POLA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN TINGKAT KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA (Analisis Klassen Typology Dan Williamson Index)

Pangeran Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Graha Kirana

Abstract This study aims to determine the pattern of economic growth between districts / cities and the level of economic development inter- / city in North Province. This research uses Klassen Typology analysis and Williamson Index analysis. Typology Klassen Analysis Results show that in the period 2010-2012 and the period 2013- 2015, districts / cities that remain in quadrant I are , North Labuhanbatu Regency, City, City, and City. Regencies / cities that remain in quadrant II are Toba , Labuhanbatu Regency, , , and Batu Bara Regency. Regencies / cities that remain in quadrant III are Regency, , , Lawas Regency, North , City. Regencies / cities that remain in quadrant IV are , , , , Humbang Hasundutan Regency, and Padangsidimpuan City. Williamson Iindex analysis shows the average value of IW among regencies / cities in Province is relatively high at 0.4316. This means that the value of inequality in economic development between regencies / cities in North Sumatra Province is very high.

Keywords: Economic Growth, Economic Development Inequality, Klassen Typology, Williamson Index.

Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoretikus menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) saja, akan tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999). Keberhasilan pembangunan suatu daerah bisa dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya. Oleh sebab itu, setiap daerah selalu menetapkan target laju pertumbuhan yang tinggi didalam perencanaan dan tujuan pembangunan daerahnya. Secara sederhana pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perubahan dari Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di tingkat daerah dari tahun ke tahun. Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat diharapkan pertumbuhan tersebut dapat dinikmati merata oleh seluruh masyarakat. Ketimpangan wilayah merupakan salah satu permasalahan yang pasti timbul dalam pembangunan. Ketimpangan yang lazim dibicarakan adalah ketimpangan pembangunan ekonomi. Ketimpangan pembangunan ekonomi secara wajar memang akan terjadi dalam proses pembangunan ekonomi seiring dengan adanya perbedaan sumber daya alam dan infrastruktur yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Walaupun pada dasarnya kesenjangan

116 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember pembangunan adalan inherent dengan proses pembangunan itu sendiri (Ardani, 1992) dalam (Tarmizi, 2011). Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota merupakan aspek yang umum terjadi, Ada beberapa faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antara wilayah yaitu (1) perbedaan kandungan sumber daya alam, (2) perbedaan kondisi demografis, (3) kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, (4) konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan (5) alokasi dana pembangunan antar wilayah. Ukuran ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah atau daerah dapat dianalisis dengan melalui perhitungan Indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Secara luas, apabila angka indeks kesenjangan Williamson semakin mendekati nol, maka menunjukkan kesenjangan yang semakin kecil dna bila angka indeks menunjukkan kesenjangan semakin mendekati satu, maka menunjukkan kesenjangan yang makin lebar. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota dalam suatu provinsi dilihat dari perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi antarwilayah, yaitu perbedaan antara daerah maju dan daerah terbelakang. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan Klassen Typology yaitu dengan mengelompokan daerah-daerah tersebut kedalam beberapa tipe. Daerah tipe I adalah daerah dengan tingkat pendapatan yang tinggi dengan tingkat laju pertumbuhan yang tinggi, daerah tipe II adalah daerah dengan tingkat pendapatan yang rendah tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, daerah tipe III adalah daerah dengan tingkat pendapatan yang tinggi tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang rendah, dan daerah tipe IV adalah daerah dengan tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan yang rendah. Provinsi Sumatera Utara tidak terlepas dari masalah pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kotanya. Sehingga dalam prakteknya bagaimana proses pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah tersebut dapat dimaksimalkan dan menekan nilai ketimpangan pembangunan ekonomi tersebut kearah pemerataan pembangunan ekonomi dengan memaksimalkan sektor- sektor ekonomi yang mempunyai nilai keunggulan kompetitif di setiap daerah untuk dikembangkan. Provinsi Sumatera Utara dipilih sebagai daerah atau objek penelitian pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota adalah karena ingin mengetahui seberapa besar perbedaan pertumbuhan ekonomi dan tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di masing-masing kabupaten/kota dan dampak yang ditimbulkan bagi kesejahteraan masyarakat. Perbedaan pembangunan ekonomi akan membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antar kabupaten/kota yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan regional antar daerah semakin besar. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pelaksanaan pembangunan yang tidak merata pada tiap-tiap kabupaten/kota akan menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi yang tidak merata, dimana jika semakin kecil PDRB per kapitanya maka bisa diartikan semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Begitu juga sebaliknya apabila PDRB semakin besar maka bisa diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Maka untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi suatu daerah menggunakan PDRB per kapita antar kabupaten/kota, karena alat ini merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di suatu daerah.

Tinjauan Pustaka Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan

117 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember datang. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi akan dapat pula dinikmati masyarakat sampai dilapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah (Sirojuzilam, 2015). Pertumbuhan ekonomi diyakini oleh sebagian besar ekonom sebagai indikator yang paling tepat dalam menggambarkan proses kemajuan pembangunan suatu negara. Hal ini terkait dengan kemampuannya dalam menggambarkan tercapainya suatu proses peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kapasitas produksi nasional, peningkatan jumlah konsumsi, dan yang terpenting adalah peningkatan pendapatan. Namun, pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi hanya menggambarkan nilai secara agregat, bukan secara parsial. Faktanya, proses pertumbuhan ekonomi yang terjadi di dunia pada saat ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu dibarengi dengan pembagian porsi pendapatan yang merata diantara para pelaku ekonomi (Lincolin Arsyad, 2010). Menurut Sjafrizal (2012), menyatakan bahwa teori pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan bagian penting dalam analisis ekonomi wilayah dan perkotaan. Alasannya jelas, karena pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi wilayah dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Sasaran utama analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat pertumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat. Disamping itu, analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini juga dapat menjelaskan hubungan antar pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar daerah dan mengapa hal tersebut terjadi. Menurut Sjafrizal (2012), menyatakan bahwa teori pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan bagian penting dalam analisis ekonomi wilayah dan perkotaan. Alasannya jelas, karena pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi wilayah dan mempunyai implikasi kebijakan yang cukup luas. Sasaran utama analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat pertumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat. Disamping itu, analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini juga dapat menjelaskan hubungan antar pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar daerah dan mengapa hal tersebut terjadi.

Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daearah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daearah biasanya terdapat daerah wilayah yang relatif maju (developed region) dann wilayah relatif terbelakang (underdeveloped region) (Sjafrizal, 2012).

Menurut Williamson (1965) Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah dengan daerah lain adalah merupakan suatu yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah (Kuncoro, 2004). Ketimpangan yang paling sering dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan atau antar wilayah. Ketimpangan pembangunan ekonomi dan penghapusan kemiskinan merupakan permasalahan dalam pembangunan. Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah

118 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember ketimpangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan dapat memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunan yang lebih khusus agar permasalahan pembangunan ini bisa dipecahkan dengan perencanaan pembangunan yang lebih baik (Lincolin Arsyad, 2004). Ketimpangan pembangunan ekonomi dapat mengakibatkan konsekuensi sosial dalam pembangunan itu sendiri. Konsekuensi dari ketimpangan pembangunan ekonomi adalah rendahnya mobilitas sosial dan dapat menyebabkan kemiskinan (Colclough, 1990) dalam (Hasan Basri Tarmizi, 2011). Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses tersebut akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Kemudian pada saat proses pembangunan tersebut terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun (Sjafrizal, 2008) dalam (Devi Sitorus, 2012). Menurut Neo-Klasik, ketimpangan pembangunan wilayah terjadi karena adanya perbedaan sumber daya, tenaga kerja, dan modal yang dimiliki oleh tiap daerah adalah berbeda-beda. Hipotesis Neo-Klasik merupakan dasar teoritis terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Termasuk dalam hal ini adalah hasil studi dari Jeffrey G. Williamson yang melakukan pengujian terhadap kebenaran Neo-Klasik tersebut. Menurut Neo-Klasik bahwa ketimpangan wilayah akan berkurang dengan sendirinya. Neo-Klasik berpendapat bahwa dalam awal pembangunan yang dilaksanakan di negara yang sedang berkembang justru ketimpangan meningkat, hal ini dikarenakan pada saat proses pembangunan baru dimulai di negara sedang berkembang, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya di manfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunan sudah lebih baik. Sedangkan daerah-daerah yang masih sangat terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang karena keterbatasan saran dan prasarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Selain faktor ekonomi, faktor sosial- budaya juga turut mempangaruhi ketimpangan pembangunan wilayah (Myrdal, 1976) dalam (Harun, 2012).

Penyebab Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antarwilayah Ketimpangan pembangunan antarwilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan atau memicu terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah tersebut, yaitu sebagai berikut (Sjafrizal, 2012) : 1. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan ekonomi antarwilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing- masing daerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan memengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup banyak akan dapat memproduksi barang dan jasa tertentu dengan biaya relatif murah 2. Perbedaan Kondisi Demografis Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antarwilayah adalah bilamana terdapat perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antardaerah. Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. 3. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

119 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa antarwilayah dapat pula mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan ekonomi antarwilayah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar, maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak akan dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkannya. 4. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan memengaruhi ketimpangan ekonomi antarwilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah di mana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. 5. Alokasi Dana Pembangunan Antarwilayah Tidak dapat disangkal bahwa investasi merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang mendapatkan alokasi investasi swasta ke daerahnya akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi.

Klassen Typology Model yang paling populer untuk mengindetifikasi daerah tertinggal atau perkembangan daerah-daerah berdasarkan pertumbuhan ekonominya adalah model Typology Klassen. Typology Klassen dikenalkan oleh Leo Klassen (1965), Klassen menganggap daerah (regions) sebagai mikrokosmos yang diskrit (discrete microcosms), yaitu daerah ekonomi yang dapat dipahami dengan melalui studi tentang besaran-besaran ekonominya. Dengan menggunakan pendapatan, Klassen mengajukan suatu teknik sederhana yaitu dengan memperbandingkan tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan suatu daerah tertentu dengan tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan nasional, seperti yang ditunjukan pada table 1.

Tabel 1. Tipologi Klassen untuk Pengidentifikasian Daerah Tertinggal

Tingkat pertumbuhan Tingkat pendapatan daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah tingkat pendapatan nasional dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan Tinggi (>1) Rendah (<1) pendapatan nasional Tipe II Tipe I Tinggi (>1) Daerah tertinggal dalam Daerah makmur proses membangun Tipe III Daerah makmur yang Tipe IV Rendah (<1) sedang menurun (potensial Daerah tertinggal untuk tertinggal)

Ada tiga macam daerah yang permasalahannya berbeda yakni kategori II, III, dan IV seperti tampak pada table tersebut. Daerah tipe II adalah daerah dengan tingkat pendapatan

120 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember yang realtif rendah tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, daerah tipe III adalah daerah dengan tingkat pendapatan tinggi tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang rendah, dan daerah tipe IV adalah daerah dengan tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan yang rendah. Daerah yang terakhir merupakan daerah yang menjadi perhatian utama bagi para perencana pembangunan daerah (Lincolin Arsyad, 2010). Menurut Klassen, daerah tertinggal seperti itu karena kondisinya yang tidak menguntungkan, kurang dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Daerah-daerah tersebut tidak dapat bersaing dengan daerah- daerah lainnya paling tidak dalam satu cabang industri. Daerah-daerah tersebut tidak memiliki potensi sumber daya yang menarik termasuk yang sudah dieksploitasi.

Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Tryanto Hery Prasetyo Utomo (2012), dengan judul Analisis Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa . Hasil penelitiannya adalah secara keseluruhan tingkat pertumbuhan ekonomi di semua Kabupaten/Kota mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun selama periode pengamatan, secara rata-rata pertumbuhan ekonominya relatif merata artinya tidak terpaut jauh antar Kabupaten/Kota Lainnya. Pola Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi 3 kategori yaitu Daerah Cepat Tumbuh Dan Berkembang, Daerah Berkembang Cepat dan Daerah Relatif Tertinggal. Setiap Kabupaten/Kota Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memilki Sektor Unggulan sendiri yang dijadikan konsentrasi untuk terus dikembangkan sebagai penunjang nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah yang artinya pembangunan ekonomi antar Kabupaten/Kota merata. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Astari Khairunnisa (2014), dengan judul Analisis Disparitas Pembangunan Ekonomi antar Kecamatan di Kota Medan. Hasi penelitiannya sebagai berikut, Hasil penelitian Klassen Typologi menunjukkan selama periode 2001-2005 dan periode 2006-2010 terdapat 3 kecamatan yang masuk dalam kuadran I (cepat maju, cepat tumbuh), 5 kecamatan yang masuk dalam kuadran II (maju tapi tertekan), 2 kecamatan yang masuk dalam kuadran III (berkembang cepat), 4 kecamatan yang masuk dalam kuadran IV (relative tertinggal) dan 7 kecamatan yang mengalami perubahan pola pembangunan ekonomi. Analisis Williamson Index menunjukkan nilai IW antar kecamatan tergolong rendah dengna rata-rata indeks sebesar 0.16994. sehingga diperlukan strategi dna kebijakan dalam penyelesaian disparities atau ketimpangan yang terjadi di Kota Medan. Penelitian selanjutnya yang terkait dengan ketimpangan dilakukan oleh Ketut Wahyu Dyhatmika (2013), dengan judul Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten cenderung meningkat. Berdasarkan tipologi klassen, Kota dan berada pada kelompok daerah maju dan cepat berkembang, Kabupaten Tangerang pada kelompok daerah berkembang cepat dan daerah lainnya berada pada kategori daerah tertinggal. Hasil analisis data panel dengan metode FEM, penanaman modal asing (PMA) berpengaruh positif dan pengeluaran pemerintah (GE) berpengaruh negatif terhadap ketimpangan, sedangkan variabel tingkat pengangguran (UE) tidak berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten pasca pemekaran wilayah. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ida Ayu Indah Utama dkk (2014), dengan judul penelitian Analisis Ketimpangan Pembangunan Antara Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali terbagi dalam tiga pola yaitu : perekonomian Daerah yang maju dan tumbuh

121 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember cepat, terdiri dari Kabupaten Badung; daerah berkembang cepat tetapi tidak maju, yaitu Kota , Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Buleleng; daerah maju tapi tertekan yaitu Kabupaten Klungkung; dan daerah tertinggal yaitu Kabupaten Tabanan, Jembrana, Bangli dan Karangasem. Indeks Williamson di Provinsi Bali berkisar pada nilai 0,68 yang menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Bali tinggi. Hipotesis Kuznets tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan berbentuk kurva U terbalik tidak berlaku di Provinsi Bali. Oleh karena pertumbuhan pendapatan per kapita selalu diharapkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa sulit dihindari, maka untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pemerataan maka dianjurkan kepada pemerintah memberikan subsidi lebih banyak kepada masyarakat secara langsung berupa “pembayaran transfer”, dan secara tidak langsung melalui subsidi pendidikan, penciptaan lapangan kerja, subsidi kesehatan, dan sebagainya. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Caska dan R.M Riadi (2008) dengan judul penelitian Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antara Daerah di Provinsi Riau. Hasil penelitiannya adalah di dalam pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, daerah yang termasuk daerah yang mengalami cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) hanya 1 (satu) daerah saja yakni Kota . Daerah atau kabupaten yang dikategorikan berkembang cepat dalam arti pertumbuhan (high growth but low income) adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Kabupaten Siak. Untuk daerah atau kabupaten yang maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah pada Kabupaten Indragiri Hilir, Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar, sedangkan daerah yang pembangunan atau pertumbuhan ekonominya relatif tertinggal adalah Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Bengkalis. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Azwar dkk (2013), dengan judul penelitian Disparitas Pertumbuhan Ekonomi antarwilayah di . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi potensi untuk konvergensi karena faktor dominan yang mempengaruhi perbedaan tanpa memasukkan variable efek kumulatif, konsentrasi kegiatan ekonomi antar wilayah yang memiliki efek positif dan dampak negatif dari Indeks Pertumbuhan Manusia (IPM). Dengan memasukkan variabel efek kumulatif, ternyata IPM memiliki efek negatif, sedangkan efek kumulatif dari pertumbuhan antar daerah dan PDB per kapita memiliki dampak positif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesenjangan ekonomi antar wilayah memiliki potensi untuk konvergensi jika dan hanya jika ada intervensi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan daya beli konsumen untuk mengurangi disparitas tersebut. Disarankan agar Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendorong pertumbuhan PDB per tahun, sama dengan atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja sehingga kemakmuran ekonomi juga meningkat (spread effect lebih baik daripada backwash effect) karena efek kumulatif pertumbuhan berlaku di antar kabupaten/kota di Aceh. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Achmad Masnawi dkk (2015), dengan judul penelitian Analisis Pertumbuhan Daerah dan Kesenjangan Pembangunan di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat. Penelitian ini menjelaskan sektor unggulan konteks Pulau Sulawesi dan tingkat disparitas pengembangan daerah Kabupaten Mamuju. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor dasar (keunggulan komparatif) yang digunakan analisis Location Quotient (LQ), analisis saham pergeseran ini digunakan untuk melihat kompetisi sektor. Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk menentukan pola dan struktur pertumbuhan ekonomi. Analisis indeks Williamson dan indeks Theil digunakan untuk mengukur kesenjangan pembangunan. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) sektor unggulan di Kabupaten Mamuju konteks Pulau Sulawesi adalah

122 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember sektor jasa karena pertumbuhan ekonomi dan kemajuan cepat. (2) tingkat Disparitas pembangunan daerah yang terjadi sangat nyata di setiap kabupaten yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di wilayah Kecamatan itu sendiri. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Carlos R. Azzoni (2001), dengan judul penelitian Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Wilayah di Brazil. Penelitian ini menganalisis evolusi ketimpangan regional di Brazil pada periode 1939-1995. Berdasarkan data set yang diselenggarakan oleh penulis, indikator per kapita dispersi pendapatan negara dan antar daerah yang disajikan dan perkembangan dari waktu ke waktu yang telah dianalisis. Korelasi antara daerah mengalami tingkat awal pendapatan per kapita dan itu dianggap pertumbuhan, pengujian untuk konvergensi Beta. Kecepatan konvergensi dihitung dalam dua bentuk yang berbeda yaitu model neoklasik dan koefisien variasi, kemudian untuk analisis oscillations, ketidaksetaraan dari waktu ke waktu dan hubungan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Hipotesis Kuznets, berkaitan dengan ketimpangan pendapatan daerah dan tingkat perkembangan yang telah diuji. Hasil penelitian menunjukkan adanya tanda-tanda konvergensi pendapatan daerah di Brasil, tetapi dengan analisis oscillations penting dalam perkembangan ketidaksetaraan dari waktu ke waktu serta di seluruh wilayah di dalam negeri. Asosiasi kesenjangan regional dengan pertumbuhan pendapatan nasional menghasilkan hasil yang menarik, yang menunjukkan garis menjanjikan untuk penelitian masa depan.

Kerangka Konseptual Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi dihitung dengan melakukan perbandingan antara tahun sedang berjalan dengan tahun yang sebelumnya melalui penyajian PDRB. Ketimpangan pembangunan antar daerah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing – masing daerah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat daerah maju (Development Region) dan daeah terbelakang (Underdevelopment Region). Terjadinya ketimpangan antar daerah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar daerah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar daerah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Untuk menghitung pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota maka penelitian ini menggunankan Typologi Klassen dan Williamson Index. Dari uraian diatas maka konsep kerangka pemikiran tersebut menjadi dasar dalam penelitian ini dan dapat disusun dalam suatu skema yang dapat dilihat dalam gambar 1 berikut :

Pembangunan Daerah di Provinsi Sumatera Utara

Kabupaten Kotamadya 123 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember

Pertumbuhan Ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara

Ketimpangan Ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara

Pertumbuhan Ekonomi Ketimpangan Ekonomi

Klasifikasi Daerah Williamson Index Typology Klassen

Gambar 1. Kerangka Konseptual . Metode Penelitian Berdasarkan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disebutkan, maka penelitian ini disajikan dalam bentuk analisis deskriptif dan kuantitatif. Defenisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi adalah besarnya laju pertumbuhan PDRB di Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota dalam kurun waktu 2010-2015. 2. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar Kabupaten/Kota diukur dengan menggunakan rumus Indeks Williamson dengan kisaran 0-1. 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per kapita adalah nilai PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dibagi dengan jumlah penduduk masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara per tahun atas dasar harga konstan. Populasi yang dipilih oleh peneliti yaitu di Provinsi Sumatera Utara dan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara adalah 33 kabupaten/kota yaitu yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari buku referensi, jurnal, penelitian terdahulu, internet, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunankan analisis deskriptif dan kuantitaif, dimana analisis deskriptif dan kuantitatif ini bertujuan untuk menghitung hal-hal yang terkait dengan tujuan penelitian, yaitu dalam penelitian ini menggunakan analisis Klassen Typologi dan perhitungan indeks ketimpangan daerah yaitu Williamson Index.

Klassen Typologi

124 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Model yang paling popular untuk mengindentifikasi daerah tertinggal adalah Klassen Typologi. Klassen Typolgi digunakan untuk membandingkan daerah dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan dalam empat klasifikasi yaitu daerah I adalah daerah cepat maju dan cepat tumbuh (hight growth and hight income), daerah II adalah daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah III adalah daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah IV adalah daerah relatif tertinggal (low growth and low income).

Tabel 2. Klasifikasi Klassen Typology

Laju pertumbuhan PDRB Per Kapita (y) PDRB (r) Y1>y Y1r Daerah tertinggal dalam Daerah makmur proses membangun Tipe III Daerah makmur yang Tipe IV R1

Williamson Index Salah satu indikator yang biasa dan dianggap cukup representatif untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan antardaerah (regional) adalah indeks ketimpangan daerah yang dikemukakan Jeffrey G. Williamson (1965). Berikut ini adalah formulasi dari indeks ketimpangan daerah yang dikemukakan oleh Jeffrey G. Williamson (Arsyad Lincolin, 2010) :

Di mana : Vw = indeks Williamson Yi = pendapatan per kapita di tingkat provinsi Y = pendapatan per kapita nasional Fi = jumlah penduduk di tingkat provinsi n = jumlah penduduk nasional

Hal ini berarti bahwa pada dasarnya indeks Williamson merupakan koefisien persebaran (coefficient of variation) dari rata-rata nilai sebaran dihitung berdasarkan estimasi dari nilai-nilai PDRB dan penduduk daerah-daerah yang berada pada lingkup wilayah yang dikaji dan dianalisis. Ada tiga kriteria dalam perhitungan Indeks Williamson ini, yaitu jika Indeks Williamson menunjukkan: 1. Angka 0,0 sampai 0,2, maka ketidakmerataannya rendah. 2. Angka 0,21 sampai 0,35, maka ketidakmerataannya sedang. 3. Angka > 0,35, maka ketidakmerataannya tinggi.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 No. Kabupaten/Kota Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk

125 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember 2 2 Kabupaten (km ) (jiwa) (jiwa/km )

1 Nias 1,842,51 136,115 74

2 Mandailing Natal 6,134,00 430,894 70

3 Tapanuli Selatan 6,030,47 275,098 46

4 Tapanuli Tengah 2,188,00 350,017 160

5 Tapanuli Utara 3,791,64 293,399 77

6 Toba Samosir 2,328,89 179,704 77

7 Labuhan Batu 2,156,02 462,191 214

8 Asahan 3,702,21 706,283 191

9 Simalungun 4,369,00 849,405 194

10 Dairi 1,927,80 279,090 145

11 Karo 2,127,00 389,591 183

12 Deli Serdang 2,241,68 2,029,308 905

13 Langkat 6,262,00 1,013,385 162

14 Nias Selatan 1,825,20 308,281 169

15 Humbang Hasundutan 2,335,33 182,991 78

16 Pakpak Bharat 1,218,30 45,516 37

17 Samosir 2,069,05 123,789 60

18 Serdang Bedagai 1,900,22 608,691 320

19 Batubara 922,20 400,803 435

20 Padang Lawas Utara 3,918,05 252,589 64

21 Padang Lawas 3,892,74 258,003 66

22 Labuhan Batu Selatan 3,596,00 313,884 87

23 Labuhan Batu Utara 3,570,98 351,097 98

24 Nias Utara 1,202,78 133,897 111

25 Nias Barat 473,73 84,917 179

Kota

26 41,31 86,519 2,094

27 Tanjung Balai 107,83 167,012 1,549

28 Pematang Siantar 55,66 247,411 4,445

29 31,00 156,815 5,059

30 Medan 265,00 2,210,624 8,342

31 Binjai 59,19 264,687 4,472

32 Padangsidimpuan 114,66 209,796 1,830

33 Gunungsitoli 280,78 135,995 484

SUMATERA UTARA 72,981,23 13,937,97 191

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera utara mengalami pertumbuhan naik turun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi meningkat 6,52%, kemudian pada tahun 2011 laju partumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mengalami

126 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember penurunan menjadi 6,63%, dan naik kembali pada tahun 2012 menjadi 6.45%, pada tahun 2013 laju pertumbuhan Provinsi Sumatera Utara menurun drastis menjadi 6,07%. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2014-2015 menjadi 5,23% dan 5,10%. Laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera utara berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang tertinggi adalah Kota Medan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,16%. Laju pertumbuhan ekonomi yang terendah antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Nias Selatan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4.12%. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kota Medan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,69%, diikuti Kabupaten Padang Lawas Utara dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,81%, kemudian Kabupaten Nias Barat dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,76%, dan Kabupaten Nias Utara dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,68%. Laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera yang terendah adalah Kabupaten Nias Selatan dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,46%. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang tertinggi adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesarr 9,09%, Kota Medan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,66%, kemudian Kota Pematangsiantar dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,64%, dan Kabupaten Nias Barat dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,55%. Pada tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 17,43%, kemudian diikuti Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 9,22%, dan Kabupaten Mandailing Natal dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,37%. Laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten Batubara dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,23%. Pada tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,51%, kemudian diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,52%, dan Kota Pematangsiantar dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,34%. Laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten Batubara dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,20%. Selanjutnya, pada tahun 2015 laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,22%, kemudian diikuti Kabupaten Padang Lawas Utara dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,94%, dan Kabupaten Pakpak Bharat dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,93%. Laju pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten Batubara dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,11%.

127 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Tabel 4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010-2015 (Persen)

Kabupaten/Kota No. 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata Kabupaten 1 Nias 6.75 6.81 6.27 6.35 5.47 5.43 6.18 2 Mandailing Natal 6.41 6.40 6.27 6.37 6.52 6.22 6.37 3 Tapanuli Selatan 5.06 5.27 9.09 17.43 4.43 5.02 7.72 4 Tapanuli Tengah 5.13 6.27 5.11 5.18 5.04 5.08 5.30 5 Tapanuli Utara 5.56 5.54 4.90 5.27 5.11 4.81 5.20 6 Toba Samosir 5.50 5.26 5.08 4.85 4.23 4.55 4.91 7 Labuhanbatu 5.15 5.72 6.09 5.98 5.22 5.04 5.53 8 Asahan 4.97 5.37 5.51 5.71 5.89 5.57 5.50 9 Simalungun 5.12 5.81 6.06 5.25 5.33 5.24 5.47 10 Dairi 5.02 5.28 5.03 5.05 5.03 5.04 5.08 11 Karo 6.03 6.57 5.09 4.95 5.09 5.01 5.46 12 Deli Serdang 5.98 6.01 4.99 9.22 7.51 5.25 6.49 13 Langkat 5.74 5.84 6.45 5.61 5.12 5.03 5.63 14 Nias Selatan 4.12 4.46 5.18 4.65 4.32 4.46 4.53 15 Humbang Hasundutan 5.45 5.94 5.59 5.72 5.32 5.24 5.54 16 Pakpak Bharat 6.77 5.98 6.01 5.91 5.92 5.93 6.09 17 Samosir 5.59 5.96 6.05 6.10 5.95 5.77 5.90 18 Serdang Bedagai 6.14 5.98 6.09 5.80 5.12 5.05 5.70 19 Batubara 4.65 5.11 5.72 4.23 4.20 4.11 4.67 20 Padang Lawas Utara 6.74 6.81 6.38 6.15 6.08 5.94 6.35 21 Padang Lawas 5.56 6.39 6.21 6.14 5.97 5.74 6.00 22 Labuhanbatu Selatan 5.61 6.13 6.33 6.05 5.32 5.13 5.76 23 Labuhanbatu Utara 5.68 6.21 6.36 6.27 5.39 5.18 5.85 24 Nias Utara 6.73 6.68 6.21 6.34 5.56 5.49 6.17 25 Nias Barat 6.30 6.76 6.55 5.17 5.12 4.87 5.80 Kota 26 Sibolga 6.04 5.09 5.75 5.96 5.89 5.65 5.73 27 4.76 4.86 6.22 5.94 5.78 5.58 5.52 28 Pematangsiantar 5.85 6.02 6.64 5.75 6.34 5.24 5.97 29 Tebing Tinggi 6.04 6.67 5.75 6.01 5.45 4.86 5.80 30 Medan 7.16 7.69 7.66 5.36 6.08 5.74 6.62 31 Binjai 6.07 6.56 6.06 6.07 5.83 5.40 6.00 32 Padangsidimpuan 5.81 5.88 5.90 5.80 5.17 5.04 5.60 33 Gunungsitoli 6.73 6.46 6.18 6.22 6.10 5.39 6.18 Sumatera Utara 6.52 6.63 6.45 6.07 5.23 5.10 6.00 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara.

Tingkat Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Dari hasil perhitungan terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan alat analisis Indeks

128 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Williamson (Vw) dengan tiga (3) kriteria perhitungan indeks Williamson yaitu angka 0.0 sampai 0.2 maka ketimpangannya rendah, angka 0.21 sampai 0.35 maka ketimpangan sedang, dan angka > 0.35 maka ketimpangannya tinggi. Tahun 2010-2015 nilai rata-rata ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara berkisar pada nilai 0.0031 sampai dengan 0.3196. Rata-rata Indeks ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota pada tahun 2010- 2015 yang terendah adalah Kota Pematangsiantar dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.0031 dan yang tertinggi adalah Kota Medan dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.3196. Rata-rata nilai indeks Williamson di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010-2015 sebesar 0.4316, bahwa Provinsi Sumatera Utara memiliki ketimpangan pembangunan ekonomi yang tinggi. Dari hasil perhitungan rata-rata nilai indeks Williamson antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, maka dapat dikatakan Kota Pematangsiantar merupakan kota dengan tingkat ketimpangan pembanguan ekonominya yang rendah, sedangkan Kota medan tingkat ketimpangan pembangunan ekonominya adalah sedang.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata Indeks Williamson Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2015

Kabupaten/Kota Rata-Rata IW No. Kriteria Nilai Indeks Williamson Kabupaten 2010-2015 1 Nias 0.0536 Rendah 2 Mandailing Natal 0.0806 Rendah 3 Tapanuli Selatan 0.0232 Rendah 4 Tapanuli Tengah 0.0795 Rendah 5 Tapanuli Utara 0.0643 Rendah 6 Toba Samosir 0.0193 Rendah 7 Labuhanbatu 0.0471 Rendah 8 Asahan 0.0188 Rendah 9 Simalungun 0.0506 Rendah 10 Dairi 0.0454 Rendah 11 Karo 0.0052 Rendah 12 Deli Serdang 0.0372 Rendah 13 Langkat 0.0610 Rendah 14 Nias Selatan 0.0772 Rendah 15 Humbang Hasundutan 0.0451 Rendah 16 Pakpak Bharat 0.0303 Rendah 17 Samosir 0.0246 Rendah 18 Serdang Bedagai 0.0377 Rendah 19 Batu Bara 0.1131 Rendah 20 Padang Lawas Utara 0.0423 Rendah 21 Padang Lawas 0.0473 Rendah 22 Labuhanbatu Selatan 0.0608 Rendah 23 Labuhanbatu Utara 0.0305 Rendah 24 Nias Utara 0.0547 Rendah 25 Nias Barat 0.0501 Rendah Kota

129 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember 26 Sibolga 0.0035 Rendah 27 Tanjungbalai 0.0098 Rendah 28 Pematangsiantar 0.0031 Rendah 29 Tebing Tinggi 0.0288 Rendah 30 Medan 0.3196 Sedang 31 Binjai 0.0248 Rendah 32 Padangsidimpuan 0.0580 Rendah 33 Gunungsitoli 0.0328 Rendah Sumatera Utara 0.4316 Tinggi Sumber : Data diolah. Pada table di atas, hasil dari perhitungan nilai indeks Williamson antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahun 2010 nilai indeks Williamson di Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.4716, ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara termasuk dalam salah satu kriteria indeks Williamson yaitu > 0.35, maka 0.4716 > 0.35 bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara adalah tinggi. Nilai indeks Williamson tertinggi antar kabupaten/kota adalah Kota Medan sebesar 0.3515, kemudian ketimpangan pembangunan ekonomi yang terendah adalah Kota Tanjungbalai sebesar 0.0008. Tahun 2011 nilai indeks Williamson Povinsi Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun 2010 sebesar 0.4716 ke tahun 2011 sebesar 0.4486, tetapi dengan kriteria indeks Williamson yang sama yaitu ketimpangan yang tinggi. Ketimpangan pembangunan ekonomi yang tertinggi antar kabupaten/kota adalah Kota Medan sebesar 0.3593. Dan ketimpangan pembangunan ekonomi yang rendah berada di Kabupaten Samosir dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.0029. Pada Tahun 2012 nilai indeks Williamson Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.4185, merupakan ketimpangan pembangunan ekonomi yang tinggi dalam kriteria indeks Williamson yaitu 0.4185 > 0.35. Pada tahun 2012 nilai indeks Williamson Kota medan menurun dari tahun 2011 sebesar 0.3593 ke 0.2987 sehingga ketimpangan pembangunan ekonomi Kota Medan pada tahun 2012 adalah sedang, kemudian ketimpangan antar kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Pematangsiantar dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.0003. Pada tahun 2013 ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun 2012 sebesar 0.4185 ke tahun 2013 sebesar 0.4137. Dalam kriteria indeks Williamson 0.4137 merupakan ketimpangan pembangunan ekonomi yang tinggi yaitu 0.4137 > 0.35. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupateb/kota yang sedang adalah Kota Medan sebesar 0.2953. Dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Pematangsiantar dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.0003. Tahun 2014 nilai indeks Williamson Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.4172, ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara termasuk dalam salah satu kriteria indeks Williamson yaitu > 0.35, maka 0.4172> 0.35 ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara adalah tinggi. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupateb/kota yang sedang adalah Kota Medan sebesar 0.3032. Dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Pematangsiantar dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.0022. Pada tahun 2015 ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan dari tahun 2014 sebesar 0.4172 ke tahun 2015 sebesar 0.4201. Dalam kriteria indeks Williamson 0.4201 merupakan ketimpangan pembangunan

130 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember ekonomi yang tinggi yaitu 0.4201 > 0.35. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupateb/kota yang sedang adalah Kota Medan sebesar 0.3094. Dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota yang terendah adalah Kota Pematangsiantar dengan nilai indeks Williamson sebesar 0.0028.

Tabel 5. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2015 Menurut Indeks Williamson

Kabupaten/Kota No. 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-Rata Kabupaten 1 Nias 0.0577 0.0574 0.0527 0.0521 0.0513 0.0506 0.0536 2 Mandailing Natal 0.0793 0.0797 0.0826 0.0821 0.0807 0.0794 0.0806 3 Tapanuli Selatan 0.0368 0.0373 0.0262 0.0130 0.0132 0.0126 0.0232 4 Tapanuli Tengah 0.0894 0.0906 0.0719 0.0736 0.0754 0.0764 0.0795 5 Tapanuli Utara 0.0536 0.0544 0.0698 0.0700 0.0692 0.0690 0.0643 6 Toba Samosir 0.0135 0.0124 0.0222 0.0226 0.0228 0.0226 0.0193 7 Labuhanbatu 0.0246 0.0279 0.0598 0.0581 0.0570 0.0555 0.0471 8 Asahan 0.0260 0.0284 0.0159 0.0159 0.0140 0.0124 0.0188 9 Simalungun 0.0633 0.0640 0.0453 0.0455 0.0436 0.0420 0.0506 10 Dairi 0.0240 0.0249 0.0564 0.0567 0.0555 0.0547 0.0454 11 Karo 0.0087 0.0066 0.0009 0.0037 0.0050 0.0060 0.0052 12 Deli Serdang 0.0409 0.0479 0.0394 0.0332 0.0294 0.0326 0.0372 13 Langkat 0.0497 0.0510 0.0672 0.0669 0.0661 0.0651 0.0610 14 Nias Selatan 0.0025 0.0812 0.0943 0.0948 0.0951 0.0953 0.0772 15 Humbang Hasundutan 0.0410 0.0416 0.0466 0.0475 0.0471 0.0469 0.0451 16 Pakpak Bharat 0.0309 0.0315 0.0293 0.0297 0.0301 0.0303 0.0303 17 Samosir 0.0028 0.0029 0.0367 0.0362 0.0349 0.0340 0.0246 18 Serdang Bedagai 0.0340 0.0339 0.0418 0.0406 0.0386 0.0371 0.0377 19 Batu Bara 0.1973 0.0604 0.1104 0.1058 0.1036 0.1014 0.1131 20 Padang Lawas Utara 0.0811 0.0815 0.0217 0.0228 0.0233 0.0235 0.0423 21 Padang Lawas 0.0832 0.0846 0.0274 0.0287 0.0296 0.0304 0.0473 22 Labuhanbatu Selatan 0.0177 0.0142 0.0855 0.0836 0.0827 0.0811 0.0608 23 Labuhanbatu Utara 0.0080 0.0070 0.0409 0.0417 0.0424 0.0429 0.0305 24 Nias Utara 0.0571 0.0571 0.0542 0.0538 0.0533 0.0529 0.0547 25 Nias Barat 0.0523 0.0522 0.0494 0.0492 0.0488 0.0485 0.0501 Kota 26 Sibolga 0.0031 0.0037 0.0021 0.0028 0.0040 0.0051 0.0035 27 Tanjungbalai 0.0008 0.0033 0.0138 0.0141 0.0136 0.0134 0.0098 28 Pematangsiantar 0.0062 0.0069 0.0003 0.0003 0.0022 0.0028 0.0031 29 Tebing Tinggi 0.0126 0.0131 0.0366 0.0367 0.0367 0.0369 0.0288 30 Medan 0.3515 0.3593 0.2987 0.2953 0.3032 0.3094 0.3196 31 Binjai 0.0136 0.0146 0.0305 0.0305 0.0300 0.0297 0.0248 32 Padangsidimpuan 0.0563 0.0573 0.0579 0.0590 0.0585 0.0589 0.0580 33 Gunungsitoli 0.0242 0.0246 0.0372 0.0372 0.0368 0.0367 0.0328 Sumatera Utara 0.4716 0.4486 0.4185 0.4137 0.4172 0.4201 0.4316 Sumber : BPS Sumut, data diolah.

131 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember

Perkembangan Pola Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Setiap pertumbuhan ekonomi yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara berbeda-beda. Maka perlu diketahui pola pertumbuhan ekonomi yang terjadi antar kabupaten/kota. Analisis yang digunakan untuk menghitung dan menentukan pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota adalah Analisis Klassen Typologi. Analisis Klassen Typologi digunakan untuk menentukan bagaimana pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dan diklarifikasikan ke dalam empat (4) kuadran. Untuk menentukan tiap-tiap kuadran dilakukan perhitungan menggunakan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu Y (vertikal) dan rata-rata PDRB per kapita sebagai sumbu X (horizontal). Pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota dibagi dalam dua (2) periode, yaitu periode tahun 2010-2012 dan tahun 2013- 2015.

Tabel 5. Nilai Klassen Typologi Antar Kabupaten/Kota

Rata-rata PDRB Rata-rata Laju Kabupaten/Kota perkapita (X) Pertumbuhan Ekonomi (Y) No. Kabupaten 2010-2012 2013-2015 2010-2012 2013-2015 1 Nias 7.097.332 15.074.807.24 6.61 5.75 2 Mandailing Natal 8.392.030 16.506.920.52 6.36 6.37 3 Tapanuli Selatan 12.235.786 27.685.542.51 6.47 8.96 4 Tapanuli Tengah 9.516.015 15.937.273.75 5.50 5.10 5 Tapanuli Utara 8.830.498 15.963.274.12 5.33 5.06 6 Toba Samosir 14.468.773 24.425.389.05 5.28 4.54 7 Labuhanbatu 17.776.567 40.046.904.37 5.65 5.41 8 Asahan 14.170.511 28.587.744.01 5.28 5.72 9 Simalungun 12.305.616 25.124.763.32 5.66 5.27 10 Dairi 10.848.994 18.581.113.91 5.11 5.04 11 Karo 15.812.357 29.581.704.61 5.90 5.02 12 Deli Serdang 13.843.344 27.932.862.25 5.66 7.33 13 Langkat 12.115.646 23.038.319.84 6.01 5.25 14 Nias Selatan 6.312.987 11.014.429.10 4.59 4.48 15 Humbang Hasundutan 9.549.726 17.958.563.89 5.66 5.43 16 Pakpak Bharat 7.201.459 14.360.865.59 6.25 5.92 17 Samosir 11.814.819 19.235.133.67 5.87 5.94 18 Serdang Bedagai 12.757.919 24.884.089.97 6.07 5.32 19 Batu Bara 28.756.874 49.094.788.76 5.16 4.18 20 Padang Lawas Utara 10.172.701 25.194.627.99 6.64 6.06 21 Padang Lawas 9.674.743 23.806.821.76 6.05 5.95 22 Labuhanbatu Selatan 21.692.811 47.354.130.73 6.02 5.50 23 Labuhanbatu Utara 18.263.073 38.605.250.97 6.08 5.61 24 Nias Utara 6.849.257 13.929.627.02 6.54 5.80 25 Nias Barat 5.643.076 11.501.778.22 6.54 5.05 Kota 26 Sibolga 15.549.461 32.019.950.07 5.63 5.83 27 Tanjungbalai 14.275.801 26.667.395.00 5.28 5.77 28 Pematangsiantar 15.286.509 30.900.583.35 6.17 5.78

132 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember

29 Tebing Tinggi 11.582.808 19.904.599.47 6.15 5.44 30 Medan 28.047.770 53.632.673.70 7.50 5.73 31 Binjai 12.863.380 23.833.082.08 6.23 5.77 32 Padangsidimpuan 8.245.295 15.912.811.56 5.86 5.34 33 Gunungsitoli 10.503.194 19.085.668.30 6.46 5.90 Sumatera Utara 15.574.147 30.484.563.92 6.53 5.47 Sumber : BPS Sumut, data diolah.

Dari table di atas, dapat dilihat rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara periode tahun 2010-2012 sebesar 6.53 dan rata-rata PDRB per kapita sebesar 15.574. Pada periode tahun 2013-2015 rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan sebesar 30.484 dan rata-rata PDRB per kapita mengalami penurunan sebesar 5.47. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB per kapita sebagai sumbu ‘Y’ dan ‘X’ pada kuadran Klassen Typologi yang akan menunjukkan pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota yang dibagi menjadi 4 kuadran. Berikut hasil dari Klassen Typologi tiap periode antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

III I

IV II

Gambar 2. Pola Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2012

Keterangan :

Kabupaten : 1 : Nias 13: Langkat 25 : Nias Barat

2 : Mandailing Natal 14: Nias Selatan Kota :

133 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember 3 : Tapanuli Selatan 15: Humbang Hasundutan 26 : Sibolga

4 : Tapanuli Tengah 16: Pakpak Bharat 27 : Tanjungbalai

5 : Tapanuli Utara 17: Samosir 28 : Pematangsiantar

6 : Toba Samosir 18: Serdang Bedagai 29 : Tebing Tinggi

7 : Labuhanbatu 19: Batu Bara 30 : Medan

8 : Asahan 20: Padang Lawas Utara 31 : Binjai

9 : Simalungun 21 : Padang Lawas 32 : Padangsidimpuan

10 : Dairi 22: Labuhanbatu Selatan 33 : Gunungsitoli

11 : Karo 23: Labuhanbatu Utara

12 : Deli Serdang 24: Nias Utara

Pada gambar di atas, dapat dilihat hasil dari pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode tahun 2010-2012 dapat dibagi kedalam 4 klarifikasi dalam kuadran analisis Klassen Typologi. Kabupaten/kota yang termasuk kedalam kuadran I adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kota Pematangsiantar, Kota Medan, dan Kota Binjai. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran II adalah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Batu Bara, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran III adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kota Tebing Tinggi, Kota Gunungsitoli. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran IV adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kota Padangsidimpuan.

Tabel 6. Kuadran Klassen Typologi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Periode Tahun 2010-2012 DAERAH III (Daerah Makmur Yang Sedang DAERAH I Menurun) (Daerah Makmur)

Kab. Nias, Kab. Mandailing Natal, Kab. Kab. Tapanuli Selatan, Kab. Serdang Bedagai, Pakpak Bharat, Kab. Padang Lawas Utara, Kab. Labuhanbatu Selatan, Kab. Labuhanbatu Kab. Padang Lawas, Kab. Nias Utara, Kab. Utara, Kota Pematangsiantar, Kota Medan, Nias Barat, Kota Tebing Tinggi, Kota Kota Binjai. Gunungsitoli. DAERAH II DAERAH IV (Daerah Tertinggal Dalam Proses III I (Daerah Tertinggal) Pembangunan)

Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Dairi, Kab. Nias Selatan, Kab. Humbang Kab. Toba Samosir, Kab. Labuhanbatu, Kab. Hasundutan, Kab. Samosir, Kota Asahan, Kab. Simalungun, Kab. Karo, Kab. Deli Serdang, Kab. Langkat, Kab. Batu Bara, Padangsidimpuan. Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai. IV II

134 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Gambar 3. Pola Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2015

Keterangan : Kabupaten : 1 : Nias 13 : Langkat 25 : Nias Barat 2 : Mandailing Natal 14 : Nias Selatan Kota : 3 : Tapanuli Selatan 15 : Humbang Hasundutan 26 : Sibolga 4 : Tapanuli Tengah 16 : Pakpak Bharat 27 : Tanjungbalai 5 : Tapanuli Utara 17 : Samosir 28 : Pematangsiantar 6 : Toba Samosir 18 : Serdang Bedagai 29 : Tebing Tinggi 7 : Labuhanbatu 19 : Batu Bara 30 : Medan 8 : Asahan 20 : Padang Lawas Utara 31 : Binjai 9 : Simalungun 21 : Padang Lawas 32 : Padangsidimpuan 10 : Dairi 22 : Labuhanbatu Selatan 33 : Gunungsitoli 11 : Karo 23 : Labuhanbatu Utara 12 : Deli Serdang 24 : Nias Utara

Pada gambar di atas dapat dilihat hasil dari pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara periode tahun 2013-2015 dapat dibagi kedalam 4 klarifikasi dalam kuadran analisis Klassen Typologi. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran I adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai, Kota Pematangsiantar, Kota Medan, Kota Binjai. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran II adalah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran III adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara, Kota Gunungsitoli. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kuadran IV adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Langkat, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Nias Barat, Kota Tebing Tinggi, Kota Padangsidimpuan.

Tabel 7. Kuadran Klassen Typologi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Periode Tahun 2013-2015 DAERAH III DAERAH I (Daerah Makmur Yang Sedang (Daerah Makmur) Menurun) Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Asahan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Natal, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Labuhanbatu Samosir, Kabupaten Padang Lawas, Utara, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai, Kota Kabupaten Nias Utara, Kota Gunungsitoli. Pematangsiantar, Kota Medan, Kota Binjai. DAERAH II DAERAH IV (Daerah Tertinggal Dalam Proses (Daerah Tertinggal) Pembangunan)

Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Langkat, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Simalungun, Humbang Hasundutan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Karo, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Labuhanbatu Kota Tebing Tinggi, Kota Padangsidimpuan. Selatan.

135 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Dari kedua periode tahun 2010-2012 dan tahun 2013-2015 pada kuadran Klassen Typologi, dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 6 tahun telah terjadi perubahan pola pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Dilihat dari pola pertumbuhan ekonomi selama 6 tahun ada beberapa kabutapen/kota yang mengalami kenaikan dan penurunan pertumbuhan ekonomi selamat tahun 2010-2015. Pada periode tahun 2010-2012 yang berada di kuadran I adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kota Pematangsiantar, Kota Medan, dan Kota Binjai. Pada periode tahun 2013-2015 yang berada di kuadran I adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai, Kota Pematangsiantar, Kota Medan, Kota Binjai. Namun, yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi adalah Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, periode tahun 2010-2012 Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan berada pada kuadran I, kemudian bergeser diperiode tahun 2013-2015 pada kuadran II. Kuadran II pada periode tahun 2010-2012 adalah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Batu Bara, Kota Sibolga, Kota Tanjungbalai. Pada periode tahun 2013-2015 adalah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara. Pada kuadran II tahun 2010-2012 dan periode tahun 2013-2015 pola pertumbuhan ekonomi mengalami naik turun. Pada periode tahun 2010-2012 pola pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Sibolga mengalami kenaikan dari kuadran II bergeser ke kuadran I pada periode tahun 2013-2015. Sedangkan yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi adalah Kabupaten Langkat dari kuadran II bergeser ke kuadran IV pada periode tahun 2013-2015. Kuadran III pada periode tahun 2010-2012 adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, Kota Tebing Tinggi, Kota Gunungsitoli. Pada periode tahun 2013-2015 adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Samosir, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara, Kota Gunungsitoli. Pada kuadran III periode tahun 2010-2012 mengalami pergeseran pertumbuhan ekonomi yang naik turun. Pola pertumbuhan ekonomi periode tahun 2010-2012 yang mengalami pergeseran pertumbuhan ekonomi adalah Kabupaten Nias Barat dan Kota Tebing Tinggi bergeser dari kuadran III ke kuadran IV periode tahun 2013-2015. Sedangkan yang mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi adalah Kabupatan Padang Lawas Utara dari kuadran III bergeser ke kuadran I pada periode tahun 2013-2015. Kuadran IV pada periode tahun 2010-2012 adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kota Padangsidimpuan. Perideo tahun 2013-2015 adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Langkat, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Nias Barat, Kota Tebing Tinggi, Kota Padangsidimpuan. Pada periode tahun 2010-2012 pertumbuhan ekonomi yang mengalami kenaikan adalah Kabupaten Samosir dari kuadran IV bergeser ke kuadran III pada periode tahun 2013-2015.

Kesimpulan 1. Hasil analisis Indeks Williamson menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang memiliki nilai rata-rata IW yang rendah pada tahun 2010-2015 adalah Kota Pematangsiantar dengan nilai

136 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember rata-rata IW sebesar 0.0031, kemudian diikuti oleh Kota Sibolga dengan nilai rata-rata IW sebesar 0.0035. Sedangkan, kabupaten/kota yang memiliki nilai rata-rata IW yang sedang pada tahun 2010-2015 adalah Kota Medan dengan nilai rata-rata IW sebesar 0.3196. Rata- rata nilai IW antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tergolong tinggi sebesar 0.4316. Artinya nilai ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sangat tinggi. 2. Hasil Analisis Klassen Typologi menunjukkan bahwa pada periode tahun 2010-2012 dan periode tahun 2013-2015, kabupaten/kota yang tetap berada dalam kuadran I adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kota Pematangsiantar, Kota Medan, dan Kota Binjai. Kabupaten/kota yang tetap berada dalam kuadran II adalah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten/kota yang tetap berada dalam kuadran III adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Nias Utara, Kota Gunungsitoli. Kabupaten/kota yang tetap berada dalam kuadran IV adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kota Padangsidimpuan.

Saran 1. Untuk mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pemerintah daerah sebaiknya memperhatikan pelaksanaan pembangunan ekonomi di tiap kabupateb/kota agar pembangunan dapat terlaksana secarah menyeluruh dan mengamati secara cermat tiap pembangunan ekonomi sehingga pemerataan pembangunan dapat tercapai dan mengambil tindakan segera mungkin untuk menyelesaikan masalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota dan ketimpangan pembangunan ekonomi dapat diminimalisirkan sehingga tiap kabupaten/kota dapat merasakan peningkatan di masing-masing daerah. 2. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan PDRB per kapita, Provinsi Sumatera Utara, pemerintah harus memperhatikan secara terkontrol terhadap kabupaten/kota yang memiliki kenaikan PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara dan tanpa mengabaikan kabupaten/kota yang mengalami penurunan PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi dengan memberdayakan kegiatan ekonomi masyarakat karena, kabupaten/kota tersebut masih memiliki peluang dan potensi terhadap kemajuan perekonomian Provinsi Sumatera Utara. 3. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2015. Maka peneliti menyarankan agar peneliti-peneliti selanjutnya dapat meneliti topik yang sama dan tahun terbaru untuk melihat dan membandingkan apakah pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara ditahun berikutnya akan meningkat atau menurun.

Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin, 1999. Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN Yogyakarta. Arsyad, Lincolin, 2010. Ekonomi Pembangunan, STIM YKPN Yogyakarta. Arsyad, Lincolin, 2004. Ekonomi Pembangunan, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta. Azzoni, Carlos R, 2001. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Wilayah di Brazil, Volume 13, hal 133-152.

137 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Azwar, dkk, 2013. Disparitas Pertumbuhan Ekonomi antarwilayah di Aceh Indonesia, Aceh International Journal Of Social Sciences, Volume 2 Nomor 1, hal 21-31. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2012. Sumatera Utara Dalam Angka 2013, BPS Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Utara. _____, 2013. Sumatera Utara Dalam Angka 2014, BPS Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Utara. _____, 2014. Sumatera Utara Dalam Angka 2015, BPS Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Utara. _____, 2015. Sumatera Utara Dalam Angka 2016, BPS Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Utara. Caska, dan R.M Riadi, 2008. Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antara Daerah di Provinsi Riau, Jurnal Industri Dan Perkotaan, Volume 12 Nomor 21, hal 1629-1642. Dyhatmika, Ketut Wahyu, 2013. Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran, Skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro, . Harun, Lukman dan Ghozali Maski, 2012. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur). Jurnal FEB Universitas Brawijaya. Khairunnisa, Astari, 2014. Analisis Disparitas Pembangunan Ekonomi antar Kecamatan di Kota Medan, Skripsi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, Medan. Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Erlangga, . Masnawi, Achmad, 2015. Analisis Pertumbuhan Daerah dan Kesenjangan Pembangunan di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, International Journal Of Management Research and Business Strategy, Volume 4 Nomor 3, hal 141-149. Sjafrizal, 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Sirojuzilam, 2015. Pembangunan Ekonomi Regional, Medan: USU Press. Sitorus, Devi, 2012. Analisis Pertumbuhan dan Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2001-2009. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang. Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Bima Grafika. Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan, Kencana, Jakarta. Tarmizi, Hasan Basri, 2011. Analisis Pembangunan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Antar Sektor Wilayah Kota Medan. Disertasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Todaro, Michael P, 1995. Ekonomi Untuk Negara-Negara Berkembang: Suatu Pengantar Tentang Prinsip-Prinsip, Masalah dan Kebijakan Pembangunan. Edisi Ketiga. Jakarta: Bumi Aksara. Todaro, Michael P, 1995. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta. Utama, Ida Ayu Indah dkk, 2014. Analisis Ketimpangan Pembangunan Antara Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Jurnal Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, Bali. Hal 68-80.

138 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember Utomo, Tryanto Hery Prasetyo, 2012. Analisis Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah, .

139 | P a g e Jurnal Ekohum Volume X Edisi Juli – Desember