perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian
1. Pengarang dan Proses Kreativitasnya Pengarang merupakan sebab utama lahirnya karya sastra. Sebuah karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh khalayak (Damono, 2002: 1). Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalamnya (Wellek & Warren, 1990: 94). Tanpa adanya pengarang karya sastra tidak mungkin tercipta. Karya sastra dan pengarang memiliki hubungan yang erat dan tak terpisahkan. Terlepas dari itu, antara karya sastra dan pengarang terdapat sebuah hubungan yang dapat mencerminkan segi-segi kejiwaan, filsafat hidup, bahkan pandangan sosial yang ada dalam diri pengarang yang terdapat dalam hasil karyanya. Berhasil tidaknya suatu karya sastra sangat tergantung dari luas tidaknya wawasan yang dimilikinya. Karya sastra umumnya diciptakan berdasarkan
pengalaman hidup sang pengarang, namun bisa juga dari hasil
pengamatannya terhadap kondisi sosial yang terjadi di sekitarnya
(Wiyatmi, 2006: 78).
Nano Riantiarno menulis sastra drama sejak tahun 1970-an.
Sampai saat ini tidak kurang dari 40 naskah sastra drama yang telah
dibuatnya dan dipentaskan oleh grup teater binaannya, yaitu Teater Koma.
Satu hal yang menjadi ciri khas dari karya-karya Nano Riantiarno adalah
menampilkan tokoh-tokoh dari kalangan kelas sosial menengah bawah,
kendati ada juga karyanya yang menampilkan kelas sosial atas atau
penguasa. Tampilnya kalangan kelas sosial menengah bawah tersebut
secara dominan pada sejumlah karyanya mengindikasikan keberpihakan
commit to user
69 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id70
pengarang terhadap nasib dan persoalan-persoalan yang dihadapi kaum
marjinal tersebut.
Karya Nano Riantiarno yang ditulis tahun 1970-an dan empat di
antaranya meraih penghargaan sayembara penulisan naskah drama Dewan
Kesenian Jakarta (1972, 1973, 1974, dan 1975). Tahun 1980-an ia menulis
kurang lebih lima drama opera dan saduran dari penulis dunia seperti Bertolt Brecht, Friederich Durennmat. Tahun 1990-an menyadur cerita rakyat Tionghoa, Sampek Engtay, Si Jin Kwie, Kenapa Leonardo, dan tahun 2000-an ia lebih banyak membuat novel. Karya-karya dramanya itu menunjukkan sebuah perjalanan ideologi pengarang yang tidak dapat dipisahkan dari motivasinya untuk menyoroti permasalahan yang mengemuka pada masanya. Debut pertama Nano Riantiarno dalam penulisan sastra drama ditandai dengan karyanya Rumah-rumah Kertas (1972). Satu per satu karyanya lahir melalui Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Dewan Kesenian Jakarta. Satu karyanya berjudul Matahari Sore Bersinar Lembayung (1972) mendapat penghargaan dalam sayembara itu, kemudian, tahun 1973 karyanya Tali-Tali, dan pada tahun 1974, yaitu
Malam Semakin Kelam memperoleh hadiah pemenang harapan. Sejak itu,
karya-karyanya tidak tampil melalui sayembara itu, tetapi ia memfokuskan
pada pengembangan grupnya menjadi sebuah grup teater profesional
dengan mementaskan karya-karyanya yang semakin memperlihatkan gaya
dan kekhasan Nano Riantiarno, seperti pada Opera Primadona yang
mengisahkan kehidupan anak wayang dalam kelompok sandiwara tahun
1920-an pada masa jayanya Opera Dardanella di Surabaya atau Miss
Riboet’s Orion di Jakarta.
Nano Riantiarno, sebagai penulis sastra drama sekaligus sutradara,
menunjukkan pandangan dunia yang dapat dikatakan multidimensional.
Salah satunya adalah dimensi mendunia (global), yaitu ditunjukkan melalui karya-karya khazanahcommit sastra to user dunia yang disadurnya ke dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id71
situasi dan suasana keindonesiaan (lokal). Perkawinan dua dimensi itu tak
urung melahirkan sebuah wacana baru dalam kehidupan teater modern
Indonesia dan tradisi penulisan sastra drama di Indonesia. Seperti Sampek
Engtay, sebuah kisak cinta klasik yang tragis sekaligus romantik dan
merupakan khazanah cerita rakyat Tiongkok, telah disadur oleh Nano,
diadaptasi dengan kebudayaan serta keadaan masyarakat di Indonesia tanpa mengubah cerita di dalamnya, menjadikannya sebuah bentuk akulturasi melalui kesenian yang justru memperkaya khazanah budaya masyarakat Indonesia. Adapun karya-karya Nano Riantiarno dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
a. Sandiwara Panjang Judul Tahun Matahari Sore Bersinar Lembayung 1972 Tali-Tali 1973 Malam Semakin Kelam 1974 Lingkaran Putih 1975 Surat Kaleng (Trilogi RUMAH KERTAS I) 1977
Namaku Kiki (Trilogi RUMAH KERTAS II) 1977
Rumah Kertas (Trilogi RUMAH KERTAS III) 1977
Bianglala 1978
Jujur Itu .. (sandiwara untuk anak-anak) 1978
Marah atawa Astana, atau Maaf.Maaf.Maaf. 1978
Nyanyian Air Hujan 1979
Langit Kelabu 1979
Angin 1979
J.J atawa Jian Juhro 1979
Kontes 1980 1980
Bom Waktu 1982 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id72
Opera Kecoa 1985
Opera Julini 1986
Opera Primadona 1988
Sampek Engtay 1988
Banci Gugat 1989
Konglomerat Burisrawa 1990 Pialang Segi Tiga Emas 1990 Suksesi 1990 RSJ atau Rumah Sakit Jiwa 1991 Opera Ular Putih 1994 Sang Demonstran 1994 Semar Gugat 1995 Cinta Yang Serakah 1996 Kala 1997 Opera Sembelit 1998 Samson Delila 2000 Republik Bagong 2001
Presiden Burung-Burung 2001
Tanda Cinta 2005
S u m b e r :
http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47
%3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=2
b. Sandiwara Pendek
Judul Tahun
Nyaris 1972
Jam Dinding Yang Berdetak 1973
Pelangi 1973
Doa Natal 1973 Titik Silang commit to user 1973 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id73
Cermin I (Monolog) 1973
Cermin II 1977
Gigi Busuk 1978
Anak Kandung 1979
Potret 1979
Lubang 1980 Sebuah Operet 1981 Matahari-Matahari 1981 Ibu 1982 Gelas Retak 1982 Benang-Benang Rapuh 1983 Operat Harijadi 1984 Lingkaran Putih 1984 Tiga Merpati 1984 Merah dan Putih 1986 Karina 1987 Operet Burung-Burung 1988
Percintaan Senja 1989
Memburu Kekasih 1989
Jumilah Kembang Kota Paris 1989
Pesta Emas 1989
Rembulan Yang Terluka 1989
Juwita 1989
Perawan-Perawan 1990
Atikah 1990
Rumah Jompo 1990
Pecundang 1990
CERMIN Dan KECOA (Kumpulan Monolog) 1994 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id74
S u m b e r :
http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47
%3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=3
c. Buku Kumpulan Puisi
Judul Tahun
Ratna 1975 Dari Yang Busuk Adakah 1975 Degung Rindu 2005 S u m b e r : http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47 %3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=4 d. Naskah Drama Adaptasi atau Saduran Judul Penulis Asli Si Bakil (L’Avare) Moliere Kena Tipu (Le Medicine Malgre Lui) Moliere Doea Dara Moliere Kopral Doel Kotjek (Woyzeck) Georg Buchner Opera Ikan Asin (The Three Penny Opera) Bertolt Brecht
Tiga Dewa dan Kupu-Kupu (The Good Person of Bertolt Brecht Sechzwan)
Opera Perang (Mother Courage and Her Children) Bertolt Brecht
Wanita-Wanita Parlemen (Women in Parliament) Aristophanes
Pinangan Anton Chekov
Pemburu Perkasa Wolf Mankiewitz
Opera Salah Kaprah (The Comedy of Error) William Shakespeare
Roman Yulia (Romeo Juliet) William Shakespeare
Opera Suka-Suka Kamu (As You Like It) William Shakespeare
Opera Kutu Carl Zuckmayer
Orang Kaya Baru (Le Bourgeouiscommit Gentilhomme) to user Moliere perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id75
Republik Togog (Tartuffe) Moliere
Sandiwara Para Binatang (Animal Farm) George Orwell
Tenung (The Crucible) Beaumarchais
Perkawinan Figaro (The Marriage of Figaro) Arthur Miller
Matinya Pedagang Keliling (Death of Salesman) Arthur Miller
Kabut Natal Keneth Sawyer Goodman Pengejaran (Monserrat) Emannuel Robles Opera Rama-Shinta Walmiki Opera Mahabharata Viyasa Opera Anoman Walmiki S u m b e r : http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47 %3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=5 e. Novel-Novelet Ranjang Bayi (novelet) Percintaan Senja, diterbitkan PUSTAKA KARTINI Cermin Merah, ditulis 1971-1973, diterbitkan GRASINDO, 2004
Cermin Bening, ditulis 2003-2005, diterbitkan GRASINDO, 2005
Cermin Cinta, ditulis 2005
Ranjang Bayi dan 18 Fiksi, Kumpulan Cerita Pendek, diterbitkan KOMPAS,
2005
Primadona, ditulis 2001-2005, diterbitkan GRAMEDIA, 2005
S u m b e r :
http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47
%3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=6
f. Skenario Film dan Televisi
Film:
Amalia SH
Ranjang Penganten commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id76
Ketemu Jodoh
Dalam Kabut dan Badai
Jinak-Jinak Merpati
Perangkap Cinta
Dr. Siti Pertiwi Pergi Ke Desa
Gadis Hitam Putih Gaun Pengantin Halimun Ketemu Jodoh Jakarta Jakarta Kawin Lari Macan Kertas Pacar Pertama Puber sama Juga Bohong Skandal (Kasus) Surat Undangan
Cemeng 2005, The Last Primadona
Televisi:
Nikmat Membawa Sengsara, 6 episode (tentang AIDS)
Onah dan Impiannya, Suryakanta Kala, 3 episode (tentang AIDS)
Kupu-Kupu Ungu, 13 episode (tentang AIDS)
Cinta Terhalang Tembok, miniseri 6 episode
Komedi Nusa Getir, 13 episode
Salon, 13 episode
Meniti Pelangi, 26 episode
Opera Miss Kejora, 10 episode
Sampek Engtay, 10 episode commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id77
Teh dan Soda, 2 episode
S u m b e r :
http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47
%3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=7
g. Buku
TRILOGI OPERA KECOA, Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini, drama. Penerbit Maha Tari, Jogyakarta. PERCINTAAN SENJA, novel. Penerbit Majalah Kartini CERMIN MERAH, novel. Penerbit Grasindo, 2004 OPERA PRIMADONA, drama. Penerbit Pustaka Kartini SEMAR GUGAT, drama. Penerbit Pustaka Bentang CINTA YANG SERAKAH, drama. Penerbit Pustaka Bentang OPERA IKAN ASIN, drama. Penerbit Pustaka Jaya TEGUH KARYA DAN TEATER POPULER. Penerbit Sinar Harapan MENYENTUH TEATER - Tanya Jawab Seputar Teater Kita. Penerbit Sampoerna KONGLOMERAT BURISRAWA, drama. Penerbit TEATER KOMA SAMPEK ENGTAY, drama. Penerbit Pustaka Jaya
SUKSESI, drama. Penerbit TEATER KOMA
REPUBLIK BAGONG, drama. Penerbit Galang Press
TIME BOMB AND COCKROACH OPERA, drama, Bahasa Inggris. Penerbit
Lontar
OPERA SEMBELIT, drama. Penerbit Balai Pustaka
CERMIN BENING, novel. Penerbit Grasindo, 2005
MAAF.MAAF.MAAF. Politik Cinta Dasamuka, drama. Penerbit Gramedia, 2005
FIKSI DI RANJANG BAYI, kumpulan cerpen dan novelet. Penerbit KOMPAS.
2005
PRIMADONA, roman, Penerbit GRAMEDIA. 2005
CERMIN CINTA, novel. Penerbit GRASINDO, 2006
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id78
S u m b e r :
http://www.teaterkoma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=47
%3An-riantiarno&catid=36%3Aangkatan-pendiri&Itemid=63&limitstart=8
2. Kedudukan Pengarang dalam Susastra Indonesia
Nano Riantiarno adalah seorang aktor, penulis, sekaligus sutradara. Ia lahir di daerah Parujakan, Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 6 Juni 1949. Ayahnya adalah seorang pegawai PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) yang bernama M. Albertus Sumardi dan ibunya bernama Agnes Artini. Jendil, nama julukan N. Riantiarno pada masa kecilnya ini menamatkan SDnya pada tahun 1961 di SD Negeri 4 Cirebon. Kemudian ia melanjutkan SMP di SMP Negeri 2 Cirebon dan lulus pada tahun 1964. Pada tahun 1967, Nano berhasil menamatkan pendidikan SMAnya di SMA Negeri 2 Cirebon. Setelah itu, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta. Pada tahun 1968, N. Riantiarno bergabung dengan Teguh Karya dan ikut mendirikan Teater Populer. Adapun untuk meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, N. Riantiano masuk Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara pada tahun 1971.
Pada tanggal 28-29 Juli 1978, N. Riantiarno menikahi seorang aktris
bernama Ratna Karya Madjid Riantiarno di Gereja Effata, Jakarta dan
telah dikaruniai tiga orang putra yakni, Satria Rangga Buana, Rasapta
Candrika, dan Gagah Tridarma Prastya.
Nano Riantiarno sudah berteater sejak tahun 1965 di kampung
halamannya, Cirebon. Ia Mendirikan Teater Koma pada tanggal 1 Maret
1977. Hingga 2006, Teater Koma telah menggelar sekitar 111 produksi
panggung dan televisi. Nano Riantiarno menulis sebagian besar karya
panggungnya, antara lain; Rumah Kertas, J.J Atawa Jian Juhro,
Maaf.Maaf.Maaf, Kontes 1980, Trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera
Kecoa, Opera Julini), Konglomerat Burisrawa, Pialang Segitiga Emas,
Suksesi, Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci Gugat, Opera Ular commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id79
Putih, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Cinta yang Serakah, Semar Gugat,
Opera Sembelit, Presiden Burung-Burung, Republik Bagong, dan Tanda
Cinta.
Nano Riantiarno pun telah memanggungkan karya-karya penulis
kelas dunia, antara lain; Woyzeck karya Georg Buchner, The Threepenny
Opera dan The Good Person of Shechzwan karya Bertolt Brecht, The Comedy of Error dan Romeo Juliet karya William Shakespeare, Women in Parliament karya Aristophanes, Animal Farm karya George Orwell, The Crucible karya Arthur Miller, Orang Kaya Baru dan Tartuffe atau Republik Togog karya Moliere, dan The Marriage of Figaro karya Beaumarchaise. Keberhasilan Nano Riantiarno tidak hanya berhenti sampai di situ, sebagai seorang sastrawan yang produktif, ia pun telah menulis banyak skenario film dan televisi. Karya skenarionya, Jakarta Jakarta, meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang pada tahun 1978. Karya sinetronnya, Karina meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta pada tahun 1987. Nano juga telah meraih lima hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta
berturut-turut dari tahun 1972 hingga tahun 1975 dan tahun 1998. Berhasil
pula merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1978.
Nano Riantiarno merupakan seorang sastrawan yang berprestasi,
tak habisnya penghargaan-penghargaan yang berhasil diraih oleh sastrawan
asal kota udang tersebut. Dua novelnya, Ranjang Bayi dan Percintaan
Senja berhasil meraih hadiah Sayembara Novelet Majalah Femina dan
Sayembara Novel Majalah Kartini. Di tahun 1993, Nano pun dianugerahi
Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K
atas nama Pemerintah Republik Indonesia, dan pada tahun 1999, Nano
meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul Kupu-kupu Ungucommit sebagai to Penulis user Skenario Terpuji 1999. Forum perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id80
yang sama mematok film televisi karyanya yang berkisah tentang
pembauran yakni Cinta Terhalang Tembok sebagai Film Miniseri Televisi
Terbaik tahun 2002.
Selanjutnya, pada tahun 1975, Nano pernah berkeliling Indonesia
mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi. Ia juga berkeliling Jepang
atas undangan dari Japan Foundation pada tahun 1987 dan 1997. Kiprahnya di dunia sastra dan seni sudah memancanegara, Ia pernah pula mengunjungi negara-negara Skandinavia, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Afrika Utara, Turki, Yunani, Spanyol, Jerman, dan Cina dari tahun 1986 hingga tahun 1999. Pada 1978, Nano pun sempat mengikuti International Writing Program di University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat, selama 6 bulan. Keaktifannya di dunia sastra dan seni seolah tak pernah ada hentinya, ia bahkan pernah menjadi partisipan pada International Word Festival di tahun 1987 dan New Order Seminar di tahun 1988, keduanya diadakan di Australia National University, Canberra, Australia. Nano juga pernah membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat pada tahun 1990. Menjadi pembicara mengenai teater modern Indonesia di kampus-kampus
universitas di Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth pada tahun
1992, dan di tahun 1996, Nano menjadi partisipan aktif pada Session 340,
Seminar Salzburg di Austria.
Adapun jabatan-jabatan penting yang pernah ditanggungnya selama
berkesenian dan aktif di dunia kesusastraan antara lain sebagai berikut;
salah satu pendiri Asia Art Net, AAN, di tahun 1998, sebuah organisasi
seni pertunjukan yang beranggotakan sutradara-sutradara Asia. Menjabat
sebagai artistic founder dan evaluator dari Lembaga Pendidikan Seni
Pertunjukan PPAS (Practise Performing Art School) di Singapura.
Pengajar pascasarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Solo.
Menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta dari tahun 1985 hingga tahun 1990.commit Anggota to user Komite Artistik Seni Pentas untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id81
KIAS (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat) tahun 1991 hingga 1992.
Anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia di tahun 2004, juga
konseptor dari Jakarta Performing Art Market/PASTOJAK (Pasar
Tontonan Jakarta I) pada tahun 1997 yang diselenggarakan selama satu
bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Nano juga
ikut mendirikan majalah Zaman pada tahun 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Tak sampai di situ, Nano ikut pula mendirikan majalah Matra pada tahun 1986, dan bekerja sebagai pemimpin redaksi. Pada tahun 2001, ia pensiun sebagai wartawan, kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater. Beberapa karyanya bersama Teater Koma pernah batal pentas karena masalah perizinan dengan pihak yang berwajib. Antara lain; Maaf.Maaf.Maaf. (1978), Sampek Engtay (1989) di Medan, Sumatera Utara, Suksesi dan Opera Kecoa (1990), keduanya di Jakarta. Akibat pelarangan itu, rencana pementasan Opera Kecoa di empat kota di Jepang (Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima) pada tahun 1991 urung digelar pula karena alasan yang serupa, tapi Opera Kecoa, pada Juli sampai Agustus 1992 dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda
depan di Sydney, Australia.
Penghargaan di kancah nasional dan internasional seolah tak ada
habisnya berhasil diraih sastrawan berprestasi asal kota udang ini. Pada
1998, Nano menerima Penghargaan Sastra 1998 dari Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Indonesia dan di tahun yang sama, sekaligus
meraih Sea Write Award dari Raja Thailand di Bangkok untuk karyanya,
Semar Gugat. Pada 1999, menerima Piagam Penghargaan dari
Menparsenibud (Menteri Pariwisata Seni & Budaya) sebagai seniman dan
budayawan berprestasi. Karya pentasnya Sampek Engtay pada tahun 2004
berhasil masuk MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas
yang telah digelar selama 80 kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang sama.commit Ia to pun user menyutradarai Sampek Engtay di perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id82
Singapura pada tahun 2001 dengan pekerja dan para pemain dari
Singapura dan dipentaskan dalam bahasa Inggris.
B. Deskripsi Temuan Penelitian
1. Masalah Sosial Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno
Pendekatan sosiologi sastra merupakan salah satu pendekatan sastra yang mengkhususkan diri dalam menelaah karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi sosial kemasyarakatan. Salah satu yang sering dikaji dalam sosiologi adalah dinamika masyarakat di dalamnya, salah satunya adalah permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat tersebut (Semi, 1993: 52). Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan pokok warga sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan sosial (Soekanto, 1990: 40). Menurut Soekanto (1990: 43), jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada, dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara
nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada.
Adapaun Puspita (2011) berpendapat bahwa masalah sosial adalah
masalah yang timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesama
manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah sosial ini tidaklah
sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya karena
adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaannya, serta sifat
kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya. Masalah sosial
merupakan akibat dari interaksi sosial antara individu, individu dengan
kelompok, atau kelompok dengan kelompok (Samsul, 2012). Naskah
drama Sampek Engtay memiliki masalah sosial di dalamnya, antara lain,
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id83
kasus penyamaran, kawin paksa dan percintaan yang tidak direstui, dan
ketimpangan/ketidaksetaraan gender.
a. Penyamaran
Penyamaran adalah proses, cara, perbuatan menyamar;
penyaruan (Sugono, 2008). Penyamaran merupakan tindakan seseorang dengan mengelabui orang lain, rangkaian kebohongan, nama palsu, dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri untuk mendapatkan tujuan tertentu yang dikehendakinya. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun sedemikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar. Penyamaran merupakan tindakan dengan membohongi orang lain agar identitas dirinya tidak diketahui (Sugandhi, 1980: 396-397). Dalam naskah drama Sampek Engtay penyamaran dilakukan oleh tokoh Engtay, untuk dapat bersekolah, yang pada masa itu notabene sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum pria saja, Engtay berani menipu kedua orang tuanya sendiri denagan cara melakukan penyamaran. Hasratnya untuk bersekolah agar dapat mengenyam
pendidikan, telah membuat Engtay rela melakukan perbuatan apa pun,
yang terpenting baginya ialah dapat bersekolah, mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi dibanding wanita-wanita lain yang
seusianya pada saat itu, dan berharap mendapatkan kehidupan yang
lebih baik kelak.
ENGTAY : “Aku akan jadi gadis pingitan, menunggu lamaran calon suami. Aku akan jadi perempuan bodoh
yang tidak tahu betapa luasnya dunia ini.” SUHIANG : “Masa?” ENGTAY : “Kaum kita akan begini terus nasibnya. Sejak dulu
sampai sekarang tidak pernah ada perubahan. Niat untuk maju bagi perempuan, akan selalu dianggap
sebagai biang bencana.” (SE: 23-24)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id84
Suhiang, pembantu keluarga memberitahukan kepada Engtay
bahwa ayahnya pernah berkata jika dirinya ingin dapat bersekolah
maka ia harus berhasil menipu ayahnya tersebut. Perkataan sang
pembantu pun membuat hasrat Engtay kian menggelora, ide cemerlang
seketika terlintas dibenaknya. Ia pun akhirnya melancarkan sebuah
penyamaran yang ditujukan untuk ayahnya. Penyamaran yang dilakukan Engtay adalah dengan berpura-pura menjadi tukang penagih hutang, dengan kelihaian dan kecerdikannya, ia mampu mengelabui sang ayah hingga membuatnya pingsan. Tak tega melihat kondisi ayahnya sampai seperti itu, Engtay pun membuka kedok aslinya hingga ketika ayahnya mengetahui hal tersebut ia murka, hampir saja Engtay dipukul ayahnya karena ulahnya tersebut. Nyonya Ciok, ibunda Engtay pun tak menyangka putri semata wayangnya itu berani berbuat semacam itu. Penyamaran yang dilakukan Engtay benar-benar sudah keterlaluan. Seperti yang diilustrasikan dalam penggalan dialog berikut ini.
SUHIANG : “Eh, tunggu dulu. Apa nona lupa, ayah nona pernah sesumbar begini : “Aku akan kasih izin
kamu sekolah di Betawi, kalau kamu berhasil menipuku!” Nah, tuh. Tidak mau dicoba? Yaa,
namanya juga usaha.” ENGTAY : “Dicoba bagaimana?”
SUHIANG : “Yaaaa, menipu ayah nona, begitu.” ENGTAY : “Menipu bagaimana? Apa bukan dosa
namanya kalau kita berhasil menipu orang tua?” SUHIANG : “Idiiih. Menipu itu banyak macamnya. Dalam
perkara nona, tipuan semata-mata demi kebaikan. Berkali-kali nona bilang, nona bisa
menyamar jadi lelaki, tapi majikan besar tidak percaya. Artinya, mereka perlu bukti.” ENGTAY : (BERSEMANGAT) “Kamu betul Suhiang.
Kenapa akal itu tidak pernah kupikirkan ya? Betul. Suhiang, mana baju lelaki itu?” SUHIANG commit : “Sudah to userdisiapkan.” perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id85
ENGTAY : “Jenggotnya. (SUHIANG MEMBERIKAN JENGGOT PALSU DAN PAKAIAN LELAKI)
Sekarang, kamu pulanglah. Jangan cerita sama siapa saja, perkara penipuan ini.”
SUHIANG : “Baik. Selamat mencoba, nona, sukses selalu.”
ENGTAY : “Aku akan berperan sebagai penagih hutang.” (SE: 24-26) ENGTAY : “Ayah, maafkan Engtay.” CIOK : “Maaf? Kenapa?” NYONYA CIOK : “Dia yang menyamar jadi penagih hutang itu tadi. Anakmu!” CIOK : “Kamu? Kamu? Ooo, anak kurang ajar…” (BERNIAT MEMUKUL ENGTAY) NYONYA CIOK : “Pak, jangan…” (SE: 35) NYONYA CIOK : “Dari mana datangnya akal si Engtay itu tadi? Gila juga dia.” JINSIM : “Saya sampai gemeteran. Dia sebut-sebut penjara. Siapa tidak takut?” NYONYA CIOK : “Anak itu keras hatinya dan tidak mudah menyerah.” ANTONG : “Nya Besar, dipanggil Majikan besar.” NYONYA CIOK : “Kalian tutup mulut semua. Jangan sampai lakon tadi bocor. Pintar sekali Engtay menyamar. Engtay, Engtay, bener-bener gila bener dia. Hebat juga.” (SE: 37-38)
Penyamaran Engtay pun terus berlanjut, ketikaberhasil
bersekolah di Betawi, ia menyamar menjadi laki-laki karena notabene
pada zaman itu, sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum pria saja.
Penyamaran Engtay benar-benar telah mengelabui semua yang ada di
sekolah itu, tak satu pun yang mengetahui Engtay yang sebenarnya dan
tak terkecuali Sampek, teman sekamarnya, karena sifat lugu dan
kebodohan Sampek, selama satu tahun menjadi teman sekamar dengan
Engtay, ia tak pernah menaruh curiga pada gadis tesebut. Berikut
ilustrasinya.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id86
ENGTAY : “Ah, tapi aku lega tidur satu kamar dengan lelaki bodoh yang jujur. Kehormatanku akan tetap
terjaga.” (SE: 82)
Engtay memang cerdik, demi menutupi jati dirinya, ia tak
henti-hentinya mengelabui semua orang yang ada di Sekolah Putra
Bangsa. Tak ingin kedoknya terbuka, Engtay menyusun siasat. Ia menyiram tinta bak ke area wc, sehingga wc menjadi kotor. Guru mengira bahwa hal tersebut karena kelakuan para siswa yang ketika kencing berdiri. Dari kejadian itu, sekolah memberlakukan peraturan baru yakni, tidak boleh kencing sambil berdiri, dan harus jongkok. Pada saat itu juga semua siswa diberi hukuman karena kencing berdiri, kecuali Engtay.
GURU : “Jaga kebersihan! Jaga kebersihan! Bunyi peraturan itu bisa berlaku untuk segala perkara, termasuk perkara kencing dan berak. Paham?” MURID-MURID : “Paham, Guru.” GURU : “Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara kalian menjaga kebersihan? Dengan cara mengotorinya? Itu akibat kalian
kencing sambil berdiri.” ( SE: 98)
GURU : “Bagus, bagus. Sejak saat ini, dengar bunyi peraturan dari kitab-kitab itu. Dan patuhi! Kalian yang melanggar akan aku suruh
hukum pukul tongkat tujuh kali. Hafalkan peraturannya, terutama mengenai kencing
jongkok itu tadi. Sekarang, kalian aku hukum membersihkan WC dan kamar mandi. Semuanya. Kecuali Engtay!”
MURID-MURID : “Kami patuh, Guru.” (SE: 100-101)
Hari demi hari, bulan demi bulan pun berlalu, ternyata Engtay
menaruh hati pada lelaki teman sekamarnya yakni Sampek. Tak kuasa
memendam rasa cintanya tersebut, pada akhirnya Engtay membuka
kedoknya di hadapan Sampek. Ia memgungkapkan jati diri yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id87
sebenarnya sekaligus menyatakan perasaan cintanya kepada Sampek.
Sampek yang awalnya terkejut, pun ternyata menaruh perasaan yang
sama kepada Engtay. Terbongkarlah sudah penyamaran Engtay selama
ini, terlebih ketika kedua orang tuanya menyuruh dirinya untuk segera
pulang ke rumahnya di Banten untuk dijodohkan dengan Macun.
ENGTAY : “Baru aku tahu Sampek itu lelaki yang teramat sangat kelewat bodooo sekali. Gila. Apa memang betul-betul dia belum bisa menduga siapa aku ini? Hampir satu tahun kita berkumpul, matanya masih tetap belum melek. Aku jadi gregetan. Barangkali, akan lebih baik kalau aku terus terang saja. Akan kuberi tahu siapa aku sebenarnya. Aku jadi pengen tahu bagaimana reaksinya nanti. Sekali lagi, betul kakak tidak sudi mencintai aku?” SAMPEK : “Engtay, aduh, celaka. Kemasukan setan banci mana kamu Engtay?” ENGTAY : “Sampek, aku bukan banci. Aku perempuan. Lihat! (MENCOPOT PAKAIAN LUARNYA. KINI DIA HANYA MEMAKAI PAKAIAN PEREMPUAN) Aku perempuan. Asli. Tulen.” SAMPEK : (BENGONG) “Engtay?” ENGTAY : “Belum percaya? Apa aku harus buka seluruh pakaian ini, biar lebih jelas?”
SAMPEK : (MENGGIGIL) “Engtay, aku, aku…” ENGTAY : “Baik akan aku buka seluruh bajuku. Dan itu berarti aku sudah memilih calon suami. Hanya
suamiku yang boleh melihat seluruh tubuhku dalam keadaan polos. Aku buka satu-satu, lihat
dengan baik!” (SE: 145-146) SAMPEK : “Engtay...” ENGTAY : “Sampek...”
SAMPEK : “Aku mencintaimu.” ENGTAY : “Aku juga...” (SE: 148)
JINSIM : “Nona, kami datang membawa kereta kuda. Juragan besar meminta supaya nona pulang malam ini juga.
Urusan lain-lain, nanti juragan besar yang akan membereskan. Juragan besar juga akan kirim surat kepada tuan guru perihal berhentinya nona dari
sekolah ini.” ENGTAY : “Apa?”commit to user SAMPEK : “Berhenti?” perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id88
ENGTAY : “Ada apa?” ANTONG : “Keluarga Liong datang dari Rangkasbitung…”
JINSIM : “Peot, kan sudah kubilang, biar aku saja yang bicara. Kamu suka awur-awuran. Nanti malah jadi tidak
karuan juntrungannya.” ENGTAY : “Keluarga Liong? Macun maksud kamu?”
JINSIM : “Perkara itu kami tidak tahu apa-apa. Nanti Juragan besar dan Nyonya besar yang akan menjelaskan. Pokoknya kami diutus untuk menjemput nona. Titik! Lekas berkemas. Kalau ada yang perlu saya bantu kemas-kemas, akan saya bantu.” (SE: 156-158)
b. Kawin Paksa dan Percintaan yang Tidak Direstui Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara suami dan istri, maka dalam perkawinan itu harus ada kerelaan dari kedua belah pihak. Sebuah konsep atau aturan untuk melaksanakan perkawinan yang baik, diantaranya adalah perkawinan dapat dilakukan apaibla mendapat persetujuan dan pertimbangan dari calon mempelai dan tidak ada paksaan (Addurafiq, 2010). Adapun menurut Angon (2013) kawin paksa adalah pernikahan yang tidak benar menurut diri sendiri karena dilaksanakan tanpa didasari perasaan saling mencintai. Perkawinan
yang dilakukan secara paksa adalah sesuatu yang tidak dibenarkan,
sedangkan menurut UU No. 1/1974 pasal 6 ayat 1 (dalam Addurafiq,
2010) bahwa perkawinan boleh dilakukan atas dasar persetujuan dari
calon mempelai.
Masalah sosial yang paling menonjol dalam naskah drama
Sampek Engtay ini adalah masalah kawin paksa dan percintaan
sepasang kekasih yang tidak direstui oleh orang tuanya. Dalam hal ini,
percintaan Engtay dengan Sampek yang dilarang oleh kedua orang tua
Engtay, karena orang tua Engtay telah berhutang budi kepada keluarga
Liong yang telah membesarkan usaha mereka. Tuan Liong berharap
agar hubungan di antara kedua belah pihak kian dekat, terjalin menjadi
sebuah ikatan keluarga dengan menikahkan putranya yang bernama commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id89
Macun dengan Engtay. Kedua orang tua Engtay yang merasa telah
berhutang budi tersebut, terpaksa tidak dapat menolaknya, walaupun
mereka tahu bahwa anaknya sama sekali tidak menyukai Macun.
Engtay hanya mencintai Sampek.
MACUN : “Satu bulan sesudah hari ini, tandu pengantin kami dari Rangkasbitung sudah akan ada di depan rumah ini. Dan pada hati itu pula kami akan memboyong Engtay ke rumah keluarga Liong.” KAPTEN LIONG : (TERTAWA) “Bagaimana, setuju?” CIOK : “Bagaimana, Engtay? Kau dengar sendiri rencana calon suamimu.” ENGTAY : (DIAM SAJA) NYONYA CIOK : “Engtay. Kau harus menjawabnya.” ENGTAY : (CUMA MENGANGGUK, NYONYA CIOK KURANG PUAS) KAPTEN LIONG : “Sudah, sudah, anggukan Engtay sudah cukup jelas. Mau apa lagi? Hanya itu yang dilakukan perempuan sejak zaman baheulea. Isteriku pun cuma mengangguk waktu ditanya mau kawin sama aku. Ibuku juga. Demikian pula nenek-nenek kita. Mau apa lagi? Sudah tradisi.”
CIOK : “Kalau begitu kami harus bersiap-siap.” KAPTEN LIONG : “Jangan terlalu repot. Pesta akan
dipusatkan di Rangkasbitung. Aku sudah pesan ondel-ondel Betawi dan rombongan ahli acrobat dari
Surabaya. Ada juga tukang sulap India dan kelompok cokek Krawang.
Malah paman Macun sudah ikrar mau mengundang group Opera
Bangsawan dari Penang. Pesta pernikahan anak-anak kita akan menjadi pesta paling hebat di
Rangksbitung dan tidak akan tertandingi sampai 100 tahun
kemudian. Aku sangat bangga punya menantu Engtay.” ENGTAY : (MENANGIS. LARI KE DALAM) NYONYA CIOKcommit : (BINGUNG to user ) “Engtay, Engtay…” perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id90
KAPTEN LIONG : (TERTAWA TERBAHAK-BAHAK) “Hahaha… Lagak perawan. Tidak perlu
dirisaukan.” (SE: 179-182)
Tekad keluarga Ciok untuk mengawinkan anak gadisnya,
Engtay dengan Macun sudah bulat. Bahkan ketika tahu bahwa Sampek
bertemu dengan Engtay di rumahnya, mereka merasa cemas, dan hendak mengusir Sampek.
CIOK : (COBA MENARIK ISTERINYA KEPINGGIR) “Bu, bisa gawat ini. Sebaiknya kita usir lelaki muda itu. Kalau Kapten Liong mendengar perkara ini, kita bisa berabe.” (SE: 200)
Pada akhirnya cinta Sampek dan Engtay pun kandas. Atas wewenang dan keputusan orang tua, Engtay menikah dengan Macun. Adapun sampek yang tak sanggup menerima kenyataan bahwa gadis pujaan hatinya harus menikah dengan orang lain, hidupnya pun kian dilanda kesedihan yang teramat mendalam. Hidupnya benar-benar menderita. Kisah asmara yang ia jalin dengan Engtay harus berakhir kandas. Ia tak sanggup menerima kenyataan yang begitu memilukan.
SAMPEK : “Engtay, Engtay, tega sekali kamu memutuskan
hubungan kita. Oh, aku tidak sanggup menyaksikan kau bersanding dengan lelaki lain.
Aku tidak sanggup lagi. Lebih baik mati, mati…” DALANG : “Dengar, kan? Tuh, tuh! Apaan, tuuh! Yaaah,
itu-itu melulu yang keluar dari mulutnya, setiap hari. Makan tidak mau, minum ogah, tidur tidak
bisa. Lihat saja tubuhnya sudah seperti jerangkong. Tinggal kulit berbalut tulang. Sama sekali tidak ada cahaya kehidupan. Mata
cekung, pipi kempot. Aih, lakon asmara. Jangan kata lelaki lemah macam Sampek, Samson yang
perkasa saja bisa habis sama Delilah. Cinta berbalas memang sanggup bikin cengeng lelaki
yang jadi korbannya.” SAMPEK : “Engtay, Engtay, aku memang bodoh. Tapi apa commitharus seberat to user ini penderitaan yang mesti ku perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id91
tanggung akibat kebodohanku itu? Aku tidak sanggup, tidak sanggup…” (SE: 227-228)
SAMPEK : “Aduh, ibu, ayah, lebih aku mati saja. Tidak sanggup lagi.”
NYONYA NIO : “Apa sih hebatnya Engtay? Masa tidak bisa dibandingkan dengan perempuan lain?”
SAMPEK : “Ibu tidak pernah jumpa dengan dia sih. Pokoknya, untukku Engtay tak bisa digantikan oleh siapa pun.” (SE: 236)
Jalinan kisah cinta Sampek dengan Engtay yang tidak direstui orang tua Engtay, membuat hati Sampek hancur. Kondisinya kian memburuk. Hidupnya sengsara. Tiap harinya ia hanya memikirkan Engtay. Hidupnya seakan tak ada artinya lagi. Tak kuasa menghadapi kenyataan yang begitu pahit, akhirnya mengantarkan Sampek kepada kematian. Sampek meninggal dalam kedaan merana karena patah hati.
SAMPEK : “Ibu, ayah, dengar! Apa yang ditulis Engtay, semuanya benar. Aku memang akan mati... sebentar lagi...” NYONYA NIO : “Tidak, nak, tidak. Kamu pasti akan sembuh, aku yakin…” SAMPEK : “Dengar semua pesanku! Kuburkan aku seperti apa yang ditulis Engtay dalam surat itu. Aku yakin, Engtay pasti akan datang ke kuburku.
(MENGAMBIL TUSUK KONDE DARI BALIK BANTALNYA) Ini tusuk konde, tanda mata dari
Engtay. Taruhlah diatas piring pedupan di depan kuburku. Jika dia datang, dia pasti tahu apa yang
harus dilakukannya. Ibu, ayah, aku mohon maaf karena tidak bisa menjaga sampai ayah, ibu tua.
Maafkan anakmu yang tidak berbakti ini. Aku merasa, ajalku sudah dekat sekali. Ikhlaskan anakmu pergi, tapi ada satu permintaanku: jangan
benci sama Engtay, sebab dialah satu-satunya gadis yang paling aku cintai. Selamat tinggal
semuanya…” (SAMPEK MATI. TANGISPUN MELEDAK) (SE: 254-255)
Tidak jauh berbeda dengan Sampek, Engtay pun sangat sedih
menerima kenyataan yang teramat memilukan tersebut. Ia berpikir commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id92
bahwa dirinya kuat. Sanggup mengubah citra dirinya. Berhasil
melewati masa-masa sekolah dan sanggup mengubah masa depannya.
Namun ternyata ia tak cukup kuat untuk mengubah semua itu. Ia
tertaplah menjadi seorang perempuan yang tak berdaya, tetap harus
patuh dan menurut pada keputusan orang tua, sekalipun berbeda
dengan isi hatinya yang sebenarnya. Perkawinannya dengan Macun tak dapat dielakkan.
NYONYA CIOK : “Seumur hidup, aku dan ayahmu belum pernah minta apa-apa padamu. Kali ini, kami minta, janganlah berbuat macam-macam. Kawinlah dengan Macun. Pergilah bersamanya, nanti kalau dia menjemputmu dengan tandu pengantin. Dan lupakan Sampek.” ENGTAY : “Ya, ibu, ya…” NYONYA CIOK : (MEMELUK ENGTAY) “Anakku, buah hati, cahaya hidupku...” ENGTAY : “Ibu, betulkah perempuan dilahirkan untuk menjadi makhluk lemah, dan tidak berdaya memilih sendiri jalan nasibnya?” NYONYA CIOK : “Kita boleh memilih, tapi keputusan biasanya tidak ada di tangan kita. Itulah kodrat.”
ENGTAY : “Dan apa itu tidak bisa diubah?” NYONYA CIOK : “Banyak yang berusaha mengubahnya, tapi tak ada yang sanggup.”
ENGTAY : “Betul, tidak ada yang sanggup. Tadinya aku pikir, aku sanggup. Aku berhasil melewati masa-masa
sekolah dan langsung menganggap diriku kuat. Tapi nyatanya aku tetap harus patuh kepada putusan orangtua dan tidak berani melenceng dari
garis kodrat. Selalu kalahkan kaum kita, ibu?” NYONYA CIOK : “Tidak selalu, anakku. Jika kau
memandangnya bukan dari segi yang badaniah. Kemenangan kita
adalah, semacam kemenangan kecil-kecilan. Misalnya, berhasil membikin lelaki menyerahkan
segala urusan dapur dan kamar tidur, commit to usermengikat mereka untuk betah dirumah sampai tua. Atau kadang, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id93
saat mereka kita bikin bertekuk lutut lewat senjata rahasia kita,
menghiba-hiba dan menjadi bayi kembali.”
ENGTAY : “Cuma itu?” NYONYA CIOK : “Apa kau mau lebih dari itu? Lelaki
memandang perkawinan ibarat perang, sedang bagi kebanyakan perempuan, perkawinan adalah karunia. Mengapa? Karena kitalah yang memberikan keturunan. Dan kita harus bangga dengan itu. Kau tidak?” ENGTAY : “Tidak tahu, ibu. Tapi aku sering merasa nilai kita sebagai perempuan tidak hanya itu. Aku sendiri tidak tahu apa kekurangannya, tapi aku merasa ada yang kurang. Dan aku tidak puas hanya menjadi yang selalu kalah.” NYONYA CIOK : “Bersedia kawin dengan Macun jangan kau pandang sebagai kekalahan. Harus kau anggap sebaliknya. Kalau kau sebagai anak, berhasil mengangkat derajat orangtua, itulah kemenangan. Kalau kau berhasil membuat dirimu patuh pada kehendak orangtua, itulah kemenangan. Dan hal itu sudah dilakukan sejak berabad-abad lau, oleh para leluhur kita. Kau tidak bisa lari dari kebiasaan
turun-temurun ini.”
ENGTAY : “Mungkin belum zamannya. Aku dilahirkan terlalu cepat.” NYONYA CIOK : “Ayo, Engtay, jangan coba menghujat
takdir. Nanti kualat.” (SE: 215-219)
Di akhir cerita, Engtay yang merasa bahwa kekasih sejatinya
hanyalah Sampek seorang. Ia pun memilih untuk ikut menyusul
kekasihnya tersebut ke alam baka. Ketika Macun berhasil memboyong
Engtay ke Rangkasbitung dengan tandu pengantin, Engtay
memohonkan sebuah permintaan, ziarah ke makam Sampek untuk
sembahyang. Jodoh memang tidak kemana, ketika upacara
sembahyang itulah kuburan Sampek terbuka, kemudian Engtay
melompat ke dalam kuburancommit to tersebut, user menyatu bersama kekasihnya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id94
Macun pun marah besar. Ia membongkar kuburan, tapi baik jasad
Sampek maupun Engtay tidak terdapat dalam kuburan itu. Sebagai
gantinya, di kuburan tersebut, ada sepasang batu biru, sepasang tawon
kuning, dan sepasang kupu-kupu yang langsung terbang menuju langit.
Sampek Engtay adalah sebuah lakon yang melodramatis, dibungkus
dengan nyanyian, komedi, dan tragedi. Kisah cinta yang tragis dibalur dengan nuansa tradisional Tiongkok yang begitu kental.
NYONYA CIOK : “Macun, Engtay minta agar kita berhenti sebentar.” MACUN : “Kenapa? Untuk apa?” ENGTAY : “Macun, dikuburan itu seorang sahabatku berbaring. Aku berniat sembahyang dikuburannya. Bolehkah kita berhenti sebentar?” (SE: 264) MACUN : “Ada apa di dalam?” ORANG : “Kosong, juragan. Betul-betul kosong.” KAPTEN LIONG : “Gali lebih dalam lagi! Ini pasti ulah tukang sihir.” MACUN : “Gali lagi!” KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG DALAM DAN MENEKAN) “Menggali lebih dalam, lebih dalam lagi Tak sebuah jasad pun terbering disitu
Sia-sia menggali, menggali dan menggali lagi Yang ditemukan cuma dua keping batu biru.” MACUN : “Apa yang kamu temukan?”
ORANG : “Dua keping batu biru, juragan. Dan sepasang tawon kuning.”
KAPTEN LIONG : “Apa lagi?” KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU) “Sepasang kupu-kupu
Terbang kelangit Sayapnya gemerlap
Memantulkan cahaya.” NYONYA NIO : “Sampek…”
NYONYA CIOK : “Engtay…” (SE: 273-274)
c. Ketimpangan/Ketidaksetaraan Gender
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id95
Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan
hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan (Irianto, 2009: 59).
Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan
yang bersifat biologis (Moore dalam Irianto, 2009: 61). Ini disebabkan
yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai
feminim dalam budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin (Junaidi, 2008). Ketidakseimbangan berdasarkan gender (gender inequality) mengacu pada ketidakseimbangan akses sumber-sumber yang langka dalam masyarakat. Sumber-sumber yang penting itu meliputi kekuasaan barang-barang material, jasa yang diberikan orang lain, prestise, perawatan medis, otonomi pribadi, kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan, serta kebebasan dari paksaan atau siksaan fisik (Lapian & Geru, 2006: 79). Pada zaman dulu di masa Engtay, orang memberikan kedudukan yang sangat rendah kepada perempuan, tidak hanya kedudukan di dalam masyarakat yang rendah tetapi juga di dalam
keluarga. Orang beranggapan bahwa tugas utama dari seorang
perempuan adalah sebagai penyambung keturunan, lemah lembut,
anggun, pandai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, lebih emosional
dan fisiknya kurang kuat. Pembuktian di bawah ini mencerminkan
ketidaksederajatan antara laki-laki dan perempuan dan harapan
perempuan untuk menyamakan persamaan derajat antara laki-laki dan
perempuan.
Penggalan kalimat di bawah ini terjadi saat Engtay ingin
bersekolah di Betawi. Tuan Ciok, ayahanda Engtay, menentang
permintaan putrinya tersebut, lalu berkata:
CIOK : “Ini akibat kita turuti apa yang dia mau sejak kecil. Dia anggap commit semua to user persoalan jalan keluarnya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id96
gampang-gampang saja. Kalau sekarang kita larang niatnya itu, aku takut nanti dia kaget. Lalu sakit. Terus
kalau dia sakit? Bagaimana? Dia anak kita satu-satunya.” (SE: 46)
Engtay menyamar menjadi laki-laki demi cita-citanya agar
dapat bersekolah di Betawi. Ia berharap dengan bersekolah maka dapat
mengubah nasib dan masa depannya kelak. Perempuan tidak hanya menjadi seorang gadis pengitan yang menunggu lamaran suami dan hanya mengurusi urusan rumah tangga saja, namun ia berharap melalui pendidikan maka dapat memajukan nasibnya dan nasib kaumnya ke arah yang lebih baik, tidak lagi selalu berada di bawah, tertindas, dan dapat sejajar dengan laki-laki.
ENGTAY : “Aku akan jadi gadis pingitan, menunggu lamaran calon suami. Aku akan jadi perempuan bodoh yang tidak tahu betapa luasnya dunia ini.” SUHIANG : “Masa?” ENGTAY : “Kaum kita akan begini terus nasibnya. Sejak dulu sampai sekarang tidak pernah ada perubahan. Niat untuk maju bagi perempuan, akan selalu dianggap sebagai biang bencana.” SUHIANG : “Eh, tunggu dulu. Apa Nona lupa, ayah nona pernah sesumbar begini : “Aku akan kasih izin
kamu sekolah di Betawi, kalau kamu berhasil menipuku!” Nah, tuh. Tidak mau dicoba? Yaa,
namanya juga usaha.” ENGTAY : “Dicoba bagaimana?”
SUHIANG : “Yaaaa, menipu ayah nona, begitu.” ENGTAY : “Menipu bagaimana? Apa bukan dosa namanya
kalau kita berhasil menipu orang tua?” SUHIANG : “Idiiih. Menipu itu banyak macamnya. Dalam perkara nona, tipuan semata-mata demi kebaikan.
Berkali-kali nona bilang, nona bisa menyamar jadi lelaki, tapi majikan besar tidak percaya.
Artinya, mereka perlu bukti.” ENGTAY : “Kamu betul Suhiang. Kenapa akal itu tidak pernah kupikirkan ya? Betul. Suhiang, mana baju lelaki
itu?” SUHIANG : “Sudah disiapkan.” (SE: 23-25) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id97
Anak laki-laki bersekolah tiada batasan, tetapi anak perempuan
tidak mempunyai kekuasaan untuk menerima pendidikan. Tidak hanya
di masyarakat, tetapi di dalam keluarga juga tidak mendapat dukungan
dari orang tua. Engtay dengan caranya telah memberontak perlakuan
masyarakat pada zaman itu yang telah tidak adil memperlakukan
perempuan. Walaupun ia akhirnya dapat bersekolah dengan menyamar menjadi laki-laki, tetapi kenyataan pahit tetap harus ia terima. Ia tidak dapat mengubah takdirnya. Engtay pada akhirnya harus patuh dan menurut terhadap keputusan keluarga. Ia tidak dapat mengelak keputusan tersebut meskipun ia sebenarnya sama sekali tidak menyukainya. Penggalan percakapan di bawah ini ingin menunjukkan bahwa perempuan zaman dulu tidak cocok bersekolah, urusan sekolah adalah milik kaum lelaki. Orang zaman dulu juga sangat memperhatikan nama baik, jadi masyarakat tidak dapat menerima bila anak perempuan lebih pandai daripada anak laki-laki. Menjadi seorang perempuan apabila telah menikah harus rendah hati, dengan begitu dapat memberi nama
baik kepada suami.
JINSIM : “Alaa, lebih baik punya anak perempuan yang bodoh
tapi menurut apa kata orang tua. Gadis pintar suka nekat. Lagian Nona Engtay kan sudah ditunangkan?
Apa lagi yang dicari. Jodoh sudah jelas. Kan lebih baik tenang tenang di rumah? Menyulam, belajar
masak dan lain-lain urusan rumah tangga. Biar begitu kawin, dia tidak kikuk lagi. Semua urusan dapur, perkara kamar tidur, sudah bisa.”
SUHIANG : “Itu jalan pikiran para babu. Kalau Nona Engtay punya pikiran begitu, nasibnya tidak lebih seperti
kita : jadi babu suaminya. (SE: 43-44)
Ketidakpenilaian yang diberikan oleh masyarakat pada zaman
dulu di masa Engtay terhadap perempuan dikarenakan ketidaksetaraan
kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Perempuan sering commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id98
dikategorikan sebagai orang yang bertanggung jawab atas pekerjaan di
dalam rumah sedangkan laki-laki selalu ditempatkan pada pekerjaan di
luar rumah. Laki-laki digolongkan sebagai mahluk eksklusif baik di
dalam rumah maupun di masyarakat. Berbeda dengan kaum
perempuan yang wewenang, kekuasaan, dan haknya lebih terbatas
ketimbang kaum laki-laki pada saat itu. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa kaum pria bebas dalam mengenyam pendidikan sedangkan perempuan lebih cocok untuk mengurusi urusan rumah tangga, tidak layak untuk bersekolah seperti halya laki-laki.
NYONYA CIOK : “Lhah, masa tanya sama aku? sana omong sama anakmu. Jangan dikira cuma kamu yang habis akal. Aku juga. Kalau dia lelaki, aku tidak keberatan dia sekolah. Sampai ke Eropa juga aku restui.” (SE: 47-48) NYONYA CIOK : “Lihat Engtay, lihat. Tega lihat ayahmu mati merana, jadi sengsara lantaran keinginanmu tidak bisa dicegah lagi? Sekolah. Untuk apa? Perempuan ibarat bangau, setinggi-tinggi terbang akhirnya jatuh kepelukan suami juga. Mengemong anak, sibuk di dapur, mengurusi perut dan syahwat suami. Akan percuma pelajaran sekolah yang dengan susah payah
kamu tekuni bertahun-tahun.” (SE: 44-45)
Ketidaksetaraan gender pada zaman Engtay sangat terlihat
jelas. Suatu hal yang tabu jika ada seorang perempuan yang
menginginkan dirinya untuk dapat bersekolah dan mengenyam
pendidikan layaknya kaum pria. Masyarakat beranggapan bahwa
pendidikan bagi kaum wanita tidak ada gunanya, karena bagaimanapun
kedudukan wanita ada di bawah, wanita tetap harus patuh terhadap
suami. Wanita hanya diwajibkan untuk mengurusi urusan rumah
tangga dan tunduk kepada suami. Tidak banyak yang dapat dilakukan
kaum wanita pada saat itu. Kaum wanita seolah hanya dipandang
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id99
sebelah mata bahkan kedudukannya rendah di masyarakat. Berikut
penggalan dialog yang menggambarkan hal tersebut.
JINSIM : “Heran, heran. Aneh bin ajaib. Dunia sudah
kebalik-balik, langit bakal ambruk. Mana ada anak gadis minta sekolah? Jauh lagi, di Betawi. Dan di
sekolah campur sama sembarang lelaki. Heran, heran. Aneh bin ajaib.” (SE: 41)
JINSIM : “Ya, boleh maju. Lalu kalau sudah sekolah, untuk apa? Mau apa? Apa gunanya? Sudah takdir, biar pintarnya kayak Ken Dedes, tempat perempuan tetap di bawah.” (SE: 42)
Pada zaman dahalu masih terlihat adanya pendiskriminasian terhadap kaum wanita. Hak wanita sangat terbatas, kebebasannya pun dikekang. Tradisi perjodohan yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anaknya semakin memperparah kehidupan wanita. Mereka tidak memiliki banyak pilihan, hanya bisa patuh dan menurut dengan segala keputusan orang tua. Konsep pernikah pada saat itu tidak sebebas seperti sekarang ini, pada saat itu konsep pernikahan masih merupakan sistem perjodohan. Anak-anak tidak mempunyai kekuasaan
untuk menentukan pasangan hidupnya seperti sekarang ini, terlebih
anak perempuan. Kedudukan perempuan yang paling penting biasanya
ditentukan oleh suku atau ekonomi keluarga, kedudukan dalam
masyarakat, hubungan antar manusia, dan bahkan kepopuleran
reputasi. Perasaan orang yang bersangkutan menempati urutan yang
kedua atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
KAPTEN LIONG : “Sudah, sudah, anggukan Engtay sudah
cukup jelas. Mau apa lagi? Hanya itu yang dilakukan perempuan sejak zaman
baheulea. Isteriku pun cuma mengangguk waktu ditanya mau kawin sama aku. Ibuku juga. Demikian pula nenek-nenek kita. Mau
apa lagi? Sudah tradisi.” (SE: 180-181) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id100
Wanita pada saat itu diibaratkan mahluk yang lemah dan tidak
berdaya. Tak banyak yang bisa dilakukan wanita pada zaman dulu
selain hanya menjadi seorang istri dan pada akhirnya harus tunduk
kepada suami. Sekalipun Engtay mencoba untuk mendobrak tradisi
semacam itu di zamannya, mencoba untuk dapat memajukan kaum
perempuan di zamannya, namun pada akhirnya ia tidak cukup kuat untuk melakukan semua itu. Ia pada akhirnya harus kalah dengan tradisi yang ada yang sudah mengakar dan turun temurun. Penggalan dialog di bawah ini mengilustrasikan Engtay yang berpikir bahwa dirinya kuat. Sanggup mengubah citra dirinya. Berhasil melewati masa-masa sekolah dan sanggup mengubah masa depannya. Namun ternyata ia tak cukup kuat untuk mengubah semua itu. Ia tertaplah menjadi seorang perempuan yang tak berdaya, tetap harus patuh dan menurut pada keputusan orang tua, sekalipun berbeda dengan isi hatinya yang sebenarnya. Perkawinannya dengan Macun tak dapat dielakkan.
ENGTAY : “Ibu, betulkah perempuan dilahirkan untuk menjadi makhluk lemah, dan tidak berdaya memilih
sendiri jalan nasibnya?” NYONYA CIOK : “Kita boleh memilih, tapi keputusan
biasanya tidak ada di tangan kita. Itulah kodrat.”
ENGTAY : “Dan apa itu tidak bisa diubah?” NYONYA CIOK : “Banyak yang berusaha mengubahnya, tapi
tak ada yang sanggup.” ENGTAY : “Betul, tidak ada yang sanggup. Tadinya aku pikir, aku sanggup. Aku berhasil melewati masa-masa
sekolah dan langsung menganggap diriku kuat. Tapi nyatanya aku tetap harus patuh kepada
putusan orangtua dan tidak berani melenceng dari garis kodrat. Selalu kalahkan kaum kita, ibu?” NYONYA CIOK : “Tidak selalu, anakku. Jika kau
memandangnya bukan dari segi yang badaniah. Kemenangan kita commit to useradalah, semacam kemenangan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id101
kecil-kecilan. Misalnya, berhasil membikin lelaki menyerahkan
segala urusan dapur dan kamar tidur, mengikat mereka untuk betah
dirumah sampai tua. Atau kadang, sesaat dua saat mereka kita bikin
bertekuk lutut lewat senjata rahasia kita, menghiba-hiba dan menjadi bayi kembali.” ENGTAY : “Cuma itu?” NYONYA CIOK : “Apa kau mau lebih dari itu? Lelaki memandang perkawinan ibarat perang, sedang bagi kebanyakan perempuan, perkawinan adalah karunia. Mengapa? Karena kitalah yang memberikan keturunan. Dan kita harus bengga dengan itu. Ku tidak?” ENGTAY : “Tidak tahu, ibu. Tapi aku sering merasa nilai kita sebagai perempuan tidak hanya itu. Aku sendiri tidak tahu apa kekurangannya, tapi aku merasa ada yang kurang. Dan aku tidak puas hanya menjadi yang selalu kalah.” NYONYA CIOK : “Bersedia kawin dengan Macun jangan kau pandang sebagai kekalahan. Harus kau anggap sebaliknya. Kalau kau sebagai anak, berhasil mengangkat derajat orang tua, itulah kemenangan. Kalau kau
berhasil membuat dirimu patuh pada
kehendak orang tua, itulah kemenangan. Dan hal itu sudah dilakukan sejak berabad-abad lau, oleh para leluhur kita.
Kau tidak bisa lari dari kebiasaan turun-temurun ini.”
ENGTAY : “Mungkin belum zamannya. Aku dilahirkan terlalu cepat.
NYONYA CIOK : “Ayo, Engtay, jangan coba menghujat takdir. Nanti kualat.” (SE: 216-218)
Orang tua menganggap bahwa tidak ada gunanya wanita
sekolah, dunia wanita hanya sebatas rumahnya saja. Ia hanya
berkewajiban mengursi urusan rumah tangga dan melayani suami.
Sebuah bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan, mereka tidak dapat bebas memilih commit jalan hidupnya, to user karena sepenuhnya wewenang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id102
dan kekuasaan atas mereka ada di tangan kedua orang tua. Budaya
patriarki mengakar kuat pada masa itu.
NYONYA CIOK : “Ayahmu benar. Coba pikir sekali lagi.
Untuk apa sekolah? Sekolah hanya untuk kaum lelaki. Dunia wanita, sebatas pagar
rumahnya. Jangan kamu coba-coba mengubah kebiasaan itu. Nanti bisa buruk akibatnya. Benar kamu pintar menyamar. Tapi kan bisa saja suatu saat kamu alpa. Sekarang kamu niat masuk sekolah. Dari rumah bawa banyak buku. Apa nanti pulangnya kamu bawa lebih banyak lagi? Kalau kamu nanti pulangnya membopong bayi, bagaimana? Di mana bakal ditaruh muka ayah dan ibumu?” (SE: 50)
2. Nilai Pendidikan Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno Pastilah dalam setiap karya sastra terdapat nilai pendidikan yang tersirat di dalamnya. Nilai pendidikan dan pesan moral yang ada dalam karya sastra dapat mendidik dan memberi pelajaran berharga kepada setiap penikmat sastra yang membacanya. Suyitno (2002: 3) menyebutkan bahwa jika berbicara mengenai nilai pendidikan dalam karya sastra, maka tidak
akan dapat terlepas dari karya sastra itu sendiri. Sastra dapat memainkan
perasaan secara dramatis dalam pengembangan konsep pribadi atau konsep
diri. Melalui sastra, pembaca maupun penikmat dapat memperoleh
pengetahuan mengenai fenomena-fenomena kehidupan dari sudut pandang
yang berbeda (Sayuti, 2000: 39). Karya sastra yang diciptakan pengarang
merupakan sarana penyampaian amanat kepada penikmatnya. Djojosuroto
(2006: 738) juga mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan hasil
imajinasi pengarang mengenai realitas sosial yang didukung oleh
pengalaman dan pengamatannya terhadap hal tersebut.
Melalui karyanya pengarang dapat memengaruhi pola pikir
pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar dan salah yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id103
merupakan tata nilai kehidupan manusia. Sastra dan tata nilai kehidupan
merupakan dua hal yang saling terkait dan melengkapi. Setiap karya sastra
yang tercipta dengan kesungguhan akan mengandung relevansi yang kuat
terhadap kehidupan, karena pencipta karya tersebut adalah bagian dari
kehidupan itu sendiri. Sastra hendaknya dapat memberikan hikmah, yang
dapat membuat pembaca/penikmat tercerahkan (Sayuti, 2000: 42). Adapun analisis nilai-nilai pendidikan dalam naskah drama Sampek Engtay karya N. Riantiarno meliputi: nilai pendidikan religius; nilai pendidikan sosial; nilai pendidikan moral; nilai pendidikan kepahlawanan; nilai pendidikan kultural; dan nilai pendidikan cinta dan kesetiaan. Berikut peneliti kemukakan analisis terhadap masing-masing nilai tersebut.
a. Nilai Pendidikan Religius Tolstoy (dalam Pradopo, 1994: 51) mengungkapkan bahwa agama merupakan komponen yang memegang peranan tertinggi dalam kehidupan seseorang. Semi (1993: 22) menyatakan bahwa agama merupakan dorongan penciptaan sastra, sebagai sumber ilham, dan sekaligus sering membuat sastra bermuara kepadanya. Mangunwijaya
(dalam Nurgiyantoro, 2005: 327) menambahkan bahwa kehadiran
unsur religius dan keagamaan sesuai keberadaan sastra itu sendiri.
Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius dan awal mula segala
sastra adalah religius.
Nilai religius akan menanamkan sikap pada manusia untuk
tunduk dan taat kepada Tuhan atau dalam keseharian kita kenal dengan
takwa. Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan
sikap sabar, tidak sombong, dan tidak angkuh kepada sesama. Manusia
menjadi saling mencintai dan menghormati sehingga mampu
mewujudkan hidup yang harmonis dalam hubungannya dengan Tuhan,
sesama manusia, maupun makhluk lain. Manusia religius berarti
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id104
memiliki keterikatan dengan Tuhan baik jasmani maupun rohani secara
sadar (Dojosantoso dalam Suwondo, 1994: 63).
Nilai religius dalam naskah drama Sampek Engtay terlihat
ketika guru sedang memberi pengajaran terhadap murid-muridnya di
Sekolah Putra Bangsa. Guru mengajarkan kepada murid-murid tentang
ajaran agama yang tidak boleh dilupakan dan musti dipatuhi, membenci setan dan segala bentuk godaannya, serta Sang Maha Kuasa akan memberi hukuman jika melanggar larangan-Nya atau melakukan perbuatan tercela.
GURU : “Takwa kepada?” MURID-MURID : “Tuhan Yang Maha Esa.” (SE: 71) GURU : “Benci kepada?” MURID-MURID : “Setan dan segala godaannya.” (SE: 72) GURU : (MENYANYI) “Dewa-dewa mendengar kita.” MURID-MUID : “Ya, guru.” GURU : “Dewa-dewa menghukum dosa kita.” (SE: 173)
Guru pun mengajarkan kepada murid-muridnya untuk senantiasa bersembahyang sebagai bentuk penghormatan terhadap arwah para leluhur.
GURU : “Salah satu ajaran kuno yang wajib kita ikuti adalah: ‘menghormati arwah para leluhur’. Cengbeng sudah
dekat. Sudah waktunya kalian pergi ke kuburan para leluhur untuk bersembahyang.” (SE: 133)
Berdasarkan penggalan-penggalan dialog naskah drama Sampek
Engtay di atas dapat dipetik pelajaran berharga bahwa manusia sebagai
mahluk ciptaan Tuhan tentunya harus senantiasa bertakwa kepada-Nya,
senantiasa berbuat kebaikan, menaati perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya, membenci setan dan berusaha melawan
godaan-godaannya serta tidak lupa untuk beribadah kepada-Nya secara
berkesinambungan sebagai bentuk rasa syukur.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id105
Dalam naskah drama ini pun, Sampek dan Engtay memercayai
bahwa Dewa-dewa akan mengabulkan doa mereka agar bertemu
kembali di kehidupan yang akan datang. Selain itu, Engtay
bersembahyang di kuburan Sampek, meminta pertolongan kepada
Dewa agar kuburan Sampek terbuka.
ENGTAY : “.....Di belakang hari, aku tentu akan datang bersembahyang di kuburan kakak. Sekian surat dariku, dan harap jangan melupakan pesanku.” (SE: 251-254) KAPTEN LIONG : “Engtay mau apa?” MACUN : “Bersembahyang di kuburan seorang sahabatnya.” (SE: 265) ENGTAY : “.....tak ada yang bisa kuberikan sebagai tanda mata selain tusuk konde ini. Anggaplah ini sama dengan aku. Kita tidak berjodoh kali ini, tetapi berdoalah agar pada penjelmaan lain kita akan ditakdirkan para dewa menjadi pasangan kekasih yang saling mencinta.” (SE : 206)
Kutipan di atas merupakan dialog Engtay dan Sampek ketika mereka akan berpisah, Engtay menasihati Sampek agar berdoa memohon kepada Dewa supaya dipertemukan kembali pada kehidupan
mereka yang akan datang. Kepasrahan pada Tuhan sangat ditonjolkan
dalam naskah drama Sampek Engtay ini. Tuhanlah yang menentukan
nasib, rezeki, dan jodoh seseorang. Apabila seseorang berjodoh, maka
sampai matipun mereka akan dipertemukan kembali.
b. Nilai Pendidikan Sosial
Hasan & Salladin (1996: 83) menyatakan bahwa nilai sosial
adalah:
Aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk
memperoleh makna atau penghargaan tinggi. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat dipetik dari perilaku sosial dan
tata cara hidup bersosial. Dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan sehingga diharapkan mampu memberikan peningkatan kepekaan rasacommit kemanusiaan, to user lebih mendalami penghayatan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id106
sosialisasi diri, dan lebih mencintai keadilan dan kebenaran dalam hidup dan kehidupan.
Adapun nilai sosial yang terdapat dalam naskah drama Sampek
Engtay adalah rasa persaudaraan, kesetiakawanan, dan saling
tolong-menolong. Sampek dan Engtay yang walau keduanya baru saja
bertemu dan berkenalan di Betawi, sudah menunjukan sikap saling
peduli dan saling membantu bahkan keduanya pun telah membuat kesepakatan untuk menjadi sepasang saudara dan megikrarkan janji untuk setia satu sama lainnya.
ENGTAY : “Tapi ke mana? Tadi saudara bilang tidak tahu jalan.” SAMPEK : “Saya sudah dikasih tahu ancer-ancernya. Bisa kita cari sama-sama.” ENGTAY : “Baiklah.” (SE: 61) SAMPEK : “Betul. Adikku, Engtay. Biarlah tubuhku hancur jadi abu kalau aku menghianatimu. Geledek menyambarku, kilat membakarku dan langit mengutukku jika aku melupakan persaudaraan kita ini.” ENGTAY : “Demikian juga aku, Sampek, kakakku.” SAMPEK-ENGTAY : (MENYANYI DUET) “Seia sekata, setia sepanjang masa
Hingga laut tidak asin lagi
Hingga gagak mulai berbulu putih Hingga kuku hitam tak mau tumbuh kembali.” (SE: 65-66)
Selain itu, nilai sosial lainnya yang terdapat dalam naskah
drama Sampek Engtay ini adalah sikap Engtay yang mau menerima apa
adanya terhadap keadaan kondisi ekonomi Sampek. Pada awal
pertemuan mereka, Sampek sudah mengatakan bahwa dia bukanlah
seseorang yang kaya, Engtay menerima hal tersebut bahkan Engtay
mencintai Sampek yang kedudukannya hanyalah seorang rakyat biasa,
tidak seperti Macun yang kaya raya.
SAMPEK : “Yah, kamu memang orang kaya, tentu sudah ditunangkan oleh orang tuamu sejak kamu kecil. Akucommit tidak to user begitu. Tak ada yang mau dinikahi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id107
mahasiswa miskin sepertia aku ini. Aku memang harus berusaha keras mencari pangkat dan
kekayaan dulu, baru para calon isteri mau mendekatiku, seperti laron mendekati cahaya
lampu.” ENGTAY : “Kekayaan bukan ukuran untuk seorang
perempuan. Yang paling penting adalah hati bersih dan jujur dan bersedia bekerja keras. Pada kakak aku lihat semua sifat baik itu. Pasti aka nada perempuan yang bersedia jadi pendamping.” SAMPEK : “Mudah-mudahan. Sekarang marilah kita pergi.” (SE: 112)
c. Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang ingin disampaikan kepada pembaca/penikmat karya sastra. Menurut Kenny, moral dalam cerita merupakan suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis dan dapat ditafsirkan sendiri oleh pembaca. Karya sastra fiksi biasanya menyuguhkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat kemanusiaan, serta memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Melalui sikap dan tingkah laku para tokoh, pembaca diharapkan
mampu mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang diamanatkan
(dalam Nurgiyantoro, 2005: 321). Sayuti (2000: 25) menyatakan
bahwa sastra seharusnya menjadi alat untuk membantu mengarahkan
manusia pada tataran yang bermakna sehingga mampu saling
mengingatkan agar tidak masuk dalam jurang kebobrokan moral.
Nilai didik moral yang terkandung dalam naskah drama Sampek
Engtay cukup banyak, baik yang patut ditiru maupun yang musti
dihindari atau tidak layak dicontoh. Nilai-nilai tersebut diantaranya,
sikap patuh, menepati janji, berbakti kepada kedua orang tua,
senantiasa menjaga kebersihan, ajaran untuk menghormati guru, orang tua, dan saudara, tidakcommit iri, menipu, to user berzinah, memfitnah, menyakiti perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id108
orang lain, menghina dan meremehkan orang lain, jangan bersumpah
palsu, mencuri, membunuh, serta semangat dan rajin dalam menuntut
ilmu. Adapun nilai moral dalam naskah drama Sampek Engtay yang
tidak patut untuk dicontoh dan harus dihindari dalam kehidupan
sehari-hari adalah berbuat asusila, menipu, pesimis, tidak semangat
dalam menjalani hidup, tidak mau bangkit dari keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku terhadap orang lain. Berikut penjabarannya. Sikap patuh tercermin ketika murid-murid Sekolah Putra Bangsa mendapat teguran dan hukuman dari guru mereka. Murid-murid patuh terhadap perintah guru, mau melaksanakan hukuman dari sang guru, tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba melawan atau membangkang. Selain itu, guru pun memberikan wejangan kepada para murid untuk senantiasa menjaga kebersihan sekalipun perkara buang air kecil dan besar.
GURU : “Jaga Kebersihan! Jaga kebersihan! Bunyi peraturan itu bisa berlaku untuk segala perkara, termasuk perkara kencing dan berak. Paham?” MURID-MURID : “Paham, Guru.” GURU : “Tapi coba lihat sekarang di tembok WC dan kamar
mandi. Hitamnya, kotornya. Bagaimana cara kalian menjaga kebersihan? Dengan cara mengotorinya? Itu
akibat kalian kencing sambil berdiri.” ( SE: 98) GURU : “Bagus, bagus. Sejak saat ini, dengar bunyi peraturan dari kitab-kitab itu. Dan patuhi! Kalian yang
melanggar akan aku suruh hukum pukul tongkat tujuh kali. Hafalkan peraturannya, terutama
mengenai kencing jongkok itu tadi. Sekarang, kalian aku hukum membersihkan WC dan kamar mandi.
Semuanya. Kecuali Engtay!” MURID-MURID : “Kami patuh, Guru.” GURU : “Sekian pelajaran tentang kencing. Hukuman harus
segera dilaksanakan sekarang juga!” (SE: 100-101)
Sebagai manusia yang bermoral, wajib hukumnya untuk selalu
menepati janji yang telah dibuat dan disepakati. Orang yang gemar
menepati janji bukan hanyacommit akan to userdisenangi dan dipercaya banyak orang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id109
namun secara tidak langsung akan memupuk rasa tanggung jawab di
dalam diri. Dalam naskah drama Sampek Engtay pencerminan dari
sikap untuk senantiasa menepati janji telah dilakukan oleh tokoh
Engtay. Hal ini terlihat ketika Engtay membuat sebuah perjanjian
dengan Sampek mengenai pembatas tempat tidur, dan ketika ia
melanggar aturan dalam kesepakatan tersebut Engtay pun berjanji akan membayar denda yang telah disepakati sebelumnya Kepada Sampek, teman sekamarnya.
SAMPEK : “Engtay, Engtay. Bangun! Kaki kananmu merusak tali batas.” ENGTAY : “Tuh, apa kataku. Aku memang patut dipukul.” SAMPEK : “Maaf, kamu harus bayar denda. Selanjutnya kamu harus hati-hati. Nanti uangmu habis hanya untuk membayar denda.” ENGTAY : “Besok denda itu aku bayar. Silahkan kakak tidur lagi.” (SE: 80)
Hormat terhadap kedua orang tua merupakan suatu tindakan yang dapat diterima semua golongan masyarakat. Menghormati kedua orang tua adalah kewajiban seorang anak terhadap orang tuanya sendiri. Hal tersebut yang dilakukan Engtay, meskipun jalinan cintanya
dengan Sampek dilarang, akan tetetapi ia masih menjunjung tinggi
harkat dan martabat orang tuanya tersebut. Engtay berusaha tetap
mematuhi perintah keduanya, menghormati keputusan mereka, dan
mencoba berpasrah diri ketika kedua orang tuanya menikahkannya
dengan Macun. Sekalipun dalam hatinya ia merasa sangat sedih dan
bimbang, Entay mencoba menjadi anak yang berbakti kepada orang tua
dengan tidak melawan kehendak mereka dan tidak serta merta berlaku
egois hanya megikuti hasrat dirinya saja. Berikut ilustrasi dari uraian
tersebut.
NYONYA CIOK : “Hatimu memang baik, aku percaya. Untuk itu aku dan ayahmu memutuskan untuk committidak to user membuat kakimu kecil seperti yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id110
sudah dilakukan oleh leluhur-leluhur kita. Lihat, kakiku sendiri masih kecil, dan apa
yang kami putuskan itu menandakan kami sangat mencintaimu.”
ENGTAY : “Ya, ibu.” NYONYA CIOK : “Apapun yang kamu inginkan sejak kecil,
kami mengabulkannya. Bahkan waktu kamu ingin sekolah ke Betawi, niat yang sangat tidak lazim bagi kebanyakan perempuan bangsa kita, kami mengizinkannya juga. Kami percaya, meskipun kamu manja, kamu tidak akan tega membuat malu orang tua. Kami bangga kepadamu, Engtay.” ENGTAY : “Ya, ibu.” NYONYA CIOK : “Seumur hidup, aku dan ayahmu tidak pernah minta apapun darimu. Kali ini kami minta janganlah berbuat macam-macam. Kawinlah dengan Macun, pergilah bersamanya nanti kalau dia menjemputmu dengan tandu pengantin. Dan lupakan Sampek.” ENGTAY : “Ya, ibu, ya....” (SE: 214-215)
Naskah drama Sampek Engtay ini mengandung nilai didik yang patut dicontoh oleh masyarakat, khususnya seorang anak. Sudah
sepantasnya seorang anak mematuhi perintah orang tuanya. Karena
orang tua adalah orang yang mendidik dengan penuh kesabaran dan
welas asih, memberi kasih sayang terhadap anak-anaknya sedari lahir
hingga dewasa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sekolah
adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan
memberi pelajaran (Sugono: 2008). Diharapkan melalui sekolah,
lahirlah pemuda-pemuda cerdas dengan budi pekerti yang luhur
sebagai penerus masa depan bangsa. Dalam naskah drama Sampek
Engtay murid-murid Sekolah Putra Bangsa diberi bekal oleh guru
mereka tentang berbagai macam ajaran moral. Mereka diajarkan untuk senantiasa menghormaticommit guru, to orang user tua, dan saudara, tidak memiliki perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id111
sifat iri yang berlebihan, tidak menipu, tidak berzinah, memfitnah,
menyakiti orang lain, menghina dan meremehkan orang lain, tidak
bersumpah palsu, mencuri, dan tidak pula membunuh. Semua ajaran
moral tersebut dapat dilihat pada penggalan dialog berikut.
GURU : (MENYANYI) “Dengar aturan utama sekolah kita Camkan, perhatikan, lakukan Dengar larangan utama sekolah kita Camkan, perhatikan, lakukan.” MURID-MURID : “Ya, Guru.” GURU : (MENYANYI) “Hormati guru, orang tua, dan saudaramu Jangan iri apalagi menipu Jangan berzinah, jangan memfitnah Jangan menyakiti tanpa alasan.” MURID-MURID : “Ya, guru.” GURU : (MENYANYI) “Jangan menghina dan meremehkan Jangan bersumpah palsu Jangan mencuri, jangan membunuh Jadilah akar dimana kau tinggal Jika tak bisa jangan jadi juragan Cukup sudah jadi juru kuncinya Keberuntungan utama adalah
Berkuasa tanpa kekuasaan.” MURID-MURID : “Ya, Guru.” (SE: 171-172)
Nilai moral juga ditunjukkan oleh Sampek ketika ia diajak oleh
Engtay untuk berlibur. Sampek lebih memilih menghabiskan masa
liburnya dengan belajar dan membaca buku-buku pelajaran. Semangat
dan sikap rajin Sampek dalam menuntut ilmu perlu dicontoh oleh para
remaja masa kini. Masa muda selayaknya dipergunakan sebaik
mungkin untuk menuntut ilmu bukan untuk berhura-hura,
bersantai-santai, dan melakukan kegiatan yang mubazir sehingga tidak
menyesal di masa tua kelak. Selain itu, Sampek pun menasihati Engtay
agar berlaku hemat dan tidak berbuat royal/boros untuk sesuatu yang
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id112
kurang bermanfaat. Berikut cuplikan dialog yang mengandung
nilai-nilai moral tersebut.
ENGTAY : “Apakah kita harus tinggal disini terus, padahal
kawan-kawan lain plesiran?” SAMPEK : “Aku tidak ingin pergi kemana-mana. Lagi pula
plesiran memerlukan biaya. Uangku pas-pasan saja. Untuk pulang ke kampung halaman waktunya tidak cukup. Jadi lebih baik tinggal di kamar sambil baca-baca buku pelajaran. Kalau kamu mau pergi, pergilah.” ENGTAY : “Kita sudah terbiasa pergi kemana-mana selalu berdua. Tidak enak rasanya kalau aku pergi sendirian. Sebetulnya kita bisa plesir ke gunung atau ke pantai. Kakak jangan pikirkan soal uang. Perjalanan itu tidak makan biaya banyak. Lagi pula uang jajanku masih banyak sisa, dan itu bisa kita pakai bersama-sama.” SAMPEK : “Tidak, pergilah sendiri. Kau harus hemat. Berbuat royal bukan sesuatu yang dibenarkan.” (SE: 134-135) SAMPEK : “Aku hendak belajar. Justru lantaran kita masa muda cuma datang sekali, kita harus mengisinya dengan baik dan hati-hati. Belajar. Begitu kita lengah dan gemar sedikit saja bersuka-sukaan, maka sesudahnya kita akan kecanduan. Untuk
apa kita datang ke Betawi? Menuntut ilmu. Sesudah itu, pulang dan membuat orang tua
gembira karena kita berhasil dalam pelajaran. Kalau di Betawi kerja kita cuma plesiran, lalu apa gunanya pelajaran dari guru? Apa manfaat
buku-buku? (SE: 136)
Adapun nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Sampek
Engtay yang tidak patut dicontoh dan musti dihindari dalam kehidupan
sehari-hari adalah melakukan perbuatan asusila, menipu, bersikap
pesimis, tidak semangat dalam menjalani hidup, tidak mau bangkit dari
keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku terhadap orang lain.
Perbuatan asusila dalam naskah drama ini dilakukan oleh dua tokoh
utamanya, yakni Sampek dan Engtay, mereka saling berpelukan di commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id113
dalam kamar dan Engtay membuka pakaiannya. Jika saja Sukiu tidak
datang ke kamar untuk memberitahukan kabar dari orang tua Engtay,
mungkin keduanya akan semakin liar memuaskan hasrat mereka dan
melakukan perbuatan yang semakin tidak senonoh padahal keduanya
bukan pasangan suami istri. Berikut ilustrasinya.
ENGTAY : “Aduh. Kepalamu menubruk daguku... sakit kan?” SAMPEK : “Maaf, sakit, mana yang sakit, mana?” ENGTAY : “Kamu terlalu terburu nafsu.” SAMPEK : “Aku memang sudah bernapsu.” (MEREKA BERPELUKAN. DIAM) SAMPEK : “Kenapa tidak sejak dulu aku tahu kau itu perempuan?” ENGTAY : “Karena…” SAMPEK : “Ssstt, jangan diulang, aku tahu lantaran aku bego dan bodoo... (BERBISIK)… kita…?” ENGTAY : “Apa? Begitu? Bagaimana caranya?” SAMPEK : “Aku juga tidak tahu. Belum pernah. Kau?” ENGTAY : “Baru kaulah lelaki yang kucintai.” SAMPEK : “Engtay…” SAMPEK : “Sampek…” (MEREKA BERPELUKAN LEBIH ERAT LAGI) (TERDENGAR GEDORAN PINTU. SUKIU BERTERIAK) SUKIU : “Juragan, juragan, lekas buak pintu. Ada yang mencari juragan Engtay. Juragan, juragan...”
SAMPEK : (KAGET) “Lekas ganti pakaian. Aku tidak ingin orang tahu siapa kamu. Lekas...” ENGTAY : (BURU-BURU BERPAKAIAN) “Heran siapa
malam-malam mencariku?” (SE: 154-155)
Menipu merupakan perbuatan tercela karena dapat merugikan
orang yang ditipu. Dalam hal ini Engtay telah menipu kedua orang
tuanya sendiri hanya untuk mendapatkan izin bersekolah di Betawi
hingga membuat mereka murka. Sikap Engtay sepatutnya untuk tidak
dicontoh oleh masyarakat terlebih yang ditipu adalah orang tuanya
sendiri.
CIOK : “Bu, rumah kita sudah disita?” ENGTAY : “Ayah, maafkan Engtay.”
CIOK : “Maaf? Kenapa?” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id114
NYONYA CIOK : “Dia yang menyamar jadi penagih hutang itu tadi. Anakmu!”
CIOK : “Kamu? Kamu? Ooo, anak kurang ajar…” (BERNIAT MEMUKUL ENGTAY)
NYONYA CIOK : “Pak, jangan…” SUHIANG : “Juragan besar, jangan. Ingat dong, juragan besar
kan pernah janji sedia mengizinkan Nona Engtay pergi sekolah ke Betawi, kalau Nona Engtay berhasil menipu juragan besar.” CIOK : “Masa? Aku pernah bilang begitu?” SUHIANG : “Ya.” CIOK : “Kapan?” SUHIANG : “Pokoknya pernah... saya masih ingat.” CIOK : “Macam-macam. Bikin orang tua jadi jantungan. Senang ya, kalau aku langsung mati?” ENGTAY : “Tapi ayah sudah tertipu kan?” CIOK : “Macam-macam. Anak kurang ajar. Bawa aku ke dalam Antong...” NYONYA CIOK : “Lekas kejar ayahmu. Berlututlah dihadapannya, minta maaf. Kalau tidak, jangan harap kamu diizinkan pergi. Lekas!” (SE: 35-37)
Bersikap pesimis, tidak semangat dalam menjalani hidup, tidak mau bangkit dari keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku terhadap orang lain merupakan kondisi yang dialami oleh Sampek sepeninggal
Engtay. Engtay yang memilih untuk menikah dengan Macun demi
menyenangkan hati orang tuanya dan meninggalkan Sampek, membuat
hati pemuda tersebut dilanda kesedihan yang teramat mendalam,
hari-harinya kian suram, pikirannya hanya terpaku kepada Engtay gadis
yang sangat dicintainya, ia semakin tidak bersemangat dalam menjalani
hidup, pesimis menyongsong masa depannya, jiwanya kian labil,
terpuruk, dan putus asa. Naskah drama Sampek Engtay memberi
pelajaran moral yang sangat berharga bagi pembacanya khususnya
kaula muda. Ketika seseorang mengalami putus cinta dan patah hati
jangan sampai bersikap seperti Sampek. Seharusnya bersabar dalam
menghadapi cobaan tersebut, bersikap optimis, yakin bahwa Tuhan akan merencanakan yangcommit terbaik, to user jangan sampai mengambil jalan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id115
pintas semisal dengan bunuh diri. Berikut penggalan dialog yang
menggambarkan kondisi Sampek tersebut.
SAMPEK: “Sejak kau pergi, dunia bagiku gelap rasanya. Setiap
hari aku hanya menghitung-hitung kapan kita bisa ketemu lagi. Nasi yang kutelan rasa sekam, dan
air minum serasa duri. Tidak satu pun pelajaran dari Tuan Guru yang masuk ke dalam kepalaku yang sudah penuh dengan kamu-kamu-kamu. Hidup sungguh tak ada gunanya lagi tanpa kehadiranmu. Apakah kau juga merasa seperti yang aku rasa, Engtay?” ENGTAY : “Ah, Sampek. Kamu membuat hatiku hancur berkaping-keping.” SAMPEK : “Lelaki yang jatuh cinta biasa memakai kata-kata berbunga. Aku tidak. Apa saja yang kukatakan, memang begitu kenyataannya.” (SE: 201-202) SAMPEK : “Engtay, Engtay, tega sekali kamu memutuskan hubungan kita. Oh, aku tidak sanggup menyaksikan kau bersanding dengan lelaki lain. Aku tidak sanggup lagi. Lebih baik mati, mati…” DALANG : “Dengar, kan? Tuh, tuh! Apaan, tuuh! Yaaah, itu-itu melulu yang keluar dari mulutnya, setiap hari. Makan tidak mau, minum ogah, tidur tidak bisa. Lihat saja tubuhnya sudah seperti
jerangkong. Tinggal kulit berbalut tulang. Sama sekali tidak ada cahaya kehidupan. Mata
cekung, pipi kempot. Aih, lakon asmara. Jangan kata lelaki lemah macam Sampek, Samson yang perkasa saja bisa habis sama Delilah. Cinta
berbalas memang sanggup bikin cengeng lelaki yang jadi korbannya.”
SAMPEK : “Engtay, Engtay, aku memang bodoh. Tapi apa harus seberat ini penderitaan yang mesti ku
tanggung akibat kebodohanku itu? Aku tidak sanggup, tidak sanggup…” (SE: 227-228) NYONYA NIO: “....Sampek anakku, apa yang kau rasakan?
Dimana sakitnya?” SAMPEK : “Tidak tahu, ibu, tidak tahu. Rasanya sudah mau
mati.” NIO : “Lelaki tidak punya semangat. Loyo. Goblok. Masa kalah sama cinta. Lelaki apaan tuh.” (SE: 232) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id116
d. Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Para pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan
kepunyaannya demi membela kebenaran dan berusaha mewujudkan
keyakinan tersebut (Daroeso, 1999: 45). Kepahlawanan yang dimaksud
adalah sifat atau karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam naskah
drama, berjuang mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian tokoh yang menjadi pahlawanan dalam konteks pembahasan ini adalah perjuangan tokoh yang diceritakan dalam naskah drama dalam membela keyakinannya (Daroeso, 1999: 47). Dalam naskah drama Sampek Engtay ini, nilai kepahlawanan terdapat pada sosok Engtay. Di zamannya pada saat itu, kaum wanita dilarang keras mengenyam pendidikan di sekolah. Namun Engtay, seorang putri saudagar kaya asal kota Serang, Banten, berusaha mendobrak tradisi sebagai perempuan yang ingin bersekolah. Pada saat itu kaum perempuan masih dipandang sebelah mata, masih dianggap hanya sebatas mengurusi urusan dapur, rumah tangga, dan syahwat suami. Engtay yang terlahir cerdas dan kritis, merasa perlu mendobrak hal tersebut, ia pun menipu orang-orang dan menyamar menjadi
seorang lelaki demi bisa bersekolah di Betawi. Engtay seolah tampil
bak pahlawan di zamannya. Mendobrak kekangan tradisi di zamannya.
Dengan sifat cerdas dan sikap kritisnya, ia berekspektasi bahwa
melalui pendidikan, maka perempuan dapat sejajar dengan pria.
Melalui pendidikan ia yakin dapat merubah nasib dan masa depannya
kelak. Nasib dan masa depan kaumnya ke arah perubahan yang lebih
baik. Perempuan tak lagi hanya mengurusi perkara rumah tangga,
namun dapat ikut andil sejajar dengan kaum lelaki di berbagai bidang
kehidupan.
ENGTAY : (MUNCUL MENYANYI)
“Dan perempuan Sungguhcommit jelek to user nasibnya Dilahirkan, masa depan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id117
Cuma penjara rumah tangga Jodoh dipelaminan
Bukan kita yang menentukan Pernikahan
Bagai belenggu takdir Ibarat kaca mata kuda
Memandang hanya ke depan Tak boleh membaca buku Wajib membatasi perilaku Pergaulan amat sangat tabu Apalagi pergi menuntut ilmu Tapi tekad bulat sudah Aku wajib masuk sekolah Menabung bekal berharga Jika suami jelek adatnya.” (SE: 19) SUHIANG : “Jangan kelewat sedih, Nona. Perempuan perkasa, selalu berusaha dengan akalnya supaya segala yang direncanakan terlaksana.” ENGTAY : “Habis sudah dayaku, Suhiang. Rasanya tidak mengkin lagi aku mampu membujuk ayah ibu. Larangan mereka tidak bisa lagi diubah-ubah.” SUHIANG : “Masa?” ENGTAY : “Aku akan jadi gadis pingitan, menunggu lamaran calon suami. Aku akan jadi perempuan bodoh yang tidak tahu betapa luasnya dunia ini.” SUHIANG : “Masa?” ENGTAY : “Kaum kita akan begini terus nasibnya. Sejak dulu
sampai sekarang tidak pernah ada perubahan. Niat
untuk maju bagi perempuan, akan selalu dianggap sebagai biang bencana.” (SE: 23-24)
Naskah drama Sampek Engtay melukiskan kisah tentang
seorang perempuan yang mencoba menentang tradisi untuk maju.
Sebuah kisah tentang emansipasi yang akhirnya harus kalah dengan
tradisi.
ENGTAY : “Ibu, betulkah perempuan dilahirkan untuk menjadi
makhluk lemah, dan tidak berdaya memilih sendiri jalan nasibnya?” NYONYA CIOK : “Kita boleh memilih, tapi keputusan
biasanya tidak ada di tangan kita. Itulah kodrat.” ENGTAY commit : “Dan to user apa itu tidak bisa diubah?” perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id118
NYONYA CIOK : “Banyak yang berusaha mengubahnya, tapi tak ada yang sanggup.”
ENGTAY : “Betul, tidak ada yang sanggup. Tadinya aku pikir, aku sanggup. Aku berhasil
melewati masa-masa sekolah dan langsung menganggap diriku kuat. Tapi
nyatanya aku tetap harus patuh kepada putusan orang tua dan tidak berani melenceng dari garis kodrat. Selalu kalahkah kaum kita, ibu?” NYONYA CIOK : “Tidak selalu, anakku. Jika kau memandangnya bukan dari segi yang badaniah. Kemenangan kita adalah, semacam kemenangan kecil-kecilan. Misalnya, berhasil membikin lelaki menyerahkan segala urusan dapur dan kamar tidur, mengikat mereka untuk betah dirumah sampai tua. Atau kadang, sesaat dua saat mereka kita bikin bertekuk lutut lewat senjata rahasia kita, menghiba-hiba dan menjadi bayi kembali.” ENGTAY : “Cuma itu?” NYONYA CIOK : “Apa kau mau lebih dari itu? Lelaki memandang perkawinan ibarat perang, sedang bagi kebanyakan perempuan, perkawinan adalah karunia. Mengapa?
Karena kitalah yang memberikan
keturunan. Dan kita harus bangga dengan itu. Kau tidak?” ENGTAY : “Tidak tahu, ibu. Tapi aku sering merasa
nilai kita sebagai perempuan tidak hanya itu. Aku sendiri tidak tahu apa
kekurangannya, tapi aku merasa ada yang kurang. Dan aku tidak puas hanya menjadi
yang selalu kalah.” NYONYA CIOK : “Bersedia kawin dengan Macun jangan kau pandang sebagai kekalahan. Harus kau
anggap sebaliknya. Kalau kau sebagai anak, berhasil mengangkat derajat orang
tua, itulah kemenangan. Kalau kau berhasil membuat dirimu patuh pada
kehendak orang tua, itulah kemenangan. Dan hal itu sudah dilakukan sejak commit to user berabad-abad lalu, oleh para leluhur kita. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id119
Kau tidak bisa lari dari kebiasaan turun-temurun ini.”
ENGTAY : “Mungkin belum zamannya. Aku dilahirkan terlalu cepat.” (SE: 216-218)
Engtay menggambarkan perjuangan seorang perempuan dalam
meraih hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum
lelaki. Berbenturan keras dengan tradisi dan aturan yang ada pada saat itu. Pendidikan masih menjadi sesuatu yang tabu bagi kaum perempuan. Naskah drama ini seolah menggambarkan bentuk emansipasi wanita yang walaupun akhirnya harus kalah oleh tradisi.
e. Nilai Pendidikan Kultural Nilai kultural merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya (Rosyadi, 1995: 74). Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat,
hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti
dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Pemahaman tentang
nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia
memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat subyektif karena
ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara
bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar
budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan (Uzey, 2009:
1).
Naskah drama Sampek Engtay memiliki nilai kultural di
dalamnya, yakni budaya tradisional patriarki, perjodohan, dan budaya
Tiongkok yang amat kental. Patriarki adalah keadaan masyarakat yang
menempatkan kedudukancommit dan to posisi user laki-laki lebih tinggi dari pada perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id120
perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi
(Pinem, 2009: 42). Dalam naskah drama ini terlihat jelas budaya
tersebut. Laki-laki memiliki peranan dominan di berbagai aspek
kehidupan, sedangkan wanita hanya diwajibkan mengatur urusan
rumah tangga saja, tidak diperbolehkan sekolah dan tidak bisa pula
ikut andil sejajar dengan laki-laki dalam berbagai urusan duniawi lainnya. Engtay merasa hal tersebut tidak adil dan seolah menunjukkan strata wanita yang lebih rendah dibanding kaum lelaki pada saat itu. Dengan sifat cerdas dan sikap kritisnya, Engtay mencoba mendobrak kekangan tradisi dan budaya patrialkal tersebut. Ia bertekad untuk dapat bersekolah walaupun notabene pasa zamannya, sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum lelaki saja.
SUHIANG : “Jangan kelewat sedih, Nona. Perempuan perkasa, selalu berusaha dengan akalnya supaya segala yang direncanakan terlaksana.” ENGTAY : “Habis sudah dayaku, Suhiang. Rasanya tidak mengkin lagi aku mampu membujuk ayah ibu. Larangan mereka tidak bisa lagi diubah-ubah.” SUHIANG : “Masa?” ENGTAY : “Aku akan jadi gadis pingitan, menunggu lamaran
calon suami. Aku akan jadi perempuan bodoh yang tidak tahu betapa luasnya dunia ini.”
SUHIANG : “Masa?” ENGTAY : “Kaum kita akan begini terus nasibnya. Sejak dulu sampai sekarang tidak pernah ada perubahan. Niat
untuk maju bagi perempuan, akan selalu dianggap sebagai biang bencana.” (SE: 23-24)
Tokoh Engtay dalam cerita menunjukkan sebuah perjuangan
wanita dalam meraih hak untuk memperoleh pendidikan yang sama
dengan kaum lelaki. Sebuah lakon tentang wanita yang menganggap
sanggup merubah citra dirinya, tetapi pada akhirnya tetap tidak bisa lari
dari keputusan keluarga. Sebuah bentuk emansipasi yang akhirnya
harus kalah oleh tradisi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id121
ENGTAY : “Ibu, betulkah perempuan dilahirkan untuk menjadi makhluk lemah, dan tidak
berdaya memilih sendiri jalan nasibnya?” NYONYA CIOK : “Kita boleh memilih, tapi keputusan
biasanya tidak ada di tangan kita. Itulah kodrat.”
ENGTAY : “Dan apa itu tidak bisa diubah?” NYONYA CIOK : “Banyak yang berusaha mengubahnya, tapi tak ada yang sanggup.” ENGTAY : “Betul, tidak ada yang sanggup. Tadinya aku pikir, aku sanggup. Aku berhasil melewati masa-masa sekolah dan langsung menganggap diriku kuat. Tapi nyatanya aku tetap harus patuh kepada putusan orang tua dan tidak berani melenceng dari garis kodrat. Selalu kalahkah kaum kita, ibu?” NYONYA CIOK : “Tidak selalu, anakku. Jika kau memandangnya bukan dari segi yang badaniah. Kemenangan kita adalah, semacam kemenangan kecil-kecilan. Misalnya, berhasil membikin lelaki menyerahkan segala urusan dapur dan kamar tidur, mengikat mereka untuk betah dirumah sampai tua. Atau kadang, sesaat dua saat mereka kita bikin
bertekuk lutut lewat senjata rahasia
kita, menghiba-hiba dan menjadi bayi kembali.” ENGTAY : “Cuma itu?”
NYONYA CIOK : “Apa kau mau lebih dari itu? Lelaki memandang perkawinan ibarat perang,
sedang bagi kebanyakan perempuan, perkawinan adalah karunia. Mengapa?
Karena kitalah yang memberikan keturunan. Dan kita harus bangga dengan itu. Kau tidak?”
ENGTAY : “Tidak tahu, ibu. Tapi aku sering merasa nilai kita sebagai perempuan tidak hanya
itu. Aku sendiri tidak tahu apa kekurangannya, tapi aku merasa ada
yang kurang. Dan aku tidak puas hanya menjadi yang selalu kalah.” commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id122
NYONYA CIOK : “Bersedia kawin dengan Macun jangan kau pandang sebagai kekalahan. Harus
kau anggap sebaliknya. Kalau kau sebagai anak, berhasil mengangkat
derajat orang tua, itulah kemenangan. Kalau kau berhasil membuat dirimu
patuh pada kehendak orang tua, itulah kemenangan. Dan hal itu sudah dilakukan sejak berabad-abad lalu, oleh para leluhur kita. Kau tidak bisa lari dari kebiasaan turun-temurun ini.” ENGTAY : “Mungkin belum zamannya. Aku dilahirkan terlalu cepat.” (SE: 216-218)
Budaya perjodohan begitu melekat dalam cerita. Perjodohan dilakukan oleh kedua orang tua Engtay dan Macun. Walaupun Engtay tidak menyukai Macun namun perjodahan yang telah direncanakan oleh orang tua keduanya tak dapat dihindari dan musti diterima oleh Engtay apapun yang terjadi. Adapun dampak perjodohan yang telah dirancang sejak lama oleh keluarga Ciok dan Liong tersebut membuat Sampek merana. Betapa pilu hati Sampek karena kekasihnya akan menikah dengan orang lain. Sampek semakin larut dalam kesedihan yang menyayat perasaan, hingga dia jatuh sakit dan meninggal.
Jasadnya dikubur di Pandeglang.
Tradisi perjodohan merupakan tradisi yang sudah dilakukan
secara turun temurun pada saat itu. Pemuda-pemudi yang dijodohkan
haruslah menurut terhadap perjodohan yang dilakukan oleh orang tua
mereka, terlebih dalam hal ini kaum perempuan. Pada saat itu kaum
perempuan tidak bisa berbuat banyak, dan harus selalu menuruti apa
yang dianggap baik oleh kedua orang tua mereka, walaupun dalam
hati, mereka memiliki pilihan lain. Begitu juga yang terjadi pada
Engtay, walau sesungguhnya satu-satunya pemuda yang dicintainya
adalah Sampek, namun perjodohannya dengan Macun, tidak dapat ia
elakkan. Bagaimanapun juga ia harus menerimanya. Sebuah ironi pahit commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id123
bagi kaum perempuan pada saat itu. Sampek Engtay seolah menjadi
sebuah gurauan pahit tentang sepasang kekasih yang bercinta. Suatu
masalah yang masih dihadapi para orang tua kini.
KAPTEN LIONG : “Anakku ini pemalu seperti ibunya.
Padahal untuk urusan-urusan lelaki dia luar biasa berani. Begitu jatuh pada urusan cinta, untuk omong sendiri saja tidak berani. Malah aku yang sudah tua Bangka begini disuruh maju.” CIOK : “Waktu kita muda dulu, juga begitu. Kita nekat merantau kemana saja, tapi urusan pinang meminang, kita selalu minta bantuan orang tua. Zaman berulang.” KAPTEN LIONG : “Nah, Ciok. Untuk urusan peminangan itulah aku datang kemari. Anakku jatuh hati sama Engtay. Aku juga tidak keberatan dan berharap ikatan kekeluargaan kita bisa lebih kekal dengan adanya perjodohan ini. Apa jawabmu? Seharusnya Engtay ada disini.” NYONYA CIOK : “Ya, seharusnya Engtay ada disini. Kita orang-orang kolot, tapi untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut kebahagiaan anak-anak, kita tidak
boleh gegabah. Harus ditanya dulu kesediaan mereka.” KAPTEN LIONG : “Itu betul. Pikiran kita sejalan rupanya. Jika
Engtay setuju, segera tandu pengantin dikirim. Jika tidak, kita harus mencari
cara lain agar dia setuju. sampai dia setuju. Asal Macun sabar saja.” (SE: 124-126)
KAPTEN LIONG : “Jadi semua sudah setuju. Bagus sekali, bagus. Dari pihak keluarga Liong,
sudah dipilih hari paling baik dari semua hari yang terbaik. Semoga para
dewa memberkahi segala rencana.” CIOK : “Kapan itu kira-kira?” KAPTEN LIONG : “Beritahu semua mertuamu, Macun.
Rencana itu harus keluar dari mulutmu commit tosendiri. user Ayo!” perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id124
MACUN : “Satu bulan sesudah hari ini, tandu pengantin kami dari Rangkasbitung
sudah aka nada di depan rumah ini. Dan pada hati itu pula kami akan
memboyong Engtay ke rumah keluarga Liong.”
KAPTEN LIONG : “Bagaimana, setuju?” CIOK : “Bagaimana, Engtay? Kau dengar sendiri rencana calon suamimu.” ENGTAY : (DIAM SAJA) NYONYA CIOK : “Engtay. Kau harus menjawabnya.” ENGTAY : (CUMA MENGANGGUK, NYONYA CIOK KURANG PUAS) KAPTEN LIONG : “Sudah, sudah, anggukan Engtay sudah cukup jelas. Mau apa lagi? Hanya itu yang dilakukan perempuan sejak zaman baheulea. Isteriku pun Cuma mengangguk waktu ditanya mau kawin sama aku. Ibuku juga. Demikian pula nenek-nenek kita. Mau apa lagi? Sudah tradisi.” CIOK : “Kalau begitu kami harus bersiap-siap.” KAPTEN LIONG : “Jangan terlalu repot. Pesta akan dipusatkan di Rangkasbitung. Aku sudah pesan ondel-ondel Betawi dan rombongan ahli acrobat dari Surabaya. Ada juga tukang sulap India dan
kelompok cokek Krawang. Malah
paman Macun sudah ikrar mau mengundang group Opera Bangsawan dari Penang. Pesta pernikahan
anak-anak kita akan menjadi pesta paling hebat di Rangksbitung dan tidak
akan tertandingi sampai 100 tahun kemudian. Aku sangat bangga punya
menantu Engtay.” ENGTAY : (MENANGIS. LARI KE DALAM) NYONYA CIOK : “Engtay, Engtay…”
KAPTEN LIONG : Hahaha … Lagak perawan. Tidak perlu dirisaukan.” (SE: 179-182)
Naskah drama Sampek Engtay ini merupakan naskah drama
saduran yang cerita slinya berasal dari dataran Tiongkok, maka jelas budaya negeri tirai bambucommit tersebut to user masih kental terasa. Salah satunya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id125
adalah tradisi Cengbeng. Cengbeng adalah tradisi masyarakat
Tionghoa yakni melakukan ritual sembahyang dan berziarah ke
kuburan leluhur. Cengbeng disebut juga “Hari Semua Arwah”, “Hari
Menyapu Kuburan”, atau ‘Festival Bersih Terang”.
GURU : “Salah satu ajaran kuno yang wajib kita ikuti adalah : ‘menghormati arwah para leluhur’. Cengbeng sudah dekat. Sudah waktunya kalian pergi ke kubur para leluhur untuk bersembahyang.” (SE: 133)
f. Nilai Pendidikan Cinta dan Kesetiaan Fromm (dalam Sujarwa, 2005) mengatakan bahwa cinta adalah suatu seni yang memerlukan pengetahuan serta latihan. Cinta adalah suatu kegiatan dan bukan merupakan pengaruh yang pasif. Salah satu esensi dari cinta adalah adanya kreatifitas dalam diri seseorang, terutama dalam aspek memberi dan bukan hanya menerima. Kata cinta mempunyai hubungan pengertian dengan konstruk lain, seperti kasih sayang, kemesraan, belas kasihan, ataupun dengan aktifitas pemujaan, sedangkan menurut Peck (dalam Mushlihin, 2012), cinta adalah keinginan untuk mengembangkan diri sendiri dengan maksud memelihara pertumbuhan spiritual sendiri atau perkembangan spiritual
orang lain. Cinta sejati selalu membawa pertumbuhan, bukan bersifat
posesif yang obsesif. Adapun Sujarwa (2005) mengemukakan bahwa
cinta kasih sejati tak mengenal iri, cemburu, persaingan, dan
sebagainya, yang ada hanyalah perasaan yang sama dengan yang
dicintai, karena dirinya adalah diri kita, dukanya adalah duka kita,
gembiranya adalah kegembiraan kita. Bagi cinta kasih, pengorbanan
adalah suatu kebahagiaan, sedangkan ketidakmampuan
membahagiakan atau meringankan beban yang dicintai atau dikasihi
adalah suatu penderitaan.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id126
Nilai didik cinta dan kesetiaan yang terdapat dalam naskah
drama Sampek Engtay adalah kisah percintaan antara Sampek dengan
Engtay.
MACUN : “Ada apa di dalam?”
ORANG : “Kosong, juragan. Betul-betul kosong.” KAPTEN LIONG : “Gali lebih dalam lagi! Ini pasti ulah tukang sihir.” MACUN : “Gali lagi!” KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG DALAM DAN MENEKAN) “Menggali lebih dalam, lebih dalam lagi Tak sebuah jasad pun terbering disitu Sia-sia menggali, menggali dan menggali lagi Yang ditemukan cuma dua keping batu biru.” MACUN : “Apa yang kamu temukan?” ORANG : “Dua keping batu biru, juragan. Dan sepasang tawon kuning.” KAPTEN LIONG : “Apa lagi?” KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU) “Sepasang kupu-kupu Terbang kelangit Sayapnya gemerlap Memantulkan cahaya.” NYONYA NIO : “Sampek…” NYONYA CIOK : “Engtay…”
KOOR : (DALAM NYANYIAN YANG INDAH DAN SYAHDU) “Berjuta pasang kupu-kupu Muncul mendadak kelangit biru
Sayap-sayapnya menutup matahari Menyayangi bumi, meneduhkan hati
Kupu-kupu terbang dimana-mana Dengan sayap yang warna-warni Terbang, lepas bebas, bahagia
Menyatu dalam pelukan semesta.” (SE: 273-275)
Cuplikan dialog di atas seolah melambangkan keabadian cinta
keduanya, kisah cinta yang begitu indah, tak terhalang oleh maut,
seolah mereka telah ditakdirkan untuk bersama. Dua keping batu biru
melambangkan kemurnian dan cinta keduanya yang begitu dalam,
sepasang tawon kuning melambangkan kesetiaan cinta, dan kupu-kupu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id127
yang terbang bebas menuju langit merupakan perwujudan jiwa mereka
yang bebas dan keabadian cinta yang mereka miliki, dan Kesetiaan
dan kemurnian cinta mereka begitu indah dan menyentuh. Romantisme
cinta yang tak lekang oleh waktu dan zaman.
3. Tanggapan Pembaca Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno Kajian resepsi sastra mendasarkan diri pada teori bahwa karya sastra sejak terbitnya selalu mendapat resepsi atau tanggapan para pembacanya. Tanggapan pembaca terhadap karya sastra menitikberatkan pada peranan pembacanya sebagai penyambut dan penghayat karya sastra (Pradopo, 2002). Sebuah karya sastra harus dimengerti sebagai pencipta sebuah dialog sehingga keahlian filologi harus didirikan pada pembacaan kembali teks secara terus menerus, tidak hanya pada fakta-fakta saja (Jauss dalam Pradopo, 2002). Dengan melakukan analisis tanggapan pembaca terhadap karya sastra, kita akan mengetahui bagaimana penerimaan masyarakat terhadap karya sastra terentu (Herlina, Waluyo & Eko, 2013). Sampek Engtay merupakan naskah drama yang menceritakan
tentang kisah percintaan sepasang insan yang pada akhirnya harus
berujung tragis karena tidak direstuinya hubungan mereka oleh kedua
orang tua si gadis. Kedudukan perempuan pada saat itu masih rendah dan
belum memiliki banyak pilihan atau pun wewenang. Engtay merupakan
korban dari tradisi perjodohan yang sudah turun temurun dilakukan orang
tua kepada anaknya. Ia tidak dapat menolak dan musti patuh. Tidak
memiliki banyak pilihan karena wewenang sepenuhnya ada pada kedua
orang tuanya. Kendati ia harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya
yang notabene ia tidak menyukainya karena cintanya hanya untuk Sampek
seorang, namun ia tidak dapat mngelak dan melawan tradisi, pada akhirnya
ia harus kalah dengan tradisi dan tetap patuh, menuruti kehendak orang
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id128
tuanya, sesuai dengan tanggapan yang diberikan oleh Asri Puspita
Ningtyas berikut ini.
Naskah drama ini merupakan naskah drama yang menarik bagi saya.
Ceritanya sungguh menggugah. Menceritakan romantisme sepasang kekasih yang walau pada akhirnya di akhir cerita mereka harus rela
menebus kesucian cinta dengan kematian. Sebagai seorang perempuan pada zamannya, tokoh Engtay tidak dapat berbuat banyak, walau yang dicintainya adalah Sampek seorang, namun ia tetap harus patuh pada kedua orang tuanya yang sudah menjodohkannya dengan Macun. Tradisi perjodohan yang dilakukan oleh orang tua pada anaknya ini masih sangat kental terasa dalam naskah. Wewenang orang tua terhadap anaknya begitu kuat, dan ironisnya jalinan cinta Engtay dan Sampek pun harus kandas karena tidak adanya restu dari orang tua si Engtay.
Tanggapan yang hampir serupa juga dilontarkan oleh Sandhi Purba Wardana yang mengatakan bahwa naskah drama Sampek Engtay merupakan naskah drama yang menceritakan tentang keindahan dan keromantisan cinta. Sepasang insan yang harus mati tragis demi kesetiaan cinta keduanya. Sampek Engtay ini ceritanya cukup apik. Klasik dan menyentuh. Bercerita mengenai keindahan dan keromantisan cinta sepasang kekasih. Saking kuatnya jalinan cinta diantara keduanya sampai-sampai mereka akhirnya sama-sama meninggal demi sebuah kesetiaan cinta.
Satu yang unik dan cukup menarik dalam naskah drama Sampek
Engtay ini, yakni kisah tentang perjuangan gadis demi mendapatkan
haknya sejajar dengan kaum lelaki pada masa itu. Perjuangan perempuan
dalam meraih hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum
lelaki, berbenturan dengan kekuasaan tak terbantahkan dari orang tua.
Sebuah lakon tentang wanita yang menganggap sanggup merubah citra
dirinya, tetapi pada akhirnya tetap tidak bisa lari dari keputusan keluarga,
meski keputusan itu tidak disukainya. Sebuah bentuk emansipasi yang
pada akhirnya harus kalah oleh tradisi. Sesuai dengan pendapat yang
dilontarkan oleh Budi Waluyo, S.S, M. Pd.
Satu yang unik dan cukup menarik dari naskah drama Sampek Engtay
ini adalah mengisahkan tentang perjuangan seorang gadis demi mendapatkan haknya sejajarcommit dengan to user kaum pria pada saat itu. Padahal perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id129
wewenang dan kekuasaan orang tua terhadap anak gadisnya di zaman itu sangatlah mutlak. Kedua orang tua Engtay awalnya sangat tidak
menyetujui niat putrinya itu untuk bersekolah di Betawi. Sampek Engtay ini merupakan lakon tentang wanita yang ia pikir bahwa dirinya
dapat merubah kehidupan dan citranya, namun bagaimanapun juga, pada akhirnya ia tetap tidak bisa lari dari keputusan keluarga walaupun
dalam hatinya ia tidak menyukai keputusan tersebut. Adanya sebuah bentuk emansipasi meski akhirnya harus kalah dengan tradisi yang ada dan sudah turun-temurun.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Budi Waluyo, S.S, M. Pd. di atas, Faisal Muhammad Nursalim juga beranggapan bahwa naskah drama Sampek Engtay ini mendeskripsikan tentang kaum lelaki yang memiliki wewenang dan kekuasaan lebih luas ketimbang perempuan. Kaum lelaki memiliki peran yang lebih dominanan ketimbang kaum perempuan di berbagai bidang kehidupan. Adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan. Perempuan pada saat itu hanya wajib mengurusi urusan rumah tangga dan tidak diperbolehkan untuk bersekolah serta mengenyam pendidikan setara dengan laki-laki.
Sangat jelas terlihat adanya ketimpangan gender antara wanita dan pria di dalam naskah ini. Wewenang dan kekuasaan pria jauh lebih luas daripada wanita pada saat itu. Laki-laki mendominasi banyak aspek di
kehidupan dibanding wanita, sedangkan si wanitanya sendiri hanya
wajib mengurus urusan dapur dan rumah tangga, tidak bisa sekolah layaknya kaum pria. Menurut saya itu sebuah bentuk diskriminasi terhadap kaum wanita.
Tidak dapat dipungkiri bahwa muara dari sebuah naskah drama
adalah sebuah pementasan drama/teater. Sandhi Purba Wardana memberi
tanggapan bahwa naskah drama Sampek Engtay ini cukup menarik dan
menantang untuk dipentaskan, dengan adanya perpaduan budaya antara
Indonesia dan Cina serta kisah ceritanya yang menarik, akan ada banyak
hal-hal menarik pula yang muncul nantinya ketika dipentaskan. Kendati
demikian, sang sutradara juga harus cukup lihai dan berhati-hati dalam
meramu lakon ini untuk dipentaskan karena naskah drama ini notabene merupakan naskah panjangcommit dan berdurasi to user cukup lama untuk dipentaskan, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id130
maka sang sutradara harus cerdas dan mencermati dengan baik agar
nantinya ketika menjadi sebuah drama pertunjukan tidak menjadi tontonan
yang monoton atau menjenuhkan.
Sebagai anak teater saya sangat tertantang untuk mementaskan lakon
ini. Lakon Sampek Engtay cukup menarik dan menantang untuk dipentaskan. Perpaduan antara budaya Indonesia yang dicampur budaya
Cina dengan setting, make up, kostum ala Tiongkok jaman dulu, banyak hal-hal menarik yang akan muncul ketika dipanggungkan. Namun, menurut pendapat saya, sutradara yang menggarap naskah ini harus cukup lihai dan jeli karena Sampek Engtay termasuk naskah panjang yang ketika dipentaskan tentunya berdurasi lama, maka sutradara musti berhati-hati dalam meramunya untuk menjadi sebuah lakon pertunjukkan, agar tidak menjadi tontonan yang monoton, membosankan, atau menjenuhkan.
Budi Waluyo, S.S, M. Pd. memberi tanggapan bahwa naskah drama Sampek Engtay ini cukup baik untuk menjadi bahan pembelajaran di sekolah terutama di SMA apalagi dengan temanya yang khas remaja yakni percintaan, namun guru harus cukup jeli, karena ada beberapa adegan yang vulgar dan kurang seronok. Naskah drama Sampek Engtay ini cukup baik untuk menjadi bahan pembelajaran di sekolah terutama di SMA apalagi didukung dengan tema yang digemari oleh anak SMA yaitu tema percintaan. Dalam hal
ini guru tetap harus jeli, karena dalam naskah drama Sampek Engtay ada beberapa adegan yang cukup vulgar dan kurang seronok yang
ditampilkan, jadi guru sebisa mungkin lebih waspada dan dituntut untuk dapat mengajarkannya dengan baik.
Salah satu kelebihan dalam naskah drama Sampek Engtay ini
adalah mengandung ajaran atau pesan moral yang baik, yakni seseorang
mengalami putus cinta dan patah hati maka jangan sampai bersikap seperti
Sampek. Sampek bersikap pesimis, tidak semangat dalam menjalani hidup,
tidak mau bangkit dari keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku
terhadap orang lain yakni terlalu terpaku terhadap Engtay. Naskah drama
Sampek Engtay mengajak pembaca untuk merenungi arti kehidupan dan
bersyukur atas segala yang telah digariskan Sang Kholik kepada
ciptaannya. Naskah dramacommitSampek to Engtay user memberi pelajaran moral yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id131
sangat berharga bagi pembacanya khususnya kaula muda. Seharusnya
ketika dilanda putus cinta senantiasalah bersabar dalam menghadapi
cobaan tersebut, bersikap optimis, yakin bahwa Tuhan akan merencanakan
yang terbaik, jangan sampai mengambil jalan pintas semisal dengan bunuh
diri. Sesuai dengan tanggapan yang diberikan oleh Asri Puspita Ningtyas.
Hal menarik pada naskah drama ini adalah pesan atau ajaran moral yang terkandung di dalamnya. Sampek Engtay ini memberikan pelajaran tentang cinta. Ketika seseorang sedang dilanda patah hati atau putus cinta jangan sampai bersikap seperti Sampek yang pesimis, terlalu terpaku pada Engtay, bahkan tidak semangat dan bergairah dalam menjalani hidupnya. Ketika seseorang dilanda hal seperti itu terutama kaula muda, harusnya bisa bersabar, yakin akan kekuatan dan jalan yang Tuhan berikan, tabah, jangan malah sampai bunuh diri hanya karena putus cinta. Pelajarannya cukup berharga dan bisa kita renungi bersama.
Selain pesan moral di atas, ada juga amanat lain yang ingin disampaikan kepada pembaca. Raharjo S. Pd. memberi tanggapan bahwa Sampek Engtay merupakan sebuah refleksi kepada kaum perempuan zaman sekarang. Jika dibandingkan pada zaman Engtay, betapa susah dan sulitnya untuk dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan, berbeda dengan keadaan kaum wanita di zaman modern saat ini yang bebas dalam
memilih pendidikan dan telah dijamin haknya oleh pemerintah. Sungguh
sangat bertolak belakang dengan zaman Engtay pada saat itu. Sebuah
refleksi bagi perempuan saat ini untuk dapat memanfaatkan kesempatan
bersekolah dan mengenyam pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Saya rasa Sampek Engtay ini merupakan sebuah wacana atau refleksi bagi kaum wanita saat ini. Kaum wanita saat ini harusnya dapat bersyukur bisa bebas bersekolah bahkan hak dalam mengenyam
pendidikan tersebut sudah dijamin oleh pemerintah. Coba kita tengok pada masa Engtay, begitu mencoloknya perbedaan antara wanita dan
laki-laki di banyak aspek kehidupan. Engtay yang harus bersusah payah untuk bisa bersekolah bahkan ia rela melakukan penyamaran. Kaum
wanita saat ini harusnya dapat memanfaatkan kesempatan berpendidikan dengan sebaik-baiknya.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id132
Kelebihan lainnya adalah walaupun naskah drama ini berakhir
dengan sad ending dan cukup tragis, namun dengan dibawakan secara
kocak dan menghibur oleh sang penulis, menjadi sebuah nilai plus bagi
naskah drama Sampek Engtay ini, sehingga pembaca ataupun penonton
merasa terhibur dan tidak merasa bosan atau pun jenuh. Sesuai dengan
tanggapan Sandhi Purba Waradana berikut ini.
Satu yang menjadi nilai plus naskah drama ini adalah walaupun endingnya tragis dan menyedihkan, bagaimanapun juga keseluruhan cerita dibawakan secara kocak dan menghibur oleh sang penulis sehingga pembaca atau penonton tidak merasa begitu bosan atau pun jenuh.
Adapun kekurangan yang terdapat dalam naskah drama Sampek Engtay ini adalah adanya beberapa kata-kata asing yang mungkin akan sulit dimengerti bagi pembaca awam, seperti yang diungkapkan Budi Waluyo, S.S, M. Pd. berikut ini.
Adanya kata-kata asing yang biasanya sulit dimengerti oleh pembaca awam merupakan salah satu kekurangan yang ada pada naskah drama ini.
Kekurangan lainnya ialah bahwa naskah drama Sampek Engtay ini
tidak bisa dinikmati atau dibaca oleh semua kalangan/umur, Sampek
Engtay dikhususkan untuk pembaca dewasa karena beberapa adegan
diilustrasikan secara vulgar, ada adegan yang kurang seronok sehingga
lebih tepat jika dibaca oleh orang dewasa ketimbang anak-anak atau
remaja yang masih di bawah umur, terlebih ada beberapa kata-kata asing
yang membuat naskah drama ini cukup sulit untuk dipahami bagi pembaca
awam. Sesuai dengan pendapat yang diberikan Faisal Muhammad
Nursalim berikut ini.
Saya rasa naskah drama semacam ini tidak bisa dibaca oleh semua kalangan umur. Sampek Engtay ini lebih menyasar ke pembaca dewasa
karena adanya beberapa adegan yang cukup vulgar dan kurang seronok. Contohnya, ketika Sampek dan Engtay berduaan di kamar dan bermesraan. Naskah inicommit kurang to tepatuser dibaca oleh remaja yang masih perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id133
dibawa umur atau anak-anak, apalagi ada kata-kata asing yang mungkin akan sedikit sulit dipahami oleh pembaca awam.
C. Pembahasan
Penelitian yang berjudul Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan
Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno dengan rumusan masalah
yang pertama berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang terdapat dalam
naskah drama Sampek Engtay. Setelah memaparkan temuan tentang masalah-masalah sosial, pembahasan berikutnya ialah mengenai nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam naskah drama Sampek Engtay. Kemudian pembahasan terakhir ialah berkenaan dengan tanggapan komunitas pembaca naskah drama tersebut.
1. Masalah Sosial Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno Pendekatan sosiologi sastra merupakan salah satu pendekatan sastra yang mengkhususkan diri dalam menelaah karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi sosial kemasyarakatan. Salah satu yang sering dikaji dalam sosiologi adalah dinamika masyarakat di dalamnya, salah satunya adalah permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat tersebut (Semi, 1993: 52). Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan
kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan
pokok warga sosial tersebut, sehingga menyebabkan kepincangan sosial
(Soekanto, 1990: 40). Menurut Soekanto, jika terjadi bentrokan antara
unsur-unsur yang ada, dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial
seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah
sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai
dalam masyarakat dengan realita yang ada (1990: 43), sedangkan Samsul
(2012) mengatakan bahwa masalah sosial merupakan akibat dari interaksi
sosial antara individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok. Naskah drama Sampek Engtay memiliki masalah sosial di commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id134
dalamnya, antara lain, penyamaran, ketimpangan/ketidaksetaraan gender,
kawin paksa, dan percintaan yang tidak direstui.
a. Penyamaran
Penyamaran adalah proses, cara, perbuatan menyamar;
penyaruan (Sugono, 2008). Penyamaran merupakan tindakan seseorang dengan mengelabui orang lain, rangkaian kebohongan, nama palsu, dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri untuk mendapatkan tujuan tertentu yang dikehendakinya. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun sedemikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar. Penyamaran merupakan tindakan dengan membohongi orang lain agar identitas dirinya tidak diketahui (Sugandhi, 1980: 396-397). Dalam naskah drama Sampek Engtay penyamaran dilakukan oleh tokoh Engtay. Untuk dapat bersekolah, yang pada masa itu notabene sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum pria saja, Engtay berani menipu kedua orang tuanya sendiri dengan cara melakukan penyamaran. Hasratnya untuk bersekolah agar dapat mengenyam
pendidikan, telah membuat Engtay rela melakukan perbuatan apa pun,
yang terpenting baginya ialah dapat bersekolah, mendapatkan
pendidikan yang lebih tinggi dibanding wanita-wanita lain yang
seusianya pada saat itu, dan berharap mendapatkan kehidupan yang
lebih baik kelak.
Suhiang, pembantu keluarga memberitahukan kepada Engtay
bahwa ayahnya pernah berkata jika dirinya ingin dapat bersekolah
maka ia harus berhasil menipu ayahnya tersebut. Perkataan sang
pembantu pun membuat hasrat Engtay kian menggelora, ide cemerlang
seketika terlintas dibenaknya. Ia pun akhirnya melancarkan sebuah
penyamaran yang ditujukan untuk ayahnya. Penyamaran yang
dilakukan Engtay adalah dengan berpura-pura menjadi tukang penagih commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id135
hutang. Dengan kelihaian dan kecerdikannya, ia mampu mengelabui
sang ayah hingga membuatnya pingsan. Tak tega melihat kondisi
ayahnya sampai seperti itu, Engtay pun membuka kedok aslinya hingga
ketika ayahnya mengetahui hal tersebut ia murka, hampir saja Engtay
ditampar ayahnya tersebut. Nyonya Ciok, ibunda Engtay pun tak
menyangka putri semata wayangnya itu berani berbuat semacam itu. Penyamaran Engtay pun terus berlanjut, ketika berhasil bersekolah di Betawi, ia menyamar menjadi laki-laki karena notabene pada zaman itu sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum pria saja. Penyamaran Engtay benar-benar telah mengelabui semua yang ada di sekolah itu, tak satu pun yang mengetahui Engtay yang sebenarnya dan tak terkecuali Sampek, teman sekamarnya, karena sifat lugu dan kebodohan Sampek, selama satu tahun menjadi teman sekamar dengan Engtay, ia tak pernah menaruh curiga pada gadis tesebut. Engtay memang cerdik, demi menutupi jati dirinya, ia tak henti-hentinya mengelabui semua orang yang ada di Sekolah Putra Bangsa. Tak ingin kedoknya terbuka, Engtay menyusun siasat. Ia menyiram tinta bak ke area wc, sehingga wc menjadi kotor. Guru
mengira bahwa hal tersebut karena kelakuan para siswa yang ketika
kencing berdiri. Dari kejadian itu, sekolah memberlakukan peraturan
baru yakni, tidak boleh kencing sambil berdiri, dan harus jongkok.
Pada saat itu juga semua siswa diberi hukuman karena kencing berdiri,
kecuali Engtay.
Hari demi hari, bulan demi bulan pun berlalu, ternyata Engtay
menaruh hati pada lelaki teman sekamarnya yakni Sampek. Tak kuasa
memendam rasa cintanya tersebut, pada akhirnya Engtay membuka
kedoknya di hadapan Sampek. Ia memgungkapkan jati diri yang
sebenarnya sekaligus menyatakan perasaan cintanya kepada Sampek.
Sampek yang awalnya terkejut, pun ternyata menaruh perasaan yang sama kepada Engtay. Terbongkarlahcommit to user sudah penyamaran Engtay selama perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id136
ini, terlebih ketika kedua orang tuanya menyuruh dirinya untuk segera
pulang ke rumahnya di Banten untuk dijodohkan dengan Macun.
b. Kawin Paksa dan Percintaan yang Tidak Direstui
Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara suami dan
istri, maka dalam perkawinan itu harus ada kerelaan dari kedua belah pihak. Sebuah konsep atau aturan untuk melaksanakan perkawinan yang baik, diantaranya adalah perkawinan dapat dilakukan apaibla mendapat persetujuan dan pertimbangan dari calon mempelai dan tidak ada paksaan (Addurafiq, 2010). Adapun menurut Angon (2013) kawin paksa adalah pernikahan yang tidak benar menurut diri sendiri karena dilaksanakan tanpa didasari perasaan saling mencintai. Perkawinan yang dilakukan secara paksa adalah sesuatu yang tidak dibenarkan, sedangkan menurut UU No. 1/1974 pasal 6 ayat 1 (dalam Addurafiq, 2010) bahwa perkawinan boleh dilakukan atas dasar persetujuan dari calon mempelai. Masalah sosial yang paling menonjol dalam naskah drama Sampek Engtay ini adalah masalah kawin paksa dan percintaan
sepasang kekasih yang tidak direstui oleh orang tuanya. Dalam hal ini,
percintaan Engtay dengan Sampek yang dilarang oleh kedua orang tua
Engtay, karena orang tua Engtay telah berhutang budi kepada keluarga
Liong yang telah membesarkan usaha mereka. Tuan Liong berharap
agar hubungan diantara kedua belah pihak kian dekat, terjalin menjadi
sebuah ikatan keluarga dengan menikahkan putranya yang bernama
Macun dengan Engtay. Kedua orang tua Engtay yang merasa telah
berhutang budi tersebut, terpaksa tidak dapat menolaknya, walaupun
mereka tahu bahwa anaknya sama sekali tidak menyukai Macun.
Engtay hanya mencintai Sampek.
Tekad keluarga Ciok untuk mengawinkan anak gadisnya,
Engtay dengan Macun sudah bulat. Bahkan ketika tahu bahwa Sampek commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id137
bertemu dengan Engtay di rumahnya, mereka merasa cemas, dan
hendak mengusir Sampek.
Pada akhirnya cinta Sampek dan Engtay pun kandas. Atas
wewenang dan keputusan orang tua, Engtay menikah dengan Macun.
Adapun sampek yang tak sanggup menerima kenyataan bahwa gadis
pujaan hatinya harus menikah dengan orang lain, hidupnya pun kian dilanda kesedihan yang teramat mendalam. Hidupnya benar-benar menderita. Kisah asmara yang ia jalin dengan Engtay harus berakhir kandas. Ia tak sanggup menerima kenyataan yang begitu memilukan. Jalinan kisah cinta Sampek dengan Engtay yang tidak direstui orang tua Engtay, membuat hati Sampek hancur. Kondisinya kian memburuk. Hidupnya sengsara. Tiap harinya ia hanya memikirkan Engtay. Hidupnya seakan tak ada artinya lagi. Tak kuasa menghadapi kenyataan yang begitu pahit, akhirnya mengantarkan Sampek kepada kematian. Sampek meninggal dalam kedaan merana karena patah hati. Tidak jauh berbeda dengan Sampek, Engtay pun sangat sedih menerima kenyataan yang teramat memilukan tersebut. Ia berpikir bahwa dirinya kuat. Sanggup mengubah citra dirinya. Berhasil
melewati masa-masa sekolah dan sanggup mengubah masa depannya.
Namun ternyata ia tak cukup kuat untuk mengubah semua itu. Ia
tertaplah menjadi seorang perempuan yang tak berdaya, tetap harus
patuh dan menurut pada keputusan orang tua, sekalipun berbeda
dengan isi hatinya yang sebenarnya. Perkawinannya dengan Macun tak
dapat dielakkan.
Di akhir cerita, Engtay yang merasa bahwa kekasih sejatinya
hanyalah Sampek seorang. Ia pun memilih untuk ikut menyusul
kekasihnya tersebut ke alam baka. Ketika Macun berhasil memboyong
Engtay ke Rangkasbitung dengan tandu pengantin, Engtay
memohonkan sebuah permintaan, ziarah ke makam Sampek untuk sembahyang. Jodoh commit memang to user tidak kemana, ketika upacara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id138
sembahyang itulah kuburan Sampek terbuka, kemudian Engtay
melompat ke dalam kuburan tersebut, menyatu bersama kekasihnya.
Macun pun marah besar. Ia membongkar kuburan, tapi baik jasad
Sampek maupun Engtay tidak terdapat dalam kuburan itu. Sebagai
gantinya, di kuburan tersebut, ada sepasang batu biru, sepasang tawon
kuning, dan sepasang kupu-kupu yang langsung terbang menuju langit. Sampek Engtay adalah sebuah lakon yang melodramatis, dibungkus dengan nyanyian, komedi, dan tragedi. Kisah cinta yang tragis dibalur dengan nuansa tradisional Tiongkok yang begitu kental.
c. Ketimpangan/Ketidaksetaraan Gender Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan (Irianto, 2009: 59). Gender berbeda dari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis (Moore dalam Irianto, 2009: 61). Ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata
pada perbedaan jenis kelamin (Junaidi, 2008). Ketidakseimbangan
berdasarkan gender (gender inequality) mengacu pada
ketidakseimbangan akses sumber-sumber yang langka dalam
masyarakat. Sumber-sumber yang penting itu meliputi kekuasaan
barang-barang material, jasa yang diberikan orang lain, prestise,
perawatan medis, otonomi pribadi, kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan pelatihan, serta kebebasan dari paksaan atau siksaan
fisik (Lapian & Geru, 2006: 79).
Pada zaman dulu di masa Engtay, orang memberikan
kedudukan yang sangat rendah kepada perempuan, tidak hanya
kedudukan di dalam masyarakat yang rendah tetapi juga di dalam
keluarga. Orang beranggapan bahwa tugas utama dari seorang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id139
perempuan adalah sebagai penyambung keturunan, lemah lembut,
anggun, pandai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, lebih emosional
dan fisiknya kurang kuat.
Engtay menyamar menjadi laki-laki demi cita-citanya agar
dapat bersekolah di Betawi. Ia berharap dengan bersekolah maka dapat
mengubah nasib dan masa depannya kelak. Perempuan tidak hanya menjadi seorang gadis pengitan yang menunggu lamaran suami dan hanya mengurusi urusan rumah tangga saja, namun ia berharap melalui pendidikan maka dapat memajukan nasibnya dan nasib kaumnya ke arah yang lebih baik, tidak lagi selalu berada di bawah, tertindas, dan dapat sejajar dengan laki-laki. Adapun anak laki-laki bersekolah tiada batasan, tetapi anak perempuan tidak mempunyai kekuasaan untuk menerima pendidikan. Tidak hanya di masyarakat, tetapi di dalam keluarga juga tidak mendapat dukukngan dari orang tua. Engtay dengan caranya telah memberontak perlakuan masyarakat pada zaman itu yang telah tidak adil mmperlakukan perempuan, walaupun ia akhirnya dapat bersekolah dengan menyamar menjadi laki-laki, tetapi kenyataan pahit tetap harus
ia terima. Ia tidak dapat mengubah takdirnya. Engtay pada akhirnya
harus patuh dan menurut terhadap keputusan keluarga. Ia tidak dapat
mengelak keputusan tersebut meskipun ia sebenanrnya tidak
menyukainya.
Ketidakpenilaian yang diberikan oleh masyarakat pada zaman
dulu di masa Engtay terhadap perempuan dikarenakan ketidaksetaraan
kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Perempuan sering
dikategorikan sebagai orang yang bertanggung jawab atas pekerjaan di
dalam rumah sedangkan laki-laki selalu ditempatkan pada pekerjaan di
luar rumah. Laki-laki digolongkan sebagai mahluk eksklusif baik di
dalam rumah maupun di masyarakat. Berbeda dengan kaum perempuan yang wewenang,commit to kekuasaan, user dan haknya lebih terbatas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id140
ketimbang kaum laki-laki pada saat itu. Kaum pria bebas dalam
mengenyam pendidikan sedangkan perempuan lebih cocok untuk
mengurusi urusan rumah tangga, tidak layak untuk bersekolah seperti
halya laki-laki.
Pada zaman dahalu masih terlihat adanya pendiskriminasian
terhadap kaum wanita. Hak wanita sangat terbatas, kebebasannya pun dikekang. Tradisi perjodohan yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anaknya semakin memperparah kehidupan wanita. Mereka tidak memiliki banyak pilihan, hnya bisa patuh dan menurut dengan segala keputusan orang tua. Konsep pernikah pada saat itu tidak sebebas seperti sekarang ini, pada saat itu konsep pernikahan masih merupakan sistem perjodohan. Anak-anak tidak mempunyai kekuasaan untuk menentukan pasangan hidupnya seperti sekarang ini, terlebih anak perempuan. Kedudukan perempuan yang paling penting biasanya ditentukan oleh suku atau ekonomi keluarga, kedudukan dalam masyarakat, hubungan antar manusia, dan bahkan kepopuleran reputasi. Perasaan orang yang bersangkutan menempati urutan yang kedua atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali.
Wanita pada saat itu diibaratkan mahluk yang lemah dan tidak
berdaya. Tak banyak yang bisa dilakukan wanita pada zaman dulu
selain hanya menjadi seorang istri dan pada akhirnya harus tunduk
kepada suami. Sekalipun Engtay mencoba untuk mendobrak tradisi
semacam itu di zamannya, mencoba untuk dapat memajukan kaum
perempuan di zamannya, namun pada akhirnya ia tidak cukup kuat
untuk melakukan semua itu. Ia pun harus kalah oleh tradisi yang ada,
yang sudah megakar dan turun temurun.
Orang tua menganggap bahwa tidak ada gunanya wanita
sekolah, dunia wanita hanya sebatas rumahnya saja. Ia hanya
berkewajiban mengursi urusan rumah tangga dan melayani suami. Sebuah bentuk diskriminasicommit terhadap to user kaum perempuan, mereka tidak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id141
dapat bebas memilih jalan hidupnya, karena sepenuhnya wewenang
dan kekuasaan atas mereka ada di tangan kedua orang tua. Budaya
patriarki mengakar kuat pada masa itu.
Kesimpulannya adalah bahwa ketidaksetaraan gender pada
zaman dulu di masa Engtay sangat terlihat jelas. Suatu hal yang tabu
jika ada seorang perempuan yang menginginkan dirinya untuk dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan layaknya kaum pria. Masyarakat beranggapan bahwa pendidikan bagi kaum wanita tidak ada gunanya, karena bagaimanapun kedudukan wanita ada di bawah, wanita tetap harus patuh terhadap suami. Wanita hanya diwajibkan untuk mengurusi urusan rumah tangga dan tunduk kepada suami. Tidak banyak yang dapat dilakukan kaum wanita pada saat itu. Kaum wanita seolah hanya dipandang sebelah mata bahkan kedudukannya rendah di masyarakat.
2. Nilai Pendidikan Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno Nilai pendidikan dapat diperoleh pembaca setelah membaca karya sastra. Dengan membaca, memahami, dan merenungkannya pembaca akan
memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Suyitno (2002: 3) menyebutkan
bahwa jika berbicara mengenai nilai pendidikan dalam karya sastra, maka
tidak akan dapat terlepas dari karya sastra itu sendiri. Sastra dapat
memainkan perasaan secara dramatis dalam pengembangan konsep pribadi
atau konsep diri. Sejalan dengan pendapat itu, Sayuti (2000: 86)
mengatakan bahwa karya sastra diciptakan bukan untuk sekedar dinikmati,
akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Nilai-nilai pendidikan
dapat dimunculkan pengarang secara langsung dan tidak langsung dalam
cerita lewat perbuatan tokoh, dialog, perwatakan tokoh, dan lain-lain.
Adapun nilai-nilai pendidikan dalam naskah drama Sampek Engtay
karya N. Riantiarno meliputi: nilai pendidikan religius; nilai pendidikan
sosial; nilai pendidikan moral; nilai pendidikan kepahlawanan; nilai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id142
pendidikan kultural; dan nilai pendidikan cinta dan kesetiaan. Berikut
peneliti kemukakan pembahasan terhadap masing-masing nilai tersebut.
a. Nilai Pendidikan Religius
Agama merupakan suatu hal yang tentu tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan manusia. Agama memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena memiliki fungsi-fungsi sosial yang dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Hubungan manusia dengan Tuhan telah membuat suatu ikatan rohani yang mendalam yang tercermin di dalam tingkah laku sehari-hari. Nilai religius dalam karya sastra dapat menanamkan sikap pada manusia untuk senantiasa takwa dan taat kepada Sang Pencipta. Dojosantoso (dalam Suwondo, 1994: 63) mengatakan bahwa penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar, tidak sombong, dan tidak angkuh kepada sesama. Manusia menjadi saling mencintai dan menghormati sehingga mampu mewujudkan hidup yang harmonis dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, maupun makhluk lain. Manusia religius berarti memiliki keterikatan dengan Tuhan baik
jasmani maupun rohani secara sadar.
Nilai religius dalam naskah drama Sampek Engtay meliputi
senantiasa mematuhi ajaran agama, jangan sekali-kali melupakan
agama, membenci setan dan segala bentuk godaannya, selalu merasa
takut akan hukuman yang Tuhan berikan jika melakukan
perbuatan-perbuatan tercela dan tidak mengindahkan larangannya,
rutin melakukan sembahyang sebagai bentuk rasa syukur terhadap
Tuhan, dan senantiasa bertakwa kepada-Nya. Kesemua nilai-nilai religi
tersebut diajarkan di Sekolah Putra Bangsa. Nilai-nilai religi di atas
diilustrasikan oleh pengarang melalui dialog guru dengan
murid-muridnya.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id143
Dalam naskah drama Sampek Engtay ini pun, kepasrahan pada
Tuhan sangat ditonjolkan. Tuhanlah yang menentukan nasib, rezeki,
dan jodoh seseorang. Apabila seseorang berjodoh, maka sampai
matipun mereka akan dipertemukan kembali. Seperti halnya Sampek
dan Engtay yang memercayai bahwa Dewa-dewa akan mengabulkan
doa mereka agar bertemu kembali di kehidupan yang akan datang. Sebagai mahluk yang beragama, mereka sangat percaya bahwa Sang Kuasa akan selalu memberikan yang terbaik bagi mahluk-mahluknya dengan cara-cara yang indah yang tidak dapat disangka-sangka, termasuk dalam hal ini kisah percintaan Sampek dengan Engtay. Pembaca sudah sepatutnya untuk mengindahkan dan mencermati baik-baik nilai-nilai didik religi yang terdapat dalam naskah drama Sampek Engtay ini, merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari dan senantiasa meningkatkan kualitas hidupnya dengan menjadikan agama sebagai patokan dalam hidup.
b. Nilai Pendidikan Sosial Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari
cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai
pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya
kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antarsatu individu
dengan individu lainnya. Nilai sosial berhubungan dengan kehidupan
manusia di dalam masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial yang
mempunyai kewajiban terhadap individu yang satu dengan yang
lainnya. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat dipetik dari
perilaku sosial dan tata cara hidup bersosial. Nilai sosial dalam karya
sastra diharapkan mampu memberikan peningkatan kepekaan rasa
kemanusiaan, lebih mendalami penghayatan sosialisasi diri, dan lebih
mencintai keadilan dan kebenaran dalam hidup dan kehidupan (Hasan
& Salladin, 1996: 83). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id144
Adapun nilai sosial yang terdapat dalam naskah drama Sampek
Engtay adalah rasa persaudaraan, kesetiakawanan, dan saling
tolong-menolong. Sampek dan Engtay yang walau keduanya baru saja
bertemu dan berkenalan di Betawi, sudah menunjukan sikap saling
peduli dan saling membantu bahkan keduanya pun telah membuat
kesepakatan untuk menjadi sepasang saudara dan megikrarkan janji untuk setia satu sama lainnya. Selain itu, nilai sosial lainnya yang terdapat dalam naskah drama Sampek Engtay ini adalah sikap Engtay yang mau menerima apa adanya terhadap keadaan kondisi ekonomi Sampek. Pada awal pertemuan mereka, Sampek sudah mengatakan bahwa dia bukanlah seseorang yang kaya, Engtay menerima hal tersebut bahkan Engtay mencintai Sampek yang kedudukannya hanyalah seorang rakyat biasa, tidak seperti Macun yang kaya raya. Nilai sosial dalam naskah drama Sampek Engtay bisa dijadikan pelajaran dalam mengarungi kehidupan ini. Manusia yang merupakan mahluk sosial dan tentunya tidak hidup sendiri di dunia ini, senantiasa salaing membutuhkan dan saling menjalin komunikasi, sudah
sepatutnya untuk berlaku baik dan welas asih terhadap sesamanya.
Dalam naskah drama ini, hal-hal semacam itu telah disiratkan oleh
pengarang secara apik dalam dialog-dialog serta karakter-karakter para
tokohnya. Setelah membacanya, diharapkan pembaca menjadi individu
yang sadar akan perannya sebagai mahluk sosial dan dapat menjalin
hubungan yang solid dengan sesamanya.
c. Nilai Pendidikan Moral
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id145
Nilai moral berhubungan dengan tindakan manusia. Nilai moral
inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku manusia di dalam
kehidupan sehari-hari. Karya sastra fiksi biasanya menyuguhkan pesan
moral yang berhubungan dengan sifat kemanusiaan, serta
memperjuangkan hak dan martabat manusia. Melalui sikap dan tingkah
laku para tokoh, pembaca diharapkan mampu mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang diamanatkan (Nurgiyantoro, 2005: 321). Dalam naskah drama Sampek Engtay pun terdapat nilai moral di dalamnya. Nilai didik moral yang terkandung dalam naskah drama Sampek Engtay cukup banyak, baik yang patut ditiru maupun yang musti dihindari atau tidak layak dicontoh. Nilai-nilai tersebut diantaranya, sikap patuh, menepati janji, berbakti kepada kedua orang tua, senantiasa menjaga kebersihan, ajaran untuk menghormati guru, orang tua, dan saudara, tidak iri, menipu, berzinah, memfitnah, menyakiti orang lain, menghina dan meremehkan orang lain, jangan bersumpah palsu, mencuri, membunuh, serta semangat dan rajin dalam menuntut ilmu. Adapun nilai moral dalam naskah drama Sampek Engtay yang tidak patut untuk dicontoh dan harus dihindari dalam
kehidupan sehari-hari adalah berbuat asusila, menipu, pesimis, tidak
semangat dalam menjalani hidup, tidak mau bangkit dari keterpurukan,
putus asa, dan terlalu terpaku terhadap orang lain.
Sebagai manusia yang bermoral, wajib hukumnya untuk selalu
menepati janji yang telah dibuat dan disepakati. Orang yang gemar
menepati janji bukan hanya akan disenangi dan dipercaya banyak orang
namun secara tidak langsung akan memupuk rasa tanggung jawab di
dalam diri. Dalam naskah drama Sampek Engtay pencerminan dari
sikap untuk senantiasa menepati janji telah dilakukan oleh tokoh
Engtay. Hal ini terlihat ketika Engtay membuat sebuah perjanjian
dengan Sampek mengenai pembatas tempat tidur, dan ketika ia melanggar aturan dalamcommit kesepakatan to user tersebut Engtay pun berjanji akan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id146
membayar denda yang telah disepakati sebelumnya Kepada Sampek,
teman sekamarnya.
Ajaran moral pun tersirat dalam dialog antara guru dan
murid-muridnya. Dalam naskah drama Sampek Engtay ini murid-murid
Sekolah Putra Bangsa diberi bekal oleh guru mereka tentang berbagai
macam ajaran moral. Mereka diajarkan untuk senantiasa menghormati guru, orang tua, dan saudara, tidak memiliki sifat iri yang berlebihan, tidak menipu, tidak berzinah, memfitnah, menyakiti orang lain, menghina dan meremehkan orang lain, tidak bersumpah palsu, mencuri, dan tidak pula membunuh. Selain itu, murid-murid Sekolah Putra Bangsa termasuk murid-murid yang patuh terhadap gurunya. Suatu hal yang selayaknya dicontoh bagi generasi muda saat ini. Adapun sikap patuh tercermin ketika murid-murid Sekolah Putra Bangsa mendapat teguran dan hukuman dari guru mereka. Murid-murid patuh terhadap perintah guru, mau melaksanakan hukuman dari sang guru, tidak ada satu pun dari mereka yang mencoba melawan atau membangkang. Selain itu, guru pun memberikan wejangan kepada para murid untuk senantiasa menjaga kebersihan
sekalipun perkara buang air kecil dan besar.
Nilai moral lainnya adalah hormat kepada orang tua. Hormat
terhadap kedua orang tua merupakan suatu tindakan yang dapat
diterima semua golongan masyarakat. Menghormati kedua orang tua
adalah kewajiban seorang anak terhadap orang tuanya sendiri. Hal
tersebut yang dilakukan Engtay, meskipun jalinan cintanya dengan
Sampek dilarang, akan tetetapi ia masih menjunjung tinggi harkat dan
martabat orang tuanya tersebut. Engtay berusaha tetap mematuhi
perintah keduanya, menghormati keputusan mereka, dan mencoba
berpasrah diri ketika kedua orang tuanya menikahkannya dengan
Macun. Sekali pun dalam hatinya ia merasa sangat sedih dan bimbang, Entay mencoba menjadicommit anak toyang user berbakti kepada orang tua dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id147
tidak melawan kehendak mereka dan tidak serta merta berlaku egois
hanya megikuti hasrat dirinya saja. Naskah drama Sampek Engtay ini
mengandung nilai didik yang patut dicontoh oleh masyarakat,
khususnya seorang anak. Sudah sepantasnya seorang anak mematuhi
perintah orang tuanya. Karena orang tua adalah orang yang mendidik
dengan penuh kesabaran dan welas asih, memberi kasih sayang terhadap anak-anaknya sedari lahir hingga dewasa. Nilai moral juga ditunjukkan oleh Sampek ketika ia diajak oleh Engtay untuk berlibur. Sampek lebih memilih menghabiskan masa liburnya dengan belajar dan membaca buku-buku pelajaran. Semangat dan sikap rajin Sampek dalam menuntut ilmu perlu dicontoh oleh para remaja masa kini. Masa muda selayaknya dipergunakan sebaik mungkin untuk menuntut ilmu bukan untuk berhura-hura, bersantai-santai, dan melakukan kegiatan yang mubazir sehingga tidak menyesal di masa tua kelak. Selain itu, Sampek pun menasihati Engtay agar berlaku hemat dan tidak berbuat royal/boros untuk sesuatu yang kurang bermanfaat. Adapun nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Sampek
Engtay yang tidak patut dicontoh dan musti dihindari dalam kehidupan
sehari-hari adalah melakukan perbuatan asusila, menipu, bersikap
pesimis, tidak semangat dalam menjalani hidup, tidak mau bangkit dari
keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku terhadap orang lain.
Perbuatan asusila dalam naskah drama ini dilakukan oleh dua tokoh
utamanya yakni Sampek dan Engtay, mereka saling berpelukan di
dalam kamar dan Engtay membuka pakaiannya. Jika saja Sukiu tidak
datang ke kamar untuk memberitahukan kabar dari orang tua Engtay,
mungkin keduanya akan semakin liar memuaskan hasrat mereka dan
melakukan perbuatan yang semakin tidak senonoh padahal keduanya
bukan pasangan suami istri. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id148
Nilai didik moral lainnya yang tidak patut dicontoh adalah
menipu, apalagi yang ditipu adalah orang tuanya sendiri. Menipu
merupakan perbuatan tercela karena dapat merugikan orang yang
ditipu. Dalam hal ini Engtay telah menipu kedua orang tuanya sendiri
hanya untuk mendapatkan izin bersekolah di Betawi hingga membuat
mereka murka bahkan ayahnya pun sempat pingsan akibat ulah tipunya tersebut. Sikap Engtay sepatutnya untuk tidak dicontoh oleh masyarakat terlebih yang ditipu adalah orang tuanya sendiri. Bersikap pesimis, tidak semangat dalam menjalani hidup, tidak mau bangkit dari keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku terhadap orang lain merupakan kondisi yang dialami oleh Sampek sepeninggal Engtay. Engtay yang memilih untuk menikah dengan Macun demi menyenangkan hati orang tuanya dan meninggalkan Sampek, membuat hati pemuda tersebut dilanda kesedihan yang teramat mendalam, hari-harinya kian suram, pikirannya hanya terpaku kepada Engtay gadis yang sangat dicintainya, ia semakin tidak bersemangat dalam menjalani hidup, pesimis menyongsong masa depannya, jiwanya kian labil, terpuruk, dan putus asa. Naskah drama Sampek Engtay memberi
pelajaran moral yang sangat berharga bagi pembacanya khususnya
kaula muda. Ketika seseorang mengalami putus cinta dan patah hati
jangan sampai bersikap seperti Sampek. Seharusnya bersabar dalam
menghadapi cobaan tersebut, bersikap optimis, yakin bahwa Tuhan
akan merencanakan yang terbaik, jangan sampai mengambil jalan
pintas semisal dengan bunuh diri.
Nilai-nilai didik moral yang terdapat dalam naskah drama
Sampek Engtay ini sudah selayaknya dicermati baik-baik, ada yang
sepatutnya untuk diteladani dan ada pula yang musti dihindari.
Kesemua nilai-nilai didik moral tersebut harusnya menjadi pelajaran
yang amat berharga bagi para pembacanya. Dengan adanya pesan moral, diharapkan pembacacommit dapat to user lebih arif menjalani hidupnya dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id149
setelah membacanya, selayaknya pembaca bisa menjadi pribadi yang
lebih baik.
d. Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Para pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan kepunyaannya demi membela kebenaran dan berusaha mewujudkan keyakinan tersebut (Daroeso, 1999: 45). Kepahlawanan yang dimaksud adalah sifat atau karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam naskah drama, berjuang mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian tokoh yang menjadi pahlawanan dalam konteks pembahasan ini adalah perjuangan tokoh yang diceritakan dalam naskah drama dalam membela keyakinannya (Daroeso, 1999: 47). Dalam naskah drama Sampek Engtay ini, nilai kepahlawanan terdapat pada sosok Engtay. Di zamannya pada saat itu, kaum wanita dilarang keras mengenyam pendidikan di sekolah. Namun Engtay, seorang putri saudagar kaya asal kota Serang, Banten, berusaha mendobrak tradisi sebagai perempuan yang ingin bersekolah. Pada saat
itu kaum perempuan masih dipandang sebelah mata, masih dianggap
hanya sebatas mengurusi urusan dapur, rumah tangga, dan syahwat
suami. Engtay yang terlahir cerdas dan kritis, merasa perlu mendobrak
hal tersebut, ia pun menipu orang-orang dan menyamar menjadi
seorang lelaki demi bisa bersekolah di Betawi. Engtay seolah tampil
bak pahlawan di zamannya. Mendobrak kekangan tradisi di zamannya.
Dengan sifat cerdas dan sikap kritisnya, ia berekspektasi bahwa
melalui pendidikan, maka perempuan dapat sejajar dengan pria.
Melalui pendidikan ia yakin dapat merubah nasib dan masa depannya
kelak. Nasib dan masa depan kaumnya ke arah perubahan yang lebih
baik. Perempuan tak lagi hanya mengurusi perkara rumah tangga,
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id150
namun dapat ikut andil sejajar dengan kaum lelaki dalam berbagai
bidang kehidupan.
Naskah drama Sampek Engtay melukiskan kisah tentang
seorang perempuan yang mencoba menentang tradisi untuk maju.
Engtay menggambarkan perjuangan seorang perempuan dalam meraih
hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum lelaki. Berbenturan keras dengan tradisi dan aturan yang ada pada saat itu. Pendidikan masih menjadi sesuatu yang tabu bagi kaum perempuan. Naskah drama ini seolah menggambarkan bentuk emansipasi wanita walaupun akhirnya harus kalah oleh tradisi.
e. Nilai Pendidikan Kultural Nilai kultural merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya (Rosyadi, 1995: 74). Pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia
diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan
bersifat subyektif karena ditumbuh-kembangkan secara individual,
namun dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh
masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena
yang digambarkan (Uzey, 2009: 1).
Naskah drama Sampek Engtay memiliki nilai kultural di
dalamnya, yakni budaya patriarki, perjodohan, dan budaya Tiongkok
yang amat kental. Patriarki adalah keadaan masyarakat yang
menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada
perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi
(Pinem, 2009: 42). Dalam naskah drama ini terlihat jelas budaya tersebut. Laki-laki memilikicommit to peranan user dominan di berbagai aspek perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id151
kehidupan, sedangkan wanita hanya diwajibkan mengatur urusan
rumah tangga saja, tidak diperbolehkan sekolah dan tidak bisa pula
ikut andil sejajar dengan laki-laki dalam berbagai urusan duniawi
lainnya. Engtay merasa hal tersebut tidak adil dan seolah menunjukkan
strata wanita yang lebih rendah dibanding kaum lelaki pada saat itu.
Dengan sifat cerdas dan sikap kritisnya, Engtay mencoba mendobrak kekangan tradisi dan budaya patrialkal tersebut. Ia bertekad untuk dapat bersekolah walaupun notabene pasa zamannya, sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum lelaki saja. Tokoh Engtay dalam cerita menunjukkan sebuah perjuangan wanita dalam meraih hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum lelaki. Sebuah lakon tentang wanita yang menganggap sanggup merubah citra dirinya, tetapi pada akhirnya tetap tidak bisa lari dari keputusan keluarga. Sebuah bentuk emansipasi yang akhirnya harus kalah oleh tradisi. Nilai budaya lainnya yang terdapat dalam naskah drama Sampek Engtay ini adalah tradisi perjodohan. Tradisi perjodohan begitu melekat dalam cerita. Perjodohan dilakukan oleh kedua orang
tua Engtay dan Macun. Walaupun Engtay tidak menyukai Macun
namun perjodahan yang telah direncanakan oleh orang tua keduanya
tak dapat dihindari dan musti diterima oleh Engtay apapun yang
terjadi. Adapun dampak perjodohan yang telah dirancang sejak lama
oleh keluarga Ciok dan Liong tersebut membuat Sampek merana.
Betapa pilu hati Sampek karena kekasihnya akan menikah dengan
orang lain. Sampek semakin larut dalam kesedihan yang menyayat
perasaan, hingga dia jatuh sakit dan meninggal. Jasadnya dikubur di
Pandeglang.
Tradisi perjodohan merupakan tradisi yang sudah dilakukan
secara turun temurun pada saat itu. Pemuda-pemudi yang dijodohkan haruslah menurut terhadapcommit perjodohan to user yang dilakukan oleh orang tua perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id152
mereka, terlebih dalam hal ini kaum perempuan. Pada saat itu kaum
perempuan tidak bisa berbuat banyak, dan harus selalu menuruti apa
yang dianggap baik oleh kedua orang tua mereka, walaupun dalam
hati, mereka memiliki pilihan lain. Begitu juga yang terjadi pada
Engtay, walau sesungguhnya satu-satunya pemuda yang dicintainya
adalah Sampek, namun perjodohannya dengan Macun, tidak dapat ia elakkan. Bagaimanapun juga ia harus menerimanya. Sebuah ironi pahit bagi kaum perempuan pada saat itu. Sampek Engtay seolah menjadi sebuah gurauan pahit tentang sepasang kekasih yang bercinta. Suatu masalah yang masih dihadapi para orang tua kini. Sampek Engtay memberi sebuah pelajaran berharga kepada orang tua agar lebih arif dalam menyikapi masalah perjodohan bagi anak-anaknya. Naskah drama Sampek Engtay ini merupakan naskah drama saduran yang cerita aslinya berasal dari dataran Tiongkok, maka jelas budaya negeri tirai bambu tersebut masih kental terasa. Salah satunya adalah tradisi Cengbeng. Cengbeng adalah tradisi masyarakat Tionghoa yakni melakukan ritual sembahyang dan berziarah ke kuburan leluhur. Cengbeng disebut juga “Hari Semua Arwah”, “Hari
Menyapu Kuburan”, atau ‘Festival Bersih Terang”.
g. Nilai Pendidikan Cinta dan Kesetiaan
Menurut Peck (dalam Mushlihin, 2012), cinta adalah keinginan
untuk mengembangkan diri sendiri dengan maksud memelihara
pertumbuhan spiritual sendiri atau perkembangan spiritual orang lain.
Cinta sejati selalu membawa pertumbuhan, bukan bersifat posesif yang
obsesif (keinginan memiliki dilandasi motivasi yang salah, yaitu hanya
untuk menyenangkan diri sendiri). Cinta kasih sejati tak mengenal iri,
cemburu, persaingan, dan sebagainya, yang ada hanyalah perasaan
yang sama dengan yang dicintai, karena dirinya adalah diri kita,
dukanya adalah duka kita, gembiranya adalah kegembiraan kita. Bagi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id153
cinta kasih, pengorbanan adalah suatu kebahagiaan, sedangkan
ketidakmampuan membahagiakan atau meringankan beban yang
dicintai atau dikasihi adalah suatu penderitaan (Sujarwa, 2005) .
Nilai didik cinta dan kesetiaan yang terdapat dalam naskah
drama Sampek Engtay adalah kisah percintaan antara Sampek dengan
Engtay. Romantika cinta mereka diceritakan secara apik dan penuh intrik. Pembaca seolah ikut terhanyut ke dalam aduhainya kisah percintaan mereka. Di akhir cerita, Sampek dan Engtay menjelma menjadi sepasang kupu-kupu nan elok yang terbang bebas ke angkasa. Begitu anggun dan menawan, seolah melambangkan keabadian cinta keduanya. Kisah cinta yang begitu indah, tak terhalang oleh maut, seolah mereka telah ditakdirkan untuk bersama. Kesetiaan dan kemurnian cinta mereka begitu indah dan menyentuh. Romantisme cinta yang tak lekang oleh waktu dan zaman.
3. Tanggapan Pembaca Naskah Drama Sampek Engtay karya N. Riantiarno Kajian resepsi sastra mendasarkan diri pada teori bahwa karya
sastra sejak terbitnya selalu mendapat resepsi atau tanggapan para
pembacanya. Tanggapan pembaca terhadap karya sastra menitikberatkan
pada peranan pembacanya sebagai penyambut dan penghayat karya sastra
(Pradopo, 2002). Sebuah karya sastra harus dimengerti sebagai pencipta
sebuah dialog sehingga keahlian filologi harus didirikan pada pembacaan
kembali teks secara terus menerus, tidak hanya pada fakta-fakta saja (Jauss
dalam Pradopo, 2002). Dengan melakukan analisis tanggapan pembaca
terhadap karya sastra, kita akan mengetahui bagaimana penerimaan
masyarakat terhadap karya sastra terentu (Herlina, Waluyo & Eko, 2013).
Sampek Engtay merupakan naskah drama yang menceritakan
tentang kisah percintaan sepasang insan yang pada akhirnya harus
berujung tragis karena tidak direstuinya hubungan mereka oleh kedua commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id154
orang tua si gadis. Kedudukan perempuan pada saat itu masih rendah dan
belum memiliki banyak pilihan atau pun wewenang. Engtay merupakan
korban dari tradisi perjodohan yang sudah turun temurun dilakukan orang
tua kepada anaknya. Ia tidak dapat menolak dan musti patuh. Tidak
memiliki banyak pilihan karena wewenang sepenuhnya ada pada kedua
orang tuanya. Kendati ia harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya yang notabene ia tidak menyukainya karena cintanya hanya untuk Sampek seorang, namun ia tidak dapat mngelak dan melawan tradisi, pada akhirnya ia harus kalah dengan tradisi dan tetap patuh, menuruti kehendak orang tuanya, sesuai dengan tanggapan yang diberikan oleh Asri Puspita Ningtyas. Tanggapan yang hampir serupa juga dilontarkan oleh Sandhi Purba Wardana yang mengatakan bahwa naskah drama Sampek Engtay merupakan naskah drama yang menceritakan tentang keindahan dan keromantisan cinta. Sepasang insan yang harus mati tragis demi kesetiaan cinta keduanya. Satu yang unik dan cukup menarik dalam naskah drama Sampek Engtay ini, yakni kisah tentang perjuangan gadis demi mendapatkan
haknya sejajar dengan kaum lelaki pada masa itu. Perjuangan perempuan
dalam meraih hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum
lelaki, berbenturan dengan kekuasaan tak terbantahkan dari orang tua.
Sebuah lakon tentang wanita yang menganggap sanggup merubah citra
dirinya, tetapi pada akhirnya tetap tidak bisa lari dari keputusan keluarga,
meski keputusan itu tidak disukainya. Sebuah bentuk emansipasi yang
pada akhirnya harus kalah oleh tradisi. Sesuai dengan pendapat yang
dilontarkan oleh Budi Waluyo, S.S, M. Pd.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Budi
Waluyo, S.S, M. Pd. di atas, Faisal Muhammad Nursalim juga
beranggapan bahwa naskah drama Sampek Engtay ini mendeskripsikan tentang kaum lelaki yangcommit memiliki to user wewenang dan kekuasaan lebih luas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id155
ketimbang perempuan. Kaum lelaki memiliki peran yang lebih dominanan
ketimbang kaum perempuan di berbagai bidang kehidupan. Adanya
diskriminasi terhadap kaum perempuan. Perempuan pada saat itu hanya
wajib mengurusi urusan rumah tangga dan tidak diperbolehkan untuk
bersekolah serta mengenyam pendidikan setara dengan laki-laki.
Tidak dapat dipungkiri bahwa muara dari sebuah naskah drama adalah sebuah pementasan drama/teater. Sandhi Purba Wardana memberi tanggapan bahwa naskah drama Sampek Engtay ini cukup menarik dan menantang untuk dipentaskan, dengan adanya perpaduan budaya antara Indonesia dan Cina serta kisah ceritanya yang menarik, akan ada banyak hal-hal menarik pula yang muncul nantinya ketika dipentaskan. Kendati demikian, sang sutradara juga harus cukup lihai dan berhati-hati dalam meramu lakon ini untuk dipentaskan karena naskah drama ini notabene merupakan naskah panjang dan berdurasi cukup lama untuk dipentaskan, maka sang sutradara harus cerdas dan mencermati dengan baik agar nantinya ketika menjadi sebuah drama pertunjukan tidak menjadi tontonan yang monoton atau menjenuhkan. Budi Waluyo, S.S, M. Pd. memberi tanggapan bahwa naskah
drama Sampek Engtay ini cukup baik untuk menjadi bahan pembelajaran
di sekolah terutama di SMA apalagi dengan temanya yang khas remaja
yakni percintaan, namun guru harus cukup jeli, karena ada beberapa
adegan yang vulgar dan kurang seronok.
Salah satu kelebihan dalam naskah drama Sampek Engtay ini
adalah mengandung ajaran atau pesan moral yang baik, yakni seseorang
mengalami putus cinta dan patah hati maka jangan sampai bersikap seperti
Sampek. Sampek bersikap pesimis, tidak semangat dalam menjalani hidup,
tidak mau bangkit dari keterpurukan, putus asa, dan terlalu terpaku
terhadap orang lain yakni terlalu terpaku terhadap Engtay. Naskah drama
Sampek Engtay mengajak pembaca untuk merenungi arti kehidupan dan bersyukur atas segala yangcommit telah to user digariskan Sang Kholik kepada perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id156
ciptaannya. Naskah drama Sampek Engtay memberi pelajaran moral yang
sangat berharga bagi pembacanya khususnya kaula muda. Seharusnya
ketika dilanda putus cinta senantiasalah bersabar dalam menghadapi
cobaan tersebut, bersikap optimis, yakin bahwa Tuhan akan merencanakan
yang terbaik, jangan sampai mengambil jalan pintas semisal dengan bunuh
diri. Sesuai dengan tanggapan yang diberikan oleh Asri Puspita Ningtyas. Selain pesan moral di atas, ada juga amanat lain yang ingin disampaikan kepada pembaca. Raharjo S. Pd. memberi tanggapan bahwa Sampek Engtay merupakan sebuah refleksi kepada kaum perempuan zaman sekarang. Jika dibandingkan pada zaman Engtay, betapa susah dan sulitnya untuk dapat bersekolah dan mengenyam pendidikan, berbeda dengan keadaan kaum wanita di zaman modern saat ini yang bebas dalam memilih pendidikan dan telah dijamin haknya oleh pemerintah. Sungguh sangat bertolak belakang dengan zaman Engtay pada saat itu. Sebuah refleksi bagi perempuan saat ini untuk dapat memanfaatkan kesempatan bersekolah dan mengenyam pendidikan dengan sebaik-baiknya. Kelebihan lainnya adalah walaupun naskah drama ini berakhir dengan sad ending dan cukup tragis, namun dengan dibawakan secara
kocak dan menghibur oleh sang penulis, menjadi sebuah nilai plus bagi
naskah drama Sampek Engtay ini, sehingga pembaca ataupun penonton
merasa terhibur dan tidak merasa bosan atau pun jenuh. Sesuai dengan
tanggapan Sandhi Purba Wardana.
Adapun kekurangan yang terdapat dalam naskah drama Sampek
Engtay ini adalah adanya beberapa kata-kata asing yang mungkin akan
sulit dimengerti bagi pembaca awam, seperti yang diungkapkan oleh Budi
Waluyo, S.S, M. Pd.
Kekurangan lainnya ialah bahwa naskah drama Sampek Engtay ini
tidak bisa dinikmati atau dibaca oleh semua kalangan/umur, Sampek
Engtay dikhususkan untuk pembaca dewasa karena beberapa adegan diilustrasikan secara vulgar,commit ada to adegan user yang kurang seronok sehingga perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id157
lebih tepat jika dibaca oleh orang dewasa ketimbang anak-anak atau
remaja yang masih di bawah umur, terlebih ada beberapa kata-kata asing
yang membuat naskah drama ini cukup sulit untuk dipahami bagi pembaca
awam.
commit to user