Artikulasi Identitas Wong Solo Di Eks Enklave Surakarta Sosial Budaya Yang Melibatkan Dua Hal

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Artikulasi Identitas Wong Solo Di Eks Enklave Surakarta Sosial Budaya Yang Melibatkan Dua Hal SulistHyoUwMatiA -N AIrOtikRuAlasi Identitas Wong Solo di Eks Enklave Surakarta VOLUME 26 No. 2 Juni 2014 Halaman 149-163 ARTIKULASI IDENTITAS WONG SOLO1 DI EKS ENKLAVE SURAKARTA: KONSTRUKSI BAHASA DAN PEMERTAHANANNYA Sulistyowati* ABSTRACT Culturally Kotagede and Imogiri consist of the ex enclave regions of Surakarta which are called Kotagede SK and Imogiri SK. The community of the ex Surakarta enclave is also known as Wong Solo. This article describes the existence of Wong Solo in Surakarta ex enclave in maintaining its identities. The label of priyayi, courteous, alus, glamorous, and umuk attached to Wong Solo articulated through language practices and material culture. Historical and sociocultural perspective used to describe the verbal expression as identity markers and narratives elicited through etnographic work. It is assumed that the romanticism of the elite, class consciousness, and awareness of the preservation of tradition dominate retention Wong Solo. Cultural agencies, Surakarta and Yogyakarta Palace in the historical affinity presented by abdi dalem juru kunci of the kings of Mataram cemetery become binding factor of Wong Solo identity in Surakarta ex enclave. Keywords: ex Surakarta enclave, identity markers, verbal expression, retension of identity, Wong Solo ABSTRAK Kotagede dan Imogiri secara kultural terdiri atas daerah-daerah eks enklave Surakarta yang disebut Kotagede SK dan Imogiri SK. Masyarakat eks enklave Surakarta tersebut dikenal pula sebagai Wong Solo. Artikel ini mendeskripsikan eksistensi Wong Solo di eks enklave Surakarta tersebut dalam mempertahankan identitasnya. Label priyayi, sopan, alus, glamor, dan umuk yang melekat pada Wong Solo diartikulasikan melalui aktivitas berbahasa dan budaya materi. Perspektif historis dan sosiokultural dimanfaatkan untuk menjelaskan ekspresi verbal yang menjadi pemarkah identitas dan narasi-narasi yang dijaring melalui kerja etnografis. Diasumsikan bahwa romantisme kelompok elite, kesadaran kelas, dan kesadaran pelestarian tradisi mendominasi pemertahanan identitas Wong Solo. Agensi kultural, Keraton Surakarta dan Yogyakarta dalam pertalian historis yang dipresentasikan abdi dalem juru kunci makam raja-raja Mataram menjadi faktor pengikat identitas Wong Solo di eks enklave Surakarta. Kata Kunci: eks enklave Surakarta, ekspresi verbal, pemarkah identitas, pemertahanan identitas, Wong Solo * Jurusan Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 149 Humaniora, Vol. 26, No. 2 Juni 2014: 149-163 PENGANTAR mengaktualisasikan dirinya melalui simbol-simbol. Batas simbolis dapat ditampilkan melalui gaya Surakarta, yang dikenal pula dengan hidup, pakaian, tradisi, seni, dan bahasa. Simbol istilah Solo atau Sala, dan Yogyakarta, dua yang paling mudah diamati adalah pakaian. pusat kebudayaan Jawa yang masing-masing Pakaian tradisional pria gaya Surakarta dikenal menampilkan keunikan yang berbeda. Perbedaan dengan istilah beskap, sedangkan gaya Yogyakarta tersebut terlihat pada simbol-simbol yang dimiliki, disebut peranakan. Tutup kepala (blangkon) bagian baik yang kasat mata (tangible) maupun tidak kasat belakang bawah (bagian tengkuk) gaya Surakarta mata (intangible). Bahasa yang digunakan oleh berbentuk pipih, sedangkan gaya Yogyakarta pendukung budaya tersebut dalam hal ini bahasa berbentuk mondholan (bulatan). Kain gaya Jawa merupakan salah satu simbol yang menandai Surakarta lebih dominan berwarna dasar coklat, perbedaan itu. Bahasa Jawa yang digunakan di Yogyakarta dominan dengan warna dasar putih. Surakarta dikenal dengan nama dialek Surakarta Dalam berkain, garis tepi atau warna putih pada (Solo), sedangkan yang digunakan di Yogyakarta tepi kain (sèrèdan) gaya Yogyakarta diperlihatkan, dinamakan dialek Yogyakarta. Kedua dialek sedangkan dalam gaya Surakarta garis tepi tersebut tersebut dianggap sebagai dialek bahasa Jawa dilipat ke dalam (disembunyikan). Perilaku tersebut standar karena menempati peringkat teratas dalam dapat dimaknai sebagai bentuk keterbukaan atau status hierarkis dan secara bertahap diterima sebagai kelugasan dan keterselubungan. varian yang paling halus, paling jlimet (canggih), paling berkembang dengan pesat, serta paling Istilah Wong Solo menjadi bermakna apabila 2 mampu mengekspresikan esensi budaya Jawa. disandingkan dengan Wong Yogja atau Wong Yoja . Wijana (2005:157) menjelaskan bahwa pemilihan Demikian juga sebaliknya, seperti dikemukakan bahasa Jawa dialek Solo-Yogya sebagai bahasa Ahimsa-Putra, (2004:5) bahwa Yogyakarta Jawa standar dipengaruhi oleh faktor status sosial, menjadi bermakna bilamana disandingkan dengan jumlah penutur, serta fungsi yang diperankan oleh “lawan”nya yang sekaligus juga pasangannya, bahasa tersebut. Diungkapkan pula bahwa pada yakni Surakarta karena nama Yogyakarta baru masa lampau, Solo (Surakarta) dan Yogyakarta mencuat setelah palihan nagari, ketika kerajaan adalah pusat kerajaan besar Kasunanan Surakarta Mataram yang semula satu kemudian pecah dan Kasultanan Ngayogyakarta. Persepsi ini sama menjadi dua, untuk menyelesaikan konflik yang sekali bersifat politis dan tidak mencerminkan berkepanjangan di antara pewaris tahta kerajaan. superioritas esensial yang melekat pada dialek. Hal Kontestasi kultural keduanya tampak dalam budaya ini dapat ditelusuri kembali pada dominasi bahasa material ataupun budaya perilaku. Wong Solo Jawa secara politis oleh Sultan Mataram dan diikuti terkenal umuk ‘suka pamer’, sedangkan Wong Sultan Yogyakarta dan Sunan Solo, serta raja di Yogja dikenal dengan glembuk-nya ‘suka merayu’ Pura Mangkunegaran dan Pakualaman (lih.Quinn, (Kartodirdjo, 1993:82-83; Hudayana, 2011:5). 2012:69; Soemarsono dan Partana, 2002:28). Dalam aktivitas berbahasa, ekspresi verbal inggih dan injih merupakan varian yang membedakan Dua kebudayaan besar tersebut saling identitas keduanya. Untuk mengungkapkan “ya”, berkontestasi dalam memperlihatkan identitas Wong Solo menggunakan nggih atau inggih, kelompoknya, termasuk pendukung kebudayaan sedangkan Wong Yogja memakai injih. Surakarta -lebih akrab disebut dengan Wong Solo- yang berada di wilayah eks enklave, yaitu Fenomena kultural ini membentuk Kotagede dan Imogiri. Secara historis kultural identitas kelompok tersebut bukan saja dalam Kotagede dan Imogiri memiliki pertalian dengan batas geografis, tetapi juga simbolis yang dua keraton, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan membedakannya dengan kelompok lain (Abdullah, Kasunanan Surakarta. Abdi dalem juru kunci 2006:13). Sekelompok orang yang berada dalam makam sebagai representasi dua keraton tersebut lingkungan budaya yang lain mengalami proses 150 Sulistyowati - Artikulasi Identitas Wong Solo di Eks Enklave Surakarta sosial budaya yang melibatkan dua hal. Pertama, suatu kelompok atau etnis dapat mengidentifikasi pada tataran sosial terjadi proses dominasi dan kelompok lain melalui tuturan yang digunakan, subordinasi budaya yang dinamis. Kedua, pada sekalipun simbol yang digunakan terlihat sama. tataran individual terlihat proses resistensi di Gejala sosial dipandang dari kacamata orang- dalam reproduksi identitas kultural sekelompok orang yang terlibat di dalamnya dan dijelaskan orang di dalam konteks sosial budaya tertentu berdasarkan pandangan-pandangan mereka (Abdullah, 2006:41-42). Melalui aksen, bunyi, (Ahimsa-Putra, 1985:104). Menurut Bussman, kosa kata, dan pola-pola wacana penutur suatu etnolinguistik memadukan metode dan teori bahasa mengidentifikasi dirinya dan diidentifikasi etnologi dan linguistik yang mengkaji hubungan sebagai anggota suatu masyarakat tutur dan bahasa dan etnis berdasarkan aspek-aspek masyarakat wacana. Dalam keanggotaan kelompok sosiokultural dalam suatu masyarakat. Aspek- tersebut digambarkan kekuatan dan kebanggaan aspek etnolinguistik suatu bahasa yang digunakan personal dalam memaknai kepentingan sosial dan oleh masyarakat tutur dapat dilihat dari sudut keberlangsungan historis dalam penggunaan bahasa pandang komunikasi, identitas, dan realitas yang sama (Kramsch, 1998:65-66). sosial. Aspek-aspek tersebut di antaranya dapat Secara ideologis, Wong Solo dinilai diamati melalui sistem pengklasifikasian, pola- menjunjung tinggi sopan santun, tata tentrem, pola pikir, dan kearifan lokal suatu etnis yang tepa salira, tata krama, guyup rukun, dan gotong tercermin dalam konsep dan dituangkan melalui royong. Menggarisbawahi apa yang dikemukakan bahasa yang digunakan (Djawanai, 2008:1). Smith-Hefner (1983:52-53), tata tentrem berarti Melalui pemahaman ini diharapkan bahwa bahasa segala sesuatu yang berada pada tempat yang yang memiliki kelenturan atau fleksibilitas dapat tepat. Bertutur dengan benar, disertai kerendahan memberi peran dalam upaya mengukuhkan hati dan pengendalian diri, membantu dalam identitas masyarakat tuturnya. mencapai tata tentrem. Rukun atau harmoni Perangkat dialektologi yang berupa daftar tercapai ketika seseorang bertindak dalam tata cara kosa kata Swadesh dimanfaatkan sebagai piranti tertentu sesuai dengan status mereka. Aturan-aturan untuk membantu menjawab permasalahan di yang mengarahkan seseorang bersikap konsisten atas dengan pendekatan etnografis. Kode-kode terhadap posisinya dinamakan tata krama. Cara yang berupa ekspresi verbal (kata ataupun frasa) mencapai harmoni dan kesopanan dalam interaksi yang memiliki kekuatan makna sebagai pembeda personal yaitu tepa salira, yaitu menempatkan diri identitas disusun dalam daftar tanyaan untuk sendiri pada tempat orang lain. diobservasi ranah persebaran penggunaannya oleh Stereotipe yang melekat pada Wong Solo penutur di daerah-daerah eks enklave. Penjaringan adalah orangnya halus.
Recommended publications
  • Pengakuan Kembali Surakarta Sebagai Daerah Istimewa Dalam Perspektif Historis Dan Yuridis
    Pengakuan Kembali Surakarta Sebagai Daerah Istimewa dalam Perspektif Historis dan Yuridis Ni’matul Huda Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta [email protected] Abstract This research is managed to answer three main problems: First, why was the Special Region of Surakarta obliterated? Second, is there any possibility to reconstruct and acknowledge the specialty of Surakarta? And, third, what attempts can be taken to make Surakarta acknowledged as Special Region again? This research aims at: First, understanding the background of the obliteration of Surakarta Special Region; second, studying the possibility of re-acknowledgement of the specialty of Surakarta, and third, finding out the attempts that can be conducted to acknowledge Surakarta as Special Region again. This research is a normative legal study using the regulations of law and several statutes as the primary legal material, and the literature relevant to the research object as the secondary legal material. This research uses the historical approach and statute approach. The analysis method used is qualitative descriptive. The conclusion of this research are: First, in historical perspective, the obliteration of Special District of Surakarta resulted from the social movement of the community called “gerakan anti swapraja” which demanded to revoke the special status of Surakarta. Second, the re-acknowledgement of the special status of Surakarta depends of the political will of Central Government, People Representative Council, Regional Government, Regional Legislative, and the community of Surakarta (ex Karesidenan Surakarta). Third, the attempt that can be conducted in order that Surakarta is re-acknowledged as a Special District is by the extension of the region or through the assessment of Law No.
    [Show full text]
  • Strengthening Marketing Communication Through Multimedia-Based Storytelling Assistance
    Available online at: http://proceeding.rsfpress.com/index.php/pss/index LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta Conference Series Proceeding on Political and Social Science (PSS) Volume 1 Number 1 (2020): 208-217 Strengthening Marketing Communication Through Multimedia-Based Storytelling Assistance Yenni Sri Utami , Oliver Samuel Simanjuntak , Agung Prabowo Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Email address [email protected] Abstract Storytelling-based multimedia can be used as an alternative marketing communications MSMEs craftsmen Batik " Sekar Arum " in Desa Wukirsari , sub-district Imogiri, Kabupaten Bantul. Assistance is aimed to build self-reliance and improve the confidence of members and officials of SMEs craftsmen Batik " Sekar Arum " to strengthen the marketing communication through storytelling -based technology multimedia. Through storytelling, the " Sekar Arum " Batik craftsman group UMKM can easily communicate the results of their products. Strengthening marketing through a story packed with photos, videos, animation as multimedia content makes potential customers not only more interested and easier to identify batik craft products, without having to come directly to workshops/exhibition events but to form deeper relationships so that they are loyal to SME Batik "Sekar Arum" businesses and products. Multimedia-based storytelling marketing techniques can provide several benefits, including a) Increasing a more loyal relationship with consumers; b) Reaching a wider marketing area, and c) Providing education on Batik products to consumers. The presentation of storytelling through multimedia technology provides an advantage because marketing content is more varied, including text, animation, or video. This variation of content increases the attractiveness of 'Sekar Arum' Batik, thus enhancing its image. Keywords: Storytelling, marketing communication, visual content, multimedia technology This is an open access article under the CC–BY-NC license.
    [Show full text]
  • Penataan Penggal Jalan Pancasila Kota Tegal
    DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENATAAN PENGGAL JALAN PANCASILA KOTA TEGAL Diajukan Sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : Moh. Muttaqin Rizki Nugroho D 300 010 073 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (PPA) Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Judul : PENATAAN PENGGAL JALAN PANCASILA KOTA TEGAL Penyusun : MOH. MUTTAQIN RIZKI NUGROHO NIM : D 300 010 073 Setelah melalui tahap pengujian di hadapan Dewan Penguji pada tanggal 20 Juli 2011 dinyatakan …………… dengan nilai …….. Penguji : Penguji I : Dr. Ir. Dhani Mutiari, MT (……………………….) Penguji II : Ir. Qomarun, MM (……………………….) Penguji III : Ir. Indrawati, MT (……………………….) Penguji IV : Riza Zahrul Islam, ST, MT (……………………….) Mengetahui : Dekan Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta ( Ir. Agus Riyanto SR, MT ) ( Dr. Ir. Dhani Mutiari, MT ) MOTTO “Awali semua pekerjaan dengan niat dan bacaan basmallah niscaya kamu akan memperoleh kemudahan dalam mengerjakannya “. ( Al Hadist ) Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”, yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah:45-46) Sesungguhnya
    [Show full text]
  • Peramalan Indeks Harga Konsumen 4 Kota Di Jawa Tengah Menggunakan Model Generalized Space Time Autoregressive (Gstar)
    ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 553 - 562 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN 4 KOTA DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR) Lina Irawati1, Tarno2, Hasbi Yasin3 1Mahasiswa Jurusan Statistika FSM Universitas Diponegoro 2,3Staff Pengajar Jurusan Statistika FSM Universitas Diponegoro [email protected], [email protected] , [email protected] ABSTRACT Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) models are generalization of the Space Time Autoregressive (STAR) models which has the data characteristics of time series and location linkages (space- time). GSTAR is more flexible when faced with the locations that have heterogeneous characteristics. The purposes of this research are to get the best GSTAR model and the forecasting results of Consumer Price Index (CPI) data in Purwokerto, Solo, Semarang and Tegal. The best model obtained is GSTAR (11) I(1) using cross correlation normalization weight because it generated white noise and multivariate normal residuals with average value of MAPE 3,93% and RMSE 10,02. The best GSTAR model explained that CPI of Purwokerto is only affected by times before, it does not affect to other cities but can be affecting to other cities. Otherwise, CPI of Surakarta, Semarang and Tegal are affecting each others. Keywords: GSTAR, Space Time, Consumer Price Index, MAPE, RMSE 1. PENDAHULUAN Inflasi merupakan kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung secara terus-menerus dari suatu periode ke periode berikutnya. Inflasi berperan penting dalam menentukan kondisi perekonomian, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan khususnya otoritas moneter yang bertanggung jawab mengendalikan inflasi.
    [Show full text]
  • Hubungannya Dengan Asap Malam Batik
    Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Gangguan faal paru pada pekerja batik tradisional di Kotamadya Surakarta dan Pekalongan (hubungannya dengan asap malam batik dan gas-gas alat pemanas) Santoso, editor Deskripsi Dokumen: http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=91414&lokasi=lokal ------------------------------------------------------------------------------------------ Abstrak <b>ABSTRAK</b><br> Industri batik sudah berkembang lama di Indonesia dan merupakan salah satu lapangan kerja bagi sejumlah tenaga kerja di kota maupun di desa. Pada dasarnya perindustrian mengakibatkan dua dampak, yaitu dampak positif yang berupa timbulnya mata pencaharian dan lapangan kerja serta pengembangan wilayah, dampak negatif berupa pencemaran lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Industri batik adalah salah satu industri yang sudah berkembang lama di Surakarta dan di Pekalongan bahkan menjadikan Kota Surakarta dan Pekalongan terkenal dengan Kota Batik. Industri ini mempunyai kaitan dengan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu keberadaan industri batik harus tetap dilestarikan, bahkan perlu dilakukan upaya peningkatan. Tenaga kerja di industri batik adalah tenaga kerja khusus, harus mempunyai keterampilan tersendiri. Tidak semua orang mau bekerja sebagai tukang cap di industri batik. Meskipun gaji (upah) yang diterima rendah, pekerja di industri batik tetap menekuni pekerjaannya. Perpindahan pekerjaan (turn work over) di industri batik sangat rendah. Mengingat anqka perpindahan pekerjaan yang rendah, perlu dilakukan upaya peningkatan keterampilan kepada tenaga kerja, disamping upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. Industri batik menggunakan beberapa bahan yaitu parafin, gondorukem (colophony, rosin), damar, microwax dan lemak hewan. Bahan-bahan tersebut diproses menjadi satu disebut "malam batik". Untuk membuat motif batik pada kain, malam batik dipanaskan sehingga keluar asap malam batik yang mengandung polutan dan menimbulkan pencemaran lingkungan kerja.
    [Show full text]
  • Tombs of Imogiri Kings: Community Perspective in Their Relationship of Functional Theory
    Teosofia: Indonesian Journal of Islamic Mysticism, Vol. 9, No. 1, 2020, pp. 75-90 e-ISSN: 2540-8186; p-ISSN: 2302-8017 DOI: 10.21580/tos.v9i1.5360 TOMBS OF IMOGIRI KINGS: COMMUNITY PERSPECTIVE IN THEIR RELATIONSHIP OF FUNCTIONAL THEORY Fadhlinaa Afiifatul Aarifah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected] Abstract: This paper discusses the functional analysis that occurred around the Tombs of Imogiri Kings. It is to examine why many people willingly come to the tombs of Imogiri Kings while there are many objects of the tour in Yogyakarta. The purpose of this study was to determine the community's perspective on the tomb and its functions using Malinowski's theory analysis. Malinowski developed a functional theory with the understanding that culture is a standpoint with all the activities carried out actually intended to satisfy a series of instinctual needs of human beings related to human life. This research uses a qualitative method, which is written descriptively. The methods of data collection include field studies such as data collection methods include field studies by direct observation of the symptoms in the tombs of the Imogiri kings, conducting interviews with people involved in tomb activities, conducting participant-observers, following a number of rituals there, and literature study. The results of this study indicate that some community perspectives on the tombs of Imogiri kings that are considered sacred are formed from several factors such as history and mystical stories. This centralization then forms certain cultures and beliefs that have certain functions to fulfill the needs of human instincts as Malinowski's theory.
    [Show full text]
  • Ed 315 952 Author Title Institution Spons Agency
    DOCUMENT RESUME ED 315 952 EC 222 703 AUTHOR Dybwad, Rosemary F., Ed. TITLE International Directory of Mental Retardation Resources. Third Edition, 1986-89. INSTITUTION International League of Societies for Persons with Mental Handicaps, BrusselF (Belgium).; President's Committee on Mental Retardation, Washington, D.C. SPONS AGENCY National Inst. on Disability and Rehabilitation Research (ED/OSERS), Washington, DC. REPORT NO DHHS-(OHDS)-88-21019; ISBN-1-55672-051-3 PUB DATE 89 NOTE 329p.; For the Revised Edition (1977-78), see ED 185 727. AVAILABLE FROMSuperintendent of Documents, U.S. Government Printing Office, Washington, DC 20402. PUB TYPE Reference Materials - Directories/Catalogs (132) EDRS PRICE MF01/PC14 Plus Postage. DESCRIPTORS Adults; Agency Cooperation; Elementary Secondary Education; *Foreign Countries; Government Role; *International Cooperaticn; International Educational Exchange; *International Organizations; *Mental Retardation; Professional Associations; Vo,.untary Agencies IDENTIFIERS United Nations ABSTRACT Intended to aid networking efforts among mental retardation professionals, parents, and persons with retardation, the directory lists international organizations and provides individual country reports on mental retardation efforts and organizations. Part I, international organizations, lists the United Nations and 5 of its specialized agencies, 3 inter-governmental (regional) organizations, 2 international coordinating agencies, and 25 international non-governmental organizations. Address, founding date, and a
    [Show full text]
  • The Influence of Cultural Tourism in the Imogiri Tomb Bantul, Yogyakarta
    International Journal of Advances in Mechanical and Civil Engineering, ISSN: 2394-2827 Volume-7, Issue-1, Feb.-2020 http://iraj.in THE INFLUENCE OF CULTURAL TOURISM IN THE IMOGIRI TOMB BANTUL, YOGYAKARTA 1DITA AYU RANI NATALIA, 2ENDY MARLINA 1,2Department of Architecture University of Technology Yogyakarta E-mail: [email protected], [email protected] Abstract - The development of cultural tourism would affect the development of tourism activities. The Imogiri Tomb is a place that symbolizes religion for the Mataram Kingdom. The expansion in the masjid located in the Imogiri Tomb occurred due to the use of rooms for the community in practicing cultural and religious tourism. The cultural tradition managed regularly was developed by the addition of cultural and art traditions that performed one day before the main event. The influence of tourism gave impact to the changes in the buildings and cultural traditions done by the community. This paper discusses the influence of cultural tourism towards the buildings and community traditions in the Imogiri Tomb, Bantul Regency, Yogyakarta. Keywords - Cultural Tourism, Imogiri Tomb, Bantul I. INTRODUCTION The development of cultural tourism in Yogyakarta affects in some changes in the area and facility As an Islamic kingdom, Kraton Yogyakarta has enhancement including in Imogiri Tomb area. essential attributes that are related to religion such as Cultural tourism becomes economic and financial masjid and tomb. As the existences of masjid and commodities. Following Boissevain (1996) in Holden tomb are important for the Javanese royal power, (2006:141), culture has become the main commodity hence the procedures for joint management of holy in the tourism industry.
    [Show full text]
  • CHAPTER I INTRODUCTION A. Background Indonesia Is One of The
    CHAPTER I INTRODUCTION A. Background Indonesia is one of the tourist destination countries in the world. Two major components of Indonesian tourism are nature and culture. Indonesia has a vast archipelago of more than 17,000 islands, the second longest shoreline in the world, 300 different ethnic groups and 250 distinct languages and tropical climate throughout the year (taken from www.google/Indonesia Tourism Today.com, 22 July 2009). In other words, tourism is an important component of the Indonesian economy as well as a significant source of foreign exchange revenues. Unfortunately, since the Bali bombing happened in 2002, bombing terrors continuously happened each year; the 2003 Marriott hotel bombing, the 2004 Australian embassy bombing in Jakarta, and the second bombing in Bali, and also ethnic/religious conflicts in some areas; which significantly reduce the number of foreign visitors. It is because travel warnings were issued by a number of countries. Up to May 2008, no major terrorist attack had happened since 2005 and the United States Government lifted its travel warning to Indonesia. In 2006, 227,000 Australian tourists visited Indonesia and in 2007 this rose to 314,000 (taken from www.google/Indonesia Tourism Today.com, 22 July 2009). In 2008, The Indonesia Ministry of Culture and Tourism, declared 2008 as a visit 1 2 Indonesia year. Visit Indonesia Year 2008 was officially launched on 26 December 2007. The targeted number was 7 million. Visit Indonesia Year 2008 was also commemorating 100 years of Indonesia’s national awakening in 1908. The government also makes some efforts to improve local tourist visit such as intensifying sales missions, selling cheap tourism packages, promoting printed and electronic media and increasing family trip tourism programs.
    [Show full text]
  • Call for Student Participants on International Summer Course on Imogiri Saujana Heritage, Yogyakarta, Indonesia
    H-Asia Call for Student Participants on International Summer Course on Imogiri Saujana Heritage, Yogyakarta, Indonesia Discussion published by Laretna T. Adishakti on Saturday, September 3, 2016 Ed. note: This annoucement was published at H-Announce on Sept. 2nd, 2016, while its deadline is on Sept. 3rd, 2016. Although it may be a typo or may have already been extended, we encourage our interested members to consult the author for the availability of the program. Type: Summer Program Date: October 6, 2016 to October 19, 2016 Location: Indonesia Subject Fields: Architecture and Architectural History, Art, Art History & Visual Studies, Fine Arts, Historic Preservation, Urban Design and Planning Center for Heritage Conservation DEPARTMENT OF ARCHITECTURE AND PLANNING FACULTY OF ENGINEERING UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA, INDONESIA FIRST ANNOUNCEMENT CALL FOR PARTICIPANTS INTERNATIONAL SUMMER COURSE ON IMOGIRI SAUJANA HERITAGE Theme: PARTICIPATORY PLANNING AND DESIGN FOR BATIK ECO-MUSEUM October 6-19, 2016 Citation: Laretna T. Adishakti. Call for Student Participants on International Summer Course on Imogiri Saujana Heritage, Yogyakarta, Indonesia. H-Asia. 09-03-2016. https://networks.h-net.org/node/22055/discussions/142232/call-student-participants-international-summer-course-imogiri Licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-No Derivative Works 3.0 United States License. 1 H-Asia INTRODUCTION Saujana heritage or cultural landscape heritage is the inextricable unity between nature and manmade heritage in space and time, or the variety of interactive manifestation between manmade heritage and natural environment. The interaction of nature and culture has become a new perspective in global discourse of sciences especially those which concern with heritage conservation started in the end of the 80’s.
    [Show full text]
  • Kontestasi Pemerintah Kota Surakarta Dan Kasunanan Surakarta Atas Tanah Kasultanan Dalam Perspektif Game Theory
    Jurnal PolGov Vol. I No. 1, 2019 329 Berebut Kendali atas Tanah Baluwarti: Kontestasi Pemerintah Kota Surakarta dan Kasunanan Surakarta atas Tanah Kasultanan dalam Perspektif Game Theory Farida Ari Anggarawati1 Abstrak Penelitian tentang konflik tanah keraton menggunakan pendekatan administratif, sosial, dan ekonomi. Konflik yang terjadi seakan memosisikan pemerintah memilliki kedudukan yang lebih tinggi daripada keraton. Berbagai kasus menunjukkan kebijakan resmi cenderung sangat jauh berbeda dari realitas sebenarnya, keraton masih menguasai tanah adatnya. Seharusnya, konflik tanah keraton dapat dilihat dari perspektif negara (institusi). Melihat, keraton secara historiografi adalah kerajaan yang berdaulat dengan kebudayaannya yang khas. Artikel ini membahas penguasaan tanah Baluwarti sebagai kontestasi antara negara lama dan negara baru dengan menggunakan game theory antara keraton Kasunanan dan pemerintah kota Surakarta. Relasi kedua negara dijelaskan sebagai aktor rasional yang bertindak sesuai strategi yang telah direncanakan secara maksimal untuk menguasai tanah Baluwarti. Metode penelitian berupa studi lapangan, wawancara interaktif, dari studi kepustakaan, berita media online, dan penelitian terdahulu. Ditemukan ada ketidakjelasan status tanah Baluwarti merupakan strategi yang dipakai kedua aktor untuk mengendalikan tanah Baluwarti. Pemerintah memilih berkonflik dengan keraton Kasunanan di luar tanah Baluwarti dan membuat citra keraton Kasunanan semakin menurun untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat Baluwarti. Sementara itu, Keraton Kasunanan bertahan dengan strateginya untuk tetap menguasai tanah Baluwarti dengan glorifikasi peraturan adatnya dan narasi-narasi jasa keraton Kasunanan kepada Indonesia. Kata Kunci: Penguasaan Tanah; Game Theory; Negara Lama; Negara Baru 1 Penulis adalah mahasiswi Departemen Politik dan Pemerintahan, FISIPOL UGM Email: [email protected] 330 Berebut Kendali atas Tanah Baluwarti PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu aspek penting bagi setiap individu dalam masyarakat.
    [Show full text]
  • Preliminary Damage and Loss Assessment: Yogyakarta And
    The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A joint report of BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 MAGELANG (KOTA) BOYOLALI MAGELANG PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO YOGYAKARTA (KOTA) KULON PROGO BANTUL WONOGIRI GUNUNG KIDUL The 15th Meeting of The Consultative Group on Indonesia Jakarta, June 14, 2006 Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster A Joint Report from BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I.Yogyakarta, the Provincial and Local Governments of Central Java, and international partners, June 2006 i FOREWORD The May 27, 2006 earthquake struck Yogyakarta and Central Java. Yogyakarta is a center for Javanese traditional arts and culture, the ancient temples of Borobudur and Prambanan, and is home to a royal family whose lineage goes back to the Mataram era in the 16th century. It is also a center of Indonesian higher education. Striking in the early morning hours, the earthquake took over 5,700 lives, injured between 40,000 and 60,000 more, and robbed hundreds of thousands of their homes and livelihoods. As if the devastation of the earthquake were not enough, the disaster may not be over. The increase in Mount Merapi’s volcanic activity, which began in March 2006, is producing lava flows, toxic gases, and clouds of ash, prompting the evacuation of tens of thousands of people. This report presents a preliminary assessment of the damage and losses caused by the earthquake.
    [Show full text]