45

PENGARUH SKARIFIKASI PADA RESPON PERKECAMBAHAN BENIH KALIANDRA MERAH (Caliandra calothyrsus Meissn.)

SKRIPSI

CHRISTINA PUTRIANI SIAHAAN 161201088

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

Universitas Sumatera Utara 45

PENGARUH SKARIFIKASI PADA RESPON PERKECAMBAHAN BENIH KALIANDRA MERAH (Caliandra calothyrsus Meissn.)

SKRIPSI

Oleh: CHRISTINA PUTRIANI SIAHAAN 161201088

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

Universitas Sumatera Utara 45

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian : Pengaruh Skarifikasi pada Respon Perkecambahan Benih Kaliandra Merah (Caliandra calothyrsus Meissn.) Nama : Christina Putriani Siahaan NIM : 161201088 Departemen : Budidaya Hutan Fakultas : Kehutanan

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., M.P. Ketua

Tanggal Lulus: 14 Agustus 2020

i Universitas Sumatera Utara 45

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Christina Putriani Siahaan NIM : 161201088 Judul Skripsi : Pengaruh Skarifikasi pada Respon Perkecambahan Benih Kaliandra Merah (Caliandra calothyrsus Meissn.) menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Agustus 2020

Christina Putriani Siahaan NIM. 161201088

ii

Universitas Sumatera Utara 1

ABSTRAK

CHRISTINA PUTRIANI SIAHAAN. Pengaruh Skarifikasi pada Respon Perkecambahan Benih Kaliandra Merah (Caliandra calothyrsus Meissn.). Dibimbing oleh KANSIH SRI HARTINI.

Caliandra calothyrsus merupakan jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar, tanaman pelindung, reklamasi dan konservasi tanah, pupuk hijau, dan sebagai hijauan pakan ternak berkualitas tinggi. Kendala yang dihadapi dalam teknik budidaya tanaman C. calothyrsus secara generatif yaitu lamanya proses perkecambahan benih karena benih memiliki tempurung keras. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi morfologi benih C. calothyrsus dan jumlah benih perkilogram, untuk menguji respon perkecambahan benih C. calothyrsus terhadap skarifikasi perendaman benih dengan ZPT pada berbagai waktu perendaman, serta untuk mendapatkan teknik skarifikasi yang paling optimal bagi pertumbuhan benih C. calothyrsus. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu bahan perendaman terdiri dari air (P1), larutan MSG (P2), air kelapa muda (P3), dan lama waktu perendaman terdiri dari perendaman selama 8 jam (T1), 12 jam (T2), dan 16 jam (T3) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan benih C. calothyrsus memiliki bentuk bulat pipih, berwarna coklat kehitaman, permukaan benih halus atau licin, memiliki diameter 2,5 mm sampai 2,8 mm, panjang benih 0,6 cm sampai 1 cm, serta berat benih 0,0348 gram sampai 0,0766 gram. Jumlah benih satu kilogram adalah sebanyak 18.471 butir. Perlakuan yang memberikan hasil terbaik terhadap perkecambahan benih C. calothyrsus adalah perendaman benih dengan air selama 8 jam dan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam dengan daya berkecambah sebesar 73,33% dan 91,67 %, serta nilai perkecambahan sebesar 5,716 dan 7,596.

Kata Kunci: kaliandra merah, kekokohan semai, perkecambahan, skarifikasi

iii

Universitas Sumatera Utara 2

ABSTRACT

CHRISTINA PUTRIANI SIAHAAN. The Effect of Scarification on Seed Response of Caliandra calothyrsus Meissn. Supervised by KANSIH SRI HARTINI.

Caliandra calothyrsus is a type of that can be used as firewood, protective , land reclamation and conservation, green manure, and as a forage for high quality animal feed. The problem that faced in the generative cultivation technique of C. calothyrsus is the length of seed germination process because the seeds have hard shell. The purpose of this research is to obtain the morphological data and information of C. calothyrsus seed and the number of seed in one kilogram, to test the response of C. calothyrsus seed germination to scarification of seed immersion with ZPT in various time of immersion, and to obtain the best scrarification techniques for C. calothyrsus seed growth. The design used is a complete factorial randomized design with 2 treatment factors, immersion consist of water (P1), MSG solution (P2), young coconut water (P3), and soaking time for 8 hours (T1), 12 hours (T2), and 16 hours (T3) with 3 replications. Based on observation it is known that C. calothyrsus seeds have flat round shape, blackish brown, smooth or slipppery seed surface, with diameter of 2,5 mm to 2,8 mm, seed length of 0,6 cm to 1 cm, and seed weight of 0,0348 grams to 0,0766 grams. The number of seed in one kilogram is 18.471 seeds. The treatment that give the best result for C. calothyrsus seed germination is soaking seed with water for 8 hours and soaking with young coconut water for 16 hours with the germination of 73,33 % and 91,67 % and germination values of 5,716 and 7,596.

Keywords: germination, red kaliandra, scarification, seedling quality

iv

Universitas Sumatera Utara 3

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Dumai, Provinsi Riau pada 23 April 1998. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Alm. Tagor Siahaan dan Asimah Silalahi. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Santo Tarcisius, Kota Dumai pada tahun 2004-2010, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Santo Tarcisius Dumai pada tahun 2010-2013, dan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Santo Tarcisius Dumai pada tahun 2013- 2016. Pada tahun 2016, penulis lulus di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SBMPTN. Penulis memilih minat Departemen Budidaya Hutan. Semasa kuliah penulis merupakan penerima beasiswa Tanoto Foundation, anggota organisasi Himas USU, dan anggota paduan suara Transeamus Fakultas Pertanian USU. Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Mangrove Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat pada tahun 2018. Pada tahun 2019 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur KPH Banyuwangi Barat. Pada tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Skarifikasi pada Respon Perkecambahan Benih Kaliandra Merah (Caliandra calothyrsus Meissn.)” di bawah bimbingan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., M.P.

v Universitas Sumatera Utara 4

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan perkenananNya kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Skarifikasi pada Respon Perkecambahan Benih Kaliandra Merah (Caliandra calothyrsus Meissn.)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Keberhasilan penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain : 1. Kedua pahlawan yang penulis banggakan dan cintai, Alm. Tagor Siahaan dan Asimah Silalahi, selaku orangtua yang telah mendidik, memotivasi, dan banyak berkorban, serta senantiasa berdoa dan berjuang demi kehidupan penulis yang lebih baik. 2. Ibu Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., M.P. selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan, membimbing, dan memberikan pelajaran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Yunus Afifudin, S. Hut, M. Si, Bapak Dr. Apri Heri Iswanto, S. Hut, M. Si, dan Bapak Dr. Ir. OK Hasnanda Syahputra, MP IPM selaku dewan penguji penulis. 4. Ibu Siti Latifah, S. Hut., M. Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan, serta seluruh dosen dan staf yang ada di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 5. Tanoto Foundation yang telah banyak mendukung penulis selama kegiatan perkuliahan, memberikan bantuan untuk biaya perkuliahan, serta memberikan pengalaman baru bagi penulis dalam setiap project yang penulis ikuti. 6. Teman-teman yang membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini Nuraini Difana Akbar dan Gabriel Sibarani. 7. Teman-teman Budidaya Hutan 2016, HUT C 2016, Kehutanan 2016, dan teman-teman kai kin yang selalu memberi dukungan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Penulis juga ingin menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terimakasih atas doa dan dukungan yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada berbagai pihak dan menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Medan, Agustus 2020

Christina Putriani Siahaan

vi Universitas Sumatera Utara 5

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ...... i PERNYATAAN ORIGINALITAS ...... ii ABSTRAK ...... iii ABSTRACT ...... iv RIWAYAT HIDUP ...... v KATA PENGANTAR ...... vi DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 2 Manfaat Penelitian ...... 3 Hipotesis Penelitian...... 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kaliandra Merah ...... 4 Karakteristik Tanaman Kaliandra Merah ...... 4 Manfaat Tanaman Kaliandra Merah ...... 5 Habitat dan Penyebaran Tanaman Kaliandra Merah ...... 6 Perkecambahan Benih Kaliandra Merah ...... 6 Skarifikasi Benih Kaliandra Merah ...... 7 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 10 Alat dan Bahan Penelitian ...... 10 Prosedur Penelitian...... 10 Rancangan Penelitian...... 11 Parameter Penelitian,,...... 12 Analisis Data...... 13 Perlakuan yang Memberikan Hasil Terbaik...... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Benih ...... 15 Perkecambahan Benih Kaliandra Merah ...... 16 Daya Berkecambah Benih Kaliandra Merah ...... 18 Nilai Perkecambahan ...... 21 Tinggi Tanaman ...... 24 Diameter Batang Tanaman ...... 27 Nilai Kekokohan Semai ...... 29 Perlakuan yang Memberikan Hasil Terbaik ...... 31

vii Universitas Sumatera Utara 6

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 32 Saran ...... 32 DAFTAR PUSTAKA ...... 33 LAMPIRAN ...... 37

viii

Universitas Sumatera Utara 45

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Hasil pengukuran berat, panjang, diameter benih kaliandra merah.. 15 2. Analisis keragaman setiap parameter pengamatan (F/Sig.) ...... 18 3. Uji duncan daya berkecambah benih C. calothyrsus ...... 20 4. Uji duncan nilai perkecambahan benih C. calothyrsus ...... 24 5. Uji duncan pengaruh bahan perendaman benih terhadap tinggi tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu...... 26 6. Uji duncan pengaruh lama waktu perendaman benih terhadap tinggi tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu ...... 26 7. Uji duncan pengaruh lama waktu perendaman benih terhadap diameter batang tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu...... 29 8. Uji duncan pengaruh bahan perendaman benih terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus...... 31 9. Uji duncan pengaruh lama waktu perendaman benih terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus...... 31 10. Skor setiap perlakuan pada semua parameter pengamatan ...... 32

ix

Universitas Sumatera Utara 45

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Pengukuran berat benih, diameter benih, dan panjang benih ...... 16 2. Struktur dalam benih C. calothyrsus ...... 16 3. Perkecambahan epigeal C. calothyrsus ...... 17 4. Grafik daya berkecambah benih C. calothyrsus (%) ...... 19 5. Grafik laju perkecambahan, PV, dan MDG benih C. calothyrsus .... 22 6. Grafik rerata nilai perkecambahan benih C. calothyrsus...... 22 7. Grafik tinggi tanaman C. calothyrsus umur 11 minggu ...... 25 8. Pertumbuhan tinggi tanaman C. calothyrsus ...... 25 9. Grafik diameter batang semai C. calothyrsus umur 11 minggu ...... 27 10. Pertumbuhan diameter bibit C. calothyrsus...... 28 11. Grafik nilai kekokohan semai C. calothyrsus ...... 29

x Universitas Sumatera Utara 45

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Perhitungan jumlah benih C. calothyrsus per kilogram ...... 37 2. Tabel daya berkecambah benih Kaliandra Merah ...... 37 3. Tabel daya berkecambah benih C. calothyrsus dalam persen (%) ... 38 4. Uji normalitas daya berkecambah benih C. calothyrsus ...... 38 5. Uji homogenitas daya berkecambah benih C. calothyrsus ...... 38 6. Uji kebebasan galat daya berkecambah benih C. calothyrsus ...... 38 7. Analisis ragam daya berkecambah benih C. calothyrsus ...... 38 8. Nilai perkecambahan benih kaliandra merah (C. calothyrsus) ...... 38 9. Nilai perkecambahan benih kaliandra merah (C. calothyrsus) ...... 39 10. Uji normalitas nilai perkecambahan benih C. calothyrsus ...... 39 11. Uji homogenitas nilai perkecambahan benih C. calothyrsus...... 40 12. Uji kebebasan galat nilai perkecambahan benih C. calothyrsus ...... 40 13. Analisis ragam nilai perkecambahan benih C. calothyrsus ...... 40 14. Rerata tinggi tanaman C. calothyrsus selama 11 minggu ...... 40 15. Tinggi tanaman C. calothyrsus umur 11 minggu ...... 40 16. Uji normalitas tinggi tanaman C. calothyrsus ...... 41 17. Uji homogenitas tinggi tanaman C. calothyrsus ...... 41 18. Uji kebebasan galat tinggi tanaman C. calothyrsus ...... 41 19. Analisis ragam tinggi tanaman C. calothyrsus ...... 41 20. Diameter batang tanaman C. calothyrsus umur 11 minggu ...... 41 21. Data rerata diameter semai C. calothyrsus setelah penyapihan ...... 41 22. Uji normalitas diameter tanaman C. calothyrsus ...... 42 23. Uji homogenitas diameter batang tanaman C. calothyrsus ...... 42 24. Uji kebebasan galat diameter batang tanaman C. calothyrsus ...... 42 25. Analisis ragam diameter batang tanaman C. calothyrsus ...... 42 26. Nilai kekokohan semai C. calothyrsus ...... 42 27. Uji normalitas nilai kekokohan semai C. calothyrsus ...... 42 28. Uji homogenitas nilai kekokohan semai C. calothyrsus ...... 43 29. Uji kebebasan galat nilai kekokohan semai C. calothyrsus ...... 43 30. Analisis ragam nilai kekokohan semai C. calothyrsus ...... 43 31. Dokumentasi Penelitian ...... 43 32. Layout Penelitian ...... 45

xi

Universitas Sumatera Utara 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan industri secara nyata yang diikuti pula dengan peningkatan kebutuhan energi. Pada masa sekarang, sebagian besar bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar dari fosil yang jumlahnya semakin lama semakin menipis. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan untuk mendapatkan bahan baku energi yang dapat diperbaharui dan mudah dimanfaatkan serta mampu memenuhi kebutuhan hidup khalayak luas. Salah satu terobosan tersebut adalah bahan baku terbarukan dari pohon, berupa kayu energi dari tanaman kaliandra merah ( calothyrsus) yang dapat menghasilkan bahan baku energi secara cepat dan berkualitas terutama untuk produksi pelet (Hendrati dan Hidayati, 2014). Kaliandra merah merupakan jenis tanaman serbaguna yang populer. Pada beberapa tempat di Indonesia tanaman kaliandra merah banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar, tanaman pelindung, reklamasi dan konservasi tanah, pupuk hijau, pakan lebah, dan sebagai hijauan pakan ternak berkualitas tinggi seperti halnya jenis leuguminose lain (Ismail, 2014). Keanekaragaman pemanfaatan yang dihasilkan tersebut menumbuhkan minat bagi kalangan luas khususnya para peneliti untuk mengevaluasi potensi jenis tanaman kaliandra merah. Perbanyakan tanaman kaliandra merah dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman dengan menanam bagian vegetatif dari tanaman induk yang telah di seleksi baik akar, batang atau daun, sementara perbanyakan secara generatif adalah perbanyakan tanaman menggunakan benih (Departemen kehutanan, 2004). Kendala yang dihadapi dalam teknik budidaya tanaman kaliandra merah secara generatif yaitu lamanya proses perkecambahan benih. Benih kaliandra merah memiliki tempurung keras sehingga menyebabkan resistensi yang tinggi dari masuknya air dan udara ke dalam embrio sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan benih (Herdiawan et al., 2014). Salah satu upaya yang dapat mempercepat pertumbuhan benih merah adalah dengan metode invigorasi untuk mengoptimalkan viabilitas benih sehingga

Universitas Sumatera Utara 2

benih mampu tumbuh dengan lebih cepat. Invigorasi yaitu perlakuan fisik, fisiologis, dan biokimia untuk mengoptimalkan viabilitas benih sehingga benih mampu tumbuh cepat dan serempak pada kondisi yang beragam (Rusmin et al., 2014). Pemberian zat pengatur tumbuh alami merupakan salah satu upaya mempercepat perkecambahan benih, salah satunya adalah menggunakan air kelapa muda. Air kelapa mengandung hormon sitokinin (5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin serta senyawa lain yang dapat menstimulus perkecambahan dan pertumbuhan benih. Penggunaan air kelapa muda mudah untuk diaplikasikan dan sangat ekonomis bila dilakukan oleh petani pala skala menengah kebawah. Berdasarkan hasil penelitian Rao (2017) diperoleh hasil bahwa perendaman benih kaliandra dalam larutan MSG (12 gram/liter) selama 12 jam merupakan perlakuan terbaik terhadap daya berkecambah benih kaliandra merah. Selanjutnya, Hendrati dan Hidayati (2014) melaporkan bahwa penyiraman biji dengan air panas kemudian didiamkan selama semalam sebelum ditaburkan adalah perlakuan terbaik terhadap daya kecambah benih. Perlakuan lain yaitu perendaman dengan air panas selama 2-5 menit kemudian dilanjutkan perendaman dengan air dingin selama 12-24 jam akan memberikan hasil perkecambahan lebih baik (Herdiawan et al., 2012). Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibandingkan respon perkecambahan benih kaliandra merah dengan berbagai bahan perendaman dan perlakuan waktu yang berbeda.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi morfologi benih kaliandra merah dan jumlah benih perkilogram, untuk menguji respon perkecambahan benih kaliandra merah terhadap skarifikasi berupa perendaman benih, serta untuk mendapatkan teknik skarifikasi yang paling optimal bagi pertumbuhan benih kaliandra merah.

Universitas Sumatera Utara 3

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai persentase berkecambah benih kaliandra merah yang akan ditanam dilapangan serta sebagai rekomendasi dalam upaya meningkatkan respon perkecambahan benih kaliandra merah.

Hipotesis Penelitian Terdapat pengaruh interaksi perlakuan bahan perendaman benih dengan lama waktu perendaman benih pada perkecambahan benih kaliandra merah.

Universitas Sumatera Utara 4

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kaliandra Merah Kaliandra merupakan tanaman berupa pohon kecil atau perdu yang termasuk ke dalam famili leguminosae. Tanaman kaliandra yang masuk ke Pulau Jawa berasal dari Guatemala Selatan. Salah satu spesies kaliandra tersebut adalah Calliandra calothyrsus yaitu kaliandra berbunga merah (Ismail, 2014). Klasifikasi tanaman kaliandra merah adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Famili : /Leguminosae Genus : Calliandra Spesies : Calliandra calothyrsus Meissn.

Karakteristik Tanaman Kaliandra Merah Kaliandra merah adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi maksimum 12 m dan diameter batang maksimum 20 cm. Kulit batang kaliandra berwarna merah atau abu-abu yang tertutup oleh lentisel kecil yang pucat dan berbentuk oval. Pucuk batang cenderung bergerigi dan pada pohon yang batangnya coklat-kemerahan, ujung batangnya bisa berulas merah. Di bawah batang, sistem akarnya terdiri dari beberapa akar tunjang dengan akar yang lebih halus yang jumlahnya sangat banyak dan memanjang sampai ke luar permukaan tanah (Stewart et al., 2001). Kaliandra merah memiliki bentuk daun yang kecil-kecil, bertekstur lebih lunak berwarna hijau tua. Panjang daun bisa mencapai 20 cm, lebarnya mencapai 15 cm dan pada malam hari daun-daun tersebut melipat ke arah batang. Daun kaliandra merah berwarna hijau gelap, kanopi melebar ke samping, dan sangat padat. Tipe daun kaliandra merah merupakan daun majemuk yang berpasangan (Herdiawan et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara 5

Polong kaliandra merah akan terbentuk selama dua hingga empat bulan dan ketika sudah matang panjangnya dapat mencapai 14 cm dengan lebar 2 cm. Polong berbentuk lurus berwarna agak kecoklatan, biasanya berisi antara 8-12 bakal biji yang berkembang menjadi biji berbentuk oval dan pipih. Permukaan biji yang sudah matang berbintik hitam dan coklat, serta terdapat tanda khas berbentuk tapal kuda (ladam) pada kedua permukaannya yang rata. Biji yang masak panjangnya dapat mencapai 8 mm, bertekstur keras. Polong yang sudah kering, bagian sisinya akan menebal dan keras sehingga polong merekah secara mendadak dari ujungnya, kemudian biji keluar dengan gerakan berputar dan terlontar jauh bisa mancapai 10 m (Macqueen, 1996). Tanaman kaliandra dapat memproduksi bunga pada tahun pertama, bahkan ada yang mulai berbunga umur 4 bulan. Namun demikian pembuahan baru didapatkan pada tahun kedua. Pada habitat aslinya, buah berkembang pada musim kering. Produksi buah jenis ini umumnya cukup melimpah setiap tahunnya pada kondisi yang memadai, meskipun ada variasi dengan sebagian pohon yang berbuah terbatas. Tanaman kaliandra merah dapat berbunga sepanjang tahun, namun biasanya mengalami masa puncak berbunga tiga bulan sebelum awal musim kemarau (Hendrati dan Hidayati, 2014).

Manfaat Tanaman Kaliandra Merah Tanaman kaliandra merah memiliki banyak manfaat bagi masyarakat. Produksi biomassa kaliandra merah cukup tinggi terutama di areal dengan ketinggian lebih dari 800 m. Namun demikian, kaliandra merah juga mampu tumbuh dengan baik di dataran rendah yang ketinggiannya 150 m di atas permukaan laut (dpl). Kayunya yang berkerapatan tinggi dengan berat jenis 0.5 - 0.8 membuatnya cepat kering dan mudah dibakar, dapat menghasilkan energi yang memenuhi syarat komersial yakni sekitar 4600 kkal per kg kayu kering dan 7200 kkal panas per kg arang. Kayu bakar dari tanaman kaliandra merah di Indonesia banyak digunakan masyarakat di pedesaan untuk keperluan rumah tangga dan industri kecil seperti produksi gula merah, karet, minyak kelapa, bata merah, dan batu bata (National Academy of Sciences, 1983). Tanaman kaliandra merah juga dapat dimanfaatkan sebagai obat herbal. Masyarakat pedalaman di wilayah Amazon, Peru memanfaatkan tanaman

Universitas Sumatera Utara 6

kaliandra sebagai obat rematik, sesak napas, kanker rahim, dan pembersih darah serta kontrasepsi, dapat pula digunakan sebagai anthelmintika (obat cacing), antidiare, antispasmodik, antipiretik, antikoligenik, dan lainnya (Assiam et al., 2014). Pada beberapa tempat di Indonesia tanaman kaliandra merah juga banyak dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung, reklamasi dan konservasi tanah, pupuk hijau, pakan lebah, dan sebagai hijauan pakan ternak berkualitas tinggi seperti halnya jenis leuguminose lain (Herdiawan et al., 2014).

Habitat dan Penyebaran Tanaman Kaliandra Merah Tanaman Kaliandra bukan tanaman asli dari Indonesia melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Selatan khususnya Meksiko, Suriname dan hampir seluruh kepulauan Karibia. Kaliandra merah tumbuh alami di sepanjang bantaran sungai, tetapi dengan cepat akan menempati areal yang vegetasinya terganggu misalnya, tepi-tepi jalan. Di Meksiko dan Amerika Tengah tanaman Kaliandra tumbuh di berbagai habitat pada ketinggian sampai 1860 m dari permukaan laut. Kaliandra terutama terdapat di daerah yang curah hujannya berkisar antara 1000- 4000 mm, meskipun populasi tertentu terdapat di daerah yang curah hujan tahunannya rendah (Hendrati dan Hidayati, 2014). Di Indonesia terdapat lima spesies kaliandra yang diintroduksikan dari daerah tropis Amerika ke Herbarium Bogoriense sebagai tanaman koleksi Kebun Raya Bogor yaitu Calliandra calothyrsus, Calliandra guildingii, Calliandra haematocephala, Calliandra portoricensis, dan Calliandra surinamensis (Kartasubrata, 1996). Tanaman Kaliandra yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Calliandra calothyrsus yang berbunga merah. Kaliandra disebut tanaman pionir karena kemampuannya untuk hidup pada berbagai jenis tanah. Kaliandra juga sering dikenal sebagai tanaman perintis karena memiliki viabilitas hidup yang tinggi (Hendrati dan Hidayati, 2014).

Perkecambahan Benih Kaliandra Merah Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula dari benih/biji. Secara visual dan morfologis suatu benih yang berkecambah ditandai dengan terlihatnya radikula dan plumula dari biji (Marthen et al., 2018). Perkecambahan benih kaliandra merah termasuk tipe perkecambahan epigeal

Universitas Sumatera Utara 7

dimana perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan cotyledon muncul di permukaan tanah (Herdiawan et al., 2012). Salah satu tantangan yang dihadapi dalam perkecambahan benih kaliandra merah adalah biji kaliandra merah yang memiliki kulit biji yang keras (Herdiawan et al., 2012). Kulit biji yang keras menyebabkan dormansi dan biji sulit berkecambah. Di alam, pemecahan kulit biji yang keras terjadi akibat temperatur yang sering berubah, mikoorganisme di dalam tanah atau mikroorganisme rumen apabila biji dikonsumsi ternak ruminansi. Hal ini mengakibatkan perkecambahan secara alamiah menjadi lambat dan waktunya tidak menentu. Pada budidaya tanaman modern, perkecambahan yang tinggi, cepat dan seragam sangat diinginkan untuk memperoleh pertumbuhan awal yang baik dan mengurangi pengaruh yang merugikan dari persaingan dengan gulma. Oleh karena itu, skarifikasi merupakan langkah awal yang penting untuk mempercepat perkecambahan benih kaliandra merah (Fitri, 2015).

Skarifikasi Benih Kaliandra Merah Skarifikasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memecah dormansi benih yang bertujuan untuk menghilangkan sifat dormansi fisik benih terhadap gas dan air sehingga mempercepat perkecambahan. Skarifikasi juga merupakan salah satu upaya perawatan benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Irmayani, 2017). Beberapa perlakuan skarifikasi benih juga digunakan untuk menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan kecambah. Salah satu cara skarifikasi benih yang dapat dilakukan adalah dengan cara perendaman benih (Arief dan Koes, 2010). Beberapa bahan perendaman benih yang dapat digunakan adalah air, air kelapa muda, dan larutan Monosodium Glutamate.

Air Copeland (1980) menyatakan bahwa pada proses perkecambahan terjadi proses imbibisi, aktivasi enzim, pertumbuhan embrio, retaknya kulit biji dan munculnya kecambah. Faktor hormon yang berpengaruh adalah komposisi kimia, enzim dalam benih dan susunan fisik dan kimia dari kulit biji. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan adalah air, gas, suhu dan cahaya. Cepat atau lambatnya proses perkecambahan penting sekali

Universitas Sumatera Utara 8

untuk menentukan kualitas bibit yang akan dihasilkan. Benih yang berkecambah lebih cepat akan menghasilkan bibit dengan kualitas yang lebih baik dari pada yang berkecambah lambat. Benih akan memulai aktivitas fisiologis untuk berkecambah apabila ada imbibisi sejumlah air karena air sangat berpengaruh penting dalam proses perkecambahan benih. Air mutlak diperlukan untuk suatu perkecambahan namun kelebihan air akan merusak benih karena membatasi respirasi. Selain itu kelebihan air akan mendorong perkembangan penyakit akibat jamur. Perendaman dengan air juga mempercepat proses imbibisi (penyerapan air) karena suhu memegang peranan yang sangat penting karena memberikan tekanan untuk masuknya air ke dalam biji. Hal ini diduga pada perlakuan ini air sudah dapat menembus kulit biji. Penelitian yang dilakukan oleh Schmidt (2002) menyatakan bahwa air panas mematahkan dormasi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan microsclereids, ketegangan dalam sel bagian luar menyebabkan keretakan sehingga O2 dan air dapat cepat masuk ke dalam biji (Marthen et al., 2018).

Air Kelapa Muda Air kelapa muda merupakan bahan yang dapat digunakan dalam meningkatkan pertumbuhan. Proses invigorasi dapat mengendalikan air yang masuk ke dalam benih dan juga dapat ditambahkan ZPT. Air kelapa muda merupakan ZPT yang banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas perkecambahan benih (Chaq, 2019). Air kelapa mengandung hormone sitokinin (5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin serta senyawa lain yang dapat menstimulus perkecambahan dan pertumbuhan. Menurut Hayati (2011) air kelapa mengandung, karbohidrat, protein, lemak dan beberapa mineral lainnya. Namun kandungan zat gizi ini tergantung kepada umur buah. Air kelapa mengandung komposisi kimia dan nutrisi yang lengkap (hormone, unsur hara makro, dan unsur hara mikro), sehingga apabila diaplikasikan pada tanaman akan berpengaruh positif pada tanaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suita dan Yuniarti (2004) yang melakukan pematahan dormansi secara skarifikasi, salah satu bahan perendam yang memberikan hasil yang terbaik adalah dengan perendaman

Universitas Sumatera Utara 9

menggunakan air kelapa. Hasil penelitian Katuuk (2000) menyatakan bahwa pemberian 250 ml/l air kelapa dapat menunjukkan waktu yang paling cepat dalam perkecambahan biji (Karimah et al., 2013). Berdasarkan penelitian Saimah (2016) yang melakukan skarifikasi terhadap benih kemiri, perlakuan bahan perendaman menggunakan air kelapa muda dan air kelapa tua menunjukan bahwa bahan perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang tanaman. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh pemberian air kelapa muda terhadap pertumbuhan kemiri cenderung dapat meningkatkan pertumbuhan diameter batang dibandingkan dengan perlakuan menggunakan air kelapa tua.

Larutan Monosodium Glutamate (MSG) MSG (Monosodium glutamat) atau yang dikenal dengan vetsin adalah salah satu bumbu penyedap masakan merupakan salah satu bahan yang bisa digunakan sebagai alternatif pupuk organik. MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat. MSG berbentuk kristal, berwarna putih, dan larut dalam air (Food Standards Australia New Zealand, 2003). Beberapa merk MSG (Monosodium glutamate) yaitu Ajinomoto, Sasa, dan lain-lain yang dapat dijadikan sebagai pupuk organik pada tanaman karena didalamnya mengandung unsur N, P, dan K yang bisa mempercepat pertumbuhan tanaman (Mawarni, 2019). Selain itu, larutan MSG memiliki kandungan yang berperan sebagai hormon perangsang tumbuh seperti giberelin yang berfungsi memacu keanekaragaman fungsi sel. Giberelin pada proses perkecambahan juga berperan dalam mempercepat perkecambahan dan merangsang pertumbuhan akar (Rao, 2017). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Rao (2017) terhadap benih kaliandra merah, daya berkecambah benih yang paling tinggi terdapat pada perlakuan perendaman MSG selama 12 jam. Menurut Zulkarnain et al. (2015) semakin lama waktu perendaman benih menyebabkan penurunan persentase berkecambah yang disebabkan oleh terlalu lamanya benih direndam dalam larutan sehingga perkecambahan akan terganggu karena yang seharusnya benih melakukan imbibisi justru mengalami plasmolisis karena berada pada larutan terlalu lama. Oleh karena itu, penelitian mengenai lama waktu perendaman benih perlu dilakukan untuk mendapatkan waktu yang paling efektif agar daya berkecambah benih dapat ditingkatkan.

Universitas Sumatera Utara 10

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian berlangsung mulai bulan Desember 2019 sampai dengan Maret 2020.

Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: timbangan analitik, gelas ukur, kaliper, mistar/penggaris, ember, bak kecambah, kertas label, sprayer, kamera, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: benih kaliandra merah, monosodium glutamat (MSG) 12 gram/liter dengan merek dagang sasa, air kelapa muda, air, top soil dan serbuk sabut kelapa sebagai media tanam.

Prosedur Penelitian a. Pembuatan Media Tanam Media tanam yang digunakan untuk mengecambahkan benih kaliandra merah adalah top soil dan serbuk sabut kelapa dengan perbandingan 1:1. Media tersebut dicampur hingga merata kemudian diletakkan kedalam bak kecambah. b. Perhitungan Jumlah Benih per Kilogram Berat 1000 butir benih dapat digunakan untuk memprediksi jumlah benih per kilogram. Penentuan berat benih dilakukan dari beberapa kelompok benih sebanyak 8 ulangan, dimana masing-masing ulangan terdiri dari 100 butir. Penimbangan dilakukan pada tiap ulangan (dalam gram). Dari berat rata-rata 100 butir benih, kemudian dikalikan 10. Berat 1000 butir benih dapat diubah ke dalam jumlah benih per kg dengan rumus (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002)

Universitas Sumatera Utara 11

c. Perendaman Benih Perendaman benih antara lain menggunakan larutan MSG (12 gram/liter), air kelapa muda (100 %), dan air. Waktu yang digunakan untuk masing-masing perendaman adalah 8 jam, 12 jam, dan 16 jam. d. Penaburan Benih Penaburan dilakukan pada bak kecambah yang sudah berisi media tanam berupa top soil dan serbuk sabut kelapa. Satu buah bak kecambah dapat berisi 20 buah benih kaliandra merah. e. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan untuk memberikan kondisi yang baik bagi tanaman kaliandra merah dalam proses perkecambahan. Kegiatan yang dilakukan yaitu penyiraman dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pagi atau sore. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terjadi serangan hama atau penyakit.

Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu perendaman benih (P) dengan tiga taraf terdiri dari: 1. P1 : perendaman dengan air, 2. P2 : perendaman dengan larutan MSG (12 gram/liter), 3. P3 : perendaman dengan air kelapa muda (100 %). Faktor kedua yaitu lama waktu perendaman (T) dengan tiga taraf terdiri dari: 1. T1 : waktu perendaman selama 8 jam, 2. T2 : waktu perendaman selama 12 jam, 3. T3 : waktu perendaman selama 16 jam. Setiap perlakuan terdiri dari 20 benih (unit percobaan) dan diulang sebanyak 3 kali (r = 3), sehingga jumlah anakan yang diamati sebanyak 540 benih. Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Universitas Sumatera Utara 12

Keterangan : i : P1, P2, P3 j : T1, T2, T3 k : 1, 2, 3 Yijk : Nilai pengamatan pada faktor bahan perendaman taraf ke-i, lama waktu perendaman taraf ke-j, dan ulangan ke-k. µ : Rataan umum αi : Pengaruh utama faktor bahan perendaman benih βj : Pengaruh utama faktor lama waktu perendaman benih (αβ)ij : Komponen interaksi dari faktor bahan perendaman benih dan lama waktu perendaman benih εijk : Galat pada faktor bahan perendaman taraf ke-i, lama waktu perendaman taraf ke-j, dan ulangan ke-k.

Parameter Penelitian Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali selama 3 bulan. Variabel yang diamati adalah daya berkecambah, nilai perkecambahan yang meliputi laju perkecambahan, nilai puncak, rata-rata perkecambahan harian, dan tinggi tanaman, diameter batang tanaman, serta nilai kekokohan semai. 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris. Tinggi tanaman diukur 1 cm dari permukaan tanah sampai keujung titik pertumbuhan batang. Titik pengamatan atau pengukuran ditentukan dengan lidi yang ditancap pada media tanam kemudian ditandai dengan tipex pada ketinggian 1 cm dari permukaan tanah. 2. Diameter batang tanaman Diameter batang diukur dengan menggunakan kaliper dengan satuan mm. 3. Daya berkecambah (%) Daya berkecambah ditunjukan dengan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Sutopo, 2002) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara 13

4. Nilai Perkecambahan (NP) Nilai perkecambahan dapat dihitung dengan indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan benih untuk berkecambah. Nilai perkecambahan yang tinggi menunjukan perkecambahan yang sempurna dan cepat. Laju perkecambahan (LP) dapat diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikula dan plamula. Kecepatan perkecambahan dinyatakan sebagai nilai puncak (peak value). Nilai puncak merupakan nilai tertinggi dari hasil bagi persen kecambah pada hari ke-n tersebut sedangkan rata- rata perkecambahan harian (mean daily germenation) merupakan jumlah persen kecambah pada akhir periode dibagi dengan lama hari pengamatan. Nilai perkecambahan dihitung menggunakan rumus (Sutopo, 2002) sebagai berikut:

PV (% kecambah/hari) =

MDG (% kecambah/hari) =

5. Nilai kekokohan semai Nilai kekokohan semai dihitung dengan rumus menurut Leksono et al. (2010) sebagai berikut :

Analisis Data Pengujian sidik ragam dengan uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan dalam penelitian ini. Data diolah menggunakan software IBM SPSS Statistics 25. Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap respon yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test.

Universitas Sumatera Utara 14

Perlakuan Terbaik Pengambilan keputusan untuk perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan skoring hasil pengamatan terhadap semua parameter yang diamati. Skoring didasarkan pada hasil analisis statistik setiap parameter. Jika huruf sama pada hasil uji DMRT, maka nilai skor akan sama karena respon perlakuan tidak berbeda nyata. Parameter dengan hasil paling baik akan mendapatkan skor 1. Semakin besar nilai skornya, menandakan hasil yang semakin tidak baik. Jika akumulasi skor dari masing masing parameter paling sedikit, maka merupakan perlakuan tebaik dalam perkecambahan benih C. calothyrsus.

Universitas Sumatera Utara 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Benih Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari organ dan bentuk luar tubuh tumbuhan. Ilmu ini mempelajari tumbuhan baik dari segi bentuk maupun fungsinya. Pengamatan morfologi benih kaliandra merah dilakukan dengan melihat keadaan fisik benih yang meliputi panjang, diameter, bentuk, warna, dan permukaan benih. Pengukuran berat, panjang, dan diameter benih kaliandra merah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pengukuran berat, panjang, dan diameter benih kaliandra merah Benih ke- Berat (g) Panjang (cm) Diameter (mm) 1 0,0677 1,0 2,6 2 0,0584 1,1 2,7 3 0,0707 0,9 2,8 4 0,0671 1,0 2,5 5 0,0673 0,9 2,6 6 0,0638 0,9 2,7 7 0,0677 0,9 2,7 8 0,0605 0,9 2,5 9 0,0609 0,9 2,7 10 0,0677 0,9 2,6 11 0,0766 0,7 2,6 12 0,0547 1,0 2,6 13 0,0554 0,9 2,7 14 0,0561 0,9 2,7 15 0,0348 0,6 2,5 16 0,0597 0,8 2,7 17 0,0558 0,8 2,7 18 0,0547 0,8 2,7 19 0,0632 0,8 2,8 20 0,0599 0,8 2,8 Rata-rata 0,0611 0,875 2,66 Standar Deviasi 0,0086 0,1118 0,0941

Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa benih kaliandra merah memiliki bentuk bulat pipih, berwarna coklat kehitaman, permukaan benih halus atau licin, memiliki diameter 2,5 mm sampai 2,8 mm, panjang benih 0,6 cm sampai 1 cm, serta berat benih 0,0348 gram sampai 0,0766 gram (Tabel 1).

Universitas Sumatera Utara 16

Gambar 1. Pengukuran berat benih, diameter benih, dan panjang benih.

Benih kaliandra merah memiliki permukaan yang halus serta benih dilindungi oleh kulit yang keras. Pada bagian dalam benih terdapat radikula sebagai bakal calon akar dan kotiledon sebagai cadangan makanan. Struktur dalam benih kaliandra merah dapat dilihat pada gambar 2.

a

b Keterangan c a : Testa (kulit biji) b : Kotiledon c : Radikula

Gambar 2. Struktur dalam benih C. calothyrsus

Sutopo (2002) menyatakan bahwa penentuan jumlah berat benih satu kilogram dapat dilakukan dengan perhitungan secara manual menggunakan timbangan analitik. Pada penelitian ini diperoleh jumlah benih kaliandra merah satu kilogram adalah sebanyak 18.471 butir (Lampiran 1).

Perkecambahan Benih Kaliandra Merah Perkecambahan adalah proses fisiologis pada tahap awal pertumbuhan benih yaitu kembali aktifnya pertumbuhan embrio yang ditunjukan oleh munculnya radikula yang menembus dan muncul dari benih (Departemen Kehutanan 2004). Widyawati et al. (2009) menyebutkan bahwa imbibisi adalah tahap hidrasi benih yang sangat penting yang dibutuhkan untuk inisiasi perubahan biokhemis yang mengarah pada perkecambahan.

Universitas Sumatera Utara 17

Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkain yang kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisologi dan biokimia. Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan- kegiatan sel dan enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti kabohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang terlarut dan di translokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk mengahasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel pada titik tumbuh (Sutopo 2002).

Gambar 3. Kecambah epigeal C. calothyrsus

Ada dua tipe perkecambahan benih yaitu: perkecambahan di atas tanah (epigeal) dan perkecambahan di bawah tanah (hipogeal) yang membedakan keduanya adalah keberadaan atau posisi daun lembaga pada saat berkecambah pada epigeal muncul di atas permukaan tanah dan pada hipogeal tetap berada di bawah tanah (Tjitrosoepomo, 2005). Perkecambahan benih kaliandra merah adalah perkecambahan epigeal (gambar 3) yaitu: perkecambahan diatas tanah dimana hipokotil mengembang dan mendorong kotiledon keatas, kotiledon tersebut terpisah satu sama lain dan kemudian menjadi daun pertama. Adapun skarifikasi dengan cara perendaman benih pada berbagai bahan perendaman dan lama waktu perendaman bertujuan untuk mendapatkan teknik skarifikasi yang paling optimal untuk perkecambahan benih C. calothyrsus. Berdasarkan hasil dari analasis keragaman yang dilakukan terhadap setiap

Universitas Sumatera Utara 18

parameter pengamatan (Tabel 2), diperoleh hasil bahwa perlakuan bahan perendaman berpengaruh signifikan terhadap parameter daya kecambah, nilai perkecambahan, tinggi bibit, dan nilai kekokohan semai. Sedangkan perlakuan lama waktu perendaman berpengaruh signifikan terhadap tinggi bibit, diameter bibit, dan nilai kekokohan semai. Interaksi perlakuan bahan perendaman dan lama waktu perendaman berpengaruh signifikan terhadap daya kecambah dan nilai perkecambahan benih C. calothyrsus. Tabel 2. Analisis keragaman terhadap setiap parameter pengamatan (F/Sig.) Nilai Sumber Daya Nilai Tinggi Diameter Kekokohan Keragaman Kecambah Perkecambahan Bibit Bibit Semai Perlakuan P 17,90 / 0,00 6,28 / 0,00 6,12 / 0,00 0,63 / 0,54 6,52 / 0,00 Perlakuan T 0,19 / 0,82 0,07 / 0,92 5,77 / 0,01 4,51 / 0,02 5,02 / 0,01 Interaksi PT 18,57 / 0,00 8,24 / 0,00 0,48 / 0,74 0,21 / 0,92 0,55 / 0,69

Daya Berkecambah Benih Kaliandra Merah Perlakuan awal atau perlakuan sebelum penaburan dilakukan untuk meningkatkan kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih yang ditabur di persemaian. Benih C. calothyrsus termasuk jenis benih yang memiliki dormansi fisik, disebabkan oleh kulit benih yang keras dan impermeable atau penutup benih yang menghalangi imbibisi dan pertukaran gas (Widajati et al. 2013). Perendaman menggunakan air, larutan MSG, dan air kelapa muda dimaksudkan untuk memperlunak kulit benih sehingga air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung. Daya berkecambah ditunjukan dengan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Sutopo, 2002). Benih C. calothyrsus menunjukkan daya berkecambah yang berbeda pada setiap taraf perlakuan (Gambar 4). Pada perendaman selama 8 jam, air memberikan hasil terbaik untuk daya berkecambah dengan rata-rata sebesar 73,33 %. Sedangkan pada perendaman selama 12 jam dan 16 jam, air kelapa muda memberikan hasil terbaik terhadap daya berkecambah benih C. calothyrsus dengan rata-rata 58,33 % dan 91,67%. Secara keseluruhan, dari 540 benih yang ditabur, sebanyak 304 benih berhasil berkecambah (56,29 % dari total benih).

Universitas Sumatera Utara 19

Gambar 4. Grafik daya berkecambah benih C. calothyrsus (%)

Sebelum dilakukan analisis keragaman, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan asumsi anova agar hasil analisis dapat memberikan suatu kesimpulan yang akurat dari suatu percobaan (Yitnosumarno, 1993). Asumsi yang mendasari suatu analisis ragam terdiri dari uji normalitas, homogenitas ragam, dan independensi (kebebasan galat). Uji normalitas adalah uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana sebaran sebuah data. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk atau lilliefors serta Kolmogorov-smirnov. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai distribusi normal. Hal ini dapat dilhat dari taraf signifikan, dimana pada data yang telah diuji dengan uji Shapiro-Wilk serta Kolmogorov-smirnov mempunyai nilai yang lebih dari 0,05. Pengujian normalitas pada uji Shapiro-wilk memiliki nilai ρ value (sig) sebebsar 0,176 dan pada uji Kolmogorov-smirnov memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,086 (Lampiran 4). Pengujian homogenitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa kelompok data berasal dari sampel yang sama. Berdasarkan uji homogenitas dengan uji Levene, didapat hasil bahwa data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (homogen). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,732 (Lampiran 5). Asumsi independensi (kebebasan galat) terpenuhi apabila berada dikisaran angka 1,5 sampai 2,5. Pada pengujian kebebasan galat terhadap daya berkecambah benih C. calothyrsus

Universitas Sumatera Utara 20

diperoleh hasil uji kebebasan galat dengan uji Durbin-Watson sebesar 0,759 (Lampiran 6) yang artinya asumsi kebebasan galat tidak terpenuhi. Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dengan bahan perendaman (P) serta interaksi antara bahan perendaman (P) dengan waktu perendaman benih (T) berpengaruh terhadap daya berkecambah benih C. calothyrsus. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji duncan daya berkecambah benih C. calothyrsus Waktu Perendaman (T) Bahan Perendaman (P) T1 (8 Jam) T2 (12 Jam) T3 (16 Jam) 73.33b 53.33ab 40.00a P1 (Air) B A A 45.00ab 53.33b 38.33a P2 (Larutan MSG) A A A 53.33a 58.33a 91.67b P3 (Air Kelapa Muda) A A B Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Huruf kecil dibaca arah horizontal (baris) dan huruf kapital dibaca arah vertikal (kolom).

Berdasarkan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) diketahui bahwa perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam menunjukkan daya berkecambah benih C. calothyrsus terbaik yaitu sebesar 91,67 %, namun hasilnya tidak berbeda nyata dengan perendaman dengan menggunakan air selama 8 jam dengan daya kecambah 73,33 %. Penelitian yang dilakukan oleh Morel (1974) menyatakan bahwa air kelapa mengandung hormon sitokinin (5,8 mg/l), auksin (0,07 mg/l), sedikit giberelin serta senyawa lain yang dapat menstimulus perkecambahan dan pertumbuhan. Air kelapa muda merupakan ZPT yang banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas perkecambahan benih (Chaq, 2009). Penelitian tentang skarifikasi perendaman dengan air kelapa muda telah dilakukan juga oleh Suita dan Yuniarti (2004) terhadap benih kemiri dan skarifikasi dengan air kelapa muda memberikan hasil terbaik terhadap daya berkecambah benih kemiri. Pada penelitian ini perendaman dengan air kelapa muda lebih efektif daripada bahan perendaman lain seperti air maupun larutan MSG. Bahan perendaman benih berupa larutan MSG yang merupakan salah satu bumbu penyedap masakan juga sering digunakan sebagai alternatif pupuk organik. Menurut Rao (2017) larutan MSG memiliki kandungan yang berperan

Universitas Sumatera Utara 21

sebagai hormon perangsang tumbuh seperti giberelin yang berfungsi memacu keanekaragaman fungsi sel. Giberelin pada proses perkecambahan juga berperan dalam mempercepat perkecambahan dan merangsang pertumbuhan akar. Penelitian ini menggunakan larutan MSG dengan kadar 12 gram/liter dan daya berkecambahnya tidak sebaik perendaman dengan air kelapa muda. Hal ini diduga karena air kelapa muda memiliki kandungan ZPT yang lebih banyak daripada larutan MSG sehingga lebih efektif untuk merangsang perkecambahan benih. Meskipun demikian, perlakuan perendaman dengan larutan MSG selama 12 jam juga memberikan daya berkecambah yang cukup baik yaitu sebesar 53,33 %. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rao (2017) diperoleh hasil bahwa perendaman benih kaliandra dalam larutan MSG (12 gram/liter) selama 12 jam merupakan perlakuan terbaik terhadap daya berkecambah benih kaliandra merah. Ajar (2015) menyatakan bahwa lama perendaman benih berpengaruh dalam proses perkecambahan karena semakin lama waktu untuk perendaman semakin baik persentase jumlah benih yang berkecambah. Sebaliknya pada biji yang tidak direndam, kulit biji menjadi keras sehingga proses perkembangannya menjadi lambat. Keberadaan air bagi biji akan mengimbibisi dinding sel biji dan menentukan turgor sel sebelum membelah. Biji dapat diketahui berkecambah jika yang pertama muncul dari biji tersebut adalah radikula (akar lembaga) yang berasal dari kulit biji yang pecah akibat pembengkakan biji setelah biji mengalami proses imbibisi. Pada biji yang kering gas O2 akan masuk ke dalam sel secara difusi. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio telah menyerap air, maka suplai oksigen akan meningkat pada sel-sel hidup, sehingga terjadinya proses respirasi dan CO2 yang dihasilkan lebih mudah berdifusi keluar. Sedangkan untuk biji yang tidak direndam, dinding selnya hampir tidak permeable untuk gas, sehingga masuknya O2 ke dalam biji akan menjadi lambat. Pada biji yang direndam dengan air dapat membentuk alat transport makanan yang berasal dari endosperm, kotiledon pada titik tumbuh pada embrionik di ujung yang nantinya akan digunakan untuk membentuk protoplasma baru. Ketika suplai air rendah atau tidak tersedia maka pembentukan sitoplasma baru akan berlangsung sangat lambat karena air sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi biokimia dalam sel yang berhubungan dengan kerja enzim.

Universitas Sumatera Utara 22

Nilai Perkecambahan Nilai perkecambahan adalah indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan benih untuk berkecambah. Laju perkecambahan, peak value, dan mean daily germenation perlu dihitung terlebih dahulu. Laju perkecambahan dapat diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikula dan plamula. Jumlah rata-rata hari berkecambah benih digunakan untuk mengetahui respon dari perlakuan terhadap benih untuk berkecambah maksimal sampai dengan akhir pengamatan (Sutopo, 2002).

Gambar 5. Grafik laju perkecambahan benih C. calothyrsus

Gambar 5 menunjukkan bahwa benih C. calothyrsus berkecambah pada hari ke 4 sampai dengan hari ke 14 setelah penaburan. Benih yang direndam dengan air selama 8 jam sudah mulai berkecambah pada umur 4 hari, sedangkan benih dengan perlakuan lainnya mulai berkecambah pada umur 6 hari setelah penaburan. Meskipun tidak lebih cepat memulai perkecambahan, namun perlakuan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam menunjukkan laju perkecambahan tertinggi terutama pada hari ke 11 sampai dengan akhir periode pengamatan perkecambahan. Kecepatan perkecambahan dinyatakan sebagai nilai puncak (Peak Value). Nilai puncak merupakan nilai tertinggi dari hasil bagi persen kecambah pada hari ke-n tersebut sedangkan rata-rata perkecambahan harian (mean daily germenation) merupakan jumlah persen kecambah pada akhir periode dibagi dengan lama hari pengamatan. Gambar 5 menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara 23

perlakuan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam (P3T3) memberikan hasil tertinggi terhadap laju perkecambahan, nilai puncak, dan nilai rata-rata perkecambahan harian benih C. calothyrsus (Lampiran 8). Benih C. calothyrsus menunjukkan nilai perkecambahan yang berbeda pada setiap taraf perlakuan (Gambar 6). Pada perendaman selama 8 jam, air memberikan hasil terbaik untuk nilai perkecambahan dengan rata-rata sebesar 5,716. Sedangkan pada perendaman selama 12 jam, perendaman dengan larutan MSG dan air kelapa muda menunjukkan rata-rata nilai perkecambahan yang sama yaitu sebesar 4,053. Pada perendaman selama 16 jam, air kelapa muda memberikan hasil terbaik terhadap nilai perkecambahan benih C. calothyrsus dengan rata-rata sebesar 7,596.

Gambar 6. Grafik rerata nilai perkecambahan benih C. calothyrsus

Berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai distribusi normal. Pengujian normalitas pada uji Kolmogorov-smirnov memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,070. Maka disimpulkan bahwa data berdistribusi normal (Lampiran 10). Berdasarkan uji homogenitas dengan uji Levene, didapat hasil bahwa data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (homogen). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,964 (Lampiran 11). Pada pengujian kebebasan galat terhadap nilai perkecambahan benih C. calothyrsus, diperoleh hasil uji kebebasan galat dengan uji Durbin-Watson sebesar 0,667 (Lampiran 12).

Universitas Sumatera Utara 24

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dengan bahan perendaman (P) serta interaksi antara bahan perendaman (P) dengan waktu perendaman benih (T) berpengaruh terhadap nilai perkecambahan benih kaliandra merah (Calliandra calothyrsus). Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Berdasarkan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) diketahui bahwa perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam menunjukkan nilai perkecambahan benih C. calothyrsus terbaik yaitu sebesar 7,5967, namun hasilnya tidak berbeda nyata dengan perendaman dengan air selama 8 jam yang menghasilkan nilai perkecambahan 5,7167 (Tabel 4). Nilai perkecambahan yang tertinggi menunjukan perkecambahan yang sempurna dan cepat. Nilai perkecambahan tertinggi adalah pada perlakuan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam, artinya perendaman menggunakan air kelapa muda memberikan respon yang baik pada perkecambahan benih C. calothyrsus dan waktu optimum untuk perendaman benih C. calothyrsus adalah selama 16 jam. Tabel 4. Uji duncan nilai perkecambahan benih C. calothyrsus Waktu Perendaman (T) Bahan Perendaman (P) T1 (8 Jam) T2 (12 Jam) T3 (16 Jam) 5,7167 b 3,5033 ab 2,3733 a P1 (Air) B A A 2,4133 a 4,0500 b 2,2133 a P2 (Larutan MSG) A A A 3,4133 a 4,0533 a 7,5967 b P3 (Air Kelapa Muda) A A B Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. Huruf kecil dibaca arah horizontal (baris) dan huruf kapital dibaca arah vertikal (kolom).

Berdasarkan penelitian Permana (2010) air kelapa mengandung komposisi kimia dan nutrisi yang lengkap (hormon, unsur hara makro, dan unsur hara mikro), sehingga apabila diaplikasikan pada tanaman akan berpengaruh positif pada tanaman. Ajar (2015) menyatakan bahwa didalam air kelapa terkandung hormon yang berfungsi sebagi zat pengatur tumbuh adalah sitokinin 5,8 mgL-1 , auksin 0,07 mgL-1 dan giberelin. Jadi sitokinin bersama auksin sangat berperan dalam mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan tunas pucuk dan pertumbuhan akar sedangkan giberelin yaitu hormon tumbuh alami yang berfungsi dalam percepatan perkecambahan.

Universitas Sumatera Utara 25

Tinggi Tanaman Benih C. calothyrsus yang telah berkecambah disapih pada umur 4 minggu setelah penaburan. Pengukuran tinggi tanaman C. calothyrsus dilakukan dengan intensitas seminggu sekali selama sebelas minggu setelah dilakukan penyapihan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar. Hasil pengukuran tinggi tanaman C. calothyrsus setelah sebelas minggu disapih menunjukkan adanya perbedaan tinggi tanaman dari setiap taraf perlakuan. Perendaman selama 8 jam memberikan hasil terbaik pada setiap bahan perendaman. Perlakuan P2T1 (perendaman dengan larutan MSG selama 8 jam) menunjukkan pertumbuhan tertinggi pada tanaman C. calothyrsus dengan rata-rata tinggi sebesar 30,61 cm. Pada perendaman selama 12 jam, perendaman dengan air menunjukkan pertumbuhan tertinggi dengan rata-rata 26,19 cm. Pada perendaman selama 16 jam, perendaman dengan larutan MSG memberikan rata-rata tinggi terbaik yaitu 27,38 cm (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik tinggi tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu setelah disapih (cm)

Selama sebelas minggu masa pengamatan setelah penyapihan, semai C. calothyrsus menunjukkan adanya pertambahan tinggi setiap dilakukannya pengukuran, hal ini menunjukkan bahwa tanaman mengalami pembelahan dan pembesaran pada sel. Perlakuan P2T1 (perendaman dengan larutan MSG selama 8

Universitas Sumatera Utara 26

jam) menunjukkan pertumbuhan terbaik C. calothyrsus dengan rata-rata tinggi sebesar 30,61 cm (Lampiran 14).

Gambar 8. Pertumbuhan tinggi tanaman C. calothyrsus (cm) Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai distribusi normal. Pengujian normalitas pada uji Kolmogorov- smirnov memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,200 dan pengujian normalitas pada uji Shapiro-Wilk memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,631 (Lampiran 16). Berdasarkan uji homogenitas dengan uji Levene, didapat hasil bahwa data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (homogen). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,475 (lampiran 17). Pada pengujian kebebasan galat terhadap tinggi tanaman C. calothyrsus, diperoleh hasil uji kebebasan galat dengan uji Durbin-Watson sebesar 1,602 yang artinya asumsi kebebasan galat terpenuhi (Lampiran 18). Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dengan bahan perendaman (P) dan waktu perendaman (T) berpengaruh terhadap tinggi tanaman kaliandra merah, namun interaksi perlakuan P dan T tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tinggi semai C. calothyrsus. Oleh karena itu, uji lanjut dilakukan terhadap masing-masing faktor perlakuan.

Universitas Sumatera Utara 27

Tabel 5. Uji duncan pengaruh bahan perendaman benih terhadap tinggi tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu Bahan Perendaman (P) Tinggi bibit P1 (Air) 27,33 b P2 (Larutan MSG) 26,90 b P3 (Air Kelapa Muda) 22,36 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.

Berdasarkan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) diketahui bahwa perlakuan perendaman benih dengan air dan larutan MSG merupakan perlakuan yang paling efektif untuk mendapatkan tanaman C. calothyrsus yang tinggi. Tabel 6. Uji duncan pengaruh lama waktu perendaman benih terhadap tinggi tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu Waktu Perendaman (T) Tinggi bibit T1 (8 Jam) 28,30 b T2 (12 Jam) 22,98 a T3 (16 Jam) 25,31 ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.

Uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu perendaman benih selama 8 jam merupakan perlakuan yang terbaik untuk mendapatkan tanaman C. calothyrsus yang tinggi. Benih akan memulai aktivitas fisiologis untuk berkecambah apabila ada imbibisi sejumlah air karena air sangat berpengaruh penting dalam proses perkecambahan benih. Air mutlak diperlukan untuk suatu perkecambahan. Fungsi air dalam proses pematahan dormansi adalah melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embryo dan endosperm sehingga dapat mengakibatkan pecah atau robeknya kulit biji (Lisarini, 2019). MSG (Monosodium glutamate) dapat dijadikan sebagai pupuk organik pada tanaman karena didalamnya mengandung unsur N, P, dan K yang bisa mempercepat pertumbuhan tanaman (Mawarni, 2019). Walida (2015) menyatakan bahwa Monosodium Glutamate (MSG) banyak mengandung nitrogen dan nitrat sehingga mampu menyuburkan daun tanaman. MSG mengandung nitrogen sebanyak 5%. Nitrogen merupakan unsur utama bagi pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan vegetatif, dan apabila tanaman kekurangan unsur hara nitrogen tanaman akan menjadi kerdil. Tanaman akan

Universitas Sumatera Utara 28

tumbuh subur jika unsur hara N yang dibutuhkan tanaman tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat diserap oleh tanaman untuk proses pertumbuhan vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman umumnya lebih memerlukan unsur nitrogen yang lebih banyak dibandingkan unsur hara lainnya. Pemberian MSG dapat menyediakan N yang lebih tinggi sehingga mampu menstimulir peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi bibit. Seperti diketahui nitrogen berfungsi sebagai pembentuk klorofil, protein dan lemak. Nitrogen juga sebagai penyusun enzim yang terdapat dalam sel, sehingga mempengaruhi pertumbuhan karbohidrat yang sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman.

Diameter Batang Tanaman Pengukuran diameter batang tanaman C. calothyrsus dilakukan dengan menggunakan caliper dengan satuan milimeter (mm). Hasil pengukuran diameter batang tanaman C. calothyrsus pada berbagai perlakuan disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik diameter batang semai C. calothyrsus umur sebelas minggu setelah disapih (mm)

Berdasarkan data yang disajikan, perlakuan perendaman dengan larutan air selama 8 jam menunjukkan rata-rata diameter batang tanaman terbesar yaitu 2,7133 mm. Pada perlakuan perendaman selama 12 jam, perendaman dengan air menunjukkan hasil terbesar yaitu 2,6266 mm. Sedangkan pada perlakuan perendaman selama 16 jam, perendaman dengan larutan MSG juga menunjukkan diameter batang tanaman C. calothyrsus terbesar yaitu 2,68 mm.

Universitas Sumatera Utara 29

Gambar 10. Pertumbuhan diameter bibit C. calothyrsus

Selama sebelas minggu masa pengamatan setelah penyapihan, semai C. calothyrsus menunjukkan adanya pertambahan diameter setiap dilakukannya pengukuran, hal ini menunjukkan bahwa tanaman mengalami pembelahan dan pembesaran pada sel. Perlakuan P1T1 (perendaman dengan air selama 8 jam) menunjukkan pertumbuhan diameter terbaik semai C. calothyrsus. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai distribusi normal. Pengujian normalitas pada uji Kolmogorov- smirnov memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,2 dan pengujian normalitas pada uji Shapiro-Wilk memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,38 (Lampiran 21). Berdasarkan uji homogenitas dengan uji Levene, didapat hasil bahwa data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (homogen). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,614 (Lampiran 22). Asumsi independensi (kebebasan galat) terpenuhi apabila berada dikisaran angka 1,5 sampai 2,5. Pada pengujian kebebasan galat terhadap diameter tanaman C. calothyrsus, diperoleh hasil uji kebebasan galat dengan uji Durbin-Watson sebesar 2,03 yang artinya asumsi kebebasan galat terpenuhi (Lampiran 23). Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan waktu perendaman (T) berpengaruh terhadap diameter batang tanaman kaliandra merah (Caliandra calothyrsus), namun perlakuan bahan perendaman (P) serta interaksi perlakuan P dan T tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter semai C. calothyrsus.

Universitas Sumatera Utara 30

Tabel 7. Uji duncan pengaruh lama waktu perendaman benih terhadap diameter batang tanaman C. calothyrsus umur sebelas minggu Waktu Perendaman (T) Diameter T1 (8 Jam) 2,68 b T2 (12 Jam) 2,61 a T3 (16 Jam) 2,67 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %

Berdasarkan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) diketahui bahwa waktu perendaman benih selama 8 jam memberikan hasil terbaik terhadap diameter tanaman C. calothyrsus yaitu sebesar 2,68 mm (Tabel 7). Dalam penelitian ini, perendaman dengan air memberikan hasil terbaik karena air merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pertumbuhan diameter semai C. calothyrsus. Hal ini sesuai dengan pendapat Rao (2017) yang menyatakan bahwa faktor yang berperan dalam pertumbuhan tinggi dan diameter semai serta organ tumbuhan lainnya yaitu ketersediaan air, cahaya, unsur hara dalam tanah, dan faktor genetik.

Nilai Kekokohan Semai

Gambar 11. Grafik nilai kekokohan semai C. calothyrsus

Nilai kekokohan semai hasil penelitian ini berkisar antara 6,43 sampai 11,98 (Gambar 11). Adman (2011) mengatakan bahwa nilai kekokohan yang tinggi menunjukkan kemampuan hidup yang rendah karena ketidak seimbangan tinggi dan diameter dengan nilai baik antara 6,3 – 10,8. Menurut Prianto et al.

Universitas Sumatera Utara 31

(2006) nilai kekokohan bibit yang baik/optimum adalah mendekati nilai 4-5. Namun untuk standar mutu beberapa jenis bibit sesuai dengan SNI 01-5006- 11999 nilai kekokohan semai optimal adalah 5,1 – 12 tergantung jenis bibit dan mutu bibit. Hasil uji normalitas terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai distribusi normal. Pengujian normalitas pada uji Kolmogorov-smirnov memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,2 dan pengujian normalitas pada uji Shapiro-Wilk memiliki nilai ρ value (sig) sebesar 0,370 (Lampiran 26). Berdasarkan uji homogenitas dengan uji Levene, didapat hasil bahwa data berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (homogen). Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,421 (Lampiran 27). Pada pengujian kebebasan galat terhadap kekokohan semai C. calothyrsus, diperoleh hasil uji kebebasan galat dengan uji Durbin-Watson sebesar 1,648 (Lampiran 28) maka asumsi independensi (kebebasan galat) terpenuhi. Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dengan bahan perendaman (P) dan perlakuan waktu perendaman (T) berpengaruh terhadap nilai kekohan semai C. calothyrsus, namun interaksi perlakuan P dan T tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus. Tabel 8. Uji duncan pengaruh bahan perendaman benih terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus Bahan Perendaman (P) Nilai Kekokohan Semai P1 (Air) 9,44 b P2 (Larutan MSG) 8,52 ab P3 (Air Kelapa Muda) 7,48 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %

Tabel 9. Uji duncan pengaruh lama waktu perendaman benih terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus Waktu Perendaman (T) Nilai Kekokohan Semai T1 (8 Jam) 9,40 b T2 (12 Jam) 7,27 a T3 (16 Jam) 8,77 b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %

Universitas Sumatera Utara 32

Berdasarkan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) diketahui bahwa perlakuan perendaman dengan air memberikan hasil tertinggi terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus yaitu sebesar 9,44 (Tabel 8). Sedangkan lama waktu perendaman benih selama 8 jam memberikan hasil tertinggi terhadap nilai kekokohan semai C. calothyrsus (Tabel 9). Kekokohan semai berdasarkan standar mutu bibit tanaman hutan untuk jenis tanaman leguminosae menurut SNI (1999) dalam Danu et al. (2006) terbagi kedalam dua jenis mutu yaitu mutu P (mutu pertama) yang memiliki nilai kekokohan semai 7 – 12 dan mutu D (mutu kedua) yang memiliki nilai kekokohan semai dibawah 7 dan diatas 12. Semai C. calothyrsus pada perlakuan P3T2 (perendaman dengan air kelapa muda selama 12 jam) ulangan 3 dan perlakuan P3T3 (perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam) ulangan 1 merupakan semai dengan mutu D (mutu kedua) dimana nilai kekokohan semainya kurang dari 7. Sedangkan semai lainnya merupakan semai dengan mutu P (mutu pertama) karena memiliki nilai kekokohan semai 7-12.

Perlakuan Terbaik Setelah melakukan pengamatan dan pengolahan data terhadap semua parameter, maka akan dilakukan skoring untuk menentukan perlakuan yang memberikan hasil yang terbaik untuk pertumbuhan C. calothyrsus. Tabel 10. Skor setiap perlakuan pada semua parameter pengamatan Parameter Bahan Waktu Nilai Nilai Perenda- Peren- Daya Perkecam- Tinggi Diameter Kekokohan Total Man daman Kecambah bahan Semai 8 Jam 1 1 1 1 1 5 Air 12 Jam 3 2 1 1 1 8 16 Jam 4 3 1 1 1 10 8 Jam 3 3 1 1 1 9 Larutan 3 2 1 1 1 8 MSG 12 Jam 16 Jam 4 3 1 1 1 10 Air 8 Jam 3 2 1 1 1 8 Kelapa 12 Jam 3 2 1 1 1 8 Muda 16 Jam 1 1 1 1 1 5

Skoring ditentukan berdasarkan hasil pengamatan. Jika akumulasi skor dari masing masing parameter paling sedikit, maka merupakan perlakuan tebaik dalam perkecambahan benih C. calothyrsus. Parameter tinggi, diameter, dan

Universitas Sumatera Utara 33

nilai kekokohan semai memiliki nilai skor yang sama karena tidak ada pengaruh interaksi perlakuan terhadap respon yang diamati. Berdasarkan tabel diatas, perlakuan P1T1 dan perlakuan P3T3 menunjukkan skor paling sedikit sehingga perlakuan perendaman dengan air selama 8 jam dan perlakuan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam menjadi perlakuan terbaik terhadap C. calothyrsus dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara 34

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Benih C. calothyrsus memiliki bentuk bulat pipih, berwarna coklat kehitaman, permukaan benih halus atau licin, memiliki diameter 2,5 mm sampai 2,8 mm, panjang benih 0,6 cm sampai 1 cm, serta berat benih 0,0348 gram sampai 0,0766 gram. Jumlah benih satu kilogram adalah sebanyak 18.471 butir. Perlakuan yang memberikan hasil terbaik terhadap perkecambahan benih C. calothyrsus adalah perendaman benih dengan air selama 8 jam dan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam dengan daya berkecambah sebesar 73,33% dan 91,67 %, serta nilai perkecambahan sebesar 5,716 dan 7,596.

Saran Dalam penelitian ini hasil terbaik untuk perkecambahan benih C. calothyrsus adalah perendaman dengan air selama 8 jam dan perendaman dengan air kelapa muda selama 16 jam. Namun perendaman dengan air selama 8 jam lebih direkomendasikan karena lebih praktis dan waktu yang digunakan untuk perendaman tidak terlalu lama. Sebaiknya bahan perendaman yang digunakan lebih beragam dan dapat dikombinasikan dengan perendaman benih menggunakan bahan kimia yang dapat merangsang perkecambahan benih. Dalam penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan teknik skarifikasi yang lain seperti mekanik dan kimiawi agar dapat dibandingkan dengan hasil skarifikasi dengan perendaman sehingga diperoleh teknik skarifikasi terbaik untuk perkecambahan benih C. calothyrsus.

Universitas Sumatera Utara 35

DAFTAR PUSTAKA

Adman, B. 2011. Pertumbuhan Tiga Kelas Mutu Bibit Meranti Merah pada Tiga IUPHHK di Kalimantan. Jurnal Penelitian Dipterokarpa 5(2): 47-60

Ajar, S. 2015. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa Dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Benih Padi (Oryza Sativa L.) Kadaluarsa. Doctoral Dissertation. Universitas Teuku Umar Meulaboh.

Arief, R., and Koes, F. 2010. Invigorasi benih. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Page 473-477.

Assiam, N., Setyawati, I., dan Sudirga, S.K. 2014. Pengaruh Dosis dan Lama Perlakuan Ekstrak Daun Kaliandra Merah (Calliandra Calothyrsus Meissn.) terhadap Struktur Histologi Ginjal Mencit (Mus musculus L.). Simbiosis. 2(2).

Chaq, A.A.P.2019. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa dan KNO3 Terhadap Mutu Serta Lapang Tanaman Mentimun (Cucumis Sativus L.) dengan Metode Perendaman. Doctoral dissertation. University of Muhammadiyah Malang.

Coppeland. 1980. Principles Of Seed Science and Technology. Burges Publ. co. Minneapolis. Minnesota.

Danu, Rohadi D, Nurhasybi. 2006. Teknologi dan Standarisasi Benih dan Bibit dalam Rangka Menunjang Keberhasilan GERHAN. Di dalam: Haryono, Mardiah, editor. Optimalisasi Peran Iptek dalam Mendukung Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian; Jambi, 22 Des 2005. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutnan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. hlm 69-70.

Departemen Kehutanan. 2004. Kamus Biologi dan Teknologi Benih Tanaman Hutan. Jakarta (ID) : Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.

Dharma, I.P.E.S. dan Sakka Samudin, A. 2015. Perkecambahan Benih Pala (Myristica fragrans Houtt.) dengan Metode Skarifikasi dan Perendaman ZPT Alami. Agrotekbis. 3(2).

DPTH (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan). 2002. Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik-Fisiologi Benih. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.

Fitri, NU. 2015. Pengaruh Skarifikasi dengan Perendaman dalam Aquades. Air Panas. dan Asam Sulfat Terhadap Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara 36

Awal Lamtoro (Leucaena leucocephala). Fakultas Peternakan. Universitas Hassanudin. Makassar.

Hayati, A. 2011. Pengaruh Frekuensi dan Konsentrasi Pemberian Air Kelapa Terhadap Pertubuhan dan Hasil Jamur Merang. Fakultas Pertanian Universitas Jember.

Hendrati, R.L. and Hidayati, N. 2014. Budidaya Kaliandra (Calliandra calothyrsus) Untuk Bahan Baku Sumber Energi.

Herdiawan, I., Fanindi, A., and Semali, A. 2014. Karakteristik dan pemanfaatan kaliandra (Calliandra calothyrsus). JITV. 19(1).

Irmayani, I. 2017. Pengaruh Lama waktu Skarifikasi Terhadap Perkecambahan Biji Lamtoro Menggunakan Urin Sapi Sebagai Pakan Ternak. Doctoral dissertation. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Ismail, S. 2014. Potensi Biomassa dan Karbon Jenis Kaliandra Merah (calliandra calothyrsus) dan Peluangnya dalam Pengurangan Emisi Gas Karbondioksida. Doctoral dissertation. Universitas Gadjah Mada.

ISTA. 2010. International Rules for Seed Testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association. Bassersdorf. Switzerland.

Karimah, A., Purwanti, S. and Rogomulyo, R. 2013. Kajian Perendaman Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam Urin Sapi dan Air Kelapa Untuk Mempercepat Pertunasan. Vegetalika. 2(2). pp.1-6.

Kartasubrata, J. 1996. Culture and Uses of Calliandra calothyrsus in Indonesia. In : D.O. Evans (ed). Proceedings of International Workshop in the Genus Calliandra. Forest. Farm and Community Tree Research Reports (Special Issue). Winrock International. Morrilton Arkansas USA. p 101-107.

Lisarini, E. (2019). Pengaruh Media Perendaman Terhadap Pematahan Dormansi, Perkecambahan dan Vigositas Bibit Pepaya (Carica papaya L.). Agroscience (AGSCI). 1(2). 45-49.

Macqueen, D. J. 1996. Calliandra and Distribution. with particular references to the series Racemosae. In : D.O. Evans (ed). Proceedings of International Workshop in the Genus Calliandra. Forest. Farm and Community Tree Research Reports (Special Issue). Winrock International. Morrilton Arkansas USA. p 1-17.

Marthen, M., Kaya, E., and Rehatta, H. 2018. Pengaruh perlakuan pencelupan dan perendaman terhadap perkecambahan benih sengon (Paraserianthes falcataria L.). Agrologia. 2(1).

Universitas Sumatera Utara 37

Mawarni, I. 2019. Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Pertumbuhan Umbi Bawang Putih (Allium Sativum L.).

Mistian, D., Meiriani, M. and Purba, E. 2012. Respons Perkecambahan Benih Pinang (Areca catechu L.) Terhadap Berbagai Skarifikasi dan Konsentrasi Asam Giberelat (GA3). Agroekoteknologi. 1(1).

National Academy of Sciences (NAS). 1983. Firewood crops: shrub and tree species for energy production. Vol. 2. National Academy of Sciences. Washington DC.

Permana, B. 2010. Efektifitas Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Kompos Limbah Kulit Kopi dan Air Kelapa dalam Meningkatkan Keberhasilan Bunga Kakao Menjadi Buah. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jember

Prianto, S.D., Edris, I. dan Widiyana, Y. 2006. Pemeliharaan Semai dan Pengujian Mutu Bibit. Bahan Ajar Kuliah Teknologi Persemaian Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. DI Yogyakarta.

Rao, S. 2017. Uji Daya Kecambah Benih Kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn.) dengan Perlakuan Waktu dan Bahan Perendaman Serta Media Tanam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rusmin, D., Suwarno, F.C., Darwati, I., Ilyas, S. 2014. Pengrauh suhu dan media perkecambahan terhadap viabilitas dan vigor benih purwoceng untuk menentukan metoge pengujian benih. Buletin Littro. 25(1): 46-52.

Saimah, L. 2016. Pengaruh Penggunaan Jenis Air Kelapa dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd). Doctoral dissertation. Universitas Mataram.

Stewart, J.M., Roshetko, J.M., and Powell, M.H. 2001. Produksi dan Pemanfaatan Kaliandra (Calliandra calothyrsus): Pedoman lapang. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Bogor. Indonesia dan Winrock International. Arkansas. AS.

Suita, E. and Nurhasybi, N.F.N. 2014. Pengujian Viabilitas Benih Weru (Albizia procera Benth.). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan. 2(1). pp.9-17.

Suita, E. dan Yuniarti, N. 2004. Pengaruh Skarifikasi Terhadap Daya Kecambah Benih Kemiri. Balai Litbang Teknologi Perbenihan.

Suryawan, A. 2014. Pengaruh Media dan Penanganan Benih Terhadap Pertumbuhan Semai Nyamplung (Calopyllum inophylum). Jurnal Wasian. 1(2). pp.57-64.

Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

Universitas Sumatera Utara 38

Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Walida, H. (2015). Respon Pemberian Monosadium Glutamate (MSG) Aji No Moto Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Pembibitan Pre Nursery. Jurnal Agroplasma, 2(1).

Widatati E. Murniati E. Palupi ER. Kartika T. Suhartono MR. Qadir A. 2012. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID): IPB Press.

Widyawati, N., Yudono, P. and Soemardi, I. 2009. Permeabilitas dan Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy). 37(2).

Yitnosumarno S. 1993. Percobaan. Perancangan. Analisis. dan Intrepretasinya. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta.

Zulkarnain T. Mardhiansyah M. Yoza D. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Biji Sengon (Paraseriethes falcataria) Menggunakan Air Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Kualitas Benih. Jurnal Jom Faperta 2(1): 1-7.

Universitas Sumatera Utara 39

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan jumlah benih C. calothyrsus per kilogram Ulangan Berat 100 benih (gram) 1 5,6858 2 5,292 3 5,2583 4 5,1788 5 5,5534 6 5,5534 7 5,276 8 5,5134 Rerata 5,4138875 Berat 1000 Benih 54,138875

Jumlah Benih per Kilogram 1000 : 54,138875 x 1000 = 18.471,015513 Jadi jumlah benih C. calothyrsus per kilogram adalah 18.471 benih.

Lampiran 2. Tabel daya berkecambah benih Kaliandra Merah Jumlah Kecambah Daya Berkecambah Perlakuan Normal (%) P1T1 (1) 16 80 P1T1 (2) 14 70 P1T1 (3) 14 70 P1T2 (1) 10 50 P1T2 (2) 9 45 P1T2 (3) 13 65 P1T3 (1) 5 25 P1T3 (2) 8 40 P1T3 (3) 11 55 P2T1 (1) 8 40 P2T1 (2) 10 50 P2T1 (3) 9 45 P2T2 (1) 11 55 P2T2 (2) 12 60 P2T2 (3) 9 45 P2T3 (1) 7 35 P2T3 (2) 8 40 P2T3 (3) 8 40 P3T1 (1) 10 50 P3T1 (2) 12 60

Universitas Sumatera Utara 40

P3T1 (3) 10 50 P3T2 (1) 12 60 P3T2 (2) 11 55 P3T2 (3) 12 60 P3T3 (1) 18 90 P3T3 (2) 17 85 P3T3 (3) 20 100

Lampiran 3. Tabel daya berkecambah benih C. calothyrsus dalam persen (%) Ulangan Perlakuan Rerata 1 2 3 P1T1 80 70 70 73,33 P1T2 50 45 65 53,33 P1T3 25 40 55 40,00 P2T1 40 50 45 45,00 P2T2 55 60 45 53,33 P2T3 35 40 40 38,33 P3T1 50 60 50 53,33 P3T2 60 55 60 58,33 P3T3 90 85 100 91,67

Lampiran 4. Uji normalitas daya berkecambah benih C. calothyrsus Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Daya ,157 27 ,086 ,947 27 ,176 berkecambah

Lampiran 5. Uji homogenitas daya berkecambah benih C. calothyrsus Levene Statistic df1 df2 Sig. ,316 2 24 ,732

Lampiran 6. Uji kebebasan galat daya berkecambah benih C. calothyrsus Adjusted R Std. Error of Durbin- Model R R Square Square the Estimate Watson 1 ,291a ,084 ,008 17,448 ,759

Lampiran 7. Analisis ragam daya berkecambah benih C. calothyrsus Jumlah Kuadrat Sumber Keragaman Db F Sig. Kuadrat Tengah Perlakuan P 2229,630 2 1114,815 17,970 ,000 Perlakuan T 24,074 2 12,037 ,194 ,825 Perlakuan P*T 4609,259 4 1152,315 18,575 ,000 Error 1116,667 18 62,037 Total 7979,630 26

Lampiran 8. Nilai perkecambahan benih kaliandra merah (C. calothyrsus) Laju No Perlakuan PV MDG NP Perkecambahan

Universitas Sumatera Utara 41

1 P1T1 (1) 9,625 2,50 2,67 6,675 2 P1T1 (2) 9,071 2,72 2,33 6,3376 3 P1T1 (3) 11,142 1,78 2,33 4,1474 4 P1T2 (1) 9,8 2,14 1,67 3,5738 5 P1T2 (2) 10,555 1,87 1,50 2,805 6 P1T2 (3) 12,769 1,92 2,16 4,1472 7 P1T3 (1) 12,8 1,25 0,83 1,0375 8 P1T3 (2) 8,25 1,15 1,33 1,5295 9 P1T3 (3) 10,09 2,50 1,83 4,575 10 P2T1 (1) 10,375 1,25 1,33 1,6625 11 P2T1 (2) 9,7 1,67 1,67 2,7889 12 P2T1 (3) 10,222 1,87 1,50 2,805 13 P2T2 (1) 12,363 2,50 1,83 4,575 14 P2T2 (2) 11,25 1,92 2,00 3,84 15 P2T2 (3) 8,666 2,50 1,50 3,75 16 P2T3 (1) 7,428 2,50 1,16 2,9 17 P2T3 (2) 10,375 1,15 1,33 1,5295 18 P2T3 (3) 10,375 1,67 1,33 2,2211 19 P3T1 (1) 10,1 1,87 1,67 3,1229 20 P3T1 (2) 10,166 2,00 2,00 4 21 P3T1 (3) 11,1 1,87 1,67 3,1229 22 P3T2 (1) 9,083 1,87 2,00 3,74 23 P3T2 (2) 11,09 1,87 1,83 3,4221 24 P3T2 (3) 9,75 2,50 2,00 5 25 P3T3 (1) 12,5 1,78 3,00 5,34 26 P3T3 (2) 10,588 2,50 2,83 7,075 27 P3T3 (3) 10,95 3,12 3,33 10,3896

Lampiran 9. Nilai perkecambahan benih kaliandra merah (C. calothyrsus) Ulangan Perlakuan Rerata 1 2 3 P1T1 6,67 6,34 4,14 5,716 P1T2 3,57 2,80 4,14 3,503 P1T3 1,03 1,52 4,57 2,373 P2T1 1,66 2,78 2,80 2,413 P2T2 4,57 3,84 3,75 4,053 P2T3 2,90 1,52 2,22 2,213 P3T1 3,12 4,00 3,12 3,413 P3T2 3,74 3,42 5,00 4,053 P3T3 5,34 7,07 10,38 7,596

Lampiran 10. Uji normalitas nilai perkecambahan benih C. calothyrsus Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig. Nilai Perkecambahan ,161 27 ,070

Universitas Sumatera Utara 42

Lampiran 11. Uji homogenitas nilai perkecambahan benih C. calothyrsus Levene Statistic df1 df2 Sig. ,037 2 24 ,964

Lampiran 12. Uji kebebasan galat nilai perkecambahan benih C. calothyrsus Adjusted R Std. Error of Model R R Square Durbin-Watson Square the Estimate 1 ,245a ,060 -,018 2,01457 ,667 Lampiran 13. Analisis ragam nilai perkecambahan benih C. calothyrsus Sumber Jumlah Kuadrat Db F Sig. Keragaman Kuadrat Tengah Perlakuan P 20,446 2 10,223 6,286 ,009 Perlakuan T ,249 2 ,124 ,076 ,927 Perlakuan P * T 53,662 4 13,416 8,249 ,001 Error 29,272 18 1,626 Total 103,629 26

Lampiran 14. Rerata tinggi tanaman C. calothyrsus selama sebelas minggu setelah disapih (cm) Perla- Minggu ke- kuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 P1T1 10,25 13,32 14,78 16,22 18,32 21,67 22,98 24,1 25,45 27,32 29,26 P1T2 8,25 10,56 12,43 13,42 15,45 18,98 22,23 24,79 24,99 25,17 26,19 P1T3 8,46 9,67 11,88 13,27 14,12 17,67 21,45 23,44 24,15 25,55 26,54 P2T1 13,85 15,78 17,68 19,94 21,65 22,76 23,88 25,78 27,87 29,67 30,61 P2T2 7,22 8,67 9,84 10,84 11,98 13,12 14,22 15,96 17,65 20,12 22,7 P2T3 9,57 11,32 13,76 15,67 17,56 19,02 21,75 23,45 24,65 25,55 27,38 P3T1 9,45 11,87 12,65 14,92 16,86 18,87 20,87 22,04 23,3 24,43 25,04 P3T2 6,32 7,65 8,65 9,293 10,87 11,76 13,23 14,38 17,23 19,56 20,04 P3T3 7,87 9,24 11,94 13,7 14,89 16,15 17,87 19,06 21,23 21,68 22,01

Lampiran 15. Tinggi tanaman C. calothyrsus umur 11 minggu setelah disapih (cm) Ulangan Perlakuan Rerata 1 2 3 P1T1 30,70 32,54 24,56 29,26 P1T2 26,80 28,68 23,10 26,19 P1T3 24,50 28,74 26,40 26,54 P2T1 32,22 31,64 27,98 30,61 P2T2 19,90 24,74 23,48 22,70 P2T3 26,32 28,50 27,34 27,38 P3T1 29,14 21,80 24,20 25,04 P3T2 23,20 20,70 16,24 20,04 P3T3 16,74 27,80 21,50 22,01

Universitas Sumatera Utara 43

Lampiran 16. Uji normalitas tinggi tanaman C. calothyrsus Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic Df Sig. Tinggi tanaman ,090 27 ,200* ,971 27 ,631

Lampiran 17. Uji homogenitas tinggi tanaman C. calothyrsus Levene Statistic df1 df2 Sig. ,767 2 24 ,475

Lampiran 18. Uji kebebasan galat tinggi tanaman C. calothyrsus Adjusted R Std. Error of Model R R Square Durbin-Watson Square the Estimate 1 ,558a ,311 ,254 3,73505 1,602

Lampiran 19. Analisis ragam tinggi tanaman C. calothyrsus Sumber Jumlah Kuadrat Db F Sig. Keragaman Kuadrat Tengah Perlakuan P 136,220 2 68,110 6,128 ,009 Perlakuan T 128,334 2 64,167 5,773 ,012 Perlakuan P * T 21,533 4 5,383 ,484 ,747 Error 200,054 18 11,114 Total 486,140 26

Lampiran 20. Diameter batang tanaman C. calothyrsus (mm) umur sebelas minggu Ulangan Perlakuan Rerata 1 2 3 P1T1 2,74 2,74 2,66 2,7133 P1T2 2,60 2,70 2,58 2,6266 P1T3 2,72 2,68 2,62 2,6733 P2T1 2,72 2,64 2,64 2,6667 P2T2 2,66 2,52 2,64 2,6067 P2T3 2,66 2,70 2,68 2,6800 P3T1 2,68 2,60 2,72 2,6667 P3T2 2,64 2,60 2,58 2,6067 P3T3 2,60 2,70 2,68 2,6600

Lampiran 21. Data rerata diameter semai C. calothyrsus setelah penyapihan (mm). Minggu ke- Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 P1T1 0,48 0,51 0,67 1,32 1,67 1,98 2,33 2,54 2,65 2,69 2,71 P1T2 0,4 0,66 0,78 1,32 1,53 1,87 2,23 2,33 2,45 2,6 2,62 P1T3 0,45 0,76 0,98 1,45 1,84 2,01 2,34 2,54 2,57 2,62 2,67 P2T1 0,4 0,54 1,12 1,65 1,87 2,02 2,21 2,32 2,45 2,56 2,66 P2T2 0,41 0,55 0,78 1,21 1,45 1,65 2,12 2,34 2,47 2,56 2,60 P2T3 0,43 0,56 0,76 1,22 1,54 1,67 2,21 2,34 2,48 2,62 2,68

Universitas Sumatera Utara 44

P3T1 0,4 0,54 1,12 1,76 1,87 2,02 2,21 2,32 2,45 2,55 2,66 P3T2 0,4 0,55 0,77 1,22 1,45 1,78 2,28 2,34 2,56 2,59 2,60 P3T3 0,41 0,52 0,67 1,02 1,45 1,76 2,27 2,34 2,54 2,62 2,66

Lampiran 22. Uji normalitas diameter tanaman C. calothyrsus Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Diameter Batang ,115 27 ,200* ,961 27 ,380

Lampiran 23. Uji homogenitas diameter batang tanaman C. calothyrsus Levene Statistic df1 df2 Sig. 1,126 2 24 ,341

Lampiran 24. Uji kebebasan galat diameter batang tanaman C. calothyrsus Adjusted R Std. Error of Model R R Square Durbin-Watson Square the Estimate 1 ,217a ,047 ,032 ,05617 2,030

Lampiran 25. Analisis ragam diameter batang tanaman C. calothyrsus Sumber Jumlah Kuadrat Db F Sig. Keragaman Kuadrat Tengah Perlakuan P ,003 2 ,002 ,636 ,541 Perlakuan T ,025 2 ,012 4,516 ,026 Perlakuan P * T ,002 4 ,001 ,212 ,928 Error ,049 18 ,003 Total ,079 26

Lampiran 26. Nilai kekokohan semai C. calothyrsus Ulangan Perlakuan Rerata 1 2 3 P1T1 11,20 11,87 9,23 10,7711 P1T2 10,30 10,62 8,95 9,9611 P1T3 9,01 10,72 10,07 9,9358 P2T1 11,84 11,98 10,59 11,4763 P2T2 7,48 9,81 8,89 8,7308 P2T3 9,89 10,55 10,20 10,2172 P3T1 10,87 8,38 8,89 9,38493 P3T2 8,78 7,96 6,29 7,6813 P3T3 6,43 10,29 8,02 8,2523

Lampiran 27. Uji normalitas nilai kekokohan semai C. calothyrsus Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kekokohan * Semai ,111 27 ,200 ,960 27 ,370

Universitas Sumatera Utara 45

Lampiran 28. Uji homogenitas nilai kekokohan semai C. calothyrsus Levene Statistic df1 df2 Sig. ,897 2 24 ,421

Lampiran 29. Uji kebebasan galat nilai kekokohan semai C. calothyrsus Adjusted R Std. Error of Model R R Square Durbin-Watson Square the Estimate 1 ,568a ,322 ,266 1,30859 1,648

Lampiran 30. Analisis ragam nilai kekokohan semai C. calothyrsus Sumber Jumlah Kuadrat Db F Sig. Keragaman Kuadrat Tengah Perlakuan P 18,266 2 9,133 6,529 ,007 Perlakuan T 14,052 2 7,026 5,023 ,018 Perlakuan P * T 3,125 4 ,781 ,558 ,696 Error 25,179 18 1,399 Total 60,622 26

Lampiran 31. Dokumentasi Penelitian

Top soil dan cocopeat yang digunakan sebagai media tanam

Bak penaburan benih Penyiraman benih 1x sehari

Universitas Sumatera Utara 46

Benih yang gagal berkecambah Kecambah C. calothyrsus

Semai C. calothyrsus di rumah kaca Semai umur 11 minggu setelah disapih

Diameter batang bibit C. calothyrsus Pengukuran tinggi bibit C. calothyrsus

Universitas Sumatera Utara 45

Lampiran 32. Layout Penelitian

P3T3 (2) P2T2 (3) P1T1 (1) P1T3 (1) P3T1 (3) P2T3 (2) P2T2 (2) P3T3 (3) P2T3 (1)

P1T3 (3) P3T2 (2) P2T1 (2) P1T3 (2) P2T1 (3) P3T1 (2) P1T1 (2) P3T3 (1) P2T2 (1)

P2T3 (3) P2T1 (1) P1T2 (1) P3T2 (3) P1T1 (3) P3T2 (1) P3T1 (1) P1T2 (2) P1T2 (3)

Universitas Sumatera Utara