Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP

LAMPIRAN

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Pemberitaan 1

News By Wahyu Acum Nugroho Mosi Tidak Percaya Musisi Soal RUU Permusikan

Draft RUU Permusikan sepertinya menelorkan bukan polemik tapi pertanyaan dan penolakan dari sejumlah musisi terhadap musik, hal dasar yang menjadi kecintaan dan sumber penghidupan mereka.

Sejak akun twitter Billboard Indonesia pertama kali mengunggah draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan lalu di retweet oleh khalayak ramai, seperti bola salju timbul keramaian di linimasa yang berisi soal penolakan dari sejumlah musisi terhadap Rancangan RUU Permusikan ini.

Ada banyak pasal yang dikritisi oleh musisi, diantaranya pasal 5 dan pasal 50 serta pasal 32 – 35 yang dicurigai sebagai ‗pasal karet‘ dan mengekang kebebasan berpendapat.

―Pasal 5 & 50 di RUU Permusikan juga sudah bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945 juga tuh: ―Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang,‖ kata Arian, vokalis Seringai yang keberatan dengan Draft RUU Permusikan ini di akun twitternya.

Menurut Arian, draft RUU Permusikan ini tidak perlu mengingat soal industri musik, hak cipya, perdagangan sudah diatur. ―RUU Permusikan buat gue gak perlu. masalah industri musik, hak cipta, perdagangan, & lainnya kan sudah ada UU-nya juga, disempurnakanlah. apalagi dalam RUU Permusikan banyak pasal2 karet yang mengekang kreativitas. di negara2 lain gak ada UU sejenis, karena memang gak perlu,‖ tambahnya.

Senada dengan Arian, Iwan Fals lewat akun twitternya juga turut bereaksi soal pasal 5 dan 50 yang dinilainya mengundang banyak pertanyaan. ―Ini maksudnya gimana ya, dgn mendorong, memuat, memprovokasi, menistakan, mendorong, membawa pengaruh negatif & merendahkan…(RUU Permusikan),‖ ungkap Iwan Fals.

Tak hanya penolakan musisi di media sosial, reaksi sejenis juga diutarakan oleh musisi Glenn Fredly. Bersama rekan-rekannya di

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Kami Musik Indonesia (KAMI) yang tahun lalu sukses menggelar Konferensi Musik Indonesia di Ambon, ia terlibat langsung dalam pembahasan awal soal RUU Permusikan ini.

―Intinya adalah sejak awal saat ada Wacana RUU Permusikan dari DPR ini saat KAMI diundang dengar pendapat saat itu, usulan utama adalah pembenahan Tata Kelola Industri Musik,‖ ungkap Glenn kepada PHI, Kamis (31/1/2019).

Sumber : https://pophariini.com/mosi-tidak-percaya-musisi-soal-ruu-

permusikan/, 2019

Pemberitaan 2

News By Fari Etona Danilla, Arian 13, Hingga Jason Ranti Menolak RUU Permusikan

Minggu malam, tanggal 3 Januari 2018 sejumlah musisi yang menamakan dirinya Koalisi Nasional Tolak RUU menyebarkan rilis pers sebagai penyataan sikap mereka untuk menolak Rancangan Undang Undang Permusikan yang sedang digodok di parlemen saat ini. Sejauh ini koalisi terdiri dari 250 musisi dari berbagai latar belakang berbeda dan mereka semua meramaikan media sosial dengan tagar #tolakRUUPermusikan dan #KNTLRUUP.

Poin-poin pernyataan sikap itu menekankan bahwa RUU Permusikan itu ―Tidak Perlu dan Justru Berpotensi Merepresi Musisi‖ dan secara umum, RUU Permusikan ini memuat Pasal yang tumpang tindih dengan beberapa Undang-Undang yang sudah ada seperti: UU Hak Cipta, UU Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan UU ITE. Juga RUU ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, serta bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi.

Danilla Riyadi menambahkan, ―Kalau musisinya ingin sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Pelindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi itu; jadi untuk apa lagi RUU Permusikan ini.‖

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Lalu Rara Sekar juga menemukan setidaknya 19 Pasal yang bermasalah. ―Mulai dari ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan ―siapa‖ dan ―apa‖ yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik‖

Selain itu perihal beberapa pasal karet salah satunya Pasal 5 memuat kalimat yang penuh dengan multi interpretasi dan bias, seperti ―mensita, melecehkan, menodai, dan memprovokasi.‖ Menurut Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, ―Pasal karet seperti ini membukakan ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai‖.

Problem lain adalah RUU Permusikan ini dianggap berpihak pada industri besar karena mensyaratkan pekerja musik harus berserfitfikat. Juga Pasal 10 yang tidak memberikan ruang kepada musisi untuk melakukan distribusi karyanya secara mandiri, Pasal ini sangat berpotensi memarjinalisasi musisi, terutama musisi independen. Menurut Jason Ranti, dengan mengatur tentang cara distribusi musik melalui ketentuan yang hanya bisa dijalankan oleh industri besar, maka Pasal ini menegasikan praktek distribusi karya musik yang selama ini dilakukan oleh banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar. ―Ini kan curang,‖ tambah Jason Ranti.

Selain itu, Endah Widiastuti dari Endah N Rhesa menambahkan bahwa ―Referensi pembuatan RUU ini tidak paham gerakan dan nafas kelompok musik bawah tanah.‖

Mondo Gascaro juga berpendapat tentang sertifikasi musisi bahwa ―Lembaga sertifikasi yang ada biasanya sifatnya tidak memaksa pelaku musik, tetapi hanya pilihan atau opsional‖. Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.

Demikian pula dengan Pasal 13 tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia. Wilayah karya musik merupakan karya seni. ―Seni itu sendiri merupakan bahasa, sehingga penggunaan label berbahasa Indonesia pada karya seni seharusnya tidak perlu diatur‖ tambah Puti Chitara penyanyi solo dan juga vokalis Barasuara

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Arian 13 menambahkan ―dengan kata lain, banyaknya pasal yang mengatur hal yang tidak perlu diatur ini menunjukkan bahwa RUU Permusikan ini tidak perlu‖ tegas Arian 13 dari band Seringai.

―Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya ke mana; yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya, dan berbudaya serta manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan dari situ oleh individu- individu‖ tegas Mondo Gascaro.

Maka dari itu, Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan ini menuntut rancangan Undang-Undang ini dibatalkan.

Sumber : https://pophariini.com/danilla-arian-13-hingga-jason-ranti-

menolak-ruu-permusikan/ , 2019

Pemberitaan 3

News By Fari Etona

#TolakRUUPermusikan Bergema Dari Berbagai Daerah Indonesia

Pantauan Pop Hari Ini per hari Sabtu, 9 Februari 2019 ini melalui akun media sosial Instagram dan tagar #tolakRUUPermusikan telah bergema dari berbagai daerah di Indonesia. Melalui berbagai diskusi- diskusi yang digelar secara mandiri, beberapa kota bahkan sudah menyuarakan suaranya untuk menolak Rancanangan Undang Undang Permusikan yang langsung menuai kontroversi sejak berita tersebut pertama kali sampai ke para musisi Indonesia pada tanggal 28 Januari melalui berita yang dilansir Tirto dan diramaikan oleh cuitan Arian 13 Seringai di jagat Twitter.

Dari pantauan tagar TolakRUUPermusikan di media sosial, sejumlah kota yang menyatakan dukungannya menolak RUU ini adalah Surabaya, Jogja, Malang, Cianjur, Bogor, Medan, Makassar, hingga Bali. Sementara itu berbagai diskusi yang mempertanyakan arah RUU ini pun secara kolektif bermunculan di berbagai kota lain seperti Bali, Padang, Bandung, Garut. Berbagai media baik nasional dan internasional juga turut memberitakan berita ini. Di antaranya Metro TV dan CNN.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Sementara itu petisi untuk menolak RUU Permusikan di di situs Change.org pun telah ditandangangai oleh lebih dari 250.000 orang dan kini menuju ke 300.000 tanda tangan. Dan Koalisi Nasional Tolak RUUP pun telah meluncurkan situs resminya http://tolakruupermusikan.com yang berfungsi sebagai pusat informasi resmi.

Selain itu setelah lebih dari 250 musisi bergabung di barisan awal menyatakan suaranya menolak, hingga kini dukungan dari seluruh praktisi musik dan musisi hingga di luar musik terus berdatangan baik itu dari arus samping maupun utama. Mereka yang turut menolak adalah Raisa, Ari Lasso, Humania, hingga aktor Iko Uwais, serta sutradara Joko Anwar dan budayawan Sujiwo Tejo

Di Surabaya sendiri lebih dari 150 orang menghadiri acara Diskusi Terbuka Bedah RUU Permusikan dan Kajian Terhadap Kebebasan Berekspresi Untuk Musisi di Bober Cafe, Surabaya, Jumat, 8 Februari kemarin. Diskusi ini dihadiri berbagai macam musisi lintas genre, lintas usia, lintas industri, rekan-rekan media lokal, Dewan Kesenian Jawa Timur, praktisi hukum serta audience umum yang menaruh perhatian dengan isyu ini. Diskusi yang berlangsung ser dan hangat ini akhirnya dengan sepakat menyatakan satu suara, TOLAK RUU PERMUSIKAN dan menghasilkan usulan/gagasan yang memperjuangkan #hakberkembang untuk seluruh musisi Indonesia.

Sumber : https://pophariini.com/tolakruupermusikan-bergema-dari-

berbagai-daerah-indonesia/ , 2019

Pemberitaan 4

News By Editorial Dua Kubu Berseberangan Sepakat Batalkan RUU Permusikan

Setelah berminggu-minggu marak – secara sporadis – berbagai forum diskusi seputar penolakan terhadap RUU Permusikan, akhirnya pada Selasa (12/2) malam lalu, ‗perjuangan‘ rekan-rekan yang menolak RUU Permusikan ini menemui titik terang ketika terjadi kesepakatan

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 antara dua kelompok yang saling berseberangan – antara menolak dan menerima dengan merevisi – duduk satu meja di markas besar Slank di Jalan Potlot III No.14, RT.1/RW.3, Duren Tiga, Pancoran, Selatan.

Hadir dalam pertemuan yang disebut di siaran pers yang diterima PHI sebagai ―Konferensi Meja Potlot‖ yang digagas oleh Slank dan manajemen tersebut antara lain Anang Hermansyah, anggota DPR RI Fraksi PAN Komisi X dan juga Glenn Fredly yang mewakili Kami Musik Indonesia, sebuah gerakan yang menjadi penghubung dengan perwakilan stakeholder ekosistem musik untuk Rapat Dengar Pendapat Umum dengan DPR RI sebagai inisiator RUU Permusikan.

Sementara dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan tampak hadir antara lain Edy Khemod, Endah Widiastuti, Ricky Siahaan, Ramondo Gascaro, Wendi Putranto, Che Cupumanik, Nadia Yustina, M. Asranur hingga Soleh Solihun.

Para personel Slank sendiri juga hadir di antaranya drummer Bimbim, gitaris Ridho Hafiedz, basis Ivanka, vokalis Kaka dan manajer Slank, Denny BDN. Sementara gitaris Abdee Negara tidak tampak hadir kemarin.

Selain Slank turut hadir pula di pertemuan tersebut para personel Kidnap Katrina lainnya selain Anang Hermansyah yaitu drummer Massto, gitaris Koko, gitaris Damon Koeswoyo dan bassist Gorga. Ada tiga hal penting yang disepakati dari perwakilan dua kubu yang berlawanan ini, antara lain sebagai berikut:

1. Mendesak DPR agar dengan segera melakukan pembatalan RUU Permusikan beserta seluruh proses yang tengah dijalankan di parlemen pada saat ini, sembari menunggu dilaksanakannya Musyawarah Musik Indonesia.

2. Menggelar Musyawarah Musik Indonesia yang dihadiri para pemangku kepentingan dari Sabang sampai Merauke dengan agenda utama di antaranya menyerap aspirasi sekaligus menyepakati atau tidak menyepakati dibentuknya aturan tertulis yang akan mengatur tata kelola industri musik Indonesia.

3. Melakukan pemetaan ulang permasalahan yang sedang terjadi saat ini di industri musik Indonesia sebagai salah satu cara untuk mencari solusi terbaiknya.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 ―Setelah mempelajari dengan saksama RUU Permusikan, Slank sepakat dengan rekomendasi membatalkan RUU tersebut. Slank juga mendukung penuh diadakannya Musyawarah Musik Nasional untuk menyerap aspirasi para stakeholder industri musik dari berbagai daerah di Indonesia. Semua demi ekosistem musik indonesia yang lebih baik,‖ ujar Bimbim mewakili Slank yang menjadi penggagas pertemuan Selasa malam tersebut.

Anang Mengusulkan Menarik Usulan RUU Permusikan

Sementara Anang Hermansyah, yang dulu pernah menjadi bagian dari komunitas musisi Potlot saat tergabung dalam Kidnap Katrina akhirnya sepakat untuk ikut bagian dari sebuah gerakan bersama untuk menolak sekaligus menarik usulan RUU Permusikan ini.

―Saya menangkap aspirasi dari teman-teman musisi terkait dengan RUU Permusikan ini untuk tidak dilanjutkan proses pembahasannya. Sebagai wakil rakyat, aspirasi ini tentu akan saya bawa ke Parlemen,‖ jelas Anang Hermansyah.

Dalam kapasitasnya sebagai inisiator RUU Permusikan, dirinya akan mengajukan surat penarikan usulan RUU ini ke Pimpinan DPR. ―Dalam kapasitas saya sebagai pengusul RUU Pemusikan, saya akan mengajukan surat penarikan RUU Permusikan ke Pimpinan DPR, selanjutnya agar dapat diproses sesuai mekanisme yang berlaku,‖ tambah Anang. Ia juga menyebutkan pihaknya bersama ekosistem musik akan melakukan audiensi ke Pimpinan DPR terkait hal tersebut.

Di bagian lain, Anang juga meminta agar DPR bersama pemerintah untuk memfasilitasi Musyawarah Musik Indonesia menyangkut persoalan yang muncul di ekosistem musik. ―DPR bersama pemerintah dapat memfasilitasi musyawarah ekosistem musik ini. Langkah ini sebagai bentuk respons atas aspirasi yang berkembang di ekosistem musik Indonesia,‖ tambah Anang.

Senada dengan Anang, musisi Glenn Fredly dari Kami Musik Indonesia juga menyetujui hasil forum tertutup ini untuk menarik semua proses RUU Permusikan ini agar bisa memulai dari awal kembali merumuskan kebijakan apa yang terbaik bagi Tata Kelola industri musik Indonesia ke depannya.

―Saya pribadi setuju untuk memohon mendrop semua proses RUU Permusikan inisiatif DPR ini, agar kita semua bisa mulai lagi dari awal dengan melibatkan semua komponen ekosistem musik dan

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 bermusyawarah mencari bentuk kebijakan apa yang terbaik bagi kepentingan industri musik maupun non industri musik Indonesia nantinya,‖ imbuh Glenn Fredly.

Sebelum kesepakatan ini lahir, ada banyak reaksi penolakan dari musisi terkait dari pasal-pasal karet dan rancangan yang prematur dari RUU Permusikan yang bocor ke sosial media sejak beberapa minggu terakhir ini. Pertemuan dengar pendapat yang di Cilandak Town Square pada 4 Februari 2018 kemarin memunculkan semacam ‗dua kubu‘ dari pihak yang menerima dengan merevisi dan yang menolak, salah satunya diwakilkan oleh Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTLRUPP). Mereka mengumpulkan lebih dari 270 penanda tangan sebuah petisi yang menjadi cikal bakal dari penolakan ini.

―Melalui diskusi yang mendalam, perwakilan KNTLRUUP, Anang Hermansyah, Glenn Fredly dan Slank, sepakat untuk meminta DPR membatalkan RUU Permusikan. Langkah ini jelas sejalan dengan amanah lebih dari 270 ribu penanda tangan petisi yang berada di balik barisan Tolak RUU Permusikan. Ini demi masa depan musik Indonesia yang lebih cerah lagi,‖ tutup Edy Khemod mewakili Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan.

Sumber : https://pophariini.com/dua-kubu-berseberangan-sepakat-batalkan-ruu- permusikan/ , 2019

Pemberitaan 6

Feature By Dzulfikri Putra Malawi

Pertemuan Gang Potlot dan Gemuruh Pembatalan RUU Permusikan

Gang Jl. Potlot III memang jadi salah satu bagian sejarah perjalanan musik Indonesia. Selain kisah Slank, banyak musisi tersohor juga lahir dari rahim gang itu. Anang Hermansyah salah satunya. Ia datang dari Jember, Jawa Timur, yang sebelum pendaratannya ke Potlot sempat berkenalan terlebih dahulu dengan Pay di Bandung.

Anang pun mulai beraktivitas di Potlot meniti karier musiknya. Anang sempat merilis album perdana Biarkanlah pada 1992 yang diproduseri oleh Pay. Setahun setelahnya, ia melibatkan keluarga Bimbim.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Bersama Massto, adik Bimbim dan kakak dari Kaka, bernama Koko yang masih terikat tali persaudaraan sepupu dengan Massto. Lantas mereka bertiga bersama Damon Koeswoyo membentuk band bernama Kidnap dan merilis album Katrina (1993) sebelum akhirnya bubar dan Anang makin berkibar menjadi penyanyi solo.

BISA DIBILANG ANANG YANG PALING PEDULI TERHADAP TEMAN-TEMAN MUSISI HINGGA MENGINISIASIKAN RUU PERMUSIKAN SAMPAI KEPADA POSISI PRIORITAS PROLEGNAS. Kisah ini memang tidak saya rasakan secara langsung, karena tahun 1993 saya masih berjibaku berebut mainan dengan teman taman kanak-kanak Melati, di Jakarta. Beruntung seorang kawan, secara apik menulis sejarah singkat tentang Potlot di Tirto.id dengan judul tulisan Gang Potlot yang Melahirkan Banyak Musisi Hebat.

Beda era, beda juga sejarah yang tercipta. Anang kini menjadi anggota parlemen yang cukup lantang menyuarakan permusikan. Bahkan di antara musisi lainnya yang juga mengemban tugas di parlemen, bisa dibilang Anang yang paling peduli terhadap teman-teman musisi hingga menginisiasikan RUU Permusikan sampai kepada posisi prioritas Prolegnas.

Sayangnya di tengah jalan, RUU Permusikan ini justru menuai kontroversi karena dibuat dengan tidak substantif dan jauh dari kebutuhan praktisi musik saat ini. Arus penolakan pun deras dan kencang menggema tak hanya di Jakarta tapi juga menyebar secara organik ke banyak kota seperti Bogor, Cianjur, Bandung, Majalengka, Garut, Cirebon, Semarang, Surabaya, Padang, Medan, Siantar, Bali. Mereka menelanjangi RUU tersebut, mengupas tuntas dengan para pakar dan praktisi

Di Jakarta, bahkan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan menemukan lebih dari 80% pasal bermasalah. Dan lebih 280 ribu orang menandatangani petisi untuk menolak. Belum lagi Anang juga menjadi Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Musik. Sangkaan buruk pun tak dapat dielakkan untuk Anang. Sampai-sampai vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud juga membuat tulisan tajam dengan tajuk ―Bukan RUU Permusikan, Tapi RUU Serfitikasi.‖

SAYANGNYA DI TENGAH JALAN, RUU PERMUSIKAN INI JUSTRU MENUAI KONTROVERSI KARENA DIBUAT DENGAN TIDAK SUBSTANTIF DAN JAUH DARI KEBUTUHAN PRAKTISI MUSIK SAAT INI

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Dua Hari yang Menentukan

Sejak akhir Januari 2019 sampai saat ini problematika terkait isu RUU Permusikan terus menjadi bahasan utama di kalangan praktisi musik. Mulai dari menggelar diskusi terbuka sampai diskusi tertutup mereka lakukan. Selang satu minggu jumpa pers yang dilakukan Kami Musik Indonesia atas inisiasi Glenn Freddly di Jakarta pada 4 Februari 2018 terkait RUU Permusikan, pertemuan tertutup pun dilakukan oleh sejumlah kalangan.

Sejak tanggal 11 Februari menjadi dua hari yang menentukan dan menggugah selera bagi yang mengikuti manuver pihak-pihak yang terlibat dalam RUU Permusikan.

Mereka yang pro dan ingin revisi mengandalkan loby-loby dan penetrasi himbauan dengan kalimat perintah via Whatsapp Group. Bahkan ada informasi beredar Anang dan sejumlah anggota/pengurus PAPPRI mendadak melakukan pertemuan tertutup di gedung milik militer, di bilangan Matraman, Jakarta dengan ketua umum PAPPRI, AM Hendropriyono pada Senin (11/2). Menarik untuk diterka-terka apa sebenarnya motif di balik RUU Permusikan ini. Apalagi di hari yang sama, Anang menggelar jumpa pers pengunduran dirinya dari jabatan Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Musik seperti diberitakan dalam tautan ini.

Padahal pukul 13.00 WIB di Ruang Rapat PBNU Lantai 4 sedang berlangsung FGD RUU Permusikan yang diselenggarakan Panitia Munas Konbes NU. Dalam undangan yang ditujukan kepada ketua dan pengurus Lembaga seniman budayawan muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU tertera nama Bapak Anang Hermansyah (Anggota Komisi X DPR RI) dan Dr. H. Sastro Ngatawie sebagai narasumber. Namun Anang tak jadi hadir dalam forum tersebut. Forum ini pun mengatakan RUU Permusikan ini prematur, ―bagi NU yg perlu diatur itu industri musiknya, bukan membatasi kreatifitas, kan sdh ada UU kebudayaan, hak cipta, pornografi, dan lain-lain,‖ kata seorang sumber yang hadir di acara tersebut.

Masih di hari yang sama, Badan Keahlian (BK) DPR menggelar pertemuan terbatas di salah satu hotel di Tangerang untuk merevisi naskah akademis dan draf RUU sekaligus. Di dalam daftar sususan acara, BK DPR menulis sejumlah nama pakar yang dilibatkan dalam diskusi seperti Johnny W Maukar, Candra Darusman, Giring Ganesha. Di sana tertulis Johnny membahas Pendidikan, Sertifikasi, dan Uji

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Kompetensi Pelaku Musik, lalu Candra dengan agenda Hak Cipta dan Perlindungan Musik, sementara Giring dengan Solusi untuk Perbaikan Draf RUU Permusikan.

SINGKATNYA, MENURUT BK DPR, RUU INI ADALAH SEBUAH DRAF DARI RUU. Belum beranjak dari hari Senin, KNTLRUUP juga menggelar diskusi bersama para praktisi musik yang dihadiri lebih dari 20 orang. Terus membahas substansi dan urgensi RUU Permusikan yang tetap diyakini dengan sikap menolak.

Sementara BK DPR masih melanjutkan pertemuan terbatasnya. Di hari kedua, Selasa (12/2) tertulis diskusi pakar oleh Prof Tjut Nyak Deviana, A.Mus.D, Erix Soekamti, Erdian Aji Prihartono (Anji), dan Danilla Riyadi. Selain Prof Deviana yang membahas Ekosistem Musik, Pendidikan Musik, dan Pembinaan serta Pengembangan Pelaku Musik, ketiga musisi lainnya diminta untuk Solusi Perbaikan Draf RUU Permusikan. Namun sayangnya Erix, Anji, dan Danilla tidak menghadiri undangan tersebut. Sementara tiga anggota KNTLRUUP yang juga turut diundang dengan itikad baik datang menyatakan sikap dan memberikan alasan kenapa harus menolak.

BK DPR pun merespon dengan menjelaskan bahwa RUU Permusikan yang ada di prolegnas prioritas saat ini adalah draf RUU Permusikan. Inosentius Samsul, melalui kisah perwakilan KNTLRUUP, ketika ditanya perbedaan draft RUU dan RUU, tercetus pengakuan dari BK DPR kalau RUU-nya dibuat tergesa-gesa karena diburu-buru oleh DPR. Tujuannya adalah supaya masuk prolegnas dulu dan bisa masuk ke dalam daftar RUU yang akan dibahas. Ketika mau direvisi atau dirombak, itu urusan nanti. Singkatnya, menurut BK DPR, RUU ini adalah sebuah draf dari RUU.

BK DPR juga menjelaskan bahwa di luar protes besar masyarakat terkait RUU tersebut, mereka tetap akan bekerja seperti biasa untuk menyelesaikan revisi penyusunan RUU Permusikan. Karena ini merupakan amanat/instruksi dari DPR. Segala aspirasi untuk menghentikan RUU ini bukan merupakan kewenangan mereka melainkan DPR RI.

SETELAH MEMPELAJARI RUU PERMUSIKAN DENGAN SAKSAMA, SLANK SEPAKAT DENGAN REKOMENDASI MEMBATALKAN RUU TERSEBUT

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Sementara malam harinya di Potlot terjadi pertemuan yang diinisiasi oleh Slank. Selain mereka sebagai tuan rumah, hadir juga Anang, Glenn, dan KNTLRUUP. Sebagai musisi yang paling berpengaruh, skenario pertemuan di Potlot memang menjadi begitu menentukan bagi KNTLRUUP.

Beragam debat pro kontra yang terjadi di sana. Potlot menjadi arena adu argumen penuh substantif menurut kisah salah satu anggota KNTLRUUP. Hal ini pun diperkuat dengan rilis resmi yang dikeluarkan dua hari setelahnya (14/2) dengan judul ―Konferensi Meja Potlot‖.

Dalam rilis tersebut Bimbim mengatakan ―Setelah mempelajari dengan saksama RUU Permusikan, Slank sepakat dengan rekomendasi membatalkan RUU tersebut. Slank juga mendukung penuh diadakannya Musyawarah Musik Nasional untuk menyerap aspirasi para stakeholder industri musik dari berbagai daerah di Indonesia. Semua demi ekosistem musik indonesia yang lebih baik‖.

SESUNGGUHNYA GENERASI INI MAMPU MEMBUAT SEMUANYA BERSATU BUKAN UNTUK MENOLAK LAGI TETAPI UNTUK MEMINTA DPR RI SEGERA MEMBATALKAN RUU PERMUSIKAN Anang pun turut berpendapat. ―Saya menangkap aspirasi dari teman- teman musisi terkait dengan RUU Permusikan ini untuk tidak dilanjutkan proses pembahasannya. Sebagai wakil rakyat, aspirasi ini tentu akan saya bawa ke Parlemen,‖ jelas Anang Hermansyah. Lebih lanjut Anang mengatakan dalam kapasitasnya sebagai inisiator RUU Permusikan, dirinya akan mengajukan surat penarikan usulan RUU ini ke Pimpinan DPR. ―Dalam kapasitas saya sebagai pengusul RUU Pemusikan, saya akan mengajukan surat penarikan RUU Permusikan ke Pimpinan DPR, selanjutnya agar dapat diproses sesuai mekanisme yang berlaku,‖ tambah Anang.

Ia juga menyebutkan pihaknya bersama ekosistem musik akan melakukan audiensi ke Pimpinan DPR terkait hal tersebut. Di bagian lain, Anang juga meminta agar DPR bersama pemerintah untuk memfasilitasi Musyawarah Musik Indonesia menyangkut persoalan yang muncul di ekosistem musik. ―DPR bersama pemerintah dapat memfasilitasi musyawarah ekosistem musik ini. Langkah ini sebagai bentuk respons atas aspirasi yang berkembang di ekosistem musik Indonesia,‖ tambah Anang. ―Saya pribadi setuju untuk memohon mendrop semua proses RUU Permusikan inisiatif DPR ini, agar kita semua bisa mulai lagi dari awal

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 dengan melibatkan semua komponen ekosistem musik dan bermusyawarah mencari bentuk kebijakan apa yang terbaik bagi kepentingan industri musik maupun non industri musik Indonesia nantinya,‖ imbuh Glenn Fredly mewakili Kami Musik Indonesia. GANG JL. POTLOT III KEMBALI MENUAI SEJARAH BARU; MEMPERSATUKAN MUSISI YANG BERBEDA FAKSI LEWAT KONFERENSI MEJA POTLOT DENGAN NARASI #BERSAMABATALKANRUUPERMUSIKAN ―Melalui diskusi yang mendalam, perwakilan KNTLRUUP, Anang Hermansyah, Glenn Fredly dan Slank, sepakat untuk meminta DPR membatalkan RUU Permusikan. Langkah ini jelas sejalan dengan amanah lebih dari 270 ribu penanda tangan petisi yang berada di balik barisan Tolak RUU Permusikan. Ini demi masa depan musik Indonesia yang lebih cerah lagi,‖ kata Edy Khemod mewakili Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Ah sudahlah, berbagai kegiatan di atas mungkin hanya kebetulan terjadi di waktu yang bersamaan. Dua hari yang menentukan. Pada akhirnya musisi yang masih punya nalar bersatu dan menyatakan batalkan RUU Permusikan kepada DPR RI. Bahwa sesungguhnya generasi ini mampu membuat semuanya bersatu bukan untuk menolak lagi tetapi untuk meminta DPR RI segera membatalkan RUU Permusikan. Bahwa sesungguhnya juga gang jl. Potlot III kembali menuai sejarah baru; mempersatukan musisi yang berbeda faksi lewat Konferensi Meja Potlot dengan narasi baru yang lebih kuat #BersamaBatalkanRUUPermusikan. Niatan ini mulai bergemuruh baik dari KNTLRUUP maupun praktisi musik lainnya. Sekarang tinggal mengawalnya bersama-sama di hadapan DRP RI sampai dikabulkan, untuk dibatalkan.

Sumber : https://pophariini.com/pertemuan-gang-potlot-dan-gemuruh-

pembatalan-ruu-permusikan/3/ , 2019

Pemberitaan 7

New Music By editorial

Album Kompilasi 100 Musisi Mengawal Pembatalan RUU Permusikan

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTLRUUP) merilis sebuah album kompilasi bertajuk BERSAMA BERSUARA Vol.1 pada tanggal 14 Maret 2019 kemarin via situs Bandcamp.com. Album kompilasi ini merupakan subdivisi kerja dari KNTLRUUP yang digerakkan secara sukarela untuk melantangkan tujuan mengawal dibatalkannya RUU Permusikan.

Album ini juga dipublikasikan dengan bebas unduh/bebas streaming dan non-profit. Secara organik diorganisir dengan melibatkan pelaku komunitas musik lokal di semerata Indonesia sebagai simpul jejaring yang mensosialisasikan dan mengajak rekan-rekan pemusik di kotanya untuk terlibat secara aktif dan partisipatoris.

Album kompilasi ini akan dimulai dengan merilis BERSAMA BERSUARA VOL.1 yang menjadi awalan medium pemersatu suara dan menjadikan musik sebagai senjata. Menyatukan nama-nama besar yang sudah cukup dikenal dalam kancah musik tanah air antara lain seperti Superman Is Dead, Mocca, Burgerkill, Toto Tewel, Bottlesmoker, Komunal, Scaller, serta berbagai grup/solo/duo musik dari komunitas lokal beragam kota di Indonesia untuk satu tujuan bersama; ―Mendorong gelombang kesadaran dalam menolak RUU Permusikan yang perjalanannya masih panjang untuk bisa dibatalkan.‖

Kenapa album kompilasi BERSAMA BERSUARA bisa menjadi senjata dan kekuatan pendesak? Karena tak pernah sebelumnya pemusik setanah air disatukan dalam satu medium yang masif dengan tujuan yang sama. Permasalahan akan RUU Permusikan juga masalah bagi komunitas musik lokal dari ujung Barat hingga Timur nusantara. Musik mungkin bukanlah agen perubahan, tapi kesadaran untuk menolak dan mendesak pembatalan RUU Permusikan yang terpantik dengan hadirnya album kompilasi ini bisa menjadi kekuatan yang nyata, kekuatan jejaring komunitas musik sepenjuru nusantara

Sumber : https://pophariini.com/album-kompilasi-100-musisi-

mengawal-pembatalan-ruu-permusikan/ , 2019

Pemberitaan 8

News By Fari Etona

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Menyambut Hari Musik: Acara dan Kompilasi Tolak RUU Permusikan

Bertepatan dengan momentum Hari Musik Nasional, 9 Maret, gerakan para penggiat musik dan musisi menolak Rancangan Undang Undang Permusikan (RUUP) masih terus bergulir. Kemarin pada hari Sabtu (9/3) siaran pers album kompilasi SUARA BERSAMA dirilis bertepatan di hari lahir pencipta lagu Indonesia Raya, WR Supratman yang diperingati dengan hari musik Nasional. Album kompilasi BERSAMA BERSUARA VOL.1 adalah album kompilasi yang diorganisir secara organik dan partisipatoris dengan melibatkan simpul jaringan komunitas musik semerata nusantara bersama 100 partisipan grup/solo/duo dari ujung Barat hingga Timur Indonesia juga lintas negara dan akan dilepas dalam waktu dekat. Kompilasi ini bertujuan menjadikan musik sebagai senjata untuk memperluas kesadaran tentang urgensi pembatalan RUU Permusikan. Proyek album kompilasi BERSAMA BERSUARA ini akan terus berkelanjutan dan berseri dalam multi volume. Berjalan seiring, seirama dalam mengawal pembatalan RUU Permusikan sampai dicabut dari Prolegnas di DPR RI

Sementara itu kemarin juga Galeri Foto Jurnalistik Antara bekerja sama dengan Koalisi Seni Indonesia, Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan dan Masyarakat Musik Merdeka menggelar Diskusi Publik Diskusi ―Del Aje, Kawal Pembatalan RUU Permusikan‖ yang dihadiri oleh Bivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara; Wendi Putranto, Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan; Viky Sianipar, Musisi; Kartika Jahja, Musisi dan Hafez Gumay, Koalisi Seni Indonesia. Serta dengan penampilan beberapa di antaranya Adrian Adioetomo, Nonaria, Gugun Shelter, Jason Ranto, The Brandals. Saat ini paska konfrensi meja Potlot RUU Permusikan masih dalam proses pencabutan dari daftar prioritas Prolegnas di DPR RI. Maka itu berbagai kegiatan tetap digalakan oleh para aktifis musik untuk mengawal proses pencabutan RUUP ini.

Sumber : https://pophariini.com/menyambut-hari-musik-acara-dan-

kompilasi-tolak-ruu-permusikan/ , 2019

Pemberitaan 9

News

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 By David Silvianus

Sah, RUU Permusikan Resmi Dibatalkan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan resmi dibatalkan. Tepat pada pukul lima sore tadi, RUU Permusikan telah ditarik dari daftar Prolegnas RUU Prioritas 2019. Berita ini diumumkan oleh akun twitter resmi Koalisi Nasional Tolak Rancangan Undang-Undang Permusikan (KNTL RUUP). Lewat hashtag #BersamaBatalkanRUUPermusikan mereka menjelaskan kronologis perihal kabar ini. Sontak saja, kabar berita ini disambut baik oleh beragam musisi dan pihak yang memang mendukung pembatalan RUU Permusikan, dari vokalis Seringai, Arian 13 dan Endah Widiastuti dari Endah N Rhesa. Seperti diketahui sebelumnya bahwa pada tanggal 17 Juni ini, DPR RI akan menggelar rapat Badan Legislasi (baleg) evaluasi Prolegnas dan RUU Permusikan masuk dalam materi yang dibahas. Rapat Baleg ini sendiri adalah Rapat Badan Legistalsi dalam rangka penyusunan RUU. Rapat dini digelar 17 sampai 21 Juni 2019 dengan agenda besar laporan progres penyususan NA dan draft berbagai RUU serta pembahasan evaluasi dan perubahan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2019. Sebelumnya RUU Permusikan sendiri masuk ke dalam daftar yang diprioritaskan. Itu sebabnya RUU ini langsung menjadi polemik di kalangan musisi sendiri karena dibuat sangat mendadak, tanpa ada keterlibatan dari para pelaku dunia musik. Hingga langsung muncul sikap penolakan dari para musisi muda seperti Danilla, Arian 13 dan Jason Ranti yang berujung pada gerakan Koalisi Nasional Tolak Rancangan Undang-Undang Permusikan (KNTL RUUP). Proses menuju Pembatalan RUU Permusikan ini cukup panjang. Para musisi yang tergabung dalam KNTL RUU ini sebelumnya bertemu dengan pihak dari Anang dan KAMI di mabes Slank di potlot atau apa yang dikenals ebagai Konferensi Meja Potlot. Pertemuan kedua belah pihak yang berseberangan dan telah saling sepakat untuk menunda RUU Permusikan yang sempat menuai kontroversi itu hingga menimbulkan gemuruh pembatalan dari penjuru Indonesia sejak isunya dihembuskan Sumber : https://pophariini.com/sah-ruu-permusikan-resmi-dibatalkan/

, 2019

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 HASIL WAWANCARA I

Informan 1 (AA) : Anto Arief

Jabatan : Editor In Chief Pop Hari Ini

Informan 2 (WN) : Wahyu Nugroho

Jabatan : Redaktur

Tempat dan Waktu : Mal Grand Indonesia, Minggu, 1 Juni 2019

1. Latar belakang membentuk PHI ? sudah berapa lama berdiri ?

AA : Jadi sebenernya, ide pertamanya dateng dari Widi. Dia itu foundernya Maliq, drummer, organics juga. Awalnya tuh mereka punya kompilasi, judulnya ‗pop hari ini‘. eum, isinya adalah mengkompilasi aja musik jaman sekarang gitu, tanpa mengkotak-kotakkan mainstream atau indie. Karena ‗pop hari in‘i kan luas, campur, yang indie ada yang mainstream ada. Terus udah gitu, responnya oke, bagus. Waktu kompilasinya udah kelar, udah release, bikin video klip udah beres. Namanya nih, ‗kok masih terngiang- ngiang ya?‘ bagus gitu Pop Hari Ini. Nah, terus Widi ngontak gue, gue di media alternatif lumayan lama lah.

WN : Si Anto ini emang banyak untuk media alternatifnya.

AA : Iya kayak Ripple , tapi umurnya gak panjang jadi udahan. Terus sempet ke majalah soap jakarta, terus Scandal majalah di Bandung. Itu majalah-majalah alternatif, tapi punya ISBN tapi kontennya gak. Widi ngobrol sama gue, terus akhirnya gue bikinin konsepnya. Gue presentasi ke Widi, bolak-balik Bandung, setengah tahunlah. Terus akhirnya, okelah jalan Pop Hari Ini, konsepnya musik Indonesia, total. Kayaknya belum ada ya yang fokusnya ke Indonesia doang. Nah terus udah gitu, gak mengkotak-kotakkan, musik pop ya pop aja kan populer. Cuma, kita diseleksi banget. Mainstreamnya juga yang kita anggap bagus. Jadinya seperti itu. Penggagasnya jadinya gue sama Widi doang. Gue ngajak editor dulu namanya Aisyah, redpel gue di Soap. Dulu Pop Hari Ini itu beneran pengen cowo-cewe.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Ada bahas soal gaya hidup, fashion, travelling, kalo lo liat awal-awal itu ada kan artikelnya. Bahkan Widi tertarik juga ngajak gue karena gue pernah punya blog, ‗pakaihariapa‘ soal fashion pria. Jadi awalnya Pop Hari Ini, ada artikel yang subsidi dari situ. Ada satu artikel dari ‗pakai apa‘ yang viewnya paling tinggi. Soal jam vintage di batu tulis. Ada travelling, masakan, fashion, make up, terus kita juga dulu berdua gue sama Aisyah, punya penulis banyak banget. Blogger-blogger terkenal. Rekomendasian Widi sih. Jalan tuh jalan, tapi susah banget nih ngegenjot pembaca cewe. Ternyata artikel musik yang lebih bagus. Di fase dua, berubah. Si konten perempuan dikurangin, mulai musik. Gue lupa fase dua sama tiga bedanya apa. Perempuan susah banget.

WN : fase empat tuh kayak HAI, yang tadinya diarahin ke cewe juga, sekarang jadinya ke cowo-cowo nih. Jadi emang yang baca tuh millenials, yang muda-muda, dan pria. Dan musiknya memang kalo dari musik, kita gak beda-bedain, tapi kok jalannya kita kayak jadi corong buat musisi independen, sidestream.

AA : Sidestream tuh pageviewnya bagus banget. Kita tapi berusaha menyeimbangkan, harus ada pop. Cuma sampe fase empat ya gitu, musisi independen bisa sampe seribu likes di Instagram.

WN : Di email kita itu banyak release dari musisi independen which is itu tadinya engga ada di pada saat kita bikin Pop Hari Ini itu gak ada. Kita yang cari berita sendiri, kita yang aktif, sekarang dari musisi independen ketimbang media label. Banyak festival independen segala macem, ngajakin kerja sama.

2. Visi dan Misi Pop Hari Ini?

WN : Visinya Pop Hari Ini ingin menjadi media seratus persen lokal, itu pertama. Sekarang kita lagi menjalankan visi kita, karena saat itu kayaknya belum ada yang ngomongin seratus persen lokal, cetak aja gak ada. Semua kayak , trax dan lainnya itu internasional masuk pasti. Kita pengen jadi, kalo gak bisa jadi yang pertama, kita jadi one of the first-lah. Kita gak tahu di luar ada media apalagi, tapi sejauh ini secara subjektif kita, kayaknya kita yang pertama deh.

AA : Palingan terakhir-terakhir nambahin sih, mendokumentasikan musik Indonesia sih. Karena kan, sekarang udah masuk 2020 ya, musik independen kan 2000 mulai ramenya kan? Sekarang udah dua dekade, banyak banget

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 album-album yang bagus-bagus yang anak sekarang gak tahu. Jadi gue sama acum tuh, pengen banget dokumentasiin dua dekade terakhir ini. mungkin 80- an ke bawah kan udah ada Irama Nusantara. Sekarang 2000-an ini, kayaknya jatah kita nih. Kayak ada SORE album pertama, kan mereka gak ngalamin yah. Ada Rumah Sakit. Itu tuh kita pengen mendokumentasikan itu ke pembaca-pembaca yang sekarang.

3. PHI itu berdiri tahun berapa ?

AA : sekarang tahun ketiga, eumm 2017. Lupa sih sebenernya.

4. Siapa saja orang-orang dibalik PHI? WN : Kebanyakan kontributor sih, tetapnya, saya-Anto-Nadia. Intinya bertiga.

AA : Ada orang video sama AE, cuman mereka tuh di Organic. Jadi si video ini double agent .

WN : Jadi sebenarnya PHI itu masuk ke strukturalnya si Organics. Organicrecords kan itu label yang menaungi Maliq, bukan dibilang PHI ini medianya Maliq, tapi ini kayak unit bisnis baru aja. Nah, selain jadi media, PHI itu jadi kita itu media 360. Kita sebagai media, agency, kita sebagai Production House. Kita juga sebagai toko. Jadi usaha yang 360, project gitu. Meskipun gak terlalu masif, tapi kita udah menjalankan fungsi itu.

AA : Itu berkembang di tahun terakhir ya. Jadi si Organics itu dinamis juga, kita juga partner sama Inspigo, podcast. Itu sahamnya ya Organics juga. Jadi kita juga, kita punya channel juga di Inspigo, ‗sehidup semusik‘ itu di Inspigo ada podcast khusus.

5. Media dalam bentuk apa PHI mempublikasikan konten-kontennya ? cetak, online, web-zine, media sosial ?

WN : Media Sosial, Website, Youtube, dan Podcast. Itu aja. Facebook paling corong aja. Kecuali instagram, itu kita berdiri sendiri. Twitter sama Facebook engga, cuma share aja. Kalo instagram berdiri sendiri, jadi ada

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 konten di Instagram yang gak ada di web. Ada konten di youtube, yang gak ada di web, gitu.

6. Rubrik dan konten apa saja yang ada dalam PHI ? Konten hard news atau softnews ?

WN : Kalo rubrik ya, kita ada News, Recommendation, Feature, rubrik, Pop Life. Ini yang paling disukai, karena isinya macem-macem, misal kita mengulas musik tapi dari sudut pandang yang berbeda. Misal, artikel ‗5 gitaris yang pake gitar apa‘ , kayak artikel ringan tapi menarik gitu. Ada juga yang kita ingin memprofilkan satu musisi, kayak ‘16 pertanyaan‘, random questions. Itu belum pernah ada di media lain.

7. Target audiens PHI itu seperti apa ?

WN : Di awal kita gak pengen metain, targetnya kayak gimana. Pengen rangkul aja semuanya. Tapi akhirnya, karena ada presentase ketertarikan satu artikel itu banyak yang cewe banyak yang cowo. Oh ternyata, artikel cowo lebih banyak yang baca. Terarah dengan sendirinya.

AA : tapi kita sangat, data tuh kita perhatiin banget. Kita selalu evaluasi, pembaca siapa, umurnya berapa. Bukan dari awal kita mensasar, kita melebar dulu. Pada akhirnya juga ketahuan, instagram lebih muda yang baca, facebook lebih tua, yang baca artikel umuran se-gua.

8. Mengenai pemasukan media, dari mana sajakah pemasukan itu berasal ?

WN : Iklan, sebenernya ada juga sih. Sebagai project 360, itu cara kita buat bertahan. Store ada tapi gak signifikan. Yang pertama PH, kedua sponsor brand gitu, terus ya itu aja sih. Agency ada beberapa.

AA : kita tetep ada investor juga sih, dari Organics juga sih.

9. Apakah PHI mempunyai izin media online ?

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 WN : Harusnya sih ada, karena di bawah PT kan. Atas nama PT bukan dari PHI sendiri. Sejauh ini kita belum mengalami yang namanya penyaduran, mungkin ada tapi yaudah.

AA : gue waktu itu nemu, ada yang nyadur dari kita. Cuman yaudah. Slow aja.

10. Ada syarat khusus untuk jadi kontributor ?

WN : Selama ini sih kita pilah sendiri, kalo sudut pandangnya cocok sama kita. Sejauh ini kita sendiri yang nyari.

AA : Kita cenderung milih sendiri sih.

11. Dalam mencari konten, proses dan prosedur apakah yang dijalani ? Apakah ada langkah tertentu, seperti melakukan pendekatan dengan narasumber atau yang lainnya?

AA : Kita juga ada reporter yang dibayar bulanan untuk liputan. Kita arahin sih.

WN : Karena dia bukan wartawan liputan, jadi saya selalu kasih ―ini ada acara ini-ini-ini‖ , yang ini acara ini. Termasuk link nya. Tapi kalo saya gak tau ya dia yang cari. Kita menerapkan proses kerja jurnalisme juga, misal Afgan mau konser 10 tahun, nih ada siapa jalan press-con , nanti gue bilang kita butuh berita yang gini-gini-gini. Oh yaudah. Tipe musisi yang butuh liputan, biasanya dari gue. Nah ini media alternatif juga nih, jadi gue redaktur yang merangkap partnership. Jadi kayak media relations , karena gak ada orang jadinya gue. Itu salah satu ciri media alternatif kan? Jadi kalo ada apa- apa ya barter-barteran, gak terlalu melibatkan Anto.

12. Apakah ada gaya penulisan khusus untuk konten musik itu sendiri ?

AA : Artikel, memang harus baku.

WN : Baku kita gak tahu sekarang batasannya gimana.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 AA : EYD. Gitu-gitu sih, standar. Terutama di website. Gak kayak di HAI gitu, yang gayanya slang banget gitu ya. Sebenernya pengennya konsepnya PHI, kalo gue ngelihatnya berkaca dari Maliq-nya sendiri. Maliq kan stylist, gaya, keren. Tapi tetep, bukan kaku, ada kemapanan si Maliq. Ada kelas. Tetap mengutamakan kelas, dijaga banget, karena emang ngelihat dari Maliqnya.

13. Dari mana atau siapa PHI mengetahui informasi pertama atau sumber pertama mengenai RUU Permusikan?

AA : Jadi gue kan orang Bandung, di Bandung itu gue masuknya ‗orang lama‘ lah ya. Jadi ketika, si networking kan waktu ada kasus itu cepet banget yah. Intinya, ketika mereka bikin jaringan, mereka bikin Whatsapp group, mereka langsung milih-milih, langsung ajakin gabung orang-orang. Gue masuk ke tim, yang heboh banget. Gue jadi corong mereka aja gitu. Karena, lumayan ngaco sih kemaren, Anang ujug-ujug. Polegnas naik 10 besar kan. Dari situ gue mutusin, ini isunya penting buat PHI tahu. Nah kebetulan, gue nemu ada penulis yang bisa nulis dan kenceng gitu. Si Fikri itu, gue kenalan di grup. Dia nawarin mau nulis, terus gue ngobrol. Sebagian besar, dia yang nulis tuh. Akhirnya kita juga tahu, kalo kita butuh sesuatu yang agak politis, ya ke Fikri ini. Tulisan dia cukup dalam untuk PHI.

WN : RUU itu perlu kita tulis, catat dan kritisi, itu perlu banget. Karena kan belum pernah ada kejadian sebelumnya. Kita gak tahu ke depannya bakal ada lagi atau gak. at least, di satu titik di Indonesia, pernah ada kasus kayak gini. Itu kan menarik. Karena kita deket sama musisi, kita banyak dapet sudut pandang musisinya.

AA : Mungkin kelebihan PHI juga, karena semuanya main musik sih.

WN : Kita gak ada kewajiban, kita gak takut sama politik dan lainnya. Mungkin kalo Tirto, Kompas ada kebentur di situ. ―Lu jangan terlalu dalem di musik‖ jadi biasa aja. Soal RUU jadi biasa aja. Kalo di kita kan kayak ―ini penting men‖.

14. Apakah PHI melakukan interaksi dengan audiens dengan cara interaktif, misal kolom komentar atau feedback ?

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 WN : Instagram banyak. Kalo website, agak kurang. Ada yang penting dibalesin, ada yang nggak.

AA : Alhamdullilah, di Pop Hari Ini netizennya bagus. Kita gak pernah ada yang berantem atau gimana, atau mungkin justru gara-gara RUU Permusikan bisa mensortir audiens juga gue gak tau sih. Cuma gue cukup seneng dengan di instagram, gue gak menemukan hal yang negatif. Walaupun RUU Permusikan bikin pecah kubu, antara mendukung dan menolak. Sempet ada yang rame kan, ―kenapa gak revisi aja sih?‖. Ada aja yang mendukung RUU Permusikan, tapi di kolom komentar malah jadi diskusi sehat sih. Seru.

WN : Sejauh ini, kita bukan jadi partisan. Bener-bener media biasa aja, gak dukung banget gak nolak banget.

15. Berapa orang yang terlibat untuk kasus RUU Permusikan ?

AA : Paling yang utama, gue sama si Djulfikri ini. Karena dia juga ke sana- ke mari, aktif juga ngikutin. Lumayan lantang juga di grup.

16. Apakah dampak yang diharapkan dari PHI mengenai pemberitaan RUU Permusikan kepada khalayak luas?

WN : Sebenernya, kita tuh selalu ngelihat kalo pembaca kita itu, kita pengen yang baca kita tuh tahu kalo dia punya band, atau menjadi musisi itu sulit. Karena ada RUU Permusikan, malah nanti takutnya tambah sulit gitu, kalo gak dijaga dengan baik dan diatur dengan baik. Meskipun pekerjaannya menyenangkan, tapi kalo batasan-batasannya gak enak, itu malah menyulitkan. Gue berharap pembaca kita ini anak band, kan kita gak tahu ada berapa band. Tapi gue yakin itu ada. Siapa sih anak-anak milenial yang gak nge-band? Nah kalo dia awam, dia bakal tahu ―oh ternyata, di musik itu ada masalah kayak gini, ada kasus kayak gini‖. Ketiga, RUU permusikan itu secara strategi bisnis, sesuatu yang lagi rame, updating, kita masuk di situ. Kalo ini kan emang penting, ini ranah musik, kita media musik, kita punya KEWAJIBAN MORAL, kita masuk di situ. Gue berharap, pembaca jadi tahu, kayak berada di satu ruangan, kayak ―oh ini apa sih? Ada apa aja sih di sini?‖ jadi mereka tahu kalo ternyata Pop Hari Ini, concern sama RUU Permusikan.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 AA : sama sih, update dan nama ‗hari ini‘ berat kan. Jadi itu harus bener- bener menyajikan yang faktual dan aktual.

17. Mengenai suasana kerja, bagaimana suasana kerja di Pop Hari Ini ?

WN : Kalo TV sih gue gak pernah nemu, tv yang kerjanya enak banget. Pekerjaan si TV itu karena serius. Di kita gak bisa tuh kayak gitu. Enaknya minta ampun.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 HASIL WAWANCARA II

Informan 3 : Zethria Okka

Jabatan : Musisi Holykillers Band, promotor musik

Tempat dan Waktu : email zethria.okka@gmail,com , Minggu, 16 Juni 2019

1. Perkenalan dulu bang (nama, umur, pekerjaan, nama Band) Zethria Okka, 25, Graphic Designer dan promotor musik, Holykillers band

2. Sudah berapa lama terjun ke dunia musik ? kurang lebih 8 tahun

3. Apakah Anda mengetahui soal RUU Permusikan ? Kalau ya, tahu dari mana awalnya (media / komunitas / lainnya) ? Ya, mengetahui tahu dari rekan musisi (grup WA), dan ramai di medsos(twitter,instagram)

4. Apakah Anda termasuk pihak yang mendukung atau menolak RUU Permusikan ? Mengapa ? 100% menolak, secara garis besar karena RUU ini berisfat pasal karet yang bisa mengancam kreatifitas para musisi. kemudian ada pasal yang akan berimbas juga pada musisi independen yang nantinya industri musik akan dikuasai oleh label besar saja, artinya disini musisi independen tidak mendapat ruang apapun, bahkan tidak memberi ruang pada musisi otodidak sekalipun. RUU ini bermasalah karena pasal2nya hanya berpihak pada sisi pemerintah saja bukan untuk musisi, yang harusnya RUU ini mengatur dengan baik bagaimana industri ini bisa memfasilitasi dan mengakomodasi para pelaku musik.

5. Apa harapan dan saran Anda mengenai RUU Permusikan ? Dibubarkan, karena seharusnya RUU ini mengatur industri saja baik mengenai hak cipta dan kesejahteraan para musisi, bukan ruang gerak atau karyanya, melihat banyaknya kasus pembajakan yang tidak pernah usai.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 6. Apakah Anda membaca pemberitaan mengenai RUU Permusikan pada media massa ? Kalau ya, media apa yang Anda baca ? Ya, Kompas, Tirto, apalagi ya lupa sama semua sih intinya

7. Apakah Anda tahu media Pop Hari Ini ? tau dong

8. Apakah Anda mengetahui media musik (konvensional / alternatif) di Indonesia saat ini? Tau lumayan banyak sih. Billboard Indonesia, Pop Hari Ini, Whiteboard.

9. Mengenai pemberitaan RUU Permusikan, apa yang Anda harapkan dari media untuk mengemas pemberitaan tersebut? Bisa sekaligus memberikan saran untuk media-media yang ada. Sejauh ini bagus sih, semua memberitakan berdasarkan narasumber yang pada bidangnya

10. Menurut Anda, apakah media musik di Indonesia telah berhasil memberikan informasi yang lengkap mengenai perkembangan RUU Permusikan ? Beberapa media sudah cukup jelas terutama media alternatif, beberapa media juga ya bisalah walaupun hanya memberikan informasi yang sebagian kecil

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 HASIL WAWANCARA III

Informan 4 : Hamzah Muhammad

Jabatan : Manager Kabar Burung Band

Tempat dan Waktu : whatsaspp voice note , Minggu, 16 Juni 2019

1. Perkenalan dulu bang (nama, umur, pekerjaan, nama Band) Hamzah Muhammad, umur 27 tahun. Pekerjaan, manager Kabar Burung Band.

2. Sudah berapa lama terjun ke dunia musik ? Sebetulnya hitungannya mungkin, sejak 2013. Tapi ya, selalu menjadi bagian di belakang layar.

3. Apakah Anda mengetahui soal RUU Permusikan ? Kalau ya, tahu dari mana awalnya (media / komunitas / lainnya) ? Ya, gue mengetahui, itu dari komunitas sih, dan media dan di Kabar Burung juga diobrolin.

4. Apakah Anda termasuk pihak yang mendukung atau menolak RUU Permusikan ? Mengapa ? Dari Kabar Burung, kami menolak RUU Permusikan. Alasannya kenapa? Bisa dilihat akun kabar burung di Instagram.

Pertama, Kabar Burung menimbang bahwa rancangan undan- undang tersebut secara konseptual lemah, tidak bisa ditawar secara logika, dan substansinya berjarak dengan kondisi objektif permusikan yang selama ini menghidupi kerja musisi Indonesia. Kedua, Kabar Burung menimbang bahwa rancangan undang- undang tersebut akan tidak kontekstual dengan gelanggang permusikan Indonesia sehingga pengesahan dan pengejawantahannya sangat berpotensi melemahkan daya kreativitas dan kebebasan musisi Indonesia.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Ketiga, Kabar Burung menimbang bahwa rancangan undang- undang tersebut, apabila disahkan, dapat memberi dampak negatif terhadap ekosistem permusikan yang sudah ada. Rancangan undang-undang permusikan tersebut mencerminkan sesat pikir dari kalangan penggagas yang sekadar berkepentingan menguntungkan status quo-nya. Keempat, Kabar Burung menimbang bahwa rancangan undang-undang tersebut mencerminkan suatu indolensi dan kepicikan nalar dari kalangan elitis, baik, bersifat korporasi (industri besar) dan maupun politis, yang cenderung mengancam masa kini dan masa depan keberlangsungan musisi Indonesia (Instagram @Kabar.burung, February 2019).

5. Apa harapan dan saran Anda mengenai RUU Permusikan ? RUU Permusikan tidak membenarkan kepentingan yang Cuma bisa diakses oleh kalangan elit di kancah musik. Oke, kalo bicara modal, tapi semua punya kesempatan yang sama. Nah, itu yang mungkin yang gak ada di RUU Permusikan.

6. Apakah Anda membaca pemberitaan mengenai RUU Permusikan pada media massa ? Kalau ya, media apa yang Anda baca ? Kompas kalau gak salah atau Tempo sih pernah.

7. Apakah Anda tahu media Pop Hari Ini ? Tau banget Pop Hari Ini, tapi ya sebatas mengenal sebagai media alternatif mungkin. Kebetulan kemaren, pasca kabar burung release album akhir Maret, sempet dibahas di Pop Hari Ini juga sih. Jadi tau.

8. Apakah Anda mengetahui media musik (konvensional / alternatif) di Indonesia saat ini? Eumm, soal media musik konvensional dan alternatif itu eee makin ke sini makin bias sebetulnya. Tegangannya. Kalau konvensional itu berarti cetak, sekarang udah gak ada Rolling Stone. Tapi kalo misalkan yang diartikan dengan alternatif itu adalah yang memberikan narasi baru, gak yakin juga sih gue. Tetep sih alternatif itu perlu menjual yang pop juga. Jadi sebenernya gak penting-penting amat sih mau alternatif atau konvensional, yang penting bahasannya sih, apa yang ditawarkan.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 9. Mengenai pemberitaan RUU Permusikan, apa yang Anda harapkan dari media untuk mengemas pemberitaan tersebut? Bisa sekaligus memberikan saran untuk media-media yang ada?

Kalo media musik sih sudah seharusnya memberitakan mengenai RUU Permusikan ya. Biar pada tahu juga gitu. Ini sih bagaimana runutan penggodokan dari RUU Permusikan itu sih, yang banyak khalayak, penikmat musik itu kurang bisa mengaksesnya. Jadi bagaimana hal-hal prosedural dari RUU Permusikan itu yang menjadi penting untuk dikemukakan ke publik. Sehingga publik punya kesempatan yang sama , bisa menyuarakan sarannya, Kritiknya , dan segala macem. Selama ini yang pasang badan setau gue koalisi seni ya itupun lagi-lagi mediasinya kayak apa ya cuma seremonial belaka. Kayak hati-hati kalo ngomong, gitu.

10. Menurut Anda, apakah media musik di Indonesia telah berhasil memberikan informasi yang lengkap mengenai perkembangan RUU Permusikan ? Kurang sih, tapi bisa jadi gue kurang tau. Atau mungkin space di.. ee kemungkinan dari media yang diakses itu memberikan peluang yang sedikit untuk menampung informasi-informasi yang bisa dibaca oleh banyak kalangan. Kayaknya berita-berita tentang RUU Permusikan di media musik yang lagi naik-naik itu mungkin di Instagram dan platform lainnya itu, masih konten cap jepit sana- jepit sini. Jadi pembaca kebingungan, ini mana nih narasi yang bener nih, yang sahih yang mana nih, gitu.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 HASIL WAWANCARA IV

Informan 5 : Nuran Wibisono

Jabatan : Pakar media musik, editor Tirto.id

Tempat dan Waktu : email nuran.wibisono@gmail,com , Rabu ,19 Juni 2019

1. Perkenalan dulu ya mas (nama, umur, pekerjaan atau kesibukan saat ini) Nuran Wibisono, usia 31, editor di Tirto.id

2. Sudah berapa lama tertarik dengan jurnalisme atau dunia musik Indonesia ? Sejak masuk ke lembaga pers mahasiswa Tegalboto, sekitar tahun 2006.

3. Apakah Anda mengetahui soal RUU Permusikan ? Apabila ya, tahu dari mana awalnya (media / komunitas / lainnya) ? Tahu. Awalnya dari obrolan dengan Redpel Tirto, Zen RS yang sedang chat dengan Cholil, vokalis Efek Rumah Kaca. Cholil mengabari bahwa ada RUU yang berbahaya, ya RUU Permusikan itu. Lalu aku ngobrol dengan Zen, dan akhirnya berujung mengunduh salinan RUU-nya di internet lalu membacanya.

4. Apakah Anda termasuk pihak yang mendukung atau menolak RUU Permusikan ? Mengapa ? Jelas menolak. Alasan awalnya jelas: RUU ini tidak digarap dengan benar, asal-asalan, dan amat mengancam kebebasan para musisi.

5. Apakah Anda membaca pemberitaan mengenai RUU Permusikan pada media massa ? Kalau ya, media apa yang Anda baca ? Iya, tentu Tirto.id. Haha. Karena waktu isu ini merebak, ada satu reporter yang ditugaskan khusus meliput isu ini selama berhari-hari. Dengan dia juga, saya menggarap laporan agak panjang soal RUU ini. Selain baca Tirto, saya membaca berita soal RUU ini dari CNN Indonesia, laporannya cukup komplit.

6. Apakah Anda mengetahui media musik baik konvensional maupun alternatif di Indonesia saat ini?

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Mungkin kalau media musik yang besar seperti skala Rolling Stone, rasanya sudah tidak ada. Tapi kalau yang alternatif banyak. Mulai dari Ruang, Djarum Cokelat, Pop Hari Ini, sampai Jalur Musik. Yang baru sebenarnya ada Billboard Indonesia. Mereka berpotensi mengisi ceruk media musik skala besar di Indonesia.

7. Apakah Anda tahu media Pop Hari Ini ? Apabila ya, menurut Anda, media seperti apa Pop Hari Ini itu? Tahu dong. Itu salah satu situs musik menarik hari ini. Bahasannya cukup luas, penulisnya juga oke.

8. Mengenai pemberitaan RUU Permusikan, apa yang Anda harapkan dari media untuk mengemas pemberitaan tersebut? Bisa sekaligus memberikan saran untuk media-media yang ada. Kalau saran, kayaknya gak ada. Karena tiap media pasti punya guideline masing-masing, dan rasanya agak kurang etis saya mengomentarinya. Hehe. Tapi saya sendiri cukup puas melihat kerja kawan saya di Tirto.id yang mengcover isunya dengan kritis dan mendalam, sesuai obrolan awal saya dan Zen RS.

9. Menurut Anda, apakah media musik di Indonesia telah berhasil memberikan informasi yang lengkap mengenai perkembangan RUU Permusikan ? Ya, cukup lengkap dan berimbang kok. Dan informasi di media-media ini teramplifikasi amat kencang di medsos, dan berhasil membuat banyak orang aware dengan isu ini, bahkan memicu gelombang penolakan RUU ini di mana-mana. Penolakan ini yang akhirnya membuat RUU Permusikan dibatalkan dari Prolegnas.

10. Apakah media alternatif di Indonesia akan bertahan lama? apabila ya, dengan cara seperti apa? Bertahan lama, bisa saja. Tapi sebenarnya pertanyaannya kan bukan itu saja, melainkan apakah bisa berkesinambungan dan menghidupi. Salah satu tantangan media alternatif adalah kesinambungan —terutama media alternatif yang sejak awal dibikin untuk senang-senang dan tidak berharap profit. Mungkin semangat bersenang-senang dan tidak mencari profit itu yang bisa menjadi pondasi kuat untuk tetap bertahan lama.

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Foto Peneliti bersama Narasumber 1 dan 2

Tampilan Whatsapp Narasumber ke-4

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019

Tampilan Email Wawancara Narasumber ke-5

Tampilan Email Wawancara Narasumber ke-3

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019 Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019

Media alternatif pop..., Aleksandra Ekhe Wahyu Nugroho, FIK UMN, 2019