Lagu Propaganda Dalam Revolusi Indonesia: 1945-1949 VOLUME 15 No

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Lagu Propaganda Dalam Revolusi Indonesia: 1945-1949 VOLUME 15 No HUMANIORA Lagu Propaganda dalam Revolusi Indonesia: 1945-1949 VOLUME 15 No. 1 Februari 2003 Halaman 105 - 114 LAGU PROPAGANDA DALAM REVOLUSI INDONESIA: 1945-1949 Wisnu Mintargo* Pengantar tidak begitu penting, diutamakan adalah makna serta isi teks lagu bersifat agitasi i dalam dunia politik disebutkan bahwa disampaikan kepada masyarakat pendu- fungsi musik adalah sebagai alat yang kungnya mudah dinyanyikan dan dihayati ampuh untuk propaganda dan agitasi bagi seluruh rakyat Indonesia. politik. Lagu-lagu propaganda di masa pen- Lagu-lagu propaganda pada masa dudukan Jepang dan revolusi Indonesia dike- pendudukan Jepang terdiri dari dua jenis nal dengan istilah musik fungsional yang lagu. Pertama, lagu-lagu jenis mars propa- diciptakan untuk mencari dukungan politik. ganda terbuka, dikenal sebagai lagu propa- Salah satu contoh musik fungsional, dalam ganda Asia Timur Raya, berjudul 'Maju Putra- sejarah musik, dikenal musik yang berfungsi Putri Indonesia', 'Hancurkan Musuh Kita', dan mengiringi peribadatan agama (ritual), dan 'Asia Sudah Bangun'. Lagu-lagu ini digunakan musik yang mengiringi tari sebagai sarana sebagai alat provokasi dan indoktrinasi hiburan. semangat Jepang yang sengaja diciptakan Fungsi utama lagu-lagu propaganda pemerintah penguasa Dai Nippon guna adalah alat penyebarluasan opini bersifat mengajak bangsa Indonesia bersatu dengan simpel, tetapi implikasinya bersifat kompleks. Asia Timur Raya melawan Amerika dan Pandangan ini berkaitan dengan teori yang sekutunya dalam Perang Dunia II. menyatakan bahwa lagu-lagu propaganda Kedua, lagu propaganda jenis mars yang sebagai media komunikasi guna menyam- bersifat terselubung, digunakan lagu ‘Indo- paikan pesan tertentu kepada massa untuk nesia Raya’, berfungsi sebagai alat penya- mengimbangi kekuatan propaganda musuh maran propaganda Jepang membentuk di dalam ajang perang urat saraf (Sastro- negara kesatuan Asia Timur Raya, sebagai poetro, 1983: 22). Sebagai sarana propa- bujukan halus untuk menarik simpatik ganda, kedudukan pemain dan peserta di bangsa Indonesia. Lagu-lagu bersifat terse- dalam seni pertunjukan ini terlibat seluruh- lubung hasil kolaborasi pemerintah Jepang- nya, hingga bisa disebut sebagai Art of Par- Indonesia, misalnya lagu 'Menanam Jagung' ticipation (Soedarsono, 1998:39). ciptaan Bintang Sudibyo, menganjurkan Salah satu sarana komunikasi vertikal masyarakat Indonesia bercocok tanam. yang terpenting dalam penyebarluasan Suatu saat lagu ini berfungsi mengatasi krisis imbauannya sebagai corong pemerintah kelaparan dan rakyat dianjurkan mendengar- yang berkuasa saat itu adalah radio. Peranan kan pidato Sukarno lewat instruksi radio pro- seni pertunjukan dalam lagu-lagu propa- paganda Jepang Hosyo Kanri Kyoku. Saat ganda idiom dengan musik barat, seperti inilah lagu itu diperdengarkan. melodi, irama, harmoni, dan teks lagu dikemas Kata propaganda berasal dari bahasa berdasarkan kemampuan musikalitas masya- latin propagare, yang berarti menyebar- rakat pendukungnya. Unsur teknis bernyanyi luaskan. Propaganda menurut Institute of * Doktorandus, Magister Humaniora, Staf Pengajar Jurusan Musik, Sekolah Tinggi Seni Indo- nesia Padangpanjang, Sumatera Barat. Humaniora Volume XV, No. 1/2003 105 Wisnu Mintargo Propaganda Analysis adalah suatu peng- sehingga secara bersamaan lagu-lagu pro- ungkapan opini dari seseorang atau seke- paganda mempergunakan kesempatan ini, lompok massa dengan sengaja untuk mem- sekaligus menyamar dan bisa sebagai alat pengaruhi opini atau tindakan orang atau perjuangan (Hermeren, 1994:284). kelompok lain dengan tujuan yang telah ditetapkan supaya suatu pendapat diterima Komponis dan Pengaruh Politik oleh kalangan umum. Dalam pengertian yang lunak, propaganda menyiarkan keterangan, Komponis dan pengaruh politik dalam bermaksud menarik simpati masyarakat dunia seni pertunjukan keberadaannya sering umum untuk tujuan kekuasaan (More, 1988: ditentukan oleh kebijakan penguasa pada 63). Kata propaganda hampir sama dengan masa itu. Perkembangan dari masa ke masa agitasi. Agitasi berasal dari bahasa Perancis umumnya digunakan sebagai corong peme- agister (kata kerja), berarti melakukan suatu rintah dan alat kekuasaan, hingga peranan- gerakan oposisi yang umumnya diperguna- nya sulit ditentukan antara kebutuhan seni kan pada suatu organisasi politik dengan untuk seni (art to art) dengan seni sebagai maksud melemahkan lawan. Misalnya, apa tujuan politik. Di negara Rusia, misalnya, yang pernah dilakukan Bung Tomo pada unsur seni sebagai tujuan politik sangat kuat masa revolusi dalam pidatonya melalui siaran di masa kekuasaan rezim Kruschev. Kekuat- radio. Pidato itu selalu dibuka dengan lagu- an ini muncul di kalangan pemusik Avant lagu bersemangat. Setelah itu Bung Tomo Garde, berkembang di kalangan garis keras mengucapkan pidatonya dengan berapi-api. organisasai partai Rusia sebagai seni yang Pengertian komunikasi dapat dibagi dikemas (seni kid) guna mencari dukungan menjadi dua unsur. Pertama, komunikasi politik. Musik propaganda menganjurkan para nonverbal dapat diartikan sebagai sistem komponis memberi dukungan aktif lewat seni isyarat, tanpa mempergunakan bahasa, pertunjukan sebagai gerakan komunisme seperti lambang dan gerakan (sematis). menuju sistem ideologinya (Cooper, 1998: Tanda-tanda nonverbal pada masa Perang 110). Kemerdekaan di Indonesia di antaranya Pada abad ke-20 istilah propaganda ditafsirkan melalui simbol lencana, bendera, memiliki muatan konotasi-konotasi yang pakaian militer, dan panji kesatuan, serta menakutkan, karena penggunaannya oleh sebagai sarana komunikasi kesatuan dan kaum Nazi Jerman dengan paham Fasisme, kekuatan untuk membedakan kawan atau sama halnya dengan Rusia dalam menyebar- lawan. kan doktrin komunisme. Gerakan propa- Kedua, komunikasi verbal ialah bahasa ganda politik lewat media massa saat itu sebagai sarana komunikasi, dipadukan dianggap sebagai kegiatan kontroversial unsur musik, seperti melodi, irama, harmoni, bersifat persuasif. Kegiatan-kegiatan itu dan teks lagu, yang berfungsi sebagai seni biasanya melalui acara pidato yang ber- pertunjukan. Agar lebih menarik, pada lagu- semangat dan diselingi musik ringan atau lagu pembangkit semangat perjuangan lagu-lagu mars guna mempengaruhi sugesti dinyanyikan dalam prosesi berjalan oleh para rakyat. Untuk itu, dalam tulisan ini penulis pemuda pelajar Indonesa saat berunjuk rasa. mengajak pembaca terlebih dahulu mema- Tanda-tanda ini memberikan motivasi kebe- hami arti propaganda itu sendiri agar tidak ranian karena merebut kemerdekaan adalah disalahgunakan. gerakan konstruktif melawan penindasan dan Untuk mengetahui istilah propaganda, ketidakadilan. Oleh karena itu, lagu-lagu ber- terlebih dahulu kita harus memahami tujuan, sifat agitasi lebih tepat dipergunakan pada isi, metode, dan efek propaganda. Sejalan masa revolusi (Yoesoef, 1986:186). Dalam dengan perkembangan media massa keba- hal ini peranan musik sebagai sarana komu- nyakan organisasi besar, seperti pemerin- nikasi sangat efektif untuk membawa pesan tahan pada masa pendudukan Jepang (1942- dari pencipta kepada pendengarnya guna 1945), telah mempergunakan lagu-lagu pro- membangkitkan semangat perjuangan, paganda dalam menciptakan suasana serta 106 Humaniora Volume XV, No. 1/2003 Lagu Propaganda dalam Revolusi Indonesia: 1945-1949 gambaran-gambaran publik yang meng- donesia. Pada 29 April 1942, pemerintah untungkan dan menjadi slogan kegiatan rutin Jepang bekerja sama dengan para pemimpin dari operasi. bangsa Indonesia membentuk organisasi Tujuan propaganda ialah upaya mem- pertamanya dalam wadah negara kesatuan bangun dukungan terhadap kebijakan- Asia Timur Raya disebut Tiga A, yaitu Nippon kebijakan program pemerintah melalui sarana Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, dan media massa guna menjelaskan pentingnya Nippon Cahaya Asia (Kamajaya, 1979:9). pengorbanan diri dan pengorbanan bangsa Pada awal masa pendudukan Jepang selama perang dan damai. harapan bangsa Indonesia merdeka tercapai. Isi propaganda biasanya bersifat langsung Untuk itu. mengumandangkan lagu kebangsa- dan simpel, tetapi implikasinya bersifat an 'Indonesia Raya' menjadi penting. Melalui kompleks. Simbol-simbol yang digunakan acara pembukaan siaran radio Tokyo, lagu dalam propaganda sarat dengan penggunaan tersebut berkumandang bersama Orkes slogan. Bila didistorsi dengan melibatkan Simponi Nippon Hosyo Kanri. Tujuannya paham etnis dan agama, propaganda dapat guna mengambil hati dan simpati rakyat mengeksploitasi emosi publik dalam bentuk Indonesia. tindakan destruktif, bentrokan fisik, dan Peranan propaganda Jepang kali ini berhasil menjalankan misinya secara halus, pengrusakan bersifat anarkis. seolah-olah Jepang merupakan bagian dari Metode propaganda dapat dijumpai bangsa Indonesia. Pada saat rakyat Indone- dalam semua jenis media massa, seperti sia bersemangat mengatur keamanan dan pamflet, surat kabar, majalah, dan buku-buku. menyelenggarakan pemerintahan, secara Media elektronik, seperti radio, televisi, dan sepihak Perdana Menteri Jenderal Tojo seni pertunjukan, sangat potensial diguna- Hideki melalui siaran radio Hosyo Kanri kan, seperti halnya digunakan media iklan, Kyoku di Jakarta, memberlakukan larangan misalnya, karena dapat menjangkau pemirsa mengumandangkan lagu kebangsaan 'Indo- di rumah, di tempat bermain, dan di tempat nesia Raya' serta upacara pengibaran sang bekerja (Magill, 1996:1114). saka Merah Putih. Sebaliknya, pemerintah Efek propaganda menjadi suatu subjek Jepang menetapkan Undang-Undang no. 4 yang penting karena para kritikus dan yang memberlakukan lagu 'Kimigayo' sebagai pengamat politik
Recommended publications
  • A Note on the Sources for the 1945 Constitutional Debates in Indonesia
    Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde Vol. 167, no. 2-3 (2011), pp. 196-209 URL: http://www.kitlv-journals.nl/index.php/btlv URN:NBN:NL:UI:10-1-101387 Copyright: content is licensed under a Creative Commons Attribution 3.0 License ISSN: 0006-2294 A.B. KUSUMA AND R.E. ELSON A note on the sources for the 1945 constitutional debates in Indonesia In 1962 J.H.A. Logemann published an article entitled ‘Nieuwe gegevens over het ontstaan van de Indonesische grondwet van 1945’ (New data on the creation of the Indonesian Constitution of 1945).1 Logemann’s analysis, presented 48 years ago, needs revisiting since it was based upon a single work compiled by Muhammad Yamin (1903-1962), Naskah persiapan Undang-undang Dasar 1945 (Documents for the preparation of the 1945 Constitution).2 Yamin’s work was purportedly an edition of the debates conducted by the Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK, Committee to Investigate Preparations for Independence)3 between 29 May and 17 July 1945, and by the 1 Research for this article was assisted by funding from the Australian Research Council’s Dis- covery Grant Program. The writers wish to thank K.J.P.F.M. Jeurgens for his generous assistance in researching this article. 2 Yamin 1959-60. Logemann (1962:691) thought that the book comprised just two volumes, as Yamin himself had suggested in the preface to his first volume (Yamin 1959-60, I:9-10). Volumes 2 and 3 were published in 1960. 3 The official (Indonesian) name of this body was Badan oentoek Menjelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan (Committee to Investigate Preparations for Independence) (see Soeara Asia, 1-3-1945; Pandji Poestaka, 15-3-1945; Asia Raya, 28-5-1945), but it was often called the Badan Penjelidik Oesaha(-oesaha) Persiapan Kemerdekaan (see Asia Raya, 28-5-1945 and 30-5-1945; Sinar Baroe, 28-5-1945).
    [Show full text]
  • Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945
    Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945 R. E. Elson* On the morning of August 18, 1945, three days after the Japanese surrender and just a day after Indonesia's proclamation of independence, Mohammad Hatta, soon to be elected as vice-president of the infant republic, prevailed upon delegates at the first meeting of the Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Committee for the Preparation of Indonesian Independence) to adjust key aspects of the republic's draft constitution, notably its preamble. The changes enjoined by Hatta on members of the Preparation Committee, charged with finalizing and promulgating the constitution, were made quickly and with little dispute. Their effect, however, particularly the removal of seven words stipulating that all Muslims should observe Islamic law, was significantly to reduce the proposed formal role of Islam in Indonesian political and social life. Episodically thereafter, the actions of the PPKI that day came to be castigated by some Muslims as catastrophic for Islam in Indonesia—indeed, as an act of treason* 1—and efforts were put in train to restore the seven words to the constitution.2 In retracing the history of the drafting of the Jakarta Charter in June 1945, * This research was supported under the Australian Research Council's Discovery Projects funding scheme. I am grateful for the helpful comments on and assistance with an earlier draft of this article that I received from John Butcher, Ananda B. Kusuma, Gerry van Klinken, Tomoko Aoyama, Akh Muzakki, and especially an anonymous reviewer. 1 Anonymous, "Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945: Pengkhianatan Pertama terhadap Piagam Jakarta?," Suara Hidayatullah 13,5 (2000): 13-14.
    [Show full text]
  • Christen J. Grorud 1979-2016
    CHRISTEN J. GRORUD 1979-2016 Memories of Chris Compiled by the Southeast Asia Center in the Henry M. Jackson School of International Studies at the University of Washington Remembering Chris Grorud 1979-2016 Laurie J. Sears Introduction. I first met Chris Grorud in person when he came out to visit the... 4 Micaela Campbell Pamit dulu. From 2014 to 2015, Chris worked on a pilot project for rural... 7 Celia Lowe Appreciation. Chris was a wonderful student, incredibly dedicated to his study... 8 Allan Lumba Bread and Sasquatch. There’s a somewhat long story behind this piece of bread... 9 Cristoph Giebel Quiet confidence. I have many precious memories of Chris, but want to focus on... 11 Evi Sutrisno Grateful for a good buddy. Chris Grorud was one of my best friends both in... 12 Christina Sunardi In a nutshell. Chris, in a nutshell, was a very special person--a gift. He was... 14 Desiana Pauli Sandjaja Docendo discimus. Students come and go and they leave behind memories. Chris... 16 Joseph Bernardo Chris “Brorud.” Chris Grorud was the first person I met at UW back in 2007... 17 James Pangilinan Heartfelt welcome. Chris will be missed deeply by those whom he graced with... 20 Vince Rafael A philosopher of area studies. Chris Chris’s mother, Caryl, designed wanted to write about the Indonesian... 21 the quilt on the cover for him in 2014. She made it using textiles Chris Grorud he collected from each of the An untitled essay. At first glance, Chris’s islands he visited in Indonesia. untitled essay has a seemingly modest..
    [Show full text]
  • Exploring the History of Indonesian Nationalism
    University of Vermont ScholarWorks @ UVM Graduate College Dissertations and Theses Dissertations and Theses 2021 Developing Identity: Exploring The History Of Indonesian Nationalism Thomas Joseph Butcher University of Vermont Follow this and additional works at: https://scholarworks.uvm.edu/graddis Part of the Asian History Commons, and the South and Southeast Asian Languages and Societies Commons Recommended Citation Butcher, Thomas Joseph, "Developing Identity: Exploring The History Of Indonesian Nationalism" (2021). Graduate College Dissertations and Theses. 1393. https://scholarworks.uvm.edu/graddis/1393 This Thesis is brought to you for free and open access by the Dissertations and Theses at ScholarWorks @ UVM. It has been accepted for inclusion in Graduate College Dissertations and Theses by an authorized administrator of ScholarWorks @ UVM. For more information, please contact [email protected]. DEVELOPING IDENTITY: EXPLORING THE HISTORY OF INDONESIAN NATIONALISM A Thesis Presented by Thomas Joseph Butcher to The Faculty of the Graduate College of The University of Vermont In Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Master of Arts Specializing in History May, 2021 Defense Date: March 26, 2021 Thesis Examination Committee: Erik Esselstrom, Ph.D., Advisor Thomas Borchert, Ph.D., Chairperson Dona Brown, Ph.D. Cynthia J. Forehand, Ph.D., Dean of the Graduate College Abstract This thesis examines the history of Indonesian nationalism over the course of the twentieth century. In this thesis, I argue that the country’s two main political leaders of the twentieth century, Presidents Sukarno (1945-1967) and Suharto (1967-1998) manipulated nationalist ideology to enhance and extend their executive powers. The thesis begins by looking at the ways that the nationalist movement originated during the final years of the Dutch East Indies colonial period.
    [Show full text]
  • Bab 2 Sekilas Perkembangan Perfilman Di Indonesia 2.1
    BAB 2 SEKILAS PERKEMBANGAN PERFILMAN DI INDONESIA 2.1 Awal Perkenalan Awalnya masyarakat Hindia Belanda pada tahun 1900 mengenal film yang sekarang kita kenal dengan sebutan gambar idoep. Istilah gambar idoep mulai dikenal saat surat kabar Bintang Betawi memuat iklan tentang pertunjukan itu. Iklan dari De Nederlandsche Bioscope Maatschappij di surat kabar Bintang Betawi menyatakan: “...bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasi lihat tontonan amat bagoes jaitoe gambar-gambar idoep dari banyak hal..”22 Selanjutnya pada tanggal 4 Desember surat kabar itu kembali mengeluarkan iklan yang berbunyi: “...besok hari rabo 5 Desember PERTOENJOEKAN BESAR JANG PERTAMA di dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjae (MANEGE) moelain poekoel TOEDJOE malem..”23 22 Bintang Betawi. Jum’at, 30 November 1900. Universitas Indonesia Kebijakan pemeerintah..., Wisnu Agung Prayogo, FIB UI, 2009 Film yang dipertontonkan saat itu merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang perkembangan terakhir pembangunan di Belanda dan Afrika Selatan. Film ini juga menampilkan profil keluarga kerajaan Belanda. Tahun 1910 sendiri tercatat sebagai tahun kegiatan pembuatan film yang lebih bersifat pendokumentasian tentang Hindia Belanda agar ada pengenalan yang lebih “akrab“ antara negeri induk (Belanda) dengan daerah jajahan.24 Industri pembuatan film di wilayah Hindia Belanda sendiri baru dimulai sejak tahun 1926 ketika sebuah film berjudul Loetoeng Kasaroeng dibuat oleh L.Hoeveldorp dari NV Java Film Company pimpinan G. Krugers dan F. Carli.25 Java Film Company kemudian
    [Show full text]
  • A LIFE UNDER THREE FLAGS by Peter Liang Tek
    A LIFE UNDER THREE FLAGS By Peter Liang Tek Sun ii Thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy in History At the University of Western Sydney, March, 2008 I thank my Heavenly Father in Jesus Christ very much for this great opportunity to study for the Ph.D. degree with the University of Western Sydney; and for His blessing to me that I may remain alive during the dysentery epidemic, the Second World War and during the dangerous accidents which have happened to me. I had to take a break from finishing this thesis between year 2000 and 2003 because of a heart attack after having some hard times in the Indonesian Presbyterian Church, Randwick, Sydney. Praise the Lord that I now have the strength and courage to finish it as I had hoped before. I am grateful to Elizabeth T.H. Tan, Winny, Abrams, Adela, Alvin, Caroline and Amanda for their support. May God bless them forever. iii To the memory of my beloved late parents: Father SUN SENG TJAY Mother KWA ROSE NIO Who have taken good care of me with love and sacrifice, Especially when I was suffering from Dysentery, Typhus and Eye disease. iv To my loving wife Elizabeth T.H.Tan, and my devoted sons and daughters : Abrams H. Dj. Sun Liana H.L. Sun Lucia H.L. Sun Winny H.B. Sun Loeki H.K. Sun Leo H.L. Sun Benjamin H.Tj. Sun Who all have given me moral support and are eagerly awaiting the result of my thesis. v A LIFE UNDER THREE FLAGS Contents Growing up in the Dutch East Indies, 1919-1942 11 Experiencing War and Japanese Occupation, 1942-1945 83 Making a Life in a Time of Revolution, 1945-1949 131 Turbulent National Politics and Personal Business 176 during the Sukarno Era, 1950-1966 Conclusion 243 Abbreviations 246 Bibliography 250 vi BIOGRAPHICAL SUMMARY The author was born on 2 October 1919, in Cilimus, Cirebon, West Java, Indonesia.
    [Show full text]
  • SEAM Holdings List – August 2011 Indonesia
    Indonesia Indonesia CALL # = MF-10289 SEAM reel 305 item 8. TITLE = 3 novela dari Bali. IMPRINT = [Djakarta, Endang, 1952?]. SERIES = Roman populer, no. 4. SERIES = Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. NOTE = -- Patung ditepi pantai, oleh Si Uma. -- Menjiapkan purba baru, oleh Eswana. -- Antara long shot dan close-up, oleh Rd. Lingga Wisjnu. OCLC # = 23786531. CALL # = MF-10289 SEAM reel 269 item 6. TITLE = 80 oefeningen betreffende spraakkunst en taaleigen van het Soendaasch. IMPRINT = [n.p., 19--?]. SERIES = Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. OCLC # = 24977476. CALL # = MF-10289 SEAM reel 090 item 06. TITLE = De Aanvullende plantersregeling : Koninklijk besluit van 17 Januari 1938 (Ned.Stbl. no.940; Ind. Stbl. no.98) : verzameling van ontwerpen, gewisselde stukken, gevoerde beraadslagingen enz. / bijeengebracht en gerangschikt door F.T. Marijn en P.Th.J. van Tetering. IMPRINT = [Batavia : Kantoor van Arbeid, voorwoord 1939]. SERIES = Publicatie van het Kantoor van Arbeid ; no. 13. SERIES = Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. NOTE = Includes index. OCLC # = 21235188. CALL # = MF-10289 SEAM reel 055 item 03. TITLE = Aardrijkskundig overzigt van het eiland Celebes. IMPRINT = Batavia, Lange, 1858. SERIES = Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. OCLC # = 20532673. CALL # = MF-10289 SEAM reel 302 item 3. AUTHOR = Abduh, M. TITLE = Pengalaman dua mata-mata, oleh M. Abduh. IMPRINT = Semarang, Abode, 1952. SERIES = Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. OCLC # = 23786930. CALL # = MF-10289 SEAM reel 209 item 12. AUTHOR = Abdullah. TITLE = Tjontoh-tjontoh surat-menjurat resmi / dikumpulkan oleh Abdullah dan A.L.N.
    [Show full text]
  • A Case Study of Asia Raja Newspaper (1942-1945)
    Maman S MahayanaHUMANIORA - Japanese Occupation Government Policy in Indonesia VOLUME 25 No. 2 Juni 2013 Halaman 129 - 142 JAPANESE OCCUPATION GOVERNMENT POLICY IN INDONESIA ON CULTURE AND LITERATURE: A CASE STUDY OF ASIA RAJA NEWSPAPER (1942-1945) Maman S. Mahayana* ABSTRAK Ada tiga pandangan yang ditampilkan dalam pergerakan Indonesia dalam menanggapi kedatangan Jepang ke Indonesia. Pertama, kelompok yang menyambut dan mendukung kedatangan Jepang atas keberhasilannya mengusir Belanda. Kedua, kelompok yang belum menentukan sikap mendukung atau menentang. Dalam hal ini, mereka masih ingin melihat bagaimana Jepang akan menjalankan pemerintahannya di Indonesia. Ketiga, kelompok yang menentang kehadiran Jepang, meski belum berani melakukan perlawanan. Mereka yang menentang kedatangan Jepang di Indonesia terdiri dari dua kelompok, yaitu (1) dari keluarga ambtenaar, kaum bangsawan, dan pegawai pemerintah, dan (2) para pejuang pergerakan yang menempatkan pemerintah Jepang sebagai imperialis baru menggantikan Belanda. Bagaimana sebenarnya politik pemerintah pendudukan Jepang dalam melaksanakan pemerintahan pendudukannya? Berdasarkan data yang terdapat dalam suratkabar Asia Raja (29 April 1942 sampai 7 September 1945), penelitian ini mencoba mengungkap politik pemerintah Jepang di bidang sosial-budaya dan sastra. Bagaimana pula suratkabar itu dimanfaatkan pemerintah pendudukan Jepang untuk memperoleh dukungan masyarakat Indonesia dalam menghadapi perang Asia Timur Raya? Kata Kunci: budaya, kebijakan pemerintah, pendudukan Jepang, politik kolonial, sastra, surat kabar Asia Raja ABSTRACT Three groups of people in the movement of Indonesia were involved in responding to the arrival of Japan in Indonesia. The first group include those who welcomed and supported the arrival of Japan because of its success in expelling the Dutch from Indonesia. The second are those who had not made up their minds whether to support or to oppose the Japanese presence in Indonesia.
    [Show full text]
  • Institutionalizing Propaganda ¤ CHAPTER 1 State and Revolutionaries: Institutionalizing Propaganda
    UvA-DARE (Digital Academic Repository) Voluntary participation, state involvement: Indonesian propaganda in the struggle for maintaining independence, 1945-1949 Zara, M.Y. Publication date 2016 Document Version Final published version Link to publication Citation for published version (APA): Zara, M. Y. (2016). Voluntary participation, state involvement: Indonesian propaganda in the struggle for maintaining independence, 1945-1949. General rights It is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), other than for strictly personal, individual use, unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Disclaimer/Complaints regulations If you believe that digital publication of certain material infringes any of your rights or (privacy) interests, please let the Library know, stating your reasons. In case of a legitimate complaint, the Library will make the material inaccessible and/or remove it from the website. Please Ask the Library: https://uba.uva.nl/en/contact, or a letter to: Library of the University of Amsterdam, Secretariat, Singel 425, 1012 WP Amsterdam, The Netherlands. You will be contacted as soon as possible. UvA-DARE is a service provided by the library of the University of Amsterdam (https://dare.uva.nl) Download date:25 Sep 2021 CHAPTER 1 State and Revolutionaries: Institutionalizing Propaganda ¤ CHAPTER 1 State and Revolutionaries: Institutionalizing Propaganda In his book about how the Nazis persuaded the Germans to support the war, David Welch argues that it was easy for a regime to draw its population into an armed conflict if it could create a ‘closed society’, characterized primarily by the regime’s total control of communications media.1 Given this situation, Indonesian society during the revolution can arguably be considered to have been experiencing the process of becoming an ‘open society’.
    [Show full text]
  • Film Sebagai Media Propaganda Politik Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945
    Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: Widiatmoko C.0502055 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i FILM SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA POLITIK DI JAWA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG 1942-1945 Disusun oleh: WIDIATMOKO C0502055 Telah disetujui oleh pembimbing Pembimbing Drs. Andreas Susanto, M.Hum. NIP 19591129 198803 1001 Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Sejarah Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. NIP 19540223 198601 2001 ii FILM SEBAGAI MEDIA PROPAGANDA POLITIK DI JAWA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG 1942-1945 Disusun oleh: WIDIATMOKO C0502055 Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal…………….. Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua : Dra. Sri Wahyuningsih, M. Hum …………………….. NIP 19540223 198601 2001 Seketaris : Insiwi Febriary Setiasih, SS, MA …………………….. 19800227 200501 2001 Penguji I : Drs. Andreas Susanto, M.Hum …………………….. NIP 19591129 198803 1001 Penguji II : Drs. Suharyana, M.Pd .................................. NIP 1958011 198603 1002 Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Drs. Sudarno, M.A. NIP 19530317 198506 1001 iii PERNYATAAN Nama : Widiatmoko NIM : C0502055 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Film Sebagai Media Propaganda Politik Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945 adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal- hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari sanksi tersebut.
    [Show full text]
  • Psychological Warfare in Indonesia During the Japanese Occupation
    National Identity through Propaganda Media: Psychological Warfare in Indonesia during the Japanese Occupation Roos Rook s1110969 MA Asian Studies History, Arts & Culture 1 Index p. 2 Introduction p. 3 The Invasion p. 6 The Occupation p. 7 Propaganda Division p. 10 Language p. 10 Audio-visual Media p. 14 Radio p. 17 A Common Enemy and the Creation of a Nation p. 19 Flag & Anthem p. 23 National Dress p. 26 Propaganda through Nationalist Movements p. 27 Pergerakan Tiga A p. 27 Poetera p. 30 Jawa Hokokai p. 32 Conclusion p. 34 Bibliography p. 35 List of Images p. 40 2 Introduction Once named “wizard war” by Winston Churchill, the Second World War was a critical event in the shaping of the world. At the time, Churchill referred to the influence of new science and technology, but as Ferenc Morton Szasz justly points out, the real ‘wizards’ of the war operated in the field that influenced people’s hearts and minds: the field of propaganda.1 Propaganda exists in many shapes and sizes: pamphlets, stories in newspapers and magazines, film, leaflets or speeches on the radio. Around the world, this type of psychological warfare has been used to convince the enemy that their cause is lost and the home front that they are on the winning side. For example, Nazi-Germany would show their great victories in the news while the United States would show their own victories and depict Nazis (justly) as monsters. The same was the case in Southeast Asia during the Asia-Pacific War, where Japan propagated a Great East Asian Co-Prosperity Sphere.
    [Show full text]