BAB II

PROFIL KABUPATEN BESAR

2.1. WILAYAH ADMINISTRASI 2.1.1. Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 503’1,2”- 5045’9,007” Lintang Utara dan 95055’43,6” - 94059’50,13” Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi Kabupaten Aceh Besar memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Selat Malaka, dan Kota ; Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya; Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Pidie; dan Sebelah Barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia.

Kabupaten Aceh Besar memiliki luas wilayah seluas 290.350,73 Ha. Sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan. Secara administratif Kabupaten Aceh Besar memiliki 23 kecamatan. Keberadaan Kabupaten Aceh Besar sebagai pintu gerbang utama telah ditunjang sarana transportasi yang cukup memadai seperti: Jalan Nasional Arteri Primer Banda Aceh - Medan serta Jalan Kolektor Primer Banda Aceh – Meulaboh. Disamping itu, ditunjang pula prasarana transportasi Bandar Udara Internasional Iskandar Muda di Blang Bintang, Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya. Disisi lain Kabupaten Aceh Besar berbatasan langsung dengan Kota Banda Aceh, yang menyebabkan Kabupaten Aceh Besar sebagai penyangga dari Kota Banda Aceh, diantaranya dalam kebutuhan perumahan. Sejalan dengan potensi letak dan posisi Kabupaten Aceh Besar yang demikian strategis, menjadikan Kabupaten Aceh Besar berpeluang tumbuh dan berkembang cepat. Lebih jelasnya mengenai wilayah administrasi Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel 2.1 dan Gambar 2.1.

2-1

TABEL 2.1 Nama Kecamatan dan Luas Wilayah Kabupaten Aceh Besar No. Nama Kecamatan Luas Area (Ha) 1 Kota Jantho 59.300,16 2 Leupung 16.915,37 3 Kuta Malaka 2.281,66 4 Kuta Cot Glie 33.225,43 5 Lembah Seulawah 31.960,01 6 Sukamakmur 4.345,30 7 Simpang Tiga 2.759,80 8 Darul Kamal 2.304,93 9 Darul Imarah 2.434,69 10 Lhoknga 8.794,62 11 Indrapuri 19.703,87 12 Ingin Jaya 2.433,51 13 Montasik 5.973,33 14 Krueng Barona Jaya 696,13 15 Blang Bintang 4.175,51 16 Kuta Baro 6.107,06 17 Seulimeum 40.435,45 18 Darussalam 3.843,04 19 Baitussalam 2.084,09 20 Mesjid Raya 12.993,32 21 Pulo Aceh 9.055,72 22 Peukan Bada 3.625,04 23 Lhoong 14.902,67 Total 290.350,73 Sumber: RTRW Aceh Besar 2013

2.1.2. Administrasi wilayah Adapun wilayah administrasi Kabupaten Aceh Besar meliputi 23 kecamatan, 68 Kemukiman, 608 desa, dan 5 kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 2.1 berikut ini:

2-2

Gambar 2.1 Batas Administrasi Kabupaten Aceh Besar

Panjang pantai wilayah Kabupaten Aceh Besar pasca tsunami berdasarkan pada Peta Dasar Bakosurtanal Kabupaten Aceh Besar adalah 292,16 km. Pada wilayah perairan Kabupaten Aceh Besar terdapat kawasan lindung laut berupa Taman Wisata Laut Lhoknga seluas ± 14,06 ha. Kawasan pesisir, perairan dan pulau yang harus dilindungi selain taman laut adalah kawasan mangrove (bakau) di Kecamatan Lembah Seulawah, Baitussalam, Mesjid Raya, Peukan Bada, Pulo Aceh, Lhoknga, Leupung dan Lhoong seluruhnya seluas 253 Ha. Pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar yang berpotensi untuk kegiatan perikanan laut, diantaranya pulau-pulau yang berpenghuni (ada penduduk). Pulau-pulau tersebut adalah: • Pulau Breuh (Kec. Pulo Aceh);

2-3

• Pulau Nasi (Kec. Pulo Aceh); • Pulau Teunom (Kec. Pulo Aceh); • Pulau Bunta (Kec. Peukan Bada). Dominasi pekerjaan penduduk pada pulau-pulau kecil tersebut di atas adalah nelayan. Berdasarkan data dari Badan Informasi Geospasial, jumlah keseluruhan pulau yang ada di Kabupaten Aceh Besar adalah 37 pulau. 1. Kondisi Fisik A. Ketinggian Kondisi ketinggian Kabupaten Aceh Besar dapat diklasifikasikan pada beberapa kelas antara 0 – 800 meter dpl hingga > 800 meter dpl. Berdasarkan kelas ketinggian tersebut terlihat didominasi oleh ketinggian 200 – 400 meter dpl atau sebesar 20,67% dari total luas wilayah kabupaten. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.2. Tabel 2.2 Kondisi Ketinggian Kabupaten Aceh Besar

No Klasifikasi Ketinggian (m dpl) Luas (Ha) Persentase (%) 1 0 – 50 58.065,75 20,00 2 50 – 100 31.949,42 11,00 3 100 – 200 43.223,79 14,89 4 200 – 400 60.021,12 20,67 5 400 – 800 54.965,55 18,93 6 > 800 42.125,10 14,51 Jumlah 290.350,73 100,00

Sumber: Hasil pengolahan citra SRTM

2.2 POTENSI WILAYAH KABUPATEN ACEH BESAR 2.2.1 Potensi Ekonomi Wilayah A. Struktur Perekonomian Kabupaten Struktur perekonomian menunjukkan susunan komposisi atau susunan sektor- sektor ekonomi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2014, selama periode 2010-2013 dapat dikatakan bahwa sepertiga dari PDRB Aceh Besar berasal dari kegiatan sektor primer, yakni sekitar 29,28 sampai dengan 30,62 persen. Sektor ini cenderung terus menurun dari tahun 2010 sebesar 30,62 persen hingga menjadi 29,28 persen pada tahun 2013.

2-4

Sektor sekunder memanfaatkan hasil sumber daya alam untuk diolah lebih lanjut, yakni terdiri dari sektor industri pengolahan, konstruksi, dan energi berkisar antara 17,97 sampai dengan 19,20 persen.Tahun 2010 mencapai 19,20 persen dan mengalami penurunan hingga mencapai 17,97 persen pada tahun 2013. Kegiatan sektor tersier memfasilitasi pergerakan sektor primer dan sektor sekunder. Selama periode 2010-2013 dapat dikatakan bahwa lebih separuh dari PDRB Aceh Besar berasal dari sektor tersier. Gejala peningkatan terlihat dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 sektor tersier mencapai 50,18 persen hingga pada tahun 2013 mencapai lebih 52,75 persen. Dari gambar 2.1 terlihat bahwa selama tahun 2010-2013, kontribusi sektor primer dan skunder yang semakin menurun peran tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar, dan diiringi meningkatnya kontribusi sektor tersier, hal ini jelas menggambarkan sedikit transformasi atau pergeseran struktur ekonomi. Tabel 2.3 Perkembangan PDRB Menurut Sektoral Kabupaten Aceh Besar

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 28,32 27,87 27,39 27,21 2. Pertambangan dan Penggalian 2,29 2,24 2,15 2,08 3. Industri Pengolahan 2,82 2,84 2,85 2,83 4. Listrik dan Air Bersih 0,33 0,34 0,35 0,35 5. Kontruksi 16,05 15,60 15,36 14,79 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 19,39 20,59 21,52 22,10 7. Pengangkutan dan Komunikasi 12,62 12,54 12,52 13,24 8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 4,03 3,97 3,89 3,92 9. Jasa-jasa 14,14 14,00 13,96 13,50 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber : BPS, Tahun 2014

Grafik 2.1. Grafik PDRB Kab. Aceh Besar Menurut Sektor Tahun 2013

2-5

2.2.2 Pertumbuhan Ekonomi Data Badan Pusat Statistik Tahun 2014 menunjukkan pada Tahun 2010 perekonomian Aceh Besar pertumbuhannya mencapai 4,81 persen. Sektor Listrik, Gas & Air Bersih merupakan pertumbuhan terbesar di tahun 2010 yaitu sebesar 9,48 persen dan sektor perdagangan mencapai pertumbuhan sebesar 8,05 persen. Pertumbuhan ekonomi Aceh Besar pada tahun 2010 merupakan laju pertumbuhan tertinggi pada periode 2010- 2013. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 perekonomian Aceh Besar sedikit melambat, dengan ekspansi sebesar 4,66 persen dan 4,61 persen hingga mencapai 4,44 persen pada tahun 2013. Pada tahun 2011, Sektor Perdagangan, hotel dan restoran mengalami pertumbuhan tertinggi hingga mencapai 8,53 persen dan sektor kontruksi sebesar 5,99 persen, serta sektor listrik, gas dan air mengalami pertumbuhan sedikit melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,22 persen. Tabel 2.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektoral Kabupaten Aceh Besar Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 1,04 2,89 3,95 4,16 2. Pertambangan dan Penggalian 1,27 1,77 1,10 1,71 3. Industri Pengolahan 2,28 3,97 5,01 4,57 4. Listrik dan Air Bersih 9,48 4,22 5,41 5,22 5. Kontruksi 6,67 5,99 6,05 3,82 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8,05 8,53 6,99 6,93 7. Pengangkutan dan Komunikasi 3,68 2,79 3,57 4,96 8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 6,61 3,70 4,13 5,24 9. Jasa-jasa 5,95 3,13 2,56 2,62 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,81 4,66 4,61 4,44

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Aceh Besar secara keseluruhan dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Propinsi Aceh. Keadaan perekonomian di Aceh menunjukkan terus terjadinya peningkatan selama empat tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi baik dengan migas maupun tanpa migas masih menunjukkan angka positif sejak tahun 2010-2013. Pada tahun 2013 PDRB ADHK dengan migas tumbuh sebesar 4,18 persen, agak melambat dari dua tahun sebelumnya yang secara berturut-turut tumbuh sebesar 4,84 persen dan 5,14 persen. Demikian juga dengan

2-6

pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang pada tahun 2013 melambat menjadi sebesar 5,36 persen, setelah pada tahun 2011 dan 2012 naik sebesar 5,69 persen dan 6,07 persen. Setelah selama dua tahun perekonomian tumbuh dengan cukup cepat, terjadi perlambatan pada tahun 2013 baik dengan maupun tanpa migas. Hal ini erat kaitannya dengan adanya kenaikan harga BBM pada Bulan Juni dan Tarif Dasar Listrik (Secara lebih rinci, pertumbuhan ekonomi tahun 2013 ini didorong oleh pertumbuhan yang cukup tinggi di sektor konstruksi, perdagangan, dan jasa-jasa yang tumbuh di atas 6 persen. Sebagai sektor-sektor yang memiliki kontribusi lebih dari 10 persen, pertumbuhan di ketiga sektor ini mampu mendorong perekonomian tumbuh cukup baik.

Grafik 2.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Menurut Sektor Migas dan Non Migas

Sektor lainnya yang tumbuh cukup tinggi adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 6,78 persen. Sektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar hanya mampu tumbuh sebesar 3,26 persen, sedangkan sektor listrik dan sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing tumbuh sebesar 4,69 persen dan 4,68 persen. Sektor yang masih tumbuh negatif seperti tahun-tahun sebelumnya adalah sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 1,26 persen. Sekor industri pengolahan juga turun sebesar 3,52 persen, setelah 2 tahun sebelumnya tumbuh positif. Kedua sektor ini tumbuh negatif karena terkait dengan menurunnya produksi migas.

2-7

2.3. DEMOGRAFI DAN URBANISASI 2.3.1 Jumlah Penduduk dan Perkembangan Penduduk Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2013 mencapai 383.477 jiwa yang terdiri dari jiwa penduduk laki-laki 196.907 jiwa dan 186.570 jiwa penduduk perempuan. Jika dilihat dari jumlah penduduk di tingkat kecamatan, maka kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Darul Imarah yang berjumlah 47.460 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Pulo Aceh yaitu sebanyak 3.883 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar. TABEL 2.5 Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

Penduduk No Kecamatan Jumlah Laki-laki Perempuan 01. L h o o n g 5.359 4.545 9.904 02. Lhoknga 8.375 7.793 16.168 03. Leupung 1.473 1.318 2.791 04. Indrapuri 10.923 10.780 21.703 05. Kuta Cot Glie 6.812 6.651 13.464 06. Seulimeum 12.059 11.487 23.547 07. Kota Jantho 4.868 4.344 9.213 08. Lembah Seulawah 6.198 5.516 11.715 09. Mesjid Raya 11.589 11.160 22.749 10. Darussalam 12.416 12.313 24.728 11. Baitussalam 9.820 8.238 18.059 12. Kuta Baro 12.810 12.820 25.629 13. Montasik 9.837 9.466 19.302 14. Blang Bintang 15.515 15.076 11.787 15. Ingin Jaya 6.053 5.734 30.590 16. Kr. Barona Jaya 7.906 7.510 15.416 17. Sukamakmur 7.617 7.492 15.109 18. Kuta Malaka 3.266 3.158 6.424 19. Simpang Tiga 2.955 2.836 5.791 20. Darul Imarah 25.896 24.969 50.864 21. Darul Kamal 3.785 3.592 7.377 22. Peukan Bada 9.031 7.987 17.018 23. Pulo Aceh 2.228 1.901 4.129 2013 196.791 186.686 383.477 Jumlah 2012 190.713 180.699 371.412 2011 180.709 174.755 359.464 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Besar, tahun 2013

2-8

TABEL 2.6 PERSENTASE KEPADATAN PENDUDUK BERDASARKAN LUAS WILAYAH KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2013

Luas Jumlah Kepadatan Jumlah Prosentas No Kecamatan Wilayah Penduduk Penduduk Kepala e Jiwa/KK (Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2) Keluarga (KK) 1 Lhoong 125,00 10,273 82,184 3,184 3,226 2 Lhoknga 98,95 16,091 162,617 4,987 3,227 3 Leupung 76,00 3,503 46,092 1,223 2,864 4 Indrapuri 285,25 21,021 73,693 5,925 3,548 5 Kuta Cot Glie 230,25 13,545 58,827 3,552 3,813 6 Seulimeum 487,26 24,437 50,152 6,431 3,799 7 Kota Jantho 274,04 10,574 38,586 2,977 3,552 Lembah 8 322,85 12,807 39,669 3,616 3,542 Seulawah 9 Mesjid Raya 110,38 23,602 213,825 6,178 3,820 10 Darusalam 76,42 22,874 299,319 6,309 3,626 11 Baitussalam 37,76 20.848 552,119 7,219 2,888 12 Kuta Baro 83,81 24,495 292,268 6,593 3,715 13 Montasik 94,10 19,655 208,874 5,418 3,628 14 Ingin Jaya 73,68 29,967 406,718 7,919 3,784 15 Kr. Barona Jaya 9,06 15,568 1.718 4,256 3,658 16 Sukamakmur 106,00 15,159 143,009 4,261 3,558 17 Kuta Malaka 36,00 6,145 170,694 1,641 3,745 18 Simpang Tiga 55,00 5,982 108,764 1,776 3,368 19 Darul Imarah 32,95 52,864 158,775 14,044 3,764 20 Darul Kamal 16,20 7,557 466,481 2,143 3,526 21 Peukan Bada 31,90 18,476 579,185 5,685 3,249 22 Pulo Aceh 240,75 4,759 19,767 1,568 3,035 23 Blang Bintang 70,51 11,230 159,268 3,060 3,669

Sumber:Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Aceh Besar

Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Krueng Barona Jaya yang mencapai 1.718 jiwa/Km2. hal ini, sedangkan kepadatan penduduk terendah sebesar 19,767 jiwa/Km2 terdapat di Kecamatan Pulo Aceh yang merupakan wilayah kepulauan.

2-9

2.3.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Aceh Besar Untuk jumlah Kepala Keluarga yang Miskin dapat dilihat di tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7 Jumlah Keluarga Miskin Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

2-10

2.3.3 Proyeksi pertumbuhan penduduk lima tahun ke depan

Tabel 2.8 Jumlah Penduduk dan Proyeksi Penduduk 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

Jumlah Penduduk (orang) Nama Kecamatan Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total Tahun Tahun Tahun n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 Baitussalam 8.224 8.490 9.343 13.756 14.202 15.627 21.980 22.692 25.779 Blang Bintang - - - 10.734 11.083 12.199 10.734 11.083 12.594 Darul Imarah 42.067 43.430 47.790 12.433 12.836 14.124 54.500 56.266 63.920 Darul Kamal - - - 7.493 7.736 8.512 7.493 7.736 8.788 Darussalam 11.284 11.650 12.819 11.286 11.652 12.821 22.570 23.301 26.471 Indrapuri - - - 21.391 22.084 24.301 21.391 22.084 25.088 Ingin Jaya 10.101 10.428 11.475 19.295 19.920 21.920 29.396 30.348 34.477 Kota Jantho 4.361 4.502 4.954 5.408 5.583 6.144 9.769 10.086 11.458 Krueng Barona Jaya 13.484 13.921 15.318 2.275 2.349 2.584 15.759 16.270 18.483 Kuta Baro 1.527 1.576 1.735 23.114 23.863 26.258 24.641 25.439 28.900 Kuta Cot Glie - - - 13.365 13.798 15.183 13.365 13.798 15.675 Kuta Malaka - - - 6.311 6.515 7.170 6.311 6.515 7.402 Lembah Seulawah - - - 12.162 12.556 13.816 12.162 12.556 14.264 Leupung - - - 3.194 3.297 3.628 3.194 3.297 3.746 Lhoknga 1.167 1.205 1.326 14.705 15.181 16.705 15.872 15.872 16.386 Lhoong 655 676 744 9.099 9.395 10.341 10.128 10.457 11.883 Mesjid Raya 2.178 2.249 2.475 21.197 21.886 24.090 23.375 24.135 27.426 Montasik - - - 19.606 20.243 22.282 19.606 20.243 23.004 Peukan Bada 10.279 10.613 11.682 9.125 9.422 10.370 19.404 20.035 22.767 Seulimeum 3.003 3.101 3.413 20.703 21.376 23.528 23.706 24.476 27.814 Simpang Tiga - - - 6.128 6.327 6.964 6.128 6.327 7.190 Suka Makmur 624 644 709 14.433 14.902 16.403 15.057 15.546 17.666 Pulo Aceh - - - 4.575 4.724 5.199 4.575 4.724 5.368 Total 108.954 112.486 123.783 281.788 290.929 320.172 391.116 403.287 456.549 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014

Proyeksi penduduk untuk 5 (lima) tahun kedepan dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 3,25% pada tahun 2014 adalah 456.549 jiwa. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk, jumlah penduduk lima tahun kedepan di Kecamatan Darul Imarah yaitu sebesar 59.684 jiwa. Proyeksi kepala keluarga di Kabupaten Aceh Besar untuk 5 (lima) tahun kedepan dapat dilihat pada Tabel 2.9 Pada tahun 2014 jumlah kepala keluarga adalah 109.296 KK, setelah diproyeksikan, pada tahun 2020 jumlah Kepala Keluarga diperkirakan menjadi 128.133 KK.

2-11

Tabel 2.9 Jumlah dan Proyeksi Kepala Keluarga (KK) 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

Jumlah Kepala Keluarga

Nama Kecamatan Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total Tahun Tahun Tahun n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 Baitussalam 4.479 4.624 5.253 2.393 2.471 2.807 6.872 7.095 8.060 Blang Bintang - - 2.909 3.004 3.413 2.909 3.004 3.413 Darul Imarah 12.787 13.201 14.997 3.292 3.399 3.861 16.079 16.600 18.858 Darul Kamal - - 2.091 2.159 2.452 2.091 2.159 2.452 Darussalam 3.072 3.172 3.603 3.057 3.156 3.585 6.129 6.328 7.188 Indrapuri - - 5.931 6.123 6.956 5.931 6.123 6.956

Ingin Jaya 2.566 2.649 3.010 5.128 5.294 6.014 7.694 7.943 9.024 Kota Jantho 1.106 1.142 1.297 1.482 1.530 1.738 2.588 2.672 3.035 Krueng Barona Jaya 3.667 3.786 4.301 608 628 713 4.275 4.414 5.014 Kuta Baro 379 391 445 6.312 6.517 7.403 6.691 6.908 7.847 Kuta Cot Glie - - 3.472 3.584 4.072 3.472 3.584 4.072 Kuta Malaka - - 1.671 1.725 1.960 1.671 1.725 1.960 Lembah Seulawah - - 3.301 3.408 3.872 3.301 3.408 3.872 Leupung - - 999 1.031 1.172 999 1.031 1.172 Lhoknga 348 359 408 4.352 4.352 4.493 4.700 4.852 5.512 Lhoong 309 319 363 2.763 2.853 3.242 3.072 3.172 3.604 Mesjid Raya 595 614 698 5.481 5.659 6.431 6.076 6.273 7.129 Montasik - - 5.259 5.430 6.170 5.259 5.430 6.170 Peukan Bada 2.881 2.975 3.380 2.700 2.788 3.168 5.581 5.762 6.548 Seulimeum 809 835 949 5.539 5.719 6.499 6.348 6.554 7.448

Simpang Tiga - - 1.848 1.908 2.168 1.848 1.908 2.168 Suka Makmur 159 164 187 4.012 4.142 4.707 4.171 4.307 4.894 Pulo Aceh - - 1.479 1.527 1.735 1.479 1.527 1.735 Total 33.157 34.232 38.890 76.079 78.406 88.631 109.236 112.778 128.133

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014 dan hasil analisis (2015)

Gambaran perhitungan proyeksi kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut:

2-12

Tabel 2.10 Proyeksi Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Selama 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

Tingkat Kepadatan Penduduk Pertumbuhan (orang/Ha) Nama Kecamatan (%) Tahun Tahun 2014 n n + 1 n + 5 Baitussalam 3,24% 19 20 94 Blang Bintang 3,25% 17 18 84 Darul Imarah 3,25% 41 44 206 Darul Kamal 3,25% 26 27 129 Darussalam 3,25% 16 17 82 Indrapuri 3,25% 24 25 119

Ingin Jaya 3,25% 30 32 151 Kota Jantho 3,24% 4 4 21 Krueng Barona Jaya 3,25% 41 43 204

Kuta Baro 3,25% 24 26 123 Kuta Cot Glie 3,24% 45 48 224 Kuta Malaka 3,25% 19 21 97

Lembah Seulawah 3,24% 8 8 40 Leupung 3,26% 25 27 128 Lhoknga 3,25% 22 23 110 Lhoong 3,25% 19 21 97 Mesjid Raya 3,25% 19 21 98 Montasik 3,25% 44 46 219 Peukan Bada 3,25% 34 36 170 Seulimeum 3,24% 26 28 131 Simpang Tiga 3,24% 25 27 126 Suka Makmur 3,25% 27 28 134 Pulo Aceh 3,25% 28 30 141

Sumber : Hasil Analisis (2015)

2-13

Tabel 2.11 Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Besar Sampai Tahun 2032 Dengan Menggunakan Metoda Proyeksi Polinomial (Jiwa) Proyeksi Penduduk (Jiwa) No Kecamatan 2011 2017 2022 2027 2032 1. Lhoong 9.549 11.396 13.601 16.232 19.371 2. Lhoknga 15.628 18.651 22.259 26.565 31.703 3. Leupung 2.680 3.198 3.817 4.555 5.437 4. Indrapuri 20.641 24.633 29.398 35.085 41.871 5. Kuta Cot Glie 12.930 15.431 18.416 21.978 26.230 6. Seulimeum 22.714 27.108 32.351 38.609 46.078 7. Kota Jantho 8.657 10.332 12.330 14.715 17.562 8. Lembah 10.915 13.027 15.547 18.554 22.143 Seulawah 9. Mesjid Raya 21.795 26.011 31.043 37.048 44.214 10. Darussalam 23.898 28.521 34.038 40.622 48.479 11. Baitussalam 17.362 20.720 24.728 29.511 35.220 12. Kuta Baro 24.705 29.484 35.187 41.994 50.117 13. Montasik 18.656 22.265 26.572 31.711 37.846 14. Blang Bintang 11.257 13.434 16.033 19.134 22.835 15. Ingin Jaya 29.008 34.619 41.316 49.308 58.845 16. Krueng Barona 14.590 17.413 20.781 24.801 29.598 Jaya 17. Suka Makmur 14.564 17.381 20.743 24.755 29.544 18. Kuta Malaka 6.254 7.464 8.908 10.631 12.687 19. Simpang Tiga 5.625 6.713 8.012 9.562 11.411 20. Darul Imarah 49.076 58.570 69.899 83.420 99.556 21. Darul Kamal 7.069 8.436 10.068 12.015 14.340 22. Peukan Bada 15.996 19.091 22.783 27.191 32.450 23. Pulo Aceh 4.071 4.858 5.798 6.920 8.258 Jumlah : 367.644 438.759 523.630 624.918 745.800 Sumber: Hasil Analisis, 2011 Kabupaten Aceh Besar dengan luas wilayah sebesar 2.903,49 Km2 / 290.349 Ha (berdasarkan data spasial) dan dengan jumlah penduduk sebesar 342.537 jiwa memiliki kepadatan sebesar 118 jiwa/Km2 (kepadatan kotor). Jika dilihat dari kepadatan kotor (Jumlah penduduk/wilayah kecamatan) wilayah yang mempunyai kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Krueng Barona Jaya dan Kecamatan Darul Imarah. Sementara wilayah dengan kepadatan rendah adalah Kecamatan Pulo Aceh dan Kota Jantho.

2-14

2.3.4 Jumlah penduduk perkotaan dan proyeksi urbanisasi

Kondisi Kependudukan Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 mencapai 391.116 jiwa yang terdiri dari penduduk diwilayah pedesaan lebih dominan dibanding penduduk diwilayah perkotaan. Jika dilihat dari jumlah penduduk di tingkat kecamatan, maka kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Darul Imarah yang berjumlah 54.500 jiwa dan kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Pulo Aceh yaitu sebanyak 4.572 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut :

Tabel 2.12 Jumlah Penduduk dan Proyeksi Penduduk 5 (lima) Tahun Kabupaten Aceh Besar Tahun 2014

Jumlah Penduduk (orang) Nama Kecamatan Wilayah Perkotaan Wilayah Perdesaan Total Tahun Tahun Tahun n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 n n + 1 n + 5 Baitussalam 8.224 8.490 9.343 13.756 14.202 15.627 21.980 22.692 25.779 Blang Bintang - - - 10.734 11.083 12.199 10.734 11.083 12.594 Darul Imarah 42.067 43.430 47.790 12.433 12.836 14.124 54.500 56.266 63.920 Darul Kamal - - - 7.493 7.736 8.512 7.493 7.736 8.788 Darussalam 11.284 11.650 12.819 11.286 11.652 12.821 22.570 23.301 26.471 Indrapuri - - - 21.391 22.084 24.301 21.391 22.084 25.088 Ingin Jaya 10.101 10.428 11.475 19.295 19.920 21.920 29.396 30.348 34.477 Kota Jantho 4.361 4.502 4.954 5.408 5.583 6.144 9.769 10.086 11.458 Krueng Barona Jaya 13.484 13.921 15.318 2.275 2.349 2.584 15.759 16.270 18.483 Kuta Baro 1.527 1.576 1.735 23.114 23.863 26.258 24.641 25.439 28.900 Kuta Cot Glie - - - 13.365 13.798 15.183 13.365 13.798 15.675 Kuta Malaka - - - 6.311 6.515 7.170 6.311 6.515 7.402 Lembah Seulawah - - - 12.162 12.556 13.816 12.162 12.556 14.264 Leupung - - - 3.194 3.297 3.628 3.194 3.297 3.746

Lhoknga 1.167 1.205 1.326 14.705 15.181 16.705 15.872 15.872 16.386

Lhoong 655 676 744 9.099 9.395 10.341 10.128 10.457 11.883

Mesjid Raya 2.178 2.249 2.475 21.197 21.886 24.090 23.375 24.135 27.426

Montasik - - - 19.606 20.243 22.282 19.606 20.243 23.004

10.370 Peukan Bada 10.279 10.613 11.682 9.125 9.422 19.404 20.035 22.767 Seulimeum 3.003 3.101 3.413 20.703 21.376 23.528 23.706 24.476 27.814 Simpang Tiga - - - 6.128 6.327 6.964 6.128 6.327 7.190 Suka Makmur 624 644 709 14.433 14.902 16.403 15.057 15.546 17.666 Pulo Aceh - - - 4.575 4.724 5.199 4.575 4.724 5.368 Total 108.954 112.486 123.783 281.788 290.929 320.172 391.116 403.287 456.549 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Besar, tahun 2014

2-15

Proyeksi penduduk untuk 5 (lima) tahun kedepan dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 3,25% pada tahun 2014 adalah 456.549 jiwa. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk, jumlah penduduk lima tahun kedepan di Kecamatan Darul Imarah yaitu sebesar 59.684 jiwa. Proyeksi kepala keluarga di Kabupaten Aceh Besar untuk 5 (lima) tahun kedepan dapat dilihat pada Tabel 2.6. Pada tahun 2014 jumlah kepala keluarga adalah 109.296 KK, setelah diproyeksikan, pada tahun 2020 jumlah Kepala Keluarga diperkirakan menjadi 128.133 KK.

2.4. Isu Strategis Sosial Ekonomi dan Lingkungan Berdasarkan RPJMD dan RTRW Kabupaten

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Besar disusun berdasarkan permasalahan dan perkembangan daerah yang berujung pada munculnya isu-isu strategis. Isu-isu strategis tersebut menjadi salah satu sasaran yang akan diantisipasi dalam penataan ruang wilayah, melalui RTRW. Berdasarkan kondisi wilayah dan arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Aceh Besar, isu-isu strategis Kabupaten Aceh Besar yang harus menjadi dasar bagi pengembangan daerah antara lain:

1) Wilayah Kabupaten Aceh Besar merupakan kawasan yang memiliki tingkat kerawanan bencana cukup tinggi, khususnya bencana tsunami, gempa bumi dan longsor.

2) Wilayah Kabupaten Aceh Besar merupakan wilayah yang memiliki potensi pengembangan perekonomian cukup besar, dimana kondisi wilayah ini diantaranya dipengaruhi oleh keberadaan kawasan strategis nasional yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Banda Aceh Darussalam dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Sinergitas dari pengembangan dua kawasan strategis nasional ini akan memberikan peluang munculnya “pusat pertumbuhan” (growth center) di ujung utara Pulau Sumatera, yang akan menjadi “pintu gerbang” ekonomi bagian barat berhadapan dengan ASEAN, Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa, Afrika, dan Global.

2-16

3) Munculnya dinamika permasalahan kualitas lingkungan hidup terkait dengan pengembangan wilayah menjadi salah satu pusat kegiatan perekonomian yang memicu tumbuhnya berbagai aktivitas industri baik skala kecil hingga skala besar.

4) Perubahan pemanfaatan ruang dari kawasan budidaya pertanian menjadi kawasan budidaya non pertanian (industri, perumahan, perdagangan) mengakibatkan terancamnya keberadaan lahan pertanian.

5) Wilayah Kabupaten Aceh Besar merupakan bagian dari wilayah perbatasan yang memiliki pulau terluar.

6) Cakupan prosentase dan sebaran kawasan lindung yang cukup luas di Wilayah Kabupaten Aceh Besar terutama kawasan hutan lindung dimana hampir mencapai kurang lebih 26% dari luas Wilayah Kabupaten Aceh Besar. Hal ini memerlukan kebijakan penanganan dan kearifan dalam pemanfaatan ruangnya.

2.4.1 Data Perkembangan PDRB dan Potensi Ekonomi 2.4.1.1 Potensi Ekonomi Wilayah A. Struktur Perekonomian Kabupaten Aktifitas produksi dapat dibedakan dalam tiga kelompok kegiatan yaitu primer, sekunder, dan tersier. Kegiatan primer berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam, terdiri dari sektor pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan) dan sektor pertambangan/penggalian. Selama periode 2008-2011 dapat dikatakan bahwa sepertiga dari PDRB Aceh Besar berasal dari kegiatan sektor primer, yakni sekitar 30,28 sampai dengan 34,01 persen. Sektor ini cenderung terus menurun dari tahun 2008 sebesar 34,01 persen hingga menjadi 30,28 persen pada tahun 2011. Sektor sekunder memanfaatkan hasil sumber daya alam untuk diolah lebih lanjut, yakni terdiri dari sektor industri pengolahan, konstruksi, dan energi (listrik dan air). Sumbangan sektor ini terhadap PDRB Aceh Besar berkisar antara 13,83 sampai dengan 16,38 persen. Terdapat kecenderungan peningkatan peran terhadap PDRB Aceh Besar dari tahun ke tahun hingga mencapai 16,38 persen pada tahun 2010 akan tetapi peranan sedikit mengalami penurunan hingga mencapai 15,94 tahun 2011. Kegiatan sektor tersier memfasilitasi pergerakan sektor primer dan sektor sekunder, terdiri dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan

2-17

telekomunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Selama periode 2008-2011 dapat dikatakan bahwa hampir separuh dari PDRB Aceh Besar berasal dari sektor tersier. Gejala peningkatan terlihat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 sektor tersier mencapai 49,14 persen hingga pada tahun 2011 mencapai lebih dari separuhnya yaitu 50,94 persen. Tabel 2.13 Peranan Kegiatan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008-2011

Kontribusi PDRB (%) No. Sektor Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 1 Primer Pertanian 31,66 29,74 28,32 28,04 Pertambangan dan penggalian 2,35 2,36 2,29 2,24 Jumlah I 34,01 32,10 30,61 30,28 2 Sekunder Industri Pengolahan 3,03 2,94 2,82 2,84 Konstruksi 13,54 14,70 16,05 15,60 Energi (Listrik dan Air Bersih) 0,29 0,31 0,33 0,34 Jumlah II 16,86 17,95 19,20 18,78 3 Tersier Perdagangan, hotel dan restoran 19,15 18,91 19,39 20,59 Pengangkutan dan telekomunikasi 11,95 12,49 12,62 12,39 Keuangan, real estate dan jasa 4,03 4,09 4,03 3,97 perusahaanJasa-jasa 14,02 14,24 14,14 14,00 Jumlah III 49,15 49,73 50,18 50,95 Total (I + II + III) 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2006 – 2009 Grafik 2.3 Peranan Kegiatan Ekonomi Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008-2011

Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008 - 2011

2-18

Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa selama tahun 2008-2011, terlihat fakta bahwa sektor primer dan skunder terus mengalami penuruan peran tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar, sedangkan sektor tersier terus mengalami peningkatan perannya, hal ini jelas menggambarkan sedikit pergeseran struktur ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir Sektor tersier merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian Aceh Besar.

Secara sektoral, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Aceh Besar masih merupakan yang terbesar. Tahun 2008 peranannya tehadap pembentukan PDRB Aceh Besar sekitar 31,66 persen dan menurun menjadi 28,04 persen pada tahun 2011. Kontribusi terbesar di sektor pertanian adalah subsektor tanaman bahan makanan, utamanya padi yang menjadi bahan makanan pokok. Sektor pertambangan dan penggalian hanya terdiri atas subsektor penggalian dan penggaraman. Peranan sektor penggalian terhadap PDRB Aceh Besar polanya tampak berfluktuasi. Tahun 2008 peranannya 2,35 persen lalu turun hingga 2,24 persen pada tahun 2011.

PDRB sektor industri pengolahan hanya terdiri dari industri tanpa migas. Penurunan nilai tambah sektor industri pengolahan mengakibatkan terjadinya pergeseran struktur perekonomian. Tahun 2000-2003 sektor industri pengolahan adalah penyumbang PDRB Aceh Besar terbesar kedua. Kontribusinya terus menurun hingga hanya mencapai posisi tiga terbesar pada tahun 2004. Pada periode tersebut kontribusi pengolahan masih berada pada nilai diatas 10 persen yaitu 14,30 persen dan 13,86 persen. Nilai ini semakin menurun hingga pada tahun 2010 mencapai nilai terendah yaitu hanya sebesar 2,82 persen dan tahun 2011 hanya sedikit mengalami kenaikan yaitu 2,84 persen.

2-19

Tabel 2.14 Struktur Perekonomian Kabupaten Aceh Besar (Persen) Tahun 2008-2011 Kontribusi PDRB (%) No. Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 1 Pertanian 31,66 29,74 28,32 28,04 2 Pertambangan dan penggalian 2,35 2,36 2,29 2,24 3 Industri Pengolahan 3,03 2,94 2,82 2,84 4 Konstruksi 13,54 14,70 16,05 15,60 5 Energi (Listrik dan Air Bersih) 0,29 0,31 0,33 0,34 6 Perdagangan, hotel dan restoran 19,15 18,91 19,39 20,59 7 Pengangkutan dan telekomunikasi 11,95 12,49 12,62 12,39 8 Keuangan, real estate dan jasa 4,03 4,09 4,03 3,97 9 perusJasa-jasaahaan 14,02 14,24 14,14 14,00 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008 - 2011 Selain sektor yang telah disebutkan, sektor-sektor lainnya yang relatif cukup besar peranannya dalam pembentukan PDRB Aceh Besar tahun 2011 secara berturut-turut adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20,59 persen; sektor jasa-jasa sebesar 14,00 persen; sektor konstruksi sebesar 15,60 persen; dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 12,38 persen.

Selanjutnya sektor yang relatif kecil sumbangannya pada tahun 2011 adalah sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan yang memberikan kontribusi sebesar 3,97 persen; serta sektor listrik dan air bersih yang hanya memberikan sumbangan sebesar 0,34 persen. Secara keseluruhan, struktur perekonomian Aceh Besar selama periode tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 2.4 Gambar 2.4 Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2011

Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008 - 2011

2-20

B. Pertumbuhan Ekonomi

Pada Tahun 2008 perekonomian Aceh Besar mengalami ekspansi sebesar 5,86 persen. Sektor perdagangan mengalami peningkatan sangat besar hingga 14,62 persen dan sektor kontruksi mencapai pertumbuhan sebesar 18,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Aceh Besar pada tahun 2007 merupakan laju pertumbuhan tertinggi pada periode 2000- 2011. Selanjutnya pada tahun 2009 perekonomian Aceh Besar sedikit menurun, dengan ekspansi sebesar 5,77 persen. Pada tahun 2010, perekonomian Aceh Besar mengalami penurunan dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,65 persen. Adapun sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mengalami peningkatan dengan pertumbuhan mencapai dua digit yaitu 12,11 persen. Berturut-turut laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sebesar 14,62 persen pada tahun 2008; 7,25 persen pada tahun 2009; 12,11 persen pada tahun 2010; dan pada tahun 2011 mencapai 12,38 persen. Secara keseluruhan, laju pertumbuhan riil PDRB menurut lapangan usaha tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Tabel 1.12 dan Gambar 1.17 berikut ini.

Tabel 2.15 Laju Pertumbuhan Kabupaten Aceh Besar (Persen) Tahun 2008-2011

LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 2011 2.3.3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, & Perikanan 0,66 3,20 1,04 2,93 2. Pertambangan & Penggalian 4,56 0,95 1,27 1,77 3. Industri Pengolahan 7,45 4,43 2,28 3,97 4. Listrik & Air Bersih 4,84 6,79 9,48 4,22 5. Konstruksi 10,12 9,29 6,67 5,99 6. Perdagangan, Hotel, & Restoran 14,62 7,25 12,11 12,38 7. Pengangkutan & Komunikasi 1,72 2,57 3,68 1,98 8. Keuangan, Real Estate, & Jasa Perusahaan 5,90 5,82 6,61 3,70 9. Jasa-jasa 3,72 7,03 5,95 2,43 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 5,86 5,77 5,66 5,34 Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008- 2011

2-21

Gambar 2.5 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan ADHK Tahun 2000 Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008-2011

Sumber : PDRB Kabupaten Aceh Besar Tahun 2008- 2011

C. Sektor Perekonomian Kegiatan perekonomian di Kabupaten Aceh Besar berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam perkembangannya telah mengalami peningkatan. Sektor yang paling dominan adalah bidang pertanian, dibandingkan dengan sektor lainnya seperti perdagangan, jasa, industri dan pertambangan. Untuk lebih mengetahui potensi tentang perekonomian wilayah di Kabupaten Aceh Besar diuraikan sebagai berikut: a. Sektor Kehutanan • Adanya hasil hutan kayu dan non kayu (nipah, getah, minyak atsiri, biji/buah, kulit kayu, madu tawon/lebah) serta adanya pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI); • Hutan dapat dimanfaatkan sebagai eko wisata alam dan hutan wisata. b. Sektor Pertanian • Jenis tanaman pangan yang telah mengalami pertumbuhan cepat di Kabupaten Aceh Besar adalah ubi jalar, ubi kayu, jagung dan kacang kedelai, sedangkan komoditi padi mengalami pertumbuhan lebih cepat di tingkat kecamatan dibandingkan ditingkat kabupaten; • Komoditi hasil tanaman yang tumbuh dengan baik/cepat adalah kemiri, lada, aren, nilam dan tembakau;

2-22

• Hasil perkebunan karet, kopi, cengkeh dan pala tumbuh berkembang dengan cepat/ baik; • Tanaman sayuran yang tumbuh berkembang dengan baik adalah tomat, kacang panjang dan sawi; • Buah-buahan alpukat, rambutan, langsat, jeruk besar, jambu biji, nenas, nangka, salak, manggis, sirsak yang tumbuh dengan baik dan cepat; • Peternakan kambing dan domba yang mengalami pertumbuhan cepat ditingkat kabupaten, selain itu sapi, kerbau ayam dan itik yang mempunyai pertumbuhan lambat di kecamatan dibandingkan pertumbuhannya ditingkat kabupaten; • Perikanan tambak, perikanan laut dan budidaya laut mempunyai prospek yang baik. c. Sektor Pertambangan Potensi sektor pertambangan mempunyai prospek yang besar, walaupun produksinya belum cukup banyak. Pertambangan berupa galian mineral di Lhoong dan Leupung yang diinvestasikan oleh pihak asing membuktikan adanya potensi ekonomi wilayah yang besar di sektor pertambangan. d. Sektor Perindustrian • Berpotensi untuk pengembangan unit usaha industri formal dan non formal; • Terdapat industri menengah dan kecil, di antaranya: - industri menengah di Blang Ulam, Kecamatan Mesjid Raya; - industri kecil garam rakyat di Kecamatan Baitussalam dan Kecamatan Mesjid Raya; - industri kecil batu bata di Kecamatan Baitussalam dan Darussalam. e. Sektor Perdagangan dan jasa • Terdapat jumlah perusahaan 3.218 unit, terdiri dari perusahaan besar 80 unit, perusahaan menengah 699 unit dan perusahaan kecil 2.439 unit; • Mempunyai beberapa pasar yang berpotensi, yaitu pasar Lambaro di Kecamatan Ingin Jaya merupakan kawasan pasar induk, pasar Keutapang di Kecamatan Darul Imarah dan pasar Sibreh di Kecamatan Suka Makmur merupakan kawasan penunjang, Pasar Saree di Kecamatan Lembah Seulawah merupakan pasar wisata,

2-23

sedangkan pasar yang ada di kecamatan-kecamatan lain merupakan pasar tradisional.

2.4.2 Pendapatan per kapita dan proporsi penduduk miskin

2.4.2.1. PDRB Perkapita Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu PDRB Per kapita. PDRB Per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.Pada tahun 2014, PDRB per kapita Aceh Besar mencapai 25.916,8 juta Rupiah dengan pertumbuhan sebesar 4,11 persen dan pada tahun 2010 berturut-turut sebesar 3,70; 2,56 ; 3,91 ; dan 4,16 persen pada tahun 2010-2013.

Gambar 2.6 PDRB Per Kapita Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp), 2014

2-24

Tabel 2.16 PDRB Per Kapita Menurut Lapangan Usaha (Juta Rp), 2010─2014

Lapangan Usaha/Industry 2010 2011 2012 2013* 2014**

(1) (2) (3) (4) (5) (6) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/ Agriculture, 4.048,0 4.353,1 4.701,8 5.077,5 5.588,0 Forestry and Fishing B Pertambangan dan Penggalian/Mining and Quarrying 2.307,1 2.236,5 2.000,5 2.163,9 2.276,6 C Industri Pengolahan/Manufacturing 414,3 455,9 499,9 541,5 576,4 D Pengadaan Listrik dan Gas/Electricity and Gas 16,3 16,5 16,5 16,6 17,0

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang/Water supply, Sewerage, Waste Management 7,2 7,7 8,2 8,7 9,4 and Remediation Activities F Konstruksi/Construction 2.842,4 2.969,1 3.053,0 3.183,8 3.378,9 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor/Wholesale and Retail Trade; Repair of 3.406,8 3.592,7 3.812,8 4.073,4 4.357,3 Motor Vehicles and Motorcycles H Transportasi dan Pergudangan/Transportation and 2.494,2 2.580,5 2.932,9 3.350,8 3.446,9 Storage I Penyediaan Akomodasi dan Makan 263,3 276,5 293,9 316,4 336,1 Minum/Accommodation and Food Service Activities J Informasi dan Komunikasi/Information and 977,0 1.032,5 1.103,7 1.151,8 1.184,4 Communication K Jasa Keuangan dan Asuransi/Financial and Insurance 224,6 246,7 266,4 299,5 340,9 Activities L Real Estat/Real Estate Activities 1.017,3 1.066,2 1.121,7 1.184,0 1.252,6 M,N Jasa Perusahaan/Business Activities 69,3 71,7 74,7 77,7 81,3 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan 1.064,5 1.105,6 1.165,6 1.230,5 1.309,4 Sosial Wajib/Public Administration and Defence; Compulsory Social Security P Jasa Pendidikan/Education 303,0 306,2 311,9 326,6 346,2 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial/Human Health and 351,2 364,1 380,0 397,7 416,7 Social Work Activities R,S,T,U Jasa lainnya/Other Services Activities 233,4 241,8 250,7 261,4 276,2

Produk Domestik Regional Bruto/Gross Regional Domestic 20.704,8 21.621,7 22.475,8 24.331,7 25.916,8 Product

* Angka sementara/PreliminaryFigures ** Angka sangat sementara/Very Preliminary Figures

2-25

2.4.2.2. Kondisi Kemiskinan Multidimensi

Pengentasan kemiskinan di Kabupaten Aceh Besar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sumberdaya manusia, disamping pembangunan infrastruktur dan pertanian dalam arti luas. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Aceh Besar.

A. Tingkat Kemiskinan Kabupaten Aceh Besar yang terletak berbatasan langsung dengan Banda Aceh sebagai ibu kota Propinsi Aceh. Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang masih menduduki peringkat ke delapan terendah kemiskinan di Propinsi Aceh pada tahun 2014. Pada tahun 2010 tingkat kemiskinan 18,80 persen dan Pada tahun 2011 tingkat kemiskinan 18,36. Pada tahun 2012 penurunan angka kemiskinan menjadi 17,50 persen. Pada tahun 2013 angka kemiskinan menjadi 16,88 persen, dan Pada tahun 2014 penurunan angka kemiskinan menjadi 16,13 persen. Penurunan angka kemiskinan ini juga dibarengi dengan penurunan jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2010 dengan persentase kemiskinan 18,80 persen tetapi jumlah penduduk miskin 66.202 jiwa, tahun 2011 persentase kemiskinan 18,36 persen jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 66.300, pada tahun 2012 persentase kemiskinan 17,50 persen jumlah penduduk miskin menurun menjadi 64.600. dan pada tahun 2013 persentase penduduk miskin 16,88 persen jumlah penduduk miskin menurun menjadi 63.900 jiwa, Serta pada tahun 2014 persentase penduduk miskin 16,13 persen, Serta jumlah penduduk miskin menurun menjadi 62.370 jiwa.

2-26

Gambar 2.7 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan Kab. Aceh Besar Tahun 2010-2014

Tabel 2.17 Perkembangan Antar Waktu Tingkat Kemiskinan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2010-2014

Jumlah Penduduk Garis Kemiskinan Tahun % Pddk Miskin Miskin (jiwa) (Rp.)

2010 18,80 66200 324.096 2011 18,36 66300 351.800 2012 17,5 65000 352.111 2013 16,88 63900 352.451 2014 16,13 62.370 352.751 Sumber data : BPS Aceh Besar (2015)

Penurunan angka kemiskinan ini juga dibarengi dengan penurunan jumlah penduduk miskin dari 66.300 jiwa pada tahun 2011 menjadi 65.000 jiwa pada tahun 2012 dan 63.900 pada tahun 2013. Garis kemiskinan juga memperlihatkan kenaikan yaitu dari Rp. 351.800 pada tahun 2011 menjadi Rp. 352.111 pada tahun 2012 dan Rp.352.451 pada tahun 2013 yang menandakan adanya peningkatan melamban pada pendapatan

2-27

masyarakat miskin, serta 352.751 pada tahun 2014 yang menandakan juga adanya peningkatan melamban pada pendapatan masyarakat miskin. Gambar 2.8 Perkembangan Garis Kemiskinan (Rp) Kab. Aceh Besar, Tahun 2010-2014

B. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada tahun 2011 juga menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) adalah sebesar 3,66 sedangkan pada tahun 2012 menurun menjadi 2,63 dan tahun 2013 naik menjadi 2,89. Dan tahun 2014 turun menjadi 2,81. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan pendapatan/pengeluaran antar rumah tangga miskin ke garis kemiskinan dibandingkan tahun 2011. Begitu juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun dari 1,13 pada tahun 2011 menjadi 0,65 pada tahun 2012. dan naik menjadi 0,76 pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 naik menjadi 0,78. Hal ini menandakan terjadinya kesenjangan pengeluaran antar rumah tangga miskin meningkat pada tahun 2014 sebesar 0,11.

2-28

Gambar 2.9 Indeks Keparahan Kemiskinan P1 dan P2 Kab. Aceh Besar Tahun 2010-2014

Sumber : BPS 2015

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 adalah 2,81 persen berada dibawah Propinsi Aceh yaitu 3,14 persen tetapi masih diatas capaian nasional yaitu 1,75 persen. Hal ini menandakan bahwa kondisi kedalaman kemiskinan (P1) Kabupaten Aceh Besar. Gambar 2.10 Posisi Relatif Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (Indeks) Provinsi Aceh 2014

Sumber : BPS 2015

2-29

Gambar 2.11 Posisi Relatif Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (Indeks) Provinsi Aceh 2014

Sumber : BPS 2015 Kabupaten Aceh Besar mempunyai Indeks keparahan kemiskinan (P2) sebesar 0,78 pada tahun 2014 berada di bawah Provinsi Aceh sebesar 0,86 persen dan diatas nasional sebesar 0,44 persen.

2.4.3. Kondisi Lingkungan strategis

A. Topografi Kabupaten Aceh Besar memiliki klasifikasi kelerengan yang terbagi atas kelas kelerengan yaitu : < 2%, 2-8%, 9-15%, 16-25%, 26-40%, 41-60% dan >60%. Berdasarkan gambaran klasifikasi kelerengan tersebut, tampak didominasi oleh lahan berkelerengan >60% dengan luasan yang mencapai 118.520,71 Ha atau sebesar 40,82% dari total luas wilayah kabupaten. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 2.18

2-30

Tabel 2.18 Kondisi Kelerengan Kabupaten Aceh Besar

No Klasifikasi Kelerengan Luas (Ha) Persentase (%) 1 < 2% 30.103,15 10,37 2 2 – 8% 3.957,47 1,36 3 9 – 15% 13.362,51 4,60 4 16 – 25% 17.485,60 6,02 5 26 – 40% 4.205,84 1,45 6 41 – 60% 102.715,45 35,38 7 > 60% 118.520,71 40,82 Jumlah 290.350,79 100,00 Sumber: Hasil pengolahan citra SRTM

B. Geologi Indonesia terletak diantara pertemuan 4 lempeng bumi besar, yaitu: Lempeng Hindia dan Australia, Lempeng Eurasia, serta Lempeng Pacific. Lempeng Hindia dan Australia bergerak ke utara menumbuk Lempeng Eurasia dengan kecepatan 50 – 70 mm/ tahun. Lempeng Eurasia bergerak sangat lambat ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0,4 cm/tahun. Zona tumbukan dua lempeng ini adalah di sepanjang palung laut – Jawa – Bali – Lombok. Lempeng Pasific bergerak dengan kecepatan 120 mm/ tahun kearah barat-barat daya menabrak tepian utara dari Pulau Papua New Guinea – Irian Jaya, dan terus ke arah barat sampai ke daerah tepian timur Sulawesi. Pulau Sumatera merupakan bagian tepi barat daya-selatan dari lempeng benua Eurasia yang berinteraksi dengan lempeng Samudera Hindia-Australia. Gerakan lempeng tersebut telah menghasilkan bentuk-bentuk gabungan penunjaman (subduction) dan sesar mendatar dekstral. Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergesar sekitar 11 cm per tahun dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Berdasarkan struktur geologi Sumatera, daerah bagian barat mulai dari daerah sekitar Teluk Semangka (Lampung) sepanjang Pegunungan Bukit

2-31

Barisan ke arah Barat Laut dan Utara sampai ke Aceh, merupakan daerah labil atau rawan gempa dan di duga dapat menimbulkan gempa-gempa tektonik yang cukup membahayakan. Pada jalur tersebut dijumpai banyak patahan-patahan. Salah satu diantaranya yang dapat dilihat di kabupaten Aceh Besar adalah patahan turun (slenk) lembah Krueng Aceh, yang secara fisik (struktural), menandakan bahwa wilayah ini mungkin belum sepenuhnya stabil, sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi gempa. Struktur geologi ini berkelanjutan ke dasar laut dan di ujung yang lain terlihat sampai ke Kota Jantho. Penunjaman yang terjadi di bawah Pulau Sumatera juga mengakibatkan terbentuknya jalur busur magma yaitu Pegunungan Bukit Barisan. Penunjaman yang terbentuk secara berkala telah dilepaskan melalui sesar transform yang sejajar dengan tepian lempeng dan terpusat di sepanjang Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang Sumatera. Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) yang berarah Barat Laut-Tenggara, membentang mulai dari Pulau Weh di Aceh sampai Teluk Semangko di Lampung. Sistem Sesar Sumatera ini paling sedikit tersusun oleh 8 segmen sesar berarah orientasi Barat Laut-Tenggara dengan pergerakan yang menganan (dextral). Patahan Lokop - Kutacane, Patahan Blangkejeren - Mamas, Patahan Kla - Alas, Patahan Reunget - Blangkeujeren, Patahan Anu - Batee, Patahan Samalanga - Sipopoh, Patahan Banda Aceh - Anu, Patahan Lamteuba – Baro. Berdasarkan struktur geologi, bahan induk tanah di wilayah kabupaten Aceh Besar cukup bervariasi, mulai dari yang bersifat masam sampai basa. Bahan induk tersebut terdiri dari bahan endapan, batuan sedimen, batu kapur, batu vulkanis (gunung api), bahan metamorf (malihan) dan batuan beku dalam (intrusi). Menurut umurnya, batuan-batuan tersebut terbentuk pada zaman Pra-tersier, Tersier dan zaman Kuarter.

C. Profil Klimatologi Iklim merupakan salah satu faktor yang berperan penting untuk pertumbuhan tanaman. Sebagaimana halnya daerah-daerah lain di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Aceh Besar pada umumnya beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Januari – Juni.

2-32

Musim hujan, biasanya berkisar antara bulan Juli sampai Desember, dengan curah hujan rata – rata per tahun 1.200 – 1.500 mm. Tentang keadaan curah hujan di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.19 Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2010 – 2013 Curah Hujan (millimeter) Hari Hujan Bulan 2010 2011 2012 2013 2010 2011 2012 2013 Januari 149,4 152,5 91,7 283,3 12 15 9 16 Februari 112,9 82,3 78,4 136,1 9 14 11 15 Maret 105,4 223,5 99,5 89,7 16 17 10 8 April 219,5 142,3 78,6 106,2 16 13 9 12 Mei 53,5 58,8 98,4 131,1 8 11 15 13 Juni 190,1 19,8 41,0 167,2 17 5 5 13 Juli 89,1 55,6 28,0 83,8 19 8 9 9 Agustus 73,5 68,1 38,0 40,4 12 7 6 11 September 75,6 136,8 77,6 164,6 15 13 6 7 Oktober 116,5 41,8 177,2 56,6 9 16 15 11 November 461,0 164,4 199,1 149,8 25 12 12 16 Desember 334,0 123,4 150,2 214,8 18 20 18 20 Sumber : Aceh Besar Dalam Angka Tahun 2014

2.4.4. Potensi Rawan Bencana Alam A. Rawan Gempa bumi Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi dalam bentuk gelombang. Komponen merusak gempa bumi dapat berbentuk getaran dan amblesan. Tingkat daya rusak gempa bumi tergantung dari intensitas gempa bumi, lama kejadian, jarak pusat gempa, kondisi geologi setempat, serta kondisi bangunan setempat. Penyebab terjadinya gempa bumi merupakan proses tektonik akibat pergerakan lempeng bumi, aktivitas sesar dipermukaan bumi, pergerakan geomorfologi secara lokal (tanah longsor), aktivitas gunung api, dan ledakan nuklir.

Gempa Bumi adalah akibat dari lepasnya energi secara tiba-tiba dalam kerak bumi yang menimbulkan gelombang seismik. Gempa Bumi dicatat dengan seismograf. Intensitas atau getarannya diukur dengan skala MMI (Modified Mercalli Intensity).

2-33

Besarnya gelombang dari suatu Gempa Bumi secara konvensional dilaporkan yang paling sering dicatat menggunakan Skala Richter. Klasifikasi potensi gempa bumi menurut Mangnitudo (skala richter) di Kabupaten Aceh Besar sebagai berikut: • 0,3 – 0,4 : Kecamatan Leupung dan Kecamatan Lhoong. • 0,4 – 0,5 : Kecamatan Mesjid Raya, Kecamatan Seulimeum, dan Kecamatan Seulawah. • 0,5 – 0,6 : Seluruh kecamatan.

B. Tsunami Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu Tsu berarti pelabuhan, nami berarti gelombang. Kata tsunami menjadi bahasa dunia, setelah gempa besar 15 Juni 1896, menimbulkan gelombang besar yang melanda kota pelabuhan Sanriku (Jepang) serta menewaskan 22.000 orang Tsunami adalah gelombang laut yang disebabkan oleh gempa

2-34

bumi, tanah longsor atau letusan gunung berapi yang terjadi di laut. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam di lautan dalam dan dapat melanda daratan dengan ketinggian gelombang mencapai 30 m atau lebih. Masyarakat Aceh memiliki 2 kosakata asli untuk Tsunami. Masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Simeulue memiliki kosakata Smong untuk kejadian tsunami. Sedangkan masyarakat Aceh di daratan memberi nama tsunami sebagai Ie Beuna. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up) dapat mencapai sekitar 25-100 km/jam. Kejadian tsunami di Aceh pernah terjadi pada tahun 1797, 1891, 1907 dan 2004. Kejadian tsunami 26 Desember 2004 mengakibatkan 126.915 jiwa meninggal, 37.063 jiwa hilang, kira-kira 100.000 jiwa menderita luka berat dan luka ringan disertai 517.000 unit rumah hilang. Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang disebabkan oleh pergeseran badan air dalam volume yang amat besar, misalnya lautan. Istilah Tsunami berasal dari Bahasa Jepang yang bisa diartikan sebagai "ombak besar di pelabuhan”. Tsunami sering terjadi di Jepang; Karena besarnya volume air dan energi yang timbul, tsunami dapat menghancurkan wilayah pantai dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang sangat banyak di karenakan kecepatan gelombang air tersebut lebih cepat dari pada larinya manusia. Selain itu juga gempa bumi, letusan gunung api dan letusan di bawah air lainnya (detonasi senjata nuklir di laut), tanah longsor dan pergerakan besar lainnya, serta gangguan lainnya di atas atau di bawah air, semuanya mempunyai potensi menimbulkan tsunami. Kejadian tsunami di Aceh pernah terjadi tahun 1797, 1891,1907 dan 2004. Kejadian tsumani 26 Desember 2004 meliputi kawasan pesisir radius 5 km dari garis pantai dengan ketinggian di bawah 50 meter dari permukaan laut Gempa ini berkekuatan 9,3 skala Richter. Wilayah yang cukup luas rawan gelombang pasang adalah Kecamatan Peukan Bada, Baitussalam, Mesjid Raya, Lhoknga, Pulo Aceh, Lhoong dan Leupung.

2-35

C. Gunung Api Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Setiap gunung api memiliki karakteristik erupsi yang berbeda-beda dan berpotensi sebagai ancaman serta memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau material yang dihasilkannya. Apabila gunung api meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magma gunung api keluar sebagai lahar atau lava. Letusan gunung api dapat menghasilkan Gas vulkanik; Lava dan aliran pasir serta batu panas; Lahar; Tanah longsor; Gempa bumi; Abu letusan; dan Awan panas (piroklastik). Klasifikasi Gunung api di Indonesia : - Tipe A: gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. - Tipe B: gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara. - Tipe C: gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah. Ada 1 (satu) gunung api aktif tipe A di Aceh Besar, yakni Gunung Seulawah Agam di Aceh Besar. Struktur gunung api terdiri dari: struktur kawah yang merupakan bentuk morfologi negatif atau depresi akibat suatu kegiatan ; gunung api yaitu dimana bentuknya relatif bundar; kaldera yang bentuk morfologinya seperti kawah, tetapi garis tengahnya lebih dari 2 km; rekahan dan graben, merupakan retakan-retakan atau patahan pada tubuh gunung api yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan meter. Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok diantara rekahan disebut graben. depresivolkano - tektonik, pembentukannya ditandai dengan deretan pegunungan yang berasosiasi dengan pembentukan gunung api akibat ekspansi volume besar magma

2-36

asam ke permukaan, yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

Pada peristiwa Gunung Api, lava, tephra (abu, lapilli, bongkahan batu), dan berbagai gas, dikeluarkan dari rekahan Gunung Api. Beberapa Gunung Api dapat mengeluarkan hanya satu tipe karakteristik letusan selama satu periode aktivitas, sementara Gunung Api lainnya dapat menunjukkan serangkaian tipe letusan. Letusan Gunung Api timbul melalui tiga mekanisme utama: (1) Lepasnya gas dengan dekompresi yang menyebabkan letusan magma, (2) Kontraksi panas yang menyentuh air dan menyebabkan letusan phreatomagmatic dan (3) Penyemburan partikel selama letusan-letusan asap yang menyebabkan letusan phreatic. Klasifikasi lahar dan abu di Kabupaten Aceh Besar berada di kecamatan: • Hazard Zone 1: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. • Hazard Zone 2: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah. • Hazard Zone 3: Kecamatan Seulimun dan Kecamatan Lembah Seulawah.

D. Tanah Longsor / Gerakan Tanah Tanah Longsor adalah fenomena geologis yaitu pergerakan tanah, misalnya jatuhnya bebatuan, aliran reruntuhan, yang bisa terjadi di lepas pantai, pinggir pantai dan di daratan. Walaupun penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi, ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap stabilitas lereng. Secara khusus, faktor-faktor pre- conditional membangun kondisi sub-permukaan khusus yang menyebabkan areal/lereng tersebut menjadii rawan, sedangkan tanah longsor yang sebenarnya sering membutuhkan pemicu (misalnya hujan lebat atau gempa bumi) sebelum terjadi longsor. Gerakan Tanah dapat dipahami sebagai salah satu proses geodinamik, yang berupa proses perpindahan massa tanah atau batuan penyusun lereng, akibat terjadi gangguan kestabilan pada lereng tersebut. Kestabilan suatu lereng dapat dikontrol oleh berbagai faktor, yaitu morfologi (kemiringan dan bentuk lereng), batuan penyusun lereng, struktur geologi, kondisi hidrologi lereng dan jenis pemanfaatan lahan pada lereng Aceh terdiri dari wilayah-wilayah yang sebagian besar merupakan perbukitan atau pegunungan sehingga

2-37

banyak dijumpai lahan miring ataupun bergelombang. Lereng pada lahan yang miring ini berpotensi untuk mengalami gerakan massa tanah atau batuan. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (proses pembentukan tanah), akibatnya lereng akan tersusun oleh tumpukan tanah yang tebal. Lereng dengan tumpukan tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah. Klasifikasi gerakan tanah di Kabupaten Aceh Besar antara lain: • Rendah : semua kecamatan kecuali Kecamatan Peukan Bada. • Menengah: semua kecamatan kecuali Kecamatan Ingin Jaya dan Kecamatan Krueng Barona Jaya. • Tinggi : Kecamatan Kota Jantho, Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Leupung, Kecamatan Lhoong, Kecamatan Indrapuri, dan Kecamatan Kuta Cot Glie.

E. Rawan Banjir Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi Banjir bandang adalah banjir di daerah permukaan rendah yang terjadi akibat hujan yang turun terusmenerus dan muncul secara tiba-tiba. Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung dengan sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul di daerah-daerah dengan permukaan rendah dan mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah. Penyebab banjir adalah: 1. Banyaknya daerah resapan yang berubah fungsi menjadi bangunan; 2. Saluran air yang tidak berfungsi optimal; 3. Air laut ketika terjadi pasang; 4. Tanah kurang dapat menahan air; 5. Penggundulan hutan. Penanganan banjir secara teknis yaitu: 1. Penanganan daerah rawan banjir dengan menaikkan dasar bangunan dan menaikkan elevasi permukaan tanah;

2-38

2. Penanganan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yaitu : Mengurangi debit banjir, seperti dengan membangun waduk dan bendungan di daerah hulu dan sumur resapan; 3. Melayani debit banjir, seperti dengan melakukan normalisasi alur sungai, membangun tanggul dan dinding penahan banjir, saluran by pass (sudetan), dan sistem polder dan pompa.Mengendalikan erosi dan sedimen, seperti melakukan: terracing, penanaman pohon secara segaris, pembuatan saluran di lereng, pembangunan dam penahan (check dam), dinding penahan tebing (Streambank protection) dan pembangunan jetty di muara; 4. Persiapan menghadapi banjir, seperti melakukan pembuatan peta banjir, sistem peringatan dini untuk banjir dan siaga terhadap terjadinya banjir.

TDMRC melakukan kompilasi 4 data banjir yang dimiliki yaitu, data dari Land System Bakosurtanal, hasil permodelan banjir dengan SOBEK dari Sea Defence Consultant, data kejadian banjir dari Balai Wilayah Sungai Sumatera I dan hasil survey banjir yang dilakukan oleh TDMRC. Hasil kompilasi semua data menghasilkan satu peta area genangan banjir (dengan klasifikasi) untuk Aceh besar berada pada Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kecamatan Ingin Jaya, Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Kuta Baro, dan Kecamatan Darussalam. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 1.16.

F. Abrasi Abrasi merupakan jenis bencana yang disebabkan oleh arus atau gelombang yang mengganggu angkutan sedimen. Peristiwa abrasi dapat ditemui di tepi pantai dan di tepi sungai. Gelombang dan arus laut dapat menyebabkan terjadinya abrasi dan erosi di pantai. Di samping itu, sebab-sebab alami lain juga dapat menyebabkan abrasi pantai. Abrasi pantai dapat ditandai dengan mundurnya garis pantai atau hilangnya sejumlah daratan pantai. Proses abrasi pantai memakan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan bencana alam lainnya seperti banjir dan tanah longsor. Biasanya, butuh waktu bertahun- tahun sehingga bencana abrasi biasanya berdampak negatif terhadap pemukiman penduduk, fasilitas publik, pelabuhan, jalan dan jembatan, serta lahan perkebunan rakyat. Peristiwa abrasi telah menjadi masalah serius di hampir semua kabupaten/kota yang ada di

2-39

Aceh yang memiliki garis pantai. Dalam 10 tahun terakhir ini, di pantai Barat-Selatan Aceh telah terjadi abrasi pantai di Kabupaten Aceh Besar. Selain abrasi pantai, Aceh juga mencatat beberapa kejadian abrasi sungai. Abrasi sungai ditandai dengan runtuhnya tebing sungai akibat gerusan aliran sungai. Abrasi sungai yang pernah dilaporkan terjadi di Aceh Besar (Krueng Aceh).

G. Angin Puting Beliung Puting Beliung adalah angin kencang dan berbahaya yang bergerak melingkar hingga menyentuh permukaan bumi dan awan cumulonimbus atau, dalam sedikit kasus, awan cumulus. Puting Beliung datang dengan berbagai bentuk dan ukuran, tetapi secara tipikal berbentuk gumpalan corong yang ujungnya menyentuh permukaan bumi dan sering disertai dengan puing-puing dan debu. Klasifikasi angin puting beliung yang ada di Kecamatan Aceh Besar meliputi:

• Bahaya Rendah: Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Imarah, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Kuta Baro, dan Kecamatan Montasik. • Bahaya Menengah: Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Lhoknga, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Montasik dan Kecamatan Indrapuri. • Bahaya Tinggi: Kecamatan Darul Imarah, Kecamatan Kuta Baro, Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Montasik, Kecamatan Indra Puri, Kecamatan Peukan Bada, dan Kecamatan Lhoknga.

H. Kekeringan Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata- rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Badan Klimatologi Indrapuri, Aceh Besar memberi peringatan dini memasuki kemarau pada bulan Juni 2010, agar masyarakat mewaspadai terjadinya

2-40

kekeringan dan kebakaran hutan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, daerah-daerah yang intensitas hujannya rendah antara 0 – 75 mm dan penguapan tinggi antara 3 – 7 mm yaitu Aceh Besar.

Kekeringan merupakan kurun waktu yang panjang dalam rentang bulan atau tahun, di mana suatu daerah mengalami kekurangan air. Pada umumnya, hal ini terjadi ketika daerah tersebut secara terus-menerus mengalami hujan di bawah rata-rata. Hal ini bisa mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem dan pertanian dari daerah yang terkena bencana kekeringan. Kekeringan bisa berlangsung selama beberapa tahun atau walaupun pendek, bencana kekeringan yang hebat bisa menyebabkan kerusakan yang signifikan dan merugikan ekonomi lokal. Fenomena global ini mempunyai dampak yang luas terhadap pertanian. Klasifikasi kekeringan yang ada di Kabupaten Aceh Besar, meliputi: • Rendah: Kecamatan Pulo Aceh, Kecamatan Pekan Bada, Kecamatan Darussalam, Kecamatan Baitussalam, Kecamatan Krueng Barona Jaya. • Menengah: Semua kecamatan.

2.4.5 Isu Strategis Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

2.4.5.1 Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Tabel 2.20 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Aceh Besar

No. Isu Strategis Keterangan

1 a. mengendalikan perkembangan kawasan Arahan RTRW Kab. Aceh Besar cepat tumbuh Strategi untuk kebijakan pengendalian perkembangan kawasan dengan b. mengendalikan kegiatan budidaya secara memperhatikan daya dukung, daya ketat di kawasan lindung; tampung, dan kebencanaan. c. membatasi perkembangan permukiman sesuai daya dukung dan daya tampung; mengembangkan kegiatan budidaya terbatas kawasan rawan bencana;

d. mengembangkan sistem mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana. 2 Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan Arahan RTRW Kab. Aceh Besar prasarana publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak resiko bencana

2-41

2.4.5.2 Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan A. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

1) UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian,termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga di amanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah di persiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus di selenggarakan secara tertib hukum dan di wujudkan sesuai dengan fungsinya, serta di penuhinya persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administrative yang harus di penuhi adalah: a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. Status ke pemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan ke andalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang di tetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung,

2-42

arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan ke andalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga di perlukan peranmasyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 di jelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No.28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini di tekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah di tetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, di jelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan di lestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian di tetapkan melalui peraturan wali kota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Permen PU No:14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang

2-43

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut di lampirkan indicator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No. 8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 di sebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara; b. Pembinaan teknik, pengawasanteknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana ke presidenan; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

2-44

Lingkup tugas dan fungsi tersebut di laksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah Negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti di tunjukkan pada Gambar 2.12

Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012 Gambar 2.12 Lingkup Tugas PBL Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi: a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); • Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan; • Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

• Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

2-45

• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; ▪ Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihanteknis. c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan

• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paket dan Replikasi.

B. Isu Strategis Isu Strategis Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sector PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yan g mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersediany apedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait di antaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap ai rminum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang di sebabkan bertambahnya karbon dioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energy yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut diseluruh dunia hingga

2-46

mencapai 10-25cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan- kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak social lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah di selenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahandan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang di laksanakan di lstambul, Turki, pada 3-14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter fo rAll" dan "Sustainable Human Settlement Development inan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat. Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat di rumuskan adalah sebagai berikut: 1) Penataan Lingkungan Permukiman a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL; b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan; c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka public dan ruang terbuka hijau (RTH) diperkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisiona ldan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi local. e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal; f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara a. Tertib pembangunan dan ke andalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan

2-47

gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin- cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, scenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputia) Revitalisasib) RTH,c) Bangunan Tradisional/bersejarah dand) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Tabel 2.21 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Besar Isu Strategis sektor No. Kegiatan Sektor PBL PBL di Kab. Aceh Besar (1) (2) (3) 1. Peraturan Penataan Bangunan 1. masih kurangnya peraturan yang terkait dengan penataan bangunan (RTBL, RDTR, Masterplan) 2. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bangunan gedung 2. penataan lingkungan permukiman tradisional 3. Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang belum tertata

4. Penyelenggaraan Penataan Bangunan 3. Pencapaian SPM yang masih rendah di sektor 5. Penyelenggaraan Penataan Bangunan Ruang Kawasan Khusus.

2-48

2.4.5.3 Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

A. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi system fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain: i) Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. ii) Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan. iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

2-49

iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No.16 Tahun 2005. Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup: • Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum; • Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; • Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum; • Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

2-50

Tabel 2.22 Pelayanan PDAM Tirta Mountala

Kantor Cabang Kota Jantho Kantor Cabang Darul Imarah Kantor Cabang Siron Deskripsi TOTAL Jantho Unit Selimeum Peukan Bada Darul Imarah Ingin Jaya Montasik Peukan Bada Darul Imarah Ingin Jaya Darul Imarah Montasik Lhok Nga Darul Kamal Krueng Barona Jaya Suka Makmur 1. Daerah Pelayanan Kota Jantho Selimeum Darussalam Baitussalam 2. Unit Produksi Sungai. Krg. Mountala Sungai Krg. Buga mt Air Gleetaron mt. Air Mata Ie Sungai Krg. Aceh Sungai Luthu Kap. 400-1000 l/dt Kap. 300-500 l/dt Kap. 5-40 l/dt Kap. 100-250 l/dt Kap. 1500 l/dt Kap. 5- 50 l/dt Min.2310 l/dtk a. Sumber Air Baku Max.3340 l/dtk Intake Kr. Mountala IPA Selimeum Broncapt. Gleitaron IPA Mata Ie IPA I Siron Intake Luthu § Kap. Kap. Terpasang 60 § Kap. Terpasang: 40 l/dt § Kap. Terpasang: 10 l/dt Kap. Terpasang 20 l/dt Kap. Terpasang 40 l/dt Terpasang: 10 l/dt l/dt § Kap. Produksi : § Kap. Produksi : 40 l/dt § Kap. Produksi : 10 l/dt Kap. Produksi 10 l/det Kap.Produksi 40 l/dt IPA II Siron 10 l/dt Kap. Terpasang 20 l/dt b. Instalasi Pengolahan Air IPA BRR Kap. 40 l/dt Kap. Produksi 100 l/dt Intake dibangun : Intake &IPA Siron Intake & IPA dibangun Tahun 2008. Intake & IPA dibangun Tahun 2004 Intake dibangun : 1912 2006 dibangun : IPA dibangun thn Siron I : 2000 2000 Intake dibangun : 2004 Siron II : 2004 BRR : 2009 Kap. Mata Ie: 1000 Kapasitas 576 m3 Kapasitas 300 m3 Kapasitas 750 m3 Kapasitas 500 m3 m3 tidak dipakai karena Dibangun : 2008 Dibangun : 2004 Dibangun : thn 2000 Kapasitas 750 m3 elevasi lebih tinggi c. Reservoir Dibangun : 2004 Siron I : 2000 Siron II : 2004 BRR : 2009 3. Cakupan Pelayanan

a. Jumlah Pelanggan 2.7 400 8200 4550 250 16100

b. Tingkat Pelayanan 90% 15% 40% 45% 5% 40% 4. Kehilangan Air * 17% 17% 17% 17% 17% 17%

2-51

Sumber : PDAM Tirta Mountala, 2015

2-52

2.4.5.4. Isu Strategis A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, RP2KP,SSK dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota. Tujuan dari bagian ini adalah: o Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten/Kota; o Tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait. Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia antara lain:

1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007) tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum memenuhi standar teknis yang di tetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah dengan system terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam KSNP Air Limbah). 2. Peran Masyarakat Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum di berdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis masyarakat. 3. Peraturan perundang-undangan Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang di butuhkan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM pelayanan air limbah.

2-52

4. Kelembagaan Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah. 5. Pendanaan Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah. Kabupaten telah merumuskan isu strategis yang ada di daerah. Isu strategis dalam pengembangan air limbah menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur air limbah dan akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) yang lebih berpihak ke pada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional. Skenario pencapaian sasaran pembangunan sanitasi per tahun untuk masing- masing sub-sektor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.23 Skenario Pencapaian Sasaran Pembangunan Sanitasi Tahun Komponen n-5 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Air Limbah Domestik 67,8 75% 80% 85% 90% 100% Persampahan 30 35% 50% 75% 90% 100% Drainase 75% 80% 85% 90% 100%

Profil Sanitasi Saat Ini Sistem sanitasi yang ada saat ini untuk subsektor air limbah adalah sistem on-site dan sistem komunal yang berskala kawasan. Untuk sektor sub bidang persampahan, sampah diangkut dengan sistem yang belum melayani sampai kerumah tangga. Selama ini pengangkutan sampah masih hanya dilakukan pada jalan-jalan utama yang bisa dilalui oleh kendaraan truk pengangkut sampah. Sedangkan sistem di subsektor drainase, selama ini

2-53

masih berdasarkan kebutuhan masyarakat untuk drainase lingkungan. Sedangkan sistem drainase yang memakai saluran induk, kolam retensi dan sejenisnya belum ada di Kabupaten Aceh Besar.

Air Limbah Domestik (1) Sistem dan Infrastruktur Infrastruktur yang sudah tersedia untuk pengolahan air limbah di Kabupaten Aceh Besar adalah IPLT dibangun pada tahun 2014 dan juga tersedia 2 (dua) truk penyedot tinja yang selama beroperasional dalam melayani masyarakat. IPLT yang tersedia saat ini terletak di Kecamatan Kota Jantho dan masih belum berfungsi secara optimal. Dari sisi penyediaan MCK++ diKabupaten Aceh Besar telah tersedia sebanyak 35 Unit dengan melayani 746 KK, sedangkan IPAL belum ada.

Sistem air limbah black water yang dihasilkan rumah tangga dengan user interface dari WC baik WC jongkok dan WC duduk masuk ke tangki septik dan cubluk/plengsengan. Dikarenakan belum ada pengolahan maka daur ulang pembuangan akhir langsung ke badan air. Sedangkan tangki septik yang aman disedot dengan menggunakan truk tinja yang dibuang ke IPLT dan diolah kemudian air olahan air limbah tersebut dibuang ke badan air. Tabel berikut juga menggambarkan kondisi dan ketersediaan infrastruktur terkait air limbah :

2-54

Tabel 2.24 Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten Aceh Besar

Sanitasi tidak layak Sanitasi Layak Skala Sistem Onsite Sistem Berbasis Komunal Kawasan/Terpusat No. Nama Kecamatan Tangki BABS Cubluk Cubluk aman/Jamban MCK IPAL Sambungan MCK/Jamban Septik Jamban tidak Keluarga dengan tangki Komunal Komunal Rumah yang Bersama (KK) Komunal aman (KK) septik aman (KK) (KK) (KK) berfungsi (KK) >10 KK (KK) 1. Wilayah Perkotaan 7.652 6.838 18.569 - 118 - - - Kecamatan Baitussalam 578 336 3.565 - - - - - Kecamatan Blang Bintang ------Kecamatan Darul Imarah 2.850 3.221 6.686 - 30 - - - Kecamatan Darul Kamal ------Kecamatan Darussalam 586 820 1.643 - 23 - - - Kecamatan Indrapuri ------Kecamatan Ingin Jaya 772 466 1.328 - - - - - Kecamatan Kota Jantho 401 492 213 - - - - - Kecamatan Krueng Barona Jaya 730 589 2.328 - 20 - - - Kecamatan Kuta Baro 34 174 146 - 25 - - - Kecamatan Kuta Cot Glie ------Kecamatan Kuta Malaka ------Kecamatan Lembah Seulawah ------Kecamatan Leupung - - - - 20 - - - Kecamatan Lhoknga 55 9 284 - - - - - Kecamatan Lhoong 97 21 191 - - - - - Kecamatan Mesjid Raya 395 13 187 - - - - - Kecamatan Montasik ------Kecamatan Peukan Bada 885 309 1.687 - - - - - Kecamatan Seulimeum 249 355 205 - - - - - Kecamatan Simpang Tiga ------Kecamatan Suka Makmur 20 33 106 - - - - - Kecamatan Pulo Aceh ------

2. Wilayah Pedesaan 24.216 16.292 34.923 - 648 - - - Kecamatan Baitussalam 307 181 1.905 - - - - - Kecamatan Blang Bintang 803 229 1.825 - 52 - - - Kecamatan Darul Imarah 734 828 1.675 - 55 - - - Kecamatan Darul Kamal 909 361 821 - - - - - Kecamatan Darussalam 582 818 1.657 - - - - - Kecamatan Indrapuri 2.685 1.538 1.663 - 45 - - - Kecamatan Ingin Jaya 1.541 930 2.592 - 65 - - - Kecamatan Kota Jantho 538 659 285 - - - - Kecamatan Krueng Barona Jaya 121 97 390 - - - - Kecamatan Kuta Baro 563 2.894 2.831 - 24 - - - Kecamatan Kuta Cot Glie 2.844 364 219 - 45 - - - Kecamatan Kuta Malaka 1.071 115 465 - 20 - - - Kecamatan Lembah Seulawah 1.333 285 1.663 - 20 - - - Kecamatan Leupung 31 192 776 - - - - Kecamatan Lhoknga 519 275 3.538 - 20 - - - Kecamatan Lhoong 866 194 1.683 - 20 - - - Kecamatan Mesjid Raya 3.634 130 1.677 - 40 - - - Kecamatan Montasik 1.012 2.120 2.067 - 60 - - - Kecamatan Peukan Bada 828 292 1.560 - 20 - - - Kecamatan Seulimeum 1.701 2.435 1.301 - 102 - - - Kecamatan Simpang Tiga 828 256 744 - 20 - - - Kecamatan Suka Makmur 502 841 2.629 - 40 - - - Kecamatan Pulo Aceh 264 258 957 - - - - - Sumber data : Hasil Analisis (2015)

2-55