Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau s GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2017-2037 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – 2037; Mengingat : 1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (6); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 3. Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor Republik Indonesia 3260); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor .167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kehutanan menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4237); 9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 10.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republlik Indonesia Nomor 4722); 11.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 12.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 13.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); 14.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 15.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 16.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 17.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052); 18.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 19.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168); 20.Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); 21.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2011 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4758); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5325); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230); 33. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 34. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393); 35. Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam Bintan Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 127); 36. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 31); 37. Peraturan Presiden Nomor 122 tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 267); 38. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3); 39. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Program Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4); 40. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Permukiman, dan Perumahan Rakyat No. 37/PRT/M/2015 tentang Izin Penggunaan dan/atau Sumber Air; 41. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Permukiman, dan Perumahan Rakyat No. 04/PRT/M/2016 tentang Kriteria Penetapan Wilayah Sungai; 42. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 2 Tahun 2009 Tentang
Recommended publications
  • Konsep Jejaring Destinasi Pariwisata Metropolitan Kepulauan Di Batam, Bintan, Dan Karimun
    KONSEP JEJARING DESTINASI PARIWISATA METROPOLITAN KEPULAUAN DI BATAM, BINTAN, DAN KARIMUN Nurul Nadjmi, Wiendu Nuryanti, Budi Prayitno, Nindyo Soewarno Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Kampus UGM , Yogyakarta 55281 e-mail: [email protected] Kondisi makro perairan Indonesia yang merupakan Negara kepulauan (Archipelagic State) yang terbesar di dunia. Dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 buah, serta garis pantai terpanjang kedua yaitu sepanjang 81.000 km. Berdasarkan paradigma perancangan, tata ruang berbasis kepulauan "archipelascape", maka model arsitektur penataan ruang publik tepian air diarahkan pada pemograman spasial dan kegiatan yang mendukung sistem jejaring lintas pulau (trans-island network) serta dalam keterkaitan hulu hilir perkotaan setempat (urban ecoscape linkages). Sehingga apapun kegiatan yang melingkupi serta yang akan dikembangkan dalam ruang publik tepian air perkotaan harus ditempatkan pada posisi dan sistem tersebut secara tepat. Kawasan ini memiliki potensi wisata terutama wisata metropolitan kepulauan. Gugusan kepulauan dalam hal ini Pulau Batam, Pulau Bintan dan Pulau Karimun (BBK) memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk dijadikan kawasan destinasi pariwisata, diantaranya wisata alam atau bahari, wisata religi, wisata belanja, wisata agro, wisata MICE, wisata kuliner, wisata olahraga,dan wisata sejarah. Penelitian ini difokuskan pada konsep jejaring yang tepat dalam pengembangan destinasi pariwisata metropolitan kepulauan dalam hal ini Batam, Bintan dan Karimun. Sebagai lokasi amatan adalah Kawasan BBK sebagai kawasan destinasi pariwisata metropolitan kepulauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep jejaring yang tepat dalam pengembangan destinasi pariwisata metropolitan kepulauan dalam hal ini Batam, Bintan dan Karimun sehingga bisa menjadi pariwisata metropolitan kepulauan yang dapat di jadikan percontohan dalam pengembangan daerah kepulauan di Indonesia.
    [Show full text]
  • Perkembangan Pendidikan Di Kabupaten Natuna Pasca Pemekaran (2006-2013)
    1 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN NATUNA PASCA PEMEKARAN (2006-2013) Musdar Halifah *, Tugiman **, Marwoto Saiman E-mail : [email protected] Telp/No. HP: 085272621116 Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Abstrak : Natuna district education office has the arduous task in advancing education in the District Natuna after the split, after the division of the education department autonomously take care of the quality of education and the development of education in its own country, because after the expansion of education in the Natuna has not reached the desired target by the community and local government. Achievement of the National Examination in the 2010-2011 school year. Department of Education District Natuna need accurate measures and hard work. By carrying out the qualifications of teachers in the District Natuna and will provide tutoring outside of school to students. The purpose of the study was to (1) determine the expansion history of the area in Riau Islands District Natuna Regency, especially in the years 2006-2013. (2) determine the development of education in post-Proliferation Natuna Regency 2006-2013. (3) determine the barriers faced by the District Education Office Natuna 2006-2013. This type of research is descriptive qualitative approach that aims to provide a systematic overview of the state of the ongoing research on the object. Where research is Natuna. When the study is planned for 4 months. Data collection techniques in this study included three observation
    [Show full text]
  • Introduction MYANMAR MAP 1.1 INDONESIA and RIAU ISLANDS PROVINCE
    Introduction MYANMAR MAP 1.1 INDONESIA AND RIAU ISLANDS PROVINCE THAILAND National Border LAOS Province Border Ja Administrative Capital South China Sea CAMBODIA PHILIPPINES Philippine Sea VIETNAM MICRONESIA PALAU ACEH BRUNEI MALAYSIA NORTH NORTH KALIMANTAN GORONTALO SULAWESI NORTH SUMATRA SINGAPORE MALAYSIA RIAU ISLANDS Pacific RIAU EAST PROVINCE KALIMANTAN Ocean WEST KALIMANTAN New National Capital CENTRAL Kutai / Penajam SULAWESI NORTH WEST MALUKU SUMATRA CENTRAL WEST JAMBI BANGKA KALIMANTAN PAPUA BELITUNG WEST SULAWESI SOUTH SOUTH MALUKU SUMATRA KALIMANTAN SOUTHEAST SULAWESI PAPUA BENGKULU INDONESIA SOUTH SULAWESI LAMPUNG JAKARTA Jakarta WEST JAVA BANTEN CENTRAL JAVA EAST JAVA BALI YOG- YAKARTA EAST EAST NUSA WEST NUSA TIMOR TENGGARA TENGGARA AUSTRALIA AUSTRALIA Timor Sea Indian Ocean AUSTRALIA 0 100 200km 1 SITUATING THE RIAU ISLANDS Francis E. Hutchinson and Siwage Dharma Negara INTRODUCTION To Singapore’s immediate south, the Province of the Riau Islands has a population of 2.2 million, and a land area of 8,200 square kilometres scattered across some 2,000 islands in 240,000 square kilometres of water. The better-known island groups include: Batam, the province’s economic motor; Bintan, its cultural heartland and the site of the provincial capital, Tanjungpinang; and Karimun, a fishing and shipping hub near the Straits of Malacca. These island groups are more outwardly oriented and multiethnic, but the province also includes another three other island groups, namely Natuna, Anambas and Lingga, which are more isolated, rural, and homogeneous. Within Indonesia, the Province of the Riau Islands1 (PRI) is relatively small in demographic terms, and very remote from the centre of power. Logistics connections between PRI and major population centres in Java and Sumatra are underdeveloped and overpriced, effectively barring significant commercial and cultural exchange between the “centre” of the country and this far-off province.
    [Show full text]
  • Bangka Tin, and the Collapse of the State Power
    GSTF Journal of Law and Social Sciences (JLSS) DOI 10.7603/s40741-016-0001-9 DOI: 10.5176/2251-2853_5.1.190 PrintI SSN: 2251-2853,E-periodical: 2251-2861 ; Volume 5, Issue 1; 2016 pp 1-7 © The Author(s) 2016. This article is published with open access by the GSTF. BANGKA TIN, AND THE COLLAPSE OF THE STATE POWER Ibrahim Department of Political Science Faculty of Politics and Social Sciences, University of Bangka Belitung Republic of Indonesia [email protected] Abstract - Bangka Belitung Islands is a region with the most Bangka Island has been indeed the biggest tin producer victorious tin route in the world. This tin wealth spans from in South East Asia and now it even becomes the only area Singkep to Belitung islands. Since Malaysia and Thailand producing tin in this region since Malaysia and Thailand closed their production and followed by Singkep on the late closed their production in 1990’s (Sujitno, 2007:5-7; of 90’s, Bangka Belitung islands have become the only Erman, 2010:3). region producing tin in Indonesia and South East Asia. Interestingly, since reformation rolling, tin that initially under full control of government has turned to be free Tin has been such a problematic matter, not only because commodity without clear management. Tin has entered the of its high price as an un-replaceable industrial whirlpool playing in all arenas, i.e. politics, law, ecology, component, but tin in Bangka Island also dealt with such social, up to the very complicated economy domain. How complicated management with very long management can the state loss its control over this nonrenewable journey.
    [Show full text]
  • Studi Geologi Awal Untuk Calon Tapak PLTN Di Pulau Singkep Dan Lingga, Kepulauan Riau
    Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol. 21, No. 1, (2019) 35-44 Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Laman Jurnal: jurnal.batan.go.id/index.php/jpen Studi Geologi Awal untuk Calon Tapak PLTN di Pulau Singkep dan Lingga, Kepulauan Riau Frederikus Dian Indrastomo*1, Heri Syaeful1, Kurnia Anzhar2, June Mellawati3 1Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir, BATAN, Jalan Lebak Bulus raya No. 9 Ps. Jumat, Jakarta, Indonesia 2Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir, BATAN, Jalan Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta, Indonesia. 3Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, BATAN, Jalan Lebak Bulus raya No.49 Ps. Jumat, Jakarta, Indonesia INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK Riwayat Artikel: STUDI GEOLOGI AWAL UNTUK CALON TAPAK PLTN DI PULAU SINGKEP DAN LINGGA, Diterima: KEPULAUAN RIAU. Pulau Singkep dan Lingga adalah bagian dari Kepulauan Riau, seperti Pulau 27 Juni 2019 Batam, Bintan, Karimun, terletak pada daerah strategis yang dapat menjadi lokasi Diterima dalam bentuk revisi: dikembangkannya perdagangan dan perindustrian. Guna memenuhi kebutuhan teknologi dan 01 Juli 2019 listriknya, PLTN merupakan salah satu alternatif pilihan. Berdasarkan hal ini telah dilakukan studi Disetujui: geologi awal guna mengetahui keberadaan daerah interes untuk lokasi PLTN di Kepulauan Riau. 15 Juli 2019 Tujuan penelitian untuk mengetahui kelayakan Pulau Singkep dan Lingga dari aspek geologi sebagai daerah interes untuk ditindaklanjuti sebagai calon tapak PLTN. Metodologi penelitian meliputi studi geologi regional melalui pengumpulan data sekunder, dan survei lapangan untuk verifikasi data sekunder. Verifikasi data lapangan meliputi pengamatan batuan untuk menentukan jenis dan karakteristiknya, pengukuran struktur geologi untuk mengetahui potensi sesar dan Kata kunci: gempa, pendataan sumber air panas untuk mengetahui aktivitas magmatisme. Pengamatan Lingga dilakukan di wilayah pesisir Pulau Singkep dan Lingga.
    [Show full text]
  • Annu Al Report 2019
    ANNUAL REPORT 2019 ANNUAL 1 ANNUAL REPORT 2019 Building on the initiatives of previous years, Telkomsel continued to expand and to enrich its digital business to shape the future through internal collaboration, synergies, and partnerships within the digital ecosystem at large. Telkomsel continued to expand and to enrich its digital business At the same time, Telkomsel strove to improve customer experience and satisfaction as key drivers of long-term success. (in billion rupiah) (in million) DIGITAL BUSINESS DATA USERS REVENUE 58,237 110.3 23.1% 3.5% DATA 50,550 LTE USERS 88.3 22.3% (in million) 61.3% DIGITAL SERVICES 7,687 29.0% 2019 63.9% DIGITAL 2018 BUSINESS 53.0% CONTRIBUTION 2 PT TELEKOMUNIKASI SELULAR IMPROVED MOMENTUM Telkomsel has successfully delivered growth and revenue from data supported by solid digital products and services offerings, as shown by TOTAL BTS improved momentum in 2019. 212,235 (in gigabyte) 12.2% CONSUMPTION/ 2019 DATA USER 3G/4G BTS 54.7% 5.2 161,938 16.7% 2018 3.4 (in terabyte) PAYLOAD 6,715,227 53.6% 3 ANNUAL REPORT 2019 Highlights of the Year 6 Key Performance Company 8 Financial Highlights at a Glance 9 Operational Highlights 10 2019 Event Highlights 52 Telkomsel in Brief 18 Awards & Accolades 53 Share Ownership History 23 ISO Certification 54 Organization Structure 54 Key Products & Services 56 Milestones Business Review Remarks from 60 Vision and Mission the Management 61 Corporate Strategy in Brief 62 Transformation Program 65 Marketing 26 Remarks from the President Commissioner 72 Digital Services 30
    [Show full text]
  • INDO 20 0 1107105566 1 57.Pdf (5.476Mb)
    J f < r Pahang Channel ....... ,Ci' p p ' rw \ * 0 xv# t‘ p'r; Ua/ S' f - \jg , f t ’ 1 1 « « * 1 * « f 1 * *, M m v t 1 * * * a g % * * *«ii f»i i 1 1 1 n > fc 1 1 ? ' Old Channel Western Channel Eastern Channel Old Channel Map 1 LANDFALL ON THE PALEMBANG COAST IN MEDIEVAL TIMES O. W. Wolters The Palembang Coast during the Fourteenth and Fifteenth Centuries I had always supposed that the metropolitan centers of Srivijaya, though probably dispersed according to their royal, social, commercial, or food-supplying functions, were in the neighborhood o f modern Palem­ bang city. I was among those influenced by the presence there of seventh century inscriptions, and I also assumed that the area where Bukit Seguntang stood had long ago possessed relig iou s prestige among Malays and contributed to the fame of the Palembang area. I did not believe that the capital of Srivijaya had always been in the Palembang area. Palembang enjoyed this status from the seventh century until the second half of the eleventh, when the Malay overlord*s center was moved to the Jambi area where it remained until turbulent events in the second half of the fourteenth century set in train the foundation of the Malay maritime empire of Malacca by a Palembang prince. After the shift in political hegemony from Palembang to Jambi, perhaps only officials in the Chinese court anachronistically continued to use the expression "San-fo-ch*iM ("Srivijaya") to identify the prominent polit­ ica l center on the southeastern coast of Sumatra.
    [Show full text]
  • Contesting Boundaries in the Riau Archipelago
    CAROLE FAUCHER Contesting boundaries in the Riau Archipelago The fall of the New Order and the implementation of the regional autonomy laws have provided fresh opportunities for the local elite to promote and consolidate their own sphere of influence. As has already been the case in a number of provinces and districts, instances of conflict have spread, often in the context of power struggles and highly complex social and political restructurings (H. Schulte Nordholt 2002). In many cases, these conflicts are popularly articulated through the language of ethnic and religious identity politics. Similarly, ethnic and religious sensitivities which were consciously repressed during the period of the New Order, are now exposed. The Riau Archipelago (or Kepri from Kepulauan Riau) had been so far largely spared from acute tensions and mounting violence. However, among the urban middle class and between generations ideological polarization has taken place. The different attempts to conceptualize ‘Masyarakat Kepri’ – the society of Kepulauan Riau – by politicians and public intellectuals seems to demonstrate how an increasing emphasis on regional identity has gradually superseded a more general concern with the nation. The discussion about the character of the newly formed province of Kepri has oscillated over the past years between the aristocrats’ ideal of reverting to the era of the sultanate, and an image of an industrial oriented pluralistic society, advocated by business people, which is strong and autonomous enough to compete economically with Singapore and Malaysia. The proximity to Malaysia and Singapore has created an interesting para- dox. On one hand, Singapore and Malaysia have been a source of identity for the Malays in the Riau Archipelago as important economic and cultural power bases.
    [Show full text]
  • Geo-Resources
    Geo-Resources SEJARAH PENIMBUNAN CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP WAKTU GENERASI HIDROKARBON BURIAL HISTORY OF THE SOUTH SUMATERA BASINS AND ITS IMPLICATION TO THE TIME OF THE HYDROCARBON GENERATION Oleh: Hermes Panggabean*) dan Lauti Dwita Santy*) *)Pusat Survei Geologi, Badan Geologi Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122 [email protected] Abstrak Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi empat subcekungan yaitu Subcekungan Jambi, Palembang Tengah, Palembang Utara, dan Palembang Selatan. Batuan sedimen klastika dan karbonat telah mengisi Cekungan Sumatera Selatan sejak Eosen hingga Kuarter dengan ketebalan seluruh satuan batuan di setiap subcekungan berkisar 2100 m hingga 3500 m. Keempat subcekungan ini telah mengalami sejarah penimbunan yang hampir tidak seragam, yaitu mencapai maksimum kedalaman mulai dari 2900 m hingga 5200 m. Dari capaian maksimal penimbunan kedalaman lebih dari 2000 m, beberapa singkapan batuan Formasi Talangakar terbukti telah mengalami kompaksi dan perubahan mineral maupun matriks akibat telah mengalami diagenesis. Generasi hidrokarbon yang paling dangkal pada Formasi Lahat adalah di kedalaman 1560 m di Subcekungan Palembang Tengah, sedangkan yang paling dalam pada Formasi Talangakar adalah di kedalaman 2700 m di Subcekungan Jambi dan 2800 m di Subcekungan Palembang Selatan. Waktu generasi hidrokarbon berlangsung mulai antara 20.6 jtl (Miosen Awal) dan 3.87 jtl (Pliosen Akhir). Dengan mempelajari secara detil karakteristik semua batuan sedimen yang mengisi masing-masing subcekungan, maka waktu generasi hidrokarbon yang lebih tepat dapat diketahui. Katakunci : Cekungan Sumatera Selatan, sejarah penimbunan, generasi hidrokarbon, Formasi Lahat, dan Formasi Talangakar Abstract South Sumatra Basin is divided into four subbasins, that are Jambi Subbasin, Central Palembang Subbasin, North Palembang Subbasin, and South Palembang Subbasin.
    [Show full text]
  • Perubahan Tradisi Permainan Meriam Karbit Di Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauanriau
    PERUBAHAN TRADISI PERMAINAN MERIAM KARBIT DI DESA TANJUNG HARAPAN, KECAMATAN SINGKEP, KABUPATEN LINGGA, PROVINSI KEPULAUANRIAU Oleh : Mohamad Imam Handoko Nim : 1001132728 Dosen pembimbing : Drs. S is Tantoro, M.Si $urusan : Sosiologi Alamat : jln. Merak Sakti, (g. $annatun Naim No : 12, Panam, Pekanbaru No Hp. 085767,0007,. Email : ihand.666/0ahoo.com ABSTRACT This stud0, entitled Tradition carbide cannon (ames 2illage Cape of (ood Hope, District Singkep, 5ingga regenc0, Riau Islands Province. This stud0 aims to describe the implementation process of tradition (ames carbide cannon, to determine hat changes occur in (ames carbide cannon tradition and to reveal the factors causing changes in tradition carbide cannon games, as ell as describe the participants involved in the implementation of Tradition carbide cannon game. To anal08e 9ualitative research data, the collected data is then presented descriptivel0 describe or recount the results of research ith the description of the logical sentences in order to understand and eas0 to understand. This research as conducted in the village of Tanjung Harapan, Singkep districts, 5ingga regenc0, Riau Islands Province. The results of the stud0 indicate a change in tradition (ames carbide cannon, hich no ada0s is rarel0 the person ho did this game. This is due to several factors, including internal and e:ternal factors. Among the internal factors, the drive from ithin the communit0 to change, education and mindset that have been advanced, heterogeneous Pnduduk, a sense of dissatisfaction, the influence of foreign cultures, contact ith other cultures. Ke0 ords: social change, carbide cannon, Tradition BAB I PENDAHULUAN 5atar Belakang Masalah Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, 0ang di lintasi garis khatulisti a dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara samudra Fasifik dan samudra Hindia.
    [Show full text]
  • STUDI KEBERLANJUTAN LAYANAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN WILAYAH KEPULAUAN -Studi Kasus Lintas Penyeberangan Kuala Tungkal-Dabo Singkep-
    Jurnal Wave Volume 13 Nomor 2, Desember 2019: Hal: 69-82 STUDI KEBERLANJUTAN LAYANAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN WILAYAH KEPULAUAN -Studi Kasus Lintas Penyeberangan Kuala Tungkal-Dabo Singkep- Sustainability Study of Islands Region Ferry Transport Service Case Study of Kuala Tungkal - Dabo Singkep Crossing Ulil Amriardi1 dan IGN Sumanta Buana2 1Pascasarjana Teknik Transportasi Laut - ITS, Surabaya 2Dosen Teknik Transportasi Laut - ITS, Surabaya Email: [email protected] Diterima: 26 Oktober 2019; Direvisi: 27 Desember 2019; Disetujui: 19 Februari 2020 Abstrak Angkutan Penyeberangan di Kuala Tungkal - Dabo Singkep sangat penting, karena berperan penting sebagai penghubung utama antara kedua pulau tersebut dengan wilayah di sekitarnya. Rute ini menjadi pintu gerbang masuknya penumpang dan jalur pengiriman barang perdagangan menuju Provinsi Jambi dan atau sebaliknya ke provinsi Kepulauan Riau melalui jalur laut yang dilayani oleh satu unit kapal penyeberangan. Permasalahan muncul ketika kapal menjalani perawatan tahunan (docking) dan sewaktu-waktu kapal mengalami kerusakan, sehingga layanan penyeberangan terhenti dan terputus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mencari bagaimana cara menjamin layanan angkutan penyeberangan di saat kapal penyeberangan di lintasan Kuala Tungkal - Dabo Singkep tidak beroperasi. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis pola operasi kapal penyeberangan di sekitar kedua lintasan tersebut. Skenario yang dikembangkan adalah dengan memperhatikan batasan waktu dan jarak tempuh di rute yang ada. Perhitungan biaya operasional kapal dihitung berdasarkan perhitungan biaya pada lampiran Keputusan Menteri No.58 Tahun 2003 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan. Skenario yang terpilih adalah dengan mengoperasikan KMP Kundur yang semula beroperasi di lintasan Tanjung Pinang - Dabo Singkep menjadi Tanjung Pinang - Dabo Singkep - Kuala Tungkal untuk menggantikan KMP Sembilang saat tidak beroperasi.
    [Show full text]
  • The Geologic Potentials of Riau Islands Province and Its Development Design
    Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 5. No.3, January – March 2018 ISSN: 2338-4603 (print); 2355-8520 (online) The geologic potentials of Riau Islands Province and its development design Emi Sukiyah1); Vijaya Isnaniawardhani1); Adjat Sudradjat1); Fery Erawan2) 1) Faculty of Engineering Geology, Padjadjaran University 2) Task Force Unit, Ministry of Public Works and Settlement, Riau Islands Province Correspondence e-mail: [email protected] Abstract. Geologically Riau Islands is located in the topography of the old stadium erosion. The morphology is characterized by smooth hills with convex slopes and alluvial plain consisting of the erosion products. The morphology exhibits the remnants of peneplain that submerged at ca 13,000 BP now forming Sunda Shelf with the average depth of 120 meters. The irregular coast’s line of almost all the islands in Riau Islands characterized the submerged old morphologic stadium. The lithology consists of granites and metasediments. Granites contain various types of economic minerals. The weathered granites produce bauxite, kaolin and quarts sands. The metasediments are generally soft resulting in the formation of valleys suitable for agriculture and settlements due to the availability of surface and subsurface water. Irregular coastal line provide the bays for harbors. The geological potentials to be developed therefore consists of the provision of stable plain and resistance to landslide and earthquake, the bays suitable for various marine industries, granites for building materials, and base metals. The submarine hydrocarbon basins produce oil and gas. Geologically Riau Islands is very unique because it represents the remnants of the peneplain of Jurassic and Cretaceous age of about 63 to 181 years old now becoming the Sunda shelf which is the largest in the world.
    [Show full text]