Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II GAMBARAN KOTA SOLO DAN PENYELENGGARAAN EVENT KEBUDAYAAN UNTUK MENDUKUNG STRATEGI PROMOSI KOTA SOLO “THE SPIRIT OF JAVA” A. Gambaran Kota Solo 1. Sejarah Kota Solo Solo, juga disebut Surakarta adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755. (http://surakarta.dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012). Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Akhiran -karta merujuk pada kota, dan Kota Solo masih memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Kartasura. Nama Solo berasal dari nama desa Sala. Ketika Indonesia masih menganut Ejaan Repoeblik, nama kota ini juga ditulis Soerakarta. Eksistensi kota ini dimulai di saat Kesultanan Mataram memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo. Secara resmi, Keraton commit to user 30 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 mulai ditempati tanggal 17 Februari 1745. Akibat perpecahan wilayah kerajaan, di Solo berdiri dua Keraton: Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, menjadikan kota Solo sebagai kota dengan dua administrasi. Kekuasaan politik kedua kerajaan ini dilikuidasi setelah berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama 10 bulan, Solo berstatus sebagai daerah setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta. (http://www.surakarta.dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012). Selanjutnya, karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat DIS, maka pada tanggal 16 Juni 1945 pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Solo ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Solo era modern. Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom. (http://www.surakarta.dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 2. Geografi dan Administrasi Kota Solo terletak sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang. Lokasi kota ini berada di dataran rendah (hampir 100m di atas permukaan laut) yang diapit Gunung Merapi (tinggi 3115m) di barat dan Gunung Lawu (tinggi 2806m) di timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena diairi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa yang mengalir di sebelah timur kota Solo, dan di bagian utara mengalir Kali Pepe, yang merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Solo. Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk. (http://www.surakarta.dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012). 3. Iklim dan Topografi Menurut klasifikasi iklim Koppen, Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Solo dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hinggal September. Rata-ratacommit curah to userhujan di Solo adalah 2.200 mm, dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata- rata 30 derajat Celsius. (http:// www.surakarta.dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012). 4. Batas-Batas Administrasi Surakarta berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Di masing-masing batas kota terdapat gapura Keraton yang didirikan sekitar tahun 1931 – 1932 pada masa pemerintahan Pakubuwono X di Kasunanan Surakarta. Gapura Kraton didirikan sebagai pembatas sekaligus pintu gerbang masuk ibu kota Kerajaan Kasunanan (Kota Solo) dengan wilayah sekitar. Gapura Kraton tidak hanya didirikan di jalan penghubung, namun juga didirikan di pinggir sungai Bengawan Solo yang pada waktu itu menjadi dermaga dan tempat penyeberangan (di Mojo / Silir). Ukuran Gapura Kraton terdiri dari dua ukuran yaitu berukuran besar dan kecil. Gapura Kraton ukuran besar didirikan di jalan besar. Gapura Kraton ukuran besar bisa dilihat di Grogol (selatan), Kerten, dan Jurug (timur). Sedangkan Gapura Kraton ukuran kecil bisa dilihat di daerah RS Kandang Sapi (utara), jalan arah Baki di Solo Baru (selatan), Makamhaji (barat), dan di Mojo / Silir. Gapura Kraton besar juga memiliki commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 prasasti pendiri dan waktu pendirian gapura. (http:// www.surakarta. dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012). 5. Pembagian Administratif Kota Solo dan kabupaten-kabupaten di sekelilingnya, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, secara kolektif masih sering disebut sebagai eks-Karesidenan Surakarta. Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan yang masing-masing dipimpin oleh seorang camat dan 51 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang lurah. Kelima kecamatan di Surakarta adalah. (http:// www.surakarta.dapodik.org, diakses tanggal 16 Oktober 2012): a. Kecamatan Pasar Kliwon (57110): 9 kelurahan b. Kecamatan Jebres (57120): 11 kelurahan c. Kecamatan Banjarsari (57130): 13 kelurahan d. Kecamatan Lawiyan (disebut juga Laweyan, 57140): 11 keluarhan e. Kecamatan Serengan (57150): 7 kelurahan Surakarta dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak) adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini unik karena dengan luas Kota Solo sendiri yang hanya 44 km persegi dan dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih setengah dari luas Kota Solo dan berbatasan langsung membentuk satu kesatuan kawasan kota besar yang terpusat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 6. Pemerintahan Solo terletak di provinsi Jawa Tengah. Sebelum bergabung dengan Indonesia, Surakarta diperintah oleh Sultan. Semasa dikuasai oleh Belanda, Surakarta dikenal sebagai sebuah Vorstenland atau kepangeranan. Penguasa Keraton Surakarta saat ini bergelar Pakubuwono XIII, yang saat ini masih diperebutkan antara Pangeran Tedjowulan dan Pangeran Hangabehi. Selain Keraton Surakarta, terdapat pula Keraton Mangkunegaran yang diperintah oleh Mangkunegara IX. Kedua raja ini tidak memiliki kekuasaan politik di Surakarta. Wali kota Solo saat ini adalah Joko Widodo, sedangkan wakilnya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Solo. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Solo yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran. Secara yuridis Kota Solo terbentuk berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Solo. Berikut ini adalah daftar wali kota atau kepala daerah yang pernah menjabat di Surakarta sejak 1946: a. Sindoeredjo (19 Mei 1946 - 15 Juli 1946) b. Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo (15 Juli 1946 - 14 November 1946) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 c. Sjamsoeridjal (14 November 1946 - 13 Januari 1949) d. Soedjatmo Soemowerdojo (24 Januari 1949 - 1 Mei 1950) e. Soeharjo Soerjo Pranoto (Juni 1949 - 1 Mei 1950) f. K. Ng. Soebekti Poesponoto (1 Mei 1950 - 1 Agustus 1951) g. Muhammad Saleh Werdisastro (1 Agustus 1951 - 17 Februari 1958) h. Oetomo Ramelan (17 Februari 1958 - 23 Oktober 1965) i. Th. J. Soemantha (23 Oktober 1965 - 11 Januari 1968) j. R. Koesnandar (1968 - 1975) k. Soemari Wongsopawiro (1975 - 1980) l. Soekatmo Prawirohadisebroto, Sh (1980 - 1985) m. H.R. Hartomo (1985 - 1995) n. Imam Soetopo (1995 - 2000) o. Slamet Suryanto (2000 - 2005) p. Ir. H. Joko Widodo (2005 - 2012) q. F.X. Hadi Rudyatmo (2012 – sekarang) Solo memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. (http://surakarta.dapodik.org/,