LAMPIRAN A: BOOTH TUGAS AKHIR

xxx

LAMPIRAN B: Transkrip Wawancara Penerbit

Pada awalnya Bu Retno sudah menjelaskan mengenai teknis perancangan buku

pada lampiran yang diberikannya dalam bentuk hardcopy.

1. Kemampuan Beli SES menengah atas itu berkisar harga berapa dan berkisar buku

yang seperti apa?

Menengah keatas buku-buku sekitar harga Rp. 50.000 hingga Rp. 60.000

maksimal untuk softcover. Untuk hardcover mungkin Rp. 100.000-125.000 keatas

masih laku. Namun perhatikan psikologi setiap orang pembelinya juga penting,

style biasanya preferensi, penting untuk mencari data tambahan.

2. Apakah ada preferensi dari Bu Retno mengenai ukuran buku ilustrasi untuk umur

7-12 tahun seperti apa? Apakah besar atau kecil serta jumlah halamannya?

Sebaiknya menggunakan font san-serif, font ditengah-tengah, jangan terlalu kecil

atau besar ukurannya tapi tetap proporsi ilustrasi yang lebih banyak. Teknik

binding dibawah 46 halaman pakai kawat saja. Pakai HVS 80 gsm untuk gambar

yang berwarna, kira-kira 24 halaman saja dan pakai hardcover karena

mengandung cerita kepahlawanan dan kalau bisa pakai jaket buku agar sifatnya

long-last, karena untuk dibaca berkali-kali. Ukuran buku boleh dalam 18x24 cm,

19x23 cm, 15x23 cm, bebas, dan orientasi boleh landscape juga, biasanya untuk

ilustrasi yang lebih banyak dan percakapan yang susah digambarkan dalam

portrait, tapi lebih ke preferensi dan untuk display di toko karena kalau portrait

tidak menghabiskan banyak space. Untuk Judul usahakan menggunakan font yang

xxxi

mudah dibaca, jangan yang berbelit dan dilihat dari jauh sudah terlihat judulnya

apa.

3. Keunggulan buku ilustrasi daripada video?

Begini, memang ada beberapa waktu buku itu masih dipakai oleh orang-orang,

biasanya masih dipercaya untuk pencarian referensi. Orang akan mencari buku

daripada media lainnya karena lebih percaya. Bahkan untuk membuat film, orang

mencari referensi dari buku.

4. Gaya ilustrasi yang unggul untuk anak umur 7-12 tahun seperti apa?

Gaya yang masih unggul hingga sekarang adalah gaya ilustrasi Disney kemudian

chibi. Ilustrasi jangan terlalu realistis kalau untuk anak-anak. Buku PPKN kelas 3

SD sudah ada buku mengenai sejarah juga.

Apakah sebaiknya buku pahlawan ini menceritakan tentang prestasi saja?

Jangan hanya prestasi, dari lahir, sejarah awal sampai pemikirannya, background-

nya.

Beberapa tambahan catatan dari Bu Retno seperti pentingnya ISBN bila ingin

menerbitkan buku, karena ISBN berperan sebagai kredibilitas sebuah buku. Usia

buku di toko buku setelah diterbitkan hanya kurang lebih 1-3 minggu saja karena

sangat kompetitif, apabila penjualan dibawah 10 eksemplar maka buku segera

dimasukkan ke gudang.

xxxii

LAMPIRAN C: Transkrip Wawancara Bu Endang Moerdopo

Mengenai buku Bu Endang tersebut berseri ya bu? Apakah sifatnya

berkelanjutan?

Buku yang lama sempat dicetak ulang dengan konten yang sama

namun hanya berbeda kover saja. Begini, ide saya awal saya ingin membuat

trilogy, jadi yang pertama malahayati sebagai laksamana perempuan pertama di

dunia yang diakui oleh dokumen Lanchester dari Inggris di abad ke 16. Di buku

pertama dia sebagai perempuan yang maju kedepan, yang perang, dengan

kekuatan keperwiraan dia, dia punya pasukan inong balee (pasukan janda). Di

buku kedua rencananya karena dia sangat dipercaya sama , sehingga ia

dipercaya untuk mendidik cucunya sultan. Jadi dia selama menjadi laksamana, dia

dititipi anak yang berumur 5 tahun ini yang nantinya menjadi Sultan Iskandar

Muda. Jadi buku kedua berjudul „Miwa Laksamana‟ dimana Miwa adalah Bibi.

Jadi perannya lebih kepada mendukung Sultan Iskandar namun dibalik layar,

tetap sebagai sosok supervisor, sebagai fungsi empu. Jadi dia bisa sebagai

laksamana yang berada didepan (tokoh utama) dan dia juga bisa sebagai pendidik.

Yang terakhir adalah rencananya cerita yang bersangkutan Laksamana

Keumalahayati yang ada di abad ke-21, yang menceritakan adanya sosok wanita

yang dulu-dulu adalah salah satu dari pasukan inong balee.

Kalau yang sekarang sedang tulis adalah scenario film Malahayati. Nantinya akan

diproduksi oleh TVRI. Mereka tidak mau orang lain yang menulis skenario

supaya soul nya dapat ketangkap sesuai dari bukunya. Sebenarnya agak repot

karena waktunya. Kira-kira sudah jadi scene plot 5 dari 6, hanya sebagai

xxxiii supporting adegan. Nanti tim produksi dari MNC. Jadi sebenarnya bukan serial, jadi dari dia sekolah sampai dia berkarir jadi hanya diceritakan sampai dia berhasil membunuh Cornelis de Houtman, jadi buku itu adalah karir dia sebagai laksamana.

Kalau kamu mau bikin itu menjadi buku bergambar, Malahayati „kan ada

13 bab, jadi untuk anak-anak tidak akan dikasih seperti buku novel karena mereka tidak akan bisa baca, kalaupun dibikin bergambar, mereka tidak akan selesai. Jadi dibagi saja misalnya serial jadi 1 bab 1 buku cerita dengan tulisan cerita yang sedikit. Yang paling penting adalah bagaimana mendeliver cerita ini menjelaskan siapa Laksamana Malahayati sebagai tokoh perempuan yang hebat dari visual daripada hanya dijelaskan dalam kata-kata. Supaya buku tetap bisa jalan kalau ingin diterbitkan. Atau kalau ingin dijadikan 1 buku, ambil sisi cerita yang paling heroic. Kalau dari segi bisnis, coba buat paketan berseri isi 13 buku yang tipis- tipis saja. Saya ada referensi komik Laksamana Keumalahayati terbitan orang lain. Tetapi ceritanya tidak cukup kuat, berbeda dari cerita aslinya.

Saran dari saya, tetap membuat buku bergambar saja, kalau buku komik jangan dengan nuansa warna yang gelap. Yang penting yang mana yang baik sebagai penyampaian pesannya, misalnya adegan Malahayati dengan anaknya yang sedang naik kapal, pemimpin itu apa, bagaimana, tapi disajikan dengan gambar. Saya akan supervised untuk ceritanya.

xxxiv

Bagaimana kalau referensi baju Malahayati?

Satu hal yang paling penting, Malahayati tidak berjilbab. Kalau misalnya ia

muncul berjilbab, berarti Malahayati NKRI, mereka tidak ada syariat islam.

Hanya berkerudung, bukan jilbab. Itupun dipakai hanya saat menghadap raja atau

acara-acara penting, aslinya hanya baju biasa hanya rambut dicepol, hiasan

bunga dikepala, memakai sarung. pada jaman itu tidak ada yang menggunakan

jilbab. Namun setelah NKRI karena semua diwajibkan memakai jilbab, akhirnya

pakaian adatnya pun jilbab. Di abad itu tidak ada yang pakai jilbab, hanya

kerudung, seperti di film Cut Nyak Dien, mereka tidak memakai jilbab hanya

berkerudung, itupun ketika perang mereka tidak pakai kerudung lagi.

Terus untuk supervised pakaian oke karena akan ada suatu ketika dia memakai

baju Aceh lengkap. Jangan gambarkan Malahayati pakaiannya seperti ninja

gayanya. Dia cantik sekali dan banyak perhiasan yang dipakainya.

Tidak ada buku referensi, jadi untuk pakaian waktu itu saya menulisnya

dari buku-buku snogrugronya tentang Aceh disitu menjelaskan tentang pakaian-

pakaian di abad itu. Literatur Malahayati sangat sedikit hanya ada di perpustakaan

Malaysia, Belanda, dan Inggris. Belanda itu ditulis oleh ,

adik Cornelis de Houtman pada saat di penjara dia menulis buku juga tentang

Malahayati, bukan secara tokohnya, jadi seperti curhat sekilas dicertitakan ada

sosok ini karena kakaknya terbunuh oleh wanita ini. Tetapi buku ini terbit 2008

jadi waktu itu tidak ada referensi sama sekali sehingga saya hanya mengaitkan

tahun dan pakaian yang dipakai pada saat itu, ditambah dengan saya berjumpa

langsung dengan ibu ini di makam. Jadi saya tahu persis apa yang harus saya tulis

xxxv

dan apa yang dia pakai, jadi ada sedikit perjalanan spiritual. Sebenarnya saya tulis

dibagian prolog buku, disitu saya bisa bertanggung jawab atas apa yang saya lihat

dan itu yang saya tulis sebagai pakaian, suasana.

Kalau di aceh pahlawan yang paling terkenal siapa bu?

Begini, karakteristik orang Aceh kurang menghargai pimpinan, raja, mereka

melihat hal tersebut setara, sebenarnya itu karakteristik orang Sumatra secara

umum. Untuk situs-situs sejarah tidak pernah dirawat, ketika gempa tsunami, situs

sejarah sudah rusak dan sebelum tsunami juga sudah rusak. Baru setelah tsunami

ketika ada intervensi dari asing masuk membantu, baru dikejar lagi situs-situs

(diperbaiki). Makam Malahayati pertamakali saya kesana jelek sekali, walaupun

sekarang bagus. Pertama kali pada tahun 2005 itu tangganya sudah rusak mungkin

karena gempa, tetapi itu di bukit Krueng Raya, bukit Malahayati, jadi harusnya

tidak kena gempa karena posisi diatas. Jadi tangga masih tangga semen yang

rusak, tidak dirawat, yang mereka rawat tokoh-tokoh agama seperti Syahwala,

ulama-ulama. Saya non muslim dan orang Jawa, mengarang buku ini tidak

mudah, sehari sebelum launching malamnya dibilang “kenapa kok Malahayati

datang ke kakak bukan kami yang orang Aceh?” justru saya padahal ingin

mengangkat asset yang luar biasa dari tempat itu, saya tidak punya keinginan apa-

apa hanya saya kagum seorang Cornelis Houtman orang Belanda VOC yang

pertama kali datang ke untuk belanja rempah-rempah ternyata terbunuh

oleh perempuan ini. Keputusan untuk pergi ke Aceh sebenarnya hanya 3 hari, dan

saya kerja disana di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Nias, saya tidak

lama-lama karena saya tidak tahu orang Aceh bagaimana, yang saya tahu hanya

xxxvi daerah Muslim, belum sempat browsing. Saat sampai sana saya coba mencari yang menarik dari Aceh, ternyata ada pembunuh Cornelis de Houtman itu. Pada awalnya saya browsing tentang makam Malahayati, tidak ada satu orang pun di

Aceh yang tahu makam itu dimana, penduduk tidak tahu dan tidak ada tanda- tandanya juga. Jadi mereka tidak pernah menghargai adanya pahlawan, jadi baru- baru ini saja. Bahkan hingga saat ini beberapa orang masih menganggap hanya legenda, padahal sudah ada jelas Jokowi memberi gelar tersebut. Penghargaan kepahlawanan tersebut diterima bukan kepada keluarga Malahayati, tapi diterima oleh salah satu keluarga Sultan Aceh, dari pihak bangsawan, karena Malahayati anak tunggal, suami meninggal dan anak perempuannya pun diculik, bapaknya juga tidak pernah ke-trace keberadaannya lagi dan terjadi pada abad 16, seperti

Cut Nyak Dien saja sudah tidak ke-trace. Sebenarnya masih banyak PR nya kalau ingin mencari keluarganya Malahayati.

xxxvii

LAMPIRAN D: Kertas Bimbingan Dengan Dosen Pembimbing

xxxviii

LAMPIRAN E: Kertas Bimbingan Dengan Dosen Spesialis

xlii