PEMIKIRAN WAHBAH AL-ZUHAILY TENTANG AL-USRAH

Faridatus Syuhadak dan Badrun Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Email: [email protected]

Abstrak This research is a normative judicial, with historical-analytic approach. Method of collecting data uses literature study, while the analysis of the data uses content analysis. The results showed that in applying , Wahbah al-Zuhaily first review the texts contained in the Qur’an by using an approach related disciplines such as linguistics who heed the words mujmal, musytarak, ‘amm or Khass, haqiqah or majaz, haqiqah or ‘, muthlaq or muqayyad etc, then the Prophet hadith; qauliyah, amaliyah, and taqririyah. After that he used and maslahah consideration for the realities faced by using the general rules as , maslahah mursalah, urf, sadd adh-Dzari’ah and others. Wahbah al-Zuhaily begins discussion of family law with a preliminary discussion of marriage; shari’ah law marriage, marriage sermon, proposed marriage proposal of others, and see the woman who had been groom before marriage. Wahbah al-Zuhaily also explained that the marriage law is not always the , but can change mandatory, permissible, forbidden even , depending on the context. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normative, dengan pendekatan historis- analitis. Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, sedangkan analisis data menggunakan content analysis (analisis isi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan ijtihad, Wahbah Al-Zuhaily terlebih dahulu melakukan kajian terhadap nash-nash yang terdapat dalam al-qur’an dengan menggunakan pendekatan disiplin ilmu yang terkait seperti ilmu bahasa yang memperhatikan kata-kata mujmal, musytarak, ‘amm atau khashsh, haqiqah atau majaz, haqiqah atau ’urf, muthlaq atau muqayyad dll, kemudian hadits Rasul baik yang Qauliyah, amaliyah, maupun taqririyah. Setelah itu menggunakan qiyas serta pertimbangan maslahah bagi realitas yang dihadapi dengan menggunakan kaidah-kaidah umum seperti istihsan , maslahah mursalah, urf, sadd adz-Dzari’ah dan lain-lain. Wahbah Al-Zuhaily memulai pembahasan hukum keluarga dengan pembahasan tentang pendahuluan pernikahan; hukum pernikahan secara syari’at, khutbah pernikahan, meminang pinangan orang lain, dan melihat perempuan yang telah dipinang sebelum dinikahi. Wahbah Al-Zuhaily juga menjelaskan bahwa hukum pernikahan tidak selalu sunnah, tapi bisa berubah wajib, , makruh bahkan , tergantung konteksnya.

Kata kunci: Pemikiran, Wahbah Al-Zuhaily, Al-Ahkam Al-Usrah

Wahbah al-zuhayli merupakan salah satu bin Musthafa al Zuhaili.Wahbah lahir pada tokoh yang cukup signifikan dalam jajaran tahun 1932 M di Damaskus, ibukota Siria. Di tokoh-tokoh pakar hukum . Nama era Wahbahal-Zuhayli, terutama pada paruh lengkap Wahbah al Zuhaili adalah Wahbah kedua abad ke 20, Negara-negara mayoritas

160 Faridatus Syuhadak dan Badrun, Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily... | 161 berpendudukan muslim ditandai dengan Metode penelitian kondisi serupa, yaitu ada kecenderungan Penelitian ini apabila dilihat dari bentuk mayoritas penduduknya kepada madhab sumber datanya yang berupa buku-buku atau tertentu (dalam hal ini Siria mengikuti karya tulis lainnya maka termasuk da lam madhab Hanafi ). Walau begitu keragaman penelitian yuridis normative atau penalitian parsial tetap dijamin kemerdekaannya de- hukum doctrinal. Dalam penelitian hukum ngan memberikan tempat pada madhab jenis ini, hukum di konsepkan se bagai apa fiqh lain, utamanya kategori madhab Sunni. yang tertulis dalam peraturan (law in books) Disamping itu periode kehidupan Wahbah atau sebagai kaidah yang me rupakan patokan juga diwarnai oleh keharusan beradaptasi perilaku manusia yang dianggap pantas.2 dengan teori (hukum) konvesional dalam Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam praktek muamalah tantangan atau problema penelitian ini ada lah pendekatan kualitatif. kehidupan terasa membenahi umat Islam akibat Menurut Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif dari modernisasi kemajuan teknologi yang adalah penelitian yang bermaksud untuk mema- ha mi fenomena tentang apa yang di a lami oleh mendorong manusai bersikap prak tamis. Dan subyek penelitian, misalnya pe ri laku, persepsi, hal itu diperparah dengan tanpa diimbangi oleh motivasi, tindakan dan la in-lain secara holistic ulama Negara setempat un tuk cepat tanggap dan dengan cara mendeskripsikannya dalam dalam merespons ke nya taan yang ada. Hal bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks semacam inilah yang tampaknya mendorong khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan Wahbah untuk menulis fiqh ensiklopedia yang ber bagai metode alamiah.3 Penelitian dengan berjudul al Fiqh al Islam wa Aldilltuhu.1 pen de katan kualitatif menghasilkan data-data Fiqh Islam atau biasa disebut dengan yang bersifat deskriptif4 karena penelitian hukum Islam begerak di wilayah praktis, yakni de ngan pendekatan tersebut sangat kaya berhubungan dengan perilaku ma nusia yang dan sarat dengan deskripsi.5 Sementara itu metode perumusannya dengan memanfaatkan ber dasarkan disiplin Ilmu yang dipakai yaitu daya penalaran atas dalil-dalil shar’i. obyek Ta rikh Tasyri’, pendekatan yang digunakan kepraktisan fiqh memposisikan ketersediaan da lam penelitian ini adalah historis, analitis dan wacana doktrinnya harus ber padu dengan filosofis karena tema yang di angkat berkisar perkembangan zaman dan se tidaknya hal itu pada pemikiran ulama’.6 telah membangkitkan kembali pemikiran dan Dalam penelitian hukum selalu diawali konsepsional fiqh. Dalam hal ini dibutuhkan dengan premis normative, maka datanya strategi pengembangan fiqhIslam yang sekiranya diawali datanya diawali dengan data se kun der. bisa melahirkan solusi pemecahan problema Bagi Penelitian Hukum normative yang hanya yang di anggap ummat Islam, khususnya di mengenal data sekunder saja, jenis datanya bidang hukum. Banyak intelektual-intelektual adalah bahan hukum primer, bahan hukum muslim dan pemerhati (ahli) hukum Islam yang sekunder dan bahan hukum tersier.7 mencoba untuk menata strategi perumusan Adapun metode pengumpulan data yang kembali konsepsional fiqh yang nantinya digunakan dalam penelitian ini adalah penelaahan diharapkan bias menjawab tantangan zaman naskah atau studi kepustakaan, yaitu cengan yang dihadapi ummat. Diantara para intelektual 2Amiruddin &Zainal asikin, Pengantar metode muslim sebagaimana dikatakan diatas ada- penelitian Hukum, Jakarta raja Grafindo Persada, 2006), lah Wahbah Al Zuhaili. Untuk itu peneliti h. 118. 3Amiruddin, Pengantar Metode.., h. 6 menganggap penting untuk mengkaji sosok 4Burhan Ashofa, Metode apenelitian Hukum (Jakarta, dan kiprahnya di dunia hukum Islam. Rineka Cipta, 2004), 15 5Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, ( Raja Grafindo Persada, 2004) 272. 1Wahbah Zuhayli, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, juz 1 6Cik Hasan Basri, Pilar-pilar..., h.17 (Damascus, Dar al-Fikr 2006) 7Amiruddin, Pengantar Metode.., h. 31 162 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hlm. 160-170 mengumpulkan data primer yang diambil menjadi sa rana kesempurnaan suatu kewajiban dari buku-buku secara langsung berbicara maka hal tersebut hukumnya wajib. Mubah tentang permasalahan yang diteliti dan juga bagi mereka yang mampu secara lahir dan dari data-data sekunder yang secara tidak batin dan tidak khawatir akan terjebak zina langsung membicarakannya namun re levan bila ti dak melakukan pernikahan. untuk di kutip sebagai pembanding. Dan Makruh bagi seseorang yang berniat me- metode analisis data yang di gunakan dalam nikahi perempuan, tapi khawatir ia tidak dapat penelitian ini adalah content analysis (analisis bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi, isi). Content analisis menunjuk ke pa da metode selain itu ia juga khawatir akan me lakukan analisis yang integrative dan se cara konseptual dosa dan marabahaya, tetapi ke khawatiran cenderung diarahkan untuk menemukan, tersebut belum sampai pada de rajat keyakinan mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa akan melakukan dosa ji ka ia menikah. Sedang dokumen untuk memahami makna, signifikasi hukum nikah yang asalnya sunnah akan dan relevansinya.8 menjadi haram, apa bila pernikahan tersebut justru dilandasi ke inginan balas dendam atau Hasil dan Pembahasan menyakiti, menzalimi dan membahayakan Dalam kitab fiqih Islam wa Adillatuhu istrinya, selain dari itu juga yakin tidak akan jilid ke-9 tentang pernikahan, secara gam- mampu me menuhi kebutuhan pernikahan blang Wahbah Al-Zuhaily menerangkan dan tidak mampu berbuat adil di antara istri- ha sil pemikirannya tentang hukum keluarga istrinya.9 (al-Ahkam al-usrah), menurutnya hukum Selanjutnya menurut Wahbah Al-Zuhaily per nikahan tidaklah tunggal sebagaimana jika terjadi pertentangan antara hal yang yang banyak telah dipahami atau terekspos mewajibkan seseorang untuk menikah dan umat selama ini. Hukum pernikahan ternyata yang mengharamkannya, seperti halnya ia ti dak selalu sunnah, tapi bisa berubah wajib, akan terjerumus kedalam perzinahan jika ia mubah, makruh bahkan haram, tergantung tidak menikah, tetapi ia juga akan melakukan konteksnya. Sunnah adalah hukum asalnya, kezaliman atau menyakiti istrinya jika ia menikah, dimana hukum sunnah ini berlaku disaat maka pernikah tersebut tetap hu kumnya kondisi stabil yang sekiranya ia tidak kha- haram. Karena sesuatu yang yang dan watir terjerumus ke dalam perzinahan jika haram bercampur maka yang haramlah yang tidak menikah, juga tidak akan khawatir akan dimenangkan. Ia juga ber dalilkan firman berbuat zalim atau aniaya terhadap is trinya surat an-Nuur ayat 33 sebagiaman berikut: jika ia menikah. وليستعفف الذين الجيدون �كاحا حىت يغنيهم اهلل من -Sedang wajib-nya, bagi laki-laki dan pe فضله. rempuan yang mampu melaksanakan per nikahan tersebut serta berpotensi akan ter jebak dalam “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin perzinahan seandainya ia tidak menikah, dan hendaklah menjag kesucian dirinya, sehinga Allah ia juga mampu memberikan na memampukan mereka denagn karunia-NYA” istrinya berupa mahar dan nafkah batin serta Contoh tersebut menunjukkan, dalam mampu memenuhi hak-hak pernikahan yang melaksanakan syariat tidak boleh melupakan lainnya. Ia juga ti dak mampu manjaga dirinya maqashid syariah-nya. Agama tidak semata untuk tidak ter jerumus ke dalam perbuatan soal halal-haram, tapi sarat berbagai pesan yang hina dengan cara berpuasa, sehingga ia moral yang kadang dilupakan. Wahbah juga berkewajiban men jaga harga dirinya dengan menerangkan beragam penafsiran tentang menikah. Ka rena menurutnya sesuatu yang sejauh mana kebolehan melihat calon pa sa- ngan dalam pinangan, menurutnya melihat 8Burhan Bungin, “Metodologi Penelitian Kualitatif” Aktualisasi metodologis kearah ragam varian kon tem- 9Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Islam wa Adillatuhu, porer, (Jakarta, raja Grafindo Persada, 2007), h. 203 (gema insani, jakarta 2010), h. 41 Faridatus Syuhadak dan Badrun, Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily... | 163 aurat perempuan yang bukan mahram hu- tidak termasuk mahram sendiri atau secara kumnya haram sekalipun telah lanjut usia temporal seperti saudara perempuan istri atau da n tidak lagi mampu melakukan hubungan istri orang lain. Kedua perempuan tersebut tidak suami istri, selama ia masih berakal dan dipinang orang lain. Termasuk pula meminang bu kan dalam keadaan terpaksa. Melihat perempuan di masa iddah diperbolehkan pe rempuan diperbolehkan dalam kondisi dengan cara ta’ridh (sindiran), akan tetapi ter paksa atau kebutuhan seorang laki-laki meminang perempuan dalam kondisi talak me lihat perempuan yang bukan mahramnya ba’in sugra ulama berbeda pendapat. Wahbah ketika hendak melamar, transaksi jual beli, Al-Zuhaily berpendapat haram hukumnya sewa-menyewa, Pinjam-meminjam, belajar melamar perempuan dalam kondisi talak mengajar, pengobatan, persaksian, menolong ba’in sugra karena lelaki tersebut masih ada orang tenggelam dan sejenisnya. kesempatan untuk kembali lagi kepada istrinya, Menurut Wahbah Al-Zuhaily melihat sedangkan dalam keadaan talak ba’in kubra perempuan dalam kebutuhan hendaknya ia sependapat dengan jumhur ulama yang harus dibarengi dengan mahramnya, karena memperbolehkan melamar perempuan tersebut keadaan khalwat (berduaan) dapat dimungkinkan karena menurutnya suaminya sudah mencerai terjerumus pada hal-hal yang dilarang oleh istrinya secara sempurna dan tidak akan muncul syara’, dan dalam keadaan tersebut seluruh kedengkian di hati suaminya itu. tubuh perempuan itu harus tertutup kecuali Dalam membahas aturan-aturan sya riah bagian yang dibutuhkan, karena semuanya islamiyah Wahbah Al-Zuhaily me nyan darkannya itu dalam hukum asalnya adalah haram. kepada dalil-dalil yang shahih baik al-Qur’an, Menurutnya berkenalan de ngan perempuan as-Sunnah ataupun akal yang sehat. Sebagaiman yang dilamar hanya di perbolehkan dari dua usaha seorang mujtahid tidak dapat dianggap segi saja. Pertama, dengan mengirim seorang sah jika hasil pemikirannya tidak berlandaskan perempuan yang telah dipercaya oleh laki- pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh sebab itu laki yang melamar untuk melihat perempuan me nurut beliau mempelajari hukum-hukum yang hendak dilamar dan ia memberitahukan fiqh dengan sebatas bersandaran pada definisi sifat-sifat perempuan itu kepadanya. Kedua, atau identifikasi masalah atau berdasarkan laki-laki yang hendak melamar melihat sendiri kemungkinan-kemungkinan atas sesuatu yang perempuan yang akan di lamar untuk me- bisa terjadi tidak dapat diterima oleh akal dan ngetahui kecantikan dan kelembutan kulitnya tidak pula menenteramkan jiwa. Oleh sebab itu dengan melihat wajah dan kedua telapak pemikiran Wahbah Al-Zuhaily selalu disertai tanganya dan perawakannya, karena wajah dengan dalil-dalil hukumnya dengan tujuan menunjukkan kecantikannya, kedua telapak agar terlepas dari taklid menuju kedudukan tangan menunjukkan kelembutan kulitnya, ittiba’, selain dari menurutnya dalil-dalil hukum dan perawakannya menunjukkan tinggi atau merupakan ruh dari fiqih itu sendiri, sehingga pendeknya tubuh. Pendapat Wahbah ini sama dengan mempelajari dalil-dalil hukum akal dengan isi kitab yang dijadikan ru jukan atau bisa menjadi terlatih dan keahlian seorang literatur dalam menetukan hu kum di atas.10 pakar fiqih dapat terbentuk. 11 Wahbah Al-Zuhaily juga menekankan Wahbah juga menekankan metode per- isu etis dalam hal pinangan seseorang atas bandingan antara pendapat-pendapat empat pinangan orang lain, sehingga menurutnya ia mazdhab (Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, membolehkan pinangan atau lamaran dengan dan Hanabilah) dengan disertai penyimpulan memenuhi dua syarat, Pertama perempuan hukum (istinbaath al-ahkam) dari sumber- yang tidak diharamkan oleh syariat untuk sumber hukum Islam baik yang naqli (al- dinikahi selamanya seperti perempuan yang Qur’an, as-Sunnah, ’ dan qiyas) ataupun 10Muhammad bin Ali as-Syaukani, Nailul Author, 11 Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Islam wa Adillatuhu, h. Darul Fikr juz 6 hal 110 18 164 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hlm. 160-170 yang aqli. Menurutnya kesimpulan hukum para ulama terhadap suatu pen da pat menjadi Islam yang hanya diambil dari al-Qur’an saja, alasan yang kuat dalam pen-tarjih-an. Menurut ia telah melepaskan Islam dari akar-akar- Wahbah, dalam kondisi ter paksa (ad-dharuurah), nya, dan baragsiapa membatasi fiqih ha nya sangat butuh (al-haajah), tidak mampu (al-ajz) dengan memahami as-Sunnah saja, ma ka ia atau ada alasan yang lain (al-udzur), maka telah mereduksi agama Islam dan melakukan terhadap se mua madzhab dibenarkan kesalahan. Pemikirannya akan pincang dan wakaupun sam pai pada tahap talfiq.12 tidak dapat merelevansikan pemikirannya dengan zaman sehingga tidak akan memberikan Menurutnya mencari rukhshakh (tatabbu’ kemaslahatan kepada manusia. ar-rukhas) tidak dibolehkan dalam tujuan main-main dan keinginan atau ego pribadi, Selain memaparkan pendapat keempat seperti mengambil pendapat yng paling ringan madzhab, Wahbah juga menjelaskan be berapa dari beberapa madzhab, sedangkan tidak ada pendapat madzhab selain yang ke empat kondisi terpaksa (ad-dharuurah), sangat butuh madzhab, dan ia merujuk langsung pada kitab- (al-haajah), tidak mampu (al-ajz) atau ada alasan kitab utama dalam madzhab ter sebut. Karena yang lain (al-udzur). Talfiqjuga tidak dibolehkan menurutnya, mengutip pen dapat suatu madzhab jika bertentangan dengan keputusan dari rujukan yang tidak sama madzhabnya akan dalam menghilangkan sengketa, begitu pula menyebabkan kesalahan penisbatan, terutama talfiq tidak boleh jika bertentangan dengan dalam pendapat yang paling unggul (rajih) tradisi masyarakat atau bertentangan dengan dalam madz hab tersebut. Metode pemikiran pendapat yang di sepakati bersama atau akan yang se perti ini digunakan oleh Wahbah dalam terjerumus dalam perbuatan dosa, seperti tu juan untuk menghindari penafsiran yang menikahi pe rempuan tanpa , mahar dan sa lah serta fanatisme madzhab yang sempit. saksi, dengan alasan mengikuti pendapat Da lam penggunaan al-Hadits sebagai dalil madzhab yang memperbolehkan hal tersebut.13 da ri masalah yang sedang dikajinya, Wahbah Ketentuan ini ditetapkan untuk menghindari memerhatikan keshahihan hadits tersebut. Oleh dan men cegah terjadinya kecendrungan menjauh sebb itu, hadits yang dijadikan rujukan oleh da ri ketentuan perintah-perintah syariah. fuqaha di-tahkrij dan di-tahqiq. Metode sepeti ini ia lakukan untuk mengatahui me tode yang Metode Ijtihad Wahbah Al-Zuhaily benar dalam menggunakan dalil, dan dengan cara tersebut ia dapat me milih pendapat yang Dalam melakukan ijtihad, Wahbah Al- dalilnya shahih dan me ninggalkan padapat Zuhaily terlebih dahulu melakukan kajian yang dalilnya dhaif. terhadap nash-nash yang terdapat dalam al-qur’an dengan menggunakan pendekatan Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily lebih fo kus disiplin ilmu yang berhubungan seperti pada sisi praktikal, sehingga dalam penulisan ilmu bahasa dengan memperhatikan kata- bukunya ia tidak menyinggung masalah yang kata mujmal, musytarak, atau lafazh yang bersifat rekaan atau khayalan yang tidak diragukan termasuk lafazh yang ‘amm atau mungkin dapat terjadi. Ia ju ga melakukan khashsh, haqiqah atau majaz, haqiqah atau analisis dari beberapa ar gu mentasi para ulama ’urf, muthlaq atau muqayyad dll, jika ia dan mengambil ke sim pulan dari pendapat yang menemukan nash yang jelas mengenai ma- paling unggul (rajih) menurutnya, terutama salah yang dikajinya, maka ia berpegang teguh jika salah sa tu dari pendapat ulama tersebut pada nash tersebut dan menghukumi masalah merujuk pa da hadits dhaif, atau suatu pendapat yang sedang dikajinya dengan ke ten tuan yang itu lebih berpotensi memberikan kemaslahatan ada dalam nash-nash itu. Se dangkan apabila bagi masyarakat. Jika ia tidak melakukan pen- 12Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Islam wa Adillatuhu, h. tarjih-an, maka yang diambil adalah pen dapat 20 13Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Islam wa Adillatuhu, h. jumhur ulama, karena menurutnya du ku ngan 21 Faridatus Syuhadak dan Badrun, Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily... | 165 ia tidak menemukannya dalam Kitabullah, shahih.14 Kemudian Wahbah melakukan tar- maka ia mencari dalam sunnah Rasul yang jih terhadap pendapat yang mengacu pa da berupa perkataan (Qauliyah), contohnya sabda sandaran dalil yang shahih, atau jika ha dits Nabi SAW : yang digunakan sebagai dalil oleh pa ra ulama “Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya tersebut mempunyai kekuatan yang sama dalam bagaikan sebuah bangunan, yang satu sama lain derajat hadits, maka Wa h bah Al-Zuhaily lebih saling menguatkan.” (HR. Muslim). memilih pendapat yang mempunyai potensi lebih untuk me nimbulkan kemaslahatan dan Apabila ia tidak menemukannya dalam menolak ke rusakan. Jika Wahbah tidak melakukan hadits qauliyah, ia mencarinya dalam hadits yang tar jih terhadap bebepara pendapat ulama, ia berupa perbuatan (amaliyah) yang mencakup le bih mengutamakan untuk mengamalakan perilaku Nabi SAW, seperti tata cara shalat, pen dapat jumhur ulama, alasannya dukungan puasa, haji, dan sebagainya. Berikut contoh para ulama terhadap satu pendapat dapat haditsnya, Seorang sahabat berkata: dijadikan alasan kuat dalam pen-tarjih-an. “Nabi SAW menyamakan (meluruskan) saf-saf Jika tidak menemukannya dalam beberapa kami ketika kami melakukan shalat. Apabila saf-saf pendapat ulama, ia melakukan qiyas dengan kami telah lurus, barulah Nabi SAW bertakbir.” ilhaq atau mempertemukan masalah yang se- (HR. Muslim). dang dikajinya dengan masalah yang su dah Jika ia tidak menemukannya dalam keduanya mempunyai ketentuan hukum dari sum bernya maka ia mengambil hadits yang berupa yang mempunyai kesamaan illat, kemudian penetapan (taqririyah) atau penilaian Nabi SAW ia menghukumi masalah yang dikajinya terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan dengan hukum yang sama de ngan masalah para sahabat yang perkataan atau perbuatan yang sudah mempunyai ke tentuan hukum mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh dari sumbernya. Selain dari itu kemudian ia Nabi SAW. Contohnya hadits berikut, seorang juga menggunakan lo gika yang sesuai dengan sahabat berkata; aturan dalam hukum Islam. Demikian cara atau “Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua metode ij tihad yang ia lakukan, adakalanya rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat merujuk ke p ada makna lahiriyah nash, jika memang nash tersebut sesuai dengan realitas maghrib), Rasulullah SAW terdiam ketika melihat masalah yang sedang dikajinya. Adakalanya apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh juga ia juga menganalogikan masalah tersebut dari tidak melarang kami ” (HR. Muslim). nash-nash yaitu qiyas, atau dengan menimbang Apabila ia menemukan dalam hadits realitas maslahah yang dihadapinya dengan tersebut tentang hukum dari masalah yang menggunakan kaidah-kaidah umum yang sedang dikajinya maka ia menggunakan hadits digali dari dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sun nah amaliyah atau taqririyah itu sebagai dalil atau seperti istihsan , maslahah mursalah, urf, sadd sumber hukum. adz-Dzari’ah dan yang lainnya.15 Jika dari kedua sumber tersebut ia tidak Adapun cara istihsan yang digunakan Wahbah menemukan kepastian hukum dari ma salah Al-Zuhailya yaitu dengan Meng ung gulkan yang sedang dikaji, Wahbah Al-Zuhaily (memakai) qiyas khafi dan me ning galkan qiyas kemudian memperhatikan bebe rapa pendapat- jali karena ada petunjuk untuk itu, dimana pandapat ulama dengan mem perhatikan istihsan ini disebut dengan istihsan qiyasi. Atau hadits yang dijadikan dalil oleh para ulama dengan cara Pengecualian masalah juz’iyah tersebut antara shahih dan dhoifnya dengan dari Ashal yang bersifat Kully atau dari kaidah- cara ia melakukan pen-takhrij-tan dan pen- kaidah yang berlaku umum karena ada dalil tahqiq-kan agar ha dits-hadits tersebut dapat 14Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Islam wa Adillatuhu, h. 19 diketahui sha hih dan dhoifnya sehingga bisa 15Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Islam wa Adillatuhu, h. memilih pen dapat yang bersandar pada hadits 119 166 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hlm. 160-170

(pe tun juk) khusus yang mengharuskan hal Pengertian al-Ahkam al-Usrah menurut tersebut yang disebut dengan istihsan istisna’i.16 terminologi yaitu Hukum Keluarga yang se dangkan metode Wahbah Al-Zuhaily di diartikan sebagai keseluruhan ketentuan dalam maslahah mursalah yaitu dengan me- mengenai hukum yang bersangkutan de- nentukan sebuah hukum yang dapat mem- ngan kekeluargaan sedarah (seketurunan) perbaiki peraturan syariat atau tujuan sya riat dan kekeluargaan karena perkawinan. Ke- (maqasyit al-syariat) yang sebelumnya ti dak ada keluargaan sedarah yaitu pertalian keluarga ketentuan dalil dalam syariat, se hingga dapat yang terdapat antara beberapa orang yang terwujud menarik kebaikan (jalbu al-mashalih) mempunyai keluhuran yang sama. Ke ke- dan menolak kerusakan (dar’u al-mafasid).17 luargaan karena perkawinan adalah per talian Sedangkan dalam urf yang digunakan oleh keluarga yang terdapat karena per k awinan Wahbah Al-Zuhaily adalah urf yang sudah antara seorang laki-laki dan pe rem puan sebagai berlaku secara umum dari masa sahabat dan suami istri. Hukum per kawinan merupakan sesudahnya yang ti dak bertentangan dengan keseluruhan peraturan yang berhubungan nash syara’ dan kaidah-kaidah dasar.18 Adapun dengan perkawinan. Hu kum perkawinan sadd az-Dza ri’ah yang digunakan Wahabah bagian dari Hukum islam dan hukum islam Zuhaili yaitu untuk menentukan apakah suatu bagian dari ajaran agama is lam. Kawin yaitu per buatan dilarang atau tidak, karena ia bisa perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi men jadi sarana (adz-dzariah) terjadinya suatu suami istri.20 perbuatan lain yang dilarang. Hukum keluarga adalah bidang hukum yang berurusan dengan isu keluarga dan yang Pengertian Al-Ahkam Al-Usrah terkait dengan:21 (1) Perkawinan (2) masalah al-Ahkam al-Usroh adalah hukum atau yang timbul di se lu ruh per ni kahan, termasuk peraturan-peraturan yang yang terkait de- penya lah gu na an pa sa ngan, legitimasi, adopsi, ngan hubungan manusia dan keluarganya, pe nga niayaan anak, dan penculikan anak. (3) yang dimulai dengan ikatan perkawinan dan pemutusan hubungan dan hal-hal tam bahan di akhiri dengan harta warisan atau tir kat. termasuk perceraian, pem ba talan, dan perintah Hukum-hukum tersebut mencakup beberapa tanggung ja wab orang tua (di Amerika Serikat, aspek berikut : (1) Hukum kekeluargaan, per wa li an anak dan kunjungan, tunjangan kepemimpinan da lam keluarga dan wasiat anak dan tunjangan penghargaan). terhadap anak kecil. (2) Hukum perkawinan mulai dari ketenteuan melamar, menikah, hak- Menurut Abdur-Rahman Al-Jazairi, kata hak suami istri dari mahar dan nafakah, hak- nikah (kawin) dapat di dekati dari tiga aspek hak anak dari anak kandung dan anak susuan, pengertian (makna), yakni maknalughawi lepasnya tali perkawinan yang diinginkan (etimologi), makna ushuli (syar’i), dan makna oleh suami seperti talak, dan khulu’, atau fiqh(hukum).Definisi nikah yang dinyatakan perceraian karena ada unsur main-main atau oleh para Ulama’. Menurut ulama Hanafiah, tidak adanya nafakah dari suami. (3) Hukum “nikah adalah akad yangmemberi faedah harta keluarga dalam warisan, wasiat, wakaf (mengakibatkan) kepemilikan untuk berse- dan yang harta lainnya yang disandarkan nang-senang secarasadar (sengaja) bagi se- atas kematian.19 orang pria dengan seorang wanita, ter utama gunamendapatkan kenikmatan bio lo gis”. 16Wahbah Az-Zuhaily. Usulul Fiqh Al-Islamy. Di- masq Syria. Darul Fikri. Cet-2 tahun 2001. Juz II, h. Menurut sebagian mazhab Maliki, nikah adalah 739 sebuah ungkapan atau titel bagi suatu akad 17Wahbah Az-Zuhaily. Usulul Fiqh Al-Islamy. Dimasq Syria. Darul Fikri. Cet-2 tahun 2001. Juz II, h. juz 9 darul fikr Damsyiq 2006, h. 6487 757 20http://riana.tblog.com/post/ tanggal 17 oktober 18Wahbah Az-Zuhaily. Usulul Fiqh Al-Islamy. Di- 2012. mas q Syria. Darul Fikri. Cet-2 tahun 2001. Juz II, h. 21http://id.shvoong.com/law-and-politics/family- 831 law/2289622-pengertian-hukum keluarga. tanggal 17 19Wahbah al-Zuhaili “Fiqh al-Islami wa Adillatuh” oktober 2012. Faridatus Syuhadak dan Badrun, Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily... | 167 yang dilaksanakan dan di maksudkan untuk perzinahan dan ia mampu untuk mem berikan meraih kenikmatan (seksual) semata-mata”. nafkah kepada istrinya be ru pa mahar, nafkah MazhabSyafi’iyah, ni kah di rumuskan dengan batin dan hak-hak per nikahan yang lainnya. Hal “akad yang men jamin kepemilikan(untuk) tersebut diwajibkan untuk menjaga kehormatan bersetubuh de ngan menggunakan redaksi dirinya dari perbuatan haram. Menurut Wahbah (lafal) “inkah atau tazwaj; atau turunan (makna) segala sesuatu yang merupakan sarana untuk dari ke du anya”. Menurut ulama Hanabilah kesempurnaan sebuah ke wa jiban maka ia men de finisikan nikah dengan “akad yang dilakukan hukumnya wajib pula. Da lam hal ini Wahbah inkah dengan menggunakan kata atau tazwaj guna tidak jauh berbeda pendapatnya dengan mendapatkan kesenangan (bersenang-senang).22 pendapat para ulama yang lain. Definisi perkawinan dalam Kompilasi Kedua, haram: nikah diharamkan jika Hukum Islam (KHI) adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan dalam per nikahan tersebut laki-laki itu da- ghalizhan untuk mentaati perintah Allo SWT pat menzalimi dan membahayakan istrinya, dan melaksanakannya merupakan Ibadah”. seperti tidak mampu memenuhi kebu tu han Al-Qur’an juga menjuluki mitsaqan ghalizhan pernikahan atau tidak dapat berbuat adil (ikatan yang kuat). Artinya, pernikahan itu terhadap istrinya. Akan tetapi me nu rut Wahbah merupakan perjanjian yang kuat, serius antara jika terjadi benturan antara hal yang mewjibkan mempelai laki-laki (Suami) dan mem pelai perempuan (Istri). Oleh sebab itu pernikahan menikah dan yang meng haramkannya, seperti yang sudah dilangsungkan ha rus dipertahankan ia yakin akan terjerumus pada perzinahan kelangsungannya. jika ti dak me nikah dan ia juga yakin akan Pernikahan dalam Islam adalah penyatuan me lakukan ke zaliman pada istrinya jika ia jiwa dan raga dalam sebuahmaghligai rumah menikah, ma ka menurutnya dalam kon disi tangga, untuk mencapai kebahagiaan dunia seperti ini pernikahan diharamkan baginya. akhirat, sertamengharap ridho Allah SWT. Karena ka rena sesuatu yang ha ram dan halal Rumahtangga yang ideal yang di harapkan ber campur maka yang di menangkan adalah adalah rumah tangga yang dipenuhi oleh yang haram. Dalam pendapat ini Wahbah le- cinta kasih, sikap saling menghargai dan bih condong pada pendapat Syafi’i yang le bih menghormati, saling memberi dan menerima, memenangkan yang haram jika antara halal saling belajar dan mengajar. Rumah tangga dan haram bercampur. di sebut ideal bila hubungan dalam keluarga Ketiga, makruh: pernikahan dimakruhkan dibangun atas dasar sikap saling menasehati jika seseorang khawatir terjerumus dalam dalam kebenaran, berlomba melaksanakan dosa dan marabahaya. Kehawatiran tersebut 23 kebajikan. belum sampai pada derajat keyakinan jika ia menikah, seperti khawatir tidak mampu Al-Ahkam Al-Usrah dalam Fiqh Islami wa memberi nafkah, berbuat jelek pada keluarga Adillatuhu dan kehilangan keinginan kepada keluarga. Jenis atau sifat pernikahan syar’i dari segi Dalam madzhab Hanafi makruh dibagi dua dilakukan atau tidak, meurut para ahli fiqih macam: makruh tahrimi (mendekati haram) tergantung pada kondisi masing-masing orang, dan makruh tanzihi (mendekati halal) sesuai dengan rincian hukum sebagai beri kut: dengan kuat dan lemahnya kekhawatiran. Pertama, fardhu: mayoritas ulama fiqih Menurut Syafi’i menikha hukumnya makruh men gata kan bahwa hukum nikah wajib jika bagi orang yang memiliki kelemahan seperti se seorang dihawatirkan terjerumus da lam tua renta, penyakit lama dan kesuahan yang 22Muhammad Amin Summa, HukumKeluarga Islam berkepanjangan. Dalam ketentuan hukum ini di Dunia Islam (Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada), Wahbah tidak mengungkan argumentasinya hlm. 45 23Sholeh Gisymar, Kado Cinta untuk Istri (Yogyakarta: atau menguatkan salah satu pendapat madzhab Arina Publishing, 2005), 65 di atas. 168 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hlm. 160-170

Rukun-rukun Pernikahan seperti pernikahan anak kecil yang belum tamyiz, pernikahan dengan mah ramnya, pernikahan Rukun pernikahan menurut ulama Ha- perempuan yang sudah menikah dengan laki- nafiah hanya ijab dan qabul saja. Sedangkan laki lain, pernikahan mus limah dengan laki- menurut jumhur ulama ada empat, yaitu laki nonmuslim. Me nurut pandangan Wahbah sighta (ijab dan qabul), istri, suami dan wali. Al-Zuhaily hukum pernikahan yang Su ami dan wali adalah dua orang yang m e- adalah pernikahan yang tidak mengakibatkan lakukan akad, sedangkan yang dijadikan akad konsekuensi apa pun dari pengaruh-pangaruh adalah istimta’ (bersenang-senang) yang me- pernikahan yang sah. Oleh karena itu lelaki rupakan tujuan kedua mempelai dalam me- tersebut ti dak boleh menggaulinya serta tidak langsungkan pernikahan. Sedangkan ma har pula wajib membayar mahar dan memberi bukan sesuatu yang menentukan da lam akad, nafkah kepada perempuan tersebut. Demikian mahar hanya merupakan syarat se perti saksi. pu la mereka tidak bisa saling mewarisi dan Dalam ketentuan rukun-rukun pernikahan tidak ada hubungan mushaharah (besanan), Wahbah Al-Zuhaily lebih con dong pada beliau menguatkan argumentasinya dengan pendapat jumhur ulama. ketentuan perundang-undangan Syiria pasal Syarat-syarat pernikahan 50 bahwa “pernikahan yang batil tidak meng- hasilakan apapun dari pengaruh-pengaruh Dalam pelaksanaan pernikahan ada beberapa pernikahan yang sah, walaupun telah terjadi syarat bagi kedua pihak yang melakukan akad, hubungan intim”. dan beberapa syarat da lam sighat (ijab qabul). Menurut ulama Syafi’iah pernikahan Adapun syarat ke dua belah pihak adalah: yang batal adalah pernikahan yang tidak Pertama, mampu me laksanakan akad, dan syarat sem purna rukunnya. Sedangkan pernikahan tersebut bisa terpenuhi dengan adanya sifat yang fasid (rusak) adalah pernikahan yang tamyiz. Kedua, mendengar perkataan orang lain, tidak sempurna syaratnya dan terdapat cacat sekalipun secara hukmi saja, seperti cuma tulisan setelah terlaksananya akad nikah. Secara umum saja kepada seorang perempuan yang tidak keduanya sama menurut Syafi’iah, de ngan ada di tempat yang memberikan pemahaman demikian tidak wajib adanya mahar, nafkah untuk melakukan pernikahan. Adapun syarat- dan tidak pula ada hubungan mahram sebab syarat sighat akad yaitu, Pertama dilakukan mushaharah, penetapan iddah dan nasab. dalam satu majlis, jika kedua belah pihak hadir. Menurut Hanafiah majlis bisa berubah dengan Menurut Wahbah Al-Zuhaily terdapat berjalan lebih dari dua langkah, baik jalan kaki sembilan macam pernikahan yang tidak sah 24 atau kendaraan. Menurut Wahbah pedoman dalam pandangan hukum Islam. Pen dapatnya utama dalam ketentuan satu majlis atau beda sama dengan penjelasan Syafi’i dalam majlis adalah adat istiadat, karena tindakan yang dijadikan salah satu ru jukannya dalam apapun yang dianggap telah ber paling dari kitab al-Muhadzdzab yaitu, Pertama, nikah akad atau pemisah dalam ijba qa bul, maka syighar, seperti per kataan “Aku nikahkan dapat mengubah status majlis akad dan begitu kamu dengan putriku, de ngan syarat kamu pula sebaliknya. Dalam hal ini Wahbah lebih menikahkanku dengan pu trimu”. Pernikahan menggunakan ketentuan hukum adat istiadat ini tidak sah jika budh’u (vagina) yang dijadikan dalam argumentasinya. maharnya, akan tetapi jika mereka tidak menyebut budh’u se bagai mahar dan tidak Pernikahan yang Batal menyebutnya, ma ka pernikahannya tetap sah. dan Macam-macamnya Kedua, nikah mut’ah yaitu pernikahan dengan batas waktu tertentu. Ketiga, nikah orang Menurut ulama Hanafiah pernikahan yang yang sedang berihram. Keempat, poliandri tidak sah adalah pernikahan yang ca cat di dalam rukun atau salah satu syarat pelaksanaanya, 24Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuz, Al- Muhadzdzab, juz 2, h. 46-47 Faridatus Syuhadak dan Badrun, Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily... | 169 yaitu dua orang wali menikahkan seorang dalam al-qur’an, kemudian hadits Rasul perempuan dengan dua orang laki-laki yang yang berupa perkataan (Qauliyah), perbuatan tidak diketahui secara jelas dari keduanya (amaliyah) dan berupa penetapan (taqririyah) siapa yang lebih duluan. Kelima, pernikahan kemudian pendapat-pandapat ulama dengan perempuan yang sedang iddah dan perempuan memperhatikan hadits yang dijadikan dalil yang se dang istibraa’ (perempuan yang sedang oleh para ulama tersebut antara shahih dan membersihkan rahim dari pengaruh sperma dhoifnya, ia juga melakukan qiyas, istihsan , suami sebelumnya). Keenam, nikahnya pe- maslahah mursalah, urf, sadd adz-Dzari’ah dan rempuan yang ragu dengan kehamilannya yang lainnya. se belum habis masa iddahnya. Menurut Wahbah Al-Zuhaily macam-macam Ketujuh, nikahnya muslim dengan pe- pendahuluan pernikahan dalam kitabnya terdapat rempuan kafir, selain dari ahli kitab. Me nurut Wahbah perempuan ahli kitab, ji ka ia keturunan empat macam, yaitu hukum pernikahan secara Israil, maka dihalalkan me nikahinya selama syari’at, hu kum khutbah pernikahan, pinangan keluarga ushulnya tidak be ragama Yahudi de ngan pinangan orang lain, dan melihat pe- setelah agama tersebut di hapus. Jika beragama rempuan yang telah dipinang sebelum dinikahi. kristen dihalalkan me nikahinya, jika diketahui Sedangkan tentang hukum keluarga (al-Ahkam bahwa keluarga us hulnya beragama kristen al-usrah) menurut Wah bah Al-Zuhaily bisa sebelum dihapus, sekalipun setelah ajarannya sunnah, wajib, mu bah, makruh bahkan haram, dirubah, dengan syarat mereka menjauhi tergantung kon teksnya. Wahbah Al-Zuhaily ajaran-ajaran yang dirubah tersebut. Dalil yang juga me nyebutkan ada sembilan macam per- dikemukakan Wahbah dalam pendapatnya n i kahan yang tidak sah dalam pan da ngan ini adalah firman Allah SWT yang berbunyi, hukum Islam yaitu:25 nikah syi ghar, nikah “(dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga mut’ah, nikah orang yang se dang berihram, kehormatan diantara wanita-wanita yang ber iman poliandri, pernikahan perempuan yang sedang dan wanita-wanita yang menjaga kehor matan di iddah dan perempuan yang sedang istibraa’ antara orang-orang yang diberi Al Ki tab sebelum (pe rem puan yang sedang membersihkan ra him kamu”. Kedelapan, perempuan yang suka dari pengaruh sperma suami se be lumnya), pindah-pindah agama. Kesembilan, per nikahan nikahnya perempuan yang ra gu dengan seorang muslimah dengan laki-laki kafir dan kehamilannya sebelum ha bis masa iddahnya pernikahan perempuan murtad. dan nikahnya muslim dengan perempuan kafir, Kesimpulan selain dari ahli kitab.

Wahbah Al-Zuhaily dalam berijtihad ber- 25Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuz, Al- sandar terhadap nash-nash yang terdapat Muhadzdzab, juz 2, h. 46-47

DAFTAR PUSTAKA Arfan Abbas. Geneologi Pluralitas Mazhab dalam Ashofa Burhan. Metode apenelitian Hukum, Hukum Islam, UIN Malang Pers, 2008. Jakarta, Rineka Cipta, 2004. Abdul, Khalaf Wahhab.Kaidah-Kaidah Hukum Bungin Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif; Islam, PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Aktualisasi metodologis kearah ragam Keempat, 1994. varian kontemporer, Jakarta, raja Grafindo Asikin Zainal & Amiruddin. Pengantar metode Persada, 2007. penelitian Hukum, Jakarta raja Grafindo Cik Bisri Hasan. Pilar-pilar penelitian Hukum Persada, 2006. Islam dan Pranata Sosial, Raja Grafindo Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuz, Persada, 2004. “Al-Muhadzdzab”. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta, Ictiar baru 170 | de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 4 Nomor 2, Desember 2012, hlm. 160-170

van Hoeve, 2006. GrafindoPersada, 2005. Gisymar Sholeh. Kado Cinta untuk Istri, Yogyakarta Muhammad bin Ali as-Syaukani, “Nailul : Arina Publishing, 2005. Author”, Darul Fikr juz 6 hal 218 http://riana.tblog.com/post/ tanggal 17 oktober Syarifuddin Amir. Ushul Fiqh, fajar Inter pratama 2012. Offset jakarta: kencana, 2009. http://id.shvoong.com/law-and-politics/family- law/2289622-pengertian-hukum keluarga. Ash Shiddieqy Hasby. Falsafah Hukum Islam, tanggal 17 oktober 2012. Jakarta, Bulan Bintang, 1974. Kamus besar bahasa Indonesia. 2 Departemen Zuhaily Wahbah. al-Fiqh al-Islam wa Adilla tuhu, Pendidikan Nasional, Jakarta, Gra me dia juz 1, Damascus, Dar al-Fikr, 2006. Pustaka Utama, 008. Summa, Muhammad Amin. HukumKeluarga Zuhaily Wahbah. Usulul Fiqh Al-Islamy, Dimasq Islam di Dunia Islam, Jakarta : PT. Raja Syria. Darul Fikri. Cet-2 Juz II, 2001.