<<

PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

MUMTAZHA AMIN 147011016/M.Kn

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Universitas Sumatera Utara PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUMTAZHA AMIN 147011016/M.Kn

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : MUMTAZHA AMIN NomorPokok : 147011016 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Edy Ikhsan, SH, MA)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Dr.Utary Maharany Barus, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 16 Juni 2016

Universitas Sumatera Utara Telah diuji pada Tanggal : 16 Juni 2016

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Edy Ikhsan, SH, MA Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 2. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum

Universitas Sumatera Utara SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : MUMTAZHA AMIN Nim : 147011016 Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU Judul Tesis : PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Yang membuat Pernyataan

Nama : MUMTAZHA AMIN Nim : 147011016

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Komunitas Tamil Muslim adalah kumpulan populasi orang Tamil atau orang- orang keturunan Tamil yang beragama . Komunitas Tamil Muslim memiliki sistem kekerabatan, perkawinan, dan kewarisan yang masih dipengaruhi oleh corak kebudayaan asli mereka. Mengingat komunitas Tamil Muslim ini sudah beragama Islam maka semestinya berlaku hukum Islam, namun persentuhan budaya dalam menentukan hukum sangat berpengaruh. Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan antara lain bagaimana sistem kewarisan yang digunakan, bagaimana pengaruh hukum waris Islam, dan faktor-faktor apa sajakah yang menghambat penyelesaian waris dalam pembagian waris pada komunitas Tamil Muslim di Kota Medan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan empiris, dimana pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kajian sosiolegal research atau sebuah kajian hukum dengan mengoptimalkan bahan hukum normatif dan data primer. Terkait jenis data terakhir, data umumnya diperoleh melalui penggalian data informan yang berasal dari ahli waris terkait kasus yang diambil, pada akhirnya analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, kesimpulan ditarik secara metode deduktif untuk kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif. Dari hasil penelitian diketahui dan dapat dijelaskan bahwa sistem kewarisan yang digunakan oleh komunitas Tamil Muslim adalah sistem kewarisan mayorat laki- laki yang mana pada sistem ini sepeninggal pewaris atau yang berarti waris terbuka, yang berhak secara penuh mengambil tanggung jawab atas memimpin, menguasai, dan mengatur harta warisan ialah hanya anak laki-laki tertua. Hukum waris Islam memberikan pengaruh dalam hal penentuan penggolongan ahli waris dan penentuan porsi antara ahli waris laki-laki dan perempuan. Pengaruh hukum waris Islam dalam pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim ini timbul dikarenakan adanya faktor agama dan faktor pendidikan sebagai faktor-faktor yang paling mempengaruhi pilihan hukum yang digunakan seseorang. Faktor-faktor yang menghambat penyelesaian waris pada komunitas Tamil Muslim dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari sistem kekeluargaan komunitas Tamil Muslim yang cenderung tertutup, pilihan hukum yang ditentukan para ahli waris dalam pembagian waris yang tidak konsekuen, dan adanya kontrol yang dominan dari abang tertua. Adapun Faktor eksternal ialah karena pengaruh lingkungan sosial yang terbatas, dan minimnya sosialisasi tentang hukum kewarisan Islam.

Kata Kunci : Hukum Waris Islam , Pembagian Waris, Komunitas Tamil Muslim, Pilihan Hukum.

i

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Tamil Moslem community is a group of Indian who are Moslems. They have kinship, wedlock, and inheritance which are influenced by their own original culture. Since they become Moslems, they have to comply with the Islamic law. However, it seems that acculturation plays an important role in creating law. The problems of the research were as follows: how about the inheritance system, how about its influence, and what factors which impede the settlement of dispute in inheritance in it its distribution in the Tamil Moslem community in Medan. The research used normative empirical method. The data were gathered by performing sociological research or s judicial research by optimizing judicial normative materials and primary data which were obtained from the informants who were related to the heirs of the inheritance case. The gathered data were analyzed by using qualitatively and the conclusion was drawn deductively and presented descriptively. The result of the research shows that the inheritance system used by the Tamil Moslem community in Medan is male inheritance system in which the oldest man in the family has the right to lead, control, and organize the inheritance. The Islamic inheritance law has its influence in the Tamil Moslems on determining the classification of heirs and the portion between male heirs and female heirs. This influence is caused by religious and educational factors which influence someone in adopting a certain law. The inhibiting factors in settling the dispute in inheritance in Tamil Moslem community in Medan are internal and external factors. Internal factors include consanguinity system in the Tamil Moslem community which tends to be secluded, law which is determined by the heirs in distributing inheritance is not consistent, and dominant control by the oldest brother. External factors include the influence of limited social environment and lack of socialization about the Islamic law.

Keywords: Islamic Inheritance Law, Distribution of Inheritance, Tamil Moslem Community, Choice of Law

ii

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.....

Puji dan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis yang berjudul “Pembagian Waris Pada Komunitas

Tamil Muslim di Kota Medan” ini telah dapat diselesaikan. Salawat dan salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan baik berupa waktu, kesempatan, perhatian, arahan, saran-saran, dan ilmu yang berharga sehingga penulisan tesis ini dapat penulis selesaikan. Oleh karenanya ucapan terima kasih secara khusus, ucapan terima kasih dan penghormatan yang tidak tehingga kepada Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A., Ibu Dr. T. Keizerina Devi

Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Ibu Dr. Utary Maharani Barus, S.H., M.Hum. selaku Komisi Pembimbing penulis yang telah berkenan membantu banyak dalam memperbaiki tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segenap ilmu yang bermanfaat yang

telah disampaikan kepada penulis.

iii

Universitas Sumatera Utara 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas

dukungan dalam pemilihan judul tesis ini dan arahan-arahan yang sangat

berharga dalam penyelesaian tesis ini, serta terima kasih atas segenap ilmu yang

bermanfaat yang telah disampaikan semasa proses perkuliahan.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Sekretaris

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, atas dukungan dalam pemilihan judul tesis ini dan arahan-arahan yang

sangat berharga dalam penyelesaian tesis ini, serta terima kasih atas segenap ilmu

yang bermanfaat yang telah disampaikan semasa proses perkuliahan.

5. Bapak, Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas segenap ilmu yang bermanfaat yang telah

disampaikan semasa proses perkuliahan.

6. Seluruh Staff Akademik pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan perhatian

dan bantuan kepada penulis baik semasa perkuliahan maupun semasa

menyelesaikan tesis ini.

7. Motivator terbesar, orang-orang yang paling berharga dalam hidup penulis, yang

tidak henti-hentinya memberikan dukungan materil maupun imateril, cinta kasih,

dan doa. Terima kasih yang tiada terhingga kepada Ammi Hj. Aneezah Saleh,

Appa H. Muhammad Amin Maricar, Adik-adik penulis Muhammad Shaik

Zakaria, Shulthanah Amin, dan Muhammad Sulthan Zulkarnain. Terima kasih

iv

Universitas Sumatera Utara yang tiada terhingga kepada semua maama dan mami yang tidak dapat

disebutkan satu persatu atas kesediaannya memberi data guna penelitian penulis.

Sahabat terbaik dan terkasih Ahamad Shareef yang tidak henti-hentinya

memberikan saran dan motivasi yang berharga. Inshaallah ilmu yang penulis

dapatkan menjadi manfaat untuk kita semua.

8. Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa mahasiswi pada Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan 2014, terkhusus MKN Aceh,

terkhusus MKN 2014 grup A, yang telah bersama-sama dengan penulis saling

memotivasi, memberikan bantuan berganti-gantian, terima kasih untuk semua

kebersamaan dan persaudaraan ini. Inshaallah kita semua sukses.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat berguna untuk menjadikan tesis ini menuju kesempurnaan. Besar harapan penulis semoga tesis ini memberikan manfaat baik bagi diri penulis sendiri juga manfaat bagi semua pihak. Semoga segala sesuatu yang telah penulis usahakan diridhoi oleh Allah SWT.

Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Juni 2016 Penulis,

(Mumtazha Amin, S.H.)

v

Universitas Sumatera Utara DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Mumtazha Amin, S.H.

Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh, 01 Juli 1992

Alamat : Jalan Teuku Umar nomor 332-334 Seutui, Banda Aceh

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 24 Tahun

Kewarganegaraan : Indonesia

Nama Bapak : H. Muhammad Amin Maricar

Nama Ibu : Hj.Aneezah Saleh

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : MIN Seutui Banda Aceh (2003) Sekolah Menengah Pertama : SMP IKAL Medan (2006) Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 7 Banda Aceh (2009) Strata 1 : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (2014) Strata 2 : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2016)

vi

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...... i

FABSTRACT...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...... vi

DAFTAR ISI ...... vii

DAFTAR SINGKATAN ...... ix

DAFTAR ISTILAH ASING ...... x

BAB 1 PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang...... 1

B. Rumusan Permasalahan...... 11

C. Tujuan Penelitian...... 11

D. Manfaat Penelitian ...... 11

E. Keaslian Penelitian ...... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...... 13

1. Kerangka Teori ...... 13

2. Kerangka Konsepsi ...... 22

G. Metode Penelitian ...... 23

1. Spesifikasi Penelitian ...... 23

2. Sumber Data Penelitian ...... 24

3. Informan ...... 25

4. Teknik Pengumpulan Data ...... 26

5. Analisis Data ...... 26

vii

Universitas Sumatera Utara BAB II SISTEM KEWARISAN DALAM PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN 27

A. Gambaran Umum Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan.. 27

B. Sistem Kekerabatan Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan ...... 33

BAB III PENGARUH HUKUM WARIS ISLAM DALAM PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN ...... 51

A. Hukum Kewarisan Islam ...... 51

B. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan ...... 76

C. Pengaruh Hukum Waris Islam Dalam Pembagian Waris Pada Komunitas Tamil Muslim Di Kota Medan...... 100

BAB IV FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENYELESAIAN WARIS ...... 106

A. Faktor Internal ...... 106

B. Faktor Eksternal ...... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 111

A. Kesimpulan...... 111

B. Saran...... 112

DAFTAR PUSTAKA...... 114

viii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR SINGKATAN

I.S : Indische Staatsregeling

KUHW : Kitab Undang-undang Hukum Waris

UUD : Undang-Undang Dasar

UU : Undang-undang

LU : Lintang Utara

BT : Bujur Timur

Mm : Milimeter

Ha : Hekto are, Hektar

HK : Himpunan Keluarga

KHI : Kompilasi Hukum Islam

Q.S : Qur’an Surah

SWT : Subhanahu wa Ta’ala

SAW : Shalallahu’ Alaihi Wassalam

ix

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISTILAH ASING

Tamilian : sebutan untuk orang-orang yang berasal dari suku Tamil Ijbari : asas dalam hukum kewarisan Islam yang mengandung arti dengan meninggal pewaris harta seketika beralih ke ahli waris Volkgeist : jiwa bangsa, adat istiadat Godsdienstige wetten : undang-undang agama Priesterraad : pengadilan agama Landraad : pengadilan negeri Grondlegger : pendasar, pencipta System bouwer : pembuat sistem Jakarta charter : piagam jakarta Living law : hukum yang hidup dalam masyarakat Rechtsnormen : norma hukum Fact of law : fakta hukum Reasonable : adil Maama : paman, yang dituakan dalam komunitas Tamil Muslim Mahal : ustad, pemuka agama pada komunitas Tamil Muslim Absorps : proses pencernaan diri dengan budaya lokal South indian moslem Foundation and welfare : yayasan dan komite kesejahteraan muslim Selatan Affinity : hubungan perkawinan Kin : kerabat Affines : hubungan antara suami dan isteri Clan,kutumpapeyar : marga Cross cousin,muraipasanga : sepupu silang Paralel cousin, panggali : sepupu langsung Incest : hubungan sedarah

x

Universitas Sumatera Utara Kalyanam,kaliano : perkawinan Inaippu kalyanam : perjodohan Joint family : perkawinan kekerabatan Mailanji kalyanaam : malam berinai Chekkante alkaru : jemput pengantin Nikaah : akad nikah Walimaah : pesta perkawinan Virunnu : menjalang, bertamu Waris : ahli waris yang berhak mewaris Muwaris : pewaris Al-irsi : harta warisan Warasah : harta waris yang diterima pewaris Tirkah : harta peninggalan Faraidh : hukum kewarisan islam

xi

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keragaman budaya di Indonesia yang kita lihat hari ini merupakan hasil dari serangkaian proses panjang yang terjadi melalui pertemuan berbagai budaya dunia yang pernah masuk ke wilayah Nusantara. Menurut Nunus Supardi kebudayaan di wilayah Nusantara telah mendapatkan pengaruh dari berbagai budaya asing seperti budaya Hindu, Buddha, dan Islam dan akhirnya kehadiran bangsa Barat turut mewarnai pertemuan budaya di Indonesia.1

Keberadaan wilayah Nusantara yang strategis yaitu di antara persilangan negara-negara dari belahan Barat dan Timur, Selatan dan Utara menjadikan Indonesia sebagai titik temu hubungan antar bangsa. Diawali dengan pertemuan bangsa-bangsa tetangga di benua Asia seperti India, Thailand, Arab, Persia, dan Tiongkok.

Kemudian disusul kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, Perancis dari Barat. Tahun 1942 bangsa Jepang datang menggantikan penjajah Belanda.

Pertemuan antar bangsa inilah yang meninggalkan jejak dalam berbagai aspek kehidupan yang masih dapat ditelusuri sejarahnya.2

Indonesia sejak berabad-abad lalu telah menjadi salah satu jalur perdagangan

Internasional yang termasyhur. Jalur perdagangan ini telah

1Nunus Supardi, Bianglala Budaya: Rekam Jejak 95 Tahun Kongres Kebudayaan 1918-2013, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2013, Hal.7 2Ibid.

1

Universitas Sumatera Utara 2

memberikan pengaruh besar pada peradaban masyarakat Indonesia. Sekarang etnis pendatang yang paling banyak tercatat berada di Asia Tenggara adalah etnis

India terbanyak kedua setelah etnis Cina. Etnis India ini terbanyak menetap di

Indonesia setelah meninggalkan daerah asalnya tercatat sejak periodesasi perpindahan massif3 generasi pertama berlangsung.4

Kehidupan yang sulit di negara asalnya mendorong sekelompok etnis

India pada umumnya melakukan perpindahan massif dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan memperbaiki kehidupannya, hal seperti ini masih berlangsung hingga saat ini. Perpindahan manusia secara massif tersebut mengakibatkan terjadinya proses difusi kebudayaan, akulturasi, dan asimilasi. Pengaruh besar dari proses tersebut masih melekat sangat kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang dapat dilihat dari penyerapan dan penerapannya hingga kini masih dapat dirasakan di negeri ini.5

Etnis India berhubungan dengan bumi Nusantara sejak era awal Masehi.

Melalui orang-orang India inilah berkembang agama Hindu dan Buddha di

Indonesia. Pada awalnya, orang India yang datang adalah penganut Hindu kasta

Brahmana yang diundang dan didatangkan oleh para elit lokal Indonesia. Mereka diundang karena para elit Indonesia menginginkan pengajaran ilmu-ilmu baru di bidang agama, teknologi, dan ketatanegaraan. Tuanku Luckman Sinar dalam

3Yang dimaksud dengan kalimat massif adalah sesuatu yang terjadi secara besar-besaran atau dalam skala luas , diakses dari www.pengertianmenurutparaahli.com, Pada tanggal 20 Mei 2016, pukul 13:55 WIB 4Milton E. Osborne, Southeast Asia: An Introductory History, Allen&Unwin, New South Wales, 2004, Hal.113 5Zulkifli B Lubis, Komunitas Masyarakat Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara, Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya Online, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu- ilmu SosialLembaga Penelitian-Universitas Negeri Medan, Medan, 2009, Hal.1

Universitas Sumatera Utara 3

tulisannya yang bertajuk “Orang India di Sumatera Utara” mencatat bahwa jauh sebelum Masehi berbagai etnis India telah datang ke pantai Timur dan Barat

Sumatera membawa agama Hindu dan terakhir juga agama Buddha terutama pada masa arus angin dari India ke Barus pada bulan November dan

Desember. 6 Coomaraswamy juga mencatat yang sama bahwa Sumatera yang mula-mula sekali dari sejak sebelum Masehi telah menerima pendatang Hindu dari India.7

Lewat pengaruh yang dibawa India ini kemudian aneka bentuk kerajaan di

Nusantara mulai berkembang. Pada masa kejayaan Hindu para Raja dianggap sebagai penjelmaan para Dewa. Kerajaan juga menjadi sentral kekuasaan di wilayah-wilayah sekelilingnya. Dua bentuk kerajaan yang kental dengan pengaruh

India di Indonesia adalah kerajaan Sriwijaya yang berada di pulau Sumatera dan

Majapahit yang berada di pulau Jawa.8

Masuknya agama Islam ke Indonesia diperkirakan berlangsung sejak

Islamisasi periode awal yakni sejak abad ke-7 sampai 13 Masehi. Islamisasi adalah istilah umum yang biasa dipergunakan untuk menggambarkan proses penyebaran Islam di Indonesia. Penyebaran Islam di Indonesia tidak terjadi secara sistematis dan terencana sehingga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan sejarawan terutama mengenai waktu kedatangan, tempat asal, serta siapa para pembawanya. Ahmad Mansur Suryanegara menjelaskan masuknya Islam dapat dibagi menjadi 3 (tiga) teori besar yaitu teori Mekkah, teori Persia, dan teori

6Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah-II, Orang India di Sumatera Utara (The Indians in North Sumatra), Forkala, Sumut, 2008, Hal.1 7 Coomaraswamy Anand K, History of Indonesian Art, Kessinger Publishing, United States, 1927, vols:1 8Lihat http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/05/penyebaran-etnis-india-di-indonesia.html

Universitas Sumatera Utara 4

Gujarat. Teori Mekkah didasarkan pada pandanganbahwa Islam dipercaya tiba di

Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 Masehi. Adapun tokoh-tokoh yang mendukung teori ini adalah

Naquib al-Attas, Azzumardi Azra, Keyzer, Hamka.9

Teori Persia berpendapat bahwa Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke terlebih dahulu sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 Masehi. Adapun tokoh yang mendukung teori ini adala P A Hosein Djajadiningrat. Sedangkan menurut teori

Gujarat asal negara yang membawa agama Islam ke Nusantara adalah dari

Gujarat-India yang dibawa masuk melalui peran pedagang India Muslim sekitar abad ke-13 Masehi. Adapun tokoh-tokoh yang mendukung teori ini adalah

Pijnappel, J P Mosquette, Winstedt, R A Kern dan Schreikeh.10

Teori Gujarat ini kemudian diperkuatoleh Tome Pires yang menjelaskan bahwa pada tahun 1515Masehiraja-raja Pasai dan sebagian penduduknya adalah

India Muslim yang berasal dari Bengal.11Di India sendiri Islam merupakan agama mayoritas kedua terbanyak yang dianut oleh masyarakat India setelah agama

Hindu. Berdasarkan estimasi tahun 2013 tercatat lebih dari 16,4% atau lebih dari

174 juta masyarakat India merupakan penganut Islam. Perlu diketahui tidak semua etnis India memiliki populasi yang merupakan penganutIslam.Islam di

India terbagi ke dalam beberapa kelompok etnis antara antara lain etnis Assam,

Bengali, Gujrati, , Punjabi, Tamil, dan Telugu.12

9A. Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1995, Hal.73 10Ibid. 11Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tomé Pires, Hakluyt Society, London, 1944, vols:2 12Lihat www.censusindia.net/religiouscomposition

Universitas Sumatera Utara 5

Hikayat tentang masuknya Islam ke Sumatera, hikayat tentang raja-raja

Pasai, dan hikayat Melayu mencatat bahwa etnis Malabari yang berperan besar dalam menyebarkan Islam di Sumatera, etnis Malabari termasuk dalam sub-etnis

India Malayalam yang berasal dari India Selatan tepatnya di Provinsi , etnis

Malabari ini mayoritasnya adalah penganut Islam yang bermazhab Sunni Syafei.13

Pengaruh besar etnis India selain penyebaran agama, pembentukan dan perubahan pola kepercayaan masyarakat di Indonesia, pengajaran sistem ketatanegaraan dapat juga dilihat dalam hal bahasa. Pemakaian bahasa didalam bahasa Melayu dan budaya Melayu umumnya banyak sekali terdapat kosa kata yang berasal dari bahasa Tamil. India menggunakan bahasa Hindi dan Inggris sebagai bahasa resmi negara. India mengakui bahasa daerah yang sangat beragam antara lain bahasa Assam, Bengali, Bodo, Dogri, Gujarati, Kannada, Kashmiri,

Konkani, Maithili, Malayalam, Marathi, Meitei, Nepali, Oriya, Punjabi,

Sanskerta, Santali, Sindhi, Tamil, Telugu, dan .14

Bahasa Tamil adalah bagian terpenting dari bahasa Dravidia yang digunakan lebihdari 50 juta penuturnya di , penutur bahasa Tamil juga banyak ditemukan di Srilanka (wilayah Jaffna dan Trincomalee), ,

Singapura, Myanmar, Indonesia (terutama wilayah Sumatera Utara), Afrika

Selatan, Fiji dan Mauritius.15

Menurut catatan di dalam jurnal “a History of Indian Shipping” bahwa kedatangan berbagai etnis India secara bersamaan membawa pengaruh atas perdagangan dan adat budaya kepada masyarakat di pantai Barat dan Timur

13Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah-II, Op.Cit, Hal.7 14Lihat https://en.wikipedia.org/wiki/India 15Lihat http://www.britannica.com/topic/Tamil-language

Universitas Sumatera Utara 6

Sumatera dan mereka juga membawa aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Pada abad ke-5Masehi juga tercatat bahwa gelombang pendatang dari India Selatan yang membawa agama Buddha telah memperkenalkan aksara Nagari yang menjadi cikal bakal aksara Melayu kuno, aksara Batak, dan lain-lain.16

Besarnya persamaan budaya antara India dan Indonesia tidak hanya sampai disitu, pengaruh-pengaruh yang dibawa oleh India ke Indonesia yang telah diserap secara berkesinambungan menjadikan India dan Indonesia memiliki kedekatan historis yang sangat akrab. Bila dilihat dari sejarah penamaan

Indonesia, kata Indonesia berasal dari bahasa Austronesia yaitu dari kata Indos dan Nesos. Kata Indos diambil dari nama sungai di daratan India dan kata Nesos berarti pulau.17

Kata Indonesiapertama kali diperkenalkan oleh George Samuel Earl dan

J.R. Logan, keduanya berkebangsaan Inggris, mereka menyebutnya

Indonesian.Adolf Bastian yang berkebangsaan Jerman menyebutnya Indonesia untuk menamai gugusan pulau di lautan India. Dengan mempertimbangkan kedekatan historis antara India dan Indonesia, maka para ahli sepakat memberi nama kepulauan Nusantara dengan nama Indonesiayang dikukuhkan pada peristiwa bersejarah Sumpah Pemuda.18

Setelah kemerdekaan berlangsung dan bangsa Indonesia telah terbentuk, sekitar bulan Agustus tahun 1946 berlangsung arus pulang yang memulangkan sekitar 4000 orang etnis India dengan kapal. Bersamaan dengan itu tersiar kabar bahwa di India sedang terjadi pertempuran hebat antara masyarakat Islam dan

16Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah-II, Op.Cit, Hal.1 17Isma Tantawi, Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia, Al-Hayat, Medan, 2015, Hal.5 18Ibid.

Universitas Sumatera Utara 7

Hindu yang menginginkan pemisahan negara dan pembentukan negara Pakistan.

Berita ini kemudian mengakibatkan kebanyakan dari etnis India yang dalam perjalanan pulang memilih untuk menepi di Malaya (Malaysia dan Singapura sekarang) dan sebagian besar yang masih berada di Indonesia memilih untuk tinggal dan menetap di Indonesia menjadi warga negara Indonesia dan bagian dari bangsa Indonesia.19

Etnis India yang berada dan menetap di Indonesia ini berdasarkan periode kedatangannya dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, keturunan India yang berasal dari periode kolonial, mereka telah berada di Indonesia sejak Indonesia belum meraih kemerdekaan, mereka turut berjuang untuk meraih kemerdekaan sehingga mereka telah menganggap Indonesia sebagai tanah air mereka sehingga identitas keindiaannya sudah melemah. Kedua, kelompok India yang datang ke

Indonesia untuk mengadu nasib dengan berbisnis, mereka datang sebelum dan sesudah periode kolonial, rata-rata mereka memiliki tingkat kehidupan yang lebih baik, percaya diri bahwa mereka bagian dari bangsa Indonesia, dan anak-anak mereka telah membentuk aspek-aspek dan memiliki identitas keindonesiaan.

Ketiga, kelompok India yang datang ke Indonesia sebagai Investor, kedatangan mereka terbilang terlambat, kepentingan utama mereka adalah bisnis sehingga berupaya beradaptasi dengan aturan dasar bermasyarakat yang dianut olehIndonesia. Mereka ini terdiri dari kaum profesional teknologi informasi, banker, operator dana bantuan, ahli asuransi, dan konsultan bisnis.20

19C.Kondapi, Indian Overseas 1839-1949, Oxford Univ Press, Madras, 1951, App:1 20 A.Mani, Indians in a Rapidly Transforming Indonesia dalam K.Kesavapany, ed.,et.,al.,Rising India and Indian Communities in East Asia, ISEAS Publishing, , 2008, Hal.229-230

Universitas Sumatera Utara 8

Etnis India yang menjadi warga negara Indonesia ini kemudianlebih dikenal dengan Komunitas India Indonesia, mereka datang dari berbagai etnis di

India antara lain etnis Assam, Bengali, Gujrati, Kannada, Konkani,Malayalam,

Marati, Marwari, Odia, Punjabi, Sindhi, Tamil, Telugu dan Urdu, mereka juga berasal dari berbagai agama ada yang merupakan penganut Islam, Kristen,

Buddha, Hindu, dan Sikh. Komunitas mereka inilah yang kemudian berpencar ke seluruh Indonesia untuk mencari nafkah, menyambung kehidupan, dan melakukan interaksi sosial.21

Komunitas India Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberagaman dan kekayaan Indonesia.Kehadiran Komunitas India Indonesia memberikan sumbangan untuk terbentuknya masyarakat majemuk Indonesia.

Masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri atas beberapa suku bangsa, agama, ras, politik, ekonomi yang dipersatukan dan diatur oleh sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. 22 Masyarakat majemuk memberikanpeluang besar untuk menghasilkan budaya baru, pemikiran baru dan pengembangan budaya Indonesia di masa yang akan datang.23

Komunitas India Indonesia terbanyak tinggal di Pulau Sumatera khususnya di Sumatera Utara. Di Sumatera Utara, Komunitas India Indonesia ini tersebar di

Medan, Binjai, Sibolga, Tanjung Balai, Pematang Siantar, dan Tebing tinggi. Pada umumnya mereka tinggal secara berkelompok dan menjalankan kegiatan usaha yang sama guna menafkahi hidup mereka. Berdasarkan sensus penduduk tahun

2000 yang direkam oleh A. Mani jumlah Komunitas India Indonesia yang berada

21Lihat http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/05/penyebaran-etnis-india-diindonesia.html 22Siti Khoiriyah, Sosiologi, Platinum, Solo, 2013, Hal.43 23Isma Tantawi, Op.Cit., Hal.14

Universitas Sumatera Utara 9

di Sumatera Utara adalah sekitar 22.047 jiwa. Agama yang dianut oleh orang- orang India tersebut adalah Hindu sebanyak 40%, Islam sebanyak 30%, Buddha sebanyak 17%, Protestan sebanyak 6%, Katolik sebanyak 5%, dan agama lain seperti Sikh sebanyak 2%.24

Salah satu Komunitas India Indonesia yang menonjol di Kota Medan adalah Komunitas India Tamil atau lebih dikenal denganTamilian.Sebagian dari

Komunitas Tamil ini adalah penganut agama Islam.Asosiasi India Muslim

Indonesia mencatat jumlah kepala keluarga dari Komunitas India Indonesia yang beragama Islam di Kota Medan dan sekitarnya berdasarkan registrasi data tahun

2013 adalah sebanyak 2000 kepala keluarga dan terus meningkat setiap tahunnya.25

Menurut Von Savigny manusia di dunia ini terdiri atas berbagai bangsa dan tiap-tiap bangsa itu mempunyai jiwa bangsa sendiri yang disebut dengan

“volkgeist”, jiwa bangsa ini tidak statis dan selalu berubah-ubah menurut keadaan masyarakat dari zaman ke zaman.26Setiap masyarakat mempunyai volkgeist atau adat istiadat, budaya dan hukumnya sendiri sama halnya dengan Komunitas Tamil

Muslim yang memiliki sistem kekeluargaan, perkawinan, dan kewarisan yang masih dipengaruhi dengan kebudayaan asli mereka. Meskipun mengingat bagi mereka yang beragama Islam berlakulah hukum Islam, namun persentuhan budaya tetap berpengaruh.27

24A.Mani, Op.Cit., Hal.231 25Hasil wawancara dengan Muhammad Fauzan Amir Gaus, (Sekretaris Umum Asosiasi India Muslim Indonesia), pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015 26 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, Hal.108-109 27T.Jafizham, Persentuhan Hukum Indonesia dengan Perkawinan Islam, Mestika, Medan, 1977, Hal.51

Universitas Sumatera Utara 10

Persoalan yang timbul dari kewarisan hampir dapat ditemukan pada setiap lapisan masyarakat di seluruh Indonesia, sama halnya pada Komunitas Tamil

Muslim di Kota Medan. Dari 3 (tiga) kasus yang datang dari Komunitas Tamil

Muslim dapat digambarkan bahwa pada kasus pertama, kedua, dan ketiga memiliki cara pembagian waris yang berbeda-beda namun terdapat satu kesamaan yang mana ketiga-tiga kasus tersebut tidak selesai terbagidan terhambat penyerahan haknya kepada para ahli waris.

Dalam hukum kewarisan Islam mengenal adanya asas Ijbari yang mengandung arti bahwa dengan meninggalnya pewaris seketika harta pewaris yang telah meninggal dunia itu beralih kepada para ahli warisnya. Jadi begitu seseorang meninggal dunia secara hukum, maka pada saat itu juga hukum menganggap harta warisan pewaris beralih menjadi hak milik para ahli warisnya.

Adapun persoalan yang kemudian timbul di tengah-tengah ahli waris pada

Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan ini adalah tentang teknisnya. Teknis yang dimaksud ialah teknis cara membagi harta warisan tersebut, tentang hukumnya, tentang kadar adilnya, dan pada akhirnya tentang cara penyerahan hak-haknya di antara ahli waris yang berhak.

Dengan mengingat bahwa harta warisan adalah amanah dari si pewaris sebaik-baiknya agar pembagian dan penyelesaiannya dilaksanakan dengan segera.

Oleh karena itu penelitian ini sangat penting untuk mendapatkan gambaran jelas tentang pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan serta untuk menjawab semua persoalan yang kemudian timbul dan menemukan solusi- solusi yang tepat.

Universitas Sumatera Utara 11

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana sistem kewarisan yang digunakandalam pembagian waris

padaKomunitas Tamil Muslim di Kota Medan ?

2. Bagaimana pengaruh hukum waris Islam dalam pembagian waris pada

Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan ?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang menghambat penyelesaian waris pada

Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan sistem kewarisanyang

digunakandalam pembagian waris padaKomunitas Tamil Muslim di Kota

Medan.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskanpengaruh hukum waris Islamdalam

pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskanfaktor-faktor yang menghambat

penyelesaian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dari tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Teoritis

Universitas Sumatera Utara 12

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis untuk

menambah literatur kepustakaan, memberikan sumbangan ide dan konsep

pemikiran untuk perkembangan ilmu hukum terutama hukum perdata di

bidang hukum keluargalebih spesifik lagi yaitu hukum waris.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi semua

pihak terutama bagi praktisi, akademisi, mahasiswa yang sehari-hari

berprofesi di bidang hukum baik untuk menjadi pengetahuan bagi diri

sendiri namun juga diharapkan agar dapat menjadi pengetahuan bagi orang

lain yang membutuhkan masukan-masukan berkenaan dengan

penyelesaian waris dan problematikanya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik terhadap hasil penelitian yang sudah pernah ada, maupun yang sedang akan dilakukan, diketahui bahwa belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama mengenai “Pembagian Waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota

Medan”. Oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

Berdasarkan penelusuran literatur sebelumnya, ada ditemukan mengenai pelaksanaan pembagian waris namun judul penelitian, rumusan permasalahan penelitian, objek penelitian dan wilayah penelitian yang diangkat sebelumnya

Universitas Sumatera Utara 13

berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Penelitian tersebut antara lain :

- Cahaya Masita Nasution (047011007) Mahasiswa Program Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara“Pelaksanaan

Pembagian Warisan pada Masyarakat Adat Minangkabau (Studi

Kasus di Kabupaten Agam)”, dengan rumusan permasalahan sebagai

berikut :

a. Bagaimanakah penerapan hukum waris adat dan hukum waris Islam

pada masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam ?

b. Bagaimanakah peranan mamak kepala waris dalam pembagian harta

warisan pada masyarakat adat Minangkabau di Kabupaten Agam ?

c. Bagaimanakahcara penyelesaian sengketa harta warisan yang terjadi

pada masyarakat Minangkabau di Kabupaten Agam ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, satu teori harus diuji dengan menghadapkannya kepada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.28 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis yang mungkin ia dapat disetujui atau tidak.29

28M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996, Hal.203 29M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Sofmedia, Medan, 2012, Hal.129

Universitas Sumatera Utara 14

Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum mempunyai 4

(empat) ciri yaitu terdiri dari teori-teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangannya. Salah satu atau keempat- empat ciri khas teoritis hukum tersebut dapat dipaparkan dalam penulisan kerangka teori.30

Pada penulisan tesis ini yang menjadi fokus permasalahan berkenaan dengan berlakunya hukum Islam dan hukum adat dalam pembagian waris pada

Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan. Untuk menentukan teori yang tepat sebagai pisau analisis dalam penulisan tesis ini maka akan dipaparkan beberapa teori hukum Islam yang berlaku di Indonesia sejak zaman pemerintahan Hindia

Belanda hingga teori Hukum Islam modern.

Menurut ajaran teori Receptio in Complexu bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang beragama Islam berlaku hukum

Islam, demikian juga bagi pemeluk agama lain. Teori ini semula berkembang dari pemikiran-pemikiran para sarjana Belanda seperti Carel Frederik Winter (1799-

1859) seorang ahli tertua mengenai budaya Jawa, Salomon Keyzer (1823-1868) seorang ahli bahasa dan ilmu kebudayaan Hindia Belanda. Teori Receptio in

Compelexu, ini dikemukakan dan diberi nama oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg (1845-1925) seorang ahli hukum Islam, politikus, penasehat pemerintah Hindia Belanda untuk bahasa Timur dan hukum Islam.31

Materi teori receptio in complexu ini dimuat dalam Pasal 75 RR

(Regeeringsreglement) tahun 1855. Pasal 75 ayat 3 RR berbunyi: “oleh hakim

30Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, Hal.79 31Sayuti Thalib, Receptio A Contrario, Bina Aksara, Jakarta, 1982, Hal.15

Universitas Sumatera Utara 15

Indonesia itu hendaklah diberlakukan Undang-undang agama (Godsdienstige wetten) dan kebiasaan penduduk Indonesia. Jadi pada masa teori ini hukum Islam berlaku bagi orang Islam. Pada masa teori inilah dikeluarkan staatblad 1882 nomor 152 tentang pembentukan Pengadilan Agama (Priesterraad) di samping

Pengadilan Negeri(Landraad), yang sebelumnya didahului dengan penyusunan kitab yang berisi himpunan hukum Islam, pegangan para hakim, seperti

Mogharrer Code pada tahun 1747, Compendium van Clootwijk pada tahun 1795, dan Compendium Freijer pada tahun 1761.32

Selanjutnya muncul teori yang menentang teori Receptio in Complexu, yaitu teori Receptie(Resepsi). Menurut teori Resepsi, hukum Islam tidak otomatis berlaku bagi orang Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam, kalau ia sudah diterima (diresepsi) oleh dan telah menjadi hukum adat mereka, Jadi yang berlaku bagi mereka bukan hukum Islam, tapi hukum adat. Teori ini dikemukakan oleh

Cornelis van Vollenhoven dan Christian Snouck Hurgronje. Cornelis van

Volenhoven (1874-1933) adalah seorang ahli hukum adat Indonesia, yang diberi gelar sebagai pendasar (grondlegger) dan pencipta, pembuat sistem (systeem bouwer) ilmu hukum adat.33 Sedang Christian Snouck Hurgronje sebagaimana telah disebutkan di atas adalah seorang doktor sastra dan ahli dalam bidang hukum Islam.

Penerapan teori Resepsi dimuat dalam pasal 134 ayat (2) IS (Indische

Staatsregeling), staatblad 221 tahun 1929 yaitu dalam hal terjadi perkara perdata

32 Bustanul Arifin, Budaya Hukum Itu Telah Mati, Kongres Umat Islam Indonesia, Jakarta, 1998, Hal.2 33H.W.J.Sonius, dalam J.F.Holleman an Vollenhoven on Indonesian Adat Law, Leiden, 1981, Lihat juga Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976, Hal.57.

Universitas Sumatera Utara 16

antara sesama orang Islam akan diselesaikan oleh hakim agama Islam, apabila hukum adat mereka menghendakinya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan sesuatu ordonansi. Pemikiran Snouck Hurgronje tentang teori Resepsi ini, sejalan dengan pendapatnya tentang pemisahan antara agama dan politik. Pandangannya itu sesuai pula dengan sarannya kepada pemerintah Hindia Belanda tentang politik

Islam Hindia Belanda.

Dia menyarankan agar pemerintah Hindia Belanda bersifat netral terhadap ibadah agama dan bertindak tegas terhadap setiap kemungkinan perlawanan orang

Islam fanatik. Islam dipandangnya sebagai ancaman yang harus dikekang dan ditempatkan di bawah pengawasan yang ketat.Penerapan teori Resepsi antara lain, pada tahun 1937 dengan staatblad 1937 nomor 116, wewenang menyelesaikan hukum waris dicabut dari Pengadilan Agama dan dialihkan menjadi wewenang

Pengadilan Negeri. Alasan pencabutan wewenang Pengadilan Agama tersebut dengan alasan bahwa hukum waris Islam belum sepenuhnya diterima oleh hukum adat atau belum diresepsi.

Semangat pemimpin Islam menentang pemikiran Snouck Hurgronje dengan menyandarkan pemberlakuan hukum Islam pada hukum adat terus bergulir terutama pada saat menjelang proklamasi kemerdekaan negara Indonesia. Upaya itu nampak umpamanya dengan lahirnya Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada tanggal 22 Juni 1945. Kemudian dalam amanat alinea keempat Pembukaan UUD

1945 dinyatakan bahwa negara berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,

Universitas Sumatera Utara 17

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Rumusan Pancasila). Sedangkan

Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang

Maha Esa” Terhadap Pasal 29 ayat (1) UUD 1945, Hazairin memberi komentar antara lain sebagai berikut: Karena bangsa Indonesia yang beragama resmi memuja Allah, yaitu menundukkan diri kepada kekuasaan Allah, Tuhan Yang

Maha Esa itu, dan menjadikan pula Kekuasaan-Nya itu dengan istilah Ketuhanan

Yang Maha Esa, sebagai dasar pokok bagi negara Indonesia, yaitu “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29 ayat (1) UUD 1945), maka tafsiran ayat tersebut hanya mungkin sebagai berikut:

1. Dalam negara RI tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama nasrani bagi umat Nasrani atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu Bali bagi orang-orang Hindu Bali atau bertentangan dengan kesusilaan Budha bagi orang-orang Budha 2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang Bali, sekedar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara 3. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan Negara untuk menjalankan dan karena itu dapat sendiri dijalankan oleh pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu, yang dijalankannya sendiri menurut agamanya masing-masing.34

Menurut Hazairin, bahwa hukum agama itu bagi rakyat Islam dirasakannya sebagai sebagian dari perkara imannya. 35 Selanjutnya Hazairin menyatakan bahwa persoalan lain yang sangat mengganggu dan menentang iman orang Islam ialah “teori resepsi” yang diciptakan oleh kekuasaan kolonial Belanda untuk merintangi kemajuan Islam di Indonesia. Menurut teori resepsi itu hukum Islam

34 Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT.Ichtiar Van Hoeve, Jakarta, 1997, Hal.537 35Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum, Tintamas, Jakarta, 1974, Hal.101

Universitas Sumatera Utara 18

adalah bukanlah hukum, hukum Islam itu baru boleh diakui sebagai hukum jika hukum Islam itu telah menjadi hukum adat. Tergantunglah kepada kesediaan masyarakat adat penduduk setempat untuk menjadikan hukum Islam yang bukan hukum itu menjadi hukum adat. Teori resepsi, yang telah menjadi darah daging kaum yuris Indonesia yang dididik di zaman Kolonial baik di Jakarta (Batavia) maupun di Leiden, adalah sebenarnya teori iblis, yang menentang iman orang

Islam, menentang Allah, menentang al-Qur’an, menentang Sunnah Rasul.36

Pada akhirnya tentang keberadaan dan berlakunya teori resepsi ini setelah

Indonesia merdeka, Hazairin mengemukakan sebagai berikut: Bahwa teori resepsi, baik sebagai teori maupun sebagai ketetapan dalam pasal 134 ayat

(2)IS sebagai konstitusi Belanda telah lama mati, yaitu terhapus dengan berlakunya UUD 1945, sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia. 37 Jadi, menurut Hazairin, teori Resepsi, yang menyatakan bahwa hukum Islam baru berlaku bagi orang Islam kalau sudah diterima dan menjadi bagian dari hukum adatnya, sebagaimana dikemukakan oleh C.Snouck Hurgronje, adalah teori iblis

(syetan) dan telah mati, artinya telah hapus atau harus dinyatakan hapus dengan berlakunya UUD 1945. Pemahaman inilah yang dimaksud dengan teori Receptie exit.38

Menurut teori Resepsi Exit, pemberlakuan hukum Islam tidak harus didasarkan atau ada ketergantungan kepada hukum adat. Pemahaman demikian

36Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, Jakarta, 1982, Hal.7 37Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Tintamas, Jakarta, 1975, Hal.8 38 Ichtijanto, Pengadilan Agama sebagai Wadah Perjuangan Mengisi Kemerdekaan Bangsa, dalam Kenang-kenangan Seabad Pengadilan Agama, Dirbinperta Departemen Agama RI, Jakarta, 1985, Hal. 262.

Universitas Sumatera Utara 19

lebih dipertegas lagi antara lain dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974, tentang perkawinan, yang memberlakukan hukum Islam bagi orang Islam (Pasal 2 ayat

(1)), UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Instruksi Presiden No. 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI).

Dalam perkembangan selanjutnya menurut Sayuti Thalib,ternyata dalam masyarakat telah berkembang lebih jauh dari pendapat Hazairin di atas. Di beberapa daerah yang dianggap sangat kuat adatnya, terlihat ada kecenderungan teori resepsi dari Snouck Hurgronje itu dibalik. 39 Umpama di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal warisan diatur menurut hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat di dalamnya boleh saja dilakukan atau dipakai tetapi dengan satu ukuran yaitu tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. Dengan demikian yang ada sekarang adalah kebalikan dari teori Resepsi yaitu hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Inilah yang disebut oleh Sayuti Thalib dengan teori Receptio A

Contrario.40

Sebagai kelanjutan dari teori Receptie Exit dan teori Receptio A Contrario, menurut Ichtijanto SA muncullah teori Eksistensi. Teori Eksistensi adalah teori yang menerangkan tentang adanya hukum Islam dan hukum Nasional Indonesia.

Menurut teori ini bentuk eksistensi (keberadaan) hukum Islam dalam hukum nasional itu ialah :

1. Hukum Islam ada artinya hukum Islam berfungsi sebagai bagian integral dari hukum Nasional,

39Sayuti Thalib, Op. Cit., Hal.67 40Sayuti Thalib, Op. Cit., Hal.69

Universitas Sumatera Utara 20

2. Hukum Islam ada artinya berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum Nasional, 3. Hukum Islam ada artinya diakui kemandiriannya, kekuatannya, dan diberi status sebagai hukum Nasional, dan 4. Hukum Islam ada artinya sebagai bahan utama dan unsur utama dalam pembentukan hukum Nasional.41

Sebagaimana kita ketahui hokumadat memiliki unsur-unsur yaitu :

a. Merupakan hukum tidak tertulis b. Berasal dari adat atau kebiasaan c. Hukum adat bersifat dinamis d. Berkembang terus menerus dan mudah beradaptasi e. Proses pembuatannya tidak disengaja atau direncanakan f. Mengandung unsur-unsur religius atau agama g. Fungsinya adalah untuk mengatur hubungan antar sesama h. Ditegakkan oleh fungsionaris adat, dan memiliki sanksi tertentu.42

Berdasarkan unsur-unsur tersebut terdapat dua konsep penting terkait dengan adat yakni:

1. Hukum adat adalah hukum yang menjelma dari perasaan hukum nyata

dari masyarakat.

2. Hukum adat adalah hukum yang tumbuh secara terus menerus di dalam

masyarakat.

Hal ini bila dikaitkan dengan ajaran Historis Jurisprudence yang digagas pertama kali oleh Carl Von Savigny (1779-1861) dapat dikatakan bahwa hukum itu terjelma dari jiwa rakyat volkgeist yaitu hukum tidak diciptakan tetapi tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat terdapat hubungan organik antara hukum dengan watak atau karakter suatu bangsa. Oleh karena itu hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagaivolkgeistharus

41Ichtijanto, Hukum Islam dan Hukum Nasional, Ind-Hill Co, Jakarta, 1990, Hal.79 42 Jufrina Rizal, Perkembangan Hukum Adat sebagai Hukum yang Hidup dalam Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2006, Hal.3, Lihat juga Satjipto Rahardjo, Pengertian Hukum Adat, Hukum yang Hidup dalam Masyarakat (Living Law) dalam Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1975, Hal.18

Universitas Sumatera Utara 21

dipandang sebagai hukum kehidupan yang sejati. Hukum sejati itu tidak dibuat melainkan harus ditemukan.43

Lebih lanjut pelopor Sociology of Law Eugen Erlich (1862-1922) dalam teorinya mejelaskan bahwa hukum adalah hukum sosial, ia lahir dalam dunia pengalaman manusia yang bergumul dengan kehidupan sehari-hari dan terbentuk lewat kebiasaan. Kebiasaan itu lambat laun mengikat dan menjadi tatanan yang efektif lalu kehidupan berjalan dalam tatanan itu. Kekuatan mengikat hukum yang hidup itu tidak ditentukan oleh kewibawaan negara. Ia tergantung pada kompetensi penguasa dalam negara. Memang semua hukum dalam segi eksterennya dapat diatur oleh instansi-instansi negara, akan tetapi menurut segi interennya hubungan-hubungan dalam kelompok sosial tergantung dari anggota- anggota kelompok itu sendiri seperti inilah living law hukum sebagai norma- norma hukum (Rechtsnormen).44

Eugen Erlich menempatkan volkgeist-nya Savigny dalam fakta-fakta hukum

(fact of law) dan hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law of the people). The living law menurut Eugen Erlich seperti yang dikutip oleh Ahmad

Ubbe dapat digambarkan dalam berbagai pernyataan antara lain :

1. The living law ditemukan dalam kebiasaan yang sekarang berlaku di dalam masyarakat khususnya dari norma yang tercipta dari aktivitas-aktivitas sejumlah kelompok dan di dalam kelompok itu warga masyarakat terlibat. 2. The living law adalah hukum yang mendominasi kehidupan masyarakat, meskipun tidak selalu diubah menjadi formal ke dalam proposisi-proposisi legal namun living law mencerminkan nilai-nilai dari masyarakat. 3. The living law merupakan suatu tertib dalam kehidupan masyarakat, merupakan pola-pola kultur hukum yang tidak pernah statis. Nilai-nilai

43 Bernard L. Tanya, Yoan Simanjuntak, & Markus, Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2003, Hal.103 44Ibid.

Universitas Sumatera Utara 22

berubah, sikap-sikap tentang perbuatan salah berubah dari waktu ke waktu, konsep-konsep yang ditentukan berubah dari tahun ke tahun. 4. The living law hanya dapat diketahui dengan suatu penelitian atau observasi terhadap orang-orang tertentu.45

Satjipto Rahardjo dengan mengutip Vinogradof menguraikan bahwa the living law timbul secara serta merta dari kandungan masyarakat, dari praktik secara langsung tumbuh dari konversi baik bagi masyarakat maupun perorangan itu sendiri. Tidak timbul karena inisiatif Undang-undang dan karena timbulnya perselisihan melainkan dari praktik sehari-hari yang dituntun oleh pertimbangan memberi dan mengambil dari suatu lintas perhubungan yang adil (reasonable) dan kerja sama sosial. 46 Maka berdasarkan kerangka teori-teori yang telah dikemukakan di atas teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori Receptio in Complexu dan teori the Living Law.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus. Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara abstraksi dengan realita.47 Tujuan utama konsepsi adalah untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam pengertian ini didefinisikan beberapa konsep atau istilah yang akan digunakan oleh penulis agar di dalam

45Jufrina Rizal, Op.Cit, Hal.4, Lihat juga Satjipto Rahardjo, Pengertian Hukum Adat, Hukum yang Hidup dalam Masyarakat (Living Law) dalam Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1975, Hal.18 46 Satjipto Rahardjo, Pengertian Hukum Adat, Hukum yang Hidup dalam Masyarakat (Living Law) dalam Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1975, Hal.19 47 Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1989, Hal.34

Universitas Sumatera Utara 23

pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah ditentukan sebagai berikut :

1. Pembagian waris adalah penyelesaian kewajiban yang ditinggalkan

pewaris yang ditunaikan di antara para ahli waris dengan melaksanakan

hukum kewarisan pada Komunitas Tamil Muslim.

2. Komunitas Tamil Muslim adalah kumpulan populasi orang Tamil atau

keturunan Tamil yang beragama Islam.

3. Kota Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara di Indonesia yang

menjadi tempat tinggal tetap bagi lebih dari 2000 kepala keluarga

Komunitas India Muslim termasuk Komunitas Tamil.

G. Metode Penelitian

Pada penelitian hukum ini bidang ilmu hukum dijadikan sebagai landasan ilmu pengetahuan induk. Penelitian hukum atau suatu kegiatan ilmiah didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum dengan jalan menganalisanya.48Metodologi yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berdasarkan suatu sistem dan konsisten berarti tidak bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.49

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian hukum yang mempergunakan data primer yaitu data yang didapat

48 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal.42 49 Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,1988, Hal.10

Universitas Sumatera Utara 24

langsung melalui penelitian lapangan dengan melihat sesuatu berdasarkan kenyataan hukum di dalam masyarakat, melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat yang berfungsi sebagaisumber utama untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan penelitian atau penulisan hukum.50

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu :

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik

melalui wawancara, observasi (baik partisipasi maupun non partisipasi),

laporan-laporan yang kemudian diolah dimasukkan dalam kategori data

sekunder.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian dalam bentuk

laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Data

sekunder tersebut dapat dibagi menjadi :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer ialah salah satu sumber hukum yang penting

bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif.

Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka

penelitian. Bahan hukum yang difokuskan oleh peneliti adalah

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum di

50 Zainuddin Ali, Op.Cit., Hal.105

Universitas Sumatera Utara 25

bidang keperdataan khususnya hukum keluarga, hukum waris adat dan

hukum warisIslam.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil

penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum,

jurnal-jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang

memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa,

artikel, sumber data elektronik dari internet dan lain-lain yang relevan

dengan penelitian ini.

3. Informan

Dalam penelitian ini akan dipergunakan dua jenis informan, yaitu informan biasa dan informan kunci yang terkait dengan 3 (tiga) kasus waris terpilih. Informan biasa terdiri dari 12 (dua belas) orang ahli waris yang berasal dari 3 (tiga) kasus waris tersebut, selain itu informan kunci yang dimaksud adalah orang-orang yang dianggap mengetahui bagaimana praktek pembagian waris pada

Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan yang antara lain terdiri dari :

1. Ketua Asosiasi India Muslim Indonesia

2. Sekretaris Asosiasi India Muslim Indonesia

3. Sekretaris South Indian Moslem Foundation and Welfare Committee

4. 2 orang maama (orang yang dituakan pada Komunitas Tamil Muslim)

Universitas Sumatera Utara 26

5. 2 orang Ustad mahal (Pemuka agama dari Komunitas Tamil Muslim)

4. Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian sosiolegal research secara tekstual dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya hukum keluarga, hukum waris adat, dan hukum warisIslam. b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana bekerjanya hukum dalam suatu masyarakat, untuk melihat bagaimana suatu masyarakat memiliki kapasitas untuk menciptakan hukumnya sendiri, yang dirasa lebih dekat dengan rasa keadilan dan budaya hukumnya. 51 Hasil yang diharapkan dari penelitian lapangan ini adalah untuk mendapatkan data primer yang terkait dengan penelitian ini.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan pendekatan kualitatif, yaitu analisis data kombinasi antara data primer dan data sekunder. Hasil analisis dari data primer dan data sekunder ini kemudian akan ditarik menjadi kesimpulan akhir untuk penelitian ini dengan menggunakan metode pendekatan deduktif, yakni dari hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus sehingga dapat disajikan dalam bentuk deskriptif.52

51 Sulistyowati Irianto&Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, Hal.193 52Soerjono Soekanto, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1986, Hal.1

Universitas Sumatera Utara 27

BAB II

SISTEM KEWARISAN DALAM PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN

A. Gambaran Umum Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan

India Tamil merupakan salah satu suku di India dari ratusan suku yang ada yang memiliki bahasa, musik, dan adat istiadat yang mempunyai struktur sendiri.Pada umumnya suku India Tamil memeluk agama Hindu yang sudah menjadi agama mereka sejak dulu secara turun menurun namun dengan berkembangnya agama Islam di India pada zaman sekarang ini kita menemukan bahwa tidak semua masyarakat Tamil merupakan pemeluk agama Hindu. Mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Tamil setelah Hindu adalah agama Islam dan mereka ini lebih dikenal dengan orang-orang India Muslim. Di India orang-orang Tamil berdiam di negara bagian Tamil Nadu. Tamil

Nadu adalah salah satu dari dua puluh sembilan negara bagian yang ada di India dengan ibu kota dan kota terbesarnya adalah Chennai yang sebelumnya dikenal sebagai Madras. Tamil Nadu terletak di bagian selatan Semenanjung India yang berbatasan langsung dengan wilayah persatuan Puducherry dan negara bagian

India Selatan Kerala, , dan Andhra Pradesh. Tamil Nadu berbatasan dengan Ghats East di sebelah utara, dengan perbukitan Nilgiri Anamalai, dan

Kerala di sebelah barat, dengan Teluk Benggala di timur, dengan Teluk Mannar dan Selat Palk di tenggara, dan Samudera Hindia di selatan. Tamil Nadu juga memiliki maritim yang berbatasan langsung dengan .53

Tamil Nadu adalah negara bagian terbesar kesebelas dan memiliki jumlah penduduk terpadat keenam di India. Kepadatan penduduk dan jumlah manusia

53Dikutip dari www.tamilnadu.com, di akses pada tanggal 17 Februari 2016 pukul 15:55 WIB

27

Universitas Sumatera Utara 28

yang banyak ini kemudian mendorong orang-orang Tamil melakukan migrasi inilah mengapa orang-orang Tamil ini banyak dijumpai hampir di seluruh penjuru dunia. Di Indonesia sendiri masyarakat Tamil juga banyak ditemukan terutama di

Sumatera Utara khususnya di Kota Medan.

Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU (lintang utara) dan 98,35°-98,44° BT (bujur timur) dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata- rata 2000-2500 mm (milimeter) per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°Celcius dan minimum 24°Celcius. Kota Medan memiliki 21 kecamatan dan 158 kelurahan.54 Masyarakat Tamil yang ada di Kota Medan merupakan bagian dari Komunitas India Indonesia. Masyarakat Tamil Muslim ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Komunitas Tamil Muslim.Orang-orang pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan pada masa ini merupakan orang-orang Tamil yang telah datang secara mandiri. Mereka telah datang sebelum Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Kedatangan mereka inilah yang kemudian memunculkan eksistensi dari generasi Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan.

54 Pemko Medan, Profil Kota Medan, Pemerintah Kotamadya Medan, Medan, 2004, hal.36

Universitas Sumatera Utara 29

Komunitas Tamil Muslim mengakui asal muasal mereka adalah sebagai milik dari beberapa etnis campuran seperti Dravida, Arya, Oriental, Melayu,

Semit, Turki, Arab, dan Moor.55 Oleh karena itu, warna kulit mereka berkisar dari cerah,sedikit kecoklatan hingga gelap, sedangkan struktur tulang wajah mulai dari yang runcing sehingga oval dan ada yang bulat, akhirnya ciri mereka yaitu memiliki hidung tinggi namun ada juga yang sedang. Hal ini mungkin terjadi karena cara hidup orang-orang Tamil pedagang yang melakukan perjalanan hingga berpindah-pindah dan melakukan perkawinan dengan masyarakat setempat sehingga adanya absorps atau proses mencernakan diri sehinggamenghasilkan percampuranras.56

Khususnya di Indonesia orang-orang dari Komunitas Tamil Muslim ini dapat dengan mudah dikenali berdasarkan nama keluarga atau marga

(clan)mereka. Mayoritas Komunitas Tamil Muslim di Medan berasal dari berbagai macam marga berbeda seperti Lebbai, Maideen, Maraikayar (Marikar),

Raawthar (), Kaayalar, Shaik, Shaheeb, Sultan, Sonagar. Mereka menjelaskan bahwa kakek moyang mereka telah datang ke Indonesia dari berbagai distrik di Tamil Nadu antara lain , Ammapattinam,

Chennai, Cuddalore, Kadayanallur, Kayalpattinam, , Madukkur,

Madurai, Melapalayam, Muthupet, , Parangippettai, Raajakiri, dan

Vaaniyambadi.57

55Hasil wawancara dengan Haji Mohammad Nallaka Maricar, (Maama Nalla), pada hari Jumat tanggal 22 Januari 2016 56 Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah-II, Loc.Cit. 57 Hasil wawancara dengan Haji Mohammad Nallaka Maricar, (Maama Nalla), pada hari Jumat tanggal 22 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 30

Keberadaan Komunitas Tamil Muslim di Medan telah berlangsung sejak lama sehingga orang-orang mereka ini telah mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang India Medan yaitu orang India dari Medan. Di Kota Medan diketahui berdasarkan registrasi data yang diambil tahun 2013 oleh Asosiasi India

Muslim Indonesia yang berkedudukan di Medan, tercatat bahwa Komunitas India

Indonesia yang beragama Islam di Kota Medan terdapat sebanyak 2000 kepala keluarga dan terus meningkat setiap tahunnya. 58 Di kota Medan pemukiman mereka tersebar di kawasan Kesawan, Kebun Bunga, Kampung Madras,

Kampung Kubur, Jalan Abdullah Lubis, Jalan Gatot Subroto, Jalan Pasundan, dan

Kampung Lalang.59

Umumnya Komunitas Tamil Muslim ini bermata pencaharian sebagai pedagang, mereka menjalankan kegiatan usaha secara mandiri. Di antaranya merupakan pedagang tekstil, pedagang rempah, pedagang makanan, pedagang keramik, pengusaha alat-alat olahraga, penyedia perlengkapan pesta, penyediajasa konstruksi. Sebagian lain dari mereka yang telah menempuh pendidikan yang lebih tinggi juga bekerja di sektor-sektor pemerintahan dan swasta lainnya.60

Secara umum Komunitas Tamil Muslim berada dibawah naungan organisasi sosial yang bernama Asosiasi India Muslim Indonesia. Asosiasi India

Muslim Indonesia ini merangkul seluruh orang-orang India Indonesia yang beragama Islam termasuk orang-orang India yang berasal dari Komunitas Tamil

Muslim. Asosiasi Indonesia Muslim Indonesia dibentuk dengan suatu visi yaitu

58 Hasil wawancara dengan Muhammad Fauzan Amir Gaus, (Sekretaris Umum Asosiasi India Muslim Indonesia), pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015 59Zulkifli B Lubis, Kajian Awal tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan, Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya Etnovisi Vol.1 No.3, USU Press, Medan, 2005, Hal.6 60Ibid.

Universitas Sumatera Utara 31

untuk memperat silaturahmi antar orang-orang India Muslim agar dapat terjalin erat sehingga dapat menyatukan kesamaan pendapat guna membangun Indonesia bersama dengan etnis-etnis lainnya.61

Kantor Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi India Muslim Indonesia ini terletak di Jalan Prof. H.M.Yamin nomor 606 RV, Kota Medan, Sumatera Utara.62

Selain di Kota Medan Asosiasi India Muslim Indonesia ini secara aktif memiliki kepengurusan di beberapa kota lain di Indonesia yang memiliki angka perkepalaorang-orang India Muslim dan keturunannya yang terhitung tinggiseperti di Kota Padang, Jambi, dan Jakarta. Asosiasi India Muslim Indonesia memiliki agenda kerja utama yaitu menjalankan Himpunan Keluarga (HK) India

Muslim Indonesia sebagai suatu forum silaturahmi antar keluarga. Himpunan

Keluarga ini mempunyai acara rutin mingguan, bulanan, dan tahunan di bidang sosial, budaya,dan keagamaan. Acara ini digerakkan kepada seluruh anggota

Asosiasi India Muslim Indonesia dengan pendanaan secara sukarela. Dana-dana yang terkumpul ini kemudian akan dikembalikan kembali untuk kesejahteraan para anggotanya.63

Selain bernaung pada Asosiasi India Muslim Indonesia yang merupakan wadah umum bagi seluruh orang-orang India di Indonesia. Bagi orang-orang

Komunitas Tamil Muslim sejak tahun 1887 mereka juga sudah memiliki sebuah organisasi sosial keagamaan berbentuk Yayasan yang dibentuk dan didaftarkan

61 Dikutip dari www.medanbisnisdaily.com, di akses pada tanggal 19 Desember 2015 pukul 18:56 WIB 62Hasil wawancara dengan Muhammad Fauzan Amir Gaus, (Sekretaris Umum Asosiasi India Muslim Indonesia), pada hari Sabtu tanggal 19 Desember 2015 63Hasil wawancara dengan Muhammad Fauzan Amir Gaus, (Sekretaris Umum Asosiasi India Muslim Indonesia), pada hari Sabtu tanggal 19 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara 32

berdasarkan hukum Indonesia.Yayasan ini bernama South Indian Moslem

Foundation and Welfare Committee. Yayasan ini secara khusus hanya untuk menampung dan melayani kepentingan orang-orang Tamil Muslim dan keturunannya. KomunitasTamil Muslim mendapat Wakaf atas dua bidang tanah dari Kesultanan Deli yang diberikan sebagai tempat membangun Masjid dan areal pekuburan bagi orang-orang Tamil Muslim. Ada dua Masjid orang Tamil Muslim yang dibangun dan diurus oleh Yayasan tersebut di Kota Medan. Masjid ini antara lain terletak di Jalan Kejaksaan Kebun Bunga dan di Jalan Zainul Arifin. Lokasi pekuburan terdapat di samping Masjid Ghaudiyah (Jalan Zainul Arifin). Tanah

Wakaf di lokasi Masjid Kebun Bunga cukup luas sekitar 4000 meter sedangkan lokasi Masjid Ghaudiyah sekitar 1000 meter persegi. Saat ini sebagian dari tanah

Wakaf yang berada di Masjid Gaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko yang disewakan kepada masyarakat umum dan kemudian uangnya digunakan untuk kemakmuran Masjid dan meyantuni orang-orang pada

KomunitasTamil Muslim yang miskin. Sampai sekarang Yayasan yang menaungi kedua Masjid ini hanya boleh diurus oleh orang-orangketurunan Tamil Muslim.64

Orientasi budaya Komunitas Tamil Muslim pada masa sekarang menunjukkan adanya prosesadaptasi sosial budaya yang berlangsung secara intensif dengan lingkungan pergaulan dan kebudayaan dengan orang-orang pribumi. Khususnya di Kota Medan dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa Komunitas Tamil Muslim relatif lebih mengidentifikasikan dirinya kedalam Komunitas dengan kesatuan agama sebagai wadah besar yang tertinggi

64 Hasil wawancara dengan Muhammad Sidik Saleh, (Sekretaris Umum pada kepengurusan Indian Moslem Foundation and WelfareCommittee), pada hari Rabu tanggal 23 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara 33

untuk dapat menyatu dengan berbagai etnis lainnya di Indonesia. Komunitas

Tamil Muslim cenderung bersikap lebih terbuka dalam melakukan interaksi sosial pada lingkungannya.65Sebagaimana baik merekamenjalankan interaksi sosial ke luar pada saat yang sama mereka juga tetap mempertahankan hubungan dan keterkaitan mereka dengan Komunitas Muslim Tamil baik pada skala daerah maupun Nasional termasuk hubungan mereka dengan Himpunan Marga Tamil

Muslim di India.

Hingga sekarang orang-orang Tamil ini dalam kesehariannya masih terikat kuat dengan cara hidup mereka sebagai orang India Tamil mulai dari makanan, pakaian, budaya dalam rumah tangga dan cara mendidik anak, kebiasaan- kebiasaan yang dihidupkan di rumah semuanya masih dapat menjelaskan identitas mereka sebagai orang Tamil.

B. Sistem Kekerabatan Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan

1. Pengaruh Sistem Kekerabatan terhadap Cara Perkawinan padaKomunitas Tamil Muslim di Kota Medan

Kekerabatan merupakan hubungan darah, sedangkan hubungan perkawinan dikenal dengan istilah affinity. Hubungan antara orang tua dan anak adalah kerabat (kin) sedangkan hubungan antara suami dan isteri adalah affines.

Dalam suatu masyarakat secara umum seorang anak dipandang sebagai keturunan dari kedua orang tuanya sehingga anak tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang bisa ditelusuri melalui bapak dan ibunya. Kerabat melalui penelusuran dari garis bapak disebut paternal atau patrilateral, sedangkan melalui penelusuran dari garis ibu disebut maternal atau matrilateral.66

65Zulkifli B Lubis, Loc.Cit. 66Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2001, Hal.42

Universitas Sumatera Utara 34

Kekerabatan merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan manusia.

Manifestasinya terfokus dan terarah kepada hukum perkawinan dan segala akibatnya. Kekerabatan ini meliputi hubungan keluarga, hubungan darah, perkawinan, keturunan, kekuasaan orang tua, harta benda perkawinan, warisan, pertalian dan perceraian. Keluarga dalam arti sempit adalah suami, istri, dan anak yang bertempat tinggal dalam sebuah rumah, sedangkan dalam arti yang luas adalah sekelompok anggota keluarga yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan karena pertalian darah yang disebut hubungan keluarga. Hubungan keluarga karena perkawinan disebut dengan semendo yang terdiri dari mertua, ipar, anak tiri dan menantu. Hubungan keluarga karena pertalian darah adalah bapak, ibu, kakek, nenek, buyut, puyang terus ke atas, anak, cucu, cicit terus ke bawah, saudara kandung dan anak saudara kandung.

Jadi hubungan keluarga dengan sebab pertalian darah terjadi dalam tiga garis:

1. Menurut garis lurus ke atas: bapak, kakek, puyang disebut leluhur.

2. Menurut garis turun ke bawah: anak, cucu, cicit disebut keturunan.

3. Menurut garis ke samping atau menyimpang:saudara kandung, saudara

seayah, seibu, serta kakek atau nenek.

Secara teoritis sistem kekerabatan atau keturunan dapat dibedakan dalam tiga corak:

1. Sistem patrilineal, yaitu suatu sistem keturunan yang menarik garis dari pihak bapak pada sistem ini posisi pria lebih dominan pengaruhnya daripada wanita di dalam masalah pewarisan Di

Universitas Sumatera Utara 35

Indonesia sistem kekerabatan ini digunakan oleh masyarakat adat Gayo, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara dan Irian. 2. Sistem matrilineal, yaitu sistem keturunan yang menarik garis dari pihak ibu pada sistemi ini posisi wanita lebih dominan pengaruhnya daripada pria di dalam masalah pewarisan. Di Indonesia sistem kekerabatan ini digunakan oleh masyarakat adat Minangkabau, Enggano, dan Timor. 3. Sistem parental atau bilateral, yaitu sistem keturunan yang menarik garis dari kedua orang tua atau menarik garis dua sisi bapak dan ibu, di mana posisi pria dan wanita tidak dibedakan-bedakan atau dianggap setara di dalam masalah pewarisan. Di Indonesia sistem kekerabatan ini digunakan oleh masyarakat adat Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Sulawesi dan lain-lain.67

a. Sistem Kekeluargaan pada Komunitas Tamil Muslim

Pada Komunitas Tamil keluarga merupakan unit dasar dan terkecil.Tujuan mendirikan keluarga adalah untuk mendapatkan teman hidup yang mendukung secara fisik dan rohani serta untuk mendapatkan anak sebagai penerus generasi.

Sistem kekerabatan yang digunakan oleh Komunitas Tamil adalah sistem kekerabatan patrilinial murni dan patrilokal.

Pada masyarakat yang menganut sistem patrilineal murni setiap orang baik yang laki-laki atau perempuan menarik garis keturunannya ke atas hanya melalui penghubung yang laki-laki sebagai penentu garis keturunan. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam sistem kekerabatan ini setiap orang hanya dapat menarik garis keturunannya kepada ayahnya saja, kemudian garis itu ditarik lagi dari ayah kepada ayah atau datuknya. Sedangkan yang dimaksudkan dengan sistem patrilokal dalam masyarakat Tamil yaitu tentang berubahnya status setiap anak- anak perempuan yang dibawa masuk sebagai pengantin ke dalam keluarga laki-

67 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hal.23

Universitas Sumatera Utara 36

laki dengan adanya perkawinan yang kemudianmenjadikan anak-anak perempuan tersebut menjadi bagian dari anggota keluarga suaminya.

Sistem kekerabatan ini kemudian mempengaruhi cara perkawinan pada keluarga Tamil, Komunitas Tamil menggunakan sistem perjodohan dalam menentukan pasangan bagi anak-anaknya baik terhadap anak perempuan maupun anak laki-laki. Kebanyakan anak-anak dalam Komunitas Tamil melakukan perkawinan dengan kerabat dekat sesuai yang diatur oleh orang tua maupun sesepuh lainnya maamadan keputusan sepihak orang tua seperti ini masih sangat dihormati dalam kehidupan keluarga Tamil.68 Perkawinan di dalam lingkungan sendiri, dengan clan (marga) yang sama lebih disukai dan dihargai oleh

Komunitas Tamil Muslim, perkawinan seperti ini lebih dikenal dengan perkawinan endogami.

Pada keluarga Tamil Muslim bukan suatu hal yang lumrah bila pemuda pemudi mencari dan menentukan pasangan untuk diri mereka sendiri seolah-olah seperti mengikuti cara hidup orang Barat yang non Muslim. Terutama pada keluarga-keluarga Tamil Muslim yang masih sangat menjunjung nilai-nilai adat mereka perbuatan seperti mencari pasangan sendiri, berpacaran, atau berkencan sama sekali tidak diperbolehkan dan sangat ditentang. Bila diteliti lebih jauh nilai- nilai kekeluargaan yang diterapkan oleh keluarga Tamil Muslim ini didasarkan kepada Hukum Islam.

Menurut Hukum Islam tradisional, perempuan dan laki-laki tidak dibebaskan untuk berbaur dan menjalankan hubungan secara berlarut-larut dengan

68Ibid.

Universitas Sumatera Utara 37

sengaja tanpa adanya pernikahan. Sebagian besar pernikahan Islam diatur di mana orang tua atau walinya memilih pasangan pernikahan yang sesuai untuk anak- anak mereka.69

b. Terminologi Keluarga pada Sistem Kekerabatan Komunitas Tamil Muslim

Masyarakat Tamil memiliki sistem kekerabatan yang sangat rumit dan sistematis. Sepupu dapat dikategorikan menjadi dua kelompok utama yaitu panggali artinya sepupu langsung dan muraipasangga artinya sepupu silang.

Kedudukan Panggali dipersamakan dengan saudara kandung sementara

Muraipasangga adalah semua sepupu yang bisa dinikahi. Oleh karena itu, istilah yang digunakan untuk memanggil Panggali adalah sama dengan panggilan saudara kandung.70

Terminologi tertentu dalam sistem kekerabatan Tamil dapat digunakan untuk lebih dari satu hubungan. Misalnya, seseorang dapat memanggil suami adiknya sebagai Machan,Attan atauMaama tergantung pada hubungan yang telah ada pada keluarga bahkan sebelum perkawinan. Setiap terminologi yang di gunakan orang Tamil menjelaskan hubungan tertentu. Penggunaan terminologi kata perkata bahkan dapat bervariasi tergantung pada wilayah atau marga darimana seseorang Tamil berasal. Tapi hubungan keluarga pada umumnya adalah sama untuk semua orang Tamil. Di bawah ini adalah beberapa terminologi yang digunakan pada Komunitas Tamil Muslim :

1) Ibu dipanggil amma

69Dikutip dari en.wikipedia.org/wiki/Islamic_marital_practices, di akses pada tanggal 19 Desember 2015 pukul 20:56 WIB 70Dikutip dari http://sharmalanthevar.blogspot.co.id/2014/09/tamil-kinship.html, di akses pada tanggal 16 Februari 2016 pukul 18:00 WIB

Universitas Sumatera Utara 38

2) Ayah dipanggil appa 3) Abang dipanggil annanatau nana 4) Adik laki-laki dipanggil tambi 5) Kakak dipanggil akka atau acci 6) Adik perempuan dipanggil tangacci 7) Kakek dipanggil taata 8) Nenek dipanggil paati 9) Ayah nenek dipanggil appayee atau appatha atau appachee 10) Ibu nenek dipanggil ammayee atau ammama atau ammachee 11) Abang ibu dipanggil maama 12) Kakak ibu dipanggil periamma 13) Adik ibu dipanggil chinnama 14) Abang ayah dipanggil periappa 15) Kakak ayah dipanggil atai 16) Adik ayah dipanggil chittappa 17) Kakak suami dipanggil machan 18) Kakak istri dipanggil anni 19) Adikistri dipanggil kolunthiya 20) Menantu laki-laki dipanggil marumagan 21) Menantu perempuan dipanggil marumagal.71

Istilah yang digunakan untuk memanggil saudara karena ikatan pernikahan termasuk memanggil mertua adalah istilah yang sama untuk memanggil panggalidan muraipasanggalainnya.Misalnya, seseorang dapat memanggil suami adiknya dan anak atai sebagai attan atau machan. Hal ini karena suami adiknya dan anak ataiadalah muraipasangga.Kekerabatan dari Tamil diciptakan untuk memastikan bahwa ada sistem yang tepat untuk menentukan hubungan keluarga.

Hal ini diciptakan untuk menghindari incestatau hubungan sedarah kedalam di antara keluarga.

c. Asal Keturunan pada Komunitas Tamil Muslim

Komunitas Tamil Muslim memiliki empat clan marga utama yang ditandai dengan penamaan yang mewakili asal keturunan keempat marga tersebut.

Keempat clan marga tersebut yaitu Maraikayar, Rowther, Lebbai, dan Kayalar.

71Ibid.

Universitas Sumatera Utara 39

Keempat clan utama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sekian banyak clan yang ada pada Komunitas Tamil Muslim dewasa ini.72

Maraikayar atau maraicarmengacu pada orang-orang Muslim yang berbahasa Tamil dan Malayalam yang tersebar di negara bagian Tamil Nadu,

Kerala di India dan sebagian Sri Lanka.Kata Maraikayar berasal dari kosa kata

Tamil yaitu maraikalam artinya perahu kayu dan rayarartinya raja.Kata juga disebutkan berasal dari bahasa Arab markab artinya perahu. Dikisahkan bahwa ketika imigran pertama dari clan ini tiba mereka rupanya diusir dari negara mereka sendiri dengan penganiayaan dan telah mendarat di pantai India dengan trauma yang ada kemudian mereka bertanya siapa mereka, dan dari mana mereka berasal namun mereka tidak memberikan jawaban dan hanya menunjuk ke arah perahu dan mengucapkan kata markab inilah kemudian yang menjadi asal muasal penyebutan yaitu orang-orang dari Markab.73

KVK Iyer mengatakan dalam sejarah tentang Kerala bahwa Marakkar adalah gelar berharga yang diberikan oleh yang dipertuan agung Zamorin dari

Calicut. Kata marakkar berasal dari Marakkalam artinya kapal dan Rayar artinya kapten. Sejak berabad lalu orang-orang dari clan Maraicar ini terlibat langsung dalam lintas perdagangan. Orang-orang clan Maraicar dapat ditemukan di sepanjang wilayah pesisir negara bagian Kerala dan Tamil Nadu di India juga di

Sri Lanka.74

72M.A.Sherring, Tribes and Castes of the Madras Presidency, Government of India press, Madras, 1909, vols:II, Hal.220 73Ibid. 74M.A.Sherring, Op.Cit., Hal.221

Universitas Sumatera Utara 40

Orang dari clan Maraicar dahulu adalah pemeluk Jainisme dan Buddhisme yang berada di bawah tekanan oleh pembesar agama Hindu hingga ekspansi Islam masuk dan menyentuh Tamil Nadu dan Kerala wilayah India selatan pada tahun

650-750 SM. Mayoritas Jainisme dan Buddhisme sebelumnya berpindah keyakinan dan memeluk Islam. Maricar dapat ditemukan terbanyak di Maraikayar

Pattinam yaitu suatu kota di Tamil Nadu yang dianggap sebagai kampung halaman leluhur Maricar awal, Maraicar lainnya tersebar di daerah Parangipettai

(Portonovo), Kilakarai, , Adirampattinam, Muthupet,

Karaikal, Nagore, , Manjakollai dan berbagai kota pesisir lainnya.75

Clan Maricar atau Maraicar atau Maraicayar atau Marakayar atau Marikar atau Maraikar atau Marakar atau Maraker dewasa ini berasal dari sinonim kata

Tamil maraikkalayar yang berarti orang yang terlibat dalam perdagangan.

Komunitas dari clan terbesar Maricar ini dapat ditemukan di antara pemukiman di sepanjang Tamil Nadu, Kerala dan pantai Sri Lanka. Mengingat para Maricar terlibat dalam perdagangan internasional di bidang permata, mutiara, rempah, dan komoditas selama berabad-abad ini maka generasi maricar sekarang ini dapat ditemukan hampir di seluruh dunia di kota-kota perdagangan penting di India, Sri

Lanka, Asia Tenggara, Cina, Timur Jauh, Timur Tengah, Afrika, Eropa dan

Amerika.76

Rowther atau Ravuthar adalah komunitas Muslim dari negara bagian India

Selatan dari Tamil Nadu dan Kerala. Bersama-sama dengan masyarakat

Maraikayar, Lebbay dan Kayalar mereka merupakan bagian dari clan Muslim

75Dikutip dari https://en.wikipedia.org/wiki/Marakkar , di akses pada tanggal 16 Februari 2016, pukul 20:09 76Ibid.

Universitas Sumatera Utara 41

Tamil yang berperan penting dalam penyebaran Islam di India Selatan. Rowther merupakan penganut sunnihanafi. Rowther ini juga dikenal sebagai turukkars yang berarti keturunan Turki. Mereka adalah keturunan dari sekelompok tentara

Muslim, campuran Arab dan Turki serta pedagang dari Rajput India Utara yang datang ke India Selatan di abad ke-12 sebagai bagian dari tentara Turki.77

Abbay atau Labbai atau Labba atau Labbabeen merupakan clan Tamil

Muslim yang tersebar di India selatanterutama negara bagian Tamil Nadu, Kerala, dan beberapa belahan dunia lain seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Singapura.

Labbay berasal dari kata bahasa Arab Labbaik yang artinya inilah aku. disebutkan sebagai keturunan dari pedagang yang berasal dari Teluk Persia. Sejak akhir abad ke-13 Labbay mengambil tempat dalam perdagangan dan pembuatan kulit, tembakau, biji-bijian dan rempah-rempah dari jauh seperti China dan Asia

Tenggara.78

Orang-orang dari clan Labbay ini berbasis di kota-kota seperti ,

Chennai, Kilakarai, Kayalpatnam, Adirampattinam, Pazhaverkadu, Theni,

Nagore, Vellore, Melvisharam, Ambur, Vaniyambadi, , Cuddalore,

Tirunelveli dan dari kabupaten pesisir lainnya sekitar 200 tahun yang lalu. Sama halnya dengan keempat clan lainnya clan Kayalar adalah komunitas Tamil

Muslim yang dapat ditemukan di negara bagian Tamil Nadu di India.79

d. Perkawinan pada Komunitas Tamil Muslim

Pada Komunitas Tamil Muslim sendiri ada tiga macam perkawinan kekerabatan yang lazimnya dikenal dan dipraktekkan yaitu :

77Dikutip dari http://ravuthar.blogspot.co.id/2011/10/rawther-history.html, di akses pada tanggal 16 Februari 2016 pukul 20:13 WIB 78Dikutip dari https://en.wikipedia.org/wiki/Labbay, di akses pada tanggal 16 Februari 2016 pukul 20:08 WIB 79Ibid.

Universitas Sumatera Utara 42

a. Perkawinan kekerabatan secara cross cousinatau muraipasangga kalyanam, yaitu perkawinan antara saudara sepupu namun bersilangan. Perkawinan ini dapat dilakukan baik dengan sepupu yang didapat dari sisi ibu maupun sisi ayah. Sepupu ini adalah anak-anak dari saudara laki-laki dan saudara perempuan ibu atau anak-anak dari saudara perempuan ayah. Hubungan persaudaraan ini bisa karena seibu, seayah maupun sekandung. b. Perkawinan kekerabatan secara paralel cousin atau panggalikalyanam, yaitu perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang senenek dan sedatuk dimana ayah atau ibu mereka masing-masing bersaudara baik saudara seibu, seayah maupun sekandung. Perkawinan ini juga dikenal dengan perkawinan sepupu sejajar atau sepupu langsung.80 c. Perkawinan kekerabatan secara interclan ataukatumpankal antar marga, yaitu perkawinan antara laki-laki dan perempuan anak-anak orang Tamil Muslim yang berasal dari clan marga yang berbeda.

Sistem kekerabatan masyarakat Tamil pada dasarnya banyak menyerap pengaruh sistem kekerabatan orang-orang Asia Selatan dan Timur Tengah termasuk mengenai kebiasaan perkawinan kekerabatan dan silang sepupu.

Perkawinan endogami atau perkawinan kekerabatan (joint family)merupakan hal yang dibolehkan di dalam Islam. Perkawinan antara sepupu ini telah sejak lama dipraktekkan oleh orang-orang Islam bahkan sejak zaman Rasulullah. Sebagai contoh kongkritnya adalah pernikahan sahabat baginda Rasulullah yaitu Ali bin

Abi Thalib dengan Putri baginda Rasullah Fatimah. Keduanya berasal dari clanyang sama dan perkawinan mereka dibenarkan oleh Syari’at.81

Hingga saat ini perkawinan kekerabatan (joint family) merupakan kebiasaan yang terus menerus diturunkan dan dijalankan pada Komunitas Tamil sama halnya dengan Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan. Pada kenyataannya saat ini sekalipun telah mengikuti cara hidup yang lebih modern kebiasaan menjalankanperjodohan inaippu kalyanam ,dan melakukan perkawinan

80 Dikutip dari www.academia.edu/5948999/Pemikiran_Fiqih_Hazairin, di akses pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 21:03 WIB 81 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, Tintamas, Jakarta, 1982, Hal.1-2

Universitas Sumatera Utara 43

kekerabatan ini masih dijalankan dan dihidupkan oleh orang tua pada Komunitas

Tamil Muslim. Hanya sebagian kecil dari mereka atau hampir jarang yang memperbolehkandan menyetujui perkawinan dilakukan dengan orang luar kerabat atau orang asing.

Orang tua pada Komunitas Tamil Muslim meyakini kebiasaan melangsungkan perkawinan kekerabatan ini mempunyai beberapa tujuan positif seperti:

a. Menjaga keturunannya terutama keutuhan clan (marga), b. Meneruskan kebiasaan dan ritual, c. Mempererat solidaritas dan silaturahmi antar keluarga, d. Memunculkan rasa salingmenghargai yang tinggi di antara suami-istri mengingat yang dikawini memiliki hubungan kekerabatan, e. Menjaga keutuhan harta benda tetap terjaga karena harta tidak berpindah ke orang asing, f. Mengurangi angka perceraian dan perkawinan kekerabatan ini juga terbukti menjadikan suara generasi wanita pada Komunitas Tamil lebih besar dan dominan dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan wanita dari etnis lain.82

Selain tujuan positif perkawinan kekerabatan ini juga memunculkan risiko yang negatif seperti :

a. Adanya hubungan kekerabatan yang bertumpang tindih.

b. Hubungan kekerabatan yang bertumpang tindih juga berpeluang

menjadi penyebab adanya konflik internal.

c. Hubungan kekeluargaan cenderung menjadi tertutup dan tidak

berkembang.

Pada komunitas Tamil Muslim di Medan saat ini tidak ada satu acuan tertentu dalam menentukan tradisi apa yang mereka gunakan dalam melaksanakan

82Esha Beteille, Tamil Nadu Human Development Report, Government of Tamil Nadu and Social Science Press, Delhi, 2003 Hal.95

Universitas Sumatera Utara 44

acara perkawinan. Perkawinan kaliano atau kalyanaampada komunitas Tamil

Muslim modern saat ini dilangsungkan dengan upacara-upacara antara lain :

1. Malam berinai atau mailaanji kalyanaam, di India malam berinai ini dilakukan untuk menjalankan adat dan berbagai ritual jelang perkawinan. Orang India merupakan pecinta seni keindahan dan keanggunan. Inilah yang coba dicerminkan dalam pelaksanaan upacara berinai sebelum menikah. Menggunakan inai dianggap sebagai bagian dari perhiasan pengantin wanita dan kecantikannya dianggap tidak lengkap tanpa itu.83 Ada banyak model malam berinai yang dipraktekkan oleh orang-orang Tamil muslim modern ini, yaitu : a. Berinai sebelum akad nikah Berinai sebelum akad nikah dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Berinai sebelum akad nikah dilakukan dirumah masing-masing mempelai secara terpisah. Prosesi malam berinai meliputi proses undang-mengundang tamu dan kerabat, masak besar, kumpul-kumpul keluarga, pemutaran musik dan pemakaian inai pada mempelai dan kerabat-kerabat yang turut bergabung. Acara malam berinai ini berlangsung sepanjang malam hingga pagi sebelum akad nikah dimulai. b. Berinai sesudah akad nikah Berinai sesudah akad nikah dilakukan setelah akad nikah dilangsungkan. Kedua mempelai disandingkan pada pelaminan yang sama dan prosesi dimulai oleh para tetua yang disusul oleh yang muda melakukan pesijuk tepung tawar dan pemasangan inai pada kedua mempelai. Acara ini berlangsung hingga habis hari dan diikuti dengan makan bersama dan pengajian malam. 2. Jemput pengantin priachekkante aalkaru dan pengambilan berkat ini dilakukan pada pagi hari pernikahan. Penjemputan ini dilakukan oleh rombongan mempelai pria yang terdiri dari sekumpulan pria-pria pengantin baru dan saudara laki-laki mempelai wanita. Lalu dari rumah pengantin pria, beberapa rumah sanak saudara yang dilewati selama perjalanan ke rumah mempelai wanita wajib disinggahi oleh rombongan mempelai pria untuk mengambil berkat dan doa. Mengambil berkat ini terdiri dari proses penyuapan manisan dan pemberian susupaal kodukkal kepada mempelai pria oleh tuan rumah yang disinggahi. 3. Akad nikah nikaah dilakukan dirumah mempelai wanita dengan dihadiri oleh mempelai pria, wali nikah, saksi-saksi, petugas catat nikah, dan tamu- tamu yang hanya boleh dihadiri orang-orang pria. Sedangkan mempelai wanita, keluarga, kerabat, dan tamu wanita lainnya hanya boleh mendengar akad nikah dari dalam kamar dengan pembesar suara, acara akad nikah ini diakhiri dengan pembacaan do’a dan pengambilan restu.

83 Dikutip dari www.culturalindia.net/weddings/wedding-rituals/mehndiceremony.html diakses pada tanggal 16 Februari 2016 pukul 18:17 WIB

Universitas Sumatera Utara 45

4. Pesta resepsi pernikahan walimaah dilakukan dua kali secara terpisah baik di rumah mempelai wanita dan mempelai pria. Khusus di tempat mempelai wanita walimah akan diselenggarakan secara besar-besaran dan meriah. Mengawinkan anak perempuan secara besar-besaran merupakan satu tradisi pada Komunitas Tamil Muslim sebagai bentuk rasa kasih sayang dan kebanggaan. 5. Menjalang virunnu dilakukan oleh pengantin baru setelah walimah, menjalang adalah budaya silaturahmi yang masih dijalankan oleh Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan. Seluruh kerabat akan berganti- gantian memanggil atau mengundang makan pengantin baru ke rumah. Hal ini dipercaya oleh Komunitas Tamil Muslim bahwa pengantin baru membawa kebahagiaan baru, rezeki baru dan keselamatan.84

Sebagian besar perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang pada

Komunitas Tamil Muslim adalah monogami, yaitu hanya melibatkan satu wanita dan satu pria. Namun tidak tertutup kemungkinan pria pada Komunitas Tamil

Muslim dapat memiliki dua perkawinan atau poligami. Hampir di setiap keluarga pada Komunitas Tamil Muslim dapat ditemukan poligami yang terdiri dari satu suami mempunyai dua istri yang mana satu istri merupakan India asli yang menetap di India (istri India) dan satu istri lainnya adalah istri India keturunan

Indonesia (istri Indonesia). Ini merupakan satu kebiasaan pada masyarakat Tamil bila para pemuda datang untuk pulang dan mendatangi kampung moyang mereka di India maka telah disiapkan gadis-gadis dari kerabat untuk dikawinkan.

Sehingga datang dan kembali ke India umum dilakukan oleh orang-orang Tamil ini.85 Meskipun tidak ada catatan pasti tentang berapa angka perkawinan poligami seperti ini, namun perkawinan poligami tersebut eksis. Beberapa kasus yang banyak terjadi akibat perkawinan poligami ini adalah menyangkut kasus kewarisan.

84Hasil wawancara dengan Shaik Hisham Ali Shaheeb, (Maama Hisham), pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2015 85Hasil wawancara dengan Shaik Hisham Ali Shaheeb, (Maama Hisham), pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2015

Universitas Sumatera Utara 46

2. Pengaruh Sistem Kekerabatan terhadap Sistem Kewarisan pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan

Hukum waris secara adat kebiasaan telah dikenal oleh masyarakat sebelum hukum waris lainnya. Dalam masyarakat yang heterogen baik dalam keyakinan beragama maupun dalam adat kebiasaan tentulah membawa pengaruh yang signifikan dalam pola pemikiran dan pemahaman terhadap suatu persoalan. Secara umum tiap-tiap masyarakat mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda yang juga menjadikan sistem kewarisan menjadi berbeda pula.

Sistem kekerabatan menentukan sistem kewarisan, sistem kewarisan yang dikenal dalam masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:

1) Sistem kewarisan Individual, yaitu sistem ini menganut pemahaman bahwa setiap ahli waris yang mendapatkan bagian dari harta waris berhak secara penuh untuk memiliki dan menguasai harta tersebut secara pribadi. Artinya ahli waris yang menerima harta dapat menikmati, menjual, ataupun mengalihkan kepada siapapun yang dikehendaki, ahli waris yang lain tidak bisa menghalangi atau melarang keinginan tersebut. Sistem kewarisan seperti ini banyak dilaksanakan pada masyarakat yang mempunyai sistem kekerabatan parental atau bilateral. Diantaranya pada masyarakat Jawa, sebagian Sumatera seperti Jambi, dan Lampung beradat Peminggir. Adapun salah satu faktor yang menyebabkan dilaksanakan pembagian harta waris dengan sistem individual ini adalah tidak ada lagi keinginan seseorang dari ahli waris untuk menguasai atau memiliki secara bersama-sama. Hal itu dikarenakan ahli waris tidak terikat dan tinggal pada satu rumah kerabat lagi, juga karena mempunyai kehidupan masing-masing.86 2) Kewarisan Kolektif; sistem ini memberi pemahaman bahwa harta waris yang diteruskan dan dialihkan dari pewaris kepada ahli waris merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa terbagi-bagi baik dalam kepemilikan maupun dalam penguasaan. Akan tetapi walau demikian, ahli waris mempunyai hak untuk mengusahakan, menggunakan dan mendapatkan hasil dari harta tersebut. Adapun cara penggunaan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masing-masing ahli waris harus diatur secara bersama-sama dengan musyawarah dan mufakat semua ahli waris. Tentunya ada kepala kerabat yang membimbing hal

86Hilman Hadikusuman, Op.Cit, Hal.25

Universitas Sumatera Utara 47

tersebut. Kewarisan kolektif ini secara umum dilaksanakan pada masyarakat : a. Minangkabau Sumatera Barat, sistem kolektif diberlakukan atas tanah pusaka yang diurus bersama di bawah pimpinan seorang mamakkepala waris. Di mana para anggota keluarga hanya mempunyai hak pakai saja. b. Ambon, harta tidak dibagi-bagikan kepada ahli waris melainkan disediakan untuk dipergunakan saja terutama bagi para anggota keluarga pewaris yang yang telah meninggal dunia. Kerabat ini di bawah kepemimpinan seorang kepala dati. c. Minahasa, yaitu sistem kolektif atas barang (tanah) kalakeran yang merupakan tanak sekerabat yang tidak bisa dibagi-bagi namun boleh dipergunakan untuk kebutuhan para anggota keluarga. Status hak pakai bagi anggota keluarga ini dibatasi dengan tidak diperkenankan menanam tanaman keras. Adapun yang mengatur dan mengawasi tanah kalakeran tersebut adalah Tua Untaranak, Haka Umbana atau Paki itenan tanah-tanah. Bila tua tengganai itu dari kerabat lain disebut Mapontol. Di masa sekarang, tanah kalakeran sudah ada yang bisa dibagi-bagi. d. Lampung, tanah menyanak atau tanah epong merupakan sebidang tanah milik sekerabat bersama yang tidak dibagi-bagi pemiliknya. Biasanya tanah ini telah ditanami tumbuhan keras seperti durian, rambutan, aren dan lain sebagainya yang boleh dinikmati oleh para anggota kerabat bersangkutan secara bersamaan. Ada kalanya di antara ahli waris menanam tanaman keras di tanah tersebut, maka dengan sendirinya ahli waris tersebut hanya mempunyai hak atas pohon itu saja. 3) Sistem kewarisan mayorat yaitu sistem kewarisan ini sebenarnya sama dengan kewarisan kolektif hanya saja pengalihan hak penguasaan atas harta waris yang tidak terbagi-bagi dilimpahkan kepada anak tertua, baik laki-laki maupun perempuan. Anak tertua merupakan pemimpin dalam sebuah rumah tangga atau sebagai kepala keluarga menggantikan posisi bapak dan ibu. Anak tertua mempunyai kedudukan sebagai penerus tanggung jawab orang tua yang telah meninggal dunia. Mempunyai kewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudaranya terutama bertanggung jawab penuh terhadap harta waris yang ditinggalkan dan terhadap adik-adiknya yang belum mapan. Tanggung jawab akan selesai apabila adik-adiknya telah berumah tangga dan dapat hidup mandiri. Sama seperti kewarisan kolektif, kewarisan mayorat dalam masalah harta waris, hanya berhak menggunakan dan menikmati dengan tidak mempunyai hak menguasai atau memiliki secara pribadi. Sistem mayorat ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, hal ini dikarenakan sistem kekerabatan yang berbeda yaitu mayorat laki-laki dan mayorat perempuan. Mayorat laki- laki seperti pada masyarakat adat Lampung yang beradat pepaduan dan masyarakat adat di Teluk Yos Sudarso Kabupaten Jayapura Irian

Universitas Sumatera Utara 48

Barat. Sementara mayorat perempuan ada di masyarakat adat Semendo Sumatera Selatan.Dalam hal memimpin, mengurus dan mengatur penguasaan harta waris pada kewarisan mayorat adalah anak laki-laki tertua dari isteri tertua (anak punyimbang pada masyarakat Lampung) begitupun di Jayapura Irian Barat. Pada kewarisan mayorat perempuan seperti di Semendo Sumatera Selatan dan di daerah enclave Lampung (masyarakat yang berasal dari Semendo) yang bertanggung jawab mengurus, mengatur dan menguasai harta waris adalah tunggu tubang yaitu anak perempuan tertua sebagai penunggu harta orang tua.87

Sebagaimana telah diketahui bahwa sistem kekerabatan yang dianut pada komunitas Tamil Muslim adalah sistem kekerabatan patrilineal murni maka setiap orang baik yang laki-laki atau perempuan menarik garis keturunannya ke atas hanya melalui penghubung yang laki-laki sebagai penentu garis keturunan. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam sistem kekerabatan ini setiap orang hanya dapat menarik garis keturunannya kepada ayahnya saja, kemudian garis itu ditarik lagi dari ayah kepada ayah atau datuknya.

Dalam sistem kekerabatan ini posisi pria lebih dominan pengaruhnya daripada wanita termasuk di dalam masalah pewarisan. Ini jelas terlihat di dalam keluarga Tamil Muslimyang dapat dan boleh dianggap sebagai pemimpin adalah seorang pria kecuali pada keadaan-keadaan yang memaksa oleh karena adanya kematian, perceraian, sakit atau migrasi ketika itu saja seorang wanita dapat dianggap pemimpin.88Hal ini sekali lagi menjelaskan bahwa di dalam keluarga

Tamil Muslim karakter-karakter yang lebih kuat dan dominan dibawa hanya oleh anak laki-laki dan para pria.

Sistem kekerabatan patrilinial murni yang meletakkan posisi dominan terhadap anak laki-laki ini sangat mempengaruhi sistem kewarisan yang

87Hilman Hadikusuman, Op.Cit, Hal.28 88Esha Beteille, Op.Cit., Hal.95

Universitas Sumatera Utara 49

digunakan oleh komunitas Tamil Muslim. Pada komunitas Tamil Muslim sistem kewarisan yang mereka gunakan adalah sistem kewarisan mayorat laki-laki yang mana pada sistem ini sepeninggal pewaris atau berarti waris terbuka yang berhak secara penuh mengambil tanggung jawab atas memimpin, menguasai, dan mengatur harta warisan ialah hanya anak laki-laki tertua pada setiap keluarga komunitas Tamil Muslim ini dikarenakan hanya anak laki-laki tertualah yang boleh dianggap sebagai pengganti dari orang tua.

Mengenai konsep harta terkait masalah pewarisan pada masyarakat Tamil dapat dilihat dari dua pandangan yaitu konsep harta terkait masalah pewarisan pada masyarakat Tamil asli (masyarakat Tamil di India), dan konsep harta terkait masalah pewarisan pada Komunitas Tamil Muslim yang menetap di Kota Medan.

Pada masyarakat Tamil asli (masyarakat Tamil di India) harta dalam pewarisan hanya harta warisan yaitu harta milik pewaris. Wujudnya harta warisan ini dikenal dengan som dan kani. Som adalah setiap benda yang dapat digolongkan dalam benda bergerak dan benda tidak bergerak sedangkan kani hanya dimaksudkan untuk menyebut tanah subur yang dapat dipergunakan untuk garapan dan termasuk sebagai benda tidak bergerak.89

Ada banyak sebutan yang digunakan oleh masyarakat Tamiluntuk menyebut benda bergerak antara lain saram, asaram, asaivulla, asaivatta. Benda bergerak menurut masyarakat Tamil adalah benda-benda yang dapat dipergunakan dalam kehidupan. Benda bergerak ini dapat dibedakan menjadi thalapadam yaitu barang-barang perabot rumah tanggameshaa, alat-alat memasakpaajak

89 C. Brito, The Mukkuva Law (The Rules of Succession among The Mukkuvars of Ceylon), H.D.Gabriel Baille Street, Colombo, 1876, Chapter 1. Hal.10

Universitas Sumatera Utara 50

upakaranagal, alat pertukanganpani upakaranagal, dan samankal yaitu hewan ternakpashu, uangpanam atau kassi, perhiasannage, dan barang lain yang dapat dipergunakan secara kolektif untuk memutar kehidupan.90

Sedangkan pada Komunitas Tamil Muslim yang menetap di Kota Medan mengenal ada dua konsep harta terkait masalah pewarisan yaitu harta warisan yang berasal dari harta kekayaan pewaris dan harta hadiah yaitu harta-harta yang dimungkinkan didapatkan oleh para ahli waris dari si pewaris secara langsung sebelum waris terbuka. Wujud harta ini dapat dibedakan menjadi harta benda bergerak dan tidak bergerak. Harta benda bergerak ini misalnya adalah pakaian vasthram, buku kitabbhusthakam, uang panam atau kassi termasuk tabungan dan uang beku atau depositoiduka, perhiasannage seperti emas swarnam dan perak velli, alat memasakpaajak upakaranagal, perabot rumah tanggameshaa, kendaraan alat transportasivaahanam, hewan ternak pashu, dan barang daganganporutkal. Harta benda tidak bergerak yang dimaksudkan adalah tanah sawahpaadam, tanah kebunkrishi, tanah dan bangunan seperti rumahveedu, pabriktolircalei. Pada komunitas Tamil Muslim juga mengenal harta warisan tidak berwujud yaitu marga atau nama keluarga kutumpa peyar yang diwarisi oleh para ahli waris dari si pewaris namun bukan diwarisi pada saat kematian si pewaris tetapi terhitung sejak adanya peristiwa kelahiranpirante.91

90Ibid. 91Hasil wawancara dengan Shaik Hisham Ali Shaheeb, (Maama Hisham), pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2015

Universitas Sumatera Utara BAB III

PENGARUH HUKUM WARIS ISLAM DALAM PEMBAGIAN WARIS PADA KOMUNITAS TAMIL MUSLIM DI KOTA MEDAN

A. Hukum Kewarisan Islam

1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam

Waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. 92 Kata warasa adalah kata kewarisan pertama yang digunakan dalam Al Qur’an.93 Kata waris dalam berbagai makna dapat kita temukan dalam al-Qur’an, antara lain:

a) Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. An Naml 27:16);

b) Mengandung makna “memberi atau menganugerahkan” (QS. Az Zumar

39:74);

c) Mengandung makna “mewarisi atau menerima warisan” (QS. Maryam

19:6).94

Sedangkan secara terminologi hukum kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.Sedangkan menurut para fuqaha definisi ilmu waris adalah sebagai berikut:

92Muhammad Ali ash-Sahabuni, Al-Mawaris Fisy Syari’atil Islamiyyah ‘Ala Dhau’ Al- Kitab wa Sunnah. Terjemahan A.M. Basalamah “ Pembagian Waris Menurut Islam”, Gema Insani Press, Jakarta, 1995, Hal.33 93Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal. 355 94Ibid.

51

Universitas Sumatera Utara 52

“Artinya: Ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan orang yang

mewaris, kadar yang diterima oleh ahli waris serta cara

pembagiannya.”95

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Menurut

Wirjono Projodikoro definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewarisi.96

Selain kata waris tersebut dalam hukum kewarisan ada juga beberapa istilah lain yang berhubungan dengan warisan seperti:

a) Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan. b) Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya orang yang meninggal baik secara hakiki maupun hukum karena adanya penetapan pengadilan. c) Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan menunaikan wasiat. d) Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. e) Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang, menunaikan wasiat.97

Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan

95Muslich Maruzi, Pokok-Pokok Ilmu Waris (Asas Mawaris), Semarang, t.th, Hal.1 96Wirjono Projodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur, Bandung, 1983, Hal.13 97Ahmad Rafiq, Mawaris, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal.4

Universitas Sumatera Utara 53

seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hukum kewarisan

Islam disebut juga dengan hukum faraidh sebagai bentuk plural dari kata faraidhah yang erat sekali hubungannya dengan kata fardhun yang berarti suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat An-Nisa’ (4):11, yang dikemas dalam kalimat “faridhatan minallah” yang berarti suatu ketetapan dari pada Allah SWT.98

Hasby As-Shid menjelaskan pemahaman tentangpengertian hukum waris menurut Islam ialah:

"Ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang menjadiahli

waris dalam Islam, orang yang tidak dapat mewarisi harta warisan

menurut Islam, kadar yang diterima oleh masing-masing ahli waris dalam

Islamserta cara pengambilannya".

Hukum kewarisan Islamjuga dikenal dengan nama ilmu miras, yaitu :

“Undang-undang dan ketentuan-ketentuan untuk mengetahui bagian-

bagian dari masing-masing orang yang ditinggalkan seseorang yang

meninggal dunia dari harta peninggalannya”.99

Sedangkan yang dimaksudkan dengan pewarisan adalah suatu proses pemindahan dan pengoperan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, baik yang berupa harta benda berwujud (material) maupun harta benda

98M. Anshary, Hukum Kewarisan Islam Indonesia (Dinamika Pemikiran dari Fiqh Klasik ke Fiqh Indonesia Modern, Mandar Maju, Bandung, 2013, Hal.19 99Isawy Ahmad Isawy, Ahkamu Al-Mawaris fi As-Sariati Al Islamiyah, Dar At Ta’lif, Mesir, 1954, Hal.6

Universitas Sumatera Utara 54

yang tidak berwujud (immaterial) kepada segenap ahli waris yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam.100

Atas dasar pengertian ini maka dapat disimpulkan bahwa pewarisan dalam hukum waris Islam baru dapat terjadi apabila :

a) Pewaris telah meninggal dunia, oleh karena itu setiap pemindahan atau pengoperan hak milik sewaktu pewaris masih hidup tidak dapat dikatakan pewarisan. b) Bahwa ahli waris menurut hukum waris Islam hanyalah yang tergolong keluarga, yangada hubungannya dengan pewaris baik karena hubungan perkawinan (suam istri) maupun karena hubungan darah (nasab) seperti anak, cucu, orang tua, datuk dan seterusnya, atau karena dimerdekakan atau karena perjanjian. c) Tidak ada halangan berkewarisan antara pewaris dan ahli waris.101

Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).Mengenai harta warisan tirkah Muhammad Yusuf Musa dalam bukunya At-Tirkah wa al-Miras fi al-Islam, mengemukakan beberapa pengertian dari berbagai mazhab, antara lain sebagai berikut : a) At-Tirkah menurut Hanafiyah adalah :

“Yaitu sesuatu yang ditinggalkan simati dari hartanya yang bersih

dari sangkut paut dengan hak orang lain, dengan sebab hutang atau

sebagainya”.

b) At-Tirkah menurut Syafiiyah adalah :

“Yaitu segala apa yang ada pada manusia ketika hidupnya dan

diwarisi sesudah matinya, baik harta maupun hak”.

100Abdullah Syah, Integrasi antara Hukum Islam dan Hukum Adat dalam Kewarisan Suku Melayu, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2009, Hal.47 101Abdullah Syah, Op.Cit., Hal.48

Universitas Sumatera Utara 55

c) At-Tirkah menurut Hambaliah adalah :

“Yaitu hak yang diwarisi dari simati dinamakan “turas” ataupun

peninggalan”.

d) At-Tirkah menurut Malikiah adalah :

“Yaitu hak yang bisa dibagi, yang diberikan kepada yang berhak

sesudah matinya orang yang tadinya memiliki hak itu”.102

2. Sumber Hukum Kewarisan Islam a. Al Qur’an

Pondasi hukum kewarisan Islam memiliki dasar yang kuat, yaitu ayat-ayat al-Qur’an yang selain kedudukannya qath’i al-wurud, juga qath’ial-dalalah meskipun pada dataran tazfiz (aplikasi) sering ketentuan baku Al Qur’an tentang bagian-bagian ahli waris mengalami perubahan pada bagian nominalnya, misalnya dalam kasus radd, aul dan sebagainya.103 Dalam sistem hukum Islam, hukum waris menempati posisi yang strategis. Ayat-ayat tentang kewarisan secaraeksplisit paling banyak dibicarakan dalam al-Qur’an. 104 Angka-angka pecahan tersebut sangat jelas dan pasti.105

Adapun ayat-ayat Al Qur’an yang mengatur tentang hal kewarisan secara jelasdan rinci adalah sebagai berikut :

1) Surah An-Nisa ayat 7

102Muhammad Yusuf Musa, At-Tirkah wal Miras fil Islam II, Dar Al Ma’rifah, Cairo, 1967, Hal.73 103Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Hal.374 104 Helmi Hakim, Pembaharuan Hukum Waris Islam Persepsi Metodologi, Al-Fajar, Jakarta, 1994, Hal.11 105Ahmad Azhar Basyir, ReaktualisasiPendekatan Sosiologis Tidak Selalu Relevan dalam Iqbal Abdurrauf Sormima (ed), Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Yogyakarta, UII Press, 2000, Hal. 12.

Universitas Sumatera Utara 56

“Untuk laki-laki ada bagian dari peninggalan ibu bapak dan karib

kerabat dekat, dan untuk perempuan ada pula bagian dari

peninggalan ibu bapak dan kerabat yang dekat, baik sedikit maupun

banyak sebagai bagian yang telah ditentukan”.106

2) Surah An-Nisa ayat 8

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan

orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan

cukupkanlah kepada mereka perkataan yang baik”.107

3) Surah An-Nisa ayat 9

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakangnya anak-anak yang lemah, yang mereka

khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka bertaqwa

kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan kata-kata yang

benar”.108

4) Surah An-Nisa ayat 10

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara

zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan

mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka)”.109

5) Surah An-Nisa ayat 11

106 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan penyelenggara penerjemahan Al Qur’an, Jakarta, 1978, Hal.116 107Ibid. 108Ibid. 109Ibid.

Universitas Sumatera Utara 57

“Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanyaperempuan lebih dari dua, maka bagi mereka mendapat dua pertiga dari hartayang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka iamemperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu- bapak, bagimasing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yangmeninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidakmempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu- bapaknya (saja), makaibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyaibeberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagiantersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebihdekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana”.110

6) Surah An-Nisa ayat 12

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri- isterimuitu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dariharta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.Para isteri memperolehseperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyaianak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperolehseperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhiwasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang- hutangmu.Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidakmeninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyaiseorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudaraperempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenissaudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itulebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayarhutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) Syari´at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha penyantun”.111

7) Surah An-Nisa ayat 13

110Ibid. 111Ibid.

Universitas Sumatera Utara 58

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.

Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah

memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-

sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan

yang besar”.112

8) Surah An-Nisa ayat 14

“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan

melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke

dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa

yang menghinakan”.113

9) Surah An-Nisa ayat 33

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu

bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya dan (jika

ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka,

maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah

menyaksikan segala sesuatu”.114

10) Surah An-Nisa ayat 176

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorangmeninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyaisaudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan ituseperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-lakimempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidakmempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, makabagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yangmeninggal. Dan jika mereka (ahli waris

112Ibid. 113Ibid. 114Ibid.

Universitas Sumatera Utara 59

itu terdiri dari) saudara-saudaralaki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-lakisebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allahmenerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.115

11) Surah Al-Anfal ayat 75

“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah

sertaberjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu

(juga).Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu

sebagiannya lebihberhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan

kerabat) di dalam kitabAllah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

segala sesuatu”.116

12) Surah Al-Ahzab ayat 6

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin daridiri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka danorang- orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebihberhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orangmukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baikkepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itutelah tertulis di dalam Kitab (Allah)”.117 b. Hadits atau Sunnah Rasulullah SAW

Adapun hadits atau Sunnah yang ada hubungannya dengan hokumkewarisan antara lain adalah :

1) Hadits Nabi dari Ibnu Abbas, menurut riwayat Al-Bukhari :

“Berikanlah faraid (bagian yang telah ditentukan dalam Al Qur’an)

kepada yang berhak menerimanya dan selebihnya berikanlah kepada

keluarga laki-laki yang terdekat”.118

115Ibid. 116Ibid. 117Ibid. 118Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari VII, Dar wa Matba’ah As Sa’bi, Cairo, 1924, Hal.181

Universitas Sumatera Utara 60

2) Hadits dari Jabir menurut riwayat Abu Dawud, At Tarmizi, Ibnu

Majah dan Ahmad :

“Janda Sa’ad Ibnu Rabi’ datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya, lalu ia berkata; Ya Rasulullah ini dua orang anak Sa’ad yang telah gugur dalam peperangan bersama anda di Uhud paman mereka mengambil harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa kepada mereka. Keduanya tak mungkin kawin tanpa harta. Nabi berkata:”Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian itu”. Sesudah itu turunlah ayat-ayat tentang warisan. Kemudian Nabi memanggil si paman dan berkata;”Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa’ad, seperdelapan untuk jandanya, dan yang sisanya untuk kamu”.119

3) Hadits dari Surahbil menurut riwayat kelompok para perawi

hadits selain Muslim :

“Abu Musa ditanya tentang kewarisan anak perempuan, cucu perempuan dan saudara perempuan, Abu Musa berkata : “Untuk anak perempuan seperdua, untuk saudara perempuan seperdua”. Datanglah kepada Ibnu Mas’ud tentu ia mengatakan seperti itu pula. Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas’ud dan ia menjawab: “Saya menetapkan atas dasar apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW, yaitu anak perempuan seperdua, untuk cucu perempuan seperenam untuk melengkapi dua pertiga dan selebihnya adalah untuk saudara perempuan”.120

4) Hadits dari Umran bin Husein, menurut riwayat Ahmad, Abu

Dawud dan Tarmizy yang berbunyi :

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata: “cucu laki-

laki saya telah meninggal dunia, apa yang dapat untuk saya dari harta

peninggalannya”, Nabi bersabda: untukmu seperenam”.121 c. Ijtihad

119Abu Dawud, Sunan Abu Daud II, Mustafa Al-Babi Al-Halabi, Cairo, 1952, Hal.111 120Al-Bukhari, Op.Cit., Hal.188, Abu Dawud, Op.Cit., Hal.108 121Abu Dawud, Op.Cit., Hal.110

Universitas Sumatera Utara 61

Ijtihad para sahabat dan mujtahid-mujtahid kenamaan mempunyai peranan dan sumbangsih yang tidak kecil terhadap pemecahan-pemecahan masalah mawaris yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang shahih. Misalnya status saudara-saudara yang mewarisi bersama-sama dengan kakek. Di dalam Al Qur’an tidak dijelaskan namun yang dijelaskan adalah status saudara-saudara bersama- sama dengan ayah atau bersama-sama dengan anak laki-laki yang dalam kedua keadaan ini mereka tidak mendapatkan apa-apa lantaran terhijab kecuali dalam masalah kalalah mereka mendapat bagian. Menurut pendapat kebanyakan sahabat dan imam-imam mazhab yang menutup pendapat Zaid bin Tsabit saudara tersebut bisa mendapat pusaka secara muqasamah dengan kakek.122

Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana dimaklumi bahwa ijtihad ada dua macam, yaitu :

1) Ijtihad jama’i yaitu ijtihad bersama secara keseluruhan para

mujtahidin. Hasil ijtihad ini dinamakan Ijma’. Ijma’ menurut istilah

para fuqaha adalah kesepakatan seluruh para mujtahid dikalangan umat

Islam pada suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat atas hukum

syara’ mengenai suatu kejadian. Maka dalam hal ini adalah

kesepakatan tentang ketentuan warisan yang terdapat dalam Al Qur’an

122Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim, Tijariah Kubra, Mesir, t.th, Hal.110

Universitas Sumatera Utara 62

dan Sunnah karena disepakati oleh para sahabat dan ulama maka ia

dapat dijadikan sebagai referensi hukum.123

2) Ijtihad fardi yaitu ijtihad perorangan atau kelompok kalangan tertentu

dari ulama mujtahid. Ijtihad ini dapat menghasilkan Qiyas, Masalihu

al Mursalah, Istihsan, Istishab, dan sebagainya seperti pendapat Imam

Syafi’i, , Maliki, Hambali, dan sebagainya.124

Hasil keseluruhan dari usaha ijtihad inilah yang dijadikan sebagai sumber hukum ketiga oleh umat Islam dalam menghadapi persoalan-persoalan yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al Qur’an maupun Sunnah, khususnya persoalan- persoalan yang berkaitan dengan kewarisan. Di antara contoh ijtihad dalam masalah kewarisan yaitu penyelesaian persoalan waris dengan cara ‘aul yang muncul pertama kali pada masa khalifah Umar bin Khattab yang menggunakan cara ’aul dalam pewarisan atas pendapat Abbas bin Abdul Muthalib dan disaksikan oleh Zaid bin Tsabit.125

3. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam

Berdasarkan Al Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, dan Kompilasi Hukum

Islam dapat disarikan beberapa asas hukum kewarisan, yaitu :

a. Asas personalitas keislaman artinya bahwa baik pewaris maupun ahli waris yang akan menerima harta warisan pewaris tersebut harus sama- sama beragama Islam. Dengan kata lain syarat mutlak untuk saling waris mewarisi maka pewaris dan ahli waris harus beragama Islam. (Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam); b. Asas integrity yang artinya ketulusan hati, kejujuran, atau keutuhan. Asas ini mengandung pengertian bahwa melaksanakan hukum

123Ahmad Rafiq, Loc.Cit. 124Abdullah Syah, Loc.Cit. 125Ahmad Rafiq, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara 63

kewarisan dalam Islam, diperlukan ketulusan hati menaatinya karena terikat dengan aturan yang diyakini kebenarannya. (QS. Ali Imran 3: 85); c. Asas ta’abbudiatau penghambaan diri maksudnya adalah melaksanakan hukum waris sesuai syariat Islam adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT sebagai ibadah, dan tentunya mendapatkan berpahala. (QS. An Nisa 4:13-14); d. Asas huququl maliyah atau hak-hak kebendaan maksudnya hanya hak dan kewajiban kebendaan atas benda yang berbentuk yang dapat di wariskan kepada ahli waris. Segala kewajiban yang bersifat pribadi tidak dapat di wariskan. (Pasal 175 Kompilasi Hukum Islam); e. Asas Huququn thabi’iyah atau hak-hak dasar. Hak-hak dasar ini maksudnya adalah hak-hak dasar dari ahli waris sebagai manusia. Artinya, meskipun ahli waris itu seorang bayi yang baru lahir atau seorang yang sudah sakit menghadapi kematian sedangkan ia masih hidup ketika pewaris meninggal dunia. Begitu juga suami istri belum bercerai walaupun sudah pisah tempat tinggalnya, maka dipandang cakap mewarisi harta tersebut. Ada dua syarat seorang bisa mendapat hak warisan.; f. Asas Ijbariatau keharusan atau kewajiban. Asas ini mengatur tata cara peralihan secara otomatis harta dari seseorang yang tela meninggal dunia kepada ahli warisnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT tanpa tergantung pada kehendak pewaris maupun ahli warisnya; g. Asas bilateral maksudnya bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak, yaitu dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan perempuan. (QS. An-Nisa 4:7,11,12,176); h. Asas individual yaitu asas yang menyatakan harta warisan dapat di bagi kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaanya seluruh harta dinyatakan dalam nilai tertentu dan kemudian dibagi-bagikan kepada ahli waris yang dapat menerimanya menurut kadar bagian masing-masing. (QS. An- Nisaa 4:8,33); i. Asas keadilan yang berimbang maksudnya mengandung pengertian bahwa harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau beban biaya kehidupan yang harus di tunaikannya, misalnya laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing- masing (kelak) dalam kehidupan bermasyarakat seorang laki laki menjadi penanggung jawab daalam kehidupan keluarga wajib

Universitas Sumatera Utara 64

mencukupi keperluan hidup anak dan istrinya sesuai kemampuannya. (QS. Al-Baqarah 2:233), (QS. Ath-Thalaaq 65:7); j. Asas kematian artinya asas ini menandakan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain hanya terjadi setelah orang yang mempunyai harta itu meninggal dunia. Harta seseorang tidak bisa beralih ke orang lain dengan jalan melalui pembagian harta warisan selama orang yang mempunyai harta itu masih hidup; k. Asas membagi habis harta warisan maksudnya semua harta peninggalan (warisan) harus dibagi habis hingga tak tersisa. Asas ini mengindarkan dari semua jumlah ahli waris lebih besar daripada masalah yang ditetapkan ataupun yang sebaliknya. (Pasal 192 dan 193 Kompilasi Hukum Islam).126

4. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam

Rukun pembagian warisan ada tiga, yaitu:

a. Al-Muwarris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Syaratnya, al-muwarris benar-benar telah meninggal dunia, apakah meninggal secara hakiki, secara yuridis (hukumi) atau secara taqdiri berdasarkan perkiraan.127 b. Al-Waris atau ahli waris. Ahli waris adalah orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah, hubungan sebab perkawinan (semenda), atau karena akibat memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya, pada saat meninggalnya al- muwarris, ahli waris benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam pengertian ini adalah, bayi yang masih berada dalam kandungan (al-hamli). Meskipun masih berupa janin, apabila dapat dipastikan hidup, melalui gerakan (kontraksi) atau cara lainnya, maka bagi si janin tersebut berhak mendapatkan warisan. Untuk itu perlu diketahui batasan yang tegas mengenai batasan paling sedikit (batas minimal) dan atau paling lama (batas maksimal) usia kandungan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui kepada siapa janin tersebut akan dinasabkan.128 c. Al-Maurus atau al-miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat.129

Sedangkan syarat-syarat kewarisan ada tiga yakni:

126Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Kencana, Jakarta, 2004, Hal.16 127Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, Hal.17 128Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Maktabah Dar al-Turas, Kairo, 1995, Hal.257 129Muslich Maruzi, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara 65

a. Matinya simuwarrits (orang yang mewariskan) meninggalnya muwarits dapat dibedakan menjadi tiga sebab: 1) Mati hakiki yaitu kematian seseorang yang dapat diketahui tanpa harus melalui pembuktian. 2) Mati hukumi yaitu kematian seseorang secara yuridis diterapkan melalui keputusan hakim dinyatakan telah meninggal dunia. Ini bisa terjadi seperti dalam kasus seseorang yang dinyatakan hilang (al-mafqud) tanpa diketahui di mana dan bagaimana keadaannya. Setelah dilakukan upaya-upaya tertentu, melalui keputusan hakim orang tersebut dinyatakan meninggal dunia. Sebagai suatu keputusan hakim, maka ia mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan karena itu mengikat. 3) Mati taqdiri yaitu anggapan atau perkiraan bahwa seseorang telah meninggaldunia. Misalnya: seseorang yang diketahui ikut berperang ke medanpertempuran, atau tujuan lain yang secara lahiriah diduga dapatmengancam keselamatan dirinya, setelah beberapa tahun ternyata tidakdiketahui kabar beritanya, dan patut diduga secara kuat bahwa orangtersebut telah meninggal dunia, maka ia dapat dinyatakan telahmeninggal. b. Hidupnyawarits (ahli waris) pada saat meninggalnya muwarrits. Maksud dari masih hidupnya warits yaitu, pada saatmeninggalnya al- muwarris, ahli waris benar-benar dalam keadaanhidup. Termasuk dalam pengertian ini adalah bayi yang masih beradadalam kandungan (al-hamli). Meskipun masih berupa janin, apabiladapat dipastikan hidup, melalui gerakan (kontraksi) atau cara lainnya,maka si janin tersebut berhak mendapat warisan. Untuk itu perludiketahui batasan yang tegas mengenai batasan paling sedikit (batasanminimal) dan atau paling lama (batas maksimal) usia kandungan. Inidimaksudkan untuk mengetahui kepada siapa janin tersebutdinasabkan. c. Tidak adanya penghalang yang menghalangi warisan jelas diketahui posisi ahli waris ada status hubunganantara ahli waris dengan pewaris. Hal ini berhubungan dengan bagianyang akan diterima oleh ahli waris sesuai dengan status hubungannya.130

5. Ahli waris dalam Hukum Kewarisan Islam

Hukum kewarisan Islam menganut prinsip kewarisan bilateral oleh karena itu hukum waris Islam tidak membatasi pewaris itu dari pihak bapak atau pihak ibu saja dan ahli waris pun tidak berbatas pada pihak laki-laki atau pihak

130 Nur Azis, Skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Anak Dalam Kandungan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, IAIN Walisongo, Semarang, 2011, Hal.29

Universitas Sumatera Utara 66

perempuan saja. Ahli waris dalam hukum Islam telah dijelaskan baik dalam Al

Qur’an maupun Sunnah Rasulullah SAW, yaitu :

a. Zawil furud terdiri dari 12 (dua belas) orang; b. Ashabah, terdiri dari : 1) Juz al mayit, seperti anak dan cucu laki-laki 2) Aslu al mayit, seperti bapak dan al jad (nenek) 3) Saudara kandung atau sebapak dan seterusnya 4) Paman kandung atau sebapak dan seterusnya; c. Zawil arham yaitu sanak kerabat yang tidak termasuk zawil furud dan juga tidak termasuk ashabah; d. Baitul al mal.131

Maka atas dasar tersebut Islam pada hakikatnya tidak mengenal adanya ahli waris pengganti, yang terkenal di Indonesia dengan teori Hazairin maksud dan tujuannya baik sekali, yaitu untuk menyantuni cucu dari bapaknya yang meninggal terlebih dahulu sebelum kakeknya dimana cucu dalam keadaan tersebut menurut ulama Fiqih tidak berhak mendapat bagian mahjub. Ada jalan agar cucu mendapat bagian dari harta kekayaan kakeknya, namun bukan dengan jalan sebagai pengganti tetapi melalui wasiat wajibah. Wasiat wajibah dianggap oleh hukum ialah telah berwasiat sekalipun tidak dinyatakan baik dengan lisan maupun tulisan sebagaimana wasiat pada umumnya.132

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak 25 (dua puluh lima) orang yang terdiri dari 15 (lima belas) orang dari pihak laki-laki dan 10 (sepuluh) orang dari pihak perempuan.

Golongan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu : 1) Anak laki-laki; 2) Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki terus kebawah asal pertaliannya masih terus laki-laki; 3) Bapak;

131Ibid. 132Abdullah Syah, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara 67

4) Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak; 5) Saudara laki-laki seibu sebapak; 6) Saudara laki-laki sebapak saja; 7) Saudara laki-laki seibu saja; 8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak; 9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja; 10) Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak; 11) Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja; 12) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak; 13) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja; 14) Suami. 15) Laki-laki yang memerdekakannya (si mati).

Apabila 10 (sepuluh) orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan hanya 3 (tiga) orang saja, yaitu :

1) Bapak; 2) Anak laki-laki; 3) Suami.

Golongan ahli waris dari pihak perempuan, yaitu : 1) Anak perempuan; 2) Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah asal pertaliannnya dengan yang meninggal masih terus laki-laki; 3) Ibu; 4) Ibu dari bapak; 5) Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki; 6) Saudara perempuan seibu sebapak; 7) Saudara perempuan yang sebapak; 8) Saudara perempuan seibu 9) Istri; 10) Perempuan yang memerdekakannya (si mati).

Apabila 10 (sepuluh) orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu hanya 5 (lima) orang saja, yaitu :

1) Isteri; 2) Anak perempuan; 3) Anak perempuan dari anak laki-laki; 4) Ibu;

Universitas Sumatera Utara 68

5) Saudara perempuan yang seibu sebapak.

Sekiranya 25 (dua puluh lima) ahli waris tersebut di atas dari pihak laki- laki dan dari pihak perempuan semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan. Anak yang berada dalam kandungan ibunya juga mendapatkan warisan dari keluarganya yang meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya. Sesuai hadits Rasulullah SAW yang artinya :

“Apabila menangis anak yang baru lahir, ia mendapat pusaka.” (HR.

Abu Dawud).133

Secara garis besar ahli waris dalam Islam dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Menurut sebab mendapatkannya ahli waris terdiri atas tiga golongan, yaitu: 1) Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapatkan waris dengan jalan nasab atau kekerabatan. Ahli waris nasabiyah ini di bagi lagi dalam tiga golongan, yaitu: a) Furu’ atau anak turunan dari si mati yang terdiri dari anak laki- laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki, cucu perempuan dari anak laki-laki sampai ke bawah betapapun jauhnya; b) Ushul atau leluhur yang menyebabkan adanya si mati yang terdiri dari ayah, ibu, kakek, nenek sampai ke atas betapapun jauhnya; c) Hawasyi atau keluarga yang dihubungkan dengan si mati melalui garis menyamping)134 yang terdiri dari saudara laki-laki, saudara perempuan, saudara seayah, saudari seayah, saudara-saudari tunggal ibu, paman, dan anak turunnya tanpa membedakan laki- laki atau perempuan.

2) Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang mendapatkan warisan dikarenakan sebab pekawinan yang sah. Suami atau istri bisa mewaris hanya jika : a) Perkawinannya dilakukan sah menurut syariat Islam;

133Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2000, Hal.349 134Fathur Rahman, Ilmu Waris, Al Maarif, Bandung, 1981, Hal.115

Universitas Sumatera Utara 69

b) Ikatan perkawinan antara suami-istri itu masih utuh atau dianggap masih utuh. Perkawinan dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan itu telah diputuskan dengan talak ’iy, tetapi masa iddah raj’iy bagi seorang istri belum selesai. Perkawinan tersebut dianggap masih utuh , karenadisaat iddah masih berjalan suami mempunyai hak penuh untuk merujuk kembali bekas istrinya yang masih menjalankan iddah.135

3) Wala’dalam syariat mempunyai pengertian: a) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan atau memberi hak emansipasi terhadap budak; b) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain. Wala’ dalam arti yang pertama disebut dengan wala’ul- ‘ataqah atau ‘ushubah sababiyah , yakni ‘ushubah yang bukan disebabkan karena adanya pertalian nasab, tetapi disebabkan karena adanya sebab telah membebaskan budak. Wala’ juga dapat di masukkan kedalam ahli waris sababiyah. Apabila seorang pemilik budak telah membebaskan budaknya dengan mencabut hak kewaliannya dan hak mengurusi harta bendanya, maka ia telah merubah status seeorang yang semula tidak dapat bertindak, menjadi dapat memiliki, mengurusi dan mengadakan transaksi- transaksi terhadap harta bendanya sendiri, dan dapat melakukan tindakan hukum yang lain. Sebagai kenikmatan yang telah diberikan terhadap budaknya dan sebagai imbalan atas melaksanakan anjuran syariat untuk membebaskan budak, syariat memberikan hak wala’’ padanya. Oleh karena itu wala’ oleh Rasulullah SAW dianggap sebagai kerabat berdasarkan nasab, dalam sabdanya: “Wala’ itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual dan dihibahkan” (HR. Al-hakim). Sedang wala’ dalam arti kedua disebut dengan walaul-muwalah , misalnya seorang berjanji sebagai berikut: “hai saudara, engkau adalah tuanku yang dapat mewarisi aku jika aku telah mati dan dapat mengambil diyah (tebusan) untukku jika aku dilukai seseorang”. Namun wala’ menjadi sebab mempusakai ini sudah di nasakh dalam KUHW Mesir (jumhur ulama’).136 b. Ahli waris menurut bagiannya terbagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1) Dzawi al-Furudl dan Furudu al-muqaddarahnyaadalah ahli waris yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an, yaitu ahli waris langsung yang mesti selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak berubah- ubah.137 Mereka semua ada dua belas orang, empat orang lelaki dan

135Ibid. 136Fathur Rahman, Op.Cit., Hal.122 137Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia(Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW), Rafika Aditama, Bandung, 2005, Hal.17

Universitas Sumatera Utara 70

delapan orang wanita. Ashabul furudl dari lelaki adalah, suami, ayah, kakek sejati, dan saudara dari ibu. Ashabul furudl dari wanita ialah, isrti, ibu, nenek sejati, anak perempuan sekandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, dan saudara perempuan seibu. Adapun rinciannya masing- masing terdapat pada QS An Nisa ayat 11,12, dan 176.Para ahli waris diatas (dzawi al- furudl) mempunyai bagian-bagian yang sudah di tentukan dalam nash atau dengan ijma’(furud al-muqaddarah). Syariat Islam menentukan furud al-muqaddarah tersebut ada 6 (enam) macam, yaitu: (2/3) dua pertiga, (1/3) sepertiga, (1/6) seperenam, (1/2) seperdua, (1/4) seperempat, (1/8) seperdelapan. Adapun skema pembagiannya adalah: a) Ahli waris yang mendapatkan bagian (2/3) dua pertiga, yaitu : i. 2 (dua) orang anak perempuan atau lebih, dengan ketentuan tidak bersama dengan mu’ashibnya (yang menjadikannya ashabah); ii. 2 (dua) orang cucu perempuan pancar laki-laki, dengan ketentuan bila mereka tidak bersama-sama anak perempuan kandung atau mu’ashibnya; iii. 2 (dua) orang saudari sekandung atau lebih dengan ketentuan mereka tidak bersama-sama dengan mu’ashibnya; iv. 2 (dua) orang saudari seayah atau lebih, dengan ketentuan bila simati tidak mempunyai anak perempuan kandung, atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau saudari kandung. b) Ahli waris yang mendapatkan bagian (1/3) sepertiga, yaitu : i. Ibu dengan ketentuan ia tidak bersama-sama dengan far’ul waris, laki-laki maupu perempuan atau bila ia tidak bersama- sama dengan 2 (dua) orang saudara-saudari sekandung atau seayah atau seibu saja; ii. Anak-anak ibu (saudara seibu bagi si mati) laki-laki maupun perempuan 2 (dua) orang atau lebih, dengan ketentuan bila mereka tidak bersama-sama far’ul waris laki-laki maupun perempuan atau tidak bersama-sama dengan ahlul waris laki- laki (seperti ayah, kakek shahihah). c) Ahli waris yang mendapatkan bagian (1/6) sepererenam, yaitu: i. Ayah dengan ketentuan bila ia bersama-sama dengan far’ul waris laki-laki (yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki betapapun jauhnya); ii. Ibu dengan ketentuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan far’ul waris secara mutlak atau bersama-sama dengan dua orang atau lebih saudara saudari secara mutlak; iii. Kakek shahih bila ia mewarisi bersama-samafar’ul waris laki-laki; iv. Nenek shahihah bila ia mewarisi tidak bersama-sama dengan ibu;

Universitas Sumatera Utara 71

v. Saudara seibu laki-laki maupun perempuan bila ia mewarisi bersama-sama dengan far’ul waris laki-laki maupun perempuan atau mewarisi bersama-bersama dengan ahlul waris laki-laki; vi. Cucu perempuan dari anak laki-laki bila ia mewarisibersama- sama dengan seorang anak perempuan kandung; vii. Seorang saudari seayah atau lebih bila ia mewarisi bersama- sama dengan saudari kandung. d) Para ahli waris yang mendapatkan bagian (1/2) seperdua, yaitu: i. Seorang anak perempuan dengan ketentuan bila ia tidak bersama dengan anak laki-laki yang menjadi mu’ashibnya; ii. Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki dengan ketentuan bila ia tidak bersama-sama dengan anak perempuan atau orang laki-laki yang menjadi mu’ashibnya; iii. Suami bila ia tidak bersama-sama far’ul waris; iv. Seorang saudari kandung bila ia tidak mewarisi bersama- sama dengan mu’ashibnya; v. Seorang saudari seayah bila ia tidak mewarisi bersama-sama dengan anak perempuan kandung, atau cucu perempuan dari anak laki-laki, atau saudari kandung. e) Para ahli waris yang mendapatkan bagian (1/4) seperempat, yaitu: i. Suami bila ia tidak mewarisi bersama-sama dengan far’ul waris bagi si istri baik yang lahir dari perkawinannya tersebut, maupun yang lahir dari perkawinannya dengan suami yang terdahulu. ii. Istri bilaia tidak mewarisi bersama-sama dengan far’ul warisbaik yang lahir dari perkawinannya tersebut, maupun dengan istri yang terdahulu. f) Ahli waris yang mendapatkan bagian (1/8) seperdelapan, hanya 1 (satu) orang, yaitu istri dalam keadaan bila ia mewarisi bersama- sama dengan far’ul waris bagi suami, baik yang lahir dari perkawinannya dengan istri tersebut, maupun istri terdahulu.138 2) Ashabahmenurut bahasa berarti kerabat seseorang dari bagian bapak atau anak lelaki dan kaum kerabat dari pihak bapak.Ahli waris ashabah ini menurut pembagian Hazairindapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: a) Ashabah binafsiyaitu kerabat laki-laki yang bertalian dengan si mati tanpa diselingi oleh orang perempuan. Golongan ashabah binafsi ini berhak mendapatkan semua harta atau semua sisa yang termasuk di dalamnya yaitu: i. Anak laki-laki; ii. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus kebawah asal saja pertaliannya masih terus laki-laki; iii. Ayah;

138Fathur Rahman, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara 72

iv. Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas asal saja pertaliannya belum putus dari pihak ayah; v. Saudara laki-laki sekandung; vi. Saudara laki-laki seayah; vii. Anak saudara laki-laki sekandung; viii. Anak saudara laki-laki; ix. Paman yang sekandungdengan ayah; x. Paman yang seayah dengan ayah; xi. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah; xii. Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah;139

Bagian ahli waris ashabah binafsi bila mewarisi bersama- sama dengan ahli waris ashabul furudl, maka mereka menerima sisa dari ashabul furudl selama bagian-bagian mereka yang terakhir tidak sampai menghabiskan seluruh harta peninggalan. Dengan demikian bisa terjadi para ahli waris ashabahtidak memperoleh bagian sedikitpun bila ternyata harta peninggalan sudah terwariskan habis oleh ashhabul furudl. Jika ashabah itu hanya seorang diri saja dan masih ada sisa harta peninggalan atau para ahli waris yang bakal mewarisi tidak ada golongan ashabul furudlnya sama sekali, maka sisa atau seluruh harta peninggalan diwarisinya sendiri.

b) Ashabah bilghoiryaitu seorang wanita menjadi ashabah karena ditarik oleh seorang laki-laki. Pengertian yang lain yang dikemukakan Fathur Rahman yaitu setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadikan ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushubah.Ashabah bilghoir itu ada 4 (empat) orang wanita, keempatnya dari golongan ashabul furudl yang mendapatkan 1/2 (setengah) kalau dia hanya seorang, dan mendapatkan 2/3 (dua pertiga) kalau lebih dari seorang, mereka adalah: i. Anak perempuan kandung diashabahkan oleh anak laki-laki kandung; ii. Cucu perempuan dari anak laki-laki diashabahkan oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki; iii. Saudari sekandung diashabahkan oleh saudara sekandung; iv. Saudari tunggal ayah diashabahkan oleh saudara seayah. c) Ashabah ma’alghairyaitu saudara perempuan yang mewaris bersama keturunan dari pewaris, mereka adalah: i. Saudara perempuan sekandung; ii. Saudara perempuan seayah;

139 Eman Suparman, Op.Cit., Hal.19

Universitas Sumatera Utara 73

Kedua orang tersebut dapat menjadi ashabah ma’alghair dengan syarat mewarisi berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki sampai berapapun jauh menurunnya, dan tidak berdampingan dengan saudaranya yang menjadi mu’ashibnya (saudara laki-laki).140 3) Dzawi al-arhamialah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris melalui pihak wanita saja. Pembagian dzawi al-arham: a) Orang yang berhubungan dengan orang yang meninggal sedang ia bukan dzawi al-furudh atau ashabah; b) Orang yang berhubungan dengan yang meninggal, karena yang meninggal itu dinishbatkan kepada mereka lantaran mereka adalah ayah-ayah dari yang meninggal; c) Orang yang berhubungan kepada ayah dan ibu yang meninggal; d) Orang-orang yang berhubungan kepada kakek-kakek yang meninggal. Dzawi al-arham dapat mewarisi dengan syarat sudah tidak adaashabul furudl atau ashabahsama sekali bila masih ada seorang saja diantara mereka, maka dzawi al-arham tidak dapat menerima waris sama sekali atau mewarisi bersama dengan salah seorang suami atau istri.141

6. Sebab-sebab Berwarisan

Menurut Ahmad Rafiq, ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi, yaitu:

1) Al-qarabah atau pertalian darah artinya adalah semua ahli waris yang memiliki pertalian darah, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, maupun dewasa memiliki hak untuk menerima bagian menurut dekat jauhnya hubungan kekerabatan. 2) Al-musaharah atau hubungan perkawinan artinya adalah dengan adanya hubungan perkawinan, maka suami atau isteri berhak menerima warisan dari salah satu pihak yang meninggal dunia. 3) Al-wala’ atau memerdekakan hamba sahaya artinya adalah seseorang akan mendapat hak mewarisi karena memerdekakan hamba sahaya atau melalui perjanjian tolong menolong.142

7. Hal-hal yang Menghalangi Berwarisan

Pada umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga macam, yaitu:

140Fathur Rachman, Loc.Cit. 141Ibid. 142Ahmad Rafiq, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara 74

1) Pembunuhan yaitu suatu perbuatan mutlak yang menjadi penghalang

berwarisan, karena adanya dalil yang kuat dari hadits Rasulullah SAW

yang artinya:

”Tidak berhak si pembunuh mendapat sesuatupun dari harta warisan

orang yang dibunuhnya (Hadis Riwayat an-Nasa’i dengan isnad yang

sahih)”.143

Imam Syafi’i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi

penghalang mewarisi sebagai berikut:

a) Hakim yang menjatuhkan hukuman mati tidak dapat mewarisi harta orang yang telah dijatuhinya hukuman mati. b) Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta orang peninggalan pesakitan yang dibunuhnya. c) Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang menjadi korban persaksian palsunya.144

2) Berbeda Agama, yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah

agama yang dianut antara waris dengan muwaris itu berbeda.

Sedangkan yang dimaksud dengan berbeda agama dapat menghalangi

berwarisan adalah tidak ada hak saling mewarisi antara seorang

muslim dan kafir (non Islam) setiap orang Islam tidak mewarisi harta

orang non Islam demikian juga sebaliknya. Sebagaimana hadits

Rasulullah SAW yang artinya:

”Diriwayatkan daripada Usamah bin Zaid r.a katanya: Nabi SAW

bersabda: Orang Islam tidak boleh mewarisi harta orang kafir dan

143Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qazwiny, Sunan Ibnu Majah, Isa’ Albabil Halabi wa Sirkah, Mesir, T.th, Hal.806 144Abdullah Syah, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara 75

orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang Islam. (Hadis Riwayat

an-Nasa’I dengan isnad yang sahih)”.145

3) Perbudakan, mengenai perbudakan mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang menerima warisan karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh tuannya. Sehingga ketika tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak untuk mewarisi, karena pada hakekatnya seorang budak juga merupakan harta dan sebagai harta maka dengan sendirinya benda itu bisa diwariskan. Sebagaimana Firman Allah SWT di dalam Al Qur’an Surah An-Nahl ayat 75 yang berbunyi : “Seorang hamba sahaya yang dimiliki tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun”(Q.S An-Nahl 75).146

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai yang menjadi penghalang berwarisan yaitu karena:

a) Beda agama (Pasal 171 huruf c dan Pasal 172 KHI);

b) Membunuh, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat terhadap

pewaris dan memfitnah (Pasal 173 KHI) yang berbunyi :

“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris, dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.”147

145Al-Bukhari, Loc.Cit., Hal.194 146Departemen Agama Republik Indonesia, Loc.Cit. 147Kompilasi Hukum Islam

Universitas Sumatera Utara 76

B. Pelaksanaan Pembagian Waris Pada Komunitas Tamil Muslim Di Kota

Medan

1. Kasus Posisi 1

Tuan Muhammad Saleh Zakaria lahir di Medan tanggal 16 Agustus 1944,

Wiraswasta, bertempat tinggal di Medan, Jalan Besar Krakatau Nomor 100 , telah meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Helvetia karena menderita sakit pada tanggal 1 Desember 1997, semasa hayatnya telah melangsungkan perkawinan poligami, perkawinan pertama pada tanggal 30 Januari 1966 di Jakarta dengan seorang wanita bernama Nyonya Waheeda Ali lahir di Medan tanggal 1 Maret

1943, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Banda Aceh, Jalan T. Panglima

Polem No.36 Kampung Mulia, telah meninggal dunia di Rumah Sakit Umum

Harapan Bunda karena menderita sakit pada tanggal 1 Januari 2015, keduanya

Almarhum dan Almarhumah beragama Islam. Dari perkawinan pertama ini dilahirkan anak-anak yang hingga kini masih hidup yang masing-masing bernama:

1) Tuan Muhammad Kamal Saleh, lahir di Jakarta tanggal 29 Januari 1967, Dokter/Dosen, suami dari Nyonya Syafrida Sofyan, Ibu Rumah Tangga, keduanya bertempat tinggal yang sama di Banda Aceh Jalan Krueng Jambo Ayee Nomor 8 2) Nyonya Aneezah Saleh, lahir di Jakarta tanggal 11 Februari 1968, Wiraswasta, Istri dari Tuan Muhammad Amin Marikar, Wiraswasta, keduanya bertempat tinggal yang sama di Medan, Jalan Mawar Nomor 36 3) Nyonya Nurhaidah Saleh, lahir di Jakarta tanggal 20 Februari 1969, Wiraswasta, Istri dari Tuan M.Saifullah, Berdagang, keduanya bertempat tinggal yang sama di Banda Aceh Jalan Teuku Umar Nomor 118 4) Tuan Muhammad Sidik Saleh, lahir di Medan tanggal 14 April 1970, Wiraswasta, Suami dari Nyonya Ika Sartika Kaur, Wiraswasta, keduanya bertempat tinggal yang sama di Medan, Jalan Gatot Subroto Nomor 309

Universitas Sumatera Utara 77

5) Tuan Muhammad Faisal Saleh, lahir di Medan tanggal 30 Maret 1971, Wiraswasta, Suami dari Nyonya Cut Eva Gusni, Ibu Rumah Tangga, keduanya bertempat tinggal yang sama di Banda Aceh, Jalan Besar Lamnyong Nomor 285 6) Nyonya Mala Fitria Saleh, lahir di Banda Aceh tanggal 18 September 1974, Ibu rumah tangga, Istri dari Tuan Muhammad Iqbal Shaheeb, keduanya bertempat tinggal di Pekan Baru, Jalan Soekarno Hatta Nomor 18 7) Tuan Muhammad Syaiful Saleh, lahir di Banda Aceh tanggal 30 Januari 1979, Kontraktor, Suami dari Nyonya Fadillah, Ibu Rumah Tangga, keduanya bertempat tinggal di Banda Aceh, Jalan T. Laksamana Nomor 10 8) Nyonya Rahmatia Saleh, lahir di Banda Aceh tanggal 19 Februari 1980, Ibu Rumah Tangga, Istri dari Tuan Munawar Hamzah, wiraswasta, keduanya bertempat tinggal di Banda Aceh, Jalan T. Panglima Polem Nomor 66.148

Perkawinan kedua dilangsungkan dengan sepengetahuan istri pertama

Almarhum Nyonya Waheeda, perkawinan kedua dilangsungkan di Medan pada tanggal 4 Januari 1983 dengan wanita bernama Nyonya Asiade Sanady, lahir di

Jakarta tanggal 9 April 1955, bertempat tinggal di Jalan Medan-Binjai KM 12, hingga kini masih hidup dan telah melahirkan anak-anak yang hingga kini juga masih hidup masing-masing bernama :

1) Tuan Muhammad Fachreza Saleh, lahir di Medan tanggal 7 September 1984, Wiraswasta, Suami dari Nyonya Lia Maharani, keduanya bertempat tinggal di Jalan Medan-Binjai KM 12 nomor 4A 2) Tuan Muhammad Fauzi Saleh, lahir di Medan tanggal 10 Januari 1986, Dokter/Dosen, Belum menikah, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cempaka Putih nomor 118 3) Tuan Muhammad Fahmy Saleh, lahir di Medan tanggal 14 Agustus 1987, Wiraswasta, Belum Menikah, bertempat tinggal di Medan, Jalan Gaperta Ujung nomor 44 4) Nyonya Firanty Saleh, lahir di Medan tanggal 16 Desember 1988, Ibu Rumah Tangga, Istri dari Tuan Muhammad Ricky, Wiraswasta, keduanya bertempat tinggal yang sama di Muara Bungo, Jalan Yos Sudarso nomor 18.149

148 Hasil wawancara dengan Muhammad Faisal Saleh, (Ahli Waris), pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015 149Hasil wawancara dengan Asiade Sanady, (Janda Almarhum), pada hari Minggu tanggal 3 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 78

a. Objek atau Harta Warisan Kasus 1

Kekayaan yang diperoleh selama perkawinan pertama Almarhum Tuan

Muhammad Saleh Zakaria dengan Almarhum Nyonya Waheeda menurut hasil taksir tahun 1998 (seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan) adalah:

1) 1 (satu) unit rumah tinggal menyatu dengan komplek pabrik, kantor pemasaran dan mess pekerja di Banda Aceh, Jalan T. Laksamana nomor 10 Kampung Mulia ditaksir seharga Rp 7.000.000.000 (tujuhmilyar rupiah); 2) 1 (satu) unit rumah tinggal menyatu dengan komplek pabrik, kantor pemasaran dan mess pekerja di Medan, Jalan Kapten Sumarsono nomor 100 Helvetia ditaksir seharga Rp 7.000.000.000(tujuh milyar rupiah); 3) 1 (satu) unit rumah tinggal menyatu dengan komplek pabrik, kantor pemasaran dan mess pekerja di Lhokseumawe, Jalan Lintas Banda Aceh-Medan nomor 6 ditaksir seharga Rp 2.000.000.000 (duamilyar rupiah); 4) 2 (dua) unit rumah toko bertingkat tiga dengan loteng terbuka di Banda Aceh, Jalan Teuku Umar nomor 332-334, ditaksir seharga Rp 3.000.000.000(tiga milyar rupiah); 5) 2 (dua) unit rumah toko bertingkat tiga di Medan, Jalan Gatot Subroto nomor 312-314, ditaksir seharga Rp 4.000.000.000(empat milyar rupiah); 6) 1 (satu) tanah seluas 4000 m2 di Banda Aceh, Jalan Krueng Jamboe Ayee nomor 8, ditaksir seharga Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah); 7) 2 (dua) unit kendaraan berupa mobil angkut barang roda empat yang ditaksir seharga Rp 140.000.000(seratus empat puluh juta rupiah); 8) 2 (dua) unit kendaraan berupa mobil angkut barang roda enam sebanyakyang ditaksir seharga Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah); 9) 4 (empat) unit kendaraan berupa mobil pribadi roda empat sebanyak yang ditaksir seharga Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah); 10) 15 (lima belas) unit mesin-mesin dan alat-alat pabrik sebanyak seharga Rp 1.400.000.000(satu milyar empat ratus juta rupiah); 11) Perhiasan emas dan berlian yang dapat ditaksir seharga Rp 150.000.000(seratus lima puluhjuta rupiah);

Universitas Sumatera Utara 79

12) Stok barang yang dapat ditaksir seharga Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).150

Kekayaan yang diperoleh selama perkawinan kedua Almarhum Tuan

Muhammad Saleh Zakaria dengan Nyonya Asiade Sanady : (hasil taksir tahun

1998)

1) 2 (dua) unit rumah toko bergandeng bertingkat empat terletak di Medan,Jalan Krakatau nomor 212-214, yang ditaksir senilai Rp 2.000.000.000(dua milyar rupiah); 2) 1 (satu) unit mobil isuzu panther yang ditaksir senilai Rp 100.000.000 (seratusjuta rupiah); 3) 30 (tiga puluh) gram perhiasan emas ditaksir senilai Rp 15.000.000(lima belas juta rupiah); 4) Perabot rumah tangga yang terdapat di rumah toko pada alamat di atas yang dinilai sebesar Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah).151

Total keseluruhan harta kekayaan yang ditinggalkan Almarhum berdasarkan taksiran tahun 1998 (seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan) berjumlah Rp29.035.000.000 (dua puluh sembilan milyar tiga puluh juta rupiah).

Objek atau harta warisan tirkah menurut Hukum Islam adalah jumlah harta kekayaan yang ditinggalkan Almarhum yang telah diselesaikan seluruh kewajibannya berupa biaya penyelenggaraan jenazahnya, pelunasan utang- utangnya, dan pelaksanaan wasiatnya bila ada.

Biaya rumah sakit, pengurusan, penyelesaian, dan lain-lain dari jenazah

Almarhum tuan Muhammad Saleh Zakaria diselesaikan secara tanggung menanggung oleh semua ahli waris pada tanggal dan hari yang sama saat

Almarhum meninggal dunia. Sesuai tata cara pengurusan dan pelepasan jenazah

150 Hasil wawancara dengan Muhammad Faisal Saleh, (Ahli Waris), pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015 151Hasil wawancara dengan Asiade Sanady, (Janda Almarhum), pada hari Minggu tanggal 3 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 80

seorang Muslim sesaat sebelum jenazah diberangkatkan salah satu wakil dari keluargaakan maju ketengah-tengah jamaahdan memberikan kata sambutan pelepasan jenazah, yang isinya meliputi:

1) Permintaan maaf kepada para hadirin dan teman keseharian atas kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan Almarhum; 2) Pemberitahuan tentang pengalihan urusan utang piutang Almarhum kepada para ahli waris yang mana isinya “Barangsiapa yang merasa ada tersangkut utang piutang dengan Almarhum si fulan agar dapat memberitahukan kepada para ahli waris Almarhum sesegera mungkin agar dapat diselesaikan untuk kemudahan Almarhum”; 3) Penyaksian atas baik dan buruknya mayit.

Maka dapat disimpulkan bahwa kewajiban yang paling utama bagi semua ahli waris atas Almarhum ialah menyelesaikan utang-utang atas diri

Almarhum.Almarhum tuan Muhammad Saleh Zakaria diketahui meninggalkan utang dagang sebesar Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Karena utang yang ditinggalkan oleh Almarhum merupakan utang dagang yang berkaitan langsung dengan aktiva dan passiva usaha dagang Almarhum maka ahli waris sepakat melakukan pembayaran utang tersebut sesuai tanggal jatuh temponya tiap-tiap utang dagang.152

Setelah dikeluarkan kewajiban pembayaran utang maka total harta warisan tirkah yang ditinggalkan Almarhum berjumlah Rp 28.035.000.000 (dua puluh delapan milyar tiga puluh juta rupiah). b. Ahli Waris Kasus I

Ahli waris adalah semua orang yang berhak menerima pengalihan harta dari Almarhum. Dalam kasus ini karena Almarhum melakukan poligami dan

152Hasil wawancara dengan Muhammad Syaiful Saleh , (Ahli Waris), pada hari Jum’at tanggal 22 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 81

memiliki dua perkawinan maka ahli waris Almarhum tersebut ditetapkan dua kali secara terpisah dengan dua akta keterangan waris yang berbeda. Ahli Waris dari

Almarhum Tuan Muhammad Saleh Zakaria dari perkawinan yang pertama ditetapkan berdasarkan Akta Penetapan Ahli Waris yang dibuat oleh Camat

Baiturrahman kota Banda Aceh tahun 1999, berdasarkan penetapan tersebut ahli waris Almarhum adalah :

1) Nyonya Waheeda Ali, janda Almarhum, lahir di Medan tanggal 1 Maret 1943, Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Banda Aceh, Jalan T. Panglima Polem No.36 Kampung Mulia; 2) Tuan Muhammad Kamal Saleh, lahir di Jakarta tanggal 29 Januari 1967, Dokter/Dosen, suami dari Nyonya Syafrida Sofyan, Ibu Rumah Tangga, keduanya bertempat tinggal yang sama di Banda Aceh Jalan Krueng Jambo Ayee Nomor 8; 3) Nyonya Aneezah Saleh, lahir di Jakarta tanggal 11 Februari 1968, Wiraswasta, Istri dari Tuan Muhammad Amin Marikar, Wiraswasta, keduanya bertempat tinggal yang sama di Medan, Jalan Mawar Nomor 36; 4) Nyonya Nurhaidah Saleh, lahir di Jakarta tanggal 20 Februari 1969, Wiraswasta, Istri dari Tuan M.Saifullah, Berdagang, keduanya bertempat tinggal yang sama di Banda Aceh Jalan Teuku Umar Nomor 118 ; 5) Tuan Muhammad Sidik Saleh, lahir di Medan tanggal 14 April 1970, Wiraswasta, Suami dari Nyonya Ika Sartika Sari Kaur, Wiraswasta, keduanya bertempat tinggal yang sama di Medan, Jalan Gatot Subroto Nomor 309; 6) Tuan Muhammad Faisal Saleh, lahir di Medan tanggal 30 Maret 1971, Wiraswasta, Suami dari Nyonya Cut Eva Gusni, Ibu Rumah Tangga, keduanya bertempat tinggal yang sama di Banda Aceh, Jalan Besar Lamnyong Nomor 285; 7) Nyonya Mala Fitria Saleh, lahir di Banda Aceh tanggal 18 September 1974, Ibu rumah tangga, Istri dari Tuan Muhammad Iqbal Shaheeb, keduanya bertempat tinggal di Pekan Baru, Jalan Soekarno Hatta Nomor 18; 8) Tuan Muhammad Syaiful Saleh, lahir di Banda Aceh tanggal 30 Januari 1979, Kontraktor, Suami dari Nyonya Fadillah, Ibu rumha tangga, keduanya bertempat tinggal di Banda Aceh, Jalan T. Laksamana Nomor 10; 9) Nyonya Rahmatia Saleh, lahir di Banda Aceh tanggal 19 Februari 1980, Ibu Rumah tangga, Istri dari Tuan Munawar Hamzah,

Universitas Sumatera Utara 82

wiraswasta, keduanya bertempat tinggal di Banda Aceh, Jalan T Panglima Polem Nomor 66.

Ahli Waris dari Almarhum Tuan Muhammad Saleh Zakaria dari perkawinan yang kedua ditetapkan berdasarkan Akta Penetapan Ahli Waris yang dibuat oleh Camat Medan Timur kota Medan, berdasarkan penetapan tersebut ahli waris Almarhum adalah :

1) Nyonya Asiade Sanady, janda Almarhum, lahir di Jakarta tanggal 9 April 1955, bertempat tinggal di Jalan Medan-Binjai KM 12; 2) Tuan Muhammad Fachreza Saleh, lahir di Medan tanggal 7 September 1984, Wiraswasta, Suami dari Nyonya Lia Maharani, keduanya bertempat tinggal di Jalan Medan-Binjai KM 12 nomor 4A; 3) Tuan Muhammad Fauzi Saleh, lahir di Medan tanggal 10 Januari 1986, Dokter/Dosen, Belum menikah, bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Cempaka Putih nomor 118; 4) Tuan Muhammad Fahmy Saleh, lahir di Medan tanggal 14 Agustus 1987, Wiraswasta, Belum Menikah, bertempat tinggal di Medan, Jalan Gaperta Ujung nomor 44; 5) Nyonya Firanty Saleh, lahir di Medan tanggal 16 Desember 1988, Ibu Rumah Tangga, Istri dari Tuan Muhammad Ricky, Wiraswasta, keduanya bertempat tinggal yang sama di Muara Bungo, Jalan Yos Sudarso nomor 18.

c. Pembagian Waris Kasus I

Setelah meninggalnya Almarhum sesuai kebiasaan yang dianut oleh India

Muslim dilaksanakanlah rembuk tertutup keluarga dalam yang dihadiri oleh seluruh ahli waris Almarhum dengan disaksikan oleh beberapa kerabat yang dituakan termasuk maama.Peran beberapa kerabat yang dituakan dan maama disini dapat dijelaskan hanya untuk menyaksikan penyelesaian waris Almarhum, maama dalam hal ini boleh memberikan pendapat-pendapatnya dalam kedudukan yang paling netral di antara para ahli waris.153

153 Hasil wawancara dengan Shaik Hisham Ali Shaheeb, (Maama Hisham), pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2015

Universitas Sumatera Utara 83

Dalam pembicaraan tersebut di angkat kembali tentang pesan Almarhum semasa hidupnya bahwa terkait dengan Almarhum yang memiliki dua perkawinan maka sejak dari awal Almarhum dengan jelas menekankan bahwa harta antara istri Almarhum yang pertama dan istri yang kedua adalah terpisah. Semua harta yang Almarhum cari dalam perkawinan Almarhum dengan istri pertama secara langsung menjadi hak istri pertama dan anak-anaknya sedangkan istri kedua dan anak-anaknya Almarhum berikan bagian harta yang terpisah yang kedudukannya tak tercampur dengan harta-harta hak istri Almarhum yang pertama. Hal ini sejak dari dulu ditekankan Almarhum dengan maksud agar tidak terjadi perselisihan di antara ahli waris Almarhum.154 Oleh para ahli waris pesan Almarhum tersebut ditunaikan tanpa adanya keberatan dari semua ahli waris.155

Dari hasil rembuk tertutup keluarga tersebut disepakatilah oleh seluruh ahli waris Almarhum dari istri pertama bahwa seluruh harta peninggalanAlmarhum ini akan tetap dikuasai dan digunakan bersama-sama di antara para ahli waris seperti sebelumnya dengan mengingat bahwa janda

Almarhum atau orang tua ibu masih hidup. Bidang usaha yang ditinggalkan

Almarhum akan secara bersama-sama dijalankan para ahli waris dengan pengawasan dari abang tertua yaitu Muhammad Kamal Saleh yang untuk selanjutnya akan disebut abang tertua dalam kasus waris ini. Keuntungan yang didapat akan diatur sesuai manajemen yang berlaku, dan pendapatan bulanan bagi para ahli waris akan dibagikan semana mestinya. Pendapatan bulanan ini termasuk untuk memenuhi biaya hidup janda Almarhum yang pertama dan kedua

154Ibid. 155Hasil wawancara dengan Muhammad Syaiful Saleh , (Ahli Waris), pada hari Jum’at tanggal 22 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 84

juga anak-anaknya yang saat itu masih di bawah umur. Hal ini pun disetujui oleh para ahli waris.156

Keputusan selanjutnya adalah mengingat semua anak-anak dari janda

Almarhum yang kedua masih di bawah umur masih tidak cakap mengurus harta yang ditinggalkan Almarhum maka selama menunggu anak-anak tersebut menjadi dewasa maka semua surat-surat atas properti yang di bawah kekuasaan untuk tinggal mereka akan disimpan ditangan abang tertua. Hal inipun disetujui dengan tujuan apabila janda kawin lagi nasib dari hak anak-anak yatim tersebut tetap aman. Surat-surat atas properti tersebut dapat diambil kembali saat anak-anak tersebut menjadi cakap bertindak.157

Semua hasil dari rembuk tertutup tersebut disetujui para ahli waris. Semua kesepakatan ini terselenggara secara lisan dengan disaksikan oleh seluruh ahli waris dan para maama. Sepeninggalnya orang tua laki-laki atau bapak maka semua kekuasaan sesuai kebiasaan dalam keluarga India Muslim akan berpindah ke tangan abang tertua. Hal ini terjadi sekalipun orang tua perempuan atau ibu masih hidup karena abang tertua oleh ibu dijadikan sebagai pengganti bapak dalam perannya maupun kekuasaannya.158

Semua berjalan baik hingga pada tahun 2000 ahli waris Nyonya Aneezah

Saleh menuntut hak warisnya untuk diselesaikan terlebih dahulu disebabkan ada ketidakpuasan batiniah atas keputusan yang sebelumnya disetujui dalam rembuk keluarga. Menurutnya ini terjadi karenasejak berbulan-bulan lamanya pembagian

156Ibid. 157Ibid. 158 Hasil wawancara dengan Muhammad Faisal Saleh, (Ahli Waris), pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara 85

keuntungan bulanan yang dijanjikan dalam keputusan rembuk keluarga tersebut nyatanya tidak dibagi sedangkan dalam posisinya sebagai Ahli Waris ia berhak atas haknya. Menanggapi tuntutan tersebut maka diadakanlah rembuk keluarga lagi yang intinya mengabulkan tuntutan Nyonya Aneezah Saleh atas hak warisnya namun karena hak waris ini dituntut sebelum adanya penyelesaian waris maka hak yang didapatkan oleh Nyonya Aneezah Saleh adalah dibawah bagian waris semestinya. Sesuai dengan permintaan janda Almarhum (Ibu dari Nyonya

Aneezah Saleh) maka abang tertua melepaskan 2 (dua) unit rumah toko bertingkat tiga dengan loteng terbuka di Banda Aceh, Jalan Teuku Umar nomor 332-334 seharga Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah) sebagai satu-satunya harta yang menjadi bagian Nyonya Aneezah Saleh dengan jalan hibah. Akhirnya bagian ahli waris Nyonya Aneezah Saleh telah dikeluarkan terlebih dahulu.159

Kemudian di tahun 2002 setelah anak-anak dari janda Almarhum istri kedua menyelesaikan sekolah menengah atas dikemukakanlah kepada abang tertua adanya keinginan dari ahli waris untuk menjual bagian waris mereka guna biaya melanjutkan pendidikan, lalu dengan mengingat keputusan yang lalu abang tertua dengan segera melepaskan bagian waris mereka (yakni seluruh bagian harta yang diperoleh selama perkawinan kedua) dengan menyerahkan semua dokumen atas properti kepada mereka. Dari sejak diserahkannya semua dokumen tersebut maka semua perbuatan hukum atas properti hak waris mereka menjadi tanggung jawab pribadi mereka.160

159 Hasil wawancara dengan Aneezah Saleh, (Ahli Waris), pada hari Senin tanggal 8 Februari 2016 160Hasil wawancara dengan Asiade Sanady, (Janda Almarhum), pada hari Minggu tanggal 3 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 86

Terjadinya bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004(dua ribu empat) menyebabkan hilang dan menyusutnya sebagian harta peninggalan yang letaknya berada di Banda aceh, kemudian berlangsung masa-masa sulit yang menimbulkan desakan dari semua ahli waris kepada abang tertua untuk segera duduk bersama dan menyelesaikan semua hak-hak ahli waris. Hal inipun disetujui oleh abang tertua dan duduk bersama itupun dilangsungkan dengan dihadiri oleh janda

Almarhum istri pertama Nyonya Waheeda dan semua anak-anaknya kecuali

Nyonya Aneezah Saleh (yang telah dikeluarkan haknya terlebih dahulu), diundanglah 1 (satu) orang ustad mahal dan maama untuk menyaksikan.161

Pembagian tersebut diputuskan untuk semua ahli waris mengikut pembagian dan porsi sesuai hukum Islam yang pada saat itu juga dibagi dan dihitung langsung oleh ustad mahal tersebut yang intinya adalah :

Harta yang tersisa setelah bencana tsunami :

1. 1 (satu) unit rumah tinggal menyatu dengan komplek pabrik, kantor pemasaran dan mess pekerja di Banda Aceh, Jalan T. Laksamana nomor 10 Kampung Mulia ditaksir seharga Rp 7.000.000.000 (tujuh milyar rupiah) setelah bencana tsunami menjadi tanah rata seluas 10 Ha yang ditaksir dapat dijual seharga Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah); 2. 1 (satu) tanah seluas 4000 m2 di Banda Aceh, Jalan Krueng Jamboe Ayee nomor 8, ditaksir seharga Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) setelah bencana tsunami telah menjadi satu bangunan Yayasan Pendidikan yang ditaksir seharga Rp. 8.000.000.000 (delapan milyar rupiah) dengan nilai perputaran laba pertahun sejumlah Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Pembagian akhir :

161 Hasil wawancara dengan Muhammad Faisal Saleh, (Ahli Waris), pada hari Rabu tanggal 2 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara 87

1. Janda almarhum (Nyonya Waheeda) dan 4 orang anak laki-laki berhak mendapat 1 (satu) tanah seluas 4000 m2 di Banda Aceh, Jalan Krueng Jamboe Ayee nomor 8, yang padanya berdiri satu bangunan Yayasan Pendidikan yang ditaksir seharga Rp. 8.000.000.000 (delapan milyar rupiah) dengan nilai perputaran laba pertahun sejumlah Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah); 2. 3 orang anak perempuan berhak mendapat 1 (satu) tanah seluas 10 Ha di Banda Aceh, Jalan T. Laksamana nomor 10 Kampung Mulia yang ditaksir dapat dijual seharga Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).162

Waktu berjalan hingga meninggalnya Almarhumah Nyonya Waheeda pada tahun 2014 hingga kini penyerahan dari hak yang sudah diputuskan dalam pembagian ini masih tertunda dan tidak diberikan secara bulat. Dokumen dan asset yang terbagi ini dibawah penguasaan abang tertua. Hal inilah yang kemudian menimbulkan konflik internal sekarang ini. Keadaan ekonomi yang semakin sulit dan adanya penangguhan hak memicu ketegangan yang berkepanjangan.

2. Kasus Posisi 2

Tuan Muhammad Shaik Maricar, lahir di Chennai, India tanggal 4 (empat)

April 1910 (seribu sembilan ratus sepuluh), Wiraswasta, bertempat tinggal di

Jalan Pahlawan nomor 10 lingkungan I Tebing Tinggi, telah meninggal dunia di

Mekkah, Saudi Arabia tanggal 6 Februari 1996 dikarenakan sakit dalam keadaan beragama Islam. Almarhum semasa hidupnya telah melangsungkan perkawinan pada tanggal 1 (satu) Maret 1947 (seribu sembilan ratus empat puluh tujuh) di

Padang dengan seorang wanita bernama Nyonya Mahmud Bie Maricar, lahir di

Padang tanggal 6 (enam) Januari 1932 (seribu sembilan ratus tiga puluh dua), Ibu

162Hasil wawancara dengan Ustad Shaik Gulzar, (Ustad atau mahal), pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 88

rumah tangga, bertempat tinggal yang sama dengan Almarhum. Diketahui dari perkawinan ini dilahirkan anak-anak yang hingga kini masih hidup yang bernama:

1) Nyonya Fariza Maricar, umur 66 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Sjeh Farid Bapu Bava, tinggal di Tebing Tinggi, Jalan Dr. Kump Pane Desa Durian Bajenis; 2) Tuan Fajar Iftikar Husain, umur 64 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Syarifah Rabiah tinggal di Binjai, Kebun Lada; 3) Nyonya Aisyah Maryam Maricar, umur 61 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Tuan Muhammad Ghulam tinggal di Medan, Jalan Halat Gang Setia nomor 66 ; 4) Nyonya Rehana Begum Maricar, umur 60 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Tuan Umar Baksh, tinggal di Medan, Jalan Teuku Umar nomor 68 Kampung Madras; 5) Nyonya Samsul Nihar Maricar, umur 57 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Muhammad Wahid, tinggal di Padang, Jalan veteran nomor 54 Padang Pasir; 6) Tuan Muhammad Shaik Hidayat Maricar, umur 52 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Nyonya Nazli Shaheeb, tinggal di Padang, Komplek Cendana Mata Air; 7) Nyonya Kartini Maricar, umur 50 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Tuan Said Muhammad Kabir, tinggal di Jambi, JalanPondok Tinggi Sungai Penuh; 8) Tuan Muhammad Amin Maricar, umur 47 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Nyonya Aneezah Saleh, tinggal di Medan, Jalan Mawar nomor 36 Lingk VII; 9) Tuan Muhammad Muhajir Marikar, umur 41 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Nyonya Ratna Dewi Kayalar, tinggal di Medan, Jalan Gatot Subroto nomor 421 A.163

a. Objek atau Harta Warisan Kasus 2

Kekayaan yang diperoleh selama perkawinan Almarhum Tuan

Muhammad Shaik Maricar dengan Nyonya Mahmud Bie Maricarsesuai hasil taksir tahun 1997 (seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh) adalah :

1) 1 (satu) rumah tinggal di Tebing Tinggi, Jalan Pahlawan nomor 10 lingkungan I ditaksir seharga Rp 120.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah);

163Hasil wawancara dengan Muhammad Muhajir Maricar, (Ahli Waris), pada hari Rabu tanggal 2 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara 89

2) 1 (satu) buah honda accor tahun 1997 berwarna hitam ditaksir seharga Rp 90.000.000 (sembilan puluh juta rupiah); 3) 20 (enam puluh) gram perhiasan emas ditaksir seharga Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah); 4) Perabot rumah tangga di rumah pada alamat di atas ditaksir seharga Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Semasa hidupnya Almarhum tidakmeninggalkan utang piutang apapun.

Karena Almarhum meninggal di wilayah kerajaan Saudi Arabia dan di masa Haji maka semua biaya pengurusan jenazah Almarhumdi tanggung oleh pihak penyelenggara Haji dan wakil pemerintah Republik Indonesia di Saudi.164

b. Ahli Waris Kasus 2

Ahli waris Almarhum Muhammad Shaik Maricar ditetapkan berdasarkan surat ketetapan waris tahun 1996 (seribu sembilan ratus sembilan puluh enam) yang dikeluarkan oleh Camat Padang Hilir kota Tebing Tinggi adalah :

1) Nyonya Mahmud Bie Maricar, janda Almarhum, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Pahlawan nomor 10, desa Rambung-Padang Hilir, Tebing Tinggi; 2) Nyonya Fariza Maricar, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan dr. Kump pane desa durian Bajenis-Tebing tinggi; 3) Tuan Fajar Iftikar Husain,Wiraswasta, tinggal di Binjai, Kebun Lada; 4) Nyonya Aisyah Maryam Maricar, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Halat gang Setia nomor 66 Medan; 5) Nyonya Rehana Begum Maricar, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Teuku Umar nomor 68 kampung madras Medan; 6) Nyonya Samsul Nihar Maricar, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Veteran nomor 54 padang pasir Padang; 7) Tuan Muhammad Shaik Hidayat Maricar, Wiraswasta, tinggal di Komplek cendana mata air Padang; 8) Nyonya Kartini Maricar, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Pondok tinggi sungai penuh Jambi; 9) Tuan Muhammad Amin Maricar, Wiraswasta, tinggal di Jalan Mawar nomor 36 lingk VII Medan;

164Ibid.

Universitas Sumatera Utara 90

10) Tuan Muhammad Muhajir Maricar, Wiraswasta, tinggal di Jalan Gatot subroto nomor 421 A Medan.165

c. Pembagian Warisan Kasus 2

Setelah meninggalnya Almarhum sesuai kebiasaan yang dianut oleh India

Muslim dilaksanakanlah rembuk tertutup keluarga dalam yang dihadiri oleh seluruh ahli waris Almarhum dengan disaksikan oleh beberapa kerabat yang dituakan termasuk maama.Dari hasil rembuk keluarga ini secara langsung Fajar

Iftikar Hussain Maricar menunjuk diri mengambil alih kekuasaan Almarhum bapak selaku abang tertua. Dengan kekuasaan yang ada sebagai abang tertua untuk mewakili semua tanggung jawab ibu (Nyonya Mahmudbie) maka semua harta yang dtinggalkan Almarhum tidak akan dibagi hingga ibu dan saya (abang tertua) meninggal.166

Pada saat itu memang yang tinggal bersama dirumah tersebut dengan

Almarhum dan ibu (Nyonya Mahmudbie) adalah abang tertua, karena ahli waris

(anak-anak) Almarhum telah hidup berkeluarga dan berada dalam perantauan.

Oleh karena itu ahli waris yang lain setuju. Maka benar penyelesaian hak-hak waris Almarhum ini tertunda hingga Ibu (Nyonya Mahmudbie) dan abang tertua meninggal.167

Hampir di semua keluarga India Muslim pengaruh dan kekuasaan abang tertua sebagai anak laki-laki tertua mempunyai tempat yang tinggi dan dominan.

Sebagai contohnya sesuai hirarki posisi anak yang lahir tertua adalah anak

165Hasil wawancara dengan Muhammad Amin Maricar, (Ahli Waris), pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2016 166Hasil wawancara dengan Rehana Begum, (Ahli Waris), pada hari Kamis tanggal 25 Februari 2016 167Ibid.

Universitas Sumatera Utara 91

perempuan atau kakak, tapi karena seorang perempuan tidak dapat dianggap sebagai yang berhak memimpin maka posisi itu tidak diperhitungkan. Pengaruh yang dibawa dan dukungan serta kepercayaan dari ibu menjadikan kekuasaan dari anak laki-laki tertua sulit untuk dijangkau. Adapun desakan dan gesekan-gesekan dari adik-adik lainnya berkenaan dengan hak-hak waris mereka seringkali berlalu saja dan tidak memberikan pengaruh apa-apa.168

3. Kasus Posisi 3

Tuan Muhammad Fajar Iftikar Hussain Maricar, lahir di Padang tanggal 4

April 1950, Wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor

281 E lingkungan V Kebun lada Binjai, telah meninggal dunia di rumah sakit

Murni Teguh Medan pada tanggal 6 April 2015 dikarenakan sakit dalam keadaan beragama Islam. Almarhum semasa hidupnya telah melangsungkan perkawinan pada tanggal 22 Maret 1981 di Tebing Tinggi dengan seorang wanita bernama

Nyonya Syarifa Rabiah, lahir di Padang tanggal 6 Januari 1961, Ibu rumah tangga, bertempat tinggal yang sama dengan Almarhum. Diketahui dari perkawinan ini keduanya tidak dikarunia seorang anakpun. Pada tahun 1988 keduanya dititipkan anak piatu dari abang kandung Nyonya Syarifa Rabiah yang bernama Said Muhammad Fahmi Akbar yang telah diurus dan dibesarkan dibawah pengurusan keduanya hingga kini.Orang tua Almarhum tuan Muhammad

Fajar Iftikar Hussain yakni ayah Almarhum Muhammad Shaik Maricar dan ibu

Almarhumah Mahmud Bie telah meninggal terlebih dahulu.Almarhum tuan

168Hasil wawancara dengan Fariza, (Ahli Waris), pada hari Minggu tanggal 31 Januari 2016

Universitas Sumatera Utara 92

Muhammad Fajar Iftikar Hussain memiliki saudara kandung yang hingga kini masih hidup yang bernama :

1) Nyonya Fariza Maricar, umur 66 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Sjeh Farid Bapu Bava, tinggal di Tebing Tinggi, Jalan Dr. Kump Pane Desa Durian Bajenis; 2) Nyonya Aisyah Maryam Maricar, umur 61 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Tuan Muhammad Ghulam tinggal di Medan, Jalan Halat Gang Setia nomor 66 ; 3) Nyonya Rehana Begum Maricar, umur 60 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Tuan Umar Baksh, tinggal di Medan, Jalan Teuku Umar nomor 68 Kampung Madras; 4) Nyonya Samsul Nihar Maricar, umur 57 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Muhammad Wahid, tinggal di Padang, Jalanveteran nomor 54 Padang Pasir; 5) Tuan Muhammad Shaik Hidayat Maricar, umur 52 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Nyonya Nazli Shaheeb, tinggal di Padang, Komplek Cendana Mata Air; 6) Nyonya Kartini Maricar, umur 50 tahun, Ibu Rumah Tangga, menikah dengan Tuan Said Muhammad Kabir, tinggal di Jambi, JalanPondok Tinggi Sungai Penuh; 7) Tuan Muhammad Amin Maricar, umur 47 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Nyonya Aneezah Saleh, tinggal di Medan, Jalan Mawar nomor 36 Lingk VII; 8) Tuan Muhammad Muhajir Marikar, umur 41 tahun, Wiraswasta, menikah dengan Nyonya Ratna Dewi Kayalar, tinggal di Medan, Jalan Gatot Subroto nomor 421 A.169

a. Objek atau Harta Warisan Kasus 3

Kekayaan yang diperoleh selama perkawinan Almarhum Tuan

Muhammad Fajar Iftikar Hussain dengan Nyonya Syarifah Rabiah adalah :

1) 1 (satu) rumah tinggal bertingkat 3 di Binjai, Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 281 E Lingkungan V Kebun Lada ditaksir seharga Rp 650.000.000 (enam ratus lima puluh juta rupiah);

169Hasil wawancara dengan Muhammad Amin Maricar, (Ahli Waris), pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara 93

2) 1 (satu) buah mobil kijang innova tahun 2010 berwarna biru ditaksir seharga Rp 190.000.000 (seratus sembilan puluh juta rupiah); 3) 60 (enam puluh) gram perhiasan emas ditaksir seharga Rp 45.000.000(empat puluh lima juta rupiah); 4) Deposito pada Bank BCA Tebing Tinggi senilai Rp 650.000.000 (enam ratus lima puluh juta rupiah); 5) Perabot rumah tangga di rumah pada alamat di atas ditaksir seharga Rp 15.000.000 (lima belas juta rupiah).

Almarhum tuan Fajar Iftikar Hussain semasa hidupnya diketahui meninggalkan utang sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan seluruh biaya perobatan selama di rumah sakit, biaya pengurusan dan pemberangkatan jenazah Almarhum dan biaya lain-lain pengurusan surat menyurat dan biaya peradilan yang timbul karena peneyelesaian waris yang semuanya bila di total sebesar Rp. 173.000.000 (seratus tujuh puluh tiga juta rupiah).170

Setelah dikeluarkan kewajiban pembayaran utang dan kewajiban lain-lain di atas maka total harta warisan tirkah yang ditinggalkan Almarhum berjumlah

Rp. 1.177.000.000 (satu miliar seratus tujuh puluh tujuh juta rupiah).

b. Ahli Waris Kasus 3

Ahli waris Almarhum Tuan Fajar Iftikar Hussain yang ditetapkan berdasarkan penetapan ahli waris nomor 15/Pdt.P/2015/PA.Bji. tertanggal 16

(enam belas) September 2015 (dua ribu lima belas) yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Binjai adalah :

1) Nyonya Syarifah Rabiah, janda Almarhum, umur 54 tahun, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 281 E lingkungan V Kebun lada Binjai

170Hasil wawancara dengan Muhammad Amin Maricar, (Ahli Waris), pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara 94

2) Nyonya Fariza Maricar, umur 66 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Sjeh Farid Bapu Bava, tinggal di Jalan dr. Kump pane desa durian Bajenis-Tebing tinggi 3) Nyonya Aisyah Maryam Maricar, umur 61 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Tuan Muhammad Ghulam tinggal di Jalan Halat gang Setia nomor 66 Medan 4) Nyonya Rehana Begum Maricar, umur 60 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Tuan Umar Baksh, tinggal di Jalan Teuku umar nomor 68 kampung madras Medan 5) Nyonya Samsul Nihar Maricar, umur 57 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Muhammad Wahid, tinggal di Jalan Veteran nomor 54 padang pasir Padang 6) Tuan Muhammad Shaik Hidayat Maricar, umur 52 tahun, wiraswasta, menikah dengan Nyonya Nazli Shaheeb, tinggal di komplek cendana mata air Padang 7) Nyonya Kartini Maricar, umur 50 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Tuan Said Muhammad Kabir, tinggal di Jalan Pondok tinggi sungai penuh Jambi 8) Tuan Muhammad Amin Maricar, umur 47 tahun, wiraswasta, menikah dengan Nyonya Aneezah Saleh, tinggal di Jalan mawar nomor 36 lingk VII Medan 9) Tuan Muhammad Muhajir Marikar, umur 41 tahun, wiraswasta, menikah dengan Nyonya Ratna Dewi, tinggal di Jalan gatot subroto nomor 421 A Medan

Dalam penetapan juga dijelaskan bahwa dari perkawinan Almarhum dengan nyonya Syarifah Rabiah, Almarhum tidak mempunyai anak kandung maupun anak angkat, oleh karenanya ahli warisnya yang berhak hanya janda

Almarhum dan seluruh saudara kandung maka jelas bahwa anak piatu yang dibesarkan oleh Almarhum dan istri Nyonya Syarifah Rabiah yaitu Said

Muhammad Fahmi Akbar tidak termasuk ahli waris Almarhum.

c. Pembagian Warisan Kasus 3

Pembagian waris Almarhum dilangsungkan sejak hari ke sepuluh setelah

Almarhum meninggal dunia, semua ahli waris almarhum hadir dalam majelis yang sengaja diadakan untuk menyelesaikan waris Almarhum di rumah duka.

Dari hasil pembicaraan di antara ahli waris dinyatakan jelas Almarhum meninggal

Universitas Sumatera Utara 95

dengan tidak memiliki anak kandung, kedua orang tua juga telah meninggal terlebih dahulu maka sepakat ahli waris menurut hukum Islam yang menjadi ahli waris ialah janda almarhum dan saudara kandung Almarhum saja.171

Konflik berawal dari sini ketika dalam menentukan ahli waris para saudara kandung Almarhum sepakat menentukan ahli waris sesuai aturan hukum Islam, dalam majelis janda Almarhum memaksa dan berusaha memperkuat status anak yang dibesarkannya bersama-sama dengan Almarhum untuk dapat ikut mewaris sebagai anak kandung dan mendapat bagian yang sama seperti anak kandung.172

Hal ini kemudian menuai konflik antara para ahli waris (saudara kandung dan janda Almarhum). Bagaimanapun baik menurut hukum Islam maupun kebiasaan India Islam anak angkat tidak berhak mewaris karena tidak ada hubungan darah langsung dengan pewaris. Janda almarhum bersama anak angkat tersebut (Tuan Said Muhammad Fahmi) mencoba berbuat akal yakni tanpa sepengetahuan ahli waris yang lain yaitu saudara kandung Almarhum berusaha mengambil deposito Almarhum pada Bank BCA di Tebing Tinggi beberapa hari saja setelah almarhum meninggal tepatnya di hari ke 17, sementara bukti surat menyurat deposito milik Almarhum ini berada pada tangan adik Almarhum yang paling kecil yakni Tuan Muhammad Muhajir karena Almarhum memasukkan deposito kala itu ditemani Muhammad Muhajir.173

Pihak Bank setuju untuk mencairkan deposito tersebut dengan meminta janda Almarhum kembali lagi dan membawa lengkap surat-surat kematian

171Hasil wawancara dengan Muhammad Muhajir Maricar, (Ahli Waris), pada hari Rabu tanggal 2 Maret 2016 172Ibid. 173Ibid.

Universitas Sumatera Utara 96

Almarhum dan bukti surat menyurat deposito untuk memenuhi syarat-syarat pencairan deposito namun karena surat menyurat tersebut berada di tangan

Muhamad Muhajir sejak hari itu janda Almarhum tidak pernah kembali ke Bank

BCA Tebing Tinggi.174

Satu bulan setelah Almarhum meninggal dilakukan kembali duduk bersama untuk membuka semua warisan dan menentukan bagian para ahli waris.

Duduk bersama ini dihadiri oleh semua ahli waris, anak angkat tersebut, di undang juga ustad mahal dan maama untuk menetralkan suasana. Keputusan duduk bersama ini dikepalai oleh pengganti Almarhum sebagai abang tertua selanjutnya hadir MS Hidayat.175

MS Hidayat dengan tegas menentukan pembagian waris ini akan dijalankan sesuai hukum Islam dengan meminta bantuan ustad mahal untuk menghitungnya. MS Hidayat juga menyatakan dengan jelas bahwa anak yang dibesarkan (Tuan Said Muhammad Fahmi) tidak dapat dimasukkan ke dalam ahli waris dengan alasan apapun lain cerita di akhir bila ada senang hati ahli waris yang lain dapat memberi dalam bentuk hadiah namun bukan warisan. Kemudian disepakatilah mereka ahli waris yaitu pembagian porsi untuk janda almarhum ialah 40% dan para saudara kandung mendapat 60% dari tirkah dengan porsi untuk saudara laki dan perempuan akan dibagi yakni dengan perbandingan 2:1 sesuai hukum Islam. 176 Lalu diputuskan pula malam itu bahwa deposito akan dicairkan besok oleh Muhammad Muhajir.177

174Ibid. 175Hasil wawancara dengan MS Hidayat Maricar, (Ahli Waris), pada hari Jum’at tanggal 12 Februari 2016 176Hasil wawancara dengan Ustad Muhammad , (Ustad atau mahal), pada hari Rabu tanggal 2 Maret 2016 177Hasil wawancara dengan MS Hidayat Maricar, (Ahli Waris), pada hari Jum’at tanggal 12 Februari 2016

Universitas Sumatera Utara 97

Setelah Muhammad Muhajir datang dengan membawa surat kematian dan surat menyurat deposito ke bank BCA Tebing Tinggi, pihak bank menolak mencairkan deposito dengan memberitahukan bahwa janda Almarhum telah terlebih dahulu datang guna tujuan yang sama yaitu mencairkan deposito, pihak bank tidak ingin mengambil risiko disebabkan ada banyak pihak yang telah datang mengaku sebagai ahli waris hingga akhirnya pihak bank meminta

Muhammad Muhajir dan para ahli waris lainnya memohon penetapan Pengadilan

Agama perihal penetapan ahli waris dari Almarhum.178

Hal ini memunculkan konflik baru dalam penyelesaian waris ini karena para saudara kandung Almarhum telah beranggapan bahwa janda Almarhum dan anak yang dibesarkan (Tuan Said Muhammad Fahmi) telah berusaha menguasai harta warisan secara sepihak. 179 Setelah mendapat kesepakatan dari ahli waris lainnya akhirnya penetapan ahli waris dimohonkan pada Pengadilan Agama

Binjai dan dikabulkan pada tanggal 16 (enam belas) September 2015 (dua ribu lima belas) yang ditetapkan berdasarkan penetapan ahli waris nomor

15/Pdt.P/2015/PA.Bji. ahli waris Almarhum Tuan Fajar Iftikar Hussain yang berhak adalah :

1) Nyonya Syarifah Rabiah, janda Almarhum, umur 54 tahun, Ibu rumah tangga, tinggal di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 281 E lingkungan V Kebun lada Binjai 2) Nyonya Fariza Maricar, umur 66 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Sjeh Farid Bapu Bava, tinggal di Jalan dr. Kump pane desa durian Bajenis-Tebing tinggi 3) Nyonya Aisyah Maryam Maricar, umur 61 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Tuan Muhammad Ghulam tinggal di Jalan Halat gang Setia nomor 66 Medan

178 Hasil wawancara dengan Aisyah Maryam Maricar, (Ahli Waris), pada hari Senin tanggal 14 Februari 2016 179Ibid.

Universitas Sumatera Utara 98

4) Nyonya Rehana Begum Maricar, umur 60 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Tuan Umar Baksh, tinggal di Jalan Teuku umar nomor 68 kampung madras Medan 5) Nyonya Samsul Nihar Maricar, umur 57 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Almarhum Tuan Muhammad Wahid, tinggal di Jalan Veteran nomor 54 padang pasir Padang 6) Tuan Muhammad Shaik Hidayat Maricar, umur 52 tahun, wiraswasta, menikah dengan Nyonya Nazli Shaheeb, tinggal di komplek cendana mata air Padang 7) Nyonya Kartini Maricar, umur 50 tahun, ibu rumah tangga, menikah dengan Tuan Said Muhammad Kabir, tinggal di Jalan Pondok tinggi sungai penuh Jambi 8) Tuan Muhammad Amin Maricar, umur 47 tahun, wiraswasta, menikah dengan Nyonya Aneezah Saleh, tinggal di Jalan mawar nomor 36 lingk VII Medan 9) Tuan Muhammad Muhajir Marikar, umur 41 tahun, wiraswasta, menikah dengan Nyonya Ratna Dewi, tinggal di Jalan gatot subroto nomor 421 A Medan Dalam penetapan juga dijelaskan bahwa dari perkawinan Almarhum dengan nyonya Syarifah Rabiah, Almarhum tidak mempunyai anak kandung maupun anak angkat, oleh karenanya ahli warisnya yang berhak hanya janda

Almarhum dan seluruh saudara kandung maka jelas bahwa anak piatu yang dibesarkan oleh Almarhum dan istri Nyonya Syarifah Rabiah yaitu Said

Muhammad Fahmi Akbar tidak termasuk ahli waris Almarhum.

Dengan penetapan tersebut deposito telah berhasil dicairkan. Ahli waris yang berhak dan porsi pembagian warisnya juga sudah jelas. Namun ketegangan antara janda Almarhum dengan para saudara kandung menyebabkan penyelesaian waris dan penyerahan hak-hak waris ini masih tertunda untuk dibagi hingga sekarang.

4. Analisis Kasus Dikaitkan Dengan Teori Yang Digunakan

Dari tiga kasus yang dianalisis terlihat bahwa teori Receptio in

Complexuyang dikembangkan oleh Carel Frederik Winter dan Salomon Keyzer

Universitas Sumatera Utara 99

yang menyatakan bahwa bagi setiap penduduk berlaku hukum agamanya masing- masing jadi bagi orang beragama Islam berlaku hukum Islam, demikian juga bagi pemeluk agama lain ternyata tidak tepat untuk ketiga kasus tersebut. Teori

Receptio in Complexu di dalam ketiga kasus ini hanya berlaku pada konteks pembagian waris yaitu yang didasarkan pada hukum kewarisan Islam terbatas pada penentuan golongan ahli waris dan porsi-porsinya saja. Dalam konteks penyerahan atas pembagian waris ternyata teori Receptie lebih tepat digunakan dimana itu terlihat dari posisi abang tertua atau anak laki-laki tertua pada komunitas Tamil Muslim memainkan peranan yang lebih dominan. Disini terlihat bahwa hukum Islam tidak secara otomatis berlaku dan dijalankan, yang lebih menonjol dalam konteks ini adalah adat yang bentuknya tradisi yang diturunkan secara turun temurun di dalam keluarga komunitas Tamil Muslim di Medan.

Oleh karenanya teori Receptie yang dikemukakan oleh Cornelis van

Vollenhoven dan Christian Snouck Hurgronje yang menyatakan bahwa hukum

Islam tidak otomatis berlaku bagi orang Islam, hukum Islam berlaku bagi orang

Islam, kalau ia sudah diterima atau diresepsi menjadi hukum adat mereka, dalam ketiga kasus ini kiranya jauh lebih tepat. Hanya saja apa yang telah diresepsi oleh orang pada komunitas Tamil Muslim hanya sebatas cara pembagian warisnya saja.Hukum yang dipergunakan oleh komunitas Tamil Muslim dalam hukum kewarisan itu sendiri secara garis besarnya juga didapat dari kombinasi hukum waris Islam dan hukum adat.

Hukum adat dalam hal kewarisan pada komunitas Tamil Muslim di kota ditemukan dengan cara menemukan hukum yang hidup di dalam masyarakat ini

Universitas Sumatera Utara 100

sesuai dengan teori The living law yang dikemukakan Eugen Eurlich.Adat bahwa sepeninggal pewaris yang berhak melakukan penguasaan atas harta secara dominan dan yang merupakan pengambil keputusan adalah abang tertua atau anak laki-laki tertua. Sehingga apa yang ditemukan dari hukum yang hidup di dalam

Komunitas Tamil Muslim atau hukum adat mereka dapat disimpulkan bahwaterdapat pluralisme hukum kewarisan dalam pembagian waris pada komunitas Tamil Muslim di Kota Medan karena ada dua sistem hukum kewarisan yang secara saling berkombinasi dipergunakan oleh mereka.

C. Pengaruh Hukum Waris Islam Dalam Pembagian Waris Pada

Komunitas Tamil Muslim Di Kota Medan

1. Sebab Adanya Pengaruh Hukum Waris Islam Dalam Pembagian Waris

a) Faktor Agama

Pada umumnya komunitas Tamil Muslim di Kota Medan ini mengakui bahwa asal keturunan mereka telah beragama Islam jadi dapat dikatakan bahwa keislaman mereka bukan diperoleh karena perpindahan agama. Oleh karenanya mayoritas mereka pada komunitas Tamil Muslim ini menjalankan keislaman mereka dengan sungguh-sungguh. Meskipun bersungguh-sungguh dalam menjalankan nilai-nilai agama namun sifat-sifat cara hidup orang-orang Tamil sedikit banyak tetap dipengaruhi dengan adat istiadat dan kebiasaan turun temurun mereka. Termasuk dalam hal ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah kewarisan.

Hukum Islam memberi aturan yang lengkap untuk mengatur segala aspek kehidupan seorang Muslim baik dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam

Universitas Sumatera Utara 101

kehidupan bermasyarakat. 180 Seperti yang dijelaskan Mahadi, dalam praktik kehidupan sehari-hari hal wajar terjadi pada setiap Muslim bahwa ia tidak dapat mengikuti seluruh detil dari hukum Islam itu. Namun demikian hal ini bukan bermaksud meniadakan sama sekali. Perlu diingat dalam ajaran hukum Islam ada hal-hal yang diwajibkan ada pula yang sunah, jadi tidak semua mesti dikerjakan.

Berlakunya hukum kebiasaan dan hukum Islam pada suatu masyarakat menimbulkan polemik antara kedudukan hukum kebiasaan dan hukum Islam, disatu pihak menghendaki berlakunya hukum Islam tanpa melalui hukum kebiasaan atau langsung sebagai sumber hukum. Namun masyarakat sendiri tidak mempertentangkan antara hukum kebiasaan dan hukum Islam bahkan hukum kebiasaan dan hukum Islam dapat hidup berdampingan dan telah ditentukan pula tempat kedudukanya masing-masing.181

Agama merupakan faktor penting yang memengaruhi pilihan hukum yang akan digunakan oleh setiap manusia, Hukum waris Islam sendiri pada hakikatnya bukanlah sebuah pilihan hukum, namun lebih sebagai sebuah kewajiban bagi setiap muslim, didalamnya terkandung pertimbangan filosofis yang mendalam dan bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kedamaian. Namun pilihan hukum yang diambil tiap-tiap muslim dalam pembagian warisnya kembali lagi tergantung kepada kadar iman seseorang.

b) Faktor Pendidikan

Dewasa ini orang-orang pada Komunitas Tamil Muslim terbilang cukup mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagian besar dari

180Mahadi, Perkembangan Hukum Antar Golongan di Indonesia, Fakultas Hukum USU, Medan, 1971 181Ibid.

Universitas Sumatera Utara 102

mereka juga ada yang telah menempuh pendidikan tinggi. Jauh berbeda dengan orang-orang Tamil pada periode terdahulu, pemuda-pemudi Tamil Muslim kini cenderung lebih berkembang dan berpola pikir maju. Hal ini dapat menjadi tolak ukur bahwa seberapa tinggi tingkat pendidikan akademis maupun rohani yang dicapai seseorang secara langsung akan mempengaruhi pola pikir orang tersebut.

Pola pikir akan memberikan pertimbangan-pertimbangan logis bagi setiap orang untuk menentukan apa yang akan menguntungkan dan merugikan bagi orang tersebut. Pada komunitas Tamil Muslim sebelum anak-anak menempuh pendidikan formal di sekolah, sejak dari kecil anak-anak telah ditempah dengan pendidikan agama atau spiritual yang cukup yang dilakukan secara formal maupun informal.

Tabel 1: Latar belakang pendidikan ahli waris dari 3 (tiga) kasus terpilih182

No Latar Belakang Jumlah ahli waris dari 3 Pendidikan (tiga) kasus terpilih 1 Tidak Bersekolah Tidak Ada

2 SD 2 orang

3 SMP 6 orang

4 SMA 5 orang

5 Diploma 4 orang

6 Sarjana 6 orang

7 Master 1 orang

182 Keterangan para ahli waris terkait melalui wawancara langsung pada tanggal 20 Mei 2016. Keterangan : Dalam kasus terkait latar belakang pendidikan anak laki-laki tertua dapat dijelaskan yaitu dalam kasus I anak laki-laki tertua berpendidikan terakhir master, dan dalam kasus II anak laki-laki tertua berpendidikan terakhir diploma.

Universitas Sumatera Utara 103

Hal ini menunjukkan faktor pendidikan memberikan pengaruh penting bagi seseorang dalam menentukan hukum apa yang paling baik bagi dirinya.

Dapat disimpulkan pilihan hukum kewarisan yang kemudian mungkin muncul berkaitan dengan pola pikir dan tingkat pendidikan seseorang di kalangan komunitas Tamil Muslim di Kota Medan, yaitu :

1) Orang Tamil Muslim dengan tingkat pendidikan formal dan spiritual

yang tinggi akan memilih menggunakan sistem hukum kewarisan

Islam secara murni dalam melakukan pembagian warisnya

2) Orang Tamil Muslim dengan tingkat pendidikan formal dan spiritual

yang rendah akan memilih menggunakan hukum waris adat dalam

melakukan pembagian warisnya.

3) Orang Tamil Muslim dengan tingkat pendidikan formal dan spiritual

dan akademik yang seimbang cenderung akan memilih

mengombinasikan antara hukum waris Islam dan hukum waris adat

dalam pembagian warisnya berdasarkan alasan-alasan logis tertentu

seperti mempertimbangkan untung dan rugi.

2. Pengaruh Hukum Waris Islam Dalam Pembagian Waris

Pada komunitas Tamil Muslim di Kota Medan yang pada dasarnya sudah beragama Islam semua kebiasaan, kepercayaan, dan adat istiadat mereka telah mengalami persesuaian dengan hukum agama yaitu hukum Islam. Pada komunitas

Tamil Muslim di Kota Medan berkenaan dengan hal-hal yang menyangkut masalah kewarisan masih terdapat adat yang masih mereka tetap pertahankan dan dilaksanakan bersamaan dengan hukum kewarisan Islam.

Universitas Sumatera Utara 104

Dari ketiga kasus yang sebelumnya telah dipaparkan di muka terlihat bahwa ketika pewaris yang meninggal dunia terlebih dahulu adalah orang tua laki- laki (bapak), maka yang kemudian terjadi adalah orang tua yang masih hidup

(ibu) secara langsung memindahkan semua kekuasaan untuk memimpin dan mengurus harta benda kepada abang tertua dengan kepercayaan penuh dan kekuasaan yang mutlak.

Sehingga adapun pengaruh hukum kewarisan Islam dalam pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim hanya mengenai penentuan golongan ahli waris dan porsi-porsinya saja yang kemudian menjadi tidak berarti ketika pada implementasinya adat menjadikan penyerahan atas pembagian waris tersebut sama sekali tidak terlaksana karena adanya penguasaan dominan atas harta waris tersebut oleh abang tertua sebagai satu-satunya pengambil keputusan. Dengan melihat pada ketiga kasus tersebut pada kenyataannya proses penyelesaian waris pada Komunitas Tamil Muslim itu sama sekali tidak terlaksana sesuai dengan asas hukum kewarisan Islam yaitu cepat dan habis terbagi karena adanya penguasaan harta waris dan dominasi abang tertua.

Pada setiap keluarga komunitas Tamil Muslim pengaruh dan kekuasaan abang tertua sebagai anak laki-laki tertua dikenal mempunyai tempat yang tinggi dan dominan. Pengaruh yang dibawa dan dukungan serta kepercayaan dari orang tua perempuan (ibu) menjadikan kekuasaan dari anak laki-laki tertua sulit untuk dijangkau. Perlu diketahui dominasi anak laki-laki pada keluarga komunitas Tamil

Muslim ini sungguh istimewa, keistimewaan anak laki-laki ini juga mencakup

Universitas Sumatera Utara 105

hal-hal yang kecil dan sungguhpun tidak akan menjadi sorotan pada keluarga- keluarga lain umumnya.

Di dalam keluarga komunitas Tamil Muslim oleh seorang ibu, anak laki- laki umumnya dan anak laki-laki tertua khususnya diposisikan lebih tinggi dan istimewa. Tingkat yang paling kecil pada saat makan bersama di meja makan, anak laki-laki tidak akan makan kecuali dihidangkan oleh ibu atau saudari perempuan lainnya. Anak laki-laki tidak menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga pada komunitas Tamil Muslim sama sekali tidak boleh dikerjakan oleh anak laki-laki dalam kondisi apapun.

Berawal dari hal-hal kecil ini namun cukup menunjukkan bagaimana adanya posisi lebih istimewa, superior, dan dominan yang dibawa seorang anak laki-laki pada komunitas Tamil Muslim. Kehadiran anak laki-laki menjadi istimewa, karena bagi seorang ibu anak laki-laki diharapkan akan menjadi pemimpin, anak laki-laki berperan besar sebab anak laki-lakilah yang dapat memberi rasa aman dimana yang terjadi pada umumnya setelah semua anak-anak perempuan hidup berumah tangga dia akan mengurus keluarganya pula dan ketika bapak sudah tiada maka di masa tua tempat berlindung seorang ibu satu-satunya adalah kepada anak laki-laki tertua.183

183Hasil wawancara dengan Aneezah Saleh, (Ahli Waris), pada hari Selasa tanggal 29 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara BAB IV

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENYELESAIAN WARIS

A. Faktor Internal

Berdasarkan hasil penelitian dengan mengamati tiga kasus pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan diketahui ada beberapa faktor internal yang menghambat penyelesaian waris tersebut yaitu karena :

1. Sistem Kekeluargaan Komunitas Tamil Muslim yang Cenderung Tertutup

Keluarga adalah sistem sosial yang hidup dimana sebuah kelompok kecil yang terdiri dari individu-individu yang mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lain memiliki rasa ketergantungan dan terorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan keluarga. Keluarga adalah tempat pertama di mana setiap individu belajar kebiasaan-kebiasaan, hal-hal baik serta adat istiadat dan membentuk dirinya sebagai pribadi dengan ciri khas tertentu.

Komunitas Tamil Muslim memiliki sistem kekeluargaan yang cenderung tertutup, ajaran-ajaran dan kebiasaan yang diturunkan di dalam keluarga hampir seluruhnya bersifat antisipatif.

Dalam keluarga yang bersifat tertutup perubahan dianggap sebagai sesuatu yang mengancam atau membahayakannilai-nilai dalam keluarga. 184 Oleh karenanya bagi Komunitas Tamil Muslim semua perbuatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah pernah ada sebelumnya

184 Hasil wawancara dengan Muhammad Danil Sultan, (Ketua Umum Asosiasi India Muslim Indonesia), pada hari Selasa tanggal 1 Maret 2016

106 Universitas Sumatera Utara 107

sebagai contoh tradisi perkawinan kekerabatan dianggap sebagai jalan yang terbaik untuk melakukan perkawinan.185 Komunitas Tamil Muslim tidak memberi kesempatan untuk melakukan perubahan dalam hal ini karena pada komunitas yang memiliki sistem tertutup orang asing dianggap membahayakan dan setiap lalu lintas ke dalam dan ke luar keluarga telah diatur secara ketat. 186 Ini dibudayakan orang-orang pada Komunitas Tamil Muslim untuk menjalankan kontrol sosial serta mempertahankan stabilitas dan tradisi awal mereka.

Sistem kekeluargaan yang tertutup ini juga berpengaruh dalam hal pembagian waris, pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim terkesan sulit untuk diselesaikan dan tertunda-tunda penyelesaiannya ini terjadi karena sifat tertutup yang dipegang teguh oleh orang-orang pada Komunitas Tamil Muslim.

Sekalipun terjadi konflik waris di dalam keluarga Komunitas Tamil Muslim tidak berusaha melakukan perubahan dan menggunakan pilihan hukum lainnya sebagai alternatif penyelesaian waris tersebut. Komunitas Tamil Muslim sekali lagi tetap mempertahankan sistem tertutup tersebut dan memilih jalan diam inilah yang menyebabkan banyak kasus waris di tengah-tengah Komunitas Tamil Muslim terhambat penyelesaiannya.

2. Pilihan Hukum Yang Ditentukan Para Ahli Waris Dalam Pembagian Waris Yang Tidak Konsekuen

185Berdasarkan hasil penelitian pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Polonia dalam kurun waktu satu tahun terakhir dari kelurahan Madras Hulu tercatat ada 4 (empat) perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berasal dari Komunitas Tamil Muslim dan keempat-empat perkawinan tersebut diketahui dilakukan oleh pasangan suami istri yang berasal dari komunitas yang sama yaitu Komunitas Tamil Muslim. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa100% perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang pada Komunitas Tamil Muslim merupakan perkawinan kekerabatan (joint family). Perkawinan yang dilakukan oleh seorang dari Komunitas Tamil Muslim dengan seorang yang berasal dari luar komunitasnya ada terjadi namun pada frekuensi yang sangat kecil. 186Ibid.

Universitas Sumatera Utara 108

Dari tiga kasus pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota

Medan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa para ahli waris dalam melakukan pembagian waris tidak memilih hukum secara konsekuen. Dalam tiga kasus tersebut ahli waris sepakat menggunakan hukum waris Islam sebagai dasar untuk membagi waris mereka, namun hukum waris

Islam inipun tidak digunakan secara murni. Hukum waris Islam digunakan ahli waris sebatas untuk menentukan penggolongan ahli waris dan porsi-porsi ahli warisnya saja. Sedangkan pembagian, pemisahan, dan penyerahan bagian-bagian harta tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan dan rasa adil di antara ahli waris saja. Hal ini sah-sah saja.

Ketidakkonsekuenan terhadap penerapan hukum Islam ini juga merupakan faktor penghambat dalam penyelesaian pembagian waris pada Komunitas Tamil

Muslim. Hal yang paling penting dalam pembagian waris menurut hukum waris

Islam ialah membuka dan menyelesaikan waris serta penyerahan hak waris dan penerimaan hak waris. Sedangkan pada Komunitas Tamil Muslim apa yang menjadi hal penting inilah yang ditunda dan tidak diperhatikan.187

3. Adanya Kontrol Yang Dominan Dari Abang Tertua

Pada setiap keluarga Komunitas Tamil Muslim pengaruh dan kekuasaan abang tertua sebagai anak laki-laki tertua dikenal mempunyai tempat yang tinggi dan dominan. Pengaruh yang dibawa dan dukungan serta kepercayaan dari orang tua perempuan (ibu) menjadikan kekuasaan dari anak laki-laki tertua sulit untuk dijangkau. Kontrol dominan dari abang tertua ini meliputi seluruh kekuasaan atas

187Hasil wawancara dengan Ustad Muhammad Khan, (Ustad atau mahal), pada hari Rabu tanggal 2 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara 109

properti, seluruh dokumen surat menyurat serta hasil dari asset-asset yang berputar.

Dengan adanya kontrol yang dominan dan dilancarkan secara kolektif oleh abang tertua menyebabkan posisi ahli waris yang lain dapat menjadi sedemikian terpuruk. Sehingga adapun desakan dan gesekan-gesekan dari adik-adik (ahli waris) lainnya berkenaan dengan hak-hak waris mereka seringkali berlalu saja dan tidak memberikan pengaruh apa-apa.

B. Faktor Eksternal

Adapun yang menjadi faktor eksternal yang menghambat penyelesaian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan adalah :

1. Pengaruh Lingkungan Sosial Terbatas

Selain sifat tertutup yang dibawa secara internal dari Komunitas Tamil

Muslim, secara eksternal lingkungan pergaulan sosial yang terbatas bagi orang- orang pada Komunitas Tamil Muslim ini juga memberi pengaruh besar yang menyebabkan Komunitas Tamil Muslim jauh menjadi lebih menutup diri dan tidak berkembang. Komunitas Tamil Muslim cenderung bergaul di dalam komunitasnya sendiri sehingga bilapun konflik muncul Komunitas Tamil Muslim akan mencari alternatif penyelesaian ke dalam komunitas itu saja. Boleh dibilang pergi ke pengadilan untuk mencari keadilan bahkan tidak pernah difikirkan oleh orang-orang pada Komunitas Tamil Muslim.188

2. Minimnya Sosialisasi Tentang Hukum Kewarisan Islam

Hasil dari pelaksanaan hukum tertentu dari suatu komunitas dapat memberikan satu ukuran sejauh mana individu-individu dari komunitas yang

188 Hasil wawancara dengan Muhammad Danil Sultan, (Ketua Umum Asosiasi India Muslim Indonesia), pada hari Selasa tanggal 1 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara 110

melaksanakan hukum itu telah mengerti dan memahami hukum tersebut. Hasil yang memuaskan, memberikan rasa adil dan kemanfaatan menunjukkan bahwa hukum tersebut telah dilaksanakan secara benar. Sebaliknya bila hasil yang muncul tidak memuaskan, tidak pula memberikan rasa adil dan kemanfaatan maka hukum yang dilaksanakan mungkin belum benar.

Terlaksananya hukum dengan benar maupun tidak tergantung lagi kepada individu-individu masing-masing. Apakah individu itu mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang cukup akan hukum tersebut. Hal ini yang terjadi pada

Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan, kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan hukum kewarisan Islam secara keseluruhan menyebabkan penyelesaian waris mereka tidak mencapai titik akhir dan jauh dari kata memuaskan, keadilan, dan kemanfaatan.

Perlu diketahui tidak semua orang yang beragama Islam atau muslim memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat mengaplikasikan hukum Islam dalam kehidupan keseharian mereka sama halnya pada Komunitas Tamil Muslim.

Disinilah perlunya ada perhatian dari Pemerintah (dalam hal ini semua susunan kerja yang dibawahi Departemen Agama yang memiliki kewajiban melakukan penyuluhan hukum) untuk turut secara aktif memberikan penyuluhan hukum kewarisan Islam kepada tiap-tiap yang beragama Islam.

Penyuluhan hukum ini dapat dilakukan Pemerintah dengan melakukan pendekatan baik melalui komunitas,organisasi masyarakat, maupun lembaga- lembaga agama tertentu. Minimnya sosialisasi dan peran aktif pemerintah dalam memberikan pemahaman hukum terutama hukum kewarisan Islam juga merupakan faktor penghambat yang paling nyata. Tidak adanya pemahaman yang cukup didalam masyarakat menyebabkan gagalnya hukum itu dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara 111

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sistem kekerabatan yang dianut pada komunitas Tamil Muslim adalah sistem

kekerabatan patrilineal murni maka setiap orang baik yang laki-laki atau

perempuan menarik garis keturunannya ke atas hanya melalui penghubung

yang laki-laki sebagai penentu garis keturunan sedangkan sistem kewarisan

yang mereka gunakan adalah sistem kewarisan mayorat laki-laki yang mana

pada sistem ini sepeninggal pewaris atau yang berarti waris terbuka, yang

berhak secara penuh mengambil tanggung jawab atas memimpin, menguasai,

dan mengatur harta warisan ialah hanya anak laki-laki tertua pada setiap

keluarga komunitas Tamil Muslim ini dikarenakan hanya anak laki-laki

tertualah yang boleh dianggap sebagai pengganti dari orang tua.

2. Hukum waris Islam memberikan pengaruh dalam hal penentuan

penggolongan ahli waris dan penentuan porsi antara ahli waris laki-laki dan

perempuan. Pengaruh hukum waris Islam dalam pembagian waris pada

Komunitas Tamil Muslim ini timbuldikarenakan adanya faktor agama dan

faktor pendidikan sebagai faktor-faktor yang paling mempengaruhi pilihan

hukum yang digunakan seseorang. Faktor agama yaitu pilihan hukum diambil

berdasarkan kepada kadar iman dan kepercayaan seseorang, sedangkan faktor

pendidikan yaitu pilihan hukum diambil sesuai dengan latar belakang

pendidikan bahwa semakin maju tingkat pendidikan seseorang semakin

berkembang dan maju pula pola pikirnya.

111 Universitas Sumatera Utara 112

3. Faktor-faktor yang menghambat penyelesaian waris pada komunitas Tamil

Muslim dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal terdiri dari sistem kekeluargaan komunitas Tamil Muslim yang

cenderung tertutup, pilihan hukum yang ditentukan para ahli waris dalam

pembagian waris yang tidak konsekuen, dan adanya kontrol yang dominan

dari abang tertua. Adapun Faktor eksternal ialah karena pengaruh lingkungan

sosial yang terbatas, dan minimnya sosialisasi tentang hukum kewarisan

Islam.

B. Saran

1. Agar dalam pembagian waris pada Komunitas Tamil Muslim di Kota Medan

disesuaikan antara ketentuan hukum Kewarisan Islam dan adat kebiasaan agar

tidak terdapat ketentuan-ketentuan yang saling bertentangan. Ketentuan yang

saling bertentangan supaya tidak digunakan lagi. Mengingat hukum waris

Islam adalah hukum yang seadil-adilnya yang datang dari Allah SWT,

sehingga bila adat kebiasaan yang dijunjung dan digunakan bersamaan

kemudian menghilangkan rasa adil dari hukum Islam tersebut, maka adat

kebiasaan tersebut sebaiknya ditinggalkan.

2. Berkenaan dengan choice of law komunitas Tamil Muslim harus memilih

dengan bijaksana dan tegas pilihan hukum apa yang sesuai dan tepat bagi

mereka. Dengan memilih hukum waris Islam sebagai dasar hukum

pembagian waris agar komunitas Tamil Muslim dalam pembagian waris itu

menjalankan sepenuhnya sesuai ketentuan hukum waris Islam agar terasa

Universitas Sumatera Utara 113

manfaatnya. Ketidaktegasan para ahli waris dalam menerapkan hukum Islam

pada pembagian waris tersebut berakibat tertundanya penyelesaian waris.

3. Agar komunitas Tamil Muslim di Kota Medan untuk bersifat lebih terbuka

dalam melakukan interaksi sosial sehingga memungkinkan masuknya hal-hal

positif yang baru dari pihak luar berkenaan dengan kewarisan. Kepada

pemerintah hendaknya turut serta berperan aktif memberikan penyuluhan

hukum di masyarakat mengenai tentang hukum kewarisan Islam dan agar

pemerintah memberikan perhatian sejauh mana efektivitas penyelesaian

hukum waris di tengah-tengah masyarakat di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Al-Imam, Sahih Muslim, Tijariah Kubra, Mesir, t.th.

Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qazwiny, Abi, Sunan Ibnu Majah, Isa’ Albabil Halabi wa Sirkah, Mesir, t.th

Ahmad Isawy, Isawy, Ahkamu Al-Mawaris fi As-Sariati Al Islamiyah, Dar At Ta’lif, Mesir, 1954

______, Hukum Islam di Indonesia, PT Grafindo Persada, Jakarta, 2003 Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari VII, Darwa Matba’ah As Sa’bi, Cairo, 1924

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014

Ali ash-Sahabuni, Muhammad, Al-Mawaris Fisy Syari’atil Islamiyyah ‘Ala Dhau’ Al- Kitab wa Sunnah. Terjemahan A.M. Basalamah “ Pembagian Waris Menurut Islam”, Gema Insani Press, Jakarta, 1995

Arifin, Bustanul, Budaya Hukum Itu Telah Mati, Kongres Umat Islam Indonesia, Jakarta, 1998

Anand K, Coomaraswamy, History of Indonesian Art, Kessinger Publishing, United States, 1927

Anshary, M, Hukum Kewarisan Islam Indonesia (Dinamika Pemikiran dari Fiqh Klasik ke Fiqh Indonesia Modern, Mandar Maju, Bandung, 2013

Azhar Basyir, Ahmad ReaktualisasiPendekatan Sosiologis Tidak Selalu Relevan dalam Iqbal Abdurrauf Sormima (ed), Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Yogyakarta, UII Press, 2000

Azis, Nur Skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewarisan Anak Dalam Kandungan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, IAIN Walisongo, Semarang, 2011

Beteille, Esha, Tamil Nadu Human Development Report, Government of Tamil Nadu and Social Science Press, Delhi, 2003

Brito, C, The Mukkuva Law (The Rules of Succession among The Mukkuvars of Ceylon), H.D.Gabriel Baille Street, Colombo, 1876

114

Universitas Sumatera Utara 115

Cortesao,Armando, The Suma Oriental of Tomé Pires, Hakluyt Society, London, 1944

Dasuki, Hafidz, Ensiklopedi Hukum Islam, PT.Ichtiar Van Hoeve, Jakarta, 1997

Daradjat, Zakiah, Ilmu Fiqh, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995

Dawud, Abu, Sunan Abu Daud II, Mustafa Al-Babi Al-Halabi, Cairo, 1952

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan penyelenggara penerjemahan Al Qur’an, Jakarta, 1978

Hadikusuma, Hilman Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003

Hakim, Helmi, Pembaharuan Hukum Waris Islam Persepsi Metodologi, Al-Fajar, Jakarta, 1994

Hanitijo, Ronny, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988

Hazairin, Tujuh Serangkai tentang Hukum, Tintamas, Jakarta, 1974

______, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Tintamas, Jakarta, 1975

______, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, Jakarta, 1982

______, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadith, Tintamas, Jakarta, 1982

Hisyam M, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996

Ichtijanto, Pengadilan Agama sebagai Wadah Perjuangan Mengisi Kemerdekaan Bangsa, dalam Kenang-kenangan Seabad Pengadilan Agama, Dirbinperta Departemen Agama RI, Jakarta, 1985

______, Hukum Islam dan Hukum Nasional, Ind-Hill Co, Jakarta, Irianto Sulistyowati & Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009

Jafizham, T, Persentuhan Hukum Indonesia dengan Perkawinan Islam, Mestika, Medan, 1977

Khoiriyah, Siti Sosiologi, Platinum, Solo, 2013

Kondapi, C. Indian Overseas 1839-1949, Oxford Univ Press, Madras, 1951

Universitas Sumatera Utara 116

Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Sofmedia, Medan, 2012

Lubis, Zulkifli B, Kajian Awal tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan, Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya Etnovisi Vol.1 No.3, USU Press, Medan, 2005

______, Komunitas Masyarakat Tamil dalam Kemajemukan Masyarakat di Sumatera Utara, Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya Online, Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu SosialLembaga Penelitian-Universitas Negeri Medan, Medan, 2009

Mahadi, Perkembangan Hukum Antar Golongan di Indonesia, Fakultas Hukum USU, Medan, 1971

Mani, A, Indians in a Rapidly Transforming Indonesia dalam K.Kesavapany, ed.,et.,al.,Rising India and Indian Communities in East Asia, ISEAS Publishing, Singapore, 2008

Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976

Osborne, Milton E, Southeast Asia: An Introductory History, Allen&Unwin, New South Wales, 2004

Pemko Medan, Profil Kota Medan, Pemerintah Kotamadya Medan, Medan, 2004

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000

______, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

Rahman, Fathur, Ilmu Waris, Al Maarif, Bandung, 1981

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2000

Rahardjo, Satjipto, Pengertian Hukum Adat, Hukum yang Hidup dalam Masyarakat (Living Law) dalam Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1975

Rizal, Jufrina, Perkembangan Hukum Adat sebagai Hukum yang Hidup dalam Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 2006

Sabiq, , Fiqh al-Sunnah, Maktabah Dar al-Turas, Kairo, 1995

Sherring, M.A, Tribes and Castes of the Madras Presidency, Government of India press, Madras, 1909

Universitas Sumatera Utara 117

Sinar Basyarsyah-II, Tuanku Luckman, Orang India di Sumatera Utara (The Indians in North Sumatra), Forkala, Sumut, 2008

Soekanto, Soerjono, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI- Press), Jakarta, 1986

______, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2001

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Sonius, H.W.J, Dalam J.F. Holleman an Vollenhoven on Indonesian Adat Law, Leiden, 1981

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1991

Supardi, Nunus, Bianglala Budaya: Rekam Jejak 95 Tahun Kongres Kebudayaan 1918-2013, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2013

Suryabrata, Sumadi, Metodelogi Penelitian,Raja Grafindo Persada,Jakarta,1989

Suryanegara, A. Mansyur, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, 1995

Syah, Abdullah, Integrasi antara Hukum Islam dan Hukum Adat dalam Kewarisan Suku Melayu, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2009

Syarifudin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, Kencana, Jakarta, 2004

Tantawi, Isma, Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia, Al-Hayat, Medan, 2015

Tanya, Bernard L, Yoan Simanjuntak & Markus, Y. Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2003

Thalib, Sayuti, Receptio A Contrario, Bina Aksara, Jakarta, 1982

Yusuf Musa, Muhammad, At-Tirkah wal Miras fil Islam II, Dar Al Ma’rifah, Cairo, 1967

B. INTERNET www.censusindia.net/religiouscomposition www.culturalindia.net/weddings/wedding-rituals/mehndiceremony.html

Universitas Sumatera Utara 118

http://setabasri01.blogspot.co.id/2012/05/penyebaran-etnis-india-diindonesia.html www.scribd.com/doc/46984666/MakalahpenegakanHukum www.medanbisnisdaily.com www.tamilnadu.com https://en.wikipedia.org/wiki/India http://www.britannica.com/topic/Tamil-language http://ravuthar.blogspot.co.id/2011/10/rawther-history.html http://sharmalanthevar.blogspot.co.id/2014/09/tamil-kinship.html

Universitas Sumatera Utara