AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIKANKER SENYAWA GARCINOL DARI EKSTRAK N-HEKSANA KULIT BATANG maingayi Hook

SKRIPSI

LUCYTA SARI

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1440 H

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIKANKER SENYAWA GARCINOL DARI EKSTRAK N-HEKSANA KULIT BATANG Garcinia maingayi Hook

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

LUCYTA SARI 11140960000068

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1440 H

ABSTRAK

LUCYTA SARI. Aktivitas Antioksidan dan Antikanker Senyawa Garcinol dari Ekstrak n-Heksana Kulit Batang Garcinia maingayi Hook. Dibimbing oleh SRI HARTATI dan SITI NURBAYTI

Garicinia maingayi Hook merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung senyawa xanton, benzofenon, dan triterpenoid yang memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker. Uji pendahuluan terhadap ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi menunjukkan aktivitas antioksidan dan antikanker payudara (MCF-7) berturut-turut sebesar 90,51% (100 μg/mL) dan 96,87% (200 μg/mL). Penelitian lanjutan ini dilakukan untuk mengidentifikasi struktur senyawa murni ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi dan menguji aktivitasnya. Isolasi dan fraksinasi senyawa murni dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Uji aktivitas antioksidan dan antikanker dilakukan menggunakan metode DPPH (2,2- difenil-1-pikrilhidrazil) dan MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida]. Penentuan struktur senyawa menggunakan metode spektroskopi. Isolat GM-1 yang diperoleh berupa kristal jarum kuning pucat dengan titik leleh 122- 124˚C. Analisis isolat GM-1 menggunakan UV-Vis menunjukkan karakteristik senyawa golongan benzofenon dengan λmax 251 nm (kromofor karbonil) dan λmax 355 nm (kromofor aromatik). Spektrum FTIR menunjukkan adanya vibrasi gugus O-H (3.564; 3.274 cm-1), C=O (1.728; 1.623 cm-1), C=C aromatik (1.529 cm-1), C- -1 -1 -1 H aromatik (2.923 cm ), C-H (1.435 cm ) serta CH3 (2.969; 2.872 cm ). Analisis 1 13 H dan C NMR menunjukkan ciri benzofenon terprenilasi pada δH (ppm) 6,58; 6,90; 6,94 (cincin aromatik) dan δH (ppm) 4,91; 5,01; 5,08 (kerangka isoprenil) serta pada δC (ppm) 114,5-128,0; 58,0-209,3 (2 cincin aromatik) dan δC (ppm) 122,8; 123,9; 124,3 (isoprenil). Analisis LC/ESI-MS/MS menunjukkan waktu retensi 8,15 menit serta ion molekul pada m/z 625,3 [M+Na]+ dan 603,3 [M+H]+ sesuai rumus molekul C38H50O6 yang merupakan senyawa garcinol. Hasil uji aktivitas senyawa garcinol menunjukkan aktivitas antioksidan dan antikanker yang sangat kuat dengan nilai IC50 berturut-turut sebesar 16,44 dan 19,13 μg/mL.

Kata Kunci : Antikanker, antioksidan, Garcinia maingayi Hook, benzofenon

vi

ABSTRACT

LUCYTA SARI. Antioxidant and Anticancer Activity of Garcinol Compound from n-Hexane Stem Bark Extract of Garcinia maingayi Hook. Supervised by SRI HARTATI and SITI NURBAYTI

Garcinia maingayi Hook is medicinal which containing xanthones, benzophenones, and triterpenoids. Preliminary evaluation of antioxidant and anticancer activity (MCF-7) from n-hexane extract of stem bark G. maingayi showing IC50 90,51% (100 μg/mL) and 96,87% (200 μg/mL), respectively. This advanced research aimed to identify the structure of pure compound from n-hexane extract of stem bark G. maingayi and to determine their activity. Isolation and fractionation of pure compound using column chromatography method. Determination of antioxidant and anticancer activity was tested by DPPH (2,2- diphenylpicrylhydrazyl) and MTT [3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5- diphenyltetrazolium bromide]. Structural elucidation of isolate was performed by spectroscopic methods. Isolate GM-1 was obtained as a pale yellow needles and melting point temperature 122-124˚C. UV Vis spectrum showed the characteristics of benzophenones λmax 251 nm (carbonyl chromophore) and λmax 355 nm (aromatic chromophore). FTIR spectrum showed the vibration of O-H function group (3.564; 3.274 cm-1), C=O (1.728; 1.623 cm-1), aromatic C=C (1.529 cm-1), aromatic C-H -1 -1 -1 1 13 (2.923 cm ), C-H (1.435 cm ) and CH3 (2.969; 2.872 cm ). H and C NMR spectra showed the characteristics of isoprenylated benzophenones at δH (ppm) 6,58; 6,90; 6,94 (aromatic rings) and δH (ppm) 4,91; 5,01; 5,08 (isoprenyl) and signal at δC (ppm) 114,5-128,0; 58,0-209,3 (2 aromatic rings) and δC (ppm) 122,8; 123,9; 124,3 (isoprenyl). The LC/ESI-MS/MS spectrum gave a retention time at 8,15 minutes and molecular ion at m/z 625,3 [M+Na]+ and 603,3 [M+H]+ according to molecular formula C38H50O6 known as garcinol. Bioactivity assay showed a strong antioxidant and anticancer with IC50 = 16,44 and 19,13 μg/mL, respectively.

Keywords: Anticancer, antioxidant, Garcinia maingayi Hook, benzophenone

vii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohim

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Antikanker Senyawa Garcinol dari

Ekstrak n-Heksana Kulit Batang Garcinia maingayi Hook”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan Strata 1

(S1) pada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penelitian serta penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari adanya bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya kepada:

1. Dr. Sri Hartati, M.Si selaku pembimbing I yang selalu mendampingi dan

memberikan arahan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan.

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku pembimbing II sekaligus dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing dan memberikan saran kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tarso Rudiana, M.Si selaku penguji I yang telah memberikan saran dan

masukan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini bisa terstruktur

dengan baik.

4. Dr. Hendrawati, M.Si selaku penguji II yang telah memberikan saran dan

masukan yang bermanfaat sehingga skripsi ini bisa disusun dengan lebih baik.

viii

5. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Sains

dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Seluruh dosen Program Studi Kimia dan laboran yang telah memberikan ilmu

serta membimbing dalam bidang akademik

8. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan serta doa sehingga

penulis dalam penelitian ini.

9. Ambar Ilafah Ramadhan, Halwa Salasila, Nur Fauziyah, Afriana Awdady,

Nurlathifah, teman seperjuangan dalam riset di Laboratorium Kimia Bahan

Alam, Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Puspiptek-Serpong yang selalu membantu dan memberikan semangat.

10. Isni Putri Setyoningsih, Chinta Permatasari Supiandi, dan teman-teman

Kimia angkatan 2014 yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu sumbangan pengetahuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya di bidang ilmu Kimia.

Jakarta, Oktober 2018

Lucyta Sari

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...... viii

DAFTAR ISI ...... x

DAFTAR GAMBAR ...... xiii

DAFTAR TABEL ...... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 5

1.3 Hipotesis Penelitian ...... 6

1.4 Tujuan Penelitian ...... 6

1.5 Manfaat Penelitian ...... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 7

2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Garcinia ...... 7

2.1.1 Habitat dan Persebaran ...... 8

2.1.2 Manfaat Tradisional ...... 9

2.1.3 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan Garcinia...... 10

2.1.4 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder Tumbuhan Garcinia...... 17

2.2 Uji Aktivitas Antioksidan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH ...... 21

2.3 Uji Antikanker Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5- difeniltetrazolium bromida] ...... 22

2.4 Metode Isolasi Senyawa Bahan Alam ...... 23

x

2.4.1 Ekstraksi ...... 23

2.4.2 Kromatografi ...... 24

2.5 Elusidasi Struktur dengan Metode Spektroskopi ...... 26

2.5.1 Spektroskopi UV-Vis ...... 26

2.5.2 Spektroskopi Inframerah (IR) ...... 28

2.5.3 Spektroskopi Massa ...... 29

2.5.4 Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) ...... 30

BAB III METODE PENELITIAN ...... 31

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...... 31

3.2 Alat dan Bahan ...... 31

3.2.1 Alat ...... 31

3.2.2 Bahan ...... 32

3.3 Diagram Alir Penelitian ...... 33

3.4 Prosedur Penelitian ...... 34

3.4.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa ...... 34

3.4.2 Uji Kemurnian Senyawa ...... 35

3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Radical Scavenger DPPH ...... 36

3.4.4 Uji Antikanker dengan Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5- difeniltetrazolium bromida] ...... 38

3.4.5 Penentuan Struktur ...... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 42

4.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa dari Kulit Batang G. maingayi ...... 42

4.2 Uji Kemurnian Senyawa ...... 47

xi

4.3 Penentuan Struktur Isolat GM-1 ...... 48

4.3.1 Analisis Data UV-Vis ...... 49

4.3.2 Analisis Data FTIR ...... 49

4.3.3 Analisis Data LC/ESI-MS/MS ...... 51

4.3.4 Analisis Data 1H NMR ...... 54

4.3.5 Analisis Data 13C NMR ...... 57

4.4 Biosintesis Senyawa Garcinol ...... 60

4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Isolat GM-1 ...... 62

4.6 Uji Antikanker Isolat GM-1 terhadap Sel MCF-7 Metode MTT ...... 66

BAB V PENUTUP ...... 70

5.1 Simpulan ...... 70

5.2 Saran ...... 70

DAFTAR PUSTAKA ...... 71

LAMPIRAN ...... 80

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagian tanaman G. maingayi ...... 8

Gambar 2. Struktur senyawa triterpenoid dalam kulit batang Garcinia...... 12

Gambar 3. Struktur senyawa xanton...... 13

Gambar 4. Struktur senyawa xanton dalam kulit batang Garcinia ...... 13

Gambar 5. Senyawa xanton dalam G. mangostana dan G. maingayi ...... 14

Gambar 6. Struktur senyawa benzofenon dalam kulit batang Garcinia...... 15

Gambar 7. Struktur senyawa flavonoid dalam kulit batang Garcinia ...... 16

Gambar 8. Struktur senyawa depsidon dalam kulit batang Garcinia ...... 17

Gambar 9. Senyawa antioksidan dalam tumbuhan Garcinia ...... 19

Gambar 10. Struktur senyawa antikanker dalam G. livingstonei ...... 20

Gambar 11. Reaksi antara radikal DPPH dengan antioksidan ...... 21

Gambar 12. Diagram alir penelitian ...... 33

Gambar 13. Kromatografi kolom gravitasi...... 35

Gambar 14. Ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi ...... 42

Gambar 15. Hasil KLT ekstrak kulit batang G. maingayi berbagai perbandingan pelarut ...... 43

Gambar 16. Profil noda hasil fraksinasi ...... 44

Gambar 17. Hasil KLT fraksi 1A-6F ...... 45

Gambar 18. Profil noda subfraksi 5E.1-5E.19...... 46

Gambar 19. Hasil KLT 2 dimensi fraksi GM-1 ...... 47

Gambar 20. Visualisasi isolat GM-1 ...... 48

Gambar 21. Spektrum UV-Vis isolat GM-1 ...... 49

xiii

Gambar 22. Spektrum FTIR isolat GM-1 ...... 50

Gambar 23. Kromatogram isolat GM-1 ...... 51

Gambar 24. Spektrum massa isolat GM-1 ...... 52

Gambar 25. Spektrum 1H-NMR isolat GM-1 ...... 54

1 Gambar 26. Hasil pembesaran H NMR isolat GM-1 pada δH 6,0-6,95 ppm ..... 54

Gambar 27. Penjodohan proton pada cincin aromatik isolat GM-1 ...... 55

Gambar 28. Spektrum 13C-NMR isolat GM-1 ...... 57

Gambar 29. Jalur biosintesis asam protokatekuat ...... 61

Gambar 30. Jalur biosintesis senyawa garcinol ...... 62

Gambar 31. Reaksi antara senyawa garcinol dengan DPPH ...... 64

Gambar 32. Perbandingan struktur kuersetin dan garcinol ...... 66

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Profil golongan senyawa kulit batang tumbuhan Garcinia ...... 10

Tabel 2. Panjang gelombang maksimum beberapa gugus kromofor ...... 27

Tabel 3. Daerah serapan berbagai gugus fungsi pada spektrum IR ...... 29

Tabel 4. Kondisi LC/ESI-MS/MS untuk identifikasi isolat GM-1 ...... 41

Tabel 5. Hasil analisis gugus fungsi isolat GM-1 ...... 50

Tabel 6. Perbandingan nilai pergeseran kimia senyawa isolat GM-1 dengan senyawa pembanding garcinol ...... 56

Tabel 7. Nilai geseran kimia karbon isolat GM-1 ...... 58

Tabel 8. Nilai persen inhibisi dan IC50 standar kuersetin dan isolat GM-1 ...... 62

Tabel 9. Nilai persen kehidupan sel kanker MCF-7 dan IC50 isolat GM-1 ...... 66

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan aktivitas antioksidan (IC50) standar kuersetin ...... 80

Lampiran 2. Perhitungan aktivitas antioksidan (IC50) isolat GM-1 ...... 81

Lampiran 3. Perhitungan aktivitas antikanker sel MCF-7 (IC50) isolat GM-1 ...... 82

Lampiran 4. Spektrum 1H-NMR ...... 83

Lampiran 5. Spektrum 13C-NMR ...... 84

xvi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikenal sebagai negara mega- biodiversity dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia memiliki ekosistem alami dengan 74 tipe vegetasi (Kartawinata, 2013). Keanekaragaman tersebut yang menjadikan Indonesia kaya akan jenis flora. Flora di Indonesia sendiri diperkirakan berjumlah 30-40 ribu jenis tumbuhan (15,5% dari total jumlah jenis tumbuhan di dunia) (Widjaja et al., 2014). Allah SWT berfirman dalam Surat Asy-

Syu’araa’ ayat 7-8 :

Artinya:

“ Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kekuasaan

Allah. Dan kebanyakan mereka tidak beriman” [Q.S Asy-Syu’araa: 7-8].

Shihab (2002) menafsirkan bahwa: “Apakah mereka enggan memperhatikan gugusan bintang-bintang di langit dan apakah mereka tidak mengarahkan pandangan sepanjang, seluas, dan seantero bumi dimana mereka dapat menemukan sekian banyak bukti, antara lain Allah SWT. telah menumbuhkan di sana dari setiap pasang tumbuhan dengan berbagai jenisnya yang semuanya tumbuh subur lagi

1 bermanfaat” (7). Pada yang demikian itu-menurut ayat 8- benar-benar terdapat tanda yang membuktikan wujud Pencipta Yang Maha Esa, serta membuktikan pula kuasa-Nya menghidupkan dan membangkitkan siapa yang telah mati.

Nilai yang dapat diambil dari ayat di atas adalah, sebagai orang yang beriman hendaknya kita selalu memperhatikan dan menggali tanda-tanda kekuasaan Allah.

Salah satunya dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan ini merupakan petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagai sarana bagi orang-orang mukmin dalam menemukan tanda kekuasaan-Nya. Dimana salah satu tanda kekuasaan Allah yaitu berupa keanekaragaman tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia, dan Garcinia termasuk didalamnya.

Genus Garcinia merupakan genus terbesar dalam famili Guttiferae atau

Clusiaceae, dimana jumlahnya berkisar antara 200-400 jenis dan tersebar di daerah tropis Afrika dan Asia (Pangsuban et al., 2009). Berdasarkan hasil pengamatan spesimen herbarium dan studi pustaka, di Indonesia terdapat 64 jenis Garcinia dan

Kalimantan memiliki keanekaragaman jenis Garcinia paling tinggi yaitu 25 jenis bila dibandingkan dengan pulau lainnya (Uji, 2007). Pemanfaatan lain dari bagian tumbuhan Garcinia seperti buah, daun, bunga, batang, dan kulit telah digunakan untuk penyembuhan beberapa penyakit, seperti penyakit abdominal (perut), disentri, diare, dan infeksi dalam pengobatan tradisional (Jamila et al., 2016). Beberapa spesies Garcinia bahkan dilaporkan menjadi salah satu tumbuhan yang banyak dimanfaatkan sebagai agen antimikroba, antiinflamasi, antiplasmodial, dan antikanker (Elfita et al., 2009; Ngoupayoi et al., 2009; Tewtrakul et al., 2009;

Hartati et al., 2014; Subarnas et al., 2015).

2

Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang mengalami mutasi kemudian tumbuh dan membelah lebih cepat (Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi

Kesehatan, 2016). Menurut GLOBOCAN, International Agency for Research on

Cancer (2012), kanker payudara merupakan salah satu kanker yang sering terjadi, dengan jumlah kasus sebanyak 1,67 juta (25% dari jumlah keseluruhan kasus kanker). Kanker payudara menempati urutan kelima sebagai penyebab kematian dari keseluruhan kasus kanker di dunia, atau sekitar 522.000 kematian. Kasus kanker payudara di Indonesia berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI (2016) menempati urutan pertama (dari 10 jenis kanker) dalam 10 tahun terakhir. Bahkan terjadi peningkatan jumlah kasus tiap tahunnya, dimana proporsi kanker payudara mencapai 40% dari seluruh kasus kanker .

Salah satu penyebab timbulnya kanker adalah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan produksi reactive oxygen species (ROS) atau reactive nitrogen species (RNS) yang bersumber dari reaksi endogen (pembentukan

ATP) maupun eksogen. Reactive species tersebut dapat mengakibatkan rusaknya sel, sehingga diperlukan komponen penyeimbang seperti antioksidan (Sarafinovska dan Dimovski, 2013). Beberapa antioksidan dalam tumbuhan yang berpotensi sebagai pencegah kanker antara lain vitamin E, karotenoid, flavonoid, terpenoid, dan lainnya (Bennett et al., 2012).

Salah satu upaya guna menekan angka kematian akibat kasus kanker payudara, yaitu melalui penelitian yang menitikberatkan pada peran antioksidan serta pengembangan studi tentang metabolit sekunder dari bahan alami. Salah satunya dengan memanfaatkan bahan alam dari jenis tumbuhan Garcinia. Jenis

3

Garcinia dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang dapat mencegah penyakit kanker (Bennett et al., 2012). Ekstrak metanol kulit batang G. prainiana menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan nilai IC50 mencapai 15,1

μg/mL (On et al., 2016). Elya et al. (2012) melaporkan bahwa ekstrak metanol daun

G. humbroniana dan G. lateriflora Blume memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 mencapai 7,9 dan 6,18 μg/mL. Selain itu ekstrak etil asetat daun G. kydia

Roxb memiliki nilai IC50 sebesar 11,6 μg/mL.

Garcinia juga menyimpan banyak turunan metabolit sekunder seperti xanton, benzofenenon, biflavonoid, flavonoid, bifenil, depsidon, triterpenoid yang berpotensi untuk penyembuhan penyakit, salah satunya adalah sebagai agen antikanker (Hartati et al., 2014; Subarnas et al., 2015; Jamila et al., 2016). G. maingayi yang merupakan salah satu jenis Garcinia telah dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional sebagai antidemam (Jabit et al., 2007). Selain sebagai antidemam, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa G.maingayi berpotensi sebagai agen antikanker (Lin et al., 2007).

Lin (2007) melaporkan mengenai kandungan senyawa dan bioaktivitas ekstrak n-heksana dari kulit batang G. maingayi. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam kulit batang G. maingayi terdapat senyawa xanton, 1,3,7-trihidroksi-2-(3- metilbut-2-enil)-xanton, benzofenon (isoxantocymol), turunan asam benzoat 3,4- dihidroksi-metilbenzoat, dan triterpenoid (stigmasterol dan sitosterol). Uji bioaktivitas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi tersebut dapat melawan sel kanker leukemia (HL-60) dengan nilai IC50 mencapai

10 μg/mL. Penelitian Jabit et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun dan batang G. maingayi memiliki aktivitas antikanker terhadap sel kanker payudara

4

(MCF-7) dengan nilai IC50 10 ± 9 μg/mL dan 6 ± 3 μg/mL. Fraksi dari ekstrak etanol kulit batang G. maingayi juga dilaporkan menunjukkan aktivitas antikanker terhadap sel kanker serviks (HeLa) dan sel kanker epitel payudara (MDA-MB-231) dengan masing-masing nilai IC50 sebesar 1,27 μg/mL dan 1,33 μg/mL (Kaur, 2016).

Uji pendahuluan yang dilakukan terhadap ekstrak n-heksana kulit batang

G. maingayi menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dan penghambatan sel kanker payudara (MCF-7) yang tinggi. Hal ini dilihat dari persen inhibisi terhadap radikal DPPH mencapai 90,51% dalam 100 μg/mL ekstrak, serta nilai persen penghambatan pertumbuhan sel MCF-7 hingga 96,87% (200 μg/mL ekstrak) dan

88,76% (50 μg/mL ekstrak).

Bila ditinjau kembali, ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker yang tinggi, namun penelitian terkait isolat senyawa yang memiliki aktivitas tersebut dalam ekstrak n-heksana kulit batang

G. maingayi, belum pernah dilaporkan. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder ekstrak n-heksana dari kulit batang G. maingayi serta uji bioaktivitasnya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi:

1. Bagaimanakah struktur senyawa isolat murni dari ekstrak n-heksana kulit

batang G. maingayi berdasarkan spektroskopi UV-Vis, FTIR, MS, dan NMR?

2. Bagaimanakah aktivitas antioksidan isolat murni dari ekstrak n-heksana kulit

batang G. maingayi menggunakan metode DPPH?

3. Bagaimanakah aktivitas antikanker payudara isolat murni dari ekstrak

n-heksana kulit batang G. maingayi menggunakan metode MTT?

5

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini antara lain:

1. Struktur isolat murni dari hasil isolasi ekstrak n-heksana kulit batang

G. maingayi dapat ditentukan strukturnya menggunakan spektroskopi UV Vis,

FTIR, LCMS/MS, dan NMR.

2. Isolat murni dari ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi memiliki

aktivitas antioksidan.

3. Isolat murni dari ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi memiliki

aktivitas antikanker payudara.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mengisolasi dan mengelusidasi struktur senyawa isolat murni ekstrak

n-heksana dari kulit batang G. maingayi

2. Mengetahui aktivitas antioksidan isolat murni ekstrak n-heksana dari kulit

batang G. maingayi

3. Mengetahui aktivitas antikanker payudara isolat murni ekstrak n-heksana dari

kulit batang G. maingayi

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi senyawa dalam kulit batang G. maingayi yang memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker yang dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara sehingga nantinya diharapkan dapat dikembangkan sebagai alternatif obat dalam dunia farmasi dan kedokteran.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Garcinia

Garcinia merupakan salah satu genus dari famili (Guttiferae).

Klasifikasi taksonomi dari G. maingayi Hook. menurut Hemshekhar et al. (2011) dan Kochummen (2015) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Famili : Guttiferae atau Clussiaceae Subfamili : Clusioideae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia maingayi Hook.

Garcinia merupakan tanaman yang tumbuh sepanjang tahun dan bersifat diesis (tanaman dengan satu alat kelamin). Garcinia juga biasanya berbentuk seperti semak belukar atau tumbuhan berkayu (Jabit et al., 2007). Tumbuhan ini biasa ditemukan di pinggir sungai, hutan, lahan kosong. Buahnya ada yang berbentuk bulat dan ada juga yang lonjong. Rata-rata pohon Garcinia dapat menghasilkan ratusan buah dengan berat antara 21-85 g dan terdiri atas 3-4 biji dalam satu buahnya (Rasha et al., 2015). G. maingayi adalah salah satu jenis dari

Garcinia yang juga terdapat di Indonesia. Tanaman G. maingayi termasuk ke dalam tanaman berkayu dengan akar tunggang. Bentuk daunnya menyirip serta terdiri atas lebih dari 5 buah daun di setiap rantingnya (Herbaria Harvard University, 2016;

National University of Singapore Botany Lab, 2015). Bagian tanaman G. maingayi ditunjukkan pada Gambar 1.

7

B A

C

Gambar 1. Bagian tanaman G. maingayi (A) akar; (B) batang; dan (C) daun (Herbaria Harvard University, 2016; National University of Singapore Botany Lab, 2015)

Garcinia yang terdapat di Indonesia memiliki nama daerah yang berbeda- beda tergantung pada jenisnya. Nama daerah dari beberapa jenis Garcinia ini meliputi, gelugur (G. atrovidis), beruwas atau baros (G. celebica), tevakun atau kandis gajah (G. maingayi), manggis (G. mangostana), gandis atau kandis (G. parvifolia), buran (G. xanthochymus), dan lain-lainnya. Musim bunga dan berbuah tumbuhan Garcinia di Indonesia secara umum berbeda-beda antara satu jenis dengan jenis lainnya. G. maingayi sendiri, berbunga pada bulan Agustus dan berbuah pada bulan Mei (Uji, 2007).

2.1.1 Habitat dan Persebaran

Genus Garcinia terdiri atas lebih dari 200 jenis yang tersebar di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika, dan Polinesia, dimana 100 jenis di antaraanya terdapat di kawasan Asia Tenggara (Parthasarathy dan Nandakishore, 2014; Uji, 2007). Enam puluh empat jenis Garcinia terdapat di Indonesia dan tersebar di beberapa pulau, seperti Kalimantan, Sulawesi, Papua, Jawa, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.

8

Kalimantan merupakan pusat keanekaragaman jenis Garcinia di Indonesia, karena di Kalimantan terdapat 25 jenis Garcinia dari keseluruhan jumlah Garcinia.

Habitat Garcinia di Indonesia sebagian besar masih tumbuh liar di hutan-hutan, seperti di hutan primer, sekunder, kerangas, meranti (dipterocarp forest), rawa, dan di hutan pantai. Salah satu jenis Garcinia, yaitu G. maingayi tersebar di hutan

Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Mayoritas Garcinia biasanya tumbuh di dataran-dataran rendah seperti hutan (<1000 mdpl) (Uji, 2007).

2.1.2 Manfaat Tradisional

G. atroviridis digunakan sebagai pengobatan tradisional di Asia Tenggara untuk pengobatan sakit telinga, iritasi tenggorokan, batuk, antiketombe, dan sakit perut saat mengandung (Lim, 2013). Buah dan daun G. cowa digunakan untuk melancarkan sirkulasi darah, sebagai ekspektoran (pengencer dahak), dan akarnya digunakan untuk menurunkan demam (Panthong et al., 2009).

Biji G. dulcis biasanya digunakan di daerah Jawa sebagai obat luar jika tubuh mengalami pembengkakan ataupun luka (Lim, 2013). Kulit luar buah manggis digunakan oleh penduduk Asia Tenggara sebagai obat sakit perut, disentri, diare, infeksi akibat luka, dan luka pada selaput lambung atau usus yang kronis (Cui et al.,

2010). Potongan kulit buah manggis yang kering digunakan sebagai lotion di

Indonesia. Selain itu, G. xanthochymus digunakan sebagai pengobatan tradisional di Asia, dimana buahnya digunakan sebagai obat cacing dan kardiotonik (Lim,

2013). Selain itu, jenis Garcinia lain yang digunakan dalam pengobatan tradisional yaitu G. maingayi, dimana rebusan daun digunakan sebagai agen antidemam (Jabit et al., 2007).

9

2.1.3 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan Garcinia

Genus Garcinia digolongkan sebagai tanaman obat yang telah dilaporkan mengandung banyak senyawa kimia potensial sebagai agen antikanker, antibakteri, antitumor, dan lain-lain. Bagian tanaman dari genus Garcinia yang telah banyak diteliti meliputi, daun, batang, akar, kulit, cabang, ranting, buah, biji, bunga, dan bagian lainnya. Salah satu dari bagian tanaman yang menjadi objek penelitian adalah kulit batang, karena didalamnya telah dilaporkan memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder seperti triterpenoid, xanton, benzofenon, dan yang lainnya (Hartati et al., 2008). Tabel 1 menunjukkan bagian kulit batang yang mengandung metabolit sekunder dari beberapa spesies Garcinia yang telah diteliti.

Tabel 1. Profil golongan senyawa kulit batang tumbuhan Garcinia

Spesies Golongan Senyawa Asal Referensi G. amplexicaulis Triterpenoid Caledonia Lavaud et al., 2015 G.. atroviridis Xanton Malaysia Tan et al., 2016 Flavonoid Malaysia Tan et al., 2014 G. benthami Benzofenon Vietnam Nguyen et al., 2011 Triterpenoid Indonesia Elya et al., 2009 G. benthamiana Benzofenon Malaysia See et al., 2016 G. buchananii Depsidon Tanzania Stark et al., 2015 G. brevipedicellata Depsidon Kamerun Ngoupayo et al., 2008 G. cornea Flavonoid Indonesia Elfita et al., 2009 G. cowa Xanton Thailand Siridechakorn et al., 2012 G. cymosa Flavonoid Indonesia Elfita et al., 2009 G. eugenifolia Benzofenon Indonesia Hartati et al., 2008 G. griffthii Xanton Indonesia Elfita et al., 2009 Benzofenon Indonesia Elfita et al., 2009 G. maingayi Xanton Malaysia Lin, 2007 Benzofenon Malaysia Lin, 2007 Triterpenoid Malaysia Lin, 2007 G. mangostana Xanton Malaysia See et al., 2014 Benzofenon Malaysia See et al., 2014

10

Tabel 1. Profil golongan senyawa kulit batang tumbuhan Garcinia (lanjutan) Spesies Golongan Senyawa Asal Referensi G. prainiana Triterpenoid Malaysia On et al., 2016 Flavonoid Malaysia On et al., 2016 G. tetralata Triterpenoid China Guo et al., 2011 G. tetrandra Xanton Indonesia Hartati et al., 2008

Triterpenoid

Lavaud et al. (2015) mengisolasi senyawa cabraleadiol (1), (20R,23E)-eupha-

8,23-diena-3β,25-diol (2), dan (3β,11β)-3,11-dihidroksilanosta-8,24-dien-7-on (3) dari ekstrak diklorometan kulit batang G. amplexicaulis. Ekstrak n-heksana dari kulit batang G. benthami ditemukan senyawa fridelin (4) dan asam-3β-hidroksi- lanosta-9(11),24-dien-26-oat (5) (Elya et al., 2009). On et al. (2016) berhasil mengisolasi dua senyawa triterpenoid lain yaitu 3β-hidroksieupha-5,22-diena (6) dan 3β-asetoksieupha-5,22-diena (7) dari ekstrak n-heksana kulit batang

G. prainiana. Senyawa stigmasterol (8) dan sitosterol (9) juga ditemukan dalam ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi (Lin, 2007). Guo et al. (2011) berhasil mengisolasi senyawa triterpenoid baru, yaitu 3β,18,19β-trihidroksilupana (10) dari ekstrak etanol kulit batang G. tetralata. Struktur senyawa triterpenoid (1-10) yang telah berhasil diisolasi ditunjukkan pada Gambar 2.

11

Gambar 2. Struktur senyawa triterpenoid dalam kulit batang Garcinia (Lin, 2007; Elya et al., 2009; Guo et al., 2011; Lavaud et al., 2015; On et al., 2016)

Xanton

Xanton merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari kondensasi antara jalur asetat dan shikimat, dengan dua cincin aromatik yang terikat dengan karbonil dan eter. Xanton ditemukan pada famili tumbuhan tertentu, seperti

Gentianaceae, Guttiferae, Moraceae, Clusiaceae, dan Polygalaceae. Xanton memiliki stuktur inti yang disebut dengan 9H-xanten-9-on (dibenzo-γ-piron)

(Gambar 3) (Aravind et al., 2017; Negi et al., 2013).

12

Gambar 3. Struktur senyawa xanton (Aravind et al., 2017)

Ekstrak kloroform kulit batang G. atroviridis mengandung senyawa xanton

baru yang disebut garcinixanton G (11) (Tan et al., 2016). Siridechakorn et al.

(2012) berhasil mengisolasi senyawa baru xanton terprenilasi, yaitu

garciniacowone (12) dari ekstrak aseton G. cowa. Dua senyawa xanton, yaitu 1,5-

dihidroksi-3,6-dimetoksi-2,7-diprenilxanton (13) dan 1,7-dihidroksixanton (14)

juga berhasil diisolasi oleh Elfita et al. (2009) dalam ekstrak diklorometan kulit

batang G. griffthii. Gambar 4 menunjukkan struktur senyawa xanton (11-14) dalam

kulit batang tumbuhan Garcinia.

Gambar 4. Struktur senyawa xanton dalam kulit batang Garcinia (Elfita et al. 2009; Siridechakorn et al., 2012; Tan et al., 2016)

Senyawa mangaxanton B (15) dan mangostanin (16) merupakan senyawa golongan xanton terprenilasi yang ditemukan dalam ekstrak etil asetat kulit batang

G. mangostana, serta senyawa mangostenol (17) juga ditemukan di spesies tersebut

(See et al., 2014). Tetrandraxanton (18), senyawa pirano xanton baru yang berhasil diisolasi oleh Hartati et al. (2008) dari ekstrak diklorometan kulit batang

13

G. tetrandra. Ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi ditemukan juga senyawa xanton, yaitu 1,3,7-trihidroksi-2-(3-metilbut-2-enil)-xanton (19) (Lin, 2007).

Struktur senyawa yang diisolasi dari G. mangostana dan G. maingayi ditampilkan pada Gambar 5.

` Gambar 5. Senyawa xanton dalam G. mangostana dan G. maingayi (Lin, 2007; Hartati et al. 2008; See et al., 2014)

Benzofenon

Ekstrak petroleum eter batang G. benthami Pierre mengandung senyawa benzofenon baru yaitu benthafenon (20) (Nguyen et al., 2011). See et al. (2016) berhasil mengisolasi senyawa benthamianon (21) dari ekstrak n-heksana kulit batang G. benthamiana. Senyawa mangafenon (22) berhasil diisolasi dari ekstrak etil asetat kulit batang G. mangostana oleh See et al. (2014). Satu senyawa yang sama, yaitu isoxantocymol (cambogin) (23) ditemukan dalam ekstrak etil asetat kulit batang G. griffthii dan ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi ditemukan senyawa isoxantocymol (cambogin) (Elfita et al., 2009; Lin, 2007). Gambar 6 menampilkan struktur senyawa benzofenon (20-23) yang telah diisolasi dari kulit batang Garcinia.

14

Gambar 6. Struktur senyawa benzofenon dalam kulit batang Garcinia (Lin, 2007; Elfita et al., 2009; Nguyen et al., 2011; See et al. 2014; See et al., 2016)

Flavonoid

Senyawa garciniflavonol A (24) adalah salah satu senyawa biflavonoid yang diisolasi dari ekstrak kloroform kulit batang G. atroviridis (Tan et al., 2014). Elfita et al. (2009) mengisolasi senyawa dari dua tumbuhan Garcinia, hasilmya diperoleh senyawa epikatekin (25) dalam ekstrak etil asesat kulit batang G. cornea L. dan senyawa fukugisida (26) dalam ekstrak etil asetat kulit batang G. cymosa. Empat senyawa biflavonoid, yaitu volkensiflavon (27), amentoflavon (28) dan 4′′′- metoksiamentoflavon (29) berhasil diisolasi oleh On et al. (2016) dari ekstrak metanol kulit batang G. prainiana. Struktur senyawa flavonoid dalam Garcinia (24-

29) ditunjukkan pada Gambar 7.

15

Gambar 7. Struktur senyawa flavonoid dalam kulit batang Garcinia (Elfita et al., 2009; Tan et al., 2014; On et al., 2016)

Depsidon

Depsidon merupakan senyawa yang terdiri atas kerangka asam benzoat dan fenol yang terkondensasi pada posisi orto melalui ikatan ester dan eter (Aravind et al., 2017). Senyawa garcinidon G (30) merupakan salah satu contoh senyawa depsidone yang berhasil diisolasi dari ekstrak etanol kulit batang G. buchananii

(Stark et al., 2015). Ngoupayo et al. (2008) berhasil mengisolasi senyawa brevipsidon A-D (31-34) dari ekstrak aseton kulit batang G. brevipedicellata.

Gambar 8 menunjukkan contoh struktur senyawa depsidon (30-34) yang berhasil diisolasi dari tumbuhan Garcinia.

16

Gambar 8. Struktur senyawa depsidon dalam kulit batang Garcinia (Ngoupayo et al., 2008; Stark et al., 2015; Aravind et al., 2017)

2.1.4 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder Tumbuhan Garcinia

Salah satu kandungan senyawa metabolit sekunder tumbuhan Garcinia yang ditemukan memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan dan antikanker (Lim,

2013). Berikut merupakan beberapa contoh dari kedua aktivitas tersebut dalam tumbuhan Garcinia.

Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif oksidan (radikal bebas) yang dapat menyebabkan beberapa penyakit, salah satunya kanker (Sayuti dan Yenrina, 2015). Menurut Kementerian

Kesehatan RI (2016), penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia, dengan angka penderitanya akan terus meningkat setiap tahunnya.

Salah satu pemicu terjadinya penyakit kanker adalah stres oksidatif. Stres oksidatif yaitu kondisi ketidakseimbangan produksi radikal bebas seperti reactive oxygen species (ROS) atau reactive nitrogen species (RNS) yang bersumber dari reaksi endogen (pembentukan ATP) maupun eksogen dengan antioksidan dalam tubuh.

17

Reactive species tersebut dapat mengakibatkan rusaknya sel, sehingga diperlukan antioksidan tambahan dari makanan atau lainnya (Sarafinovska dan Dimovski,

2013).

Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektron pada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat.

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan sintetik (hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alam). Beberapa contoh antioksidan sintetik antara lain hidroksianisol terbutilasi

(BHA), hidroksitoluen terbutilasi (BHT), 4-hidroksimetil-2-6-di-tert-butifenol-tert- butilhidrokuinon (TBHQ) dan lainnya., sedangkan antioksidan alami meliputi vitamin A, C, E, B2, karotenoid, dan lainnya (Kesuma dan Rina, 2015).

Saat ini, jenis antioksidan alami sudah banyak digunakan oleh masyarakat.

Senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antioksidan alami banyak ditemukan di beberapa bagian tumbuhan. Berbagai golongan senyawa metabolit sekunder yang dikenal sebagai sumber radical scavenger adalah golongan senyawa fenol, flavonoid, alkaloid, saponin, antrakuinon, fenilpropanoid, dan terpenoid (Lisdawati dan Kardono, 2006).

Penelitian terkait aktivitas antioksidan pada tumbuhan Garcinia telah banyak dilaporkan. Salah satunya yaitu pada ekstrak metanol kulit batang G. prainiana menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan nilai IC50 mencapai 15,1

μg/mL (On et al., 2016). Sementara itu, Elya et al. (2012) juga melaporkan bahwa ekstrak metanol daun G. humbroniana dan G. lateriflora Blume memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 mencapai 7,9 dan 6,18 μg/mL. Selain itu ekstrak etil asetat daun G. kydia Roxb memiliki nilai IC50 sebesar 11,6 μ g/mL. Ekstrak

18 diklorometana dari buah G. mangostana (manggis) mengandung senyawa

γ-mangostin (35) yang dapat menangkal radikal hidroksil dengan nilai IC50 sebesar

0,2 μg/mL (Chin et al., 2008). Senyawa garcidepsidone B (36) yang terkandung dalam ekstrak metanol ranting G. parvifolia, memiliki aktivitas antioksidan yang

-2 sama dengan hidroksitoluen terbutilasi (BHT) dengan nilai IC50 sebesar 6,2 x 10

μg/mL (Rukachaisirikul et al., 2006). Aktivitas antioksidan senyawa bigarcininon

A (37) dari batang G. xanthochymus memiliki aktivitas yang lebih kuat dibanding

BHT dengan nilai IC50 sebesar 8,8 μ g/mL (Zhong et al., 2008). Senyawa antioksidan tumbuhan Garcinia (35-37) ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Senyawa antioksidan dalam tumbuhan Garcinia (Chin et al., 2008; Zhong et al., 2008; Rukachaisirikul et al., 2006)

Antikanker

Penelitian tanaman Garcinia terkait aktivitas antikanker dinilai potensial dan efektif dalam menghambat pertumbuhan sel kanker. Efektivitas penghambatan sel

19 kanker ini diakibatkan adanya senyawa-senyawa yang terkandung di dalam tanaman Garcinia. Salah satu senyawa yang berhasil diisolasi dan efektif menghambat sel kanker, yaitu senyawa golongan benzofenon, meliputi guttiferon A (38) dan guttiferon K (39) dari ekstrak etil asetat buah G. livingstonei menunjukkan aktivitas antikanker yang kuat terhadap sel kanker kolon (HCT-116) dan (HT-29) dengan nilai IC50 mencapai 3,01 μg/mL dan 6,02 μg/mL (Yang et al.,

2010). Gambar 10 menunjukkan struktur senyawa antikanker (38-39).

Gambar 10. Struktur senyawa antikanker dalam G. livingstonei (Yang et al., 2010) Selain senyawa murni yang menunjukkan aktivitas antikanker yang sangat kuat, pada ekstrak tanaman Garcinia, menunjukkan aktivitas serupa. Seperti pada ekstrak n-heksana G. eugenifolia dapat melawan sel kanker payudara (T47D) dengan nilai IC50 sebesar 17 μg/mL (Hartati et al., 2014). Ekstrak etanol kulit batang

G. maingayi juga dilaporkan menunjukkan aktivitas antikanker terhadap sel kanker serviks (HeLa) dan sel kanker epitel payudara (MDA-MB-231) dengan masing- masing nilai IC50 sebesar 1,27 μg/mL (sel HeLa) dan 1,33 μg/mL (sel MDA-MB-

231) (Kaur, 2016). Penelitian Jabit et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun dan batang G. maingayi memiliki aktivitas antikanker terhadap sel

20 kanker payudara (MCF-7) dengan nilai IC50 mencapai 10 ± 9 μg/mL (daun) dan 6

± 3 μg/mL (batang).

2.2 Uji Aktivitas Antioksidan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

Salah satu metode pengujian aktivitas antioksidan adalah metode peredaman radikal bebas (free radical scavenging) DPPH atau 1,1-difenil-2-pikril-hidrazil.

Metode ini menggunakan suatu radikal DPPH yang dapat distabilkan dengan cara mendapat donor proton (hidrogen) dari suatu molekul antioksidan (Lisdawati dan

Kardono, 2006). Prinsip uji aktivitas metode peredaman radikal DPPH ini adalah adanya reaksi reduksi dari DPPH radikal menjadi DPPH non radikal akibat adanya donor proton dari suatu antioksidan, yang ditandai dengan perubahan warna ungu dari DPPH menjadi kuning seiring dengan penurunan absorbansi pada panjang gelombang 515 nm. Perubahan warna ini dilihat secara spektrofotometri dan digunakan untuk penentuan parameter antioksidan (Mishra et al., 2012). Reaksi antara radikal DPPH dengan senyawa antioksidan ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Reaksi antara radikal DPPH dengan antioksidan (Molyneux, 2004)

Aktivitas antioksidan metode DPPH dinyatakan dengan parameter IC50

(Inhibitory Concentration 50%) yang didefinisikan sebagai konsentrasi sampel yang mampu menghambat 50% aktivitas radikal DPPH. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin kuat daya antioksidannya (Hartati et al., 2014). Ekstrak bahan alam yang memiliki aktivitas antioksidan terdapat pada senyawa yang mampu

21 mendonorkan hidrogen kepada radikal bebas. Mekanisme pendonoran hidrogen ini dilakukan oleh atom hidrogen pada golongan senyawa fenolik dan flavonoid

(Fitriansyah et al., 2017).

2.3 Uji Antikanker Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5- difeniltetrazolium bromida]

Uji antikanker termasuk uji sitotoksisitas, yaitu uji senyawa toksik secara in vitro menggunakan kultur sel, yang selalu ditentukan dari jumlah sel yang bertahan hidup (Riss et al., 2011). Uji antikanker menggunakan parameter nilai IC50. Nilai

IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghambat proliferasi sel sampai 50%.

Semakin besar nilai IC50 maka senyawa tersebut semakin tidak toksik (Jabit et al.,

2007). Berdasarkan nilai IC50, tingkat sitotoksisitas suatu ekstrak tanaman dibagi menjadi kuat (<100 μg/mL), sedang (101-200 μg/mL), dan lemah (>200 μg/mL)

(Subarnas et al., 2012).

Metode yang digunakan dalam uji antikanker, salah satunya yaitu metode viabilitas sel. Metode ini didasarkan pada kemampuan sel untuk bertahan hidup terhadap pemaparan senyawa toksik (Kurnijasanti et al., 2008). Metode viabilitas sel didasarkan pada uji pewarnaan sel, seperti uji MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-

2,5-difeniltetrazolium bromida] (Stoddart, 2013).

Uji MTT merupakan uji pewarnaan sel yang didasarkan pada reaksi reduksi secara enzimatik dalam sitoplasma oleh suksinat dehidrogenase dengan bantuan

NADH dan NADPH. Enzim suksinat dehidrogenase akan mereduksi garam kuning tetrazolium MTT menjadi kristal formazan berwarna ungu tidak larut air. Kristal formazan ini dapat dilarutkan menggunakan reagen stopper berupa pelarut organik, seperti etanol, isopropanol, dan dimetil sulfoksida (DMSO). Absorbansi dari kristal

22 formazan terlarut tersebut dapat dihitung menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 650 nm. Intensitas warna ungu yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang hidup, sehingga semakin banyak sel yang hidup, intensitas warna ungu semakin besar (Kupcsik, 2011).

2.4 Metode Isolasi Senyawa Bahan Alam

Senyawa metabolit sekunder biasanya terkandung dalam tumbuhan dengan jumlah yang sangat sedikit, sehingga biasanya proses isolasi menggunakan sampel dalam jumlah yang banyak. Proses isolasi senyawa bahan alam membutuhkan keterampilan dan pengalaman dalam menggunakan beberapa teknik pemisahan.

Senyawa murni hasil isolasi dapat diperoleh menggunakan beberapa teknik ekstraksi dan kromatografi (Atun, 2014).

2.4.1 Ekstraksi

Salah satu teknik yang umum dalam ekstraksi senyawa yang belum diketahui dalam suatu organisme atau bahan alam yaitu teknik maserasi. Maserasi didasarkan pada difusi senyawa terlarut dalam sel sampel tumbuhan akibat adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan luar sel, yang mengakibatkan senyawa keluar dari sel

(Atun, 2014). Menurut Jones dan Kinghorn (2009), proses maserasi terdiri dari 4 tahapan, yaitu pemasukan sampel, proses ekstraksi, dekantasi, dan penghilangan pelarut. Satu metode tambahan yang berfungsi untuk mempercepat proses ekstraksi secara maserasi ini adalah dengan menggunakan teknik sonikasi maserat (hasil maserasi sampel). Maserasi adalah salah satu teknik ekstraksi dari sampel yang berupa padatan menggunakan pelarut tertentu, biasanya digunakan pelarut metanol dan etanol (Atun, 2014; Pandey et al., 2014).

23

2.4.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan teknik pemisahan komponen-komponen yang terdapat dalam ekstrak kasar hasil maserasi. Pemisahan dalam kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam fase diam dan fase gerak. Fase diam akan lebih menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan komponen campuran. Beberapa teknik kromatografi yang umum digunakan antara lain kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom gravitasi (KKG), dan teknik kromatografi lainnya (Atun, 2014).

Kromatografi Lapis Tipis

Salah satu teknik kromatografi yang paling umum digunakan dan termasuk ke dalam jenis kromatografi planar adalah kromatografi lapis tipis (KLT), dimana teknik ini merupakan teknik yang paling murah dan mudah untuk isolasi senyawa bahan alam (Gibbons, 2012). KLT adalah teknik pemisahan komponen campuran senyawa yang melibatkan proses partisi suatu senyawa diantara padatan penyerap

(adsorben, fase diam) yang dilapiskan pada plat kaca atau aluminium dan menggunakan suatu pelarut (fase gerak) yang mengalir melewati padatan penyerap tersebut. Proses pengaliran pelarut dikenal sebagai proses pengembangan oleh pelarut (elusi) (Atun, 2014). Plat KLT yang digunakan untuk analisis biasanya memiliki ketebalan 0,1-0,2 mm dengan ukuran 20x20 cm. Plat KLT biasanya terbuat dari kaca atau aluminium yang dilapisi oleh silika Kieselgel 60 F254

(Gibbons, 2012).

Analisis KLT biasanya menggunakan sampel dalam jumlah yang sangat kecil dan ditotolkan menggunakan pipa kapiler di atas permukaan plat, kemudian plat tersebut diletakkan secara tegak lurus dalam suatu bejana pengembang yang telah

24 berisi pelarut (fase gerak). Pelarut akan mengembang naik sepanjang permukaan lapisan plat dengan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam sampel.

Pemilihan fase gerak yang tepat merupakan langkah penting dalam menentukan keberhasilan analisis dengan KLT. Fase gerak dalam KLT biasanya ditemukan secara coba-coba, namun faktor dominan lain yang menentukan mobilitas fase gerak adalah sifat fase gerak itu sendiri (polaritas) (Atun, 2014).

Deteksi senyawa bahan alam dalam KLT biasanya menggunakan UV.

Senyawa-senyawa yang menyerap sinar UV, baik gelombang pendek (254 nm) ataupun panjang (366 nm) akan memperlihatkan noda yang gelap dengan latar belakang yang terang ketika lampu UV disorotkan pada plat KLT. Kelebihan utama dari deteksi menggunakan UV ini yaitu sifatnya yang non-destruktif dan deteksi senyawa dapat dilakukan langsung setelah proses pemisahan. Sebaliknya, ada beberapa senyawa yang tidak dapat menyerap sinar UV sehingga senyawa tersebut tidak akan terlihat sebagai noda dan harus dilakukan metode deteksi dengan menyemprotkan reagen penampak noda. Salah satu reagen penampak noda yang paling umum digunakan adalah larutan H2SO4 5-10% dalam metanol atau etanol.

Reagen tersebut disemprot pada plat KLT hasil pemisahan lalu dipanaskan pada suhu 100 °C sampai terbentuk warna. Biasanya senyawa yang terdeteksi menggunakan metode ini adalah senyawa-senyawa golongan terpen yang menampakkan warna biru dan merah (Gibbons, 2012).

Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)

Kromatografi kolom gravitasi merupakan teknik kromatografi yang dapat digunakan untuk proses pemisahan dan pemurnian senyawa. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi. Fase diam yang digunakan adalah silika

25 gel G 60 yang diletakkan di dalam kolom kromatografi. Eluen yang digunakan terdiri atas campuran pelarut polar dan non polar dengan perbandingan yang sesuai

(Atun, 2014).

Pemilihan fase gerak dalam kromatografi kolom dilakukan dengan 2 cara, yaitu isokratis (menggunakan sistem pelarut dengan polaritas yang tetap) dan gradien (dikembangkan dari pelarut non polar terlebih dahulu dan selanjutnya ditingkatkan polaritas dari pelarut tersebut). Pemilihan fase gerak baik secara isokratis ataupun gradien, harus dilakukan skrining awal terlebih dahulu, yaitu dengan membuat seri sampel pada plat KLT kemudian dikembangkan dalam beberapa fase gerak dengan polaritas yang berbeda-beda (Gibbons, 2012).

2.5 Elusidasi Struktur dengan Metode Spektroskopi

Elusidasi struktur molekul senyawa organik merupakan tahapan terpenting dari penggunaan analisis spektroskopi modern. Metode spektroskopi yang biasanya digunakan untuk identifikasi struktur yang biasa digunakan antara lain spektroskopi ultraviolet (UV), infrared (IR), nuclear magnetic resonance (NMR), dan spektroskopi massa (MS) (Atun, 2014).

2.5.1 Spektroskopi UV-Vis

Spektroskopi UV-Vis adalah satu dari banyak teknik elusidasi struktur yang paling umum digunakan dalam analisis senyawa organik. Jenis spektroskopi ini digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus kromofor (fenolik, ikatan rangkap, dan lainnya) (Atun, 2014). Metode analisis spektroskopi UV-Vis didasarkan pada perhitungan penyerapan cahaya monokromatis dari suatu senyawa tidak berwarna di dekat daerah spektrum ultraviolet (200-380 nm) (Shah et al., 2015). Identifikasi

26 struktur menggunakan spektroskopi UV-Vis didasarkan dari adanya transisi elektron gugus kromofor dalam suatu senyawa yang ditunjukkan oleh panjang gelombang (Supratman, 2010). Tabel 2 menunjukkan transisi elektron serta panjang gelombang dari beberapa contoh senyawa organik.

Tabel 2. Panjang gelombang maksimum beberapa gugus kromofor

Gugus kromofor Senyawa Transisi elektron 흀max (nm) Alkena Etilen π→ π* 165 Alkuna Asetilen π→ π* 173 Karbonil Aseton π→ π* 188 n→ π* 279 Karboksil Asam asetat n→ π* 204 Amida Asetamida n→ π* <208 Nitril Asetonitril π→ π* <160 Alkohol Metanol n→ 휎* 183 Aldehida Asetaldehida n→ π* 293 Benzena Benzena π→ π* 255 Benzofenon π→ π* 252 n→ π* 325 Sumber: Supratman (2010)

Secara umum, jalur utama metabolit sekunder dalam senyawa bahan alam berasal dari biosintesis poliketida, terpenoid, turunan asam sikimat, dan alkaloid.

Senyawa-senyawa tersebut apabila dianalisa menggunakan spektroskopi UV-Vis akan menghasilkan karakteristik spektrum UV (Larsen dan Hansen, 2008). Menurut

Talamond et al. (2015) karakteristik spektrum UV pada senyawa golongan flavonoid dan kumarin (kromon), beberapa senyawa golongan fenol, dan alkaloid menyerap energi di daerah biru (450-500 nm), flavin dan beberapa senyawa golongan terpenoid terdapat di daerah hijau (500-530 nm), sementara beberapa senyawa alkaloid terdapat di daerah kuning dan jingga pada spektrum tampak.

Spektroskopi UV-Vis juga dilaporkan menjadi salah satu alat yang digunakan dalam identifikasi gugus kromofor yang menjadi karakteristik golongan senyawa pada beberapa jenis Garcinia. Penelitian Lin (2007) menunjukkan bahwa dalam

27 ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi terkandung senyawa turunan benzofenon yang memiliki serapan maksimum pada 233 nm dan 277 nm menunjukkan adanya gugus kromofor terkonjugasi.

2.5.2 Spektroskopi Inframerah (IR)

Spektroskopi inframerah (IR) merupakan metode spektroskopi yang digunakan untuk identifikasi adanya gugus fungsional dalam suatu senyawa (Atun,

2014). Spektroskopi IR termasuk ke dalam teknik spektroskopi vibrasi, dimana dalam IR melibatkan interaksi radiasi elektromagnet dengan molekul yang mengalami vibrasi (Larkin, 2011). Spektrum inframerah dalam rentang spektrum radiasi elektromagnetik berada pada panjang gelombang lebih dari 750 nm. Dalam rentang panjang gelombang tersebut, sampel akan menyerap radiasi elektromagnetik karena adanya transisi struktur molekul yang bervibrasi atau berotasi (Segneanu et al., 2012). Daerah absorpsi IR terbagi atas daerah IR dekat

(14.000-4.000 cm-1), daerah IR tengah (4.000-400 cm-1), dan daerah IR jauh (400-

10 cm-1). Daerah absorpsi IR yang paling banyak digunakan untuk identifikasi suatu senyawa terdapat pada daerah IR tengah (Larkin, 2011).

Analisis struktur senyawa organik menggunakan instrumen IR harus sudah terbiasa dengan bilangan gelombang sebagai output dari proses penyerapan sinar inframerah oleh suatu gugus fungsi. Daerah yang biasanya digunakan untuk pemeriksaan pendahuluan ditunjukkan pada Tabel 3.

28

Tabel 3. Daerah serapan berbagai gugus fungsi pada spektrum IR

Ikatan Tipe Senyawa Bilangan Gelombang (cm-1) Intensitas O – H Alkohol Melebar 3.000 – 3.700 N – H Amina, Amida Sedang C – H Alkuna 3.300 Kuat C – H Alkena 3.010 – 3.040 Sedang C – H Cincin aromatik 3.000 – 3.100 Sedang 690 – 900 Kuat C = C Alkena 1.600 – 1.700 Berubah-ubah C = C Cincin aromatik 1.450 – 1.600 Berubah-ubah C  C Alkuna 2.100 – 2.140 Berubah-ubah C – O Alkohol, Eter, 1.050 – 1.260 Kuat Asam karboksilat, Ester C = O Aldehid, Keton, 1.640 – 1.820 Kuat Asam karboksilat, Ester Sumber: Supratman (2010)

2.5.3 Spektroskopi Massa

Spektroskopi massa atau MS digunakan untuk menentukan massa atom relatif

(Mr) dari suatu senyawa (Atun, 2014). Prinsip dasar dari spektrometer massa didasarkan pada pembentukan ion fragmen akibat adanya penembakan molekul oleh suatu elektron sehingga molekul tersebut kehilangan satu elektron dan menghasilkan suatu ion molekul. Ion molekul (kation radikal) normalnya akan mengalami fragmentasi. Adanya kation radikal, ion molekul akan terpecah menjadi fragmen yang lebih kecil, baik itu suatu radikal dan suatu ion netral, atau suatu molekul dan kation baru (Hoffmann dan Stroobant, 2007).

Teknik ionisasi dalam spektrometer massa sangat bervariasi. Beberapa teknik ionisasi menyebabkan banyak fragmentasi dan teknik lainnya hanya menghasilkan ion molekul. Electron Ionization (EI), Chemical Ionization (CI), dan Field

Ionization adalah contoh teknik ionisasi yang sesuai untuk ionisasi fase gas dan penggunaannya terbatas untuk senyawa yang volatil dan termostabil. Namun,

29 banyak dari senyawa yang bersifat termolabil dan tidak mudah menguap. Molekul senyawa tersebut harus dikondensasikan terlebih dahulu ke dalam bentuk gas.

(Hoffmann dan Stroobant, 2007).

2.5.4 Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)

Prinsip kerja dari spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang oleh inti tertentu dalam suatu molekul organik seperti proton dan atom karbon-13 dalam medan magnet (Watson, 2005). Spektroskopi NMR memberikan gambaran tentang jumlah dan lingkungan proton dalam senyawa (1H-NMR) dan menentukan jumlah atom karbon dalam senyawa (13C-NMR) (Atun, 2014). Pengukuran spekrum NMR dilakukan dengan menggunakan sejumlah kecil sampel yang dilarutkan ke dalam sejenis pelarut inert yang tidak memiliki inti 1H, contohnya adalah CCl4, CDCl3, CD3OD, atau TMS (tetrametilsilan). Senyawa yang digunakan

1 13 sebagai standar baik untuk spektra H ataupun C adalah TMS [(CH3)4Si] yang menghasilkan puncak tunggal di daerah dengan pergeseran kimia 0 ppm (Watson,

2005).

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang bulan Januari 2018 sampai Juni

2018 di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan. Analisis

1H dan 13C NMR dilakukan di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP), Slipi Petamburan, Jakarta

Pusat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas, botol

100 mL, botol vial, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mikropipet, vortex, mortar dan alu, timbangan analitik, timbangan teknis, hot plate, chamber, pisau cutter, pipa kapiler, pinset, pipet volume, botol semprot dan kromatografi kolom gravitasi.

Peralatan lain yang digunakan adalah rotary evaporator Butchi R-124, melting point Fisher Scientific, lampu ultraviolet (UV lamp) CAMAG 휆 254 dan 366 nm, microplate reader Thermo Scientific Varioskan Flash, mikroskop Olympus CKX

41, inkubator CO2 Thermo Scientific Series 8000 WK, sumuran 96-well plate, spektrofotometer UV-Vis Cary 60 Agilent Technologies, spektroskopi FTIR

Shimadzu, spektroskopi NMR JEOL-ECS 400 MHz untuk 1H-NMR dan 100 MHz untuk 13C-NMR, UPLC Acquity-MS/MS Xevo G2-XS Quadrupole TOF.

31

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah sampel kulit batang G. maingayi dari

Kepulauan Riau, Indonesia yang telah diekstraksi menggunakan n-heksana. Pelarut organik yang digunakan adalah pelarut kualitas teknis terdestilasi (n-heksana, etil asetat atau EA, metanol atau MeOH). Bahan lain yang digunakan yaitu silika gel

60 (Merck, 35-70 mesh dan 70-230 mesh), Kromatografi Lapis Tipis (KLT) plat aluminium berlapis silika gel 60 F254 (Merck, 0,25 mm), larutan DPPH 0,04%

(Sigma Aldrich), standar kuersetin 1.000 ppm (SIGMA), serbuk KBr, reagen MTT

0,5 mg/mL (Sigma Aldrich) dalam PBS (phospate buffer saline), MCF-7 cell lines, dimetilsulfoksida (DMSO), medium RPMI 1640 (Gibco) yang mengandung FBS

10% (Fetal Bovine Serum) (Gibco) dan penisilin-streptomisin 1% (Gibco).

32

3.3 Diagram Alir Penelitian

‒ Uji antioksidan metode radikal Ekstrak n -heksana (20 g dari 24,38 g DPPH total ekstrak) ‒ Uji Antikanker

metode MTT Kromatografi kolom gravitasi

Beberapa fraksi

Penggabungan fraksi yang memiliki kesamaan profil plot KLT

Fraksi-fraksi

‒ Kromatografi kolom ‒ Uji kemurnian KLT 2 dimensi dan titik leleh

Isolat murni

‒ Karakterisasi struktur dengan

UV Vis, FTIR, LCMS/MS, NMR ‒ Uji aktivitas: a. Uji antioksidan metode penangkal radikal DPPH b. Uji antikanker sel MCF-7

metode MTT

Garcinol

Gambar 12. Diagram alir penelitian

33

3.4 Prosedur Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi fraksinasi ekstrak kasar n-heksana secara kromatografi, uji aktivitas antioksidan menggunakan metode

DPPH free radical scavenging, uji antikanker terhadap sel MCF-7 menggunakan metode MTT serta karakterisasi struktur dengan metode spektroskopi menggunakan instrumen UV-Vis, FTIR, LC/ESI-MS/MS, dan NMR.

3.4.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa

Ekstrak kasar n-heksana kulit batang G. maingayi yang diperoleh sebesar

24,38 g dari 1,5 kg sampel kering.

3.4.1.1 Kromatografi Kolom Gravitasi

Ekstrak n-heksana diambil sebanyak 20 g kemudian diimpregnasi menggunakan silika gel 60 (35-70 mesh). Selanjutnya disiapkan kolom yang telah bersih dan diisi dengan silika gel 60 (70-230 mesh) sebagai fase diam. Sampel hasil impregnasi diletakkan di atas kolom yang kemudian dielusi dengan komponen pelarut (n-heksana:EA:MeOH) gradien 10%. Hasil elusi dari tiap pelarut ditampung dalam botol 100 mL kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator.

Setiap fraksi yang diperoleh, dilihat profil noda yang terbentuk menggunakan kromatografi lapis tipis GF254, kemudian fraksi yang memiliki kesamaan bercak noda digabungkan. Proses kromatografi kolom gravitasi ditunjukkan pada Gambar

13.

34

Gambar 13. Kromatografi kolom gravitasi

3.4.1.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memantau hasil pemisahan kromatografi kolom. Setiap fraksi hasil pemisahan ditotolkan pada garis plat KLT

GF254, lalu ditempatkan dalam chamber berisi eluen berupa campuran pelarut yang sesuai. Visualisasi noda hasil pengembangan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan lampu UV pada 휆 254 dan 366 nm. Plat hasil pengembangan selanjutnya disemprot dengan reagen penampak noda, pelarut H2SO4 5% (dalam metanol) yang selanjutnya dipanaskan pada hotplate untuk menampakkan bercak noda yang tidak terlihat jelas. Fraksi yang menunjukkan noda tunggal kemudian diuji kemurniannya.

3.4.2 Uji Kemurnian Senyawa

Uji kemurnian senyawa dilakukan pada senyawa yang telah menampakkan noda tunggal pada KLT. Uji kemurnian ini dilakukan dengan menggunakan metode

KLT 2 dimensi dan uji titik leleh.

35

KLT 2 Dimensi

Fraksi tunggal ditotol pada bagian bawah plat KLT silika gel 60 dengan ukuran persegi (5 cm x 5 cm), kemudian dielusi pada arah I menggunakan campuran pelarut n-heksana:etil asetat (8:2) dan dielusi kembali pada arah II (90˚ tegak lurus dari arah I) menggunakan diklorometana:metanol (95:5). Bercak yang tampak, dilihat di bawah lampu UV pada 휆 254 nm.

Pengujian Titik Leleh

Fraksi yang berbentuk kristal atau serbuk diambil, dan diamati titik lelehnya menggunakan melting point Fisher Scientific. Indikator suatu senyawa dikatakan murni apabila senyawa murni tersebut memiliki rentang suhu mulai meleleh hingga meleleh seluruhnya sebesar ±1-2 ˚C.

3.4.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Radical Scavanger DPPH

Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak kasar n-heksana dan isolat murni dengan metode radical scavenging DPPH. Senyawa pembanding yang digunakan sebagai kontrol positif adalah kuersetin.

Pembuatan larutan stok DPPH 0,04%

Serbuk DPPH ditimbang sebayak 4 mg dilarutkan dalam 10 mL metanol, dan ditempatkan dalam botol gelap yang tertutup rapat lalu dihomogenkan menggunakan vortex.

Pembuatan Larutan Blangko

Larutan blangko dibuat dengan perlakuan yang sama dengan larutan uji, namun tanpa penambahan isolat sampel. Larutan blangko dibuat dari 2 mL metanol

36 yang ditambahkan 500 μL larutan DPPH 0,04% ditempatkan dalam tabung reaksi, lalu dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit di ruangan gelap.

Pembuatan Larutan Pembanding (Standar)

Larutan pembanding (standar) dibuat dengan melarutkan 4 mg kuersetin dalam 4 mL metanol (1.000 μg/mL). Selanjutnya dari larutan pembanding kuersetin

1.000 μg/mL, diambil sebanyak 2,5; 12,5; dan 25 μL dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi yang berbeda, sehingga diperoleh konsentrasi 1, 5, dan 10 μg/mL.

Selanjutnya, ke dalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan 500 μL larutan

DPPH 0,04%, dihomogenkan dan diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit dan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 휆 515 nm dan dihitung persen inhibisinya.

Pembuatan Larutan Uji

Larutan uji dibuat menggunakan sampel isolat murni GM-1. Larutan induk isolat murni dibuat dengan melarutkan 4 mg sampel dalam 4 mL metanol (1.000

μg/mL), kemudian dari larutan induk (1.000 μg/mL) diambil sebanyak 25 μL,

125 μ L, dan 250 μ L dimasukkan ke dalam tabung reaksi, sehingga diperoleh konsentrasi 50 μg/mL, 100 μg/mL, dan 200 μg/mL. Selanjutnya, ke dalam masing- masing tabung reaksi ditambahkan 500 μL larutan DPPH 0,04% dihomogenkan menggunakan vortex, lalu diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit dan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 휆 515 nm dan dihitung persen inhibisinya.

37

Analisis Data

Aktivitas antioksidan sampel dianalisis menggunakan perhitungan persentase penghambatan terhadap radikal DPPH atau persen inhibisi (Lampiran 1 dan 2) sesuai dengan persamaan 1 berikut:

Absorbansi blanko − Absorbansi sampel % Inhibisi = x 100………………………… (1) Absorbansi blangko

Nilai IC50 ditentukan menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b, dimana y adalah % inhibisi yang bernilai 50, a (slope) dan b (intercept) didapat dari kurva regresi linier dengan cara memplotkan % inhibisi sebagai sumbu y dan konsentrasi sampel sebagai sumbu x serta x adalah konsentrasi sampel yang akan ditentukan nilai IC50 (Molyneux, 2004).

3.4.4 Uji Antikanker dengan Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5- difeniltetrazolium bromida]

Uji aktivitas antikanker dilakukan secara in vitro terhadap sel MCF-7 menggunakan metode MTT. Uji ini dilakukan terhadap senyawa murni hasil isolasi.

Pembuatan Larutan Uji

Larutan uji dibuat menggunakan isolat murni GM-1. Isolat murni sebanyak

2 mg dilarutkan dalam 2 mL DMSO(p) dan dihomogenkan menggunakan vortex sebagai larutan induk 1000 μg/mL. Selanjutnya, dari larutan induk tersebut dibuat pengenceran menggunakan DMSO 0,5% dalam seri konsentrasi 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 μg/mL. Variasi konsentrasi tersebut ditempatkan dalam tabung reaksi.

Selain itu, digunakan medium kultur berupa medium RPMI yang mengandung 10%

FBS (Fetal Bovine Serum) dan 1% penisilin-streptomisin sebagai kontrol media

(tanpa sel).

38

Uji Antikanker

Uji antikanker dilakukan dalam plat 96 sumuran (96-well plate) sebagai media uji. Sebanyak 100 μ L suspensi sel kanker payudara (MCF-7) dengan kepadatan 104 sel/100 μL medium dimasukkan ke dalam tiap sumuran pada 96 well- plate dan diinkubasi dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 ˚C selama 24 jam.

Setelah diinkubasi, sel akan melekat pada dasar plat, lalu medium dibuang.

Selanjutnya ditambahkan 100 μL isolat murni dengan berbagai konsentrasi ke dalam tiap sumuran yang telah berisi 100 μL suspensi sel dalam 100 μL medium.

Sebagai kontrol medium ditambahkan 100 μL medium kultur ke dalam sumuran tanpa penambahan isolat dan sebagai kontrol sel ditambahkan 100 μL medium kultur ke dalam sumuran yang berisi 100 μL suspensi sel. Larutan uji isolat, kontrol media, dan kontrol sel dilakukan secara triplo. Kemudian diinkubasi dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 ˚C selama 24 jam. Sel diamati dengan menggunakan mikroskop. Medium dalam tiap sumuran dibuang dan ditambahkan

100 μL PBS lalu dibuang. Setelah itu, tiap sumuran ditambahkan 10 μL MTT 0,5 mg/mL dan 100 μL medium kultur, termasuk kontrol media (tanpa sel) dan kontrol sel. Kemudian diinkubasi selama 2-4 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37

˚C. Sel dikeluarkan dari inkubator dan diamati dengan menggunakan mikroskop.

Jika kristal formazan ungu telah jelas terbentuk, reaksi dihentikan dengan menambahkan 100 μL DMSO(p) ke dalam masing-masing sumuran, lalu dibungkus menggunakan aluminium foil dan diinkubasi selama 10-15 menit pada suhu kamar dan ruangan gelap. Sel yang hidup bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu.

Absorbansi warna ungu dibaca menggunakan microplate reader pada 휆 550 nm dan dihitung persentase sel yang hidup.

39

Analisis Data

Persen sel yang hidup (viabilitas) pada isolat GM-1 dapat dihitung dengan persamaan (2) atau dapat dilihat pada Lampiran 3.

Absorbansi sampel − Absorbansi kontrol media % Sel hidup = x 100………………(2) Absorbansi kontrol sel − Absorbansi kontrol media

Perhitungan persen inhibisi ekstrak kasar dilakukan sesuai persamaan berikut (Zare et al., 2012):

% Inhibisi = 100 - % sel hidup…………………………..(3)

Nilai IC50 ditentukan menggunakan persamaan regresi linier logarima y = ax +b, dimana y adalah % viabilitas yang bernilai 5, a (slope) dan b (intercept) didapat dari kurva regresi linier hubungan antara logaritma konsentrasi sampel sebagai sumbu x dengan % sel hidup sebagai sumbu y. serta x merupakan konsentrasi sampel yang dinyatakan sebagai nilai IC50 (Kiso et al., 2001; Lancaster et al., 1995).

3.4.5 Penentuan Struktur

3.4.5.1 Analisis dengan Spektroskopi UV-Vis

Sampel murni sebanyak 1 mg dilarutkan dalam 1 mL metanol (1.000 ppm), lalu dilakukan pengenceran dengan cara diambil sebanyak 0,3 mL dari larutan

1.000 ppm dan ditambahkan dengan 3 mL metanol (100 ppm). Sebanyak 3 mL sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm yang bertujuan untuk mengetahui serapan maksimum sampel.

3.4.5.2 Analisis dengan Spektroskopi FTIR

Sampel murni diambil 2 mg dan digerus dengan serbuk KBr. Campuran homogen yang sudah terbentuk, dibentuk pelet dengan menggunakan alat pembuat

40 pelet dan kemudian diukur serapannya menggunakan spektrometer IR pada bilangan gelombang 500-4.000 cm-1 untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam sampel (Viviyanti dan Ersam, 2015).

3.4.5.3 Analisis dengan Spektroskopi LCMS/MS

Senyawa murni diambil sebanyak 2 mg dan dilarutkan dalam 1 mL metanol

(2.000 ppm). Kemudian diencerkan dengan cara diambil 100 μL dari konsentrasi sebelumnya (2.000 ppm) dan ditambahkan dengan 1 mL metanol sehingga konsentrasinya menjadi 200 ppm. Selanjutnya sebanyak 1 μL larutan sampel (200 ppm) dimasukkan ke dalam syringe lalu diinjeksikan pada alat LC/ESI-MS/MS untuk mengetahui waktu retensi dan bobot molekul senyawa murni. Kondisi alat

LC/ESI-MS/MS ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kondisi LC/ESI-MS/MS untuk identifikasi isolat GM-1 Kondisi Parameter Panjang kolom (mm) 100 Tipe kolom Acquity UPLC HSS T3 Fase gerak (%v/v) A. 0,1% asam format : aquadest B. 0,1% asam format : MeOH Temperatur kolom (˚C) 40 Laju alir fase gerak (mL/min) 0,3 Temperatur sampel (˚C) 20 Tipe ionisasi Electrospray Ionization (ESI) Polaritas Ion positif

3.4.5.5 Analisis dengan Spektroskopi NMR

Senyawa murni yang diperoleh diambil sebanyak 20 mg dan dilarutkan dalam 0,5 mL pelarut bebas proton (CDCl3). Larutan sampel dimasukkan dalam tabung injection kemudian diletakkan dalam alat spektrometer NMR pada 400 MHz untuk 1H-NMR dan 100 MHz untuk 13C-NMR (Purbowati dan Ersam, 2017).

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi dan Pemurnian Senyawa dari Kulit Batang G. maingayi

Isolasi senyawa bahan alam dilakukan untuk memperoleh senyawa murni serta bahan aktif dari suatu ekstrak. Tahap isolasi ini diawali dengan melihat profil noda dari ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi yang ditunjukkan pada Gambar 14, memiliki ciri fisik berupa pasta kental yang lengket dan berwarna cokelat kekuningan.

Gambar 14. Ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi

Metode KLT pada tahap isolasi ini menggunakan plat silika gel 60 F254 sebagai fase diam dan pelarut n-heksana serta etil asetat sebagai fase gerak dengan berbagai perbandingan. Selain bertujuan untuk melihat profil noda dari ekstrak, penggunaan KLT yang dilakukan sebelum tahap fraksinasi ini juga dilakukan untuk mengetahui perbandingan pelarut yang sesuai untuk proses pemisahan. Menurut

Aljamali et al. (2015), pemisahan yang baik menunjukkan jarak antara noda satu dengan yang lainnya tepisah atau tidak berhimpit. Hasil profil noda dari ekstrak

42 n-heksana kulit batang G. maingayi menggunakan berbagai perbandingan eluen n-heksana:etil asetat ditunjukkan pada Gambar 15.

A B C D A B C D λ 254 nm λ 365 nm

Gambar 15. Hasil KLT ekstrak kulit batang G. maingayi berbagai perbandingan pelarut (n-heksana:EA), (A) n-heksana 100%, (B) 9:1, (C) 8:2, (D) 7:3

Hasil KLT pada lampu UV λ 254 nm dan 366 nm dengan keempat perbandingan eluen n-heksana dan etil asetat (Gambar 15) menunjukkan pola pemisahan yang berbeda sesuai dengan kemampuan terbawanya komponen ekstrak sampel dalam fase geraknya. Pola pemisahan yang kurang baik ditunjukkan oleh keempat perbandingan eluen. Komponen senyawa dalam ekstrak kurang terbawa

(terelusi) oleh fase gerak n-heksana 100%, diduga karena senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak sampel merupakan golongan senyawa semipolar yang berbeda tingkat kepolarannya dengan eluen n-heksana (non-polar). Pemisahan noda pada eluen n-heksana:EA (9:1) menunjukkan pola pemisahan yang lebih baik

(terbentuk empat noda terpisah di bagian atas plat KLT) bila dibandingkan eluen n- heksana 100%, namun noda pada bagian bawah berbentuk tailing (ekor) sehingga pemisahannya kurang sempurna. Noda yang berdekatan dan tailing (ekor) yang merupakan tanda pemisahan yang kurang sempurna juga terjadi ketika kepolaran eluen n-heksana:etil asetat ditingkatkan menjadi 8:2 dan 7:3.

43

Hasil pemisahan noda pada KLT yang tidak sempurna menjadikan pemilihan sistem eluen untuk proses fraksinasi dilakukan secara gradien (dimulai dari pelarut non polar terlebih dahulu dan selanjutnya ditingkatkan polaritas dari pelarut tersebut) (Gibbons, 2012). Hasil KLT juga menunjukkan bahwa komponen senyawa pada ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi ini tidak terlalu banyak

(kompleks). Hal ini ditunjukkan dari profil noda yang terbentuk pada KLT dari ketiga perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat (9:1), (8:2), dan (7:3), terlihat ada empat noda yang terpisah di bagian atas plat KLT dan satu noda dominan di bagian bawah plat KLT. Noda yang tidak terlalu kompleks menjadi dasar pemilihan penggunaan kromatografi kolom gravitasi (KKG) sebagai metode fraksinasi senyawa dari ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi.

Ekstrak sampel kulit batang G. maingayi difraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Tiap hasil fraksinasi ditampung dalam 22 botol vial yang kemudian masing-masing dari botol vial tersebut dilihat profil nodanya. Hasil KLT

dari 22 fraksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 16.

H:EA (9:1) H:EA (8:2) H:EA (8:2)

1A 4D 5E 2B 3C

6F

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22

Gambar 16. Profil noda hasil fraksinasi

44

Fraksi yang menunjukkan profil noda serupa digabungkan dan dihasilkan 6 fraksi (1A, 2B, 3C, 4D, 5E, dan 6F) (Gambar 16). Keenam fraksi tersebut dibiarkan kering dan ditimbang. Berat masing-masing fraksi yaitu 1A (3,21 g), 2B (2,77 g),

3C (1,92 g), 4D (4,45 g), 5E (2,18 g), dan 6F (0,88 g). Keenam fraksi hasil gabungan dilihat profil nodanya menggunakan KLT dan dielusi menggunakan perbandingan eluen n-heksana:etil asetat (8:2 dan 7:3) seperti ditunjukkan Gambar 17. Pemilihan eluen didasarkan dari penggunaan pelarut saat proses fraksinasi dalam kolom.

H:EA H:EA H:EA (8:2) (7:3) H:EA (8:2) (7:3)

Gambar 17. Hasil KLT fraksi 1A-6F

Hasil analisis KLT keenam fraksi (1A-6F) menunjukkan adanya noda yang selalu muncul (noda dominan) pada masing-masing fraksi pada Gambar 17

(ditunjukkan oleh lingkaran hitam). Noda dominan tersebut dijadikan target pada proses pemisahan lebih lanjut. Berdasarkan hasil KLT, posisi noda target yang mudah dipisahkan yaitu fraksi 5E. Bila dibandingkan dengan fraksi lain, noda pada fraksi 5E yang dilihat menggunakan lampu UV baik pada 휆 254 dan 366 nm menunjukkan 3 noda. Posisi noda target pada fraksi 5E (noda paling atas plat KLT)

45 terpisah sempurna dengan noda yang terdapat dibawahnya (2 noda lainnya) serta tidak nampak noda lain diatasnya. Noda target tersebut juga tampak pada fraksi 3C dan 4D yang diamati menggunakan lampu UV 휆 254 nm, akan tetapi ketika dilihat menggunakan lampu UV 휆 366 nm, masih tampak noda lain di atas noda target tersebut. Hal yang sama juga terlihat pada fraksi 1A, 2B, dan 6F (Gambar 17).

Noda target pada fraksi 5E (2,18 g) selanjutnya dilakukan proses pemisahan lebih lanjut dengan menggunakan kromatografi kolom. Berdasarkan hasil KLT noda target terpisah menggunakan eluen n-heksana:etil asetat (8:2), sehingga proses pemisahan pada kolom juga menggunakan komposisi pelarut yang sama (n- heksana:EA) dengan perbandingan 9:1 dan proses elusi dilakukan secara isokratis.

Hal ini bertujuan agar senyawa yang terdapat dalam fraksi keluar secara perlahan dan terpisah dengan baik. Hasil pemisahan fraksi 5E menghasilkan 19 subfraksi yang dinamakan dengan 5E.1-5E.19 berturut-turut. Profil noda dari 19 subfraksi tersebut dianalisis menggunakan KLT dengan eluen n-heksana:etil asetat (8:2) ditunjukkan pada Gambar 18.

n-heksana:etil asetat (8:2)

GM-1 GM-2

GM-3

B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Gambar 18. Profil noda subfraksi 5E.1-5E.19

Profil noda yang sama dari 19 subfraksi (5E.1-5E.19) selanjutnya digabungkan. Subraksi 5E.1- 5E.5 digabungkan menjadi satu fraksi (Gambar 18)

46 dan diberi nama fraksi GM-1, sementara subfraksi 5E.6-5E.13 dan 5E.14-5E.15 digabungkan berturut-turut menjadi fraksi GM-2 dan GM-3. Fraksi GM-1 merupakan noda target dan menghasilkan noda tunggal, sementara fraksi GM-2 dan

GM-3 masih terbentuk 2 noda. Fraksi GM-1 dengan noda tunggal selanjutnya diuji kemurniannya dengan KLT 2 dimensi serta uji titik leleh.

4.2 Uji Kemurnian Senyawa

Fraksi GM-1 yang menunjukkan noda tunggal saat KLT dan diduga telah murni, diuji kemurniannya menggunakan metode KLT 2 dimensi serta pengujian titik leleh. Uji kemurnian metode KLT 2 dimensi dilakukan melalui 2 sistem elusi dengan menggunakan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Elusi pertama dilakukan menggunakan eluen n-heksana:etil asetat (8:2) dan elusi kedua menggunakan eluen diklorometana:metanol (95:5). Hasil KLT 2 dimensi fraksi

GM-1 ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19. Hasil KLT 2 dimensi fraksi GM-1

47

Berdasarkan hasil KLT 2 dimensi (Gambar 19) dan pengamatan di bawah lampu UV 휆 254 dan 366 nm noda tunggal terlihat saat proses elusi pertama menggunakan n-heksana:EA (8:2). Noda tunggal juga diperlihatkan pada proses elusi kedua menggunakan eluen diklorometana:metanol (95:5), baik pada UV 휆

254 maupun 366 nm (Gambar 19). Noda tunggal yang terbentuk pada 2 sistem elusi mengindikasikan bahwa fraksi GM-1 telah murni. Tujuan penggunaan 2 sistem elusi ini adalah untuk melihat apakah masih terdapat noda lain yang berbeda kepolarannya dengan noda target. Fraksi GM-1 yang telah murni selanjutnya dibiarkan kering dan ditimbang. Fraksi GM-1 yang diperoleh berupa kristal jarum berwarna kuning pucat dengan berat 107,2 mg dan diberi nama isolat GM-1.

Visualisasi isolat GM-1 ditunjukkan pada Gambar 20.

Gambar 20. Visualisasi isolat GM-1 Isolat GM-1 juga diuji kemurnian menggunakan metode lain, yaitu dengan uji titik leleh. Titik leleh isolat GM-1 yaitu 122-124˚C yang bisa dikatakan isolat

GM-1 merupakan senyawa murni. Suatu senyawa bisa dikatakan murni bila rentang titik leleh sebesar 1-2˚C (Husni et al., 2016).

4.3 Penentuan Struktur Isolat GM-1

Penentuan struktur isolat GM-1 dilakukan menggunakan instrumen UV-Vis,

FTIR, NMR, serta LCMS/MS.

48

4.3.1 Analisis Data UV-Vis

Spektroskopi UV-Vis digunakan untuk mengetahui gugus kromofor yang terdapat dalam isolat GM-1. Hasil analisis spektroskopi UV-Vis isolat GM-1 dengan pelarut metanol pada rentang panjang gelombang 200-600 nm (Gambar 21) menunjukkan adanya 2 pita serapan. Pita serapan kuat (Pita I) pada panjang gelombang maksimum (휆maks) 251 nm dan pita serapan lemah (Pita II) pada 휆maks

355 nm. Pita serapan pada 휆maks 251 nm menunjukkan adanya transisi elektron

(eksitasi) gugus kromofor dari orbital π → π* ikatan rangkap (–C=C–) pada senyawa aromatik benzena, sedangkan pita serapan lemah pada panjang gelombang yang lebih besar 휆maks 355 nm mengindikasikan adanya transisi elektron dari orbital n → π* senyawa karbonil yang terkonjugasi pada senyawa aromatik (–C=C–C=O)

(Supratman, 2010).

251 nm

355 nm

Gambar 21. Spektrum UV-Vis isolat GM-1

4.3.2 Analisis Data FTIR

Spektroskopi FTIR digunakan untuk mengetahui gugus fungsi apa saja pada isolat GM-1. Hasil analisis FTIR isolat GM-1 ditunjukkan pada Gambar 22.

49

C=C C-H

O-H C-H C-O C=O

Gambar 22. Spektrum FTIR isolat GM-1

Berdasarkan data spektrum FTIR, isolat GM-1 menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi. Interpretasi lebih lanjut terhadap gugus fungsi isolat GM-1 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil analisis gugus fungsi isolat GM-1

Bilangan gelombang (cm-1) Perkiraan gugus fungsi 3564; 3274 O-H (regang) 2969 dan 2872 -CH3 (regang) 2923 C-H aromatik 1728; 1623 C=O (regang) 1529 C=C aromatik (regang) 1435 C-H (tekuk) 1298 C-O alkohol atau fenol (regang)

Analisis spektrum FTIR (Tabel 5) isolat GM-1 menunjukkan adanya serapan tajam dengan intensitas lemah pada bilangan gelombang 3.564 cm-1 dan serapan

-1 melebar pada 3.274 cm menandakan adanya gugus OH yang dikuatkan dengan adanya gugus C-O pada daerah 1.298 cm-1. Adapun serapan pada bilangan gelombang 2.969 cm-1 dan 2.872 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regang dari

-1 gugus metil (CH3). Vibrasi regang pada bilangan gelombang 2.923 cm

50 menandakan adanya gugus C-H aromatik yang didukung dengan adanya vibrasi regang C=C pada daerah bilangan gelombang 1.529 cm-1. Vibrasi regang gugus

-1 metil (-CH3) ditunjukkan pada daerah 2.969 cm yang dikuatkan dengan adanya vibrasi tekuk C-H pada 1.435 cm-1. Berdasarkan analisis spektrum FTIR menunjukkan bahwa isolat GM-1 mengandung gugus aromatik, gugus OH, serta gugus karbonil (C=O). Adanya gugus –OH serta –C=C- aromatik yang terkonjugasi pada cincin aromatik ini mengindikasikan gugus yang potensial sebagai agen antioksidan (Bors et al., 1990).

4.3.3 Analisis Data LC/ESI-MS/MS

Hasil analisis LC/ESI-MS-MS terhadap isolat GM-1 menunjukkan adanya puncak tunggal pada waktu retensi (tR) 8,15 menit (Gambar 23).

Gambar 23. Kromatogram isolat GM-1

Informasi lain dari analisis LC/ESI-MS/MS ini yaitu berupa spektrum massa yang menunjukkan berat molekul dari senyawa isolat GM-1 (Gambar 24).

51

[M+Na]+

[M+H]+

Gambar 24. Spektrum massa isolat GM-1

Gambar 24 merupakan spektrum massa dari isolat GM-1, dan menunjukkan ion molekul [M+Na]+ dan [M+H]+ isolat GM-1 secara berturut-turut pada m/z 625,3 dan 603,3 yang berarti bahwa berat molekul isolat GM-1 yaitu 602,3. Berat molekul tersebut sesuai dengan rumus molekul C38H50O6 dan diindikasikan sebagai senyawa golongan benzofenon yaitu garcinol. Sementara itu senyawa benzofenon lain, yakni isoxantocymol (23) yang berhasil diisolasi oleh Lin (2007) juga menunjukkan m/z yang sama yaitu 603 [M+H]+, hanya saja perbedaan mendasar yang terlihat dari kedua senyawa tersebut yaitu ciri fisiknya, di mana senyawa isoxantocymol berupa kristal putih, sementara isolat GM-1 memiliki ciri fisik yang sama dengan senyawa garcinol yaitu kristal jarum berwarna kuning.

Indikasi isolat GM-1 sebagai senyawa garcinol juga didukung oleh penelitian

Krishnamurthy et al. (1981) dari G. indica dan Sahu et al. (1989) dari sampel G. pedunculata Roxb yang berhasil mengisolasi senyawa garcinol dengan [M+H]+ pada m/z sebesar 603,3. Penelitian lainnya oleh Sang et al. (2001) juga berhasil mendapatkan senyawa garcinol dari ekstrak etanol kulit buah G. indica setelah

52 analisis menggunakan APCI-MS dan menunjukkan ion molekul [M+H]+ senyawa garcinol pada m/z 603.

Selain dari data spektrum massa, indikasi isolat GM-1 sebagai garcinol juga didukung oleh titik leleh, spektrum UV-Vis, dan FTIR. Penelitian Krishnamurthy et al. (1981) dan Sahu et al. (1989) menyebutkan bahwa senyawa garcinol memiliki titik leleh yaitu 120-122 ˚C, sementara titik leleh isolat GM-1 sebesar 122-124 ˚C.

Selain itu, data UV-Vis menunjukkan serapan maksium senyawa garcinol terdapat di daerah 255 dan 365 nm (pelarut etanol), sedangkan isolat GM-1 menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 251 dan 355 nm (pelarut metanol).

Data lain yang juga mendukung yaitu data FTIR. Ciri khas spektrum FTIR senyawa garcinol yang diisolasi oleh Krishnamurthy et al. (1981) menunjukkan adanya vibrasi regang gugus OH pada daerah 3.450-3.300 cm-1 serta adanya C=O regang pada 1.727 cm-1 dan 1.668 cm-1 , sedangkan senyawa garcinol yang diisolasi oleh

Sahu et al. (1989) menunjukkan adanya vibrasi regang OH pada bilangan gelombang 3.500-3.200 cm-1 serta vibrasi regang C=O pada bilangan gelombang

1.720 cm-1 dan 1.660 cm-1. Bila dibandingkan dengan spektrum FTIR senyawa garcinol pada kedua penelitian terdahulu, isolat GM-1 juga menunjukkan gugus fungsi yang serupa, yakni adanya gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3.564 cm-1 dan 3.274 cm-1 serta adanya gugus C=O pada daerah 1.728 cm-1 dan 1.623 cm-1.

53

4.3.4 Analisis Data 1H NMR

Penentuan struktur dengan 1H NMR terhadap isolat GM-1 menunjukkan sinyal-sinyal proton seperti ditunjukkan pada Gambar 25 (lebih jelasnya pada

Lampiran 4).

Gambar 25. Spektrum 1H-NMR isolat GM-1 Hasil analisis spektrum 1H NMR selanjutnya diperbesar pada pergeseran kimia (δH) 6,0-6,95 ppm (Gambar 26), menunjukkan adanya proton aromatik dan proton gugus fenol.

H aromatik H aromatik H aromatik

OH fenol OH fenol

1 Gambar 26. Hasil pembesaran H NMR isolat GM-1 pada 훅H 6,0-6,95 ppm

54

Gambar 26 menunjukkan adanya puncak singlet lebar (broad singlet, bs) terlihat pada pergeseran δH 6,51 dan 6,82 yang mengindikasikan adanya 2 gugus

–OH (1H, bs) yang terikat pada cincin aromatik. Proton pada gugus fenolik biasanya terdapat dalam bentuk broad singlet pada kisaran δH 6-8 ppm (Supratman,

2010). Sementara itu, adanya cincin aromatik yang khas dengan 3 sinyal proton terlihat pada pergeseran kimia (δH) 6,58; 6,90; 6,94 ppm. Sinyal proton double doublet (dd) pada δ H 6,94 (1H, dd, 8,4; J= 1,6 Hz) mengindikasikan adanya penjodohan orto dengan proton pada δH 6,58 (1H, d, J= 8,4 Hz) serta penjodohan meta dengan proton δH 6,90 (1H, d, J= 1,6 Hz). Penjodohan proton orto dan meta pada struktur cincin aromatik isolat GM-1 ditunjukkan pada Gambar 27.

Gambar 27. Penjodohan proton pada cincin aromatik isolat GM-1

Sinyal-sinyal proton pada isolat GM-1 juga menunjukkan adanya 9 gugus metil. Puncak proton 2 gugus metil pada karbon jenuh (–C<(CH3)2) ditunjukkan pada daerah δH 0,99 (3H, s) dan 1,14 (3H, s). Enam gugus metil singlet dari

(–CH=C<(CH3)2) terdapat pada pergeseran kimia δH 1,57; 1,68; 1,51;1,53; 1,64;

1,78 (masing-masing 3H, s) dan 1 proton metil singlet pada δH 1,72 (3H, s) sebagai metil dari =C-CH3. Selain itu, terdapat pula sinyal 3 proton olefinik (>C=CH–

CH2–), penyusun kerangka isoprenil yang terikat pada cincin aromatik ditunjukkan oleh puncak triplet pada pergeseran δH 4,91; 5,01; 5,08. Pada pergeseran δH 4,37 muncul sinyal proton duplet (2H, d) yang menunjukkan adanya gugus metilen pada

55 karbon tidak jenuh –CH2=C–CH3, yang juga merupakan proton dari kerangka isoprenil.

Berdasarkan analisis 1H NMR isolat GM-1 serta didukung dari spektrum

UV-Vis, FTIR, dan MS maka struktur senyawa isolat GM-1 yang disarankan adalah senyawa garcinol (40). Perbandingan pergeseran kimia 1H-NMR antara isolat

GM-1 dengan senyawa pembanding garcinol dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan nilai pergeseran kimia senyawa isolat GM-1 dengan

senyawa pembanding garcinol (40)

훅H (ppm), multiplisitas, J (Hz) Posisi Garcinolb Garcinolc Isolat GM-1a (Sang et al., 2001) (Sahu et al., 1989) 6 1,39 (1H, m) 2,80-1,46 (12H, m) 2,75-1,42 (12H, m) 7 1,87 (1H, dd, 14,4; 3,6) 2,80-1,46 (12H, m) 2,75-1,42 (12H, m) 2,57 (1H, d, 14,0) 12 6,90 (1H, d, 1,6) 6,91 (1H, d, 2,0) 6,91 (1H, d, 2,0) 15 6,58 (1H, d, 8,4) 6,60 (1H, d, 7,8) 6,57 (1H, d, 9,0) 20 1,57 (3H, s) 1,57 (3H, s) 1,58 (3H, s) 21 1,68 (3H, s) 1,67 (3H, s) 1,69 (3H, s) 22 1,14 (3H, s) 1,14 (3H, s) 1,16 (3H, s) 23 0,99 (3H, s) 0,98 (3H, s) 1,00 (3H, s) 24 2,05 (2H, m) 2,80-1,46 (12H, m) 2,75-1,42 (12H, m) 25 4,91 (1H, t, 6) 4,92 (1H, t, 5) 4,94 (1H, t, 5) 27 1,64 (3H, s) 1,63 (3H, s) 1,65 (3H, s) 28 1,53 (3H, s) 1,52 (3H, s) 1,53 (3H, s) 29 2,11 (1H, d, 3,4) 2,80-1,46 (12H, m) 2,75-1,42 (12H, m) 2,15 (1H, d, 10,1) 30 1,97 (1H, m) 2,80-1,46 (12H, m) 2,75-1,42 (12H, m) 32 4,37 (2H, d, 18,4) 4,38 (1H, s) 4,34 (2H, d, 15) 4,34 (1H, s)

56

Tabel 6. Perbandingan nilai pergeseran kimia senyawa isolat GM-1 dengan

senyawa pembanding garcinol (40) (lanjutan) 훅H (ppm), multiplisitas, J (Hz) Posisi Garcinolb Garcinolc Isolat GM-1a (Sang et al., 2001) (Sahu et al., 1989) 33 1,72 (3H, s) 1,71 (3H, s) 1,74 (3H, s) 34 2,08 (2H, m) 2,80-1,46 (12H, m) 2,75-1,42 (12H, m) 35 5,01 (1H, t, 6) 5,02 (1H, t, 5) 5,02 (1H, t, 5) 37 1,78 (3H, s) 1,77 (3H, s) 1,79 (3H, s) 38 1,51 (3H, s) 1,50 (3H, s) 1,51 (3H, s) a Keterangan: JEOL-ECS (CDCl3, 400 MHz) b Varian-AM (CDCl3, 600 MHz) c Varian UNITY INOVA (CDCl3, 400 MHz)

4.3.5 Analisis Data 13C NMR

Analisis 13C NMR (Gambar 28 dan Lampiran 5) digunakan untuk mengetahui jumlah karbon pada isolat GM-1.

Gambar 28. Spektrum 13C-NMR isolat GM-1

Nilai pergeseran kimia karbon (δC) pada senyawa GM-1 berkisar pada daerah

17-209 ppm dan lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 7.

57

Tabel 7. Nilai geseran kimia karbon isolat GM-1

훅C (ppm) 훅C (ppm) Posisi Isolat Garcinolb Posisi Isolat Garcinolb GM-1a (Sang et al., 2001) GM-1a (Sang et al., 2001) 1 194,0 194,0 20 26,3 26,2 2 116,0 116,0 21 18,4 18,4 3 195,0 195,2 22 22,9 22,9 4 69,9 69,9 23 27,2 27,2 5 49,8 49,8 24 29,0 29,1 6 46,9 47,0 25 123,9 123,9 7 42,7 42,7 26 133,1 133,1 8 58,0 58,1 27 25,9 25,9 9 209,3 207,1 28 18,1 18,1 10 199,1 199,1 29 36,3 36,3 11 128,0 127,8 30 43,7 43,7 12 114,5 114,4 31 148,2 148,2 13 143,6 143,9 32 112,9 112,9 14 149,8 149,9 33 17,8 17,8 15 116,6 116,6 34 32,7 32,8 16 120,3 120,2 35 124,3 124,2 17 26,6 27,2 36 132,2 132,2 18 122,8 122,8 37 26,0 26,0 19 135,4 135,5 38 18,1 18,1

a Keterangan: JEOL-ECS (CDCl3, 100 MHz) b Varian-AM (CDCl3, 150 MHz)

Data analisis 13C NMR (Tabel 7) menunjukkan sinyal-sinyal karbon senyawa isolat GM-1. Isolat GM-1 menunjukkan adanya dua cincin aromatik serta karbon karbonil (C=O). Sinyal cincin aromatik pertama merupakan gugus fenolik (6 atom karbon yang terikat dengan gugus OH) yang terdiri atas 3 karbon aromatik (C aromatik), 2 karbon fenolik (Aril-C-OH), dan 1 karbon yang berikatan dengan karbonil (Aril-C-C=O) ditunjukkan pada pergeseran kimia ( δ C) berturut-turut

114,5; 116,6; 120,3; 143,6; 149,8; 128,0.

Pada pergeseran kimia (δC) 194,0; 116,0; 195,0; 69,9; 58,0; 209,3 berturut- turut menunjukkan adanya cincin aromatik lainnya yang berjumlah 6 atom karbon, terdiri atas 1 karbon vinilik mengikat gugus -OH (=CH-OH), 1 karbon vinilik (=C-

O), 1 karbon keton konjugasi (-C=O), 2 karbon kuartener pada cincin siklik, dan 1 karbon keton (-C=O) pada cincin siklik. Sementara itu, adanya jembatan karbonil

58 yang menghubungkan kedua cincin aromatik tersebut ditunjukkan oleh gugus keton terkonjugasi (-C=O) pada pergeseran kimia (δC) 199,1 ppm.

Cincin aromatik ini didukung data UV-Vis yang menunjukkan adanya serapan gelombang maksimum (휆maks) 251 nm serta data spektrum FTIR yang menunjukkan adanya vibrasi regang C=C aromatik pada bilangan gelombang 1529 cm-1. Selain itu, adanya jembatan karbonil dan gugus OH pada cincin aromatik ini didukung oleh data UV-Vis pada serapan maksimum (휆maks) 355 nm serta spektrum

FTIR pada bilangan gelombang 1728 cm-1; 1623 cm-1 (C=O) dan 1298 cm-1 (C-O fenol).

Menurut Sang et al. (2001), senyawa garcinol yang merupakan salah satu contoh senyawa isoprenil benzofenon memiliki karbon metilen (-CH2-), metin

(-CH-), dan karbon kuartener yang membentuk cincin siklik pada δC 42,7; 47,0;

49,8 yang terikat pada cincin aromatik kerangka benzofenon. Sinyal dari 3 karbon

1 yang membentuk siklik tersebut didukung oleh data H-NMR pada kisaran δH 1,46-

13 2,80 ppm. Sementara pada spektrum C-NMR isolat GM-1, cincin siklik ini terdapat pada sinyal karbon isolat GM-1 yang ditunjukkan pada pergeseran kimia

(δC) 42,7; 46,9; 49,8 dan diperkuat dengan adanya sinyal proton pada δH 1,39 ppm

(1H, m) yang menunjukkan proton metin dan 2 proton dari metilen (-CH2-) pada δH

1,87 (1H, dd, 14,4; 3,6) dan 2,57 (1H, bd, 14,0).

Adapula sinyal-sinyal karbon pada δC 122,8; 123,9; 124,3 yang menunjukkan

3 kerangka isoprenil -CH=C(CH3)2, terikat dengan struktur utama benzofenon pada

1 isolat GM-1. Dugaan isoprenil ini didukung oleh data H-NMR pada δH 4,91; 5,01;

5,08 (>C=CH–CH2–). Puncak pada δC 17,8; 18,1; 18,2; 18,4; 22,9; 25,9; 26,0;

26,3; 27,2 menunjukkan adanya 9 metil yang diperkuat dengan 1H NMR pada

59 pergereran δH 0,99; 1,14; 1,57; 1,68; 1,51;1,53; 1,64; 1,72; 1,78 (masing-masing

3H, s). Indikasi kerangka isoprenil serta gugus metil ini dikuatkan oleh data serapan

FTIR pada bilangan gelombang 2969 dan 2872 cm-1 yang menunjukkan adanya

-1 vibrasi regang dari gugus metil (CH3) serta vibrasi tekuk C-H pada 1435 cm .

4.4 Biosintesis Senyawa Garcinol

Penelitian ini berhasil mengisolasi senyawa garcinol dari ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi yang berasal dari Kepualauan Riau. Garcinol adalah senyawa turunan benzofenon terprenilasi yang memiliki dua cincin aromatik yang terhubung dengan jembatan karbonil. Jalur biosintesis senyawa garcinol diawali dari jalur shikimat membentuk asam protokatekuat. (Rao et al., 1980; Wolfrom et al., 1962). Pembentukan asam protokatekuat (41) dimulai dari kondensasi Aldol antara fosfoenolpiruvat (PEP) dari jalur glikolisis dengan suatu D-eritrosa 4-fosfat produk dari siklus pentosa fosfat dengan bantuan enzim DAHP sintase membentuk

3-deoksi-D-arabino-heptulosonat (DAHP). Eliminasi asam fosforat dari DAHP melalui bantuan enzim 3-dehidrokuinat sintase, diikuti dengan kondensasi Aldol membentuk senyawa intermediet asam 3-dehidrokuinat. Reaksi pelepasan air

(dehidrasi) senyawa asam 3-dehidrokuinat dengan bantuan enzim 3-dehidrokuinase menghasilkan asam 3-dehidroshikimat. Selanjutnya, 3-dehidroshikimat dengan bantuan enzim shikimat dehidrogenase mengakibatkan dehidrasi dan enolisasi menghasilkan asam protokatekuat (41) (Dewick, 2009). Jalur biosintesis pembentukan asam protokatekuat ditunjukkan pada Gambar 29.

60

Gambar 29. Jalur biosintesis asam protokatekuat (Dewick, 2009)

Asam protokatekuat (41) selanjutnya mengalami kondensasi Claisen pada bagian gugus karboksilat (-COOH) dengan tiga molekul asam asetat yang diaktivasi oleh koenzim-A membentuk asam poli-β-ketokarboksilat. Asam poli-β- ketokarboksilat yang mengandung gugus metilen (-CH2-) ini kemudian melakukan kondensasi Claisen secara intramolekul dengan gugus karbonil, sehingga terjadi siklisasi membentuk maclurin bentuk keto. Enolisasi Maclurin bentuk keto menghasilkan Maclurin bentuk enol (42) sebagai prekursor dalam pembentukan senyawa turunan benzofenon. Selanjutnya cincin phlorogucinol atau 1,3,5- trihidroksibenzena pada Maclurin (42) direaksikan dengan tiga unit dimetilalil pirofosfat (DMAPP) membentuk senyawa intermediet dengan kerangka isoprenil

(43). Senyawa intermediet tersebut dapat bereaksi lebih lanjut dengan penambahan dua unit DMAPP sehingga membentuk senyawa garcinol (40) (Dewick, 2009;

61

Rao et al., 1980; Wolfrom et al., 1962). Jalur biosintesis garcinol dari prekursor maclurin ditunjukkan pada Gambar 30.

Gambar 30. Jalur biosintesis senyawa garcinol (Dewick, 2009; Rao et al., 1980; Wolfrom et al., 1962)

4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Isolat GM-1

Uji aktivitas antioksidan terhadap isolat GM-1 (senyawa garcinol) dilakukan dengan metode DPPH yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm. Data absorbansi sampel isolat GM-1 dan standar dianalisis (Lampiran 1 dan 2), hingga diperoleh aktivitas antioksidan isolat GM-1 berupa nilai IC50 (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai persen inhibisi dan IC50 standar kuersetin dan isolat GM-1

Konsentrasi IC50 Sampel Absorbansi % Inhibisi (훍g/mL) (훍g/mL) 1 1,1181 14,0485 Kuersetin 5 0,7462 42,6375 6,15 10 0,3083 76,3001 10 0,4909 45,2089 Isolat GM-1 50 0,2616 70,8019 16,44 100 0,0415 95,3680

62

Tabel 8 menunjukkan perbandingan aktivitas antioksidan dengan parameter nilai IC50 antara kuersetin dan isolat GM-1. Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi suatu sampel yang dapat menghambat 50% aktivitas radikal bebas. Isolat GM-1 dikategorikan sebagai antioksidan sangat kuat (IC50=16,44 μg/mL). Hal ini sesuai dengan Molyneux (2004) yang menyatakan bahwa aktivitas antioksidan suatu senyawa sangat kuat jika nilai IC50 <50 μg/mL, kuat jika nilai IC50 50-100 μg/mL, sedang jika nilai IC50 100-150 μg/mL, lemah jika nilai IC50 150-200 μg/mL, sangat lemah jika nilai IC50 200-1.000 μg/mL, dan dinyatakan tidak aktif jika nilai IC50

>1000 μg/mL.

Selain uji aktivitas antioksidan terhadap isolat GM-1, dilakukan pula uji pendahuluan aktivitas antioksidan terhadap ekstrak kasar kulit batang G. maingayi pada konsentrasi 100 μg/mL. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak kasar memiliki persentase inhibisi mencapai 90,51%. Bila dibandingkan dengan ekstrak kasar, isolat GM-1 memiliki persentase inhibisi yang lebih tinggi yaitu sebesar 95,36% pada konsentrasi yang sama. Indikasi persentase inhibisi yang lebih tinggi ini disebabkan karena pada ekstrak masih terdapat senyawa-senyawa pengotor yang dapat menghalangi aktivitas antioksidan dari senyawa murninya.

Senyawa garcinol hasil isolasi (isolat GM-1) menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi. Menurut Yamaguchi et al. (2000), senyawa garcinol menghambat aktivitas radikal DPPH tiga kali lebih kuat (persen inhibisi mencapai

85%) dibanding α-tokoferol (vitamin E). Hal ini disebabkan oleh adanya gugus 1,3- diketon yang dapat mengalami tautomer menjadi bentuk hidroksil (enol). Hidrogen pada gugus hidroksil (enol) ini akan didonorkan pada senyawa radikal. Garcinol yang kehilangan hidrogen akan membentuk senyawa garcinol radikal namun stabil

63 akibat adanya delokalisasi elektron (resonansi) pada cincin benzena (Sang et al.,

2001). Reaksi antara senyawa garcinol dengan radikal DPPH ditunjukkan pada

Gambar 31.

Gambar 31. Reaksi antara senyawa garcinol dengan DPPH (Sang et al., 2001)

Sang et al. (2001) menyatakan bahwa reaksi senyawa garcinol dengan radikal DPPH (Gambar 30) menghasilkan dua produk senyawa, yaitu senyawa

GDPPH-1 dan GDPPH-2. Senyawa GDPPH-1 terbentuk ketika atom H dari gugus hidroksil pada C-3 didonorkan ke radikal DPPH, sementara itu ketika atom H dari gugus hidroksil pada C-1 didonorkan ke radikal DPPH maka yang terbentuk adalah senyawa GDPPH-2. Selanjutnya, atom-atom hidrogen pada C-1 dan C-3 ini akan didonorkan ke radikal DPPH yang mengakibatkan terjadinya reaksi reduksi dari radikal DPPH menjadi DPPH non radikal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

(Gambar 11).

Aktivitas antioksidan yang tinggi dari senyawa garcinol hasil isolasi juga diakibatkan dari banyaknya gugus hidroksi (–OH) pada senyawa tersebut. Jumlah

64 gugus –OH pada senyawa garcinol berjumlah tiga buah gugus. Hal ini sesuai dengan penelitian Cai et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin banyak gugus hidroksil dalam suatu senyawa, semakin banyak juga atom H yang didonorkan, sehingga semakin tinggi kemampuan senyawa tersebut dalam meredam aktivitas radikal DPPH, seperti pada senyawa kuersetin (44) yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Dalam senyawa kuersetin, aktivitas antioksidannya sangat tinggi dikarenakan banyaknya gugus –OH yang tersubsitusi, baik pada cincin A maupun cincin B (unit katekol). Selain itu adanya ikatan rangkap terkonjugasi dalam cincin yang tersubstitusi dengan gugus hidroksil, dapat menstabilkan senyawa kuersetin (adanya delokalisasi elekron) ketika kehilangan satu hidrogen untuk didonorkan ke suatu radikal (Bors et al., 1990).

Bila dibandingkan, struktur garcinol dengan kuersetin memiliki kemiripan gugus penyusunnya (Gambar 32). Gugus-gugus ini meliputi gugus orto dihidroksil atau unit katekol serta cincin benzena yang dapat menstabilkan radikal garcinol ketika kehilangan satu hidrogen. Namun, kedua senyawa tersebut memiliki perbedaan aktivitas antioksidan yang sangat signifikan, yang dinyatakan dengan niali IC50 sebesar 16,44 μg/mL (garcinol) dengan 6,15 μg/mL (kuersetin). Menurut

Arabshahi et al. (2007) dan Cai et al. (2006) hal ini dikarenakan karena jumlah gugus –OH pada senyawa garcinol lebih sedikit dibandingkan dengan kuersetin.

Selain itu juga, adanya perlakuan penambahan pelarut-pelarut organik yang menyebabkan kapasitas antioksidannya menurun, metode dan kondisi saat proses ekstraksi (suhu dan waktu) juga menurunkan aktivitas antioksidan, yang kemungkinan dikarenakan terbentuknya komponen pro-oksidan secara alamiah

65 selama perlakuan (proses ekstraksi dan isolasi) pada ekstrak ataupun senyawa murninya

Gambar 32. Perbandingan struktur kuersetin dan garcinol (Bors et al., 1990; Krishnamurthy et al., 1981)

4.6 Uji Antikanker Isolat GM-1 terhadap Sel MCF-7 Metode MTT

Uji antikanker terhadap sel kanker payudara (MCF-7) ini didasarkan pada kemampuan sel untuk bertahan hidup ketika diberi suatu senyawa, dalam hal ini yaitu senyawa garcinol hasil isolasi (isolat GM-1) dengan menggunakan metode

MTT. Sel yang bertahan hidup sebanding dengan intensitas warna ungu yang terbentuk dari reaksi reduksi enzimatis senyawa MTT. Intensitas warna ungu tersebut diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

550 nm. Data absorbansi yang diperoleh, diolah sedemikian rupa seperti pada

Lampiran 3 hingga diperoleh data persen sel MCF-7 yang hidup seperti Tabel 9.

Tabel 9. Nilai persen kehidupan sel kanker MCF-7 dan IC50 isolat GM-1

%Sel Isolat hidup IC50 GM-1 Absorbansi* %Sel hidup rata- (훍g/mL) (훍g/mL) rata 1 0,721 0,796 0,783 89,413 99,422 97,687 95,507 5 0,783 0,826 0,794 97,687 103,425 99,155 100,089 10 0,77 0,789 0,765 95,952 98,487 95,285 96,575 15 0,654 0,633 0,626 80,471 77,669 76,735 78,292 19,13 20 0,402 0,443 0,418 46,842 52,313 48,977 49,377 25 0,205 0,246 0,184 20,552 26,023 17,749 21,441 30 0,089 0,084 0,112 5,071 4,404 8,140 5,872 * tiga kali pengulangan untuk tiap kadar

66

Tabel 9 menunjukkan aktivitas antikanker isolat GM-1 terhadap sel MCF-7 dengan nilai IC50 mencapai 19,13 μg/mL. Aktivitas antikanker merupakan aktivitas yang mengakibatkan kematian sel MCF-7 sebesar 50% dan dinyatakan dengan nilai

IC50. Kategori senyawa potensial sebagai antikanker dibagi menjadi empat, yakni senyawa yang dikategorikan memiliki aktivitas antikanker yang kuat dan potensial dijadikan obat jika nilai IC50 ≤20 μg/mL, sementara jika nilai IC50 diantara 21-100

μg/mL dikatakan memiliki aktivitas sedang untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Jika nilai IC50 berkisar antara 101-500 μg/mL dikatakan lemah dan tidak aktif menghambat pertumbuhan sel kanker jika nilai IC50 >501 μg/mL (Goldin et al., 1981). Berdasarkan kategori tersebut, senyawa garcinol hasil isolasi termasuk ke dalam senyawa yang memiliki potensi sebagai senyawa obat dan dapat dijadikan sebagai agen antikanker untuk menghambat pertumbuhan sel MCF-7.

Uji aktivitas antikanker terhadap sel MCF-7 juga dilakukan pada ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi. Hasilnya, pada konsentrasi ekstrak sebesar

200 μg/mL, persentase kematian sel MCF-7 mencapai nilai 96,87% dan pada konsentrasi 50 μg/mL menunjukkan persentase kematian sel MCF-7 sebesar 88,76

μg/mL. Uji ini dilakukan sebagai uji pendahuluan guna mengetahui apakah ekstrak tersebut potensial sebagai agen antikanker atau tidak. Bila dibandingkan, senyawa garcinol hasil isolasi menunjukkan aktivitas antikanker terhadap sel MCF-7 yang lebih tinggi daripada ekstrak kasar. Hal ini ditunjukkan pada konsentrasi 30 μg/mL, persentase rata-rata sel MCF-7 hidup mencapai 5,781% (Tabel 9), yang berarti bahwa persentase kematian sel MCF-7 sebesar 94,219% dan akan mencapai persentase yang lebih tinggi (>94%) pada konsentrasi tinggi atau sama dengan ekstrak kasar (50 μg/mL dan 200 μg/mL). Berdasarkan hasil uji aktivitas antikanker

67 terhadap sel MCF-7, senyawa garcinol dari hasil isolasi merupakan agen antikanker yang potensial dengan nilai IC50 sebesar 19,13 μg/mL.

Menurut Roux et al. (2000), aktivitas antikanker yang baik pada senyawa turunan benzofenon seperti senyawa garcinol ini kemungkinan diakibatkan karena adanya gugus-gugus fungsi yang berperan dalam menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti adanya gugus OH serta isoprenil. Aenyawa garcinol yang memiliki unit katekol atau 1,2-dihidroksibenzena, gugus enol, serta rantai alifatik (karbon jenuh) berpotensi untuk mengganggu kinerja sel kanker dalam tubuh melalui peningkatan apoptosis (kematian sel kanker). Hal ini dikarenakan gugus hidroksi pada unit katekol dan gugus enol yang bersifat hidrofilik, serta rantai karbon jenuh yang bersifat hidrofobik memudahkan senyawa garcinol untuk melewati membran sel yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa senyawa garcinol dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara

(MCF-7) secara apoptosis dengan nilai IC50 sebesar 12,05 μg/mL (Ahmad et al.,

2012).

Penelitian lainnya terkait potensi senyawa garcinol sebagai agen antikanker juga dilaporkan oleh Ahmad et al. (2010) menggunakan senyawa garcinol dari ekstrak G. indica dan menunjukkan adanya aktivitas antikanker terhadap sel kanker epitel payudara (MDA-MB-231) dengan nilai IC50 sebesar 21,1 μg/mL. Cheng et al.

(2010) mengkaji potensi senyawa garcinol sebagai agen antikanker terhadap sel kanker leukimia (HL-60), dan hasilnya menunjukkan aktivitas antikanker yang sangat baik dengan nilai IC50 sebesar 12,05 μg/mL. Aktivitas antikanker yang ditunjukkan dari senyawa garcinol juga kuat (IC50=4,21 μg/mL) untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kanker pankreas (Panc-1) (Parasramka dan Gupta, 2012).

68

Bila ditinjau kembali, isolat GM-1 yang merupakan senyawa garcinol merupakan hasil isolasi dari ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi. Proses isolasi diawali dari fraksinasi menggunakan kromatografi kolom gravitasi yang menghasilkan 22 fraksi yang digabungkan menjadi 6 fraksi (1A-6F). Fraksi 5E dipilih untuk proses pemisahan lebih lanjut dan menghasilkan fraksi berjumlah 19

(5E.1-5E.19). Hasil penggabungan fraksi 5E.1-5E.5 yang diberi nama fraksi GM-1 menunjukkan noda tunggal, sehingga dikakukan uji kemurnian menggunakan KLT

2 dimensi dan uji titik leleh. Hasilnya, fraksi GM-1 menunjukkan noda tunggal dan bisa dikatakan murni sehingga diberi nama isolat GM-1. Isolat GM-1 memiliki ciri fisik berupa kristal jarum berwarna kuning pucat. Isolat tersebut kemudian dikarakterisasi strukturnya menggunakan UV Vis, FTIR, NMR, LCMS/MS, dan disarankan struktur senyawa yang sesuai adalah garcinol dengan rumus molekul

C38H50O6.

69

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap ekstrak n-heksana kulit batang Garcinia maingayi, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Struktur senyawa isolat GM-1 adalah senyawa garcinol.

2. Senyawa garcinol hasil isolasi memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat

dengan nilai IC50 mencapai 16,44 μg/mL.

3. Senyawa garcinol hasil isolasi juga memiliki aktivitas antikanker yang sangat

baik untuk menghambat pertumbuhan sel kanker payudara (MCF-7) dengan

nilai IC50 sebesar 19,13 μg/mL.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada ekstrak n-heksana kulit batang G. maingayi, dapat disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian juga terhadap jenis Garcinia lainnya, di mana banyak jenis Garcinia lain yang tumbuh dan tersebar di Indonesia dan belum diteliti.

70

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A, Sarkar S, Bitar B, Ali S, Aboukameel A, Sethi S, Sarkar F. 2012. Garcinol Regulates EMT and Wnt Signaling Pathways In Vitro and In Vivo, Leading to Anticancer Activity against Breast Cancer Cells. Molecular Cancer Therapeutics. 11(10): 2193–2201. doi: 10.1158/1535-7163.MCT-12-0232-T

Ahmad A, Wang Z, Ali R, Maitah M, Kong D, Banerjee S, Sarkar F. 2010. Apoptosis-inducing Effect of Garcinol is Mediated by NF-κB Signaling in Breast Cancer Cells. Journal of Cellular Biochemistry. 109(6): 1134–1141. doi: 10.1002/jcb.22492.

Aljamali NM, Thamer H, Redha S. 2015. Choosing a Solvent System in Tests of (TLC)-Technique. International Technology and Innovation Research Journal. 1(1): 1–13.

Arabshahi S, Vishalakshi D, Urooj A. 2007. Evaluation of Antioxidant Activity of Some Extracts and Their Heat, pH and Storage Stability. Food Chemistry. 100(3): 1100–1105. doi: 10.1016/j.foodchem.2005.11.014.

Aravind A, Menon LN, Rameshkumar KB. 2017. Structural Diversity of Secondary Metabolites in Garcinia Species. Dalam Diversity of Garcinia species in the Western Ghats: Phytochemical Perspective. India: Jawaharlal Nehru Tropical Botanic Garden and Research Institute.

Atun S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur.8(2):53–61.

Bennett L, Rojas S, Seefeldt T. 2012. Role of Antioxidants in the Prevention of Cancer. Journal of Experimental and Clinical Medicine. 4(4): 215–222. doi: 10.1016/j.jecm.2012.06.001.

Bors W, Heller W, Michel C, Saran M. 1990. Radical Chemistry of Flavonoid Antioxidants. Dalam Antioxidants in Therapy and Preventive Medicine. New York: Plenum Press.

Cai YZ, Mei Sun, Jie Xing, Luo Q, Corke H. 2006. Structure Radical Scavenging Activity Relationships of Phenolic Compounds from Traditional Chinese Medicinal Plants. Life Sciences. 78(25): 2872–2888. doi: 10.1016/j.lfs.2005.11.004.

Cheng AC, Tsai ML, Liu CM, Lee MF, Nagabhushanam K, Ho CT, Pan MH. 2010. Garcinol Inhibits Cell Growth in Hepatocellular Carcinoma Hep3B Cells through Induction of ROS-dependent Apoptosis. Food and Function. 1(3): 301–307. doi: 10.1039/c0fo00134a.

71

Chin YW, Jung HA, Chai H, Keller WJ, Kinghorn AD. 2008. Xanthones with Quinone reductase-inducing Activity from the Fruits of Garcinia mangostana (). Phytochemistry. 69(3): 754–758. doi: 10.1016/j.phytochem.2007.09.023.

Cui J, Hu W, Cai Z, Liu Y, Li S, Tao W, Xiang H. 2010. New Medicinal Properties of Mangostins: Analgesic Activity and Pharmacological Characterization of Active Ingredients from The Fruit Hull of Garcinia mangostana L. Pharmacology Biochemistry and Behavior. 95(2): 166–172. doi: 10.1016/j.pbb.2009.12.021.

Dewick P. 2009. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach (3rd ed.). United Kingdom: John Wiley & Sons.

Elfita E, Muharni M, Latief M, Darwati D, Widiyantoro A, Supriyatna S, Pieters L. 2009. Antiplasmodial and Other Constituents from Four Indonesian Garcinia spp. Phytochemistry. 70(7): 907–912. doi: 10.1016/j.phytochem.2009.04.024.

Elya B, Katrin, Mun’im A, Hasiholan A, Marlin I, Mailandari M. 2012. Antioxidant Activities of Leaves Extracts of Three Species of Garcinia. Int. J. Med. Arom. Plants. 2(4): 691–693.

Elya B, Kosela S, Hanafi, M. 2009. Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak n-Heksana Kulit Batang Tanaman Garcinia benthami. Makara Sains. 13(1): 9–12.

Fitriansyah S, Fidrianny I, Ruslan K. 2017. Correlation of Total Phenolic, Flavonoid and Carotenoid Content of Sesbania sesban (L. Merr) Leaves Extract with DPPH Scavenging Activties. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research. 9(1): 89–94. doi: 10.25258/ijpapr.v9i1.8047.

Gibbons S. 2012. An Introduction to Planar Chromatography and Its Application to Natural Products Isolation. In Natural Products Isolation 3rd edition. New York: Humana Press.

Goldin A, Venditti J, Macdonald J, Muggia F, Henney J, Devita V. 1981. Current Results of The Screening Program at The Division of Cancer Treatment, National Cancer Institute. European Journal of Cancer. 17(1): 129–142. doi: 10.1016/0014-2964(81)90027-X.

Guo YE, Wang LL, Li ZL, Niu SL, Liu XQ, Hua HM, Zhang TC. 2011. Triterpenes and Xanthones from The Stem Bark of Garcinia tetralata. Journal of Asian Natural Products Research. 13(5): 440–443. doi: 10.1080/10286020.2011.568414.

Hartati S, Kadono LB, Kosela S, Harrison LJ. 2008. A New Pyrano Xantone from the Stem Barks of Garcinia tetrandra Pierre. J. Biol. Sci. 8(1): 137–142.

72

Hartati S, Masrukhan, Cahyana H. 2014. Isolasi Senyawa Antioksidan dalam Ekstrak Heksana Kulit Batang Manggis Hutan (Garcinia bancana Miq.). Jurnal Kimia Terapan Indonesia. 16(1):17-23.

Hartati S, Soemiati A, Wang HB, Kardono LBS, Hanafi M, Kosela S, Qin GW. 2008. A Novel Polyisoprenyl Benzophenone Derivative from Garcinia eugeniaefolia. Journal of Asian Natural Products Research. 10(6): 509–513. doi: 10.1080/10286020801966922.

Hartati S, Triyono IK, Handayani S. 2014. Cytotoxic Isobractatin (Prenylated Xantone) Epimer Mixture of Garcinia eugenifolia. Indo. J. Chem. 14(3): 277– 282.

Hemshekhar M, Sunitha K, Santhosh MS, Devaraja S, Kemparaju K, Vishwanath BS, Girish KS. 2011. An Overview on Genus Garcinia: Phytochemical and Therapeutical Aspects. Phytochemistry Reviews. 10(3): 325–351. doi: 10.1007/s11101-011-9207-3.

Herbaria Harvard University. 2016. Garcinia maingayi. [diakses 3 Januari 2018]. Tersedia pada: https://www.gbif.org/occurrence/727314505

Hoffmann E dan Stroobant V. 2007. Mass Spectrometry: Priniples and Applications. England: John Wiley & Sons Ltd.

Husni E, Dria WV, Wahyuni FS. 2016. Isolation of The Main Chemical Compound from Dichloromethane Extract of Kandis Acid Stem Leather (Garcina cowa Roxb.). Der Pharma Chemica. 8(19): 192–199.

International Agency for Research on Cancer. 2012. Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2012. [diakses 1 Januari 2018]. Tersedia pada: http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx

Jabit ML, Khalid R, Abas F, Shaari K, Hui LS, Stanslas J, Lajis NH. 2007. Cytotoxic Xanthones from Garcinia penangiana Pierre. Journal of Biosciences. 62(11): 786–792. doi: 10.1515/znc-2007-11-1202.

Jamila N, Khairuddean M, Khan SN, Khan N. 2014. Complete NMR Assignments of Bioactive Rotameric (3 → 8) Biflavonoids from the Bark of Garcinia hombroniana. Magnetic Resonance in Chemistry. 52(7): 345–352. doi: 10.1002/mrc.4071.

Jamila N, Khairuddean M, Yaacob NS, Kamal N, Osman H, Khan SN, Khan N. 2014. Cytotoxic Benzophenone and Triterpene from Garcinia hombroniana. Bioorganic Chemistry. 54: 60–67. doi: 10.1016/j.bioorg.2014.04.003.

73

Jamila N, Khairuddean M, Yeong KK, Osman H, Murugaiyah V. 2015. Cholinesterase Inhibitory Triterpenoids from The Bark of Garcinia hombroniana. J Enzyme Inhib Med Chem. 30(1): 133–139. doi: 10.3109/14756366.2014.895720.

Jamila N, Khan N, Khan I, Khan AA, Khan SN. 2016. A Bioactive Cycloartane Triterpene from Garcinia hombroniana. Natural Product Research. 30(12): 1388–1397. doi: 10.1080/14786419.2015.1060594.

Jamila N, Yeong KK, Murugaiyah V, Atlas A, Khan I, Khan N, Osman H. 2015. Molecular Docking Studies and In Vitro Cholinesterase Enzyme Inhibitory Activities of Chemical Constituents of Garcinia hombroniana. Natural Product Research. 29(1): 86–90. doi: 10.1080/14786419.2014.952228.

Jones WP dan Kinghorn AD. 2009. Extraction of Plant Secondary Metabolites. Dalam Methods in Molecular Biology Third Edition. New York: Humana Press.

Kartawinata K. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kaur B. 2016. Cytotoxic Effect and Anti-Oxidant Activity of Bioassy-Guided Fractions Isolated from Garcinia maingayi [Skripsi]. Malaysia (MY): Universiti Tunku Abdul Rahman.

Kiso T, Usuki Y, Ping X, Fujita K, Taniguchi M. 2001. L-2,5- Dihydrophenylalanine, An Inducer of Cathepsin-dependent Apoptosis in Human Promyelocytic Leukemia Cells (HL-60). J. Antibiot. 54 (10): 810–817.

Kochummen A. 2015. Garcinia maingayi. [diakses 13 November 2017]. Tersedia pada http://www.iucnredlist.org/details/37830/0

Krishnamurthy N, Lewis YS, Ravindranath B. 1981. On the Structures of Garcinol, Isogarcinol and Camboginol. Tetrahedron Letters. 22(8): 793–796. doi: 10.1016/0040-4039(81)80154-2.

Kupcsik L. 2011. Estimation of Cell Number Based on Metabolic Activity: The MTT Reduction Assay. In Mammalian Cell Viability: Methods and Protocol. Switzerland: Springer.

Kurnijasanti, R., Hamid, I. S., & Rahmawati, K. (2008). Efek Sitotoksik In Vitro dari Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Kultur Sel Kanker Mieloma. J. Penelit. Med. Eksakta, 7(1), 48–54.

Lancaster MV. dan Fields RD. 1995. Antibiotic and Cytotoxic Drug Susceptibility Assays Using Resazurin and Poising Agents. United States Patent. https://doi.org/United States Patent 5501959

74

Larkin PJ. 2011. IR and Raman Spectroscopy: Principles and Spectral Interpretation. USA: Elsevier. doi: 10.1016/b978-0-12-386984-5.10001-1.

Larsen TO. dan Hansen MA. 2008. Dereplication and Discovery of Natural Products by UV Spectroscopy dalam Bioactive Natural Product: Detection, Isolation, and Structural Determination 2nd Edition. United State: CRC Press.

Lavaud A, Richomme P, Gatto J, Aumond MC, Poullain C, Litaudon M, Guilet D. 2015. A Tocotrienol Series with an Oxidative Terminal Prenyl Unit from Garcinia amplexicaulis. Phytochemistry. 109: 103–110. doi: 10.1016/j.phytochem.2014.10.024

Lim TK. 2013. Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants. Journal of Chemical Information and Modeling. Belanda: Springer Netherlands.

Lin CY. 2007. Chemical Constituents and Biological activities frm Garcinia Maingayi and Garcinia Parvifolia. Pertanika J. Sci. & Technol. 15(2): 95-102.

Lisdawati V dan Kardono L. (2006). Aktivitas Antioksidan dari Berbagai Fraksi Ekstrak Daging Buah dan Kulit Biji Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa). Media Litbang Kesehatan. 16(4): 1–7.

Mishra K, Ojha H, Chaudhury NK. 2012. Estimation of Antiradical Properties of Antioxidants using DPPH-Assay: A Critical Review and Results. Food Chemistry. 130(4): 1036–1043. doi: 10.1016/j.foodchem.2011.07.127.

Molyneux P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of Science and Technology. 26(2): 211–219. doi: 10.1287/isre.6.2.144.

National University of Singapore Botany Lab. 2015. Garcinia maingayi Hook. [Diakses 7 Juni 2018]. Tersedia pada: https://singapore.biodiversity.online

Negi JS, Bisht VK, Singh P, Rawat MS, Joshi GP. 2013. Naturally Occurring Xanthones : Chemistry and Biology. Journal of Applied Chemistry. 13(6): 1– 9. doi: 10.1155/2013/621459.

Ngoupayo J, Tabopda TK, Ali MS. 2009. Antimicrobial and Immunomodulatory Properties of Prenylated Xanthones from Twigs of Garcinia staudtii. Bioorganic and Medicinal Chemistry. 17(15): 5688–5695. doi: 10.1016/j.bmc.2009.06.009.

Ngoupayo J, Tabopda TK, Ali MS, Tsamo E. 2008. Alpha-Glucosidase Inhibitors from Garcinia brevipedicellata (Clusiaceae). Chemical & Pharmaceutical Bulletin. 56(10): 1466–1469. doi: 10.1248/cpb.56.1466.

Nguyen HD, Trinh BT, Nguyen LH. 2011. Guttiferones Q-S, Cytotoxic Polyisoprenylated Benzophenones from The Pericarp of Garcinia

75

cochinchinensis. Phytochemistry Letters. 4(2): 129–133. doi: 10.1016/j.phytol.2011.01.001.

On S, Aminudin NI, Ahmad F, Sirat HM, Taher M. 2016. Chemical Constituents from Stem Bark of Garcinia Prainiana and Their Bioactivities. International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research. 8(5): 756–760.

Pandey A, Tripathi S, Pandey CA. 2014. Concept of Standardization, Extraction and Pre Phytochemical Screening Strategies for Herbal Drug. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 115(25): 115–119.

Pangsuban S, Bamroongrugsa N, Kanchanapoom K, Nualsri C. 2009. Facultative Apomixis in Garcinia atroviridis (Clusiaceae) and Effects Of Different Pollination Regimes On Reproductive Success. Tropical Life Sciences Research. 20 (2): 89–108.

Panthong K, Towatana NH, Panthong A. 2009. Cowaxantone F, A New Tetraoxygenated Xanthone, and Other Anti-Inflammatory and Antioxidant Compounds from Garcinia cowa. Can. J. Chem.. 87 (11): 1636–1640. doi: 10.1139/V09-123.

Parasramka, M. A., & Gupta, S. V. (2012). Synergistic Effect of Garcinol and Curcumin on Antiproliferative and Apoptotic Activity in Pancreatic Cancer Cells. Journal of Oncology. 57(2): 1–8. doi: 10.1155/2012/709739.

Parthasarathy U dan Nandakishore OP. 2014. Morphological Characterisation of Some Important Indian Garcinia Species. Dataset Papers in Science. 2014: 1– 4. doi: https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1155/2014/823705.

Purbowati R dan Ersam T. 2017. 2, 4, 6-Trihidroksi Benzofenon dari Kulit Batang Garcinia balica Miq. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(1): 4–7.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Bulan Peduli Kanker Payudara. [diakses 12 Oktober 2017]. Tersedia pada http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin Bulan Peduli Kanker Payudara_2016.pdf

Rao RA, Venkatswamy G, Pendse D. 1980. Camboginol and Cambogin. Tetrahedron Letters. 21(20): 1975–1978. doi: 10.1016/S0040- 4039(00)93661-X.

Rasha H, Salha A, ThanaI A, Zahar A. 2015. The Biological Importance Of Garcinia cambogia : A review. J. Nutr. Food. Sci. 5(5): 1–5. doi: 10.4172/2155-9600.S5-004.

76

Riss TL, Moravec RA, Niles AL. 2011. Cytotoxicity Testing: Measuring Viable Cells, Dead Cells, and Detecting Mechanism of Cell Death. In Mammalian Cell Viability: Methods and Protocols, Methods in Molecular Biology. New York: Humana Press.

Roux D, Hadi HA, Thoret S, Gue D, Thoison O, Paı M. 2000. Structure-Activity Relationship of Polyisoprenyl Benzophenones from Garcinia pyrifera on the Tubulin / Microtubule System. Journal of Natural Products. 63(8): 1070– 1076.

Rukachaisirikul V, Naklue W, Phongpaichit S. 2006. Phloroglucinols, Depsidones and Xanthones from the Twigs of Garcinia parvifolia. 62: 8578–8585. doi: 10.1016/j.tet.2006.06.059.

Sahu A, Das B, Chatterjee A. 1989. Polyisoprenylated Benzophenones Garcinia pedunculata. Phytochemistry. 28(4): 1233–1235. doi: 10.1016/0031- 9422(89)80216-X.

Sang S, Pan M, Cheng X, Bai N, Stark RE, Rosen RT, Ho C. 2001. Chemical Studies on Antioxidant Mechanism of Garcinol: Analysis of Radical Reaction Products of Garcinol and Their Antitumor Activities. Tetrahedron. 57(51): 9931–9938. doi: 10.1016/S0040-4020(02)01411-4.

Sarafinovska ZA dan Dimovski AJ. 2013. Natural Antioxidants in Cancer Prevention. Macedonian Pharmaceutical Bulletin. 59(1): 3–14.

Sayuti K dan Yenrina R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Sumatera: Andalas University Press.

S See I, Ee GC, Teh SS, Mah SH, Karjiban RA, Daud S, Jong VY. 2016. A New Benzophenone from Garcinia benthamiana. Records of Natural Products. 10(3): 355–361.

See I, Ee GC, Teh S, Kadir A, Daud S. 2014. Two New Chemical Constituents from the Stem Bark of Garcinia mangostana. Molecules. 19(6): 7308–7316. doi: 10.3390/molecules19067308.

Segneanu AE, Gozescu I, Dabici A, Sfirloaga P, Szabadai Z. 2012. Organic Compounds FT-IR Spectroscopy. In J. Uddin Macro to Nano Spectroscopy. Croatia: InTech.

Shah RS, Shah RR, Pawar RB, Gayakar PP. 2015. UV-Visible Spectroscopy-A Review. International Journal of Institutional Pharmacy and Life Sciences. 5(5): 490–505.

Shihab MQ. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

77

Siridechakorn I, Phakhodee W, Ritthiwigrom T, Promgool T, Deachathai S, Cheenpracha S, Laphookhieo S. 2012. Antibacterial Dihydrobenzopyran and Xanthone Derivatives from Garcinia cowa Stem Barks. Fitoterapia. 83(8): 1430–1434. doi: 10.1016/j.fitote.2012.08.006.

Stark TD, Salger M, Frank O, Balemba OB, Wakamatsu J, Hofmann T. 2015. Antioxidative Compounds from Garcinia buchananii Stem Bark. Journal of Natural Products. 78(2): 234–240. doi:10.1021/np5007873. Stoddart MJ. 2013. Cell Viability Assays: Introduction. In Mammalian Cell Viability: Methods and Protocol. New York: Humana Press.

Subarnas A, Diantini A, Abdulah R, Zuhrotun A, Nugraha P, Hadisaputri Y, Koyama H. 2015. Apoptosis-Mediated Antiproliferative Activity of Friedolanostane Triterpenoid Isolated from The Leaves Of Garcinia celebica Against MCF-7 Human Breast Cancer Cell Lines. Biomedical Reports. 4: 79– 82. doi: 10.3892/br.2015.532.

Subarnas A, Diantini A, Abdulah R, Zuhrotun A, Yamazaki C, Nakazawa M, Koyama H. 2012. Antiproliferative Activity of Primates-Consumed Plants Against MCF-7 Human Breast Cancer Cell Lines. Journal of Medical Research. 1(4): 38–43. PMID: 1336597606.

Supratman U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya Padjadjaran.

Talamond P, Verdeil JL, Conéjéro G. 2015. Secondary Metabolite Localization by Autofluorescence in Living Plant Cells. Molecules. 20(3): 5024–5037. doi: https://doi.org/10.3390/molecules20035024.

Tan WN, Khairuddean M, Wong KC, Khaw KY, Vikneswaran M. 2014. New Cholinesterase Inhibitors from Garcinia atroviridis. Fitoterapia. 97: 261–267. doi: 10.1016/j.fitote.2014.06.003.

Tan WN, Khairuddean M, Wong KC, Tong WY, Ibrahim D. 2016. Antioxidant Compounds from The Stem Bark of Garcinia atroviridis. Journal of Asian Natural Products Research. 18(8): 804–811. doi: 10.1080/10286020.2016.1160071.

Tewtrakul S, Wattanapiromsakul C, Mahabusarakam W. 2009. Effects of Compounds from Garcinia mangostana on Inflammatory Mediators in RAW264.7 Macrophage Cells. Journal of Ethnopharmacology. 121(3): 379– 382. doi: 10.1016/j.jep.2008.11.007.

Uji T. 2007. Keanekaragaman, Pesebaran, dan Potensi Jenis-jenis Garcinia di Indonesia. Ber. Penel. Hayati. 12: 129–135.

78

Viviyanti R dan Ersam T. 2015. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Turunan Xanton dari Kayu Batang Garcinia tetranda Pierre. Jurnal Sains dan Seni ITS. 1(1): 1–5.

Watson GD. 2012. Pharmaceutical Analysis: A Textbook for Pharmacy Students and Pharmaceutical Chemists. London: Elsevier Churchill Livingstone.

Widjaja EA, Rahayuningsih Y, Rahajoe JS, Ubaidillah R, Maryanto I, Walujo B, Semiadi G. 2014. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014. Jakarta: LIPI Press. Wolfrom M, Komitsky F, Fraenkel G, Looker H, Dickey EE, Mcwain P. 1962. The Structure of Macluraxanthone. Journal of Organic Chemistry. 29(12): 692– 697. doi: 10.1021/jo01026a041.

Yamaguchi F, Ariga T, Yoshimura Y, Nakazawa H. 2000. Antioxidative and Antiglycation Activity of Garcinol from Garcinia indica Fruit Rind. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 48(2): 180–185. doi: 10.1021/jf990845y.

Yang H, Figueroa M, To S, Baggett S, Jiang B, Basile MJ, Kennelly EJ. 2010. Benzophenones and Biflavonoids from Garcinia livingstonei Fruits. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 58(8): 4749–4755. doi: 10.1021/jf9046094.

Zare A, Shahramyar Z, Morovvati H. 2012. Induction of Apoptosis in Human Leukemia Cell Line (HL60) by Animal ’s Venom Derived Peptides (ICD-85). Iranian Journal of Pharmaceutical Research. 11(3): 931–938.

Zhong FF, Chen Y, Yang GZ. 2008. Chemical Constituents from The Bark of Garcinia xanthochymus and Their 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) Radical-Scavenging Activities. Helvetica Chimica Acta, 91(9), 1695–1703. doi: 10.1002/hlca.200890185.

79

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan aktivitas antioksidan (IC50) standar kuersetin Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi (훍g/mL) Blangko 1.3008 0 1 1,1181 14,0485 Kuersetin 5 0,7462 42,6375 10 0,3083 76,3001

Kurva Regresi Linier Standar Kuersetin 90 y = 6,9093x + 7,4792 80 R² = 0,9997 70 60 50 40

% Inhibisi % 30 20 10 0 0 2 4 6 8 10 12 Konsentrasi (μg/mL)

Perhitungan nilai IC50 standar kuersetin: y = 6,9093x + 7,4792 50 = bx + a

50−a (x) IC50 = ( ) b 50 − 7,4792 IC50 = = 6,15 μg/mL 6,9093

80

Lampiran 2. Perhitungan aktivitas antioksidan (IC50) isolat GM-1 Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi (훍g/mL) Blangko 0,8959 0 10 0,4909 45,2089 Isolat GM-1 50 0,2616 70,8019 100 0,0415 95,3680

Kurva Regresi Linier Isolat GM-1 120 y = 0,5546x + 40,88 100 R² = 0,9943 80 60

% Inhibisi % 40 20 0 0 20 40 60 80 100 120 Konsentrasi (μg/mL)

Perhitungan nilai IC50 standar kuersetin: y = 0,5546x + 40,88 50 = bx + a

50−a (x) IC50 = ( ) b 50 − 40.88 IC50 = = 16,44 μg/mL 0,5546

81

Lampiran 3. Perhitungan aktivitas antikanker sel MCF-7 (IC50) isolat GM-1 Absorbansi sampel Konsentrasi Absorbansi Sampel Simplo Duplo Triplo (훍g/mL) (A1) (A2) (A3) Kontrol sel 0 0,822 0,79 0,789 (KS) 1 0,721 0,796 0,783 5 0,783 0,826 0,794 10 0,77 0,789 0,765 Isolat GM-1 15 0,654 0,633 0,626 20 0,402 0,443 0,418 25 0,205 0,246 0,184 30 0,089 0,084 0,112 Kontrol media 0,05 0,053 0,05

Persen kemampuan hidup sel kanker MCF-7 (% viabilitas) saat ditambahkan isolat GM-1 Konsentrasi %viabilitas %viabilitas %viabilitas Rata-rata (훍g/mL) 1 2 3 %viabilitas 1 89,413 99,422 97,687 95,507 5 97,687 103,425 99,155 100,089 10 95,952 98,487 95,285 96,575 15 80,471 77,669 76,735 78,292 20 46,842 52,313 48,977 49,377 25 20,552 26,023 17,749 21,441 30 5,071 4,404 8,140 5,872

Perhitungan nilai IC50: Kurva regresi sampel y = -3,4812x + 116,59 120 y = -3,4812x + 116,59 50 = bx + a 100 R² = 0,9069 50−a 80 (x) IC50 = ( ) b 60 50 − 116,59 IC50 = 40 −3,4812 Viabilitas (%) Viabilitas 20 IC50 = 19,13 μg/mL 0 0 10 20 30 Konsentrasi (µg/ml)

82

Lampiran 4. Spektrum 1H-NMR

83

Lampiran 5. Spektrum 13C-NMR

84

BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI Nama Lengkap : Lucyta Sari Tempat Tanggal Lahir : Sragen, 07 Juni 1996 NIM : 11140960000068 Anak ke : 2 dari 3 bersaudara Alamat Rumah : Kp. Rawahingkik RT 03 RW 07 No. 49 Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Telp/HP. : 082299244702 Email : [email protected] Hobby/ Keahlian (softskill) : Membaca dan diskusi

PENDIDIKAN FORMAL Sekolah Dasar : SD Muhammadiyah 1 Cileungsi lulus tahun 2008 Sekolah Menengah Pertama : SMPN 1 Cileungsi lulus tahun 2011 SLTA/SMK : SMAN 1 Cileungsi lulus tahun 2014 Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masuk tahun 2014

PENDIDIKAN NON FORMAL Kursus/Pelatihan 1. Pelatihan Keamanan dan : No. Sertifikat - Keselamatan Kerja di Laboratorium Kimia 2. Training dan Workshop of Perfect : No. Sertifikat - Weighing OHAUS Alfascale Indonesia 3. Pelatihan Kewirausahaan : No. Sertifikat- Himpunan Mahasiswa Kimia 4. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah : No. Sertifikat- “Berkarya Tanpa Plagiarisme”

PENGALAMAN ORGANISASI 1. Japanese Club SMAN 1 Cileungsi : Jabatan Sekretaris 1 Tahun 2012-2013 2. Himpunan Mahasiswa Kimia : Jabatan Staff Departemen Akademik dan (HIMKA) Kurikulum Tahun 2014-2015

3. Himpunan Mahasiswa Kimia : Jabatan Staff Departemen Akademik dan (HIMKA) Kurikulum Tahun 2015-2017

PENGALAMAN KERJA 1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) : Sentra Teknologi Polimer Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (STP- BPPT) tahun 2017

SEMINAR/LOKAKARYA 1. Studium General “Pemanfaatan April/2017 Sertifikat Pemakalah ada Tanaman Pangan Fungsional Sebagai Sumber Energi, Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika”