ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik

Mini Biografi (16+). 2018 (c) ilmuiman.net. All rights reserved.

Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca. Karya kita semua. Terima kasih & salam.

*** Teruo Nakamura, Tentara Jepang Dari Morotai

Pendahuluan

Di internet, banyak cerita tentang Prajurit (Private) Teruo Nakamura. Dia juaranya, dari tentara Jepang yang terus bersembunyi sejak selesainya perang dunia kedua. Tapi cerita Nakamura ini agak tragis. Salah satu sumber artikel untuk cerita ini, adalah dari Majalah Time online, dicuplik dari Time edisi 13 Januari 1975 dan wikipedia.com. Berikut ini, adalah terjemahannya, dilengkapi cerita dari sumber-sumber lain. Ada kesaksian dari saksi mata, responden RRI yang diwawancara Republika.

Tahun 1974, apa yang terjadi di Indonesia? Saat itu, kita baru mulai 'bangkit kembali', dari gegeran pergantian era orde lama ke orde baru.

Mohon maklum, di akhir masa orde lama, Indonesia kena embargo dari negeri-negeri barat, disebabkan terlalu pro komunis, terus ada konfrontasi dengan Malaysia segala, dan segala rupa. Perekonomian ancur-ancuran. Pegawai negeri di segenap pelosok.. itu sering gajian-nya dibon. Sandang-pangan susah. Nah, keadaan mulai berubah, setelah muncul orde baru yang amat pro barat (dan anti komunis). Berkat sikap baru pro-barat ini,.. bantuan-bantuan bermunculan. Dari barat. Jelas-lah. Kalo pro-barat, terus bantuannya datang dari Nyi Roro Kidul, itu cerita mistik, ya?

Kebanyakannya bantuan berupa hutang, tapi rakyat gak peduli, mau hutang kek, apa kek, yang penting sandang pangan lebih tercukupi. Tentu, itu tidak serta merta. Hutang di terima,.. ngalir sampai ke pelosok-pelosok, itu perlu waktu. Dan juga untuk mulai terasa 'multiplier effect'-nya secara makro, itu perlu waktu juga.

Nah, 1974, itu awal-awalnya.. ketika multiplier effect mulai nendang . Jadi,.. rakyat secara luas terus diliput rasa optimis, mulai merasai tanda-tanda kemakmuran ekonomi.

Negeri Jepang sendiri, pada periode ini sedang booming-boomingnya. Industrinya mulai dapat posisi kuat di segenap pelosok dunia. Pertumbuhan ekonomi pesat, dan mulai jadi economic miracle of the 70s. Kira-kira begitu. Jaman perang sudah berlalu cukup lama, nyaris 30 tahun.. dan mulai terasa jauh. Eh, tahu-tahu.. muncul beberapa pejuang jaman perang, yang masih belum menyerah.

Alkisah, setelah Sersan Shoichi Yokoi menyerahkan diri di hutan 1972, seluruh Jepang antusias dengan munculnya 'prajurit terakhir' sisa perang dunia kedua. Yokoi segera jadi semacam pahlawan nasional Jepang. Bisa dibayangkan, 1972 itu 27 tahun sejak perang berakhir. Membanggakan bukan punya anak bangsa yang punya semangat juang sampai segitunya? Lalu, muncul 'prajurit terakhir' yang lebih heboh lagi. Kali ini bahkan seorang perwira, Letda , yang ditemukan di Filipina Maret 1974. Kita sudah punya tulisannya di artikel terpisah.

Tokyo yang saat itu sedang menikmati booming industri, sampai mengirimkan pesawat jet yang dicharter khusus untuk memulangkan Onoda. Dokumentasinya bisa dicari di youtube kalo mau. Tapi, saat prajurit ketiga muncul, ditemukan di Morotai, Maluku Utara, Indonesia, bangsa Jepang kelihatan jadi agak malu juga. Setelah ini, ada berapa lagi sisa anak bangsa yang masih blusak-blusuk di Pasifik? Kok jadi ngerepotin?

Jangan-jangan, habis ini terus muncul rame-rame tukang bapao, dan ngaku sudah berjuang dagang bapao sejak serangan Pearl Harbour. Walah.. bodo amat deh kalo yang muncul pedagang bapao.

Apapun situasinya, yang jelas, tiga orang itu adalah sisa tentara Jepang yang 'juara', yang paling terkenal sampai saat ini, yaitu Yokoi, Onoda, dan Nakamura.

Seperti dua yang lain, Prajurit Teruo Nakamura terus ngumpet di hutan karena takut ditangkap dan karena teguh memegang perintah. Atau bisa juga, alasan sebenarnya itu jadi rahasia dia, sampai akhir hayat. Wallahualam. Inilah kisah tentang Nakamura....

***

Kesaksian Penangkapan Nakamura

Wawancara Republika 2016, atas Faizal bin Abdul Azis (64 tahun tahun 2014 itu), yang ikut menangkap Nakamura di Morotai adalah seperti diringkaskan berikut ini...

Faizal mengaku dia termasuk dalam rombongan pasukan TNI AU yang menjemput Nakamura Desember 1974. Ia ingat, sebelum penjemputan (atau penangkapan?), sudah tersiar kabar di kalangan warga Morotai bahwa ada prajurit Jepang, kombatan Perang Pasifik yang masih bertahan di hutan Desa Pilowo.

Itu, buah dari laporan Luther Goge (warga Desa Pilowo) kepada Kapolsek Pulau Morotai, Kapten Lawalata. Dia laporkan: ada prajurit Jepang masih bersembunyi di hutan. Konon malah, ayah Luther Goge yang bernama Baicoli itu sudah kenal atau 'bersahabat' dengan Nakamura bertahun-tahun, yang awalnya kenal saat sedang berburu celeng. Begitu menurut Faizal. Baicoli diceritakan kerap mengunjungi Nakamura di persembunyian, yaitu untuk bawain bahan-bahan makanan yang dibutuhkan seperti gula, garam, atau teh. Kegiatan Baicoli itu awalnya sama sekali tak diketahui oleh anaknya Luther. Hingga akhirnya, menjelang ayahnya meninggal, Luther diberi wasiat untuk melanjutkan persahabatan dengan Nakamura dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya.

Luther kemudian dikenalkan oleh ayahnya kepada Nakamura. Setelah ayahnya meninggal, Luther sempat melanjutkan persahabatannya itu. Namun, 1974, Luther kuatir hidupnya tak akan lama lagi. Ia merasa kasihan dengan keadaan Nakamura. Luther tak memiliki anak yang akan melanjutkan hubungannya dengan Nakamura. Diminta menyerahkan diri pada otoritas Nakamura tidak mau. Akhirnya, Luther melaporkan tentang persahabatannya itu kepada Kapolsek Pulau Morotai.

Menerima laporan, Kapten Lawalata selaku kapolsek tidak begitu saja meyakini laporan Luther Goge. Apa mungkin, kombatan perang pasifik bertahan segitu lamanya di hutan? Kalo di Mall sih ibu-ibu disuruh bertahan 30 jam, itu masuk akal. Tapi ini di hutan.

Dari 1944 sampai 1974, Jo! Itu 30 tahun; tapi, terus pertengahan 1974 ada kehebohan di Filipina (saat Letnan Oonoda yang eks kombatan perang pasifik juga, menyerahkan diri); sehingga, akhirnya kapolsek pun berkoordinasi dengan Komandan Pangkalan Udara TNI AU di Pulau Morotai, Kapten Supardi. Gayung bersambut.

Dalam pandangan awam, Kapten Supardi-lah yang memutuskan untuk menjemput Nakamura. Sebuah tim penjemput beranggotakan sebanyak 20 orang lalu disiapkan, dan Supardi memimpin penjemputan itu. Yang AURI sepertinya 11 orang.

Faizal, yang saat itu baru berusia 24 tahun, diajak ikut serta oleh Supardi menjadi bagian dari tim. Dia bukan anggota AURI (nama TNI AU ketika itu), tapi ia kontributor RRI Ternate di Pulau Morotai, dan menjadi satu-satunya wartawan yang meliput di Pulau Morotai. Dari situlah, kesaksian Faizal bermula.

Mengapa Kapten AURI begitu antusias menjemput ke hutan, yang notabene itu bukan rambahan sehari-harinya tentara angkatan udara? Ini ada ceritanya lagi. Jelas bukan karena iseng mengisi waktu. Sambil berburu celeng kayaknya juga enggak. Waduh, nggak mungkinlah prajurit AURI penuh disiplin kok menjalankan misi karena iseng.

Kalau dilihat dari sumber lain, sepertinya.. slentingan di Morotai masih ada tentara Jepang, itu sudah ngider lama. Bahkan pangkalan AURI Morotai itu pernah juga menerima penyerahan 9 prajurit Jepang sebelumnya. TAPI.. itu tahun 1950, jo! Cuma selepas itu, berita-berita Jepang itu dianggap sepi, warga pun nggak ngotot untuk melaporkan. Yah,.. warga kebanyakan di sana terus mikir. Aku mah apa atuh? Sekedar warga Morotai dari negeri Indonesia raya yang sebesar ini. Kalo teriak-teriak, emangnya kedengeran sampai ? Nah, tapi, setelah peristiwa Yokoi di Guam, dan Oonoda di Filipina, pemerintah Jepang jadi lebih aktif menindaklanjuti kalo ada clue tentang kombatan mereka yang masih gentayangan di hutan Asia Tenggara. Jadi,.. semula dianggap sepi, soal slentingan masih ada prajurit di Morotai itu terus terus diseriusin oleh pemerintah Jepang.

Kedutaan Jakarta, lalu menyampaikan permintaan resmi kepada pemerintah Indonesia. Dan sekaligus, mestinya juga pihak Jepang memberikan asistansi dan seterusnya. Dan itulah sebabnya, maka di antara tim pencari, itu ada orang yang mahir bahasa Jepang, hafal lagu kebangsaannya, kayak gitu tadi. Mana yang benar, wallahualam.

Catatan lain menyebutkan, selain berdasar laporan warga, ada juga pilot yang pernah melaporkan, yaitu pilot AURI, dan bukannya pilot Lion Air. Walah, Lion Air pada masa itu belum ada, bro. Jadi, sang pilot AURI itu melaporkan bahwa dia melihat di tengah hutan ada ladang terpencil yang mencurigakan, yaitu ladang tempat hidup Nakamura itu. Dari laporan itu, ada keyakinan di kalangan AURI Morotai, bahwa slentingan yang selama ini beredar di kalangan warga, itu benar adanya. Habis ini, kemungkinan lantas dibentuk tim.. orang-orang Jepang yang antusias mulai buka komunikasi terus, tapi,.. jaman itu belum ada google maps ya. Penemuan pilot, jadi susah lagi dilacak, kemarin itu di koordinat mana? Pemandangan di udara dan di darat beda, toh?

Sampai kemudian, ada laporan warga itu. Jadi, misi pencarian, itu ujungnya adalah kombinasi dari laporan pilot angkatan udara dan laporan polisi. Dan dengan adanya warga yang tahu persis lokasinya, pencarian sekarang jadi jelas mesti kemana perginya. Bisa jadi juga, pilot-pilot AURI itu sudah sering melihat adanya orang yang hidup terpencil di tengah hutan, tapi.. itu dianggap sekedar orang nyentrik saja, dan baru ngeh bahwa itu kemungkinan orang Jepang, setelah heboh kemunculan Oonoda di Filipina. Wallahualam, mana yang bener.

Kalo dari majalah Time (13 Januari 1975), disebutkan: Berita paling sahih tentang Nakamura, itu datangnya dari seorang pilot TNI AU, September 1974. Dia melaporkan bahwa dari atas pesawatnya, menjelang mendarat, dia melihat orang aneh itu, sedang berada di tempat terbuka, tapi di pedalaman yang terisolasi dari dunia luar. Tapi melacak posisinya dari daratan itu tidak mudah. Baru dua bulan setelah laporan dari sang pilot, muncul warga yang mengkonfirmasi lokasi lebih spesifik. Warga itu (kemungkinan Luther yang kita sebut di atas), melaporkan kepada polisi. Berita ini, lalu sampai ke Jakarta, pemerintah pusat Indonesia dan kedutaan Jepang, yang terus meneruskan ke Tokyo. Dari situ, barulah terus dibentuk tim gabungan, yaitu tim dari Indonesia, dalam hal ini utamanya dari TNI AU, dan tim dari Jepang, untuk suatu aksi pencarian bersama, mencari di bagian pedalaman Morotai yang agak bergunung- gunung, tempat dimana orang itu dilaporkan terlihat. Tim gabungan itu sempat berlatih pengepungan segala. Diharapkan, dengan latihan yang matang, orang aneh itu bisa ditangkap dalam keadaan sehat. Dua bulan setelah itu, barulah operasi penangkapan berhasil (di bulan Desember 1974).

*** Penjemputan Nakamura

Malam itu cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit. Banyak anggota tim, mungkin tidak bisa tidur saat malamnya mau berangkat. Tapi, bisa jadi banyak juga yang tidur pules begitu saja. Faizal menceritakan, tim AURI berangkat pertengahan Desember 1974, pagi-pagi, dan perjalanannya dirahasiakan dari warga sekitar. Yang dominan di antara anggota tim, itu tentara AURI. Mereka jalan kaki dari down-town Morotai, kota kecil yang permai, ke kawasan hutan di Desa Pilowo tempat persembunyian Nakamura, dan tiba di sana petang hari.

Sudah adanya komunikasi antara AURI dan pihak Jepang, sepertinya tidak diketahui oleh Faizal. Dan demikian pula, bagaimana detilnya laporan dari warga via polisi, itu juga Faizal sepertinya tidak seberapa tahu, atau dia tahunya juga baru-baru.

Pulau Morotai itu gedenya lumayan. Dan di jaman perang sempat ada titik-titik pertempuran sengit antara tentara Jepang dan tentara Amerika. Jadi, berjalan di rimba Morotai itu lumayan berbahaya sebetulnya. Kalo ada amunisi aktif masih kesisa, atau booby trap aktif, bisa jlegur. Ditempuh jalan kaki.. gempor beneran itu kaki kalau tidak terlatih. Sudah jalan seharian.. belum juga ada tanda-tanda misi bakal berhasil.

Malamnya tim mendirikan tenda, dan semua tidur di hutan dalam senyap. Malamnya tetap cerah. Berawan tipis. Tentara berjaga bergantian, sesuai standar prosedurnya. Yang non tentara, bisa tidur dengan tenang. Eh, itu tenang atau klisikan ya? Nggak jelas juga. Kalo tidur di kasur, di hotel berbintang, itu mungkin bisa dijamin tenang. Tapi kalo di tenda, di tengah hutan? Itu petualangan....

Kebetulan (berdasar kesaksian Faizal), di antara tentara ada Sersan Mayor Hanz Anthony yang (masih?) fasih berbahasa Jepang. Dia kemudian mengusulkan rancangan skenario penangkapan Nakamura. Ia mengajarkan lagu Kimigayo, lagu kebangsaan Jepang kepada seluruh tim. Tim penjemput pun menghapalkannya. Selain lagu itu, tim membawa foto presiden (Soeharto?) dan bendera merah putih, dan foto PM Jepang waktu itu (Kakuei Tanaka), beserta bendera Jepang. Bendera persib tidak ada yang bawa. Foto pak lurah juga nggak ada yang bawa. Foto lurah mana yang mau dibawa emangnya? Bingung, kan?

Ups, tapi.. kalau melihat bagaimana misi itu disiapkan, sebenarnya keberadaan sersan mayor itu tidaklah kebetulan. Tapi memang sudah diskenariokan dari Jakarta dan Tokyo, lah yau. Faizal sepertinya tidak tahu.

Skenarionya, saat Nakamura muncul, serentak tim penjemput menyanyikan lagu kebangsaan Jepang dan mengibarkan bendera Jepang dan merah putih serta menunjukkan foto Presiden Soeharto dan PM Kakuei Tanaka. Nggak usah yel-yel 'banzai! banzai!', takutnya malah keseleo jadi 'bonsai!'. Semalaman, tidak ada insiden apapun. Nggak ada binatang buas menyerang. Semut mematikan atau laba-laba berbisa. Kalo yang ngompol, kita nggak tahu, ada pa enggak. Paginya, mereka bergerak lagi, saat embun-embun masih menetes di ujung dedaunan.

Tim mendekati sasaran, mencari Nakamura. Tenda dilipet semua. Jelas banget. Kalo diiles-iles atau diacak-acak, itu tentara ugal-ugalan, nggak disiplin.

Sesuai pengarahan Luther, warga yang mengaku kenal dengan Nakamura,.. setelah beberapa saat berjalan, tim menemukan gubuk persembunyian Nakamura. Para tentara AURI sudah berlatih pengepungan beberapa lama, dan itulah saatnya mempraktekkan apa yang telah mereka latihkan. Orang-orang sipil diminta menjauh, sembunyi.

Komandan lalu mengkoordinasikan pengepungan. Senjata-senjata dikokang, di-unlock, dan tiap-tiap prajurit yang sudah terlatih, bergerak sesuai arahan komandan. Suasana sempat rada tegang beberapa saat. Karena, walau Nakamura itu seorang diri.. bisa saja dia nekat, kan? Ups, tapi ketegangan itu, sepertinya percuma.

"Target tidak ada di tempat, Pak!" prajurit yang memeriksa melapor komandan.

Ya. Saat kepung gubuknya, rupanya Nakamura tidak di tempat. Sedang ada meeting, mungkin. Sama celeng. Babi hutan. Atau bisa juga lagi mancing ikan. Ikan betok.

"Jadi enaknya bagaimana ini?" Komandan mengatur siasat lagi.

Runding punya runding, disepakati, akhirnya, untuk ditunggu saja. Formasi segera dibentuk, dan semua anggota tim diminta bersembunyi sealami mungkin agar tidak mencurigakan. Yang sipil tak bersenjata digeser jauh dari titik sergapan.

"Nunggu di sini bakal berapa lama ini?" Hati bertanya-tanya. Tapi itu siapa yang bisa jawab? Nggak ada.

"Kalo perlu kita nunggu tiga hari, kita tunggu tiga hari!" begitu para AURI bertekad.

"Tapi mengintai ngumpet begini kalo sampai tiga hari.. waduh, nggak cuma kesemutan, nih. Kaki tangan, dan sekujur tubuh bisa kram", yang rada culun mungkin sempat mengeluh begitu. Tapi nggak ada yang berani terus terang.

Kalo Nakamura bisa bertahan di hutan itu nyaris 30 tahun, masakkan prajurit AURI bertahan tiga hari saja tidak bisa? Pasti bisa, toh?

Beberapa lama, Nakamura ditunggu, tidak muncul juga. Ada anggota tim yang dirubung semut, pingin pipis, dan macem-macem. Cuma yang kebelet melahirkan tidak ada. Itu anggota laki semua. Kalo hujan gimana? Lepek ini urusannya! Tapi alhamdulillah, nggak sempat diguyur hujan mereka dalam penantian itu.

Kalo di belakang truk, yang sering ada itu tulisan 'kutunggu jandamu'. Tapi di Morotai itu, yang ditunggu adalah prajurit Nakamura. Gadis bukan, janda juga bukan. Dia tentara Jepang.

Sampai kemudian.. Nakamura muncul. Pengintai AURI memberi tanda kepada komandan, dan semua segera disiapkan untuk pengepungan. Konon, dari saat berangkat, sampai kemudian Nakamura ditemukan, itu beneran tiga harian.

"Tunggu aba-aba saya!" Begitu komandan memberi kode dengan tangan. Dan untuk sejenak, ketegangan muncul kembali. Selama tugas di AURI Morotai, para tentara belum pernah nembak orang sampai mati. Kalo sampai ini nanti mesti tembak- tembakan,.. yah,.. jangan-jangan itu tembak menembak yang tidak perlu. Bisa bikin galau seumur idup itu kalo ada salah tembak. Tapi kalo target nekat membabi buta gimana lagi?

Nakamura yang tidak menyadari dirinya mau dikepung, merasa.. hari itu adalah business as usual. Nyaris 30 tahun dia di hutan itu nggak pernah ada yang gangguin. Sepi sunyi sendiri, kenapa juga hari itu mesti beda? Gerakannya relatif santai saja, dan di sekeliling, dia juga tidak melihat ada hal yang mencurigakan. Oleh para AURI memang sudah dikondisikan demikian sih.

Saat dia mendekat ke gubuknya, langsung dikepung. Dan Nakamura kaget luar biasa, ketakutan. Raut wajahnya tegang dan dia berusaha masuk ke gubuk, kemungkinan untuk menyiagakan senjata atau apa.

Sesuai sekenario, tim terus dangdutan. Eh, bukan ding. Semua menyanyikan lagu Kimigayo dan mengibarkan foto serta bendera. Kimigayo itu lagu kebangsaan Jepang ya. Kalo lagu Oplosan sama Goyang Dumang, sampai sekarang belum ada yang mengadopsi untuk jadi lagu kebangsaan. Jelas belum.

Mendengar Kimigayo, dikumandangkan via halo-halo megafon, Nakamura langsung berdiri siap. Saat itulah, Serma Hanz Anthony menyergapnya. Tim kemudian menodongkan senjata ke arah Nakamura dan menyuruhnya angkat tangan. Dan Nakamura pun menyerah kepada Pasukan AURI. Tanpa perlawanan.

Sersan Mayor Hanz Anthony kemudian berbicara kepada Nakamura dalam bahasa Jepang. Jelas banget sih. Kalo dia bicara basa Madura, sejak kapan dia belajarnya? Dan kalopun dia bisa, Nakamura-nya kan malah jadi mumet toh? "Dek rema, Dik? Bebek Sinjai, tak iye?" "Sambel korek, Cak! Selangkong!" Nyambung aja juga enggak dengan situasi dan kondisi saat pengepungan itu.

Hanz menginformasikan bahwa perang telah usai sejak 29 tahun lalu. "Waduh lama bener 29 tahun. Kalo 28 tahun setengah sih masih mending!" Eh, kayaknya nggak seperti itu sih reaksi Nakamura. Dia diam saja. Delek-delek.

Hanz terus mengupdate status. Dia ceritakan, negeri Jepang yang dibela Nakamura sudah dikalahkan sekutu dalam perang itu. Mending kalo menang. Kalah. Gitu loh.

Nakamura makin delek-delek.

Hanz juga menginformasikan bahwa Pulau Morotai saat itu adalah daerah merdeka dan bergabung dengan negara baru: Indonesia. Hanz pun menunjukkan foto Presiden Soeharto sebagai kepala negara Indonesia saat itu. Tak lupa, Hanz juga menunjukkan foto PM Jepang Kakuei Tanaka sebagai kepala pemerintahan Jepang di tahun 1974. Foto Pak Lurah andai sempat dia tunjukin juga, mungkin itu makin bikin Nakamura delek-deleknya tingkat dewa. Apa urusannya foto lurah disanding sama kepala negara?

Believe it or not, ini agak kurang menjaga martabat TNI mungkin, tapi selain foto presiden dan PM, para tentara juga membawa foto cewek. Yaitu foto cewek Jepang, tipikal geisha kayak gitu deh. Nggak tahu, apakah itu bisa memikat dan meredam agresifitas Nakamura, atau tidak, tapi kalau kita tinjau dari posisi saat ini, foto itu nggak ada gunanya! Norio Suzuki, mahasiswa yang nyamperin Oonoda di Filipina konon juga bawa foto cewek seksi untuk memikat Oonoda, tapi oleh Oonoda langsung disuwek, ditolak mentah-mentah. Yah, namanya juga usaha. Daripada pakai kekerasan, pakai kelembutan kadang berhasil toh? Mohon maklum.

***

Bagaimana Kondisi Nakamura Saat Ditangkap?

Faizal yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan. Kondisi Nakamura saat ditemukan kurang lebih bugil, hanya memakai baju minim terbuat dari karung goni. Tubuhnya sehat, tinggi besar, dan terawat. Kulitnya putih, aslinya, tapi jadi hitam dekil.

Faizal membantah cerita-cerita penduduk bahwa saat ditemukan, rambut Nakamura gondrong dan acak-acakan kayak gimbal-gembel kayak orang gila. Faizal bilang, rambut Nakamura dipotong cepak. Faizal kontributor RRI itu meyakini, gosip yang beredar di kalangan warga itu mengada-ada. Hoax. Ups, tapi kita yang bepikiran terbuka, bisa punya analisis lain. Okelah. Nakamuranya cepak. Tapi, bisa jadi.. saat dia ngeluyur jauh dari zona amannya, dia itu berulang kali pakai teknik-teknik kamuflase militer tertentu, sehingga dari kejauhan bisa kelihatan kayak gimbal-gembel atau orang gila. Jadi, kesimpulan penulis, bisa saja, penglihatan penduduk itu tidak siwer.

Rambut dan jenggot juga, bisa saja itu kebetulan sudah dicukur, tapi sebelumnya, dari waktu ke waktu, bisa saja memang sempat dibiarkan jabrik. Dari sumber lain, skill militer Nakamura itu diceritakan memang cukup mumpuni. Dia punya teknik-teknik pelacakan jejak. Penyesatan dan penghilangan jejak juga jago. Kadang, dia kemana-mana itu jalan mundur, sehingga kalau ada yang mengikuti tapak langkahnya, mereka bergerak ke arah salah.

Pak Lurah di Jombang dan Bojonegor itu juga yang coba-coba jalan mundur. Tapi ujungnya malah byur. .Kecemplung sumur. Mending kalo nyambung sama cerita kita!

Booby traps juga Nakamura bisa bikin. Bertani secara rahasia juga dia bisa lakuin. Dasarnya di tanah airnya dulu dia keluarga petani. Dan seterusnya. Dia nanemnya kentang sama ubi, sama singkong. Kalo nggak salah begitu. Kalo dia nanem duren.. waduh. Jadi makanan pokok nggak bisa, bikin mabok sih iya.

Tim kemudian menggeledah, masuk ke gubuk Nakamura yang hanya 2x2 meter luasnya, terbuat dari kayu dan beratap rumbia. Di gubuk, ditemukan tumpukan kayu yang sudah melengkung. Kayu itu melengkung karena dijadikan tempat tidur Nakamura. Selain itu, berdasar cerita Serma Hanz Anthony yang bisa ngobrol dengan Nakamura dalam bahasa Jepang, Nakamura mengaku, itu disiapkan untuk membakar dirinya sendiri, jika suatu saat ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

Terenyuh juga para anggota tim menyaksikan kesahajaan hidup Nakamura di tengah hutan terpencil itu....

Kalo bener dia nekat mau bakar diri saat sudah tak berdaya.. wow. Di balik spirit itu, kita bisa renungkan. Betapa, semangat kejuangan dia keras juga. Dari fasilitas bakar diri itu, seolah ada statement: "Gue siap berjuang sampai kapanpun, gak akan menyerah selamanya..." Dan selain dari tumpukan kayu itu, semangat juangnya juga kelihatan dari lamanya dia ngumpet di Morotai. Yaitu 29 tahun atau nyaris 30 tahun! Wow. Kalo 28 aja sih cemen. Ini 29, bro!

Untuk anak-anak jaman now, silakan direnungkan... Masak dikau kalah sama aki-aki gaek, tentara Jepang culun, yang pangkatnya juga rendahan? Bimbingan belajar, try- out, persiapan ujian.. males-malesan. Ngebut cari sekolah, sedapetnya, kurang belajar dan berjuang keras. Arwah Nakamura kalo sampai tahu.. wah, bisa ngalelewe mengejek kalian semua tuh!

Belakangan oleh para 'fans', area persembunyiannya itu digambarkan di internet, dan disebut sebagai 'Nakamura City'. Lokasinya di ketinggian gunung Galoka. Entah gunung beneran atau perbukitan.

Kita kembali lagi ke gambaran keadaan Nakamura saat-saat terakhirnya di Morotai....

Saat ditemukan itu, Nakamura umurnya menjelang 55 tahun.... Di langit-langit gubuknya, ditemukan sepucuk senjata yang disimpan Nakamura. Assault rifle standar Jepang Arisaka mestinya. Gaya' bener sih dia kalo senjatanya udah pake AK47 terus ada rocket launcher segala. Senjata itu ia rawat seperti anak sendiri sejak masa perang, 30 tahun sebelumnya. Bersih dan masih sepenuhnya operasional.

Di luar itu, bisa saja, dia punya kantong-kantong persembunyian lain. Atau tempat nongkrong favorit, atau bisa juga ngumpetin senjata dan peluru. Wallahualam.

Pakaian seragam tentara, bawaan perang dunia 30 tahun sebelumnya, juga ada di situ, masih dalam keadaan terawat, dan terlipat rapih. Jarang dipakai sih. Kalo sering dipakai, segitu lama tentu sudah amoh, sobek-sobek.

Di lantai tanah gubuk itu, ditemukan 14 peluru aktif. Peluru beneran. Bukan peluru karet. Di dalam gubuk juga terdapat satu botol besar yang berisi minyak babi. Digunakan Nakamura untuk merawat senjatanya supaya tidak karatan, dan untuk bumbu makanan. Dan keperluan lain juga mungkin, ta'uk deh, bisa aja untuk pelicin supaya celeng-celeng kepleset kalo mau nyeruduk dia, atau untuk kamuflase supaya kelet ke badan, dan seterusnya.

Di kompleks gubuk itu, rapih jali, Nakamura menanam bermacam tanaman. Jenis umbi- umbian seperti kentang, ubi, dan singkong. Ia membangun pagar juga, terbuat dari kayu untuk mengelilingi gubug dan pekarangannya itu.

Setelah ditangkap, Nakamura diberikan baju seragam oleh TNI AU. Seragam tentara mestinya. Yaitu tentara Jepang. Atau bisa juga semacam seragam tahanan. Nggak masuk nalar sih, kalo dia diberi seragam kondektur bus trans jakarta. Jauuuh bener.

Tanpa diikat atau diborgol, Nakamura digiring oleh tim, dibawa ke pangkalan TNI AU Morotai, melalui jalur laut menggunakan speed boat. Sampai di pelabuhan, warga ternyata sudah ramai. Pulau Morotai pun dihebohkan oleh penemuan Nakamura. Dan juga seluruh dunia heboh oleh kemunculannya. Tak lama setelah itu, foto-foto Nakamura langsung jadi headlines di berbagai media Jepang. Faizal kontributor RRI, adalah satu-satunya wartawan yang mengetahui detik-detik penangkapannya.

***

Pesawat TNI AU Disangka Sekutu

Pangkalan TNI AU Morotai itu warisan jaman perang. Seperti diketahui, pada jaman perang, oleh Mac Arthur Jenderal Amerika, di Morotai itu sempat dibangunkan airstrip atau landasan terbang yang berkualitas tinggi. Dan MacArthur pun sempat memimpin segenap operasi militer angkatan darat sekutu dari pulau Morotai itu. Nah, pada 1974, peninggalan Mac Arthur telah menjelma menjadi pangkalan TNI.

Menurut Faizal, Nakamura yang sudah 30 tahun tidak berinteraksi dengan dunia luar, terlihat bingung linglung di keramaian. Di pangkalan TNI, dia dirawat dan menjalani cek kesehatan. Kesimpulan dokter, dia sehat dan baik-baik saja. Cuma dibilang, dia dalam keadaan lemah, rada kurang gizi ringan, dan punya kecenderungan malaria juga, walau agak ringan. Saat dalam masa penahanan, konon sempat opname juga. Kemungkinan itu saat malarianya rada kumat. Itu saja masalahnya. Nothing more serious. Saat itu umur Nakamura sekitar 55 tahun. Silakan dibandingkan dengan orang-orang modern pada umumnya. Gejala diabetes dia tidak ada, kolesterol, trigliserid, asam urat, ketombe, gigi sensitif, tidak menjadi masalah bagi dia sama sekali.

Subhanallah. Dan bahkan untuk yang tinggal menyepi di hutan, Allah sama sekali tidak lupa untuk memberi berkah kehidupan. Yang di kota kadang malah ada yang keblinger, hidup berlebihan. Berkelimpahan fasilitas, ujungnya malah sakit, bukannya sehat.

Di salah satu tulisan, ada disebutkan, bahwa secara khusus giginya itu prima punya. Ini mungkin perlu jadi perhatian para dokter gigi (dan kita semua). Orang yang jarang kena chemicals yang terkandung di pasta gigi.. itu ternyata giginya bisa malah prima. Kambing aja, seumur idup nggak pernah gosok gigi, nggak pernah ada kasus terkena masalah gigi sensitif bukan?

Jadi, anjuran gosok gigi sering-sering.. itu hehehe.. bisa jadi hoax belaka, yang disebar oleh perusahaan odol, dan para dentist. Fakta belakangan ini muncul: di luaran sana, kebanyakan negara maju, saat ini sudah melarang adanya kandungan flouride di pasta gigi. Karena dianggap itu zat perusak dan bermudharat. Lha.. nyaho nggak tuh yang udah kadung dulu termakan propaganda? Para dokter gigi, ahli dentis, atau asosiasinya.. kita sama-sama belum pernah dengar, mereka pada minta maaf karena puluhan tahun pernah gembar-gembor menganjurkan kita pake pasta yang mengandung fluoride. Iklan-iklan di tivi rekamannya bisa jadi bukti tuh, betapa dulu gencar banget fluoride itu ditayang intensif di media.

Eh, kok jadi soal huntu? Sorry... Kita lanjutkan lagi.

Silakan dibayangkan itu bagaimana suasana hati Nakamura. Mungkin ada rasa plong, ada rasa takjub, ada galau. Segala macam.

Biasa 'eek ditimpal di semak-semak, terus mesti cari-cari wc dulu, bahkan untuk sekedar pipis, itu mungkin sesuai yang dia perlu penyesuaian lagi. Pengalaman makan, itu juga mengharukan. Kalo ada ibu-ibu nonton, mungkin pada nangis melihat dia kegirangan makan. Nasi pulen, lauk ikan goreng.. sayur dari dapur tentara. Oh, itu suatu hal yang sudah 30 tahun nggak pernah dia rasain.

Bagi AURI itu biasa, dan bahkan rada boring buat yang sedang merindukan rujak cingur Suroboyo, tapi bagi Nakamura, itu kemewahan tiada tara!

Kalo ada AURI iseng, mendublak jatah makan Nakamura dengan sambel setan ekstra pedas, waduh, bisa ginjal-ginjal itu Nakamura, terus moncor perutnya habis makan. Tapi, tidak ada tentara AURI yang seiseng itu. Jelas enggaklah, bro! Gile lu.... Minum susu, minum teh, minum kopi anget, manis pake gula. Itu biasa banget buat kita- kita. Tapi bagi Nakamura? Itu berkah. Nota bener, bagi kita itu juga berkah. Cuma yah,.. dasarnya kita-kita ini seringkali kurang bersyukur. Ups. Kok kita. Gue aja kaleee?

Berdasar keterangan Serma Hanz Anthony, Nakamura mengaku bersembunyi di hutan karena menyangka Pulau Morotai masih dikuasai Pasukan Sekutu. Apalagi, Pangkalan TNI Pulau Morotai itu sering dikunjungi pesawat Hercules. Kalo samson masih okelah. Tapi ini hercules! Jadi, Nakamura menyangka itu pesawat pasukan Sekutu. Merah-putih tandanya. Tapi bukan merah buletan bendera Jepang.

Konon, kalo dia lihat Hercules di udara, dia makin sembunyi dan merunduk di hutan. Siaga lagi. Kayak gitu. Dia meyakini, sebagaimana yang diyakin tentara-tentara Jepang yang pada ngumpet di hutan, bahwa.. entah itu 30 tahun, atau seratus tahun, bala kekaisaran akan datang lagi untuk menjemput mereka. Wallahualam.

Beberapa hari berada di pangkalan TNI AU, katanya Nakamura mencoba bolak-balik belajar naik sepeda. Tapi, gagal maning, gagal maning. Ngerti ora kowe, Son?!

Habis itu, Nakamura dijemput oleh KSAU Marsekal Saleh Basarah dari Jakarta dengan pesawat Hercules. Rombongan Jakarta itu membawa puluhan wartawan. Dalam negeri, dan luar negeri. Yang luar angkasa nggak ada. Jelas enggak ada.

***

Bagaimana Jalannya Pertempuran Di Morotai Dulunya?

Selengkapnya, ini ada di tulisan lain, tentang kira-kira sejarah Pulau Morotai. Tapi singkatnya, setelah serangan banzai yang terakhir gagal membendung kedatangan Amerika, yaitu di bulan Januari 1945, sekian bulan sebelum perang berakhir, hubungan radio antara Morotai dan Tokyo terputus.

Gagal, ya jelas gagal. Di penghujung perang, Jepang posisinya jauh lemah. Sedang Amerika itu perkasa. Lebih lagi, yang menyerbu Morotai 100x lipat jumlah tentaranya dibanding pasukan Jepang yang bertahan. Persenjataannya lebih berlipat lagi.

Dari majalah Times disebutkan: Nakamura, kemudian terpisah dari anggota-anggota lain dari kesatuannya. Dia berhasil lolos dari penangkapan, lalu membuat gubuk dari rumput jauh di pedalaman hutan Morotai. Bertahun-tahun, dia di situ. Hidup dari memetik buah-buahan di hutan, pisang hijau, dan seterusnya, lalu lama-lama bahkan bercocok tanam dengan menanam kentang.

Secara kronologisnya, 'percaturan' penguasaan Maluku pada jaman perang adalah sebagai berikut. Awalnya, tentu sebagai bagian Hindia Belanda, dikuasai oleh Belanda, via negeri bawahan Kesultanan Ternate. Namun demikian, ketika situasi genting di awal perang, dan menyadari bahwa Belanda tidak bisa mempertahankan Maluku, daerah sana dia serahkan kepada Australia pengamanannya. Australia amat berkepentingan menjadikan Indonesia timur sebagai bemper antara Jepang dengan negerinya, sehingga serius ingin mengamankan daerah yang diserahkan Belanda itu. Namun toh, Australia tidak memiliki sumber daya untuk menjaga daerah yang begitu luas, jadi akhirnya Australia cuma mendrop pasukan di sekitar Ambon.

Karena Maluku utara bukan daerah yang bernilai strategis untuk pertempuran, untuk beberapa lama dibiarkan saja oleh Jepang. Baru, setelah segenap kekuatan sekutu, Belanda, Inggris, Australia, dan Amerika tergulung dari Hindia Belanda, daerah Maluku dan Papua dikuasai oleh Jepang, yaitu sekitar Maret-April 1942.

Perang berkembang, kemudian berbalik arah. Jepang yang semula menyerang, kehabisan napas dan mulai mengalami kekalahan satu demi satu.

Demi mengamankan Maluku Utara, Jepang punya garnisun kuat di Halmahera, yaitu di selatan Morotai dan lokasinya cukup dekat. Di Halmahera konon sempat dihuni oleh 40 ribu tentara Jepang, atau lebih, tapi kemudian, oleh Amerika Halmahera diloncati, dan yang diincar justru pulau Morotai yang mereka pikir bisa dipakai sebagai batu loncatan untuk menusuk Jepang di Filipina.

Sesaat sebelum penyerbuan Amerika, tahun 1944, kekuatan Jepang di pulau Morotai dikonsolidasi, dan pada saat itulah Nakamura ditempatkan di sana. Pada akhir 1944, Morotai digempur Amerika, dan tuntas dikuasai sekitar Januari 1945. Kebanyakan tentara Jepang di sana tumpas, sebagian kecil ada yang bisa kabur, menyeberang ke Halmahera, sebagian kecil yang tidak berdaya kemudian tertangkap, dan sebagian lagi menghilang ke hutan seperti Nakamura itu. Oleh berbagai sebab, yang bertahan di hutan pada akhirnya tinggallah Nakamura seorang diri, yang ajaibnya bisa bertahan sampai 1974 akhir.

Setelah 1972 ditemukannya Yokoi, dan kemudian 1974 Onoda, dan jadi berita dunia, di pulau Morotai itu, kemudian beredar rumor tentang adanya orang aneh, gentayangan di bagian Morotai yang masih hutan, yang diperkirakan sisa tentara Jepang juga. Dasarnya, penduduk pulau memang beberapa kali melihat sekelebat orang aneh itu. Dia tidak seperti Onoda yang sering menyerang ke desa, tapi seperti Yokoi yang tidak menyerang siapa-siapa.

Sekali lagi, kalo mau lebih lengkap tentang sejarah Morotai, silakan dibaca artikel lain "Kira-kira Sejarah Morotai".

***

Bagaimana Nasib Nakamura Selanjutnya?

"Komandan saya memerintahkan untuk terus bertempur", dia mengatakan begitu. Dan kesaksian dari teman lain memang itulah perintah terakhirnya: bertempur terus! Unitnya terakhir adalah unit tentara sukarela Takasago ke-4. Komandannya konon sempat menyatakan bahwa dia mesti terus bertahan dan tidak menyerah, dan bahkan sesumbar, biarpun mesti menunggu seratus tahun lagi, balatentara kaisar tentu akan kembali ke situ untuk menjemput siapapun yang masih bisa bertahan. Itu mungkin yang memotivasi dia untuk terus bertahan di hutan. Atau mungkin juga, dia bertahan karena takut, sekiranya dia menyerahkan diri, dia akan disiksa, dihukum, atau diperlakukan dengan tidak selayaknya. Dia sendiri bilang, dia yakin, dia akan disiksa dan dibunuh andaikan sampai tertangkap.

Selama hampir 30 tahun di hutan, dia telah mengembangkan berbagai teknik hidup primitif. Sehari-harinya, dia nyaris tidak berpakaian. Rambut dan jambangnya seringkali dibiarkan tumbuh tak tercukur. Kalau ngeluyur dari gubuknya, dia bisa berjalan mundur jarak jauh dengan amat piawai, sehingga orang yang melihat jejaknya di tanah akan mengira dia bergerak ke arah berlawanan. Di pangkalan Morotai itu aja dia mulai tahu lagi cara mandi pakai sabun wangi, perlu gosok gigi segala rupa. Cukur rambut juga. Rambutnya sudah memutih sebagian waktu itu. Padahal, saat dia diterjunkan ke Morotai pertama kali, dia adalah pemuda belia gagah perkasa berusia 25 tahun!

Setelah Nakamura di Jakarta, karena dia tidak punya kesalahan pidana atau perdata apapun, dan juga Indonesia tidak punya keputusan pengadilan terkait peperangan pasifik, ya sudah. Nakamura tidak didakwa apa-apa.

Kalo mau ditahan terus, dakwaannya apa? Nggak ada. Rada aneh sih, kalo misalnya, ada gugatan perdata, Nakamura disangka nyerobot tanah. Yang aslinya itu milik celeng setempat di Morotai. Emang itu celeng ada yang punya girik? Enggak, kan?

Walaupun, tentu saja, rumah gubuknya di hutan sana itu, amat bisa digolongkan sebagai rumah liar! Nggak ada sertifikatnya. IMB juga nggak ada. Padahal, berdasarkan peraturan perundangan Indonesia, barang siapa mendirikan bangunan lebih dari satu meter setengah,.. itu mesti ada IMB-nya! Eh, enggak gitu ding. Dan juga udah jelas, itu gubuknya dia, nunggak PBB. Untungnya waktu itu pajak PBB belum musimnya.

Di pihak lain, sebelum akhirnya yakin, bahwa dia nggak diapa-apain, Nakamura itu sempat yakin, bahwa habis ditangkap di hutan itu, dia akan dieksekusi mati.

Nakamura lalu diserahkan ke Kedutaan. Yaitu kedutaan besar Jepang. Jelas banget.

Kalo Nakamura diserahkan ke kedutaan Arab Saudi, emang mau disuruh umroh, bro? Atau mau dikaryakan menjadi TKW? Alias Tenaga kerja warga-jepang.

Saat minta pulang ke negeri Jepang, urusan ternyata terus rudet. Oleh negeri Jepang tidak diterima! Ironis ya. Dia udah taruhan segalanya, demi Jepang. Eh, pas minta pulang, ini.. nasibnya jadi kayak lagu dangdut. Dirijek, dirijek, dirijek aja.... Kenapa dirijek? Ada kendala administrasi-birokrasi!

Dia itu diketahui adalah prajurit Jepang asal . Sebelum perang, Taiwan adalah bagian dari Jepang (sudah dianeksasi dari lama be'eng yaitu 1894, alias 25 tahun sebelum Nakamura lahir!). Jadi, dia minta pulang ke Jepang itu, maksudnya ke Jepang bagian propinsi Taiwan (tertentu); kampung halaman dia. Masalahnya, setelah perang, Taiwan atau Formosa itu, bukanlah bagian dari Jepang lagi, tapi bagian dari China, yang terus menyempal jadi negara tersendiri!

Cimahi juga sekarang bukan bagian dari Kabupaten Bandung, udah jadi kota sendiri. Woi!! Jauh bener. Abis ngomongin Jepang-Taiwan, nikung patah ke Cimahi. Sorry.

Sebagaimana Korea, Manchuria (China bagian utara), dan sejumlah kepulauan di Pasifik, pada masa sebelum perang, Taiwan adalah koloni Jepang. Bahkan, karena sudah dikolonisasi sejak lama (1894), Taiwan sudah dianggap bagian dari Jepang. Hal ini sempat diakui dunia internasional selama 51 tahun. Jadi, amat wajar, orang-orang Taiwan direkrut menjadi tentara Jepang pada jaman perang.

Ujungnya, ya udah. Nakamura pulang ke Taiwan. Urus punya urus, bereslah, jadi warga Taiwan. Habis itu, Faizal kontributor RRI tidak tahu kabarnya lagi. Tapi, konon dari sumber-sumber lain, ketahuan, bahwa selain menolak kedatangan Nakamura ke Jepang, pemerintah Jepang juga menolak membayar uang pensiun untuk Nakamura. Abis gimana? Dia itu taiwanese, bukan japanese!

Di masa perang sih, taiwanese is japanese, tapi 1974, nehi! Bahasa India itu kalo nehi. Kalo mboten mangertos, itu bahasa Jawa. Bodo' amat.

Gile bener ye... Jaman sekarang, banyak pegawai makan gaji buta. Ini sebaliknya, udah kerja keras berjuang 30 tahun,.. rapelan gaji atau pensiun barang sebulan aja juga nggak dapet! Walaupun pada menjalankan aturan perundangan yang berlaku, itu beneran pejabat-pejabat Jepang pada nggak punya hati atau gimana seh?

Di Jepang nggak dikasih gaji rapel maupun pensiun, eh, di Taiwan juga nggak dikasih! Masalahnya, selama perang, dia itu tentara Jepang! Bukan tentara China-nasionalis Taiwan. Dan tentara Jepang itu, musuhnya China-nasionalis bahkan! Mana ada ceritanya musuh dikasih uang pensiun?

Konon, yang menolong dia terus para veteran yang patungan ngumpulin duit. Rekan seperjuangan semasa perang. Di Jepang dan di Taiwan. Terus keluarga dan handai taulannya yang masih ada. Terus, belakangan, barulah ada donasi besar dari pemerintah Taiwan (alias ROC, Republic of China).

*** Siapa Nakamura?

Kisah tentang apa yang terjadi di Morotai, itu sudah kita ulas di tulisan lain. Silakan dibaca di sana. Yang jelas, saat menerjunkan tentara ke Morotai-Halmahera, divisi Jepang yang ditugaskan itu kebanyakan prajuritnya memang tentara-tentara asal Formosa atau Taiwan. Hanya perwira-perwiranya saja yang Jepang asli. Sudah kita ulas. Nah, Nakamura itu salah satu di antara orang-orang Taiwan itu.

Wikipedia menyebut, Nakamura itu asli Taiwan, suku Amis atau Ami. Lahirnya 1919. Pas lahir bayi tentu aja. Kalo lahir langsung tentara, bisa dobol itu emaknya. Dalam era militerisasi yang gila-gilaan, Nakamura sebagaimana ribuan pemuda Taiwan, lalu kena wajib militer. (Atau bisa juga, dia masuk tentara secara sukarela? Tidak ada konfirmasinya). Dia lalu digabungkan ke unit sukarela Takasago, bagian dari Rikugun alias Angkatan Darat Jepang, November 1943. Pas didaftar jadi tentara itulah, Attun Palalin (nama aslinya) dicatat sebagai Teruo Nakamura.

Lalu, Nakamura masuk Morotai 1944. Jadi, saat masuk Morotai pertama kali itu, umurnya baru 25. Oh, my. Bener-bener masih muda belia. Jaman sekarang tentara umur segitu bisa belum punya cewek, belum punya istri kayaknya. Gebetan sih mungkin banyak. Dan bisa juga mengidolakan artis ibukota. Yaitu ibukota Taiwan!

Ups. Tapi dari berita lain, disebutkan, Nakamura sudah punya istri (dan anak perempuan!). Bahkan saat ditinggal istrinya itu sedang hamil anak kedua.

Masa mudanya bener-bener terampas dari dia. Maret 1945, dia dinyatakan tewas, dalam usia 26 tahun. Keluarganya sudah dikabari, tahlilan, dan apa segala macem mungkin juga udah dilakukan. Yaitu tahlilan ala Taiwan. Padahal,.. ternyata dia idup. Subhanallah. Pulang kembali ke Taiwan dalam usia sekitar 55 tahun.

Saat kapitulasi Jepang di Morotai, yaitu di kisaran Agustus-September 1945, diketahui memang masih ada segelintir tentara Jepang yang ogah turun gunung, atau bukannya ogah tapi nggak tahu perkembangan, dan tetap ngumpet menggelandang di dalam hutan Morotai yang waktu itu memang lebat, lebih lebat dari jenggot pak haji. Haji Udin.

Berdasar pengakuannya, dia sampai beberapa tahun pertamanya masih ngeluyur bersama beberapa prajurit lain. Gubuknya masing-masing. Saling terpisah. Cuma, sikap Nakamura memang cenderung penyendiri, dan sudah sering banget tidak menjalin silaturahmi dengan rekan sejawat. Padahal, kata Pak Ustadz, silaturahmi itu memperpanjang umur. Ndilalah, Nakamura itulah yang umurnya panjang, banyak tentara Jepang lain, malah mati duluan! Tapi bulu keteknya panjang. Lha, gimana tuh?

Selepas dekade 50-an, Nakamura ngaku nggak pernah ketemu lagi sama orang Jepang lain satu kalipun. Ketemu bintang filem Jepang juga enggak. Apalagi bintang video. Walah. Terakhir dia misah, itu kemungkinannya 1956 (atau ada yang bilang 1954). Serombongan temannya waktu itu ditemukan, ada 9 orang, dan terus direpatriasi ke Jepang. Kalo direpatriasi ke Inggris, itu nyasar! (Dan sejumlah lain, jelas-jelas sudah diketahui nasibnya, tewas karena kelaparan atau penyakit). Nakamura diduga mati, walau tidak ada saksi yang melihat dia mati.

Sejak itu, dia menjauh, terus bikin gubuk legendaris itu, di area perladangan terpencil di dalam hutan yang luasnya kira-kira 20x30 meter persegi, tapi gubuk bedengnya cuma 2x2 meter persegi. Nggak bener-bener persegi sesuai rumus pitagoras sih mestinya, rada penceng sana-sini. Bodo amat.

Kenapa kok misah? Klaim Nakamura sih, teman-temannya itu sempat mencoba membunuh dia. Tapi klaim itu disangkal oleh tiga prajurit lain, yang telah duluan ditemukan dekade 50-an. Sumber lain mengatakan, Nakamura itu kepribadiannya memang agak penyindiri dan nyeleneh, sehingga di saat hidup penuh tekanan di hutan itu, banyak ketidakcocokan dengan rekan-rekan lain. Ada juga yang bilang, Nakamura itu self-sufficient, dia punya skill-skill unik, sehingga sok pede, nggak nyampur sama yang lain nggak apa-apa.

Cuma, berhubung dia misah sendiri, jadi yang lain sudah keluar hutan, dia masih bertahan terus nyumpet sampai 1974. Cari ikan di sungai. Berburu celeng. Lama-lama, bahkan bertani dan berkebun segala. Nanem cabe, pisang, talas, pepaya, segala macam. Senapannya masih operasional, tapi nggak pernah dia pakai sekalipun lagi, takut suara tembakan mencurigakan warga atau musuh. Dan dia jadi juaranya di kalangan tentara Jepang.

Sebelum dia, 1974 juga, di Pulau Lubang Filipina ditemukan Letnan Hiroo Oonoda. Sang Letnan ini juara kedua. Berhubung dia perwira, dan Jepang asli. Saat pulang ke Jepang dia disambut selayaknya pahlawan. Beda nasib sama Nakamura. Ups, tapi dalam hal uang pensiun dan gaji rapelan, itu yang diterima Oonoda juga minim banget, mungkin mending Nakamura sekalian yang nggak terima duit sama sekali. Juara ketiganya, itu seorang sersan. Dia ditemukan di Guam 1972. Namanya Shoichi Yokoi.

Ada beberapa warga Morotai yang ingin mengenang kehidupan Nakamura di Morotai dengan membikin patungnya, sebagai tugu peringatan atas seorang 'Jepang Yang Baik' (karena umumnya di sana itu, dan Maluku Utara umumnya, tentara Jepang terkenal bengis semua). Juga ada cerita mulut ke mulut, selain persahabatan sesama perambah hutan yang disebut di awal cerita ini, ada cerita lain menyebutkan, di minggu-minggu awal saat menggelandang di hutan itu, Nakamura sempat menyelamatkan seorang cewek Morotai yang mau diapa-apain oleh tentara-tentara Jepang yang lain, yang satu kesatuan dengan Nakamura. Soal benar tidaknya cerita itu, wallahualam. Tapi, salah satu yang meyakini kebenaran cerita itu, di salah satu situs web, menceritakan, bahwa perempuan yang sempat diselamatkan Nakamura itu, 2013 masih hidup, sudah tua renta 105 tahun umurnya, dan hidup di Halmahera barat. Tugu itu sekarang beneran ada. Di desa Deheglia. Dan bahkan, ada juga air terjun kecil dinamai air terjun Nakamura. Kelak, mungkin Morotai itu bisa dijadikan tempat wisata sejarah perang pasifik. Sepertinya ada potensi ke arah sana. Nakamura itu bisa jadi ikon wisata. Dan ikon wisata lain: MacArthur.

***

Unit Tentara Takasago

Unit tentara tempat Nakamura bergabung itu disebut unit Takasago. Konon legendaris. Gimana sih itu kisahnya? Berikut ini seringkas cerita sampingan...

Alkisah, buntut dari perang Cina-Jepang 1894-1895, Pulau Formosa itu dianeksasi oleh Jepang. Tapi berhubung kebanyakan penduduknya etnis Cina (yang memusuhi Jepang), tidak mudah asimilasi dilaksanakan di sana. Dalam usaha asimilasi itu, akhirnya, yang disasar khusus agar jadi bagian Jepang, adalah suku-suku asli Taiwan, yang bukan etnis Cina. Suku-suku ini ada beberapa grup, tapi semuanya itu minoritas.

Ketika perang menghebat, angkatan darat Jepang secara khusus tertarik merekrut suku asli Taiwan untuk ditempatkan bagi tugas-tugas operasi resiko tinggi dan di daerah tropis yang berat. Karena biasa hidup di daerah sulit, digambarkan secara umum, etnis Taiwan asli ini secara fisiknya lebih sesuai untuk hidup di daerah tropis dan sub-tropis Asia tenggara, daripada etnis Jepang yang asli. Mereka itu kebanyakan berasal dari masyarakat terbelakang yang masih berpola hidup berburu, jadi dipandang lebih 'terbiasa' hidup dalam dukungan logistik serba minim.

Perekrutan pun lalu dijalankan, intensifnya sesaat sebelum perang pasifik meletus. Banyak pemuda dari suku-suku yang bersahabat dengan penguasa Jepang lantas bergabung (sebagian mungkin secara paksa?). Jumlah persisnya sampai sekarang tidak diketahui untuk rekrutan pasukan khusus operasi tugas berat, tapi diperkirakan, antara 1800 s/d 5000 orang. Dengan catatan: totalnya tentara Jepang yang berdarah Taiwan itu, cuma sekitar 8500-an orang. Yang berarti, bisa sebagian besar dari-nya, itu turunan penduduk Taiwan asli (dan bukannya Taiwan yang keturunan Cina).

Pelatihannya dilakukan di bawah arahan Nakano School, atau sekolah militer Nakano, yang merupakan sekolah militer spesialis penyusupan dan perang gerilya. Dari situ terus digabungkanlah mereka ke unit khusus Takasago. Semulanya, tugas unit Takasago ini adalah perbekalan-pengangkutan, kirim suplai logistik taruhan nyawa lewat jalur-jalur maut. Lama-lama, setelah posisi Jepang dalam perang makin terdesak, tentara dari unit Takasago ini (atau disebut sekutu: Takasago Volunteers) dikirim ke garis depan, sebagai kombatan penempur.

Unit-unit militer yang sepenuhnya beranggotakan "Takasago Volunteers", telah membuktikan diri bertempur dengan penuh dedikasi dan prestasi tinggi di Filipina, di wilayah Indonesia (timur), Papua Nugini (dan Papua sisi Indonesia juga), dan kepulauan Solomon; dimana mereka bertempur melawan tentara-tentara Amerika dan Australia; bahkan sebelum unit Takasago itu diisi orang-orang Taiwan. Di penghujung perang, ada 15 perwira dan 45 bintara-tamtama, anggota Takasago, yang dihimpun jadi "komando penyerang khusus Kaoru" atau "Kaoru Special Attack Corps", yang disiapkan untuk tugas bunuh diri, yang mirip dengan grup sejenis Giretsu Kuteitai, yang aksinya adalah menyerang landasan terbang yang dikuasai USAAF (masa kini US Air Force) di Leyte.

Jadi, Takasago Volunteers ini, anggotanya pasukan-pasukan komando seperti itu. Siap untuk tugas-tugas maut. Pertamanya diisi orang-orang Jepang melulu, lama-lama, setelah ide perekrutan warga Taiwan suku asli itu mengemuka, banyak suku-suku asli Taiwan seperti Nakamura, yang dimasukkan ke unit itu. Perwira-perwiranya, itu orang Jepang asli, dan yang orang Taiwan, sepertinya tidak ada yang jadi perwira. Mereka dikenal jagoan bertahan di belantara tropis dan pulau terpencil. Dan di antaranya, para sejarawan mengenal, yang paling termasyur adalah Teruo Nakamura itu.

Peristiwa tentara turun gunung di Morotai, Maluku, pernah kejadian di awal 50-an. Saat itu, ada 9 prajurit keluar dari hutan tempat mereka sembunyi. Mereka keluar, didorong oleh keinginan mencari kontak dengan dunia luar, gedek mondok terus di hutan. Setelah tiga hari jalan kaki, keluar hutan, mereka tiba di tepi pantai bertemu tiga orang warga. Mereka tanya, "Tentara Amerika apakah masih ada di daerah sini?" Dijawab, "Ini sekarang sudah Indonesia. Indonesia sudah merdeka. Tidak ada lagi seorang pun tentara Amerika ang masih ada di daerah ini."

Mereka itu anggota Takasago juga. Serdadu yang terisolir dan lepas kontak dari induk pasukan itu tidak percaya begitu saja. Dua warga ditahan, orang ketiga disuruh pulang, balik lagi membawa bendera dan gambar presiden yang berkuasa. Dengan ketakutan, orang ketiga itu pergi, lapor ke pangkalan AURI. Dari situlah lalu dimulai cerita prajurit keluar hutan di Morotai. Terus berkembang sebagai kisah rakyat yang sinambung.

Teruo Nakamura tidak menempuh jalan itu. Dia mondok di hutan, masih patuh mengikuti kata-kata atasan: “Untuk tetap bertahan di situ. Karena cepat atau lambat angkatan darat Jepang pasti akan datang, sekalipun seratus tahun lagi”. Yang menurut konsulat Jepang di Jakarta, perintah seperti itulah juga yang membuat kesembilan orang gelombang pertama itu tetap siaga tempur sampai akhir. Dan di hati kecil bangsa Jepang, hal itu membanggakan. Membuktikan, bahwa kegencet seperti apapun, semangat juang mereka tidak kendor sedikit pun. Rada ndablek sih sebenernya.

Seperti sudah diulas di atas, peristiwa dramatis penentu nasib prajurit Takasago terakhir itu... lalu kejadianlah 18 Desember 1974....

Di lembah terkurung empat bukit kecil itu, di pegunungan Galoka, saat matahri baru saja terbit membakar punggung pegunungan permai yang sunyi itu, Lettu Supardi AS dari KODAU XII/Morotai berhasil memojokkan Nakamura yang sepertinya sedang bersiap mau menebas pohon bambu. Dia dalam keadaan nyaris bugil sepenuhnya. Berdiri tegap saat dinyanyikan lagu Kimigayo dan dikibaskan bendera Jepang. Selepas lagu Kimigayo, Hans Anthony, Gayus, dan Nayoan dengan fasih mengumandangkan lagu lain Miyo Tookohina. Hans Anthony itu sendiri fasih berbahasa Jepang, dan juga ikut penyerahan 9 prajurit Takasago terdahulu di tahun 50-an.

Selepas lagu Miyo Tookohina yang bersyair indah, mendadak wajah Nakamura berobah kecut. Matanya jalang dan berteriak seperti mengusir orang yang mendekat kepadanya. Ketika Nakamura hendak membalik masuk ke dalam gubuk dengan pedang menggantung di tangan, seorang anggota AURI berteriak: “Angkat tangan!”.

Cepat Nakamura berbalik, tapi secepat itu pula Hans menyergapnya. Pedangnya jatuh ke tanah dan tubuhnya menggigil ketakutan. Dia menatap kesebelas orang yang melumpuhkannya. Tentara-tentara yang untuk pertama kali dia lihat setelah 30 tahun.

Dari hutan yang sunyi sang prajurit Takasago terakhir digiring ke Morotai yang jauhnya sekira 50 kilometer. Lewat jalur laut, menyusur pantai, naik boat. Dia terus diperiksa oleh dokter militer di pangkalan, yaitu Letkol dr Yuzirnan. Disimpulkan, Nakamura itu lemah, tapi baik-baik saja. Giginya oke, tapi mulutnya kurang bersih. Tekanan darah normal. Kadar haemoglobin dalam darahnya rendah. Lalu disarankan opname.

KSAU Saleh Basarah yang ikut menjemput ke Morotai bilang, “Matanya tajam. Dan penuh kewaspadaan”. Cocoklah jadi anggota Takasago sejati. Konon, untuk beberapa hari, Nakamura itu serius dan spanneng, tidak pernah tertawa. Karena sepertinya, meyakini, bahwa dia akan dieksekusi mati.

Sebelum dibawa ke Jakarta, satu ketika.. terus anak Lettu Supardi memegang tangannya. Barulah, disitulah dia tertawa. Sepertinya dia mulai menyadari, bahwa dia tidak akan dihukum mati atau apa. Begitu menurut KSAU kepada rombongan wartawan yang ikut menyertai ke Morotai.

Tiba di Jakarta, dia diopname dengan penjagaan di RS Pelni beberapa hari, lalu keluar rumah sakit diserahkan oleh Deplu kepada Kedutaan Jepang. Seperti juga Nakamura, dari sembilan prajurit terdahulu, enam di antaranya adalah orang Taiwan.

Hanya bedanya, kesembilan prajurit takasago yang menyerah tahun lima puluhan itu (saat Jepang masih compang-camping), itu semuanya tak terkecuali yang turunan Taiwan diterima dan diijinkan tinggal di Jepang. Walau begitu, usut punya usut, saat terpaksa masuk rumah sakit setibanya di Tokyo, para prajurit itu mesti bayar sendiri biaya rumah sakit! Habis itu, hidup terlunta-lunta bertahun-tahun, jadi pekerja kasar dengan bayaran minim. Tidak ada yang bersikap ramah pada mereka.

Saat Nakamura jadi urusan karena berdasar undang-undang baru tidak diijinkan lagi diterima sebagai warga Jepang, nasib para prajurit Takasago itu diusut dan diteliti, dan terasa muka pemerintah Jepang tertampar, saat khalayak mengetahui, banyak anggota eks Takasago di Jepang terlunta-lunta begitu. Lalu terbentuk asosiasi, "Association of Warm Welcome of Teruo Nakamura", dimotori oleh para veteran. Lalu mengumpulkan donasi. Terkumpullah donasi untuk Nakamura 4.25 juta Yen dari pemerintah dan warga Jepang (setara $14 ribu dolar masa itu, atau kalo pakai dolar versi sekarang, setara $62 ribu). Dan mereka juga berhasil menggolkan undang-undang baru (disahkan 1987, sekian tahun kemudian); yang mewajibkan pemerintah (Jepang) untuk membayar 2 juta yen, untuk setiap veteran Taiwan, dan jumlah yang sama untuk keluarganya untuk mereka yang terbunuh dalam perang. Jadi, pada ujungnya, kurang lebihnya kepulangan Nakamura itu jadi berkah bagi para anggota Takasago turunan Taiwan.

Pas di Jakarta, sempat ditanya-tanya orang, dan Nakamura bilang, "Kalau ada kapal ke Taiwan, saya ingin pulang ke Taiwan. Tapi, kalau tidak ada kapal, ya sudah. Saya ingin tinggal di Morotai saja!" Itu 1974, bro! Dia kira kemana-mana orang masih naik kapal!

Hubungan diplomatik Jepang-Taiwan itu tidak ada. Indonesia-Taiwan juga tidak ada. Kebayanglah itu jadi persoalan. Yaitu sebagaimana disebutkan di atas.

Seorang bekas perwira Takasago, Mayor Kawashima, bekas salah satu komandan batalyon Jepang di jaman perang, pernah datang lagi mengunjungi Pulau Morotai tak lama setelah tertangkapnya Nakamura. Di sana, veteran gaek itu mengumumkan, siapa saja yang bisa menemukan perwira seniornya (yang tidak pernah ditemukan sampai sekian tahun itu), akan diberi hadiah 1 juta rupiah! (Dan 2 juta rupiah pada masa itu, bisa untuk beli rumah lumayan besar di downtown Bandung). Persaudaraan dan kesetiakawanan unit Takasago masih ada.

***

Bagaimana Nasib Nakamura Setelah Balik Ke Taiwan?

Saat Jepang menyerah, di luar negeri Jepang masih tersebar tentaranya 3.5 juta! Entah itu tentara darat, laut, atau kru udara. Sejuta lebih berada di Filipina dan Indonesia, dan sekitarnya. Untuk memulangkannya, repatriasi, itu perlu tiga tahun! Bahkan setelah itu, masih ada ribuan tentara apes yang masih terlunta di balik jeruji besi, atau tirai bambu, atau di hutan-hutan, yang tidak bisa pulang sampai bertahun kemudian.

Di jaman modern, bertahun setelah perang, masih bermunculan juga 'war babies' setiap tahun bisa rata-rata seratus orang. Yaitu buah cinta dari tentara Jepang di Cina, yang terus tumbuh dewasa di sana, sekarang udah pada tuwir, tapi nyata-nyata mereka itu turunan Jepang. Bahkan ada yang murni (ayahnya Jepang, ibundanya juga darah Jepang). Kalo ayahnya Banten, ibunya Rancaekek. Itu asli Indonesia, ya. Buat apa dibahas? Waduh.. Sorry.

Yang kececer, menyerah belakangan... ada tersebar di berbagai pulau di Indonesia (dan seputaran pasifik), totalnya sekitar 120 tentara Jepang yang sempat tinggal di hutan bertahun-tahun, yaitu ketemunya bervariasi, mulai 1947, sampai 1974 itu. Ringkasannya kira-kira seperti ini:

Tahun 1947-49, yang tercatat resmi kembali ke tanah air setelah kececer di medan perang ada 38 orang (33 di Peleliu, 1 Guadalcanal, 2 Guam, 2 Iwojima).

Tahun 50-51 ada 39 lagi (1 di Vietnam, meninggal, 8 di Pulau Papua, 21 di Anatahan, 8 di Guam, 1 di Lubang, Filipina).

Tahun 52-54 ada 25 lagi (2 di Saipan, 1 di Vietnam, 20 di Sumatra, 1 di Tinian, 1 di Lubang, Filipina meninggal).

Tahun 55-56 ada 19 lagi (5 di pulau Papua, 1 di Luzon, Filipina, 9 di Morotai, Maluku, 4 di Mindoro, Filipina).

Tahun 56-60, tidak ada lagi yang muncul. Dan dikira sudah tuntas. Tahu-tahu terus 1960 muncul lagi 2 orang, di Guam. Dan habis itu, sekali lagi dikira sudah tuntas sampai 1972.

Tahun 1972-1974, ini para juara. Ada 4 orang. Pertama Sersai Yokoi itu di Guam 1972. Lalu seorang, di Lubang, Filipina 1972 (anak buahnya Oonoda, tetapi tertembak mait). Lallu setelah itu, Maret 1974, Letnan Oonoda, dan Desember 1974 Nakamura itu.

Dan Nakamura itu juaranya, yang terakhir banget keluar hutan. Di luar itu, tentu ada yang nyumputnya tidak di hutan, tapi baur dengan warga sipil, dan berasimilasi. Nggak diitung. Dari laporan angkatan laut tok (Kaigun), tahun 1946 yang masih didaftar hilang itu ada 720 ribu. Sisir punya sisir, sampai 1950 dipetani lagi susah payah oleh pemerintah Jepang, wawancara sana-sini, lacak sana-sini, tersisa 561 yang gelap nggak jelas kabar beritanya, no clue. Dan mereka ini terus ditetapkan sebagai tewas.

Itu yang 8 orang yang ketemu 1950 di pedalaman hutan Papua yang ganas punya kisah luar biasa juga. Mereka menceritakan kepada orang-orang yang mengevakuasinya, bahwa sejak masuk hutan menjauh dari sekutu, mereka hidup dengan makan tikus buruan dan kentang hasil taneman sendiri.

Di pulau kecil Anatahan, dimana 1951 ditemukan lagi 21 tentara angkatan laut Jepang konon aneh lagi kejadiannya. Anatahan di Mariana Utara itu termasuk beruntung, 'dilompati' oleh sekutu saat mereka lompat katak mengarah ke Jepang. Tapi para prajurit yang di sana terus terisolir, selama enam tahun. Ndilalah, di situ ada cewek warga sipil yang lumayan, Higa Kazuko namanya. Terus jadi rebutan sejumlah tentara. Semula 30 tentara, 11 di antaranya konon mati karena rebutan Kazuko itu. Empat di antaranya, ngaku sempat jadi suami Kazuko. Entah suami beneran, atau suami cadangan. Itu nggak jelas juga. Ujungnya, terus 1951, mereka dipulangkan ke Jepang, ada 21 orang (yang tentara kemungkinan cuma 19, yang sipil 2). Macem-macem lagilah kisah-kisah sengsara dan luar biasa para penyintas Jepang. Empat yang balik dari Guam itu dianggap 'kembalinya arwah-arwah perang' di Jepang; dan juga tidak terlalu menjadi perhatian dunia; tapi yang di tahun 1972-1974, empat terakhir yang ditemukan dunia, itu terus menjadi berita di mana-mana.

Kita kembali ke cerita pungkasannya Nakamura....

Lahir Oktober 1919, Teruo Nakamura di repatriasi ke Taiwan 1975. Di Taiwan, terus dikasih nama Lee Guang-Hui. Nama yang baru dia ketahui saat kembali ke tanah air (tapi tampaknya, keluarganya sudah beberapa lama mengganti nama dia menjadi itu).

Sebagai bukan turunan Cina, tapi asli turunan native Taiwan dari suku Amis, Nakamura saat lahir diberi nama dengan nama bahasa Amis yang asli: Attun Palalin.

Ngapain si sebagai orang Taiwan Attun Palalin itu ndaptar jadi tentara Jepang? Apakah dia mendaftar sukarela, atau dipanggil wajib militer, itu nggak jelas. Tapi, andai benar dia mendaftar sukarela, kemungkinan bukan ngejar pangkat. Pangkatnya di tentara itu prajurit rendahan. Tapi, sebagai orang gunung di Taiwan (bukan turunan Cina, minoritas yang terpinggirkan), jadi tentara Jepang itu derajatnya naik di khalayak ramai (dan juga di mata otoritas Jepang). Konon, turunan Taiwan yang bergabung jadi tentara Jepang, itu totalnya cuma 8500 orang. Dan unit yang dimasuki Nakamura, itu sudah diplot oleh pimpinan tentara Jepang, untuk tugas-tugas paling berbahaya. Ngeri juga.

Pulau Morotai yang dia tinggali itu, ukurannya 5x dari Pulau Lubang tempat Letnan Oonoda bersembunyi. Jadi rimba tempat sembunyinya emang cukup singup sih....

Saat di kedutaan Jepang di Jakarta, Nakamura menyatakan ingin pulang ke rumah, bergabung kembali dengan istrinya (yaitu di negeri Taiwan, yang sudah bukan bagian dari Jepang lagi). Dia tetap merasa tentara Jepang, tentara kekaisaran (dan itu adalah hak dia sepenuhnya, juga sah sebenernya secara hukum), tapi dia tidak mau hidup di tanah Jepang. Lha wong dasarnya kampung halaman dia itu di Taiwan, toh. Seumur hidup, dia tidak pernah melihat negeri Jepang. Bagi dia, pulang ke rumah adalah ke Taiwan. Tapi tentu saja, di Taiwan, tidak ada penghargaan dalam bentuk apapun untuk bekas tentara Jepang, seperti sudah kita sebutkan di atas.

Buntut dari kemunculan Nakamura, terus sempat terjadilah perdebatan di Jepang, yaitu tentang apa sih artinya orang Jepang yang sejati? Apakah Naruto dari desa Konohagakure itu orang Jepang sejati. Lha, dia itu kan calon hokage! Hokage itu opo?!!! Walah. Kok jadi cerita kartun.

Balik saja ke riwayat Nakamura... Bagaimanapun di kalangan veteran Jepang masih ada rasa solidaritas atas nasib Nakamura. Dulu sama-sama mati-matian berperang di satu kubu, bahkan banyak yang mati beneran, atau cacat, atau gila.. masakan selepas perang ada 'saudara seperjuangan' mau dibiarkan teraniaya? Walau begitu, perasaan itu tinggal perasaan. Secara hukum, Nakamura itu stateless, tidak punya kewarganegaraan. Waktu telah berlalu sekian lama.... Dunia sudah berubah. Kepulangan ke Taiwan itu penuh ironi.

Ada keinginan dari beberapa kalangan di Jepang, agar dia diberi kewarganegaraan Jepang, walau kala itu soal pemberian kewarganegaraan seperti ini amat sensitif di Jepang. Dulu waktu susah, saat Jepang terpuruk sehabis kalah perang, banyak orang kabur, ke Amerika Latin, kemana-mana... Kenapa saat Jepang booming orang ingin jadi warga negara Jepang? Enak lu ye.

Andaipun bisa diberi kewarganegaraan, itu persoalan juga. Tanah Jepang asing bagi Nakamura. Bahasa Jepangnya juga belepetan. Ke Taiwan? Dia tidak juga bisa bahasa China Mandarin dengan lempeng. Bahasa Madura lebih nggak bisa lagi. Basa Bali juga nggak bisa. Basa tarzan aja juga a-i-uk.

Lagi pula, bagaimana nantinya sekiranya Nakamura ingin pulang ke desanya di Taiwan? Akhirnya, diputuskanlah sesuai keinginan Nakamura, yaitu dia dipulangkan ke Taiwan. Langsung dari Jakarta, nggak lewat Jombang atau Bojonegoro dulu!

Para veteran perang Jepang melobi sana sini. Nakamura yang telah berjuang sendirian di dalam hutan selama hampir 30 tahun, itu dia berjuang demi membela kehormatan Kaisar Jepang, dan juga dengan semangat persaudaraan dengan para tentara lain.

Gaji rapel nggak dapet, uang pensiun nggak dapet. Dari pemerintah Jepang, dia cuma dapat uang 'persaudaraan' 68 ribu yen saja. Buah dari lobi para veteran. Itu setara USD 227,59, alias kalo pake kurs sekarang sekitar tiga jutaan rupiah saja! Gile bener, berjuang 30 tahun, dapet 3 juta. Artinya 1 juta untuk setiap 10 tahun, alias 100 ribu saja per tahun! Buat beli celana dalem aja juga dapetnya yang lower, bro!! Bisa kali tuh celana dalem dipake kupluk.

Eh, tapi itu kalo dikali inflasi, katanya setara $1100 dolar kalo 2018, which is.. 15 juta kurang dikit. Yah.. 500 rebu per tahun untuk 30 tahun berjuang? Tetep kecil juga. Tentu saja orang yang bersimpati padanya teriak. Mereka menuntut agar Nakamura diberi bantuan yang cukup besar. Tapi, andai diberikan, orang-orang tentara Jepang eks Taiwan yang lain, rame-rame tentu akan menuntut bantuan yang sama juga. Dan itu jumlahnya kumulatif bisa jadi ribuan!

Terkait soal gaji ini, Yokoi dan Onoda juga menerima gaji rapel yang jumlahnya minim. Dan keduanya mestinya juga menerima uang pensiun yang lagi-lagi jumlahnya juga amat kecil. Kalau ada uang bantuan tambahan, itu terlepas dari skema yang resminya.

Perasaan 'rakyat kecil diperlakukan tidak adil', kemudian meluas di Jepang dan Taiwan, media-media pada teriak! Dan terus oleh para politikus Taiwan dimanfaatkan untuk meningkatkan popularits. Jadinya, pemerintah ROC (Republic of China, ie. Taiwan) ujungnya terus memberi donasi buat Nakamura sebesar 1 juta dolar Taiwan (sekitar 34 ribu USD lebih dikit, alias 456 juta rupiah). Ada urusan naturalisasi sedikit, lalu diakuilah Nakamura itu sebagai warga Taiwan. Dan orang Taiwan 'nderek mukti', mengklaim.. bahwa semangat kejuangan Nakamura yang sanggup bertahan di hutan sekian lama, itu gambaran karakter kuat dari orang Taiwan sejati!

Walah... Manusia itu dasarnya begitu. Kalo ada yang jagoan. Itu sodara gue! Sekalinya ada yang koruptor malu-maluin, biar nama warganya nempel di ktp-nya secara permanen, itu tidak dianggap bagian dari keluarga besar marga tersebut. Biasalah....

Apa yang diinginkan oleh Nakamura di kampung halaman? Saat ditanya begitu, di Jakarta dia bilang: ingin bertemu keluarganya. Manusiawi banget.

Apa istrinya masih hidup? Ternyata masih. Istrinya baik-baik saja selama ini. Hidup di Taiwan. Tapi? Istrinya itu sudah tua dan sudah punya suami lain! Ya gimana? Karena menyangka sang suami sudah lama tiada, sang istri kawin lagi sejak dua puluh tahun sebelumnya, yaitu sudah sejak 1954. Toh sang istri menyatakan dia senang bisa bertemu kembali dengan Nakamura. Yah, apalah artinya 'glad to see you again', senang bertemu kembali, kalau cintanya sudah tertambat lahir batin pada orang lain?

Saat diatur perjalanan ke Taiwan, konon Nakamura itu dandan stil, pakai jas dan dasi, pakaian sipil lengkap. Yang mana, pakaian seperti itu, dulunya belum pernah dia kenakan. Dia kelihatan tenang di pesawat, tapi.. tentu dalam hatinya siapa yang tahu.

"Bung, apa yang ingin dikau lakukan setiba di Taiwan", pengantar tanya. "Saya ingin bertemu keluarga saya. Istri saya. Anak juga..." Pengantar hati-hati menyikapinya. Itu hal yang sensitif.

"Nakamura san, kami infokan ya.. mm.. keberadaan istri dan anak sampeyan, itu sudah diketahui. Nanti, tentu mereka akan menyambut di Taiwan. Tapi, kamu mesti tahu, waktu sudah berlalu sekian lama. Banyak hal sudah berubah, Nakamura san."

"Tentu jaman sudah berubah. Apapun perubahannya, ya sudahlah. Saya mesti terima seperti adanya. Di hutan 30 tahun saja saya tabah, masakkan di Taiwan saya tidak cukup tabah untuk melihat segala perubahan?"

"Nakamura san, ketahuilah.. mm.. pertama, itu istrimu sekarang sudah tua umurnya."

"Tentu saja. Dan 30 tahun sudah berlalu bukan. Atau 32 tahun itu saat terakhir kali saya bertemu dengan istri saya. Apakah dia setia menanti saya selama itu?"

"Dia sudah punya suami lain."

Jder! Nakamura terdiam. Hati Nakamura tentu kecewa, tapi apa boleh buat. Susah. "Dikau sudah dinyatakan meninggal sejak Maret 1945, Nakamura san. Jadi,.. istri itu, sewajarnya dia move on, mencari kehidupan. Di tahun-tahun selepas perang itu, berat tentu hidup sebagai seorang janda, bukan?"

Nakamura pasrah saja. Masak istrinya dipaksa suruh cerai dari suami keduanya yang sudah dia nikahi resmi selama dua puluh tahun? Emang elu siape?!

Detilnya, itu tidak ada yang mencatat segimana dramatisnya saat Nakamura bertemu istrinya. Juga tidak ada yang menggali, bagaimana perasaan sang bekas istri itu, setelah tahu, Nakamura suami yang pernah dia cintai muncul kembali setelah menghilang 30 tahunan.

Uniknya, Nakamura juga bertemu anaknya, yaitu anak yang saat kecilnya dia tidak pernah lihat karena keburu diberangkatkan perang. Dan anak perempuannya, yang waktu ditinggal masih belia.

Nggak tahu nih, gimana situasinya? Apakah itu namanya bertemu kembali? Atau bukan. Wong dulunya mereka tidak pernah bertemu sama sekali. Si anak pun, dari kecil mestinya dikasih tahu bahwa ayah (biologis) nya sudah hilang, mati, pada jaman perang, terus kemudian, setelah agak besar, tahunya punya ayah tiri. Terus tiba-tiba ayah kandung pulang, apa nggak bingung jadinya? Tidak ada catatannya dimana- mana. Silakan dikira-kira sendiri situasinya.

Berbeda dengan Yokoi dan Onoda, mungkin pertama karena dia berpangkat rendah, hanya seorang prajurit (private), dan keduanya dia bukan etnis Jepang asli atau Taiwan mainstream, melainkan Attun Palalin dari suku udik di Taiwan, Nakamura tidaklah dielu- elukan saat dia mendarat di kampung halaman. Tidak ada banner penyambutan, tidak ada pesawat jet yang dicharter untuk memulangkan dia ke kampung halaman. Dia naik pesawat biasa. Apes banget jadi tentara kalo pangkatnya rendah....

Walau begitu, bagi dia, menginjak lagi tanah Taiwan, kampung halaman, itu mukjizat. Itu satu hal yang selama dia tidur dan bermimpi di hutan Morotai sekian puluh tahun, dia sangka tidak akan mungkin terjadi selamanya. Dia sangka, dia akan mati membusuk di hutan itu, di gubuknya, atau mati gosong, andai dia sempat bakar diri setuntasnya. Lalu abunya akan melayang-layang di udara selamanya, atau mengendap di tanah dimakan cacing. Nakamura tinggal dan di-repatriasi ke Taiwan itu 8 Januari 1975.

Segala situasi yang dia temui setelah balik ke peradaban, mungkin membuat Palalin alias Nakamura bingung dan kecewa. Segala kenyataan di Taiwan, di kampung halamannya, terasa pahit baginya. Mungkin terus hidupnya rada ancur-ancuran. Atau terus kebanyakan ngerokok. Bahaya banget tuh. Puluhan tahun nggak biasa ngerokok, terus ngerokok mulainya udah diusia 55.

Tidak lama kemudian, tiga-lima tahun setelah dia pulang, pada umur belum lagi 60 tahun, Palalin alias Nakamura meninggal dunia oleh kanker paru-paru. Oleh press Taiwan, Palalin disebut sebagai Lee Guang-Hui, sebuah nama yang dia sendiri baru tahu setelah pulang ke Taiwan 1975.

Penyanyi legendari Chrisye dan mantan mendikbud Fuad Hasan itu meninggalnya juga karena kanker paru-paru. Tapi, mereka pernah ke Jepang malah. Ada hubungannya aja juga enggak sama cerita kita. Sorry. Jadi kejauhan....

Sampai meninggalnya itu, kalo nggak salah, Nakamura tidak pernah datang sekali pun ke tanah Jepang, negeri yang dia perjuangan sampai segitunya di tengah hutan Morotai 30 tahun. Atau pernah mampir di Jepang 'sak nyuk'an' saja, sebelum repatriasi ke Taiwan itu. Walau begitu, saat ditanya wartawan, bagaimana perasaannya, bahwa tiga puluh tahun dari hidupnya telah tersia-sia di hutan Morotai, Nakamura itu marah, dan dia bilang, "Yang 30 tahun itu, itu tidak tersia-sia. Tapi itu mengabdi untuk negeri!"

Apakah di penghujung hidupnya itu Nakamura bahagia? Yah, mungkin juga, bisa disebut bahagia.... Atau bisa juga garing.

Dalam cerita-cerita di internet, ada disebutkan, bahwa, sebelum berangkat perang itu, dia sudah punya keluarga. Seorang istri, dan seorang anak perempuan. Plus, istrinya itu hamil anak kedua mereka (yang kelak akan lahir sebagai anak lelaki). Pleng.. terus Nakamura pergi perang, 30 tahun baru pulang.

Dia terharu dan gembira bertemu anak lelakinya dan anak perempuannya, (dan cucu- cucu, anak-anak mereka), tapi.. tidak bisa begitu saja menyatu dengan keluarga dan istrinya, karena sang istri telah menikah dengan lelaki lain.

Dari situ, beberapa lama, dia terus tinggal bersama anak perempuannya itu (yang mestinya sudah berkeluarga? Dan cucu-cucunya?); tapi entah kenapa, tidak lama setelah itu, lalu istrinya itu memikir ulang hidupnya. Dia minta cerai dari suaminya kedua, lalu nikah balikan lagi dengan Nakamura alias Palalin. Ya sudah, menikah ulanglah pasangan ini, lalu memulai hidup baru pindah ke kota lain, agak menyepi, berbekal donasi-donasi yang diterima Nakamura.

Habis itu, dia sempat hidup empat tahunan, tapi.. apakah bahagia atau tidak? Itu tanda tanya juga. Tenang sih iya, kelihatan demikian kasat matanya, tapi apakah di dalamnya bahagia? Itu wallahualam. Kemungkinan besar, sebagian dari dirinya.. masih tetap berada di pedalaman Morotai. Bahkan, andai nggak keburu keserang sakit paru-paru, mungkin dia satu saat akan kembali lagi ke Morotai, kapan saja ada kesempatan.

Yang jelas, kemudian.. Nakamura kena penyakit kanker paru-paru, dan 1979, dia meninggal. Arwahnya mungkin sekarang sering mengunjungi Morotai. Wallahualam....

Konon, keluarganya (anak-cucu?) Nakamura, pernah minta ijin untuk datang ke Morotai, dan melihat tempat persembunyian leluhur mereka. Tapi, oleh pemerintah Indonesia dan TNI tidak diijinkan. Dan mungkin, ya memang tidak ada perlunyalah.... Belum tentu juga itu persembunyiannya masih ada utuh toh.

***

Penutup

Demikianlah, cerita kita. Ini rada clek-clok, tidak runut, disebabkan oleh sumber-sumber cerita yang berbeda-beda. Akurasinya, itu juga berbeda-beda. Dan bahkan, satu dengan yang lainnya itu ada yang tidak konsisten. Mohon maklum, sumbernya berbeda- beda. Dan ada juga yang sifatnya setengah dugaan. Walau, begitu, dengan terkumpulnya berbagai versi dalam satu tulisan, semoga cerita (dan mitos) tentang Nakamura menjadi lebih lengkap.

Sebagai kisah anak manusia, terlepas dari baik-buruknya, semoga ini membawa inspirasi positif.

Billahi taufik wal hidayah, assalamualaikum.

(ilmuiman.net / selesai)