MAKNA TOLERANSI BERAGAMA DALAM DALAM FILM KARYA (KAJIAN ANALISIS SEMIOTIK MODEL ROLAND BARTHES)

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh

GITHARAMA MAHARDHIKA NIM 109051000181

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAKWAH DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437H/2016M

ABSTRAK

Nama : Githarama Mahardhika Judul : Makna Toleransi Beragama Dalam Dalam Film Muallaf Karya Yasmin Ahmad (Kajian Analisis Semiotik Roland Barthes)

Film adalah karya seni yang sarat dengan simbol-simbol yang di dalamnya terkandung makna tertentu. Film merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang mampu mempengaruhi jiwa manusia, dimana penontonnya seakan menyaksikan langsung bahkan seolah-olah ikut terlibat pada peristiwa yang terjadi dalam sebuah film. Film umumnya dibangun oleh banyak tanda, tanda-tanda termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Studi ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan makna semiotik di balik film Muallaf. Secara umum penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk meneliti film ini. Metode kualiatif memungkinkan penulis mengkaji film secara lebih mendalam untuk menggali makna yang tersirat dalam berbagi simbol, kode, dan seluruh adegan yang hendak digunakan sebagai objek penelitian. Beberapa pertanyaan yang selanjutnya mengarahan penulis antara lain: Bagaimana makna film Muallaf berdasarkan analisis semiotik Roland Barthes? Bagaimana makna teks judul dari film Muallaf? Penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan semiotik yang dikembangkan oleh pemikir asal Perancis, Roland Barthes. Pendekatan semiotik ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif, konotatif, dan mitos. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna konotatif adalah interaksi yang mucul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca atau pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalah pengkodean makna makna dan nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap ilmiah. Studi ini berangkat dari keyakinan penulis tentang kekayaan nilai-nilai moral ke-Islaman dalam film ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa di dalam film Muallaf terdapat adegan yang dengan jelas mengandung nilai moral Islami yang menunjukan sikap toleransi antar agama. Nilai-nilai inilah yang akan penulis gali lebih dalam dengan menggunakan pendekatan semiotik ala Roland Barthes.

Keyword: toleransi, nilai, agama.

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan Rahmat dan Kasih-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Puji serta syukur peneliti panjatkan untuk petunjuk serta Ridha-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna Toleransi Beragama Dalam Film

Muallaf Karya Yasmin Ahmad (Kajian Analisis Semiotik Roland Barthes)” sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Penyusunan skripsi ini merupakan tugas akhir peneliti sebagai persyaratan dalam menyelesaikan program studi di jenjang Strata Satu (S1) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari benar bahwa begitu banyak dukungan dan perhatian yang peneliti dapatkan dari berbagai pihak sehingga segala kesulitan dan hambatan dalam menyusun skipsi ini akhirnya dapat dilalui. Ucapan terima kasih saja belum dirasakan cukup untuk membalas dukungan-dukungan tersebut. Namun bagaimana pun, peneliti mengiringkan terima kasih sedalam-dalamnya atas dukungan baik moril maupun materil selama proses menyeselesaikan studi kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M. Ed, Ph. D selaku wakil Dekan bidang Akademik.

Dr. Roudhonah, MA. Selaku wakil Dekan bidang Administrasi Umum. Dr.

Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan.

ii

2. Drs. Masran, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,

Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan KPI, dan Pak

Ahmad Fatoni, S.Sos.I yang telah membantu dalam memberikan informasi

akademik dan penyusunan transkip nilai penulis. Bapak Noor Bekti, M.Si,

sebagai Dosen Penasihat Akademik KPI F angkatan 2009, yang telah

memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

3. Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA dan Ibu Ade Rina Farida, M.Si. selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat

kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen, serta para staf tata usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Secara khusus dan terutama adalah yang peneliti selalu cintai, kedua orang

tua, H. Djulasmana dan Siti Maesaroh yang telah begitu banyak dan tanpa

henti memberikan doa, dukungan dan pengorbanan kepada peneliti.

6. Keluarga dan adik peneliti, Drs. Dodi Suratman, Evi Soviah, dan Zulfikar

yang selalu menjadi inspirasi.

7. Teman-teman Taylor Swift Indonesia fanbase, Rizqi Ria, Achmad, Zulfikar,

Fransiskus, Aryani, Sasi Sudewo, Dion, Nurul Hardiyanti, Adhie Sathya,

Leonardus Rahadimas, Denis Antonius, Atisa Yunia, Revizka Nuraini,

Sheila Ariefa, Irene, Biella, Vanya, Athira, dan teman-teman Swifties

lainnya terima kasih atas kepercayaan dan kekeluargaan yang selama ini kita

bangun dan kerja keras untuk membangun organisasi ini.

8. Teman-teman seperjuangan KPI F angkatan 2009, yang telah melalui sebuah

masa penuh kenangan dengan peneliti selama menuntut pendidikan di UIN

iii

Syarif Hidayatullah Jakarta di antaranya, Aryo Bimo Lukito, Edy Laras

Kasman, Sukma Indrawan, Apriza Ramdan, Yunita, Silvi Arifyanti, Tri

Amirullah, Fahrizal, dan yang lainnya.

9. Teman-teman anggota KKN REAKSI dan seluruh warga Cipelang, terima

kasih atas kerja sama dan pengalamannya sebulan penuh disana.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti akan menerima segala kritik dan saran sehingga dapat menjadi acuan pembelajaran peneliti. Akhirnya, peneliti berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sebagai bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya dan pembaca pada umumnya.

Ciputat, 22 Juli 2016

Githarama Mahardhika

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR GAMBAR ...... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...... 4 C. Tujuan Penelitian...... 5 D. Manfaat Penelitian...... 5 E. Metodologi Penelitian ...... 6 F. Tinjauan Pustaka ...... 11 G. Sistematika Penulisan ...... 12

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Film ...... 14 1. Pengertian Film ...... 14 2. Sejarah dan Perkembangan Film ...... 18 3. Jenis Film...... 20 4. Unsur Pembuat Film...... 22 5. Struktur dalam Film ...... 23 6. Sinematografi ...... 25 B. Tinjauan Umum Tentang Semiotik ...... 31 1. Konsep Semiotik ...... 31 2. Konsep Semiotik Roland Barthes ...... 34 C. Tinjauan Uum Tentang Toleransi ...... 42

v

BAB III PROFIL FILM MUALLAF KARYA YASMIN AHMAD

A. Sekilas Tentang Film Muallaf ...... 43 B. Sinopsis Film Muallaf ...... 45 C. Profil Yasmin Ahmad ...... 46

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos……………………… .. 50 1. Malaysiasebagai “Bangsa yang Religius” ...... 51 2. Rohani: Sosok Muslimah Ideal ...... 63 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 74 B. Saran ...... 76 DAFTAR PUSTAKA ...... 79

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta tanda Roland Barthes ...... 35

Gambar 2.2. The Orders of Significations ...... 37

Gambar 4.1. Rohana yang berbicara kepada brother Anthony mengenai

pekerjaan kakaknya ...... 51

Gambar 4.2. Rohani yang sedang menanyakan info mengenai jurusan

kuliah di suatu kampus ...... 53

Gambar 4.3. Ayah dan Ibu tiri Rohani dan Rohana yang sedang

berbicara dengan seorang fotografer ...... 54

Gambar 4.4. Rohani yang sedang berbicara dengan brother Anthony

dan Brian di rumahnya ...... 55

Gambar 4.5. Rohani yang sedang bertanya kepada adiknya Rohana

untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya .... 63

Gambar 4.6. Rohani membacakan Surat Al-Baqarah kepada pasien

rumah sakit...... 64

Gambar 4.7. Rohani, Rohana dan Brian yang sedang berdiskusi ...... 65

Gambar 4.8. Rohani yang sedang memeluk adiknya Rohana setelah

shalat berjamaah ...... 66

vii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi massa merupakan media yang sangat berpengaruh bagi manusia. Kerjanya bagai jarum hipodermik atau teori peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, di mana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikan obat yang dapat langusng merasuk ke dalam jiwa penerima pesan.1 Medianya bisa berupa apa saja, salah satunya adalah film.

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas ragamnya.2 Berkat unsur inilah, film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara seksama apa yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik ceritanya. Yang tak kalah pentingnya, film juga merupakan ekspresi dari sebuah pernyataan kebudayaan.

Film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis. Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, seperti bahwa

1 Morrisan, Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), h.12. 2 Adi Pranajaya. Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta, BPSDM Citra Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 2000), h.6 1

2

film bersifat satu arah. Bahkan bila dibandingkan dengan jenis komunikasi massa lainnya, film dianggap sebagai jenis yang paling efektif.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hassanudin, Anwar Arifin dan

Azwar Hasan mengatakan, bahwa dari sudut pandang teori komunikasi, khususnya filmologi, diakui bahwa film sangat potensial untuk mempengaruhi perilaku penonton. Hal ini disebabkan kekuatan dan keunikannya sebagai media efektif yang mengantar pesan secara mengesankan. Kekuatan pengaruhnya, mampu menggiring penonton pada situasi identifikasi optik dan identifikasi psikologik.3

Film saat ini sudah menjadi keseharian dalam kehidupan modern umat manusia di dunia. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, menonton film menjadi sangat mudah didapatkan. Setiap hari, bahkan setiap jam, kita dapat menyaksikan berbagai film, baik melalui televisi, gedung-gedung bioskop, VCD, DVD, BlueRay, hingga internet yang sudah banyak tersebar dimana-mana. Bahkan kini telah hadir Indovision yang beberapa stasiun televisinya hanya menyuguhkan film sebagai program acara setiap harinya. Oleh karenanya saat ini sepertinya mustahil apabila film dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk anak-anak sekalipun.

Namun menjadikan film sebagai mendia pendidikan, tentunya harus bisa menyesuaikan bagaimana pesan pendidikan yang disampaikan, agar dapat diterima oleh audiensnya tanpa terasa menggurui. Hal inilah yang telah dilakukan oleh sutradara sekaligus penulis skenario kawakan asal negeri jiran Malaysia

3 Anwar Arifin dan Azwar Hasan, “Pemberdayaan Perfilman Indonesia. Suatu Upaya Memahami Realitas Masyarakat Indonesia” dalam Apresiasi Film Indonesia 2 (Jakarta: Direktorat Pembinaan Film dan Rekaman Video Departemen Penerangan RI, 1997), h. 74

3

bernama Yasmin Ahmad (Alm.). Beliau membuat sebuah film tentang bagaimana indahnya sebuah multikulturalisme yang sangat memikat, yang mengandung nilai- nilai toleransi agama dan ukhuwah islamiyah yang dibalut dengan kisah cinta dan nilai-nilai kekeluargaan, yaitu Muallaf.

Kisah mengenai tiga jiwa yang menemukan kedamaian dalam beragama.

Tentang sepasang kakak beradik bernama Rohana dan Rohani yang bermasalah dengan ayahnya di masa lalu. Dan seorang guru bernama Brian yang juga mempunyai masalah dengan masa lalunya.

Film ini penting untuk diteliti, karena film ini mempunyai sisi dakwah dan melibatkan Islam di dalamnya, dan juga pemahaman umum mengenai sikap toleransi beragama dalam kehidupan multikultural. Film ini dikemas begitu menarik, dengan alur cerita serta pengisahan konflik para tokoh yang begitu memukau, hal inilah yang membuat film ini semakin bagus dan berkualitas.

Namun, sebuah film yang bagus dan berkualitas bukan hanya dilihat dari alur ceritanya saja, tetapi harus mempunyai pesan moral maupun dakwah yang ingin disampaikan kepada penonton. Melalui tanda-tanda, simbol dan ikon yang terdapat di dalamnya. Film ini layak untuk ditonton, selain karena sinematografinya yang sangat indah, penonton akan mendapatkan pelajaran berharga dari film tersebut.

Ada kalanya, pesan moral pada sebuah film kurang diperhatikan oleh penonton. Banyak di antara mereka hanya menikmati alur cerita dan visualisasi film tersebut. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, suatu film dapat menjadi inspirator bagi penontonnya. Bahkan kita dapat mengambil hikmah, serta pelajaran berharga dari film tersebut. Dalam film Muallaf, banyak pesan moral

4

yang tersurat maupun tersirat di dalamnya. Dengan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna simbolis dan pesan moral islami yang ingin disampaikan pada film Muallaf karya Yasmin

Ahmad.

Berdasarkan latar belakang film di atas, perlu adanya penelitian secara mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami secara hermenetik, semantik, simbolik, narasi, dan kebudayaan apa yang akan disampaikan dalam sebuah film. Sebab dalam industri perfilman, khususnya bagi sang sutradara ada pesan atau simbol-simbol yang ingin disampaikan untuk masyarakat luas lewat film. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul “Makna Toleransi Beragama Dalam Dalam Film Muallaf Karya

Yasmin Ahmad (Kajian Analisis Semiotik Roland Barthes)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan penulis di atas, maka penulis membatasi penelitian pada pesan tanda atau simbol yang mengandung aspek toleransi agama dan nilai-nilai ukhuwah islamiyah yang ada pada film

Muallaf karya Yasmin Ahmad. Menggunakan analisis semiotik model Roland

Barthes, karena menurut Barthes semua objek kultural dapat diolah secara tekstual. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, fashion, fiksi, dan drama.4

4 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisi Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h.123

5

Adapun rumusan masalah yang diangkat pada penelitian skripsi ini adalah:

“Bagaimana makna toleransi beragama dalam film Muallaf direpresentasikan secara denotasi dan konotasi?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran dan rumusan permasalahan di atas, penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk mengathui makna (petanda) yang terdapat dalam film Muallaf (penanda).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, ditinjau dari segi akademis dan praktis adalah sebagai berikut:

1. Segi Akademis

Di harapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan positif pada khazanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media massa, khususnya tentang penelitian analisis semiotika film Muallaf karya Yasmin Ahmad sebagai media dakwah melalui media massa yaitu film.

2. Segi Praktis

Untuk menambah wawasan bagi para praktisi komunikasi dan dakwah tentang pentingnya pemanfaatan segala bentuk media yang ada sebagai alat bantu atau media dakwah. Juga setiap muslim agar bisa ikut berperan serta dan aktif dalam pengembangan tugas dakwah tidak terkecuali para seniman sastra yang mementingkan nilai toleransi beragama yang mengutamakan cinta kasih sayang sebagai suatu kebersamaan yang indah dalam kehidupan multikultural. Dan juga penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemikiran serta pengetahuan

6

mengenai simbol-simbol dan tanda-tanda dibalik sebuah film. Serta dapat menghargai sineas-sineas film dan lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dimana hasil temuan akan dideskripsikan untuk kemudian ditinjau kembali untuk dianalisis dari hasil pengamatan lapangan dan penelusuran pustaka.

Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih rinci terkait dengan rumusan masalah. Metode deskriptif kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh (holistic).

2. Jenis Data

Adapun jenis data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu data primer dan sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Penulis melakukan observasi secara langsung dengan cara menonton film Muallaf. Ini merupakan sasaran utama dalam penelitian ini, sedangkan data sekunder digunakan untuk diaplikasikan guna mempertajam analisis data primer, yaitu sebagai pendukung dan penguat data primer dalam penelitian.

a. Sumber Data Primer:

Yaitu data yang diperoleh dari hasil analisis semiotik tiap adegan yang

mengandung makna pesan toleransi beragama dan ukhuwah islamiyah

yang terdapat dalam film “Muallaf”. Dari hasil pengamatan tersebut

7

kemudian data dikumpulkan dan diolah sehingga dapat menunjang

penelitian ini. Data tersebut dapat berupa potongan film atau cuplikan

film, penggalan dialog antar tokoh, maupun cover dari film tersebut.

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang bersumber pada berbagai referensi literatur yang

mendukung data primer seperti buku, film, media internet, dan terbitan

lain yang ada relevansinya dengan masalah penelitian. Penulis juga

melakukan pencarian data-data tambahan melalui media intrernet

sebagai bahan pertimbangan lain dalam menunjang penelitian ini.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah film Muallaf karya Yasmin Ahmad. Dan objek penelitian ini adalah beberapa scene dalam film Muallaf yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a. Observasi atau Pengamatan, yaitu metode pertama yang digunakan

dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan

terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.5 Disini penulis membaca

dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol yang ada

pada film Muallaf. Setelah itu penulis mengutip kemudian mencatat

dialog-dialog ataupun paragraph yang mengandung pesan pada film ini

5 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke- 1

8

untuk dijadikan sebagai codingsheet, yakni rangkaian pencatatan

lambang atau pesan secara sistematis untuk kemudian diberikan

interpretasi.

b. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang

berupa catatan, buku-buku yang menunjang penulisan skripsi, internet

dan lain sebagainya.

Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil pemilihan dialog, serta dokumentasi. Lalu mengolah hasil temuan atau data dan meninjau kembali data yang telah terkumpul. Seluruh data tersebut nantinya akan dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi pustaka yang kemudian dianalisis.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik yang bersifat kualitatif. Secara sederhana, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi- konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti. Semiotik adalah studi tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik diinterpretasikan. Kajian ilmiah mengenai pembentukan makna.6 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang mempunyai concern dengan dunia simbol.

Semiotik memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan

6 James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Ke-1, h.232

9

dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia mengulas cara-cara beragam unsur teks bekerja sama dan berinteraksi dengan pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna.7

Metode ini memperkaya pemahaman kita terhadap teks, sebagai sebuah metode, semiotik bersifat interpretative, dan konsekuensinya sangat subjektif.

Namun hal ini tidak mengurangi nilai semiotik karena semiotik adalah ilmu tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks.8 Peneliti menggunakan metode semiotik Roland Barthes. Di sini tanda dimaknai secara denotasi dan konotasi tanpa mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh dan mencakup permasalahan yang diteliti. Ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut kemudian menjadi mitos.

Dalam proses penelitian, tahap pertama yang dilakukan adalah tahap pemilihan tanda, yang dilakukan setelah peneliti mengamati secara keseluruhan adegan dalm film tersebut. Peneliti akan mereduksi film Muallaf menjadi mimite- mimite (sign) yang membentuknya. Proses pereduksian teks film hingga menjadi mimite ini didasarkan pada tanda-tanda dominan yang merepresentasikan makna toleransi antar umat beragama dan ukhuwah islamiyah dalam film tersebut.

Tahap kedua, yaitu tahap analisis tanda. Tahap ini difokuskan pada usaha mengidentifikasi sistem penanda tingkat pertama dan tingkat kedua, serta mengidentifikasi kode-kode sinematik dan tata bahasa film apa saja yang digunakan dalam membentuk sistem penanda tersebut.

7 Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2006), h. 77 8 Ibid, hal 76

10

Langkah selanjutnya, peneliti berusaha menentukan makna denotasi dan konotasi film tersebut. Dalam tahap menentukan denotasi dan konotasi, yang peneliti lakukan terlebih dahulu adalah tanda-tanda apa saja yang diidentifikasikan sebagai sebuah nilai yang menngandung makna toleransi beragama dan ukhuwah islamiyah yang terdapat dalam film Muallaf.

Satu persatu tanda tersebut dijabarkan dalam tahap denotasi. Dalam tahap denotasi ini, peneliti menjelaskan apa saja yang menjadi penanda, petanda, dan tanda dalam setiap tanda film tersebut. Yang merepresentasikan makna toleransi beragama dan nilai-nilai ukhuwah islamiyah. Penjelasannya dijabarkan dalam tabel visual berupa cut dari agedan, transkrip dialog, dan jenis-jenis shot.

Setelah tahap penentuan sistem pemaknaan tingkat pertama (denotasi), peneliti melakukan analisis tanda. Disini peneliti memfokuskan pada shot, yaitu shot yang menjelaskan situasi, kondisi, ekspresi para tokoh, dan lingkungan sekitar.

Masuk pada tahap penentuan konotasi, peneliti melakukan pengamatan pada bentuk konsep, dan penandaan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah identifikasi mitos nilai-nilai toleransi beragama. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara memahami beberapa aspek dari realitas. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita dalam suatu konteks buadaya tertentu. Berdasarkan analisis terhadap kedua tanda dominan tersebut ditemukan makna-makna konotatif sebagai wujud dari sebuah mitos.

11

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi, penulis berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh

CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi, penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka, ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, diantaranya yaitu:

A Mighty Heart disusun oleh Rizky Akmalsyah, mahasiswa Konsentrasi

Jurnalistik UIN Jakarta. NIM: 106051102939. Tahun 2010. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah film A Mighty Heart dengan menggunakan metode semiotika Roland Barthes.

Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh Fikri Ghazali, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM: 106051003915.

Tahun: 2010. Dalam penelitian tersebut objeknya yang adalah setiap adegan yang mengandung pesan moral dalam film “3 Doa 3 Cinta” dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Simbol-simbol itu pada film direpresentasikan melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh film.

Analisis Semiotik Film Animasi Upin dan Ipin disusun oleh Akhmad

Bayhaki, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM:

105051001885. Tahun: 2009. Dalam penelitian tersebut objek nyang diteliti adalah cerita dalam film animasi Upin dan Ipin dengan menggunakan metode semiotika John Fiske.

12

Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Makna Toleransi Beragama Dalam

Film Muallaf Karya Yasmin Ahmad Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu penulis menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes untuk film Muallaf ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini maka penulis membagi sistematika penulisan dalam lima bab.

Dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan

dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini berisikan tinjauan umum tentang film, seperti

sejarah dan perkembangannnya, klasifikasi dalam film, struktur

film, teknik pengambilan gambar, kemudian terdapat pula

tinjauan umum tentang pengertian semiotika, dan teori

semiotika Roland Barthes.

BAB III GAMBARAN UMUM FILM “MUALLAF”

Pada bab ini pembahasan spesifik di balik layar film Muallaf,

seperti profil sutradara film, profil para pemain film, pembuat

film, nominasi, penghargaan, dan sinopsis film Muallaf.

13

BAB IV ANALISIS SEMIOTIK FILM MUALLAF

Pada bab ini membahas makna denotasi, konotasi dan mitos

dalam film Muallaf.

BAB V PENUTUP

Penulis mengakhiri skripsi ini dengan beberapa kesimpulan

sekaligus berfungsi sebagai jawaban umum yang terdapat dalam

bab pendahuluan, serta diikuti dengan saran penulis dan juga

beberapa lampiran yang didapat oleh penulis.

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Tinjauan Umum Tentang Film

1. Pengertian Film

Film sebagai media informasi berfungsi menyampaikan berbagai macam hal, baik berupa fakta maupun fiktif yang ceritanya merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat. Tingkah laku masyarakat yang terjadi secara langsung dalam kehidupan sosial yang menjadi inspirasi bagi para pembuat film, untuk dituangkan dalam sebuah karya.

Awalnya, film berupa pita film yang memang digunakan untuk memproduksi sebuah gambar hidup. Namun dengan semakin majunya teknologi, era digital pun melibas seluloid/pita film. Film dapat diproduksi dengan format digital, disebarluaskan juga dalam bentuk digital. Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema.

Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = graph (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.1

Menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, “film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunukasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sisten proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya”.2

1 Oleh Galih, http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html. Diakses tanggal pada 25 Juli 2014, jam 13:10 WIB 2UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman. Bab 1, Pasal 1 Ayat 1. Departemen Penerangan RI. 14

15

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara fisik adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).3

Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti seperti yang secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala sesuatu yang berkaitan dengan gambar hidup.

Pengertian film kini juga diartikan sebagai sebuah genre dalam kesenian.

Seni tari, seni musik, dan juga seni film. Karena didalam sebuah film atau rekaman gambar bergerak, kita dapat menemukan berbagai jenis seni yang direkam. Contoh dalam film ada seni artistik, dimana pengambilan gambarnya harus indah, bagus dan enak dipandang. Film adalah sebuah karya mengandung unsur keindahan dan membuat film juga dibutuhkan keahlian. Jadi, wajar saja bila pengertian film sudah dikaitkan dengan seni.

Film berfungsi juga sebagai media komunikasi yang didalamnya mengandung unsur pesan. Dalam film terdapat pesan-pesan tertentu seperti gaya hidup, aktivitas beragama, pendidikan, dan kritik sosial. Fenomena sosial dan budaya serta yang menggambarkan kehidupan dan perilaku sosial masyarakat dewasa ini menjadi suatu kajian yang menarik, fenomena tersebut digambarkan dalam sebuah film. Film merupakan sebuah produk kebudayaan yang dinilai efektif untuk menyampaikan pesan serta merefleksikan realitas sosial.

Sebuah film merupakan gambaran realitas sosial yang terjadi di daerah tempat film itu dibuat. Tetapi film bukannlah merupakan refleksi realitas

3 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).

16

masyarakat. Namun, film merupakan representasi dari realitas masyarakat. Dalam pengertiannya sebagai refleksi dan realitas, film hanya sekedar „memindah‟ realitas ke layar, tanpa mengubah realitas tersebut. Pesan-pesan komunikasi dalam sebuah film terwujud dalam alur cerita, adegan-adegan, dan misi-misi yang dibawa film tersebut dan terangkum dalam bentuk drama, action, komedi, dan horor. Cerita dalam film bisa berdasarkan kisah nyata atau riwayat hidup, atau pun hanya sekedar rekayasa fiktif belaka. Cerita tersebut kemudian dikemas dengan tujuan menghibur, memberi penerangan atau memasukan nilai-nilai tertentu, sekaligus mengajarkan sesuatu kepada penontonnya.

Berikut merupakan definisi film yang dituturkan oleh H.A.W.Wijaya, adalah:

Film merupakan teknik audio visual yang sangat efektif dalam mempengaruhi penonton-penontonnya. Ini merupakan kombinasi dari drama dengan panduan suara dan musik, serta drama dengan panduan dari tingkah laku dan energi, karena dapat dinikmati benar-benar oleh penontonnya, sekaligus dengan mata, telinga, dan ruang yang remang-remang, antara gelap dan terang.4

Sedangkan menurut Van Zoest, “Bahwa film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan.”5

Menurut Onong Uchjana, “Film adalah karya seni yang lahir dari suatu kreatifitas orang-orang yang terlibat dalam proses penciptaan film. Sebagai karya

4 H.A.W.Wijaya, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hlm. 84 5 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung 2003, hlm. 128

17

seni, film terbukti mempunyai kemampuan kreatif. Ia mempunyai kesanggupan untuk menciptakan realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitas.6

Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis.

1. Layar yang luas atau lebar.

Kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas, telah memberikan keleluasaan penonton untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.

2. Pengambilan gambar.

Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskopmemungkinkan dari jarak jauh, atau extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyentuh.

3. Konsentrasi penuh.

Kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara di luar, karena biadsanya ruangannya kedap suara.

4. Identifikasi psikologis.

Penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar, kita mengidentifikasi pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kitalah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologi.7

“Media film yang dimaksud adalah film yang di pertunjukan di gedung- gedung-gedung bioskop. Film dalam prosesnya mempunyai fungsi dan sifat mekanik atau nonelektronik, rekreasi, edukatif, persuasif aau non informatif.”8

6 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi Sosial Pembangunan, Universitas Terbuka, Jakarta, 1989, hlm. 271 7 Ibid 8 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003

18

2. Sejarah dan Perkembangan Film.

“Dialog haruslah menjadi satu suara di antara banyak suara, seperti sesuatu yang keluar dari mulut orang-orang yang matanya bercerita secara visual,” menurut Alfred Hitchcock (1899-1980).9

Foto bergerak pertama berhasil dibuat pada tahun 1877 oleh Eadweard

Muybridge, fotografer Inggris yang bekerja di California.10 Muybrigde yang juga mahasiswa Stanford University mencoba membuat 16 foto atua frame kuda yang sedang berlari. Dari ke-16 foto kuda yang berlari ini, Muybridge mengatur sederetan kamera dengan benang tersambung pada kamera shutter. Ketika kuda berlari, ia akan memutus benang secara berurutan dengan membuja masing- masing kamera shutter. Hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi foto bergerak pertama di dunia. Sekalipun pada saat itu teknologi perekam belum ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali, agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan. Sejarah mencatat peristiwa itu pada tahun 1878, dari sinilah ide membuat film muncul.11

Sejak saat itu, banyak orang berbondong-bondong mulai membuat foto bergerak dan bergulat untuk memperbaiki mesin proyektor. Marey salah satunya, penemu asal Perancis yang mampu membuat foto bergerak (progresif), sehingga dengan adanya kamera ini, teknologi film dan fotografi mengalami kemajuan yang pesat.12 Selain itu, Thomas Alva Edison (1847-1931) “sang raja penemu”,

9 Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta, Jalasutram 2010, hlm. 133 10 Ibid, hlm. 133 11 “News Display” di akses pada 25 Juli 2014, jam 15:05 WIB, dari http://www.wikimu.com 12 Ibid.

19

juga sedang berkutat dalam pembuatan film sepanjang 15 detik yang merekam salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Yang untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888.13 Dan alat berbentuk kotak ini dinamakan kinetoscope (alat untuk memproyeksikan gambar), dan orang dapat mengintip melalui jendela kecilnya. Di dalamnya terdapat pita film enderos sepanjang 17m, sehingga film yang sama dapat dilihat berulang kali. Penemuan ini banyak digemari, sampai orang-orang rela mengantri untuk bisa menikmatinya.14

Ketika itu di Perancis, Lumiere bersaudara yaitu sang kakak Auguste, dan sang adik Louis (1862-1954), juga sedang berusaha keras menemukan film. Dan pada tanggal 28 Desember 1895, Lumiere bersaudara akhirnya berhasil menemukan dan mempertunjukan film mereka untuk pertama kalinya kepada masyarakat Paris.15 Salah satu film pertama yang diputar, durasinya sangat singkat, dan hanya bercerita tentang kereta api yang tiba di stasiun. Berlandaskan hal ini, para ahli sejarah sepakat menetapkan, bahwa pertunjukan perdana

Lumiere bersaudara saat itu, dideklarasikan sebagai hari kelahiran dunia perfilman.16

Kebanyakan sejarawan sinema menelusuri asal-usul film ke tahhun 1896, ketika seorang pesulap asal Perancis, Georges Melies, membuat serangkaian film yang mengeksplorasi potensi naratif dari medium baru ini. Tahun 1900, Alfred

13 Danesi. Pengantar Memahami Semotika Media, hlm. 133 14 Seeichi Konishi & Keiji Nakamura, Penemuan Film, Jakarta: Elek Media Komputindo, 2002, cet-1, hlm.21 15 “Sejarah Film” oleh Khairunissa, di akses pada 25 Juli 2014, jam 15:10 WIB, dari http://blogiehaha.blogspot.com/2008/09/sejarah-film-dunia-lumiere-vs-melies.html 16 Seeichi Konishi, Penemuan Film, hlm.22

20

Dreyfus, seorang perwira militer Perancis, memfilmkan Cinderella dalam 20 adegan. Kemudian, ia juga membuat film A Trip to the Moon (1902), film pendeknya ini menjadi terkenal dan dipertontonkan secara internasional.

Meskipun saat ini hanya dilihat untuk memuaskan rasa ingin tahu, ia tetaplah menjadi penanda awal dari suatu bentuk seni yang saat itu belum dilahirkan.17

Masa keemasan film dimulai dari film animasi yang mendapatkan polularitas. Walt Disney membuat film kartun animasi pertama yang disingkronisasikan dengan suara, Streambot Willie (1982). Kemudian, siklus film horror klasik, seperti Dracula (1931), Frankenstein (1931), dan The Mummy

(1932), yang melahirkan serangkaian sekuel dan perkembangan cerita yang berlangsung sepanjang 1930-an.18

3. Jenis Film

Ada tiga jenis film yang umum dikenal, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi yang secara umum dikenal sebagai film kartun.19

a. Film Fitur

Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa

narasi, yang dibuat dalam tiga tahap, yaitu tahap pra-produksi, tahap

produksi, dan tahap post-produksi. Tahap pra-produksi merupakan periode

ketika scenario diperoleh. Skenario bisa berupa adaptasi dari novel, cerita

pendek, atau karya lainnya. Tahap produksi merupakan masa

berlangsungnya pembuatan film berdasarkan skenario. Kemudian tahap

post-produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan

17 Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media, h.136 18 Ibid, hlm.141 19 Ibid, hlm.134

21

gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah

yang menyatu.

b. Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan

situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaan

dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya.

Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert

Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of

actuality).” Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka

film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya)

mengenai kenyataan tersebut.

c. Film Animasi (Kartun)

Film kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan

utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan

utamanya adalah menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun yang

mengandung unsur-unsur pendidikan di dalamnya.

Animasi merupakan teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi

gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Pada

masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan

bantuan komputer.

Dalam buku Komunikasi Massa, suatu pengantar, karya Elvinaro

Ardianto, menambahkan satu jenis film, yaitu film berita. Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena

22

sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang terpenting dalam film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.

4. Unsur Pembuat Film

Film memang dibentuk oleh banyak unsur (audio dan visual). Secara teori, unsur-unsur audio visual dalam film dikategorikan ke dalam unsur naratif dan unsur sinematik.20 Dua unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain untuk membuat sebuah film.

Unsur naratif adalah materi atau bahan olahan, apabila dalam film yang dimaksud unsur naratif adalah penceritaannya, sementara yang dimaksud unsur sinematik adalah cara atau gaya seperti apa bahan olahan itu digarap.

Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya.

Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.21

Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:

a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera. Elemen

pentingnya, yaitu setting, tata cahaya, kostum, make up, akting, dan

pergerakan pemain.

b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta

hubungan kamera dengan objek yang diambil.

20 Bambang Supriadi. Artikel di akses pada 26 Juli 2014, jam 11:05 WIB, dari http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html 21 Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008, hlm.1-2

23

c. Editing, yaitu proses pemilihan, penyambungan transisi sebuah gambar

(shot) ke gambar (shot) lainnya. Melalui editing struktur, ritme, serta

penekanan dramatic dibangun atau diciptakan.

d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui

indera pendengaran. Elemen-elemennya bisa dari dialog, music,

ataupun efek.

5. Struktur dalam Film

Struktur adalah blueprint; kerangka desain yang menyatukan berbagai unsur film dan merepresentasikan jalan pikiran dari pembuat film.Struktur terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi (action)`dan ide menjadi suatu kesatuan yang utuh.Struktur yang baik adalah struktur yang sederhana tapi penuh relief. Penyusunan pikiran dan perasaan si seniman film ditentukan oleh faktor-faktor :22

a. Keutuhan (semua unsur dalam film mesti bertalian dengan subyek

utamanya.

b. Ketergabungan (harus berhubungan antar unsur, dan menunjukkan

kesimpulan).

c. Tekanan (tekanan akan menentukan posisi dari unit-unit utama dan

sampingan film).

d. Interes (berhubungan dengan “isi” dari setiap unit).

Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah.23 Dalam struktur lahiriah, terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang membangun dan ecara

22 http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html. diposkan oleh Phyrman, di akses tanggal 26 Juli 2014, jam 13.11 WIB. 23 Ibid

24

fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur sebagai berikut:24

a. Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak

kamera dikatifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering

diistilahkan satu kali take ( pengambilan gambar). Sementara shot setelah

film telah jadi ( pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian gambar utuh

yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot

biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Satu adegan bisa

berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang

dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.

b. Scene (adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang

memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,

waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya

terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita

terdiri dari 30-35 adegan.

c. Sequence (sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu

rangkaian peristiwa yang utuh. Atausequence adalah sebuah rangkaian

adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling

berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan bab atau

sekumpulan bab. Film cerita biasanya terdiri dari 8-15 sequence.

Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah unsur25:

a. Eksposisi (keterangan tentang tempat, waktu, suasana, dan watak).

b. Point of attack (konfrontasi awal dari kekuatan-kekuatan yang saling

24 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 29-30 25 http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html, diposkan oleh Phyrman, diakses tanggal 26 Juli 2014, jam 13.11 WIB

25

bertentangan).

c. Komplikasi (menuturkan keterlibatan-keterlibatan antar unsur

pendukung cerita).

d. Discovery (penemuan informasi-informasi baru dalam pertengahan

cerita).

e. Reversal (terjadinya komplikasi baru antar pendukung cerita).

f. Konflik (pembenturan antara kekuatan-kekuatan yang bententangan).

g. Rising Action ( pengungkapan-pengungkapan plot utama)

h. Krisis (timbul apabila komplikasi-komplikasi menurut keputusan

penting dari tokoh).

i. Kimaks (puncak paling tinggi dari semua ketegangan intensitas,

biasanya timbul bersamaan dengan krisis).

j. Falling Action (klimaks menurun dan menuju kesimpulan).

k. Kesimpulan (tahap semua pertanyaan dijawab, masalah utama

dipecahkan dan diatasi, dalam cerita tragedi disebut katarsis, dalam

komedi disebut happy end).

6. Sinematografi

Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinemathography yang berasal dari bahasa latin kinema „gambar‟. Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide.26

26 ibid

26

Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahp inilah unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film, framing, serta durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan sebagainya. Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil seperti seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, penggerakan kamera dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera.

Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu27:

a. Extreme long shot

Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari

objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya

untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama

yang luas.

b. Long shot

Pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar

belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai establising

shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak

lebih dekat.

27 Himawan Pratista, Memahami Film, h.104-106.

27

c. Medium long shot

Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.

Tubuh fisik manusi dan lingkungan sekitar relatif seimbang. d. Medium shot

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.

Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam frame. e. Medium close-up

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan.

Adegan percakapan normal biasanya menggambarkan jarak medium close- up. f. Close-up

Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta gestur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close-up juga memperlihatkan detail sebuah benda atau obyek. g. Extreme close-up

Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek.

28

Berdasarkan sudut pandang pengambilan gambar (camera angle)28:

a. Bird Eye View

Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian tertentu, sehingga

memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-benda

lain yang tampak sedemikian kecil. Pengambilan gambar biasanya

menggunakan helicopter maupun dari gedung-gedung tinggi

b. High Angle

Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih

tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek

yang terkesan mengecil. Sudut pengambilan gambar tepat di atas objek

pengambilan, gambar seperti ini memiliki arti yang dramatik yaitu lebih

kecil atau kerdil.

c. Low Angle

Menempatkan kamera lebih rendah dari objek atau objek lebih tinggi

dari kamera, sehingga objek terkesan membesar. Sudut pengambilan

gambar ini merupakan kebalikan dari high angle. Kesan yang ditimbulkan

dari sudut pandang ini yaitu keagungan atau kejayaan.

d. Eye Level

Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek,

tidak ada kesan dramatik tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada

hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.

e. Frog Level

28 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004) h. 46.

29

Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan

tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat

besar.

Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera)29:

a. Pan

Pan merupakan singkatan dari kata panorama. Istilah panorama

digunakan karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas.

Pan adalah pergerakan kamera secara horisontal (kanan dan kiri) dengan

posisi statis.

b. Tilt

Gerakan kamera secara vertikal ke atas ke bawah, atau bawah ke atas

dengan kamera statis. Tilt Up jika kamera mengdongak dan Tilt Down jika

kamera mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan objek

yang tinggi atau raksasa.

c. Tracking

Tracking shot atau dolly shot merupakan pergerakan kamera akibat

perubahan posisi kamera secara horisontal. Kedudukan kamera di tripod

dan di atas landasan rodanya. Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out

jika bergerak menjauh.

d. Crane shot

Crane Shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera

secara vertikal, horisontal atau kemana saja selama masih di atas

29 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 108-110.

30

permukaan tanah. Crane Shot umumnya menghasilkan efek high-angle dan sering digunakan untuk menggambarkan situasi lansekap luas, seperti kawasan kota, bangunan, area taman, dan sebagainya. e. Zom In/Zoom Out

Kamera sergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan tombol zooming yang ada di kamera. f. Follow

Gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak. g. Fading

Pergantian gambar secara perlahan. Fade In jika gambar muncul dan

Fade Out jika gambar menghilang, serta Cross Fade jika gambar 1 dan 2 saling menggantikan secara bersamaan. h. Framing

Objek berada dalam framing shot. Frame In jika memasuki bingkai dan Frame Out jika keluar bingkai.

31

B. Tinjauan Umum Tentang Semiotik

1. Konsep Semiotik

Kita bisa pikirkan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi sosial, dan dari sini menjadi bagian dari psikologi umum; saya akan menyebutkannya sebagai semiologi (dari Bahasa Yunani semion “tanda”). Semiologi akan menunjukan pelbagai hal yang membentuk tanda, dan hokum apa yang mengaturnya. —Ferdinand de Saussure (1857-1913).30

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk kepada makna yang sama. Istilah semiotika lebih lazim digunakan ilmuwan Amerika, sedangkan „semiologi‟ sangat kental dengan nuansa Eropa yang mewarisi tradisi linguistik Saussurean.31

Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.

Dalam kedua istilah tersebut tidak terdapat perbedaan yang substansif, ini tergantung dimana istilah itu popular. Namun yang jelas, keduanya merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara signs (tanda-tanda) berdasarkan kode- kode tertentu. Tanda-tanda tersebut akan tampak pada perilaku komunikasi manusia lewat bahasa, baik isyarat maupun lisan.

Semiotik merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut

“tanda”. Semiotik berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda.32

Semiotik (semiologi) telah menjadi alat analisis yang popular untuk meneliti isi dari media massa dan telah banyak digunakan oleh para mahasiswa

30 Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media, h.33 31 Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Tewks Menuju Progretivitas Makna. (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h.23. 32 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama. (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.9

32

ilmu komunikasi dalam meneliti makna dari pesan yang termuat dalam media massa.33

Semiotik pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal. Memaknai dalam hal ini tidak dapat digabungkan dengan mengkomunikasikan.Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.34

Jadi, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan tanda- tanda.35 Artinya, semiotik mempalajari sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain, semiotika mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta hubungan antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.

Menurut John Fiske, studi semiotik dapat dibagi ke dalam bagian sebagai berikut36:

a. Tanda itu sendiri, hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna,

dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang

menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa

dipahami dalam artian yang menggunakannya.

b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup

cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu

masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran

33 Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h.100 34 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet-3, h.15 35 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.11. 36 Anthony Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas Makna, h.27.

33

komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu, untuk

keberadaandan bentuknya sendiri.

Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda. Saussure memusatkan perhatian pada sifat dan perilaku tanda linguistik. Menurutnya, “definisi tanda linguistik merupakan entitas dua sisi (dyad) yang berdifat arbitrer (berdasarkan kesepakatan). Sisi pertama disebutnya dengan penanda (signifier), dan sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh penanda, disebut juga sebagai petanda

(signified)”.37

Tanda adalah hasil asosiasi antara signified (petanda) dan signifier

(penanda). Sebagai contoh, kata “laki-laki” (yang terdapat di pintu wc) adalah tanda yang terdiri dari:

 Penanda : kata “laki-laki”

 Petanda : sebuah ruang wc yang digunakan hanya untuk manusia

berjenis kelamin laki-laki.38

Sementara itu, Charles Sanders Peirce, dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotik berangkat dari tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda objek, pengguna tanda (interpretant). Menurut Peirce, “salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretant adalah tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah

37 ST. Sunardi, Semiotika Nrgativa. (Yogyakarta: Kanal, 2002), h.155 38 Papilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h.46

34

tanda. Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut”.39

2. Konsep Semiotik Roland Barthes.

Lahir di Cherbourg Perancis pada tahun 1915, dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia sangat popular seiring dengan semakin seringnya analisis semiotika dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu.

Barthes memberikan perhatian pada persoalan-persoalan dalam teks sastra, fotografi, iklan, film dan sebagainya. Pemikirannya adalah serpihan gagasan yang multidimensi dan mengundang berbagai interpretasi. Karya-karya pokok Barthes, antara lain: Le degree zero de I‟ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis”

(1953, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).40

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.“Barthes menjelaskan apa yang di sebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh

Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama”.41

39 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h.15 40 Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Preogretivitas Makna, h.34-35 41 Ahmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.21-22.

35

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.

Barthes menggunakan istilah “orders of signification”. First order of signification adalah denotasi. Sedangkan konotasi adalah second order of signification. Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang kemudian menjadi konotasi.42

Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:

1. Signfier 2. Signfied

(penanda) (petanda)

3. Denotative Sign (tanda Denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PENANDA KONOTATIF) (PETANDA KONOTATIF)

CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Gambar 2.1. Peta tanda Roland Barthes Sumber : Paul Cobley & Litza Janz, 1999. Introducing Semiotics. NY: Totem Books, hlm.51.

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur

42 Pappilon Manurung, Editor: M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 56-57

36

material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.

Jadi, dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan

Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.43

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghadirkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.ia menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan

39 dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan.

Jadi, makna denotasi adalah makna pada apa yang tampak, makna yang paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisit, tersembunyi. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap obyek, sementara konotasi adalah bagaimana menggambarkan tanda tersebut.

43 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar, h.69

37

Form

Konotasi Signifier Denotasi ------Signified Mitos Conten t

Reality Signs Culture

First Order Second Order

Gambar 2.2. The Orders of Signification Sumber: Fiske, J. (1990:88) Introduction to Communication Studies.

Dalam gambar tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos.

Ini berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa dikatakan sebagai ideology dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi memiliki potensi untuk menjadi ideology yang bisa dikategorikan sebagai third order of signification (istilah ini bukan dari Barthes), Barthes menyebut konsep ini sebagai myth (mitos).44

Dalam konsep Barthes, “tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.” Mitos, dalam

44 Pappilon Manurung, Editor: M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 58-60

38

pemahaman semiotika Barthes adalah “pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.”45

Kata “mitos” berasal dari kata bahasa Yunani mythos yang arinya kata- kata, wicara, kisah tentang para dewa. Ini bisa didefinisikan sebagai narasi yang di dalam karakter-karakternya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk-makhluk mistis, dengan plotnya adalah tentang asal-usul segala sesuatu atau tentang peristiwa metafisis yang berlangsung di dalam kehidupan manusia.46

Mitos lahir melalui konotasi tahap kedua di mana rangkaian tanda yang terkombinasikan sebagaimana dalam film disebut dengan teks akan membantu pemaknaan tingkat kedua. Ide-ide dari Barthes banyak digunakan untuk memahami realitas budaya media kontemporer yang dikonsumsi oleh manusia setiap harinya seperti film, lagu, novel dan sebagainya.47

Mekanisme kerja mitos dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut

Barthes sebagai naturalisasi sejarah. Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah terberi begitu saja alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat.

Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan tanda yang dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya.Jadi, mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.48

45 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.23 46 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika, h.56 47 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, h.101 48 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam memahami Bahasa Agama, h.91

39

Kalau kita memperhatikan kerangka berpikir Barthes, kita pasti akan menyimpulkan bahwa mitos adalah sejenis konotasi. Dari skema yang diberikan

Barthes, kita melihat bahwa sistem tanda tingkat pertama dijadikan signifier baru bagi sistem tanda tingkat kedua. Dengan kata lain, tanda denotatif sebagai tanda tingkat pertama yang terdiri atas penanda dan petanda, pada saat bersamaan tanda denotatif juga menjadi penanda bagi tanda konotatif.

C. Tinjauan Umum Tentang Toleransi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata

“toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.49 Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.

Sedangkan menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.50

Toleransi berarti endurance atau ketabahan, yang bukan hanya menunjuk pada sikap membiarkan orang lain hidup di sekitar kita tanpa larangan dan penganiayaan. Toleransi dalam artian seperti ini khususnya di bidang agama menunjuk pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki dan memberlakukan agama lain dengan penuh hormat dalam suatu dialog dengan orang lain secara terus menerus tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat lain dalam dialog tersebut.51

49 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001) 50 Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama, www.google.com, diakses tanggal 27 Juli 2014, jam 15.07 WIB 51 Victor I. Tanja. Pluralisme Agama dan Problematika Sosial. Diskursus Teologi Tentang Isu-Isu Kontemporer. (Jakarta: PT. Pustaka CIDESINDO, 1998)

40

Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

              

         

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”52

Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan

52 Al-Quran dan Terjemahannya, h.845

41

segala bentuk sistem, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.

Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan.

Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama, atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, Al-

Qur‟an menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada sistem keEsaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling hujat menghujat.

Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali ridak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusian dan kedua belah pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah: 8):

             

        

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”53

Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur‟an menjelaskan pada ayat terakhir surat Al-Kafirun.

53 Al-Quran dan Terjemahannya, h.924.

42

    

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.”54

Ayat tersebut mengandung arti, agamamu khusus buatmu saja dan tidak boleh dipaksakan kepadaku, dan agamaku khusus buatku dan aku tidak akan memaksakannya kepadamu.

Dapat disimpulkan bahwa pernyataan “lakum diinukum wa liya diin” merupakan manifesto qur‟anik tentang pentingnya saling mengahrgai, saling menghormati (mutual respect) antar penganut agama-agama yang beragam.Pernyataan ini pula mencerminkan bahwa keyakinan bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan, keyakinan agama bukan wilayah negosiasi dan kompromi, dan bergatung pada pilihan pribadi.55

54 Ibid, h.1112 55 Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama, (Jakarta: PSAP, 2006), h.58

BAB III

PROFIL FILM MUALLAF KARYA YASMIN AHMAD

A. Sekilas tentang film Muallaf

Setelah sukses dengan trilogi “Orked”, pada tahun 2009, sutradara fenomenal asal negeri jiran Malaysia, Yasmin Ahmad, merilis sebuah karya film yang berjudul “Muallaf”. Mengangkat tema toleransi beragama, “Muallaf” adalah film yang sensitif, sedikit ofensif, dan agak „nakal‟. Film ini melakukan kritik sosial secara subversif. Tapi menurut penulis, justru itulah kekuatan di film ini: yakni keberanian.

Tipikal masyarakat Melayu yang direpresentasikan dalam film ini begitu jelas meyiratkan keberanian Yasmin Ahmad dalam menyatakan sikapnya.

Gambaran sang Datuk, ayah dari tokoh utama di film ini, yang menganggap najis air liur anjing, tapi tak merasa bersalah ketika bermabuk-mabukan atau pun bermaksiat. Atau indahnya sebuah adegan two shots saat seorang kyai Melayu dengan baju koko putih, dan seorang pendeta India dengan baju putih bersih bersatu padu dalam sebuah adegan. Begitu juga opening film ini, dengan tulisan

Basmallah, yang di tampilkan dalam aksara Cina.

Pada film ini, Yasmin tidaklah menunjukan adanya pesan-pesan yang di luar batas. Ia hanya menunjukan fenomena pluralitas agama yang sebenarnya.

Kita bisa bergaul dengan penganut agama lain, dan bahkan mempelajari agama mereka, tapi dengan catatan tanpa meninggalkan hakikat agama kita sendiri, apalagi mencampuradukannya dengan ajaran agama lain. Pesan pluralitas dalam

43

44

film ini bisa bersembunyi, misalnya dalam permainan kata dan nama “Siva” dan

“Rohani”.

Logika dalam film ini kuat. Alasan masa lalu yang menghantui tokoh utama sungguh tajam. Ani yang digunduli kepalanya dan Brian yang ditelanjangi di depan umum ketika kecil, menunjukan adanya rasa malu, dan akhirnya menyimpan dendam kepada orang tua mereka. Dalam konteks ini, isu memaafkan kepada orang yang telah menyakiti kita di masa lalu mencuat ke permukaan.

Kesediaan yang memerankan tokoh Rohani (Ani) untuk digunduli habis kepalanya demi film ini pada saat filmnya dirilis menjadi kontroversi di sebagian kalangan konservatif Malaysia. Karena adanya fatwa haram bagi perempuan untuk menggunduli rambutnya.

Tapi harus diakui, inilah film Yasmin Ahmad yang paling sarat dengan pesan dan penuh dialog, dan lebih berat dari trilogi Orked ( - 2004, -

2006, dan - 2007; “Orked‟ adalah nama tokoh utama trilogi itu, yang juga diperankan oleh Sharifah Amani). Mungkin karena adanya “beban misi”, film ini juga lebih berat dan sensitif. Setelah isu pembaruan etnis dalam film-film

Yasmin terdahulunya, untuk pertama kalinya beliau mengangkat tema agama.

Tepatnya agama yang membawa damai, cinta dan cahaya kebenaran.

“Muallaf” memang sebuah film yang menarik. Film ini tidak berusaha menggurui pada penonton mana ajaran agama yang baik dan mana yang jahat.

Lewat interaksi yang mengalir dari Ana, Ani serta Brian, kita akan melihat bahwa terkadang ajaran agama yang kerap jadi simbol kebenaran paling hakiki bisa menimbulkan efek lain berupa trauma mendalam bagi beberapa penganutnya.

45

Di ajang festival film, “Muallaf” sudah memenangkan penghargaan bergengsi “Special Mention Best Asian-Middle Eastern Film” pada gelaran Tokyo

International Film Festival tahun 2008. Film ini juga telah diputar di berbagai festival seperti; Locarno International Film Festival tahun 2008, Pusan

International Film Festival tahun 2008 serta Rialto Film Festival di Amsterdam.

B. Sinopsis Film Muallaf

Muallaf berarti beralih keyakinan dari agama lain menjadi seorang

Muslim. Namun siapa yang beralih keyakinan dalam film ini? Muallaf berpusat pada tiga orang karakter: Rohani (diperankan oleh Sharifah Amani), Rohana

(Sharifah Aleysha, adik Amani), dan Brian (oleh Brian Yap). Brian adalah pemuda Tionghoa yang menjadi guru di kota Ipoh dan menjaga jarak dengan ibunya. Bahkan ia tak peduli dengan telepon dan kepedulian sang ibu, yang rindu dan sayang padanya. Terutama sejak ayah Brian wafat.

Rohani dan Rohana adalah kakak-adik yang lari dari ayahnya dan tinggal di sebuah rumah sahabat mendiang ibunya di Ipoh. Bersembunyi dari intaian sang ayah, yang sudah punya istri lagi, Rohani bekerja sebagai pramusaji di klab malam dan sering menganjurkan para pengunjung untuk tidak minum alkohol.

Rohana bersekolah di sebuah sekolah umum tingkat menengah pertama.

Keduanya taat beribadah, rajin membaca Qur'an, menghibur pasien koma non-

Muslim di rumah sakit (padahal mereka tak mengenalnya), serta senantiasa memaafkan orang yang bersikap kasar kepada dua kakak-adik ini.

Kepribadian yang luhur inilah yang membuat Brian jatuh hati. Dari seorang yang tak peduli dengan ibunya, ia mengikuti nasehat Rohani untuk mengunjungi dan berbaikan dengannya. Rupanya Brian punya kenangan buruk

46

dengan mending ayahnya ketika kanak-kanak. Peristiwa kelam inilah yang membuatnya tak lagi pergi ke gereja dan bermusuhan dengan ayahnya. Perlahan

Brian mempelajari isi Qur'an dan mengamati keduanya ketika sedang shalat berjamaah.

Masalah mulai timbul ketika sang ayah berhasil melacak keberadaan

Rohani dan Rohana. Apa yang bisa mereka lakukan menghadapi sang Datuk?

Apakah cinta Brian bertepuk sebelah tangan? Mungkinkah Rohani menerimanya?

C. Profil Yasmin Ahmad

Yasmin Ahmad (7 Januari 1958-25 Juli 2009) adalah seorang sutradara film, penulis, dan penulis naskah dari Malaysia, dan juga direktur eksekutif kreatif di Leo Burnett Kuala Lumpur. Iklan TV dan film-filmnya terkenal di Malaysia karena humornya, hati dan cinta yang melintasi hambatan lintas-budaya.

Khususnya dalam iklannya untuk Petronas, perusahaan minyak dan gas nasional.

Karya-karyanya telah memenangkan beberapa penghargaan baik di Malaysia maupun internasional. Namun, di Malaysia sendiri, filmnya sangat kontroversial karena menggambarkan peristiwa dan hubungan yang dilarang jika dilihat secara konservatif, khususnya interpretasi garis keras terhadap Islam.

Yasmin lahir di Kampung Bukit Treh di Muar, Johor. Ia adalah lulusan jurusan seni, dalam politik dan psikologi, dari Newcastle University di Inggris. Ia pernah bekerja sebagai bankir trainee pada tahun 1982 selama dua minggu kemudian bekerja untuk IBM sebagai perwakilan pemasaran, sementara bekerja sampingan sebagai penyanyi blues dan pianis di malam hari. Yasmin memulai karirnya di iklan sebagai copywriter di Ogilvy & Mather dan pada tahun 1993 ia pindah ke Leo Burnett sebagai direktur kreatif bersama dengan Ali Mohammed,

47

sampai akhirnya menjadi direktur eksekutif kreatif di perusahaan cabang Kuala

Lumpur.

Film fitur panjang pertamanya adalah pada tahun 2002. Sedangkan

Mukhsin memenangkan sebuah penghargaan film fitur anak terbaik dan disebutkan secara khusus oleh penghargaan juri anak-anak. Sebagian besar iklan dan filmnya telah diputar di Berlin, San Francisco, dan Cannes Lions International

Advertising Festival. Filmnya pernah diputar dalam sebuah retrospektif khusus di

Festival Film Internasional ke-19 di Tokyo pada bulan Oktober 2006. Pada April

2007, retrospektif film-filmnya disponsori oleh Pusat Studi Asia Tenggara,

University of Hawaii, dan the Honolulu Academy of Arts.

Yasmin meninggal pada tahun 2009 setelah mengalami stroke dan pendarahan di otak.

Penghargaan yang pernah diterima almarhum Yasmin Ahmad:

1. Crystal Bear-Special Mention, Generation Kplus-Best Feature Film for

Mukhsin, Berlin International Film Festival 2007

2. Best ASEAN Film for Mukhsin, Cinemanila International Film Festival

2007

3. Lino Brocka Award, Southeast Asia Competition for ,

Cinemanila International Film Festival 2009

4. Grand Prix for Sepet, Créteil International Women‟s Film Festival 2005

5. Best Director and Best Screenplay for Talentime, Malaysian Film Festival

2009

6. Best Film and Best Screenplay for Gubra, Malaysian Film Festival 2006

48

7. Best Film and Best Original Screenplay for Sepet, Malaysian Film

Festival 2005

8. Asian Film-Special Contribution Award, Tokyo International Film

Festival 2009

9. Asian Film Award-Special Mention for Muallaf, Tokyo International Film

Festival 2008

10. Asian Film Award for Sepet, Tokyo International Film Festival 2005

11. Malaysia Video Awards for Best Director (1999) – Forgiving Petronas

commercial

12. Association of Accredited Advertising Agents Malaysia‟s Golden Kancil

Award for Best Advertising Agency (1999/2000)

13. Malaysia Video Awards silver award for Best Scriptwriting (2000)Yuzy

Petronas Road Safety Campaign

14. Malaysia Video Awards bronze award for Best Scriptwriting (2000)Vas

Dentures Celcom

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISIS DATA FILM MUALLAF

Film merupakan salah satu jenis karya seni estetika yang memiliki kondisi yang terus berkembang, dibuat oleh insan perfilman, memiliki proses yang panjang dan banyak menyita waktu dan materi. Dari pengumpulan ide-ide-ide cerita, proses pencarian dana, crew serta pemain.

Dari film tersebut banyak pesan moral yang dideskripsikan di dalamnya, dan masing-masing penonton dapat mengambil hikmah atau pelajaran dari apa yang dilihatnya, karena pada kenyataannya, ide cerita dari sebuah film diangkat dari realitas kehidupan yang ada. Tapi banyak juga film-film yang hanya memberikan unsur hiburan bagi penikmatnya dan biasanya film tersebut hanya diperuntukan untuk bisnis atau meraup keuntungan semata, tanpa melihat adanya unsur-unsur yang dapat merugikan penonton. Contoh kecil yang yang dapat kita saksikan di negeri kita tercinta ini, banyak film-film horror yang diproduksi oleh beberapa production house yang diselipkan adegan-adegan tidak senonoh di dalamnya.

Film dapat memiliki banyak arti, tergantung siapa yang “melihat” atau bagaimana menikmatinya, bilamana dan dimana. Film merupakan karya seni yang sarat dengan simbol-simbol yang bermakna. Simbol yang berfungsi memimpin pemahaman subyek kepada obyek.

Dapat dikatakan dalam sebuah film memiliki maksud analisa makna (isi) dari karya seni yang berkaitan dengan kesadaran terhadap subyek, bentuk, material, teknik, dan sumber-sumber tertentu, misalnya makna dalam kaitannya

49

50

dengan sejarah sosial, atau hal-hal yang menjadi pusat perhatian penulis skenario, sutradara, dan produser melalui interpretasi terhadap karyanya.

Di bawah ini merupakan upaya penulis mencoba menganalisa scene-scene yang menggambarkan tentang pesan moral Islami dan toleransi beragama dan juga yang berhubungan dengan cinta kasih terhadap sesama umat manusia dari film Muallaf karya Yasmin Ahmad, dengan menggunakan analisis semiotik karya

Roland Barthes.

A. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos

Film Muallaf karya Yasmin Ahmad adalah film dengan latar belakang perbedaan etnis, budaya dan agama dalam sebuah cerita yang terangkai dalam film ini. Sejak lama, latar belakang sosial, budaya dan agama yang beragam menjadi bahan baku bagi kisah fiksi, termasuk film cerita yang berasal dari

Malaysia ini. Film ini menceritakan mengenai kisah cinta pada keluarga, cinta pada sesama, cinta pada agama dan cinta pada Tuhan. Dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes penulis akan berusaha menguraikan makna denotasi, konotasi dan mitos yang mengandung banyak tanda dalam film ini.

Cinta, dalam sebuah analisis semiotik, kini menjadi penanda (signifier).

Cinta merupakan aspek materialnya, sedang apa yang ditunjuknya atau petandanya adalah apa yang diceritakan dalam film Muallaf ini. Penulis ingin memulainya dengan cara demikian, sedemikian rupa hingga mampu menguraikan apa yang tersirat dan apa yang tersurat dalam teks, atau film ini.

Istilah cinta, dalam Al-Quran disebut “hubb” atau “mahabbah”. Di dalam

Al-Quran berbicara tentang konsep-konsep cinta, seperti cinta Tuhan kepada

51

manusia dan cinta manusia kepada Tuhan, dan cinta manusia kepada sesamanya.1

Cinta manusia kepada Tuhannya bisa diwujudkan dengan mencintai mahluk-Nya, yaitu selalu berbuat baik dan tidak berbuat buruk, apalagi hal-hal buruk yang dapat merugikan orang banyak, seperti korupsi, dan terorisme.

1. Malaysia sebagai “Bangsa yang Religius”

Film ini berangkat dari pemahaman umum tentang bangsa Malaysia sebagai sebagai “bangsa yang religius”. Di film ini terlihat shot gambar seorang pendeta yang sekaligus pemuka agama dan kepala sekolah berpapasan dengan seorang kyai, keduanya sama-sama menggunakan pakaian putih yang menggambarkan simbol kesucian agama mereka masing-masing. Pada film ini, digambarkan keadaan keluarga Rohani & Rohana, yang sangat kental ke-

Islamannya, serta keluarga Brian yang sangat taat menganut agama Katolik, ini menggambarkan adanya sikap cinta manusia kepada Tuhannya.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

Medium Title: “She calls shot herself a Muslim

but she works

nights at a pub.”

Gambar 4.1

Rohana yang berbicara kepada brother Anthony mengenai

1 Sudirman Tebba. Tafsir Indahnya Al-Quran, Nikmatnya Cinta. (Jakarta: Puskata Irvan, 2006), h. 5.

52

perkerjaan kakaknya.

Denotasi Konotasi

Rohana dan Rohani Rohana yang mengemukakan pendapatnya mengenai

yang sedang kakaknya Rohani yang berkerja membanting tulang

berbincang dengan sebagai pelayan di sebuah klub malam.

Brother Anthony Mitosnya: Bekerja sebagai pelayan di sebuah klub malam

ketika mereka merupakan hal tabu apalagi bagi seorang muslim. Namun

sampai di sekolah. hal ini Rohani lakukan karena adanya keterpaksaan atas

keadaan mereka. Hal tersebut dilakukannya untuk

menghindari ancaman bahaya dari ayahnya sendiri yang

bermaksud menculik Rohana. Tokoh Rohani dalam film

ini digambarkan sebagai sosok muslimah yang

menjunjung tinggi ajaran agama walaupun dia bekerja di

klub malam tapi dia tetap menjaga nilai-nilai keagamaan,

salah satunya adalah melarang pelanggan yang datang

untuk meminum minum bir atau alkohol yang

memabukkan.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

53

Medium Title: “Miss, you long guys don’t seem to shot have courses on

Theology.”

Gambar 4.2

Rohani yang sedang menanyakan info mengenai jurusan kuliah di suatu kampus

Denotasi Konotasi

Rohani yang Gambar ini menjelaskan Rohani yang mengemukakan

sedang berbincang pendapatnya mengenai ketidakhadirannya jurusan Teologi

dengan seorang di kampus tersebut kepada resepsionis.

resepsionis di suatu Mitosnya: Tokoh Rohani di film ini digambarkan sebagai

kampus. seorang muslimah yang mempunyai kegigihan untuk

belajar agama dengan lebih giat lagi. Dan Teologi adalah

suatu ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan

hubungannya dengan manusia, baik berdasarkan

kebenaran wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal

murni. Maka tidaklah heran dalam ilustrasi gambar diatas,

salah satu jurusan kuliah yang ingin dia tempuh adalah

teologi.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

54

Medium Title: “Do you want shot another beer?”

“No, thanks.”

Gambar 4.3

Ayah dan Ibu Tiri Rohani dan Rohana yang sedang berbincang dengan seorang fotografer.

Denotasi Konotasi

Ayah Rohani yang Dalam gambar di atas Ayah Rohani yang seorang Datuk

sedang menanyakan di Malaysia menawarkan minuman bir kepada fotografer

apakah fotografer yang mereka ajak berbincang. Namun ditolak oleh

tersebut ingin fotografer tersebut.

meminum bir lagi Mitosnya: Meminum bir adalah perbuatan yang sangat

atau tidak. dilarang dalam Islam karena dapat memabukkan dan

menghilangkan kesadaran atau akal sehat. Sosok Ayah

Rohani dan Rohana dalam film ini digambarkan sebagai

seorang Datuk yang mempunyai jabatan dan dipandang

dengan reputasi yang tinggi oleh masyarakat, tapi di

kesehariannya beliau adalah seorang pemabuk berat. Hal

itu jugalah yang memicu Rohani dan Rohana untuk kabur

dari rumah mereka.

55

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

Title: “We need a

proper teacher to

guide us.”

Gambar 4.4

Rohani yang sedang berbicara dengan Brother Anthony dan Brian di rumahnya.

Denotasi Konotasi

Rohani yang Pada gambar di atas Rohani mengemukakan pendapatnya

sedang berbicara kepada Brother Anthony dan Brian mengenai

kepada Brother keinginannya untuk mendapatkan guru yang lebih baik

Anthony. lagi.

Mitosnya: Tokoh Rohani di film ini digambarkan sebagai

sosok yang mempunyai keinginan kuat untuk

mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi. Maka tak

heran ketika dia mendapatkan kesempatan untuk

berdiskusi dengan Brother Anthony sang kepala sekolah

tempat adiknya menuntut ilmu, dia mengemukakan

pendapatnya mengenai keinginannya untuk mendapatkan

56

guru yang lebih baik lagi agar di bisa belajar agama lebih

dalam lagi.

Sebagai sistem denotatif, beberapa adegan di atas menggambarkan adanya karakteristik Malaysia sebagai bangsa yang religius. Film ini memperlihatkan bahwa pemahaman “Malaysia sebagai bangsa yang religius” masih mempunyai dasar sosiologis yang sangat kuat, walaupun masih patut dipertanyakan kebenarannya. Para tokoh dalam film Muallaf ini digambarkan sebagai orang- orang yang menjalankan agama yang relatif moderat.

Dari hasil penelitian di atas, maka pembahasan untuk gambar 4.1 adalah sosok Rohani yang digambarkan sebagai sosok muslimah yang taat akan ajaran agama, namun karena adanya keterpaksaan akan keadaanya yang terancam bahaya dan untuk menghindari intaian sang ayah, maka dia bekerja sebagai pelayan di sebuah klub malam yang tentunya menjual minuman alkohol. Pada adegan tersebut menggambarkan reaksi Rohana sang adik yang menunjukan adanya ketidaksetujuan atas pilihan pekerjaan sang kakak tersebut. Rohana mengemukakan pendapatnya kepada Brother Anthony, sang kepala sekolah dimana tempat Rohana menuntut ilmu.

Sebagai sosok muslimah, tentunya pekerjaan Rohani tersebut adalah suatu hal yang tabu untuk dijalankan karena produk semacam bir yang di jual di klub malam tersebut sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa bir dan minuman beralkohol lainnya yang memabukkan adalah haram untuk dikonsumsi. Dan image yang buruk mengenai pekerjaan Rohani tersebut bisa saja membawa dampak yang buruk juga bagi adiknya Rohana yang masih kecil dan

57

bersekolah. Pub atau klab malam tempat Rohani bekerja ini tentunya menjual minuman beralkohol seperti bir dan sejenisnya yang sangat memabukkan. Namun sebagai seorang sosok muslimah yang menjunjung tinggi ajaran agama, ketika

Rohani bekerja dia justru menganjurkan sang pelanggan untuk tidak meminum bir karena dapat memabukkan dan menghilangkan akal sehat.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 90-91:

  .        

     

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

           

          

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

58

Pada ayat ini Allah swt. menyebutkan alasan mengapa Dia mengharamkan meminum khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang disebut-

Nya dalam ayat ini ada dua macam. Pertama karena dengan kedua perbuatan itu setan ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci di antara sesama manusia. Kedua karena perbuatan itu akan melalaikan mereka dari mengingat

Allah dan salat.

Pada ayat yang lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Artinya setanlah yang membujuk-bujuk manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling membenci antara mereka.

Timbulnya bahaya-bahaya tersebut pada orang-orang yang suka meminum dan berjudi, tak dapat diingkari lagi kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Dan orang-orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Dan orang-orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga timbullah permusuhan antara mereka. Dan di samping itu, orang yang sedang mabuk tentulah tidak ingat untuk melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia melakukannya, tentu dengan cara yang tidak benar dan tidak khusyuk.

Gambar 4.2 tersebut menjelaskan sosok Rohani yang sedang berbincang dengan resepsionis di sebuah kampus dan mengemukakan pendapatnya mengenai ketidakhadirannya jurusan Teologi di kampus tersebut. Sebagai sarana pendidikan, kehadiran kampus di tengah masyarakat menjadi hal yang sangat

59

penting sebagai tempat menimba ilmu. Tokoh Rohani dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang mempunyai kegigihan tinggi untuk belajar agama, maka tidaklah heran salah satu ilmu yang ingin dia pelajari adalah Teologi.

Teologi dalam islam disebut ilmu al-tauhid dan ilmu kalam. Teologi merupakan ilmu yang membahas tentang ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.

Bagi setiap orang yang ingin mengetahui lebih mendalam tentang seluk beluk agamanya, perlu untuk mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Seseorang yang mempelajari teologi akan merasa keyakinan- keyakinannya lebih kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh peredaran zaman. Karena dalam teologi atau ilmu kalam dibahas mengenai aliran-aliran beserta ajaran, sekte-sekte, serta sejarah munculnya paham tersebut, yang semua aliran tersebut berkembang setelah peninggalan Rasulullah SAW.

Pada Gambar 4.3 dijelaskan Ayah Rohani yang seorang Datuk sedang menawarkan minuman bir kepada fotografer yang beliau suruh untuk memata- matai Rohana dan Rohani. Ironisnya pada scene berikutnya ketika fotografer tersebut kemudian bermaksud berjabat tangan dengan sang Datuk dan istrinya sebagai tanda bahwa bisnis mereka telah selesai, mereka menolak untuk berjabat tangan karena tangan fotografer tersebut terlebih dahulu memegang anjing peliharaannya. Betapa salah satu scene yang kontroversialketika film-nya dirilis di

Malaysia. Sang Datuk tersebut menganggap najis ludah anjing, tapi sama sekali tak merasa bersalah ketika melakukan perbuatan meminum bir dan bermaksiat. Di kesehariannya beliau adalah seorang Datuk yang di pandang sebagai sosok yang bermartabat di masyarakat. Tanpa mereka ketahui, ternyata beliau adalah seorang

60

pemabuk berat dan kerap kali ringan tangan. Hal itu pulalah yang memicu Rohani dan Rohana untuk kabur dari rumah ayah mereka.

Di dalam kajian fiqh atau hukum Islam, anjing dimasukkan dalam kategori hewan najis. Ini berakibat pada tidak bolehnya seorang muslim memelihara anjing. Tetapi, larangan itu ditekankan pada niat pemeliharaan tanpa maksud atau untuk hiburan. Sementara untuk hajat tertentu, terdapat ulama yang membolehkan memelihara anjing.

Berdasarkan pendapat Imam Nawawi yang tertuang dalam kitab Al Majmu

Syarah Al Muadzab membolehkan umat Islam memelihara anjing dengan tujuan untuk berburu, menjaga ternak, menjaga kebun, termasuk menjaga rumah. Selain tujuan itu, maka dilarang memelihara anjing.

Dalam kitab tersebut, Imam Nawawi berkata:

"Nabi SAW memberikan keringanan pada anjing buruan dan anjing penjaga ternak, dalam riwayat yang lain, anjing penjaga tanaman dan melarang memelihara anjing dari selain tujuan itu. Para sahabat kami dan lainnya telah sepakat bahwa haram memelihara anjing tanpa ada hajat (keperluan) seperti memelihara anjing karena kagum dengan bentuknya atau karena untuk bangga- banggaan, maka ini semua haram tanpa khilaf."

Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

"Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak dan anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak satu qirath (satu qirath sama seperti sebesar Gunung Uhud)."

61

Tetapi, dalam kitab Fathul Bari, ulama Ibnu Abdil Barr menyebut memelihara anjing merupakan amalan makruh dan bukan haram. Dia berpendapat kata

'berkurang dari amalnya' dalam hadits Rasulullah itu tidak berarti mengharamkan memelihara anjing, sehingga Ibnu Abdil Barr menghukumi makruh.

“Dan ucapan, 'Berkurang dari amalnya' maksudnya 'dari pahala amalnya', ini mengisyaratkan bahwa menjadikannya (binatang peliharaan) tidaklah haram, karena setiap yang menjadikannya dihukumi haram, maka dilarang juga menjadikannya dalam keadaan apapun, sama ada pahalanya berkurang ataupun tidak. Maka hal itu menunjukkan bahwa menjadikannyanya hukumnya adalah makruh bukan haram."

Pendapat ini dibantah oleh Al Hafidz Ibnu Hajar. Dalam kitab Fathul Bari pula, dia menyebut pendapat Ibnu Abdil Barr tidak lazim.

"Apa yang diklaim Ibnul Abdil Barr dari tidak haramnya hal itu dan bersandar dengan apa yang telah ia sebutkan tadi, tidaklah lazim. Bahkan berkemungkinan hukuman (kurang satu atau dua qirath) terjadi dengan tidak mendapat taufiq untuk beramal pada kadar satu qirath daripada amalan-amalan baiknya walau tidak memelihara anjing sekalipun. Dan berkemungkinan memelihara anjing itu adalah haram, dan apa yang dikehendaki dengan pengurangan ialah dosa yang terhasil dengan memelihara anjing adalah bersamaan kadar satu atau dua qirath daripada pahala, maka pahala pemelihara anjing berkurang pada kadar apa yang ditetapkan ke atasnya daripada dosa kerana memeliharanya iaitu satu atau dua qirath."

62

Dari pendapat ini, para ulama menyatakan memelihara anjing hanya dibolehkan apabila dimaksudkan untuk berburu, menjaga binatang ternak, kebun dan rumah. Selain dari maksud yang disebutkan, maka memelihara anjing tidak diperbolehkan, meski jika karena mengagumi jenis anjing itu.

Pada Gambar 4.4 di atas ketika Brother Anthony dan Brian mengunjungi

Rohani di rumahnya dia mengemukakan pendapatnya kepada Brother Anthony dan Brian mengenai keinginannya untuk mendapatkan guru yang lebih baik lagi.

Sebagai film yang menceritakan proses pencarian jati diri kerohanian tokohnya, di film ini menggambarkan tokoh Rohani sebagai sosok Muslimah yang mempunyai keinginan dan motivasi yang kuat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi.

Maka tak heran ketika dia mendapatkan kesempatan untuk berdiskui dengan Brother Anthony sang kepala sekolah tempat adiknya menuntut ilmu, dia mengemukakan pendapatnya mengenai keinginannya untuk mendapatkan guru yang lebih baik lagi agar di bisa belajar agama lebih dalam lagi.

63

2. Rohani: Sosok Muslimah Yang Ideal

Sharifah Amani, yang berperan menjadi Rohani dalam film Muallaf adalah sosok muslimah yang ideal, ia sangat menyayangi kedua orang tuanya seperti yang digambarkan oleh sutradara film ini. Rohani adalah sosok muslimah yang tidak melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, karena tidak diizinkan oleh ayahnya. Dalam pelariannya dari kekangan sang ayah, Rohani bekerja sebagai pelayan di sebuah pub malam. Namun di kesehariannya dia sering mengisi waktu luangnya dengan aktif berdiskusi mengenai ilmu-ilmu Tauhid dan menjenguk pasien yang koma di sebuah rumah sakit walaupun itu bukan saudaranya, dan membacakan ayat suci Al-Quran disampingnya.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

Medium Title: “Do you shot forgive anyone

who has hurt you

today?”

Gambar 4.5

Rohani yang sedang bertanya kepada adiknya Rohana untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya.

Denotasi Konotasi

Rohani sedang Gambar ini menjelaskan Rohani yang bertanya kepada

64

bertanya kepada Rohana, setiap mereka akan tidur untuk memafkan orang-

adiknya untuk orang yang telah dzalim kepada mereka dan

memaafkan orang- mendoakannya sebelum mereka tidur.

orang yang telah Mitosnya: Proses memaafkan bukanlah hal yang mudah

menyakitinya hari bagi kita sebagai umat manusia yang senantiasa

ini. melakukan kesalahan. Baik yang disadari maupun secara

tidak sengaja kita lakukan. Pada visualisasi ini Rohani dan

Rohana melakukan suatu kebiasaan yang sangat unik dan

mulia. Mereka selalu memaafkan orang-orang yang telah

berbuat jahat kepada mereka dan membuang seluruh

dendam ataupun prasangka buruk atas apa yang mereka

alami. Dan mendoakan hidup mereka agar senantiasa

diberi kemudahan oleh Allah SWT.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

Medium - long shot

Gambar 4.6

Rohani membacakan Surat Al-Baqarah kepada pasien rumah sakit.

65

Denotasi Konotasi

Rohani yang Gambar ini menjelaskan Rohani yang mengunjungi rumah

sedang sakit secara berkala untuk menjenguk seorang pasien yang

membacakan surat bernama Mei-Ling dan tiap kali Rohani menjenguknya dia

Al-Baqarah selalu membacakan ayat suci Al-Quran di dekat Mei-Ling

kepada pasien di Mitosnya: Tokoh Rohani seperti yang kita ketahui dari

sebuah rumah awal adalah sosok yang religius. Kali ini dia mengunjungi

sakit. rumah sakit untuk menjenguk seorang pasien yang

dirawat karena korban kekerasan ayahnya sendiri.

Termotivasi atas tindakan kekerasan yang dialami oleh

ayahnya kepada Rohani, maka dia dengan berbaik hati

senantiasa menjenguk Mei-Ling, dan membacakan ayat

suci Al-Quran di dekatnya.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

Medium Title: “Wait, who

Shoot are the Sabians?”

Gambar 4.7

Rohani, Rohana dan Brian yang sedang berdiskusi.

66

Denotasi Konotasi

Brian yang sedang Brian yang mengemukakan pertanyaannya mengenai

bertanya kepada siapakah kaum Sabians kepada Rohani dan Rohana ketika

Rohana dan mereka sedang berdiskusi.

Rohani mengenai Mitosnya: Sosok Brian pada film ini digambarkan sebagai

kaum Sabians sosok pemeluk agama Kristen yang kehilangan

kepercayaan kepada agamanya karena adanya suatu

kejadian trauma di masa lalunya. Namun semenjak

berkenalan dan berinteraksi dengan Rohani dan Rohana,

Brian mulai menunjukan adanya ketertarikan untuk

belajar agama Islam. Kaum Sabians sendiri di film ini

diartikan sebagai sosok kaum yang menganut ajaran Islam

dan Kristen, namun pada pembahasan translasi tertentu

diartikan sebagai Muallaf.

Shot Dialog/Suara/Teks Visual

Medium -

Long

Shoot

Gambar 4.8

67

Rohani yang sedang memeluk adiknya Rohana setelah shalat berjamaah.

Denotasi Konotasi

Rohani yang Rohani memeluk adiknya Rohanan sesaat setelah mereka sedang memeluk shalat berjamaah dan Rohani membuka mukena yang dia

Rohana setelah pakai. mereka shalat Mitosnya: Pada visualisasi gambar tersebut berjamaah. menggambarkan adanya cinta kasih sesama manusia,

dalam hal ini sang kakak beradik yakni Rohani dan

Rohana yang berpelukan setelah mereka shalat berjamaah.

Rohani yang setelah membuka mukenanya diperlihatkan

kepalanya yang baru dicukur habis rambutnya Hal ini

bukanlah tanpa suatu alasan, melainkan perbuatan

ayahnya sendiri yang temperamental yang secara paksa

menggunduli kepala Rohani karena dia tidak menuruti

keinginan Ibu Tirinya untuk menemaninya ke salon.

Larangan untuk menutup aurat sudah dijelaskan dalam Al-

Quran. Di film ini diperlihatkan bagaimana sosok Rohani

yang muslimah tapi tidak memakai jilbab, namun dia

masih sangat menjunjung tinggi nilai agama Islam yang

dia anut.

68

Tokoh Rohani yang hanya berpendidikan SMA, memiliki pandangan yang luas terhadap keadaan sekitarnya, dan selalu bersikap kritis terhadap pandangan keagaamannya, dan bersikap optimis dalam menjalani kesehariannya. Sangat kontras dengan banyak film yang menjadikan sekolah sebagai sarana untuk pencapaian kelas sosial. Walaupun belum melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi, di film ini Rohani digambarkan sebagai sosok yang sangat optimis dalam mencapai cita-citanya agar dapat melanjutkan pendidikannya di

National University of Singapore.

Rohani merupakan sosok muslimah yang peduli dengan keadaan sekitarnya. Orang muslim yang berpegang teguh pada petunjuk Islam akan senantiasa berusaha untuk berbuat hal-hal yang dapat memberikan manfaat bagi orang-orang masyarakatnya dan menghindarkan mereka dari hal-hal yang menyakitkan.

Pada gambar 4.5 diatas Rohani berbicara kepada adiknya Rohana dan mengajaknya untuk memaafkan orang-orang yang telah berbuat jahat kepada mereka pada hari itu. Membuang segala prasangka dan dendam terhadap orang- orang yang telah berbuat zalim serta mendoakannya agar senantiasa diberi kemudahan dan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Kemudian mereka membaca

Ayat Kursi dan mendoakan orang-orang tersebut sebelum mereka tidur.

Hal ini jelas menggambarkan sosok Rohani dan Rohana yang mempunyai kriteria sosok yang muslimah. Memaafkan adalah salah satu amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan orang lain kepadanya serta memaafkan kesalahan orang padahal ia mampu untuk membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya, adakalanya berupa

69

cercaan, pukulan, perampasan hak, dan semisalnya. Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang telah menyakitinya.

Dan dibolehkan seseorang membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Namun alangkah mulia dan baik akibatnya bila dia memaafkannya.

Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi, dalam bukunya yang berjudul

Jati Diri Muslim.2 Beberapa ciri jati diri muslim, antara lain:

1. Kewajiban orang muslim terhadap Rabb-Nya: Senantiasa mentaati

perintah Tuhannya, merasa bertanggung jawab pada

kepemimpinannya, senantiasa bertaubat, dan lain-lain.

2. Kewajiban orang muslim terhadap dirinya: Sederhana dalam makan

dan minum, banyak membaca doa, menuntut ilmu sepanjang hidup,

berpenampilan menarik, dan lain-lain.

3. Kewajiban orang muslim terhadap orang tuanya: Berbakti kepada

kedua orang tua, mengetahui kedudukan orang tua dan kewajiban

seorang anak kepada kedua orang tuanya, takut berbuat durhaka

kepada orang tua, dan lain-lain.

4. Kewajiban orang muslim terhadap kerabat dan keluarganya:

penghormatan Islam terhadap kaum kerabat, memahami silaturahmi

dalam pengertian luas, dan lain-lain.

2 Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi. Jati Diri Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), h.25

70

5. Kewajiban orang muslim terhadap saudara dan temannya: mencintai

saudara dan teman karena Allah SWT, bersikap toleran dan pemaaf

terhadap saudara dan teman, senantiasa berbuat baik, dan lain-lain.

6. Kewajiban orang muslim terhadap masyarakatnya: bersikap jujur,

berakhlak mulia, bersifat toleran, mengajak kepada kebenaran,

mendahulukan orang lain atas dirinya sendiri, melakukan sesuatu yang

bermanfaat bagi manusia dan mencegah kemudharatan terhadap

mereka, dan lain-lain.3

Orang muslim tidak akan pernah membiarkan waktu berlalu melainkan untuk berbuat kebaikan, dan dia juga mengetahui bahwa berbuat kebaikan itu akan mendatangkan keberuntungan, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Hajj ayat 774,

         

  

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembah

Tuhanmu dan berbuatlah kebaikan, supaya kalian mendapat kemenangan.”

Diantara sifat Rohani sebagai seorang muslim yang paling menonjol adalah berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidin). Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menempatkan keridhaan orang tua setelah keridhaan

3 Ibid, h.16 4 Ibid, h.224

71

Allah. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat An-Nisa ayat 36 dan juga surat Al-Ankabut ayat 85:

             

            

            

“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu Sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”

   .           

         

”Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada dua ibu dan bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepadaKu-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

5 Ibid, h.61

72

Berdasarkan hal tersebut, seorang muslim yang benar-benar menyadari ajaran agamanya akan menjadi seorang yang paling berbakti dan berbuat baik kepada orang tuanya daripada orang lain yang ada di dunia ini.

Seorang muslim yang menyadari hukum-hukum agamanya sangat toleran dalam hubungan antar sesama manusia, karena dia mengetahui bahwa tidak ada sifat toleran yang dapat memberikan kebaikan bagi seseorang di dunia dan di akhirat6.

Pada gambar 4.6 Rohani membacakan ayat suci Al-Quran kepada pasien rumah sakit bernama Mei-Ling yang sering dia jenguk beberapa hari sekali. Hal itu dia lakukan karena termotivasi atas kejadian yang menimpanya atas perilaku kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri. Di film dijelaskan bahwa Mei-

Ling juga adalah korban kekerasan orang tuanya dan dia ditinggalkan sendiri di rumah sakit tanpa adanya satupun keluarga yang menjenguknya.

Pada gambar 4.7 di atas Rohani, Rohana dan Brian sedang berdiskusi ketika mereka semua pergi sarapan. Diceritakan dalam film, bahwa sosok Rohani dan Rohana adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Maka tak heran ketika ada kesempatan untuk berdiskusi mereka sering melakukannya tanpa melihat tempat dan waktu. Selalu ada topik yang menarik yang mereka bahas. Kali ini mengenai kisah Kaum Sabians.

Sikap kepedulian dan rasa tanggung jawab Rohani terhadap adiknya dan lingkungan sekitar dan kecintaannya terhadap sastra puisi dan ilmu teologi, serta kehausannya akan belajar ilmu agama, yang jelas pada zaman sekarang hanya

6 Ibid, h.192

73

segelintir orang yang peduli akan hal tersebut. Serta sikap hormat dan menghargai kepada kedua orang tua yang akhirnya ditampilkan diakhir film, dan kepada Brian yang memiliki perbedaan keyakinan dengan Rohani, tidak membuat

Rohani membedakan perlakuannya terhadap Brian. Pemahaman Rohani sebagai muslim mengenai perbedaan tidak harus dimusuhi namun sebaliknya kita harus mengenalnya, dan harus menimbulkan sikap toleransi, ini menjadikan Rohani sebagai sosok pemudi muslimah yang cinta terhadao Tuhannya, cinta terhadap orang tuanya, dan cinta terhadap sesamanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tokoh Rohani yang digambarkan dalam film ini, merupakan sosok pemudi muslimah yang ideal, yang ciri-ciri kemuslimannya melekat pada diri Rohani, seperti berbakti kepada kedua orang tua, bermanfaat kepada orang lain, taat beribadah, toleran dan sebagainya.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi yang telah dilakukan terhadap film Muallaf, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Film Muallaf merupakan sebuah gambaran mengenai kehidupan yang

memiliki perbedaan agama, suku, budaya dan sosial. Pandangan

simplisitis yang mengatakan pandangan orang memiliki perbedaan

agama tidak mempunyai sikap toleransi, terbantahkan di film ini, jika

kita tidak menutup mata untuk memahami perbedaan-perbedaan yang

ada dengan sudut pandang positif. Kemajemukan agama di antara umat

manusia tidak terelakkan lagi, bahkan kemajemukan ini telah menjadi

hukum Tuhan (Sunatullah). Permasalahan cinta beda agama, dalam

film ini, pada akhirnya tidak begitu sampai ke jenjang pernikahan.

Sutradara lebih memilih penyelesaian jalan ceritanya diinterpretasikan

kepada penonton masing-masing. Sikap cinta manusia pada Tuhannya,

sangat diuji keimanannya, sampai mereka benar-benar yakin terhadap

keyakinannya masing-masing. Sikap cinta manusia terhadap Tuhannya

merupakan sebuah tanggung jawab, dan diperlukan perhatian dan

pemahaman yang mendalam.

2. Bangsa Malaysia sebagai bangsa yang relijius, yang terdiri dari

bermacam-macam agama, masyarakatnya perlu mempunyai sikap

74

75

toleransi beragama, agar terciptanya Malaysia yang damai. Apabila

terjadi perselisihan antar umat Islam dengan umat agama lain, umat

Islam dianjurkan mengadakan dialog untuk mencari titik temu. Ini

untuk membantu meringankan ketegangan yang kerap mewarnai

kehidupan umat beragama di Malaysia. Dan ini merupakan wujud

cinta kasih manusia terhadap sesamanya, yang menimbulkan

pemahaman dan saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

3. Ciri-ciri kemusliman yang melekat pada diri Rohani dalam film ini

seperti sikap toleran, bermanfaat kepada orang lain, berbakti kepada

orang tua, taat beribadah. Meskipun pada awalnya Rohani sempat

membantah ayahnya, namun pada akhirnya ia lebih mengutamakan

kepentingan keluarga dan lingkungan sekitar dibandingkan

kepentingan pribadinya. Seorang muslimah yang menyadari hukum-

hukum agamanya akan sangat toleran dalam menjalani hubungan

sesama manusia, karena dia mengetahui bahwa tidak ada sifat seperti

toleran yang dapat memberikan kebaikan bagi seorang di dunia dan di

akhirat. Ini memperlihatkan Rohani sebagai sosok muslimah yang

cinta terhadap Tuhannya, cinta terhadap orang tuanya, cinta terhadap

sesamanya.

4. Judul film Muallaf mengenai kisah pencarian jati diri dua kakak

beradik muslimah bernama Rohani dan Rohana, serta seorang pemuda

Kristen bernama Brian. Namun di antara dua orang yang salin

menyukai memiliki perbedaan latar belakang sosial, budaya dan agama

yang menjadi penghalang dalam merajut cinta kasih, perbedaan ini 76

mempengaruhi setiap keputusan yang akan diambil oleh mereka yan

pada akhirnya kembali kepada satu cinta. Membuat judul film yang

berlatar belakang pluralisme memang tidak mudah, maka dengan

menamakan film ini dengan judul yang mengandung referensi

seseorang yang baru masuk agama Islam, diharapkan dapat menarik

minat penonton.

Dengan demikian jelas, Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membenarkan para pemeluk agama-agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran-ajaran agamanya masing-masing. Disinilah terletak dasar ajaran Islam mengenai tolerans beragama, dan di film ini juga telah digambarkan, bahwa meskipun Rohani dan Brian tidak bersatu, tetapi mereka dan masing-masing keluarganya, pada akhirnya menghargai agama-agama yang berbeda dengan mereka. Dan di film ini juga diajarkan, bagaimana kita dalam mengambil sebuah keputusan tidak boleh gegabah, harus berpikiran positif, harus menghormati orang tua, serta harus memikirkan kepentingan keluargadan sekitar dibandingkan diri sendiri.

B. Saran

Pada bagian ini, penulis ingin menyampaikan bahwa seharusnya pembuat film memberikan ending yang lebih jelas lagi melalui scene-scene tambahan diakhir film untuk meyakinkan penonton bahwa karakter Brian memang telah melakukan proses Muallaf. Tidak adanya kejelasan ini akan membuat penonton menjadi bingung mengenai pemecahan masalah yang sudah susah payah dibangun pada film ini. Beberapa saran yang ingin penulis berikan adalah: 77

1. Untuk para muslimin dan muslimah, sikap toleran dan saling

menghargai bisa lebih membantu kita untuk membangun relasi sosial

di dalam masyarakat yang plural.

2. Dalam mengambil sebuah keputusan mengenai persoalan yang

menyangkut orang banyak terutama keluarga, hendaknya

mengutamakan kepentingan keluarga dan sekitar dibandinkan

mengutamakan pribadi, karena Ridha Allah adalah Ridha orang tua.

3. Saat menonton sebuah film, sebaiknya kita tidak bersikap pasif

terhadap apa yang disuguhkan di film tersebut. Tetapi bersikap kritis

dan menilai pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh

sutradaranya. Sehingga kita tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi

oleh sebuah film.

Dan pada intinya, Muallaf adalah sebuah film yang menarik. Film ini tidak berusaha menggurui pada penonton mana ajaran yang baik dan mana ajaran yang jahat. Lewat interaksi yang mengalir dari Rohani, Rohana serta Brian, kita bisa melihat bahwa terkadang ajaran agama yang kerap menjadi simbol kebenaran paling hakiki bisa menimbulkan efek lain berupa trauma mendalam bagi penganutnya.

Tentu saja, keberhasilan terbesar Muallaf terletak ditangan dingin sang sutradara alm. Yasmin Ahmad. Meski tidak banyak mengandalkan visualisasi yang kompleks atau sinematografi yang rumit, akan tetapi, ia memilih konsep bercerita yang mengalir berdasarkan karakterisasi dan plot. Plotnya sendiri cenderung sederhana, sehingga karakterisasilah yang kemudian membuat Muallaf 78

berjaya. Yasmin sepertinya sudah fasih benar dengan apa yang akan dilakukannya, sehingga narasi berjalan nyaris tanpa tergagap sama sekali.

Muallaf bisa dikatakan berhasil menaklukkan tantangannya, berbicara dalam konteks yang “berat” namun dikemas dengan “ringan”, sehingga tetap

“renyah” untuk dinikmati penontonnya. Meski lebih banyak mengandalkan dialog verbal, namun karena ditampilkan dengan bernas, maka jajaran dialog tersebut justru mampu membentuk narasi deskripsi yang padat mengenai keberagamaan dalam konteks masyarakat plural.

DAFTAR PUSTAKA

Al- Hasyimi, Muhammad Ali Dr. Jati Diri Muslim. Penerjemah, M. Abdul Ghoffar E.M. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1999. Cet. Ke-1.

Alwi, Audy Mirza, Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004.

Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Baidhawi, Zakiyuddin, Kredo Kebebasan Beragama. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban, 2006.

Danesi, Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.

Freddy Susanto, Anthon, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna. Bandung: PT Refika Aditama, 2005.

Fromm, Erich. The Art Of Loving. Penerjemah: Syafi’I Alielha. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Gazalba, Sidi Drs. Islam & Perubahan Sosio Budaya, Kajian Islam tentang Perubahan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983.

Gibran, Kahlil, Hikmah-hikmah Kehidupan .Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1999.

Jumroni, ”Metode-metode Penelitian Komunikasi”. UIN Jakarta Press : 2006. Cet. Ke-1.

Konishi, Seiichi & Keiji Nakamura, Penemuan Film,, Jakarta:Elex Media Komputindo, 2002.

Lull, James, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan Abadi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997.

Manurung, Pappilon. Editor M. Antonius Birowo. Metode Penelitian Komunikasi, teori dan aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali, 2004.

Maliki, Zainuddin. Agama Rakyat Agama Penguasa, Konstruksi tentang Realitas Agama dan Demokratisasi. Yogyakarta: Galang Press, 2000.

79 80

Morrisan, “Media Penyiaran : Strategi Mengelola Radio dan Televisi”. Tangerang : Ramdina Prakarsa, 2005.

Muzakki, Akhmad, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama. Malang: UIN-Malang Press, 2007.

Nasuhi, Hamid,dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Center for Quality Development and Assurance (CeQDA), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindi, 1996.

Peldi, Elza Taher. Merayakan Kebebasan Beragama, Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta: ICRP, 2009.

Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar. Jakarta BPSDM CitraPusat Perfilman H. Usmar Ismail, 2000.

Pratista, Himawan, Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.

Santosa, Puji. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa, 1931.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, Pesan & Keserasian Al-Qur’an, Volume 3. Tangerang: Lentera Hati, 2002.

Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

, Analisis Teks Media. Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.

Stokes, Jane. “How To Do Media and Cultural Studies”. Bandung : Mizan Media Utama, 2006.

Sunardi, ST. Semiotika Negativa. Yogyakarta : Kanal, 2002.

Suparman, Usman. Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan. Banten : Saudara, 1995.

Tanja, Victor I ,M.Th.,Ph.D. Pluralisme Agama dan Problema Sosial. Diskursus Teologi Tentang Isu-Isu Kontemporer. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO, 1998.

81

Tebba, Sudirman. Tafsir Al-Qur’an, Nikmatnya Cinta. Jakarta: Pustaka irVan, 2006.

Yaqub, Ali Mustafa. Nikah Beda Agama, dalam Perspektif Al-Quran & Hadis. Jakarta: Pustaka Darus-Sunnah, 2005.

SITUS : http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html., oleh Galih. Diakses tanggal 25 Juli 2014, jam 13.10 WIB http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html. diposkan oleh Phyrman, di akses tanggal 26 Juli 2014, jam 13.11 WIB. http://blogieehaha.blogspot.com/2008/09//sejarah-film-dunia-lumiere-vs- melies.html., oleh Khairunissa. Diakses pada 25 Juli 2014, jam 15.10 WIB.

Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama, www.google.com, diakses tanggal 27 Juli 2014, jam 15.07 WIB.

Supriadi, Bambang. Artikel diakses pada 26 Juli 2014, jam 11.05 WIB dari http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html