Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Pasal 1 ayat 1: 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 1. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: (a) penerbitan Ciptaan; (b) penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; (c) penerjemahan Ciptaan; (d) pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; (e) pendistribusian Ciptaan atau salinannya; (f) pertunjukkan Ciptaan; (g) pengumuman Ciptaan; (h) komunikasi Ciptaan; dan (i) penyewaan Ciptaan.

Ketentuan Pidana Pasal 113: 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Pasal 114 Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau HakTerkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). SUARA MUHAMMADIYAH TAFSIR MUSIBAH ESAI AGAMA, LINGKUNGAN, SOSIAL-POLITIK, dan COVID-19

Editor • Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M. A. dan Dr. Zubair Penyelaras Akhir • Yayum Kumai Desain sampul • Amin Mubarok Desain Isi • Dwi Agus M @2020 Penata Aksara • Gramasurya

Diterbitkan pertama kali atas seizin penulis oleh Penerbit Suara Muhammadiyah bekerja sama dengan Gramasurya

Alamat • Grha Suara Muhammadiyah Jl. K.H. Ahmad Dahlan 107, Yogyakarta, 55122 Telp. • (0274) 4284110, Fax. 411306 SMS/WA • 0812 1738 0308 Facebook • Penerbit Suara Muhammadiyah Email • [email protected] (Redaksi) [email protected] (Admin) Homepage • www.suaramuhammadiyah.id

Cetakan I, September 2020 xvi + 298 hlm., 15 x 23 cm

Hak Cipta © Penerbit Suara Muhammadiyah, 2020 Hak Cipta dilindungi undang-undang

ISBN: 978-623-7993-08-7 Pengantar Penerbit

DALAM Muktamar ke 46 yang dihelat pada 2010 di Yogyakarta, Muhammadiyah menggambarkan diri sebagai herakan pencerahan yang merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Pemikiran Muhammadiyah satu dekade silam segera disambut oleh pelbagai macam aksinya, yang ditujukan untuk menyelesaikan problema kemanusiaan, termasuk di antaranya kemiskinan, kebodohan, kekeringan rohani, krisis moral, kekerasan, terorisme, sampai kerusakan ekologis. Isu kerusakan ekologis tampaknya layak mendapat perhatian lebih, khususnya mengingat berbagai musibah ekologis yang belakangan menimpa bumi kita, mulai dari banjir bandang hingga kebakaran hutan, dan, dalam jangka yang lebih panjang, global warming yang akan banyak berdampak pada kesejahteraan rohani dan ragawi semesta manusia. Sebagaimana diungkapkan oleh M. Yunan Yusuf dalam “Prolog” buku ini, tema musibah sengaja diangkat untuk mengingatkan kembali anak bangsa bahwa negeri ini sedang dalam kondisi memprihatinkan. Berbagai bentuk musibah, seperti musibah politik, kebudayaan, ekologi, dll, memang sedang melanda Indonesia. Ditambah lagi, dunia global, tanpa terkecuali Indonesia, sekarang sama-sama sedang menghadapi wabah Covid-19. Maka dari itu, upaya-upaya untuk memahami makna dan hikmah di balik musibah serta cara menyikapi dan memitigasi bencana perlu kita lakukan. Kesemua upaya tersebutlah yang dituliskan dalam buku ini. Diawali dari artikel M. Yakub yang secara pokok membahas

v Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik makna “musibah” di dalam nas Al-Qur’an. Dari sana kita tidak hanya dipaparkan tafsir atas musibah berserta konteks yang menyertainya, tetapi secara tidak langsung juga diajak untuk berbijaksana dengan berbaik sangka pada ketentuan Allah SWT. Berikutnya, tulisan M. Farid Hamzens melengkapi bahasan lanjutan buku ini dengan mengusung topik aktualisasi penanggulangan bencana yang bersumber dari Al-Qur’an. Kemudian, tulisan-tulisan dari Sudarnoto Abdul Hakim, Ulfah Fajarini, Saidun Derani, dll di dalam Bagian Kedua membahas kasus-kasus aktual secara lebih eksploratif, seperti bencana kabut asap, kemiskinan, oil spill, hingga korupsi. Tidak hanya itu, pemikiran mengenai kemungkinan dampak dan penanggulangan wabah Covid-19 juga didiskusikan dalam buku ini. Selain para penulis di atas, masih ada banyak lagi nama-nama yang belum disebutkan dan turut menambah kekayaan muatan intelektual buku ini. Keragaman perspektif menjadi nilai lebih buku ini untuk dibaca siapa saja yang sedang jengah dengan kerumitan dan himpitan hidup akhir-akhir ini. Tidak hanya dapat menjadi bahan refleksi untuk menemukan hikmah sebuah masalah, tetapi buku ini juga menjadi sumber inspirasi pendekatan baru bagi penelitian dengan topik krisis sosial masyarakat. Buku Tafsir Musibah: Esai Agama, Lingkungan, Sosial-Politik, dan Covid-19 ini tak lain daripada lambang kecintaan dan keteguhan para “warga” alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat untuk melakukan amar makruf nahi mungkar memang bukan main- main. Buku berisi kumpulan tulisan para sarjana dari berbagai disiplin ilmu ini sedianya sengaja dipersembahkan sebagai “kado” bagi Muhammadiyah yang harapannya akan menyelenggarakan Muktamar ke-48 di Surakarta pada 2021. Alhamdulillah kami panjatkan setinggi-tingginya atas terbitnya buku ini. Terkait itu kami perlu mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak. Pertama, kepada Dr. Sudarnoto Abdul Hakim dan Dr. Zubair selaku editor yang telah menyiapkan naskah dari buku ini dan mendampingi kami dalam proses pracetak. Kedua, kepada para penulis yang telah memberikan izin kepada kami untuk menerbitkan tulisan- tulisan mereka. Ketiga, kepada Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, M. A. dan Prof. Dr. H. Haedar Nasir, M. Si. yang masing-masing telah menyumbang

vi Pengantar Penerbit pikiran dalam “Prolog” dan “Epilog” buku ini. Akhirnya, kami juga perlu mengucapkan terima kasih kepada Anda sekalian, para pembaca yang budiman. Semogalah penerbitan buku ini dapat terhitung sebagai amal saleh, yang membuahkan pahala untuk kita semua. Dan semogalah buku ini dapat memberikan ilmu dan wawasan, serta menjadi sarana untuk kita berkaca diri dan mengilhami kita untuk meluruskan saf dan perilaku demi memulihkan kesejahteraan alam dan semesta manusia. Selamat membaca! Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat!

Penerbit Suara Muhammadiyah

vii

Pengantar Editor

ALHAMDULILLAH, buku “Tafsir Musibah” yang ada di tangan pembaca ini pada akhirnya terbit. Tentu saja, sebagai editor, kami bersyukur dan senang dengan kehadiran buku sederhana ini. Paling tidak, kami ber­ harap buku ini bisa memberikan gambaran berbagai perspektif tentang Musibah, meskipun tentu saja tidak utuh dan komprehensif. Bermula dari diskusi ringan di grup Whatsapp (GWA) Forum Komunikasi Warga Muhammadiyah yang bekerja di UIN Syarif Hidayatullah baik sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan, buku ini muncul. Seperti­ biasanya perbincangan di GWA topiknya berganti- ganti dari soal yang sederhana dan remeh hingga ke persoalan yang serius, bahkan tak jarang juga sangat kritis apalagi menyangkut soal politik. Di an­tara isu serius yang diperbincangkan ialah soal musibah. Cukup ramai dan hangat diskusi soal musibah ini. Apalagi, latar belakang anggota grup sangat bervariasi dan ini sangat berpengaruh terhadap pandangan-pandangan yang diutarakan. Perbincangan itu pa­ da intinya menggambarkan keprihatinan mendalam terhadap ber­ba­gai musibah yang sering menimpa bangsa Indonesia. Bencana alam adalah salah satunya. Tidak sedikit korban jiwa, kerusakan ling­kungan secara masif dan kehancuran infrastuktur yang sangat serius yang diakibatkan oleh bencana alam tersebut. Ditambah lagi efek atau dampak sosial, psikologis dan ekonomi dari bencana itu, juga sangat­ serius. Untuk recovery, juga sebuah pekerjaan tersendiri yang mem­butuhkan­ waktu tidak sebentar, ketersediaan tenaga atau SDM yang cu­kup, dan biaya yang sangat besar.

ix Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Corona Virus Disease (Covid) 19 yang saat buku ini disusun masih berlangsung adalah musibah yang sangat dahsyat dan sudah bersifat pandemik. Virus ini begitu cepat terjadi dengan korban jiwa yang sangat dramatis me­landa dunia. Efek destruktifnya multidimensional dan sistemik. Ne­gara-negara besarpun gagap menghadapi Virus Corona ini karena setiap­ saat akan melakukan serangan mematikan kepada siapa saja. Perekonomian lumpuh dan mulai terasa menimbulkan krisis sosial yang sangat serius antara lain penjarahan meskipun masih dalam skala ke­cil, pencolengan dan berbagai tindakan kejahatan lain yang sudah barang tentu menimbulkan keresahan publik. Ancaman terjadinya pe­ mis­kinan sudah terasa. Tak pelak, Covid-19 ini tidak sekadar menim­ bulkan problem kemanusiaan yang sangat mendasar, akan tetapi juga ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan juga agama. Dengan spirit rekonstruktif, maka muncullah ide penulisan buku secara bersama-sama dengan judul besar Tafsir Musibah. Sesuai dengan­ judulnya, seluruh penulis berusaha menjelaskan pemahaman dan pemikiran mereka tentang musibah sesuai dengan latar belakang ma­ sing-masing. Jika dikelompokkan, perspektif buku ini meliputi agama, sosial, lingkungan, dan politik. Itulah, tafsir yang ingin disampaikan bu­ku ini. Buku ini semula terdiri dari empat bab dan siap untuk segera di­ terbitkan.­ Akan tetapi, sejak adanya serangan wabah Co­vid-19 yang sangat dramatis dan melumpuhkan kehidupan, maka dipu­ tuskan­ untuk menambahkan satu bab baru “Jihad Kemanusiaan Melawan­ Pandemi Covid-19.” Bab khusus ini disusun oleh tujuh penulis­ kader Persyarikatan yang secara kritis dan bersemangat solutif mengurai Pandemi melalui perspektifnya masing-masing. Mereka ada­lah Sudarnoto Abdul Hakim, Bambang Suryadi, M. Farid Hamzen, Amirsyah Tambunan, Armay Arif, Huzairan, dan Ali Rama. Dua di antara­ tujuh penulis tersebut, yaitu Huzairan dan Ali Rama, saat ini, di tengah kesulitan yang dihadapi, sedang berjuang menyelesaikan prog­ram doktor mereka di luar negeri. Huzairan Yunan di the National Centre for Social and Economic Modelling (NATSEM), Institute for Governance and Policy Analysis (IGPA), University of Canberra, Australia. Ali Rama, melalui­ program beasiswa dari Kementerian Agama RI sedang menyelesaikan­ Ph.D nya di Universitas Aberdeen, Inggris.

x Pengantar Editor

Perbincangan soal musibah dalam buku ini diperkaya dengan pro­ log yang komprehensif yang disusun oleh Prof. Dr. M. Yunan Yusuf,­ Guru Besar Bidang Tafsir Qur’an Fakultas Ilmu Dakwah dan Ko­­munikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya Prof. Dr. Haedar­ Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah telah mengijinkan ar­tikelnya yang telah terbit di harian Republika menjadi pemungkas diskusi dalam Epilog buku ini. Mas Haedar menjelaskan secara khusus sikap dan apa yang dilakukan oleh Persyarikatan Muhammadiyah untuk­ menangani Covid-19. Dua ilmuwan Muslim dan tokoh penting Mu­hammadiyah ini telah memberikan bobot tersendiri dan makna ter­hadap forum diskusi reflektif tentang musibah di buku ini. Sehubungan dengan itu, editor ingin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua kon­tributor buku ini. Tanpa mereka, buku ini tidak akan terwujud. Ter­khusus pula kepada Prof. Dr. M. Yunan Yusuf dan Prof. Dr. Haedar Nashir yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk masing-ma­ sing menyusun Prolog dan Epilog untuk buku ini. Terima kasih juga disampaikan­ kepada Penerbit Suara Muhammadiyah yang, melalui Mas Deny Asy'ari, telah bersedia menerbitkan buku ini. Kami berharap semoga buku sederhana ini memberikan manfaat. Nasrun minallah wa fathun qorib. • Sudarnoto Abdul Hakim Zubair

xi

Daftar Isi

Pengantar Penerbit — v Pengantar Editor — ix Daftar Isi — xiii

PROLOG Dari Memaknai Musibah, ke Musibah Politik dan Kebudayaan, hingga Sabar dan Ridha Menghadapi Musibah • Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, M.A. — 1

BAGIAN I • KONSEP MUSIBAH 1. Memaknai Musibah dalam Al-Qur'an • Dr. H. M. Yakub, M. A. — 27 2. Reinterpretasi Makna Bala’ dalam Al-Qur'an • Fuad Fansuri Lc., M. Ag. & Prof. Andi Faisal Bakti, Ph. D. — 37 3. Penanggulangan Bencana: Aktualisasi Ayat-ayat Al-Quran dalam Pengendalian Musibah • Dr. M. Farid Hamzens, M. Si. — 46 4. Musibah Ekologi dan Kontribusi Islam • Raswan, M. Pd., M. Pd. I. — 61 5. Musibah dalam Prespektif Tasawuf • Dr. Zubair, M. Ag. — 70

BAGIAN II • MUSIBAH KITA 1. Musibah Politik dan Kebangsaan • Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M. A. — 83

xiii Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

2. Menghadapi Musibah Ketika Miskin dengan Resistance • Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M. Si. — 90 3. Bencana Kabut Asap • Dr. Saidun Derani, M. A. — 98 4. Bencana Musibah Tumpahan Minyak di Perairan • Dr. Agus Salim, M. Si., Dedi Anggriawan, Albertus Sulaeman dan Nur Hidayah — 104 5. Musibah, Islam, dan Kearifan Lokal • Dr. Muhammad Sungaidi, M. A. — 123 6. Indonesia, Musibah, dan Hikmah di Baliknya • Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., M. A. dan Dr. Busman Edyar, M. A. — 133 7. Musibah yang Diciptakan Sendiri • Dr. Armawati Arbi, M. Si. — 141 8. Bencana Sosial dalam Pengadaan Barang/Jasa • M. Agus Suriadi, M. Hum. — 154

BAGIAN III • MENIMBA HIKMAH DAN I’TIBAR 1. Memaknai Musibah Menatap Kehidupan • Prof. Amirul Hadi, M. A., Ph. D. — 163 2. Mengubah Musibah Menjadi Berkah: Pelajaran dari KH. Ahmad Dahlan dan Bediuzzaman Said Nursi • Dr. Edi Amin, M. A. — 175 3. Menuntaskan Proses Duka Pasca Musibah • Dhuha Hadiyansyah, M. Hum. — 185 4. Hikmah di Balik Setiap Musibah • Amirsyah Tambunan, M. A. — 194 5. Sabar dan Ridha Hadapi Musibah • Drs. Mahmud Jalal, M. A. — 204

BAGIAN IV • JIHAD KEMANUSIAAN MELAWAN PANDEMI COVID-19 1. Revolusi Covid-19 • Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M. A. — 215 2. Biososiokultural Bencana Sars-Cov-2 dan Musibah Pandemi Covid-19 • Dr. M. Farid Hamzens, M. Si. — 219

xiv Daftar Isi

3. Pandemi Covid-19: Menyikapi Musibah dengan Berpikir Positif, Promotif, dan Preventif • Prof. Dr. Bambang Suryadi, M. A. — 237 4. Mewaspadai Penumpang Gelap di tengah Pandemi • Zuhairan Yunan, M. Sc. — 250 5. Covid-19 dan Pendidikan • Prof. Dr. Armai Arief, M. A. — 257 6. Covid-19 dan Pencegahannya dalam Pandangan Islam • Dr. Amirsyah Tambunan, M. A. — 264 7. Krisis Pandemi Covid-19 dan Solusi Risk Sharing • Ali Rama, M. Ec. — 268

EPILOG Kiprah Muhammadiyah • Prof. Dr. H. Haedar Nasir, M.Si., Ketua Umum PP Muhammadiyah — 277

Indeks— 281 Tentang Penulis — 287

xv

Prolog:

Dari Memaknai Musibah, ke Musibah Politik dan Kebudayaan, Hingga Sabar dan Ridha Menghadapi Musibah / Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, M. A.

Iftitah Tekun dalam Studi dan Tertib dalam Ibadah, adalah ungkapan yang terpatri pada identitas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Ungkapan ini yang membuat setiap warga IMM senantiasa menekuni studinya se­hingga ia berhasil menyelesaikan studi dengan predikat yang mem­ banggakan. Pada waktu bersamaan, ia juga senantiasa tertib dalam ibadah mendekatkan diri kepada Allah sehingga integritas dirinya terjaga dengan baik sebagai kader persyarikatan. Ungkapan itu pula yang memacu dan memicu kreativitas anak- anak IMM Cabang Ciputat, sejak dulu sampai sekarang, sehingga menghasilkan­ “tradisi intelektual” yang memberi makna sesuai zaman­ ­ nya. Salah satu tradisi intelektual itu adalah kepedulian terhadap per­ syarikatan Muhammadiyah dengan cara menghadirkan sebuah re­fleksi terhadap perjalanan sejarah Muhammadiyah dengan segala tantangan­ yang dihadapinya. Refleksi tersebut dimunculkan untuk me­nyambut atau memperingati peristiwa penting dalam persyarikatan, seperti

1 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik muktamar dan/atau milad. Demikianlah, tradisi tersebut dimulai pada tahun 1979 dengan tam­pilnya sebuah “bunga rampai” atau kumpulan tulisan yang pada waktu­ itu masih berwujud stensilan, belum dalam bentuk buku cetak­ an. Bunga rampai ini diberi judul Menatap Muhammadiyah Masa Kini, yang penggandaannya digarap oleh Guspardi Gaus (sekarang anggota DPR-RI) dan Afifi Fauzi Abbas (sekarang menjadi Mudir Pesantren Al- Abbasiyah Payakumbuh). Buku kumpulan tulisan ini dimaksudkan untuk menyambut Mi­lad Muhammadiyah ke-69 yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah 1399 H. Ada empat tulisan yang ditampilkan di dalamnya, masing-masing adalah­ “Muhammadiyah dan Ethos Pembangunan”, ditulis oleh M. Jaya Nasty; “Beberapa Masalah Organisasi dalam Tubuh Muhammadiyah”, oleh HM. Zuffran Sabrie; “Mengungkit Motivasi Berprestasi Tinggi (Need for Achie­ve­ment)”, oleh TAM Yusuf Nya’ Bantan; dan “Muhammadiyah dan Innovasi Pendidikan di Indonesia”, oleh Syarief Ali. Bunga rampai ini diberi pengantar oleh M. Yunan Yusuf. Dua penulis dari para kontributor bu­nga rampai ini, yakni TAM Yusuf Nya’ Bantan dan Syarif Ali, sudah mendahului kita dipanggil oleh Allah SWT. Allahummaghfir lahuma, war­ hamhuma, wa’afihima, wa’fu’anhuma. Selanjutnya pada Muktamar Muhammadiyah ke-41 tahun 1985 di Surakarta, diluncurkan sebuah kumpulan tulisan, dengan judul Cita dan Citra Muhammadiyah. Buku ini dihimpun oleh M. Yunan Yusuf, Sjai­ful Ridjal dan Anwar Abbas, yang disajikan untuk Forum Studi­ dan Komunikasi Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Sa­lah seorang dari penghimpun buku ini, yakni Sjaiful Ridjal telah mendahului­ kita, Allahummaghfir lahu, warhamhu, wa’afihi, wa’fu’anhu. Buku ini memuat berbagai pemikiran tentang Muhammadiyah dengan se­gala sepak terjang dan kiprahnya sebagai Gerakan Dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar. Kandungan buku itu sebenarnya hendak menjawab dua perta­nya­ an penting dan strategis pada waktu itu. Pertama, bagaimana bentuk­ pemahaman baru serta pelaksanaan baru yang Islami untuk meng­hadapi perubahan terus menerus. Dengan kata­ lain, bagaimana sesungguhnya formulasi tajdid yang tepat bagi Mu­ham­madiyah masa kini? Kedua, Apa yang disumbangkan oleh Muhammadiyah­ kepada bangsa Indonesia

2 Prolog yang sedang membangun dan senantiasa sedang dan akan menghadapi masalah-masalah, yang akan menentukan corak masyarakat Indonesia di masa datang? Masyarakat Utama: Konsepsi dan Strategi adalah karya tulis ketiga yang hadir dalam rangka menyambut Muktamar Muhammadiyah ke 43 tahun 1995 di Banda Aceh. Buku ini adalah M. Yunan Yusuf, Yusran Razak, Suwito, dan Sudarnoto Abdul Hakim. Sebenarnya buku ini merupakan kumpulan tulisan tentang Masyarakat Utama, dari dua even penting. Pertama, Seminar Nasional Masyarakat Utama yang diprakarsai oleh Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Muhammadiyah (LPPM) bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah­ Malang. Seminar ini berlangsung pada tanggal 21-22 De­sem­ber 1991 di Malang atas kerja sama Lembaga Pengkajian dan Pe­ ngembangan­ Agama dengan Universitas Muhammadiyah Malang. Kedua,­ Pengkajian Ramadhan PP Muhammadiyah, pada tanggal 18-19 Februari­ 1995 di Jakarta. Untuk menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang diluncurkan buku Ensiklopedi Muhammadiyah. Buku ini merupakan ensiklopedi pertama tentang Muhammadiyah sejak berdiri pada 1912. Entri-entrinya digarap oleh alum­ni IMM Ciputat dan Yogyakarta. Ada 136 entri yang dimuat da­lam ensiklopedi ini. Kandungannya berkaitan dengan organisasi dan ad­ministrasi Muhammadiyah, organisasi otonom Muhammadiyah, amal usaha Muhammadiyah, paham keagamaan serta doktrin ideologi Muhammadiyah,­ dan pokok dan tokoh dalam Muhammadiyah. Dalam menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-47 Tahun 2015 di Makassar diluncurkan kumpulan tulisan yang diberi judul dengan Muhammadiyah Yang Semakin Bersinar: Berkhidmat untuk Indonesia dan Islam. Ia lahir sebagai ungkapan rasa syukur, sekaligus sebagai bentuk ke­ikutsertaan menyemarakkan dan memeriahkan serta menjadi “kado”­ untuk Muktamar Muhammadiyah ke-47 tersebut. Kandungan kumpulan tulisan ini adalah makalah-makalah yang dipresentasikan dalam serial diskusi para alumni IMM yang berlang­ sung di Asrama Fastabiqul Kairat, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Ciputat, sepanjang tahun 2014 s/d 2015. Penyelesaian buku ini digarap oleh Yusran Razak dan Ilham Munzir serta diberi kata pengantar oleh M. Yunan Yusuf.

3 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Kali ini, untuk melanjutkan tradisi intelektual tersebut, dalam rangka­­ menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang rencana akan berlangsung pada 1-5 Juli 2020 di Solo (kemudian di­tun­da karena musibah Pandemik Covid-19, Ed.), alumni IMM Ciputat mempersembahkan karya tulis yang diberi judul Tafsir Musibah: Esai Agama, Lingkungan, Sosial Politik, dan COVID-19. Ada sebanyak 24 karya tu­lis yang dihimpun dalam buku ini. Berbeda dengan buku-buku sebe­ lumnya yang berbicara tentang Muhammadiyah secara spesifik, namun kali ini yang diangkat adalah tentang musibah.

Kenapa Musibah? Pada “Pendahuluan Fikih Kebencanaan” dalam Himpunan Pu­tus­ an Tarjih, dikatakan bahwa letak geografis Nusantara yang strategis telah menjadikannya sebagai pusat peradaban, tetapi sekaligus juga mengandung potensi alamiah yang membahayakan dan menghan­ curkan. Potensi gempa bumi, tsunami, badai, erupsi gunung berapi, banjir, hingga tanah longsor adalah sisi lain tak terpisahkan dari kesuburan, ke­makmuran, dan posisi strategis yang dimiliki oleh negeri ini.1 Jelas hal ini menunjukkan bahwa bumi Nusantara merupakan anugerah­­ Allah yang menyimpan berjuta kemungkinan, apakah itu bersifat­­ musibah ataupun anugerah. Kekayaan yang terdapat dalam sum­ber daya alamnya tiada terkira melimpahnya. Setiap jengkal tanah bumi Nusantara ini menyimpan triliunan sumber energi, apakah itu minyak, gas bumi, dan batu bara, serta jutaan bahan tambang dengan berbagai jenisnya. Namun, harus disadari pula bahwa ternyata bumi Nusantara ini terletak di kawasan tiga lempengan bumi. Ketiga lempengan bumi itu adalah lempengan Eurasia, lempengan Pasifik, dan lempengan Indo- Australia. Bahkan, Indonesia berada di tengah daerah yang dikenal de­ngan istilah “sabuk api” yang dalam istilah teknisnya disebut dengan “ring of fire.”Negeri nusantara ini berada di titik pusat gugusan gunung- gunung yang menyimpan letusan magma yang kapan saja bisa terjadi.

1 Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih 3, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. I, 2018), hlm. 603.

4 Prolog

Lebih jauh dikatakan bahwa di samping faktor alam yang dapat menyebabkan bencana, kompleksitas kondisi masyarakat Indonesia da­ri segi demografis (kepadatan penduduk) dan dari segi ekonomi (ke­ miskinan yang masih tinggi) telah menambah tingginya kerentanan ter­ hadap peristiwa bencana alam. Saat ini, Indonesia menempati peringkat pertama dari 265 negara di dunia terhadap risiko tsunami dan peringkat pertama dari 162 untuk tanah longsor, serta peringkat ketiga dari 153 negara terhadap risiko gempa bumi, dan peringkat keenam dari 162 untuk risiko bencana banjir.2 Bila ditelusuri lebih jauh bencana tersebut muncul akibat dari ber­bagai kerusakan yang terjadi pada alam. Karena alam telah rusak, sehingga keharmonisan terganggu, maka alam tidak lagi bersahabat dengan manusia. Sebuah laporan kerusakan alam telah disampaikan oleh Economics of Land Degradation Initiative (ELDI). Laporan ini dibuat dari hasil kerja sama sekitar 30 organisasi lingkungan yang melakukan penelitian di berbagai penjuru bumi selama 4 tahun terakhir. Dalam laporan tersebut dinyatakan: 1. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat ulah manusia sejak tahun 2000 bertanggung jawab atas hilang­ nya 75 persen nilai ekonomis alam yang sejatinya bisa dimanfaatkan oleh ma­ nusia; 2. Nilai ekonomis alam yang hilang itu diperkirakan bisa mencapai Rp 1 triliun per satu kilometer persegi. Tanpa disadari kerusakan lingkungan juga merugikan setiap orang di Bumi, dengan nominal hingga Rp 20 juta per orang; 3. Kerusakan lingkungan membuat pemerintah harus menyuntikkan investasi lebih di dunia pertanian sampai Rp 400 triliun per tahun lebih hanya agar lahan-lahan pertanian bisa tetap menghasilkan bahan pangan untuk seluruh ma­nusia di Bumi. Itu terjadi akibat rusaknya 52 persen lahan pertanian di ber­ bagai negara; 4. Luas lahan di Bumi yang dilanda kekeringan parah meningkat hingga dua kali lipat dari tahun 1970-an hingga tahun 2000an, atau hanya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir; dan 5. Satu per tiga dari kawasan di Bu­mi kini rentan terhadap kerusakan lingkungan. Lebih parah, satu per tiga ka­wasan Afrika kini terancam berubah menjadi gurun tandus.3 Lebih lanjut dikatakan bahwa kerusakan lingkungan diprediksi

2 Ibid. 3 https://www.merdeka.com/teknologi/bumi-tengah-menderita-5-fakta- kerusakan lingkungan, diakses, 12/02/2020, pkl. 07.11

5 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik bakal membuat banyak orang harus pergi dari tempat tinggal mereka. Jumlahnya pun tidak sedikit, mencapai 50 juta orang! Dalam 10 tahun ke depan, 50 juta manusia itu terpaksa mengungsi hanya untuk bertahan hidup di tengah serangan kekeringan atau masalah lingkungan lain. Kerusakan lingkungan yang begitu parah membuat timpa menim­ panya negeri kita dilanda oleh musibah, terutama yang paling banyak adalah­ banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan. Sejauh hasil kajian sudah dapat dipastikan bahwa musibah banjir dan tanah lonsor terse­but disebabkan oleh sudah begitu parahnya kerusakan hutan kita. Pembakaran­ hutan, baik yang dilakukan secara legal dan ilegal terjadi di mana-mana.­ Lahan-lahan yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai ka­was­an penyimpan air dalam jumlah besar seperti lawan persawahan, drastis jauh menurun. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Uni­versitas Diponegoro mengungkapkan telah terjadi tren penurunan lu­as sawah. Pada 2005 luas sawah di Magelang tercatat 37.445 ha dan menurun menjadi 37.219 ha pada 2011. Pada 2012 di­ra­malkan, penurunan luas lahan akan terjadi berdasarkan jumlah fileusulan perubahan penggunaan lahan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Magelang, yaitu terdapat 47 fileproposal di tahun 2010, 12 filedi tahun 2011, dan 15 file di tahun 2012. Jumlah ini belum termasuk perubahan fungsi lahan yang tidak dilakukan melalui prosedur izin resmi pada BPN.4 Jadi, bila kali ini kumpulan tulisan yang disajikan berkaitan de­ngan musibah tak lebih dari sekadar mengingat bangsa Indonesia be­tapa kita sudah berada dalam kondisi yang memprihatinkan bila ber­bicara pada kasus bencana dan musibah. Sekurang-kurangnya apa yang tersaji pada buku ini mengingatkan siapa saja, betapa kita harus sa­ngat peduli terhadap kondisi lingkungan alam kita yang setiap saat kon­disinya terus menurun.

Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an Menurut Muhammad Fu’ad Abd al-Baqy, dalam kitabnya Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim, menginventarisir kata mushibah ditemukan 10 kali dalam Al-Qur’an. Secara harfiah ia berasal dari kata

4 U. Maman Kh, Mengendalikan Laju Konversi Lahan Pertanian Pangan Pro­ duk­tif Menuju Swasembada Pangan (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2019), hal. 7

6 Prolog ashaba yang secara harfiah mengandung maknamengenai atau menimpa. Boleh jadi dengan kata mengenai atau menimpa itu adalah sesuatu yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan. Namun, Al-Qur’an mempergunakan kata tersebut umumnya mengandung arti yang tidak menyenangkan. Dari isyarat ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang musibah dapat dicatat tiga pesan langit agar diperhatikan dengan seksama oleh manusia: Pertama, musibah tidak akan pernah terjadi bila tidak seizin Allah. Inilah yang ditegaskan oleh firman Allah dalam Surat at-Taghabun ayat 11: َ َ َ َ ُّ َ َّ ْ َّ َ َ ُ ْ َّ َ ْ َ ْ َ ُ ما أصاب ِمن م ِصيب ٍة إِل بِإِذ ِ ناللِ ومن يؤ ِمن بِاللِ يه ِد قلبه َ َّ ُ ُ ّ َ ْ َ ٌ والل بِك ِل ش ٍء علِيم Artinya: Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Kedua, musibah terjadi karena ulah manusia, antara lain karena dosanya. Simaklah firman Allah dalam Surat Al-Maidah [5] ayat 49: َ ُ ٓ َ َ َّ َ َ َّ َ ۡ ٓ ُ َ ُ َ َوأن ۡٱحكم بَ ۡي َن ُهم ب َما أ َنزل ُٱلل َول تتب ۡع أه َوا َءه ۡم َو ۡٱحذ ۡره ۡم أن ِ ِ َ ِ َ َ ۡ ُ َ َ َ ۡ َ ٓ َ َ َّ ُ َ ۡ َ َ َ َ َّ ۡ ْ َ ۡ َ ۡ َّ َ ُ ُ يفتِنوك ع ۢن بع ِض ما أنزل ٱلل إِلكۖ فإِن تولوا فٱعلم أنما يرِيد َّ ُ َ ُ َ ُ َ ۡ ُ ُ ۡ َّ َ ٗ ّ َ َّ َ َ ُ َ ٱلل أن ي ِصيبهم بِبع ِض ذنوبِ ِهم ِۗإَون كثِريا ِم نٱنل ِاس لفٰ ِسقون ٤٩ Artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

7 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Ketiga, musibah menjadi ujian bagi manusia. Ia bertujuan untuk menempa manusia dalam perjalanan hidupnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Oleh sebab itu seseorang tidak boleh ber­ putus asa atas terjadinya musibah, betapa besarnya pun musibah itu. Hal ini ditegaskan oleh Al-Qur’an dalam Surat al-Ankabut [29] ayat 2-3: َ ُ َ ۡ ُ ْ َ ُ ُ ْ َّ ُ َ ۡ َ َ أ َح ِس َ بٱنلَّاس أن ُي َتك ٓوا أن َيقول ٓوا َء َامنا َوه ۡم ل ُيفت ُنون ٢ َ َ َ ۡ َ َ َّ َّ َ َ ۡ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َّ َّ ُ َّ َ َ َ ُ ْ َ َ َ ۡ َ َ َّ ولقد فتنا ِٱلين ِمن قبلِ ِهمۖ فليعلمن ٱلل ِٱلين صدقوا ولعلمن ۡ َ َ ٱلكٰ ِذبِني ٣ Artinya: 2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:­ “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi. 3. Dan se­sungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka­ sesungguhnya Allah mengetahui orang- orang yang benar dan sesungguhnya­ Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

Konsep Musibah Kumpulan tulisan ini menyajikan 3 (tiga) Bahagian pendiskusian, yakni Konsep Musibah, Musibah Kita, dan Menimba Hikmah dan I’tibar­ (editor: sejak musibah Covid-19 muncul, ada penambahan Bab baru yang secara khusus membahas tentang Covid-19 “Jihad Kema­nusiaan Melawan Pandemi Covid-19). Pada bahagian pertama, Konsep Musibah, diawali oleh tulisan HM Yakub, dengan judul “Memaknai Musibah­ dalam Al-Qur’an.” Dikatakan oleh penulisnya bahwa musibah adalah suatu keniscayaan. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang musibah mutlak­ diperlukan. Di dalam Al- Qur’an disebutkan bahwa musibah se­tidaknya memiliki tiga makna, yakni sebagai hukuman dari Allah SWT, sebagai peringatan atau penghapus dosa, dan sebagai ujian untuk kenaikan derajat keimanan. Sebuah hasil penelitian bibliografis disajikan olehFuad Fansuri dan Andi Faisal Bakti. Penelitian yang diberi judul “Reinterpretasi Makna­ Bala’ dalam Al-Qur’an,” menyimpulkan bahwa istilah bala’ di­gunakan untuk menunjuk bencana yang terjadi karena kehendak Allah meskipun tanpa melihat kesalahan manusia. Bala’ yang Allah berikan terhadap­ hamba- Nya, meskipun secara fisik terlihat menyengsarakan, namun sebenarnya mengandung motivasi kepada seseorang untuk bangkit dari keterpurukan

8 Prolog sehingga pada akhirnya akan muncul kenik­ matan­ (al-ni’mah al-hasanah) yang diikuti dengan rasa syukur (al-syukr ‘ala al-ni’mah). Bencana memang diturunkan oleh Allah, namun musibah sebagai konsekuensinya sebenarnya adalah akibat dari perbuatan manusia sen­diri. Oleh sebab itu, musibah memang bisa dikendalikan untuk dikurangi, bahkan juga untuk dihindari sama sekali. Pengendalian musibah dilakukan sejak fase prabencana, tanggap darurat, dan pas­ca bencana. Penanggulangan di setiap fasenya dilakukan dengan me­ ningkatkan kualitas keimanan, kualitas dan kuantitas ibadah, kualitas dan kuantitas ihsan (amal saleh). Ketiganya harus difungsikan sebagai behavioral belief, normative belief, dan control beief. Demikian disaran­ oleh M. Farid Hamzens dalam tulisannya bertajuk “Penanggulangan Bencana: Aktualisasi Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Pengendalian Mu­sibah”. Lain halnya apa yang dikatakan oleh Raswan dalam karya tulisnya berjudul “Musibah Ekologi dan Kontribusi Islam.” Raswan melihat bahwa­ ada musibah ekologi Muslim, dan oleh sebab itu Islam harus mem­berikan kontribusinya dalam bentuk dakwah ekologi. Dakwah yang harus dibangun agar Muslim berusaha menghilangkan bencana dengan perbuatan dan perilaku konstruktif dan melakukan ibadah dan amal saleh sesuai dengan kemampuan bertawakal kepada Allah manakala musibah itu terjadi. Bagian ini ditutup oleh tulisan Zubair dengan topik “Musibah dalam Perspektif Tasawuf.” Zubair membuka uraiannya dengan menjelaskan­ kata ashaba yang membentuk kata musibah, mengandung arti menimpa, dan yang menimpa itu berupa kebaikan dan keburukan. Na­mun ada banyak ayat yang berkonotasi bencana, sehingga dalam penggunaan­ kata musibah itu lebih sering dipahami bermakna bencana atau sesuatu yang buruk. Zubair mengutip Syekh Muhammad Ali Hanafiah, mursyid Tare­ kat Qadiriyah Hanafiyah dalam Kalam Ilham, dan merujuk pada Surat Al-Hadid ayat 22 yang mengatakan bahwa semua kejadian di alam me­ rupakan musibah telah tertulis dalam lauh al-mahfuzh. Dikatakan oleh Syekh bahwa apa yang terjadi dalam alam ini termasuk sudah menjadi­ ketetapan Allah. Kita bagaikan tulisan-tulisan dalam kitab, de­ngan takdir menjadi lembaran kertasnya, dunia beserta akhirat menjadi sampulnya, sedangkan penulis dan pengarangnya adalah Allah.

9 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Akhirnya, Zubair berpesan dalam menghadapi bencana untuk meng­ingat kembali doa yang dilantunkan oleh Syekh Ibnu Atha-illah as-Sakandary dalam Al-Hikam, “Tuhanku, aku tahu melalui perubahan kejadian­ dan pergantian masa Engkau hendak mengenalkan diri- Mu padaku pa­da segala sesuatu agar aku mengenal-Mu. Tuhanku, sebenarnya perubahan ciptaan-Mu dengan cepatnya berlalu setiap takdir-Mu menjadi penghalang bagi hamba yang arif untuk merasa nyaman dengan pemberian dan juga peng­halang baginya untuk berputus asa atas setiap cobaan.”

Musibah Kita Bahagian kedua kandungan buku ini yang diberi judul dengan Musibah Kita, diawali oleh tulisan Sudarnoto Abdul Hakim, dengan tajuk yang agak genit “Musibah Politik dan Kebangsaan”. Kak Nonot, demi­kian dulu dia disapa oleh anak-anak IMM Ciputat, menggali lebih da­lam makna musibah, bukan hanya yang terjadi pada lingkungan alam, tetapi juga musibah yang menimpa politik kebangsaan kita. Dengan mempergunakan terminologi musibah politik kebangsaan, Sudarnoto­ lalu meretas berbagai musibah yang telah menimpa kita se­bagai bangsa, yang dia klaster ke dalam dua musibah besar, yakni musibah­­ era kolonial dan musibah era pasca kemerdekaan. Musibah era kolonial dia bagi menjadi tiga musibah, yakni: 1. Musibah di mana pemerintah kolonial sangat eskploitatif dan dis­ kriminatif sehingga menimbulkan kesengsaraan masif. Fungsi-fungsi­­ pelayanan, pengayoman, dan pembinaan, yang seharusnya ditegakkan­ oleh pemerintah tidak tampak. Sementara itu, kerajaan-kerajaan Islam yang ada semakin hari semakin diperlemah dan ambruk satu per satu dengan berbagai cara, antara lain politik devide­ et impera. 2. Musibah, dimana politik Islam yang diterapkan oleh pemerintah kolonial salah kaprah yang justru menimbulkan efek negatif, bahkan­ terhadap pemerintah kolonial sendiri. Kecurigaan dan ketakutan­ yang sangat luar biasa mewarnai kebijakan-kebijakan pe­merintah kolonial terhadap Islam. 3. Musibah, dimana politik pendidikan yang diterapkan oleh peme­ rintah kolonial tidak berkeadilan dan sekuler. Sekolah yang dise­ diakan oleh pemerintah kolonial tidak menganut prinsip “edu­cation

10 Prolog

for all”. Hanya orang-orang dari kelas sosial dan ekonomi ter­ tentu saja yang bisa menikmati sekolah/pendidikan formal se­cara sempurna. Bagaimana dengan musibah pasca kemerdekaan? Sudarnoto men­ catat beberapa musibah, yang juga dia sebut sebagai dark history (peris­ tiwa kelam) dalam sejarah kebangsaan kita. 1. Gerakan 30 September 1965. Musibah ini menurut Sudarnoto sangat­ traumatik. Tidak saja karena jumlah korban yang ditimbukannya­ tidak sedikit, baik dari masyarakat kebanyakan maupun perwira tinggi Angkatan Bersenjata kita, yakni tujuh jenderal, te­tapi juga menimbulkan efek sosial, politik, dan bahkan efek psiko­logis yang sangat panjang di kalangan masyarakat luas. 2. Demokrasi Terpimpin. Musibah ini telah mengebiri kedaulatan rakyat­ dan memperuncing konflik kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada. Pemerintah Orde Lama yang berkuasa telah gagal menciptakan­ Indonesia Negara yang stabil. 3. Politik Islam Orde Baru. Musibah ini memunculkan spirit anti aspi­rasi politik Islam. Tidak sedikit kalangan nasionalis sekular dan mi­liter yang memandang Islam (aspirasi politik Islam) sama bahayanya­ dengan komunisme dan karena itu harus dikontrol. 4. Malapetaka Limabelas Januari (Malari). Musibah ini muncul dalam ben­tuk demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Demonstrasi ini dituding oleh Jenderal Ali Murtopo didalangi oleh kaum sosialis dan Islam Masyumi, meskipun tidak pernah bisa dibuktikan.

Setelah meretas musibah-musibah di atas, Sudarnoto kemudian me­letakkan posisi Muhammadiyah sebagai organisasi civil society Is­ lam yang tampil dengan gagasan dan gerakan konkret yang solutif, liberatif,­ humanis, dan futuristik. Sebagai kekuatan civil society Islam Mu­hammadiyah ikut memperjuangkan dan mendirikan Negara. Untuk­ itu, Muhammadiyah berkewajiban melakukan ta’awun untuk ne­geri ini. Hal ini sejalan dengan pandangan Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah Negara Pancasila Darul ‘Ahdi was Syahadah. Dari musibah politik dan kebangsaan, Ulfah Fajarini menyajikan sebuah hasil penelitian tentang resistan kaum miskin di Kecamatan Li­mo Depok terhadap pemanfaatan tanah kavling. Tanah kavling milik orang

11 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik kota di kampong Grogol Sebrang itu dipergunakan oleh kaum mis­kin untuk bisa mengais uang dengan cara mendapatkan semacam “uang lelah” dan mengembangkan institusi jual beli tanah garapan. Resistensi yang dilakukan oleh kaum miskin ini terjadi karena stereotip mereka terhadap orang kota sebagai orang kaya yang hidup enak, dan sering sekali tidak peduli, sombong dan angkuh atau “belagu”, bahkan kekayaan mereka itu diperoleh dengan cara yang tidak jelas. Di samping itu, resistensi kaum miskin itu, lanjut Ulfah Fajarini, berkenaan juga dengan ketidakadilan sosial yang terjadi dalam hubungan antara orang kaya/kota dengan orang miskin/kampung. Tak pelak lagi, kabut asap merupakan musibah di tanah air yang telah menimbulkan persoalan sangat serius bagi eksistensi bangsa, demikian kata Saidun Derani, dalam tulisannya “Bencana Kabut Asap.” Hal inilah yang membuat muncul pandangan “nyinyir” atau sarkasme terhadap pemerintah, demikian kata Saidun Derani, karena dianggap tidak mampu melindungi rakyatnya dari masalah yang terus berulang setiap tahun. Sebab itulah timbul berbagai pertanyaan “liar” dari berbagai elemen masyarakat Indonesia dan internasional apakah pemimpin tidak hadir ketika rakyat membutuhkannya. Dengan mengutip M. Quraish Shihab dalam Membumikan al-Qur’an 2, Saidun kemudian membentangkan peroblematika musibah, yang secara khusus musibah asap, akhirnya dia sampai kepada sebuah renungan. Memang perenunganlah sebenarnya solusi yang dapat diambil dalam menghadapi musibah asap ini. Dengan perenungan akan membangkitkan kesadaran total bangsa ini terhadap betapa merusaknya pembakaran hutan yang dilakukan oleh pelaku bisnis perkebunan untuk membuka lahan baru dengan cara-cara yang dapat merugikan masyarakat luas. Pada November di penghujung tahun lalu, terjadi tumpahan minyak (oil spill) Pertamina di perairan Karawang, Jawa Barat. Sebelumnya, yakni pada tahun 2009, peristiwa yang sama juga terjadi di lepas pantai Montara, Laut Timor dan lepas pantai Balikpapan. Agus Salim, Dedi Anggriawan, Albertus Sulaeman, dan Nur Hidayah, melalui tulisan mereka dengan tajuk “Bencana Musibah Tumpahan Minyak di Perairan” mengingatkan betapa besar dampak negatifnya. Menurut Agus Salim dkk. dengan tumpahan itu partikel minyak akan terdispersi (terjadi

12 Prolog penyebaran) yang menimpa ekosistem pesisir yang berdampak buruk, bukan hanya membuat rusaknya pantai, tetapi juga merusak perairan laut dengan seluruh biota yang ada di dalamnya serta serta rusaknya kondisi ekonomi masyarakat secara umum. Agus Salim dkk menyebut contoh dampak buruk tersebut dengan mengambil kasus musibah tumpahan minyak di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. Musibah tersebut menyebabkan ikan-ikan di keramba para nelayan mati. Lokasi tempat para nelayan biasa melaut ikut tercemar.­ Dengan mengutip Kompas.com, mereka merinci kerusakan keramba­ tersebut sebesar 234 ha, yang masing-masing terjadi di Karang Kapalan seluas 48 ha, Karang Bengkok 18 ha, Karang Bandengan 27 ha, Karang Grabad 25 ha, Karang Sendulung 77 ha, Karang Areng 18 ha, Ka­rang Meja 29 ha, dan Pulo Pasir 32 ha. Untuk itu, mereka mengajukan beberapa langkah strategis meng­ atasi musibah tumpahan minyak tersebut. Pertama, melalui langkah pre­ventif dengan cara dijalankannya SOP yang sangat ketat pada setiap tahapan eksploitasi minyak, baik di lepas pantai, maupun kilang minyat di darat. Sementara untuk tumpahan minyak yang disengaja, seperti membuang air ballast ke laut dilakukan dengan menerapkan atur­an hukum yang ketat terhadap para pencemar ini. Kedua, menerapkan secara utuh strategi yang tertuang dalam do­ kumen Oil spill Contigency Plan, yang dirinci dalam bentuk penang­ gulan dengan pendekatan fisik dan mekanik, pendekatan kimiawi dan pendekatan sosial budaya. Antara lain melalui pengembangan dispersan (cairan atau gas yang digunakan untuk membubarkan partikel kecil dalam suatu media), oil boom (memagari tumpahan minyak, dan teknik bioremediasi (menggunakan bakteri pemakan partikel minyak. Namun strategi tersebut menurut Agus Salim dkk harus disem­ purnakan dengan pendakatan Ilahiyah. Pendekatan ini diterapkan dengan menghayati pesan Al-Qur’an dalam Surat ar-Rum ayat 41-42 dan Surat al-A’raf ayat 56. Ayat-ayat tersebut mengingatkan bahwa ke­rusakan terjadi oleh ulah tangan manusia sendiri serta larangan me­ lakukan kerusakan di mana dan kapan saja terhadap lingkungan hidup. Muhammad Sungaidi menulis “Musibah, Islam dan Kearifan Lo­ kal,” yang hendak mengingatkan kita bahwa Indonesia, yang ter­ben­ tang di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, memiliki 129

13 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik gunung api aktif dan jalur tumbukan lempeng tektonik, yang diapit­ tiga lempeng besar benua. Di sebelah selatan oleh lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara. Sebelah utara oleh lempeng Eurasia yang bergerak ke arah tenggara. Sebelah timur oleh lempeng Pasifik dan lempeng kecil Filipina yang bergerak ke arah barat. Berbeda dengan solusi yang dikedepankan oleh para penulis lain, Muhammad Sungaidi menyodorkan kearifan lokal (local wisdom) dalam menghadapi musibah. Salah satu kearifan lokal itu bersumber dari cerita rakyat, seperti apa tersaji dalam wayang di kalangan masyarakat Jawa. Dengan wayang, orang Jawa mencari jawab atas permasalahan kehidupan mereka, termasuk dalam menghadapi musibah. Dari sini dapat dikembangkan, betapa setiap daerah bencana mempunyai karakteristik geografi, geologi, dan sosial budaya tertentu. Oleh sebab itu, mitigasi bencana haruslah diseuaikan dengan karakter lokal tersebut. Dengan judul “Indonesia, Musibah, dan Hikmah di Baliknya,” Desmadi Saharuddin dan Busman Edyar, memulai pembicaraan dengan menurunkan pesan Al-Qur’an tentang musibah, yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 155-157: َ َ ََۡ َُ َّ ُ َ ّ َ َۡ ۡ َ ُۡ َ َۡ ّ َ ۡ ۡ َ ونلبلونكم بِ ۡشءٖ ِمن ٱلو ِف وٱل ِوع ونق ٖص ِمن ٱلموٰ ِل ۡ َ ُ ّ َّ َّ َ ٓ َ َ ۡ َوٱلنفس َوٱثلَّ َم َرٰت َوبَش ٱلصٰب َ ين١٥٥ ِٱل َين إذا أصٰ َبت ُهم ِ ِۗ ِ ِ ِ ِ ُ ِ ُّ َ ٞ َ َ َ ۡ ۡ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ۡ َ ٓ َّ َّ َّ ْ ٓ ُ َ ٞ م ِصيبة قالوا إِنا ِللِ ِإَونا إِلهِ رٰ ِجعون ١٥٦ أو ٰٓلئِك علي ِهم صلوٰت ّ َّ ّ ۡ َ َ ۡ َ ٞ َ ُ ْ َ َ ُ ُ ۡ ُ ۡ َ ُ َ ِمن ربِ ِهم ورحة ۖ وأو ٰٓلئِك هم ٱلمهتدون ١٥٧ Artinya: 155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. 156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun”. 157. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Desmadi Saharuddin dan Busman Edyar menggali hikmah yang dapat ditangkap dari setiap musibah, yang menurut keduanya terdapat 4 (empat) hikmah. (1) Setiap orang harus siap dengan kematian; (2) Berusaha memahami dan menyikapi bencana alam secara rasional agar

14 Prolog tidak menimbulkan banyak korban; (3) Mengkaji lebih dalam apakah musibah itu sebagai ujian atau peringatan dari Allah; dan (4) Sejatinya setiap musibah memunculkan sikap solidaritas yang tinggi. Dr. Armawati Arbi M. Si berbicara tentang integrasi Dakwah Dzatiyah dan Komunikasi Intrapribadi dalam menghadapi musibah. Di bawah judul “Musibah Yang Diciptakan Sendiri: Integrasi Dakwah Dzatiyah dan Komunikasi Intrapribadi.” Armawati memulai dengan penjelasan tentang da’wah dzatiyah yang menurutnya adalah berdakwah kepada diri sendiri. Sedangkan Komunikasi Intrapribadi (KIP) adalah komunikasi seseorang penuh dengan perencanaan, penataan, dan evaluasi sebelum bersikap, berkomunikasi, dan bertindak. Oleh sebab itu, Armawati mengingatkan bahwa setiap orang haruslah menghindarkan diri dari kegemaran buruk, yaitu menipu diri sendiri, melupakan diri untuk melakukan kebaikan, membodohi diri sendiri, menyesatkan diri, dan menzalimi diri sendiri. “Bencana Sosial dalam Pengadaan Barang/Jasa” yang ditulis oleh M. Agus Suriadi menyentakkan kesadaran kita tentang bencana kemanusiaan dalam pengadaan barang/jasa. M. Agus Suriadi memulai tulisannya dengan mengutip laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa sepanjang tahun 2018, pemetaan korupsi berdasarkan modus yang digunakan adalah: 1. Mark up, 76 kasus, senilai Rp 541 M; 2. Penyalahgunaan anggaran, 68 kasus, senilai Rp 455 M; 3. Penggelapan, 62 kasus, senilai Rp 441 M; 4. Laporan fiktif, 59 kasus, senilai Rp 160 M; 5. Suap, 51 kasus, senilai Rp 67,9 M; 6. Kegiatan proyek fiktif, 47 kasus, senilai Rp 321 M; 7. Pungutan liar, 43 kasus, senilai Rp 6,7 M; 8. Penyalahgunaan wewenang, 20 kasus, senilai Rp 3,6 T; 9. Penyunatan/pemotongan, 16 kasus, senilai Rp 38,2 M; 10. Gratifikasi, 7 kasus, senilai Rp 65,9 M; 11. Pemerasan, 2 kasus, senilai Rp 80 juta; 12. Anggaran ganda, 2 kausus, senilai Rp 2,7 M; dan 13. Mark down, 1 kasus, senilai Rp 1,4 M. Dari 13 modus di atas, 9 modusnya adalah pengadaan barang/jasa.

15 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Menurut M. Agus Suriadi, ada dua antisipasi dalam menghadapi bencana dalam barang/jasa ini, yakni foreseen dan unforeseeable. Yang pertama adalah keadaan yang ditanggung oleh salah satu pihak atas risiko, atau keadaan yang dapat dikalkulasi oleh manusia apabila terjadi di kemudian hari, dan atau pada proses pengadaan sedang berlangsung. Sedangkan yang kedua adalah risiko yang muncul pada saat proses pengadaan atau setelahnya dan tidak bisa dipredeksi menurut kalkulasi manusia, disebut dengan istilah kahar. M. Agus Suriadi menyebut kasus bencana pengadaan barang/jasa, yakni pengadaan Al-Qur’an di Kementerian Agama pada 2011 dan 2012 dengan menggunakan APBN, sebesar Rp 22,855 M untuk tahun 2011 dan Rp 59,375 M untuk tahun 2012. Telah terjadi korupsi sebesar Rp 9,2 M untuk pengadaan Al-Qur’an tahun 2011, dan Rp 400 juta untuk tahun 2012. Ini jelas tindak pidana korupsi sebagai perbutan keji karena berdampak pada kemashlahatan banyak orang. Korupsi juga merupakan tindakan zalim, kerena pengadaan kitab suci tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tindakan korupsi juga sebuah tindakan dari orang-orang yang hidup mewah namun dengan cara-cara yang terlaknat. Bahagian ketiga dari buku ini diberi judul dengan “Menimba Hikmah dan I’tibar” diawali oleh tulisan Amirul Hadi. Dalam tulisan bertajuk “Memaknai Musibah Menyongsong Kehidupan: Sebuah Pengalaman Pribadi” Amirul Hadi bercerita tentang dirinya yang mengalami musibah dahsyat, yakni tsunami Aceh. Tsunami yang menenggelamkan Banda Aceh itu, dengan gempa dasar laut Samudera Hindia yang berkuatan 9,9 skala Richter, terjadi hari Ahad 26 Desember 2004. Amirul Hadi sedang menuju pulang ke Banda Aceh pada tanggal yang sama, setelah mengikuti Pertemuan Direktur Program Pasca Sarjana, Perguruan Tinggi Islam se-Indonesia yang dilaksanakan oleh DIKTIS, Kementerian Agama. Amirul Hadi baru saja diangkat dua bulan sebelumnya sebagai Direktur Program Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry (sekarang UIN Ar-Raniry) Banda Aceh. Pada 26 Desember itu Amirul Hadi dengan menumpang pesawat Garuda bertolak menuju Banda Aceh dari Bandara Soekarno-Hatta, pada pukul 06.05 WIB. Dua jam kemudian yakni pada pukul 08.00 pesawat mendarat di Polonia, dan transit selama 30 menit, akan melanjutkan

16 Prolog penerbangan ke Banda Aceh. Sebelum boarding di Polonia, Amirul Hadi menelepon ke istri di Banda Aceh, tetapi tidak tersambung. Pada pukul 08.30 pesawat Garuda take off dari bandara Polonia menuju Banda Aceh. Namun sekitar 10 menit mengudara pilot Garuda mengumumkan bahwa pesawat harus kembali ke Polonia karena kondisi di Banda Aceh tidak memungkinkan pesawat mendarat. Setelah kembali ke bandara Polonia, Garuda mengumumkan bahwa penerbangan hari itu diundur esok harinya pada 27 Desember 2004. Dua hari yang mencekam dialami oleh Amirul Hadi sebelum sampai di Banda Aceh. Belum ada berita tentang tsunami pada dua hari yang mencekam itu. Adanya adalah berita tentang Banda Aceh telah tenggelam, air laut naik dan menenggelamkannya. Asrama haji Banda Aceh yang terletak di Prada (Lingke) juga tenggelam. Amirul Hadi bergumam dalam hati: ”Ya Allah… bagaimana nasib anak-anak, istri dan semua keluarga saya yang tinggal di kawasan Kahju dan Baet (Aceh Besar) yang dekat dengan bibir pantai?” Dalam kepala Amirul Hadi, bukan tsunami yang terjadi, tetapi air laut yang naik. Benar kata tsunami disebut oleh penumpang lain, namun mayoritas para penumpang, termasuk dirinya sendiri tidak tahu apa tsunami itu. Barulah setelah pesawat Garuda landing di Bandara Sultan Iskandar Muda pada 27 Desember itu, sedikit demi sedikit informasi tentang Banda Aceh mulai terkuak. Manakala pesawat sudah berada di atas Banda Aceh, sebelum mendarat terlihat dari udara Banda Aceh mengalami kehancuran yang dahsyat, terutama kawasan di bibir pantai. Sesaat sebelum mendarat Amirul Hadi jelas melihat kawasan rumahnya sudah semua rata dengan tanah. Hal yang terlihat adalah selimut lumpur hitam. Salah seorang penumpang Garuda yang duduk di sebelah Amirul Hadi berkata, “Pak Amir keluarga kita kelihatannya tidak ada lagi… Dengan kondisi tragedi sedahsyat ini tidak mungkin keluarga kita selamat”. Istri dan dua orang anak Amirul Hadi menjadi syuhada musibah tsunami itu. Betapa kenangan indah masa lalu kembali menggelayut di dalam benak Amirul Hadi. Istrinya tercinta, yang dipertemukan Allah ketika mereka studi di Mc Gill University Montreal, Kanada. Amirul Hadi sendiri sedang mengambil program S-3, sedang istrinya, gadis Pematang Siantar, dosen UIN Sumatera Utara Medan itu, sedang mengambil

17 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik program S-2. Mereka menikah di medan perjuangan studi tersebut pada bulan Juli 1999. Mereka sudah dikarunia dua orang anak, putri yang tertua usia 9 tahun dan putra yang bungsu usia 4,5 tahun ketika itu. “Rasa bersalah” tidak bisa dibendung menyelinap ke dalam hati Amirul Hadi, kenapa dia tidak bersama istri dan anak-anak ketika tsunami dahsyat itu merenggut mereka. Beruntun pengandaian muncul dalam benak Amirul Hadi. Andai dulu mereka tidak tinggal di Kahju, andai….. andai…… dan sederetan pengandaian lagi. Kondisi ini nyaris menyeret Amirul Hadi ke kondisi ketidakstabilan emosi. Ia sangat tersinggung dan marah ketika selang beberapa waktu banyak teman dan senior yang menyarankan agar segera menikah lagi sebagai obat dari kondisi yang down (anjlok). Bagi Amirul Hadi menikah lagi dalam kondisi seperti itu adalah sesuatu yang tidak lazim, sulit untuk dicerna. Dalam kondisi seperti itu menikah bukanlah solusi, dan secara tegas Amirul Hadi mengatakan bahwa hidup ini bukan semata- mata soal menikah. Bagi Amirul Hadi, istri tercinta bersemi khusus dalam hatinya sebagai teman setia sama-sama menuntut ilmu di McGill University Kanada. Sekembali dari Kanada, bersama istri, Amirul Hadi meraih kebanggaan para ilmuwan, bukunya diterbitkan oleh E.J. Brill Leiden pada tahun 2004. Pada September tahun yang sama Amirul Hadi dipercaya sebagai Direktur Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Di balik kesuksesan laki-laki hebat, pasti ada perempuan luar biasa. Itulah yang dirasakan oleh Amirul Hadi yang dengan bangga mengatakan bahwa dua capaian membanggakan di atas tidak bisa dilepaskan dari peran istri tercinta. “Panta rei”, hidup terus bejalan. Kesedihan memang tidak boleh disimpan berlarut-larut. Amirul Hadi disadarkan ucapan Sekretaris Desa Baet: “Pak saya kehilangan anak-anak dan istri. Ketika gelombang raksasa tsunami menerjang, saya lari menyelamatkan diri sekuat tenaga sambil mengapit kedua anak saya, satu di kanan dan yang lainnya di kiri. Istri saya juga berusaha menyelamatkan diri.” Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan: “Namun sekuat apapun saya apit anak saya yang masih kecil-kecil, mereka terlepas dari tangan saya ketika gelombang tsunami menerjang kami. Demikian juga halnya dengan istri saya, ia hilang ditelan gelombang. Sayapun tidak tahu bagaimana saya bisa selamat. Hanya Allah

18 Prolog

SWT yang menyelamatkan saya, hingga masih hidup saat ini.” Setelah mereguk kopi dan mengisap rokoknya, iapun melanjutkan pembicaraan dengan berkata: “Mereka sudah selamat Pak sudah selamat… Mereka semua adalah para syuhada, dan mereka bahagia di alam sana, di sisi Allah SWT. Masalah sekarang ada di kita. Nasib kita belum jelas, apakah kita akan mendapat husnuh khatimah? Yang menjadi fokus utama saya sekarang adalah mencari pekerjaan dan mudah-mudahan saya selanjutnya dapat menikah dan mempunyai anak-anak lagi”. Amirul Hadi merasakan ucapan Sekdes Baet sebagai sebuah tamparan yang membangunkannya agar bangkit dari cengkeraman kesedihan dan kepiluan yang berlarut. Sejak saat itu, Amirul Hadi memulai lagi kehidupan, yang ia sebut sebagai the second chapter of my life. Ia kembali menata hidup, menikah lagi, dan mendapat karunia tiga orang anak-anak (1 putra dan 2 putri) yang lucu, pintar serta saleh dan salehah. Musibah dahsyat yang bernama tsunami itu telah memisahkan Amirul Hadi dari istri dan anak-anaknya. Walaupun kuburan mereka tidak diketahuinya, namun mereka selalu ada di hatinya, selalu ada dalam untaian doa yang dia panjatkan. Di atas semua itu tsunami telah meningkatkan kualitas kesadaran keagamaanya serta kedekatan dirinya kepada Allah. Tulisan Dhuha Hadiyansyah yang bertajuk “Menuntaskan Proses Duka Pasca Musibah” seakan melanjutkan tulisan Amirul Hadi di atas. Setiap orang, kata Dhuha, pasti pernah mengalami duka yang mendalam. Setiap orang hidup akan menghadapi apa yang disebut dengan kehilangan. Tanpa kesiapan menghadapi musibah dan kehilangan, orang yang sudah memutuskan untuk hidup, rawan tenggelam dalam duka. Ketika seseorang ketakutan menghadapi kehilangan, sejatinya dia belum kuat menghadapi kenyataan hidup. Oleh sebab itu, tiada pilihan lain kecuali mengatakan “siap” pada setiap musibah. Bagaimana menuntaskan proses duka pasca musibah? Dhuha Hadiyansyah menyodorkan sebuah rumus untuk mengukur bobot duka, yakni:

B (duka) = N + D + K Bobot Duka = Nilai Musibah + Dukungan Sosial + Kekuatan

19 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Nilai musibah adalah takaran besar kecilnya petaka yang dapat diukur dari kerugian yang diderita. Dukungan sosial adalah pertalian hubungan dengan orang lain atau kelompok yang dapat memberikan bantuan secara praktis. Sedangkan kekuatan adalah kapasitas, potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Baik yang bersifat internal (fisik, emosional, mental, intelektual, dan spiritual), maupun eksternal (ekonomi, politik, sosial, dan budaya). Akhirnya Dhuha Hadiyansyah menutup uraiannya dengan mengedepankan tiga langkah untuk bangkit dari himpitan musibah, yakni: 1. Memaafkan diri sendiri. Dengan memaafan diri sendiri, seseorang akan mengundang pemaafan dari Allah. 2. Mengobati luka perasaan. Hanya diri kita yang mampu secara efektif mengobati luka perasaan kita sendiri. 3. Mensyukuri kehidupan. Mari mensyukuri kehidupan dengan energi baru yang penuh cinta dan semangat dari dalam.

“Hikmah di balik Setiap Musibah,” adalah sumbangan tulisan dari Amirsyah Tambunan, yang dia mulai dari menurunkan sebuah kata hikmah, bahwa semakin kuat manusia mendapat ujian Allah akan semakin banyak hikmah yang diperolehnya. Oleh sebab itu, demikian Amirsyah, agar manusia dapat memperoleh hikmah maka yang harus dilakukannya untuk memperkuat iman dan takwa. Berkelindan dengan jalan pikiran di atas maka diperlukan sikap dalam menghadapi musibah. Seorang hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah memiliki kebahagiaan hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Untuk itulah setiap mukmin perlu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Sekurang- kurangnya ada dua hikmah menurut Amirsyah Tambunan di balik setiap musibah yang diturunkan oleh Allah. Pertama, Allah menjadikan musibah untuk membersihkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kedua, Allah menjadikan musibah untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada Allah.

20 Prolog

Bila seorang hamba sudah dapat menangkap kedua hal tersebut maka Allah akan menurunkan hikmah kepadanya. Hikmah itu adalah: (1) Ketepatan dalam berbicara dan bertindak; (2) Kemampuan meletakkan semua urusan pada tempatnya; (3) Hikmah keilmuan; dan (4) Kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama. Mahmud Jalal menyajikan tulisan dengan judul “Sabar dan Ridha sebagai Kiat Menghadapi Musibah.” Sabar dan ridha adalah dua prilaku serta sikap yang berbeda. Sabar berarti menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan berharap akan segera berlalunya musibah. Sabar menyangkut menghadapi musibah, sabar dalam ketaatan, dan sabar dalam kemaksiatan. Ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima takdir Allah SWT. yang menjadikan ridha itu sebagai penawarnya. Ridha itu pada hakikatnya adalah nuansa hati dalam merespons semua pemberian Allah yang setiap saat selalu dirasakan. Ridha juga adalah menerima dengan senang hati segala apa yang diberikan oleh Allah, baik berupa aturan atau qadha atau sesuatu ketentuan dari Allah SWT. Mahmud Jalal kemudian menutup uraiannya dengan menegaslkan bahwa dengan merenungi hikmah dari musibah, seorang mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Tulisan Edi Amin berjudul “Mengubah Musibah Menjadi Berkah: Pelajaran dari KH. Ahmad Dahlan dan Bediuzzaman Said Nursi” ini adalah tulisan yang menjadi penutup dari semua tulisan yang ada dalam buku ini (editor: sebelum ada penambahan bab baru tentang Covid-19). Dengan menampilkan dua tokoh, yakni KH. Ahmad Dahlan dan Badiuzzaman Said Nursi, Edi Amin hendak mengatakan bahwa kedua tokoh tersebut telah memberikan pencerahan terhadap umat dalam menyikapi musibah sehingga musibah itu berubah menjadi berkah. KH. Ahmad mengalami musibah dikarenakan dakwah yang beliau jalankan dianggap “baru” tidak lazim di tengah masyarakat kaum muslimin ketika itu. Tindakannya meluruskan arah kiblat masjid keraton berbuah pengrusakan dan pembakaran tempat mengajarnya. Dia sendiri diteriaki orang-orang se-Kauman sebagai Kiai Kafir. Pengalaman Dahlan yang pahit ini memberikan pelajaran yang sangat berharga. Yakni:

21 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

1. Dakwah memerlukan spirit perjuangan yang tidak mengenal kata lelah. 2. Dakwah tidak mengenal kata putus asa. 3. Ketahanan adalah hal penting manakala terpaan musibah menghampiri manusia. 4. Welas asih merupakan jantung agama Islam.

Sikap welas asih inilah, kata Edi Amin yang kemudian menjelma menjadi spirit Al-Ma’un yang digelorakan oleh KH. Ahmad Dahlan dan kemudian mengejawantah dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Badiuzzman Said Nursi adalah ulama Turki yang mencerahkan umat Islam melalui karya magnum opusnya Risalah Nur. Beliau menentang keras upaya westernisasi dan sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal. Mustafa Kemal juga melakukan penghilangan simbol-simbol keislaman. Mustafa Kemal telah menghapus sistem kekhalifahan, melarang pakaian tradisional tarbus Turki, mengganti kalender Hijriah dengan kalender Gregorian, dan mengubah sistem pendidikan tradisional dengan pendidikan sekuler Barat. Risalah Nurnya telah membangkitkan kaum Muslimin Turki untuk melepaskan diri proses pembaratan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal yang menjadi penguasa pasca Kesultanan Usmani. Dia diasingkan selama 25 tahun ke Anatolia Barat. Walaupun berada di pengasingan, pemerintahan sekuler Turki tetap saja melecehkannya dan bahkan dituduh melakukann kejahatan dengan menulis buku yang menghasut. Padahal yang beliau tulis itu adalah tafsir Al-Qur’an. Dalam menutup tulisannya Edi Amin menyimpulkan bahwa KH. Ahmad Dahlan dan Badiuzzaman Said Nursi telah mendedikasikan diri untuk kemajuan umat dan bangsanya. Oleh sebab itu, mengubah musibah menjadi berkah hanya mampu dilakukan oleh hamba-hamba- Nya yang beriman.

Khatimah Sudah kita ketahui dan sadari betapa negeri kita Indonesia tercinta ini berada di tengah pusaran bencana alam. Dikatakan di tengah pusaran bencana alam, karena gugusan kepulauan Indonesia diapit oleh tiga tumbukan lempengan tektonik, yang terus bergeser walaupun

22 Prolog sangat perlahan tetapi pasti. Di sebelah selatan terdapat Lempengan Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara, di sebelah utara terdapat Lempengan Euroasia yang bergerak ke arah tenggara, dan di sebelah timur terdapat Lempengan Pasifik dan Filipina yang bergerak ke arah barat. Negeri kita juga dikenal sebagai negeri yang menyimpan sejumlah 129 gunung berapi yang sampai detik ini masih tetap aktif. Bencana alam dan juga bencana sosial/politik yang telah tersaji dalam buku ini harus disikapi bijaksana sebagaimana telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an. Sebagaimana telah disinggung penyikapan bijaksana itu adalah: Pertama, musibah tidak akan pernah terjadi bila tidak seizin Allah. Kedua, musibah terjadi karena ulah manusia, antara lain karena dosanya. Ketiga, musibah menjadi ujian bagi manusia. Ia bertujuan untuk menempa manusia dalam perjalanan hidupnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Oleh sebab itu, seseorang tidak boleh berputus asa atas terjadinya musibah, betapa besarnya pun musibah itu. Sebagai kaum intelektual Muhammadiyah, para alumni IMM selalu dituntut untuk tetap hadir memberikan kontribusinya secara nyata terhadap persyarikatan, bangsa, dan agama. Kontribusi terhadap persyarikatan dengan cara semakin memastikan diri sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna cita-cita persyarikatan. Kontribusi terhadap bangsa dan negara dengan cara semakin menegaskan diri sebagai garda terdepan dalam menjaga persatuan dan kesatuan NKRI sebagai Darul ‘Ahdi was Syahadah. Kontribusi terhadap agama dengan cara untuk secara terus menerus menggali dan mengembangkan pemahaman Islam Berkemajuan sehingga Islam hadir sebagai Rahmatan lil ‘Alamiin. Wallahu a’lam. •

Griya Satwika Legora, 18 Februari 2020

23 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Kepustakaan ’Abd Al-Baqi, Muhammad Fuad, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Karim, (Dar al-Fikr : Beirut, 1412 H/1992 M) Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih 3 (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, Cet. I, 2018). U. Maman Kh, Mengendalikan Laju Konfersi Lahan Pertanian Pangan Produktif UIN Syarif Hidayatullah, Menuju Swasembada Pangan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019). https://www.merdeka.com/teknologi/bumi-tengah-menderita-5-fakta- kerusakan-lingkungan, diakses, 12/02/2020, pkl. 07.11

24 Bagian I KONSEP MUSIBAH

MEMAKNAI MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN / Dr. H. M. Yakub, M. A.

Musibah adalah suatu keniscayaan yang tentunya setiap manusia pasti akan mengalaminya. Banyak ayat dan Hadis yang menjelaskan kepastian musibah ini. Allah memiliki kehendak dan kekuasaan mutlak untuk memberikan musibah bagi hamba-Nya. Musibah yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia memiliki tujuan agar manusia mampu berpikir tentang kealpaannya atau pun kesalahannya hingga kembali mengingat-Nya. Musibah diberikan kepada manusia baik yang beriman ataupun tidak. Kemutlakan ataupun keniscayaan musibah tergambar pada firman Allah yang berbunyi: Katakanlah: “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah (QS. Al-Ahzab: 17).

Allah SWT. menekankan dalam ayat tersebut, bahwa tidak ada manusia yang mampu menghentikan kehendak Tuhan jika Ia ingin memberi musibah atau rahmat. Menurut Agus Mustofa dalam bukunya Mengubah Takdir bencana dan rahmat adalah salah satu cara Allah menyampaikan pesan kepada manusia bahwa Allah adalah Tuhan dan Penguasa alam semesta. Tidak ada yang bisa melawan Keperkasaan-Nya. Namun, Dia bukan Dzat yang sewenang-wenang. Dia Maha Penyayang.1

1 Agus Mustofa, Mengubah Takdir (Surabaya : PADMA Press, 2008), hlm. 193.

27 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Musibah adalah suatu keniscayaan oleh karena itu pengetahuan mengenai musibah mutlak diperlukan. Di dalam Al-Qur’an dan Hadis disebutkan bahwa musibah setidaknya memiliki tiga makna.

1. Sebagai Hukuman dari Allah SWT. Musibah menjadi sebuah hukuman atas pengingkaran yang dilakukan manusia terhadap aturan yang telah ditetapkan-Nya. Biasanya ini lebih disebut sebagai azab. Azab memiliki konotasi yang lebih jelas yaitu bermakna siksa. Ini bukan lagi ujian atau cobaan melainkan balasan atas perbuatan jahat. Dan biasanya kata azab ini digunakan untuk menggambarkan siksaan yang berat dan mengerikan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Akan tetapi yang akan dibahas ialah musibah yang menjadi azab di dunia. Sebagaimana firman Allah berikut ini: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,... (QS. Asy-Syuro: 30). ...Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (QS. Al-Maidah: 49). Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri... (QS. An-Nisa: 79).

Ayat-ayat di atas menjelaskan eksistensi Allah dalam menetapkan sebuah musibah sebagai hukuman (azab) bagi manusia. Ini hal yang lumrah dilakukan oleh Tuhan kepada umat manusia yang membangkang, seperti banyak dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an mengenai kaum-kaum terdahulu (kaum Ad, Tsamud, suku Madyan, kaum Luth, Firaun, dan lainnya) yang langsung diberikan musibah berupa adzab karena pembangkangan mereka. Pada konteks ayat di atas mari kita cermati pendapat Agus Mustofa: “Di antaranya, Allah menciptakan suatu mekanisme sunnatullah. Siapa saja yang berbuat kebaikan akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sedangkan yang berbuat kejahatan akan menuai problem dalam kehidupannya. Maka Allah mengingatkan, jangan sampai kita tidak mengerti ‘hukum sebab-akibat’ itu. Dan kemudian melakukan kesalahan. Dan kita mendapat bencana karenanya, sebenarnya Allah tidak ingin kita terjatuh dalam bencana, karena kesalahan kita sendiri. Apalagi berulang-ulang, karena kebodohan. Hukun Allah tidak berubah dari yang telah ditetapkan. Barangsiapa melakukan kesalahan, dia bakal kena

28 Konsep Musibah

‘hukuman’. Dan barangsiapa melakukan kebajikan dia bakal menerima kebahagiaan”.2

Penjelasan Agus Mustofa di atas menekankan kepada manusia sebagai hamba Tuhan agar berhati-hati terhadap tindakan yang mampu mengundang murka Allah SWT. Bencana atau azab terkadang bisa menyebabkan kerugian baik bagi pendosa atau pun orang di sekelilingnya, apabila orang yang melihat suatu dosa (kemunkaran) tetapi tidak mencegahnya, seperti bunyi Hadis: “Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus” (HR. Ahmad).

Azab Allah hanya berlaku bagi pendosa (secara khusus) ataupun bagi orang-orang yang mengetahui suatu dosa dan mampu mencegahnya, bahkan bersepakat atau mendukung dosa tersebut, tetapi tidak melakukan pencegahan, walaupun dia tidak melakukan dosa-dosa tersebut. Banyak dalil Al-Qur’an dan Hadis yang bisa dipahami baik secara tekstual maupun kontekstual menyatakan tentang azab yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia karena pembangkangannya. Dalam kitab Jawabul Kafi karangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dikatakan bahwa Allah menjadikan dua jenis hukuman lantaran dosa yang diperbuat, yaitu hukuman Syar’i dan hukuman Qadari. Jika hamba Allah menjalankan hukuman syar’i, maka Allah akan mencabut dari mereka hukuman qadari atau Allah menguranginya. Dan Allah tidak akan mengumpulkan dua hukuman (Syar’iyah dan Qadariyah) terhadap makhluknya, kecuali hukuman tersebut tidak bisa mengangkat dosa atau tidak cukup untuk menghilangkan penyakit tersebut. Jika hukuman Syar’iyah tidak dilaksanakan, maka yang datang adalah hukuman Qadari, bisa saja lebih keras dari hukuman syariyah atau lebih ringan, akan tetapi dampaknya merata sedangkan hukuman syariyah dampaknya personal. Karena Allah SWT. tidak menghukum secara syari kecuali pada mereka

2 Ibid., hlm. 194

29 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang melakukan kriminal secara langsung atau menjadi penyebab.3 Ibnu Qayyim menjelaskan betapa Allah memiliki sikap keadilan dalam konteks hukum untuk mengazab atau memberikan bencana karena dosa seseorang. Bencana yang diberikan oleh Allah akan menjadi azab jika manusia tersebut terus-terusan lalai terhadap perintah Allah dan selalu mengerjakan larangan-Nya. Biasanya Allah akan mengazab kaum kafir, munafik atau pun orang Muslim yang kufur akan nikmat seperti apa yang dikatakan dalam firman-Nya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7).

Maka dosa akan menjadi suatu hal yang sangat dibenci oleh Allah SWT. apalagi jika dosa menjadi suatu hal yang ringan yang terus dilakukan oleh suatu golongan, sama seperti azab-azab Allah kepada kaum Nuh, Ad, Tsamud, kaum Luth, Firaun dan juga bani Israel. Dalam sejarah mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang di luar batas, pelanggaran yang dilakukan seperti menyembah selain Allah, membunuh para Nabi hingga melakukan homoseksual. Hal ini tentunya menyebabkan mereka diazab, karena Allah tak ingin menyisakan manusia-manusia yang melakukan dosa apalagi mereka melanggengkan dosanya dengan beranak pinak di bumi Allah. Seperti doa Nabi Nuh yang diabadikan dalam Al-Qur’an: ...Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang- orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir(QS. Nuh: 26-27).

2. Sebagai Peringatan atau Penghapus Dosa Allah sengaja memberikan musibah bagi hamba-Nya agar sadar dan tidak mengulangi dosa-dosa yang telah dilakukan. Maka efek jera

3 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Jawabul Kafi Li Man Sa-Ala ‘Anid Dawa- Isy Syafi (Kitab Jawaban Lengkap Tentang Obat Mujarab) , terj. oleh Drs. Anwar Rasyidi (Semarang, CV. Asy-Syifa, 1993), hlm. 261.

30 Konsep Musibah sangat diharapkan agar selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Hal ini juga dimaksudkan sebagai penghapusan dosa sehingga di akhirat nanti dosa tidak diperhitungkan lagi karena hukumannya sudah diberikan Allah di dunia. Kehidupan umat Islam khususnya tidak terlepas dari dosa, bahkan hampir 24 jam dalam hidupnya selalu melakukan dosa, baik dosa pendengaran, penglihatan, atau perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan baik sengaja atau tidak sengaja. Allah Maha Mengetahui bahwa hamba-Nya tidak akan pernah luput dari dosa. Allah berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al- Baqarah: 155).

Musibah yang menimpa orang-orang beriman yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahannya baik di masa lalu atau saat ini di samping menjadi peringatan supaya mereka segera menyadarinya juga untuk menebus kesalahan-kesalahannya. Ayat di atas menjelaskan cobaan- cobaan atau musibah-musibah yang pasti dialami oleh manusia, baik beriman atau tidak. Kalimat Allah terakhir, sangat menekankan bahwa Allah akan membalas cobaan itu pada orang-orang yang sabar yang tentunya yang beriman kepadaNya. Balasan Allah bisa berupa penghapusan dosa, ataupun kenikmatan di dunia langsung. Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang tha’un? Maka, beliau memberitahukan kepadanya bahwa tha'un itu: “Sebagai azab yang dikirim Allah kepada siapa-siapa yang dikehendaki-Nya, dijadikannya Tha'un itu sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. Seorang hamba yang terkena penyakit Tha'un, dia tetap tinggal di negerinya dengan sabar dan mengharap ganjaran dari Allah, dia mengetahui bahwasanya musibah yang menimpanya itu sudah Allah takdirkan untuknya. Maka, pasti ia mendapat ganjaran seperti ganjaran orang yang mati syahid” (HR. Bukhari).4 Hadis di atas menjelaskan orang-orang beriman yang mendapatkan musibah yaitu penyakit tha’un adalah orang yang diberikan rahmat oleh

4 Lihat: Fariq bin Gasim Anuz, Hikmah di Balik Musibah: Pesan-pesan Unruk Orang Yang Tertimpa Musibah dan dirundung duka (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), hlm. 43.

31 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Allah. Penyakit tha’un tersebut diberikan untuk menghapuskan segala kesalahan atau dosa yang pernah dibuat oleh orang tersebut, apabila orang tersebut bersabar dan yakin akan ketetapan yang baik dari Allah kepadanya. Menurut Adnan Syarif dalam bukunya Psikologi Qurani bahwa sejak zaman azali, Allah SWT. Yang Maha Tahu atas berbagai perkara yang gaib dan sesungguhnya telah mengetahui keimanan yang palsu maupun keimanan yang benar. Hanya saja, sifat keadilan-Nya mengabaikan semua itu. Maksudnya, tidak lain agar melalui musibah ini, manusia dapat mengambil pelajaran atas kebenaran atau kebohongan keimanannya, sehingga pada hari kiamat kelak, ia tidak memiliki dalih apa pun.5 Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah SWT. Maha Tahu siapa-siapa saja hamba-hamba-Nya yang akan beriman ataupun tidak beriman, tetapi Allah menafikan semua itu untuk memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk mau bertaubat ataupun menyadari kesalahan-kesalahannya, dengan cara memberikan cobaan berupa musibah sebagai peringatan agar tidak mengulangi kesalahan- kesalahannya. Orang tersebut sadar bahwa ada dosa yang telah dilakukannya hingga Allah menimpakan musibah tersebut. Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya orang-orang shaleh akan diperberat (musibah atas mereka). Dan tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah, seperti tertusuk duri atau lebih ringan dari itu kecuali akan dihapuskan dosa-dosanya dan akan diangkat derajatnya” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Baihaqi).” “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-hambaNya maka didahulukan baginya hukuman di dunia (berupa musibah dan kesusahan agar terhapus dosa-dosanya) dan apabila Dia menghendaki keburukan kepada hamba-hambaNya maka Dia akan membiarkannya dengan dosa-dosanya sehingga dosa-dosa tersebut dibalas pada hari Kiamat” (HR. Tirmidzi). Juga hadis yang berbunyi: “Umatku adalah umat yang di rahmati, mereka tidak akan diazab di akhirat. Sesungguhnya azabnya telah diberikan di dunia ini, yaitu berupa fitnah (ujian dalam kehidupan dunia), Zalazil (goncangan jiwa yang sangat

5 Adnan Syarif, Psikologi Qurani, Terj. Muhammad Al-Mighwar (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Cet I, hlm. 171.

32 Konsep Musibah dahsyat) atau terbunuh dalam jihad Fisabilillah (mati syahid) (HR. Abu Dawud, Thabrani, Al-Hakim dan Baihaqi)”. Hadis-hadis di atas menjelaskan bahwa kesusahan-kesusahan umat Muslim yang beriman kepada Allah adalah bentuk ganjaran dari dosa yang dilakukan, baik dosa kecil maupun dosa besar. Ganjaran tersebut diberikan oleh Allah agar nanti di akhirat tidak disiksa lagi ataupun siksaannya diringankan oleh Allah. Karena begitu cintanya Allah pada hamba-Nya, hingga Dia tidak ingin ada hamba-Nya yang masuk ke dalam nerakaNya, maka lebih baik membalas hamba-Nya di dunia daripada mendapatkan azab di akhirat yang azabnya berlipat-lipat daripada di dunia.

3. Sebagai Ujian untuk Kenaikan Derajat Keimanan Setiap orang yang beriman pasti akan diuji. Allah SWT. menguji keimanan mereka dengan pengetahuan yang menyangsikan atau meragukan keimanan mereka. Seperti yang pernah dialami oleh orang- orang sebelumnya. Musibah ini diberikan Allah SWT. kepada hamba- hamba-Nya yang beriman untuk menguji keimanan dan kesabaran mereka, agar diketahui siapa di antara mereka yang imannya benar- benar mutiara dan yang imannya sekadar pecahan kaca. Musibah itu bertujuan untuk menimpa manusia yang beriman agar tidak berputus asa terhadap musibah yang menimpanya. 6 Seorang yang mengaku sudah beriman kepada Allah SWT. belum tentu sungguh-sungguh beriman. Karenanya Allah SWT. perlu menguji mereka yang mengaku beriman dengan sesuatu, misalnya berupa banjir bandang, gempa bumi, penyakit, atau kesulitan ekonomi. Jika mereka tetap sabar dan istikamah di jalan Allah SWT. berarti mereka itulah yang sungguh-sungguh beriman dan Allah SWT. akan menaikkan derajatnya sekaligus menghapus sebagian dosa-dosanya melalui musibah itu. Mereka akan mendapat kabar gembira berupa surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya.7 Allah SWT. berfirman: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak

6 Imam Jalaluddin al-Mahalli, as-Suyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Ayat, terj. Bahrul Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), Jilid 2, hlm. 464. 7 Adnan Syarif, Psikologi Qurani, hlm. 171.

33 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al-Ankabut: 2-3). Juga dalam firman-Nya : ...... “boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216).

Ayat di atas menjelaskan mengenai ujian manusia untuk menguatkan keimanannya. Tidak akan diakui keimanan seseorang apabila dia belum diuji oleh Allah SWT. Ujian tersebut berdasarkan tingkat keimanannya, semakin beriman maka akan semakin berat cobaan-Nya, semakin tinggi kualitas ibadahnya maka semakin tinggi kualitas musibah ataupun cobaan yang diberikan oleh Allah. Dan biasanya dalam tahap ini hanya orang- orang tertentu yang diberikan oleh Allah, seperti para Nabi, ahli ibadah, ulama, ataupun orang-orang yang memiliki derajat kesalehan yang tinggi. Kriteria orang-orang beriman seperti di atas apabila diberikan musibah oleh Allah SWT. mereka menghadapinya dengan kesabaran yang ekstra, dikarenakan tingkat derajat keimanan mereka lebih tinggi dari orang kebanyakan. Ada satu kalimat yang dianjurkan oleh Allah ketika meghadapi musibah, yaitu kalimat istirja8, kalimat yang mengartikan sikap kepasrahan kepada Allah ketika menghadapi musibah. Kalimat ini menjadi kekuatan bagi orang-orang beriman untuk selalu meyakini ketetapan Allah bahwa apapun yang ditetapkanNya pastilah untuk kebaikan hambaNya. Menurut Imam Ibn Muhammad al-Manbaji, dalam kitabnya Tasliyah Ahl al-Musha'ib, Edisi yang diterjemahkan oleh Saifudin Zuhri, kata istirja' memiliki dua prinsip keimanan yang sangat mendasar bagi seseorang yang ditimpa musibah. Pertama, seorang hamba memastikan bahwa dirinya, keluarganya, hartanya dan anak-anaknya sesungguhnya adalah milik Allah SWT. semata. Sesungguhnya semuanya dijadikan oleh Allah sebagai pinjaman

8 Kalimat yang berbunyi : Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiuun yang artinya “sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali”, mengenai anjuran ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 156.

34 Konsep Musibah kepadanya. Jika dia mengambil semua itu darinya, maka dia seperti seorang yang meminjamkan sesuatu barang dan mengambilnya kembali dari pihak yang meminjamnya. Kedua, adanya kesadaran bahwa tempat kembali seorang hamba dan persinggahan terakhirnya hanyalah Allah SWT. semata, sebagai pelindungnya yang sejati. Kelak suatu saat ia pasti akan meninggalkan dunia ini dan akan datang menghadap Tuhannya di hari kiamat secara individu, sebagaimana Tuhan menciptakannya pertama kali dalam keadaan tanpa keluarga, harta, dan kerabat. Dia akan datang kepada Tuhannya dengan membawa segenap kebajikan dan keburukannya. Jika memang demikian halnya kondisi awal dan akhir seorang hamba, maka mengapa ia harus merasa gembira dengan anaknya, hartanya, dan berbagai kesenangan duniawi lainnya, atau dia harus merasa sedih atas sesuatu yang hilang? Dengan demikian pemikiran seorang hamba tentang awal dan akhir perjalanannya bagi hamba yang tertimpa musibah. Ketiga, ridha. Apabila seseorang tertimpa musibah, lalu dinasihatkan untuk bersabar bagi orang yang memiliki tingkat keimanan yang tinggi wajarlah nasehat tersebut diterima dengan mudah. Karena dengan adanya nasihat-nasihat itu dia meyakini bahwa musibah tersebut adalah berbentuk ujian untuk meningkatkan derajatnya.9 Kalimat istirja’ tersebut telah termanifestasikan dalam lisan dan hati serta perbuatan. Seorang yang memiliki tingkat derajat keimanan yang tinggi tentulah sangat sadar bahwa setiap ujian dan cobaan yang dihadapinya adalah bentuk kasih sayang Allah kepadanya. Allah ingin melihat bagaimana hamba-Nya memuji-Nya dan berharap selalu pada- Nya, hingga Allah memberikan ganjaran terbaik di dunia dan diakhirat. Pada hakikatnya semua ketentuan yang Allah tetapkan kepada kita tidak ada yang buruk. Masalahnya, mampukah kita memetik hikmah di balik musibah yang terjadi. Jika kita mampu maka kita akan beruntung sedangkan sebaliknya, jika kita gagal mengambil hikmahnya maka kita akan merugi. Memaknai musibah haruslah dalam tiga perspektif di atas. Jika kita sudah bisa membedakan manakah cobaan berbentuk azab, peringatan ataupun untuk meningkatkan keimanan kita maka sikap yang paling

9 Imam Ibn Muhammad al-Manbaji, Tasliyah Ahl al-Musha'ib, edisi terjemah: Saifudin Zuhri (Bandung: Pustaka Hidayah, 2005) cet. Ke 1, hlm. 23.

35 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik utama ialah selalu meyakini kebaikan setiap ketetapan Allah kepada kita. Dan renungkan firman Allah berikut ini ketika menghadapi musibah: “...dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba-Nya” (QS. Fushilat: 46). •

Daftar Pustaka Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 1993. Jawabul Kafi Li Man Sa-Ala ‘Anid Dawa- Isy Syafi (Kitab Jawaban Lengkap Tentang Obat Mujarab), terj. oleh Drs. Anwar Rasyidi. Semarang: CV. Asy-Syifa. Al-Manbaji, Imam Ibn Muhammad. 2005. Tasliyah Ahl al-Musha'ib, Edisi terjemah: Saifudin Zuhri. Bandung: Pustaka Hidayah. Anuz, Fariq bin Gasim. 2007. Hikmah diBalik Musibah: Pesan-pesan Unruk Orang Yang Tertimpa Musibah dan dirundung duka. Jakarta: Darus Sunnah Press. As-Suyuthi, Imam Jalaluddin al-Mahalli. 2008. Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Ayat, terj. Bahrul Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Mustofa, Agus. 2008. Mengubah Takdir. Surabaya: PADMA Press. Syarif, Adnan. 2002. Psikologi Qurani, terj. Muhammad Al-Mighwar. Bandung: Pustaka Hidayah.

36 REINTERPRETASI MAKNA BALA’ DALAM AL-QUR’AN / Fuad Fansuri, Lc., M. Ag. dan Prof. Andi Faisal Bakti, Ph. D.

Pendahuluan Agama diakui sangat berperan dalam membantu memberikan pemaknaan terhadap bencana alam. Bahkan jika bencana dikaitkan dengan takdir, agama dapat membantu memberikan pemahaman kepada korban dengan memberinya sugesti bahwa keyakinan tentang takdir dapat membantu proses pemulihan pasca bencana (Kroll-Smith dan Couch, 1987). Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa keyakinan teologis telah berperan dalam pemberian bantuan fisik, emosional dan spiritual kepada para korban (Ross, 1980; Smith, 1978). Bencana yang terjadi selalu menimbulkan pelbagai interpretasi dan reaksi yang didasari pemahaman agama. Ketika terjadi bencana, ada dua bentuk interpretasi yang muncul di tengah masyarakat, positif dan negatif (Koenig, 2006). Interpretasi positif cenderung menyalahkan dan menyudutkan korban bencana (blaming the victims) dan berbaik sangka kepada Tuhan. Sedangkan interpretasi negatif meyakini bencana merupakan “fate” atau “acts of God” sehingga menimbulkan sikap pasrah tanpa adanya upaya untuk menghindari bencana tersebut terjadi di kemudian hari (Dynes dan Yutzy, 1965). Termasuk interpretasi teologis ini adalah menyalahkan Tuhan (blaming God) dengan menunjukkan sikap kecewa kepada-Nya (Hakim, 2013). Dalam sebuah survei terhadap orang yang tinggal di Turki pasca gempa bumi tahun 1999 menunjukkan 50% responden meyakini gempa

37 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik bumi terjadi karena Tuhan menghukum mereka, 15% menganggap bencana tersebut merupakan takdir dari Tuhan dan 5% percaya itu adalah tanda hari akhirat (Bakioglu dan Gammage, 2001). Di Indonesia, pandangan teologis masyarakat Muslim terhadap bencana diklasifikasikan ke dalam tiga macam; takdir, kesalahan manusia, dan kombinasi antara takdir dan kesalahan manusia (Muhtada, 2012). Mereka meyakini bencana terjadi karena hukuman Tuhan atas perbuatan dosa dan maksiat, bentuk ujian dari Tuhan untuk mencapai derajat yang lebih tinggi, atau bentuk teguran kepada manusia yang sudah melenceng dari ajaran kebenaran. Ada juga yang meyakini bencana muncul karena banyaknya hal-hal bidah dan khurafat yang dilakukan masyarakat. Bahkan tidak sedikit yang mengaitkan bencana dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang zalim (Mustaqim, 2015). Pandangan pesimistik masyarakat Muslim terhadap bencana didasari oleh pemaknaan kata “Islam” yang oleh pemeluknya hanya dipahami secara harfiah yaitu penyerahan diri dan kepasrahan, sehingga ketika bencana terjadi, mereka meyakini Tuhan sedang menguji kesabaran mereka. Tuhan menggunakan penderitaan untuk mendisiplinkan manusia dan membawa mereka kembali ke ajaran Nabi (Chester, 2005). Sayangnya, konstruksi teologi bencana yang banyak dianut masyarakat hanya memberikan sedikit ruang untuk membangun karakter yang sigap dan tangguh. Lemahnya mitigasi bencana dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat terhadap kemahakuasaan Tuhan yang tidak dapat dimiliki oleh manusia. Hal ini cenderung menimbulkan sikap reaktif dibanding sikap proaktif, padahal sikap proaktif lebih dibutuhkan dalam upaya mitigasi bencana. Meski demikian, interpretasi teologis seseorang terhadap bencana tidak serta merta mendorong orang tersebut melakukan respon, karena level interpretasi yang dimiliki seseorang berbeda-beda. Interpretasi bencana pada tingkat pengetahuan (logos) belum mendorong seseorang untuk bertindak, nanti pada tingkat keyakinan (belief) interpretasi memiliki kekuatan penuh untuk mendorong seseorang melakukan respons yang sesuai dengan apa yang diyakininya (Kroll-Smith dan Couch, 1987). Teologi bencana dalam Al-Qur’an dapat ditelusuri dengan penelitian

38 Konsep Musibah tematik tentang term al-bala’. Term bala’ disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak enam kali. Semua ayat-ayat tersebut perlu dirumuskan kembali maknanya sehingga mampu melahirkan pandangan teologis yang konstruktif-optimis yang selama ini hanya melahirkan pandangan yang fatalistik dan pesimistis. Hal ini karena Al-Qur’an bagi umat islam merupakan sumber inspirasi, motivasi dan advokasi dalam menghadapi pelbagai macam permasalahan, khususnya bencana. Pertanyaan pokok yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Reinterpretasi Makna Bala’ dalam Al-Qur’an?” Adapun pertanyaan minor yang diajukan: (1) Sejauh mana Al-Qur’an membahas tentang term bala’? (2) Apa yang melatarbelakangi turunnya ayat tentang bala’? (3) Apakah ada munasabah (korelasi) ayat-ayat bala’ dengan ayat- ayat lain yang serupa? (4) Seperti apa pemaknaan yang relevan dan aktual terkait bencana? Penelitian ini menggunakan metode tafsir maudu’i. Metode ini digunakan untuk mengeliminasi gagasan subjektif penafsir. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa Al-Qur’an memiliki kesatuan tema, namun ayat-ayat yang terkait dengan tema itu biasanya tersebar di pelbagai ayat dan surat dalam Al-Qur’an. Antara ayat yang satu dengan ayat yang lain yang terkait dengan tema didialogkan secara kritis sehingga melahirkan kesimpulan yang objektif. Adapun langkah-langkah metode tematis yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari langkah-langkah metodis yang telah digariskan oleh al-Farmawi dalam kitab al-bidayah fi al-tafsir al-maudu‘i. Pertama, menemukan ayat-ayat tentang bencana dengan bantuan key word “bala’”. Kedua, memaparkan asbab al-nuzul terkait ayat-ayat bala’. Ketiga, menemukan munasabah (korelasi) ayat-ayat bala’ dengan ayat-ayat lain yang serupa. Keempat, mencari pemaknaan yang relevan dan aktual terkait bencana (al-Farmawi, 1976).

Makna Bala’ dalam Al-Qur’an

1. Terma al-Bala’ Term bala’ secara semantik terbentuk dari empat huruf dasar, yaitu ba’-lam-ya’-wau. Term ini secara morfologis berasal dari timbangan bala- yablu-balwan-bala’an, yang berarti tampak jelas, rusak, menguji, dan sedih.

39 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Makna-makna dasar bala’ tersebut mengandung relasi semantis yang kuat. Bala’ sebagai ujian diberikan Allah sebagai bentuk ujian kepada seseorang, agar nampak kualitas objek yang diuji. Oleh karena itu, kata bala’ sering dimaknai dengan cobaan atau ujian yang menimpa yang sering disertai kesedihan dan kerusakan (Ibn Faris, 2009; Ibn Manz\ ur, 2009). Term bala’ dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak enam kali; (1) Surat al-Baqarah ayat ke-49, (2) Surat al-A’raf ayat ke-141, (3) Surat al-Anfal ayat ke-17, (4) Surat Ibrahim ayat ke-6, (5) Surat al-Saffat 106, (6) Surat al-Dukhan ayat ke-33.

2. Asbab al-Nuzul Asbab al-Nuzul ayat-ayat tentang bala ditemukan dalam beberapa riwayat, di antaranya: َ ُ َ َ ُ َ ٍّ َ َ ُ َ ْ ُ َ ْ َ قال رسول ِاهلل ﷺ ِلع ِل، رضِ اهلل عنه، يو مبدر: أعطين حصبا َ َ َ َ ُ َ َ ً َ َ ْ ُ َ ٌ َ َ َ ُ ُ ْ َ ْ من األرض فناول حصبا علي ِه تراب، فرم بِ ِه ِف وجوهِ القو ِم، َ َ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُّ َ ُ فل ْم يبْ َق ُمش ٌك إل دخل ف عينيه م ْن ذلك َالتاب ْش ٌء، ث َّم ِ ِ ِ ْ ِ ِ ِ ِ َ َ ُ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ُ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ر ِدفهم المؤ ِمنون يقتلونهم َويأ ِ ُسونهم، َوأنزل اهلل : َوما رميت ْ َ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ إِذ رميت ول ِكن اهلل رم Artinya: “Rasulullah berkata kepada Ali RA pada saat perang Badar, “berikan saya segenggam tanah!” Lalu kami (para sahabat) memberi beliau segenggam tanah yang berpasir. Lalu Nabi melempari wajah musuh dengan pasir tersebut hingga mata mereka kemasukan pasir. Kemudian orang-orang beriman mengikuti, membunuh, dan menangkap mereka, lalu turunlah ayat ini (Surah Al-Anfal ayat ke-17)” (Al-Wahidi, 1991; al-Suyuti, 2002). عن حكيم بن حزام قال ملا اكن يوم بدر سمعنا صوتا وقع من السماء إىل األرض كأنه صوت حصاة وقعت ف طست ، ورم َ َ َ َ ْ َ ْ رسول اهلل بتلك اخلصبا، فانهزمنا فذلك قول: وما رميت إِذ َ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َ رميت ول ِكن اهلل رم

40 Konsep Musibah

Artinya: “Dari H|akim bin H|izam berkata, “ketika perang Badar berlangsung, kami mendengar \suara batu yang jatuh dari langit, lalu Rasulullah melempar musuh dengan batu-batu tersebut sehingga kami mengalahkan mereka. Oleh karena itu turunlah ayat ini. (Surah Al-Anfal ayat ke-17)” (Al-Wahidi, 1991; al-Suyuti, 2002).

Riwayat-riwayat di atas bercerita tentang kemenangan yang diperoleh pasukan Muslim saat berperang melawan pasukan kafir Quraisy di Perang Badar. Kemenangan tersebut merupakan kemenangan pertama pasukan Muslim, meskipun jumlah mereka saat itu hanya 313 orang melawan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah seribu orang. Perang Badar merupakan perang yang sangat masyhur di kalangan umat Islam yang terjadi pada 17 Ramadan tahun ke-2 pasca hijrah, bertepatan 17 Maret 624 M. Dari pemaparan asbab al-nuzul diatas, terlihat Alquran menggunakan istilah bala’ dalam konteks peperangan dimana pasukan Muslim secara kuantitas kalah dari pasukan Quraisy. Oleh karena itu, istilah bala’ Allah gunakan dalam rangka memberikan suntikan semangat dan rasa optimis kepada pasukan Muslim yang secara psikologis sedang dalam kondisi down. Hal ini berbeda dengan pemaknaan bala’ yang selama ini dimaknai masyarakat dengan ujian atau cobaan yang menimbulkan rasa pesimistis.

3. Munasabah Di samping istilah bala’, Al-Qur’an juga menggunakan istilah lain yang terkait dengan bencana, di antaranya: musibah dan fitnah. Kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda sesuai dengan konteks ayatnya masing-masing. a. Musibah Secara morfologis, term mushibah berasal dari timbangan asaba- yusibu-isabatan-musibun, yang berarti sesuatu yang menimpa (objek tertentu). Term musibah juga seakar dengan kata sawab yang berarti benar atau tepat. Oleh karena itu, secara semantis, musibah dapat dimaknai sesuatu yang mengenai sasaran (objek) secara tepat, sehingga akan menunjukkan kebenaran kualitas seseorang yang terkena musibah (Shihab, 2016; Mustaqim, 2015). Musibah juga berarti sesuatu yang menyenangkan dan yang

41 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik tidak menyenangkan yang menimpa manusia. Akan tetapi, Al-Qur’an menggunakan kata musibah untuk menunjukkan sesuatu yang tidak menyenangkan dalam bentuk majazi (al-Asfahani, w. 1108) Al-Qur’an menyebutkan term ini sebanyak sepuluh kali; (1) Surat al- Baqarah ayat ke-156, (2) Surat al Imran ayat ke-165, (3) Surat al-Nisa’ ayat ke-62, (4) Surat al-Nisa’ ayat ke-72, (5) Surat al-Ma’idah ayat ke-106, (6) Surat al-Taubah ayat ke-50, (7) Surat al-Qasas ayat ke-47, (8) Surat al-Syura ayat ke-30, (9) Surat al-H|adid ayat ke-22, (10) Surat al-Tagabun ayat ke-11. Dalam Surat al-Syura ayat ke-30 term musibah digunakan dalam konteks penyebab bencana yang terjadi akibat ulah manusia yang merusak lingkungan maupun karena dosa yang ia lakukan. Dengan kata lain, musibah terjadi karena pelanggaran fisik maupun pelanggaran moral. Sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-A’raf ayat 100 dengan ungkapan .(Kami timpakan mereka karena dosa-dosa mereka) أصبانهم بذنوبهم b. Fitnah Term fitnah secara morfologis berasal dari timbanganfatana -yaftunu- fitnah yang berarti memasukkan emas ke dalam api atau membakar emas untuk menguji keaslian emas (al-Asfahani, w. 1108) Namun, Alquran menggunakan istilah fitnah dalam arti siksa atau ujian. (Shihab, Term fitnah disebutkan sebanyak 14 kali; (1) Surah al-Baqarah ayat ke-102, (2) Surah al-Baqarah ayat ke-191, (3) Surah al-Baqarah ayat ke-193, (4) Surah al-Baqarah ayat ke-217, (5) Surah al Imran ayat ke-7, (6) Surah al-Nisa’ ayat ke-91, (7) Surah al-Ma’idah ayat ke-41, (8) Surah al-Ma’idah ayat ke-71, (9) Surah al-An‘am ayat ke-23, (10) Surah al-A’raf ayat ke-155, (11) Surah al-Anfal ayat ke-28, (12) Surah al-Anfal ayat ke-39, (13) Surah al-Anfal ayat ke-73, (14) Surah al-Taubah ayat ke-47. Dalam Al-Qur’an istilah fitnah dan bala’ selalu disandingkan karena mengandung makna yang serupa yaitu ujian atau cobaan. Di satu tempat, Alquran untuk menyebut ujian/cobaan menggunakan kata bala’ dan di tempat lain menggunakan kata fitnah. Sebagaimana ditemukan dalam Surah al-Anfal ayat ke-25 dan ke-28. Penggunaan term fitnah dan derivasinya dalam Al-Qur’an mengandung beberapa aspek: a) Dari aspek penyebab, fitnah diberikan Allah secara langsung sebagai bentuk peringatan.

42 Konsep Musibah b) Dari aspek substansi (isi), fitnahberupa sesuatu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. c) Dari aspek sasaran, fitnah bisa menimpa orang yang bersalah maupun yang tidak bersalah.

Munasabah ayat-ayat tentang bencana dalam Al-Qur’an

Kata Penyebab Bentuk Sasaran Hikmah Bala’ Kehendak Kenikmatan Semua Motivasi Tuhan (ni’mah) manusia, untuk tanpa bangkit dari pandang bulu keterpurukan Musibah Dosa Kenikmatan Orang yang Ujian, manusia; fisik (ni’mah) dan melakukan cobaan, atau dan/atau non- Kesengsaraan kesalahan hukuman fisik (niqmah) yang setimpal Fitnah Kehendak Kenikmatan Semua Peringatan Tuhan (ni’mah) dan manusia, Kesengsaraan tanpa (niqmah) pandang bulu

4. Pemaknaan Berdasarkan kajian tematis terhadap ayat-ayat tentang bala’ dalam Al-Qur’an, term bala’ mengandung arti kenikmatan seperti yang terkandung Surat Al-Anfal ayat ke-17. َ َ ْ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ َّ َّ َ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َّ فلم تقتلوهم ولٰ ِك نالل قتله ۚم وما رميت إِذ رميت ولٰ ِكن َّ َ َ َ َ ُ ْ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ َ ً َ َ ً َّ َّ َ َ ٌ َ ٌ الل ر ٰ ۚم و ِلب ِ َل المؤ ِمنِني ِمنه بلء حسناۚ إِن الل س ِميع علِيم ١٧ Artinya: “Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.

Kementerian Agama mengartikan bala’ pada ayat di atas dengan “kemenangan yang baik”. Kemenangan yang dimaksud adalah kemenangan pasukan Muslim melawan pasukan kafir Quraisy di Perang Badar, sebagaimana yang terkandung dalam asbab al-nuzul. Al-Tabari (w. 310 H) menafsirkan frasa bala’an hasanan dengan frasa “al-ni’mah

43 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik al-hasanah al-jamilah” yaitu kenikmatan yang baik lagi indah. Adapun Tantawi (w. 2010 M) memaknai bala’ pada ayat ini dengan “nikmat yang patut disyukuri.” Ia menambahkan bahwa bala’ (nikmat) yang diberikan Allah tersebut sepatutnya menambah rasa syukur orang-orang beriman terhadap pencipta-Nya, sebagaimana pemberian tersebut juga patut menambah kesabaran bagi mereka.

Penutup Dalam pandangan Al-Qur’an, bencana terjadi karena banyak sebab (multi-causes). Hal ini nampak dari beragamnya terma/istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makna bencana, diantaranya; musibah, bala’, dan fitnah. Istilah musibah digunakan untuk menunjuk bencana yang terjadi akibat dosa atau perusakan yang dilakukan manusia, baik perusakan fisik maupun nonfisik. Istilah bala’ digunakan untuk menunjuk bencana yang terjadi karena kehendak Allah meskipun tanpa melihat kesalahan manusia. Bala’ yang Allah berikan kepada hamba- Nya, meskipun secara fisik terlihat menyengsarakan, namun sebenarnya mengandung motivasi kepada seseorang untuk bangkit dari keterpurukan sehingga pada akhirnya akan muncul kenikmatan (al-ni’mah al-hasanah) yang diikuti dengan rasa syukur (al-syukr ala al-ni’mah). Adapun istilah fitnah digunakan sebagai bentuk peringatan dari Allah kepada manusia, berupa kenikmatan (ni’mah) atau kesengsaraan (niqmah) yang jika tidak diindahkan akan mengakibatkan sanksi yang keras. Al-Qur’an mengajak pembacanya (umat Islam) untuk bersikap proaktif dalam proses mitigasi bencana. Bencana yang terjadi tidaklah murni akibat gejala alam semata atau kehendak Allah, bencana juga berkaitan erat dengan perilaku manusia yang serakah terhadap alam. Gejala alam memang ada, tapi bukan satu-satunya. Ada kesalahan yang kita buat baik sebagai pribadi maupun sebagai bangsa, sehingga Tuhan melalui alam sebagai makhluk-Nya menunjukkan kekuatan-Nya. Oleh karena itu, perlu partisipasi dari seluruh elemen bangsa untuk proaktif terhadap upaya pencegahan bencana maupun penanggulangannya. •

44 Konsep Musibah

Daftar Pustaka Alquran dan Terjemahnya Abdul Hakim. 2013. “Makna Bencana Menurut Al-Qur’an: Kajian Fenomena Terhadap Bencana di Indonesia”, Hermeunetik, Vol. 7, No. 2, Desember. Chester, David. 2005. “Theology and Disaster Studies: The Need for Dialogue”, Journal of Volcanology and Geothermal Research, 146. 319- 328. Dynes, Russell R. dan Daniel Yutzy. 1965. The religious interpretation of disaster. Columbus, Ohio: Disaster Research Center, Ohio State University. al-Farmawi. 1976. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu‘i. Kairo: al-Hadrah al- ’Arabiyyah. Ibn Faris. t.th. Mu’jam Maqayis al-Lugah. Beirut: Dar Ihya al-Turas. Ibn Manzur. 2009. Lisan al-‘Arab, Vol. 14. Libanon: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyyah. Kroll-Smith, J. Stephen dan Stephen Robert Couch. 1987. “A Chronic Technical Disaster and the Irrelevance of Religious Meaning: The Case of Centralia, Pennsylvania”, Journal for the Scientific Study of Religion 26, no. 1, 25-37. Muhtada, Dani. 2012. “Respon Komunitas Keagamaan Di Porong Atas Bencana Lumpur Sidoarjo: Melacak Akar Teologis.” Agama, Budaya, Dan Bencana: Kajian Integratif Ilmu, Agama, Dan Budaya. Ragib al-Asfahani. t.th. Mu’jam Mufradat li al-Alfaz al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr. Ross, G. Alexander. 1980. “The Emergence of Organization Sets in Three Ecumenical Disaster Recovery Organizations: An Empirical and Theoretical Exploration”, Human Relations, 33, no. 1 (January), 23–39. Shihab, M. Quraish. 2006. “Musibah dalam perspektif al-Qur’an”, dalam Jurnal Studi Al-Qur’an, Volume I. no. 1, Januari. Smith, M. H. 1978.”American religious organizations in disaster: A study of congregational response to disaster”, Mass Emergencies, 3: 133-44. Tantawi, Muhammad Sayyid. t.th. Al-Tafsir al-Wasit li al-Qur’an al-Karim. Kairo: Dar al-Sa’adah.

45 PENANGGULANGAN BENCANA Aktualisasi Ayat-ayat Al-Qur’an dalam Pengendalian Musibah / Dr. M. Farid Hamzens, M. Si.

Pendahuluan Kata musibah disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 77 kali dalam 56 ayat dan 27 surat. Di antaranya ada sembilan kata musibah yang tersebar dalam tujuh surat yaitu, pada Surat Al-Baqarah ayat 156, Surat Ali ‘Imran ayat 165, Surat An-Nisa ayat 62 dan 72, Surat Al-Maidah ayat 49, Surat Ar-Rum ayat 36, Surat Asy-Syura ayat 30, Surat At-Taghabun ayat 11 yang dapat menggiring kita untuk memahami kenapa musibah terjadi. Sebanyak delapan ayat dalam tujuh surat tersebut secara umum disebutkan bahwa musibah terjadi pertama, akibat perbuatan manusia itu sendiri (QS. Ali ‘Imran: 165, QS. An-Nisa: 62, QS. Ar-Rum: 36, dan QS. Asy-Syura: 30); kedua, akibat perbuatan dosa manusia (QS. Al-Maidah: 49); ketiga, musibah terjadi karena kehendak dan izin Allah SWT (QS. At-Taghabun: 11). Secara tekstual musibah yang disebutkan dalam Al- Qur’an tidak ada yang dikaitkan secara tegas dengan bentuk-bentuk bencana yang terjadi pada saat ini termasuk bencana alam. Namun secara kontekstual musibah bisa dikaitkan dengan bencana apapun secara umum yang dapat mengakibatkan musibah. Imam Baidawi, dalam tafsirnya Anwar at-Tanzil wa Asror at-Ta’wil atau Tafsir Al-Baidawi mengatakan bahwa musibah adalah semua kemalangan yang dibenci dan menimpa umat manusia. Secara lebih rinci Tafsir al-Maraghi yang ditulis imam Mustafa al-Maraghi menyebutkan musibah adalah semua

46 Konsep Musibah peristiwa yang menyedihkan, seperti meninggalnya seseorang yang dikasihi, kehilangan harta benda, atau penyakit yang menimpa, baik itu bersifat ringan maupun berat. Musibah seperti yang diartikan oleh iman Baidawi dan imam Mustafa Al-Maraghi tidak terjadi tiba-tiba, tetapi dihului oleh satu peristiwa yang disebut bencana. Bencana sebagai sumber musibah biasa disebut disaster adalah akibat dari kekacauan ekologi hubungan antara manusia dengan lingkungan mereka, merupakan kejadian serius dan mendadak dalam skala yang besar bagi masyarakat, sehingga membutuhkan upaya serius untuk mengatasinya, bahkan sering membutuhkan bantuan internasional. (Eric K. Noji, 1997). Sementara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari sini bisa kita pahami bahwa bencana menjadi sebagian penyebab terjadinya musibah. Oleh karena itu, tulisan ini juga membahas bencana atau disaster sebagai entry point dalam memahami dan menganasila musibah sebagai bentuk risiko bencana. Bencanalah yang memproduksi musibah, ada yang disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri baik kolektif maupun individu, dan ada bencana yang di luar kekuasaan manusia sebagai kehendak Allah SWT. Indonesia adalah kepulauan yang berada di wilayah ring of fire dan lokasi tumbukan tiga lempeng benua yang rentan terhadap gempa, baik dengan tsunami atau tanpa tsunami. Di samping itu Indonesia juga daerah pegunungan dan lembah yang rawan terhadap longsor dan banjir, sekaligus daerah tropis dengan musim hujan dan panas yang kadang-kadang disertai angin kencang mengakibatkan bencana kekeringan, angin puting beliung. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sejak lima tahun terakhir tren kejadian bencana di Indoensia dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

47 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Berbagai ragam bentuk bencana dengan segala macam sumber seperti di atas, kasus kejadiaannya menyebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia yang mengakibatkan musibah berupa korban jiwa, kerugian materi, kerusakan rumah, dan fasilitas lainnya. Data musibah akibat bencana di Indonesia menurut BNPB sejak lima tahun terakhir per tanggal 31 Agustus 2019 tergambar pada tabel berikut:

Tahun 2019 2018 2017 2016 2015 TOTAL

Kejadian 1.968 3.398 2.866 2.306 1.694 12.232 Korban Jiwa • Meninggal & Hilang 445 5.395 300 569 276 6.985 • Lika-luka 1.431 19.610 1.042 2.675 370 25.128 • Terdampak 937.939 603.873 3.674.168 3.161.231 1.215.816 9.593.027 Mengungsi Perumahan • Rusak Berat 3.666 117.655 10.452 9.029 5.217 146.019 • Rusak Sedang 4.178 70.303 10.684 9.977 3.871 99.013 • Rusak Ringan 16.844 182.195 28.631 28.790 16.444 272.904 • Terendam 150.960 313.653 376.373 334.606 180.319 1.355.911 Kerusakan • Fasilitas Kesehatan 113D 287 117 232 33 763 • Fasilitas Ibadah 276 1.176 715 601 159 2.927 • Fasilitas Pendidikan 418 2.984 1.326 1.484 309 6.521

48 Konsep Musibah

Kejadian bencana dalam kurun waktu lima tahun terakhir mencapai sebanyak 12.232 bencana yang berdampak langsung (musibah) terhadap 9.571.140 penduduk baik yang meninggal, luka-luka, maupun mengungsi. Semua dampak langsung (musibah) ini pasti akan memengaruhi kehidupan masyarakat, baik peribadi, keluarga, maupun kelompok sosial. Data di atas cukup meyakinkan kepada kita bahwa Indonesia adalah wilayah rawan bencana yang sulit dipastikan kapan bencana itu akan terjadinya. Artinya tingkat kerentanan musibah di Indonesia sangat tinggi. Upaya yang harus dilakukan adalah penanggulangan bencana untuk mengantisipasi risiko atau menekan terjadinya musibah, menghindari jatuhya korban jiwa dan materi serta rusaknya infrastruktur kehidupan. Upaya antisipasi risiko dan menghindari musibah korban jiwa sangat tergantung kepada respons manusia (penduduk) terhadap bencana. Tindakan sebagai respons dari bencana (stimulus) secara nyata ditunjukkan dalam berbagai bentuk perilaku terkait dengan bencana sebagai stimulus (Skinner, 1938). Bentuk-bentuk perilaku tersebut menjadi media antara bencana dengan musibah. Ada kalanya perilaku manusia (penduduk) menjadi penyebab terjadinya bencana dan berujung pada musibah (QS. Ali ‘Imran: 165, QS. An-Nisa: 62, QS. Ar-Rum: 36, dan QS. Asy-Syura: 30), tapi jika bencana terjadi atas kehendak Allah semata atau murni proses alam yang tidak bisa diprediksi kejadiaannya secara pasti seperti gempa dan tsunami, perilaku manusia bukan penyebab terjadinya bencana, melainkan sebagai penyebab munculnya musibah dari bencana tersebut. Respons penduduk terhadap bencana tidak hanya dilihat berupa tindakan atau perilaku penduduk pada saat bencana terjadi, melainkan juga perilaku mereka sebelum dan sesudah terjadi bencana. Tindakan penduduk sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana, dan setelah terjadi bencana akan menentukan tingkat musibah yang akan terjadi. Memprediksi dan mengendalikan musibah harus dilakukan dengan mempredikasi dan mengendalikan perilaku penduduk sebagai respons terhadap bencana. Memprediksi perlaku manusia dilakukan dengan mengukur niat (intention) mereka dalam bertindak yang dipengaruhi oleh sikap terhadap bencana, norma subjektif, dan kontrol perilaku. (Ajzen I., 1985). Sikap terhadap perilaku menghadapi bencana (attitude toward the behavior) ditentukan oleh keyakinan tentang konsekuensi

49 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dari suatu tindakan disebut keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral beliefs). Keyakinan tersebut terkait dengan penilaian subjektif penduduk terhadap diri mereka dan lingkungan serta sumber (penyebab timbulnya) bencana berupa penilaian terhadap berbagai manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh jika mereka melakukan satu tindakan tertentu. Keyakinan ini akan memperkuat sikap terhadap tindakan menghadapi bencana apabila dianggap dapat memberikan keuntungan baginya. Norma subjektif (subjective norm) ialah persepsi penduduk terhadap sikap dan perilaku orang lain yang berpengaruh dalam kehidupan mereka (significant others) terkait perilaku menghadapi bencana. Norma subjektif berupa persepsi yang lebih bersifat subjektif daripada sikap yang tercipta dari keyakinan yang tumbuh secara objektif dalam diri penduduk. Kontrol perilaku (perceive behavior control) merupakan persepsi penduduk mengenai mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku terkait bencana (Ajzen I., 2005). Kombinasi dari sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) menghadapi bencana, norma subjektif (subjective norm), dan persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control) menghadapi bencana, akan membentuk intensi perilaku menghadapi bencana (disaster behavioral intention). Bagaimana Islam (Al-Qur’an dan Hadis) menjadi sumber keyakinan (belief) yang menentukan dan menjadi faktor pengerak utama bagi penduduk dalam berperilaku menghadapi bencana. Tafsir ayat-ayat Al- Qur’an tentang bencana dan musibah difungsikan sebagai (1) behavior belief yang membentuk sikap terhadap perilaku menghadapi bencana, (2) normative belief yang melandasi tindakan-tindakan orang lain sebagai figur panuntan untuk ditiru dan diacu tindakannya, (3)control belief yang membentuk kepercayaan terhadap diri aktor bahwa mereka mampu melakukan tindakan untuk menanggulangi bencana dan menekan timbulnya musibah karena didukung sumber daya (resources) internal dan eksternal. Oleh karena itu diperlukan satu model strategi aplikasi dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang bencana dan musibah. Tulisan ini berusaha untuk mengintegrasikan tafsir ayat-ayat Al-Qur’an terkait bencana dan musibah ke dalam konsep penanggulangan bencana dengan kerangka pikir teori planned behavior.

50 Konsep Musibah

Konsep Penanggulangan Bencana Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 pasal 33 menyebutkan bahwa penanggulangan bencana terdiri atas tiga tahap yaitu prabencana, saat terjadi bencana (tanggap darurat), dan pascabencana. Aktivitas di masing-masing tahap dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.

Fase prabencana ada dua kegiatan pokok yang harus diperhatikan yaitu (1) pencegahan dan mitigasi, (2) kesiapsiagaan, dengan memberi porsi terbanyak kepada pencegahan dan mitigasi. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Fase tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

51 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Fase pascabencana ada dua kegiatan pokok yang harus diperhatikan yaitu, (1) pencegahan dan mitigasi, (2) pemulihan dan rekonstruksi. Pada fase ini penekanan lebih banyak diberikan kepada pemulihan dan rekonstruksi, dengan tetap memperhatikan pencegahan dan mitigasi agar bencana tidak berlanjut dan berulang. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Dengan mengadopsi planned behavior theory dalam memprediksi tindakan penduduk terhadap bencana, maka di setiap fase penanggulangan bencana nilai-nilai Al-Qur’an difungsikan sebagai landasan keyakinan (belief) dari penduduk agar bisa menghindari, mengurangi, dan menekan timbulnya musibah atau risiko bencana. Secara visual dapat dilihat pada kerangka teori di bawah ini.

52 Konsep Musibah

Al-Qur’an dan Pengendalian Risiko Bencana, “Musibah” Di atas sudah dijelaskan bahwa musibah merupakan produk dari bencana. Bencana sudah direncanakan oleh Allah SWT dan sudah tertulis di Lauh Mahfuzh (QS. Al-Hadid: 22). َ َ َ َ ٓ َ َ ُّ َ َ َ ٓ ُ ُ َّ َٰ ما أصاب ِمن م ِصيب ٍة ِف ٱلۡأ ِرۡض ول ِف أنف ِسكمۡ إِل ِف ِكت ٍب ِّ َ َ َّ َ َ َ ٓ َّ َٰ َ َ َ َ من ق ِبۡل أن نبۡرأهاۚ إِن ذلِك ع ٱ ِهلل ي ِسري. Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.

Kita tidak bisa mengetahui kapan dan di mana saja bencana itu akan terjadi, tetapi kita bisa memahaminya melalui kerentanan berupa faktor- faktor fisik, gejala alam, sosial, ekonomi, geografi untuk menanggulagi kejadian bencana dan mengendalikan timbulnya musibah sebagai risiko dari bencana. Upaya penanggulangan bencana dan pengendalian tingkat musibah dijelaskan dalam tulisan ini dengan kerangka pikir planed behavior theory dari Icek Ajzen untuk menafsirkan dan memprediksi musibah. Sementara sistematika menggunakan konsep penanggulangan bencana sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2017. Upaya pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan akan terwujud nyata dalam tindakan penduduk tergantung kepada kekuatan niat (intensi) mereka untuk bertindak. Niat mereka sangat dipengaruhi oleh sikap terhadap tindakan, keberadaan orang lain sebagai norma subjektif, dan kontrol tindakan. Sikap perilaku terhadap bencana tidak hanya dibentuk oleh pengetahuan, tetapi yang lebih mendasar adalah behavior belief. Penduduk, terutama yang beragama Islam, behavior belief mereka harus dibentuk dari nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Pertama, intervensi keyakinan (belief) kepada penduduk bahwa bencana itu datang dari Allah SWT. dengan berbagai alasan antara lain karena berkembangnya kekafiran termasuk kufur nikmah, banyaknya perbuatan syirik (tahayul, bidah, khurafat), merebaknya perilaku tipu menipu, dan meningkatnya jumlah penduduk yang murtad. Bencana diturunkan Allah SWT. karena kekafiran (QS. Ar-Ra’d: 31)

53 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

َ َ َّ ُ ً ّ ۡ ۡ ُ َ ُ ّ َ ۡ ۡ َ ُ َ ُ ّ َول ۡو أن ق ۡر َءانا ُس َريت بهِ ٱل َبال أ ۡو ق ِطعت بهِ ٱلۡرض أ ۡو كِ َم بهِ َِ ِ َِ ِ ِ ۡ َ ۡ َ َ ّ َّ ۡ ۡ َ ً َ َ ۡ َ ْ ۡ َ َّ َ َ ُ ْ َ َّ ۡ َ َ ٓ ٱلمو ٰتۗ بل ِللِ ٱلم ُر جِيعاۗ أفلم يائ ِس ِٱلين َءامن ٓوا أن لو يشا ُء َّ َ َ َ َ ً َ َ ُ َّ َ َ ْ ُ ُٱلل ل َه ىد ٱنلَّاس جِيعاۗ َول ي َزال ِٱل َين كف ُروا ت ِص ُيب ُهم ب َما َ ۡ ِ َ َ ُ ْ َ َ ٌ ۡ َ ُ ُّ َ ً ّ َ ۡ َ َّ َ َ َ ۡ ُ َّ َّ صنعوا قارِعة أو تل قرِيبا ِمن دارِهِم ح ٰت يأ ِت وع دٱللِۚ إِن َّ َ ُ ۡ ُ ۡ َ َ َٱلل ل يلِف ٱل ِميعاد Artinya: “Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji” (QS. Ar-Ra’d: 31).

Di samping kekafiran secara akidah, Allah SWT. menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa alasan diturunkannya bencana antara lain karena kufur nikmah, perbuatan syirik, terjadi tipu menipu, (QS. An-Nahl: 45, 54, 112; QS. Az-Zumar: 49), dan kemurtadan (QS: Fussilat: 13). Kafir terhadap nikmat Allah SWT. menjadi salah satu alasan lain bagi-Nya untuk menurunkan bencana. َ َّ َ ً َ ً َ َ ً َّ ً ۡ ۡ ُ َ َو َض َ ب ُٱلل َمثل ق ۡر َية كن ۡت َء ِام َنة ُّم ۡط َمئنة يَأتِ َيها رزق َها َرغ ًدا َ َ ِ ِ ّ ُ ّ َ َ َ َ َ َ ۡ ۡ ُ َّ َ َ َ َ َّ ُ َ َ ُۡ ِمن ِك مك ٍن فكفرت بِأنع ِمٱللِ فأذٰق اه ٱلل ِلاس ٱل ِوع َ ۡ َ ۡ َ َ ُ ْ َ ۡ َ ُ َ وٱلو ِف بِما كنوا يصنعون Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan (bencana) dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. An-Nahl: 112).

54 Konsep Musibah

َ َ َ َّ ۡ َ َ ُ ٌّ َ َ َ ُ َّ َ َ َّ ۡ َ ُ ۡ َ ً ّ َّ َ َ َّ َ ٓ فإِذا مس ِٱل ٰنسن ض دعنا ثم إِذا خولنٰه نِعمة ِمنا قال إِنما ُ ُ َ َ ۡ ۡ ۡ َ ٌ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ أوتِيت ُهۥ ٰع ِعلِۢم بَل ِ َه فِتنة َولٰ ِك َّن أك َثه ۡم ل َيعل ُمون Artinya: “Maka apabila manusia ditimpa bahaya/bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui” (QS. Az-Zumar: 49).

Praktik-praktik syirik termasuk di dalam nya tahayul, khurafat, dan bidah yang berkembang dalam masyarakat dibenci oleh Allah SWT. dan dijadikan-Nya sebagai salah satu alasan untuk menurukan bencana. ُ َّ َ َ َ َ ُّ َّ َ ُ ۡ َ َ ٌ ّ ُ َ ّ ۡ ُ ۡ ُ َ ثم إِذا كشف ٱلض عنكم إِذا فرِيق ِمنكم بِربِ ِهم ي ِشكون Artinya: “Kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan (bencana) itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari pada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan (yang lain)” (QS. An-Nahl: 54).

Tipu-menipu merugikan banyak orang karena memperoleh sesuatu (aset-aset fisik, kekuasaan, uang, kehormatan, dll) dengan cara tidak sah tidak dibenarkan dalam Islam sehingga menjadi alasan lain oleh Allah SWT. dalam menurunkan bencana. َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ ْ َّ ّ َ َ ۡ َ َّ ُ ُ ۡ َ ۡ أفأ ِمن ِٱلين مكروا ٱلس ِئ ِات أن ي ِس فٱلل بِ ِهم ٱلۡرض أو ۡ ۡ َ ُ َ َ ۡ َ يَأتِ َي ُه ُم ٱل َعذ ُاب ِم ۡن َح ۡيث ل يش ُع ُرون Artinya: “Maka apakah orang-orang yang membuat tipu daya (makar) yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari” (QS. An-Nahl: 45).

Merebaknya sikap dan tindakan murtad dalam satu populasi membuat Allah SWT. murka dan menurunkan bencana. َ َ َ ۡ ۡ َ ُ ْ َ ُ ۡ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ ً ّ ۡ َ َ َ َ َ َ ُ َ فإِن أعرضوا فقل أنذرتكم صٰعِقة ِمثل صٰعِقةِ ع ٍد وثمود Artinya: “Jika mereka berpaling maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ´Aad dan Tsamud” (QS. Fussilat: 13).

55 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Keyakinan bahwa bencana, apapun bentuknya adalah datang dari Allah SWT. sebagai akibat dari kekafiran, kemusyrikan, kemurtadan, dan penipuan-penipuan atas sesama akan membentuk sikap perilaku penduduk terhadap bencana. Bencana diciptakan oleh Allah dengan berbagai alasan, tetapi risiko bencana atau musibah muncul disebabkan oleh perilaku penduduk (manusia) itu sendiri atas izin Allah SWT. Musibah terjadi akibat perbuatan manusia itu sendiri (QS. Ali ‘Imran: 165; An-Nisa: 62; Ar-Rum: 36; dan Asy-Syura: 30), termasuk perbuatan dosa dan maksiat oleh manusia (QS. Al-Maidah: 49). Namun semua itu tetap atas kehendak dan izin Allah SWT. (QS. At-Taghabun: 11). Pada fase prabencana upaya menghindari kekafiran, perbuatan syirik, murtad, dan tipu-menipu akan dapat melindungi atau mengurangi tingkat musibah sebagai risiko bencana. Perilaku riil yang berkembang adalah wujud dari konsep ihsan (berupa amal saleh) yang terbentuk karena iman dan Islam (ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh) yang memberikan pengaruh positif terhadap pengelolaan lingkungan, sumber daya, dan sikap perilaku indivudu-individu yang lain sehingga risiko dari bencana (musibah) bisa diminimalisir bahkan dihindari. Keyakinan ini juga akan menciptakan sikap perilaku dan suasana batin yang tenang pada saat terjadi bencana dan fase tanggap darurat. Sikap perilaku dan suasana batin yang tenang menguatkan niat untuk berperilaku rasional dan terkendali sehingga dapat mengurangi bahkan terhindar dari risiko bencana atau musibah. Sebaliknya, sikap panik akan membentuk perilaku tidak terkendali dan berkontribusi dalam menciptakan risiko atau musibah lebih besar. Pada fase pasca- bencana tindakan pemulihan rekonstruksi tanpa disadari sikap perilaku yang tumbuh dari keyakinan berbasis ayat-ayat Al-Qur’an seperti di atas makin mengokohkan niat untuk berperilaku saling peduli, saling memberi, saling menolong, dan bergotong royong (QS. Al-Anfal: 72) untuk menormalkan suasana kembali. Kedua, norma subjektif memiliki pengaruh signifikan sebagai acuan oleh penduduk dalam bersikap. Keyakinan dari norma subjektif (normative belief) yang sejalan dan behavior belief dari penduduk akan mengokohkan sikap perilaku. Penduduk Muslim harus diarahkan untuk memilih figur tokoh panutan sesama Muslim sebagaimana petunjuk Al-Qur’an.

56 Konsep Musibah َ َّ َ َّ ۡ ُ ۡ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ ُ ۡ ُ ۡ َ َ َ ل يت ِخ ِذ ٱلمؤ ِمنون ٱلكٰفِرِين أو ِلاء ِمن د ِون ٱلمؤ ِمنِنيۖ ومن َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ َّ َ َّ ٓ َ َ َّ ُ ْ ۡ ُ ۡ ُ َ ً يفعل ذٰلِك فليس ِم نٱللِ ِف ۡش ٍء إِل أن تتقوا ِمنهم تقىٰةۗ ُ َ ّ ُ َّ َ ۡ ُ َ َّ ۡ َويح ِذ ُرك ُ م ُٱلل نف َسهۗۥ ِإَول ٱللِ ٱل َم ِص ُري Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)” (QS. Ali-Imran: 28). َ َ َّ َ َ َّ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ ُ ۡ ُ ۡ َ َ ۡ َ ُ َ ِٱلين يت ِخذون ٱلكٰفِرِين أو ِلاء ِمن د ِون ٱلمؤ ِمنِنيۚ أيبتغون َ ُ ُ ۡ َّ َ َ َّ ۡ َّ َ َّ َ ً ِعندهم ٱلعِزة فإِن ٱلعِزة ِللِ جِيعا Artinya: “Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman- teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah” (QS. An-Nisa: 139). َ َ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ْ َ َ َّ ُ ْ ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ ُ ٰٓيأيها ِٱلين ءامنوا ل تت ِخذوا ٱلكٰفِرِين أو ِلاء ِمن د ِون ۡ ُ ۡ َ َ ُ ُ َ َ َ ۡ َ ُ ْ َّ َ َ ۡ ُ ۡ ُ ۡ َ ً ُّ ً ٱلمؤ ِمنِنيۚ أترِيدون أن تعلوا ِللِ عليكم سلطٰنا مبِينا Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)” (QS. An-Nisa: 144).

Bukan hanya sekadar seiman atau sesama Muslim saja, tetapi juga harus memperhatikan kualitasnya. Penduduk harus digiring untuk memilih panutan dari tokoh-tokoh yang konsisten atau istiqamah mengamalkan Al-Qur’an (QS. Al-A’raf: 3) dan taat dalam menajalankan perintah Allah SWT. ُ َ َّ ُ ْ َ ٓ َ َ ۡ ُ ّ َّ ّ ُ ۡ َ َ َ َّ ُ ْ ُ ٓ ۡ َ ٓ َ ٱتبِعوا ما أنزِل إِلكم ِمن ربِكم ول تتبِعوا ِمن دونِهِۦ أو ِلاءۗ َ ً َّ َ َ َّ َ قلِيل ما تذك ُرون Artinya: “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)” (QS. Al-A’raf: 3).

57 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik َ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ ۡ َّ ً َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ٓ َ ۡ ۡ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ َ وجعلنٰهم أئِمة يهدون بِأمرِنا وأوحينا إِل ِهم فِعل ٱليرٰ ِت ِإَوقام َّ َ َ ٓ َ َّ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ٱلصل ٰوة ِِإَويتاء ٱلزك ٰوةِۖ وكنوا نلا عٰبِ ِدين Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (QS. Al-Anbiya: 73). َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َّ ً َ ۡ ُ َ َ ۡ َ َ َّ َ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ َ ُ ُ َ وجعلنا ِمنهم أئ ِمة يهدون بِأمرِنا لما صب ۖوا وكنوا أَِبيٰتِنا يوقِنون Artinya: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (QS. As-Sajdah: 24).

Ketiga, kontrol perilaku dibentuk agar penduduk merasa bermanfaat dan sanggup menghidari kekafiran, perbuatan syirik, murtad, dan tipu menipu untuk menghindari dan mengurangi tingkat musibah sebagai risiko bencana. Meningkatkan kualitas iman, kualitas, dan kuantitas ibadah, dan mewujudkan perbuatan-perbuatan baik terhadap sesama manusia, lingkungan dan makhluk lain (amal saleh) akan mampu menurunkan dan mengantisipasi musibah. Hal ini bisa diyakinkan dengan mengkuantifikasi musibah dengan rumus di bawah ini.

Peringatan Allah SWT. adalah konstanta dan sudah final dalam Al-Qur’an, sementara kerentanan bervariasi setiap populasi dan bersifat relatif. Kerentanan adalah suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor- faktor fisik, sosial, ekonomi, dan geografi yang berpotensi memicu terjadinya bencana atau yang dapat menurunkan kemampuan penduduk dalam menghadapi bencana. Dua variabel ini (peringatan Allah SWT. dan kerentanan) representatif terhadap musibah, dan kelipatannya akan memengaruhi tingkat musibah. Maka dari itu untuk mengurangi tingkat musibah harus dilakukan upaya-upaya untuk menaikkan semaksimal

58 Konsep Musibah mungkin akumulasi bobot iman, Islam, dan ihsan. Contoh, peringatan Allah SWT. bobot 100%, kerentanan pada satu populasi (umpama) 15%—setiap populasi sangat bervariasi. Sementara bobot populasi iman 75%, Islam (ibadah) populasi 80%, ihsan populasi 50%. Kelipatan peringatan Allah SWT dengan kerentanan adalah 1.500% dan semua iman, Islam, dan ihsan 205%. Maka diperkirakan tingkat musibah 1.500% dibagi 205% sama dengan 7,3% dari penduduk populasi akan terpapar musibah. Jika tingkat musibah ini ingin diturunkan maka variabel iman, Islam, dan perbuatan baik (ihsan) harus ditingkatkan. Semakin tinggi tingkat kerentanan populasi terhadap bencana, maka untuk mengurangi tingkat musibah harus dengan meningkatkan kualitas iman, kualitas dan kuantitas ibadah, dan kualitas serta kuantitas ihsan penduduk. Apabila rendah tingkat kerentanan dan semakin tinggi akumulasi iman, Islam, dan ihsan maka tingkat musibah akan lebih kecil.

Kesimpulan Bencana yang ditentukan dan datang dari Allah SWT menimbulkan risiko atau musibah. Walaupun bencana diturunkan oleh Allah SWT, namun musibah sebagai konsekuensinya adalah akibat perbuatan manusia. Oleh karena itu, musibah bisa dikendalikan untuk dikurangi bahkan dihindari sama sekali. Pengendalian musibah dilakukan seajak fase prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana. Penanggulangan bencana di setiap fasenya dilakukan dengan meningkatkan kualitas iman (akidah), kualitas dan kuantitas ibadah, kualitas, dan kuantitas ihsan (amal saleh). Ketiganya difungsikan sebagai behavior belief, normative belief, dan control belief yang bisa menentukan sikap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap bencana. Iman (akidah), Islam (ibadah), dan ihsan (amal saleh) yang fungsional terhadap sikap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku terhadap bencana secara otomatis akan mengendalikan akumulasi peringatan Allah SWT. (ancaman) dan kerentanan, sehingga mampu menurunkan bahkan menghilangkan musibah sebagai risiko bencana. •

59 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Referensi: Ajzen, Icek. 1985. From Intentions to Actions: A Theory of Planned Behavior, dalam J. Kuhl dan J. Beckman (Eds.). Heidelberg: Springer. Ajzen, Icek. 2005. Attitudes, Personality and Behavior, (2nd edition). Berkshire, UK: Open University Press-McGraw Hill Education. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir AL-Maraghi, diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar, Toha Putra. Semarang: Toha Putra. Eric K Noji. 1997. The Public Health Consequences of Disaster. Oxford University Press. Hamzens, A. Muslim. 2007. Pokok-pokok Kandungan Al-Quran dan Korelasi Antar-Surah di dalamnya. Surabaya: Airlangga University Press. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati. Skinner, B. F. 1938. The Behavior of Organisms. East Norwalk, Conn.; Appleton & Lange. Qutub, Sayyid. 1980. Fi Zhilal Al-Quran. Daar Al-Syuruq. Yusuf, Ahmad Muhammad. 2009. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Quran dan Hadits. Jakarta: Widya Cahaya.

60 MUSIBAH EKOLOGI DAN KONTRIBUSI ISLAM / Raswan. M. Pd., M. Pd. I.

Pendahuluan Makna musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak disenangi kehadirannya. Meski demikian kata musibah bisa bermakna baik dan bisa sebaliknya. Kata musibah dalam Al-Qur’an tertulis sebanyak sepuluh kali (QS. Al-Baqarah: 156; Ali-Imran: 165; Al- Nisâ: 62 dan 72; Al-Maydah: 106; Al-Tawbah: 50; Al-Qasas: 47; Al-Hadid: 22; Al-Shura: 30; dan Al-Taghabun: 11). Sedang bentuk derivasinya disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 67 kali.10 Musibah umumnya ditimbulkan karena ulah tangan manusia. Namun demikian musibah juga meruakan bencana (bala) yang datang atas izin Allah. Tidak ada yang terjadi selain izin Allah SWT. Firman Allah dalam Al-Qur’an: (Allah) yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. al-Mulk: 2). “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu” (QS. Muhammad: 31). “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-

10 Quraisy Shihab dan Muhammad Fu’ad ‘Abdl al-Baqi dalam Junengsih, Nina. “Makna Musibah dalam Al-Quran: Studi Analisis Semantik Toshihiko Izutsu.” Disertasi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2018.

61 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. al-Baqarah: 155).11 Musibah yang menimpa itu merupakan ujian bagi manusia. Musibah belum tentu maknanya buruk bagi seorang yang beriman dan beramal saleh. Allah SWT. befirman: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, ‘Tuhanku menghinakanku’.” (QS. al-Fajr: 15-16). “Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak mengambil pengajaran?” (QS. at-Taubah: 126).12 Jadi musibah bisa menjadi akibat kelalaian manusia dan bisa menjadi cobaan atau ujian bahkan bisa menjadi azab. Allah berfirman: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah; dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. Yaitu orang-orang yang shalatnya konsisten” (QS. Al-Maarij:19-22). Namun demikian Allah juga maha pengampun atas kesalahan hambanya: Allah berfirman: “Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan Nya di muka bumi sesuatu makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan” (QS. An-Nahl: 61).13 Artinya ada kecenderungan bahwa musibah yang terjadi karena ulah tangan Allah sebagai sebab dan akibat yang dilakukan manusia itu sendiri bukan azab dari perbuatannya. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Ada tiga faktor bencana

11 Hariyanto, Muhsin. “Musibah, Rahmat atau Murka Allah?” (2016). 12 Ibid. 13 Bardan, Muhammad. “Musibah: Antara Cobaan Dan Kelalaian.” (2007).

62 Konsep Musibah yaitu, faktor alam, nonalam, dan manusia. Bencana terdiri dari bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Jenis bencana seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, tanah longsor, banjir, banjir bandang, kekeringan, kebakaran, kebakaran hutan, angin puting beliung, gelombang pasang atau badai, abrasi (pengikisan tanah), kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kejadian luar biasa, konflik sosial, kerusuhan atau huru hara, aksi teror, dan sabotase.14 Musibah itu datang dan terus ada selama manusia ada. Namun berbeda jenis dan intensitasnya saja. Bencana terbesar ekologi adalah adanya hari kiamat yang merupakan ketentuan yang sudah Allah gariskan kepada alam raya dan manusia.

Musibah Ekologi Kini dan Sejarah Islam Ekologi adalah ilmu yang membahas seluk-beluk ruang dalam kehidupan, termasuk benda, energi, tatanan, dan makhluk hidup, khususnya hal-ikhwal keberadaan manusia di dalamnya15. Berbagai musibah yang terkini adalah banjir, tanah longsor, angin badai, gempa bumi, kebakaran hutan, kematian aktivis, dan kekeringan adalah bentuk bencana ekologi. Ada juga musibah yang berhubungan dengan teknologi transportasi seperti kecelakaan pesawat, kereta api, tabrakan, dan lain-lain.16 Berkaitan dengan ekologi, Al-Qur’an memaknai ekologi sebagai: إن مفهوم ابلیئة ف القرآن واسع وشامل وواضح إذ أنه یمتد مما حونلا لیشمل ما نتأثر به ونتفاعل معه من الفضاء اخلاريج اكلسماء والشمس والقمر وانلجوم والكواكب وما ینتج عنه من نهار ویلل وضوء، وكذلك اتلعریف الصطاليح اذلي حدد معىن ابلیئة بالوسط اذلي حییط باإلنسان ویعیش به ویمارس به نشاطاته و یعين األرض أو ما حیویه الغالف اجلوي وان لم

14 Bencana, Badan Nasional Penanggulangan. “Definisi dan Jenis bencana.” Diunduh dari http://www. bnpd. go. id/, diakses 25 (2012). 15 Soerjani, Mohammad. “Ekologi manusia.” (2014): 1-31. 16 Bardan, Muhammad. “Musibah: Antara Cobaan Dan Kelalaian.” (2007).

63 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

تكن فیه إشارة واضحة إىل ما هو ٕمقاد من خارج الغالف اجلوي ونتأثر به كأشعة الشمس وضوء القمر وانلجو Artinya adalah bahwa Konsep ekologi dalam Al-Qur’an itu luas, komprehensif, dan jelas karena ia meluas di sekitar kita untuk memasukkan apa yang dipengaruhi oleh kita dan berinteraksi dengan itu dari luar angkasa seperti langit, matahari, bulan, bintang, planet dan hari, malam dan cahaya, serta definisi idiomatik yang mendefinisikan makna lingkungan di mana orang dikelilingi, tinggal dan berlatih. Itu berarti Bumi atau atmosfernya, walaupun tidak ada indikasi yang jelas tentang apa yang datang dari luar atmosfer dan kita dipengaruhi olehnya seperti sinar matahari, sinar bulan, dan cuaca. Pemanfaatan lingkungan harus memberikan kemaslahatan agama dan dunia.17 Jadi ada keseimbangan antara dunia dan akhirat dan juga lahir juga batin. Musibah ekologi pernah terjadi di zaman nabi seperti gempa bumi bahkan dalam Hadis tercatat dua kali gempa di zaman nabi. Di zama Aisyah pun demikian pernah terjadi gempa. Di zaman Umar bin Khatab pernah terjadi gempa bumi. Umar dan Aisyah menyepakati bahwa gempa itu berhubungan dengan maksiat yang masih dilakukan oleh masyarakat. Gempa adalah di antara musibah ekologi yang disebabkan tangan manusia secara spiritual yang masih melakukan perbuatan maksiat dan menjauh dari melakukan taubat atas dosanya. Bahkan dalam kisah Umar pernah menyampaikan akan mundur kalau terjadi gempa susulan, karena pertanda bahwa umat dan rakyatnya masih gemar melakukan perbuatan maksiat.

Kontribusi Islam Soal Ekologi dalam Al-Qur’an dan al-Hadits Bencana itu bisa diakibatkan ulah manusia dan juga bisa merupakan sepenuhnya keputusan Allah SWT. Bencana bisa baik dan bisa buruk. Ketika ditimpa bencana manusia wajib mengambil pelajaran, bersabar dan meningkatkan kualitas keimanannya.18 Sebetulnya manakala

د. هارون نوح معابرة. »ابليئة ف ضوء القرآن الكريم.« )2012(. 17 18 Suryadilaga, Muhammad Alfatih. “Pemahaman Hadis tentang Bencana (Sebuah Kajian Teologis terhadap Hadis-Hadis tntang Bencana)”, Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin (2013): 83–102.

64 Konsep Musibah disikapi dengan positif bencana akan bermakna baik dalam rangka instrospeksi diri dan mendekatkan diri serta menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Beberapa ayat Al-Qur’an menegaskan bagaimana penekanan Al- َ َ ْ َ َ ْ 19 ل ق د خ ل ق َ ن ا ,Qur’an terhadap ekologi. Di antaranya adalah adalah: pertama َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ ْ ْ ْ َ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َولقد ك َّرمنا بَين آد َم َو َحلناه ْم ف ال َ ّب َوا َبلحر َو َر َزقناه ْم dan ayat اإلن َسان ف أح َسن تقويم ِ ِ ِ ِ ْ ِ ِ ِ ً ٍ yang artinya: manusia adalah َ َّ ّ َ َ َ َّ َ ُ ْ َ َ َ َّ ْ َ َ ْ َ َ ْ ِمن الط ِيب ِات وفضلناهم ٰع ك ِث ٍري ِممن خلقنا تف ِضيال makhluk terbaik di antara semua ciptaan Tuhan (QS. At-Tin: 4; Al-Isra’: 70). Keseimbangan alam dalam Al-Qur’an adalah untuk menjaga bumi ال تطغوا ف dan makhluk yang ada di dalamya. Dalam ayat ditegaskan QS. Ar-Rahman: 8).20 Perlunya menjaga ekologi hakikatnya adalah) املزيان untuk kepentingan manusia itu sendiri bukan kepentingan yang lainnya apalagi kepentingan Allah SWT. Beberapa Hadis pun memberikan penekanan pada pemeliharaan ekologi merupakan bukti nyata kontribusi Islam terhadap ekologi. عن أيب مالك األشعري“ :Misalnya hadist menjaga kebersihan lingkungan yang artinya قال: ”قال رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم: الطهور شطر اإليمان “Kebersihan adalah sebagian dari iman.” Juga Hadis mengenai pemanfaatan عن سعيد بن زيد عن :.tanah tandus, sebagaimana sabda Rasulullah SAW artinya انليب صىل اهلل عليه وسلم قال: من أحيا أرضا ميتة فيه ل )أخرجه أبو داود وأحد( “dari Sa’id bin Zaid dari Nabi bersabda: Barang siapa mengolah tanah yang mati (gersang) maka ia menjadi miliknya (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Ayat dan Hadis di atas sangat tegas betapa Islam memberikan penekakanan agar memperhatikan ekologi, sehingga musibah ekologi tidak akan terjadi tatkala manusia menggunakan akal dengan baik dalam memelihara dan memanfaatkan ekologi. Demikian juga ada penegasan agar Muslim berusaha menghidupkan tanah mati, artinya menjadi manusia yang membangun ekologi bukan sebaliknya merusak ekologi secara membabibuta.

Kontribusi Islam Modern (Maqashid Syariah) Kontribusi Islam modern dilakukan ulama modern dalam konteks

19 La Fua, Jumarddin. “Eco-Pesantren; Model Pendidikan Berbasis Pelestarian Lingkungan.” Al-Ta’dib (2013): 113–125. د عبد المام نصار ديري. »ابليئة الطبيعية واتلوازن ابلييئ ف القرآن الكريم.« and ,د. فارس مهدي حممد 20 .جملة لكية التبية للعلوم الرصفه )2010(: 142-129

65 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik musibah ekologi adalah penafisran ulama dan pemaknaan mengenai pemeliharaan ekologi. Dimana mayoritas ulama memberi penegasan bahwa pemeliharaan ekologi adalah kewajiban atau hukumnya wajib ain. Ali Yafi misalnyamenyebut bahwa kewajiban memelihara ekologi adalah bagian dari teorisasi maslahah mursalah (human welfare).21 Muhtarom juga menyebut bahwa pelestarian ekologi merupakan bagian pelaksanaan syariat Islam.22 Dengan demikian, memelihara ekologi merupakan usaha agar tidak terjadi musibah berupa bencana yang disebabkan oleh ulah campur tangan manusia. Salah satu kajian ulama modern mengenai ekologi adalah Fikih Lingkungan (Fiqh al-biah) merupakan tawaran solusi yang berbasis pada al-maqashid al-shar’iyyah di mana maslahah mursalah berkorelasi dengan kemanfaatan dan menghilangkan kemudharatan. Dasarnya adalah alam semesta adalah ayat Allah, syariah menekankan keseimbangan ekologi, ada upaya estafet restorasi dan menguatkan iman guna menciptakan spirit dan kesadaran mengenai lingkungan.23 Fikih lingkungan secara epistemologi dibangun berbasis maslahah mursalah. Dalam konsep Syatibi disebut maqashid al-syari’ah sebagai landasan hukum Islam. Syariah berguna dalam memelihara agama (ad-din), jiwa (al-nafs), keluarga (al-nasl), akal (al-aql), dan harta (al-mal) yang dikenal dengan istilah al-kulliyat al-khamsah. Dalam konsep Fazlur Rahman diringkas menjadi konsep monotesime dan keadilan sosial. Meski tidak disebutkan hifdz al-alam, namun menjaga alam bisa menjadi media mencapai al-kulliyat al-khamsah tersebut. Oleh karenanya al-kulliyat al-khamsah menjadi al-kulliyyat al sittah. Atau tetap dengan al-kulliyyat al khamsah namun dengan menambahkan dalil ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahua wajib dengan demikian maka memelihara ekologi menjadi wajib karena merupakan mediator penentu pemenuhan maqashid syar’iyyah.24

21 Abrar, Abrar. “Islam dan lingkungan,” Jurnal Ilmu Sosial Mamangan (2015). hlm. 19. 22 Muhtarom, Ali. “Pendidikan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hadis,” An-Nidzam: Jurnal Manajemen Pendidikan dan Studi Islam (2016): 15–34, hlm. 18. 23 Ubaidillah, M. Hasan. “Fiqh al-Biah (Formulasi Konsep al-Maqasid al-Shari’ah dalam Konservasi dan Restorasi Lingkungan)” Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, (2010): 26–52, hlm. 51. 24 Thohari, Ahmad. “Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep

66 Konsep Musibah

Oleh karenanya, maka atas dasar pandangan modern mengenai adanya fiqh al-biah maka adalah merupakan kontribus Islam dan Muslim dalam menjaga dari musibah ekologi yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia. Oleh karena Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim maka kontribusi Muslim dalam melaksanakan pandangan fiqh ini adalah bagian utama penentu dalam menjaga ekologi kita.

Dakwah Ekologi sebagai Maqashid Syariah Sittah Ekologi kita harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Dan ulama telah merumuskan dan menyampaikan pandangannya mengenai memelihara ekologi sebagaimana disampaikan di atas. Tugas selanjutnya adalah melakukan sosialisasi menyeluruh ke berbagai pihak dan kalangan mengenai konteks fikih lingkungan tersebut perlu diajarkan di dalam kurikulum pendidikan agama Islam baik di sekolah, madrasah, pesantren, maupun perguruan tinggi. Penyadaran masyarakat perlu dilaksanakan dengan program dakwah yang terencana dengan baik. Bahan dakwah jangan hanya berbicara mengenai manusia namun juga perlu berbicara mengenai ekologi dan menjaganya serta dampak jika tidak mampu menjaga ekologi dengan baik sebagaimana yang dipesankan oleh Al-Qur’an, Hadis, dan berbagai pandangan ulama kontemporer. Dengan demikian para pendakwah harus diberikan penataran, pelatihan dan sosialisasi mengenai penekanan dakwah dengan konten ekologi. Selain itu, tetap perlu mendakwahkan bahwa semua yang terjadi atas kehendak dan izin Allah. Manakala segala upaya telah ditempuh dalam menjaga ekologi namun bencana dan musibah masih melanda maka manusia Muslim diharuskan bersikap sabar, tawakal, mengambil pelajaran, mendekatkan diri kepada Allah, serta meningkatkan keimanan kepada Allah SWT.

Kesimpulan Musibah ini terjadi atas kehendak Allah SWT. namun semuanya terkait dengan akibat perbuatan manusia. Perbuatan negatif manusia baik yang berbentuk perusakan alam dan tidak mempedulikannya adalah

Masalahah”, Az Zarqa’: Jurnal Hukum Bisnis Islam (2013).

67 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik penyebab musibah itu. Kelalaian manusia dalam menggunakan dan memanfaatkan alam memberikan dampak musibah yang luar biasa. Di sisi lain ada musibah yang secara rasional tidak terkait dengan kelalaian manusia, seperti gempa bumi, meski demikian musibah tersebut terkait dengan kelalaian dalam konteks manusia masih melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama. Dalam konteks musibah ekologi Muslim dan Islam harus memberikan kontribusi dalam bentuk dakwah ekologi. Dakwah yang harus dibangun adalah bagaimana Muslim berusaha menghilangkan bencana dengan perbuatan dan perilaku konstruktif dan melakukan ibadah serta amal saleh disertai dengan kemampuan bertawakal kepada Allah manakala musibah itu terjadi. Enam tujuan syariah menjadi pondasi Muslim, yakni memelihara agama (ad-din), jiwa (al-nafs), keluarga (al-nasl), akal (al-aql), dan harta (al-mal) ditambah dengan memelihara alam (hifdz al-alam) harus menjadi basis dakwah kekinian para pendakwah modern. Dengan itu maka Islam berkemajuan akan memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ekologi serta menjaga dari terjadinya musibah ekologi. Semoga. •

Daftar Pustaka Abrar, Abrar. 2015. “Islam dan lingkungan”, Jurnal Ilmu Sosial Mamangan. Bardan, Muhammad. 2007. “Musibah: Antara Cobaan Dan Kelalaian”. Bencana, Badan Nasional Penanggulangan. 2012. “Definisi dan Jenis bencana”. Diunduh dari http://www. bnpd. go. id.‏ Hariyanto, Muhsin. “Musibah, rahmat atau murka Allah?” (2016). La Fua, Jumarddin. “Eco-pesantren; Model Pendidikan Berbasis Pelestarian Lingkungan.” Al-Ta’dib. 2013.‏ Muhtarom, Ali. 2016. “Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Perspektif Hadis”, An-Nidzam: Jurnal Manajemen Pendidikan dan Studi Islam. Junengsih, Nina. 2018. “Makna Musibah dalam Al-quran: Studi Analisis Semantik Toshihiko Izutsu”, Disertasi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Soerjani, Mohammad. 2014. “Ekologi manusia”. Suryadilaga, Muhammad Alfatih. 2013. “Pemahaman hadis tentang bencana (sebuah kajian teologis terhadap hadis-hadis tentang bencana)”, Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin.

68 Konsep Musibah

Thohari, Ahmad. 2013. “Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep Masalahah”, Az Zarqa’: Jurnal Hukum Bisnis Islam. Ubaidillah, M. Hasan. 2010. “Fiqh al-Biah ‎(Formulasi Konsep al-Maqasid al-Shari’ah dalam Konservasi dan Restorasi Lingkungan)”, Al- Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam. Muhammad, Faris Mahdi dan Abd al-Imam Dasar Diriy. 2010. “Al-Bai’ah al-Thabi’iyah wa al-Tawazun al-Bi’iy fi al-Qur’an al-Karim”,Majallah Kulliyah al-Tarbyah li al-‘Ulum al-Sharfah. Mu’abarah, Harun Nuh. 2012. “Al-Bi’ah fiy al-Dhaw’ al-Qur’an al-Karim”. .

69 MUSIBAH DALAM PRESPEKTIF TASAWUF / Dr. Zubair, M. Ag.

Mengawali tulisan ini, perlu kita renungkan salah satu munajat Ibnu Athaillah al-Sakandari dalam al-Hikam. ٰ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ُّ َ ْ َ ْ َ َ َّ ُ َ َ إليه قد ع ِلمت باختال ِف اآلثار َوتنقالت األطوار أن م َرادك ِ ِ ّ ِ ِ ِ َ ِ ِ ِّ ْ َ َ َ َّ َ َ َّ ُ ِّ َ ْ َ ّٰ َ ْ َ َ َ َ ْ ِمين أن تتعرف إِل ِف ك ش ٍء حت ل أجهلك ِف ش ٍء Artinya: Tuhanku, saya tahu bahwa melalui perubahan kejadian dan pergantian masa Engkau hendak mengenalkan diri-Mu padaku pada segala sesuatu agar aku mengenal-Mu. ٰ َّ ْ َ َ ْ ْ َ ُ َ َ إليه إن اختالف تدبري َك َو ُ ْس َعة ُحل ْول َمقاديْر َك َمن َعا ع َباد َك ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ِ ِ ِ ِ ْ َ ْ َ َ َ ُّ ُ ْ ٰ َ َ َ ْ َ ْ َ َ العا ِر ِفي بِك ع ِن السكو ِن إِىل عط ٍاء وایلأ ِس ِف ابلال ِء Artinya: Tuhanku, sebernarnya perubahan ciptaan-Mu dan cepatnya berlalu setiap takdir-Mu menjadi penghalang bagi hamba yang arif untuk merasa nyaman dengan pemberian dan juga penghalang baginya untuk berputus asa atas setiap cobaan.

Kedua kalimat munajat di atas hendaknya disadari dan dirasakan oleh setiap Muslim dalam menjalani hidupnya. Semua yang terjadi di dunia ini—baik ataupun buruk dalam pandangan manusia—adalah cara Allah mengenalkan diri kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, tidak perlu merasa terlalu bersuka cita saat mendapatkan kebaikan atau sebaliknya berduka cita ketika mendapatkan cobaan. Kebaikan dan cobaan merupakan wadah untuk mengenal, mendekati, dan mencintai-Nya.

70 Konsep Musibah

Hakikat Musibah Secara bahasa, menurut al-Raghib al-Isfahani dalam al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, kata mushibah berasal dari rangkaian huruf sha, waw, dan ba’ mengandung 2 makna denotasi, yaitu (1) kesesuaian dengan fakta atau benar adanya seperti dalam Hadis Nabi SAW., “man ijtahada fa ashaaba falahuu ajraan (Siapa yang berijtihad dan tepat maka dia mendapatkan 2 pahala)”; dan berkaitan dengan tercapainya suatu tujuan seperti mengena (panah), (2) menimpa (baik atau buruk) seperti dalam ayat berikut: َ ٓ َ َ َ ُّ َ ۡ َ َ َ َ ُ ُ ۡ َّ َ ما أصاب ِمن م ِصيب ٍة ِف ٱل ِۡرض ول ِ ٓف أنف ِسكم إِل ِف كِتٰب َ َ َ ٍ ّ َ ۡ َّ ۡ َ َ ٓ َّ َ ٰ َ َ َّ َ ٌ ِمن قب ِل أن نبأهاۚ إِن ذلِك عٱللِ ي ِس .ري ﴿احلـديد:22﴾ Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid: 22).

Jika merujuk pada penggunaan kata mushibah di dalam Al-Qur’an, maka maknanya bersifat netral yaitu segala sesuatu—baik atau buruk— yang terjadi/menimpa di alam ini. Mushibah berbeda dengan kata bala’ berkonotasi pada sesuatu yang bersifat negatif. َ َّ ٓ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َّ َ َ ٓ َ َ َ َ ّ َ َ ما أصابك ِمن حسن ٍة ف ِم نٱللِۖ وما أصابك ِمن سيِئ ٍةف ِمن َّ ۡ َ نف ِسكۚ ﴿النساء ٧٩﴾ Artinya: “Apa saja nikmat yang ‘menimpa’ kamu adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang ‘menimpa’ kamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri…” (QS. An-Nisa’: 79). ُ ۡ َ َ َ َ َ ُ ۡ ُ ۡ ُ ۡ َ ُ َ َ ُ ُ ْ َ ۡ َ َ ۡ َ ٓ إن ت ِصبك حسن ٍة تسؤه مِۖإَون ت ِصبك م ِصيب ٍة يقولوا قد أخذنا َِ ۡ َ َ َ ۡ ُ َ َ َ َ َّ ْ َّ ُ ۡ َ ُ َ أمرنا ِمن قبل ويتولوا وهم فرِح ون﴿اتلوبة ٥٠﴾ Artinya: “Jika suatu kebaikan ‘menimpa’ kamu, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika suatu musibah ‘menimpa’ kamu, mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi perang)’ dan mereka berpaling dengan rasa gembira” (QS. At-Taubah: 50).

71 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Dalam bentuk kata kerja, ashaba berarti menimpa, dan yang menimpa itu berupa kebaikan dan keburukan. Namun, ada banyak ayat yang berkonotasi negatif, sehingga dalam penggunaan sehari-hari lebih sering digunakan arti bencana atau sesuatu yang buruk. Merujuk pada Surat al-Hadid ayat 22 dari di atas, maka semua kejadian di alam ini merupakan musibah dan telah tertulis dalam lauhil mahfuzh. Dalam kalam ilham Maulana Syekh Muhammad Ali Hanafiah (2012: 35) disebutkan, “Engkau bagaikan tulisan-tulisan dalam kitab, dengan takdir menjadi lembaran kertasnya, dunia beserta akhirat menjadi sampulnya, sedangkan penulis ataupun pengarangnya adalah Aku.” Artinya, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, termasuk semua perbuatan manusia, sudah menjadi ketentuan Allah SWT. sejak zaman azali. Berbicara tentang qadha (ketentuan) dan qadar (ukuran) yang biasanya disamakan dengan takdir, menjadi perdebatan teologis di kalangan ahli kalam. Terutama terkait dengan status perbuatan manusia dan keadilan Allah. Jabariyah mengatakan bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan Allah dimana manusia hanya menjalaninya, dan keadilan itu berdasarkan hak Allah. Sebaliknya, Qadariyah memandang bahwa manusialah yang melakukan perbuatannya sendiri, sehingga keadilan itu berdasarkan hak manusia. Ahlussunnah mencoba menengahi dengan teori kasb-nya. Menurutnya, manusia menjalani apa yang sudah menjadi ketentuan Allah tetapi ia memiliki kontribusi di dalamnya dalam bentuk penisbatan pada dirinya atas ikhtiar dan pilihan yang dilakukannya. Menurut Syekh Muhammad Ali Hanafiah, sebenarnya takdir itu merupakan hak dan kewenangan Allah. Manusia tidak layak membicarakannya. Kalaupun mau dibahas maka, menurutnya, yang dibicarakan adalah bagaimana menyikapi takdir tersebut. Dalam pandangannya, takdir itu dapat dilihat berdasarkan tiga masa: lampau, sekarang, dan akan datang. Takdir masa lampau adalah segala sesuatu yang telah terjadi dan itulah takdir yang dapat diketahui oleh manusia. Takdir sekarang ini adalah sesuatu yang sedang terjadi dimana manusia bebas memilih dan melakukannya. Adapun takdir yang akan datang merupakan rahasia Allah yang mustahil untuk dijangkau. Terkait dengan penilaian Allah atas perbuatan manusia terletak pada niat, usaha, dan tanggung jawabnya. Bagaimana kualitas niat dalam

72 Konsep Musibah melakukan suatu perbuatan, dan bagaimana kualitas usahanya dalam mewujudkan perbuatan tersebut. Niat dan usaha dalam pandangan Muhammad Ali Hanafiah sama dengan al-kasb dalam pandangan Ahlussunnah. Niat dan usaha itu merupakan harta satu-satunya yang diberikan Allah kepada manusia. Adapun buah atau hasil dari menggunakan niat dan usahanya itu merupakan kewenangan dan milik Allah. Sebagai contoh, manusia melakukan sedekah tentu yang dinilai adalah apa niatnya, dan berapa kualitas/kuantitas usahanya mengorbankan harta yang dititipkan padanya. Dalam menuntut ilmu atau mencari rezeki, Allah menilai manusia berdasarkan niatnya dan kualitas usahanya menuntut ilmu atau mencari rezeki. Adapun jumlah ilmu atau rezki yang diperoleh itu merupakan kewenangan Allah. Selain terhadap niat dan usaha, penilaian Allah juga terletak pada kemampuan menjaga amanah pada setiap titipan yang Allah berikan kepada manusia. Ilmu atau harta yang dititipkan merupakan amanah dari Allah dan harus disampaikan kepada yang berhak. Dengan demikian, penilaian Allah kepada hambanya terletak pada tiga hal: niat, usaha, dan tanggung jawab menjaga amanah. Bagaimana konsep ini diterapkan dalam menyikapi setiap musibah, baik yang telah terjadi pada masa lampau, yang sedang terjadi saat ini, maupun yang terjadi pada masa yang akan datang.

Menyikapi Musibah yang telah Terjadi Allah SWT. mengajarkan kita bahwa semua yang terjadi di alam ini sudah tertulis dalam kitab Lauh Mahfuz. Ini harus menjadi keyakinan supaya tetap memiliki ketenangan hati ketika menjalaninya. Allah berfirman: َ ٓ َ َ َ ُّ َ ۡ َ َ َ َ ُ ُ ۡ َّ َ ما أصاب ِمن م ِصيب ٍة ِف ٱل ِۡرض ول ِ ٓف أنف ِسكم إِل ِف كِتٰب َ َ َ ۡ َ ٍ ّ َ ۡ َّ ۡ َ َ ٓ َّ َٰ َ َ َّ َ ٌ ّ َ ۡ َ َ َ ۡ ْ َ ٰ َ ِمن قب ِل أن نبأهاۚ إِن ذلِك عٱللِ ي ِسري. لِكيل تأسوا ع ما َ َ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ ُ ْ َ ٓ َ َ ٰ ُ ۡ َ َّ ُ َ ُ ُّ ُ َّ ُ ۡ َ َ ُ فاتكم ول تفرحوا بِما ءاتىكمۗ وٱلل ل يِب ك مت ٍال فخ ٍور ﴿احلـديد:22﴾ Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah

73 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

mudah bagi Allah. [22] (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid: 22-23).

Pastinya, setiap manusia akan diberikan berbagai ujian seperti ketakutan, kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan. Ujian-ujian ini merupakan jalan bagi yang mengalaminya untuk menemukan keperkasaan Allah, sehingga ia mau bersabar menjalaninya. Bagi yang tidak mampu bersabar, maka ia akan lepas ketergantungannya kepada Allah karena telah mengingkari bagian dari ketentuan-Nya. َ ۡ ُ َّ ُ َ ّ َۡ ۡ َۡ ّ ۡ َۡ َ َونلَبلَونكم ب ۡش ٍء ِم َن ٱلۡو ِف َو ُٱل ِوع َونقص ِم َن ٱلموٰل َ ِ ٍَ ِ َ ۡ ُ َ َّ َ َ َ َ ّ َّ َ َّ َ َ ٓ َ َ ۡ ُ ُّ َ وٱلنف ِس وٱثلمرٰ ِۗت وب ِ ِش ٱلصٰ ِبِين. ِٱلين إِذا أصٰبتهم م ِصيب ٍة َ ُ ٓ ْ َّ َّ َّ ٓ َ ۡ َ ُ َ قالوا إِنا ِ للِِإَونا إِلهِ رٰ ِجعون ﴿ابلقرة:١٥٦-155﴾ Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (QS. Al-Baqarah: 155-156).

Karena itu, seorang Mukmin hendaknya kuat menghadapi dan menyikapi setiap ujian dialaminya. Selain itu, ia juga harus meyakini bahwa semua ketentuan Allah pada dirinya merupakan kebaikan. Meskipun berat menerima ujian, namun petunjuk Rasulullah SAW. hendaknya mengambil hal-hal positif dari padanya. Jangan menyalahkan siapa pun atas kejadian tersebut. Ini berlaku untuk sesuatu yang sudah terjadi. Bahkan, kata-kata “seandainya”, tidak pantas keluar dari mulut seorang mukmin sebagai wujud menyalahkan pihak karena musibah yang dialaminya. Dalam hal ini, Rasulullah SAW. bersabda: ُ ُّ ٌ ُّ املؤمن القويخري إىلوأحب ِ اهللمن ِاملؤمن ِ .الضعيف ويف ٌ ْ ُ ْ َّ ٍك خري احرص ع ما ينفعك واستعن ِباهلل ول ِتعجزن. وإن ْ َ ْ أصابَك ش ٌ ءفال تقل: لو أين ُفعلت لاكن كذا وكذا. ولكن قل َّ َ ُ َ َ َّ َ ْ َ ْ َ ُ َ قدر اهلل وما شاء فعل فإن لو تفتح عمل ِالشيطان 74 Konsep Musibah

Artinya: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Pada setiap hal atau kejadian ada kebaikan maka carilah hal-hal yang bermanfaat bagimu padanya dan mohonlah pertolongan Allah, serta jangan menjadi lemah. Jika ada sesuatu menimpamu maka jangan mengatakan, “Andai saja saya melakukannya maka tentulah akan begini atau begitu.” Namun, katakanlah, “Allah telah menentukan dan melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” Sesungguhnya kata ‘andai saja’ itu membukakan pintu setan untuk beraksi” (HR. Muslim/2664, Ibnu Majah/4168, Ahmad/8777, al-Nasai/10457 dari Abu Hurairah RA.).

Sejalan dengan Hadis di atas, Maulana Syekh Muhammad Ali Hanafiah (2012: 49) mengingatkan: “Apapun yang terjadi di dunia ini, janganlah engkau jadikan “sebab akibat” sebagai dasar penilaianmu, karena ia dapat menghijab pandanganmu kepada-Ku. Cukuplah menjadikan takdir sebagai dasar dalam penilaianmu.” Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan saat diberikan ujian oleh Allah karena kurangnya pengenalan tentang Allah dan sifat-sifatnya. Padahal, Allah SWT. adalah zat yang maha pengasih dan penyayang. Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Ibnu Athaillah mengingatkan kita: َّ َ ُ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ إِنما يؤلِمك المنع ِلعد ِم فه ِمك ع ِ ن ِاهلل ِف ِيه Artinya: “Sesuatu yang menyakiti dirimu adalah jika kamu tidak memahami kendak Allah padanya.”

“Bukankah engkau mencari keridhaan-Ku? Namun kenapa engkau masih meragukan kehendak-Ku ketika Aku turunkan bencana dan kehinaan kepada-mu. Sesungguhnya keridhaan-Ku bukan saja terletak pada kesenangan dalam pandanganmu, akan tetapi dapat ditemukan di segala yang tidak engkau senangi, namun engkau masih mudah menerimanya” (Ali Hanafiah:2012, 164). Jadi, musibah yang telah terjadi merupakan takdir yang dapat diketahui. Karena itu, sikap yang diambil adalah mengembalikannya kepada ketentuan Allah. Selanjutnya, belajar untuk rida atas ketentuan itu dengan bersabar, serta mencari hikmah apa yang terkandung di dalamnya. Sebab, Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya.

Menyikapi Musibah yang sedang Terjadi Seperti disebutkan di atas, Allah akan memberikan penilian terhadap apa yang diusahakan manusia. Apa niat dalam usahanya itu

75 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dan bagaimana tanggung jawabnya setelah diberikan titipan dari Allah. َ َّ ُ ْ َ ۡ ً ُ ۡ َ ُ َ َ َّ ُ َّ ُ َ َّ ُ ُّ َ ۡ َّ َ َ َ ۡ وٱتقوا يوما ترجعون فِيهِ إِ لٱللِۖ ثم تو ٰف ك نف ٍس ما كسبت ُ َ ۡ َ َ َوه ۡم ل ُيظل ُمون ﴿البقرة ٢٨١﴾ Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)” (QS. Al-Baqarah: 281). َ ُ َ ّ ُ َّ ُ َ ۡ ً َّ ُ ۡ َ َ ََ َ َ َ َ ۡ َ َ َۡ َ َ ل يكلِ فٱلل نفسا إِل وسعهاۚ لها ما كسبت وعليها ما ۡ َ ۡ ٱكت َس َبتۗ ﴿البقرة ٢٨٦﴾ Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…” (QS. Al- Baqarah: 286).

Dua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah akan memberikan balasan atas apa yang telah diperbuatnya. Perbuatan baik akan dibalas dengan pahala kebaikan dan surga, dan perbuatan buruk dibalas dengan dosa keburukan dan neraka. Para ahli kalam, selalu mempertentangkan antara paham qadariyah, jabariyah, dan ahlussunah menyangkut perbuatan manusia dan keadilan Allah, seperti telah disebutkan di atas. Untuk mengatasi kerumitan ini, Syekh Muhammad Ali Hanafiah(45 th) menawarkan satu pandangan, menurut penulis, berhasil menyatukan kontradiksi pada ahli kalam. Mursyid Tarekat Qadiriyah Hanafiyah ini mengatakan bahwa setiap kejadian sudah menjadi ketentuan Allah di lauhil mahfuzh. Meskipun begitu, manusia memiliki kontribusi terhadap perbuatan yang dilakukannya. Manusia memiliki tujuan atau niat dalam perbuatannya, dan niat itu diwujudkan melalui suatu perbuatan dengan menggunakan semua fasilitas yang ada pada dirinya. Menurutnya, takdir itu dapat dipahami melalui tiga masa, yaitu takdir telah terjadi sehingga dapat diketahui, takdir yang sedang terjadi saat ini dan harus dipilih, dan takdir yang akan datang dan masih dalam rahasia Allah. Di sini, Ali Hanafiahmembedaan antara ketentuan Allah di satu sisi dan penilaian Allah pada sisi yang lain. Dari segi ketentuan, maka semua yang terjadi

76 Konsep Musibah sudah menjadi ketentuan Allah tanpa dibatasi oleh apa pun, sementara dari segi penilaian maka Allah menilai hamba-Nya sesuai dengan niat dan usaha dalam memilih dan mewujudkan perbuatannya, serta tanggung jawabnya ketika mendapatkan buah dari niat dan usahanya itu. Ketika sudah menjatuhkan pilihan dan melakukan sesuatu, maka itulah yang akan dinilai oleh Allah dan sekaligus takdir pun dapat diketahui. Situasi yang dihadapi dalam kehidupan terkadang ada sangkut pautnya dengan ikhtiar manusia secara langsung, tetapi lebih banyak yang tidak terkait langsung. Situasi itu terkadang menyenangkan dan terkadang pula menyedihkan. Berulang-ulangnya menjalani ketentuan Allah akan mengajarkan manusia untuk berpikir dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kejadian-kejadian berikutnya. Ibnu Athaillah mengakatan: َ َ ُ َ ِّ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َّ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ َ ْ ُ ْ َ َ ِیلخفف ألم ابلال ِء عليك ِعلمك بِأنه سبحانه هو المب ِىل لك َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ُ َ َّ َ َّ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ فا ِذلى واجهتك ِمنه األقدار هو ا ِذلى عودك حسن الخ ِتي ِار Artinya: “Agar ujian terasa ringan, engkau harus mengetahui bahwa Allah yang memberimu ujian. Zat menetapkan beragam takdir atas dirimu adalah Zat yang selalu memberimu pilihan terbaik” (Al-Hikam, no. 106).

Sebagaimana penilaian Allah pada manusia berlaku pada niat dan usahanya, maka untuk mendapatkan nilai atau pahala yang tinggi maka manusia harus maksimal dalam memurnikan niatnya mencari ridha Allah, dan memaksimalkan usahanya dalam mewujudkannya. Dia harus melakukannya sebaik mungkin. Namun perlu diperhatikan bahwa ketergantungan kepada Allah tidak boleh lepas. Segala kesungguhan itu mutlak diiringi tawakal kepada Allah, sebagaimana dalam kalam ilham dikatakan: Dan katakanlah, “Demi Allah Yang Maha Mempunyai segala Kesempurnaan, tidaklah Dia akan mendatangiku, melainkan dengan kesungguhan aku yang didatangi-Nya, sedangkan aku hanyalah hamba yang tiada terlepas dari segala kemauan Tuhannya” (Ali Hanafiah, 2012: 96). Pendek kata, takdir Allah yang sedang terjadi saat ini merupakan sesuatu yang harus dipilih oleh manusia. Dalam pilihan itulah, manusia diberi penilaian dan balasan oleh Allah. Kualitas nilai dan balasan tergantung pada kualitas ketulusan niat dan kualitas/kuantitas

77 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik usaha yang dikorbankan, serta jika mendapatkan amanah maka nilainya terletak pada kualitas tanggung jawabnya dalam menjaga dan menyampaikan amanah tersebut.

Menyikapi Musibah yang akan Terjadi Terkait dengan musibah yang masih rahasia pada masa akan datang, maka Al-Qur’an memberikan petunjuk bagaimana menyiapkan diri untuk menghadapinya. Caranya adalah belajar dari masa lalu dan melakukan prediksi tentang apa kemungkinan yang akan terjadi. Belajar dari masa lalu tidak lepas dari kaidah-kaidah ilmiah tentang kebencanaan. Apa saja yang menjadi sebab terjadinya bencana, bagaimana menghindarinya, dan bagaimana mengantisipasinya. Allah SWT. berfirman: َ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ْ َّ ُ ْ َّ َ َ َۡ ُ ۡ َ ۡ َّ َ َّ َ ۡ َ ٰٓيأيها ِٱلين ءامنوا ٱتق واٱلل ولنظر نف ٍس ما قدمت لِغدٍۖ َ َّ ُ ْ َّ َ َّ َّ َ َ ُ ۢ َ َ ۡ َ ُ َ وٱتق واٱللۚ إِ نٱلل خبِري بِما تعملون ﴿الـحـشـر ١٨﴾ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hashr: 18).

Mengharapkan kebaikan kepada Allah (raja’) sesuatu di masa depan, termasuk bancana, harus disertai usaha nyata. Jika tidak, maka hal itu bukan raja’ melainkan hanyalah angan-angan. Mitigasi bencana tentu saja dilakukan melalui pengkajian ilmiah dan pengalaman. Membuat program antisipatif supaya tidak terjadi bencana merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Selanjutnya, jika bencana terjadi, maka antisipasi awal dan penyelamatan untuk menghindari banyaknya jatuh korban. Berikutnya adalah menyiapkan langka-langka rehabilitasi korban. Ibnu Athaillah mengatakan: َ َ َ ٌ َّ َ ُ ْ ٌ َّالر َج ُاء َما ق َارن ُه ع َمل ِإَول ف ُه َو أمنِ َية Apa yang disebut dengan harapan (raja’) adalah keinginan yang disertai dengan usaha nyata, jika tidak disertai usaha maka itu namanya angan-angan. Perlu diingat bahwa meskipun segala rencana dan persiapan untuk

78 Konsep Musibah mengantisipasi setiap musibah maka apabila itu sudah menjadi takdir maka harus bisa menerimanya. Dalam hal ini, Ibnu Athaillah dalam al-Hikam menyatakan: َ َ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ سوابِق ال ِهم ِم ل ترِق أسوار القدارِ Artinya: Tekad yang kuat tidak akan mampu menembus dinding takdir.

“Perlu engkau ketahui bahwa waktu adalah salah satu dari sejuta hijab yang menutupi di dirimu. Bila engkau hendak menyingkirkannya maka janganlah engkau melihat masa depanmu melalui dia, Namun lihatlah melalui “takdir”, karena hanya Aku yang dapat menentukan masa depanmu sedangkan waktu sebagai jalan untuk membuktikan apa yang telah dikehendaki oleh Aku Tuhanmu” (Ali Hanafiah,2012: 42). Sikap manusia menghadapi takdir yang akan datang adalah menyiapkan diri untuk menghadapinya, baik dengan merencanakan dan mempersiapkan sesuatu atau kesiapan untuk menerima apa yang terjadi.

Penutup Dengan menyadari semua apa yang telah diuraikan di atas tentang sikap terhadap takdir/musibah yang telah terjadi, memilih yang sedang terjadi, dan mempersiapkan diri untuk yang belum terjadi akan mengantarkan seseorang kepada tingkat ulul albab. Seorang ulul albab, pada akhirnya dapat mengatakan dengan suara kejujuran hati seperti doa Ibnu Athaillah di awal tulisan ini. Atau, mampu mengungkapkan doa yang diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an secara sadar sembari tenggelang segala makna yang dirasakan padanya. َ َّ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ً ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ربنا ما خلقت هٰذا ب ِاطل سبحانك فقِنا عذاب انلارِ Artinya: “Duhai tuhan kami, kiranya semua yang terjadi ini tidak ada yang sia-sia, mahasuci Engkau (dari segala sangka buruk kami bahwa engkau zhalim), dan karenanya hindarkan kami dari siksa neraka-Mu”.

Doa ini adalah ekspresi kecerdasan intelektual yang berpadu dengan kecerdasan spiritual yang tinggi yang menempatkan seseorang pada level kehambaan yang sejati. Semoga dapat menikmatinya. •

79 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Daftar Bacaan: Ibn Athaillah al Sakandari, al-Hikam Maulana Syekh Muhammad Ali Hanafiah. 2012. Inilah Aku (Here I Am): Pencerahan Rohani bagi Pencari Tuhan. Ciputat: Rabbani Press, Cet. III. al-Raghib al-Isfahani. t.th. al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an. Riyadh: Maktabah Nazar Musthafa al-Baz.

80 Bagian II MUSIBAH KITA

MUSIBAH POLITIK DAN KEBANGSAAN / Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M. A.

Perjalanan Indonesia sebagai bangsa dan negara tidak sekadar telah sangat panjang. Akan tetapi dinamikanya juga kompleks, sekompleks dan semajemuk masyarakatnya. Terlalu banyak untuk dilukiskan kompleksitas dan kemajemukan Indonesia ini dari sisi geografis, alam, demografis, etnis, budaya, bahasa, dan nilai-nilai luhur dan kepercayaan yang hidup dan diyakini masyarakat. Realitasnya, begitu banyak keragaman dan perbedaan yang terbingkai dalam satu kesatuan wadah yaitu Indonesia. Terlalu banyak juga yang bisa digambarkan tentang dinamika, pasang surut, gejolak dan pergumulan serta benturan kehidupan sosial politik yang terjadi dalam sejarahnya yang panjang berikut akibat-akibatnya yang juga kompleks. Tidak terlalu berlebihan, dalam konteks ini, untuk berpandangan bahwa sejarah Indonesia sebetulnya adalah juga sejarah pergolakan, pergumulan dan benturan berbagai kekuatan dengan efek sosial, politik, ekonomi, dan bahkan juga kultural yang serius. Tidak jarang juga agama dalam tingkat tertentu kemudian menjadi elemen penting dari pergolakan atau benturan ini. Semua pergolakan dan benturan ini tentu sering sekali melibatkan banyak kelompok sosial dari mereka yang merasa tertindas (nelayan, petani, buruh), laskar termasuk tentara bayaran, bandit atau perampok, saudagar, kaum agamawan hingga kaum bangsawan, bahkan negara sekalipun. Pergolakan itupun juga melibatkan banyak kekuatan ideologi politik yang beragam. Selain itu,

83 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik juga penting menjadi catatan, dari berbagai peristiwa sejarah ini lahir para pahlawan dan pengkhianat, pemenang dan pecundang. Pergolakan dan benturan ini tidak mengenal waktu karena memang muncul dari jaman lampau yang panjang hingga hari ini. Musibah sosial politik dan kebangsaan ini sesungguhnya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia telah mengalami banyak musibah dan sejarah kelam (dark history) yang mesti menjadi pelajaran sangat berharga bagi siapapun.

Pelajaran Era Kolonial Musibah politik kebangsaan era kolonial antara lain diakibatkan oleh pandangan dan kebijakan politik pemerintah yang tidak mencerminkan keadilan. Pertama, pemerintah kolonial yang sangat eksploitatif dan diskriminatif sehingga menimbulkan kesengsaraan massif. Fungsi-fungsi pelayanan, pengayoman, dan pembinaan yang seharusnya ditegakkan oleh negara/pemerintah tidak nampak. Sementara kerajaan-kerajaan Islam yang ada semakin hari semakin diperlemah dan ambruk satu per satu dengan berbagai cara, antara lain politik adu domba. Tidak sedikit juga kemudian penguasa dan keluarga penguasa lokal karena tekanan dan kepentingan pragmatis serta keberlangsungan hidup justru menjadi pro-kolonial dan koruptif. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa negara/pemerintah kolonial telah gagal karena melakukan penyalahan secara sistematik terhadap rakyat/masyarakat (a systematic victim against the people). Berbagai perlawanan rakyat di banyak tempat dilancarkan dipimpin oleh banyak pahlawan termasuk para pemimpin agama. Bahkan para pujangga dan ahli agama menuliskan semangat perlawanan ini dalam hikayat (antara lain Hikayat Prang Sabe oleh Tengku Pantee Kulu di Aceh) dan Fiqhul Jihad (Fiqih Jihad). Spirit liberasi/liberty yang menggelora era itu banyak disebut sebagai protonasionalisme, nasionalisme lokal yang nantinya menjadi bagian penting dari kebangkitan nasionalisme Indonesia yang sering sebut- sebut dalam sejarah awal abad kedua puluh. Kedua, politik Islam yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda juga salah kaprah dan justru menimbulkan ekses negatif bahkan terhadap pemerintah sendiri. Kecurigaan dan ketakutan yang

84 Musibah Kita sangat luar biasa terhadap Islam sebagai agama yang menginspirasi perlawanan sangat mewarnai kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial terhadap Islam. Karena itu, upaya mensubordinasikan sekaligus memperlemah kekuatan Islam sangatlah kuat mewarnai politik kolonial sehingga Islam dan umat Islam benar-benar di bawah kontrol/ kendali pemerintah kolonial. Jadi, sebagaimana kritik yang pernah disampaikan oleh C. Snouck Hurgronje dalam salah satu nasihatnya kepada pemerintah Hinda Belanda, kebijakan pemerintah tentang Islam dan umat Islam tidak didasarkan kepada pemahaman yang baik terhadap Islam dan umat Islam. Dalam kapasitasnya sebagai Adviceur voor Islamische Zaken, saran nasihat dan kritik Hurgronje tentu sangat didengar oleh pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya. Itupun, tetap menimbulkan kecurigaan dan sentimen negatif umat Islam terhadap pemerintah kolonial. Kebijakan Islam yang diterapkan oleh pemerintah tetap tidaklah tulus sebagai bagian dari pelayanan dan perlindungan membangun kemaslahatan umum. Kebijakan-kebijakan dan sikap pemerintah tetaplah diskriminatif dan membatasi gerak keagamaan Islam. Ini nampak misalnya tentang urusan haji. Soal hukum juga begitu, diskriminatif. Pemihakan terhadap supremasi hukum adat (Adats Recht) didukung oleh para ahli hukum adat Hindia Belanda semisal Prof van Vollenhoven dan Prof Ter Haar sangat kuat. Hukum Islam dimarjinalkan. Pendidikan Islam juga begitu antara lain dengan diterbitkan undang- undang/peraturan tentang sekolah-sekolah swasta “Toezicht ordonnantie particulier onderwijs” dan “wildenschoolen ordonnantie.” Kebijakan agama juga diskriminatif. Persentase pertumbuhan masjid jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan gereja. Semua ini menimbulkan sentimen negatif umat Islam terhadap pemerintah, karena kebijakan-kebijakan tersebut tidaklah benar-benar tulus sebagai bagian dari pelayanan, perlindungan dan fasilitasi terhadap umat Islam. Islam dan umat bahkan bangsa Indonesia, by system dan by design, diperpuruk dan inilah musibah politik. Ketiga, sistem pendidikan yang tidak berkeadilan dan sekuler. Sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang disediakan pemerintah Hindia Belanda tidak menganut prinsip “education for all,” hanya orang- orang dari kelas sosial dan ekonomi tertentu saja yang bisa menikmati

85 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik sekolah/pendidikan formal secara sempurna. Sementara, mayoritas masyarakat hanya bisa menikmati pendidikan yang sangat terbatas yaitu “kelas angka loro.” Selebihnya, bagi warga Muslim mayoritas terkonsentrasi di pengajian-pengajian di mushala atau masjid, gilda- gilda tarekat, dan pondok-pondok pesantren yang lebih banyak menyediakan materi-materi keagamaan. Gambaran ini telah terjadi sejak dahulu kala abad XVII bahkan lebih awal dari ini. Sulit dibendung kenyataan meledaknya berbagai bentuk kerusuhan massal dan penjarahan besar-besaran akibat tidak terciptanya keadilan hukum. Pemberontakan petani di Banten, sebagaimana yang dilukiskan oleh Sartono Kartodirdjo dalam bukunya, misalnya, adalah satu contoh konkret. Bahkan, berbagai pemberontakan dan perlawanan yang sifatnya ideologis politis juga mewarnai perjalanan bangsa era ini. Kemunculan Permesta, pemberontakan PKI dan NII Kartosuwirjo, misalnya, adalah contoh yang gamblang mengenai pergolakan ini.

Musibah Pasca Kemerdekaan Sekadar menyebut beberapa musibah dan peristiwa kelam (dark history) sosial-politik pasca kemerdekaaan, kita dapatkan antara lain terkait dengan NASAKOM dan Demokrasi Terpimpin yang diterapkan oleh Sukarno. Dua langkah ini sebetulnya dimaksudkan sebagai solusi terhadap kemelut ideologi politik yang muncul era itu. Akan tetapi, cara ini justru telah mengebiri kedaulatan rakyat dan bahkan memperuncing konflik kekuatan kekuatan sosial politik yang ada. Pemerintah Orde Lama telah gagal menciptakan Indonesia negara yang stabil. Melengkapi musibah politik di atas, adalah Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI yang benih-benihnya sudah dimulai era Orde Lama. Gerakan ini juga sangat traumatik tidak saja karena jumlah korban yang ditimbulkan tidak sedikit baik dari masyarakat kebanyakan maupun perwira tinggi, tetapi juga karena telah menimbulkan efek sosial, politik dan bahkan efek psikologis yang sangat panjang di kalangan masyarakat luas. Hingga sekarang, efek PKI ini masih terasa dan bahkan menjadi salah satu isu penting terutama yang dimunculkan oleh kelompok tertentu untuk menyerang Jokowi sepanjang kampanye Pemilu 2019 yang baru lalu. Peristiwa G30S ini telah merupakan musibah dan sejarah kelam Indonesia secara Ideologis, politis, dan kemanusiaan.

86 Musibah Kita

Karena itu, negara telah mewanti-wanti agar komunisme tidak diberi kesempatan lagi untuk bangkit dengan alasan apapun. Menyusul kecenderungan dan langkah politik pemerintah Orde Lama yang gagal dan tragedi sosial politik ideologi di atas, pemerintah Orde Baru memandang perlunya sebuah langkah efektif untuk memperlemah kekuatan ideologi yang selama ini berbenturan. Sasaran utamanya, sejak komunisme dan PKI diberangus, adalah kekuatan Islam. Spirit anti aspirasi politik Islam sangat terasa di era Soeharto ini dan bahkan tidak sedikit kalangan nasionalis sekuler dan militer yang memandang bahwa Islam (aspiriasi politik Islam) sama bahayanya dengan komunisme dan karena itu harus dikontrol. Perbenturan Islam-negara pada akhirnya tak bisa dihindari di era ini dengan efek sosial politik yang juga serius. Arah kebijakan politik Orde Baru memang depolitisasi Islam atau sekularisasi politik. Partai Islam diperlemah antara lain melalui program restrukturisasi sistem politik (dari sistem multi partai menjadi tiga partai berdasarkan golongan, yaitu Golkar, PDI dan PPP) sehingga tidak ada satupun partai yang berbasis ideologi kecuali Pancasila. Dengan Pancasila sebagai satu satunya asas partai politik, maka stabilitas politik akan terjamin sehingga program modernisasi atau pembangunan nasional bisa berjalan dengan baik. Untuk langkah pelemahan dan pembungkaman aspirasi politik Islam ini, maka pemerintah bersikap keras, otoriter, dan represif. Sikap ini tentu tidak saja akan merusak demokrasi, akan tetapi sekaligus memberikan ruang yang sangat jembar bagi praktik KKN dan pelanggaran HAM berat. Tak sedikit aktivis, tokoh kebudayaan, kiai, dan ulama yang diintimidasi, diculik, dipenjara tanpa proses hukum dan bahkan dihabisi. Semua yang dilakukan pemerintah ini kontra produktif dan gagal menciptakan kepercayaan publik dan stabilitas. Bahkan, musuh-musuh baru bermunculan antara lain radikalisme ekstremisme dengan mengatasnamakan agama. Gerakan Komando Jihad adalah salah satu contoh bagaimana agama dijadikan sumber perlawanan terhadap rezim. Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa Komando Jihad ini sebetulnya adalah ciptaan atau rekayasa intelijen untuk memperlemah kekuatan Islam. Tak dipungkiri juga kekuatan partai tertentu bisa memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan politiknya.

87 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Sikap represif pemerintah terutama terhadap kekuatan sosial politik (termasuk demonstran) yang dinilai menjadi ancaman bagi pemerintah dan kepentingan umum memang benar-benar dilakukan. Sejumlah musibah politik kebangsaan pasca Orde Lama terus menimpa antara lain MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari), sebuah demonstrasi yang dilakukan oleh Mahasiswa dan kerusuhan sosial pada tanggal 15 Januari 1974. Jenderal Ali Moertopo (tokoh penting CSIS) menuding kelompok sosialis dan Islam Masyumi berada di belakang Malari, meskipun tidak pernah bisa dibuktikan. Tentu sikap Ali ini dimaksudkan untuk memberangus Sosialis dan Masyumi. Bahkan, sebuah informasi justru menyebutkan bahwa Ali Moertopo dengan CSIS-lah yang mendalangi Malari. Setelah itu, berbagai konflik, kerusuhan dan penjarahan misalnya saat Reformasi juga terulang terjadi. Bersamaan dengan berbagai krisis sosial politik itu, kejahatan lain seperti korupsi massif, narkoba, terorisme, transnasionalisme dan sebagainya muncul di permukaan. Bahkan, masih dalam bidang politik kenegaraan musibah juga terjadi dengan jatuh atau diturunkannya empat presiden pertama yaitu, Sukarno, Soeharto, Habibie, dan Abdurrahman Wahid.

Bagaimana Muhammadiyah? Muhammadiyah, sebagai kekuatan atau organisasi civil society Islam tampil dengan gagasan dan gerakan konkret yang solutif, liberatif, humanis dan futuristik. Diinspirasi, antara lain oleh Surat Ali Imran ayat 104, seruan Muhammadiyah untuk menegakkan kebaikan atau “al-Khair” secara personal maupun struktural terus digelorakan. Al- Khair yang sifatnya struktural itu antara lain seruan untuk membangun keadilan sosial dan ekonomi; menegakkan hukum secara adil; membangun pemerintah yang benar-benar mengayomi, memfasilitasi dan mendorong kemajuan; menghentikan kejahatan negara terhadap warga; memproteksi agama dan mendorong agama sebagai faktor kemajuan; menghormati martabat kemanusiaan; membangun kebersamaan. Jadi, dedikasi Muhammadiyah kepada bangsa, Pancasila, NKRI ini antara lain dilakukan dengan cara pembelaannya terhadap kedaulatan negara, hukum, dan kemanusiaan. Siapapun yang melanggar dan merusak kedaulatan ini, termasuk yang dilakukan oleh negara sekalipun, Muhammadiyah tampil menyerukan kebaikan dan hentikan

88 Musibah Kita kezaliman agar negara ini juga menjadi negara yang baik. Tidak jarang, dalam kaitannya dengan kekuasaan Muhammadiyah berhadapan dengan pemerintah/negara karena saran dan sikapnya yang sangat tajam. Bagi Muhammadiyah, dakwah amar makruf nahi mungkar dalam bidang politik kenegaraan memang penting dilakukan agar fungsi-fungsi ideal negara untuk menciptakan perdamaian, keadilan, kesejahteraan, dan kedaulatan benar-benar terwujud. Kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah dilindungi supaya kemaslahatan umum benar-benar memperoleh jaminan. Sebagai kekuatan civil society Muslim yang besar dan ikut memperjuangkan dan mendirikan negara, Muhammadiyah berkewajiban melakukan “ta’awun” untuk negeri. Hal ini sejalan dengan pandangan Muhammadiyah bahwa Indonesia adalah negara Pancasila Darul Ahdi was Syahadah. •

89 MENGHADAPI MUSIBAH KETIKA MISKIN DENGAN RESISTANCE: Makna Tanah dan Strategi Pemanfaatannya, Studi Kasus di Kecamatan Limo, Depok / Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M. Si.

Masalah kemiskinan dan perlawanan, dengan menempatkan kedua isu tersebut ke dalam segitiga hubungan yang bersifat saling pengaruh memengaruhi antara 3 (tiga) elemen utama, yakni simbol/ kesadaran, sumber daya (resources) dan dominasi atau hegemoni. Di dalam konteks inilah, penulis berupaya memberikan satu kontribusi terhadap kajian mengenai musibah ketika miskin dengan resistensi yang berkaitan dengan upaya mencari rezeki; namun pada saat yang sama, hal itu dikaitkan dengan stereotip budaya bahwa perlawanan terhadap orang kota, yang memiliki tanah kavling di dalam kawasan kampung Grogol Seberang, ketidakadilan sosial yang terjadi dalam hubungan antara orang kaya/kota dengan orang miskin/kampung. Orang miskin bukanlah orang yang sering kali ditampilkan di dalam literatur sebagai manusia yang pasif dan pasrah. Dengan berbagai perlawanan yang dilakukannya, mereka lebih menampilkan sosok makhluk yang sangat kreatif, dan sangat sadar akan berbagai resources yang ada di sekitar mereka, baik yang dalam bentuk sosial dan fisik seperti jaringan sosial dan tanah kavling.

90 Musibah Kita

Pendahuluan Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah orang miskin se-Indonesia adalah 16,85 persen dari total populasi atau sekitar 36,8 juta jiwa. Jumlah orang miskin ini akan terus meningkat dengan kenaikan harga BBM sekitar 30%. Kenaikan harga BBM tidak hanya memukul masyarakat kecil dan menengah, tetapi juga sektor dunia usaha. Pemberian Bantuan Langsung Tunai sebesar Rp 100.000./bulan dari pemerintah untuk 19,1 % keluarga miskin tidak memadai untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia begitu harga BBM dinaikkan, beserta minyak goreng dan gula selama satu tahun (Kompas, 8 Mei 2008). Data BPS tahun 2019 jumlah penduduk miskin 25,14 juta orang. Setiap bentuk musibah bisa berakibat kemiskinan, misalnya musibah berupa bencana alam atau kebijakan kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat Kajian mengenai kemiskinan tentang sekelompok orang yang berasal dari pinggiran kota dan yang kemudian termarginalisasi di daerah asal mereka sendiri, seperti orang Betawi dalam kasus penelitian ini perlu diteliti dengan pendekatan baru. Selain itu, kajian yang ada itupun kebanyakan hanya memusatkan perhatiannya kepada persoalan bagaimana kebudayaan yang dimiliki oleh satu masyarakat bisa berfungsi melestarikan kondisi dari kemiskinan itu sendiri. Lagi-lagi tulisan Oscar Lewis (1969) merupakan acuan yang seringkali digunakan para ahli untuk menerangkan adanya pertalian yang erat antara kebudayaan kemiskinan dengan kondisi miskin itu sendiri. Kebudayaan kemiskinan dengan kondisi miskin dianggap berada dalam satu pertalian yang saling menguatkan satu sama lain. Sikap fatalisme, rasa rendah diri, tidak berdaya serta rendahnya partisipasi kelompok miskin ini ke dalam pranata-pranata utama masyarakat luas adalah beberapa contoh yang diajukan untuk mengambarkan ciri kebudayaan kemiskinan itu. Baru ketika buku James Scott yang berjudulthe Weapons of the Weaks terbit, para ahli mulai terbuka pandangannya bahwa kaum yang lemah tidak hanya bersifat apatis dalam menerima kondisi miskin yang mereka alami, melainkan secara kreatif juga melakukan berbagai perlawanan (resistance) terhadap kelompok yang dianggap menguasai mereka dengan

91 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik cara menggunakan berbagai media yang ada di dalam kebudayaan lokal mereka sendiri. Sayangnya kajian dalam wilayah inipun pada umumnya masih terbatas hanya kepada soal mengungkapkan berbagai variasi bentuk perlawanan (resistance) tersebut. Relevan untuk penelitian yang dilakukan adalah apa yang digambarkan oleh Danilyn Rutherford dalam bukunya Raiding the Land of the Foreigners (2003) tentang orang Biak di Papua. Ia menggambarkan bagaimana orang Papua, terutama yang berada di Biak, bisa mengambil- alih berbagai simbol, atribut, pranata, dan lain sebagainya, yang dianggap bisa mempresentasikan “keindonesiaan”. Namun pada saat yang bersamaan diperlihatkan oleh Rutherford bahwa hal-hal itu bisa ditanggapi oleh orang Papua sebagai sesuatu yang berada di dalam ranah “orang asing” (atau, amber dalam bahasa lokal), sehingga secara kebudayaan mereka mempunyai legitimasi untuk hanya memanfaatkan atau bahkan menjarah hal-hal yang dianggap presentasi dari sesuatu yang asing tersebut. Di dalam buku tersebut dianalisa secara terperinci bagaimana dalam berbagai upacara hal itu diberi legitimasinya. Menurut hemat saya kerangka seperti yang dikembangkan oleh Danilyn Rutherford dapat juga diaplikasikan untuk kasus penelitian ini, terhadap beberapa petani penggarap lahan tanah milik orang kota yang berada di dalam Kampung Grogol Seberang, Depok. Penelitian yang dilakukan terhadap petani penggarap lahan di Kampung Grogol Seberang memperlihatkan adanya beberapa hal paralel dengan apa yang digambarkan oleh Rutherford, meskipun kasusnya tidak sama persis, karena resistance yang dilakukan oleh orang Biak adalah terhadap negara/ pemerintahan Indonesia beserta segala simbol-simbolnya, sedangkan dalam kasus penelitian ini, resistance yang dilakukan beberapa warga Kampung Grogol Seberang ini adalah terhadap “orang kota” yang dianggap mereka sebagai orang kaya.

Tanah Kavling, Pemaknaannya

Gambaran umum Lahan tanah bekas kebun karet yang berada di dalam kampung Grogol Seberang sekarang dimiliki oleh para pendatang, dibagi-bagi ke dalam kavling-kavling tanah dalam ukuran lebih kurang 400 meter

92 Musibah Kita persegi per kavlingnya. Warga setempat biasanya menggunakan kata “tanah kavling” saat berbicara dan mengacu kepada lahan tanah di wilayah itu, dan untuk memudahkan pembicaraan. Maka, sejak saat ini kami menggunakan istilah “tanah kavling” ketika sedang membicarakan tanah di wilayah ini. Bagi warga asli Grogol Seberang yang kebanyakannya bermata pencaharian sebagai petani, tanah kavling ini sangat berarti sebagai sumber mata pencaharian hidup mereka. Di samping bertani, mereka memang seringkali melakukan kerjaan lain sebagai sumber pendapatan tambahan, seperti pedagang sayuran dari tanaman yang dihasilkan, buruh bangunan, atau bahkan sambil menjadi tukang ojek.

Pergeseran dari “Bala” ke “Lahan Mengais Uang/Rezeki” Seiring dengan semakin berkembangnya kawasan di sekitar Kampung Meruyung dan Grogol, misalnya, dengan semakin pesatnya pertumbuhan perumahan real estate yang semakin lama semakin banyak dibangun di dua daerah ini, pembangunan Islamic Center dengan masjid berkubah emas, atau bahkan rencana pembuatan jalan tol lingkar luar Jakarta yang kedua, pemaknaan warga terhadap tanah kavling yang menganggapnya sebagai “bala” semak belukar tempat jin kini mengalami pergeseran. Kami menggunakan kata pergeseran di sini bukan dalam arti dikotomi yang bersifat permanen di mana warga tidak bisa lagi untuk kemudian berpindah-pindah pemaknaan dari satu pemaknaan ke pemaknaan yang lainnya. Warga asli Kampung Grogol Seberang bisa berganti-ganti dalam memandang tanah kavling itu, dari pemaknaannya sebagai “bala” ke “lahan mengais uang” secara cukup fleksibel tergantung kondisi dan konteks sosial yang sedang dihadapi. Pergeseran pemaknaan ini tentu saja lahir dari interaksi warga asli dengan para pendatang pemilik tanah kavling yang semakin lama semakin sering datang dan melihat tanah mereka yang tadinya dibiarkan kosong terbengkalai. Perkembangan wilayah itu dewasa ini mendorong para pemilik tanah kavling untuk mulai lagi memperhatikan apa yang dimiliki mereka di wilayah itu. Berkenaan dengan perkembangan itu, warga desa mengembangkan semacam “pranata baru” di mana warga yang lebih berani dan cerdik berperilaku sebagai penjaga sekaligus penggarap tanah kavling. Setiap kali pemilik tanah kavling datang, lalu

93 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik ia akan meminta tanaman sayuran yang ditanam penggarap sebenarnya dan memberikan sayuran itu kepada pemilik tanah kavling dengan imbalan mendapatkan santunan uang dari pemilik tanah yang merasa senang karena lahan kavling yang dimilikinya ada yang mengurus dan merawat lahan. Tindakan menjaga dan mengawasi lahan tanah kavling itu, baik atas inisiatif sendiri maupun atas izin dan permintaan pemilik tanah kavling, merupakan bentuk pranata baru lain yang dikembangkan oleh warga desa. Dari kegiatan ini mereka mendapatkan semacam uang bulanan santunan dari para orang kota yang memiliki tanah kavling itu.

Strategi Pemanfaatan Tanah Kavling

Variasi Strategi Salah satu cara untuk bisa mengais uang tunai dari adanya tanah kavling di Kampung Grogol Seberang ini adalah dengan cara memindahkan dan membuat rumah persis berada di jalan pintu masuk menuju ke kawasan tanah kavling yang dimiliki oleh orang kota itu. Hal inilah yang dilakukan oleh beberapa petani penggarap di sana. Petani penggarap berharap mendapatkan semacam “uang lelah” setiap bulannya dari para pemilik tanah atau paling tidak setiap kali pemilik tanah datang melihat lahannya. Dari sanalah ia mengharapkan dapat “uang lelah” itu. Strategi lain yang dilakukan warga dalam rangka mengais rezeki berkenaan dengan tanah kavling itu adalah dengan cara mengembangkan satu institusi jual-beli tanah garapan. Jual-beli tanah garapan dari satu penggarap ke penggarap lain bisa fiktif dan bisa juga aktual. Namun kasus yang ditemukan di lapangan lebih mengindikasikan bahwa jual- beli tanah garapan dari satu penggarap ke penggarap lain ini lebih merupakan satu upaya rekayasa mendapatkan keuntungan. menjadikan lahan tanah kavling sebagai tempat pembuangan sampah, dan berbagai strategi lainnya untuk kepentingan pribadi petani penggrap dan merugikan pemilik tanah kavling.

Kalkulasi Budaya (Cultural Calculation) Resistance, konflik, dan bahkan kekerasan merupakan tiga hal yang sangat sulit untuk bisa dipisahkan dan dibedakan. Ketiganya bisa

94 Musibah Kita berekskalasi naik turun tergantung kalkulasi budaya yang dilakukan oleh para pelakunya. Resistance (perlawanan yang tersembunyi dan tidak bersifat terbuka) bisa berubah wujud menjadi konflik (perlawanan yang lebih bersifat terbuka), atau bahkan tindakan lebih bersifat kekerasan (violence), bila tindakan yang dipilih itu diperhitungkan tidak menimbulkan risiko yang besar. Sebaliknya, kekerasan dan konflik bisa berubah wujud menjadi satu perlawanan yang tidak bersifat frontal atau tersembunyi (resistance), sebab tindakan yang bersifat frontal dan kekerasan dianggap bisa menimbulkan risiko tinggi. Oleh karena kesulitan membedakan ketiganya, maka kami memutuskan untuk hanya menggunakan kata “perlawanan” untuk mengacu kepada ketiga hal itu. Cultural calculation digunakan pelaku untuk perlawanan dalam rangka mengais uang dari tanah kavling yang ada di Kampung Grogol Seberang. Naik turun ekskalasi resistance berkorelasi sebanding dengan tinggi-rendah risiko yang dihadapi berdasarkan kalkulasi budaya pelakunya. Pelaku melakukan cultural calculation dalam melancarkan perlawanan yang dilakukannya. Resistance bukan hanya satu bentuk perlawanan semata, melainkan berhubungan juga dengan berbagai pandangan budaya atau bahkan stereotip yang menyertainya, misalnya mengenai kesombongan dan keangkuhan orang kota, ketidakpedulian orang kaya terhadap orang kecil yang miskin, dan ketidakadilan sosial.

Kesimpulan Resistance yang dilakukan oleh para penggarap tanah kepada pemilik tanah kavling lebih merupakan urusan survival karena pemasukan yang diperoleh dari memanfaatkan lahan itu merupakan satu sumber pendapatan penting untuk keberlangsungan hidup mereka. Tentu saja secara stereotip mereka juga menggambarkan orang kota sebagai orang kaya yang hidup enak, dan sering kali tidak peduli, sombong dan angkuh kepada mereka, atau “belagu” dalam istilah mereka, bahkan kekayaannya diperoleh dengan cara yang tidak jelas. Hal ini merupakan juga satu pembenaran terhadap tindakan-tindakan yang mereka lakukan, termasuk tindakan kriminal yang dilaksanakan seperti menjual tanah orang dan menjadikannya lahan pembuangan sampah. Mereka menyadari risiko yang mungkin dihadapi, namun ini adalah sesuatu

95 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang mau merekaamati bagaimana arah perkembangannya. Bila berisiko tinggi, maka mereka akan menurunkan tingkat perlawanannya dan bila berisiko rendah maka mereka akan terus melakukan perlawanannya. Resistance dan konflik, dengan demikian, sangat kuat berkorelasi dengan relasi kekuasaan, di dalam mana relasi kekuasaan itu kemudian menjadi satu arena kontestasi yang selalu diuji keefektivitasannya bagi masing- masing pelaku dalam praktik-praktik relasi sosial yang ada. Resistance yang dilakukan para warga, dengan demikian, berkaitan dengan upaya mencari rezeki. Namun pada saat yang sama, hal itu dikaitkan dengan stereotip budaya bahwa perlawanan terhadap orang kota, yang memiliki tanah kavling di dalam kawasan Kampung Grogol Seberang, berkenaan juga dengan soal ketidakadilan sosial yang terjadi dalam hubungan antara orang kaya/kota dengan orang miskin/ kampung. Adanya keterkaitan erat antara kemiskinan dan perlawanan yang warga lakukan terhadap para pemilik tanah kavling yang notabene adalah orang kota dan ditanggapi orang kaya, memperlihatkan bahwa orang miskin bukanlah orang yang seringkali ditampilkan di dalam literatur sebagai manusia pasif dan pasrah. Dengan berbagai perlawanan yang dilakukannya, mereka lebih menampilkan sosok makhluk yang kreatif, dan sadar akan berbagai resources di sekitar mereka, baik yang dalam bentuk sosial dan fisik seperti jaringan sosial dan tanah kavling, maupun yang simbolis seperti pemaknaan-pemaknaan berbagai peristiwa-peristiwa masa lampau di dalam sejarah mereka. Kesemua ini diolah oleh warga dengan cara yang sangat kreatif untuk kepentingan diri mereka, sehingga ketika musibah ketika miskin datang, lalu akan dihadapi dengan resistance. •

Daftar Pustaka Collins, Randall. 1975. Conflict Sociology: Toward an Explanatory Science. New York: Oxford University Press. Coser, Lewis A. 1956. The Function of Social Conflict. New York: The Free Press. Lewis, Oscar. Kisah Lima Keluarga, Telaah-Telaah Kasus Orang Meksiko Dalam Kebudayaan Kemiskinan, penerjamah Rochmulyati Hamzah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Lewis, Oscar. La Vida (Panther Modern Society). Great Britain: Panther.

96 Musibah Kita

Marzali, Amri. 2003. Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan. Jakarta: Yayasan Obor. Scott, James C. 1985. Weapons of the Weak. New Haven: Yale University Press.

97 BENCANA KABUT ASAP / Dr. Saidun Derani, M. A.

Pendahuluan Kejadian bencana kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra akhir-akhir ini menimbulkan persoalan serius bagi eksistensi bangsa. Bukan saja berakibat negatif bagi kesehatan anak- anak usia dini dalam jangka panjang, tetapi juga menimbulkan kecaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang juga terdampak masalah ini. Dalam konteks ini, maka pandangan “nyinyir” atau semacam sarkasme terhadap pemerintah muncul karena dianggap tidak mampu melindungi rakyatnya dari masalah yang terus berulang setiap tahun. Sebab itulah timbul berbagai pertanyaan “liar” dari berbagai elemen masyarakat Indonesia dan internasional apakah pemimpin tidak hadir ketika rakyat membutuhkannya. Apakah pemimpin memikirkan rakyatnya yang secara konstitusi pemangku sah republik yang mereka pimpin itu. Dari kalangan internasional tidak kalah pula timbul pertanyaan, semisal apakah mereka perlu turun tangan menangani musibah asap yang efek negatifnya sangat merugikan kesehatan dan dunia bisnis serta perdagangan dunia?

Makna Bencana dalam Al-Qur’an Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna bencana diartikan dengan sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan. Dalam konteks ini yang dimaksud adalah

98 Musibah Kita bencana alam seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gempa bumi, dan tanah longsor. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan dua bulan terakhir tahun 2019 menyebabkan penderitaan ISPA akut di kalangan anak-anak balita. Al-Qur’an menyebutkan bencana dengan beberapa istilah sebagaimana disebutkan Prof. M. Qauraish Shibab dalam kitabnya Membumikan Alquran jilid 2. Secara teoritis yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk sesuatu yang tidak disenangi, antara lain kata mushibah, bala’, azab,’iqab dan fitnah. Menurut mufasir ini pengertian dan cakupan maknanya berbeda-beda.

1. Kata mushibah ditemukan 10 kali dalam Al-Qur’an selain bentuk lain seakar dengan katanya, semuanya berjumlah 76 kali. Awalnya makna musibah adalah mengenai atau menimpa. Dalam konteks makna ini, bisa saja yang mengenai itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Akan tetapi, jika Al-Qur’an menggunakan kata mushibah maka dipastikan artinya yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia. Ada beberapa hal yang dapat diambil kesimpulan dari penjelasan Alquran tentang makna mushibah ketika disandingkan dengan kata bala’ seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 155-156. a) Musibah terjadi karena ulah manusia, antara lain karena dosanya. Ini ditegaskan Al-Qur’an dalam Surat asy-Syura ayat 42: Dan apa pun musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian). Pada surat lain, an-Nisa’ ayat 79, Allah berfirman: Apa saja nikmat yang engkau peroleh adalah dari Allah, ada apa saja musibah yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri b) Musibah tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah. Firman Alllah dalam Surat at-Taghabun ayat 11: Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang, kecuali dengan izin Allah. Dan siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu

Ayat ini mengandung isyarat bahwa manusia memiliki potensi diberi kemampuan untuk mengatasi musibah yang menimpanya. Hal ini juga dipertegas dengan ayat lain yang mempertegas dengan memuji orang-orang yang sabar ketika mendapat musibah lalu

99 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”: Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. al-Baqarah: 157).

Menurut mufasir kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan di atas, bahwa yang dimaksud petunjuk dalam ayat ini bukan saja mengatasi kesulitan dan kesedihan tetapi juga arahan menuju jalan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. c) Musibah juga bertujuan mendidik manusia dan karena itu dilarang berputus asa, sungguhpun itu kesalahan sendiri. Mengapa demikian, karena bisa jadi ada kesalahan yang tak disengaja atau karena kelalaian. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an: Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) pra Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kalian jangan terlalu berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian dan supaya kalian jangan terlalu bersenang terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS. al-Hadid: 22-23).

2. Kata bala’ ada sebanyak 6 kali dalam Al-Qur’an. Semula kata ini berarti nyata/tampak, seperti firman Allahyauma tublaa as-saraa’ir , yaitu pada Hari Kiamat akan ditampakkan rahasia-rahasia (QS. at-Thariq: 9). Akan tetapi makna itu berkembang menjadi ujian yang dapat menampakkan kualitas keimanan seseorang. Dari 37 ayat yang menggunakan kata bala disimpulkan bahwa ada beberapa hakikat sebagai berikut: a) Bala’/ujian merupakan keniscayaan hidup. Hal itu dilakukan Allah SWT. tanpa keterlibatan yang diuji dalam menentukan cara dan bentuk ujian itu. Jadi yang menentukan cara, waktu, dan bentuk ujian itu adalah Allah SWT. sendiri. Perhatikan penjelasan Al-Qur’an di bawah ini: Allah yang menciptakan mati dan hidup untuk melakukan bala’/ujian bagi kalian siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya? (QS. al-Mulk: 2).

Atas dasar bala’ merupakan keniscayaan bagi manusia yang mukallaf, maka tak ada seorang pun yang bisa menghindar. Dengan

100 Musibah Kita

kata lain, semakin berat ujian itu menandakan bahwa semakin tinggi kedudukan orang tersebut, seperti ujian bagi para Nabi, misalnya bala’ ditimpakan kepada Nabi Ibrahim AS. (QS. al-Baqarah: 124). b) Beragam ujian itu antara lain dijelaskan dengan firman-Nya: Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepada mu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita kepada orang-orang yang sabar (QS. al-Baqarah: 155).

Ayat di atas menguraikan aneka bala’ yang tidak menyenangkan, tapi ada juga bala’ yang menyenangkan. Allah menyebutkan: Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan melakukan bala’kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagaian ujian (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kalian dikembalikan (QS. al-Anbiya’: 35).

M. Quraish Shihab mencontohkan bahwa Nabi Sulaiman AS. yang diberikan aneka kuasa dan kenikmatan menyadari nikmat sebagai ujian sehingga beliau berkata: Ini termasuk karunia Tuhanku untuk melakukan bala’ (menguji) aku apakah aku bersyukur atau sebaliknya ingkar. Dan barang siapa yang bersyukur maka sessungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia. c) Anugrah nikmat berupa ujian itu dapat dijadikan argumen kasih Tuhan, sebagaimna penderitaan tak selamanya murka-Nya. Memang disayang ada sebagian orang tak memahami makna hidup yang demikian itu. Perhatikan firman Allah di bawah ini: Adapun manusia jika Tuhannya mengujinya lalu dimulyakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memulyakanku”. Adapun jika Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata:”Tuhanku menghinakanku”. Sekali-kali tidak (demikian) sebenarnya kalian tidak memulyakan anak yatim (QS. al-Fajr: 15-17). d) Bala’/ujian yang menimpa seseorang bisa juga merupakan cara Tuhan mengampuni dosanya, menyucikan jiwa, dan meningkatkan derajatnya. Sebagai contoh kasus di Perang Uhud di mana 70 sahabat meninggal dunia terbunuh. Dalam konteks ini Al-Qur’an membantah pendapat bahwa mereka dapat menghindar dari kematian sekaligus menerangkan tujuannya.

101 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Katakanlah “sekiranya kalian berada di rumah, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke temapt mereka terbunuh”. Dan Allah berbuat demikian untuk melakukan bala’ (menguji/ menampakkan) apa yang ada dalam dada kalian dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hati kalian. Allah Maha mengetahui isi hati (QS.Ali Imran: 154).

Dari paparan di atas kelihatan bahwa perbedaan antara musibah dan bala’. Kalau musibah dijatuhkan Allah karena ulah atau perbuatan tangan manusia, sedangkan bala’ konteksnya untuk meningkaatkan derajat seorang hamba di hadapan Allah SWT.

3. Kata fitnah diambil dari akar kata yang berarti membakar, misalnya pandai emas membakar emas untuk mengetahui kualitasnya. Al-Qur’an menyebutkan kata ini sebanyak 60 kali, 30 kata dalam bentuk fitnah. Sedangkan dalamKamus Besar Bahasa Indonesia kata ini dimaknai dengan “perkataan yang bermaksud menjelekkan orang”. Al-Qur’an tak sekalipun menggunakan dengan makna tersebut. Al-Qur’an umumnya menggunakannya dalam arti siksa atau ujian/cobaan. Surat al-Anbiya’ ayat 35 mempersamakam antara kata bala’ dan fitnah.Allah berfirman: “Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan melakukan bala’ /menguji kalian deangan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (ujian yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami lah kalian dikembalikan”.

Perhatikan juga firman berikut ini: “Dan ketahuilah bahwa harta kalian dana anak-anak kalian itu hanyalah sebagai fitnah (ujian) dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar” (QS. al-Anfal: 28).

Lalu perhatikan dengan penjelasan Allah yang satu ini: “Pasti dilakukan bala’ (ujian) bagi kalian menyangkut harta-harta kalian dan kiri kalian” (QS. Ali Imran: 186).

Persoalan menjadi lain ketika konteks ayat yang demikian itu terkait dengan dengan perilaku orang-orang munafik: Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa mereka dijatuhi fitnah (diuji) sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil/pengajaran?

Dalam ayat yang lain Allah berfirman;

102 Musibah Kita

Dan peliharalah diri kalian dari fitnah (siksaan) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya (QS. al-Anfal: 25).

Ayat di atas menggunakan tiga kata yang kesemuanya dapat berarti sesuatu yang tak menyenangkan, yaitu kata fitnah, tushibanna yang seakar dengan kata mushibah, serta ‘iqab yang diambil dari kata aqiba berarti belakang/kesudahan. Kata iqab digunakan dalam arti kesudahan yang tidak menyenangkan/sanksi palanggaran. Jadi berbeda dengan kata ‘aqibah/akibat yang berarti dampak baik atau buruk dari satu perbuatan. Allah dalam ayat di atas menjelaskan bahwa sanksi yang dijatuhkan- Nya akibat fitnah adalah sangat keras dan fitnah itu dapat menimpa orang yang tidak bersalah. Dari berbagai informasi ayat di atas, Prof. M. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa mushibah terjadi atau menimpa akibat kesalahan manusia. Bala’ merupakan keniscayaan dan dijatuhkan Allah SWT. sungguhpun tanpa kesalahan manusia. Ini dilakukan Allah untuk menguji manusia. Adapun fitnah maka ia adalah bencana yang dijatuhkan Allah dan dapat menimpa yang bersalah dan tidak bersalah.

Renungan Timbul pertanyaan apakah bencana kabut asap yang terjadi di Indonesia khususnya di Sumatra dan Kalimantan masuk katagori mushibah, bala’, atau fitnah? Dari berbagai informasi media massa elektronik dan media cetak, naka tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa bencana kabut asap yang terjadi di Indonesia selalu berulang-ulang terutama pada musim kemarau dalam konteks pembukaan lahan perkebunan kelapa wasit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dilihat dari penyebab bencana kabut asap di atas bersumber dari pembakaran hutan oleh pelaku bisnis perkebunan untuk membuka lahan baru dengan cara-cara yang dapat merugikan masyarakat luas adalah masuk katagori mushibah.•

103 BENCANA MUSIBAH TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN / Dr. Agus Salim, M. Si., Dedi Anggriawan, Albertus Sulaeman, dan Nur Hidayah

A. Fenomena Tumpahan Minyak Selama kurun waktu 14 tahun terakhir (2000–2014), kecelakaan kapal tanker pengangkut minyak mentah sering terjadi. Oleh karena dinamika oseanografi perairan laut serta karakteristik minyak mentah dan iklim yang rumit, maka partikel minyak akibat kecelakaan ini akan terdispersi dan mengenai eksosistem pesisir. Dampaknya tidak hanya merusak pantai, tapi juga perairan laut serta kondisi ekonomi masyarakat secara umum. Fenomena tumpahan minyak atau oil spill phenomena dalam kurun waktu 5 tahun terahir menjadi bagian dari rangkaian bencana alam yang menimpa bangsa Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Sumber pencemaran minyak di laut tidak hanya berasal dari aktivitas penambangan minyak, akan tetapi juga dari pihak konsumen minyak, baik dari daerah aliran sungai (DAS), pemukiman kota, pemukiman pantai, dan industri perminyakan dan perkapalan yang langsung membuang air sisa (ballast)-nya ke laut. Hutagalung (1991) menyatakan bahwa 61,5% tumpahan minyak ke laut berasal dari sumber konsumen minyak, 24,9% dari transportasi, dan 26,6% dari aliran sungai. Sisanya dari aktivitas produksi lepas pantai (1.3%). Sebenarnya tumpahan minyak di laut terjadi sejak berabad-abad yang lampau sebagai akibat rembesan minyak secara alami dari dalam bumi (oil seeps).

104 Musibah Kita

Musibah berupa tumpahnya bahan bakar minyak jenis crude oil tersebut dapat terjadi disebabkan oleh kelalaian manusia berupa (1) kecelakaan tabrakan kapal tanker di jalur lalu lintas perairan laut, (2) bocornya pipa dasar laut, dan (3) bocornya kilang minyak lepas pantai atau juga disebabkan oleh kesengajaan kapal kapal tongkang yang membuang air ballast ke perairan yang dilintasinya. Perairan pesisir dan laut merupakan wilayah yang amat strategis. Melalui perairan pesisir dan laut, minyak bumi diangkut dari dan ke antar pulau, dari dan antar benua di belahan dunia manapun berada. Frekuensi pemanfaatan perairan pesisir dan laut yang tinggi dengan tidak diimbangi semangat melestarikan lingkungan akan memberikan peluang terjadinya tumpahan minyak di perairan pesisir dan laut. Bila hal ini dibiarkan dampak ekologis lainnya akan mengancam ekosistem pesisir sekitarnya (Gambar 1).

Gambar 1. Tumpahan Minyak yang mengenai Ekosistem Pesisir (Salim, dkk, 2016)

B. Bahaya Tumpahan Minyak bagi Umat Manusia dan Mahluk Hidup lainnya Permasalahan berikutnya yang cukup penting untuk dianalisa adalah seberapa besar dampak pencemaran pada lokasi-lokasi yang telah disebutkan di atas. Untuk menganalisa tingkat pencemaran tersebut digunakan Response Options Calculator (ROC). Dengan

105 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik menggunakan parameter yang sama dengan Trajectory Gnome, ROC, dapat menghitung berapa bagian minyak yang telah melalui proses oil weathering (evaporasi, dispersi, dan residu) (Gambar 2).

Gambar 2. Hasil Perhitungan Presentasi Kadar Pencemaran di Selat Sunda.

Bahaya tumpahan minyak bagi ekosistem lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pencemaran limbah minyak atau Pek yang berasal dari tumpahan minyak mentah PT Pertamina di perairan Kepulauan Seribu menyebabkan ikan-ikan di keramba para nelayan mati. Lokasi tempat para nelayan biasa melaut juga ikut tercemar. “Banyak ikan dalam keramba yang mati, kemudian juga kawasan tempat mereka (nelayan) biasa melaut itu terganggu,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (9/8/2019). PT Pertamina sudah bertemu para nelayan untuk membahas dampak ekonomi yang dialami mereka. Limbah minyak mentah itu mengotori pantai-pantai di Karawang hingga Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Bahkan, tujuh pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu ikut tercemar limbah minyak tersebut. Tujuh pulau yang tercemar, yakni Pulau Untung Jawa, Pulau Bidadari, Pulau Ayer, Pulau Rambut, Pulau Bokor, Pulau Damar, dan Pulau Lancang (https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/09/19192031/dampak- tumpahan-minyak-mentah-pertamina-di-kepulau-seribu-laut-tercemar). Sekitar 234 hektare terumbu karang di perairan Karawang terindikasi terdampak tumpahan minyak dari anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ). “Ada delapan titik terumbu karang yang terindikasi terdampak,” kata Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Karawang Hendro Subroto, Kamis (8/8/2019). Hendro mengatakan, delapan titik tersebut ialah Karang Kapalan seluas 48 hektare, Karang Bengkok 18 hektare, Karang

106 Musibah Kita

Bandengan 27 hektare, Karang Grabad 25 hektare, Karang Sendulang 77 hektare, Karang Areng 18 hektare, Karang Meja 29 hektare, dan Pulo Pasir 32 hektare. “Totalnya ada 234 hektare,” kata dia (https://regional. kompas.com/read/2019/08/08/11555041 /234-hektare-terumbu-karang- di-laut-karawang-terindikasi-terdampak-tumpahan).

C. Strategi Mengatasi Musibah Tumpahan Minyak Berbagai strategi mengatasi musibah tumpahan minyak dapat dilakukan baik berupa pencegahan (preventif) maupun penanggulangan (kuratif).

1. Preventif Strategi pencegahan biasanya dilakukan dengan dijalankannya standar operasional prosedur (SOP) yang sangat ketat pada setiap tahapan eksplorasi minyak baik di lepas pantai maupun di kilang minyak di darat. Pemantauan secara menyeluruh tahapan yang memungkinkan terjadinya tumpahan akan membantu meminimalisasi kejadian tumpahan yang disebabkan oleh failure dari sistem engine pada seluruh tahapan. Adapun pencegahan tumpahan minyak yang disebabkan oleh kesengajaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang membuang air ballast ke laut dilakukan dengan menerapkan aturan hukum yang ketat bagi para pencemar. Untuk mengatasi kebocoran, perusahaan memindahkan sejumlah alat pengebor canggih milik Australia West Tritton yang ada di Pulau Batam ke lokasi ledakan. Peralatan itu akan mengebor sebuah sumur pelepas supaya lumpur tebal terpompa ke dalam sumur minyak yang meledak dan bisa menutup kebocoran. (PO/Ant/N-4)

2. Kuratif Lalu bagaimana bentuk strategi mengatasi musibah pencemaran minyak bila sudah terjadi? Ada beberapa pendekatan strategi untuk kuratif tersebut sebagaimana tertuang dalam dokumen Oil spill Contigency Plan (OSCP) yang menjabarkan secara rinci bentuk-bentuk penanggulangan tumpahan minyak baik pendekatan fisik dan mekanik, pendekatan kimia, biologi, maupun pendekatan sosial budaya. Di antara pendekatan fisik mekanik adalah pengembangan model dispersioil spill

107 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang membantu para analis untuk memprediksi kemana minyak tumpah akan bergerak dan mengenai ekosistem di sekitarnya. Pada saat terjadi sebuah bencana tumpahan minyak di laut, hal utama yang menjadi perhatian adalah, akan kemanakah minyak yang tumpah tersebut mengalir atau dampak apa yang akan ditimbulkannya. Mengetahui lintasan (trajectory) dari tumpahan minyak merupakan informasi penting (crucial) untuk menentukan kebijakan lanjutan dalam menangani bencana tersebut, terutama untuk menyelamatkan lingkungan dan melakukan pembersihan. Tanpa penanganan yang tepat maka kerugian kerusakan lingkungan akan berdampak luas dan berdampak hingga jangka waktu lama. Namun demikian untuk dapat memperkirakan pergerakan tumpahan minyak di laut secara tepat, biasanya sangatlah sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan cukup banyak proses kimiawi dan fisik yang terlibat, serta pada saat bencana terjadi informasi yang ada biasanya tidak lengkap. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya suatu pemodelan trajectory sedini mungkin dengan data yang senantiasa diperbarui (up to date). Dengan demikian, jika terjadi tumpahan minyak, penanggulangan yang efektif dan efisien dapat dilakukan dengan baik. Penggunaan model matematis untuk prediksi pergerakan partikel minyak yang tumpah banyak dikembangkan. Model tumpahan minyak biasanya terdiri dalam tiga tahapan model (E. Howlett, 2008). Prediksi trajectory tumpahan minyak menggunakan data aktual atau percobaan. Model ini disebut juga sebagai model deterministik dan menghasilkan sebuah ekspektasi prediksi dari tumpahan minyak. Model kedua, backtrack, menjalankan model deterministik secara runtun waktu terbalik dan biasanya digunakan untuk menentukan sumber minyak yang didapatkan di laut atau pantai. Model ini terkadang disebut juga sebagai “model misteri” dan digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi adanya tumpahan minyak yang dilakukan secara sengaja. Membangun sebuah model matematika yang akan mencerminkan mdel yang sesungguhnya di dunia nyata bukanlah suatu proses yang mudah. Model yang dibuat haruslah dapat diterima karena kemiripan sifat dengan model aslinya. Oleh karena itu, beberapa asumsi harus dibuat terlebih dahulu sebelum pemodelan dapat dilakukan. Asumsi yang digunakan dalam pemodelan penyebaran tumpahan

108 Musibah Kita minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran searah dengan arah arus air. Ukuran maksimum tumpahan (droplet) adalah ukuran partikel minyak sedemikian sehingga ia tidak akan mengambang. Arus diasumsikan konstan dan tenang (placid). Efek suhu, angin, dan tekanan diabaikan. Menggunakan asumsi-asumsi tersebut diharapkan model yang terbentuk dapat mewakili penyebaran minyak yang sesungguhnya. Model tersebut akan dikombinasikan dengan model sistem persamaan differensial hidrodinamika fluida seperti yang dikemukakan di [2], yaitu:

δδδu u u δ w uu22+ v +++u v g =− g +fv δδδt x y δ x() w+ hc2 δδδvvv δ w vuv22+ +++u v g =− g +fu δδδt x y δ y() w+ hc2 δδw[( whu++ ) ] δ [( whv ) ] ++=0 δδ δ tx y (1) u, v adalah kecepatan arus terhadap komponen timur dan utara (bujur dan lintang), w adalah kedalaman laut, t waktu, h kedalaman dimana air diasumsikan tidak dipengaruhi arus atas, dan c adalah suatu ketetapan koefisien tertentu. Pada permasalahan nyata tentu saja terdapat sebuah batasan [pantai] yang merupakan sebuah Boundary Condition (BC) bagi gelombang. BC yang dipergunakan dalam pemodelan penelitian ini menggunakan formula

ζσ(,ij )(k )= H(,ij ) cos( kg −=−(,ij ) ), k 0,1,..., N 1 (2) H adalah amplitudo, g jeda fase (phase lag), N banyaknya langkah dalam satu periode gelombang, dan σ adalah frekuensi angular dari komponen gelombang. Dari model hidrodinamika yang telah ditetapkan di atas, kemudian model gelombang laut dikembangkan dengan memperhatikan gravitasi permukaan gelombang akibat angin, atau yang biasa disebut sebagai irregular long crested (ILC). ILC ditambahkan dengan cara menambahkan sejumlah gelombang regular long crested (RLC) dengan amplitudo dan panjang gelombang yang berbeda-beda, sehingga pada saat tertentu tinggi gelombang dimodelkan sebagai berikut:

109 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

n ζ=Htide +∑ ζ atcos((sinkx t θ+ y cos) θωϕ ++t t t ) (3) t=1

Htide adalah tinggi gelombang, g adalah percepatan gravitasi, θ arah propagasi gelombang, θ∈[0,2π], t adalah waktu, ϕt adalah sudut fase, kt adalah gelombang yang didapat dari persamaan dispersi. Model untuk difusi minyak terdiri dari tiga bagian: difusi gravitasi, difusi glutinosity, dan difusi tekanan permukaan. Ketiga bagian model tersebut diberikan oleh persamaan berikut:

2 1/4 r() t= K1 ( ∆ gVt ) (4)

2/3 1/2 1/6 r() t= K2 ( ∆ gVt / v ) (5)

2 3 2 1/4 rt()= K3 (σρ t / v ) (6)

ρ ρ Di mana ∆=gg(ρρ −o )* / ρ, o dan adalah adalah kepadatan minyak dan air. r(t) adalah skala difusi minyak, σδ=wa −− δ ao δ ow , dimana δδwa,, aodan δ ow adalah tekanan permukaan antara air dengan udara, minyak dengan udara, dan minyak dengan air. v adalah koefisien kekentalan kinematik air, t menyatakan waktu, V sebagai volume minyak, dan k1, k2, dan k3 adalah koefisien percobaan dengan nilai tertentu (biasanya antara 1-1,5). Pemodelan di atas memperhitungkan setiap satuan tumpahan (droplet) dari tumpahan minyak yang terjadi. Hal tersebut mengakibatkan penyelesaian model di atas menjadi sangat kompleks dan membutuhkan komputasi yang sangat tinggi. Selanjutnya hasil simulasi tersebut dilakukan dengan bantuan software aplikasi Gnome dan Spill Tool untuk melihat hasil simulasi terbaik. Sebuah pemodelan trajectory tumpahan minyak akan menganalisa berbagai akibat dan kemungkinan dari pergerakan minyak (Salim dan Sutanto, 2014). Analisa harapan (likelihood) dari berbagai kemungkinan tersebut adalah suatu simulasi yang biasa disebut sebagai Analisa Trajectory. Hasil akhirnya berupa sebuah peta prediksi dari pergerakan minyak yang dapat dimanfaatkan untuk membantu penanganan bencana tumpahan minyak.

110 Musibah Kita

Gambar 3. Diagram alur analisa trajectory.

Pada saat awal-awal tumpahan minyak terjadi prediksi jalur tumpahan minyak biasanya terhambat oleh input data yang tidak lengkap. Detail tumpahan minyak (lokasi, volume, tipe minyak) seringnya masih berupa perkiraan. Lebih jauh lagi data lingkungan sekitar (angin, arus laut, dan kedalaman) terkadang tidak terhimpun atau bahkan tidak tersedia. Meskipun demikian, pemodelan harus dilakukan dengan mengamati data dan mencoba untuk mengerti sifat fisik dan kimiawi yang akan memengaruhi pergerakan minyak dan kelanjutan dari tumpahan tersebut. Dengan pemahaman proses-proses fisik, ilmuwan dapat menganalisa situasi yang ada dan melakukan sebuah prediksi (forecast). Bila prediksi awal tidak akurat, tim model tumpahan minyak mengkaji ulang informasi yang ada (termasuk memperbarui) dan memperbaiki prediksi. Sebuah prediksi yang tidak akurat biasanya disebabkan oleh kesalahan informasi tentang tumpahan (misal lokasi dan volume) atau ketidaktepatan informasi lingkungan (cuaca, angin, dan arus). Seiring berjalannya waktu prediksi akan menjadi semakin akurat, karena kondisi awal menjadi semakin tidak signifikan untuk prediksi. Hasil-hasil simulasi prediksi pergerakan tumpahan minyak telah dilakukan oleh Salim dkk pada beragam skenario lokasi dan waktu serta lokasi tumpahan minyak terjadi dapat menjadi dasar digunakannya bahasa pemrograman dan analisa sistem dinamis yang komprehensif menggunakan data akurat dari sistem Big Data yang kompleks (Salim dkk, 1997; Salim, dkk. 2009; Salim, dkk, 2012 dan Salim, dkk. 2016).

111 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Simulasi sebaran tumpahan minyak di perairan laut Timor diselidiki dengan perangkat lunak MIKE21(Purwandani, 2007). Perangkat lunak yang digunakan adalah modul Oil spill Analysis dan Modul Hidrodinamika untuk non-hydrostatic model. Model dijalankan dengan masukan (input) batimetri dari Cmap Norway untuk batimetri dekat pantai termasuk garis pantai dan GEBCO untuk daerah lepas pantai (Mike 21 and Mike 2 Flow Model FM, 2012). Sistem koordinat yang digunakan adalah DD. WGS84 dengan domain : Lon. Min. = 121.2, Lon. Max. = 125.3, Lat. Min. = -13.5, Lat. Max. = -9.3 dan resolusi grid: 1 km x 1 km. Periode simulasi dihitung dalam UTM dengan perincian sebagai berikut Start Time = 12:00:00 AM, Start Date = 08-20-2009, End Time = 12:00:00 AM, End Date = 11-04-2009, Time Step = 30 s. Kondisi batas berupa laut lepas dimana batas ini akan ditentukan oleh tinggi muka laut. Tinggi muka laut ini direpresentasikan dalam bentuk pasang surut air laut. Variasi muka laut diambil dari data satelit Sea Level Height yaitu OSTM/Jason-2, Jason-1, Topex/Poseidon, Envisat, GFO, ERS-1&2 dan Geosat. Data angin diunduh dari CERSAT Ifremmer dimana data tersebut merupakan gabungan dari berbagai satelit yaitu QuikScat, SeaWinds, ERS-1 & ERS-2 dan MWR. Sumber minyak tumpah berada dalam posisi Lon : 124.53333, Lat : -12.683333 yaitu tumpahan minyak akibat bocornya Rig Montara di wilayah ZEE Australia dengan Discharge (PS) = 400 [barrels/day], = 63.60 [m3/day] = 0.000736 [m3/s] dan kecepatan tumpah = 5 [m/s] dengan arah 0 [°] dengan tipe emisi adalah kontinu. Hasil simulasi modul hidrodinamika menunjukkan bahwa arus pasang surut (pasut) sangat kuat dengan tipe semi diurnal. Arus pasut kuat di perairan utara Australia dimana merupakan daerah paparan sedangkan di sekitar celah Timor dimana mempunyai batimetri yang dalam maka arus pasut lemah. Sebaran tumpahan minyak dalam rentang waktu satu hari sangat didonimasi oleh proses adveksi akibat pasang surut dimana konsentrasi akan menyebar mengikuti pola arus pasut. Pendekatan lain adalah dengan mengembangkan dispersan (pendekatan kimia) maupun pengembangan bakteri pemakan partikel minyak (pendekatan biologi dengan teknik bioremediasi).

112 Musibah Kita

Pendekatan Kuratif lain adalah Pendekatan Kimia Berupa Pengembangan Dispersan. Dispersan membantu menguraikan gumpalan besar minyak menjadi lebih kecil dan menyebar, membuatnya mudah dicerna oleh mikroba laut. Prinsip kerjanya sama dengan cairan pembersih dapur. Keduanya juga terbuat dari molekul surfaktan, dimana bagian kepala dispersan mengikat air dan bagian ekornya ditolak oleh air. Molekul itu menempatkan diri pada lapisan antarmuka antara air dan minyak, menurunkan tegangan permukaan pada bagian antarmuka, menghalangi molekul minyak dan air berikatan dengan molekul sesamanya. Fungsi dispersan adalah mengurangi tegangan antarmuka yang berarti mengurangi energi yang dibutuhkan untuk mencampur minyak sebagai gumpalan kecil yang terpisah dari lapisan minyak ke dalam fase air.

Gambar 4. Penggunaan Dispersan dalam Mengatasi Musibah Tumpahan Minyak (Pendekatan Kimia)

David Horsup, pejabat riset dan pengembangan di Nalco Energy Services, produsen dispersant yang digunakan di Teluk Meksiko

113 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik mengatakan “Dispersan mendispersi minyak menjadi gumpalan- gumpalan kecil memungkinkan mikroba yang secara alami hidup di laut untuk mencerna gumpalan minyak dan dispersan sehingga dapat terurai secara alami dengan cepat. Dispersan berupa Corexit 9500 dirancang untuk minyak ringan dan segar atau minyak yang baru merembes keluar dan belum terpapar cuaca and Corexit EC9527A; didesain untuk minyak yang lebih berat dan minyak yang telah terekspos cuaca selama berhari-hari. Dispersan memiliki toksisitas yang inheren, dan gumpalan minyak ini cenderung berukuran sama dengan partikel makanan yang dikonsumsi organisme yang makan dengan cara menyaring air. Sejak anjungan minyak Deepwater Horizon meledak dan tenggelam April lalu, jutaan liter dispersan disemprotkan maupun disuntikkan ke sumber tumpahan minyak. Zat kimia tersebut adalah salah satu upaya mengurangi kerusakan lingkungan dari 8.000 liter minyak per hari yang terus memancar dari sumur yang rusak (https://tekno.tempo.co/ read/249034/apa-itu-dispersant/full&view=ok).

Langkah Penanggulan secara Fisik dengan “Memagari” Tumpahan Minyak dengan Oil Boom dan Membakar Minyak dengan Terkendali. Penanganan kebocoran gas dan tumpahan minyak dari anjungan yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) terus intensif dilakukan. Minggu 11/8/2019, oil boom telah digelar sepanjang 8.605 m untuk menghalau tumpahan minyak di perairan dan di pesisir pantai utara Jawa. Selain itu, PHE ONWJ juga menempatkan 400 m moveable oil boom, dan ditambah bantuan 700 m oil boom di FSRU Nusantara Regas. “Untuk di pesisir, PHE ONWJ menggelar 2.905 m oil boom yang tersebar di 6 lokasi, yakni Cemara Jaya, Sedari, Tambak Sari, Tanjung Pakis, Pantai Bakti, dan Sungai Buntu,” jelas Herbert dalam siaran pers, Minggu (11/8/2019) (https://ekonomi. bisnis.com/read/20190812/44/1135173/halau-tumpahan-minyak-oil- boom-8.605-meter-digelar).

114 Musibah Kita

Gambar 5. Oil Boom untuk Mengatasi Tumpahan Minyak secara Mekanik

Pendekatan Kuratif secara Biologi adalah Digunakannya Bakteri Pemakan Partikel Minyak dengan Teknik Bioremediasi. Meskipun banyak upaya dilakukan untuk membersihkan tumpahan minyak besar, hanya 15 hingga 25 persen minyak dapat secara efektif dibuang dengan metode mekanis. Ini adalah kasus dalam bencana minyak besar seperti tumpahan Exxon Valdez di Prince William Sound, Alaska, dan Deepwater Horizon di Teluk Meksiko. Tumpahan di masa depan tidak akan berbeda. Mikroba pemakan minyak memainkan peran utama dalam mendegradasi minyak dan mengurangi dampak dari tumpahan minyak selama bencana minyak di masa lalu. Ini dikembanggakan menggunakan teknik Bioremediasi. R.M Atlas dan C.E Cernigilia (1995) telah mengembangkan teknik ini pada partikel minyak tumapahan di Amerika Serikat. Profesor Sainter Kaur Brar dan tim dari Institut National de la Recherche Scientifique (INRS) menemukan solusi yang bersifat mikroskopis dari bakteri pemakan hidrokarbon yang bernama Alcanivorax borkumensis. Tim ini melakukan tes laboratorium yang menunjukkan keefektifan enzim yang diproduksi oleh bakteri dalam mendegradasi produk petroleum di tanah dan air. Hasil penelitian ini menawarkan harapan untuk metode yang sederhana, efektif, dan ramah lingkungan

115 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dari dekontaminasi air dan tanah di lokasi minyak. Para peneliti telah mengurutkan genom ribuan bakteri dari berbagai sumber. Rekan peneliti Tarek Rouissi menuangkan “lembar data teknis” untuk banyak strain bakteri dengan tujuan menemukan bakteri yang tepat untuk membersihkan kotoran berupa tumpahan minyak. Rouissi fokus pada enzim yang mereka hasilkan dan kondisi ketika mereka berevolusi. A. borkumensis merupakan bakteri laut nonpatogenik yang menggelitik rasa ingin tahu para peneliti. Genom mikroorganisme ini mengandung kode-kode sejumlah enzim yang menarik dan diklasifikasikan sebagai “hidrokarbonoklastik”. Ini merupakan bakteri yang menggunakan hidrokarbon sebagai sumber energi. A. borkumensis muncul di semua samudra dan hanyut bersama arus. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat di daerah-daerah dengan konsentrasi senyawa minyak tinggi, yang sebagian menjelaskan degradasi alami yang diamati setelah beberapa tumpahan. Kendati demikian, potensi perbaikannya belum dinilai. Syakti dkk (2013) juga telah melakukan pengembangan bioremediasi menggunakan teknik biosurfaktan (Syakti, A.D., Yani, M., Hidayati, N. V., Siregar, A.S., Doumenq, P., Sudiana, I. M., 2013) dan pengembangan bakteri hodrokarbonoklastik di selat Sunda (Syakti dkk, 2017). Untuk menguji kemampuan bakteri ini membersihkan minyak secara mikroskopis, tim peneliti memurnikan beberapa enzim dan menggunakannya untuk membersihkan sampel tanah yang terkontaminasi. Uji coba lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana bakteri ini memetabolisme hidrokarbon dan mengeksplorasi potensi mereka untuk melakukan dekontaminasi di wilayah tertentu sedang dikembangkan oleh para peneliti dunia.

(https://www.republika.co.id/berita/internasional/eropa/18/04/10/p6xpzi313-bakteri-ini-diklaim-mampu-bersihkan- tumpahan-minyak) Gambar 6. Bakteri Pemakan Minyak

116 Musibah Kita

D. Analisis Dampak Ekologi Musibah Oil Spill berdasarkan Persepsi Masyarakat Pesisir Area pesisir Belawan (Medan) merupakan daerah yang memiliki potensi sosial-ekonomi besar. Akan tetapi, potensi tersebut terancam akibat tumpahan minyak yang terjadi karena adanya aktivitas transportasi dan aktivitas bongkar muat minyak di sekitar perairan pesisir Belawan. Analisis risiko ekologis tumpahan minyak ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar ancaman tumpahan minyak tersebut dan menyiapkan strategi preemptive untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan jika tumpahan minyak berskala besar terjadi di masa depan. Minyak yang tak bisa menyatu dengan air itu mengapung mengikuti arah arus laut. Area pesisir Belawan yang langsung berdampingan dengan tempat tinggal masyarakat pesisir ini merupakan zona sosial-ekonomi masyarakat. Banyak masyarakat pesisir Belawan yang berprofesi sebagai nelayan. Terjadinya tumpahan minyak mengakibatkan nelayan jera karena hasil tangkapan mereka menjadi turun drastis. Dampak tumpahan minyak juga terlihat dari kerusakan tambak ikan dan ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove (bakau) memainkan peran penting dalam berbagai hal berkaitan dengan lanskap ekosistem pesisir dan sosial- ekonomi masyarakat pesisir tentunya. Ekosistem mangrove dapat bertindak sebagaipenyangga infrastruktur alami melawan bahaya alam, menjadi zona penyangga dan perlindungan terhadap erosi garis pantai dan habitat biota hewan laut khususnya yang hidup di pesisir Belawan. Mangrove memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup di sekitarnya. Sebagian masyarakat menggunakan ekosistem mangrove sebagai lahan menjadi tambak ikan dan udang. Adanya tumpahan minyak (oil spill) mengakibatkan sebagian mangrove mati dan mengakibatkan terjadinya hewan dan biota laut yang hidup disekitar mangrove juga mati. Keberadaan ekosistem mangrove di area pesisir laut belawan, Medan sangat rentan terhadap adanya tumpahan minyak (oil spill). Hal ini dikarenakan kawasan pesisir Belawan merupakan kawasan padat transportasi laut, baik yang melintas, melakukan transaksi perdangangan, hingga parkir beberapa saat untuk melakukan pengisian

117 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

BBM. Melalui aktivitas di area pesisir laut belawan tersebut, tercatat beberapa kali pernah mengalami human error atau technical error yang mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak (oil spill). Pencemaran berupa tumpahan minyak (oil spill) juga terjadi akibat faktor alam seperti cuaca buruk dan gelombang tinggi karena kecelakaan kapal (shink ship) hingga tumpahan minyak karena kelalaian saat melakukan aktivitas bongkar muat minyak dan aktivitas pelabuhan lainnya. Tabel Dampak Tumpahan Minyak (Oil spill) terhadap Ekologi dan Organisme Laut Tipe Komunitas / Perkiraan Dampak Awal Perkiraan Tingkat Populasi Pemulihan Ikan Sedang-Berat/ Bahaya Lambat Burung Ringan-Sedang Cepat-Sedang Tumbuhan Laut Ringan-Sedang Cepat-Sedang Mamalia Laut Ringan-Sedang Cepat-Sedang Terumbu Karang Ringan-Sedang Cepat-Sedang Mangrove Sedang-Berat/ Bahaya Lambat Pasir Pantai Ringan-Sedang Cepat-Sedang Air Laut Ringan-Sedang Cepat-Sedang Polusi Udara Ringan-Sedang Cepat-Sedang

Sumber: Pengolahan data primer 2019

Dampak ekologi yang ditimbulkan khususnya terhadap ekosistem sumber daya alam, dalam skala ekonomi dan sosial berdampak cukup besar dan dalam kurun waktu tertentu sangat signifikan terhadap kelangsungan ekosistem dan jasa-jasa lingkungan. Jika dipandang dari sisi ekologi misalnya, nilai dari terumbu karang bisa berarti pentingnya terumbu karang sebagai tempat produksi berbagai spesies ikan tertentu, ataupun fungsi ekologis lainnya. Demikian juga dari sisi teknik, nilai terumbu karang bisa saja sebagai pencegah abrasi atau banjir,pemecah ombak, dan sebagainya. Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan dalam memahami pentingnya suatu ekosistem. Oleh karena itu, diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama antara berbagai disiplin ilmu tersebut adalah dengan memberikan ―price tag (harga) terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya dan lingkungan. Dengan

118 Musibah Kita demikian kita menggunakan apa yang disebut sebagai nilai ekonomi dari sumber daya alam (Fauzi 2004). Tumpahan minyak (oil spill) menyebabkan gangguan fisik mangrove, berupa daun yang menguning dan berguguran, dan yang lebih parah terjadi kematian. Apabila hal ini terjadi terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama, maka akan mengakibatkan punahnya ekosistem mangrove. Apabila ekosistem mangrove mengalami gangguan secara ekologis, maka fungsi sosial dan ekonominya akan terganggu. Dominan masyarakat pesisir Belawan selain berprofesi sebagai nelayan, juga berprofesi sebagai pembudidaya tambak yang kualitasnya sangat tergantung pada kualitas ekosistem mangrove. Oleh karenanya, diperlukan adanya analisis dampak tumpahan minyak terhadap ekosistem mangrove, ekosistem sumber daya laut hingga berujung pada dampak sosial-ekonomi masyarakat pesisir Belawan. Penurunan produktivitas wilayah pesisir dan laut secara umum dan penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran yang terjadinya akan berdampak terhadap aspek sosial-ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Kegiatan perikanan tangkap merupakan salah satu yang akan terkena dampak langsung dari tumpahan minyak yang terjadi tersebut.

E. Pendekatan Ilahiah dalam Pelestarian Lingkungan Pesisir dan Laut Banyak ayat Al-Qur’an yang menekankan kelestarian pesisir dan laut. Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang kelestarian lingkungan hidup seperti menekankan kepada informasi bahwa memang musibah tumpahan minyak merupakan salah satu bentuk musibah yang disebabkan oleh ulah tangan manusia sebagaimana diartikan dalam (QS. Ar-Ruum: 41- 42). “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Pada ayat lain Surat Al-A’raf ayat 56 Allah melarang manusia untuk berbuat kerusakan, baik di darat, di laut, di udara, bahkan di mana saja. Kerusakan yang disebabkan ulah manusia itu akan membahayakan tata kehidupan manusia sendiri, seperti kerusakan tata lingkungan alam, pencemaran udara, dan bencana-bencana alam lainnya (https://www. bacaanmadani.com/2017/01/ayat-ayat-al-quran-tentang-menjaga.html). •

119 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Daftar Pustaka Al-Rabeh, A.H. 1994. “Estimating surface oil spill transport due to wind in the Arabian Gulf”, Ocean Engeenering, Vol. 21 No. 5, 461–465. Atlas, R.M dan C.E Cernigilia. 1995. “Bioremediation of Petroleum Polutans: Diversity and Environmental Aspects Of Hydrocaarbon Biodegradation”, Bioscience, 45(5): 332-338. Bird, R.B., W.E. Steward dan E.N. Lightfoot. 1960. Transport Phenomena. New York: Wiley and Sons. Brooker et al. 2008. Biology. McGraw-Hill. CMFMWOS. 1985. Computer Model Forecasting Movements and Weathering of Oil spills. Final Report for the European EconomicCommunity, WQI and DHI, October 1985. CONCAWE. 1983. Characteristics of Petroleum and its Behaviour at Sea. Report no 8/83. Edwards, A.L. 1993. Aquatic Pollution an Introductory Text. Second Edition. USA. Fay, J.A. 1969. The spread of Oil Slick on a Calm Sea. In Oil on the Sea. Hart B.T., Pollino C., Chan T., White A., Grace M., Burgman M., Carey J., Fox D., Chee a., Menderson B., dan Bui E. 2006. Deli%ering *ustainability through Risk 5anagement D Summary Report, NPSI Project UMO45–Summary Report, Land X Water Australia, Canberra. Leahy, J.G dan R.R. Colwell. 1990. “Microbial Degradation Of Hydrocarbons in the Environment”, Microbial Reviews, 54 (3): 305- 315. (https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/09/19192031/dampak- tumpahan-minyak-mentah-pertamina-di-kepulau-seribu-laut- tercemar) (https://regional.kompas.com/read/2019/08/08/11555041/234-hektare- terumbu-karang-di-laut-karawang-terindikasi-terdampak- tumpahan) (https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/09/19192031/dampak- tumpahan-minyak-mentah-pertamina-di-kepulau-seribu-laut- tercemar. (https://ekonomi.bisnis.com/read/20190812/44/1135173/halau-tumpahan- minyak-oil-boom-8.605-meter-digelar)

120 Musibah Kita

(https://tekno.tempo.co/read/249034/apa-itu-dispersant/full&view=ok) (https://www.republika.co.id/berita/internasional/eropa/18/04/10/ p6xpzi313-bakteri-ini-diklaim-mampu-bersihkan-tumpahan- minyak) Mackay, D, I. Bruis, R. Cascarenhus and S. Peterson. 1980. Oil spill Processes and Models. EPS, R&D Division, Canada. Mike 21 and Mike 2 Flow Model FM, Hydrodynamics Module, DHI 2012. Office of Technology Assessment (OTA). 1990. Coping With an Oiled Sea: An Analysis of Oil spill Response Technologies, OTA-BP-0-63, Washington. Purwandani, A. 2007. Laporan Pemodelan Tumpahan Minyak, Sedimen dan Bahan Pencemar Terlarut di Perairan Teluk Balikpapan. Tidak di publikasikan. P-TISDA. BPPT. Jakarta. Salim, A., Sutanto, T. 2012. Model Pengkajian Resiko Ekologis Tumpahan Minyak di Perairan AUSTRALIA, Laporan Penelitian Kelompok Lemlit UIN Jakarta, Proseeding Kelompok Matematika. BKS MIPA . Salim, A., R. Dahuri., B.I. Setiawan., S. Haryadi. 1997. Simulation Model of Oil spill Movement in Kepulauan Seribu Water. Thesis Postgraduate Program in Management of Environmental and Natural Resources. Bogor Agriculture University. Syakti, A.D., Yani, M., Hidayati, N. V., Siregar, A.S., Doumenq, P., Sudiana, I. M. 2013. “Bioremediation Potential of Hydrocarbonoclastic Bacteria Isolated from a Mangrove Contaminated by Petroleum Hydrocarbons on the Cilacap Coast, Indonesia”, Bioremediation Journal, 17 (1): 11-20. Salim, A. 2009. “Simulation Model of Ecological Risk Assessment Oil spill Movement in Kepulauan Seribu Water”, International Conference on Natural Sciences. Banda Aceh. Mei 2009. Salim, A., Syakti, A.D., Purwandani, A., Sulaiman, A. 2016. “On the dynamics of Oil spill dispersion of Timor Sea”, International Journal of Applied Environmental Sciences, 11 (4). Schatz, M.C., Trapnell, C., Delcher, A.L., Varshney, A. 2007. “High- throughput sequence alignment using Graphics Processing Units”, BMC Bioinformatics 8:474: 474. Yu. Feng, Yin. Yong, 2009. “Oil spill Visualization Based on the Numeric Simulation of Tidal Current”, The International Journal of Virtual

121 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Reality, 8(2): 71-74. Zhu, X.A.D., Venosa., M.T. Suidan., Lee, K. 2001. Guidelines for the Bioremediation of Marine Shorelines and Freshwater Wetlands. Cincinnati, OH 45268.

122 MUSIBAH, ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL / Dr. Muhammad Sungaidi, M. A.

Pendahuluan Indonesia sebagai negara disambung oleh dua samudra besar dunia: Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Memiliki 129 gunung api aktif, jalur tumbukan lempeng tektonik dan sumber gempa lainnya Sesar Semangko di Sumatra yang membentang dari Aceh hingga Lampung. Indonesia diapit tiga lempeng besar benua. Sebelah selatan oleh Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara. Sebelah utara oleh Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah tenggara, dan sebelah timur oleh Lempeng Pasifik dan Lempeng Kecil Filipina yang bergerak ke arah barat. Pemahaman musibah yang lebih mendalam, sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur’an akan membawa pemahaman dan kesadaran tentang makna dan hakikat di balik sebuah musibah. Oleh karena itu, di antara anjuran ketika terjadi musibah adalah bersabar, berdoa, dan tawakal kepada Allah SWT. Musibah1 dalam Al-Qur’an terdapat di 10 ayat, yaitu Surat Al- Baqarah ayat 156, Ali Imran ayat 165, An-Nisaa’ ayat 62 dan 72, Al- Maidah ayat 49, At-Taubah ayat 50, Al-Qashash ayat 47, Asy-Syura ayat

1 Al-Quran menyebutkan 77 kali kata musibah dalam 56 ayat Al-Qur’an pada 56 ayat di dalam 27 surat. Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufradat fi Alfadz al- Qur’an al-Karim, dijelaskan bahwa 77 kata musibah tersebut terbagi ke dalam 33 bentuk kata kerja lampau (fi’il madhi), 32 dalam bentuk kata kerja sekarang (fi’il mudhori’), dan 12 dalam bentuk kata benda (isim).

123 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

30, Al-Hadid ayat 22, dan At-Taghabun ayat 11. Musibah dalam Al-Qur’an, tidak hanya mengacu pada terjemahan teks dan konteks sosial. Beberapa ulama telah menupas masalah ini, seperti Imam Baidawi, dalam tafsir Anwar at-Tanzil wa Asror at-Ta’wil mengatakan bahwa musibah adalah semua kemalangan yang dibenci dan menimpa umat manusia. Mustafa dalam tafsir al-Maraghi menyebut musibah adalah semua peristiwa yang menyedihkan, seperti korban gempa, banjir, kehilangan harta benda, dan tersebarnya penyakit dalam waktu yng singkat, cepat dan menelan korban. Ali Mustafa Ya’qub menjelaskan musibah apapun yang menimpa umat Nabi Muhammad SAW. dikarena beberapa hal. Pertama, Ujian keimanan. Orang yang menyatakan diri beriman kepada Allah SWT. tidak serta merta dibiarkan begitu saja, melainkan akan diberi ujian atas keimanannya. Misalnya, seorang mahasiswa tidak bisa dinyatakan lulus sebelum ia menuntaskan skripsinya. Begitu pula keimanan, seseorang belum dinyatakan beriman jika ia belum lulus dari ujian keimanan.2 Sebagai ujian keimanan musibah dan bencana sebagai cara Allah untuk meningkatkan kualitas iman. Ujian dalam kehidupan dan kematian, termasuk terjadinya musibah dan bencana. Seorang Muslim, harus meyakini bahwa setiap apa yang terjadi, termasuk musibah dan bencana adalah atas kehendak-Nya dan ada pelajaran (ibrah) dalam kehidupan. Sebagai seorang Muslim, harus menerima apapun ketentuan- Nya dengan ikhlas dan penuh kesabaran.3 Kedua, Meningkatkan derajat keimanan. Allah menjadikan musibah dan cobaan sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Musibah dan cobaan dapat membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah 4 Musibah telah ditetapkan Allah dengan hikmah-Nya akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, baik

2 Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan “Kami beriman”, dan mereka tidak diuji?” Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti akan mengetahui orang-orang yang benar (dengan keimanannya) dan orang-orang yang berdusta (QS. Al-Ankabut: 1-3). 3 QS. al-Baqarah: 155-157. 4 Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul Lahfân, hlm. 422.

124 Musibah Kita beribadah maupun maksiat, negarawan maupun pecundang. Semakin tinggi derajat seseorang di mata Allah SWT., maka semakin berat juga ujian yang akan menimpanya. Salah satu sahabat Nabi, Sa’ad bin Waqqash pernah bertanya mengenai orang yang paling berat cobaannya.5 Ketiga, Cinta Allah pada hamba-Nya. Musibah dan cobaan sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allah mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang. Musibah tidak selalu bermakna murka, adakalanya justru sebaliknya, yakni bukti cinta Allah SWT. kepada hamba-Nya. Dalam Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal dan al-Thabrani dari Mahmud bin Labid, Rasulullah Saw bersabda “Ketika Allah SWT. mencintai suatu kaum, Dia mengujinya (dengan memberinya musibah)”. Keempat, Teguran atau peringatan. Sebab lain diturunkannya suatu musibah adalah sebagai teguran dan peringatan. Musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Musibah agar tidak lalai dalam beribadah kepada-Nya, dan menjaga segala sesuatu yang diciptakan-Nya.6 Dengan merenungi (mendatabburi) dan menghayati hikmah- hikmahnya, insya Allah berikan balasan kebaikan berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya.7

Musibah, Ujian, dan Hikmah Dalam sejarah, berbagai musibah diartikan sebagai sesuatu yang kedatangannya tidak disukai oleh manusia.8 Telah tertulis dan para

5 Orang yang paling pedih cobaannya di dunia adlaah para Nabi. Kemudian orang-orang shalih, kemudian orang-orang yang derajatnya dekat dengan mereka (HR. Imam al-Hakim dan Imam at-Thabrani). 6 “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”. 7 “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At-Tagabun:11). 8 “Barang siapa yang dikehendaki Allah SWT untuk mendapat kebaikan, maka dia akan ditimpa musibah. Yakni di uji dengan berbagai bencana, supaya Allah

125 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik pelaku dan korban di antaranya para Nabi dan Rasul diberikan ujian oleh Allah SWT. Misalnya Nabi Ibrahim yang dibakar oleh raja Namrudz (QS. Al-Anbiya: 57-70). Nabi Ayyub diuji dengan habisnya harta dan kematian yang merenggut hampir seluruh anggota keluarganya (QS. Shad: 41). Manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam musibah, cobaan dan ujian. Bencana alam bukan lagi dianggap sebagai fenomena yang luar biasa dan tidak merata, namun sebisa mungkin bencana alam dikelola dan direduksi. Bencana alam bukan lagi dianggap sebagai bahaya yang menempatkan bencana sebagai sesuatu yang mustahil untuk dikelola dan direspons dengan cara dan model yang sistematis, sinergi dan kolaborasi. Kemudian menempatkan unsur keselamatan (safety) dan penderitaan segara teratasi. Munculnya gagasan “kerentanan” (vulnerability) adalah untuk mengakomodasi pranata maupun unit sosial sebagai bagian dari kajian bencana. Ujian yang diberikan oleh Allah kepada hambanya yang saleh bukan bertujuan untuk menghinakannya, melainkan untuk menaikkan derajatnya. Dalam Hadis riwayat al-Hakim, Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Ketika Allah SWT. menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka disegerakan baginya hukuman (di dunia ini) atas dosanya. Dan apabila Allah SWT. menghendaki keburukan pada hamba-Nya, Dia tahan hukuman dosanya di dunia, sehingga disiksa-Nya pada hari kiamat”. Setiap orang telah Allah siapkan ujian baginya, ujian itu berbeda- beda, bisa melalui bencana alam, kecelakaan, kehilangan orang yang di sayang, kehilangan harta benda, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, tidak pantas bagi manusia yang memiliki keterbatasan untuk menghakimi bahwa ujian yang sedang menimpa saudaranya adalah adzab. Musibah dan bencana justru merupakan bukti cinta Allah kepadanya.9 Musibah dan bencana yang menimpa adalah sebagai sarana introspeksi diri, bukan bahan penyesalan tanpa berkesudahan, berkeluh

SWT memberikan pahala kepadanya. Musibah adalah perihal yang turunnya atau kehadirannya pada manusia tidak disukai (Sahih al-Bukhori). 9 “Mahasuci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu; yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Mulk: 1-2).

126 Musibah Kita kesah, sehingga harus berputus asa dari rahmat-Nya. Allah mengganti musibah dan bencana dengan kemudahan, kebaikan, dan keberkahan.10

Ridha dan Ihtishab Bencana alam oleh sebagian masyarakat kadang dikaitkan dengan mitos dan legenda yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Seiring dengan kemajuan tingkat pendidikan masyarakat, mitos dan legenda tersebut semakin menghilang. Tindakan-tindakan untuk mengurangi bahaya (mitigasi) supaya kerugian dapat diperkecil. Mitigasi meliputi aktivitas dan tindakan- tindakan perlindungan yang dapat diawali dari persiapan sebelum bencana itu berlangsung, menilai bahaya bencana, penanggulangan bencana, berupa penyelamatan, rehabilitasi, dan relokasi. Upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana meliputi kesiapsiagaan, kewaspadaan dan berbagai kemampuan untuk mengatasinya. Upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana ini diperlukan penyelenggaraan program pengurangan risiko bencana di tingkat desa dan daerah atau disebut DRR (Disaster Risk Reduction). Kegiatan pelatihan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat (Community Managed Disaster Risk Reduction) ini dilakukan dalam upaya meningkatkan keberdayaan masyarakat desa. Bencana telah menjadi isu pembangunan karena hasil pembangunan yang telah dirintis puluhan bahkan ratusan tahun dapat musnah atau rusak seketika dengan adanya bencana. Perekonomian masyarakat dan negara pun banyak mengalami kemunduran serta banyak prasarana dan sarana ekonomi, sosial dan budaya yang rusak. Masyarakat yang terkena bencana seringkali harus menata ulang kehidupannya dari awal, mereka harus pindah ke tempat lain, dan mulai penghidupan di tempat baru. Dalam beberapa ayat ini Allah menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan

10 Rasulullah SAW. bersabda: “Barang siapa yang dikehendaki Allah kebaikan pada dirinya, maka Dia akan memberikan cobaan kepadanya” (HR Bukhari).

127 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat. Orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, tetapi orang-orang Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah. Sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah. Setiap kali menyaksikan musibah (mengingat) dan balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah. Ibnul Qayyim menjelaskan, Allah telah mengingatkan akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba –Nya: “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan” (QS. an-Nisa: 104).

Bencana dan Kearifan Lokal Selama ini upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dilaksanakan berdasarkan kepedulian, tujuan dan kemampuan dari institusi-institusi yang bersangkutan. Dengan demikian, belum dapat diketahui apakah upaya-upaya itu telah memenuhi semua unsur yang diperlukan untuk kesiapsiagaan terhadap bencana. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat, baik secara invidu maupun kelompok, yang memiliki kemampuan fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Setelah orang mengetahui stimulus atau objek proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di tengah masyarakat (Haba, 2007: 11; Abdullah, 2008: 7).

128 Musibah Kita

Kearifan lokal adalah salah satu sarana dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik. Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah komunitas, masyarakat dan bangsa yang menyebabkan mereka mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious Fajarini (2014: 123). Alfian (2013: 428) menjelaskan kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Istiawati (2016:5) berpandangan bahwa kearifan local merupakan cara orang bersikap dan bertindak dalam menanggapi perubahan dalam lingkungan fisik dan budaya. Suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh, dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, baik yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup dan sifatnya biasa-biasa saja). Kearifan lokal atau local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan- gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, dan bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal menurut (Ratna, 2011: 94) adalah semen pengikat dalam bentuk kebudayaan yang sudah ada, sehingga didasari keberadaan. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat.11 Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan

11 Ahmad Baedowi, Esai-esai Pendidikan 2012-2014 (Jakarta: Pustaka

129 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.12 Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang berada di suatu wilayah dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal diwariskan secara turun-temurun melalui cerita, syair, dongeng, pitutur, dan kisah. Kearifan lokal bisa dijadikan pendidikan siaga bencana yang sesuai dengan karakteristik lokal dan diperbarui sesuai dengan bencana terbaru. Cerita rakyat banyak mengandung amanat-amanat berupa nilai dan kebiasaan. Selain itu, kearifan lokal juga dapat berwujud benda-benda nyata. Salah satu contohya adalah wayang. Wayang kulit diakui sebagai kekayaan budaya dunia karena paling tidak memiliki nilai edipeni (estetis) dan adiluhung (etis) yang melahirkan kearifan masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Dengan wayang, orang Jawa mencari jawab atas permasalahan kehidupan mereka (Sutarso, 2012: 507). Dalam pertunjukan wayang, di dalamnya bergabung keindahan seni sastra, seni musik, seni suara, seni sungging dan ajaran mistik Jawa yang bersumber dari agama-agama besar yang ada dan hidup dalam masyarakat Jawa. Tidak semua kearifan lokal diketahui masyarakat dan menjadi bahan rujukan ketika musibah dan bencana. Banyak korban akibat tsunami. Komunitas adat tersebut memiliki pengetahuan cara menyelamatkan diri ketika ada bencana, terutama gempa bumi dan tsunami. Pengelolaan tanggap darurat bencana, rekonstruksi, atau rehabilitasi pasca bencana dengan memperhatikan kearifan lokal. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana urgen dilakukan, di antaranya dengan melakukan pelatihan penanggulangan bencana atau dengan simulasi-simulasi yang dapat meningkatkan pemahaman masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana. Kearifan lokal itu tidak ingin hilang dari peredaran nilai sebuah

Alvabet 2015),. Cet,2, hlm. 61. 12 A.S.Padmanugraha, ‘Common Sense Outlook on Local Wisdom and Identity: A Contemporary Javanese Natives’ Experience’ Paper Presented in International Conference on “Local Wisdom for Character Building” (Yogyakarta: 2010), hlm. 12

130 Musibah Kita masyarakat. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal seperti tradisi, petatah-petitih, dan semboyan hidup (Nasiwan, dkk, 2012: 159). Kuntowijoyo 13 menjelaskan bahwa kandungan nilai-nilai subkultur, kelompok sosial, dan pelembagaan pendidikan humaniora, dapat ditemukan tiga loci pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa tradisional, yaitu istana, pesantren, dan perguruan. Dalam tradisi Kraton, pelembagaan produksi dan distribusi nilai-nilai dan simbol-simbol ada di bawah patronase raja. Dalam lembaga abdi dalem ditampung bermacam-macam pekerjaan kreatif dari penciptaan karya-karya sastra sampai kesenian representasional. Di dalam lingkungan birokrasi Kraton terdapat pujangga keraton yang memproduksi karya sastra abdi-abdi dan abdi-abdi dalem lain yang mendukung berbagai macam kepentingan simbolis, seperti abdi dalem dalang untuk keperluan pertunjukan wayang kulit, abdi dalam juru sungging untuk keperluan menggambar terutama wayang, dan sebagainya.

Kesimpulan Setiap daerah bencana mempunyai karakteristik geografi, geologi, dan sosial budaya tertentu. Maka, mitigasi bencana selalu disesuaikan dengan karakter lokal. Keterlibatan masyarakat dan peran kearifan lokal sangat penting disertakan dalam usaha mitigasi bencana. Dengan partisipasi tokoh dan masyarakat awam, sosialisasi peringatan dini bencana diharapkan dapat optimal dan mampu menarik minat masyarakat setempat untuk ikut berperan aktif dalam mitigasi Di Indonesia cukup banyak organisasi–organisasi sosial dan keagamaan yang sekarang belum terorganisir yang dapat menjadi kekuatan dalam gerakan penanggulangan risiko bencana. Budaya, gotong royong, toleransi dan semangat keswadayaan berjalan baik di desa dan hal ini menjadi satu kekuatan penting dalam penanganan bencana. Dari berbagai bencana gempa dan tsunami Aceh (2004), gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah (2006), gempa dan tsunami Palu

13 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006).

131 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

(2018), dan lain-lainnya membuat semua komponen masyarakat untuk merubah pola pikir masyarakat desa maupun kota menjadi relawan dan melakukan refleksi diri ada relasi dan keterkaitan Tuhan, manusia, dan alam semesta. • Wallahu a’lam bisshowab.

Daftar Pustaka Adullah, Irwan, dkk. Ed. 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baedowi, Ahmad. 2015. Esai-esai Pendidikan 2012-2014. Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet. 2. Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Padmanugraha, A.S. 2010. “Common Sense Outlook on Local Wisdom and Identity: A Contemporary Javanese Natives Experience”, Paper Presented in International Conference on Local Wisdom for Character Building”. Yogyakarta.

132 INDONESIA, MUSIBAH, DAN HIKMAH DI BALIKNYA / Dr. Desmadi Saharuddin, Lc. M. A. & Dr. Busman Edyar, M. A.

َ ْ ُ َّ ُ َ َْ ْ َ ْ ْ َ ْ َونلَبل َونك ْم ب ْش ٍء ِم َن ال ْو ِف َو ُال ِوع َونقص ِم َن الم َوال َ ِ ٍ َ ِ َ ْ ْ ُ َ َّ َ َ َ َ ّ َّ َ َّ َ َ َ َ ْ ُ ْ والنف ِس واثلمر ِات وب ِ ِش الصابِرِين 155 ِالين إِذا أصابتهم ُ ٌ َ ُ َّ َّ َّ َ ُ َ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ٌ م ِص َيبة قالوا إنا ِ للِِإَونا إلْهِ َراجعون 156 أولئك عليه ْم صل َوات ِ ُ ِ ِ ِ ِ ْ َ ّ ْ َ َ ْ َ ٌ َ َ َ ُ ُ ْ ُ ْ َ ُ َ ِمن ربِ ِهم ورحة وأولئِك هم المهتدون 157 Artinya: Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Berilah kabar gembira orang- orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Mereka itulah yang beroleh ampunan dan kasih saying dari Tuhan. Dan merekalah orang-orang dapat petunjuk (QS. Al-Baqarah: 155-157).

Ayat ini tegas memastikan bahwa orang-orang yang beriman akan mendapat ujian dari Allah dalam hidupnya. Ia diuji untuk mengukur sejauh mana tingkat keimanan yang dimilikinya. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin tinggi juga ujian yang dihadapinya. Boleh jadi cobaan tersebut dalam bentuk rasa ketakutan yang terus menghantui, takut kehilangan, takut akan keselamatan jiwa, dan berbagai bentuk takut lainnya. Boleh jadi juga cobaan dalam bentuk kelaparan, musim paceklik yang berkepanjangan, kekurangan jiwa, dan kekurangan makanan (sesuatu yang akan dikonsumsi). Terkadang bisa jadi juga ujian dalam bentuk turunnya bencana alam yang menyebabkan

133 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik timbulnya korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Bagi bangsa Indonesia, musibah dalam bentuk bencana alam merupakan peristiwa yang kerap terjadi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 2.277 bencana alam terjadi di Indonesia sejak Januari hingga 31 Juli 2019. Sebanyak 338 orang meninggal dunia akibat bencana tersebut. Selain itu, terdapat pula korban luka-luka yang mencapai angka 1.640 orang. Kemudian 27 orang dinyatakan hilang, 7.000 rumah rusak, serta 2,2 juta orang mengungsi. Sementara pada tahun sebelumnya (2018) Badan nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga mencatat telah terjadi 2.308 lebih kejadian bencana yang menyebabkan 4.201 orang meninggal dunia dan hilang. Sementara 9.883.780 lainnya terdampak dan mengungsi akibat bencana alam tersebut. Selain itu, bencana alam juga telah mengakibatkan 371.625 rumah mengalami kerusakan. Di antara bencana alam terdahsyat tahun 2018 adalah peristiwa tsunami yang disebabkan oleh letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda yang menghantam daerah pesisir Banten dan Lampung pada Desember 2018. Dalam musibah ini tak kurang dari 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23 orang hilang. Padahal masih segar dalam memori masyarakat Indonesia peristiwa gempa dan tsunami di Kota Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah bulan September 2018. Lalu, gempa bumi berkekuatan 7,4 skala richter yang diiringi dengan tsunami dan likuifaksi ini mengakibatkan lebih dari 2.000 orang meningal dunia, 10.000 lebih lainnya luka-luka, dan ratusan lagi hilang. Di antara mereka ada yang kena reruntuhan bangunan setelah gempa, ada yang terkubur likuifaksi dan ada yang digulung tsunami. Selaku orang beriman, banyaknya musibah ini selayaknya jadi renungan bagi bangsa Indonesia karena tidak ada peristiwa yang terjadi dengan begitu saja. Semua pasti mengandung hikmah. Paling tidak ada empat hikmah yang bisa diambil. Pertama, bahwa umat Islam harus siap dengan kematian. Apapun kondisinya, sudah pasti manusia akan mati. Allah berfirman dalam Surat 21 ayat 35: ُ ُّ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َّ ّ َ ْ َ ْ ْ َ ً َ ْ َ ُ ْ َ ُ َ ك نف ٍس ذائ ِقة المو ِت ونبلوكم ب ِ ِالش والريِ فِتنة ِإَولنا ترجعون Artinya: “Setiap yang bernyawa pasti mati. Kami akan menguji kalian dengan kebaikan da keburukan sebagai fitnah (cobaan). Kemudian kepada Kamilah kamu kembali”.

134 Musibah Kita

Dalam Surat An-Nisa ayat 78 Allah juga menegaskan: َ ْ َ َ َ ُ ُ ُ ْ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ ُ ُ َ َّ َ أينما تكونوا يدرِككم الموت ولو كنتم ِف بر ٍوج مشيد ٍة Artinya: “Di manapun kamu berada, pasti maut menjemputmu, walaupun kamu berada dalam benteng yang kokoh”.

Dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah, Nasa’i, dan Tarmizi, Nabi Muhammad SAW. juga bersabda : َ ْ ُ ْ َ َ َّ َّ َ ْ ْ َ ْ َ أك ِثوا ِذكر ه ِاذ ِم الل ِات يع ِىن الموت Artinya: “Perbanyaklah mengingat pemotong kelezatan yaitu mati!” (HR. Tirmizi).

Seseorang yang ingat pada kematian, tentu ia akan ingat pula pada persiapan yang harus dibawa untuk bekal setelah mati. Seorang Muslim diajarkan kalau kematian hanyalah satu fase dalam kehidupan untuk memasuki fase berikutnya. Dalam salah satu hadisnya, Nabi Saw bersabda: َ ْ َ ُ ْ َ ِّ َ َ َ َ ٌ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ُ َ ٌ َ ْ َ ُ ُ َ ْ ُ ُ يتبع الميت ثالثة ، فري ِجع اثن ِان ويبق معه و ِاحد ، يتبعه أهله َ َ ُ ُ َ َ َ ُ ُ َ َ ْ ُ َ ْ ُ ُ َ َ ُ ُ َ َ ْ َ َ َ ُ ُ ومال وعمله ، فري ِجع أهله ومال ، ويبق عمله Artinya: “Seorang mayat akan diiringi oleh tiga hal yakni keluarga, harta dan amal ibadahnya. Lantas akan kembali yang dua dan tetaplah yang satu. Yang kembali ke rumah adalah keluarga dan harta, sementara yang tetap bertahan adalah amal ibadah (HR. Bukhari dan Muslim).

Hikmah yang kedua adalah berusaha memahami dan menyikapi bencana alam secara rasional agar tidak menimbulkan banyak korban. Sebagai daerah yang berada di ring of fire (cincin api) yang rawan bencana, bangsa Indonesia harus siap menghadapi segala kemungkinan. Ini bukan berarti tidak percaya tadir, justru ini bagian dari upaya memahami dan menjalankan takdir itu sendiri. Sesuai dengan firman Allah bahwa Allah tak akan merubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang merubahnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada negara Chili yang memiliki topografi alam yang sama (sama-sama rawan bencana). Negara ini kerap dapat mengalami gempa bumi dan tsunami juga. Namun lama-kelamaan mereka jadi terbiasa dan siap menghadapinya hingga dari waktu ke

135 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik waktu mampu meminimalisir korban. Pada 1960 misalnya, negara ini diluluhlantakkan oleh gempa bumi berkekuatan 9,5 SR yang diikuti tsunami. Lebih dari 6000 orang meninggal dunia saat itu. Sementara pada tahun 2010 gempa bumi bermagnitude 8,8 SR, korban yang jatuh lebih kurang 500 orang. Adupun gempa pada tahun 2015 dengan kekuatan 8,3 SR hanya 13 orang yang meninggal dan 6 orang dinyatakan hilang. Negara Chili belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Setidaknya ada tiga hal yang mereka ajarkan. 1. Membangun rumah dan bangunan lainnya dengan konstruksi yang kuat dan tahan gempa dan tidak gampang roboh 2. Menyiapkan masyarakat menghadapinya dengan cara acap melakukan simulasi gempa dan tsunami 3. Menyiapkan sistem peringatan dini di tempat-tempat tertentu sehingga memudahkan masyarakat ketika musibah itu datang.

Coba bandingkan dengan negara Indonesia. Masih banyak masyarakat yang tidak terlatih menghadapi gempa ataupun tsunami. Demikian juga dalam membangun rumah ataupun bangunan lainnya juga belum dirancang dengan konstruksi yang tahan gempa. Sementara sistem peringatan dini yang dimiliki banyak yang sudah tidak berfungsi atau sudah dicuri orang yang tidak bertanggung jawab. Ini merupakan pekerjaan rumah stakeholder di tanah air. Barangkali sudah saatnya bangsa Indonesia memiliki kurikulum yang sensitif berkaitan tsunami serta gempa. Selain itu harus banyak juga upaya untuk menyiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana alam dan memberi penyadaran pada mereka. Ketiga adalah mengkaji lebih dalam, apakah bencana alam ini sebagai ujian atau peringatan dari Allah. Sekiranya bangsa Indonesia sudah berusaha hidup secara benar, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Namun masih ditimpa bencana juga,, maka sangat mungkin ini adalah ujian. Dalam hal ini Allah ingin menguji siapakah yang paling sabar dalam menghadapi cobaan dari Allah ini sebagaimana disebutkan pada pembukaan tulisan di atas. Biasanya semakin tinggi iman seseorang, semakin besar pula cobaan yang bakal diterimanya. Cobaan itu beragam sifatnya, mulai dari yang fisik sampai berbentuk psikis. Semuanya tak lebih sebagai ujian dalam menakar kadar keimanan seseorang.

136 Musibah Kita

Jika dilihat dalam sejarah, maka banyak sekali kisah-kisah berbentuk cobaan yang dialami oleh orang-orang sebelumnya. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi lagi sekarang, hanya model atau bentuknya saja yang berbeda. Inilah yang Allah katakan dalam Al-Qur’an: َ ْ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َّ َ َ ْ ُ َ ُ َّ َ َ أم َح ِسب ُت ْم أن تدخلوا َالنة َول َّما يَأتِك ْم َمثل ِال َين خل ْوا ِم ْن َ ْ ُ ْ ْ ْ َّ ْ ُ ُ َ ُ قبلِك ْم َم َّست ُه ُم َالأ َس ُاء َو َّالض ُاء َو ُزلزلوا َح َّت َيقول َّالر ُسول َ ِ َ َّ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ْ ُ َّ َ َّ َ ْ َ َّ َ ٌ و ِالين آمنوا معه مت ن صاللِ أل إِن ن صاللِ قرِيب Artinya: “Apakah kamu mengaku beriman sementara belum datang kepadamu cobaan sebagaimana telah Allah timpakan kepada orang-orang sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka, kesengsaraan, dan kehinaan, sehingga berkata Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: kapan pertolongan Tuhan datang? Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS. Al-Baqarah: 214).

Rasulullah sendiri juga merasakan penderitaan yang teramat berat ini. Mulai ketika menjalankan misi dakwah islamiahnya sampai kemudian ia harus terusir dari negeri sendiri dan hijrah ke Madinah karena saking beratnya cobaan yang beliau terima. Ketika berdakwah ke Thaif misalnya, beliau dilempari kotoron unta dan batu sampai-sampai bercucuran darah dari kepalanya. Malaikat Jibril sendiri mengatakan kepada Nabi kalau ia ingin mendoakan penduduk Thaif tersebut agar mendapat siksaan dari Allah karena telah menghina Nabi-Nya, sehingga pasti akan segera didatangkan Allah siksa tersebut. Akan tetapi beliau menjawab kalau mereka berbuat seperti itu hanya karena tidak mengerti saja. Kalau diuraikan lebih jelas, paling tidak ada empat bentuk ujian atau cobaan dari Allah ini. Pertama, cobaan dalam bentuk fisik. Seperti yang dialami Nabi di atas atau seperti yang dialami Bilal ibn Rabbah, seorang budak sahaya yang dipaksa majikannya untuk keluar dari agama Islam dan kembali menyembah berhala. Bilal ibn Rabbah tetap bergeming dengan keyakinannya. Sekalipun siksaan begitu berat dialaminya, ia tetap tak mau menukar kembali akidahnya. Ketika dihimpit dengan batu-batu cadas di tengah terik panas misalnya, beliau tetap mengatakan “Ahad, Ahad, Ahad” (Allah yang Satu). Begitu juga dengan Siti Masyitah pada masa Fir’aun. Keyakinannya untuk mengimani Nabi Musa sebagai

137 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik utusan Tuhan telah menghantarkannya beserta keluarganya ke dalam air mendidih yang disediakan oleh Fir’aun. Sebelum ia sendiri diceburkan ke dalam air mendidih itu, ia melihat dengan mata kepala sendiri, satu per satu darah dagingnya dicerburkan ke dalam air terebut. Lebih berat lagi adalah cobaan yang diterima Nabi Ayyub AS. Sekujur tubuhnya dipenuhi oleh ulat yang menjijikkan dan memakan daging-dagingnya terus menerus. Hanya tiga organ tubuh saja yang tidak digerayangi ulat sesuai dengan permintaan beliau; hati untuk tetap mengingat Allah, lidah untuk terus berzikir kepada-Nya, dan otak agar tetap sadar dalam menanggung cobaan tersebut dan menuntun organ tubuh lainnya untuk senantiasa zikir kepada Allah. Kedua, cobaan dalam bentuk kekayaan (harta). Dalam hal ini Allah menguji hamba-Nya dengan memberikan harta yang banyak. Sanggup atau tidakkah seseorang menghadapi cobaan tersebut. Apakah ia bisa menggunakan kekayaan itu pada tempatnya atau tidak. Termasuk akan diuji juga mau atau tidaknya ia menyalurkan hartanya di jalan Allah. Zakat, misalnya, adalah harta orang lain yang wajib dikeluarkan bila telah sampai satu nisab. Begitu juga kebiasaan untuk infak dan sedekah merupakan kesempatan emas dan peluang beribadah bagi orang yang berharta banyak. Qarun adalah salah satu kisah anak manusia yang gagal dalam menggunakan harta kekayaannya. Bermula dari orang kebanyakan yang mengalami kesusahan dalam hidup, kemudian Allah takdirkan ia menjadi konglomerat hebat di zamannya. Kerajaan bisnisnya maju pesat dan hartanya pun melimpah ruah. Konon ceritanya kunci tempat penyimpanan harta bendanya dibawa oleh puluhan ekor unta. Sayangnya beliau tidak bisa memanfaatkan kelebihan yang diberikan Allah itu. Ketika Musa datang untuk mengingatkannya, ia malah membangkang. Sampai kemudian Allah karamkan beliau berikut harta kekayaannya ke dalam tanah. Hingga saat ini setiap orang yang menemukan kekayaan terpendam menyebutnya dengan harta karun. Ketiga, cobaan dalam bentuk ketiadaan harta. Artinya kebalikan dari yang di atas. Dalam hal ini Allah berikan kemiskinan untuk menguji kadar iman seorang hamba. Mayoritas para nabi dan rasul Allah adalah orang-orang yang miskin. Nabi Muhammad sendiri juga terlahir dari keluarga miskin. Bahkan sampai akhir hayatnya beliau tetap hidup

138 Musibah Kita dalam kemiskinan. Begitu juga para sahabat Nabi, mereka terbiasa dalam hidup miskin. Malah mereka bertahan dengan cara hidup seperti itu. Keempat, cobaan dalam bentuk kekuasaan. Apakah ia mampu menjalankan roda kekuasaan yang diamanahkan atau tidak. Firaun adalah orang yang gagal dalam menjalankan kekuasaan. Cobaan kekuasaan tak mampu ia jalani. Alih-alih mengajak rakyatnya menyembah Tuhan pencipta alam, malahan ia mengaku sebagai Tuhan yang patut disembah. Akhirnya ia berserta jajarannya pun tewas di Laut Merah. Selain bermakna ujian, bencana alam bisa juga bermakna sebagai peringatan dari Allah kepada hamba-Nya yang terlalu banyak berbuat dosa. Bisa jadi dalam pertimbangan Allah rakyat Indonesia sudah banyak yang melupakan agama, terlalu banyak korupsi, kolusi, praktik ketidakadilan, kezaliman, dan lainnya, sehingga perlu disentil melalui musibah bencana alam. Dalam musibah longsor atau banjir bandang misalnya, sepertinya Allah memperlihatkan betapa hebat akibat yang ditimbulkan oleh keserakahan manusia yang terus menerus mengeksploitasi alam dan hutan seenaknya saja. Semua bentuk musibah ini dijadikan Allah agar manusia sadar akan hakikat diri, tanggung jawab terhadap sesama, serta pengabdiannya kepada Allah. Inilah yang Allah sebut dalam Al-Qur’an: َ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ ّ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َّ ُ َ ُ ْ ظهر الفساد ِف البِ والحرِ بِما كسبت أي ِيد انل ِاس ِل ِذيقهم َ ْ َ َّ َ ُ َ َ َّ ُ ْ َ ْ ُ َ بعض ِالي ع ِملوا لعلهم ير ِجعون Artinya: “Jelas sekai terjadinya kerusakan di darat dan di laut sebagai akibat perbuatan manusia, agar mereka merasakan sebagian dari apa yang mereka lakukan sehingga mereka mau kembali” (QS. Ar-Rum: 41).

Dalam beberapa kisah orang terdahulu dapat dilihat kalau orang- orang yang banyak berdosa dihancurkan Allah melalui bencana alam. Mulai dari umat Nabi Nuh yang dihancurkan melalui banjir bandang karena tak mau menyembah Allah. Begitu juga umat Nabi Luth yang tak mau mendengarkan ajakan nabinya untuk meninggalkan perkawinan sejenis. Dan umat Nabi Syuaib juga mengalami hal serupa karena tak mengikuti ajaran nabi mereka. Serta masih banyak lagi umat-umat terdahulu yang mengalami nasib serupa. Kelima, bencana alam sejatinya memunculkan sikap solidaritas

139 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang tinggi di kalangan umat Islam. Umat Islam wajib membantu baik moril maupun materil, terhadap mereka yang ditimpa musibah. Sekecil apapun yang diberikan sangat berarti bagi mereka. Terkait ini Rasulullah SAW. bersabda: “Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan satu tubuh; jika salah satu anggota tubuh ada yang sakit, maka anggota tubuh yang lain ikut merasakannya dan ikut berjaga”. Orang yang mau berbagi untuk meringankan beban orang lain akan diringankan Allah juga bebannya di akhirat kelak, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Siapa yang membebaskan seorang mukmin dari satu kesulitan dianatara kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari satu kesulitan diantara kesulitan-kesulitan di hari kiamat nanti”. • Wallahu a’lam bi al-shawab.

140 MUSIBAH YANG DICIPTAKAN SENDIRI: Integrasi Dakwah Dzatiyah dan Komunikasi Intrapribadi / Dr. Armawati Arbi, M. Si.

Pendahuluan Koran Republika sejak 2014-2019 telah banyak memberitakan kebakaran hutan dan berbagai musibah alam lainnya. Di Indonesia setiap tahunnya pembaca akan menemukan siklus musibah alam ini. Mulai bulan Januari dan Februari, warga dikunjungi oleh banjir, menjelang puasa, dan lebaran, datanglah musim kekeringan, setelah lebaran haji, mendapat kiriman asap. Asap akan mereda jika musim hujan tiba. Musim hujan dimulai bersamaan dengan musim sampah yang menumpuk bersamaan dengan banjir. Masyarakat secara rutin sudah terbiasa mengalami musibah banjir kotoran dan sampah. Apakah kejadian ini alamiah atau akibat perbuatan manusia? Berikut beberapa petunjuk Allah terkait dengan musibah: 1. Musibah, akibat ulah manusia sebagaimana firman Allah di bawah ini. َ َ ٓ َ َ َ ُ ّ ُّ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ ۡ ُ ْ َ وما أصٰبكم ِمن م ِصيبةٖ فبِما كسبت أي ِديكم ويعفوا عن َ كثِريٖ Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuura: 30).

141 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

2. Memetik Pelajaran dari Musibah. “Tidak akan ada perubahan sebuah kaum jika ia dan mereka tidak merubah dirinya sendiri” (QS. Ar Ra’d: 11). 3. Memohon ilham dan kebaikan dari Allah agar mudah berbuat kebaikan setelah menerima musibah. Bersedihlah jika anda memilih untuk melakukan keburukan dari dua pilihan yang disediakan Allah: “Demi jiwa serta penyempurnaannya maka Allah SWT telah mengilhamkan kepadanya mereka jalan keburukan dan jalan kebaikkan” (QS. Asy Syams: 7-8). 4. Mengintegrasikan komunikasi spiritual, komunikasi Islam, dan komunikasi lingkungan. Dalam Surat an-Najm diceritakan perilaku Kaum Tsamud yang sombong dan mereka dikirim oleh Allah SWT. angin kencang hingga semua kaum mati. Kepada kaum Luth, diturunkan prahara angin. Angin tersebut dapat meruntuhkan negeri kaum Luth dan Allah menimbun kaum yang ingkar. Nabi Nuh diberi gelar sebagai orang gila dan ia pun dikalahkan oleh kaumnya dan diusir dengan ancaman. Kemudian Nabi Nuh berdoa: “Sesungguhnya aku telah dikalahkan maka tolonglah Aku” (QS. Al- Qamar: 10). Dalam tulisan ini, ada beberapa terma penting yang menjadi asas kajian sehingga perlu didefinisikan secara operasional, yaitu Dakwah Zatiyah, Komunikasi Intrapribadi, dan Takdir. Pertama, Dakwah Dzatiyah adalah berdakwah kepada diri sendiri. Dakwah Dzatiyah merupakan fondasi rumah komunikasi atau akar pohon komunikasi. Dalam konteks ini, ada beberapa istilah lain yang terkait yaitu, Dakwah Fardiyah. Artinya adalah berdakwah kepada orang lain atau personal approach dalam rangka kaderisasi. Kemudian, ada Dakwah Halaqoh yaitu, berdakwah kepada komunitas sendiri dalam rangka penguatan kaderisasi. Kedua, Komunikasi Intrapribadi (KIP) adalah komunikasi seseorang penuh dengan perencanaan, penataan, dan evaluasi sebelum bersikap dan berkomunikasi dan bertindak. Kubus jiwa manusia terdiri dari dimensi akal, roh, nafs, kalbu, dan fitrah manusia. Jiwa saling berkomunikasi sesama dimensi manusia. Dakwah tidak akan menghasilkan perubahan jika Dakwah Dzatiyah, Fardiyah, dan Halaqoh tidak berjalan. Ketiga, takdir. Dalam konsep Fethullah Gulen takdir diciptakan sendiri atau usaha diri sendiri atau masyarakat.

142 Musibah Kita

A. Pandangan Teoretis. Berikut penulis akan mengemukakan berbagai pandangan teoretis terkait dengan musibah.

• Pelaku dan Korban Musibah dalam Al-Qur'an Merujuk dari peristiwa pelaku dan korban musibah dalam sejarah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an dapat disimpulkan prosesnya sebagaimana dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1: Dakwah Para Nabi dan Musibah bagi Kaum yang Ingkar

Pendakwah Mitra Dakwah Pelaku Musibah Korban musibah Mengingatkan Sombong Lupa Allah Lupa Ingat Allah Mendustakan Lupa atau tidak Tidak acuh ayat peduli ayat Mengajak cinta Sukar Ibadah dan Lebih suka Pengikut Allah kebaikan mengejek dan mengejek menghina kebenaran dan mendukung kebenaran Mengajak cinta Senang Tidak mendengar Pengikut sesame bermusuhan nasihat kebenaran dan tidak mendengar Mengajak cinta Sombong dan Tidak mau Pengikut lingkungan tidak peduli menerapkan kebenaran dan karena gengsi dan tidak mendengar malas dan tidak melakukan Mengajak kembali Diberi Cap Gila Tidak Diam dan Pesihir mengucapkan terima kasih Allah mengancam diancam bila Tidak peduli Diam seolah-olah dulu merusak tauhid, tidak ada masalah manusia, dan dan musibah lingkungan Mendustakan Pendakwah Penolak dakwah Penerima dan peringatan mengajak kembali penolak dakwah Allah SWT. Pendakwah dan Orang ingkar Orang ingkar dan menyelamatkan kaumnya selamat yang bersyukur Proses kisah manusia yang terkena musibah ditemukan sembilan faktor: (1) manusia sombong dan lupa kepada Allah, (2) mereka mendustakan ayat, (3) mereka sukar diajak berbuat kebaikan, (4) mereka lebih suka mengejek dan menghina sesama manusia dan sesama orang

143 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik beriman, orang yang menasihati dengan tulus dan ikhlas justru diejek dan tidak mengucapkan terima kasih, (5) masyarakat memberi gelar cap gila dan pesihir kepada Nabi Nuh, Luth, Musa, dan Muhammad atau kepada pendakwah, (6) orang tidak mau mengambil pelajaran dan bahkan mendusatakan peringatan Al-Qur’an, seperti Kaum Luth, (8) orang tidak mau beriman. Uraian di atas sesungguhnya mengandung spirit mulia bahwa orang beriman tidak boleh berdiam diri jika melihat orang lain melakukan kemungkaran, seperti membuang sampah sembarangan atau membakar plastik karena hal ini mengganggu tetangga dan lingkungan. Amar makruf harus dilakukan dengan cara misalnya sampah diangkat dan nahi munkar juga dilakukan dengan cara mengingatkan agar orang tidak membuang sampah ke got atau ke tanah orang lain. Membakar sampah nonorganik sangat membahayakan kesehatan warga dan masyarakat luas.

B. Berbagai Bentuk Musibah 1. Musibah Bencana Lingkungan (Republika 2019) Tabel 2: Masalah Bencana Lingkungan di Koran Republika 2019

Tanggal/ bulan/ Berita Pelaku Korban musibah tahun Senin, Feb 2019 Urbana: Belajar Warga sekitar Ribuan ton dari Kali Pisang Kota Bekasi sampah rumah Batu tangga, organik dan nonorganik menyatu menyerupai daratan. Sabtu, 9 Maret Banjir mulai surut Penebang hutan Madiun kabupaten 2019 kayu tidak paling parah dan dibahas? warga mengungsi. Rabu, 12 Juni Wilayah Banjir BMKG curah 6933 KK atau 23.759 2019 Sulawesi hujan tinggi jiwa melanda Terisolasi dan aktivitas Samarinda. gelobang Terputus jalan atmosfer aktif. Trans-Sulawesi Akan tetapi Tengah dan cenderung Sulawesi Tenggara menyalahkan Kecamatan Asera. cuaca.

144 Musibah Kita

Tanggal/ bulan/ Berita Pelaku Korban musibah tahun Senin, 26 Agt Krisis Air Bersih Hutan ditebang Warga tidak mandi 2019 berpotensi sehingga tidak berhari-hari. BMKG Meluas ada yang tiga bulan ke depan menahan air. kemarau panjang. Bandung Raya dan PDAM kehilangan produksi air. Selasa, 10 Sept Krisis Air Ketika banjir Dukuh Kalisusuh 2019 tidak ditampung Desa Cacaban, air/banker air Tegal, Jawa Tengah 160 liter air bersih untuk 16 desa Jumat, 6 Sept Kembali terbakar Berhasil Lahan gambut yg 2019 dipadamkan, terbakar di desa tetapi kebakaran Penyangga TN BS terjadi kembali Taman Nasional Berbak dan Sembilang Senin. 9 Sept Kabut Asap: Pelaku? Sejumlah 2019 kendaraan Kabupaten dan melintas di atas Kota Sumatra Jembatan Ampera Selatan di Palembang Selasa, 17 Sept Gangguan Pemerintah Lalai Bertahan hidup di 2017 Pernapasan, 185 tersangka tengah kepungan Selamatkan Kami Karhutla. Kasus asap Individu paling banyak di Kalimantan Barat Jumat, 20 Sept Korban Tanpa Rumah dekat Dinas Kesehatan 2019 Nama pabrik pengepul Kota Pekanbaru sampah dan menyatakan bayi mengepak Sehat. Namun, sampah. Calon asap pekat Kota Bayi Lasmani Pekanbaru Zega sudah terpapar asap sejak ibunya hamil. Peristiwa atau musibah tahunan di Indonesia antara lain sudah dilaporkan oleh koran Republika sejak tahun 2014 hingga tahun 2019. Informasi yang dilansir Republika menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia nampaknya tidak memetik pelajaran dari musibah. Pelaku

145 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik tidak merasa bersalah dan tidak bertobat atas kezolimannya dengan terus melakukan kerusakan lingkungan. Kezaliman tersebut hakekatnya adalah menzalimi diri sendiri. Ia sedang menggali lobang untuk dirinya sendiri. Karena itu dilakukan secera terus menerus, maka musibah pun terjadi terus menerus.

• Musibah Keluarga (Acara Siraman Qalbu di MNC TV) Berdasarkan kepada surat permintaan pemirsa, MNC TV membuat program Siraman Qalbu. Melalui program ini, pembahasan soal Diri dan Sendiri dilakukan. Al-Qur’an sendiri banyak mengingatkan manusia agar mereka selalu ingat kepada Allah. Manusia dihadapkan kepada dua pilihan yaitu, nafsu amal kebaikan dan nafsu amal keburukan. Oleh karena itu, dalan acara Siraman Qalbu ini membahas sejumlah tema antara lain tentang manusia yang lupa, menyesal, membodohi dan menzalimi diri sendiri, dan sebagainya. Narasumber acara ini, Ustaz Danu, melakukan dialog dan memberikan terapi Islami atas berbagai problem yang dihadapi dan diajukan oleh pemirsa. Banyak kasus musibah keluarga yang dimintakan solusinya, antara lain kemarahan seorang ibu kepada pihak ke tiga yang mengganggu ketenangan rumah tangga, kekecewaan seorang anak karena kedua orang tuanya bercerai, seorang ibu yang sering merajuk kepada suaminya karena berbagai sebab, dan seorang anak gadis yang juga merajuk kepada orang tuanya. Masih banyak persoalan atau musibah yang dihadapi rumah tangga yang sangat membutuhkan penyelesaian. Seorang yang beriman akan menghadapi berbagai masalah atau musibah keluarga (dan musibah lainnya) dengan tenang dan memohon pertolongan Allah. Ia tidak akan larut dalam kesedihan, tidak akan jengkel, benci, marah, kecewa, dan berakhir putus asa. Bila hal ini terjadi, maka banyak penyakit lain yang datang misalnya telinga mulai berdengung, punggung pegal, sakit kepala, resah dan sebagainya. Bahkan jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka sangat besar kemungkinan dia akan mengalami halusinasi dan malah hilang ingatan. Secara psikologis, penyakit seseorang sebetulnya berasal dari perilaku, habitus, pola hidup, dan juga akhlak atau kepribadiannya sendiri. Semua ini, bisa mendatangkan musibah dalam keluarga.

146 Musibah Kita

Berbagai musibah yang menimpa keluarga, sebagaimana yang tergambar dalam acara Siraman Qalbu, bermuara pada akhlak atau kepribadian. Berikut gambarannya: Tabel 3: Musibah Keluarga karena Akhlak dan Karakter di MNC TV tahun 2019

45 th/Tasik Ilmu musyrik Dokter sehat Amalan Malaya/Marah memata-matai dukun minum bacaannya kpd pihak ke tiga/ agar pasiennya darah dengan mengunci tubuh. Belikat/kepala tidak berobat ke kopi. pusing/kuping orang lain. berdengung. 30 th/Wonogiri/ Sejak SMA sampai Tempat tempat Punya kekebalan kecewa bapak dan kuliah suka tertentu muntah, jika lewat ibu bercerai. kesurupan. Ilmu menggigil, mimpi kuburan. Ilmu musyrik banyak buruk. Berobat orang tua dan di dalam tubuh. ke dukun makin amalannya. parah. 24 th/Cirebon/ Kesalahan kepada Rusnia suka Jangan sombong lambung kiri/ orang tua dan ngambek kepada kepada orang kanker payudara. suami, ia harus orang tua/ tua ketika sudah minta maaf Minta mesin pintar, kaya, dll. berkali-kali. jahit kepada suami juga suka ngambek. Dalam menghadapi, menangani, dan menghindar timbulnya problem keluarga, maka sebagaimana yang ditegaskan MNC TV, suami atau istri harus mampu menjaga dan memperkuat hubungan atau komunikasi dan bersedia saling mendengar. Peluang pihak ketiga untuk memperkeruh dan bahkan menyebakan munculnya problem keluarga sangatlah tergantung kepada kekuatan komunikasi dan hubungan pasangan suami dan istri. Mereka harus lebih melakukan introspeksi sebagai suami istri agar tidak terbuka peluang pihak ketiga masuk mencampuri urusan rumah tangga. Selain itu, jika timbul perselisihan suami-istri maka merekalah yang paling mengerti. Anak tidak akan memahami secara mendalam perselisihan ini. Sikap anak yang saleh adalah mendoakan agar orang tua bisa segera berdamai, bukan merajuk. Sikap atau kebiasaan merajuk ini membahayakan karena bisa dilakukan lagi saat mereka telah berkeluarga. Sikap saling memaafkan adalah cara yang sangat baik sehingga tidak ada lagi kekecewaan di semua pihak. Dengan cara ini

147 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik juga, maka tidak ada lagi yang merasa terluka. Kemarahan yang terus disimpan, menurut Ustaz Danu, akan membuat badan sakit, pusing kepala, dan telinga berdengung. Mereka akan sering pingsan dan ketika itulah jin akan masuk ke dalam ubun-ubun manusia, begitu kata Ustaz Danu.

4. Musibah Dunia Kerja Tabel 4: Musibah Dunia Kerja acara Siraman Qalbu di MNC TV

50 th/Surabaya/ Menerawang Ibu bertaubat Pandai berbagai dukun insyaf suami yang ke dukun justru mantra. Sekarang dan tobat/jualan selingkuh dan minta diobati dikeluarkan dan berkah. perekat hubungan dan dibaca. dihancurkan. suami dan istri Semua serangan Seluruh jin dan melalui media, jin. Engkau mantra keluar yaitu makan kumpulkan Ya terus-menerus. bunga mawar, Allah. Masukkan melati, dan kantil. dan kunci Ya Lanjut pelapor Allah. Ilmu datang minta musyrik yang sukma bos dan dia sudah menyatu dijadikan target dengan tubuh. melaui foto dan Lepaskan Ya pelet. Uangnya Allah. banyak tidak berkah. Jualan 100 ribu berkah. 45 th/Gunung Ilmu kebatinan, Jantung Echo Amalan musyrik putri Cilacap/ ilmu kanuragan/ setiap bulan dan baca ayat asisten dukun/ kebal/ilmu orang kontrol. Darah tertentu. Tangan jantung tua. Bunga bagus. HB turun. kiri tembus dada. bengkak April diambil. Banyak Keluarkan Ya Mandi Jinabat 2017. ilmu di badan dan Allah kerajaan dan mandi tobat. STS menyerang jin yang marah Amalan mengunci bergantian. kepada ilmu-ilmu. tubuh. Banyak mantra dihancurkan Ya Allah. 31 th/Tangerang Setelah dipelet, Mantra-mantra Banyak ilmu Selatan/bidan ia menjadi galak. dukun mengunci musyrik dan di puskesmas/ Dosa besar kepala dan amalannya sering kepada orang kakinya. mengunci tubuh. kesurupan tua. Kemarahan melawan orang tua.

148 Musibah Kita

43/Surabaya/ Ilmu musyrik Dokter Pasang susuk Ketua Kantin/ mengganggu. mengatakan batu di dahi. Kaki suka mimpi empedu, miom, ketekuk. buruk/anak perut sakit, kaki kecil minta gemetar. digendong. 32 th/Bogor/ Setelah suami Gatal-gatal Amalan musyrik Bakso Jilok meninggal seluruh tubuh mengunci banyak yang dan ada bekasnya tubuhnya. Dukun aneh. Kesurupan digaruk. 15 kali tega membunuh kuntilanak di dirukiyah. keluarga. motor. Dukun Hentikan jantung STS merasakan dukun dan apa yang dialami adrenalinnya Maya. terpacu tinggi. Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa individu yang tidak mampu mengendalikan diri dan emosinya saat menghadapi problem di dunia kerjanya akan mencari ilmu yang aneh atau ilmu syirik, datang ke dukun dan sebagainya. Orang yang bersangkutan, menurut Ustaz Danu di program MNC TV, akan mudah kemasukan setan. Jika hal ini benar-benar terjadi maka, usaplah ubun-ubun ketika berwudhu agar ubun-ubun dilindungi oleh Allah dan berdoa: “Ya Allah lindungi aku dari kejahatan diriku sendiri. Dan dari kejahatan yang merayap ke Naasiyah. Engkau saja yang mampu memegang Naasiyah tersebut. Sungguh Allah senantiasa di jalan yang lurus.”

Menurut Zen, ubun-ubun adalah tempat berbohong dan membuat kesalahan. Ubun-ubun akan bergerak melawan fitrah, nurani, roh, dan nafs. Oleh karena itu, doa Nabi Hud dalam Surat Hud ayat 56 perlu dipanjatkan: “Sesungguhnya Aku Berserah diri dari kepada Allah, Tuhan dan Tuhan Kalian. Tiada sesuatu yang melata. Melainkan Dia memegang Naasiyahnya atau ubun-ubun. Sungguh Tuhanku senantiasa di jalan yang lurus”.

Ubun-ubun tempat membuat rencana jahat, karena itu harus minta perlindungan kepada Allah. Zen al Hadi mengatakan bahwa akal bisa berfungsi sebagai penimbang sambil diikuti dengan sembah sujud. Ia menganjurkan: “Selalu merasa sendirian walaupun di tempat ramai. Semua terlihat kosong, jangan biarkan ada yang masuk ke dalam pemikiran dan perasaan selain Allah. Karena semua diri sedang menyembah

149 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Allah, sedang tunduk kepada Allah, hanya bersama Allah. Semua ini mengurangi jadwal nafsu kita.”

Di lingkungan atau dunia kerja, banyak kemungkinan masalah dan juga musibah yang akan muncul dan menimpa kepada siapa saja. Beraneka kemungkinan dan bentuk musibah yang akan menimpa baik itu musibah yang kecil maupun musibah yang besar. Hanya orang yang kokoh iman dan mentalnyalah yang akan bisa terhindar atau terselamatkan meskipun musibah tetap menimpa. Dalam kaitan itu, akal harus dijaga dan dirawat supaya senantiasa sehat dan bisa menghadapi sekaligus menyelesaikan persoalan atau musibah dengan cara cara rasional dan dilandasi dengan ajaran agama. Orang-orang yang memiliki kemampuan menggunakan akal sehatnya inilah yang sering disebut sebagai Ulul Albab. Ulul Albab inilah yang dalam Al-Qur’an disebut sebagai orang yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kecerdasan akalnya dan berfikir kreatif, inovatif dan tentu produktif. ia memahami dan mengamati kondisi alam dan lingkungan sekitar serta dunia profesinya melalui tafakur dan tadabur. Ulul Albab adalah mereka yang dengan kekuatan akal pikiran sehatnya, kejernihan hatinya dan etikanya, serta kemampuan atau keluasan ilmu pengetahuannya akan menyelesaikan masalah yang dihadapi sambil membangun sebuah rencana ke depan, khususnya di lingkungan kerjanya agar masyarakat lebih bisa menikmati atau memanfaatkan secara lebih nyata.

C. Sikap Diri Berikut kutipan ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan sikap diri negatif yang akan sangat merugikan dan bisa menimbulkan masalah dan musibah baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar.

1. Menipu Diri Sendiri. “Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari” (QS. al-Baqarah: 9). Mereka ialah orang-orang kafir yaitu yang tidak percaya kepada Allah. Akan tetapi, mereka sebetulnya juga orang Muslim, tetapi menutup cahaya Islam. Mereka ada yang berkata akan beriman kepada hari akhir, padahal mereka itu ternyata bukanlah orang-orang yang

150 Musibah Kita beriman sehingga nasihat atau hidayah tersebut tidak bisa masuk ke dalam hati mereka. Hati mereka ada penyakit. Mereka suka ragu-ragu dan tidak yakin terhadap kebenaran.

2. Melupakan Diri untuk Mengerjakan Kebaikan Hal ini sesuai dengan peringatan Allah yang tercantum di dalam Al-Qur’an, sebagai berikut: “Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Baqarah: 44). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun berkenaan dengan segolongan Yahudi di Madinah yang berkata kepada saudara kandung, kerabat, dan saudara-saudara sesusunya dari kaum muslimin agar mereka tetap mengikuti ajaran agama Islam. Akan tetapi, mereka sendiri tidak melakukannya. Menurut At-Tabari, para mufasir bersepakat bahwa ayat ini merupakan teguran kepada kaum Bani Israil dan kaum mana pun termasuk umat Islam yang menyuruh manusia untuk berkata dan bertindak dengan perkataan dan tindakan yang diridhai Allah, akan tetapi mereka sendiri justru tidak melakukannya. Menurut Ibnu Juraij sudah sepatutnya yang menyeru kepada kebaikan untuk terlebih dahulu mengamalkannya. Sementara itu, Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang yang menyeru kebaikan itu lalai dan justru melakukan pembangkangan terhadap syariat Allah. Mereka mengingkari kenabian dan melanggar syariat yang ada dalam kitab Taurat. Intinya, mereka tidak konsisten dengan seruan mereka kepada orang lain. Dalam ayat di atas, Allah mengecam tindakan mereka yang selalu menyerukan amar makruf, tetapi mereka sendiri justru tidak membenahi sikap mereka. Memang dalam Al-Qur’an, Allah mengatakan bahwa setan sangatlah kufur dan suka melawan. Metode yang paling sering dilakukan setan dalam rencana jahatnya adalah menghalangi manusia agar tidak melakukan kebaikan.

3. Membodohi Diri Sendiri “Dan orang-orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya

151 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

(Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang – orang saleh” (QS. al-Baqarah: 130).

Ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Salam ketika mengajak kedua keponakannya, Salamah dan Muhajir, untuk masuk Islam. Dia berkata “kamu berdua telah mengetahui bahwa Allah berfirman dalam Taurat bahwa Dia akan mengutus Nabi dari keturunan Ismail, bernama Ahmad. Barang siapa beriman, dia mendapat petunjuk dan jika dia kafir, akan mendapat laknat.” Akan tetapi, mujahir menolak untuk beriman.

4. Menyesatkan Diri “Sungguh, kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan membawa kebenaran untuk manusia, barangsiapa mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya kesesatan itu untuk dirinya sendiri, dan engkau bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka” (QS. Azzumar: 41).

5. Menzalimi Diri Sendiri. “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Kamu benar–benar telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu…” (QS. al-Baqarah: 54).

Bani Israil menjadikan patung anak sapi sebagai sesembahan dan mereka sudah menjadi orang yang zalim. Di ayat yang lain, Allah juga menyebutkan: “Dan kami menaungi kamu dengan awan, dan Kami menurunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi justru merekanlah yang menzalimi diri sendiri” (QS. al-Baqarah: 57).

D. Penutup Musibah itu dimulai dari diri sendiri yang tidak kuat menerima cobaan dan malas berbuat kebaikan. Dimanapun mereka, di rumah maupun tempat kerja bisa terjerumus dan tertarik dengan godaan ilmu, pengobatan, dan amalan yang membawa kepada kemusyrikan. Nafsu dapat merusak alam karena salah menafsirkan makna

152 Musibah Kita

Khalifah di muka bumi. Khalifah di muka bumi adalah kaum profesional yang menjaga dan menata diri, keluarga, dunia pekerjaan, dan lingkungan alam dengan sebaik-baiknya. Akhlak manusia yang tidak mencintai Allah, dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya akan menjadi faktor terjadinya musibah. Orang- orang yang berkarakter seperti ini tidak akan ada yang bisa diharapkan kepada mereka untuk membangun kehidupan yang sehat. •

Daftar Pustaka Armawati Arbi. 2003. Dakwah dan Komunikasi. UIN JKT press. Armawati Arbi. 2012. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Hamzah. Armawati Arbi. 2019. Komunikasi Intrapribadi. Jakarta: Prenada. Baharuddin. 2007. Paradigma Psikologi Islami: Studi tentang Elemen Psikologi dari Alquran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fethullah Gullen. 2010. Takdir, Republika. Harry Santosa. 2018. Fitrah Based Education, Sebuah Model Pendidikan Peradaban bagi Generasi Peradaban Menuju Peran Peradaban. Bekasi. Muhammad Aminullah. 2017. Alamtologi, Interaksi Manusia dengan Air, jilid 1. Kuala Lumpur: Nature Patter Fethullah. Syaamil Alquran. 2010. Miracle the Reference. Sygma Publishing. Zen Muhammad al Hadi. 2011. Psikologi Islam. Jakarta.

153 BENCANA SOSIAL DALAM PENGADAAN BARANG/JASA / M. Agus Suriadi, M. Hum.

Forseen dan unforeseable merupakan istilah yang digunakan pada pengadaan internasional dan merujuk pada kemungkinan terburuk yang bisa terjadi ketika proses pengadaan barang/jasa sedang atau telah dilakukan. Pengadaan adalah sebuah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dan pasokan barang atau jasa di bawah kesepakatan yang dinamakan kontrak. Kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah ini terbuka peluang terjadinya tindakan melawan hukum yang dikenal dengan korupsi. Oleh karena itu, perlu dirumuskan sebuah kebijakan yang secara khusus mengatur hal tersebut. Sepanjang tahun 201814, Indonesia Corruption Watch (ICW) telah memetakan Korupsi Berdasarkan Modus yang sering digunakan yaitu: (1) mark up 76 kasus senilai Rp 541 miliar; (2) penyalahgunaan anggaran 68 kasus senilai Rp 455 miliar; (3) penggelapan 62 kasus senilai Rp 441 miliar; (4) laporan fiktif 59 kasus senilai Rp160 miliar; (5) suap 51 kasus senilai Rp 67,9 miliar dan Rp 57 miliar; (6) kegiatan/proyek fiktif 47 kasus senilai Rp 321 miliar; (7) pungutan liar 43 kasus senilai Rp 6,7 miliar; (8) penyalahgunaan wewenang 20 kasus senilai Rp 3,6 triliun; (9) penyunatan/ pemotongan 16 kasus senilai Rp38,2 miliar; (10) gratifikasi 7 kasus senilai Rp 65,9 miliar sampai Rp34 miliar; (11) pemerasan 2 kasus senilai Rp 80 juta; (12) anggaran ganda 2 kasus senilai Rp 2,7 miliar; (13) mark down 1 kasus senilai Rp 1,4 miliar. Totalnya mencapai 454

14 Laporan Tren Penindakan Kasus Korupsi 2018 oleh ICW.

154 Musibah Kita kasus senilai Rp 5,6 triliun, Rp 140,8 miliar, dan Rp 91 miliar. Apabila keseluruhan kasus kita tarik benang merahnya, maka dari 13 modus tersebut, 9 adalah kasus pengadaan barang/jasa. Sebuah langkah antisipasi untuk menghindari terjadinya kegagalan atau kerusakan pada saat pengadaan dibagi menjadi dua. Pertama adalah foreseen, yaitu sebuah istilah yang dipahami sebagai sebuah keadaan yang harus ditanggung oleh salah satu pihak atas risiko atau keadaan yang dapat dikalkulasi oleh manusia apabila terjadi di kemudian hari dan atau pada proses pengadaan sedang berlangsung. Sedangkan unforseeable adalah risiko yang muncul pada saat proses pengadaan atau setelahnya dan tidak bisa diprediksi menurut kalkulasi manusia. Di Indonesia, istilah tersebut dikenal dengan keadaan kahar. Keadaan kahar merupakan padanan bahasa Prancis yaitu, force majeure yang berarti “kekuatan yang lebih besar”. Secara istilah didefinisikan sebagai kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan, sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya Pada perjalanannya pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia, diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Kemudian Peraturan Presiden tersebut mengalami perubahan melalui Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa. Kemudian dilakukan perubahan ketiga atas Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Peraturan Presiden nomor 172 tahun 2014. Setelah itu, dilakukan perubahan kembali untuk yang keempat kalinya melalui Peraturan Nomor 4 Tahun 2015. Dan pada akhirnya presiden mengeluarkan peraturan baru tentang pengadaan barang/jasa pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Perubahan-perubahan tersebut bertujuan untuk mempercepat proses pengadaan. Kemajuan negara juga dapat terjadi secara lebih cepat pula. Selain itu, perubahan ini juga untuk menghindari risiko hukum yang sewaktu-waktu bisa saja muncul di kemudian hari. Salah satu risiko hukum yang dapat menjerat pelaku pengadaan barang/jasa pemerintah disebabkan oleh salahnya perencanaan. Khususnya yang berkaitan dengan kondisi yang disebut dengan keadaan kahar. Keadan

155 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik kahar atau dalam bahasa Prancisnya adalah force majeure memiliki arti “kekuatan yang lebih besar”. Dalam hal ini, keadaan kahar diartikan sebagai suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan, sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Keadaan kahar dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama keadaan kahar yang dapat diprediksi sepertinya padamnya listrik yang disebabkan oleh kesalahan manusia (blackout) dan yang kedua adalah keadaan kahar yang tidak dapat diprediski seperti bencana alam. Beberapa penyebab keadaan kahar yang dapat diprediksi yaitu, pertama adalah teknologi. Contoh kasus yang saya alami adalah ketika air conditioner (AC) di fakultas saya mati (rusak). Karena teknologi yang digunakan pada AC tersebut katanya menggunakan tekhnologi atau alat dari Cina, maka untuk perbaikannya (katanya) harus mengunggu barang tersebut dipesan dari Cina dan harus menunggu beberapa pekan. Akibatnya, aktivitas di ruangan tersebut menjadi terganggu karena pengembang tidak memperhitungkan faktor teknologi. Kedua adalah risiko organisasi dan sosial. Contohnya adalah adanya demonstrasi yang dilakukan oleh serikat pekerja diperusahaan sebagai penerima “mandat” pengadaan barang/jasa dapat menjadi sebuah risiko yang dapat diperhitungkan, sehingga apabila itu terjadi, tidak berdampak dan mengganggu produksi barang/jasa dan berimbas pada tenggat waktu yang telah disepakai di dalam kontrak. Oleh karena itu, penting bagi pembuat komitmen/kontrak memperhatikan hal ini. Ketiga adalah risiko keuangan. Pengadaan barang/jasa berkaitan erat dengan pajak masyarakat. Tidak tercapainya atau tidak adanya kepastian dalam pertemuan target biaya dan kemampuan untuk mengamankan dana yang dibutuhkan, dapat menjadi risiko pengadaan terutama pengadaan yang bersifat tahun jamak atau multiyear. Perubahan kebijakan politik yang disebabkan oleh suksesi kepemimpinan, dapat menjadi sebuah risiko mangkraknya sebuah proses pengadaan. Hal ini sering kali terjadi di negara-negara dengan sistem pengadaanya yang belum stabil. Keempat atau terakhir adalah faktor global. Turbulensi ekonomi yang disebabkan faktor eksternal secara regional maupun internasional dapat menjadi sebuah keadaan yang juga harus diantisipasi. Sebenarnya,

156 Musibah Kita ketidakpastian turbulensi karena mereka sulit memprediksi dan mengukur terkait dengan proyek skala besar. Ia muncul dari serangkaian kegiatan yang tidak terduga dan mengarahkan berbagai aktor dalam seluruh proses untuk kembali menilai prioritas mereka atau mengubah harapan mereka. Untuk menghindari terjadinya kondisi-kondisi yang tidak diinginkan dalam pengadaan barang/jasa, kontrak dapat menjadi solusi untuk mengantisipasinya. Secara garis besar kontrak dibagi menjadi dua jenis peruntukan yaitu, untuk barang/konstruksi/jasa lainnya, hanya akan diatur kontrak lump sum, harga satuan, gabungan, terima jadi (turnkey), dan kontrak payung (framework contract). Sedangkan, untuk konsultasi terdiri dari kontrak keluaran (lumpsum), waktu penugasan (time base), dan kontrak payung. Sebagai contoh, kasus pengadaan Al-Qur’an di kementerian yang melaksanakan kebijakan di bidang keagamaan dengan yang menggunakan APBN 2011 dan APBN 2012 sebesar Rp 22,855 dan Rp 59,375 miliar. Terjadi korupsi sebesar Rp 9,25 miliar untuk pengadaan Al-Qur’an tahun 2011 dan Rp 400 juta untuk pengadaan Al-Qur’an tahun 2012.15 Seharusnya, musibah korupsi ini tidak terjadi jika dari awal bisa diantisipasi serta kasus-kasus lain yang terjadi di kementerian ini. Kementerian Agama bukanlah satu-satunya instansi pemerintah yang memiliki kasus seperti ini. Beberapa kasus korupsi juga terjadi kementerian lain. Ini adalah musibah yang cukup dahsyat bagi umat manusia, khususnya Indonesia. Akal sehat sulit menerima bahwa pengadaan kitab suci dilakukan secara tidak benar. Korupsi adalah perbuatan yang keji karena berdampak pada kemaslahatan banyak orang. Uang yang dikumpulkan secara gotong royong berupa pajak untuk pembangunan dan kemaslahatan manusia, diambil secara curang untuk kepentingan pribadi. Pribadi-pribadi terpelajar seolah-olah mengingkari nikmat Allah berupa tercukupinya kebutuhan sandang hingga pangan. Tindakan korupsi umumnya dilakukan oleh orang yang berdasi. Artinya pelaku korupsi adalah orang-orang yang secara ekonomi sudah mendapatkan kecukupan.

15 https://news.detik.com/berita/d-3558925/kronologi-korupsi- pengadaan-al-quran-di-kementerian-agama-2011-2012.

157 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Oleh karena itu, tidak heran jika Allah menimpakan bencana pada orang-orang yang kufur nikmat seperti ini. “Mereka mengetahui nikmat- nikmat Alloh, (tetapi) kemudian mereka meningkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir” (QS. An Nahl: 83). Kekufuran juga bisa menjadi penyebab Allah menurunkan musiah yang lain: “Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. An-Nahl: 112). Pada sisi yang lain, korupsi juga merupakan sebuah tindakan yang zalim karena pengadaan kitab suci tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Perbuatan ini dapat berakibat kebinasaan bagi masyarakat lain. “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS. Huud: 102). Tindakan korupsi di atas juga sebuah tindakan orang-orang yang hidup mewah namun dengan cara-cara singkat. “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur- hancurnya” (QS. Al Isra’: 16). Tindakan korupsi juga termasuk ke dalam perbuatan curang layaknya mengurangi takaran dan timbangan. “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam” (QS. al-Muthaffifîn: 1-6).

Tindakan tersebut juga dikategorikan ke dalam perbuatan mengumpulkan harta haram. Dengan timbulnya berbagai bencana dapat dikatakan sebagai akibat dari orang-orang yang sibuk mengumpulkan harta haram yang diperoleh dengan cara yang tidak benar. Hal ini diterangkan dengan jelas: “Barangsiapa mengumpulkan harta dengan tidak

158 Musibah Kita sewajarnya (tidak benar) maka Allah akan memusnahkannya dengan air (banjir) dan tanah (longsor)” (HR. Al-Baihaqi). Tindakan korupsi harus dianggap sebagai sebuah musibah. Sebab jika tidak, masyarakat hanya akan menganggap perbuatan tersebut sebagai tindakan kriminal biasa karena terlalu sering terjadi. Tindakan korupsi ini dapat dikategorikan sebagai keadaan kahar yang dapat diperhitungkan dalam konteks sosial. Dengan banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, pelaku pengadaan dapat mengambil pelajaran bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sangat rentan dengan penyelewengan, tidak terkecuali pengadaan kitab suci. Penentuan jenis kontrak setidaknya harus diperhatikan dengan cermat oleh pejabat pembuat komitmen. Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dapat dengan mudah dilakukan oleh mereka. Karena hanya dengan mendatangi toko buku yang tersebar di beberapa kota atau dengan membuka toko-toko online melalui komputer, pihak pejabat pengadaan dapat dengan cepat memiliki perkiraan harga Al-Qur’an per unit. Tinggal dikalikan dengan jumlah Al-Qur’an yang diinginkan Pengguna Anggaran (PA) dan atau Kuasa PA. Mewujudkan keinginan atau menghadirkan sesuatu yang belum terwujud harus dibarengi dengan pemahaman tentang konsekuensi titik ternadir. Dan hal tersebut dapat diantisipasi dengan membuat kontrak antara diri kita dengan diri orang lain, atau kontrak antara diri kita dengan Tuhan. Segala sesuatu yang tertuang di dalam kontrak tersebut memiliki kedudukan tinggi melebihi undang-undang yang ada. Kedudukannya yang tinggi, maka pembuat atau yang terlibat dalam kontrak tersebut harus ditaatinya. Sebab kontrak yang tidak ditaati akan berdampak hukum pada akhirnya. Setidaknya ada 77 kali penggunaan kata musibah dalam Al-Qur’an yang tersebar pada 56 ayat di dalam 27 surat16. Bahwa bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja serta dapat menimpa siapa saja. Dengan memahami fitrah tersebut, sebagai hamba kita tentu dapat melepas segala keterikatan atau kemelekatan mecintai segala hal yang berkaitan dengan dunia dan bersifat sementara. Kemelekatan kita akan jabatan, harta, dan wanita akan berpengaruh terhadap respons yang

16 https://islami.co/makna-musibah-dalam-al-quran/

159 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik kita tunjukan terhadap musibah yang akan menimpa. Namun dengan mengurangi kemelekatan tersebut, keikhlasan dapat menjadi tumpu ketika suatu saat musibah menerpa. Kita dapat menyebutnya sebagai musibah, ujian, atau mungkin azab dari sang pencipta. Variasi respons terhadap segala yang terjadi di luar kehendak manusia dan bersifat merugikan mengindikasikan bahwa manusia memiliki perspektif dan dipengaruhi oleh aib yang terjaga dengan baik. Semakin sedikit aib yang dimiliki oleh seseorang maka perspektif musibah yang terjadi akan diputuskan oleh kesadaran sebagai sebuah keihlasan yang memotivasi tingkat kecintaan terhadap Tuhannya. Dan sebaliknya, semakin besar aib seseorang yang dimiliki, semakin sulit memahami bencana yang ada sebagai apa. Kepekaan seseorang akan sebuah bencana sangat ditentukan oleh kemelekatan hati akan dunia ini. Semakin ia terjerembab dalam dunia, semakin ia sulit mengenali Tuhannya. Bencana walaupun dipahami sebagai sesuatu yang tidak diinginkan berupa kejadian yang dapat diprediksi dan tidak dapat diprediksi. Namun demikian, ia hanya akan menjadi sebuah kejadian yang lumrah, sehingga dianggap tidak perlu diperhitungkan dengan langkah antisipasi. Karena dianggap lumrah, maka manusia cenderung tidak memahami penanda yang tersimpan di balik tanda-tanda bencana di dalamnya. Waallahu’alam. •

160 Bagian III MENIMBA HIKMAH DAN I’TIBAR

MEMAKNAI MUSIBAH MENATAP KEHIDUPAN: Sebuah Pengalaman Pribadi / Prof. Amirul Hadi, M. A., Ph. D.

Meskipun kita semua sadar bahwa musibah, dalam bentuk apa pun, senantiasa mengintai kehidupan manusia. Namun, tidak pernah terbayangkan—apalagi terpikirkan—bahwa saya akan mendapat musibah yang amat sangat dahsyat. Hanya dalam hitungan menit kehidupan saya berubah dengan sangat ekstrem. Pada Ahad (26 Desember 2004), sekitar pukul 8.00 pagi, gempa dahsyat dengan skala 9.1-9 yang berpusat di Samudra Hindia telah mengguncang bumi beberapa negara, yang kemudian disusul oleh gelombang dahsyat, yang dikenal dengan “tsunami.” Aceh merupakan kawasan bencana yang terparah. Gempa dan gelombang laut, dengan ketinggian yang mencapai 15 bahkan 30 meter telah meluluhlantakkan provinsi ini, terutama kawasan pantai. Sekitar 200-an ribu masyarakat menjadi korban dan sekitar puluhan ribu lainnya dinyatakan hilang. Saya kehilangan 12 orang anggota keluarga, termasuk anak-anak (dua orang) dan istri saya. Ya Allah, sungguh dahsyat musibah yang saya alami, inna lillahi wa inna ilayhi raji‘un.

Sepenggal Kisah di awal Musibah Ketika bencana tersebut terjadi, saya sedang dalam perjalanan kembali dari Jakarta, setelah mengikuti pertemuan Direktur Program Pasca Sarjana (PPS) perguruan tinggi Islam negeri se-Indonesia yang

163 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dilaksanakan oleh Diktis, Kementerian Agama. Baru sekitar dua bulan saya menduduki jabatan sebagai direktur PPS IAIN Ar-Raniry (sekarang UIN Ar-Raniry), Banda Aceh. Acara tersebut berlangsung tanggal 23-25 Desember 2004; dan saya kembali ke Aceh pada Ahad (26 Desember). Pesawat Garuda yang saya tumpangi lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 6.05 pagi menuju Banda Aceh, dengan transit di Polonia (Medan) sekitar 30 menit. Sebelum boarding pagi itu, saya sempat menelepon istri untuk menanyakan kabar dan memberitahu jadwal penerbangan. Karena bertepatan hari Ahad, anak-anak dan istri berencana untuk menjemput saya di Bandara Blang Bintang. Sekitar pukul 8.00 pagi pesawat yang saya tumpangi tiba di Polonia, Medan. Seperti biasa, pada saat transit di Polonia saya langsung menelepon istri, namun panggilan telepon saya tidak tersambung, baik dengan handphone maupun telepon umum. Pada saat yang sama kami mendapat berita bahwa gempa besar baru saja terjadi di Aceh. Masya Allah… mudah-mudahan semuanya baik-baik saja di sana. Saya terus berdoa dan berdoa... Setelah sekitar 30 menit transit di Polonia, kami terbang lagi menuju Banda Aceh. Namun, setelah sekitar 10 menit mengudara pilot menginformasikan bahwa pesawat harus kembali ke Polonia, karena kondisi di Banda Aceh tidak memungkinkan pesawat mendarat. Ya Allah…apa yang sesungguhnya terjadi? Sejak mengetahui bahwa Aceh dilanda gempa besar, pikiran saya terus terfokus pada keluarga di Banda Aceh, bagaimanakah nasib mereka? Perasaan cemas terus menghantui saya setelah pilot memberitahu bahwa pesawat yang kami tumpangi harus kembali lagi ke Polonia. Saya mencoba menghibur diri; mungkin landasan pacu di Bandara Sultan Iskandar Muda retak atau rusak akibat gempa yang demikian besar, sehingga pesawat tidak dapat mendarat. Bagaimanapun, kecemasan terus menyelimuti hati saya, pikiran melayang menduga-duga nasib anak-anak, istri, dan semua keluarga saya di Banda Aceh. Jawaban dari pertanyaan apa yang sesungguhnya terjadi diperoleh oleh semua penumpang segera setelah pesawat mendarat di Polonia. Informasi yang beredar sangat mengejutkan, yaitu kota Banda Aceh telah tenggelam; air laut naik dan menenggelamkan kota ini. Diberitakan bahwa asrama haji Banda Aceh, yang terletak di Prada (Lingke), juga tenggelam. Ya Allah… bagaimana nasib anak-anak, istri, dan semua keluarga saya

164 Menimba Hikmah dan I’tibar yang tinggal di kawasan Kajhu dan Baet (Aceh Besar), yang dekat dengan bibir pantai? Dugaan saya ketika itu adalah air laut naik, bukan gelombang tsunami yang dahsyat. Memang, istilah tsunami disebut oleh sebagian penumpang ketika itu. Namun, mayoritas kita (para penumpang pesawat), termasuk saya sendiri, tidak tahu apa sesungguhnya tsunami itu. Oleh karena itu, saya masih berharap keluarga saya dapat menyelamatkan diri. Ya…itulah harapan dan doa yang terus saya ucapkan dalam hati dengan penuh cemas dan gelisah. Saya tidak pernah membayangkan ketika itu bahwa gelombang raksasa dengan ketinggian 15 sampai 30 meter yang berkecepatan sekitar 800-an km/jam telah menghempaskan kekuatan dahsyatnya ke kawasan pinggiran pantai Banda Aceh dan sekitarnya, dan bahkan memasuki daratan hingga 4 atau 5 km dari bibir pantai. Pada waktu transit di Polonia sampai dengan saat menaiki pesawat untuk melanjutkan perjalanan ke Banda Aceh belum ada berita mengenai tsunami, kecuali informasi bahwa Aceh dilanda gempa yang berkekuatan besar. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa tsunami terjadi ketika pesawat baru saja lepas landas menuju Banda Aceh, dan akhirnya harus kembali lagi ke Polonia. Semua penumpang pesawat harus dengan sabar berada di Bandara Polonia menunggu arahan dari maskapai Garuda untuk kelanjutan penerbangan. Para penumpang panik dan, bahkan, ada yang histeris setelah mendapat informasi bahwa Aceh diterjang tsunami. Pihak Garuda akhirnya menginformasikan bahwa penerbangan ke Banda Aceh dapat dilaksanakan esok hari (Senin, 27 Desember). Oleh karena tertekan dengan kecemasan yang sangat, sebagian penumpang berupaya untuk melanjutkan perjalanan ke Banda Aceh melalui jalan darat, meskipun tidak ada jaminan bahwa perjalanan darat dapat dilakukan. Diperkirakan sebagian besar Aceh terkena tsunami, sehingga jalan darat juga rusak dan tidak dapat dilalui. Saya tidak tahu bagaimana kelanjutan rencana tersebut, apakah dapat dilakukan atau tidak. Fokus saya ketika itu adalah menghubungi kakak-kakak dan adik-adik ipar saya (saudara- saudara istri saya) yang tinggal di Medan. Keluarga istri saya berasal dari Sumatra Utara (tepatnya Pematang Siantar) dan mayoritas mereka berdomisili di Medan. Saya menginap di Medan, di mana sebagian keluarga istri saya datang berkumpul dengan terus mengikuti perkembangan. Beberapa

165 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik stasion TV nasional memberitakan musibah yang tragis ini, meskipun belum lengkap karena sulitnya medan. Hanya laporan pandangan mata yang disajikan oleh reporter, tanpa gambar. Laporan yang sangat menyedihkan terus diberikan, di mana ditemukan mayat-mayat yang bergelimpangan dalam jumlah yang terus meningkat dan meningkat. Sungguh, ini merupakan berita yang sangat memilukan dan membuat saya semakin sedih dan cemas. Saya dan semua keluarga di Medan hanya dapat berdoa dan berdoa untuk keselamatan semua keluarga. Senin siang (27 Desember 2004) saya tiba kembali di Polonia untuk melanjutkan perjalanan ke Banda Aceh; dan alhamdulillah perjalanan ke Banda Aceh dapat dilakukan. Tidak terlalu lama berada di Bandara Polonia, pesawat bertolak ke Banda Aceh. Sangat terlihat suasana cemas dan sedih pada raut wajah para penumpang saat itu, bahkan tidak sedikit yang menangis. Ya…tentu, semuanya merasakan hal sama, yaitu kekhawatiran dan kecemasan yang amat sangat. Ketika pesawat sedang mendekati kota Banda Aceh, kita dapat menyaksikan dengan jelas dari udara kehancuran yang dahsyat kota ini, terutama kawasan sekitar pantai. Ketika pesawat hendak mendarat, saya dapat dengan jelas melihat dari jarak dekat kompleks perumahan di mana saya tinggal. Tidak terlihat lagi rumah yang berdiri tegak, semuanya rata. Yang ada hanya puing-puing yang diselimuti oleh lumpur hitam. Saya tidak dapat menahan kesedihan dan terus menangi sambil berdoa untuk keselamatan anak-anak dan istri serta semua keluarga saya. Kebetulan seorang teman satu kompleks duduk di sebelah saya di dalam pesawat. Melihat kenyataan ini ia berkata: “Pak Amir, keluarga kita kelihatannya tidak ada lagi. Dengan kondisi tragedi yang sedahsyat ini tidak mungkin keluarga kita selamat.” Namun, saya tetap berharap masih ada mukjizat yang menyelamatkan keluarga saya. Pesawat akhirnya mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda. Wajah bandara ketika itu sangat berbeda, yaitu sepi dan terkesan angker. Wajah orang-orang yang ada di bandara terlihat sedih dan tegang. Sementara di luar, di sekitar bandara, mulai terlihat masyarakat yang mengungsi. Saya tidak serta merta dapat pulang ke rumah ketika itu, karena transportasi umum lumpuh total. Baru di sore hari menjelang maghrib saya dapat menuju kota Banda Aceh, namun belum juga dapat pulang ke rumah karena medan yang tidak mungkin dilalui. Akhirnya, saya

166 Menimba Hikmah dan I’tibar menuju rumah kakak ipar di Ulee Kareng, kawasan yang tidak terkena terjangan gelombang tsunami. Kami hanya dapat menangis menerima kondisi yang tragis ini. Karena malam telah tiba dan kondisi kota yang mati dan tanpa listrik, maka saya tidak dapat menuju rumah. Esok hari (Selasa, 28 Desember 2004), bersama adik ipar, saya pergi melihat rumah di Kajhu. Perjalanan ke lokasi rumah sangat sulit, karena jalan dipenuhi oleh timbunan pohon-pohon yang tumbang, reruntuhan, dan puing-puing rumah. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Setelah dengan susah payah, akhirnya saya sampai juga ke rumah. Masya Allah…subhanallah, suasana kompleks yang dulunya ramai dengan rumah penduduk, sekarang rata dengan tanah. Hanya puing- puing yang berserakan yang tersisa, yang menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya gelombang tsunami tersebut. Saya temukan rumah saya rata dengan tanah, hanya lantai keramik yang tinggal. Saya terduduk lemas, tidak dapat berkata-kata, hanya menangis dan menangis. Saya tatap bekas rumah dengan penuh kepiluan. Saya pandangi bekas kamar tidur anak-anak, kamar tidur saya, ruang tamu, ruang keluarga, ruang kerja, dapur, dan lainnya. Semua tidak ada lagi, semuanya rata dengan tanah. Ya Allah, sungguh besar musibah yang saya terima; di manakah anak-anak dan istriku?; di manakah adik perempuanku sekeluarga, yang rumahnya berjarak hanya beberapa meter dari rumahku?; bagaimanakah nasib kakak perempuanku sekeluarga, yang juga tinggal tidak jauh dari rumahku? Masih hidupkah mereka? Ya Allah, nyatakah ini, atau ini hanya sebuah mimpi? Saya tidak mampu mengungkapkan bagaimana perasaan ketika itu. Berulang kali mulut saya komat kamit minta maaf pada anak-anak dan istri, sambil menangis tersedu-sedu. Muncul rasa bersalah dalam diri karena tidak berada bersama mereka ketika musibah dahsyat ini terjadi. Hati ini tersangat pedih dan merasa bersalah, apalagi ketika membayangkan bagaimana mereka lari pontang-panting berusaha menyelamatkan diri dari kejaran gelombang tsunami yang dahsyat, yang kecepatannya menyamai pesawat terbang. Sebelum mereka sempat keluar ke bandara untuk menjemput saya, terjangan tsunami telah lebih dahulu datang menemui mereka, Allahu Akbar, la haula wa la quwwata illa billah.

167 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Sebutir ‘Ibrah untuk Bangkit Dalam kondisi yang amat sangat sedih saya berupaya dan terus berupaya mencari dan menemukan mereka, baik dalam kondisi hidup maupun telah meninggal. Mulai saat itu, kawasan bencana di Aceh mulai diserbu oleh bala bantuan kemanusiaan, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pos-pos pengungsian mulai menjamur di sekitar kawasan bencana. Demikian juga halnya dengan pos-pos kesehatan yang didirikan di banyak tempat untuk melayani para korban yang terluka. Dalam kondisi inilah saya terus melakukan pencarian dengan menelusuri seluruh kawasan pengungsian, pusat-pusat pelayanan kesehatan atau rumah sakit, kawasan-kawasan di mana korban yang meninggal dikumpulkan untuk kemudian dikuburkan secara massal, dan bahkan hingga kawasan-kawasan pengungsian di luar kota Banda Aceh, termasuk kota Medan dan sekitarnya di mana banyak anak-anak yang kehilangan orang tua (atau terpisah dari keluarga) diungsikan. Upaya membuat selebaran “keluarga yang hilang”, dengan menyertakan foto-foto mereka, juga saya lakukan, termasuk melalui koran lokal. Namun, saya belum berhasil menemukan mereka. Ya Allah, di manakah anak-anak dan istriku berada? Masih hidupkah mereka? Lelah karena berbulan-bulan maraton melakukan pencarian, saya hanya dapat “pasrah” menghadapi kenyataan. Namun, secara kejiwaan (mental) saya semakin down (anjlok). Muncul rasa “takut” dalam diri, apakah saya dapat hidup tanpa mereka yang saya sayangi? Bagaimana saya mampu mengarungi kehidupan ini? “Ya Allah sungguh dahsyat ujian yang Engkau berikan padaku; berikanlah kekuatan kepada hamba- Mu ini dalam menghadapinya dengan penuh tawakkal dan kesabaran… Tetapkanlah hamba-Mu ini dalam keimanan dan ketaqwaan kepada- Mu ya Rabb. Pertemukan saya dengan anak-anak dan istri, baik dalam keadaan masih hidup maupun telah meninggal, ya Allah; iyyaka na‘budu wa iyyaka nasta‘in.” Ungkapan dan doa inilah yang sering saya ucapkan dalam hati di setiap kesempatan. “Rasa bersalah” juga semakin besar karena saya tidak bersama mereka ketika musibah terjadi. Tak henti-henti saya minta maaf kepada anak-anak dan istri. Terlebih lagi, sedikit demi sedikit, saya mendapat penggalan-penggalan informasi dari kawan-kawan (tetangga) yang

168 Menimba Hikmah dan I’tibar selamat mengenai kondisi anak-anak dan istri pada saat gempa dan detik-detik datangnya tsunami. Penggalan-penggalan informasi tersebut dapat membantu saya merekonstruksi posisi mereka ketika itu dan upaya mereka menyelamatkan diri dari kejaran dan terjangan gelombang raksasa yang bernama tsunami tersebut. Ini semua membuat hati saya semakin pilu dan bertambah sedih membayangkannya. Diri ini merasa “bersalah” karena tidak berada di samping mereka ketika itu. Semestinya, di saat itu saya bersama mereka; dan bahkan mati bersama mereka. Namun, saya dengan cepat sadar dari perasaan ini, dan segera memohon ampun kepada Allah SWT (istighfar), bahwa semua ini adalah ketentuan dari Allah (qadha dan qadar), yang kita tidak mampu menolaknya. Seiring dengan berjalannya waktu, rasa “rindu” kepada mereka juga semakin memuncak. Kehidupan singkat dengan anak-anak dan istri telah meninggalkan kenangan manis yang selalu dirindukan. Dua anak saya yang syahid masih kecil. Anak tertua adalah seorang perempuan, yang ketika itu berusia 9 tahun dan anak yang kedua adalah putra yang baru berusia 4,5 tahun. Kecenderungan saya yang family- minded membuat banyak waktu yang dihabiskan bersama keluarga, baik di rumah maupun di luar. Perjalanan hidup yang penuh liku saya lalui bersama istri tercinta. Hidup kami penuh dengan perjuangan dan kerja keras, terutama di saat menuntut ilmu di Monteral dengan segala fenomena dan segudang kenangan manis. Kami bertemu di Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Kanada, dan menikah di sana pada bulan Juli 1994. Ketika itu saya sedang menempuh studi di program S-3, sementara istri saya, yang berasal dari IAIN Sumatra Utara (sekarang UIN), sedang menempuh program S2. Kenangan manis nan indah kehidupan di Montreal bersama anak-anak hingga kehidupan kami di Banda Aceh, sekitar 5 tahun setelah kembali dari Montreal, telah membekas dalam kenangan; dan hal ini sangat dan tersangat dirindukan. Kondisi jiwa yang tidak stabil merupakan realitas yang saya alami ketika itu. Godaan pikiran dengan “berandai-andai” muncul, yang sesungguhnya tidak dibenarkan dalam Islam, astaghfirullah. Andaikan dulu kami tidak tinggal di Kajhu, andaikan begini, andaikan begitu, dan seterusnya sering menghantui pikiran saya. Syukur, saya dengan cepat sadar dan segera istighfar. Ketidakstabilan emosi juga muncul dalam

169 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik banyak hal. Saya sangat tersinggung dan marah ketika banyak teman dan senior yang menyarankan agar saya cepat berumah tangga kembali sebagai “obat” dari kondisi kejiwaan yang down (anjlok) ini. Memang, ada banyak teman yang senasib dengan saya menikah lagi selang beberapa bulan setelah musibah. Bagi saya, ini tidak lazim dan, bahkan, sulit untuk dicerna. Bahkan, ada di antara teman-teman yang menawarkan calon istri dengan maksud membantu saya agar cepat bangkit dari keterpurukan ini dan hidup kembali. Namun, bagi saya, menikah lagi bukan solusi dan hidup ini tidak semata persoalan menikah. Terlebih lagi saya tidak tega menduakan istri saya yang sama-sama berjuang sejak menuntut ilmu di McGill University hingga saya meraih prestasi saat itu. Tahun 2004 merupakan awal di mana kami mulai mendulang hasil jerih payah dan perjuangan di Montreal. Pertama, pada bulan Agustus 2004, buku saya diterbitkan oleh penerbit akademik di Belanda (E.J. Brill, Leiden); dan kedua adalah pada September 2004 saya diberi amanah menjadi direktur Program Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry. Peran istri saya sungguh sangat besar dalam capaian ini. Dengan kata lain, kami baru saja memetik buah kerja keras selama sepuluh tahun menikah; dan saya tidak ingin mengkhianati istri saya. Kondisi jiwa kelihatannya berdampak terhadap kesehatan fisik. Ketika pada suatu hari mampir di masjid Kajhu, saya sempat memeriksakan tensi darah pada tim relawan Red Cross asal Malaysia, yang kebetulan tengah berada di dalam masjid. Hasil pemeriksaan membuat saya sedikit terkejut. Salah seorang anggota tim yang memeriksa tensi darah saya mengatakan bahwa tekanan darah saya tinggi dan saya harus segera menemui dokter. Ketika saya bertanya berapa sebenarnya tekanan darah saya, ia tidak bersedia memberitahu. Ia hanya mengulangi anjurannya agar saya segera menemui dokter untuk mendapat penanganan medis. Agak terkejut memang, karena riwayat kesehatan saya sebelumnya justru menunjukkan bahwa tensi darah saya cenderung rendah, bukan tinggi. Ibu saya adalah juga penderita tekanan darah rendah. Namun, sudahlah, saya tidak berniat menemui dokter untuk mendapat penanganan medis. Bagi saya, hal itu tidak perlu kalau takdirnya saya harus sakit dan mati, ya terima saja. Demikian rapuhkah jiwa saya ketika itu? Namun, kondisi mental saya berubah drastis setelah belajar dari

170 Menimba Hikmah dan I’tibar orang biasa. Pertemuan dengannya benar-benar merupakan cambuk bagi saya untuk sadar dan bangkit. Inilah yang menjadi poin utama yang ingin saya sampaikan dalam tulisan singkat ini. Setelah sekitar 6 bulan tragedi tsunami, saya bertemu dengan seseorang. Ia adalah penduduk Desa Baet, sebuah desa yang berdekatan dengan kompleks saya tinggal di Kajhu, dan menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) Baet. Saya lupa namanya. Anak perempuan kakak saya, yang tinggal di Desa Baet, selamat dari terjangan gelombang tsunami. Sementara semua anggota keluarganya yang lain, yaitu kedua orangtua dan dua adik, hilang ditelan gelombang raksasa. Keponakan saya ini ditemukan warga ketika ia tersangkut di atas pohon kayu, dan mereka membantunya turun. Saya mengurusi semua kebutuhan administrasi dan surat menyurat untuk keponakan saya ini. Untuk itu, saya temui Sekdes, yang ketika itu sedang mengungsi di kawasan Blang Bintang. Ia masih muda, berusia sekitar 30-an tahun. Ketika itu, ia, bersama seorang teman, sedang duduk di bawah pohon kelapa dengan bertelanjang dada, karena cuaca saat itu sangat panas. Mereka tengah menikmati kopi sambil merokok; dan terlihat santai dan menikmati waktu istirahat. Setelah mengucapkan “salam” saya menyampaikan maksud kedatangan, yaitu untuk mengurus berbagai surat yang diperlukan oleh keponakan saya. Mereka menyahutinya dan langsung membuatkan surat-surat yang dibutuhkan. Saya perhatikan tindak-tanduk mereka, yang menurut saya biasa saja. Tidak terlihat raut sedih di wajah mereka. Hal ini mendorong saya untuk bertanya. Pertama yang saya tanyakan kepadanya adalah: “apakah Bapak juga tertimpa musibah?” Ia menjawab: “Ya.” Saya lanjut bertanya: “Luar biasa, tidak terlihat raut sedih yang mendalam di wajah Bapak. Bapak masih sanggup melayani warga yang membutuhkan bantuan. Sungguh luar biasa…” Ia pun berkata: “Pak, saya kehilangan anak-anak dan istri. Ketika gelombang raksasa tsunami menerjang, saya lari menyelamatkan diri sekuat tenaga sambil mengapit kedua anak saya, satu di kanan dan yang lainnya di kiri. Istri saya juga berusaha menyelamatkan diri.” Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan: “Namun, sekuat apapun saya apit kedua anak saya, yang masih kecil-kecil, mereka terlepas dari tangan saya ketika gelombang tsunami menerjang kami. Demikian juga halnya dengan istri saya; ia hilang ditelan gelombang. Saya pun tidak tahu bagaimana saya bisa selamat. Hanya Allah SWT.

171 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang menyelamatkan saya, hingga masih hidup saat ini.” Setelah meneguk kopi dan mengisap rokoknya, ia pun melanjutkan pembicaraan dan berkata: “Mereka sudah selamat Pak…sudah selamat… Mereka semua adalah para syuhada’, dan mereka bahagia di alam sana, di sisi Allah SWT. Masalah sekarang ada di kita. Nasib kita belum jelas, apakah kita akan mendapat husnul khatimah? Yang menjadi fokus utama saya sekarang adalah mencari pekerjaan dan mudah-mudahan saya selanjutnya dapat menikah dan mempunyai anak-anak lagi”. Masyaallah, luar biasa ungkapan yang diberikan oleh sekdes ini, sangat bijak. Ia yang membangunkan saya dari tidur. Hal yang menghentak saya bukan mengenai kepercayaan (ajaran) bahwa keluarga yang telah kembali menghadap Allah SWT. dalam musibah tsunami ini mendapat pahala syahid. Kita semua tahu itu, dan mempercayainya. Akan tetapi, kesiapan mental (jiwa) untuk bangkit yang ia tunjukkan inilah yang membuat saya kagum. Sungguh, ini merupakan tamparan bagi saya. Saya malu padanya. Saya telah meraih jenjang pendidikan tertinggi, memiliki pekerjaan dan bahkan jabatan. Namun, saya terlihat rapuh dan sangat rapuh, terlebih lagi bila dibandingkan dengan sikap mental Sekdes ini, yang tidak memiliki pekerjaan tetap, namun memiliki tekat kuat untuk bangkit dan membangun hidup kembali. Saya sering memberikan taushiyah ta‘ziyah ketika ada saudara-saudara kita yang meninggal. Namun, ketika musibah ini datang menimpa, saya benar- benar rapuh. Mungkin, ini disebabkan natur (sifat) musibah tsunami yang sangat tiba-tiba, masif, dan tragis. Dalam hal ini dapat dicermati bahwa “pengetahuan” tidak selalu berbanding lurus dengan “pemaknaan/penghayatan.” Dalam hal ini kita dapat merujuk kepada pandangan Imam al-Ghazali. Dalam karya besarnya, Ihya ‘Ulum al-Din, ia menekankan aspek “batin” dari setiap ibadah. Hanya dengan menyertakan aspek bathin ini setiap ibadah yang dilakukan akan berdampak terhadap perilaku (akhlak) umat Islam. Meskipun secara fiqhiyyah ibadah shalat dinyatakan sah apabila telah terpenuhi semua syarat dan rukun, namun dimensi khusyu‘ juga fundamental dalam ibadah shalat. Tanpa sikap khusyu‘, yang ia dimaknai dengan hudhur al-qalb (kehadiran hati), maka makna esensial dari ibadah tersebut tidak dapat diraih. Dengan kata lain, ibadah shalatnya miskin makna dan roh, sehingga ia tidak mampu memberikan dampak terhadap

172 Menimba Hikmah dan I’tibar prilaku pelakunya. Bukankah ibadah ini dapat menghindari pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar? Demikian yang ditegaskan dalam Al- Qur’an, Surat al-‘Ankabut ayat 45. Hal yang sama juga dapat dicermati dalam ibadah puasa yang harus menyertakan aspek batin (hati) jika makna yang dalam dari ibadah ini ingin diraih. Dimensi inilah yang pernah disampaikan oleh seorang teman saya, Arab-Amerika yang bernama Abdel Majid, yang datang ke Banda Aceh ketika itu dengan membawa program trauma healing bagi masyarakat yang membutuhkan. Ia menyarankan agar saya mencerna dan menyikapi musibah ini dengan “hati”, bukan dengan “kepala” (rasional). Dalam bentuk yang variatif, sikap mental Sekdes yang disebut di atas kelihatannya secara umum juga dimiliki oleh masyarakat Aceh ketika itu. Mereka rela menerima musibah ini sebagai sebuah (1) takdir dan bentuk kasih sayang Allah kepada mereka sebagai ujian terhadap keimanan; dan (2) sebagai bentuk peringatan dari Allah SWT agar masyarakat Aceh tidak keluar dari ajaran agama. Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa sangat sedikit masyarakat Aceh yang mengalami gangguan jiwa (stres) sebagai akibat dari musibah ini. Berbagai program trauma healing yang didatangkan ketika itu dari berbagai penjuru, termasuk dunia internasional, tidak terlalu dibutuhkan; kecuali bagi anak-anak yang kehilangan orang tua dan sanak keluarga, dan mereka yang shocked dengan keadaan yang ada. Kedekatan masyarakat dengan Allah SWT. ditunjukkan dengan penuhnya masjid di waktu shalat tiba. Masih segar dalam ingatan saya ketika seorang tentara Jerman, yang mendirikan camp di kawasan Lampineung (depan kantor gubernur), heran melihat banyaknya jamaah yang shalat di masjid, yang sebagian besar telah runtuh. Bagaimana mungkin, tegasnya, orang-orang Aceh masih antusias menyembah Tuhan yang telah menghukum mereka dengan musibah yang dahsyat ini? Sungguh, sulit untuk dicerna dengan akal sehat, menurut dia.

Kata Akhir Musibah dahsyat yang datang dengan sangat tiba-tiba membuat kita teramat sangat shocked. Ini sangat berdampak terhadap kondisi jiwa itu sendiri. Hanya keimanan yang kuat dan kokoh yang mampu membantu seorang Muslim untuk dapat menerima, memaknai, dan

173 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik menyikapinya. Pengalaman singkat berbicara dengan Sekdes di atas, yang awam dalam pengetahuan agama namun kaya dalam makna dan penghayatan, telah membangunkan saya dari cengkeraman kesedihan dan kepiluan yang berlarut. Sejak saat itulah saya berusaha untuk bangkit secara perlahan, menjalani hidup sebagaimana mestinya dan lebih bermakna. Saya menikah lagi, mencoba menata hidup kembali, yang saya sebut dengan the second chapter of my life. Menikah lagi tentu banyak membantu saya untuk bangkit. Namun, kehidupan yang lebih tertata dan lebih bersemangat muncul ketika buah hati kami lahir ke dunia. Saya dianugerahi lagi oleh Allah SWT. anak-anak yang lucu, pintar, dan yang saleh dan salehah. Bila dulu saya diberi amanah untuk membesarkan, menjaga, dan mendidik dua anak, sekarang saya dikaruniai tiga buah hati (1 putra dan 2 putri), al-hamdulillah wa al-syukru lillah. Saya tidak berhasil menemukan anak-anak dan istri saya yang hilang ditelan tsunami. Demikian juga halnya dengan keluarga saya yang lain. Saya tidak tahu di mana mereka terkubur. Bisa jadi di kuburan masal yang terdapat di beberapa titik di kota Banda Aceh dan sekitarnya, atau jasad mereka terbawa arus ke laut luas. Hanya Allah yang tahu. Namun, mereka selalu ada di hati, selalu ada dalam setiap doa yang saya panjatkan. Mereka tidak pernah lepas dalam kenangan dan ingatan, dalam kondisi apa pun dan di mana pun. Mereka adalah orang-orang yang sangat saya cintai dan rindukan. Air mata ini tidak pernah kering untuk mereka; air mata yang bermakna kerinduan yang dalam; dan air mata yang juga bermakna kebahagiaan atas kasih sayang dan rahmat Allah yang Ia berikan kepada saya melalui musibah ini. Adalah melalui musibah ini kesadaran keagamaan dan spiritual saya menjadi meningkat dan juga melalui musibah ini saya dapat lebih dalam lagi menyelami hakikat hidup. Saya yakin, Allah akan mempertemukan kami kembali di kehidupan berikutnya dan ini hanya persoalan waktu, amiiin, Ya Rabb al-‘alamiiin. •

174 MENGUBAH MUSIBAH MENJADI BERKAH: Pelajaran dari KH. Ahmad Dahlan dan Bediuzzaman Said Nursi / Dr. Edi Amin, M. A.

“Tersenyumlah dengan sikap tawakkal dalam menghadapi musibah, agar musibah itu pun tersenyum. Setiap kali tensenyum, musibah akan mengecil hingga akhirnya lenyap” “Jika engkau mengetahui Dzat yang mengujimu, maka musibah akan menjadi karunia dan kebahagiaan” —Bediuzzaman Said Nursi—

KH. Ahmad Dahlan (1868-1923) dan Bediuzzaman Said Nursi (1876- 1960), keduanya merupakan guru umat dan bangsa yang patut menjadi panutan bagi generasi setelahnya. Jasa keduanya menerangi hati umat hingga layak dijuluki Sang Pencerah. KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah hingga kini masih dirasakan spirit perjuangannya serta kontribusinya bagi umat dan bangsa. Demikian pula Bediuzzaman Said Nursi, ulama kharisma Turki ini telah mendedikasikan dirinya berkhidmah pada Al-Qur’an hingga melahirkan tafsir maknawi sebagai magnum opus karyanya yang diberi nama Risalah Nur. Sebagaimana Muhammadiyah, yang terus berkembang, gerakan menyebarkan Risalah Nur pun terus berkembang membentuk gerakan sosial transnasional Islam. Kini Risalah Nur telah diterjemahkan ke lebih lima puluh bahasa dunia. Mengingat besarnya kontribusi kedua tokoh tersebut, maka melihat aspek perjalanan hidup dan pemikirannya menjadi menarik. Tulisan ini

175 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik akan melihat sisi pemikiran dan respons kedua tokoh tersebut dalam menyikapi musibah. Dalam tulisan yang terbatas ini, tentunya tidak bisa menampung seluruh ide dan pemikiran kedua tokoh tersebut dalam menyikapi musibah, namun paling tidak bisa mengantarkan kita pada pemahaman, bagaimana usaha mengubah musibah menjadi berkah. Musibah yang dipahami identik dengan ujian. Ujian (bala’) dalam doktrin Islam adalah suatu konsekuensi kehidupan guna melihat sejauh mana kualitas seorang hamba, “ayyukum ahsanu ‘amala.” Musibah dalam Islam hendaklah dimaknai positif dan membangun dengan syarat jika respons dari musibah tersebut sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasulnya. Sebaliknya musibah dan ujian akan menjadi bencana, jika respons terhadap hal tersebut tidak tepat. Alkisah, ketika seorang ayah tidak tepat merespons musibah dan ujian dari anaknya, akhirnya berakhir dengan kematian. Bermula saat anaknya menginjak bangku SMA, karena tidak betah di satu sekolah dengan suatu alasan, ia meminta untuk pindah. Kejadian ini berulang di sekolah barunya, lalu dipindah ulang ke sekolah yang lain. Harapan seorang Ayah nampaknya tidak sesuai dengan kenyataan. Situasi ini membuat sang Ayah kecewa dan kesal. Saat kesal dan kecewa, ia membentur-benturkan kepalanya pada dinding tembok. Kejadian yang berulang dalam waktu yang panjang membuat sang Ayah mendapat vonis radang otak yang menyebabkannya harus menjalani operasi, yang akhirnya berakhir dengan kematian. Kisah tersebut mengisyaratkan pentingnya nilai-nilai ketahanan dalam menghadapi musibah dan ujian dalam kehidupan. Ketahanan dalam merespons musibah dan ujian perlu didukung dengan nilai-nilai dasar Islam seperti sabar, ridha, ikhlas, tawakal, qanaah, maaf dan nilai- nilai mulia lainnya. Nabi mengajarkan bahwa besaran pahala berbanding lurus dengan besarnya ujian. Respons yang positif akan mengundang ridha-Nya, dan sebaliknya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Tirmizi. Judul tulisan ini relevan pula dengan Hadis, “Setiap Muslim yang ditimpa musibah (lalu ia ridha), melainkan Allah akan menghapus dosa- dosanya seperti dedaunan pohon yang berguguran” (HR. Bukhari). Tentulah syarat sabar, ikhlas, dan ridha tidak mudah, kecuali bagi mereka yang beriman. Bahkan ada seorang artis berdarah mojang Sukabumi, Desi Ratnasari yang melantunkan lirik lagu pada era 2000-an, musibah “takdir

176 Menimba Hikmah dan I’tibar memang kejam.” Sontak lirik tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk MUI. Sekali lagi, salah dalam merespons musibah dapat berdampak fatal. Lain lagi cerita, tatkala penulis tinggal di Jambi untuk suatu tugas. Di sana ditemukan membludaknya pasien Rumah Sakit Jiwa. Dari informasi yang diterima bahwa penyebab utama para pasien adalah karena depresi dan stres akibat turunnya harga komoditas pertanian kelapa sawit dan karet yang merupakan mata pencariannya. Sementara itu, kebutuhan menumpuk. Depresi dan stres adalah bentuk lemahnya ketahanan para pasien. Respons yang tidak tepat terhadap musibah dapat berdampak fatal. Berbagai cerita di atas ikut mendorong penulis untuk melihat pemikiran dan perjalanan hidup tokoh umat dan bangsa KH. Ahmad Dahlan dan Bediuzzaman Said Nursi. Mereka dapat dijadikan contoh betapa hidup penuh cobaan dan musibah. Lalu bagaimana mengelola musibah menjadi berkah sebagai respons positif dari ujian dan musibah tersebut, akan diulas dalam tulisan berikutnya.

Belajar dari KH. Ahmad Dahlan Bak pepatah, semakin tinggi pohon, maka terpaan angin akan semakin kencang. Para Nabi pun demikian, cobaan dan musibah yang mereka terima lebih berat berbanding manusia pada umumnya, sebagaimana Hadis diriwayatkan Imam Bukhari. KH. Ahmad Dahlan pun tidak sedikit mengalami ujian dan cobaan. Dakwah yang beliau bawa dianggap “baru” pada zamanya, seperti meluruskan arah kiblat. Buntutnya panjang, surau tempat KH. Dahlan beribadah dan mengajar dibakar. Debu dan puing-puing reruntuhan surau menjadi saksi betapa berat tantangan dakwah yang dialami KH. Ahmad Dahlan saat itu. Rasa putus asa, berbaur dengan hati yang tersayat dialami KH. Ahmad Dahlan saat menyaksikan kejadian tersebut. KH. Ahmad Dahlan memutuskan untuk “hijrah.” Bersama keluarga. KH. Ahmad Dahlan menuju stasiun Tugu tanpa tujuan yang jelas. Saat KH. Soleh (kakak ipar KH. Dahlan) melihat rumah KH. Ahmad Dahlan yang kosong, maka ia menyusul ke Stasiun Tugu dan membujuknya agar mau kembali. Akhirnya niat Dahlan dibatalkannya mengikuti saran KH. Soleh. Peristiwa kehidupan yang dialami KH. Ahmad Dahlan tersebut mengandung banyak pelajaran yang dapat kita renungkan. Pertama,

177 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Dakwah memerlukan spirit perjuangan yang tidak mengenal kata lelah. Apa yang dialami KH. Ahmad Dahlan tentulah berat jika dirasakan. Seberat apapun masalah, jika tepat menyikapinya dapat menjadi ringan. Ada istilah yang sering disampaikan orang bijak, “masalah besar dikecilkan, masalah kecil ditiadakan.” Demikian pula yang dialami KH. Ahmad Dahlan, lambat laun ia mulai bangkit pasca tragedi malam pembakaran suraunya. Spirit dakwah dan semangat tabligh terus beliau gelorakan. Untuk kepentingan efektivitas dakwahnya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Lebih dari seratus tahun, Muhammadiyah masih eksis hingga kini. Kedua, dakwah tidak mengenal kata putus asa. Sesulit apapun sebuah masalah dan musibah selalu ada celah penyelesaiannya. Spirit inilah di antara hal yang melunturkan ego KH. Ahmad Dahlan hingga ia mau kembali lagi kembali ke Yogyakarta. Jika nafsu dan putus asa diperturutkan, maka harapan dapat pupus dan sirna. Kata harapan menjadi penting dalam setiap penyelesaian masalah sebagai penganti ungkapan “tidak mungkin.” Putus asa banyak “menjerat” manusia hingga menjadi buntu, statis dan mandeg, jalan di tempat. Manusia lain telah meraih “bintang,” namun ia tetap tidak bergerak, menginjak bumi bak patung walau dalam kondisi hidup. Itulah bahayanya putus asa. Larangan putus asa dalam Islam, telah dipraktikkan KH. Ahmad Dahlan, hingga akhirnya mampu keluar dari jeratan masalah. Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya terus berkembang walau usianya telah melebihi satu abad. Ada rahasia keberhasilan Muhammadiyah, di antaranya adalah keikhlasan dakwah KH. Ahmad Dahlan yang terus ditularkan kepada para murid dan generasi penerusnya. Keikhlasan pun menjadi kunci penting agar musibah dapat menjadi berkah, selain sabar, tawakal dan ridha. Ketiga, ketahanan. Ketahanan adalah hal penting manakala terpaan musibah menghampiri manusia. Para Nabi, termasuk KH. Ahmad Dahlan dapat lulus dalam ujian musibah adalah karena memiliki ketahanan. Ketahanan di sini mecakup nilai kebajikan yang diajarkan Islam, seperti iman, sabar, ikhlas, ridha, tawakal, qanaah, dan nilai-nilai kebajikan lainnya.1 Tanpa nilai ketahanan mustahil seseorang dapat bertahan dalam

1 Pernyataan tersebut relevan dengan tulisan bahwa “Orang ideal

178 Menimba Hikmah dan I’tibar terpaan musibah yang seperti lautan yang berombak besar, gunung tinggi yang terjal serta gurun pasir panas yang tiada bertepi, dan bukitan salju yang tiada mencair. Ketahanan menghadapi rintangan dan musibah yang mendera KH. Ahmad Dahlan telah dilaluinya dengan nilai “lulus” dan telah teruji dengan waktu. Sejarah mencatanya dengan tinta emas, buah perjuangannya masih kita rasakan bersama. Keempat, sikap welas asih (cinta kasih). Welas Asih merupakan jantung agama Islam. Jika pemikiran KH. Ahmad Dahlan dikerucutkan termasuk dalam respons terhadap musibah, maka ibarat sebuah tombak, welas asih merupakan mata tombaknya. Spirit welas asih menjadi ruh dakwah KH. Ahmad Dahlan. Pengejawantahan sikap welas asih KH. Ahmad Dahlan merupakan cerminan dari pemaknaannya atas Surat Al-Ma’un yang mewujud dalam berdirinya rumah sakit, panti asuhan, rumah jompo, lembaga pendidikan dan berbagai aksi sosial lainnya yang berpihak pada kaum duafa. Perasaan cinta kepada sesama ini telah menggerakkan KH. Ahmad Dahlan dalam setiap langkah dakwahnya. Saat KH. Ahmad Dahlan menerima ajakan kakak iparnya agar mengurungkan niatnya pergi dari Yogyakarta, menunjukkan kelembutan hati dan dalamnya sikap welas asihnya. Spirit cinta kasih seyogyanya dapat mengikat persatuan dan persaudaraan pada seluruh komponen bangsa. Spirit tersebut diharapkan pula dapat membangun masyarakat dari keterpurukan umat atas berbagai problematika, seperti perpecahan, kemiskinan, dan kebodohan.2 Spirit Al-Ma’un yang telah digelorakan KH. Ahmad Dahlan menjelma dalam gerakan dakwah Muhammadiyah yang tidak boleh pudar. Dari sikap welas asih tersebut diharapkan akan muncul ikatan-ikatan positif lainnya seperti persaudaraan, kekompakan, dan keperdulian kepada sesama. Ketika KH. Ahmad Dahlan mengulang- ulang pelajaran Surat Al-Ma’un, santrinya ada yang bertanya, “mengapa Surat tersebut terus diulang Kiai”? KH. Ahmad Dahlan Menjawab bahwa menurut Muhammadiyah adalah orang yang sungguh-sungguh beriman…”, dalam “Achlaq,” Almanak Muhammadiyah 1960/6,1: 114-23, sebagaimana dikutip HM Nasruddin Anshory Ch, Matahari Pembaruan (Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2010). 2 Lihat Abdul Munir Mulkhan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 6.

179 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik subtansi Surat Al-Mau’un adalah pada sisi praktiknya dan sejauhmana keperdulian dan keberpihakan pada kaum duafa.

Belajar dari Bediuzzaman Said Nursi Sosok dan pemikiran Bediuzzaman Said Nursi mulai dikenal di Indonesia pada kisaran tahun 2000. Tokoh seperti Amin Abdullah, Nabilah Lubis, Andi Faisal Bakti, M. Sirozi, Muhbib Abdul Wahab, Amani Lubis, Ustaz Hasanuddin Alimudin, dan Habiburrahman El-Sirazi telah ikut berkontribusi bagi pengembangan pemikiran Bediuzzaman Said Nursi di Indonesia. Sedangkan Hasbi Zen merupakan motor gerakan Risalah Nur di Indonesia di bawah Yayasan Nur Semesta Indonesia.3 Risalah Nur menjadi sentral yang mengerakkan para Tullab Al-Nur (Murid-murid atau pembaca Risalah Nur), bahkan Said Nursi pun berkata, “aku adalah murid dari Risalah Nur”. Spirit utama dari Risalah Nur adalah penyelamatan iman berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Risalah Nur memiliki corak sebagai tafsir maknawi guna menjawab tantangan dan problem manusia modern. Said Nursi berusaha mengontekstualisasikan Al-Qur’an dan Sunnah sesuai kebutuhan zaman modern, termasuk respon terhadap musibah. Menurut Serif Mardin, visiting professor dalam bidang social sciences di berbagai universitas di Amerika Serikat dan Inggris, perubahan radikal struktur pemikiran bangsa Turki sejak merdeka dari penjajahan Eropa adalah hadirnya pemikiran tokoh, salah satunya Bediuzzaman Said Nursi. Penelitian Mardin yang dilakukan puluhan tahun yang kemudian diterbitkan dengan judul Religion and Social Change in Modern Turkey: the Case of Bediuzzaman Said Nursi telah menunjukkan hal itu.4 Dalam Risalah Nur yang berjudul Al-Lama’at, Said Nursi mengungkapkan tentang kisah Nabi Ayub yang tertimpa ujian dan musibah berupa penyakit kulit yang mengoreng. Sakit tersebut berlangsung bertahun-tahun. Sakit fisik yang menimpa Ayub tidak

3 Lihat Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta: Transwacana Press, 2017), hlm. 174–177. 4 Ustadi Hamzah, ”Identitas dan Kemandirian dalam Pemikiran Said Nursi serta Signifikansinya bagi Kemajuan Sosial dan Ekonomi Umat”, dalam http://www.nursemesta.org, diakses pada 02/05/2016.

180 Menimba Hikmah dan I’tibar mampu menggoyahkan imannya sedikitpun. Saat penyakit tersebut mulai menggerogoti lidah tempatnya berzikir dan hati tempat imanya bermunajat, barulah ia memanjatkan doa dengan lembut dan santun “Duhai Rabku, sungguh aku telah ditimpa penyakit, dan Engkaulah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyanyang” (QS. Al-Anbiya’: 83). Tafsir maknawi di balik kisah Nabi Ayub adalah, saat ia menderita penyakit fisik/lahir, namun ia tetap sehat secara batin/ hati. Sebaliknya kebanyakan manusia sehat fisiknya, namun hatinya sakit, hingga munajat ayat tersebut lebih dibutuhkan bagi mereka yang lalai dan dipenuhi berbagai penyakit hati. Lebih lanjut Said Nursi mengungkapkan: “Sesungguhnya luka-luka yang diderita Nabi Ayub mengancam keselamatan hidupnya yang singkat di dunia yang fana ini. Sedangkan luka-luka maknawi yang kita derita sekarang, mengancam keselamatan hidup yang begitu panjang di akhirat kelak. Karena itu, kita jauh lebih membutuhkan doa tersebut ketimbang Nabi Ayub. Ulat-ulat yang berasal dari luka borok menyerang wilayah hati dan lidah beliau. Sementara pada diri kita, keragu-raguan dan kecemasan timbul dari luka-luka yang disebabkan oleh dosa yang kita perbuat hingga menyerang dan memporak-porandakan inti hati kita yang merupakan tempat iman. Luka-luka tersebut juga ikut menyerang kelezatan ruhani tempat iman dan menjauhkan lidah manusia dari zikir kepada Allah SWT.”5

Beralih dari kisah Nabi Ayub ke Nabi Yunus. Nabi Yunus mengalami musibah yang tidak kalah gentingnya dengan Nabi Ayub. Nabi Yunus ditelan ikan besar di malam yang pekat. Dalam situasi yang kritis tersebut Nabi Yunus bersimpuh dan bermunajat, “Tiada Rab selain engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim” (QS. Al-Anbiya’: 87). Doa inilah yang menjadi perantara keselamatan dan terbebasnya Nabi Yunus dari cengkeraman ikan yang menakutkan. Dalam perspektif Said Nursi sesungguhnya manusia berada dalam kondisi yang lebih menakutkan dan penuh ancaman dari kondisi yang dialami Nabi Yunus. Hal ini disebabkan pertama, kondisi malam pekat adalah masa depan kita. Jika kita acuh dengan masa depan, maka akan tampak gelap dan menakutkan. Kedua, lautan adalah bumi

5 Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyyat Rasa’il al-Nur, al-Lama‘at, Terj. dan penyunting Ihsan Qasim al-Salihi (Al-Qahirah: Dar Suzlar Linnashr, 2013), hlm. 9–15.

181 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang ombaknya membawa dan menelan ribuan jenazah. Tentu bumi tersebut lebih menakutkan dari lautan tempat Nabi Yunus dilemparkan. Ketiga, ikan besar adalah nafsu amarah yang siap memangsa kehidupan akhirat manusia. Ia lebih bahaya dan rakus daripada ikan yang menelan Nabi Yunus.6 Dari dua kisah di atas dapatlah dipetik hikmah bagaimana memaknai musibah dengan cara yang tepat. Nabi Ayub memiliki kesabaran yang membuahkan nikmat tiada terhingga. Sedangkan Nabi Yunus dapat terhindar dari musibah atas doanya yang tulus ia panjatkan. Imam Bediuzzaman Said Nursi menambahkan nilai plus atas hikmah di balik musibah. Musibah tidak hanya mendatangkan berkah, namun lebih dari itu akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bagi yang mendapat ujian berupa kenikmatan, Said Nursi mengingatkan: “Selama 75 tahun usia yang kujalani, dengan ribuan pengalaman yang kudapat, aku menyadari penuh bahwa kenikmatan hakiki, kesenangan yang tak berhias derita, kegembiraan yang tak disertai duka dan kebahagiaan sempurna dalam hidup hanya terletak pada iman dan dalam wilayah hakikatnya. Tanpa iman, satu kesenangan duniawi mengandung banyak derita. Kalaupun dunia memberimu kenikmatan seukuran biji anggur, ia akan menamparmu sepuluh kali seraya melenyapkan kenikmatan hidup yang ada”.7

Bagi yang mendapat ujian dengan musibah sakit, Imam Said Nursi memberikan dua puluh lima obat penawarnya. Alkisah, dalam kajian Risalah Nur di dershane (tempat kajian Risalah Nur) Ciputat, kedatangan seorang tamu dari Turki. Beliau membahas Risalah Nur terkait musibah penyakit. Beliau kebetulan juga seorang dokter. Sebelum membahas Risalah Nur, ia bercerita terkait penyakit yang pernah ia derita, sejenis tumor otak. Beberapa rumah sakit telah menolak untuk melakukan operasi karena alasan tingkat keberhasilan operasinya kecil. Setelah berusaha ke sana ke mari, ada satu rumah sakit yang siap mengoperasinya, dan berhasil. “Selalu ada harapan dan doa, jangan berputus asa dalam situasi sesulit apapun,” demikian beliau ungkapkan dengan mengutip Risalah Nur. Ada banyak hikmah di balik penyakit.

6 Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyyat Rasa’il al-Nur, al-Lama‘at, hlm. 3–5. 7 Bediuzzaman Said Nursi, Murshid Ash-Shabab (Tuntunan Generasi Muda), terj. Fauzi Faisal bahreisy (Banten: Risalah Nur Press, 2018).

182 Menimba Hikmah dan I’tibar

Kisah lain dipaparkan pakar komunikasi Islam UIN Jakarta, Prof. Andi Faisal Bakti. Suatu ketika ia mengalami sakit mata yang hebat. Dokter spesialis mata sudah berkali-kali di datanginya, namun sakit matanya tidak juga kunjung sembuh. Sampai akhirnya ia menemukan obat tetes mata dari Turki dengan perantara Hasbi Zen. Sekali lagi bagi yang tertimpa musibah penyakit, jangan pernah berputus asa. Kisah lain datang dari Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah, Mas Abdul Mu’ti. Saat menyelesaikan disertasinya, ia harus fokus untuk beberapa bulan. Aktivitas rutin dan berbagai kegiatan luar ia hentikan. Beliau terus fokus di hadapan komputer dan tumpukan buku. Sampai akhirnya tibalah musibah menyerang kedua matanya. Atas anjuran dokter, Mas Mu’ti harus mengistirahatkan bola matanya dengan cara ditutup untuk beberapa hari tanpa melihat sinar apapun. Sebagaimana kematian, musibah tidak mengenal tempat, waktu dan usia. Musibah pasti akan menghampiri kita semua. Kisah lain terkait mata, penulis alami sendiri saat berkenalan dengan tukang pijat tunanetra. Di sela-sela memijat, saya mengajukan pertanyaan, apa kebutaan tersebut sejak lahir? Si Tukang pijat menjawab, bahwa kebutaan yang dialaminya tidaklah dari bawaan lahir. Saat ada gerhana matahari di waktu kecil, ia pernah menatapnya dan menyebabkan kebutaan. Untuk menghiburnya, saya menyampaikan sebuah Hadis dalam Sahih Muslim:“Siapa yang diuji dengan kebutaan dan ia sabar, maka Allah akan menggantinya dengan surga”. Saat membahas dua puluh lima obat penawar sakit, Said Nursi mengawali dengan mengutip ayat, “Yaitu orang-orang jika terkena musibah berkata: Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali” (QS. Al-Baqarah: 156). Lalu Imam Nursi juga mengutip ayat, “Dan Dialah yang memberiku makan dan minum, dan jika aku sakit maka hanya Dialah yang memberikanku kesembuhan” (QS. Ash-Shu’ara’: 79-80). Dalam obat yang pertama, Said Nursi menyatakan: “Wahai yang sakit dan tak berdaya! Jangan gelisah, bersabarlah! Karena sesungguhnya derita sakitmu itu bukanlah sebuah penyakit, tapi justru sebagai obat. Karena umur manusia adalah modal yang terus berkurang, sehingga akan habis begitu saja jika tidak berbuah. Apalagi jika usia tersebut dilalui dengan santai dan penuh kealpaan, maka akan berlalu dengan cepat”.8

8 Bediuzzaman Said Nursi, Kulliyyat Rasa’il al-Nur, al-Lama‘at, 387-388

183 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Kesimpulan KH. Ahmad Dahlan dan Bediuzzaman Said Nursi telah mendedikasikan dirinya untuk kemajuan umat dan bangsanya. Kiprah dan dakwahnya terus memancar dan dapat kita rasakan hingga kini. Estafet perjuangan mereka, ada di pundak kita. Jika kita acuh dengan masa depan, maka dapat berakibat fatal. Sisingkan lengan, mantapkan langkah tuk berdakwah. Gelar sajadah dan mulailah buka harimu dengan ibadah. Jika hari esok tak akan tiba, berarti hanya hari ini kita bisa mengabdi pada-Nya. Waktu akan berlalu dengan cepat, manfaatkan ia dengan sebaiknya. Musibah berupa ujian pasti akan menghampiri orang beriman. Dan musibah yang besar itu di antaranya adalah kematian. Tanpa dinanti ia akan datang. Mengingat maut tidak pasti kedatangannya, maka bekal jauh hari harus sudah dipersiapkan. Kita bisa bertanya, apakah hari ini kita sudah siap dijemput malaikat Izrail? Jika jawabanya belum siap, maka menandakan masih minimya bekal yang kita miliki. Nabi pernah diberikan pilihan, mau terus atau berhenti? Nabi Muhammad memilih kematian yang menandakan besarnya nikmat berada di sisi-Nya. Mengubah musibah menjadi berkah hanya mampu dilakukan oleh hamba-Nya yang beriman. Bagaimana jika musibah berupa ujian datang, ia bisa sabar, ridha, ikhlas, dan tawakal. Selamat datang musibah! Kami akan menyambutmu dengan senyuman. Selamat datang musibah! Kami akan mengubahmu menjadi berkah. •

184 MENUNTASKAN PROSES DUKA PASCAMUSIBAH / Dhuha Hadiyansyah, M. Hum.

Setiap orang pasti pernah mengalami tikaman duka yang mendalam, entah karena putus cinta, tidak lolos tes, punya bentuk fisik tak sesuai harapan, mendapatkan pasangan yang di luar impian, kehilangan dompet ketika sedang asyik-asyiknya belanja, gagal dalam bisnis, kecelakan, hingga musibah karena bencana alam. Di antara risiko yang bakal kita hadapi dalam kehidupan adalah kehilangan. Kita menamakan kejadian buruk sebagai musibah karena ada sesuatu yang hilang, dari akar kata bahasa Arab ashaba yang salah satu artinya adalah “membinasakan”. Kita perlu mengingat betul bahwa intisari dari kehidupan adalah perubahan, pertumbuhan, dan penyelesaian. Apa yang berubah, tumbuh, dan selesai berarti ada yang hilang dan berganti. Tanpa kesiapan menghadapi musibah dan kehilangan, orang yang sudah memutuskan untuk hidup rawan tenggelam dalam duka. Ketika seseorang ketakutan menghadapi kehilangan, sejatinya dia belum kuat menghadapi kenyataan hidup. Tak ada cara lain supaya memahami musibah kecuali kita sadar bahwa apa yang menginjak bumi pasti selesai: orang mungkin tengah bangga karena jelita, tapi waktu akan merampasnya. Dunia adalah lalu lintas perubahan dan berubah berarti menyelesaikan. Selesai berarti mati, entah binasa karena usia, bencana, lara, atau racun sekali pun. Apa yang tampak pada manusia adalah omnivora, alias pemakan segala,

185 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik termasuk memakan duka. Maka, tak ada plihan kecuali mengatakan “siap” pada setiap musibah.

Melewati Proses Duka Setiap orang memiliki pengalaman berbeda dalam melewati proses duka hingga akhirnya mencapai titik kesadaran bahwa kehidupan harus terus dijalani, ketimbang harus dihentikan oleh ratapan. Musibah maupun keberuntungan adalah paradoks dunia yang harus kita hadapi. Setiap orang yang ditimpa musibah akan mengalami proses yang hampir mirip. Psikolog John Bradshaw (1988) merunut proses duka secara berturut-turut sebagai berikut: 1. Terkejut Tahap pertama adalah terkejut (shock). Ketika pertama kali menyadari musibah telah datang, orang biasanya akan kaget. Kekagetan ini muncul karena situasi benar-benar di luar harapan. 2. Menyangkal Tahap kedua setelah terkejut adalah penyangkalan. Pada tahap ini, orang sukar menerima kenyataan dan berpikir, “Oh, tidak. Anakku tidak mungkin meninggal. Ini hanya mimpi!” Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri. Saat terkena sesuatu yang tidak diharapkan, otak seolah-olah berusaha menenangkan kita. 3. Tawar-menawar Oleh karena sudah menyangkal tapi ternyata kondisi memang seperti itu, orang kemudian melakukan tawar-menawar. “Ah, enggak meninggal dia. Ini pasti pingsan saja, pingsan! Nanti juga bangun lagi.” Atau, dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkan anakku; aku akan sedekahkan separuh hartaku.” 4. Marah Saat kenyataan mulai terbuka, orang lalu merespons duka dengan amarah. Ungkapan kemarahan satu orang dan yang lain tidak sama. Luapan emosi ini terkadang dalam bentuk yang halus atau malah mengutuk, mengamuk, bahkan bisa dengan kekerasan, seperti membanting, melempar atau mencakar muka sendiri. 5. Menyalahkan Proses ini bisa terjadi pada dua skenario: menyalahkan diri sendiri

186 Menimba Hikmah dan I’tibar

atau orang lain. “Ini semua salahku, aku telah meninggalkannya di rumah.” Atau menyalahkan orang lain, “Orang-orang di kampung ini kebanyakan dosa, sehingga dihukum, dan anakku pun ikut jadi korban!” 6. Menyesal Orang yang dirundung duka pada tahap ini menyesal karena merasa sudah membuat kesalahan. “Nyesel banget. Coba kalau waktu itu aku ajak anakku pergi bersamaku. Dia tidak akan tertimpa atap rumah yang ambruk”. 7. Sedih Pada tahap ini, orang yang terkena musibah akan menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan meratapi duka. Menangis yang terkendali adalah luapan perasaan yang mengandung kekuatan. Menangis adalah bagian dari pemulihan jika dilakukan dalam kesadaran. Menangis karena kesedihan adalah ekspresi yang wajar, tanpa peduli jenis kelamin. Nabi Muhammad SAW. pun diriwayatkan menangis saat kehilangan anaknya. Jadi, kita tak perlu khawatir jika meluapkan perasaan sedih dengan air mata. Sebaiknya Anda tidak perlu mencoba menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Pada kondisi ini, dia tidak butuh ungkapan-ungkapan seperti “sabar, ya” atau “kamu harus kuat”. Selama keadaan masih dalam kendali yang bersangkutan, biarkan dia melalui proses ini. Kualitas menangis menentukan kualitas penerimaan kita pada proses duka selanjutnya. 8. Sakit Orang yang berduka akan merasa sakit dalam hati yang teramat dalam dan pilu. Penderita perlu merasakan rasa sakit ini sampai tuntas. Rasa sakit ini tidak hanya secara emosional, bahkan tubuh juga ikut merasakan. Ketika sedih, tubuh akan meresponsnya dengan rasa sesak di dada. Kita harus menyadari bahwa rasa sakit karena kesedihan adalah bagian dari hidup yang sering membuat kita tumbuh lebih kuat setelahnya. Jika gagal memahami ini, orang bisa mengalami gangguan tidur hingga serangan jantung. 9. Penerimaan/Ikhlas Perasaan pilu harus diakhiri dengan penerimaan, sebagai tahap terakhir. Proses ini adalah puncak hikmah dari setiap peristiwa

187 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

yang menyayat. Menerima kenyataan bukan berarti kebahagiaan, tetapi tahap sadar bahwa semua akan baik-baik saja. “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka, sesungguhnya di balik kesulitan ada kemudahan,” (QS. al-Insyirah: 5-6). Ayat ini kita jadikan titik tolak untuk berprasangka baik kepada Allah SWT., yang berarti ada keyakinan bahwa kondisi saat ini adalah yang terbaik di mata Allah SWT.

Terkadang, seseorang yang mengalami duka akan berada pada beberapa tahapan secara berulang-ulang, yakni berada pada satu tahapan kemudian naik tapi kembali lagi pada tahapan sebelumnya. Kita tidak dapat memaksakan orang ke tahapan tertentu. Proses menuntaskan duka ini sangat pribadi dan tidak perlu tergesa-gesa. Sabar dalam konteks ini termasuk bersabar untuk mengakui bahwa kita butuh proses untuk menyembuhkan luka. Kita tidak perlu berpura-pura kuat seperti sedang tak terjadi apa-apa, padahal hati terasa hancur lebur karena kehilangan orang yang kita cintai dan aset yang kita kumpulkan dari kerja keras selama bertahun-tahun. Ikhlas adalah sebuah konsep untuk menyembuhkan luka sampai ke akar-akarnya. Ikhlas adalah kondisi menerima bahwa yang kita hadapi adalah takdir Allah, sama seperti raut muka yang masing- masing kita miliki. Bagi sebagian orang, mungkin cara ini tampak terlalu deterministik. Akan tetapi, tanpa penerimaan terhadap ketubuhan, misalnya, orang tidak mungkin sanggup berjalan di hadapan orang lain—dia akan terlalu sibuk mencari kamuflase dengan aneka topeng dan dandanan. Kita menerima apa pun yang ada, dan fokus dengan kehidupan yang sedang dan akan dijalani. Jika gagal mencapai level ikhlas pascamusibah, seseorang akan mengalami kondisi trauma berkepanjangan yang bakal mengubah perasaan, kehendak, dan cara pandangnya terhadap kehidupan, atau bahkan mungkin cara pandangnya terhadap agama dan Tuhan. Suasana hati seseorang yang dalam kondisi trauma sangat ditentukan oleh orang atau sesuatu di luar dirinya. Hal ini terjadi karena mentalnya sudah rapuh (menjadi pemarah, menutup diri, terlalu ekspresif, pencemburu, putus asa, dan sifat lain yang buruk). Dalam kondisi seperti ini, keyakinan kepada Allah pun bisa mudah goyah. Hal ini sekaligus untuk menjawab mengapa sebagian orang mendadak pindah agama pascabencana.

188 Menimba Hikmah dan I’tibar

Mengukur Bobot Duka Di antara sikap paling berani yang kita dapat lakukan untuk tumbuh menjadi pribadi yang sehat adalah mengungkapkan perasaan kita sebenarnya, apa pun itu, tak terkecuali perasaan sedih karena musibah yang melanda. Jika ada lara terpendam yang belum terobati, pertumbuhan psikologis kita akan terhambat. Duka yang mendalam dapat menyentuh sampai kepada level hakikat diri seseorang, yakni pada tingkat keberadaan dan kesadaran. Level keberadaan terkait bagaimana seseorang menilai eksistensi dia di dunia ini, sedangkan level kesadaran terkait bagaimana seseorang menjalani kehidupan dan pengalaman yang digerakkan oleh pilihan dan keputusannya sendiri. Duka yang besar dapat memperkuat atau malah menghancurkan kedua hal tersebut, membuat seseorang benar- benar kehilangan harga diri. Akibatnya, dia kehilangan kekuatan untuk mengambil keputusan, ragu-ragu dalam mengambil tanggung jawab, sampai kepada kesulitan untuk merasakan kebahagiaan. Meskipun menerima musibah yang sejenis, misalnya gempa bumi yang mengakibatkan kehilangan anggota keluarga dan harta benda, bobot duka yang diterima orang per orang tidak sama. Ada beberapa faktor yang memengaruhinya. Secara sederhana, bobot duka dapat kita ukur menggunakan rumus di bawah ini: B (duka) = N + D + K Bobot Duka = Nilai musibah + Dukungan sosial + Kekuatan

Nilai musibah adalah takaran besar-kecilnya petaka yang dapat diukur dari kerugian yang terjadi, seperti korban luka, korban jiwa, rusaknya infrastruktur dan properti, hilangnya harta-benda, pekerjaan, dan sejenisnya. Dukungan sosial adalah pertalian hubungan dengan orang lain atau kelompok yang dapat memberikan bantuan secara praktis (emosional, finansial, atau material). Sementara itu, kekuatan adalah kapasitas, potensi, atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, baik yang bersifat internal (fisik, emosional, mental, intelektual, dan spiritual) maupun eksternal (ekonomi, politik, sosial, dan budaya). Apabila nilai musibahnya tinggi, dukungan sosialnya rendah, dan kekuatan yang dimiliki seseorang yang terkena musibah kecil, bobot

189 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik duka yang dirasakan akan besar. Sebaliknya, jika nilai musibah tinggi, dukungan sosial besar, dan kekuatan yang dimiliki besar, kedukaan yang dirasakan pada orang ini lebih ringan daripada yang pertama. Pengetahuan seperti ini penting untuk memahami situasi di lapangan, terutama bagi kita atau organisasi yang bergerak di bidang ini, seperti Muhammadiyah, yang dapat mengambil peran sebagai pemberi dukungan sosial. Sementara itu, bagi kita pribadi, memperkuat diri dan jaringan sosial (termasuk dengan kerabat) akan sangat membantu untuk bersiap-siap menghadapi berbagai jenis musibah, sehingga dampak buruk duka dapat dicegah.

Bangkit dari Musibah Setiap orang pasti pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidup. Sebagian orang mampu menjadikan kekalutan tersebut sebagai pijakan untuk bangkit. Akan tetapi tak sedikit orang malah sebaliknya, semakin dalam terjerembab dalam luka. Kejatuhan mental dan ketidakmampuan untuk bangkit sering terjadi pada orang yang masih terkungkung pada rasa menyalahkan diri. Sebagai trainer di sekolah pernikahan dan keluarga, saya sering mendapatkan pertanyaan dari mereka yang gagal dalam pernikahan, “Bagaimana supaya saya bisa bangkit dari rasa sakit ini? Bukankah menyembuhkan luka perasaan itu tidak mudah? Kalau memang bisa disembuhkan, bagaimana caranya?” Situasi yang sama juga sering dihadapi oleh mereka yang menjadi korban bencana alam, meskipun bobot duka perceraian dan kehilangan karena musibah tentu tak sama. Orang-orang yang terkena musibah sering tenggelam dalam penyesalan dan perasaan menyalahkan diri sendiri: merasa mendapatkan kutukan, merasa terlalu banyak dosa sehingga diazab, bahkan terkadang muncul perasaan tak pantas untuk hidup. Untuk bangkit dari berbagai musibah, cara-cara berikut dapat kita lakukan:

1. Memaafkan diri sendiri Menyalahkan diri tak akan membuat orang menjadi lebih baik. Bukankah kita sama-sama tahu bahwa di dalam Hadits Qudsi dikatakan bahwa Allah mengikuti persangkaan hamba-Nya? Dengan memaafkan

190 Menimba Hikmah dan I’tibar diri sendiri, artinya kita pun mengundang pemaafan dari Allah. Hal ini karena kita tahu bahwa Allah adalah Mahapengampun, al-Ghafur. Memang menyakitkan, di saat terjadi musibah bencana alam, umpamanya, orang-orang di internet malah berlomba-lomba menghakimi dengan membuat poster, meme, komentar, dan tulisan bahwa bencana tersebut karena azab dan murka Allah SWT. Ujaran- ujaran seperti ini rawan menanamkan rasa bersalah, menambah luka dan ketidakpercayaan diri bahwa kita adalah hambaNya. Hentikan kontak dengan orang-orang yang sok benar tersebut, termasuk menyaksikan gambar-gambar musibah yang mengerikan karena hanya akan menambah luka. Fokus untuk memaafkan diri dengan cara menerima kekurangan kita, termasuk kesalahan-kesalahan terdahulu. Cara melakukannya adalah dengan melakukan penelusuran ke dalam diri, luka-luka apa saja yang kita alami saat musibah: luka fisik, duka karena kehilangan orang yang kita sayangi, atau sedih karena harta-benda kita yang lenyap. Ujung dari proses ini adalah kita menjadi paham dan sadar luka apa saja yang sudah merasuk ke dalam batin kita. Setelah menelusur dan mengakui, baru kita akan merasa lebih mudah untuk menerima, memaafkan, dan mengikhlaskan.

2. Mengobati Luka Perasaan Hanya diri kita yang mampu secara efektif mengobati luka perasaan kita sendiri. Proses ini tidak dapat dilakukan dengan cara menggantungkannya ke seseorang. Saat merasa perlu bantuan konselor, psikolog, atau ustaz datangi mereka tanpa malu-malu. Akan tetapi, kesembuhan bukan di tangan mereka, tetapi di tangan kita sendiri. Orang-orang tersebut hanya memberitahu caranya, selanjutnya kita sendiri yang menjalaninya. Sama seperti dokter yang hanya memberikan resep. Berikutnya, disiplin menjaga kesehatan dan meminum obat ada di tangan kita. Luangkan waktu untuk menyendiri, menjauh dari hiruk-pikuk. Kita biasa menyebut proses ini sebagai merenung, bertafakur, muhasabah dan yang lainnya, yang tujuannya adalah melakukan penyadaran. Mari mencoba untuk benar-benar meresapi apa yang kita rasakan saat ini. Untuk melakukan proses tersebut, kita bisa membuat sederet pertanyaan reflektif untuk kita renungkan jawabannya, seperti: Apa saja rahmat Allah yang diberikan saat terjadi musibah? Pelajaran apa

191 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang dapat diambil dari musibah yang terjadi? Apa yang paling saya takutkan saat ini dan di masa depan? Apa yang tersisa yang dapat saya syukuri? Mengapa saya yang ditakdirkan hidup; apa hikmahnya? Kebaikan apa yang bisa saya lakukan saat ini? Selanjutnya, pertanyaan- pertanyaan lain dapat dibuat sendiri. Merenung dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan reflektif seperti ini akan membantu kita menemukan kebijaksanaan di balik setiap peristiwa. Alokasikan waktu 30 menit sampai satu jam. Waktunya bisa kapan pun: usai shalat, sebelum shalat, siang hari atau di penghujung malam. Siapkan alat tulis dan catat semua perasaan, pertanyaan, dan jawaban. Mencatat sangat penting untuk merekam jejak kemajuan proses menuntaskan duka, juga supaya tidak tenggelam dalam lamunan. Kegiatan ini dapat kita lakukan sehari sekali, atau disesuaikan dengan kesibukan dan kebutuhan. Saat melakukan proses ini, kita akan digelayuti sejumlah perasaan. Semua perasaan kita adalah alamiah, jangan disalahkan. Selanjutnya adalah mengambil keputusan tentang bagaimana kita harus menjalani kehidupan saat ini. Keputusan ini mungkin tak akan serta-merta terjadi, terkadang ada tarik-ulur antara percaya atau tidak bahwa diri kita sanggup menjalani kehidupan dari awal lagi. Kebangkitan adalah proses; kita tidak dapat keluar dari proses ini kecuali dengan menjalaninya dengan sabar dan istikamah.

3. Mensyukuri Kehidupan Setelah selesai semua tindakan, kita butuh melakukan tindakan yang lebih maju, yakni semacam syukuran. Melakukan perayaan adalah hal yang lumrah ketika kita mendapatkan sebuah anugerah dan anugerah terbesar dari Allah SWT. adalah kehidupan itu sendiri. Mari mensyukuri kehidupan dengan energi baru yang penuh cinta dan semangat dari dalam. Kita harus lebih siap untuk melanjutkan hidup dan berbagi cinta dengan sesama. Orang yang sintas pascamusibah seperti merasakan kelahiran yang kedua kali. Pada tahap ini, orang yang berhasil menuntaskan proses duka akan mengalami kesadaran bahwa kehidupan memberikan kita banyak kesempatan: untuk bertaubat, menjalin silaturahim dan ukhuwah lebih baik, berkarya, bekerja lebih rajin, dan seterusnya. •

192 Menimba Hikmah dan I’tibar

Referensi: Bradshaw, John. 1988. On the Family: A Revolutionary Way of Sels-Discovery. Houston: Health Communication, Inc.

193 HIKMAH DI BALIK SETIAP MUSIBAH / Dr. Amirsyah Tambunan, M. A.

Masalah pokok dalam tulisan ini adalah apa hikmah di balik setiap musibah? Seperti kita ketahui bahwa hikmah itu adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang benar, akal yang lurus, pemikiran yang matang, dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Hikmah ini merupakan anugerah yang paling utama dan karunia yang baik sebagaimana firman Allah yang artinya, “Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” Hal ini karena dia telah keluar dari gelapnya kebodohan menuju cahaya petujuk; dari penyimpangan perkataan dan kebenaran menuju tepatnya kebenaran, serta terciptanya kebenaran. Hal ini juga karena ia telah menyempurnakan dirinya dengan kebajikan yang agung dan bermanfaat bagi makhluk dengan manfaat paling besar dalam agama dan dunia mereka. Manusia sebagai makhluk Allah senantiasa mendapat ujian, seperti kata kata hikmah; semakin kuat manusia mendapat ujian Allah akan semakin banyak hikmah yang diperolehnya. Apabila manusia dapat memperoleh hikmah, maka yang harus dilakukan oleh setiap manusia adalah memperkuat iman dan takwa. Sebaliknya, ketika manusia tidak kuat menghadapi ujian, maka pada saat yang sama manusia akan berkurang keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu, semua manusia tidak akan luput dari berbagai macam cobaan dan kesusahan dan manusia wajib bersabar. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 269:

194 Menimba Hikmah dan I’tibar

ْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ َ ْ يُؤت الِك َمة َم ْن يش ُاء ۚ َو َم ْن يُؤت الِك َمة فقد أ َوت خ ًريا ِ ُ َ ِ َ ً َ َ َ َّ َّ ُ َّ ُ ْ ْ َ كثِريا ۗ وما يذكر إِل أولو الل ِاب Artinya: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.

Banyak bentuk ujian yang datang dari Allah dan salah satunya ialah ajal atau kematian. Allah Subhanahu Wataala (SWT) berfirman: ُ ُّ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َّ ّ َ ْ َ ْ ْ َ ً َ ْ َ ك نف ٍس ذائِقة المو ِت ۗ ونبلوكم بِ ِالش والريِ فِتن ۖ ةِإَولنا ُ َ ت ْر َج ُعون Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.

Dalam terjemahan tafsir Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh disebutkan tentang makna ayat ini yaitu: “Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”. Dalam konteks itu, ujian yang diberikan kepada hamba-Nya dalam bentuk lain yaitu, panggilan Allah SWT. untuk senantiasa beriman. Ini berdasarkan kepada firman-Nya: َ َّ َّ َ َ ُ يَا أ ُّي َها ِال َين َآم ُنوا ْاس َتج ُيبوا ِللِ َولِ َّلر ُسول إذا د َعك ْم لِ َما َ ِ ِ ِ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ َّ َّ َ َ ُ ُ َ ْ َ َْ ْ َ َ ْ َ َّ ُ َ ْ ييِيكم ۖ واعلموا أ نالل يول بني المر ِء وقلبِهِ وأنه إِلهِ ُ ْ َ َ ت ُشون Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan” (QS. al-Anfal: 24).

Menurut Imam Ibnul Qayyim ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan

195 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi seruan Allah SWT. dan Rasul-Nya SAW. Maka, barang siapa tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allah Taala dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin. Allah SWT berfirman: َ ْ َ ْ َّ ُ ُ ُ َ ّ ْ ُ َ َ ً َ ً َ َوأن استغفِ ُروا َربك ْم ث َّم ت ُوبوا إلْهِ ُي َمتِعك ْم متاع ح َسنا إ ٰل َ ِ ِ َ ِ َ ُ َ ًّ َ ُ ْ ُ َّ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ َّ ْ َ ّ َ ُ أج ٍل مسم ويؤ ِت ك ذِي فض ٍل فضل ۖ هِإَون تولوا فإِ ِن أخاف َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ عليكم عذاب يو ٍم كبِ ٍري Artinya: “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat” (QS. Hud: 3).

Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan yaitu, balasan (kebaikan) di dunia dan di akhirat.

Sikap dalam Menghadapi Musibah Seorang hamba yang beriman (mukmin) dan bertakwa kepada Allah memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Keimanan seseorang yang kuat kepada Allah membuat dia semakin yakin bahwa apapun ketetapan Allah dia akan nenerima dengan ridha Allah SWT. Dengan keyakinannya seperti itulah Allah akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya: َ َ َ َ ْ ُ َ َّ ْ َّ َ َ ْ ُ ْ ْ َّ َ ْ َ ْ َ ُ ما أصاب ِمن م ِصيب ٍة إِل بِإِذ ِ ناللِ ۗ ومن يؤ ِمن بِاللِ يه ِد قلبه ۚ َ َّ ُ ُ ّ َ ْ َ ٌ والل بِك ِل ش ٍء علِيم 196 Menimba Hikmah dan I’tibar

Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Menurut Ibnu Katsir seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah SWT., kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah SWT), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah SWT tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya. Bahkan, bisa jadi Allah akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik. Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah SWT. dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, tetapi orang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan ridha dari Allah SWT dalam menghadapi musibah tersebut. Tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin. Dalam menjelaskan hikmah, Ibnul Qayyim mengatakan sebagai berikut: Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah SWT senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang- orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisâb. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan). Allah SWT. telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya: ْ ْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ ْ ْ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َّ ُ ْ َ َ ُ َ َ َ ول ت ِهنوا ِف ابتِغ ِاء القو ِم ۖ إِن تكونوا تألمون فإِنهم يألمون كما َ ْ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ تأل ُمون ۖ َوت ْر ُجون ِم َ ناللِ َما ل يَ ْر ُجون ۗ َوكن ُالل علِ ًيما َح ِك ًيما

197 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Artinya: “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. َ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ ُ ْ ْ َ ُ َ ْ َ ُ ُ َ ْ َ ْ ُ والمؤ ِمنون والمؤ ِمنات بعضهم أو ِلاء بع ٍض يأمرون بِالمعر ِوف َ ْ َ َ ْ ْ َ ُ َ َّ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ ُ ُ َ َوين َه ْون عن ال ُمنكر َويقِ ُيمون الصلة َويؤتون َّالزكة َوي ِطيعون ِ ُ ِ َّ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ ُ َّ ُ َّ َّ َ َ ٌ َ ٌ الل ورسول أولئِك سريحه مالل إِ نالل عزِيز ح ِكيم Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana” (QS. At-Taubah: 71).

Allah Taala berfirman: َ ْ ُ َّ َ ْ َ ْ ُ َّ َ َ ٌّ َ َّ ْ َ َّ َّ ُ ْ َو َیلن َرصن اهللَُّ من ين ُرص ُه إن اهللََّ لقوي عز ٌيز, ا ِذل َين إن مكناهم َ ِ ِ َ ِ ِ ْ َ ُ َّ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َ ْ ِف األر ِض أقاموا الصالة وآتوا الزاكة وأمروا بِالمعر ِوف ونهوا َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ُ ُ ع ِن المنك ِر و ِهللَِّ عقِب ةاألم ِور Artinya: ”Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang maruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” (QS. Al-Hajj: 40-41). َ َ ْ َ َّ َّ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ً َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ ُ َ َ ْ ومن يت ِق الل يعل ل مرجا ويرزقه ِمن حيث ل يت ِسب ومن َّ ْ َ َ َّ َ َي َت َوك عاللِ ف ُه َو َح ْس ُب ُه Artinya: “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath- Thalaaq: 2-3).

198 Menimba Hikmah dan I’tibar

Masih banyak ayat lain yang menjelaskan soal ini. Disamping itu, Rasulullah juga bersabda: َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ من كن ِف حاجةِ أ ِخيهِ ك نالل ِف حاجتِهِ Artinya: “Barang siapa menolong saudaranya, maka Allah akan selalu menolongnya”. َ ْ َ َّ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ ً ْ ُ َ ُّ ْ َ َ َّ َ َّ ُ َ ْ ُ من نفس عن مؤ ِم ٍن كربة ِمن كر ِ بادلنيا نف سالل عنه ُ ْ َ ً ْ ُ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ ُ ْ َ َّ َ َّ ُ َ َ ْ كربة ِمن كر ِب يو ِم القِيامةِ ومن يس ع مع ِ ٍس يس الل عليهِ ُّ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ ُ ْ ً َ َ َ ُ َّ ُ ُّ ْ َ َ ِ فادلنيا و ِاآلخ َرةِ ومن ست مسلِما ست هالل ِ فادلنيا و ِاآلخ َرةِ َ َّ ُ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ والل ِف عو ِن العب ِد ما كن العبد ِف عو ِن أ ِخيهِ Artinya: “Barang siapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutup aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya.

Sebagaimana ayat Al-Qur’an, Hadis yang mendorong untuk menolong sesama amatlah banyak. Selebihnya, manusia memohon agar memperbaiki kondisi kaum Musimin, memberikan pemahaman agama, menganugrahkan keistiqomahan dalam agama, dan segera bertaubat kepada Allah dari setiap dosa.

Hikmah di balik Musibah Apa saja hikmah di balik setiap musibah? Seorang Mukmin perlu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Taala.

199 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu berbaik sangka (husnuzh zhann) kepada Allah dalam menghadapi semua musibah yang menimpanya. Dengan sikap ini pula Allah akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah Taala memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman- Nya dalam sebuah Hadis Qudsi yang artinya: “Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”. Allah Taala akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut. Ada beberapa hikmah dari musibah. Pertama, Allah menjadikan musibah untuk membembersihkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah. Jadi musibahlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Kedua, Allah menjadikan musibah untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya. Allah mencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang. Inilah makna sabda Rasulullah SAW: “Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”. Ini artinya, Allah menjadikan musibah juga untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan yang sempurna yang telah Allah sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa berupa surga kelak.

Hikmah akan Diturunkan Jadi, hikmah akan diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Ini sesuai dengan firman Allah yang tersurat dalam Surat Al-Baqarah ayat 269:

200 Menimba Hikmah dan I’tibar

ْ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ يُؤت الِك َمة م ْن يش ُاء ۚ َوم ْن يُؤت الِك َمة فقد أ َوت خ ًريا كثِ ًريا ِ ُ َ ِ َ َ َ َّ َّ ُ َّ ُ ْ ْ َ ۗ وما يذكر إِل أولو الل ِاب Artinya: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.

Atas Kemahabesaran-Nya, Allah akan memberikan hikmah berupa ketepatan dalam berbicara dan bertindak kepada para hamba yang Dia kehendaki. Siapa yang diberikan hikmah itu, berarti dia telah diberikan kebaikan yang banyak; tidak ada yang dapat mengambil pelajaran dengan ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang mempunyai akal sempurna, yang mendapatkan cahaya dan petunjuk dari Allah. Hikmah yang Allah turunkan juga menggambarkan besar ukuran dan tinggi nilainya. Hal ini karena orang tersebut dapat meletakkan segala urusan pada tempatnya, dapat mengukur segala urusan dengan tepat, dan memiliki kemampuan dalam mengurus urusan tersebut. Ini adalah juga kebaikan baginya dan bagi orang di sekelilingnya. Allah memberikan ilmu, pengertian tentang rahasia Al-Qur’an, pemahaman tentang berbagai perkara, terjadinya suatu ucapan dan perbuatan, dan penempatan sesuatu pada tempatnya kepada hambaNya yang dikehendaki. Dan barang siapa diberi hikmah (ilmu yang bermanfaat) maka sungguh dia telah meraih kebaikan dunia akhirat. Tidak ada yang bisa mengambil pelajaran dari hikmah-hikmah Al-Qur’an dan wahyu kecuali orang-orang yang memiliki akal sehat. Seluruh masalah kehidupan manusia tidak akan berjalan baik kecuali dengan hikmah berupa keadilan, yaitu meletakan segala sesuatu pada tempatnya dan menempatkan segala perkara pada posisinya masing-masing, mendahulukan perkara yang harus didahulukan, mengulur perkara yang memang harus diulur. Akan tetapi, masalah yang agung ini tidak akan diingat dan seseorang tidak akan mengetahui derajat pemberian yang besar ini ”kecuali orang-orang yang berakal.” Mereka adalah orang-orang yang memiliki akal sehat dan cita-cita yang sempurna dan mereka itulah yang juga mengetahui yang berguna dan

201 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik melakukannya; mereka juga mengetahui yang mudarat lalu mereka meninggalkannya. Mengarahkan hikmah keilmuan adalah perbuatan mulia dan utama bagi orang yang mendekatkan diri kepada Allah. Perkara inilah yang disebutkan Nabi, “Tidak boleh hasad kecuali dua perkara (pertama) seseorang diberikan oleh Allah berupa harta lalu ia menguasainya dengan menghabiskannya dalam kebenaran, dan (kedua) seseorang yang diberikan oleh Allah al-Hikmah lalu dia mengajarkannya kepada manusia.” Allah memberikan hikmah, yaitu kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama dan sifat bijak berupa kebenaran dalam setiap perkataan dan perbuatan kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak, sebab dengan sifat bijak, urusan dunia dan akhirat menjadi baik dan teratur. Adakah kebaikan yang melebihi hidayah Allah kepada seseorang sehingga dapat memahami hakikat segala sesuatu secara benar dan proporsional dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat, sebab akal sehat yang tercerahkan dengan cahaya ketuhanan dapat mengetahui kebenaran hakiki tanpa dipengaruhi hawa nafsu. Maka sinarilah jiwa dengan cahaya Tuhan bila ingin mendapat kebaikan yang banyak. Dan apa pun infak yang orang berikan berupa harta atau lainnya, sedikit atau banyak, berdasar kewajiban atau anjuran Allah, atau nazar yang dijanjikan, Allah mengetahuinya, sebab Dia maha mengetahui segala apa yang diniatkan. Siapa yang tidak melaksanakan kewajiban infak dan tidak menepati janjinya, yaitu bernazar tetapi tidak melaksanakannya atau tidak memenuhi hak Allah, maka dia termasuk orang yang zalim, dan bagi orang zalim tidak ada seorang penolong pun yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah.

Penutup Seorang hamba yang memperoleh musibah dengan dasar beriman (mukmin) dan bertakwa kepada Allah, mereka akan memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Dengan ini maka masalah apapun yang dihadapinya tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi

202 Menimba Hikmah dan I’tibar berputus asa. Keimanan seseorang yang kuat kepada Allah membuat dia semakin yakin bahwa apapun ketetapan Allah terhadap dirinya akan ia terima dengan ridha Allah SWT. Allah menjadikan setiap musibah tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allah mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya (Lihat Tafsir Ibnu Katsir). •

Daftar Bacaan Tafsir Ibnu Katsir (5/342- cet Dâru Thayyibah). Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh dalam Ighâtsatul Lahfân, hlm. 424— Mawâridul Amân Kitab Al-Fawâ-id, hlm. 121, cet. Muassasatu Ummil Qura. Al-Wâbilush Shayyib, hlm. 67- cet. Dârul Kitâbil Arabi. Majmu Fatawa Ibnu Baz, 9/148-152, Majmu Fatawa wa Maqolaat Mutanawwiah Li Samahah As Syaikh Ibnu Baz, Mawqi Al Ifta. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris Tafsir Universitas Islam Madinah. Ighâtsatul Lahfân, hlm. 421-422—Mawâridul Amân. HR al-Bukhâri (no 7066- cet. Dâru Ibni Katsîr) dan Muslim (no 2675). Lihat kitab Faidhul Qadîr (2/312) dan Tuhfatul Ahwadzi (7/53).

203 SABAR DAN RIDHA SEBAGAI KIAT MENGHADAPI MUSIBAH / Drs. Mahmud Jalal, M. A.

Pendahuluan Musibah adalah suatu keadaan yang tidak disukai oleh semua orang, meskipun bagi orang yang beragama sekalipun yang menyakini hal tersebut terjadi atas izin Allah Yang Maha Kuasa. Kata ‘musibah’ dalam persepsi manusia sering ditafsirkan sebagai sesuatu yang menakutkan, mengerikan yang mendatangkan ketidak bahagiaan dalam kehidupan. Kebahagiaan adalah hal yang didambakan oleh makhluk Allah dalam kehidupannya, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Berbagai cara dilakukan manusia agar kebahagiaan bisa diperoleh meskipun seringkali sulit untuk dicapai. Kegagalan seseorang mendapat kebahagiaan seringkali menimbulkan kekecewaan, khawatir, takut, cemas, dan berkeluh kesah. Semua kondisi mental ini diberikan Allah pada manusia untuk katarsis (istilah yang dipopulerkan oleh Sigmund Freud) yaitu salah satu teknik untuk menyalurkan emosi atau dengan kata lain adalah pelepasan kecemasan, ketegangan, dan lain-lain di dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan stres. Di samping itu, Allah juga memberikan potensi akal sebagai bekal yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan keputusan terbaik yang akan dilakukan. Manusia sebagai makhluk beragama seharusnya meyakini bahwa kondisi apapun yang dialami ditentukan olah Yang Maha Kuasa Allah SWT. termasuk musibah yang dialami. Keyakinan tersebut menjadikan kita sebagai umat yang sabar

204 Menimba Hikmah dan I’tibar dan ridha dalam menghadapi masalah yang dianggap sebagai musibah. Segala sesuatu yang terjadi di alam dunia ini semuanya atas izin Allah SWT., sebagaimana firman-Nya: َ َ َ َ ۡ ُّ ۡ َ َّ ۡ ّٰ َ َ ۡ ُّ ۡ ۡۢ ّٰ َ ۡ َ ۡ َ ماۤ اصاب ِمن م ِصيب ٍة اِل بِاِذ ِ ناللِ ومن يؤ ِمن بِاللِ يه ِد قلبه َ ّٰ ُ ُ ّ َ ۡ َ ۡ ٌ والل بِك ِل ش ٍء علِيم Artinya: “Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan member petunjuk kepada hatinya. Dan Allah maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At-Tagabun: 11).

Tugas manusia adalah berhati-hati (al-ikhtiyath) dalam semua aspek kehidupan. Jika musibah terjadi manusia harus sabar dan ridha terhadap musibah tersebut. Dalam kehidupan manusia di dunia ini hampir dapat dipastikan bahwa manusia tidak dapat terlepas dari musibah. Bahkan, rahmat dan nikmat bisa berubah menjadi musibah jika manusia tidak pandai mensyukuri nikmat tersebut. Lebih dari itu, manusia jika ditimpa musibah harus pandai menerimanya dengan ridha dan sabar. Adapun macam-macam musibah yang disebutkan Al-Qur’an antara lain: َ َ َ َ َ ۡ ُ َ َّ ُ َ ّ َ َۡ ۡ َ ُۡ َ َ ۡ ّ َ ۡ ۡ َ َ ۡ ُ ونلبلونكم بِ ۡشءٖ ِمن ٱلو ِف وٱل ِوع ونق ٖص ِمن ٱلموٰ ِل وٱلنف ِس َ َ َّ َ َ َ َ ّ َّ َ َّ َ َ ٓ َ َ ۡ ُ ُّ َ ٞ َ ُ ٓ ْ َّ َّ َّ ٓ وٱثلمرٰ ِۗت وب ِ ِش ٱلصٰ ِبِين ١٥٥ ِٱلين إِذا أصٰبتهم م ِصيبة قالوا إِنا ِلل ِِإَونا َ ۡ َ ُ َ إِلهِ رٰ ِجعون ١٥٦ Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar; (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata innaa lillaahi wainna ilaihi raajiuun (sesungguihnya kami milik Allah dan kepada Nyalah kami kembali” (QS. al Baqarah: 155-156).

Esensi Sikap Sabar dan Ridha Sebagai mahkluk beragama meyakini bahwa semua anugerah dan musibah yang terjadi adalah kehendak-Nya dan kita mesti tabah dan ridha menjalaninya. Demikian lirik lagu yang diciptakan dan dilantunkan oleh Ebiet G Ade, musisi Indonesia. Untuk itu, perlu kita memahami

205 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik makna dan karakteristik musibah yang terjadi dalam kehidupan untuk dapat menenangkan jiwa kita. Musibah adalah kehendak (masy’ah), ketetapan (qadha’), dan takdir (qadr) Allah. Memahami tiga hal tersebut (kehendak, ketetapan, dan takdir) dapat dilakukan untuk menenangkan jiwa agar ridha terhadap musibah. Sabar dan ridha merupakan dua perilaku serta sikap yang berbeda. Ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima takdir Allah SWT. dan menjadikan ridha sebagai penawarnya. Sebab, di dalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (husnu al-zhann) terhadap sang Khalik bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah dan semakin bermusyahadah kepada Allah. Sedangkan sabar adalah menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah.

1. Sabar dalam Menerima Musibah Kata sabar berasal dari bahasa arab yaitu shabr merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi yang berarti menahan diri dari keluh kesah. Ada juga yang mengatakan as-Shibru dengan mengkasrahkan shad-nya yang berarti obat yang sangat pahit dan tidak enak. Imam Jauhari memahami dengan menahan ُص ُ ٌب kata sabar yang bentuk jamaknya berupa lafaz diri ketika dalam keadaaan sedih atau susah. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa sabar adalah menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginan demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Adapun dalam pandangan Ibnu Qayyim al-Jauzi sabar adalah menahan diri dari rasa gelisah, cemas, dan amarah; menahan lidah dari keluh kesah, menahan tubuh dari kekacauan. Sabar sebagai salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki oleh individu merupakan kata yang sering kali sangat mudah untuk diucapkan, tetapi bukanlah suatu perkara yang mudah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki sifat sabar akan memperoleh keuntungan yang sangat besar yaitu ketenangan, ketentraman dan kelapangan hati dalam kehidupannya. Ada tiga bentuk sabar atau kesabaran dalam Islam, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam menghadapi musibah, dan sabar dalam menjauhi perbuatan maksiat, sebgaimana yang dijelaskan oleh Hadis berikut yang diriwayatkan oleh Abu Dunya dan Abu Syaikh:

206 Menimba Hikmah dan I’tibar

َّ ْ ُ َ َ َ ٌ َ ْ ٌ ْ َ ْ َ ْ َّ َ َ ْ ٌ َ َّ َ َ َ ْ ٌ َ الصب ثالثة : صب ِعند المع ِصي ِة ، وصب ع الطاع ِة ، وصب ع ِن ْ َ ْ َّ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ َّ َ ُ ُّ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ المع ِصي ِة ، فمن صب ع المع ِصي ِة حت يردها ِبس ِن عزائِها كتب ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ً َ َ ْ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ اهلل ل ثالث ِمائ ِة درجة ، ما بي الرج ِة إىل الرج ِة كما بي السم َاء َ ِ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ ُ َ ُّ َ َ َ َ ً إِ ىلاألر ِض ، ومن صب ع الطاعة كت باهلل ل ِست ِمائ ٍة درجة ، َ َ ْ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ما بي الرج ِة إِىل الرج ِة كما ب ِيي !توم األرض إِىل العر ِش ، ومن َ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ ً َ َ ْ َ َّ َ َ َ صب ع ِن المع ِصي ٍةكتب اهلل ل تِسع ِمائ ِة درجة ، ما بي الرج ِة إِىل َّ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ َّ َ ْ الرج ِة كما بي توم األر ِضي إِىل منته العر ِش مرت ِي Artinya: “Sabar itu ada tiga yaitu sabar dalam musibah, sabar dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat. Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik atas apa yang menimpa dirinya (ia ridha atas bala’ yang diberikan-Nya), maka Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiap-tiap derajat jaraknya antara langit dengan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melaksanakan taat, maka Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit dunia dengan Sidratul Muntaha. Dan barang siapa yang bersabar dalam menjauhi maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti ‘Arasy dua kali“ (HR. Abu Dunya dan Abu Syaikh).

1. Sabar dalam menghadapi musibah Orang yang beriman hendaknya bersabar atas segala ujian, cobaan dan musibah yang datang kepadanya. Percaya bahwa Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Ketika mendapatkan cobaan, maka bersabar dan ikhlas dengan apa yang terjadi. Karena sesungguhnya Allah itu bersama dengan orang-orang sabar.

2. Sabar dalam ketaatan Dalam menjalankan ketaatan dan perintah Allah SWT. akan terasa berat sehingga membutuhkan kesabaran yang tinggi. Misalnya, sabar dalam menahan diri dari sifat malas agar tetap istikamah dalam menjalankan kewajiban shalat tepat pada waktunya, menjalankan shalat selalu berjamaah, sabar menjalankan puasa dengan menjaga lisan, hati dan pikiran, sabar dalam menuntut ilmu, dan lain sebagainya.

207 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

3. Sabar dalam menjauhi kemaksiatan Segala sesuatu yang haram dan dilarang Allah SWT hendaknya dijauhi. Segala bentuk maksiat itu menyenangkan, tetapi Allah melarangnya sehingga orang-orang beriman diharuskan untuk menjaga dan menahan diri dari segala bentuk maksiat dan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Berikut ini ada beberapa ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan sabar, di antaranya yaitu: َ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ْ ۡ َ ُ ْ َّ ۡ َ َّ َ ٰ َّ َّ َ َ َ ٰٓيأيها ِٱلين ءامنوا ٱستعِينوا بِٱلصبِ وٱلصلوةِۚ إِ نٱلل مع َّ َ ٱلصٰ ِبِين Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar“ (QS. Al-Baqarah: 153). َ َّ َ ُ َ َّ َّ ٰ ُ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ إِنما يوف ٱلص ِبون أجرهم بِغريِ ِحس ٍاب Artinya: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10).

Adapun Hadis-hadis tentang sabar di antaranya sebagai berikut: ُ َ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ْ ُ َ ِّ ْ ُ ُ َ َ ْ َ َ ٌ َ َ ً َ ْ ً َ ْ َ َ َ َّ ْ ومن يتصب يصبه اهلل وما أع ِطي أحد عطاء خريا وأوسع ِمن الص ِب Artinya: “Barangsiapa yang sabar akan disabarkan Allah, dan tidak ada pemberian Allah yang paling luas dan lebih baik daripada kesabaran” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, at-Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Malik dan Ad-Darimi). َ َ ً َ ْ ْ ُ ْ َّ َ ْ ُ ُ َّ ُ ُ َ ْ ٌ َ ْ َ َ َ َ َّ عج اب ألمر المؤ ِمن إن أم َره لكه ل خري َوليس ذلِ كألح ٍد إل ِ ِ ِ َ ْ ُ ْ ْ َ َ ْ ُ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ ً َُ َ ْ َ َ ْ ُ لِلمؤ ِم ِن إِن أصابته ساء شكر فاكنت خريا ل وإِن أصابته َ َ َ َ َ َ َّض ُاء َص َ َب فاكن ْت خ ًريا ُل Artinya: “Sangat menakjubkan semua urusan orang yang beriman, sesungguhnya segala urusannya itu sangat baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila ia mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka yang demikian itu sangat baik dan apabila ia tertimpa kesusahan ia sabar, maka yang demikian itu sangat baik baginya” (HR. Muslim).

208 Menimba Hikmah dan I’tibar

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Subandi berjudul “Developing Psychological Concept Of ‘Sabar’ (Patient) Or ‘Kesabaran’ (Patience)” yang dimuat dalam Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menemukan lima kategori yang tercakup dalam konsep sabar dari perspektif berbagai agama yaitu: 1) Pengendalian diri: menahan emosi dan keinginan, berpikir panjang, memaafkan kesalahan, toleransi terhadap penundaan. Tema ini sangat sesuai dengan konsep yang sudah cukup mapan dalam psikologi Barat, yaitu kontrol diri (self control). Hal ini sesuai dengan definisi kesabaran yang dikemukakan oleh Agte & Chiplonkar. 2) Ketabahan: bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. 3) Kegigihan: ulet, bekerja keras untuk mencapai tujuan dan mencari pemecahan masalah. 4) Menerima kenyataan pahit dengan ihlas dan bersyukur. 5) Sikap tenang, tidak terburu-buru. Konsep psikologis yang dekat dengan kategori ini adalah konsep kematangan emosi (emotional maturity) maupun kematangan pribadi. Dari perspektif berbagai agama tersebut dapat disimpulkan bahwa sabar mempunyai berbagai macam makna, yaitu pengendalian diri, menerima usaha untuk mengatasi masalah, tahan menderita, merasakan kepahitan hidup tanpa berkeluh kesah, kegigihan, bekerja keras, gigih, dan ulet untuk mencapai suatu tujuan. “...patience is definedas calmness, self-control, and willingness or ability to tolerate delay” (... kesabaran didefinisikan sebagai ketenangan, kontrol diri, dan kemauan atau kemampuan untuk mentolerir keterlambatan).

4. Ridha dalam Menerima Musibah Kata “ridha” berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata radhiya yang berarti senang, suka, dan rela. Ridha merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan ( َ ) bahwa Allah SWT. ridha terhadap kebaikan hamba-Nya. Ridha ِرض menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Ridha/rela dapat diartikan sebagai nuansa hati dalam merespon semua pemberian-Nya yang setiap saat selalu dirasakan. Ridha juga adalah menerima dengan senang segala apa yang diberikan oleh Allah SWT baik berupa aturan atau qada atau sesuatu ketentuan dari Allah SWT. Jadi, ridha adalah

209 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik perilaku terpuji menerima dengan senang apa yang telah diberikan Allah berupa ketentuan yang diberikan kepada hamba-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT. berfirman: َ َ َّ ُ ْ ٓ َ َّ ُ َ ُ ْ َّ ۡ َول ۡو أن ُه ۡم َرضوا َما َءاتى ٰ ُه ُم ُٱلل َو َر ُس ُولۥ َوقالوا َح ۡسبُ َنا ُٱلل َس ُيؤت ِ َينا َّ ُ َ ۡ َ َ ُ ُ ُ ٓ َّ ٓ َ َّ َ ُ َ ٱلل ِمن فضلِهِۦ ورسولۥ إِنا إِل ٱللِ رٰ ِغبون Artinya: ”Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan RasulNya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah” (QS. At-Taubah: 59).

Diriwayatkan dalam suatu kisah dimana Abu Darda’ pernah melayat keluarga yang ditimpa musibah karena seorang anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah SWT. Abu Darda’ berkata kepada mereka, “Engkau benar, sesungguhnya Allah SWT apabila memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika takdirnya itu diterima dengan rela atau ridha”. Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang- orang yang senantiasa ridha kepada Allah SWT. dalam situasi apapun termasuk musibah.

Mengapa Sabar dan Ridha Digunakan untuk Menghadapi Musibah? Dengan keyakinan bahwa Allah SWT. akan memberikan balasan kebaikan berupa ketenangan dan ketabahan jiwa jika kita sabar dan ridha menerima serta menjalani musibah yang datang. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: َ َ َ َ ۡ ُّ ۡ َ َّ ۡ ّٰ َ َ ۡ ُّ ۡ ۡۢ ّٰ َ ۡ َ ۡ َ ُ ماۤ اصاب ِمن م ِصيب ٍة اِل بِاِذ ِ ناللِ ومن يؤ ِمن بِاللِ يه ِد قلبه َ ّٰ ُ ُ ّ َ ۡ َ ۡ ٌ والل بِك ِل ش ٍء علِيم Artinya: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At-Taghâbun: 11).

210 Menimba Hikmah dan I’tibar

Ibnul Qayyim rahimahullâh mengemukakan, “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah Ta’ala senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Sebab, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Kebahagiaan yang Allah ciptakan bagi umat-Nya agar bersyukur, mau berbagi, tunduk bersimpuh di hadapan Allah SWT agar tidak arogan atau menyombongkan diri. Sabar dan ridha sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah sikap dan perilaku yang membentuk individu menjadi manusia yang tangguh. Allah SWT. berfirman: ۡ َ ُ ُ َ َ َ ۡ َ ۡ َّ َّ َ َ َ َ إِذ يقول لِصٰ ِحبِهِۦ ل تزن إِ نٱلل معناۖ Artinya: “… di waktu dia (Muhammad) berkata kepada temannya (Abu Bakar): ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS. At-Taubah: 40).

Kita harus yakin bahwa jika kita sabar dan ridha atas musibah yang datang dari Allah akan memberikan kenikmatan, keberkahan, kelezatan, kesenangan, dan kebaikan yang berlipat-lipat. Bahkan, musibah yang menimpa dapat menghapuskan dosa-dosa dan akan menyucikan jiwa. Allah janjikan orang-orang yang sabar akan mendapatkan salawat, rahmat, dan hidayah. Orang yang tertimpa kesusahan, terbentur, berdarah, luka, asal sabar akan ditinggikan derajatnya dan dihapuskan kesalahannya. Ini merupakan karunia dari Allah yang diberikan kepada orang-orang yang tertimpa musibah. Imam Ibnul Qayyim menyatakan, “Kalau tidak karena cobaan dan musibah dunia, niscaya manusia terkena penyakit ujub, bangga, sombong, dan kekerasan hati. Padahal, sifat-sifat ini merupakan kehancuran baginya di dunia maupun di akhirat”. Dengan merenungi hikmah dari musibah, seorang mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Ta’ala. Dan yakinlah bahwa musibah itu merupakan ketetapan dari Allah SWT., seperti yang

211 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dijelaskan-Nya dalam Al-Qur’an. ُ ْ َّ ُّ َ َّ َ َ َ ّٰ َ َ ُ َ ٰ َ َ َ ّٰ قل ل ۡن ي ِصۡيَبـناۤ اِل ما كت َ ب ُالل لـنا ه َو م ۡولٮناۚ َو عاللِ َ ۡ َ َ َ َّ ۡ ُ ۡ ُ ۡ َ فليتو ِك المؤ ِمنون Artinya: “Katakanlah (Muhammad) tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman” (QS. At Taubah: 51). •

Daftar Bacaan Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Al Jauziah, I.Q. 2010. Indahnya Sabar: Bekal Sabar Agar Tidak Pernah Habis. Penerjemah: A.M. Halim. Jakarta: maghfirah Pustaka. Akano, A. 2003. The Spirituality of the Superior: Asian Wisdom. Cistercian Studies Quarterly. Asma, U. 2010. Dahsyatnya Kekuatan Sabar. Jakarta: Belanoor. Bussing, A., Ostermann, T., & Matthiessen. 2007. “Distinct Expressions of Vital Spirituality”, Journal of Religion and Health. Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah di dalam kitabnya, ‘Uddatus Shobirin wa Dzakhiratus Syakirin (Bekal Orang-orang Sabar dan Perbendaharaan Orang-orang yang Bersyukur). Subandi. 2011. “Sabar: Sebuah Konsep Psikologi”, Jurnal Psikologi Volume 38, No. 2, Desember 2011. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Fariq bin Gasim Anuz, Hikmah di Balik Musibah: Pesan-pesan untuk Orang yang Tertimpa Musibah dan Dirundung Duka.

212 Bagian IV JIHAD KEMANUSIAAN MELAWAN PANDEMI COVID-19

REVOLUSI COVID-19 / Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, M. A.

Mengamini uraian Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Haedar Nasir, dalam artikelnya yang menghentak “Runtuhnya Hegemoni” di harian Republika tak berlebihan untuk menggaris bawahi bahwa sebuah perubahan radikal (revolusi) kehidupan memang sudah dimulai dan masih berlanjut, dan Covid-19 pemicunya. Tanpa dikehendaki oleh siapapun dari penghuni planet ini Covid-19 bergerak cepat tidak sekadar membunuh begitu banyak orang di mana-mana tak perduli latar belakang bangsa, etnis, ideologi, agama, dan status sosial apapun. Siapapun bisa menjadi sasaran atau mangsanya. Efek keruntuhannya pun begitu cepat dan sistemik terjadi dan terasa di bidang ekonomi. Kecongkakan kapitalisme, neoliberalisme yang selama ini dilindungi oleh kuasa politik sekuler dan diikuti oleh banyak negara mulai lunglai tak berdaya menghadapi realitas ini. Jaringan globalnya runtuh. Teori-teori ekonomi manapun bahkan yang dianggap digdaya dengan kemampuan eksploitatifnya, terkoreksi total membuktikan secara kasat mata kegagalannya. Mesin mesin politik dan institusi global sebagai penggerak kapitalisme dan neoliberalisme terhenti kropos. Melemahnya dan ketakberdayaan ekonomi benar-benar terjadi dan telah menimbulkan banyak korban dan efek sosial, keamanan dan hukum yang serius. Dalam bahasa Islam sebagaimana yang telah dinyatakan dalam Al- Qur’an ini memang musibah dan cobaan besar yang terjadi atas Kuasa Allah. Logika kuasa atau takdir Allah dengan berbagai implikasinya ini tak akan mampu dimengerti oleh para penganut agnostisme, ateisme,

215 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik sekularisme, materialisme dan juga neo-paganisme. Bahkan saintisme pun, yang selama ini merasa bahwa sains adalah cara pandang dunia yang “paling otoritatif dan berharga” hingga menyingkirkan cara pandang lainnya termasuk agama, sedang menghadapi gugatan yang luar biasa. Semua dihantui dan dikejar-kejar oleh “kecemasan, ketakutan dan kematian.” Tak sedikit juga yang berputus asa, apatis, bahkan atas nama kesucian agama. Kehidupan terasa menjadi mati sebelum benar- benar tergilir mati direnggut oleh Covid-19.

Teologi Baru Kehidupan Serangan Covid-19 seakan mengingatkan dan menyadarkan kepada semua penghuni bumi bahwa cara pandang atau filsafat kehidupan yang berlandaskan kepada humanisme sekuler runtuh. Kedigdayaan dan keangkuhan manusia melalui kuasa politik dan Saintisme jelas sekali ternyata tak mampu menghadapi goncangan ini. Filsafat kehidupan yang menempatkan manusia sebagai faktor determinan dan sentral pandangan kosmologis telah terbukti tidak mampu menjelaskan takdir Allah. Pandangan serba Antroposentris dan menempatkan Antroposentrisme sebagai puncak kesadaran dan pengabdian manusia juga telah nyata gagal. Filosofi ini tidak memiliki perangkat logika dan pengetahuan yang cukup dan memadai untuk membuktikan kefasihannya menjelaskan Covid-19 dengan berbagai implikasinya, apalagi memberikan jalan keluar menghadapinya dengan baik. Tiba waktunya sebuah filosofi atau teologi baru bagi kehidupan perlu dibangun. Teologi ini tidak sekadar mengoreksi kegagalan humanisme sekuler dan antroposentrisme, tetapi sekaligus menawarkan paradigma baru dan alternatif pandangan kosmologi yang lebih tepat dan kokoh. Pandangan ini menegaskan adanya kekuatan paling superior dan menentukan sepanjang masa, yaitu Tuhan. Tuhanlah Sang Pencipta, Penguasa, dan Penentu terhadap segala sesuatu, tak ada bandingan dan duanya. Pandangan Ilahiah yang menegaskan keharusan meyakini adanya Tuhan yang mengatur dan menentukan segala sesuatu dengan semua implikasinya haruslah diperkuat. Akan tetapi dalam waktu yang bersamaan orientasi humanisme sekuler dan agnostik didekonstruksi menjadi humanisme relijius (theistic humanism). Orientasi Insaniyah haruslah disandingkan dengan Orientasi Ilahiyah di

216 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 atas. Jadi, paradigma yang harus dibangun adalah Teo-Antroposentris. Bahkan pandangan ini perlu dikembangkan dan ditransformasikan lebih lanjut ke arah kosmologi yang Teistik (Theo-Cosmology) untuk menterjemahkan “Rahmatan lil Alamin” sebagaimana yang disebut- sebut dalam Al-Qur’an saat Allah menegaskan missi Rasul Muhammad.

Spirit Hidup dan Menghidupkan Mendekonstruksi atau merevolusi humanisme sekuler dan agnostik, antropo-sentrisme menjadi theistic humanism, theo-antroposentrisme, dan bahkan theo-cosmosentrism dengan berorientasi kepada Rahmatan lil alamin, akan melahirkan sebuah energi yang kuat mendorong spirit untuk hidup dan menghidupkan. Etos dan energi inilah yang, sejalan dengan pandangan teologi di atas, akan menegaskan bahwa musibah serangan Covid-19 harus dihadapi dan diselesaikan dengan menggunakan dua pendekatan yang saling melengkapi dan terkoneksi yang dalam bahasa agama disebut dengan takdir dan ikhtiyar. Dengan pendekatan dan pemahaman tentang takdir, maka Covid-19 haruslah diyakini sebagai musibah yang akan menimpa kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Sebagai orang yang beragama, harus yakin “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun,” dan “innallaha ala kulli syain qadiir,” Allahlah yang menentukan segala sesuatu. Sabar, tawakal, meningkatkan ketakwaan dan kesalehan, meningkatkan kualitas ibadah dan doa adalah di antara cara yang perlu ditempuh. Etos yang diitumbuhkan adalah penguatan akidah, peningkatan kualitas Ibadah dan pengokohan akhlak serta perkuat kepribadian. Dengan ini semua, maka orang tidak akan terpuruk, putus asa, apatis, dan pesimis. Ruh, jiwa, nurani, akal dan pandangannya tetap kokoh, sehat dan tetap menjangkau ke depan. Dengan cara pandang ini juga maka orang beragama berkeyakinan akan tetap survive atas kehendak Allah dan meyakini bahwa Covid-19 tak akan mematikan rohnya, jiwanya, nuraninya, akal, dan pandangannya. Sikap keagamaan di atas dilengkapi dengan keyakinannya bahwa atas kekuasaan Allah, manusia diberi hati dan akal yang dengan keduanya manusia mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk berikhtiar atau berusaha dan beijtihad untuk membangun kemaslahatan bersama (maslahah ammah). Berbeda secara diametral dengan saintisme sekuler-agnostik, muktazilah dan bahkan juga Jabbariyah, penganut

217 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Ikhtiyar ini meyakini bahwa Allah telah anugerahkan hati dan akal. Hati dan akal ini memproduksi dan mengembangkan hikmah (wisdom, irfan), ilmu pengetahuan (sains dan knowledge) dan teknologi. Hikmah dan ilmu pengetahuan teknologi ini dimanfaatkan antara lain untuk menciptakan kemaslahatan dan melindungi semua orang dari berbagai masalah termasuk Covid-19 (Hifzh Diin, Hifzh Nafs, Hifzh Aql, Hifzh Mal, Hifzh Nasl). Oleh karena itu, Ikhtiyar dengan menggunakan seluruh potensi dan kekuatan irfani, burhani, dan bayani adalah langkah yang harus dilakukan oleh setiap orang beragama menghadapi Covid-19. Spiritnya, menghidupkan orang lain baik secara ruhani maupun jasmani. Inilah ijtihad dan jihad progresif atau berkemajuan yang mengedepankan landasan atau basis teologis yang kuat sebagai paradigma baru menggantikan humanisme sekuler, antroposentrisme, saintisme sekuler-agnostik, muktazilah dan Jabbariyah. Inilah juga jalan atau tarekat dan manhaj yang cocok untuk kita, Indonesia. •

218 BIOSOSIOKULTURAL BENCANA SARS-CoV-2 DAN MUSIBAH PANDEMI COVID-19 / Dr. M. Farid Hamzens, M. Si.

Pendahuluan Pandemi adalah satu terminologi dalam epidemologi yang harus dipadankan dengan epidemi dan endemi. Endemi ialah keadaan atau kejadian penyakit yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu pada satu populasi atau daerah tertentu. Epidemi adalah kejadian penyakit pada satu populasi atau daerah tertentu dengan angka kejadian kasus melebihi batas normal atau yang biasa. Pandemi adalah epidemi pada daerah yang sangat luas, bahkan mencakup beberapa daerah atau negara dengan cakupan populasi yang banyak (Ahrens, Wolfgang, 2014). Penyakit Corona Virus Disease 2019 disingkat jadi Covid-19 disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Sindrome Corona Virus-2 (SARS-CoV-2) dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO pada 11 Maret 2020 karena kasus kejadian sudah bersifat global. Pada 26 April 2020 sebaran penyakit Covid-19 telah menjangkiti lebih kurang di 185 negara dengan jumlah kasus 2.887.294 dan angka kematian 202.270 orang (John Hopskin University Corona Virus Research Center, 2020). Kejadian ini masih berlangsung dengan perkiraan cakupan wilayah akan makin meluas dan kasus kejadian serta angka kematian makin meningkat. Hal ini karena Covid-19 (SARS-CoV-2) memiliki kecepatan penularan yang sangat tinggi dibandingkan dengan SARS dan MERS yaitu mencapai 48 hari untuk 1.000 orang pertama (Reuters, Februari,

219 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

2020). Dengan menggunakan susceptible infected recovered (SIR) model Singapore University Technology and Design (SUTD) memprediksi bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir di dunia pada 8 Desember 2020, dan untuk Indonesia akan berakhir 100% pada 6 September 2020. Seperti terlihat pada grafik di bawah ini.

Namun hemat penulis prediksi tersebut adalah perkiraan tercepat karena peluang biasnya sangat terbuka lebar. Sepanjang data yang digunakan untuk prediksi ini hanya data yang terkonfirmasi saja, dan PCR masih sangat terbatas, maka akurasi proyeksi akan sulit untuk didapat, apalagi sampai menyebutkan tanggal. Banyak orang tanpa gejala (asimptomatik) yang belum terkonfirmasi dan variabel ini sangat menggangu hasil prediksi. Oleh karena itu berakhirnya pandemi Covid-19 bisa lebih lama dari prediksi yang dikeluarkan oleh SUTD tersebut. Penyakit Covid-19 (SARS-CoV-2) bukanlah pendemi pertama yang dialami oleh penduduk dunia, melainkan sudah pernah terjadi sejak tahun 541 masehi di Konstatinopel (Istanbul sekarang) yaitu, pandemi plague of Justinian, yang disebabkan oleh bakteri Yestenia pestis yang menempel pada tikus dan menyebar sampai ke Eropa, Afrika, dan Semenanjung Arab sehingga menyebabkan kematian lebih dari 20 juta penduduk dunia waktu itu. Kemudian tahun 1347 masehi the black death, di mana wabah yang sama dengan sebelumnya kembali melanda Eropa dan menyebabkan kematian lebih dari 100 juta penduduk. Selain itu cacar juga pernah menjadi pandemi di Eropa, Asia, dan negara- negara Arab. Kejadian ini telah menjadikan Ibnu Sina makin terkenal

220 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 dalam dunia kedokteran setelah beliau menemukan sumber penularan melalui udara. Pada awal abad ke-19 terjadi pandemi kolera di Inggris yang mematikan puluhan ribu penduduk. Kejadian ini mencuatkan nama John Snow sebagai bapak epidemiologi setelah menemukan penyebabnya dari sumber air minum Broad Street. Kemudian pada abad ke 20 yang paling terkenal Flu Spanyol (1918) dengan kasus mencapai 500 juta orang penduduk dunia dan meninggal 500 ribu orang. Kemudian diikuti oleh Flu Asia dan HIV/AIDS di paruh akhir abad ke 20. Di awal abad ke 21 terjadi pandemi Flu Babi (2009) yang disebabkan oleh virus H1N1dengan angka kematian mencapai 575,400 orang dari penduduk dunia. Berturut setelah itu Ebola di Afrika Barat (2014) yang menimbulkan korban meninggal 11.325 orang. Zika pada 2015 sampai sekarang banyak berjangkit di Amerika Selatan dan Amerika Tengah dengan penularan melalui nyamuk Aides. Pada Desember 2019 ditemukan sejumlah kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya dengan gejala utama demam, rasa letih, batuk, dan kesulitan bernapas di Wuhan, Cina. Patogen penyakitnya secara cepat diidentifikasi oleh pemerintah China sebagai virus corona baru, yang kemudian dikonfirmasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kasus pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus ini oleh WHO disebut pneumonia Corona Virus baru dengan nama Covid-19 sebagai mutasi dari novel Coronavirus (β genus) atau 2019-nCoV. Sementara Komite International Taksonomi Virus (ICTV) memberikan nama SARS-CoV-2. Pada 10 Januari 2020, sekuensing genom atas sampel pertama 2019-nCoV selesai dilakukan, dan urutan genom virus dari lima sampel berikutnya diumumkan setelah itu. Penularan virus ini terjadi melalui lebih dari satu cara dan sangat cepat. (Whang Zou -Ed, 2020). Percepatan penularan virus SARS-Cov-2 sehingga menjadi penyakit Covid-19 mencapai 48 hari untuk 1,000 orang pertama. Ini jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan SARS kira-kira 150 hari dan MERS sekitar 900 hari untuk 1,000 orang pertama (Reuters, Februari 2020). Faktor kecepatan penularan ini menjadi salah satu penyebab kenapa penyakit Covid-19 yang disebabkan virus SARS- Cov-2 menjadi epidemi. Pada saat tulisan ini dibuat kejadian kasus penyakit Covid-19 (SARS-CoV-2) dengan merujuk kepada Coronavirus Research Center,

221 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Johns Hopkins University & Medicine telah mencapai 185 negara dengan total kasus terkonfirmasi positif 2.887.294 orang dengan angka kematian 202.270 orang. Berikut rincian 10 negara dengan temuan kasus paling tinggi pada tabel di bawah ini.

Tingkat Rank Negara Total Kasus Kematian Fatalitas (%) - Dunia 2.887.294 202.270 7,05 Amerika Serikat 1 933.933 53.449 5,72 (USA) 2 Spanyol 223.759 22.902 10,24 3 Italia 195.351 26.384 13,51 4 Prancis 159.957 22.614 14,14 5 Jerman 156.418 5.846 3,74 6 Inggris (UK) 149.559 20.319 13,57 7 Turki 107.773 2.706 2,51 8 Iran 89.328 5.650 6,33 9 Cina 83.901 4.636 5,53 10 Rusia 74.588 681 0,91 37 Indonesia 8.607 720 8,37 Sumber: Coronavirus Research Center, Johns Hopkins University & Medicine per April 26th, 2020 - 5:31 AM (https://coronavirus.jhu.edu/map.html)

Virus Corona adalah kelompok virus yang bisa menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia yang pada dasarnya sudah ada sejak tahun 1930-an . Diberi nama Corona—bahasa latin yang berarti mahkota-- karena virus ini berbentuk seperti mahkota. Jenis virus corona yang menginfeksi manusia sangat bervariasi, namun paling tidak saat ini ada 7 jenis virus corona yang sangat dikenal dapat menginfeksi manusia, yaitu: • Human coronavirus yang terdiri dari 229E (alpha coronavirus), NL63 (alpha coronavirus), OC43 (betha coronavirus), dan HKU1 (betha coronavirus) • MERS-CoV yang menyebabkan penyakit MERS (Middle East Respiratory Syndrome) • SARS-CoV yang menyebabkan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) • SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 (Corona Virus Disease-19)

222 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Jenis-jenis virus ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pernapasan seperti gejala batuk, pilek, hingga masalah yang lebih serius. Di antara jenis-jenis virus Corona tersebut satu sama lain mempunyai kemiripan dalam morfologi dan struktur kimia yang umumnya ditemukan dalam spesies mamalia. Virus SARS-CoV-2 pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Cina terdapat pada binatang kelelawar dan hanya ditemukan pada kelelawar. Jalur penularan ke manusia diduga melalui ular dan trenggiling sebagai kandidat kuat inang perantara pada sisik hewan mamalia itu. Virus Corona dari kelelawar mengalami rekombinasi dengan virus corona dari trenggiling yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia. Hasil penelitian Kristian Andersen (Nature Medicine, Vol. 26, April 2020) menyebutkan bahwa virus SARS-CoV-2 merupakan produk evolusi alami, di mana analisis data sequence genome SARS-CoV-2 dari orang yang terinfeksi tidak menemukan bukti bahwa virus itu dibuat di laboratorium atau direkayasa, melainkan berasal dari proses alami. Dalam bahasa agama virus SARS-CoV-2 tercipta secara alamiah atas kekuasaan dan kehendak Allah SWT. Karena kehadirannya dapat membahayakan diri manusia, maka virus SARS-CoV-2 dapat dikatan bencana yang berpotensi menimbulkan musibah bagi manusia berupa penyakit Covid-19. Memahami dan menganalisis penyakit dan pandemi Covid-19 dari perspektif biologi semata, akan membatasi pemahaman tentang penyebab muncul dan berkembangnya penyakit dan pandemi. Proses sosial perlu diperhatikan sebagai realitas yang tidak bisa dipisahkan dengan kejadian penyakit Covid-19. Karena itu upaya memahami penyakit Covid-19 yang sering menekankan pada proses biologi harus dilengkapi dengan perspektif antropologi yang bersifat holistik dalam memahami dan menganalisis etiologi serta penanggulangan masalah penyakit. Oleh karena itu tulisan ini menggunakan pendekatan konsep biososial yang memusatkan perhatian pada manusia baik sebagai subjek maupun sebagai objek dari penyakit. Penyakit ada dalam tubuh manusia (manusia sebagai objek penyakit) dan manusia itu pula yang menghasilkan penyakit (manusia sebagai subjek). Manusia tidak hanya dipandang sebagai objek dari penyakit, tapi juga sekaligus sebagai subjek (Hamzens, M.F., 2013)

223 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Memahami dan menjelaskan penyakit Covid-19 sebagai sebuah realitas harus dilakukan secara terintegrasi dari dua dimensi, yaitu (1) dimensi sosial dan tindakan (perilaku) manusia berdasarkan pengetahuan mereka dan (2) dimensi fisik (organik) atau proses biologi dari penyakit Covid-19. Dimensi pertama berupa pengetahuan-pengetahuan yang memicu terjadinya dimensi kedua dan kemudian tercipta penyakit Covid-19 dan penyebarannya. Tindakan manusia tidak terlepas dari relasi antara pengetahuan manusia dengan tindakan sosial itu sendiri yang bersifat reflektif dan reproduktif (Bourdieu, 1977).Teori Foucault tentang relasi kekuasaan-pengetahuan menyatakan bahwa “pengetahuan” dan “kekuasaan” saling terkait (Foucault, 1980). Kekuasaan menurut Foucault bukanlah otoritas berupa state of the art pada satu orde sebagaimana pemikiran Max Weber dan Talcott Parsons.Juga bukan kekuasaan dalam teori Marxis yang memandang kekuasaan sebagai otoritas yang terpusat di tangan kaum (kelas) kapitalis. Oleh karena itu di sini kekuasaan bukanlah sebuah institusi, sebuah struktur, superstruktur, atau bahkan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Melainkan kekuasaan ada di mana-mana, karena kekuasaan merupakan sebuah dimensi dari relasi kekuasaan- pengetahuan yang memproduksi realitas (dalam hal ini termasuk realitas pandemi Covdid-19), memproduksi lingkup-lingkup objek, dan ritus-ritus kebenaran (Foucault, 1980). Manusia harus dipandang sebagai makhluk berpikir dan mampu berbuat untuk menghasilkan, menginovasi, dan bahkan memanipulasi (Foucault, 1980). Dalam berbagai dimensi kehidupan manusia tidak hanya dilihat sebagai objek, tetapi manusia dengan kekuasaan- pengetahuan yang mengalir padanya juga bertindak sebagai subjek. Penyakit Covid-19 diproduksi oleh manusia dengan kekuasaan- pengetahuan yang diwujudkan dalam tindakan sosial masyarakat. Manusia merupakan subjek dari penyakit Covid-19, tetapi di sisi lain penyakit itu ada dalam tubuh manusia dan manusia juga menjadi objek dari penyakit1 Covid-19.

1 Penyakit adalah bentuk gangguan kehidupan manusia, termasuk gangguan fisiologis organ tubuh manusia (Delaporte, 1986; Bustan, 2006; Lapau, 2009). Penyakit Covid-19 adalah gangguan fisiologis pada saluran pernapasan yang sebabkan oleh virus SARS-CoV-2 sebagai hasil dari proses sosial dan tindakan manusia.

224 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Penyakit Covid-19 sebagaimana juga penyakit-penyakit lain harus dilihat sebagai konstruksi sosial dan tindakan manusia (White, 2011). Jika dilihat dari aspek proses terjadinya penyakit, maka penyakit Covid-19 merupakan produk sosial. Penyakit bukan produk biologi semata, melainkan hasil dari proses yang saling terkait antara proses biologi dengan proses sosial seperti interaksi sosial manusia. Proses biologi terjadinya penyakit Covid-19 pada dasarnya adalah interaksi antara virus SARS-CoV-2 dengan lingkungan, termasuk manusia sebagai bagian dari lingkungan. Tindakan-tindakan sosial manusia merupakan peristiwa sosial yang bersifat publik sebagai bentuk tindakan-tindakan kultural masyarakat (Geertz, 1973) adalah instrumen perantara dalam proses interaksi tersebut.2 Tindakan-tindakan sosial manusia merupakan bentuk penyelenggaraan kekuasaan pengetahuan (Foucault, 2007) yang berfungsi sebagai instrumen dari proses interaksi antara virus SARS-CoV-2 dengan lingkungan, termasuk manusia itu sendiri. Proses terjadinya penyakit Covid-19 tidak mutlak merupakan proses biologi semata, melainkan suatu proses yang terbentuk melalui interaksi sosial dan perilaku manusia. Konsep analisa etiologi penyakit Covid-19 secara visual bisa digambarkan seperti berikut.

2 Kebudayaan memediasi antara tindakan manusia dengan lingkungan (Sahlins, 1976).

225 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Berangkat dari kerangka analisa etiologi bahwa penyakit Covid-19 adalah produk sosial dan biologi selanjutnya akan kita kaji bagaimana pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 dalam perspektif Al-Qur’an.

Bencana Virus SARS-CoV-2 dan Musibah Covid-19 dalam Perspektif Al-Qur’an Dalam perspektif Islam setiap kejadian di dunia ini tidak bisa lepas dari kekuasaan Allah SWT. Apapun yang terjadi di dunia ini semua atas izin dan kehendak Allah SWT. (QS. Al-Baqarah:253; Yasin: 82). Namun dalam ayat lain dijelaskan bahwa kejadian-kejadian yang baik atau membawa kebaikan kepada manusia murni datang dari Allah SWT, sementara kejadian yang memberikan efek buruk bahkan menyengsarakan manusia tidak murni dari Allah, tapi didahului oleh campur tangan manusia. (QS. An-Nisa/4:79, QS. Asy-Syu’ara/42: 30). Imam Baidawi, dalam kitab tafsir Anwar at-Tanzil wa Asror at- Ta’wil atau biasa dikenal Tafsir Al-Baidawi mengatakan bahwa semua kemalangan yang dibenci dan menimpa umat manusia dapat dikatakan sebagai musibah. Sementara Imam Mustafa al-Maraghi menulis dalam kitab Tafsir al-Maraghi bahwa semua peristiwa yang menyedihkan, seperti meninggalnya seseorang yang dikasihi, kehilangan harta benda, atau penyakit yang menimpa, baik itu bersifat ringan maupun berat disebut sebagai musibah. Musibah sebagaimana yang didefinisikan oleh oleh iman Baidawi dan imam Mustafa Al-Maraghi tidak terjadi tiba-tiba, tetapi dihului oleh satu peristiwa yang disebut dengan bencana. Bencana adalah kejadian yang tidak bisa ketahui oleh manusia kapan datangnya, dari mana munculnya, hanya Allah SWT yang maha mengetahuinya. Tidak ada sutu bencana pun yang terjadi di bumi, termasuk yang menimpa manusia secara langsung, melainkan sudah tertulis dalam kitab (Lauh al- Mahfuzh) sebelumnya. (QS. Al-Hadid/57:22). Setiap yang datang dari Allah SWT. itu adalah kebaikan, maka bencana yang sudah ditentukan dan datang dari Allah SWT memiliki kebaikan (hikmah), namun bencana akan menjadi musibah akibat kesalahan manusia dalam merespons bencana. Jika bencana yang didatangkan oleh Allah SWT. itu mengakibatkan keburukan yang menyengsarakan manusia berupa kejadian menyedihkan, seperti

226 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 meninggalnya seseorang yang dikasihi, kehilangan harta benda, atau penyakit yang menimpa, baik itu bersifat ringan maupun berat disebut sebagai musibah. Bencana hanyalah potensi yang diturunkan oleh Allah SWT. yang bisa menjadi kebaikan (hikmah) atau juga akan menjadi musibah, tergantung kepada tindakan manusia dalam meresponi bencana. Al-Qur’an menjelaskan bahwa musibah terjadi, pertama, akibat perbuatan manusia itu sendiri (QS. Ali ‘Imran:165; An-Nisa:62; Ar-Rum: 36; dan Asy-Syura: 30). Kedua, akibat dosa manusia (QS. Al-Maidah: 49). Virus adalah makhluk ciptaan Allah SWT. yang tumbuh dan berkembang secara biologis alamiah berdasarkan karakternya masing- masing. Virus merupakan organisme mikroskopik (super kecil) yang cenderung bersifat parasit dan ada di mana-mana serta menyebar di seluruh penjuru dunia. Virus tidak bisa memperbanyak diri (bereplikasi) sendiri, kecuali berada pada organisme lain sebagai tumpangan (inang). Oleh karena itulah virus dikategorikan sebagai organisme yang bersifat parasit atau merugikan. Biasanya, virus akan menempel di suatu sel dari organisme lain yang akan diambil alih sebagai media mengembangbiakkan diri sampai akhirnya sel tempat menumpang itu mati. Dengan kata lain virus mengubah sel normal dalam tubuh menjadi sel yang berbahaya untuk kesehatan. Struktur virus lebih sederhana dari mikroorganisme bersel satu lainnya, karena virus tidak memiliki inti sel, sitoplasma, ataupun membran sel, melainkan hanya berupa partikel atau molekul yang sering disebut virion. Oleh karena itu ada yang beranggapan bahwa virus bukan makhluk hidup, tapi kristal atau partikel yang bersifat mineral. Ada tiga bagian pokok dari virus yaitu: 1) kaspid, lapisan pembungkus berupa protein, 2) bagian kepala virus berupa materi genetik (DNA atau RNA) atau asam nukleat, 3) bagian ekor yang berfungsi untuk menempelkan diri dan sekaligus memasukkan materi genetiknya ke dalam sel inang. Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa virus adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang berpotensi dan menjadi sumber kesengsaraan bagi manusia berupa penyakit, kecacatan, bahkan kematian. Muncul dan berkembang nya virus adalah bencana yang didatangkan oleh Allah SWT dan sudah tertulis sejak dahulu di Lauh al- Mahfuzh (QS. Al-Hadid: 22). Setidaknya ada tiga hipotesis terkait asal-muasal virus secara alamiah yaitu, (1) Progresif atau ‘melarikan diri’, di mana virus berevolusi dari

227 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik bagian DNA atau RNA yang "melarikan diri" dari gen organisme yang lebih besar sehingga membuat virus memperoleh kemampuan untuk mandiri atau berdiri sendiri. (2) Regresi atau reduksi, di mana virus berawal sebagai organisme independen yang kemudian melepaskan diri dari gen yang tidak berguna dan tidak membantunya untuk menjadi parasit. Akhirnya virus menjadi organisme yang bergantung pada sel yang tempati. (3) Hipotesis bahwa virus berevolusi dari molekul asam nukleat dan protein sel, entah itu sebelum atau pada bersamaan dengan saat munculnya sel pertama di muka bumi pada miliaran tahun yang lalu. Berdasarkan tiga hipotesa ini virus dapat bersifat parasit dan jadi pemicu berbagai penyakit baik pada manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Di antara penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang sudah diketahui seperti, cacar, flu, campak, rubella, hepatitis, herpes, polio, rabies, ebola, HIV/AIDS, deman dengue, zika, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) tahun 2003, Middle East Respiratory Syndrome (MERS) tahun 2015, kemudian Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 yang muncul pertama kali pada akhir 2019 di Wuhan, Cina. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait genetik dan struktur virus corona ditemukan fitur kunci dari virus ini terletak pada bagian permukaan. Dari fitur kunci yang ada pada permukaan itu diketahui bahwa patogen baru tersebut mudah menyerang sel manusia, khususnya organ-organ pernapasan karena virus Corona memiliki sejenis protein yang mampu mengikat membran sel inang tempat bergantung. Proses pengikatan membran sel dipicu oleh rilis sejenis enzim dari sel inang berupa furin yang banyak ditemukan pada jaringan manusia, termasuk paru-paru, hati, dan usus kecil. Virus Corona yang menginfeksi paru-paru dan baru saja ditemukan di Wuhan adalah mutasi dari novel Coronavirus (β genus), yang diberi nama SARS-CoV-2 oleh Komite International Taksonomi Virus atau ICTV, (Whang Zou -Ed, 2020). Sebagaimana telah dipaparkan juag di atas bahwa virus SARS-CoV-2 merupakan produk evolusi alami, di mana analisis data sequence genome SARS-CoV-2 dari orang yang terinfeksi tidak menemukan bukti bahwa virus itu dibuat di laboratorium atau direkayasa, melainkan berasal dari proses alami. Karena tidak ada data genetik yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari inti

228 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 virus yang sebelumnya. Kristian Andersen (2020) mengajukan hipotesa dalam dua skenario yang lebih masuk akal dalam menjelaskan asal- usul SARS-CoV-2; (1) proses seleksi alam pada inang hewan sebelum transfer zoonosis, dan (2) proses seleksi alam pada manusia setelah transfer zoonosis (Nature Medicine, Vol. 26, April 2020). Berdasarkan berbagai kajian, analisa dan penelitian di atas kita pahami bahwa virus SARS-CoV-2 tercipta secara alamiah atas kekuasaan dan kehendak Allah SWT. (QS. Al-Hadid: 22). Kemunculan virus SAR-CoV-2 ini dapat menjadi sumber musibah yang membahayakan diri manusia, maka virus SARS-CoV-2 termasuk kategori bencana yang tidak ada campur tangan manusia dalam proses terciptanya sebagaimana yang dimaksud oleh Al-Qur’an pada Surat Al-Hadid ayat ke 22.

1. Dari Bencana SARS-CoV-2 ke Musibah Covid-19 Keberadaan virus SARS-CoV-2 tidak akan menimbulkan pengaruh apa-apa terhadap manusia, apalagi sampai terjadi musibah penyakit dan berkembang menjadi pandemi Covid-19, tanpa campur tangan manusia. Pergerakan virus SARS-CoV-2 sebagai bencana menjadi musibah pandemi Covid-19 adalah akibat perbuatan manusia. Tidak ada satu keburukan, kesengsaraan, dan pandemi apapun (Covid-19) sebagai musibah yang menimpa manusia kecuali akibat dari perbuatan atau tindakan manusia itu sendiri (QS. Ali ‘Imran: 165; An-Nisa: 62 dan 79, Ar-Rum: 36, dan Asy-Syura: 30). Tindakan-tindakan sosial manusia merupakan peristiwa sosial yang bersifat publik sebagai bentuk tindakan-tindakan kultural masyarakat (Geertz, 1973) menjadi media atau perantara antara bencana virus SARS-CoV-2 dengan penyakit Covid-19. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa virus Corona sebelum SARS-CoV-2, seperti MERS dan SARS berasal dari kelelawar. Proses virus Corona MERS sampai ke manusia melalui jalur air liur atau urin kelelawar sebagai media transmisi kepada unta sehingga terinfeksi, dan unta menjadi media transmisi kepada manusia. Unta menulari manusia melalui kontak langsung konsumsi susu, daging, atau cipratan urin. Kemudian, manusia yang telah terpapar terus terinfeksi akan menulari manusia lainnya melalui droplet saat batuk atau bersin atau tetesan air liur. Sementara pada kasus virus Corona SARS, hewan yang menjadi media transmisi adalah

229 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik musang dan rakun. Virus SARS-CoV-2 masih baru dan belum ada temuan akurat yang bisa dijadikan evidence base rantai penularan yang pasti dari binatang ke manusia. Dari beberapa fakta sementara dan mengacu kepada MERS dan SARS para ahli sepakat bahwa SARS-CoV-2 juga bersumber dari kelelawar seperti dua virus corona sebelumnya. Sampai tulisan dibuat baru hipotesa-hipotesa yang dikembangkan dalam menemukan jalur transmisi virus SARS-CoV-2 ke manusia. Semua hipotesa berangkat dari titik pijak kelelawar sebagai sumber dan mencari bentuk interaksi manusia dan media perantara, sehingga sampai ke manusia. Penulis tidak akan mengemukakan hipotesa-hipotesa yang berkembang dalam tulisan ini karena khawatir akan menyesatkan. Namun berdasarkan karakteristik virus ini sama dengan MERS dan SARS, secara umum bisa diprediksi bahwa ada interaksi manusia dengan kelelawar melalui satu media yang kita belum ketahui. Bentuk tindakan manusia di awal transmisi virus SARS-CoV-2 dari kelelawar ke manusia memang belum bisa dipastikan bentuk tindakan dan medianya, tapi faktanya sampai saat ini terbukti 2.887.294 orang sudah tertular dan 202.270 meninggal di 185 negara di dunia. Interaksi sosial manusia di tempat pertama kali ditemukan virus SARS-CoV-2 yaitu di kota Wuhan, Cina tidak dapat dipungkiri sebagai proses sosial yang menyebabkan ribuan orang di kota tersebut terpapar virus SARS-CoV-2 sampai positif mengidap penyakit Covid-19. Setelah terjadi ledakan kasus penyakit Covid-19 di Wuhan, baik pemerintah Cina maupun pemerintah negara-negara lain di dunia tidak segera membatasi interaksi sosial global untuk memutus rantai penularan. Karena karakter virus SARS-CoV-2 ini memiliki kecepatan penularan yang luar biasa yaitu 48 hari untuk 1.000 orang pertama, maka dengan begitu cepat virus ini menyebar ke seluruh dunia sehingga menjadi pandemi global dan musibah dunia. Musibah pandemi global Covid-19 terjadi akibat tindakan manusia, baik itu berupa kelalaian, memandang remeh, saling menyalahkan dan saling tuduh, menarik ke ranah politik, dan lain sebagainya (QS. Ali ‘Imran: 165; An-Nisa: 62 dan 79; Ar-Rum: 36; dan Asy-Syura: 30).

230 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

2. Proses Biologi Muncul dan Berkembangnya Penyakit Covid-19

2.1. Masa inkubasi Virus SARS-CoV-2 mulai bekerja dengan masuk ke dalam sel- sel tubuh manusia antara lain melalui inhalasi (menghirup setelah seseorang batuk di dekat kita) atau saat kita menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus dan kemudian mengusap wajah. Pertama berada dalam tubuh virus menginfeksi sel-sel yang melapisi tenggorokan, saluran udara, dan paru-paru, lalu mengubahnya menjadi pusat pembiakan virus SARS-CoV-2 yang mengeluarkan virus baru dalam jumlah banyak dan terus menginfeksi lebih banyak sel. Pada tahap ini belum masuk kondisi sakit, bahkan bagi sebagian orang tidak mengalami gejala apa-apa. Ini adalah masa inkubasi yang dengan durasi yang bervariasi dengan rata-rata lima hari.

2.2. Kondisi Penyakit Ringan Kebanyakan penderita yang sudah terpapar lebih kurang 78,71% mengalami gejala utama berupa demam dan batuk (Gugus Tugas Covid-19 RI). Gejala lain yang mungkin terjadi, tapi tidak selalu adalah adalah nyeri tubuh, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Saat sistem kekebalan tubuh merespons infeksi virus SARS-CoV-2 umumnya muncul demam, merasa tidak enak badan. Gejala ini muncul karena tubuh telah mengidentifikasi adanya virus yang menyerang dan memberi sinyal ke seluruh tubuh bahwa ada sesuatu yang salah dengan melepaskan kimia tubuh berupa sitokin. Selanjutnya sitokin akan menggalang sistem kekebalan tubuh dan menimbulkan rasa nyeri pada tubuh, sakit, dan demam.

231 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Sumber: Gugus Tugas Covid-19 RI

Akibat iritasi sel pada saat sel terinfeksi SARS-CoV-2 menimbulkan batuk kering sebagai gejala awal. Selanjutnya beberapa sel paru-paru yang mati dibunuh oleh virus SARS-CoV-2 menimbulkan lender tebal dan batuk berdahak. Proses ini berlangsung kira-kira selama 7 hari atau seminggu dan akan pulih apabila kekebalan tubuh berhasil memerangi virus, tapi bila kekebalan tubuh kalah oleh virus maka akan berlanjut menjadi lebih parah sehingga mengidap penyakit Covid-19. Proses ini tidak mutlak bersifat biologi semata, tapi secara bersamaan terjadi proses sosial yang sangat memengaruhi proses biologi. Proses sosial tidak berhenti pada tahap pajanan, tapi tetap ikut memengaruhi kondisi seseorang yang terinfeksi, apakah akan menjadi sakit atau tidak. Peran proses sosial pada kondisi terinfeksi terjadi melalui tindakan- tindakan seperti asupan nutrisi (perilaku konsumsi), kondisi psikososial berupa cemas, panik, ketakutan dan lian-lain, atau penyakit lain yang sudah diidap (sebagai realitas sosial) seperti hipertensi, diabet, asma, gangguan paru kronis, tuberkulosis, dan lain-lain yang menciptakan atau menentukan ketahanan tubuh dalam melawan virus. Lemahnya ketahanan tubuh akibat kurangnya asupan nutrisi, stres fisik dan psikis,

232 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 atau mengidap penyakit lain merupakan kondisi kunci terjadinya penyakit (Kabat, 1999), dalam hal ini penyakit Covid-19. Terjadinya penyakit Covid-19 pada tahap ini makin jelas merupakan hasil dari proses biologi dan proses sosial secara bersamaan. Oleh karena kasus penyakit Covid-19 terjadi akibat dari adanya bencana virus SARS-CoV-2, maka kejadiannya menjadi musibah bagi manusia. Keburukan apapun berupa musibah yang menimpa manusia (Covid-19) adalah hasil dari perbuatan atau tindakan manusia itu sendiri (QS. Ali ‘Imran: 165; An- Nisa: 62 dan 79; Ar-Rum: 36; dan Asy-Syura: 30).

2.3. Kondisi Penyakit Parah Saat sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap virus maka kondisi sakit berlanjut di mana sinyal-sinyal kimia tubuh dikirim ke seluruh tubuh yang mengakibatkan peradangan lebih meluas dan bisa menimbulkan kerusakan pada organ-organ tubuh yang mengalami peradangan. Jika peradangan terjadi pada paru-paru disebut pneumonia. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan sistem kekebalan tubuh dalam melawan virus. Pada paru-paru terdapat kantong-kantong udara berukuran kecil untuk jalur oksigen mengalir ke dalam darah, sementara karbon dioksida bergerak keluar. Pada saat terjadi radang paru-paru atau pneumonia kantung-kantung kecil tersebut mulai terisi oleh air dan selanjutnya dapat menyebabkan kesulitan bernapas, sehingga bagi orang-orang tertentu membutuhkan ventilator sebagai alat bantu bernafas. Peradangan pada paru-paru menyulitkan tubuh untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk bertahan hidup. Tubuh yang kekurangan oksigen dapat menimbulkan berbagai kerusakan pada organ lain sehingga terjadi kegagalan multi organ yang bisa berujung pada kematian. Kondisi sakit pada individu seperti positif mengidap Covid-19 dan harus menjalani isolasi dan penyembuhan, epidemi, bahkan pandemi Covid-19 adalah realitas sosial yang tercipta dari proses biologi Covid-19. Setelah individu jatuh sakit atau kondisi sosial menjadi pandemi global tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi tersebut memproduksi realitas- realtas baru mulai dari individu, komunitas, daerah, nasional, regional, dan bahkan dunia global. Realitas-relitas yang diproduksi paling tidak mencakup politik, ekonomi, pendidikan, bahkan agama.

233 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Covid-19 sebagai Realitas Sosial dan Efeknya Kasus penyakit Covid-19 dan situasi pandemi Covid-19 harus dilihat sebagai realitas sosial, bukan lagi realitas biologi. Sebagai realitas sosial sudah bisa dipastikan terkait dengan seluruh dimensi kehidupan, baik langsung maupun tidak langsung. Terlalu luas dan banyak sekali yang harus diuraikan tentang realitas sosial dan efek penyakit Covid-19 bagi individu penderita maupun efek pandemi bagi masyarakat. Bahkan sulit untuk mencari entri poin untuk memulai menjelaskannya karena semua saling terkait antara satu dengan lainnya. Mau dimulai dari ekonomi, tentu ekonomi juga akibat dari kebijakan pemerintah dan kebijakan pemerintah juga memperhitungkan dampak ekonomi. Mau dimulai dari pendidikan, pendidikan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi. Jika dimulai dari sektor kesehatan itu sendiri, layanan kesehatan baik preventif maupun kuratif dipengaruhi oleh kebijakan dan kondisi ekonomi serta ketersediaan tenaga kesehatan. Namun, satu hal yang jelas adalah bahwa realitas sosial penyakit Covid-19 telah merubah hampir semua dimensi kehidupan manusia mulai dari individu sampai kepada kondisi global. Penulis tidak akan menguraikan secara detil setiap variabel kehidupan dari dampak realitas sosial penyakit dan pandemi Covid-19 karena waktu dan ruang yang terbatas. Penulis ingin menjelaskan bahwa semua dampak sosial Covid-19 akan merubah berbagai unsur kehidupan dan memengaruhi respons masyarakat terhadap keberlanjutan kondisi pandemi ini. Perubahan tersebut ada yang bersifat postif dan ada yang negatif dan fungsional terhadap interaksi sosial dan tindakan masyarakat dalam merespons keberlanjutan kondisi pandemi. Jika pengaruh lebih positif tentu akan mempercepat berlalunya kondisi pandemi dan meminimalkan korban. Tentu yang tidak kita inginkan, tapi pasti terjadi adalah perubahan yang negatif sehingga memperpanjang masa pandemi serta menambah jumlah korban.

Kesimpulan Penyakit bukan ditemukan, melainkan dikonstruksi (Resenberg, 1989: 2), karenanya penyakit dihasilkan oleh proses sosial. Proses sosial adalah tindakan-tindakan kebudayaan (Geertz, 1973). Dari aspek proses terjadinya, penyakit Covid-19 merupakan produk sosial. Penyakit

234 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 bukan produk biologi semata, melainkan hasil dari proses yang saling terkait antara proses biologi dengan proses sosial seperti interaksi sosial manusia. Proses biologi terjadinya penyakit Covid-19 pada dasarnya adalah interaksi antara virus SARS-CoV-2 dengan lingkungan, termasuk manusia sebagai bagian dari lingkungan. Bencana ditentukan dan datang dari Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 253; Yasin: 82) yang kemudian dikontruksi oleh manusia menjadi musibah. Walaupun bencana diturunkan oleh Allah SWT., namun musibah sebagai konsekuensinya adalah akibat perbuatan manusia ( Ali ‘Imran: 165; An-Nisa: 62 dan 79; Ar-Rum: 36; dan Asy-Syura: 30). Virus SARS-CoV-2 adalah bencana yang dating dari Allah SWT. yang kemudian dikonstruksi oleh manusia menjadi musibah penyakit dan pandemi Covid-19. •

Referensi: Al-Quran (Mushaf). Ahrens, Wolfgang. 2014. Handbook of Epidemiology. New York: Springer Reference. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir AL-Maraghi, diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar, Toha Putra. Semarang: Toha Putra. Andersen, Kristian. 2020. “The Proximal Origin of SARS-CoV-2”, Nature Medicine, Vol. 26, April 2020. Bourdieu, P. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge: Cambridge University Press. Delaporte, F. 1986. Disease and Civilisation: The Cholera un Paris 1832. Cambridge: MIT Press. Eric K Noji. 1997. The Public Health Consequences of Disaster. Oxford University Press. Foucault, Michael. 1980. Power/ Knowledge: Selected Interview & Other Writing. New York: Pantheon. Geertz,Clifford. 1973.The Interpretation of Culture. New York: Basic Book. Hamzens, A. Muslim. 2007. Pokok-pokok Kandungan Al-Quran dan Korelasi Antar-Surah di Dalamnya. Surabaya: Airlangga University Press. Hamzens, M. Farid. 2013. Tuberkulosis Paru; Kajian Antropologi tentang Penyakit. Universitas Indonesia.

235 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Ciputat: Lentera Hati. Qutub, Sayyid. 1980. Fi Zhilal Al-Quran. Daar Al-Syuruq. Wang Zhou, MD. 2020. The Corona Virus Prevention Handbook. Wuhan: Wuhan Center for Disease Control and Prevention. Yusuf, Ahmad Muhammad. 2009. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Quran dan Hadits. Jakarta: Widya Cahaya.

236 PANDEMI COVID-19: Menyikapi Musibah dengan Berpikir Positif, Promotif, dan Preventif / Prof. Dr. Bambang Suryadi, M. A.

Pendahuluan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa wabah novel Corona Virus Disease (Covid-19) adalah pandemik sejak 12 Maret 2020. Pada 14 Maret 2020, Indonesia telah menetapkan sebagai wabah nasional. Korban Covid-19 terus bertambah dari waktu ke waktu. Wabah ini telah mengubah dunia. Perubahan pola hidup, baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan diberlakukannya physical and , aktivitas kita sehari-hari berubah 360 derajat. Dari kerja di kantor menjadi kerja di rumah. Bahkan beberapa kota telah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Demikian juga aktivitas ibadah, shalat fardu lima waktu atau shalat Jumat, dari yang semula dilaksanakan di masjid, kini dilaksanakan di rumah. Masjid- masjid tutup. Bahkan ritual ibadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi pun ditutup untuk umum. Sehubungan dengan perubahan aktivitas ibadah tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bahkan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir telah mengeluarkan fatwa. Esensi dari fatwa tersebut adalah pentingnya menjaga dan mengutamakan kemaslahatan bersama dengan meninggalkan madharat. Dalam kaidah

237 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik ushul fikih disebut dengan dar'u al-mafasid muqaddamun 'ala jalbi al- mashalih. Di sisi lain wabah Covid-19 ini juga memberi banyak pesan kepada manusia. Tidak hanya pesan untuk melakukan pengobatan melalui tindakan kuratif, tetapi pesan untuk melakukan pencegahan melalui berpikir positif, promotif, dan preventif. Tulisan singkat ini akan mengulas bagaimana seorang Muslim menyikapi wabah Covid-19 dari pespektif psikologi dan Islam.

Sikap Muslim terhadap Musibah Agama Islam sebagai jalan hidup (minhaj al-hayah) mengajarkan kepada umatnya untuk menyikapi musibah dengan bijak. Secara tekstual banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadis yang mengajarkan kepada kita bagaimana menyikapi musibah. Terdapat beberapa istilah dalam Al- Qur’an yang terkait dengan musibah, di antaranya musibah, fitnah, dan bala’. Pertanyaannya, bagaimana Muslim menyikapi musibah Covid-19 dari pespektif psikologi Islam? Jika dilihat dari perspektif psikologi Islam, sikap tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu berpikir positif, berpikir promotif, dan berpikir preventif.

1. Berpikir positif Dalam literatur Islam, berpikir positif identik dengan berbaik sangka (husnuzh zhan). Maksudnya dalam konteks musibah yang terjadi saat ini, umat Islam harus berbaik sangka kepala Allah sebagai pencipta atas segala musibah dan wabah yang ditimpakan kepada mereka. Pentingnya berbaik sangka ketika ditimpa musibah atau penyakit telah ditunjukkan oleh Rasullah SAW. Mari kita perhatikan dua Hadis berikut ini. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud RA. katanya, Saya masuk ke tempat Rasulullah SAW. ketika beliau sedang menderita sakit. Beliau saya raba dengan tangan saya, lalu saya berkata: “Ya Rasulullah, penyakit Anda amat berat.” Rasulullah SAW. menjawab: “Benar, penyakit saya sama dengan penyakit dua orang di antara kamu.” Saya berkata: “Demikian itu kerana Anda mendapat pahala dua kali lipat.” Rasul menjawab: “Benar!” Setelah itu beliau berkata: “Setiap orang Islam yang mendapat bencana penyakit dan lain-lain, maka Tuhan menggugurkan (mengampuni) kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon kayu mengugurkan daunnya” (Sahih Bukhari Jilid 4. Hadis Nombor 1658).

238 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Dari Ibnu ‘Abbas RA., Rasulullah SAW. masuk ke tempat seseorang melihatnya sakit. Beliau setiap kali pergi melihat orang sakit selalu berkata: “Tidak apa-apa. Baik saja, insya Allah!” Lalu saya berkata: “Baik? Tidak mungkin. Penyakitnya adalah demam panas yang keras diderita oleh orang tua yang akan menyebabkannya meninggal” Nabi menjawab: “Kalau begitu, memang benar.” (Sahih Bukhari, Jilid 4, nomor 1659). Sementara itu, dari kajian literatur psikologi, menurut beberapa tokoh seperti Peala (2006), Ivtzan dan Loman (2016), serta Rosner dan Rachael (2005), berpikir positif memiliki empat kata kunci, yaitu menerima kondisi yang terjadi, fokus pada aspek positif dan konstruktif, memiliki keyakinan dan harapan, serta meraih tujuan dan impian. Dengan kata kunci tersebut, penulis mengartikan berpikir positif adalah sikap menerima kondisi atau keadaan yang sedang terjadi dengan mengutamakan pada aspek positif dan konstruktif untuk menumbuhkan keyakinan dan harapan, sehingga bisa mencapai tujuan yang diimpikan. Dengan definisi ini, kita bisa melakukan analisis terhadap wabah Covid-19 yang sedang terjadi. Kondisi saat ini adalah kenyataan bahwa Covid-19 sebagai virus atau wabah sangat berbahaya dan telah memakan banyak korban manusia, sehingga kehidupan dunia berubah total. Wabah ini perlu disikapi dengan sikap positif supaya kita tetap sehat, bahagia, dan sejahtera. Dengan demikian, kita tidak akan panik, cemas, stres, apalagi depresi. Di tengah-tengah wabah seperti ini, kita tetap harus memiliki harapan dan optimisme yaitu, harapan untuk melaksanakan tugas, baik tugas yang bersifat hablun minallah maupun hablun minannas. Artinya, tidak boleh pesimis, apalagi pasrah bongkokan tanpa ada ikhtiar dan usaha untuk menjaga diri dari penyebaran virus corona. Misalnya, ya sudahlah, hidup dan mati itu ada di tangan Allah, kenapa harus takut ke masjid untuk shalat berjamaah atau shalat Jumat. Kalau Allah mentakdirkan kita masih hidup juga akan selamat dari Covid-19. Mencapai tujuan yang diimpikan tentu menjadi cita-cita semua orang. Dengan berpikir positif kita akan dapat menunjukkan perilaku dan perasaan yang mendorong dan berkontribusi pada kesuksesan dan hasil yang memuaskan. Inilah sikap mental seorang Muslim sejati. Singkat kata, dengan menjadikan berpikir positif sebagai pola dan cara berpikir, individu Muslim akan selalu dan senantiasa memikirkan

239 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik pikiran baik tentang dirinya dan orang lain dan mengharapkan masa depan yang lebih baik. Selain itu, berpikir positif juga berarti mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi. Lawan dari berpikir positif adalah berpikir negatif (negative thinking). Dalam bahasa agama disebut dengan su’u dzan (berprasangka buruk). Orang yang berpikir negatif hanya akan berkutat pada masalah dan hambatan, cenderung menyalahkan orang lain dengan mencari-cari kesalahan dan kelemahan. Mereka tidak pernah akan move on. Orang yang berpikir negatif lupa akan pesan Allah yang menegaskan “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. al-Ra’du:11). Dalam konteks perbedaan antara berpikir positif dan berpikir negatif ini, mari kita renungkan kata-kata Syeikh Imam Syafi’i (wafat 204 H) sebagaimana dikutip dalam buku Mahfuzhat (Fuad Syaifuddin, 2011): Wa ain al-ridha ‘an kulli ‘aib kalilah, kama anna ‘ain al-sukhthi tubdi al-masawiya (Pandangan simpati [berpikir positif] menutup segala cela. Sebagaimana pandangan benci [berpikir negatif] menampakkan segala cacat). Menurut pandangan Imam Syafi’i ini, orang yang berpikir positif mampu menjaga dirinya untuk tidak membicarakan aib orang lain demi menjaga privasi mereka. Dia hanya akan menyampaikan hal-hal yang baik supaya menjadi sumber inspirasi atau motivasi. Sementara itu di Barat, juga muncul ungkapan serupa, yaitu “It’s better to light a candle than to curse the darkness” (Lebih baik menyalakan sebatang lilin daripada mengutuk kegelapan). Sebaliknya, orang yang berpikir negatif, akan selalu mencari kesalahan orang lain. Kebaikan yang banyak akan tertutup dengan secuil keburukan. Bak kata pepatah “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”. Hanya karena kesalahan kecil dan tak berarti, tiada artinya seluruh kebaikan yang dilakukan dan seluruh persoalan menjadi kacau dan berantakan. Dialog antara Ustaz AA Gym panggilan akrab Abdullah Gymnastiar dan Ustaz Abdus Shamad (UAS) yang disiarkan di salah satu TV swasta (29/3/2020) berikut ini merupakan contoh berpikir positif yang perlu kita biasakan. Aa Gym : “Ustaz, saat ini kita sedang mendengar polemik antara shalat berjamaah di masjid dan di rumah di saat wabah corona. Bagaimana pendapat ustaz?”

240 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

UAS : “Kita ini diposisikan pada kalimat ‘meninggalkan masjid’ jadi kalimat itu yang melukai hati kita. Padahal kita sedang berpindah dari satu sunnah ke sunnah yang lain. Jangan dikatakan kita tinggalkan masjid, bukan begitu. Kita sedang berpindah dari sunnah ketika aman dengan sunnah Rasulullah ketika masa wabah. Dalam masa aman sunnahnya adalah memakmurkan masjid, dalam masa sekarang (masa wabah) adalah kita lebih memilih keselamatan. Maka yang kita lakukan juga sekarang adalah sunnah. Sebagaimana kata Rasulullah, “Larilah dari orang terkena penyakit sebagaimana engkau lari dari singa.” Jadi sekarang kita lari dari orang ynag terkena penyakit ini juga sunnah. Kita tidak tahu siapa yang membawa penyakit di masjid itu, bisa orang lain bisa juga kita”.

Dalam konteks moderasi beragama, pandangan UAS tersebut merupakan pandangan moderat, yaitu berpikir positif dengan mengutamakan kemaslahatan dan kesehatan ketika terjadi musibah atau wabah. Tanpa menunjukkan sikap permusuhan dengan mempertentangkan atau menyalahkan kelompok yang melakukan shalat fardu di rumah saat terjadi musibah. Dengan berpikir positif terhadap musibah yang terjadi, seorang Muslim akan memiliki persepsi dan pemahaman yang positif pula terhadap musibah tersebut. Ada tiga persepsi positif yang perlu dibangun dan ditanamkan dalam diri seorang Muslim, yaitu musibah sebagai ujian, musibah sebagai Muhasabah dan Mujahadah, serta musibah untuk meningkatkan kepedulian sosial dan solidaritas. a. Musibah sebagai ujian Sebagai makhluk hidup manusia tidak bisa menghindar dari musibah yang merupakan ujian dari sang Khalik. Adanya musibah merupakan ujian dari Allah.

“Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan” (QS. Ali Imran: 176).

241 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Ujian tidak dalam bentuk musibah seperti penyakit dalam bentuk wabah virus Corona (Covid-19) yang telah memakan banyak korban, tetapi ujian juga dalam bentuk kebaikan dalam bentuk kesehatan, jabatan, atau dengan bertambahnya harta atau kekayaan. “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar- benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS. al- Anbiyâ’: 35). Sebagai sebuah ujian, hasil akhirnya adalah untuk mengetahui siapa di antara hamba-hamba Allah yang bersyukur atau kufur dan yang optimis atau pesimis. Tingkat syukur dan optimisme hamba dalam menghadapi musibah ini menunjukkan tingkat keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah. Sebagai konsekuensi dari memaknai musibah sebagai ujian, orang Muslim akan selalu kembali kepada Allah SWT. “Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kai milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali” (QS. al-Baqarah: 156). Jika kita berpikir positif, maka menyikapi musibah yang ada seperti Corona ini, kita harus yakin betul bahwa musibah ini merupakan ujian. Ujian terhadap keimanan, kepedulian sosial, ketabahan, dan keikhlasan kita dalam bertindak. b. Musibah sebagai Muhasabah dan Mujahadah Selain sebagai ujian, seorang Muslim juga harus menyikapi musibah sebagai momentun muhasabah (instropeksi diri) dan mujahadah (perjuangan). Musibah menuntut manusia untuk melakukan instropeksi diri. Apakah tingkah laku yang selama ini dilakukan sudah benar sesuai dengan ajaran agama? Apakah telah terdapat keseimbangan antara hablun min Allah dan hablun min an-nas? Apakah sebagai individu telah menjaga lingkungan alam dan lingkungan sosial dalam hidup bermasyarakat? Dan berbagai pertanyaan yang sifatnya untuk instropeksi diri. Melalui instropeksi diri kita akan menemukan kesadaran diri bahwa melalui musibah ini Allah sedang mendidik kita untuk melepaskan cinta dunia. Allah sedang mencerahkan mata hati kita untuk mempersiapkan kehidupan akhirat. Allah sedang mengajarkan bahwa apa yang di dunia ini fana dan hanya Allah yang kekal. Allah sedang mendidik kita betapa

242 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 kecil dan kredilnya manusia ini di hadapan Allah. Dengan sikap muhasabah dan mujahadah, menurut Haedar Nasir sebagaimana dikutip Republika (17/4/2020), umat Islam semakin dekat kepada Allah. Bahkan dengan musibah, kita semestinya semakin meningkatkan ukhuwah dengan sesama dalam beragam ikhtiar menghadapi musibah layaknya kaum beriman. Lebih lanjut, menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut, jangan ada orang Islam yang menyepelekan musibah atau sebaliknya jatuh diri sehingga kehilangan optimisme atas rahmat Allah. Karena itu, jadikan musibah sebagai Mi’raj Rohani agar setiap Muslim semakin bersyukur, tafakur, sabar, dan tawakal dengan menggabungkan munajat dan ikhtiar secara optimal. Terkait dengan mujahadah, tentu perjuangan memerlukan pengorbanan. Apa yang mesti dikorbankan? KH. Ahmad Sahal (alm), salah seorang pendidik Pondok Modern Gontor memberikan wejangan: Bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan. Maksudnya, perjuangan itu dilakukan dengan pengorbanan. Pengorbanan dalam bentuk harta (bondo), tenaga (bahu), pikiran (pikir), dan jika diperlukan dengan pengorbanan nyawa. Dalam konteks wabah Corona saat ini, para pejuang yang sejati adalah para dokter dan tenaga medis. Mereka berjuang demi menyelamatkan pasien, terutama pasien yang dinyatakan positif terdampak Corona. Bahkan karena keterbatasan alat pelindung diri yang mereka gunakan, tidak sedikit dokter dan tenaga medis yang meninggal dunia. Mereka adalah pahlawan sejati di tengah-tengah wabah Covid-19. Semoga Allah membalas perjuangan dan pengorbanan mereka dengan surga di sisi-Nya. c. Musibah untuk meningkatkan kepedulian sosial dan solidaritas Sebagai bentuk dakwah bil hal seorang Muslim harus menyikapi musibah dengan menunjukkan sikap kepedulian sosial dan solidaritas. Inilah manifestasi dari kesalehan sosial yang lebih utama daripada kesalehan individual. Tidak sempurna keimanan seseorang jika keberadaannya tidak dirasakan oleh orang lain. Khair an-nas ‘anfa’uhum li an-nas. Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat bagi orang lain.

243 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Kepedulian sosial dan solidaritas ini ditandai dengan munculnya relawan yang terpanggil melawan pandemi Covid-19 dalam berbagai lini layanan, baik medis maupun nonmedis. Para relawan ini ada yang dikoordinir secara resmi oleh pemerintah, tetapi juga banyak yang dikelola oleh organisasi masyarakat (ormas) seperti Muhammadiyah. Para relawan ini memiliki latar belakang yang beragam, tidak hanya terbatas pada latar belakang medis. Ada relawan sebagai pengemudi, distributor alat pelindung diri (APD), bahkan relawan memberi makanan kepada masyarakat yang kehilangan lapangan pekerjaan. Relawan yang dikoordinir pemerintah seperti relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang ditempatkan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta atau di berbagai rumah sakit. Menurut Koordinator Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Andre Rahadian sebagaimana dikutip cnn.indonesia.com, setidaknya ada 23.472 relawan (4.441 tenaga medis dan 19.071 relawan nonmedis) yang terdaftar hingga Kamis (16/4). Mereka akan membantu pemerintah dalam menangani penyebaran virus corona di Indonesia sebagai relawan. Selain itu, kepedulian sosial dan solidaritas ini dapat dimaknai dalam bentuk gotong royong untuk menangani wabah virus Corona. Artinya, wabah virus Corona ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Akan sangat berat jika penanganannya dibebankan kepada pemerintah saja. Oleh karena itu, semua umat, tanpa harus membedakan suku, agama, ras, dan antargolongan, harus terpanggil untuk turut serta menangani wabah Corona. Meminjam istilah Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir, diperlukan sikap gotong royong dan semangat kebersamaan untuk menyelesaikan setiap persoalan dalam menghadapi ancaman seperti penyebaran virus Corona (Kompas.com, 3/3/2020). Wujud nyata dari gotong royong tersebut adalah dibentuknya Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). Unit yang dipimpin dr. Corona Rintawan ini terus bergerak dari pusat hingga hampir seluruh daerah di Indonesia dalam menghadapi wabah viruscorona jenis baru Covid-19 secara masif dan tersistem. Data terkini, sebagaimana dikutip Republika.com, hingga 14 April

244 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

2020, total ada 65 Rumah Sakit Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (RSMA) yang dijadikan tempat rujukan corona di 9 provinsi. MCCC juga telah terbentuk di 23 provinsi di Indonesia dari Aceh hingga Papua Barat. Terima kasih Muhammadiyah yang telah berperan aktif melawan COVID-19.

2. Bersikap promotif Setelah berpikir positif, seorang Muslim mesti berpikir promotif. Dalam bahasa agama berpikir promotif ini adalah bagian dari tabligh atau dakwah. Yaitu menyampaikan pesan kebaikan dan mengajak manusia untuk melakukan kebaikan agar mendatangkan manfaat bagi dirinya dan orang lain. Tabligh atau dakwah dapat dilakukan melalui dakwah bi lisan dan dakwah bil hal. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siap ayang mendapat petunjuk” (QS. al-Nahl: 125).

Bersikap promotif ini sangat penting. Sebab kita menyadari betul bahwa tingkat kesadaran beragama dan bermasyarakat rakyat Indonesia rendah. Mereka masih sering menunjukkan sikap cuek. Acuh tak acuh. Memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memikirkan kepentingan orang lain. “Ah itu kan mereka. Saya mah tidak apa-apa. Biasa saja”. Demikian ungkapan yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari- hari. Tujuan dari bersikap promotif di tengah-tengah pandemi Covid-19 adalah untuk menumbuhkan kesadaran beragama (al-wa’yu al-dini/ religious awareness) dan kesadaran bermasyarakat (al-wa’yu al-ijtima’i/ social awareness) dengan penekanan pada edukasi publik tentang kesehatan. Misalnya, edukasi tentang pentingnya cuci tangan dengan sabun atau pentingnya menggunakan masker ketika di tempat publik. Di era digital sekarang ini, kekuatan media sosial sangat luar biasa sebagai media untuk menyampaikan pesan dan ajakan kepada masyarakat. Salah satu tuntutan dari umat Islam adalah memiliki kompetensi dan literasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi

245 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

(TIK). Tanpa menguasai TIK mereka akan tertinggal jauh dari umat lain. Apalagi di saat terjadi pandemi wabah Covid-19 seperti sekarang ini. Mayoritas layanan dan transaksi dilakukan secara daring (online). Pembelajaran di sekolah/madrasah maupun perguruan tinggi dilakukan secara daring. Penjualan barang-barang kebutuhan harian juga dilakukan secara daring. Maka tidak heran jika saham Amazon perusahaan teknologi multinasional milik Amerika naik drastis. Demikian juga aplikasi yang digunakan untuk melakukan rapat, konferensi, dan diskusi secara daring.

3. Bersikap preventif Sikap ketiga adalah bersikap preventif, yaitu sikap mencegah supaya sesuatu tidak terjadi atau tidak berdampak lebih luas. Sikap preventif ini jauh lebih penting daripada sikap kuratif (penyembuhan, pemulihan, atau pengobatan). Sebab sikap ini mengandung unsur antisipatif, yaitu tanggap terhadap sesuatu yang sedang (akan) terjadi (KBBI, 2020). Terkait sikap preventif ini, ada ungkapan bijak (wisdom) yang perlu kita ingat, yaitu al-wiqayah khairun min al-’ilaj. Artinya mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Bak pepatah Indonesia yang sering kita dengar “Sedia payung sebelum hujan. Jangan belajar berenang setelah tenggelam”. Fenomena sosial yang sering kita temui adalah masih banyak masyarakat yang berpikir kuratif daripada preventif. Mereka baru mengambil tindakan setelah terjadi bencana yang memakan korban jiwa. Ketika belum terjadi korban, mereka biasa-biasa saja. Tenang-tenang saja. Tidak melakukan tindakan pencagahan apapun. Sebagai contoh sederhana, ketika ada lubang besar di sebuah jalan tol di daerah Jakarta, Pemerintah tidak segera memperbaiki jalan tersebut. Namun, ketika hujan lebat dan terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa pengguna jalan, pihak berwenang baru mengambil tindakan memperbaiki jalan tersebut. Dalam konteks penanganan wabah Covid-19, Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan yang telah berhasil menangani virus corona. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui Korea Selatan sebagai salah satu negara yang memiliki strategi terbaik dalam menangani pandemi Covid-19. Lantas, apa kunci Korsel dalam menciptakan strategi untuk

246 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 melawan pandemi Covid-19? Visiting Scholar Seoul National University Asia Center, Nur Aisyah Kotarumalos, Ph.D, menjelaskan bahwa kebijakan strategis Korsel dalam menangani wabah Covid-19 merupakan buah pembelajaran ketika menghadapi wabah yang hampir serupa, yakni MERS. “Kasus MERS menjadi pembelajaran penting oleh Korea (Selatan) dalam melakukan penanganan Covid-19,” kata Aisyah dalam diskusi daring bertajuk Strategi Pemerintah Jepang dan Korea Selatan dalam Menghadapi Covid-19: Pembelajaran untuk Indonesia, Kamis (16/4/2020) sebagaimana dikutip Kompas.com. Sebagaimana dilaporkan Kompas.com, di antara strategi yang dilakukan Korea Selatan adalah melakukan tes massal dengan cepat untuk mendiagnosa rakyat yang terdampak Covid-19. Selain itu, Korea Selatan juga menyediakan ruang isolasi tekanan negatif. Ruangan ini dilengkapi dengan jalur khusus yang diperuntukkan bagi pasien terinfeksi virus penyebab wabah. Ruangan khusus ini dirancang agar udara dari dalam tidak bisa keluar, tetapi udara dari luar dapat masuk ke dalam ruangan. Hal ini untuk menghindari penyebaran virus yang bisa terjadi melalui udara. Pesan moral dari praktik baik di Korea Selatan tersebut adalah pentingnya belajar dari pengalaman dan sejarah masa lalu. Belajar dari kesalahan agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Pentingnya belajar dari pengalaman dan sejarah ini telah diingatkan oleh Rasulullah dalam Hadis berikut. Dari Anas RA., katanya: “Banu Salimah bermaksud hendak pindah ke dekat masjid, maka dicegah oleh Rasulullah SAW. karena beliau takut sekitar Madinah akan kosong. Sabda beliau, ‘Wahai, Banu Salimah! Tidakkah kamu perhitungkan sejarah nenek-moyangmu?’ Karena itu mereka tidak jadi pindah” (Hadis Sahih Bukhari Jilid 2. Hadis Nomor 0926.) Dari Abu Hurairah RA., dari Nabi SAW. beliau bersabda: “Seorang mukmin itu tidak akan terperosok ke dalam lubang yang sama dua kali” (HR. Al-Bukhari).

Penutup Wabah Covid-19 telah terjadi dan menelan banyak korban jiwa di seluruh dunia. Penyebaran wabah ini tidak mengenal batas negara:

247 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Barat atau Timur, negara maju atau negara berkembang. Demikian juga wabah ini tidak mengenal status sosial manusia: pejabat atau rakyat biasa, orang kaya atau miskin, tua atau muda, masyarakat kota atau desa. Semua bisa terpapar Covid-19. Sebagai umat beragama, kita mesti menyikapi wabah tersebut dengan bijaksana. Kita harus berpikir positif dengan menumbuhkan persepsi positif terhadap segala bentuk musibah atau wabah. Persepsi positif yang perlu kita bangun adalah musibah itu merupakan ujian. Musibah itu sebagai muhasabah dan mujahadah. Musibah sebagai cara untuk meningkatkan kepedulian sosial dan solidaritas antarumat manusia. Kita juga harus berpikir positif dengan mengambil hikmah di balik wabah Covid-19. Setelah berpikir positif, kita juga harus berpikir promotif dengan melakukan tabligh dan dakwah melalui berbagai media, terutama media sosial. Terakhir, kita harus berpikir preventif dengan belajar dari pengalaman masa lalu dan sejarah bangsa lain dalam menangani wabah. Dengan menerapkan tiga pola pikir tersebut, kita tidak akan panik ketika menghadapi wabah penyakit seperti wabah Covid-19. Sebaliknya pikiran dan hati kita akan tenang dan sabar. Sebagaimana pernyataan Ibnu Sina (980-1037), “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan”. •

Referensi CNN Indonesia. Diunduh dari: https://www.cnnindonesia.com/ nasional/ 20200416110714-20-494079/23472-orang-daftar-relawan- corona banyak-tenaga-nonmedis. Dani Prabowo. 2020. Muhammadiyah Siapkan 15 Rumah Sakit Hadapi Virus Corona. Diunduh dari https://nasional.kompas.com/ read/2020/03/03/14265711/muhammadiyah-siapkan-15-rumah- sakit-hadapi-virus-corona. Haedar Nashir Apresiasi Muhammadiyah. Diunduh dari: https:// republika.co.id/berita/q8x40m430/haedar-nashir-apresiasi- muhammadiyah-covid19-command-center. Ivtzan, I., & Lomas, T. (Eds.). 2016. Mindfulness in positive psychology: The science of meditation and wellbeing. Routledge, Taylor & Francis Group.

248 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Kemengerian Agama. 2010. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Kementerian Agama. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2020. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring. Diunduh dari: https://kbbi.kemdikbud. go.id. Korea Selatan Sukses Tangani Corona, Ternyata Belajar dari Wabah MERS. Diunduh dari https://www.kompas.com/sains/ read/2020/04/17/071300023/ korea-selatan-sukses-tangani-corona- ternyata-belajar-dari-wabah-mers?page=1. MQTV. Bincang santai Aa Gym dengan Ustad Abdul Somad. 29 Maret 2020. Pukul 20.48 WIB. Nur, F.S. & Ubaedy, AN. 2011. Mahfuzhat, Bunga Rampai Peribahasa Arab. Cetakan 2. Jakarta: PT Rene Asia Publika. Peale, N.V. 2006. The Power of Positive Thinking: Practical guide to mastering the problems of everyday living. The Quality Book Club. Republika. 2020. Momentum Muhasabah. Edisi 17 April 2020. Rosner, Rachael. 2005. Eric Berne, in Carnes, Mark Christopher, Betz, Paul R., American National Biography: Supplement. Oxford University Press. Sahih Bukhari. E-Hadis. Diunduh dari: https://sigir.uitm.edu.my/ webhadis/

249 MORAL HAZARD DANA BANTUAN PENANGANAN WABAH COVID-19 / Zuhairan Yunan, M. Sc.

Tahun 2020 menjadi sejarah penting bagi umat manusia di dunia. Wabah Corona Virus Deseas 2019 (Covid-19) telah memberikan dampak sangat serius bagi kehidupan sosial ekonomi hampir di seluruh negara. Mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi dan penurunan kinerja perekonomian. Bukan hanya di negara berkembang, pun di negara maju tidak luput dari wabah ini. Sifat penularan virus ini sangat cepat. Sejak ditemukan kasus pertama pada pertengahan November 2019 di Kota Wuhan, Cina, wabah ini telah meningkat secara eksponensial. Dalam waktu 5 bulan setelahnya, saat tulisan ini dibuat (2 Mei 2020), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)3 merilis data bahwa jumlah yang terkonfirmasi positif tertular virus ini adalah 3.272.202 orang dengan jumlah kematian berkisar 230.104 orang di dunia. Diperkirakan rata-rata terdapat penambahan 500.000 kasus setiap bulannya pada kurun waktu tersebut. Hal yang mengejutkan adalah, jumlah kematian tertinggi justru dialami negara-negara maju seperti Amerika, Italia, Inggris, Spanyol, dan Prancis. Setidaknya itu merupakan 5 negara dengan jumlah kematian tertinggi saat ini.

3 https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019 diakses pada tanggal 2 Mei 2020.

250 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Dari sisi perekonomian, menurut United Nations Department of Economic and Social Affairs (UN DESA), memperkirakan ekonomi global akan berkontraksi sebesar 0,9 persen pada 2020. Perkiraan tersebut bukan tidak beralasan, karena dengan belum ditemukannya vaksin virus tersebut, salah satu cara untuk menekan laju penularannya adalah dengan mengurangi interaksi antarmanusia. Hal ini mengakibatkan banyak aktivitas ekonomi terhenti. Ditambah lagi beberapa negara melakukan kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Praktis, kegiatan ekonomi menurun secara signifikan. Kebijakan stimulus fiskal menjadi pilihan banyak pemerintah di dunia, untuk mendorong perekonomian tetap berjalan. Penambahan anggaran pemerintah yang khusus menangani wabah Covid-19 inilah yang dapat menjadi celah moral hazard dalam implementasinya.

Wabah Covid-19 di Indonesia Di Indonesia sendiri, kasus pertama Covid-19 diumumkan pemerintah pada 2 Maret 2020. Diduga penularan virus tersebut terjadi karena adanya kontak dengan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia. Virus ini sangat cepat menyebar, sampai saat ini sudah 10.843 kasus positif dengan 831 jumlah kematian berdasarkan data WHO, dan belum menunjukkan tanda-tanda membalik. Di antara negeri-negara ASEAN, tingkat kematian (fatality rate) Indonesia merupakan yang tertinggi, mencapai 8.93 persen. Angka ini melebih rata-rata tingkat kematian dunia akibat Covid-19 yaitu 6.78%. Untuk mengurangi laju pertumbuhan penyebaran virus tersebut, pemerintah Indonesia melakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu, penurunan aktivitas ekonomi yang timbul akibat penerapan PSBB tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19, pada 31 Maret 2020. Dalam kebijakan stimulus fiskalnya, pemerintah Indonesia menganggarkan kebutuhan belanja negara sebesar Rp405,1 triliun dalam APBN 2020.4 Anggaran tersebut difokuskan untuk sektor

4 https://money.kompas.com/read/2020/04/13/060600326/perppu-nomor- 1-tahun-2020-tak-membuat-penyelenggara-negara-kebal-hukum?page=all

251 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik kesehatan dalam menanggulangi pandemi sebesar Rp 75 triliun (18,51%), memperkuat jaring pengaman sosial sebesar Rp 110 triliun (27,15%), dukungan insentif serta relaksasi perpajakan dunia usaha sebesar Rp 70.1 triliun (17,30%), dan pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp150 triliun (37,03%). Dengan harapan kebijakan PSBB ini dapat efektif untuk menekan penyebaran virus, kinerja ekonomi dapat digerakkan. Setidaknya itu yang terlihat, mengapa proporsi stimulus ekonomi lebih besar dibanding kesehatan. Sebenarnya, bantuan penanganan wabah Covid-19 bukan hanya datang dari pemerintah sendiri. Masyarakat Indonesia yang memiliki semangat gotong-royong juga saling bahu-membahu untuk memberikan bantuan. Banyak wadah yang dibuat untuk menyalurkannya. Lebih dari itu, meskipun terdampak, bantuan dari negara-negara lain juga banyak berdatangan seperti Jepang, Amerika, Singapura, Tiongkok, Vietnam, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab5.

Potensi Moral Hazard Besarnya dana bantuan untuk menanggulangi wabah Covid-19 di Indonesia, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya efek negatif. Adanya potensi penyalahgunaan anggaran saat wabah ini berlangsung sangat mungkin terjadi. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Ada beberapa hal, mengapa harus mengkhawatirkan terjadinya moral hazard dalam situasi ini. Pertama, kasus penyelewengan dana bantuan bencana selalu saja berulang di negeri ini. Total besaran dana yang diselewengkan mencapai puluhan miliar rupiah, seperti pada kasus bencana tsunami Nias, gempa bumi Kota Mataram, tsunami Palu, gempa bumi Nusa Tenggara Barat6. Pelakunya yang hampir sebagian besar pengambil kebijakan di daerah- daerah tersebut. Kedua, hukuman yang dikenakan terhadap pelaku penyelewengan diakses pada tanggal 25 April 2020. 5 https://tirto.id/daftar-negara-yang-bantu-indonesia-tangani-corona- covid-19-eLzV diakses pada tanggal 25 April 2020. 6 https://news.detik.com/berita/d-4815330/kasus-kasus-korupsi-bencana- tanpa-vonis-mati-seperti-disinggung-jokowi/1 diakses pada tanggal 22 April 2020.

252 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 tidak sebanding dengan jumlah dana yang diselewengkan, sehingga tidak ada efek jera bagi yang lain. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) mencatat bahwa hukuman finansial yang diputus oleh hakim rata-rata hanya 10,57 persen dari jumlah kerugian negara7. Belum lagi, tidak satupun pelaku korupsi dana bencana yang dijatuhi hukuman mati. Padahal sesuai dengan UU TIPIKOR Pasal 2 Ayat 2, pidana mati dapat dijatuhkan. Ketiga, masih kurangnya respons masyarakat yang menyadari bahwa merekalah korban dari perilaku korup. Seolah, urusan korupsi hanya menjadi urusan KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Jika dihitung kerugian negara per kapita, maka setiap warga negara berpotensi kehilangan uang puluhan juta rupiah. Besaran ini dihitung dari total kerugian negara karena kasus korupsi sejak 2001-2015, jumlah aset pengemplang pajak, dan skema pelunasan hutang BLBI. Belum lagi penanganan kasus yang saat ini seperti fenomena gunung es. Menjelaskan bahwa praktik korup yang belum terungkap masih lebih banyak.

Moral Hazard Dana Bantuan Bencana dalam Kajian Literatur Dalam literatur ditemukan bahwa penyelewengan dana bantuan dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah setelah bencana terjadi. Alesina, A., & Weder, B. (2002) menemukan bahwa tingkat kematian akibat gempa bumi justru meningkat dikarenakan adanya korupsi pada sektor publik. Dana bantuan yang melimpah dari pendonor membuka peluang moral hazard yang dilakukan oleh oknum pengambil kebijakan. Lebih dari itu, Ambraseys and Bilham (2011) menambahkan bahwa berbagai efek negatif korupsi terjadi pada proses pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana. Hal yang paling menentukan dalam proses penanggulangan bencana adalah kualitas institusi. Kahn (2005) mengatakan bahwa jumlah kematian di negara-negara kaya lebih sedikit dibandingkan negara- negara miskin. Hal ini dikarenakan negara kaya dapat mengurangi paparan risiko bencana melalui regulasi, perencanaan dengan menyediakan infrastruktur yang berkualitas dan manajemen darurat

7 https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/ kerugian-negara-vs-hukuman-koruptor diakses pada tanggal 22 April 2020.

253 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang baik. Inilah sebabnya mengapa lembaga memainkan peran yang relevan dalam mengurangi kematian akibat bencana alam. Namun secara umum, Calossi, E., Sberna, S., & Vannucci, A. (2012) mengatakan bahwa transparansi dan akuntabilitas dapat menentukan keberhasilan pemulihan pasca bencana. Menurut mereka, terdapat beberapa sebab mengapa transparansi dan akuntabilitas menjadi terkendala pada masa penanggulangan bencana, di antaranya: tekanan media dan opini publik disertasi dengan terbatasnya waktu yang dimiliki mendorong untuk melakukan tindakan bantuan cepat. Tindakan tersebut cenderung berdasarkan informasi yang kurang memadai; Minimnya panduan untuk melakukan evaluasi hasil dan efektivitasnya, karena lebih mengutamakan sisi kemanusiaan; Kurangnya informasi menjadikan lebih rentan untuk mendorong penyelewengan dalam penyaluran bantuan; Lemah dan rapuhnya lembaga-lembaga negara serta pelayanan publik, serta sulitnya melakukan kontrol terhadap penegakan hukum; Rekrutment darurat terhadap pegawai-pegawai yang dapat mengurangi loyalitas dan kemampuan mereka untuk memenuhi tugas; Banyaknya lembaga pemerintah dan nonpemerintah berkumpul pada saat yang sama dalam konteks yang sama untuk menangani keadaan darurat, masing-masing mengikuti aturan dan prosedurnya sendiri, meningkatkan kompleksitas dalam koordinasi. Dari pemaparan literatur di atas, yang menarik adalah semua kajian yang dilakukan adalah pada jenis bencana yang dapat diprediksi periodisasi bencananya. Misalnya pada bencana gempa bumi, pemerintah dapat mengetahui kapan bencana gempa bumi berakhir, sehingga proses pemulihan pasca bencana dapat dilakukan. Sedangkan untuk bencana wabah Covid-19 yang sedang berlangsung saat ini, tidak satu pun negara-negara di dunia dapat memastikan periode lamanya wabah ini berlangsung. Bahkan negara-negara maju sekalipun jumlah kematiannya tertinggi di dunia. Meskipun dapat membuat berbagai prediksi dengan berbagai pendekatan, tetapi karakteristik setiap negara berbeda-beda, sehingga tingkat kesalahan dalam melakukan prediksi menjadi besar. Masa pemulihan pascawabah Covid-19 akan mengalami periode yang panjang, dan akan berdampak pada seluruh sektor kehidupan, khususnya kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu, moral hazard perlu mendapat perhatian serius dalam penanggulangan wabah ini.

254 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Di Indonesia, modus penyelewengan dana bantuan bencana sangat beragam. Indonesia Corruption Watch (ICW)8 menyebutkan bahwa setidaknya ada empat modus yang dilakukan dalam penyalahgunaan dana bantuan, yaitu penyunatan oleh oknum aparat birokrasi kepada warga korban; penggelembungan data administrasi penduduk yang menjadi korban; berdasarkan data dan informasi yang tidak valid, pada masa pemulihan dan rekonstruksi banyak proyek-proyek fiktif; banyak proyek konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas yang telah ditentukan karena terjadinya kesalahan interpretasi oleh kontraktor. Hal lain yang jarang mendapat perhatian adalah penyelewengan yang mungkin dilakukan oleh pihak swasta. Tidak adanya kontrol terhadap lembaga-lembaga swasta baik dalam proses pengumpulan maupun penyaluran bantuan, menjadikan pengukuran keberhasilan penanggulangan bencana sulit dilakukan.

Strategi Simultan Berdasarkan pemaparan di atas, perlu sinergi di antara ketiga elemen yang ada di negeri ini, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sinergitas diperlukan agar potensi penyalahgunaan dana penanggulangan wabah Covid-19 dapat dihindari. Beberapa strategi dapat dilakukan secara simultan. Pertama, pembenahan koordinasi harus dilakukan oleh pemerintah sesegera mungkin. Tingginya tingkat kematian di Indonesia menunjukkan bahwa koordinasi antarlembaga masih lemah. Koordinasi bukan hanya yang sifatnya horizontal antarpemerintah pusat, tetapi yang sifatnya vertikal juga perlu dibenahi sampai pada tingkat RT/RW. Kedua, pemerintah wajib memastikan validitas data masyarakat terdampak. Informasi yang akurat memudahkan penyaluran bantuan tepat sasaran. Data tersebut akan berguna untuk keperluan masa yang akan datang. Selain itu, penggunaan dana bantuan harus lebih transparan dan akuntabel. Perlu dibuat laporan dan diumumkan ke publik secara berkala.

8 https://www.antikorupsi.org/news/mewaspadai-penyimpangan-dana- bencana diakses pada tanggal 28 April 2020.

255 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Ketiga, pemerintah bekerja sama dengan swasta perlu membuat mekanisme pengawasan terhadap lembaga-lembaga swasta dalam penanggulangan wabah Covid-19 ini. Melakukan audit dan memastikan dana publik yang terkumpul disalurkan tepat sasaran. Keempat, seluruh masyarakat harus terlibat untuk melakukan pengawalan terhadap potensi penyelewengan yang ada di lapangan. Periode pandemi yang panjang, menjadikan partisipasi aktif masyarakat sebagai keniscayaan. Masyarakat harus berani memberikan aduan jika diduga adanya penyimpangan. Portal pengaduan perlu disediakan oleh pemerintah agar dapat ditindaklanjuti secara optimal. Sudah saatnya kerjasama seluruh elemen bangsa perlu diperkuat dalam menghadapi wabah ini. Jika tidak, penyeleweng dana bantuan bencana akan terus saja memanfaatkan bencana negeri ini. •

Referensi Alesina, A., & Weder, B. 2002. “Do corrupt governments receive less foreign aid?”, American Economic Review, 92(4), 1126-1137. Ambraseys, N., & Bilham, R. 2011. “Corruption kills”, Nature, 469(7329), 153-155. Calossi, E., Sberna, S., & Vannucci, A. 2012. Disasters and corruption, corruption as disaster. In International Disaster Response Law. The Hague, The Netherlands: TMC Asser Press. Kahn, M. 2005. “The death toll from natural disasters: the role of income, geography, and institutions”, Rev Econ Stat, 87:271–284.

256 COVID-19 DAN PENDIDIKAN / Prof. Dr. Armai Arief, M. A.

Proses kehidupan sejatinya memberikan arti perjuangan dan makna yang sangat abstrak, terkadang se-irama tapi tak senada. Inilah sesungguhnya yang dapat diterima oleh manusia dengan lapang dada, sehingga terciptanya proses pendewasaan manusia dari pelbagai perspektif (dewasa dalam bersikap, berpikir, bertindak, dan sebagainya). Disuguhkannya pelbagai problematika di dunia merupakan kehendak Tuhan. Akan tetapi, tentunya ini harus dipahami sebagai bagian dari tantangan manusia untuk menjawab dan menghadapinya. Sebagai tindak lanjut, seyogianya kita dapat berperan serta melalui pendidikan dan pengajaran. Hal inilah yang memang diamanatkan dalam ajaran agama. Benarlah, pendidikan dan pengajaran itu diharapkan akan memutus mata rantai pelbagai problematika di dunia. Kini, usia bangsa Indonesia sudah menginjak ke-74 tahun. Pada awal tahun 2020 seluruh dunia termasuk Indonesia berduka akibat dihadapkan dengan wabah Covid-19 yang sudah berstatus Pandemi. Berdasarkan data tanggal 26 Maret 2020 ada sebanyak 893 orang dinyatakan positif, 78 orang meninggal, dan 35 dinyatakan sembuh. Saat ini angka ini tentu sudah mengalami perubahan. Hal ini dinyatakan oleh Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan wabah Covid-19 dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui saluran Youtube BNPB pada Kamis, 26 Maret 2020. Data ini mengisyaratkan bahwa peran dan kontribusi dari berbagai pihak untuk menjalin kerja sama sangat dibutuhkan, mulai dari pemerintah pusat sampai daerah termasuk seluruh elemen masyarakat

257 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik harus all out dalam menangani problematika ini. Sebelumnya, kepala daerah seperti Gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta sejumlah gubernur lainnya telah mengeluarkan seruan. Salah satunya Gubernur DKI Jakarta dengan Surat Seruan Nomor 6 tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Perkantoran dalam rangka Mencegah Penyebaran Wabah Corona Virus Disease-Covid-19. Selain itu, Keputusan Gubernur DKI Jakarta ini menjadi sumber legalitas penetapan Status Tanggap Darurat Bencana terhitung mulai sejak Jumat, 20 Maret 2020. Oleh karena itu, dengan dikeluarkannya seruan tersebut, maka seluruh kegiatan publik di wilayahnya untuk sementara waktu ditiadakan (dialihkan). Seirama dengan adanya perkembangan wabah tersebut, setidaknya MUI terenyuh mengeluarkan fatwa, mengingat kebutuhan hajat banyak orang disebabkan wabah Corona yang sudah berstatus pandemi dunia. Fatwa tersebut dikeluarkan dengan Nomor 14 Tahun 2020 tentang panduan umat Muslim mencegah penyebaran Covid-19. Fatwa ini memuat 9 poin, termasuk soal ibadah wajib seperti ibadah Shalat Jumat. Dengan adanya ujian dan cobaan yang diberikan Tuhan kepada hamba-Nya, dalam perspektif pendidikan, maka perlu dilihat dari kacamata dan cakrawala luas, mengingat ini sebagai anugerah yang sejatinya mengandung hikmah di balik kejadian yang menimpa bangsa Indonesia bahkan dunia sekarang ini. Ini merupakan anugerah bagi kita semua selaku hamba-Nya untuk memberikan perhatian bidang pendidikan untuk terus berkarya mencerdaskan generasi bangsa dan berkontribusi untuk pembangunan peradaban bangsa. Hal ini telah difirmankan oleh Allah SWT. berfirman dalam Surat an-Nahl ayat 125. ۡ ُ َ َ ۡ ۡ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َّ ٱدع إ ٰل َسبيل َر ّبك بٱلِك َمةِ َوٱل َم ۡو ِعظةِ َٱل َسنةِۖ َوجٰ ِدل ُهم بٱلت َ ِ ِ ِ ِ ِ َ َِ ِ ۡ َ ُ َّ َ َّ َ ُ َ ۡ َ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ َ ۡ َ ُ ِ َه أحسنۚ إِن ربك هو أعلم بِمن ضل عن سبِيلِهِۦ وهو أعلم ۡ ُ ۡ َ َ بِٱلمهت ِد ين١٢٥ Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

258 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Wabah Covid-19, setidaknya mengajarkan dan mendorong kepada kita untuk menyerukan masyarakat agar tetap berada pada jalan yang lurus, walau itu sulit. Justru tatkala menghadapi ujian dan cobaan, zikir, munajat, dan ikhtiar haruslah terus dilakukan. Harus ada keyakinan bahwa sesungguhnya segala bentuk wabah adalah merupakan ciptaan Tuhan Allah SWT. dan tentu ada hikmah bagi orang yang beriman, dan bertakwa. Jika kita memandang bahwa apa yang diberikan di dunia ini sebagai bentuk rasa syukur, maka kita akan melihat dunia ini terasa indah, sebab pengajaran dan pendidikan akan memberikan bekal pengetahuan yang luas. Seruan di atas juga dapat dijadikan pertimbangan bahwa untuk melakukan action proses pendidikan dan pengajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara dan metode. Berbagai instruksi sudah dikeluarkan baik oleh presiden, hingga kepala daerah dengan seruan mengurangi aktivitas di luar rumah; saatnya kita kerja dari rumah (Work from Home), belajar dari rumah (Study From Home), dan ibadah di rumah. Pernyataan ini didukung dengan dikeluarkannya fatwa MUI di atas merupakan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi hal yang dapat menyebabkan terpaparnya penyakit. Semua ini juga menjadi bagian dari upaya menjaga tujuan pokok beragama. Islam mengatur tidak hanya hubungan manusia dengan Tuhan (habl min Allah) melalui sistem Ibadah ritual, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (habl min al-nas) yang mencakup pelbagai aspek kehidupan: sosial, ekonomi, politik, ketatanegaraan, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya. Islam menyediakan dasar dan prinsip-prinsip kehidupan. Perincian sistem dan konsep pengaturan, serta metodenya bersifat compatible, adaptive, dan accommodative, sesuai perkembangan zaman dan budaya di mana Islam itu hadir. َ ْ ْ َ ُ َ ٌ ُ ِّ َ َ َ َ َ ا ِلسالم ص ِالح ِلك زمان و ماكن Kalimat di atas, memberikan bukti nyata, bahwa Islam relevan untuk setiap waktu (masa atau zaman) dan tempat. Termasuk dalam soal pendidikan dan pengajaran yang harus diselenggarakan secara luwes dan mudah. Reformulasi pendidikan kini dibutuhkan dan harus hadir memberikan bekal harapan dan optimisme. Sekalipun dihadapkan

259 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dengan adanya wabah Covid-19, pendidikan bisa dijabarkan ke dalam poin yang sederhana sebagai berikut. Pertama, Keimanan. Islam kian terlihat dapat berperan sebagai penyelamat kehidupan manusia dari krisis kemanusiaan multidimensional melalui sistem keagamaan (religiuous system) yang dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari secara komprehensif (kaffah). Pemahaman komprehensif itu melahirkan sikap moral dan akhlak mulia. Hal ini dapat digambarkan melalui Wahyu untuk memandu Ilmu. Wahyu adalah petunjuk dari Allah SWT. yang diturunkan kepada nabi dan rasul yang kemudian tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis. Wahyu akan memandu, memberikan petunjuk jalan, kaidah, patokan, memimpin, memayungi, dan mengarahkan kehidupan. Kemudian ilmu pengetahuan juga menyediakan landasan teori membangun kehidupan yang lebih baik. Jadi harus ada perpaduan kuat antara wahyu dan ilmu pengetahuan Kedua, Ketakwaan. Kejadian Covid-19 ini, haruslah dipandang sebagai anugerah dan disyukuri. Bagaimanapun juga Covid-19 ini adalah kehendak Allah SWT. Jangan sampai dengan adanya peristiwa ini, menjadikan keyakinan, kekokohan fondasi dasar ketakwaan seseorang tergoyahkan. Sesungguhnya bertakwa itu adalah hasil dari proses akhir beriman atau konsekuensi logis dari iman. Takwa bisa juga dipahami sebagai proses agar tetap konsisten dalam beriman, sedangkan keimanan itu datang setelah atau bersamaan dengan proses berislam. Jadi, Islam, iman, dan takwa adalah satu kesatuan yang kuat. Ketiganya hendaklah terus dipupuk dari akarnya yaitu dengan menjalankan syariah. Dengan menjalankan rukun Islam seperti shalat, puasa, zakat, dan haji secara istikamah atau terus menerus akan menghasilkan kesucian diri yang merupakan tujuan dari ketakwaan. Seruan keputusan MUI di atas, setidaknya dapat menjadikan dasar pengetahuan bagi umat Islam di seluruh dunia khususnya Indonesia bahwa serangan wabah juga pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Ketika itu, rasul mengabarkan kepada umatnya untuk tidak mendekati wilayah yang terkena wabah. Dihimbau juga pada waktu itu agar orang yang positif telah terkena wabah di wilayah itu dilarang untuk keluar. Memang terjadi polemik terkait dengan keputusan MUI di kalangan masyarakat. Akan tetapi, polemik merupakan hal yang biasa dan menjadi

260 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 konsekuensi dari sebuah keputusan yang telah disahkan meskipun telah menggunakan berbagai sumber klasik dan kontemporer yang otoritatif untuk dapat dijadikan hujjah. Fatwa ini sebetulnya juga dimaksudkan agar masyarakat semakin cerdas, cermat, dan cakap dalam menyikapi persoalan yang ada termasuk pelarangan ibadah shalat wajib berjamaah di masjid. Pada dasarnya syariat Islam itu memang dimaksudkan untuk menjaga adh-Dharuriyat al-Khams sebagai upaya membangun kemaslahatan melindungi agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Ada satu Hadis dari sahabat Utsman bin ‘Affan yang menjelaskan kondisi era Rasul yang tampaknya relevan dengan saat ini. Rasulullah SAW. bersabda: َ َ ْ َ َ َّ َ َ ُ ُّ َ َ ْ َ ْ ٌ ْ ْ َ َ من قال : ِمْسِب اهللَِّ ا ِذلي ل يض مع اس ِم ِه شء ِف األر ِض ول ُ ْ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ ْ َ ُ َ ف َّالس َم ِاء َوه َو َّالسم ُيع العل ُيم ثالث م َّرات ل ْم تصبه فجأة بَال ٍء ِ ِ ِ ٍ ِ َ َ َّ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ َ ُ َ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ حت يص ِبح ، ومن قالها ِحي يص ِبح ثالث مر ٍات لم ت ِصبه فجأة َ َ َ َّ ُ ْ بال ٍء حت يم ِ َس Artinya: “Barang siapa yang membaca: Bismillah, alladzi laa ya dhurru ma`asmihi syaiun fil ardhi walafissama wahuwassamiul alim (Dengan menyebut nama Allah, tidak akan membahayakan dengan menyebut nama- Nya segala sesuatu di langit dan di bumi. Dan dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) dibaca doa ini tiga kali, dia tidak akan ditimpa musibah yang tiba-tiba sampai di pagi hari. Dan apabila dia baca di pagi hari tiga kali, maka juga tidak akan ditimpa musibah yang tiba-tiba sampai di sore hari” (HR. Abu Dawud dan selainnya).

Ketiga, Kedisiplinan. Kedisiplinan merupakan modal utama bagi Umat Islam; kedisiplinan telah mengajarkan manusia akan pentingnya menghargai diri sendiri dan orang lain, waktu dan usia, mengajarkan mana yang wajib dan yang Sunnah. Jika diurai dalam terminologi pendidikan maka, shalat, zakat, puasa, dan belajar, misalnya, adalah upaya membetuk kedisiplinan yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh umat Islam. Buah kedisiplinan adalah tanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, dan sebagainya. Di sinilah ditemukan bahwa kedisiplinan dalam Islam itu indah karena segala yang dilakukan pada waktunya akan memberikan keberkahan hidup. Dengan demikian, Islam itu agama yang ramah bukan

261 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik marah. Membiasakan diri untuk berlaku disiplin akan terasa nikmat. Seorang haruslah berpasrah kepada Tuhan dengan mengucapkan “Bismillah”, “Alhamdulillah”, semata-mata disiplin berlatih bersyukur agar hidup lebih berkah dan makmur. Kedisiplinan saat ini bisa ditunjukkan dengan menjaga jarak fisik (physical distancing), dengan komunikasi yang baik terarah dan terukur sehingga wabah Covid-19 dapat diputus mata rantainya. Keempat, Pendidikan di Era Industri 4.0 (Disrupsi) dan era tersebarnya wabah Covid-19. Dunia pendidikan sudah dihadapkan dengan Era disrupsi sebagai akibat dari Revolusi industri. Proses pembelajaran yang sebelumnya masih banyak menggunakan white board, laptop berbasis offline dengan klasikallearning kini berpindah ke ruang virtual dengan banyak suguhan yang disajikan oleh penyedia jasa aplikasi pembelajaran. Dimulai dari WA Group, Google Classroom, Youtube, Zoom.us, Edmodo, Schoology, dan E-Learning. Hal ini memperoleh momentumnya melalui instruksi dan kebijakan pemerintah sebagai akibat Covid-19. Semua orang harus bekerja dan belajar dari rumah (Work and Study from Home). Terdapat sejumlah faktor yang mendorong khususnya umat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai berikut. Pertama, ajaran Islam (QS. al-`Alaq :1-5). Kedua, lingkungan dan budaya. Ketiga, semangat berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan (bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban). Keempat, tradisi ilmiah yang sangat kuat yang antara lain ditandai dengan budaya mencintai ilmu, membaca dan menulis, meneliti, membangun lembaga pendidikan, mengoleksi buku, manuskrip dan membangun perpustakaan, menerjemahkan manuskrip, mewakafkan tanah dan segala sesuatu untuk pendidikan. Kelima, ajaran Islam mewajibkan kepada seluruh penganutnya agar melakukan pelbagai kegiatan dalam bidang apa saja dengan berbasis pada ilmu pengetahuan yang dihasilkan melalui bacaan, riset, dan sebagainya. Keenam, adanya pandangan yang bersifat integrated, komprehensif, dan holistik dalam memandang ilmu pengetahuan dan agama. Berangkat dari faktor-faktor di atas, ilmu pengetahuan dan teknologi menurut Islam harus didedikasikan untuk membawa manusia semakin bertakwa kepada Allah SWT. Teori ilmu pengetahuan yang dibangun melalui pengamatan, penelitian, dan percobaan terhadap begitu

262 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 banyaknya tanda kekuasaan Tuhan yang terdapat di alam jagat raya, haruslah mampu memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dengan adanya dorongan dan intruksi di atas, sejatinya pemerintah harusnya juga segera memetakan dan membuat pola tata proses pembelajaran dengan aturan dan fasilitas yang baik, mengingat pembelajaran berbasis daring ini bertumpu kepada kekuatan sinyal dan akses internet yang stabil. Banyak kendala teknis tatkala melakukan daring menggunakan fasilitas aplikasi yang ada, semisal terputusnya konektivitas jaringan komunikasi, dan sebagainya. Oleh karenanya kerjasama berbagai pihak untuk meningkatkan sistem pembelajaran berbasis daring sangat dibutuhkan Terakhir, Covid-19 ini sesungguhnya dapat memberikan hikmah kepada siapa saja untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, mempererat hubungan keluarga, dan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. •

263 COVID-19, PENCEGAHAN PERSPEKTIF ISLAM / Dr. Amirsyah Tambunan, M. A.

Islam sebagai agama universal telah memberikan prinsip dasar dalam pencegahan berbagai penyakit. Di satu sisi penyakit yang disebabkan virus merupakan ujian Allah SWT. Di sisi lain penyakit bisa merupakan azab, jika manusia tidak menghiraukan peringatan Allah seperti penyakit kelamin pada masa Nabi Luth. Di mana saat itu umatnya tidak mengiraukan ajakan Nabi Luth. Berita yang menghentakkan kita semua hingga saat ini, menurut CNN Indonesia, Cina menyatakan bahwa sampai dengan 27 Januari jumlah korban meninggal akibat wabah virus corona bertambah hingga mencapai 80 orang. Kematian terbaru dilaporkan berada di Provinsi Hubei, yakni sebanyak 24 orang. Sementara total kasus yang dikonfirmasi secara nasional naik tajam menjadi 2.744. Dikutip dari AFP, Komisi Kesehatan Nasional Cina menyebut jumlah orang yang terinfeksi virus mematikan itu naik menjadi 769, setengah dari mereka ada di Hubei, di mana 461 dari mereka dalam kondisi serius. Salah satu cara mencegah agar tidak merebaknya virus, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam, adalah melakukan pembersihan (thoharoh) agar terhindar dari berbagai virus. Kita terus berdoa, sebagaimana riwayat dari Anas RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda, ucapkanlah: “Allahumma innii a’uudzu bika minal Baroshi wal Junuuni wal Judzaami wa min Sayyi-il Asqoom.” Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit yang jelek lainnya” (HR. Abu Daud, Imam Ahmad).

264 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Dalam perspektif kedokteran Islam yang telah dikenal sejak awal dengan istilah Karantina saat ini sudah menjadi prosedur umum dalam dunia kedokteran saat wabah penyakit menjangkit sebuah komunitas. Karantina berasal dari bahasa Latin “Quadraginta” yang artinya empat puluh. Hal ini disebabkan karena dahulu semua penderita penyakit harus diisolasi selama empat puluh hari. Saat ini, ilmu pengetahuan modern telah menyingkap cara-cara mikroba berkembang dan menyebabkan penyakit, sehingga ditemukan metode bagaimana seharusnya karantina dilakukan. Pada abad ke-14, sejarah mencatat wabah penyakit melanda Eropa, menyebabkan kematian seperempat warganya. Lebih dari 60 juta orang warga dunia meninggal karena penyakit “pes” (Black Death). Pada 1348 Pelabuhan Venesia sebagai salah satu pelabuhan terbesar di Eropa melakukan upaya karantina dengan cara menolak masuknya kapal yang datang dari daerah terjangkitnya penyakit pes serta terhadap kapal yang dicurigai membawa penyakit pes (plague). Pada 1377 di Ronguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang dari daerah terjangkit penyakit pes harus tinggal di suatu tempat di luar pelabuhan dan tinggal di sana selama 2 bulan supaya bebas dari penyakit. Dan itulah prinsip karantina yang juga diajarkan oleh Islam yakni: 1. Pada saat itu, saat wabah penyakit pes menggila di Eropa, hanya sebagian kecil dunia Muslim yang terserang wabah tersebut. Islam memandang konsep pencegahan tersebarnya penyakit dengan melakukan sistem karantina. Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian mendengar wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari Muslim). Selain itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Orang yang melarikan diri dari tempat wabah adalah seperti orang yang melarikan diri dari pertempuran di jalan Allah. Dan barang siapa yang sabar dan tetap di tempatnya, maka dia akan diberi pahala dengan pahala seorang yang mati di jalan Allah”. 2. Sistem karantina ini, dimana semua orang yang menderita wabah dicegah meninggalkan tempat tersebut, dan pengunjung juga dicegah masuk, sekarang telah diberlakukan di seluruh dunia.

265 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sebelum Pasteur berhasil menemukan keberadaan Mikroba, orang berpikir bahwa wabah penyakit yang terjadi itu disebabkan oleh setan dan bintang-bintang. Menurut mereka, wabah tersebut tidak berhubungan dengan kebersihan atau perilaku tertentu, sehingga mereka melakukan ritual magis untuk mengatasinya. Islam adalah agama yang sejak dini mengajarkan agar umatnya melakukan kebersihan. Dalam Islam dikenal dalam Bab pertama, Fiqih Thaharah. Kewajiban bersuci dan berwudhu menjadi dasar untuk mengabdi kepada Allah dan bagian tak terpisahkan dengan upaya mencegah berkembangnya berbagai virus, sehingga tidak mewabah. Ketika dalam kondisi wabah pun Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan sistem karantina yang merupakan dasar pencegahan modern setelah penemuan Mikroba yang menyebabkan penyakit. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan para sahabat, “Jika kalian mendengar tentang wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” Hal ini merupakan proses pengisolasian wabah agar tidak menular ke tempat lain dan menjadi pandemi. Sikap yang tegas dari Nabi Muhammad SAW. untuk memastikan perintah dilakukan dengan baik, Rasulullah akan memerintahkan pendirian tembok di sekitar daerah wabah dan menjanjikan kepada orang-orang yang sabar dan tinggal di daerah wabah dengan pahala sebagai mujahid di jalan Allah. Sementara mereka yang keluar dan melarikan diri dari tempat tersebut diancam dengan malapetaka dan kebinasaan. Jika orang yang sehat diperintahkan untuk tetap tinggal dengan orang sakit di suatu daerah wabah, pasti ia akan menganggap bahwa hal tersebut sebagai pelecehan. Dan karena didasari keinginan untuk hidup, maka pasti ia akan melarikan diri ke tempat lain. Namun, orang Muslim tidak boleh melarikan diri dan meninggalkan tempat wabah sesuai dengan instruksi Nabi. Orang-orang non-Muslim menstigma tindakan itu, hingga mereka kemudian menemukan bahwa mereka yang tampak sehat dan tanpa gejala dapat saja menjadi pembawa kuman yang dimungkinkan akan menjadi carrier dan mentransfer wabah ke tempat lain jika mereka pindah ke sana. Mereka akan

266 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

bergerak bebas dan berbaur dengan orang yang sehat, sehingga dapat menyebabkan orang lain terserang penyakit. Rasulullah mencegah hal tersebut bahkan menjanjikan pahala syahid jika orang tersebut tetap tinggal dan meninggal disebabkan virus tersebut.

Islam telah meletakkan fondasi pencegahan wabah agar virus tidak berkembang. Pada zaman modern, konsep karantina ini dibuat lebih sistematis dan detail melalui pembuatan Undang-Undang Karantina yang pertama dan dengan pendirian pusat karantina di Marseille, Prancis. Konsep ini terus berkembang hingga terselenggaranya International Sanitary Conference di Paris pada 1851 yang menghasilkan International Sanitary Regulation (ISR 1851). Tahun 1951 World Health Organization (WHO) mengadopsi regulasi yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference. Pada tahun 1969 WHO mengubah ISR yang dihasilkan oleh International Sanitary Conference (ISR) menjadi International Health Regulations (IHR) 1969 sekarang menjadi IHR 2005. Dengan demikian, sistem karantina yang menegaskan bahwa semua orang kota yang menderita wabah dicegah meninggalkan tempat tersebut, dan pengunjung juga dicegah masuk, saat sekarang ini sudah diberlakukan di seluruh dunia. Sesuatu yang telah diajarkan Islam jauh-jauh hari. Nah, siapakah yang memberitahu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang fakta ini? Bisakah seorang manusia tahu sesuatu seperti ini empat belas abad yang lalu, ataukah itu berasal dari wahyu Yang Maha Mengetahui? Allah berfirman: “Dan katakanlah, ‘segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamau ayat -ayatnya atau bukti kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.’” (QS. An Naml: 93). • Wallahu a’lam bis showab.

267 KRISIS PANDEMI COVID-19 DAN SOLUSI RISK SHARING / Ali Rama, M. Ec.

Pada awal tahun 2020, penduduk dunia dihebohkan dengan kemunculan jenis virus menular dengan nama virus Corona, atau Covid-19. Virus ini pertama kali ditemukan di Wuhan, ibu kota provinsi Hubei, Cina. Awalnya virus ini disebut “virus Wuhan”, atau presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyebutnya sebagai “Chinese virus”, mengacu di mana virus pertama kali ditemukan dan menyebar. Dari kota berpenduduk sekitar 18 juta orang ini, virus ini bertransformasi menjadi pandemi global, menyebar secara cepat ke seluruh penjuru dunia. Dalam waktu tidak lebih dari empat bulan, virus Covid-19 ini telah menjangkiti lebih dari 220 negara dan wilayah dengan jumlah yang terinfeksi 2,2 juta orang dengan tingkat kematin (fatality rate) sekitar 6,8 persen, atau 146 ribu kasus kematian. Secara demografi, Italia dan Spanyol dalam waktu sekejap menjadi episentrum kasus Covid-19 di luar Cina. Amerika Serikat menjadi giliran selanjutnya yang menjadi negara dengan tingkat kematian terbesar di dunia. Virus Corona dalam waktu sekejap menjadi penyakit yang paling mematikan di abad ke-21 dan ancaman eksistensial peradaban umat manusia. Menurut Luke Kemp (2019), seorang peneliti dari Universitas Cambridge, pertanda keruntuhan peradaban ditandai dengan hilangnya populasi manusia dengan cepat dan abadi, hancurnya layanan publik dan kekacauan sosial yang meluas akibat melemahnya institusi negara untuk menyelesaikan persoalan kekerasan.

268 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Di tanah air sendiri, virus Corona ini awalnya dianggap enteng terutama oleh pihak pemerintah dengan berbagai pernyataan kontroversial. Virus ini mulai dianggap serius saat kasus pertama kali diumumkan pada awal Maret. Padahal menurut sejumlah riset ilmiah termasuk dari London, jumlah kasus di Indonesia seharusnya sudah jauh lebih besar dari kasus yang terungkap. Riset ilmiah tersebut kemudian terkonfirmasi dengan melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesiadalam rentan yang cukup singkat. Dalam sebulan, kasus yang terungkap mencapai sekitar 6 ribu kasus terinfeksi dengan jumlah kematian melebihi 500 orang. Jumlah kasus per hari semakin meningkat seiring dengan peningkatan tes massal yang dilakukan oleh pemerintah.

Dampak Ekonomi Covid-19 Merebaknya pandemi Covid-19 telah melumpuhkan semua aktivitas manusia di seluruh dunia. Dampaknya tidak hanya pada sektor kesehatan tetapi juga pada sektor ekonomi. Efek yang paling ditakutkan adalah lumpuhnya sistem perekonomian global. Pelemahan ekonomi Cina sebagai perekonomian terbesar ke-2 di dunia menjalar ke berbagai belahan dunia lainnya. Sebagaimana diketahui, Cina merupakan salah satu pusat jaringan produksi global. Barang modal di berbagai negara banyak disupplai dari Cina. Kontribusi Cina terhadap perdagangan global sekitar 12,3 persen. Indonesia termasuk negara yang perdagangannya tergantung dengan Cina. Dengan demikian, disrupsi ekonomi Cina akan mengganggu rantai produksi global (global supply chain). Aktivitas perdagangan global akan melambat seiring dengan menurunnya permintaan dan penawaran barang dan jasa dari Cina. Pelemahan ekonomi Cina sebagai akibat covid-19 merupakan shock awal terhadap sistem perekonomian global. Dana Moneter Internasional (IMF) merubah prediksi pertumbuhan ekonomi global 2020 yang awalnya diprediksi akan tumbuh sekitar 3 persen, tapi hanya dalam kurun tiga bulan setelah merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia, proyeksi justru berubah menjadi minus 3 persen. Artinya, wabah Covid-19 akan membuat resesi terburuk sejak depresi terbesar (great depression) dan krisis keuangan global 2008. Diperkirakan kerugian kumulatif terhadap produk domestik bruto (PDB) global selama 2020-2021 sebagai akibat krisis pandemi mencapai

269 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik sekitar USD 9 triliun, atau setara dengan gabungan perekonomian Jepang dan Jerman. Social distancing sebagai kebijakan yang paling direkomendasikan oleh riset ilmiah untuk mengatasi penyebaran jenis penyakit menular menimbulkan persoalan serius dalam perekonomian. Lockdown adalah bentuk paling ekstrem dari social distancing. Sementara di tanah air menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun sebenarnya target yang ingin dicapai sama dengan dua kebijakan yang populer di dunia tersebut. Substansi dari semua kebijakan tersebut adalah ingin mengurangi pergerakan dan interaksi manusia di ruang publik karena interaksi fisik menjadi cara paling efektif dalam penyebaran jenis covid-19. Dampaknya, ruang gerak kegiatan ekonomi jadi terbatas bahkan cenderung berhenti. Saat aktivitas produksi berhenti, pendapatan rumah tangga ikut berhenti pula. Perekonomian pada hakikatnya merupakan satu kesatuan arus aliran (circular flow) yang terdiri dari sektor rumah tangga (konsumen) dan perusahaan (produsen). Produksi pada sektor perusahaan (pabrik) tidak hanya menghasilkan barang dan jasa yang siap konsumsi, tetapi juga sebagai aliran pendapatan bagi rumah tangga yang bekerja di sektor produksi. Dengan demikian, jika salah satu sektor berhenti akibat kebijakan social distancing, maka sirkulasi perekonomian akan berhenti. Dalam konteks Indonesia, kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap kebijakan pembatasan sosial (social distancing) adalah mereka yang bekerja di sektor informal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kelompok usaha ini umumnya mengandalkan pendapatan berbasis harian. Kelompok rentan ini justru menjadi mayoritas dalam struktur ekonomi Indonesia. Tenaga kerja yang bekerja di sektor informal mencapai sekitar 57 persen dari total tenaga kerja nasional. Menurut data BPS 2018, terdapat sekitar 64 juta unit usaha UMKM yang mampu menyerap 117 tenaga kerja, atau setara dengan 94 persen dari total tenaga kerja. Kebijakan work from home (WFH) sebagai alternatif baru dalam menjalankan pekerjaan di masa pandemi justru tidak relevan bagi sebagian besar pekerja informal. Jika sektor informal dan UMKM goyah akibat pandemi Covid-19, ekonomi nasional juga ikut ambruk. Saat krisis ekonomi 1997/8 yang meluluhlantakkan perekonomian nasional, justru sektor UMKM menjadi penyelamat ekonomi nasional.

270 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19

Sektor ini tidak terlalu terpengaruh dikarenakan tidak memiliki struktur utang yang akut seperti sektor perbankan dan korporasi. Sebaliknya, kebijakan pembatasan sosial di saat pandemi Covid-19 justru berpengaruh langsung terhadap aktivitas ekonomi sektor informal dan UMKM. Selain itu, sektor pekerja juga dihantui oleh potensi PHK bahkan sejumlah usaha sudah mulai memberhentikan tenaga kerja sebagai imbas Covid-19 ini. Angka kemiskinan nasional juga diperkirakan akan semakin meningkat. Menurut Menteri Keuangan, angka kemiskinan bisa bertambah sekitar 1,1 juta orang untuk skenario moderat atau dalam skenario lebih buruk bisa bertambah sebanyak 3,78 juta orang miskin. Dampaknya secara keseluruhan adalah pertumbuhan ekonomini nasional hanya akan tumbuh sekitar 2,3 persen, bahkan dalam skenario berat turun sampai negatif growth. Sektor ekonomi lain yang terkena dampak serius akibat Covid-19 adalah sektor pariwisata, perhotelan dan penerbangan. Negara yang mengandalkan sektor pariwisata seperti Italia, Spanyol, dan Inggris menjadi yang paling banyak terpukul akibat pengurangan jumlah wisatawan, baik asing atau lokal. Airline flybe yang umumnya menjadi penghubung kota-kota kecil di Britania Raya dan negara-negara Eropa dinyatakan bangkrut akibat berkurangnya penumpang selama pandemi ini. Sektor pariwisata di Indonesia juga terkena dampak akibat berkurangnya wisatawan asing dan lokal yang berkunjung. Selain itu, problem lain yang ikut mencuat di tengah pandemi adalah krisis utang sektor rumah tangga. Banyak sektor rumah tangga yang fondasinya rapuh akibat struktur utang sebagai penopang utamanya. Guncangan pendapatan membuatnya cepat ambruk. Susahnya mencari pekerjaan, daya beli yang menurun akibat kenaikan harga-harga bahan pokok, merebaknya fasilitas utang online yang sangat mudah, dan berkembangnya perilaku konsumerisme di tengah masyarakat menjadi faktor utama merebaknya utang di tengah masyarakat. Utang menjadi penopang utama untuk menjaga stabilitas konsumsi dan kesejahteraan keluarga. Masyarakat sibuk mondar-mandir dari penyedia utang ke penyedia utang lainnya, atau dengan kata lain “gali lobang tutup lobang”. Utang rumah tangga yang semakin besar bisa menjadi ancaman serius bagi ketahanan rumah tangga dalam jangka panjang. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa kredit

271 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik sektor rumah tangga mencapai sekitar 23% dari total kredit perbankan nasional pada 2019, atau sekitar Rp 1.319, tumbuh sekitar 6,5 persen dari tahun sebelumnya. Utang sektor rumah tangga ini sekitar 8,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Rumah tangga sebagai sektor terkecil dalam perekonomian merupakan faktor penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan ekonomi. Sejumlah studi empiris menunjukkan bahwa krisis keuangan banyak bermula dari krisis utang sektor rumah tangga. Krisis Asia pada 1997/8 didahului oleh tingkat utang sektor rumah tangga yang signifikan. Begitu pula dengan krisis subrime mortgage di Amerika Serikat tahun 2008 yang banyak meluluhlantakkan perusahaan-perusahaan raksasa berskala global diawali oleh kegagalan sektor rumah tangga untuk membayar kredit rumah (mortgage). Kebijakan memberikan “relaksasi” kredit bagi masyarakat dan sektor usaha di tengah tekanan ekonomi akibat virus Corona merupakan kebijakan kuratif yang bersifat jangka pendek untuk mengamankan likuiditas masyarakat di tengah pandemi. Akar masalahnya tidak tercabut, yaitu utang berbasis bunga yang menjamur di sektor rumah tangga dan ekonomi secara keseluruhan.

Risk Sharing: Solusi di tengah Pandemi Krisis Covid-19 membuat hari-hari umat manusia semakin tidak pasti. Kebijakan pembatasan sosial yang awalnya direncanakan hanya sekitar 2-3 minggu mengikuti perkiraan para peneliti bahwa masa inkubasi virus covid-19 selama 14 hari dalam tubuh manusia. Namun pada kenyataannya, banyak negara termasuk Indonesia yang belum ada tanda-tanda akan memberhentikan kebijakan pembatasan sosial tersebut. Justru sebaliknya yang terjadi, kasus terinfeksi dan meninggal semakin banyak bahkan cenderung eksponensial. Masa puncak penyebaran virusnya belum bisa diprediksi. Akibatnya, kehidupan umat manusia di tengah krisis Covid-19 semakin tidak menentu, penuh dengan ketidakpastian; kapan musibah dan cobaan ini akan berakhir. Ketidapastian adalah sifat dasar dari eksistensi manusia. Masa depan manusia penuh dengan ketidakpastian dan akhirnya tidak bisa diprediksi secara pasti. Ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami

272 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 telah beriman’, sedang mereka tidak diuji” (QS. Al-Ankabut: 2), dan “Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. 2:155). Secara teologi, musibah dalam bentuk wabah maupun bentuk krisis lain akan senantiasa datang di sepanjang hidup manusia. Bahkan musibah penyakit menular (pandemi) menurut para ahli adalah siklus 100 tahunan. Dengan demikian, umat manusia sudah terbiasa dengan berbagai bentuk musibah dan punya kemampuan untuk survive di tengah musibah tersebut. Orang yang beruntung di tengah musibah ini menurut ayat di atas adalah orang yang bersabar dan tetap berbaik sangka kepada Allah atas yang menimpanya di kehidupan ini. Sikap optimisme dan berpikir rasional merupakan kunci dasar untuk mengambil pelajaran di balik musibah. Transformasi musibah menjadi perubahan besar dalam hidup. Dalam teori ilmu keuangan, manusia umumnya menghadapi dua jenis risiko: risiko sistematis dan risiko nonsistematis. Risiko jenis pertama dipengaruhi oleh kondisi ekonomi secara umum yang tergantung pada faktor makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal dan moneter, inflasi dan suku bunga, dan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Jenis risiko ini tidak dapat didiversifikasi dan diasuransikan. Kebijakan makroekonomi yang memperkuat fondasi ekonomi dapat mengurangi efek risiko ini. Sementara yang kedua adalah jenis risiko bersifat spesifik kepada individu atau perusahaan yang sangat tergantung kondisi masing-masing. Jenis risiko ini dapat dimitigasi, didiversifikasi dan bahkan dibagi (shared). Risiko kecelakaan, risiko terjangkit virus, atau risiko bangkrut termasuk jenis risiko nonsistematis. Risiko PHK dan kehilangan pendapatan selama Covid-19 termasuk jenis risiko nonsistematis. Artinya, risiko non-sistematis ini dapak berdampak serius terhadap tingkat kesejahteraan individu. Apa strategi yang bisa dilakukan untuk mengelola risiko nonsistematis yang terjadi dalam volume besar di tengah masyarakat, seperti kondisi pandemik saat ini. Salah satu solusi yang tepat adalah dengan melakukan tindakan berbagi risiko atau risk sharing secara massal. Gerakan donasi, filantropi, pemotongan gaji, gotong-royong dan peduli tetangga merupakan contoh sederhana tindakan risk sharing

273 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik yang bertujuan mengamankan level konsumsi masyarakat yang kesulitan ekonomi. Praktik risk sharing sebagai instrumen jangka pendek dalam mengatasi persoalan guncangan ekonomi sudah terinstitusi dalam agama Islam, yaitu dalam bentuk instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Instrumen tersebut merupakan bentuk redistribusi pendapatan dan sekaligus pengaman sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan krisis pendatan akibat shock ekonomi. Redistribusi pendapatan dalam bentuk zakat dan infak punya dampak signifikan dalam sirkulasi ekonomi. Secara teori, instrumen ini dapat meningkatkan agregat pendapatan (Metwally, 1986), tabungan dan investasi (Chapra, 1993 dan Kahf, 1997), suplai tenaga kerja dan modal (Choudhury, 1983), dan pengurangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi (Malik, 2016). Risk sharing dalam bentuk redistribusi pendapatan dapat menyelamatkan rumah tangga terkena dampak krisis covid-19 dan sekaligus menggeliatkan kembali aktivitas ekonomi. Selain itu, model risk sharing juga sangat cocok untuk diterapkan di sektor keuangan sebagai alternatif dari sistem ribawi (utang berbunga). Sistem ini menurut sejumlah riset ilmiah adalah akar dari semua krisis ekonomi dan keuangan di zaman modern ini. Dinamakan krisis mata uang, krisis perbankan, dan krisis keuangan tapi sebenarnya adalah krisis utang. Sistem utang berbunga pada dasarnya adalah tidak stabil karena sistemnya menumpuk risiko hanya kepada satu pihak saja, yaitu pihak penerima pinjaman. Sementara risk sharing, risiko dialokasikan dan distribusikan kepada semua pihak yang terlibat di dalam kontrak. Risk sharing ini merupakan manifestasi dari kesatuan manusia (unity of mankind). Fenomena globalisasi dan digitalisasi yang menghilangkan jarak antara manusia seharusnya dimaknai sebagai upaya untuk menyatukan manusia dalam berbagai hal, termasuk dalam hal distribusi risiko (rugi dan untung) yang umat manusia hadapi. Bukan sebaliknya, kaum lapisan paling bawah seperti orang miskin ataupun rentan miskin yang harus bertubi-tubi menanggung risiko ekonomi di saat ekonomi mengalami guncangan akibat pandemik. Sementara kaum kelas menengah justru panik belanja dan melakukan penimbunan bahan- bahan konsumsi untuk menyelamatkan level konsumsinya. Menurut Professor Abbas Mirakhor, kebijakan dalam mengelola risiko umumnya ada tiga pendekatan, yaitu transfer risiko (risk transfer),

274 Jihad Kemanusiaan Melawan Pandemi Covid-19 geser risiko (risk shifting), dan berbagi risiko (risk sharing). Risiko yang merupakan tabiat dasar hidup manusia umumnya hanya ditransfer ke pihak-pihak tertentu atau digeser ke para pemberi pajak melalui kebijakan bail-out pemerintah. Tingkat risiko seharusnya dibagi secara optimal di antara pelaku pasar sesuai dengan kemampuan mereka menanggung risiko (Mirakhor dan Smolo, 2014). Dalam konteks kebijakan publik, pemerintah merupakan “manager” tertinggi dalam mengelola risiko bagi masyarakatnya. Umumnya, pemerintah berperan “menanggung” risiko atas nama kepentingan masyarakat, seperti menyediakan jaminan sosial, bantuan langsung dan tunai, subsidi dan berbagai bentuk sosial pemerintah lainnya. Kehadiran intervensi pemerintah di tengah ekonomi merupakan bentuk koreksi atas kegagalan sistem pasar untuk melindungi kaum miskin yang terpinggirkan (Askari & Mirakhor, 2014). Intervensi pemerintah tersebut merupakan bentuk partisipasi risk sharing terhadap masyarakat yang rentan terkena risiko ekonomi. Idealnya, dalam kondisi pandemi, kebijakan risk sharing tidak hanya disemarakkan oleh setiap individu yang mampu berbagi risiko, tetapi juga oleh pemerintah. Pemerintah sebagai “pengelola risiko tertinggi” seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengalokasikan sumber dayanya untuk mengurangi guncangan pendapatan dan konsumsi masyarakat di tengah pandemi melalui berbagai bentuk kebijakan sosial seperti bantuan tunai, beras dan pangan. Realokasi anggaran merupakan pilihan kebijakan yang harus dilakukan. Secara umum, konsep risk sharing ini jangan hanya dijadikan sistem bamper di saat krisis untuk mengatasi guncangan jangka pendek, tetapi harus dijadikan sebagai sistem pengelolaan sumber daya ekonomi utamanya dalam mengurangi kesenjangan ekonomi. Secara sistem, risiko dibagi kepada semua pihak-pihak yang terlibat dalam pasar dan dipastikan tidak ada pihak yang menikmati keuntungan (gain) tanpa menangung risiko (Askari dkk., 2012).

Perubahan Besar setelah Covid-19 Di setiap musibah besar, umumnya akan diikuti oleh perubahan besar yang akan terjadi setelahnya. Inilah hikmah yang kita sebut dalam bahasa agama. Boleh jadi Covid-19, menjadi momentum pergesaran

275 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik kekuatan politik dan ekonomi dunia yang selama ini didominasi oleh Amerika dan negara Eropa. Di tengah perjuangan negara-negara maju, seperti Amerika, Inggris, dan Jerman dalam melawan Covid-19, Cina justru mengumumkan kesuksesannya dalam mengatasi Covid-19 yang ditandai dengan menurunnya jumlah pasien baru dan meninggal. Kota Wuhan yang menjadi asal mula virus Corona ini sudah mulai dibuka setelah lockdown, masyarakatnya sudah mulai beraktivitas terbatas di ruang publik. Selain itu, Cina juga mempercepat peluncuran mata uang digital (digital currency) atau uang virtual yang akan diberlakukan secara nasional dan akan dikontrol ketat oleh bank central Cina. Uang digital Cina ini akan menjadi ancaman serius bagi masa depan dolar Amerika yang selama ini jadi alat transaksi perdagangan global. Dolar adalah simbol keperkasaan ekonomi Amerika selama ini. Selanjutnya, perubahan besar yang akan terjadi setelah Covid-19 adalah cara umat manusia dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya. Model kerja dari rumah dengan bantuan internet dan teknologi alat komunikasi kemungkinan besar akan diuji coba secara besar-besaran paska pandemi. Transformasi model kerja manusia ini tentunya akan membuat transformasi besar dalam perekonomian. •

276 Epilog:

KIPRAH MUHAMMADIYAH*1 / Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M. Si. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Muhammadiyah selalu hadir ketika bangsa dan kemanusiaan semesta memanggil kala ada masalah. Demikian halnya ketika pandemi Covid-19 menjadi musibah yang melanda Indonesia dan dunia. Sejak 2 Maret 2020, Pimpinan Pusat Muhammadiyah memulai gerak menghadapi pandemi Covid-19 secara masif dan tersistem. Lalu, dibentuk Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) yang melibatkan semua elemen. Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah pun bergerak. Lazismu yang memobilisasi ZIS, menyangga bersama. PWM-PWA sampai PRM-PRA didukung semua unsur, serentak mengambil langkah nyata. Bukan dengan banyak kata di medsos. Semuanya melangkah seirama dari pusat sampai wilayah, daerah, cabang, dan ranting secara bersama. Saat itu Muhammadiyah yang paling awal bergerak, termasuk mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan.

*1 Tulisan pernah dimuat di harian Republika, Jumat, 17/4/2020

277 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Dengan rasa syukur dan tanpa riya, Muhammadiyah di garda depan. Langkah Muhammadiyah diapresiasi pemerintah, satu di antaranya dr Corona Rintawan yang semula ketua MCCC ditarik ke BNPB Pusat untuk membantu gugus tugas pemerintah tangani Covid-19. Terima kasih dari masyarakat juga dialamatkan kepada Muhammadiyah, meski dengan kerendahan hati kami merasa belum optimal berkiprah sebagai jalan ibadah.

Kiprah inklusif MCCC sejak dibentuk dengan semua elemennya dari pusat sampai wilayah dan daerah, luar biasa geraknya. Kiprahnya didukung kinerja, data, dan sistem teknologi informasi yang bagus dengan dukungan Pusat Syiar Digital Muhammadiyah. MCCC telah mengoordinasikan gerak melawan Corona di 64 RS Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. RSM PKU Gombong bahkan mengubah Rusunawa Muhammadiyah menjadi pusat penanganan Covid-19. Menurut Wakil Bupati Kebumen, tidak kalah dengan fasilitas Wisma Atlet Jakarta milik pemerintah. ‘Aisyiyah dan semua komponen persyarikatan dari pusat sampai di bawah, bersinergi menghadapi musibah besar ini. Secara khusus, ‘Aisyiyah berkiprah dalam program sosial-ekonomi yang dirasakan manfaatnya warga di akar rumput. Baik Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah di luar negeri melalui PCM dan PCIA, seperti di Malaysia, Taiwan, AS, Jerman, Arab Saudi, Mesir, dan lain-lain melakukan peran secara bersinergi. Khusus di Malaysia, PCIM bersama Aliansi Organisasi-Organisasi Masyarakat Indonesia di Malaysia malah memberi masukan agar Pemerintah Indonesia benar-benar memperhatikan nasib TKI-pekerja migran yang berat beban masalahnya. Muhammadiyah gencar membela tenaga kesehatan yang luar biasa berkhidmat, berempati pada korban positif dan meninggal. Selain itu, terus mengedukasi warga yang masih berpandangan negatif kepada pasien dan menolak pemakaman jenazah terkait Corona. Semua gerak Muhammadiyah menghadapi musibah Corona membuktikan kiprah amaliah kemanusiaan yang inklusif seperti diajarkan KH Ahmad Dahlan tentang Al-Ma’un ataupun misi risalah

278 Epilog dakwah Nabi Muhammad untuk menebar rahmatan lil-’alamin.

Kesadaran rohaniah Muhammadiyah dengan kiprah menghadapi wabah Corona itu membuktikan, amaliah nyata tak kenal lelah dan nirpamrih untuk bangsa dan kemanusiaan semesta dengan spirit Islam berkemajuan yang rahmatan lil-’alamin. Jangan menganggap apa yang dikerjakan Muhammadiyah itu bersifat praktis belaka. Semuanya lahir dari jiwa tauhid, iman takwa, ihsan, dan ilmu dalam wujud amal saleh yang bersifat memecahkan masalah. Muhammadiyah berterima kasih bila dihargai pihak lain, tetapi kalau tidak diapresiasi pun tetap beramal kebajikan yang memberi maslahat bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. “Percayalah, Allah sesuai janji-Nya akan memberi kehidupan dan pahala terbaik bagi siapa pun orang beriman yang beramal saleh” (QS. An-Nahl: 97).

Muhammadiyah juga mengapresiasi pemerintah dan semua komponen bangsa yang bekerja maksimal dalam menangani pandemi Covid-19. Mari terus bangun kerja sama dan optimisme dalam mengatasi musibah ini. Jauhi sikap negatif saling menyalahkan dan melemahkan yang kian menambah berat masalah. Para elite hindari pernyataan dan langkah kontroversial yang menambah beban dan kegaduhan di tengah bangsa dan umat sedunia sedang hadapi ujian berat ini. Fokus di tengah menghadapi pandemi justru menunjukkan jiwa kenegarawanan dan jauhi pemanfaatan situasi yang merugikan kehidupan bersama. Jangan memperkeruh keadaan dengan berselancar pernyataan dan tindakan yang menuai resah di jiwa rakyat. Para wakil rakyat dan pejabat negara penting mengasah rohani agar jiwa kenegarawanannya hidup dan tidak mati rasa di tengah rakyat yang tengah hadapi musibah berat ini. Radar rohaniah dan intelektual pejabat serta elite negara dan kekuatan bangsa penting dipertajam, agar menghasilkan kebijakan dan langkah yang maslahat bagi bangsa serta tidak menimbulkan mudarat bagi masa depan Indonesia.

279 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Warga bangsa juga diminta makin dewasa dan menunjukkan jiwa kebersamaan. Jangan lagi ada penolakan terhadap sesama saudara yang positif dan meninggal terkait korona. Saatnya tunjukkan kegotongroyongan di dunia nyata, bukan di keindahan kata-kata. Harapan Muhammadiyah agar semua elite dan warga bangsa tetap ikhlas, semangat, gembira, optimistis, dan menjaga kesehatan. Ikhtiar, doa, sabar, dan kebersamaan menjadi penting untuk terus digelorakan. Pimpinan Pusat Muhammadiyah berterima kasih kepada semua pihak, semoga Allah SWT. memberi perlindungan dan pahala-Nya yang terbaik. •

280 INDEKS

A al-Raghib al-Isfahani 71, 80 al-Tabari 43 AA Gym 240, 249 Amani Lubis 180 Abdullah Gymnastiar 240 Amazon, perusahaan teknologi Abdul Mu’ti 183 246 Abdus Shamad, Ustaz (UAS) Amerika 115, 173, 180, 221, 222, 240, 241 246, 250, 252, 268, 272, 276, Aceh 3, 16, 17, 18, 84, 121, 123, 288 131, 163, 164, 165, 166, 168, Amerika Serikat 115, 180, 222, 169, 173, 174, 245, 294, 295 268, 272 Adnan Syarif 32, 33 Amin Abdullah 180 Afifi Fauzi Abbas 2 Amirsyah Tambunan x, xiv, xv, Afrika 5, 220, 221 20, 194, 264 Agus Mustofa 27, 28, 29 Amirul Hadi xiv, 16, 17, 18, 19, Agus Salim xiv, 12, 13, 104, 292 163, 294 Ahmad Dahlan, KH. 21, 22, 175, Andersen, Kristian 223, 229, 235 177, 178, 179, 184, 278 Andi Faisal Bakti xiii, 8, 37, 180, Ahmad Sahal, KH. 243 183 Aisyiyah 245, 277, 278 Andi Muhammad Faisal Bakti Ajzen, Icek 49, 50, 53, 60 288 Alaska 115 Andre Rahadian 244 Alesina, A. 253, 256 Anwar Abbas 2 al-Farmawi 39, 45 Arab 45, 173, 185, 206, 209, 220, 249, al-Ghazali 172 252, 278, 289, 290, 294, 296 Ali Moertopo 88 Arab Saudi 278 Ali Mustafa Ya’qub 124 Armawati Arbi xiv, 15, 141, 153, Ali Rama x, xv, 268, 298 294

281 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Asia 220, 221, 247, 249, 272, 288, E 290, 295 Australia x, 4, 14, 23, 107, 112, Edi Amin 21, 22, 175, 180, 296 120, 121, 123, 288, 298 Eropa 116, 121, 180, 220, 265, 271, 276 B Exxon Valdez 115 Badan Nasional Penanggulangan F Bencana (BNPB) 47, 134 Baet 17, 18, 19, 165, 171 Foucault, Michael 224, 225, 235 al-Baidawi 46, 226 Freud, Sigmund 204 Bambang Suryadi x, xiv, 237, 297 Fuad Fansuri xiii, 8, 37, 288, 289 Banda Aceh 3, 16, 17, 18, 121, G 164, 165, 166, 168, 169, 173, 174, 294 Geertz, Clifford 225, 229, 234, 235 Bandara Soekarno-Hatta 16, 164 Grogol Seberang, kampung 90, Bandara Sultan Iskandar Muda 92, 93, 94, 95, 96 17, 164, 166 Guspardi Gaus 2 Banten 86, 134, 182, 289, 296 Batam, Pulau 107 H Bekasi 106, 144, 153 Habiburrahman El-Sirazi 180 Belanda 84, 85, 170, 288 Haedar Nasir iii, vi, xv, 215, 243, Belawan 117, 118, 119 244 Blang Bintang 164, 171 Hasanuddin Alimudin 180 Bradshaw, John 186, 193 Hasbi Zen 180, 183 Brar, Sainter Kaur 115 Hendro Subroto 106 Busman Edyar xiv, 14, 133, 293 Hubei 264, 268 C Hurgronje, C. Snouck 85 Cina 156, 221, 222, 223, 228, 230, I 250, 264, 268, 269, 276 IAIN Ar-Raniry 16, 18, 164, 170, Ciputat vi, 1, 3, 4, 10, 60, 80, 182, 294 236, 287, 295, 296 Ibn Muhammad al-Manbaji 34, CNN Indonesia 248, 264 35 Corona Rintawan, dr. 244, 278 Ibnu Athaillah al-Sakandari 70, D 70, 75, 77, 78, 79 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah 29, 30, Danu, Ustaz 146, 148, 149 36, 206 Desmadi Saharuddin xiv, 14, Ibnu Sina 220, 248 133, 293 Ikatan Mahasiswa Muhammadi- Dhuha Hadiyansyah xiv, 19, 20, yah (IMM) vi, 1, 2, 3 185, 295 Ilham Munzir 3 DKI Jakarta 106, 258 Imam Baidawi 46, 124, 226 Donggala 134

282 Indeks

Indonesia ii, v, ix, xiv, 2, 3, 4, 5, Kemp, Luke 268 6, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 22, Kepulauan Seribu 13, 106, 121 38, 45, 47, 48, 49, 51, 53, 67, Komando Jihad 87 83, 84, 85, 86, 89, 91, 92, 96, Korea Selatan 246, 247, 249, 252 98, 102, 103, 104, 121, 123, Kuntowijoyo 131, 132 131, 133, 134, 135, 136, 139, 141, 145, 154, 155, 157, 163, L 180, 205, 218, 220, 222, 236, Lampineung 173 237, 244, 245, 246, 247, 248, LazisMu 277 249, 251, 252, 253, 255, 257, Lewis, Oscar 91, 96 258, 260, 264, 269, 270, 271, London 269 272, 277, 278, 279, 288, 289, 290, 291, 293, 294, 295, 296, M 297, 298 Indonesia Corruption Watch Magelang 6 (ICW) 15, 154, 255 Mahmud Jalal xiv, 21, 204, 296 Inggris x, 180, 221, 222, 250, 271, Majelis Ulama Indonesia (MUI) 276, 288, 292, 294, 298 237, 295 Institut National de la Recherche Majid, Abdel 173 Scientifique (INRS) 115 Malang 3 Italia 222, 250, 268, 271 Malaysia 98, 170, 278, 288, 291, 297, 298 J Mardin, Serif 180 Masjid Nabawi 237 Jakarta xi, 3, 6, 13, 24, 31, 36, 60, Mataram, kota 252 93, 96, 97, 106, 121, 129, McGill University 18, 169, 170, 132, 153, 154, 163, 179, 180, 288, 290, 294 183, 212, 236, 244, 246, 249, Medan 17, 18, 106, 117, 164, 165, 258, 278, 287, 288, 289, 290, 166, 168, 287 291, 292, 293, 294, 295, 296, Mesir 237, 278, 288, 293 297, 298 M. Farid vi, x, xiii, xiv, 9, 46, 219, Jawa Barat 12, 258 235, 289 Jawa Tengah 131, 145, 258 Mirakhor,Abbas 274, 275 Jawa Timur 258 MNC TV 146, 147, 149 Jepang 247, 251, 252, 270, 288 Montreal 17, 169, 170, 288, 294 Jerman 173, 222, 270, 276, 278 M. Quraish Shihab 12, 101, 103, K 206 M. Sirozi 180 Kahn, M. 253, 256 Muara Gembong 106 Kajhu 165, 167, 169, 170, 171 Muhammad Ali Hanafiah, Syekh Kalimantan 98, 99, 103, 145 9, 72, 73, 75, 76, 77, 79, 80 Kanada 17, 18, 169, 288, 290, 294 Muhammadiyah iii, iv, v, vi, ix, Karawang 12, 106, 107, 120 xi, xv, 1, 2, 3, 4, 11, 22, 23, Kebumen 278 24, 88, 89, 175, 178, 179,

283 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

183, 190, 215, 237, 243, 244, R 245, 248, 277, 278, 279, 280, 289, 291, 292, 296, 297 Rahman, Fazlur 65, 66 Muhammadiyah Covid-19 Com- Raswan xiii, 9, 61, 289, 290 mand Center (MCCC) 277 Republika xi, 116, 121, 141, 144, Muhammad Sungaidi xiv, 13, 14, 145, 153, 215, 243, 244, 248, 123, 292 249, 277, 293, 298 Muhbib Abdul Wahab 180 Ronguasa 265 Muhtarom 66, 68 Rouissi, Tarek 116 Mustafa 22, 46, 47, 60, 124, 226, Rumah Sakit Darurat Wisma 235 Atlet 244, 278 M. Yakub v, xiii, 27, 287 Rutherford, Danilyn 92 M. Yunan Yusuf iii, v, vi, xi, xiii, S 1, 2, 3 Said Nursi, Bediuzzaman 21, 22, N 175, 177, 180, 181, 182, 183, Nabilah Lubis 180 184, 296 Nias 252 Saidun Derani vi, xiv, 12, 98, 291 Nur Aisyah Kotarumalos 247 Saifudin Zuhri 34, 35, 36 Nursi 21, 22, 175, 177, 180, 181, Sartono Kartodirdjo 86 182, 183, 184, 296 Scott, James 91, 97 Nursi, Said 180 Selat Sunda 106, 116, 134 Nusa Tenggara Barat 252 Seoul National University 247 Sesar Semangko 123 O Sigi 134 Singapura 98, 252 Organisasi Kesehatan Dunia 221, Sjaiful Ridjal (alm.) 2 237, 246, 250 Snow, John 221 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 271 Soleh, KH. 177 P Solo 4, 296 Spanyol 221, 222, 250, 268, 271 Palu 132, 134, 252 Subandi 209, 212 Papua 92, 245 Sudarnoto Abdul Hakim iii, iv, Papua Barat 245 vi, x, xi, xiii, xiv, 3, 10, 83, Parsons, Talcott 224 215 Payakumbuh 2, 293 Sulawesi Selatan 100, 288 Peala, N.V. 239 Sumatra 98, 99, 103, 123, 145, 165, Pematang Siantar 17, 165 169, 287, 293, 294 PKU Gombong 278 Suwito 3 Polonia 16, 17, 164, 165, 166 Syarif Ali (alm.) 2 Pondok Modern Gontor 243, 297 Syatibi 66 Prada 17, 164 Prancis 155, 222, 250, 267 PT Pertamina 106, 114

284 Indeks

T Z Taiwan 278 Zoom, perusahaan teknologi 246, TAM Yusuf Nya’ Bantan 2 262 Tantawi 44, 45 Zubair iii, iv, vi, xi, xiii, 9, 10, 70, Teluk Meksiko 113, 115 290 Tengku Pantee 84 Zuhairan Yumni Yunan 298 Ter Haar 85 Timor 12, 112, 121 Trump, Donald 268 Turki 22, 37, 175, 180, 182, 183, 222 U Ulee Kareng 167 Ulfah Fajarini vi, xiv, 11, 12, 90, 291 Universitas Al-Azhar 237, 288, 293 Universitas Cambridge 268 Universitas Diponegoro 6 Universitas Gadjah Mada 209, 212 Universitas Muhammadiyah Malang 3 V van Vollenhoven, Cornelis 85 Venesia 265 Vietnam 252 W Weber, Max 224 Weder, B. 253, 256 Wuhan 221, 228, 230, 236, 250, 268, 276 Y Yafi, Ali 66 Yayasan Nur Semesta Indonesia 180 Yogyakarta iv, v, 3, 4, 24, 130, 131, 132, 153, 178, 179, 295 Yusran Razak 3

285

TENTANG PENULIS

Dr. H. M. Yakub, M. A. Lahir di Medan, 18 Oktober 1962. Lulus S1 di Fakultas Dakwah IAIN Sumatra Utara tahun 1988, S2 Pemikiran Islam IAIN Sumatra Utara tahun 2004, dan S3 Pengkajian Islam SPs. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Saat ini sebagai Lektor Kepala Mata Kuliah Sejarah dan Peradaban Islam pada Prodi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwaah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Publikasinya antara lain Historiografi Sejarawan Informal: Review atas Karya-karya Sejarah Joesoeb Sou’yb (2015), Sejarah Peradaban Islam Pendekatan Periodesasi (2016), Dakwah Humanis dalam Lintasan Sejarah Islam (2017), Dakwah Mediasi dalam Perspektif Sejarah Islam (2017), Esai-esai Historiografi Islam dari Klasik hingga Modern (2018). Selain itu, juga banyak menulis dalam jurnal ilmiah nasional. Saat ini berdomisili di Komplek Griya Cendrawasih 2 No. 12A RT. 004/004 Kel. Sawah Baru Ciputat Tangsel. 15413. Email: m.yakub@ uinjkt.ac.id / Hp. 0821-2394-6657. • Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Prof. Drs. Andi Muhammad Faisal Bakti, Ph. D. Lahir di Wajo, 15 November 1962. Alumni post doctoral ilmu komunikasi McGill University, 2000; Ph.D Komunikasi Internasional dan Pembangunan University of Quebec a′ Montreal, 1998; Program Joint Ph.D dengan University the Montreal, dan Concordia University dalam bidang yang sama. Sebelumnya, gelar master (MA) bidang komunikasi antarbudaya dari Institute of Islamic Studies McGill University tahun 1993. Karya post doctoral-nya: “News Flow in Southeast Asia” terbit di Canadian Asia Pacific, 2003 di Victoria University; disertasi: Communication Islam and Development terbit di Leiden, 2004; tesis: “Islam and Nation Building kontribusi komunikasi antarbudaya dalam unifikasiIndonesia diterbitkan di Jakarta: Logos 2000. Penulis menjadi Assistant Professor di McGill University tahun 1998-2000; Associate Professor di Victoria University hingga 2002; fellow di International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden/Amsterdam hingga 2004; di KITLV 2004 – 2005, dan di Oxford University (Inggris) 2005. Tahun 2007 penulis menjadi fellow di Thailand (ASF), Tokyo Jepang (API) 2008, Filipina (Seasrep) 2009. Penulis telah menerbitkan 57 artikel yang terindeks dan bereputasi nasional dan internasional serta menulis 12 buku dan artikel/chapter dalam buku yang diterbitkan di Belanda, Amerika, Kanada, Australia, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Filipina. •

Fuad Fansuri, Lc., M. Ag. Lahir di Muara Badak, Kutai Kartanegara, 17 Juni 1987. Lulus S1 Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an di Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir 2010, S2 Tafsir-Hadis di Pascasarjana UIN Alauddin, Makassar 2013. Alumni Pendidikan Kader Ulama MUI Sulawesi Selatan, 2014. Saat ini (2019) kandidat doktor tafsir di Pascasarjana UIN Alauddin, Makassar. Di samping aktif sebagai dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Institut

288 Tentang Penulis

Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, juga aktif sebagai dai dan content creator di channel YOUTUBE “Fuad Fansuri” yang hingga saat ini sudah memiliki jutaan viewers dan ribuan subscriber. Beberapa karya tulis juga telah diterbitkan dalam bentuk jurnal nasional dan internasional, media cetak, maupun online. Like, Comment, and Subscribe: https://www. youtube.com/user/fuadfan.•

Dr. M. Farid Hamzens, M. Si. Lahir di Tiakar, 21 Juni 1963. Saat ini sebagai dosen Medical Anthroplogy, Social Epidemiology, dan Islamic Public Health pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Menempuh pendidikan sampai S3 di Universitas Indonesia dalam bidang Antropologi Kesehatan (Medical Anthtropology). Beberapa karya ilmiah telah ditulis dalam bentuk ensiklopedia, buku, dan artikel jurnal ilmiah nasional. Di samping aktif sebagai dosen di FIKES UIN Jakarta, sejak tahun 2014 juga menjadi peneliti ahli di Pusat Penelitian Humaniora dan Kebijakan Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kemenkes untuk Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Kebudayaan. Sejak 2016 ditugaskan sebagai Ketua Majlis Pelayanan Kesehatan Umum (PKU) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tangerang Selatan, Banten. •

Raswan, M. Pd., M. Pd. I. Lahir di Brebes pada 7 Februari 1983. S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan PPs. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, 2010. Magister Pendidikan Bahasa Arab, FITK UIN Jakarta, 2013. Kini penulis merupakan kandidat doktor pengkajian Islam Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab di SPs UIN Jakarta. •

289 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Sejak 2011-sekarang adalah dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karyanya antara lain: Perencanaan Pembelajaran Bahasa Arab, tim penulis Buku Bahasa Arab untuk Siswa SDIT dan MI, 2007; tim penulis Strategi Pembelajaran Bahasa Arab; editor ahli Buku Bahasa Arab kelas 4 pada WIDYA UTAMA; redaktur pelaksana majalah al-Ashri, 2010; redaktur pelaksana Jurnal Afaq Arabiyyah, 2011; tim penulis Evaluasi Pembelajaran bahasa Arab 1 dan 2 yang sekarang ada di tangan pembaca. Selain itu, juga aktif dalam berbagai seminar baik nasional maupun internasional dan menulis artikel di beberapa jurnal nasional & jurnal nasional terakreditasi. Alamat email: raswan@uinjkt. ac.id. •

Dr. Zubair, M. Ag. Lahir di Lemo/Bone, 31 Desember 1973. S1 Bahasa dan Sastra Arab di IAIN Alauddin Makassar, 1996. S2 (2000) dan S3 (2008) bidang Pengkajian Islam (Syariah) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Associate Professor bidang Studi Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beberapa karya ilmiah telah ditulis dalam bentuk ensiklopedia, buku, terjemahan, dan artikel jurnal ilmiah nasional dan internasional. Empat bukunya mendapatkan HAKI. Pengalaman organisasi antara lain pernah sebagai Sekretaris Eksekutif di Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam pada tahun 2003-2005, Sekretaris Umum di Asosiasi Dosen Ilmu Adab (ADIA) se-Indonesia selama dua periode yaitu 2014- 2020. Selain itu, banyak terlibat dalam program deradikalisasi BNPT sejak tahun 2016 hingga sekarang. •

Dr. Sudanoto Abdul Hakim, M. A. Lahir Banjarnegara, 3 Februari 1959. Lulus S1 Sejarah di Fakultas Adab IAIN Jakarta 1986, S2 Sejarah dan Pemikiran Politik Islam Asia Tenggara di McGill University, Kanada pada 1992, dan S3 di Pascasarjana IAIN Jakarta 1996.

290 Tentang Penulis

Associate Professor bidang Sejarah Islam di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta. Aktif sebagai Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, dan dalam satu tahun terakhir, pernah diminta menjadi Asisten Staf Khusus Presiden RI bidang Keagamaan dan Internasional. Publikasi: (1) menulis artikel kolom di berbagai media cetak dan online tentang agama, pendidikan, budaya dan politik (2) menulis 17 buku sebagai penulis tunggal, kontributor, editor, dan penerjemah. Buku terakhir Pergumulan Politik Kontemporer Malaysia. Segera terbit Runtuhnya UMNO dan Pernik-pernik Peradaban. (3) Menyusun dua ensiklopedia sebagai kontribitor dan editor Ensiklopedi Tematik Dunia Islam dan Ensiklopedi Muhammadiyah. (4) Menjadi pembaca ahli Ensiklopedi Hamka (5) Memberikan kata pengantar untuk 3 Novel (6) Menulis Epilog buku Solusi Indonesia Untuk Perdamaian Afghanistan. •

Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M. Si. Lahir Jakarta, 28 Agustus 1967. Pendidikan S1 (1991), S2 (1998) dan S3 (2012) pada FISIP Universitas Indonesia. Guru Besar bidang Antropologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini sebagai Kepala Pusat Gender dan Anak UIN Jakarta. Pernah mendapatkan mendapat penghargaan The Best Paper Award pada Annual Internasional Conference on Islamic Studie (AICIS) di Manado tahun 2015. Telah menulis banyak artikel ilmiah nasional dan intenrasional. [email protected]. •

Dr. H. Saidun Derani, M. A. Lahir di Bangka pada 27 Februari 1957. Sejak tahun 1984, menjadi dosen pada Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alumni Sekolah Pascasarjana (S2) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pascasarjana. (S3) Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Aktif di beberapa lembaga sosial kemasyarakatan

291 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik dan banyak menulis buku, jurnal ilmiah, dan artikel populer di media massa. Di antara bukunya adalah Beragama Cara Dahlan, “Muhammadiyah Kian Bersinar” (2015), Ulama Betawi: Ustazd, Habib, Muallim, Guru (2016), Karakteristik Manusia Babel (2016). •

Dr. Agus Salim, M. Si. Associate Professor di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lahir Jakarta 16 Agustus 1972. Pendidikan S1 Matematika UIN Jakarta (1995), S2 (1997) dan S3 (2000) bidang Manajemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam di Institut Pertanian Bogor. Telah menulis buku dan banyak artikel ilmiah dalam jurnal nasional dan internasional. •

Muhamad Agus Suriadi, M. Hum. Lahir di Jakarta, 1 Agustus 1978. Pendidikan S1 Pendidikan Bahasa Inggris di IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011 dan S2 Linguistik Terapan di Universitas Negeri Jakarta, 2013. Sejak 2003 hingga kini, megabdi sebagai dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa karya ilmiah sudah dihasilkan dalam bentuk buku dan jurnal nasional dan internasional. Saat ini menjabat Sekertaris Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta. •

Dr. Muhammad Sungaidi, M. A. Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alumni S1 IAIN Sunan Kalijaga, S2 Universitas Muhammadiyah Jakarta, S3 alumni SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktif di The Political Literacy Institut. Kontak muhammad. [email protected]. •

292 Tentang Penulis

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., M. A. Associate Professor bidang Ekonomi dan Keuangan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lahir di Payakumbuh, 11 Juli 1972. S1 Fak. Syari’ah Islamiyah dan Hukum Universitas Al-Azhar Kairo, 1998. Magister Syari’ah- Muamalah Universitas Al-Qur’an Al-Karim, Khartoum, 2003 dan S3 Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Pernah mengajar di IAIN Imam Bonjol Sumatra Barat, STEI IBI Triduta Amanah, Tangerang 2005–2009, STAI-NU Jakarta 2005-2012, dan sejak 2005 menjadi dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga sekarang. Aktivitas organisasi antara lain sebagai Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia, 2015–2019. Pengurus Assosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS) Indonesia, 2016- Sekarang. Pengurus Ikatan Keluarga Besar Dt. Pandak Jakarta, 2008 – Sekarang. Anggota Ikatan Alumni Mahasiswa Al Azhar, Mesir. Anggota Ikatan Alumni Mahasiswa Sudan. Anggota MUI Pusat, Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, 2017–2020. Selain tesis dan disertasi, ia telah menorehkan sebanyak lebih dari 20 artikel ekonomi syariah dalam jurnal ilmiah, 5 buah buku terjemahan, dan sebuah buku yang berjudul Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah, 2016. •

Dr. Busman Edyar, M. A. Dosen Syariah pada Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Curup, Rejang Lebong Bengkulu. Lahir di Pariaman, 6 April 1975. S1 Fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1999), S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kosentrasi Syari’ah (2003) dan S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kosentrasi Syari’ah (2015) Kosentrasi Syari’ah . Pernah mengajar di Universitas Muhamamadiyah Maluku Utara (2007- 2011), dan sejak 2011 sebagai Dosen IAIN Curup, Bengkulu. Selain aktif menulis di media nasional seperti Republika, Kompas, Media Indonesia, Koran Sindo, dan lainnya, secara sporadis juga menulis di beberapa jurnal nasional dan mengedit belasan buku tema keagamaan, sosial dan politik. •

293 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Dr. Armawati Arbi, M. Si. Alumni S1 Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1989. S2 Kajian Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia Jakarta 1998, dan S3 Kajian Keislaman di UIN Surabaya 2010. Saat ini sebagai dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan banyak aktif dalam organisasi, seperti MAAI, P2KM di FIDIK, ISKI, dan anggota Dewan Pakar Komunikasi Islam di ASKOPIS dan juga ASESOR Produser TV SKKNI. Buku yang telah dipublikasikan ialah: (1) Women in Indonesian Society Access, Empowerment, and Opportunity; Mass Media and Ideal Women, UIN Jogyakarta Press, 2000; (2) Dakwah dan Komunikasi, 2003, UIN Jakarta Press; (3) Psikologi Kommunikasi dan Tabligh, 2011, Bumi Aksara Press; (4) Manajemen Media Dakwah: Konstruksi Media Massa Radio; dan (5) Komunikasi Intrapribadi (KIP). Selain buku, ia juga banyak menulis dalam jurnal ilmiah nasional dan internasional. email: armawati.arbi@ uinjkt.ac.id dan Facebook Armawati Arbi. •

Prof. Drs. Amirul Hadi, M. A., Ph. D. Lahir di Tapaktuan (Aceh Selatan) adalah Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Gelar S1 (Drs.) dalam “Bahasa Arab” ia peroleh dari IAIN Ar-Raniry 1985, S2 (1992) dan S3 (1999) McGill University, Montreal, Kanada. Prof. Hadi pernah mendapat award untuk penelitian di luar negeri, di antaranya adalah sebagai Fulbright Visiting Scholar/Research Fellow pada The Center for Global Peace, School of International Service, American University, Washington DC, USA (Januari-Juli 2003), dan Rockefeller Fellow in Islamic Studies/Kluge Scholar, John Kluge Center, The Library of Congress, Washington DC, USA (2005-2006). Di antara karyanya adalah (Ed.), Kearifan yang Terganjal: Safwan Idris, Ulama dan Intellektual Aceh (Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry Press, 2002), Islam and State in Sumatra: A Study of

294 Tentang Penulis

Seventeenth-Century Aceh (Leiden: E.J. Brill, 2004), Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), alih aksara dan annotasi Tadhkirat Al-Raqidin Karya Teungku Chik Kutakarang (Wafat 1895) (Yogyakarta: Parama Publishing, 2014), dan Aceh and the Portguese: A Study of the Struggle of Islam in Southeast Asia, 1500-1579 (Yogyakarta: Pale Media, 2016). •

Dhuha Hadiyansyah, M. Hum. Lahir di Gresik, 09 Maret 1982. Dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan Universitas Alazhar Indonesia (UAI). Lulus magister Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (2012). Aktif menulis bidang pendidikan dan keluarga melalui ratusan artikel media online. Buku terbarunya adalah Falsafah Keluarga (2018). Menjadi relawan pendidikan untuk anak-anak jalanan dan pemulung di Ibu Kota sejak 2006 hingga sekarang. Minatnya terhadap pendidikan keluarga mempertemukannya dengan Inner Growth Companionship Program (IGCP) Indonesia pada 2014, yang selanjutnya berubah nama menjadi Sekolah Rekonsiliasi (SR), sebuah lembaga nonprofit yang bergerak pada isu pemberdayaan yang berbasis keluarga. Sejak dua tahun terakhir, Dhuha menjadi konselor dan trainer pada program Sekolah Cinta, Sekolah Pernikahan, dan Sekolah Parenting. •

Dr. Amirsyah Tambunan, M. A. Lahir di Padang Gala-Gala, 27 Mei 1963. Saat ini merupakan Dosen UIN Jakarta. Alamat tinggal di Jalan Purnawarman No. 69 Pisangan Ciputat 15419. Adapun Jabatan Organisasi Profesinya adalah sebagai Sekretaris Jenderal Asosiasi Dosen Indonesia (ADI). Saat ini juga aktif sebagai wakil sekretaris jenderal Majelis Ulama Indonesia Pusat. •

295 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Drs. Mahmud Jalal, M. A. Ia lahir di Padang, 22 April 1952. Saat ini tinggal di Perum Grand Cirendeu Blok D 6, Jl. Tarumanegara 101 RT. 003/RW. 010, Kelurahan Pisangan – Kecamatan Ciputat Timur, Kota tangerang Selatan – Banten 15419. Pendidikannya dimulai dari Sekolah Rakyat, PGAN 6 Tahun Padang, S1 Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta, dan Magister Studi Islam (S2) Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pekerjaan saat ini adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta sejak 1981. Aktif di organisasi Muhammadiyah sejak tahun 1971 hingga sekarang. •

Dr. Edi Amin, M. A. Darah Jawa yang lahir di Lampung/Pringsewu pada 1976. Pernah nyantri di Assalaam Solo, kemudian melanjutkan ke MAPK/Madrasah Aliyah Program Khusus di Tanjungkarang. Pendidikan S1, Sastra Arab, S2 dan S3/Dakwah Komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini sebagai Dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah kan Komunikasi. Buku yang merupakan disertasi Ddoktoralnya, Dakwah komunitarian Ummatic Transnasional: Studi Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia. Kontributor buku: Metode Dakwah, Prenada Media; Deradikalisasi Pemahaman Alquran dan Hadis; Takziah Muhammadiyah untuk KH. A. Hasyim Muzadi; editor bersama buku Darul ‘Ahdi Wasy-Syahadah, kerja sama PP Muhammadiyah dan Kemenko PMK. Saat ini, ia sebagai Bendahara di PRM Pondok Cabe Ilir dan Anggota pada Majlis Tabligh PDM Tanggerang Selatan. Korespondensi bisa melalui email: [email protected]. •

296 Tentang Penulis

Prof. Dr. Armai Arief, M. A. Ia lahir di Naras-Pariaman, 19 Januari 1956. Pendidikan mulai dari Sekolah Rakyat, PGAN 6 Tahun Pariaman, Sarjana Muda dan S1 Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, dan Magister Studi Islam (S2) Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Doktor (S3) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pekerjaan saat ini adalah Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Jakarta. Selain itu, juga aktif sebagai Ketua Dewan Pembina ADI (Asosiasi Dosen Indonesia), pengurus ICMI dan MUI Pusat. Banyak menulis dalam bidang Pendidikan Islam, teranyar di antaranya Kebijakan Pendidikan Islam, 2018. •

Prof. Dr. Bambang Suryadi, M. A. Lahir di Sragen, 29 Mei 1970. Pendidikan dasar di SDN Blangu I, pendidikan menengah (KMI) dan S1 di Pondok Modern Gontor Ponorogo (1983- 1994). Meneruskan studi ke International Islamic University Malaysia (IIUM), (1995-1997). Program doktor di University of Malaya (UM) Kuala Lumpur, (1998-2003). Tahun 2005 penulis bergabung sebagai dosen Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis adalah anggota BNSP sejak 2014 dan Sekretaris Umum Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) sejak 2016 hingga saat ini. Salah satu bukunya Humor Therapy: Perpaduan Teori dan Pengalaman Empiris (2019). Juga menulis beberapa artikel di jurnal internasional, di antaranya “The Influence of Adolescent-Parent Career Congruence and Counselor Roles in Vocational Guidance on the Career Orientation of Students,” International Journal of Instruction, Vol. 13. No. 2, April 2020. •

297 Tafsir Musibah • Esai Agama, Lingkungan, Sosial dan Politik

Ali Rama, M. Ec. Ali Rama merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini, Ali sedang menempuh pendidikan S3 di Universitas Aberdeen Inggris atas beasiswa Kementerian Agama melalui Program Mora 5000 Doktor. Ali menyelesaikan pendidikan S2 di International Islamic University Malaysia (IIM) di bidang ilmu ekonomi. Sementara pendidikan S1 diselesaikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain aktif menulis di jurnal ilmiah, Ali juga aktif menulis di kolom opini koran nasional seperti Bisnis Indonesia, Republika, dan Koran Sindo denagn tema- tema terkait ekonomi dan keuangan syariah. Ali dapat dihubungi dengan email: [email protected]. •

Zuhairan Yumni Yunan, M. Sc. Dosen dan peneliti di Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta - Indonesia sejak tahun 2010. Minat penelitiannya berfokus pada ekonomi korupsi, good governance, dan studi kebijakan. Judul penelitian PhD-nya saat ini adalah The Impact of Corruption on Regional Economic Performance in Indonesia. Zuhairan Yunan menerima gelar Sarjana Ekonomi S.E. dari Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, dan Master of Science (M.Sc) dari National University of Malaysia. Saat ini, ia adalah kandidat PhD pada the National Centre for Social and Economic Modelling (NATSEM), Institute for Governance and Policy Analysis (IGPA), University of Canberra, Australia. •

298