Komunitas Tamil di Kota (Suatu etnografi mengenai etnik Tamil di Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam bidang Antropologi

Disusun Oleh :

Siwa Kumar 040905015

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Universitas Sumatera Utara Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan :

Nama : Siwa Kumar Nim : 040905015 Departemen : Antropologi Judul : Komunitas Tamil di Kota Medan (Suatu etnografi mengenai etnik Tamil di Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia)

Medan, 2009

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen Antropologi

(Prof. Dr. Chalida Fachruddin) (Drs. Zulkifli Lubis, MA) NIP: 130142218 NIP:131882278

Dekan Fisip USU

(Prof.Dr. M. Arif Nasution, MA) NIP: 131 757 010

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR………………………………………………….. i DAFTAR ISI……………………………………………………………. iv

DAFTAR TABEL………………………………………………………. vii

ABSTRAKSI……………………………………………………………. viii

BAB I PENDAHULUAN...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………… 1

1.2 Perumusan Masalah………………………………………….. 8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………. 8

1.4 Tinjauan Pustaka……………………………………………... 9

1.5 Metode Penelitian…………………………………………….. 12

1.5.1 Tipe Penelitian……………………………………… 12

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data………………………… 13

1.5.3 Studi Pustaka………………………………………. 14

1.5.4 Analisa Data……………………………………….. 14

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Kota Medan…………….……………………….. 15

2.2 Sejarah Ringkas Kelurahan Madras Hulu……………… 15

2.3 Lokasi Kelurahan Madras Hulu…………………………….. 17

2.4 Letak dan Lokasi……………………………………………. 19

2.5 Komposisi Penduduk……………………………………….. 20

2.6 Menurut Agama………………………………………………. 23

Universitas Sumatera Utara 2.7 Menurut Pendidikan………………………………………… 24

2.8 Mata Pencaharian…………………………………………… 25

2.9 Tenaga Kerja………………………………..……………… 26

2.10 Pola Pemukiman……………………………………….. 26

2.11 Perekonomian…………………………………………… 28

2.12 Sarana dan Prasarana…………………………………… 29

2.13 Aktivitas Sosial Budaya……………………………… 30

BAB III SEKILAS MENGENAI ETNIK TAMIL DI KOTA MEDAN

3.1 Sejarah Kedatangan Etnik Tamil………………………….. 32

3.1.2 Konsep “Keling”………………………………… 36

3.2 Ciri-Ciri Fisik………………………………………………. 38

3.3 Organisasi Sosial Budaya Etnik Tamil Kota Medan ……… 39

3.3.1 Tokoh D Kumaraswami…………………………. 40

3.4 Adat Istiadat Etnik Tamil di Kota Meda…………………… 40

3.4.1 Upacara Kelahiran……………………………… 41

3.4.2 Upacara Sadengesathe atau Waisuki Wanthepenn .. 42

3.4.3 Tata Cara Perkawinan Etnik Tamil………………… 43

3.4.4 Upacara Kematian………………………………….. 50

3.5 Sistem Pengendalian Sosial………………………………….. 53

3.6. Sistem Pelapisan Sosial……………………………………… 53

BAB IV DESKRIPSI KEBUDAYAAN ETNIK TAMIL

4.1 Bahasa…………………………………………………….. 55

4.2 Sistem Mata Pencaharian…………………………………. 58

4.3 Sistem Pengetahuan………………………………………. 60

Universitas Sumatera Utara 4.3.1 Pimpinan Masyarakat……………………………. 63

4.4 Sistem Teknologi……………………………………… 64

4.5 Sistem Kekerabatan……………………………………… 65

4.6 Kesenian…………………………………………………. 69

4.7 Sistem Religi……………………………………………… 72

4.7.1. Arti dan Makna Kuil……………………………. 79

BAB V KESIMPULAN…………………………………………… 83

5.1 Kesimpulan……………………………………………… 83

5.2 Saran……………………………………………………. 84

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Judul Tabel

Halaman

1. Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Polonia Berdasarkan Etnik... 17

2. Luas kawasan Kelurahan Madras Hulu…………………………….18

3. Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Polonia...... 20

4. Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Polonia Berdasarkan

WNI Keturunan……………………………………………………. 21

5. Agama………………………………………………………………23

6. Komposisi Penduduk Keluahan Madras Hulu Menurut

Tingkat Pendidikan………………………………………………… 24

7. Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Madras Hulu...... 25

8. Tenaga Kerja di Kelurahan Madras Hulu...... 26

9. Perekonomian...... 28

Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI

Siwa Kumar, 040905015 (2009), Komunitas Tamil di Kota Medan; Suatu Etnografi Etnik Tamil di Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia, skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 85 halaman, 4 lampiran dan surat keterangan penelitian.

Etnik Tamil sebagai bagian dari komposisi masyarakat Kota Medan yang majemuk dan multikulturalis merupakan kekayaan tersendiri bagi masyarakat. Ketertarikan atas judul penelitian ini didasarkan atas hal adanya suatu perkampungan ditengah kota kawasan bisnis yang terletak di Jalan Zainul Arifin, Medan. Untuk membahas penulisan ini digunakan metode etnografi dengan instrumen penelitian kualitatif yang bersifat deskripstif, penggunaan metode etnografi adalah sebagai usaha untuk menjelaskan etnik Tamil secara menyeluruh beserta keterkaitannya dengan sistem-sistem budaya yang terdapat didalamnya. Dalam penulisan ini digunakan juga metode wawancara dan pengamatan untuk menambah data-data penulisan, data penulisan diproses melalui analisis data secara Taxonomy atau pengklasifikasian data menurut nilai data tersebut. Penelitian yang dilakukan di Kota Medan disebabkan Kota Medan memiliki etnik Tamil sebagai bagian dari komposisi masyarakat Kota Medan beserta dengan kelengkapan budaya. Proses pendeskripsian etnik Tamil difokuskan pada tujuh unsur kebudayaan sebagaimana diungkapkan oleh Koentjaraningrat dengan penekanan pada unsur religi etnik Tamil. Proses pendeksripsian dengan penekanan pada unsur religi disebabkan unsur-unsur kebudayaan Tamil lainnya erat kaitannya dengan unsur religi yaitu Hindu. Kegiatan agama atau upacara seremonial dalam kehidupan etnik Tamil di Kota Medan dijabarkan secara menyeluruh dengan tujuan agar dapat menjelaskan peran religi dalam kehidupan etnik Tamil di Kota Medan. Kesimpulan sementara dari tulisan ini adalah etnik Tamil dalam kerangka masyarakat Kota Medan menjalankan kehidupan dengan menggunakan unsur kebudayaan yang mereka miliki, hal ini terlihat dari prosesi upacara seremonial maupun kehidupan individu etnik Tamil, upaya pendeskripsian etnik Tamil telah di Kota Medan telah dijelaskan pada bab III dan IV tulisan ini. Saran dari penulisan ini adalah perlunya penyebarluasan pemahaman tentang etnik Tamil beserta keberadaannya di Kota Medan, usaha eksistensi tersebut harus dapat didukung setiap elemen masyarakat di Kota Medan untuk merubah stigma, stereotipe mengenai etnik Tamil yang telah tersebar luas di masyarakat.

Kata Kunci : Etnik, Tamil, Etnografi, Religi

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Om Swastiyastu

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul Komunitas Tamil di Kota Medan (Suatu etnografi mengenai etnik Tamil di Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan

Medan Polonia).

Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Antopologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi, hal ini karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dalam menulis, kepustakaan dan materi penulisan. Namun, berkat pertolongan Ida Sang Hyang Widi Wasa yang memberikan ketabahan, kesabaran dan kekuatan sehingga kesulitan tersebut dapat dihadapi. Selama dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, kritikan, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, disampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Pertama saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk orang tua yang sangat tercinta Babe Supermani dan Mami Siwa Bakiyam (Rani) yang selalu membimbing saya sejak masih kecil hingga dewasa. Kalianlah yang selama ini mendukung juga memberi nasehat yang bijaksana untuk anaknya tercinta. Juga kepada Mama Tercinta Drs. Selwa Kumar dan abangda Rawi, S.H, adinda Sarita

Universitas Sumatera Utara Dewi, Sunita Devi yang selalu mendorong semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak -pihak lain yang selama ini memberi pengaruh besar dan baik bagi kelangsungan perkuliahan dan skripsi ini diantaranya:

1. Bapak Prof.Dr. M.Arif Nasution, M.A., selaku Dekan Fisip – USU.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.A., selaku Ketua Departemen

Antropologi FISIP – USU yang banyak membantu dalam penulisan ini

serta bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis.

3. Ibunda Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku dosen wali dan juga

dosen pembimbing skripsi, jasa dan bantuan ibunda tidak pernah

penulis lupakan serta terima kasih atas kesabaran dalam membimbing

saya menyelesaikan skirpsi ini dan telah meluangkan waktu dalam

memberikan kritikan yang membangun dan masukan dalam penulisan

dan bersedia memberikan ilmu pengetahuannya.

4. Bapak Drs. Irfan Simatupang, M.Si., selaku Sekretaris Departemen

Antropologi.

5. Abangda Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc., yang telah banyak

membantu penulis selama proses perkuliahan maupun sebagai seorang

abang yang penuh perhatian.

6. Kakanda Dra. Ritha Tambunan, M.Si., selaku dosen penguji skripsi.

7. Seluruh Dosen dan Staf pengajar FISIP-USU, yang telah bersedia

berbagai pengalaman dan pengetahuan akademis.

8. Seluruh Pegawai FISIP-USU, terima kasih atas bantuannnya.

Universitas Sumatera Utara 9. Kepada seluruh informan penelitian yang bersedia memberikan

informasi seakurat mungkin sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

10. Kepada Janeku Azvanescy Urlin, yang turut membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, tak lupa penulis ucapkan terima kasih.

11. Kepada kerabat Avena Matondang, yang telah membantu tanpa lelah

dan memberikan bantuan moril dan materi.

12. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku tercinta Annis, Sky, Todek, Ibul

Cidomo, Luna, Abeb, Blender, Demang, Fiqri, Yani, Mona, Putri,

Corry, Fika, Kia, Alez, Arnof, Erwin, Rikardo, Josep, Lugo, Ozy,

Rere, Tessa, Sibo, Osy, Kak Sri Handayani, Bu Masda.

Dalam menuliskan skripsi ini telah dicurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran dan juga waktu dalam penyelesaiannya. Namun demikan disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati diharapkan saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Om Shanti Shanti Shanti

Medan, 24 April 2009

Penulis

Siwa Kumar

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia secara sederhana diungkapkan oleh Nasikun (1988:30-31) sebagai suatu negara dengan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan tersebut dapat dilihat secara horizontal dan vertikal. Kemajemukan masyarakat secara horizontal muncul dalam perbedaan kelompok etnik, agama, maupun kedaerahan, sebaliknya secara vertikal kemajemukan itu dapat dilihat dalam perbedaan antar lapisan (atas dan bawah), dimana perbedaan-perbedaan yang muncul sering diukur dari status seseorang, perekonomian dan tingkat pendidikannya, serta penguasaan sumber daya.

Kemajemukan yang ada di Indonesia ditandai oleh adanya suku-suku bangsa1 yaitu kurang lebih dari 500 suku bangsa, yang masing-masing memiliki cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri-sendiri, hal ini mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara satu bangsa yang satu dengan suku bangsa lainnya, suku bangsa ini secara bersama-sama hidup dalam satu wadah kesatuan yaitu masyarakat Indonesia dan berada dibawah naungan sistem sosial dan budaya nasional.

Komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontinyu sesuai dengan suatu adat istiadat, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat

1 Selanjutnya suku bangsa disebut etnik, istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah etnik, jikalau ada istilah lain itu hanya sekedar kutipan.

Universitas Sumatera Utara 1996:123). Selain itu komunitas merupakan wujud masyarakat yang kongkrit, yang selain memiliki ikatan berdasarkan identitas bersama yang dimiliki semua kesatuan masyarakat, juga terikat oleh suatu lokasi yang nyata dan kesadaran wilayah yang konkrit.

Komunitas juga sebagai bentuk kesatuan hidup manusia dapat berbentuk masyarakat. Masyarakat merupakan suatu kesadaran hidup yang bersifat kontinyu dan terlihat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1996:160).

Dengan defenisi ini kesatuan hidup setempat yang didasarkan oleh suatu kesadaran budaya tertentu. Dalam hal ini konsep tersebut dapat dikatakan sebagai suku bangsa atau etnik

Suku bangsa adalah salah satu wadah penyatuan manusia yakni keturunan yang sama dan kebudayaan yang sama. Suku bangsa disebut juga kelompok etnik menurut Naroll dalam Barth (1988) yang mengandung arti suatu populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu interaksi dan menentukan ciri kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi.

Menurut Barth (1988) istilah etnik menunjukkan pada suatu kelompok tertentu yang berdasarkan kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budaya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi di dalam populasi kelompok, kelompok tersebut mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak dan mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalan suatu bentuk budaya, membentuk jaringan

Universitas Sumatera Utara komunikasi dan interaksi sendiri serta menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dan kelompok populasi lainnya.

Komunitas Tamil merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia yang majemuk, kemajemukan bangsa Indonesia tercermin dari semboyan “Bhineka

Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi satu jua, yang berarti terhimpunnya beragam etnik menjadi satu bangsa.

Berdasarkan historis tentang datangnya etnik Tamil di kota Medan di

Sumatera Utara, Indonesia. Kota Medan merupakan sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan Asia seperti

Cina, India, Arab, Eropa, dll.

Fenomena tersebut terjadi karena kepulauan Indonesia pernah menjadi tempat singgah bangsa-bangsa seperti Cina, India, Arab, Eropa, yang datang sebagai pedagang dan banyak yang bermukim di Indonesia, termasuk etnik India.

Bangsa India terdiri dari beberapa etnik diantaranya Sindi, Talegu, Sikh,

Gujarat, Tamil, dll. Datangnya orang-orang India tersebut dalam jumlah yang cukup besar, yang hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah Sumatera Timur khususnya kota Medan, baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19 yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di tanah

Deli yang pada umumnya pernah dijuluki sebagai “ Hat Dollar Land2”.

Perkembangan industri perkebunan (perkebunan tembakau), yang dirintis oleh seorang petani tembakau asal Belanda yang bernama Jacobus Nienhyus sejak

2 Lihat Zulkifli B Lubis dalam “Kajian awal tentang komunitas Tamil dan Punjabi di Medan”, Etnovisi Vol.1 nomor 3 Tahun 2005.

Universitas Sumatera Utara tahun 1863 Masehi, yang berhasil mendapat konsesi tanah dari Sultan Deli untuk menanam tembakau.

Usaha menanam tembakaunya boleh dikatakan berhasil, sehingga tembakau Deli cukup dikenal di pasaran dunia, hal tersebut mengundang para penanam modal asing untuk menanam modalnya pada pengusaha perkebunan swasta dari Eropa yang bermukim seperti di Medan Estat, Kesawan dan

Marindal. Pembukaan perkebunan mengakibatkan pengaruh terhadap tenaga kerja, karena di daerah tersebut tidak mampu menyediakan tenaga buruh yang cukup untuk penanaman tembakau tersebut. Buruh-buruh didatangkan dari

Cina, India, dan pulau Jawa ketika itu didatangkan dalam jumlah yang besar oleh pengusaha-pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja3.

Menurut Reid dalam Sinar (2001) ditahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina 4.476 orang, kuli Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806 orang 58.516 orang pada tahun 1900), dan kuli Jawa (14.847 orang pada tahun 1890 dan 25.224 orang pada tahun 1900) sementara kuli Tamil bertambah menjadi (2460 orang pada tahun 1890 dan 3.270 pada tahun 1900).

Etnik Tamil yang menetap di Sumatera Utara berasal dari daerah India bagian Selatan, yang di datangkan oleh pemerintah Belanda sebagai kuli kontrak pada perkebunan tembakau yang ada di Sumatera Utara khususnya di Tanah Deli.

Tujuan pemerintah kolonial Belanda mendatangkan etnik tersebut untuk menggarap lahan perkebunan dengan imbalan mendapatkan emas, sehingga

3 Hal tersebut dikenal dengan sebutan “Koeli Koentrak”.

Universitas Sumatera Utara begitu banyak etnik Tamil yang datang ke Sumatera melalui pelabuhan-pelabuhan seperti Belawan dan Sibolga. Selanjutnya oleh pemerintahan Belanda beberapa orang Tamil diangkat menjadi mandor besar pada setiap perkebunan tembakau, yang disebut sebagai tandel.

Mandor atau Tandel inilah yang bertindak sebagai perantara dalam usaha mendapatkan tenaga kerja dengan membayar uang persekot kepada mereka.

Kemudian salah satu dari mandor tersebut diangkat menjadi koordinator utama etnik Tamil yang disebut Kapitan. Atas permintaan para tandel ini maka Belanda memberikan beberapa hektar tanah/lahan perkebunan untuk mendirikan kuil

(tempat beribadah etnik Tamil). Hal inilah yang menyebabkan di kawasan perkebunan terdapat di kuil, seperti di Medan, Binjai, Tanjung Jati, Lubuk Pakam,

Sei Semayang, Bulu Cina dan lain-lain (hasil wawancara penulis dengan bapak

Naran Sami).

Pada tahun 1948 oleh pemerintahan India mendatangkan dua kapal gratis, yaitu kapal Sidambaran dan Candra Bus untuk mengangkut kepulangan kuli kontrak yang bekerja di perkebunan tembakau khususnya etnik Tamil yang sudah habis masa kontraknya. Ternyata banyak diantarannya yang turun di Malaysia dan

Singapura saat perjalanan pulang, karena tertarik dengan dua negara yang pernah menjadi bagian wilayah Indonesia di zaman kerajaan Hayam Wuruk dan Patih

Gajah Mada itu. Akhirnya banyak etnik Tamil yang menetap dan bercocok tanam disana hingga membentuk komunitas sendiri sampai sekarang, dan sebahagian lagi menetap di berbagai daerah di Sumatera Utara khususnya kota Medan dan sekitarnya (www.forumkami.com/sikh/429-india-indonesia.html - 37k -).

Universitas Sumatera Utara Pada masa kolonial, orang-orang Tamil bermukim di lokasi perkebunan yang ada disekitar kota Medan dan Sumatera Timur, setelah masa kemerdekaan, pada umumnya mereka berdiam disekitar kota. Keberadaan etnik Tamil yang terbanyak terdapat di kota Medan, kemudian di Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing

Tinggi. Pemukiman mereka yang tertua di kota Medan terdapat di suatu tempat yang dahulu dikenal dengan nama Kampung Keling, yaitu kawasan bisnis di jalan

Zainul Arifin.

Etnik Tamil mulai menetap di daerah ini sekitar abad ke-19, yaitu ketika wilayah Kesultanan Deli memperoleh kemakmuran ekonomi. Kemakmuran ekonomi tersebut dicapai setelah tembakau Deli laku keras di pasaran dunia.

Pencapaian ekonomi tersebut mengundang minat etnik Tamil untuk mendatangi wilayah kekuasaan Sultan Deli, sekarang kawasan ini tidak hanya didiami oleh etnik Tamil saja tetapi juga penduduk keturunan Tionghoa (Cina), etnik Aceh, etnik Jawa, etnik Batak dan Melayu.

Kawasan ini lazim dikenal dengan sebutan Kampung Keling. Lokasi pemukiman yang terletak di pinggiran sungai Babura, sebuah sungai yang membelah kota Medan yang menjadi jalur utama transportasi dimasa lampau. Di kawasan ini hingga sekarang masih ada situs-situs yang menandakan keberadaan etnik Tamil, misalnya Shri Mariaman Kuil yang terletak di jalan Zainul Arifin

(sebagai kuil tertua bagi komunitas Tamil di Kota Medan) yang dibangun tahun

1884 dan sejumlah Kuil lainnya, selain itu juga terdapat pemukiman dan Masjid yang dibangun oleh orang Tamil muslim sejak tahun 1887 yang terletak di jalan

Zainul Arifin.

Universitas Sumatera Utara Etnik Tamil yang beragama Hindu terhimpun dalam wadah kuil yang ada di kota Medan secara kultural menyatu dalam Perhimpunan Shri Mariamman

Kuil, yang terletak di kampung Keling dibangun pada tahun 1884, dan berfungsi sebagai “ payung “ bagi kuil-kuil lain yang terdapat disejumlah tempat lain di kota

Medan dan sekitarnya. Hampir disetiap pemukiman etnik Tamil dibangun kuil, yang kebanyakan menggunakan nama Shri Mariamman Kuil.

Aktivitas keagamaan pada orang Tamil yang beragama Hindu terwujud pada upacara-upacara keagamaan yang secara rutin dilaksanakan di rumah setiap harinya. Sekali seminggu di kuil (khusus hari Jumat) dan pada hari-hari tertentu saja di kuil dan di rumah.

Etnik Tamil yang beragama Katolik juga memiliki sebuah gereja yang dibangun pada tahun 1912. Warga Tamil Kristen dan Katolik bermukim disebuah lokasi yang disebut kampung Kristen yang terletak di jalan Hayam Huruk akan tetapi perkampungan tersebut telah digusur, sekarang dialihfungsikan menjadi

Gereja Center. Etnik Tamil yang pernah menetap di kampung Kristen tersebut telah menyebar ke berbagai tempat salah satunya bermukim di daerah Tanjung

Sari, keterangan ini diperoleh dari salah satu Informan yang pernah bermukim di kampung Kristen tersebut.

Pada masa sekarang etnik Tamil yag beragama Katolik sebagian besar bergabung pada Graha Bunda Maria Annai Velangkani, yang arsitektur bangunanya bergaya Indo-Mogul mirip dengan kuil Hindu, gereja ini terletak di

Kecamatan Tuntungan, Kelurahan Tanjung Selamat, di jalan Satura 3, Medan.

Sementara itu, etnik Tamil Muslim sejak tahun 1887 sudah memiliki lembaga sosial, yang bernama South Indian Muslem Foundation and Welfare

Universitas Sumatera Utara Committee. Etnik Tamil Muslim mendapat hibahan dua bidang tanah dari Sultan

Deli, untuk tempat membangun mesjid dan perkuburan bagi Tamil Muslim. Ada dua Masjid yang dibangun oleh yayasan tersebut, satu terletak di jalan Kejaksaan

Kebun Bunga yang bernama Masjid Jamik dan satu lagi di jalan Zainul Arifin yang bernama Masjid Ghaudiyah dan di lokasi ini terdapat perkuburan disamping

Mesjid Ghaudiyah (jalan Zainul Arifin).

Pada masa sekarang ini pemukiman etnik Tamil sudah menyebar disejumlah tempat diseluruh kota Medan dan sekitarnya. Penelitian ini bermaksud memberi deskripsi mengenai etnik Tamil.

1.2. Perumusan Masalah

Ketertarikan penulis pada masalah Etnik asal India ini, dimana bermula dari pengamatan tentang fenomena adanya suatu daerah yang menjadi perkampungan bagi etnik Tamil yang disebut dengan “Kampung Keling”, yang merupakan kawasan bisnis terletak di jalan Zainul Arifin. Daerah ini merupakan pemukiman tertua bagi etnik Tamil di kota Medan dan menjadi fokus penelitian ini terletak pada Etnografi Komunitas Tamil di Kampung Madras atau yang lebih dikenal Kampung Keling, Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia.

Selain itu penulis juga berusaha memberi gambaran lebih mengenai sistem religi etnik Tamil di daerah tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah penelitian diperjelas dengan pertanyaan sebagai beriku:

- Bagaimana komunitas Tamil di kelurahan Madras Hulu, Kecamatan

Medan Polonia.

Universitas Sumatera Utara 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini pada hakekatnya adalah usaha-usaha untuk mendeskripsikan etnik Tamil di Kampung Madras atau yang lebih dikenal dengan sebutan

Kampung Keling. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah tulisan ilmiah mengenai etnik Tamil di kota Medan yang selama ini kurang menjadi perhatian dari para ilmuan. Disamping itu tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi etnik Tamil itu sendiri agar mudah beradaptasi dengan lingkungan.

1.4. Tinjauan Pustaka

Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar. Hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang dilakukannya dalam kehidupannya bermasyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar sangat terbatas. (Koentjaraningrat, 1996:72).

Kebudayaan dibedakan sesuai empat wujudnya yaitu artefak atau benda- benda fisik (kebudayaan fisik), sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola

(sistem sosial), sistem budaya dan nilai-nilai budaya yang menentukan sifat dan corak dari cara berpikir, serta tingkah laku manusia suatu kebudayaan. Gagasan- gagasan inilah yang akhirnya menghasilkan berbagai benda yang diciptakan manusia berdasarkan nilai-nilai, pikiran dan tingkah laku. (Koentjaraningrat,

1996:74).

Istilah etnik hanya digunakan untuk suku-suku tertentu yang dianggap bukan asli Indonesia, namun telah lama bermukim dan berbaur dalam masyarakat,

Universitas Sumatera Utara serta tetap mempertahankan identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan atau karena secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik

Cina, etnik Arab, dan etnik Tamil-India. Perkembangan belakangan, istilah etnik juga dipakai sebagai sinonim dari kata suku pada suku-suku yang dianggap asli

Indonesia. Misalnya etnik Bugis, etnik Minang, etnik Dairi-Pakpak, etnik Dani, etnik Sasak, dan ratusan etnik lainnya. Malahan akhir-akhir ini istilah suku mulai ditinggalkan karena berasosiasi dengan keprimitifan (suku dalam bahasa inggris diterjemahkan sebagai ‘tribe’), sedangkan istilah etnik dirasa lebih netral. Istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok. Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.

Narrol dalam Barth (1988) membuat suatu definisi kelompok etnik yang menurutnya dikenal sebagai suatu populasi :

1. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan hidup,

2. Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa

kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya,

3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri,

4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok

lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Universitas Sumatera Utara Kelompok etnik bagi Narrol seperti komunitas yang hidup secara bersama- sama dengan kesatuan kebudayaan yang kuat, dimana masing-masing anggota melakukan interaksi, sehingga menciptakan pola-pola hubungan tersendiri diantara mereka.

Metode Etnografi sebagaimana dijelaskan oleh Marzali dalam Spradley mengatakan bahwa etnografi secara sederhana dapat dibagi atas dua pengertian, yaitu : sebagai suatu proses deskripsi suku bangsa dan sebagai suatu metode penelitian dalam kaidah pengetahuan. Dalam penelitian ini penggunaan metode etnografi difokuskan sebagai usaha untuk menjelaskan secara holistik mengenai etnik Tamil di Kota Medan, penggunaan metode etnografi memiliki konsekuensi dalam menjelaskan unsur-unsur pendukung dari budaya suatu masyarakat,

Koentjaraningrat mengatakan bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan universal

(1999), ketujuh unsur kebudayaan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai aspek fundamental dalam menjelaskan tentang keberadaan etnik Tamil di Kota Medan.

Konsekuensi logis penggunaan metode etnografi adalah menjelaskan secara holistik tujuh unsur kebudayaan, selain itu penggunaan etnografi dalam penelitian ini sebagai sebentuk metode penelitian.

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, tujuan utama aktivitas ini adalalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli, sebagaimana dikemukakan oleh Malinowski (1922:25) :

Tujuan etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli dengan kehidupan untuk mendapatkan pandangan mengenai dunianya, oleh karena itu segala aktivitas yang melibatkan belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara Hal ini didukung oleh pendapat Clifton dalam Koentjaraningrat

(1990:330-331) yang menyatakan etnik bahwa :

1. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih,

2. Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang

mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa,

3. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu

daerah political-administratif,

4. Kesatuan masyarakat yang batasannya ditentukan oleh rasa

identitas penduduknya sendiri,

5. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah

geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik,

6. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi,

7. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu

pengalaman sejarah yang sama,

8. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi

interaksinya satu dengan lain merata tinggi,

9. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam.

1.5. Metodologi Penelitian

1.5.1 Tipe

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1989:29) penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat- sifat suatu individu, keadaan atau gejala atau kelompok tertentu atau untuk

Universitas Sumatera Utara menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain.

Metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran bagaimana kebudayaan etnik Tamil di Kelurahan Madras

Hulu Kecamatan Medan Polonia.

1.5.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan ketika peneliti melakukan penelitian di lapangan adalah menggunakan metode wawancara dan observasi partisipasi. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk wawancara mendalam (depth Interview) kepada beberapa informan dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara (interview guide) yang berhubungan dengan masalah penelitian. Wawancara mendalam dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak mungkin data-data mengenai etnografi etnik Tamil dilihat dari historis, geografis, demografi dan lain-lain yang behubungan dengan penelitian ini.

Informan dalam penelitian ini adalah penduduk Kota Medan khususnya di kelurahan Madras Hulu atau yang dikenal dengan sebutan Kampung Keling, namun di sini peneliti mengadakan pengkategorisasian informan menjadi informan pangkal, informan kunci, dan informan biasa.

 Informan pangkal dalam penelitian ini adalah Ketua PHDI Kota Medan

dan Ketua PSMK-Medan, karena peneliti beranggapan bahwa kedua

lembaga tersebut mengetahui siapa-siapa saja yang diwawancarai untuk

mendapatkan informasi.

Universitas Sumatera Utara  Informan kunci merupakan seseorang yang mengetahui tentang unsur-

unsur kebudayaan yang ingin diketahui. Dalam penelitian ini informan

kunci adalah tokoh-tokoh adat dan masyarakat.

 Selain informan pangkal dan informan kunci, penelitian ini dibutuhkan

informasi biasa. Informan biasa dapat diambil dari salah satu etnis Tamil

itu sendiri. Informan ini dibutuhkan untuk mendapatkan informasi

mengenai bagaimana adaptasi dengan lingkungan.

Selain wawancara penelitian ini juga akan menggunakan observasi

(pengamatan) untuk mendapatkan bagaimana gambaran mengenai kebudayaan etnik Tamil di Kota Medan.

1.5.3. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data/dokumen berupa historis etnik Tamil. Selain itu studi kepustakaan juga untuk mencari data yangberhubungan dengan masalah penelitian ini dilakukan penulis guna lebih menambah pengetahuan dan wawasan penulis demi kesempurnaan akhir penelitian ini.

1.5.4. Analisa Data

Salah satu tahapan penelitian adalah tahap analisis data. Analisis data penelitian berupa prosres pengkajian hasil wawancara, pengamatan, dan dokumen yang terkumpul, analisis bersifat terbuka, open ended, dan induktif. Maksudnya analisis bersifat longgan, tidak kaku, dan tidak statis, analisis boleh berubah, kemudian mengalami perbaikan, dan pengembangan sejalan dengan data yang masuk (Endrawara, 2006:179)

Universitas Sumatera Utara Proses analisis data dilakukan terus menerus baik di lapangan maupun setelah dilapangan. Analisis dilakukan dengan cara mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikan data. Setelah itu kemudian dicari tema yang menjadi fokus penelitian. Fokus penelitian ini diperdalam melalui pengamatan dan wawancara berikutnya.

BAB II

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2.1. Sejarah Kota Medan

Cikal bakal kota Medan adalah Medan Putri, sebuah kampung kecil yang terletak di dekat pertemua sungai Deli dan sungai Babura dimana lokasi sungai tersebut tidak terlalu jauh dari jalan Putri Hijau. Pada tahun 1590 oleh Guru

Patimpus cucuc Sisinga Maharaja mendirikan kampung Medan Putri. Raja Guru

Patimpus adalah nenek moyang datuk Hamparan Perak dan datuk Suka Piring yaitu dua dari empat kepala suku kesultanan Deli (Humas Pemda tingkat II

Medan). Sejarah perkembangan kampung Medan Putri menjadi kota Medan tidak terlepas darikeberadaan kesultanan Deli.

Pada permulaanya hanya ada kampung Medan Putri dan Tebing Tinggi serta Kesawan dan kampung Baru, tetapi sewaktu Medan menjadi ibu kota keresidenan Sumatera Timur tumbuhlah kampung-kampung yang baru seperti kampung Petisah Hulu, Kampung Petisah Hilir, kampung Sungai Rengas, kampung Aur, kampung Keling (Madras).

Universitas Sumatera Utara 2.2. Sejarah Ringkas Kelurahan Madras Hulu

Kampung Madras (juga disebut Kampung Keling) adalah nama bagi sebuah kawasan seluas sekitar 10 hektar di Kota Medan. Suatu wilayah yang dihuni komunitas India yang besar. Kawasan ini terletak di sekitar kecamatan

Medan Polonia dan Medan Petisah. Di kawasan ini terdapat kuil Hindu yang tertua di Medan, Kuil Sri Mariamman dan kelenteng terbesar di Medan, Vihara

Gunung Timur. Selain itu, di Kampung Keling juga terdapat Sekolah Khalsa

(sekolah Sikh; sekarang Khalsa English School), yang dulu pernah terkenal karena merupakan satu-satunya sekolah dengan pelajaran dalam bahasa Inggris di

Medan.

Kawasan tersebut awalnya dipanggil "Patisah4", namun kemudian terjadi perubahan nama menjadi "Kampung Madras" guna mencerminkan tanah asal para warga keturunan India yang berdiam di sana. Nama "Kampung Madras" ternyata tidak populer dan sebaliknya istilah "Kampung Keling" digunakan.

Meskipun hingga tahun 1950-an kawasan ini masih dihuni oleh warga keturunan India dalam jumlah yang besar, sejak saat itu jumlah tersebut telah berkurang karena keadaan ekonomi yang sulit sehingga membuat mereka harus pindah ke kawasan lain. Kampung Keling kini bahkan lebih banyak dihuni oleh warga keturunan Tionghoa5 dari pada India.

4 Mengenai istilah Patisah, lihat Meuraxa dalam Hari Lahirnya Kota Medan 1 Juli 1590, 1976. Patisah berawal dari kedatangan Guru Patimpus pada masa tersebut yang dikemudian hari dianggap sebagai hari lahirnya Kota Medan, Patisah adalah kata secara linguis untuk merujuk pada Patimpus namun karena beberapa faktor linguis maka pengucapan kata Patimpus mengalami pergeseran menjadi Patisah, sumber lain mengatakan bahwa Patisah merupakan suatu istilah penyebutan oleh etnik Cina untuk menandakan kawasan tersebut, seperti Kesawan yang dalam dialek Cina disebut sebagai Ke Sao An. 5 Penggunaan istilah Tionghoa dalam tulisan ini merujuk pada etnik Cina, hal ini didasarkan pada waktu tersebut kata Tionghoa merupakan kata ganti atas etnik Cina, berkaitan dengan situasi dan kondisi perpolitikan Indonesia.

Universitas Sumatera Utara Sejarah kelurahan Madras Hulu bermula pada kedatangan etnis Tamil serta etnik Cina yang memasuki wilayah Deli (Medan) pada tahun 1800-an, ketika bangsa Belanda mulai memasuki wilayah Indonesia untuk menjajah dan mengeruk keuntungan dari hasil alam seperti tembakau dan rempah-rempah, etnik

Tamil dan Cina mulai masuk ke Indonesia sebagai seorang kuli kontrak yang bekerja sebagai buruh/kuli pada perkebunan tembakau pada waktu itu.

Etnik Tamil dan India pada waktu itu pada umumnya tinggal dikawasan

Kelurahan Madras Hulu karena letaknya yang berada dipinggiran sungai Babura, hilir sungai Babura bertemu dengan hilir sungai Deli dikawasan kelurahan Silalas dan bermuara di Belawan. Hal ini yang membuat banyak etnik Tamil yang mendiami wilayah ini karena pada awalnya mereka sampai di Deli melalui

Belawan dengan menyusuri sungai-sungai yang bermuara di Belawan.

Etnik Cina juga masuk ke Deli dengan cara yang sama namun etnik Cina yang masuk ke Deli ini banyak yang berasal dari Singapura, Malaysia yang pada waktu itu dipaksa bekerja sebagai “kuli kontrak” di perusahaan tembakau di

Sumatera Timur.

2.3. Lokasi Kelurahan Madras Hulu

Kelurahan Madras Hulu merupakan salah satu kelurahan yang berada di bawah naungan kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Polonia terdiri dari beberapa kelurahan, yaitu : Kelurahan Madras Hulu, Kelurahan Anggrung,

Kelurahan Polonia, Kelurahan Suka Damai, Kelurahan Sari Rejo.

Universitas Sumatera Utara Kelurahan Madras Hulu yang merupakan lokasi penelitian yang dipilih dan pada wilayah Madras Hulu ini terdapat keberagaman etnik yang mendiami daerah tersebut diantaranya etnik Tamil.

Tabel 1 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Polonia Berdasarkan Etnik

No Etnis Jumlah

1. WNI Pribumi 1.290 orang

2. WNI Keturunan 2.034 orang

3. Asing 37 orang

4. Tamil 1.530 orang

JUMLAH 4.891 orang

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu.

Beradasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa WNI Pribumi antara lain terdiri dari Etnik Aceh, Melayu, Jawa, dan Batak yang berjumlah 1.290 orang, sedangkan WNI Keturunan antara lain terdiri dari Etnik Cina dan Sikh yang berjumlah 2.034 orang.

Tabel 2 Luas kawasan Kelurahan Madras Hulu No Pemanfaatan Areal Tanah Luas

1 Luas Pemukiman 350 km²

2 Luas Perkuburan ------

3 Luas Perkarangan 95 km²

4 Luas Taman 5 km²

5 Luas Perkantoran 112,2 km²

7 Luas Prasarana Umum lainnya 100 km²

Universitas Sumatera Utara TOTAL 662,2 km²

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu.

Luas kawasan Kelurahan Madras Hulu berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh informasi, bahwa masyarakat yang mendiami wilayah Madras Hulu tinggal menetap diseluruh penjuru kawasan kelurahan Madras Hulu, yakni seluas

662,2 km².

2.4. Letak dan Lokasi

Kampung Madras terletak disebelah barat kota Medan, letak yang berada di sekitar pusat kota Medan, pada saat sekarang ini kampung Madras merupakan pusat kegiatan ekonomi kota Medan.

Kampung Madras atau kelurahan Madras Hulu memiliki batas-batas wilayah :

- Sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Sei sikambing D, kelurahan

Babura

- Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Aur, kelurahan Hamdan

- Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Petisah, kelurahan Kesawan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Babura.

Jarak antara kelurahan Madras Hulu dengan pusat kota yang berjarak kurang lebih 3 kilometer banyak angkutan yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi ini, dapat menggunakan angkutan umum yang lebih dikenal dengan sebutan

“sudako”. Angkutan umum yang melewati kawasan ini adalah : KPUM (koperasi angkutan umum) nomor 12, 14, 69 yang berangkat dari terminal Sambu dan

Universitas Sumatera Utara melewati tepat diwilayah kelurahan Madras Hulu, KPUM Mars 60 berwarna hijau yang berangkat dari Perumnas Mandala juga melewati kawasan ini, ongkos yang diperlukan untuk mencapai kawasan ini adalah Rp.3500.-

Lokasi kelurahan Madras Hulu merupakan lokasi kegiatan ekonomi kota

Medan, karena letaknya yang dihimpit oleh gedung-gedung yang menjadi pusat kegiatan perekonomian, seperti Sun Plaza, Cambridge.

2.5. Komposisi Penduduk

Beragam etnik dapat di jumpai di Kecamatan Medan Polonia, baik warga negara Indonesia yang berketurunan, maupun penduduk pribumi, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Polonia

No Kelurahan Jumlah Laki-laki Jumlah Jumlah

Perempuan

1 Madras Hulu 2.400 2.491 4.891

2 Angrung 1.018 1.027 2.045

3 Polonia 6.242 6.434 12.677

4 Suka Damai 1.408 1.677 3.015

5 Suka Rejo 4.801 5.261 10.062

Sumber : Sistem pendataan, profil Kecamatan Medan Polonia

Pada tabel di atas dapat dilihat banyak penduduk yang menetap di

Kelurahan Polonia yang berjumlah 12.677, sedangkan di Kelurahan Suka Rejo

Universitas Sumatera Utara sebanyak 10.062, Kelurahan Suka Damai sebanyak 3.015, Kelurahan Angrung

Berjumlah 2.045, dan Kelurahan Madras Hulu berjumlah 4.891.

Tabel 4 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Polonia Berdasarkan WNI Keturunan

No Kelurahan Jumlah Laki- Jumlah Jumlah

laki Perempuan

1 Madras Hulu 1.526 1.514 3.040

2 Angrung 353 421 777

3 Polonia 2.282 2.384 4.666

4 Suka Damai 743 734 1.475

5 Suka Rejo 124 119 243

Sumber : Sistem pendataan, profil Kecamatan Medan Polonia

Pada tabel diatas dapat dilihat jumlah penduduk WNI keturunan yang bermukim di Kecamatan Polonia sebanyak 4.666 orang, sedangkan di Kelurahan

Madras Hulu berjumlah 3.040 dengan komposisi 1.530 jiwa diantaranya adalah etnik Tamil, di Kelurahan Suka Damai Sebanyak 1.475 orang, di Kelurahan

Anggrung sebanyak 777 orang dan di Suka rejo sebanyak 243 orang

Universitas Sumatera Utara Jumlah penduduk pribumi pada kelurahan Madras Hulu berdasarkan tabel diatas terdiri dari 1293 jiwa, dimana jumlah tersebut terbagi atas 630 jiwa laki- laki dan 663 jiwa jumlah perempuan. Jumlah penduduk keturunan yang tinggal di kelurahan Madras Hulu dilihat dari tabel diatas berjumlah 3040 jiwa yang terbagi dalam 1526 jiwa laki-laki dan 1514 jiwa perempuan, dari hal tersebut dapat dilihat bahwasanya penduduk keturunan mendominasi jumlah penduduk di kelurahan

Madras Hulu, hal ini diakibatkan oleh karena di kelurahan Madras Hulu berada di pusat kota Medan dan juga merupakan bagian dari pusat kegiatan ekonomi kota

Medan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah gedung-gedung dan pusat perbelanjaan yang ada di daerah tersebut.

Dari jumlah 3040 jiwa penduduk keturunan yang tinggal di kelurahan

Madras hulu 1530 jiwa diantara merupakan keturunan Tamil dan 1510 jiwa lainnya merupakan masyarakat keturunan Cina dan masyarakat campuran antara masyarakat pribumi dengan masyarakat keturunan Tamil, penduduk keturunan

Tamil lebih mendominasi di wilayah ini hal ini yang menurut sejarahnya memberikan sumbangan secara tidak langsung dalam memberikan nama

Kelurahan ini menjadi Kelurahan Madras Hulu, hal ini didasarkan pada jumlah penduduk keturunan Tamil yang mendominasi wilayah tersebut.

Pada awal sejarah perkembangannya penduduk yang mendiami wilayah kelurahan Madras Hulu ini pada awalnya adalah penduduk pribumi (Melayu,

Batak dan Jawa) dan penduduk keturunan Tamil namun seiring perkembangan zaman banyak masyarakat keturunan dari etnik lain selain pribumi dan Tamil yang mendiami wilayah ini, dalam hal ini adalah masyarakat etnik Cina. Pada saat sekarang ini sudah banyak masyarakat keturunan tamil ini yang pindah kedaerah

Universitas Sumatera Utara lain hal disebabkan oleh terdesaknya keberadaan mereka oleh masyarakat keturunan Cina, apabila dilihat dalam tabel WNI keturunan diatas dapat diperoleh bahwasanya masyarakat keturunan yang mendiami kelurahan Polonia seluruhnya merupakan penduduk keturunan Tamil yang seiring perkembangan zaman pindah dari Kelurahan Madras Hulu menuju kelurahan Polonia. Jumlah penduduk keturunan yang mendiami wilayah Madras Hulu mendominasi dibandingkan dengan jumlah masyarakat pribumi.

2.6. Menurut Agama

Pada kelurahan Madras Hulu terdapat tiga tempat pusat peribadatan menurut agamanya masing-masing yang pada umumnya didasarkan pada masyarakat (keturunan) hal ini dapat dilihat dilokasi tersebut terdapat mesjid agung bagi pemeluk agama Islam, kuil bagi pemeluk agama Hindu, dan gereja bagi pemeluk agama Kristen. Ketiga tempat peribadatan ini tersebar dalam jarak yang cukup berdekatan antara satu sama lain, namun hal ini tidak memancing konflik seperti didaerah-daerah lain yang mengalami konflik agama. Kerukunan ini telah terjalin dalam waktu yang lama dalam hal ini pribumi, Tamil dan Cina mempunyai kesepakatan tidak tertulis diantara mereka untuk saling menjaga kerukunan diantara mereka.

Tabel 5 Agama

No Agama Jumlah

1. Islam 1.130 orang

Universitas Sumatera Utara 2. Kristen 126 orang

3. Katolik 133 orang

4. Hindu 424 orang

5. Budha 2.962 orang

JUMLAH 4775 orang

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu

Agama Budha merupakan merupakan agama yang memiliki jumlah penganut yang banyak dan kemudian disusul oleh agama Islam. Agama Budha dalam hal ini yang berkembang ditengah masyarakat kelurahan Madras Hulu merupakan agama Budha yang berasal dari India, yang dibawa oleh para pedagang India yang singgah dan kemudian menetap di kawasan Kelurahan

Madras Hulu ini, begitu juga dengan agama Islam, agama Islam merupakan agama yang telah berkembang terlebih dahulu sebelum datangnya etnik India dan

Cina ke kawasan tersebut dan kemudian berkembang lebih lanjut karena masuknya etnik India dan Cina dalam komposisi masyarakat mereka.

Berbagai tabel yang telah dijelaskan pada sebelumnya, dapat diperoleh data tentang luas wilayah, kependudukan, agama dan etnis yang mendiami wilayah kelurahan Madras hulu, dan hal ini dapat memberikan sedikit banyaknya data tentang wilayah kelurahan Madras Hulu.

2.7. Menurut Pendidikan

Komposisi penduduk yang ada di Kelurahan Madras Hulu jika dilihat menurut pendidikan dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 6 Komposisi Penduduk Keluahan Madras Hulu

Universitas Sumatera Utara Menurut Tingkat Pendidikan

No Jenis Pendidikan Jumlah

2 SD / Sederajat 156

3 SLTP / Sederajat 139

4 SLTA / Sederajat 291

5 D1 97

6 D2 69

7 D3 137

8 S1 37

Jumlah 926

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu

Tabel-tabel diatas menunjukkan hal-hal lainnya yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat masyarakat di kelurahan Madras Hulu, pada tabel pendidikan dapat dilihat bahwasanya masyarakat kelurahan Madras Hulu banyak yang mengecap bangku sekolah pada tingkatan D-2 (diploma-2).

2.8. Mata Pencaharian

Penduduk yang ada di Kelurahan Madras Hulu mempunyai mata pencaharian hidup yang beraneka ragam. Secara terperinci dapat dilihat dengan jelas pada tabel di bawah ini

Tabel 7 Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Madras Hulu

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 15

2 Buruh/Swasta 73

Universitas Sumatera Utara 3 Pedagang 1.623

4 Penjahit 23

5 Tukang Batu 2

6 Tukang Kayu 2

7 Montir 13

8 Dokter 18

9 Sopir 6

10 Pengemudi Becak 5

11 TNI/Polri 28

12 Pengusaha 32

Jumlah 1.839

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kebanyakan mata pencaharian penduduk Madras hulu sebagai pedagang yaitu sebanyak 1.623 orang, kemudian bekerja sebagai buruh sebanyak 73 orang.

2.9. Tenaga Kerja

Pada tabel tenaga kerja dapat diperoleh data bahwa penduduk usia 15-60 tahun merupakan rentang usia yang memberikan kontribusi yang besar terhadap munculnya tenaga-tenaga kerja yang bekerja di segala sektor kehidupan masyarakat, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8 Tenaga Kerja di Kelurahan Madras Hulu

No Tenaga Kerja Jumlah

Universitas Sumatera Utara 1 Penduduk usia 15-60 tahun 2.090

2 Ibu rumah tangga 651

3 Penduduk masih sekolah 916

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu

2.10. Pola Pemukiman

Pemukiman di daerah kelurahan Madras Hulu ini secara garis besar terbagi atas dua bagian wilayah yang masing-masing wilayah dipisahkan oleh jalan besar yang membentang dikawasan Kelurahan Madras Hulu. Apabila memasuki kawasan Kelurahan Madras Hulu dari sebelah Timur maka pada sebelah kanan mayoritas penduduk merupakan etnik Tamil India dan etnik pribumi sedangkan pada sebelah kiri mayoritas merupakan masyarakat etnik Cina.

Rumah-rumah etnik Cina merupakan rumah berupa rumah toko dan tidak memiliki halaman sebagai penanda batasan antara satu rumah dengan rumah lainnya, sedangkan rumah pada etnik Tamil India dan rumah pribumi pada umumnya memiliki halaman yang berfungsi sebagai penanda batasan antara satu rumah dengan rumah lainnya, pada halamannya biasa ditanami bunga-bunga kenanga, bunga jenis palm.

Pada satu ruko yang didiami oleh etnik Cina terdiri dari dua kepala keluarga, rumah pada etnik Cina juga berfungsi sebagai tempat kegiatan usaha mereka, sedangkan pada etnik Tamil India dan pribumi pada umunya satu rumah dihuni oleh satu kepala keluarga.

Universitas Sumatera Utara Rumah-rumah pada kawasan yang didiami oleh etnik Tamil India berada pada lorong-lorong yang ada dikawasan tersebut, seperti lorong 1, lorong 2 dan seterusnya.

Sedangkan pada etnik Cina rumah-rumah mereka berada pada jalan-jalan kecil yang tersebar diwilayah tersebut seperti jalan jenggala dan lain sebagainya.

Secara garis besar dapat dilihat bahwa pola pemukiman di Kelurahan

Madras dibagi atas dua bagian yang dibelah oleh jalan K.H. Zainul Arifin, apabila kita memasuki daerah Kelurahan Madras melalui jalan K.H. Zainul Arifin maka kita dapat melihat bahwa penduduk yang tinggal di sebelah kanan jalan merupakan perumahan yang umumnya ditempati oleh etnik Tamil India dan pribumi, sedangkan pada sebelah kiri jalan banyak dijumpai ruko atau rumah toko yang menjadi penanda bahwa penduduk yang mendiami kawasan tersebut merupakan etnik Cina.

2.11. Perekonomian

Perekonomian dalam hal ini merupakan mata pencaharian pokok pada masyarakat setempat atau masyarakat kelurahan Madras Hulu.

Mata pencaharian pokok masyarkat Madras Hulu adalah sebagai pedagang, selanjutnya adalah sebagai buruh/swasta kemudian berturut-turut adalah pegawai negeri dan dokter serta TNI/Polri selebihnya merupakan pekerja yang memiliki pekerjaan yang tidak tetap.

Tabel 9 Perekonomian

Buruh/swasta 69 orang

Universitas Sumatera Utara Pegawai negeri 16 orang

Pengrajin ---

Pedagang 1610 orang

Penjahit 9 orang

Tukang batu 1 orang

Tukang kayu 1 orang

Peternak ---

Nelayan ---

Montir 1 orang

Dokter 12 orang

Sopir ---

Pengemudi bajaj ---

Pengemudi becak ---

TNI/polri 4 orang

Pengusaha 12 orang

Lainnya 1726 orang

TOTAL 3461 orang

Sumber : Sistem pendataan, profil Kelurahan Madras Hulu

2.12. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat dikawasan kelurahan Madras Hulu meliputi

- Prasarana ibadah

- Sarana pendidikan

Universitas Sumatera Utara - Prasarana pemerintahan

- Prasarana air bersih

- Prasarana komunikasi

- Prasarana hiburan

- Prasarana kesehatan

- dll

Sarana ibadah yang terdapat di kelurahan Madras Hulu meliputi : 2 buah

Mesjid, 1 buah Musholla, 2 buah gereja Kristen Protestan, 2 buah gereja Kristen

Katolik dan 3 Wihara. Adapun letak dan lokasi tempat peribadatan adalah :

Mesjid Agung Medan, Mesjid Ghaudiyah dan Musholla Sun Plaza. GKPI Medan,

GPI Medan, GKI Medan, Wihara Gunung Timur Medan.

Prasarana pendidikan yang ada di kelurahan Madras Hulu adalah : 2 buah perguruan tinggi, 4 buah SLTA/sederajat, 2 buah SLTP/sederajat, 2 buah

SD/sederajat dan 3 buah TK.

Prasarana hiburan adalah prasarana yang mendukung proses hiburan/wisata : hotel bintang lima 2 unit, diskotik 2 unit, rumah bilyar 3 unit, karaoke 1 unit dijalan Syailendra.

Prasarana kesehatan yang mendukung adalah : 6 unit apotik, 2 unit posyandu, 7 unit tempat praktek dokter.

Prasarana air bersih adalah : 955 unit PAM, prasarana komunikasi adalah :

955 unit jumlah pengguna telepon dan 865 unit pengguna televisi.

Sarana dan prasarana yang ada di kelurahan Madras ini merupakan suatu kumpulan dari sarana dan prasarana yang mendukung setiap kehidupan masyarakat setempat, dalam hal ini seperti sarana air bersih, listrik, telefon

Universitas Sumatera Utara merupakan sarana dan prasarana yang mencakup setiap kehidupan masyarakat serta diperlukan oleh masyarakat sekarang ini.

2.13 Aktivitas Sosial Budaya

Pada Kelurahan Madras Hulu terdapat banyak aktivitas sosial budaya yaitu dengan adanya STM (serikat tolong menolong), remaja Mesjid, Majilis Taklim,

LKMD (lembaga ketahanan masyarakat desa) dan organisasi pemuda non politik.

STM (serikat tolong menolong) merupakan organisasi non pemerintah yang berfungsi sebagai organisasi yang membantu warga yang mengalami kesulitan seperti kematian dan lain-lain, remaja mesjid merupakan organisasi perkumpulan para remaja islam sedangkan majlis taklim merupakan organisasi yang memiliki kegiataan seperti pengajian, ceramah dan lain-lain dan biasanya berkumpul setiap jum’at malam di mesjid dan terkadang dirumah salah satu warga, LKMD merupakan lembaga pemerintahan yang berfungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban daerah tersebut dan anggotanya merupakan warga setempat. Organisasi pemuda non politik merupakan suatu wadah yang menyalurkan kreatifitas pemuda/pemudi wilayah tersebut.

Bagi etnik Tami lembaga lainnya yang mengatur kehidupan sosial budaya masyarakat Hindu di kampung Madras Hulu adalah Prajaniti Hindu Indonesia yang berpusat di Kuil Shri Mariamman, sedangkan bagi umat Kristiani, kehidupan sosial budaya masyarakat tersebut diwadahi oleh Gereja Kristen Indonesia

Sumatera Utara, lembaga-lembaga tersebut menjalin kerjasama dengan masyarakat lain tanpa memandang dan membedakan asal usul, lembaga yang mewadahi kegiatan sosial budaya ini merupakan suatu contoh penting dalam

Universitas Sumatera Utara pembentukan kehidupan yang terdiri dari beragam etnik yang hidup dalam suasana yang damai.

BAB III

Sekilas Mengenai Etnik Tamil di Kota Medan

3.1. Sejarah Kedatangan Etnik Tamil

Datangnya etnik Tamil dalam jumlah yang cukup besar, yang hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas diberbagai wilayah Sumatera timur dan khususnya di Kota Medan, baru terjadi sejak pertengahan abad ke 19 yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di tanah Deli. Namun berdasarkan penemuan arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret dari Ecole Francaise d

Extreme-Orient (EFEO) membuktikan pada abad ke 8 sampai ke 12 di Lobu Tua,

Barus6 telah terdapat perkampungan multi etnik terdiri dari etnik Tamil, Cina,

Arab dan sebagainya.

6 Barus adalah sebuah nama daerah terpencil dipesisir pantai Barat Sumatera Utara. Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, seorang gubernur dari kerajaan Yunani yang berpusat

Universitas Sumatera Utara Dalam situs Lobu Tua juga ditemukan prasasti dengan tulisan Tamil oleh pejabat Belanda GJJ Deatz tahun 1872. setelah diterjemahkan oleh Prof. Dr. KA

Nilakanda dari Universitas Madras India pada tahun 1931. menurutnya batu bertulis itu bertahun Saka 1010 atau 1088 Masehi dijaman pemerintahan Raja

Cola yang menguasai wilayah Tamil di India Selatan. Tulisan itu antara lain menyebutkan tentang perkumpulan dagang etnik Tamil sebanyak 1500 orang di

Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan aturan perdagangan dan ketentuan lainnya. Prasasti Lobu Tua itu berisi tentang aktivitas perdagangan kumpulan

Tamil yang dikenal dengan nama “Mupakat Dewa 1500”. Anggotanya terdiri dari berbagai aliran Brahmana, Wisnu, Mulabhadra dan lain-lain.

Semakin memperkuat bahwa etnik Tamil telah lama masuk ke Sumatera

Utara. Lobu Tua ditinggalkan secara mendadak oleh penghuninya pada awal abad ke 12. Sesudah kota tersebut diserang oleh kelompok yang dinamakan Gergasi.

Komunitas multi etnik ini kemudian bergeser ke daerah lainnya di Sumatera

Utara.

Tengku Luckman Sinar yang menulis buku “Orang India di Sumatera

Utara” (2008) menyebutkan bahwa bersama para pedagang tersebut turut serta pula seniman-seniman pengukir yang mahir mengukir prasasti dan pendeta Hindu, dan terjadi perkawinan dengan wanita-wanita batak. Menurut Hikayat di Sianjur

Mula-Mula diciptakan aksara Batak yang berasal dari pengaruh aksara

Sanksekerta. Oleh DATU TALA DIBABANA marga Borbor, seperti pada nama- nama hari. Sebagai contoh soma=suma di toba, brhaspati=boraspati,

Wisnu=Bisnu, Brahma=Borma.dan lain-lain. di Alexandria, Mesir pada abad ke 2, disebutkan di peisir Barat Sumatera Utara terdapat sebuah Bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang menghasilakan wewangian dari kapur barus.

Universitas Sumatera Utara Pada etnik Karo terdapat marga (Maha, Meliala, Brahmana, Depari,

Pandia, Colia, Pelawi, dan lain-lain) semua masuk dalam grup Sembiring yang secara fisik sama dengan etnik Tamil, juga terdapat dalam upacara adat misalnya

“Pekualuh” (Menghanyutkan abu jenazah di sungai).Ternyata masih ada terdapat sisa-sisa kepercayaan etnik Tamil itu pada mereka.

Pada kedatangannya sekitar abad ke 18 dan awal abad ke 19 etnik Tamil kemudian menyebar dibeberapa daerah di Sumatera Utara antara lain Binjai,

Langkat, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar. Daerah- daerah tersebut yang dikenal memiliki potensi besar perkebunan.

Awalnya etnik Tamil bekerja sebagai buruh dan kuli angkut atau sais kereta lembu di perkebunan. Secara perlahan terjadi peralihan mata pencaharian.

Dari awalnya yang bekerja sebagai kuli di perkebunan beralih menjadi pedagang, supir pengangkutan barang dagangan, karyawan swasta dan pemerintahan. Hal ini mengakibatkan sebagian etnik Tamil mulai berpindah ke kota-kota yang dekat dengan sentra perdagangan dan pusat kota (Medan).

Pada umumnya etnik Tamil hidup secara berkelompok. Biasanya mereka membuat perkampungan sendiri. Daerah pemukiman etnik Tamil yang dapat dikenal adalah kampung Keling atau sebahagian orang menyebutnya “ Kampung

Madras ”. Lokasi perkampungan mereka terletak di pinggir sungai Babura, sebuah sungai yang membelah kota Medan yang menjadi jalur utama transportasi dimasa lampau. Dikawasan ini hingga sekarang masih terdapat situs-situs yang menandakan keberadaan etnik Tamil, misalnya Shri Mariamman kuil di jalan

Zainul Arifin sebagai kuil tertua bagi komunitas Tamil di kota Medan, yang dibangun tahun 1884 dan sejumlah kuil lainnya. Kawasan Kampung Keling

Universitas Sumatera Utara terletak di kota Medan tepatnya di sekitar Kecamatan Medan Petisah dan

Kecamatan Medan Baru. Selain itu komunitas Tamil juga terdapat di kampung

Anggrung di Kelurahan Anggerung Kecamatan Medan Polonia.

Kampung Keling diperkirakan telah ada sejak tahun 1884. ini dibuktikan dengan dibangunnya Shri Mariamman Kuil sebagai tempat ibadah etnik Tamil yang beragama Hindu pada tahun 1884. kampung keling ini memang bukan perkampungan Tamil tertua di Sumatera Utara, pemukima tertua etnik Tamil terdapat di Kota Binjai, hal ini dibuktikan dengan adanya kuil Shri Mariamman

Binjai yang direnovasi pada tahun 18807

Keterangan gambar Shri Mariaman Kuil Medan

7 Informan dilapangan mengungkapkan tentang sejarah etnik Tamil di Kota Binjai dan Langkat sebagai data pendukung penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Ada sekitar lebih dari 16 daerah yang didiami etnik Tamil diantaranya

Kuala, Langkat, Selayang, Tanjung Jati, Binjai, Namu Ukur, Buluh Cina, Sei

Semayang, Glugur Rimbun, Medan Tuntungan, Helvetia, Saintis, Sampali, Batang

Kuis, Lubuk Pakam dan di daerah perkebunan Bekala (Kwala Bekala).

Kampung Madras termasuk salah satu daerah yang terbesar jumlah komunitas Tamil di Medan. Kini ada sekitar 1530 jiwa etnik keturunan Tamil di daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara Peta Daerah Persebaran Etnik Tamil Di Sumatera Utara

3.1.2 Konsep “Keling”

Etnik Tamil termasuk bangsa Dravida dari India bagian Selatan.

Masyarakat umum menyebutnya dengan sebutan “orang keling”. Istilah ini berawal dari kerajaan Kalingga. Ketika buruh-buruh Tamil dipekerjakan di perkebunan Sumatera Utara ditanya tentang asal daerahnya. Mereka hanya menjawab nama kerajaan dimana rajanya dari India yaitu Kalingga. Akan tetapi karena lidah orang Belanda sulit untuk mengucapkan Kalingga, maka terucap

Kalinggen dan oleh masyarakat pribumi yang menginginkan kemudahan atau menyingkatnya yang kemudian mengucapkannya dengan sebutan keling.

Kata “Keling” bila dilihat dari sejarah merujuk kepada Benua Keling yang kini bernama India. Sebagaimana pula yang disebut dalam sejarah Melayu dan hikayat Hang Tuah mengenai pelayaran ke benua Keling, Kampung Keling dan lain-lain. Sebutan “Keling “ ini kemudian menjadi lazim diseluruh tanah Melayu.

Versi lain (pengakuan informan lapangan) mengatakan bahwa sebutan orang keling dimulai ketika seorang buruh perkebunan dari etnik tamil membunuh seorang Belanda, karena peristiwa tersebut maka orang Belanda menyebur orang

Tamil dengan sebutan “Killing man” yang akhirnya berubah menjadi “Keling”.

Penggunaan sebutan “ Keling “ ini pernah ditujukan kepada semua orang- orang Tamil yang berasal dari India. Namun penggunaan sebutan ini perlahan berubah. Dibeberapa negara seperti Malaysia dan Indonesia, istilah ini sering dianggap suatu kata makian yang digunakan dengan hati-hati.

Universitas Sumatera Utara Kemungkinan perubahan itu disebabkan oleh orang India sendiri yang memandang rendah mereka yang berasal dari India bagian Selatan. Mereka tidak mau dikaitkan dengan panggilan “Keling”. Kemungkinan lain adalah dari sejarah, bahwa kebanyakan pendatang dari India yang awalnya bekerja di ladang yang kemudian dikenal sebagai “orang Keling” adalah mereka yang suka mabuk- mabukkan, dan membuat keributan pada perkebunan-perkebunan tempat mereka dipekerjakan. Oleh karena itu, apabila mereka mencapai tahap ekonomi yang lebih tinggi, mereka akan menjauhkan diri dari sebutan yang memiliki stigma atau anggapan negatif yang berarti kelas bawahan, pemabuk, hina dan kotor.

Istilah keling ini hanya ditujukan kepada etnik Tamil yang berkulit hitam.

Sehingga panggilan ini apabila disebutkan maka etnik Tamil merasa diejek atau terhina yang lama kelamaan menjadi label negatif bagi etnik Tamil itu sendiri.

Bebagai versi muncul dari masyarakat yang memberi sebutan bagi etnik

Tamil tersebut seperti adanya stigma bahwa ada duit tidur di parit dan tidak ada duit tidur di rumah. Hal tersebut yang membuat etnik Tamil merasa di lecehkan karena etnik Tamil di konotasikan sebagai pemabuk dan selalu membuat keonaran atau keributan. Namun bagi masyarakat Tamil sendiri sebutan orang Tamil dianggap lebih tepat. Alasannya karena sebutan itu langsung mengarah pada identitas budaya mereka sebagai etnik tamil.

3.2. Ciri-Ciri Fisik

Etnik Tamil yang merupakan kelompok etnik bangsa Dravida dan pendukung kebudayaan Tamil yang berasal atau mempunyai daerah kebudayaan dari India Selatan. Mereka dapat dengan mudah dikenali dari ciri-ciri fisiknya

Universitas Sumatera Utara seperti memiliki kulit yang berwarna hitam atau gelap, dengan jambang atau bulu dada, disamping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat merupkan cirri khas etnik Tamil.

Bagi perempuan Tamil ada ciri-ciri lain yaitu adanya potte (tanda bulat yang diletakkan di dahinya dengan warna seperti kuning, merah, hitam, biru dan lain-lain). Pemakaian Wallewi (gelang plastik berwarna merah, hijau, biru atau kuning tercampur warna emas), pemakaian sari dan manggal sutra (Manjakaure atau Thalli), tanda kawin yang telah menikah. Tanda kawin ini terbuat dari tali yang biasanya digantung pada leher. Namun seiring perkembangan zaman dan meningkatnya taraf hidup etnik Tamil, tanda kawin ini diganti denagn kalung emas khusus bagi mereka yang taraf hidupnya menengah ke atas. Bagi perempuan

Tamil yang sudah tidak bersuami (ditinggal mati suaminya) tanda kawin ini tidak lagi bisa dipergunakan, kepada mereka ini dikhususkan hanya boleh memakai potte (tanda bulat didahi) yang berwarna putih dan tidak dibenarkan memakai wallewi atau gelang plastik yang berwarna-warni. Mereka hanya boleh memakai apabila telah bersuami lagi.

Namun saat ini ciri-ciri tersebut tidak begitu tampak. Seiring berjalannya waktu terjadi pula perubahan pada diri etnik Tamil. Penyebabnya antara lain karena terjadinya perkawinan campuran pada etnik lain, proses adaptasi sosial agar bisa berbaur dengan komunitas di luar Tamil dan lain sebagainya.

3.3. Organisasi Sosial Budaya Etnik Tamil Di Kota Medan

Menjadi bagian dari bangsa Indonesia merupakan satu pilihan yang secara sadar dijalankan oleh etnik Tamil di Kota Medan dan Sumatera Utara pada

Universitas Sumatera Utara umumnya. Banyak dari kaum tua etnik Tamil ikut berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia dan banyak pula dari etnik Tamil yang berstatus sebagai pegawai negeri.

Organisasi sosial etnik Tamil di kota Medan untuk seluruh Sumatera yang bernama “Deli Hindu Sabha” yang disahkan oleh Gubernur Sumatera Timur pada tahun 1913. organisasi ini dipimpin untuk pertama kali oleh Ramasamy Sanma,

Senemuthu, Ponasami, Dillay Dallph Singh, Hinder Singh, dan Wally Samy.

Sebagai ketua Ramasay Sanma dan sekeratris Ponasamy Dillay. Dalam tahun ini juga dibuka kantor di jalan Darat Medan. Organisasi ini bertujuan mempromosikan kebudayaan dan pendidikan Tamil.

3.3.1 Tokoh D. Kumaraswami

Salah satu tokoh etnik Tamil yang terkenal adalah D. Kumaraswami yang lahir pada tahun 1906 asal dari Pondicherry dimana keluarganya bermigrasi ke

Medan. Dia juga yang membangkitkan kembali kegiatan organisasi “Deli Hindu

Sabha” yang sudah mulai melemah pada tahun 1918. D. Kumaraswami juga menjabat sebagai ketua dari organisasi ini sampai tahun 1941. pada tahun 1949 sudah dibuka konsulat India di Medan sehingga organisasi itu terhenti. Maka pada tahun 1954 organisasi ini bergerak pada bidang pers dengan menerbitkan majalah bulanan berbahasa Tamil. Beliau juga mengarang nyanyian penguburan dan menyederhanakan upacara perkawinan tanpa dipimpin oleh pendeta Brahmin.

Tetapi pada tahun 1954 beliau menganut agama Budha dan meninggal dunia pada tahun 1979.

Pada masa sekarang organisasi sosial tersebut sudah tidak aktif lagi.

Sebuah keprihatinan muncul dikalangan generasi muda. Mereka tidak bisa lagi

Universitas Sumatera Utara berbahsa Tamil, bahkan orang tua juga banyak yang tidak mampu lagi menggunakan bahasa itu di lingkungan keluarga.

3.4. Adat Istiadat Etnik Tamil Di Kota Medan

Sebagaimana etnik lainnya, etnik Tamil juga memiliki serangkaian upacara sendiri untuk merayakan berbagai peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya. Upacara tersebut biasanya berhubungan dengan tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakat. Upacara tersebut pada dasarnya berfungsi untuk memaparkan sistem atau tataran yang ada (pengetahuan lokal etnik Tamil yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Hindu dan budaya India).

Menurut etnik Tamil pelaksanaan uapacara-upacara sepanjang lingkup hidup itu sudah banyak yang berubah dari aslinya. Sebagai contoh dapat dilihat pada pesta perkawinan. Adanya suatu kebiasaan yang dilakukan para leluhur mereka yaitu dengan menempatkan si pengantin dan kerabat dekat para undangan lainnya pada tikar. Kemudian pada saat acara makan mereka tidak menggunakan piring, tetapi menggunakan daun pisang. Menurut mereka hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan sangat merepotkan. Untuk itu mereka menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Si pengantin sudah diberikan tempat duduk khusus (pelaminan). Para undangan dapat dengan tenang duduk dikursi disediakan dan mereka pun tidak perlu harus repot lagi menyantap hidangan yang beralaskan daun pisang itu, karena telah disediakan piring.

Pada suatu bentuk kehidupan dengan ritus daur hidup yang biasa disebut dengan “rites of passages”, yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu prosesi perjalanan hidup manusia dalam menjalani tiap tingkatan dalam hidup,

Universitas Sumatera Utara seperti : lahir, bayi, remaja, dewasa, menikah, tua dan meninggal (mati). Etnik

Tamil mengenal proses daur hidup tersebut dengan memberikan upacara atau prosesi seremonial yang terkait dengan tingkatan dalam daur hidup, seperti upacara kelahiran, kematian dan lain sebagainya.

3.4.1. Upacara Kelahiran

Upacara kelahiran ini terdiri dari 2 bagian yaitu:

a. Upacara Walai Kappu

Upacara ini dilaksanakan pada seorang wanita yang telah menikah pada

kehamilan 7 bulan atau 9 bulan. Dalam pelaksanaannya akan diundang

kerabat-kerabat dekat saja.

Tujuan dari upacara ini adalah untuk mengundang kekuatan baik yang

berfungsi untuk memberikan perlindungan kepada calon bayi dan

menjauhkan diri dari pengaruh-pengaruh buruk.

b. Upacara Pathinaru

Upacara Pathinaru ini disebut juga upacara buang sial. Upacara ini

dilaksanakan pada bayi pada hari ke 16 setelah kelahirannya, dan inti dari

upacara ini adalah pensucian sang bayi serta memohon untuk keselamatan

bagi sang bayi semasa hidupnya. Pada upacara ini juga sekaligus menjadi

upacara untuk pemberian nama bagi sang bayi.

3.4.2. Upacara Sadengesathe atau Waisuki Wanthepenn

Upacara ini dilakukan pada seorang gadis remaja yang baru pertama kali memasuki masa akil baligh. Para kerabat dan teman akan hadir pada upacara ini.

Si gadis biasanya menerima hadiah dari para undangan. Namun demikan hadiah

Universitas Sumatera Utara yang paling diperhatikan dari sekian banyak adalah hadiah yang diberikan oleh saudara perempuan dari bapak si gadis.

Biasanya saudara perempuan dari Bapak si gadis yang dipanggil Atteh akan membawa berbagai macam jenis-jenis barang, makanan dan buah-buahan yang diletakkan dalam talam yang berisi sari, perlengkapan kosmetika untuk si gadis dan hadiah yang lazim diberikan adalah berupa emas (cincin atau kalung).

Mereka akan merasa bangga bila seorang Atteh mampu memberikan hadiah tersebut.

Inti dari upacara ini merupakan suatu tradisi atau kebiasaan yang dilakukan etnik Tamil untuk memohon kekuatan atau restu atau perlindungan untuk menjauhkan si gadis dari pengaruh-pengaruh buruk.

3.4.3 Tata Cara Perkawinan Etnik Tamil

Kata perkawinan dalam bahasa Tamil disebut Thirumanam. Terdiri dari dua kata “thiru” dan “manam”. Kata Thiru berarti tentang, berasal dari atau berhubungan dengan Tuhan, sedangkan kata Manam berarti menyatukan. Jadi kata Thirumanam dalam agama Hindu adalah penyatuan kedua jenis manusia atau kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Pelaksanaan perkawinan terdiri dari :

1. Upacara Melamar (Niscchayam)

2. Upacara Tunangan (Parisam)

3. Upacara Perkawinan (Thirumanam)

• UPACARA MELAMAR (NISCCHAYAM)

Universitas Sumatera Utara Sebelum upacara melamar, wakil dari laki-laki akan mendatangi pihak perempuan untuk menanyakan apakah bersedia memberikan anak gadisnya untuk dijadikan menantu. Apabila pihak perempuan setuju maka pihak laki-laki akan datang ketempat pihak perempuan untuk membicarakan masalah-masalah selanjutnya, seperti kapan pelaksanaan upacara akan diadakan dan lain-lain.

Upacara melamar akan diadakan ditempat perempuan, selanjutnya akan dibicarakan pula tahap kedua akan dilangsungkan yaitu: Parisam, jangka waktu antara melamar dan upacara tunangan biasanya antara 3-6 bulan. Tenggang waktu ini sengaja diberikan untuk persiapan upacara selanjutnya, sekaligus memberikan kesempatan kepada pihak wanita untuk berpikir apakah si laki-laki cocok untuk anak gadis mereka. Jadi, walaupun Niscchayam sudah dilangsungkan, upacara perkawinan bolah saja dibatalkan.

• UPACARA TUNANGAN (PARISAM)

Inti dari upacara Parisam adalah penyerahan mas kawin dan pengumuman kepada kerabat, dan teman mengenai pelaksanaan upacara puncak. Upacara parisam biasanya dilangsungkan di kuil, namun dapat juga dilaksanakan di rumah.

Bila upacara tersebut dilakukan dengan cara sederhana maka pelaksanaannya cukup dirumah saja. Pada upacara ini pihak laki-laki harus membawa seperangkat barang-barang untuk keperluan sigadis (tunangannya), barang-barang tersebut merupakan hantaran yang dibawa oleh pihak laki-laki yang terdiri dari 5, 7, 9 talam, dalam talam-talam tersebut antara lain :

- Talam Pertama: berisikan bubuk cendana, kumkum (kungemam:tanda

merah didahi),kembang, sirih 2 lembar, pinang 2 potong, kunyit kering 1

potong dan sebuah jeruk nipis

Universitas Sumatera Utara - Talam kedua: berisikan pakaian (sari dan baju), perhiasan, sisir, cermin,

dan alat hias lainnya.

- Talam ketiga: berisikan sirih, pinang, kunyit kering

- Talam keempat: berisikan gula pasir, gula batu, permen

- Talam kelima: berisikan jeruk nipis (orange)

- Talam keenam: berisikan apel

- Talam ketujuh: berisikan anggur

- Talam kedelapan: berisikan pisang 5, 7, atau 9 sisir

- Talam kesembilan: berisi kelapa 5, 7, atau 9 sisir

Kesemua talam tersebut dibawa dengan meletakannya di pundak kawan wanita dari pihak laki-laki menuju ketempat upacara. Upacara tersebut nantinya akan dipimpin oleh pandita, dengan membacakan ikrar dari pihak laki-laki dan pihak perempuan dengan memegang talam no 1, selanjutnya talam no 2 akan diberikan pada pihak perempuan untuk dipakaikan oleh calon pengantin kepada pihak laki-laki. Talam 4 dan talam 8 disediakann bagi tamu yang hadir untuk disantap, sebagian lagi dikembalikan kepada pihak laki-laki.

Calon pengantin wanita setelah dihias akan dibawa ketempat upacara untuk mendapatkan restu dari para hadirin. Pihak laki-laki memberikan 1 buah kelapa, 2 lembar sirih, 2 potong pinang dan kunyit 1 potong kepada calon pengantin wanita. Pada upacara ini, santapan atau hidangan yang disediakan merupakan dari pihak perempuan.

• UPACARA PERKAWINAN

Adapun urutan upacara perkawinan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara 1. Mapillai Thol (h) an (pendamping mempelai pria, yang biasanya saudara

laki-laki mempelai pria, yanang biasanya saudara laki-laki mempelai

wanita) akan menuntun mempelai pria kemimbar pernikahan.

2. Sesudah mengelilingi mimbar pernikahan sekali searah jarum jam,

mempelai pria duduk

3. Mempelai pria dan Thol (h) an-nya akan diberi Vibuthi Prasadam (tanda

bubuk putih didahi)

4. Thol (h) an akan mengalungi mempelai pria dengan “Seeyakkai Maalai”

(kalung bungan yang agak sederhana)

5. Mempelai pria akan diberi “pavitram” (yaitu cincin yang terbuat dari

rumput dharpai) untuk dikenakannya di jari manis tangan kanannya.

6. Upacara Pillaiyar Pooja untuk menyingkirkan semua rintangan, dilakukan

pendeta.

7. Mempelai wanita kan tiba dengan dituntun oleh pendamping mempelai

wanita (yang biasanya adalah saudara perempuan mempelai pria)=bride’s

maid.

8. Sesudah mengelilingi mimbar pernikahan satu kali, maka mempelai

wanita akan duduk di depan mimbar (pelaminan)

9. Pendeta yang memimpin upacara akan memberikan Vibuthi Prasadam

baik kepada mempelai wanita maupun pendampingnya

10. Pendamping mempelai wanita akan mengalungi mempelai wanita dengan

“seeyakkai maalai”

11. Akan dilakukan lagi ritual Pillaiyar Pooja

Universitas Sumatera Utara 12. Ritual Mahalakshmi Pooja guna memperoleh berkat dari bunda

Mahalakshmi akan diadakan.

13. Upacara “Manggalaya” (benang suci) Pooja dimulai

14. Orang tua kedua mempelai akan diminta untuk duduk dihadapan anak-

anak mereka.

15. Pendeta yang memimpin upacara akan memberikan Vibuthi Prasadam

kepada orang tua kedua mempelai.

16. Thaali yang suci akan dililitkan pada kelapa dan dibawa mengelilingi para

undangan untuk mendapat restu.

17. Pendeta yang memimpin upacara akan membacakan undangan

perkawinan.

18. Pendeta yang memimpin upacara akan menyerahkan Thaali kepada

mempelai pria, yang akan mengalungkan dan mengikatkan di leher

mempelai wanita sebanyak tiga ikatan, mengikuti bunyi “ketti melam”

(diiringi irama musik). Selama upacara ini , saudara perempuan mempelai

pria harus berdiri dibelakang mempelai wanita sambil memegang lampu

minyak yang sudah dinyalakan (Kamachi Villaku)

19. Mempelai pria akan mengoleskan tepung cendana dan kungguman pada

ketiga ikatan

20. Mempelai pria dengan tangan kanannya memutar leher mempelai wanita

dan memalingkan wajah mempelai wanita kearahnya dan mengoleskan

kungguman pottu di dahi mempelai wanita (sebagai photu pertama)

Universitas Sumatera Utara 21. Upacara “Paanikkiragam” akan dilakukan. Pasangan pengantin akan

berdiri sedangkan mempelai pria masih memegang tangan mempelai

wanita.

22. Kedua mempelai kini akan bertukar kalung bunga

23. Kerabat dan sesepuh masyarakat akan mengalungi kedua mempelai

(kalung ditukar antara mempelai pria dan mempelai wanita)

24. Tiga orang yang sudah bersuami akan melakukan upacara aarathi

25. Akhirnya mempelai wanita akan diberi kelapa yang dibungkus dengan

kain kuning untuk dibawa pulang

• PAKAIAN PENGANTIN

Mempelai wanita diwajibkan memakai sari sepanjang 18 cubit (1 cubit= 1 lengan yaitu jarak antara ujung jari tengah sampai siku), sedangkan mempelai pria diwajibkan memakai wheti dan baju jipa.

• KALUNG BUNGA DAN EMAS

Ritual perkawinan Hindu mengharuskan mempelai pria dan wanita bertukar kalungan bunga, dimana pertukaran kalungan bunga ini memiliki makna:

- Bahwa seorang suami dan istrinya tidak dianggap sebagai individu yang

terpisah

- Disatukan menjadi satu keluarga oleh upacara perkawinan

Universitas Sumatera Utara Emas atau Thaali dalam upacara perkawinan adalah yang dikaitkan di leher mempelai wanita oleh mempelai pria. Thaali sebagai simbol bahwa wanita telah menikah dan berfungsi mengikat si wanita dirinya telah menjadi istri seseorang. Thaali dilambangkan sebagai wanita yang sudah mempunyai suami.

Thaali terbuat dari seuntai benang yang didalamnya terdapat sebuah emas yang melambangkan bahwasanya seorang wanita sah menjadi istri seseorang. Selain itu

Thaali harus diikat sebanyak 3 x. makna dari 3 ikatan itu adalah:

- Ikatan pertama diikat dan terikat kepada pasangan (suami/istri)

- Ikatan kedua diikat dan terikat kepada orang tua kedua belah pihak

- Ikatan ketiga melambangkan terikat kepada Tuhan YME

• PESTA MAKAN

Setelah selesai acara perkawinan, diadakan santapan siang yang dihidangkan bagi setiap undangan yang hadir, dimana makanan yang dihidangkan tersebut terdiri dari beraneka jenis makanan, baik berupa vegetarian maupun yang tidak vegetarian.

Pada pesta perkawinan, biasanya mengharuskan menghiasi lokasi pesta perkawinan, biasanya mengharuskan menghiasi lokasi pesta dengan pohon pisang yang menyimbolkan bahwa semoga kehidupan pasangan yang baru menikah akan memiliki keturunan yang baik dan sehat.

• WANITA TINGGAL DI RUMAH PRIA

Setelah selesai acara perkawinan, kedua mempelai akan kembali ke rumah mempelai wanita untuk memohon doa restu kepada kedua orang tua mempelai wanita dan meninggalkan mempelai wanita, setelah itu mempelai wanita dijemput kembali ke rumah mempelai pria dan tinggal selamanya di rumah mempelai pria.

Universitas Sumatera Utara • POHON PISANG

Tradisi etnik Tamil mengharuskan untuk menghias rumah atau tempat lain dimana upacara yang membawa keberuntungan seperti festival keagamaan, perkawinan, dll. Dilengkapi oleeh dua buah pohon pisang yang sedang berbuah dan diletakkan pada kedua sudut pintu masuk. Ada dua alasan pokok mengapa etnik Tamil menggunakan pohon pisang, yang pertama didasarkan pada nama pohon pisang itu sendiri dalam bahasa Tamil yang berarti Val(h)ai Maram, kata val berarti memelihara atau menjaga dan maram berarti besar dan kokoh, sehingga dapat diartikan sebagai penjaga dan memelihara hidup dengan kokoh, yang kedua, pohon pisang berakar jumlah pohon ini akan terus berlipat ganda dan dengan segera akan ada sebuah hasil dari keluarga (anak), yang diharapkan keluarga tersebut memiliki keturunan yang baik dan sehat.

3.4.4 Upacara Kematian

Rangkaian upacara terakhir yang dilakukan pada setiap individu ialah upacara kematian. Sesuai dengan ajaran agama Hindu yang dianut etnik Tamil bahwa sebenarnya di dalam badan manusia memiliki roh atau yang disebut dengan atma. Roh atau atma ini akan tetap kekal dan kembali kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan tinggallah jasad atau badan yang sudah tidak memiliki roh atau atma. Karena selama hidup telah banyak melakukan pengorbanan maka kelurga

Universitas Sumatera Utara yang ditinggalkan merasa sangat perlu menghormati mereka yang telah meninggal.

Pada umumnya ada dua upacara yang dilakukan apabila seseorang telah meninggal dunia. Pertama dibakar dan kedua adalah di kebumikan. Hal ini dilakukan atas permintaan mereka yang telah meninggal pada semasa hidupnya, yang lazim dilakukan adalah dibakar, karena etnik Tamil meyakini badan manusia terbentuk dari 5 unsur alam yaitu api, air, udara, tanah, gas sehingga apabila dibakar maka akan mempercepat proses kembalinya atma (jiwa) mereka kepada unsur-unsur tersebut.

Serangkaian upacara sehubungan dengan kematian itu adalah:

a. Penguburan atau kremasi (di Perabukan) yakni serangkaian upacara

dilakukan kepada jenazah yang telah dimandikan, diberi pakaian yang rapi

(menggunakan wetti dan baju putih). Jika yang meninggal tersebut laki-laki

maka didahinya diletakkan Thiruniru (abu suci) dan jika yang meninggal

tersebut wanita maka diberi pakaian sari, di dahinya diletakkan Thiruniru,

Shanthanam (Sandal Wood Paste). Serta kalungan bunga Malligai (Jasmine

Flower) kemudian jenazah tersebut diletakkan di ruang tamu yang mana

kepala jenazah tersebut harus berada di arah selatan. Sedangkan disamping

kepala jenazah diletakkan Nalwilaku (lampu yang menggunakan minyak),

Bathi (dupa)

Bila suaminya yang meninggal maka pada saat jenazah dimandikan, istri

yang berpakaian sari dan duduk di samping jenazah tersebut juga dimandikan.

Potte di dahi di hapus, gelang-gelang yang ada di tangan di pecahkan atau di

buka serta tanda perkawinan (Manjakaure atau thali) dengan perantara wanita

Universitas Sumatera Utara yang lebih tua di buka dan diletakkan kedalam sebuah wadah yang berisikan susu. Dengan demikian istri menjadi janda serta istri tidak diperkenankan memakai tanda Potte di dahi yang bewarna warni tidak boleh dipakaikan di dahi mereka hanya boleh dipergunakan Potte yang berwarna putih. Kemudian tidak boleh lagi memakai Wallwi (gelang plastik yang berwarna-warni) dan tanda perkawinan tersebut. b. Paal Thetital yakni upacara mengumpulkan tulang-tulang sesudah 3 hari dari jenazah tersebut dibakar. Tulang-tulang serta abu di masukkan kedalam periuk tanah. Sebelum pengambilan tulang-tulang dan abu terlebih dahulu disucikan dengan menyiram susu dan air kelapa muda. Kemudian tulang yang telah disucikan denga susu di masukkan didalam guci sedangkan abunya dimasukkan di dalam goni. Setelah disembayangkan agar Atma mendapat kedamaian pada Paramatma (Tuhan Yang Maha Esa). Guci dan goni (yang berisi tulang dan abu) tersebut di bawa oleh yang melaksanakan upacara untuk dilepaskan di sungai atau laut. Untuk penguburan juga dilaksanakan upacara Paal yakni pada saat selesai penguburan maka seorang pendeta akan meletakkan sebuah periuk tanah yang berisi susu yang kemudian dipecahkan oleh anak laki-laki dari yang meninggal tersebut. c. Upacara Yeddhe yakni melakukan pengiriman doa kepada yang meninggal dunia setelah 7 hari kematiannya. Biasanya dalam upacara ini keluarga dan kerabat terdekat saja yang datang dengan membawa bermacam-macam jenis buah dan kue serta bagi keluarga yang berhalangan hadir pada hari kematian, maka pada hari tersebut mereka dapat bersembahyang Atma shanti untuk mengirim doa bagi yang sudah meninggal.

Universitas Sumatera Utara d. Upacara Karmadi yaitu upacara mensucikan diri bagi keluarga setelah 16

hari kematiannya. Upacara ini biasanya dipimpin oleh seorang pendeta

dilakukan pada pagi hari sebelum terbitnya sinar matahari. Biasanya dilakukan

di pinggir sungai agar segala barang-barang yang diperlukan dalam upacara

tersebut juga dibuang ke sungai, setiba dirumah dilakukan pembacaan doa

agar rohnya memperoleh kedamaian di akhirat.

e. Upacara Kawehci yaitu upacara memberikan makanan pada keluarga yang

ditinggalkan. Makanan tersebut berasal dari keluarga para kerabat orang yang

meninggal tersebut dengan maksud untuk menghibur anggota keluarga yang

ditinggalkan agar tidak larut dalam kesedihan.

f. Doa Atma Shanti yaitu upacara yang dilakukan pada setahun setelah

meninggalnya seseorang. Inti dari upacara untuk mengirim doa pada yang

telah meninggal tersebut agar atmanya diterima di akhirat.

3.5. Sisitem Pengendalian Sosial

Pada dasarnya norma-norma sosial mengandung harapan-harapan tertentu bagi masyarakatnya. Hal ini menyebabkan terjeadinya keseragaman berprilaku dalam kehidupan bersama. Bila norma-norma sosial itu tidak lagi memberikan harapan atau sulit untuk di laksanakan bagi individu-individu yang di kenakan oleh norma-norma tersebut dalam kehidupan bersama, maka akan terjadi pelanggaran terhadap norma-norma sosial tersebut.

Universitas Sumatera Utara Untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang, etnik Tamil di sugesti dengan ajaran Karmaphala, hukum karma atau ajaran Karmaphala adalah ajaran yang mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk yang akan di dapat.

3.6. Sistem Pelapisan Sosial

Sistem pelapisan sosial pada etnik Tamil didasarkan pada profesi tingkatan pekerjaan bukan berdasarkan tingkatan kasta. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat Tamil sebagai contoh kaum Chettiars yang berprofesi sebagai pembunga uang maka disebut sebagai golongan Chetti dan berprofesi sebagai tukang pangkas disebut kaum Pariari, sedangkan golongan dengan profesi sebagai pekerja kasar atau kuli disebut kaum Paria merupakan golongan terendah pada etnik Tamil.

Penggolongan berdasarkan profesi pekerjaan mempunyai ciri-ciri antara lain bahwa keanggotaan di golongan tersebut berdasarkan kelahiran, perkawinan dengan orang diluar golongan tersebut dilarang dan pergaulan dengan golongan terendah dilarang. Kemudian setiap golongan mempunyai kedudukan sosial yang sangat tajam batasan-batasannya, sehingga etnik Tamil lahir dan mati dalam golongannya dan sepanjang hidupnya tidak dapat dirubah.

Pada umumnya timbulnya kasta pada masyarakat Tamil akibat adanya perbedaan asal dan warna kulit. Ketika pada tahun 1500 SM, yaitu saat bangsa

Arya memasuki India. Kulit mereka lebih putih dibandingkan penduduk asli yang

Universitas Sumatera Utara kulitnya lebih gelap. Dari sinilah timbulnya kasta agar keturunan dan warna kulit orang Arya tetap terjaga dan tidak bercampur baur dengan penduduk.

Dimasa sekarang sistem pelapisan sosial pada masyarakat etnik Tamil sudah tidak diterapkan lagi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut mereka sistem itu sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Bukti bahwa penggolongan berdasarkan profesi pekerjaan tersebut sudah tidak diterapkan lagi bahwa sudah banyak etnik Tamil yang melakukan perkawinan antara golongan atau di luar golongan mereka sendiri, akan tetapi masih ada beberapa etnik Tamil yang masih mempertahankan sistem perkastaan ini.

BAB IV

Deskripsi Kebudayaan Etnik Tamil

Salah satu etnik dari bagian India selatan yaitu etnik Tamil yang terdapat di kota Medan merupakan sekelompok orang yang membatasi identitas budayanya, etnik Tamil pasti memiliki cara hidup yang berbeda dengan etnik

Universitas Sumatera Utara lain. Etnik Tamil sangat mengormati adat istiadatnya. Meskipun tidak selalu terlihat mengenakan identitas budayanya. Hal ini disebabkan agar dapat dengan mudah melebur dengan komunitas setempat seperti yang dipaparkan dalam etnografi etnik Tamil di Kelurahan Madras Hulu.

4.1 Bahasa

Bahasa merupakan sistem perlambangan manusia baik secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi antara satu dan lainnya. Etnik Tamil umumnya menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, baik antara sesama etnik Tamil maupun dengan etnik di luar Tamil. Interaksi sosial ini membuat mereka berbaur dengan masyarakat yang berbeda etniknya.

Faktor linguistik adalah aspek penting dalam pola adaptasi budaya, hal ini dibuktikan bahwa komunikasi melalui bahasa secara lisan maupun tulisan adalah cara terbaik dalam adaptasi budaya, penggunaan bahasa Indonesia oleh etnik

Tamil merupakan contoh dari pola adaptasi yang mereka lakukan dalam konteks menjadikan diri mereka bagian dari budaya secara umum pada daerah tersebut atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa Indonesia oleh etnik Tamil adalah proses perwujudan eksistensi mereka sebagai bagian dari komposisi masyarakat di Kota Medan.

Saat ini hanya kalangan orang tua saja yang masih menggunakan bahasa

Tamil dalam berkomunikasi sesama kelompok Tamil. Jika dalam keluarga orang tua masih membiasakan menggunakan bahasa Tamil dengan anak-anaknya, namun para anak-anak lebih suka menjawab dengan bahasa Indonesia. Hal ini yang menjadi keprihatinan generasi tua etnik Tamil, mereka melihat kenyataan

Universitas Sumatera Utara bahwa semakin lama mereka kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi muda tidak bisa lagi berbahasa tamil, bahkan orang tua juga banyak yang tidak mampu lagi menggunakan bahasa itu dilingkungan keluarga, seperti yang dikemukakan oleh pinandita M. Chandra Bose kepada peneliti bahwa untuk pelaksanaan peribadatan di kuil-kuil Hindu saat ini juga tidak lagi sepenuhnya dapat dilakukan menurut ketentuan penggunaan mantra-mantra yang berbahasa Tamil maupun Sansekerta, misalnya dalam suatu upacara pensucian kuil (Kumbhaabisegam) yang dilakukan di Shri Mariamman kuil Bekala pada tahun 2007 harus dipimpin oleh Gurukel (pinandita) yang khusus di undang dari

India atau Malaysia.

Untuk menjaga agar bahasa Tamil tidak hilang, maka diadakan sekolah minggu di kuil dan di sekolah Raksana milik etnik Tamil. Setiap minggu anak- anak diberikan pelajaran mengenai agama Hindu dan pelajaran tentang kebudayaan Tamil. Hal ini dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya karena muncul kekhawatiran bahwa anak-anak muda sekarang enggan menggunkan bahsa Tamil sebagai bahasa ibu.

Bahasa suatu etnik, terutama suatu etnik yang besar, yang terdiri dari banyak penduduknya. Selalu menunjukkan suatu variasi yang ditentukan oleh perbedaan daerah geografis maupun oleh lapisan sosial serta lingkungan dalam suatu komunitas etnik tersebut. Dalam bahasa tamil dapat dilihat dari logat pengucapannya. Dari pengucapan atau tutur sapa tersebut maka seorang etnik

Tamil dapat diketahui berasal dari tingkatan profesi pekerjuaan atau lapisan sosial mereka. Biasanya logat pengucapan bahasa tersebut dapat dijumpai pada mereka-

Universitas Sumatera Utara mereka yang disebut kaum Paria yang pada zaman dahulu mereka ini diasosiasikan sebagai pekerja kasar atau buruh.

Perbedaan logat tersebut jelas terlihat dari tutur sapa mereka yang sedikit berbeda dengan etnik Tamil lainnya, sebagai contoh dalam bahasa Tamil, cabai disebut molwha, sedangkan mereka berasal dari kaum Paria akan mengucapkannya dengan sebutan molga, dari logat bahasa mereka ini yang menyebabkan kaum Paria itu sangat mudah dikenali dalam komunitas Tamil tersebut.

Bahasa yang dipergunakan oleh etnik Tamil di Kota Medan banyak mempengaruhi etnik lainnya di Kota Medan, adapun bahasa-bahasa Tamil8 yang diserap oleh etnik lain adalah : Apem, semacam kue dari tepung, Badai yang berarti angin kuat, Jodoh yang berarti pasangan.

4.2 Sistem Mata Pencaharian

Dimasa lalu pekerjaan orang Tamil banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan, kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke kota Medan sebagai pekerja yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik orang Eropa.

8 Bahasa Tamil yang diserap etnik lain di Kota Medan dapat dilihat pada lampiran penulisan ini.

Universitas Sumatera Utara Orang-orang India yang lalu banyak juga datang ke Medan untuk berpartisipasi memajukan berbagai sektor usaha yang sedang tumbuh di kota

Medan seperti Chettiar atau kaum Cetti (yang berprofesi sebagai pembunga uang, pedagang dan pengusaha kecil)

Kaum Chettiars yang berasal dari India Selatan atau Tamil Nadu merupakan etnik Tamil yang berprofesi sebagai pembunga uang. Mereka datang ke Sumatera seiring dengan kedatangan buruh Tamil ke perkebunan-perkebunan dan mereka juga berdagang dan meminjamkan uang kepada etnik Tamil maupun penduduk pribumi. Salah satu kuil yang juga tergolong tua adalah kuil

Thandayutpahani yang terletak di jalan Kejaksaan Kebun Bunga, yang didirikan oleh kaum Cettiars pada tahun 1892 yang mana perkumpulan ini telah disyahkan ketetapan Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tanggal 12 Desember 1916.

Bagi mereka yang mahir dalam membuat rantai atau aksesori lainnya yang terbuat dari emas, mereka ini adalah etnik Tamil yang berprofesi sebagai tukang emas (kaum Bhattar). Di masa lalu sepanjang jalan Zainul arifin atau yang dikenal dengan sebutan Kampung Keling mereka yang berprofesi sebagai Bhattar ini membuka semacam kedai atau bisa disebut sebagai pedagang kaki lima yang banyak menerima tempahan-tempahan kalung emas atau ukiran lainnya.

Sementara itu orang-orang Tamil yang disosialisasikan sebagai pekerja kasar terkait dengan latar belakang orang Tamil yang datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan rendah di India, yang tentu saja memiliki tingkat pendidikan yang rendah pula.

Mereka inilah yang dipekerjakan di zaman kolonial sebagai kuli di perkebunan-perkebunan milik orang Eropa.Dimasa sekarang ini banyak orang-

Universitas Sumatera Utara orang Tamil yang bekerja sebagai karyawan swasta maupun negeri, buruh dan juga sebagai supir. Kalau dimasa kolonial sebagain dari mereka menjadi penarik kereta lembu dan pembuat jalan, dimasa kini mereka sudah banyak yang mengusahakan jasa transportasi angkutan barang (truk pick up) dan menjadi pemborong pembangunan jalan, keahlian mereka dalam kedua bidang pekerjaan ini banyak diakui orang.

Etnik Tamil yang datang secara mandiri ke kota Medan pada umumnya memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Diantaranya menjadi pedagang tekstil dan pedagang rempah-rempah di pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang , bekerja di toko- toko dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu juga banyak yang melakoni usaha sebagai penjual makanan misalnya martabak.

Pada umumnya mereka yang berjualan makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam. Mereka adalah kaum muslim migran yang datang dari

India Selatan hampir bersamaan dengan kedatangan orang-orang India pada umumnya ke Medan pada pertengahan abad ke 19. Dimasa sekarang juga sudah terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses menjadi pengusaha di level daerah maupun nasional.

Aktivitas mereka sehari-hari adalah bekerja, dimulai dari pagi hari hingga sore hari. Sedangkan anak-anaknya sekolah di sekolah yang terdekat. Pada waktu sore hari aktivitas di luar berhenti karena pada saat sore hari mereka harus melakukan ibadah sembahyang baik di kuil ataupun di rumah masing-masing.

4.3 Sistem Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara Dalam tujuh unsur kebudayaan, salah satunya adalah sistem pengetahuan, sistem ini memegang peran dalam usaha menjaga pengetahuan lokal mereka yang menjadi modal menghadapi lingkungan kehidupan.

Pengetahuan etnik Tamil sangat dipengaruhi oleh tradisi leluhur mereka, sebagian besar kehidupan etnik Tamil adalah hasil kebudayaaan yang diturunkan dariu generasi ke generasi. Sistem pengetahuan yang dimiliki etnik Tamil biasanya berkaitan dengan masalah hewan, tumbuhan, kehidupan, kematian, kalender Tamil, keyakinan beragama dan sebagainya.

Pengetahuan yang berkaitan dengan hewan adalah larangan untuk memakan daging sapi, bagi mereka yang beragama Hindu khususnya etnik Tamil.

Sapi dalam kehidupan etnik Tamil merupakan hewan suci atau keramat berarti sesuatu yang diasingkan dan dibberi larangan atasnya. Menurut etnik Tamil, sapi adalah lambang atau simbol ibu bagi manusia, mereka mengatakan sapi-sapi tersebut memberikan susunya kepada manusia sepanjang hidupnya.

Marvins Harris (1966) dalam tulisannya tentang sapi keramat di India, melihat bahwa sapi atau lembu di India dianggap suci bukan hanya dilihat dari sistem kepercayaan orang India itu saja, namun dia melihat bahwa sebenarnya sapi tersebut sangat berguna bagi orang India dalam bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan masyarakat India secara terus menerus memanfaatkan sapi didalam hal ini hanya diambil susunya saja,a mereka tidak mengambil manfaat yang lain seperti dagingnya dengan begitu sapi tersebut akan bermanfaat lebih lama.

Selain itu sapi atau lembu juga di simbolkan sebagai Nandhi bagi dewa

Shiwa menurut mereka sapi atau lembu dianggap sebagai simbol kemakmuran,

Universitas Sumatera Utara sehinga dapat dilihat pada kuil-kuil yang ada di kota Medan makan sapi atau lembu ini dibuat arcanya yang kemudian diletakkan didepan arca dewa Shiwa.

Pengetahuan yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan adalah rempah- rempah seperti jintan, pala,ketumbar dan sebagainya yang disebut Masala yaitu bumbu khas masakan etnik Tamil seperti diketahui masakan etnik Tamil memiliki bau yang sangat khas.

Pengetahuan tentang kehidupan dan kematian merupakan etnik Tamil yang meyakini kematian menyebabkan orang yang telah meninggal dunia masuk ke kehidupannya yang baru, dan mewajibkannya untuk menjalankan semua kesalahan atau karma yang dilakukannya semasa hidupnya, didalam kehidupan etnik Tamil diajarkan untuk taat pada aturan agama dan aturan yang ada didalam masyarakatnya.

Pengetahuan yang berkaitan dengan kalender Tamil atau Panchangam merupakan suatu yang berkaitan dengan hari-hati besar seperti peringatan tahun baru, hari raya, hari lahir dan kematian, serta upacara-upacara keagamaan mereka.

Panchangam merupakan faktor atau bagian tersendiri yang didasarkan pada kalender Tamil. Faktor atau bagian tersebut yakni Vaaram, Tithi,

Natchathiram. Vaaram berarti tujuh hari dalam seminggu yang bermula denga hari minggu, senin, selasa, rabu, kamis, jumat dan sabtu.

Tithi merupakan jangka waktu lima belas hari antara rembulan baru atau

Ammavasai dan bulan Purnama atau Pournami dan sebaliknya lima belas hari antara bulan purnama atau pournami dan rembulan baru atau Ammavasai. Dua

Tithi tersebut merupakan satu bulan dalam perhitungan kalender Tamil (sekitar duapuluh Sembilan hari) berdasarkan peredaran bulan.

Universitas Sumatera Utara Natchathiram adalah duapuluh tujuh hari “bintang” yang ditentukan pada saat kelahiran. Satu Nachathiram dibagi dalam empat bagian dan pada setiap bagian terdiri dari enam jam. Nachathiram merupakan hal yang sangat perlu diketahui pada saat anak lahir, sehingga setiap etnik Tamil biasanya datang ke kuil untuk melihat Natchathiram kelahiran anak mereka. Dengan diketahuinya

Natchathiram tersebut maka mereka kan mengetahui zodiak atau perbintangan anak mereka dalam perhitungan kalender Tamil.

Tidak semua etnik Tamil memiliki kalender tersebut maka untuk mengetahui informasi tentang hal-hal diatas mereka biasanya datang ke kuil untuk melihatnya. Biasanya yang mengerti mengenai perhitungan kalender tersebut adala seorang pendeta di kuil tersebut.

Pengetahuan tentang keyakinana beragama, setiap etnik Tamil dimulai sejak anak-anak sudah diajarkan kepada mereka tentang keberadaan Tuhan Yang

Maha Esa yang menguasai kehidupan serta menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Dengan demikian apabila anak tersebut telah dewasa maka ia dapat mengikuti tradisi dalam masyarakatnya.

Banyak dari mereka yang menjalankan apa yang telah diwariskan para leluhurnya tanpa mengetahui dengan jelas apa nilai-nilai yang terkandung didalamnya seperti halnya untuk bernazar dan tusuk lidah yang dilakukan etnik

Tamil pada perayaan keagamaanya, mereka hanya menjalankan kegiatan upacara keagamaan tersebut., akan tetapi tidak mengetahui makna dari upacara keagamaan tersebut.

4.3.1. Pimpinan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Etnik Tamil mengenal pimpinan masyarakat, yaitu orang yang mengurus kegiatan yang berhubungan dengan agama, adat istiadat atau suatu perkumpulan.

Pimpinan agama tersebut adalah Pinandita. Pinandita ini mempunyai kewajiban- kewajiban seperti mengajarkan weda dan juga melaksanakan kegiatan upacara persembahan keagamaan baik itu untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan orang lain. Mengajar agama , memimpin upacara keagamaan yang dilaksanakan dalam semua festival perayaan keagamaan tersebut.

Pimpinan masyarakat yang lain adalah Tawelen yaitu pemimpin kuil atau yang biasa disebut manajer kuil. Mereka ini merupakan suatu pemimpin yang dipilih oleh masyarakat banyak untuk menjalankan kepengurusan yang ada di kuil. Orang-orang yang duduk disisni harus memiliki pengetahuan yang luas, dari masalah adat istiadat, sosial, keagamaan dan lain-lain. Untuk mengatasi masalah- masalah yang dihadapi masyarakat di bawah kepemimpinan mereka, seperti mengeluarkan surat perkawinan, penyedian tempat untuk penguburan dan pembakaran kepada etnik Tamil yang telah meninggal dunia.

Guru atau yang disebut Wattiare juga dianggapsebagai pemimpin, karena guru adalah pembawa kemajuan guru pulalah orang pertama yang mengajarkan tentang ketuhanan dan pertama kali kepada seorang anak.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan Foto : Seorang Ketua Kuil sedang dipakaikan Talpha (tanda kehormatan) oleh seorang Gurukel atau Pinandita Sumber : Penulis

4.4 Sistem Teknologi

Banyak orang Tamil di Kota Medan memenuhi kebutuhan benda-benda budaya langsung dari negara India, seperti wadah-wadah dari bahan steel dan kuningan, pakaian tradisional atau kain sari, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan mereka tidak banyak memproduksi benda khas etnik Tamil di negara Indonesia, alasan mereka, benda yang dibeli langsung dari negara India asli dan barang-barang sejenis banyak dipasaran.

Pembuatan makanan dilakukan dengan dua cara, yaitu tidak dimasak dan dimasak. Makanan tidak dimasak berupa makanan yang diasamkan sebagai acar ataupun susu asam yang disebut moore, makanan dimasak terdiri dalam jenis makanan sayuran, daging.

Teknik pembuatan makanan adalah dengan cara dikukus, digoreng, dipanggang, dicetak, diasamkan, ditumis dan dibakar. Selain dari hal diatas etnik

Tamil telah menggunakan benda-benda atau teknologi peradaban modern.

Universitas Sumatera Utara Sistem teknologi berkaitan dengan sistem pengetahuan etnik Tamil, sehingga sistem teknologi dipengaruhi oleh sistem budaya masyarakat Tamil.

Sistem teknologi adalah suatu rangkaian yang menjadi dasar pemikiran teknologi masyarakat Tamil, hal ini diterapkan dalam sistem teknologi mereka yang menggunakan produk-produk asli buatan mereka yang mana hal ini sejalan dengan pendapat Mahatma Gandhi yang menyarankan untuk menggunakan produk lokal, sampai saat ini etnik Tamil masih tetap menggunakan alat-alat teknologi yang dibuat oleh etnik Tamil sendiri, seperti sepeda motor (Bajaj).

Penggunaaan sistem teknologi sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, berkaitan dengan sistem budaya etnik Tamil dan sistem kepercayaan etnik Tamil, sehingga perkembangan sistem teknologi dan penggunaan teknologi tidak lepas dari pengaruh sistem-sistem lainnya.

4.5 Sistem Kekerabatan

Sesuai dengan anggapan adat lama maka perkawinan pada etnik Tamil dipengaruhi oleh sistem klen dan sistem kasta. Perkawinan mereka bersifat endogamy klen. Misalnya seorang yang berasal dari kaum Chettiar harus mencari jodoh dari klen yang sama. Namun kaum muda mengatakan adat seperti itu sudah tidak dipegang teguh lagi. Dalam penentuan jodoh orang tua masih sangat berperan dan sebagian mereka merasa senang akan adat itu, namun sebagian lagi menyatakan rasa kurang senangnya.

Perkawinan yang ideal adalah perkawinan Taimamen yaitu perkawinan dengan anak laki-laki dari mamma (saudara laki-laki ibu). Pada masa sekarang perkawinan seperti itu jarang sekali dapat terjadi. Hal ini dikarenakan banyak dari

Universitas Sumatera Utara etnik Tamil yang kawin dengan klen diluar klen mereka. Generasi muda etnik

Tamil sudah tidak begitu terikat oleh perkawinan seperti disebutkan diatas.

Generasi muda sudah cenderung dibebaskan memilih jodohnya sendiri. Pergaulan muda-mudi yang sudah cukup bebas dengan berbagai pengaruh luar melalui bermacam-macam komunikasi modern dan media masa mungkin sekali faktor- faktor yang mendorong generasi muda untuk membebaskan diri dari perkawinan tradisional itu. Tetapi meskipun demikian dipihak lain masih cukup banyak orangtua yang cenderung untuk mengawinkan anak mereka yang laki-laki dengan anak perempuan mamma anak tersebut atau anak perempuan mereka dengan mamma si gadis.

Agar hubungan kekerabatan antar pihak-pihak mereka yang bersangkutan tetap terpelihara kekerabatannya seperti yang dikehendaki dalam adat budaya etnik Tamil.

Perkawinan incest atau perkawinan pantang yang dikenal disesuaikan dengan ajaran Hindu yaitu antara dua orang yang :

1. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang

dengan saudara neneknya.

2. Berhubungan darah dengan dalam garis keturunan lurus ke bawah dan

keatas.

3. Berhubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau bapak

tiri.

4. Berhubungan saudara denagn isteri atau sebagai bibi atau keponakan dari

isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih dari satu orang.

Universitas Sumatera Utara 5. Berhubungan susuan yaitu orang tua susuan anak susuan, saudara susuan,

bibi dan paman susuan.

6. Mempunyai hubungan yang oleh agama atau peraturan lannya dilarang

kawin.

Adat menetap setelah menikah adalah secara virilokal yaitu di rumah orang tua suami. Namun tidak sedikit juga yang menetap secara neolokal atau mencari rumah baru. Yang umum dilakukan adalah tinggal untuk sementara secara virilokal dan bila kehidupan sudah mapan akan membangun rumah sendiri.

Setiap keluarga bisanya terdiri dari keluarga batih yang terdiri dari Ayah,

Ibu, dan anak-anak yang belum kawin serta anak laki-laki yang sudah kawin.

Garis keturunan dihitung secara patrilineal.

Universitas Sumatera Utara Gambar bagan :

Pembagian warisan yang berhak mendapatkan warisan ialah anak laki- laki. Namun karena perkembangan budaya tamil itu sendiri, maka nak perempuan pun sudah berhak mendapatkan warisan. Mengenai banyak dan apa saja yang dibagikan tergantung pada yang membagi warisan (biasanya orang tua), tetapi anak laki-laki umumnya mendapatkan bagian yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara 4.6 Kesenian

Kebudayaan India dikenal dengan keseniannya yang kaya. Kesenian memiliki peranan penting dalam kehidupan etnik Tamil. Kesenian menjadi hal yang tidak bias dipisahkan dari kehidupannya. Bagi etnik Tamil kesenian dapat menjadi media untuk kepentingan tertentu, misalnya mereka menanamkan nilai- nilai kehidupan kepada kepada anak-anaknya melalui seni tari, seni drama, seni musik dan seni rupa.

Selain itu, kesenian tradisional ini juga berfungsi dalam berbagai pelaksanaan upacara. Dalam upacara-upacara adat maupun keagamaan, kesenian tradisional selalu ditampilkan seperti tari-tarian, serta nyanyian (Bhajan).

Dalam bidang seni tari, etnik tamil mengenal Bharathanathiam atau tarian sambutan, tarian ini untuk penyambutan pada acara-acara adat, maupun upacara keagamaan. Bharathanathiam memiliki beragam versi sesuai dengan tujuan dari acaranya.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan Foto : Salah satu penari Bharathanathiam yang terdapat di Kota Medan Sumber foto : Penulis

Selain tari-tarian ada beberapa alat musik khas etnik Tamil seperti Tabla yaitu alat musik perkusi yang mirip gendang terdiri dari dua buah. Naga Saram yaitu alat musik tiup yang berbentuk seperti terompet dan ukurannya dengan ukuran yang panjang, Melam adalah alat musik yang berbentuk gendang besar yang digunakan dengan menggantungkannya di badan. Sedangkan Waling yaitu alat musik petik semacam gitar berbentuk bulat. Alat-alat musik seperti

Nagasaram dan Melam sangat sulit untuk dijumpai di Kota Medan pada masa sekarang, untuk acara keagamaan misalnya pemain Nagasaram dan Mellom harus harus didatangkan dari luar kota Medan. Biayanya pemain alat musik tersebut kebanyakan didatangkan dari Malaysia. Hal ini dikarenakan etnik Tamil yang berada di kota Medan tidak ada yang bisa memainkan alat musik tersebut,

Universitas Sumatera Utara sehingga untuk upacara-upacara keagamaan di kuil sering menggunakan kaset

CD yang berbunyi Nagasaram.

Untuk acara-acara ritual keagamaan yang besar, misalnya perayaan

Kumbaabi Segam mereka ini baru bisa mendatangkan karena banyak memerlukan biaya.

Untuk alat musik tabla sangat mudah dijumpai pada acara-acara keagamaan. Hal ini dikarenakan Tabla adalah alat musik pengiring nyanyian suci atau kidungan yang dikenal dengan Bhujan ini pada sore hari dapat dilihat atau dijumpai disetiap kuil. Pemainnya adalah para muda-mudi kuil yang tergabung dalam sebuah group Bhajan.

Keterangan Foto : Pemain Nagasaram dan Mellom yang didatangkan dari Malaysia untuk perayaan-perayaan keagamaan etnik Tamil Sumber : Penulis

Universitas Sumatera Utara

Keterangan Foto Pemain Mellom Sumber : Penulis

4.7 Sistem Religi

Pada umumnya etnik tamil banyak menganut agama Hindu.Pelaksanaan ibadah dilakukan setiap hari jumat di kuil.Biasanya mereka masing-masing ke kuil terdekat untuk melaksanakan ibadahnya, pelaksanaan ibadah juga harus dilakukan setiap hari di rumah masing-masing.Untuk itu mereka harus menyediakan sebuah ruangan khusus, paling tidak harus disediakan sebuah peti sembahyang yang berbentuk seperti rumah kecil. Peti sembahyang ini mereka namakan sami kumberte.

Ruangan atau sami kumberte itu dianggap suci, dengan demikian tempat tersebut harus terhindar dari sesuatu yang tidak suci, misalnya orang yang sedang hadiah atau orang yang belum membersihkan diri setelah melakukan hubungan

Universitas Sumatera Utara suami istri. Orang-orang yang masih dalam keadaan kotor tersebut dilarang masuk ke ruangan atau tempat sembahyang tersebut.Untuk itulah orang tamil selalu menyediakan sebuah ruangan khusus, kalaupun hanya sebuah peti, maka peti itu harus diletakkan di ruangan tidur anak-anak.

Ruangan sembahyang atau sami kumberte biasanya dilengkapi oleh peralatan-peralatan sembahyang seperti : sudo yaitu semacam wangi-wangian yang mirip seperti kapur barus (kanfer), tua kale yaitu mangkok tempat meletakkan bunga melati, kamachi walke yaitu lampu, keno yaitu mangkok tempat air, dan lakshmi yaitu sebuah gambar dewa yang diyakini.Pelaksanaan sembahyang di setiap rumah biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari, dan sembahyang ini selalu dikerjakanoleh setiap orang.

Ajaran hindu mengenal 5 kepercayaan (keimanan) yang disebut panca sradha, yaitu :

1. Keyakinan tentang (Brahman) Tuhan Yang Maha Esa ialah ia yang

berkuasa atas segala yang ada di dalam semesta ini. Tidak ada apapun

yang luput dari kuasannya. Sang Hyang Widhi Wasa yang terdapat dalam

kitab suci Rg Veda disebutkan: “Ekam sat vipra bahudha vadanti” yang

artinya “ia hanya tunggal, para bijaksanawan menyebutnya dengan banyak

nama”.

2. Keyakinan tentang Atman (roh leluhur) yang menjadikan adanya hidup

disebut “Atman”. Atman itu adalah percikan kecil dari Paramatma, atma

yang tertinggi (Brahman). Bila Atman meninggalkan badan, maka

makhluk itu mati. Alat-alat tubuhpun hancur kembali pada asalnya. Atman

yang menghidupi badan disebut Jiwatma. Jiwatma dapat dipengaruhi oleh

Universitas Sumatera Utara karma, hasil dari perbutan selama hidup di dunia ini karena itu Atman

tidak akan selalu kembali ke asalnya (Paramatma). Menurut ajaran agama

Hindu Jiwatma seseorang yang meninggal dapat mencapai sorga atau

jatuh kealam neraka. Orang-orang yang berbuat baik didunia menuju

sorga, dan yang berbuat buruk jatuh ke neraka.

3. Percaya terhadap adanya Karmaphala, apapun yang dibuat manusia

membawa akibat. Akibat itu adalah yang baik dan yang buruk akibat yang

baik memberi kesenangan sedankan akibat yang buruk memberi

kesusahan. Oleh karena itu seseorang harus berbuat baik karena semua

perbuatan (Karma) itu disebut pahala.

4. Keyakinan tentang adanya punarbhawa / reinkarnasi (kelahiran kembali)

Jiwatman atau roh itu tidak selamanya di neraka ataupun di sorga. Ia lahir

lagi ke dunia ini. Kelahiran kembali ini disebut Samsara/Punarbhava

(Reinkarnasi). Bagaimana kelahiran ini tergantung dari karma wasananya.

5. Keyakinan tentang moksa atau nirwana bila seseorang lepas dari ikatan

dunia ini ia mencapai moksa. Moksa artinya pelepasan. Inilah tujuan akhir

pemeluk agama Hindu. Orang yang telah mencapai moksa tidak lahir

kedunia karena tidak ada apapun yang mengikatnya.ia telah bersatu

dengan yang paramatman (Atman yang tertingi atau Sang Hyang Widi).

Kitab suci agama Hindu yang dipercayai sebagai pegangan adalah Weda.

Weda berarti kata-kata yang diucapkan dengan aturan tertentu atau dilagukan.Kitab weda terdiri dari 4 samhita (himpunan), yaitu :

Universitas Sumatera Utara 1. Reg Weda atau Reg Wedasamhita, yang merupakan himpunan syair-syair,

mantra-mantra yang memuat ajaran umum dalam bentuk pujian atau

pujaan.

2. Sama weda atau Sama Wedasamhita, yang berisikan himpunan mantra-

mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu untuk upacara

agama.

3. Yajur Weda atau Yajur Wedasamhita, yang berisikan kumpulan mantra-

mantra yang memuat ajaran umum mengenai pokok-pokok Yajus yaitu

doa yang berupa puisi dan prosa.

4. Atharwa Weda atau Atharwa Wedasamhita, yang berisikan doa-doa,

mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis, seperti untuk

menyembuhkan penyakit, ilmu sihir dan sebagainya.

Aktivitas keagamaan pada etnik Tamil yang beragama Hindu terwujud pada upacara-upacara keagamaan yang dilakukan secara rutin setiap hari dirumah, sekali seminggu di kuil dan pada hari-hari tertentu di rumah dan di kuil. Aktivitas keagamaan yang menjadi pusat pemujaan adalah upacara berkorban. Upacara berkorban ini merupakan upacara persembahan agar mendapat kemurahan dari para dewa dan untuk memuja roh leluhur, dalam pelaksanaan upacara tersebut membutuhkan sejumlah upakara, yaitu peralatan dan perlengkapan upacara yang dianggap suci, antara lain :

1. Api atau Agni, merupakan sarana paling utama dalam pelaksanaan

upacara dalam agama Hindu terutama dalam Sembah Hyang, api

berfungsi bagi dewa yang paling utama, saksi dalam sumpah dan

Universitas Sumatera Utara persembahyangan atau sebagai duta mendatangkan para dewa yang

memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi etnik Tamil.

2. Air atau Tirtha, secara umum air dalam upacara ritual dipergunakan

sebagai alat penyucian segala sarana upacara dalam hal ini air yang

dipergunakan adalah air kelapa karena dianggap air kelapa sangat

mensucikan disebabkan air pada buah kelapa muncul oleh suatu proses

alamiah.

3. Biji-bijian, yang selalu dipergunakan dalam upacara adalah, terdiri dari

beras, kacang-kacangan dan lain-lain. Dalam upacara biji-bijian ini

digunakan untuk pemakaian sebagai lambang penyucian.

4. Wangi-wangian, sebagai perlambangan angkasa, wangi-wangian selalu

dibutuhkan dalam upacara baik yang berbentuk dupa (bathi), kayu

cendana atau Sandanem, minyak wangi, bunga-bunga yang wangi atau

kemenyan (Shambrani).

5. Daun-daunan, yang selalu digunakan adalah daun sirih, daun wilwa,

daun tulsi serta daun pisang. Daun-daun ini berfungsi sebagai alas dan

juga sebagai hiasan dan simbol.

6. Bunga-bungaan (Puspam), merupakan sarana yang paling penting dari

alat upacara lainnya, pemakaian bunga dipilih karena keharuman

baunya. Adapun bunga yang dipergunakan dilihat dari warnanya,

seperti warna merah, kuning. Putih dan ungu.

7. Benda-benda (wastu), digunakan pada tiap upacara antara lain kayu-

kayuan tertentu, perak, tembaga dan emas serta batu bata. Batu

merupakan simbol keteguhan dan ketetapan iman.

Universitas Sumatera Utara 8. Makan-makanan (Prasadham), berbentuk buah-buahan sebagai

persembahan bagi para dewa, persembahan yang paling inti berupa

nasi atau neiwetiam.

Alat-alat upacara tersebut diatas digunakan sesuai dengan kepentingan upacara. Sehubungan dengan sistem religi etnik Tamil, maka berikut kepercayaan

Hindu yang lazim dilaksanakan oleh setiap umatnya. Perayaan hari-hari besar tersebut umumnya dibarengi dengan upacara-upacara yang dilaksanakan di kuil secara bersama-sama atau di rumah masing-masing.

1. Hari raya Thai Pongel hari raya panen, perayaan ini dilaksanakan

oleh etnik tamil saja dan tidak untuk penganut Hindu Bali.

Perayaan ini berlangsung antara bulan Januari-Februari. Untuk

merayakannya diadakan upacara di kuil, sesuai dengan kebiasaan

yang dilakukan oleh para leluhur mereka di India maka seharusnya

upacara ini dilaksanakan bersama-sama oleh para warga satu

kampung. Akan tetapi saat ini kebiasaan tersebut tidak lagi

memungkinkan untuk dipatuhi mengingat situasi yang tidak

memungkinkan lagi untuk melakukan kebiasaan yang demikian.

Perayaan ini ditujukan pada Dewa Matahari atau Surya yang

dimulai dari pukul 6 pagi.

2. Perayaan Thai Pussam, perayaan tersebut jatuh pada bulan Thai dalam

hitungan kalender Tamil yang jatuh pada bulan Januari-Februari yang

mana perayaan tersebut ditujukan kepada Dewa Murga yang berhasil

menumpas kebajikan atau kejahatan yang dilakukan Asura dimana dewa

Murga dengan menaiki kereta Kencana barhasil menumpas Asura

(simbol kejahatan) oleh sebab itu perayaan Thai Pussam dengan arca

Universitas Sumatera Utara Dewa Murga diatasnya diarak keliling kota menaiki kereta Kencana yang

diyakini setiap daerah yang dilewati memperoleh berkat dan anugrah.

Disamping itu masi bayak lagi kegiatan yang dilakukan seperti Najar

(tusuk lidah) dan lain-lain yang dilakukan etnik Tamil untuk

memperingati acara tersebut. Pada zaman sekarang perayaan Thai Pusam

khususnya di daerah kota Medan dan sekitarnya sudah jarang melakukan

ritual tusuk lidah disebabkan karena perubahan dan perkembangan

zaman.

Keterangan Perayaan Thai Pusam

3. Perayaan Deepawali, merupakan perayaan hari kemenangan Sri

Rama melawan simbol kejahatan yang tidak bisa di musnahkan

atau di bunuh dengan benda apapun dan oleh siapapun. Simbol

Universitas Sumatera Utara kejahatan tersebut bertindak semena-mena yang membuat rakyat

tersiksa kemudian Sri Rama bertindak sebagai Nara Sima

memusnahkan simbol kejahatan tersebut yang dilakukan pada

senja hari. Simbol kejahatan tersebut sebelum dimusnahkan

meminta pada Sri Rama agara kematiannya di sambut dengan

kegembiraan dan kemeriahan serta dihiasi dengan aneka warna-

warni lampu atau Deepam sehingga setiap memperingati hari

kematian simbol kejahatan tersebut masyarakat menyambutnya

dengan gembira dengan cara bersilaturahmi dengan keluarga

terdekat serta melakukan puja dirumah dengan memasang Deepam

dan membuat beraneka macam makanan seperti aneka kue dan

hidangan lainnya.

4.7.1. Arti dan Makna Kuil

Kuil adalah tempat suci atau lebiih dikenal dengan istilah rumah Tuhan.

Kuil juga dipanggil Aalayam yaitu Aa yang merupakan singkatan Atma berarti jiwa dan Layam bearti bersamadhi. Jadi aalayam bearti tempat dimana jiwa bersamadhi (tempat suci).

Tuhan berada di tempat semua tempat, Tuhan mengambil wujud agar jiwa dapat menyembah. Agar dapat mencapai tujuan diwujudkan di kuil adalah untuk mempermudah umatnya mengingat serta menyembahnya.

Pada bangunan di kuil terdapat beberapa bahagian seperti: Raaja koburam, thoobi, viamaanam, karprakkiraham, artamandaba, dan Maha Mandhabam.

Universitas Sumatera Utara Setiap bangunan kuil ini memiliki makna masing-masing Raaja Koburam, adalah bagian yang paling tinggi yang didirikan di atas pintu utama.

• Raaja Koburam juga disebut Thoola Linggam. Bagian ini

dianalogikan dengan bagian tubuh manusia yaitu kepala.

• Vimaanam, adalah tempat arca utama yang terdapat di kuil atau

disebut Shanidanem.

• Kalsam atau Thoobi adalah pncak atau bubungan diatas Vimaanam

• Shanidanem adalah ruangan yang terdapat dihadapan Vimaanam.

Disinalah para pendeta berdiri untuk melaksanakan upacara.

• Mahamandabam, adalah ruangan yang terdapat dihadapan

Shanidanem yang digunakan umat yang datang untuk

bersembahyang.

• Vahanam adalah wahana dewa yang terletak dihadapan

Shanidanem. Tiap arca suci yang utama memiliki wahana

masing-masing.

Setiap arca suci utama mempunyai vahanam (vahana) tersendiri seperti:

- Lembu jantan (nandhi) merupakan vahanam bagi Dewa Siwa.

- Tikus merupakan vahanam bagi Dewa Ganesa.

- Burung merak merupakan vahanam bagi Dewa Murugan.

- Garuda merupakan vahanam Dewa Wisnu/Thirumal.

- Singa dan macan merupakan vahanam Dewi Durga.

Universitas Sumatera Utara • LONCENG

Lonceng di gantung di setiap kuil, dan harus dibunyikan ketika upacara dilakukan. Lonceng mempunyai dua bentuk lonceng besar yang digantung dihadapan kuil dan yang satu lagi adalah lonceng kecil yang selalu dibawa oleh para pendeta ketika akan melakukan puja. Lonceng besar dibunyikan untuk menandakan bahwa acara sembahyang akan dimulai dan biasanya dibunyikan pada saat puja utama pagi, siang, sore. Dan pada saat maha puja dan upacara- upacara khusus.

Lonceng kecil dibunyikan ketika para pendeta memberikan Jothi (aarti) agar saat yang hikmat tersebut lebih terfokus pada upacara yang sedang dilakukan serta menutupi suara-suara para pengunjung yang suka bicara di kuil.

Di kuil selain diletakkan arca-arca suci, juga diletakkan arca para guru suci di tempat-tempat tertentu seperti: Thirunyanasambadar, thirunawakarashar, sundara moorthy swamial, manika wasagar dan guru-guru suci lainnya.

Disamping vigraram utama (arca suci utama) Utchava murthy, diletakkan di suatu bagian kuil vigraham. Vigraham tersebut biasanya dibuat dari pancha logam (campuran 5 macam logam) yang khusus dilakukan setiap tahun untuk upacara-upacara khusus (untuk di arak mengelilingi kuil).

• PUJA DI KUIL

Upacara yang dilakukan di kuil disebut puja. Orang yang melakukan upacara tersebut disebut Achariyar dan beliau juga disebut dengan Grukkal,

Pusari, dan yang paling terkenal Pandita. Dan para pelaksana upacar tersebut telah mendapat restu dari guru agamanya (Theetchai/Walaka).

Ada dua jenis puja yaitu: Aanmaartha puja dan Paraartha puja.

Universitas Sumatera Utara Aanmaartha puja adalah puja yang dilakukan untuk mendapatkan kebaikan diri sendiri, sedangkan Paraartha puja adalah puja yang dilakukan untuk kebaikan orang lain dan kebaikan negara (bumi).

Paraatha puja dibagi dua yaitu puja biasa (Nitth paraatha puja) dan puja khusus yaitu (Naimitthiha puja). Pada umumnya paraatha puja dilakukan demi kebaikan, kemakmuran negara masyarakat. Dikuil puja dilakukan dua kali sehari, di waktu pagi dan sore hari dan ada juga yang melakukannya tiga kali sehari.

Kuil akan diberi nama dengan mengacu pada arca suci utama yang berada di dalam kuil tersebut. Jika arca suci utama yang berada di kuil utama tersebut.

Jika arca suci utama itu adalah Mariaaman, maka kuil tersebut disebut kuil

Mariaman. Dan jika arca suci utamanya adalah murugar, maka kuil tersebut disebut kuil murugar dan kalau arca suci utamanya ganesa/vinayaka maka kuil tersebut disebut kuil vinayagar, dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara BAB V

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dan saran adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, kesimpulan dan saran merupakan jawaban sementara (hipotesis) dari penelitian yang telah dilakukan dan selain itu sebagai kritik dan saran yang dapat memberikan sumbangan bagi subjek penelitian (etnik Tamil).

Kesimpulan adalah jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian yang telah diungkapkan pada bab I penulisan ini, sedangkan saran adalah suatu masukan yang mendukung dari hasil penelitian.

5.1. Kesimpulan

Etnik Tamil di Kota Medan dalam hal ini yang terdapat di Kelurahan

Madras Hulu merupakan etnik yang menjadi bagian dari komposisi masyarakat

Kota Medan secara keseluruhan, penulisan skripsi ini memiliki tujuan mendeskripsikan keberadaan etnik Tamil di Kota Medan secara holistik

(menyeluruh), proses pendeskripsian etnik Tamil di Kota Medan berhubungan dengan elemen-elemen budaya etnik Tamil yang dalam konsepsi antropologi dikenal dengan tujuh unsur kebudayaan (Koentjaraningrat, 1996:12).

Pendeskripsian etnik Tamil merupakan fokus dari penulisan ini, sehingga etnik Tamil dijabarkan sebagai unsur utama. Adapun sub-fokus dari penulisan ini adalah unsur religi yang menjadi aspek penting dan mempengaruhi kehidupan etnik Tamil secara umum.

Metode etnografi sebagai penuntun secara metodologis dalam penelitian ini adalah suatu jalan atau cara untuk mendeskripsikan etnik Tamil dalam konstelasi antropologi, etnografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu

Universitas Sumatera Utara proses deskripsi terhadap suatu suku bangsa dan selain itu sebagai suatu konsekuensi metodologi dalam penelitian antropologi. Penggunaan metode etnografi dalam penulisan tentang keberadaan etnik Tamil di Kota Medan merupakan salah satu cara dalam usaha mendeskripsikan secara holistik mengenai keberadaan etnik Tamil di Kota Medan.penggunaan metode etnografi memiliki konsekuensi metodolgis etnografi, sehingga usaha penjelasan etnografi mengikuti aturan maupun persyaratan yang telah ditetapkan dalam suatu metode etnografi.

Kesimpulan bukan berarti sebagai kata akhir dari penulisan, melainkan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang telah diajukan pada bab sebelumnya.

5.2. Saran

Proses pendeskripsian keberadaan etnik Tamil di Kota Medan telah diungkapkan dalam penulisan ini sehingga saran diberikan untuk mendukung dan memberikan sumbangan penelitian bagi penulisan ini serta etnik Tamil itu sendiri.

Etnik Tamil sebagai bagian dari komposisi masyarakat Kota Medan secara keseluruhan telah menjadi suatu kekayaan pluralism yang dapat menjadi modal dalam bermasyarakat dan lingkungan.

Saran berikutnya, penulisan ini memberikan sumbangan berupa usaha untuk merubah stereotipe yang melekat pada etnik Tamil sebagai “Orang Keling” berkonotasi negatif, salah satu usaha tersebut telah dilakukan dengan merubah istilah kampung Keling menjadi kampung Madras, dalam konteks tulisan ini usaha merubah stereotipe itu adalah dengan mendefenisikan apa itu “Keling”

Universitas Sumatera Utara sehingga dapat diperoleh ide dasar dan tujuan serta usaha untuk menjelaskan suatu stereotipe menjadi suatu kebanggan bagi etnik Tamil.

Pada tahapan selanjutnya, saran penelitian adalah untuk semakin memberikan eksistensi keberadaan etnik Tamil beserta kebudayaannya, dimana proses eksistensi tersebut dapat menjadi modal bagi etnik Tamil dalam bermasyarakat serta dapat menjadi suatu sub-budaya yang dimiliki oleh seluruh elemen masyarakat Kota Medan

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Barth, Frederick

1969 Kelompok Etnik dan Batasannya: UI Press

Bungin, Burhan 2007 Penelitian Kualitatif. : Kencana Prenada Media Group

Haviland, William A 1998 Antropologi Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ihromi, T.O

1896 Pokok-pokok Antropologi Budaya: Jakarta, Yayasan Obor

Indonesia.

Kobalen, A.S

2001 Tata Cara Sembahyang: Surabaya, Paramita

2004 Idealnya Sebuah Perkawinan Hindu Tamil: Jakarta,

Pustaka Mitra Jaya.

Koentjaraningrat

1980 Sejarah Teori Antropologi I: UI Press. Jakarta

1984 Masalah-malasah Pembangunan Bunga Rampai Antropologi Terapan. LP3ES

1989 Metode-metode Penelitian Masyarakat: Jakarta, Gramedia.

1996 Pengantar Antropologi I: Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara 1996 Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi II: Jakarta, PT Rineka Cipta. 1997 Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan:Jakarta Lubis, Zulkifli

2005 Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi Di Medan USU Medan

Nasikun 2000 Sistem Sosial Indonesia. Rajawali Press

Nurhabsyah 2008 Rekonstruksi Identitas Etnik Pada kelompok Komunitas Etnik Mandailing di Kota Medan: Pasca Sarjana UNIMED

Rusli Amran

1981 Kota Barus dan Kebudayaan asal India Selatan. Cetakan pertama, Penerbit Sinar Harapan

Spradley, James 1998 Metode Etnografi:Yogya, PT. Tiara Wacana

Sinar, Luckman 2007 Sejarah Medan Tempo Doeloe: Medan, Perwira 2008 Orang India di Sumatera Utara: Medan, FORKALA

Universitas Sumatera Utara Sumber Lain:

-WWW.forumkami.com/sikh/429-india-indonesia.html,37k/Kamis/20-11- 08/14.20 Wib

-WWW.Google.com/412-Tamil-Sumatera Utara/selasa/18-11-08/ 13.30 Wib

-WWW.karoweb.or.id/2008/01/14/marga-sembiring-pada-masyarakat-karo-ii/ - 67k -/kamis/20-11-08 Wib

Universitas Sumatera Utara