SEBARAN DAN KOMPOSISI JENIS IKAN FAMILI SIGANIDAE BERDASARKAN EKOSISTEM YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

SKRIPSI

MUHAMMAD ILHAM L211 11 252

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

0

ABSTRACT

MUHAMMAD ILHAM. L211 11 252. “Distribution and Composition of Siganidae family fish spesies Based on Different Ecosystem at Laikang Bay, Takalar District, supervised by BASSE SIANG PARAWANSA and SYAMSUL ALAM ALI

The purpose of this research is to know the distribution and composition of Siganidae family fish caught on ecosystem, seagrass beds an combination of coral reefs and seagrass beds. The research was conducted from April to June 2017, at Laikang Bay of Takalar District. This research was conducted in several stages, preparation, location determination and data retrieval. This research was conducted in several stages namely, preparation, location determination and data retrieval. Baronang fish data were taken using fishing gear and catch information from fisherman while coral and seagrass ecosystem data using Line Intersect Transect and Underwater Visual Census, while for data analysis using diversity index. Based on the results of the research, there were 8 species of 350 (335) baronang family (Siganidae), with the highest species composition found in Siganus guttatus species of 60.31% with 193 species and the lowest was Siganus puellus 0.31% with 1 species. In the seagrass ecosystems Baronang family fish (Siganidae) found two species of Siganus canaliculatus (44%) and Siganus guttatus (56%). In the ecosystem fusion found 6 species of baronang fish with type composition ranged from (0,4% -70.7%. %). In the coral reef ecosystem found 5 species of baronang fish with the type composition ranged from 2.8% -61.1%.

Keywords : Family Siganidae, Ecosystem, Laikkang Bay

i

ABSTRAK

MUHAMMAD ILHAM. L211 11 252. “Sebaran dan Komposisi Jenis Ikan Family Siganidae Berdasarkan Ekosistem yang Berbeda di Perairan Teluk Laikang Kabupaten Takalar, dibimbing oleh BASSE SIANG PARAWANSA dan SYAMSUL ALAM ALI.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran dan komposisi jenis ikan Family Siganidae yang tertangkap pada ekosistem terumbu karang, padang lamun dan perpaduan antara terumbu karang dan padang lamun. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2017, di Teluk Laikang Kabupaten Takalar. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yakni, persiapan, penentuan lokasi dan pengambilan data. Data ikan Baronang diambil menggunakan alat tangkap bubu dan informasi hasil tangkapan dari nelayan sedangkan data ekosistem karang dan lamun menggunakan Line Intersect Transect dan Underwater Visual Sensus, sedangkan untuk analisis data menggunakan indeks keragaman. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 8 jenis ikan baronang family (Siganidae) sebanyak 320 ekor, dengan komposisi jenis tertinggi ditemukan pada spesies Siganus guttatus sebesar 60,31% dengan jumlah 193 ekor dan terendah adalah spesies Siganus puellus sebesar 0,31 % dengan jumlah 1 ekor. Di ekosistem padang lamun Ikan baronang ditemukan dua spesies yakni Siganus canaliculatus (44%) dan Siganus guttatus (56%). Di ekosistem perpaduan ikan, ditemukan 6 spesies ikan baronang dengan komposisi jenis berkisar (0,4%-70,7%. %). Di ekosistem terumbu karang ikan baronang ditemukan 5 spesies ikan baronang dengan komposisi jenis berkisar 2.8%-61.1%

Kata Kunci : Family Siganidae, Ekosistem, Teluk Laikang

ii

SEBARAN DAN KOMPOSISI JENIS IKAN FAMILI SIGANIDAE BERDASARKAN EKOSISTEM YANG BERBEDA DI PERAIRAN TELUK LAIKANG KABUPATEN TAKALAR

MUHAMMAD ILHAM L211 11 252

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

iii

HALAMAN PENGESA HAN

Judul Penelitia : Sebaran dan Komposisi Jenis Ikan Famili Siganidae Berdasarkan Ekosistem Berbeda di Teluk Laikang, Kabupaten Takalar

Nama Mahasiswa : Muhammad Ilham Nomor Pokok : L 211 11 252 Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Hasil Penelitian Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Ir. Basse Siang Parawansa, MP Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali, MS NIP.19650724 199003 2 001 NIP.19550114 198301 1 001

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.Si Dr. Ir. Budiman Yunus, MS NIP. 196906051993032 002 NIP.19600614 198601 1001

Tanggal Pengesahan :......

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 November 1991 di Pulau Kodingare, Kecamatan Kepulauan Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Anak pertama dari ayahanda Sulaiman Nur dan ibunda Fitri. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 199 Arasoe sampai kelas 4 dan SDN 242 Padaelo sampai lulus, pendidikan lanjutan di SMP Negeri 1 Mare tahun 2006, dan pendidikan menengah di SMAN 1 Mare tahun 2009. Pada tahun 2011 penulis berhasil diterima pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai Koordinator Divisi Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Profesi Manajemen Sumberdaya Perairan periode 2013-2014 dan Sekretaris Dewan Ikatan Keluarga Mahasiswa Bone periode 2011-2012. Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler Gelombang 93 Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo tahun 2016 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan di Balai Karantina Ikan Kelas I Balikpapan Kalimantan Timur tahun 2015. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Sebaran dan Komposisi Jenis Ikan Famili Siganidae Berdasarkan Ekosistem yang Berbeda di Perairan Teluk Laikang” pada tahun 2017.

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT, pemilik segala kesempurnaan yang telah memberikan kami kekuatan, kesabaran, ketenangan, dan karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak bantuan, bimbingan, dan dukungan yang sangat berharga telah diberikan kepada penulis.

Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis menghaturkan penghormatan yang setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada :

1. Ir. Basse Siang Parawansa, MP selaku pembimbing utama yang telah

banyak membimbing, mengarahkan dan membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Syamsu Alam Ali, MS. selaku Pembimbing anggota yang telah

bersedia membimbing dan mengarahkan penulis demi kesempurnaan dan

penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya.

4. Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc, selaku Ketua Departemen Perikanan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin beserta

seluruh staf Departemen Perikanan FIKP Universitas Hasanuddin.

5. Dr. Ir. Budiman Yunus, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Hasanuddin.

vi

6. Ucapan khusus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sulaiman Nur

dan Ibunda Fitri yang telah melahirka, membesarkan dan mendidik penulis

dalam menimba ilmu pengetahuan sampai kepada penyelesaian studi

7. Keluarga Mahasiswa Profesi Manajemen Sumberdaya Perairan yang

telah memberi pelajaran dan pengalaman, serta kebersamaan, canda dan

tawa di Sekretariat tempat kita berbagi ilmu dan pengalaman.

8. Teman-teman Perikanan Teri 2011 yang telah memberi dukungan dan

motivasi dalam penyusunan skripsi.

9. Teman-teman MSP 2011 atas kebersamaan, suka duka, canda tawa yang

kita lalui bersama.

10. Abdul Wahid Hasdar, Rahman, Adi Muliadi, Syaeful Bahri, Adiyaat

Ridho Agam, Marwah Salam, dan begitu juga kepada teman-teman

mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Hasanuddin yang

tidak bisa saya sebutkan satu per satu, atas dukungan dan bantuannya

dalam kegiatan sampai penyusunan skripsi sehingga dapat terlaksana

dengan baik.

11. Terakhir kepada pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun

materil yang tidak sempat disebutkan namanya.

Keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis membuat skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.

Makassar, Februari 2018

Muhammad Ilham Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRACT ...... i ABSTRAK ...... ii HALAMAN JUDUL ...... iii HALAMAN PENGESAHAN...... iv RIWAYAT HIDUP ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR ISI...... viii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Tujuan dan Kegunaan ...... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi ...... 4 B. Aspek Biologi Reproduksi ...... 5 C. Habitat Ikan Baronang ...... 6 D. Alat Tangkap ...... 10 E. Pengelolaan Perikanan ...... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ...... 15 B. Alat dan Bahan...... 15 C. Prosedur Penelitian ...... 16 D. Analisis Data ...... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Ikan ...... 21

V. KESIMPULAN A. Simpulan ...... 28 B. Saran ...... 28

DAFTAR PUSTAKA ...... xii LAMPIRAN ...... 29

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001 ...... 9

2. Kriteria baku Kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun ...... 10

3. Alat dan Bahan ...... 16

4. Posisi titik koordinat ekosistem pengamatan ...... 17

5. Jenis dan sebaran ikan baronang yang ditemukan dilokasi penelitian ...... 22

6. Jenis ikan dan komposisi jenis (Kj) ikan yang ditemukan di lokasi penelitian ...... 23

5. Persentase tutupan terumbu karang keseluruhan ...... 23

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ikan Baronang (Siganus guttatus) ...... 4

2. Alat tangkap bubu dasar ...... 11

3. Alat tangkap sero’ bila ...... 12

4. Peta lokasi penelitian ...... 16

5. Diagram sistematik dari transek (XY) menunjukkan peralihan nilai dari setiap lifeform yang dilalui oleh garis transek (English et al., 1994)...... 19

6. Transek Lamun (LIPI, 2014) ...... 20

7. Persentase tutupan lamun ...... 23

8. Komposisi jenis ikan Family Siganidae di Ekosistem lamun ...... 25

9. Komposisi jenis ikan Family Siganidae Ekosistem perpaduan lamun dan karang ...... 26

10. Persentase tutupan karang Teluk Laikang ...... 26

11. Komposisi jenis ikan Family Siganidae di Ekosistem karang ...... 28

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data ikan family Siganidae secara keseluruhan ...... 30

2. Data ikan family Siganidae Ekosistem lamun ...... 31

3. Data ikan family Siganidae Ekosistem perpaduan lamun dan karang ...... 31

4. Data ikan family Siganidae Ekosistem karang...... 31

5. Data lamun ...... 32

6. Data karang ...... 32

xi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan baronang (Siganidae) merupakan ikan damersal yang berasosiasi dengan lamun dan terumbu karang. Ikan baronang dari famili Siganidae memiliki keanekaragaman spesies yang tersebar di berbagai wilayah perairan di

Indonesia, dimana penyebaran ikan tersebut berada di perairan lamun dengan karang. Ikan dari famili ini memiliki satu genus yakni Siganus, yang keberadaannya di Indonesia terdapat 12 spesies (Iwatsuki et al., 2000; Dirjen

Perikanan, 2001; Carpenter, 2001), diantaranya Siganus canaliculatus, S. javus,

S. guttatus, S.vermiculatus, S. chrysospilos, S. corallines, S. virgatus, S. puellus,

S. rivulatus, S. stellatus, S. vulpinus dan S. spinus (Nontji 1987).

Gundermann et al. (1983) menyatakan bahwa ikan famili Siganidae menempati sebaran habitat yang luas pada daerah pesisir tropis sampai subtropis di Samudera Hindia dan Pasifik Barat. Pada umumnya ikan baronang hidup di sekitar ekosistem terumbu karang, ekosistem yang banyak ditumbuhi lamun dan rumput laut. Kadang-kadang didapatkan juga di daerah hutan bakau, bahkan di pelabuhan yang pada umumnya telah tercemar (Ranoemihardjo (1985 dalam Marasabessy, 1991)). Beberapa jenis baronang yaitu Siganus guttatus dan Siganus vermiculatus dapat masuk ke perairan sungai (Setyono dan

Susetiono, 1990).

Ekosistem terumbu karang ditandai dengan perairan yang hangat dan jernih, produktif dan kaya kalsium karbonat (CaCO3). Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Dapat dianalogikan terumbu karang seperti oasis di padang pasir, yang memiliki keanekaragaman biota laut yang kaya. Terumbu karang selain berfungsi sebagai habitat bagi biota-biota laut, juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan

1 arus.Terumbu karang juga merupakan salah satu komponen utama sumberdaya perairan laut (Nontji 1987). Menurut Hutomo (1985), peranan padang lamun adalah sebagai daerah asuhan, dimana sebagian besar ikan penghuni padang lamun adalah ikan-ikan juvenile dan apabila telah dewasa akan menghabiskan sebagian hidupnya pada tempat lain. Pereira et al (2010) menambahkan bahwa padang lamun dimanfaatkan oleh juvenile ikan dalam cara yang berbeda, umumnya sebagai tempat asuhan dan pembesaran, tempat berlindung dari predator, mengurangi kompetisi dan meningkatkan ketersediaan sumber makanan, sehingga membangun hubungan konektivitas dengan ekosistem lainnya. Ikan ini tergolong ikan ekonomis penting, sehingga menjadi target tangkapan utama nelayan di sekitar Perairan Teluk Laikang.

Teluk Laikang merupakan daerah pengembangan kawasan perikanan pesisir yang secara administratif berada di Dusun Puntondo, Desa Laikang,

Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.

Wilayah pesisir sebelah Barat berhadapan langsung dengan Selat Makassar dan sebelah Selatan yang sebagian wilayahnya berupa teluk berhadapan dengan

Laut Flores dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto.

Mayoritas mata pencaharian masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan petani budidaya rumput laut. Daerah ini memiliki sumberdaya potensial untuk penangkapan hasil perikanan. Salah satunya ikan baronang (Siganidae).

Data komposisi jenis ikan demersal sangat langka dan sulit diperoleh karena memerlukan biaya yang sangat mahal dalam pengumpulannya

(Oxendford, et al. 1995). Selain metode visual, percobaan penangkapan, salah satu metode yang mudah untuk mempelajari kompoisi jenis ikan baronang adalah melalui data time series hasil tangkapan komersial yang mendarat dan tercatat dengan baik pada suatu tempat pendaratan ikan. Berdasarkan data tersebut dilakukan penelitian yang berjudul “Sebaran dan Komposisi Jenis Ikan

2

Famili Siganidae Berdasarkan Ekosistem Yang Berbeda Di Perairan Teluk

Laikang Kabupaten Takalar”.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran dan komposisi jenis ikan famili Siganidae yang tertangkap pada ekosistem terumbu karang, padang lamun dan perpaduan antara terumbu karang dan padang lamun di Teluk

Laikang Kabupaten Takalar.

Adapun kegunaan penelitian ini adalah diharapkan menjadi sumber informasi untuk para pemangku kebijakan dalam pemanfaatan dan sebagai informasi awal pengelolaan sumberdaya ikan, khususnya ikan dari famili

Siganidae di daerah Teluk Laikang. Selain itu, sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai kelimpahan ikan baronang di Teluk

Laikang.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi ikan baronang menurut Kuiter (1992) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Famili : Siganidae Genus : Siganus

Ikan baronang dapat dikenal dengan mudah karena bentuknya yang khas, yaitu kepalanya berbentuk seperti kelinci, sehingga ikan ini disebut juga rabbit fish (Woodland, 1990). Ikan baronang berukuran kecil dan sedang, mendiami perairan panas Indo Pasifik (Munro (1967 dalam Merta 1980). Jari-jari sirip pada sirip punggung, anal dan perut mempunyai kelenjar-kelenjar racun.

Ikan baronang termasuk famili Siganidae dengan tanda-tanda khusus diantaranya, bentuk tubuh oval sampai lonjong, pipih, tinggi sampai ramping.

Dilindungi oleh sisik-sisik lingkaran yang berukuran kecil dan memanjang, mulut kecil posisinya terminal. Rahang dilengkapi dengan deret gigi-gigi yang ramping, gigi seperti mata gunting pemotong. Punggungnya dilengkapi sebuah duri tajam mengarah kedepan antara neural pertama dan biasanya tertanam dibawah kulit.

Duri-duri dilengkapi kelenjar atau racun pada ujungnya. Sirip punggung dengan

13 jari-jari keras dan 10 jari-jari lemah. Sirip dubur dengan 7 jari-jari keras dan 9 jari-jari lemah.Sirip dada dengan 1 jari-jari keras di masing-masing sisi serta 3 jari lemah (Allen 1997).

Jenis Siganus guttatus mempunyai tubuh berwarna abu-abu kebiruan dengan bagian berwarna keperakan dengan beberapa bintik sebesar bola mata

4 berwarna orange. Bercak besar berwarna kuning terdapat di bawah sirip punggung, sirip ekor, bagian punggung yang lunak dan sirip dubur memiliki deretan berwarna gelap. Lebar badan baronang jenis S. guttatus sekitar 1,8 – 2,3 lebih pendek dari panjang standar. Diantara jenis baronang, baronang ini tergolong yang berukuran besar, yaitu lebih dari 1 kg dan pertumbuhannya cepat dibanding jenis lain (Woodland, 1990).

Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku. Ukuran ini merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai ciri taksonomik saat mengidentifikasi ikan.Tiap spesies mempunyai ukuran mutlak yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh umur, jenis kelamin dan lingkungan hidupnya. Faktor lingkungan misalnya makanan, suhu, pH dan salinitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan, Affandi et al. (1992 dalam Irwan 2008).

B. Aspek Biologi Reproduksi

Berdasarkan berbagai macam makanan yang dimakan, secara garis besar ikan dapat digolongkan menjadi herbivor, karnivora, predator, pemakan , pemakan detritus dan lain sebagainya (Mujiman 1984). Lam (1974) menyatakan bahwa Siganidae merupakan ikan herbivor. Ikan baronang sesuai dengan morfologis dari gigi dan saluran pencernaannya yaitu mulut yang berukuran kecil, dinding lambung agak tebal, usus halus panjang dan mempunyai permukaan yang luas, sehingga ikan ini termasuk pemakan tumbuhtumbuhan. Apabila dibudidayakan, ikan baronang mampu memakan makanan apa saja yang diberikan seperti pakan buatan (Marasabessy 1991).

Pada umumnya ikan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia (Azis 1989).

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diluar negeri maupun di

Indonesia, makanan ikan baronang antara lain lamun (seagrass) dari jenis

5

Enhalus dan Halophilla (Martosewojo et al, (1983 dalam Munira 2010)). Hal ini juga dikemukakan oleh Merta (1980) bahwa ternyata dari hasil penelitiannya di

Teluk Banten, ditemukan dalam isi perut semua jenis ikan Siganus spp. terdapat fragmen lamun. Dari hasil analisa isi lambung S. spinus ditemukan 22 spesies alga dengan tingkat preferensi yang tinggi adalah Enteromorpha compressa,

Murayella perichlados, Chondria repens, Cladophoropsis membranacea,

Acanthopora spiciferadan Centroceras clavulatum (Bryan 1975 dalam Munira

2010). Supratomo (2000) dalam penelitian di Teluk Hurun Lampung ditemukan jenis makanan S. gutattus berupa daun lamun, Gracilaria sp., Sargassum sp. dan alga tidak teridentifikasi, sedangkan jenis S. canaliculatus yaitu Padina sp.,

Eucheuma sp., daun lamun dan detritus.

C. Habitat Ikan Baronang

1. Ekosistem Karang

Salah satu ekosistem yang mempunyai produktivitas tinggi adalah terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan tropis dengan subtropis maupun kutub. Ekosistem terumbu karang mempunyai sifat yang sangat menonjol yaitu mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi. Besarnya produktivitas yang dimiliki terumbu karang disebabkan adanya pendaur ulang zat-zat hara melewati proses hayati secara efisien. Ekosistem terumbu karang ditandai dengan perairan yang hangat dan jernih, produktif dan kaya kalsium karbonat (CaCO3).

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik sangat tinggi. Dapat dianalogikan terumbu karang seperti oasis di padang pasir, yang memiliki keanekaragaman biota laut yang kaya. Terumbu karang selain berfungsi sebagai habitat bagi biota-biota laut, juga berfungsi sebagai pelindung pantai dari

6 hempasan ombak dan arus.Terumbu karang juga merupakan salah satu komponen utama sumberdaya perairan laut (Nontji 1987).

Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem yang unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, kedalaman, eutrofikasi dan cahaya. Perkembangan karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata- rata suhu tahunannya 23–25ºC.Terumbu karang juga dibatasi oleh kedalaman, kebanyakan hewan karang tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang.Cahaya adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersama dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang (Nybakken, 1992).

Berdasarkan kebutuhan akan cahaya, karang di bagi dua kelompok besar yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatipik menghasilkan terumbu (reef) sedangkan karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu (Nybakken 1992).Kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatipik. Sel-sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Zoonxanthellae mempengaruhi laju penumpukan zat kapur oleh polip karang (Thamrin 2006).

Terumbu karang menyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak langsung. Menurut Nontji 1987 sebagai sumberdaya hayati terumbu karang dapat pula menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomis yang penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, kerang mutiara. Bersama dengan ekosistem pesisir lainnya menyediakan makanan dan merupakan tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

7

Kondisi terumbu karang dapat dilihat berdasarkan persentase penutupan karang hidup. Penilaian kondisi terumbu karang menurut Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001, berdasarkan nilai persentase karang hidup dengan kategori seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penentuan kondisi terumbu karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001 Persentase Penutupan (%) Kategori Kondisi Terumbu Karang 0,0 - 24,9 Buruk 25,0 - 49,9 Sedang 50,0 - 74,9 Baik 75,0 - 100,0 Sangat Baik

2. Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi perairan wilayah pesisir. Secara taksonomi lamun termasuk kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas pada lingkungan laut dan umumnya hidup di perairan dangkal pesisir. Lamun tumbuh dan berkembang di lingkungan perairan pesisir mulai dari daerah pasang surut sampai kedalaman 40 meter (Kiswara 1997). Tumbuhan lamun memiliki struktur morfologis yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.

Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, berbunga, dan sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas dan nutrien. Akar pada tumbuhan lamun tidakberfungsi penting dalam pengambilan air, karena daun dapat menyerap secara langsung nutrien dari dalam air laut. Tumbuhan lamun dapat menyerap nutrient dan melakukan fiksasi nitrogen melalui tudung akar (McKenzie dan

Yoshida, 2009).

Lamun mempunyai bentuk tanaman yang sama halnya seperti rumput di daratan, yaitu mempunyai bagian tanaman seperti rimpang yang menjalar, tunas

8 tegak, seludang atau pelepah daun, helaian daun, bunga dan buah. Bentuk vegetatif lamun mempunyai keseragaman yang tinggi.Hampir semua jenis lamun mempunyai rimpang yang berkembang baik dan bentuk helaian daun yang memanjang (linear) atau bentuk sangat panjang seperti pita dan ikat pinggang, kecuali pada marga Halophila yang umumnya berbentuk bulat telur atau lonjong,

Lanyon (1986 dalam Kiswara 2009).

Den Hartog (1970); Phillips dan Menez (1988) menyatakan bahwa tumbuhan lamun memiliki beberapa sifat yang memungkinkan dapat berhasil hidup di laut, antara lain : a. Mampu hidup di media asin. b. Mampu berfungsi normal di bawah permukaan air. c. Mempunyai sistem berkembang biak. d. Mampu melaksanakan daur generatif dalam air. e. Mampu berkompetisi dengan organisme lain dalam lingkungan air laut.

Kemampuan adaptasi lamun yang cukup baik tersebut menyebabkan lamun memiliki penyebaran yang luas. Komunitas lamun umumnya terdapat pada daerah mid-interidal sampai kedalaman 50-60 m, dan biasanya sangat melimpah di daerah sublitoral.Lamun dapat hidup pada semua tipe substrat, mulai dari lumpur sampai batu-batuan, tetapi lamun yang luas dijumpai pada substrat lunak (Nybakken 1997).

Berdasarkan KepMen LH No. 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku

Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun

Tabel 2. Kriteria baku Kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun Kondisi Penutupan (%) Baik Kaya / Sehat ≥ 60 Rusak Kurang Kaya / Kurang Sehat 30 – 59,9 Miskin ≤ 29,9

9

Menurut Nybakken (1988), fungsi ekologis padang lamun adalah : (1) sumber utama produktivitas primer, (2) sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus, (3) penstabil dasar perairan dengan system perakarannya yang dapat sebagai perangkap sedimen (trapping sediment), (4) tempat berlindung bagi biota laut, (5) tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan

(nursery ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota biota perairan laut, (6) pelindung pantai dengan cara meredam arus, (7) penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan.

D. Alat Tangkap

Alat penangkapan ikan di Indonesia dibagi atas sepuluh jenis alat tangkap yaitu trawl, pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul kerang dan rumput laut, muroami, dan alat tangkap lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2004). Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan di perairan Teluk Laikang dan Pulau Tanakeke khususnya dalam penangkapan ikan baronang yaitu, menggunakan alat tangkap perangkap (bubu dasar) dan set net (sero’ bila).

Gambar 2. Alat tangkap bubu dasar (Dokumentasi : Pribadi)

10

Gambar 3. Alat tangkap sero’ bila (Sumber : Pribadi)

Bubu adalah alat tangkap yang sudah lama dikenal oleh nelayan, terutama untuk menangkap ikan baronang (Siganidae). Bubu dibuat dari anyaman bambu, anyaman rotan, dan anyaman kawat.Bentuknya ada yang seperti silinder, setengah lingkaran, empat persegi panjang atau segitiga memanjang.Bubu termasuk alat tangkap yang pasif, biaya pembuatannya relatif murah dan mudah dalam pengoperasian (Subani dan Barus, 1989).

Dalam pengoperasiannya dapat memakai umpan atau tanpa umpan, selain itu alat tangkap bubu biasanya digunakan pada daerah karang.Umumnya bubu yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu badan atau tubuh bubu, lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan, dan mulut bubu.

Alat tangkap selain bubu yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan baronang di perairan Teluk Laikang adalah jaring lingkar (Surrounding Gill Net).

Alat tangkap jaring lingkar biasanya digunakan untuk menangkap ikan di daerah lamun, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan ikan dengan jaring, antara lain untuk menghadang arah lari ikan. Agar gerombolan ikan dapat dilingkari atau ditangkap dengan sempurna, maka bentuk jaring sewaktu operasi dapat membentuk lingkaran, setengah lingkaran, bentuk huruf V atau U, bengkok seperti alur gerombolan ikan (Sudirman dan Mallawa, 2004).

11

E. Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No.31/2004 yang ditegaskan kembali pada perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang No.45/2009.

Dalam konteks adopsi hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefenisikan sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan- peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang disepakati.

Secara alamiah, menurut Charles (2001), pengelolaan perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu :

1. Dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya

2. Dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan social

ekonomi masyarakat

3. Dimensi kebijakan perikanan itu sendiri

Terkait dengan tiga dimensi tersebut, guna menjamin keberlangsungan kegiatan usaha perikanan tangkap terhadap nelayan dan/atau pelaku usaha di bidang perikanan yang terkena dampak akibat ditetapkannya Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan No 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan

Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, perlu dilakukan penataan pemanfaatan pengalihan dan/atau penggantian alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Dengan sudah adanya peraturan ini, memudahkan dalam melakukan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem.

12

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikaruniai dengan ekosistem perairan tropis memiliki karakteristik dinamika sumberdaya perairan, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan yang tinggi. Tingginya dinamika sumber daya ikan ini tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis yang telah menjadi salah satu ciri dari ekosistem tropis.Pengelolaan perikanan tujuannya adalah memberikan manfaat tidak dapat dilepaskan dari dinamika ekosistem yang menjadi media hidup bagi sumberdaya ikan itu sendiri.

Interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam kesatuan fungsi dan proses ekosistem perairan menjadi salah satu komponen utama mengapa pendekatan ekosistem menjadi sangat penting. Interaksi bagaimana iklim mempengaruhi dinamika komponen abiotik, mempengaruhi komponen biotik dan sebagai akibatnya, sumberdaya ikan akan turut terpengaruh, adalah contoh kompleksitas dari pengelolaan sumberdaya ikan. Apabila interaksi antar komponen ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan dapat dipastikan menjadi terancam.Hal inilah, pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan atau Ecosystem Approach Fisheries

Management (EAFM) menjadi sangat penting.

Menurut FAO (2003) pengelolaan perikanan dengan EAFM, pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan ini sangat penting diimplementasikan di

Indonesia sebagai salah satu acuan penting pengelolaan, menuju perikanan

Indonesia lestari untuk kesejahteraan masyarakat. Dampak penangkapan ikan berlebih secara tidak langsung adalah mengurangi pendapatan nelayan sehingga sebagian beralih profesi.

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2017, di Teluk

Laikang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Penentuan lokasi sampling didasarkan pada penempatan alat tangkap oleh nelayan yakni di ekosistem lamun, perpaduan lamun dan karang dan ekosistem karang.

Gambar 4. Peta lokasi penelitian. EL : Ekosistem lamun; EKL : Ekosistem perpaduan lamun dan karang; EK : Ekosistem karang. (Sumber : Peta digital rupa bumi diolah dengan sistem informasi geografis oleh Ridho)

14

B. Alat dan Bahan

Adapun Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Alat dan Bahan No. Alat dan Bahan Fungsi 1. Alat SCUBA Untuk memudahkan melakukan pengamatan terhadap ikan dan penutupan terumbu karang secara langsung. 2. GPS (Global Position Untuk menentukan titik Ekosistem pengamatan System) 3. Kamera bawah air Untuk mendokumentasikan hasil pengamatan Lanjutan, 4. Transek kuadran Untuk membatasi luas pengamatan 5. Alat tulis bawah air Untuk mencatat data ikan dan terumbu karang 6. Buku identifikasi ikan Untuk mengidentifikasi jenis ikan 7. Set net (Sero’ Bila) Untuk menangkap Ikan 8. Bubu Untuk Menangkap Ikan 10. Perahu (Lepa–Lepa) Sebagai alat transportasi laut 11. Meteran roll Sebagai garis bantu transek

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan waktu dan pekerjaan. Pada tahap ini dilakukan studi literatur untuk penguatan kerangka teoritis dan penyusunan metodologi, pengumpulan data sekunder berupa peta lokasi penelitian serta persiapan alat tangkap dan kapal.

2. Penentuan Lokasi Penelitian

Sebelum melakukan pengamatan dilakukan survei pendahuluan dengan menggunakan metode observasi renang bebas (free swimming observation).

Metode ini dilakukan dengan snorkling untuk memperoleh gambaran secara umum daerah yang akan diambil datanya dan sebaran dasar dalam menentukan letak Ekosistem yang dianggap dapat mewakili lokasi pengamatan. Lokasi penelitian didasarkan pada penempatan alat tangkap bubu oleh nelayan yaitu

15 ekosistem lamun, perpaduan lamun dan karang, dan ekosistem karang.

Kemudian penetapan posisi titik koordinat pengambilan data dengan menggunakan GPS untuk menyimpan posisi koordinat ekosisitem pengamatan.

Tabel 4. Posisi titik koordinat ekosistem pengamatan Koordinat No. Ekosistem Garis Lintang Garis Bujur 1 Lamun S.05⁰ 35’09.8” E.119⁰ 28’41.9” 2 Lamun dan karang S.05⁰ 35’18.6” E.119⁰ 29’32.6” 3 Karang S.05⁰ 35’38.6” E.119⁰ 31’31.2” Hal ini sesuai dengan pernyataan Mac Neill (2010), ikan membutuhkan ruang hidup yang sehat atau habitat untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Kualitas dan kuantitas habitat ikan secara langsung mempengaruhi populasi ikan. Persyaratan habitat untuk setiap tahap siklus hidup ikan adalah telur, larva, remaja dan dewasa di ekosistem yang berbeda.

3. Pengambilan Data a. Ikan Baronang

Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan alat tangkap bubu pada masing-masing ekosistem, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi literasi dan hasil-hasil penelitian sebelumnnya.

Untuk melihat kondisi ekosistem yang menjadi habitat ikan baronang dan menjadi acuan data pendukung, diperlukan kondisi terkini tutupan karang, padang lamun dan perpaduan keduanya. Secara rinci metode pengambilan data pada Ekosistem Karang, Padang Lamun dan Perpaduan Terumbu Karang dan

Padang Lamun di Teluk Laikang yakni dilakukan pemasangan bubu dimasing- masing ekosistem berdasarkan kebiasaan nelayan (lima alat tangkap bubu) pada daerah yang diperkirakan banyak ikan. Kedalaman daerah perairannya berkisar

2-3 meter dari permukaan laut. Setelah itu, bubu disimpan selama 12 jam dan

16 dilakukan pengangkatan sebanyak dua kali yakni pagi dan sore hari. Ikan baronang yang tertangkap dicatat jumlah spesies dan individu. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan program Microsoft excel dan disajikan dalam bentuk grafik. b. Karang

Pengambilan data karang dilakukan menggunakan metode transek garis menyinggung atau Line Intercept Transect (LIT) mengikuti metode English et al.,(1994). Metode ini untuk menentukan kondisi substrat bentik terumbu karang berdasarkan pola bentuk pertumbuhan karang (Life form). Dengan metode ini, substrat dasar perairan yang dilalui oleh transek dapat diketahui. Satuan yang digunakan berdasarkan metode ini adalah persen life form.

Prosedur kerja metode transek garis menyinggung adalah dengan membentangkan tali transek (roll meter) sepanjang 50 meter sejajar garis pantai.

Bentuk pertumbuhan karang (Life Form) dan substrat dasar perairan yang berada di bawah tali transek diukur dan dicatat hingga ketelitian pada centimeter

(cm). penggolongan bentuk pertumbuhan (Life Form) dan substrat dasar perairan mengikuti penggolongan menurut English et al., 1994. Dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Diagram sistematik dari transek (XY) menunjukkan peralihan nilai dari setiap lifeform yang dilalui oleh garis transek (English et al., 1994).

17 c. Lamun

Pengambilan data dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing- masing 100 m dan jarak antara satu transek dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya 100 x 100 m2. Frame kuadrat diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat satu dengan yang lainnya adalah 10 m sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah 11 (Gambar 6). Titik awal transek diletakkan pada jarak 5 – 10 m dari kali pertama lamun dijumpai (dari arah pantai).

Gambar 6. Transek Lamun (LIPI, 2014)

D. Analisis Data

1. Komposisi Jenis Ikan

Komposisi jenis merupakan susunan dan jumlah jenis individu terhadap jumlah individu secara keseluruhan. Komposisi jenis ikan disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung dengan menggunakan rumus (English et al, 1997).

n i K i = x 100 % N Keterangan : Ki = Komposisi jenis ke-i (%) ni = Jumlah individu jenis ke-i (ind) N = Jumlah total individu (ind)

18

2. Penutupan Karang

Untuk menghitung presentase tutupan karang pada lokasi penelitian di

Ekosistem pengamatan dihitung dengan rumus :

Panjang koloni karang %cover = x 100 % Panjang transek

3. Penutupan Lamun

Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per Ekosistem adalah menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada seluruh transek di dalam satu Ekosistem kemudian dibagi dalam jumlah kuadrat pada Ekosistem tersebut.

Perhitungan penutupan lamun per Ekosistem menggunakan sebagai berikut :

Jumlah tutupan lamun seluruh transek % Tutupan Lamun = Jumlah kuadrat seluruh transek

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi Jenis Ikan

Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan di Teluk Laikang

Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar selama penelitian berlangsung ditemukan 8 jenis ikan baronang famili (Siganidae) sebanyak 320 ekor (Tabel 6).

Menurut jumlah individu, spesies dominan yang ditemukan didaerah penelitian didominasi oleh spesies Siganus guttatus dengan jumlah 193 ekor dan Siganus canaliculatus sebesar 76 ekor. Kedua spesies ini berkontribusi sebanyak 84,06% dari total kelimpahan spesies ikan baronang yang ditemukan di daerah penelitian di tiga Ekosistem (Tabel 5, Lampiran 1). Kedua spesies ini juga tersebar di daerah ekosistem padang lamun dan kawasan transisi. Selanjutnya 6 spesies lainnya masing-masing tersebar di kawsan padang lamun, transisi dan kawasan terumbu karang.

Tabel 5. Jenis dan sebaran ikan baronang yang ditemukan di lokasi penelitian Frekuensi Kemunculan No Spesies Lamun Perpaduan Karang 1 Siganus javus - + - 2 Siganus punctatus - - + 3 Siganus virgatus - + + 4 Siganus guttatus + + - 5 Siganus puellus - - + 6 Siganus vulpinus - + + 7 Siganus canaliculatus + + - 8 Siganus fuscescens - + +

Semakin kompleks suatu tipe habitat maka akan semakin kompleks pula biodiversitas di habitat tersebut. Hal ini dikarenakan tersedianya daya dukung penyokong kehidupan yang melimpah. Kompleksitas struktur habitat terumbu karang yang memegang peranan signifikan terhadap struktur komunitas ikan karang. Lingkungan yang sangat kompleks memungkinkan habitat untuk digunakan bersama oleh banyak spesies. Dari ketiga Ekosistem pengamatan terdapat 6 spesies ikan baronang yang menghuni ekosistem terumbu karang.

20

Ikan famili Siganidae yang didapatkan di tiga ekosistem penelitian sebanyak 320 ekor. Secara keseluruhan, 8 spesies ikan yang ditemukan pada lokasi penelitian disajikan pada (Tabel 6, Lampiran 2, 3 dan 4). Sedangkan hasil analisis komposisi jenis (KJ) ikan famili Siganidae berkisar 0,31%-60,31%.

Tabel 6. Jenis ikan dan komposisi jenis (KJ) ikan yang ditemukan di lokasi penelitian Ekosistem Jumlah No Spesies Komposisi Lamun Perpaduan Karang (Ekor) Jenis (%) 1 Siganus javus 0 5 0 5 1,56 2 Siganus punctatus 0 0 3 3 0,94 3 Siganus virgatus 0 3 22 25 7,81 4 Siganus guttatus 29 164 0 193 60,31 5 Siganus puellus 0 0 1 1 0,31 6 Siganus vulpinus 0 1 3 4 1,25 7 Siganus canaliculatus 23 53 0 76 23,75

8 Siganus fuscescens 0 6 7 13 4,06 Total (Ekor) 52 232 36 320 100,00

Berdasarkan tabel diatas data nilai komposisi jenis tertinggi ditemukan pada spesies Siganus guttatus sebesar 60,31% dengan jumlah 193 ekor dan terendah adalah spesies Siganus puellus sebesar 0,31% dengan jumlah 1 ekor.

1. Komposisi Jenis Famili Siganidae di Ekosistem lamun

Berdasarkan pengamatan lamun didapatkan dua jenis lamun yaitu

Enhalus acoroides dan Thallasia hemprichii. Luas penutupan total lamun di Teluk

Laikang yakni spesies Enhalus acoroides sebesar 50,54% dan Thallasia hemprichii sebesar 49,46%.

Berdasarkan penentuan status padang lamun menurut Kepmen LH

No.200 tahun 2004, Lamun di perairan teluk Laikang tergolong dalam kondisi penutupan kurang kaya/kurang. Rendahnya luas tutupan lamun diduga disebabkan adanya tekanan antropogenik yang dilakukan oleh manusia. Seperti: aktivitas penangkapan ikan di daerah lamun selain itu wilayah tersebut juga merupakan jalur nelayan tradisional ketika hendak mencari ikan.

21

Padang lamun yang merupakan salah satu habitat ikan dibenarkan oleh

Bengen (2001) bahwa ikan–ikan yang menjadi penghuni tetap pada padang lamun antara lain baronang (Siganus canaliculatus), dan lentjan (Lethrinus atkinsoni). Adapun ikan–ikan yang keberadaannya di padang lamun hanya bersifat sementara antara lain ikan putih (Caranx papuensis), kapas-kapas

(Gerres sp), baronang (Siganus guttatus) julung-julung (Hemiramphus far) dan lain–lain.

Salah satu ikan ekonomis penting yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun adalah ikan baronang (Siganus sp) yang memanfaatkan ekosistem lamun sebagai daerah asuhan, pembesaran dan tempat mencari makanan (Kordi, 2011). Juvenile ikan baronang umumnya menjadikan padang lamun sebagai daerah asuhan dan pembesaran, tempat berlindung dari predator, mengurangi kompetisi dan meningkatkan ketersediaan sumber makanan, sehingga membangun hubungan konektivitas dengan ekosistem lainnya (Pereira, et al).

Sejalan dengan data komposisi jenis ikan yang ditemukan pada

Ekosistem pengamatan di ekosistem lamun, jumlah individu ikan baronang yang ditemukan sebesar 52 ekor dengan komposisi jenis yakni Siganus canaliculatus sebesar 44% dan Siganus guttatus sebesar 56%. Sebagai ikan penghuni tetap ekosistem padang lamun jumlah ikan Siganus canaliculatus yang ditemukan yakni sebesar 23 ekor, dan ikan Siganus guttatus yang ditemukan sebesar 29 ekor, tingginya komposisi jenis ikan Siganus Guttatus disebabkan oleh waktu pengamatan yang dilakukan pada saat proses migrasi yakni pada pagi hari dimana ikan Siganus guttatus sedang mencari makan, ikan tersebut. Secara rinci dijelaskan pada Gambar 8.

22

44% SiganusSiganus guttatusGuttatus 56%

SiganusSiganus canaliculatusCanaliculatus

Gambar 8. Komposisi Jenis Ikan Famili Siganidae di Ekosistem lamun

Selain Siganus guttatus ikan baronang jenis lain juga ditemukan yakni spesies Siganus canaliculatus. Pada pennelitian Latuconsina dkk (2011), dimana ditemukan lebih dari 4000 individu di Tanjung Tiram, teluk Ambon bagian dalam.

Tingginya jumlah individu pada padang lamun dikarenakan padang lamun yang merupakan daerah perlindungan, asuhan dan pembesaran ikan baronang

(Siganus canaliculatus). Penelitian lanjutan Latuconsina dan Ambo-Rappe (2011) mengatakan bahwa periran padang lamun di Tanjung Tiram didominasi oleh ikan

Siganus canaliculatus.

2. Komposisi Jenis Famili Siganidae di Perpaduan Lamun dan Karang

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Ekosistem transisi didapatkan 6 spesies ikan dengan jumlah individu 232 ekor. Data nilai komposisi jenis tertinggi ditemukan pada spesies Siganus guttatus 70,7% dan yang terendah pada spesies Siganus vulpinus 0,4% (Gambar 9).

23

2,6% 2,2% 1,3% SiganusSiganus Javus javus 0,4% 22,8% SiganusSiganus Virgatus virgatus SiganusSiganus Guttatus guttatus SiganusSiganus Vulpinus vulpinus 70,7% SiganusSiganus Canaliculatus canaliculatus SiganusSiganus fuscescens fuscescens

Gambar 9. Komposisi jenis ikan Famili Siganidae Ekosistem perpaduan lamun dan karang

3. Komposisi Jenis Famili Siganidae di Ekosistem karang

Hasil penelitian menyimpulkan persentase tutupan terumbu karang hidup di lokasi penelitian diperoleh nilai 44,08 %. Dengan demikian kondisi terumbu karang tergolong dalam kategori sedang. Berdasarkan Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 tahun 2001, persentase penutupan karang dalam kondisi sedang yang berkisar antara 25,0 - 49,9%.

Persentase penutupan karang hidup (live coral) adalah jumlah live coral dan soft coral. Untuk tutupan karang hidup diperoleh dari jumlah persentase kategori karang batu dan soft coral. Berdasarkan persentase Ekosistem terlihat kondisi terumbu karang sedang di Teluk Laikang (44,08%).

5% 2%

Live Coral 44% Dead Coral Rubble 49% Sand

Gambar 10. Persentase tutupan karang Teluk Laikang

24

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tutupan karang yang ada di perairan hal ini dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek alamiah dan aspek antropogenik. Pengaruh alami terhadap kondisi tutupan karang dewasa ini tidaklah sangat signifikan dikarenakan saat ini kejadiaan alam seperti tsunami, gempa bumi dan lain-lain sudah jarang terjadi. Kejadian alam selanjutnya adalah kejadian yang dikarenakan oleh manusia dimana terjadi banyak kerusakan di darat dan di lautan. Namun pengaruh dapat berdampak langsung terhadap terumbu karang, semisal peningkatan CO2 di udara yang merupakan emisi dan telah melampaui ambang baku mutu yang telah ditetapkan dan masuk kedalam perairan laut, hal ini selanjutnya akan meningkatkan keasaman perairan sehingga kondisi struktur karang menjadi rapuh. Selain pengaruh pengasaman laut, kerusakan karang juga terjadi akibat tingginya sedimentasi di lokasi penelitian, transport sedimen yang masuk ke badan air sangat berpeluang dikarenakan teluk Laikang memiliki beberapa muara sungai yang sejatinya membawa sedimen dari darataan menuju ke laut (Fatma, 2014).

Selain gangguan alam, kerusakan terhadap karang juga terjadi akibat dari gangguan antropogenik, gangguan-gangguan tersebut lebih dekat dari tingginya aktivitas manusia dalam perairan tersebut, salah satu yang dapat merusak adalah penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, menjadi tambatan jangkar kapal, dan buangan limbah.

Melihat data kondisi tutupan karang tingginya persentase karang mati yang mencapai 49% menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di lokasi penelitian terjadi akibat dari dua aspek yang telah disebutkan, besarnya sedimentasi di lokasi penelitian menyebabkan kerusakan terumbu karang besar terjadi ditambah lokasi penelitian merupakan teluk yang memungkinkan pergerakan arus terjadi sangat lambat.

25

Terumbu karang yang merupakan habitat dari berbagai jenis hewan menjadi ujung tombak biodiversity di perairan, salah satunya adalah famili

Siganidae. Diketahui beberapa spesies Siganidae yang hidup di kawasan terumbu karang, hal tersebut juga dapat diketahui berdasarkan hasil penelitian ini yang menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan pada ekosistem karang didapatkan 5 spesies ikan dengan jumlah individu 36 ekor. Data nilai komposisi jenis tertinggi ditemukan pada spesies Siganus virgatus 61,1% dan yang terendah pada spesies Siganus puellus 2,8% (Gambar

11, Lampiran 4).

8,3%

19,4% SiganusSiganus Punctatus punctatus

Siganus virgatus 8,3% Siganus Virgatus SiganusSiganus Puellus puellus 61,1% SiganusSiganus Vulpinus vulpinus 2,8% SiganusSiganus fuscescensfuscescens

Gambar 11. Komposisi jenis ikan Famili Siganidae di Ekosistem karang

26

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Sebaran ikan familli siganidae terdapat di ekosistem lamun, perpaduan lamun

dan karang, dan terumbu karang. Namun tidak semua spesies ikan baronang

ditemukan di ketiga ekosistem pengambilan data. Spesies ikan yang

ditemukan di ekosistem lamun yaitu S. Guttatus dan S. Canaliculatus,

perpaduan lamun dan karang yaitu S. javus, S. virgatus, S.guttatus, S.

vulpinus, S. canaliculatus, dan S. fuscescens serta ekosistem karang yaitu S.

punctatus, S. virgatus, S. puellus, S. vulpinus, dan S. fuscescens.

2. Komposisi jenis ikan famili siganidae yang tertinggi di ekosistem lamun adalah

S. guttatus, ekosistem karang adalah S. virgatus, ekosistem perpaduan lamun

dan karang adalah S. guttatus dan sedangkan komposisi jenis ikan famili

siganidae yang terendah di ekosistem lamun adalah S. canaliculatus,

ekosistem karang adalah S. puellus, dan ekosistem perpaduan lamun dan

karang adalah S. vulpinus.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak titik pengambilan data setiap ekosistem penelitian agar mencakup keseluruhan kawasan Teluk Laikang sebagai bahan evaluasi dan penarikan kesimpulan yang tepat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

27

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.R. 1997. Marine Fishes of Tropical Australia and South-East Asia. Western Australian Museum, Australia.

Aziz, K.A. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Bogor : Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. 115 hlm.

Bengen, D.G. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu, Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Sosialisasi Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat. Bogor, 21-22 September 2001.

Charles A. 2001. Sustainable Fishery System. United Kingdom. Blackwell Science.

Carpenter K.E. 2001.The Living Marine Resources of The Western Central Pacific. FAO. Roma.Volume 6. hal. 3627-3650.

Den Hartog, C. (1970) The seagrasses of the world. North Holland Publishing Co., Amsterdams.

Dinas Kelautan dan Perikanan.2012. Fasilitasi Inisiasi Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan Malaja (Siganus sp.)Kabupaten Luwu. Seksi Kelautan Dan Konservasi Bidang Kelautan, Pesisir Dan Perikanan Tangkap. Makassar

English, S., Wilkinson, C. & Baker, V. (1994) Survey manual for tropical marine resources. ASEANAustralian Marine Science Project: Living Coastal Resources, Townsville. 368pp.

English, S, C Wilkinson and V Baker (1997). Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville, Australia, Australian Institute of Marine Science, Townsville Australia: pp. 378

FAO. 2003. Ecosystem Approach to Fisheries. FAO Technical Paper.

Fatma. 2014. Status Perairan Teluk Laikang dan Strategi Pengelolaannya di Sulawesi Selatan. [Tesis] Makassar : Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Gundermann, M., D.M. Popper dan L.Lichatowich, 1983. Biology and life cycle of Siganus vermiculatus (Siganidae, Pisces). Pacific Sci. 32 (2), 165 – 180.

Husain dan Rohani Ambo-Rappe. Husain, Rohani dan Natsir. 2012. Asosiasi Ikan Baronang Pada Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk Ambon Dalam. Ambon.

Hutomo, M. 1985. Telaah Ekologik Komunitas Ikan pada Padang Lamun (Seagrass, Anthophyta) di Perairan Teluk Banten. [Tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

xii

Iwatsuki.Y.,Burhanuddin I., Djawad I., Motomura H. & Hidaka K. 2000. A Preliminary List of the Epypelagic and Inshore Fishes of Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Collected Mainly from Fish Markets ISSN: 0853- 4489 Morfometrik dan Meristik Ikan Baronang (Siganus canaliculatus PARK, 1797) di Perairan Teluk Bone dan Selat Makassar 51 between 23- 27 Januari 2000, with Notes on Fishery Catch Characteristics. Buletin of the Faculty of Agriculture. Japan.

Irwan. 2008. Kajian Pola Pertumbuhan dan Ciri Morfometrik-Meristik Beberapa Spesies Ikan Layur di Perairan Pelabuhan Ratu, Sukabumi Jawa Barat. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

KepMen LH No. 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penelitian Status Padang Lamun.

Kiswara, W. 1997. Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Indonesia. Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut Pesisir II, Geologi, Kimia, Biologi dan Ekologi. Puslitbang Oceanologi-LIPI. Jakarta.

Kordi, M. G. H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di laut dan Tambak. Andi Offset. Yogyakarta. 134 Hal.

Kuiter, R.H. 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pasific, Indonesia and Adjacent Water. Gramedia, Jakarta.

Lanyon, J. 1986. Guide to the Identification of Seagrasses in the Great Barrier Reef Region. GBRMPA, Queensland.

Lam TJ. 1974. Siganid. Their biology and mariculture potential. Aquaculture (3). Pp. 324-354.

Marasabessy, M.D. 1991. Penelitian Budidaya Ikan Samadar (Siganus Canaliculatus) di Pulau-Pulau Kai Kecil, Maluku Tenggara. Eds Perairan Maluku Tenggara. Ambon : Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanografi LIPI. Hlm : 35-41.

MacNeil, I. (2010) The trajectory of regulatory reform in the UK in the wake of the financial crisis. European Business Organisation Law Review, 11 (4). pp. 483-526. ISSN 1566-7529

Marasabessy, M.D. 1991. Penelitian Budidaya Ikan Samadar (Siganus Canaliculatus) di Pulau-Pulau Kai Kecil, Maluku Tenggara. Eds Perairan Maluku Tenggara. Ambon : Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanografi LIPI. Hlm : 35-41.

Merta, I.G.S. 1980. Studi Ekologi Ikan Baronang, Siganus canaliculatus (Park 1792) di Perairan Teluk Banten, Pantai Utara Jawa Barat. [Tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 130 hlm.

Merta, I.G.S., 1980. Hubungan-hubungan antara panjang cagak, panjang baku, tinggi badan dan berat dengan panjang total ikan beronang (Siganus spp)

xiii

dari Teluk Banten, Pantai Utara Jawa Barat. Lap. Penel. Perikanan Laut. 23, 9 – 15.

McKenzie, LJ & Yoshida, R.L. 2009. Seagrass-Watch : Proceeding of a Workshop for Monitoring Seagrass Habitats in Indonesia. The Nature Conservancy, Coral Triangel Center, Sanur, Bali, 9th May 2009. (Seagrass- Watch HQ, Caims). 56pp.

Munira. 2010. Distribusi dan Potensistok Ikan Baronang (Siganus canaliculatus) di Padang Lamun Selat Lonthoir, Kepulauan Banda, Maluku. [Tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Munira, Sulistiono, Zairion. 2010. Distribusi spasial ikan baronang (Siganus canaliculatus) di padang lamun Selat Lonthoir, Kepulauan Banda, Maluku. Jurnal Iktiologi Indonesia, 10(1):25-33.

Mudjiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya : Jakarta

Nikolsky, G. V. (1963). The ecology of fishes. Academy Press, London and New York

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Hlm 268-270.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa, H. Muhammad Eidman et al. Cetakan ke-2. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 445 hlm.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa koesbiono, D.G.bengen, M.Hutomo, M.Eidman dan S.Sukarjo. P.T. Gramedia, Jakarta

Oxendford, H.A; W. Hunte, dan R. Mahon. 1995. Distribution and relative abundance of flyingfish (Exocotidae), in the eastern Caribbean (adult). Mar. Ecol. Prog. Ser. Vol 117:11-23.

Pereira PHC, Ferreira BP, Rezende SM. 2010. Community structure of the ichthyofauna associated with seagrass beds (Halodule wrightii) in Formoso River estuary – Pernambuco, Brazil. Anais da Academia Brasileira de Ciências, 82(3): 617-628.

Phillips, R. C., E.G. Menez. 1988. Seagrass in: Smithsonian Contribusion to the Marine Science no. 34. Smithsonian Institution Press. Washington, D.C.

Setyono DED & Susetiono. 1990. Pengaruh jenis makanan terhadap pertumbuhan anakan beronang (Siganus canaliculatus). Perairan Maluku dan Sekitarnya, 4:64-70.

Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Subani dan Barus.1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Balai Perikanan Laut. Jakarta.

xiv

Supratomo, R.T. 2000. Fungsi Padang Lamun (seagrass) Sebagai Area Mencari Makandengan Indikator Migrasi Ikan Terumbu Karang. [Tesis]. Bogor : Program PascasarjanaInstitutPertanian Bogor. 103 hlm.

Thamrin. 2006. Karang :Biologi Reproduksi dan Ekologi. Penerbit Minamandiri. Pekanbaru.

Weatherley, A. H. and H.S. Gill. l987. The biology of fish growth. Academic Press, Toronto. 429 p.

Woodland, D.J., 1990. Revision of the fish family Siganidae with descriptions of two new species and comments on distribution and biology. Indo-Pac. Fish. (19):136 p.

xv

Lampiran 1. Data ikan family Siganidae secara keseluruhan

TRIP 1 TRIP 2 TRIP 3 TRIP 4 TRIP 5 TRIP 6 Jumlah No Spesies L KL K L KL K L KL K L KL K L KL K L KL K (Ekor) 1 Siganus javus - 1 ------1 - - 2 - - 1 - 5 2 Siganus punctatus - - 2 - - - - - 1 ------3 3 Siganus virgatus - 2 - - 1 6 - - 1 - - 5 - - 6 - - 4 25 4 Siganus guttatus 13 38 - 6 12 - 5 36 - 4 28 - - 21 - 1 29 - 193 5 Siganus puellus ------1 ------1 6 Siganus vulpinus - - 2 - - - - - 1 ------1 - 4 7 Siganus canaliculatus 3 23 - 13 10 - 2 7 - 4 3 - - 2 - 1 8 - 76

8 Siganus fuscescens - - 2 - 5 3 - - - - - 2 - 1 - - - - 13 Total (Ekor) 16 64 6 19 28 9 7 43 3 8 32 8 0 26 6 2 39 4 320

Keterangan : L : Ekosistem Lamun KL : Ekosistem perpaduan lamun dan karang K : Ekosistem karang

29

Lampiran 2. Data ikan family Siganidae Ekosistem lamun Jumlah Komposisi Jenis No Spesies (Ekor) (%) 1 Siganus javus 0 0,0 2 Siganus punctatus 0 0,0 3 Siganus virgatus 0 0,0 4 Siganus guttatus 29 55,8 5 Siganus puellus 0 0,0 6 Siganus vulpinus 0 0,0 7 Siganus canaliculatus 23 44,2

8 Siganus fuscescens 0 0,0 Total (Ekor) 52 100

Lampiran 3. Data ikan family Siganidae Ekosistem perpaduan lamun dan karang Komposisi Jenis No Spesies Transisi (%) 1 Siganus javus 5 2,2 2 Siganus punctatus 0 0,0 3 Siganus virgatus 3 1,3 4 Siganus guttatus 164 70,7 5 Siganus puellus 0 0,0 6 Siganus vulpinus 1 0,4 Siganus 7 53 22,8 canaliculatus

8 Siganus fuscescens 6 2,6 Total (Ekor) 232 100

Lampiran 4. Data ikan family Siganidae Ekosistem karang Komposisi Jenis No Spesies Karang (%) 1 Siganus javus 0 0,0 2 Siganus punctatus 3 8,3 3 Siganus virgatus 22 61,1 4 Siganus guttatus 0 0,0 5 Siganus puellus 1 2,8 6 Siganus vulpinus 3 8,3 Siganus 7 0 0,0 canaliculatus

8 Siganus fuscescens 7 19,4 Total (Ekor) 36 100

30

Lampiran 5. Data lamun Tegakan Transek Persen tutupan E. Acoroides T. Hemprichii 0 75% 27 55 10 100% 45 30 20 100% 32 42 30 75% 15 44 40 75% 27 25 50 75% 34 17 60 50% 21 13 70 50% 24 15 80 25% 14 12 90 25% 17 11 100 25% 23 9 279 273

Lampiran 6. Data karang Kategori % Live Coral 44,08 Dead Coral 48,62 Algae 0,00 Rubble 5,60 Sand 1,7 Other 0,00 Soft coral 0 Total 100,00

31

Lampiran 5. Foto Kegiatan Selama Penelitian

Persiapan Alat Tangkap Bubu

Persiapan Alat Tangkap Sero Bila

Pemasangan Alat Tangkap Bubu

Hasil Tangkapan

32