TRADISI MANGANDUNG DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA

DISERTASI

Oleh

HENNILAWATI NIM: 148107004 PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TRADISI MANGANDUNG DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dalam Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. untuk dipertahankan di hadapan sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh HENNILAWATI NIM: 148107004 Program Doktor (S3) Linguistik

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TRADISI MANGANDUNG DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA

ABSTRAK

Tradisi mangandung merupakan tradisi menangis, meratap, sambil berkata-kata yang dapat kita saksikan dalam berbagai kesempatan baik siriaon (suka cita) maupun siluluton (duka cita). Fokus penelitian ini lebih ditekankan pada bentuk performansi dalam tradisi mangandung dalam acara adat tradisi mangandung, nilai dan norma, nilai kearifan lokal dalam acara adat tradisi mangandung acara adat perkawinan MA, serta model revitalisasi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Kajian tradisi lisan digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian ini, dengan menggunakan konsep performansi, nilai budaya, kearifan lokal, revitalisasi untuk menganalisis penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan model etnografi Spradley, yaitu melihat fenomena budaya dengan sudut pandang pemilik budaya, artinya proses penelitian berjalan secara dialogis antara peneliti dengan informan dimana informasi yang diperoleh selama penelitian merupakan hasil kerjasama antara peneliti dengan informan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi serta dokumen yang terkait dengan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan yang dilalui lewat tahapan-tahapan etnografi mulai dari menetapkan informan sampai dengan penulisan etnografi. Tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA, dianalisis dengan analisis domain, taksonomi, komponensial, sampai pada penemuan nilai budaya. Performansi dalam hasil penelitian ini, dimulai dari sidang mangampar ruji, mangalehen mangan, mangalehen sipaingot, dan pasahat boru. Sementara makna dan fungsi dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA sebagai bentuk perpisahan antara orangtua dan anak perempuan yang akan menikah, dan berfungsi sebagai ekspresi kesedihan. Nilai dan norma dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA sebagai hubungan manusia dengan pencipta semesta alam, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan karya, hubungan manusia dengan waktu, hagabeon, marsisarian, dan kemasyarakatan dalam dalihan na tolu. Kearifan lokal dalam tradisi mangandung adalah perlakuan yang sama terhadap orang lain, penghormatan, kesopansantunan, komitmen, kesehatan dan kesejahteraan, kerukunan hidup, Tanggung jawab, dan gotong royong. Revitalisasi yang dapat dilakukan dalam tradisi ini pengolahan, pengaktifan, serta pewarisan.

Kata kunci: tradisi lisan, performansi,makna dan fungsi,nilai dan norma, kearifan lokal, revitalisasi

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MANGANDUNG TRADITION IN THE TRADITIONAL WEDDING CEREMONY OF THE ANGKOLA COMMUNITY

ABSTRACT

Mangandung tradition is a tradition of crying, wailing, while saying words that we can learn on various occasions both siriaon (joy) and siluluton (grief). The focus of this research is more on the form of activities in the mangandung tradition in the event of mangandung tradition, values and norms, wisdom values in traditional customs events containing the traditional marriage ceremonies of the Supreme Court, and the revitalization model of the mangandung tradition in the MA traditional marriage. General nature studies such as those used in this study, using concepts, cultural values, local wisdom, revitalization to move this research. The method used in this study is a qualitative method, with the Spradley ethnographic model, which looks at cultural phenomena with information angles, and the process carried out by researchers with informants where the information obtained during the research is the result of collaboration between researchers and informants. Data collection is carried out by interviews and documents related to the mangandung tradition in traditional marriage events that are passed through ethnographic stages ranging from information management to ethnography. The mangandung tradition is in the event of MA marriage, analysis with domains, taxonomies, components, and cultural inclusion. The performance in the results of this study, starting from the congregation mangampar ruji, mangalehen mangan, mangalehen sipaingot, and pasahat boru. While the meaning and function in the mangandung tradition in the traditional marriage ceremony as a person who will get married, and work as an expression of sadness. The values and norms in the Mangandung tradition are in the event of MA marriage customs as human relations with the creator of nature, human relations with humans, human relations with work, human relations with time, hagabeon, marsisarian, and society in dalihan na tolu. Local wisdom in the mangandung tradition is the same utilization of others, respect, politeness, commitment, health and well-being, harmony of life, perseverance, and mutual cooperation. Revitalization that can be done in this tradition is processing, activation, and inheritance.

Keywords: oral tradition, performance, meanings and functions of value norms, and local wisdom, revitalization

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahi Rabbil Alamin dengan tiada rasa bosan penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segalah nikmat yang luar biasa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Beriring salam tidak lupa penulis sanjung tinggikan kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW yang kelak kita harapkan safaatnya. Pengajuan disertasi ini merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar doktor (linguistik) pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Proses selama melaksanakan penyelesian disertasi ini, dilalui dengan banyak hambatan, yang pada akhirnya penulis sadari ini tidak lepas dari bantuan moril maupun materil. Oleh sebab itu sangatlah pantas penulis memberikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tinnginya kepada semua pihak antara lain: Pertama-tama, penulis berterima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tulus kepada Prof. Robert Sibarani, M.S., (Promotor), yang dengan penuh keihklasan dan kedisiplinan telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang berharga kepada penulis. Ucapan yang sama ditujukan kepada Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., (Ko-Promotor I) dan Prof.Dr. Syahron LubisM.A., (Ko-Promotor II) yang telah memberikan bimbingan dan saran-saran dalam suasana kondusif dan penuh keakraban, dan dengan cara yang khas mereka senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menuntaskan disertasi ini. Selanjutnya,penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.Runtung Sitepu, M.Hum., atas berbagai fasilitas pendidikan di Universitas Sumater Utara; kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara; Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., kepada Ketua Program Studi Doktor Linguistik PPs Universitas Sumatera Utara; Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP., yang telah memperkenankan penulis sebagai salah seorang mahasiswa Program Doktor; kepada Sekretaris Program Studi Doktor Linguistik PPs Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Mulyadi,M.Hum.,yang selalu memotivasi dan memberikan masukan kepada penulis untuk selalu fokus dalam penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih dan rasa hormat disampaikan kepada Tim Penguji disertasi, Prof. Syaifuddin, M.A.,Ph.D, Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D.,Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP.,Dr. Mulyadi, M.Hum atas berbagai saran, koreksi, sanggahan, dan kritik yang konstruktif. Kepada Pemerintah Republik , khususnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Tim Manajemen Program Doktor, penulis berterima kasih atas bantuan beasiswa BPDN dan bantuan beasiswa penyelesaian studi program doktor. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya dengan ikhlas selama tiga semester di Program Studi Doktor Linguistik yang telah ikhlas memberikan ilmunya yang begitu bermamfaat bagi penulis, dalam memperluas wawasan penulis tentang linguistik pada setiap sesi perkuliahan. Ucapan terima kasih ditujukan kepada seluruh Staf di Program Studi Doktor Linguistik antara lain Nila Sakura, kak Kar, serta adinda Tirta, yang telah memberikan pelayanan administrasi yang terbaik selama perkuliahan sampai dengan terselesaikannya disertasi ini. Penulis berterima kasih kepada semua sahabat doktor 2014 selama awal studi sampai pada akhir penyelesaian studi Doktor, almarhum Pak Kisno, Abanganda Rusdi

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Noor Rosa, Pak Muzir, kakanda Yusriati, Pak Jumat, Adinda Zulpan, sahabat dalam diskusi Dohra Fitrisia yang saling memotivasi dalam suka dan duka semoga persahabatan ini tidak lekang oleh waktu.Sahabat doktor 2013, 2015, Sri Mahari Tanjung, Alemina, Habib,Ernawati br Surbakti, Bang Andi semoga sukses buat kita semua. Ucapan terima kasih ditujukan kepada Prof. Dian Armanto, M.Pd.,M.A., M.Sc., Ph.D selaku koordinator KOPERTIS Wilayah I Sumut sekarang menjadi LPP Dikti yang telah memberikan izin belajar di Program Doktor Linguistik Universitas Sumatera Utara sejak Awal pertengahan 2014. Ucapan yang sama ditujukan kepada Bapak Sahrul Hadi selaku Ketua Yayasan Al-Iman Intitut Tapanuli Selatan, yang telah mendorong penulis untuk mengikuti studi Doktor, serta memberikan bantuan moral maupun moril selama perkulihaan hingga penyelesaian perkuliahan. Dan terima kasih kepada Drs. Mhd. Nau Ritonga, M.M., selaku Rektor IPTS dan seluruh Warek I,II,III, Pimpinan Fakultas dan seluruh Ka.Prodi di Institut Pendidikan Tapanuli Selatan.Bapak Ch. Tinggi Barani Perkasa Alam Siregar selaku informan Kunci yang telah banyak memberikan bantuan selama penelitian disertasi ini dan seluruh informan kunci masyarakat Kota Padangsidimpuan, seluruh staf pengajar di Institut Pendidikan Tapanuli Selatan terimaksi atas doanya. Ucapan terima kepada para sahabat di kost Pare: Nina, kak Widya,Indah, Adik- adikku diperantauan Kristia, Andini, Muni, Risma, Melpa, Debi semoga persahabatan ini selamanya. Ucapan terima kasih, teristimewah, serta penghormatan yang tinggi disampaikan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Syahruddin Siagian,S.H.,dan Ibunda Janiar Nasution, terimakasih atas doa restu dan kasih sayangnya yang tiada lelah dan penuh kesabaran memotivasi penulis, serta menyemagati penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Pencapaian akademik penulis sesusungguhnya merupakan keberhasilan mereka. semoga Allah SWT selalu memberikan kasih sayangNya serta kebahagian yang tiada terhingga. Ucapan yang sama kepada Adinda tercinta Desi Sri Rezeki, S.E. dan suami yang turut mendoakan penyelesaian disertasi ini, semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagian bersama suami tercinta.Sahabat sehati, yang telah ikut serta mensuport dan mendoakan penyelesaian disertasi dan mengajari penulis tentang arti kehidupan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih.

Medan, Desember 2018 Penulis

Hennilawati

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hennilawati Tempat dan Tgl. Lahir : Padangsidimpuan/22 September 1979 NIDN : 0122097901 Agama : Islam Jabatan Fungsional : Lektor Pangkat/Golongan : III/B Perguruan Tinggi : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Alamat Kantor : Jalan Stn. M.Arif No. 101 Padangsidimpuan Telepon Kantor : Alamat Rumah : Jalan Serma Lian Kosong No. 20Padangsidimpuan Alamat E-mail : [email protected] : [email protected]

PENDIDIKAN 1986 – 1991 SD Negeri Nomor 142431 Kota Padang Sidempuan 1991 – 1994 SMP Negeri 1 Kota Padang Sidempuan 1995 – 1997 SMA Negeri 1 Kota Padang Sidempuan 1998 – 2002 Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan 2003 – 2005 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan Tapanuli Selatan 2009 – 2011 Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara Konsentrasi Sastra

PENGAJARAN 2005 – sekarang Dosen tetap Yayasan Institut PendidikanTapanuli Selatan

JABATAN 2012 – 2015 Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

ORGANISASI PROFESI DAN AKTIVITAS PROFESIONAL Tahun Jenis Pelatihan Penyelenggara Jangka waktu 2012 SIPKADE (Sistem Pelayanan Kopertis Wilayah I 1 hari Akademik Dosen) Sumatera Utara 2017 Pekerti Kopertis Wilayah I 1 minggu Sumatera Utara

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PUBLIKASI (4 Tahun Terakhir) No. Karya Ilmiah Tahun Penerbit 1. Hubungan kekerabatan dan waktu pisah 2015 Pascasarjana antara Bahasa Angkola (BA) dan Bahasa Universitas Sumatera Pesisir Sibolga (BPS) dengan Utara press menggunakan Teknik Leksikostatistik 2. Angkola traditional marriage 2017 International Journal of represertation and cultural values Multidiciplinary Research and Development Online ISSN: 2349- 4182, Print ISSN : 2349-5379 3. On the 1st Annual Internasional 2018 Faculty of Literature Conference on Language and Literature UISU Medan “The existences of mangandung tradition in wedding ceremony of angkola society” 4. Kearifan Lokal poda na lima sebagai 2018 Universitas Harapan kebijakan konservasi wisata alam lubuk Medan larangan Kota Padangsidempuan

PENGALAMAN SEMINAR (Nasional/Internasional) No. Judul Makalah Seminar Tahun Penerbit 1. Hubungan kekerabatan Konferensi Nasional 2015 Program Studi dan waktu pisah antara Pascasarjana Studi Linguistik Fakultas Ilmu Bahasa Angkola (BA) Linguistik ke-1 Budaya Universitas dan bahasa pesisir sibolga Sumatera Utara (BPS) dengan bekerjasama dengan menggunakan teknik Asosiasi Peneliti Bahasa leksikostatistik Lokal Sumatera Utara 2. The existences of On the 1st Annual 2018 Faculty of Literature mangandung tradition in Internasional UISU Medan wedding ceremony of Conference on angkola society Language and Literature 3. Angkola traditional International 2017 Sekolah Pascasarjana marriage: represertation conference on Universitas Sumatera and cultural values Sumatera‟s Local Utara Wisdom “Local

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Wisdom for sustainable development” 4. Kearifan lokal poda na Seminar Nasional 2018 Universitas Harapan lima sebagai kebijakan konservasi wisata alam lubuk larangan Kota Padangsidempuan

PENATARAN/LOKAKARYA Nama Penataran Tahun Status Pelaksana Lokakarya menyiapkan naskah 2017 Peserta Sekolah Pascasarjana untuk publikasi di jurnal nasional Universitas Sumatera Utara terakreditasi/jurnal internasional bereputasi Workshop penulisan buku 2017 Peserta Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Workshop penulisan artikel pada 2017 Peserta Program Studi Linguistik, jurnal internasional bereputasi Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Sosialisasi lembaga manajemen 2018 Peserta Perkumpulan Reproduksi kolektif bidang literasi Cipta Indonesia Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) Stasiun Kereta Api sebagai objek 2018 Peserta Sekolah Pascasarjana wisata (Pintu Masuk Kota Universitas Sumatera Utara Medan) Seminar dan lokakarya Smart 2018 Peserta Sekolah Pascasarjana Postgraduate 4.0 dalam rangka Universitas Sumatera Utara Dies Natalis ke 33 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii UCAPAN TERIMAKASIH ...... iii RIWAYAT HIDUP ...... v DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR TABEL ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR BAGAN ...... xiii DAFTAR SINGKATAN ...... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...... xv

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 16 1.3 Tujuan Penelitian ...... 17 1.4 Manfaat Penelitian ...... 17 1.4.1 Manfaat Teoretis ...... 17 1.4.2 Manfaat Praktis ...... 17

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA .. 19 2.1 Konsep ...... 19 2.1.1 Tradisi Lisan ...... 19 2.1.2 Tradisi Mangandung ...... 25 2.1.3 Nilaidan Norma ...... 26 2.1.4 Perkawinan dalam MA ...... 38 2.1.5 Kearifan Lokal ...... 46 2.1.6 Performansi...... 51 2.1.7 Teks, Ko-Teks, dan Konteks ...... 56 2.1.7.1. Teks...... 56 2.1.7.2. Ko-teks ...... 58 2.1.7.3. Konteks ...... 59 2.1.8 Revitalisasi ...... 61 2.2 Teori yang relevandengan Sub Fokuspenelitian ...... 64 2.2.1 Semiotika ...... 64 2.2.2 Makna dan Fungsi ...... 65 2.3 Kajian Pustaka ...... 67

BAB III METODE PENELITIAN ...... 78 3.1 Paradigma Penelitian ...... 78 3.2 Prosedur Penelitian ...... 81 3.3 Lokasi Penelitian ...... 84 3.4 Data dan Sumber Data ...... 86 3.5 Metode Pengumpulan Data ...... 87 3.5.1 Metode Observasi-Partisipan ...... 90 3.5.2 Metode wawancara ...... 92

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.6 Metode Analisis Data ...... 95 3.7 MenemukanTema Budaya ...... 100 3.8 Model Penelitian ...... 101

BAB IV PAPARAN DATA ...... 103 4.1 Pengantar ...... 103 4.2 Tradisi Mangandung dalam acara Perkawinan MA ...... 103 4.2.1 Sidang Adat Mangampar Ruji ...... 113 4.2.2 Mambutongi mangan ...... 115 4.2.3 Mangkobar boru ...... 118 4.2.4 Pasahat boru ...... 151 4.3 Komponen-komponen Performansi Dalam Tradisi Mangandung Dalam Acara Perkawinan Adat MA ...... 152 4.3.1 Waktu Pelaksanaan ...... 153 4.3.2 Tempat Pelaksanaan ...... 153 4.3.3 Audiens ...... 154 4.3.4 Pelaku Tradisi...... 155

BAB V PERFORMANSI (TEKS, KO-TEKS, KONTEKS) ...... 156 5.1 Analisis Data ...... 156 5.2 Bentuk Performansi ...... 156 5.2.1 Persiapan ...... 156 5.2.2 Pelaksanaan ...... 160 5.2.3 Penyerahan Pengantin Perempuan ...... 162 5.3 Analisis Teks, Ko-teksdan Konteks ...... 163 5.3.1 Teks ...... 163 5.3.2 Ko-teks ...... 175 5.3.3 Konteks ...... 193

BAB VI MAKNA DAN FUNGSI, NILAI DAN NORMA, KEARIFAN LOKAL TRADISI MANGANDUNG DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA ...... 199 6.1 Makna dan Fungsi, Nilaidan Norma, Kearifan Lokal Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA .... 199 6.1.1 Makna dan Fungsi Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA ...... 207 6.1.2 Nilaidan Norma Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA ...... 213 6.1.2.1 Hubungan manusia dengan pencipta Semesta alam ...... 214 6.1.2.2 Hubungan manusia dengan manusia ...... 216 6.1.2.3 Hubungan manusia dengan karya ...... 222 6.1.2.4 Marsisarian ...... 225 6.1.2.5 Kemasyarakatan (dalihannatolu) ...... 229 6.1.2.6 Hubungan manusia dengan waktu ...... 233 6.1.3 Nilai Kearifan Lokal Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA ...... 235

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.3.1 Nilai Kearifan Lokal Perlakuan yang sama (keadilan) ...... 235 6.1.3.2 Nilai Kearifan Lokal Penghormatan ...... 237 6.1.3.3 Nilai Kearifan Lokal Bertutur kata ...... 240 6.1.3.4 Nilai Kearifan Lokal Komitmenseia-sekata . 245 6.1.3.5 Nilai Kearifan Lokal Kesehatandan Kesejahteraan ...... 249 6.1.3.6 Nilai Kearifan Lokal Kerukunan Hidup ...... 251 6.1.3.7 Nilai Kearifan Lokal Tanggung Jawab ...... 252 6.1.3.8 Nilai Kearifan Lokal Gotong royong ...... 254

BAB VII REVITALISASI TRADISI MANGANDUNG DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MA ...... 256 7.1 Revitalisasi ...... 256 7.2 Model Revitalisasi ...... 265

BABVIII TEMUAN PENELITIAN ...... 272

BAB IX SIMPULAN DAN SARAN...... 278 9.1 Simpulan ...... 278 9.2 Saran ...... 280

DAFTAR PUSTAKA ...... 283

LAMPIRAN ...... 290

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 3.1 Analisis Komponensial ...... 99

Tabel 5.1 Struktur Teks Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan

MA ...... 174

Tabel 5.2 Komponen makna dalam mangalehen mangan pada tradisi

mangandung ...... 187

Tabel 5.3 Struktur Koteks Tradisi Mangandung dalam Acara Adat

Perkawinan MA ...... 193

Tabel 8.1 Analisis Tahapan Tradisi Mangandung dalam Acara

Perkawinan MA ...... 265

Tabel 8.2 Kearifan Lokal dalam Tradisi Mangandung dalam Acara Adat

Perkawinan MA ...... 266

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1 Peta Angkola ...... 28

Gambar 3.1 Langkah-langkah pengembangan penelitian etnografi ...... 81

Gambar 3.2 Peta Kota Padangsidimpuan...... 85

Gambar 3.3 Lembar KerjaAnalisis Domain ...... 97

Gambar 4.1 Manulak Seresahatan...... 107

Gambar 4.2 Acara Akad Nikah...... 108

Gambar 4.3 Pahebatkon Boru...... 111

Gambar 5.1. Diagram Frekuensi ...... 176

Gambar 5.2 Mangandung Boru...... 178

Gambar 5.3 Pasahat boru...... 180

Gambar 5.4 Indahan Tukkus Pasahe Robu...... 181

Gambar 5.5 Ampang Marisi Dahanon...... 182

Gambar 5.6 Garigit...... 182

Gambar 5.7 Barang Bawaan Boru...... 183

Gambar 5.8 Haronduk ...... 190

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR BAGAN

No Judul hal

Bagan 2.1 Tahapan perkawinan Pabagas Boru MA ...... 46

Bagan 3.1 Langkah-langkah pengembangan penelitian Etnografi ...... 82

Bagan 3.2 Skema analisis Data Spradley ...... 96

Bagan 3.3 Model Penelitian ...... 101

Bagan 7.1 Model Revitalisasi ...... 263

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR SINGKATAN

MA = Masyarakat Angkola

MBT = Masyarakat Toba

Pr = Perempuan

Lk = Laki-laki

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Etnografis Wilayah Penelitian ...... 290

Lampiran 2. Tabel Hata Andung ...... 296

Lampiran 3. Glosarium Teks Mangalehen Sipaingot (Memberikan

Nasihat) ...... 299

Lampiran 4. Pedoman PelaksanaanWawancara dan Sumber Wawancara . 309

Lampiran 5. Tradisi perkawinan pabagasboru (mengawinkan

Anak perempuan) ...... 314

Lampiran 6. Mangalehen Sipaingot (memberikan nasihat) kepada Pasangan

Pengantin...... 317

Lampiran 7. Daftar Istilah ...... 31

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Andung sebagai tradisi lisan merupakan seni ratapan yang khas, yang dulunya merupakan ekspresi batin kesedihan. Andung dalam Masyarakat Batak

(MB) mempunyai beberapa sebutan. Masyarakat Batak Toba(MBT)mengenal tradisi ratapan dengan nama andung, masyarakat Batak Simalungun(BS) mengenalnya dengan istilah suman-suman, dalam masyarakat Batak

Karo(BK)disebut bilang-bilang, selanjutnya masyarakat Pakpak-Dairi dan

Masyarakat Batak Angkola-Mandailing mempergunakan nama yang sama seperti yang dikenal dalam Masyarakat Batak Toba, yaitu andung. Beberapa daerah diluar Sumatera juga menyebut istilah ini berbeda-beda, di Papua, khususnya masyarakat Sentani ratapan itu disebutremahili. Di masa lalu ketika ada satu peristiwa sedih, masyarakat Sentani, Papua, melakonkan remahilisebagai ekspresi kesedihannya. Mereka menangis seraya berbicara sambil menggerakkan tangan keatas dan kebawah. Kata-kata yang disampaikan biasanya berupa ungkapan kesedihan, penyesalan maupun pengaduan terhadap Tuhan. Begitu pula dengan masyarakat Toraja, Sulawesi Selatan. Ratapan kesedihan yang disebut kadong- kadong itu, kerap mengiringi upacara kematian seseorang. Kata-kata yang diucapkan sambil menangis itu pada intinya mengungkapkan kenangan atau riwayat hidup orang yang telah meninggal itu.1

1Andung-andung http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/online/read/2018

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2

Andung adalah cetusan perasaan yang diekspresikan sebagai tangisan yang berbicara. Andung, sebagaimana remahili maupun kadong- badongmerupakanekspresi kesedihan yang paling mendalam. Mereka yang mangandungi biasanya tergerak secara spontan dan murni dari lubuk hati yang paling dalam. Pada saat seseorang mangandungi itulah diungkapkan semua kesan maupun kenangan atas orang yang meninggal itu. Biasanya dari mangandungi orang banyak tahu siapa dan bagaimana orang yang meninggal itu. Andung sebagai tangisan yang berbicara. Seolah olah seorang yang mangandungi itu sedang berbicara dengan orang yang sudah meninggal. Mangandung akan semakin mengharukan karena biasanya diekspresikan berulang.

Mangandung merupakan menangis sambil melantunkan bait-bait syair kematian dan syair kesedihan hati, karena sepenuhnya terikat dengan komponen syair-syair maka mangandung adalah satu bentuk suci yang menuntut keahlian, karena tidak semua orang terbiasa mangandungi. Sejumlah orang berpendapat ekspresi kesedihan ini bukan sesuatu yang dipelajari. Ia merupakan bawaan psikologis seseorang yang memiliki kepekaan hati serta di dukung dengan sifat ekspresif yang dimilikinya.

Menurut Ompung Yanti2yang dikenal pandai mangandung sudah jarang dijumpai nda tarpaksaon halak tangis(tidak bisa dipaksa orang untuk menangis).

Orang yang bisa memang harus yang benar-benar tulus hatinya. Syair-syair dalam andung bervarian sesuai dengan sosok yang diandungkan.Saat sekarang pangandung (orang yang mahir mangandungi) yang khusus disewa. Tujuannya untuk memancing suasana rasa sedih itu benar-benar terekspresikan dengan

2Wawancara Februari 2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3

maksimal.Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya permulaan mangandungitu menurut Sihombing(2000 : 123-124) seorang tua-tua mengatakan sebagai berikut :

Pada zaman dahulu ada seorang raja yang waktu dia hendak meninggal dunia berpesan kepada keluarganya, “kalau saya mati, janganlah kalian hanya menangisi saya, tetapi dalam menangisi saya itu, ceritakanlah semua perbuatan-perbuatanku yang telah membuat hidupku termasyur.” Setelah sang raja wafat, maka istri, anak-anak lelaki dan perempuan, serta familia terdekat sang raja, harus menangisi jenajahnya. Untuk itu mereka berkumpul dan membicarakan perbuatan-perebuatan raja selama hayatnya. Sementara itu semua alat-alat yang mungkin pernah dipakai oleh raja waktu berperang dan berburu binatang, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya. Sambil melihat-lihat alat-alat yang beraneka ragam itu, mereka bertanya kepada istri raja yaitu orang yang paling dekat kepada raja dan yang selalu setia melayaninya alat-alat mana yang pernah dipakai oleh raja. Maka ramailah mereka bertanya kepada istri raja dengan kata- kata : “On dung?” (artinya: „ini pernah?‟ maksudnya pernahkah alat yang ditunjukkan itu dipakai oleh raja?) Kemudian ditunjuk lagi alat yang lain dan bertanya: „An dung?‟ (artinya: „yang itu pernah?‟). Demikianlah kedengaran pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi: „On dung?‟ „An dung‟. Dan karena seringnya kata-kata tersebut diucapkan, maka dalam menangisi raja yang meninggal itu kata-kata yang disebut „ondang- andung‟. Lama kelamaan bunyi huruf „o‟ pada perkataan „ondung‟ berganti menjadi huruf „a‟ sehingga terjadilah perkataan „andung-andung‟. Sebagai kata kerja „mangandung‟. Sejak itulah kebiasaan „mangandung‟ (meng-„andung‟-i) orang yang meninggal sebagai cetusan dukacita, tetapi juga untuk menceritakan perbuatan-perbuatan orang yang meninggal itu yang bagus maupun yang jelek.

Sihombing juga menyatakan terjadi bahasa andung kepada orang tua-tua dan keterangan yang didapatnya bermacam-macam pendapat. Namun ada dua buah keterangan yang paling tepat ceritanya:

Keterangan Pertama : Dahulu kala, pada zaman „hasipelebeguon‟ (anismisme) orang berpendapat bahwa „begu‟-lah (roh-roh jahat) yang membuat kesengsaraan terlebih-lebih kematian kepada manusia. Oleh karena itu orang selalu berikhtiar untuk melumpuhkan kekuatan begu-begu itu dengan cara. Cara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4

yang pertama ialah menjinakkan “begu-begu” itu dengan memberikannya persembahan-persembahan makanan. Cara yang kedua ialah memperdayakan “begu-begu” itu dan membuatnya keliru. Untuk itu dibentuklah kata-kata andung, supaya begu-begu itu keliru mengartikan kata-kata yang disebut orang pada waktu mangandung itu, sehingga begu itu tak berdaya lagi membuat kejahatan kepada famili orang yang meninggal itu.

Keterangan Kedua :

„Andung‟ itu adalah penghormatan terhadap yang meninggal; karena itu bahasanya pun harus indah, sehingga kata-kata sehari-hari sedapat mungkin diganti dengan kata-kata lain yang benar-benar indah kedengaran. Karenanya dibentuklah kata-kata baru seperti anak laki-laki disebut sinuan tunas (artinya: tunas ditanam tentu dengan maksud supaya tumbuh dan menjadi besar).

Ada juga kata-kata andung yang dibentuk dengan cara lain. Kata biasa dibiarkan tetapi ditambah dengan kata-kata penghias. Contoh Bapak (hata somal:ama) disebut “ama na marsinuan” (artinya: bapak yang menanam). Lihat tabelhataandung (lampiran 2). Oleh karena itu dulunya andung dianggap sebagai penghormatan terhadap yang meninggal.

Dalam artikel Kozok yang berjudul “Lamentation of Karo-Batak, Nort

Sumatera” (ratapan dalam suku Batak). Dalam pandangannya tradisi meratap berkembang luas di antara orang Batak namun ia hanya menemukan kasus ratapan pada masyarakat Mandailing bagian selatan dan masyarakat Angkola dan juga pada masyarakatKaro di bagian utara, namun masyarakat Simalungun tidak tercatat memiliki ratapan.Dia menuliskan dua contoh andung ratapanpenulis dariratapan sejarahbiasanya dimulai dengan meminta maaf atas segala kekurangan di dalam karyanya, yang disebut persentabin yang ditemukan hingga saat ini dalam pidato publikdan lagu-lagu seperti balada yang dapat dilihat pada upacara pernikahan, upacara-upacara untuk penguburan kembali tulang-tulang leluhur, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5

pertemuan-pertemuan sosial lainnya. Adapun fungsi dari lagu-lagu ini memperkuat hubungan sosial antara para anggota masyarakat. Dalam tulisan

Kozok di atas berawal dari tulisannya yang menceritakandua contoh andung„ratapan‟ pada sukuMandailing. Kedua ratapan tersebut di tulis dengan menggunakan aksara Batak di atas dua buluh bambu yang panjang dan diterbitkan oleh Van der Tuuk di dalam Batakssch leesboek,II (1861:105-10 dan 216-

24).Ratapan pertama dilakukan oleh anak muda yang di tinggal mati oleh kedua orang tuanya, rapatan kedua olehseorang wanita muda yang mencaci maki kedua orang tuanya yang karena gila harta menikahkannya dengan orang asing: “kenapa bapak begitu membenci saya dengan mengirimkan saya kepada priyai kaya ini, emas lebih penting bagi bapak di banding putri kandungmu sendiri”.

Kozok juga telah menemukan banyak koleksi di Eropa tentang berbagai ratapan, yang dirangkum serta ditulis di atas batang bambu. Kozok dalam tesis S-

2nya juga meneliti tentang manuskrip-manuskrip tersebut sebagai ratapan sejarah

(historical lamentations). Dia menceritakan dalam beberapa artikel pendek ada istilah “ratapan kekasih” yang pernah di tulis oleh Joustra dan Neuman. Ratapan- ratapan itu mengisahkan tentang dua orang kekasih meskipun di dalam tulisan itu tidak memiliki bukti tentang itu. Ratapan-ratapan tersebut dilakukan oleh seorang laki-laki dihadapan kekasihnya untuk membangkitkan perasaan simpati, keinginan, dan cinta. Jika ratapan-ratapan tersebut mempresentasikan tentang masalah percintaan Neumann dan Joustra memberipengertian bahwa ratapan- ratapan itu gaya dalam rayu-merayu oleh seorang kekasih yang diiringi dengan pemberian hadiah barang yang menjadi simbol keinginan menikah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6

Kelemahan dalam paparan Kozok dalam artikel tersebut ia tidak menampilkan data linguistik tentang tradisi mangandungyang dapat membantu peneliti mencatat berbagai ekspresi yang muncul dalam ratapan. Kozok hanya memberi fokus penjelasan yang terkait dengan Antropologi dan etnografi.

Tradisi lisan adalah salah satu bentuk pengejawantahan kebudayaan etnis yang tersebar di seluruh Indonesia. Keberadaan tradisi lisan menjadi saksi pentingdan situs oral yang melingkupi segala sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang kita dimasa lalu telah mengenal ajaran kehidupan yang terkadung dalam tradisi lisan. Lord (1995:1) mendefinisikan tradisi lisan sebagai sesuatu yang dituturkan dalam masyarakat. Penutur tidak menuliskan apa yang dituliskanyang dituturkannya tetapi melisankannya, dan penerima tidak membacanya, namun mendengarnya.

Mangandungmerupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang ada pada masyarakat Angkola. Sebagai salah satu tradisi lisan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Angkola sampai sekarang ini menjadi kekhawatiran tradisi ini akan terancam hilang, mengingat penikmat dan penutur andung sudah tidak ada lagi. Kata mangandung sendiri dibentuk dari prefiksmang- dan bentuk dasar andung yang memiliki makna menangis ataupun meratap. Tradisi mangandung ini berawal dari rasa haru yang disebabkan perasaan senang, rindu, dan sedih karena akan berpisah dengan orang yang kita sayangi ataupun sudah lama berpisah tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang pernah dekat dengan kita. Mangandung sebagai bentuk tradisi lisan pada masyarakat Angkola memiliki ragam bahasakhusus yaitu bahasa andung yang syarat dengan nilai estetika, kehalusan kata-kata terangkai begitu indah tersirat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7

lewat gaya bahasa yang disenandungkan dalam acara adat pada masyarakat

Angkola.

Masyarakat Angkola yang selanjutnya peneliti tulis dengan MA merupakan sebuah komunitas yang kaya akan budaya lokal. Sejarah tentang peradaban ini dapat ditelusuri dalam tradisi berbahasa, yang sejarah bahasanya telah dimiliki sepanjang peradaban masyarakat itu ada. Meskipun tradisi bahasa sangat kuat dapat menjadi sumber utama mengenali masyarakat beradat Angkola.Berdasarkan klasifikasi bahasa, MA memiliki ragam bahasayang masing-masing kosa katanya berbeda satu dengan lainnya. Ragam bahasa itu antara lain adalahhata somal,hata andung,hata teas dohot jampolak,hata sibaso, danhata parkapur, hataturi-turian, hata tambisan, hata kulum-kulum, marhata balik (Sutan Tinggi Barani, 2015: 4-5)

Pada masa lampau tradisi lisan sangat berkembang pesat karena erat kaitannya dengan sikap berbahasa dan kemampuan berbahasa MA.

Falsafah kehidupan MA tidak berbeda jauh dari masyarakat Batak Toba

(MBT) yang dalam tatanan kehidupan pelaksanaan Adat Istiadatnya, berlandaskan

Dalian Natolu.Dalian artinya tungku yang terbuat dari batu,na artinya yang,sementara tolu artinya tiga. Dalian Natoluberarti tungku yang berkaki tiga yang disebut dengan mora, kahanggi, dan anak boru, yang memiliki fungsi sebagai pengayom dalam kehidupan bermasyarakat. Ketiga unsur tersebut memegang peranan penting dalam lingkungan kekeluargaan pada MA. Tutur sapa menjadi lancar jika ketiga unsur tersebut jelas keberadaannya serta saling memerlukandan berfungsi sesuai dengan kedudukannya.

Tutur berisi aturan hubungan antara perorangan atau unsur dalam dalihan na tolu. Tutur menjadi perekat bagi hubungan kekerabatan, karena dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8

menyebut tutur terhadap seseorang diketahuilah jalur hubungan kekerabatan diantara mereka yang menggunakannya. Tutur kerabat itu sekaligus menentukan perilaku yang pantas dan tidak pantas diantara mereka bergaul. Dari gambaran diatas adat dalihan na toludapat mengatur mekanisme integritas dan identitas antar marga atau clan disuatu kampung.

MA menggunakan ungkapan dalam setiap upacara adat.Masyarakat adat merupakan kelompok sosial yang berbudaya, memiliki kebiasaan atau tradisi dalam bentuk perbuatan, tindakan, maupun ucapan yang memiliki arti khusus bagi masyarakatnya. Bagi masyarakat yang berbudaya, tindakan-tindakan mereka dilandasi nilai-nilai sosial religius yang berperan dalam mengarahkan perilaku individu maupun sosial, sehingga individu dan kelompok dapat saling berintegrasi.

Tradisi mangandungdalamMA dilihat dari bentuk penampilannya terdiri atas mangandung siriaon(sukacita) dan mangandung siluluton (dukacita).

Penampilan andung dalam acara siriaon pada MA dapat kita lihat dalam acara perkawinan sementara penampilan andung dalam acara siluluton (duka cita) dapat dilihat pada acara kepergian atau meninggal dunia. Kebiasaan mangandung ini dalam acara adat perkawinan pada MA, sudah hampir hilang. Hal ini disebabkan karena yang mampu mangandung saat ini sudah tidak ada, kalaupun masih ada, hanya sekedar menangis karena terharu akan meninggalkan keluarganya. Tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan di Angkola dulunya merupakan sebuah tradisi yang wajib ada, karena pada situasi itulah terakhir kalinya orang tua mempelai wanita memberikan petuah atau nasehat kepada borunya (mempelai perempuan) sebelum dibawa pergi oleh suaminya. Isi petuah itu merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

ungkapan perasaan seorang wanita, dengan cetusan kata,nada,irama, sastra, falsafah, melalui tangisan, dan umumnya ditampilkan oleh wanita (Sutan Tinggi

Barani , 2015:8).

Selain pada acara perkawinan tradisi mangandung juga dapat kita saksikan di berbagai kesempatan misalnya pada saat perayaan hari besar Idul Fitri.

Sebagian besar masyarakat di Angkola pada saat sebelum berangkat ke Mesjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri melakukan makan fajar bersama, yaitu makan dengan seluruh anggota keluarga dimana setelah selesai makan setiap anggota keluarga mulai dari orangtua, kakak, abang, dan adik serta anggota keluarga lainnya melaksanakan tradisi bermaaf-maafan diselingi dengan mangandung. Selain itu, mangandung juga terlihat pada saat merindukan seseorang seseorang yang sudah lama tidak bertemu dan ketika seseorang yang dirindukan itu hadir dihadapan kita spontan mangandung ini bisa terjadi.

Sebagai falsafah MA, kebiasaan mangandung dalam resepsi perkawinan ini merupakan kebiasaan yang penting bagi seorang wanita dalam sejarah hidupnya. Jika mempelai wanita tidak mangandungiorangtuanya pada saat akan dibawa oleh suaminya, maka orang-orang yang menghadiri pesta adat perkawinan tersebut akan mencibir si mempelai wanita dengan cibiran “perempuan yang tidak tahu etika,(na tilako ma boru i)”. Selain itu penyebab lain,si mempelai wanita tidak mangandung bisa jadi karena ia merasa terpaksa menikah dengan mempelai laki-laki yang telah menikahinya (wawancara dengan Tamin Ritonga alim ulama di Kelurahan Losung Batu Kota Padangsidimpuan, 28 Januari 2016)

Dalam tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan inijuga dapat diketahui hubungan kekerabatan antara yang mangandung dengan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10

diandungi. Ketika mempelai wanita mangandungi orang tua, adik, kakak, abang, muda-mudi, serta andai taulan bahkan lingkungan yang dekat dengannya selama ia belum dilamar,akan berbeda isak tangis, dan perlakuan tingkat emosionalnya.

Hal ini dapat dilihat ketika seorang wanitamangandungi, betapa halusnya perasaan seorang wanita, sehingga ia menerjemahkan perasaannya dengan membandingkan kehidupan berbagai makhluk yang terdapat dalam alam raya yang luas ini, dan memadukannya denganbenda mati ataupunbenda hidup, yang bergerak ataupun diam yang menjadi pajangan alam maya seperti matahari, bintang,lautandan lain sebagainya. Dicetuskan lewat isak tangis yang bersangatan karena rasa sedih yang teruraikan lewat kata, nada,irama, serta tingkah lakuyang penuh penghayatan perasaan (Sutan Tinggi Barani, 1990:9). Rasa sedih karena tidak akan bisa merasakan kebebasan semasa gadis, sedih karena akan meninggalkan saudara dan teman, sedih karena akan meninggalkan kampung halaman, sedih yang paling mendalam adalah ketika akan meninggalkan keluarga besarnya, dan menyesuaikan diri dengan keluarga suaminya.

Jadi dapat dikatakan bahwa mangandungdalam acara adat perkawinan

MAmerupakan kondisi “meratap”, “isak tangis”, sebagai bentuk menerjemahkan senandung rasa ungkapan hati seorang wanita yang terangkai dalam bahasa khas andung dengan tingkah laku yang penuh penghayatan dan merupakan kebiasaan dalam kegiatan acara perkawinan. Sebagai contoh penggunaan gaya bahasa dalam mangandung

(1) Jagit tangan jaho solom simangguras borumudainang.. Terima tangan sebut salam jari tangan anak(pr)mu lah ibu... Na lakka patatar simanjojakpagayung adatsimanjujung... yang langkah jejak kakimenjunjung adat kepala...

Tuluhatni nadahoan on...

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11

menuju kampung di kejauhanini.... „terimalah salamku ibu yang akan pergi merantau jauh yang aku sendiri tidak tau dimana‟

Bentuk kata-kata yang bercetak tebal merupakan salah satu ciri khas penggunaan dalam bahasa andung yaitu kata-kata kiasan atau konotasi, dan penuh pengibaratan simanggurasdiibaratkan pada tangan,si manjojak diibaratkan pada kaki dan si manjujung diibaratkan pada kepala. Tetapisalah satu yang penting diperhatikan dalam penampilan saat mangandung adalah komposisi kata-katanya yang bernilai sastra, bagaimana seseorang cenderung menerjemahkan perasaannya dengan mengibaratkan kepada benda-benda yang ada dalam jagat raya, seperti membandingkan dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan, seperti:

(2) Songon sopo-sopo ni simangurak, Seperti gubuk-gubuk nya roboh,

Na payak sopola jomputon Yang letak tidaklah diambil

Na deret sopola ulahan Yang tertinggal tidak diulangi

Na manyusup sopola langean Yang tenggelam tidak perlu berenang

„ perasaan sedih membandingkan nasib peruntungan, seperti ampas sirih yang tidak berharga, jatuhpun tidak akan diambil, tertinggal tidak akan diambil kembalidan hanyutpun tidak akan berenang untuk mengejarnya‟

Artinya dibiarkan begitu saja, demikianlah prasangka yang dirasakan si

gadis, karena dia merasa tidak berguna lagi terhadap orang tua dan

keluarganya, sehingga ia dibiarkan menikah dengan orang lain.

(3) Songon simarpos-posdi dapur Seperti yangmengawasi di dapur Namalap-alap male-male Yangmondar-mandir kelaparan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12

Manontang na dua tolu Menantang yang dua tiga

„seperti kucing yang kelaparan dan merasa di awasi oleh pemilik kucing‟

Perasaan sedih membandingkan nasib peruntungan, yang akan ditemuinya kelak, bagaikan seekor kucing di dapur, dimana orang-orang bergembira ria bersantap menikmati sajian makanan, tetapi bagi si kucing terasa asing, segan bercampur takut, tidak berani menentang pandangan dan mendekati orang-orang yang menikmati sajian makanan, demikianlah pengibaratan perasaan si gadis ketika ada dalam keluarga barunya. Demikian indahnya dan halusnya tutur kata andung yang menerjemahkan perasaan seorang gadis, sehingga ada harapan kata- kataandung ini akan hilang, karena tidak ada yang memeliharanya.

Kata-kata yang terangkaiindah ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa MA penuh dengan rasa holong (kasih sayang) sebagai bentuk nilai moral yang menjadikannya salah satu identitas MA.Sebagai identitas budaya dalam

MA,rasaholong (kasih sayang) tersebut, menjadi nilai kearifan yang nantinya dapat menjaga budaya lokal dalam MA.Mangandung sarat dengan nasehat yang disampaikan dari orangtua, saudara, kerabat, hatobangon, harajaon, kepada mempelai wanita bertujuan agar kelak anak perempuannya dapat mengemban semua nasehat bijak tersebutke dalam keluarga barunya. Petuah ataupun nasihat yang disampaikan dari orang tua, kerabat, harajaon, hatobangon, kepada mempelai wanita biasanya berisi nasehat agar kelak anak perempuannya dapat menyayangi keluarga barunya, terutama ibu mertua, ayah mertua, pada akhirnya dia berhasil memenangkan hati suaminya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13

Sebelum memulai kehidupan berumah tangga, dulunya MA sangat teliti untuk mencari menantu perempuan,tidak hanya cantik, tetapi harus santun dalam bertutur dan santun dalam bersikap, hal ininantinya terlihatjelas bagaimana saat menantu tersebut ada dalam lingkungan keluarga barunya. Orang tua yang berhasil mendidik, akan mampuh untuk bisa bersikap santun artinya perempuan tersebut harus tarpaina(bisa dijadikan sosok ibu) sumber informasi penulis dapatkan ketika mewawancarai Ritonga,(dosen, dan juga salah satu harajaon di desa Napa) pada tanggal 6 Oktober 2016. Pengertian tarpaina disini memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya sebagai istri yang berpatner dengan suami, tetapi perempuan yang mampu memiliki naluri parmata ni honas. Honasatau nenas yang dikiaskan memiliki banyak mata (memiliki pandangan luas) artinya perempuan yang diumpamakan memiliki naluri tersebut adalah dia yang bisa mempelajari dan memahami semua tindak tanduk yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga, dan mampu menjadi panutan dalam bermasyarakat.

Saat sekarang ini kebiasaan mangandung sudah hampir tidak dapat dinikmatibahkan tradisi ini seolah-olah terlupakan begitu saja. Tradisi yang dulunya begitu sakral, dipermudah dengan hanya untaian kata-kata sebagai nasehat dari orangtua kepada borunya, dan terkadangpun tanpa isak tangis, danlangsung diserahkan kepada suaminya. Padahal dalam tradisi ini banyak pelajaran hidup yang perlu digali karena petuah-petuah yang ada dalam tradisi tersebut merupakan petuah kehidupan yang selalu menjadi ingatan indah dalam menjalani kehidupan berumah tangga, yang petuah itu merupakan pelajaran hidup yang tidak ditemukan ketika belajar di sekolah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14

Terkikisnya sebuah tradisi akan menyebabkan hilangnya identitas bangsa, demikian juga dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA.

Artinya tradisi ini banyak memiliki nilai-nilai kearifan bagi MA, karena didalamnya terkandung pesan moral yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup saat sekarang. Hal ini sejalan dengan apa yang telah diutarakan

Sibarani(2012:15), bahwa tradisi lisan dapat menjadi kekuatan kultural dan salah satu yang paling penting dalam pembentukan identitas dan membangun peradaban. Salah satu nilai penting holong yang peneliti paparkan sebelumya, yang bisa kita temukan dalam tradisi mangandung mengindikasikan selayaknyalah bagi wanita, bisa menempatkan diri sebaik-baiknya dalam keluarga.

Selain kasus di atas, semakin berkurangnya penutur andung di zaman sekarang mengakibatkan tradisi inipun semakin terabaikan. Mengingat orang yang bisa mangandung adalah orang-orang yang berumur 60-an (wawancara dengan

Sahrudin Pohanhatobangon dari desa Sosopan Kabupaten Padanglawas Utara).

Pada umumnya tradisi mangandung dalam acara perkawinan saat ini lebih dominan isak tangisan biasa, karena dalam tradisi mangandung ini menggunakan bahasa khusus andung yang tidak begitu banyak diketahui orang-orang muda zaman sekarang. Begitu dengan orang tua yang masih sempat menguasaibahasaandungsemakin tidak ada lagi. Hal yang sama juga disampaikanTobing dalam penelitiannya (2005) dimana tradisi mangandung keberadaannya masih berlangsung sebagaimana mestinya, hanya saja perubahan pandangan pada masyarakat yang berorientasi kepada hal-hal yang bersifat ekonomis. Dalam tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan MA di saat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15

sekarang ini, lebih sering terlihat hanya tangisan dan terkadang hanya anggukkan saja, jika ada yang mang-andungi tidak lagi menggunakan bahasa andung melainkanmenggunakan bahasa somal (bahasa sehari-hari) yang merupakan bahasa yang khas dalam tradisi magandung dalam acara adat perkawinan MA ini.

Hal ini dikarenakan sudah tidak ada lagi yang memelihara. Hata somallebih sering dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari bahkan kedudukan bahasa somal-pun sudah mulai tergeser dengan bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai alat berkomunikasi dalam berinteraksi dengan masyarakat.Sehingga generasi muda sudah banyak yang tidak bisa berbicara dan memahami bahasa Angkola, dan pada akhirnya membuat para generasi muda tidak berminat untuk mempelajarinya. Banyak hal yang terjadi akibat perubahan ini, tutur kata yang santun yang dulunya menjadifaktor utama dalam berprilaku,berubah menjadi tutur kata yang kasar, bahkan rasa hormat dalam bertutur kata terhadap orang tua sudah jarang terdengar disaat sekarang ini. Hal ini ikut memicu prilaku MA ikut berubah menjadi kasar karena kehilangan kelemahlembutan dalam berbahasa akibat ketidaktahuan terhadap bahasa andung. Tradisi mangandung dalam acara perkawinan MA dan keterkaitannya dengan adat istiadat merupakan satu dari sekian nilai budaya dan aset penting yang mulai terabaikan oleh perubahan zaman, sehingga perlu mendapat perhatian.

Di dalam tradisi ini juga dapat terlihat bagaimana hubungan kedekatan antara si pangandung dengan orang yang diandunginya. Tetapi hal yang paling utama dalam mangandung ini adalah bagaimana keberadaan tradisi ini di saat sekarang,sebagaimanafungsi dalam acara adat mengawinkan anak perempuan pada MA yang dapat dilihat saat penyampaian kata-kata nasihat, khususnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16

kepada pengantin perempuan, sebab tradisi ini kayadengan pesan moral kepada pasangan pengantinsebagai panduan ajaran dalam berumah tangga. Mengingat berumah tangga merupakan perjalanan kehidupan yang paling panjang, dan tidak ada sekolah sebagai wadah untuk belajar, tentunya sebagai pasangan pengantin dituntut terus membenah diridan belajar terus-menerus. Lewat tradisi mangandung dalam acara perkawinan ini, banyak nilai moral yang nantinya akan menjadi nilai kearifan lokal yang sangat penting untuk direvitalisasi dalam mengikuti harus komunikasi yang berkembang begitu pesat, sehingga fenomena tersebut menjadi salah satu ketertarikan peneliti untuk mengadakan penelitian, oleh karena itu sebagai salah satu bentuk tradisi lisan MA yaitu tradisi mangandung perlu untuk terus dilestarikan dan layak untuk terus dikaji agar tidak punah. Dengan demikian, kajian tradisi mangandungdalam acara adat

Perkawinanpada MA bagian upaya menggali kearifan lokal yang sering terabaikan oleh masyarakat.Fokus penelitian dalam tradisimangandung dalam acara adat perkawinan MA, untuk melihat bagaimana performansi dalam tradisimangandung, makna dan fungsi nilai dan norma,kearifan lokal serta model revitalisasi terhadap tradisi mangandung dalam acara adat perkawinanMA.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakahperformansi(teks,ko-teks,dankonteks) tradisi

mangandungpada acara adat perkawinanMA?

2. Bagaimanakah makna dan fungsi,nilai dan norma, kearifan lokal tradisi

mangandung pada acara adat perkawinan MA?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17

3. Bagaimanakah model revitalisasi mangandungpada acara adat

perkawinanMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untukmendeskripsikanbagaimana performansi tradisi mangandung dalam

acara adat perkawinan MA.

2. Menemukan makna dan fungsi serta nilai,norma budaya dan nilai kearifan

lokal tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA.

3. Membuat model revitalisasi tradisi mangandung dalam acara adat

perkawinan MA.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis yang dapat diberikan dalam penelitian ini bermanfaat :

a. Memberikan sumbangsi budaya bagi khazanah Kajian Tradisi Lisan

(KTL).

b. Memberikan kontribusi yang relevan dalam penelitian tradisi lisan

khususnya penilitian MA.

c. Memberikan wacana baru tentang performansi dari Tradisi mangandung

di era millenia ke tiga, serta menyuguhkan variasi makna dan fungsi dari

tradisi ini, serta memperkenalkan kembali nilai dan norma dari tradisi

ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi khalayak yang membutuhkan informasi dalam pemahaman ini, antara lain

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18

a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya generasi muda

tentang tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan MA sebagai

tradisi lisan MA. b. Memberikan pedoman bagi MA bagaimana pelaksanaan tradisi

mangandung dalam acara perkawinan MA, serta dapat melestarikan

nilai-nilai budaya dan filosofi MA. c. Memberikan sosialisasi bagaimana nilai-nilai kearifan lokal kepada MA

agar bisa menjadi ujung tombak pembangunan nasional, khususnya bagi

instansi pemerintah daerah. d. Referensi tertulis bagi MA, para linguis dan peneliti lain yang ingin

melanjutkan penelitian tradisi mangandung dalam acara perkawinan

MA.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 TradisiLisan

Tradisi berasal dari bahasa Latintradition, dengan padanan kata yang sama dalam bahasa Inggris yang berarti menyampaikan atau meneruskan. Murgiyanto

(2004:2) memberi defenisi bahwa tradisi lisan berasal dari kata traditium yang berarti segalah sesuatu yang diwarisi dari masa lalu.Selanjutnya Murgiyanto menambahkan bahwa tradisi akan tetap dilakukan dan diteruskan selama pendukungnya masih melihat manfaat dan masih menyukainya.Tradisi sebagai milik masyarakat dipahami sebagai kebiasaan turun-temurun yang diatur dalam nilai-nilai atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya Finnegan

(1992:7), tradisi merupakan istilah umum yang biasa digunakan dalam ujaran keseharian dan juga istilah yang digunakan oleh antropolog, peneliti folklor, dan sejarahwan lisan, dimana tradisi memiliki perbedaan-perbedaanmakna tradisi itu sendiri, misalnya dimaknai sebagai kebudayaan,sebagai keseluruhan dengan melakukan berbagai cara untuk melakukan sesuatu berdasar cara yang telah ditentukan, proses praktik, ide atau nilai-nilai, produk yang diwariskan dan sesuatu dengan konotasi lampau. Selanjutnya Esten (1999:21) mengatakan bahwa tradisi adalah kebiasaan turun-temurun dari sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan, dengan memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan.Tradisi dalam

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20

masyarakat itu diteruskan dalam ruang dan waktu dengan berbahasa secara lisan maupun tertulis.

Berdasarkan beberapa defenisi tentang tradisi lisan yang dipaparkan diatas, tradisi pada prinsipnya merupakan kebiasaan-kebiasaan secara turun- temurun yang ada dalam suatu masyarakat yang disepakati secara kolektif yang dijadikan sebagai milik bersama yang bisa memberikan mamfaat bagi masyarakatnya. Artinya sebuah tradisi tidak harus merujuk pada konteks masa lalu, namun masa lalu itu dijadikan sebagai rujukan untuk terciptanya tradisi masa sekarang.

Lord (2000:1) memberikan batasan tradisi lisan sebagai suatu yang dituturkan dalam masyarakat. Artinya bahwa unsur melisankan diberikan bagi penutur dan unsur mendengarkan diberikan pada penerima yang merupakan kata kunci. Selanjutnya Hoed (2011:184) mengatakan bahwa tradisi lisan adalah berupa pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun disampaikan secara lisan. Lebih lanjut Hoed menyatakan bahwa tradisi lisan mencakup hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Roger Tol dan Pudentia (1995:2), dimana tradisi lisan tidak hanya mencakup cerita rakyat, mitos, legenda dan dongeng, tetapi juga mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, seperti kearifan lokal, sistem nilai, pengetahuan tradisional, sejarah, hukum adat, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi, astrologi, dan berbagai hal seni.

Vansina (1985:1) mendefinisikan tradisi lisan “the expression of oral tradition, applies both to a process and to its product. The products are oral message, at least a generation old. The process is the transmission of such

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21

messages by word of mouth over the time until disappearance of the message”(ungkapan tradisi lisan ditinjau pada dua aspek, yaitu aspek proses dan produknya. Prosesnya adalah pewarisan pesan-pesan melalui mulut-ke mulut sepanjang waktu sampai hilangnya pesan itu, sedangkan produknya adalah pesan- pesan lisan yang berdasarkan pada pesan dari generasi sebelumnya).

Tradisi lisan merupakan warisan dunia yang mempresentasikan berbagai bentuk kebudayaan dari masyarakat penuturnya. Artinya perjalanan tradisi lisan telah hampir sama dengan kehidupan manusia. Sejak manusia ada tradisi ini sudah mereka miliki.Oleh karena itu tradisi lisan merupakan ingatan kolektif masyarakat pemiliknya. Tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan verbal maupun tradisi lisan yang bukan verbal. Menurut Sibarani (2012), tradisi lisan berbeda dengan kelisanan karena tradisi kelisanan adalah tradisi yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi lisan, sedangkan tradisi lisan adalah tradisi kegiatan tradisional yang disampaikan secara lisan seperti kegiatan mendongeng. Tradisi lisan dalam hal ini merupakan salah satu jenis warisan kebudayaan masyarakat setempat yang proses pewarisannya dilakukan secara lisan. Menurut Vansina

(1985:27-28) pengertian tradisi lisan (oral tradition) adalah “oral testimony transmitted verbally, from one generation to the next one or more”(kesaksian yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi), dimana tradisi lisan muncul dilingkungan kebudayaan lisan dari suatu masyarakat yang belum mengenal tulisan. Selanjutnya Pudentia (2008:3) mengatakan bahwa tradisi lisan merupakan wacana yang diucapkan baik secara lisan maupun yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22

beraksara.Adapun beberapa ciri dari tradisi lisan yang ditulis oleh Sibarani

(2012:43-46) sebagai berikut:

1. Merupakankegiatanbudaya, kebiasaanataukebudayaanberbentuklisan,

sebagianlisan, danbukanlisan.

2. Memilikikegiatanatauperistiwasebagaikontekspenggunaannya.

3. Dapatdiamatidanditonton.

4. Bersifattradisional.

Ciritradisionalinimenyiratkanbahwatradisilisanharusmengandungunsurwar

isanetnik, baikmurnibersifatetnismaupunkreasibaru yang

adaunsuretnisnya.

5. Diwariskansecaraturuntemurun.

Tradisilisanitudiwariskandarisatugenerasikegenerasi lain.

6. Proses penyampaian “darimulutketelinga”. Tradisi yang disampaikan,

diajarkan, disosialisasikan, dandiwariskansecaralisandisebuttradisilisan.

7. Mengandungnilai-nilaidannorma-normabudaya.

8. Memilikiversi-versi. Sebagaitradisi yang disampaikansecaralisan,

sebuahtradisilisanberpotensimemilikibentuk-bentuk yang berbeda yang

disebutdenganvariasiatauversi.

9. Milikbersamakomunitastertentu.

10. Berpotensidirevitalisasidandiangkatsebagaisumberindustribudaya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpukan bahwa tradisi lisan merupakan bentuk kegiatan tradisionaldalam suatu komunitas masyarakat yang diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23

disampaikan melalui media lisan maupun yang beraksara, serta memiliki ciri sebagai wujud tradisi lisan.

Sebagai bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang majemuk di Indonesia, tentunya tradisi lisan memiliki kemampuan dalam menaungi sendi kehidupan kemanusiaan, yang dibuktikan bagaimana cara leluhur kita hidup dalam ajaran kehidupan yang ada dalam tradisi lisan.

Penyampaiantradisilisaninitidaksajaberlangsungberupaperkataan, tetapidapatjugaberupatindakan yang disertai kata-kata, sertagabungandiantarakeduanya, yang meliputi, etika, norma, danadatistiadat

(Pudentia, 2008:27).

Tradisi sebagai bagian dari budaya selayaknya patut dilestarikan, hal ini terkait dengan adanya pesan moral, kepercayaan, norma yang dipatuhi masyarakat demi keteraturan sistem sosial, serta nilai pendidikan yang dapat dijumpai di dalam tradisi lisan. Tradisi lisan banyak mengandung nilai positif yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat ataupun bernegara.

Hal ini sejalan dengan apa yang telah diuraikan Sibarani (2012:15) bahwa, tradisi lisan dapat menjadi kekuatan kultural dan salah satu yang penting dalam pembentukan identitas dan membangun peradaban. Sebagai hasil budaya masa lampau yang ikut membentuk peradaban nusantara keberadaannya saat ini sering dipertanyakan. Arus globalisasi yang masuk ke Indonesia membawa pengaruh besar bagi terciptanya masyarakat modern Indonesia, sehingga pada akhirnya hal ini dapat mengubah pola pikir masyarakat Indonesia, dimana masyarakat tradisional bertransformasi menjadi masyarakat modern. Artinya segala sesuatu yang dilakukan masyarakat modern mengikuti pola kebudayaan barat, misalnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24

cara hidup yang berbasis teknologi, lebih mengedepankan nilai keefektifan dan keefisienan, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi lingkungan hidup. Perilaku masyarakat modern tersebut menjadi salah satu penyebab mulai hilangnya kesadaran atas identitas masyarakat Indonesia. Kesadaran identitas yang dimaksud disini adalah cara berpikir dan berperilaku layaknya orang

Indonesia yang senantiasa menjaga dan memelihara budaya lokal demi keselarasan masyarakat dan lingkungannya sesuai dengan tradisi lisan. Oleh karena itu, tradisi lisan bisa saja terancam hilang dari peradaban.

Sebagai objek penelitian tradisi lisan terdiri atas bentuk dan nilai. Bentuk dari tradisi lisan terbagi dari teks,ko-teks dan konteks. Teks merupakan unsur verbal yang memiliki struktur. Sementara struktur teks terdiri atas struktur makro, super struktur, dan struktur mikro. Ko-teks merupakan keseluruhan unsur yang mendampingi teks terdiri atas unsur paralinguistik,prosemik, kenetik, dan unsur materi lainnya. Konteks merupakan kondisi yang berhubungan dengan budaya, sosial,situasi, dan ideologi.

Isi dari tradisi lisan berupa nilai dan norma yang nantinya dapat berupa makna dan fungsi. Nilai dan norma dalam tradisi lisan pada akhirnya dapat digunakan dalam menata kehidupan sosial yang disebut dengan kearifan lokal.

Nilai menyangkut baik buruknya sementara norma merujuk pada benar salah.

Tahapan isi yang pertama adalah makna dan fungsi. Tahapan kedua adalah nilai dan norma. Tahapan yang ketiga adalah kearifan lokal yang berfungsi menata kehidupan secara bijak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25

2.1.2 Tradisi Mangandung

Tradisi mangandung pada MAadalah tradisi yang digunakan dalam prosesi adat siriaon (sukacita) ataupun siluluton (dukacita).Tradisi mangandunginidapat diklasifikasikan berdasarkan penampilan, penggunaan dan tujuan mangandung.

Bahasa yang digunakan dalam mangandung ini adalah bahasa khususandung.

Untuk itu peneliti akan memaparkan satu persatu klasifikasimangandung pada

MA yang terlebih dahulu telah ditulis oleh tokoh budaya MA Sutan Tinggi

Barani (1990:7-8) bahwa,tradisi mangandung dalam MA jika dilihat dari penampilannya terdiri atasandung siluluton yaitu andung yang dipakai pada saat upacara duka cita. Andung ini biasanya dapat disaksikan dalam acara duka seperti meninggal dunia, sementara andung siriaon dapat disaksikan pada acara suka cita, seperti pesta pernikahan.

Dalam hal pelakasanaan acara adat tersebuttergambar bagaimana kedekatan hubungan yang terjalin dalam sistem kekerabatan dalam MA. Keeratan hubungan tersebut dapat terlihat ketika fungsi mangandung ditujukan kepada unsur kerabat dalam upacara adat, seperti andung boru marbagas, andung pamununan (perpisahan dengan muda-mudi), andung naposo bulung, andung sidangolon, dan andung siriaon. Berdasarkan tujuan andung pada MA terdiri atas andung terhadap ayah, andung terhadap ibu,andung terhadap iboto, andung terhadap tapian paridian, andung terhadap bagas podoman, andung terhadappadang paisobanan andung terhadap gas-gas pancalongan, andung terhadap pintu rumah, dan andung terhadap tangga rumah yang selalu dilewati.

Berdasarkan klasifikasi andung pada MA di atas tradisi mangandung yang akan menjadi fokus penelitian peneliti adalah tradisi mangandung dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26

acara siriaon yaitu tradisi mangandung dalam pesta adat perkawinan MA. Tradisi mangandung dalam acara adat ini, dapat disaksikan pada bagian akhir dari serangkaian acara prosesi pernikahan di rumah boru yang dipabuat. Wajib hadir dalam acara ini, pihak keluarga boru seperti ibu,nangunda,bujing/inangtua, nantulang, bou kahanggi (barisan kaum ibu, yang dekat dengan boru) biasanya barisan kaum ibu ini disebut barisan mangandungi dan kaum bapak yaitu pihak yang diandungi seperti ayah, uda,tobang,tulang dan iboto dalam tradisi mangandung pada acara perkawinan pada MA. Pihak kaum ibu ini secara bergantian akan memberikan kata-kata siingoton(nasihat) kepada boru, yang nantinya nasehat atau kata-kata siigoton ini akan selamanya tertanam dalam benak si boru ketika menjalani kehidupan berumah tangga kelak. Biasanya pesan nasehat itu berupa agar si boru kelak pandai dan satun dalam beradab terhadap mertua, suami, dan keluarga suami. Hakekatnya perkawinan seorang boru yang telah melangkahkan kakinya untuk berumah tangga, maka ikatan hubungan antara kedua orang tua dan dirinyapun terputus, karena sepenuhnya sudah menjadi tanggung jawab suami dan keluarga suaminya. Hubungan yang terputus disini adalah penyerahan tanggung jawab dari orang tua si boru terhadap menantu

(suami si boru).

2.1.3 Nilai dan Norma

MA, merupakan salah satu suku Batak yang bermukim di daerah Angkola yang berada di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara.Kerukunan masyarakat dimulai dari ikatan kekerabatan yang disebut Dalihan Na Tolu yang bermakna akrab serasi kasih sayang saling menghormati. Berdasarkan penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27

Hasibuan(2015:3) yang menelusuri budaya dan kependudukan Angkola di tahun

2012, mayoritas MA, mengakui bahwa mereka adalah komunitasMA. Fakta ini didukung dari cerita orang tua terdahuludan referensi sejarah baik yang ditulis oleh tokoh budaya Angkola maupun orang-orang asing dari Eropa.

Nama Angkola sendiri berasal dari nama sungai di Angkola yaitu batang

(sungai) Angkola. Menurut cerita, sungai ini diberi nama oleh Rajendra Kola

(Chola) I, penguasa Kerajaan Chola (1014-1044 M) di India Selatan ketika itu masuk melalui Padang Lawas.Di daerah Angkola sendiri terbagi dua wilayah yang sebelah Selatan Batang Angkola diberi nama Angkola Jae (Hilir) dan sebelah Utara diberi nama Angkola Julu (Hulu). Sepeninggal kekuasaan

Radjendra Chola I, muncul seorang tokoh dari Tano Angkola, yang bernama

Oppu Jolak Maribu yang bermarga Dalimunthe.Oppu Jolak Maribu ini mendirikan huta (kampung) pertama di daerah Angkola yang bernama

Sitamiang.Kemudian masuklah suku-suku pendatang ini ada yang berbaur dengan suku Angkola, tetapi ada juga yang tetap mempertahankan adatnya sendiri.Marga- marga pada suku Angkola pada umumnya Dalimunthe, Harahap, Siregar, Ritonga,

Daulay dan lainnya.Namun beberapa marga yang ada pada suku Angkola ini terdapat juga pada suku Toba dan Mandailing. Sejarahnya, MA masih memiliki kerabat dengan Toba dan Mandailing, karena dari segi budaya dan bahasa, bisa dikatakan mirip, pembeda dari keduanya terletak pada dialek. Intonasi Angkola sendiri lebih lembut dibanding intonasi bahasa Toba, tetapi masih lebih keras dibanding intonasi bahasa Mandailing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28

Gambar 2.1Peta Angkola Sumber:http//www.google.co.id/ Peta Angkola

Berdasarkan peta di atas, Angkola merupakan bagian yang berada di daerah Tapanuli bagian selatan (tabagsel) adalah suatu wilayah yang luasnya tidak berubah sejak dinyatakan pertama sekali dalam Undang-Undang darurat nomor 7 tahun 1956, pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa Tapanuli Selatan dengan batas- batas yang meliputiwilayah afdeling Padangsidempuan(Staatsblad 1937 No.563).

Satuan wilayah ini tetap dianggap sebagai kesatuan budaya, sosial, ekonomi, hingga sekarang.

MA merupakan etnis yang letak daerah terdapat di Tapanuli bagian selatan, yang tidak mengenal batas-batas administrasi pemerintah daerah,sehingga jika disebut batak Angkola secara geografi berbatasan dengan :

Sebelah Timur Labuhan Batu dan provimsi Riau.

Sebelah Barat berbatasan dengan Tapanuli tengah

Sebelah Utara berbatasan dengan Tapanuli Utara dan Labuhan Batu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29

Sebelah selatan berbatasan denganlautan Indonesia.3

Melihat batas-batas di atas MA itu merupakan wilayah Kabupaten

Tapanuli Selatan sebelum dimekarkan. Tetapi yang sering menjadi pertentangan pendapat adalah Mandailing Natal, khususnya Natal, dimana penduduknya sudah campuran antara Mandailing dan pesisir dengan bahasa yang sedikit berbeda dengan Angkola pada umumnya, namun tetap ada juga yang menyatakan bahwa wilayah Natal termasuk ke dalam Wilayah adat MA, sebab penduduknya mayoritas Tapanuli bagian Selatan.

Dalam kesempatan ini perlu dijelaskan bahwa MA dengan Batang

Angkola bukan salah ucap atau salah tulis, keduanya memiliki objek sendiri- sendiri, artinya kalau disebut MA berarti merupakan daerah adat yang sangat luas di Tapanuli bagian selatan, sebagaimana telah dipaparkan diatas dan bila disebut

Batang Angkola berarti adalah salah satu nama kecamatan yang ada di Kabupaten

Tapanuli Selatan serta nama salah satu sungai yang mengalir di Kecamatan

Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.

MA dalam ruang lingkup yang disebut batas-batasnya di atas terbagi kepada wilayah yang lebih kecil, yang meliputi:

1. Angkola induk yang mencakupkota Padangsidimpuan dan daerah Pargarutan.

2. Angkola Jae, yaitu Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Sayur

Matinggi.

3. Angkola Julu yang meliputi Kecamatan Angkola Barat dan Batang Toru yang

berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.

3Koentjaraningrat; Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia.KebudayaanBatakolehPayungBangun cet. 2 (Jakarta: Jembatan) hal. 55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30

4. Sipirok yang wilayahnya terbagi kepada empat kecamatan, yaitu (1)

Kecamatan Sipirok,(2) Kecamatan Saipar Dolok Holeh, (3) Kecamatan Arse,

(4) Aek Bilah.

5. Padang lawas cukup luas, mulai dari barumun tengah dan seluruh Padang

lawas Utara yang terdiri dari sekitar delapan kecamatan, yaitu:

(1) Kecamatan Padang Bolak, (b) Kecamatan Padang Bolak Julu,(c)

Kecamatan Portibi, (d) Kecamatan Sosopan, (e) Kecamatan Batang

Onang,(f) Kecamatan Halongonan, (g) Kecamatan Dolok, (h) Kecamatan

Dolok Sigoppulon.

Berbeda dengan wilayah adat, maka wilayah Angkola itu secara

administrasi pemerintah terbagi kepada: (1) Kota Padangsidimpuan, (2)

Kabupaten Tapanuli Selatan, (3)Kabupaten Padang Lawas Utara,(4)

Kabupaten Padang lawas.

Pada hakikatnya tradisi budaya dikatakan teruji secara alamiah dan dianggap bernilai baik. Nilai dalam bahasa Inggris adalah value dan dalam bahasa

Latin adalah valere (berguna,mampu, berdaya, berlaku, kuat) merupakan sesuatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Nilai juga merupakan sesuatu hal yang abstrak namun hal tersebut menjadi sebuah pedoman dalam masyarakat.

Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang dan kelompok terhadap nilai menurut

Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Sedangkan nilai budaya itu sendiri dirumuskan sendiri oleh para ahli.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31

Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yang mengakar (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang terjadi atau sedang terjadi.

Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, visi- misi, atau sesuatu yang tampak sebagai acuan pokok motto suatu lingkungan organisasi. Sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan idiologi. Sistem budaya merupakan tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat.

Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.

Menurut Koentjaraningrat(2009:87) sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang dianggap memiliki nilai.

Dalam kehidupan manusia ada lima masalah yang menjadi landasan yang menjadi variasi sistem nilai budaya hal ini disampaikan Kluckhonhn (1961), yaitu:

1. Human nature atau masalah hakikat hidup manusia,

2. Man nature ata masalah mengenai hakikat dari karya manusia,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32

3. Time yaitu masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang

dan waktu,

4. Aktiviti yaitu masalah makna mengenai hakikat dari hubungan manusia

dengan alam sekitarnya,

5. Relational yaitu masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan

sesamanya.4

Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari kedudukan nilai ini dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya dalam konteks pemahaman perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sistem produk budayayang dijiwai oleh sistem sistem nilai masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat Angkola sebagai sebuah komunitas memiliki hal yang sama, sebagaimana yang dipaparkan Zaenal(2015), bahwa MA memiliki serangakaian nilai budaya berdasarkan dalian na tolu sebagai struktur dasar dari adat Batak yang sangat dasar dari adat Batak dalam prosesi adat. Keterikatan ini tergambar dari zaman nenek moyang yang selalu belajar mengambil hikmah filosofis dari alam lingkungannya.Benda-benda, tumbuh-tumbuhan yang ada disekelilingnya dijadikan guru yang sangat berharga dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu, hal ini bahkan berlangsung sampai sekarang sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. MA memiliki keyakinan nilai-nilai luhur yang kuat sehingga dijadikan pedoman yang mengatur berjalannya suatu tatanan adat istiadat, yang pada akhirnya menjadi falsafah hidup bagi masyarakatnya.Nilai-nilai luhur masyarakat adat tersebut tidak tertulis tetapi

4Koentraningratantropologi, hlm. 191

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33

sudah menjadi bahagian dan ketentuan dan dipatuhi karena dianggap memiliki kekuatan batin, dan sudah mendarah daging bagi masyarakat adat yang disebut dengan holong dan domu.

Nasution yang dikutip oleh Lubis (2011: 25) berpendapat holong dan domu tumbuh dari lubuk hati dan dengan pemikiran yang dalam, masyarakat yang didasari oleh rasa holongakan menimbulkan rasa marsihaholongan (perasaan kasih sayang di antara sesama). Hal ini sejalan dengan ungkapan tradisional masyarakat Angkola “Holong do mangalap holong” yang artinya “Jika kita menyayangi orang lain, pasti orang lain juga akan menaruh sayang terhadap kita.”

Di wilayah batak Angkola dalam hal adat ada dua istilah yang menjadi tulang punggung pelaksanaannya:

(1). Dalihan Na Tolu yang merupakan filsafat yang menjadi dasar pijakan pelaksanaan adat masyarakat, dan sekaligus menjadi tiang berdirinya seluruh norma-norma adat, baik siriaon maupun siluluton.

(2). Opat Ganjil Lima Gonop, merupakan penyempurnaan dari Dalihan na

Tolu, dan istilah ini hanya berlaku di Wilayah Tapanuli bagian selatan.5 Artinya di daerah adat batak Angkola adat istiadat itu masih terus mengalami perkembangan, sejalan dengan perkembangan sosial masyarakat yang cukup dinamis.

Menyangkut istilah Opat Ganjil Lima Gonop adalah bahwa di daerah tersebut dalam pembicaraan adat tidak lagi di dominasi kelompok Dalihan Na Tolu, tetapi di luar kelompok dalihan na tolu itu sudah bertambah dua kelompok lagi yang diakui syah menurut adat, yaitu hula-hula dan pisang rawut. Hula-hula adalah mora dari mora, sedangkan pisang rawut adalah anak boru dari anak boru yang

5Gultom raja marpodang, dalihan na tolu budaya batak, cet. 1.(medan: Armanda, 1992). Hlm, 37.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34

terdiri dari unsur mora, kahanggi, dan anak boru. Sehubungan dengan itu dimasukkanlah hula-hula, sehingga menjadilah penopang dalam kegiatan adat tersebut menjadi lima, dandengan masuknya hula-hula, maka menjadi gonoplah penopang kegiatan tersebut sehingga tidak ada lagi yang ganjil. Inilah yang dimaksud dengan Opat ganjil, lima gonop.

Istilah opat ganjil lima gonop memang agak membingungkan karena secara matematika angka opat (4) itu termasuk bilangan genap,sementara angka lima adalah ganjil, sehingga dari segi matematikanya sudah terjadi kesalahan.

Tetapi dalam hal ini istilah opat ganjil lima gonop tidak berhubungan dengan matematika, sebab istilah tersebut hanya muncul dalam sebuah tatanan kegiatan adat. Istilah opat ganjil lima gonop secara terjemahannya yang lebih mudah dipahami adalah opat kelompok mewakili masyarakat masih terasa ganjil. Lima kelompok mewakili barulah gonop dalam arti tidak ada lagi yang kurang, sebab semua sudah terwakili.

Masyarakat Dalihan Na Tolu di Angkola, mengatur hubungan kekeluargaan, dengan susunan tutur sopan santun, agar dapat menemukan keserasian dalam keluarga dan masyarakat. Dalam menjalani kehidupan dan pergaulansehari-hari baik di dalam keluarga dan masyarakat perlu hormat dan sopan untuk saling bertegur sapa, baik menyangkut tugas dan kewajiban setiap anggota masyarakat. Marga merupakan salah satu identitas dalam masyarakat

Angkola dan merupakan landasan dari sistem kekerabatan. Istilah marga dapat didefenisikan sebagai sebuah kelompok keturunan dari seorang nenek moyang yang berlainan asal dan biasanya bersifat legendaris serta ditempatkan di awal silsilah keturunan (tarombo).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35

Tarombo ialah catatan tentang silsilah keturunan. Dengan adanya tarombo ini setiap marga dapat mengetahui asal-usul dan jumlah keturunan mereka sampai sekarang. Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil satu sama lainnya dengan kahanggi (saudara semarga), namboru atau bou

(saudara perempuan ayah), udak(paman, saudara laki-laki ayah), iboto atau ito

(saudara perempuan/laki-laki),amangtua, amanguda,nanguda, inangtua,atau nattobang,pariban, dan seterusnya.Sebagai anggota masyarakat yang berlandaskan holong maka masyarakat adat Angkola memiliki susunan masyarakat yang didasarkan kepada Dalihan Na Tolu.

Norma masyarakat adalah perwujudan nilai, ukuran baik/buruk yang dipakai sebagai pengarah, pedoman,pendorong perbuatan manusia di dalam kehidupan bersama. Wujud nilai, ukuran baik buruk itu mengatur bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan. Dikatakan wujud nilai, karena antara norma dan nilai itu berhubungan erat, bahkan merupakan satu kesatuan, terutama nilai kebaikan. Norma merupakan perwujudan aktif dari nilai

(Peursen,1988:47). Di dalam mengatur kesejahteraan umum antara keluarga.Norma-norma adat yang ada pada MA dalam hal adat dikenal dua istilah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan adat yaitu:

(1) Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu merupakan filsafat yang menjadi dasar

pijakan pelaksanaan adat masyarakat, dan sekaligus menjadi tiang berdirinya

seluruh norma-norma adat, baik siriaon maupun siluluton.

(2) Opat ganjil lima Gonop. Opat gamjil lima gonop merupakan penyempurnaan

dari Dalihan Na Tolu, dan istilah ini hanya berlaku di wilayah Tapanuli

bagian Selatan. Artinya di daerah adat di Angkola adat-istiadat itu masih terus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36

mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan sosial

masyarakatnya, yang menurut penulis cukup dinamis. Istilah Opat ganjil Lima

gonop memang agak sulit dipahami, sebab dari segi matematika angka opat

(4) itu adalah genap, sementara lima (5) adalah ganjil, sehingga dari segi

matematika ada kesalahan. Tetapi hal itu tidak ada hubungannya dengan

matematika, karena istilah tersebut muncul dikarenakan proses terwujudnya

Opat ganjil lima gonop.Prosesnya adalah bahwa masyarakat Angkola di

wakili oleh Kahanggi, anak boru, dan Mora.Setelah masayarakat terus

berkembang muncullah dua kelompok baru di dalam masyarakat, dimana

kedua kelompok tersebut tidak terwakili dalam masyarakat Dalihan Na Tolu.

Sehubungan dengan itu dimasukkanlah pisang raut sehingga menjadi opat

(empat) (kelompok Dalihan Na opat) yang mendukung masyarakat.

Penerjemahanopat ganjil lima gonop yang lebih mudah adalah Opat(empat

kelompok masyarakat masih terasa) Ganjil, Lima (lima kelompok mewakili

barulah) Genap, dalam arti tidak ada yang kurang, sebab semua sudah

terwakili. Menyangkut norma adat tentang acara adat yaitu siriaon dan

siluluton masih kuat dipegang oleh MA.6

1. Siriaon

Siriaondari segi bahasa artinya sukaria, pesta, kegembiraan dan lain-lain.

Sedangkan dari segi istilah adat MA suatu acara yang berkaitan dengan rasa kegembiraan, rasa kesenangan, rasa kemengangan, kesukariaan dan semakna dengan yang ketiganya. Adapun yang masuk dalam dalam acara siriaon adalah (1) pabagas anak, yaitu kegiatan mengawinkan anak laki-laki hal ini merupakan

6Gultom Raja Marpodang, dalihan na tolu Nilai budaya Batak, cet.1 (medan:Armanda,1992). Hal 37.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37

kegiatan yang paling besar dalam MA. Untuk mengukur besar kecilnya kegiatan adat tergantung dari apa yang disembelih pada waktu dilaksanakannya pesta tersebut. (2) pabagas boru merupakan kegiatan mengawinkan anak perempuan, hal ini hampir sama posisinya dengan mengawinkan anak laki-laki, meskipun posisi wanita dalam MA berada pada posisi kedua setelah anak laki-laki.

2. Siluluton

Siluluton maksudnya kegiatan yang berkaitan dengan kemalangan, kematian, membangun kuburan, dan memindahkan kuburan. Khusus dalam masyarakat Angkola tentang kematian memiliki macam-macam ragamnya. Antara lain:

1. Membunyikan tawak-tawak, ogung, dan tabuh, guna memberitahukan ke

desa-desa sekitar, ada yang meninggal.

2. Memotong kerbau. Pemotongan kerbau dilakukan apabila yang meninggal itu

ketika rumah tangga sudah dipestakan secara adat. Karena ketika meninggal,

juga harus diberangkatkan secara adat.

3. Mendirikan payung godang berwarna kuningdi depan rumah, di tambah, di

tambah dua tombak,dua podang dan meriam, dengan posisi berdirinya ke

depan rumah duka.

4. Saat-saat mayat di bawah ke kuburan harus diletakkan di atas roto (roppayan),

semacam meja yang bertiang emapat setinggi 0,50cm

5. Tulang riccan, yaitu paha kerbau yang disembeli secara khusus karena

keamtian tersebut, dan yang meninggal ituorang tua,kemudian diserahkan

secara adat (kahanggi, anak boru dan mora). Kepada mora, sebagai penjelasan

bahwa anak borunya sudah meninggal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38

Tetapi apa yang dikemukakan ini secara umum, tidak diberlakukan lagi, sebab semua merupakan tradisi sebelum masuknya islam. Setelah masuknya islam, maka beberapa macam kegiatan, diantaranya sudah ditinggalkan, dan sekarang ini yang masih tersisah adalah yang tidak bertentangan dengan norma- norma ajaran islam.

2.1.4Perkawinan Dalam MA

Seperti yang sudah dikemukan pada awal tulisan ini, bahwa penelitian yang peneliti paparkan sesuai dengan judul penelitian adalah acara adat siriaon

(suka cita) yaitu upacara perkawinan MA atau sering disebuthorja (pesta) adat suka cita. Pada garis besarnya, perkawinan menurut masyarakat Angkola dapat dilakukan dengan dua cara, hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Sutan

Tinggi Barani (2014) yakni:

1. Sepengetahuan keluarga yang disebut dengan istilah dipabuat.

2. Perkawinan tanpa persetujuan orangtua yang disebut dengan marlojong.

Kedua cara inimemiliki aturan dan tata tertib yang harus dipatuhi oleh setiap MA. Kedua bentuk perkawinan ini tergambar lewat pantun berikut:

Aha na tubu di lambung ni suhat

Ulang baen margonjong-gonjong

Adong na marbagas dipabuat

Dung i muse adong namarlojong

Artinya,“Apa yang tumbuh dekat keladi jangan dibuat berderet lagi, ada

yang kawin dilamar pasti, namun ada juga yang kawin lari”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39

Proses upacara perkawinan dalam MA dimulai dari musyawarah adat makkobar/makkatai, yakni berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik, antara barisan yang terdapat dalam dalian na tolu.

Setiap anggota berbalas tutur yang teratur seperti berbalas pantun secara bergiliran dengan pembicara sebagai berikut:

1. Juru bicara yang punya hajat pesta (suhut)

2. Suhut(yang punya hajat pesta)

3. Anak boru suhut(menantu yang punya hajat)

4. Pisang raut (ipar dari anak boru)

5. Paralok-alok(peserta musyawarah yangg turut hadir)

6. Hatobangon (raja adat dari kampung tersebut)

7. Raja torbing balok (raja adat dari kampung sebelah)

8. Raja panusunan bulung (raja diraja adat/pimpinan sidang).

Upacara perkawinan akan dibuka dengan nasehat perkawinan sebagai

berikut:

Muda dibaen na tu gas-gas, jari-jari on ma na lima

Muda dibaen na marbagas, akkon malo manggolom na lima

Muda istri sigolom sada, akkon suami na i sigolom dua

Muda i baen na marumah tangga, ulang bei sai marlua-lua

Artinya,“Bila berangkat ke ladang bersemak, gunakan jari yang lima, bila

sudah berumah tangga pegang erat nasihat yang lima, bila istri

menggenggam ke satu, suami gengam yang kedua, bila sudah berumah

tangga jangan lagi bermain-main”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40

Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakasanakan dalam menyiapkan sebuah horja atau pesta perkawinan dalam MA diawali dengan acara akad nikah sesuai dengan ajaran agama yang dianut, setelah itu barulah pelaksanaan dengan serangkaian acara selanjutnya digelar dan dilaksanakan. Adapun tahapan pelaksanaan dalam acara adat tersebut dikenal dengan istilah pabuat boru.Pabuat boru dalam etnik Angkola adalah pernikahan yang sesuai dengan adat, karena adanya persetujuan dari kedua keluarga mempelai. Tahap pelakasanaan yang pertama adalah acara adat mangalap boru, yakni menjemput pengantin wanita.

Menurut kebiasaannya dalam menentukan pelakasanaan mangalap boru terlebih dahulu diadakan mufakat bersama oleh kedua keluarga besar mempelai baik keluarga wanita maupun keluarga laki-laki. Setelah penentuan hari pelaksanaan sudah disepakati maka rombongan keluarga pihak laki-laki akan bersiap untuk mangalap boru. Dalam acara mangalap boru rombongan keluarga pengantin pihak laki-laki berangkat menuju rumah pengantin wanita. Sesampainya di rumah pengantin wanita,pihak keluarga rombongan pengantin laki-laki akan dihidangkan dengan sajian pulut dan inti, Setelah selesai menyantap sajian yang disuguhkan barulah pihak keluarga pengantin wanita dapat menyampaikan maksud dan tujuankedatangan mereka, yaitu untuk mangalap boru atau menjemput anak perempuan(atau pengantin wanita) untuk dibawah ke rumah keluarga pengantin laki-laki.

Adapun acara kedua setelah itu adalah persidangan adat yang dipimpin oleh raja panusunan. Raja panusunan sebagai petinggi adat dalam MA dan didampingi oleh fungsionaris lain seperti raja pamusuk, namora, dan natorasyang bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan musyawarah adat dan mengambil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41

keputusan. Dalam acara mangkobar adat disampaikanlah maksud dan tujuan acara adat tersebut. Disini nantinya pihak keluarga laki-laki bermohon agar nantinya boru na ni oli (pengantin perempuan) dapat dibawa ke dalam keluarga mereka pada acara adat patobang hata, ini hal-hal yang perlu dibicarakan adalah pihak keluarga si laki-laki menanyakan persyaratan yang akan dipenuhi oleh pihak keluarga laki-laki tentang jadwal yang tepat untuk menikah, serta syarat- syarat lainnya berupa tuhor atau mas kawin dan perlengkapan lainnya. Tujuan pelaksanaan adat patobang hata adalah untuk menguatkan perjanjian antara pihak keluarga si anak laki-laki dan si anak perempuan. Di dalam perkawinan umunya didahului dengan lamaran, tetapi lamaran ini baru terikat setelah pihak keluarga laki-laki memberikan tuhor atau mas kawin kepada pihak keluarga perempuan.

Setelah acara patobang hata telah resmi dilaksanakan dan sudah diterima kedua belah pihak acara selanjutnya adalah menyampaikan batang boban (beban yang harus dipikul oleh pihak si anak laki-laki). Secara resmi pada pelaksanaan acara patobang hata disaksikan oleh seluruh keluarga yang hadir pada saat menentukan pada saat menentukan besar kecilnya batang boban. Setelah acara ini selesai maka dilanjutkanlah dengan acara berikutnya yaitu manulak sere. Adapun waktu yang ditentukan dan diberikan dalam sekitar dua minggu, agar keluarga kedua belah pihak dapat mempersiapkan segalah sesuatunya.

Sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara kedua belah pihak keluarga, maka selanjutnya kelaurga si laki-laki datang kembali mengantar apa yang telah disepakati pada waktu acara patobang hata. Sebelum berangkat pihak keluarga laki-laki terlebih dahulu disampaikan maksud dan tujuan suhut yang akan datang ke rumah si anak perempuan untuk mengantar sere(emas). Biasanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42

yang berangkat sebanyak 10 atau 15 orang yang ditentukan pada waktu acara patobang hata sesuai dengan kemampuan untuk mempersiapkan segala sesuatu di rumah si anak perempuan. Pihak keluarga si laki-laki dalam proses manulak sere sahatan akan membawa batang bobanyang telah disepakati sebelummya di rumah keluarga si anak perempuan. Di membawa batang boban, juga biasanya keluarga laki-laki membawa silua (oleh-oleh) berupa indahan tukkus (nasi yang dibungkus) lengkap dengan lauk pauknya. Namun sekarang nasi tersebut dibuat dalam rantang, bukan lagi di bungkus, sehingga memudahkan orang yang membawanya. Ini bermakna kebesaran hati terhadap keluarga si anak perempuan dengan harapan apa yang diharapkan dapat sukses dan terkabul. Dalam acara manulak sere sahatan ini, biasanya pihak keluarga si anak laki-laki membawa silua dan indahan tungkus beserta lauknya ditempatkan di dalam rantang yang ditutup agar mempermudah untuk membawanya agar tidak mudah tumpah.

Adapun yang ikut hadir dalam maulak seresahatan ini dari pihak keluarga calon pengantin perempuan terdiri atas (1) hatobangon, (2) mora (pangalapan ni boru atau pambuatan ni boru), (3) suhut (orang tua, abang, dan adik), (4) kahanggi (ombar suhut dan pareban), (5) anak boru, (6) kerabat terdekat lainnya.

Sedangkan dari keluarga laki-laki adalah (1) suhut (orang tua, abang, adik), (2) kahanggi (ombar suhut dan pareban), (3) anak boru.

Dalam hal ini ada dua macam batang boban yang akan diserahkan kepada pihak keluarga perempuan, yaitu: sere na godang artinya jumlah yang cukup besar berupa benda berharga yang terdiri atas sere atau emas yang besar kecilnya

(banyaknya) tergantung pada status. Sere na godang hanyalah sebagai simbol yang tidak harus dipenuhi oleh oleh pihak keluarga si laki-laki, artinya dalam hal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43

ini yang diserahkan adalah sejumlah uang (menurut kebiasaan) yang disebut dengan sere na menek. Sere na lamot atau yang disebut dengan sere na menek yang artinya tuor ni boru (uang antaran) yang berbentuk uang dan ditambah barang keperluan pengantin perempuan, seperti baju dan perlengkapan pengantin lainnya. Disamping itu masih ada yang harus disediakan oleh pihak si anak laki- laki yang disebut dengan “parkayan” yang diserahkan kepada sanak keluarga si anak perempuan sebagai pengobat hati, karena salah satu keluarganya akan dibawah menjadi pihak keluarga si anak laki-laki. Secara harfiah yang berhak menerima parkayan adalah (1) uduk ni api, yang diberikan kepada ibu calon pengantin perempuan, (2) apus ilu diberikan kepada namborunya, (3) tutup uban, diberikan kepada ompungnya, (4) upah tulang, diberikan kepada tulangnya, (5) hariman markahanggi diberikan kepada amang tua, atau udanya, (6) tompas honding untuk anak boru, dan (7) parorot tondi diberikan kepada raja ni huta.

Jumlah bahan yang ke tujuh ini diartikan sebagai gambaran dari pitu sundut suara mara yang artinya tujuh keturunan tanpa mara bahaya. Di dalam acara penyerahan “sere na godang” dilakukan oleh pihak si laki-laki kepada mora dari pihak keluarga perempuan. Adapun peralatan yang harus dibawa oleh pihak keluarga si laki-laki untuk manulak seresahatan menuju ke rumah si anak perempuan adalah (1) pahar, tempat atau wadah untuk meletakkan semua peralatan lainnya yang akan diserahkan, (2) abit tonun patani (kain adat) yang diletakkan di atas pahar, (3) bulung ujung (ujung daun pisang yang dipotong sebesar pahar, (4) danon na gorsing (beras kuning, beras yang diberi kunyit), yang ditaburkan di atas daun pisang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44

Setelah rombongan pihak keluarga si anak laki-laki sampai di rumah keluarga perempuan, maka upacara mangkobar(musyawarah) adatpun dimulai.

Meskipun tujuan utamanya adalah manulak seresahatan namun pangkobaran

(acara mangkobar) tetap dimulai dari awal, yaitu mangaririt borumelamar anak gadis dan membicarakan batang boban yang akan dipenuhi dan setelah itu barulah acara manulak seressahatan dan pabuat boru.

Sebelum acara mangkobar dilaksanakan terlebih dahulu memakan hidangan yang telah disediakan yaitu ada yang berupa pulut atau sipulut beserta intinya, dan air minum. Setelah mangkobar selesai barulah acara adat selanjutnya mangalehen mangan pamunan yang artinya makan bersama dengan teman-teman calon pengantin.

Acara yang ketiga adalah ritualmangalehean manganataumangupayakni memberi makan pengantin wanita oleh orang tuanya. Mangalehen mangan atau mangupaerat kaitannya dengan religi kuno sipelebegu, yang dianut oleh nenek moyang orang Batak pada zaman dahulu. Sejak ajaran Islam masuk dan dianut oleh MA, pelaksanaan tradisi mangupa mengacu pada ajaran Islamdisamping ajaran adat. Kata-kata nasihat dalam acara mangupapun disampaikan sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. Upacara mangupa atau mangupa tondi dohotbadandilaksanakan untuk memulihkan atau menguatkan semangat. Bahan untuk mangupa dinamakan pangupayang berupa hidangan yang porsinyabervariasi sesuai jumlah hadirin dan undangan. Pada saat ini perkembangan tradisi mangupa pada MA telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya.Upacara mangupa dilaksanakan supaya “horas tondi madingin,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45

pirtondi matogu” yang bermaknaselamat ruh dalam keadaan dingin atau sejuk nyaman sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan yang dijalani.

Acara keempat adalahpasahat boru, yakni penyerahan keselamatan dan tanggung jawab pengantin wanita dari orang tuanya kepada suaminya. Pengantin wanita diserahkan secara adatoleh orang tuanya kepada pengantin laki-laki dan selanjutnya akan dibawa ke rumah suaminya. Pada cara inilah akan disampaikan kata-kata nasehat kepada kedua pengantin untuk menjadi petuah-petuah kehidupan yang akan mereka ingat dalam menjalani bahtera kehidupan berumah tangga. Dalam acara ini juga ynag nantiya terjadi mangandung antara orang tua keluarga pengantin wanita, khususnya ibu kepada pengantin wanita. Ibu kandung pengantin wanita jugalah sebagai orang pertama yang memberikan nasehat kepada puterinya disusul oleh anggota keluarganya. Setelah semuanya selesai menyampaikan nasihat, pengantin wanita diberangkatkan dengan membawa barang-barang bawaannya. Artinya rumah orangtuanya yang sekarang bukan lagi menjadi tempat tinggalnya, rumahnya kini adalah rumah suaminya. Disinilah peristiwa mangandungi semakin mengharukan.

Acara kelima adalah mangambat boru na langka matobang, yakni menghadang anak gadis yang menikah (berumah tangga), maksudnya adalah pengantin wanita. Mangambat boru merupakan serangkaian acara adat dalam rangka melepas keberangkatan pengantin wanita yang dibawa oleh pengantin laki- laki dan keluarganya. Acara mangambat boru ini dilakukan oleh anak laki-laki yang menghadangkeberangkatan itu. Acara itu memberikan makna bahwa pengantinwanita memilik sianak namboru yang selama ini menjaganya sebelum ia menikah dan dibawa olehsuaminya. Untuk dapat membawa pengantin wanita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46

pihak anak namboru wajib diberi tebusan berupa uang sebagi pengobat lelah dan sedih atas kepergian boru tulangnya atau pengantin wanita setelah itu barulah pengantin laki-laki diperbolehkan membawa pengantin wanita.

Adapun tahapan Acara Perkawinan Pabagas boru dalam MA adalah

Tahapan 1 Tahapan 2 Tahapan 3

Manyapai boru Mangaririt boru Patobang hata

Tahapan 4 Tahapan 5  Pabuat boru Mangambat boru  Mangalehen mangan  Pasahat boru

Bagan 2.1Tahapan Perkawinan Pabagas Boru MA

Dari tahapan pabagas boru (mengawinkan anak perempuan) dalam acara adat perkawinan MA peneliti hanya memfokuskan pada tahapan ke empat, sebab ritual adat dalam acara ini lebih mendukung data linguistik dalam tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan pada MA yaitu saat akan mangkobar memberikan kata-kata nasihat keapada pengantin perempuan.

2.1.5Kearifan Lokal

Kearifan lokal dibentuk dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal atau tempat. Jadi kearifan lokal adalah ide dan gagasan atau pengetahuan yang lahir dari masyarakat setempat dalam menjalankan kehidupan dilingkungan sekitar. Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat sebagai lokal wisdom, pengetahuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47

setempat (lokal knowledge) atau kecerdasan setempat (lokal genius).Kearifan lokal juga dapat dipandang sebagai identitas bangsa, terlebih dalam konteks

Indonesia yang memungkinkan kearifan lokal bertransformasi secara lintas budaya yang pada akhirnya melahirkan nilai budaya nasional. Di Indonesia, kearifan lokal adalah filosofi dan pandangan hidup (way of life). Kearifan lokal lahir dari pemikiran dan nilai yang diyakini suatu masyarakat terhadap alam dan lingkungannya. Di dalam kearifan lokal terkandung nilai-nilai, norma-norma, sistem kepercayaan, dan ide-ide masyarakat setempat. Artinya kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber dari nilai budaya sendiri dengan menggunakan segenap akal budi, pikiran, hati, dan pengetahuannya untuk bertindak dan bersikap terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.

Manusia selalu memiliki dua ruang interaksi yakni lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, dengan tiga sumber utama yaitu nilai budaya yang kita sebut dengan kearifan lokal, aturan pemerintah yang lebih modern, serta agama.

Ketiga sumber kearifan tersebut manusia menjalani kehidupannya dalam ruang interaksi lingkungan alam dan lingkungan sosial, yang pada fasenya kedua ruang interaksi itu memproduksi nilai dan norma budaya yang baru yang berlaku pada komunitas yang berbeda dengan nilai budaya komunitas lainnya.Dalam kearifan lokal terkandung juga kearifan budaya lokal, artinya pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, normadan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Tentunya nilai dan norma tersebut menjadi kearifan lokal yang baru yang akan mengalami taransformasi dan sangat arif sebagai landasan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan sang pencipta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48

Pemahaman tentang konsep dan substansi kearifan lokal penting dan bermanfaat dalam menata kehidupan sosial komunitasnya bahkan bermanfaat secara lintas komunitas.Kebudayaan dan kearifan lokal memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat. Artinya kebudayaan dapat dipandangsebagai regenerasi yang turun temurun. Sehingga kearifan lokal memiliki nilai tersendiri yang dapat mencerminkan kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Sibarani(2012:133-134), nilai budaya yang tercermin lewat kearifan lokal ini dikelompokkan menjadi kearifan lokal inti (core local wisdom), yaitu kesejahteraan dan kedamaian.Adapun jenis kearifan lokal dalam kesejahteraan dapat dikelompokkan dalam bentuk (1) kerja keras,(2) disiplin,(3) pendidikan, (4) kesehatan,(5) gotong-royong,(6) pengelolaan gender,(7)pelestarian dan kreatifitas budaya,(8) peduli lingkungan, sementara jenis kearifan lokal dalam bentukkedamaiandapat dikelompokkan(1) kesopansantunan,(2)kejujuran,(3)kesetiakawanan sosial, (4)kerukunan dan penyelesaian konflik, (5)komitmen, (6)pikiran positif, dan (7) rasa syukur.

Kearifan lokal dalam bentuk kesejateraan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat agar berhasil mencapai kesejateraan. Sementara kearifan lokal dalam bentuk kedamaian yang bertujuan untuk membangun kedamaian dengan kepribadian masayarakat yang baik.

Keraf (2002) mengatakan, bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologi. Artinya kearifan lokal berkaitan erat dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan melalui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49

kearifan lokal memiliki kelebihan tersendiri salah satunya dapat memelihara dan melestarikan kebudayaan setempat. Oleh karena itu kearifan lokal memiliki banyak fungsi yang dapat mengatur bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat, baik berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus

(Sartini 2004 dan Sibarani 2012). Artinya Kearifan lokal sebagai dasar kebijakan dalam membuat gagasan harus bersifat bijaksana, dan memiliki nilai baik yang dianut oleh masyarakat tertentu, yang bersumber dari nilai-nilai budaya serta religi sebagai produk budaya masa lalu, yang dapat dijadikan pegangan hidup.

Meskipun produk kearifan lokal tersebut bernilai lokal tetapi nilai yang ada didalamnya bersifat universal, serta dapat diterima oleh masyarakat dan dijadikan pandangan hidup.

Bentuk yang beragam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi beragam pula. Fungsi tersebut antara lain (1) kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam,(2) kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia,(3)sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, serta(4)sebagai petuah, kepercayaan, satra, dan pantangan.

Kearifan lokal juga menjadi modal masyarakat untuk membangun tanpa merusak dirinya karena memiliki fungsi sebagai pedoman, pengontrol, dan rambu-rambu untuk berperilaku dalam berbagai dimensi kehidupan baik saat berhubungan dengan sosial masyarakat maupun alam semesta. Hal ini sejalan dengan apa yang telah disampaikankan Sibarani (2012:176) bahwa kearifan lokal pada akhirnya berfungsi sebagai pembentukan kepribadian yang baik, penanda identitas atau jati diri sebuah komunitas, sebagai perekat kohesi sosial, sebagai cara pandang (worldview) atau landasan berpikir bersama sebuah komunitas, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50

sebagai dasar berinteraksianggota komunitas baik secara internal maupun eksternal.

Dari pengertian kearifan lokal tersebut, paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu:

1. Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai

petunjuk perilaku seseorang.

2. Kearifan lokal tidak terlepas dari lingkungan pemiliknya.

3. Kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka dan senantiasa

menyesuaikan dengan zamanya.

Angkola merupakan salah satu etnis Batak yang ada di Sumatera Utara, dimanamasyarakatnya memiliki persatuan yang sangat kokoh. Artinya MA yang ada di seluruh wilayah tanah air Indonesia dia akan membentuk persatuan dan rasa solidaritas mereka yang cukup tinggi, yang memiliki masyarakat hukum adat sebagai perwujudan nilai-nilai dan pandangan-pandangan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, serta diwariskan secara turun-temurun untuk dapat menjaga hubunganyang harmonis itu tercermin dengan perilaku hukum adat dengan lingkungan, yang saling berinteraksi baik terhadap lingkungan maupun interaksi dengan alam sekitarnya. Interaksi dalam tradisi mangandungpabagas boru (mengawinkan anak perempuan) pada acara adat perkawinan MA merupakan kearifan lokal, karena gaya berbicara ketika menyampaikan kata-kata nasihat kepada pengantin perempuan dihadapan masyarakat adat, merupakan wujud kasih sayang kepada pengantin perempuan agar nantinya dapat berbuat baik dan arif ketika akan menjalani fungsinya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51

sebagai anak, menantu, dan istri saat akan melangkah meninggalkan keluarganya dan mendapati keluarga barunya, yaitu keluarga suamainya.

Kehidupan sosial dan adat istiadat tentunya diwarnai oleh dominasi hukum adat yaitu dalihan na tolu, yang selaras dengan hukum Islam sebab mayoritas agamanya adalah Islam. Adat istiadat MA tentunya diatur dalam Surat Tumbaga

Holingyang selalu dibacakan dalam upacara-upacara adat.

2.1.6Performansi

Memahami tradisi lisan tidak terlepas dari konteks pementasan atau performansinya.Performansi merupakan ilustrasi bentuk kegiatan yang menyertakan pelakon berfungsi memberikan hiburan dari sebuah pengalaman sehingga mengundang reaksi. Performansi pada akhirnya dapat dikenali sebagai bentukpertunjukan atau pementasan.Sims dan Sthepens (2011:131-132) menyatakan bahwa,pertujukan adalah sebuah aktivitas pengungkapan yang meminta keterlibatan, kenikmatan pengalaman yang ditingkatkan, serta mengundang respon. Untuk itu agar sebuah pertunjukan dapat bekerja sebagaimana mestinya memerlukan bingkai (frame) yang dapat dipahami baik oleh performer maupun penonton. Bingkai tersebut bewujud aturan baik tempat, waktu, materipengungkapan,hingga tanda-tanda bahasa.

Selanjutnya Lord (2000:13-29) memaparkan, bahwa formula sebagai aspek kelisanan menekankan pada komposisi, performansi, dan transmisi. Artinya penyair lisan, melakukan performansi (pertunjukan) bersamaan pada saat pembuatan komposisi. Dia menjelaskan tahapan-tahapan dalam proses komposisiberdasarkan cara mendengarkan, mengaplikasikan, serta melatunkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52

dihadapan pendengar. Proses itu kemudian dilanjutkan dengan mengakumulasi, mengkombinasi, dan membuat model terhadap formula yang ada, sehingga penyair-penyair lisan dalam melantunkan puisi lisan (syair) tidak akan sama persis, meskipun bersumber pada syair yang sama. Tetapi Lord tidak memberi gambaran secara eksplisit mengenai konsep komposisi, performansi, dan transmisi dalam bukunya The Singer of Tales. Namun sebaliknya Finnegan berdasarkan pada paparan yang telah dikemukakan Lord memberi pemaparan secara eksplisit tentang ketiga konsep tersebut, komposisi diartikan sebagai suatu cara dalam menciptakan sastra lisan, dimana konsep komposisi tidak dapat dilepaskan dari latar belakang penciptaan, seperti keterkaitannya dengan faktor individu secara kolektif, baik performansi, dan memorisasi, dengan teks terikat, dan teks bebas.

Nagy (2001:3) merumuskan konsep yang telah dilakukan oleh Parry dan

Lord dalam mengakji puisi Homer, dimana Nagi merumuskan sepuluh unsur dalam mengkaji tradisi lisan, antara lain: (1) fielfwork, (2) syincronic vs diachrony, (3) composition-in-performance, (4) diffusion, (5) theme, (6) formula,

(7) economy, (8) tradition vs innovation, (9) unity and organization, and author and texs. Pendekatan sinkronis dan diagronis diperlukan untuk melihat perkembangan dan variasi satu tradisi. Sebab sifat tradisi lisan dinamis dan komposisi disajikan pada saat penyajian (Lord, 2000:13), maka prinsip diakronis diperlukan untuk melihat variasi yang muncul dalam setiap penyajian. Artinya tradisi lisan bukan objek mati, tetapi justru merupakan tradisi komunikasi yang selalu berubah dalam hubungannya dengan proses diffusi, berupa ilmu pengetahuan maupun informasi yang diperoleh dari teks lisan. Dalam hal ini

(Nagy 2001:3-4) menemukan adanya kesalahpahaman konsep peneliti sastra lisan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53

yang dilakukan Parry dan Lord, dimana mereka merumuskan sastra ataupun puisi merupakan fakta yang ditemukan lewat observasi dari lapangan. Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan oleh Nagy tanpa performansi, gagasan utama dari tradisi lisan adalah performansi. Artinya dengan tidak adanya performansi, gagasan utama tradisi lisan akan kehilangan keutuhannya (unity and organization).

Dalam pendekatan etnografi performansi dapat dipandang sebagai sebuah teks sebagai salah satu unit deskripsi dan analisis yang fundamentaldalam mendukung kerangka kerja empiris bagi pemahaman terhadap sastra lisan.

Sebagai sebuah pendekatan etnografi menaruh perhatian besar pada tingkah laku yang aktual pada saat penyajian tradisi lisan yang bersifat artistik dalam kehidupan masyarakat tertentu. Beberapa komponen yang berperan dalam penyajian adalah penyaji(performer), audience,situasi dan pengorganisasian penyajian yang didukung oleh media seperti musik, tempat dan waktu penyajian

(Bauman,1993:3).

Lebih lanjut Finnegan (1992:91-92) mengatakan bahwa konsep performansi merupakan peristiwa komunikasi yang memiliki dimensi proses komunikasi yang bermuatan sosial, budaya, dan estetika. Performansi dalam muatan sosial diartikan sebagai pertunjukan dengan model tindakan yang dapat ditafsirkan sehingga tindakan tersebut dapat dipahami, diperagakan, serta diperkenalkan dengan objek luar, dan dibangun dari lingkungan kontekstualnya.

Performansi budaya merupakan pertunjukan yang lebih menonjolkan suasana komunitas, yang berakaitan dengan ruang dan waktu, yang dikemukakan oleh

Elizabeth fine (1984: 58) yang memfokuskan kajian performansi sastra lisan lewat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54

tiga aspek, antara lain (1) model estetika dan gaya komunikasi, (2) berkaitan dengan peristiwa tertentu, dan (3) budaya khusus dari study lintas budaya. Oleh sebab itu metode penelitian sastra lisan harus diarahkan dalam dua aspek, yang pertama berkaitan dengan konten dan isi dari tradisi lisan, kedua berkaitan dengan performansi yang memiliki hubungan dengan model komunikasi.

Sebagai bentuk performansi tradisi lisan tentunya memiliki sisi ekspresi budaya yang berhubungan dengan peristiwa budaya tertentu di dalam masyarakat, sehingga menjadikan performansi sebagai variasi budaya dalam lintas budaya, yang akan menjadikan performansi tradisi lisan ini sebagai kajian dimasa selanjutnya. Untuk melihat sebuah performansi Selanjutnya Finnegan(1992:88) memaparkan beberapa faktor yang bisa digunakan dalam untuk menggambarkan sebuah performansi, yaitu:

1. Makna dan keterampilan dalam performansi, artinya perhatian tidak hanya

difokuskan kepada kata-kata yang disampaikan tetapi juga difokuskan

kepada cara penyampaiannya, seperti intonasi,

kecepatan,ritme,tekanan,dramatisme dan teknik performansi.

2. Bagian dari realitas kehidupan di dalam suatu interaksi, tingkah

laku,semua bentuk partisipan yang ada maupun yang diharapkan.

3. Defenisi dan makna dari genre yang diharapkan secara lisan tidak hanya

tergantung kepada bahasa verbal, akan tetapi juga dilihat dari penggunaan

bahasa non verbal, seperti musik, bahasa tubuh,atribut, dan lain-lain.

4. Bentuk bahasa tutur yang disampaikan di dalam performansi, digunakan

untuk menunjukkan interaksi individu sebagai suatu keterampilan dan

adat(kebiasaan) yang terkandung didalamnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55

5. Konteks yang terkandung di dalam performansi tersebut.

Sementara dimensi yang perlu diperhatikan dalam performansi yang diutarakan Finnegan (1992:89), yaitu performer, audiens,partisipan.

1. Performer adalah pelaku performansi yang dilihat dari segi umur, jenis

kelamin, kedudukan sosial, reputasi, keterampilan, dan kompetensi.

2. Audiens adalah pendengar dari performansi yang dipaparkan dalam

kurun waktu.

3. Partisipan adalah seluruh personal yang terlibat di dalam sebuah

performansi.

Lebih lanjut Finnegan mengatakan performansi dalam tradisi lisan dibedakan menjadi (1) performansi yang ditampilkan dihadapan audiens, dan (2) performansi yang ditampilkan dihadapan audiens sesuai kondisi tertentu. Model performansi pertama dimanfaatkan untuk tujuan hiburan, dan model performansi kedua dimanfaatkan untuk tujuan sakral. Performansi yang dimaksudkan dalam penelitian tradisi mangandung ini adalah model performansi yang ditujukan untuk tujuan sakral yaitu melihat performansi pada tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA.

Performansi dalam tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA yang akan diteliti dalam penelitian adalah ritualmangandung dalam acara adat perkawinan MA serta komponen-komponen yang terdapat dalam acara tersebut mulai dari acara pembukaan sampai akhir acara dalam tradisi tersebut. Menurut kebiasaan tradisi ini dilakasanakan setelah selesai acara mambutongi mangan untuk kedua mempelai tersebut, dengan menggunakan aspek-aspek kelisanan dari sebuah penyajian tradisi lisan yaitu dengan komponen performer,audiens dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56

partisipan yang dianalisis lewat perspektif sinkronis dan diakronis, yang pada akhirnya akan menemukan perubahan-perubahan yang muncul, baik dalam teks maupun dalam performansi tradisi lisan itu sendiri.

2.1.7Teks, Ko-teks, dan Konteks

2.1.7.1Teks

Berbicara tentang teks, Finnegan (1992:21) menggunakan istilah intertextuality (antar-tekstualitas) yang ia defenisikan sebagai kesatuan literatur

(literary text) dengan lainnya, yang dapat dirasakan pembaca sebuah teks tunggal tidak dapat seutuhnya dipahami sebagai sebuah entitas mandiri (independent self- standing entity).

Teks menurut Luxemburg (1992:86) didefenisikan sebagai ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, pragmatik, merupakan suatu kesatuan.

Berdasarkan pendapat diatas terdapat tiga hal yang harus terdapat dalam teks, yaitu 1) isi yang merupakan konten dari sebuah teks yang sangat berkaitan dengan smantik yaitu kajian dalam bahasa berkaitan dengan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penulis. Pengungkapan makna ini dapat dilakukan secara terang-terangan, lugas, jelas, maupun dengan tersembunyi melalui simbol-simbol, 2) sintaksis diartikan sebagai tata kalimat dimana teks harus memperlihatkan pertautan yang tampak apabila unsur-unsur dalam tata bahasa yang berfungsi sebagai penunjuk atau konjungsi secara konsisten dipergunakan, 3) pragmatik yaitu berkaitan dengan situasi atau keadaan bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57

Teks andung pada saat mangandung disampaikan penutur secara spontanitas tanpa adanya teks terikat. Sehingga aktifitas mangandung ini memiliki formula. Sejalan dengan itu dalam menganalisis penelitian ini, peneliti menggunakan wacana teks model Van Dijk yang membuat sebuah penghubung besar berupa struktur sosial dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang disebut kognisi sosial. Van Dijk (1985a:1-8) membuat kerangka analisis wacana yang adapat digunakan untuk melihat suatu wacana yang terdiri dari berbagai tingkatan atau struktur dari teks. Van Dijk dalam hal ini membaginya menjadi tiga tingkatan, yaitu struktur makro, super struktur, dan struktur mikro. Struktur makro adalah makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks. Superstruktur adalah kerangka suatu teks bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.

Struktur mikro adalah makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya bahasa yang dipakai oleh suatu teks. Untuk mencermati elemen-elemen tersebut berikut adalah penjelasan singkatnya, yaitu:

1. Tematik (tema atau topik) adalah gambaran umum dari teks, yang disebut

juga sebagai gagasan utama. Topik menggabarkan apa yang ingin

diungkapkan, bersifat dominan, sentral dalam sebuah teks.

2. Skematik (skema atau alur) adalah alur dari sebuah teks yang dimulai dari

pendahuluan sampai akhir. Alur juga menunjukkan bagian-bagian teks

yang disusun dan diurutkan hingga membentuk kesatuan arti. Menurut

Van Dijk, makna yang terpenting dari skematik unsur teks yang

mendukung topik tertentu yang akan disampaikan dengan urutan tertentu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58

3. Struktur mikro adalah struktur adalah struktur wacana itu sendiri yang

terdiri atas beberapa elemen yaitu:(1)Semantik dalam skema Van Dijk

dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang

muncul dari hubungan antar kalimat, antar proposisi yang membangun

makna tertentu dari suatu teks. Analisis teks memusatkan perhatian pada

dimensi teks, seperti makna yang ekslisit maupun implisit(Sobour,

2006:78). (2)elemen sintaksis merupakan salah satu elemen penting yang

dimamfaatkan untuk mengimplikasikan ideologi, dengan kata lain melalui

struktur sintaksi tertentu, pembaca dapat menangkap maksud yang ada

dibalik kalimat-kalimat yang terdiri atas aspek, kohesi dan koherensi,

bentuk kalimat, dan kata ganti.

Sejalan dengan itu Sibarani (2012:242) mengemukakan bahwa,teks dalam tradisi lisan dimaksud sebagai unsur verbal serperti sastra maupun bahasa naratif sebagai pengantar nonverbal dalam tradisi lisan. Oleh sebab itu teks ini tidak berdiri sendiri dalam tradisi tetapi wujudnya muncul dalam setiap pertunjukan.

Dalam pertunjukkan akan melibatkan pelaku dan penonton baik dalam upacara sakralmaupun peristiwa sosial. Adapun unsur verbal dalam tradisi mangandungdalamacara adat perkawinan MA berupa tuturan yang digunakan oleh pangandung.

2.1.7.2Ko-teks

Ko-teks dalam tradisi lisan merupakan tanda-tanda yang ada muncul saat mendampingi teks seperti, paralinguistik, kinetik, proksemik dan unsur materialdalam teks tradisi lisan (Sibarani, 2012:319). Adapun ko-teks berfungsi untuk menperjelas pesan atau makna suatu teks. Unsur paralingusitik ataupun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59

suprasegmental dapat berupa intonasi,aksen, jeda, dan tekanan. Adapun unsur lain yang muncul disamping paralinguistik atau suprasegmental adalah unsur kinetik.

Unsur kinetik ini ditandai berupa gerakan tangan, ekspresi wajah, anggukkan kepala, dan gerakan badan saat berkomunikasi yang berfungsi memperjelas teks verbal. Sementara ko-teks yang perlu dikaji dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA adalah unsur material seperti benda-benda yang diperlukan atau disediakan dalam ritual tersebut. Artinya benda-benda itu mengandung makna tertentu bagi MA sehingga perlu dikaji secara semiotik dalam menginterpretasi makna tradisi lisan.

2.1.7.3Konteks

Konteks dalam tradisi lisan tidak terlepas dari teks. Teori konteks ada sebelum lahir teori tentang teks. Teori ini diperkenalkan oleh Malinowski(1923-

1935) dengan nama konteks situasi. Pandangan Malinowski ini kemudian dikembangkan oleh Firth dengan menambahkan 4 konsep situasi yaitu participant, verbal/non-verbal action, relevant situations dan implication.

Halliday dan Hasan (1977) membedakan dua macam konteks, yaitu konteks budaya (contex of culture) dan konteks situasi (context of situation), konteks budaya melahirkan berbagai jenis teks yang digunakan oleh masyarakatuntuk berbagai tujuan komunikasi, sedangkan konteks situasi yang mempengaruhi berbagai pilihan penitur bahasa antara lain pokok bahan hubungan penyapa dan pesapa, serta saluran komunikasi yang digunakan.

Konteks dalam tradisi lisan berfungsi untuk memahami nilai dan norma.Menurut Sibarani (2012:324) ada beberapa jenis konteks dalam memahami tradisi lisan yaitu konteks budaya, konteks sosial, konteks situasi, dan konteks

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60

ideologi.Sementara menurut Sinar (2010:54) sistem konteks sosial berada pada tingkat semiotik konotatif bahasa terdiri dari konteks situasi, konteks budaya, dan ideologi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas terlihat adanya perbedaan dalam memahami konteks. Artinya konteks dalam kajian tradisi lisan sangat berkaitan dengan teks, maka sebuah teks tidak dapat dikaji tanpa konteks.Dalam tradisi lisan konteks tidak hanya terbatas pada konteks budaya dan situasi tetapi juga terdapat konteks sosial dan ideologi.

Dalam hubungannya dengan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA, konteks merupakansalah satu yang harus diamati dalam melihat keseluruhan pemaknaan yang ada dalam tradisi mangandung. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Sibarani(2012:326) konteks sosial mengacu pada faktor-faktor sosial yang mempengaruhi dalam menggunakan teks. Konteks sosial ini meliputi orang-orang yang terlibat seperti pelaku, pengelola, penikmat bahkan komunitaspendukungnya. Sementara konteks situasi mengacu pada waktu, tempat, dan cara penggunaan teks.

Konteks yang dikaji dalam tradisi mangandung ini, tidak hanya menyangkut konteks sosial tetapi meliputi konteks budaya, situasi, dan ideologi.

Konteks budaya dalam hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana peristiwabudaya yang ada dalam tradisi mangandung tersebut. Konteks situasi merujuk kepada tujuan untuk melihat waktu, lokasi, dan cara pelaksanaan tradisi mangandung, kapan, dimana, dan bagaimana pelaksanaan tersebut. Konteks ideologi merujuk kepada kekuasaan atau kekuatan yang menguasai dan memengaruhi pikiran masyarakatseperti paham,kepercayaan, serta nilai yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61

dianut oleh masyarakat. Artinya konteks ideologi menyangkut nilai dan sudut pandang yang ada pada pikiran masyarakat.

2.1.8 Revitalisasi

Pudarnya sebuah tradisi atau kebudayaan lisan disebabkan masyarakat menganggap tradisi lisan adalah sesuatu yang kuno atau bagian dari masa lalu.

Hal itu menyebabkan lahirlah stigma yang menyebabkan generasi sekarang tidak memelihara dan mempertahankan tradisi lisan tersebut. Oleh karena itu masalah pemahaman tradisi lisan tidak cukup hanya diwacanakan, (Sayuti, 2008:25-26).

Artinya menghidupkan atau memberdayakan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam tardisi lisan sangatlah mendesak untuk dilakukan, sebagai bagian dari sadar budaya agar tetap dapat menjaga dan mempertahankan keberadaan tradisi lisan dalam budaya lokal. Revitalisasi merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan budaya lokal sehingga dapat mengaktualisasikan diri dalam konteks global. Pengembangan budaya lokal, dapat dilakukan melalui pengenalan dan pengajaran budaya lokal, dengan menciptakan ruang bagi pengembangan kreativitas lokal sehingga mampu menumbuhkan kesadaran kultural tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya lokal tersebut.

Konsep revitalisasi yang ditawarkan dalam tradisi lisan adalah memberdayakan pelaku tradisi lisan dan pendukung tradisi lisan itu secara bersama-sama. Pelaku tradisi lisan diberdayakan untuk mengelola dan menghasilkan tradisi lisan yang baik, berkenaan dengan bentuk dan isi tradisi lisan, sedangkan pendukung atau penonton dipersiapkan dengan memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62

penyuluhan, sosialisasi, dan penerangan kepada mereka agar tertarik pada tradisi lisan.

Menghidupkan kembali budaya lokal sama artinya dengan menghidupkan kembali identitas lokal, oleh karena identitas lokal unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan (Piliang, 2014:273). Identitas itu sendiri menjadi sebuah persoalan saat warisan masa lalu diambil oleh pengaruh-pengaruh globalisasi. Untuk itu diperlukan upayamerevitalisasi tradisi tersebut dengan cara mewarisi tradisi lisan tersebut kepada masyarakat pemilik tradisi.

Faktor-faktor yang yang menentukan vitalitas budaya dan adat yang mengalami kepunahan, sebagai indikator keterancaman dalam proses revitalisasi menurut Grenoble dan Whaley(2006:18) yang diadaptasi dari Whaley (2003)

Kinkade (1991), dan Wurm (1998) katerogi keterancaman adalah:

(1) Aman, suatu tradisi dianggap aman ketika generasi masih menggunakan

tradisi dalam kehidupan sehari-hari.

(2) Beresiko, jika tradisi dimanfaatkan sejumlah masyarakat terbatas di

wiliyah yang sama.

(3) Hilang, adat dan budaya pemakai semakin menurun jumlah guyub tutur,

sehingga proses regenerasi komunitas pemakai adat dan tradisi dari satu

generasi ke generasi berikutnya semakin berkurang bahkan hilang.

(4) Hampir punah, bila pengguna guyub tutur hanya sebagian kecil yang

menggunakan.

(5) Punah, bila suatu saat adat dan budaya, yang tidak lagi memiliki penutur

asli maka adat dan budaya tersebut akan punah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63

Menghidupkan kembali budaya lokal tidak dengan sendirinya disebut revitalisasi. Revitalisasi sejatinya berfungsi untuk menjadikan budaya sebagai sesuatu yang sangat berguna, bermanfaat, dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat (Sibarani, 2004:31). Menurut Sibarani ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan revitalisasi, antara lain: (1) mendorong setiap kebudayaan etnik hidup berkembangtanpa diskriminasi dengan menghindari dominasi kebudayaan mayoritas, hegemoni kebudayaan mayoritas, dan penyeragamankebudayaan; (2) membangun perkampungan budaya (cultural village) sebagai wadah menyalurkan budaya, sosialisasi kebudayaan, (3) segala bentuk pembangunan harus dilandasi oleh kebuyaan masyarakat setempat,(4) melibatkan masyarakat setempat sebagai pemain, penentu prioritas, perencana, pelaksana, dan penerima untung dari kegiatan pembangunan, (5)melibatkan orang-orang budaya dalam penelitian, perencanaan, dan pelaksanaan setiap pembangunan.

Selanjutnya Sibarani(2014:30) juga mengungkapkan bahwa, revitalisasi kebudayaan adalah sebuah prosesdan usaha memvitalkan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat atau usaha untuk membuat kebudayaan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat atau usaha untuk membuat sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.

Menghidupkan atau memberdayakan kembali tradisi mangandung merupakan suatu proses menjadikan kebudayaan sebagai suatu yang menjadi bahagian terpenting di dalam kehidupan manusia sebelum kehilangan maknanya.

Proses menghidupkan kembali tentunya dilakukan secara terorganisir oleh individu pelaku budaya dan pemerintah, guna menghidupkan atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64

memberdayakan budaya lokal serta menggali dan mengembangkandalam rangka menangkal arus globalisasi yang begitu gencar memengaruhi eksistensi dan keberlanjutan budaya lokal tersebut.

2.2 Teori yang relevan dengan Sub Fokus penelitian

2.2.1Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu seme atau semion yang berarti penafsiran tanda. Tanda tersebut mewakili sesuatu objek representative. Dalam dunia semiotik, Ferdinand de saussure berperan besar dalam pencetusan

Strukturalisme.Istilah semiotik sering digunakan lebih mengarah pada konsep saussure yang diikuti oleh Charles Sanders Pierce.

Pendekatan tanda yang didasarkan pada pandangan seorang filsuf dan pemikir Amerika yang cerdas, Charles Sanders Pierce (1839-1914) menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab akibat dan simbol untuk assosiasi konvensional.

1. Ikon

Ikon adalah tanda yang berhubungan antara pananda dan petandanya

bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah

hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan,

misalnya potret dan peta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65

2. Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara

tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat atau

tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas

ialah asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda

dengan petandanya, hubungan di antaranya bersifat arbiter, hubungan

berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

Dalam teori ini ditemukan bahwa ada keterkaitan atau hubungan antara tanda-tanda yang satu dengan yang lainnya, sehingga banyak mengandung makna dalam tanda-tanda suatu objek yang diteliti. Teori ini dapat menggunakan menggunakan makna yang terdpat dalam tanda suatu objek, baik itu dari ikon, indeks maupun simbol.

Dengan demikian uraian teori diatas sangat membantu dalam menganalisis teks mangandung yang dikemukakan oleh Charles Sandres Peirce dengan menggunakan elemen-elemen visual lainnya dan pesan komunikasi yang terkandung dalam teks andung.

2.2.2Teori Makna dan Fungsi

Makna dan Fungsi dari tradisi lisan dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA menjadi terminologi penting dalam penelitian ini. Nilai dan norma sebagai dasar untuk menemukan kearifan lokal. Sehingga kearifan lokal dibahas dengan menggunakan bagian isi yang dijadikan untuk menemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66

nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan

MA. Cummings (2007:57) menawarkan tiga pendekatan terhadap makna: makna dalam dunia‟ (pendekatan referensial makna), „makna dalam pikiran‟(pendekatan psikologis), dan „makna dalam tindakan‟(pendekatan sosial). Makna dalam pikiran terkait dengan segala entitas dalam dunia luar, makna dalam pikiran berhubungan dengan referensi dalam pikiran, makna dalam tindakan merujuk pada tindakan yang dilakukan.

Dari ketiga pendekatan makna ini, peneliti hanya menggunakan pendekatan referensial makna „makna dalam dunia‟, sebab melalui pendekatan ini bahasa tentunya bukan satu-satunya alat komunikasi. Hal ini tentunya sejalan dengan fungsi tradisi lisan yakni tradisi lisan yang berfungsiuntuk menciptakan kedamaian dan yang berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan. Makna reprensial adalah korelasi antara lambang bahasa dan hal yang diwakilinya(menggambarkan sesuatu). Misalnya istilah mangandung pabagas boru merupakan meratap mengawinkan anak perempuan. Kemudian dari makna istilah ini, diturunkan berbagai fungsi yang dimilikinya. Fungsi dari mangandung pabagas borumerupakan Holong(kasih sayang) orangtua untuk terakhir kalinya kepada anak gadisnya yang diwujudkan dengan ungkapan nasihat yang berisi petuah pengajaran yang nantinya dapat diterapkan dalam berumah tangga.Kemudian pemaknaan ini diperluasdengan berbagai fungsi.Roman

Jakobson(1896-1982) seorang linguis peletak dasar aliran Praha berpendapat ada enam faktor tuturan yang memengaruhi fungsi bahasa, yaitu penutur, petutur, pesan kode, konteks, saluran komunikasi. Berdasarkan enam faktor tuturan yang telah dikemukakan Jakobson membedakanenam fungsi bahasa yaitu fungsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67

referensial, fungsi emotif, fungsi puitis, fungsi fatis, fungsi konotatif, dan fungsi metalingula.Fungsi refensial terakait dengan makna pesan yang disampaikan dalam konteks tertentu. Dalam hal dengan Tradisi Mangandung dalam Acara

Adat Perkawinan MA, dimana bahasa digunakan dalam konteks acara adat perkawinan, fungsi bahasa yang paling dominan adalah fungsi referensial.

2.3 Kajian Pustaka

2.3.1 Kajian Terdahulu

Berdasarkan studi perpustakaan ada beberapa penelitian yang relevan yang mengkaji tentang penelitian tradisi mangandung ini, baik berupa artikel ilmiah, seperti jurnal, buku, disertasi, dan tesis. Hasil pendekatan tersebut dimanfaatkan sebagai sumber rujukan dalam mengkaji tradisi lisan upacara adat lewat kajian budaya.

Sibarani (2018) dalam artikel dengan judul “The role of Local wisdom in developing friendly city”7(Peranan Kearifan Lokal dalam Mengembangkan Kota yang ramah). Jurnal ini menjelaskan tentang kearifan lokal yang dapat membangun karakter orang-orang yang tinggal di kota dan menjadikannya kota yang ramah. Hal ini bertujuan untuk menemukan kearifan lokal utama yang dapat digunakan untuk membangunintegritas manusia yang ada didalamnya dan menjelaskan konsep pengembangan kota yang ramah berdasarkan kearifan lokal.Konsep pengembangan kota yang didirikan berdasarkan kearifan lokal yang harus memiliki dasar dari budaya tradisi yang menjadi akar kaeraifan lokal yang terdiri dari beberapa aspek, seperti budaya dari bahasa lokal, manuskrip, sastra

7IOP Conf. Series: Eart and Environmental Science 126 (2018) 012094 doi:10.1088/1755- 1315/126/1/012094

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68

lisan, pertunjukan lokal, permainan rakyat, budaya dan ritual, tradisi teknologi, simbol dan ornamen, seni lokal dan musik,pertanian, kerajinan tangan, kuliner dan obat-obatan tradisional, semua aspek ini dapat mendukung kota yang ramah.Antropolinguistik diterapkan dalam mempelajari topik ini dengan berfokus pada kinerja, performa dan partisipasi. Parameter yang digunakan dalam analisis ini adalah keterhubungan,kebernilaian dan keberlanjutan. Artikel ini sangat membantu peneliti dalam merumuskan bagaimana konsep kearifan lokal yang digunakan untuk dalam penelitian yang sedang peneliti lakukan.

Sibarani (2018) dalam artikelnya “Batak Toba Society‟s Local Wisdom Of

Mutual Cooperation in Toba Lake area: a linguistic antrhropology study”8(Kearifan lokal Masyarakat Batak Toba di wilayah Danau Toba:Studi

Antropologi Linguistik). Dalam jurnal ini memuat tentang kearifan lokal masyarakat Batak Toba, dengan menggunakan metode dalam penelitian ini paradigma kualitatif. Ada empat cara yang digunakan dalam prosedur melakukan penelitian ini yaitu, mengumpulkan data, interview secara mendalam, partisipasi langsung, diskusi kelompok yang disingkat dengan FGD (forum Group

Discussion), serta dokumen tertulis. Wawancara yang diterapkan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data dari informan yang mengerti tentang kearifan lokal, tradisi wilayah tersebut dan syarat penggunaan yang ada dalam masyarakat batak

Toba. Dari temuaannya dalam penelitian ini, diketahui bahwa masayarakat batak

Toba memiliki kebiasaan gotong royong, yang mereka sebutdengan

“marsirimpa”/”marsirumba (kekompakan,persatuan, kebersamaan). Hal ini berarti ada aturan dasar nagi masyarakat batak Toba yaitu bersatu, berkoordinasi,

8International journal of Human Rights in Healthcare IJHRH-08-2017-0035, https://doi.org/10.1108/IJHRH-08-2017-0035

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69

dan kebersamaan. Dengan kata lain, gotong-royong inilah yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari, mata pencarian pencarian dan pekerjaan umum. Nilai pada penelitian ini, memberikan kontribusi yang signifikan ke bidang sosial dan ekonomi, khususnya socio-anthropology. Dimana masyarakat tidak mempertimbangkan lagi implementasi dari gotong-royong. Mereka lupa bahwa

“marsirimpa” atau gotong royong dapat menajdi modal nonmateri dalam pengembangan/pembangunan ekonomi-sosial. Marsirimpa dapat memperbaiki aktifitas sosial karena itu merupakan prinsip utama dalam solidaritas dan harmoni.

Penelitian ini memberi kontribusi secara ekonomi kepada masyarakat di daerah ini

(Desa Tippang) dan membandingkan dengan area tetangga (Desa Bakkara).

Masyarakat di Desa Tippang mendapat penedapatan yang lebih baik karena mereka percaya dengan bekerja sama misalnya irigasi, menanam padi, hingga padi selesai panen, mereka tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk bekerja.

Hubungannya dalam sosial-antropologi, tradisi mereka dalam aktifitas menanam padi hingga panen padi selesai, masih tetap dipertahankan sebab itu akan membuat masayarakat melakukan interaksi sosial. Artikel ini sangat membantu penulis dalam merumuskan kerangka kearifan lokal dalam menemukan nilai kearifan lokal dalam penelitian yang akan peneliti lakukan.

Marbun(2018) dalam artikelnya “The effect of Batak Toba Culture To

Management Of Natural Resources And Toba Lake Environment in Regency Of

Samosir”9(Efek dari Budaya batak Toba untuk Mengatur Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Danau Toba di Kota Samosir). Artikel ini memuat sistem

9International journal of civil Engineering and Tecnology (IJCIET) volume 9, issue 3, March 2018, pp.271-281, artcle ID:IJCIET_09_03_029Available online at http://www.iaeme.com/ijciet/issue.asp?JType=IJCIET&VType=9&IType=3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 70

managemen sumber daya alam di Kabupaten Samosir dalam praktiknya mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh masuknya berbagai faktor luar termasuk pemerintah. Pengaruh dari luar dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan oleh penduduk asli atau komunitas lokal di Kabupaten Samosir disebakan pemerintah dan pihak swasta memgimplementasikan pengembangan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dalam hal ini memiliki kuasa penuh dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya alam dalam membuat keputusan. Pihak swasta juga juga berkontribusi sebagai pihak yang selalu mendapat perlindungan di bawah pemerintah. Kedua stakeholder ini disebut juga penguasa. Jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik dari individual, situasi atau kelompoktertentu secara akurat,dengan metode analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Dalam artikel ini nilai budaya batak Toba memiliki efek positif dalam mengelolah SDA dan lingkungan Danau Toba di Kabupaten Samosir.

Dibutuhkan usaha dari komunitas batak Toba untuk meningkatkan kearifan lokal nilai-nilai budaya batak Toba dalam melestarikan SDA dan Lingkungan danau

Toba di Kabupaten Samosir. Artikel ini sangat membantu peneliti dalam merumuskan bagaimana konsep nilai dan norma budaya dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan masyarakat Angkola.

Amri (2017)mengulas tentang Tradisi Lisan Mangupa Horja Godang

Masyarakat Angkola. Dalam disertasinya memfokuskan pada tiga hal yaitu (1)

Performansi yang dirincikan pada teks, ko-teks dan konteks. (2) Melihat fungsi serta makna, dan (3) Membuat model dan merevitalisasi tradisi mangupa dalam horja Godang sebagai pelestarian adat Angkola. Teori Antropolinguistik oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71

Duranti digunakansebagai untuk mengkaji penelitian ini. Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini bahwa performansi teks mangupa disampaikan oleh tokoh adat Dalihan Na Tolu kepada kedua mempelai pada sidang adat mangupaberupa nasihat hidup berumah tangga yang dikelompokkan menjadi delapan bagian terdiri atas (1) Pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa. (2) Doa ucapan selamat berumah tangga, (3) pesan-pesan hidup rukun dan damai

(keluarga sakinah), (4) bersilaturrahim dengan sanak keluarga dan masyarakat, (5) taat beragama, (6) diberi anak yang saleh dan saleha, (7) rajin dan giat berusaha,

(8) Hemat dalam menggunakan uang.tradisi mangupa horja godangdengan mempersiapkan (a) bahan pangupa, (b) tempat upacara,(c) penentuan posisi tempat duduk, (d) gilir dalam pemberian nasihat atau hata sipaingot. Dalam hal ini Amri belum menampilkan bagaimana pola yang ada dalam teks mangupa, performansi teks mangupa ditekankan hanya pada bagaimana tradisi itu berlangsung.Temuan dalam nilai kearifan lokal yaitu, (a) Hubungan manusia dengan sang Khalik,(b) makna hidup manusia bersilaturahim dengan sanak keluarga dan masyarakat, (c) hubungan manusia dengan alam sekitarnya, (d) hubungan manusia dengan waktu,(e) nasihat agara rajin dan giat berusaha, hemat, dan taat beragama(pekerja/karya), (f) nasihat agar rukun menjadi keluarga sakinah,(g) nilai estetis kerendah hatian, kesantunan berbahasa adat dengan harapan agar perkawinan sekali seumur hidup, (h) nilai dan makna filosopi adat bahan pangupa,(i) masyarakat Angkola mensejajarkan adat dengan agama, ombar doadat dohot ibadat, (j) Terjadinya pergeseran waktu pelaksanaan tradisi mangupa, (k) penabalan gelar harajaon(gelar matobang) kepada pengantin dan keluarga suhut, (l) pengantin yang belum melakukan upacara adat (maradat) tetap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 72

memiliki hutang adat berlaku sepanjang adat yang wajib dibayar sampai mereka memiliki.

Penelitian ini banyak memberikan informasi kepada peneliti,bahwa dalam pesta (horja) mengawinkan anak di Angkola dibagi menjadi dua istilah. Untuk mengawinkan anak laki-laki disebut dengan horja godang, sementara untuk mengawinkan anak perempuan disebut dengan pabuat boruatau mangalehen mangan (mengundang makan).Kelemahan dalam penelitian ini adalah bahwa

Amri hanya menekan pada tahapan tradisi sehingga makna sesungguhnya dari ekspresi data yang telah dikumpulkan selama penelitian tidak dianalisis secara tekstual dan kontekstual yang sangat bermamfaat bagi penelitian selanjutnya.Perbedaannya dengan penelitian peneliti, dalam Amri menggunakan teori ataropolinguistik untuk mengakaji penelitian tradisi lisan mangupa pada horja godang masayarakat Angkola dengan model interaktif Miles dan Huberman

(1992).

Winona Emelia (2017) dalam penelitiannya mengkaji Tradisi Lisan

Cenggok-cenggok pada upacara adat perkawinan Melayu Panai Labuhan Batu

Sumatera Utara pada disertasi di Universitas Sumatera Utara. Cenggok-cenggok merupakan seni pertujukkan yang diadakan dikediaman mempelai pengantin perempuan pada masyarakat Melayu, yang digelar pada malam hari sebelum acara pesta besar di gelar, hal ini bertujuan untuk meramaikan suasana di rumah mempelai pengantin perempuan. Ada empat hal yang difokuskan dalam penelitian ini yaitu (1) melihat performansi tradisi lisan cenggok-cenggok,(2) melihat bentuk teks, ko-teks dan konteks,(3) menggali nilai-nilai kearifan lokal, dan (4) melihat model revitalisasi tradisi lisan cenggok-cenggok pada upacara adat perkawinan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73

Melayu Panai Labuhan Batu. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tradisi lisan dengan pendekatan etnografi sebagai metodenya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bentuk performansi dalam tradisi lisan cenggok-cenggok pada upacara adat perkawinan Melayu Panai mengalami perubahan dengan penyajian yang lebih sederhanadan waktu pementasan lebih dipersingkat, dikarenakan efesiensi waktu.Tradisi lisan ini tidak terlepas dari teks, koteks, dan konteksnya. Nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi ini merupakan kearifan lokal kesejatehraan dan kedamaian yang merupakan kearifan inti yang berwujud pada penghargaan atas warisan budaya lokal, seiring dengan proses regenerasi pada masyarakat Melayu Panai agar generasi muda tetap mempertahankan warisan budayanya. Revitalisasi dapat terwujud lewat pelestarian budaya dengan mekanisme pewarisan non alamiah melalui pelatihan di sekolah sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal, lewat sanggar kesenian dan mengadakan festival budaya tradisi.

Keunikan dalamtradisi cenggok-cenggok dalam penelitian ini, seperti terpisah-pisah sehingga terkesan tidak terfokus pada tradisi ini saja. Cenggok- cenggok yang peneliti baca dari hasil disertasi tersebut sejenis syair melayu atau nyanyian yang digunakan dalam acara perkawinan, tetapi Winona(2017:172-173) menggabungkan data primer menjadi dua yaitu syair cenggok-cenggok dan pantun yang digunakan dalam tradisi ini. Kelemahan dalam penelitian ini, kecenderungan alur tradisi lebih dominan dalam disertasi ini sehingga data linguistikterlalu sedikit ditampilkan mengakibatkan pola maupun formula belum tergambar jelas.Dimana data tersebut dapat membantu peneliti untuk mencatat berbagai ekspresi yang muncul dalam syair cenggok-cenggok ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 74

Isman (2017) mengulas tentang Tradisi Batagak Pangulu di

Minangkabau. Tradisi batagak pangulu (Pengangkatan Penghulu) merupakan uapacara pengukuhan atau peresmian gelar kebesaran penghulu yang bertujuan untuk memberitahu masyarakat ramai mengenai diri seseorang yang telah memakai gelar kebesaran kaumnya. dimana dalam penelitian disertasinya ini ada tiga hal yag dijadikan fokus penelitianyaitu (1) bagaimana teks, koteks dan konteks yang dianalisais lewat performansi.(2) menemukan makna dan fungsi serta kearifan lokal, dan (3) membuat model revitalisasi tradisi Batagak

Panguludi Minangkabau. Penelitian ini menggunakan metode emikdan menggunakan teori antropolinguistik. Adapun temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah performansi dalam Batagak Pangulu dikelompokkan atas acara adat seremonial, dan hiburan. Hasil analisis teks terdapat perbedaan perlakuan aturan adat terhadap Penghulu yang belum dikukuhkan. Makna batagak pangulubagi masyarakat Minangkabau adalah mengukuhkan sako (gelar) yang diwariskan kepada kemenakan, sedangkan fungsinya adalah (1) sebagai alat pengesaan pranata dan lembaga adat Minangkabau.(2) Sebagai pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakatselalu dipatuhi anggota kaum, (3)

Sebagai sistem proyeksi dan pencerminan angan-angansuatu kelompok masyarakat Minangkabau,(4) sebagai alat pendidikan anak, dan sebagai sebuah kebanggaan di masyarakat. Nilai dan norma yang terdapat dalama tradisi batagak pangulu adalah norma agama, kesopanan, kesusilaan, kebiasaan, dan hukum adat.

Kearifan lokal yang ditemukan dalam tradisi batagak pangulu adalah gotong- royong, kerukunan, komitmen, keharmonisan, pengelolaan gender, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75

kesetiakawanan. Revitalisasi tradisi batagak pangulu, penayangan batagak pangulu melalui televisi, seminar, penyuluhan, dan buletin.

Kelemahan dalam disertasi Isman, yaitu performansi teks dalam Tradisi

Batagak pangulu di Minangkabau, tidak ditampilkan sehinggapeneliti tidak bisa melihat bagaimana struktur teks yang digunakan dalam tradisi tersebut. Artinya

Isman dalam menganalisis penelitian ini langsung mengomentari struktur teks, tema, dan alur acara tradisi tanpa terlebih dahulu memaparkan teks pidato yang ada.

Penelitian yang ditulis olehGultom (2016). Tradisi pasahat boru merupakan penyerahan tanggung jawab orang tua kepada suami anak gadisnya.Adapun masalah dalam penelitian ini untuk melihat keberadaan tradisi pasahat boru, nilai budaya dalam tradisi pasahat boru serta nilai kearifan lokal dalam tradisi pasahat boru dalam acara perkawinan di Kota

Padangsidimpuan,dengan menggunakan teori tradisi lisan dan metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tradisi pasahat boru pada masyarakat Angkola mengalami penyederhanaan dalam pelaksanaanya, akibat dari beberapa faktor, yaitu efektifitas/efisiensi waktu,faktor ekonomi/finansial, dan faktor pendidikan. Tradisi pasahat boru memiliki nilai-nilai luhur yang mengandung kearifan lokal, seperti nilai kekerabatan, kerukunan, kesantunan, dan penghormatan. Oleh karena itu nilai- nilai budaya dalam tradisi pasahat boru perlu dilestarikan sebagai tradisi lisan dengan peran serta berbagai unsur masyarakat etnik Angkola.

La Taena (2016) dalam jurnal di Universitas Muhammadyah Purwokerto dengan kajian Makna dan nilai budaya tradisi Khabanti Kantola sebagai model

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76

Pendidikan karakter pada Masyarakat Muna Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap makna dan nilai budaya dalam tradisiKhabanti

Kantola dalam kaitannya dengan pendidikan karakter di Kabupaten Muna

Sulawesi Tenggara. Kabhanti Kantola merupakan sebuah tradisi yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dan hiburan dalam masyarakat Muna dengan pola nyanyian berbalas pantun (folksong) yang diwariskan secara turun-temurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama tradisi Khabanti kantola di Kabupaten

Muna sesungguhnya masih eksis dan memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi dan hiburan masyarakat, hanya saja intensitasnya mulai berkurang.

Berkurangnya intensitas ini bukan saja disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia, tetapi juga popularitasnya dewasa ini mengalami penuruna, terutatama di kalangan generasi muda. Kedua, makna dan nilai budaya yang terpancar dari teks-teksKhabanti kantola kaitannya dengan pendidikan karakter mencakup; nilai kebersamaan, etika dalam berpolitik, etika dalam pergaulan dan pendidikan gender. Oleh sebab itu, pelibatan pengajaran tradisi Khabanti kantola dalam kurikulum lokal mata pelajaran seni Budaya di SMP selain dapat menggali nilai- nilai untuk memperkuat pendidikan karakter juga dapat melestarikan tradisi lokal

Khabanti kantola dalam kurikulum lokal mata pelajaran seni budaya di SMP selain dapat menggali nilai-nilai untuk memperkuat pendidikan karakter juga dapat melestarikan tradisi lokal khabanti kantola. Oleh sebab itu, peran dunia pendidikan sangat vital.

Penelitian yang ditulis oleh Mery (2012), Tesis “Tradisi Andung pada

Masyarakat Batak Toba Kajian Tradisi Lisan” Universitas Sumatera Utara. Hasil dari penelitian dari tradisi andung tersebut mendeskripsikan keberadaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77

andungpada acara kematian masyarakat batak Toba semakin memprihatinkan, mengingat para penutur andung saat sekarang sudah sulit ditemukan, penyebab utama dalam hal ini adalah karena kondisiandung ini sudah dianggap tidak memiliki arti penting pada saat sekarang. Beberapa faktor yang mengakibatkan pergeseran ini adalah agama, pendidikan, bahasa, budaya, dan ekonomi.Andung pada MBT berfungsi pada saat sekarang dalam upacara kematian masyarakat

Batak Toba antara lain: fungsi ekspresi emosi dan kesedihan serta penghormatan terhadap keluarga yang meninggal. Representasi nilai budaya pada tradisi andungtergambar dari kuatnya kekerabatan, hasangapon, hagabeon, dan hamoraon. Kearifan lokal yang terdapat pada tradisi andung MBT yaitu menghormati, kesehatan, kejujuran, dan kesopansantunan bahasa.

Sehubungan dengan beberapa penelitian diatas, peneliti memokuskan perhatian pada tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA di Kota

Padang Sidempuan. Kajian ini dilakukan untuk menjelaskan aspek kelisanan yang meliputi performansi, menggali nilai budaya dan nilai kearifan lokal dalam tradisi mangandungdan menemukan model revitalisasi tradisi mangandung pada upacara adat perkawinan MA, dengan metode etnografi dialogis dengan perspektif etnik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian tradisi lisan lebih mengumatakan penelitian kualitatif.

Sibarani (2017: 39) yang mengemukakan bahwah penelitian kualitatif ini berusaha menggali, menemukan, mengungkapkan, dan menjelaskan “meaning”

(makna) dan “patterns”(pola) objek penelitian yang diteliti secara holistik. Makna dapat dipahami sebagai fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal, sedangkan pola dapat dipahami sebagai kaidah, struktur, formula, yang pada gilirannyadapat menghasilkan model. Kedua hal tersebutlah menjadi tujuan akhir penelitian kualitatif. Tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA dalam keberadaaannya pada penelitian ini sebagai teks yang digunakan secara lisan dan tertulis.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi yang merupakan salah satu dari lima tradisi kualitatif (Creswell, 1998:65) yaitu biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi dan studi kasus. Penelitian ini disebut juga dengan penelitia alamiah (naturalistic) (Moleong 1995), naturalistic inquiry (Lincoln dan Guba: 1985), atau qualitative inquiry (Creswel 1998).

Contoh penelitian menggunakan metode etnografi pernah dilakukan Wolcott

(1994, dalam Cresswel, 1998:34-35). Penelitian yang dilakukannya bertujuan menguji proses wawancara dalam pemilihan kepala sekolah baru, Wolcott menggunakan pendekatan etnografi. Dia mengumpulkan data yang terdiri atas dokumen, hasil pengamatan terhadap partisipan, dan hasil wawancara. Penelitian

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79

ini dimulai dengan perincian mengenai keberadaan komite pemilihan kepala sekolah dan petunjuk mengenai konteks formal penelitian tersebut.

Penelitian kualitatif dari segi proses dan pemaknaan lebih ditonjolkan sehingga cenderung menggunakan analisis. Selain itu penelitian kualitatif ini jauh lebih subyektif dalam mengumpulkan informasidan ditujukan untuk memahami fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Moeleong (2007:6), bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,motivasi, tindakandan lain- lain.Secaraholistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Penelitian tradisi mangandung pada acara perkawinan MA menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi, untuk itu dilakukan observasi terhadap masyarakat Angkola guna memahami tradisi dari sudut bentuk (teks, koteks dan konteks) serta isi (makna, fungsi, nilai, norma dan kearifan lokal).

Observasi terhadap masyarakat pemilik tradisiyang nantinya digunakan untuk mengkontruksi tradisi tersebut. Percakapan yang berkaitan dengan tradisi diobservasi baik secara percakapan para pelaku, penonton maupun pemerhati tradisi.

Secara metodologis penelitian ini menggunakan metode dekriptif dengan pendekatan kualitatif etnografi. Istilah etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan). Etnografiyang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80

berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari keharfiahan istilah etnografi menurut Marzali dalam

Spradley (xv:1997) adalah tulisan atau laporan tentang suku bangsa, yang ditulis oleh seseorang antropolog atas hasil penelitian lapangan(field work)selama sekian bulanatau sekian tahun.

Berdasarkan gambaran budaya, Creswell (1998:61) merujuk pada satu pandangan dari seluruh peristiwa budaya dengan mengumpulkan semua aspek yang telah dipelajari mengenai kelompok dan menunjukkan kerumitannya, ia menggunakan beberapa alasan sebagai berikut :

1. Peneliti harus memiliki pengetahuan dasar tentang antropologi

kebudayaan dan arti dari sistem sosial budaya sesuai dengan konsep yang

telah diteliti para etnografer.

2. Waktu yang dipergunakan untuk mengumpulkan data diperluas dengan

memperpanjang waktu di lapangan.

3. Dalam etnografi cerita sering ditulis dalam bentuk sastra, hampir

mendekati pendekatan mendongeng, yaitu pendekatan yang membatasi

audiens atas hasil kinerja dan mungkin mengharuskan para penulis untuk

menyesuaikannya dengan pendekatan tradisional dalam menulis penelitian

sosial dan ilmu kemanusiaan.

4. Terdapat satu kemungkinan bahwa penelitian akan menjadi penduduk asli

tidak dapat menyelesaikan studi atau mengambil kesepakatan dalam studi

tersebut. Ini merupakan salah satu dari sedert masalah yang kompleks

dalam kerja lapangan yang dihadapi para etnografer yang berani

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81

mengambil resiko dengan masuk ke kelompok budaya atau sistem yang

tidak dikenal.

3.2 Prosedur Penelitian

Spradley(2007) membuat langkah-langkah pengembangan penelitian etnografi yang memuat 12 langkah, yang disebut alur maju bertahap.Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilalui:

Adapun langkah-langkah dapat dilihat pada bagan berikut :

12. Menulis Etnografi

11. Menemukan tema-tema budaya

10. Membuat analisis komponen

9. Mengajukan pertanyaan kontras

8. Membuat analisis taksonomik

7. Mengajukan pertanyaan struktural

6. Membuat analisis domain

5. Melakukan analisis wawancara etnografis

4. Mengajukan pertanyaan deskriptif

3. Membuat catatan etnografis

2. Melakukan wawancara terhadap informan

1. Menetapkan seorang informan

Gambar 3.1. Langkah-langkah pengembangan penelitian etnografi (Sumber: Spradley, 1997: 181)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82

1. Menentapkan informan

2. Melakukan wawancara kepada informan.

Wawancara etnografis merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event)

yang khusus yaitu wawancara mendalam untuk mengetahui fenomena yang

terjadi.

3. Membuat catatan etnografis.

Peneliti memiliki pertanyaan dalam pikirannya untuk membimbing apa yang

ingin dia lihat, dia dengar dan data yang ingin dikumpulkan. Dalam hal ini

perlu membuat catatan harian hasil wawancara (nama informan, tempat,

waktu, tanggal, catatan hasil wawancara)

4. Mengajukan pertanyaan desktiptif.

Pertanyaan deskriptif mengambil keuntungan dari kekuatan bahasa untuk

menafsirkan setting, berupa pertanyaan tentang fenomena budaya yang

dihadapi.

5. Melakukan analisis wawancara etnografis.

Analisis ini merupakan penyelidikan berbagai bagian sebagaimana yang

dikonseptualisasikan oleh informan.

6. Membuat analisis domain.

Analisis ini dilakukan untuk mencari domain awal yang memfokuskan pada

domain-domain yang merupakan nama-nama benda (jenis tradisi, lokasi

tujuan, tahapan-tahapan dalam tradisi, fungsi dan makna tradisi mangandung)

7. Mengajukan pertanyaan struktural yaitu pertanyaan yang menyangkut

keseluruhan dari analisis domain misalnya apa saja jenis keseluruhan

perkawinan di Angkola.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83

8. Membuat analisis taksonomi.

Ada lima langkah penting dalam membuat taksonomi yaitu,(a) pilihandomain

analisistaksonomi, (b) identifikasi kerangka subtitusi yang tepat untuk analisis,

(c) mencari subsetting antara beberapa istilah yang tercakup, (d) cari domain

yang lebih besar, (e) membuat taksonomi sementara.Misalnya, pada domain

performansi, nilai budaya dan kearifan lokal serta model revitalisasi tradisi

mangandungdalam acara adat perkawinan MA. Masing-masing akan memiliki

sub fungsi yang akan berkembang sesuai dengan penelusuran wawancara dan

dikategorikan dengan pertanyaan kontras di dalam setiap domain.

9. Mengajukan pertanyaan kontras dimana dimana makna sebuah simbol

diyakini dapat ditemukan dengan menemukan bagaimana sebuah simbol

berbeda dari simbol-simbol budaya.

10. Membuat analisis komponen.

Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut

(komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya.

11. Menemukan tema-tema budaya yaitu memahami tema budaya apa yang

dominan dari suatu entitas budaya pada masyarakat. Dari setiap domain

tersebut tentunya terdapat domain penting dan dominan, yang darinya dapat

diketahui apa tema budaya yang ada di masyarakat tersebut.

12. Menulis etnografi

Terkait dengan analisis data dalam suatu penelitian kualitatif adalah urutan kerja, atau tahapan-tahapan kegiatan yang ditempuh oleh seseorang peneliti dalam menyusun dan mengolah hingga menemukan makna atau tafsiran kesimpulan dari keseluruhan data penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84

Alur penelitian maju bertahap adalah suatu proses yang dimulai dari menetapkan informan,hingga menulis sebuah etnografi.

3.3 Lokasi Penelitian

Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu tradisi mangandung dalam acara adat perkawinanMA, berlokasi di Kecamatan Padangsidimpuan Utara, kota

Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan budaya, dimana masyarakatnya masih menjunjung tinggi adat- istiadatdan tradisi ini masih ditemukan dalam acara tradisi perkawinan masyarakat

Angkola. Waktu yang digunakan dalam pengumpulan data diambil dalam kurun waktu yang berbeda, hal ini dilakukan peneliti ingin melihat adakah perubahan yang terjadi terhadap tradisi yang menjadi fokus penelitian peneliti. Waktu dalam perekaman acara adat perkawinan masyarakat Angkola pada sesi awal peneliti rekam pada tanggal 10 Februari 2015 dan rekaman keduapada tanggal 23

Desember 2017. Serta wawancara untuk mendapatkan hasil revitalisasi pada tanggal 6 Juni 2017 dan 10 Maret 2018 di Kota Padangsidimpuan, dan di

Kabupaten Gunung Tua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 85

Sumber: Google Maps http://www.google.co.id/maps/place/Kota+Padang+Sidempuan_Sumatera+Utara/

Gambar 3.2 Peta kota Padangsidimpuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 86

3.4 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer (utama) untuk performansi yaitu data bahasa dan berbahasa. Data bahasa berupa tuturan yang disampaikan pada saat tradisi berlangsung berupa hatasiingoton (nasihat yang harus diingat) yang disampaikan suhut bolon dan inanta soripada (orang tua) pengantin perempuan, dalihan na tolu, harajaon, dan hatobangon kepada pasangan pengantin khususnya pengantin perempuan dalam tradisi mangandung berlangsung. Data berbahasa yaitu rangkaian tahapan mangandung yang diamati secara langsung pada upacara adat perkawinan dalam MA. Tahapan tersebut dimulai dengan sidang mangampar ruji, mangalehen mangan, mangalehen sipaingot, serta pasahat boru. Menurut (Sedarmayanti dan Hidayat,2011:73) data primer merupakan data yang diperoleh dari pihak pertama.

Naskah secara deskripsi dan rekaman kegiatan video dalam tradisi mangandung dalam acara perkawinan di Angkola, tepatnya di Kota

Padangsidimpuandiambil dalam kurun waktu yang berbeda yakni rekaman pada tahun 2015 di Desa Napa Kelurahan Napa Kota Padangsidempuan dan pada tahun

2017Jalan Serma Lian Kosong diKota Padangsidimpuan. Dalam hal ini peneliti merekam tradisi mangandung pada upacara adat perkawinan pasangan pengantin

(1) Yuliani Lufti Harahap putri dari bapak Armansyah Harahap dengan Ibu

Safridawati Marbun dengan Rio Efendi anak dari bapak Mardi Efendi dan Ibu

Masriana, yang resepsi perkawinanya dilangsungkan pada tanggal 10 Februari

2015 di Desa Napa Kelurahan Napa Kota Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera

Utara. (2) Desi Sri Rezeki, S.E., putri dari Bapak Syahruddin Siagian, S.H., dan

Ibu Janiar Nasution dengan Febriano Dasopang anak dari Bapak Bustamin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 87

Dasopang dan Ibu Samsiana Siregar, resepsi perkawinannya dilakasanakan pada tanggal 23 Desember 2017, di Jalan Serma Lian Kosong No. 20,

KecamatanPadangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan, Provinsi Sumatera

Utara.Dua kegiatan ini digunakan sebagai bahan perbandingan dan melihat perubahan tradisi tersebut sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyarakat.

Dalam penelitian ini juga dikumpulkan data wawancara, pengamatan langsung, perekaman lapangan secara audio visual yang dicatat selama di lapangan.

Data kedua (data sekunder) untuk mendukung isi dalam sebuah tradisi lisan diperlukan data makna dan fungsi, nilai dan norma, serta kearifan lokal dan model revitalisasi tradisi mangandung diperoleh melalui wawancara dari para informan yang memahami bahasadan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA.

3.5 Metode Pengumpulan data

Data primer dan data sekunder dalam penelitian tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA, akan dikumpulkan dengan wawancara mendalam

(indepth interview) dan pengamatan terlibat (participant observation) serta pelacakan dokumen tertulis. Wawancara menurut Moleong (2007:186) adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang melibatkan dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Karena itu dengan wawancara peneliti dapat mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 88

Wawancara mendalam dilakukan dengan informan terpilih yang paham terhadap masalah penelitian. Pemilihan informan sesuai dengan konsep Spradley

(2007:69) yang menuntut pemahaman seorang informan terhadap budaya yang dibutuhkan peneliti. Informan yang dapat menjelaskan tujuan penelitian ini dapat menjadi pertimbangan. Wawancara yang mendalam dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju.

Untuk mendapatkan data yang akurat dilapangan, maka perlu dilakukan observasi partisipasi. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Spradley

(2007:85) bahwa seorang etnografersering mengumpulkan banyak data dengan pengamatan terlibat dan melakukan berbagai macam percakapan seperti layaknya persahabatan.

Pengumpulan data dengan observasi dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MApeneliti ikut mengamati langsung kegiatan yang ada dalam tradisi tersebut, dengan melakukan pencatatan dan perekaman setiap proses yang berlangsung dalam upacara perkawinan MA.Observasi dilakukan untuk melihat secara sitematis kehidupan sosial budaya yang ada dalam masyarakat di

Angkola, dalam hal ini Kota Padangsidimpuan, Kecamatan Padangsidimpuan

Utara sebagai wilayah penelitian dan objek penelitian dalam hal ini tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Penelitian tradisi lisan harus mengenal dan mengamati tradisi lisan yang akan ditelitinya secara empiris dengan menggunakan emperia (pancaindera), observasi dengan pancaindera untuk mengamati deskripsi kegiatan, tingkah laku, tindakan, interaksi sosial, dan proses sosial masyarakat (Sibarani2012:279).Observasi ini dimaksud untuk pengumpulan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 89

data melaluiobservasi terhadap objek penelitian melaluipengamatan dengan telibat secara langsung dan menjadi anggota kelompok yang diteliti.

Namun keterlibatan peneliti hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan fokus kajian atau masalah penelitian (Bungin, 2010:116;Ratna,

2010: 218-219). Berkaitan dengan hal tersebut peneliti berupaya berbaur dengan masyarakat tradisi dengan tujuan untuk mengikuti rangkaian kegiatan dan melakukan perekaman secara langsung untuk dapat memahami fenomena serta aktifitas masyarakatnya.

Pengamatan dilakukan secara manual serta penggunaan elektronik seperti kamera digital dan alat perekam agar dapat merekam dengan akurat berbagai pola prilaku dan cara hidup lingkungan masyarakat tersebut. Hal ini dilakukan guna mengamati aspek yang berkaitan dengan analisis terhadap masalah dengan tradisi mangandung pada acara perkawinan masyarakatAngkola.Perekaman dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan handycam,kamera foto,pencatatan, wawancara langsung dengan narasumber. Proses perekaman dilakukan secara alamiah,guna mendapatkan data-data penelitian yang benar-benar akurat sesuai dengan kondisi yang terjadi dilapangan. Proses perekaman ini juga berfungsi sebagai sarana pendokumentasian dari tradisi mangandung tersebut.Teknik pencatatandilakukan guna mentranskripsian teks yang dipandang perlu selama melakukan proses wawancara. Dalam pengumpulan data peneliti bertumpuh pada dua metode, yaitu observasi partisipan dan wawancara, dengan menggunakan langkah “alur maju bertahap” yang dikemukakan oleh Spradley (1979). Adapun tahapan dalam penelitian ini sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 90

3.5.1 Metode Observasi-Partisipan

Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan secara bertahap, situasi sosial dapat diidentifikasi dengan tiga elemen penting, yaitu tempat,pelaku, dan aktivitas. Dalam melakukan observasi-partisipatori, peneliti menemukan tempat yang sesuai untuk melakukan pengamatan terhadap para pelaku, serta aktivitas dan bahasa yang diekspresikan, dan memungkinkan peneliti untuk ikut dalam sebuah aktivitas sosial tersebut. Hal ini didukung oleh Spradley (1980: 52) dengan memeberikan kriteria yang dapat digunakan dalam menyeleksi suatu situasi sosial untuk observasi-partisipatori, yaitu: 1) kesederhanaan, 2) aksessibilitas, 3) tidak mengganggu, 4) kelonggaran, 5) aktivitas yang sering berulang.

Adapun situasi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA yang diadakan pada hari Sabtu tanggal 23 Desember 2017 di bagas godang (rumah keluarga pengantin perempuan) Jalan Serma Lian Kosong No 20, Kecamatan Padangsidimpuan utara, kota Padangsidimpuan. Para partisipan yang terlibat di dalamnya adalah suhut, dalihan na tolu, harajaon, hatobangon, dan orang kaya. Aktivitas yang diamati tradisi mangkobar pabagas boru (musyawarah pemberangkatan pengantin perempuan).

(1) Melakukan observasi deskriptif

Dalam hal ini peneliti mengamati kapan dan dimana terjadinya

pelaksanaan tradisi, siapa pembicara dan siapa lawan bicara. Tema yang

muncul atau kalimat yang muncul dalam komunikasi dalam tradisi

mangandung ini adalah nasihat agar pandai mengambil hati/menyayangi serta

menghormati keluarga. Dalam pengamatan ini, selalu ditemukan bahwa ketika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 91

mengucapkan kata-kata tersebut, seketika manangislah pelaku utama (ibu)

saat menayampaikan kata-kata nasihat kepada anak perempuannya. Selain itu

ketika ayah menyerahkan tanggung jawab lahir dan batin kepada mempelai

laki-laki,terungkap dengan nada ucapan sedikit tersendat sambil meneteskan

air mata.

(2) Membuat observasi terfokus

Melakukan fokus etnografi, ada 5 kriteria yang dapat digunakan, yaitu

berdasarkan kebutuhan peneliti, saran dari informan, kebutuhan teori,

etnografi strategis, dan organisasi domain. Peneliti secara terfokus mengamati

hubungan yang termasuk ke dalam domain yaitu observasi jenis mangandung,

sifatnya, serta fungsinya yang merupakan wilayah domain tradisi mangandung

secara umum. Observasi terfokus ini dilakukan dengan mengamati hal-hal

yang berada dalam lingkup pertanyaan struktural. Misalnya:

DOMAIN: Pelaku/penutur dalam tradisi mangandung dalam acara

perkawinan MA.

Pertanyaan Struktural: “Siapa saja yang hadir dalam tradisi mangandung pada

acara adat perkawinan MA?”

(3) Melakukan observasi terpilih

Untuk melakukan pengamatan selektif ini, peneliti perlu menanyakan

pertanyaan kontras, yakni pertanyaan berdasarkan perbedaan yang terdapat

diantara masing-masing domain. Jadi, pengamatan selektif menggambarkan

fokus yang paling detail dari sebuah fokus dari sebuah pengamatan yang ada.

Pengamatan ini termasuk situasi sosial yang digunakan sebagai sarana untuk

menemukan perbedaan diantara kategori budaya yang spesifik. Perbedaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 92

dapat ditelusuri dengan menanyakan pertanyaan kontras. Misalnya konsep

yang mengacu pada frase langka matobang (memasuki kehidupan

selanjutnya)dengan istilah mambuat boru(membawa pengantin perempuan),

haroan boru (kedatangan pengantin perempuan), marbagas boru(menikahnya

pengantin perempuan) merupakan istilah yang sama yaitu menikah. Hanya

saja mambuat boru, dan arohan boru lebih kepada tujuan bagi anak laki-laki

yang akan menikah sementara istilah marbagas boru ditujukan pada anak

perempuan yang akan menikah.

3.5.2Metode wawancara

Menetapkan kriteria informan yang baik sesuai apa yang telah dikriteriakan oleh Spradley (1979:46) yang memberikan 5 persyaratan minimal sebagai informan, yaitu 1) memahami budaya secara umum, 2)berada dalam lngkungan budaya tersebut, 3) berbeda budaya dengan etnografer, 4)memiliki waktu yang cukup, 5)tidak analitis. Namun secara umum Spradley (1997:

6)memberikan batasan, bahwa informan tidak harus mempunyai keterlibatan dalam suasana budaya selama satu tahun penuh. Jika keterlibatan ini merupakan keterlibatan yang tidak sepenuhnya.

Berdasarkan uaraian diatas peneliti memutuskan memilih enam informan kunci yang ada di daerah Kota Padangsidimpuan. Informan tersebut antara lain pelaku budaya diwakili oleh Bapak Sutan Tinggi Barani, akademisi diwakili oleh

Bapak Drs. Mhd. Nau Ritonga M.M, masyarakat diwakili Drs, SyahruddinPohan,

S.H., M.Pd, dan Bapak Drs.Mayuddin Hasibuan, Alim ulama diwakili oleh saudara Tamin Ritonga, M.Pd. Seniman diwakili oleh Ompung Yanti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 93

(1) Mengajukan pertanyaan deskriptif

Pertanyaan deskriptif memungkinkan seseorang untuk mengumpulkan

satu sampel yang terjadi dalam bahasa informan.Spradley (1979:85)

menjelaskan bahwa pertanyaan deskriptif berguna untuk memberikan contoh-

contoh ungkapan yang banyak dalam bahasa daerah informan.

(2) Mengajukan pertanyaan struktural

Pertanyaan struktural memungkinkan peneliti untuk menemukan

informasi mengenai domain unsur-unsur dasar, dalam pengetahuan dasar

seorang informan. Pengetahuan ini memungkinkan kita untuk menemukan

bagaimana informan mengorganisir penegetahuan mereka. Analisis ini

menghasilkan pertanyaan struktural wawancara.

Pertanyaan struktural berfungsi untuk mengeksplorasi semua

pengetahuan informan. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan

Spradley, 1979:131) bahwa Etnografi lebih dari sekedar mencari tahu apa

yang diketahui orang, tetapi juga untuk mengetahui bagaimana orang

mengatur pengetahuan itu. Langkah yang dilakukan adalah dengan

mengumpulkan data kembali untuk membuat klasifikasi bagian-bagian

dengan menggunakan pertanyaan struktural, misalnya siapa saja performer

dalam tradisi, kapan pelaksanaannya, apa saja yang dilakukan dalam tradisi

tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 94

Jenis pertanyaan struktural

Ada lima tipe utama pertanyaan dan beberapa subtipe, meskipun seabagian mempunyai fungsi yang berbeda, kebanyakan pertanyaan struktural menunjukkan cara untuk menguji keberadaan domain pada bahasa penduduk asli yang termasuk dalam domain penduduk asli. Adapun tipe pertanyaan struktural tersebut adalah (a) pertanyaan pembuktian. Pertanyaan pembuktian meminta informan menegaskan atau melemahkan hipotesis mengenai domain bahasa penduduk asli. Pertanyaan ini memberi informasi serta meminta jawaban “ya” atau “tidak”. Spradley (1997:166) memiliki hipotesis bahwa lobi hotel dan kebun buah-buahan adalah jenis flop. Ia dapat menguatkan atau melemahkan hipotesis ini dengan bertanya, “Apakah lobi hotel merupakan salah satu jenis flop?. Selain mengajukan pertanyaan pembuktian tentang istilah yang ditemukan selam analisis domain, peneliti juga mencoba membuktikan yang diperoleh secara langsung dari informan.

Dalam penelitian ini dapat pertanyaan pembuktian, misalnya, hipotesis

“andung ni ama dohot andung ni ina tu boruna(ratapan kesedihan ayah dan ratapan kesedihan ibu pada anak perempuannya) merupakan jenis tuturan dalam menyampaikan kata-kata nasihat di acara perkawinan. Pertanyaan pembuktiannya, “Apakah andung merupakan jenis dari tuturan?”. (b)

Pertanyaan istilah pencakup. Pertanyaan ini adalah tipe pertanyaan yang paling sering digunakan. Tipe pertanyaan ini dapat diajukan kapan saja peneliti memiliki sebuah istilah pencakup. (c) Pertanyaan istilah tercakup. setiap domain asli mempunyai dua istilah tercakup atau lebih. (d)Pertanyaan kerangka subtitusi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 95

(3) Mengajukan pertanyaan kontras

Pertanyaan kontras memudahkan peneliti menemukan perbedaan, baik

hal yang dipahami secara mudah maupun secara eksplisit. Hal ini sejalan

dengan apa yang disampaikan Spradley(1979: 157-158) bahwa, makna dari

sebuah simbol dapat dijelaskan dengan menunjukkan perbedaan dengan

simbol yang lain. Prinsip ini berdasarkan fakta bahwa makna dari istilah

budaya setempat tergantung pada bagaimana sesuatu itu tidak dimaksudkan.

Misalnya, pertanyaan perbedaan langsung,”apa perbedaan mangandung di

siluluton(duka cita) dan mangandung di siriaon (suka cita)?

3.6 Metode Analisis Data

Setelah melakukan kegiatan yang terkait dengan pengumpulan data, kegiatan berikutnya adalah analisis data yaitu analisis isi. Analisis isi (content analiysis) dilakukan melalui tahapan analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema budaya (Spradly;2007:140)

Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam kepada partisipan, setelah dilakukan observasi dan menentukan domain yang dihasilkan dari lapangan observasi setelah melakukan wawancara kepada partisipan, analisis data dimulai dengan membuat transkrip hasil wawancara, dengan cara memutar kembali hasil wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian menuliskan kata-kata yang didengar sesuai dengan apa yang ada dalam rekaman tersebut.

Setelah penelitian hasil wawancara tersebut kedalam transkrip selanjutnya peneliti membuat reduksi data dengan cara mengambil dan mencatat informasi- informasi yang bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian dan mengabaikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 96

kata-kata yang tidak perlu sehingga diperolehinti kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa partisipan.

Setelah itu bentuk satuan-satuan yang kemudian dikelompokkan berdasarkan taksonomi dari domain penelitian. Analisis domain menurut Sugiono

(2013) adalah memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari objek/penelitian atau situasi sosial. Penelitian memperoleh domain ini dengan cara melakukan pertanyaan besar dan pertanyaan-pertanyaan kecil yang bisa memperdalam jawaban dari pertanyaan besar tersebut (pertanyaan kontras).

Sementara itu, domain sangat penting bagi peneliti karena sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya. Mengenai analisis taksonomi yaitu dengan memilih domain kemudian dijabarkan menjadi lebih rinci sehingga dapat diketahui struktur internalnya. Selanjutnya keempat proses tersebut dapat diamati pada gambar berikut :

Domain Taxonomy Componential

Finding Cultural Value

Gambar 3.3. Skema analisis Data Spradley

1. Domain

Spradley (1997:126) mengatakan,domain adalah karakter-karakter setidaknya memiliki satu gambaran makna bertujuan untuk memilah mana yang data dan yang bukan data. Dalam menemukan domain penelitian, data aktifitas, latar belakang masyarakat, pelaku, aturan adat dicari hubungan semantiknya dengan ruang-ruang aktivitas dan maknanya sesuai dengan keterangan informan dan pengamatan lapangan. Pertanyaan struktural digunakan sebagai formula untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 97

masing-masing domain dan membuat daftar untuk semua domain yang dihipotesiska (Spradley,1997:147:153). Observasi terfokus ini berusaha memperjelas kelompok-kelompok ruang dan maknanya.Analisis domain dalam penelitian ini yaitu dengan mengidentifikasi data mengenai tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Tahap analisis data yang pertama pada analisis domain dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA dikumpulkan dari sumber data, hasil rekaman tahapan tradisi perkawinan, pabuat boru (mengawinkan anak perempuan) serta tuturan teks kata-kata pemberian nasihat pada pasangan pengantin yang peneliti peroleh lewat informan dan dokumen.

Untuk memudahkan dalam melakukan analisis domain terhadap data yang telah terkumpul dari observasi, wawancaradan dokumentasi, maka menggunakan lembar kerja analisis domain (domain analysisworksheet), seperti contoh Gambar

3.3. 1. Hubungan Semantik …………………………………………

2. Bentuk ………………………………………………………. 3. Contoh ……………………………………………………….

Rincian Domain/Tercakup Hubungan Domain/Pencakup

(Included Term) Semantik (Cover term) Data yang diperoleh

……… …………… ……… …………… > Domain

……… …………… Pertanyaan Struktural : …………………………………………………………

Rincian Domain/Tercakup Hubungan Domain/Pencakup

(Included Term) Semantik (Cover term) Data yang diperoleh

……… …………… ……… …………… > Domain

……… …………… Pertanyaan Struktural : ………………………………………………………… Gambar 3.3Kertas Kerja Analisis Domain

(Sumber : Spradley 1997:149)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 98

Melalui lembar kerja tersebut, semua data yang masih sangat luas dikelompokkan ke dalam domain sesuai dengan hubungan semantik. Spradley

(1980) menyarankan untuk melakukan hubungan semantis antar kategori yang meliputi 9 tipe. Tipe semantik ini bersifat universal dapat digunakan untuk berbagai jenis situasi sosial. Kesembilan hubungan semantik adalah jenis (strict inclution), ruang (spatial), sebab akibat(cause effect), rasional (rationable), lokasi

(location), fungsi (function), cara (mean-end), urutan(sequence) dan atribut

(atribution)

2. Taksonomi

Analisis taksonomi, merupakan analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domainyang telah ditetapkan. Dengan demikian domain yang telah ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai lebih terperinci dan mendalam melalui analisis taksonomi ini. Hasil analisis taksonomi dapat disajikan dalam bentuk diagram garis, diagram kotak, ataupun garis besar

(Spradley, 1979:195).

Tahapan taksonomi berfungsi untuk mengklasifikasikan semua data yang telah terkumpul menjadi kategori-kategori berdasarkan pendekatan yang digunakan. Observasi terfokus dan pertanyaan kontras digunakan untuk memperoleh atribut-atribut serta dimensi-dimensi kontras yang baru dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dan membuat sebuah paradigma

(Spradley,1997:147-153). Observasi terfokus mencoba mengupas lapisan makna dan mencari kontras tema-tema ruang. Semua data berupa tuturan dan tahapan- tahapan mangandung dalam perkawinan pabuat boru dipisahkan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 99

dikelompokkan berdasarkan tujuan permasalahan, yaitu performansi, makna dan fungsi, nilai dan norma, kearifan lokal dalam tradisi mangandung serta model revitalisasi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA.

3. Analisis Komponensial

Spradley (1997: 147-153) menyebutkan bahwa, analisis komponen merupakan pencarian sistemati berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya. Dari masing-masing lebel tema ruang dianalisis dan dibandingkan perbedaannya dengan label tema yang lain.Data ini dicari melaui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang terseleksi, dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi tersebut sejumlah data spseifik akan ditemukan.

Pada tahap analisis komponensial, data yang sudah dikelompokkan berdasarkan tuturan dan tahapan-tahapan dalam tradisi mangandung pada acara perkawinan MA di analisis sesuai dengan makna dan polanya. Misalnya peneliti mencari makna dan perbedaan simbol dan aturan adat yang dipakai pada tema- tema ruang budaya. Hal ini bertujuan agar perbedaan tersebut dapat terlihat. Pada tahapan analisis komponensial ini, data yang sudah dianalisis akan dilihat makna dan polanya apakah sudah sesuai dengan sudut pandang masyarakat pemilik budaya.

Tabel. 3.4 Analisis Komponensial Rangkaian Kontras Dimensi Kontras (1) (2) (3) Istilah Asli A Atribut A-1 Atribut A-2 Atribut A-3 Istilah Asli B Atribut B-1 Atribut B-2 Atribut B-3 Istilah Asli C Atribut C-1 Atribut C-2 Atribut C-3 (Sumber : Spradley 1997: 234)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 100

3.7 Menemukan Tema Budaya

Tahapan terakhir adalah menemukan nilai budaya. Analisis tema budaya adalah analisis data untuk menentukan hubungan antar domain dan hubungan antar domain-domain tersebut dengan pemandangan budaya secara keseluruhan

(Spradly, 1980: 87-88). Tema budaya didapat setelah dilakukan analisis berupa berulang terhadap domain, taksonomi dan analisis komponen penelitian. Dengan ditemukannya benang merah dari hasil analisis domain, taksonomi dan komponensial tersebut, maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu “kontruksi bangunan” sistuasi sosial/objek penelitian yang sebelumnya masih belum terfokus dan akhirnya kesimpulan dapat dijelaskan secara deskriptif.

Dalam penelitian ini analisis tema budaya dilakukan untuk melihat apakah tuturan andung dan tahapan-tahapan tradisi mangandung masih mencerminkan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Dalam penelitian ini analisis tema termasuk dalam sebuah usaha untuk menjelaskan hubungan antar domain dan bagaimana hubungan hubungan tersebut menyatu dalam sebuah budaya. Adapun tema merupakan upaya upaya untuk menemukan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat Angkola. Tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA, yang sudah ada di masa dahulu merupakan ajaran-ajaran kehidupan dalam berumah tangga, yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan, pengontrol dalam hubungan sosial, serta cara dalam berprilaku dalam keluarga dan masyarakat. Pentingnya nilai ini bagi masyarakat tentunya dapat menjaga kerukunan hidup baik dalam keluarga dan masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 101

3.8 Model Penelitian

Model penelitian dimulai dengan penelitian melakukan riset awal dan studi pustaka. Setelah itu langkah berikutnya peneliti melakukan penelitian terhadap tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA. Pada penelitian ini data performansi dalam bentuk audio visual kemudian data tersebut dianalisis melalui tiga komponen utama dalam tradisi lisan yaitu teks, ko-teks, dan konteks.

Dari performansi diuraikanlah nilai budaya dan nilai kearifan lokal, selanjutnya membuat model revitalisasi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA untuk lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut:

Riset Awal Peneliti Studi Pustaka

Tradisi Mangandung

Performansi

Teks Koteks Konteks Formula Pralinguistic dan Ideologi, budaya,

material sosial, situasi.

Makna dan fungsi, Nilai dan Norma tradisi mangandung,kearifan lokal tradisi mangandung

Revitalisasi tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA

Bagan3.3Model Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 102

Keterangan :

1. Bagan ini merupakan bagan model analisis antropolinguistik yang sudah

dimodifikasi dan juga bisa diterapkan dalam kajian tradisi lisan (Sibarani,

2012:310)

2. Keterangan bagan :

Garis penelitian

Garis penelitian lanjutan

s Garis hasil penelitian revitalisasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 103

BAB IV

PAPARAN DATA

4.1 Pengantar

Data yang dipaparkan dalam bagian bab ini merupakan proses tahapan dari acara adat pabagas boru, yaitu mengawinkan anak perempuan yang ditemukan dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA, yang terlaksana dalam kurun waktu lebih kurang lebih empat jam, dalam keadaan hikmat yang diadiri oleh para undangan berupa keluarga dekat, orang tua pengantin perempuan, mertua dari pengantin perempuan lengkap dengan rombongan penjemputan dari pihak pengantin laki-laki untuk membawa pengantin perempuan ikut serta dengan keluarga pengantin laki-laki, harajaon, hatobangan, serta dalihan na tolu. Proses dalam tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan ini didahului dengan mangkobar sidang adat mangampar ruji (musyawarah pembagian uang adat), mambutongi mangan(memberi makan sepuas-puasnya pengantin perempuan), mangalehen hata sipaingot (memberi kata-kata nasihat), pasahat boru (menyerahkan pengantin perempuan kepada pihak keluarga pengantin laki-laki) sekaligus mangolat boru (menghadang pasangan pengantin).

4.2 Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA

Prosesi pranikah dalam MA, tentunya di awali dari niatan dua muda-mudi yang sudah bertekad ingin melanjutkan hubungan dalam membina rumah tangga.

Sebelumnya niatan ini terlaksana terlebih dahulu pasangan calon pengantin akan menyampaikan kepada orang tua masing-masing. Sebelum upacara adat

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 104

perkawinan dilaksanakan seorang laki-laki untuk mengenali lebih jauh sosok perempuan yang ia cintai terlebih dahulu dia melaksanakan adat manyapai boru.

Dalam hal ini tentunya orang tua laki-laki turut mempertimbangkan bagimana perempuan yang kelak akan menjadi istri anaknya. Setelah adanya kecocokan diantara kedua belah pihak baik anak dan orang tua selanjutnya hubungan ini akan dilanjutkan ke taap mangaririt boru.

Sebagaimana dalam paparan penelitian ini yang menjadi mempelai pengantin adalah saudari Desi Sri Rezeki, S.E putri dari Bapak Syahruddin

Siagian dengan Ibu Janiar Nasution dan pengantin pria adalah Febriano

Dasopang Putra dari bapak almarhum Bustamin Dasopang dan Ibu Samsiana

Siregar yang telah melaksanakan pesta pernikahannya di tanggal 22 desember

2017. Sebelum pelaksanaan acara pesta adat ini berlangsung pasangan pengantin akan melalui tahapan-tahapan awal yang sebelumnya harus dijalani kedua mempelai pengantin ini. Pada tanggal 23 Agustus 2017 tepatnya di rumah calon pengantin wanita yang berada di jalan Serma Lian Kosong No. 20 Kota

Padangsidimpuan telah berlangsung acara silaturrahim atau perkenalan antara kedua orang tua. Dalam kunjungan pertama ini menurut kebiasaan dalam MA keluarga besar dari calon pengantin laki-laki ingin mengutarakan maksud kepada orang tua calon pengangtin wanita untuk menyabung hubungan kekerabatan dengan meminang anak gadisnya untuk anak laki- lakinya. Setelah adanya kesesuaian dan kesepakatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak keluarga, maka keluarga si laki-laki yang akan datang kepada pihak keluarga yang sudah siapa untuk menerima dengan segalah kemungkinan yang terjadi yang dalam tahapan ini disebut dengan patobang hata. Kunjungan ini merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 105

bentuk dari keseriusan niat calon mempelai laki-laki untuk meminang pujaan hatinya. Pihak keluarga laki-laki diwakili oleh kahanggi dan anak boru. Setelah selesai acara patobang hata dan sudah berterima oleh kedua belah pihak acara selanjutnya adalah manyapai batang boban (beban yang harus dipikil oleh pihak si anak laki-laki) . Adapan tujuan dari seresahatan ini untuk menata kesejahteraan dan kebahagian calon mempelai wanita setelah menjalani pernikahan dan kehidupan seterusnya. Prosesi adatnya disebut dengan istilah mangido boban/manyapai tuor yang dihadiri oleh seluruh keluarga yang hadir saat menyaksikan besar kecilnya batang boban pada saat acara patobang hata. Selesai semuanyan ditentukanlah kapan waktu yang tepat untuk datang kembali dalam tahapan manulak seresahatan.

Pada tanggal 15 November 2017 sesuai dengan hasil kesepakatan bersama pada saat patobang hata, keluarga pihak laki-laki kembali berkunjung ke kediaman keluarga perempuan dengan maksud dan tujuan manulak seresahatan.

Acara ini adalah acara menyerahkan antaran dari pihak keluarga laki-laki ke pihak keluarga perempuan, dimana besarnya antaran sudah ditentukan pada saat acara patobang hata. Pihak keluarga laki-laki dalam manulak seresahatanakan membawa batang boban, juga membawa silua berupa indahan tukkusdengan lauknya. Adapun yang turut hadir di dalam acara manulak seresahatan dari pihak anak perempuan terdiri atas (1) hatobangon (pimpinan raja setempat),(2) mora

(pangalapan ni boru atau pambuatan ni boru), (3) suhut (orang tua, abang, atau adik), (4) kahanggi boru dan pisang rahut, (5) kerabat terdekat lainnya.

Sedangkan dari pihak kelurga laki-laki adalah suhut(orang tua, abang dan adik),

(2) kahanggi,(ombar suhut dan pareban),(3) anak boru dan pisang raut. Adapun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 106

peralatan yang harus disediakan dalam manulak seresahatan ini adalah kadanga,abit tonun, bulung ujung sekarang telah diubah menjadi kain selendang, danon.Batang boban yang dibawah dalam acara manulak seresahatan berupa uang tunai, uang tunai ini sebagai simbol tanda jadi sebelum akad nikah. Uang tunai yang disediakan dan dibawa keluraga pihak laki-laki, di taruh da disusun di atas kadangan, yang telah berisi danon kemudian abit tonun sebagai alas untuk menutupi kadangan tersebut. Setelah uang tersusun rapi barulah ditutup dengan bulung ujung atau kain panjang. Batang boban atau uang perlengkapan tersebut diserahkan kepada orangtua perempuan yang diserahkan. Setelah rombongan pihak keluarga laki-laki sampai ke kediaman perempuan yang dituju, maka upacara mangkobar (musyawarah) adatpun dimulai. Tetapi sebelum mangkobar dimulai terlebih dahulu memakan hidangan yang telah disediakan yaitu sipulutbeserta inti dan air minum. Setelah mangkobar selesai barulah acara adat selanjutnya yaitu mangalehen manganpamunan dengan seluruh undangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 107

Gambar 4.1 Manulak Seresahatan (dokumentasi pribadi)

Pada tanggal 22 Desember 2017 tepat di hari Jumat pukul 08.00 wib, keluarga pihak laki-laki atau bayo pangoli beserta rombongan keluarga sekitar berjumlah 15 orang datang ke kediaman keluarga mempelai wanita atau boru na dioliuntuk melaksanakan acara akad nikah. Dalam acara akad nikah ini boru na di oli memakai busana berwarna putih, dan bayo pangoli mengikuti warna yang senada dengan boru na dioli. Ritual ini adalah pengukuhan ikrar janji atau akad yang akan disampaikan oleh bayo pangoli kepada orangtua (ayah) boru na di olidengan keduanya saling berjabat tangan. Orang tua (ayah) dari boru na dioli menjabat tangan bayo pangoli dengan mengucapkan “saya serahkan anak kandungku (nama) kepadamu dengan mas kawin”..., kemudian dijawabbayo pangoli tanpa ada jeda aku terima nikah dan kawinnya...”akan di hadapan tuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 108

kadi, disaksikan harajaon, hatobangon, dalian na tolu, alim ulama, dan koum si solkot dan para undangan. Setelah selesai ikrar janji dalam akad kemudian tuan kadi mengatakan sah. Dengan meminta pendapat para saksi. Setelah semua mengiyakan sah maka seluruh yang hadir mengucapkan alhamdulilah dan berdoa bersama. Kemudian kedua mempelai meminta restu kepada orang tua dan para undangan yang yang hadir. Biasanya undangan yang hadir dalam acara akad nikah ini adalah kerabat dekat, teman dekan mempelai pengantin perempuan serta tetangga. Setelah acara akad nikah selesai, barulah di gelar makan bersama.

Tetapi dalam situasi akad nikah ini, sebenarnya waktunya disesuaikan dengan hasil musyawarah yang dilaksanakan oleh yang punya yang hajatan. Ada yang melaksanakan sekalian di hari pelaksanaan resepsi pernikahan ada yang mengadakan sebelum di hari pelaksanaan resepsi pernikahan, ada yang mengadakan sebelum hari resepsi pernikahan.

Gambar 4.2 Acara Akad Nikah (dokumentasi pribadi)

Pabagas boru mengawinkan anak perempuan dalam acara adat perkawinan bagi MA merupakan posisi kedua setelah mengawinakan anak laki- laki. Ini berdasarkan pada garis keturunan yang menganut patrilineal yaitu dari laki-laki. Secara pembagian harta warisan kepada wanita harta yang diberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 109

hanya sebagai holong ate, artinya hanya sebagai pertanda sayang, bukan sebagai hak sebagaimana yang berlaku di dalam pembagian pusaka dalam islam. Namun dalam hal mengawinkan anak perempuan tidak berbeda jauh.

Pabagas boru ataupun mengawinkan anak perempuan menurut MA dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) perkawinan yang sepengetahuan keluarga yang disebut dengan istilah dipabuat. (2) perkawinan tanpa adanya persetujuan orangtua yang disebut dengan marlojong. Kedua acara ini masing-masing ada aturannya, tata cara, dan tata tertib yang selalu dipatuhi oleh masyarakat di

Angkola.Paebatkon boru atau lebih sering digunakan dengan istilah horja dalam

MA merupakan peristiawa besar dan penting yang berdasarkan pada harapan- harapan besar seperti upaya-upaya kelanjutan keturunan, pembinaan hubungan diantara keluarga yaitu kedua belah pihak baik keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Besarnya makna perkawinan dalam MA ditandai dengan keterlibatan tiga pilar dalam masyarakat di Angkola yaitu kahanggi, mora, anak boru yang disebut dengan dalihan Na tolu. Sudah sejak lama MA pada umumnya memeluk agama islam, mempraktekkan ajaran islam dalam peraktek perkawinanseperti pernikahan, misalnya dalam hal ini nikah secara islam dilaksanakan menurut hukum fikih, adalah bagian yang sangat menentukan dari keseluruhan acara adat pelaksaan akad nikah ini dilakukan ada yang pada malam hari selesai sholat isyah sekitar pukul 20.00 wib dan ada pada pagi hari pukul 08.00 wib. Dalam hubungan ini, sebagaimana diketahui MA merupakan masyarakat yang taat beragama.

Meskipun MA hidup sesuai tradisi dan norma-norma sosial namun keberadaan agama (islam) berada di atas adat dan tradisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 110

Prosesi dalam upacara perkawinan pabagas boru atau melepaskan anak perempuan untuk memasuki kehidupan berumah tangga tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Karena itu sesuai dengan adat-istiadat ketika menikahkan anak perempuannya harus mengadakan horja upacara adat, karena ini merupakan simbol seorang ibu mewariskan adat kepada putrinya sebagai seorang wanita yang akan menjadi ibu rumah tangga. Selain itu pesta yang akan dilaksanakan ini merupakan bentuk rasa syukur meskipun berat berpisah untuk melepaskan putrinya.Sebelum acara dimulai tentunya perlu di undang keluarga dekat, para undangan, pengetua-pengetua adat, untuk memberikan pesan dan bimbingan yang nantinya memberikan pedoman dalam membina rumah tangga. Dalam menunjukkan rasa syukur ini, biasaya ada diadakan mangupa, mangalehen mangan, ataupun marjamu. Ini tergantung kebiasaan masyarakat yang ada di masing-masing daerah yang ada Angkola.Dalam acaraini dikenal dengan pahebatkon boru atau resepsi nikah yang diadakan mulai pukul 10.00 wib s/d selesai acara. Tetapi sebelum acara ini dimulai diadakan lagi acara mangkobar yang kedua, mangkobar disini merupakan acara khusus untuk kedua mempelai, khususnya mempelai pengantin perempuan. Acara mangkobar disini berisi pemberian nasihat dan petuah dari kedua orang tua agar sang anak kelak dapat menjadi figur perempuan yang menjadi panutan baik di dalam keluar maupun masyarakat. Selesai acara mangkobar ini dilanjutkan dengan mangan pargogo, ada yang mengatakan makan pangupa, atau lebih sering disebut dengan mangupa

Biasanya dalam pahebatkon boru ini merupakan rasa atau bentuk kebahagian dari orang tua si anak perempuan, untuk memenuhi keinginan putrinya menikah dengan pilihan hatinya. Bentuk kebahagian ini terkadang dibuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 111

dengan mengadakan resepsi pernikahan di rumah keluarga perempuan jika keluarga memiliki kemampuan menyelenggarakan hajatan yang sakral tersebut.

Tetapi ada juga dengan mangupa mangalehen mangan ataupun sering disebut dengan istilah marjamu mangan.

Gambar 4.3 Pahebatkon Boru (dokumentasi pribadi)

Tradisi mangandung dalam prosesi adat perkawinan MA biasanya ditemui pada saat pesta pabagas boru yaitu mengawinkan anak perempuan.

Upacara pesta adat ini tentunya merupakan acara adat yang penuh kegembiraan, sebab orang tua merasa terhormat, jika yang ada yang datang mempersunting anak perempuannya. Perasaan terhormat itu akan lebih terlihat lagi ketika, yang mempersunting itu adalah orang yang baik akhlaknya dan keluarganya. Sebab sebuah kehormatan dan keberuntungan bagi orang tua perempuan jika anak perempuannya sudah menemukan tambatan hatinya dan dilamar dengan cara yang terhormat sesuai dengan adat yang berlaku. Bentuk kebahagian ini tentunya diwujudkan oleh orang tua pengantin perempuan dengan mengadakan pesta atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 112

hajatan, meskipun sedih sebab anak perempuan tersebut akan pergi meninggalkan orang tuanya, tetapi sangat berbahagia karena dapat melaksanakan kewajiban terakhir dalam mengasuh, mendidik, serta melepaskan anak perempuan kepada seseorang yang menjadi tambatan hati anak perempuan tersebut. Wujud resepsi pernikahan inilah sebagai rasa kebahagian orang tua meskipun sedih karena melepaskan anak perempuan yang disayanginya, sebab holong akan berubah menjadi holong ate, artinya kasih sayang terhadap orang tua hanyalah sebatas perasaan sayang, tanpa bisa berbuat banyak. Inilah yang mendasari rasa sedih yang ditemukan pada suasasa suka cita.

Pelaksanaan tradisi mangandung ini, diadakan setelah selesai acara mangkobar, dan mangalehen mangan boru nadioli dan bayo pangoli. Biasanya dalam horja atau pesta pabagas boru di mulai pukul 10.00. wib sampai menjelang siang hari. Pelaksanan acara adat ini, merupakan puncak resepsi pernikahan, dimana para undangan terlihat memberikan ucapan selamat kepada pasangan pengantin baru, hal ini berlangsung sampai dengan menjelang azan ashar . Pukul

16.00 wib kota Padangsidimpuan pasangan pengantin duduk dihadapan sidang adat, yang dihadiri oleh orang tua, keluarga dekat, para undangan, harajaon, dan hatobangon, tokoh-tokoh adat, cerdik pandai maupun ulama. Adapun yang perlu dipersiapkan adalah indahan pangupa yang berfungsi untuk mambutongi pengantin,barang-barang bawaan (barang boru) yang nantinya diberikan dan dibawa pengantin wanita.

Dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan Angkola, sangat jelas terlihat hubungan kekerabatan dalam acara mangkobar boru marbagas.

Dimana dalam mangkobar boru marbagasdalam mangalehen mangan disini pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 113

saatmangkobar boru terlihat unsur-unsur dalam sistem kekerabatan yang memberi hata (nasihat) dalam musyawarah adat,yang dimulai dari suhut, anakboru, mora, hatobangon, dan harajaon, orang kaya, dan raja pamusuk. Pada kesempatan ini diserahkan semua barang bawaanboru (pengantin wanita) termasuk pemberian dari keluarga dan kerabat lainnya. Tetapi sebelumnya peneliti akan memaparkan bagaimana rangkaian acara dalam performansi tradisi mangandung dalam acara perkawinan MA.

4.2.1 Sidang adat mangampar ruji (musyawarah untuk membagi upah adat

dalam MA)

Pelaksanaan tradisi mangandung boru pada upacara perkawinan dilaksanakan setelah diselesaikannya hobaron boru (musyawarah perkawinan secara adat) yang terdiri atas dua tahap. Tahap sidang adat Mangampar Ruji di Na mangkobar boru (di rumah mora) dan tahap pengadaan barang-barang yang akan di bawa boru na marbagas. Waktu pelaksanaan mangkobar boru mangampar ruji ini dilaksana setelah selesai akad nikah, pada pukul, 08.00 wib-10.00 wib pada tanggal 23 Desember 2018. Acara mangampar ruji ini merupakan pembagian upah- upah adat (biaya adat), yang dilakasanakan pada acara adat, adapun yang hadir dalam acara ini, adalah tokoh- tokoh adat, harajaon, dan hatobangon.Adapun pelaksanaan acara ini, dilaksanakan di rumah lain, yaitu rumah tetangga yang dekat dengan bagas godang.

Dalam sidang adat mangampar ruji dihadiri oleh Natolu Sauduran

(kahanggi-anakboru-hatobangon) ini merupakan utusan suhut(yang mengadakan acara). Adapun langkah yang pertama mereka lakukan dalam acara tersebut untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 114

menginformasikan bahwa, boru na dioli sudah telah tiba di tempat mora sekitar pukul 8.00.wib, maka langkah yang pertama yang mereka lakukan adalah menghubungi dan menemui kahanggi sitopoton atau goruk-goruk hapinis. Goruk- goruk hapinis berfungsi memperkenalkan utusan yang datang dalam persidangan adat. Adapun yang hadir ataupun dalam proses persidangan adat ini sebagai berikut:

Hasuhuton mempersembahkan burangir sahat-sahat atau burangir nahombang kepada hatobangon dan harajaon untuk dapat menyelesaikan adatnya.

Harajaon bertanya apakah anak boru yang akan menyelesaikan adatnya telah bertemu dengan goruk-goruk hapinis dari suhut. Selanjutnya orang kaya ni huta mempertegas pertanyaan raja dengan pertanyaan “madung marsianggoan timus dehe hamu tu anak borunta na dison”. Jika pertanyaan ini dijawab anak boru yang datang dengan jawaban “sudah” kemudian raja menyuruh rombongan tersebut memperkenalkan diri (bersalaman).

Hatobangon dan harajaon berfungsi untuk menyambut pihak pengutara maksud, dan jika hal ini berterima, maka raja berpesan agar penyelesaian hobaron adat ni boru segera dilaksanakan.Anak boru yang datang harus siap menerima beban adat dalam hal ini omas sigumorsing, abit na marrambu serta semua pembiayaan na maradat yang harus diserahkan dalam sidang adat yang disebut mangampar ruji. Adapun persolan yang harus diselesaikan pada batang bobandan yang muhut yaitu unsur-unsur yang harus dibahas berkaitan dengan boru marbagas, yang meliputi: toppas handang (sejumlah uang adat yang diserahkan kepada goru-goruk hapinis), upahparorot( upah yang merawat), burangir ni

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 115

raja(sirih untuk raja),hariman ni markahanggi(kekompakan dalam bersaudara, diwujudkan dalam sejumlah uang), namosok, ingot-ingot, apus ilu,tutup uban.10

4.2.2 Mambutongi mangan

Istilah adat mambutongi mangan boru marbagas yang dilaksanakan oleh seluruh kelompok masyarakat.Pengantin perempuan yang akan melangkah kejenjang perkawinan berarti ia akan meninggalkan keluarganya dan beralih kepada keluarga calon suaminya. Maka sebelum pengantin perempuan diberangkatkan, orangtua dan sanak keluarganya berkumpul untuk memberikan makan yang enak kepada pengantin wanita yang disebut mangan pamunan(makan perpisahan). Dalam perkembangan zaman, acara ini sudah banyak disatukan pada saat mambuntongi mangan,(memberi makan pengantin perempuan sampai sekenyang-kenyangnya). Acara ini dihadiri oleh keluarga dekat, dalihan na tolu, dan hatobangon, dan hatobangon (pemuka-pemuka masyarakat) dan makanannya masih sama pada saat acara mangupa.Biasanya, makanan yang dihidangkan adalah ambeng (kambing) yang sudah di masak sempurna, dengan kepala, hati, dan sepasang kaki. Pada bagian atas harus masih terlihat bentuknya yang diletakkan di atas tampi yang dihiasi dengan ujung daun pisang, lengkap dengan nasi, telur, udang, ikan, daun ubi, serta garam, sehingga upacara “mambutongi mangan ” ini mirip dengan mangupa. Bedanya uapacara mambutongi mangan dengan mangupa adalah makanan yang dihidangkan harus dimakan benar-benar kenyang.

10Mora harahap, tokohadatdesarimbasoping, kecamatanPadangsidempuanutara, wawancaratgl 23 September 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 116

Pada saat acara ,mambutongi mangan, terlebih dahulu dilaksanakan manyurdu burangir(mempersembahkan sirih adat) sebagai tanda bahwa acara telah dimulai, dan kata-kata nasihat diberikan kepada peserta yang hadir dalam uapacara adat ini adalah si anak perempuan yang akan diberi makan (calon pengantin perempuan), orang tua (ibu dan bapak), kakek dan nenek, kahanggi, anakboru,mora dan hatobangon.Adapun tujuan dari mambutongi mangan ini adalah merupakan puncak kasih sayang orang tua kepada putrinya atau anak perempuannya untuk terakhir kalinya, saat masih bersama orang tua, sebab jika sudah dibawa oleh keluarga laki-laki pengantin perempuan tidak dapat mengulanginya lagi. Mangalehen mangan ini pasangan pengantin akan didudukan di juluan (di tempat utama) di ruang tamu dihadapan keluarga dekat yang ber- dalian na tolu, dihadiri juga dengan dengan hatobangon dan pada tanggal 23

Desember 2017 tepat hari Sabtu di gelarlah pesta resepsi atau horja. Acara ini disebut juga dengan horja pabagas boru. Pabagas boru merupakan resepsi pernikahan yang dilaksanakan di rumah boru na dioli atau pengantin perempuan ,

MA menyebut istilah tempat resepsi tersebut dengan bagas godang yang dilaksanakan mulai pukul 11.00 wib sampai dengan 16.00 wib kota

Padangsidimpuan. Acara resepsi pernikahan yang dimaksudkan disini adalah hiruk- pikuk kebahagiaan berupa ucapan selamat dan salam-salaman dari para undangan yang datang menghadiri, tetapi sebelum kegiatan berbahagia ini berlangsung, pasangan pengantin dan para undangan yang hadir disuguhkan ceramah agama berupa nasihat perkawinan yang dibawakan oleh seorang ustad yang sengaja diundang dari pihak yang melaksanakan hajatan yaitu suhut.

Kegiatan itu berlangsung kurang lebih satu jam. Setelah ustad selesai memberikan

128 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 117

ceramah para undangan yang hadir dipersilahkan untuk menyalami pasangan pengantin, dan setelah itu para undangan dapat menikmati makanan yang sudah disajikan. Pada pukul 16.00 wib, kegiatan ini berakhir, kemudian dilanjutkan dengan acara mambutongi mangan pengantin dan mangkobar boru.

Performansi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA ditemukan dalam rangkaian acara mangkobar boru sekaligus mambutongi mangan boru, sampai pada tahap pasahat boru. Tahapan dalam pasahat boru adalah penyerahan segala tanggung jawab tentang keselamatan pengantin wanita dan barang-barang bawaannya yang diberikan kepada keluarga pengantin laki- laki. Pasahat boru merupakan bagian dari dari upacara adat dalam MA. Sebelum menikah seorang gadis berada dalam asuhan dan tanggung jawab orang tuanya.

Setelah menikah, tanggung jawab akan dirinya berpindah kepada suaminya. Acara pasahat boru ini merupakan pemberangkatan boru atau pengantin wanita menuju rumah keluarga dari suaminya. Acara ini biasanya dilaksanakan selesaimanbutongi mangan pasangan pengantin. Acara pabagas boru dibuka oleh orang kaya sebagai pembawa acara yang ditunjuk oleh ketua adat. Adapun yang disampaikan antara lain

(4)dina pabagas boru, Untuk yang mengawinkan anak(pr)

dipatidahon do godang ni roha, ditunjukkan lah besar nya hati

molo anak dipaebatkon. Bila anak(lk) dihebatkan

Tahi ni pabagaskon samo doi, Musyawarah nya mengawinkan sama nya itu

Dohot tahi ni naharoan boru dengan musyawarah nya yang kedatangan anak(pr)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 118

„pada waktu menikahkan anak perempuan, sebagai orang tua pastilah merasa bahagia. Jika anak laki-laki menikah artinya menikahi anak gadis kemudian hidup mandiri, jika anak perempuan dinikahi (setelah menikah maka dibawa oleh suaminya ke rumah yang baru). Musyawarah atau memberi kata-kata nasihat pada acara perkawinan di rumah pengantin perempuan sama dengan acara perkawinan di rumah pengantin laki-laki‟

Bedanya acara di rumah pengantin perempuan disediakanlah barang- barang bawaan pengantin wanita.Harajaon, beserta undangan lainnya. Setelah itu dihidanglah pangupa yang sudah ditibal (dinamai) serta lengkap dengan barang- barang bawahan calon pengantin perempuan. Setelah semuanya duduk, maka ada lagi acara mangkobar boru yang berisi tentang pemberian kata-kata nasihat kepada pasangan pengantin.

Setelah itu semua sudah disediakan seperti indahan pangupa yang sudah diberi nama begitu juga dengan barang-barang bawahan boru (pengantin wanita).

Kemudian susunan acara mangkobar di atur oleh pembawa acara dalam hal ini diserahkan kepada orang kaya. Adapun dalam acara ini yang diberikan memberikan kata-kata nasihat adalah barisan kaum ibu, kemudian sisusul dengan barisan kaum bapak.Di dalam acara ini semua unsur kahanggi, anakboru,mora,pisang raut, notobang, raja dan lain-lain biasanya memberikan tanda matauntuk pengantin perempuan tersebut, sementara orang tua menyerahkan semua barang-barang yang diperlukan untuk membina rumah tangga.

4.2.3 Mangkobar Mangalehen Sipaingot

Mangkobar mangalehen sipaingot merupakan acara pemberian kata-kata nasihat kepada pasangan pengantin. Tujuan dari pemeberian kata-kata nasihat ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 119

merupakan agar kelak pasangan pengantin mengetahui bagaimana dan apa yang akan dilaksanakan dalam berumah tangga. Menurut kebiasaannya nasihat-nasihat ini lebih ditujukan kepada pengantin perempuan. Mangkobar mangalehen sipaingot pada acara adat pabagas boru tentunya berbeda saat mangkobar haroan boru (musyawarah saat kedatangan mempelai pengantin perempuan). Pelaksanaan ini tentunya ditandai dengan makanan yang dihidangkan. Pada acara mangkobar pabagas boru biasanya disuguhkan indahan pasahe robu, yang berfungsi sebagai bentuk kasih sayang dari orang tua kepada anak perempuannya yang sudah menikah. Pada horja tingkat pangkupangi yang memberikan kata-kata nasihat dimulai

1. Pihak ina namardalihan na tolu

2. Pihak ama na mardalihan na tolu

3. Pisang raut

4. Mora

5. Ompungna

6. Hatobangon/Harajoan

Pada horja tingkat na bontar yang memberikan kata-kata nasihat dimulai khusus barisan parinaonatau barisan kaum ibu yaitu

7. Suhut inanta soripada

8. Nanguda/inanguda

9. Natua/inangtua

10. Kahanggi

11. Hombar suhut

12. Anakboru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 120

13. Pisang raut

14. Mora

15. Ompung

16. Hatobangon/Harajaon

Setelah selesai barisan parinaon (kaum ibu), yang memberikan kata-kata nasihat barulah disusul barisan paramaon(kaum bapak) yaitu;

17. Suhut bolon

18. Kahannggi

19. Hombar suhut

20. Anak boru

21. Pisang raut

22. Mora

23. Ompu ni kotuk

24. Hatobangon

25. Harajaon di huta

26. Harajaon Torbing balok

27. Harajaon luat

28. Orang kaya bayo-bayo

Sebelum acara dimulai maka orang kaya yang bertindak sebagai pembawa acara meminta petunjuk kepada harajaon apakah mangkobar mangalehen hata bisa dimulai.

Inanta Soripada(umak) sambil mangandung

(5)Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatu, Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatuh,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 121

Alhamdulillahirobbilalamin Alhamdulillahirobbilalamin puji dohot syukur hita ucapkontuAllah SWT, puji dan syukurkita ucapkan ke Allah SWT imana malehen yaitu yang memberikan nikmat kesehatan,dohot namangalehen hadengganan nikmat kesehatan, dan yang memberikan kebaikan songonikesempatan dihita sudena begitupunkesempatan pada kita semua di acara ni borutanagiot malangka matobang, pada acara nya anak (pr) kita yang akan menikah boti seiring salam tu Nabitta Muhammad SAW, begitu seiring salam ke Nabi(kita) Muhammad SAW, na akan mangalehen safaatna dihita sasude diaumil akhir. Yang akan memberikan safaatnya pada kita semua dihari akhir

Ima dapot kita markumpul dipotang ni hari on, Yaitu dapat kita berkumpul pada sore nya hari ini biamaattong tutudalan parlagutan ta ini, bagaimanalah benarjalan perkumpulan kita ini, giot parkehean ni borutta ima siDesi. Akan berangkatnyaanak(pr)kita yaitu si Desi.

Poken nadung lewat ro anak ni namborumu Minggu berlalu lewat datang anak nya saudari(pr)ayahmu

Mamioho inangdongan matobang, Memanggil kamu anak(pr) teman menua,

Namartoruk ni habara Yang merendah nya pundak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 122

Dohot tu ho inang mangolohina Ikut pada kamu anak(pr)mangiyakan

Onpe inang na giot kehemaho tu Siborang , inipun anak(pr)yang akan pergilah kamu ke Siborang, mangalangkahon langkamu, melangkahkan langkahmu, malo-maloma ho pintar-pintarlah kamu mambuat rohani boumu dohot koummu, mengambil perasaannya saudari(pr) ayahmu dengan keluargamu, olo...ooo...hikkk...hik... iya...aaa....hikk...hik... onpetong inang maradu hamu sude inipun anak(pr) beraduh kalian semua ajari hamu borukkon, ajari kamu anak (pr) ini, pamatang donagodang on, badan saja yang besar ini, anggo parroha nangge haru sadia on. Kalauperasaan tidak hanya seberapa ini.

Ulang tokkin nai hami mambege na so pade inang. Jangan bentar nanti kami mendengar yangtidak baik anak(pr)

On inang sude natarpayak dijolomunu, Ini anak(pr) semua yang terletak di hadapankalian,

Ima indahan pasahe robu, yaitu nasi pelunas janji, sahe sude robu tulaut dohot tu darat, lunas semua janji untuk laut dan untuk darat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 123

indon inang pangupaimapiramanuk na dihobolan, inilah anak(pr)syukuranyaitu telur ayamyang dibulatkan songon ni salin-salinanmu tuusaho, seperti nya baju-baju kamu pada kerja, songon ni pinggan mangkuk panganan dohotlage podoman. Seperti nya piring mangkok makanan dengan tikar tempat tidur.

Anso maloho inang manduruk koum. Agar pintar kamuanak(pr) menyatukan keluarga.

Hope bere huharop tu hamu ajari boruk kon Kamu punmenantu(lk)kuharap pada kamu ajari anak(pr)ini ringgas hamu sumbayang. rajin kalian sholat.

Kehe ho maninggalkon ayah dohot umak Pergi kamu meninggalkan ayah dan ibu songoni muse ho tu sadun mandapotkon boumu, seperti lagi kamu di sana mendapatkan saudari(pr) ayahmu malo ho mambuat roha ni boumu, pandai kamu mengambil perasaan nya saudari(pr) ayahmu, edamu, koumta disadun kakak ipar,keluarga kita di sana huuuuu....uuuu.....malo ho inang... huuuuu....uuuu.....pandai kau anak(pr)...

Onpe inang, tar saima jolo sipaingotku tu ho inang, Inipun anak(pr),hanya sekian dulu nasihatku untuk mu anak(pr), nada lalu rohaku be,baendison raja tidak sampai hatiku ini, sebab disini raja songoni na mora – mora, halahi doma pasahat on, begitupun yang saudara-saudara, mereka lah menyampaikan ini,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 124

tu tondi dohot badan mu. Untuk jiwa dengan raga kamu.

Botima sahat hata sipaingot sian umak. Demikianlah sampaian kata nasihat dari ibu.

Baen dison dope wakmu,songoni dohot ompung mu, Sebab disini lagi uwakmu, begitupun dengan nenek kamu, maradu sude koum sisolkot, beraduh semua keluarga yang dekat, ditambai halahi hobarkibotima ditambahkan mereka nasihat kudemikian

Assalamualaikum warohmatullohi wabaraokatu. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Inanta soripada/Umak (ibu): orang tua dari boru na dioli „Assalamualaikum Ww. Wb. Pertama sekali marilah kita ucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada kita semua dalam acara pernikahan putri saya,beriring salam kepada nabi kita Muhammad SAW. Seminggu yang lewat datang ke rumah paribanmu dengan kerendahan hati untuk meminangmu jadi teman hidupnya. Jadi inang (anak(pr)ku), karena engkau akan pergi melangkahkan kakimu, untuk hidup berumah tangga bersama dengan jodoh pilihanmu, kau anak(pr) yang masih ku anggap seperti anak – anak, pintar-pintar kau nak menyesuaikan dirimu dalam keluarga barumu, dan pandailah menyenangkan hati mertuamu. Jangan kami nak, mendengar yang tidak baik darimu. Kalian yang hadir disini pihak rombongan yang menjemput anak(pr)ku, ajari putriku ini, badan sajanya yang besar ini, kalo mental belum dewasa ini. Di sini dihadapanmu ada nasi pasahe robu, yang bertujuan selesailah semua kewajiban baik di darat maupun di laut terhadapmu dari kami. Menantuku, ajari anak(pr)ku ini,rajin sholat inilah yang masih dapat kami upayakan , sudah terhidang nasi adat seabagai upah-upah tondi(agar memiliki semangat jiwamu), begitu juga, seperangkat pakaian untuk bekerja, serta piring, mangkok, tempat untuk makanmu dan kasur sebagai alas tidurmu. Artinya nak agar nanti kau bisa menjadi panutan dalam keluarga barumu, dan pandailah menjadi saudara dikeluarga barumu. Sebenarnya masih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 125

banyak yang ingin kusampaikan padamu, tetapi hatiku tidak sanggup. Disini masih ada nangudamu, namborumu, nantulangmu, raja, na mora, merekalah yang menyampaikan ke badan dan jiwamu. Inilah nasihat dari umak (ibu), karena masih ada lagi uakmu, ompungmu, nantulangmu, begitu juga dengan kerabat dekat kita, merekalah yang akan menambahi sepata dua kata sebagai nasihat kepadamu. Anak Boru (Bou)

(5)Assalamualaikum warohmatullohi wabarakokatu, Assalamualaikum warohmatllohi wabarokatu,

puji dan syukur marima hita ucapkon tu Allah SWT, puji dan syukur marilah kita ucapkan untuk Allah SWT, namangalehenkesehatan, yang memberikan kesehatan, kesempatan ima di acara resepsi ni parumaenta kesempatan yaitu dalam acara resepsi nya menantu(pr)kita

di bagason ima si Desi. Dalam rumah yaitu si Desi.

Dohot beriring salam tu nabi ta Muhammad SAW. Dengan seiring salam untuk nabi kita Muhammad SAW.

Santabi sampulu, sampulu noli santabi, Mohon maaf ,sepuluh kali mohon,

Dilangit na hujujung di tano nahu jojahi. Pada langit yang ku junjung di tanah yang ku pijak.

Tarlobidiraja panusungan Bulung, Terlebih untuk raja panusungan bulung,

Na huparsangapidisidang na muliaon yang ku hormati pada sidang yang mulia ini ima di acara niparumaen nami. Yaitu dalam acara nya menantu(pr) kami.

Antong jadi songondia ma maen, Jadi bagaima lah menantu(pr)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 126

Au pe laingna mangihutkon hata ni eda i do au. Aku pun hanya mengikuti perkataan nya kakak ipar nya aku

Baen ho nagiot langka matobang, Sebab kamu yang ingin menikah

Malohomasukkon dirimu di huta ni koumta Pandai kamu memasukkan diri kamu pada kampung nya keluarga kita

Dison hamu dipajuguk, Di sini kalian didudukkan,

Mangadopkon tanda sigodang ni roha, menghadapkan tanda yang besar nya hati mangarejoon adat dohot bisuk. Mengerjakan adat dengan baik.

Anso malo hamu markoum, Agar pandai kalian berkeluarga, on mai adat ni ompung ta, inilah adat nya nenek kita,

Na sian na jolo Yang dari nya dulu anso manjadi hamu halak namarguna, agar menjadi kalian orang yang berguna, malo marsopan santun bisuk marpangalaho. Pandai bersopan santun baik berprilaku.

Dipasahat di hamu tanda-tanda nipangalaho, Di titipkan pada kalian simbol-simbol nya tindaklaku, manurut tutur dohot poda, ni adat saro na jolo. Menurut ucapan dengan nasihat, nya adat bahasa yang dulu

Rap mangido ma hita tu Tuhan, Sama meminta lah kita dari Tuhan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 127

dapot dihamu rasoki na denggan, dapat untuk kalian rezeki yang baik hamu namarripe, sai songon siala sampagul, kalian yang beristri, layaknya seperti siala sampagul, rap tuginjang rap tu toru, muda malamun saulak lalu, sama ke atas sama ke bawah, jika matang sebentar sampai,

muda magulang rap margulu. Jika tersandung sama berguling.

Onpe maen, ingot kosude hatani koum-koum Inipun menantu(pr), Ingat kau semua nasihat nya keluarga-keluarga

Dison tarpayak dijolo mu, indahan pasehe robu, Disini terletak dihadapanmu, nasipelunas janji, nada podo pinangan, madung binoto daina. Belum lagi dimasak ,sudah tahu rasanya.

Sudena on, tanda ni godang roha, ni koumta do on. Semua nya ini, simbol nya besar hati, nya keluarga kita nya ini.

Songoni abit dohot parkokas dapur, Seperti kain dengan peralatan dapur, na mangajari ho domaen, yang mengajari kau nya menantu(pr) anso malo markoum marsisolkot. Agar bisa berkeluarga berdekatan.

Anggo au maen,nada malo aupajojor on. Kalau aku menantu(pr),tidakpintar aku menjelaskan ini

Tu koum ta i ma tapasahat, botima. Kepada keluarga kita ini lah kita percayakan, demikianlah.

Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatu Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 128

Anak boru (bou) „Assalamualaikum Ww. Wb.Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, beriring salam kepada nabi kita Muhammad SAW. Dengan segala hormat saya haturkan dalam sidang adat ini, begitulah maen, bou pun yang dalam hal ini menyampaikan pesan yang sama dengan mamaku mu (eda). Karena kau maen yang hidup berumah tangga, pandelah menyesuaikan diri di tempat keluarga yang baru. Jagalah , jangan sampai kami, dan orang tuamu malu disini, mendengar beritamu. Seperti pantun yang : Kalian yang berkebunPintar – pintarlah mencari jalan Kalian yang berumah tangga Pintar-pintarlah bertutur kata Jangan tidak bisa beretika Ini pun maen, kau ingatlah semua nasihat dari semua keluarga kita, disini dihadapan kalian terhidang nasi yang tanpa kita rasa sudah tau betapa lezat rasanya. Semua ini tanda kebesaran hati kami. Begitu juga pakaian dan perkakas dapurmu, yang nantinya mengajari mu maen, agar elak kaubisa menjadi kerabat dekat keluarga barumu. Kalau bou tidak bisa panjang lebar untuk menyampaikan yang terhidang semua ini. Kepada kerabat lainlah yang nantinya bisa menyampaikan/ataupun menambahinya, demikianlah assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh‟.

Mora (nantulang) (6)Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu

Alhamdulillah puji dan syukur hita sampaion tu Allah SWT, Alhamdulillah puji dan syukur kita sampaikan kepada Allah SWT,

Namalehen nikmat dan kesehatan dihita sude yang memberikan nikmat dan kesehatan pada kita semua laho pabuatkon ima berettaDesidi bagas on, mau menikahkan yaitu menantu kita Desi di rumah ini, beriring salam nian senantiasa hita sampaion beriring salam selalu senantiasa kita sampaikan tu nabi ta Muhammad SAW kepada Nabita kita Muhammad SAW

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 129

olo, ima tutu Iya,betul sekali

Parjolo au marsantabi taradop anak ni raja dohot namora, pertama aku permisi kepada anak dari raja dan nantulang maradu koum sisolkot beraduh keluarga dekat

Songoni ma da bere, Begitulah menantu(lk) baen nagiot langka matobang ma ho, sebab yang akan menikah lah kamu antong sude pangalaho dipatobang ma. jadi semua langkah didewasakanlah.

Na jolo bisadope menjeng- enjeng di jolo ni simatobangmu. Yang dulu dapatlahmanja-manja di hadapannya orang tua kamu.

Dison au bere nangge malo markata-kata, Disini saya menantu tidaklah pandai berkata-kata, mudah-mudahan rumah tangga munu mudah-mudahan rumah tangga kalian manjadi rumah tangga sakinah, mawaddah, menjadi rumah tangga sakinah, mawaddah, warohma, saia saolon ma hamu bere, warohma, seia seucapanlah kalian menantu, marsihaholongan namarripe, diama. saling menyayangiyang bersuami istri, manalah.

Na denggan dohot na tama, i ma ihutkonon. yang baik dengan yang pas,itulah yang diikuti.

On sudena tarpayak di jolo munu on, ini semua yang terletak di depan kalian ini,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 130

lehen – lehen ni koumtaon, dikasih/diberikan nya keluarga kita ini, tanda ni holong dohot godang ni roha doon. tanda dari sayang dan besar dari hati ini

Na mangajari do on, bereanso malo hamu saulahon. yang mengajari nya ini,nakbiar pandai kalian suatu saat nanti

Dungi indon upa-upani tondi on, setelah itu bayar-bayar nya jiwa ini, nada malo au bere, mangkatahon on. tidak bisa aku nak,mengartikan ini.

Ro hamu tu bagas nami, Datang kalian ke rumah kami, anso patidaongodang ni roha nami di hamu. biar menunjukkan kebesaran dari hati kami kepada kalian

Baen dison dopehatobangon dohot raja, Karena masih disini lagi pengetua dan raja, halahi ma mangkatahonna, mereka lah mengartikannya, tu tondi dohot badan munu. ke rohani sama badan kalian

Saima jolo sahat ni hataku sudah dulu nasihat dari perkataanku/nasihatku. assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu. assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.

Mora (Nantulang) „Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, Alhamdulillah puji dan syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan kesehatan kepada kita semua dalam acara pesta bere Desi di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 131

rumah ini, beriring salam senantiasa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Seperti apa yang sudah disampakan sebelumnya bere, kau akan berumah tangga, jadi kalau bisa semua tingkah laku berubahlah menjadi dewasa. Kemaren mungkin masih bisa bermanja manja kepada orang tua, tetapi saat ini yang meski dipikirkan bagaimana upayamu, agar ada samamu.Semoga rumah tangga yang akan dibinah menjadi, sakinah, mawaddah, warohma. Seia sekata, saling menyanyagi satu dengan lainnya, mana yang baik dan manayang penting didahulukan itulah yang harus diikutkan. Ini semua yang terhidang dihadapanmu, merupakan pemberia kerabat kita semua sebagai tanda kasih sayang dan kebesaran hati kami, yang nanti mengajarimu kelak belajar. Dan disini telah tersedia upah – upah tondi, akupun tidak bisa juga mengartikannya. Datanglah nanti kerumah nantulang agar bisa kami menunjukkan kebesaran hati kamui kepada kalian. Karena masih disini harajaon dan hatobangon merekalah nanti yang menyampaikan kepada badan dan semangatmu. Sekianlah kata yang dapat nantulang sampaikan. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu‟

Hatobangon ( Harajaon dada boru) : (7)Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatu, Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatu,

Santabi sampulu, sampulu noli marsantabi, Mohon hormat, sepuluh kali hormat,

Di anak ni raja dohot na mora, pada anak nya raja dengan yang bersaudara

diloloan paradaton on. di acara adat ini.

Taradop hamu najuguk di juluan, kepada kalian yang duduk di depan

Baen hamu nagiot langka matobang ma, karena kalianlah yang mau menikah lah,

antong patobang hamu ma parange dohot pangalaho. Jadi dewasakan kalian lah sikap dengan perilaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 132

Ulang be diobankonparroa dihabujingan, Jangan lagi dibawakan perasaan ketika anak gadis dohot parroha dihaposoan. dengan sikapketika muda nya.

Dungi taringot do tu na markoum, Setelah itu teringat lah kepada yang berkeluarga

Tarlobi di dalihan na tolu ingot hamu : terlebih pada tungku yang tiga ingat kalian

Elek markahanggi, membujuk bersaudara olong marboru,hormat marmora. Sayang beranak(pr),hormat bersaudara

Pantun hangoluon, teas hamatean, Kebaikan kehidupan, kebencian kematian,

Jop ni roha pardomuan, goyak ni rohaparsarahan. Senang nya rasa bertemu, benci nya rasa perpisahan,

Antong malo-malo ma hamu, anso dapot hamu, kalau gitu pandai-pandailah kalian biar dapat kalian, hasonangon ni namar-ripe. kesenangan dalam keluarga.

Dison tarpayak di jolo munu, Disini terletak didepan kalian ihan, sayur, sai sayur matua bulung ma hamu. ikan, sayur, selama bersama sampai tua lah kalian

Songoni indon barang dapur dohot na hasaya dibagas, seperti ini alat-alat dapur dan yang keperluan di rumah, na mangajari do on di hamu, botima. yang mengajarilah ini untuk kalian, seperti itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 133

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Hatobangon(Perwakilan yang dituakan dalam barisan kaum ibu) „Assalamualaikum Ww. Wb. Yang saya hormati, anak raja, dan mora, acara adat ini, begitu juga terhadap kalian yang telah duduk bersama disini, begitu juga terhadap kalian yang telah duduk bersama disini, sesama parumaen, sesama bere. Karena kalian akan menuju kehidupan berumah tangga, ubahlah semua sikap dan perilaku, jangan lagi sikap dan perilaku sewaktu masih anak gadis. Jadi teringat kita yang berkeluarga, terlebih di dalihan na tolu, penting kalian ingat,Pandai mengambil hati saudara,Sayang kepada saudara,Hormat kepada saudara.Kebaikan akan memperpanjang umur, kebencian akan mengingatkan perpisahan. dihadapanmu sudah ada nasi lengkap dengan lauknya, beserta barang bawaan boru. Arti dari semua ini nantinya akan mengajari kaliannya ini. Demikianlah assalamulaikum warohmatullohi wabarokatu.

Setelah selesai bagian kaum ibu memberikan kata-kata nasihat kepada kedua mempelai, maka kata-kata nasihat dilanjutkan kebarisan kaum bapak.

Dalam hal ini pembawa acara lebih dahulu bertanya kepada raja. Dalam hal ini raja memberika izin kepada pembawa acara agar acara pemberian kata-kata nasihat selanjutnya diarahkan kebarisan bapak. Adapun yang memberikan kata- kata nasihat pertama dari barisan kaum bapak adalah ayah perempuan, mora, anak boru, kahanggi, hatobangon, dan harajaon, dan pada akhirnya di tutup oleh raja panusunan bulung.

Suhut Sihabolonan (ayah) (9) Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu,

pertama sekali marima hita sampaion rasa syukur tu Allah SWT pertama sekali marilah kita sampaikan rasa syukur kepada Allah SWT

namangalehen nikmat kesehatan yang memberikan nikmat kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 134

dohot kesempatan di hita sudena, dan kesempatan pada kita semua, sahinggo hita sude koum markoum sehingga kita semua saudara bersaudara dapot marpungu diharatak siriaon on, dapat berkumpul dalam naungan kegembiraan ini, songoni muse nian hita sanjung tinggion seperti demikian kita sanjung tinggikan salawat beriring salam tu roh junjungan ta salawat beriring salam kepada roh junjungan kita nabi besar Muhammad SAW nabi besar Muhammad SAW na akan hita dapotkon sapaatna diyaumilakhir. Yang akan kita dapatkan sapaatnya dihari akhir

Parjolo au marsantabi tu anak raja Pertama saya memohon kepada anak raja

Dohot na mora sumurang lobi dengan yang saudara kurang lebih diompui raja na Pada nenek raja nya

Dison inang disurduan hamu burangir sampe – sampe, Disini anak(pr) diberikan kalian sirih undangan, udut ni burangir, songon i dohot halak babere, pangkal nya sirih, seperti ini dengan orang menantu(lk) ima burangir sampe – sampe, yaitu sirih undangan udut ni burangir Pangkal nya sirih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 135

Dison inang naperlu disampaion Disini anak(pr) yang perlu disampaikan ayah ima pasampehon tu tondi ayah yaitu menyampaikan kepada jiwa dohot badan munu, dengan raga kalian, aha na hami pataon di borngin nadung solpu. Apa yang kami putuskan di malam yang telah lewat.

On pe inang ho na giot kehe langkamatobang Inipun anak(pr)kamu yang akan pergi menikah malo-malo ho mambuat roha ni koumta di sadun, pandai-pandailah kalian mengambil hati nya saudara kita di sana, terutama ulang lupa sholat da inang, da babere, terutama jangan lupa sholat ya anak(pr), ya menantu(lk) harana on tiang ni agama do on. Sebab ini tiang nya agama nya ini

Dungi muse dame-dame hamu tong Kemudian lagidamai-damailah kalian pula salumpat saindege hata ni umpama satulompatan sepijakan katadalam perumpamaan satahi saoloan asa dapot hamu hadamean marumahtangga seia sekata supaya dapat kaliankedamaian berumahtangga boti muse marmasyarakat, begitu juga bermasyarakat dipatobang ma sude dohot pangalaho. Diubahilah semua dengan sikap, ro inang,anaknamborumu,imababere, datang anak(pr), pariban kamu, yaitu menantu(lk)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 136

baen onma inang, na tumbuk baen godang ni roha, karena inilah nak, yang pas buat besar/lapang nya hati, angkupmu dongan matobang, bebanmu teman menua au pe inang simatobangmu, saya pun nak orangtuamu, laing dohot do au margodang ni roha, merasa ikutnya saya berbesar nya hati, dison inang dibaen do sigodang ni roha disini nak dibuatnya besar nya hati ima panganon upah-upah ni tondi yaitu makanan bayar-bayar nya jiwa dohot badan munu martarimo maon di tondi dengan badan kalian berterima lah ini dalam jiwa dohot badan munu dengan tubuh kalian jaru pe ho inangnangkan kehe maninggalkon hami. Walaupun kamu anak(pr) yang akan pergi meninggalkan kami.

Harani langka mon manurut adat sian na jolo do on. Karena langkahmu menurut adat dari yang dahulu nya ini.

Angke jaru holong pe roha di boru niba, Bagaimanapun sayang pun hati pada anak(pr) kita, anggo naso marbagas do, kalau belum menikahnya, hahaila muse do i,di adat. malu juga itu, dalam adat

On mada inang, Inilah anak(pr)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 137

dalan nada hu halupohon mambaen godang ni roha jalan tidak kulupakan membuat besar nya hati tu ho dohot babere. Padamu bersama menantu (laki-laki) ima mangupa-upa tondi dohot badan munu. itulah membayarkan jiwa dan jasmani/tubuh kalian.

Songoni muse nian hamu rombongan Begitu juga kalian para kumpulan/kelompok

Naro sian Siborang, ajari hamu on, yang datang dari siborang, didik kalianlah ini, harana on momo do on diajaran, karena ini mudah nya ini diajari, pos do rohakku di hamu mangajari on, percaya nyahatiku pada kalian mengajari ini

Na mangupa on madahinang yang membayar inilah juga anak(pr) tanda ni godang roha, tanda nya besar hati, margoar dohot maratur parpayakna, bernama bersama tertata tempatnya songon i muse dohot arti na. begitu juga kiranya bersama artinya

Anggo na mangalehen mangan do inang, Kalaulah yang memberi makannya anak(pr) madung saloja-mu mangan do di bagas on, sudah sesukamu makan nya di rumah ini, mulai sian menekmu lopus ho magodang saonnari on. mulai dari kecilmusampai kamu tumbuh sekarang ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 138

Anggo na mangalehen mangan do inang Kalau yang memberi makannya anak(pr) bolas do i , sanga aha sajo giot mu gulena. Terkabulnya itu, apa pun saja ingin kau lauk nya.

Tapi anggo dina mangupa,marpangalaho do, Kalau yang dalam syukuran,memiliki aturannya, on pe inang ni dohot bere sudena on parsiajaran do on, ini juga anak(pr)dengan menantu(lk), semua ini pejalaran nya ini dohot na,mangajari hamu. sekaligus, mengajari kalian

Dison tarpayak di jolo munu, disini terletak di depan kalian, piramanuk na dihobolan, telur ayam yang dibungkus anso hubol tondi dohot badan, agar kuat jiwadan jasmani, di hamu na marjuang membina rumah tangga pada kalian yang berjuang membina rumah tangga songon iabit salin-salin munu tu usaho, seperti itu kain penutup kalian untuk usaha dohot pinggan panganan,anso malo hamu marusaho, dengan piring makanan, agar pandai kalian berusaha,

Dungi ulang hamu lupa na padengganparkouman. Setelah itu jangan kamu lupa yang memperbaiki kekeluargaan

Tangi hamu di siluluton,inte di siriaon. Dengar kalian di kedukaan, tunggulah dalam kebahagiaan

Maksudna muda adong na masa di halak, Maksudnya kalau ada yang terjadi pada orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 139

Na patut sidangoloan,sagiro iba ro yang pantas dibantu, cepat lah datang sondap ni nataralo gogo dibantu. Semampuh nya kerahkan kekuatan dibantu.

Muda siriaon do,jarupe inda ro tu iba ontang, Jika pesta nya,walaupun tidak ada datang pada kita undangan

Ulang jabat iri roha. jangan sampai iri hati

Harana ra doi,nada pola sadia Karena mau itu, tidak seberapa langke mardomu tu parsuadaan. tetap bersama walaupun susah

On pe dison ma au,na mandongkon hata patupa, Ini pun disini lah saya, yang memberikan nasihat di ho dohot babere,songon dohot hata pasu-pasu, untukmu dengan menantu, begitu dengan nasihat pernikahan, harana da inang manurut adat, karena anak(pr)menurut adat sapanjang ni bagas on do ho, sepanjang dirumah ininya kau tarbaen hami godang ni roha nami, terlakasanakankami besar nya hati kami, mangupa ho membayar kamu

Songon ina patidahon godang ni roha, seperti itu memperlihatkan besar nya hati, anggo dung do di langka hon ho langkamu, kamu sudah nya dilangkahkan kamu langkahmu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 140

tu bagas ni halak an, ke rumah nyaorang sana, nada tardongkon hami mora, tidak terucapkan kami mora hata ni pangupa di bagas munu. Perkataan nyasyukuran di rumah kalian songon idohot holong ni roha, seperti itu juga dengan sayang nya hati

Antong tangihon inang sude nahata ni koum Maka dengarkananak(pr) semua nya perkataan dari tamu-tamu

Jadi baen dison dope kahanggi, jadi karena disini lagi saudara, anak ni raja dohot namora,hatobangan dohot harajahon, anaknya raja dengan namora, hatobangon dengan harajaon tu halahi mada hu sorahon sama kalian lah ku serahkan patama patupa on tu tondi dohot badanmu,botimada. mencocokkan ini ke jiwa dan raga kalian, begitulah.

Tar saimajolo hata na dapot disampaion, Demikian lah nasihat yang dapat disampaikan jalin kasih sayang horas hamu nakehe, jalin kasih sayang sehat kalian yang pergi horas hami naditinggalkon. sehat kami yang ditinggalkan

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 141

Ayah (Orang Tua Laki – Laki ) „Assalamualaikum Ww. Wb. Yang terhormat kepada seluruhnya keluarga yang datang dari utara dan selatan, terutama pada raja panusunan bulung. Dalam hal ini anakku begitu juga degan bere (menantu) telah kalian belikan sirih, yang mengandalkan telah sampai rupanya hajat baik ini. Disinilah kami menyampaikan kebada jiwa dan raga ananda berdua, anakku dan menantuku aturan yang tidak tertulisnya ini, yang dari dulu sudah merupakan aturan dari nenek moyang kita. Karena kalian sudah diresmikan secara adat, semua perilaku kami diubahlah. Terhidang dihadapan kalian ini bentuk kebesaran hati kami, bersama nasihat sejak kau lahir kedunia ini, melihat tumbuh kembangmu, besar hatiku, begitu juga dengan kerabat kita disini, terlebih anak raja dan mora, semua ikut bahagiia ketika engkau menemukan tambatan hatimu, dengan semua rasaku dan semua kesanggupanku untuk membuatmu bahagia, saat lahirmu pun, ku semangatinya jiwamu, sampai saat sekarang. Disini sudah datang menantuku, anak bou mu, yang menjadi pujaan hatimu sampai kau tua nanti, ayah sebagai orang tuamu turutnya ayah bahagia, walaupun kau akan pergi meninggalkan kami. Karna maksud kepergianmu ini sudah lamanya ada dalam adat kita. Satu yang ingin ayah sampaikan pandailah menyesuaikan diri dengan keluarga baru kita disana, terutama jangan meninggalkan sholat, iya anakku, dan menantuku, karena sholat adalah tiang agama. Seterusnya rukunlah kalian berdua, sama-sama melompat dan sama-sama berpijak, seperti kata pepatah seia sekata agar rukun damai dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Disini, ayah tak lupa memberikan, menunjukkan kebahagian ayah padamu dan tambatan hatimu. Dengan memberimu makan, menandakan kebahagiaanku. Kalau sekedar memberi makan sekenyang – kenyangnya, sudah sering kulakukan disini, sampai kau disini hingga besar, dengan lauk pauk yang kau sukai. Jadi anakku dan menantuku semua ini mengandung makna yang nantinya bisa kita ambil ilmu dan pelajarannya. Disini ada telur ayam rebus bulat, utuh agar nantinya bulat, teguh, utuhlah semangat jiwa ragamu. Dalam membina rumah tanggga, begitu juga dengan pakaian yang kalian gunakan untuk bekerja, dan piring tempat makan, agar kelak bisa sebagai tenaga untuk bekerja dan bersahabat dengan keluarga dekatmu. Tetapi jangan lupa untuk menjalin silahturahmi. Jelih mendengar kesedihan, kabar duka cita, datang jika diundang ke acara sukacita. Artinya kalau kalian mendengar kabar duka cita segera datang, di bantu semampu kita, tetapi jika ada acara suka cita, meskipun tidak ada undangan kepada kita, jangan sampai kita membenci, karena bisa jadi ia lupa, ataupun dia tak bisa mengundang banyak, dikarenakan keadaan ekonomi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 142

Sekalian disini papa memberikan kata – kata pangupa terhadaapmu dan menantuku. Karena sepanjang di rumah ininya, bisa ku tunjukkan kebesaran hatiku, karena ketika kau melangkah dari rumah ini menuju rumah suamimu, perkataanku ini sudah terlalu canggung terucap. Jalilah kasih sayang, agar rukun selalu mulai hari ini sampai seterusnya, sehat selalu, sehat kalian yang akan melangka, sehat kami disini yang ditinggalkan . Begitu juga dengan rasa sayang, akan berubah dengan sayang dihati saja. Kau dengarkan baik-baik apa yang sudah disampaikan keluarga dekat kita. Hanya inilah sebatas kata yang ayah sampaikan,sebab disini kahanggi, anak ni raja, mora, hatobangon dan harajaon, kepada merekalah diserahkan pangupa ini. Assalamualaikum Ww. Wb.‟

Mora : (9) Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, syukur hita panjatkan tu TuhantaAlloh SWT, syukur kita panjatkan kepada Tuhan Allah SWT namalehen nikmat kesehatan ima dalan yang memeberikan nikmat kesehatan yaitu jalan na markumpul hita di ari on, yang berkumpul kita di hari ini raja dohot na mora, tarlobih di oppui sian bagas godang raja dengan yang penyelenggara, terlebih di nenekdarirumah besar

Di ari nadengganna tama on Dihari yang berbahagia yangterbaikini

Dipajugukhamu bere di juluan Didudukkan kalian menantu di depan

Dison di hamu dipatidahon si godang ni roha Disini pada kalian diperlihatkan sibesar nya hati

Hamu madung dipatobang adat Kalian sudah dinikahkan adat

Marripe saro adat hita Menikah seperti adat kita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 143

Di nasadari on ma hamu dipasahat Di yang sehari ini lah kalian diserahkan

Laho-laho ni halak nadung marrumah tangga Tingkah laku nya orang yang sudah berumah tangga

Malo hamu marhulaon dongan Pandai kalian mencari teman

Marbisuk nadenggan maradop dongan Bijak berbaik budi terhadap teman

Marroha na lapang maradop dongan sabutuha Berlapang yangluas terhadap teman satu perut

Aha na tarpayak di jolo munu on Apa yang terletak dihadapan kalian ini

Sinta-sinta dohot godang ni roha Harapan dengan besar nya hati

Nada malo au bere mangataon tidak pandai saya nak mengatakannya

Di si hamu ro tu bagas nami,disima hita marhata dimana kalian datang kerumah kami, disitu kami berkata

Patidahon godang roha ni hami memperlihatkan besarhati nya kami

Sada doma pangidoan Satu cuma permintaan

Mardangka nian habara munu bercabanglah pundak kalian

Ulang didongkon na ganjil bagian janganlah dibilang yang aneh bagian

Adong na gabe mayam-mayam di simangido munu Ada yang jadi main-main di tangan nya kalian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 144

Hita namarugamo Kita yang beragama

Ulang lupa suruh ni tuhan Jangan lupa perintah Tuhan

Marnadenggan do pangalaho Berlakubaik nya sikap

Muda dibagasan lindungan ni Tuhan Kalau didalam lindungan nyaTuhan

Tarsaimajolo hata saat ni hata Demikianlah kata dari saya

Oppu i sian bagas godang, botima. nenek itu dari rumah besar, begitulah.

„Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu Di hari baik, dan utama ini Didudukkan pasangan pengantin yang sedang berbahagia ini di tempat yang terbaik dalam adat Disini di hadapan telah terlihat Ajaran lelur kita yang dulu

Pasangan pengantin yang berbagia, sudah resmi secara adat Bersuami-istri dalam istilah di daerah kita Di hari inilah dituturkan Perilaku-perilaku orang yang telah berumah tangga Pandailah kalian bersaudara Bijaklah terhadap saudara Berlaku dan bersikap baik terhadap sesama Berhati yang lapang terhadap teman sedarah

Yang ada di hadapan ananda berdua Harapan-harapan dalam bentuk kebahagiaan kami Tulang tidak pandai menuturkannya Datanglah berkunjung ke tempat kami Disitulah tempat kita saling bercengkrama

Satu harapan kami dan sedoalah kita semua Semoga ananda berdua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 145

Cepat di beri keturunan Biar tidak dianggap teman, rezeki kita tidak seperti yang lain Semoga kelak diberikan mainan dalam genggaman tanganmu

Kita adalah orang yang beragama Jangan lupa perintah Tuhan Karena sikap kita bisa menjadi lebih baik karenaNya Jika kita ada dalam genggamanNya. Cukup sekianlah yang bisa tulang sampaikan , sebab masih ada lagi hatobangon dan harajaon, yang lebih pas untuk menurturkannya hanya itu saja. Demikian assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu‟

Hatobangan(perwakilan barisan kaum bapak)

(10)Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatu,

Di ari nadenggan na tama on Di hari yang baik yang utama ini

Ari sibulus-bulus, ari na matua hari yang lancar , hari yang beruntung

Di naek ni mata ni ari on terbit nya mentari ini

Dison ma di patulus sude sigodang ni roha Disinilah dikeluarkan semua kebesarnya hati

Mago arsak na dung solpu menghilangkan masalah yang selesai lalu sampulu nolimarsantabi,hususun jari sampulu, sepuluh kali maaf ,kususun jari sepuluh manjong-jong adat dohot ugari. Mendirikan adat dengan negeri.

Parjolo au marsantabi tu raja na huparsanggapi, duluan aku permisi kepada raja yang ku hormati

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 146

hamu na juguk di juluan, kalian yang duduk di depan, na di surduan burangir, yang di suguhkan daun sirih, ima burangir sampe-sampe, itu daun sirih sebagai undangan na pasaut pasampe na dibagasan roha. itu tanda disampaikan isi yang ada di dalam hati

Ni sude koum si solkot Munu na jolo, untuk semua saudara dekat kalian yang dulu, waktu haroromu sian laut diupa-upahamu, waktu kedatangan kalian dari laut (luas) dibayar-bayar mu,

Diari na sadari on, Di hari yang sekarang ini

Ima manurut adat na godang na marjambang mareor-reor. itulah menurut adat yang besar yang luas bercabang

Dison tarpayak dijolo munu, Disini terletak dihadapan kalian sira na ancim mangasa gogo, garam yang asin menimbulkan kekuatan na manjampal tu balian,na mangaligi tu bagasan. yang mencari keluar, yang melihatke dalam

Anso gogohamu marusaho supaya kuat kalian mencari nafkah magabe hamu dihadamean, senanglah kalian di kebaikan sahat matua bulung. dalam kehidupan yang nanti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 147

Antong sapangido mada hita tu Tuhan. berarti sepermintaan lah kita pada Tuhan.

Tubuanlak-lakhamu, Lahirnya anak laki-laki kalian tubuan singkoru,tubuan anak,tubuan boru. sebagai penjaga kepada anak laki dan anak perempuan

Baen hamu madung dipatobang adat karena kalian sudah dinikahkan adat dohot pangalaho engot hamu hata pitua ni na tobang. Ikut tingkah laku, ingat kalian kata nasihat nya dari orangtua marsingotan dina marsipa ingot-ingotan. Mengingatkan pada yangsaling ingat-mengingatkan

Bona ni tua ni halak dibagas na, Nasihat nya leluhur nya orang dalam rumah ini, sahata sapangondok, sebahasa seucapan, sa pangambe,sa panaili. Satu ayunan tangan, satu pandangan

Muda tolap ho tu huta topotan - mu, kalau sampai kamu di kampung tujuanmu,

Saimaroban jait domu-domu, Selalu membawa jarum pemenyatu,

Maroban tua dohot dame. membawa berkah dan damai

On pe sai ma jolo sahat ni hata, sampai disini dulu penyampai nya kata baen dison dope raja pangundian, sini masih ada raja pangundian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 148

songon idohot raja panusunan bulung, ikut juga dengan raja panusunan bulung na ma mudun songon tali, yang mengikat seperti tali na malo sun pamalum roha, yang pandai/pintar mengobati hati/perasaan dohot na malo pasahatkon tu badan dohot tondi. ikut yang pandai/pintar menyampaikan ke badan dan jiwa.

Botima, assalamulaikum warohmatullohi wabarokatu. Sekianlah, assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

„Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh Yang saya hormati pertama sekali raja – raja yang begitu saya segani Dihari baik dan utama ini Hari yang penuh dengan ketulusan, dan membawa berkah Dengan naiknya mata hari Disinilah dilaksanakan semua rasa turut berbahagia Dihari ini, lewat tujuan baik dari ananda yaitu niat untuk menuju kehidupan berumah tangga, di upah-upah dengan sebesar hati, yaitu lewat resepsi perkawinan, yang meriah. Dihadapan kalian, garam yang rasanya asin, agar kelak dapat meraskan yang enak. Begitu juga dengan kerbau yang menunjukkan kekuatan, artinya agar kelak kuat dalam berusaha, kabarkan hanya kebahagiaan dan tetap dalam kesehatan. Diatas anyaman yang berbingkai bambu, selamat panjang umur, semakin jaya dalam kedamaian, sehat walafiat sampai tua. Jadi harapan kita semua kepada Tuhan. Karena kalian sudah di sah kan adat dalam hubungan suami istri begitu juga dengan sikap ingatlah nasihat orang tua menurut ajarannya dalam kehidupan, ketika tidur saling membangunkan, saling mengingatkan. Seia sekata, sama berjalan, dan sama melihat. Demikian yang dapat disampaikan assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.‟

Harajahon : (11)Assalamualaikum warohmatullohi, Assalamualaikum warohmatullohi, puji syukur tu Tuhanta Allah SWT, puji syukur kepada Tuhan-kita Allah SWT,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 149

ima, namangalehen dihita kesehatan yaitu, yang membeberikan pada kita kesehatan dohot kesempatan ima dalanna hita marlagut dison, dengan kesempatan yaitu jalannya kita berkumpul di sini songoni muse salawat dohot salam tu rasulullah Muhammad SAW. Seiring pula salawat dan salam untuk rasulullah Muhammad SAW

Santabi di hula marga anak ni raja dohot na mora, Maaf kepada kerabat anak dari raja dengan dari mora tarlobi di raja panusunan bulung, terlebih kepada raja panusunan bulung, na juguk di dalan,na markusardar Yang duduk pada jalan, yang bersandar

Antong jadi botima dah hamu najuguk di juluan, Jadi seperti itulah untuk kalian yang duduk di depan

Na malo pasombu lungun, yang bisa mengobati rindu na pasautangan-angan. yang menyampaikan angan-angan

Hamu na juguk di juluan, kalian yang duduk didepan tapangidoon ma tu Tuhan, kita minta lah kepada Tuhan horas hamu jana salamat, bahagia kalianserta selamat,

suang songon imbo di dolok, sama seperti siamang dihutan tondi dohot roha ipe marsijagitan. jiwa dan hati saling menerima

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 150

Horas ma tondi madingin, Semogalah jiwa damai,

pir tondi matogu. Kuat jiwa kukuh

Sai ma sahat di hata. sampai penyampaian nya kata.

assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

„Assalamualaikum waraohmatullohi wabarokatu, puji syukur kepada Tuhan, Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita untuk berkumpul, begitu juga salawat dan salam ke rasulullah Muhammad SAW. Banyak hormat terhadap raja dan na mora, terlebih terhadap Raja Panusunan Bulung, yang duduk di singgasana. Yang dapat menjadi pengobat rindu, sehingga semua angan bisa terealisasi. Kalian pasangan pengantin yang sedang berbahagia, sudah banyak yang kalian dengar semua nasihat yang baik. Memohon kepada Tuhan, meminta keberkahan, untuk kalian (pasangan pengantin) yang akan membina rumah tangga. Kami yang datang dari sipirok, mengingatkan jangan pernah lupa nasihat orang tua.‟

Saat sekarang kedua kelompok pemberi nasihat di atas telah terjadi perubahan, yang memberikan kata-kata nasihat dari segi formasi berubah menjadi lebih sedikit, dikarenakan isi dan penyampaiannya memiliki tujuan yang sama terhadap pengantin perempuan, sehingga pelaksanaannya dipersingkat, hal itu disebabkan karena begitu terbatasnya waktu, karena pengantin perempuan akan segera dibawa oleh pengantin laki-laki ke tempat keluarganya. Kenyataan lain perubahan dari tradisi ini tentunya di dukung oleh waktu dan jarak yang akan ditempuh ketika pengantin perempuan akan dibawah oleh yang bisa saja lokasi akan di bawahnya pengantin cukup jauh, sehingga membutuhkan keefektifan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 151

waktu dalam penyelesaian acara adat, untuk sampai ke tempat tujuan. Acara ini dipandu oleh orang kaya atas petunjuk raja panusunan bulung.

Kemudian raja panusunan bulung menyimpulkan dan menutup acara mangalehen mangan boru, atau mambutongi mangan dengan pesan sebagai berikut:

(12)“On pe baen madung tama Ini pun buat sudah pas

dohot tumbuk sudehata sinta-sinta dengan tepat semua kata harapan-harapan

ni anak ni raja dohot na mora, nya anak nya raja dengan yang mora

sai horas ma tondi mandingin sayur matua bulung, tetap selamat lah jiwa damaisampai tua

sian on tu ginjang ni ari dari ini sampai tinggi nya hari

On pehoraskon boorang kaya, horas...horas...horas... Ini pun selamat pembawa acara,sehat...sehat...sehat...

„karena sudah sepakat dan menerima semua nasihat dan harapan dari anak ni raja dan anak ni na mora, maka sehat dan tegarlah dalam menjalani semua perjalanan kehidupan dari sekarang ke masa depan nantinya.Selamat...selamat...selamat...‟

Berdasarkan hasil observasi peneliti pada waktu pelaksanaan tradisi mangandung dalam upacara adat perkawinan MA saat sekarang ini sudah mengalami perubahan. Perubahan terlihat dalam acara mangkobar boru, yaitu mangkobar saat pemberian kata-kata nasihat kepada pengantin perempuan yang dulunya peserta yang wajib hadir dalam acara adat ini adalah unsur dalihan na tolu, di dukung oleh harajaon, dan hatobangon, harajaon yang hadir biasanya dari luat atau perkampungan tetangga, begitu juga dengan hatobangon, tetapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 152

saat sekarang kelengkapan unsur di atas sudah tidak begitu dipermasalahkan, khususnya harajaon yang diundang dari beberapa luat, sudah dapat mewakili satu luat saja. Hal itu disebabkan karena keterbatasan waktu dan kemampuan pihak penyelenggara hajatan. Selain itu tradisi sakral ini dilengakapi dengan hiburan nyanyian di atas pentas dengan iringan musik keybord dengan lagu-lagu yang bertemakan perpisahan, kasih sayang orang tua, yang sering dilagukan saat pengantin perempuan akan dibawa ke tempat suaminya. Biasanya lantunan lagu dan musik ini akan mengugah rasa siapa saja yang hadir saat acara itu, saat inilah isak tangis pengantin wanita, dan keluarga, khusunya barisan parinaon terutama ibu,namariboto serta koum sisolkot sebagai pelaku tradisi membuncah. Bahkan para undangan sebagai audiens yang turut menyaksikan ikut larut dalam keharuan suasana tersebut.

4.2.4 Pasahat boru (menyerahkan pengantin perempuan kepada pengantin

laki-laki besertakeluarganya)

Selesai acara mangupa(mambutongi mangan) dilanjutkan dengan acara pabuat boru. Menjelang acara pabuat boru dilaksanakan pada pukul 18.00 wib, hatobangon ni huta memberi pesan kepada rombongan anakboru yaitu apabilah telah sampai di tempat keluarga laki-laki. Pada saat mempelai wanita akan dibawa oleh mempelai laki-laki, inanta soripada mangabitkon dengan cara menggendongkan ayam betina jara-jara kepada anak perempuannya atau boru ni na di oli serta menyandangkan garigit, sekaligus membawa ampang berisi beras dan telur ayam didalamnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 153

Tibalah saatnya pabuat boru, orang tua mempelai wanita (ayah) dan mempelai wanita (boru na dioli) berdiri di mulut pintu bagas godang, sementara berdiri berhadapan dengan boru na dioli membawanya. Pada saat itu ayah boru na di oli mempertemukan kedua tangan mempelai sambil berucap, “saya serahkan putri saya ini padamu izin dunia akhirat, dan tanggung jawabnya kuserahkan padamu dunia akhirat”. Kemuadian ketika kedua mempelai pengantin beranjak mau berangkat, pihak anakboru dalam hal ini naposo bulung siap-siap akan menghadang langkah mereka dengan menyediakan meja, 2 kursi dan 2 buah kelapa muda, kelapa muda ini dapat saja diganti dengan minuman botol seperti teh sosro, atau sejenis minuman ringan lainnya.

Kemudian anak namboru mempersilahkan kedua mempelai duduk untuk disapa dan terjadilah dialog singkat diantara keduanya. Inti dari dialog tersebut adalah bahwa anak namboru tidak izin jika boru tulangnya, akan dinikahi oleh orang lain. Untuk mendapatkan izin tersebut mempelai pengantin laki-laki harus memberikan sekedar uang pamit kepada parebannya untuk dapat membawa boru na di oli bersamanya. Seterusnya naposo dan nauli bulung mulai mengangkat barang-barang boru ke dalam kenderaan mempelai tersebut

4.3 Komponen-Komponen Perfomansi dalam Tradisi mangandungpada

Pada Acara Adat Perkawinan MA

Performasi tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan MA merupakan tahapan dalam tata cara pelaksanaan tradisi pada acara adat perkawinan yang dilaksanakan pada pesta adat pabagas boru. Komponen- komponen tradisi lisan yang ada dalam performansi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA di kota Padangsidimpuan tentunya tidak lepas dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 154

konteks, yakni pelaku tradisi, penonton (audience), tempat, dan waktu pertunjukan, dalam arti tanpa komponen yang ada dalam konteks sebuah pertunjukan tradisi mangandung tidak dapat terlaksana.

4.3.1Waktu pelaksanaan

Pelaksanaan mangandung boru ini berlangsung mulai dari mangkobar boru sampai dengan pasahat boru (penyerahan pengantin perempuan) yang diserahkan kepada pengantin laki-laki dan keluarganya, ketika selesai mambutongi mangan sekitar pukul 17.00 wib selepas sholat ashar sampai dengan pukul 18.00 wib menjelang magrib di wilayah Padangsidimpuan dan sekitarnya.

Namun kisaran waktu ini tergantung juga sejauh mana jarak tempuh boruatau pengantin perempuan akan di bawah. Jika boru atau pengantin perempuan akan di bawah ke luar kota waktunya akan dipercepat dan kesepakatan waktu biasanya dimusyawarahkan antara yang punya hajatan dengan para tokoh adat, harajaon, serta hatobangon setempat.

4.3.2Tempat Pelaksanaan

Tradisi mangandung boru dalam acara adat perkawinan MA, ini di lakukan di dalam rumah suhut, dibagas godang yaitu rumah keluarga mempelai pengantin perempuan, sementara group iringan musik lagu yang bertema syair perpisahan sebagai bentuk pengganti kata- kata andung berada di atas panggung yang posisinya di luar rumah. Setelah selesai mangkobar dan mambutongi mangan pengantin, dilanjutkanlah acara pabuat boru yang di dampingi oleh hatobangon ni huta akan memberi pesan kepada rombongan anakboru. Disini hatobangon ni huta akan memberi amanat kepada rombongan anakboru untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 155

menyerahkan boru (pengantin perempuan) beserta barang-barang yang akan dibawanya, jika sudah sampai ke tempat anak boru agar marjami ta ma tu hatobangon dan harajaon di tempat yang akan di tuju. Dari tempat lokasi ini yaitu rumah orang tua mempelai wanita, diikutsertakan yang akan membawa indahan tungkus biasanya adalah parnamboruon dari sipengantin. Ketika selesai semua pemberian nasihat dan dari acara mangkobar di acara pabuatkon boruini, berdirilah boru na di oli, sambil mangandung dan menjabat tangan ibunya, saudaranya, semua koum si solkot, serta teman dekat yang ikut hadirseraya memohon maaf dan berpamitan. Tetapi terlebih dahulu pengantin laki-lakiberdiri di mulut pintu rumah seraya menunggu penyerahan segalah tanggung jawab pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki, baik fisik dan tondinya sudah menjadi tanggung jawab suaminya yaitu bayo pangoliatau pengantin laki- laki,telah diselesaikan hobaron boru atau musyawarah perkawinan secara adat.

4.3.3 Audiens (hadirin)

Hasuhuton mempersembahkan burangir sahat-sahat atau burangir nahombang kepada hatobangon dan harajaon untuk dapat menyelesaikan adatnya.

1. Harajaon bertanya apakah anak boru yang akan menyelesaikan adatnya

telah bertemu dengan goruk-goruk hapinis dari suhut. Selanjutnya orang

kaya ni huta mempertegas pertanyaan raja dengan pertanyaan “madung

marsianggoan timus dehe hamu tu anak borunta na dison”. Jika

pertanyaan ini dijawab anak boru yang datang dengan jawaban “sudah”

kemudian raja menyuruh rombongan tersebut memperkenalkan diri

(bersalaman).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 156

2. Hatobangon dan harajaon berfungsi untuk menyambut pihak pengutara

maksud, dan jika hal ini berterima, maka raja berpesan agar penyelesaian

hobaron adat ni boru segera dilaksanakan.Anak boru yang datang harus

siap menerima beban adat dalam hal ini omas sigumorsing (emas), abit na

marrambu(ulos)serta semua pembiayaan adat yang harus diserahkan

dalam sidang adat yang disebut mangampar ruji.

4.3.4 Pelaku Tradisi

1. Ibu (orangtua perempuan dari pengantin wanita)

2. Ayah(oarang tua laki-laki dari pengantin perempuan)

3. Dalihan na tolu (barisan kaum Ibu dan barisan kaum bapak)

4. Ompung (nenek)

5. Hatobangon

6. Harajaon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

157

BAB V

PERFORMANSI ( TEKS, KO-TEKS, KONTEKS) TRADISI MANGANDUNG

DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA

5.1 Analisis Data

Data yang akan dianalisis pada bagian ini meliputi bentuk performansi dari

tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA, meliputi bentuk performansi

(teks,ko-teks, dan konteks), makna dan fungsi, norma dan nilai budaya,kearifan

lokal dari tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA, serta model

revitalisasi yang dapat digunakan pada tradisi mangandung pada acara adat

perkawinan MA.

5.2 Bentuk Performansi

Bentuk performansi meliputi tahapan-tahapan penting untuk melalui

proses mangandung ini, persiapan yakni mangupa (memberi semangat) atau

mambutongi mangan boru (memberi makan pengantin perempuan) sampai

kenyang, pelaksanaan mangalehen hata,sampai pada pasahat boru (menyerahkan

pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki). Masing-masing dianalisis

secara deskriptif disertai dukungan dari beberapa keterangan dari informan serta

interpretasi peneliti.

5.2.1 Persiapan

Sebagaimana mulanya persiapan perkawinan diawali dari andung ni ama,

dohot ina tu anak dohot boru na (ratapan ayah dan ibu kepada putra-putrinya).

Masyarakat Angkola merasa risau apabila putera-puterinya belum juga menikah

157

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 158

padahal syarat-syarat untuk melangsungkan pernikahan sudah cukup. Kerisauan ini tentunya berdasarkan holong (hati) yang susatu saat nanti, mereka sampaikan kepada anak (anak lk) dan boru (anak pr) mereka. Inilah yang mengawali tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan di Angkola. pada umumnya niat untuk menikahkan anak muncul dari orang tua, tepatnya ibu, ketika berbicara santai dengan ayah. Setelah kedua orang tua sepakat untuk melaksanakan niat tersebut, kemudian mereka sampaikan kepada anak mereka. Hal ini biasa terjadi dalam keluarga laki-laki, karena pihak laki-lakilah yang mengambil anak perempuan

(mambuat boru) untuk dijadikan isteri. Sementara pihak keluarga perempuan sifatnya menunggu datangnya keluarga laki-laki untuk melamar anak perempuannya.

Proses akad nikah yang dilaksanakan pada Jumat pagi tanggal 22

Desember 2017, yang bertempat di bagas godang (kediaman keluarga perempuan) pada pukul 08.00 wib, yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama pasangan keluarga pengantin yaitu ajaran islam, yang tidak mengandung unsur tradisi. Setelah itu dilanjutkan doa bersama yang dihadiri oleh kerabat dekat, dalihan na tolu, dan para sahabat si pengantin. Setelah itu barulah pasangan pengantin memohon maaf serta meminta restu pada kedua orang tua, dan menyalami masing-masing tamu undangan. Suasana sakral dan haru terlihat saat orang tua (ayah) dari pengantin perempuan ketika pelaksanaan ijab qobul, menahan sedih dengan ucapan yang sedikit tertahan, ketikamengucapkan,”Febriaono Dasopang, saya nikahkah dan serahkan anak kandung saya Desi Sri Rezeki kepadamu ....”. Ikrar nikah ini, mengindikasikan walaupun pelaku utama dalam tradisi ini merupakan wanita, tetapi seorang ayah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 159

merasakan sedih yang bersangatan saat ikut mengikrarkan janji ini dihadapan tuan kadi dan saksi undangan. Hal ini terlihat bagaimana orang tua (ayah) bendungan air mata yang tertahan di sudut mata seorang ayah, serta suara yang tiba-tiba tegas terucap sedikit tersedat saat mengucapkan kata saya serahkan. Arti dari kata tersebut memberikan segalah kewenangan kepada pengantin laki-laki baik berupa tanggung jawab, lahir dan batin, serta keselamatan dari anak perempuan yang begitu disayanginya sejak lahir sampai menikah. Perasaan khawatir yang luar biasa ini dirasakan oleh seorang ayah, ketika menikahkan putrinya, hal ini dikarenakan takutnya orng tua (ayah), bahwa rasa sayang yang dia miliki tidak sama dengan sayangnya orang lain, dan cinta seorang ayah kepada putrinya, melebihi rasa cinta terhadap dirinya sendiri. Hal lain adalah bahwa setelah menjadi tanggung jawab suaminya, seorang anak perempuan pada MA tidak lagi sepenuhnya menjadi hak orang tuanya, artinya apapun yang terjadi terhadap si anak perempuan merupakan hak penuh suaminya, hal ini secara tidak langsung putus sudah semua rasa sayang dan memiliki terhadap putrinya, begitu pula sebaliknya seorang anak perempuan yang sudah menikah tidak lagi mempunyai kewajiban penuh terhadap orang tuanya. Perasaan yang bisa dimilikinya disebut holong ate (sayang hanya berdasarkan dari hati) artinya semua hal yang dulunya meminta restu orang tua, tetapi saat menikah ketika ingin ke rumah orang tua harus seizin suaminya.

Seusai acara ikrar atau ijab qobul, doa bersama dipimpin oleh tuan kadi, barulah dilanjutkan dengan makan pagi pada pukul 09.00 wib sampai dengan selesai, yang dihadiri oleh para tamu undangan. Keesokan harinya Sabtu, pukul

08.00 wib kota Padangsidimpuan diselenggarakanlah mangkobar (musyawarah)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 160

sidang mangampar ruji. Sidang Mangampar ruji merupakan musyawarah peyelesaian adat dalam pabagas boru (mengawinkan anak perempuan) pada MA.

Pelaksanaan musyawarah ini biasanya membicarakan segalah bentuk upah adat yang dihadiri oleh harajaon, dalihan na tolu, hal ini menunujukkan bahwa pengantin perempuan tidak sembarang di bawah oleh pengantin laki-laki. Ada beberapa aturan yang harus dilaksanakan agar pengantin perempuan bisa diserahkan dan dibawa oleh keluarga laki-laki. Sebuah simbol kehormatan bagi anak perempuan Batak khususnya MA. Artinya boru yang diadati adalah perempuan yang tidak sembarangan, dia memiliki status sosial yang terhormat di masyarakat dan keluarganya. Upah adat ini menyimbolkan dan melambangkan bahwa seluruh kegiatan dalam acara pabagas boru memberi ingatan dan saksi pada harajaon, hatobangon, serta dalihan na tolu bahwa di hari itu akan ada boru

(pengantin perempuan) akan keluar dari keluarga, dan acara ini juga akan memberikan sikap yang penuh tanggung jawab kepada pengantin laki-laki untuk tidak menyia-nyiakan pengantin perempuan.

Proses sidang mangampar ruji sebagai berikut:

Hasuhuton mempersembahkan burangir sahat-sahat burangir

nahombang kepada hatobangon dan harajaon untuk dapat menyelesaikan

adatnya. Selanjutnya raja bertanya apakah anak boru yang hendak

menyelesaikan adat tersebut telah bertemu dengan goruk-goruk hapinis

(kahanggi) yang berfungsi penghubung pesan dari yang

menyelenggarakan acara (suhut). Acara selanjutnya anakboru yang datang

mempersembahkan burangir na hombangdi atas piring. Apabilah raja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 161

telah menerima burangir (sirih) dari delegasi yang datang mangkobar

boru, maka acara mangkobar boru dapat dimulai.

Sebagai kata pembuka/pembicara pertama dari pihak rombongan

Na Tolu Sauduran yaitu goruk-goruk hapinis/ pareban Na Ro sebagai

penuntun dalam persidangan. Kemudian baru disambung yang berdalihan

na tolu yang datang yaitu kahanggi, anakboru, dan hatobangon. Setelah

selesai pihak yang meminta penyelesaian adat mengutarakan maksud dan

tujuan mereka, barulah disambut oleh hatobangon dan harajaon di acara

yang dikunjungi. Sebelum sidang mangampar ruji kepada hadirin

disuguhkan makanan oleh-oleh (silua) dari anak boru yang datang berupa

sasagun dan itak kukus.

Setelah selesai mangampar ruji diadakan penyerahandiserahkan kepda ibu si gadis oleh Ibu si anak di dampingi oleh kahanggi , anak boru, mora, dan ompung boru. Menyerahkan batang boban ini adalah anakboru , mora. Unjuk

(tumpak) tulang diserahkan kepada mora yang menyerahkannya adalah suhut atau kahanggi. Unjuk yang lain diserahkan oleh orang kaya di kampung tempat pelaksana acara.

Dalam penyerahan acara batang boban ini sekaligus diserahkan kain-kain adat sebagai berikut ( sebaiknya diserahkan sebelum mangkobar).

Kain apus ilu diterima oleh ibu si gadis

Kain huduk banggar diterima oleh ibu si gadis

Kain tutup uban diterima oleh ompu suhut

Kain partading diterima oleh ibu si gadis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 162

5.2.2 Pelaksanaan

Pukul 16.00 setelah acara resepsi selesai, pasangan pengantin di dudukan di juluan (tempat utama), adapun yang hadir dalam acara tersebut, orang tua dari

(pengantin perempuan/pengantin laki-laki),harajaon, hatobangon, dalihan na tolu, serta kerabat dekat. Hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah indahan pangupa, barang bawaan boru, serta indahan pasahe robu.Pertama-tama pangupa dibawa ke juluan (di depan) dihadapan pasangan pengantin. Pangupa ini ditujukan untuk memberikan semangat kepada pasangan pengantin agar sehat dan selamat dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Dalam memberikan makan pangupa ini sebenarnya yang diutamakan adalah pengantin perempuan, tetapi pengantin laki-laki boleh juga ikut makan, ataupun hanya mendampingi.

Pengantin perempuan harus sekenyang-kenyangnya memakan pangupa, artinya inilah puncak kasih sayang terakhir orang tua yang turut bahagia menghantarkan anak perempuannya untuk dibawa oleh keluarga pengantin laki-laki.

Setelah selesai makan pangupa, barulah orang kaya atau pembawa acara melaporkan kepada raja panusunan bulung(pemimpin acara adat) untuk melanjutkan acara selanjutnya, yaitu memberikan kata-kata nasihat. Raja panusunan bulung dengan menyahuti pesan dari pembawa acara, serta menyerahkan acara selanjutnya barulah pemberian nasihat boleh dilaksanakan.

Dalam acara mangalehen hata (memberikan kata-kata nasihat) pihak utama yang memberikan kata-kata nasihat adalah ibu, dan barisan kaum ibu lainnya,di susul oleh bapak ayah dan barisan kaum bapak baik dari pihak daliha na notu maupun harajaan dan hatobangon dalam hal ini terlihat bagaimana awal nya ibu tegar dalam menyampaikan kata-kata nasihat, tetapi ketika sampai pada isi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 163

pernyataan “on pe inang na giot kehe ma ho..,malo ho mambuat roha ni koum mu olo nak...‟‟ ( inipun anakku kau akan pergi..., pandailah mengambil hati keluargamu iya nak...”). Ketika mengucapkan pesan ini, seketika membuat ibu menangis, tersendat, tidak sanggup untuk meneruskan apa yang ingin disampaikannya. Sedih karena anak perempuannya akan meninggalkannya, berpisah dengan anak perempuannya yang begitu dia sayangi, mulai dari lahir disambut dengan suka cita hingga sampai mengantarkan anak perempuannya memasuki kehidupan baru yaitu berumah tangga. Bahagia bercampur haru berbaur dirasakan oleh orang tua.

Setelah ibu menuturkan kata-kata nasihat, dilanjutkan pihak dalihan na tolu yang diwakili oleh anak boru dan mora, yaitu bouatau namboru serta nantulang dari keluarga mempelai pengantin perempuan. Selesai barisan kaum ibu, orang kaya (pembawa acara) memanduh acara dan memberikan aba-aba kepada ayah pengantin perempuan beserta barisan kaum bapak untuk menuturkan nasihat-nasihat yang akan disampaikan pada pasangan pengantin dengan terlebih dahulu menyodorkan sirih kepada masing-masing pihak yang akan memberikan kata-kata nasihat. Ketika semua unsur selesai menyampaikan harapan-harapannya kepada pasangan pengantin barulah orang kaya mempersilahkan pasangan pengantin menyahuti nasihat yang telah disampaikan kepadanya.

5.2.3 Penyerahan Pengantin Perempuan

Menjelang magrib, sekitar pukul 18.00 wib, saat semua komponen- komponen yang memberikan kata-kata nasihat baik orang tua, dalihan na tolu, kerabat dekat, harajaon, dan hatobangon serta seluruh pelaku adat telah memberikan semua nasihat ajaran kehidupan kepada pasangan pengantin, maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 164

pengantin wanita memberikan sepatah dua patah kata untuk memberikan balasan dari nasihat-nasihat dari pelaku dalam tradisi tersebut. Selanjutnya hatobangon memberi pesan kepada rombongan anak boru yaitu apabila telah sampai di tempat keluarga laki-laki agar anakborumemberi kabar kepada hatobangon dan harajaon. Pada saat mempelai perempuan akan dibawa oleh mempelai laki-laki, inanta soripada (ibu) menggendongkan ayam betina jara-jara kepada anak gadisnya serta menyandangkan garigit, seklaigus membawa ampang berisi beras dan satu telur ayam di dalamnya.

Tibalah saatnya ayah dan mempelai pengantin perempuan (boru) berdiri di mulut pintu bagas godang, sementara mempelai pengantin laki-laki berdiri berhadapan dengan istrinya untuk siap membawanya. Pada saat itu orang tua (ayah) dari pengantin perempuan mempertemukan kedua tangan mempelai sambil berucap,

“saya serahkan putri saya ini padamu izin dunia akhirat, dan tanggung jawabnya kuserahkan padamu dunia akhirat”. Disini terjadi andung yang lebih terdengar lagi seraya dilantunkanlah lagu rere na rere yang dimainkan oleh pemain keybord

5.3Analisis Teks, Ko-Teks, dan Konteks

5.3.1Teks

Teks yang ada di dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan

MA ini merupakan tuturan saat pemberian kata-kata nasihat yang disampaikan orang tua perempuan (ayah dan ibu), kerabat dekat, dalihan na tolu, serta harajaon, dan hatobangon yang isinya berisi petuah ataupun nasihat nasihat baik yang kelak akan diingat oleh pasangan pengantin baru dalam hal ini bayo pangoli dan boru na dioli. Ungkapan kebahagian bercampur dengan kesedihan tergambar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 165

dari teks andung lewat pemberian kata-kata nasihat kepada siapa boru na dioli atau pengantin perempuan tersebut mengungkapkan isak pilu kesedihan yang dirasakannya. Hal ini dapat kita dari tuturan kata-kata nasihat yang disampaikan oleh ibu kepada puterinya.

(14)ho inangna giot kehelangka matobang kamu anak(pr) yang akan pergi langkah menua

ima manopotkon anak ni namborumu yaitu menemui anak nya mertua(pr)mu

tumbuk ni rohamuima tu Siborang pas nya hati kamu yaitu ke Sibong

„kau puteriku yang akan akan menikah untuk menempuh kehidupan baru bersama dengan paribanmu pilihan hatimu‟,

Biasanya tema yang muncul dalam teks tradisi mangandung pabagas boru ini adalah tema perpisahan, hal ini dapat di lihat pada kata yang bercetak tebal di atas.Pihak-pihak memberikan kata-kata nasihat kepada pengantin yaitu katalangka matobangyang secara denotasi bermakna menikahselalu ada dalam setiap tuturan nasihat.Rasa bahagia bercampur haru tergambar lewat teks dapat dilihat dari petikan isi ...

(15)Disoninang tarpayak di jolomu ima pangupa, di sini anak(pr) terletak di hadapanmu yaitu ungkapan syukur napatidaon sigodang ni roha Yang menunjukkan yang besar nya hati

Onpe inang na giot kehe songondia ho Inipun anak(pr) yang akan pergi bagaimana kamu maninggalkan hami dohot ayahmu dison, meninggalkan kami dengan ayahmu di sini biana di son, songoni baen tu bagas ni namborumu bagaimana di sini, begitulah buat untuk rumah nya mertua(pr)kamu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 166

malo-malo maho inang mabuat roha ni namborumu...iiii....iiii pandai-pandailah kamu anak(pr) mengambil hati nya mertuamu(pr)....iiii...iiii

„dihadapanmu ada nasi yang berfungsi memberikan semangat kepada kalian yang akan berumah tangga yang merupakan bentuk rasa bahagia kami untuk melepaskanmu menikah. Inipun puteriku kau akan dibawa pergi dan meninggalkan kami,(ibu dan ayah), bagaimana sikapmu terhadap kami disini, begitulah nanti bersikap kepada mertuamu di tempat keluarga barumu. Pandai- pandailah putriku mengambil hati mertuamu...iiii...iiii „

Selain itu terdapat tema lain dengan tujuan (1) pandai mengambil hati mertua dan keluarga suami (malo-malo ho inang mambuat roha ni boumu, dohot koummu) (data 6,7),(2) jangan membuat malu keluarga (ulang mambaen ila ho inang), (data 4,5), (3) jangan lupa sholat(ulang lupa sumbayang) (data 14,

8, 9), (4) rasa syukur (patidahon godang ni roha) (data 5, 6), (5) belajar membalas kebaikan (malo hamu mambalas si godang niroha ni koumta on)(Data 5), (6) semangat (manarimo tondi dohot badan munu)(Data 4, 5), (7) meninggalkan semua perilaku semasa muda(ulang be binaen sude pangalahodompak di haposoan),(Data 6,8,9)(8)selalu sehat dalam menjalani kehidupan yang baru (horas ma tondi ma dingin, pir tondi matogu) (Data 4, 5, 6,

9, 10, 11).

Struktur alur teks dalam pemberian kata-kata nasihat ini terdiri atas pendahuluan, isi, serta penutup. Struktur pendahuluan memiliki ciri dalam teks yang dapat kita lihat sebagai berikut:

1. Pendahuluan di awali dengan pujian kepada Tuhan Allah SWT serta

sholawat kepada rasulullah Muhammad SAW, setelah itu dilanjutkan

dengan salam salam hormat kepada yang hadir dalam pelaksanaan acara

tersebut. Bagian teks yang berhubungan dengan tuturan nasihat tersebut

merupakan ciri dari teks pendahuluan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 167

(16)Ibu(umak): Syukur alhamdulillahdiucapkon kehadirat Alloh SWT Syukur alhamdulillah diucapkan kehadirat Allah SWT

Namangalehen ima tu hita kesempatan yang memberikan yaitu untuk kita kesempatan

ima dapotkita markumpul di potang ni ari on yaitu dapat kita berkmpul pada sore nya hari ini

Songoni shalawattu Nabinta Muhammad SAW Begitupun shalawat untuk Nabi-Kita Muhammad SAW

Santabi sampulu dirajanami Mohon maaf sepuluh pada raja kami

Hatobangon, sude koum nahuparsangapi. pengetuakan, semua keluarga yang ku hormati

„Syukur alhamdulillah, diucapkon kehadirat ni Alloh SWT, yang telah memberikan kepada kita kesempakatan untuk berkumpul bersama di sore hari ini. Beriring salawat kepada nabi Muhammad SAW. Adapun sebab kita berkumpul bersama dalam acara resepsi pernikahan puteri saya Desi. Yangsaya hormati, hatobangon, dan semua kerabat yang sangat berharga‟

(17) Anak boru (bou):Assalamualaikum warohmatullohi wabarakokatu, Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu

puji dan syukur marima hita ucapkon tu Allah SWT puji dan syukur bersama kita ucapkan pada Allah SWT

namangalehen kasehatan dihita sude, kesempatan yang memberikan kesehatan pada kita semua, kesempatan

acara resepsi ni parumaenta acara resepsi nya menantu kita

di bagason ima si Desi. Dalam rumah yaitu si Desi.

Dohot salawat tu rasulullah Muhammad SAW. Dengan salawat kepada rasulullah Muhammad SAW.

Santabi sampulu, sampulu noli santabi, maaf sepuluh, sepuluh kali maaf,

di langit na hujujung di tano nahu jojahi. Di langit yang ku junjung padatanah yang ku pijak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 168

Tarlobi di raja panusungan Bulung, Terlebih pada raja panusungan bulung,

na huparsangapi disidang na mulia on yang ku hormatipada sidang yang mulia ini

ima di acara niparumaen nami yaitu dalam acara nya menantu(pr) kami.

„assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, puji dan syukur bersama-sama kita ucapakan kepada Allah SWTyang telah memberikan kesehatan kepada kita semua, kesempatan dalam acara resepsi ni parumaenta si Desi di rumah ini. Begitu juga salawat kepada rasulullah SAW. Dengan segalah rasa hormat,di langit yang dijungjung dan bumi yang dipijak, terlebih kepada raja, yang sangat mulia dalam sidang adat ini, yaitu acara anak kami‟

(18) Suhut (ayah): Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,

pertama sekali marima hita sampaion pertama sekali bersama kita samapaikan

rasa syukur tuAllah SWTnamangalehen rasa syukur pada Allah SWT yang memberikan

nikmat kesehatan dohot kesempatan di hita sudena, nikmat kesehatan dan kesempatan pada kita semua,

songoni muse nian hita sanjung tinggion begitupun jugakiranya kita sanjung tinggikan

salawat beriring salam tu roh junjungan ta salawat beriring salam pada roh junjungan kita

nabi besar Muhammad SAW nabi besar Muhammad SAW

na akan hita dapotkon sapaatna diyaumilakhir. Yang akan kita dapatkan safaatnya dihari akhir

Parjolo au marsantabituanak raja Pertama saya mohon maaf pada anak raja

Dohot na mora sumurang lobi dengan yang saudaratakkurang lebih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 169

di ompu raja na martua marsahala pada nenek raja yang bertuah bersatu

„ assalamulaikum warohmatullohi wabarokatuh, pertama sekali bersama-sama marilah kita samapikan rasa syukur kepada Allah SWT yang memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada kita semua, begitu juga kita sanjung tinggikan salawat beriring salam kepada roh junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang akan kita dapatkan safaatnya diyaumikakhir. Pertama sekali yang saya hormati anak ra, dan saudara, serta tidak mengurangi hormat kepada rajanya raja‟

2.Bagian isi merupakan bagian atau hal utama yang merupakan isi ataupun

tujuan tentang harapan yang akan disampaikan kepada pasangan pengantin,

dalam hal ini dikhususkan kepada pengantin wanita berdasarkan isi dan

tujuannya tradisi mangandung dalam acara pesta perkawinan di angkola ini

ada yang diperuntukkan agar kelak, (1) pandai mengambil hati keluarga,(2)

selamat dan sehat, (3) diberi keturunan, (4) jangan lupa perintah Tuhan, (5)

sayang kepada saudara.

Bagian isi tersebut dapat dipahami pada penanda angka dalam bentuk

penomoran yang bercetak tebal merupakan bagian dari isi teks tuturan yang

dirujuk dari paparan setiap isi yang memiliki tujuan seperti yang sudah

dijelaskan pada paparan di atas.

(19)malo-malo ho mambuat roha pandai-pandai kamu mengambilhati ni namborumu dohot koummu nya anak(pr)kamu dengan keluarga kamu olo...on petong inang maradu hamu iya...inipun anak(pr) seluruh kalian sude rombongan tu hamu sude, semua rombongan pada kalian semua, ajari hamu borukkon, ajari kalian anak(pr) ini,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 170

pamatang nia do nagodang on, badan dia saja yangbesar ini, anggo parroha nanggo haru sadia.... kalau perasaan tidak terlalu berapa...

„paribanmu datang ke rumah seminggu yang lalu, memintamu untuk menjadi teman hidupnya, dengan renadah hati agar kau mau menerimanya. Kau yang akan segera di bawa ke kampung Sipirok. Puteriku jika kau sudah berada di tempat keluarga barumu, pandailah menyesuaikan dan mengambil hati mertuamu dan keluarga baru disana, ya.....Puteriku dan semua rombongan yang hadir disini, tolong ajari puteriku ini, badannya saja yang besar, kelakuannya masihlah belum dewasa‟

(20) Horas hamu marrumah tangga Selamat kalian berumah tangga

malo muse hamu markoum. Pandai lagi kalian berkeluarga

Horas ma tondi madingin sian on tu ginjang ni ari Selamat lah jiwa telahdingin dari ini sampai panjang nya hari

„Sehatlah kalian yang berumah tangga, demikian juga sanak saudara. Sehatlah jiwa di dalam kedamaian, dimulai dengan hari ini sampai seterusnya‟

(21) Mardakka nian abara munu, Bercabang kiranya pundak kalian

ulang di dokkon na ganjil bagian. Jangan di sebut yang tidak lengkap bagian.

Adong na gabe mayam-mayam disimagido munu. Ada yang jadi main- mainan di tangan kalian.

„segera diberikan keturunan, agar tidak beda dari yang lain, yang nantinya bisa ditimang-timang‟

(22) ulang lupa suru ni Tuhan jangan lupa perintah dari Tuhan

murdenggan doi pangalaho, lebih baik nantinya perbuatan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 171

muda dibagasan lindungan ni Tuhan, bila di dalam lindungan dari Tuhan,

„janganlah lupa perintah Tuhan, karena dengan rido Tuhan semua usaha kita akan berkah, sudah banyak yang disampaikan baik berupa harapan kepada Tuhan, selamat kepada kalian yang akan menjalani hidup berumah tangga, semoga tetap dalam lindungannNya‟

(23) elek iba markahanggi, Merayu saya saudara,

holong iba maranak boru, sayang kita bersaudara,

hormat iba maradop mora, hormat kita berhadapan saudara,

„pandai mengambil hati saudara,sayang kepada saudara, hormat kepada saudara‟

2. Bagian penutup dalam bagian teks tersebut dapat dilihat dalam tuturan di

bawah ini, tuturan tersebut,disampaikan dengan ciri salam penutupsebagai

tanda berakhirnya penyampaian nasihat atau pesan dari setiap penutur yang

memberikan harapan-harapan kepada pengantin perempuan dalam acara

tersebut. Hal ini selanjutnya dapat kita lihat pada teks berikut:

(24)saima inang sahat sianau, ondope parrasokimu, demikianlah anak(pr)penyampaian dari ku,inipun rezekimu

benna di son dope koumta, sebab di sini lagi keluraga kita,

halai ma na palanjutkonna. Merekalah yang melanjutkann nya.

Assalamualaikumwarohmatullohi wabarokatu. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.

„cukup sekianlah nasihat yang dapat ibu sampaikan, dan inilah bagian dari rezekimu, Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatuh‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 172

(25)sai majolo saat ni hata sian au, Cukup sekian nasihat dari kata dari saya,

Husudahi ma dengan ku akhiri lah dengan

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.

„demikianlah yang dapat saya sampaikan, saya akhiri dengan Asasalamualaikumwarohmatullohi wabarokatu‟

(26) tarsaimajolo sahat ni hata, demikian dahulu penyampaian dari nasihat,

botima, demikianlah,

assalamamualaikumwarohmatullohi wabarokatu. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.

„hanya demikian yang dapat saya sampaikan, Assalamualaikumwarohmatullohi wabarokatu‟

(27) Pir tondi matogu kuat jiwa teguh

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Horas....horas....horas.... Selamat...selamat... selamat...

„Selamatlah jiwa yang damai, dan jiwa yang kuat. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.selamat....selamat... selamat‟

Struktur mikro dalam teks mangalahen hata (memberikan kata) dari segi sintaksis, yaitu bagaimana kata dan kalimat nasihat disampaikan pada konteks mangandung pabagas boru. Nasihat dan pesan disampaikan dengan menggunakan kalimat langsung, artinya kamlimat dan kata-kata yang diucapkan langsung ditujukan kepada pasangan pengantin sebagai sasaran langsung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 173

pembicara dalam memberikan kata-kata nasihat. Pernyataan tersebut dapat kita lihat pada kata sapaan kata ganti yang merujuk pada seseorang atau persona (kata ganti orang)

(28) kau(ho Inang), kamu(hamu inang, hamu bere, kalian (hamurombongan na adong dison), kami (hami au dohot ayahmu), kita (hita, merujuk ke hadirin).

Pemilihan kata-kata dalam tuturan tersebut, ada yang berupa hata somal

(bahasa sehari-hari) seperti dapot hita markumpul di potang ni ari on(dapat kita berkumpul di sore hari ini), hajari hamu borukkon(ajari kalian anak(pr) ini), ingotko sude hata ni koum-koum(ingat semua nasihat keluarga), dison mada hami patidaon, godang ni roha tu ho(disini kami menunjukkan rasa bahagia kami).

(29)dapot hita markumpul di potang ni ari on dapat kita berkumpul pada sore nya hari ini „kita dapat berkumpul pada sore hari ini‟

ajari hamu borukkon Ajari kalian anak(pr) „Kalian harus mengajari anak(pr)‟

Ingotko sude hata ni koum-koum Ingat kamu semua kata nya keluarga-keluarga „Kamu ingat semua nasihat dari keluarga‟

Disonmada hami patidaon Disinilah kami perlihatkan „Kami akan tunjukkan di sini‟

Penggunaan kata konotasi

(30)Mardakka habara (konotasi) Bercabang bahu (bahu yang bercabang) „Cepat mendapat keturunan‟(denotasi)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 174

Martoruk habara(konotasi) Merendahkan bahu „memohon‟ (denotasi)

Sigodang ni roha (konotasi) berbesar nya hati „bahagia‟(denotasi)

Mambuat roha(konotasi) Mengambil hati „menyenangkan‟(denotasi)

Sitopoton(konotasi) Yang dituju „pujaan hati‟(denotasi)

Simanare(konotasi) Badan „tubuh‟(denotasi)

Simatobang(konotasi) Yang dituakan „Orang tua‟(denotasi)

Penggunaan bahasa aling-aling yaitu bahasa adat

(31)Horas tondi madingin pir tondi matogu Selamat jiwa damai kuat jiwa teguh „selamat jiwa yang damai kuat jiwa yang bersatu‟

Santabi sampulu, sampulu noli marsantabi mohon maaf, sepuluh kali mohon maaf „mohon maaf semaaf-maafnya‟

Indahan tungkus pasahe robu Nasi bungkus penyelesaian janji „nasi adat sebagai bentuk penyelesaian hutang adat‟

Surat tumbaga holing surat tembaga hitam „norma-norma tidak tertulis sebagai norma adat yang wajib dipatuhi‟

Penggunaan pepatah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 175

(32)Ulang honoan marsipurpur, Jangan kelamaan berangin, „jangan terlalu bersantai‟

suang songonabit na iang jomur layaknya seperti kain yang kering jemur „harus ditingkatkan kepedulian‟

Ulang holongan roha di sanggul pado di hobuk Jangan lebihsayang hati pada konde pada rambut „utamakan kebutuhan pokok‟

Sai maroban jahit domu-domu selalu membawa jarum pertemu „menjadi pemersatu di dalam keluarga‟

Satahi saholoan, salumpat saindege Satu suara, satuloncatan satupijakan „seia sekata,satu langkah dalam tujuan‟

Tabel 5.1. Struktur Teks Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA

Struktur Makro (Tema) Super Struktur Struktur Mikro 1. Pandai mengambil 1. Pendahuluan  Penggunaan kata hati mertua dan  Pujian kepada Tuhan sapaan yang merujuk kerabat  Sholawat kepada kepada kata ganti orang (person) 2. Jangan membuat Rasullullah  Penggunaan hata malu keluarga  Salam hormat kepada yang somal (bahasa sehari- 3. Jangan lupa sholat hadir hari) 4. Rasa syukur 2. Isi  Penggunaan kata 5. Belajar membalas  Mempelajari adat istiadat konotasi kebaikan keluarga suami  Penggunaan bahasa 6. Semangat  Selamat dan sehat dalam aling-aling (bahasa adat) 7. Meninggalkan menjalankan kehidupan  Penggunaan pepatah perilaku semasa rumah tangga muda  Segera diberi keturunan  Sayang kepada saudara  Jangan lupa perintah Tuhan 3. Penutup  Salam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 176

5.3.2 Ko-Teks

Koteks merupakan bagian penting dalam memberikan pemaknaan terhadap teks tradisi lisan. Berikut salah satu aspek ko-teks yang ditampilkan dalam tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan MA. Adapun unsur dari ko-teks dalam acara ini meliputi (1) paralinguistik, (2) Kinetik, dan (3) unsur material.

1. Paralingusitik (suprasegmental)

Paralinguistik atau suprasegmental yang ditemukan dalam teks tuturan

adalah intonasi yang muncul saat mangandung. Pada saat memberikan kata-

kata nasihat terlihat bagaian teks yang mengalami tekanan kata yang tertahan

lama seperti tekanan bunyi /o/ dan /i/ mendapat tekanan paling panjang, hal

iniditandai dengan saat isakan tangis, yang tidak bisa dibendung lagi oleh si

penutur.Isakan tangis ini memaknakan tekanan nada panjang sebagai akhir

dari rasa sedih.

(33)kehe ma ho inang……… pergilah kau anak(pr)…… „pergilah kau nak‟

Nada ditandai dengan tinggi rendahnya arus ujaran. Dalam bahasa

Indonesia nada yang terdapat pada sebuah kalimat dapat berfungsi sebagai pembeda makna. Jika seseorang berada pada suasana kesedihan maka pengucapan kalimatnya dengan nada rendah. Hal ini dapat kita lihat pada diagram frekuensi

Perlu peneliti tegaskan, bahwa diagram frekuensi suara sebatas sebagai pendukung data.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 177

Gambar 5.1. Diagram Frekuensi Suprasegmental

(34 )Hamupebere,ajari borukon, Kamu-juga menantu(lk), ajari anak(pr)ku

Oban marugamo, sude hamu naro dison hajari hamu on, bawa beragama, semua kalian yang datang di sini ajari kalian ini, pamatang do nagodang anggo roha indaharusadia on. Badan saja yang besar tetapi perasaan tidak seberapa ini. iiii....iiiiii... iiii....iiiii....

Ho pe inang, bia ho maninggalkon hami dison, Kamu pun anak(pr), bagaimana kamu meninggalkan kami disini songonima ho disadun, ulang mambaen hahaila hoinang begitulah kamu di sana, jangan membuat malu kamu anak(pr) iii...iii.... iii...iii....

„menantuku, ajari puteriku ini, jadilah imam baginya, bersama rombongan yang hadir disini, ajari puteriku ini, badan sajanya yang besar ini, tetapi perbuatan belum dewasa ini. Iiii...iiii....Kaupun puteriku, sebagimana kau meninggalkan kami disini, demikian juga kau nanti disana, jangan membuat malu kau nak...iii....iiii..‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 178

2. Kinetic (gerak isyarat)

1. Pelaku tradisi boru na di oli atau pengantin perempuan.

Seorang pelaku andung biasanya memiliki gerakan kepalah menunduk, tangan merangkul sambil memeluk, meronta serta terkadang sampai tidak sadarkan diri karena lelahnya menahan haru akibat menangis yang tidakberkesudahan. Hal ini terjadi karena, setiap nasihat yang terucap mengingatkan kita terhadap masa-masa bersama yang penuh kenangan. Biasanya acara ini dapat disaksikansaat selesai acara mangkobar dan mambutongi manganmempelai pengantin, biasanya orangkaya yang bertugas sebagai protokol akan menginformasikan kepada harajaon dan hatobangon bahwa boru atau pengantin wanita siap untuk berangkat bersama bayo pangoli atau pengantin laki- laki, sekaligus membertahukan barang boru na dioli yang akan siap dibawa serta.

Selesai orangkaya menyampaikan, barulah pengantin perempuan berdiri. Menurut kebiasaanyainanta soripada atau ibu pengantin wanita akan manganbitkon

(menggendongkan) ayam betina atau jara-jara kepada pengantin wanita serta menyandangkan garigit, sekaligus membawa ampang berisi beras dan telur.

Pengantin dengan gerakan jari tangannya menyalam ibunya dan berkata kehe ma au mak...(saya pergi ibu...)sambil memohon maaf, dengan ekspresi wajah sedih sambil menangis, bahkan ada yang sampai sesenggukan karena haru yang tidak dapat dikuasai.Posisi tangan merangkul sang ibu, begitu erat demikian juga sebaliknya, bahkan gerakan rangkulan itu berlangsung lama sesuai dengan irama tangisan keduanya. Kemudian pengantin wanita memeluk ibunya atau inanta soripada dan sebaliknya inanta soripadamembalas memeluk pengantin wanita dan sama-sama menangis melepas perpisahan. Keadaan saling memeluk dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 179

bertangisan itu berlangsung lama, sambil mangandung (menangis berkata-kata), sehingga keduanya terkesan masih ingin bersama dan tidak ingin berpisah. Pada kesempatan itu juga keluarga laki-laki berusaha memisahkan, karena harajaon sudah memerintahkan agar kegiatan tersebut berakhir. Setelah itu bergantian kepada ayah, saudara kandung, kerabat dekat dengan perlakuan yang sama. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

2. Prosemik

Keadaan saat pelaksanaan berlangsung di atur sedemikian rupa mengikuti

keadaan yang berlangsung saat sekarang. Posisi tersusun menurut aturan

fungsi dari masing-masing pelaku. Pasangan pengantin di dudukan di juluan

(di depan) di atas tikar adat, kemudian sisi kiri duduk dan hadir orang tua

pasangan pengantin perempuan dan dan sisi kanan barisan dalihan na tolu,

serta dalihan na tolu dan disusul barisan hatobangon dan harajaaon. Posisi

tersebut membentuk segi empat yang bertujuan bisa saling memandang satu

dengan yang lain.

Gambar 5.2Mangandung boru(dokumentasi pribadi)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 180

3.Unsur Material

Unsur material yang melengkapi dan dipergunakan dalam penelitian tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA ini adalah perlengkapan yang diserahkan dari ibu kepada pengantin perempuan dan barang-barang bawaan pengantin perempuan.Seserahan ibu kepada pengantin perempuan (ayam dan bambu, senduk,ampang berisi beras dan tiga butir)

- Ayam

Adapun menurut tradisinya pengantin meninggalkan keluarganya ibunya

akan menggendongkan ayam betina, ayam betina bagi MA disebut dengan

manukjara-jara, yaitu ayam yang tidak pernah bertelur tetapi akan

bertelur. Ayam jara-jara ini dilengkapi selendang yangberfungsi untuk

menggendong ayam jara-jara tersebut. Ayam ini nantinya dibawah ke

tempat mempelai laki-laki untuk dipelihara. Ayam bermakna agar kelak

pengantin segera memiliki keturunan yang ditandakan dengan ayam betina

yang menghasilkan telur. Menurut mitosnya ketika ayam ini dipelihara dan

dalam kurung waktu yang tidak lama menghasilkan telur ini diyakini kelak

pengantin akan bernasib mujur.

- Garigit tempat air yang terbuat dari ruas bambu

- Sendok yang terbuat dari batok kelapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 181

Gambar 5.3Pasahat boru(dokumentasi pribadi)

(1) Barang-barang bawaan pengantin perempuan

Berikut ini diuraikan makna barang boru (barang-barang bawaan pengantin perempuan) : a) Indahan tungkus pasae robu, merupakan berupa nasi dan lauk-pauk yang

dibungkus secara adat (cara tertentu) dengan daun pisang dan bernilai adat.

Nasi tersebut diserahkan sebagai simbol dari tanda-tandakehidupan, bahwa

dengan diserahkannya nasi tersebut kepada kedua pengantin, maka tidak ada

lagi penghalang atau kejanggalan hubungan antara orang tau dengan anak dan

menantunya, demikian pula dengan orang tua dan keluarga pengantin lelaki.

Kedua belah pihak sudah dapat leluasa berhubungan kerabat baik di darat, di

laut, maupun di udara. Artinya dimanapun mereka berjumpa, maka harus ada

tegur sapa dan sopan santun dalam kekerabatan. Itulah fungsi ndahan tungkus

pasae robu dibawakan saat acara pasahat boru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 182

Gambar 5.4Indahan tungkus pasae robu(dokumentasi pribadi)

b) Ampang marisi dahanon, tolu pira manuk, sonduk, yaitu bakul kecil berisi

beras, tiga butir telur ayam, dan sebuah sendok yang terbuat dari batok kelapa

dan diberi tangkai dari kayu untuk pegangan. Maksud dan tujuannya adalah

agar sesampainya mereka di tempat tujuan (kampung pengantin lelaki), ada

bahan yang dapat secara dimasak untuk kemudian dimakan bersama. Oleh

karena mereka baru saja berumah tangga, jadi mereka belum memiliki bekal

makanan setelah perjalanan jauh dari rumah orang tua pengantin wanita

tempat diselenggarakannya pesta adat atas perkawinan mereka. Adapun

jumlah beras yang dibawakan hanya separuh dari besar bakul, dengan maksud

kedua pengantin lah nanti yang akan memenuhi separuh lagi. Hal ini

mencerminkan bahwa mereka harus memiliki kegigihan dalam berusaha dan

bekerja demi usaha masa depan keluarga mereka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 183

Gambar 5.5(dokumen pribadi : ampang marisi dahanon) c) Garigit, yaitu tempat air minum terbuat dari seruas bambu. Dahulu orang-

orang membawa air minum dalam garigit. Namun sekarang, karena

perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, sudah banyak diproduksi

berbagai macam tempat air minum yang mudah dibawa untuk perjalanan jauh.

Pengantin tidak membawa garigit, melainkan membawa botol tempat air

minum.

Gambar 5.6Garigit(dokumentasi pribadi) d) Manuk jara-jara, yaitu seekor ayam betina yang hendak bertelur. Ayam

tersebut merupakan lambang seorang gadis yang siap untuk menghasilkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 184

keturunan. Itulah alasan mengapa ayam yang dipilih harus ayam betina yang

belum pernah bertelur, namun diperkirakan sudah siap bertelur. Sifat itu

dianalogikan kepada pengantin wanita yang pada awalnya masih gadis,

kemudian setelah menikah dia diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang

banyak sebagai penerus keluarga.

Gambar 5.7Barang bawaan (dokumentasi pribadi)

Barang-barang yang lain seperti pakaian, perhiasan, peralatan dapur, peralatan

makan, tikar, tilam, bantal, kain, memiliki fungsi dan maksud yang sama

dengan fungsi atau kegunaan asli barang-barang tersebut. Pengadaan barang-

barang yang akan dibawa oleh pengantin perempuan berasal dari pemberian:

(1) pemberian barang dari kedua orang tua mempelai wanita

(2) pemberianbarang bawaan dari amang tua

(3) pemberian barang bawaan dari amang uda

(4) pemberian barang bawaan dari tulang

(5) pemberian barang bawaan dari hatobangon/ harajaon

Jumlah dan jenis barang dapat di lihat di bagian paparan data tentang barang-barang yang dibawa oleh boru na marbagas. Saat sekarang ini diantara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 185

barang-barang ini tidak bisa dipenuhi lagi, sebagai penggantinya akan diganti dengan lemari, kasur, dan lain-lain.

.1 Pemberian barang dari kedua orang tua

1. Satu lusin piring

2. Satu lusin mangkok

3. Periuk

4. Sambong

5. Tempat cuci tangan

6. Tikar lampisan yang pakai manik-manik

7. Halang ulu sipitu-pitu mata atau bantal

8. Salipi basaan atau tempat daun sirih

9. Handungan lompit

10. Haronduk panyurduan

11. Hadangan na dirambang

12. Bantal

13. Salipi basahan tempat daunsirih

14. Haronduk

15. Satu baju omon na marsimata

16. Hadangan na dirambang

17. Tusuk sanggul

18. Bulang dan perlengkapannya

19. Jarunjung

20. Jagar-jagar

21. Anting-anting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 186

22. Sisir berwarna emas

23. Kuku emas sebelah kanan

24. Puttu

25. pinggang emas

26. Rencong

27. Abit godang

2.2. Pemberian dari amang tua dan amang uda

1. satu pinggan (piring) halus

2. satu mangkok dengan tapak

3. tikar Lampisan

4. bantal

5. pakaian

2.3 Pemberian dari tulang (saudara laki-laki dari ibu)

1. Indahan tukkus

2. kain tenunan

3. satu piring

4. mangkok besar

5. tikar lampisan

6. satu bantal

2.4. Barang bawaan dari hatobangon

1. indahan tungkus

2. pakaian

3. sabun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 187

Inilah semua jenis dan jumlah barang-barang yang di bawa oleh boru na marbagas. Zaman sekarang banyak diantara barang-barang ini yang tidak bisa dipenuhi lagi, sebagai penggantinya adalah membeli lemari, kasur, kulkas, dan laim-lainnya.

(2) Indahan pangupa (nasi sebagai hidangan mangupa)

Indahan pangupa berfungsi sebagai bahan atau hidangan untuk memberi semangat ruh dan raga agar dapat menyatuh dengan kokoh, terhindar dari hal-hal negatif yang tidak diharapkan. Biasanya indahan pangupa ini terdiri atas nasi putih, telur ayam rebus, garam, kambing,

Indahan pangupa merupakan lambang kehidupan manusia, dimana makanan memiliki sifat menyambung kehidupan, artinya dengan kehidupan tentunya ada harapan dan cita-cita kehidupan.Biasanya indahan pangupa tersebut diletakkan di atas anduri yang dilapisi bulung ujung kembali dan terakhir ditutupi dengan abit godang.

Adapun makna perangkat dalam pangupa tersebut adalah:

1. Anduri, bermakna landasan yang kuat yang dijadikan titik kumpul karena

terjalin dari anyaman bambu. Jalinan bambu tersebut melambangkan

terjalinnya hubungan dalam masyarakat, serta kebersamaan, dan gotong-

royong (saling tolong-menolong yang dilambangkan dengan anyaman).

Rotan yang digunakan untuk mengikat kedua ujung batang bambu

diartikan sebagai pengikat hubungan pasangan pengantin dan hubungan

kekeluargaan di antara dalihan na tolu. Digunakan anduri sebagai dasar

makanan pangupa, yakni alat untuk menampi beras dengan cara mengipas

ke atas dan ke bawah, yang melambangkan memanggil tondi (jiwa)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 188

menyatuh kembali ke badan dengan tujuan agar pengantin dapat

membedakan hal yang baik dan yang buruk. Gerakan ke atas menandakan

hal yang baik harus diikuti. Gerakan ke bawah menandakan hal buruk,

sebaiknya ditinggalkan. Artinya masyarakat beradat harus dapat

membedakan yang baik dan yang salah. Inilah falsafah yang digunakan

anduri sebagai dasar untuk hidangan pangupa.

2. Bulung ujung, yakni daun pisang bagian ujungnya. Alasan pemilihan

terhadap ujung daun pisang adalah karena bagian ujung melambangkan

sikap lemah lembut, tidak mudah robek ketika diterpa angin. Daun pisang

tumbuh menghadaplangit. Sifat-sifat daun pisang tersebut bermakna

kokohnya sifat yang dimiliki walaupun banyak cobaan dan tantangan

dalam kehidupan.

Tabel 5.2Komponen makna dalam mangalehen mangan pada tradisi mangandung

Komponen No Unsur Ikon Indeks Simbol 1. Nasi putih Nasi putih Aroma nasi putih, Makna nasi putih tawar 2. Telur ayam rebus Telur ayam rebus Aroma telur rebus Makna telur ayam 3. Garam Gambar garam Rasa garam Makna rasa garam 4. Kambing Gambar kambing Suara kambing Makna kambing 5. Sirih Gambar daun sirih Rasa sirih Makna rasa sirih

(3) Pakaian Adat Pengantin

Sebagaimana etnis lainnya dalam hal pakaian, mempunyai arti dan peranan penting dalam masyarakat, karena pakaian menyangkut nilai budaya suatu bangsa atau suku. Karena pakaian berfungsi sebagai nilai kesusilaan dan kesopanan. Baik ia dipandang dari pakaian sehari-hari, maupun yang dipakai dalam acara khusus,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 189

sepertidalam upacara adat atau keagamaan.Adapun perlengkapan pakaian ataupun parabiton dalam MA sebagai berikut:

 Abit batak/abit godang yang disebut dengan ulos memiliki makna secara

simbolik sebagai ulos atau selimut tondi untuk menutupi dan menghindari

rasa malu. Dalam ulos terdapat gambar atau lukisan berupa, rambu-rambu,

simata, lus-lus, pusuk rabung, tutup mumbang, iran-iran,jojak, ruang,

sijombang, singap, surat, bunga, badang.

Abit godang ini memiliki beberapa fungsi antara lain, (1) sebagai ulos tondi (selimut semangat).(2) Sebagai selendang penari sewaktu manortor, yang disebut sabe-sabe. (3) Sebagai penutup hidangan pangupa. (4) sebagai penutup kayu bungkulan yaitu kayu yang di taruh berdekatan dengan atap rumah pada saat mendirikan rumah. (5) sebagai selimut peti dan keranda mayat yang disebut kombung dan roto. (6) sebagai alas persembahan sirih atau burangir na hombang dalam upacara martahi maralok-alok.

Selendang atau parompa sadun bermakna selimut untuk rahim bagi anak perempuan yang sudah menikah tetapi belum memiliki anak dapat melahirkan dan memiliki keturunan.Terdapat juga lukisan yang disebut angkar cino. Dasar warna benang abit Batak pada Parompa Sadun adalahMerah,Putih,Hitam,Coklat tua,Coklat muda,Hijau,Kuning mas,Kuning liat,Merah muda.

Untuk pakaian pengantin laki-laki

1. Happu, atau tuku adalah sebebtuk kopiah, dasarnya bledu hitam yang

dibelitkan dengan lingkaran, kedua ujung dan pangkalnya satu menuju

tanah (bumi), dan satu lagi menuju langit. Di tabur dengan bunga atau

bintang berwarna emas. Ini melambangkan kebangsaan, yang mengatur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 190

dilangit dan di bumi. Tuku adalah menunjukkan kekuasaan bagi yang

besar, karena yang melingkar dan membelit kopiah itu berbentuk ular.

a. Baju pakai leher tegak, model teluk belanga, dada terbelah sampai

kebawah, pakai kancing warna emas, dasar bahannya dari lakan warna

hitam. Sekarang ada yang menggatinya dengan jas.

b. Dua buah Puttu, yaitu dua buah gelang yang sebuah dari emas dan

sebuah lagi dari suasa yaitu imitasi emas, dikenakan pada lengan baju

sebelah kanan, di atas siku dan gelang emas dikenakan pada lengan

baju sebelah kiri di atas siku.

c. Dua buah kris (jantan dan betina) disematkan di pinggang.

d. Celana panjang berwarna hitam

e. Kain sarung dikenakan sebagai sesamping (sicamping), dengan warna

dasar kehitam-hitaman.

Untuk pakaian adat pengantin wanita

2. Bulang

Bulang adalah perhiasan yang diletakkan di kepala pengantin wanita.

Mengenai bulang ini ada yang bentuknya hanya satu tingkat, yang disebut

bulang hambeng, dan ada pula bulang yang bertingkat tiga yag disebut

bulang tambang. Makna dari penyebutan bulang bertingkat satu dan

bertingkat tiga ini tergantung hewan apa yang disembeli pada saat

mangupa. Akan tetapi bulang yang digunakan di daerah Angkola seperti

Sipirok, dan Padanglawas. Adapun hiasan yang ada pada bulang

adalahPohon beringin bertingkat tiga, cabang menjulang ke atas,Warna

kuning ke emas-emasan,Jarunjung yang tertancap menjulang ke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 191

atas,Tusuk sanggul yang menjulang ke atas dihiasi sebagai pemanis yang

disebut marjambang mar eor-eor,Pada bagian badan, baju omon beledu

hitam bertongkat emas,Subang emas,Kalung emas yang terdiri atas tapak

kuda, gaja meong, dan loting-loting, ikat pinggang/pamontang, kuku emas

pada jari manis, rumbung kaki dan tangan,Puttu pada kedua lengan,Sisir

emas, rencong yang terselip pada pinggan.Kesemua perlengkapan di atas

menggambarkan kekuasaan dan kebesaran.

3. Haronduk dan salapa

Beberapa haronduk yang digunakan dalam acara adat perkawinan MA, yaitu haronduk panyurduon,yaituharonduk payurduon (bentuknya bertutup) digunakan saat musyawarah adat boru na di oli dan menyerahkan bodil somba.Haronduk ini digunakan sebagai alat pengundang untuk horja godang, yang bermaknakan bahwa dalam upacara adat itu yang disembeli adalah kerbau.

Gambar 5.8Haronduk(dokumentasi pribadi)

Adapun jenis-jenisnya adalah

1. Haronduk boru, digunakan saat kedatangan pengantin wanita (haroan

boru). Biasanya haronduk ini disangkutkan di ruang depan, hal ini

bermakna pemberitahuan bahwa pengantin wanita datang (boru ro), dan

akan diadakan horja mangupa.Penggunaan haronduk boru juga digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 192

pada saat musyawarahmaralok-alok haruaya mardomu bulung, bersama-

sama burangir na hombang, dipersembahkan kepada anggota sidang,

setelah dibalut dengan sende jantan atau abit nipis yang merupakan

burangir barita (barita haroan boru). Selain itu sewaktu hatobangon dan

raja-raja hendak manortor, dipersembahkanlah sirih dalamharonduk ini,

diiringi sabe-sabe abit Batak dalam acara manortorkan sabe-sabe.

2. Haronduk jantan

Bila seorang laki-laki hendak menikah atau melarikan gadis dengan tiba-

tiba ke rumah orang tuanya, dengan maksud untuk dijadikan istrinya,

sesaat sampai si gadis atau calon istrinya di rumah orang tua laki-laki.

Diadakanlah acara mengundang hatobangon, harajaon, dan kerabat

keluarga di kampung itu dengan membawa haronduk kedatangan berisi

sirih. Makna dari haronduk kedatangan ini sebagai alat pengundang dari

calon pengantin yang disebut burangir barita, adungna masa na muba.

Sewaktu orang tua pengantin laki-laki memusyawarahkan kepada kearabat

dekat dan harajaon, hatobangon, menghadapi penyelesaian boli dari

menantu wanita, dan pihak harajaon dan hatobangon manortor yang

dipersembahkan seiring dengan sabe-sabe abit batak.

3. Haronduk tampa(salilip basaan)

Kegunaan dari haronduk ini sebagai tempat sirih boru ni raja, dan boru ni

namora,bukan untuk ditortorkan ini hanya bermakna sebagai alat

pergaulan.

4. Haronduk lompit (berlipat) tanda atau perlambang memberi bantuan

seperti pucuk bambu muda (pusuk robung) yang tumbuh semakin ke atas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 193

(martuginjang), dan corak bunga memberi harum dan berkembang

kemana-mana. Adapun kegunaan haronduk lompit ini adalah sebagai

tempat beras bantuan kepada seseorang yang akan mengadakan horja,

tempat oleh-oleh itak dan sasagun sewaktu mangkobar boru, dan tempat

oleh-oleh bila berkunjung ketempat keluarga.

5. Haronduk tangan

Haronduk tangan digunakan sebagai tempat kapur sirih (soda) selain dari

haronduk tangan ini, ada lagi tempat yang digunakan untuk kapur sirih

yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Adapun jenis-jenisnya adalah

 Haronduk pusuk

Haronduk yang digunakan sebagai tempat tembakau dan pinang.

 Salapa panyurduon,

Salapa panyurduon ini terbuat dari kuningan atau loyang yang berguna

untuk tempat sirih.Salapa panyurduon ini bermakna alat mengundang

dan menghadiri horja. Kalau salapa sebagai tempat sirih pengundang

berarti dalam horja itu yang disembeli adalah kambing. Pada zaman

dulu semua haronduk dan salapa ini menjadi barang bawaan

baginamarbagas, yang harus disediakan dan dilengkapi oleh orang tua

gadis.

Tabel 5.3. Struktur Koteks Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA

Paralingustik Kinetik Unsur Material (suprasegmental) (Gerak Isyarat) 1. Tekanan 1. Menunduk 1. Ayam betina, bakul kecil berisi nada/kata yang 2. Tangan beras, 3 telur ayam, sendok yang menandakan merangkul terbuat dari batok kelapa. makna sedih 3. Memeluk 2. Barang bawaan pengantin 4. Meronta  Pemberian barang dari orangtua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 194

5. Menyalam  Pemberian barang dari amangtua  Pemberian barang dari amanguda  Pemberian barang dari tulang  Pemberian barang dari hatobangon dan harajaon

5.3.3 Konteks

Konteks tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA berkaitan erat dengan konteks budaya, sosial, situasi, dan ideologi. Konteks budaya bertujuan untuk melihat tujuan budaya apa yang terdapat dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Konteks sosial bertujuan untuk melihat faktor-faktor sosial yang memengaruhi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Konteks situasi bertujuan untuk melihat waktu, tempat, dan cara pelaksanaan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA. Konteks idiologi bertujuan untuk melihat ideologi yang mendominasi dan menguasai pikiran masyarakat.

1. Konteks budaya

Konteks budaya dalam tradisi mangandung pada acara adat perkawinan

MA diselenggarakan untuk menjaga keberlangsungan budaya tradisi mangandungserta kelestarian adat di daerah Angkola. Pada MA tuhor merupakan sebutan mahar dalam MA dan sekitarnya.Tuhor ini menjadi kontraversi yang menjadi kendala bagi laki-laki yang akan melangsungkan pernikahan. Puluhan tahun yang lalu tuhor dikategorikan dengan hitungan pound, emas lempengan

(koin emas) yang menjadi ciri kahs raja zaman dahulu yang jumlahnya 40 ameh

(2,5 garam x 40) sama dengan 100 garam per pound. Raja Angkola dahulu mempunyai simpanan emas dengan istilah pound, bahkan sampai saat ini masih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 195

banyak yang memiliki. Barang langkah ini sudah jarang mendapatkatnya.

Berselang waktu dan peroabahan kehidupan istilah mahar sekarang dikenal dengan hitungan jumlah uang yang kisarannya antara 10-100 juta rupiah.

Kontravesi itu sebenarnya terjadi bagi orang yang memandang negatif akan hal ini, seolah-olah melahirkan jual beli dalam perkawinan. Pandangan negatif ini datang dari luar bahkan dari MA sendiri,yang tidak suka ataupun setuju dengan hal ini. Ketidak setujuan ini tentunya,mempunyai alasan tersendiri, bahkan menjadi polemik perbincangan diantara MA,dikarenakan nilainya yang dinamis mengikuti perkembangan kehidupan yang ada. Seiring kehidupan yang semakin mahal dan maju sehingga tuhor ini menjadi lebih mahal, dan kelompok MA yang kurang mampu semakin terpojokkan. Sebenarnya hal ini tidak perlu dikawatirkan ataupun menjadi kendala atau penghambat untuk melangsungkan pernikahan.

Dalam adat budaya MA dan sekitarnya asal usul tuor ini murni menjadi kebijakan para leluhur kita zaman dahulu, bukan menjadi patokan atau bahkan penentu dalam ikatan pernikahan. Nilai tuor sebenarnya dimata adat MA dapat dinegosiasikan dengan azas keikhlasan, dan kesepakatan bersama dari kedua mempelai.

2. Konteks sosial

Konteks sosial dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan

MA mengacu kepada faktor-faktor sosial yang berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin, kelas sosial, suku, usia, dan sebagainya. Konteks sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat dalam suatu pertunjukan atau performansi sebagai pelaku, pengelola, penikmat, bahkan komunitas pendukungnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 196

Pelaku dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA adalah wanita yaitu pengantin wanita dan barisan para kaum ibu seperti ibu, nantulang, inangtua, inagnguda, dan barisan kaum ibu lainnya. Selain ada juga unsur harajaon dan hatobangon,dalihan na tolu, tetangga, para undangan, sahabat. Pengelola atau penyelenggara dalam upacara adat perkawinan ini adalah pemilik hajatan yang menyelenggarakan pesta. Komunitas pendukung upacara ini adalah MA yang ada di kota Padangsidimpuan. Tetapi seiring perjalanan waktu, maka penyelenggaraan tradisi ini mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena pengaruh modernisasi pemikiran masyarakat yang menganggap tradisi ini bukan sesuatu hal yang sangat penting. Tradisi ini dipadukan dengan nyanyian di atas pentas.

3. Konteks situasi

Konteks situasi mengacu pada waktu, tempat, dan penggunaan upacara.

Tradisi mangandung dalam upacara adat perkawinan MA diselenggarakan pada saat sebelum acara pasahat boru. Acara tradisi mangandung ini terlaksana sekitar pukul 17.00 wib sampai menjelang magrib lebih kurang pukul 18.00. wib Kota

Padangsidimpuan. Pelaksanaan upacara ini berlangsung di rumah suhut yaitu orang tua mempelai pengantin wanita atau pada saat pesta pabagas boru. Karena pesta pada MA terlaksana dalam dua kondisi yakitu pesta pabagas boru dan pesta haroan boru. Setelah selesai mambutongi mangan dan mangkobar boru, maka saat itu orangkaya yang berfungsi sebagai protokol dalam acara tersebut segera berdiri dan menginformasikan kepada pihak harajaon dan hatobangon bahwa boru akan berangkat.Orang kaya sekaligus memberitahukan barang-barang bawaanboru dihadapan tamu harajaon dan hatobangon serta kerabat dekat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 197

hadir. Saat itu juga pasangan pengantin berdiri. Pengantin wanita memohon maaf kepada kedua orang tua dengan menangis sebagai simbolis akan pergi mengikuti suaminya. Sementara pengantin laki-laki menunggu di mulut pintu menunggu sampai orang tua dari mempelai pengantin wanita menyerahkan segalah bentuk tanggung jawab kepada pengantin laki-laki.

4. Konteks idiologi

Konteks ideologi pada tradisi mangandung ini mengacu pada kekasaan dan kekuatan yang memengaruhi suatu teks (Sibarani, 2012). Ideologi adalah faham, aliran, kepercayaan, keyakinan dan nilai yang dianut bersama oleh masyarakat. Ideologi menjadi konsep sosiokultural yang mengarahkan dan menentukan nilai yang terdapat dalam suatu komunitas. MA dengan falsafahnya hormbar do adat dohot ibadat yang berarti ajaran agama selalu berdampingan dengan adat istiadat. Artinya MA pada umumnya memeluk agama islam sehingga segala sesuatu ajaran islam menjadi tuntunan hidup, namun MA masih tetap mengamalkan dan melaksanakan adat-istiadat Dalihan Na Tolu sebagai warisan leluhur. Hal ini dapat dilihat dalam rangkaian acara perkawinan (pabagas boru maupun haroan boru)

Kelompok kekerabatan, mora, kahanggi, anakboru, saat melakukan kegiatan mangkobar (berpidato adat) dan marpokat (musyawarah adat) untuk mencapai kata sepakat dalam pelakasanaan upacara adat perkawinan tersebut mulai dari kegiatan adat manyapai boru, mangaririt boru, patibal sere, horja, patuaekon boru, hingga kegiatan adat marulak hari atau mebat. Dalam kegiatan mangkobar dan marpokat untuk memulai segalah sesuatu berdoa dengan diawali mengucapkan basmallah dan assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatuh,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 198

serta diakhiri denganatau ditutup dengan kegiatan berdoa kehadirat Allah SWT, yang dipimpin oleh tokoh agama untuk memohon taufik dan hidayah-Nya dengan harapan semoga upacara adat perkawinan yang akan dilaksanakan bersama-sama tersebut dapat terselenggara semua tahapannya dengan sebaik-baiknya sesuai adat istiadat mereka yang sudah tidak lagi bertentangan dengan ajaran islam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 199

BAB VI MAKNA DAN FUNGSI, NILAI DAN NORMA, KEARIFAN LOKAL TRADISI MANGANDUNG DALAM ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA

6.1 Makna dan Fungsi, Nilai dan Norma, Kearifan Lokal Tradisi

Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA saat sekarang

Dalam pelaksanaan upacara perkawinan dari saudari Desi Sri Rezeki,

S.E.,dan Yuliani Lutfi Harahap sebagai bentuk tanggung jawab kemanusiaan untuk melanjutkan keberlanjutan keturunan yang berkesinambungan dengan melaksanakan perkawinan maka mereka telah menjadikan diri mereka sempurna secara nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang ada di Kota Padangsidimpuan.

Tujuan menikah merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ataupun berumah tangga yang bahagia sah apabila dilakukan menurut agama serta hukum dan kepercayaannya.Terlaksananya perkawinan secara tidak langsung mereka telah melakukan kearifan lokal dalam menjaga struktur kekerabatan. Artinya perkawinan yang mereka laksanakan seacara adat dan agama islam, dan sebagai anggota masyarakat di Angkola mereka turut serta dalam menjaga kekerabatanyang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Secara agama ikrar seorang laki-laki untuk menikahi atau mengikat janji dengan seorang wanita lewat perantaraan walinya dengan tujuan hidup bersama membina rumah tangga sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW memperoleh ketenangan jiwa dengan cara yang halal. Selain itu lewat perkawinan mereka juga turut melestarikan sistem kekerabatan dalihan na tolu yaitu mora, kahanggi,anak boru dan tutur

199

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 200

kekerabatan seperti amang, inang, iboto, uda, amangtua, nantulang,dan lain sebagainya. Sebagai inti kehidupan ketiga kelompok kekerabatan itu masing- masing terintegrasi ke dalam kelompok mora, kahanggi, anakboru yang terikat hubungan fungsional dan senantiasa menempatkan diri mereka sebagai orang sahancit sahasonangan dan sasiluluton sasariaon (sakit dan senang dirasakan bersama).Sebagai konsekuensinya sejalan dengan terciptanya suatu sistem sosial yang ideal berupa jaringan yang besar maka orang Batak secara filosofis simbolik memolakan dirinya seperti sebuah jala berbentuk segitiga sama sisi.

Setiap sudutnya merupakan posisi penting dalam mengatur hak dan kewajiban setiap kelompok kekerabatan. Tetapi posisi ketiganya bisa saja beralih sewaktu-waktu akibat terjadinya praktek perkawinan, dan hubungan kekerabatan.

Sebagai bagian dari suku Batak memiliki beberapa nilai-nilai adat budaya yang mencerminkan kepribadian hidup. Selain sebagai nilai yang menjadi sebuah keyakinan pribadi, nilai budaya ini juga tercermin dalam kehidupan sosial masyarakat batak diantaranya sebagai berikut:

1. Dalihan Na Tolu

Secara harfiah Dalihan Na Tolu adalah tungku yang tiga, terdiri dari tiga pilar yaitu pihak kahanggi (barisan satu marga), pihak mora (barisan mertua), dan pihak anak boru (barisan menantu). Ketiga unsur ini memegang peran penting dalam lingkungan kekeluargaan masyarakat Angkola. Tutur sapa menjadi lancar jika ketiga unsur ini saling memerlukan dan berfungsi sebagai sitamba na urang si orus na lobi artinya sipenambah yang kurang sipengurang yang lebih.

Kahanggi (saudara semarga) sangat penting artinya bagi setiap individu karena berbagai persoalan hidup seperti perkawinan, kematian dan mencari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 201

nafkah, terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan kahanggi. Para orang tua selalu memberi nasihat untuk manat-manat markahanggi (bersikap hati-hati tehadap kahanggi) agar tidak timbul perselisihan di antara sesama mereka yang semarga.

Pada suatu upacara adat, tiga status ini dapat dijelaskan dalam hubungan dengan suhut (tuan rumah) penyelenggara adat yakni:

1. Kahanggi: saudara laki-laki dari suhut beserta seluruh keturunannya

menurut garis laki-laki,termasuk didalamnya istri mereka.

2. Anak Boru:saudara perempuan dari suhut, serta suami mereka, beserta

seluruh keturunannya menurut garis laki-laki.

3. Mora: saudara laki-laki dari ibu, atau mertua dari suhut, serta seluruh

keturunannya menurut garis keturunannya menurut garis keturunan laki-

laki.

Ketiga kelompok ini memiliki kedudukan berganti-ganti, sesuai situasi dan kondisi tempat berada.Ada kalanya dapat berkedudukan sebagai anak boru, mora, ataupun kahanggi, ketiga ini memiliki keterhubungan dan saling menunjang.

Menurut filosofi masyarakat Angkola seluruh tali-temali jaringan ini dipersatukan oleh satu tali pegangan yang disebut holong yang menyatukan setiap kelompokkekerabatan dan anggota masyarakat dalam satu sistem sosial Dalihan

Na Tolu yang secara simbolik dianalogikan sebagai layaknya sebuah jala.

Holongadalah nilai budaya tertinggi dan paling abstrak yang merupakan landasanbagi hubungan fungsional diantara ketiga kelompok kekerabatan tersebut.

Setiap unsur dari Dalihan Na Tolu harus tetap memahami hak dan kewajibannya.Memiliki rasa persatuan dan kesatuan dalam masyarakat adat ini merupakan falsafah dasar yang berasal dari adanya nilai holong dohot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 202

domu.Holong yang berarti cinta dan kasih sayang yang terpatrik dalam jiwa masyarakat hukum adat. Nilai-nilai cinta kasih diantara sesama masyarakat akan menjadi suatu tradisi dalam kehidupan masyarakat. Dikarenakan adanya holong dalam hati masing-masing akan menimbulkan persatuan dan kesatuan (domu) yang bermakna rukun dan damai yang didasarkan pada kasih sayang. Berbuat baik kepada orang lain biasanya muncul dari lubuk hati yang terdalam, sehingga hal tersebut menjadi jati diri masyarakat.

Domu bermakna persatuan dan kesatuan sekaligus merupakan falsafah kekuatan batin yang berlandaskan pada perwujudan kekuatan masyarakat hukum adat.Domu dan holong tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lain, karena pemahaman itu tertuang dalam ungkapan holongmanjalahi domu dan domu manjalahi holong, yang bermakna kasih sayang akan menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan dan sebaliknya, rasa persatuan dan kesatuan akan menumbuhkan kasih sayang. Sehingga falsafah domu dohot holong ini menjadi :

1. Dasar hidup,

2. Kepribadian dan pegangan hidup yang melandasi pergaulan antar sesama

anggota masyarakat.

Berdasarkan holong dan domu ini maka ketiga unsur, kahanggi, anak boru, dan mora dapat dipersatukan di dalam suatu lembaga Dalihan Na Tolu.

Rasa persatuan dan kesatuan ini menggambarkan dengan perumpamaan antara lain “Salaklak sasingkoru, sasanggar sariaria, saanak saboru, suang songoni na sa ama saina”. Artinya adanya rasa memiliki, dengan adanya rasa persatuan dan kesatuan dalam melaksanakan pekerjaan bersama yang terlebih dahulu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 203

dimusyawarahkan maka hasilnya juga adalah hasil pekerjaan bersama, dan hasilnya pun dinikmati bersama.

2. Marsisarian

Marsisarian artinya saling mengerti, menghargai, saling membantu.

Secara bersama-sama masing-masing unsur harus marsisarian atau saling menghargai. Di dalam kehidupan ini harus diakui masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga saling membutuhkan pengertia, bukan saling menyalahkan. Bila terjadi konflik diantara kehidupan sesama masyarakat maka perlu dikedepankan adalah prinsip marsisarian. Prinsip marsisarian merupakan antisipasi dalam mengatasi konflik/pertikaian.

3. Agama dan Kepercayaan

MA sejak dahulu memiliki kepercayaan yang disebut animisme yang diperoleh dari nenek moyang, kepercayaan ini ada yang berbenuk keagamaan, yang disebut pelebegu. Menurut sejarahnya semasa pemerintahan raja

Gadombang di huta na godang (1800-1837), yaitu anak dari Namora Junjung, pernah juga belajar ilmu ke tanah Batak, dan begitu juga dimasa nenek beliau

Sutan Naga Bosar, banyak orang-orang Agam membuka perusahaan emas, ditepi sungai Batang Pungkut yang dipimpin oleh Datuk Naga Piring, yang biasa disebut

“Garabak niagon”. Salah seorang dari mereka kaum Padri, bernama Tengku

Mudo, mengajarkan Agama Islam kepada kaum mereka, yang kemudian orang- orang Mandailingpun ikut mempelajarinya. Itulah saat mula-mula masuknya

Agama Islam ke Mandiling/Tapanuli Selatan. Disaat itu pulalah dipindahkan Huta

Na Godang ke Ulu pungkut. Merupakan peringatan masuknya Agama Islam ke

Mandailing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 204

Nilai agama/kepercayaan pada MA tergolong sangat kuat. Sementara agama yang dianut oleh suku Batak amat bervariasi. Mayoritas penduduk MA menganut agama Islam. Secara intensif ajaran agama telah disosialisasikan kepada anak-anak sejak kecil dengan penuh pengawasan. Diantara pengajaran agama khususnya Islam yang diberikan adalah belajar lebih kuat dari fenomena adat, khususnya dilingkungan MA dan Mandailing. Tampilnya nuansa agama lebih dominan di lingkungan MA dan Mandailing, karena didukung oleh sarana pendidikan agama yakni pondok pesantren yang banyak jumlahnya di daerah itu.

Diketahui bahwa 32 dari 70 pondok pesantren di Sumatera Utara terdapat di wilayah Angkola dan Mandailing.

Bukti pengaruh islam yang dominan dalam kehidupan MA terlihat dalam perjodohan/perkawinan semarga dapat diterima disana (meskipun jarang terjadi).

Padahal perkawinan semarga secara jelas dilarang dalam adat Batak, karena dinilai sumbang atau inces. Diterima kawin semarga oleh mereka jelas merupakan kuatnya keyakinan agama yang membolehkan itu. Siapapun dapat dijodohkan dengan siapa yang akan dapat dijodohkan jelas disebut dalam islam misalnya dalam Al-Qur‟an surat an-Nisa 23-24 dengan jelas disebut siapa yang boleh dinikahi, tidak ada dalam ayat itu larangan kawin semarga, kecuali muhrimnya.11

4. Musyawarah dan Sidang Adat

Masyarakat dalihan na tolu di Angkola, mengatur hubungan kekeluargaaan, dengan susunan tutur sopan santun demi keharmonisan dan

11Muhrimartinyaperempuan yang haram dinikahidalam Islam. Dalam Islam penyebabwanita yang haram dinikahiada 4 macam : 1. karenaketurunan, (2) wanita haram dinikahikarenahubungansesusuan, (3) wanitayng haram dinikahikarenaperkawinan, (4) wanita yang haram dinikahikarenamempunyaipertalianmuhrimdenganistri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 205

keserasian, dalam masyarakat dan keluarga. Menempatkan hubungan keluarga dalam bagian-bagian yang sesuai dengan tempatnya menurut tutur sopan santun yang terdapat dalam adat. Adat mempunyai rentetan segi-segi kehidupan dalam masyarakat yang menyangkut tugas kewajiban anggota masyarakat perlu hormat dan sopan untuk saling tegur-menegur, saling memberi salam menurut Adat dalam pergaulan sehari-hari.

Dalam buku Surat Tumbaga Holing 1 yang ditulis Sutan Tinggi Barani

(2012) sidang musyawarah adat, untuk memutuskan sesuai persoalan, dan membahas sesuatu masalah, sesuai dengan kedudukan dalam peradatan diatur sedemikian rupa:

1. Raja Panusunan Bulung, adalah pemimpin tertinggi dalam segala bentuk

sidang Adat: di dalam satu-satu luat, atau daerah kekuasaannya.

2. Raja Pamusuk, adalah pemimpin tertinggi dalam Sidang Adat, pada satu-

satu huta atu desa.

3. Raja Pangundian/Banir Parkolip-kolipan, adalah wakil Raja Panusunan

Bulung pada sidang paripurna adat.

4. Orang Kaya luat, adalah sekretaris atau juru pengantar kata disatu-satu

luat

5. Orang Kaya, adalah orang yang kaya atas segala kebijaksanaan dan

pikiran, yang sehubungan dengan tata dan adat istiadat tata tertib

desa. Sebagai tangan kanan yang paling diandalkan dan di percaya raja

dalam satu-satu desa/luat.

6. Orang Kaya Bayo-bayo, dalam tugasnya sebagai wakil atau pembantu

Orang Kaya Luat dalam sidang paripurna adat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 206

7. Harajaon, adalah sebagai perwakilan dari raja-raja atau keturunan raja.

Memberi pandangan dan pendapat dalam sidang adat.

Menurut adat Tapanuli Selatan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, baik besar maupun kecil apa lagi menyangkut upacara adat lebih dahulu diadakan musyawarah mulai dari keluarga terdekat yang kemudian disampaikan kepada keluarga merupakan keluarga besar. Sehingga musyawarah itupun mempunyai tingkat. Musyawarah dalam adat disebut martahi. Musyawarah ini ada beberapa tingkatannya sesuai dengan orang-orang yang ikut dalam musyawarah itu:

1. Tahi ungut-ungut-ungutni sibahue tahi tot, itulah musyawarah antara

suami dan istri, yang didahului dalam rumah tangga, antara suami istri.

2. Tahi sabagas, itulah musyawarah yang dihadiri hubungan darah yang

terdekat, yaitu pihak kahanggi, anak boru dan mora, famili yang terdekat

musyawarah satu rumah, atau tahi sabagas.

3. Tahi godang parsahutaon itulah musyawarah yang dihadiri kawan

sekampung. Termaksud hadir unsur pemerintahan adat, yang ada

dikampung itu disamping kaum keluarga sekalian. Dalam musyawarah ini

harus hadir :

a. Kahanggi dan kahaanggi hombar suhut.

b. Anak boru.

c. Pisang rahut (sibuat bere).

d. Mora (kemungkinan mora dongan satahi/mata niari).

8. Dasar Hukum Adat Angkola

Sebagai dasar petunjuk dan pegangan hidup yang harus dipatuhi dan dilaksanakan di dalam hidup bermasyarakat yang berlandaskan holong dohot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 207

domu merupakan landasan struktur dari berbagai batasan dan aturan yang berlaku dalam masyarakat adat yang disebut pastak-pastak ni paradaton adalah patik, uhum, dan ugari.

6.1.1 Makna dan Fungsi Tradisi Mangandung dalam acara Perkawinan MA

Mangandung pabagas boru( meratap dalam mengawinkan anak perempuan)atau memberikan kata-kata nasihat kepada pengantin perempuan merupakan ungkapan rasa bahagia, dari orang tua kepada anak perempuannya yang akan melangkah memasuki kehidupan berumah tangga sebuah tahapan dalam acara perkawinan. Ungkapan itu berisi tuturan nasihat yang sarat dengan nilai kebaikan dalam berumah tangga. Nilai-nilai kebaikan itu ditemukan dari beberapa pepatah dalam Angkola yang harus dipahami dalam berumah tangga antara lain:

(35)Bahat disabur sabi, anso bahat salangon Banyak menabur bibit, agar banyak petikan

„setiap orang harus berbuat kebaikan sebanyak- banyaknya agar mendapat balasan kebaikan yang banyak (setimpal) pula‟

(36) Nada tola marandang sere, Tidak boleh berkandangkan emas,

angkon marandang jolma do, harus berkandang manusia juga,

ulang bileroha di halak na pogos, jangan mengucilkan hati pada orang yang miskin

halak na pogos pe adong do gunana orang yang miskin pun ada juga manfaatnya

„jangan memandang orang dari kekayaannya tetapi harus dilihat dari budi pekertinya juga. Orang miskinpun pada saat tertentu ada gunanya. Bantuan tidak saja sifatnya material, tetapi juga bisa dengan bantuan immaterial dan tenaga‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 208

(37) Pantis marhula dongan, pala parlomo-lomo martinara Cekatan berkawan dengan sesama, juga lemah-lembut

„pandailah beramah tama, pandailah berkasih sayang dan pengasih, tetapi harus pandai pula menghemat‟

Makna yang terdapat dalam tradisi mangandung dalam acara adat

Perkawinan MA merupakan makna perpisahan hal ini dapat kita lihat pada tuturan berikut,

(38) ima indon boru nagiot kehe langkah matobang, yaitu ini anak(pr)yang akan pergi menikah

manopotkon tuanak ni namborumu, tertujukan kepada anak nya saudari(pr)ayahmu

Nagiot kehe maho ima tu Siborang Yangakan pergi lah kamu yaitu ke Siborang

„Adapun tujuan kita berkumpul di sini, untuk melangsungkan anak perempuan saya yang akan melangkah menuju kehidupan baru, bersama dengan menantu yang sudah menjadi tambatan hatinya, yang datang dengan kerendahan hati agar mau menemaninya dalam kehidupan berumah tangga, saat ini puteriku, kau sudah memutuskanpergi ke Siborang...‟

Pernyataan melangkah menuju kehidupan baru, dan memutuskan pergi pada petikan tuturan di atas menggambarkan saat-saat dimana proses peralihan kehidupan dalam daur kehidupan manusia berlangsung melewati fase-fase kehidupan dari seorang terlahir kemudian menikah dan pada akhirnya menuju pada fase kematian. Melangkah dalam kalimat di atas diartikan sebuah proses perubahan untuk maju menuju masa depan dengan kehidupan yang baru, dan meninggalkan masa lalu yaitu masa anak-anak dan dewasa, atau masa sendiri menuju kepernikahan untuk memutuskan hidup bersama, sehingga menikah bagi anak perempuan adalah pergi dengan suami untuk hidup bersama, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 209

meninggalkan orang tua yang telah memberikan kasih sayang selama ini kepada anaknya. Perpisahan antara anak dan orang tua ini, merupakan hal bahagia sebab merupakan sebuah kehormatan bagi orang tua pada MA.

Adapun fungsi dari tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan ini sebagai berikut:

1.Sebagai Pedoman kehidupan dalam berumah tangga

Jika dilihat dari tuturan kata-kata nasihatandung boru marbagassecara keselurahan mencerminkan rasa kesedihan bagi pengantin wanita karena isi dari andung tersebut menceritakan rasa pilu perasaan si pengantin wanita tersebut berpisah dengan orang tua dan keluarga, serta rasa gamang menghadapi suasana yang akan dihadapi setelah berumah tangga. Gambaran ini dapat dilihat pada tuturan berikut:

(39) Kehemada au da inang...... pergi lah saya lah ibu.....

Paihut-ihut silumimpang...... Mengikuti-ikuti yang lain......

Dalan tu luat sihadaoan.... Jalan ke kampung yang jauh sekali...

Marlangitkon naso langit na.... Berlangitkan yang bukan awan nya...

Marlautkon naso lautna.... Berlautkan yang bukan lautnya...

„ibu saya pergi mengikuti jalan yang telah di tentu arah, sepertiyang lain, tempat yang jauh sekali, berlangitkan yang bukan awan, berlautkan yang bukan lautnya‟

Beginilah gambaran tangisan andung si pengantin sewaktu hendak melangkahkan kakinya menuju jenjang perkawinan. Fungsi angdung terlihat jelas pada tersebut menjadi bentuk komunikasi secara tidak langsung untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 210

menyampaikan isi hati dari sipangandung kepada keluarganya tentang kesedihan hati yang dirasakannya. Fungsi komunikasi mangandung disini menjadi sarana ekspresi emosi kekhawatiran yang dialami penutur andung. Jika kita bandingkan dengan mangandung saat sekarang, pengantin wanita hanya mengeluarkan air mata seraya berkata ke hema au da inang iiiii, magido maaf mangido izin au da inang...... (ibu aku pergi iiii...... berilah aku maaf dan izinmu ibu.....)tetapi tidak jarang rasa sedih itu mulai berkurang. Hal ini dikarenakan karena pengaruh media komunikasi yang berkembang pesat, dulunya setelah wanita menikah harapan untuk bersama bertemu orang tua dan saudaranya, selain menunggu izin dari suami, tidak boleh terlalu sering berkunjung ke rumah orang tuanya, karena ini merupakan aib bagi keluarga menandakan orang tua tidak berhasil mendidik anak perempuannya. Selain itu jarak dan waktu juga mendukung bahwa untuk dapat berkumpul dengan orang tua dan saudara, dikarenakan anak perempuan yang mengikuti suaminya jaraknya di luar kota.

Rasa khawatir itu dijadikan pedoman dalam setiap isi di dalam tuturan nasihat pada pasangan pengantin berisi kebijakan untuk dapat diperlakukan baik, kita harus berbuat baik terlebih dahulu, sehingga komponen-komponen yang memberikan kata-kata nasihat selalu memberikan pedoman kebaikan untuk senantiasa berbuat /menyelipkan kata-kata (pandailah mengambil hati keluarga, pandailah menjaga nama baik keluarga, berlakulah adil terhadap keluarga, sayangilah keluarga).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 211

2.Berprilaku baik dalam berinteraksi dengan sesama

Fungsi lain dari tradisi mangandung ini adalah selain mengekspresikan perasaan sedih karena akan meninggalkan keluarganya, menunjukkan kedekatan hubungan antara orang yang diandungi. Karena mangandung dalam acara perkawinan masyarakat Angkola biasanya ditujukan kepada orang-orang terdekat pengantin wanita, seperti andung tu inangna atau andung yang ditujukan kepada ibu, andung tu amang na yaitu andung yang ditujukan kepada ayah, andung tu ibotona, yaitu andung yang ditujukan kepada saudara laki-laki ataupun perempuan. Terakhir jika ada andung yang ditujukan kepada saudara dekat atau teman dekat.

Dalam andungan yang dituturkan oleh ibunda Saudari Desi Sri Rezeki yang terlihat jelas bahwa adanya keterikatan hububungan emosional antara pengantin perempuan dengan yang diandunginya.

(40) malo-malo hoinang mambuat roha ni boumu,olo.. pandai-pandaikamu anak(pr)mengambil hati nya mertua(pr)mu, ya.. „Anak(pr)ku pandai-pandailah mengambil hati mertuamu ya..‟

Ulang mambaen hila ho inang tu hami Jangan membuat malu kamu anak(pr) kepada kami „kamu anak(pr),janganlah memalukan kami...‟

Hal ini memperlihatkan bahwa perasaan sedih si pengantin perempuan atau boru muncul saat akan meninggalkan orang-orang yang pernah memberikan kasih sayang kepadanya. Sebagai ibu yang melahirkan dan mendidik anak, tentunya lebih memiliki waktu yang cukup luang melihat tumbuh kembang anak- anaknya. Kedekatan ikatan batin ini, tentunya memengaruhi kondisi kejiwaan antara ibu dan anak. Ketika puterinya akan menikah, sebenarnya perasaan seorang ibu masih berat, melepaskan puterinya, karena seorang ibu masih merasa bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 212

puterinya masih gadis kecilnya dahulu. Oleh sebab itu ketika menyampaikan kata- kata nasihat kepada puterinya agar ketika tiba di tempat keluarga suaminya, agar dapat menyesuaikan diri, tujuannya adalah karena seorang ibu sangat takut, ketika puterinya tidak dapat menyesuaikan diri, dan mengambil hati mertua dan keluarga barunya, bayangan perlakuan tidak baik kepada puterinya kelak. Seorang ibu juga akan menjadi was-was jika puterinya kelak akan menjadi cibiran mertuanya. Hal ini menandakan seorang ibu tidak berhasil mendidik anak-anaknya. Rasa takut inilah yang semakin membuat sedih seorang ibu, sedih karena kedekatan yang terjalin dahulu, tidak lagi seperti kedekatan ketika sudah menikah. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa fungsi tradisi mangandung saat ini dalam acara perkawinan

MA hanyalah sebagai ekspresi emosi kesedihan yang mendalam serta sebagai bentuk keterikatan batin antara si pangandung dengan orang yan diandunginya.

3.Pengontrol sikap terhadap pasangan

Tradisi mangandung ini juga mengajarkan bagaimana hidup yang akan dilalui bersama pasangan dalam berumah tangga, bahwa untuk menjaga keharmanisan dalam berumah tangga ada sebaiknya pasangan haruslah memiliki rasa tanggung jawab bersama sebagai tujuan akhir dalam setiap penyampaian tuturan nasihat harus seia sekata, dalam arti dalam arti setiap perbedaan pendapat janganlah memakasakan pendapat semata, seperti tuturan nasihat yang ada pada data (56) adat na mangolu on modom marsiingotanyang artinya saling mengingatkan dalam membangun berumah tangga. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya antara pasangan haruslah seia sekata, selangkah, dan sepandangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 213

Selain itu sikap memiliki rasa tanggung jawab sebagai pengontrol diantara pasangan menjadi salah satu fungsi dalam tradisi ini. Hal ini tergambar pada saat acara pasahat boru, dimana orang tua penagntin perempuan menyerahkan sepenuhnya keselamatan anak perempuannya kepada keluarga laki-laki.

Sebaliknya mempelai perempuan bertanggung jawab untuk selalu menjaga nama baik keluarga besarnya. Serta bagi keduanya memiliki tanggung jawab yang utama kepada Tuhan untuk hidup rukun senantiasa, menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohma.

6.1.2. Nilai dan Norma Pada Tradisi Mangandung Acara Adat Perkawinan

MA.

Kebudayaan merupakan salah satu unsur yang turut memberikan corak kehidupan masyarakat. Ini berarti, kebudayaaan daerah memberikan ciri khas kehidupan masyarakat. Ini berarti, kebudayaan daerah memberikan ciri khas kehidupan masyarakat dalam suatu bangsa. Nilai-nilai budaya masa lalu sangat bermanfaat untuk masa sekarang, terlebih lagi pada tradisi lisan yang memberikan penggambaran tentang norma-norma serta adat- istiadat sangat kental memengaruhi lahirnya sebuah karya sastra. Hal ini merupakan nilai-nilai budaya yang sebagian besar dapat diaplikasikan kepada nilai-nilai budaya yang masih berlaku dalam tatanan kehidupan masyarakat sekarang. Demikian juga halnya dengan MA yang memiliki nilai budaya utama yang dapat menjadi dasar kehidupan MA.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 214

6.1.2.1. Hubungan Manusia dengan Pencipta Semesta Alam

Dalam tradisi mangandung pada acara adat Hubungan manusia dengan

Tuhan dalam hal ini habblumminalloh tidak dapat dipisahkan, sehingga komunitas adat yang selalu menyertakan sang Khalik. Institusi perkawinan pasangan pengantin saudari Desi sri Rezeki, S.E dengan Febriano Dasopang, dan pasangan

Yuliani Lutfi Harahap yang telah melangsungkan resepsi perkawinan Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pabagas boru

(mengawinkan anak perempuan) sama posisinya dalam adat Batak Angkola dengan mengawinkan anak laki-laki, meskipun posisi wanita dalam MA boleh dikatakan hanya pada posisi kedua setelah laki-laki, sebab dalam pembagian harta warisan kepada wanita harta yang diberikan hanya sebagai holong ateartinya hanya sebagai pertanda sayang, bukan sebagai hak sebagaimana yang berlaku di dalam pembagian pusaka dalam Islam.

Namun dalam hal mengawinkan anak perempuan memiliki hak yang sama baik dalam adat maupun agama.Adapun tujuan menikah yaitu sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga ataupun rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa (sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama serta kepercayaannya).

Pandangan dasar bagaimana hubungan keterkaitan pernikahan dalam agama menurut pandangan Islam sangat dianjurkan hal ini sejalan dengan(Quran surah An Nisa ayat 3). Sebab salah satu awal pembinaan karakter yang baik, akhlak budi pekerti yang mulia dalam hidup antara manusia dengan Tuhan. Oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 215

sebab itu persiapan prnikahan disusun sangat hati-hati.Pergaulan yang rukun dan damai, serta harmonis dan serasi merupakan pencerminan yang baik dari pembinaan karakter dalam membinan keluarga selanjutnya. Sesuai dengan falsafah di Angkola hombar do adat dohot ibadat, dalam hal ini agama saling berdampingan dengan adat istiadat yang ada di Angkola. Berbuat menurut adat merupakan perintah dalam kepercayaan adat dan yang meninggalkan atau tidak berbuat adalah adalah larangan dalam kepercayaan adat. Perlakuan ini dapat kita saksikan saat mengadakan resepsi pernikahan. Tepat pada tanggal 22 Desember

2017,hari Jumat pukul 08.00 wib Kota Padangsidimpuan di rumah keluarga perempuan (Desi Sri Rezeki, S.E) telah berlangsung acara akad nikah, yang dihadiri keluarga dekat dari kedua mempelai, serta beberapa tetangga untuk menyaksikan ritual syukuran untuk menghalalkan ikatan hubungan pasangan pengantin (Desi Sri Rezeki, S.E. dengan Febriano Dasopang) menuju kehidupan berumah tangga. Dalam teks tuturan nasihat juga terlihat bagaimana agama merupakan hal yang utama ketika melangkah dalam kehidupan berumah tangga, kesan tersebut dapat kita lihat pada tuturan berikut:

(41) na paling utama na giot marumah tangga Yang paling utama yang akan berumah tangga „yang mendasar dalam berumah tangga‟

Sholat da inang, da bere, Sholat ya anak(pr), ya menantu(lk) „sholat ya anak(pr), ya menantu(lk)‟

Harana antong on do tiang ni agama Sebab pula inilah tiang nya agama „sebab inipulalah tiangnya agama‟

(42) hita on namar ugamo, ulang lupa suru ni Tuhan Kita ini yang ber agama,jangan lupa perintah nya Tuhan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 216

„kita beragama, jangan lupa perintah Tuhan‟

Mur ma denggan doi pangalaho, Lebih lah baik itu perbuatan „Sikap lebih baik‟

Muda dibagasan lindungan ni Tuhan Bila dalam lindungan nya Allah „bila dalam lindungan-Nya‟

6.1.2.2 Hubungan manusia dengan manusia

Masyarakat di Angkola dalam mengatur hubungan kekeluargaan dikenal dengan Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu bagi MA bertujuan agar hubungan masyarakat dan keluarga bisa terjalin secara harmonis dan serasi. Menempatkan hubungan keluarga dalam bagian-bagian yang sesuai dengan tempatnya menurut tutur sopan santun yang telah digariskan dalam adat, karena adat mempunyai rentetan segi-segi kehidupan dalam masyarakat adat sehari-hari. Perlu hormat dan sopan untuk saling menegur dalam pergaulan sehari-hari.

Sebelum acara resepsi pernikahan berlangsung dalam acara pabagas boru ada beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakaukan salah satunya adalah mangkobar borumarbagas. Mangkobar boru marbagas dalam acara pabagas boru terdiri dari dua bagian, yang pertama dilakukan pada saat patobang hata sebelum akad nikah terjadi, dan yang kedua dilaksanakan setelah akad nikah yaitu pada saat acara mangampar ruji. Mangkobar pabagas boruyang berhubungan dengan nilai budaya kekerabatan disini adalah pada saat patobang hata.Patobang hata dilaksanakan pada tanggal 25 November 2017, di rumah kediaman orang tua dari saudari Desi Sri Rezeki, S.E. setelah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan, maka saat acara mangkobar boru ini, di utuslah dari keluarga laki-laki minimal tiga orang untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 217

datang ke ke rumah keluarga perempuan mendampingi keluarga pihak laki-laki.

Tiga orang utusan itu adalah (1) kahanggi yang diwakili uda karena berhubung orang tua laki-laki dari calon mempelai laki-laki sudah almarhum maka sosok adik laki-laki dari ayah inilah yang dianggap dapat sebagai wakil untuk meminang anak dari suhut. (2) Anak boru, dan (3) hatobangon yang mewakili masyarkat adat.

Acara ini dilaksanakan selepas sholat isa, di rumah suhut berkumpullah harajaon, hatobangon, orang kaya, mora, kahanggi, dohot anak boru. Semua penyebutan unsur-unsur tersebut merupakan sistem kekerabatan yang ada di

Angkol yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu ini merupakan inti dari hubungan kekerabatan masyarakat Angkola dalam setiap pelaksanaan acara adat baik siluluton (duka cita) maupun siriaon (suka cita). Hubungan kekerabatan dalam hal ini ditujukkan pada keikutsertaan uda yang memiliki hubungan kekerabatan dengan calon mempelai laki-laki yaitu adik kandung laki- laki dari pihak ayah sebagai pengganti orang tua laki-laki yang telah almarhum, sekaligus yang mewakili kahanggi yang ditarik dari sistem Dalihan Na Tolu atas dasar perkawinan.

Dalam kegiatan tradisi mangandung pada acara adat perkawinan terlihat jelas hubungan antara si pangandung dengan yang diandunginya, kedekatan hubungan kekerabatannya. Pada MA jika anak perempuan menikah biasanya ia akan mangandungi orang tuanya, saudara-saudaranya, serta kerabat dekatnya. Hal ini terlihat juga pada pesta pernikahan saudari Desi Sri Rezeki, S.E. dan saudari

Yuliani Lutfi Harahap, dimana dalam partuturon kedua pengantin wanita tersebut mangandungiumak, inang sebagai orang tua yang memberikan kasih sayang serta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 218

merawat sedari kecil. Mangandung ini tidak serta- merta begitu saja terwujud.

Karena orang yang dapat mangandung adalah orang yang memiliki perasaan yang halus, peka terhadap semua perlakuan baik yang pernah dia terima dari orang lain, sehingga membuatnya terksesan dan akan selalu diingatnya sampai akhir hayatnya. Diketahui bahwa saudari Desi Sri rezeki merupakan anak paling kecil dari orang tuanya. Kebiasaan anak paling kecil begitu dimanja, dan sangat disayangi. Perlakuan ini dapat kita lihat bagaimana saudari Desi mangandungi ibunya, sambil berkata

(43) umakk....umak...eeee...... Ibu.....ibu....eee...

Kema au da umakk.... Pergilah aku ibu

Mangido maaf au da umak... Minta maaf aku ya ibu

Sehat- sehat kamu da umak....uuuuuu...... Sehat –sehat kamu ya ibu..uuu..uuu...

„saya izin pergi ibu, maafkan saya, sehat-sehatlah ibu‟

Saudari Desi dalam hal ini memanggil umak, kepada yang diandunginya yaitu ibu kandungnya. Dengan memakai kata umak, jelaslah bahwa saudari Desi merupakan boru dari orang yang diandunginya, yaitu ibu Janiar Nasution. Saudari

Desi mangandungi ibunya, karena dia merupakan anak paling kecil, yang selalu menjadi teman berdiskusi bahkan berbantah dengan ibunya. Tentunya dalam hubungan ini, kedekatan darah sangatlah kuat sehingga hubungan batin diantara keduanya merupakan ikatan batin yang kelak akan menimbulkan rasa rindu dan kehilangan yang sangat. Karena ikatan batin yang selama ini terjalin tentu menyimpan kenangan yang indah, yang tidak terlukiskan dan tergantikan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 219

kata dan materi. Dalam MA ketika anak perempuan menikah pupuslah sudah harapannya untuk dapat bermanjah- manja kepada orang tunya. Hubungan ketika menjadi ibu dan anak sebelum menikah, suatu saat akan menjadi kenangan indah yang nantinya dikenang. Kebiasaan yang dulunya sering dilakukan di rumah tentunya akan berubah total ketika sudah menjadi menantu dan istri. Untuk itu dalam membalas andungan si pangandung yaitu saudari Desi. Orangtuapun menyambut dengan memeluk erat-erat putrinya. Pelukan ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya ibu belum mau berpisah dengan borunya. Semakin erat pelukan diantara keduanya semakin kuat isak tangis yang terdengar. Si ibupun sambil mangandungi anaknya seraya berkata.

(44) malo-malo ho da inang, mabuatroha ni boumu pandai-pandai kamu lah anak(pr), mengambil hati nya mertuamu(pr) „baik baik kau anakku.....pandailah menempatkan dirimu‟.

Dari klausa di atas terlihat bagaimana hubungan antara seorang ibu dengan borunya. Dimana makna yang terkandung cukup dalam, bahwa seorang ibu sebenarnya, tahu bagaimana perilaku anak-anaknya. Kebaikan-kebaikannya, bahkan sifat-sifat buruknya. Hal yang ditakuti seorang ibu, anaknya masih membawa sifat-sifat ketika masih gadis yang bisa melakukan hal sesuka hatinya.

Karena ketika sifat ini masih terbawah dalam kehidupan berrumah tangga, akan berdampak negatif bagi orang tua si gadis. Karena orang tuanya akan di cap sebagai orang tua yang tidak bisa mendidik anak gadisnya. Selain itu MA selalu beranggapan bahwa menantu yang ideal adalah menantu yang memiliki sikap keibuan atau “tarpaina”. Dimana menantu yang memiliki naluri keibuan, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 220

dapat memposisikan dirinya, baik sebagi anak, menantu, dan istri, serta bermasyarakat.

Andung yang ditujukan kepada iboto

(45) O.... ibot....,oibot...,kehema au daibot... O....saudaraku(lk), o saudara(lk)..., pergilah saya lah saudara(lk)...

Tu huta sihadaoan iiiiiiiii...... Ke kampung yang jauh iiiii......

O... ibot....., oibot..., O... saudara(lk)..., o saudara(lk)

Baya ibotoku palua simanarengku..... Saudara(lk)ku lepaskan genggamanku....

Tu luhat naso huboto kehe au da ibot, Ke tempat tidak ku ketahui pergi saya saudara(lk)

„Saudaraku....o saudaraku, pergila aku ya saudaraku.... Ketempat yang jauhhh......

„Saudara laki-lakiku... saudaraku, sudah ikhlaslah kau ternyata Melepaskan aku sebagai saudara perempuanmu....‟

Panggilan ibot, ataupun iboto merupakan panggilan tutur kekerabatan kepada saudara laki-laki ataupun perempuan bagi MA. Dari panggilan kekerabatan ini juga terlihat bahwa yang diandungi adalah saudara laki-laki dari pengantin wanita. Andung ini berisi bagaimana sedihnya anak perempuan akan melepaskan ikatan batin dari sauda-saudaranya. Dia menangisi ibotonya karena teringat masa kecil bersama, sering berantam, bermain bersama, serta kenangan lain ketika masih dapat berkumpul bersama dengan orang tua. Tentunya ketika sudah menikah peristiwa seperti itu sudah jarang terjadi. Apalagi kalau pengantin wanita tersebut dibawah jauh ke luar kota oleh suaminya, tentunya untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 221

berkumpul kembalipun menjadi impian yang mungkin tidak mungkin bisa terwujud.

Mangandung yang ditujukan kepada teman dekat (naposo bulung)

(46) Oooo, dongan naposo bulung jagit tangan jau solomi. Oooo, teman muda-muditerima tangan panggilan salam ini „teman-teman sebayaku terimalah salamku ini‟

Mangido maaf au dohot mangido izin da dongan na dua tolu Mohon maaf saya dengan mohonizin lahkawan yang dua tiga „saya mohon maaf dan izin kepada kawan sekalian‟

Muda langka simanjojak munu i, tu aek sibokkioni ulang Bila melangkah kaki kalian, ke sungai tempat mandi jangan „jika kalian pergi ke sungai ,jangan

Hamu lupa lolos mamiohon goar ni au namanca da bulungon Kamu lupa sekilas memanggil nama nya ku yang sendiri ini „Kalian lupa menyebut namaku yang sudah sendiri ini‟

Anso suang do mai leng na jong-jong nomai na di bagas parpidoan i Agar seperti masih yangmenunggu di rumah „Anggap saja aku masiha ada di rumahku‟

Ima na songon siala sampagul i, rap tu gincat rap tu toru, Yaitu yang seperti siala sebongka, sama ke atas sama ke bawa, „Seperti sebongkah buah siala, yang merata atas bawah‟

Rap magulang rap madabu Sama tumbang sama jatuh „sama tumbang dan berguling‟

Isi dari andung yang ketiga ini ditujukan kepada teman dekat kita, yaitu teman semasa kita kecil, sampai teman sekolah kita yang dulunya bermain bersama. Tentunya banyak memiliki kenangan bersama, dan ketika kita berumah tangga masa-masa bermain bersama tentunya tidak sebebas kita masih lajang. Hal inilah yang membuat kita mangandung, mangandung karena masa-masa ini tentunya akan sangat dirindukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 222

Dalam tradisi ini, juga hadir dalihan na tolu, yaitu mora yang berfungsi sebagai tulang pada si pengantin perempuan. Tentunya dalam posisimora, yang sangat di hormati dalam dalihan na tolu.

(47) Songoni madabere, Beginilahmenantu(lk) „menantuku seperti inilah‟

baen nagiot langka matobang ma ho, sebab yang akan melangkah menualah kamu, „anakku inilah,sebab kamu akan menikah‟

Antong sude pangalaho dipatomang ma. Jadi semua perilaku diubahlah „diubahlah semua perilaku‟

Najolo bisa dope menjeng-menjeng Yang dahulu dapat lagi bermanjah-manjah „dahulu masih bermanjah-manjah‟

Dijolo ni simatobangmu, anggo onbere, di depan nya orangtuakamu, tetapi ini menantu(lk) „ bersama orang tua, tetapi saat ini‟

usaho doma pikiron mu, anso adongdi ho upaya lah pikiran mu, agar ada pada mu „pikirlah upaya yang berhasil‟

ringgas ho bere marusaho, malo-malo ho beremarkoum rajin kamu menantu(lk), pandai-pandai kamu menantuku berkeluarga „rajin bekerja dan pandailah menyatukan diri ke dalam keluarga‟

6.1.2.3. Hubungan manusia dengan karya

Kebudayaan dalam hal ini memandang karya manusia bertujuan untuk memungkinkan hidup, dimana hakekat karya manusia itu memberikannnya kehormatan, keturunan, Kehormatan sendiri bagi MA dikenal dengan hamoraon.

Hamoraon bagi MA merupakan nilai kehormatan yang terletak pada keseimbangan aspek spritual dan material yang ada pada diri seseorang. Kekayaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 223

harta dan kedudukan/jabatan yang ada pada seseorang tidak ada artinya jika tidak didukung oleh keutamaan spritualnya. Orang yang mempunyai banyak harta serta memiliki jabatan dan posisi yang tinggi diiringi dengan sifat suka menolong/ memajukan sesama, mempunyai keturunan serta diiringi dengan jiwa keagamaan maka dianggap mora.

Bagi MA dalam menikahkan anak baik laki- laki maupun perempuan tidak ada perbedaan. Meskipun bagi MA sendiri posisi anak laki- laki berfungsi untuk melanjutkan cita-cita ataupun penerus marga. Namun dalam mengawinkan putra- putrinya tidak ada perbedaan sedikitpun seperti ungkapan yang” anak dihagodangkon, boru dipahebatkon”12yang artinya orang tua tidak membedakan rasa sayangnya kepada putra-putrinya. Keluarga yang dapat mengadakan pesta ataupun horja menunjukkan status sosialnya dalam masyarakat. Menurut kebiasaannya ketika orang tua mengadakan pesta untuk anak perempuannya kelak anak perempuan yang jadi pengantin tersebut adalah boru na mora baik di masyarakat maupun dalam keluarga suaminya.

Saudari Desi Sri Rezeki merupakan boru nadioli atau pengantin wanita, yang dipestakan oleh orang tuanya. Bentuk dari kebesaran niat dari orang tua untuk memestakan putrinya ini, orang tua mengadakan pesta adat dan resepsi.

Padahal keluarga bapak Syahruddin Siagian dan Ibu Janiar nasution hanya memiliki dua orang putri saja. Tetapi beliau menjunjung tinggi prinsip saanak saboru.13

12WawancaradenganSahrudinPohan, salahsatuhatobangonsekaliguscerdikpandai di desaSosopan yang dilakukanpadatanggal 25 januari 2018. Menurutbeliaumeskipunposisitinggi MA dalamadatAngkolaadalahanaklaki-laki, tetapiketikadalamposisimenikahkananak orang tuatidakmembedakananaklaki-lakimaupunanakperempun 13SaanaksaborumerupakanistilahbagimasyarakatAngkolabahwaanaklaki- lakidanperempuandarisiapapunjugaharusdianggapsepertianaksendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 224

Hagabeon dalam kebudayaan batak bermakna banyak keturunan dan panjang umur. Harahap dan Sihaan (1987:1333) salah satu ungkapan tradisional batak yang disampaikan pada saat acara adat perkawinan adalah “maranak sapuluh pitu marboru sapuluh onom”.Dalam tahapan perkawinan pabagas boru yang menunjukkan hagabeon adalah pada saat mangalehen mangan ataupun mambutongi mangan pengantin. Mambutongin mangan boru marbagas dilaksanakan setelah selesai acara resepsi pernikahan. Adapun tujuan mambutongi mangan ataupun mangalehen mangan pengantin ini merupakan agar kelak pengantin sehat dan panjang umur serta saling menyayangi dan hidup rukun dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Acara ini dihadiri oleh orang tua yang mambutongi mangan, kahanggi, anak boru,mora, pisang raut, mora, raja panusunan bulung bersama sejumlah perangkat harajaon dan hamoraon, dan lain- lain. Harapan ini tentunya terkandung dalam tuturan kata-kata nasihat.

(48) sada doma pangidoan satu lah permintaan

Mardangka nian abara munu Bercabang kiranya pundak kalian

Ulang di dongkon naganjil bagian, Jangan di sebut yang kurang sempurna bagian,

Adong gabe mayam-mayam disimangido munu Ada jadi main-mainan dalam genggaman kalian

„hanya satu harapan kita. Semoga segera diberi keturunan, agar tidak beda dengan yang lainnya.Agar kelak ada yang akan ditimang-timang‟

Hagabeon dalam MA dapat dimaknai agar kelak setelah menikah diharapkan kedua pengantin dikarunia keturunan yang banyak,sholeh dan sholeha,

Begitujugadalamhalmengawinkananak, meskipun MA dalammeneruskanketurunandari gen ayah, tetapiposisiwanitajugamerupakanposisikeduaterhormat di dalamadat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 225

serta serta setelah lanjutan usia diharapkan ia dapat mengawinkan anak-anaknya serta memperoleh cucu. Karena kebahagian bagi orang Batak belumlengkap jika belum mempunyai anak. Namun mengenai jumlah anak yang banyak secara adat diharapkan memiliki 17 anak laki-laki dan 16 perempuan yang telah berakar lama mengalami pergeseran dari bersifat kuantitas pada anak yang berkualitas mempunyai ilmu dan keterampilan hidup sekalipun jumlahnya tidak banyak.

Peranan Program KB (Kelurarga Berencana) yang dilancarkan pemerintah cukup dominan dalam mengubah pandangan tersebut. Seseorang makin bertambah kebahagiaanya bila ia mampu menempatkan diri pada posisi adat di dalam kehidupan sehari-hari. Jelasnya perjuangan yang berdiri sendiri tetapi ditopang oleh keteladanan dan pandangan yang maju.

6.1.2.4. Marsisarian

Marsisarian dalam MA merupakan kondisi saling mengerti, menghargai, saling membantu. Secara bersama-sama masing-masing unsur harus marsisarian atau saling menghargai. Di dalam kehidupan bermasyarakat tentunya masing- masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga saling membutuhkan pengertian, bukan saling menyalahkan. Hal ini untuk menghindari terjadinya konflik diantara kehidupan sesama masyarakat maka yang perlu dikedepankan adalah prinsip marsisarian yang merupakan antipasi dalam mengatasi konflik/pertikaian.

Dalam konteks marsisarian dapat dilihat pada tahapan mangkobar boru pada sesi pembahasan pada kunjungan patobang hata antara lain

(1) Menanyakan berita tentang adanya persetujuan antara saudari Desi Sri

Rezeki, S.E., dengan Febriano Dasopang untuk membina rumah tangga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 226

Langkah-langkah ini sudah di atur sedemikian rupa, dan keluarga calon

pengnatin perempuan dalam hal ini orangtua menayakan langsung kepada

saudari Desi Sri Rezeki untuk perihal niatan tersebut. Saudari Desi Sri

Rezeki menjawab “ya” benar. Pihak keluarga laki-laki merespon dengan

rasa syukur dan terimakasih dengan ucapan alhamdulillah.

(2) Meminta boru dalam hal ini saudari Desi Sri Rezeki dimana dalam

kesempatan ini keluarga laki-laki kembali mengajukan permohonan secara

resmi untuk meminang anak perempuan mora-nya biasanya dimulai

dengan kaum ibu, dengan isak tangis berharap agar keluarga mora-nya di

rumah tersebut terutama pihak raja panusunan bulung berkenang dan

bermurah hati menyetujui niatan mereka. Setelah itu diperkuat pihak laki-

laki yang dimulai dari pihak kahanggi, menyusul anak boru dan

disempurnakan pihak mora (tulangnya), orang tua.

(3) Setelah itu pihak keluarga perempuan menjawab permintaan dari keluarga

laki-laki atas pinangangan terhadap saudari Desi Sri Rezeki, S.E, dalam

hal ini yang memberikan jawaban dari keluarga perempuan yang dimulai

dari pihak kaum ibu, anak boru (namboru), mora (nantulang), dan orang

tua (ibu dari calon pengantin perempuan). Setelah pihak kaum ibu selesai

memberikan jawaban, maka menyusul pula barisan kaum bapak, dengan

urutan kahanggi, anakboru, mora(tulang), orang tua (ayah dari calon

pengantin perempuan). Adapun hasil jawaban atas pinangan tersebut

adalah “setujuh” dengan mengemukakan berbagai alasan, namun pada

akhirnya keputusan itu diserahkan kepada raja panusunan bulung untuk

menentukan mana yang paling baik, bahkan mereka juga ikut memohon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 227

agar raja panusunan bulung bermurah hati untuk menyetujui permohonan

tersebut.

Berdasarkan kondisi mangkobar boru marbagas di atas konsep nilai budaya marsisarian antara keluarga calon pengantin laki-laki maupun calon pengantin perempuan terlihat dalam penentuan beban-beban apa saja yang harus dipikul pihak keluarga laki-laki yang erat kaitannya dengan kegiatan manyapai boru, karena apa saja yang sudah disepakati pada acara tersebut , maka tidak ada lagi yang keluar dari ketentuan tersebut, meskipun ada tentunya itu berkaitan tentang adat atau kebiasaan di tempat tersebut, dan itu memang tidak boleh diabaikan, sebab sudah menjadi tradisi setiap kali ada anak gadis berumah tangga

(boru marbagas). Adapun fungsi mangkobar boru dalam tahapan ini penyempurnaan kembali semua yang di rumuskan pada sidang manyapai boru.

Dalam mangkobar saat paemberian kata-kata nasihat, terlihat juga bagaimana konsep marsisarian yang diharapkan dalam membina rumah tangga seperti apa yang di sampaikan harajaon pada pasangan pengantin.

(49) antong jadi songoni mada, Jadi demikianlah

hamu na juguk dijuluan, kalian yang duduk di hadapan

Na dipatobang ni adat, Yang dituakan dalam adat,

Tapangidoon ma tu Tuhan, kita minta lah kepada Tuhan

horas hamu ma nian, hamu na dua sajoli selamat kalian lah kiranya,kalian yang dua sejoli

Na juguk di amak lapisan, nadung dipatobang adat Yang duduk di atas tikar berlapis, yang sudah dituakan adat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 228

Adat sarupo poda, hombar sarupo uhum Adat serupa nasihat, berdampingan dengan norma

Molo marhula marga, denggan muse markoum Pandailah memilih tutur, baik juga berkeluarga

Di son tarpayak dijolo munu, Di sini terletak di hadapan kalian

Pira manuk na di hobolan, Telur ayam yang di kepal,

dohot sira na ancim pandaian dengan garam yang asin dalam rasa

Disi dohot ate-ate, mura pancarian Ada dengan jiwa, mudah berusaha

Hamu pe totop dibagasan dame, Kalian pun selalu dalam damai,

„ demikianlah, kalian pasangan pengantin yang sudah dituakan adat, marilah bersama kita meminta kepada TuhanKesehatan kepada pasangan pengantin ini, yang telah didudukna di atas tikar kehormatan,Adat sama dengan nasihat, sejajar dengan petuah.Pandai bertutur terhadap kerabat,agar damai dalam berkeluargaIni sebutir telur,dengan garam yang rasanya asinTangguhlah jiwa, dan raga, agar murah dalam mencari rezeki senantiasa dalam kedamaian‟

Kondisi yang saling menghargai dalam hal ini marsisarian yang dilakoni antara kedua keluarga besar, disertai dengan dalihan na tolu dalam memutuskan dan mendiskusikan beban beban yang harus dipersiapkan dipustuskan dengan sikap yang sangat bertoleransi, dengan sikap dan bahasa yang santun agar niatan untuk mempersunting anak dari mora dapat dikabulkan dengan tidak adanya saling memberatkan bagi keluarga pihak dari calon pengantin laki-laki. Urutan dalam memberikan ataupun mangkobar boru marbagas, dalam menyahuti hata atau permintaan dari keluarga laki-laki, memiliki tahapan utama yang menempati giliran dalam menyampaikan kata-kata sambutan atas jawaban permintaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 229

tersebut. Dalam hal ini barisan kaum ibu yang memiliki posisi pertama, kemudian disusul dengan barisan kaum bapak. Keadaan di atas tentunya mengambarkan bahwa kaum perempuan sangat dihormati dalam MA.

6.1.2.5 Kemasyarakatan(dalihan natolu)

Untuk mengatur tata tertib dan tata kehidupan anggota masyarakat dalam masyarakat tentunya dalihan na tolu memiliki fungsi pentig dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Dalam kaitan itu tentunya,dalihan na tolu diajarkan dilingkungan etnis Angkola, karena ia memiliki keterkaitan dengan sistem kekerabatan suku Batak. Dengan menyebut tutur kekerabatan terhadap sesorang maka dapat diketahuai jalur hubungan diantara mereka yang menggunakannya.

Interaksi dalam Dalihan Na Tolu tentunya sangat terlihat pada acara baik siluluton

(duka cita) maupun siriaon(suka cita). Salah satu bentuk interaksi dalam kegiatan yang dalam perkawinan pabagas boru dalam hal ini ditunjukkan pada acara mangampar ruji, yang melibatkan hubungan dalam bermasyarakat, baik harajaon, hatobangan, dan dalihan na tolu.Parsidangan mangampar ruji dilakukan di rumah mora (orang tua dari Desi Sri Rezeki, S.E.) pada tanggal 23 November

2017. Kegiatan yang dilakukan adalah hobaron boru (musyawarah perkawinan secara adat). Apabila na tolu sauduran ( kahanggi, anak boru, hatobangon), yaitu utusan suhut yang sudah disahkan oleh raja pamusuk untuk mangkobarboru yang telah tiba dikediaman mora, maka langkah pertama yang mereka lakukan di tempat itu adalah menghubungi dan menemui kahanggi sitopoton atau goruk- goruk hapinis. Goruk-goruk hapinis tersebut berfungsi memperkenalkan utusan yang datang dalam persidangan kepada tuan rumah. Sebelum sidang adat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 230

manggampar ruji dilaksanakan kepada yang hadir dalam acara tersebut disuguhkan silua. Proses jalannya sidang sebagai berikut:

(1) Hasuhuton mempersembahkan burangir sahat-sahat,burangir na

hombangkepada hatobangon dan harajaon untuk dapat menyelesaaikan

adatnya.

(2) Raja bertanya apakah anak boru yang akan menyelesaikan adat tersebut telah

bertemu dengan goruk-goruk hapinis dari suhut. Selanjutnya orang kaya ni

huta mempertegas pernyataan raja dengan pertanyaan: “Madung

marsianggoan timus dehe hamu tu anak borunta na dison.‟‟ Artinya apakah

saudara sudah saling mengetahui dengan saudra kita yang ada di sini?”

(3) Apabila pertanyaan ini dijawab anak boru yang datang dengan jawaban

“sudah” lalu raja menyuruh rombongan tersebut memperkenalkan diri

(bersalaman). Acara selanjutnya anak boru yang adatang mempersembahkan

burangir na hombangdi atas Pinggan sapa. Dalam acara pabagas boru dari

saudari Desi Sri Rezeki, S.E., adalah boru nadipabuat maka burangir (sirih)

yang dipersembahkan adalah burangir somba atau bodil somba . Apabila raja

telah menerima burangir (sirih) dari delegasi yang datang mangkobar boru,

maka acara mangkobar boru dapat dimulai.

(4) Sebagai kata pembuka/pembicara pertama dari pihak rombongan na tolu

suduran yaitu goruk-gorukhapinis/pareban na ro sebagai penuntun dalam

persidangan. Kemudian baru disambung dengan kahanggi-anak boru-

hatobangon na ro (yang datang).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 231

(5) Setelah selesai pihak yang meminta penyelesaian adat mengutarakan maksud

dan tujuan mereka, barulah disambut oleh hatobangon dan harajaon ni huta

yang dikunjungi.

(6) Apabilah hasil pembicaraan ini diterima oleh hatobangon dan harajaon, maka

raja berpesan untuk dapat menyelesaikan hobaraon adat ni boru, (mangalehen

gontang parnipian). Anak boru yang datang harus siap menerima beban adat,

dalam hal ini omas sigumorsing, abit na marrambu serta semua pembiayaan

na maradat yang harus diserahkan dalam sidang adat yang disebut

mangamparruji.

Dalam persidang adat ini terlihat bagaimana dalihan na tolu berfungsi mengatur hubungan masyarakat, agar musayawarah sidang adat dapat berlangsung dengan lancar. Adakalnya pihak anakboru an mora mengadakan mufakat melalui perundingan tertutup sebelum persidangan dimulai, biasanya yang dimusyawarahkan atau dimufakatkan itu adalah (1) jumlah pengeluaran yang harus dipersiapkan,(2) uang yang harus diserahkan kepada mora berupa tuhor ni boru, dan (3) uang hobar ni boru.

Dalam tradisi mangandung, dalam hal pemberian nasihat ketiga unsur dalihan na tolu ini juga ikut memberikan kata-kata nasihat kepada pasangan pengantin yang memiliki tujuan yang sama yaitu agar pasangan pengantin dapat hidup rukun.

Kahanggi:

(50) Hormat nami tu mora tarlobi ompui sian bagas godang, Hormat kami pada kerabat terlebih sang raja dari rumah besar,

Dison hamu nadua si manjujung, Disini kalian pasangan pengantin,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 232

Nadipatobang manurut adat yang dituakan menurut adat

Haposoan munupe madung marujung, Masa muda kalianpun sudah berakhir,

Tunatobangdomahamu marmasyarakat, Kepada yang tualahkalian kalian bermasyarakat,

Tarpayak dijolo munu, Terletak di hadapan kalian,

laho-laho niadat, anso malo hamu simbol-simbol nya adat, agar pandai kalian

Marpangalaho di masyarakat, Beradaptasi dalam masyarakat,

Horas hamu nadua marrumahtangga, Selamat kalian berdua berumahtangga

malo ma antongmarkoum pandailah pula berkeluarga

Tarsaimajolo sahat ni hata, Demikiansaja harapan dari nasihat

tapasahatmajolo tu anak ni raja kitasilahkanlah dahulu pada anak nya raja

„yang kami hormati mora, terlebih yang dituakan dalam sidang adat ini.Pasangan pengantin, yang sudah dituakan dalam adatMasa mudapun sudah berakahirYang sudah masuk dalam perkumpulan masyarakat adatdihadapan kalian, ada simbol- simbol adat, yang memberikan pentunjuk untuk masuk, dalam perkumpulan masyarakat,Selamat dan sehatlah dalam berumah tangga,Pandailah menyesuaikan diri dengan keluarga baru. Demikianlah yang dapat disampaikan,‟

Anak boru: (51) Dison sumurdu burangir nami Disini disembahkan sirih kami

Ihut andung dohot horas, Bersama sedih dan sehat,

Imataringot digadismunu na giot di oban yaitu terkenang pada anak(pr) kalian yang akan di bawa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 233

Tu bagas nyaamang naposonami imalangkah matobang Ke rumah nya ayah muda kami yaitu menikah

Dison hamu dipajuguk, ima namanandaon sigodang ni roha Disini kalian didudukkan,yaitu yang menunjukkan rasa bahagia

Namangajari hamu dotokkin nai on, Yang mengajari kalianlah sebentar lagi ini,

anso malo hamu markoum, agar pandai kalian berkeluarga

Hargai hamu on Hargai kalian ini

„Disini kami mempersembahkan sirih,sebagai tanda kerendahan hati kamilengkap dengan harapan kami agar ini dikabulkan,Teringat akanparumaen kami, yang akan di ajak menikah olehAnak kami untuk hidup bersamadalam acara pernikahan ini, sebagai bentuk kebahagianYang nantinya ini akan mengajari kalian berduaAgar kelak bisa masuk dalam keluarga yang baru .Tolong dihargai ini‟.

Bentuk kekerabatan dalam dalihan na tolu tentunya tidak terlepas akan kehadirananak boru, dan kahanggi dalam acara pesta adat. Diman dalam acara tersebut terlihat bahwa anak boru dan kahanggi berkesempatan menyampaikan harapan-harapan baiknya kepada amang naposo dan parumaensebagai pasangan pengantin yang akan menjalankan kehidupan berumah tangga.Unsur tersebut tentunya menjadi sistem sosial yang berupa filosofi, dan teraflikasi dalam upacara-upacara adat. Tentunya dalam hal ini setiap unsur memiliki hak dan kewajiban. Karena pada hakikatnya unsur dalihan na tolu ini dalam upacara adat merupakan tumpuhan acara, yang mesti ada dalam acara.

6.1.2.6 Hubungan manusia dengan waktu

Hubungan manusia dengan waktu diartikan bagaimana manusia memiliki orientasi pandangan menuju masa depan. Salah satu orientai waktu bagi MA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 234

adalah hasangapon.Hasangapon (kemuliaan, kewibawaan, kharisma) suatu nilai yang memberi dorongan kuat untuk merahi kejayaan. Dalam acara perkawinan pabagas boru, istilah sangap dekat hubungannya dengan mora. Pahebatkon boru, atau mengadakan pesta resepsi ataupun horja di bagas ni boru bertujuan agar kelak pengantin perempuan atau boru/boru nadioli mendapat kemuliaan di keluarga besar pengantin laki-laki serta di masayarakat. Kemuliaan ataupun hasangapon yang tergambar dari acara adat ini pada saat dimulainya tahapan awal, sampai dengan pabuat boru yang dilaksanakan setelah sekesai mangalehen mangan dan memberi kata-kata siingoton, kepada pengantin. Saat acara pabuat boru ini anak boru di huta memberi pesan kepada rombongan anak boru yaitu apabila boru telah sampai ke tempat anakboru, agar marjamitakepada hatobangon dohot harajaon di kampung tersebut.

Setelah itu dilanjutkan dengan acara pasahat boru dimana dalam acara ini orangtua laki-laki dari pengantin wanita berdiri di sisi depan pintu bagas godang, dan pengantin laki-laki berdiri berhadapan dengan pengantin wanita untuk siap di bawah oleh pengantin laki-laki. Pada saat itulah ayah dari mempelai wanita mempertemukan kedua tangan mempelai sambil berucap, “saya serahkan putri saya kepadamu izin dunia akhirat, dan tanggung jawabnya kuserahkan padamu dunia akhirat.”

Sikap ini tentu menggambarkan bagaimana kesantunan dalam memperlakukan keluarga pengantin wanita, dalam keluarga laki-laki. Begitu juga halnya saat menyerahkan semua tanggung jawab kepada pengantin laki-laki, dalam artian orangtua sudah sepenuhnya menyerahkan haknya akan putrinya kepada mempelai laki-laki. Inilah kebaikan bagi boru nadipabuat secara adat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 235

Kemuliaan, kehormatan, serta kewibawaan dapat di sandang olehnya baik dalam keluarga, maupun masyarakat. Istilah lain untuk mengungkapkan boru yang dapat menyandang kearifan tahu memuliakan, menghormati dirinya disebut dengan boru ni raja bagi suku Batak secara umum, terkhusus juga pemberlakuan ini ada bagi kaum wanita di Angkola.

6.1.3. Kearifan Lokal Tradisi Mangandung Pada Acara Adat Perkawinan

MA

Dalam penelitian terhadap tradisi mangandung bagi adat Angkola sebagai salah satu identitas masyarakat pemiliknya. Tentunya tradisi ini merupakana salah satu nilai dan norma budaya sebagai warisan leluhur MA yang dalam fungsinya dapat menata kehidupan sosial sebagai bentuk kearifan lokal. Sebagai identitas masyarakat beradat, tentunya tradisi mangandung ini memiliki fungsi dan makna yang telah diuraikan sebelumya.

Pemahaman nilai kearifan lokal dalam tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA ini sebagai adat istiadat merupakan produk etnis

Angkola,mengandung berbagai hal yang mengatur hidup dan keharmonisan pemilikya. Tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA ini tentunya mengandungnilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang berguna dalam mengikat hubungan antara masyarakat dengan adat.

6.1.3.1. Kearifan lokal perlakuan yang sama (keadilan)

Holong (kasih sayang) dalam MA merupakan nilai budaya tertinggi dan merupakan landasan bagi hubungan fungsional diantara kelompok kekerabatan yang lahir karena pertalian darah dan hubungan perkawinan sebagai inti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 236

kehidupan. Pemberian kata-kata nasihat pada acara mangkobar boru marbagas sebagai bentuk kasih sayang oleh orang tua, kerabat dekat, dan dalihan na tolu terhadap pengantin perempuan, agar kelak pengantin perempuan dapat berlaku menyenangkan dan menghormati keluarga suaminya. Adapun nasihat yang memiliki tujuan yang sama yang disampaikan keluarga dari pihak pengantin perempuan yaitu perlakuan yang sama ketika meninggalkan dan menemui orang tua suami. Hal ini dapat kita lihat dari penyampaian kata-kata nasihat baik dari umak, bou, nantulang yang ada dalam sistem kekerabatan dalihan na tolu

(52) dung lalutu bagas ni boumu setelah sampai ke rumah nya saudariayah(pr)

dohot koumta di bagasan dengan keluarga-kita di dalam

Malo-malo ho mambuat roha ni boumu, Pandai-pandai kamu mengambil hati nya mertua(pr)-mu

babere dison, botidohot koumta menantu(lk) di sini, bersama dengan keluargakita

Holong rohamu tu halai da inang, Sayang hatimu kepada mereka ya anak(pr)

Songonparholongni rohamu tu hami dison Sebagaimana sayangnya hatimu pada kami di sini

„ Ketika kau tiba di tempat keluarga suamimu jangan kami mendengar hal yang tidak baik, pandai-pandailah mengambil hati ibu mertuamu, sayangi dia sebagaimana engkau menyayangi kami dankeluarga kita di sini‟

Pesan yang disampaikan yang bercetak tebal tersebut berisi agar pengantin perempuan pandai mengambil hati mertua perempuannya, mertua laki-laki tidak disebutkan berhubung karena telah berpulang kerahmatullah terlebih dahulu, perlakuan sama ini bertujuan ketika anak perempuan telah menikah haknya berubah menjadi holong ate,yaitu setelah menikah sebagai anak kewajibannya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 237

terhadap orang tua telah beralih fungsi menjadi hak suaminya sepenuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa, sebaik-baiknya sikap terhadap orang tua kandung, akan menjadi lebih baik jika kita melakukan hal yang sama terhadap mertua kita.

Karena sebagai menantu kita telah penuh menjadi hak keluarga suami. Setelah menikah kewajiban utama anak perempuan dalam keluarga suaminya menghormati mertua, serta menyanyangi mertua. Ketika kita menghormati dan menyanyangi keluarga suami artinya sebagai menantu perempuan kita telah menunjukkan bahwa orangtua kita telah berhasil mendidik dan mengajari kita dalam berperilaku.

Diharapkan juga lewat tradisii mangandung untuk generasi zaman sekarang, lebih bisa memahami konsep menikah terutama anak gadis

(perempuan). Bahwa menjadi seorang anak perempuan yang dikenal dengan istilah boru ni raja.

6.1.3.2. Nilai kearifan Lokal Penghormatan

Dalam tradisi mangandung saat penyampain kata-kata nasihat terlihat bagaimana hubungan kekerabatan dalam acara sakral adat pernikahan terhadap dalihan na tolu harajaan dan hatobangon.

(53) Santabi sampulu, sampulu noli marsantabi, Hormat sepuluh, sepuluh kali salinghormat

di anakni raja dohot na mora, pada anak nya raja dengan yang mora

Taradop hamu najuguk di juluan, Terhadap kalian yang duduk di hadapan,

boru ni na marboru, anak(pr) nya yang beranak(pr)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 238

parumaen ni na marparumaen, menantu(pr) dari yang bermenantukan menantu(pr),

bere ni na marbere. Menantu(lk) nya yang bermenantukan menantu(lk)

Baen hamu na giot langka matobang ma, Sebab kalian yang akan menikah lah

antong patobang hamu ma jadi dewasa kalian lah

parange dohot pangalaho. Sikap dengan perilaku.

Ulang be diobankon parroha dihabujingan, Jangan lah dibawakan perasaan disaat gadis,

Dohot parroha di haposoon. Dengan perasaan di saat muda

Dungi taringot do tu na markoum, Setelah itu teringat pada yang berkeluarga

tarlobi di dalihan natolu ingot hamu : terlebih terhadap tungku yang tiga ingat kalian:

Elek markahanggi, Mengambil hati saudara

Holong marboru ( maranak boru), Sayang bersaudara ( beranak laki-laki maupun perempuan)

Hormat marmora” Hormat bersaudara”

„Dengan segalah hormat yang ditujukan kepada seluruh anak, raja, dan yang dimuliakan dalam sidang adat ini, tanpa terkecuali yang duduk dihadapan kami, puteri dari saudari kami, dan puteri dari saudari-saudari kami, serta anak dari anak-anak kami. Karena pasangan pengantin ini akan mealngkah menuju kehidupan berumah tangga, maka semua perilaku diubahlah.Jangan lagi dibawakan sifat sewaktu masih muda. Ingat kita bersaudara:pandailah mengambil hati saudara,sayangi saudara,hormat kepada saudara‟

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 239

Hal ini tentunya menunjukkan bahwa dalam tradisi mangandungi ini, khususnya saat menyampaikan kata-kata nasihat kepada boru na dioli bukan hanya orang-orang terdekat saja. Kearifan lokal daam mangandungi ini akan terlihat siapa saja yang terlibat dalam pemberian nasihat, sertahubungan kekerabatan ini menunjukkan rasa penghormatan terhadap orang tua boru na di oli agar nantinya dalam menjalani kehidupan berumah tangga dapat melaksanakan apa yang sudah disampaikan. Dalihan na Tolu sangat berperan dalam acara perkawinan. Dalam hubungan ini akan terlihat bagaimana hubungan itu berjalan sistematis meskipun satu dengan yang lain bukanlah kerabat kandung

Dalam tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA akan terlihat jelas hubungan batin antara sipangandung dengan orang yang diandunginya.

Semakin terisak dan tinggi nada jeritan tangisannya menadakan hubungan batin yang sangat dekat. Artinya pada MA jika pengantin wanita hendak melangkahkan kakinya keluar dari rumah dia akan merangkul serta menangis seisterisnya kepada orang tuanya. Dalam hal ini tergambar jelas bagaimana peran orang tua kepada anaknya, yang merawat serta mendidik seorang anak sedari kecil dibuai dan disayang, diberi pendidikan agar kelak anaknya menjadi manusia yang berguna.

Sampai ketika akan berumah tangga diantarkan sebaik-baiknya dengan menunjukkan kebesaran dan bentuk rasa syukurnya dengan mengadakan horja pabagas boru. Hal ini ditandai bahwa MA tidak ada membeda-bedakan antara anak perempuan dan laki-laki meskipun garis keturunan ditarik dari darahnya seorang ayah atau patrilineal. Holong (kasih sayang) antara anak laki-laki dan anak perempuan memiliki hak yang sama dalam MA.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 240

6.1.3.3. Nilai Kearifan lokal Kesopansantunan Bertutur Kata

Dalam tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA sangatlah jelas bagaimana hubungan kekerabatan yang menunjukkan rasa penghormatan dalam bertutur kata yang tercermin dalam ungkapan bagi MA, Pantun hangoluan, teas hamatean,yang bermakna keabaikan akan membawa kedamaian, dan kebencian akan membawa malapetaka.

Masyarakat dalihan na tolu di Angkola mengatur hubungan kekeluargaan, dengan sususnan tutur sopan santun, agar bisa menemukan keharmonisan dan keserasian di dalam keluarga dan masyarakat. Menempatkan hubungan kekeluargaan dalam bagian-bagian yang sesuai dengantempat menurut tutur sopan santun yang telah digariskan dalam adat. Karena adat mempunyai rentetan segi- segi kehidupan dalam masyarakat sehari-hari, yang menyangkut tugas kewajiban anggota masyarakat perlu hormat dan sopan santun untuk saling tegur-menegur, saling memberi salam menurut adat dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini dapat kita lihat dalam upacara adat yang baik dalam hal kelahiran, perkawinan, dan kematian pada MA. Tutur kata yang disampaikan dalam tardisi pemberian kata- kata nasihat ini mengandung unsur kesopan santunan, tentunya memiliki nilai didaktis kepada generasi muda untuk selalu bertutur kata yang sopan dan lemah lembut. Hal ini dapat kita lihat pada petikan kata-kata nasihat berikut ini yang disampaikan oleh anak boru.

(54) On ma i hape arina,ari sibangga-bangga, Inilah rupa saatnya, hari kebahagian

na diulpuk ni bayo datu, yang disampaikan tukang nujum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 241

ari na denggan na tama,ari namartua saat yang baikyangutama, saatyang bersejarah

Marsahala, ari na maroban hama mora Bersatu, saat yang membawa kebahagian

Disonma hari pangabisan, Disinilah hari terakhir,

Parenjeng-enjengan tusi matobang, Bermanjah-manjah kepada orang tua ulang lupa hamu managionsipaingot, jangan lupa kalian mendengar nasihat,

Hata na denggan sian hula dohot dongan. Kata yang baik dari keluarga dan teman.

Tarpayak dijolo munu, Terletak di hadapan kalian, indahan na di dimpu, nasi yang bentuk meninggi ihut dohot porkakas dapur, ikut dengan perkakas dapur,

Songoni salin-salinmu. Seperti pakaian-kamu

Ulang be maen honohan marsipurpur, Jangan lagi menantu(pr) lebih-lama berangin, suang songonnahiang jomur pas sepertiyang kering jemur

Situtuma hamu marusaho, Bersungguhlah kalian bekerja, ulang salin sian dongan na dua tolu biar tidak berbeda dari teman yang dua tiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 242

Dison tarpayak dijolo munu, Disini terletak di hadapan kalian,

indahan sibonang ma di hita, nasi berbenang pada kita

Songoni pandokkon ni amanta Begitulah penyampaian dari ayahkita

sian menek dope dipartubumu dari kecil lagi awal hidupmu

Baengodang ni rohakoum si solkot Sebabbesar nya hatikeluarga dari kerabatdekat

disambut diupah-upah do ho disambut dibayar-bayar nya kamu

Sagodang ni roha. Sebesar nya hati

On pe di ari nasadari on, Ini pun pada saat yang sehariini

baen madung rorongkap ni tondimu, sebab telah datang belahan jiwa mu,

Dison hami patidahongodang ni rohadi ho, Disini kami perlihatkan besar nya hati pada kamu

mangupa-upah tondi membayar-bayar jiwa

Dohot badan munu, Dengan tubuh kamu,

anso salamat hamu na marumah tangga, botima. Agar selamat kalian yang berumah tangga, demikianlah.

„Tibalah hari yang di tunggu-tunggu, hari penuh kebahagiaan dan sejarah, saat yang tepat dalam segalah hal ,yang diramal oleh ahli nujum. Anakku disinilah saat terakhirmu bermanja-manja kepada orang tua. Dengarlah semua nasihat baik dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 243

keluarga dan teman. Dihadapan kalian ini terhidang nasi sebagai penyambung hidup bagi kita semua, begitulah kiasannyadari ayah kita lengkap dengan peralatan dapur dan pakaian yang menandakan betapa peduli keluarga dekat terhadapmu. Di hari yang berbahagia ini, tentunya kami turut berbahagia, sebab engkau telah bertemu pujaan hatimu. Segenap jiwa raga kami ikut memberikan rasa syukur dengan memberi makan untuk mu yang bertujuan agar jiwa dan raga kalian sehat dan selamat dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. demikian‟

Dalam tradisi mangandung boru dalam acara adat perkawinan masyarakat

Angkola terlihat juga kesopan santunan berbahasa. Kata yang bercetak tebal di atas merupakan kata-kata yang bukan dalam arti sebenarnya. Beberapa kata yang digunakan di atas menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan sangat klasik, bukan bahasa sehari-hari (hata somal). Pelaku-pelaku adat biasanya sudah terlatih dalam penggunaan bahasa tersebut, sebab makna sangat mendalam dan penuh dengan rasa hormat dan santun berbahasa dalam menyampaikan maksudnya oleh penutur tersebut. Tutur bahasa yang dismapaikan dalam tradisimangandung tersebut semuanya memiiliki nilai estetik yang tinggi karena berisi ungkapan- ungkapan perasaan yang tidak bisa hadir begitu saja. Mangandung tersebut terjadi proses perpaduan hati dan pikiran menyatu menjadi kata-kata yang diucapkan menggugah jiwa orang yang mendengarnya. Hal ini tentunya bahasa andungbanyak memiliki nilai-nilai pengajaran dalam berkomunikasi kepada generasi muda untuk lebih bertutur bahasa yang sopan dan lemah-lembut.

Mengatur norma bertutur kata berdasarkan derajat kesopanan juga dapat terlihat dari teks andung tersebut.

Ari sibangga-banggadiartikan sebagai hari kebahagiaan. Bahagia karena keinginan ataupun hajatan yang telah lama dinantikan oleh pasangan pengantin akan terwujud lewat resepsi perkawinan dengan doa restu orang tua, dan semua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 244

keluarga. Si matobangdiartikan sebagai orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Si paingotdiartikan sebagai petuah-petuah yang akan selalu kita ingat yang didapatkan pada saat acara mangkobar boru.Indahan na didimpu diartikan nasi yang dibentuk meninggi seperti gunung, atau bahasa somal(sehari- hari) indahan pasahe robu. Nasi ini menyimbolkan bahwa segala kewajiban terhadap anak perempuan telah selesai sampai dengan dia menikah menandakan puncak amanah tertinggi dari kewajiban orang tua terhadap anak. Salin- salindiartikan baju atau pakaian untuk menutupi badan. Marsipurpurdiartikan merasakan udara segar, dalam berumah tangga semua perilaku harus di ubah menjalani kehidupan semasa gadis kita boleh santai, tetapi ketika berumah tangga si gadis mulai fokus pada kehidupan yang akan mulai dijalani. Dongan na dua toludiartikan sekumpulan kawan. Dipartubumu diartikan dari janin sampai kita terlahir kedunia. Godang ni roha diartikan rasa bahagia.Rongkap ni tondi diartikan belahan jiwa.Mangupa-upa tondi kata mangupa-upah secara harfiah membayari jiwa dan diartikan sebagai memberi semangat.

Beberapa kata di atas tentunya dapat menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam mangandung sangatlah klasik, bukan bahasa sehari-hari yang sering dituturkan dan didengar. Saat sekarang ini penutur yang ada di Angkola sudahlah sangat langkah dan jarang yang dapat menguasai bahasa pantun seprti di atas.Sebab orang yang pintar mangandung, meskipun bukan dalam situasi duka cita, ia akan tetap berurai air mata saat mangandung.

Dalam tuturan kata-kata nasihat yang disampaikan oleh anakboru, maupun harajaon, dan hatobangon yang bercetak tebal dalam tradisi ini ada juga yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 245

menggunakan gaya bahasa sehingga tuturan tersebut terdengar indah, dan bermakna.

(55) ulang be honoan marsipurpur jangan lah kelamaan mencariangin

suang songon abit na hiang jomur Sama seperti kain yang kering jemur

ulang holongan roha disanggul pado di obuk. Jangan lebih sayang hati pada sanggul dari pada rambut.

Sai maroban jahit domu-domu. Semoga membawa jarum jumpa-jumpa

Alak lahi na so mamunihon sala ni dadaboruna, Suami yangtidak menyembunyikan salah nya istrinya,

dadaboru na paungkap-ungkap gasa ni alak lahina. istri yang mengungkap-ungkapkan cacat dari suaminya.

Hajaron do ni lipat dohot tangan, Binatang nya di pukul dengan tangan,

anggo jolma ni lipat dohot hata. Kalau manusia di lipat dengan bahasa.

„janganlah lagi tidak peduli, tetapi harus ditingkatkan kepedulian .Utamakan kebutuhan pokok daripada kebutuhan sekunder. Semoga kelak membawa keberkahan, jangan ada pertengkaran yang berkepanjangan. Harus kuat dalam menjaga rahasia keluarga. Karena pada hakikatnya untuk mengingatkan manusia cukup dengan kata-kata jangan menggunakan kekerasan, cukup hewan saja yang dipukul biar mengerti‟

6.1.3.4. Nilai Kearifan lokal komitmen “seia-sekata”

Bentuk komitmen dalam mangandung pabagas boru dapat kita lihat pada mangkobar boru. Mangkobar boru dalam pabagas boru di Angkola terdiri atas dua tahap yaitu (1) sidang adat mangampar ruji di rumah mora pada saat patobang hatadimana kegiatan yang dilakukan adalah musyawarah tentang keseriusan niat dari keluarga laki-laki untuk melanjutkan acara pinangan kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 246

keluarga mempelai wanita. Dalam acara pinangan ini akan dilanjutkan dengan musyawarah sidang adat yang membicarakan bahwa adanya persesuaian

(komitmen) antara calon pengantin (Desi Sri Rezeki,S.E., dengan Febriano

Dasopang) untuk membina kehidupan berumah tangga. Hal ini dapat kita lihat pada petikan kata kata nasihat berikut.

(56) anso dapot hamu, hasonangon ni namar-ripe. Agar dapat kamu, kesenangandalam beristri

Adat na mangolu on modom marsiingotan, Aturan nya kehidupan ini tidur salingmengingat,

di nangot marsipaingot-ingotan bagi yang bangun saling ingat-mengingatkan

Sahata sapangandok, sapangambe, sapanaili Sebahasa seucapan, selangkah , sevisi „bijaksanalah kalian sebab kebaikan akan membawakedamaian, kebencian akan membawa permusuhan,kelak kamu akan membawa kebahagiaan dalam hubungan berkeluarga. Dihadapan kalian lengakap terhidang nasi, ikan, sayur, peralatan dapur dan kain yang bisa digunakan dalam hidup berumah tangga nanti. Dalam berumah tangga tentunya harus saling mengingatkan di kala bangun, dan seia sekata‟

Dari tradisi mangandung terlihat bagaimana pihak mora menyampaikan pesan kepada pasangan pengantin, agar setelah berumah tangga, pandailah mengambil hati sanak saudara hal ini terlihat pada cetak tebal “elek markahanggi, holong maranak boru, hormat marmora” yang artinya, ketika telah berumah tangga, pandailah menyesuaikan diri dan dan berlaku baik kepada saudara.

Sayangilah saudara, dan hormatilah saudara agar nantikerukunan dan kedamaian dalam bersuami istri dapat tercapai.

Setelah itu dilanjutkan dengan musyawarah mangampar ruji yang mendiskusikan beban apa saja yang harus dipikul keluarga laki-laki yang erat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 247

kaitannya dengan marsianggoan osa, dan patobang hata, sebab apa saja yang sudah disepakati dengan adat dan kebiasaan di daerah tersebut tidak boleh diabaikan. Bentuk dari kegiatan di atas tentunya merupakan hasil kesepakatan diantara kedua belah pihak, dan selanjutnya pihak keluarga laki-laki menyerahkan kepada keluarga perempuan, yang disaksikan oleh seluruh yang hadir pada waktu itu. Bentuk dari musyawarah ini tentunya didasarkan atas sikap tanggung jawab serta kejujuran dari masing-masing pihak.

Adapun kata-kata pembukaan pertemuan mufakat yang dilaksanakan di rumah mempelai pengantin wanita (Desi Sri Rezeki, S.E) sebagai berikut:

(57) Dibagasan ni namarpokat i Di dalam dari yangmusyawarah itu

Martahi hami, pala daganak bermusyawarah kami, kalau anak-anak

nangkon mamolus dalan matobang ingin melewati jalan berumahtangga

tontu sanoli bahat dei sarat dohot rukunna tentu sekali banyaknya syarat dengan rukunnya

Ro hamu dalan malu-alu Datang kalian jalan memberikan berkat

tap songon namanyuruk pas seperti membungkuk

pamispisan ni mora, surdu burangir nami tempias dari saudara, sodorkan sirih kami

burangir sirara uduk, sibontar adop-adop, sirih merah pangkal, si putih hadap-hadapan,

dalan marguru na bisuk, jalan berguru yang baik,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 248

pabohaon nadung dapot memberitahukan yang telah dapat burangir nahombang dua rangkap, sirih yang dikembangkan dua pasang hombang ma nian tahi dohot pokat. Kembanglah lah kiranyamusyawarah dengan sepakat.

Harana antong morangku Sebab pula saudaraku haroro nami na ngada dung ubaon, kedatangan kami yang tidaklain mengubahini tap songon siapor pas seperti belalang lunjung naso lonjong yang tidak

adong daon ulu panjujung na, ada pangkal kepala menjungjung nya,

na dais do abara yang bersentuhan lah pundak

tap songon pajongjong pas seperti berdiri

Mariari antong mora nami Apalagi pula saudara kami jagar-jagar ni mora dekorasi dari saudara nangkan obanon nami doon yang akan dibawalah kami lah ini

tu tonga ni paradatan ke tengah nya acara adat

Mangido hami sagodang-godangna ni pangidoan, Meminta kami sebesar- besarnya dari permohonan

anso majolo martoruk ni abara agar terlebih dulu berendah nya pundak

mora manjagit pangidoan nami on

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 249

saudara menerima permintaan kami ini

„Dengan izin Tuhan kiranya saudara dapat menerima hasil musyawarah kami, bahwa anak-anak kita ingin berumah tangga, tentunya ada banyak syarat dan rukun yang harus kami sanggupi. Semoga kedatangan kami akan menadapat berkat dan restu kepada saudara kami dengan sepasang sirih sebagai bentuk restu, sehingga hasil musyawarah bisa kami lengkapi dengan kata sepakat dengan memintah sebesar-besarnya dan rasa kerendahan hati kami agar pinangan kami bisa diterima‟.

Kesan di atas sebenarnya menunjukkan bahwa Angkola kaya dengan sopan santun dan dalam pengutaraan maksud tidak secara langsung di sampaikan untuk menjaga agar tidak sampai menaykiti hati, dalam prosesi adat.

6.1.3.5. Nilai Kearifan Lokal Kesehatan dan Kesejahteraan

Dalam tradisi mangandung juga terlihat kearifan lokal kesehatan pada saat acara mambutongi mangan ataupun mangalehen mangan pengantin dalam artian si anak perempuan yanag akan melangkah kejenjang perkawinan berarti akan meninggalkan keluarga untuk beralih kepada keluarga calon suaminya.

Maka, sebelum pengantin pengantin wanita diberangkatkan, oleh orang tuanya dan sanak familinya berkumpul untuk memerikan makan yang enak kepadanya yang disebut mangan pamunan. Mempelai wanita boleh juga di dampingi mempelai laki-laki di dudukkan bersama di tempat yang khusus, lalu ke depan keduanya dipersembahkan “upah-upah” Biasanya makanan yang dihidangkan adalah ambeng (kambing) yang sudah dimasak sempurna, lengkap dengan bagian- bagian utamanya kepala, hati dan sepasang kaki. Pada bagian atas harus masih terlihat bentuknya yang diletakkan di atas tampiyang dihiasi dengan ujung daun pisang, lengkap dengan nasi, telur, udang, ikan, daun ubi, serta garam sehingga upacara mangalehen mangan mirip dengan upacara mangupa. Bedannya upacara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 250

mangalehen mangan ini harus dimakan benar-benar kenyang. Makanya uapacara mangalehen mangan ini disebut dengan mambutongi mangan yang artinya makan sekenyang-kenyangnya. Petikan kata-kata nasihat yang menyatakan kesehatan ini dapat kita saksikan saat suhut (yang memiliki hajatan) orang tua mempelai pengantin wanita menyampaikan kata-kata:

(58) Dison tarpayak piramanuk Di sini terletak telur ayam

na di hobolan, anso hobol tondi dohot badan, yang dibulatkan, agar kuat jiwa dan raga

Di hamu na marjuang dalam menjalani hidup berumah tangga Untuk kalian yang berjuang dalam menjalani hdup berumah tangga

Selamat panjang umur, magabe hamu di hadamean, Selamat panjang umur, menjadi kalian dalam kedamaian,

sahat sayur matua bulung” langgeng sampai tua”

„Disini ada telur yang direbus, bentuknya utuh yang bermakna,Agar semangatmu kuat dan kokoh.Sebab ananda berdua akan,Menjalani kehidupan rumah tangga yang panjang, semoga sehat, dan panjang umur senantiasa dalam kedamaian sampai tua‟

Adapun fungsi dari acara mambutongi mangan ini dilaksanakan agar horas tondi madingin, pir tondi ma togu yang bermakna selamatlah jiwa/ruh dalam keadaan dingin/ sejuk/ nyaman, keserasian tondi semakin teguh bersatu dengan badan sehingga mampuh menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang dijalani. Artinya untuk memperkuat tondi atau mengembalikan tondi ke dalam tubuh pasangan pengantin agar tegar dalam menghadapi tantangan serta hidup normal kembali seperti biasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 251

6.1.3.6. Nilai Kearifan Lokal Kerukunan Hidup

Domu dalam MA dikenal sebagai bentuk kesatuan dan persatuan. Domu merupakan falsafah kekuatan batin yang berorientasi pada perwujudan kekuatan masyarakat hukum adat. Holong dan domu ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan filosofi yang bulat dan utuh. Pemahaman ini tertuang dalam ungkapan “holong manjalaki domu, domumaroban hadamean”yang bermakna kasih sayang akan menumbuhkan persatuan atau kebersamaan, dan sebaliknya persatuan akan membawa kedamaian. Fasafah hidup masyarakat hukum adat itulah yang menjadi dasar hidup bermasyarakat. Cita-cita serta tujuan luhur yang ingin dicapai menjadi jiwa serta kepribadian hidup.

Dalam tradisi mangandung yang dilaksanakan pada acara adat perkawinan ini, bentuk domu ini terlihat bagaimana keakraban yang terjalin diantara unsur dalihan na tolu. Karena dalam pelaksanaan adat ini, terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan pihak kahanggi,anak boru dan mora yang berkewajiban membantu pelaksanaan pesta pabagas boru sesuai dengan fungsi masing-masing.

Dalam kegiatan acara adat perkawinan ini juga akan pihak keluarga dekat, ataupun teman yang berdomisili di luar kota, akan berusaha pulang demi menghadiri acara perkawinan ini. Hal ini menandakan bahwa rasa holong yang sudah mendarah daging, menimbulkan rasa saanak saboruArtinya jika ada acara adat siriaon dalam bentuk pesta perkawinan, merupakan suatu kebahagian bersama. Dalam acara ini nilai budaya domu yang bermakna persatuan, tergambar lewat sikap yang saling bantu-membantu dan bekerja sama demi terselenggaranya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 252

pesta. Hal ini juga terlihat saat suhut yang menjadi penyelenggarakan pesta, pihak anak borulah yang berfungsi untuk melaksanakan semua kegiatan pekerjaaan pengaturan pesta dalam suksesnya acaranya. Hal ini suhut sudah menyerahkan semua beban kerja dan tugas sesuai dengan fungsi masing-masing unsur dalam dalihan na tolu.

Jika dilihat dari pemberian kata nasihat, bentuk domu disini akan telihat, saat pengantin wanita mangandungi masing-masing orang yang dianggapnya dekat. Biasanya disini akan terlihat siapa saja yang hadir yang diandungi pengantin wanita. Hal ini juga terjadi pada pengantin perempuan yaitu saudara

Desi Sri Rezeki dan saudari Yuliani Lutfi Harahap.

Pihak keluarga yang jauh yang turut hadir dalam pesta perkawinan itu menunjukkan rasa persatuan yaitu domu, yang sudah jarang bertemu pandang, dapat berkumpul saat ada acara-acara pesta seperti ini. Karena mereka berpedoman acara pesta merupakan acara yang sangat sakral yang dikerjakan dengan harapan sekali seumur hidup. Domu dalam hal ini selain menunjukkan jalinan persatuan dalam markaanggi, maranak boru, serta marmora, yang begitu solid. Ini dapat diwujudkan lewat sikap yang bahu-membahu, menciptakan suasana pesta yang nyaman dan harmonis.

6.1.3.7. Nilai Kearifan Lokal tanggung jawab

Setelah selesai mambutongi mangan dan memberikan kata-kata nasihat, hatobangon kemudian menyampaikan kepada rombongan pihak laki-laki untuk menyerahkan pengantin wanita beserta barang-barang bawaannya, dalam hal ini hatobangon juga berpesan agar tidak lupa marjamita atau memberi kabar kepada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 253

hatobangon dan harajaondi tempat tersebut. dalam rombongan ini sebagai perwakilan diikut sertakan rombongan yang membawa indahan tukkus biasanya yang membawa ini adalah pihak anak boru ataupun namboru dari mempelai pengantin wanita. Setelah semuanya selesai baik dalam memberikan kata-kata nasihat, maka pengantin perempuan berdiri dan sambil mangandung ataupun menangis menyalam orang tuanya, saudara kandung, teman, begitu pula dengan keluarga dekatnya. Terlebih dahulu pengantin laki-laki menunggu di sisi pintu depan, menunggu ayah pengantinwanita untuk menyerahkan pengantin perempuan kepadanya. Pada pelaksanaan acara pasahat boru yang menjadi bagian dari upacara pabagas boru dimana semua tanggunggung jawab baik kesehatan dan keselamatan pengantin perempuan akan diserahkan langsung oleh ayah kepada pengantin laki-laki. Penyerahan tersebut dilakukan dengan menyampaikan kata-katayang berisi penyerahan anak gadisnya (pengantin perempuan) kepada pengantin laki-laki. Artinya segalah hak dan kewajiban anak gadis mereka berpindah dari orang tuanya kepada suaminya, dan keluarga suaminya yang disebut sebagai mertuanya. Pada saat pemberangkatan ini biasanya pengantin perempuan dan ibunya akan menangis. Tangisan ini menunjukkan bahwa pengantin perempuan merasa sedih meninggalkan orang tua, rumah, beserta keuarganya. Ini bertada rasa cintanya kepada orang yang melahirkannya, serta keluarganya. Dia (pengantin perempuan) sangat berat untuk melangkah dan berpisah namun keadaanlah yang mengharuskan dia (pengantin perempuan) pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Begitu juga ibunya, menangis menahan rasa haru karena anak kesayangannya akan pergi dari sisinya. Hal ini terlihat adanya kata-kata kiasan dalam teks syair andung seperti omas sigumorsing yang untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 254

penyebutan emas, siubeon untuk penyebutan perut mancada bulung untuk penyebutan anak perempuan, dan lain sebagainya.Adapun fungsi dalam acara pasahat boru ini sebagai fungsi sosial dalam masyarakat, dimana pasahat boru merupakan bentuk tanggung jawab moral yang harus benar-benar dilaksanakan dan dijaga oleh MA.

6.1.3.8 Nilai Kearifan Lokal Gotong Royong

Setelah pasangan pengantin beranjak dari rumah orang tua pengantin perempuan, yang diberangkatkan secara adat, biasanya muda-mudi atau naposo nauli bulung, bersama-sama bergotong royong mengankat barang-barang bawaan pengantin perempuan, sekaligus mengantarkan pengantin perempuan sampai dipersimpangan pemberangkatan rumah mempelai pengantin perempuan.

Baiasanya disini terjadilah suara riuh dari naposo nauli bulung yang bersorak- sorak yang membawa barang-barang pengantin ini.

Pada saat sebelum pergi, biasanya anak namboru dari pengantin perempuan akan mangolat boru tulang nia atau menghadang paribannya untuk mengobrol sebentar. Dalam situasi ini biasanya disediakan meja, di atas meja dan bangku, dilengkapi minuman, dulunya minuman ini kelapa muda, namun sekarang sudah di ganti dengan minuman botol seperti teh sosro. Dalam hal ini dihadanglah pasangan pengantin dan didudukkan oleh paribannya dan sebelumnya disuruh meminum teh botol yang telah disediakan tadi. Percakapan yang biasa dilakukan disini adalah bahwa pariban belum membolehkan jika boru tulangnya di bawah oleh pengantin laki-laki. Sejarahnya biasanya di Anagkola pasangan yang diharapakan itu dulunya adalah pasangan yang marpariban, atau marboru tulang. Hal ini dulunya diyakini, sebab hubungan keluarga yang begitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 255

kental, untuk mencari pasangan yang baik tentunya tidak dapat dicari semudah yang didapatkan. Karena kita harus mencari tahu juga bagaimana seluk-beluk keluarganya, dari keluarga baik- baik atau tidak. Biasanya anak namboru(pariban) benar-benar menjaga boru tulangnya, karena inilah kelak yang bakal menajdi calon pendampingnya. Namun saat sekarang keadaan ini sudah berubah, baik yang marpariban sudah bebas menentukan pilihan hatinya. Dari sejarah inilah terjadi mangolat boru, dimana anak namboru (pariban) yang merasa sudah mejaga boru tulangnya(paribannya), namun tidak jadi menikah denganya.

Meminta upah loja atauuang capek menjaga kepada mempelai pengantin laki-laki tersebut. Hal ini hanya menyimbolkan bahwa dia sudah menjaga keselamatan mempelai pengantin perempuan. Setelah terjadi dialok demi dialaok diantara mempelai penganti laki-laki dan paribannya memapelai pengantin perempuan, pengantin laki-laki akan mengeluarkan uang dari sakunya, dan memberikannya kepada pariban pengantin perempuan tersebut, setelah itu barulah pasangan pengantin diperbolehkan pergi.

Adapun fungsi dari pahebatkon boru ini adalah sebagai fungsi sosial bermasyarakat, agar kelak dapat menyampaikan kebaikan baik kepada keluarga maupun lingkungan baru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 256

BAB VII

REVITALISASI TRADISIMANGANDUNG DALAM ACARA ADAT

PERKAWINAN MA

7.1 Revitalisasi

Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya. Menurut(Sibarani,

2014:301) ada tiga konsep dalam revitalisasi, yaitu (1) pengaktifan dan penghidupan kembali), (2) pengelolaan, dan (3) pewarisan. Pewarisan kembali digunakan untuk merevitalisasi tradisi budaya yang masih hidup, tetapi telah mengalami kemunduran, sedangkan penghidupan kembali digunakan untuk merevitalisasi tradisi budaya yang telah punah atau telah hilang dari kehidupan masyarakat. Pengelolaan digunakan untuk mengelola atau menata tradisi budaya baik yang diaktifkan kembali, yang dihidupkan maupun yang masih aktif sehingga tradisi budaya dapat bertahan lama. Pewarisan digunakan untuk mewariskan tradisi budaya dari satu generasi keapada generasi berikutnya.

Pentingnya melakukan revitalisasi ini berkaitan dengan beberapa masalah umum, dimana ketika adanya fenomena baru terlihat di masyarakat yang berorientasi bisnis dan kurang peduli lingkungan, norma serta etika terhadap lingkungan hidup yang terancam oleh gaya hidup materalis-hedoinis yang konsumstif dan mengeesenangan semata.

Perubahan pandangan masyarakat pada adat istiadat memengaruhi pergeseran dalam adat-istiadat yang ada di Angkola. Perubahan ini tentunya berdampak pada tradisi-tradisi yang masih berlangsung sampai dengan sekarang.

256 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 257

Salah satunya adalah tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA.

Perubahan kemunduran disebabkan dari dalam masyarakat adat yang telah terkontaminasi dengan budaya asing. Penyebab utamanya adalah tidak adanya sistem pewarisan kepada generasi berikut, tokoh yang memahami adat semakin langkah, pola pikir semakin moderen, faktor ekonomi untuk melaksanakan upacara adat yang semakin tinggi, dan frekuensi pelaksanaan adat yang semakin berkurang.

Fenomena yang terjadi salah satunya adalah pergeseran yang menghilangkan bagian demi bagian acara dalam tradisi, yang pada akhirnya akan menghilangkan bagian dari tradisi. Sehingga sebuah komunitas dapat meninggalkan kebiasaan-kebiasaan tradisi yang sebelumnya telah berlangsung dari satu generasi-kegenerasi berikutnya. Tradisi yang mulai ditinggalkan dalam komunitasnya dalam kehidupan sehari-hari tentunya menjadi bentuk kekhawatiran yang memerlukan upaya pencegahan agar tradisi lisan yang selama ini berlangsung, tidak akan musnah dan hilang. Sebab jika hal tersebut terjadi tentunya akan sulit untuk mengembalikannya. Oleh sebab itu perlulah dilakukan suatu bentuk upaya pelestarian dengan merevitalisasi tradisi mangandung adalam acara adat perkawinan MA.

Pelestarian tradisi dengan memasukkan kembali ke masa kini dengan membawa nilai-nilai tradisi sebagai falsafah hidup (way of life) MA. Jika diperlukan tradisi mangandung dalam acara adat prkawinan MA inidijadikan contoh untuk dihadirkan kembali. Upaya yang paling tepat adalah revitalisasi lewat pemberdayaan dan penguatan eksistensi tradisi mangandung tersebut dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 258

agar tetap terpelihara wujudnya. Sehingga masyarakat adat tidak kehilangan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan di Angkola.

Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA dianggap masih hidup dalam arti boru (pengantin perempuan) yang akan menikah akan selalu diberi petuah nasihat dari keluarga besar, dalihan na tolu, serta kerabat sebab hal ini merupakan bagian penting dari adat, artinya tradisi ini secara tidak langsung menunjukkan kelas sosial pengantin perempuan, bahwa ia adalah boru yang diadati (pengantin yang diminta secara baik-baik sesuai aturan adat, tidak asal dibawah begitu saja oleh pengantin laki-laki). Hal ini tentunya menjadi sebuah pedoman berprilakukepada perempuan Angkola,agar menjaga harga diri menjadi posisi yang selalu di hormati, sebab masyarakat Angkola melekat dengan istilah

“boru ni raja”, yaitu perempuan putrinya raja, yang disegani bukan saja karena kedudukannya tetapi seluruh kehidupannya terikat dengan aturan-aturan baik yang ada di masyarakat.

Adapun langkah nyata dalam revitalisasi penulis peneliti lakukan lewat wawancara dengan masyarakat atau komunitas pendukung budaya terutama yang bersinggungan dengan revitalisasi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan di Angkola seperti:

1) Melakukan dokumentasi tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan

di Angkola.

2) Memperkenalkan tradisi mangandung kepada masyarakat sebagai salah

satu bentuk seni sastra di Angkola, sehingga dapat dijadikan salah satu

perlombahan dalam pentas budaya di daerah oleh pemerintah daerah

setempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 259

3) Membentuk organisasi pemuda yang menekuni budaya.

4) Adanya kebijakan pemerintah terhadap tradisi mangandung ini, sebagai

kekayaan budaya, sehingga perlu tetap dijaga kelestariannya, sehingga

dapat dijadikan aset budaya yang mencerminkan jati diri komunitas adat di

Angkola agar tradisi tersebut tetap terjaga keberlangsungannya.

Adapun tujuan dari revitalisasi dalam tradisi mangandung ini agar tradisi mangandung tetap terjaga, walaupun telah mengalami perubahan tetap mempertimbangkan efektifitas dan kemamfaatan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah pemeliharaan dan penguatan untuk memperkenalkan atau menhidupkan kembali tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA lewat model yang sudah dikemukakan dengan mengolahborasi tiga parameter antropolinguistik yakni(1) keterhubungan (interconection), 2) kebernilaian (valuabislity), dan (3) keberlanjutan (continuity).

Berdasarkan pengambilan data pada stake holder di lapangan diperoleh konsep revitalisasi sebagai berikut:

1. Pengaktifan dan Penghidupan (keterhubungan )

a. Memberdayakan tokoh adat

Peranan pemuka adat sangat memengaruhi dalam komunitas adat, artinya

pemuka adat memiliki peranan penting dalam menjaga serta

mempertahankan adat istiadat di masyarakat agar terus berlangsung

sampai sekarang. Saat sekarang ini banyak tradisi mengalami pergeseran

budaya yang disebabkan oleh faktor ekonomi, dimana dalam

menyelenggarakan pesta adat tentunya memiliki biaya yang cukup besar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 260

serta pola pikir yang ekonomis yang dapat memengaruhi pergeseran tradisi

mangandung. Saat sekarang telah banyak mengekspresikan mangandung

lewat nyanyian di atas pentas yang diiringi musik keybord. Hal ini

tentunya sangat memengaruhi adat istiadat budaya di Angkola. Disusul

dengan tokoh adat saat sekarang menjadi sangat langkah karena jumlah

yang semakin terbatas, serta para generasi muda yang kurang tertarik

untuk mempelajari adat budaya semakin meningkat. Untuk itu diperlukan

upaya nyata dalam meminimalkan permasalahan tersebut antara lain (1)

lewat tokoh adat maupun pemuka adat menjadi media pembelajaran bagi

generasi muda mengetahui dan memahami tentang adat istiadat, yang ada

dalam acara kelahiran, perkawinan, serta kematian. (2) membentuk

perkampungan adat yang melibatkan generasi muda di dalamnya dengan

memberi pelatihan tentang adat istiadat budaya Angkola, agar setiap

anggota yang ada di dalamnya dapat memahami serta mengaplikasikan

budaya adat istidat dalam acara-acara adat maupun dalam daur siklus

kehidupan. (3) tokoh adat, pemuka adat, serta pelaku adat mengajarkan

generasi muda bagaimana tradisi dalam setiap acara adat dalam hal ini

acara adat perkawinan yang dilaksanakan pada upacara pabagas boru, atau

pabuat boru yang di dalamnya ada tradisi mangandung (material

adat,syarat adat,budaya adat,bahasa adat, dan kekayaan adat lainnya). b. Memungsikan kembali Lembaga Adat

Lembaga adat sebagai salah satu media pengetahuan tentang budaya dapat

berguna dalam mensosialisasikan adat budaya dalam hal ini tradisi

mangandung dalam acara perkawinan di Angkola, dengan (1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 261

memperkenalkan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA,

ragam bahasa yang ada di Angkola,serta budaya-budaya lainnya yang ada

di Angkola. (2) lembaga adat mendokumentasikan adat budaya, serta

kesenian-kesenian adat Angkola serta upacara adat MA.

c. Memungsikan peran pemerintah

Memberdayakan pemerintah lewat dinas pariwisata dan kebudayaan untuk

mengadakan pagelaran adat yang bertujuan memperkenalkan kekayaan

budaya di Angkola lewat program kerja pagelaran budaya MA hal ini

dapat dilaksanakan dengan mengadakan (1) event atau perlombahan yang

bertema budaya. Misalnya perlombahan tradisi mangandung, martahi,

maralok-alok dan lain-lain. (2) memasukkan materi adat budaya, misalnya

tradisi mangandung dalam kurikulum pendidikan yang bermuatan lokal di

sekolah-sekolah sampai dengan perguruan tinggi.

Dari segi pelaksanaan tradisi ini telah ini beberapa segmen, antara

lain penguasaan bahasa andung, yang semakin hari semakin hilang, sudah

mengalami pergeseran yang paling nyata yaitu penggunaan bahasa andung

yang tidak pernah lagi terdengar pada saat pabuat boru yang merupakan

ciri khas dari tradisi mangandung. Saat sekarang yang terlihat hanyalah

anggukkan isak tangis disertai bahasa shari-hari (hata somal) bahkan

diselingi dengan nyanyian di atas panggung dengan iringan musik

keybord.

2. Pengelolaan

Pengelolaan yang dimaksud dalam hal ini adalah perlunya perhatian khusus dari semua unsur masyarakat yang memiliki sikap peduli budaya Angkola

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 262

terhadap tradisi lisan yang hampir hilang maupun yang masih bertahan. Dalam hal ini upaya revitalisasi perlu dilakukan sebab tradisi mangandung dalam siklus daur kehidupan pengelolaan dalam tradisi ini tergolong sederhana, dimana seluruh kegiatan diatur oleh dalihan na tolu.Dalihan Na Tolu ksususnya dalam hal ini memenuhui fungsi masing-masing, antara mora, kahanggi, anak boru, saling bekerja secara rukun, tanpa ada kecemburuan. Anak boru merupakan bagian yang paling banyak memegang andil di pestanya mora. Dalam hal horja maupun pabagas boru, tentunya terlihat bagaimana kegiatan gotong-royong dalam mardangdang(masak-memasak) baik di barisan kaum bapak dan kaum ibu. Tetapi saat ini, ada juga yang mengupahkan kegiatan tersebut dan fungsi dalihan na tolu hanya dapat dilihat pada acara dalam ruangan. Harapannya semoga pengelolaan kemasyarakatan perlu diberi perhatian khusus, demi menjaga solidaritas antara tetangga, dalihan na tolu, dan masyarakat adat lainnya.

Untuk meminimalkan pergeseran ini tentunya perlu pengkajian dalam pengolaan lewat peneliti,pemerhati, komunitas adat dalam mengarsipkan tradisi mangandung pada acara adat perkawinan di Angkola lewat (1) dokumentasi, (2) penelitian ilmiah, (3) bekerjasama dengan tokoh adat daerah dalam hal membakukan adat budaya lewat pendistribusian buku-buku yang memuat pelajaran adat budaya Angkola terutama tradisi mangandung dan tradisi adat budaya lainnya yang masih perlu untuk digalih kembali.

3. Pewarisan budaya dalam Tradisi Mangandung pada acara adat

perkawinan MA

Sebagai upaya pemberdayaan tradisi mangandungpabagas boru(mengawinkan anak perempuan) sebagai salah satu aset budaya milik sosial-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 263

kolektif yang menjadi lambang identitas MA perlu dilakukan penyadaran terhadap seluruh warga (MA), khususnya generasi muda. Sistem pewarisan tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA dari generasi ke generasi merupakan bagian upaya nilai tradisi yang telah diamanatkan oleh leluhurnya.

Simatupang (2013: 234) mengatakan:

“tradisi tidak mampu mengembangkan dirinya sendiri. Hanya manusia- manusia masa kini yang hidup mengetahui, dan menginginkannya sajalah yang dapat menghidupkan tradisi dengan cara menyesuaikannya pada kondisi yang berlaku di masa kini. Tradisi dapat rusak atau hancur bila pewarisanya tidak lagi melakukannya, menggelarnya entah dengan cara dan dalam bentuk apapun, karena hanya dengan dipraktikkan maka tradisi itu diberi kehidupan di masa kini”

Tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA masih tetap hidup dan berkembang pada saat ini, sebab masih tetap dilaksanakan oleh pendukungnya sebagai salah salah satu bentuk pewarisan budaya. Pewarisan adalah proses pemidahan hak dari seseorang kepada orang lain (Jendra, 2002:19).

Suatu pemindahan hak yang teratur dan konsisten dikatakan sebagai sistem pewarisan. Pewarisan tradisi mangandungdalam acara adat perkawinan MA merupakan pemindahan hak atas nilai-nilai dan norma-norma yang diberikan oleh generasi sebelumnya (tua) kepada generasi sesudahnya (muda). Tentunya proses pemindahan ini diwahanai melalui prose pembelajaran atau proses pendidikan yang bertujuan memahami nilai-nilai kehidupan, norma, budaya, adat-istiadat, demi terciptanya kondisi kehidupan yang harmonis kepada generasi muda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 264

Model Revitalisasi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA

Tradisi Mangandung dalam Acara Adat Perkawinan MA

Penghidupan kembali Pengelolaan Pewarisan  Memberdayakan  Penelitian  Memberdayaka tokoh adat  Pemerhati tradisi n orangtua

 Memungsikan  Komunitas adat  Tokoh budaya lembaga adat dalam mengarsipkan  Sekolah sebagai  Memungsikan tradisi mangandung wadah praktik peran pemerintah pada acara adat pendidikan perkawinan MA bekerjasama

dengan pemerintah

Manfaat  Menyelamatkan jati diri MA dengan merelisasikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam menghadapi

tantangan arus pemikiran global yang dapat mengikis rasa cinta terhadap budaya lokal.

 Sebagai media pengetahuan dan pemahaman terhadap perkembangan budaya  Menjaga keseimbangan sosial untuk menata kehidupan yang harmonis dan

arif  Sebagai sarana pemersatu bagi seluruh lapisan masyarakat untuk membentuk komunitas etnis budaya lokal.

Bagasn 7.1. Model Revitalisasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 265

7.2.Model Revitalisasi

Mengatasi ancaman kepunahan ini ada beberapa model yang dapat diajukan bentuk pewarisan budaya dalam Tradisi Mangandung dalam acara Adat

Perkawinan MA, sebagai upaya dalam pelestarian budaya. Salah satu bentuk pewarisan tradisi lisan tersebut disampaikan oleh Lord (2000:21-25) ke dalam tiga tahapan. Tahapan pertama adalah ketika seorang calon penutur memiliki keinginan untuk menjadi penutur juga. Hal ini akan dimulai ketika ia mulai menyenangi cerita yang dituturkan oleh seorang tukang cerita,semakin sering ia mendengar, maka cerita itupun semakin akrab di telinganya, khususnya tema cerita tersebut. Pada tahapan ini, Lord menyebutkan bahwa pengulangan frasa atau kata disebut dengan formula mulai masuk ke dalam ingatan penutur muda tersebut.

Tahapan kedua dimulai ketika penutur muda itu tidak saja mendengar,namun sudah mulai belajar untuk menuturkan cerita sebelumnyasudah sering didengar, baik tanpa atau dengan iringan instrumen. Pada tahapan ini, penutur akan semakin mengenal irama dan melodi untuk menuturkan cerita.

Melodi dalam penuturan tradisi lisan menjadi salah satu bagian untuk menyampaikan ide atau cerita. Melodi pula yang membuat seseorang penutur harus menyusun kata-kata atau suku kata agar tetap indah didengar. Hal inilah yang harus membedakan tradisi lisan dengan tradisi tulis. Dalam tradisi lisan, tidak ada model yang pasti dan jelas sebagai panduan untuk calon penutur.

Seorang penutur sudah memiliki sejumlah contoh atau modeldari para penutur sebelumnya, namun contoh-contohatau model-model tersebut tidak dapat dipastikan untuk disajikan dalam sebuah pertunjukan. Selain itu, faktor waktu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 266

juga membedakan antara tradisi lisan dan tradisi tulis. Sejalan dengan itu Pudentia

(2007:31-32) menambahkan bahwa, seorang penutur dari dunia kelisananakan berpikir dalam kerangka kelompok suara/bunyi dan bukan dalam kata-kata yang disiapkan untuk di tulis. Itulah sebabnya tidak ada model yang jelas dan pasti untuk dijadikan panduan oleh seorang penutur muda, mereka harus menemukan formula untuk digunakan untuk formula irama tuturan serta mampu mengekspresikan ide-ide umum yang terdapat dalam sebuah cerita. Formula itulah yang menjadi panduan bagi penutur-penutur dalam tradisi lisan. Pada tahapan belajar kedua ini, penutur muda harus banyak mempelajari formula. Artinya mereka akan menemukan formula dengan terus menuturkan formula dari apa yang diingatnya dari penutur senior, yang dapat dilakukan dari kegiatan mendengar, mengingat, serta menyaksikan dan melakukan sendiri pementasan atau pertunjukan itu. Cara seperti ini dianggap dapat menjadikan penutur muda akan semakin mahir dan baik dalam menghasilkan formula.

Tahapan ketiga, ketika tukang cerita muda mampu menampilkansebuah cerita utuh ketika dia pernah mengetahuinya lewat gurunya, dihadapan para penonton. Penutur muda akan menyelesaikan tahapan belajarnya dengan sering tampil dan mendengarkan tanggapan dari penonton atau pendengarnya. Semakin sering berhadapan dengan penonton, penutur muda ini akan semakin mahir berimprovisasi, mengakumulasi, serta memperbaharui model formula yang ia miliki.

Selanjutnya Sumitri (2016:173-176) membagi pewarisn melalui (1)

Pewarisan alamiah dan (2) Pewarisan Non-Alamiah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 267

(1) Pewarisan alamiah merupakan pewarisan yang berlangsung secara

turun-temurun dalam konteks asli sesuai dengan kaidah yang

digarisakan oleh leluhur. Beberapa karakteristik yang berkenaan

dengan mekanisme pewarisan adalah berlangsung secara turun-

temurun dari generasi ke generasi, dan dalam konteks tradisional,

sesuai dengan kaidah yang digariskan oleh leluhur sebagai rujukan.

Pewarisan alamiah akan memberikan kesempatan kepada orang tua

yang sudah mahir untuk menunjukkan kecakapan dan kebolehannya

dalam memberikan kata-kata nasihat yang menimbulkan efek haru.

(2) Pewarisan non-alamiah merupakan proses pewarisan melalui pelatihan

secara tradisional dan bersifat sporadis sesuai dengan pelatihan secara

tradisional sesuai dengan kebutuhan tertententu. Misalnya adanya

kegiatan kelompak generasi muda yang ikut terlibat secara langsung

dalam kegiatan latihan tradisi adat-istiadat yang dilakukan oleh

generasi tua di bawah panduan orang telah mahir dalam adat istiadat di

Angkola.

Upaya revitalisasi yang dilakukan untuk melindungi dan menghidupkan kembali tradisi lisan agar tidak sampai kehilagan maknanya. Sementara langkah- langkah revitalisasi tradisi mangandung pada acara adat MA dilakukan untuk menyelamatkan dari keteramcaman dan kepunahan. Untuk itu diperlukan kesadaran bagi semua lapisan masyarakat untuk memiliki pemikiran sadar budaya guna dapat menjaga dan mempertahankan keberadaan tradisi lisan. Adapun mamfaat dari upaya yang dilakukan lewat (1) penggalian, (2) pengolahan, dan (3) pewarisan adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 268

(a) Untuk menyelamatkan jati diri masyarakat Angkola, sebagai falsafah

hidup dengan merealisasikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam

menghadapi tantangan arus pemikiran global yang dapat mengikis rasa

cinta terhadap budaya lokal tersebut yang lambat laun akan

menghilangkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dengan budaya luar

yang dinilai lebih praktis dan modern.

(b) Sebagai media pengetahuan dan pemahaman terhadap perkembangan

budaya dari masa lalu, ke masa kini sehingga dapat bertahan dan

dikembangkan sebagai sumber kekayaan khazanah budaya daerah.

(c) Menjaga keseimbangan sosial, dimana nilai-nilai budaya dan kearifan

lokal yang masih relevan dapat digunakan untuk menata kehidupan sosial

yang harmonis dan arif. Oleh sebab itu tradisi mangandung ini tentunya

memiliki kearifan yang perlu dilakukan pewarisan untuk dikenalkan dan

diajarkan kepada generasi muda, yang nantinya sebagai penggerak dan

ujung tombak dalam meneruskan cita-cita bangsa dan negara untuk

menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bangsa di masa yang akan

datang.

(d) Sebagai sarana pemersatu bagi seluruh lapisan masyarakat yang

mendukung terbentuknya komunitas etnis budaya lokal, yang dimulai dari

pelaku adat, tokoh adat, yang jumlahnya semakin berkurang yang nantinya

sangat penting sebagai nara sumber dalam upaya merevitalisasi tradisi

mangandung ini, serta pemerintah dalam mempersiapkan masa yang akan

datang dengan penguatan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh generasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 269

pendahulu guna digali, serta dapat diterapkan sebagai pedoman komunitas

yang dilakukan dalam bentuk praktik adat istiadat di Angkola.

Sebagai upaya melakukan revitalisasi terhadap tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA dibutuhkan kepedulian dari berbagai kalangan baik dari pemerintah daerah, pemuka adat,pemerhati adat, serta masyarakat adat di

Angkola. Salah satu upaya perumusan model revitalisasi tradisi mangandung pada acara adat perlu mencakup tiga upaya, yakni upaya dalam hal perlindungan, pengembangan, serta pemamfaatan dengan melakukan:

(1) Mendokumentasikan

Pendokumentasian merupakan salah satu cara untuk melestarikan dan

mewariskan tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA agar

mampu bertahan hidup berdampingan pesatnya kemajuan teknologi dan arus

pemikiran globalisasi. Pendokumentasian dengan pengumpulan informasi

berupa data-data yang berkaitan dengan tradisi mangandung pada acara adat

perkawinan MA merupakan salah satu bentuk upaya untuk menyelamatkan

warisan leluhur MA. Mendokumentasikan tradisi mangandung dilakukan

dengan melakukan pengkajian penelitian, membukukan teks-teks tertulis

maupun hasil rekaman dalam bentuk vcd yang nantinya dapat digunakan

untuk keperluan mempelajari budaya. Sepanjang pengamatan peneliti di

lapangan, hasil pendokumentasian tradisi mangandung ini masih jauh dari

sempurna, hal ini sangat berarti mengingat kemampuan daya ingat manusia

serta semakin berkurangnya pelaku tradisi, tokoh adat di Angkola dalam

menjaga dan mewariskan adat istiadat tersebut ke generasi selanjutnya sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 270

media pembelajaran dan sosialisasi kepada generasi muda di Angkola selaku

pendukung tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA.

(2) Pengembangan

(1) Pengembangan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan MA

dilakukan dengan kesadaran yang tinggi tanpa menghilangkan akar budaya

MA. Misalnya tradisi mangandung pada acara perkawinan MA tentunya

memiliki nilai-nilai kearifan lokal sebagai tuntunan hidup dalam berumah

tangga, khususnya kepada pengantin wanita. Untaian kata-kata nasihat

yang disampaikan ibu kepada pengantin wanita memberi pesan, sebaik-

baik wanita ketika berumah tangga ia yang bisa membawa kedamaian

kepada keluarga suaminya. Paham adat dan dapat menjadi panutan bagi

keluarga dan masyarakat yang ada di tengah-tengah arus globalisasi

budaya yang tanpa filter. Dibekali pendidikan yang tinggi tentunya hal ini

sejalan dengan emansipasi wanita yang telah dipopulerkan oleh RA

Kartini dalam bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang. Kombinasi

kecerdasan yang disertai dengan karakter arif tentunya kelak seorang

wanita dapat menjadi panutan dan mengatur tatanan hidup berumah

tangga ditengah-tengah budaya modern.

(2) Pengembangan tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA,

perlu ditingkatkan dalam hal fungsi dalam adat yang telah kehilangan

pengguna sesuai dengan fungsinya. Misalnya tradisi mangandung ini

hanya digunakan saat acara pabuat boru dalam upacara adat, tetapi

dikembangkan fungsinya sebagai saranauntuk memberikan kata-kata

tuntunan hidupberumah tangga agar pengantin khususnya pengantin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 271

perempuan dapat mengemban segalah nasihat sesuai dengan yang

diajarkan oleh agama, harapan orang tua, masyarakat, serta negara.

(3) Pengembangan tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA,perlu

dikembangkan lewat kepentinganpariwisata yang melibatkan masyarakat

lokal baik dalam perencanaan maupun implementasinya. Dengan

memanfaatkan tradisi mangandung dalam acara adat perkawinan untuk

pertunjukkan pariwisata yang tentunya menggunakan bagi masyarakat

lokal dalam hubungannya dengan kegiatan pariwisata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 272

BAB VIII

TEMUAN PENELITIAN

Tradisi mengawinkan anak perempuan/pabagas boru merupakan salah satu aset budaya yang perlu dilestarikan. Proses pabagas boru pada MA tentunya melibatkan unsur dalihan na tolu yang merupakan pondasi utama dalam acara adat perkawinan di Angkola adalah mangandung pabagas boru yaitu tradisi menangis dalam pesta perkawinan anak perempuan. Tradisi mangandung pabagas boru ini begitu memiliki makna filosofis begitu halusnya perasaan seorang perempuan, sehingga pada saat dia akan melangkah memasuki kehidupan berumah tangga, dia tuturkan lewat tangisan yang sungguh menyanyat hati.

Tentunya tradisi mangandung dalam acara pabagas boru ini memiliki nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam berumah tangga.

1. Bentuk Performansi (Teks,Ko-Teks, dan Konteks) dari Tradisi Mangandung

dalam Acara adat Perkawinan MA terdiri atas formula, dan kaidah, dan

struktur. Kaidah merupakan berbagai aturan dan struktur yang merujuk pada

hubungan antara benda-benda atau antara partisipan. Formula lebih merujuk

pada situasi situasi yang memungkinkan terjadinya sebuah tradisi yang

meliputi partisipan, tema, dan tempat.

a. Formula Teks : tradisi ini lebih kepada tuturan verbal berupa teks yang

disampaiakn oleh penutur (pemberi kata nasihat) yang dimulai dari barisan

kaum ibu, kemudian disusul barisan kaum bapak, perawakilan dari

Dalihan Na Tolu, serta harajaon, dan hatobangon.

272

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 273

b. Kaidah Teks : teks dibangun dengan bahasa somal (bahasa sehari-hari)

kemudian dikombinasikan dengan bahasa Andung, serta bahasa aling-

aling (bahasa adat). c. Struktur Teks : struktur teks diawali dengan ucapan salam (dalam ajaran

islam) kemudian dilanjutkan dengan pujian terhadap Tuhan, dan

RasulNya. Kata-kata penghormatan yang ditujukan kepada harajaon,

hatobangon, suhut, koum si solkot (kerabat dekat) dan para undangan yang

hadir. Kemudian dilanjutkan pada penyampain maksud atau pesan dari

pihak pemberi nasihat kepada penerima nasihat. Setelah itu diakhiri

dengan salam penutup. d. Ko-Teks formula: Jenis ko-teks dipengaruhi dengan tindakan

paralinguistik atau suprasegmental dalam tuturan verbal yang dilihat pada

sikap antara pihak yang memberikan kata nasihat kepada pihak yang

menerima kata nasihat. Dalam tradisi mangandungpabagas boru

(mengawinakan anak perempuan) biasanya dihadirkan perlengkapan

berupa burangir na hombang (sirih), pangupa,indahan pasahe robu,serta

barang bawaan boru. Selain itu biasanya ibu dari pengantin perempuan

menyediakan manuk jara-jara(ayam), serta ruas bambu yang telah di hias

sepanjang 30cm,untuk di bawah dan di gendong oleh pengantin

perempuan. e. Kaidah koteks : ditandai tangisan yang menaytakan rasa sedih karena

akan berpisah disertai dengan rangkulan dan pelukan khususnya kepada

orang tua, dan saudara, serta menyalam orang-orang yang akan

memberangkatkan pengantin perempuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 274

f. Struktur Ko-teks: perangkat pangupa kepada pengantin tentunya

menghadirkan simbol-simbol adat seperti telur, garam, ikan, sirih,

memiliki makna pengajaran kepada pasangan pengantin yang akan

menikah.

g. Konteks budaya dalam tradisi ini dapat terlihat saat penyerahan mahar

yang dinilai cukup tinggi, sehingga menimbulkan polemik berupa

pandangan negatif yang datang dari luar, seolah-olah menghasilkan jula-

beli dalam perkawinan.

h. Konteks sosial dalam tradisi ini menagcu kepada faktor-faktor sosial yang

berhubungan dengan perbedaan jenis kelamin, kelas sosial, suku, usia,

yaitu orang-orang yang terlibat dalam sebuah pertunjukan atau

performansi sebagai pelaku, pengelola, bahkan komunitas pendukung

yang pelaksaannya setelah selesai mambutongi mangan sekitar pukul

17.00 wib s/d menjelang magrib pukul. 18.00 wib.

i. Konteks ideologi menjadi konsep sosiokultural yang mengarah dalam

menetukan nilai yang terdapat dalam suatu komunitas, dimana agama

berdampingan dengan adat dalam sebuah pernikahan. Selain itu nilai

kekerabatan Dalihan Na Tolu menjadi tumpuhan utama dalam rangkaian

tradisi perkawinan (pabagas boru maupun haroan boru).

2. Makna dan Fungsi, Norma dan Nilai, dan Kearifan Lokal dari Tradisi

Mangandung pada Acara Adat Perkawinan MA.

Temuan dalam point ini, merupakan analisis dari rumusan masalah kedua

dan membahas secara bertahap makna dan fungsi, nilai,norma dan kearifan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 275

lokal dari tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA.Makna dari tradisi mangandung secara literal tidak mengalami perubahan, namun dari segi fungsi, tradisi ini mengalami penyesuaian dengan masa sekarang. Penyesuaian yang terlihat adalah komponen-komponen yang hadir dalam acara mangkobar boru marbagas serta acara mangalehenmangan pamunan yang seharusnya dilaksanakan sebelum akad nikah disatukan dengan acara mangupa/mambutongi mangan pasangan pengantin .Tradisi mangandung acara adat perkawinan pada MA ini secara literal merupakanajaran-ajaran kebaikan yang disampaikan kepada pasangan pengantin sebagai pedoman kehidupan dalam berumah tangga. Tradisi ini merupakan momen perpisahan, dan kesempatan terhormat bagi keluarga mempelai pengantin perempuan, karena saat ini terakhir kalinya orang tua diberi izin untuk menyampaikan nasihat-nasihat kepada anak perempuannya.

Fungsi dari tradisi mangandung pada acara perkawinan ini sebagai pedoman, berprilaku, serta pengntrol dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Norma dalam pelaksanaan tradisi ini masih tetap berpedoman pada dalihan na tolu, yang masing-masing menjalankan fungsinya masing-masing.

Misalnya dalam tradisi ini, pihak penyelenggara acara adalah mora.Posisi mora yang dihormati, terlihat dengan perlakuan dari setiap fungsi masing- masing. Anak boru tidak pernah mengeluh meskipun semua pekerjaan dan tanggung jawab kerja (parhobas) yang sibuk dalam persiapan maupun yang bekerja di dapur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 276

Nilai-nilai yang ditemukan adalah nilai kerukunan dalam berdalihan na

tolu, tanggung jawab dalam menjalankan fungsi ketika menjadi suami istri,

nilai kesehatan ketika mambutongi mangan (mengenyangkan makan)

pengantin.

Kearifan lokal yang terlihat kuat adalah kerukunan dari masing-masing

pihak dari dalihan na tolu. Hal ini dapat terlihat pada saat menanti giliran

menyampaikan kata-kata nasihat memiliki kesabaran untuk berbicara. Selain

itu semua unsur dalihan na tolu saling menghormati dan menghargai posisi

masing-masing tanpa ada paksaan, sehingga terjalin kerukunan bersama dalam

sistim kekerabatan. Anak boru sebagai parhobas meskipun sangat capek tetapi

tidak merasa rendah diri dengan tugasnya. Mereka menyadari bahwa fungsi

anak boru adalah membahagiakan mora. Suatu saat kesempatan yang mereka

alami akan bisa juga juga dialami oleh pihak mora. Oleh sebab itu harus ada

saling menghargai dan memahami antara semua kelaurga.

3. Model Revitalisasi Tradisi mangandung dalam acara adat Perkawinan MA

Tradisi mangandung dalam acara perkawinan MA saat sekarang dari segi

pengakifan masih mempertahankan bentuk aslinya mengikuti situasi saat

sekarang. Hanya saja, bahasa andung yang digunakan dalam tradisi sudah

mulai menghilang, dan diganti dengan bahasa somal (sehari-hari), dan

menurut peneliti hal ini yang perlu direvitalisasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 277

Model yang digunakan dalam tradisi ini adalah model pewarisan alamiah, yaitu model yang mengikuti aturan dari leluhur yang turun-tenurun dari generasi ke generasi dalam konteks tradisional yaitu memberikan kesempatan kepada orang tua untuk memperlihatkan keahliannnya dalam berbicara,(2)

Model yang ke (2) adalah pewarisan non-alamiah melalui pelatihan berdasarkan waktu tertentu dengan melibatkan generasi muda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 278

BAB IX

SIMPULAN DAN SARAN

9.1 Simpulan

Tradisi mangandung dalam upacara adat Perkawinan MA dengan fokus masalah dan hasil analisis dan pembahasannya telah diuraikan sebelumnya, diperoleh beberapa simpulan antara lain:

1. Performansi tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA,

dilakukan dengan dua tahapan pelaksanaan, yaitu (1) sebelum pelaksanaan

perkawinan yang dimulai dengan kegiatan adat manyapai boru,

mangaririt boru, patobang hata yang dapat dikelompokkan dalam

tahapan mangkobar boru mangampar ruji. (2) pelakasanan adat yang

dalam hal ini menyangkut ritual adat, yang di awali dengan akad nikah,

paebatkon boru ataupun resepsi perkawinan dengan cara mambutongi

mangan ataupun mangalehen mangan atupun mangupa pasangan

pengantin, dilanjutkan dengan tahapan pabuat boru yang dalam hal ini

mangandung menjadi bagian dalam tahapan pabuat boru bagi MA,

setelah itu dilanjutkan dengan acara pasaat boru, dan yang terakhir adalah

mangolat boru. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, tentang

performansi mangandung terlihat terjadinya perubahan, dimana pengantin

perempuan atau boru hanya menangis saja, karena akan berpisah dengan

orangtua, saudara, dan kerabat dekat lainnya. Kata-kata andung telah

digantikan dengan iringan syair lagu re re na re re, yang merupakan lagu

278

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 279

hits yang dinyanyikan oleh biduan keybord saat pengantin perempuan atau

boru akan dibawah pergi oleh pengantin laki-laki dan keluarganya.

2. Perfomnasi teks, ko-teks, dan konteks tidak terlepas dalam tradisi

mangandung dalma acara adat perkawinan MA. Teks yang digunakan

adalah teks andung boru marbagas yang ada di Angkola. Konteks dalam

tradisi ini menyangkut konteks budaya, sosial, situasi, dan ideologi.

Sementara ko-teks menyangkut pelaku, gerak, dan peralatan yang

digunakan dalam tradisi ini

3. Makna dan fungsi, nilai dan norma, dan Kearifan Lokal dalam tradisi

mangandung dalam acara adat perkawinan MA ini, dapat diuraikan

sebagai berikut makna mencakup bentuk perpisahan antara orangtua dan

anak perempuan yang akan menikah, dengan memberikan pesan kepada

penagntin perempuan untuk dapat berbuat kebaikan terhadap sesama, tidak

memandang orang lain dari materi tetapi dari budi pekerti, bersikap ramah

tamah, penuh kasih, dan bisa menghemat. Berdasarkan fungsi mencakup

sebagai emosional yang mengekspresikan kesedihan dan interaksi sosial

anatara si pangandung dan yang di andungi. Nilai dan norma dalam tradisi

mangandung dalam acara adat perkawinan MA sebagai hubungan manusia

dengan pencipta semesta alam, hubungan manusia dengan manusia,

hubungan manusia dengan karya, hubungan manusia dengan waktu.

Norma mencakup hagabeon, marsisarian, dan kemasyarakatan dalam

dalihan na tolu. Kearifan lokal dalam tradisi mangandung adalah

perlakuan yang sama terhadap orang lain, penghormatan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 280

kesopansantunan, komitmen, kesehatan, dan kesejahteraan, kerukunan

hidup, ketekunan, dan gotong royong.

4. Revitalisasi tradisi mangandung dalam acara perkawinan MA

dilakasanakan lewat (1) pengaktifan dan Penghidupan kembali dengan

cara memberdayakan tokoh masyarakat, memungsikan kembali lembaga

adat, dan memungsikan peran pemerintah. (2) Pengelolaan dengan cara

dokumentasi, penelitian ilmiah, bekerjasama dengan tokoh adat daerah

dalam hal membakukan adat budaya lewat pendistribusian buku-buku

yang membuat pelajaran adat Angkola terutaman tradisi mangandung dan

tradisi adat budaya lainnya yang masih perlu untuk digalih kembali.(3)

Pewarisan budaya dengan cara memberdayakan peran orang tua kepada

anak-anak sebagai generasi penerus dengan memperkenalkan dan

menerapkan nilai-nilai adat istiadat di rumah dan tetangga, seperti

musyawarah, saling menghormati,sopan santun bertutur kata dan

perprilaku. Sekolah sebagai wadah praktik penedidikan dengan

memperkenalkan adat-istiadat budaya sebagai kekayaan etnik yang ada di

Angkola.

9.2 Saran

Tradisi mangandung pada acara perkawinan MA merupakan salah satu tradisi lisan yang ada di Angkola. Untuk itu perlu beberapa saran yang dikemukakan agar tradisi lisan ini dapat hidup dan selalu mendapat perhatian dari

MA. Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas ada beberapa saran yang akan dikemukakan agar nantinya penelitian ini,dapat menjadi bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 281

masukan bagi semua kalangan seperti, tokoh adat,lembaga adat, pemerintah,pemerhati linguis, serta praktisi yang bergerak di biadang budaya ataupun adat istiadat.

1. Tradisi mangandung sebagai salah satu bagian tradisi lisan yang

digunakan di Angkola seharusnya dapat dijadikan sebagai seni

pertunjukkan bagi MA, mengingat masayarakat khususnya generasi muda

banyak yang tidak mengenali lagi tradisi ini. Dalam hal ini tokoh adat

maupun lembaga adat berusaha untuk dapat mewarisi pengetahuan tentang

adat dan tradisi kepada generasi muda, dengan memberi kesempatan

kepada generasi muda baik kelompok Naposo Nauli Bulung disetiap

lingkungan dalam bentuk pelatihan tentang adat-istiadat. Selain itu tokoh

adat juga dapat memberi kesempatan kepada generasi muda dengan cara

melibatkan dalam upacara adat terutama dalam tradisi mangandung dalam

acara adat perkawinan MA.

2. Pengurus lembaga adat di Angkola setidaknya dapat aktif memberikan

penyuluhan ataupun program kegiatan adat kepada generasi muda agar

mereka terpacu untuk lebih antuasias dalam menjaga adatistiadat adat

yang berfungsi sebagai identitas MA.

3. Sebagai tradisi lisan dan salah satu seni sastra di Angkola, tradisi

mangandung ini tentunya memiliki nilai-nilai budaya yang akan tetap

eksis dan bertahan di tengah-tengah perkembangan teknologi dan arus

globalisasi saat ini. Tentunya hal ini perlu ditangani oleh pemerintah

dengan memasukkan tradisi ini ke dalam ekstrakurikuler muatan lokal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 282

dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat menengah atas sebagai kekuatan

budaya daerah.

4. Pemerintah juga ikut mendorong pelestarian budaya daerah tradisi

mangandung yang didalamnya juga memiliki nilai-nilai kearifan lokal

yang dapat dipertahankan dalam mendidik dan membina generasi muda

lewat pendidikan berkarakter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 283

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Yusni Khairul. 2011. “Tradisi Lisan Pada Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan” Pemahaman Leksikon Remaja Kota Padangsidimpuan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.

A dan L.J.Whaley.2006. Saving Languages:an Introduction to Language Revitalization.New York: Cambridge university Press.

Amri, Yusni Khairul.2017. “Tradisi Lisan Mangupa horja Godang Masyarakat Angkola. Disertasi. Sekolah Pascasarjana:Universitas Sumatera Utara

Burhan, Bungin. 2013. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Bauman, Richard, 1993. Performance” in Richard bauman. Ed. Folklore, cultural, performance, and popular entertainments. New York :Oxford Universiy Press.

Cummings, Louise. 2007. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multi Disipliner. Eti Setiawati et.al., penerjemah. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Terjemahan dari: Pragmatics, A Multidisciplinary Perspective,

Cresswell, John, W, 1994. Research Desaign – Quantitative & Qualitative Approahes Sage Publications.

Danandjaya, J. 1984. Foklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta:Grafiti Pers.

Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia PusatBahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Diijk, Teun A. Van. 1987. Discourse Analysis in Society. London: Academic Press Inc.

Duranti, Alesanndro. 1997. Linguistic Antropology.United Kingdom:Cambridge University. .

Emelia, Winona.2017. Tradisi Lisan Cenggok-cenggok pada Upacara Adat Perkawinan Melayu Panai Labuhan Batu Sumatera Utara. Disertasi. Sekolah Pascasarjana: Universitas Sumatera Utara.

Endraswara,Suwardi.2013. Metodologi Penelitian Sastra(Epistemologi, Model,Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta:CAPS.

Endraswara, Suwardi. 2005. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya.Bandung: Angkasa.

Gultom, DJ Marpodang. 1995.Dalihan Natolu Dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak. C.V. Medan: Armada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 284

Fine, E.C. 1984. The Folklore Text. Bloomington and Indianapolis: Indiana Universitas: Press.

Finnegan, Ruth. 1992. Oral Tradition and Verbal Art: guide to research practice, New York; Routledge is an International Thomson Publishing Company.

Foley, William A.1997. Anthropological Linguistics:An Introduction. Republic of China:Blackwell Publishers Ltd.

Gultom, Fita Delia. 2016. Tradisi Pasahat Boru Dalam Perkawinan Adat Angkola di Padangsidimpuan. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana-Universitas Sumatera utara.

Hadi, Rizali. 2015. Nilai Kejujuran Dalam Berbisnis.Yogyakarta:Aswaja Presindo.

Harahap, Basyral Hamidy dan Hotman M. Siahaan.1987. Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar.

Halliday, M.AK. 2007. Languange And Society. Volume 10. Peking. University. Press.

Hasibuan, Zaenal Efendy dan siregar Baumi. 2015. Study Komperhensif Adat Budaya Angkola. Poda. Sumatera Utara.

Hutagalung, Achirani. 2001. Klasifikasi Andung pada Masyarakat Batak Toba DiDesaPintu Bosi Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Skripsi. Etnomusikologi-Universitas Sumatera Utara.

Hutagaol,Mery. 2012.Tradisi Andung pada Masyarakat Batak Toba KajianTradisi Lisan.Tesis. Sekolah Pascasarjana-Universitas Sumatera Utara.

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya edisi kedua. Jakarta: Komunitas bambu

Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Isman. 2017. Tradisi Batagak Pangulu di Minangkabau. Disertasi. Sekolah Pascasarjana: Universitas Sumatera Utara.

Junita, Batu Bara. 2006. Vio: Opera Monolog. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni. Vol.2.No.1. Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.

Jakobson, Roman.(1992). Lingusitik dan bahasa puitik. Dalam P. Sudjiman dan A.V. Zoest (Ed.), Serba-serbi semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 285

Jakobson, Roman.(1971). Linguistics and Communication Theory. Dalam Jakobson. R. Selected Writings II. The Hague: Mouton.

Jendra, W. (2002). Sistem pewarisan ajaran agama Hindu(budaya) melalui pemakaian bahasa yang segar dan efektif. Dalam Austronesia: Bahasa, budaya, dan sastra. Denpasar:C.V. Bali Media.

Kamal, Zahara. 2007. “Wanita Lansia dan Nyanyian Ritual Dalam Ratapan Kematian (Bailau)”. Minangkabau

Keesing, Roger M. 1999. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. (Samuel Gunawan, Pentj). Jakarta: Erlangga

Kluckhonhn, C dan Strodttbecck,1961. Variation in Value Orientation. Englewood Cliff. NJ: Prentice-Hall.

Koentjaraningrat.1980.Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta.

Koentjaraningrat.2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kozok, Uli.1993. Lamentations of The Karo-Batak, Nort Sumatra. Indonesia Circle. No. 59 Nov 1992 dan No. 60 Maret 1993. London: The Indonesia Circle School of Oriental dan African studies.

Kozok, Uli.1999. Warisan Leluhur Sastra Lama dan Akasara Batak. Jakarta:KPG (Kepustakaan Popular Gramedia).

Kozok, Uli. 2009. Surat Batak: sejarah Perkembangan Tulisan Batak berikut pedoman menulis Aksara Batak dan Sisingamangaraja XII. Tanpa kota terbit: Ecole Francaise dEtreme-Orient dan kepustakaan populer Gramedia

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta :PT.Gramedia.

Lord, Albert B.2000. The Singer of Thales. London: Harvard University Press.

Lord, Albert B. 1981. Efic singer and Oral Tradition. Itacha and london: cornel University Press.

Lubis, Z. Pangaduan.2001. “Revitalisasi Kebudayaan Mandailing” (Makalah) disampaikan pada Seminar Adat mandailing di Medan, 28 April 2001.

Lumban Tobing, Amudi. 2005.Andung Ni Namabalu: Nyanyian Ratapan Masyarakat Batak Toba di Balige, Toba samosir Sumatera Utara: Kajian Konteks dan Teks. Tesis. Universitas Gajah Mada.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 286

Luxemburg, Jan van, dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Terjemahan Dick Hardiko. Jakarta: Gramedia.

Miles, Matthew B. and Michael a. Huberman. 1992. Analisis data kualitatif: buku sumber tentang Metode-metode Terbaru.(tjetjep Rohendi rohidi penerjemah). Jakarta: Universitas indonesia Press.

Moleong,Lexi J.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Murgiyanto, Sal.2004.Tradisi Lisan dan Inovasi. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Nagy, G. 1996. Homeric Questions. Texas. University of Texas Press.

Nasution, H. Pandapotan.2005. Adat Budaya Mandailing: dalam Tantangan zaman. Medan: Forkala.

Nasir. Mohammad.2003. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia

Nasution, S. 2003. Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Niles, John D.1981. Formula And Formulaic system In Beawulf (dalam Oral Tradition Literature), Foley (editor). Colombus: Slavica Publishefs.Inc.

Noeth, Winfried. (1995). Handbook of Semiotics. Blomington and Indianopolis. Indiana University Press.

Piliang, Edison dan N. Dt. Marajo Sungut. 2014. Tamgo Minangkabau: Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau. Bukit Tinggi: Kristal Multi Media.

Peirce, Charles Sanders.1970. La Theorie des sifnes et la pragmatisme. Dalam epitemologi sosiologi 10.

Pudentia, MPP.ed.2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta:ATL.

Sartini, 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2. Universitas Gajah Mada.

Sayuti, Suminto A. 2008.”Bahasa Identitas, dan Kearifan Lokal dalam PerspektifPendidikan” dalam Mulya(ed). Pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerahdalam Kerangka Budaya Yogyakarta: Tiara Wacana

Sedyawati, Edi.2008. KeIndonesiaan Dalam Budaya. Jakarta: Wedatama Widya sastra

Siahaan, Nalom.1982. Adat Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakarta: Tulus Jaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 287

Sibarani, Robert. 1999. Pemetaan Tradisi Lisan di Sumatera Utara. Asosiasi Tradisi Lisan(ATL).

Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Poda.

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal. Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan Asosiasi Tradisi Lisan(ATL). Jakarta.

Sibarani, Robert. 2015. Pembentukan Karakter: Langkah-langkah Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan

Sibarani, Robert. 2017. Marsirimpa. Kearifan Lokal Gotong Royong pada Masyarakat Batak Toba di kawasan Danau Toba.Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sihombing, T.M. 2000. Filsafat Batak tentang kebiasaan-kebiasaan. Adat Istiadat. Jakarta: Balai Pustaka.

Sihombing, T.M. 1997. Jambar Hata Dongan tu Hulaon Adat. Jakara: Tulus Jaya.

Simatupang, L.(2013). Pergelaran: Sebuah mozaik penelitian seni- budaya.Yogyakarta:Jalasutra.

Sims, Marta, C and Stephen Martire. 2011.Living Folklore, an Introduction to theStudy of People and Their Tradition, United States of america; Utah State.

Sinar, T. Silvana. 2011. Kearifan Lokal dalam Adat Perkawinan Melayu Batubata, Medan: USU Press.

Sinar,T.Silvana. 2012.Teori Analisis Wacana.Pendekatan Linguistik Sistemik- Fungsional. Medan:CV Mitra.

Sinar, T. Silvana dan Muhammad Takari. 2015. Teori dan Metode untuk Tradisi Lisan, Medan: Mibra Medan.

Soetomo.2014.Kesejahteraan dan Upaya Mewujudkannya dalam PerspektifMasyarakat Lokal. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Sudjana. 2015. Metoda statistika. Bandung:Tarsito

Sugiono. 2014. Metode penelitian administrasi. Bandung: Alpabeta. Sumitri, Ni Wayan. 2016. Tradisi Lisan Vera: Jendela Bahasa, Sastra, dan Budaya Etnit Rongga. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam,Ch.2012. Surat Tumbaga Holing 1. Medan: Mitra.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 288

Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam,Ch. 2015. Andung Umpama. Poda: Sumatera Utara.

Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam,Ch.2015.Adat Budaya Batak Angkola. Medan:Partama Mitra .

Sutan Tinggi Barani Perksa Alam,Ch.2017. Burangir na hombang: Adat Tapanuli Selatan, Balai Adat Padang Sidimpuan.

Syafitri, Dian. 2012. Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada prosesi Makkobar dalam Upacara Perkawinan Angkola-Mandailing.Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia

Spradley, James P.2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Spradley, James P. 1980. Doing Participant Observation. Participants observation. New York: Holt Rinehart and Winston.

Takari Muhammad. 2010. Sastra Etnik Nusantara dan Metodologi Penelitiannya. Bartong Jaya.

Tuloli, Nani, 1990. Tanggomo Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo (disertasi fakultas Sastra Universitas Indonesia)

Vansinna,Jan.1985. Oral Tradition As History. The University of Wisconsin Press

Wan Syaifuddin. 2018. Dimensi Politis Hikayat Deli. Yogyakarta: Jaring

Wellek, Renne dan Austien, Warren. 1989. Teori Kesusatraan. Jakarta: Gramedia.

Sumber dari internet

I Ketut gobyah.2003.”Berpijak pada Kearifan Lokal”, dalam http://www.balipos.co.id, diakses tanggal 17/11/2016. Satriani .2004. menggali kearifan lokal nusantara sebuah kajian Filsafat dalam jurnal Filsafat diunduh dari: http://www.Searc-dokument.com/pdf/1/1/menggali-kearifan-lokal-nusantara- sebuah-kajian-filsafat-html. Diakses tanggal 6/12/16 Pemerintah kabupaten tapanuli selatan peta http://www.tapanuliselatan.go.id.diakses tgl.2/1/17 http://bambangsukmawijaya.wordpress.teori-teori-semiotika-sebuah- pengantar.diakses tgl.5/2/17. http://artikelsiana.com.2015.“Pengertian-Norma-Ciri-ciri,Macam- macam&Contoh-contohnya“ diakses tanggal 08/12/2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 289

http://www.eseachingate.nel/publication/22822682.Tradisi- MemotongKerbaupadaUpacarAdatHorjadiAngkola. diakses tanggal 15 Jun 2018. http://gondang.blogspot.co.id/2014_08_25_archive.html?m=1 diakses tanggal 10 Mei 2018. https://www.apakabarsidimpuan.com/mangkobar-di-adat-mandailing/ diakses tanggal 10 Mei 2018. http://mamimpintambunan.blogspot.co.id./2008/05/adat-dan-budaya- batak.html?m=1 diakses tanggal 24 April 2018

Hasil Penelitian dari Jurnal

Robert Sibarani. 2018. The Role of Local Wisdon in developing Friendly City. 10P Conf. Ser: Earth and Environmental Science 126 012094. doi:10.1088/1755-1315/126/1/012094.

Robert Sibarani, 2017. Batak Toba Socety‟s Local Wisdom of Mutual Cooperation in Toba Lake Area: a linguistic anthropology study. International Journal of Human Rights in Health care. Vol 11 pp.40-55.

Sri Asi Haholongan Marbun, R. Hamdani Harahap, Badaruddin and Robert Sibarani 2018. The Effect of Batak Toba Culture to Management of Natural Resources and Toba Lake Environment in Regency Technology (IJCIET) Vol. 9, pp.271-281, article ID : IJCIET_09_03_029.

Hennilawati, Robert Sibarani, Ikhwanuddin Nasution and Sahron Lubis, 2018. Angkola traditional Marriage: Representation and Cultural Valves, International Journal of Multidisciplinary Research and Development Impact Factor: RJHF 5.72, volume 5, PP: 31-34.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 290

Lampiran 1.

ETNOGRAFIS WILAYAH PENELITIAN

A. Asal Nama Kota Padangsidimpuan

Kota padangsidimpuan merupakan sebuah kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia dengan sebutan kota salak karena di kota inilah para petani salak yang berada di Kabupaten Tapanuli Selatan yang mengelilingi wilayah kota ini, terutama pada kawasan di kaki gunung Lubukraya. Dalam sejarahnya nama kota ini berasal dari padang na dimpusecara harfiah padang merupakan hamparan luas, na merupakan yang, dan dimpu merupakan tinggi yaitu hamparan rumput yang luas yang berada di tempat tinggi. Pada zaman dahulu daerah ini merupakan tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah, baik pedagang ikan dan garam dari Sibolga-Padangsidimpuan-Panyabungan-Padangbolak(Paluta)- Padangsidimpuan-Sibolga. Pada masa awal kemerdekaan, kota Padangsidimpuan merupakan pusat pemerintahan, dari lembah Tapanuli Selatan dan pernah menjadi Ibukota Kabupaten Angkola Sipirok sampai digabung kembali kabupaten Mandailing Natal, kabupaten Angkola Sipirok dan kabupaten Padanglawas melalui Undang-Undang Darurat No 70/DRT/1956. Dalam ringkasan sejarah tahun 1879 di Padangsidimpuan didirikan Kweek school (Sekolah Guru) yang dikenal sebagai penggagas ejaan Bahasa Indonesia.Lulusan sekolah ini banyak dikirim untuk menjadi guru ke Aceh. Salah seorang lulusan ini adalah Rajiun Harahap Gelar sutan Hasayangan, pengagas berdirinya Indische Veerigining sebagai cikal bakal berdirinya Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda dan merupakan organisasi pertama yang berwawasan sejarah singkat kota padangsidimpuan.

B. Agama dan Kependudukan14

Mayoritas penduduk kota Padangsidimpuan beragama Islam, dan sebagian lagi beragama kristen, Katolik, dan Budha. Berdasarkan sensus 2017 penduduk

1. Penduduk Kecamatan Menurut Agama

AGAMA Penduduk Kecamatan Islam Kristen Katholik Hindu Budha Konghuchu Kepercayaan

(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (%)

Kota 204.154 20.149 1.483 6 857 0 0 226.649 100 Padang Sidimpuan

14http://kantorcatatansipilkotapadangsidempuantahun2017.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 291

2. Proporsi Kepala Keluarga Menurut Kelompok Umur, Status Perkawinan dan Jenis Kelamin

STATUS PERKAWINAN Penduduk Kelompok Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Umur n(Jiwa n(Jiw n n(Jiw (%) (%) (%) (Jiwa) (%) (%) ) a) (Jiwa) a)

15-19 48 0,08 8 0.01 0 0 0 0 56 0,1

20-24 141 0,24 516 0.88 5 0,01 8 0,01 670 1,15

25-29 204 0,35 3.032 5.19 51 0,09 32 0,05 3.319 5,68

30-34 171 0,29 6.463 11.06 118 0,2 105 0,18 6.857 11,74

35-39 s135 0,23 7.256 12.42 139 0,24 198 0,34 7.728 13,23

40-44 106 0,18 6.531 11.18 138 0,24 371 0,63 7.146 12,23 81 0,14 6.257 10.71 155 0,27 662 1,13 7.155 12,25 45-49 50-54 76 0,13 5.689 9.74 176 0,3 1069 1,83 7.010 12

3. Proporsi Penduduk Kecamatan Menurut Jenis Kelamin JENIS KELAMIN Penduduk Kecamatan Laki-laki Perempuan n(Jiwa) (%) n(Jiwa) (%) n(Jiwa) (%) Kota Padang Sidimpuan 113.260 100 113.389 100 226.649 100

C. Letak Geografis Secara geografis, kota Padangsidimpuan secara keseluruhan dikelilingi oleh kabupaten Tapanuli Selatan yang dulunya merupakan kabupaten induknya. Kota ini merupakan persimpangan jalur darat untyuk menuju Kota Medan, Sibolga, dan Padang (Sumatera Barat) di jalur lintas barat Sumatera. Topografi wilayahnya yang berupa lembah yang dikelilingi oleh Bukit Barisan,sehingga jika dilihat dari jauh, wilayah kota Padangsidimpuan tidak ubahnya seperti cekungan yang menyerupai danau. Puncak tertinggi dari bukit dan gunung yang mengelilingi kota iniadalah Gunung Lubuk Raya dan Bukit (tor) Sanggarudang yang terletak berdampingan disebelah utara kota. Salah satu puncak bukit yang terkenal di kota Padangsidimpuan yaitu Bukit (tor) Simarsayang. Terdapat juga sungai yang melintasi kota ini, antara lain sungai Batang Ayumi, Aek Rukkare yang bergabung dengan Aek Batang Angkola yang mengalir di batas Selatan barat daya kota ini dan dimuarai oleh Aek Sibontar di dekat Stadion Naposo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 292

D. Pemerintahan Sejak pemerintahan Hindia Belanda hingga kota ini berubah menjadi kota Administratif berdasarkan Peraturan Nomor 32 Tahun 1982 serta melalui rekomendasi DPRD Tapanuli Selatan No.15/KPTS/1992 dan No. 16/KPTS/1992 kota administratif Padangsidimpuan diusulkan menjadi kota madya tk II, bersamaan dengan pembentukan kabupaten daerah II mandailing Natal, Angkola Sipirok dan kabupaten Padanglawas. Setelah dibentuknya kabupaten Mandailing Natal, maka melaui surat, kota ini terbagi atas enam (6) wek (wijk) yakni Wek I (Kampur marancar), Wek II (Pasar Julu),Wek III(Kampung Teleng),Wek IV (Kampung Jawa dan Kantin), Wek V (Pasar Siborang dan Sitamiang), dan Wek VI (Kampung Darek). Kemudian sejak tanggal 21 juni 2001, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001, kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai daerarah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan padangsidimpuan Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. 1. Surat Bupati Tapanuli Selatan No. 135/1078/2000 tanggal 30 November 2000 2. Keputusan DPRD Tapanuli Selatan No. 01/PIMP/2001tgl.25 Januari 2001 serta 3. Surat Gubernur SUMUT No.135/1595/2001.tgl.5 Februari 2001 Maka diusulkan pembentukan kota Padangsidimpuan yang menghasilkan diterbitkannya UU No. 4 tahun 2001 tentang pembentukan kota Padangsidimpuan pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Mendagri atas nama Presiden RI diresmikan Padangsidimpuan menjadi kota.

E.Logo Pemerintahan kota Padangsidempuan

Semboyan: Salumpat Saindege(Selangka Seirama) Pengertian Lambang Daerah Kota Padangsidempuan 1. Lambang berbentuk perisai dengan garis pinggir hitam melambangkan kesiagaan masyarakat untuk mempertahankan ideologi,ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang tidak tergoyahkan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Warna dasar hijau muda mencerminkan warna alam yang melambangkan kesuburan, kemakmuran, dan kenyamanan sebagai pendukung ketahanan idelogi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. 3. Bintang bersudut lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4. Padi dan Kapas melambangkan kesejahteraan masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 293

5. Bagas godang melambangkan pembangunan yang dilaksanakan tetap bersendikan adat, sedangkan tiga tiang penyangga bagas godang merupakan dasar struktur adat Dalihan Natolu yang terdiri dari mora, kahanggi, anak boru. 6. Tiga buah tangga melambangkan bahwa setiap kegiatan dilaksanakan tetap berazaskan hukum agama, adat, dan peraturan perundang-undangan. 7. Buku melambangkan ilmu pengetahuan dan kota pendidikan. 8. Setangkai salak dengan jumlah 45 biji melambangkan kota padangsidempuan sejak dahulu sudah dikenal sebagai kota salak, sedangkan jumlah 45 biji melambangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tahun1945. 9. Pedang dan tombak bersilang melambangkan kekuatan dan keteguhan masyarakat sebagai kesatuan adat. 10. Ulos warna putih bertuliskan motto “Salumpat Saindege” melambangkan kesucian, kebersihan hati masyarakat yang mendasari rasa kebersamaan, keserasian, keselarasan dan ketulusan. 11. Motto “Salumpat Saindege” adalah merupakan filsafat hidup masyarakat dalam melaksanakan kehidupan dan penghidupan didasarkan kepada kebersamaan, keserasian, dan keselarasan.

F. Sejarah Kota Padangsidimpuan Sekitar 1700 kota Padangsidempuan yang sekarang adalah kota Padangsidempuan yang sekarang adalah lokasi dusun kecil yang disebut “Padang na Dimpu” oleh para pedagang sebagai tempat peristirahatan, yang artinya suatu daratan di ketinggian yang ditumbuhi ilalang yang berlokasi di kampung bukit kelurahan wek II, dipinggiran sungai sangkumpal Bonang. Pada tahun 1825 oleh Tuanku Lelo, salah seorang pengiriman pasukan kaum Padri, dibangun benteng padangsidempuan yang lokasinya ditentukan oleh tuanku Tambusai, yang dipilih karena cukup strategis ditinjau dari sisi pertahanan karena dikelilingi oleh sungai ynag berjurang. Sejalan dengan perkembangan benteng Padangsidempuan, maka aktivitas perdagangan berkembang di Sitamiang yang sekarang termasuk perdagangan budak yang disebut Hatoban. Untuk setiap transaksi perdagangan Tuanku Lelo mengutip bea 10 persen dari nilai harga barang.Sisa-sisa benteng peninggalan Perang Paderi saat ini masih ditemukan, walaupun sudah tidak terawat dengan baik. Salah satu pengaruh pasukan Paderi ini pada kota bentukan mereka adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk kota ini ialah agama Islam. Sumber lain mengemukakan melalui Traktat hamdam tanggal 17 Maret 1824, kekuasaan Inggris di Sumatera diserahkan kepalah Belanda termasuk Recidency Tappanooli yang di bentuk Inggris tahun1771. Setelah menumpas gerakan kaum Paderi tahun1830, Belanda membentuk district (setingkat Angkola dan District teluk tapanuli dibawah kekuasaan goverment Sumatras West kust berkedudukan di Padang. Kemudian 1838 dibentuk dengan asisten residennya berkedudukan di Padangsidimpuan. Setelah terbentuknya Ressidentie Tapanuli melalui Besluit Gubernur Jenderal tanggal 7 Desember1824. Antara tahun 1885 sampai dengan 1906, padangsidimpuan menjadi ibu kota Residen Tapanuli. Setelah kota Padangsidempuan direbut pasukan Belanda mundur ke Batangtoru. Tetapi berselang enam jam kota Padangsidempuan kepangkuan ibu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 294

pertiwi, tiba-tiba secara mendadak muncul dua pesawat tempur dilangit Padangsidempuan dan menembaki kota yang disusul dengan pasukan Belanda yang melakukan putar balik di Batangtoru. Suasana panik dan serangan darat dari pasukan Belanda dari arah Batangtoru tidak mampuh ditahan oleh gabungan pasukan dan terpaksa harus mundur secara bertahap ke Huta Goti, Huta Pijorkoling, Huta Pintu Padang, dan akhirnya konsolidasi untuk bertahan di huta Huraba.

Peta Padangsidempuan huraba

Sumber : wikipedia Pasukan Belanda yang sudah menguasai wilayah Padangsidempuan tampaknya belum puas dan khawatir terjadi lagi perlawana balik. Pasukan Belanda menyusun rencana strategis baru untuk melumpuhkan lawan dan memukul mundur sejauh-jauhnya dari Padangsidempuan. Oleh sebab itu pada tanggal 5 Mei 1949 sekitar pukul 04.00 WIB pasukan Belanda mulai melakukan penyerangan terhadap lawan yang dilaporkan membuat pertahanan berupa Benteng di Huta Huraba. Renacana penyerangan dimulai dari Pijorkoling dengan taktik serangan „holistik‟ dengan cara mengepung dari empat jurusan. Pasukan Belanda dalam hal ini dibantu oleh dua orang penunjuk jalan (scout) yang desersi dari anggota MBK Tapanuli yang bernama Makaleo dan Syamsil Bahri. Dalam serangan Belanda yang tidak di duga pasukan RI ini berhasil merebut Benteng Huraba. Pasukan MBK Tapanuli dan Brigade Belanda mundur ke huta Tolang. Posisi benteng Huraba yang diduduki pasukan Belanda ini sangat strategis dan menjadikannya garis front utama mempertahankan wilayah Padangsidempuan. Sementara itu, di Huta Tolang, komandan MBK yang datang dari Panyabungan mengumpulkan seluruh pasukan yang ada dan melakukan konslidasi untuk penyerangan balasan terahadap pasukan Belanda yang sudah bertahan di Benteng Huraba. Dalam pertempuran inipasukan gabungan memulai penyerangan pada saat fajar dengan menggunakan montir. Pertempuran ini terjadi sangat heroik dan membutuhkan waktu. Baru pukul 16.30. WIB pasukan gabungan berhasil memenangkan pertempuran dan Benteng Huraba dapat direbut kembali. Pasukan Belanda yang dikalahkan, mundur ke Padangsidempuan. Dalam pertempuran i ni ditaksir cukup bsar kerugian yang dialami oleh pihak pasukan gabungan baik jiwa maupun materi. Dari anggota pasukan MBK Tapanuli sendiri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 295

yang gugur terdapat sebanyak 11 orang dan dari pasukan Brigade Belanda sebanyak 16 orang. Sementara dari barisan laskar dan rakyat yang tergabunga dalam pertempuran itu tidak pernah tercatat berapa orang yang sudah gugur dalam pertempuran yang heroik itu. Pada tanggal 3 Agustus 1949 gencatan senjata anatara Belanda dan Indonesia disepakati. Kemudian dilanjutkan perundingan yang disebur Konferensi Meja Bundar, sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Hasil perundingan pada saat itu antara lain yang terpenting bahwa kedaulatan NKRI akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Benteng Huraba adalah pertahananterakhir dari perlawanan rakyat di wilayah Provinsi Sumatera Utara terhadap pasuka Belanda dalam agresi militer Belanda kedua. Suatu benteng yang pada masa ini berada di kota Padangsidempuan dikecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan. Benteng ini lokasinya sangat strategis yang berada di jalur lintas Padangsidempuan ke Bukit Tinggi. Pada masa dahulu, Benteng ini tidak bisa di tembus pasukan Belanda hingga terjadinya penyerahan kekuasaan dan pengakuan Belanda terhadap NKRI (27 Desember 1949). Kini benteng ini tidak hanya sebagai simbol perjuangan masyarakat Sumatera Utara di kanca nasional dalam pertempuran selama perang kemerdekaan, tetapi benteng ini juga dulu telah menyelamatkan kota Panyabungan sebagai ibu kota pengganti Tapanuli selatan setelah kota Padangsidempuan dikuasai pasukan Belanda.Untuk menghormati para pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan di Benteng Huraba dan untuk menunjukkan betapa pentingnya perjuangan rakyat tapanuli bagian selatan bersama-sama TNI dan Polri maka dibangulah monument Benteng Huraba. Monument benteng huraba

Sumber : wikipedia Bangunan Benteng yang bentuknya seperti „kastel‟ dalam permainan catur ini diresmikan oleh kapolri Jenderal Awaloedin Djamin pada tanggal 21 November 1981. Demikianlah eksistensi Benteng Huraba di Padangsidempuan (sekarang masuk wilayah tapanuli selatan), sebuah benteng yang mampu menjaga pertahanan rakyat dalam perang melawan pasukan Belanda pada tanggal 5 Mei 1949.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 296

Lampiran 2.

Tabel 1. Hata Andung

Hal-hal Berhubungan Kata Andung Kata Biasa Artinya Dengan Anggota 1. Simanjojak Pat Kaki Tubuh 2. Siubeon Butuha Perut 3. Simangarudok Tanggurung Punggung 4. Sitarion Susu Payudara 5. Parsitangkingon Abara Bahu 6. Simangido Tangan Tangan 7. Pinggol Telinga Simanangi/Sipareon Igung Hidung 8. Simanganggo Mata Mata 9. Simalolong Obuk Rambut 10. Sitarupon/Suligion Baba/pamangan Mulut 11. Simangkudap Ulu Kepala 12. Simanjunjung Pamatang Tubuh 13. Panomuan Diri Diri 14. Simangalian Peri 1. Marsiaginon Mardangol Menderita Kehidupan 2. Siaginon/Siluluton Pardangolan Penderitaan 3. Angguk Badar Tangis Ratap 4. Songon Tandiang Tarpunjung Kesepian nahapuloan 5. Madamor Malangke Hancur luluh 6. Parsoara Igihon Parhohom Pendiam 7. Marobur Mate Meninggal/mati 8. Maulibulung Martua Berbahagia 9. Sorimago Parhasintan Nasib buruk 10. Padang Hamatean Alam baka Silungunan Naek pangabahan Meningkat 11. Magodang Talaga parsarian Tempat duduk Panaguan yang kurang 12.Panduduran Sahalak hormat Leleng mangolu Seorang raja 13. Sada Simardung Na burju roha Lanjut usia 14. Mauja matega Nan baik budi 15. nalambok Tarsonggot malilung soada Halak tandang Terkejut bada Maduma Orang 16. Tarhunta/taralo Naposo pendatang 17. Sisik manampil Namatua Makmur 18. Na duma bulung hidupnya 19. Naposo bulung Roha Muda mudi 20. Na matua bulung Sori ni ari Orang tua yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 297

hidup bahagia 21. Pangarohaion Hati pikiran 22. Sambor nipi/labu Nasib buruk ni tondi, bile ni untung Nama Benda 1. Aek Silumallan Aek, sungai, laut Air,sungai,laut 2. Simanabun Dolok Gunung 3. Sihumilas, Api Api Sigumorgor Tano, udean Tanah, bumi 4. Situmandok Mataniari,tiurniari Matahari, terang 5. Sidumadang ari Alogo na gogo Angin keras 6. Satua gada Awang awang Angkasa 7. Borsak ni Portibirea Bintang Bintang 8. Tabur Bulan Bulan 9. Sirumondang Bulan Udan las ni ari Hujan gerimis 10.Singgarsinggar Udan Hujan madabu Portibi Dunia 11. Sirumondop Hau Pohon 12. Siulubalang ari Lombang Jurang, ngarai 13. Sinahiton Duhut-duhut Rumput 14. Siruruson Bagot Pohon enau 15. Simarunap-unap Eme, indahan Padi, nasi 16. Silumambe Sira Garam hodong Ingkau rata Sayur daun ubi 17. Paiogon Napuran Sirih 18. Silumangsa ijur Pahean, ulos Pakaian 19. Simarata Abit na denggan Pakaian cantik 20. Siulangtaa Bulung Baju Baju 21. Siteburon Hepeng Uang 22. Sayub Podoman, inganan Tempat Maulibulunga kediaman 23. Saen Sipoholon 24. Sihumisik 25. Parpidoan/Parpiloan Kekerabatan 1. Amang/among Ayah Nasumuan/Parsinuan Inang/inong Ibu 2. Pangitubu Ompung Kakek, nenek 3. Si sumbaon Anak Putera 4. Sinuan tunas Boru Puteri 5. Sinuan beu Lae, eda Ipar 6. Silansapon Haha, anggi Saudara, 7. Siadosan, Sialosan Iboto semarga 8. Pinaribot Tulang/nantulang Saudari 9. Sibijaon Saudara laki- Amang laki ibu 10. Silumbane boru/namboru Saudara ayah Bere

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 298

11. Napinuja Simatua doli Kemenakan 12. Amang na Simatuo boru Mertua laki-laki umbalos Hela Mertua 13. Inang na umbalos Parumaen perempuan 14. Amang na binalos Menantu laki- 15. Inang na binalos Sinonduk, nanioli laki Dongan saripe Menantu 16. Siadopan perempuan 17. Sirongkap ni tondi Istri,suami Suami,istri tercinta Waktu 1. Siharianan Arian Siang 2. Siharbornginan Borngin Malam 3. Partingkian Tingki Waktu 4. Parsatongkinan Satongkin Sebentar 5. Akni Tongaborngin Tengah malam siharbornginan Muse Suatu ketika, 6. Sogot-sogot ni ari kelak Kegiatan 1. Marlindung Manghatai Berbicara 2. Marsiriaon Marlas niroha Bergembira 3. Marsijuguhan Hundul Duduk 4. Marsirumata Marnapuran Makan sirih bulung Martonun Bertenun 5. Marsitipahan Mardalan Berjalan 6. Marlangka siamanjojak/patanta simanjojak Tudolok tu toru an Ke huli ke hilir 7. Pahae pahulu Mangambe Mangayun 8. Pagayung mangan tangan simangambe Makan 9. Marpaigoan R.A. Lumongga Pardede.2010.Hal.80-83.Masisisean Di Ulahon Adat Batak Toba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 299

Lampiran 3. GLOSARIUM TEKS MENGALEHEN SIPAINGOT (MEMBERIKAN NASIHAT)

Teks Mangalehen Sipaingot Artinya Inanta Soripada(umak) sambil mangandung Inanta soripada/Umak (ibu): orang tua Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatu, dari boru na dioli Alhamdulillahirobbilalamin „Assalamualaikum Ww. Wb. Puji dohot syukur hita ucapkon tu Allah Pertama sekali marilah kita ucapkan puji SWT,ima na malehennikmat kesehatan,dohot dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang namangalehen hadengganansongonikesempatan telah memberikan nikmat kesehatan dan dihita sudenadiacara ni borutta nagiot kesempatan kepada kita semua dalam malangka matobang, boti seiring salam tu acara pernikahan putri saya,beriring nabitta Muhammad SAW,na akan mangalehen salam kepada nabi kita Muhammad safaatna dihita sasude diaumil akhir.Imadapot SAW. kita markumpul dipotang ni hari on,biamaattong Seminggu yang lewat datang ke rumah tutudalan parlagutan ta on,giot parkehean ni paribanmu dengan kerendahan hati untuk borutta ima si Desi.Poken nadung lewat ro anak meminangmu jadi teman hidupnya. Jadi ni namborumuMamiho ho inangdongan inang (putriku), karena engkau akan matobang,Namartoruk ni habaraDohot tu ho pergi melangkahkan kakimu, untuk hidup inangmangolohina. Onpe inang na giot berumah tangga bersama dengan jodoh kehemaho tu Siborang,mangalangkahon pilihanmu, kau putriku yang masih ku langkamu,malo-malomahomambuatrohani anggap seperti anak – anak, pintar-pintar boumu dohot kau nak menyesuaikan dirimu dalam koummu,olo...ooo...hikkk...hik...onpetong keluarga barumu, dan pandailah inangmaradu hamu sude ajarai hamu boruk menyenangkan hati mertuamu. Jangan kon,pamatang donagodang on,anggo kami nak, mendengar yang tidak baik parrohanangge haru sadia on.Ulang tokkin nai darimu. Kalian yang hadir disini pihak hamimambege na so pade inang.On inang sude rombongan yang menjemput putriku, natarpayak dijolomunu,ima indahan pasahe ajari putriku ini, badan sajanya yang robu,sahe sude robu tu laut dohot tu darat,indon besar ini, kalo mental belum dewasa ini. inang pangupa imapiramanuk na Di sini dihadapanmu ada nasi pasahe dihobolan,songon ni salin – salinanmu tu robu, yang bertujuan selesailah semua usaho,songon ni pinggan mangkuk panganan kewajiban baik di darat maupun di laut dohot lage podoman.Anso maloho inang terhadapmu dari kami. Menantuku, ajari manduruk koum.Hope bere huharop tu hamu putriku ini,rajin sholat inilah yang masih ajari boruk konringgas hamu sumbayang.Kehe dapat kami upayakan ,sudah ho maninggalkon ayah dohot umaksongoni muse terhidangnasi adat seabagaiupah – upah ho tu sadun mandapotkon boumu,malo ho tondi( agar memiliki semangat jiwamu) , mambuat roha ni boumu,edamu,koumta begitu juga, seperangkat pakaian untuk disadunhuuuuu...uuuu....malo ho inang...Onpe bekerja, serta piring, mangkok, tempat inang, tar saima jolo sipaingotku tu ho untuk makanmu dan kasur sebagai alas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 300

inang,nada lalu rohaku be,baendison tidurmu. Artinya nak agar nanti kau bisa rajasongon i na mora – mora, halahi doma menjadi panutan dalam keluarga barumu, pasahat on,tu tondi dohot badan mu.Botima dan pandailah menjadi saudara sahat hata sipaingot sian umak.Baen dison dikeluarga barumu.Sebenarnya masih dopewakmu,songon i dohot ompung mu,maradu banyak yang ingin kusampaikan padamu, sude koum sisolkot,ditambai halahi hobarki tetapi hatiku tidak sanggup. Disini masih botima ada nangudamu, namborumu, Assalamualaikum warohmatullohi wabaraokatu. nantulangmu, raja, na mora, merekalah yang menyampaikanke badan dan jiwamu. Inilah nasihat dari umak (ibu), karena masih ada lagi uakmu, ompungmu, nantulangmu, begitu juga dengan kerabat dekat kita, merekalah yang akan menambahi sepata dua kata sebagai nasihat kepadamu. Seterusnya berjejerlah berdasarkan urutannya nanguda, nantua, kahanggi, mora, suhut ( dan anak boru ). Dalam hal ini peneliti tidak menuliskan karena tuturan paemberian kata-kata nasihat tersebut tujuannya sama. Demikianlah assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh.‟

Anak Boru(Bou) Anak boru (bou) Assalamualaikum warohmatullohi Assalamualaikum Ww. Wb.Puji dan wabarakokatu, syukur ke hadirat Allah SWT, beriring Puji dan syukur marima hita ucapkon tu Allah salam kepada nabi kita Muhammad SWT,namangalehen kesehatan,kesempatan ima SAW. Dengan segala hormat saya di acara resepsi ni parumaentadi bagason ima haturkan dalam sidang adat ini, begitulah si Desi.Dohot beriring salam tuNabita maen, bou pun yang dalam hal ini Muhammad SAW.Santabi sampulu, sampulu menyampaikan pesan yang sama dengan nolisantabi,Dilangit na hujujung di tano nahu mamaku mu (eda). Karena kau maen jojahi.Tarlobi di raja panusungan Bulung,na yang hidup berumah tangga, pandelah huparsangapi disidang na mulia onima di acara menyesuaikan diri di tempat keluarga ni parumaen nami.Antong jadi songondia ma yang baru. Jagalah , jangan sampai kami, maen,au pe laingna mangihutkon hata ni eda i dan orang tuamu malu disini, mendengar do au.Baen ho magiot langka beritamu. Seperti pantun yang :Kalian matobang,Malohomamasukkon dirimu di huta ni yang berkebunPintar – pintarlah mencari koumta an. Dison hamu jalan, Kalian yang berumah tangga, dipajuguk,Mangadopkon tanda sigodang ni Pintar-pintarlah bertutur kata, Jangan roha,mangarejoon adat dohot bisuk.Anso malo tidak bisa beretika. Ini pun maen, kau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 301

hamu markoum,on mai adat niompung ta,Na ingatlah semua nasihat dari semua sian na joloanso manjadi hamu halak keluarga kita, disini dihadapan kalian namarguna, malo marsopan santun bisuk terhidang nasi yang tanpa kita rasa sudah marpangalaho.Dipasahat di hamu tanda-tanda tau betapa lezat rasanya. Semua ini tanda nipangalaho,manurut tutur dohot poda, ni adat kebesaran hati kami. Begitu juga pakaian saro na jolo.Rap mangido ma hita tu dan perkakas dapurmu, yang nantinya Tuhan,dapot dihamu rasoki na denggan,hamu mengajari mu maen, agar elak kaubisa namarripe, sai songon siala sampagul,rap menjadi kerabat dekat keluarga barumu. tuginjang rap tu toru, muda malamun saulak Kalau bou tidak bisa panjang lebar untuk lalu,muda magulang rap margulu.Onpe maen, menyampaikan yang terhidang semua ini. ingot kosudehatanikoum-koum taon,dison Kepada kerabat lainlah yang nantinya tarpayak dijolo mu,indahan pasehe robu,nada bisa menyampaikan/ataupun podo pinangan, madung binoto daina. menambahinya, demikianlah Sudenaon, tandanigodang roha, assalamualaikum warohmatullohi nikoumtadoon.Songoni abit dohotparkokas wabarokatuh. dapur,na mangajarihodomaen,anso malo markoummarsisolkot.Anggo au maen,nada maloaupajojor on.Tukoumtaima tapasahat,botima. Assalamualaikum warohmatullohi wabarohkatu

Mora (nantulang) Mora (Nantulang) Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu. Assalamualaikum warohmatullohi Alhamdulillah puji dan syukurhita wabarokatu, Alhamdulillah puji dan sampaiontuAllah SWT,Namalehennikmat dan syukur kita sampaikan kehadirat Allah kesehatan dihita sudelaho pabuatkonimaberetta SWT, yang telah memberikan nikmat dan Desi di bagas on,beriring salam nian senantiasa kesehatan kepada kita semua dalam acara hita sampaiontu nabitaMuhammad SAWolo, ima pesta bere Desi di rumah ini, beriring tutu parjolo au marsantabi taradop anak ni raja salam senantiasa kita sampaikan kepada dohot na mora, maradu koumsisolkot. Songoni Nabi Muhammad SAW. ma da bere,baen nagiotlangka matobang ma Seperti apa yang sudah disampakan ho,antong sude pangalaho dipatobangma.Na sebelumnya bere, kau akan berumah jolo bis dope menjeng- enjengdi tangga, jadi kalau bisa semua tingkah jolonisimatobangmu.Dison au bere nangge malo laku berubahlah menjadi dewasa. markata-kata,mudah-mudahan rumah tangga Kemaren mungkin masih bisa bermanja munumanjadi rumah tangga sakinah, manja kepada orang tua, tetapi saat ini mawaddah,warohma, saia saolon ma hamu yang meski dipikirkan bagaimana bere, marsihaholongan namarripe, Diama.Na upayamu, agar ada samamu.Semoga denggan dohot na tama, i ma ihutkonon.On rumah tangga yang akan dibinah menjadi, sude, na tarpayak di jolo munu on, lehen – lehen sakinah, mawaddah, warohma. Seia ni koum taon, tanda ni holong dohot godang ni sekata, saling menyanyagi satu dengan roha doon.Na mangajari do on, bere, anso malo lainnya, mana yang baik dan manayang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 302

hamu saulahon.Dungi indon upa-upanitondi penting didahulukan itulah yang harus on,nada malo au bere, mangkatahon on. diikutkan. Ini semua yang terhidang Rohamu tu bagasnami,anso patidaongodang ni dihadapanmu, merupakan pemberia roha namidi hamu.Baen di son ho hatobangon kerabat kita semua sebagai tanda kasih dohot raja,halahi ma mangkatahonna, tu sayang dan kebesaran hati kami, yang tondidohot badanmunu. Saima jolo sahat ni nanti mengajarimu kelak belajar. Dan hataku disini telah tersedia upah – upah tondi , Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu. akupun tidak bisa juga mengartikannya. Datanglah nanti kerumah nantulang agar bisa kami menunjukkan kebesaran hati kamui kepada kalian. Karena masih disini harajaon dan hatobangon merekalah nanti yang menyampaikan kepda badan dan semangatmu. Sekianlah kata yangdapat nantulang sampaikan. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.

Hatobangon ( Harajaon dada boru) : Hatobangon(Perwakilan yang Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatu, dituakan dalam barisan kaum ibu) Santabi sampulu, sampulu noli Assalamualaikum Ww. Wb. marsantabi,dianak niraja dohotnamora,diloloan Yang saya hormati, anak raja, dan mora, paradaton on.Taradop hamu najuguk di acara adat ini, begitu jugaterhadap kalian juluan,boru ni na marboru, parumaen ni na yang telah duduk bersama disini, begitu marparumaen,bere ni na marbere. Baen hamu juga terhadap kalian yang telah duduk ma giot langka matobang ma,antong patobang bersama disini, sesama parumaen, sesama hamu ma parange dohot pangalaho.Ulang be bere. Karena kalian akan menuju diobankon parroa dihabujingan,dohot parroha kehidupan berumah tangga, ubahlah di haposon.Dungi taringot do tu na semua sikap dan perilaku, jangan lagi markoum,tarlobi di dalihan tolu ingot hamu : sikap dan perilaku sewaktu masih anak Elekmarkahanggi,olongmarboru,hormat gadis dibawa. Jadi teringat kita yang marmora.Pantunhangoluon,teashamatean,Jopni berkeluarga, terlebih di dalihan na tolu, roha pardomuan, goyak penting kalian ingat ,Pandai mengambil nirohaparsarahan.Antong malo-malo ma hamu, hati saudara,Sayang kepada anso dapot hamu,hasonangon ninamar- saudara,Hormat kepada ripe.Dison tarpayak di jolo munu,ihan, sayur, saudara.Kebaikan akan memperpanjang sai sayur matua bulung ma hamu. Songon i umur, kebencian akan mengingatkan indon barang dapur dohot na hasaya dibagas,na perpisahan. Jadi pandailah kalian, agar mangajari do on di hamu, botima. mendapat kebahagiaan agar sehidup Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. sematilah nan. Setelahselesai bagian kaum ibu memberikan kata-kata nasihat kepada kedua mempelai, maka kata-kata nasihat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 303

dilanjutkan kebarisan kaumbapak. Dalam hal ini pembawa acara lebih dahulu bertanya kepada raja. Dalam hal ini raja memberikan izin kepada pembawa acara agar acara pemberian kata-kata nasihat selanjutnya diarahkan kebarisan bapak. Adapun yang memberikan kata-kata nasihat pertama dari barisan kaum bapak adalah ayah perempuan, mora, anak boru, kahanggi, hatobangon, dan harajaon, dan pada akhirnya di tutup oleh raja panusunan bulung. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh

Suhut Sihabolonan (ayah) Ayah (Orang Tua Laki – Laki ) Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Assalamualaikum Ww. Wb. Pertama sekali marima hita sampaion rasa Yang terhormat kepada syukurtuAllah SWT seluruhnyakeluarga yang datang dari namangalehen nikmatkesehatandohot utara dan selatan, terutama pada raja kesempatan dihita sudena,sahinggo hita panusunan bulung. Dalam hal ini anakku sudekoummarkoum dapot marpungu begitu juga degan bere (menantu) telah diharataksiriaonon,songoni muse nian kalian belikan sirih, yang mengandalkan hitasanjung tinggionsalawatberiring salamturoh telah sampai rupanya hajat baik ini. junjungan tanabi besar Muhammad SAWnaakan Disinilah kami menyampaikan kebada hita dapotkon sapaatna diyaumilakhir. jiwa dan raga ananda berdua, anakku dan Parjolo au marsantabituanak menantuku aturan yang tidak tertulisnya rajadohotnamorasumurang lobidiompui raja ini, yang dari dulu sudah merupakan naDison inang disurduan hamu burangir sampe aturan dari nenek moyang kita. Karena – sampe,udutniburangir, songon idohothalak kalian sudah diresmikan secara adat, babere,imaburangir sampe – semua perilaku kami diubahlah. sampe,udutniburangir. Dison inangnaperlu Terhidangdihadapan kalian ini bentuk disampaion ayahimapasampehontutondidohot kebesaran hati kami, bersama nasihat badan munu,aha nahami pataondi borngin sejak kau lahir kedunia ini, melihat nadung solpu.On pe inanghonagiotkehe langka tumbuh kembangmu, besar hatiku, begitu matobangmalo-malohomambuatroha nikoumta juga dengan kerabat kita disini, terlebih di sadun,terutama ulang lupa sholat dainang,da anak raja dan mora, semua ikut bahagiia babere,harana on tiang niagama doon. ketika engkau menemukan tambatan Dungimuse dame-dame hamu tongsalumpat hatimu, dengan semua rasaku dan semua saindege hata ni umpamasatahi saoloan asa kesanggupanku untuk membuatmu dapot hamu hadamean marumahtanggaboti bahagia, saat lahirmu pun, ku muse marmasyarakat,dipatobang ma sude semangatinya jiwamu, sampai saat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 304

dohotpangalaho.roinang,anak sekarang. Disini sudahdatang menantuku, namborumu,imababere,baen on ma inang, na anak bou mu, yang menjadi pujaan tumbuk baen godang ni roha,angkupmudongan hatimu sampai kau tua nanti, ayah matobang,au pe inang simatobangmu,laing sebagai orang tuamu turutnya ayah dohot do au margodang ni roha,dison inang bahagia, walaupun kau akan pergi dibaen do sigodang ni rohaimapanganon upah- meninggalkan kami. Karna maksud upah nitondidohot badanmunu martarimo maon kepergianmu ini sudah lamanya ada ditondidohot badan munujaru dalam adat kita. Satu yang ingin ayah pehoinangnangkankehe maninggalkon sampaikan pandailah menyesuaikan diri hami.Harani langka mon manurutadat sian na dengan keluarga baru kita disana, jolo do on.Angke jaruholong pe roha di terutama jangan meninggalkan sholat, iya boruniba,anggo na so marbagas do,hahaila anakku, dan menantuku, karena sholat muse do i,di adat.On mada inang,dalan nada hu adalah tiang agama. Seterusnya rukunlah halupohon mambaen godang ni rohatu ho dohot kalian berdua, sama-sama melompat dan babere.ima mangupa-upa tondi dohot badan sama-sama berpijak, seperti kata pepatah munu.Songoni muse nian hamu seia sekata agar rukun damai dalam rombonganNarosian Siborang ajari menjalani kehidupan berumah tangga. hamuon,harana on momo do on diajaran,pos do Disini, ayah tak lupa memberikan, rohakku di hamu mangajari on,Namangupa on menunjukkan kebahagian ayah padamu maiadah inang,tanda nigodang dan tambatan hatimu. Dengan roha,margoardohotmaratur parpayakna,songon memberimu makan , menandakan i muse dohot arti na.Anggo namangalehen kebahagiaanku. Kalau sekedar memberi mangan do inang,madung saloja-mu mangan makan sekenyang – kenyangnya, sudah dodi bagas on, mulai sian menek-mu lopus ho sering kulakukan disini, sampai kau magodang saonnari on.Anggo namangalehen disini hingga besar, dengan lauk pauk mangan doinangbolas do isanga aha sajo giot yang kau sukai. Jadi anakku dan mugulena.Tapi anggo menantuku semua ini mengandung dinamangupa,marpangalaho do,on pe inang ni makna yang nantinya bisa kita ambil ilmu dohotbere,sudena on parsiajaran do on,dohot dan pelajarannya. na,mangajari hamu. Dison tarpayak di jolo Disini ada telur ayam rebus bulat, utuh munu,piramanak na dihobolan,ansohubol tondi agar nantinya bulat, teguh, utuhlah dohot badan,di hamu namarjuang mambina semangat jiwa ragamu. Dalam membina rumah tangga,songon i abit salin-salin munu tu rumah tanggga, begitu juga dengan usaho,dohot pinggan panganan,anso malo hamu pakaian yang kalian gunakan untuk marusaho,Dungi ulang hamu lupa na bekerja, dan piring tempat makan, agar padengganparkouman.Tangihamudi kelak bisa sebagai tenaga untuk bekerja siluluton,inte disi riaon.Maksudna muda adong dan bersahabat dengankeluarga dekatmu. na masa di halak,napatut sidangoloan,sagiro Tetapi jangan lupa untuk menjalin iba rosondapninataralo gogodibantu.Muda silahturahmi. Jelih mendengar kesedihan, siriaon do,jarupeinda ro tuiba ontang,ulang kabar duka cita, datang jika diundang ke jabat iri roha.Harana ra doi,nada pola acara sukacita. Artinya kalau kalian sadialangke mardomu tu parsuadaan.On pe mendengar kabar duka cita segera datang,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 305

dison ma au,na mandongkon hata patupa,di ho di bantu semampu kita, tetapi jika ada dohot babere,songon i dohot hatapasu- acara suka cita, meskipun tidak ada pasu,harana da inang manurut adat,sapanjang undangan kepada kita, jangan sampai kita ni bagas on do ho,tarbaen hami godang ni roha membenci, karena bisa jadi ia lupa, name,mangupahoSongon ina patidahongodang ataupun dia tak bisa mengundang banyak, ni roha,anggo dung do di langka hon ho dikarenakan keadaan ekonomi. langkamu,tu bagas ni halak an,nada tardongkon Sekalian disini papa memberikan kata – hami mora,hata ni pangupadi bagas kata pangupa terhadaapmu dan munu.songon i dohot holong ni menantuku. Karena sepanjang di rumah roha,Antongtangihoninangsude na hata ni ininya, bisa ku tunjukkan kebesaran koumta IJadi baen dison dope kahanggi,anak ni hatiku, karena ketika kau melangkah dari raja dohot namora,hatobangan dohot rumah ini menuju rumah suamimu, harajahon,tu halahi mada hu sorahonpatama perkataanku ini sudah terlalu canggung patupa on tu tondi dohot badanmu,botimada.Tar terucap. Jalilah kasih sayang, agar rukun saimajolo hata na dapot disampaion,jalin kasih selalu mulai hari ini sampai seterusnya, sayang horas hamu nakehe, horas hami sehat selalu, sehat kalian yang akan naditinggalkon. melangka, sehat kami disini yang Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh ditinggalkan . Begitu juga dengan rasa sayang, akan berubah dengan sayang dihati saja. Kau dengarkan baik-baik apa yang sudah disampaikan keluarga dekat kita. Hanya inilah sebatas kata yang ayah sampaikan,sebab disini kahanggi, anak ni raja, mora, hatobangon dan harajaon, kepada merekalah diserahkan pangupa ini. Assalamualaikum Ww. Wb.

Mora : Artinya: Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, Assalamualaikum warohmatullohi Syukur hita panjatkan tu tuhanta Alloh wabarokatu SWT,namalehen nikmat kesehatan ima dalanna Di hari baik, dan utama ini, didudukkan markumpul hita di ari on, ari raja dohot na pasangan pengantin yang sedang mora, tarlobih di oppui sian bagas godang. Di berbahagia inidi tempat yang terbaik ari nadenggan na tama onDipajuguk hamu bere dalamadat, disini di hadapan telah terlihat di juluan, Dison di hamu dipatidahon si godang ajaran lelur kita yang dulu. Pasangan ni rohaHamu madung dipatobang adatMarripe pengantin yang berbagia, sudah resmi saro adat di hitaDi ari nasadari on ma di hamu secara adat bersuami-istri dalam istilah di dipasahatLaho-laho ni halak nadung marrumah daerah kita dihari inilah dituturkan tanggaMalo hamu marhulaon dongan Marbisuk perilaku-perilaku orang yang telah nadenggan maradop donganMarroha na lapang berumah tangga, pandailah kalian maradop dongan sabutuhaAha na tarpayak di bersaudara, bijaklah terhadap saudara,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 306

jolo munu onSinta-sintadohot godang ni berlaku dan bersikap baik terhadap rohaNada malo au bere mangataonDi si hamu sesama, berhati yang lapang terhadap ro tu bagas nami,disima hita marhata teman sedarah yang ada di hadapan simamoraPatidahon godang roha ni hamiSada ananda berdua. Harapan-harapan dalam doma pangidoanMardangka nian habara bentuk kebahagiaan kami tulang tidak munuUlang di dongkon na ganjil bagianAdong pandai menuturkannya datanglah na gabe mayam-mayam di simangido munuHita berkunjung ke tempat kami disitulah namarugamoUlang lupa suruh ni tempat kita saling bercengkrama. Satu tuhanMarnadenggan do pangalahoMuda harapan kami dan sedoalah kita semua dibagasan lindungan ni TuhanTarsaimajolo semoga ananda berdua cepat di beri hata saatnihataoppu i sian bagas godang, keturunan biar tidak dianggap teman, botima. rezeki kita tidak seperti yang lain semoga kelak diberikan mainan dalam genggaman tanganmu. Kita adalah orang yang beragama jangan lupa perintah Tuhan karena sikap kita bisa menjadi lebih baik karenaNya jika kita ada dalam genggamanNya.Cukup sekianlah yang bisa tulang sampaikan , sebab masih ada lagi hatobangon dan harajaon, yang lebih pas untuk menurturkannya hanya itu saja. Demikian assalamualaikum warohmatullohi wabaraokatu.

Hatobangan(perwakilan barisan kaum Assalamualaikum bapak) warohmatullohiwabarokatuh Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu, Yang saya hormati pertama sekali raja – Di ari nadenggan na tama on raja yang begitu saya segani Ari sibulus-bulus, ari na matua Dihari baik dan utama ini Di naek ni mata ni ari on Hari yang penuh dengan ketulusan, dan Dison ma di patulus sude sigodang ni roha membawa berkah Mago arsak na dung solpu santabi Dengan naiknya mata hari sampulu,sampulu nolimarsantabi,hususun jari Disinilah dilaksanakan semua rasa turut sampulu,manjong-jong adat dohot ugari.Parjolo berbahagia au marsantabi tu raja na huparsanggapi,hamu Dihari ini, lewat tujuan baik dari ananda na juguk di juluan,na di surduan burangir,ima yaitu niat untuk menuju kehidupan burangir sampe-sampe,na pasaut pasampe na berumah tangga, di upah – upah dengan dibagasan roha.Ni sude koum si solkot Munu na sebesar hati, yaitu lewat resepsi jolo,waktu haroromu sin laut diupa-upa perkawinan, yang meriah. Dihadapan hamu,upa-upa daganak tubu.Diari na sadari kalian, garam yang rasanya asin, agar on,diupa-upa hamu sagodang ni roha,ima kelak dapat meraskan yang enak. Begitu manurut adat na godang na marjambang juga dengan kerbau yang menunjukkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 307

mareor-reor.Dison tarpayakdijolo munu,sira na kekuatan, artinya agar kelak kuat dalam ancim mangasa gogo,na manjampal tu berusaha, kabarkan hanya kebahagiaan balian,na mangalngei tu bagasan.Anso dan tetap dalam kesehatan. Diatas gogohmu marusahona dililit dohot hotang.yang anyaman yang berbingkai bambu, dibaluti dengan kayu rotanmagabe hamu selamat panjang umur, semakin jaya dihadamean,sahat matua buiung. dalam kedamaian, sehat walafiat sampai Antong sapangidomada hita tu Tuhan. tua. Jadi harapan kita semua kepada Tubuan laki-laki hamu,tubuan singkoru,tubuan Tuhan. anak,tubuan boru.Baen hamu madung Karena kalian sudah di sah kan adat dipatobang adatdohot pangalaho engot hamu dalam hubungan suami istri begitu juga hata pitua ni na tobang.marsingotan dina ngot dengan sikap ingatlah nasihat orang tua marsip ingot-ingotan.Bona ni tua ni halak menurut ajarannya dalam kehidupan, dibagas na,sahata sapangondok,sa pangambe,sa ketika tidur saling membangunkan, saling panili.Muda tolap ho tu huta topotan - mu,Sai mengingatkan. Seia sekata, sama maroban jait domu-domu,maroban tua dohot berjalan, dan sama melihat. Demikian dame.On pe sai ma jolo sahat nihata,baen dison yang dapat disampaikan assalamualaikum dope raja pangundian,songon i dohot raja warohmatullohi wabrokatuh. panusunan bulung,na ma mudun songon tali,na malo su malung roha,dohot na malo pasahatkon tu badan dohot tondi. Botima, assalamulaikum warohmatullohi wabarokatu.

Harajahon : Artinya : Assalamualaikum warohmatullohi, Assalamualaikum waraohmatullohi Puji syukur tu Tuhanta Allah SWT,ima, wabarokatu, puji syukur kepadaTuhan, namangalehen dihita kesehatandohot Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan ima dalanna hita marlagut kesehatan dan kesempatan kepada kita dison,songoni muse salawat dohot salam tu untuk berkumpul, begitu juga salawat dan rasulullah Muhammad SAW.Santabi di hula salam ke rasulullah Muhammad SAW. marga anak ni raja dohot na mora,tarlobi di Banyak hormat terhadap raja dan na raja panusunan bulung,na juguk didalan,na mora, terlebih terhadap Raja Panusunan markusardar Antong jadi botima dah hamu Bulung, yang duduk di singgasana. Yang najuguk di juluan,Na malo pasombu lungun,na dapat menjadi pengobat rindu, sehingga pasautangan-angan.Hamu na juguk di semua angan bisa terealisasi. Kalian juluan,tapangidoon ma tu Tuhan,horas hamu pasangan pengantin yang sedang jana salamat,madung suang songon imbo di berbahagia, sudah banyak yang kalian dolok,tondi dohot roha ipe marsijagitan.Horas dengar semua nasihat yang baik. ma tondi madingin,pir tondi matogu.Sai ma Memohon kepada Tuhan, meminta sahat di hata. keberkahan, untuk kalian (pasangan Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. pengantin) yang akan membina rumah tangga. Kami yang datang dari sipirok,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 308

mengingatkan jangan pernah lupa nasihat orang tua. Saat sekarang kedua kelompok pemberi nasihat di atas telah terjadi perubahan, yang memberikan kata-kata nasihat dari segi formasi berubah menjadi lebih sedikit, dikarenakan isi dan penyampaiannya memiliki tujuan yang sama terhadap pengantin perempuan, sehingga pelaksanaannya dipersingkat, hal itu disebabkan karena begitu terbatasnya waktu, karena pengantin perempuan akan segera dibawa oleh pengantin laki-laki ke tempat keluarganya. Kenyataan lain perubahan dari tradisi ini tentunya di dukung oleh waktu dan jarak yang akan ditempuh ketika pengantin perempuan akan dibawah oleh yang bisa saja lokasi akan di bawahnya pengantin cukup jauh, sehingga membutuhkan keefektifan waktu dalam penyelesaian acara adat, untuk sampai ke tempat tujuan. Acara ini dipandu oleh orang kaya atas petunjuk raja panusunan bulung. Kemudian raja panusunan bulung menyimpulkan dan menutup acara mangalehen mangan boru, atau mambutongi mangan dengan pesan sebagai berikut:

“On pe baen madung tamadohot tumbuk sude karena sudah sepakat dan menerima hata sinta-sintani anak ni raja dohot na semua nasihat dan harapan dari anak ni mora,sai horas ma tondi mandingin sayur matua raja dan anak ni na mora, maka sehat bulung,sian on tuginjang ni ari. On pe horaskon dan tegarlah dalam menjalani semua boorang kaya,horas...horas...horas... perjalanan kehidupan dari sekarang ke masa depan nantinya.Selamat...selamat...selamat....

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 309

Lampiran 4.

Pedoman Pelaksanaan Wawancara yang dilakukan kepada informan/Riset Lapangan dengan judul Disertasi Tradisi Mangandung pada Acara Adat Perkawinan MA

A. PERTANYAAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Apa yang Anda ketahui mengenai sejarah Kota Padansidimpuan? 2. Dalam berinteraksi sosial bahasa apa yang paling sering digunakan? 3. Tahukah Anda bentuk-bentuk tradisi lisan yang masih sering dipertunjukkan ataupun yang sudah tidak lagi dipertunjukkan ? 4. Bagaimanakah dengan sistem mata pencaharian dan tingkat pendidikan masyarakat? 5. Apakah terdapat sistem kekerabatan pada masyarakat dan bagaimana bentuknya? 6. Bagaimana pula dengan sistem religi dan kepercayaan yang dianut masyarakat?

B. PERTANYAAN TRADISI LISAN PADA MASYARAKAT AGKOLA DI KOTA PADANGSIDIMPUAN SUMATERA UTARA 1. Menurut bapak/ibu mengapa tradisi lisan upacara adat angkola masih bertahan sampai saat ini? 2. Menurut bapak, seperti apakah contoh program pemerintah yang ada di Kota Padangsidimpuan? 3. Bagaimana sejarah tradisi mangandung yang ada di Kota Padangsidimpuan? 4. Apakah bapak/ibu mengetahui pada kapan sejarah tradisi mangandung pada acara adat perkawinan MA ada di Kota Padangsidimpuan? 5. Bagaimana pelaksanaan tradisi mangandung pada acara adat dalam masyarakat angokla? Bagaimana sistem kekerabatan yang ada di Padang Sidimpuan? 6. Bagaimanakah keadaan tradisi mangandung di Padangsidimpuan pada masa lalu dan saat ini? 7. Mengapa harus melaksanakan tradisi mangandung pada acara adat? 8. Mengapa generasi muda Padangsidimpuan saat ini kurang mempunyai perhatian dan kepedulian terhadap tradisi mangandung? 9. Bagaimanakah ukuran seseorang dikatakan sebagai tradisi mangandung yang baik? 10. Bagaimana penentuan waktu pelaksanaan tradisi mangandung pada acara adat dalam masyarakat angkola? 11. Apakah ada pengulangan-pengulangan dalam bait-bait teks andung?jika ada bagaimana bentuk pengulangannya? 12. Bagaimana bapak mewariskan tradisi mangandung ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 310

13. Bagaimana pendapat bapak, apabila tradisi mangandung ini ditinjau dari perspektif Islam? 14. Sejauh mana nilai-nilai budaya yang ada dalam tradisi mangandung bagi masyarakat angkola? 15. Menurut bapak, bagaimanakah cara mewariskan tradisi mangandung pada acara adat ini? 16. Adakah pola pewarisan lain dalam tradisi mangandung selain pola pewarisan secara non formal? 17. Apakah tradisi mangandung sebagai salah satu kesenian tradisional di Kota Padangsidimpuan sudah dimasukkan ke dalam kurikulum lokal misalnya dalam pelajaran seni budaya? Atau masih dalam sebuah rancangan?

PEDOMAN WAWANCARA REVITALISASI TRADISI MANGANDUNG PADA ACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT ANGKOLA

Nama informan : Jenis kelamin : Umur : Pekerjaan : Pertanyaan : 1. Siapa sajakah yang ikut melestarikan tradisi mangandung yang masih berlangsung pada saat sekarang? 2. Mengapa tradisi mangandung ini perlu dilaksanakan dalam upacara adat? 3. Berdasarkan sejarahnya, kapa sebaiknya tradisi ini dilaksanakan? 4. Bagaimana perhatian generasi muda saat sekarang ini dalam menyikapi tradisi ini? 5. Bagaimana cara agar tradisi ini tetapi dinikmati oleh masyarakat pendukung? 6. Apakah ada perubahan tradisi mangandung saat dulu dengan saat sekarang? 7. Bagaimana nilai-nilai budaya dalam tradisi ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? 8. Apakah ada cara lain agar tradisi ini tetap berlangsung, jika ya bagaimana? 9. Bagaimanakah perhatian masyarakat pendukung saat ini terhadap pewarisan tradisi tersebut? 10. Banyak tradisi lisan yang seharusnya perlu digali kembali pada masyarakat Angkola, antara lain : marbondong, marsitogol, maronang- onang, mangandung serta banyak hal lainnya. Apakah ada program pemerintah khususnya daerah Angkola yang meliputi Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara untuk mempertahankan tradisi tersebut di atas?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 311

SUMBER MELALUI WAWANCARA DENGAN INFORMAN

Nama : Drs. M. Nau Ritonga, M.M Gelar Adat : Tongku Mangaraja, Aman Ritonga Umur : 60 tahun Pekerjaan : Dosen IPTS Jabatan Adat : Harajaon di Angkola Alamat : Desa Sihopur Kecamatan Angkola Selatan Topik wawancara : Tahapan upacara pabagas boru masyarakat Angkola Keberlakuan tradisi mangandung pada acara perkawinan MA

Nama : G. Siregar Baumi Gelar Adat : Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam Tempat/Tgl. Lahir : Angkola Julu, 05 Agustus 1937 Pekerjaan : tokoh adat Jabatan Adat : Penasihat Adat Budaya Istana Hasadaon Tapanuli Bagian Selatan Alamat : Kayu Omgun Kelurahan Sadabuan Kota Padangsidimpuan Provinsi Sumatera Utara Topik wawancara : Upacara mambutongi mangan boru jenis upacara adat sewaktu pasahat boru, peran lembaga,persiapan dalam mangandung boru adat Angkola.

Nama : Drs. Mahyuddin Hasibuan, M.Hum Gelar Adat : Baginda Gadumbang Bosar Hasibuan Tempat/Tgl. Lahir : Angkola Julu, 07 Maret 1959 Pekerjaan : PNS/Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan Jabatan Adat : Orang kaya luat Angkola Julu

Nama : Drs. Sahruddin Pohan, SH, M.Pd Gelar Adat : Umur : 49 tahun Pekerjaan : Dosen tetap di SPTS Tapanuli Selatan Jabatan Adat : Hatobangon Alamat : Sosopan Topik wawancara : Pembagian pesat adat perkawinan di Angkola.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 312

Nama : Tamin Ritonga, M.Pd Gelar Adat : Umur : 41 tahun Pekerjaan : Dosen Jabatan Adat : Tokoh cerdik pandai Kelurahan Losungbatu Alamat : Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan Topik wawancara : keberadaan tradisi mangandung saat sekarang

Nama : Kasmudin Harahap, SH, MH Gelar Adat : Mangaraja Tagor Mulia Tempat/Tgl. Lahir : 55 tahun Pekerjaan : Dosen/Ketua/Benhur Tapanuli Selatan Alamat : jalan Perjuangan no 3 Padangsidimpuan Topik wawancara : Kebertahanan tradisi mangandung di Kota Padangsidimpuan

Nama : Ompung Yanthi Gelar Adat : Tempat/Tgl. Lahir : 78 tahun Pekerjaan : Jabatan Adat : Alamat : Padanggarugur Kabupaten Padang Lawas Utara Topik wawancara : Penutur Andung

Nama : Masniari Gelar Adat : Tempat/tanggal lahir : 56 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga Jabatan Adat : Alamat : Jalan Sisinga Mangaraja Padangsidimpuan Topik wawancara : Penutur Andung

Nama : Marajudan Rambe Gelar adat : Tempat/ tanggal lahir : 37 tahun Pekerjaan : Staf di IPTS Tapanuli selatan Jabatan adat : Alamat : Silandit Kota Padangsidimpuan Topik wawancara : Pemahaman generasi muda terhadap Tradisi lisan, dan acara adat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 313

Nama : Hanafi Lubis Gelar adat : Tempat/ tanggal lahir : 30 tahun Pekerjaan : Wiraswasta Jabatan adat : Kaula Muda Alamat : Kota padangsidimpuan Topik wawancara : Ketertarikan generasi muda terhadap pagelaran adat- istiadat di Kota Padangsidimpuan Topik wawancara : Peran generasi muda terhadap tradisi budaya saat sekarang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA