ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG PERKEMBANGAN DESAIN RUANG PUBLIK PADA INTERIOR PUSAT BELANJA EVOLUTION OF PUBLIC SPACE DESIGN IN SHOPPING CENTRE INTERIOR

Astrid Kusumowidagdo 11, Agus Sachari 22, Pribadi Widodo 33

1Fakultas Industri Kreatif, Universitas Ciputra, 60219 E-mail : [email protected]

2 Program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, Bandung E-mail : [email protected]

3 Program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, Bandung E-mail : [email protected]

Abstract

To keep up with the changes of time, the city’s social structure is becoming more and more complex and it has seen several differences over time. Therefore, what used to be defined as a public space no longer points to an indoor and outdoor space that belongs to public institution. Private public areas and areas with interior emphasis are becoming more common, especially in today’s shopping centers. This research studies the development of public spaces in the indoor areas and interior of shopping centers and examines the differences of their spatial characters. The objects of research are two shopping centers from the 1960-1980 era ( Shopping Center and Surabaya’s Pasar Atum Shopping Center), two shopping centers from the 1980-1998 era (Mal Ciputra Shopping Center and Shopping Center) and two shopping centers from the era after 1998 ( and ). The research is conducted in two stages. The first uses a focus group to determine the public space that serves as an image for the shopping center as well as to find the comparative parameters, or the physical analysis units. The second stage involves a case study for the three periods mentioned above, with a double case for each period. The result finds that there are improvements in the corridor, atrium, food court and dining areas.

Keywords : internal public space, shopping centre

1. PENDAHULUAN masyarakat terhadap ruang publik yang Keberadaan ruang publik, dalam kini telah banyak digantikan oleh ruang– kasus ini ruang publik eksternal, dan ruang publik privat (external dan internal kehidupan di dalamnya telah banyak quasi public space) yang dikelola oleh berkurang, begitu pula keterikatan swasta. Hal ini didorong oleh perubahan konsumsi pada masyarakat dengan

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

banyaknya hiburan di televisi, dan internet gaya hidup, terdapat refleksi dari sistem penggunaan mobil dan kendaraan makna dan prestis dari pilihan merek kafe bermotor lainnya sebagai kendaraan yang yang diperlihatkan serta keseluruhan mempercepat mobilitas (Carmona dkk., proses beraktivitas. Demikian, pusat 2003), privatisasi lahan yang mempercepat belanja dengan ruang publiknya munculnya ruang publik (bentuknya dapat memberikan fasilitas untuk beraktivitas. berupa jalan dan plaza) dalam bangunan Fenomena ini dijumpai pada kota-kota seperti pusat belanja (Ellin, 1999). besar di . Plaza pada pusat belanja, Dengan adanya perkembangan misalnya menjadi salah satu ruang publik jaman dan budaya tersebut, terlihat dengan aktivitas yang diminati baik perkembangan karakter spasial baik pada dikarenakan inisiatif dari pengelola pusat ruang publik baik pada ruang luar maupun belanja, penyewa area retail maupun dari pada ruang dalam. Hal ini dapat dicermati masyarakat. Sesuai dengan pendapat pusat-pusat belanja sejak awal Staeheli dan Mithcell (2006), yang didirikannya Sarinah sebagai pusat belanja menyatakan beberapa hal dalam risetnya pertama di Indonesia hingga saat ini, antara lain Dalam banyak hal pusat jumlah pusat belanja menjadi ratusan di belanja mengakomodasi fungsi yang sama seluruh Indonesia. Penelitian ini bertujuan dengan town square di Amerika. Banyak untuk menelaah hal itu, dan berfokus pada kegiatan kemasyarakatan diselenggarakan ruang publik-ruang publik pada area di sana, dan pengelola tidak selalu interior pusat belanja. menolak atas dasar sewa, karena menginginkan masyarakat memiliki sense 1.2 Rumusan Masalah of belonging pada pusat tersebut. Sehingga di sini pusat belanja mewadahi ruang Berdasarkan latar belakang yang publik yang diinginkan masyarakat. telah diuraikan mengenai maka muncul Kondisi ini tidak hanya terjadi di permasalahan yaitu adalah adakah Amerika, begitu pula dengan kota-kota perubahan karakter spatial dalam besar di Indonesia. Pusat belanja ternyata perancangan interior ruang publik pusat dalam perkembangannya dapat mewadahi belanja dan apa sajakah perubahan itu ? karakter masyarakat masa kini. Piliang (2010) mengemukakan munculnya 1.3 Rumusan Masalah sepuluh identitas manusia kota masa kini sebagai bagian dari kebudayaan Tujuan dari penelitian ini adalah postmodern, dengan kemampuan untuk mengikut perkembangan desain dari melakukan berbagai kegiatan sekaligus sebuah pusat belanja, secara khusus dari (manusia ekonomi, manusia individualis, segi interiornya. manusia kecepatan, manusia tipe A, menusia penyendiri, manusia kebendaan, 2. TEORI manusia tanda, manusia citraan, dan 2.1 Ruang Publik manusia informasi). Di mana kesemuanya ini dengan mudah dapat menemukan Untuk konteks ruang publik, ruangnya pada ruang publik di pusat pembahasan dapat mengacu pada dua arti. belanja. Berbagai kegiatan dapat dilakukan Dalam pembahasan di atas terdapat dua secara paralel di pusat belanja, makan konteks yaitu ruang publik dalam konteks siang di kafe sambil melakukan browsing pertama, sebagai ruang publik riil, dan internet dan menunggu rekan untuk rapat. ruang publik dalam konteks kedua sebagai Secara sadar atau tidak, semua aktivitas ruang publik yang imajiner. yang dilakukan merupakan bagian dari

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

Lebih lanjut pada konteks pertama, ruang yang dapat diakses dan ruang merupakan sebuah wadah aktivitas dipergunakan oleh publik. Terdapat empat yang dapat diakses oleh setiap orang. macam ruang publik: Pada istilah sebaliknya ruang privat (a) External public space yaitu sebagian memiliki makna ruangan yang secara dari lahan yang terletak diantara spatial terbatasi aksesnya bagi orang lain, kepemilikan lahan privat. Pada area lebih kepada batasan geografikal, perkotaan, yaitu alun-alun, jalan, jalan pembahasan adalah berada dalam konteks raya, taman, tempat parkir dan di area lingkungan fisik. Pada arti ini, ruang pedesaan yaitu pantai, hutan, danau dan publik berbeda dengan ruang privat dalam sungai. Ruang-ruang ini dapat diakses oleh hal intimacy misalnya antara taman kota siapapun dan merupakan bentuk nyata dari dan rumah. Pada arti keduanya ruang ruang publik. publik dalam arti lingkup spasial, pada (b) Internal public spacey yaitu area pada definisi ini bukan merupakan ruang fisik institusi publik seperti museum, tapi lebih kepada tindakan komunikatif perpustakaan, fasilitas transportasi publik (Sastrapratedja dalam Hardiman, 2011). seperti kereta dan bis. Arendt (1958) dalam Hardiman (2011) (c) External dan Internal quasi-‘public’ mendeskripsikan ruang publik sebagai space:area yang secara legal merupakan ruang bersama yang menyatukan orang- area privat seperti universitas, sporthall, orang. Demikian, ruang publik pada term restoran, teater, dan pusat belanja. kedua bukanlah konsep yang terkait dalam Kategori ini disebut juga ‘privatised’ pembahasan ini, namun aktivitas ruang public spaces. Pada tempat ini, pemilik publik tersebut dapat saja terjadi pada dan pengelola memiliki hak untuk ruang publik pada term pertama. penataan dan regulasi dari akses dan tata Pada term arsitektur dan interior laku. ini, dipandang dari arsitektur merujuk Sehingga dengan pengertian di atas ruang dalam secara matematis dan maka terdapat banyak perwujudan dari psikologis (Hutama dalam Sastrapratedja, ruang-ruang publik, termasuk salah 2011). Secara matematis, ruang satunya, dalam kasus penelitian ini, yang dipandang dalam tiga dimensinya, mewujud dalam sebuah interior pusat sedangkan secara psikologis ruang belanja. merupakan percampuran dan pertemuan kepentingan serta keinginan. 2.2 Pusat Belanja Keterwujudan ruang secara fisik Menurut International Council of dihasilkan dengan pembacaan Shopping Centre (ICSC) dalam Wee dan kebutuhannya serta melibatkan beberapa Tong (2007), pusat belanja adalah pihak. Pada konteksi ruang publik, ruang sekelompok usaha ritel dan usaha ini dipergunakan untuk menampung komersial lainnya yang direncanakan, kepentingan bersama. Ruang publik dimiliki dan dikelola sebagai sebuah merupakan ruang–ruang yang berorientasi properti tunggal. Bentuknya sendiri bisa manusia, yang terbentuk karena kebutuhan berupa tertutup (enclosed mall) atau plaza untuk bertemu dan berkomunikasi. terbuka (strip centre). Pusat belanja Ruang publik tidak hanya dijumpai tertutup biasanya terdiri atas banyak lantai, pada ruang luar dan menjadi milik sedangkan yang terbuka biasanya pemerintah setempat. Pengertian secara menyediakan parkir di depan toko-toko. mendalam mengenai ruang publik menurut Pusat belanja bisa juga dibedakan atas Carmona dkk. (2003) dijelaskan sebagai bauran jenis usaha, yaitu berorientasi semua ruang yang dipergunakan secara keluarga dan berada di bawah satu atap, bersama termasuk di dalamnya, ruang-

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

pusat belanja spesialis dan kombinasi stage (Papalia dkk., 2008). Dalam tahap keduanya (pusat belanja gaya hidup) ini, diharapkan responden terlibat dalam Di Indonesia, pusat belanja kerap berbagai aktivitas pada ruang-ruang publik disebut mall atau plaza. Penyebutan ini pada pusat belanja secara aktif. Tahapan bergantian dipergunakan umumnya ini dilakukan di Surabaya, dalam diskusi berlantai banyak dan saat ini banyak yang terbuka. menjadi bagian dalam sebuah superblok. Pusat belanja merupakan properti 3.2 Tahap 2. Studi Kasus komersial yang memiliki multi lantai Studi kasus adalah salah satu metode untuk usaha ritel dan fasilitas dalam ilmu-ilmu sosial, seperti halnya pendukungnya; seperti tempat rekreasi, penelitian lainnya seperti eksperimen, restoran, hotel, layanan medis dan kantor survai, historis dan analisis informasi serta tempat tinggal (Sim, 1992). Hal ini documenter. (Yin, 1996) . Kelebihan studi mulai lazim di kota-kota besar Asia. kasus dalah strategi yang cocok untuk Demikian ruang publik di area menjadab pertanyaan penelitian yang pusat belanja merupakan fasilitas yang berkenaan dengan how dan why, bila penting bagi masyarakat. Dalam konteks peneliti memiliki hanya sedikit peluang penelitian ini area publik adalah area yang untuk mengontrol peristiwa yang akan dikelola oleh pemilik properti dan dan diselidiki dan fokus penelitian terletak bukan merupakan area dari anchor tenant pada fenomena kontemporer. Studi kasus (penyewa utama) dan area gross leasable mempergunakan obyek dengan periode I area (luas kotor yang disewakan). (era 1960-1980), periode II (era 1980- 1998) dan periode III (setelah 1998). 3. METODOLOGI PENELITIAN Untuk periode I terpilih pusat belanja Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu Sarinah, dan pusat belanja Pasar focus group untuk mendapatkan ruang- Atum di Surabaya; untuk periode II, ruang publik mana yang merupakan image terpilih pusat belanja, Mal Ciputra, Jakarta pusat belanja dalam pembentukan sense of dan Tunjungan Plaza, Surabaya; dan placenya. Kedua, dengan melakukan periode III, terpilih pusat belanja, observasi melalui studi kasus pada tiga Gandaria City, Jakarta dan Ciputra World, periode utama perkembangan pusat Surabaya. Selain pemilihan didasari belanja. karena periode tersebut, juga karena latar belakang akses penelitian. Adapun unit 3.1 Tahap 1. Focus Group analisis ini dipergunakan hasil dari focus Focus group adalah sebuah teknik group yaitu desain pada area atrium, interview, yang memiliki karakter sosial desain pada area koridor dan desain dining dan semi public yang akan membentuk area. data dan dapat disesuaikan dengan tujuan. Pada sesi focus group akan terjadi sebuah percakapan mengenai data tersebut, dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN dapat menggali lebih jauh. Penelitian akan 4.1 Hasil Focus Group mengadakan focus group untuk mempertaja unit analisis karena banyak Focus group yang dilaksanakan kaidah lokal akan terbaca dari focus group memberikan gambaran ruang-ruang publik ini. Dan peneliti akan dapat melihatnya yang menjadi image pusat belanja. Melalui secara bersamaan. Focus group dilakukan diskusi ditemukan ruang-ruang publik dengan tim focus group yang berjumlah tersebut adalah atrium, koridor dan dining tujuh orang. Ketujuh orang dipilih dengan area. Selain ketiga unsur tersebut terdapat usia 18-33 tahun sebagai high achievement pula tenant spaces, namun area tenant ini

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

tidak merupakan fokus penelitian ini. Mengenai atrium, Sarinah tidak Atrium, koridor dan dining area memiliki atrium. Hampir semua luasan merupakan area ruang publik wadah dialokasikan untuk leaseable space dan aktivitas, dengan mayoritas menyukai sirkulasi. Sedangkan Pasar Atum pada dining area sebagai area favorit awalnya memiliki atrium dengan (Kusumowidagdo, Sachari, Widodo, ketinggian 2-4 lantai dengan bentuk 2012). persegi.

4.2 Hasil Observasi dan Pembahasan pada Studi Kasus Pusat Belanja 4.2.1 Pusat Belanja pada periode 1960 - 1980 Era 1960-1980 adalah era-era awal Gambar 2: Tampilan arsitektur Sarinah (kiri) pendirian pusat perbelanjaan modern. dan tampilan interior Sarinah (kanan). Pusat perbelanjaan modern ditandai Sumber: dokumentasi pribadi. dengan berdirinya Sarinah di Tahun 1962. Pusat belanja yang tadinya hanya pasar Mengenai koridor, Sarinah rata-rata tradisional dan toko ritel yang berdiri memiliki koridor sempit kurang lebih 1.2- sendiri menjadi berubah bentuk dalam 1.8 meter dan pada beberapa tempat fasilitas arsitektur yang lebih megah selebar 2.5 meter. Sedangkan Pasar Atum dengan lantai bertingkat, peng- kondisian memiliki kondisi koridor yang sama. udara, penggunaan eskalator dan sistem Untuk penataan toko, keduanya dengan cahaya. Tipikalnya karakter spatial adalah koridor ganda dan memiliki orientasi yang jarak yang rendah antar lantai 2.5-3.00 , sulit. penataan koridor yang berlapis, tidak Pada kedua pusat belanja tidak terlalu populer mempergunakan dijumpai area dining/ foodcourt kecuali konfigurasi anchor tenant dan atrium pada area tenant yang menyediakan. termasuk untuk kedua pusat belanja yakni Untuk interior finishing Sarinah Sarinah dan Pasar Atum. mempergunakan sebagian teraso, keramik dan marmer untuk lantai, dan cat untuk dindingnya; sedangkan Pasar Atum mempergunakan keramik dan teraso baik untuk dining dan lantai.

4.2.2 Pusat Belanja pada periode 1960- Gambar 1: Tampilan arsitektur Pasar Atum 1980 (kiri) dan tampilan interior Pasar Atum (kanan). Sumber: dokumentasi pribadi. Era 1980-1998 adalah era bertumbuhnya pusat belanja dengan Dari arsitekturnya, Sarinah memiliki sebutan mall dan plaza. Karakter spasial bentuk big box dengan material finishing yang khas adalah penggunaan lift cat, seiring perkembangan terdapat panoramic, terdapat atrium yang tinggi, perkembangan bentuk berikutnya dengan bentukan fungsional yang lurus dan tajam, menambahkan perkantoran di area atas. koridor yang melereng (ramp), dan mulai Sedangkan Pasar Atum memiliki bentuk dikenal ke- hadiran foodcourt. Untuk big box dengan infrastruktur exposed, dan tenant space mulai banyak memperhatikan tangga di luar bangunan store atmosphere secara strategis. Pada era ini, pusat belanja banyak memperhatikan

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

partisipasi masyarakat untuk kepentingan koridor menghadap ke arah void. Selain keberlangsungan sebuah bisnis. itu pada kedua pusat belanja ini telah menyediakan area untuk dining area Pada dasarnya kedua pusat belanja, (foodcourt) yakni Mal Ciputra dan Tunjungan Plaza 1, memiliki bentuk big box. Mal Ciputra 4.2.3 Pusat Belanja pada periode 1960- tidak tampil polos, memiliki warna- 1980 warna cerah dan menarik, facadenya Era setelah 1998, merupakan era sekaligus berfungsi sebagai signage untuk terhentinya seluruh pembangunan pusat anchor store. belanja karena krisis moneter hingga tahun Sedangkan Tunjungan Plaza 1, 2005. Pada era ini, bentukan mal dari memiliki façade terdahulu dengan arsitektur dan interior terlihat lebih luwes finishing kera- mik namun saat ini telah dan menerapkan bentukan -bentukan yang diperbarui dengan finishing Aluminium organik. Keberadaan pusat belanja juga Composite Panel. menonjolkan experience yang menyertai aktivitas belanja. Sehingga tujuan ke pusat belanja bukan lagi hanya kegiatan transaksi namun menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bentuk-bentuk

iconic, tematik dan teatrikal banyak dijumpai, juga perpaduan antara mall Gambar 3: Tampilan koridor Mal Ciputra bertingkat dan plaza outdoor. (kiri) dan tampilan interior Pasar Atum Baik Gandaria City dan Ciputra (kanan). Sumber: dokumentasi pribadi. World memiliki bentuk facade yang lengkung dengan material metal sheet Kedua pusat belanja memiliki atrium yang flexible, skala gigantis dan menjadi yang luas. Mal Ciputra memiliki atrium vocal point dalam lingkungan. dengan ketinggian 8 lantai, bentuk denah Bentuknya facade yang lengkung dengan plaza persegi panjang sebanyak 3 buah. material kaca dan aluminium composite Sedangkan Tunjungan Plaza 1 memiliki panel dalam skala gigantis dan menjadi atrium dengan ketinggian 9 lantai bentuk vocal point. denah plaza persegi panjang. Dijumpai skylight pada beberapa atrium pusat belanja di era ini

Gambar 5: Tampilan interior Gandaria City (kiri) dan tampilan atrium Gandaria City

(kanan). Sumber: dokumentasi pribadi.

Gambar 4: Tampilan atrium Tunjungan Plaza(kiri), tampilan koridor Tunjungan Plaza(tengah), dan Atrium. Sumber: Keduanya memiliki atrium dengan dokumentasi pribadi. bentuk lengkung, oval, yang jumlahnya lebih dari satu, memiliki koridor antara 3- 5 meter ketinggian antar lantai dan langit- Kedua pusat belanja, baik Mal langit antara 4-5 meter konfigurasi tipikal Ciputra dan Tunjungan Plaza 1 memiliki koridor tunggal, dengan void yang cukup koridor dengan lebar 3 meter, tipe single

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

tinggi. berbagai aktivitas mulai pameran, event- event untuk memberikan pengalaman berbelanja yang berbeda. Pengalamanlah yang terpenting dan menentukan pula desain yang menarik. Sedangkan untuk koridor, jika pada era awal koridor yang dipergunakan mayoritas adalah koridor ganda, pada periode kedua dan ketiga rata-rata Gambar 6: Tampilan koridor pada dining area Ciputra World (kiri) dan tampilan atrium mempergunakan koridor tunggal. Lebar Ciptura World (kanan). dan ketinggian koridor juga semakin besar Sumber: dokumentasi pribadi. yang menunjukkan perbedaan tingkat kenyamanan yang seiring berjalannya Foodcourt yang ada pada periode waktu dan gaya hidup. Lebar koridor pada sebelumnya tetap bertahan pada periode periode pertama berkisar antara 1.2-1.5 ini. Area makan yang bersifat publik pada meter dan kini berkembang menjadi 3-5 bangunan komersial dan dikelilingi meter. Ketinggian koridor juga mengalami dengan area tenant yang disewakan, ini perubahan dari 2.5 meter-3 meter menjadi memiliki bentuk tematik, yang 3.5 hingga 6 meter. Untuk finishing, maka memberikan relaksasi bagi pengunjung pusat belanja yang terbaru memiliki jenis- untuk aktivitas makan. jenis finishing yang turut menjadi trend. Selanjutnya untuk dining area atau 4.2.4 Pembahasan foodcourt, pada era awal, tidak dijumpai Sebagai rangkuman, pada pusat dining area. Area dining berada pada area belanja awal tidak dijumpai atrium, atau tenant yang menyediakan. Tampilan jika ada terdapat atrium dengan skala kecil interior area dining cenderung fungsional terkait dengan teknologi dan kebutuhan untuk memaksimalkan fungsi sebagai saat itu (1960-1980). Pada perkembangan wadah aktivitas bersantap. Pada periode selanjutnya, skala atrium menjadi lebih kedua, banyak dijumpai area foodcourt, besar dengan luasan lantai yang lebih hingga pada periode ketiga. Pada periode besar dan jumlah lantai yang lebih banyak, ketiga, area dining tampil dengan lebih jumlah atrium biasanya hanya satu dan banyak permainan dining dan relief serta berbentuk persegi (1980-1998). Pada era aksesoris yang tematik. Aksen-aksen dan terakhir, atrium berbentuk lebih luwes, vokal point, serta penggunaan furnitur dikelilingi dengan bentuk koridor yang yang menarik lebih banyak dipergunakan lengkung; jumlahnya bisa lebih dari satu. untuk melengkapi pengalaman berbelanja. Dengan kata lain seiring berjalannya waktu, ukuran atrium semakin luas dan memiliki proporsi yang lebih besar 5. SIMPULAN daripada pusat belanja di era awal. Hal ini Desain ruang publik pada interior dikarenakan, pada era awal, orientasi pusat belanja mengalami perkembangan fungsi menjadi hal yang paling penting, seiring dengan perkembangan jaman yang mengingat fungsi pusat belanja adalah diwarnai perkembangan budaya, gaya untuk belanja sehingga alokasi bentuk hidup dan teknologi. Adanya inisiatif dari toko yang tepat dan jumlah toko yang pemilik properti dalam menentukan tren maksimal menjadi perhatian utama. Pada juga berpengaruh terhadap perubahan ini. era saat ini, era pengalaman (Pine and Sehingga menjawab permasalahan utama, Gilmore, 1998 ), atrium semakin besar dan terdapat perubahan karakter spasial dalam semakin atraktif untuk mengakomodasi ruang publik pada area interior pusat

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

belanja. koridor, juga konfigurasi koridor dan Perkembangan pada area publik penataan zoning toko. difokuskan pada ketiga area ruang publik 3. Terdapat perkembangan area dining dan yang merupakan image dari pusat belanja foodcourt dari segi keberadaan, hingga adalah atrium, koridor dan foodcourt. muncul berbagai desain elemen interior Sehingga menjawab jenis perubahan pada (bidang-bidang interior, furnitur dan ketiga area di berbagai periode aksesoris) yang memberikan pengalaman. dibangunnya pusat belanja dapat Selain perkembangan tersebut, dijelaskan sebagai berikut: finishing, elemen interior, tema dan 1. Terdapat perkembangan atrium dari teknologi yang dipergunakan juga segi keberadaan (ada atau tidaknya), mengalami perkembangan. hingga skala ruang, dan pengunaan skylight. 2. Terdapat perkembangan keberadaan koridor pada pusat belanja, perubahan tersebut menyangkut bentuk koridor, lebar

DAFTAR PUSTAKA Carmona, M., Tisdell, S., Heath T., & Oc, T. 2010. Public Spaces Urban Spaces: The Dimensions of Urban Design (2nd ed.) Architectural Press: Exford. Carr, S., Francis, M., Rivlin, L, G.,& Stone A, M. 1992. Public Space. Cambridge: Press Syndicate. Friedmann, Thomas. (2005). The World Is Flat. Douglas and McIntyre. Ltd: Canada Goss, Jon.(2010). The Magic of Mall: An Analysis of Form, Function and Meaning in the Contemporary Retail Built Environment. Annuals of the Association of American Geographers, 83, 1, 18-47. Hardiman, Budi. (2010). Komersialisasi Ruang Publik menurut Hannah Arendt dan Jurgen Habermas dalam Hardiman, F Budi (2010). Ruang Publik Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis Sampai Cyberspace. Kanisius: Yogyakarta. Hardiman, Budi. 2010. Ruang Publik. Melacak Partisipasi Demokrasi dari Polis Sampai Cyberspace. Kanisius: Yogyakarta. Kramer, Anita. 2008. Urban Land Institute. Retail Development: Wahington DC. Kusumowidagdo, Astrid; Sachari, Agus and Widodo, Pribadi (2012). The Physical Construction of Sense of Place. A Case of Ciputra world Shopping Centre of Surabaya. Proceeding of International Conference on Culture, Society, Technology and Urban Development in Nusantara, Universitas Panca Budi , , 13-14 September 2012. Kusumowidagdo, Astrid; Sachari, Agus and Widodo, Pribadi. 2012. Persepsi Pengunjung Pada Desain Pusat Belanja, Sebuah Survey Eksploratif pada Dan Jakarta. Proceeding of Seminar Nasional Desain Teknik dan Perencanaan, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. 29 November 2012. Kusumowidagdo, Astrid; Sachari, Agus; Widodo, Pribadi and Sugiharto, Bambang. 2012. Preferensi Pengunjung Pada Simulasi Kota Mini Pada Ruang Publik Pusat Belanja Sebagai Produk Budaya Populer. Proceeding of Seminar Nasional Tranformasi Sosial dan Budaya. Dies Natalis Fisip ke 27, Universitas Jendral Soediraman, Purwokerto. 31 Oktober 2012 Kowinski. 1995. The Malling America. William Morrow: New York.

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

Papalia, Olds, & Feldman. 2008. Human Development. Mc Graw Hill: NY, 2008 Pine & Gilmore. 1998. Welcome To The Experience Economy. Harvard Business Review, Juni-August, 97-105. Sim, L.L. 1992. Overview of Recent Developments and Policies in Retail Planning Singapore. Makalah pada Seminar Changing Face of Retail Development and Planning in Singapore, National University of Singapore, 15 April 1992. Staeheli, Lynn A & Mitchell. 2006. USA’s Destiny? Regulating Space and Creating Community in American Shopping Malls. Urban Studies, 43, 5/6, 977-992. Wee & Tong. 2005. The 4RS of Asian Shopping Centre Management, PT Buana Ilmu Populer: Jakarta.

ISTE KR N S M A A T R I A S

N

R

A

E

T Proceeding Seminar Nasional Urban Acupuncture

V

H I

A N M

U C V Fakultas Seni Rupa dan Desain - Universitas Kristen Maranatha M LX B ANDUNG Bandung

LAMPIRAN A. PERBANDINGAN KARAKTER SPATIAL RUANG PUBLIK INTERNAL PUSAT BELANJA.