Pemikiran Lafran Pane Tentang Intelektual Muslim Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pemikiran Lafran Pane Tentang Intelektual Muslim Indonesia PEMIKIRAN LAFRAN PANE TENTANG INTELEKTUAL MUSLIM INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana strata Satu Dalam Ilmu Perbandingan Agama OLEH: HARIQO WIBAWA SATRIA 0252 1238 ILMU PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA 2009 PROF. DR. H. AGUSSALIM SITOMPUL DOSEN FAKULTAS USHULUDDIN UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA NOTA DINAS PEMBIMBING Yogyakarta, 06 April 2003 Kepada Yth. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga di YOGYAKARTA Assalamu’alaikum Wr.Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi saudara tersebut di bawah ini : Nama Mahasiswa : Hariqo Wibawa Satria NIM : 0252 1238 Jurusan : Perbandingan Agama Judul Skripsi : Pemikiran Lafran Pane Tentang Intelektual Muslim Indonesia Maka selalu pembimbing kami berpendapat bahwa skripsi tersebut layak diajukan untuk dimunaqasyahkan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Pembimbing,1 Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul NIP.150 169 820 1 Sudah ditandatangani pada tanggal 6 April di kediaman Bapak Prof.Dr.H. Agussalim Sitompul di Condong Catur Yogyakarta, MASROER M.Si DOSEN FAKULTAS USHULUDDIN UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA NOTA DINAS PEMBIMBING Yogyakarta, 06 April 2003 Kepada Yth. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga di YOGYAKARTA Assalamu’alaikum Wr.Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi saudara tersebut di bawah ini : Nama Mahasiswa : Hariqo Wibawa Satria NIM : 02521238 Jurusan : Perbandingan Agama Judul Skripsi : Pemikiran Lafran Pane Tentang Intelektual Muslim Indonesia Maka selalu pembantu pembimbing kami berpendapat bahwa skripsi tersebut layak diajukan untuk dimunaqasyahkan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Pembantu Pembimbing,2 MASROER M.SI NIP. 0150 368 354 2 Sudah ditandatangani pada tanggal 6 April di kediaman Bapak Masroer. M.SI di Kalasan, Sleman, DIY. Halaman Motto UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PREAMBULE (PEMBUKAAN) Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur . Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.3 3 Saafroedin Bahar, Ananda B Kusuma, Nannie Hudawati, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (Jakarta : Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995), hlm. 639. naskah masih dalam ejaan lama, kemudian disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan (EYD). Halaman Persembahan Skripsi ini penyusun persembahkan untuk : ♦ Papa (Syahrial S.E) dan Mama (Khaermenawati), Ananda akan salalu berdoa ;Hanya Surga Bagimu !’Tak terbatas ruang dan waktu, terima kasih tiada terhingga atas segala kasih sejak dari rahim hingga sepanjang waktu.. Everyday I Love U.. ♦ Adik-Adikku, Ikhsan Putra Kurniawan. S.Kom, Indah Permata Sari, Mohammad Rezqi. Berkat dorongan sunyi kalian abang bisa senantiasa tegak bediri, mari sama-sama kita bergandengan tangan membahagiakan Papa dan Mama dengan senantiasa memberikan yang tebaik kepada Bangsa dan Negara Indonesia, Lillahi Ta’la. ♦ Almamaterku UIN Sunan Kalijaga, di kampus ini aku belajar tentang kesederhanaan dan keberanian. ♦ Civitas Akademikia UIN Sunan Kalijaga, Terimakasih kepada segenap Guru Besar, Dosen-Dosen, Staf tata usaha dan segenap civitas akademika UIN Sunan Kalijaga yang telah banyak menujukan jalan ilmu kepadaku. ♦ Almarhum Prof.Dr.H.Lafran Pane dan Beliau-beliau yang hadir dalam deklarasi HMI Februari 1947 di STI Yogyakarta beserta keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dimanapun berada. ♦ Prof.Dr.H. Agussalim Sitompul (Sejarawan HMI) atas jerih payahnya dalam pendokuemntasian segala arsip HMI serta pengabdiannya yang tiada henti terhadap pembentukan kader umat & bangsa Indonesia S KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr. wb. Puji syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan nikmat kekuatan fisik, spiritual maupun intelektual, sehingga penyusunan skripsi yang cukup berat ini dapat terselesaikan. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Sayyid al-Mursali>n wa Khair al-Anbiya>’ wa Habi>b ar-Rab al-‘A>lami>n, Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Muhammad S.A.W adalah personifikasi sejati seorang intelektual muslim. Sebagai sebuah produk penelitian, skripsi ini tentu melibatkan partisipasi banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam membantu mempermudah kesulitan-kesulitan yang penyusun alami. Mereka semua telah berjasa, oleh karenanya penyusun ucapkan banyak terimakasih. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, secara khusus penyusun perlu menghaturkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof.Dr.H.Amin Abdullah, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan segenap Bapak-Bapak Pembantu Rektor serta segenap jajaran-jajarannya. 2. Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Bapak Drs. Mohammad Yusuf, M.Si selaku PD I , Bapak Drs. Singgih, M.Ag selaku PD II dan Bapak Drs. Abdul Basyir Solissa, M.Ag selaku PD III. 3. Bapak Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, selaku pembimbing yang telah banyak berkorban waktu, tenaga dan pikiran untuk kemudahan-kemudahan penyusun, sungguh penyusun banyak sekali berhutang budi atas segala kemurahan hati beliau. 4. Bapak Masrur CH. JB yang banyak memotivasi penyusun agar senantiasa tidak cepat menganggap segala pemikiran senantiasa mapan. 5. Dr. Syafaatun Almirzanah, M.A, Ustadzi Hamzah, M.Ag selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga. 6. Dr. Syaifan Nur, M.A selaku pembimbing akademik yang selalu mudah untuk ditemui. 7. Prof. Dr. Siswanto Masruri, M.A dan Dra. Hj. Nafilah Abdullah, M.Ag atas arahannya untuk kemajuan penyusun. 8. Kedua orang tuaku, Papa Syahrial S.E dan Mama Khaermenawati, meskipun jauh disanan namun tidak pernah berhenti mendoakan penulis, demikian juga dengan adik-adikku yang kini semakin menemukan dunianya masing-masing. 9. Semua tokoh-tokoh yang penyusun wawancarai untuk penyelesaian karya imliah ini, khususnya kepada Prof.Dr.H. Agussalim Sitompul, Ibu Lafran Pane, Dr.Yudi Latif, Prof. Dr. Syafri Syairin, Prof. Dr. Abdul Gafur, Dr. Chumaidi Syarif Romas, Dr. Ekram Prawiroputro, Drs. Lukman Hakiem, Prof. Dr. Suyata, Prof. Dr. Dochak Latief, Daris Purba, SH. 10. Teman-teman semua di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Yogyakarta, Sanggar Nuun Yogya dan Teater Ikat yang sudah bubar. 11. Teman-Teman seperjuangan khususnya yang tergabung dalam PII, GMNI, GMKI, PMKRI, IMM, KAMMI, HMI BULAKSUMUR, KOHATI, HMI MPO, PMII, FPPI, LMND, SMI, LSFY, PEWARTA, SINERGI, DEMA UIN SUKA, KM UGM, dan BEM-BEM Universitas se-Yogyakarta yang satu per satu belum mungkin penyusun sebutkan namanya dalam halaman yang terbatas ini. 12. Teman-teman The Next Leaders di seluruh Indonesia. 13. Pihak Universitas Paramadina Jakarta atas motivasinya, sehingga penyusun dapat segera menyelesaikan studi. 14. Yayasan Anak Bangsa Mandiri (YABM) Yogyakarta dan Anima City Yogyakarta, terima kasih atas kemudahan akses internet dan LCD-nya. 15. Teman-teman jurusan perbandingan agama angkatan 2002. 16. Pengurus Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. 17. Teman-Teman di Pusat Studi Pemuda Nusantara (PSPN), Pemuda Indonesia (PI), Ikatatan Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD). 18. Yayasan Amal Insani (YAI), terima kasih atas segala bantuannya. 19. Kepada segenap kawan-kawan yang telah meluangkan waktunya menghadiri sidang munaqashah penyusun dan segenap teman-teman yang telah mendoakan kesuksesan penulis, alhamdulillah karya ini mendapatkan nilai yang baik. 20. Segenap masyarakat Yogyakarta yang merupakan miniatur Indonesia yang secara tidak langsung memberikan panggilan jiwa untuk senantiasa berkarya, berusaha menggapai angan dan impian penyusun. Akhirnya, kendati penyusun telah berusaha secara maksimal untuk menghasilkan sebuah karya yang berkualitas, namun masih begitu banyak sekali kekurangan yang berada di luar jangkauan penyusun untuk memperbaikinya. Oleh karena itu saran dan kritik konstruktif, akan selalu penyusun
Recommended publications
  • Conserving the Past, Mobilizing the Indonesian Future Archaeological Sites, Regime Change and Heritage Politics in Indonesia in the 1950S
    Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde Vol. 167, no. 4 (2011), pp. 405-436 URL: http://www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv URN:NBN:NL:UI:10-1-101399 Copyright: content is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License ISSN: 0006-2294 MARIEKE BLOEMBERGEN AND MARTIJN EICKHOFF Conserving the past, mobilizing the Indonesian future Archaeological sites, regime change and heritage politics in Indonesia in the 1950s Sites were not my problem1 On 20 December 1953, during a festive ceremony with more than a thousand spectators, and with hundreds of children waving their red and white flags, President Soekarno officially inaugurated the temple of Śiwa, the largest tem- ple of the immense Loro Jonggrang complex at Prambanan, near Yogyakarta. This ninth-century Hindu temple complex, which since 1991 has been listed as a world heritage site, was a professional archaeological reconstruction. The method employed for the reconstruction was anastylosis,2 however, when it came to the roof top, a bit of fantasy was also employed. For a long time the site had been not much more than a pile of stones. But now, to a new 1 The historian Sunario, a former Indonesian ambassador to England, in an interview with Jacques Leclerc on 23-10-1974, quoted in Leclerc 2000:43. 2 Anastylosis, first developed in Greece, proceeds on the principle that reconstruction is only possible with the use of original elements, which by three-dimensional deduction on the site have to be replaced in their original position. The Dutch East Indies’ Archaeological Service – which never employed the term – developed this method in an Asian setting by trial and error (for the first time systematically at Candi Panataran in 1917-1918).
    [Show full text]
  • Perjuangan Politik Mohamad Roem
    PERJUANGAN POLITIK MOHAMAD ROEM Oleh: LUSIANA NIM: 0033218845 JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M / 1428 H PERJUANGAN POLITIK MOHAMAD ROEM SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sosial Oleh: LUSIANA NIM: 0033218845 Di Bawah Bimbingan: Dra. Gefarina Djohan, M.A. Drs. Agus Nugraha, M.Si. NIP: 150 295 488 NIP: 150 299 478 JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M / 1428 H LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Perjuangan Politik Mohamad Roem” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah pada tanggal 04 Juni 2007, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.) pada Jurusan Pemikiran Politik Islam. Jakarta, 04 Juni 2007 Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Dra. Hj. Hermawati, M.A. Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.A. NIP. 150 227 408 NIP. 150 270 808 Anggota Penguji I Penguji II A. Bakir Ihsan, M.Si. Zaki Mubarok, M.A. NIP. 150 326 915 NIP. 150 371 093 Pembimbing I Pembimbing II Dra. Gefarina Djohan, M.A. Drs. Agus Nugraha, M.Si. NIP. 150 295 488 NIP. 150 299 478 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, berkat taufik dan hidayahNya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya walaupun masih dalam bentuk yang sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, dan segenap sahabatnya yang telah membawa umatnya kearah kemuliaan dan kebahagiaan didunia dan diakhirat nanti, serta telah membimbing kita kepada jalan yang diridhai Allah SWT.
    [Show full text]
  • Muslim Negarawan: Telaah Atas Pemikiran Dan Keteladanan Buya Hamka
    Andi Saputra MUSLIM NEGARAWAN: TELAAH ATAS PEMIKIRAN DAN KETELADANAN BUYA HAMKA Andi Saputra Mahasiswa Pascasarjana Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pe- mikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Surel: [email protected] Abstract One of the primary values inherent in the personality of the nation (founding father) in addition to the breadth of insight is the strong pas- sion and love for the homeland nationality. Philosophy of life that stands on the foundation of nationalism and patriotism that is then color every movement, behavior as well as the epic struggle deeds they do, for the grounding the ideals of independence. Along with that, especially in the context of the independence of the nation, teaching in the form of ideas and ideals that appear to be important life values for the next generation. Besides an attempt to take the essence of the teaching given, also related to the effort to continue to foster national values and love of the homeland as the ethical foundation in terms of bringing the nation to the gates of progress. One in a series of well-known national leader is Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka); a statesman who thinks that nation- alism and patriotism as part of the faith (religion). Through a sociolog- ical theory of knowledge Mannheim has found that important teaching presented Hamka in relation to the life of the nation that is their re- sponsibility that must be realized that every citizen. Responsibilities shall include nationality, homeland, all of which according to Hamka in line with the main principles of Islam, namely amar ma’ruf nahi munkar.
    [Show full text]
  • Abdurrahman Wahid's Contribution for Inter
    JURNAL AQLAM – Journal of Islam and Plurality –Volume 5, Nomor 1, Juni 2020 ABDURRAHMAN WAHID’S CONTRIBUTION FOR INTER-RELIGIOUS DIALOGUE IN INDONESIA Achmad Munjid Universitas Gadjah Mada [email protected] Abstract: By understanding the historical development of inter-religious dialogue in Indonesia and its global setting since 1970s from rhetoric strategy to meaningful encounter, this paper seeks to situate important contribution of Abdurrahman Wahid’s legacy besides those of other key figures in the field. The paper will critically analyze how and why Abdurrahman’s ideas and works in inter-religious dialogue are intertwined with his family and personal biography, socio-political context of the New Order and after and his traditionalist Muslim background. In particular, Abdurrahman’s reinterpretation of Islamic texts, doctrine and tradition will be discussed in the light of his vision for Indonesian democracy. His notion of religious pluralism, tolerance, peaceful co-existence, mutual understanding, and indigenization of Islam will be explained as intellectual and political enterprises by which he navigates and challenges all forms of injustices especially created by the New Order’s politics of fear, exploitation of anti-Communist sentiment, ethnicity, religion, race and inter-social groups (SARA) and developmentalist ideology under Suharto’s presidency. His engagement in inter- religious dialogue will be read against the developing context of the New Order’s post- 1965 politics of religion to the 1990s re-Islamization, the persistent growth of Islamic sectarianism, exclusivism, and identity politics that eventually results in interreligious tension and mutual suspicion, especially between Muslims and Christians. The paper seeks to understand how and why Abdurrahman Wahid as a prominent leader of Muslims as majority group explores inter-religious dialogue as a means by which religious communities are supposed to contribute and work together in overcoming common problems faced by the society.
    [Show full text]
  • An Intellectual Role of Ulama in Modern Indonesia
    ARTIKEL E-ISSN: 2615-5028 Harmonizing the Community: An Intellectual Role of Ulama in Modern Indonesia Moeflich Hasbullah (UIN Sunan Gunung Djati, Bandung; [email protected]) Abstrak Artikel ini menganalisis peran intelektual ulama sebagai perantara budaya dalam masyarakat dari beberapa tahap dalam sejarah Indonesia. Bab-bab terpenting dalam sejarah Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi lima periode: Pertama, periode masuknya Islam dan perkembangan awal islamisasi. Kedua, masa penjajahan. Ketiga, era era modern, yaitu munculnya gerakan modern dalam Islam di awal abad ke-20. Keempat, periode kemerdekaan revolusioner, dan kelima, periode pasca-kemerdekaan. Artikel sosio-historis ini melihat bahwa ulama di setiap periode ini adalah aktor utama sejarah dan menentukan arah perkembangan bangsa Indonesia. Khusus untuk bagian 'pembangunan komunitas' dalam penelitian ini, kasus peran seorang ulama yang merupakan kepala desa di Rancapanggung, Cililin, Bandung Barat pada 1930-an. Kata kunci: Peran pemimpin, keharmonisan sosial, islamisasi Indonesia Abstract This article analyzes the ulama's intellectual role as a cultural broker in society from several stages in Indonesian history. The most important chapters in Indonesian history can generally be divided into five periods: First, the period of the entry of Islam and the early development of Islamization. Second, the colonial period. Third, the era of modern era, namely the emergence of modern movements in Islam in the early 20th century. Fourth, the revolutionary period of independence, and fifth, the post-independence period. This socio-historical article sees that the ulama in each of these periods is the main actor of history and determines the direction of the development of the Indonesian nation.
    [Show full text]
  • The Formation of Liberal and Anti-Liberal Islamic Legal Thinking in Indonesia Akh
    Akh. Muzakki IS EDUCATION DETERMINANT? The Formation of Liberal and Anti-liberal Islamic Legal Thinking in Indonesia Akh. Muzakki The University of Queensland, Australia Abstract: Liberalism and anti-liberalism are two increasing- ly prominent but staunchly opposing streams of Islamic legal thinking in Indonesia. This article analyses the formation of each of the two through an examination of the role of formal education. It focuses on organic intellectuals during two periods, the New Order and the reformasi. Challenging the strongly-held thesis of the determinant role of education, this article argues that both liberal and anti-liberal Islamic legal thinking in Indonesia is a result of not only the intellectual formation in the sense of academic training and access to education and knowledge, but also the sociological background and exposure in building a new epistemic community in an urban context. As a theoretical understanding of sociolo- gical background and exposure, the concept of epistemic community deserves to be taken as an analytical framework in addition to education for the analysis of the formation of the two contesting bents of Islamic legal thinking in Indonesia. Keywords: Liberalism, anti-liberalism, Islamic legal think- ing, education, epistemic community. Introduction In his controversial speech entitled “The Necessity of Islamic Renewal Thinking and the Problem of the Integration of the Ummah” on 2 January 1970, Madjid argued for a dynamic approach to Islam which requires reinterpretation of Islamic teachings in context with place and time. In more elaborate ways, he further argued that Islamic values move in line with the spirit of humanitarianism which promotes 280 JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Volume 01, Number 02, December 2007 Is Education Determinant? the dignity of Mankind.
    [Show full text]
  • What Is Indonesian Islam?
    M. Laffan, draft paper prepared for discussion at the UCLA symposium ‘Islam and Southeast Asia’, May 15 2006 What is Indonesian Islam? Michael Laffan, History Department, Princeton University* Abstract This paper is a preliminary essay thinking about the concept of an Indonesian Islam. After considering the impact of the ideas of Geertz and Benda in shaping the current contours of what is assumed to fit within this category, and how their notions were built on the principle that the region was far more multivocal in the past than the present, it turns to consider whether, prior to the existance of Indonesia, there was ever such a notion as Jawi Islam and questions what modern Indonesians make of their own Islamic history and its impact on the making of their religious subjectivities. What about Indonesian Islam? Before I begin I would like to present you with three recent statements reflecting either directly or indirectly on assumptions about Indonesian Islam. The first is the response of an Australian academic to the situation in Aceh after the 2004 tsunami, the second and third have been made of late by Indonesian scholars The traditionalist Muslims of Aceh, with their mystical, Sufistic approach to life and faith, are a world away from the fundamentalist Islamists of Saudi Arabia and some other Arab states. The Acehnese have never been particularly open to the bigoted "reformism" of radical Islamist groups linked to Saudi Arabia. … Perhaps it is for this reason that aid for Aceh has been so slow coming from wealthy Arab nations such as Saudi Arabia.1 * This, admittedly in-house, piece presented at the UCLA Colloquium on Islam and Southeast Asia: Local, National and Transnational Studies on May 15, 2006, is very much a tentative first stab in the direction I am taking in my current project on the Making of Indonesian Islam.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah Intelektual Di Indonesia Ketika “ Bahasa” Ditemukan Atau Ketika “Bahasa “
    BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah Intelektual di Indonesia ketika “ bahasa” ditemukan atau ketika “bahasa “ menemukan penuturnya, maka saat itulah dengan sendirinya hadir seorang Intelektual atau sekelompok orang intelegensia yang bisa disebut cendikiawan, artinya sebelum masuknya istilah Intelektual di Indonesia pada dasarnya di Indonesia sudah ada Intelektual. Istilah intelektual Muslim mulai di kenal sejak Syarekat Dagang Islam (SDI) muncul pada tahun 1905 dan SI pada 1911. Kehadiran Intelektual Muslim Indonesia dapat di rasakan pada era tahun 60-an, saat itu Indonesia mengalami booming para sarjana Muslim yang berasal dari alumni Jong Islamieten Bond ( JIB), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII). Sehingga kehidupan intelektual seperti tradisi diskusi, kepenulisan buku, seminar mulai berkembang di indonesia. Lafran pane terilhami oleh hasrat intelektual Muslim generasi terdahulu yang telah mendirikan organisasi-organisasi seperti Jong Islamieten Bond atau JIB pada 1925 dan Student Islamieten Studiclub atau SIS pada 1934. Lafran Pane berasal dari kampung Pangurabaan, kecamatan Sipirok- Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Lafran Pane adalah anak keluarga Sutan Pangurabaan Pane, ayahnya Sutan Pangurabaan Pane termasuk salah seorang pendiri Muhammadiyah di Spirok pada 1921. Kakeknya adalah seorang ulama bernama Syekh Badurrahman. Lafran adalah adik dari sastrawan dan seniman terkenal yaitu 1 Sanusi Pane dan Armijn Pane. Lafran yang saat itu merupakan mahasiswa ketua III Senat di sekolah Tinggi Islam di Yogyakarta, dan pada saat itu Lafran masih bersatus sebagai pengurus Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY). Kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Indonesia dikenal dengan “kota Pelajar”. Namun akibat dari penjajahan Belanda dunia pendidikan dan kemahasiswaan di Indonesia telah dipengaruhi unsur-unsur dan sistem pendidikan Barat yang mengarah kepada kurangnya ilmu agama pada setiap kehidupan manusia.
    [Show full text]
  • Friend - Wahid
    Foreign Policy Research Institute E-Notes A Catalyst for Ideas Distributed via Email and Posted at www.fpri.org January 2010 ABDURRAHMAN WAHID, THE INDONESIAN REPUBLIC, AND DYNAMICS IN ISLAM By Theodore Friend Abdurrahman Wahid, known as Gus Dur, died on 30 December 2009 at the age of sixty-nine. The genial complexity of his character, which drew millions to him, was not adequate to the pressures of the presidency. But his life, career, and elements of caprice contain abundant clues for anyone who would understand modern Sufism, global Islam, and the Republic of Indonesia. Premises of a Republic Wahid was five years old in 1945 at the time of Indonesia’s revolutionary founding as a multi-confessional republic. Sukarno, in shaping its birth, supplied the five principles of its ideology: nationalism, international humanity, consensus democracy, social justice, and monotheism. Hatta, his major partner, helped ensure freedom of worship not only for Muslims but for Catholics and Protestants, Hindus and Buddhists, with Confucians much later protected under Wahid as president. The only thing you could not be as an Indonesian citizen was an atheist. Especially during and after the killings of 1965-66, atheism suggested that one was a communist. In this atmosphere, greatly more tolerant than intolerant, Wahid grew up, the son of the Minister of Religious Affairs under Sukarno, and grandson of a founder of Nahdlatul Ulama (NU) in 1926—a traditionalistic and largely peasant-oriented organization of Muslims, which now claims 40 million members. Wahid himself was elected NU’s chairman, 1984-1999, before becoming, by parliamentary election, President of the Republic, 1999-2001.
    [Show full text]
  • Page : Date : Time : 02/04/2018 15:20:43 1 AS AT
    PT CAPITALINC INVESTMENT TBK REGISTER OF SHAREHOLDERS Date : 02/04/2018 MENARA JAMSOSTEK, MEN.SELATAN LT.10 DAFTAR PEMEGANG SAHAM Time : 15:20:43 SORT BY : NAME Page : 1 JL.JEND. GATOT SUBROTO NO. 38 AS AT : 31/03/2018 Total Share Issued : 31,842,082,852 Seq. Ledger Shareholder Name & GroupTotal Share Participant Name Persentase No. No. Shareholder Address Status Total SKS Citizenship 1 80002546-7 A DANOL DEWANTOJ9 65,000 YJ 0.0002 JL.KELAPA TIGA NO.22 IND 0 PT Lotus Andalan Sekuritas RT004/006 KEL.LENTENG AGUNG INA KEC.JAGAKARSA 2 80003142-0 A TIE J9 100,000 YU 0.0003 JL.SETIABUDI NO.21 IND 0 PT. CIMB SECURITIES INDONESIA RT008 RW004 KEL. LUBUK PAKAM PEKAN INA KEC. LUBUK PAKA 3 80000670-1 A YOSPANTOROJ9 85,000 CP 0.0003 CITRA VILLA BLOK K 18 NO.13 RT.007 IND 0 PT VALBURY ASIA SECURITIES RW.028 KEL.MANGUNJAYA KEC.TAMBUN INA SELATAN 4 00004882-4 A'AN HERNAWANJ2 30 0.0000 JL. SAWAH LIO II DLM RT.010/008 IND 6 JAKARTA BARAT INA 5 80001906-8 A. HARRISUSANTOJ9 30,030 OD 0.0001 JL. KEAMANAN NO 32 RT 002 RW 005 IND 0 PT DANAREKSA SEKURITAS KEL PONDOK BAMBU KEC DUREN SAWIT INA 6 80001968-8 A. SAWERIGADINGJ9 100 PC 0.0000 JL. A. MAKKASAU, RT.002/RW.001 IND 0 PT PAC SEKURITAS INDONESIA INA 7 80000540-7 A. ZAENAL ABIDINJ9 681,900 CC 0.0021 DS. PEKALONGAN RT 003 RW 002, IND 0 PT MANDIRI SEKURITAS PEKALONGAN, WINONG INA 8 80000078-9 A.A GEDE ARI SUDHANA DALEMJ9 20,000 AI 0.0001 JL.PADANG GALERIA II/123 DPS PADANG IND 0 PT UOB KAY HIAN SECURITIES SUMBU TENGAH KEL.PADANGSAMBIAN INA KELOD KEC.DENPASAR 9 80001723-1 A.A ISTRI MANIK NOVITA DEWIJ9 20,000 NI 0.0001 LINGK./BR UMA KAPAL IND 0 PT BNI SECURITIES KAPAL MENGWI INA 10 80002018-5 A.K.PRAHASTA SAMIAJI, ST.MSCJ9 200,000 PD 0.0006 JLN AGUNG JAYA 3 BLOK D ID/5 RT.
    [Show full text]
  • Cover Page the Handle
    Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/30115 holds various files of this Leiden University dissertation Author: Suryadi Title: The recording industry and ‘regional’ culture in Indonesia : the case of Minangkabau Issue Date: 2014-12-16 Glossary adaik / adat FORKASMI custom, tradition associated with a particular ethnicity abbreviation of Forum Komunikasi Artis dan Seniman Minang (Communication Forum for Minangkabau Adat Perpatih Artists), an organization of Minangkabau artists in customary law practised in Malaysia’s state of Negeri Pekanbaru, Riau Sembilan, brought in from Sumatra as early as the 14th century, covering broad areas of daily life, including gamaik /gamad the selection of leaders through a democratic process, song genre that incorporates elements drawn from marriage laws, and community cooperation and rules Portuguese and other Western music, and from the Indian, Niasan, and Minangkabau communities in the alam takambang jadi guru port of Padang; it is a duet between a male and a female the whole of nature becomes the teacher: Minangkabau singer, who avoid physically touching each other. life philosophy Its song lyrics are mostly composed in allegoric and metaphoric pantun verses, and tend to be romantic and ASIRINDO nostalgic in character abbreviation of Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Association of Indonesian Recording Industries), gandang which has branches in several provinces, including West two-headed drum Sumatra goyang ngebor Bahasa Minangkabau Umum erotic dance with special ‘drilling’ (ngebor) movements a dialect of the Minangkabau language used in urban centres like Padang, as a medium of communication harato pusako tinggi among Minangkabau from various areas of West Sumatra heirlooms, especially land, incorporated into the holdings of an extended matrilineal family bansi a small end-blown bamboo flute (e.g.
    [Show full text]
  • Bab V Penutup 5.1
    23 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan 1. Keberadaan kesusasteraan Indonesia sebelum berkaryanya Sutan Takdir adalah dimulai dengan kesusasteraan Melayu klasik yang berisikan hikayat, syair dan pantun yang pada umumnya masih bannyak dipengaruhi oleh penulisan yang sangat tradisional yang belum membedakan antara legenda ataupun mitos 2. Sebelumya masa Pujangga Baru ekspresi isi karya-karya sastra adalah lebih berisikan tentang keadaan yang kolot dimana bertemakan; pernikahan paksa, paksaan adat, kekangan orangtua dan kehidupan desa, namun dengan kemunculan Pujangga Baru kebebasan dan kehidupan urban sudah mulai menjadi tema-tema dalam karya sastra yang dihasilkan 3. Penerbitan Poedjangga Baroe merupakan realisasi dari hasrat untuk menyatukan tenaga cerai berai pengarang Indonesia yang sebelumnya telah kelihatan hasilnya dalam berbagai majalah . Umumnya kelahiran Pujangga Baru disambut gembira oleh penyair dan pengarang muda, para pelajar dan golongan intelektual yang sedikit jumlahnya . Namun selanjutnya reaksi hebat terhadap pujangga baru datang dari pihak guru-guru bahasa Melayu. Pujangga Baru dituduh merusak bahasa Melayu karena memasukkan kata- kata yang tidak lazim dalam bahasa melayu (sekolah). misalnya mereka keberatan terhadap pengambilan kata-kata daerah dan kata-kata asing yang tambah banyak dipergunakan dan sadar oleh pembaharu bahasa golongan 24 Pujangga Baru. Juga mengenai persajakan Pujangga Baru dikritik karena memasukkan bentuk-bentuk puisi yang menyalahi pantun dan syair. 4. Selain dalam bidang kesusasteraan Sutan takdir juga menaruh perhatian terhadap filsafat. Lebih tepatnya filsafat kebudayaan. Pemikiran dia tentang pemisahan antara zaman Prae-Indonesia dengan zaman Indonesia merupakan awal tinjuan dia terhadap kebudayaan Indonesia. Menurut dia kedua masa itu harus dipisahkan dan bahkan harus ditinggalkan karena dia menganggap bahwa itu layaknya zaman jahiliah Indonesia dimana Indonesia terkekang oleh kebudayaan lama.
    [Show full text]