ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 42

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film karya Hanung Bramantyo

Alycia Putri1, Lestari Nurhajati2

1,2The London School of Public Relations, ,

ABSTRAK

Film menjadi sebuah media yang saat ini masih diminati khalayak. Melalui film, masyarakat dapat memahami fenomena apa yang pernah dan bahkan sedang terjadi berdasarkan kisah nyata atau hanya fiktif belaka. Film Kartini yang distutradarai oleh Hanung Bramantyo dan diperankan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai sosok Kartini merupakan sebuah media yang menampilkan kisah nyata, berdasarkan sejarah kepada masyarakat. Film ini menggambarkan tentang kaum perempuan abad ke-19 yang tidak dapat bebas dan tidak setara dengan laki-laki. Namun yang menarik sosok Kartini digambarkan sebagai sosok perempuan yang bukan hanya tokoh emansipasi, tetapi juga memiliki jiwa revolusioner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya film Kartini ini mampu merepresentasikan gambaran kesetaraan gender atas sosok perempuan yang berada dalam kukungan tradisi Jawa. Konsep kesetaraan gender menjadi dasar dalam penelitian ini. Gender merupakan suatu pembeda peran, fungsi, status dan tanggungjawab antara laki-laki dengan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tercipta melalui proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi. Penelitian ini menggunakan analisis wacana Sara Mills yang memiliki fokus pada wacana mengenai feminisme; bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, teks yang dimaksud ialah film Kartini versi Hanung Bramantyo. Hasil penelitian ini menunjukan bagaimana sesungguhnya sebuah karya film fiksi, yang disadur dari sebuah peristiwa nyata, dengan latar belakang situasi tadisi Jawa yang penuh aturan dan kolot, mampu memunculkan sosok perempuan yang memiliki kesadaran atas kesetaraan gender.

Kata-kata Kunci: Representasi; kesetaraan gender; tradisi Jawa; film kartini; analisis wacana sara mills Representation of women in the confines of Javanese Traditions in the Kartini Film by Hanung Bramantyo

ABSTRACT

Film becomes a media that is currently still in demand by the public in understanding phenomena that have and even are happening based on real or fictional stories. The Kartini film directed by Hanung Bramantyo and played by Dian Sastrowardoyo as Kartini presents a true story based on history to the public. This film depicts 19th-century women who cannot be free and unequal to men. But the interesting thing is, Kartini’s figure is described as a woman who is not only an emancipation figure, but also has a revolutionary spirit. This study aims to find out how the Kartini film actually is able to represent gender equality for the figure of women who are in support of the Javanese tradition. The concept of gender equality is the basis of this research. Gender is a differentiator of roles, functions, status and responsibilities between men and women as a result of social and cultural construction that is created through a process of socialization from one generation to another. This study uses Sara Mills discourse analysis which focuses on discourse on feminism; how women are shown in the text, in this case the Hanung Bramantyo version of Kartini. The results of this study show how the actual work of fiction films adapted from a real event, against the background of the Javanese tradition that is full of rules and conservatives, is able to bring up the figure of women who have an awareness of gender equality.

Keywords: Representation, gender equality, Javanese tradition, kartini films, discourse analysis sara mills

Korespondensi: Alycia Putri, S.I.Kom. The London School Of Public Relations Jakarta. Jl. Kebon Jeruk 1 No.40, Taman Sari, Jakarta Barat 11160. Email: [email protected].

Submitted: October 2019, Accepted: February 2020, Published: March 2020 ISSN: 2548-687X (printed), ISSN: 2549-0087 (online). Website: http://jurnal.unpad.ac.id/protvf 43 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63

PENDAHULUAN Marta mengatakan bahwa media massa merupakan salah satu sarana bagi setiap bangsa McQuail (2010, p.12) menyataan bahwa untuk memperkenalkan perjalanan sejarahnya media massa sebagai bagian dari kebudayaan dari masa ke masa. Salah satu perekam jejak bagi banyak orang adalah sebuah saluran yang paling efektif adalah film nasional (Marta, yang merepresentasikan dan mengekspresikan 2015). budaya dan sebagai sumber utama dari gambaran Film Kartini disutradarai oleh Hanung realitas sosial dan materi untuk menunjukan Bramantyo dan diperankan oleh Dian dan mempertahankan identitas sosial. Media Sastrowardoyo sebagai Kartini, Reza Rahadian massa berfungsi untuk menghibur, memberikan sebagai Kartono, sebagai informasi dan sebagai alat untuk menampilkan Soelastri, Ayushita sebagai Kardinah, dan kultur suatu wilayah. sebagai Roekmini. Film Kartini Media komunikasi yang berupa media mendapatkan 17 penghargaan dibeberapa film massa adalah tv, radio yang disebut sebagai festival 2017. Sebanyak 13 penghargaan Piala media elektronik, majalah, koran sebagai media Citra diraih oleh Film Kartini. Kateogri yang cetak, dan film sebagai media komunikasi massa dimenangkan adalah kategori film terbaik, yang ditayangkan di layar besar bioskop. Film sutradara terbaik, penulis skenario adaptasi menjadi sebuah media yang masih diminati terbaik, pengarah sinematografi terbaik, khalayak. Melalui film, masyarakat dapat pengarah artistik terbaik, penyunting gambar memahami fenomena apa yang pernah dan terbaik, penata suara terbaik, penata busana bahkan sedang terjadi berdasarkan kisah nyata terbaik, penata rias terbaik, pemeran utama pria atau hanya fiktif belaka. terbaik, pemeran perempuan utama terbaik, Film juga memiliki berbagai fungsi, tidak pemeran anak terbaik, dan pemeran pendukung hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk edukatif, perempuan terbaik (Film Indonesia, 2017). persuasif, dan informatif. Fungsi edukatif dapat Selain itu film Kartini juga mendapatkan tercapai jika film nasional memproduksi film- penghargaan Aktris Pendukung Pilihan Tempo, film yang mengandung sejarah bersifat objektif, Aktor Utama Pilihan Tempo, Aktris Utama atau film documenter, serta film yang diangkat Pilihan Tempo, dan Film Bioskop Terpuji dari kehidupan sehari-hari dengan seimbang kategori pemeran pembantu wanita (Film (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2017). Sejalan Indonesia, 2017). dengan penjelasan di atas, dalam artikelnya, Film Kartini adalah sebuah film dengan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 44 penggambaran tradisional yang menceritakan perempuan Jawa tidak dapat bebas, posisinya sebuah drama tentang perjuangan bangsa tidak setara dengan laki-laki. Pada zaman itu Indonesia pada tahun 1800-an di tanah Jawa dapat dikategorikan sebagai kelompok yang dan di bawah pemerintahan Koloni Belanda. tersingkirkan. Perempuan ningrat yang keluar Raden Ajeng Kartini dilahrikan pada 28 Raibul dari rumah sama saja dengan menlanggar Akhir tahun Jawa 1808, bertepatan dengan 21 aturan adat. Menuntut ilmu adalah hal yang April 1879 (Wicaksana, 2018). Ia adalah anak dianggap tabu oleh masyarakat. Perempuan dari Sosroningrat dengan Ngasirah. Kartini diperbolehkan mencari nafkah, tetapi seringkali memiliki 2 kakak laki-laki, yaitu Raden dipaksa nikah dengan laki-laki yang sudah Ayu Tjokroadisosro dan Drs. Raden Mas beristri. Sosrokartono, serta 5 adiknya, yaitu Raden Walaupun pemikiran ayah Kartini, yaitu Ajeng Kardinah, Raden Ajeng Kartinah, Raden Sosroningrat tergolong maju, namun sebagai Mas Sosromuljono, Raden Ajeng Sumantri, dan bupati dan pemangku adat dia mempunyai Raden Mas Sosrorawito. keterbatasan dan harus tetap menghormati Dalam Film Kartini, diceritakan bahwa, adat istiadat. Ia ingin Kartini menjalani seorang Bupati keturunan bangsawan jika masa pingitan, meskipun Kartini ingin sekali menikah dengan perempuan bangsawan disebut berpendidikan tinggi, Kartini pun tidak dapat Raden Ayu. Anak-anak perempuan Bupati, baik membantah perintah ayahnya. Kartini dikenal dari istri bangsawan maupun bukan, jika sudah sebagai gadis yang tidak anggun karena cara masuk dalam masa pubertas harus menjadi berjalannya yang melompat lompat. seorang Raden Ayu. Ketika seorang perempuan Sosok Kartinin dalam film Kartini hendak menjadi Raden Ayu, ia harus menjalani menggambarkan sosok perempuan yang bukan pingitan dengan cara dikurung di dalam rumah hanya tokoh emansipasi, melainkan memiliki sejak menstruasi pertama untuk menanti laki- jiwa revolusioner. Sosok Kartini dalam film laki yang berasal dari keturunan bangsawan Kartini berusaha menghilangkan tradisi, datang melamar dan menjadikannya istri mengangkat kaum perempuan untuk mendapat pertama, atau kedua, bahkan ketiga. hak yang sama.Sebuah kondisi yang tidak

Pada abad ke-19, perempuan tidak mudah dijalani oleh tokoh Kartini. Dalam tradisi diperkenankan untuk menjalani pendidikan Jawa, sebagai ibu dari anak-anak kerajaan dan yang tinggi, termasuk untuk kaum bangsawan istri para raja Jawa Tengah Selatan, tidak hanya sekalipun (Wicaksana, 2018). Kaum bertugas memastikan kelangsungan kerajaan,

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 45 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 namun dituntut juga untuk melestarikan nilai ini adalah metode kualitatif dengan teori dan – nilai budaya dan spiritual Jawa berdasarkan teknik analisis wacana krtitis Sara Mills. adat keraton dan pendidikan anak raja (Carey & Setelah mendapat adegan-adegan yang dipilih, Houben, 2018) peneliti akan mencari bagaimana perempuan Dari latar belakang yang tertulis atas maka ditampilkan dalam teks yang menggambarkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perempuan dikala itu masih sangat kental bagaimana sesungguhnya film Kartini dengan tradisi pingitan. ini mampu merepresentasikan gambaran Penelitian kualitatif adalah penelitian kesetaraan gender atas sosok perempuan yang yang bermaksud untuk memahami fenomena berada dalam kukungan tradisi Jawa. apa yang dialami oleh subjek penelitiannya, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, METODE PENELITIAN kejadian, pengalaman, dan lain-lain dan dengan

Paradigma yang digunakan di dalam cara mendeskripsikannya ke dalam bentuk penelitian ini adalah paradigma kritis. Teori kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan kritis secara terbuka memiliki sifat politis. berbagai metode alamiah (Barlian, 2016). Teori kritis mengasumsikan bahwa dengan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan menganggap masyarakat, kita dapat menjadikan metode kualitatif deskriptif. Menurut Creswell prioritas pada nilai-nilai manusia (Baran dan penelitian deskriptif adalah metode penelitian Davis, 2009). yang berusaha untuk menggambarkan dan Menurut Littlejohn teori kritis lebih dari menginterpretasikan objek secara murni atau mengamati, mendeskripsikan, atau menafsirkan apa adanya. (Sudaryono, 2018). (Baran dan Davis, 2009). Epistemologi teori Tujuan penelitian deskriptif adalah kritis berpendapat bahwa pengetahuan hanya menggambarkan secara sistematis fakta dan maju ketika ia berfungsi untuk membebaskan karakteristik objek yang diteliti secara tepat orang dan masyarakat dari pengaruh mereka (Sudaryono, 2018). yang lebih kuat dari pada kerumitan. Peneliti Menurut Sara Mills analisis wacana kritis mengamati, mendeskripsikan, atau menafsirkan dilihat dari tiga bagian, yaitu, posisi: subjek- apa yang disampaikan oleh film Kartini yang objek, bagaimana satu pihak, kelompok, merepresentasikan sosok perempuan yang orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan menjalani tradisi ningrat Jawa. dengan cara tertentu dalam wacana berita yang Metode yang digunakan dalam penelitian mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 46 khalayak; posisi pembaca, bagaimana posisi meletakan titik perhatiannya mengutamakan pembaca ditampilkan dalam teks (Eriyanto, pada bacaan atau tulisan mengenai feminisme: 2017). Teks dianggap hanya sebagai produksi bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, dari sisi penulis tidak memiliki hubungan dengan baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam pembaca. Pembaca hanya ditempatkan sebagai berita (Eriyanto, 2017). konsumen semata yang tidak mempengaruhi Dalam buku Diskursus karya Sara Mills, pembuatan suatu teks. menjelaskan bahwa pada abad sembilan belas, Kerangka Analisis, dilihat berupa subjek masalah perempuan dan membaca hanyalah seseorang, yaitu satu pihak mempunyai salah satu bukti adanya kesulitan besar yang posisi sebagai penafsir sementara pihak ditemukan kaum perempuan (Mills, 2007, lain yang menjadi objek akan ditafsirkan. p.120). Penanaman struktur diskursif yang Pertama, bagaimana aktor sosial dalam berita dirancang untuk perempuan dengan menekankan ditempatkan atau diletakan dalam sebuah tugas dan kewajiban mereka sebagai istri dan berita. Siapa pihak penafsir dalam teks untuk ibu, yang tidak memberi ruang bagi mereka yang menjadi pemakna suatu peristiwa, dan apa untuk menegosiasikan kesenangannya (Mills, akibatnya. Kedua, bagaimana posisi pembaca 2007). di dalam teks. Perspektif dalam wacana feminis adalah Unit analisis yang digunakan dalam menunjukkan bagaimana teks sangat mungkin penelitian ini adalah teks yang berupa adegan- berada dalam menampilkan sosok atau karakter adegan dari film Kartini yang dipercaya oleh perempuan. Perempuan cenderung ditunjukkan peneliti mampu menunjukan representasi sebagai pihak yang salah, ketidakadilan, dan tradisi Jawa untuk dianalisis. Peneliti akan buruk di dalam teks (Eriyanto, 2017). mengambil sebanyak 7 scene yang menunjukan Ada begitu banyak perbedaan di antara tradisi Jawa yang didalamnya sekaligus mampu perempuan, antara lain perbedaan kelas, ras, usia, merepresntasikan adanya “perlawanan” dari pendidikan, kekayaan. kategori’perempuan’ tokoh Kartini yang memiliki kesadaran atas sangat sulit dipertahankan, karena mungkin ada kesetaraan gender. banyak perbedaan di antara perempuan dengan pria (Mills, 1998, p.3) HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Wacana Kritis Sara Mills,

Sara Mills memiliki pengalaman dengan mengedepankan feminisme, maka fokus banyak menulis mengenai teori wacana, namun analisisnya adalah perempuan (Brida & Sukaesi,

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 47 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63

2017). Sara Mills menuliskan teori wacana, berupa tanda-tanda misalnya melalui dialog, terutama mengenai feminisme. Ttitik perhatian tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. teori ini menunjukkan bagaimana perempuan Sehingga bisa dimaknai bahwa representasi ditunjukkan dalam teks dan ditampilkan sebagai adalah sesuatu yang penting untuk memproduksi pihak yang salah dibandingkan dengan laki-laki. kebudayaan. Termasuk di dalamnya adalah Analisis Sara Mills lebih tertujukkan bagaimana produksi film sebagai bagian dari kebudayaan posisi-posisi aktor dimunculkan dalam teks, itu sendiri. siapa yang menjadi subjek penceritaan, siapa Film yang juga merupakan media yang yang menjadi objek penceritaan, dan melibatkan menghibur untuk masyarakat dan mampu bagaimana pembaca dan penulis atau dalam menembus segala tingkat kelas sosial. penelitian ini pembuat film dan penonton Kemampuan film dapat menjangkau berbagai ditampilkan (Eriyanto, 2009). segmen kelas sosial, sehingga membuat film Kerangka kerja model Sara Mills memiliki berpotensi untuk mempengaruhi mempelajari bagaimana karakter dalam teks masyarakat yang menikmatinya. Nilai sebuah dijelaskan oleh penulis dan melihat posisi film tidak hanya sebatas sebagai hiburan, film masing-masing karakter dalam setiap konteks juga berpotensi sebagai media edukasi, yang sosial, seperti apa ide-idenya, dan seperti dapat memberikan pesan pendidikan secara apa acara itu (Brida, Sukaesi, 2017). Teori efektif, bahkan mampu mempengaruhi perilaku ini menghubungkan representasi perempuan seseorang (Trianton, 2013). dengan representasi karakter perempuan Film telah menjadi bagian dari kehidupan tersebut beserta identitas diri dan pengalaman kita. Apa yang kita kerjakan, yang kita perempuan secara umum (Mills, 1998). omongkan, yang menjadi sikap kita, gaya Ariefa dan Mutiawanthi mendefinisikan busana yang kita kenakan, bahkan gagasan- representasi sebagai konsep yang mempunyai gagasan yang sering kita sampaikan acap kali beberapa pengertian (Ariefa, Mutiawanthi, merupakan bentuk turunan atau variasi dari 2016). Representasi merujuk kepada proses segala hal yang pernah kita lihat dalam film. suatu tanda. Representasi juga bisa berarti Film menjadi demikian dekat dengan kehidupan proses perubahan konsep-konsep ideologi yang kita. Inilah yang dimaksud Douglas Kellner abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret. bahwa film merupakan salah satu produk Representasi adalah konsep yang digunakan budaya media yang turut menempa identitas dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem kita (Trianton, 2013).

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 48

Film memberikan suatu rekonstruksi yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk mengenai kejadian yang ingin ditunjukan jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan oleh si pembuat film kepada penonton. Film sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi memiliki kombinasi antara suara dan gambar. dan akal. Manusia Jawa adalah manusia yang Pengalaman mental dan budaya yang dimiliki menganggap kehadiran adanya kebudayaan penonton juga mempengaruhi pemahaman Jawa. Kebudayaan Jawa dengan sendirinya mereka terhadap sebuah film, secara sadar tidak sama atau sejenis. Orang Jawa menyadari maupun tidak (Pratista, 2017). adanya keberagaman, bersifat daerah, sepanjang Sztompka (2017) dalam arti sempit tradisi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. adalah kumpulan benda materiel dan gagasan Keanekaragaman budaya Jawa ini sesuai yang diberi makna khusus yang berasal dari dengan ciri khas, yaitu logat bahasa Jawa dan masa lalu. Tradisi lahir melalui dua cara, yaitu, terlihat dalam unsur yang membentuknya, yang pertama muncul dari bawah secara spontan seperti ciri khas makanan, upacara, rumah dan tidak diharapkan serta melibatkan banyak tangga, pakaian, kesenian rakyat, dan seni suara masyarakat. Cara kedua, yaitu muncul dari atas (Hardiningtyas, 2015). melalui paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi Hermawati (2007) menyebutkan bahwa dipilih dan dijadikan perhatian atau dipaksakan budaya Jawa memiliki banyak istilah yang oleh individu yang berpengaruh atau berkuasa. menempatkan posisi perempuan lebih rendah Melihat konsep tradisi yang demikian daripada laki-laki dan itu sudah tertanam dalam ketat tersebut maka menjadi masuk akal ketika dalam masyarakat, sehingga dimaklumi dan perubahan jaman selalu berkelidan dan tarik diterima begitu saja. Kita bisa melihat dari film ulur dengan kehidupan tradisi. Hal ini pun Kartini bahwa perempuan tidak diperbolehkan terjadi di Indonesia, khususnya di tanah Jawa untuk berpendidikan tinggi dan harus menjadi yang sampai sekarang masih dirasakan sangat istri yang patuh atas seluruh perintah suami. kuat mempertahankan budaya dan kebudayaan Dalam kebudayaan Jawa, citra, peran dan Jawa. status sebagai perempuan, telah diciptakan oleh Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah budaya. Citra bagi seorang perempuan seperti keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil yang diidealkan oleh budaya Jawa, antara lain, karya manusia dengan cara belajar (Mujianto, lemah lembut, penurut, tidak membantah, Elmubarok, dan Sunahrowi, 2010). Budaya atau tidak boleh “melebihi” laki-laki. Peran yang kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, diidealkan seperti mengurus rumah tangga,

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 49 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 sebagai pendukung karir suami, istri yang patriarki menafsirkan perbedaan biologis penurut. Citra yang dibuat untuk laki-laki antara menjadi acuan dalam perilaku yang akhirnya lain, “serba tahu”, sebagai panutan harus “lebih” berujung pada pembatasan hak, akses, dari perempuan, rasional, agresif. Peran laki- partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari laki yang ideal adalah sebagai pencari nafkah sumberdaya dan informasi. Mengakibatkan keluarga, pelindung, “mengayomi”, sedangkan tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban status idealnya adalah kepala keluarga, Raharjo, yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau seperti yang dikutip oleh Hermawati (2007). perempuan dan yang tidak pantas dilakukan Kata “gender‟ dapat diartikan oleh laki-laki atau perempuan bervariasi dan sebagai pembeda peran, fungsi, status dan ditentukan dari satu masyarakat ke masyarakat tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan lainnya (Puspitawati, 2012). sebagai hasil dari bentukan sosial budaya yang Pada gambar 1, adegan ini yang merupakan tertanam lewat proses sosialisasi dari satu subjek adalah Kartini kecil yang merengek generasi ke generasi. Dengan demikian gender karena ingin tidur dengan ibu kandungnya, adalah hasil kesepakatan antar manusia dan sedangkan objek dalam adegan ini adalah Kartini bukan kodrat. Gender tidak bersifat kodrati, yang dilarang tidur dengan ibu kandungnya. Ibu gender dapat berubah dan dapat dipertukarkan kandungnya dianggap pembantu dan Kartini pada manusia berdasarkan budaya setempat. harus memanggilnya dengan sebutan “Yu”. (Puspitawati, 2012). Pembuat Film menunjukkan kisah Kartini Gender mengandung aturan sosial, berkaitan dalam film ini bahwa Sejak kecil kartini dengan jenis kelamin manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis, yaitu alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan merupakan fungsi reproduksi yang berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; laki-laki membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman (Puspitawati, 2012). Sumber: Film Kartini, 2017

Kebudayaan yang didasari oleh budaya Gambar 1 Adegan Kartini Masa Kecil

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 50 dipisahkan tempat tinggal dari ibu kandungnya. Ibu kandungnya yang bukan keturunan Ningrat tinggal di pendopo kerajaan dan statusnya dianggap sebagai pembantu rumah tangga. Dalam scene ini Kartini marah karena ingin tidur bersama ibunya dan tidak mau menyebut “Yu” (pembantu) untuk ibunya. Dalam adegan ini perempuan dianggap sebagai objek yang tertindas, harus menurut dengan perintah suami dan tradisi. Bahkan bisa Sumber: Film Kartini, 2017 sangat direndahkan apabila status sosialnya Gambar 3 Adegan Kartini Mengantar Surat tidak tinggi (dalam filmKartini disebut Ningrat)

Subjek dalam gambar 2, adegan ini pingitan membuat Kartini sangat terbatas, ia merupakan Kartini sedang dikurung, menjalani dilarang keluar dari kompleks rumahnya, belajar masa pingitan, sedangkan objeknya adalah jalan jongkok yang benar, dan melakukan Kartini murung dan sedih, tidak menerima perawatan tubuh. bahwa dirinya dipaksa menjalani masa pingitan. Dalam adegan ini perempuan dianggap Pembuat Film menampilkan Perempuan dengan sebagai makhluk yang lemah lembut dan harus keturunan Ningrat Jawa ketika memasuki masa anggun. Perawatan tubuh dan jalan jongkok pubertas harus menjalani masa pingitan. Masa adalah hal utama yang harus dilakukan untuk menghormati suami.Perempuan tidak boleh meneruskan pendidikannya, agar tidak lebih unggul dari pada suaminya. Subjek dalam gambar 3, adegan ini adalah kartini hendak mengantarkan tulisannya kepada Ny. Ter Horst, sedangkan objek pada adegan ini adalah Kartini dilarang mengantarkan surat kepada Ny. Ter Horst dan dicegat oleh Pak Atmo (penjaga gerbang pendopo). Pembuat film Sumber: Film Kartini, 2017 menampilkan Kartini hendak mengantarkan

Gambar 2 Adegan Kartini Masa Pingitan surat dan karya tulisan kepada Ny. Ter Horst.

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 51 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63

Sumber: Film Kartini, 2017 Sumber: Film Kartini, 2017

Gambar 4 Adegan Kartini Dilamar Gambar 5 Adegan Kartini Dilamar

Namun dicegat oleh Pak Atmo yang sudah Djojoadiningrat dan memberikan 4 syarat. ditugaskan oleh kakak laki-laki Kartini, karena Pertama, tidak mau membasuh kaki Kangmas kakak laki-laki Kartini tidak mau adiknya terus- Djoyoadiningrat disaat acara pernikahan menerus membuat tulisan yang akan disebarkan digelar.Kedua, ingin dibebaskan dari ikatan oleh Belanda, ia tidak mau Kartini sebagai sopan santun yang rumit dan diperlakukan seorang perempuan lebih berprestasi dari pada sebagai orang biasa saja.Ketiga, mengharuskan laki-laki. Adegan pada gambar 4, menunjukkan calon suami membantu mendirikan sekolah perempuan yang sedang dalam menjalani untuk perempuan dan orang-orang miskin. pingitan tidak boleh keluar dari pendopo, apa Keempat, Kartini juga ingin Yu Ngasirah lagi keluar untuk alasan seperti, menjalani tidak tinggal di rumah belakang lagi, tetapi di pendidikan atau melakukan prestasi, karena rumah depan dan semua putra dan putri Romo pada zaman itu perempuan tidak boleh lebih memanggil Ngasirah dengan sebutan Mas pintar dari pada laki-laki. Ajeng (Ibu). Kartini berharap kepada Raden Subjek pada adegan gambar 5, adalah Adipati Joyodiningrat agar syarat pernikahan Kartini dilamar oleh Raden Adipati tersebut tidak memicu pertentangan antar Joyodiningrat. Objek ddalam adegan ini keluarga. Adegan ini menunjjukan bahwa adalah Kartini memberikan 4 syarat lamaran dalam pernikahan tradisi jawa, memiliki salah kepada Raden Adipati Joyodiningrat. Pembuat satu syarat seperti mencuci kaki suami. Dalam film menampilkan Kartini dilamar oleh berumah tangga juga harus menggunakan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 52

Sumber: Film Kartini, 2017 Sumber: Film Kartini, 2017

Gambar 6 Adegan Kartini Menikah Gambar 7 Adegan Kartini Menikah bahasa Jawa yang menunjukkan kalau istri dihilangkan oleh Kartini, seperti tidak sungkem harus takut dan patuh terhadap suami. Kartini dan tidak mencuci kaki suami. Kartini dapat menolak semua itu karena ia ingin diperlakukan mengangkat keadilan untuk kaum perempuan selayaknya istri dan tidak mau direndahkan agar tidak ditindas oleh kaum laki-laki dan bahkan dipoligami. tidak dipoligami oleh suami. Subjek pada gambar 6, adalah Kartini Penelitian ini menggunakan teknik analisis menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, wacana kritis Sara Mills. Titik perhatian dari sedangkan objek pada adegan ini si pernikahan perspektif ini adalah menunjukkan bagaimana Kartini berlangsung dengan sederhana dan tidak perempuan ditampilkan dalam teks. Perempuan ada tradisi mencuci kaki suami dan sungkem. cenderung ditampilkan sebagai pihak yang Pembuat film menampilkan sosok Kartini salah dan marjinal dibandingkan dengan laki- yang menikah pada 12 November 1903 dengan laki (Eriyanto, 2009). Dalam penelitian ini, Raden Adipati Joyodiningrat. Pernikahan representasi Perempuan Dalam Kukungan berjalan dengan sederhana dan sesuai dengan Tradisi Jawa Pada Film Kartini Karya Hanung persyaratan yang diberikan oleh Kartini saat Bramantyo terbagi menjadi 3 fokus, yaitu lamaran. representasi, film, dan tradisi yang ditunjukkan Adegan pada gambar 7, menunjukkan dalam filmKartini . kepada penonton bahwa pernikahan yang Dalam penelitian ini pada adegan saat seharusnya sesuai dengan upacara adat, berhasil Kartini masih kecil, dapat dilihat bahwa sosok

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 53 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 perempuan diposisikan sebagai subjek dengan Kartini mau tidur dengan ibunya dan harus menceritakan bagaimana keadaan perempuan menganggap ibunya sebagai pembantu rumah pada tahun 1880-an dengan tradisi ningrat Jawa tangga. dibangun atas peraturan tradisi dan laki-laki Kebudayaan yang didasari oleh budaya sebagai sosok yang lebih berkuasa. Perempuan patriarki menafsirkan perbedaan biologis dan sebagai objek ditampilkan bahwa pada masa menjadi patokan untuk kepantasan dalam itu harus tunduk pada tradisi dan perintah berperilaku yang akhirnya berujung pada laki-laki. Wacana ini membentuk masyarakat pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol beranggapan bahwa perempuan yang mandiri dan menikmati manfaat dari sumberdaya dan dan menempuh pendidikan tinggi bukanlah informasi (Puspitawati, 2012). ciri-ciri dari perempuan Indonesia. Ideologi Menurut Stuart Hall yang dikutip oleh patriarki dalam film R.A.Kartini ditampilkan Ariefa & Mutiawanthi (dalam jurnal Al- Azhar melalui budaya poligami, bahasa sehari-hari Indonesia Seri Humaniora, 2016, Vol.3, No.3, ) dalam kebudayaan Jawa, kebungkaman sosok representasi adalah salah satu praktek penting perempuan Jawa, serta diskriminasi yang yang memproduksi kebudayaan. Pada adegan dialami oleh perempuan Jawa. Kartini beserta saudara-saudara perempuannya Analisis wacana kritis Sara Mills melihat menjalani masa pingitan, menunjukan pada bagaimana perempuan ditampilkan dalam representasi kebudayaan ningrat jawa yang teks. Perempuan didominasi oleh laki-laki menampilkan bahwa mereka harus menjalani dalam tatanan sosial yang menganggap bahwa tradisi jalan jongkok, perawatan tubuh, dan peran manusia dilihat berdasarkan kodrat. Pada tidak boleh keluar dari pendopo. adegan masa kecil Kartini, mendeskripsikan Perempuan ditampilkan sebagai makhluk bahwa perempuan adalah makhluk yang lebih yang lemah lembut dan harus anggun. lemah dan tunduk pada perintah laki-laki. Melakukan perawatan tubuh dan jalan jongkok Kakak laki-laki Kartini sudah menunjukan adalah sesuatu yang menunjukkan rasa hormat sifat berkuasanya sebagai laki-laki dengan kaum perempuan kepada suaminya. Pada mengadukan Kartini kepada ayah mereka, adegan Kartini menjalani masa pingitan yang bahwa Kartini mau tidur dengan ibu kandungnya dibangun oleh pembuat film kepada penonton yang dianggap sebagai pembantu dalam tradisi adalah bahwa perempuan harus menjalani mereka. Ayah Kartini juga menegaskan pada beberapa tradisi pingitan, seperti dikurung Kartini bahwa ini adalah yang terakhir jika dalam kamar, belajar jalan jongkok, dan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 54 melakukan perawatan tubuh. Tidak hanya itu calon suami mereka. Pada zaman itu, perempuan saja, tetapi perempuan dilarang mengenal dunia dilarang untuk lebih pintar dari suami, pekerjaan luar dan dilarang untuk melanjutkan menuntut yang mereka lakukan adalah melayani suami ilmu. dan menguruss rumah tangga, bahkan mereka Konsep kekuasaan Jawa cenderung ke arah harus menurut jika suami mereka ingin menikah feminitas. Karakter perempuan Jawa sangat lagi. Kartini dan adik-adik perempuannya tidak kental dengan kultur Jawa, seperti tutur kata ingin hal itu terjadi kepada mereka sehingga yang halus, tenang, diam tidak suka berkonflik, mereka sangat berusaha keras untuk bebas mementingkan perdamaian, menjunjung tinggi menuntut ilmu dalam masa pingitannya. nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami Pada jaman dulu perempuan terkekang orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi atau kebebasannya dalam mengekspresikan terkontrol, daya tahan untuk menderita tinggi, dirinya, baik di dalam keluarga maupun dalam memegang peranan secara ekonomi, dan setia masyarakat. Perempuan terikat oleh nilai-nilai atau loyalitas tinggi (Fauziyah, 2008). budaya yang melekat dalam masyarakat yang Pada adegan adik Kartini, yaitu Roekmini tradisional (nilai-nilai budaya Jawa) (Budiati, dan Kardinah mulai memasuki masa pingitan 2010). dapat dilihat bahwa pembua t film menyampaikan Dalam analisis wacana kritis Sara Mills, kedua adik Kartini memiliki sifat yang berbeda pada abad 19 seputar perempuan dan membaca dengan Kartini. Mereka berdua lebih takut dan adalah salah satu bukti adanya kesulitan besar menghormati kakaknya. Kemudian Kartini yang ditemukan kaum perempuan dan dalam memberi nasihat kepada kedua adiknya “kita penanaman struktur diskursif dirancang untuk bisa menjadi Raden Ayu yang berbeda” dengan mereka dengan menekan tugas dan kewajiban maksud adalah supaya mereka bertiga dapat mereka sebagai istri dan ibu, tidak memberi bekerja sama mendapatkan keadilan untuk ruang bagi mereka untuk menegosiasikan kaum perempuan. kesenangannya (Mills, 2007). Kartini, Kartini, Roekmini, dan Kardinah sama- Roekmini, dan Kardinah bersama-sama sama belajar dalam masa pingitan. Mereka menuntut ilmu, mereka dalam keadaan sulit, membaca buku dan menulis dalam berbagai tidak diberikan ruang kebebasan, tetapi mereka bahasa, seperti bahasa Indonesia, Arab, dan tetap membaca dan menulis karya. Belanda. Tujuan mereka adalah supaya mereka Menurut A.P Murniati dalam Budi tidak tertindas oleh kaum laki-laki terutama Susanto,dkk yang dikutip oleh Budiati (dalam

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 55 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 jurnal Aktualisasi Diri Perempuan Dalam serupa dengan dirinya yang merasa terkekang, Sistem Budaya Jawa, 2010). Konsep perempuan bahkan tidak bisa memilih masa depannya Jawa yang lain tertuang dalam Serat Candrarini, sendiri (Widyaningrum. L. G., April 21, 2019). yang dapat dirinci menjadi 9 butir: 1) Setia pada Tidak hanya menulis surat dan mengirimkan lelaki, 2) Rela dimadu, 3) Mencintai sesama, 4) karya kepada Ny. Ovink-Soer, Kartini juga Trampil pada pekerjaan perempuan, 5) Pandai menulis surat karya-karyanya kepada Ny. Ter berdandan dan merawat diri, 6) Sederhana, Horst dan didukung oleh pegawai pos bernama 7) Pandai melayani kehendak laki-laki, 8) Estella Zeehandelar Menaruh perhatian pada mertua, 9) Gemar Pada adegan Kartini hendak mengantarkan membaca buku-buku yang berisi nasihat. tulisannya kepada Ny. Ter Horst, Kartini dicegat Sosok Kartini dan adik-adiknya dalam film oleh Pak Atmo. Pak Atmo diperintahkan Ndoro Kartini adalah sosok perempuan yang terkekang Slamet untuk tidak mengizinkan Kartini dan kebebasannya. Mereka terikat oleh nilai-nilai adik-adik perempuannya keluar rumah lagi. budaya yang melekat dalam masyarakat yang Kartini memohon setidaknya surat yang akan tradisional (nilai-nilai budaya Jawa). Film terbit besok sampai ke rumah Ny. Ter Horst. Kartini memberikan suatu gambaran tradisional Pada akhirnya Pak Atmo yang mengambil surat yang menceritakan perjuangan perempuan pada tersebut dan ia yang akan mengantarkannya, tahun 1800-an yang terkekang kebebasannya. tetapi hal itu tidak terjadi. Pak Atmo Nilai-nilai budaya Jawa ditunjukkan melalui menyerahkan surat Kartini kepada Slamet dan adegan pingitan yang dijalani oleh Kartini, meminta surat itu untuk dibakar. Rukmini, dan Kardinah. Teori feminis menganalisis relasi Ovink-Soer adalah sahabat Kartini. Kartini kuasa dan cara bagaimana perempuan akan menulis surat dan bercerita banyak terutama menegosiasikan kekuasaan tersebut, perempuan mengenai kondisi perempuan yang dikekang dianggap sebagai kelompok yang tertindas dan adat dan tradisi. Berkat Ovink-Soer Kartini korban yang dominasi oleh laki-laki, namun mengenal gerakan feminisme di Belanda melalui karya mereka mencoba cara-cara untuk sejak usia 20 tahun. Ovink-Soer juga yang menganalisis kekuasaan dengan menampakkan mengenalkan Kartini dengan jurnal yang dirinya melalui tantangan (Mills, 2007). beraliran feminisme, yaitu De Hollandshce Film Kartini memberikan gambaran Kartini Lelie. Dalam suratnya, Kartini dapat bercerita menjalani tantangannya sehari-hari yang harus tentang kondisi perempuan yang mengalami hal diam-diam belajar di dalam masa pingitan dan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 56 berkarya tanpa kakak laki-lakinya mengetahui bermanfaat disbanding perempuan lainnya apa saja yang telah ia kerjakan. (Mills, 2017). Sudah kewajiban sorang Kedudukkan perempuan tergantung pada perempuan menjadi sosok yang mengerjakan suami, perempuan harus tetap patuh dan taat tugas rumah tangga dan sebagai pengasuh anak, pada perintah suami dan seterusnya akan diikuti tidak mengerjakan hal lainnya diluar itu. oleh anak-anaknya, termasuk kedudukkan anak Seorang perempuan Jawa dapat menerima perempuan yang tergantung pada ayah atau segala situasi bahkan di situasi yang paling saudara laki-lakinya (Budiati, 2010). Dalam buruk sekalipun Mereka pintar memendam Film Kartini, Kartini sebagai sosok perempuan penderitaan dan memaknainya, mereka kuat yang tertindas oleh kakak laki-lakinya, berusaha dan mampu bertahan (Fauziyah, Y., 2008). menunjukkan karyanya ke dunia luar agar Dalam film Kartini, sosok perempuan Jawa kaum perempuan dapat dilihat sebagai sosok ditunjukkan sebagai makhluk yang pasrah dan yang tangguh, berpendidikan, dan memiliki tidak melakukan kegiatan lain selain mengurus kemampuan untuk berkarya. rumah tangga. Pada adegan Kartini mengunjungi Menurut Arief Budiman yang dikutip oleh perkampungan dibelakang pendopo, Kartini Budiati (2010) tujuan perempuan hanyalah mengetahui bahwa perempuan disana banyak untuk menikah dan membentuk keluarg dan yang menikah diusia muda, bahkan dibawah hampir seluruh kehidupannya diserahkan untuk umur, yaitu 12 tahun. Ternyata hal tersebut keluarga. Film Kartini memberikan suatu bukanlah hal yang diinginkan oleh mereka, gambaran perempuan jawa di kala itu kebebasan melainkan karena paksaan. Mereka dijadikan hidupnya terbatas karena harus menikah, tidak istri kedua bahkan ketiga atau keempat karena bisa melanjutkan pendidikannya, sehingga ada pria dengan status ekonomi lebih tinggi dari tujuan mereka hanya menikah dan membentuk mereka ingin menikahi dan mereka terpaksa keluarga. menerima karena terdesak oleh keadaan Sosok Kardinah yang dipaksa menikah ekonomi mereka yang sulit dikala itu. karena sang ayah sudah terlanjur janji dengan Dalam analisis wacana kritis Sara Mills Bupati Tegal Pangeran Ario Reksonegoro dikatakan bahwa perempuan yang bersedia adalah sosok perempuan yang akhirnya pasrah dipekerjakan dalam pelbagai tugas sebagai dan mengalah. Konsep pengakuan bagi teoretis seorang istri dan anak (perempuan), seorang feminis yang menganalisis perilaku dan tulisan ibu dan seorang teman, menjadi jauh lebih keagamaan tentang perempuan, serta hubungan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 57 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 antara pengakuan dan kepatuhan pada yang perempuan seakan-akan dipenjarakan di suatu lebih berkuasa, perempuan adalah sosok yang dunia yang tidak merangsang kepribadiannya.” selalu mengalah dan mengkonstruksi dirinya Pada tahun 1870-an, kaum perempuan di sebagai subjek yang selalu mengalah (Mills, Jawa tidak dapat bergerak leluasa di tengah 2007). masyarakat, posisinya tidak setara dengan laki- Sosroningrat sebagai bupati dan pemangku laki, harus dipingit di dalam rumah sehingga adat harus menepati janjinya, terlebih lagi janji tidak dapat bersekolah di luar lagi dengan kepada relasinya, yaitu Bupati Tegal Pangeran tujuan untuk menjaga harkat dan martabat Ario Reksonegoro sehingga tidak ada pilihan sebagai perempuan (Wicaksana, 2018). Sebagai lain bagi Kardinah selain pasrah dan mengalah. seorang perempuan yang akan menjadi Raden Kartini pun sebagai sosok kakak dan pejuang Ayu, Roekmini sangat takut terhadap kehidupan kebebasan perempuan dikala itu tidak bisa setelah menikah, seperti poligami dan tidak berbuat apa-apa karena sosok perempuan masih ada lagi kebebasan untuk berpendidikan. dianggap rendah dan harus mematuhi tradisi Segala usaha ia lakukan bersama sang kakak, yang ada. Kartini untuk terus berkarya dan menuntut Ajaran-ajaran dalam budaya Jawa adalah ilmu walaupun sedang dalam masa pingitan. nilai-nilai budaya yang kurang mendukung Roekmini memohon kepada ibunya Raden posisi kesetaraan perempuan dalam kehidupan Ajeng Moeryam untuk tetap bisa bersekolah, (Budiati, 2010). Perempuan Jawa diajarkan tetapi hal tersebut sangat ditolak dan tidak akan untuk menikah, melayani suami, mengurus anak pernah terkabulkan. dan rumah tangga beserta dengan ajaran sopan Perempuan kerap kali ditampilkan sebagai santun lainnya. Perempuan Jawa tidak dapat pihak yang salah dibandingkan dengan pihak mengaktualisasikan dirinya, seperti yang dikutip laki-laki (Eriyanto, 2017). Film Kartini oleh Budiati (2010) dalam Budiman (1985), memberikan gambaran Kartini dan adik-adik “Tujuan perempuan seakan-akan hanyalah untuk perempuannya merasa serba salah dan terdesak menikah dan membentuk keluarga sesudahnya dengan keadaan tradisi. Mereka tetap harus hamper seluruh kehidupannya dilewatkan mengikutin pingitan, tetapi mereka juga tahu dalam keluarga. Dalam keadaan ini perempuan bahwa menikah akan ada dampak buruknya jadi tergantung pada laki-laki secara ekonomis bagi mereka, seperti poligami dan hilangnya karena pekerjaan yang dilakukan di rumah kesempatan menuntut ilmu, tetapi mereka juga tidak menghasilkan gaji, dengan ditambah lagi, salah jika keluar dari rumah untuk melakukan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 58 kegiatan pendidikan karena itu melanggar untuk menikah dan berhak mendapatkan tradisi dan melecehkan harkat dan martabat pendidikan. sebagai perempuan di kala itu. Beberapa teoretis feminis proses Moeryam bersikap keras kepada Kartini agar pembentukan subjek yang selalu mengalah menjadi perempuan yang menuruti tradisi dan tidaklah begitu sederhana, bahkan proses menghormati harkat dan martabat perempuan, pembentukan diri sendiri sebagai orang yang terutama untuk calon Raden Ayu adalah memiliki masalah emosional, mungkin saja gambaran bagaimana perempuan dikala itu pada saat bersamaan akan menjadi lahan bagi tidak bisa lepas dari walau berusaha sekeras apa munculnya perlawanan, dan mereka tidak mau pun, seperti yang Kartini lakukan. Kartini yang melihat kesulitan itu sebagai tanggung jawab tidak mengeluh dan menjalani pingitan sebagai atau kesalahan mereka sendiri (Mills, 2007). tempat untuk mengembangkan pikirannya Ketika kakak Kartini, yaitu Lastri kembali secara mandiri dengan membaca buku, majalah, ke rumah adalah suatu hal yang menyedihkan surat kabar mengenai dunia modern, ia juga bagi seorang perempuan. Peristiwa tersebut menulis esai dan surat (Wicaksana, 2018). adalah gambaran bahwa rumah tangga yang Apa yang telah Kartini lakukan tersebut dinilai ia jalani tidak berlangsung dengan baik. negatif oleh Raden Ajeng Moeryam. Perbuatan Berdasarkan teori Analisis Wacana Kritis Sara tersebut sangat tidak menghormati pengorbanan Mills, posisi perempuan selalu ditentukan, seorang perempuan yang telah dilakukan oleh dan menjadi isi cerita yang tidak bisa mereka Raden Ajeng Moeryam dahulu, yaitu menjadi wakili sendiri. Gambar perempuan yang harus istri kedua ayah Kartini karena yang selayaknya melayani suaminya, bekerja dalam rumah dilakukan perempuan adalah seperti yang tangga, dan tidak bisa bebas sosialisasi biasanya dilakukan Raden Ajeng Moeryam dahulu. tidak datang dari para perempuan itu sendiri Film Kartini menunjukkan bahwa Raden tetapi dari aktor lain, yaitu suami atau pria. Ajeng Moeryam tidak mau merasakan tanggung Pada adegan Lastri kembali ke rumah jawab besar yang ia lakukan dahulu ia rasakan orang tuanya memiliki sebab yang bukan dari sendirian, ia ingin Kartini tahu bagaimana Lastri sendiri. Lastri kembali ke rumah karena pengorbanan Raden Ajeng Moeryam untuk ia dipoligami oleh suaminya dan suaminya menjadi istri kedua. Sementara Kartni menjadi sudah lebih mencintai istri keduanya yang lebih pihak yang memberontak supaya perempuan- pintar dari Lastri. Peran Lastri yang menangis perempuan tidak lagi mengalami pemaksaan ditampilkan bukan karena dari diri sendiri,

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 59 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 tetapi dari adanya peran suami. Dalam budaya ingin menjadikan sosok perempuan adalah Jawa, kedudukkan perempuan khususnya sosok yang mandiri, berpendidikan, dan dalam kehidupan rumah tangga berada di tidak bisa ditindas. Kartini berani bicara dan bawah bayang-bayang kekuasaan suami atau menyampaikan pendapatnya. Pada saat dilamar laki-laki (Budiati, 2010). Perempuan tidak Kartini berani menyampaikan syarat yang memiliki hak untuk mengatur dirinya sendiri, diinginkannya dan hal tersebut terwujud pada kecuali dikehendaki oleh suaminya atau laki- saat pernikahan. Meskipun dapat dilihat wajah laki. Kartini melihat dan tertunduk sedih dengan Kartini tidak bahagia pada saat pernikahan, ia kejadian itu dan mempunyai 4 syarat jika ada telah berhasil menghilangkan tradisi dan sopan- pria yang ingin menikahinya supaya ia tidak santun yang rumit pada saat pernikahannya. bernasib sama dengan kakaknya. Film Kartini menunjukkan bahwa Kartini Film Kartini menunjukkan adanya persoalan telah melakukan banyak hal untuk melawan Gender. Adegan-adegan seperti perempuan penindasan terhadap perempuan. Mulai dari harus rela jika dipoligami, perempuan dilarang masa pingitan ia tetap belajar, membaca, melanjutkan pendidikan, dan kaum laki-laki membuat tulisan dan surat untuk disebarkan yang berkuasa atas perempuan baik statusnya ke dunia luar, dan sampai akhirnya ia dilamar suami atau saudara adalah persoalan gender yang oleh Djojoadiningrat dengan memberikan 4 dihadapi oleh sosok Kartini dan perempuan- syarat lamaran, yaitu tidak mau membasuh perempuan di kala itu. Persoalan muncul ketika kaki Kangmas Djoyoadiningrat disaat acara kesenjangan yang terjadi dalam hubungan pernikahan digelar, ingin dibebaskan dari ikatan gender telah tercipta berbagai ketidakadilan sopan santun yang rumit dan diperlakukan baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap sebagai orang biasa saja, mengharuskan calon kaum perempuan. Ketidakadilan gender suami membantu mendirikan sekolah untuk mengakibatkan perempuan kehilangan hak dan perempuan dan orang-orang miskin, Kartini kebebasannya untuk mengambil keputusan juga ingin Yu Ngasirah tidak tinggal di rumah baik itu yang menyangkut dirinya sendiri belakang lagi, tetapi di rumah depan dan semua maupun untuk kepentingan khalayak luas putra dan putri Romo memanggil Ngasirah (Hayati, 2012). dengan sebutan Mas Ajeng (Ibu). Pada adegan Kartini dilamar dan menikah Kartini menginginkan adanya “pengakuan”. dengan Djojoadiningrat. Kartini menunjukkan Banyak feminis yang mencermati proses sikapnya yang tegas, bahwa ia berbeda dan “pengakuan” yang kemudian menempatkan

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 60 dirinya sendiri dalam sebuah kelompok menikmatkan laki-laki. Hal tersebut membuat kepentingan atau kelompok politik yang lebih kaum laki-laki merasa lebih berkuasa dan bisa luas (sebagai kaum feminis, atau perempuan memperlakukan perempuan dengan semena- kelas pekerja), kemudian melahirkan aksi-aksi mena. perlawanan terhadap penindasan (Mills, 2007). Dalam film Kartini 2017, Kartini Film Kartini pada tahun 2017 ini, ditampilkan sebagai sosok yang tegas dan menampilkan tradisi yang mengikat para menentang didalam ketidakberdayaan perempuan. Sosok Kartini ditampilkan sebagai perempuan, terikat dengan tradisi, banyak sosok yang berani melakukan perubahan pada aturan-aturan yang membebaninya. Kartini tradisi untuk hak kebebasan dan keadilan para bertekad untuk menegosiasikan keukasaan, perempuan. Ada perempuan yang mampu bahwa perempuan tidak bisa ditindas terus menegosiasikan keukasaan yang terlembaga menerus, berhak hidup bebas dan mendapatkan da nada pula perempuan yang mendapatkan pendidikan. Sosok Kartini dengan keberanian kekuasaan melalui negosiasi dengan posisi yang dan bukti-bukti potensinya sebagai perempuan kelihatannya tak berdaya yang telah diberikan yang juga memiliki prestasi dan ilmu pada mereka (Mills, 2007). pengetahuan sama dengan laki-laki dapat Kaum perempuan di Indonesia masih membuktikan bahwa tidak bisa selamanya terbelenggu oleh nilai-nilai budaya yang masih perempuan akan hidup tertindas oleh laki-laki kental dan dianut dalam kehidupan, sehingga dan tertetekan oleh tradisi. sulit bagi mereka untuk menemukan jati dirinya SIMPULAN serta tidak berani untuk mengembangkan potensi yang dimiliki (Budiati, 2010). Persoalan Film Kartini karya Hanung Bramantyo ini membuat Kartini dalam film Kartni menjadi menunjukkan Representasi Kesetaraan Gender sosok yang menentang nilai-nilai tersebut. Atas Sosok Perempuan Dalam Kukungan Kartini ingin mengembangkan potensi dirinya Tradisi Jawa. Terlihat dari beberapa potongan agar tidak tertindas oleh laki-laki. Ajaran- adegan yang menampilkan sosok perempuan ajaran tradisi Jawa pada kala itu, seperti berada di bawah kuasa laki-laki.Keadaan harus membasuh kaki suami pada saat prosesi perempuan pada tahun 1880-an dengan tradisi pernikahan, jalan jongkok, merawat tubuh, rela ningrat Jawa dibangun atas peraturan tradisi dipoligami, dan aturan sopan santun lainnya dan laki-laki sebagai sosok yang lebih berkuasa dianggap Kartini cenderung memanjakan dan menunjukkan kesetaraan gender menjadi isu

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 61 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 besar di masa itu. sebagai perempuan (Wicaksana, 2018). Sebagai Ideologi partriarki dalam Film Kartini seorang perempuan yang akan menjadi Raden ditunjukkan dalam adegan pingitan, perempuan Ayu, Roekmini sangat takut terhadap kehidupan dilarang keluar pendopo, dan seorang istri atau setelah menikah, seperti poligami dan tidak ibu yang bukan keturunan ningrat harus tidur di ada lagi kebebasan untuk berpendidikan. belakang rumah. Segala usaha ia lakukan bersama sang kakak, Ajaran-ajaran dalam sistem budaya Kartini untuk terus berkarya dan menuntut Jawa adalah nilai-nilai budaya yang kurang ilmu walaupun sedang dalam masa pingitan. mendukung suatu posisi perempuan untuk Roekmini memohon kepada ibunya Raden menjadi setara dalam berbagai sektor kehidupan Ajeng Moeryam untuk tetap bisa bersekolah, (Budiati, 2010). Perempuan Jawa diajarkan tetapi hal tersebut sangat ditolak dan tidak akan untuk menikah, melayani suami, mengurus anak pernah terkabulkan. dan rumah tangga beserta dengan ajaran sopan Perempuan cenderung ditampilkan dalam santun lainnya. Perempuan Jawa tidak dapat teks sebagai pihak yang salah dibandingkan mengaktualisasikan dirinya, seperti yang dikutip dengan pihak laki-laki (Eriyanto, 2017). Film oleh Budiati (2010) dalam Budiman (1985), Kartini memberikan gambaran Kartini dan “Tujuan perempuan seakan-akan hanyalah untuk adik-adik perempuannya merasa serba salah menikah dan membentuk keluarga sesudahnya dan terdesak dengan keadaan tradisi. Mereka hamper seluruh kehidupannya dilewatkan tetap harus mengikutin pingitan, tetapi mereka dalam keluarga. Dalam keadaan ini perempuan juga tahu bahwa menikah akan ada dampak jadi tergantung pada laki-laki secara ekonomis buruknya bagi mereka, seperti poligami dan karena pekerjaan yang dilakukan di rumah hilangnya kesempatan menuntut ilmu, tetapi tidak menghasilkan gaji, dengan ditambah lagi, mereka juga salah jika keluar dari rumah untuk perempuan seakan-akan dipenjarakan di suatu melakukan kegiatan pendidikan karena itu dunia yang tidak merangsang kepribadiannya.” melanggar tradisi dan melecehkan harkat dan Pada tahun 1870-an, kaum perempuan di martabat sebagai perempuan di kala itu. Jawa tidak dapat bergerak leluasa di tengah Posisi Subjek-Objek menampilkan adegan- masyarakat, posisinya tidak setara dengan laki- adegan film berupa peristiwa yang terjadi di laki, harus dipingit di dalam rumah sehingga masa Kartini menjadi sosok perempuan yang tidak dapat bersekolah di luar lagi dengan berada di bawah kuasa laki-laki.Penonton tujuan untuk menjaga harkat dan martabat melihat adanya kesenjangan sosial antara

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63 62 perempuan dengan laki-laki pada film Kartini Brida dan Sukaesi (2017). Assessing text ini. alignment: sara mill’s model. Jurnal Epigram. Vol. 14, No. 1, p.1. Diperoleh Ketidakadilan gender dalam film Kartini dari E-journal: http://jurnal.pnj.ac.id/index. menyebabkan adanya kesenjangan peran php/epiepig/article/view/948 yang dapat dilihat bahwa perempuan selalu Budiati, C. A. (2010). Aktualisasi diri perempuan dalam sistem budaya Jawa. tertindas oleh kaum laki-laki. Konsep adat Jurnal Trunojoyo. Vol. 3, No. 1, p. 51- Jawa yang membelenggu perempuan Jawa di 57. Diperoleh dari E-journal: http:// kala itu sedikit demi sedikit diruntuhkan oleh journal.trunojoyo.ac.id/pamator/article/ view/2401/1990 Kartini karena sikapnya yang berani membuat Carey, P. (2018). Perempuan–perempuan perubahan dan membukakan pikiran orang- Perkasa. Jakarta: Kepustakaan Populer orang di sekitarnya, baik laki-laki maupun Gramedia. Eriyanto. (2009). Analisis cacana. Yogyakarta: perempuan tentang ketidakadilan gender. LKiS Group. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi Eriyanto. (2017). Analisis Wacana. Yogyakarta: menfaat bagi akademisi yang membutuhkan LKiS Group. Fauziyah, Y. (2008). Menyingkap kuasa terkait dengan perempuan dan kesetaraan maskulinitas di balik tabir feminitas wanita gender. Penelitian berikutnya diharapkan dapat Jawa. Jurnal Ulumuna. Vol. 22, No. 1, membahas lebih luas lagi mengenai sejarah p.194. Diperoleh dari E-journal: https:// ulumuna.or.id/index.php/ujis/article/ kehidupan emansipasi perempuan, seperti view/163/147 pendidikan untuk perempuan dan orang miskin Film Indonesia.or.id (2017). Kartini. Diperoleh yang dibangun oleh Kartini. Pembaca mampu dari website: http://filmindonesia.or.id/ movie/title/lf-k007-17-371853_kartini/ menyikapi secara bijak atas segala bentuk award#.XEdK61wzbIU. ketidakadilan gender antara perempuan dengan Hardiningtyas, P. (2015). Manusia dan laki-laki agar tidak terjadi lagi ketidakadilan budaya Jawa dalam roman bumi manusia eksistensialisme pemikiran Jean Paul Sarte. tersebut. Jurnal Aksara. Vol.27, No.1, p.25. Diperoleh dari E-journal: http://pbsi.fbs.uny.ac.id/ DAFTAR PUSTAKA sites/pendidikan-bahasa-sastraindonesia. fbs.uny.ac.id/files/KUMPULAN%20 MAKALAH%20SEMINAR%202017_ Ardianto, E, Komala, L, & Karlinah, S. (2017). VERSI%20BARU%2020517.pdf Komunikasi massa suatu pengantar. Hermawati, T. (2007). Budaya Jawa Bandung: Simbiosa Rekatama Media. dan kesetaraan gender. Jurnal Baran, J. (2009). Mass communication theory. Komunikasi Massa. Vol.1, No.1, USA: Wadsworth Cengage Learning. p.21-24. Diperoleh dari E-journal:

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati) 63 ProTVF, Volume 4, No. 1, 2020, hlm. 42-63

https://webcache.googleusercontent. http://webcache.googleusercontent.com/ com/search?q=cache:AIedpQwm_ search?q=cache:Myfh47xyIJwJ:ikk.fema. R0J:https://digilib.uns.ac.id/ ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/teori. dokumen/download/10734/ pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=id. MjQxNDM%3D/Budaya-Jawa- Sudaryono. (2018). Metodologi penelitian. dan-Kesetaraan-Gender-abstrak. Depok: RajaGrafindo Persada. pdf+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id Sztompka, P. (2018). Sosiologi peruahan Sosial. Marta, R. F. (2015). Analisis wacana kritis film Jakarta: Prenada Media. “Puteri Giok”: cermin asimilasi paksa era Trianton, T. (2013). Nilai pendidikan orde baru. Jurnal Masyarakat & Budaya. karakter berbasis kearifan lokal dalam 17(1), 331-346. film Indie Banyumas, Vol.2, No.1, p.4. Mcquail, D. (2010). McQuail’s mass Jurnal Ilmiah Kependidikan. Diperoleh communication theory. London: SAGE dari E-journal:http://webcache. Publications. googleusercontent.com/h?q=cache:Kzo Mills, S. (2007). Diskursus. Jakarta: Penerbit wWJ4USk0J:jurnalnasional.ump.ac.id/ Qalam. index.php/khazanah/article/w/650/642+&c Mujianto, Y. Elmubarok, Z. & Sunahrowi. d=1&hl=en&ct=clnk&gl=id (2010). Pengantar ilmu budaya. Wicaksana, W, A. (2018). Raden Ajeng Kartini. Yogyakarta: Pelangi Publishing. Sleman, Yogyakarta: Solusi Distribusi. Pratista, H. (2017). Memahami film. Yogyakarta: Widyaningrum, L, G.: “Memahami Montase Press. Kepahlawanan Kartini Melalui Surat- Puspitawati, H. (2012). Gender dan keluarga: suratnya.” Diperoleh dari website: konsep dan realita di Indonesia. Jurnal https://nationalgeographic.grid. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen id/read/131702956/memahami- Fakultas Ekologi Manusia Institut kepahlawanan-kartini-melalui-surat- Pertanian Bogor. Diperoleh dari website: suratnya?page=all

Representasi perempuan dalam kukungan tradisi Jawa pada film Kartini karya Hanung Bramantyo (Alycia Putri, Lestari Nurhajati)