari Tjandrasa). New York: Mc Graw Hill

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 332

Misbach. (2006). Peran Permainan Tradisional yang Bermuatan Edukatif dalam Menyumbang Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa. Jurusan Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Musyarofah.(2017). Pengembangan Aspek Sosial Anak Usia Dini Di Taman Kanak- Kanak ABA IV Mangli Jember Tahun 2016. Interdisciplinary journal of communication. Vol, 2. No. 1 Santrock, J. W. (2002). A Topical approach to life-span development. Jakarta: Erlangga. Sujiono, N.(2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks Tilaar,H.A.R.2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo. Wijayanti, R.(2014). Permainan Tradisional Sebagai Media Pengembangan Kemampuan Sosial Anka. Cakrawala Dini. Vol, 5. No. 1 https://ejournal.upi.edu/index.php/cakrawaladini/article/view/10496/6483

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 333

Tingkat Perkembangan Gerak Lokomotor Melalui Aktivitas Ritmik di TK Pertiwi Erma Rahmatilah1, Heri Yusuf Muslihin2, Lutfi Nur3 Afiliasi : PGPAUD Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] Abstract Locomotor motion is the basic motion that becomes the foundation for development and introduction to children, especially early childhood. Which includes basic movements, namely walking, running, jumping, and landing. Locomotor motion can be developed in various ways, one of which is by doing rhythmic activities. Rhythmic activity here develops locomotor motion in the aspect of stepping, jumping and jumping according to the rhythm. The method used by researchers is quantitative descriptive method to describe the development of locomotor motion through rhythmic activity. The results showed an increase, namely that more children initially had a Start of Development (MB) assessment then increased to Very Well Developed (BSB) Keywords : locomotor motion, rhythmic activity Abstrak Gerak lokomotor merupakan gerak dasar yang menjadi fondasi untuk dikembangkan dan dikenalkan pada anak terutama usia dini. Yang termasuk gerak dasar yaitu berjalan, berlari, meloncat, dan mendarat. Gerak lokomotor bisa dikembangkan melalui berbagai cara, salah satunya dengan melakukan aktivitas ritmik. Aktivitas ritmik disini mengembangkan gerak lokomotor dalam aspek melangkah, melompat, dan meloncat yang sesuai dengan irama. Metode yang digunakan peneliti yaitu metode deskriptif kuantitatif untuk mendeskripsikan perkembangan gerak lokomotor melalui aktivitas ritmik. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan yaitu lebih banyak anak yang awal mulanya memiliki penilaian Mulai Berkembang (MB) kemudian meningkat menjadi Berkembang Sangat Baik (BSB). Kata Kunci: Gerak Lokomotor, Aktivitas Ritmik.

PENDAHULUAN Gerak lokomotor memiliki peranan penting dalam pembelajaran jasmani untuk membantu perkembangan anak, terutama pada aktivitas fisik yang menuntut perpindahan tempat atau titik berat badan seperti lari, lompat, dan lainnya (Nugroho, 2012). Kuryanto (2019) menjelaskan lebih dalam bahwa gerak lokomotor ini digunakan dalam aktivitas permainan tradisional di playground. Sejalan dengan Candra (2018) bahwa gerak lokomotor ini meruapkan modal untuk melakukan aktivitas hasil belajar agar mencapai peningkatan yang bermakna. Hal ini bermakna pula bahwa aktivitas gerak lokomotor berpengaruh terhadap kemampuan fisik dan mental anak. Sayangnya, anak usia dini sering mengalami hambatan atau kesulitan dalam mengikuti kegiatan fisik maupun kegiatan ritmik yang menuntut kemampuan gerak lokomotor (Santoso, 2013). Pada umumnya pembelajaran olahraga termasuk didalamnya kegiatan senam. Kadang anak kurang terampil menirukan gerakan yang baik dan benar (Candra, 2018). Melihat hal ini maka diharapkan dengan cara melakukan aktivitas senam ritmik mampu memperbaiki dan meningkatkan proses perkembangan motorik kasar yaitu pada gerak lokomotor anak (Anggraini, D. D., & Ittari, A., 2016; Marsella, 2020). Senam ritmik memiliki manfaat yang sangat besar untuk kemampuan gerak lokomotor anak, termasuk pula perkembangan lainnya, seperti tingkat percaya diri anak (Sihabuddin, Hakim, Syahruddin, 2020; Supriady, 2020). Selain itu, juga dapat menjadikan guru lebih kreatif dalam aktivitas ritmik lainnya sehingga tecapai semua perkembangan yang harus dijalani oleh anak. Peneliti bermaksud memamparkan mendeskrpsikan tingkat perkembangan gerak lokomotor anak.

METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelelitian ini adalah seluruh anak kelas A di TK Pertiwi sebanyak 29 sampel.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 334

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum istilah aktivitas ritmik muncul dalam kurikulum pendidikan jasmani, ada istilah senam irama, yaitu gerak-gerak senam yang diiringi oleh irama, sehingga hanya sebatas gerak senam (Suharjana, F, 2010). Selain itu, Aktivitas ritmik dalam pembelajaran pendidikan jasmani dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengembangkan orientasi gerak tubuh, sehingga anak-anak memiliki unsur-unsur kemampuan tubuh yang multilateral (Febrianta, 2019). Dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 29 sampel, berdasarkan data awal perkembangan pada aspek gerak lokomotor anak, dapat diketahui bahwa kategori Mulai Berkembang (MB) berjumlah 79%. Kategori Berkembang Sesuai Harapan berjumlah 10%, kategori Belum Berkembang (BB) berjumlah 11%. Berikut tabel data awal perkmbangan gerak lokomotor kelompok A TK Periwi :

Data Awal Perkembangan Gerak Lokomotor Anak 10% 0% 11% BB MB BSH BSB 79%

Gambar 1. Data awal perkembangan gerak lokomotor

Data hasil akhir perkembangan gerak lokomotor kelompok A sebagai berikut : Data Akhir Perkembangan Gerak Lokomotor Anak 0% 0%

28% BB MB BSH 72% BSB

Gambar 2. Data Akhir perkembangan gerak lokomotor

Keterangan nilai :

BB MB BSH BSB 1 2 3 4

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 335

Berdasarkan gambar 1.1 dan 1.2, dapat diketahui perkembangan gerak lokomotor anak meningkat. Melihat fungsinya senam irama mampu menjadikan anak lebih semangat melakukan berbagai gerakan. Gerak lokomotor anak memang sangat penting untuk kelanjutan hidupnya.

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas ritmik senam irama dapat di TK Pertiwi dapat meningkatkan perkembangan gerak lokomotor anak dalam aspek melangkah, melompat, dan meloncat.

DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D. D., & Ittari, A. (2016). Peningkatan Keterampilam Motorik Kasar Melalui Kegiatan Tari Binatang pada Anak Kelompok B TK PGRI I Langkap. Jurnal PG-PAUD Trunojoyo: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini, 3(2), 128-137. Candra, J. (2018). Peningkatan Hasil Belajar Gerak Lokomotor Dengan Pola Pendekatan Bermain SD Al Hanief Kota Bekasi. Jendela Olahraga, 3(1). Febrianta, Y. (2019). Alternatif menanamkan karakter percaya diri melalui Pembelajaran akTivitas ritmik. Proceeding of The URECOL, 281-289. Kuryanto, M. S. (2019). Playground Permainan Tradisional Untuk Mengembangkan Gerak Lokomotor Anak di Era Digital. Marsella, D. (2020). Peningkatan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Senam Irama Di Paud Anugrah Asiyiyah Kota Bengkulu (Doctoral Dissertation, Iain Bengkulu). Nugroho, D. A. (2012). Upaya Meningkatkan Kemampuan Gerak Dasar Lokomotor Melalui Aplikasi Permainan Beregu Pada Siswa Kelas Iii Sd Negeri 1 Gancang Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret belum di cetak. Sahabuddin, S., Hakim, H., & Syahruddin, S. (2020). Kontribusi motor educability terhadap kemampuan senam ritmik alat simpai pada siswa sekolah dasar. Jurnal SPORTIF: Jurnal Penelitian Pembelajaran, 6(2), 449-465. Santoso, H. A. (2013). Pengembangan Model Permainan Senam Sibuyung Untuk Pembelajaran Aktivitas Ritmik Kelas Iii Sekolah Dasar Nawa Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi I Kartika Kecamatan Kota Kabupaten Kudus (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang). Suharjana, F. (2010). Aktivitas ritmik dalam pendidikan jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 7(1), 16. Supriady, A. (2020). Tingkat Percaya Diri Atlet Senam Ritmik. Jurnal Kependidikan Jasmani dan Olahraga, 4(1), 38-46.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 336

Pengaruh Penerapan Teori Belajar Van Hiele Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi keliling Persegi Panjang Trisa Syarifatul Arifah1, Epon Nur’aeni L2, Akhmad Nugraha3 Program S1 PGSD (Kampus Tasikmalaya, Universitas Pendidikan Indonesia) Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstract One of the branches of mathematics taught in elementary school is Geometry. Students have started to learn geometry, even from low grade. Based on the results of research conducted, there are still many learning obstacles in the form of miss concepts that students have when learning geometry material. One of the factors causing this is the basic concepts that are not properly taught to students in class. So, with this incorrect concept, geometry is seen as a difficult material. The learning model is one of the supporting processes of the learning process because it contains steps that are in accordance with the concept or subject matter and increases the success rate of learning, reasoning, understanding, knowledge and skills. In line with that, this study aims to determine the effect of the application of the Van Hiele learning model on student learning outcomes in the rectangular circumference material. The data sources obtained were the results of interviews with students and teachers. This study uses a quantitative approach with a quasi experimental method. The instruments used in this study were interviews and tests. The learning implementation is carried out by applying the stages of the Van Hiele learning model, namely (1) Information; (2) Guided Orientation; (3) Excitation; (4) Free Orientation; (5) Integration, and implemented in accordance with what has been prepared in the RPP. Research in the control class with the first experiment using conventional models and the second experiment using the Van Hiele learning model. The results of this study indicate the success can be seen in the increase in student learning outcomes both from each indicator or each stage of learning studied and student learning outcomes. The results on the average value obtained from the students' pre-test results from the control class were 58.13 with moderate criteria. While the average of the students' post-test scores from the control class was 72.89 with high criteria. Then seen from the normal value of the average gain is 0.33 with moderate criteria. While the average value obtained from the pre-test results of experimental students was 61.65 with high criteria. Meanwhile, the average score of the students' post-test results from the experimental class was 89.97 with very high criteria. Then seen from the normal value of the average gain is 0.72 with high criteria. Keywords: mathematics, geometry, perimeter of the rectangle, van hiele theory.

Abstrak Salah satu cabang matematika yang diajarkan disekolah dasar adalah Geometri. Geometri sudah mulai dipelajari oleh siswa, bahkan sejak kelas rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan masih banyak ditemukan learning obstacle berupa missconcept yang dimiliki oleh siswa ketika belajar materi geometri. Salah satu faktor penyebab hal tersebut adalah konsep dasar yang kurang tepat diajarkan kepada siswa di kelas. Sehingga, dengan konsep yang kurang tepat tersebut, geometri dipandang menjadi materi yang sulit. Model pembelajaran merupakan salah satu penunjang proses pembelajaran karena memuat tahap-tahap yang sesuai dengan konsep atau materi pelajaran serta meningkatkan tingkat keberhasilan pembelajaran, penalaran, pemahaman, pengetahuan dan keterampilan. Sejalan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penerapan model pembelajaran Van Hiele terhadap hasil belajara siswa pada materi keliling persegi panjang. Sumber data yang diperoleh yaitu hasil wawancara pada siswa dan guru. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuanitatif dengan metode eksperimen quasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan tes. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menerapkan tahap-tahap model pembelajaran Van Hiele yaitu (1) Informasi; (2) Orientasi Terpandu; (3) Eksplisitasi; (4) Orientasi Bebas; (5) Integrasi, dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah disusun dalam RPP. Penelitian pada kelas kontrol dengan percobaan pertama menggunakan model konvensional dan percobaan kedua kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Van Hiele. Hasil penelitian ini menunjukkan keberhasilan dapat dilihat meningkatnya hasil belajar siswa baik dari setiap indikator ataupun tiap tahap belajar yang diteliti dan hasil belajar siswa. Hasil pada nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa dari kelas kontrol yaitu 58,13 dengan kriteria sedang. Sedangkan rata-rata dari nilai post-test siswa dari kelas kontrol adalah 72,89 dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,33 dengan kriteria sedang. Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa eksperimen yaitu 61,65 dengan kriteria tinggi. Sedangkan nilai rata-rata dari hasil post-test siswa dari kelas eksperimen yaitu 89,97 dengan kriteria sangat tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,72 dengan kriteria tinggi. Kata Kunci: matematika, geometri, keliling persegi panjang, teori van hiele.

PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang bersifat ilmu pasti. Sehingga matematika menjadi dasar ilmu yang memiliki kaitan dengan ilmu lainnya. Matematika memiliki peranan yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan manusia maka tak heran jika matematika menjadi ilmu yang wajib dipelajari dalam praktik pendidikan formal

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 337 dari mulai tingkat pendidikan dasar, menengah bahkan sampai perguruan tinggi. Sejalan dengan itu menurut Lidinillah (2011) Pembelajaran matematika memiliki peran penting dalam pembangunan suatu bangsa melalui penanaman berbagai kemampuan berpikir yang secara efektif menunjang terhadap kemampuan siswa dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan perubahan tatanan dunia. Di sisi lain, matematika dianggap sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat dan kemajuan IPTEK. Nur’aeni (2010), salah satu tujuan Standar Kompetensi kelompok mata pelajaran yang terdapat dalam KTSP 2007 Tingkat Pendidikan Dasar adalah mengembangkan logika, kemampuan berpikir logis, dan analisis peserta didik (Depdiknas, 2007 hlm. 88). Sedangkan tujuan yang terdapat pada SK-MP ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif, memperlihatkan rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Semua bisa dicapai melalui beberapa mata pelajaran, salah satunya adalah matematika. Matematika tersusun dari beberapa cabang ilmu yaitu aritmatika, geometri, aljabar, trigonometri dan kalkulus. Salah satu cabang matematika yang diajarkan disekolah dasar adalah Geometri. geometri sudah mulai dipelajari oleh siswa, bahkan sejak kelas rendah. Menurut Nur'aeni dkk (2003) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan masih banyak ditemukan learning obstacle berupa missconcept yang dimiliki oleh siswa ketika belajar materi geometri. Salah satu faktor penyebab hal tersebut adalah konsep dasar yang kurang tepat diajarkan kepada siswa di kelas. Sehingga, dengan konsep yang kurang tepat tersebut, geometri dipandang menjadi materi yang sulit. Sejalan dengan itu pentingnya geometri Menurut Ruseffendi dalam (Nur’aeni dkk, 2010) mempelajari Geometri dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan berpikir logis. Pendapat tersebut Sejalan dengan ungkapan Kennedy (dalam Nur’aeni 2010), bahwa “pengalaman yang didalam mempelajari geometri dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta mendukung banyak topik lainnya dalam matematika”. Permasalahan kesulitan siswa dalam memahami konsep geometri disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses mengajar dan belajar matematika, yaitu peserta didik, pengajar, prasarana dan sarana, serta penilaian (Hudoyo dalam Nur’aeni 2010). Kesiapan peserta didik harus diperhatikan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Diantaranya adalah faktor sikap, minat, dan kondisi fisiologisnya. Sedangkan kesiapan untuk pengajar yaitu penguasaan dan kemampuan menyampaikan materi yang dapat memberi pengalaman yang cukup kepada siswa dalam kegiatan belajar. Faktor prasarana yang memadai seperti ruangan yang segar dan bersih, tempat duduk yang nyaman, serta sarana yang cukup misalnya ketersediaan buku teks, alat bantu pelajar dan fasilitas pendukung lainnya. Itu semua sangat mempengaruhi lancarnya proses dalam pembelajaran. Untuk mengatasi kendala siswa ketika mempelajari geometri, dapat memanfaatkan model pembelajaran berbasis teori Van Hiele. Nur’aeni (2010) mengungkapkan alasan teori Van Hiele dipilih sebagai dasar dalam mengembangkan pembelajaran geometri untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematika siswa diataranya (1) teori Van Hiele fokus pada belajar geometri, (2) dalam teori Van Hiele terdapat tingkat pemahaman siswa dalam belajar geometri, pada setiap tingkatan menunjukan proses berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar konsep geometri, (3) setiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri, (4) teori Van Hiele menyediakan deskriptor umumnya pada setiap tingkatan yang dapat dikembangkakn tahap-tahap pembelajarannya, dan (5) teori Vanhiele memiliki keakuratan dalam mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam belajar geometri.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 338

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode Eksperimen mempunyai arti penting karena selain memberi pengalaman praktis yang dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan aktivitas secara langsung. Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang memberi pengalaman belajar langsung dan melibatkan aktivitas pada siswa (Suryaningsih, 2017). Kegiatan pembelajaran dengan metode eksperimen dapat dirancang sebagai kegiatan penemuan. Kegiatan penemuan ini dilakukan sebelum siswa mengetahui atau mempelajari suatu konsep atau teori dengan tujuan siswa yang dituntut untuk menemukan konsep atau teori tersebut (Anitah, 2017). Proses penelitian ini merupakan model penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian Quasi- Experimental. Penelitian ini dilakukan di salah satu MI di Kecamatan Cibeureum, Kota Tasikmalaya. Penelitian terebut dilaksanakan di MI Al – Khoeriyah karena lokasi dekat dengan tempat tinggal peneliti, pelaksanaannya pun dilaksanakan ketika sedang masa pandemi covid-19 aman dan tidak ada ODP ataupun pasien positif sehingga pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan. Penelitian dilakukan selama dua hari pada bulan Agustus. Lebih tepatnya, penelitian dimulai tanggal 14-15 Agustus pada masa pandemi covid-19. Pengumpulan data dikumpulkan melalui beberapa teknik, yaitu wawancara, tes dan dokumentasi setelah ditemukannya rumusan masalah peneliti melanjutkan pembuatan laporan dan mengolah data.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran Kelas Kontrol dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2020 pada pukul 08.00 - 09.30 tanpa istirahat. Jumlah siswa keseluruhan 15 siswa. Pembelajaran yang dilaksanakan sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun menggunakan model pembelajaran Konvensional Sebelum memulai pembelajaran, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan media dan alat bantu pembelajaran (Mustikasari, 2008). Sedangkan Pembelajaran Kelas Kontrol dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2020 pada pukul 09.30 – 11.00 tanpa istirahat. Jumlah siswa keseluruhan 15 siswa. Pembelajaran yang dilaksanakan sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun menggunakan model pembelajaran Van Hiele Sebelum memulai pembelajaran, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan media dan alat bantu pembelajaran. Peneliti perlu mempersiapkan media dan alat bantu pembelajaran (Qonita, 2018; Rahim, Suherman, D. S., & Murtiani, M., 2019). Tingkat penguasaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran geometri mengenai materi keliling persegi panjang pada kelas kontrol sebelum dilaksanakan pembelajaran, dilihat dari hasil pre-test siswa terdiri dari kategori sangat rendah sebanyak 1 (5%), siswa mendapat kategori rendah sebanyak 6 (30%), siswa mendapat kategori sedang sebanyak 8 (40%), tidak ada siswa yang mendapat kategori tinggi, dan tidak ada siswa yang mendapat kategori sangat tinggi. Setelah adanya pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model ceramah (konvensional), kemuadian dilihat dari hasil pos-test siswa pada kelas kontrol terdiri dari kategori tinggi dan sangat tinggi. Tidak ada siswa yang mendapat kategori sangat rendah, rendah, sedang, 8 (40%) siswa mendapat kategori tinggi dan 7 (35%) siswa mendapat kategori sangat tinggi. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa dari kelas kontrol yaitu 32,33 dengan kriteria sedang. Sedangkan rata-rata dari nilai post-test siswa dari kelas kontrol adalah 69,67 dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,33 dengan kriteria sedang.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 339

Tingkat penguasaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran geometri mengenai materi keliling persegipanjang pada kelas eksperimen sebelum dilaksanakan pembelajaran,dilihat darihasil pre- test tidak ada siswa yang berada pada kategori sangat rendah, tetapi ada 10 (50%) siswa yang mendapat kategori rendah, 4 (20%) siswa mendapat kategori sedang, 1 (5%) siswa yang mendapatkan kategori tinggi dan tidak ada siswa yang mendapat kategori sangat tinggi. Setelah adanya proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Van Hiele, kemudian dilihat dari hasil post-test siswa kelas eksperimen terdiri dari kategori tinggi yaitu 11 (55%) siswa mendapat kategori tinggi, dan 4 (20%) siswa mendapat kategori sangat tinggi. Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa eksperimen yaitu 32,22 dengan kriteria sedang. Sedangkan nilai rata-rata dari hasil post-test siswa dari kelas eksperimen yaitu 87,33 dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,83 dengan kriteria tinggi.

SIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran geometri Van Hiele untuk meningkatkan hasil belajar geometri siswa pada materi keliling persegi panjang dilakukan melalui prosedur perencanaan penyusunan RPP dan instrumen penelitian, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil dan refleksi. Model pembelajaran geometri Van Hiele telah dapat meningkatkan hasil belajar geometri siswa pada materi keliling persegi panjang. Berikut simpulan yang lebih rinci Hasil pada nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa dari kelas kontrol yaitu 58,13 dengan kriteria sedang. Sedangkan rata-rata dari nilai post-test siswa dari kelas kontrol adalah 72,89 dengan kriteria tinggi. Kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,33 dengan kriteria sedang. Hasil penerapan model belajar Van Hiele pada proses pembelajaran di kelas dapat meningkatkan keterampilan pemahaman konsep geometri siswa. Hal tersebut dikarenakan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang mengacu pada perencanaan yang telah disusun. Peningkatan keterampilan pemahaman konsep geometri siswa dapat dilihat dari meningkatnya keterampilan siswa baik dari setiap indikator ataupun tiap tahap keterampilan yang diteliti dan hasil belajar siswa saat kelas control dan kelas eksperimen Sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pre-test siswa eksperimen yaitu 61,65 dengan kriteria tinggi. Sedangkan nilai rata-rata dari hasil post-test siswa dari kelas eksperimen yaitu 89,97 dengan kriteria sangat tinggi.kemudian dilihat dari nilai normal gain rata-ratanya yaitu 0,72 dengan kriteria tinggi. DAFTAR PUSTAKA Anitah, S. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Mustikasari, A. (2008). Mengenal media pembelajaran. On Line at http://edu-articles. com.[diunduh tanggal 9 April 2010]. Lidinillah, D. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa Sekolah Dasar : Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri di Kota Tasikmalaya. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. Nur’aeni, dkk. (2003). Implementasi Model Pembelajaran dengan Tahap Belajar Van Hiele untuk Membantu Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar dalam Memahami Konsep Bangun Datar Geometri (PTK). Tasikmalaya : Jurnal PGSD Tasikmalaya. Nur'aeni, dkk. (2016). Konsep Dasar Geometri. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya: Hibah Buku Universitas Pendidikan Indonesia. Nur'aeni, E. (2008). Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa, Dan Bagaimana). Jurnal Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika.hlm 2-138.

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 340

Nur'aeni. (2010).Pengembangan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele . (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Qonita Silmi, M. U. N. I. D. A., & Rachmadyanti, P. (2018). Pengembangan media pembelajaran video animasi berbasis sparkol videoscribe tentang persiapan kemerdekaan RI SD kelas V. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 6(4). Rahim, F. R., Suherman, D. S., & Murtiani, M. (2019). Analisis Kompetensi Guru dalam Mempersiapkan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Era Revolusi Industri 4.0. JURNAL EKSAKTA PENDIDIKAN (JEP), 3(2), 133-141. Suryaningsih, Y. (2017). Pembelajaran berbasis praktikum sebagai sarana siswa untuk berlatih menerapkan keterampilan proses sains dalam materi biologi. BIO EDUCATIO:(The Journal of Science and Biology Education), 2(2).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 341

Permainan Kelompok dan Kreativitas: Kajian Pustaka

Rosarina Giyartini1, Lutfi Nur2, Dodi Suryana3, Eka Agustian4 1,2 Prodi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya 3Departemen Bimbingan dan Konseling FIP UPI Bandung 4SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung Email: [email protected]

Abstract

Creativity is important in life success because it combines aspects of developing talents, new ideas, environment, personality, motivation, knowledge. This study aims to describe the group game model in order to increase student creativity in elementary schools. Through a qualitative approach with the literature review method, researchers obtain data from studies of various literature, journals, books, reports and others. It was obtained from the literature review regarding the design of group games in developing the creativity of elementary school students that this group game study was ready to be tested on high-grade elementary school students.

Keyword: Group Games, Creativity, Elementary School Students

Abstrak

Kreativitas merupakan hal penting dalam keberhasilan hidup karena mengabungkan aspek pengembangan bakat, gagasan baru, lingkungan, kepribadian, motivasi, pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan terkait model permainan kelompok dalam rangka peningkatan kreativitas siswa di sekolah dasar. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode kajian pustaka, peneliti memperoleh data hasil kajian berbagai literature, jurnal, buku, laporan dan lain-lain. Diperoleh hasil kajian pustaka terkait rancangan permainan kelompok dalam pengembangan kreativitas siswa sekolah dasar bahwa kajian permainan kelompok ini siap diujicobakan pada siswa sekolah dasar kelas tinggi.

Keyword: Permainan Kelompok, Kreativitas, Siswa Sekolah Dasar

PENDAHULUAN Kreativitas menjadi unsur penting dalam kehidupan sebagai penunjang keberhasilan hidup (Assriyanto., Sukardjo., & Saputro, 2014). Melalui aktivitas yang mengembangkan bakat, gagasan baru, dan kepekaan lingkungan, kita dapat meningkatkan hidup kreatif. Hidup kreatif yang dimaksud yakni menggabungkan enam aspek keterampilan intelektual, pengetahuan, gaya berpikir, kepribadian, motivasi dan lingkungan (Fernanda, 2016). Dengan kreativitas, manfaat yang dirasakan begitu besar, mulai dari mampu memberikan respon memadai terhadap situasi baru, mampu menghadapi tantangan, dan mampu mengorganisasikan situasi baru. Kreativitas tidak semata-mata hadir begitu saja, melainkan memerlukan stimulus agar dapat berkembang dengan baik. Sayangnya, kenyataan pendidikan di Indonesia cenderung menekankan pada pemikiran hafalan, mencari jawaban yang benar terhadap suatu soal (Fardah, 2012; Qomar, 2005; Yustyan., Widodo., & Pantiwati, 2016). Berdasarkan data penelitian, pendidikan di sekolah belum optimal untuk mengembangkan potensi kreativitas siswa dan cenderung tidak dilatih untuk berpikir kreatif (Wicaksono, 2018). Siswa jarang distimulus untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang sebagai alternatif masalah, atau berpikir konvergen (Kau, 2017). Berpikir konvergen yang dimaksud yakni menyelesaikan masalah atau penarikan kesimpulan logis dari informasi yang diberikan (Guilford, 1968). Padahal, pengembangan kreativitas siswa seharusnya

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 342 dilakukan dalam seluruh area perkembangan yang mengacu pada area kognitif, afektif, dan psikomotorik, termasuk di dalamnya kreativitas siswa. Salah satu stimulasi pengembangan aspek perkembangan siswa melalui bermain. Bermain menjadi salah satu cara untuk mengupayakan pengembangan kreativitas, karena bermain dapat menuntun siswa memperoleh pengetahuan, menumbuhkan hasrat eksplorasi, dan melatih pertumbuhan fisik dan imajinasi secara menyenangkan (Kartadinata, 2003). Bentuk-bentuk kegiatan bermain dapat berupa individu atau kelompok. Tentu, bermain secara berkelompok lebih menyenangkan. Melalui aktivitas permainan-permainan kelompok, siswa dapat berinteraksi dengan temannya, belajar bersosialisasi, melatih kepekaan diri terhadap lingkungan dan masih banyak yang lainnya. Terdapat penelitian terkait kreativitas mulai dari Susanti (2011) terkait pembelajaran menggunakan metode eksperimen, Utami (2011) terkait pengaruh penyelesaian masalah terhadap prestasi belajar dan kreativitas siswa; Siswono (2005) terkait peningkatan kemampuan berpikir kreatif pengajuan masalah. Tetapi terkait bahasan khususnya permainan kelompok untuk pengembangan kreativitas siswa sekolah dasar masih sangat langka. Sehingga peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan permainan kelompok dalam konteks pengembangan kreativitas siswa sekolah dasar.

PEMBAHASAN Kreativitas Konteks pengembangan kreativitas tidak lepas dari peran guru sebagai fasilitataor pembelajaran di sekolah. Keaktifan guru, penguasaan tema, kemampuan pengandalian siswa, kemampuan berkomunikasi baik sehingga mampu merancang pembelajaran bermakna, dan tidak menyebabkan kejenuhan serta rendahnya motivasi sangat dibutuhkan dalam konteks pembelajaran Agustin., Setiyadi., & Puspita, 2020). Kreativitas menjadikan individu lebih mampu membangun dirinya bahkan mampu mengatasi permasalahan dengan sangat baik dan disiplin, sehingga cenderung dapat keluar dari permasalahan lebih cepat dari pada orang lain karena mampu melihat peluang. Kreativitas bukan faktor bawaan atau keberuntungan tapi dapat dipelajari melaui pendidikan informal dalam keluarga, sekolah, maupun nonformal dalam masyarakat. Terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan dasar yang dapat dikembangkan dan dipengaruhi beberapa faktor yaitu intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, urutan anak dalam keluarga, serta lingkungan desa dan kota (Kurniasari, 2010; Setianingsih, 2018). Sekarang ini masyarakat masih memandang kreativitas adalah genius yang bersifat bawaan sehingga tidak bisa di upayakan, sehingga upaya peningkatan kreativitas sering diabaikan. Padahal tidak demikian, kreativitas adalah dampak dari proses stimulus yang panjang. Kreativitas merupakan bagian integral dari proses pendidikan di sekolah dan perlu dikembangkan karena dengan kreativitas Siswa bisa memahami dan menggali dirinya, membuat gagasan-gagasan baru sesuai pemikiran yang ada dalam diri, serta mengembangkan kemampuan evaluasi diri. Empat pentingnya kreativitas bagi siswa yakni. Pertama; siswa dapat mewujudkan dirinya dan ini merupakan kebutuhan pokok manusia, Kedua; Kreativitas membantu siswa menemukan cara baru dalam memecahkan suatu masalah, Ketiga ; Bersibuk diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan pada individu tersebut, Keempat ; Kreativitas memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidupnya (Munandar, 2004). Dengan kreativitas akan mendorong manusia untuk membuat ide-ide, penemuan-penemuan atau teknologi baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Kreativitas memiliki ciri- ciri sebagai berikut keterampilan berpikir lancar, keterampilan berpikir luwes (fleksibilitas), keterampilan berpikir orisinil (orisinalitas), keterampilan berpikir detail (elaborasi), rasa ingin

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 343 tahu, bersikap merasa tertantang, berani mengambil risiko (Anggraini, 2019; Diana, 2019; Herwanto, 2016; Sari, 2014).

Model Permainan Kelompok Kegiatan bermain menjadi kegiatan wajib yang perlu dilakukan anak-anak untuk belajar mengenal lingkungan sekitar. Bermain dilakukan sebagai upaya menghilangkan stress atau untuk sekadar kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Namun bagi anak, lebih dari sekedar kegiatan menyenangkan. Bermain harus menjadi upaya stimulus perkembangannya dan menjadi kebutuhan hidup bagi anak, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari diri anak. Adapun keuntungan dari aktivitas bermain bagi anak yakni membuang ekstra energi, mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh, belajar mengontrol diri, berkembangnya berbagai keterampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya, meningkatkan gaya kreatifitas, mendapatkan kesempatan belajar untuk bergaul dengan anak lainnya, kesempatan untuk menjadi pihak yang kalah atau yang menang dalam bermain, kesempatan untuk belajar mengikuti aturan- aturan, dan dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan imajinasi, Konteks bermain dituangkan dalam permainan kelompok yang dimaksud yang dapat dilakukan dengan dalam konteks pembelajaran kelompok untuk siswa sekolah dasar. Permainan kelompok yang dimaksud yakni berbagai aktivitas kelompok yang dirancang melalui permainan bersama. Beberapa permainan yang dapat dilakukan dalam konteks pembelajaran bagi siswa sekolah dasar secara garis besar yakni permainan puzzle kelompok, pemeliharaan tanaman kelompok, drama, belajar kemahiran tertentu, belajar memindahkan balok, bernyanyi dan menari, bertukar pendapat, saling berkirim surat, melukis bersama, menggambar estafet, berkreasi dan lain-lain (Astuti, 2013; Gustiana, 2014; Megawati, & Komala, 2020; Purwanti, 2013; Smith, 2011; Suhardita, 2011).

SIMPULAN Kreativitas siswa merupakan hal penting yang perlu distimulus, karena kreativitas tidak datang begitu saja. Permainan kelompok menjadi pilihan untuk menstimulus kreativitas siswa di kelas tinggi sekolah dasar. Melalui berbagai permainan kelompok yang dilakukan berdasarkan rancangan atau inovasi pendidik, seperti bernyanyi dan menari, bertukar pendapat, saling berkirim surat, melukis bersama, menggambar estafet, berkreasi, diharapkan dapat menstimulus kreativitas peserta didik. Sehingga perlu dilakukan praktik penyesuaian permainan kelompok di sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Aditiya, D. (2018). Pengaruh Pendekatan Saintifik Pada Pembelajaran Tematik Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta Didik Kelas Iv Sd Negeri 14 Padang Cermin Pesawaran.Skripsi : Universitas Lampung. Agustin, M., Setiyadi, R., & Puspita, R. D. (2020). Burnout Profile Of Elementary School Teacher Education Students (Estes): Factors And Implication Of Guidance And Counseling Services. PrimaryEdu-Journal of Primary Education, 4(1), 38-47. Anggraini, R. (2019). Pengembangan Lkpd Materi Suhu Dan Perubahannya Dengan Pendekakatan Scientific Berfokus Pada Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. Skripsi : Universitas Lampung. Assriyanto, K. E., Sukardjo, J. S., & Saputro, S. (2014). Pengaruh model pembelajaran berbasis masalah melalui metode eksperimen dan inkuiri terbimbing ditinjau dari kreativitas siswa pada materi larutan penyangga di SMA N 2 Sukoharjo tahun ajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 3(3), 89-97. Astuti, A. D. (2013). Model layanan BK Kelompok teknik permainan (games) untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa. Jurnal Bimbingan Konseling, 2(1).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved 344

Diana, H. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (Cps) Disertai Mind Mapping Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Sikap Kreatif Siswa Kelas Xi Sman 1 Natar Lampung Selatan (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung). Fardah, D. K. (2012). Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 3(2), 91-99. Fernanda, P. R. (2016). Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS). Guilford, JP (1968). Kecerdasan Memiliki Tiga Faset: Ada banyak kemampuan intelektual, tetapi mereka tergolong rapi ke dalam sistem rasional. Sains , 160 (3828), 615-620. Gustiana, A. D. (2014). Pengaruh Permainan Modifikasi Terhadap Kemampuan Motorik Kasar dan Kognitif Anak Usia Dini (Studi Kuasi Eksperimen Pada Kelompok B Tk Kartika Dan Tk Lab. Upi). pedagogik- pendas, 453. Herwanto, H. (2016). Meningkatkan Kreativitas Matematika Melalui Model Pembelajaran Project Based Learning Dan Dampaknya Pada Sikap Serta Hasil Belajar (Doctoral dissertation, UNPAS). Kartadinata, S. (2007). Teori Bimbingan dan Konseling. Seri Landasan Teori Bimbingan dan Konseling. Kau, M. A. (2017, August). Peran Guru dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah Dasar. In PROCEEDING SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING 2017 (Vol. 1, pp. 157-166). Kurniasari, A. (2010). Perbedaan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Jenis Kelamin Remaja Terhadap Kenakalan Remaja Di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari. Megawati, T., & Komala, K. (2020). Meningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Olahraga Lari Estafet Pada Anak Usia Dini Kelompok B Di TK Al-Ghuroba. Ceria (Cerdas Energik Responsif Inovatif Adaptif), 3(2), 126-136. Munandar, U. (2004). Pengembangan Emosi dan Kreativitas. Jakarta: Rineka Cipta. Purwanti, V. (2013). Peningkatkan kemampuan berhitung melalui permainan balok angka pada anak kelompok b di tk universal ananda kecamatan patebon Kendal (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang). Qomar, M. (2005). Epistemologi pendidikan Islam: dari metode rasional hingga metode kritik. Erlangga. Sari, P. W. (2014). PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN OPEN ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 7 PEKANBARU (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau). Setianingsih, M. D. (2018). Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Aspirasi Pendidikan Anak Di Desa Cahyou Randu Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat (Doctoral Dissertation, Universitas Lampung). Siswono, T. Y. (2005). Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan masalah. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 10(1), 1-9. Smith, M. B. (2011). Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Terhadap Disiplin Belajar Siswa di SMA Negeri 1 Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8(1), 22-32. Suhardita, K. (2011). Efektivitas penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa. Edisi khusus, 8(1), 127. Susanti, A. (2011). Pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan ctl melalui metode eksperimen dan pemberian tugas ditinjau dari motivasi berprestasi dan kreativitas siswa (Doctoral dissertation, UNS (Sebelas Maret University)). Utami, R. P. (2011). Pgaruh Model Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) dan Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa. Bioedukasi: Jurnal Pendidikan Biologi, 4(2), 57-71. Wicaksono, A. G. (2018). Fenomena Full Day School dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 1(1), 10-18. Yustyan, S., Widodo, N., & Pantiwati, Y. (2016). Peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran berbasis scientific approach siswa kelas X SMA Panjura Malang. JPBI (Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia), 1(2).

@2020-Seminar Nasional UPI Kampus Tasikmalaya - PROSIDING WEBINAR NASIONAL “PERGESERAN PARADIGMA DAN NILAI PENDIDIKAN: KAJIAN KRITIS TERHADAP PAUD DAN SD PADA MASA KENORMALAN BARU” No ISBN: - All rights reserved