30

LAPORAN MAGANG

DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA

(PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING)

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Ahli Madya Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh : WASIS ANJAR SARI H 3107004

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 31

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN MAGANG

DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA

(PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING)

Yang Disiapkan dan Disusun Oleh: WASIS ANJAR SARI H 3107004

Telah dipertahankan dihadapan dosen penguji Pada tanggal : Juni 2010 Dan dinyatakan memenuhi syarat

Menyetujui,

Pembimbing / Penguji I Penguji II

Gusti Fauza, ST, MT Ir. Choirul Anam, MP, MT NIP. 19760822 200801 2 008 NIP. 19680212 200501 1 001

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003 32

MOTTO

Janganlah menjadi kapas yang tertiup angin,,,,

(Penulis) 33

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kehidupan dan petunjuk- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Magang ini. Karya kecil ini penulis pesembahkan untuk :

Bapak IbuQ, Ismanto-Wahyuni tercinta, adikQ Anggara, Dewata & Maulana beserta segenap keluarga besar penulis yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan selama ini,,,

Mz Rifie sopirQ tersayank yang setia menemani, membantu, dan Selalu memberikan motivasi, makasih y mz,,,

Ibu Odza & Bp Anam, makasih atas bimbingan dan bantuannya,,,

Temen2Q satu Genk : Dewi, Asri, Narti, Linda, Luluk Makasih friend’s bantuan dan kebersamaannya,,,

Semua Temen-temen D3 THP ’07

Dan Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan Magang ini. 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya yang berupa kesehatan, lindungan, serta bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Magang ini dengan baik dan lancar. Laporan Magang ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan diselesaikannya Laporan Magang ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan motivasi kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ir. Bambang Sigit Amanto, MSi selaku Ketua Program Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Ir. Sri Handayani, Ms, PhD selaku pembimbing akademik mahasiswa Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2007. 4. Gusti Fauza, ST, MP selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing penulis dalam menyusun laporan magang ini. 5. Ir. Choirul Anam, MP, MT selaku penguji ujian magang yang telah berkenan menguji laporan magang dan memberi masukan dan saran. 6. Semua Dosen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberi ilmunya kepada kami. 7. Teman-teman Program Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2007 yang telah banyak memberi dorongan, masukan, dan nasehatnya. 8. PT. Tiga Pilar Sejahtera yang telah bersedia sebagai tempat magang kami, dan semua karyawan pada bagian proses yang telah banyak membantu. 35

9. Bapak dan Ibu, Mz Rifie, serta segenap keluarga yang tercinta yang telah banyak membantu dalam hal materi maupun dalam hal dorongan. 10. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Namun demikian, penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Magang ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan yang lebih lanjut. Semoga Laporan Magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, dan dapat menambah wawasan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2010

Penulis 36

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii MOTTO ...... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...... iv KATA PENGANTAR...... v DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR GAMBAR...... xi BAB I. PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Tujuan ...... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...... 3 A. Mie ...... 3 B. Mie Kering ...... 5 1. Pengertian ...... 5 2. Bahan Baku ...... 6 3. Bahan Tambahan ...... 14 4. Proses Produksi...... 18 C. Pengendalian Mutu ...... 22 D. Sanitasi ...... 26 BAB III. TATA PELAKSANAAN KEGIATAN ...... 28 A. Pelaksana Kegiatan Magang ...... 28 B. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan kegiatan ...... 28 C. Metode Pelaksanaan ...... 28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...... 30 A. Keadaan Umum Perusahaan ...... 30 1. Jenis Produk...... 30 2. Lokasi Perusahaan ...... 30 3. Sejarah Perusahaan ...... 31 37

4. Tujuan Didirikan Perusahaan ...... 32 5. Visi dan Misi Perusahaan ...... 33 B. Manajemen Perusahaan ...... 33 1. Bentuk Hukum Perusahaan ...... 33 2. Struktur dan Sistem Organisasi ...... 33 3. Tanggung Jawab Dan Wewenang ...... 34 4. Ketenagakerjaan Dan Kesejahteraan Karyawan ...... 38 5. Sistem Manajemen Mutu ...... 41 6. Pemasaran Produk...... 41 C. Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Pembantu...... 42 1. Bahan Baku ...... 42 2. Ketersediaan Bahan Baku ...... 43 3. Bahan Pembantu ...... 43 4. Ketersediaan Bahan Pembantu ...... 46 D. Mesin Dan Peralatan ...... 47 E. Utilitas...... 49 1. Pengadaan Air...... 49 2. Pengadaan Listrik ...... 50 3. Pengadaan Bahan Bakar...... 50 F. Proses Produksi ...... 50 1. Tahapan Proses Produksi ...... 50 2. Kondisi Proses dan Neraca Bahan ...... 57 G. Pengendalian Mutu (Quality Control) ...... 59 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku dan Pembantu ...... 59 2. Pengendalian Mutu Proses Produksi ...... 66 3. Penggudangan...... 83 4. Pengendalian Mutu Produk Akhir ...... 84 H. HACCP dan Penentuan Titik Kritis (CCP) ...... 85 1. HACCP ...... 85 2. Penentuan Titik Kritis (CCP)...... 88 38

I. Sanitasi Industri ...... 90 1. Sanitasi Bahan Dasar ...... 90 2. Sanitasi Lingkungan Produksi...... 90 3. Sanitasi Ruang Produksi...... 91 4. Sanitasi Mesin dan Peralatan Ruang Produksi ...... 92 5. Sanitasi Pekerja...... 92 6. Sanitasi Penanganan Limbah ...... 93 BAB V. Kesimpulan dan Saran ...... 94 A. Kesimpulan ...... 94 B. Saran ...... 95 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 39

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi gizi mie kering per 100 gr bahan...... 5 Tabel 2.2 Syarat mutu mie kering ...... 6 Tabel 2.3 Komposisi gizi dari tepung terigu dan tepung pensubstitusi .... 7 Tabel 2.4 Standarisasi tepung terigu dalam bahan pangan ...... 11 Tabel 2.5 Syarat mutu tepung tapioka ...... 12 Tabel 2.6 Standart mutu air berdasarkan SNI-01-3553-1994 ...... 14 Tabel 2.7 Syarat mutu garam berdasarkan SII 0104-76-1992 ...... 15 Tabel 4.1 Pembagian Jam Kerja...... 39 Tabel 4.2 Waktu proses dan ketebalan lembaran pada proses sheeting ... 52 Tabel 4.3 Standar Penerimaan Tepung Terigu ...... 61 Tabel 4.4 Standar Penerimaan Tepung Tapioka...... 63 Tabel 4.5 Standar Penerimaan Tepung Gaplek...... 64 Tabel 4.6 Standar Penerimaan Tepung Mocaf ...... 65 Tabel 4.7 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Mixing ...... 67 Tabel 4.8 Standar Penilaian Hasil Mixing ...... 68 Tabel 4.9 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Sheeting ...... 70 Tabel 4.10 Standar Penilaian Hasil Sheeting ...... 71 Tabel 4.11 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Forming-Cutting ...... 72 Tabel 4.12 Standar Penilaian Hasil Forming-Cutting ...... 73 Tabel 4.13 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Steaming ...... 75 Tabel 4.14 Standar Penilaian Hasil Steaming ...... 75 Tabel 4.15 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Shapping-Folding ...... 77 Tabel 4.16 Standar Penilaian Hasil Shapping-Folding ...... 78 Tabel 4.17 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Drying ...... 79 Tabel 4.18 Standar Penilaian Hasil Drying-Cooling ...... 81 Tabel 4.19 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan pada Produksi Mie Kering ...... 86 Tabel 4.20 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan Proses Pengolahan Mie Kering ...... 87 40

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan HACCP ...... 25 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Tiga Pilar Sejahtera ...... 37 Gambar 4.2 Diagram Alir Kualitatif ...... 57 Gambar 4.3 Diagram Alir Kuantitatif ...... 58 41

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI MIE KERING DI PT. TIGA PILAR SEJAHTERA

ABSTRAK

Wasis Anjar Sari1 Gusti Faudza, ST, MT2 ; Ir. Choirul Anam, MP, MT3

Dalam suatu industri aspek pengendalian mutu merupakan program yang tidak terpisahkan, karena terkait dengan kepuasan konsumen. Kegiatan magang ini bermanfaat untuk menambah wawasan mahasiswa dalam dunia industri pada umumnya dan mengetahui pengendalian mutu produksi dalam pembuatan mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera, serta apakah mie kering yang diproduksi PT. Tiga Pilar Sejahtera sudah sesuai dengan SNI. Pengumpulan data dalam kegiatan magang ini dilaksanakan dengan metode wawancara, observasi, studi pustaka dan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan dan ikut serta dalam kegiatan yang berlangsung di pabrik. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah tepung terigu yang diperolah dari Semarang, Surabaya, Trenggalek dan Tulang Bawang Lampung. Dalam pendistribusian bahan baku menggunakan truk dengan kapasitas sekali datang 2-3 ton. Proses pengolahan mie kering dimulai dari persiapan tepung dari gudang bahan baku, mixing kering selama 2 menit dan mixing basah selama 20 menit, masuk bak feeder kemudian masuk mesin DCM, Roll sheeting dan slitting dengan mesin roll pres dan slitter sampai di dapat tebal untaian mie ± 1 mm, steaming dengan mengunakan uap panas pada suhu 97-100oC selama 2-3 menit, drying dengan udara panas selama 1 jam dengan suhu 76-80oC, colling dilakukan untuk mendinginkan mie setelah keluar dari mesin drying, sehingga pada waktu pengemasan mie benar-benar kering dan dalam keadaan tidak panas. Pengujian mutu mie kering dilakukan mulai dari awal proses hingga produk jadi. Pengendalian mutu mie kering pada gudang finish good dengan melakukan uji shelf life untuk mengetahui kondisi mie dalam gudang penyimpanan dan masa simpan meliputi ; uji kadar air, uji fisik (tekstur, warna, ada tidaknya jamur dan kutu) dan uji tingkat masak (kekenyalan, kelengketan dan bulkiness).

Kata Kunci : Pengendalian Mutu, Produksi, Mie Kering

Keterangan : 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Wasis Anjar Sari NIM H 3107004 2. Dosen Pembimbing 3. Dosen Penguji 42

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mie adalah salah satu produk makanan alternatif pengganti nasi yang digemari oleh berbagai kalangan masyarakat mulai dari masyarakat perkotaan sampai masyarakat pedesaan. Hal ini disebabkan tidak hanya karena rasanya yang enak dan harganya relatif murah, tetapi juga cara penyajiannya yang praktis. Selain itu, mie juga mempunyai berbagai kandungan gizi yang cukup lengkap dan bermanfaat antara lain adalah sumber energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan kalsium. Pada umumnya, mie dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu mie kering dan mie basah. Mie kering dibuat melalui proses pengukusan kemudian dikeringkan sedangkan mie basah dibuat melalui proses pengukusan tanpa melalui tahap pengeringan, sehingga mie basah memiliki kandungan air yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mie kering. Kadar air mie kering 8 - 10% sedangkan mie basah dapat mencapai 52% sehingga daya simpan mie basah relatif singkat yakni 40 jam pada suhu kamar, sedangkan mie kering karena bersifat kering maka mie ini mempunyai daya simpan relatif panjang yaitu bisa mencapai 1 tahun dan mudah dalam penanganannya. Dalam suatu industri, aspek pengendalian mutu merupakan suatu program yang tidak terpisahkan. Industri berhubungan erat dengan pengendalian mutu, karena terkait dengan kepuasan konsumen. Pengendalian mutu dalam suatu industri dilakukan mulai dari penanganan bahan baku sampai ke penanganan produk akhir. Untuk menghasilkan produk mie kering yang bermutu tinggi, hal yang paling berperan selain pengunaan bahan baku yang berkualitas juga proses produksi harus dilakukan secara benar. Setiap tahapan proses produksi diperlukan prosedur yang tepat, guna menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu tinggi. Salah satu industri pembuatan mie di daerah Surakarta adalah PT. Tiga Pilar Sejahtera yang beralamatkan Jln. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran, Sragen, Jawa Tengah. Pemilihan PT. Tiga Pilar Sejahtera sebagai tempat magang karena perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang sudah menerapkan sistem pengendalian mutu (Quality Control) untuk mengontrol kualitas produk yang dihasilkan sesuai standart yang telah ditetapkan. Selain itu perusahaan ini juga telah memiliki sertifikat ISO 9001- 2000, HACCP dan halal MUI. Disamping itu, PT. Tiga Pilar Sejahtera cukup terkenal dengan salah satu produknya yaitu mie.

B. Tujuan 43

Tujuan dari pelaksanaan magang di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui dan mempelajari bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera. 2. Mengetahui dan memahami proses produksi mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera. 3. Mengetahui dan memahami pengendalian mutu bahan baku dan bahan tambahan, pengendalian mutu proses dan juga pengendalian mutu produk akhir pada mie kering di PT. Tiga Pilar Sejahtera. 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Mie Mie adalah salah satu bentuk makanan pokok yang cukup diminati oleh masyarakat sebagai contoh mie kering dan mie instant yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di wilayah perkotaan, yang mempunyai jadwal atau aktifitas yang padat. Mereka memilih mie kering dan mie instant karena dapat dijadikan makanan alternatif pengganti nasi (Astawan, 2001). Secara umum mie dapat digolongkan menjadi dua, mie kering dan mie basah. Pada umumnya mie basah adalah mie yang mengalami proses perebusan dan kandungan airnya cukup tinggi berkisar antara 52% sehingga cepat basi, jenis mie ini biasanya hanya tahan sekitar ± 1 hari. Kategori kedua adalah mie kering adalah mie yang dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 8 - 10% sehingga memiliki daya simpan yang relative panjang (Anonim1, 2010). Berbagai jenis mie yang menggunakan terigu sebagai bahan baku telah dikenal masyarakat. Selain mie instan, jenis mie yang dikenal cukup luas adalah mie segar (mie mentah), mie basah, mie kering, dan mie telur. Meskipun tampak beragam, tahap awal pembuatan mie ini serupa, yakni melalui tahap pengadukan, pencetakan lembaran (sheeting), dan pemotongan (cutting). Berdasarkan komposisi bahan (ingredient), tingkat atau cara pemasakan lanjutan dan tingkat pengeringannya, maka mie dapat dikategorikan kedalam kelompok mie tertentu, yaitu: a. Mie Segar Mie Segar sering juga disebut mie mentah. Jenis ini biasanya tidak mengalami proses tambahan setelah benang mie dipotong. Mie segar umumnya memiliki kadar air sekitar 35%, yang oleh karenanya mie ini bersifat lebih mudah rusak. Namun jika penyimpannya dilakukan dalam refrigerator, mie segar dapat bertahan hingga 50-60 jam dan menjadi gelap warnanya bila melebihi waktu simpan tersebut. Mie ini biasanya dibuat dari terigu jenis keras (hard wheat), agar dapat ditangani dengan mudah dalam keadaan basah. b. Mie Basah Mie Basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan. Kadar air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan ditambahkan Kan-sui (larutan alkali yang tersusun oleh garam natrium dan kalium karbonat). Garam karbonat ini membuat adonan bersifat alkali yang 45

menghasilkan mie yang kuat dengan warna kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali. c. Mie Kering Produk ini mengalami proses pemasakan lebih lanjut ketika benang mie telah dipotong kemudian dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya dilakukan melalui penjemuran (manual) ataupun dengan menggunakan mesin pengering. Karena bersifat kering, daya simpannya juga relatif panjang dan mudah penanganannya. d. Mie Telur Mie telur umumnya terdapat dalam keadaan kering ketika dipasarkan. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan memasarkan mie telur dalam keadaan basah. Faktor komposisi bahan adalah faktor yang membedakan mie telur ini dengan mie kering maupun mie basah. Dalam pembuatan mie telur biasanya ditambahkan telur segar atau tepung telur pada saat pembuatan adonan. e. Mie Instan Mie instan seringkali disebut juga sebagai atau ramyeon di luar negeri. Mie ini dibuat dengan menambahkan beberapa proses setelah mie segar diperoleh pada akhir tahap pemotongan. Tahap-tahap tambahan tersebut adalah pengukusan, pembentukan (forming, per porsi), dan pengeringan. Mie instan dengan kadar air 5-8 % biasanya dikemas bersama dengan bumbunya. Dalam keadaan seperti ini, mie instan memiliki daya simpan yang lama (Bambang, 2010). B. Mie Kering 1. Pengertian Mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan, 2001). Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan praktis mengolahnya, mie juga mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Dalam 100 gr mie kering terkandung 338 Kal, protein 7.6 g, lemak 11.8 g, karbohidrat 50.0 g, mineral 1.7 mg dan kalsium 49 mg. Kandungan gizi mie merupakan bahan pangan rendah kalori sehingga cocok untuk orang yang sedang menjalani diet rendah kalori (Anonim2, 2010). Adapun kandungan gizi mie kering dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi gizi mie kering per 100 gr bahan Zat gizi Mie kering Energi (kal) 337 Protein (g) 7,9 46

Lemak (g) 11,8 Karbohidrat (g) 50,0 Kalsium (mg) 49 Fosfor (mg) 47 Besi (mg) 2,8 Vitamin A (SI) 0 Vitamin B1 (mg) 0,01 Vitamin (mg) 0 Air (g) 28,6 Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992) Mie mempunyai komposisi gizi yang cukup lengkap, dengan kandungan gizi yang paling tinggi yaitu energi sebesar 337 kal dan karbohidrat sebesar 50 gr yang berarti mie dapat digunakan sebagai sumber energi dan tenaga juga memberikan rasa kenyang bila telah mengkonsumsinya. Selain itu kandungan kalsium dan fosfor mempunyai peranan penting bagi tubuh untuk memperkuat tulang. Mie kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu, dengan penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Syarat mutu mie kering dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Syarat mutu mie kering

(SNI 01-2974-1996). 2. Bahan Baku 47

Dalam proses pembuatan mie diperlukan sejumlah bahan utama dan bahan tambahan. Masing - masing bahan memiliki peranan tertentu seperti memperbaiki mutu, cita rasa, maupun warna. Kadar pencampuran berbagai bahan tambahan tersebut sangat bervariasi disesuaikan dengan permintaan konsumen atau perhitungan ekonomis, misalnya kalau harga tepung terigu terlalu tinggi maka penggunaan terigu dapat dikurangi dan disubstitusi dengan tepung lainnya (Astawan, 1990). Bahan utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu, tetapi pada kenyataannya dalam pembuatan mie juga digunakan tepung pensubstitusi sebagai pengganti tepung terigu, sehingga penggunaan tepung terigu bisa dikurangi. Tepung pensubstitusi yang biasa ditambahkan adalah tepung tapioka, tepung singkong dan tepung beras. Adapun komposisi gizi dari tepung terigu dan tepung pensubstitusi dalam pembuatan mie menurut direktorat gizi, Departemen Kesehatan 1992 dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Komposisi gizi dari tepung terigu dan tepung pensubstitusi Zat gizi Terigu Tapioka Tepung Tepung singkong beras Energi (kal) 365 362 363 364 Protein (g) 8,9 0,5 1,1 7 Lemak (g) 1,3 0,3 0,5 0,5 Karbohidrat (g) 77,3 86,9 88,2 80 Kalsium (mg) 16 0 84 5 Fosfor (mg) 106 0 125 140 Besi (mg) 1,2 0 1 0,8 Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12 0,04 0,12 Air (g) 12 12 9,1 12 Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992) a. Tepung Terigu Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum Vulgare) yang digiling. Tepung ini berfungsi untuk membentuk struktur mie, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksi berlangsung. Bahan - bahan lain yang digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, dan telur (Anonim3, 2010). Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air, sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu 48

yang memiliki kadar protein 12 - 14%, kadar air 8 - 12%, kadar abu 0,25 - 0,60% dan gluten basah 24 - 36%. Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan , mie dan roti. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat komplek yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan: 1. Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi). Dipasaran lebih dikenal dengan merk terigu Cakra Kembar. Tepung ini

diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%.

Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur,

difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling.

Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk

bahan baku roti, mie dan karena sifatnya elastis dan mudah

difermentasikan.

2. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang). Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11% protein. Sebagian

orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna,

di pasaran lebih dikenal dengan merk tepung Segitiga Biru. Dibuat dari

campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya

diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan

fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau,

bapel, panada atau aneka cake dan muffin.

3. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah) Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%

- 9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan

menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya

pengembangannya rendah. Cocok untuk membuat kue kering, biscuit, 49

dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini

lebih dikenal dengan nama terigu Cap Kunci (Anonim4, 2010).

Di dalam tepung terigu terdapat sejenis protein yang tidak larut di dalam air yang disebut gluten, yang bersifat kenyal dan elastis. Pada mie, gluten menentukan tingkat kekenyalan dan elastisitas mie. Kadar gluten membedakan satu jenis tepung terigu dengan tepung lainnya. Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein maka kadar gluten yang dikandung suatu tepung terigu juga semakin besar. Ketepatan penggunaan jenis tepung sangat penting dalam pembuatan suatu jenis makanan. Tepung terigu berprotein 12%-14% ideal untuk pembuatan roti dan mie, sedangkan 10,5%-11,5% biasa dipakai untuk cookies, pastry, pie dan donat. Gorengan, cake, biscuit dan wafer dapat menggunakan terigu yang berprotein 8%- 9%. Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu) dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water absortion, development time, stability dan lain-lain. Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung terigu yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standart maksimum maka daya simpan tepung akan menurun dan membuatnya semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek. Ash adalah kadar abu (mineral) yang ada pada tepung terigu yang mempengaruhi proses dan hasil akhir produk misalnya dari segi warna produk (warna crumb pada roti, warna mie, dan sebagainya) dan tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar ash semakin buruk kualitas tepung dan sebaliknya semakin rendah kadar ash semakin baik kualitas tepung. Hal ini tidak berhubungan dengan jumlah dan kualitas protein (Anonim5, 2010). Parameter fisik yang mempengaruhi kualitas tepung terigu antara lain water absorbtion. Water absorbtion merupakan kemampuan tepung terigu menyerap air. Kemampuan daya serap air tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung (moisture) terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water absorbtion sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan, dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absortion yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biskuit. Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan develop (kalis) disebut developing time. Bila waktu pengadukan kurang disebut under mixing berakibat adonan menjadi kurang elastis. Sedangkan bila kelebihan pengadukan disebut over mixing berakibat merusak gluten, adonan akan menjadi lembek. Parameter yang lain adalah stability. Stability yaitu kemampuan tepung terigu untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna meskipun telah 50

melewati waktu develop (kalis). Stabilitas tepung pada adonan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain jumlah protein, kualitas protein dan zat additive / tambahan (Anonim6, 2010). Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan bahan pangan memiliki beberapa persyaratan antara lain : kadar air maksimal 14,5%, kadar abu maksimal 0,6%, kandungan protein minimal 7,0% dan beberapa persyaratan lain bisa dilihat pada Tabel 2.4 standarisasi tepung terigu dalam bahan pangan sesuai dengan SNI 01-2974-1992.

Tabel 2.4 Standarisasi Tepung Terigu Dalam Bahan Pangan No Jenis uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan Bentuk - Serbuk Bau - Normal (bebas dari bau asing) Rasa - Normal (bebas dari bau asing) Warna - Putih khas terigu 2 Benda asing - Tidak boleh ada 3 Serangga - Tidak boleh ada 4 Air %, b/b Maks 14,5% 5 Abu %, b/b Maks 0,6% 6 Protein %, b/b Min 7,0% 7 Keasaman MgKOH/100g Maks 50/100g contoh 8 Besi (Fe) Mg/kg Min 50 9 Zeng (Zn) Mg/kg Min 30 10 Vitamin B1 Mg/kg Min 2,5 (Thiamin) 11 Vitamin B2 Mg/kg Min 4 (Riboflavin) 12 Asam folat Mg/kg Min 2 13 Cemaran logam Timbal (Pb) Mg/kg Maks 1.10 Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0.05 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 10 Sumber : SNI 01-2974-1992 Disamping tepung terigu dalam pembuatan mie juga digunakan tepung pensubstitusi sebagai pengganti tepung terigu. Tepung pensubstitusi yang digunakan antara lain : Tepung Tapioka Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan pengeringan. Proporsi penggunaan terigu untuk industri pengolahan mie di Indonesia relatif besar. Oleh sebab itu pemanfaatan tepung tapioka sebagai pensubstitusi terigu dalam pembuatan mie diharapkan memberi keuntungan yang cukup besar. Semakin banyak tapioka yang ditambahkan, semakin 51

menurun mutu mie yang dihasilkan tetapi semakin murah harga jualnya (Anonim7, 2010). Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Tepung tapioka yang digunakan dalam pembuatan mie kering hanya sebagai alternatif substitusi terigu dengan jumlah komposisi yang kecil. Bila dibandingkan dengan tepung pensubstitusi lain, tepung tapioka memiliki komposisi gizi yang lebih baik sehingga dapat mengurangi kerusakan tepung dan baik sebagai bahan bantu pewarna putih. Adapun syarat mutu tepung tapioka berdasarkan SNI 01-2905-1992 dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Syarat mutu tepung tapioka No Kriteria Mutu Satuan Persyaratan 1 Warna Putih (khas tepung tapioka) 2 Bentuk Serbuk 3 Bau Normal 4 Benda asing Tidak ada 5 Kadar Air % 17,5 6 Kadar lemak dan kotoran % 0,7 maksimum Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1992 Kualitas tepung tapioka sangat ditentukan beberapa faktor antara lain:  Warna tepung : tepung tapioka yang baik berwarna putih  Kandungan air : tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya rendah.  Banyaknya serat dan kotoran : usahakan supaya banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.  Tingkat kekentalan : usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebihan dalam proses produksi (Radiyanti dan Agusto, 1990).

Tepung Gaplek Tepung Gaplek dibuat dari singkong yang dikeringkan hingga menjadi gaplek. Kualitas tepung gaplek sebagian besar ditentukan oleh kualitas bahan baku gaplek. Untuk itu, dalam penyediaan bahan baku, benar- benar dipilih bahan yang berkualitas baik. Dalam pembuatan tepung gaplek, bahan baku yang telah dikumpulkan akan dipilih lagi sesuai dengan kualitas tepung yang akan dibuat. Tepung gaplek dibuat dari gaplek kualitas terbaik, 52

dihaluskan dan melalui dua kali penyaringan sehingga selain menghasilkan tepung gaplek kualitas terbaik juga sangat halus. Tepung Mocaf Mocaf adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong termodifikasi yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Sifat fisik tepung itu hampir sama dengan tepung terigu dengan warna putih dan menarik. Selain itu serat lebih tinggi, kadar gula lebih rendah dan lebih sehat dibandingkan dengan gandum. Selama ini tepung singkong digunakan secara terbatas untuk food ingredient, seperti substitusi terigu sebesar 5% pada mie instan yang menghasilkan produk dengan mutu rendah, atau pada kue kering (Anonim8, 2010). b. Air Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan. Pada pembuatan mie, air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan mengembang) melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Disamping itu air juga berfungsi untuk menghasilkan uap panas dalam mesin boiler pada industri mie. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 - 9. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28 - 38% dari campuran bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38% adonan akan menjadi lengket dan jika kurang dari 28% adonan akan menjadi rapuh (Winarno, 1984). Menurut Buckle, K.A, (1985) standart mutu air antara lain bebas dari colifrom, bebas dari cemaran polusi, bebas dari rasa dan bau. Hal ini dapat dicegah dengan penanggulangan polusi air. Adapun standar mutu air yang lain berdasarkan SNI-01-3553-1994 meliputi kriteria mutu bau, rasa, pH dan kekeruhan dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Standart mutu air berdasarkan SNI-01-3553-1994 53

NO Kriteria Mutu Persyaratan 1 Bau Tidak berbau 2 Rasa Normal 3 pH 6,5 – 9 4 Kekeruhan Max 5 NTU Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1994 3. Bahan Tambahan Menurut Astawan (1990) terdapat beberapa bahan tambahan dalam pembuatan mie antara lain :

a. Garam Garam merupakan bumbu utama dalam setiap masakan, yang berfungsi sebagai penyedap rasa antara lain memberikan rasa asin, memberi efek rasa gurih pada masakan dan sebagai penguat rasa. Di samping berfungsi sebagai penyedap rasa, garam juga berfungsi sebagai sumber mineral bagi tubuh dan sebagai pengawet makanan (Winneka dan Rinto, 2001). Garam digunakan sebagai salah satu metode pengawetan pangan. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora paling mudah terpengaruh walaupun dengan kadar garam yang rendah sekalipun (sampai 6%). Mikroorganisme pathogen termasuk Clostridium botulinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10-12 %. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, K.A, 1985). Dalam pembuatan mie penambahan garam untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, serta untuk mengikat air. Selain itu, garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Kriteria mutu garam meliputi warna, rasa, bau dan kandungan air dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Syarat mutu garam berdasarkan SII 0104-76-1992 No Kriteria mutu Persyaratan 1 Warna Putih 2 Rasa Asin 3 Bau Tidak berbau 4 Air Max 5% Sumber : Dewan Standarisasi Nasional 1992 b. Pengenyal (CMC dan STTP) CMC (Carboksi Metil Celulose) memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air dan membentuk larutan koloid. Sehingga dalam penggunaannya hanya berkisar antara 0,5 - 1,0 % dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. 54

Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang. Dalam mie, CMC berfungsi sebagai pengenyal. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Penggunaannya sebesar 0,5 % akan dapat meningkatkan kekenyalan dan keliatan, tidak lengket dan licin. CMC juga berfungsi agar mie menjadi lebih elastis dan tidak mudah menjadi bubur apabila mie dimasak. Sedangkan pada mie kering berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain dan memberikan tekstur mie yang halus setelah direbus (Anonim9, 2010). Selain CMC, bahan pengenyal lain yang dapat digunakan yaitu STPP (Sodium Tri Poly Phosphat), karena sifatnya yang dapat mempengaruhi terbentuknya gluten pada mie, sehingga sangat berpengaruh terhadap tekstur mie yang dihasilkan, dimana tekstur mie akan menjadi lebih liat. Selain itu STPP juga dapat mengikat air dan dapat menurunkan aktivitas air sehingga kerusakan karena faktor mikroba dapat dicegah. Penggunaan bahan ini sebesar 0,25 % dari jumlah adonan. c. Soda Abu (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat)

Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat (NaCO3) dan kalium

karbonat (K2CO3) dengan perbandingan 1 : 1. Termasuk jenis garam basa, karena berasal dari Soda kuat dan Asam lemah. Kegunaannya untuk industri garam meja (garam halus), yg tidak memiliki rasa pahit dan Hidroskopis (mudah menyerap uap air). Natrium bikarbonat larut dalam air (Anonim10, 2010). Soda abu merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Soda Abu adalah nama perdagangan, nama kimiawinya Natrium carbonat dengan rumus

molekul Na2CO3. Termasuk jenis garam basa. Soda abu berfungsi untuk mempercepat peningkatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur serta meningkatkan sifat kenyal. Soda abu berfungsi sebagai pembantu pembentukan gluten sehingga mie tidak keras tetapi kenyal. d. WEP (Whole Egg Powder / tepung telur) Menurut U.S. Standart of Identity, tepung kuning telur harus mengandung padatan minimal 43%. Tepung kuning telur biasanya merupakan campuran dari 80% kuning telur dan 20% putih telur. Tepung kuning telur umumnya tidak 100% terbuat dari kuning telur. Dalam proses pembuatan tepung kuning telur ini biasanya di gunakan pengeringan semprot (spray dryer). Tepung kuning telur 55

banyak digunakan dalam pembuatan roti, , donat, kue kering, , mie telur, dan lain-lain (Anonim11, 2010). Indonesia belum memiliki standar mutu untuk tepung telur. Menurut foot and drug administration (FDA) Amerika Serikat, parameter-parameter mutu tepung telur yang diutamakan adalah kadar air, kadar lemak, kadar protein, warna, aroma, dan tidak adanya salmonella. Kadar gula yang di kehendaki maksimal 0,1 %. Hal ini karena gula dapat menyebabkan reaksi pencoklatan selama penyimpanan (Buckle et all, 1985). e. Zat Pewarna Zat pewarna ditambahkan ke dalam makanan bertujuan untuk menarik selera dan keinginan konsumen. Zat - zat pewarna alam yang sering digunakan misal karoten, kunyit dan daun pandan. Dibandingkan dengan bahan pewarna alami maka pewarna buatan mempunyai banyak kelebihan yaitu dalam hal aneka ragam warnanya, keseragaman warna, kestabilan warna dan penyimpanannya lebih mudah dan lebih tahan lama (Winarno dkk, 1980). Fungsi zat pewarna adalah memberi warna khas mie, sehingga dapat menarik selera dan keinginan konsumen. Pewarna makanan yang biasa digunakan dalam pembuatan mie adalah pewarna kuning seperti tartrazine yellow. Dalam pembuatan mie, pewarna biasanya dicampur dengan garam dan dilarutkan ke dalam air yang akan digunakan untuk pembentukan adonan. Dengan cara ini maka adonan terigu dapat dibuat sehomogen mungkin. f. Natrium Benzoat Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan dalam makanan yang asam. Benzoat efektif pada pH 2,5 - 4,0, karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Dengan ciri- ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar. Natrium benzoat merupakan zat tambahan yang digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk mengawetkan makanan. Natrium benzoat digunakan sebagai bahan pengawet karena dapat mematikan mikrobia. Natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/l (Anonim12, 2010).

4. Proses Produksi Proses pembuatan mie melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap pencampuran. Dalam proses ini semua bahan di campur menjadi satu sampai terbentuk adonan. Tahap berikutnya adalah adonan diuleni sampai terbentuk adonan yang kalis, licin dan transparan. Setelah itu adonan dibentuk atau dipotong sesuai dengan jenis mie 56

yang akan di buat. Sedangkan menurut Astawan (1990) terdapat delapan tahapan yang harus dilakukan untuk memproduksi mie kering yaitu :

1. Pengadukan Tepung terigu, tepung tapioka dan bahan tambahan lainnya dicampur dan diaduk dalam mixer selama 2 menit. Selanjutnya ditambah bahan larutan pengembang dan larutan telur untuk jenis mie kering tertentu. Adonan ini dicampur hingga matang yang dicirikan dengan struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, tidak lengket dan tidak mudah terberai, lunak serta lembut. Adonan yang baik dapat dibuat dengan memperhatikan jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan dan suhu adonan. Air yang ditambahkan umumnya berjumlah 28 - 38% dari berat tepung. Jika penambahan air lebih dari 38%, adonan menjadi basah dan lengket. Bila penambahan air kurang dari 28%, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Waktu total pengadukan yang baik sekitar 15 - 25 menit. Pengadukan yang lebih dari 25 menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras dan kering. Sedangkan pengadukan yang kurang dari 15 menit menyebakan adonan menjadi lunak dan lengket. 2. Penekanan dan Rolling Adonan yang telah matang dijatuhkan dari bak penampungan (feeder) masuk ke mesin roll press yang akan mengubah adonan menjadi lempengan - lempengan saat pengepresan. Gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan dan elastisitas mie. Tujuan proses penekanan dan rolling adalah menghaluskan serat - serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Serat yang halus dan searah akan menghasilkan mie yang elastis, kenyal dan halus. Tujuan tersebut dicapai dengan jalan melewatkan adonan berulang - ulang di antara dua rol logam, jarak antar rol dapat diatur untuk mendapatkan ketebalan lembaran yang diinginkan.

3. Pencetakan Lembaran yang tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mie (slitter) yang berfungsi mengubah lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang. Kerapatan gelombang mie dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan net slitter, waving conveyor dan net steam conveyor. 4. Steaming 57

Mie yang berada di atas net steam sekaligus dipanaskan (steaming) dengan cara pemberian uap. Proses pemasukan uap panas dilakukan melalui pipa yang berlubang di dalam box steam dengan arah perputaran uap dari bawah ke atas. Pemanasan ini menyebabkan gelatinisasi pati dan koagulasi gluten. Gelatinisasi dapat menyebabkan pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi penyerapan minyak dan memberikan kelembutan mie. Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mie. 5. Pemotongan Sebelum mie masuk mesin pemotong terlebih dahulu mie didinginkan sementara dengan bantuan kipas angin. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sisa uap air yang masih menempel pada permukaan mie. selanjutnya, mie dipotong oleh pisau pemotong mie yang berputar. Alat pemotong mie dilengkapi dengan pacul atau penyodok yang berfungsi melipat mie menjadi dua lipatan. Mie yang telah terlipat menjadi dua dimasukkan ke dalam alat distributor sehingga mie masuk ke dalam cetakan – cetakan dan menuju ke mesin drying (oven). 6. Pengovenan Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan dalam oven untuk mengeringkan mie secara sempurna (kadar air 8 - 10 %) menjadikan produk kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Faktor - faktor yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan tekanan. Suhu yang digunakan sekitar 90 - 100oC. Sumber energi pengeringan berupa panas uap hasil pengubahan uap panas dari boiler yang berlangsung dalam radiator. Oven yang dipakai terdiri dari 8 tingkat rantai cetakan berbentuk spiral. Proses pemasukan uap panas dimulai dari tingkat rantai teratas, selanjutnya ke tingkat yang paling rendah. Untuk meratakan panas, oven dilengkapi dengan blower sehingga kualitas pengeringan mie akan lebih optimal dan dapat terhindar dari terjadinya chas hardening pada mie kering yang dihasilkan. 7. Pendinginan Setelah matang mie tersebut dialirkan melalui cooling box (alat pendingin) proses pendinginan ini bertujuan untuk melepaskan sisa - sisa uap panas dari produk dan membuat tekstur mie menjadi lebih keras. Jika sisa uap panas tersebut tidak hilang, maka uap panas tersebut akan mengalami kondensasi pada saat dikemas sehingga sangat memungkinkan untuk ditumbuhi jamur pada mie ketika waktu penyimpanan maupun hingga pada saat sudah berada di tangan konsumen. 8. Pengemasan 58

Tahap akhir dari proses produksi mie kering adalah pengemasan produk mie kering. Adapun tujuan dari proses pengemasan adalah untuk melindungi produk dan memperpanjang umur simpan produk. Bahan pengemas yang digunakan harus bersifat kedap air, udara dan bau. Kemasan primer (sekali pakai) yang biasa digunakan adalah plastik Polypropylene (PP) atau Polietilene (PE). Dalam penggunaanya, kemasan ini biasanya dilapisi dengan Oriented Polypropylene (OPP) setelah dibungkus dengan kotak karton sebagai kemasan sekunder yang mampu melindungi produk dari guncangan, tekanan, benda tajam, dan sinar matahari sehingga kemasan lebih maksimal melindungi mie kering.

C. Pengendalian Mutu Pengendalian mutu adalah suatu kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke kosumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Berbagai tingkat pengawasan standar mutu tersebut harus ditentukan lebih dahulu sesuai dengan standar mutu yang direncanakan. Bertolok dari standar mutu barang, dapat ditentukan hal-hal sebagai berikut: 1. Standar mutu bahan baku yang digunakan. 2. Standar mutu proses produksi (mesin dan tenaga kerja yang melaksanakan). 3. Standar mutu barang setengah jadi. 4. Standar mutu barang jadi. 5. Standar administrasi, pengepakan, pengiriman produk akhir tersebut sampai ke tangan konsumen. (Prawirosentono, 2002). Industri sendiri berusaha untuk menjaga mutu produknya dengan sistem pengawasan selama proses pengolahan berlangsung. Usaha industri mempertahankan mutu selama proses pengolahan disebut pengendalian proses. Misal, cara pengolahan hasil pertanian yang sangat menonjol dan mempengaruhi mutu ialah pengeringan. Pada umumnya cara pengeringan secara penjemuran menghasilkan mutu yang lebih rendah daripada pengeringan secara mekanis sehingga kelas mutu akan dapat diperkirakan dari cara pengeringannya. Penjemuran umumnya menghasilkan mutu rendah, hal ini sebenarnya karena selama penjemuran tidak ada pengendalian proses, cara penanganan produk yang tidak teliti, dan mudah terkena pencemaran. Sedangkan pengeringan mekanis umumnya disertai pengendalian proses, misalnya dalam hal pengaturan secara cermat pada suhu pengeringan, tingkat kadar air hasil kering dan kecepatan pengeringan. Semakin meningkatnya tuntutan konsumen akan keamanan makanan yang akan mereka santap, maka perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi dan menganalisis 59

HACCP dalam proses pengolahan makanan. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan dan penindakan. Salah satu hal yang paling penting dilakukan dalam kaitan ini adalah pendidikan keamanan pangan untuk konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka harus tahu dan memahami bahwa penyakit karena pangan disebabkan oleh bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya biologi. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi, semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan keputusan dari analisa signifikasi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan keamanan pangan. Untuk membantu menemukan dimana seharusnya CCP yang benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998, telah memberikan pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree). Diagram pohon keputusan adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan membawa tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan. Diagram Pohon Keputusan CCP dapat dilihat pada Gambar 2.1 60

Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus selalu tidak dilanggar untuk menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Batas kritis harus mudah diidentifikasi dan dijaga oleh operator proses produksi, sehingga perlu diusahakan dalam bentuk batas-batas kritis fisik, dan jika tidak memungkinkan baru mengarah pada kimia atau mikrobiologi. Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan toleransi untuk bahaya fisik atau benda asing, atau kendali bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya dikendalikan oleh parameter fisik. Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak adanya logam, ukuran retensi ayakan, suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptik. Batas kritis kimia biasanya dikaitkan dengan bahaya kimia. Sebagai contoh adalah kadar maksimum yang diterima untuk mikotoksin, pH, aw, alergen, dan sebagainya. Batas kritis mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memonitor. 61

Adakah Tindakan Pencegahan ? P1.

Ya Tidak Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk ?

Apakah pencegah pada tahap ini perlu untuk keamanan pangan ? Ya

Tidak Bukan CCP Berhenti

P2. Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai level yang Ya dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang didefinisikan P3. terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima ?

Ya Tidak Bukan CCP Berhenti

P4. Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima ?

Ya Tidak CCP

Bukan CCP Berhenti

Gambar 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan HACCP D. Sanitasi 62

Sanitasi pangan merupakan hal yang sangat penting dalam industri pengolahan hasil makanan karena dapat mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan. Sanitasi diperlukan mulai dari bahan baku sampai produk akhir atau produk siap dikonsumsi sehingga dihasilkan produk akhir yang terjaga keamanannya. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan - kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk makanan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja (Jenie, 1988). Menurut Winarno dan Surono (2002), bangunan yang didirikan harus berdasarkan persyaratan teknik dan higienis. Bagian-bagian bangunan yang berhubungan dengan sanitasi adalah sebagai berikut : 1. Sanitasi Bangunan a. Lantai 1)Lantai yang digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya basah, seperti pada tempat penerimaan dan pengolahan harus cukup kemiringannya, terbuat dari bahan yang kedap air. 2)Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, berpori serta bergerigi, agar mudah dibersihkan. b. Dinding 1) Permukaan dinding bagian dalam yang sifatnya untuk pekerjaan basah harus kedap air, permukaan halus, serta berwarna terang. c. Langit-langit 1)Harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi serta mudah dibersihkan. 2)Ruang pengolahan harus mempunyai langit-langit yang tidak retak, tidak bercelah, kedap air dan berwarna terang. d. Ventilasi 1)Ventilasi harus cukup untuk mencegah panas yang berlebihan, kondensasi uap dan debu serta untuk membuang udara terkontaminasi. 2. Sanitasi Proses Produksi Sanitasi pangan dapat ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan dan penyajian makanan. Prinsip dasar sanitasi adalah membersihkan dengan menghilangkan mikrobia yang berasal dari sisa makanan dan tanah yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia (Winarno dan Surono, 2002). 3. Sanitasi Ruangan Menurut Winarno dan Surono (2002), agar ruangan tetap bersih dan bebas dari sumber mikroba beserta sporanya, dinding ruangan harus terbuat dari bahan yang bisa 63

dilap dan dipel dengan disinfektan. Pada pengaturan lantai, pertemuan lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air. Langit-langit harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi agar mudah dibersihkan. 4. Sanitasi Peralatan Menurut Soekarto (1990) bahwa peralatan pengolahan, wadah atau peralatan lain yang kontak langsung dengan makanan biasanya menjadi sumber pencemaran, karenanya dipilih yang mudah dibersihkan dan terbuat dari bahan - bahan yang tahan karat. 5. Kebersihan Karyawan Kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kwalitas produk yang dihasilkan. Karyawan di suatu pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan merupakan kontaminasi bagi produk pangan, maka kebersihan karyawan harus selalu diterapkan (Winarno dan Surono, 2002). 6. Penanganan Limbah Limbah adalah segala sesuatu yang dihasilkan sebagai sampingan akibat proses produksi dalam bentuk padatan, gas, bunyi, cairan dan radiasi yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai produk. Limbah sisa hasil pengolahan ada tiga bentuk yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Jenie,1988). 64

BAB III TATA PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Pelaksana Kegiatan Magang Nama : Wasis Anjar Sari NIM : H3107004 Prodi : DIII THP Fakultas : Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Magang 1. Tempat Magang Magang Industri hasil pertanian dilaksanakan di PT. Tiga Pilar Sejahtera Jln. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran, Sragen, Jawa Tengah. Unit 1 Divisi Mie Kering. 2. Waktu Pelaksanaan Magang Industri hasil pertanian dilaksanakan pada tanggal 1 Maret sampai dengan 27 Maret 2010, hari Senin sampai Jumat mulai pukul 08.00 - 16.00 WIB dan hari Sabtu mulai jam 08.00 - 13.00 WIB.

C. Metode Pelaksanaan Magang Pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa yang dilaksanakan di PT. Tiga Pilar Sejahtera ini menggunakan metode antara lain: 1. Pengumpulan data secara langsung a. Wawancara Wawancara langsung dengan pendamping praktek lapang di industri dan karyawan yang berkaitan dengan masing-masing proses produksi. b. Observasi Mengadakan pengamatan langsung mengenai kondisi dan kegiatan yang ada di lokasi magang, yang meliputi :  Observasi tentang penyediaan bahan baku dan pembantu.  Observasi pada setiap proses produksi dari bahan baku sampai produk jadi.  Observasi mengenai pengendalian mutu dari bahan baku, proses produksi sampai produk akhir.  Observasi tentang pengolahan limbah. 65

2. Pengumpulan data secara tidak langsung a. Studi Pustaka Mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan magang mahasiswa dan mencari referensi dari buku-buku maupun dari internet yang berhubungan dengan produk mie khususnya mie kering. b. Dokumentasi dan data-data Mendokumentasikan dan mencatat data atau hasil-hasil yang ada pada pelaksanaan magang mahasiswa.

3. Praktik dan aktivitas langsung Pelaksanaan magang terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan proses yang ada di PT. Tiga Pilar Sejahtera pada umumnya dan pengendalian mutu pada khususnya. 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Perusahaan 1. Jenis Produk Jenis produk yang diproduksi PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT. TPS Food) adalah Mie kering dan Mie telor (unit 1), Mie instant dan Mie snack (unit 2), Bihun jagung, Bihun Beras, Bihun instant (unit 3), Biscuit dan Wafer stick (unit 4), dan Candy. Adapun produk - produk dari mie kering dibagi menjadi 3 jenis, antara lain yaitu: a. Premium meliputi : MA2TLK, MSEO, A2T-95, MA2T 200, A2T 200 LK, MDSBO, BOSSMI. b. Grade A meliputi : MSLDO LK, A2T 50, MSCO, MACO-B, MAEE, MADD, MSAO, MRSBD, MSEO, MASLCOS, MASLDOS, MASBAOS, MASLEOB, MSSLDO, MSDDD, MSPDD. c. Garde B meliputi : MADH, MFDH, MABA-M, MPSCOK, MACO-X, MSLCO, MLBG, MLBD, MASCO, MASDO. 2. Lokasi Perusahaan PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk terletak tepatnya di Jln. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran, Sragen, Jawa Tengah. Perusahaan ini terletak tidak jauh dari jalur solo sragen sehingga memudahkan dalam distribusi bahan baku maupun dalam pemasaran produk. Selain itu akses menuju perusahaan dapat dijangkau oleh angkutan umum. Bila ditinjau dari aspek alam, PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk ini berada di daerah perbukitan dimana keadaan sekeliling pabrik ini tergolong sepi karena berupa lahan yang luas dengan rumah - rumah penduduk disekitarnya. Walaupun letaknya 5,5 km dari jalan raya namun berbagai keuntungan dan pertimbangan untuk memilih tempat ini sangat banyak, antara lain: a. Tersedianya lahan yang luas. b. Tersedia sumber air yang berkualitas dan mampu mencukupi proses produksi dan sanitasi. c. Tersedianya sumber listrik yang memadai. d. Pajak bangunan yang lebih ringan karena letaknya di tengah desa. 67

e. Tersedianya sungai sebagai sarana pembuangan limbah yang telah melalui proses pengolahan. f. Mudah mendapatkan tenaga kerja dari penduduk sekitar.

3. Sejarah Perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera merupakan perusahaan terpadu yang berpusat di Jl. Grompol - Jambangan Km 5,5 Masaran Sragen. Perusahaan ini mulai berdiri pada tahun 1959, ketika Tan Pie Sioe merintis sebuah usaha wiraswasta dengan nama perusahaan Bihun Cap Cangak Ular yang berada di Sukoharjo, Jawa Tengah untuk memproduksi bihun jagung. Berangkat dari keberhasilan usaha tersebut dan diiringi tingginya permintaan akan produk makanan yang praktis. Pada tahun 1992 generasi ke tiga dari keluaraga pendiri mendirikan sebuah perusahaan baru yaitu PT Tiga Pilar Sejahtera yang dalam waktu singkat mampu meraih posisi sebagai pemimpin pasar di Indonesia untuk mie kering dan bihun kering.

Pada tahun 1996 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk membangun pabrik mie telor (mie kering) di Karanganyar, Jawa Tengah sebagai antisipasi pasar yang terus meningkat. Dengan reputasi sebagai produsen makanan yang bermutu, pada tahun 1999 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, di tunjuk oleh International Relief and Development (IRD) sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Amerika yang bekerja sama dengan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) untuk berpartisipasi dalam penyediaan mie telur yang bersubsidi untuk masyarakat kelas bawah. Dengan fase baru menjadi perusahaan yang dikelola lebih profesional dengan karyawan yang mempunyai ikatan persaudaraan dengan keluarga pendiri. Pada tahun 2000 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk membangun industri makanan terpadu seluas 25 hektar di Sragen, Jawa Tengah.

Pada tahun 2001 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mulai memasuki bisnis konsumer food products dengan membangun unit produksi mie instan yang produksi dan pemasarannya mulai tahun 2002. Pada tahun 2002 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk menerapkan sistem manajemen modern untuk mencapai peningkatan yang berkelanjutan dalam produktivitas dan efisiensi. Pada tahun 2004 menambah jenis produk baru yaitu biscuit. Kemudian pada tahun 2006 mengadakan ekspansi pabrik dari Karanganyar ke Sragen. Selain itu PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 dari BISQA Assesment untuk pabrik mie kering. TPS-Food selalu menekankan pentingnya produk yang berkualitas dan memberikan nilai tambah kepada konsumen. Berbekal pengalaman yang panjang, tradisi, serta loyalitas konsumen, TPS-Food berhasil meraih posisi sebagai produsen mie kering dan bihun terdepan di pasar Indonesia. Komitmen TPS Food untuk menghasilkan produk yang terbaik, diterima oleh pasar, dan berkualitas tinggi dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat ISO 9001 : 2000, HACCP, dan sertifikasi 68

Halal. Standar produksi yang tinggi dan jaringan distribusi yang luas memperkuat PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sebagai salah satu pilihan konsumen.

4. Tujuan Didirikan Perusahaan Tujuan didirikannya PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah memenuhi permintaan pasar akan produk - produk makanan yang terus tumbuh dan mendapatkan keuntungan yang sebesar - besarnya dengan menghasilkan produk yang terbaik, diterima oleh pasar, dan berkualitas.

5. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi Menjadi perusahaan makanan dan minuman lima besar di kawasan Asia Tenggara selambat - lambatnya tahun 2020. b. Misi Menyajikan produk makanan dan minuman bermutu dengan citra merk yang kuat dan harga lebih bersaing dibanding produk kompetitor. Dengan senantiasa berlandaskan falsafah dan nilai – nilai perusahaan, PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mengabdi dalam membangun sebuah organisasi kelas satu yang secara konsisten memberikan nilai tambah kepada konsumen, pelanggan, pemegang saham, dan karyawan Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. B. Manajemen Perusahaan 1. Bentuk Hukum Perusahaan Bentuk hukum perusahaan ini adalah Perseroan Terbatas (PT) yang bentuk modalnya berupa saham. Saham perusahaan ini telah ditawarkan kepada masyarakat sehingga sahamnya dapat dimiliki oleh masyarakat umum bersifat terbuka. 2. Struktur dan Sistem Organisasi Struktur organisasi adalah mekanisme formal untuk mengelola organisasi yang menunjukan kerangka dan pola hubungan antar fungsi dan, bagian, posisi dan orang serta menjelaskan kedudukan, tugas, wewenang, dan tangung jawab yang berbeda dalam spesifikasi kerja, standar, koordinasi, pengambilan keputusan dan besarnya satuan kerja. Dalam suatu perusahaan perlu adanya suatu struktur organisasi yang bertujuan agar perusahaan atau organisasi yang bersangkutan tidak hanya mampu mempertahankan eksistensinya, tetapi juga tangguh dalam penyesuaian dan perubahan yang diperlukan, sehingga organisasi semakin meningkat efektifitas dan produktifitasnya. Adapun struktur organisasi PT. Tiga Pilar Sejahtera dapat dilihat pada Gambar 4.1 3. Tanggung Jawab dan Wewenang 69

PT. Tiga Pilar Sejahtera dipimpin oleh dewan komisaris yang membawahi dewan direksi. Dewan direksi bertanggung jawab atas beberapa kepala divisi antara lain : kadiv finansial, kadiv manufacturing, kadiv HRD dan kadiv marketing. Masing - masing kadiv memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri - sendiri. Dalam menjalankan tugasnya Dewan direksi membawahi empat devisi yang saling terkait satu dengan yang lainnya yaitu: a. Devisi Finance dan Accounting Devisi Finance dan Accounting membawahi departemen accounting, departemen finance. b. Devisi Manufacturing Devisi manuafacturing membawahi departemen produksi, departemen logistik, departemen QC / QA, departemen teknik, dan departemen R & D. c. Devisi HRD (Human Resord and Development) Devisi HRD membawahi departemen HRD, departemen produksi, dan departemen security. d. Devisi Sales dan Marketing Devisi Sales dan Marketing membawahi departemen seles dan departemen marketing. Untuk menjalankan tugasnya, kepala divisi manufakturing membawahi beberapa departemen antara lain : departemen produksi, departemen logistik, departemen PDQC, departemen teknik dan departemen R & D. Masing - masing departemen dipimpin oleh kepala departeman. Adapun tugas dan tanggung jawab masing - masing departemen dari divisi manufacturing adalah sebagai berikut : a. Kepala departemen produksi Kepala departemen produksi bertugas merencanakan, mengkoordinasi dan mengendalikan aktifitas produksi sesuai persyaratan (standart) yang telah ditetapkan. Kepala departemen produksi ini membawahi empat bagian. 1)Production Planning and Inventory Control (PPIC) Production Planning and Inventory Control bertugas sebagai perencana jadwal produksi berdasarkan confirmed weekly order yang diterima dan mengendalikan tingkat ketersediaan row material dan finish good sehingga standart buffer stock terjaga. 2)Kepala seksi produksi Kepala seksi produksi bertugas mengontrol pelaksanaan rencana produksi serta pencapaiannya dan mencari solusi bila ada keterlambatan jumlah produksi maupun waktu pencapaian. 3)Kepala regu produksi 70

Kepala regu produksi bertugas sebagai pelaksana rencana produksi serta mencari solusi bila ada keterlambatan jumlah maupun waktu pencapaian. 4)Operator Operator produksi bertugas melaksanakan proses produksi sesuai dengan tanggung jawabnya. b. Kepala departemen logistik Departemen logistik memiliki tugas diantaranya adalah merencanakan, mengendalikan dan mengkoordinasi kegiatan penggudangan mulai dari material, barang setengah jadi dan hasil produk. c. Kepala departemen QCQA (Quality Control dan Quality Assurance) Departemen QCQA bertugas mengontrol pelaksanaan, pengembangan produk (Product Development) dan pengukuran kualitas (Quality Control) terhadap incoming quality control, proses quallity control, out going control sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kepala departemen QCQA membawahi tiga bagian antara lain : 1) Kepala seksi QC field Kepala seksi QC field bertugas monitoring kualitas dan mencari solusi bila terjadi penyimpangan. Kepala seksi QC field membawahi karu QC field dan operator.  Karu QC field bertugas mengontrol pelaksanaan control kualitas pada persiapan bahan, proses produksi sampai produk akhir, serta mencari solusi bila terjadi penyimpangan.  Operator bertugas sebagai pelaksana Quality Control pada persiapan bahan, proses produksi sampai produk akhir sesuai dengan tanggung jawabnya. 2) Kepala seksi QC Row Material Kepala seksi QC Row Material bertugas monitoring kualitas bahan baku dan bahan pengemas serta mencari solusi bila terjadi penyimpangan. Kepala seksi QC Row Material membawahi operator sebagai pelaksana monitoring kualitas bahan baku dan bahan kemas. 3) Quality Assurance Quality Assurance bertugas monitoring, pendokumentasiaan serta jaminan mutu produk dan bahan, apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. d. Kepala departemen teknik 71

Merencanakan, mengkoordinasi dan mengendalikan kegiatan perawatan maupun perbaikan bagian teknik dalam mesin produksi dan sarana penunjang produksi. e. Kepala departemen R & D Memonitor pelaksanaan pengembangan produk baru dan produk yang sudah berjalan serta menjamin kesesuaian produk bila terjadi perubahan formula, penggantian bahan dan pengembangan produk. 72

Dewan Komisaris

Dewan Direksi

K.Div. Finansial K.Div. Manufacturing K.Div. HRD K.Div. Marketing

K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep. K.Dep K.Dep. Akunting Finansial Pembelian LP Produksi Logistik QCQA Teknik R & D HRD GA Prod security Sales Marketing

PPIC Kasie. Kasie. QA QC Field QC RM

Kasie. Produksi Karu QC Field

K.Ru Produksi Operator Operator

Operator

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Tiga Pilar Sejahtera 4. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan a. Ketenagakerjaan 1) Jumlah Tenaga kerja Jumlah tenaga kerja suatu perusahaan mencerminkan seberapa besar kemampuan produksi suatu perusahaan. Semakin besar jumlah tenaga kerja semakin besar pula kemampuan produksi perusahaan tersebut. Jumlah pekerja saat ini di PT. Tiga Pilar Sejahtera Jl. Raya Grompol - Jambangan Km 5,5 Desa Sepat, Masaran, Sragen sebanyak 1817 orang, yang terdiri dari laki - laki 717 orang dan wanita 1100 orang. 2) Jam Kerja Jam kerja adalah jam pekerja melakukan pekerjaan, jam kerja biasa di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah selama 7 jam sehari dan 40 jam dalam seminggu selama 6 hari kerja. Untuk para tenaga kerja dan karyawan bagian QC field pembagian jam kerja sesuai dengan shift, yang dibagi menjadi 3 shift yaitu shift I, II, dan III sedangkan untuk para karyawan kantor dan staf pembagian jam kerja sesuai dengan day shift. Perusahaan akan memberlakukan libur resmi di Indonesia sebagaimana setiap tahun ditetapkan dan diumumkan oleh pemerintah dan hari - hari libur yang ditentukan oleh perusahaan. Apabila order pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan terlalu sedikit maka perusahaan dapat memberi perintah untuk masuk kerja secara bergantian kepada pekerja. Apabila order pekerja yang dikerjakan oleh perusahaan terlalu banyak sehingga perlu adanya penambahan kapasitas, perusahaan berhak memerintahkan untuk kerja lembur. Adapun pembagian jam kerja di PT. Tiga Pilar Sejahtera dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Pembagian Jam Kerja Shift Hari Jam Kerja Istirahat Senin – Kamis 07.00 – 15.00 12.00 – 13.00 I Jumat 07.00 – 15.00 11.30 – 13.00 Sabtu 07.00 – 12.00 – Senin – Jumat 15.00 – 23.00 18.00 – 19.00 II Sabtu 12.00 – 17.00 – Senin – Jumat 23.00 – 07.00 03.00 – 04.00 III Sabtu 17.00 – 22.00 – Senin – Kamis 08.00 – 16.00 12.00 – 13.00 Day Shift Jumat 08.00 – 16.00 11.30 – 13.00 Sabtu 08.00 – 14.00 12.00 – 13.00 lxxiv

Jam kerja yang berlaku telah diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang berlaku mengenai tenaga kerjaan. Khususnya pada hari Minggu terdapat karyawan bagian teknik maintenance tidak libur karena melakukan kegiatan sanitasi dan perawatan mesin yang dilakukan secara rutin. Dan pada hari jumat bila ada pemadaman listrik maka proses produksi diliburkan dan diganti hari Minggu untuk karyawan non kantor. b. Kesejahteraan Karyawan 1) Peningkatan ketrampilan Di dalam usaha meningkatkan ketrampilan pekerja untuk mencapai produktivitas optimum, perusahaan akan memberikan pelatihan kerja yang optimal sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Usaha - usaha pendidikan atau pelatihan kerja, baik di dalam atau di luar negeri yang dilaksanakan oleh perusahaan dilakukan secara sistematis dan berencana sesuai dengan kebutuhan pekerja. 2) Fasilitas karyawan Sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap karyawannya, perusahaan memberikan tunjangan sosial dan kesejahteraan bagi karyawannya berupa fasilitas - fasilitas yang dapat dipergunakan dengan sebaik - baiknya oleh para karyawan. Adapun fasilitas yang diberikan antar lain : bus karyawan, tunjangan keselamatan kerja, tunjangan kematian, bantuan terhadap kelahiran, pernikahan, perawatan dan pengobatan, kantin, ibadah dan prasarana ibadah, pakaian seragam, koperasi pekerja, pendidikan pelatihan, dsb. c. Hak dan Kewajiban Karyawan Setiap pekerja PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk memiliki hak dan kewajiban. Adapun hak dan kewajiban masing-masing karyawan adalah sebagai berikut: Hak karyawan di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah sebagai berikut:  Mendapatkan gaji pokok dan berhak mendapatkan kenaikan gaji.  Mendapatkan tunjangan hari raya (THR) dan hari tua.  Mendapatkan bantuan duka cita.  Mendapatkan sebesar satu kali gaji satu bulan untuk karyawan yang cuti hamil dan kelahiran. Sedangkan kewajiban karyawan adalah sebagai berikut:  Melaksanakan dan tunduk pada perjanjian kerja yang disepakati.

 Melaksanakan tugas pekerjaan yang diberikan sebaik- baiknya.

lxxiv lxxv

 Memberitahukan kepada pihak yang berwenang dalam hal tidak dapat melaksanakan tugas pekerjaannya .

 Memelihara dan menjaga dengan sebaik-baiknya semua peralatan dan perlengkapan kerja yang dipercayakan.

d. Perekrutan Karyawan PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mengadakan perekrutan karyawan tidak dilakukan secara berkala. Hanya saat diperlukan tambahan tenaga pada bagian tertentu, sesuai dengan kebijakan pemimpin perusahaan yaitu atas usulan bagian Man Power Planing yang kemudian dilaksanakan seleksi oleh bagian HRD. Tenaga kerja tersebut terbagi menjadi karyawan sendiri dan karyawan TAKETAMA (karyawan tidak tetap yang berasal dari suatu badan yang menyalurkan tenaga kerja yang sewaktu - waktu dibutuhkan oleh suatu industri apabila kekurangan karyawan). Syarat penerimaan tenaga kerja adalah pendidikan minimal SLTA atau sederajat dan menandatangani ikatan kerja sebagai karyawan kontrak selama satu tahun dengan 3 bulan pertama adalah sebagai masa training. 5. Sistem Manajemen Mutu PT. Tiga Pilar Sejahtera memberikan jaminan bagi pelanggan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab tentang mutu dan mampu menyediakan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Manajemen mutu yang diterapkan di PT. Tiga Pilar Sejahtera sesuai dengan ISO 9001 : 2000 dan HACCP yaitu dengan melakukan pencegahan untuk permasalahan yang timbul pada tiap tahap produksi mulai dari bahan baku dan penggudangannya, proses produksi sampai finish good sehingga tidak menghambat proses produksi. Tindakan pencegahan untuk permasalahan yang timbul antara lain karena tindakan perbaikan yang hanya dilakukan jika terjadi masalah akan mengakibatkan terhambatnya proses produksi. HACCP mendasarkan suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. 6. Pemasaran Produk Pemasaran produk PT. Tiga Pilar Sejahtera dilakukan dengan cara tidak langsung yaitu produk didistribusikan melalui distributor, oleh para distributor dipasarkan ke pedagang, kemudian dari pedagang dijual kepada konsumen untuk dikonsumsi. Dalam melakukan distribusi produk PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk mempunyai lebih dari 60 multi distributor yang terbesar di area Sumatra, Jawa, Madura, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Adapun area pendistribusian produk meliputi:

lxxv lxxvi

Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Luar Negeri (eksport) seperti : Amerika Serikat dan Hongkong.

C. Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Pembantu 1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada pembuatan mie kering adalah tepung terigu dan air. Tepung terigu yang digunakan antara lain : Naga Hijau dan Manildra. a. Tepung Terigu Tepung terigu yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera bermacam - macam merk dengan kwalitas yang berbeda-beda sehingga dalam pemakaiannya disesuaikan dengan stock yang ada dan kwalitas dari tepung tersebut. Untuk saat ini PT. Tiga Pilar Sejahtera menggunakan tepung terigu jenis soft flour dengan kandungan gluten 7 - 8,5 %. b. Air Air berfungsi untuk membuat larutan kanzui (Chemical) atau untuk melarutkan obat yang merupakan campuran ingredient. Larutan kanzui kemudian dicampur dengan tepung sehingga terbentuk adonan. Larutan kanzui yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera menggunakan pH antara 10,5 - 11,5. Air juga berfungsi mengikat protein membentuk gluten. Menurut F.G Winarno, 1984, air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 - 9. Makin tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Bila pH kurang dari 6 adonan akan menjadi lunak dan lengket, sebab tidak adanya mineral yang memperkuat gluten, akibatnya absorpsi air akan berkurang. pH lebih dari 9 tidak baik digunakan dalam pembuatan mie karena penguatan gluten yang berlebihan mengakibatkan adonan menjadi keras. Standart mutu air berdasarkan SNI-01-3553-1994 kriteria mutu untuk pH adalah 6,5 - 9. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28 - 38 % dari campuran bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38 %, adonan akan menjadi sangat lengket dan jika kurang dari 28 % adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak. Standar mutu air yang digunakan untuk proses produksi mie PT. Tiga Pilar Sejahtera sesuai dengan SNI 01-3553-1994 diperoleh dari sumber mata air dalam tanah. Standar air menurut PT. Tiga Pilar Sejahtera dengan rasa tawar, warna bening kenampakan jernih dan secara fisik tidak terdapat kotoran. 2. Ketersediaan Bahan Baku

lxxvi lxxvii

Bahan baku yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera didatangkan dari daerah Semarang dan ada juga bahan baku yang diimpor dari Australia, tergantung kualitas bahan dan harga yang ditawarkan oleh supplier. Bila harga yang ditawarkan suplier lokal lebih rendah dengan kualitas bahan yang sudah memenuhi standart maka bahan didatangkan dari lokal. Tetapi bila bahan baku yang ditawarkan oleh suplier luar lebih rendah dari pada lokal dengan kualitas yang sudah memenuhi standart maka bahan baku diimport dari luar negeri. Untuk bahan baku tepung terigu Naga Hijau dipasok dari PT. Sriboga Raturaya, Tanjung Emas Semarang, sedangkan tepung terigu Manildra dipasok dari Australia. Penanganan bahan baku yang datang dari suplier terlebih dahulu di cek untuk uji apakah bahan baku yang datang memenuhi standar yang ditetapkan. Apabila bahan tidak memenuhi standar maka bahan baku ditolak dan dikembalikan ke supplier. Bahan baku yang memenuhi standar selanjutnya disimpan di dalam gudang bahan baku untuk selanjutnya digunakan untuk produksi sesuai dengan jadwal produksi. 3. Bahan Pembantu PT. Tiga Pilar Sejahtera menggunakan tepung substitusi dan bahan pembantu dalam pembuatan mie kering meliputi : a. Tepung substitusi 1) Tepung Tapioka Tepung tapioka yang digunakan di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah jenis tapioka halus yang tidak mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu, sehingga tidak merusak tekstur mie. Tepung tapioka yang digunakan hanya sebagai alternatif substitusi tepung terigu. Penggunaan tapioka dalam pembuatan mie akan berpengaruh terhadap kekenyalan dan tekstur mie, karena pasta dan gel pati dari tapioka yang tidak dimodifikasi lebih terang. Disamping itu kandungan amilosa dan amilopektin dari tapioka yang cukup tinggi yaitu amilosa 18% dan amilopektin 82% akan sangat menentukan sifat pati tersebut sebelum mengalami pemanasan. 2) Tepung Gaplek Tepung gaplek yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera memiliki tekstur yang agak kasar dan memiliki warna yang lebih gelap bila dibandingkan dengan tepung tapioka, sehingga mi yang dihasilkan lebih keras dan lebih cenderung ke warna kuning coklat bila dimasak. Sama seperti dengan tepung tapioka, tepung gaplek berfungsi sebagai pensubstitusi tepung terigu sehingga dapat mengurangi penggunaan tepung terigu yang akan berpengaruh terhadap harga jual mie dipasaran. 3) Tepung Mocaf

lxxvii lxxviii

Tepung mocaf berfungsi sebagai pensubstitusi tepung terigu selain tepung tapioka dan tepung gaplek, sehingga kebutuhannyapun sedikit. PT Tiga Pilar Sejahtera mendatangkan tepung mocaf hanya dari satu suplier dari Trenggalek. Tepung mocaf yang digunakan oleh PT. Tiga Pilar Sejahtera berwarna lebih putih dan halus bila dibandingkan dengan tepung gaplek. Penambahan tepung mocaf dan tepung pensubstitusi lain dilakukan untuk mendapatkan hasil mie yang lebih baik dengan harga jual yang terjangkau.

b. Bahan tambahan Bahan tambahan (BTM) yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera antara lain : 1) Garam Garam berfungsi memberi rasa, memperkuat tekstur mie, serta untuk mengikat air. Selain itu, garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Standar garam yang digunakan PT. Tiga Pilar sejahtera dengan warna putih rasa asin dan kadar air maksimal 3 %. 2) CMC (Carboksi Metil Celulose) Dalam pembutan mie, CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlah bahan pengembang yang digunakan berkisar antara 0,5 - 1,0 % dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan tekstur mie yang terlalu keras dan daya rehidrasi mie menjadi berkurang. Pada penerapannya, penambahan CMC PT. Tiga Pilar Sejahtera sudah dalam bentuk paketan - paketan obat yang siap untuk dicampur sesuai dengan formula, sehingga tidak bisa diketahui berapa penggunaan CMC karena penimbangan obat dilakukan di tempat yang berbeda yaitu di daerah Kebalen Solo. 3) Soda Abu (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat) Soda Abu berfungsi untuk mempercepat peningkatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur serta meningkatkan sifat kenyal. Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan kalium karbonat (perbandingan 1 : 1).

lxxviii lxxix

Sama dengan CMC dan bahan pengawet lainnya, penambahan soda abu PT. Tiga Pilar Sejahtera tidak bisa diketahui berapa penggunaannya, karena penimbangan dilakukan di tempat yang berbeda yaitu didaerah Kebalen Solo. Soda abu dan bahan-bahan tambahan makanan lain yang digunakan PT. Tiga Pilar Sejahtera sesuai dengan standar mutu bahan untuk industri pangan. 4) Zat Pewarna Fungsi zat pewarna adalah memberi warna khas mie. Pewarna makanan yang biasa digunakan adalah tartrazin, quinolin, dan PM blue. Menurut Astawan 1990, penggunaan pewarna biasanya dicampur dengan garam dan dilarutkan ke dalam air yang akan digunakan untuk pembentukan adonan. Tetapi pada kenyataannya di PT. Tiga Pilar Sejahtera penambahan Tartrazine, Quinolin, dan PM blue ke dalam larutan kansui tidak dicampur dengan garam terlebih dahulu melainkan langsung di campurkan dengan larutan kansui dalam tabung CM (Chemical). 4. Ketersediaan Bahan Pembantu Bahan pembantu yang digunakan didatangkan dari para pemasok di berbagai daerah. PT Tiga Pilar Sejahtera mendatangkan tepung tapioka (pati) dari PT. Sinar Pematang Mulia, Lampung Indonesia. Khusus untuk tepung gaplek dan tepung mocaf karena kebutuhannya yang sedikit cukup di datangkan dari satu suplayer di daerah Trenggalek, Jawa Timur. Untuk ingredient dalam larutan kanzui dilakukan penimbangan di tempat tersendiri sebelum di bawa ke PT. Tiga Pilar Sejahtera yaitu di daerah Kebalen Solo, kemudian dikirim ke PT. Tiga Pilar sudah dalam bentuk paketan-paketan ingredient, dua kali dalam satu minggu paketan dikirim sesuai permintaan. Ketersediaan bahan pembantu baik berupa tepung substitusi maupun obat disesuaikan dengan stok bahan di gudang bahan baku maupun gudang obat dan jumlah produksi yang akan dilakukan. Sehingga kemungkinan bahan pembantu tersebut tercemar sangatlah kecil. D. Mesin dan Peralatan yang digunakan Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan mie kering antara lain : 1. Mesin screw Fungsi : Memindahkan atau mengalirkan berbagai komposisi tepung dari hopper atau bak screw yang berada di gudang harian lantai dasar ke mesin mixer di lantai atas. Prinsip Kerja : Motor menggerakkan as yang dapat memutar baling-baling ulir yang mendorong tepung menuju ke dalam bak mixer.

lxxix lxxx

2. Mesin mixer Fungsi : Mencampur semua tepung dengan kansui dalam batas waktu yang ditentukan agar di dapat campuran yang homogen. Prinsip kerja : Motor menggerakkan dua buah as yang berbaling-baling dengan arah yang berlawanan, yang mengakibatkan terjadinya tekanan antara bahan, dinding mixer dan baling-baling sehingga terbentuk adonan yang homogen. 3. Tangki air alkali (CM) Fungsi : Mencampur bahan - bahan kansui sehingga menjadi cairan kansui (chemical). Prinsip Kerja : Motor mengerakkan baling-baling mengaduk air dan bahan baku tambahan sehingga menjadi campuran yang homogen. 4. Tabung feeder dan DCM (Dough Compound Machine) Fungsi : Tabung feeder berfungsi menampung adonan dan sebagai alat untuk mengalirkan adonan yang telah di mixing sebelum masuk ke tabung DCM untuk di padatkan menjadi lembaran-lembaran mie. Prinsip Kerja : Motor menggerakkan baling-baling dalam tabung feeder sehingga adonan bisa turun ke mesin DCM secara perlahan - lahan, kemudian mesin DCM menggerakkan stick (pacul) ke atas dan ke bawah seperti gerakan menekan - nekan sehingga adonan menjadi padat. 5. Roll Press Fungsi : Merubah lembaran adonan yang padat dan tebal menjadi lembaran adonan yang lebih tipis sesuai dengan ukuran yang ditentukan. Prinsip kerja : Motor menggerakkan speed belt sehingga roll press continous akan berputar dengan kecepatan semakin besar ke roll press selanjutnya dan membentuk lembaran yang lebih tipis. 6. Roll Slitting (RC) Fungsi : Memotong lembaran adonan menjadi untaian mie secara memanjang dan bergelombang. Prinsip kerja : Motor menggerakkan belt sehingga slitter akan memotong lembaran adonan dan membentuknya menjadi untaian mie yang memanjang dan bergelombang dengan diameter yang telah ditetapkan. 7. Steam

lxxx lxxxi

Fungsi : Memasak mie secara kontinue dengan uap panas basah sehingga 1 mie akan menjadi masak ( /3) barang jadi. Prinsip kerja : Uap air masuk melewati dua pipa kedalam box steamer dan disemprotkan pada untaian mie. 8. Cutting & folding Fungsi : Memotong untaian mie menjadi ukuran yang telah ditentukan dan melipat menjadi dua bagian dimensional. Prinsip kerja : Merupakan rangkaian dari beberapa penggerak yang digerakkan oleh satu motor sehingga dapat menggerakkan as utama shapping folding dan komponen as lainnya.

9. Driying 1 Fungsi : Mengeringkan mie dari steamer (basah) /3 barang jadi, menjadi ½ barang jadi dan sudah kering. Prinsip kerja : Melalui angsang driyer yang bergerak 8 susunan naik turun, uap masuk ke heater dan panas disebarkan oleh tiupan blower, sehingga mie mencapai tingkat kering yang diinginkan. 10. Cooling Fungsi : Mendinginkan mie ½ kering dan panas menjadi kering dan dingin sesuai dengan toleransi suhu yang ditetapkan. Prinsip kerja : Mie melewati cooling kemudian didinginkan dengan 6 kipas angin sesuai standar yang telah ditentukan. 11. Packing Fungsi : Mengemas mie yang telah keluar dari mesin cooling sehingga mie dapat terjaga kualitasnya. Prinsip kerja : Mie dimasukkan dalam mesin packing yang bekerja secara otomatis dengan pengesetan suhu pengemas.

E. Utilitas 1. Pengadaan Air Air yang digunakan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk berasal dari sumur bor dalam (SBD) yang berada dalam kawasan pabrik itu sendiri. Penyediaan air sebagai salah satu bahan baku pembuatan mie kering dari segi kualitas dan kuantitas telah mencukupi kriteria produksi PT. Tiga Pilar Sejahtera. Air yang digunakan dalam proses produksi telah memiliki daya uji tersendiri yang dilakukan oleh PT. Fuji Lestari. Proses identifikasi ini dilakukan setiap satu bulan sekali yang dikontrol melalui adanya kandungan mikroba, unsur kimia yang berbahaya maupun unsur kimia yang dibutuhkan

lxxxi lxxxii

tubuh agar air yang digunakan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera dapat secara layak digunakan dalam proses pembuatan mie kering.

2. Pengadaan Listrik Sumber daya listrik yang digunakan berasal dari PLN dengan travo berkapasitas 2100 KVA. Sumber daya yang lain adalah 4 mesin genset berkapasitas total 2175 KVA, dengan 3 mesin diantaranya berkapasitas 625 KVA dan 1 mesin berkapasitas 300 KVA. Mesin genset berfungsi sebagai cadangan pengadaan listrik bila terjadi emergenci (pemadaman listrik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, hujan deras dengan petir). 3. Pengadaan Bahan Bakar Bahan bakar pada PT. Tiga Pilar Sejahtera dikelompokkan menjadi 3 bagian. Bahan bakar berupa solar untuk mesin genset dan kendaraan, bahan bakar elpiji untuk pengadaan uap dan gas di unit 2 karena kebutuhan uap di unit 2 lebih besar, serta bahan bakar berupa batu bara untuk pengadaan uap di boiler.

F. Proses Produksi 1. Tahapan Proses Produksi a. Penuangan bahan mentah dalam screw Tahap awal pembuatan mie kering adalah penuangan berbagai campuran tepung ke dalam bak hopper yang nantinya akan ditarik dengan menggunakan mesin screw. Hal ini dilakukan untuk tujuan mempermudah para pekerja untuk melakukan proses dan mesin screw yang telah dilengkapi dengan penyaringan, sehingga dapat menghilangkan kotoran - kotoran dan benda asing yang tidak diinginkan. Fungsi dari screw konveyor atau mesin screw adalah untuk memindahkan tepung dari gudang raw material yang berada di lantai dasar ke dalam mesin mixing yang terdapat di lantai atas. b. Pencampuran (Mixing) Sebelum dilakukan proses mixing tepung dengan substitusi lain, maka dilakukan pembuatan larutan kansui. Larutan kansui adalah larutan yang terdiri dari air, garam, pengenyal, dan pewarna dengan ukuran masing - masing yang telah ditentukan. Mixing adalah proses pencampuran dan pengadukan bahan baku dan bahan tambahan, bahan baku dari mesin screw di mixer dalam bak mixing dengan larutan kanzui yang ditampung dalan tangki alkali (VT) sesuai ukuran yang telah ditetapkan. Mixer dilakukan sampai homogen dan cukup kadar airnya untuk membentuk struktur gluten.

lxxxii lxxxiii

Proses mixing ini terbagi menjadi dua tahap yaitu mixing kering dan mixing basah. Pertama mixing kering selama 2 menit, proses ini adalah pencampuran tepung dari mesin screw agar bisa homogen. Mixing yang kedua adalah mixing basah yaitu pencampuran bahan baku dengan larutan kanzui. Mixing basah dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatannya, yang pertama fast mixing yang kemudian dilanjutkan dengan slow mixing. Mixing basah ini dilakukan selama 20 menit. Total waktu dari mixing adalah 22 menit. Setelah 22 menit mesin mati secara otomatis kemudian dilakukan pengujian tehadap adonan sebelum adonan diturunkan ke tabung feeder dan DCM. Sebanyak 210 kg tepung terigu dan tepung pensubstitusi dimasukkan ke dalam mixer dan dilakukan mixing kering dalam waktu 2 menit. Kemudian mulai dilakukan penambahan larutan kasui sebanyak 78,5 liter (ukuran ini dapat berubah - ubah sesuai kondisi yang terjadi saat itu) selama 20 menit sehingga terbentuk adonan yang homogen. Dengan penambahan air sebanyak 37 % artinya telah memenuhi standar yaitu penambahan air yang baik untuk adonan 28-38%, karena jika air yang ditambahkan terlalu sedikit, maka adonan akan menjadi kaku dan keras. Namun jika terlalu banyak maka adonan akan lembek sehingga sukar untuk dicetak. Jumlah air yang digunakan harus sesuai dengan formula yang ditetapkan karena semakin banyak air yang terpenetrasi hingga mendekati titik maksimal kapasitas penyerapan air maka akan semakin baik kualitas adonan. Hal tersebut akan membantu mempersiapkan proses gelatinisasi yang optimal pada partikel pati. c. Pembentukan Lembaran Adonan (Sheeting) Tujuan dari proses ini adalah untuk membentuk struktur net gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga lembaran adonan menjadi lembut dan elastis. Sehingga akan menghaluskan serat-serat gluten. Dalam roll press, serat- serat gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan searah dengan tekanan dua roll press. Dalam mesin DCM yang berupa roll press, adonan akan dipadatkan/dipress menjadi lembaran - lembaran dimana pada proses ini adonan menjadi halus sesuai dengan ketebalan yang diinginkan. Pada awalnya adonan keluar dari mesin DCM bersifat rapuh dan kasar, namun dengan proses melalui 6 roll yang memiliki ketebalan berbeda-beda. Proses roll sheeting adalah proses dimana adonan mie mulai dibentuk menjadi lembaran mie melalui beberapa unit roller press sampai tercapai ketebalan standar yang ditentukan (± 1 mm). Tabel 4.2 Waktu proses dan ketebalan lembaran pada proses sheeting

lxxxiii lxxxiv

Roll Waktu Ketebalan I 30,70 detik 8,5 mm II 19,62 detik 4,6 mm III 9,78 detik 2,5 mm IV 8,49 detik 1,7 mm V 5,44 detik 1,5 mm VI 4,22 detik 1,0 mm Sumber : Unit 1 Mie Kering PT. TPS

Tekanan roller diatur sedemikian rupa sehingga mula-mula ringan (ketebalan 8,5 mm) sampai kuat (ketebalan 1,0 mm). Ketebalan lembaran dapat ditentukan dengan pengaturan handle (tuas), jika handle diputar berhadapan maka ketebalan lembaran akan semakin kecil, begitu pula jika diputar berlawanan arah maka ketebalan lembaran semakin besar. Pengoperasian alat ini harus sesuai dengan jarak antara roll press yang satu dengan roll press yang lain artinya tingkat ketegangan adonan tidak boleh terlalu kendor dan tidak boleh terlalu tegang sehingga mie yang dihasilkan sesuai dengan standar. d. Pembentukan Gelombang (Forming-Cutting) Mie yang telah melewati tahap pembentukan lembaran-lembaran tersebut kemudian melalui tahap slitter (forming-cutting) dimana akan mengubah lembaran-lembaran mie tersebut akan menjadi untaian mie yang bergelombang. Tahap selanjutnya mie dibuat membentuk gelombang, yang bukan hanya pemberi struktur yang menarik bagi tekstur mie namun juga untuk mempercepat proses pengukusan maupun pengeringan pada mie sehingga pembuatan mie lebih efisien. Dengan membuat mie keriting, senar-senar mie dicegah agar tidak menjadi lengket satu dengan yang lain. Khususnya bila nantinya pada proses pengukusan. Selanjutnya mie melewati tahap slitting dimana mie akan membagi untaian mie menjadi 4 bagian. Dimana ukuran untuk masing-masing jenis mie berbeda-beda. Pembentukan gelombang untaian mie dilakukan dengan cara melewatkan untaian mie sesudah slitter ke atas waving conveyor yang kecepatannya lebih rendah dari slitter, sehingga untaian mie melengkung dan membentuk gelombang yang rapat. Kerapatan gelombang mie dapat ditentukan dengan mengatur kecepatan bed RC atau net steam conveyor. Pada saat untaian mie berpindah ke net steam conveyor yang kecepatannya lebih tinggi dari pada waving conveyor maka gelombang untaian mie menjadi lebih renggang. Lebar dan tebal untaian mie telah ditentukan dan diperhitungkan dengan mengacu pada standart perusahaan dan jenis mie yang akan dibuat. Untaian mie yang bergelombang kemudian masuk ke dalam steam box. e. Pengukusan (Steaming)

lxxxiv lxxxv

Steaming adalah proses pengukusan untaian mie secara kontinyu dengan menggunakan steam (uap air panas). Steam yang ada dalam steam box dihembuskan melalui pipa steam yang dihasilkan dari steam boiler. Dalam perlakuan steaming (pengukusan) ini bertujuan untuk memasak mie mentah menjadi mie setengah matang dengan sifat semi solid (setengah matang). Mie mentah sebelum masuk kedalam steam box terlebih dahulu disemprot dengan air dari sprayer yang berfungsi sebagai penambah kematangan sehingga mie yang dihasilkan benar - benar masak. Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Pada waktu sebelum dikukus, bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat. Sehingga mie menjadi kenyal dan matang. Untaian mie yang bergelombang menuju ke steam box dengan berjalan diatas conveyor yang berjalan. Dalam mesin steam box, mie mengalami perlakuan panas yang berasal dari uap air yang bersuhu tinggi 97 - 100oC dengan tekanan 0,7 bar - 1,0 bar dan waktu yang diperlukan sebanyak kurang lebih 2 - 3 menit. Mie yang keluar dar box steam masih mempunyai kadar air dan panas yang masih tersisa, maka sepanjang konveyor menuju ke shapping - folding dipasang sejumlah kipas angin yang berfungsi untuk membantu mempercepat proses penirisan air yang terbawa dalam untaian mie. Karena apabila mie masih dalam kondisi basah, maka akan menyulitkan pada proses drying. Selain itu juga mempercepat proses pendinginan sehingga mempermudah para pekerja ketika proses shapping - folding. f. Pemotongan dan Pelipatan (Shapping - Folding) Shapping atau pemotongan adalah suatu proses memotong lajur mie pada ukuran tertentu. Sedangkan folding adalah melipat mie menjadi dua bagian berbentuk kotak dan simetris, yang selanjutnya disebut dengan blok mie ( block). Mie yang berbentuk blok akan memudahkan dalam penanganan selanjutnya, termasuk pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk mie yang sesuai standar berat, bentuk, dan kondisi kemasan yang akan digunakan. Proses pemotongan ini dilakukan setelah proses steaming dikarenakan sifat mie setelah proses pengukusan mie bersifat semi solid sehingga dapat memudahkan untuk pemotongan karena memiliki tingkat elastisitas yang tinggi. Proses shapping-folding dengan prinsip pemotongan dan pelipatan mie hasil steaming menjadi dua susun / lapisan mie dengan panjang, lebar, dan bobot sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh PT TPS Food Tbk. Setelah itu, mie akan

lxxxv lxxxvi

digerakkan menuju dua distributor yang berbeda sehingga dapat memudahkan untuk mengisi penuh konveyor yang akan masuk ke dalam tahap selanjutnya. Untaian mie dari conveyor steam box melewati roller kecil melintang yang lebih menonjol dibanding conveyor steam box yang berfungsi untuk melepaskan atau mengelupaskan untaian mie dari conveyor steam box kemudian untaian mie dipotong oleh mesin pemotong. Pemotong dilengkapi dengan sebuah roller memanjang dengan pisau panjang (cutter). Setelah mengalami pemotongan, mie dilipat menjadi dua lapis dengan bantuan cangkul (folder). Gerakan cangkulan menekan potongan mie sehingga melipat simetris berbentuk kotak, yang disebut noodle block atau blok mie. Selanjutnya blok mie menempati distributor conveyor yang mengantarkan mie masuk ke proses pengeringan (driying). g. Pengeringan (Driying) Drying atau pengeringan adalah suatu proses mengeringkan mie yang telah dipotong dan dilipat dengan uap panas yang dihasilkan oleh hitter dalam box drying. Mie yang telah dipotong dan dilipat di atur dalam angsang kemudian diangkut menuju drying. Proses ini bertujuan mengurangi kadar air dengan standar maksimal 10 %. Proses ini juga berfungsi untuk pemantapan pati tergelatinisasi dalam adonan sehingga menjadi kaku, matang dan awet. Pengeringan pada mesin drying ini menggunakan metode pemanasan uap kering. Pada tahap ini terjadi transfer panas dan masa yang menyebabkan berbagai perubahan yang sifatnya fisikawi yang ditandai dengan terjadinya perubahan untaian mie menjadi mengembang. Suhu yang digunakan sekali proses berbeda yaitu pada tahap awal suhu 76 oC, tahap tengah 80 oC dan tahap akhir 76 oC dengan tekanan 5,3 bar. Hal ini dilakukan untuk menghindari mie agar tidak terjadi case hardening. Mesin ini menghembuskan uap kering dan dirancang dengan melewati 8 tingkat aliran yang bertujuan agar mendapatkan mie yang mempunyai tingkat matang dan kering sempurna (±1 jam). Uap panas yang dihasilkan oleh hitter dalam box driying kemudian disebarkan ke seluruh box driying dengan bantuan blower sehingga semua mie dalam box driying bisa kering merata. h. Pendinginan (Cooling) Mie yang telah melalui proses pengeringan masih bersifat panas. Agar mendapat produk mie yang baik maka perlu dilakukan proses pendinginan. Proses tersebut bertujuan membuat tekstur mie menjadi keras. Blok mie yang keluar dari drying kemudian dikeringkan kembali dengan cooling box yang memiliki blower. Mesin pendingin ini bekerja dengan menghembus udara dari blower kearah blok

lxxxvi lxxxvii

mie panas yang berada diatas cooling conveyor. Proses pendinginan mie berlangsung selama 63 detik sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan mie mencapai suhu kurang lebih 30 - 32oC. Proses penurunan suhu blok mie yang rendah sebelum dikemas membuat mie menjadi lebih tahan simpan dalam kemasan etiket selama kurang lebih 8 bulan. Apabila proses pendinginan tidak sempurna, uap air yang tersisa akan mengembun dan menempel pada permukaan mie sehingga memicu tumbuhnya jamur. Dengan mie yang ditumbuhi jamur atau mikroba akan menjadi rusak sehingga umur simpan mie menjadi lebih pendek. Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pendinginan adalah: temperatur udara yang masuk, temperatur udara yang masuk ke arah mie harus lebih rendah atau sama dengan suhu kamar (<32oC), jumlah produk, dan kondisi gelombang mie. 2. Kondisi Proses dan Neraca Bahan Tepung terigu Bahan tambahan Air alkali

lxxxvii lxxxviii

Mixing 22 menit, mixing kering 2’ 1 dan mixing basah 20’

Adonan mie Feeder & DCM

Sheeting 2

Lembaran adonan

Forming & Cutting 3

Untaian mie

4 Steaming T 97-100oC Uap air basah Air (steam) P = 1,0 bar, t = 2 - 3 menit

Untaian mie basah

Shapping & Folding 5

Keping mie basah (blok mie)

Uap panas Driying T = 76 – 80oC 6 kering P = 5,3 bar, t = ± 1 Jam

Cooling 7 T = < 32oC, t = 63 detik Air

Packing 8

Mie Kering

Gambar 4.2 Diagram Alir Kualitatif

lxxxviii lxxxix

Tepung terigu 200 kg Mixing 22 menit Bahan tambahan 65 kg KA 30,8% Kansui 81,606 kg Total 346,606 kg

Adonan mie ± 336 kg Feeder & DCM

Sheeting Forming & Cutting

Sprayer KA 31,8% (+ Air 3,494)

Untaian mie ± 339,494 kg

Steaming T 97-100oC Air P = 1,0 bar, t = 2 - 3 menit (- 5,861)

Untaian mie basah 333,633 kg

Shapping & Folding KA 30,1%

Keping mie basah 333,633 kg

Uap panas Driying T = 76 – 80oC kering P = 5,3 bar, t = ± 1 jam

Cooling Air T = < 32oC, t = 63 detik (- 70,771 kg)

KA 8,9 %

Packing

Mie Kering 262,862 kg

Gambar 4.3 Diagram Alir Kuantitatif

lxxxix xc

G. Pengendalian Mutu (Quality Control) 1. Pengendalian Mutu Bahan Baku dan Bahan Pembantu a. Pengendalian mutu bahan baku Dalam suatu proses produksi yang paling penting adalah penyediaan bahan baku, tanpa bahan baku suatu proses produksi tidak akan berjalan, bahan baku juga mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan, bila bahan baku yang digunakan berkualitas baik maka produk yang dihasilkan juga memiliki kualitas yang baik pula. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan mie kering adalah tepung. Tepung substitusi yang digunakan dalam pembuatan mie kering antara lain : tepung tapioka, tepung gaplek dan tepung mocaf dengan standart kualitas yang telah ditentukan oleh perusahaan. b. Pengujian mutu bahan baku dan tepung pensubstitusi 1)Pengujian Tepung Terigu Pengendalian mutu tepung terigu meliputi pengujian warna tepung, warna lempengan, adanya kotoran/serangga, bau tepung, sifat dan kadar gluten, dan kadar air. Adapun standar penerimaan tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 4.3. a) Pengujian warna tepung Siapkan congkongan dan kertas putih polos. Ambil 100 gr sampel dengan congkongan. Letakkan sampel pada kertas putih polos. Amati warna secara visual. b) Pengujian warna lempengan Siapkan congkongan, timbangan, press roller, penggaris, box steamer dan dryer. Ambil 20 gr sampel tepung dengan congkongan. Tambah 8 ml air. Buat adonan dari sampel yang diambil hingga kalis (homogen). Lewatkan adonan pada press roller hingga membentuk lempengan berukuran 4 x 4 dan tebal 1,3 mm dengan tahapan sebagai berikut:  Pada roll ukuran no. 1 dilewatkan sampai homogen  Pada roll ukuran no. 2 dilewatkan 1 x  Pada roll ukuran no. 3 dilewatkan 1 x  Pada roll ukuran no. 4 dilewatkan 1 x  Pada roll ukuran no. 5 dilewatkan 1 x Lewatkan lempengan pada box steamer dan dryer. Amati warna lempengan.

xc xci

c) Pengujian adanya kotoran dan serangga. Siapkan congkongan dan ayakan 80 mesh. Ambil 100 g sampel tepung. Ayak sampel tepung dan amati ada tidaknya kotoran/serangga di dalamnya. d) Pengujian bau tepung Siapkan congkongan. Ambil sampel dengan congkongan. Uji bau tepung secara sensoris. e) Pengujian sifat dan kadar gluten Siapkan congkongan, timbangan, saringan, gelas ukur dan gelas beker. Ambil 50 gr sampel dengan congkongan. Campur sampel dengan 25 ml air garam (NaCl 2 %). Uleni adonan hingga kalis dan bentuk menjadi bulatan. Rendam sampel dalam air dingin selama 20 menit. Cuci sampel dengan air mengalir sampai bekas air cucian berwarna bening / jernih. Timbang sampel hasil pencucian sebagai berat gluten sampel. Hitung kadar gluten dengan menggunakan rumus: Wet gluten = berat gluten sampel x 100% berat sampel terigu Dry gluten = berat gluten sampel 1,515 standart minimal untuk dry gluten adalah 8 %. f) Pengujian kadar air Siapkan moisture analyzer, congkongan, dan timbangan. Ambil 5 gr sampel dengan congkongan. Siapkan moisture analyzer, hidupkan pada posisi nol. Letakkan sampel pada cawan pengujian KA dan ratakan. Atur suhu hingga mencapai 120ºC selama 15 menit. Setelah 15 menit, moisture analyzer akan menunjukkan angka kadar air sampel yang teruji. Baca angka yang tertera pada moisture analyzer.

Tabel 4.3 Standar Penerimaan Tepung Terigu Standar Penerimaan No Parameter Diterima Ditolak 1. Warna tepung 4 = putih krem cerah 1 = putih kecoklatan

xci xcii

3 = putih krem kekuningan 2 = putih krem pucat 4 = krem cerah 2. Warna lempengan 3 = krem kekuningan 1 = krem kecoklatan 2 = krem pucat Adanya 1 = ada kotoran/ 3. 4 = tidak ada kotoran/ serangga kotoran/serangga serangga 1 = selain bau khas 4. Bau 4 = bau khas terigu terigu/apek 4 = kadar gluten > 10,6 % 1 = kadar gluten 5. Kadar gluten 3 = kadar gluten 9,6-10,5% < 8,0 % 2 = kadar gluten 8,0-9,5 % 4 = kenyal dan elastis 3 = agak kenyal, agak elastis 1 = tidak kenyal, tidak 6. Sifat gluten 3 = kurang kenyal, kurang elastis elastis 7. Kadar air 4 = kadar air < 14 % 1 = kadar air ≥14 % Sumber : Kontol Kualitas Tepung Terigu PT. TPS Food Tbk

2)Pengujian Tepung Tapioka Pengendalian mutu tepung tapioka meliputi pengujian warna tepung, adanya kotoran/serangga, bau tepung, kadar air, suhu gelatinisasi, serta warna dan sifat gel. Untuk pengujian warna, adanya kotoran/serangga, bau, kadar air dilakukan seperti pengujian pada tepung terigu. Adapun standar penerimaan tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.4. a) Pengujian warna tepung b) Pengujian adanya kotoran dan serangga. c) Pengujian bau tepung d) Pengujian kadar air e) Pengujian suhu gelatinisasi Siapkan congkongan, alat gelas, panci, dan kompor. Didihkan 500 ml air. Ambil 50 gr sampel dengan congkongan. Campur sampel dengan 60 ml air bersuhu kamar hingga homogen. Tambahkan air panas pada sampel yang telah homogen hingga terbentuk gel. Amati suhu saat sampel mulai mengental dengan alat thermometer. f) Pengujian warna dan sifat gel Siapkan congkongan, alat gelas, panci, dan kompor. Didihkan 500 ml air. Ambil 50 gr sampel dengan congkongan. Campur sampel dengan 60 ml air bersuhu kamar hingga homogen.

xcii xciii

Tambahkan air panas pada sampel yang telah homogen hingga terbentuk gel. Amati warna dan sifat gel yang terbentuk secara sensoris.

Tabel 4.4 Standar Penerimaan Tepung Tapioka Standar Penerimaan No Parameter Diterima Ditolak 4 = putih bersih 3 = putih agak kuning Warna tepung 1 = putih kemerahan 1. 2 = putih agak kemerahan/coklat/kusam Adanya 4 = tidak ada kotoran/ 1 = ada kotoran/ 2. kotoran/serangga serangga serangga 4 = bau khas tapioka, tidak 3. Bau 1 = apek, bau asam apek dan tidak bau asam 4. Kadar air 4 = kadar air 11 - 14 % 1 = kadar air >14 % 4 = suhu gelatinisasi 1 = suhu gelatinisasi Suhu gelatinisasi 5. 58 - 78 oC > 78 oC 4 = putih susu dan mengkilap 3 = putih agak kuning dan megkilap 1 = putih kemerahan dan 6. Warna gel 2 = putih agak kemerahan kotor /coklat/kusam dan mengkilat 4 = elastis, kenyal, dan tidak lengket 3 = agak elastis, agak kenyal, 1 = lembek dan tidak 7. Sifat gel dan sedikit lengket elastis 2 = sedikit elastis, sedikit kenyal, dan lengket Sumber : Kontol Kualitas Tepung Tapioka PT. TPS Food Tbk

3)Pengujian Tepung Gaplek Pengendalian mutu tepung gaplek meliputi pengujian warna tepung, warna lempengan, bau tepung, adanya kotoran/serangga, dan kadar air. Untuk pengujian warna, bau, dan kadar air dilakukan seperti pengujian pada tepung terigu. Adapun standar penerimaan tepung gaplek dapat dilihat pada Tabel 4.5. a) Pengujian warna tepung b) Pengujian warna lempengan Siapkan congkongan dan timbangan. Ambil 5 gr sampel dengan congkongan. Campur sampel dengan 4 ml air, buat adonan hingga kalis (homogen). Buat adonan yang telah kalis menjadi lempengan dengan ukuran 8 x 4 cm dan tebal 1,3 mm agar mempunyai tingkat terang atau kepadatan yang sama.

xciii xciv

Lewatkan lempengan pada box steamer dan dryer. Amati warna lempengan. c) Pengujian bau tepung d) Pengujian adanya kotoran dan serangga. Siapkan congkongan, timbangan, kertas putih polos dan ayakan 60 mesh. Ayak sampel tepung dan amati ada tidaknya kotoran/ serangga di dalamnya. e) Pengujian kadar air

Tabel 4.5 Standar Penerimaan Tepung Gaplek Standar Penerimaan No Parameter Diterima Ditolak 4 = putih krem cerah 1. Warna tepung 3 = putih krem 1 = putih krem kelabu 2 = putih krem kecoklatan 4 = kuning cerah 2 = kuning coklat tua 2. Warna lempengan 3 = kuning agak kecoklatan 1 = coklat tua/ kelabu 1 = selain bau khas 3. Bau 4 = bau khas tepung gaplek tepung gaplek Adanya kotoran/ 1 = ada kotoran / 4. 4 = tidak ada kotoran / serangga serangga serangga 5. Kadar air 4 = kadar air < 14 % 1 = kadar air ≥14 % Sumber : Kontol Kualitas Tepung Terigu PT. TPS Food Tbk

4)Pengujian Tepung Mocaf Pengendalian mutu tepung mocaf meliputi pengujian warna tepung, bau tepung, adanya kotoran/serangga, kadar air, suhu gelatinisasi, serta warna dan sifat gel. Untuk pengujian warna, bau, adanya kotoran/serangga, dan kadar air dilakukan seperti pengujian pada tepung terigu. Untuk pengujian suhu gelatinisasi, warna dan sifat gel dilakukan seperti pengujian pada tepung tapioca. Adapun standar penerimaan tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4.6. a) Pengujian warna b) Pengujian bau tepung c) Pengujian adanya kotoran dan serangga. d) Pengujian kadar air e) Pengujian suhu gelatinisasi f) Pengujian warna dan sifat gel

Tabel 4.6 Standar Penerimaan Tepung Mocaf

xciv xcv

Standar Penerimaan No Parameter Diterima Ditolak 4 = putih krem 2 = putih krem kusam 1. Warna tepung 3 = putih krem kuning 1 = putih kusam / kelabu 2. Bau 4 = bau khas mocaf 1 = apek, bau asam Adanya kotoran / 4 = tidak ada kotoran / 3. 1 = ada kotoran / serangga serangga serangga 4. Kadar air 4 = kadar air 10 - 14 % 1 = kadar air >14 % 4 = suhu gelatinisasi 1 = suhu gelatinisasi < 65 5. Suhu gelatinisasi 65 - 72 oC oC 4 = krem cerah 2 = krem kusam 6. Warna gel 3 = krem cerah agak kuning 1 = kusam / kelabu 4 = agak elastis, agak 1 = sedikit elastis, sedikit 7. Sifat gel kenyal, dan tidak kenyal dan lengket lengket Sumber : Kontol Kualitas Tepung Mocaf PT. TPS Food Tbk

Pengujian untuk tepung terigu dan tepung pensubstitusi dilakukan setiap kali tepung datang dari suplier. Apabila tepung tersebut sesuai dengan standart maka tepung diterima, akan tetapi apabila tepung tidak sesuai dengan standart maka suplier tepung langsung ditolak dan bagian QC memberikan memo kepada R&D, kemudian bagian R&D bisa mengatur komposisi tepung yang harus digunakan agar adonan sesuai dengan standart. Setelah dilakukan pengujian tepung terigu segera disimpan digudang bahan baku sesuai dengan ketentuan SOP (Standart Operation Procedure) PT. Tiga Pilar Sejahtera. c. Pengendalian mutu bahan pembantu Bahan pembantu yang digunakan di PT. Tiga Pilar Sejahtera meliputi garam, CMC, soda abu dan zat pewarna. Kendali mutu untuk masing-masing bahan dilakukan oleh suplier dan pihak PT. Tiga Pilar Sejahtera yang berada di daerah Kebalen Solo sesuai dengan standar yang ditetapkan. 2. Pengendalian Mutu Proses Produksi Pengendalian mutu proses pembuatan mie kering dilakukan pada akhir tahapan setiap proses, meliputi: a. Pengadukan dan Pencampuran (Mixing) Mixing adalah proses pencampuran dan pengadukan bahan baku dan bahan tambahan, bahan baku dari mesin screw di mixer dalam bak mixing dengan larutan kanzui yang ditampung dalam tangki alkali (VT) sesuai ukuran yang telah ditetapkan. Mixing dilakukan dua tahap yaitu mixing kering (pencampuran tepung) dan mixing basah (pencampuran bahan baku dengan larutan kanzui). 1) Pengendalian mutu hasil mixing Pengendalian mutu pada proses mixing dapat berupa pengecekan komposisi dan pengujian warna, tingkat kering dan homogenitas. Pengecekan warna dan homogenitas hanya secara visual saja. Pengujian untuk tingkat

xcv xcvi

kering dengan cara dikepal tetapi tidak dapat segera hancur bila ditekan lagi (kalis), selain itu juga dengan mengukur kadar air dalam adonan. PT Tiga Pilar Sejahtera mempunyai standar kualitas pada setiap prosesnya, adapun Standart Quality Manual dapat dilihat pada Tabel 4.7 Kadar air adonan diukur dengan mengunakan alat moisture analist. Kadar air standart adalah 28 sampai 32 %. Selama pembentukan adonan

terjadi reaksi - reaksi antara garam alkali dengan air yang menghasilkan CO2 yang menyebabkan adanya rongga antar granula pati sehingga adonan menjadi lebih ringan dan lunak. Setelah kondisi adonan kalis maka dilanjutkan pada tahapan roll sheeting dan slitting. Waktu pencampuran yang baik adalah 15 - 25 menit. Dengan waktu yang digunakan PT Tiga Pilar selama 22 menit, maka waktu tersebut telah sesuai standar untuk pengadukan yang baik. Dimana jika pengadukan > 25 menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras dan kering, sedangkan pengadukan yang < 15 menit menyebabkan adonan menjadi lunak dan lengket. Suhu yang baik adalah 25 - 40oC. Pencampuran adonan dengan suhu < 25oC menyebabkan adonan menjadi rapuh dan keras. Sebaliknya jika pencampuran adonan menggunakan suhu > 40oC menyebabkan adonan menjadi lengket dan keelastisan mie menjadi rendah. Apabila pada tahap mixing, adonan yang dihasilkan tidak sesuai dengan standart (lembek atau keras) maka adonan tersebut tidak diturunkan ke tabung feeder untuk proses berikutnya, tetapi adonan tersebut diambil dan sedikit demi sedikit ditambahkan pada proses mixing adonan mie berikutnya.

Tabel 4.7 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Mixing No. Jenis Pemeriksaan Standar 1. a. Warna Kuning cerah, rata, tidak ada bercak-bercak putih b. Homogenitas Homogen, tidak ada bagian yang menggumpal, secara visual permukaan tidak belang-belang dan dapat dibuat lembaran c. Tingkat kering Normal

2) Pengujian kualitas hasil mixing Pengujian kualitas hasil mixing dilakukan dengan mencatat komposisi dan kondisi operasional proses mixing yang meliputi ukuran VT, waktu mixing kering, waktu mixing basah, dan total waktu mixing. Adapun standar penilaian hasil mixing dapat dilihat pada Tabel 4.8 Pengambilan sampel dilakukan dua kali dalam 1 shift dengan pengujian, antara lain: a) Pengujian warna

xcvi xcvii

 Amati warna hasil mixing secara visual.  Amati rata tidaknya warna hasil mixing.  Amati ada tidaknya bercak - bercak putih. b) Pengujian tingkat kering  Amati hasil mixing secara visual.  Jika tingkat kering tidak sesuai, pastikan dengan mengukur kadar airnya. c) Pengujian homogenitas  Amati homogenitas secara visual meliputi :  Ada tidaknya bagian yang menggumpal  Kondisi permukaan hasil mixing  Meratanya tingkat kering d) Pengujian suhu adonan  Memasukkan thermometer pada adonan  Menunggu beberapa saat sampai alat tersebut memunculkan angka yang menunjukkan suhu adonan mie

Tabel 4.8 Standar Penilaian Hasil Mixing Standar Penilaian No Parameter Standar Tidak Standar 4 = kuning cerah, rata, 1 = warna tidak cerah, tidak 1. Warna dan tidak ada bercak - rata / belang, dan ada bercak putih bercak - bercak putih 2. Tingkat kering 4 = normal 1 = tidak normal 4 = homogen, tidak ada bagian 2 = ada bagian yang hancur, yang menggumpal, secara tidak merata, ada bagian visual permukaan tidak yang terlalu basah, ada belang, dan dapat dibentuk bagian yang terlalu 3. Homogenitas lembaran kering, secara visual ada 3 = kurang homogen, secara bagian yang belang visual permukaannya 1 = tidak homogen, tidak belang, dan masih dapat dapat dibentuk dibentuk lembaran lembaran, hancur 4. Kadar air 4 = 28 – 32 % 1 = < 30 atau > 32 % 5. Suhu 4 = 34 – 36 oC 1 = < 34 atau > 36 oC Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk b. Pembentukan Lembaran (Sheeting) Proses roll sheeting adalah proses dimana adonan mie mulai dibentuk menjadi lembaran mie melalui beberapa unit roller press sampai tercapai ketebalan standar yang ditentukan (± 1 mm). Dalam roll press, serat-serat gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan searah dengan tekanan dua roll press. Dalam mesin DCM yang berupa roll press, adonan akan dipadatkan/dipress

xcvii xcviii menjadi lembaran - lembaran dimana pada proses ini adonan menjadi halus sesuai dengan ketebalan yang diinginkan. 1) Pengendalian mutu hasil sheeting Pengendalian mutu pada proses sheeting dapat berupa penilaian warna, kehalusan, tingkat kering dan pengukuran ketebalan mie. Pengecekan warna hanya secara visual saja. Pengujian kehalusan dengan meraba lembaran hasil sheeting. Sedangkan untuk pengujian untuk tingkat kering dengan cara mengamati kondisi lembaran (ada tidaknya lembaran yang patah atau sobek) dan tingkat kelengketannya. Penilaian pengukuran ketebalan lembaran adonan setiap 2 jam dalam setiap shift sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. PT Tiga Pilar Sejahtera mempunyai standar kualitas pada setiap prosesnya, adapun Standart Quality Manual proses sheeting dapat dilihat pada Tabel 4.9 Ketebalan adonan pada saat roller ini akan mempengaruhi berat pada produk akhir mie. Ketebalan lembaran dapat ditentukan dengan pengaturan handle (tuas), jika handle diputar berhadapan maka ketebalan lembaran akan semakin kecil, begitu pula jika diputar berlawanan arah maka ketebalan lembaran semakin besar. Pengaturan ini tergantung berat mie yang diinginkan dan kondisi adonan yang terjadi pada saat itu. Pengoperasian alat ini harus sesuai dengan jarak antara roll press yang satu dengan roll press yang lain artinya tingkat ketegangan adonan tidak boleh terlalu kendor dan tidak boleh terlalu tegang sehingga mie yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diinginkan. Selain itu kondisi adonan tidak boleh menumpuk dan tidak boleh berlubang karena akan mempegaruhi kualitas mie yang dihasilkan. Dalam pengujian proses sheeting juga terdapat kondisi operasional meliputi speed DCM, speed roll press, dan speed belt yang dapat diatur pada control panel yang berada tidak jauh dari roll press sehingga pengendalian kecepatan pada proses sheeting dapat berjalan dengan otomatis, selain itu juga dilakukan pengawasan oleh operator roll press sehingga jika diperlukan pengecilan maupun pembesaran ukuran ketebalan adonan dapat langsung dilakukan.

Tabel 4.9 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Sheeting No Jenis Pemeriksaan Standar 1. a. Warna Krem tua dan rata b. Tingkat kering Tidak patah, lembaran tidak sobek, dan ditangan tidak lengket c. Tingkat kehalusan Ditangan terasa halus

2) Pengujian kualitas hasil sheeting

xcviii xcix

Pengujian kualitas hasil sheeting dilakukan dengan mencatat kondisi operasional proses sheeting yang meliputi speed DCM, speed roll press, dan speed belt yang tertera pada masing - masing control panel. Adapun standar penilaian hasil sheeting dapat dilihat pada Tabel 4. 10 Pengujian kualitas hasil sheeting meliputi: a. Pengujian warna  Amati warna hasil sheeting secara visual.  Amati rata tidaknya warna hasil sheeting. b. Pengujian kehalusan  Raba lembaran hasil sheeting. c. Pengujian tingkat kering  Ambil lembaran hasil sheeting.  Satukan kedua ujungnya.  Amati kondisi lembaran (ada tidaknya lembaran yang patah atau sobek).  Amati tingkat kelengketannya. Tabel 4.10 Standar Penilaian Hasil Sheeting Standar Penilaian No Parameter Standar Tidak Standar 4 = krem tua, rata 1 = kuning kecoklatan, 1. Warna 3 = kuning gading, rata tidak rata 2 = kuning keputihan, rata 4 = ditangan terasa halus, tidak 2. Kehalusan 1 = kasar berpasir 1 = patah, lembaran 4 = tidak patah, lembaran tidak mudah sobek, 3. Tingkat kering sobek, ditangan tidak ditangan terasa lengket lengket Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk c. Pembentukan Gelombang (Forming-Cutting) Mie yang telah melewati tahap sheeting tersebut kemudian melalui tahap forming-cutting dimana akan mengubah lembaran-lembaran mie menjadi untaian mie yang bergelombang. 1) Pengendalian mutu hasil forming-cutting Pengendalian mutu proses forming-cutting yang dilakukan berupa penilaian diameter puller, lebar per jalur dan kerapian gelombang. Pengujian diameter puller dan lebar per jalur dengan menggunakan jangka sorong 8 kali pengukuran sebanyak dua kali dalam satu shift oleh bagian QC field dan pengujian kerapian gelombang dengan mengamati kerapian gelombang hasil forming-cutting secara visual. Penilaian kerapatan gelombang mie, lebar

xcix c

pilinan mie dan kecepatan konveyor dapat dilakukan dengan cara kesesuaian terhadap mesin yang digunakan dalam pembuatan mie kering. Pengendalian mutu tingkat kerapian gelombang mie dapat dilakukan dengan tidak ditemukannya bentuk mie yang menyimpang dalam standart. Adapun Standart Quality Manual proses forming-cutting dapat dilihat pada Tabel 4.11 Ukuran diameter puller ini sangat berpengaruh terhadap berat basah maupun mie kering sehingga perlu dikendalikan agar sesuai standar berat maupun dimensional mie. Akan tetapi untuk masing-masing proses pada pembuatan mie kering terdapat operator yang bertugas mengoperasikan dan mengontrol proses sehingga kemungkinan untuk ketebalan mie yang tidak sesuai dengan standart dapat diminimalkan sehingga apabila pada tahap cutting mie tidak sesuai dengan standar maka diameter puller pada roll press akan diatur kembali dan mie yang sudah dalam bentuk untaian akan diambil kemudian dicampur sedikit demi sedikit pada proses mixing. Tabel 4.11 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Forming-Cutting No. Jenis Pemeriksaan Standar 1. a. Diameter puller Sesuai standar produk b. Kerapian Bagian pinggir mie tidak terurai-urai, gelombang gelombang rata dan dapat membentuk bagian-bagian yang teratur, naik turun gelombang rata, jarak antar gelombang sama c. Lebar setiap jalur Sesuai standar produk

2) Pengujian kualitas hasil forming-cutting Pengujian kualitas hasil sheeting meliputi: a. Pengujian diameter puller  Siapkan jangka sorong  Ukur diameter puller dengan menggunakn jangka sorong b. Pengujian lebar per jalur  Siapkan jangka sorong  Ukur lebar mie ditiap julurnya dengan menggunakan jangka sorong c. Pengujian kerapian gelombang  Amati kerapian gelombang secara visual.

Tabel 4.12 Standar Penilaian Hasil Forming-Cutting Standar Penilaian No Parameter Standar Tidak Standar Diameter 1 = tidak sesuai 1. 4 = sesuai standar puller standar Lebar per 1 = tidak sesuai 2. 4 = sesuai standar jalur standar

c ci

1 = bagian pinggir mie terurai, 4 = bagian pinggir mie tidak terurai, gelombang mie gelombang rata dan dapat tidak rapi, acak membentuk bagian yang teratur, dan jatuh naik turun gelombang rata dan jarak antar gelombang sama 3 = bagian pinggir mie terurai, Kerapian gelombang mie merata dan dapat 3. gelombang membentuk bagian yang teratur, naik turun gelombang rata dan jarak antar gelombang sama 2 = bagian pinggir mie terurai, gelombang mie tidak merata, ada yang besar ada yang kecil dan jarak antar gelombang tidak sama

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk d. Pengukusan (Steaming) Steaming adalah proses pengukusan untaian mie secara kontinyu dengan menggunakan steam (uap panas). Steam yang ada dalam steam box dihembuskan melalui pipa steam yang dihasilkan dari steam boiler. Tujuan proses steaming adalah untuk memasak mie mentah menjadi mie setengah matang dengan sifat semi solid (setengah matang). Mi mentah sebelum masuk kedalam steam box terlebih dahulu disemprot dengan air dari sprayer yang berfungsi sebagai penambah kematangan. 1) Pengendalian mutu hasil steaming Pengendalian mutu yang dilakukan pada proses tahap steaming ini adalah pengendalian mutu kondisi operasional meliputi suhu yang digunakan, waktu steaming, speed (kecepatan), tekanan yang digunakan, mutu steam, serta warna, kematangan, dan kekenyalan mie dari hasil perlakuan steaming. Penilaian suhu dan tekanan dapat dilakukan dengan penggunaan suhu yang konstan 97 - 100º C dengan tekanan 0,7 - 1,0 bar oleh mesin yang digunakan. Pengaturan speed steaming terdapat pada control panel. Penilaian waktu yang digunakan dalam proses steaming dapat berupa pemberian sampel lempengan adonan mie diatas mie yang siap disteam dan dilakukan pencatatan waktu yang digunakan. Parameter waktu yang digukan dalam proses steaming

ci cii

adalah 2 - 3 menit. Penilaian mutu steam dapat dilakukan dengan penggunaan steam basah sebab dapat mempercepat proses pengukusan dan proses gelatinisasi pati lebih sempurna yang dipengaruhi oleh penyerapan molekul uap panas sehingga pematangan adonan mie lebih sempurna. Faktor - faktor yang juga mempengaruhi mutu steam adalah mutu uap yang berkaitan dengan banyaknya uap basah yang berada didalam box steaming. Jumlah uap ini berkaitan dengan panas yang diterima oleh mie. Proses steaming ini juga dapat menghambat proses pertumbuhan mikroorganisme pada mie kering. Pengujian warna hasil steaming dengan pengamatan secara visual dan rata tidaknya warna hasil steaming, pada pengujian tingkat kematangan dengan pengamatan secara visual yaitu memotong melintang sampel mie hasil steaming. Sedangkan pengujian kekenyalan mie secara sensoris dengan menekan sampel mie dengan menggunakan jari. Adapun Standart Quality Manual proses forming-cutting dapat dilihat pada Tabel 4.13 Tabel 4.13 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Steaming No. Jenis Pemeriksaan Standar 1. a. Warna Warna kuning gading muda b. Tingkat kematangan Tidak ada titik putih bila dipotong melintang c. Kekenyalan Jika ditekan dengan jari tidak keras atau lembek, ada hambatan saat ditekan

2) Pengujian kualitas hasil steaming Pengujian kualitas hasil steaming dilakukan dengan mencatat kondisi operasional proses steaming yang meliputi suhu, tekanan, speed, dan waktu. Pengujian kualitas hasil steaming meliputi: a. Pengujian warna  Amati warna hasil steaming secara visual.  Amati rata tidaknya warna hasil steaming. b. Pengujian kematangan  Amati tingkat kematangan mie secara visual.  Potong melintang sampel mie hasil steaming, amati ada tidaknya titik putih. c. Pengujian kekenyalan  Tekan sampel mie dengan menggunakan jari.  Amati kekenyalan mie secara sensoris Tabel 4.14 Standar Penilaian Hasil Steaming No Parameter Standar Penilaian

cii ciii

Standar Tidak Standar

2 = kuning kusam 4 = kuning gading muda 1 = kuning kecoklatan, kusam, 1. Warna 3 = kuning gading tua warna tidak rata atau belang

4 = tidak ada titik putih bila 1 = ada titik putih bila 2. Kematangan dipotong melintang dipotong melintang 4 = jika ditekan dengan jari 1 = jika ditekan dengan jari 3. Kekenyalan tidak keras / lembek, ada keras / lembek hambatan saat ditekan Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk e. Pemotongan dan Pelipatan (Shapping-Folding) Proses shapping - folding dengan prinsip pemotongan dan pelipatan mie hasil steaming menjadi dua susun / lapisan mie dengan panjang, lebar, dan bobot sesuai dengan standar. Proses pemotongan ini dilakukan setelah proses steaming dikarenakan sifat mie setelah proses pengukusan mie bersifat semi solid sehingga dapat memudahkan untuk pemotongan karena memiliki tingkat elastisitas yang tinggi. 1) Pengendalian mutu hasil shapping - folding Pengendalian mutu pada mie hasil shapping - folding dilakukan untuk menstabilkan kualitas produk dengan menilai kecepatan potongan mie, jumlah potongan mie, kerapian tumpukan lipatan mie, berat mie, dimensional mie (panjang, lebar, dan tebal) dan adanya cemaran mie. Penilaian kecepatan potongan mie dilakukan dengan cara pengaturan kecepatan pisau dan kecepatan koveyor yang digunakan. Dari penilaian kecepatan pisau dapat digunakan sebagai penilaian berat mie dan panjang mie yang dihasilkan. Jumlah potongan sesuai masing-masing jenis. Pengecekan pada proses pemotongan dan pelipatan mie dilakukan setiap 2 jam dalam setiap shift. Penilaian kerapian tumpukan lipatan mie dapat dilakukan dengan pengaturan kesuaian alat / pacul yang digunakan. Blok mie yang kurang rapi akan segera dirapikan secara manual oleh operator bagian shapping-folding, selain dirapikan sebelum masuk pada ruang driying blok mie ditimbang per satu angsang untuk mengetahui berat basah mie. Penimbangan dilakukan setiap satu adonan dalam feeder oleh para naker dan dilakukan setiap jam oleh bagian QC field. Kendali mutu yang lain yang dilakukan adalah mengukur kadar air mie dengan moisture analist. Penilaian berat dapat dilakukan dengan penimbangan mie dengan meletakkan mie beserta serok alumunium diatas timbangan. Sedangkan

ciii civ

pengukuran dimensional mie meliputi lebar dan tebal dengan menggunakan jangka sorong sedangkan untuk panjang menggunakan penggaris. Jika produk mie pada proses shapping-folding ini tidak sesuai dengan standar misal berat basah kurang atau lebih dan dimensional mie yang tidak sesuai standar maka QC field segera memberitahu pada operator steam maupun operator roll press untuk segera membenahi / mengeset mesin agar hasil mie sesuai standar. Adapun Standart Quality Manual proses shapping - folding dapat dilihat pada Tabel 4.15 Tabel 4.15 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Shapping-Folding No. Jenis Pemeriksaan Standar 1. a. Berat basah Sesuai standar produk b. Dimensional mie (pxlxt) Sesuai standar produk c. Kerapian lipatan Rapi, bentuk mie seragam, kedua bagian ujung mie sejajar dan rata d. Jumlah potongan Jumlah potongan sesuai masing-masing jenis

2) Pengujian kualitas hasil shapping-folding a. Ambil 1 lempeng mie basah (jumlah tergantung produk) secara acak setelah melewati proses shapping-folding menggunakan serok alumunium. b. Cek posisi jarum pada timbangan bila kondisi normal (jarum pada angka nol) lakukan penimbangan dengan meletakkan mie beserta serok alumunium diatas timbangan. c. Ambil salah satu mie basah dan ukur dimensional mie basah dengan menggunakan jangka sorong untuk mengukur lebar dan tebal sedangkan untuk panjang menggunakan penggaris. d. Lakukan pengecekan kerapian lipatan dan jumlah gelombang secara visual pada sampel.

Tabel 4.16 Standar Penilaian Hasil Shapping-Folding Standar Penilaian No Parameter Standar Tidak Standar 1. Berat basah 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar Dimensional mie 2. 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar basah

civ cv

4 = rapi, bentuk mie seragam, 2 = kedua ujung mie tidak kedua bagian ujung mie sejajar, bentuk tidak sejajar dan rata, jumlah rapi, ada bagian yang gelombang sesuai dengan menyilang Kerapian lipatan masing -masing jenis 1 = kedua ujung mie tidak 3. dan jumlah 3 = kedua ujung mie tidak sejajar, mie tidak gelombang sejajar, jumlah gelombang terlipat, jumlah sesuai dengan masing- gelombang sesuai masing jenis sesuai dengan dengan masing - masing-masing jenis masing jenis

Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk f. Pengeringan (Drying) Drying atau pengeringan adalah suatu proses mengeringkan mie yang telah dipotong dengan menghembuskan uap panas yang dihasilkan oleh hitter dalam box drying. Proses ini bertujuan mengurangi kadar air pada mie kering dengan standar maksimal 10 %. 1) Pengendalian mutu hasil drying Pengendalian mutu pada mesin drying ini adalah dengan pengaturan kondisi operasional seperti suhu, tekanan, waktu, kecepatan konveyor mie pada saat pengeringan, kondisi gelombang mie, dan jumlah blower yang digunakan dalam proses pengeringan berlangsung. Penilaian suhu yang digunakan dalam proses pengeringan ini berupa penggunaan suhu awal 76 oC, tahap tengah 80 oC dan tahap akhir 76 oC dengan tekanan 5,3 bar. Penilaian waktu yang digunakan berupa penggunaan parameter waktu selama 45 menit - 1 jam. Sedangkan speed dapat diatur melalui control panel. Pengawasan dilakukan oleh by pass. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini dalah suhu (semakin tinggi suhu maka pengeringan akan semakin cepat), kecepatan aliran udara pengering (semakin cepat udara pengering, maka pengeringan akan semakin cepat), kelembaban udara (semakin lembab udaranya maka pengeringannya semakin lambat). Untuk pengujian proses produksi meliputi penilaian tekstur, warna, tingkat kering, dan diameter puller. Pengujian tekstur / kekokohan / kekuatan dengan cara menekan sampel mie dan amati kekokohan dan mudah tidaknya mie pecah. Pengujian warna dan tingkat kering dengan pengamatan mie secara visual. Pengujian diameter puller dengan menggunakan jangka sorong.

cv cvi

Pengujian rasio berat basah / berat kering (BB / BK) dengan hasil pembagian mie setelah proses shapping-folding dengan mie setelah proses drying-cooling (BB / BK). Pengujian dimensional mie kering dengan mengukur panjang mie dengan menggunakan penggaris, lebar dan tebal mie dengan menggunakan jangka sorong. Adapun Standart Quality Manual proses drying dapat dilihat pada Tabel 4.17 Tabel 4.17 Standar Quality Manual (SQM) Hasil Drying No. Jenis Pemeriksaan Standar 1. a. Kekokohan / kekuatan Sangat kokoh, tidak mudah pecah dan hancur b. Tingkat kering Sesuai standar produk c. Diameter puller Sesuai standar produk d. Berat kering Sesuai standar produk e. Rasio berat basah / kering Sesuai standar produk f. Ukuran (p x l x t) Sesuai standar produk

2) Pengujian kualitas hasil drying-cooling Pengujian kualitas hasil drying-cooling dilakukan dengan mencatat kondisi operasional proses drying-cooling yang meliputi suhu, tekanan, dan speed.  Pengujian dilakukan dengan pengambilan masing - masing 7 keping sampel mie (dua kali dalam satu shift). Pengujian kualitas hasil drying- cooling meliputi: a. Pengujian tekstur / kekokohan / kekuatan  Remas / tekan sampel mie  Amati kekokohan dan mudah tidaknya mie pecah b. Pengujian warna  Amati warna hasil drying-cooling secara visual. c. Pengujian tingkat kering  Amati tingkat kering mie secara visual. d. Pengujian diameter puller  Siapkan jangka sorong.  Ukur diameter puller dengan menggunakan jangka sorong.  Ambil sampel pada jam ke-2 dan jam ke-6 untuk dilakukan pengujian berikut: a. Pengujian rasio berat basah / berat kering (BB / BK).  Siapkan timbangan, pastikan timbangan tera (jarum penunjuk angka nol).

cvi cvii

 Ambil 10 sampel mie kering yang sudah diberi tanda saat pengujian mie basah.  Timbang sampel mie.  Hitung rasio dengan hasil pembagian mie setelah proses shapping-folding dengan mie setelah proses drying-cooling (BB / BK).

b. Pengujian dimensional mie kering  Siapkan penggaris dan jangka sorong.  Ambil 2 sampel mie kering.  Ukur panjang mie dengan menggunakan penggaris.  Ukur lebar dan tebal mie dengan menggunakan jangka sorong. Tabel 4.18 Standar Penilaian Hasil Drying-Cooling Standar Penilaian No Parameter Standar Tidak Standar 5 = sangat kokoh dan sangat kuat 2 = tidak kokoh, sebagian terhadap tekanan getas (terdengar 4 = kokoh dan kuat terhadap Tekstur / bunyai krek saat tekanan, tidak mudah pecah 1. kekokohan / ditekan) 3 = agak kokoh, kurang kuat kekuatan 1 = getas / mrepel, mudah terhadap tekanan, sebagian pecah dengan sedikit ada yang pecah, terdengar tekanan bunyai krek saat ditekan.

3 = kuning kehijauan / 8 = kuning keputihan cerah kuning kecoklatan 7 = kuning keputihan kurang cerah kurang cerah 6 = kuning keputihan kusam 2. Warna 2 = kuning kehijauan / 5 = kuning kusam kuning kecoklatan 4 = kuning kehijauan / kuning 1 = kuning hijau kuning kecoklatan cerah coklat

3. Tingkat kering 4 = rata 1 = tidak rata Diameter 4. 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar puller 5. Rasio BB / BK 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar Dimensional 6. mie kering 4 = sesuai standar 1 = tidak sesuai standar (p x l x t) Sumber : Inspeksi dan Pengujian Proses Produksi PT. TPS Food Tbk

g. Pendinginan (Cooling)

cvii cviii

Pengendalian mutu proses pendinginan ini dilakukan dengan penilaian suhu pendinginan, waktu yang digunakan dalam proses pendinginan, kondisi gelombang mie dan struktur mesin pendinginan mie kering. Penilaian suhu yang digunakan dalam proses pendinginan mengunakan suhu kamar yang telah disesuaikan dengan kondisi atau struktur masin pendingin yang tidak tertutup. Proses pendinginan mie dengan kipas angin yang kuat pada ban berjalan selama 63 detik sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan mie mencapai suhu kurang lebih 30 - 32oC. Penilaian kondisi gelombang mie yang telah terjaga mulai dari proses pembentukan gelombang mie kering. Sehingga pengendalian mutu pada tahap pendinginan dilakukan secara uji inderawi melalui pengamatan setiap 2 jam dalam setiap shift. Faktor - faktor yang mempengaruhi proses pendinginan adalah: Temperatur udara yang masuk Temperatur udara yang masuk ke arah mie harus lebih rendah atau sama dengan suhu kamar (<32oC). Karena apabila temperatur lebih tinggi maka tidak akan mampu mendinginkan mie. Jumlah produk Semakin banyak jumlah produk yang harus didinginkan maka semakin besar panas yang harus dibebaskan, sehingga udara segar bersih yang harus dihembuskan juga semakin banyak. Kondisi gelombang mie Dengan semakin rapatnya gelombang mie, maka semakin sulit membebaskan panas yang ada pada mie. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah udara segar bersih yang dihembuskan atau peningkatan waktu pendingin. Sehingga proses pendinginan menjadi tidak efisien dan memerlukan banyak energi. h. Pengemasan (Packing) Pengendalian mutu dalam proses mie kering pada mesin packing plastik adalah pengecekan suhu sealer, kerapatan kemasan dan terdapat kode kadaluarsa. Penilaian suhu yang digunakan dalam mesin pengemas adalah penggunaan suhu yang konstan dengan parameter long sealer 184º C sedangkan untuk end sealer bersuhu 112º C. Penilaian tingkat kerapatan pada pengemas plastik yang dihasilkan dilakukan secara manual dengan uji tingkat kemudahan pembukaan kemasan dengan tangan. Penilaian kode kadaluarsa dapat dilakuakan dengan pengecekan

cviii cix

tanggal, bulan, dan tahun. Proses pengecekan tersebut dilakukan di setiap 2 jam dalam setiap shift. Setelah dilakukan pengemasan primer, mie dilakukan pengemasan sekunder dengan menggunakan kertas keras (kardus/karton). Setiap karton berisikan 20 pcs mie kering. Kardus yang berisi mie kering kemudian menuju mesin lakban dan keluar melalui konveyor. Pengendalian mutu pengemas sekunder dilakukan monitoring kekuatan lakban yang digunakan. Penilaian kekuatan lakban dapat dilakukan dengan ketidaksobekan lakban pada kardus setelah dilakukan penumpukan 7 susun kardus mie yang telah berisi produk mie kering.

3. Penggudangan Sistem pengudangan pada gudang finish good (FG) meliputi tiga konsep penting, yaitu menerima, mengelola, dan mengeluarkan. Konsep yang pertama yaitu menerima maksudnya adalah penerimaan dari produksi. Konsep yang kedua adalah mengelola keberadaan finish good dalam gudang finish good. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga dan mengelola FG dengan baik, sehingga kualitas tetap terjaga. Pengelolaan pada waktu penggudangan meliputi jarak antar blok sekitar 30 - 50 cm, jarak blok dengan dinding sekitar 30 - 50 cm, tinggi palet 15 cm dan tumpukan maksimal untuk mie kering 6 tali atau 30 bungkus. Konsep yang terakhir adalah mengeluarkan finish good dari gudang finish good, yaitu melakukan pengeluaran untuk didistribusikan dengan pihak transporter. Pengeluaran finish good diatur dengan sistem yang telah diatur dengan rapi dan teliti oleh bagian PPIC, yakni mengunakan sistem FEFO (First Expired First Out).

4. Pengendalian Mutu Produk Akhir (Out Going Quality Control) Produk akhir yang biasa disebut finish good (FG) harus dikendalikan mutunya sejak keluar dari proses produksi. Pengecekan yang dilakukan perusahaan terhadap produk akhir, meliputi : pengujian mutu barang jadi / PPA (dimensional per ball, berat per pack, kerapian bentuk / isi / las, tinggi langsiran) serta pengujian kualitas masakan (kekenyalan, elastisitas, kelengketan dan bulkiness). Setiap proses produksi harus dilakukan pendokumentasian sampel produk yang dihasilkan. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 4 bungkus setiap line per shift per hari. Cara pengambilan sampel secara random. Pengendalian mutu untuk produk akhir dilakukan dengan shelf life. Shelf life dilakukan tiap satu bulan untuk masing - masing produk selama masa simpan, untuk mie kering masa simpan satu tahun. Shelf life juga digunakan sebagai dokumen produk atau bahan pembuktian jika terjadi kasus atau komplain dari distributor. Kasus yang biasa terjadi antara lain adalah : return remuk, berkutu dan berjamur. Analisa yang dilakukan terhadap sampel shelf life adalah

cix cx

: kadar air, fisik (tekstur, warna, ada tidaknya jamur dan kutu) dan kualitas masakan (kekenyalan, elastisitas, kelengketan dan bulkiness). Selain itu, pengendalian mutu produk akhir dilakukan sesuai dengan standart quality manual PT. TPS. Persyaratan mutu produk akhir mie kering yang dilakukan, meliputi kode produksi baik dikarton maupun dietiket. Pengendalian mutu pada produk akhir pada karton berupa kebersihan karton, tidak robek, karton tidak basah atau peyok, lakban benar-benar lengket, tertutup rapat, isi sesuai standart, etiket (kode produksi benar dan jelas, mudah terbaca).

Contoh kode produksi dalam pengemas adalah: a. Kode produksi; terdiri dari delapan digit angka dengan urutan: dua angka terakhir tahun produksi, dua angka bulan produksi, dua angka tanggal produksi, kode shift, kode line. Contoh: 10 02 17 2 4 Kode line (line 4) Kode shift (shift 2) Kode tanggal (tanggal 17) Kode bulan (bulan Februari) Kode tahun (tahun 2010) b. Kode kadaluarsa (expired date) berisi: tanggal, bulan (dalam teks), dan tahun. Contoh: 17 FEB 2011 Kode tahun (tahun 2011) Kode bulan (bulan Februari) Kode tanggal (tanggal 17)

H. HACCP dan Penentuan Titik Kritis (CCP) Mie Kering 1.HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) PT. Tiga Pilar Sejahtera memberikan jaminan bagi pelanggan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab tentang mutu dan mampu menyediakan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Manajemen mutu yang diterapkan di PT. Tiga Pilar Sejahtera sesuai dengan HACCP yaitu dengan melakukan pencegahan untuk permasalahan yang timbul pada tiap tahap produksi sehingga tidak menghambat proses produksi. Tindakan pencegahan untuk permasalahan yang timbul antara lain karena

cx cxi tindakan perbaikan yang hanya dilakukan jika terjadi masalah akan mengakibatkan terhambatnya proses produksi.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem control dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Analisa potensi bahaya, titik kritis, pengendalian dan pemeriksaan produksi mie kering yaitu suatu tahap dimana potensi bahaya bisa dikurangi, dicegah atau dihilangkan. Selain itu, berbagai tahapan bisa menimbulkan kontaminasi pada makanan sehingga harus dikendalikan. Tabel 4.19 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan pada Produksi Mie Kering. Tahapan Potensi Bahaya Pengendalian Pemeriksaan Penerimaan - B - Memilih pemasok/ Kondisi bahan Bahan Baku a supplier yang dan dilakukan h dipercaya. pengujian a - Memilih bahan baku kualitas oleh y yang mempunyai bagian QC a kualitas produk yang fi bermutu si - Pengecekan setelah k bahan baku diterima, - B jika tidak sesuai standar e maka bahan baku n ditolak d a - Kebersi Kenampakan Penyimpanan as han tempat dan pengujian Produk in penyimpanan shelf life oleh g - Cara bagian QC penyimpanan yang tepat - Penerap Kenampakan an prinsip FIFO Penyimpanan Alat - Memak ai alat yang bersih - Higienit as pekerja - Lingku ngan kerja yang bersih

- K ontaminasi dari luar - K

cxi cxii

ondisi fisik bahan baku berubah

- K ontaminasi dari lingkungan dan pekerja - K otoran sisa proses Tabel 4.20 Analisa Potensi Bahaya, Pengendalian dan Pemeriksaan Proses Pengolahan Mie Kering. Tahapan Potensi Bahaya Pengendalian Pemeriksaan

cxii cxiii

Pencampuran Fisika: - Dilakukan - K tepung ke - benang penyaringan enampakan hopper - debu tepung sebelum masuk pada proses - logam mixing Biologi - kutu Mixing - serangga - Pengaturan waktu, Fisika: suhu, dan jumlah - K - KA tinggi kansui yang enampakan ditambahkan - P - Adonan lembek - Pengaturan engecekan Sheeting kecepatan dan kadar air jarak antar dua Fisika: buah logam - Ketebalan - Pengawasan pada - K Forming-Cutting lembaran tidak proses sheeting enampakan sesuai standart - Pengukuran Fisika: diameter mie dan - Diameter mie pengaturan kecepatan net - K tidak sesuai steam enampakan standart -Pengaturan suhu, Steaming - Mie terurai waktu, dan tekanan steam - Pengaturan sprayer Fisika: - Pengawasan pada - Kadar air mie distributor Shapping- terlalu tinggi conveyor - K Folding - Penggunaan pisau enampakan yang tajam dan - V Fisika: steril isual - Pengaturan suhu, - Olie waktu, dan Drying- Cooling Kimia tekanan drying - Pisau berkarat - Penggunaan - K Packing staples yang enampakan berkualitas baik - V Fisika: isual - Mie basah - Mie gosong

Fisika: - Staples - K enampakan - Tali rafia - P engecekan kadar air

- K enampakan 2.Penentuan Titik Kritis (CCP)

cxiii cxiv

CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. Dalam penetapan titik kritis (CCP) dilakukan beberapa tahapan proses yaitu pencampuran tepung ke dalam hopper screw, mixing (pengadukan), sheeting (pembentukan lembaran), forming-cutting (pembetukan untaian mie), steaming (pengukusan), shapping-folding (pemotongan dan pelipatan), drying-cooling (pengeringan dan pendinginan), dan packing (pengemasan). Dengan mengetahui bahaya potensialnya, baik itu secara fisika, kimia, maupun biologi, yang selanjutnya menjawab pertanyaan - pertanyaan untuk mengetahui apakah produk mie kering tersebut dapat terhindar oleh batasan penetapan titik kritis (CCP). Adapun Tabel penetapan titik kritis terdapat pada lampiran. Tahapan proses yang pertama adalah pencampuran tepung ke hopper screw. Dengan bahaya potensialnya fisika yaitu benang, debu dan logam serta bahaya biologi seperti kutu dan serangga pada tepung. Tahapan proses ini termasuk titik kritis (CCP) karena tahap selanjutnya (mixing) tidak dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya pada batas yang dapat diterima. Tahapan proses yang kedua adalah mixing atau pencampuran antara tepung dengan air kansui. Dengan bahaya potensial fisika yaitu kadar air yang terlalu tinggi akibat terlalu banyak kansui yang digunakan sehingga adonan menjadi lembek. Tahapan ini termasuk CCP karena tahap selanjutnya (sheeting) tidak dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya pada batas yang dapat diterima. Tahapan proses yang ketiga adalah sheeting atau pembentukan lembaran. Dengan bahaya potensial fisika yaitu ketebalan lembaran yang teralu besar maupun kecil. Tahapan ini bukan termasuk CCP karena karena sudah dapat ditanggulangi dengan cara pengaturan ketebalan lembaran pada roll press berikutnya. Tahapan proses yang keempat adalah forming-cutting atau pembetukan untaian mie. Dengan bahaya potensial fisika yaitu diameter mie yang terlalu besar maupun kecil dan mie terurai. Tahapan ini bukan termasuk CCP karena sudah dapat dicegah dengan cara pengaturan ketebalan lembaran pada tahap sebelumnya (sheeting). Tahapan proses yang kelima adalah steaming atau pengukusan. Dengan bahaya potensial fisika yaitu kadar air mie yang terlalu tinggi akibat semprotan air pada sprayer yang terlalu deras. Tahapan ini bukan termasuk CCP karena bahaya sudah dapat dicegah pada tahapan selanjutnya (drying).

cxiv cxv

Tahapan proses yang keenam adalah shapping-folding atau pemotongan dan pelipatan. Dengan bahaya potensial fisika yaitu mie yang terkena olie pada distributor conveyor dan pisau yang berkarat. Tahapan ini termasuk CCP karena tahap selanjutnya (drying) tidak dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya pada batas yang dapat diterima. Tahapan proses yang ketujuh adalah drying-cooling atau pengeringan dan pendinginan. Dengan bahaya potensial fisika yaitu mie basah maupun mie gosong. Tahapan ini termasuk CCP karena tahap selanjutnya (packing) tidak dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya pada batas yang dapat diterima. Sehingga jika mie kering masih dalam keadaan agak basah akan menyebabkan timbulnya jamur maupun bau apek selama penyimpanan. Tahapan proses yang kedelapan adalah packing atau pengemasan. Dengan bahaya potensial fisika yaitu staples yang terikut saat pengemasan. Tahapan ini termasuk CCP karena packing adalah tahapan terakhir dalam proses pengolahan mie kering sehingga tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengeliminasi kemungkinan bahaya yang muncul pada batas yang dapat diterima. Dari tabel penetapan titik kritis yang berupa alur pertanyaan P1 sampai P4 dan bahaya potensial yang di identifikasi, kita dapat mengetahui proses manakah yang termasuk dalam titik kritis (CCP).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada lima tahapan proses yang termasuk dalam penetapan titik kritis (CCP) antara lain yaitu pencampuran tepung dalam hopper screw, mixing (pengadukan), shapping-folding (pemotongan dan pelipatan), drying (pengeringan), dan packing (pengemasan).

I. Sanitasi Industri 1. Sanitasi Bahan Dasar Bahan dasar untuk pembuatan mie kering adalah tepung terigu. Sanitasi bahan dasar telah dilakukan oleh pihak supplier dan dilengkapi dengan COA (Certifikat Of Analyst) pada saat pengiriman ke pabrik. Pihak Quality Control hanya melakukan cek ulang terhadap data tepung terigu yang melengkapi. Ketika tepung terigu tiba di gudang bahan baku (gudang row material) segera dilakukan pengujian kemudian disimpan sesuai dengan ketentuan SOP (Standart Operation Procedure) PT. Tiga Pilar Sejahtera. 2. Sanitasi Lingkungan Produksi Pembersihan secara rutin dilakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan produksi. Pelaksanaan sanitasi lingkungan produksi dilakukan sebanyak 2 kali sehari. Pembersihan area tersebut meliputi lingkungan pabrik atau lokasi disekitar pabrik termasuk taman.

cxv cxvi

Saluran pembuangan yang ada di ruang produksi dibersihkan sebelum dan sesudah proses. Pembersihan saluran pembuangan juga dilakukan ketika kondisi kotor pada saat proses produksi berlangsung. Terdapat tempat khusus untuk parkir kendaraan bermotor dan mobil. Tempat parkir terletak jauh dari ruang proses, sehingga memperkecil kemungkinan tercemarnya bahaya makanan yang diolah akibat debu dan kotoran dari luar. Permukaan ruas jalan di halaman sekitar pabrik di aspal seluruhnya sehingga mempermudah dalam pembersihan lingkungan, disamping itu juga memperkecil kemungkinan kontaminasi akibat debu dan tanah, serta becek pada musim hujan. 3. Sanitasi Ruang Produksi Sanitasi ruang produksi secara umum meliputi atap, dinding, lantai, selokan, penerangan dan ventilasi. Atap pabrik terbuat dari bahan alumunium yang bersifat tahan lama dan tahan terhadap air. Atap dari bahan alumunium juga tahan terhadap korosi sehingga tidak mudah bocor. Pabrik PT. Tiga Pilar sejahtera mempunyai dinding dengan ketinggian lebih kurang 7 meter dari permukaan lantai. Dinding dicat dengan warna putih, tujuan pengecatan dengan warna tersebut agar pencahayaan dapat maksimal dan memudahkan kontrol sanitasi. Permukaan dinding tesebut lurus, halus dan rata. Persyaratan umum lantai bagunan pabrik harus kedap air, garam asam, basa dan bahan kimia lainnya. Permukaan lantai harus halus dan rata tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan. Persyaratan tersebut untuk memudahkan sanitasi lantai pada ruang produksi. Lantai pabrik PT. Tiga Pilar Sejahtera terbuat dari keramik warna putih sehingga mudah dibersihkan dan pembersihan dilakukan secara rutin sehingga sanitasi ruang produksi tetap terjaga. Selokan dibuat tidak hanya di bagian pinggir dalam ruang produksi, tetapi juga dibagian yang memerlukan pembuangan air secara cepat, misalnya dibawah alat atau mesin produksi. Sistem pembuangan atau selokan sangat penting dalam sanitasi ruang produksi. Selokan dalam ruang produksi berfungsi sebagai penyalur limbah cair menuju Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL). Pencahayaan ruang produksi yang utama berasal dari cahaya matahari. pencahayaan matahari berlangsung pada siang hari dan cuaca yang cerah. Produksi yang dilaksanakan pada malam hari atau cuaca mendung menggunkana pencahayaan dari lampu neon dan mercury. Ventilasi berguna sebagai sarana sirkulasi udara. Ventilasi harus menjamin peredaran udara dengan baik. Sehingga dapat mengatur peredaran uap, gas, asap, bau, debu dan panas yang dapat merugikan kesehatan karyawan. 4. Sanitasi Mesin dan Peralatan Produksi

cxvi cxvii

Pembersihan mesin dan peralatan produksi secara total dilakukan oleh para mekanik. Operator mesin dan peralatan dapat melakukan kegiatan sanitsi peralatan pada hari minggu atau libur agar tidak mengganggu proses produksi. Sanitasi peralatan dapat sekaligus sebagai kegiatan preventive maintenance mesin peralatan. Preventive maintenance dilakukan untuk memeriksa kondisi mesin atau peralatan, sedangkan pembersihan ringan pada peralatan misalnya : pembersihan box mixing setelah proses mixing diakukan setiap hari oleh karyawan produksi. 5. Sanitasi Pekerja Untuk mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh pekerja, pabrik telah menyediakan sarana-sarana berupa alat kelengkapan kerja, fasilitas kesehatan dan fasilitas sanitasi lainnya. Sesuai dengan aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, perlengkapan kerja yang harus digunakan oleh para pekerja antara lain hairnet-topi, masker hidung, clemek seragam, sarung tangan dan sepatu khusus produksi. Sanitasi karyawan terutama bagian produksi dan laboratorium sangat penting karena berhubungan langsung dengan proses produksi. Setiap karyawan yang bekerja di bagian proses produksi diwajibkan untuk mengunakan pakaian kerja khusus yang dilengkapi dengan penutup kepala masker dan celemek, sepatu kerja dan jas lab. Pakaian kerja khusus wajib digunakan tenaga kerja untuk melindungi tenaga kerja dari kecelakaan saat melakukan pekerjaan dan sekaligus mencegah terjadinya pencemaran bahan yang diolah melalui aktivitas tenaga kerja. Penyediaan sarana pencuci tangan, spray alkohol merupakan cara untuk mencegah kontaminan pada bahan tidak diperbolehkan menggunakan cincin, jam tangan, aksesoris - aksesoris berbahan logam lainnya karena di PT Tiga Pilar Sejahtera bergerak di bidang pangan sehingga tidak di perbolehkan adanya cemaran logam di dalam produknya yang akan berdampak pada konsumen. 6. Sanitasi Penanganan Limbah a. Limbah cair Sebagian besar limbah di PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah limbah cair organik. Penanganan air limbah dilakukan dengan cara sentralisasi semua limbah dalam 1 unit IPAL. Namun untuk limbah cair pada proses produksi mie kering tanpa penanganan lebih lanjut yaitu dengan langsung membuang limbah ke saluran air yang berada tidak jauh dari IPAL. Karena pada proses produksi mie kering, limbah yang dihasilkan hanya dari air yang digunakan dalam sanitasi dan tidak menghasilkan limbah yang berbau ataupun limbah minyak hasil penggorengan pada mie instan yang memerlukan penanganan lebih lanjut. b. Limbah padat

cxvii cxviii

Limbah padat PT. Tiga Pilar sejahtera berupa remukan mie yang jatuh dalam proses maupun yang tercampur dalam limbah cair, plastik yang sudah sobek, etiket yang sudah tidak terpakai dan ceceran tepung yang jatuh di gudang. Remukan mie yang terjatuh pada saat proses, plastik yang sudah sobek, etiket yang sudah tidak terpakai dan ceceran tepung yang jatuh termasuk dalam barang affal. Penanganan barang affal PT. Tiga Pilar Sejahtera adalah dengan menjual barang affal tersebut ke PT. Sarana di daerah Palur Solo. Remukan mie dan ceceran tepung biasanya digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan plastik dan etiket dijual pada pihak ketiga untuk didaur ulang. Untuk limbah padat sisa hasil pembakaran batu bara yang berbentuk abu untuk sementara ini disediakan tempat penampungan dibelakang pabrik. c. Limbah Asap Limbah asap di PT. Tiga Pilar Sejahtera meliputi asap sisa pembakaran dari mesin boiler. Asap tersebut dialirkan melalui cerobong asap yang tinggi dan dilengkapi filter, sehingga asap yang keluar dari cerobong asap langsung terbuang ke udara bebas dan tidak mencemari lingkungan.

cxviii cxix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan a. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mie kering adalah tepung terigu dan air. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan antara lain tepung pensubstitusi : tepung tapioka, tepung gaplek, tepung mocal dan larutan kansui : garam, CMC, soda abu, pewarna. b. Alat dan mesin yang digunakan dalam pembuatan mie kering antara lain: mesin screw, mesin mixer, tangki air alkali (CM), tabung feeder dan DCM, roll press, roll slitting (RC), steam, cutting & folding, driying, cooling, dan mesin packing. c. Tahap pembuatan mie kering meliputi : penuangan bahan mentah dalam screw, pencampuran (mixing), pembentukan lembaran adonan (sheeting), pembentukan gelombang (forming-cutting), pengukusan (steaming), pemotongan dan pelipatan (shapping-folding), pengeringan (driying), dan pendinginan (cooling). d. Pengendalian mutu mie kering dilakukan pada tiap tahapan proses mulai dari persiapan bahan baku, proses produksi, sampai ke produk akhir (finish good). e. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk memproduksi berbagai macam produk mie kering dengan sistem pengendalian mutu sesuai dengan ISO 9001 : 2000 dan HACCP. f. Tahapan proses yang termasuk dalam penetapan titik kritis (CCP) antara lain yaitu pencampuran tepung dalam hopper screw, mixing (pengadukan), shapping-folding (pemotongan dan pelipatan), drying (pengeringan), dan packing (pengemasan).

B. Saran Dalam penanganan quality control pada proses produksi, sebaiknya QC field segera menindaklanjuti apabila terjadi trouble pada setiap proses mie karena hal itu akan sangat berpengaruh terhadap mie kering yang dihasilkan misalnya diameter puller yang kurang, maka QC field segera memberitahukan pada operator roll untuk segera memperbesar ketebalan lembaran sehingga mie hasil forming-cutting memiliki diameter yang sesuai standar. Biasanya keteledoran terjadi pada QC field yang baru masa tahap training sehingga perlu pengawasan yang lebih. Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, telah menentukan perlengkapan kerja yang harus digunakan oleh para pekerja antara lain masker, hair-net, clemek, sarung tangan dan sepatu khusus produksi. Saat ini perlengkapan kerja

cxix cxx bagian produksi yang digunakan karyawan PT. Tiga pilar Sejahtera adalah hair-net, masker, clemek dan sepatu khusus produksi, untuk sarung tangan belum digunakan oleh para pekerja selama ini, padahal perlengkapan tersebut selain sebagai alat kelengkapan keselamatan kerja juga digunakan untuk mencegah kontaminasi terhadap produk.

cxx cxxi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2010. Produk Mie. http://id.wikipedia.org/wiki/Mie (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.00 WIB).

Anonim2. 2010. Kandungan Gizi Mie Kering. www.google.com (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.00 WIB).

Anonim3. 2010. Tepung. http://id.wikipedia.org/wiki/tepung (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.30 WIB).

Anonim4. 2010. Tepung Gandum dan Tepung Terigu. http://id.wikipedia.org/wiki/Gandum (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.30 WIB).

Anonim5. 2010. Kualitas Tepung Terigu. http://www.mandirischool.net/index.php (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.30 WIB).

Anonim6. 2010. Parameter Kualitas Tepung Terigu . www.Bogasari.Flour.com (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.30 WIB).

Anonim7. 2010. Industri Pengolahan Tepung Tapioka. www.google.com. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.40 WIB).

Anonim8. 2010. Tepung Mocal. http://ptp2007.wordpress.com/2010/01/29/mocal-atau-mocaf/ (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.00 WIB).

Anonim9. 2010. Carboxymethyl Cellulose (CMC). http://www.tristarchemical.com. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 17.00 WIB).

Anonim10. 2010. Pengaruh Soda Abu dalam Pembuatan Mie. http://www.tristarchemical.com. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 17.00 WIB).

Anonim11. 2010. Manfaat Tepung Telur. http://www.kompas.com/kompas% (Diakses pada tangga 28 Maret 2010 pukul 11.00 WIB).

Anonim12. 2010. Fungsi Natriun Benzoat dalam Bahan Pangan. http://www.kompas.co.id/. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 17.00 WIB).

Astawan, Made. 1990. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Astawan, Made. 2001. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.

Buckle, K.A.PA Eiwards, GH Fleet, M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.

Direktorat Gizi. Depkes. 1992.

cxxi cxxii

Fardiaz, S. 1997. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titk Kritis. Pelatihan pengendalian mutu dan keamanan pangan bagi staff pengajar. Kerjasama pusat studi pangan dan gizi (CNFS) IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21 juli – 2 agustus 1997.

Haryanto, Bambang. 2010. Perkembangan Teknologi Pengolahan Mie. http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/pdf/prosiding/poster/PTP18_Bambanghar- Pengolahan_mie_patpi.pdf (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.00 WIB).

Jennie, Betty Sri Laksmi. 1988. Sanitasi Dalam Industri Pangan. IPB Press. Bogor.

Prawirosentono, Suyadi. 2002. Manajemen Mutu Terpadu. PT Bumi Aksara. Jakarta.

SNI 01-2974-1992. Standarisasi Tepung Terigu dalam Bahan Pangan. http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3347 (Diakses pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 16.00 WIB).

SNI 01-2974-1996. SNI Mie Kering. http://foodnutrisys.com/SNI/SNI_Mie kering new.pdf. (Diakses pada tanggal 27 Januari 2010 pukul 14.30 WIB).

Soekarto, Soewarno T. 1990. Dasar - Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press. Bogor.

Tri Radiyanti dan Agusto, W.M, 1990. Tepung Tapioka (Perbaikan). Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan - LIPI.

Winarno, dkk. 1980. Zat Pewarna Makanan. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G dan Surono. 2002. Cara Pengolahan Pangan yang Baik. M Brio Press. Bogor.

cxxii