<<

Manual Identifikasi dan Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Bio-Ekologi Spesies Kunci Satwa dan tumbuhan telah ada jauh Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di di sebelum manusia pertama menginjakkan Sulawesi kakinya di bumi Sulawesi. Beragam spesies telah menjalani proses evolusinya menuruti kaidah-kaidah alam, biarkan mereka melanjutkan proses evolusinya itu dan melakukan interaksi dalam komunitas dan ekosistem yang unik dan kompleks di hutan belantara Sulawesi, seunik dan serumit proses geologi pembentukan pulau itu sendiri. Biarkan anoa, , babi hutan, musang sulawesi, primata, burung serta beragam jenis tumbuhan, dan seluruh satwa kunci Sulawesi tetap memperkaya khasanah keragaman hayati di bumi Sulawesi. Kehidupan dan keberadaannya diapresiasi, seperti kita mengapresiasi diri kita sendiri. Satwa dan tumbuhan adalah bagian penting dari ekosistem, dan kehidupan manusia sangat bergantung pada ekosistem itu. Manusia adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari ekosistem, karena itu Sulawesi merusak ekosistem berarti merusak diri sendiri, dan memusnahkan spesies satwa dan tumbuhan berarti juga akan memusnahkan spesies manusia.

Kehutanan PT Penerbit IPB Press ISBN : 978-623-256-169-4 Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128 Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected] Penerbit IPB Press @IPBpress ipbpress www.ipbpress.com Abdul Haris Mustari Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Abdul Haris Mustari

Penerbit IPB Press Jalan Taman Kencana, No. 3 Kota Bogor - Indonesia C.01/12.2020 Judul Buku: Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi Penulis: Abdul Haris Mustari Editor: Iwan Kurniawan Penyunting bahasa: Aditya Dwi Gumelar Desain Sampul & Penata Isi: Muhamad Ade Nurdiansyah Jumlah Halaman: 162 + 24 Halaman Romawi Edisi/Cetakan: Cetakan 1, Desember 2020

PT Penerbit IPB Press Anggota IKAPI Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128 Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected] www.ipbpress.com

ISBN: 978-623-256-169-4

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - Indonesia Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

©2020, HAK CIPTA PADA PENULIS DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Isi boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya Cara pengutipan: Mustari AH. 2020. Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi. Bogor (ID). IPB Press. KATA PENGANTAR

Pulau Sulawesi yang merupakan pulau besar yang berada di regional Wallace merupakan salah satu pusat kekayaan keanekaragaman hayati dunia berkat posisinya yang strategis berada di antara bio-region Asia dan Australasia. Tingginya jenis-jenis endemik di wilayah ini belum banyak di- explorasi akibat minimnya pengetahuan terkait jenis di wilayah tersebut. Buku Panduan Lapang ‘Manual Indentifikasi dan Bio-Ekologi Satwa Kunci di Sulawesi’ yang disusun oleh Dr. Abdul Haris Mustari akan sangat membantu dalam menggali informasi terkait sebaran maupun kelimpahan jenis-jenis kunci di Sulawesi. Buku Panduan Lapang ini merupakan edisi revisi dari versi sebelumnya yang ditulis oleh yang bersangkutan bersama dengan mahasiwanya di Institut Pertanian Bogor yaitu Sdr. Iwan Kurniawan pada tahun 2011. Buku tersebut penerbitannya didukung oleh Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan JICA – Jepang. Sejalan dengan perkembangan hasil penelitian dan pengalaman lapangan Saudara Penyusun di Sulawesi, buku tersebut dilakukan pembaruan. Pada Buku Panduan Lapang ‘Manual Indentifikasi dan Bio-Ekologi Satwa Kunci di Sulawesi’ ini selain disajikan manual identifikasi jenis dari morfologi satwa kunci yang ada di Sulawesi juga ditambahkan jenis endemik lainnya sebagai tambahan satwa kunci dari buku sebelumnya. Selain itu diperkaya dengan kondisi bio-ekologi serta preferensi habitat di mana satwa-satwa kunci tersebut berada. Sehingga Buku Panduan Lapang ini akan bermanfaat selain bagi praktisi lapangan, peneliti ataupun mahasiswa yang memiliki minat terhadap jenis-jenis endemik Sulawesi, juga bermanfaat bagi otoritas pengelola keanekaragaman hayati serta pengambil kebijakan lain pada tingkat regional Sulawesi maupun nasional. Pengambil kebijakan tersebut terutama yang berkaitan dengan pengelolaan tata ruang ataupun fungsi kawasan yang akan berakibat secara langsung maupun tidak langsung terhadap potensi kelimpahan/hilangnya populasi dan jenis yang menjadi bagian kekayaan/kerugian biodiversitas di regional Wallacea. Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Dr. Abdul Haris Mustari, yang telah berusaha terus menggali keanekaragaman hayati Sulawesi. Semoga dengan dituangkannya pengetahuan dan pengalaman yang ada ke dalam buku ini dapat menjadi pembelajaran dan menginspirasi para praktisi lapangan dan para peneliti muda Indonesia. Diharapkan kedepan dapat disusun buku-buku ataupun publikasi lainnya sebagai referensi konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.

Jakarta, Desember 2020 Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati

drh. Indra Exploitasia, MSi

vi KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, buku Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi dapat diselesaikan dan diterbitkan. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) merupakan Taman Nasional yang terluas di Pulau Sulawesi yang memiliki kekhasan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang berbeda dengan pulau- pulau lainnya, beberapa jenis satwa endemik seperti anoa (Bubalus spp.), babirusa (Babyrousa celebensis), maleo (Macrocephalon maleo), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), monyet hitam sulawesi (Macaca nigra), macaca hitam gorontalo (Macaca nigrescens), dll. Keanekaragaman hayati TNBNW sampai saat ini masih perlu terus dipublikasikan sebagai bahan pengenalan dan edukasi bagi masyarakat secara luas. Bapak Dirjen KSDAE Kementerian LHK Ir. Wiratno, MSc. memberikan arahan Sepuluh Cara (Baru) Mengelola Kawasan Konservasi Di Indonesia, salah satunya kerja sama lintas kementerian. Kami mencoba melakukan ini bersama-sama dengan IPB University, berkolaborasi dengan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutan IPB University untuk menerbitkan sebuah buku ini. Buku ini berisikan 23 spesies mencakup 17 spesies mamalia, 5 spesies burung dan 1 spesies tumbuhan yang merupakan spesies kunci, satwa payung, flagship spesies, fauna dan flora maskot. Buku ini melengkapi buku Burung TNBNW dan buku Status Keragaman Jenis Satwa dan Tumbuhan di Kawasan TNBNW Sulawesi Utara-Gorontalo. Harapannya dengan terbitnya buku ini akan semakin mempererat kerja sama antara BTNBNW dengan IPB University, khususnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan, dalam mengolah data- data hasil pelaksanaan kegiatan Resort Base Managemen, pemasangan kamera trap/jebak, pemulihan ekosistem kolaborasi, pengelolaan jasa lingkungan/wisata oleh masyarakat, dan lainnya dapat dituangkan dalam sebuah buku karya bersama. Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Saya berterima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc. sebagai penyusun dan semua pihak yang terlibat sampai buku ini dapat terbit. Semoga buku ini bermanfaat bagi pengelolaan kawasan dan sebagai sumber informasi serta pengetahuan bagi masyarakat.

Kotamobagu, November 2020 Kepala Balai TNBNW

drh. Supriyanto

viii PRAKATA

Sulawesi memiliki bentang alam yang unik, indah dan menakjubkan, yang merupakan kombinasi ekosistem laut, pantai, hutan, dan gunung. Di daratan Sulawesi, terdapat banyak tipe hutan dan variasi habitat seperti ekosistem sungai, rawa, danau dalam dan danau purba seperti Danau Matano, Mahalona, Towuti, Poso, serta padang rumput savana. Berbagai formasi hutan terdapat di pulau ini mulai dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa, hutan dataran rendah, hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, dan hutan sub alpine pada ketinggian 3440 mdpl di bagian tengah pulau ini, yaitu Gunung Rantemario di Sulawesi Selatan bagian utara barat laut. Lebih dari dua per tiga bentang alam Sulawesi berupa gunung dan perbukitan. Sulawesi merupakan salah satu pulau yang paling kompleks proses pembentukan geologinya. Cikal bakal daratan Sulawesi dimulai dari bagian tengah-barat yang merupakan daratan tertua, yaitu bagian daratan Sulawesi yang pertama kali muncul ke atas permukaan laut. Berdasarkan umur geologi, bagian daratan tersebut telah berada di atas permukaan laut lebih 4 juta tahun lalu. Sementara bagian semenanjung utara, selatan dan tenggara Sulawesi, termasuk Pulau Buton muncul ke atas permukaan laut dan membentuk massa daratan dalam kurun waktu 1–2 juta tahun lalu. Proses pembentukan daratan Sulawesi yang unik dan rumit ini menjadikan habitat di Sulawesi sangat beragam, sehingga sangat kaya berbagai spesies tumbuhan dan satwa. Terdapat sebanyak 23 spesies yang dideskripsikan secara ringkas dalam buku ini, mencakup 17 spesies mamalia, 5 spesies burung, dan 1 spesies tumbuhan. Tidak semua spesies yang disajikan dalam buku ini merupakan spesies kunci, melainkan ada juga sebagai satwa payung, spesies bendera atau flagship species, serta fauna dan flora maskot. Dalam buku ini jumlah spesies dalam taksa mamalia lebih banyak dibanding spesies dari taksa yang lain. Hal ini karena mamalia termasuk yang paling banyak menjadi spesies kunci, spesies payung serta menjadi flagship species untuk kegiatan konservasi di Sulawesi. Selain itu, spesies mamalia yang hidup Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi di darat (terrestrial) seperti anoa, babirusa dan babi hutan sulawesi, serta yang hidup di pepohonan (arboreal dan semi arboreal) yaitu beberapa jenis primata endemik Sulawesi, merupakan spesies yang paling rentan mengalami gangguan populasi dan habitat dan berada dalam ancaman kepunahan. Beberapa spesies tersebut diburu dan dikonsumsi terutama anoa (Bubalus depressicronis dan B. quarlesi), babirusa (Babyrousa spp.) dan babi hutan sulawesi (Sus celebensis). Hal ini menyebabkan ketiganya mengalami gangguan dan ancaman dengan intensitas yang sangat tinggi di habitat alaminya. Ketiga spesies itu termasuk dalam kelompok ungulata endemik Sulawesi (Sulawesi’s endemic forest ungulates) telah diburu dan dikonsumsi sejak manusia pertama menginjakkan kakinya di pulau ini, lebih dari 40 ribu tahun lalu. Ketiganya merupakan spesies mamalia darat terbesar di Sulawesi, dan karena itu pula sejak dahulu kala menjadi target buruan oleh manusia awal yang menghuni Sulawesi. Satwa tersebut hidupnya tergantung pada ekosistem hutan, sehingga terjadinya deforestasi, degradasi habitat serta alih fungsi hutan akan sangat mengganggu habitat dan populasinya. Demikian juga dengan spesies primata yang hidup di kanopi pohon (arboeral), hidupnya tergantung pada pohon yang berfungsi sebagai habitat dan sumber pakan. Spesies burung, khususnya julang sulawesi (Rhyticeros cassidix), kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus), dan maleo senkawor (Macrocephalon maleo) termasuk spesies yang hidupnya tergantung pada ekosistem hutan yang masih utuh atau hutan primer. Tanpa ekosistem hutan yang sehat maka kehidupan spesies tersebut akan terancam. Kakatua-kecil jambul- kuning (Cacatua sulphurea) yang pada dekade 1970–1980 masih cukup mudah dijumpai di daerah perkampungan dan di sekitar hutan, namun saat ini sudah sangat jarang, hampir punah di seluruh daratan Sulawesi. Demikian pula dengan kayu hitam sulawesi (Diospyros celebica) yang dalam bahasa komersial disebut kayu eboni sudah mulai langka di habitat aslinya. Eboni sejak zaman dahulu kala juga telah ditebang dan dipergunakan secara luas sebagai kayu konstruksi. Kayu pohon eboni memiliki kualitas

x Prakata kayu yang sangat baik, termasuk dalam kategori kelas kuat dan kelas awet satu. Selain kuat dan awet, corak kayu dan seratnya yang unik, menarik banyak pihak untuk mengoleksinya dan menjadikannya bahan untuk berbagai keperluan, baik untuk bangunan, meubel dan bahkan sebagai bahan baku pembuatan patung dan berbagai ukiran kayu. Buku ini ditulis dalam bentuk hand book yang dapat dipergunakan dengan mudah di lapangan. Buku ini merupakan pengembangan dari buku yang sebelumnya ditulis oleh penulis (Mustari dan Kurniawan 2011) yang berjudul ‘Manual Identifikasi Beberapa Spesies Kunci di Sulawesi’. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) yang telah mendanai penerbitan buku ini, sehingga informasi mengenai satwa kunci di Sulawesi dapat disebarluaskan dan lebih dipahami sehingga dapat meningkatkan kepedulian untuk melestarikannya. TNBNW terletak di Sulawesi Utara dan Gorontalo, merupakan kawasan konservasi darat terluas di Sulawesi dengan luas 282.098,93 hektare. Seluruh spesies kunci yang terdapat di dalam buku ini dapat dijumpai di TNBNW, kecuali beberapa spesies yang penyebarannya endemik di daerah tertentu di Sulawesi seperti monyet hitam (Macaca spp.), dan tarsius (Tarsius spp.). Di antara jenis satwa kunci di Sulawesi yang terdapat di TNBNW, yaitu anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), babirusa sulawesi (Babyrousa celebensis), babi hutan sulawesi (Sus celebensis), yaki (Macaca nigra), dihe (Macaca nigrescens), kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus), kuskus kerdil sulawesi (Strigocuscus celebensis), dan musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii). TNBNW juga kaya jenis burung endemik diantaranya maleo senkawor (Macrocephalon maleo), julang sulawesi (Rhyticeros cassidix), dan kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus).

xi Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Spesies kunci yang disajikan dalam buku ini dapat dijumpai di sebagian besar kawasan konservasi, hutan lindung, bahkan di hutan produksi di Sulawesi. Oleh karena itu buku ini dapat dipergunakan oleh berbagai pihak, baik staf taman nasional, BKSDA/BBKSDA, mahasiswa, peneliti, maupun masyarakat umum yang ingin mendapatkan informasi mengenai bio-ekologi satwa endemik Sulawesi. Semoga buku panduan lapang ini bermanfaat.

Juni 2020

Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.

xii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...... v KATA SAMBUTAN...... vii PRAKATA...... ix DAFTAR ISI...... xiii DAFTAR GAMBAR...... xv DAFTAR TABEL...... xxiii PENDAHULUAN...... 1 1. Anoa dataran rendah...... 10 2. Anoa gunung...... 13 3. Babirusa sulawesi...... 27 4. Babi hutan sulawesi...... 38 5. Kuskus beruang sulawesi...... 48 6. Kuskus beruang talaud...... 54 7. Kuskus tembung/kuskus kerdil sulawesi...... 62 8. Musang sulawesi...... 67 9. Monyet yaki...... 72 10. Monyet dihe...... 76 11. Monyet dige...... 80 12. Monyet fonti...... 84 13. Monyet boti...... 88 14. Monyet dare...... 93 15. Monyet digo/monyet butung...... 98 16. Monyet buton...... 103 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

17. Tarsius...... 108 18. Maleo...... 122 19. Kakatua-kecil jambul-kuning...... 129 20. Julang sulawesi...... 134 21. Kangkareng sulawesi...... 138 22. Elang sulawesi...... 142 23. Eboni...... 146 DAFTAR PUSTAKA...... 150 INDEKS ...... 158 TENTANG PENULIS...... 161

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anoa dataran rendah dari kawasan hutan wilayah Tolitoli (Foto Abdul Haris Mustari)...... 11 Gambar 2. Anoa dataran rendah, Suaka Margasatwa Nantu, Gorontalo (Foto Kompas)...... 12 Gambar 3. Tanduk anoa dataran rendah, berasal dari Tanjung Peropa dan Morowali (Foto Abdul Haris Mustari)...... 12 Gambar 4. Anoa gunung, berasal dari Pegunungan Latimojong, Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat (Foto Abdul Haris Mustari)...... 14 Gambar 5. Anoa gunung dari pegunungan di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 15 Gambar 6. Tanduk anoa gunung, berasal dari Gunung Gandang Dewata, Mamasa-Sulawesi Barat (Foto Abdul Haris Mustari)...... 15 Gambar 7. Sepasang anoa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 18 Gambar 8. Induk anoa dan anak umur enam bulan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 18 Gambar 9. Balandete Merremia peltata (kiri) serta bambu (kanan) merupakan tumbuhan pakan yang sangat disukai anoa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 19 Gambar 10. Tokoalinda Ellatostachys sp. (kiri) serta rumpio Acrosticum aureum (kanan); pucuk, daun dan tunasnya disukai anoa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 20 Gambar 11. Kura rano atau rumput rawa Eleocharis dulcis (Foto Abdul Haris Mustari)...... 20 Gambar 12. Buah makanan anoa, buah dongi Dillenia serrata (kiri) dan sukun hutan Artocarpus sp. (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 20 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 13. Berbagai jenis buah beringin Ficus spp., menjadi sumber makanan satwa di Hutan Sulawesi, termasuk anoa; buah yang jatuh ke lantai hutan atau buah yang tumbuh di batang dan akar (cauliflori), dapat dimakan anoa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 21 Gambar 14. Buah konduri Parkia roxburghii, aroma buah seperti petai, buahnya disukai oleh banyak jenis satwa termasuk anoa, babi hutan, monyet hitam sulawesi. Anoa dan babi hutan makan buah konduri yang jatuh ke lantai hutan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 22 Gambar 15. Buah berbagai jenis tumbuhan pololi/palli (Lithocarpus celebicum, L. helwandii, L. glutinosus), menjadi makanan anoa di habitat hutan pegunungan umumnya pada ketinggian di atas 1000 mdpl (Foto Abdul Haris Mustari)...... 22 Gambar 16. Penyebaran anoa dataran rendah (kiri) dan anoa gunung (kanan) (IUCN 2016)...... 24 Gambar 17. Kondisi feses anoa yang masih baru, kurang dari 24 jam (kiri), 2–3 hari (tengah), dan lebih 7 hari (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 25 Gambar 18. Jejak kaki anoa tercetak jelas pada substrat tanah yang lembek, dapat dijumpai di sekitar sumber air dan di sepanjang hutan riparian (Foto Abdul Haris Mustari)...... 26 Gambar 19. Taring (tusk) atas yang tumbuh ke atas dan melengkung ke belakang ke arah mata merupakan ciri khas babirusa; taring itu dimiliki babirusa jantan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 28 Gambar 20. Posisi taring pada babirusa jantan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 28 Gambar 21. Babirusa minum di tempat sesapan, salt-lick (atas) (Foto TNBNW), dan babirusa induk, anak, dan babirusa muda (bawah) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 29 Gambar 22. Babirusa jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 29 Gambar 23. Babirusa betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 30 xvi Daftar Gambar

Gambar 24. Induk babirusa dan anak umur 1–2 bulan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 30 Gambar 25. Skrotum pada jantan (kiri) dan vulva pada betina dewasa (kanan) merupakan penciri luar jenis kelamin babirusa yang dapat dikenali di lapangan, selain taring pada jantan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 31 Gambar 26. Babirusa jantan muda (Foto TNBNW) dan jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 31 Gambar 27. Babirusa sangat menyukai habitat berlumpur, berendam atau berkubang, dan sering membalut tubuhnya dengan lapisan lumpur untuk melindunginya dari sengatan matahari dan gigitan serangga (Foto Abdul Haris Mustari)...... 31 Gambar 28. Babirusa betina dan anak menyukai istirahat di bawah semak belukar (Foto Abdul Haris Mustari)...... 33 Gambar 29. Penyebaran babirusa di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya (IUCN 2017)...... 36 Gambar 30. Feses dan jejak kaki babirusa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 36 Gambar 31. Babi hutan sulawesi, jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 39 Gambar 32. Babi hutan sulawesi, betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 40 Gambar 33. Babi hutan sulawesi, induk dan anak, umur 2–3 bulan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 40 Gambar 34. Anak babi hutan sulawesi umur 1–2 bulan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 41 Gambar 35. Pangkal pohon tempat menggosok badan dan tempat berkubang/mandi babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)...... 42 Gambar 36. Babi hutan sulawesi pada waktu terik matahari sering berkubang/berendam untuk mendinginkan tubuh dan menghindari gigitan serangga (Foto Abdul Haris Mustari)...... 42

xvii Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 37. Kelompok babi hutan sulawesi sedang mencari makan dan berkubang/berendam (Foto Abdul Haris Mustari).... 43 Gambar 38. Kondisi sarang babi hutan sulawesi dan babirusa ketika induk akan melahirkan anak...... 43 Gambar 39. Sarang babi hutan sulawesi, bahannya dari ranting dan daun berbagai jenis tumbuhan bawah, kadang juga rumput dan pelepah rotan, dibangun oleh induk sesaat sebelum melahirkan (Foto Abdul Haris Mustari)...... 44 Gambar 40. Babi hutan betina dewasa dan anak sedang mencari makan dan minum (Foto Abdul Haris Mustari)...... 45 Gambar 41. Satu keluarga kecil babi hutan sulawesi, terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa dan anak (kiri) dan jantan dewasa dengan sepasang kutil dan ‘jenggot’ yang cukup menonjol (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 45 Gambar 42. Penyebaran babi hutan sulawesi (IUCN 2017)...... 46 Gambar 43. Perbandingan morfologi tengkorak, bentuk kuku, jejak kaki dan feses mamalia Sulawesi: anoa, babirusa dan babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)...... 47 Gambar 44. Kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus (Foto Abdul Haris Mustari)...... 49 Gambar 45. Kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus, ekor kadang berfungsi sebagai ‘kaki kelima’/prehensile (Foto Abdul Haris Mustari)...... 51 Gambar 46. Penyebaran kuskus beruang sulawesi (IUCN 2017)...... 53 Gambar 47. Kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi)...... 55 Gambar 48. Perbedaan morfologi kuskus beruang talaud Ailurops melanotis (kiri, Foto Terri Repi) dan kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus (kanan, Foto Abdul Haris Mustari), terutama terlihat pada warna telinga, lingkar mata dan ujung hidung yang lebih gelap (hitam) pada kuskus beruang talaud...... 56 Gambar 49. Perilaku lokomosi dan ujung ekor yang melilit berpegangan pada ranting,prehensile , yang dilakukan oleh kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi)...... 57 xviii Daftar Gambar

Gambar 50. Sepasang kuskus beruang talaud di habitat aslinya (Foto Terri Repi)...... 58 Gambar 51. Kondisi habitat kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi)...... 59 Gambar 52. Penyebaran kuskus beruang talaud di Pulau Salibabu (Kepulauan Talaud), Pulau Nusa dan Pulau Bukide (Kepulauan Sangihe) (Repi et al. 2019)...... 60 Gambar 53. Kuskus tembung dari Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara (Foto Abdul Haris Mustari)...... 63 Gambar 54. Kuskus tembung dari Kepulauan Sangihe (Foto Terri Repi)...... 64 Gambar 55. Penyebaran kuskus tembung (IUCN 2008)...... 66 Gambar 56. Musang sulawesi Macrogalidia musschenbroekii, individu muda (Foto TNBNW)...... 68 Gambar 57. Musang tenggalung Viverra tangalunga (kiri) dan musang luwak Paradoxurus hermaphroditus (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 69 Gambar 58. Penyebaran musang sulawesi (IUCN 2008)...... 71 Gambar 59. Monyet yaki Macaca nigra (Foto Ronny Adolof Buol)...... 73 Gambar 60. Penyebaran monyet yaki Macaca nigra (IUCN 2017)...... 75 Gambar 61. Monyet dihe Macaca nigrescens (Foto TNBNW)...... 77 Gambar 62. Penyebaran monyet dihe Macaca nigrescens (IUCN 2017)...... 79 Gambar 63. Monyet dige Macaca hecki (Foto Abdul Haris Mustari).... 81 Gambar 64. Penyebaran monyet dige Macaca hecki (IUCN 2017)...... 83 Gambar 65. Monyet fontiMacaca togeanus (Foto Octo & Ilustrasi Iskak M.)...... 85 Gambar 66. Penyebaran monyet fontiMacaca togeanus (IUCN 2017)...... 87 Gambar 67. Monyet boti Macaca tonkeana (Foto Abdul Haris Mustari)...... 89

xix Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 68. Monyet boti Macaca tonkeana yang terjerat dan akhirnya mati setelah berada 10 hari dalam perangkap yang terbuat dari kayu bulat dan bambu batangan serta terdapat umpan berupa jagung; perangkap ini dibuat oleh penduduk lokal, dipasang di sekitar kebun jagung di Pinrang Utara karena satwa ini dianggap hama oleh para petani; hal seperti ini sering terjadi di seluruh Sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari) ...... 90 Gambar 69. Penyebaran monyet boti Macaca tonkeana (IUCN 2017)...... 92 Gambar 70. Monyet dare Macaca maura (Foto Abdul Haris Mustari)...... 94 Gambar 71. Monyet dare Macaca maura, grooming (Foto Abdul Haris Mustari)...... 95 Gambar 72. Penyebaran monyet dare Macaca maura (IUCN 2017).... 97 Gambar 73. Monyet digo Macaca ochreata, jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 99 Gambar 74. Burung kadalan sulawesi Phaenicophaeus calyorhynchus, endemik Sulawesi, penduduk lokal menyebutnya burung monyet karena sering berada dekat dengan kelompok monyet yang sedang mencari makan (kiri), dan srigunting Dicrurus hottentottus, yang juga sering berada di dekat kelompok monyet (Foto Abdul Haris Mustari)...... 99 Gambar 75. Penyebaran monyet butung Macaca ochreata (IUCN 2008)...... 102 Gambar 76. Monyet buton Macaca brunnescens, jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 104 Gambar 77. Monyet buton Macaca brunnescens, betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 104 Gambar 78. Monyet buton Macaca brunnescens, betina muda (Foto Abdul Haris Mustari)...... 105 Gambar 79. Penyebaran monyet buton Macaca brunnescens (IUCN 2017)...... 107 xx Daftar Gambar

Gambar 80. Perbedaan morfologi jenis-jenis tarsius yang terdapat di Sulawesi (Shekelle et al. 2008)...... 112 Gambar 81. Tarsius sangirensis dari Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (Foto Hanom Bashari)...... 113 Gambar 82. Tarsius tumpara dari Pulau Siau, Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara (Foto Hanom Bashari)...... 113 Gambar 83. Tarsius niemitzi, Kepulauan Togean (Foto Myron Shekelle)...... 114 Gambar 84. Tarsius pelengensis dari Pulau Peleng, Sulawesi Tengah (Foto Fahri Naufal)...... 115 Gambar 85. Tarsius lariang dari Desa Mataue, Kulawi, Sulawesi Tengah (Foto Abdul Haris Mustari)...... 115 Gambar 86. Tarsius fuscus di TN Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan (Foto Abdul Haris Mustari) ...... 116 Gambar 87. Tarsius sp., Buton Form, Pulau Buton (Foto Hally Day)...... 116 Gambar 88. Penyebaran spesies tarsius di Sulawesi (IUCN 2008, 2011)...... 120 Gambar 89. Penyebaran spesies tarsius di Sulawesi (Shekelle et al. 2019)...... 121 Gambar 90. Maleo senkawor Macrocephalon maleo, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Foto Carlos Bocos) ...... 123 Gambar 91. Sepasang maleo senkawor Macrocephalon maleo di lokasi peneluran Muara Pusian, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone; jantan ditandai dengan warna bulu di bagian dada yang lebih kemerahan daripada betina (Foto Hanom Bashari)...... 124 Gambar 92. Sepasang maleo senkawor Macrocephalon maleo di habitat aslinya di Tambun, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Foto Hanom Bashari)...... 124 Gambar 93. Penyebaran maleo senkawor Macrocephalon maleo (IUCN 2016)...... 125

xxi Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 94. Habitat bertelur maleo senkawor di Cagar Alam Morowali (Foto Abdul Haris Mustari)...... 128 Gambar 95. Cacatua sulphurea paulandrewi dari Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara (kiri) dan Cacatua sulphurea djampeanus dari Tanahjampea, Kep Selayar, Sulawesi Selatan (kanan) (Foto Hanom Bashari)...... 130 Gambar 96. Cacatua sulphurea citrinocristata dari Pulau Sumba dan lubang sarang pada batang pohon bolongita, Tetrameles nudiflora (Foto Abdul Haris Mustari)...... 131 Gambar 97. Cacatua moluccensis dari Pulau Seram (kiri) dan Cacatua alba dari Pulau Halmahera (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 131 Gambar 98. Penyebaran kakatua-kecil jambul-kuning (IUCN 2017)... 133 Gambar 99. Julang sulawesi Rhyticeros cassidix, jantan dewasa (kiri), dan betina dewasa (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)...... 135 Gambar 100. Kangkareng sulawesi Penelopides exarhatus, betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)...... 139 Gambar 101. Penyebaran julang sulawesi dan kangkareng sulawesi (IUCN 2016)...... 141 Gambar 102. Elang sulawesi Nisaetus lanceolatus, individu muda (Foto Abdul Haris Mustari)...... 143 Gambar 103. Penyebaran elang sulawesi (IUCN 2017)...... 144 Gambar 104. Eboni atau kayu hitam sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)...... 147 Gambar 105. Kayu eboni memiliki corak yang khas (Foto Abdul Haris Mustari)...... 149

xxii DAFTAR TABEL

Tabel 1 Peran dan posisi setiap spesies dalam ekosistem...... 7 Tabel 2 Spesies, penyebaran dan status konservasi tarsius di Sulawesi...... 110 Tabel 3 Perbandingan kepadatan berbagai spesies tarsius...... 119 Tabel 4 Perbandingan bio-ekologi dan morfologi Tarsius lariang, T.dentatus, dan T.pumilus yang penyebarannya di bagian tengah, barat, dan selatan Sulawesi...... 120

PENDAHULUAN

Terletak di antara pengaruh Zoogeografi Oriental di bagian barat (Sundaic) dan Zoogeografi Australia di sebelah timur (Papuan) Indonesia, kawasan Wallacea memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi termasuk berbagai jenis fauna dan flora endemik. Bio-region Wallacea pertama kali dicetuskan dan kemudian dipopulerkan oleh seorang pengelana alam (naturalis) Inggris, Alfred Russel Wallace, pada tahun 1856 yang berdasarkan pengamatannya bahwa kawasan ini memiliki jenis satwa dan tumbuhan yang berbeda dengan yang ada di bagian barat dan timur nusantara. Jenis satwa dan tumbuhan yang ada merupakan perpaduan wilayah barat dan timur, namun jenis yang dijumpai berbeda dengan jenis-jenis di wilayah penyebaran leluhurnya karena berbagai jenis satwa dan tumbuhan tersebut telah mengalami isolasi genetik dalam waktu evolusi yang sangat lama sehingga muncul spesies-spesies baru, spesiasi (speciation). Sulawesi merupakan pulau terbesar di Bio-Region Wallace, memiliki peran yang sangat penting dalam hal pelestarian keanekaragaman hayati khususnya berbagai jenis satwa dan tumbuhan langka dan endemik. Dari 127 spesies mamalia Sulawesi, 79 spesies (62%) merupakan spesies endemik (Whitten et al. 1987). Hasil pendataan terakhir (Maryanto et al. 2019) menunjukkan bahwa mamalia di Sulawesi tercatat sebanyak 230 spesies. Jumlah tersebut terdiri dari 114 spesies mamalia darat, 75 spesies kelelawar, 32 spesies mamalia air (paus dan lumba-lumba), serta 9 satwa domestik. Dari 114 spesies mamalia darat, sebanyak 95 spesies (83,3 %) endemik Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya seperti Kepulauan Sangihe, Kepulaun Talaud, Kepulauan Togean, Peleng, Buton, dan Muna. Dari 75 spesies kelelawar, 18 spesies adalah endemik. Apabila jumlah jenis mamalia darat dan kelelawar digabung (189 spesies), maka jumlah spesies endemik adalah 113 spesies (59,8%). Kemungkinan tingkat endemisitas mamalia Sulawesi akan terus bertambah. Tarsius di Sulawesi, misalnya yang pada awalnya diketahui hanya satu spesies (Tarsius spectrum), saat ini dikenal 12 spesies. Beberapa spesies baru mamalia dari Ordo Rodensia, khususnya Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi jenis tikus (Sciuridae dan Muridae) juga ditemukan di daerah pegunungan Sulawesi Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Demikian pula dengan satwa dari taksa burung, amfibi, reptil, serta serangga senantiasa terjadi penambahan jumlah spesies, seiring ditemukannya spesies baru. Spesies yang disajikan dalam buku ini merupakan spesies endemik (endemic species) Sulawesi. Spesies tersebut ada yang berperan sebagai spesies kunci (key species), spesies payung (umbrella species), spesies bendera (flagship species) untuk konservasi, dan spesies maskot daerah di Sulawesi. Beberapa spesies berperan baik sebagai spesies kunci, spesies payung, dan spesies bendera sekaligus. Spesies endemik yaitu spesies yang penyebaran alaminya hanya terdapat di suatu habitat atau region tertentu. Banyak spesies di Sulawesi dan disajikan dalam buku ini tingkat endemisitasnya sangat tinggi karena tidak hanya endemik Sulawesi, tetapi endemik pada daerah tertentu di Sulawesi. Beberapa spesies monyet hitam Sulawesi dari genus Macaca, endemik pada region atau bentang alam tertentu di Sulawesi. Demikian pula dengan spesies tarsius yang hanya terdapat pada daerah tertentu, wilayah penyebarannya sangat sempit, bahkan beberapa spesies hanya ditemukan pada suatu pulau kecil seperti Tarsius tumpara (Pulau Siau), T. sangirensis (Pulau Sangihe), T. niemitzi (Kepulauan Togean), dan T. pelengensis (Kepulauan Banggai). Spesies kunci adalah spesies yang berdampak besar terhadap lingkungan sehingga dapat mempengaruhi ekosistem. Sehat atau tidak sehatnya ekosistem bergantung pada keberadaan spesies tersebut. Ekosistem secara keseluruhan dapat terganggu, rusak apabila spesies kunci punah atau terganggu. Keberadaan spesies kunci akan mempengaruhi keberadaan dan kelangsungan hidup spesies lain pada suatu ekosistem hutan. Spesies kunci dapat berupa spesies yang memakan jenis tumbuhan atau buah tertentu dan menjadi agen penyebar biji atau benih tumbuhan. Bukan hanya berperan menyebarkan benih tumbuhan, tetapi spesies kunci merangsang perkecambahan berbagai jenis tumbuhan. Tanpa kehadirannya, benih tumbuhan tidak dapat tersebar, berkecambah atau tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, babi hutan sulawesi dan babirusa melalui aktivitas mencari makan berupa cacing atau akar/umbi tumbuhan menggali atau menyungkur sehingga tanah seperti dibajak, digemburkan,

2 Pendahuluan sehingga aerasi tanah meningkat, karena itu Kapasitas Tukar Kation (KTK) tinggi. Tanah dengan nilai KTK tinggi berarti tanah yang subur. Dengan tanah yang subur benih berbagai jenis tumbuhan yang jatuh di lantai hutan akan berkecambah dan tumbuh dengan baik. Sehingga selain menyebarkan buah dan biji tumbuhan, babi hutan sulawesi dan babirusa juga menyediakan tanah tempat tumbuh yang subur berbagai jenis tumbuhan di hutan. Karena itu regenerasi vegetasi hutan berlangsung dengan baik, jenis satwa lain pun akan mendapatkan makanan yang cukup karena tumbuhan dan buah tersedia melimpah di hutan dimana terdapat babi hutan sulawesi dan babirusa. Demikian pula dengan anoa yang makanannya adalah berbagai jenis tumbuhan dan buah di hutan, secara ekologi berperan sebagai satwa kunci. Buah dan biji berbagai jenis tumbuhan, di antaranya dongi (Dillenia serrata, D.celebica, dan D.ochreata), beringin (Ficus spp.) serta konduri (Parkia roxburghii) menjadi makanan kesukaan anoa. Biji di dalam buah tidak tercerna dalam proses pencernaan anoa, tetapi akan keluar bersama feses. Berbagai jenis biji yang keluar dari proses pencernaan anoa, yang selanjutnya bersama feses pada akhirnya akan berkecambah dengan baik. Benih tumbuhan yang terdapat dalam feses banyak jenis satwa memiliki daya tumbuh (viabilitas) yang sangat tinggi. Apalagi tanah hutan akan menjadi subur dengan adanya feses satwa. Karena itu feses satwa adalah pupuk organik yang tersedia secara alami di hutan. Dapat dipastikan bahwa adanya peran penting satwa maka biji/benih tumbuhan akan berkecambah dan kemudian tumbuh menjadi individu baru yang menjamin kelangsungan regenerasi tumbuhan hutan. Peran ekologi babi hutan sulawesi sangat penting, banyak spesies tumbuhan dan satwa lain yang hidupnya bergantung pada keberadaan mamalia omnivora ini. Oleh karena itu, meskipun spesies ini tidak/belum termasuk spesies yang dilindungi oleh pemerintah RI, tidak tercatat dalam appendix pada CITES, serta ‘hanya’ tergolong Near Threatened dalam IUCN Red List, namun sesungguhnya babi hutan sulawesi memiliki peran ekologis yang sangat penting karena banyak spesies lain yang hidupnya sangat bergantung dari keberadaan dan peran ekologisnya di alam. Peran ekologi babi hutan jauh melebihi status konservasinya, spesies ini merupakan spesies kunci dalam kelangsungan ekosistem.

3 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Spesies payung yaitu spesies yang dipilih untuk membuat keputusan terkait konservasi. Dengan melindungi spesies payung, maka spesies lain yang ada di dalam ekosistem akan ikut terlindungi. Karena itu spesies payung umumnya adalah spesies yang memiliki wilayah jelajah (home range) yang luas. Apabila habitat yang menjadi wilayah jelajahnya terjaga dengan baik, maka seluruh satwa dan tumbuhan serta komponen ekosistem yang ada di dalamnya dapat terlindungi. Karena itu spesies payung secara fungsional ekologis akan memayungi spesies lain. Spesies bendera (flagship species), yaitu spesies yang menjadi simbol atau ikon untuk konservasi, yang keberadaannya mampu menggalang aksi dan dapat meningkatkan kesadartahuan dan dukungan parapihak dalam upaya pelestarian lingkungan. Salah satu ciri spesies bendera yaitu memiliki daya tarik publik yang tinggi sehingga menjadi simbol untuk kegiatan konservasi. Spesies maskot (mascot flora and fauna) adalah spesies yang dijadikan simbol atau ikon untuk daerah tertentu. Setiap provinsi di Indonesia memiliki fauna dan flora maskot yang menjadi lambang daerah. Demikian pula di Sulawesi, setiap provinsi memiliki satu pasang fauna dan flora maskot yang merupakan ciri khas daerah tersebut. Diharapkan bahwa dengan adanya fauna dan flora maskot, maka pemerintah dan seluruh elemen masyarakat di daerah tersebut akan merasa memiliki dan senantiasa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelestarian spesies tersebut. Dengan adanya partisipasi aktif dari pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk melestarikan keberadaan fauna dan flora maskot, maka tumbuh kepedulian untuk melestarikan hutan dan lingkungan secara keseluruhan. Suatu spesies dapat menjadi spesies kunci, spesies payung, spesies bendera dan spesies maskot sekaligus. Anoa dan babiusa adalah spesies kunci, spesies payung, spesies bendera dan spesies maskot. Bahkan kedua spesies tersebut hampir identik dengan pulau itu karena dengan menyebut anoa dan babirusa maka ingatan akan tertuju ke pulau yang terletak di bagian timur Indonesia itu. Anoa dan babirusa tercatat dalam Appendix I CITES dan telah dilindungi undang-undang sejak 1931. Anoa termasuk Endangered dan babirusa termasuk Vulnerable oleh IUCN Red List. Babi hutan sulawesi, meskipun statusnya belum dilindungi, namun

4 Pendahuluan penyebarannya terbatas di Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, sehingga harus dijaga kelestariannya agar tetap menjadi agen penting penyebaran berbagai jenis biji tumbuhan hutan yang menjamin terjadinya regenerasi hutan yang sehat di habitatnya. Selain jenis-jenis satwa berkuku (ungulata) seperti tersebut di atas, Sulawesi merupakan habitat alam kuskus beruang (Ailurops ursinus), kuskus talaud (A.melanotis), kuskus tembung/kuskus kerdil sulawesi (Strigocuscus celebensis), dan musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii). Pulau ini juga dihuni oleh delapan spesies monyet dari genus Macaca, yaitu monyet yaki (Macaca nigra), monyet dihe (M. nigrescens), monyet dige (M. hecki), monyet fonti (M. togeanus), monyet boti (M. tonkeana), monyet dare (M. maura), monyet digo (M. ochreata), dan monyet buton (M. brunnescens). Namun jumlah spesies monyet tersebut ada yang menganggap beberapa spesies tersebut (dihe, dige, fonti, dan butun) merupakan sub spesies (Fooden 1969). Suatu hal yang lebih menakjubkan lagi dalam hal keanekaragaman hayati Sulawesi, yaitu banyaknya jumlah spesies tarsius. Dari 14 spesies tarsius dunia, 13 spesies terdapat di Indonesia; dan dari 13 spesies tarsius di Indonesia itu, 12 spesies terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Hal ini menunjukkan bagaimana pentingnya ekosistem hutan di Sulawesi dalam hal menjaga kelangsungan hidup spesies tersebut. Selain mamalia, terdapat jenis burung dari suku Megapodidae yaitu maleo senkawor (Macrocephalon maleo). Karakteristik spesies maleo ini sangat istimewa, salah satunya yaitu ukuran telurnya yang hampir lima kali lebih besar dari ukuran telur ayam kampung biasa. Terdapat tonjolan besar di bagian belakang kepala yang salah satu fungsinya adalah mendeteksi panas bumi, karena burung ini tidak mengerami telurnya melainkan telur ditimbun di tanah atau pasir dengan bantuan panas bumi untuk penetasannya. Setiap mendengar kata burung maleo, maka pasti ingatan akan tertuju ke Sulawesi, menandakan bahwa burung ini juga identik dengan Pulau Sulawesi. Sulawesi juga merupakan habitat berbagai jenis burung langka paruh bengkok yaitu kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea). Hutan hujan tropis Sulawesi juga menjadi habitat penting bagi dua jenis burung dari suku Bucerotidae yaitu julang sulawesi (Rhyticeros cassidix)

5 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi dan kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus). Untuk jenis burung pemangsa terdapat elang sulawesi (Nisaetus lanceolatus) yang memperkaya khasanah keanekaragaman hayati pulau tersebut. Julang sulawesi dan kangkareng sulawesi adalah spesies kunci, keduanya berperan penting dalam menyebarkan buah dan biji berbagai jenis tumbuhan terutama berbagai jenis beringin (Ficus spp.). Buah beringin menjadi makanan utama julang sulawesi dan kangkareng sulawesi. Demikian juga dengan elang sulawesi yang berfungsi sebagai pemangsa puncak (top predator), menjadi pengendali populasi berbagai jenis mamalia kecil, reptil, ular dan burung lain, sehingga populasi alam menjadi sehat dan berada dalam keseimbangan alami. Selain kaya berbagai jenis satwa, Sulawesi juga memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi di antaranya yang paling dikenal adalah kayu hitam sulawesi atau eboni (Diospyros celebica). Kayu eboni dikenal baik di dalam maupun di luar negeri karena memiliki kelas kuat dan kelas awet satu serta corak dan warna kayu terasnya yang khas, hitam kecokelatan bergaris. Kayu ini sangat disukai oleh konsumen baik untuk furnitur maupun untuk ukiran. Hal ini menjadikan eboni sebagai salah satu jenis kayu mewah fancy wood yang dimiliki Indonesia. Karena termasuk kayu mewah, eboni banyak dicari dan diperdagangkan sehingga memicu terjadinya penebangan liar yang menyebabkan kayu ini semakin langka di habitat aslinya di hutan tropis Sulawesi. Data dan informasi mengenai beberapa spesies kunci di Sulawesi seperti tersebut di atas masih sedikit diketahui. Buku Manual Identifikasi dan Bio- ekologi Spesies Kunci di Sulawesi diharapkan menjadi referensi tambahan dalam melakukan identifikasi beberapa spesies kunci di Sulawesi. Dengan mengenal karakteristik spesies lebih baik, maka dapat dilakukan identifikasi yang tepat. Dengan identifikasi yang tepat maka pengumpulan data dasar mengenai habitat, populasi dan penyebaran spesies tersebut dapat dilakukan dengan lebih akurat. Dengan adanya data yang akurat maka dapat dilakukan langkah dan upaya yang tepat untuk pengelolaan habitat dan populasi spesies. Hal ini penting bukan hanya untuk para pegiat konservasi, peneliti, dan para peminat kehidupan satwa dan tumbuhan liar, tetapi juga penting sebagai upaya penyebarluasan informasi biodiversitas kepada masyarakat luas.

6 Pendahuluan

Setiap spesies yang disajikan dalam buku ini terdapat nama ilmiah, nama daerah atau nama lokal, dan nama Indonesia. Nama Indonesia yang tertera dalam buku ini sesuai dengan nama spesies tersebut yang tercantum pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (PermenLHK No.P.106/2018), mengenai jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Tabel 1. Peran dan posisi setiap spesies dalam ekosistem

Relung Posisi dalam Ekosistem Nama Indonesia/ Nama Ilmiah Ekologi/ Nama Daerah Spesies Spesies Flagship Trophic level kunci payung species Anoa dataran Bubalus Herbivora √ √ √ rendah depressicornis Anoa gunung B. quarlesi Herbivora √ √ √ Babirusa sulawesi Babyrousa Omnivora √ √ √ celebensis Babi hutan Sus celebensis Omnivora √ √ sulawesi Kuskus beruang Ailurops ursinus Folivora √ sulawesi Kuskus beruang A.melanotis Folivora √ talaud Kuskus tembung Strigocuscus Frugivora √ celebensis Musang sulawesi Macrogalidia Carnivora √ √ √ musschenbroekii Monyet yaki Macaca nigra Frugivora √ Monyet dihe M. nigrescens Frugivora √ Monyet dige M. hecki Frugivora √ Monyet fonti M. togeanus Frugivora √ Monyet boti M. tonkeana Frugivora √ Monyet dare M. maura Frugivora √ Monyet digo M. ochreata Frugivora √ Monyet butun M. brunnescens Frugivora √ Krabuku sangihe Tarsius sangirensis Insectivora √ Tarsius siau T. tumpara Insectivora √ Krabuku peleng/ T. pelengensis Insectivora √ lakasinding Krabuku tangkasi T. tarsier Insectivora √

7 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Tabel 1. Peran dan posisi setiap spesies dalam ekosistem (lanjutan)

Relung Posisi dalam Ekosistem Nama Indonesia/ Nama Ilmiah Ekologi/ Nama Daerah Spesies Spesies Flagship Trophic level kunci payung species Tarsius gursky T. Insectivora √ spectrumgurskyae Tarsius niemitz/ T. niemitzi Insectivora √ bunsing Tarsius supriatna T. supriatnai Insectivora √ Tarsius wallace T. wallacei Insectivora √ Krabuku kecil T. pumilus Insectivora √ Krabuku diana T. dentatus Insectivora √ Tangkasi/tarsius T. lariang Insectivora √ lariang Tarsius/balau T. fuscus Insectivora √ cangke Maleo senkawor Macrocephalon Granivora, √ √ √ maleo cacing dan serangga Kakatua-kecil Cacatua Frugivora, √ jambul-kuning sulphurea Frutivora Julang sulawesi Rhyticeros cassidix Frugivora √ Kangkareng Penelopides Frugivora √ sulawesi exarhatus Elang sulawesi Nisaetus Carnivora √ lanceolatus Eboni Diospyros celebica √ Keterangan: Herbivora=pemakan tumbuhan secara umum; Browser=Pemakan herba, rumput; Frugivora=Pemakan buah; Fructivora=Pemakan buah dan biji; Folivora=Pemakan daun; Insectivora=Pemakan serangga; Carnivora=Pemakan daging; Omnivora=Pemakan segala. Pada dasarnya satwaliar makan berbagai jenis makanan, namun yang ditulis pada kolom relung ekologi/trophic level adalah jenis makanan utama (herbivora, carnivora, frugivora, frutivora, insectivora, dll).

Fauna dan flora maskot daerah Setiap provinsi di Indonesia memiliki fauna dan flora khas yang menjadi maskot provinsi tersebut. Demikian pula dengan provinsi di Sulawesi, masing-masing memiliki fauna dan flora sebagai lambang, maskot, atau

8 Pendahuluan ikon daerah. Fauna dan flora maskot menjadi lambang dan kebanggaan daerah masing-masing. Diharapkan bahwa pemerintah daerah dan masyarakat melestarikan fauna dan flora maskot tersebut di habitat aslinya di Sulawesi. Dengan melestarikan fauna dan flora maskot berarti juga melestarikan ekosistem, karena fauna dan flora maskot merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem hutan Sulawesi. Berikut adalah fauna dan flora maskot setiap provinsi di Sulawesi: Sulawesi Utara : tarsius (Tarsius spectrum Syn. Tarsius spectrumgurskyae), dan pohon Langusei (Ficus minahassae). Gorontalo : ikan bulalo (Liza dussumieri), dan pohon gupasa (Vitex cofassus). Sulawesi Tengah : burung maleo senkawor (Macrocephalon maleo), dan pohon eboni (Diospyros celebica). Sulawesi Barat : burung mandar dengkur (Aramidopsis plateni), dan pohon cempaka hutan kasar (Elmerrillia ovalis). Sulawesi Selatan : burung julang sulawesi (Rhyticerios cassidix), dan pohon lontar (Borassus flabellifer). Sulawesi Tenggara: anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), dan anggrek serat (Diplocaulobium utile).

9 1. Anoa dataran rendah

Suku : Bovidae Nama Latin : Bubalus depressicornis H. Smith, 1827 Nama Inggris : Lowland Anoa Nama Lokal : Anuang, Anoa dataran rendah, Kadue meeto (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix I PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Secara taksonomi, anoa termasuk dalam genus kerbau, Bubalus, namun bentuk tubuh serta arah tumbuh tanduk lebih menyerupai sapi pada umumnya, genus Bos. • Tanduk tumbuh lurus ke atas arah agak ke belakang, berbeda dengan tanduk kerbau yang umumnya tumbuh ke arah samping kemudian agak melengkung ke atas. • Warna rambut dari hitam kecokelatan sampai hitam legam, rambut lebih jarang pada individu dewasa. • Anoa merupakan spesies kerbau yang paling kecil ukuran tubuhnya • Panjang ekor mencapai lutut kaki belakang. • Tinggi bahu berkisar 70–110 cm. • Berat badan dewasa berkisar 80–100 kg (kadang mencapai 120–130 kg). 1. Anoa dataran rendah

• Telinga berbentuk oval (lonjong), bagian ujung meruncing, bagian dalam berwarna terang (putih kecokelatan), terdapat noktah putih di daun telinga sebelah dalam. • Ujung hidung berwarna hitam. • Kadang terdapat warna putih pada bagian bawah leher berbentuk setengah lingkaran atau bulan sabit (white crescent), serta kadang terdapat titik putih (white spot) di samping pipi. • Bentuk pangkal tanduk mendekati bentuk segitiga, membesar di pangkal tanduk dan semakin mengecil dan meruncing ke arah ujung. • Potongan melingkar pangkal tanduk tidak bulat seperti cincin atau model silinder, tetapi agak pipih atau depressed (dari suku kata inilah nama spesies anoa dataran rendah berasal Bubalus depressicornis). • Terdapat garis-garis melingkar menyerupai cincin (wrinkled) dari pangkal sampai sekitar pertengahan panjang tanduk. • Panjang tanduk dapat mencapai 35 cm (paling panjang tercatat 37 cm di Natural History Museum Paris), tetapi umumnya berkisar 20–30 cm.

Gambar 1 Anoa dataran rendah dari kawasan hutan wilayah Tolitoli (Foto Abdul Haris Mustari) Gambar 1. Anoa dataran rendah dari kawasan hutan wilayah Tolitoli (Foto Abdul Haris Mustari)

11

Gambar 2 Anoa dataran rendah, Cagar Alam Nantu, Gorontalo (Foto Kompas)

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi Gambar 1 Anoa dataran rendah dari kawasan hutan wilayah Tolitoli (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 2 2.Anoa dataranAnoa dataran rendah, Cagar rendah, Alam Suaka Nantu, Margasatwa Gorontalo (Foto Nantu, Kompas) Gorontalo (Foto Kompas)

Gambar 3 Tanduk 3. anoaTanduk dataran anoa rendah, dataran berasal dari rendah, Tanjung Peropa berasal dan Morowalidari Tanjung (Foto Abdul Peropa Haris Mustari)

dan Morowali (Foto Abdul Haris Mustari)

2.12 Anoa gunung Suku : Bovidae Nama Latin : Bubalus quarlesi Ouwens, 1910 Nama Inggris : Mountain Anoa Nama Lokal : Anoa gunung, Kadue wosula (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix I PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

 Ukuran tubuh anoa gunung lebih kecil dibandingkan anoa dataran rendah  Tanduk tumbuh lurus ke atas arah agak ke belakang, berbeda dengan tanduk kerbau yang umumnya tumbuh ke arah samping kemudian agak melengkung ke atas  Warna rambut coklat kemerahan, tebal, agak ikal ataukeriting (woolly)  Ekor anoa gunung lebih pendek dibading ekor anoa dataran rendah, panjangnya tidak mencapai lutut kaki belakang  Tinggi bahu (shoulder height) berkisar 60 - 70 cm  Berat badan dewasa berkisar 50 - 70 kg  Telinga berbentuk oval (lonjong), bagian dalam berwarna coklat kehitaman  Ujung hidung berwarna hitam  Potongan melingkar pangkal tanduk bulat mendekati bentuk cincin, diameter tanduk dari pangkal sampai pertengahan tanduk hampir sama besar (seperti tabung) kemudian semakin mengecil dan meruncing di bagian ujung  Permukaan tanduk rata/halus, tidak terdapat garis-garis menyerupai lingkaran cincin (wrinkled) dari pangkal sampai sekitar pertengahan panjang tanduk seperti pada tanduk anoa dataran rendah;kalaupun ada garis-garis melingkar hanya berupa garis halus  Panjang tanduk mencapai 25 cm (umumnya berkisar 15 - 20 cm)

2. Anoa gunung

Suku : Bovidae Nama Latin : Bubalus quarlesi Ouwens, 1910 Nama Inggris : Mountain Anoa Nama Lokal : Anoa gunung, Kadue wosula (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix I PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Ukuran tubuh anoa gunung lebih kecil dibandingkan anoa dataran rendah. • Tanduk tumbuh lurus ke atas arah agak ke belakang, berbeda dengan tanduk kerbau yang umumnya tumbuh ke arah samping kemudian agak melengkung ke atas. • Warna rambut cokelat kemerahan, tebal, agak ikal atau keriting (woolly). • Ekor anoa gunung lebih pendek dibanding ekor anoa dataran rendah, panjangnya tidak mencapai lutut kaki belakang. • Tinggi bahu (shoulder height) berkisar 60–70 cm. • Berat badan dewasa berkisar 50–70 kg. • Telinga berbentuk oval (lonjong), bagian dalam berwarna cokelat kehitaman. • Ujung hidung berwarna hitam. Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Potongan melingkar pangkal tanduk bulat mendekati bentuk cincin, diameter tanduk dari pangkal sampai pertengahan tanduk hampir sama besar (seperti tabung) kemudian semakin mengecil dan meruncing di bagian ujung. • Permukaan tanduk rata/halus, tidak terdapat garis-garis menyerupai lingkaran cincin (wrinkled) dari pangkal sampai sekitar pertengahan panjang tanduk seperti pada tanduk anoa dataran rendah; kalaupun ada garis-garis melingkar hanya berupa garis halus. • Panjang tanduk mencapai 25 cm (umumnya berkisar 15–20 cm).

Gambar 4 4. Anoa Anoa gunung, gunung, berasal berasal dari Peg dariunungan Pegunungan Latimojong Latimojong,, Sulawesi Selatan Sulawesi-Sulawesi Barat (Foto Abdul HarisSelatan-Sulawesi Mustari) Barat (Foto Abdul Haris Mustari)

14

Gambar 5 Anoa gunung dari pegunungan di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 4 Anoa gunung, berasal dari Pegunungan Latimojong, Sulawesi2. Anoa Selatan gunung-Sulawesi Barat (Foto Abdul Haris Mustari)

GambarGambar 5. 5 AnoaAnoa gunung gunung dari pegunungan dari pegunungan di Luwu Utara di , LuwuSulawesi Utara, Selatan Sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari) Selatan (Foto Abdul Haris Mustari)

GambarGambar 6.6 Tanduk Tanduk anoa gunung, anoa berasalgunung, dari berasal Gunung Gandang dari Gunung Dewata ,Gandang Mamasa-Sulawesi Dewata, Barat (Foto Abdul Haris Mustari) Mamasa-Sulawesi Barat (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi 15 Anoa dataran rendah & Anoa gunung Bubalus depressicornis Bubalus quarlesi Lowland Anoa Mountain Anoa

Berikut beberapa nama daerah anoa di Sulawesi yang telah dicatat oleh penulis. Setiap suku memiliki nama daerah yang berbeda untuk anoa, dimana tercatat minimal 23 nama daerah untuk anoa di seluruh Sulawesi (Mustari 1995, 2003, 2019), sebagaimana tercantum berikut ini:

Nama daerah Suku dan daerah

Buulu tutu, Bandogo tutu : Minahasa, Sulawesi Utara

Bantong : Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara

Sapi utan, Dangko, Langkau : Gorontalo

Nuua : Kaili, Sulawesi Tengah

Baulu, Buulu : Dampelas, Sulawesi Tengah

Bokulru dan Bukuya : Tolitoli, Sulawesi Tengah

Lupu : Kulawi, Sulawei Tengah

Ntokoo : Tobaku, Sulawesi Tengah

Tometungka : Lembah Bada, Sulawesi Tengah

Benci (baca e seperti dalam kata : Pamona (Poso) dan Luwu enak)

Nuang, Nua : Rongkong, Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Tokata : Mamasa, dan Toraja bagian barat

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Informasi singkat mengenai ekologi Anoa dataran rendah & Anoa gunung Bubalus depressicornis Bubalus quarlesi Lowland Anoa Mountain Anoa

Berikut beberapa nama daerah anoa di Sulawesi yang telah dicatat oleh penulis. Setiap suku memiliki nama daerah yang berbeda untuk anoa, dimana tercatat minimal 23 nama daerah untuk anoa di seluruh Sulawesi (Mustari 1995, 2003, 2019), sebagaimana tercantum berikut ini:

Nama daerah Suku dan daerah Buulu tutu, Bandogo tutu : Minahasa, Sulawesi Utara Bantong : Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara Sapi utan, Dangko, Langkau : Gorontalo Nuua/Nua : Kaili, Napu, Sulawesi Tengah Baulu, Buulu : Dampelas, Sulawesi Tengah Bokulru dan Bukuya : Tolitoli, Sulawesi Tengah Lupu : Kulawi, Sulawei Tengah Ntokoo : Tobaku, Sulawesi Tengah Tometungka : Lembah Bada, Sulawesi Tengah Benci (baca e seperti dalam kata : Pamona (Poso) dan Luwu enak) Nuang, Nua : Rongkong, Luwu Utara, Sulawesi Selatan Tokata : Mamasa, dan Toraja bagian barat Anoang matjetjo (maceco) : Toraja, untuk anoa gunung Anuang : Malili dan Matano, Sulawesi Selatan Kadue : Tolaki, Sulawesi Tenggara Noa : Buton, Sulawesi Tenggara Soko : Bugis, Sulawesi Selatan Sumber: Mustari (1995, 2003, 2019)

16 2. Anoa gunung

Perilaku • Indera penciuman (olfactory-system) anoa sangat peka dan selalu menghindar dari kontak langsung dengan manusia atau dari lingkungan manusia. • Seseorang yang ingin mengamati anoa di habitat aslinya hendaknya tidak menggunakan wangi-wangian, tidak merokok, dan aroma lain yang akan mengganggu anoa. • Pengamatan dapat dilakukan dengan menempatkan diri di bawah angin dari posisi yang diperkirakan terdapat anoa. • Anoa hidup soliter dengan jumlah anggota kelompok 1–3 ekor. Apabila dijumpai lebih dari 3 individu anoa dalam satu kelompok (biasanya di sekitar tempat mandi/berkubang/berendam), maka itu bukan kelompok tetap karena akan terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil ketika kembali ke hutan mencari makan. • Anoa dapat diamati pada waktu siang atau malam karena satwa ini aktif mencari makan pada siang dan malam hari. • Pengamat harus berhati-hati saat anoa terluka, beranak atau pada musim kawin karena satwa sangat agresif pada kondisi tersebut. • Pengamat dapat menunggu pada sumber air atau tempat berkubang yang sering dikunjungi anoa untuk memperbesar kemungkinan pertemuan dengan anoa karena anoa sering mengunjungi sumber air untuk minum, mandi atau berkubang saat terik matahari sekitar pukul 11.00–14.00. • Pada daerah dimana frekuensi aktivitas manusia tinggi, anoa lebih sering aktif pada malam hari.

Reproduksi • Anoa dewasa kelamin pada umur 3–4 tahun. • Musim kawin berlangsung pada musim kemarau, yaitu pada bulan Agustus sampai November. • Masa kehamilan induk anoa sekitar 9–10 bulan atau sekitar 275–315 hari. • Induk anoa akan melahirkan dalam periode Agustus–November tahun berikutnya, yaitu pada musim kemarau atau awal musim hujan. 17 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Jumlah anak yang dilahirkan seekor anoa betina setiap kali melahirkan (litter size) adalah 1 ekor, jarang 2 anak yang dilahirkan per kelahiran oleh satu induk. • Rentang hidup anoa (life span) dapat mencapai 27 tahun.

Gambar 7. Sepasang anoa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 8. Induk anoa dan anak umur enam bulan (Foto Abdul Haris Mustari)

18

2. Anoa gunung

Pakan Anoa termasuk satwa ruminansia browser, makanannya lebih banyak memakan dedaunan daripada rerumputan. Hasil penelitian Mustari (1995, 2003, 2019) menunjukkan bahwa di alam, anoa mengonsumsi lebih 140 spesies tumbuhan; jenis makanan anoa terutama tumbuhan dikotil (70%) yaitu daun lebar serta berbagai jenis tumbuhan bawah dan liana, dan tumbuhan monokotil seperti berbagai jenis rumput, bambu, dan berbagai jenis buah yang jatuh ke lantai hutan seperti buah kayu hitam (Diospyros malabarica, D. celebica ), berbagai jenis beringin (Ficus spp), dongi (Dillenia serrata, D.ochreata, D.celebica), rao (Dracontomelon mangiferum, D.dao), huhubi (Artocarpus dasyphyllus), kase (Chisoceton ceramicus), matoa (Pometia pinnata), daun, pucuk, dan rebung bambu (Bambusa spp.), dan sukun hutan (Artocarpus sp.) (Mustari 2019). Bagian tumbuhan yang dimakan anoa, 79% daun, dan sekitar 20% adalah buah (Mustari 2003, Mustari 2019). Di antara spesies kerbau, genus Bubalus, anoa adalah spesies yang paling banyak mengonsumsi buah, sesuai dengan habitatnya, hutan tropis Sulawesi.

GambarGambar 7 Balandete 9. MerremiaBalandete peltata Merremia (kiri) serta peltata bambu (kanan)(kiri) merupakanserta bambu tumbuhan (kanan) pakan yang sangat disukai anoa (Fotomerupakan Abdul Haris tumbuhan Mustari) pakan yang sangat disukai anoa (Foto Abdul Haris Mustari)

19

Gambar 8 Tokoalinda Ellatostachys sp. (kiri) serta rumpio Acrosticum aureum (kanan); pucuk, daun dan tunasnya disukai anoa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 9 Kura rano atau rumput rawa Eleocharis dulcis (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 7 Balandete Merremia peltata (kiri) serta bambu (kanan) merupakan tumbuhan pakan yang sangatManual disukai Identifikasi anoa (Foto Abdul dan Bio-Ekologi Haris Mustari) Spesies Kunci di Sulawesi Gambar 7 Balandete Merremia peltata (kiri) serta bambu (kanan) merupakan tumbuhan pakan yang sangat disukai anoa (Foto Abdul Haris Mustari)

GambarGambar 8 Tokoalinda 10. EllatostachysTokoalinda Ellatostachyssp. (kiri) serta rumpio sp. (kiri) Acrosticum serta aureumrumpio (kanan); Acrosticum pucuk, aureum (kanan); pucuk, daun dan tunasnya disukai anoa Gambardaun dan 8 tunasnya Tokoalinda disukai Ellatostachys anoa (Foto sp. Abdul (kiri) Haris serta Mustari)rumpio Acrosticum aureum (kanan); pucuk, daun dan tunasnya disukai(Foto anoa Abdul (Foto Haris Abdul Mustari) Haris Mustari)

Gambar 9 Kura11. ranoranoKura atauatau rano rumputrumput atau rawarawa rumput EleocharisEleocharis rawa dulcisdulcis Eleocharis (Foto (Foto Abdul Abdul dulcis Haris Haris (Foto Mustari) Mustari) Abdul Haris Mustari)

Gambar 10 12. Buah Buah makanan makanan anoa, b uahanoa, dongi buah Dilleniia dongi serrata Dillenia (kiri) danserrata sukun (kiri)hutan Artocarpus sp. (kanan) (Fotodan Abdul sukun Haris hutan Mustari) Artocarpus sp. (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

20

Gambar 11 Berbagai jenis buah beringin Ficus spp., menjadi sumber makanan satwa di hutan Sulawesi, termasuk anoa; buah yang jatuh ke lantai hutan atau buah yang tumbuh di batang dan akar (cauliflori), dapat dimakan anoa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 10 Buah makanan anoa, buah dongi Dilleniia serrata (kiri) 2.dan Anoa sukun gunung hutan Artocarpus sp.Gambar (kanan) 10 (Foto Buah Abdulmakanan Haris anoa, Mustari) buah dongi Dilleniia serrata (kiri) dan sukun hutan Artocarpus sp. (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

GambarGambar 13. 11 BerbagaiBerbagai jenis jenis buah buah beringinberingin beringin FicusFicus Ficus sppspp ..,spp, menjadimenjadi., menjadi sumbersumber sumber makananmakanan satwa satwa di di makanan satwa di Hutan Sulawesi, termasuk anoa; buah hutan Sulawesi, termasuk anoa;; buahbuah yangyang jatuhjatuh keke lantailantai hutanhutan atauatau buahbuah yangyang tumbuh tumbuh di di batang batang yang jatuh ke lantai hutan atau buah yang tumbuh di batang dan akar (cauliflori), dapat dimakan anoa (Foto Abdul Haris Mustari) dan akar (caulifloridan), dapat akar dimakan (cauliflori anoa), dapat (Foto dimakanAbdul Haris anoa Mustari) (Foto Abdul Haris Mustari)

21 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

GambarGambar 12 14. Buah Buah konduri konduri Parkia Parkia roxburghii roxburghii, oroma buah, aroma seperti buah petai, seperti buahnya petai, disukai oleh

banyak jenis satwa termasukbuahnya anoa, disukai babi hutan, oleh monyet banyak hitam jenis sulawesi satwa. Anoatermasuk dan babi anoa, hutan makan buah konduriGambar yang jatuh12 babiBuah ke klantaihutan,onduri hutanParkia monyet roxburghii(Foto Abdulhitam, oroma Haris sulawesi. buah Mustari) seperti petai,Anoa buahnya dan disukaibabi hutanoleh banyak jenis satwamakan termasuk buah anoa, babi konduri hutan, monyet yang hitamjatuh sulawesi ke lantai. Anoa hutan dan babi (Foto hutan makan Abdul buah konduri yangHaris jatuh ke Mustari) lantai hutan (Foto Abdul Haris Mustari)

GambarGambar 13 15. Buah berbagaiBuah jenis berbagai tumbuhan pololi/ jenispalli (Lithocarpustumbuhan celebicum, pololi/palli L. helwandii, L.( glutinosusLithocarpus), menjadi makanan anoacelebicum, di habitat hutan L. pegunungan helwandii, umumnya L. pada glutinosus ketinggian di), atas menjadi 1000 mdpl (Fotomakanan Abdul

Haris Mustari) anoa di habitat hutan pegunungan umumnya pada Gambar 1 3 Buah berbagaiketinggian jenis tumbuhan di ataspololi/ 1000palli ( Lithocarpusmdpl (Foto celebicum, Abdul L.Haris helwandii, Mustari) L. glutinosus), menjadi makananHabitat anoa di habitat hutan pegunungan umumnya pada ketinggian di atas 1000 mdpl (Foto Abdul  Anoa dapat dijumpai mulai dari hutan mangrove, hutan pantai sampai hutan pegunungan, pada ketinggian Haris Mustari)22sekitar 2500 - 3000 m dpl  Anoa dataran rendah menghuni hutan dataran rendah pada ketinggian 0 - 1000 m dpl, sedangkan anoa gunung lebih sering dijumpai pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Namun pembagian ketinggian tempat tidaklah mutlak, karena sering juga anoa gunung dijumpai pada habitat di bawah 1000 m dpl, bahkan sering Habitat dijumpai di hutan pantai mencari mineral  Anoa dapat dijumpai mulai dari hutan mangrove, hutan pantai sampai hutan pegunungan, pada ketinggian

sekitar 2500 - 3000 m dpl  Anoa dataran rendah menghuni hutan dataran rendah pada ketinggian 0 - 1000 m dpl, sedangkan anoa gunung lebih sering dijumpai pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Namun pembagian ketinggian tempat tidaklah mutlak, karena sering juga anoa gunung dijumpai pada habitat di bawah 1000 m dpl, bahkan sering dijumpai di hutan pantai mencari mineral

2. Anoa gunung

Habitat • Anoa dapat dijumpai mulai dari hutan mangrove, hutan pantai sampai hutan pegunungan, pada ketinggian sekitar 2500–3000 m dpl. • Anoa dataran rendah menghuni hutan dataran rendah pada ketinggian 0–1000 m dpl, sedangkan anoa gunung lebih sering dijumpai pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Namun pembagian ketinggian tempat tidaklah mutlak, karena sering juga anoa gunung dijumpai pada habitat di bawah 1000 m dpl, bahkan sering dijumpai di hutan pantai mencari mineral. • Selain hutan primer, anoa dapat dijumpai di hutan sekunder dan hutan yang berbatasan dengan kebun untuk mencari makan, namun satwa ini akan selalu menjadikan hutan primer sebagai tempat berlindung tetapnya (cover). • Anoa sering mengunjungi sumber air panas dan sumber air mineral atau belerang.

Penyebaran alami Anoa dapat dijumpai pada kawasan-kawasan berikut (Mustari 2019): • Sulawesi Utara: Taman Nasional Dumoga-Nani Wartabone, Gunung Poniki, Cagar Alam Gunung Klabat, Suaka Margasatwa Manembo Nembo, Cagar Alam Gunung Ambang, Hutan di Likupang, Langowan, Pangku, dan Paibi. • Gorontalo: DAS dan Hulu Sungai Paguyaman, Suaka Margasatwa Nantu- Boliyohuto, Hutan di daerah Marisa, Cagar Alam Panua. • Sulawesi Tengah: Cagar Alam Gunung Sojol, Tolitoli, Donggala, Cagar Alam Gunung Dako, Gunung Tinombala, Lore Kalamata, Sirenja, Sindue, Balaesang, Dampelas, Besoa, Taman Nasional Lore Lindu dan hutan di Lembah Bada, Hutan Lindung Sangginora di Poso, Mayoa, Pegunungan Pompangeo, Cagar Alam Morowali di Sulawesi Tengah bagian timur, Cagar Alam Tanjung Api Api, Puncak Dingin, Lore Kalamanta, Kulawi, Palolo, Cagar Alam Pangi Binangga, hutan dan pegunungan di Pantai Timur dan Pantai Barat, Pegunungan Takolekaju meliputi Sulawesi Tengah, Barat dan Selatan.

23 Manual Selain Identifikasi hutan primer, dan a Bio-Ekologinoa dapat dijumpai Spesies di hutanKunci sekunder di Sulawesi dan hutan yang berbatasan dengan kebun untuk mencari makan, namun satwa ini akan selalu menjadikan hutan primer sebagai tempat berlindung tetapnya (cover)  Anoa sering mengunjungi sumber air panas dan sumber air mineral atau belerang. • Sulawesi Barat: Taman Nasional Gunung Gandang Dewata-Gunung Penyebaran alami MambulillingPengamat berpeluang di bertemuMamasa anoa padadan kawasan-kawasan Mamuju, Pegunungan berikut (Mustari 2019):di perbatasan Toraja Sulaw danesi U tMamasa,ara: Taman Nasional Pegunungan Dumoga-Nani Lampuko-Mampi, Wartabone, Gunung Poniki, Suaka Cagar Margasatwa Alam Gunung Klabat, Suaka Margasatwa Manembo Nembo, Cagar Alam Gunung Ambang, Hutan di Likupang, Langowan, Sumarorang,Pangku, dan Paibi Binuang, Cagar Alam Masupu. • Sulawesi Gorontalo :Tenggara DAS dan Hulu: SungaiSuaka Paguyaman, Margasatwa Suaka Margasatwa Tanjung Nantu- Amolengo, Boliyohuto, Hutan Suaka di daerah MargasatwaMarisa, Cagar Alam Tanjung Panua Peropa, Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo,  Sulawesi Tengah: Cagar Alam Gunung Sojol, Tolitoli, Donggala, Cagar Alam Gunung Dako, Gunung SuakaTinombala, Margasatwa Lore Kalamata, Tanjung Sirenja, Sindue,Polewali, Balaesang, Taman Dampelas, Hutan Besoa, Raya Taman Tanjung Nasional Nipa Lore Lindu dan Nipa,hutan hutan di Lembah di Bada,sekitar Hutan Lasolo-Sampara, Lindung Sangginora di Taman Poso, Mayoa, Wisata Pegunungan Alam Pompangeo, Mangolo, Cagar Alam HutanMorowali Lindung di Sulawesi PegununganTengah bagian timur, Mekongga Cagar Alam Tanjung di KolakaApi Api, Puncak Utara, Dingin, Hutan Lore Kalaman ta, LindungKulawi, Palolo,di Matarombea Cagar Alam Pangi di Binangga, Kolaka hutan Timur dan pegunungan dan Konawe di Pantai Utara, Timur dan Hutan Pantai Barat, Pegunungan Takolekaju meliputi Sulawesi Tengah, Barat dan Selatan. Lindung Sulawes iBoro-Boro, Barat: Taman Nasional Taman Gunung Nasional Gandang RawaDewata-Gunung Aopa-Watumohai, Mambulilling di Mamasa Cagar dan Mamuju, AlamPegunungan Lamedai, di perbatasan wilayah Toraja Lasolo-Sampara, dan Mamasa, Pegunungan Pegunungan Lampuko-Mampi, Tangkeleboke, Suaka Margasatwa PegununganSumarorang, Binuang, Abuki, Cagar Pegunungan Alam Masupu Matarombea, Hutan di kawasan Mowewe Sulawesi T danengga beberapara: Suaka Margasatwa kawasan Tanjung hutan Amolengo, di sekitar Suaka Margasatwa Asera. Tanjung Peropa, Suaka MargasatwaTanjung Batikolo, Suaka Margasatwa Tanjung Polewali, Taman Hutan Raya Tanjung Nipa • SulawesiNipa, hutan diSelatan sekitar Lasolo-Sampara,: Pegunungan Taman Wisatadi TanahAlam Mangolo, Toraja, Hutan LindungPegunungan Pegunungan Latimojong,Mekongga di Kolaka Pegunungan Utara, Hutan LindungSeiko didi MatarombeaLuwu Utara, di Kolaka Panganreyang Timur dan Konawe Tudeya, Utara, Hutan Lindung Boro-Boro, Taman Nasional Rawa Aopa-Watumohai, Cagar Alam Lamedai, wilayah Lasolo- CagarSampara, Alam Pegunungan Faruhumpenai, Tangkeleboke, Pegunungan Pegunungan Abuki, Verbek Pegunungan dan Matarombea, hutan lindung Hutan di kawasan di sekitarMowewe dan Danau beberapa Matano, kawasan hutanDanau di sekitar Towuti Asera dan Danau Mahalona, hutan di daerahSulawesi S eMalililatan: Pegunungan Luwu Timur di Tanah Hutan Toraja, PegununganLindung KambunoLatimojong, Pegunungan Katena, SeikoCagar di Luwu AlamUtara, Bulusaraung. Panganreyang Tudeya, Cagar Alam Faruhumpenai, Pegunungan Verbek dan hutan lindung di sekitar Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona, hutan di daerah Malili Luwu Timur Hutan Lindung • PulauKambuno Buton Katena,: Suaka Cagar AlamMargasatwa Bulusaraung Lambusango, Cagar Alam Kakenaue, Cagar Pula uAlam Buton: ButonSuaka Margasatwa Utara. Lambusango, Cagar Alam Kakenaue, Cagar Alam Buton Utara

Gambar 16. Penyebaran anoa dataran rendah (kiri) dan anoa gunung Gambar 14 Penyebaran anoa dataran rendah (kiri) dan anoa gunung (kanan) (IUCN 2016) (kanan) (IUCN 2016) 24 2. Anoa gunung

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Keberadaan anoa secara tidak langsung dapat diidentifikasi melalui: Kotoran / feses • Feses anoa mudah dikenali karena bentuknya bersatu menumpuk seperti feses kerbau atau sapi. • Cukup sulit dibedakan antara feses anoa dataran rendah dan anoa gunung. Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Keberadaan• Setelah anoa secara ±6 jam, tidak langsungbiasanya dapat feses diidentifikasi anoa melalui: dikerumuni serangga pemakan Kotoranatau / feses pengurai kotoran (dung beettle).  Feses anoa mudah dikenali karena bentuknya bersatu menumpuk seperti feses kerbau atau sapi  •Cukup Kotoran sulit dibedakan anoa antara betina feses anoa biasanyadataran rendah lebihdan anoa gunungbasah daripada kotoran anoa  Setelah ±6 jam, biasanya feses anoa dikerumuni serangga pemakan atau pengurai kotoran (dung beettle)  Kotoranjantan anoa betina karena biasanya bercampur lebih basah ataudaripada terkena kotoran anoaurine jantan. Letak karena anus bercampur dan lubangatau terkena urin. Letak anus dan lubang keluar urin pada anoa betina berdekatan, maka kotoran anoa betina sering bercampurkeluar urin urinekarena biasanypada aanoa setelah betina mengeluarkan berdekatan, feses dibarengi maka dengan kotoran mengeluarkan anoa ur inbetina  Kotoransering anoa yang bercampur masih baru terlihat urine basah/lembab karena biasanya dan lembek, setelah sedangkan mengeluarkan kotoran yang sudah feses lama akan terlihat kering dan keras dibarengi dengan mengeluarkan urine.

• Kotoran anoa yang masih baru terlihat basah/lembap dan lembek,

sedangkan kotoran yang sudah lama akan terlihat kering dan keras.

GambarGambar 17. 15Kondisi Kondisi feses feses anoa anoa yang yangmasih baru, masih kurang baru, dari 24 kurang jam (kiri), dari 2-3 24 hari jam (tengah), dan(kiri), lebih 2-3 7 hari hari (kanan) (tengah), (Foto Abduldan lebih Haris Mustari)7 hari (kanan) (Foto Abdul

Haris Mustari) Jejak kaki  Jejak kaki anoa biasanya banyak dijumpai di daerah sekitar sungai, sumber air, tempat berkubang, dan di Jejaksekitar pohonkaki berbuah terutama pohon beringin (Ficus spp.), dan pohon dongi (Dilleniia serrata, D.ochreata, D.celebica)  •Ukuran Jejak jejak kaki kaki anoa anoa dewasa biasanya dapat mencapai banyak panjang dijumpai 72 mm dan lebardi daerah 28 mm sekitar sungai,  Apabilasumber ingin mengukur air, jejaktempat kaki anoa berkubang, sebaiknya jejak kakidan depan di yang sekitar diukur karenapohon biasanya berbuah tercetak lebih jelas di tanah. terutama pohon beringin (Ficus spp.), dan pohon dongi (Dillenia serrata, D.ochreata, D.celebica).

25

Gambar 16 Jejak kaki anoa tercetak jelas pada substrat tanah yang lembek, dapat dijumpai di sekitar sumber air dan di sepanjang hutan riparian (Foto Abdul Haris Mustari)

3 Babirusa sulawesi . Suku : Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Keberadaan anoa secara tidak langsung dapat diidentifikasi melalui: Kotoran / feses  Feses anoa mudah dikenali karena bentuknya bersatu menumpuk seperti feses kerbau atau sapi  Cukup sulit dibedakan antara feses anoa dataran rendah dan anoa gunung  Setelah ±6 jam, biasanya feses anoa dikerumuni serangga pemakan atau pengurai kotoran (dung beettle)  Kotoran anoa betina biasanya lebih basah daripada kotoran anoa jantan karena bercampur atau terkena urin. Letak anus dan lubang keluar urin pada anoa betina berdekatan, maka kotoran anoa betina sering bercampur urin karena biasanya setelah mengeluarkan feses dibarengi dengan mengeluarkan urin  Kotoran anoa yang masih baru terlihat basah/lembab dan lembek, sedangkan kotoran yang sudah lama akan terlihat kering dan keras

Gambar 15 Kondisi feses anoa yang masih baru, kurang dari 24 jam (kiri), 2-3 hari Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi (tengah), dan lebih 7 hari (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

J•e jak kUkuranaki jejak kaki anoa dewasa dapat mencapai panjang 72 mm dan  Jejak kaki anoa biasanya banyak dijumpai di daerah sekitar sungai, sumber air, tempat berkubang, dan di sekitarlebar pohon 28 berbuah mm. terutama pohon beringin (Ficus spp.), dan pohon dongi (Dilleniia serrata, D.ochreata, D.celebica) •Ukuran Apabila jejak kaki ingin anoa dewasa mengukur dapat mencapai jejak panjangkaki anoa 72 mm sebaiknyadan lebar 28 mm jejak kaki depan  Apabila ingin mengukur jejak kaki anoa sebaiknya jejak kaki depan yang diukur karena biasanya tercetak lebihyang jelas di diukur tanah. karena biasanya tercetak lebih jelas di tanah.

GambarGambar 18. 16 JejakJejak kaki kaki anoa tercetakanoa tercetakjelas pada substratjelas tanahpada yang substrat lembek, dapattanah dijumpai yang di sekitar sumber air dan di sepanjang hutan riparian (Foto Abdul Haris Mustari) lembek, dapat dijumpai di sekitar sumber air dan di sepanjang hutan riparian (Foto Abdul Haris Mustari)

3 Babirusa sulawesi . Suku : Suidae

26 3. Babirusa

Suku : Suidae Nama Latin : Babyrousa celebensis, B. togeanensis, B. babyrussa, B. bolabatuensis Linnaeus, 1758 Nama Inggris : Babirusa Nama Lokal : Beke wila (Tolaki), Fafu boti (Kep.Sula), Boe Tamarari (Napu), Kolroatan (Tolitoli) Status konservasi : IUCN : Babyrousa celebensis (VU), B. togeanensis (EN), B. babyrussa (VU) CITES : Appendix I PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi: • Babirusa jantan memiliki dua taring besar (panjangnya mencapai 300 mm) yang menembus kulit moncongnya lalu mencuat bengkok ke belakang sampai di depan matanya. • Pada betina taring ini lebih pendek atau bahkan tidak tumbuh mencuat keluar seperti pada jantan. • Babirusa mempunyai panjang tubuh dari kepala dan badannya mencapai 877–1065 mm, panjang ekor 273–305 mm, panjang telapak kaki belakang 194–202 mm, dan panjang tengkorak 255–299 mm. • Badannya memanjang, punggung agak melengkung, kepala agak kecil, kaki panjang dan ramping tetapi kuat, ekor tipis dan menggantung ke bawah serta warna telinga kehitam-hitaman. • Rambut tersebar halus dan pendek di sepanjang tulang belakang dan pada ujung ekor letak rambut-rambut tersebut sedikit berdekatan sehingga bentuk ekor menyerupai kuas.

Identifikasi :

 Babirusa jantan memiliki dua taring besar (panjangnya mencapai 300 mm) yang menembus kulit moncongnya lalu mencuat bengkok ke belakang sampai di depan matanya Manual Identifikasi Pada betina taring dan ini lebihBio-Ekologi pendek atau bahkan Spesies tidak tumbuh Kunci mencuat di keluarSulawesi seperti pada jantan  Babirusa mempunyai panjang tubuh dari kepala dan badannya mencapai 877 - 1065 mm, panjang ekor 273 - 305 mm, panjang telapak kaki belakang 194 - 202 mm, dan panjang tengkorak 255 - 299 mm  Badannya memanjang, punggung agak melengkung, kepala agak kecil, kaki panjang dan ramping tetapi • Kulit tebal,kuat, ekor keras, tipis dan menggantung kasar kedengan bawah dan warna keriput-keriput telinga kehitam-hitaman pada muka, sekeliling  Rambut tersebar halus dan pendek di sepanjang tulang belakang dan pada ujung ekor letak rambut-rambut telinga tersebutdan sedikitpada berdekatan leher. sehingga bentuk ekor menyerupai kuas  Kulit tebal, keras, kasar dengan keriput-keriput pada muka, sekeliling telinga dan pada leher • Babirusa Babirusa jantan jantan dapat dapat dikenali juga dikenali dari keberadaan skrotumjuga yang dari cukup besarkeberadaan, sedangkan babirusa skrotum betina yang cukup besar,memilikivulva sedangkan. babirusa betina memiliki vulva.

Gambar 19. Taring (tusk) atas yang tumbuh ke atas dan melengkung ke Gambarbelakang 17 Taring (tusk) atas ke yang arah tumbuh kemata atas dan melengkungmerupakan ke belakang cirike arah khas mata merupakan babirusa; ciri taring khas babirusa; taring itu dimiliki babirusa jantan (Foto Abdul Haris Mustari) itu dimiliki babirusa jantan (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 20. Posisi taring pada babirusa jantan (Foto Abdul Haris Mustari)

28

3. Babirusa sulawesi

Gambar 18 Babirusa minum di tempat sesapan, salt-lick (atas) (Foto TNBNW), dan babirusa induk, anak, dan GambarGambarbabirusa 21. 1 muda8 BabirusaBabirusa (bawah) minum (Foto minum di Abdul tempat Haris di sesapan, tempatMustari) salt - licksesapan, (atas) (Foto salt-lick TNBNW), dan (atas) babirusa (Foto induk , anak, dan babirusa mudaTNBNW), (bawah) (Foto dan Abdul babirusa Haris Mustari) induk, anak, dan babirusa muda

(bawah) (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 19 Skrotum pada jantan (kiri) dan vulva pada betina dewasa (kanan) merupakan penciri luar jenis Gambarkelamin babirusa19 Skrotum yang pada dapat jantan dikenali (kiri) didan lapangan, vulva pada selain betina taring dewasa pada (kanan)jantan (Foto merupakan Abdul Haris penciri Mustari) luar jenis kelamin babirusa yang dapat dikenali di lapangan, selain taring pada jantan (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 22. Babirusa jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 20 Babirusa jantan muda (Foto TNBNW) dan jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari) Gambar 20 Babirusa jantan muda (Foto TNBNW) dan jantan dewasa (Foto Abdul Haris29 Mustari) Informasi singkat mengenai ekologi Informasi singkat mengenai ekologi Babirusa Babirusa

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 23. Babirusa betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 24. Induk babirusa dan anak umur 1–2 bulan (Foto Abdul Haris Mustari)

30

Gambar 18 Babirusa minum di tempat sesapan, salt-lick (atas) (Foto TNBNW), dan babirusa induk, anak, dan babirusa muda (bawah) (Foto Abdul Haris Mustari) 3. Babirusa sulawesi Gambar 18 Babirusa minum di tempat sesapan, salt-lick (atas) (Foto TNBNW), dan babirusa induk, anak, dan babirusa muda (bawah) (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 25. Skrotum pada jantan (kiri) dan vulva pada betina dewasa Gambar 19 Skrotum pada jantan (kiri) dan vulva pada betina dewasa (kanan) merupakan penciri luar jenis kelamin babirusa (kanan)yang dapat merupakan dikenali di lapangan, penciri selain luar jenistaring kelaminpada jantan babirusa (Foto Abdul yang Haris Mustari) Gambar 19 Skrotumdapat pada dikenali jantan (kiri) di dan lapangan, vulva pada selain betina dewasataring (kanan)pada jantan merupakan (Foto penciri luar jenis kelamin babirusa Abdulyang dapat Haris dikenali Mustari) di lapangan, selain taring pada jantan (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 20 Babirusa jantan muda (Foto TNBNW) dan jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari) InformasiGambar 20 singkat26. Babirusa Babirusa mengenai jantan jantan ekologimuda (Foto muda TNBNW) (Foto TNBNW)dan jantan dandewasa jantan (Foto dewasa Abdul Haris Mustari) (Foto Abdul Haris Mustari) BabirusaInformasi singkat mengenai ekologi

Babirusa

Gambar 27. Babirusa sangat menyukai habitat berlumpur, berendam atau berkubang, dan sering membalut tubuhnya dengan lapisan lumpur untuk melindunginya dari sengatan matahari dan gigitan serangga (Foto Abdul Haris Mustari) 31

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Informasi singkat mengenai ekologi Babirusa Babyrousa celebensis, B. togeanensis, B. babyrussa, B. bolabatuensis Perilaku • Pengamat biasanya akan melihat babirusa dalam kawanan kelompok karena babirusa biasa hidup dalam kelompok kecil dengan seekor betina sebagai pemimpinnya (matriarchal group), jantan dewasa biasanya hidup soliter dan bergabung dengan betina dewasa pada musim kawin. • Babirusa juga sering terlihat berjalan sendiri atau dalam kelompok kecil dalam ikatan yang kuat sehingga mampu mempertahankan diri dari predator. • Pengamat dapat mengenali babirusa dari suara yang dikeluarkan karena apabila berjalan dalam kelompok, babirusa sering mengeluarkan suara yang teratur dan berbalasan, kecil dan panjang, yakni suirii.……… suuuuuiiiriiii. • Peluang terbaik pengamat untuk bertemu babirusa adalah dengan mengamati di tempat sumber air minum atau tempat berkubang yang biasa dikunjungi oleh babirusa, pada musim panas, babirusa sering terlihat berendam di sungai, kebiasaan berkubang ini dimaksudkan untuk mendapat mineral ataupun binatang-binatang kecil (larva, cacing atau ulat) sebagai sumber protein hewani. • Babirusa dapat diamati saat siang atau malam karena satwa ini aktif siang dan malam hari • Beberapa perilaku babirusa yang sering diamati oleh pengamat di antaranya perkelahian sesama babirusa jantan memperebutkan betina, perilaku jantan untuk menarik perhatian betina (courtship) dan penandaan teritori (scent-marking) • Babirusa suka menggesekkan badannya pada pangkal batang pohon setelah berkubang (rubbing tree). Aktivitas ini kemungkinan dilakukan untuk mengurangi ketebalan lumpur pada badan babirusa setelah

32 3. Babirusa sulawesi

Babyrousa celebensis Babirusaberkubang atau untuk menghilangkan kutu yang dirasa mengganggu. PerilakuPada rubbing trees akan terlihat bekas lumpur gesekan badan  Pengamat biasanya akan melihat babirusa dalam kawanan kelompok karena babirusa biasa hidup dalam kelompokbabirusa, kecil dengan bekas seekor lumpur betina inisebagai sering pemimpinnya terlihat (matriarchal pada rubbing group), jantan tree dewasadengan biasanya hidupketinggian soliter dan bergabung 0,3–0,5 dengan meter betina dari dewasa permukaan pada musim kawintanah.  Babirusa juga sering terlihat berjalan sendiri atau dalam kelompok kecil dalam ikatan yang kuat sehingga mampu mempertahankan diri dari predator  Pengamat dapat mengenali babirusa dari suara yang dikeluarkan karena apabila berjalan dalam kelompok, Reproduksibabirusa sering mengeluarkan suara yang teratur dan berbalasan, kecil dan panjang, yakni suirii.……… suuuuuiiiriiii • PeluangBabirusa terbaik pengamat jantan untuk maupun bertemu betina babirusa adalah mencapai dengan mengamati dewasa di tempat kelamin sumber (sexual air minum atau tempat berkubang yang biasa dikunjungi oleh babirusa, pada musim panas, babirusa sering terlihat berendammaturity di sungai,) pada kebiasaan usia berkubang5–10 bulan, ini dimaksudkan namun untukada mendapatjuga yang mineral melaporkan ataupun binatang - binatang kecil (larva, cacing atau ulat) sebagai sumber protein hewani maximum  Babirusapada dapat usia diamat sekitari saat siang548 atauhari, malam dengan karena masa satwa ini hidup aktif siang maksimum dan malam hari (  Beberapalongevity perilaku) mencapaibabirusa yang usia sering 23–24 diamati olehtahun pengamat diantaranya perkelahian sesama babirusa jantan memperebutkan betina, perilaku jantan untuk menarik perhatian betina (courtship) dan penandaan • teritoriJumlah (scent- marking anak) yang dilahirkan seekor babirusa betina setiap kali  Babirusa suka menggesekkan badannya pada pangkal batang pohon setelah berkubang (rubbing tree). Aktivitasmelahirkan ini kemungkinan (litter dilakukan size) adalah untuk mengurangi 1–2 ekor ketebalan dengan lumpur berat pada anak badan pada babirusa waktu setelah berkubang atau untuk menghilangkan kutu yang dirasa mengganggu. Pada rubbing trees akan terlihat bekaslahir lumpur sekitar gesekan 0.715 badan kg babirusa, (1.573 bekaslbs) lumpur ini sering terlihat pada rubbing tree dengan ketinggian 0,3 - 0,5 meter dari permukaan tanah. • Masa kebuntingan berkisar 155–158hari •Reproduksi Lama anak disusui oleh induk sekitar 1 bulan, namun ada yang  Babirusa jantan maupun betina mencapai dewasa kelamin (sexual maturity) pada usia 5 - 10 bulan, namun ada melaporkanjuga yang melaporkan lama pada masa usia sekitaranak 548bersama hari, dengan induknya masa hidup sampai maksimum 213 (maximum hari dan longevity ) mencapaisetelah usia 23itu - 24 anak tahun disapih untuk mencari makanan sendiri di hutan  Jumlah anak yang dilahirkan seekor babirusa betina setiap kali melahirkan (litter size) adalah 1 - 2 ekor • denganSeekor berat anakinduk pada betina waktu lah irhanya sekitar 0.715melahirkan kg (1.573 lbs)satu kali dalam setahun  Masa kebuntingan berkisar 155 - 158 hari  Lama anak disusui oleh induk sekitar 1 bulan, namun ada yang melaporkan lama masa anak bersama • induknyaSesaat sampai sebelum 213 hari danmelahirkan, setelah itu anak induk disapih babirusa untuk mencari membuat makanan sendiri sarang di hutan berupa  Seekortumpukan induk betina daunhanya melah atauirkan ranting satu kali dalamdari setahunberbagai jenis tumbuhan bawah,  Sesaat sebelum melahirkan, induk babirusa membuat sarang berupa tumpukan daun atau ranting dari berbagaialang-alang jenis tumbuhan atau bawah semai., alang -alang atau semai.

Gambar 21 Babi 28.rusa Babirusa betina dan anak betina menyukai istirahatdan dianak bawah semak menyukai belukar (Fotoistirahat Abdul Haris di Mustari) bawah semak belukar (Foto Abdul Haris Mustari) Pakan Untuk memperbesar peluang perjumpaan dengan babirusa, pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan babirusa. Pengamat akan dapat bertemu langsung dengan babirusa saat makan atau bisa menemukan bekas mencari pakan babirusa berupa garukan di tanah atau bekas dedaunan yang direnggut oleh babirusa:  Babirusa menyukai jenis umbi-umbian seperti kilo, tunas globa dan rebung, juga jamur dan buah33-buahan seperti dongi (Dilleniia serrata, D.ochreata, D.celebica) , rao (Dracontomelon rao dan D. mangiferum) Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Pakan Untuk memperbesar peluang perjumpaan dengan babirusa, pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan babirusa. Pengamat akan dapat bertemu langsung dengan babirusa saat makan atau bisa menemukan bekas mencari pakan babirusa berupa garukan di tanah atau bekas dedaunan yang direnggut oleh babirusa: • Babirusa menyukai jenis umbi-umbian seperti kilo, tunas globa dan rebung, juga jamur dan buah-buahan seperti dongi (Dillenia serrata, D. ochreata, D. celebica), rao (Dracontomelon rao dan D. mangiferum). • Kadangkala babirusa terlihat mengais pohon-pohon tumbang yang telah membusuk, kemungkinan untuk mendapatkan sumber protein hewani berupa ulat atau cacing. • Makanan utama babirusa adalah berbagai jenis buah (frugivorous), namun satwa ini juga mengonsumsi daun, rumput, bahan-bahan dari satwa (di antaranya reptil kecil, ikan, burung dan serangga) dalam jumlah yang kecil. • Salah satu makanan kesukaan babirusa adalah buah pangi (Pangium edule).

Habitat • Habitat babirusa adalah hutan hujan dataran rendah. • Satwa ini menyukai kawasan hutan dimana terdapat aliran sungai, sumber air, rawa, dan cerukan-cerukan air yang memungkinkannya mendapatkan air minum dan berkubang. • Babirusa mengunjungi mata air dan tempat mengasin atau sesapan (salt lick) secara teratur untuk mendapatkan garam-garam mineral untuk membantu pencernaannya. • Babirusa sering terlihat mandi di kubangan yang airnya agak bersih dan tidak becek, dan pada musim panas sering terlihat berendam di sungai. • Babirusa sering mengunjungi sumber air panas yang kaya akan mineral seperti yang terdapat di Suaka Margasatwa Nantu di Gorontalo.

34 3. Babirusa sulawesi

Penyebaran alami • Babirusa endemik Sulawesi dan beberapa pulau kecil di sekitarnya yaitu Kepulauan Togian, Kepulauan Sula dan Pulau Buru. • Di Sulawesi bagian utara dan Gorontalo, satwa ini hanya dapat ditemukan di bagian barat di kawasan Taman Nasional Bogani-Nani Wartabone, Suaka Margasatwa Nantu dan Pegunungan Boliyohuto, Cagar Alam Panua. • Populasi babirusa juga ditemukan di sebelah barat pada hutan-hutan yang masih tersisa di Randangan dan daerah Buol Toli-Toli yang merupakan batas paling barat dari penyebaran di Sulawesi. • Di Sulawesi Tengah babirusa terdapat di Taman Nasional Lore Lindu, Taman Nasional Morowali dan di daerah Luwuk dan Balantak. • Di Sulawesi Selatan, babirusa dapat dijumpai di bagian utara provinsi ini di kawasan hutan yang berbatasan dengan Sulawesi Tengah,Cagar Alam Faruhumpenai. • Di Sulawesi Tenggara, babirusa terdapat di Taman Nasional Rawa Aopa Watumahai, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa. • Di Kepulauan Togean: babirusa togean (Babyrousa togeanensis) terdapat di empat pulau yaitu Pulau Malenge, Talatakoh, Togean dan Batudaka. • Di Maluku dan Maluku Utara, babirusa terdapat di Pulau Buru dan Kepulauan Sula (Taliabu, Xanana).

35 KadangkalaKadangkala bbabirusaabirusa terlihat terlihat mengais mengais pohon pohon-pohon-pohon tumbangtumbang yang yang telah telah membusuk, membusuk, kemungkinan kemungkinan untuk untuk mendapatkanmendapatkan sumber sumber protein protein hewani hewani berupa berupa ulat ulat atau atau cacing cacing MakananMakanan utama utama b babirusaabirusa adalah adalah berbagai berbagai jenis jenis buah buah ( frugivorous(frugivorous),), namun namun satwa satwa ini ini juga juga mengkonsumsi mengkonsumsi daun,daun, rumput, rumput, bahan bahan-baha-bahann dari dari satwa satwa (diantaranya (diantaranya re reptilptil kecil kecil, ,ikan, ikan, burung burung dan dan serangga) serangga) dalam dalam jumlah jumlah yangyang kecil kecil SalahSalah satu satu makanan makanan kesukaan kesukaan babirusa babirusa adalah adalah buah buah pangi pangi ( Pangium(Pangium edule edule))

HabHabitatitat HabiHabitattat b babirusaabirusa adal adalahah hutan hutan hujan hujan dataran dataran rendah rendah SatwaSatwa ini ini menyukai menyukai kawasan kawasan hutan hutan dimana dimana terdapat terdapat aliran aliran sungai, sungai, sumber sumber air, air, rawa, rawa, dan dan cerukan cerukan-cerukan-cerukan airair yang yang memungkinkannya memungkinkannya mendap mendapatkanatkan air air minum minum dan dan berkubang berkubang BaBabibirusarusa mengunjungimengunjungi matamata airair dandan tempattempat mengasinmengasin atauatau sesapansesapan (salt(salt licklick) ) secarasecara teraturteratur untukuntuk mendapatkanmendapatkan garam garam-garam-garam mineral mineral untuk untuk membantu membantu pencernaannya pencernaannya BabiBabirusarusa sering sering terlihat terlihat mandi mandi di di kubangan kubangan yang yang airnya airnya agak agak bersih bersih dan dan tidak tidak becek, becek, dan dan pada pada musim musim panas panas seringsering terlihat terlihat berendam berendam di di sungai sungai BabirusaBabirusa seringsering mengunjungimengunjungi sumbersumber airair panaspanas yangyang kayakaya akanakan mineral mineral sepertiseperti yangyang terdapatterdapat didi SuakaSuaka MarMargasatwagasatwa Nantu Nantu di di Gorontalo. Gorontalo.

PenyebarPenyebaranan alami alami PengamatPengamat berpeluang berpeluang untuk untuk melihat melihat langsung langsung babirusa babirusa pada pada tempat-tempat tempat-tempat berikut: berikut: BabirusaBabirusa endemik endemik Sulawesi Sulawesi dan dan beberapa beberapa pulau pulau kecil kecil di di sekitarnya sekitarnya yaitu yaitu Togian, Togian, Kep. Kep. Sula Sula dan dan Buru Buru DiDi Sul Sulawesiawesi bagian bagian utara utara dan dan Gorontalo Gorontalo, ,satwa satwa ini ini hanya hanya dapat dapat ditemukan ditemukan di di bagian bagian barat barat di di kawasan kawasan Taman Taman NasionalNasional Bogani Bogani-Nani-Nani Wartabone Wartabone, ,Suaka Suaka Margasatwa Margasatwa Nantu Nantu dan dan Pegunungan Pegunungan Boliyohuto Boliyohuto, ,Cagar Cagar Alam Alam Panua Panua PopPopulasiulasi babirusa babirusa juga juga ditemukan ditemukan di di sebelah sebelah barat barat pada pada hutan-hutan hutan-hutan ya yangng masih masih tersisa tersisa di di Randangan Randangan dan dan daerahdaerah Buol Buol Toli Toli-Toli-Toli yang yang merupakan merupakan batas batas paling paling barat barat dari dari penyebaran penyebaran di di Sulawe Sulawesisi DiDi SulSulawesiawesi TengahTengah babirusbabirusaa terdapatterdapat didi TamanTaman NasionalNasional LoreLore Lindu,Lindu, TamanTaman NasionalNasional MorowaliMorowali dandan didi daerahdaerah Luwuk Luwuk dan dan Balantak Balantak DiDi Sulawesi Sulawesi Selatan, Selatan, babirusa babirusa dapat dapat dijumpai dijumpai di di bagian bagian utara utara provinsi provinsi ini ini di di kawasan kawasan hutan hutan yang yang berbatasan berbatasan dengandengan Sulawesi Sulawesi Tengah Tengah,Cagar,Cagar Alam Alam Faruhumpenai Faruhumpenai DiDi SulawesiSulawesi TTenggara,enggara, babirusababirusa terdapatterdapat didi TamanTaman NasionalNasional RawaRawa AopaAopa Watumahai,Watumahai, SuakaSuaka MargasatwaMargasatwa TanjungTanjung Peropa Peropa DiDi KepulauanKepulauan Togean:Togean: babirusababirusa togeantogean (Babyrousa(Babyrousa togeanensistogeanensis) ) terdapatterdapat didi empatempat pulaupulau yaituyaitu PulauPulau Malenge,Malenge, Talatakoh, Talatakoh, Togean Togean dan dan Batudaka. Batudaka. Sedangkan Sedangkan di di Pulau Pulau Una Una-una,-una, Waleako Waleako dan dan Waleabahi Waleabahi belum belum pernahManualpernah dilakukan dilakukan Identifikasi observasi. observasi. dan Babirusa BabirusaBio-Ekologi juga juga terdapat Spesiesterdapat di Kuncidi Pulau Pulau di Buru BuruSulawesi dan dan Pulau Pulau Taliabu Taliabu, ,Maluku Maluku Utara Utara..

BabyrousaBabyrousa celebensis celebensis BabyrousaBabyrousa togeanensis togeanensis BabyrousaBabyrousa babyrus babyrusssaa

GaGambarmbar 22 22 Penyebaran Penyebaran tiga tiga spesies spesies babirusa babirusa (IUCN (IUCN 2017) 2017) Gambar 29. Penyebaran babirusa di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya (IUCN 2017) IdentIdentifikasiifikasi tanpa tanpa perjumpaan perjumpaan langsung langsung BekasBekas keberadaan keberadaan babirusa babirusa secara secara tidak tidak langsung langsung dapat dapat diketahui diketahui dari dari bekas bekas kotoran, kotoran, tempat tempat berkubang, berkubang, dandanIdentifikasi bekas bekas jejak jejak kaki. kaki. tanpa perjumpaan langsung Bekas keberadaan babirusa secara tidak langsung dapat diketahui dari bekas kotoran, tempat berkubang, dan bekas jejak kaki.

Gambar 30. FesesGambar dan 23 Feses jejak dan kaki jejak kakibabirusa babirusa (Foto (Foto Abdul Abdul Haris Haris Mustari) Mustari)

Informasi tambahan InformasiDalam Peraturan Menteri tambahan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No.P.106/2018 mengenai jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, secara taksonomi babirusa masih dianggap satu spesies yaitu SecaraBabyrousa taksonomi babyrussa, dengan pada nama awalnya Indonesia dikenal Babirusa hanyatualangio. satu Babirusa spesies yang terdapa babirusat di Sulawesi dengandaratan (mainland) nama, Kepulauanilmiah Babyrousa Togean, Pulau Burubabyrussa dan Kepulaun, terdiri Sula digolongkan dari tiga sebagai sub sub spesies (B.b. celebensis, B.b.togeanensis, B.b.bayrussa). Sehingga nama Indonesia, Babirusa tualangio, sebagaimana yaituyang tercantum Babyrousa dalam babyrussa PermenLHK celebensisNo.P.106/2018 (Sulawesi itu sejatinya daratan), dimaksudkan B. b.untuk togeanensis seluruh spesies/sub spesies babirusa, dan semua spesies babirusa termasuk dilindungi. Groves dan Meijaard (2002) mengusulkan sub spesies babirusa menjadi spesies, demikian pula dengan IUCN (2016), dimana terdapat tiga spesies 36babirusa (yang masih hidup) dan satu spesies yang hanya ditemukan dalam bentuk fosil. Deskripsi morfologi setiap spesies tersebut adalah sebagai berikut:

1. Babirusa sulawesi/Sulawesi Babirusa (Babyrousa celebensis)  Penyebarannya di Sulawesi daratan (Sulawesi mainland)  Tubuhnya pendek dan rambutnya jarang sehingga tampak telanjang dari kejauhan, ekor pendek dan berumbai di ujungnya, gigi taring atas pada jantan pada umumnya panjang dan tebal, dengan gigi taring atas muncul secara vertikal, ukuran tubuhnya cukup besar. 2. Babirusa berbulu lebat/Hairy Babirusa (Babyrousa babyrussa)  Terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru  Rambut pada tubuh tumbuh panjang dan tebal, ekor berkembang dengan baik, gigi taring atas pada jantan biasanya pendek, gigi taring atas umumnya berbeda atau sejajar satu sama lain, ukuran tubuhnya kecil dengan ukuran gigi yang kecil pula. 3. Babirusa togean/Togean Babirusa (Babyrousa togeanensis)  Terdapat di Pulau Malenge, Talatakoh, Togean dan Batudaka di Kepualauan Togean  Rambut pada tubuh pendek dan jarang dibanding Babyrousa babyrussa babyrousa, ekor berkembang dengan baik, gigi taring atas pada jantan biasanya pendek, ramping, subspesies ini berukuran terbesar, namun giginya kecil. 4. Babirusa Bolabatu/Bolabatu Babirusa (Babyrousa bolabatuensis)  Sudah punah, hanya ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi

3. Babirusa sulawesi

(Kepulauan Togean), dan B. b. babyrussa (Pulau Buru dan Kepulaun Sula). Juga terdapat sub spesies babirusa yang sudah punah, ditemukan hanya dalam bentuk fosil yaitu B. b. bolabatuensis (fosilnya ditemukan di situs Bolabatue, Sulawesi Selatan, karena itu nama spesiesnya bolabatuensis). Berdasarkan perbedaan morfologi, Groves dan Meijaard (2002) menyatakan keempat sub spesies tersebut adalah spesies yang berbeda, dan mengusulkannya menjadi Babyrousa celebensis, B. togeanensis, B. babyrussa, dan B. bolabatuensis. Deskripsi morfologi setiap spesies tersebut adalah sebagai berikut: 1. Babirusa sulawesi/Sulawesi Babirusa (Babyrousa celebensis) a. Penyebarannya di Sulawesi daratan (Sulawesi mainland). b. Tubuhnya pendek dan rambutnya jarang sehingga tampak telanjang dari kejauhan, ekor pendek dan berumbai di ujungnya, gigi taring atas pada jantan pada umumnya panjang dan tebal, dengan gigi taring atas muncul secara vertikal, ukuran tubuhnya cukup besar. 2. Babirusa berbulu lebat/Hairy Babirusa (Babyrousa babyrussa) a. Terdapat di Kepulauan Sula dan Pulau Buru. b. Rambut pada tubuh tumbuh panjang dan tebal, ekor berkembang dengan baik, gigi taring atas pada jantan biasanya pendek, gigi taring atas umumnya berbeda atau sejajar satu sama lain, ukuran tubuhnya kecil dengan ukuran gigi yang kecil pula. 3. Babirusa togean/Togean Babirusa (Babyrousa togeanensis) a. Terdapat di Pulau Malenge, Talatakoh, Togean dan Batudaka di Kepulauan Togean. b. Rambut pada tubuh pendek dan jarang dibanding Babyrousa babyrussa babyrussa, ekor berkembang dengan baik, gigi taring atas pada jantan biasanya pendek, ramping, subspesies ini berukuran terbesar, namun giginya kecil. 4. Babirusa Bolabatu/Bolabatu Babirusa (Babyrousa bolabatuensis) a. Sudah punah, ditemukan dalam bentuk fosil di semenanjung selatan Sulawesi.

37 4. Babi hutan sulawesi

Suku : Suidae Nama Latin : Sus celebensis Muller & Schlegel, 1843 Nama Inggris : Sulawesi Warty Pig Nama Lokal : Beke (Tolaki), Bahi/Bawi (Bugis), Mbawu Yopo (Pamona, Poso), Boe Tokita (Napu), Bai Ala (Pattinjo) Status konservasi : IUCN : Near Threatened (versi 3.1) CITES : - PermenLHK No.P.106/2018:-

Identifikasi : • Panjang kepala dan badan 800–1300 mm. • Berat badan 40–70 kg, tinggi bahu mencapai 70 cm saat dewasa. • Warna kulit umumnya hitam keabuan. • Terdapat berkas rambut kuning yang melingkari moncongnya. • Pada jantan dewasa terdapat tiga pasang kutil (warty) besar di moncongnya; dan berdasarkan kutil itulah babi hutan sulawesi disebut juga sulawesi warty pig; kutil tumbuh beberapa sentimeter di depan kedua mata. • Ukuran kutil jantan lebih besar dan lebih menonjol dibanding betina; panjang kutil pada jantan dewasa dapat mencapai lebih 10 cm. • Satu pasang kutil (kiri-kanan) ukurannya lebih besar dan lebih dominan dari dua pasang kutil lainnya, menyerupai ‘sepasang cula’.

4. Babi hutan sulawesi Suku : Suidae Nama Latin : Sus celebensis Muller & Schlegel, 1843 Nama Inggris : Sulawesi Warty Pig Nama Lokal : Beke (Tolaki), Bahi /Bawi (Bugis), Mbawu Yopo (Pamona, Poso), Bai Ala (Patinjo)

Status konservasi : IUCN : Near Threatened (versi 3.1) CITES : - PermenLHK No.P.106/2018:-

Identifikasi :

 Panjang kepala dan badan 800 - 1300 mm  Berat badan 40 - 70 kg, tinggi bahu mencapai 70 cm saat dewasa  Warna kulit umumnya hitam keabuan  Terdapat berkas rambut kuning yang melingkari moncongnya  Pada jantan dewasa terdapat tiga pasang kutil (warty) besar di moncongnya; dan berdasarkan kutil itulah babi hutan sulawesi disebut juga sulawesi warty pig; kutil tumbuh beberapa sentimeter di depan kedua mata  Ukuran kutil jantan lebih besar dan lebih menonjol dibading betina; panjang kutil pada jantan dewasa dapat mencapai lebih 10 cm  Satu pasang kutil (kiri-kanan) ukurannya lebih besar dan lebih dominan dari dua pasang kutil lainnya, menyerupai „sepasang cula‟ 4. Babi hutan sulawesi  Pada jantan dewasa terdapat rambut putih menyerupai „jenggot‟ yang tumbuh kesamping di bagian pipi • belakangPada jantan dewasarahang terdapat; panjang rambut putihrambut menyerupai „jenggot ‘jenggot’ putih‟ yang dapat mencapai 20 cm pada jantan dewasa; beberapa tumbuh ke samping di bagian pipi belakang rahang; panjang rambut individu‘jenggot putih’ betina dapat dewasa mencapai juga 20 cm memiliki pada jantan „jenggot‟ dewasa; beberapa tapi lebih pendek individu betina dewasa juga memiliki ‘jenggot’ tetapi lebih pendek.  Kaki babi hutan relatif pendek dibanding mamalia ungulata lainnya seperti anoa dan rusa, karena itu di • Kaki babi hutan relatif pendek dibanding mamalia ungulata lainnya daerahseperti anoatertentu dan rusa. di Sulawesi,Oleh karena itu, babi di daerah hutan tertentu kadang di Sulawesi, disebut „kaki pendek‟ babi hutan kadang disebut ‘kaki pendek’. Punggungnya sedikit cembung, pendek dan ekornya cukup panjang berumbai-rumbai • Punggungnya sedikit cembung, pendek dan ekornya cukup panjang  Babberumbai-rumbai.i hutan Sulawesi jantan dapat dikenali juga dari keberadaan rumbai atau rambut yang panjang di bagian • Babi hutan sulawesi jantan dapat dikenali juga dari keberadaan atasrumbai kepala atau rambut serta yang skrotum panjang di yang bagian cukup atas kepala besar serta skrotum  Padayang cukup indivudu besar. yang masih kecil, terdapat pola garis-garis/loreng di sepanjang badan, merupakan • Pada individu yang masih kecil, terdapat pola garis-garis/loreng di pembawaan sejak lahir; garis loreng itu akan menghilang setelah anak berusia lebih 6 bulan. sepanjang badan, merupakan pembawaan sejak lahir; garis loreng itu akan menghilang setelah anak berusia lebih 6 bulan.

Jantan dewasa Betina dewasa dan anak Gambar 31. Babi hutan sulawesi, jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)

39

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 32. Babi hutan sulawesi, betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 33. Babi hutan sulawesi, induk dan anak, umur 2-3 bulan (Foto Abdul Haris Mustari)

40 4. Babi hutan sulawesi

Gambar 34. Anak babi hutan Anak sulawesi umur 1–2 bulan (Foto Abdul Haris Muda Mustari) Gambar 24 Struktur umur babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari) Informasi singkat mengenai ekologi Babi hutan sulawesi SusInformasi celebensis singkat mengenai ekologi Sulawesi Warty Pig Babi hutan sulawesi PerilakuSus celebensis •Sulawesi Babi hutan Warty sulawesi Pig aktif pada siang dan malam hari. • Babi hutan sulawesi paling aktif pada awal dan akhir malam Perilaku(crepuscular ). • Babi hutan sulawesi sering masuk kebun penduduk, terutama kebun  Bjagung,abi hutan di bawah sulawesi pohon kelapa, aktif kebunpada cokelat, siang dandan jambu malam mete, hari  Bmencariabi hutan makan sulawesi berbagai jenis paling buah, umbi,aktif cacing, pada dan awal moluska. dan akhir malam (crepuscular)  Babi hutan sulawesi sering masuk kebun penduduk, terutama kebun jagung, di bawah pohon kelapa, kebun cokelat, dan jambu mete, mencari makan berbagai41 jenis buah, umbi, cacing, dan moluska  Babi hutan hidup berkelompok yang dipimpin oleh betina dewasa (matriarchal) dengan anggota kelompok 2 - 6 ekor yang terdiri dari betina dewasa, muda dan anak  Jantan dewasa hidup soliter dan bergabung dengan kelompok betina pada musim kawin  Jantan dewasa kadang bergabung dengan betina dewasa dan anak di feeding ground atau di sekitar sumber air untuk berkubang/berendam

Gambar 25 Pangkal pohon tempat menggosok badan dan tempat berkubang/mandi babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)

Anak Muda

Gambar 24 Struktur umur babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari) Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi Informasi singkat mengenai ekologi • BabiBabi hutanhutan s hidupulawesi berkelompok yang dipimpin oleh betina dewasa Sus celebensis (matriarchalSulawesi Warty Pig) dengan anggota kelompok 2–6 ekor yang terdiri dari betinaPerilaku dewasa, muda dan anak.  Babi hutan sulawesi aktif pada siang dan malam hari • Jantan Babi hutan dewasa sulawesi hidup paling aktif soliter pada awal dan dan bergabungakhir malam (crepuscular dengan) kelompok betina pada Babi musimhutan sulawesi kawin. sering masuk kebun penduduk, terutama kebun jagung, di bawah pohon kelapa, kebun cokelat, dan jambu mete, mencari makan berbagai jenis buah, umbi, cacing, dan moluska  Babi hutan hidup berkelompok yang dipimpin oleh betina dewasa (matriarchal) dengan anggota kelompok 2 • Jantan- 6 ekor dewasayang terdiri darikadang betina dewasa, bergabung muda dan anakdengan betina dewasa dan anak di Jantanfeeding dewasa ground hidup soliter atau dan bergabung di sekitar dengan kelompoksumber betina air pada untuk musim kawin berkubang/  Jantan dewasa kadang bergabung dengan betina dewasa dan anak di feeding ground atau di sekitar berendam.sumber air untuk berkubang/berendam

GambarGambar 35. 25 Pangkal pohon pohon tempat menggosoktempat badanmenggosok dan tempat berkubangbadan /mandidan babitempat hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari) berkubang/mandi babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 36. Babi hutan sulawesi pada waktu terik matahari sering berkubang/berendam untuk mendinginkan tubuh dan menghindari gigitan serangga (Foto Abdul Haris Mustari)

42

4. Babi hutan sulawesi

GambarGambar 26 K 37.elompok Kelompok babi hutan Sulawesi babi sedanghutan mencari sulawesi makan sedang dan berkubang mencari/berendam makan (Foto Abdul dan Haris Mustari) berkubang/berendam (Foto Abdul Haris Mustari) Reproduksi  Jumlah anak yang dilahirkan induk 4 - 8 ekor setiap kelahiran, namun yang akan menjadi dewasa biasanya Reproduksihanya 2 - 4 ekor, yang lain mati atau dimangsa oleh predator  Sesaat sebelum melahirkan, induk babi hutan sulawesi membuat sarang berupa tumpukan daun atau ranting dari berbagai jenis tumbuhan bawah, alang-alang atau semai; sarang tersebut berbentuk oval Gambar 26 Kelompok•dengan Jumlah babi diameter hutan anak sarang Sulawesiyang 1,5 - 2dilahirkan meter sedang dengan induk ketebalan mencari 4–8 kurang makanekor lebih setiap 0,5dan meter. berkubang kelahiran, Apabila sarang /berendamnamun tersebu t (Foto Abdul Haris Mustari) menggembungyang akan (sarang menjadi A) maka dewasa sebenarnya biasanya sarang tersebut hanya sudah 2–4 tidakekor, berisi yang anak lain (sarang mati telah ditinggalkan), sebaliknya apabila sarang tersebut masih berisi anak maka sarang tersebut akan berbentuk agakatau cekung dimangsa di bagian tengahnya oleh predator.(sarang B).

Reproduksi • Sesaat sebelum melahirkan, induk babi hutan sulawesi membuat  Jumlah anak yang dilahirkan induk 4 - 8 ekor setiap kelahiran, namun yang akan menjadi dewasa biasanya sarang berupa tumpukan daun atau ranting dari berbagai jenis hanya 2 - 4 ekor, yang lain mati atau dimangsa oleh predator tumbuhan bawah, alang-alang atau semai; sarang tersebut berbentuk  Sesaat sebelum melahirkan, induk babi hutan sulawesi membuat sarang berupa tumpukan daun atau oval dengan diameter sarang 1,5–2 meter dengan ketebalan kurang ranting dari berbagai jenis tumbuhan bawah, alang-alang atau semai; sarang tersebut berbentuk oval Sarang A Sarang B dengan diameter saranglebih 0,5 1,5 meter. - 2 meter Apabila dengan sarang ketebalan tersebut kurang menggembung lebih 0,5 (sarangmeter. ApabilaA) sarang tersebut maka sebenarnya sarang tersebut sudah tidak berisi anak (sarang menggembung (sarang A) maka sebenarnya sarang tersebut sudah tidak berisi anak (sarang telah

ditinggalkan), sebaliknyatelahGambar ditinggalkan), 27 apabila Kondisi sarang sarang babi sebaliknya hutan tersebut sulawesi apabilamasih dan babirusa berisi sarang ketika anak induktersebut makaakan sarangmasih berisi tersebut akan berbentuk agak cekung di bagiananak tengahnya maka sarang (sarang tersebutmelahirkan B). akan anak berbentuk agak cekung di bagian

tengahnya (sarang B).

Sarang A Sarang B

Gambar 38. Kondisi sarang babi hutan sulawesi dan babirusa ketika Gambar 28 Sarang babi hutan sulawesi, bahannya dari ranting dan daun berbagai jenis tumbuhan induk akan melahirkan anak Gambarbawah, 27 Kondisi kadang sarangjuga rumput babi dan hutan pelepah sulawesi rotan, dibagun dan babirusa oleh induk ketika sesaat induksebelum akan melahirkan (Foto Abdul Haris Mustari) melahirkan anak

Pakan 43

Gambar 28 Sarang babi hutan sulawesi, bahannya dari ranting dan daun berbagai jenis tumbuhan bawah, kadang juga rumput dan pelepah rotan, dibagun oleh induk sesaat sebelum melahirkan (Foto Abdul Haris Mustari)

Pakan

Gambar 26 Kelompok babi hutan Sulawesi sedang mencari makan dan berkubang/berendam (Foto Abdul Haris Mustari)

Reproduksi  Jumlah anak yang dilahirkan induk 4 - 8 ekor setiap kelahiran, namun yang akan menjadi dewasa biasanya hanya 2 - 4 ekor, yang lain mati atau dimangsa oleh predator  Sesaat sebelum melahirkan, induk babi hutan sulawesi membuat sarang berupa tumpukan daun atau ranting dari berbagai jenis tumbuhan bawah, alang-alang atau semai; sarang tersebut berbentuk oval dengan diameter sarang 1,5 - 2 meter dengan ketebalan kurang lebih 0,5 meter. Apabila sarang tersebut menggembung (sarang A) maka sebenarnya sarang tersebut sudah tidak berisi anak (sarang telah ditinggalkan), sebaliknya apabila sarang tersebut masih berisi anak maka sarang tersebut akan berbentuk agak cekung di bagian tengahnya (sarang B).

Sarang A Sarang B

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi Gambar 27 Kondisi sarang babi hutan sulawesi dan babirusa ketika induk akan melahirkan anak

Gambar 28 39. Sarang Sarang babi hutan babi sulawesi, hutan bahannya sulawesi, dari bahannyaranting dan daun dari berbagai ranting jenis dantumbuhan bawah, kadang jugadaun rumput berbagai dan pelepah jenis tumbuhanrotan, dibagun bawah, oleh indukkadang sesaat juga sebelum rumput melahirkan (Foto Abdul Harisdan Mustari) pelepah rotan, dibangun oleh induk sesaat sebelum melahirkan (Foto Abdul Haris Mustari) Pakan Pakan

• Tempat makan babi hutan mudah dikenali dari galian atau garukan di tanah (tempat menyungkur), atau pada tanah dimana cukup gembur dan terdapat umbi-umbian dan akar succulent (banyak mengandung air) yang dimakan oleh babi hutan sulawesi. • Babi hutan termasuk omnivorus, pemakan segala baik unsur tumbuhan seperti daun, rumput, akar, umbi, buah dan bunga pepohonan yang jatuh ke lantai hutan. • Babi hutan juga makan satwa kecil seperti telur burung, anak burung, cacing, kepiting, moluska dan reptilia kecil seperti kadal, dan ular kecil. • Di kebun, babi hutan makan singkong, ubi jalar, pisang, cokelat bahkan buah kelapa yang jatuh menjadi sumber makanan babi hutan; taring babi hutan sangat kuat, dapat membuka sabuk dan batok kelapa. • Salah satu makanan kesukaan babi hutan sulawesi adalah buah pangi (Pangium edule), buha dongi (Dillenia serrata, D.ochreata, D.celebica), toho (Artocarpus sp.), buah eboni (Diospyros celebica, D. malabarica, D. pilosanthera). • Babi hutan makan akar berbagai jenis rumput yang tumbuh di air, sepertiCynodon dactylon dan Eleocharis dulcis.

44  Tempat makan babi hutan mudah dikenali dari galian atau garukan di tanah (tempat menyungkur), atau pada  Tempattanah dimana makan cukup babi hutan gembur mudah dan dikenaliterdapat dari umbi galian-umbian atau dan garukan akar succulent di tanah (te(banyakmpat menyungkur)mengandung ,air) atau yang pada tanahdimakan dimana oleh babicukup hutan gembur sulawesi dan terdapat umbi-umbian dan akar succulent (banyak mengandung air) yang  dimakanBabi hutan oleh termasuk babi hutan omnivorus, sulawesi pemakan segala baik unsur tumbuhan seperti daun, rumput, akar, umbi,  Babibuah hutan dan bunga termasuk pepohonan omnivorus, yang jatuhpemakan ke lantai segala hutan baik unsur tumbuhan seperti daun, rumput, akar, umbi,  buahBabi danhutan bunga juga pepohonanmakan satwa yang kecil jatuh seperti ke lantai telur burung,hutan anak burung, cacing, kepiting, moluska dan reptilia  Babikecil hutan seperti juga kadal, makan dan satwaular kecil kecil seperti telur burung, anak burung, cacing, kepiting, moluska dan reptilia  kecilDi kebun, seperti babi kadal, hutan dan makan ular kecil singkong, ubi jalar, pisang, coklat bahkan buah kelapa yang jatuh menjadi  Disumber kebun, makanan babi hutan babi makanhutan; taringsingkong, babi hutanubi jalar sangat, pisang, kuat, dapatcoklat membuka bahkan buahsabuk kelapa dan batok yang kelapa jatuh menjadi  sumberSalah satu makanan makanan babi kesukaan hutan; taring babi hutanbabi hutan sulawesi sangat adalah kuat, buah dapat pangi membuka (Pangium sabuk edule dan), buha batok dongi kelapa (Dillenia  Salahserrata, satu D.ochreata, makanan kesukaanD.celebica babi), toho hutan (Artocarpus sulawesi sp.),adalah buah buah eboni pangi (Diospyros (Pangium celebica edule), ,buha D. malabarica, dongi (Dillenia D. serrata,pilosanthera D.ochreata,) D.celebica), toho (Artocarpus sp.), buah eboni (Diospyros4. celebicaBabi hutan, D. malabarica, sulawesi D.  pilosantheraBabi hutan makan) akar berbagai jenis rumput yang tumbuh di air, seperti Cynodon dactylon dan Eleocharis  Babidulcis hutan. makan akar berbagai jenis rumput yang tumbuh di air, seperti Cynodon dactylon dan Eleocharis dulcis .

Gambar Gambar 29 40. Babi hutanBabi betina hutan dewasa betina dan anak sedangdewasa mencari dan makan anak dan sedangminum (Foto Abdulmencari Haris Mustarimakan) Gambar 29 Babi hutandan betina minum dewasa (Foto dan anak Abdul sedang Haris mencari Mustari) makan dan minum (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 30 Satu keluarga kecil babi hutan sulawesi, terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa dan anak (kiri) dan jantan dewasa dengan sepasang kutil dan „jenggot‟ yang cukup menonjol (kanan) Gambar 30 Satu keluarga kecil babi hutan sulawesi, terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa dan (Foto Abdul Haris Mustari) Gambaranak (kiri) 41. dan jantanSatu dewasa keluarga dengan kecil sepasang babi kutil hutan dan „jenggot‟ sulawesi, yang cukup terdiri menonjol dari (kanan)jantan

(Foto Abdul Haris Mustari) dewasa, betina dewasa dan anak (kiri) dan jantan dewasa

dengan sepasang kutil dan ‘jenggot’ yang cukup menonjol Habitat (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)  Habitat babi hutan Sulawesi mencakup hutan primer, hutan sekunder dan hutan di sepanjang aliran sungai Habitat(riparian )  HabitatBerbeda babi dengan hutan anoa Sulawesi dan babirusa,mencaku pbabi hutan hutan primer, dapat hutan dijumpai sekunder pada dan habitat hutan yang di sepanjang relatif dekat aliran dengan sungai Habitat(pemukimanriparian) manusia termasuk kebun yang berbatasan dengan hutan  BerbedaHabitat babi dengan hutan anoa adalah dan hutan babirusa, dataran babi rendah hutan dan dapat hutan dijumpaipegunungan pada bawah habitat yang relatif dekat dengan pemukiman manusia termasuk kebun yang berbatasan dengan hutan •  SumberHabitat-sumber babi air seperti hutan sungai, sulawesi rawa, danau mencakup merupakan tempat hutan yang primer, disukai babi hutan hutan sulawesi sekunder  Habitat babi hutan adalah hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah  Sumberdan -hutansumber air di seperti sepanjang sungai, rawa, aliran danau sungaimerupakan (riparian). tempat yang disukai babi hutan sulawesi

• Berbeda dengan anoa dan babirusa, babi hutan dapat dijumpai pada habitat yang relatif dekat dengan pemukiman manusia termasuk kebun yang berbatasan dengan hutan. • Habitat babi hutan adalah hutan dataran rendah dan hutan pegunungan bawah. • Sumber-sumber air seperti sungai, rawa, danau merupakan tempat yang disukai babi hutan sulawesi. 45 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Penyebaran alami • Babi hutan dijumpai hampir di seluruh daratan Sulawesi, termasuk Penyebaranpulau-pulau alami di sekitarnya seperti Pulau Buton, Muna, Wawonii, dan PengamatKep. berpeluangTogian. melihat langsung babi hutan sulawesi pada tempat-tempat berikut: •Babi Babi hutan hutan dijumpai sulawesi hampir juga di seluruh terdapat daratan di Kepulauan Sulawesi Sula,, termasuk Maluku, pulau dan-pulau di sekitarnya seperti Pulau Buton, Muna, Wawonii, dan Kep. Togian  BabiNusa hutan Tenggara, Sulawesi diintroduksi juga terdapat beberapa di Kepuauan abad silam,Sula, Maluku,dan bahkan dan Nusasudah Tenggara , diintroduksi beberapa abadmenjadi silam, dan sub bahkan spesies. sudah menjadi sub spesies

Gambar 42. Penyebaran babi hutan sulawesi (IUCN 2017) Gambar 31 Penyebaran babi hutan Sulawesi (IUCN 2017)

IdentifikasiIdentifikasi tanpa perjumpaan tanpa langsung perjumpaan langsung Bekas keberadaan babi hutan sulawesi secara tidak langsung dapat diketahui dari kotoran, tempat berkubang,Bekas keberadaan pohon tempat babi menggosok hutan sulawesi badan (rubbing secara tidak trees), tempatlangsung menyungkur dapat dan jejak kaki. Di lapangan cukupdiketahui sulit membedakandari kotoran, jejak tempat kaki babiberkubang, hutan sulawesi pohon dantempat babirusa. menggosok badan (rubbing trees), tempat menyungkur dan jejak kaki. Di lapangan cukup sulit membedakan jejak kaki babi hutan sulawesi dan babirusa.

46

Penyebaran alami Pengamat berpeluang melihat langsung babi hutan sulawesi pada tempat-tempat berikut:  Babi hutan dijumpai hampir di seluruh daratan Sulawesi, termasuk pulau-pulau di sekitarnya seperti Pulau Buton, Muna, Wawonii, dan Kep. Togian  Babi hutan Sulawesi juga terdapat di Kepuauan Sula, Maluku, dan Nusa Tenggara, diintroduksi beberapa abad silam, dan bahkan sudah menjadi sub spesies

Gambar 31 Penyebaran babi hutan Sulawesi (IUCN 2017)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Bekas keberadaan babi hutan sulawesi secara tidak langsung dapat diketahui dari kotoran, tempat berkubang, pohon tempat menggosok badan (rubbing trees), tempat menyungkur dan jejak kaki. Di lapangan cukup sulit membedakan jejak kaki babi hutan sulawesi dan babirusa. 4. Babi hutan sulawesi

Anoa Babirusa Babi hutan sulawesi

Gambar 32 Perbandingan morfologi tengkorak, bentuk kuku, jejak kaki dan feses mamalia sulawesi: anoa, Gambarbabirusa dan 43. babi hutanPerbandingan sulawesi (Foto Abdul morfologi Haris Mustari) tengkorak, bentuk kuku, jejak kaki

dan feses mamalia Sulawesi: anoa, babirusa dan babi hutan sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)

5. Kuskus beruang sulawesi

Suku : Phalangeridae

Nama Latin : Ailurops ursinus Temminck, 1824 47 Nama Inggris : SulawesiAHM Bear Cuscus Nama Lokal : Kuse, Kuhe (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018:-

Identifikasi :

 Kuskus beruang sulawesi biasa juga disebut kuskus beruang sulawesi sulawesi  Kuskus beruang sulawesi ukuran tubuhnya hampir seperti kucing atau bahkan bisa lebih besar  Panjang badan dan kepala adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya dapat mencapai 8 kg  Warna tubuh jantan dan betina tidak ada perbedaan  Panjang ekor hampir sama panjang dengan panjang tubuh, bagian ekor ditumbuhi rambut dari pangkal sampai lebih dari setengah panjang total ekor, sisa ujung ekor yang tidak ditumbuhi rambut berwarna hitam, ujung ekor ini sangat kuat dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang dahan pohon saat mencari makan (prehensil) dan dapat digunakan sebagai alat untuk menggantung yang menahan seluruh beban tubuh saat dengan posisi kepala di bawah saat mencari makan di pohon  Daun telinga pendek hampir tidak terlihat karena tersembunyi di bawah rambut-rambut kepala, bagian luar dan dalam telinga berambut 5. Kuskus beruang sulawesi

Suku : Phalangeridae Nama Latin : Ailurops ursinus Temminck, 1824 Nama Inggris : Sulawesi Bear Cuscus Nama Lokal : Kuse, Kuhe (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018:-

Identifikasi : • Kuskus beruang sulawesi biasa juga disebut kuskus sulawesi. • Kuskus beruang sulawesi ukuran tubuhnya hampir seperti kucing atau bahkan bisa lebih besar. • Panjang badan dan kepala adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya dapat mencapai 8 kg. • Warna tubuh jantan dan betina tidak ada perbedaan. • Panjang ekor hampir sama panjang dengan panjang tubuh, bagian ekor ditumbuhi rambut dari pangkal sampai lebih dari setengah panjang total ekor, sisa ujung ekor yang tidak ditumbuhi rambut berwarna hitam, ujung ekor ini sangat kuat dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang dahan pohon saat mencari makan dan dapat digunakan sebagai alat untuk menggantung yang menahan seluruh beban tubuh dengan posisi kepala di bawah saat mencari makan di pohon. • Daun telinga pendek hampir tidak terlihat karena tersembunyi di bawah rambut-rambut kepala, bagian luar dan dalam telinga berambut. 5. Kuskus beruang sulawesi

• Warna dasar tubuh bagian atas adalah hitam pucat dengan rambut bagian punggung berwarna cokelat kehitaman, beberapa rambut bagian tubuh lain berwarna kuning kecokelatan atau lebih pucat.

Gambar 44. Kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus Sulawesi Bear Cuscus

Perilaku • Pengamat yang jeli akan dapat melihat keberadaan kuskus beruang sulawesi walaupun satwa ini relatif pendiam dan jarang bersuara. Sekali menemukan satwa ini maka pengamat akan dapat melakukan pengamatan dengan puas karena satwa ini bergerak sangat lamban. 49 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Kuskus beruang sulawesi merupakan satwa yang pendiam, hampir- hampir tidak bersuara kecuali kalau terganggu. Kuskus beruang sulawesi yang terganggu akan mengeluarkan suara decak yang disela dengan engahan keras. • Apabila mendeteksi ada gangguan, misalnya kehadiran manusia atau pengamat, maka kuskus beruang sulawesi akan diam dan berlindung di balik cabang dan dedaunan, seperti diam mematung (freezing). • Kuskus beruang sulawesi membentuk kelompok kecil yang hanya terdiri dari induk dan bayi, kecuali pada musim kawin, kuskus beruang sulawesi jantan dan betina dewasa biasanya hidup soliter. • Kuskus beruang sulawesi bergerak lambat dari satu pohon ke pohon lainnya menggunakan ekor prehensil-nya dan tangan serta kakinya. • Kuskus beruang sulawesi aktif pada siang hari (diurnal). • Sebagian besar aktivitas hariannya banyak digunakan untuk beristirahat dan tidur, sedikit waktunya digunakan untuk makan dan mengutu (grooming), waktunya untuk berinteraksi juga sangat sedikit, kegiatan tersebut dilakukan sepanjang siang dan malam. • Aktivitas harian kuskus beruang sulawesi yang teramati di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa yaitu aktivitas istirahat (resting) 89,05%, berpindah (moving) 5,83% mencari makan (foraging) 2,71%, dan aktivitas makan (feeding) 2,41% (Nugraha dan Mustari 2017). • Waktu istirahatnya yang banyak digunakan untuk mencerna selulosa dari dedaunan sebagai sumber makanannya yang mengandung sedikit nutrisi.

50  Warna dasar tubuh bagian atas adalah hitam pucat dengan rambut5. bagiKuskusan punggung beruang berwarnasulawesi coklat kehitaman, beberapa rambut bagian tubuh lain berwarna kuning kecoklatan atau lebih pucat

Gambar 33 45.Kuskus Kuskus beruang sulawesi beruang (Ailurops sulawesi ursinus Ailurops), dan bagian ursinus ekor yang, ekor berfungsi kadang sebagai „kaki kelima‟/prehensileberfungsi (Foto sebagaiAbdul Haris ‘kaki Mustari) kelima’/ prehensile (Foto Abdul Haris Informasi singkat mengenaiMustari) ekologi Kuskus sulawesi Ailurops ursinus SulawesiReproduksi Bear Cuscus Perilaku• Kuskus beruang sulawesi betina dewasa dapat melahirkan satu  Pengamatsampai yang dua jeli akan kali dapat dalam melihat setahun. keberadaan kuskus beruang sulawesi walaupun satwa ini relatif pendiam dan jarang bersuara. Sekali menemukan satwa ini maka pengamat akan dapat melakukan •pengamatan Kuskus dengan beruang puas karena sulawesi satwa initermasuk bergerak sangat satwa lamban berkantung (marsupial).  Kuskus beruang sulawesi merupakan satwa yang pendiam, hampir-hampir tidak bersuara kecuali kalau terganggu. Kuskus beruang sulawesi yang terganggu akan mengeluarkan suara decak yang disela dengan •engahan Anak keras kuskus beruang sulawesi lahir dalam keadaan sangat kecil  Apabila(prematur mendeteksi) adadan gangguan, akan misalnyalangsung keha diranmenuju manusia kantung atau pengamat, induknya maka kuskus untuk beruang sulawesi akan diam dan berlindung di balik cabang dan dedaunan, seperti diam mematung (freezing)  Kuskusdibesarkan beruang sulawesi selama membentuk sekitar kelompok 8 bulan, kecil setelah yang ha nyaitu terdiriakan dari keluar induk dari dan bayi kantong, kecuali pada musimdan kawin, hidup kuskus bersama beruang sulawesi induknya jantan dansampai betina siapdewasa untuk biasanya mandiri. hidup soliter  Kuskus beruang sulawesi bergerak lambat dari satu pohon ke pohon lainnya menggunakan ekor prehensil – nya dan tangan serta kakinya  Kuskus beruang sulawesi aktif pada siang hari (diurnal)  Sebagian besar aktivitas hariannya banyak digunakan untuk beristirahat dan tidur, sedikit waktunya digunakan untuk makan dan mengutu (grooming), waktunya untuk berinteraksi juga sangat sedikit, kegiatan tersebut dilakukan sepanjang siang dan malam  Aktivitas harian kuskus beruang sulawesi yang teramati di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa yaitu aktivitas istirahat (resting) 89,05%, berpindah (moving) 5,83% mencari makan (foraging) 2,71%, dan aktivitas makan (feeding) 2,41% (Nugraha dan Mustari 2017) 51

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Pakan Pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan kuskus beruang sulawesi. Untuk memperbesar peluang pertemuan dengan Kuskus beruang sulawesi: • Makanannya terdiri dari daun dan buah, misalnya daun kayu kambing (Garuga floribunda), pohon mindi (Melia azedarach), kenanga (Cananga odorata) dan buah rao (Dracontomelon dao dan D. mangiferum). • Di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa Sulawesi Tenggara, Nugraha dan Mustari (2017) mencatat sebanyak 80 spesies tumbuhan makanan kuskus beruang sulawesi, di antaranya yaitu morobite (Celtis philippensis), toho (Artocarpus elasticus), kase (Chisocheton ceramicus), ondolia (Cananga odorata), buah berbagai jenis beringin (Ficus spp.), Diospyros malabarica dan Diospyros celebica. • Daun muda lebih disukai karena lebih mudah dicerna dan mengandung lebih sedikit tanin, tetapi sesekali daun yang lebih tua juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein. • Kadang-kadang bunga dan buah mentah juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein.

Habitat • Kuskus beruang sulawesi merupakan satwa yang banyak menghabiskan waktunya di kanopi pohon (arboreal) sehingga pengamat berpeluang dapat bertemu dengan kuskus beruang sulawesi di habitat utama dari satwa ini di kanopi bagian atas hutan hujan tropis Sulawesi. Kuskus beruang sulawesi juga sering masuk kebun yang berbatasan dengan hutan yang menjadi habitatnya, mencari makan berupa buah jambu mete.

52  Waktu istirahatnya yang banyak digunakan untuk mencerna selulosa dari dedaunan sebagai sumber makanannya yang mengandung sedikit nutrisi

Reproduksi  Kuskus beruang sulawesi betina dewasa dapat melahirkan satui sampai dua kali dalam setahun;  Kuskus beruang sulawesi termasuk satwa berkantung (marsupial)  Anak kuskus beruang sulawesi lahir dalam keadaan sangat kecil (prematur) dan akan langsung menuju kantung induknya untuk dibesarkan selama sekitar 8 bulan, setelah itu akan keluar dari kantong dan hidup bersama induknya sampai siap untuk mandiri.

Pakan Pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan kuskus beruang sulawesi. Untuk memperbesar peluang pertemuan dengan Kuskus beruang sulawesi:  Makanannya terdiri dari daun dan buah, misalnya daun kayu kambing (Garuga floribunda), pohon mindi (Melia azedarach), kenanga (Cananga odorata) dan buah rao (Dracontomelon dao dan D. mangiferum)  Di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa Sulawesi Tenggara, Nugraha dan Mustari (2017) mencatat sebanyak 80 spesies tumbuhan makanan kuskus beruang sulawesi, diantaranya yaitu morobite (Celtis philippensis), toho (Artocarpus elasticus), kase (Chisocheton ceramicus), ondolia (Cananga odorata), buah berbagai jenis beringin (Ficus spp.), Diospyros malabarica dan Diospyros celebica  Daun muda lebih disukai karena lebih mudah dicerna dan mengandung lebih sedikit tanin, tetapi sesekali daun yang lebih tua juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein  Kadang-kadang bunga dan buah mentah juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein.

Habitat  Kuskus beruang sulawesi merupakan satwa yang banyak menghabiskan waktunya di kanopi pohon (arboreal) sehingga pengamat berpeluang dapat bertemu dengan kuskus beruang sulawesi di habitat utama dari satwa ini di kanopi bagian atas hutan hujan tropis Sulawesi. Kuskus beruang sulawesi juga sering masuk kebun yang berbatasan dengan hutan yang menjadi habitatnya, mencari makan berupa buah jambu mete

5. Kuskus beruang sulawesi Penyebaran alami Penyebaran kuskus beruangPenyebaran sulawesi terdapatalami di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton Penyebaran kuskus beruang sulawesi terdapat di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton.

Gambar 46. Penyebaran kuskus beruang sulawesi (IUCN 2017) Gambar 34 Penyebaran kuskus beruang sulawesi (IUCN 2017) Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Kuskus beruang sulawesi sangat pendiam dan bergerak dengan lamban hampir tanpa suara, sehingga relatif sulit untuk mengidentifikasi Identifikasi tanpa perjumpaan satwalangsung ini tanpa perjumpaan langsung.  Kuskus beruang sulawesi sangat pendiam dan bergerak dengan lamban hampir tanpa suara, sehingga relatif sulit untuk mengidentifikasi satwa ini tanpa perjumpaan langsung.

53

6. Kuskus beruang talaud Suku : PhalangeridaeAHM Nama Latin : Ailurops melanotis Thomas, 1898 Nama Inggris :Talaud Bear Cuscus 6. Kuskus beruang talaud

Suku : Phalangeridae Nama Latin : Ailurops melanotis Thomas, 1898 Nama Inggris : Talaud Bear Cuscus Nama Lokal : Kuse, Kuhe Status konservasi : IUCN : Critically Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix I PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Kuskus beruang talaud biasa juga disebut kuskus talaud, karena habitat alaminya di Kepulauan Sangihe dan Talaud. • Ukuran tubuh kuskus talaud secara umum lebih kecil dibanding kuskus beruang sulawesi. • Panjang badan dan kepala adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya mencapai 8 kg. • Warna tubuh jantan dan betina tidak ada perbedaan. • Ujung rambut berwarna lebih kekuningan dibandingkan kuskus beruang sulawesi. • Panjang ekor hampir sama panjang dengan panjang tubuh, bagian ekor ditumbuhi rambut dari pangkal sampai lebih dari setengah panjang total ekor, sisa ujung ekor yang tidak ditumbuhi rambut berwarna hitam, ujung ekor ini sangat kuat dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang dahan pohon saat mencari makan

Identifikasi :

 Kuskus beruang talaud biasa juga disebut kuskus talaud, karena habitat alaminya di Kepulauan Sangihe dan Talaud  Ukuran tubuh kuskus talaud secara umum lebih kecil dibanding kuskus beruang sulawesi 6. Kuskus beruang talaud  Panjang badan dan kepala adalah 56 cm, panjang ekornya 54 cm dan beratnya mencapai 8 kg  Warna tubuh jantan dan betina tidak ada perbedaan  Ujung( prehensilrambut berwarna) dan lebihdapat kekuningan digunakan dibandingkan sebagai kuskus alat untukberuang menggantung sulawesi  Panjangyang ekor menahan hampir sama seluruh panjang beban dengan tubuh panjang saat tubuh, dengan bagian ekorposisi dit umbuhikepala rambut di dari pangkal sampaibawah lebih darisaat setengah mencari panjang makan total di pohon. ekor, sisa ujung ekor yang tidak ditumbuhi rambut berwarna hitam, ujung ekor ini sangat kuat dan dapat digunakan untuk bergelantungan atau melilit batang dahan • Daun telinga pendek hampir tidak terlihat karena tersembunyi di pohon saat mencari makan (prehensil) dan dapat digunakan sebagai alat untuk menggantung yang bawah rambut kepala, bagian luar dan dalam telinga berambut. menahan seluruh beban tubuh saat dengan posisi kepala di bawah saat mencari makan di pohon  •Daun Warnatelinga pendektelinga hampir kuskus tidak beruang terlihat talaud karena lebih tersembunyi gelap (hitam) di bawah dibandingkan rambut kepala, bagian luar dan dalamkuskus telinga berambutberuang sulawesi.  •Warna Warna telinga dasarkuskus tubuhberuang bagian talaud lebih atas gelap adalah (hitam) hitam dibandingkan pucat dengan kuskus beruangrambut sulawesi  Warnabagian dasar tubuhpunggung bagian atasberwarna adalah hitamcokelat pucat kehitaman, dengan rambut beberapa bagian punggung rambut berwarna coklat kehitaman, beberapa rambut bagian tubuh lain berwarna kuning kecoklatan atau lebih pucat bagian tubuh lain berwarna kuning kecokelatan atau lebih pucat.

Gambar 35 ProfilGambar Kuskus 47.beruang Kuskus talaud beruang (Foto Territalaud Repi) (Foto Terri Repi)

55 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Kuskus beruang talaud Kuskus beruang sulawesi

GambarGambar 36 Kuskus 48.Perbedaan Perbedaanberuang morfologi talaud morfologikuskus beruang kuskus talaud, Kuskus Ailuropsberuang beruang melanotis talaud sulawesi (kiri, Ailurops Foto Terri Repi) dan kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus (kanan, Foto Abdul Haris Mustari), terutama terlihat pada warna telinga, Gambarlingkar mata 36 Perbedaan dan ujungmelanotis morfologi hidung (kiri, yang kuskus lebihFoto beruang gelap Terri (hitam) Repi) talaud, danpada Ailurops kuskus kuskus melanotis beruang beruang (kiri, talaud. sulawesi Foto Terri Repi) dan kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus ursinus (kanan, (kanan, Foto Foto Abdul Abdul Haris Mustari), Haris Mustari), terutama terutamaterlihat pada warna telinga, lingkar mata dan ujungterlihat hidung pada yang warna lebih gelap telinga, (hitam) lingkar pada kuskus mata beruangdan ujung talaud. hidung Informasi singkatyang mengenai lebih ekologigelap (hitam) pada kuskus beruang talaud. InformasiKuskus singkatberuang mengenai talaud ekologi Ailurops melanotis KuskusTalaudInformasi Bear beruang Cuscus talaudsingkat mengenai ekologi Ailurops melanotis TalaudPerilaku Bear Cuscus KuskusKehidupan sosial beruang kuskus beruang talaud talaud yaitu berkelompok kecil terdiri dari induk dan bayi PerilakuAiluropsJantan dan melanotis betina dewasa biasanya hidup soliter, berpasangan hanya pada musim kawin TalaudKehidupanKuskus Bearberuang sosial Cuscus talaudkuskus bergerak beruang lambattalaud yaitudari satu berkelompok pohon ke kepohoncil terdiri lainnya dari menggunakan induk dan bayi ekor prehensil –nya  Jdanantan tangan dan beti sertana kakinya dewasa biasanya hidup soliter, berpasangan hanya pada musim kawin KuskusAktivitas beruang kuskus talaudberuang bergerak talaud secaralambat kedariseluruhan satu pohon didominasi ke pohon oleh lainnya istiraha menggunakant yaitu sebesar ekor 78,19 prehensil - 79,33% –nya danKuskus tangan beruang serta talaudkakinya mulai aktif pada pagi hari dan beristirahat pada siang hari, kemudian menunjukkan PerilakuAktivitaspeningkatan kuskus aktivitas beruang pada talaud sore secarahari keseluruhan didominasi oleh istirahat yaitu sebesar 78,19 - 79,33% KuskusSebagian beruang besar talaud aktivitas mulai hariannya aktif pada banyak pagi hari digunakan dan beristirahat untuk padaberistirahat siang hari, dan kemudian tidur, sedikit menunjuk waktunyakan •penidigunakan nKehidupangkatan untuk aktivitas makan sosial pada dan sore kuskus berkutu hari beruang(grooming ), talaud waktunya yaitu untuk berkelompok berinteraksi juga kecil sangat sedikit, kegiatan  Sebagiantersebutterdiri dilakukan besar dari aktivitas induk sepanjang dan hariannya siang bayi. dan banyak malam digunakan untuk beristirahat dan tidur, sedikit waktunya digunakanWaktu istirahatnya untuk makan digunakan dan berkutu untuk mencerna (grooming selulosa), waktunya dari untukdedaunan berinteraksi sebagai jugasumber sangat makanannya sedikit, kegiatan tersebut dilakukan sepanjang siang dan malam 56Waktu istirahatnya digunakan untuk mencerna selulosa dari dedaunan sebagai sumber makanannya 6. Kuskus beruang talaud

• Jantan dan betina dewasa biasanya hidup soliter, berpasangan hanya pada musim kawin. • Kuskus beruang talaud bergerak lambat dari satu pohon ke pohon lainnya menggunakan ekor prehensil –nya dan tangan serta kakinya. • Aktivitas kuskus beruang talaud secara keseluruhan didominasi oleh istirahat yaitu sebesar 78,19–79,33%. • Kuskus beruang talaud mulai aktif pada pagi hari dan beristirahat pada siang hari, kemudian menunjukkan peningkatan aktivitas pada sore hari. • Sebagian besar aktivitas hariannya banyak digunakan untuk beristirahat dan tidur, sedikit waktunya digunakan untuk makan dan berkutu (grooming), waktunya untuk berinteraksi juga sangat sedikit, kegiatan tersebut dilakukan sepanjang siang dan malam. • Waktu istirahatnya digunakan untuk mencerna selulosa dari dedaunan sebagai sumber makanannya.

Gambar 49. Perilaku lokomosi dan ujung ekor yang melilit berpegangan Gambar 37 Perilakupada lokomosi ranting, dan ujung prehensileekor yang melilit, yang berpegangan dilakukan pada ranting, oleh prehensilekuskus , yang dilakukan oleh kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi) beruang talaud (Foto Terri Repi) Reproduksi  Kuskus beruang talaud betina dewasa dapat melahirkan satu atau dua kali dalam setahun 57  Kuskus beruang talaud termasuk satwa berkantung (marsupial)  Anak kuskus beruang talaud lahir dalam keadaan sangat kecil (prematur); yang secara naluri merayap menuju kantung induknya untuk dibesarkan selama sekitar 8 bulan; setelah itu akan keluar dari kantong dan hidup bersama induknya sampai siap untuk mandiri

Pakan Pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan kuskus beruang talaud. Untuk memperbesar peluang pertemuan dengan kuskus talaud:  Kuskus beruang talaud adalah folivora, mengkonsumsi lebih dari 90 % daun total diet hariannya (daun muda, tua, pucuk dan tangkai daun) dan sisanya adalah bunga dan buah dengan persentase yang kecil  Diantara jenis tumbuhan pakan kesukaan kuskus beruang talaud yaitu Merremia peltata, Canarium asperum, Cananga odorata, Palaquium obovatum, P.obtusifolium, , Aglaia silvestris, Macaranga hispida dan Trema orientalis  Kuskus beruang talaud juga makan bunga dan buah dalam jumlah terbatas  Daun muda lebih disukai kuskus beruang talaud karena lebih mudah dicerna dan mengandung lebih sedikit tanin; tetapi sesekali daun yang lebih tua juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein  Kadang-kadang bunga dan buah mentah juga dimakan

Habitat Kuskus beruang talaud merupakan satwa yang banyak menghabiskan waktunya di kanopi pohon (arboreal) pada hutan lahan kering sekunder (Repi et al. 2019). Akan tetapi sesungguhnya kuskus talaud juga dapat menempati hutan primer. Ditemukannya kuskus talaud yang lebih sering di hutan lahan kering sekunder di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud karena hutan primer yang sudah banyak mengalami kerusakan, dan lebih banyak tersedia hutan sekunder. Seseorang berpeluang dapat bertemu dengan kuskus beruang talaud di habitat utama dari satwa ini di kanopi bagian atas hutan hujan tropis di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud. Menurut Repi et al. (2019) kepadatan populasi kuskus beruang talaud di Pulau Salibabu (16,88 ±2,54 individu/km2), di Pulau Nusa (8,68 ±2,58 individu/km2), dan di Pulau Bukide (5,42 ±1,79 individu/km2).

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 50. Sepasang kuskus beruang talaud di habitat aslinya (Foto Terri Repi)

Reproduksi • Kuskus beruang talaud betina dewasa dapat melahirkan satu atau dua kali dalam setahun. • Kuskus beruang talaud termasuk satwa berkantung (marsupial). • Anak kuskus beruang talaud lahir dalam keadaan sangat kecil (prematur); yang secara naluri merayap menuju kantung induknya untuk dibesarkan selama sekitar 8 bulan; setelah itu akan keluar dari kantong dan hidup bersama induknya sampai siap untuk mandiri.

Pakan Pengamat bisa melakukan pengamatan di tempat sumber pakan kuskus beruang talaud. Untuk memperbesar peluang pertemuan dengan kuskus talaud: • Kuskus beruang talaud adalah folivora, mengonsumsi lebih dari 90 % daun total diet hariannya (daun muda, tua, pucuk dan tangkai daun) dan sisanya adalah bunga dan buah dengan persentase yang kecil.

58 6. Kuskus beruang talaud

• Di antara jenis tumbuhan pakan kesukaan kuskus beruang talaud yaitu Merremia peltata, Canarium asperum, Cananga odorata, Palaquium obovatum, P.obtusifolium, Aglaia silvestris, Macaranga hispida dan Trema orientalis. • Kuskus beruang talaud juga makan bunga dan buah dalam jumlah terbatas. • Daun muda lebih disukai kuskus beruang talaud karena lebih mudah dicerna dan mengandung lebih sedikit tanin; tetapi sesekali daun yang lebih tua juga dimakan untuk memenuhi kebutuhan protein. • Kadang-kadang bunga dan buah mentah juga dimakan.

Habitat Kuskus beruang talaud merupakan satwa yang banyak menghabiskan waktunya di kanopi pohon (arboreal) pada hutan lahan kering sekunder (Repi et al. 2019). Akan tetapi sesungguhnya kuskus talaud juga dapat menempati hutan primer. Ditemukannya kuskus talaud yang lebih sering di hutan lahan kering sekunder di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud karena hutan primer yang sudah banyak mengalami kerusakan, dan lebih banyak tersedia hutan sekunder. Seseorang berpeluang dapat bertemu dengan kuskus beruang talaud di habitat utama dari satwa ini di kanopi bagian atas hutan hujan tropis di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud. Menurut Repi et al. (2019) kepadatan populasi kuskus beruang talaud di Pulau Salibabu (16,88 ±2,54 individu/km2), di Pulau Nusa (8,68 ±2,58 individu/km2), dan di Pulau Bukide (5,42 ±1,79 individu/km2).

Gambar 38 Kondisi habitat kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi) Gambar 51. Kondisi habitat kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi) Penyebaran alami Kuskus beruang talaud endemik di Kepulauan Sangihe-Talaud; terdapat pada tiga Pulau yaitu Pulau Salibabu, Pulau Nusa dan Pulau Bukide. Kemungkinan juga terdapat di Hutan Lindung Gunung Sahendaruman,59 Pulau Sangihe (Repi et al. 2019); hal ini perlu dikaji lebih lanjut.

Gambar 39 Penyebaran kuskus beruang talaud di Pualu Salibabu, Pulau Nusa dan Pulau Bukide di Kepulauan Sangihe- Talaud (Repi et al. 2019).

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung  Kuskus beruang talaud seperti halnya dengan spesies kuskus lainnya, pergerakannya lambat, bergerak dari dahan ke dahan tanpa suara, sehingga relatif sulit untuk mengidentifikasi satwa ini tanpa perjumpaan langsung. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mendeteksi keberadaan kuskus ini di habitat aslinya.

Kuskus beruang talaud sebelumnya dianggap sebagai sub-spesies dari kuskus beruang Sulawesi, Ailurops ursinus. Karena itu secara taksonomi dikenal sebagai Ailurops ursinus melanotis. Karena karakteristik morfologinya yang berbeda mencolok dibanding kuskus beruang sulawesi, maka kuskus beruang talaud diklasifikasikan sebagai spesies tersendiri. Setelah menjadi spesies yang terpisah dari kuskus beruang sulawesi, maka kuskus beruang talaud oleh IUCN Red List mengklasifikasikannya menjadi Critically Endangered, karena penyebarannya sangat terbatas, hanya terdapat di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud. Sementara kuskus beruang sulawesi termasuk Vulnerable.

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

PenyebaranGambar 38 Kondisi habitat alami kuskus beruang talaud (Foto Terri Repi) Kuskus beruang talaud terdapat di Pulau Salibabu (Kepulauan Talaud), Penyebaran alami PulauKuskus beruang Nusa talaud dan Pulauendemik Bukidedi Kepulauan (Kepulauan Sangihe-Talaud Sangihe).; terdapat pada Kemungkinan tiga Pulau yaitu P jugaulau Salibabu, terdapatPulau Nusa dandi HutanPulau Bukide Lindung. Kemungkinan Gunung juga Sahendaruman, terdapat di Hutan Lindung Pulau Gunung Sangihe Sahendaruman, (Repi Pulau Sangihe (Repi et al. 2019); hal ini perlu dikaji lebih lanjut. et al. 2019); hal ini perlu dikaji lebih lanjut.

Gambar 39 P52.enyebaran Penyebaran kuskus beruang talaudkuskus di Pualu beruang Salibabu, Pulau talaud Nusa dan Pulaudi Pulau Bukide di KepulauanSalibabu Sangihe - Talaud (Repi et al. 2019)(Kepulauan. Talaud), Pulau Nusa dan Pulau Bukide (Kepulauan

Identifikasi tanpa perjumpaanSangihe) langsung (Repi et al. 2019)  Kuskus beruang talaud seperti halnya dengan spesies kuskus lainnya, pergerakannya lambat, bergerak dari dahan ke dahan tanpa suara, sehingga relatif sulit untuk mengidentifikasi satwa ini tanpa perjumpaan langsung. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mendeteksi keberadaan kuskus ini di habitat aslinya.

IdentifikasiKuskus beruang talaud sebelumnya tanpa dianggap perjumpaan sebagai sub-spesies langsung dari kuskus beruang Sulawesi, Ailurops ursinus. Karena itu secara taksonomi dikenal sebagai Ailurops ursinus melanotis. Karena karakteristik •morfologinya Kuskus yang beruang berbeda mencolok talaud dibanding seperti kuskus halnya beruang sulawesi, dengan maka spesieskuskus beruang kuskus talaud diklasifikasikanlainnya, sebagai pergerakannya spesies tersendiri. lambat, Setelah bergerak menjadi spesiesdari dahan yang terpisah ke dahan dari tanpakuskus beruang sulawesi,suara, maka sehingga kuskus beruang relatif talaud sulit oleh untukIUCN Red mengidentifikasiList mengklasifikasikannya satwa menjadi ini Critically tanpa Endangeredperjumpaan, karena penyebarannya langsung. sangat Diperlukan terbatas, hanyawaktu ter dapatyang di cukupKepulauan lama Sangihe untuk dan Kepulauan Talaud.mendeteksi Sementara kuskus keberadaan beruang sulawesi kuskus termasuk ini di Vulnerable habitat. aslinya. Kuskus beruang talaud sebelumnya dianggap sebagai sub-spesies dari kuskus beruang sulawesi Ailurops ursinus. Karena itu secara taksonomi dikenal sebagai Ailurops ursinus melanotis. Karena karakteristik morfologinya yang berbeda mencolok dibanding kuskus beruang sulawesi,

60 6. Kuskus beruang talaud maka kuskus beruang talaud diklasifikasikan sebagai spesies tersendiri. Setelah menjadi spesies yang terpisah dari kuskus beruang sulawesi, maka kuskus beruang talaud oleh IUCN Red List mengklasifikasikannya menjadi Critically Endangered, karena penyebarannya sangat terbatas, hanya terdapat di Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud. Sementara kuskus beruang sulawesi termasuk Vulnerable.

61 7. Kuskus tembung/kuskus kerdil sulawesi

Suku : Phalangeridae Nama Latin : Strigocuscus celebensis Gray, 1858 Nama Inggris : Sulawesi Dwarf Cuscus Nama Lokal : Wengu (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Kuskus tembung biasa juga disebut kuskus kerdil sulawesi karena ukuran tubuhnya yang kecil, karena itu dalam bahas inggris disebut sulawesi dwarf cuscus. • Tubuh cokelat pucat agak keputihan, kalau dilihat sekilas seperti ada totol-totol cokelat pada tubuhnya. • Panjang tubuh dari kepala 29–38 cm dan panjang ekornya 27–37cm, beratnya 1 kg atau kurang. • Hampir setengah dari panjang ekor ke arah ujung tidak ditumbuhi rambut. • Bagian ekor yang tidak berambut tersebut sering digunakan untuk berpegangan/prehensile ketika mencoba meraih atau menjangkau makanan yang agak ke ujung dari dahan pepohonan, sehingga seolah berfungsi sebagai “kaki kelima”.

7. Kuskus tembung/kuskus kerdil sulawesi Suku : Phalangeridae Nama Latin : Strigocuscus celebensis Gray, 1858 Nama Inggris : Sulawesi Dwarf Cuscus Nama Lokal : Wengu (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

 Kuskus tembung biasa juga disebut kuskus kerdil sulawesi karena ukuran tubuhnya yang kecil, karena itu dalam bahas inggris disebut sulawesi dwarf cuscus  Tubuh coklat pucat agak keputihan, kalau dilihat sekilas seperti ada totol-totol coklat pada tubuhnya  Panjang tubuh dari kepala 29 - 38 cm dan panjang ekornya 27 - 37cm, beratnya 1 kg atau kurang  Hampir setengah dari panjang ekor ke arah ujung tidak ditumbuhi rambut  Bagian ekor yang tidak berambut tersebut sering digunakan untuk berpegangan/prehensile ketika mencoba meraih atau menjangkau makanan yang agak ke ujung dari dahan peophonan, sehingga seolah 7. Kuskus tembung/kuskus kerdil sulawesi berfungsi sebagai “kaki kelima”

• Daun Daun telinga telinga pendek pendek hampir tidak hampir terlihat tidak karena terlihat tersembunyi karena di tersembunyi di bawah rambut-rambut kepala, telinga bawahbagian rambut-rambut luar dan kepala, dalam telinga bagian luar dan dalam. • Mata Mata berwarna berwarna agak kecokelatan agak kecoklatan dan berukuran dan cukup berukuran besar untuk cukup besar untuk membantu melihat pada malam hari membantu melihat pada malam hari.  Moncongnya ditumbuhi kumis berwarna putih • Moncongnya ditumbuhi kumis berwarna putih. • Terdapat Terdapat garis berwarna garis berwarna cokelat pada coklat bagian pada atas bagian kepala keatas arah kepala ke arah belakang belakang. Jari-jari tangan dan kakinya tidak ditumbuhi rambut. • Jari-jari tangan dan kakinya tidak ditumbuhi rambut.

Gambar 53. Kuskus tembung dari Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara Gambar(Foto 40 KuskusAbdul Haris tembung Mustari) dari Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara (kiri, Foto: Abdul Haris Mustari), dan dari Sangihe-Talaud (kanan, Foto:Terri Repi)

63

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 54. Kuskus tembung dari Kepulauan Sangihe (Foto Terri Repi) Gambar 41 Kuskus tembung dari Kepulauan Sangihe-Talaud (kiri, Foto:Terri Repi), dan (kanan,Foto:Hanom InformasiBashari) singkat mengenai ekologi KuskusInformasi tembung singkat mengenai ekologi Strigocuscus celebensis SulawesiKuskus Dwarf Cuscus tembung Strigocuscus celebensis PerilakuSulawesi Dwarf Cuscus • Aktif pada malam hari (nocturnal ) dan berada di kanopi pepohonan Perilaku(arboreal). • Kuskus Aktif tembungpada malam seperti hari kebanyakan (nocturnal mamalia ) dan nocturnal berada lainnyadi kanopi pepohonan (arboreal ) menggunakan Kuskus tembung indra penciuman seperti dan kebanyakanpendengaran yang mamalia tajam untuk noc turnal lainnya menggunakan indra penciuman dan beraktivitaspendengaran termasuk yang menghindartajam untuk dari beraktivitas predator, maka termasuk pengamat menghindar dari predator, maka pengamat harus harusmeminimalisir meminimalisasi pengguna penggunaanan wangi-wangianwangi-wangian saat saatmelakukan melakukan pengamatan pengamatan. Hidup berpasangan dan tidak berganti pasangan (monogami)  Sering dijumpai di pohin kelapa makan buah kelapa yang masih sangat muda 64  Kebanyakan kuskus tembung jantan sangat agresif terhadap kuskus jantan lainnya sehingga tidak dapat hidup berdekatan dengan jantan lain.

Reproduksi  Kuskus tembung biasanya mengandung satu sampai dua kali pertahun, 3 - 4 anak akan lahir, tetapi hanya satu saja yang di asuh  Seperti halnya pada kuskus beruang sulawesi, kuskus sulawesi termasuk satwa berkantung (marsupial)  Masa kehamilan relatif singkat hanya 20 hari saja dan anak kuskus lahir dalam keadaan sangat kecil dan tidak berbulu yang akan merayap ke kantong induknya  Waktu hidup kuskus beruang sulawesi tepatnya tidak diketahui tetapi kebanyakan spesies kuskus lainnya diketahui mempunyai masa hidup 3 - 11 tahun.

Pakan  Makanan utamanya adalah daun-daunan, bunga, buah, kulit pohon, dan juga jamur hutan. Informasi mengenai jenis pakan spesifik dari satwa ini masih sangat kurang sehingga pengamat relatif sulit untuk menemukan tempat strategis untuk mengawati satwa ini.

Habitat  Pengamat dapat menjumpai kuskus tembung di hutan primer, hutan sekunder dan juga di kebun masyarakat di pinggir hutan, kadang-kadang tidur di pelepah daun kelapa.

Penyebaran alami  Pengamat dapat menjumpai kuskus sulawesi hampir diseluruh Pulau Sulawesi termasuk pulau-pulau disekitarnya dan kepulauan Sangihe-Talaud. Di Pulau Peleng, terdapat jenis kuskus kerdil yang berbeda spesies yaitu kuskus peleng (Strigocuscus pelengensis), yang juga termasuk spesies yang dilindungi.

7. Kuskus tembung/kuskus kerdil sulawesi

• Hidup berpasangan dan tidak berganti pasangan (monogami). • Sering dijumpai di pohon kelapa makan buah kelapa yang masih sangat muda. • Kebanyakan kuskus tembung jantan sangat agresif terhadap kuskus jantan lainnya sehingga tidak dapat hidup berdekatan dengan jantan lain.

Reproduksi • Kuskus tembung biasanya mengandung satu sampai dua kali per tahun, 3–4 anak akan lahir, tetapi hanya satu saja yang di asuh. • Seperti halnya pada kuskus beruang sulawesi, kuskus sulawesi termasuk satwa berkantung (marsupial). • Masa kehamilan relatif singkat hanya 20 hari saja dan anak kuskus lahir dalam keadaan sangat kecil dan tidak berbulu yang akan merayap ke kantong induknya. • Waktu hidup kuskus beruang sulawesi tepatnya tidak diketahui tetapi kebanyakan spesies kuskus lainnya diketahui mempunyai masa hidup 3–11 tahun.

Pakan • Makanan utamanya adalah daun-daunan, bunga, buah, kulit pohon, dan juga jamur hutan. Informasi mengenai jenis pakan spesifik dari satwa ini masih sangat kurang sehingga pengamat relatif sulit untuk menemukan tempat strategis untuk mengamati satwa ini.

Habitat • Pengamat dapat menjumpai kuskus tembung di hutan primer, hutan sekunder dan juga di kebun masyarakat di pinggir hutan, kadang- kadang tidur di pelepah daun kelapa.

65 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Penyebaran alami • Terdapat hampir di seluruh Pulau Sulawesi termasuk pulau-pulau di sekitarnya dan Kepulauan Sangihe dan Kepulaun Talaud. Di Pulau Peleng, terdapat jenis kuskus kerdil yang berbeda spesies yaitu kuskus peleng (Strigocuscus pelengensis), yang juga termasuk spesies yang dilindungi.

Gambar 55. Penyebaran kuskus tembung (IUCN 2008) Gambar 42 Penyebaran kuskus tembung (IUCN 2008) Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Identifikasi •tanpa Kuskus perjumpaan tembung sangat langsung pendiam dan bergerak dengan lamban  Kuskus tembunghampir sangat tanpa suara pendiam atau keributan dan bergerak yang ditimbulkan, dengan sehingga lamban relatif hampir tanpa suara atau keributan yang ditimbulkan, sehinggasulit untuk mengidentifikasi relatif sulit untuk satwa mengidentifikasiini tanpa perjumpaan langsung. satwa ini tanpa perjumpaan langsung.

66

8. Musang sulawesi Suku : Viverridae Nama Latin : Macrogalidia musschenbroekii Schlegel, 1877 Nama Inggris : Sulawesi Palm Civet Nama Lokal : Tingkalung, Cingkalung (Bugis), Hulaku (Kaili,Kulawi) Status konservasi : IUCN : Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

 Musang Sulawesi memiliki panjang tubuh 650 - 715 mm  Panjang ekor 445 - 540 mm  Berat antara 3,8 - 6,1 kg  Warna tubuh didominasi warna coklat dan warna tubuh bagian bawah pucat dengan bintik-bintik coklat tipis di sisi dan punggung bawah  Rambut pendek tetapi tumbuh merata diseluruh tubuh  Pola warna rambut pada ekor seperti cincin, kaki relatif pendek  Moncong ditumbuhi kumis  Ukuran dewasa bisa mencapai ukuran seekor anjing dewasa  Dapat dibedakan dari dua spesies musang lainnya yang ada di Sulawesi yang merupakan spesies introduksi, Paradoxurus hermaphroditus and Viverra tangalunga, dari warna rambut,badan coklat ekor yang lebih panjang  Rambut pendek, cokla keabuan dengan warna yang lebih gelap pada bagian belakang  Terdapat lingkaran dengan pola gelap dan terang di sepanjang ekor  Kepala dan moncong agak runcing  Telinga bulat dan tegak

8. Musang sulawesi

Suku : Viverridae Nama Latin : Macrogalidia musschenbroekii Schlegel, 1877 Nama Inggris : Sulawesi Palm Civet Nama Lokal : Tingkalung, Cingkalung (Bugis), Hulaku (Kaili,Kulawi) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : - PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Musang sulawesi memiliki panjang tubuh 650–715 mm. • Panjang ekor 445–540 mm. • Berat antara 3,8–6,1 kg. • Warna tubuh didominasi warna cokelat dan warna tubuh bagian bawah pucat dengan bintik-bintik cokelat tipis di sisi dan punggung bawah. • Rambut pendek tetapi tumbuh merata di seluruh tubuh. • Pola warna rambut pada ekor seperti cincin, kaki relatif pendek. • Moncong ditumbuhi kumis. • Ukuran dewasa bisa mencapai ukuran seekor anjing dewasa. Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Dapat dibedakan dari dua spesies musang lainnya yang ada di Sulawesi yang merupakan spesies introduksi, Paradoxurus hermaphroditus and Viverra tangalunga, dari warna rambut, badan cokelat ekor yang lebih panjang. • Rambut pendek, cokelat keabuan dengan warna yang lebih gelap pada bagian belakang. • Terdapat lingkaran dengan pola gelap dan terang di sepanjang ekor. • Kepala dan moncong agak runcing. • Telinga bulat dan tegak. • Saat mencari pakan dan berkomunikasi dengan pasangan atau individu

 Saatlain, mencari sering pakan danmengeluarkan berkomunikasi dengansuara pasangan agak melengkingatau individu lain, dan sering melolong mengeluatkan suara agakdengan melengking nada dan melolong piiiu...... piiu...... piiuu, dengan nada piiiu...... piiu secara...... piiuu berulang, secara berulangkalikali. .

GambarGambar 43 Musang 56. Musangsulawesi Macrogalidia sulawesi musschenbroekii Macrogalidia , individu musschenbroekii muda (Foto WCS,- IPindividu dan TNBNW ) muda (Foto TNBNW)

68

Gambar 44 Musang tenggalung Viverra tangalunga (kiri) dan musang luwak Paradoxurus hermaphroditus (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Musang sulawesi Macrogalidia musschenbroekii Sulawesi Palm Civet Perilaku  Seperti kebanyakan jenis musang lainnya, musang sulawesi bersifat soliter, aktif pada malam hari (nocturnal) dan lebih banyak melakukan aktivitas di atas pohon (arboreal)  Pada iang hari, musang sulawesi beristirahat di lubang-lubang pepohon besar, celah-celah batu besar, gua dan hutan yang jarang didatangi manusia

Reproduksi  Informasi mengenai reproduksi musang sulawesi belum banyak diketahui

 Saat mencari pakan dan berkomunikasi dengan pasangan atau individu lain, sering mengeluatkan suara agak melengking dan melolong dengan nada piiiu...... piiu...... piiuu, secara berulangkali.

8. Musang sulawesi

Gambar 43 Musang sulawesi Macrogalidia musschenbroekii , individu muda (Foto WCS-IP dan TNBNW)

Gambar 44 Musang tenggalung Viverra tangalunga (kiri) dan musang luwak Paradoxurus hermaphroditus (kanan)Gambar (Foto 57. Abdul Musang Haris Mustari) tenggalung Viverra tangalunga (kiri) dan musang luwak Paradoxurus hermaphroditus (kanan) (Foto Abdul

Haris Mustari) Informasi singkat mengenai ekologi Musang sulawesi MacrogalidiaInformasi musschenbroekii singkat mengenai ekologi Sulawesi Palm Civet PerilakuMusang sulawesi  Seperti kebanyakan jenis musang lainnya, musang sulawesi bersifat soliter, aktif pada malam hari Macrogalidia(nocturnal) dan l ebihmusschenbroekii banyak melakukan aktivitas di atas pohon (arboreal)  Pada iang hari, musang sulawesi beristirahat di lubang-lubang pepohon besar, celah-celah batu besar, gua Sulawesidan hutan yangPalm jarang Civet didatangi manusia

Reproduksi Perilaku Informasi mengenai reproduksi musang sulawesi belum banyak diketahui

• Seperti kebanyakan jenis musang lainnya, musang sulawesi bersifat soliter, aktif pada malam hari (nocturnal) dan lebih banyak melakukan aktivitas di atas pohon (arboreal). • Pada siang hari, musang sulawesi beristirahat di lubang-lubang pepohonan besar, celah-celah batu besar, gua dan hutan yang jarang didatangi manusia.

Reproduksi • Informasi mengenai reproduksi musang sulawesi belum banyak diketahui.

69 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Pakan • Makanannya mamalia kecil pengerat (berbagai jenis tikus), burung dan telur, reptil, dan serangga, juga menyukai buah enau (Arenga pinnata).

Habitat • Hutan primer, sekunder, dan kebun sampai ketinggian 2600 meter di atas permukaan laut.

Penyebaran alami • Musang sulawesi tercatat keberadaannya di Sulawesi bagian utara, tengah, dan tenggara di antaranya di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dan TWA Mangolo. • Di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, musang sulawei dapat ditemukan di hampir seluruh kawasan. • Musang sulawesi juga terdapat di Sulawesi bagian barat, mencakup pegunungan di Toraja, Pinrang, Mamasa (Gn. Gandang Dewata dan Gn. Mambulilling (Mustari et al. 2019). • Perlu dicatat bahwa peta penyebaran musang sulawesi berikut yang dikeluarkan oleh IUCN (2008) merupakan peta yang masih belum diperbaharui, karena pada kenyataannya masih banyak wilayah di Sulawesi dimana dapat ditemukan jenis musang endemik ini, namun belum tercakup dalam peta tersebut. Karena itu diperlukan survei menyeluruh untuk mementukan penyebaran musang sulawesi terkini.

70 Pakan  Makanannya mamalia kecil pengerat (berbagai jenis tikus), burung dan telur, reptil, dan serangga, juga menyukai buah enau (Arenga pinnata).

Habitat  Pengamat dapat menjumpai musang Sulawesi di hutan primer, sekunder dan kebun sampai ketinggian 2600 meter di atas permukaan laut.  Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui musang sulawesi pada tempat-tempat berikut:  Musang Sulawesi akhir-akhir ini tercatat kebaradaannya di Sulawesi bagian utara, tengah, dan tenggara diantaranya di kawasan Taman Nasioanal Rawa Aopa Watumohai, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dan TWA Mangolo  Musang sulawesi juga terdapat di Sulawesi bagian barat, mencakup pegunungan di Toraja, Pinrang,Mamasa (Gn Gandang Dewata dan Gn Mambulilling (Mustari et al. 2019)

8. Musang sulawesi

Gambar 58. Penyebaran musang sulawesi (IUCN 2008) Gambar 45 Penyebaran musang sulawesi (IUCN 2008)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Relatif sulit untuk mengetahui keberadaan satwa ini tanpa  Relatif sulit untukperjumpaan mengetahui langsung karena kebera musangdan sulawesisatwa merupakanini tanpa satwaperjumpaan langsung karena musang sulawesi merupakan satwayang sangat yang sensitif sangat akan sensitif gangguan akanmanusia. gangguan Jejak kaki juga manusia. relatif Jejak kaki juga relatif susah ditemukan karena satwasusah ini lebih ditemukan banyak karena beraktifitas satwa ini lebih di banyak tajuk beraktivitas pohon. di tajuk pohon.

9 . Monyet yaki 71 Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca nigra Desmarest, 1822 Nama Inggris : Celebes Black Macaque Nama Lokal : Yaki (Tonsea, Bacan), Wolai (Tondano), Bolai (Mongondow) Status konservasi : IUCN : Critically Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

9. Monyet yaki

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca nigra Desmarest, 1822 Nama Inggris : Celebes Black Macaque Nama Lokal : Yaki (Tonsea, Bacan), Wolai (Tondano), Bolai (Mongondow) Status konservasi : IUCN : Critically Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Panjang tubuhnya 445–600 mm dan panjang ekornya 20 mm. • Berat tubuh antara 7–15 kg. • Yaki mempunyai ciri-ciri tubuh yang mudah dibedakan dengan jenis lainnya. • Rambut yang menutupi seluruh tubuh berwarna hitam kelam, namun bagian belakang atau punggung dan paha warnanya lebih terang dibandingkan pada bagian lain. • Wajahnya juga berwarna hitam dan tidak ditumbuhi rambut. Kepala mempunyai jambul yang merupakan ciri khas dari monyet Sulawesi ini. • Warna tubuh pada monyet betina dan monyet muda sedikit pucat, bila dibandingkan dengan jantan dewasa. • Bantalan kawin pada tunggingnya berbentuk ginjal dan berwarna kuning. • Moncongnya jauh lebih menonjol dibandingkan dengan monyet Sulawesi lainnya. 9. Monyet yaki

Gambar 59. Monyet yaki Macaca nigra (Foto Ronny Adolof Buol)

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet yaki Macaca nigra Celebes Black Macaque

Perilaku • Pada habitat alaminya, yaki hidup berkelompok dengan jumlah anggota kelompok 20–70 ekor dengan banyak jantan dan banyak betina (multi-male dan multi-female), perbandingan jantan dan betina dalam kelompok menurut penelitian dapat mencapai 1 : 3,4. • Umumnya beraktivitas di pohon (arboreal), kadang juga beraktivitas di lantai hutan, pergerakan di dahan pohon dan di lantai hutan menggunakan keempat anggota gerak (quadropedal), tetapi kadang juga divariasi dengan berjalan menggunakan kedua kakinya (bipedal), menggantung (brankiasi) ataupun memanjat. • Daerah jelajah berkisar 114–320 Ha dengan jelajah harian mencapai 5 km.

73 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Aktif pada siang hari dan pada sore hari menjelang tidur, tidur secara berkelompok pada percabangan pohon yang rimbun. • Induk hanya melahirkan satu anak. • Betina matang kelamin di usia 49 bulan, siklus estrus 36 hari, masa kehamilan 174–196 hari, umur pertama melahirkan 65 bulan, jarak antar kelahiran 18 bulan, jangka waktu hidup (life span) 18 tahun, kematian bayi 21%.

Pakan • Yaki memakan berbagai bagian tumbuhan mulai dari daun, pucuk daun, bunga, biji, buah, umbi, beberapa jenis serangga, dan invertebrata kecil. • Menurut penelitian, diketahui yaki memakan lebih dari 145 jenis buah-buahan, yaki kadang ditemukan di tepi laut sedang mencari moluska sebagai salah satu sumber pakan.

Habitat • Hutan hujan tropis dataran rendah dan dataran tinggi di Sulawesi.

Penyebaran alami • Sebagian Sulawesi Utara mulai dari Cagar Alam Tangkoko Batuangus di bagian utara hingga ke Sungai Onggak Dumoga, yang berbatasan dengan penyebaran Macaca nigrescens. • Di Sulawesi Utara, Yaki dapat dijumpai di Cagar Alam Dua Saudara, Pulau Bacan, Cagar Alam Manembo Nembo, Kotamobago dan Modayak. Cagar Alam Gunung Lokon, Gunung Ambang. • Di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Yaki dapat dijumpai sampai di bagian tenggara dan di sisi timur kawasan.

74

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui yaki pada tempat-tempat berikut:  Sebagian Sulawesi Utara mulai dari Cagar Alam Tangkoko Batuangus di bagian utara hingga ke Sungai Onggak Dumoga, yang berbatasan dengan penyebaran Macaca nigrescens  Di Sulawesi Utara, Yaki dapat dijumpai di Cagar Alam Dua Saudara, Pulau Bacan, Cagar Alam Manembo Nembo, Kotamobago dan Modayak. Cagar Alam Gunung Lokon, Gunung Ambang dan Tangale. 9. Monyet yaki

Gambar 60. Penyebaran monyet yaki Macaca nigra (IUCN 2017) Gambar 47 Penyebaran monyet yaki (IUCN 2017) Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Yaki dapat dikenali dari suaranya yang berbeda dengan monyet Sulawesi lainnya, suara terdengar seperti ‘KoKoKoKo’, seperti primata pada umumnya, suara berfungsi sebagai tanda bahaya atau penunjuk kekuatan kepada anggota kelompok lainnya. Identifikasi• Bau tanpa feses perjumpaan dan urine yang langsung menyengat bau amonia di bawah dan sekitar pohon tidur kelompok monyet yaki adalah indikasi kuat untuk  Yaki dapatmendeteksi dikenali keberadaan dari suaranya kelompok, yang termasuk berbeda sisa-sisa denganbuah makanan monyet Sulawesi lainnya, suara terdengar seperti „KoKoKoKo‟,monyet sinieperti yang dijumpai primata di lantai pada hutan. umumnya, suara berfungsi sebagai tanda bahaya atau penunjuk kekuatan kepada anggota kelompok lainnya.  Bau feses dan urin yang menyengat bau amonia di bawah dan sekitar pohon tidur kelompok monyet yaki adalah indikasi kuat untuk mendeteksi keberadaan kelompok, termasuk sisa-sisa buah makanan monyet ini yang dijumpai di lantai hutan.

75

10 Monyet dihe . Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca nigrescens Temminck, 1849 Nama Inggris : Gorontalo Macaque Nama Lokal : Dihe (Gorontalo) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018:-

Identifikasi :

 Panjang tubuh dihe lebih kurang 450 - 600 mm, panjang ekor 20 - 25 mm

10. Monyet dihe

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca nigrescens Temminck, 1849 Nama Inggris : Gorontalo Macaque Nama Lokal : Dihe, Monyet Wolai (Gorontalo) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018:-

Identifikasi : • Panjang tubuh dihe lebih kurang 450–600 mm, panjang ekor 20–25 mm. • Berat tubuh antara 7–11 kg. • Raut muka jenis monyet ini menyerupai baboon yang hidup di Afrika, dengan moncong yang panjang. • Warna tubuh hitam kecokelatan dan bagian punggung terdapat garis hitam. • Bantalan (ischial callocity), pada bagian tunggingnya berbentuk oval memanjang dan berwarna abu-abu. 10. Monyet dihe

Gambar 61. Monyet dihe Macaca nigrescens (Foto TNBNW)

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet dihe Macaca nigrescens Gorontalo Macaque

Perilaku • Monyet dihe hidup berkelompok dengan jumlah anggota kelompok bervariasi antara 20–60 individu, kadang ditemukan kelompok kecil dengan jumlah anggota kelompok 2–5 individu. • Perbandingan jumlah jantan dan betina dalam satu kelompok adalah 1:2. • Lebih sering beraktivitas di atas pohon (arboreal), kadang turun ke lantai hutan jika melakukan perjalanan cepat dalam kelompok.

77 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Menggunakan keempat anggota geraknya (quadropedal) saat berjalan di lantai hutan, kadang juga meloncat, merangkak, bergantung dan berjalan dengan dua kakinya (bipedal). • Aktif pada siang hari (diurnal), saat malam tidur berkelompok di pohon tanpa membuat sarang. • Daerah jelajahnya sekitar 200 Ha dengan jelajah harian 2–4 km. • Induk hanya melahirkan satu anak.

Pakan • Monyet dihe diketahui memakan lebih dari 70 jenis buah-buahan yang berbeda. • 70% jenis pakannya berupa buah-buahan, sisanya berupa bagian tumbuhan lainnya, serangga, moluska, dan invertebrata kecil. • Monyet dihe mempunyai kantung khusus di pipi untuk menyimpan makanannya.

Habitat • Monyet dihe umumnya hidup di hutan dataran rendah sampai hutan perbukitan pada ketinggian 400–600 mdpl. • Hasil survey kamera trap TNBNW dan WCS (2017-2019) (walaupun belum ada laporan resmi), namun habitat Macaca nigrescens diperoleh sampai ketinggian 1400 mdpl.

Penyebaran alami • Sulawesi Utara bagian tengah, dibatasi oleh pegunungan yang membentang antara Sungai Onggak Dumoga dan Danau Limboto, sedangkan ke arah Barat satwa ini dijumpai sampai ke daerah Gorontalo. • Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Sulawesi Utara dan Gorontalo), merupakan lokasi yang mudah dijangkau untuk melihat secara langsung jenis primata ini.

78 Informasi singkat mengenai ekologi Monyet dihe Macaca nigrescens Gorontalo Macaque Perilaku  Monyet dihe hidup berkelompok dengan jumlah anggota kelompok bervariasi antara 20-60 individu, kadang ditemukan kelompok kecil dengan jumlah anggota kelompok 2-5 individu  Perbandingan jumlah jantan dan betina dalam satu kelompok adalah 1:2  Lebih sering beraktivitas di atas pohon (arboreal), kadang turun ke lantai hutan jika melakukan perjalanan cepat dalam kelompok  Menggunakan keempat anggota geraknya (quadropedal) saat berjalan di lantai hutan, kadang juga meloncat, merangkak, bergantung dan berjalan dengan dua kakinya (bipedal)  Aktif pada siang hari (diurnal), saat malam tidur berkelompok di pohon tanpa membuat sarang  Dearah jelajahnya sekitar 200 Ha dengan jelajah harian 2 - 4 km  Induk hanya melahirkan satu anak

Pakan  Monyet dihe diketahui memakan lebih dari 70 jenis buah-buahan yang berbeda  70% jenis pakannya berupa buah-buahan, sisanya berupa bagian tumbuhan lainnya, serangga, moluska, dan invertebrata kecil  Monyet dihe mempunyai kantung khusus di pipi untuk menyimpan makanannya

Habitat  Monyet dihe umumnya hidup di hutan dataran rendah sampai hutan perbukitan pada ketinggian 400-600 mdpl

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui monyet dihe pada tempat-tempat berikut:  Sulawesi Utara bagian tengah, dibatasi oleh pegunungan yang membentang antara Sungai Onggak Dumoga dan Danau Limboto, sedangkan ke arah Barat satwa ini dijumpai sampai ke daerah Gorontalo  Taman Nasional Nani Bogani Wartabone, Kabupaten Kotamobagu Sulawesi Utara, merupakan lokasi yang mudah untuk dijangkau dan ditemui primata ini. 10. Monyet dihe

Penyebaran monyet dihe Macaca nigrescens (IUCN 2017) GambarGambar 49 P enyebaran62. monyet dihe (IUCN 2017)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung

• Monyet dihe dapat dikenali dari suaranya yang hampir sama dengan monyet dige berupa satu suku kata (pi .. pi...pii) yang tidak diulang dan terputus-putus, seperti monyet lainnya, suara ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota kelompok, biasanya, bila terdengar suara dihe, penduduk yang berladang langsung dengan sigap mengamankan tanamannya dari serbuan satwa ini. • Bau feses dan urine yang menyengat bau amonia di bawah dan sekitar pohon tidur kelompok monyet dihe adalah indikasi kuat untuk mendeteksi keberadaan kelompok, termasuk sisa-sisa buah makanan monyet ini yang dijumpai di lantai hutan.

79 11. Monyet dige

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca hecki Matschie, 1901 Nama Inggris : Heck’s Macaque Nama Lokal : Dige (Buol), Bankalae (Dondo, Tinombo) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018:

Identifikasi : • Panjang tubuhnya berkisar antara 479–557 mm. • Berat tubuh berkisar antara 6,8–11,2 kg. • Umumnya tubuh dige lebih pendek jika dibandingkan dengan ukuran tubuh monyet di Sulawesi lainnya. • Bentuk mukanya lebar dengan jambul tegak. • Warna tubuh hitam kecokelatan, rambut bagian depan berwarna hitam sangat gelap, sedangkan warna kakinya lebih terang. • Ukuran bantalan kawin (ischial callocity), paling besar dibandingkan jenis monyet di Sulawesi lainnya, dan bentuknya menyerupai ginjal. 11. Monyet dige

Gambar 63. Monyet dige Macaca hecki (Foto Abdul Haris Mustari) Gambar 50 Monyet dige, Macaca hecki (Foto Abdul Haris Mustari) Informasi singkat mengenai ekologi Monyet dige Macaca hecki Heck’s Macaque

Perilaku • Hidup berkelompok yang terdiri dari beberapa jantan dan betina dengan anggota kelompok berkisar 10–15 ekor. • Hidupnya di pepohonan (arboreal), semi arboreal, dan di lantai hutan (terrestrial). • Bergerak menggunakan keempat anggota geraknya (quadra-pedal), umumnya dige lebih cepat bergerak di lantai hutan daripada di pohon.

81

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Umumnya dige aktif beraktivitas pada siang hari (diurnal). • Tempat tidur dipilih pada cabang batang utama, tidur berkelompok pada satu sarang dan tidak membuat sarang. • Luas wilayah jelajah antara 75–100 Ha dan jelajah harian antara 1–2 km. • Induk hanya melahirkan satu anak. • Di daerah perbatasan dengan jenis lain, seperti Macaca tonkeana di selatan dan Macaca nigrescens di Utara, satwa ini sering melakukan perkawinan silang (hibridisasi). Keturunan yang dihasilkan sedikit berbeda dari kedua induk, seperti terlihat dari perkembangan bentuk bantalan kawinnya.

Pakan • Makanan terdiri dari daun, pucuk daun, bunga, biji, buah, umbi, beberapa jenis serangga, moluska, bahkan invertebrata kecil.

Habitat • Hutan tropik dataran rendah sampai pegunungan pada ketinggian 1800 mdpl, kadang juga dijumpai di sekitar ladang dan kebun penduduk.

Penyebaran alami • Monyet dige tersebar di bagian utara Sulawesi Tengah, dibatasi oleh pegunungan Siweli-Kasimbar, Kampung baru dan ke arah utara-timur sampai Danau Limboto, Kwandang, Gorontalo. • Monyet dige dapat dilihat di daerah Gorontalo, di bagian barat Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Selain itu terdapat di Suaka Margasatwa Nantu dan Cagar Alam Panua.

82 Informasi singkat mengenai ekologi Monyet dige Macaca hecki Heck‟s Macaque Perilaku  Hidup berkelompok yang terdiri dari beberapa jantan dan betina dengan anggota kelompok berkisar 10 - 15 ekor  Hidupnya di pepohonan (arboreal), semi arboreal, dan di lantai hutan (terrestrial)  Bergerak menggunakan keempat anggota geraknya (quadra-pedal), umumnya dige lebih cepat bergerak di lantai hutan daripada di pohon  Umumnya dige aktif beraktivitas pada siang hari (diurnal)  Tempat tidur dipilih pada cabang batang utama, tidur berkelompok pada satu sarang dan tidak membuat sarang  Luas wilayah jelajah antara 75 - 100 Ha dan jelajah harian antara 1 - 2 Km  Induk hanya melahirkan satu anak  Di daerah perbatasan dengan jenis lain, seperti Macaca tonkeana di selatan dan Macaca nigrescens di Utara, satwa ini sering melakukan perkawinan silang (hibridisasi). Keturunan yang dihasilkan sedikit berbeda dari kedua induk, seperti terlihat dari perkembangan bentuk bantalan kawinnya

Pakan  Makanan terdiri dari daun, pucuk daun, bunga, biji, buah, umbi, beberapa jenis serangga, moluska, bahkan invertebrata kecil.

Habitat  Hutan tropik dataran rendah sampai pegunungan pada ketinggian 1800 mdpl, kadang juga dijumpai di sekitar ladang dan kebun penduduk.

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui monyet dige pada tempat-tempat berikut:  Tersebar di bagian utara Sulawesi Tengah, dibatasi oleh pegunungan Siweli-Kasimbar, Kampung baru dan ke arah utara-timur sampai sampai Danau Limboto, Kwandang, Gorontalo  Monyet dige dapat dilihat di daerah Gorontalo, di bagian barat Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Selain itu terdapat di Suaka Margasatwa Nantu dan Cagar11. Monyet Alam dige Panua.

Gambar 64. Penyebaran monyet dige Macaca hecki (IUCN 2017) Gambar 51 Penyebaran monyet dige (IUCN 2017) Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Identifikasi• tanpaMonyet perjumpaan dige dapat dikenali langsung juga melalui suara yang dikeluarkan.  Monyet digeSuara dapat monyet dikenali dige berupa juga lengkingan melalui spanjanguara yangdan berulang-ulang dikeluarkan . Suara monyet dige berupa lengkingan panjang dan(pi….pi... berulang pi), lebih-ulang keras (pi… dari .monyetpi... pi dare,), lebih suara keras tersebut dari berfungsi monyet dare, suara tersebut berfungsi sebagai tanda bahayasebagai bagi tanda anggota bahaya kel bagiompoknya, anggota kelompoknya, atau digunakan atau digunakan untuk memamerkan kekuatan (khususnya jantan) untuk memamerkan kekuatan (khususnya jantan) kepada kelompok kepada kelompok lain. lain. • Bau feses dan urine yang menyengat bau amonia di bawah dan sekitar pohon tidur kelompok monyet dige adalah indikasi kuat untuk mendeteksi keberadaan kelompok, termasuk sisa-sisa buah makanan monyet ini yang dijumpai di lantai hutan.

83 12. Monyet fonti

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca togeanus Sin. Macaca balantakensis Nama Inggris : Togean Macaque Nama Lokal : Monyet fonti (Togean) Status konservasi : IUCN : - CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: -

Identifikasi : • Panjang tubuh antara 502–584 mm, panjang ekor 40–50 mm. • Berat tubuh jantan dan betina hampir sama 10–12 kg. • Beberapa ahli memasukkan monyet fonti sebagai sub spesies dari monyet boti. • Monyet fonti mirip dengan monyet boti, namun ukuran tubuhnya lebih kecil, moncong berkembang dengan baik. • Bagian kaki dan tangannya berwarna putih. • Kepala berjambul, warna kulit hitam, rambut yang tumbuh di sisi muka berwarna hitam kecokelatan, rambut di bawah leher berwarna abu-abu terang hingga keputihan. • Bantalan kawin (ischial callosity) pada individu betina dewasa akan berwarna merah dan biasanya diikuti dengan pembengkakan ketika birahi. • Individu jantan sering kali mengeluarkan suara lemah dan bergetar (pi...pi....pi) berulangkali, dan bila dalam kondisi ada pengganggu atau terancam, suara yang dikeluarkan akan lebih keras.  Bau feses dan urin yang menyengat bau amonia di bawah dan sekitar pohon tidur kelompok monyet dige adalah indikasi kuat untuk mendeteksi keberadaan kelompok, termasuk sisa-sisa buah makanan monyet ini yang dijumpai di lantai hutan.

12 . Monyet fonti Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca togeanus Sin. Macaca balantakensis Nama Inggris : Togean Macaque Nama Lokal : Monyet fonti (Togean) Status konservasi : IUCN : Vulnerable CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: -

Identifikasi :

 Panjang tubuh antara 502 - 584 mm , panjang ekor 40 - 50 mm 12. Monyet fonti  Berat tubuh jantan dan betina hampir sama 10 - 12 kg  Beberapa ahli memasukkan monyet fonti sebagai sub spesies dari monyet boti  Monyet fonti mirip dengan monyet boti, namun ukuran tubuhnya lebih kecil, moncong berkembang dengan baik  Bagian kaki dan tangannya berwarna putih  Kepala berjambul, warna kulit hitam, rambut yang tumbuh di sisi muka berwarna hitam kecoklatan , rambut di bawah leher berwarna abu-abu terang hingga keputihan  Bantalan kawin (ischial callosity) pada individu betina dewasa akan berwarna merah dan biasanya diikuti dengan pembengkakan ketika birahi.  Individu jantan seringkali mengeluarkan suara lemah dan bergetar (pi...pi....pi) berulangkali, dan bila dalam kondisi ada penganggu atau terancam, suara yang dikeluarkan akan lebih keras

Monyet fonti Macaca togeanus (Foto Octo & Ilustrasi Iskak M.) Gambar 52 MonyetGambar fonti, Macaca 65. togeanus (Ilustrasi Iskak M.)

Informasi singkat mengenai ekologi Informasi singkat mengenai ekologi Monyet fonti

Macaca togeanus Togean Macaque

Perilaku • Hidup berkelompok dengan jumlah anggota 10–30 ekor dan dipimpin oleh jantan dominan.

85 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Berdasarkan penelitian, monyet fonti mempunyai perbandingan jumlah jantan dewasa lebih banyak daripada betina dewasa dengan perbandingan 1:0,73. • Pergerakan sering dilakukan di lantai hutan, berada di pohon hanya pada saat makan dan tidur, pergerakan di tanah dan di pohon dilakukan secara quadropedal (menggunakan keempat anggota gerak) sedangkan perpindahan dari dahan ke dahan dilakukan dengan meloncat. • Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pulau Malenge yang luasnya 12,21 Km2 wilayah teritorial fonti ternyata tumpang tindih dengan kelompok lainnya. Rata-rata wilayah jelajahnya sekitar 12 Ha dengan jelajah harian dapat mencapai 500 – 1000 m. • Aktif pada pagi hingga sore hari (diurnal), pada petang hari sudah mulai terlihat tidur pada pohon yang rimbun pada dahan pohon yang besar. • Induk hanya melahirkan satu anak.

Pakan • Berdasarkan penelitian, fonti paling banyak memakan buah-buahan (52%), daun (28%), bunga (18%) sisanya berupa bagian tumbuhan lain dan serangga. • Jenis tumbuhan yang dimakan oleh fonti mencapai 42 jenis.

Habitat • Hutan primer dan sekunder dari daerah pantai hingga perbukitan, dijumpai juga pada perkebunan dan ladang.

Penyebaran alami • Terbatas ha di Pulau Malenge, Kepulauan Togean, dan sebagian Sulawesi Tengah bagian timur laut.

86

Monyet fonti Macaca togeanus Togean Macaque Perilaku  Hidup berkelompok dengan jumlah anggota 10 - 30 ekor dan dipimpin oleh jantan dominan  Berdasarkan penelitian, monyet fonti mempunyai perbandingan jumlah jantan dewasa lebih banyak daripada betina dewasa dengan perbandingan 1:0,73  Pergerakan sering dilakukan di lantai hutan, berada di pohon hanya pada saat makan dan tidur, pergerakan di tanah dan di pohon dilakukan secara quadropedal (menggunakan keempat angoota gerak) sedangkan perpindahan dari dahan ke dahan dilakukan dengan meloncat  Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pulau Malenge yang luasnya 12,21 Km2 wilayah teritorial fonti ternyata tumpang tindih dengan kelompok lainnya. Rata-rata wilayah jelajahnya sekitar 12 Ha dengan jelajah harian dapat mencapai 500 – 1000 m  Aktif pada pagi hingga sore hari (diurnal), pada petang hari sudah mulai terlihat tidur pada pohon yang rimbun pada dahan pohon yang besar  Induk hanya melahirkan satu anak

Pakan  Berdasarkan penelitian, fonti paling banyak memakan buah-buahan (52%), daun (28%), bunga (18%) sisanya berupa bagian tumbuhan lain dan serangga;  Jenis tumbuhan yang dimakan oleh fonti mencapai 42 jenis.

Habitat  Hutan primer dan sekunder dari daerah pantai hingga perbukitan, dijumpai juga pada perkebunan dan ladang.

Penyebaran alami  Terbatas ha di Pulau Malenge, Kepulauan Togean, dan sebagian Sulawesi Tengah bagian timur laut. 12. Monyet fonti

Gambar 66. Penyebaran monyet fonti Macaca togeanus (IUCN 2017) Gambar 53 Penyebaran monyet fonti (IUCN 2017) Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Identifikasi •tanpa Monyet perjumpaan fonti dapat langsung dikenali dari suaranya pada saat menjelajah,  Monyet fontiindividu dapat jantandikenali sering dari kali mengeluarkansuaranya p adasuara saatlemah menjelajah, dan bergetar individu jantan seringkali mengeluarkan suara lemah pidan .. pi bergetar .. pi .. dan terulang-ulang,pi .. pi .. pi ..bila dan merasa terulang terancam-ulang, suara bila yang merasa terancam suara yang dikeluarkan dikeluarkan meninggi. meninggi  Bau feses• danBau urin feses yang dan urinemenyengat yang menyengat bau amonia bau amonia di bawah di bawah dan dan sekitar pohon tidur kelompok monyet fonti adalah indikasisekitar kuat pohon untuk tidur mendeteksi kelompok monyet keberadaan fonti adalah kelompok, indikasi kuat termasukuntuk sisa-sisa buah makanan monyet ini mendeteksi keberadaan kelompok, termasuk sisa-sisa buah makanan yang dijumpai di lantai hutan. monyet ini yang dijumpai di lantai hutan.

87 13. Monyet boti

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca tonkeana Meyer, 1899 Nama Inggris : Tonkean Macaque Nama Lokal : Boti (Poso), Seba (Toraja), Ceba (Pattinjo-Pinrang) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Panjang tubuhnya berkisar antara 500–700 mm dengan panjang ekor 30–70 mm. • Berat tubuhnya 12–14 kg. • Bagian anggota badan didominasi warna hitam mengkilap. • Bagian perut dan dada agak terang. • Rambut bagian kepala berwarna cokelat hingga cokelat gelap dan agak berjambul. • Pada monyet boti muda, warna rambut pada kepala dan lehernya lebih gelap bila dibandingkan dengan monyet boti dewasa. • Tidak ada perbedaan antara warna rambut jantan dan betina. • Bantalan kawin (ischial callocity) berbentuk oval, berwarna merah jambu, di antara bantalan kawin tersebut tidak terdapat celah pemisah. • Rambut pada kaki tumbuh pendek. 13. Monyet boti

Gambar 67. Monyet boti Macaca tonkeana (Foto Abdul Haris Mustari)

89

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 54 Monyet boti, Macaca tonkeana (Foto Abdul Haris Mustari)

M

M

M M

Gambar 55 Monyet botiMonyet Macaca botitonkeana Macaca yang terjerat tonkeana dan akhirnya yang mati terjerat setelah berada dan 10 akhirnya hari dalam Gambarperangkap yang 68. terbuat dari kayu bulat dan bambu batangan serta terdapat umpan berupa jagung; perangkap ini dibuatmati oleh penduduk setelah lokal, berada dipasang 10 disekitar hari dalamkebun jagung perangkap di Pinrang yangUtara karenaterbuat satwa ini dianggap hama oleh para petani; hal seperti ini sering terjadi di seluruh Sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari) dari kayu bulat dan bambu batangan serta terdapat umpan berupa jagung; perangkap ini dibuat oleh penduduk lokal,

dipasang di sekitar kebun jagung di Pinrang Utara karena satwa ini dianggap hama oleh para petani; hal seperti ini sering terjadi di seluruh Sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet boti Macaca tonkeana Tonkean Macaque

Perilaku • Monyet boti hidup dalam kelompok dengan jumlah anggota berkisar 25-40 ekor. • Membentuk sistem sosial dalam kelompok namun tidak terdapat sistem hierarki yang jelas antar anggota kelompok. • Lebih sering terlihat beraktivitas di permukaan tanah (terrestrial), kadang juga beraktivitas di pohon dan meloncat untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya.

90 13. Monyet boti

• Daerah jelajah berkisar 25–40 Ha dan jelajah hariannya mencapai 1100 m. • Induk hanya melahirkan satu anak. • Monyet boti diindikasi melakukan perkawinan silang dengan monyet dige di perbatasan daerah persebarannya.

Pakan • Monyet boti memakan berbagai bagian tumbuhan, yang terdiri dari buah 57%, daun 17%, serangga 8%, bunga 4%, tunas pohon 2% dan sisanya berupa rumput, jamur, moluska, tanah dan berbagai jenis vertebrata kecil lainnya. • Monyet boti juga terkenal sebagai hama pada perkebunan kelapa karena cekatan dalam mengupas kelapa muda dengan menggigit atau menjatuhkannya, bagian yang dimakan adalah daging buahnya.

Habitat • Hutan primer dataran rendah, hutan sekunder, dan hutan dataran tinggi hingga ketinggian 1300 mdpl. • Kadang juga ditemui di sekitar perladangan, perkebunan dan pesisir.

Penyebaran alami • Satwa ini dapat ditemui di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, serta Sulawesi Selatan bagian utara. • Sebelah utara penyebarannya dibatasi oleh dataran rendah Siweli- Kasimbar (0° 05’ LS), sebelah barat daya oleh Danau Tempe (4° LS), dan sebelah tenggara oleh Danau Matano dan Danau Towuti (2° 30’ LS). • Monyet Boti juga terdapat di Taman Nasional Lore Lindu dan Cagar Alam Morowali (Sulteng) dan Taman Nasional Gandang Dewata di Sulawesi Barat. • Di Sulawesi Selatan, monyet boti dapat dijumpai di Cagar Alam Faruhumpenai di Luwu Timur, serta di wilayah Toraja, Enrekang dan Pinrang bagian utara.

91

Informasi singkat mengenai ekologi

Monyet boti Macaca tonkeana Tonkean Macaque Perilaku  Monyet boti hidup dalam kelompok dengan jumlah anggota berkisar 25-40 ekor  Membentuk sistem sosial dalam kelompok namun tidak terdapat sistem hirarki yang jelas antar anggota kelompok  Lebih sering terlihat beraktivitas di permukaan tanah (terrestrial), kadang juga beraktivitas di pohon dan meloncat untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya  Daerah jelajah berkisar 25 - 40 Ha dan jelajah hariannya mencapai 1100 m.  Induk hanya melahirkan satu anak  Monyet boti diindikasi melakukan perkawinan silang dengan monyet dige di perbatasan daerah persebarannya

Pakan  Monyet boti memakan berbagai bagian tumbuhan, yang terdiri dari buah 57%, daun 17%, serangga 8%, bunga 4%, tunas pohon 2% dan sisanya berupa rumput, jamur, moluska, tanah dan berbagai jenis vertebrata kecil lainnya  Monyet boti juga terkenal sebagai hama pada perkebunan kelapa karena cekatan dalam mengupas kelapa muda dengan menggigit atau menjatuhkannya, bagian yang dimakan adalah daging buahnya

Habitat  Hutan primer dataran rendah, hutan sekunder, dan hutan dataran tinggi hingga ketinggian 1300 mdpl  Kadang juga ditemui di sekitar perladangan, perkebunan dan pesisir

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menjumpai monyet boti pada tempat-tempat berikut:  Satwa ini dapat ditemui di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, serta Sulawesi Selatan bagian utara  Sebelah utara penyebarannya dibatasi oleh dataran rendah Siweli-Kasimbar (0° 05‟ LS), sebelah barat daya oleh Danau Tempe (4° LS), dan sebelah tenggara oleh Danau Matano dan Danau Towuti (2° 30‟ LS).  Monyet Boti juga terdapat di Taman Nasional Lore Lindu dan Morowali (Sulteng) dan Taman Nasional GandangManual Dewata Identifikasi di Mamasadan Bio-Ekologi (Sulbar) Spesies Kunci di Sulawesi  Di Sulawesi Selatan, monyet boti dapat dijumpai di Cagar Alam Faruhumpenai di Luwu Timur, serta di wilayah Toraja, Enrekang dan Pinrang bagian utara • Kelompok monyet boti kadang terlihat berada di sisi jalan, bahkan  Kelompok monyet boti kadang terlihat berada di sisi jalan, bahkan melintas di poros jalan trans Sulawesi melintas di poros jalan trans Sulawesi yang berada di dekat Cagar yang beradaAlam di Faruhumpenai dekat Cagar di Alamwilayah F aruhumpenaiMalili, Luwu Timur, di wilayahdan di kawasan Malili, Luwu Timur, dan di kawasan Kebun Kopi, sekitar 40Kebun km dari Kopi, kota sekitar Palu 40 .km dari kota Palu.

Gambar 69. Penyebaran monyet boti Macaca tonkeana (IUCN 2017) Gambar 56 Penyebaran monyet boti (IUCN 2017)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Monyet boti dapat dikenali dari suara jantan dewasa yang mengeluarkan suara panggilan nyaring, suara hampir sama dengan monyet dare namun lebih sering bersuara dan diulang-ulang. • Bekas-bekas makan berupa buah serta feses yang berbau khas dan urine juga dapat menunjukkan keberadaan kelompok monyet boti di hutan dan sekitar kebun yang berbatasan dengan hutan.

92 14. Monyet dare

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca maura H.R. Schinz, 1825 Nama Inggris : Moor Macaque Nama Lokal : Ceba (Pattinjo-Pinrang), Lanceng (Bugis), Dare (Makassar) Status konservasi : IUCN : Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Panjang kepala dan badan jantan dewasa 590 mm, betina dewasa 500 mm, panjang ekor betina 35–40 mm, panjang ekor jantan 35 mm. • Berat berkisar antara 5–6 kg. • Warna rambut dari jenis ini bervariasi dari cokelat muda hingga cokelat kehitaman, dengan warna pucat di bagian tunggingnya. • Salah satu ciri untuk membedakan monyet-monyet di Sulawesi adalah bantalan pada tunggingnya (ischial callocity), pada monyet dare bantalan ini hitam dan bentuknya oval. • Seperti pada jenis beruk, pada monyet dare kadang-kadang didapati juga individu yang berwarna putih (albino). Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 70. Monyet dare Macaca maura (Foto Abdul Haris Mustari)

94

14. Monyet dare

Gambar 71. Monyet dare Macaca maura, grooming (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet dare Macaca maura Moor Macaque

Perilaku • Monyet dare membentuk kelompok dengan jumlah 9–53 individu. • Satu kelompok terdiri dari banyak jantan dan betina (multi-male dan multi-female). • Jantan dominan sering menentukan arah pergerakan. • Persaingan antar jantan tidak terlalu kuat dalam hal makanan maupun dalam memperebutkan betina. 95 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Hidup di pohon (arboreal), tetapi tidak jarang sering ditemukan banyak beraktivitas di atas permukaan tanah (terrestrial) karena kepadatan pohon yang rendah di hutan. • Pergerakan di permukaan tanak biasanya dimulai oleh pergerakan jantan pemimpin kelompok kemudian diikuti oleh anggota lainnya. • Perpindahan dari satu pohon ke pohon lainnya umumnya meloncat atau menggunakan keempat anggota tubuhnya (quadropedal) saat berjalan di dahan atau turun ke permukaan tanah. • Aktif beraktivitas pada siang hari (diurnal), ketika malam tidur di cabang pohon bersama kelompoknya. • Umur pertama melahirkan 5 tahun, masa kehamilan 22 bulan. • Induk hanya melahirkan satu anak.

Pakan • Monyet dare lebih banyak memakan buah dibandingkan dedaunan, sering dijumpai di pohon-pohon yang sedang berbuah. • Beberapa jenis serangga, jamur, dan hewan mamalia juga dimakan oleh monyet dare. • Monyet dare sering ditemukan memakan beberapa jenis tanaman pertanian seperti jagung, cokelat, padi, pisang, nanas, pepaya dan kelapa sehingga sering dianggap sebagai hama pertanian.

Habitat • Monyet dare hidup di hutan primer atau sekunder, seperti di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Sulawesi Selatan. • Kawasan hutan monsoon kering dekat perkampungan sampai pada ketinggian 2000 mdpl.

Penyebaran alami • Tersebar mulai dari Bontobahari di bagian barat daya semenanjung Sulawesi Selatan hingga ke utara sampai di Danau Tempe (sekitar Sakholi dan Mattoangin).

96

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui dare pada tempat-tempat berikut:  Tersebar mulai dari Bontobahari di bagian barat daya semenanjung14. Monyet dare Sulawesi Selatan hingga ke utara sampai di Danau Tempe (sekitar Sakholi dan Mattoangin).-

Gambar 72. PenyebaranGambar monyet 58 darePenyebaran Macaca mauramonyet (IUCN dare 2017) (IUCN 2017)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Monyet ini secara tidak langsung dapat dikenali dari suaranya yang Identifikasiunik tanpa bila dibandingkanperjumpaan langsung dengan monyet Sulawesi lainnya.  Monyet• Saat ini secara perjalanan tidak mencari langsung makan, dapat pimpinan dikenali darikelompok suaranya mengeluarkan yang unik bila dibandingkan dengan monyet Sulawesi lainnya suara seperti burung, (pi...pi...pi...pi), bila bertemu kelompok lain  Saat perjalananmaka suaranya mencari ‘ha’ makan, atau ‘ga’ pimpinan di antara kelompok suara (pi..pi..pi). mengeluark Darean akan suara seperti burung, (pi...pi...pi...pi), bila bertemu kelompok lain maka suaranya 'ha' atau 'ga' diantara suara (pi..pi..pi). Dare akan mengeluarkan mengeluarkan suara mirip gonggongan anjing saat tertangkap. suara mirip gonggongan anjing saat tertangkap  Feses• danFeses bau dan urin bau kelompok urine kelompokmonyet dare monyet juga dapat dare jugamenjadi dapat indikasi menjadi keberadaan monyet dare. indikasi keberadaan monyet dare.

15 Monyet digo/Monyet butung . Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca ochreata Ogilby, 1841 Nama Inggris : Booted Macaque Nama Lokal : Hada (Tolaki), Ndoke (Buton) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) 97 CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

 Dalam beberapa literatur, monyet digo disebut juga monyet butung  Monyet digo memiliki panjang tubuh betina sekitar 500 mm, sedangkan jantan sekitar 590 mm, panjang ekor berkisar antara 35 - 40 mm, berat tubuhnya sekitar 6 kg  Wajahnya sedikit ditumbuhi rambut berwarna kehitam-hitaman  Kepala, punggung, lengan dan betis sisi luar ditumbuhi rambut hitam mengkilap  Rambut bagian leher, lengan sisi dalam dan tungkai berwarna kuning, sedangkan ekor berwarna keabu- abuan 15. Monyet digo/monyet butung

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca ochreata Ogilby, 1841 Nama Inggris : Booted Macaque Nama Lokal : Hada (Tolaki), Ndoke (Buton) Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Dalam beberapa literatur, monyet digo disebut juga monyet butung. • Monyet digo memiliki panjang tubuh betina sekitar 500 mm, sedangkan jantan sekitar 590 mm, panjang ekor berkisar antara 35– 40 mm, berat tubuhnya sekitar 6 kg. • Wajahnya sedikit ditumbuhi rambut berwarna kehitam-hitaman. • Kepala, punggung, lengan dan betis sisi luar ditumbuhi rambut hitam mengkilap. • Rambut bagian leher, lengan sisi dalam dan tungkai berwarna kuning, sedangkan ekor berwarna keabu-abuan. • Tubuh bagian bawah (perut) berwarna cokelat gelap. • Monyet butung muda berwarna cokelat, antara warna tubuh jantan dan betina dewasa relatif sulit dibedakan. • Bantalan kawin (ischial callosity) berbentuk sub-oval, masing-masing tidak mempunyai celah pemisah, serta berwarna merah jambu.

 Tu buh bagian bawah (perut) berwarna coklat gelap  Monyet butung muda berwarna coklat, antara warna tubuh jantan dan betina dewasa relatif sulit dibedakan  Bantalan kawin (ischial callosity) berbentuk sub-oval, masing-masing tidak mempunyai celah pemisah, serta berwarna merah jambu

15. Monyet digo/monyet butung

Gambar 59 73. Struktur Monyet umur m digoonyet Macacadigo, Macaca ochreata ochreata, jantan, jantan dandewasa betina (Fotodewasa Abdul (atas), jantan dan betina muda sertaHaris anak Mustari) (bawah) (Foto Zsa Zsa Fairuztania)

Gambar 74. Burung kadalan sulawesi Phaenicophaeus calyorhynchus, endemik Sulawesi, penduduk lokal menyebutnya burung monyet karena sering berada dekat dengan kelompok monyet yang sedang mencari makan (kiri), dan srigunting Dicrurus hottentottus, yang juga sering berada di dekat kelompok monyet (Foto Abdul Haris Mustari) 99 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet digo Macaca ochreata Booted Macaque

Perilaku • Monyet digo hidup dalam kelompok yang terdiri dari jantan dewasa dan betina dewasa serta beberapa individu muda dan anak. • Pada setiap kelompok hanya terdapat satu pemimpin kelompok, yaitu jantan dewasa yang paling kuat dan besar ukuran tubuhnya (alpha male). • Jumlah kelompok mencapai 12–28 ekor. • Semi arboreal dan terrestrial, umumnya aktif di pohon namun sering kali dalam penjelajahannya turun ke tanah agar lebih leluasa dan cepat untuk berpindah. • Pada siang hari pergerakan banyak dilakukan di tanah dan dilakukan dengan keempat anggota geraknya (quadra-pedal). • Aktif beraktivitas dari pagi sampai sore hari (diurnal), pada siang hari beberapa anggota kelompok terlihat bermain atau saling mengutu. • Pada malam hari tidur bersama anggota kelompok pada pohon yang rindang tanpa membuat sarang. • Daerah jelajah monyet digo berkisar antara 30–45 ha dan jelajah hariannya mencapai 1–2 km. • Induk hanya melahirkan satu anak. • Pada daerah batas persebarannya, monyet digo sering melakukan perkawinan silang dengan monyet boti.

100 15. Monyet digo/monyet butung

Pakan • Monyet digo memakan bagian dari tumbuhan seperti buah, bunga, daun dan biji, sering kali juga memakan serangga di dasar hutan, kadang juga memakan tanaman penduduk di pinggiran hutan seperti jambu mete, pisang, jagung dan cokelat. • Fairuztania dan Mustari (2017) menyatakan bahwa terdapat 33 spesies tergolong dalam 17 famili tumbuhan pakan Macaca ochreata di SM Tanjung Peropa, Sulawesi Teggara. Di antara jenis tumbuhan makanan M.ochreata yaitu rau (Dracontomelon mangiferum), toho (Artocarpus sp), dongi (Dillenia ochreata), tanda ule (Crataeva nurvala) dan ruruhi ndawa (Eugenia formosa).

Habitat • Hutan hujan tropis dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian antara 600–800 mdpl. • Sering dijumpai di sekitar perkebunan atau ladang yang berbatasan langsung dengan hutan.

Penyebaran alami • Monyet digo tersebar luas di semenanjung Sulawesi Tenggara, di sebelah utara penyebarannya dibatasi oleh Danau Towuti dan Danau Matano dan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo, Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo, Tahura Tanjung Nipa-Nipa, Taman Wisata Alam Mangolo, Hutan Lindung Boro-Boro.

101 Gambar 60 Burung kadalan sulawesi, Phaenicophaeus calyorhynchus, endemik Sulawesi, penduduk lokal menyebutnya burung monyet karena sering berada dekat dengan kelompok monyet yang sedang mencari makan (kiri), dan srigunting, Dicrurus hottentottus, yang juga sering berada di dekat kelompok monyet (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet digo Macaca ochreata Booted Macaque Perilaku  Monyet digo hidup dalam kelompok yang terdiri dari jantan dewasa dan betina dewasa serta beberapa individu muda dan anak  Pada setiap kelompok hanya terdapat satu pemimpin kelompok, yaitu jantan dewasa yang paling kuat dan besar ukuran tubuhnya (alpha male)  Jumlah kelompok mencapai 12 - 28 ekor  Semi arboreal dan terrestrial, umumnya aktif di pohon namun seringkali dalam penjelajahannya turun ke tanah agar lebih leluasa dan cepat untuk berpindah  Pada siang hari pergerakan banyak dilakukan di tanah dan dilakukan dengan keempat anggota geraknya (quadra-pedal)  Aktif beraktivitas dari pagi sampai sore hari (diurnal), pada siang hari beberapa anggota kelompok terlihat bermain atau saling mengutu  Pada malam hari tidur bersama anggota kelompok pada pohon yang rindang tanpa membuat sarang  Daerah jelajah monyet digo berkisar antara 30-45 ha dan jelajah hariannya mencapai 1 - 2 km  Induk hanya melahirkan satu anak  Pada daerah batas persebarannya, monyet digo sering melakukan perkawinan silang dengan monyet boti

Pakan  Monyet digo memakan bagian dari tumbuhan seperti buah, bunga, daun dan biji, seringkali juga memakan serangga di dasar hutan, kadang juga memakan tanaman penduduk di pinggiran hutan seperti jambu mete, pisang, jagung dan coklat  Fairuztania dan Mustari (2017) menyatakan bahwa terdapat 33 spesies tergolong dalam 17 famili tumbuhan pakan Macaca ochreata di SM Tanjung Peropa, Sulawesi Teggara. Diantara jenis tumbuhan makanan M.ochreata yaitu rau (Dracontomelon mangiferum), toho (Artocarpus sp), dongi (Dillenia ochreata), tanda ule (Crataeva nurvala) dan ruruhi ndawa (Eugenia formosa)

Habitat  Hutan hujan tropis dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian antara 600-800 mdpl  Sering dijumpai di sekitar perkebunan atau ladang yang berbatasan langsung dengan hutan

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui monyet digo pada tempat-tempat berikut:  Monyet digo tersebar luas di semenanjung Sulawesi Tenggara, di sebelah utara penyebarannya dibatasi oleh Danau Towuti dan Danau Matano dan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo, Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo, Tahura Tanjung Nipa-Nipa, Taman Wisata Alam Mangolo, Hutan Lindung Boro-Boro Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 75. Penyebaran monyet butung Macaca ochreata (IUCN 2008)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Monyet digo dapat dikenali dari suaranya yang mirip dengan primata Sulawesi lainnya. Umumnya suara dikeluarkan oleh jantan dewasa pada saat menjelajah untuk mengontrol keberadaan anggota kelompoknya. • Apabila monyet digo mendeteksi adanya ancaman atau intruder, maka beberapa anggota kelompok mengeluarkan suara khas peringatan bagi seluruh anggota kelompok (alarm call) dengan frekuensi cukup tinggi, dimana pengamat dapat mendeteksi dengan cukup jelas. • Bau feses dan urine serta bekas-bekas buah yang dimakan dan jatuh ke lantai hutan juga menjadi indikasi kuat keberadaan kelompok monyet digo. • Bau feses dan urine sangat menyengat di bawah pohon tidur kelompok monyet digo.

102 16. Monyet buton

Suku : Cercopithecidae Nama Latin : Macaca brunnescens Nama Inggris : Buton Macaque Nama Lokal : Ndoke (Buton) Status konservasi : IUCN : - CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: -

Identifikasi : • Panjang tubuhnya rata-rata sekitar 485 mm, berat tubuh sekitar 6 kg. • Bagian paha belakang warnanya lebih terang. • Berbeda dengan monyet Sulawesi lainnya, warna kulitnya lebih terang tidak ada yang berwarna hitam. • Rambut pada anak berwarna gelap. • Bagian kaki dan tangannya berwarna putih. • Bagian punggung dan perutnya berwarna cokelat keabu-abuan. Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 76. Monyet buton Macaca brunnescens, jantan dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 77. Monyet buton Macaca brunnescens, betina dewasa (Foto Abdul Haris Mustari)

104

16. Monyet buton

Gambar 78. Monyet buton Macaca brunnescens, betina muda (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Monyet buton Macaca brunnescens Buton Macaque

Perilaku • Monyet buton hidup berkelompok dengan jumlah anggota berkisar 12–23 ekor. • Kelompok dipimpin oleh jantan dominan (alpha male). • Umumnya hidup di pohon (arboreal), namun saat menjelajah lebih banyak beraktivitas di tanah (terrestrial). • Saat beraktivitas di lantai hutan bergerak dengan menggunakan empat anggota geraknya (quadropedal), perpindahan dari satu pohon ke pohon lain biasanya dilakukan dengan meloncat, apabila bergerak bersama-sama dalam kelompok sering menimbulkan suara gaduh.

105 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Jelajah harian sekitar 400–1500 m dan daerah jelajahnya mencapai 30–40 Ha, apabila hutan masih rapat, monyet buton jarang turun ke tanah untuk melakukan perpindahan, namun sebaliknya bila berada di hutan sekunder dengan kerapatan pohon yang kurang, monyet buton sering turun ke tanah untuk menjelajah. • Aktif pada pagi dan sore hari, pada siang hari lebih banyak digunakan untuk istirahat, bermain bagi individu muda dan saling mengutui (grooming), pada malam hari tidur bersama kelompok pada pohon yang rimbun bersama anggota kelompoknya tanpa membuat sarang. • Induk melahirkan satu anak dalam satu kali kelahiran.

Pakan • Jenis ini lebih banyak memakan buah-buahan daripada daun, juga memakan berbagai jenis serangga termasuk kepompong dan juga memakan hasil pertanian penduduk sekitar. • Komposisi pakan monyet buton berupa buah-buahan (57%), daun (20%), bunga (20%) dan sisanya berupa sumber pakan lainnya. • Kadang masuk kebun penduduk makan pisang, jagung, jambu mete, cokelat, sehingga sering dianggap hama oleh para petani.

Habitat • Hidup di hutan primer atau sekunder dataran rendah dengan ketinggian 0–200 mdpl. • Sering juga dijumpai di pinggiran perkebunan atau daerah pertanian.

Penyebaran alami • Terbatas di Pulau Buton dan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. • Di Pulau Muna, monyet buton terdapat di Cagar Alam Napabalano, serta di Pulau Buton terdapat di Cagar Alam Lambusango, Cagar Alam Kakenaue, Suaka Margasatwa Buton Utara serta kawasan hutan lainnya di pulau tersebut.

106  Kadang masuk kebun penduduk makan pisang, jagung, jambu mete, coklat, sehingga sering dianggap hama oleh para petani.

Habitat  Hidup di hutan primer atau sekunder dataran rendah dengan ketinggian 0-200 mdpl  Sering juga dijumpai di pinggiran perkebunan atau daerah pertanian

Penyebaran alami Pengamat berpeluang untuk menemui monyet buton pada tempat-tempat berikut:  Terbatas di Pulau Buton dan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara  Di Pulau Muna, monyet buton terdapat di Cagar Alam Napabalano, serta di Pulau Buton terdapat di Cagar Alam Lambusango, Cagar Alam Kakenaue, Suaka Margasatwa Buton Utara serta kawasan hutan lainnya di 16. Monyet buton pulau tersebut.

Gambar 79. PenyebaranGambar monyet 6 3buton Penyebaran Macaca monyet brunnescens buton (IUCN(IUCN 2017) 2017)

IdentifikasiIdentifikasi tanpa perjumpaan tanpa langsung perjumpaan langsung  Monyet• butonMonyet dapat buton dikenali dapat dikenalidari suaranya, dari suaranya, saat mengembarasaat mengembara mencari makan, monyet ini seringkali mengeluarkanmencari suara, makan, terutama monyet ini pada sering saat kali mengeluarkanmemasuki daerah suara, perkebunanterutama penduduk dan memakan hasil pertanian,pada jantan saat selalu memasuki berbunyi daerah untuk perkebunan mengontrol penduduk anggota dan kelompoknya, memakan suara ini akan lebih keras bila ada bahaya,hasil sepertipertanian, adanya jantan kehadiran selalu berbunyi anjing untuk atau mengontrol manusia, sehinggaanggota anggota keluarga dengan cepat memasukikelompoknya, hutan suara ini akan lebih keras bila ada bahaya, seperti  Keberadaanadanya kelompok kehadiran monyet anjing buton atau manusia,juga dapat sehingga dideteksi anggota dari baukeluarga feses dan urin yang cukup menyengat terutamadengan di bawah cepat dan memasuki sekitar pohon hutan. tidur.

• Keberadaan kelompok monyet buton juga dapat dideteksi dari bau feses dan urine yang cukup menyengat terutama di bawah dan sekitar

pohon tidur. 17.Tarsius Suku : Tarsiidae Nama Latin : Tarsius spp. (ada 11 spesies di Sulawesi) Nama Inggris : Tarsier Nama Lokal : Tangkasi, Krabuku, Podi, Balau Cangke Status konservasi : IUCN : Vulnerable, Endangered, Critically107 Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: 7 dari 11 spesies termasuk dilindungi

Sampai saat ini tercatat sebanyak 13 spesies tarsius di dunia. Ke-13 spesies tersebut termasuk dalam tiga genus yaitu genus Tarsius, genus Cephalophacus, dan genus Carlito. Genus Tarsius adalah semua spesies

17. Tarsius

Suku : Tarsiidae Nama Latin : Tarsius spp. (ada 12 spesies di Sulawesi) Nama Inggris : Tarsier Nama Lokal : Tangkasi, Krabuku, Podi, Balau Cangke Status konservasi : IUCN : Vulnerable, Endangered, Critically Endangered CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: 7 dari 12 spesies termasuk dilindungi

Sampai saat ini tercatat sebanyak 14 spesies tarsius di dunia. Ke-14 spesies tersebut termasuk dalam tiga genus yaitu genus Tarsius, genus Cephalophacus, dan genus Carlito. Genus Tarsius adalah semua spesies tarsius yang ada di Sulawesi; genus Cephalophacus terdapat di Sumatera, Bangka, Belitung dan Kalimantan; dan genus Carlito terdapat di Philipina. Dari 14 spesies tarsius dunia, sebanyak 13 spesies terdapat di Indonesia. Dari 13 spesies tarsius di Indonesia, 12 spesies terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti Kepulauan Sangihe dan Talaud, Kepulauan Togean, Pulau Peleng, Pulau Selayar dan Pulau Buton. Angka tersebut kemungkinan masih akan bertambah dalam waktu dekat dengan ditemukannya beberapa populasi tarsius yang berpotensi sebagai spesies baru seperti tarsius yang ada di daerah Sulawesi Tenggara daratan, Buton, dan Kabaena (Shekelle et al. 2019). Hal ini menunjukkan tingginya biodiversitas Sulawesi yang merupakan pulau terbesar di Bio-Region Wallace. Hal ini sekali lagi menunjukkan betapa pentingnya kawasan tersebut sebagai salah satu hot-spot biodiversity dunia. Berikut adalah duabelas spesies tarsius yang terdapat di Sulawesi: krabuku sangihe/ krabuku higo (Tarsius sangirensis), tarsius siau/krabuku tumpara (T. tumpara), tarsius niemitz/krabuku bunsing (T.niemitzi), krabuku diana (T. 17. Tarsius dentatus Syn. T. dianae), krabuku kecil (T. pumilus), tangkasi/tarsius lariang (T. lariang), krabuku peleng/lakasinding (T. pelengensis), tarsius wallace (T. wallacei), tarsius supriatna/krabuku mimito (T. supriatnai), tarsius gursky/krabuku tangkasi (T. spectrumgurskyae), krabuku balao cengke (T. fuscus), dan krabuku tangkasi (T. tarsier). Nama lokal atau nama daerah spesies tarsius tersebut di atas adalah sebagaimana nama yang tercantum pada PermenLHK No.P.106/2018, tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi pemerintah RI. Hanya satu spesies tarsius yang dimiliki Indonesia yang terdapat di luar Pulau Sulawesi yaitu krabuku inkat (Cephalophacus bancanus). Spesies ini penyebarannya meliputi Sumatera bagian selatan, Bangka, Belitung, dan Kalimantan. Spesies ini terdiri dari tiga sub spesies yaitu C. b. bancanus (Sumatera Selatan, Pulau Bangka), C. b. borneanus (Kalimantan, Karimata), C.b. natunensis (Natuna, Serasan), C. b. saltator (Belitung). Satu spesies tarsius di luar wilayah Indonesia yaitu tarsius yang terdapat di Philipina dengan nama Carlito syrichta. Spesies ini terdiri dari tiga sub spesies yaitu C.s. syrichta, C.s.carbonarius, dan C.s. fraterculus. Status konservasi tarsius di Sulawesi bervariasi mulai dari Vulnerable, Endangered, dan Critically Endangered berdasarkan katagori IUCN Red List. Semua spesies tarsius tersebut termasuk Appendix II CITES. Dari 12 spesies tarsius di Sulawesi, 7 spesies di antaranya termasuk spesies yang dilindungi berdasarkan PermenLHK No.P.106/2018, tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi pemerintah RI. Seperti halnya spesies monyet hitam yang ada di Sulawesi, banyaknya spesies tarsius yang saat ini teridentifikasi karena mengalami spesiasi allopatrik (allopatric speciation), yaitu terbentuknya spesies-spesies baru akibat isolasi geografi. Pada awalnya seluruh spesies tarsius tersebut berasal daro leluhur yang sama, namun seiring dengan perjalanan evolusi, pemencaran populasi, kondisi geologi, dan isolasi geografi, maka terbentuk banyak spesies yang disebabkan oleh adaptasi lokal dan oleh isolasi geografi. Tarsius memiliki beberapa nama lokal, sesuai daerah atau suku yang ada. Nama lokal tarsius di Sulawesi Tenggara oleh Suku Tolaki (podi), di Sulawesi Selatan oleh Suku Makassar (balao cengke, yang secara harfiah

109 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi berarti tikus duduk, karena tarsius ketika berada di tangkai/dahan seperti tikus yang sedang duduk, atau tikus yang dapat duduk). Menurut Rosyid (2018), nama lokal tarsius di Sulawesi Utara (wusing, tangkasi, tanda- bana), Sangir (tenggahe), di Sulawesi Tengah (ngasi), Kulawi (tangkahi), Bada (tengkeda), Suku Wana (tanda-bona passo), Banggai Kepulauan (siling, lakasinding), Moronene (wengu). Sementara tarsius yang ada di Sumatera dan Kalimantan juga memiliki nama lokal yang berbeda, yaitu di Bengkulu (krabuku, singapuar), Lampung (krabuku), Belitung (palele), Bangka (mentilin), Ngaju (mentiling ingkir, ingkit, linseng), Tidung (page), Karimata (kebuku), Kutai (Singanoleh), Kalimantan Barat (tempiling), dan Suku Melayu (binatang hantu, simpalili). Krabuku adalah nama lokal tarsius yang dipakai di daerah Bengkulu dan Lampung.

Tabel 2. Spesies, penyebaran dan status konservasi tarsius di Sulawesi Status konservasi No Spesies Penyebaran PermenLHK IUCN CITES No.P.106/2018 1 Tarsius sangirensis Pulau Sangihe Sulawesi EN II Dilindungi Utara 2 T. tumpara Pulau Siau, Kep Sitoru CR II Dilindungi Sulawesi Utara 3 T. niemitzi Kepulauan Togean II 4 T. pelengensis Pulau Peleng dan Pulau EN II Dilindungi Banggai, Sulawesi Tengah bagian timur 5 T. spectrumgurskyae CA Tangkoko dan II sekitarnya, Suwawa, dan batas barat TN Bogani Nani Wartabone Gorontalo ke arah utara timur, dan Sulawesi Utara 6 T. supriatnai Gorontalo bagian barat, II Tanjung Panjang, Peg Sojol, Tolitoli 7 T. wallacei Tinombo, Ampibabo, DD II Uwemanje, Sulawesi Tengah

110 17. Tarsius

Tabel 2. Spesies, penyebaran dan status konservasi tarsius di Sulawesi (lanjutan) Status konservasi No Spesies Penyebaran PermenLHK IUCN CITES No.P.106/2018 8 T. pumilus Tersebar di daerah DD II Dilindungi pegunungan dengan ketinggian di atas 1800 mdpl, di Sulawesi Tengah, di TN Lore Lindu, dan di pegunungan Sulawesi selatan bagian utara. 9 T. dentatus Daerah genting kera VU II Dilindungi (= T. dianae) antara desa Marantale, Ampibabo, dan Teluk Tomini di Sulawesi Tengah, dan di wilayah TN Lore Lindu 10 T. lariang Sulawesi Tengah bagian DD II Dilindungi barat, Sungai Lariang, TN Lore Lindu dan sekitarnya 11 T. fuscus Barat daya semenanjung VU II Sulawesi, TN Bantimurung- Bulusaraung 12 T. tarsier Pulau Selayar VU II Dilindungi Keterangan: CR Critically Endangered, EN Endangered, VU Vulnerable, DD Data Deficient

Deskripsi morfologi dan perilaku serta habitat tarsius berikut ini disajikan secara umum, tidak spesifik pada jenis tarsius tertentu di Sulawesi. Karakteristik habitat, pohon bersarang dan pohon tidur, perilaku dan jenis makan beberapa spesies tarsius memiliki banyak persamaan. Ukuran tubuh dan karakteristik habitat yang agak berbeda dimiliki olehT. pumilus dimana spesies ini ukuran tubuhnya paling kecil di antara spesies tarsius lainnya serta menghuni habitat hutan pegunungan di bagian tengah Sulawesi.

111 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Identifikasi : • Ciri khas tarsius dibanding spesies mamalia lain yaitu memiliki mata yang sangat besar, sepintas tidak proporsional dengan ukuran tubuhnya. • Daun telinga lebar dibandingkan dengan ukuran tubuh. • Kepalanya dapat memutar 180 derajat sehingga dapat melihat ke belakang dan kesamping dengan sangat fleksibel. • Rambu berwarna cokelat, lembut. • Kaki tarsius panjang melebihi panjang kedua tangannya dan bahkan lebih panjang dari total panjang badannya. • Berat badan berkisar 50–130 g, umumnya sekitar 80–100 g. • Tarsius pumilus adalah spesies tarsius yang paling kecil ukuran

 Kakitubuhnya, tarsius panjang sekitar melebihi 50 g. panjang kedua tangannya dan bahkan lebih panjang dari total panjang •badannya Ekor tarsius lebih panjang daripada panjang kepala dan seluruh  Beratbadannya; badan berkisar ukuran 50 – panjang130 g, umumnya ekor tersebut sekitar 80 berbeda – 100 g antara satu spesies  Tarsiusdengan pumilus spesies adalah lainnya. spesies tarsius yang paling kecil ukuran tubuhnya, sekitar 50 g • Ekor Pada tarsius setengah lebih panjang panjang daripada sampai panjang ujung kepala ekor, dan seluruh ada yang badannya; ditumbuhi ukuran panjang ekor tersebut berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya rambut tebal dan ada yang tidak memiliki rambut tebal, seperti yang  Padaterlihat setengah pada panjang beberapa sampai spesies ujung ekor, tarsius ada berikut:yang ditumbuhi rambut tebal dan ada yang tidak memiliki rambut tebal, seperti yang terlihat pada beberapa spesies tarsius berikut:

Gambar 80. Perbedaan morfologi jenis-jenis tarsius yang terdapat di Gambar 6Sulawesi4 Perbedaan (Shekelle morfologi et jenisal. 2008)-jenis tarsius yang terdapat di Sulawesi (Shekelle et al. 2008)

112

Gambar 65 Tarsius sangirensis dari Kepulauan Sangihe (Foto Hanom Bashari)  Kaki tarsius panjang melebihi panjang kedua tangannya dan bahkan lebih panjang dari total panjang badannya  Berat badan berkisar 50 – 130 g, umumnya sekitar 80 – 100 g  Tarsius pumilus adalah spesies tarsius yang paling kecil ukuran tubuhnya, sekitar 50 g  Ekor tarsius lebih panjang daripada panjang kepala dan seluruh badannya; ukuran panjang ekor tersebut berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya  Pada setengah panjang sampai ujung ekor, ada yang ditumbuhi rambut tebal dan ada yang tidak memiliki rambut tebal, seperti yang terlihat pada beberapa spesies tarsius berikut:

17. Tarsius

Gambar 64 Perbedaan morfologi jenis-jenis tarsius yang terdapat di Sulawesi (Shekelle et al. 2008)

GambarGambar 81. 65 Tarsius sangirensis sangirensis dari Kepulauan dari Pulau Sangihe Sangihe, (Foto Hanom Sulawesi Bashari) Utara (Foto Hanom Bashari)

GambarGambar 82. 66 TarsiusTarsius tumpara tumpara dari Pulau dari Siau, Pulau Kepulauan Siau, SangiheKepulauan-Talaud Sitaro, (Foto Hanom Sulawesi Bashari) Utara (Foto Hanom Bashari)

113

Gambar 67 Tarsius pelengensis dari Pulau Peleng (Foto Fahri Naufal)

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 83. Tarsius niemitzi, Kepulauan Togean (Foto Myron Shekelle)

114

Gambar 66 Tarsius tumpara dari Pulau Siau, Kepulauan Sangihe-Talaud (Foto Hanom Bashari) 17. Tarsius

Gambar 84. Tarsius pelengensis dari Pulau Peleng, Sulawesi Tengah Gambar 67 Tarsius pelengensis dari Pulau Peleng (Foto Fahri Naufal) (Foto Fahri Naufal)

Gambar 85. Tarsius lariang dari Desa Mataue, Kulawi, Sulawesi Tengah Gambar 68 Tarsius lariang dari Desa Mataue, Kulawi, Sulawesi Tengah (Foto Abdul Haris Mustari) (Foto Abdul Haris Mustari)

115

Gambar 69 Tarsius fuscus di TN Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan (Foto Abdul Haris Mustari)

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 86. Tarsius fuscus di TN Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 87. Tarsius sp., Buton Form, Pulau Buton (Foto Hally Day)

116 17. Tarsius

Informasi singkat mengenai ekologi Tarsius Tarsius spp. Tarsier

Perilaku • Tarsius aktif pada malam hari (nocturnal), hidup pada pohon, semak, rumpun bambu, pohon beringin. • Tarsius hidup berpasangan (monogami) atau dalam kelompok kecil 2 – 7 individu. • Tarsius mulai aktif pada awal malam, dan sebelum meninggalkan pohon tidurnya. • Tarsius mengeluarkan suara khas tsiiit...tsiiit...tsiiit...tsiiit, secara berulang. • Notasi suara tarsius mirip suara serangga atau burung tertentu, sehingga kadang sulit dikenali bagi pemula, namun lambat laun pengamat dapat mengenal suara khas tarsius tersebut. • Suara pada awal malam, sekitar pukul 17.30 sampai 18.00 merupakan suara pembuka, yang mengumumkan keberadaan dan teritori dan wilayah jelajah dengan kelompok tarsius lain. • Setiap kelompok tarsius memiliki wilayah jelajah yang tertentu, serta memiliki wilayah teritori (wilayah yang dipertahankan, misalnya pohon tempat tidur kelompok). • Seseorang yang cukup mengenal suara khas tarsius dapat dengan cepat mengenali bahwa di habitat tertentu terdapat tarsius dari suara khasnya tersebut. Karena itu langkah pertama untuk mendeteksi keberadaan tarius adalah dengan terlebih dahulu mendeteksi suaranya.

117 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Setelah bersuara, tarsius mulai mencari makan, dengan cara meloncat dari pohon ke pohon dan dari cabang ke cabang, mencai makan berbagai jenis serangga. • Tarsius melahirkan anak satu ekor. • Pada saat induk mencari makan, anak ditinggal di sarang.

Pakan • Makanan utama tarsius adalah berbagai jenis serangga (insectivore), seperti belalang, jangkrik dan ngengat.

Habitat • Pengamat dapat menjumpai tarsius pada hutan primer, hutan sekunder, bahkan di sekitar perkebunan, tebing batu dimana terdapat celah-celah dan vegetasi seperti liana. Pohon tidur tarsius juga dapat berupa pohon beringin, rapat, dan terdapat liana. • Habitat Tarsius pelengensis dicirikan dengan jenis tumbuhan Syzygium glaucum, Calophyllum soulattri, Mischocarpus sundaicus, Canarium asperum, Elaeocarpus sp, Castanopsis acuminatissima, Shorea selanica, Lithocarpus celebica, Syzygium fastigiatum, dan Cryptocarya glauca namun sarang Tarsius pelengensis lebih banyak pada semak belukar dibandingkan dengan hutan. Tarsius pelengensis ditemukan pada ketinggian 10–937 mdpl. Total kepadatan populasi Tarsius pelengensis yaitu sebanyak 1.78 individu/ha. Kepadatan populasi Tarsius pelengensis dan laju perjumpaan paling besar pada ketinggian 400–600 mdpl pada hutan sekunder. Faktor yang mempengaruhi kepadatan Tarsius pelengensis di lokasi penelitian adalah kondisi vegetasi, ketersediaan pakan, gangguan dan predator (Syahrullah 2017). • Di alam, predator tarsius antara lain celepuk sulawesi (Otus manadensis), punggok oker (Ninox ochraceae), punggok tutul (N. punctulata), serak sulawesi (Tyto rosenbergii), serak minahasa (T. inexpectata), dan elang sulawesi (Nisaetus lanceolatus).

118 17. Tarsius

Penyebaran alami Wilayah penyebaran setiap spesies tarsius berbeda, karena itu spesies tasius dapat ditentukan sesuai dengan lokasi dimana dilakukan pengamatan. Kesulitan dalam mengidentifikasi akan terjadi apabila seseorang melakukan pengamatan di daerah batas (border) penyebaran alami dua atau lebih spesies tarsius, dimana kemungkinan terjadi tumpang tindih wilayah, atau kemungkinan terjadi perkawinan silang (hybridisasi) tarsius pada daerah border tersebut. Sementara itu Tarsius sangirensis (Pulau Sangihe), Tarsius tumpara (Pulau Siau, Kep. Sitaro), dan Tarsius pelengensis (Pulau Peleng dan Pulau Banggai), dapat dengan mudah diketahui karena penyebarannya spesifik pada pulau atau kepulauan tertentu.

Tabel 3. Perbandingan kepadatan berbagai spesies tarsius No Spesies Kepadatan (individu/km2) Sumber 1 Tarsius sangirensis - - 2 T. tumpara - - 3 T. pelengensis 178 Syahrullah 2017

4 T. spectrumgurskyae 156 Gursky 1998 5 T. niemitzi - - 6 T supriatnai - - 7 T. wallacei - - 8 T. pumilus 92 Grow et al.2013 9 T. dentatus (=T. 45-400 Doyen dan dianae) Supriatna 2010; Gerold et al.2004 10 T. lariang 80,21 ± 30,1 (hutan Rosyid 2018 primer); 218,29 ± 134,59 (hutan sekunder) 11 T. fuscus 151 (hutan sekunder); 36 Mustari et al. 2013 (sekitar permukiman);23 (sekitar kebun-hutan) 12 T. tarsier - -

119 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Tabel 4. Perbandingan bio-ekologi dan morfologi Tarsius lariang, T.dentatus, dan T.pumilus yang penyebarannya di bagian tengah, barat, dan selatan Sulawesi Karakteristik T.lariang T.dentatus T.pumilus pembeda Sebaran Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah,Sulawesi Selatan Berat badan (g) 108,7(♀), 111 (♂) 113 (♀), 132 (♂) 55 Pj.kepala-badan (mm) Tengkorak 38,35 163,15 80 Ukuran kelompok 2–4 3,2–5,2 4 (indiv) Sosio-ekologi Kelompok Kelompok keluarga Bervariasi keluarga Sistem perkawinan Monogami Monogami, Poligini Multi-male,multi- female Home range (ha) ? 1,58 (♀), 1,77 (♂) 1,77 (♀), 2,75 (♂) Ketinggian tidur (m) ? 5 -10 Multi-strata Tempat tidur Sarang di pohon Sarang di pohon Sarang di pohon besar besar besar Sumber: Grow (2013), Rosyid (2018)

Tarsius sangirensis T.pelengensis T.tumpara T.wallacei

(Kep. Sangihe) (Kep. Banggai) (P. Siau,Kep. Sitaro)

T. pumilus T.lariang T.dentatus T. niemitzi (Kep.Togean)

Gambar 88. Penyebaran spesies tarsius di Sulawesi (IUCN 2008, 2011)

120 17. Tarsius

Gambar 89. Penyebaran spesies tarsius di Sulawesi (Shekelle et al. 2019)

121 18. Maleo

Suku : Megapodiidae Nama Latin : Macrocephalon maleo Muller, 1846 Nama Inggris : Maleo Nama Lokal : Senkawor,Tuanggoi, Panua, Mamoa Molo Status konservasi : IUCN : Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix I PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Ukuran tubuh maleo tidak lebih besar dari ayam hutan, dengan berat kurang lebih 3 kg dan panjang dari paruh sampai ekor 50–55 cm. Ukuran antara jantan dan betina sama sehingga dari jauh relatif sulit membedakan antara jenis kelamin. • Bulu sayap berwarna hitam (panjang ± 25 cm), panjang sayap ± 18 cm, panjang leher ± 14 cm; panjang paruh ± 3,5 cm; panjang kepala ± 3 cm; lebar mata ± 1,5 cm; panjang leher ± 17 cm. • Kaki maleo kuat dan besar yang dipergunakan menggali lubang untuk keperluan bertelur, panjang kaki ± 25 cm, jari-jari cakar sekitar 5–8 cm. • Panjang paruh ± 3,5 cm; panjang kepala ± 3 cm; lebar mata ± 1,5 cm. • Pasangan maleo dapat dibedakan jantan dan betina dari warna bulu di bagian dada. Jantan lebih kemerahan daripada betina. Namun jika maleo sendiri-sendiri agak sulit dibedakan, karena warna kemerahan di dada ini juga bervariasi.

18. Maleo

Identifikasi :

• Ukuran Maleo tubuh jantanmaleo tidak dan lebih betina besar dari juga ayam dapat hutan , dibedakandengan berat kurangdari perbedaan lebih 3 kg dan panjangwarna dari paruh sampai ekor 50-55 cm. Ukuran antara jantan dan betina sama sehingga dari jauh relatif sulit membedakanbulu di antara bagian jenis dada, kelamin bulu dada maleo jantan berwarna agak kemerah-  Bulu sayap berwarna hitam (panjang ± 25 cm), panjang sayap ± 18 cm, panjang leher ± 14 cm; panjang paruh ± 3,5merahan cm; panjang kepalasedangkan ± 3 cm; lebar pada mata betina ± 1,5 cm; panjangberwarna leher ±abu-abu. 17 cm  Kaki maleo kuat dan besar yang dipergunakan menggali lubang untuk keperluan bertelur, panjang kaki ± 25 •cm, jariPada-jari cakarbagian sekitar kepala 5-8 cm terdapat mahkota yang disebut kapseti yang  Panjangberfungsi paruh ± 3,5 mengukurcm; panjang kepala temperatur ± 3 cm; lebar mata ketika ± 1,5 cm burung maleo menggali  Maleo jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk kepala, bentuk tulang kepala maleo jantan lebih menjoroklubang ke belakang untuk peletakan telur.  Maleo jantan dan betina juga dapat dibedakan dari perbedaan warna bulu di bagian dada, bulu dada maleo •jantan Bila berwarna dibandingkan agak kemerah -merahanantara sedangkan panjang pada dan betina bobot berwarna tubuh abu-abu dengan lebar  Pada bagian kepala terdapat mahkota yang disebut kapseti yang berfungsi mengukur temperatur ketika burungsayap, maleo menggali maka lubang sayap untuk burung peletakan maleotelur tidak ideal untuk melakukan  Bila dibandingkanpenerbangan antara yang panjang baik, dan halbobot inilah tubuh yangdengan menyebabkanlebar sayap, maka sayapbunyi burung kepakan maleo tidak ideal untuk melakukan penerbangan yang baik, hal inilah yang menyebabkan bunyi kepakan sayap burung maleosayap sangat burungkeras terdengar maleo saat sangat terbang keras terdengar saat terbang.

Gambar Gambar 90. 7Maleo2 Maleo senkaworsenkawor Macroc Macrocephalonephalon maleo (Foto maleo, Carlos) Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Foto Carlos Bocos)

123 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 91. Sepasang maleo senkawor Macrocephalon maleo di lokasi peneluran Muara Pusian, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone; jantan ditandai dengan warna bulu di bagian dada yang lebih kemerahan daripada betina (Foto Hanom Bashari)

Gambar 92. Sepasang maleo senkawor Macrocephalon maleo di habitat aslinya di Tambun, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Foto Hanom Bashari)

124

18. Maleo

GambarGambar 93. 73Penyebaran Penyebaran m maleoaleo senkawor senkawor Macrocephalon Macrocephalon maleo (IUCN maleo 2016) (IUCN 2016)

Informasi singkat mengenai ekologi MaleoInformasi singkat mengenai ekologi Macrocephalon maleo Maleo senkaworMaleo PerilakuMacrocephalon maleo  Maleo aktif pada siang hari, pada waktu malam tidur di pohon-pohon  SatwaMaleo ini hidup senkawor secara berkoloni  Maleo menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari makanan dipermukaan tanah dengan cara mengais-ngais tanah dengan jari kakinya seperti yang dilakukan ayam peliharaan ketika mencari makan  Maleo lebih suka berlari bersembunyi di tetumbuhan daripada terbang ketika ada bahaya. Jika terpaksa terbang,Perilaku maleo terbang hampir lurus kedepan dengan bantuan sayapnya yang pendek tapi lebar • Maleo aktif pada siang hari, pada waktu malam tidur di pohon- Reproduksi pohon.  Maleo membuat sarang di tanah, dengan cara menggali tanah di bawah perlindungan semak-semak, gundukan• rumputDi hutan atau maleo di antara lebih daun -seringdaun keri terlihatng soliter (sendiri atau berpasangan),  Maleo betinanamun bertelur mereka antara 2 - 5akan butir denganberkumpul warna putih di lokasi-lokasigelap peneluran mereka,  Maleo memanfaatkan panas dari pasir untuk menetaskan telurnya  Telur menetasnamun setelah tetap 68 - 86 tidak hari inkubasi berkelompok.  Ukuran telur maleo bisa lima kali lebih besar dari ukuran embrio di dalamnya untuk menyimpan nutrisi yang cukup bagi bekal anak maleo bertahan hidup dan menggali keluar dari pasir  Anak maleo akan muncul ke permukaan tanah setelah menggali vertikal ke atas selama kira-kira 48 jam  Anak maleo harus mengembangkan strategi bertahan hidup untuk menghindar dari predatornya seperti ular, kadal, babi hutan atau burung elang dengan cara menuju daratan kering dengan tutupan permukaan sedang setelah menggali keluar dari pasir 125  Telur maleo berbentuk oval dengan warna putih kemarah-merahan, berat telur maleo sekitar 4-5 kali lebih berat dari telur ayam kampung; ukuran telur bervariasi berdasarkan lokasi bertelur, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan pakan pada habitat maleo tersebut

Pakan

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Maleo menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari makanan dipermukaan tanah dengan cara mengais-ngais tanah dengan jari kakinya seperti yang dilakukan ayam peliharaan ketika mencari makan. • Maleo lebih suka berlari bersembunyi di tetumbuhan daripada terbang ketika ada bahaya. Jika terpaksa terbang, maleo terbang hampir lurus ke depan dengan bantuan sayapnya yang pendek tetapi lebar.

Reproduksi • Maleo tidak mengerami telurnya; pasangan maleo akan menggali bersama lubang telur di tanah atau pasir pada area-area dekat sumber air panas alami atau pantai. Betina meletakkan telurnya kemudian secara bergantiann pasangan ini menimbunnya kembali, untuk dibiarkan tererami oleh panas tanah atau pasir tersebut. • Maleo betina bertelur 8–12 butir telur dalam setahun. Telur maleo berwarna cokelat muda agak terang. • Telur menetas setelah 68–86 hari inkubasi. • Ukuran telur maleo bisa lima kali lebih besar dari ukuran embrio di dalamnya untuk menyimpan nutrisi yang cukup bagi bekal anak maleo bertahan hidup dan menggali keluar dari pasir. • Anak maleo akan muncul ke permukaan tanah setelah menggali vertikal ke atas selama kira-kira 48 jam. • Anak maleo harus mengembangkan strategi bertahan hidup untuk menghindar dari predatornya seperti ular, kadal, babi hutan atau burung elang dengan cara menuju daratan kering dengan tutupan permukaan sedang setelah menggali keluar dari pasir. • Telur maleo berbentuk oval dengan warna putih kemarah-merahan, berat telur maleo sekitar 4–5 kali lebih berat dari telur ayam kampung; ukuran telur bervariasi berdasarkan lokasi bertelur, hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan pakan pada habitat maleo tersebut.

126 18. Maleo

Pakan • Di habitat aslinya maleo memakan buah, biji-bijian, cacing dan serangga. Jenis makanannya antara lain buah kemiri (Aleurites moluccana), buah pangi (Pangium edule), buah berbagai jenis beringin (Ficus spp.), buah woka (Livistonia rotundifolia), dan buah tangkil (Gnetum gnemon), serta buah konduri (Parkia roxburghii). • Maleo juga diketahui mengonsumsi hewan invertebrata seperti kumbang, semut, dan rayap, bahkan siput.

Habitat • Walaupun banyak menghabiskan kehidupan hariannya di permukaan tanah, namun maleo tidur di pepohonan pada malam hari. • Lokasi peneluran maleo berupa hamparan pasir atau tanah di dekat sumber air panas alami (geothermal) maupun hamparan pasir di pantai. • Habitat utama maleo adalah hutan primer, walaupun kadangkala mereka dapat dijumpai di hutan sekunder maupun kebun di pinggir hutan untuk mencari pakan.

Penyebaran alami Maleo endemik Sulawesi dan Buton. Berikut ini beberapa daerah penting penyebaran maleo senkawor. Di Sulawesi Tenggara, maleo terdapat di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo, Taman Nasional Rawa Aopa Watumahai, Taman Wisata Alam Mangolo. Di Pulau Buton, meleo terdapat di Cagar Alam Buton Utara dan Suaka Margasatwa Lambusango. Di Sulawesi Tengah, maleo senkawor terdapat di antaranya di Cagar Alam Morowali, Taman Nasional Lore Lindu dan di Suaka Margasatwa Pinjan Tanjung Matop. Di Sulawesi Utara, maleo dapat ditemukan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, CA Duasaudara, dan Cagar Alam Panua (panua artinya maleo dalam bahasa lokal). Maleo juga masih dapat ditemukan di Sulawesi Selatan bagian Timur, yaitu di sekitar Danau Towuti, Luwu Timur.

127 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung •Di habitatKeberadaan aslinya maleo maleo memakan senkawor buah, biji-bijian, dapat cacing dilihat dan serangga antara. Jenislain makanannyamelalui feses antara lain buah kemiri (Aleurites moluccana), buah pangi (Pangium edule), buah berbagai jenis beringin (Ficus spp.), buahmaleo woka ( Livistonia yang berbentuk rotundifolia), dan seperti buah tangkil kebanyakan (Gnetum gnemon feses), sertaburung buah konduri dan (biasaParkia roxburghiimenyangkut). pada daun atau dahan pohon. Habitat• Maleo senkawor biasa bersuara ketika akan memasuki lokasi  Habitatpenelurannya maleo semak belukar pada di tepian pagi panta hari.i dan tidur Suaranya di pepohonan sangat pada malam khas, hari kwerrrrrr  Biasa bersarang di pasir dan pantai gunung berapi dan tanah-tanah yang hangat akibat panas bumi di hutan pamahkwerrrrrr, primer dan hutanbeberapa perbukitan kali saling bersahutan jantan dan betina.  Bisa ditemui dari daerah sekitar pantai, daerah dataran rendah, daerah perbukitan sampai ketinggian 1200 •meter Pada di atas lokasi permukaan peneluran laut aktif, kehadiran maleo biasa ditandai dengan  Maleobekas-bekas juga dapat ditemukan cakarannya di vegetasi hutan di sekunder,tanah kebunsaat kelapamereka dan habitat menggali buatan. lubang

Penyebaranpeneluran. alami Maleo endemik Sulawesi, Bangka, Buton, Lembeh, dan Sangihe. Berikut ini beberapa daerah penting penyebaran• Cara maleo paling senkawor. mudah Di Sulawesi untuk Tenggara, mengetahui maleo terdapat keberadaan di Suaka Margasatwa aktivitas Tanjung maleo Peropa, Suaka adalahMargasatwa dengan Tanjung melihat/mengecekBatikolo, Taman Nasional Rawagundukan Aopa Watumahai, tanah atauTaman lubangWisata Alam yang Mangolo. Di Pulau Buton, meleo terdapat di Cagar Alam Buton Utara dan Suaka Margasatwa Lambusango. Di Sulawesi Tengah,tersebar maleo senkawor secara terdapat sporadis diantaranya pada di permukaanCagar Alam Morowali, tanah Taman dalam Nasional radiusnya, Lore Lindu. Di Sulawesimisalnya Utara, maleo lubang dapat ditemukanpada bebatuan di Taman Nasional yang Bogani berpasir, Nani Wartabone, lubang di pada Cagar Alamakar Panua (panua artinya maleo dalam bahasa lokal). pohon besar dengan tipe tanah yang halus berpasir, lubang pada tanah kering berpasir atau lubang pada tanah kering berkerikil yang Identifikasi tanpa perjumpaan langsung  Keberadaanmerupakan maleo senkaworsarang maleodapat dilihat untuk antara menyimpan lain melalui telurnya.feses maleo yang berbentuk seperti kebanyakan feses burung dan biasa menyangkut pada daun atau dahan pohon BeberapaMaleo tidak memiliki aspek bunyi mengenai suara yang perilaku, khas untuk dikenalireproduksi, ataupun danditiru kondisi habitat maleo  Cara paling mudah untuk mengetahui keberadaan aktivitas maleo adalah dengan melihat/mengecek senkaworgundukan tanah seperti atau lubang dituliskan yang tersebar secaradi atas sporadis adalah pada permukaan berdasarkan tanah dalam radiusnya, penuturan dan pengalaman misalnya lubang padalapangan bebatuan Hanom yang berpasir, Bashari lubang (pers pada com.)akar pohon yang besar banyak dengan tipemelakukan tanah yang halus berpasir, lubang pada tanah kering berpasir atau lubang pada tanah kering berkerikil yang merupakan penelitiansarang maleo untuk jenis menyimpan burung telurnya. tersebut khususnya di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Gambar 74 Habitat bertelur maleo senkawor di Cagar Alam Morowali (Foto Abdul Haris Mustari) Gambar 94. Habitat bertelur maleo senkawor di Cagar Alam Morowali

(Foto Abdul Haris Mustari)

128

19. Kakatua jambul kuning 19. Kakatua-kecil jambul-kuning

Suku : Cacatuidae Nama Latin : Cacatua sulphurea Gmelin, 1788 Nama Inggris : Yellow-crested Cockatoo Nama Lokal : Keea bula, Kea, Kekea Wila, Kekea, Keli-Keli Status konservasi : IUCN : Critically Endangered (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Kakatua-kecil jambul-kuning dapat mencapai ukuran panjang kira- kira 33–35 cm. • Burung ini mempunyai bulu berwarna putih di seluruh bagian tubuhnya dan jambul berwarna kuning mencolok di bagian atas kepalanya, jambul akan ditegakkan dan diturunkan bila sedang bersuara dan bertengger di pohon, pada bagian pipi ada sedikit lingkaran berwarna kuning, sayap bawah dan ekor bagian bawah juga tertutup warna kuning. • Mempunyai paruh berwarna hitam, paruh bagian atas panjangnya melebihi paruh bagian bawah. • Mata berwarna cokelat gelap (betina) sampai kemerahan (betina) dan terdapat lingkaran kulit (tanpa bulu) di sekitar mata yang berwarna putih kebiruan.

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Kaki berwarna abu-abu gelap dan dilengkapi dengan cakar kuat untuk bertengger di batang pohon, bahkan dengan cakar kuatnya burung ini dapat bertengger dengan posisi terbalik.

• Mempunyai lidah yang diadaptasikan untuk memakan buah, dan biji- bijian. • Burung ini sering mengeluarkan suara yang ribut saat sedang Identifikasi : bertengger ataupun saat terbang.

 Kakatua• Terdapat jambul kuning tujuh dapat sub mencapai species, ukuran yaitu panjang Cacatua kira-kira 3 3sulphurea-35 cm sulphurea  Burung(Sulawesi ini mempunyai daratan), bulu berwarna C. s. putih abbotti di seluruh (Kepulauan bagian tubuhnya Masalembu), dan jambul C. berwarna s. kuning mencolokoccidentalis di bagian atas(Kepulauan kepalanya, Nusa jambul Tenggara akan ditegakkan kecuali dan Sumba diturunkan dan bila Timor), sedang C. bersuara dan bertenggers. parvula di pohon, (Pulau pada bagian Timor), pipi C.ada s. sedikit djampeana lingkaran berwarna(Kepulauan kuning, Tanahjampea), sayap bawah dan ekor bagian bawahC. juga s. citrinocristatatertutup warna kuning (Pulau Sumba), dan C. s. paulandrewi (Kepulauan  MempunyaiWakatobi). paruh berwarna hitam, paruh bagian atas panjangnya melebihi paruh bagian bawah  Mata berwarna coklat gelap, dan terdapat lingkaran bulu putih mengelilingi mata  Kaki• berwarnaUntuk kasusabu-abu penindakan gelap dan dilengkapi pelanggaran dengan cakar perdagangan kuat untuk bertengger satwa, dikakatua- batang pohon, bahkan dengankecil cakar jambul-kuning kuatnya burung ini dapat(Cacatua bertengger sulphurea dengan posisi) sering terbalik tertukar dengan  Mempunyaikakatua lidah kokiyang diadaptasikan(Cacatua galerita untuk memakan) karena buah, sama-sama dan biji-bijian memiliki jambul  Burungyang ini sering kuning. mengeluarkan Kakatua-kecil suara yang jambul-kuning ribut saat sedang jelas bertengger berukuran ataupun jauhsaat terbang lebih  Terdapatkecil. empat Selain sub-spesies itu, kakatua yaitu Cacatua koki sulphureamemiliki sulphurea kulit di (daratansekitar Sulawesi),mata yang C.s. lebihpaulandrewi ( Kep. Wakatobi),lebar dan dan C. s.kebiruan djampeanus daripada (Tanahjampea, kakatua-kecil Kep Selayar), jambul-kuning. dan C.s. citrinocristata (Pulau Sumba).

GambarGambar 75 Cacatua 95. Cacatuasulphurea paulandrewisulphurea dari paulandrewi Kepulauan Wakatobi, dari Kepulauan Sulawesi Tenggara Wakatobi, (kiri) dan Cacatua sulphurea djampeanusSulawesi dari Tanahjampea, Tenggara Kep (kiri) Selayar, dan Sulawesi Cacatua Selatan sulphurea (kanan) djampeanus (Foto Hanom Bashari) dari Tanahjampea, Kep Selayar, Sulawesi Selatan (kanan) (Foto Hanom Bashari)

130

19. Kakatua jambul kuning

Gambar 76 Cacatua96. Cacatua sulphurea citrinocristatasulphurea daricitrinocristata Pulau Sumba dan dari lubang Pulau sarang padaSumba batang dan pohon bolongita, Tetrameles nudiflora (Foto Abdul Haris Mustari) Tetrameles Gambar 76 Cacatua lubangsulphurea citrinocristatasarang pada dari Pulaubatang Sumba pohon dan lubang bolongita, sarang pada batang pohon bolongita, Tetramelesnudiflora nudiflora (Foto (Foto Abdul Abdul Haris Mustari) Haris Mustari)

Gambar 77 Cacatua moluccensis dari Pulau Seram (kiri) dan Cacatua alba dari Pulau Halmahera (kanan) (Foto GambarAbdul Haris 77 Cacatua 97.Mustari) Cacatuamoluccensis moluccensisdari Pulau Seram (kiri)dari dan Pulau Cacatua Seram alba dari (kiri)Pulau Halmahera dan Cacatua (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari) alba dari Pulau Halmahera (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologi Informasi singkat mengenai singkat ekologi mengenai ekologi Kakatua jambuljambul kuning kuning CacatuaKakatua-kecil sulphureasulphurea jambul-kuning Yellow-crested Cockatoo Yellow-crestedCacatua sulphurea Cockatoo Perilaku PerilakuYellow-crested Cockatoo  Burung iniini hidup hidup berpasangan berpasangan atau atau berkelompok berkelompok dalam dalam jumlah jumlah kecil kecil  Sangat mencolokmencolok ketika ketika terbang terbang dengan dengan kepakan kepakan sayap sayap yang yang cepat cepat dan dankuat kuat diselingi diselingi gerakan gerakan melayang melayang serta salingsaling berteriak berteriak PerilakuBurung iniini mempunyai mempunyai kebiasaan kebiasaan berpegang berpegang pada pada dahan dahan atau atau cabang cabang pohon pohon  Pada musimmusim kawinkawin burungburung jantan jantan akan akan memperlihatkan memperlihatkan pada pada burung burung betina betina beberapa beberapa gaya gayaseperti seperti • meloncat,Burung mengembangkanmengembangkan ini hidup berpasangansayap, sayap, mengangkat mengangkat atau ekor ekorberkelompok dan dan berjalan berjalan di dalam depandi depan betinajumlah betina untuk kecil. untuk menarik menarik perhatiannya • Sangat mencolok ketika terbang dengan kepakan sayap yang cepat Reproduksi  Jumlahdan telurtelur kuat maksimum maksimum diselingi tiga tiga butir butirgerakan, diletakkan, diletakkan melayang dilubang dilubang pohon pohonserta tempat tempat saling burung burung berteriak. tersebut tersebut bersarang bersarang  Telur tersebuttersebut dierami dierami secara secara bergantian bergantian oleh oleh jantan jantan dan dan betina betina 131 Pakan Di habitat aslinya burung kakatua memakan buah.buahan, biji-bijian, serangga dan larvanya Di habitat aslinya burung kakatua memakan buah.buahan, biji-bijian, serangga dan larvanya Habitat Habitat Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Burung ini mempunyai kebiasaan berpegang pada dahan atau cabang pohon. • Pada musim kawin burung jantan akan memperlihatkan pada burung betina beberapa gaya seperti meloncat, mengembangkan sayap, mengangkat ekor dan berjalan di depan betina untuk menarik perhatiannya.

Reproduksi • Jumlah telur maksimum tiga butir, diletakkan di lubang pohon tempat burung tersebut bersarang. • Telur tersebut dierami secara bergantian oleh jantan dan betina.

Pakan Di habitat aslinya burung kakatua memakan buah–buahan, biji-bijian, serangga dan larvanya.

Habitat • Pengamat dapat menjumpai burung ini di hutan primer dan sekunder yang tinggi dan tepi hutan, juga lahan budidaya yang pohonnya jarang, hutan tinggi bersemak, dapat dijumpai dari permukaan laut sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.

Penyebaran alami • Penyebaran alaminya di Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara. • Penurunan populasi yang tajam disebabkan jenis burung ini sejak dahulu sampai saat ini diburu, ditangkap untuk diperjual belikan dan dijadikan sebagai burung peliharaan yang banyak disukai orang.

132  Pengamat dapat menjumpai burung ini di hutan primer dan sekunder yang tinggi dan tepi hutan, juga lahan budidaya yang pohonnya jarang, hutan tinggi bersemak, dapat dijumpai dari permukaan laut sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut

Penyebaran alami  Penyebaran alaminya di Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara  Penurunan populasi yang tajam disebabkan karena jenis burung 19.ini Kakatuasejak jambuldahulu kuning sampai saat ini diburu, ditangkap untuk diperjual belikan dan dijadikan sebagai burung peliharaan yang banyak disukai orang

Gambar 98. Penyebaran kakatua-kecil jambul-kuning (IUCN 2017) Gambar 78 Penyebaran kakatua jambul kuning (IUCN 2017)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung Identifikasi tanpa perjumpaan langsung  Relatif sulit untuk mengidentifikasi• Suara kakatua keberadaan sangat keras burung dan dapatini secara terdengar tidak lebihlangsung dari dari, identifikasi 100 keberadaan burung ini dari sarang berupameter. lubang Suaranya di po jugahon sangatmungkin khas saja di bisadalam dilakukan hutan, “kakkkk kakkk kakkk” dapat mencapai belasan kali. Biasanya mereka bersuara saat terbang berpasangan atau terdapat gangguan pada sarang mereka (diserang predator).

• Pohon-pohon dengan lubang sarang aktif biasanya sangat khas, yang umumnya dapat dikenali secara lokal.

20 Julang sulawesi . 133 Suku : Bucerotidae Nama Latin : Rhyticeros cassidix Temminck, 1823 Nama Inggris : Knobbed Hornbill Nama Lokal : Allo, Taung, Lupi Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PerMen LHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

 Burung endemik sulawesi ini memiliki ukuran tubuh yang besar, mencapai 104 cm  Secara umum tubuhnya berwarna hitam, ekor berwarna putih, dan paruhnya besar berwarna kuning

20. Julang sulawesi

Suku : Bucerotidae Nama Latin : Rhyticeros cassidix Temminck, 1823 Nama Inggris : Knobbed Hornbill Nama Lokal : Allo, Taung, Lupi Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II Permen LHK No.P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Burung endemik sulawesi ini memiliki ukuran tubuh yang besar, mencapai 104 cm. • Secara umum tubuhnya berwarna hitam, ekor berwarna putih, dan paruhnya besar berwarna kuning. • Burung jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh, warna bulu leher, dan terdapat tonjolan di atas kepala (casque) yang sangat mencolok dan membedakannya dengan jenis burung lain. • Jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar, warna bulu lehernya kuning-keemasan, pada jantan casque berwarna lebih cerah/merah dibanding betina. • Betina ukuran tubuhnya lebih kecil, warna bulu kepala dan lehernya hitam dan casque berwarna kuning dengan ukuran lebih kecil dari tanduk jantan. • Pada jantan dan betina dewasa terdapat garis di pangkal paruh yang kombinasinya menyerupai huruf ‘V’, atau tanda pangkat pada anggota militer; jumlah garis tersebut sering diasosiasikan dengan umur individu julang sulawesi tersebut.  Burung jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh, warna bulu leher, dan terdapat tonjolan di atas kepala (casque) yang sangat mencolok dan membedakannya dengan jens burung lain  Jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar, warna bulu lehernya kuning-keemasan, pada jantan casque berwarna lebih cerah/merah dibanding betina  Betina ukuran tubuhnya lebih kecil, warna bulu kepala dan lehernya hitam dan casque berwarna kuning dengan ukuran lebih kecil dari tanduk jantan  Pada jantan dan betina dewasa terdapat garis di pangkal paruh yang kombinasinya menyerupai huruf „V‟, atau tanda pangkat pada anggota militer; jumlah garis tersebut sering diasosiasikan dengan umur individu 20. Julang sulawesi julang sulawesi tersebut.

 Berat julang dapat mencapai 3,6 kg • Berat julang dapat mencapai 3,6 kg.  Bulu mata pada julang diketahui dapat digunakan sebagai• Bulu salah mata satupada julang faktor diketahui untuk dapat menarik digunakan pasangannya sebagai salah satu faktor untuk menarik pasangannya.  Keberadaan burung ini mudah terdeteksi, selain ukuran Burung tubuhnya jantan dan betina yang dapat dibedakan besar dari ukuranjuga tubuh, suaranya warna bulu leher, yang dan terdapat khas tonjolan serta di atas •kepala Keberadaan (casque) yang sangat burung mencolok ini dan mudah membedakannya terdeteksi, dengan jens selain burung ukuran lain tubuhnya kepakan sayapnya yang sangat jelas terdengar  Jantanyang memiliki besar ukuran juga tubuh suaranya lebih besar, yangwarna bulukhas lehernya serta kuning kepakan-keemasan sayapnya, pada jantan yang casque berwarna lebih cerah/merah dibanding betina sangat jelas terdengar.  Betina ukuran tubuhnya lebih kecil, warna bulu kepala dan lehernya hitam dan casque berwarna kuning dengan ukuran lebih kecil dari tanduk jantan  Pada jantan dan betina dewasa terdapat garis di pangkal paruh yang kombinasinya menyerupai huruf „V‟, atau tanda pangkat pada anggota militer; jumlah garis tersebut sering diasosiasikan dengan umur individu julang sulawesi tersebut.  Berat julang dapat mencapai 3,6 kg  Bulu mata pada julang diketahui dapat digunakan sebagai salah satu faktor untuk menarik pasangannya  Keberadaan burung ini mudah terdeteksi, selain ukuran tubuhnya yang besar juga suaranya yang khas serta kepakan sayapnya yang sangat jelas terdengar

Gambar 79 Sepasang julang sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 79 Sepasang julang sulawesi (Foto Abdul Haris Mustari)

Gambar 80 99.Julang Julang sulawesi ,sulawesi jantan dewasa Rhyticeros (kiri), dan betina cassidix dewasa, jantan (kanan) dewasa (Foto Abdul (kiri), Haris Mustari) dan betina dewasa (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologiDO 135 Julang sulawesi Rhyticeros cassidix Knobbed Hornbill Perilaku

Gambar 80 Julang sulawesi, jantan dewasa (kiri), dan betina dewasa (kanan) (Foto Abdul Haris Mustari)

Informasi singkat mengenai ekologiDO Julang sulawesi Rhyticeros cassidix Knobbed Hornbill Perilaku Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Informasi singkat mengenai ekologi Julang sulawesi Rhyticeros cassidix Knobbed Hornbill

Perilaku • Hidup berpasangan (monogami). • Biasa terbang rendah diatas kanopi hutan secara berpasangan berkelompok. • Sering dijumpai mencari makan di pohon beringin yang sedang berbuah. • Kadang berkumpul dalam jumlah sangat banyak sekitar 50 individu pada saat musim berbuah beringin dan pohon penghasil buah yang lain, dan pada hutan primer.

Reproduksi • Julang sulawesi memanfaatkan hutan yang menyediakan pohon- pohon besar untuk membuat sarang. Julang sulawesi membuat sarang di lubang pohon yang besar dan tinggi, biasanya di tengah hutan yang jauh dari aktivitas manusia. Selama musim berbiak, burung betina bertugas mengerami telur dan memberi makan anaknya di dalam sarang, sedangkan burung jantan mencari makan dan memberikannya kepada betina. Pada saat mengerami burung betina masuk kedalam sarang kemudian lubang akan ditutup dengan lumpur atau kotoran sehingga hanya tersisa satu lubang kecil dan akan keluar ketika anak- anaknya mulai belajar terbang.

Pakan • Makanan Julang sulawesi terutama buah-buahan dan sesekali binatang-binatang kecil seperti kadal, kelelawar, tikus, ular dan berbagai jenis serangga.

136 23. Eboni

• Julang sulawesi sangat menyukai buah beringin (Ficus obscura, F.virens, F.drupace, F. hirta, F.tinctoria, F.altissima). Kadang-kadang, burung ini berkumpul dalam jumlah besar pada kanopi pohon beringin yang sedang berbuah matang.

Habitat • Pengamat dapat menjumpai burung ini di hutan primer, hutan rawa, hutan sekunder yang tinggi dan hutan mangrove, kadang mengunjungi lahan budidaya yang luas. Bisa ditemui dari permukaan laut sampai 1800 meter diatas permukaan laut.

Penyebaran alami Endemik Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya termasuk Pulau Lembeh, Kepulauan Togean, Pulau Muna dan Pulau Buton.

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Julang sulawesi dapat dikenali dari suara kepakan sayapnya yang keras dan bisa terdengar dari jarak yang cukup jauh karena burung ini berukuran cukup besar dan biasa terbang rendah di atas kanopi pohon.

137 21. Kangkareng sulawesi

Suku : Bucerotidae Nama Latin : Penelopides exarhatus Temminck, 1823 Nama Inggris : Sulawesi Hornbill Nama Lokal : Tetero, Kokoro, Karo-karo, Kara-kara, Kolo-kolo, Kora-kora Status konservasi : IUCN : Least Concern (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No. P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Warna bulu Kangkareng sulawesi didominasi warna hitam legam, sampai ke ekornya. • Pada burung jantan, bulu pada bagian wajah dan tenggorokan berwarna kuning. • Pada burung betina, bulu pada bagian wajah dan tenggorokan berwarna hitam. • Ukuran tubuh dapat mencapai panjang 75 cm. • Pada jantan, warna paruh berwarna merah agak pucat, ada variasi coretan hitam pada paruh bagian bawah, terdapat ketopang atau semacam tonjolan kecil di atas paruh. • Pada betina, warna paruh berwarna hitam agak pucat, terdapat ketopang atau semacam tonjolan kecil di atas paruh.

Identifikasi :

 Warna bulu Kangkareng sulawesi didominasi warna hitam legam, sampai ke ekornya  Pada burung jantan, bulu pada bagian wajah dan tenggorokan berwarna kuning  Pada burung betina, bulu pada bagian wajah dan tenggorokan berwarna hitam  Ukuran tubuh dapat mencapai panjang 75 cm  Pada jantan, warna paruh berwarna merah agak pucat, ada variasi coretan hitam pada paruh bagian bawah, terdapat ketopang atau semacam tonjolan kecil di atas paruh  Pada betina, warna paruh berwarna hitam agak pucat, terdapat ketopang atau semacam tonjolan kecil di atas paruh  Terdapat dua variasi sub spesies, Penelopides exarhatus exarhatus (Sulawesi utara): pada jantan, terdapat coretan hitam pada rahang bagian bawah; Penelopides exarhatus sanfordi (seluruh Sulawesi kecuali utara): pada jantan, rahang bagian bawah berpalang hitam

21. Kangkareng sulawesi

• Terdapat dua variasi sub spesies, Penelopides exarhatus exarhatus (Sulawesi utara): pada jantan, terdapat coretan hitam pada rahang bagian bawah; Penelopides exarhatus sanfordi (seluruh Sulawesi kecuali utara): pada jantan, rahang bagian bawah berpalang hitam.

Gambar 100. Kangkareng sulawesi Penelopides exarhatus, betina dewasa Gambar 81 Kangkareng sulawesi, jantan dewasa ( (kiri) dan(Foto betina Abdul Harisdewasa Mustari) (kanan) Foto Abdul Haris Mustari) Informasi singkat mengenai ekologi Kangkareng sulawesi Penelopides exarhatus Informasi singkat mengenai ekologi Sulawesi Hornbill Kangkareng sulawesi Perilaku • Diluar musim mengeram mereka membentuk kelompok dan dapat Penelopides exarhatus menempati tempat beristirahat bersama 100 ekor kangkareng lainnya Sulawesi Hornbill (membuat tempat peristirahatan yang sama).

Perilaku 139  Diluar musim mengeram mereka membentuk kelompok dan dapat menempati tempat beristirahat bersama 100 ekor kangkareng lainnya (membuat tempat peristirahatan yang sama)  Burung kangkareng hitam termasuk burung yang suka hiruk pikuk karena mereka memperdengarkan segala macam bunyi siulan, kotekan, dan eraman Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

• Burung kangkareng hitam termasuk burung yang suka hiruk pikuk karena mereka memperdengarkan segala macam bunyi siulan, kotekan, dan eraman. • Biasanya mencari makan secara berpasangan pada tajuk atas dan tajuk tengah di hutan lebat.

Reproduksi • Burung kangkareng bertelur berjumlah 2 butir, berwarna putih krem dan ukurannya sebesar telur itik. • Burung betina bertelur di dalam sarang yang dibuat dari pohon yang berlubang, kemudian ditutup dengan tanah dicampur air liurnya. • Telur akan menetas setelah dierami induk selama 28 hari.

Pakan • Pada habitat aslinya burung kangkareng memakan buah-buahan sebagai makanan utama, seperti buah beringin dan palem. selain itu juga makan serangga, cacing, siput, katak, tikus dan kadal.

Habitat • Pengamat dapat menjumpai kangkareng sulawesi menghuni hutan primer, tepi hutan, dan hutan rawa kadang di hutan sekunder yang tinggi, bisa ditemui dari permukaan laut sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut.

Penyebaran alami • Endemik Sulawesi.

140  Biasanya mencari makan secara berpasangan pada tajuk atas dan tajuk tengah di hutan lebat

Reproduksi  Burung kangkareng bertelur berjumlah 2 butir, berwarna putih krem dan ukurannya sebesar telur itik  Burung betina bertelur di dalam sarang yang dibuat dari pohon yang berlubang, kemudian ditutup dengan tanah dicampur air liurnya  Telur akan menetas setelah dierami induk selama 28 hari

Pakan  Pada habitat aslinya burung kangkareng memakan buah-buahan sebagai makanan utama, seperti buah beringin dan palem. selain itu juga makan serangga, cacing, siput, katak, tikus dan kadal

Habitat  Pengamat dapat menjumpai kangkareng sulawesi menghuni hutan primer, tepi hutan, dan hutan rawa kadang di hutan sekunder yang tinggi, bisa ditemui dari permukaan laut sampai21. ketinggianKangkareng 1500 sulawesi meter di atas permukaan laut

Penyebaran alami  EndemikIdentifikasi Sulawesi tanpa perjumpaan langsung

Identifikasi• Keberadaan tanpa perjumpaan burung langsung ini secara tidak langsung dapat diketahui dari  Keberadaankeberadaan burung ini secara sarangnya tidak langsung di lubang dapat diketahui pohon. dari keberadaan sarangnya di lubang pohon

Julang sulawesi (Rhyticeros cassidix) Kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus)

GambarGambar 82 Penyebaran 101. Penyebaranjulang sulawesi dan julang kangkareng sulawesi Sulawesi dan (IUCN kangkareng 2016) sulawesi (IUCN 2016) 22. Elang sulawesi Suku : Accipitridae Nama Latin : Nisaetus lanceolatus Temminck & Schlegel, 1844 Nama Inggris : Sulawesi Hawk-eagle Nama Lokal : Garasuma (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Least Concern (versi 3.1) CITES : Appendix II Permenlhk No. P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi :

141 22. Elang sulawesi

Suku : Accipitridae Nama Latin : Nisaetus lanceolatus Temminck & Schlegel, 1844 Nama Inggris : Sulawesi Hawk-eagle Nama Lokal : Garasuma (Tolaki) Status konservasi : IUCN : Least Concern (versi 3.1) CITES : Appendix II Permenlhk No. P.106/2018: Dilindungi pemerintah RI

Identifikasi : • Pada elang dewasa warna bulu bagian atas cokelat gelap, bulu bagian atas leher berwarna cokelat karat dan terdapat setrip-setrip hitam. • Pada elang dewasa bulu pada bagian muka agak gelap. • Pada elang dewasa bulu dada berwarna merah karat dengan setrip- setrip hitam yang tersebar tidak beraturan. • Pada elang dewasa bulu bagian perut dan penutup sayap bawah berwarna hitam dan putih dengan pola bergaris-garis tidak beraturan. • Pada elang dewasa bulu ekor bagian bawah berwarna hitam dan putih diselingi warna kuning dengan pola bergaris-garis beraturan dengan jarak yang teratur antar tiap garis; tungkai berbulu. • Panjang tubuh elang dewasa 56–64 cm.

 Pada elang dewasa warna bulu bagian atas coklat gelap, bulu bagian atas leher berwarna coklat karat dan terdapat setrip-setrip hitam  Pada elang dewasa bulu pada bagian muka agak gelap  Pada elang dewasa bulu dada berwarna merah karat dengan setrip-setrip hitam yang tersebar tidak beraturan 22. Elang sulawesi  Pada elang dewasa bulu bagian perut dan penutup sayap bawah berwarna hitam dan putih dengan pola bergaris-garis tidak beraturan • PadaPada elang elangdewasa remajabulu ekor warnabagian bawah bulu berwarnakepala hitamdan danbagian putih dadadiselingi serta warna perutkuning dengan pola bergarisbawah-garis berwarnaberaturan dengan krem jarak pucat, yang teratur pada antar bagian tiap garis dada; tungkai ada berbulu setrip hitam  Panjangyang tubuh tidak elang teratur. dewasa 56-64 cm • PadaPada elang elang remaja remaja, warna bulu tubuh kepala tidak dan bagian terlalu dada kekar, serta lebihperut bawahkecil, berwarnaparuh masihkrem pucat, pada bagian dada ada setrip hitam yang tidak teratur belum tegas (lemah), tungkai tidak berbulu, kedua sayap lebih panjang,  Pada elang remaja, tubuh tidak terlalu kekar, lebih kecil, paruh masih belum tegas (lemah), tungkai tidak ekor bagian bawah bercorak dengan jarak yang tidak teratur. berbulu, kedua sayap lebih panjang, ekor bagian bawah bercorak dengan jarak yang tidak teratur • PadaPada elang elanganakan anakanbulu kepala, bulu leher, kepala, dada dan leher, perut dadaberwarna dan putih perut dan belumberwarna terlihat putihadanya setrip hitam dan belum terlihat adanya setrip hitam.

GambarGambar 102. 8Elang3 Elang sulawesi sulawesi, Nisaetus lanceolatus lanceolatus, individu, individu muda (Foto muda Abdul (Foto Haris Mustari) Abdul Haris Mustari)

143 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Gambar 103. Penyebaran elang sulawesi (IUCN 2017) Gambar 84 Penyebaran elang sulawesi (IUCN 2017)

Informasi singkat mengenaiInformasi ekologi singkat mengenai ekologi Elang Sulawesi Elang sulawesi Nisaetus lanceolatus Nisaetus lanceolatus Sulawesi Hawk-eagle Sulawesi Hawk-eagle Perilaku  Bertengger di dahan yangPerilaku tersembunyi menunggu mangsa, kemudian menukik cepat untuk menyerang mangsa, lebih suka berburu di padang rumput terbuka sekitar hutan • Bertengger di dahan yang tersembunyi menunggu mangsa, kemudian Reproduksi menukik cepat untuk menyerang mangsa, lebih suka berburu di padang rumput terbuka sekitar hutan.  Tercatat bersarang pada bulan Agustus, sarang berada 20 m di atas permukaan tanah pada pohon yang besar dan dipenuhi epifit Reproduksi Pakan • Tercatat bersarang pada bulan Agustus, sarang berada 20 m di atas  Memakan burung, kadal, ular,permukaan dan mamalia tanah kecil pada pohon yang besar dan dipenuhi epifit.

Habitat 144  Pengamat dapat menjumpai Elang sulawesi di hutan primer dan hutan sekunder tinggi, hutan perbukitan, hutan pegunungan sampai pedesaan yang terbuka dari permukaan laut sampai ketinggian 2300 meter diatas permukaan laut

Penyebaran alami  Endemik di Sulawesi dan kepulauan Sula, Lembeh, Muna, Buton, Kepulauan Banggai (Peleng, Labobo)

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung  Keberadaan burung ini secara tidak langsung dapat diketahui dari keberadaan sarangnya di pohon yang tinggi

23. Eboni Suku : Ebenaceae Nama Latin : Diospyros celebica Bakh Nama Inggris : Macassar ebony Nama Lokal : Eboni, Amara, Ayu Maito, Aju lotong,Kalaero Batu Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No. P.106/2018:-

22. Elang sulawesi

Pakan • Memakan burung, kadal, ular, dan mamalia kecil.

Habitat • Pengamat dapat menjumpai elang sulawesi di hutan primer dan hutan sekunder tinggi, hutan perbukitan, hutan pegunungan sampai pedesaan yang terbuka dari permukaan laut sampai ketinggian 2300 meter diatas permukaan laut.

Penyebaran alami • Endemik di Sulawesi dan kepulauan Sula, Lembeh, Muna, Buton, Kepulauan Banggai (Peleng, Labobo).

Identifikasi tanpa perjumpaan langsung • Keberadaan burung ini secara tidak langsung dapat diketahui dari keberadaan sarangnya di pohon yang tinggi.

145 23. Eboni

Suku : Ebenaceae Nama Latin : Diospyros celebica Bakh Nama Inggris : Macassar ebony Nama Lokal : Eboni, Amara, Ayu Maito, Aju lotong, Kalaero Batu Status konservasi : IUCN : Vulnerable (versi 3.1) CITES : Appendix II PermenLHK No. P.106/2018:-

Identifikasi : • Beberapa nama lokal kayu eboni di antaranya kayu itam, toetandu, sora, aju lotong, dan kayu maitong. • Eboni memiliki batang yang lurus dapat mencapai tinggi 40 m dengan garis tengah batang 100 cm dan sering berbanir besar. • Kulit batangnya beralur dan mengelupas kecil-kecil, berwarna cokelat- hitam. • Daunnya tunggal berseling, berbentuk jorong memanjang, permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu. Permukaan atas daun tidak berbulu dan berwarna hijau tua. • Bunganya mengelompok pada ketiak daun, berwarna putih. • Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai cokelat bila tua. • Eboni terdiri atas kayu gubal yang berwarna putih sampai merah muda dan kayu teras yang berwarna hitam atau cokelat bergaris-garis.

Identifikasi :

 Beberapa nama lokal kayu eboni diantaranya kayu itam, toetandu, sora, aju lotong, dan kayu maitong  Eboni memiliki batang yang lurus dapat mencapai tinggi 40 m dengan garis tengah batang 23.100 Ebonicm dan sering berbanir besar  Kulit batangnya beralur dan mengelupas kecil-kecil, berwarna coklat-hitam  Daunn• ya tungalBijinya berseling, berbentuk berbentuk agak jorong lonjongmemanjang, tidak permukaan sempurna bawahnya berbulu dengan dan berwarna salah hijau satu abu-abu. Permukaansisi meruncing atas daun tidak membentuk berbulu dan berwarna segitiga, hijau tua berwarna cokelat tua dengan  Bunganyadiselingi mengelompok corak pada garisketiak daun,berwarna berwarna cokelat putih muda.  Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah kuning sampai coklat bila tua  Eboni• terdiriDaging atas kayu buahnya gubal yang berwarna yang berwarna putih sampai keputihanmerah muda dan kayusering teras yangdimakan berwarna hitamsatwa, atau coklatmisalnya bergaris-garis monyet hitam sulawesi, anoa, babirusa, babi hutan sulawesi,  Bijinya berbentukdan kelelawar. agak lonjong tidak sempurna dengan salah satu sisi meruncing membentuk segitiga, berwarna coklat tua dengan diselingi corak garis berwarna coklat muda  Daging• buahnyaKayu eboniyang berwarna sangat keputihanberat, dengan sering dimakan berat jenissatwa, 0,76.misalnya monyet hitam sulawesi, anoa,babirusa,babi hutan sulawesi, dan kelelawar • Kelas keawetan dan kekuatannya digolongkan dalam kelas satu  Kayu eboni sangat berat, dengan berat jenis 0,76  Kelas keawetandan termasukdan kekuatann salahya digolongkan satu kayu dalam mewahkelas satu (danfancy termasuk wood salah) yang satu kayudimiliki mewah (fancy woodIndonesia.) yang dimiliki Indonesia

GambarGambar 8 5104. Eboni Eboniatau kayu atauhitam Sula kayuwesi hitam(Foto Abdul sulawesi Haris Mustari) (Foto Abdul Haris Mustari) Informasi singkat mengenai ekologi 147 Eboni Diospyros celebica Indonesian Ebony Reproduksi  Perbanyakan dari biji, pertumbuhannya tergolong lambat, seperti halnya jenis tumbuhan yang memiliki kualitas kayu yang baik

Habitat  Jenis ini dapat dijumpai di hutan primer pada tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik pada ketinggian sampai 400 m dpl

Penyebaran alami  Hanya terdapat di Sulawesi

Manfaat tumbuhan  Karena kualitasnya yang baik, dan mempunyai corak yang khas, kayu ini termasuk kayu mewah dan mempunvai banyak kegunaan termasuk di antaranya untuk tiang jembatan, vinir mewah, mebel, patung, ukiran dan hiasan rumah

Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Informasi singkat mengenai ekologi Eboni Diospyros celebica Indonesian Ebony

Reproduksi • Perbanyakan dari biji, pertumbuhannya tergolong lambat, seperti halnya jenis tumbuhan yang memiliki kualitas kayu yang baik.

Habitat • Jenis ini dapat dijumpai di hutan primer pada tanah liat, pasir atau tanah berbatu-batu yang mempunyai drainase baik pada ketinggian sampai 400 m dpl.

Penyebaran alami • Hanya terdapat di Sulawesi.

Manfaat tumbuhan • Karena kualitasnya yang baik, dan mempunyai corak yang khas, kayu ini termasuk kayu mewah dan mempunyai banyak kegunaan termasuk di antaranya untuk tiang jembatan, vinir mewah, mebel, patung, ukiran dan hiasan rumah.

148 23. Eboni

Kayu eboni memiliki corak yang khas (Foto Abdul Haris Gambar 105.Gambar 86 Kayu eboni memiliki corak yang khas (Foto Abdul Haris Mustari) Mustari)

DiDi Indonesia Indonesia terdapat terdapat tujuh tujuh spesies spesiesanggota d arianggota genus Diospyros dari genus yaitu DDiospyrosiospyros celebica yaitu Bakh , DiospyrosD.rumphii Bakhcelebica, D.lolin Bakh, Bakh ,D.rumphii D.ebenum Koen Bakh,, D.ferrea D.lolin Bakh Bakh,, D.pilosanthera D.ebenum Blanco Koen, dan D. macrophylla Blanco. Dari tujuh jenis kayu tersebut yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sangat D.ferreadiminati Bakh, oleh konsumen D.pilosanthera di pasaran Blancokayu domestik dan D. maupun macrophylla internasional Blanco. yaitu D. Dari celebica tujuh dan jenisD.rumphii kayu .tersebut Penyebaran yang alami memiliki D. celebica nilai adalah ekonomi di daratan tinggi utama Sulawesi dan sangat (Sulawesi diminati mainland ), dan penyebaran D. rumphii adalah di Kepulauan Sangihe dan Talaud di Sulawesi Utara, Halmahera olehdan konsumenMorotai (Alrasyid di pasaran 2002). D.celebica kayu domestik dan D. rumphii maupun memiliki internasional kesamaan corak yaitudan kualitas D. celebicakayu yang dan sangat D.rumphii mirip sehingga. Penyebaran kadang kadang alami dianggap D. celebica sama di pasaranadalah. di daratan utama Sulawesi (Sulawesi mainland), dan penyebaran D. rumphii adalah di

Kepulauan Sangihe dan Talaud di Sulawesi Utara, Halmahera dan Morotai

(Alrasyid 2002). D.celebica dan D. rumphii memiliki kesamaan corak dan DAFTAR PUSTAKA kualitas kayu yang sangat mirip sehingga kadang-kadang dianggap sama di Alrasyidpasaran. H. 2002. Kajian Budidaya Pohon Eboni. Berita Biologi 6 (2). Edisi Khusus Manajemen Eboni. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.

Ambagau Y. 2010. Analisis kesesuaian habitat burung maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Bashari H, Lela MW, Kobandaha M, Rahmanita D, Teguh H. 2018. Prosedur tata kelola lokasi peneluran maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Kotamobagu (ID). Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone - EPASS Project Bogani Nani Wartabone. Bynum EL, Bynum DZ, Froehlich JW, Supriatna J. 1997. Revised geographic ranges and hybridization in Macaca tonkeana and Macaca hecki. Tropical Biodiversity 4: 23149-31. DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid H. 2002. Kajian Budidaya Pohon Eboni. Berita Biologi 6 (2). Edisi Khusus Manajemen Eboni. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. Ambagau Y. 2010. Analisis kesesuaian habitat burung maleo (Macrocephalon maleo) di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Bynum EL, Bynum DZ, Froehlich JW, Supriatna J. 1997. Revised geographic ranges and hybridization in Macaca tonkeana and Macaca hecki. Tropical Biodiversity 4: 23-31. Clayton LM. 1996. Conservation biology of the babirusa Babyrousa babyrussa in Sulawesi, Indonesia [PhD.dissertation]. Oxfor (UK). University of Oxford. Coates BJ, Bishop KD. 1997. Panduan lapangan burung-burung di kawasan Wallacea. BirdLife International-IP & Dove Publications. Australia. Deaner RO, Barton RA, van Schaik CP. 2003. Primate brains and life histories: renewing the connection. In: Peter M. Kappeler, Michael E. Pereira (eds). Primate life histories and socioecology. The University of Chicago Press, Chicago, USA. Dekker RWRJ. 1990. The distribution and status of nesting grounds of the maleos (Macrocephalon maleo) in Sulawesi, Indonesia. Biological Conservation 51: 139-150. http://sciencedirect.com/science [5 Oktober 2009]. del Hoyo J, Elliot A, Saratal J. (eds). 1994. Handbook of the birds of the world volume 2, new world vultures to Guineafowl. Birdlife International and Lynx Editions. Barcelona. Doyen SG, Supriatna J. 2010. Indonesian Primates. Merker S (ed). New York (US): Springer. Evans BJ, Supriatna J, Melnick DJ. 2001. Hybridization and population genetics of two macaque species in Sulawesi, Indonesia. Evolution 55: 1686-1702. Daftar Pustaka

Fairuztania ZZ, Mustari AH. 2017. Karakteristik habitat dan populasi monyet butung (Macaca ochreata) di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara. Jurnal Wasian 4(2):97-108. Fooden J. 1969. and evolution of the monkeys of Celebes.Bibl. Primatol. 10:1-148. Fooden J. 1980. Classification and distribution of living macaques (Macaca lecepede, 1799). In: Lindburg DG (ed). The macaques: studies in ecology, behavior and evolution. New York: Van Nostrand Reinhold. Pp 1-9. Gerold G, Fremerey M, Guhardja E.2004. Land use, nature conservation and stability of rain forest margins in Southeast Asia. Merker S, Yustian I, Mühlenberg M (eds). Heidelberg (DEU): Springer. Groves C, Meijaard E. 2002. Proposal for taxonomic changes within the genus Babyrousa. Asian Wild Pig News 2 (1): 9-10. Groves C, Shekelle M. 2010. The genera and species of tarsiidae. Int.J. of Primatol. 31(6): 1071-1082. Grow NB. 2013. Altitudinal Effects on the behavior and morphology of pygmy tarsier (Tarsius pumilus) in Central Sulawesi, Indonesia.[PhD dissertation].Texas (USA). Texas A&M University. Gursky S. 2000. Effect of seasonality on the behavior of an insectivorous primate,Tarsius spectrum. Int. J. of Primatol. 21(3): 477-495. Holmes D, Phillips K. 1999. Burung-burung di Sulawesi. Puslitbang Biologi- LIPI. Bogor. Ito M, Nakata H, Jaga IM and Balik IW. 2005. Status of Togian babirusa (Babyrousa babyrussa togeanensis) on Malenge Island, Central Sulawesi. In: Sugiri N, Mustari AH., Suwelo IS. and Djuwita I. (eds). 2005. “Kumpulan makalah seminar sehari. Peduli Anoa dan babirusa (Bogor, 20 Sept. 2005)”. IPB, Departemen Kehutanan, LIPI dan Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia. pp 71-77. IUCN. 2008. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T136319A4273932. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2008. RLTS.T136319A4273932.en.

151 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

IUCN. 2016. The IUCN Red List of Threatened Species 2016: e.T3126A46364222. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-2. RLTS.T3126A46364222.en. IUCN. 2017. The IUCN Red List of Threatened Species 2017: e.T3126A46364222. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-2. RLTS.T3126A46364222.en. Jamaludin M. 2007. Studi populasi dan penyebaran babi hutan sulawesi (Sus celebensis, Muller and Schlegel 1843) di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Jones-Engel L, Engel GA, Schillaci MA, Babo R, Froehlich J. 2001. Detection of antibodies to selected human pathogens among wild and pet macaques (Macaca tonkeana) in Sulawesi, Indonesia. Am. J. of Primatol. 54: 171-178. Jones-Engel L, Schillaci M, Engel G, Paputungan U, Froehlich J. 2005. Characterizing primate pet ownership in Sulawesi: implications for disease transmission. In: Paterson JD, Wallis J (eds). Commensalism and conflict: the human-primate interface. Norman, OK.Am. Soc. of Primatol. P 196-221. Kurniawan I. 2010. Keragaman morfometris tengkorak anoa (Bubalus spp.) dari berbagai region di Sulawesi. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Leus K. 1994. Foraging behaviour, food selection and diet digestion of Babyrousa babyrussa (Suidae, Mammalia). [PhD dissertation]. Edinburgh (UK). The University of Edinburgh. Leus K. 1996. The habitat and diet of the Sulawesi babirusa (Babyrousa babyrussa). In Manansang, J, Macdonald AA, Siswomartono D, Miller P and Seal U (eds). Population and habitat viability assessment for the babirusa (Babyrousa babyrussa). Report. Conservation Breeding Specialist Group (SSC/IUCN): Apple Valley, MN. Macdonald AA. 2008. Ökologie und Schutz des Hirschebers [The ecology and conservation of the Babirusa (Babyrousa babyrussa] In: Macdonald AA & Gansloßerm U (eds) Wilde Schweine und Flußpferde, Filander Verlag: Fürth, pp 137-154. 152 Daftar Pustaka

Macdonald AA. 1993. The Babirusa, Babyrousa babyrussa. In Status survey and conservation action plan: Pigs, Peccaries and Hippos. (Oliver WRL, ed.), IUCN; Gland, Switzerland pp 161-171. MacKinnon J. 1981. Methods for the conservation of maleo birds (Macrocephalon maleo) on the island of Sulawesi, Indonesia. Biological Conservation 20: 183-193. http://sciencedirect.com/ science [5 Oktober 2009]. Mansyur FI, Mustari AH, Prasetyo LB. 2016. Karakteristik habitat tarsius (Tarsius sp.) berdasarkan lokasi tidur di hutan Lambusango Pulau Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Media Konservasi 21 (2):135- 142. Mansyur FI. 2012. Karakteristik habitat dan populasi Tarsius (Tarsius fuscus Fischer 1804) di Resort Balocci, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Mardiastuti A, Soehartono T. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Jakarta (ID). Japan International Cooperation Agency. Martawijaya A, Kartasujana I. 1977. Ciri umum, sifat dan kegunaan jenis- jenis kayu I Indonesia. Publikasi Khusus Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 41, 22–23; 89. Maryanto I, Maharadatunkamsi, Achmadi AS, Wiantoro S, Sulistyadi E, Yoneda M, Suyanto A, Sugrdjito J. 2019. Checklist of the of Indonesia 3rd edition. Bogor (ID). LIPI. Merker S, Groves C. 2006. Tarsius lariang: A new primate species form Western Central Sulawesi. Int.J. of Primatology. 27(2):465–485. Merker S, Yustian I, Mühlenberg M. 2005. Responding to forest degradation: altered habitat use by Dian’s tarsier Tarsius dianae in Sulawesi, Indonesia. Oryx 39(2): 189–195. Mustari AH, Amnur NA, Kartono AP. 2015. Karakteristik habitat preferensial tarsius (Tarsius fuscus) di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Media Konservasi 20 (1): 1 – 8.

153 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Mustari AH, Mansyur FI, Rinaldi D. 2013. Karakteristik habitat dan populasi tarsius (Tarsius fuscus Fischer 1804) di Resort Balocci, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Sulawesi Selatan. Media Konservasi 18 (1):47–53. Mustari AH, Masyud B. 2001. Kebutuhan nutrisi anoa (Bubalus spp.). Media Konservasi 7(2):75–80. Mustari AH, Prilianti AU, Masyud B. 2016. Pakan dan perilaku makan anoa (Bubalus sp) di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Media Konservasi 20(3):261–268. Mustari AH. 1997. Illegal hunting of anoa (Bubalus spp.) in Southeast Sulawesi. Paper presented at the second International Conference on Eastern Indo-Australian Vertebrate Fauna, Lombok, Indonesia (December 10-13,1996). Mustari AH. 2002. Ekologi makan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara. In: Sugir N, Suwelo IS, Wiryawan KG, Prawiradilaga DM, Syam A, Farida WR (eds). Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Konservasi Ungulata; Bogor, 5 Februari 2002. Bogor: PSIH IPB, Puslit Biologi LIPI, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Dephut. Mustari AH. 1995. Population and behaviour of lowland anoa Bubalus( depressicornis Smith) in Tanjung Amolengu Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi, Indonesia [MSc. thesis]. Gottingen (DEU). George-August University. Mustari AH. 1996. Population and behaviour of lowland (Bubalus depressicornis) in Tanjung Amolengo Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi, Indonesia. Media Konservasi 5(1):1-3. Mustari AH. 2003. Ecology and conservation of lowland anoa (Bubalus depressicornis) in Sulawesi, Indonesia. [PhD.dissertation]. Armidale (AU). University of New England. Mustari AH. 2009. Population density of Sulawesi’s forest ungulates in Tanjung Peropa and Tanjung Amolengo Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi. Media Konservasi 14(2): 89-94.

154 Daftar Pustaka

Mustari AH. 2011. Nutritional analysis of anoa Bubalus( depressicornis) and (Bubalus quarlesi) food plants in Tanjung Peropa Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi. Media Konservasi 16(2): 92-94. Mustari AH. 2019. Ekologi, Perilaku, dan Konservasi Anoa. Bogor (ID). IPB Press. Neumann C, Assahad G, Hammerschmidt K, Perwitasari, Farajallah D, Engelhardt A. 2010. Loud calls in male crested macaques, Macaca nigra: a signal of dominance in a tolerant species. Behaviour 79: 187-193. Nugraha R, Mustari AH. 2017. Karakteristik habitat dan jenis pakan kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus) di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, Sulawesi Tenggara. Jurnal Wasian 4(2): 55-68. Patry M, Leus K, and Macdonald AA. 1995. Group structure and behaviour of babirusa (Babyrousa babyrussa) in northern Sulawesi. Aust. J. of Zoology 43:643-655. Prawiradilaga DM. 2006. Mengenal burung di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. LIPI. Indonesia. Repi T, Masyud B, Mustari AH, Prasetyo LB. 2019. Daily activity and diet of Talaud bear cuscus (Ailurops melanotis Thomas, 1898) on Salibabu Island, North Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas 20(9): 2636-2644. Riley EP, Suryobroto B, Maestripieri D. 2007. Distribution of Macaca ochreata and identification of mixed ochreata-tonkeana groups in South Sulawesi, Indonesia. Primate Conservation 22: 129-133. Riley EP. 2010. The endemic seven: four decades of research on the Sulawesi macaques. Evol. Anthrop. 19: 22-36. (www.interscience. wiley.com). Riswan S. 2002. Kajian biologi eboni (Diospyros celebica Bakh.) Berita Biologi 6(2):211-218. Rosyid A. 2018. Populasi dan pemodelan kesesuaian habitat tangkasi (Tarsius lariang) di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. [disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

155 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Rowe N. 1996. The pictorial guide to the living primates. East Hampton (US). Pegonias Press. Salas L, Dickman C, Helgen K and Flannery T. 2019. Ailurops ursinus. The IUCN Red List of Threatened Species 2019: e.T40637A21949654. https://dx.doi.org/10.2305. Selmier VJ. 1983. Bestandsgrosse und Verhalten des Hirschebers (Babyrousa babyrussa) auf den Togian Inseln. Bongo Berlin 7: 51- 64. Shekelle M, Groves CP, Merker S, Supriatna J. 2008. Tarsius tumpara: a new tarsier species from Siau Island, North Sulawesi. Primate Conservation (23): 55-64. Shekelle M, Salim A. 2008. Tarsius tarsier. The IUCN Red List of Threatened Species 2008: e.T21491A9288932. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN. UK.2008.RLTS.T21491A9288932.en. Downloaded on 22 February 2020. Shekelle M, Groves CP, Maryanto I, and Mittermeier RA. 2017. Two new tarsier species (Tarsiidae Primates) and the Biogeography of Sulawesi Indonesia. Primate Conservation 31. Shekelle M, Groves CP, Maryanto I, Mittermeier RA, Salim A, and Springer MS. 2019. A New Tarsier Species from the Togean Islands of Central Sulawesi, Indonesia, with References to Wallacea and Conservation on Sulawesi. Primate Conservation 33. Supriatna J dan Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta (ID). Yayasan Obor Indonesia. Syahrullah FN. 2017. Habitat, populasi, dan persebaran lakasinding (Tarsius pelengensis) di Pulau Peleng Sulawesi Tengah. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. van Strein NJ. 1983. A guide to the tracks of the mammals of western Indonesia. School of Environmental Conservation Management. Bogor.

156 Daftar Pustaka

Wiriosoepartho AS. 1979. Pengamatan habitat dan tingkah lakubertelur burung maleo di komplek hutan Dumoga, Sulawesi Utara. Laporan nomor 315. Lembaga Penelitian Hutan Departemen Pertanian. Bogor. Zieren M. 1985. Maleo birds (Macrocephalon maleo) in the Dumoga- Bone National Park: an analysis of the habitat suitability of nesting grounds. Mimegraphed Report, Agricult. Wageningen Agricultural University.

157 INDEKS

INDEKS NAMA INDONESIA A Anoa dataran rendah 7, 10, 11, 12, 16, 23 Anoa gunung 7, 13, 14, 15, 16

B Babi hutan sulawesi 2, 3, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 147 Babirusa 2, 3, 4, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 43, 45, 46, 47, 147

E Eboni 6, 9, 44, 146, 147, 149 Elang sulawesi 8, 142, 143, 144

J Julang sulawesi 5, 6, 9, 134, 141

K Kakatua-kecil jambul-kuning 8, 129, 130, 131 Kangkareng sulawesi 8, 138, 139 Krabuku 7, 8, 108, 110 Kuskus beruang sulawesi 7, 48, 49, 50, 51, 52, 53 Kuskus talaud 5, 54, 58, 59 Kuskus tembung 7, 62, 63, 64, 65, 66

M Maleo senkawor 8, 123, 125, 128 Monyet boti 5, 84, 88, 91, 92, 100 Indeks

Monyet buton 5, 106, 107 Monyet dare 7, 92, 94, 95, 96 Monyet dige 7, 80, 81, 82, 83 Monyet digo 7, 98, 100, 101, 102 Monyet dihe 7, 76, 77, 78, 79 Monyet fonti 7, 84, 85, 87 Monyet yaki 7, 72, 73 Musang sulawesi 7, 67, 68, 69, 70

T Tangkasi 7, 109, 110 Tarsius 2, 5, 8, 9, 108, 109, 110, 111, 112, 117, 118, 119, 120, 121

INDEKS NAMA ILMIAH A Ailurops melanotis 54, 56 Ailurops ursinus 5, 7, 48, 49, 51, 56, 60

B Babyrousa babyrussa 36, 37 Bubalus depressicornis 7, 9, 10, 11, 16 Bubalus quarlesi 13, 16

C Cacatua sulphurea 5, 8, 129, 130, 131

D Diospyros celebica 6, 8, 9, 44, 52, 146, 148, 149

M Macaca brunnescens 103, 104, 105, 107 Macaca hecki 80, 81, 83

159 Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi

Macaca maura 93, 94, 95, 97 Macaca nigra 5, 7, 72, 73, 75 Macaca nigrescens 74, 76, 77, 78, 79, 82 Macaca ochreata 98, 99, 100, 101, 102 Macaca togeanus 84, 85, 87 Macaca tonkeana 82, 88, 89, 90, 92 Macrocephalon maleo 5, 8, 9, 122, 123, 124, 125 Macrogalidia musschenbroekii 5, 7, 67, 68, 69

N Nisaetus lanceolatus 6, 8, 118, 142, 143, 144

P Penelopides exarhatus 6, 8, 138, 139

R Rhyticeros cassidix 5, 8, 134, 135, 136

S Strigocuscus celebensis 5, 7, 62, 64 Sus celebensis 7, 38, 41

T Tarsius dentatus 8, 108, 111, 119 Tarsius fuscus 116 Tarsius lariang 115, 120 Tarsius pumilus 112 Tarsius sangirensis 7, 108, 110, 113, 119 Tarsius tarsier 7, 109, 111, 119

160 TENTANG PENULIS

Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc., lahir di Bone, Sulawesi Selatan. Sekolah lanjutan atas ditempuh di SMPP Negeri 30 Watampone, lulus Sarjana Kehutanan (Ir.) dari Institut Pertanian Bogor; Master of Science (MSc.) dari George-August University, Gottingen, Germany, dengan Thesis berjudul ‘Population and behaviour of lowland anoa (Bubalus depressicornis Smith) in Tanjung Amolengu Wildlife Reserve, Southeast Sulawesi, Indonesia’; dan Doctor of Philosophy (PhD) dari University of New England, Australia, dalam bidang ilmu Natural Resources Conservation, Tropical Forestry, dan Wildlife Ecology, dengan Disertasi berjudul ‘Ecology and conservation of lowland anoa (Bubalus depressicornis) in Sulawesi, Indonesia’. Semenjak tahun 1994 penulis melakukan penelitian mengenai keanekaragaman hayati dan konservasi di Bio-Region Wallacea, serta tenaga ahli dan peserta aktif pada berbagai ekspedisi ilmiah di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Kepulauan Nusatenggara, Maluku dan Papua baik yang dilakukan secara mandiri, bersama mahasiswa IPB maupun dengan TNI dan Kopassus. Penulis mengajar mata kuliah Ekologi Satwaliar, Inventarisasi dan Pemantauan Satwaliar, dan Ekologi dan Konservasi Satwaliar pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Buku yang telah ditulis di antaranya: (1) Manual Identifikasi Beberapa Spesies Kunci di Sulawesi, (2) Buku Panduan Lapang Mamalia Kampus IPB Dramaga, (3) Buku Panduan Lapang Burung Kampus IPB Dramaga, (4) Mengenal Amfibi dan Reptil Kampus IPB Dramaga, (5) Biodiversitas Kupu-kupu di Wilayah Kampus IPB Dramaga, (6) Checklist Jenis-jenis Tumbuhan di Sulawesi Tenggara, dalam bahasa daerah Tolaki, (7) Flora dan Fauna Cagar Alam Leuweung Sancang, (8) Ekologi, Perilaku, dan Konservasi Anoa, dan (9) Biodiversitas Kampus IPB, Bogor: mamalia, burung, amfibi, reptil, kupu kupu, dan tumbuhan. Penulis adalah anggota Asian Wild Cattle Specialist Group (AWCSG) IUCN. Email: [email protected]

Manual Identifikasi dan Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi Bio-Ekologi Spesies Kunci Satwa dan tumbuhan telah ada jauh Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di di sebelum manusia pertama menginjakkan Sulawesi kakinya di bumi Sulawesi. Beragam spesies telah menjalani proses evolusinya menuruti kaidah-kaidah alam, biarkan mereka melanjutkan proses evolusinya itu dan melakukan interaksi dalam komunitas dan ekosistem yang unik dan kompleks di hutan belantara Sulawesi, seunik dan serumit proses geologi pembentukan pulau itu sendiri. Biarkan anoa, babirusa, babi hutan, musang sulawesi, primata, burung serta beragam jenis tumbuhan, dan seluruh satwa kunci Sulawesi tetap memperkaya khasanah keragaman hayati di bumi Sulawesi. Kehidupan dan keberadaannya diapresiasi, seperti kita mengapresiasi diri kita sendiri. Satwa dan tumbuhan adalah bagian penting dari ekosistem, dan kehidupan manusia sangat bergantung pada ekosistem itu. Manusia adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari ekosistem, karena itu Sulawesi merusak ekosistem berarti merusak diri sendiri, dan memusnahkan spesies satwa dan tumbuhan berarti juga akan memusnahkan spesies manusia.

Kehutanan PT Penerbit IPB Press ISBN : 978-623-256-169-4 Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128 Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected] Penerbit IPB Press @IPBpress ipbpress www.ipbpress.com Abdul Haris Mustari