Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio Inayatusshalihah1

Abstract Buton was a maritim sultanate in Southeast Sulawesi. It had a strategic location because it was a centre of transit and trade in Nusantara and Asia. This situation caused cultural contact and arose new Butonese culture. A kind of cultural product is literate tradition using such as Jawi script (-Malay) that appeared from interaction of local culture, the Butonese, with . In history of Buton many kitab was writen in Jawi script including Kitab Sarana Walio. Taking descriptive-qualitative method, the writer analyze Jawi script that was used in Sarana Walio text. This analyze was related with cultural context that underlied the appearance of this script. This research has found the system of writing with Jawi script in this manuscript. Based on ortographic system, Jawi script in Sarana Walio is not different from ortography of Arabic-Malay system in Nusantara. Graphem consist of and vocal which is symbolized by huruf saksi, not . Meanwhile, there’s inconsistence in the case of word writing in manuscript.

Keywords: Jawi , Manuscript, Buton, Sarana Walio

Abstrak Buton merupakan kesultanan maritim di Sulawesi Tenggara yang memiliki letak strategis karena menjadi pusat persinggahan dan perdagangan Nusantara dan Asia. Hal ini tentu saja menyebabkan terjadinya kontak budaya yang memunculkan bentuk-bentuk kebudayaan baru di masyarakat Buton. satunya adalah tradisi tulis aksara Jawi (Arab-Melayu) yang lahir dari interaksi budaya lokal masyarakat Buton dengan Islam. Banyak kitab dalam sejarah Buton yang ditulis dalam aksara Jawi, di antaranya Kitab Sarana Walio. Dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif, penulis mengkaji aksara Jawi dalam teks Sarana Walio, dihubungkan dengan konteks budaya yang melatari munculnya aksara tersebut. Penelitian telah menemukan adanya sistem penulisan aksara Jawi dalam naskah tersebut. Ditinjau dari ortografinya, aksara Jawi dalam Sarana Walio tidak berbeda dengan sistem ejaan Arab-Melayu pada umumnya di Nusantara. Grafem terdiri atas grafem konsonan dan grafem vokal yang dilambangkan dengan huruf saksi, tidak dengan tanda baca. Selain itu, ada inkonsistensi penyalin naskah dalam penulisan beberapa kata.

Kata kunci: Aksara Jawi, Naskah, Buton, Sarana Walio

1Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

21 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

pada tahun 1542 Masehi (948 Hijriah).2

A. Pendahuluan Sebagai sebuah kesultanan Islam yang tumbuh dari hasil perkembangan Sejak lama Indonesia dikenal dengan ajaran Islam, Buton sangat dipengaruhi sebutan Nusantara, yang menyiratkan oleh model kebudayaan Islam yang betapa banyaknya pulau yang ada dan berkembang di Nusantara, terutama terhubung antara satu dengan lainnya. dari tradisi tulis menulis. Bahkan, dari Laut menjadi aspek terpenting dari peninggalan tulis yang ada, naskah jaringan antarpulau. Hubungannya tidak peninggalan Buton jauh lebih banyak semata bertumpu pada aspek ekonomi, dibandingkan naskah Ternate. Menurut tetapi juga silang budaya berbagai Niampe (1998) dalam Hasaruddin3, komunitas yang terlibat (Lombard, tradisi penulisan naskah di Buton 2005). Terlebih ketika posisinya berada berkembang sejak pertengahan abad pada lalu lintas perdagangan dunia, maka XVIII hingga awal abad XX, khususnya pengaruhnya pun akan semakin tampak. pada masa pemerintahan sultan ke-4 Salah satu adalah tampak dalam budaya Buton, Dayyanu Ikhsanuddin. Naskah- tulis, seperti munculnya jenis tulisan naskah itu berbahasa Wolio (dengan Arab-Melayu atau Jawi sebagai bentuk huruf Buri Wolio), Arab (huruf Arab), akulturasi antara budaya masyarakat dan Melayu (huruf Jawi). Bahasa Nusantara dengan Islam yang dibawa Wolio digunakan untuk menuliskan oleh para pedagang muslim dari Arab naskah keagamaan, undang-undang dan Persia. atau hukum , dan naskah surat. Bahasa Arab umumnya hanya untuk penulisan naskah-naskah tentang ajaran Wilayah Nusantara yang agama Islam, sedangkan bahasa Melayu menjadi salah satu jalur lalu lintas untuk naskah Undang-Undang Buton, perdagangan dan mendapat pengaruh surat-surat, sejarah, silsilah, tasawuf, kuat Islam adalah Kepulauan Buton di obat-obatan tradisional, dan berbagai Sulawesi Tenggara. Buton memiliki ilmu pengetahuan lainnya.4 Meskipun letak yang sangat strategis sebagai jalur naskah-naskah tersebut ditulis dalam pelayaran di kawasan Nusantara bagian bahasa yang berbeda, tetapi jenis tulisan timur. Buton tidak hanya sebagai tempat yang digunakan , yaitu aksara Arab. persinggahan kapal perdagangan dari Jawa ke Indonesia Timur, terutama Maluku dan Ternate, tetapi juga tempat Baik naskah Buton maupun perdagangan antarbangsa. Letak aksara Jawi (Arab-Melayu) telah strategis ini pula yang menjadikan Buton 2Muhammad Abdullah, “Manuskrip Keag- sangat penting dalam jaringan para amaan dan Islamisasi di Buton Abad 14-19”, ulama Nusantara dan Arab dalam rangka SARI 25 (2007), h. 108. 3 penyiaran dan penyebaran ajaran agama Hasaruddin, “Pemetaan, Penyalinan dan Pen- dokumentasian Naskah Buton: Suatu Kajian”, Islam di Buton. Sebelum kedatangan myrepository.pnm.gov., diakses 28 November Islam, di Buton telah berdiri sebuah 2014. h. 2. kerajaan yang kemudian beralih status 4La Niampe, “Bahasa Wolio di Kerajaan Buton”, menjadi kerajaan Islam atau kesultanan LINGUISTIKA Volume 18, Nomor 34, 2011, h. 4—5.

22 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

pernah dikaji oleh beberapa penulis, di ke Latin mengakibatkan masyarakat antaranya Niampe (2012) dan Abdul tidak lagi mampu menulis dan membaca Aziz dkk (2010). Akan tetapi, penelitian tulisan Jawi. Bahkan, ada sebagian mengenai aksara Jawi dalam naskah masyarakat yang sama sekali tidak Buton jarang ditemukan. Niampe mengenalnya dan tidak mengetahui (2012) meneliti naskah Buton dengan jika itu merupakan salah satu jenis menitikberatkan kajiannya pada aksara yang pernah berkembang di penggunaan bahasa Melayu dalam Nusantara. Hal ini juga mengakibatkan surat Buton yang tersimpan di koleksi terancamnya keberadaan naskah- Abdul Mulku Zahari. Kajian tersebut naskah Melayu di Nusantara yang menunjukkan bahwa pemakaian bahasa pada umumnya menggunakan aksara Melayu dalam penulisan naskah surat di Jawi. Masyarakat telah sampai pada Buton memiliki ciri yang sama dengan kondisi yang menganggap bahwa Jawi yang digunakan dalam penulisan surat merupakan aksara kelas kedua sehingga di berbagai wilayah Nusantara lainnya, semua naskah yang menggunakannya terutama jika dilihat dari segi pemakaian dapat dikatakan tidak penting bagi kosakata yang berasal dari bahasa masyarakat. Padahal, sejarah, kearifan Melayu. Selain itu, Niampe (2011) lokal, nilai-nilai religius, nilai-nilai meneliti naskah Buton berbahasa Wolio sosial-budaya masyarakat banyak yang ditulis dengan aksara Arab, yakni tersimpan di dalam naskah-naskah. Buri Wolio (Arab-Wolio). Sementara itu, Dalam kajian linguistik, bidang Abdul Aziz dan Jumaat (2010) mengkaji ilmu yang membicarakan mengenai Batu Bersurat Piagam yang tulisan dikenal dengan istilah grafologi, bertarikh 702 Hijriah/1303 Masehi yaitu “... the study of of a untuk menjelaskan sistem tulisan Jawi language, the orthographic conventions dan kosakata yang digunakan. Hasil that have been devised to turn speech into kajian menunjukkan bahwa tulisan dan writing, using any available technology ejaan Jawi pada Batu Bersurat tersebut (e.g. pen and ink, typewriter, printing mempunyai sistem yang mempunyai press, electronic screen)”.5 Grafologi banyak persamaan dengan ejaan mengkhususkan diri pada jenis simbol sekarang walaupun kosakatanya masih yang dipilih untuk membentuk sebuah dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta dan sistem tulis, jumlah simbol yang bahasa Arab. digunakan untuk mentransfer bunyi bahasa ke dalam bentuk tertulis, aturan penggunaan simbol-simbol itu sehingga Penelitian ini memaparkan membentuk sebuah sistem, dan cara sistem aksara Jawi yang digunakan di memadukan simbol-simbol itu sehingga dalam naskah Buton, khususnya naskah dapat digunakan untuk menuliskan Sarana Walio, dalam kaitannnya dengan bahasa lisan. Grafologi membicarakan konteks budaya yang membentuknya. juga sistem tulisan seperti ortografi Kajian mengenai aksara Jawi dilakukan atau sistem ejaan yang disepakati untuk mengingat dewasa ini penggunaan tulisan Jawi telah tergantikan oleh aksara 5David Crystal, Think on My Words: Exploring Latin. Pergeseran paradigma dari Jawi Shakespeare’s Language, (Cambridge: Cam- bridge University Press, 2008).

23 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

sebuah bahasa.6 Pembahasan ortografi 1. Buton dalam Persilangan Budaya sendiri mencakupi grafem-grafem, konvensi-konvensi ejaan, dan konvensi- Nama Buton sebagai kerajaan konvensi pungtuasi atau tanda baca.7 diperkirakan telah berdiri sebelum Majapahit menyebutnya sebagai salah Tulisan merupakan salah satu satu daerah taklukannya. Menurut tradisi bentuk budaya yang tercipta melalui lokal, nama Buton (Butun) berasal dari suatu proses. Tulisan adalah tanda grafis Butu, nama sejenis pohon (barringtonia yang digunakan untuk merepresentasikan asiatica). Penduduk setempat menerima lambang bunyi kebahasan tertentu.8 penyebutan Butun sebagai penanda Penemuan lambang-lambang bunyi yang dari para pelaut di Nusantara yang bentuk akhirnya berupa tulisan adalah sering menyinggahi pulau itu. Di dalam suatu prestasi intelektual yang dicapai surat-menyurat, kerajaan setempat manusia dalam peradabannya. Peralihan menyebut dirinya sebagai Butun(i). sistem komunikasi dari tradisi lisan Masuknya Islam dijadikan alat peneguh ke tradisi tulis sangat mempengaruhi bagi kerajaan yang kemudian berganti perkembangan budaya manusia itu menjadi kesultanan dengan terciptanya secara keseluruhan. Hal ini dapat mitos baru tentang Butun. Dalam mitos dilihat dalam sejarah kerajaan-kerajaan ini, Butun dianggap berasal dari bahasa besar zaman dulu yang memperoleh Arab buṭn atau baṭni atau baṭin yang kemajuan dalam peradabannya setelah berarti ‘perut’ atau ‘kandungan’.10 menemukan tulisan. Oleh karena itu, mengkaji tulisan tidak boleh berfokus hanya pada teks tulisan, tetapi harus Kerajaan Buton diperkirakan juga melihat keselurahan konteks berdiri pada awal abad XIV dan berakhir budaya yang membentuk tulisan pada tahun 1960. Kerajaan Buton tersebut. Dengan menggunakan mazhab dahulunya adalah sebuah kerajaan 9 annales (Lombard, 2005) , tulisan Jawi maritim yang berdaulat di Indonesia dalam naskah Buton akan dikaji untuk bagian Timur. Wilayah kerajaan Buton mengungkapkan aspek-aspek kultural meliputi gugusan kepulauan di jazirah yang melatari kemunculannya di dalam tenggara Pulau Sulawesi, yaitu Pulau budaya masyarakat Buton. Buton, Pulau Muna, Pulau Kabaena, pulau-pulau kecil antara Pulau Buton B. Pembahasan dan Muna, Kepulauan Tukang Besi, 6Allan F. Lauder dan Multamia RMT Lauder, Berbagai Kajian Linguistik. Dalam Kushartan- Poleang dan Rumbia di jazirah Sulawesi ti, Untung Yuwono dan Multamia RMT Lauder Tenggara, Pulau Wowoni, dan sejumlah (Peny.), Pesona Bahasa Langkah Awal Mema- pulau kecil lainnya. Perubahan bentuk hami Linguistik, (Jakarta: PT Gramedia, 2005), pemerintah dari sistem pemerintahan h. 226—227. kerajaan menjadi kesultanan disebabkan 7Nurhadi, Tata Bahasa Pendidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), h. 332. oleh masuknya pengaruh agama Islam. 8Henry Rogers, Writing System: a Linguistic Ap- Islam masuk ke Buton sejak paruh proach, (Oxford: Blackwell Publishing, 2005), pertama abad XVI, tepatnya tahun h. 2. 9Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, 10Achdiati Ikram et.al., Katalog Naskah Buton (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005). Koleksi Abdul Mulku Zahari, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001).

24 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

1511 yang dibawa oleh Syeikh Abdul dengan nilai-nilai keislaman, budaya Wahid, seorang penyebar agama Islam tersebut tetap dipertahankan. berkebangsaan Arab yang berasal Akulturasi budaya masyarakat dari Semenanjung Melayu. Meskipun Buton dengan ajaran Islam tidak hanya demikian, menurut para ahli, Islam tampak dalam bidang kepercayaan, telah dikenal oleh masyarakat Buton tetapi juga dalam sistem pemerintahan, jauh sebelumnya melalui para pedagang seni budaya, bahasa dan aksara. Islam, baik dari Ternate dan Tidore di Sebelum masuknya Islam, masyarakat Maluku, kerajaan-kerajaan pesisir utara Buton mengenal dan memiliki pulau Jawa seperti Demak, Tuban, dan kepercayaan animisme dan dinamisme. Gresik, maupun dari Gujarat, , dan Kedatangan Islam mendorong mereka Arab.11 untuk menganut agama Islam walaupun Secara historis, islamisasi di tidak meninggalkan kepercayaan asli Buton terjadi melalui tiga gelombang seperti pemujaan terhadap arwah nenek besar.12 Pertama, Islam diterima secara moyang. Islam di Buton juga telah formal pada pemerintahan raja Buton melahirkan dasar-dasar ilmu Qalam dan ke-6 La Kilaponto. Kedua, Islam menjadi Tasawuf yang dibawa oleh sufi dari . kekuatan sosial politik dengan penerapan Akan tetapi, terdapat perbedaan yang nilai-nilai Islam pada pemerintahan khas antara ajaran tasawuf yang ada di sultan ke-4 Dayanu Ihsanuddin dengan Aceh dengan Buton, misalnya dalam hal disusunnya Martabat Tujuh. Ketiga, masyarakat Buton mempercayai adanya islamisasi berupa gerakan pemikiran reinkarnasi.13 dan penerapan hukum Islam pada pemerintahan sultan ke-5 sekitar abad XIX. Proses islamisasi ini berlangsung Wujud akulturasi dalam sistem dengan melibatkan akulturasi budaya pemerintahan termanifestasi dalam lokal dengan ajaran Islam. Dalam proses etika kehidupan bermasyarakat dan tersebut, penyebaran agama dan budaya bernegara yang sangat dijiwai oleh Islam tidak serta merta menghilangkan ajaran agama Islam. Martabat Tujuh budaya lokal masyarakat, tetapi justru misalnya, adalah undang-undang dasar melahirkan perpaduan yang harmonis. kesultanan Buton berasal dari konsep Masyarakat Buton memiliki local genius tasawuf yang idenya disesuaikan dengan untuk mengolah dan menyesuaikan kepentingan politik dan pemerintahan unsur-unsur budaya asing sesuai dengan sultan Buton. Penetapan tujuh pangkat kepribadian bangsa Buton. Selama dalam pemerintahan diserupakan budaya tersebut tidak bertentangan dengan tujuh martabat dalam ajaran 11Susanto Zuhdi et.al.,. Kerajaan Tradisional tasawuf, yaitu (1) kaum Tanailandu Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton. (Jakarta: disamakan dengan martabat aḥadiyah, Depdikbud RI, 1996). h. 5--11. (2) kaum Tapi-Tapi disamakan dengan Lihat juga Suryadi, Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan Asraruddin dan Kaimuddin I, Koleksi martabat waḥdah, (3) kaum Kumbewaha Universiteit Bibliotheek Leiden, 2007, h. 287. 13Rusman Bahar, “Akulturasi Budaya Mas- 12Muhammad Abdullah, “Manuskrip Keag- yarakat Buton: Perpaduan Hindu-Islam dan amaan dan Islamisasi di Buton Abad 14-19”, Bangsa Asing” ujungangin.blogspot. com/p/rin- 2007, h. 111--114. tihan-bumi-buton.html, diakses 30 November 2014, h. 2.

25 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

disamakan dengan martabat waḥidiyah, dari banyaknya penggunaan bahasa (4) sultan disamakan dengan martabat Arab pada kosakata bahasa Buton. alam arwah, (5) sapati disamakan Sementara aksara, masyarakat Buton dengan martabat alam miṡal, (6) menggunakan aksara Buri Wolio yang kenepulu disamakan dengan martabat merupakan perpaduan antara aksara alam ajsam, (7) kapitalao disamakan Arab yang telah disesuaikan dengan dengan martabat alam insan.14 Dalam bahasa Wolio.16 Selain itu, berkembang undang-undang itu juga ditetapkan pula tulisan Arab Melayu yang dipakai pembedaan wilayah kesultanan Buton untuk menuliskan bahasa Melayu yang berdasarkan struktur pemerintahannya merupakan bahasa resmi di lingkungan atas tiga bagian. Pertama, wilayah wolio kerajaan Buton, selain bahasa Wolio yang menjadi pusat pemerintahan dan dan Arab. Yamaguchi17 menyatakan pengembangan Islam ke seluruh wilayah bahwa berdasarkan naskah Buton tertua kesultanan. Wilayah wolio hanya boleh yang ditulis dalam Jawi sejak abad XVII dihuni oleh golongan kaomu dan walaka dapat diperkirakan bahwa tulisan Jawi () dan dipimpin sultan. ada setelah kedatangan Islam di Buton Kedua, wilayah kadie (27 kadie) yang pada abad XVI. dimiliki oleh golongan penguasa dan dihuni oleh golongan papara, dipimpin oleh babato atau bonto. Ketiga, kerajaan- 2. Naskah Sarana Walio kerajaan kecil yang disebut wilayah barata, yang memiliki pemerintahan Naskah Sarana Walio (SW) adalah sendiri tetapi tunduk di bawah kekuasaan koleksi Perpustakaan Nasional RI pemerintahan pusat setelah ditaklukkan. dengan nomor 162/Jawi/19/57 dalam 18 Pemerintahan tingkat barata dipimpin bentuk mikrofilm. Daftar Mikrofilm oleh lakina barata.15 Arsip Nasional memberi judul Peraturan Pelaksanaan Kerajaan Buton Dalam bidang seni budaya, pada Masa Kesultanan Muhammad Isa pengaruh Islam terlihat jelas pada seni Kaimuddin II (Sarana Wolio). Sarana bangunan seperti benteng, mesjid, dan Walio ini merupakan naskah tulisan istana kesultanan yang syarat dengan tangan berbahasa Melayu dengan simbol-simbol Islam. Sementara itu, menggunakan huruf Jawi. Menurut dalam seni sastra tampak karya-karya deskripsi Perpustakaan Nasional RI, sastra Buton yang berkembang pesat naskah SW adalah milik Syamzia berupa kabanti (syair) berisi ajaran- M.Z. yang tersimpan dalam koleksi ajaran agama, budi pekeri, dan nasihat- Faoza Zahari dan disalin oleh Muh. nasihat, hikayat, dan kisah sejarah. 16Rusman Bahar, “Akulturasi Budaya Mas- Demikian pula dalam bidang bahasa yarakat Buton: Perpaduan Hindu-Islam dan dan aksara pengaruh Islam dapat dilihat Bangsa Asing”, 2014, h. 5—6. 17Hiroko K. Yamaguchi, “Manuskrip Buton: 14La Niampe, “Unsur Tasawuf dalam Naskah Keistimewaan dan Nilai Budaya”, SARI 25, Undang-Undang Buton”, AL-FIKR, Volume 15, 2007. h. 47. Nomor 3 Tahun 2011, h. 505. 18Daftar Mikrofilm Arsip Nasional memberi jud- 15Suryadi, “Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan ul Peraturan Pelaksanaan Kerajaan Buton pada Asraruddin dan Kaimuddin I, Koleksi Universi- Masa Kesultanan Muhammad Isa Kaimuddin II teits Bibliotheek Leiden, Belanda”, Humaniora, (Sarana Wolio). Volume 19, No. 3, Oktober 2007. h. 288.

26 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

Isa Kaimuddin II pada tahun 1860 M. Kondisi naskah masih baik dan lengkap dengan tulisan yang dapat terbaca. Jumlah halaman ada 34 lembar dengan jumlah baris 15 per halaman, ukuran panjang 18 cm dan lebar 11 cm dan diberi nomor halaman dengan angka Arab serta tanda alihan di pias bawah yang juga berfungsi sebagai urutan halaman.

Teks dimulai dengan basmalah, hamdalah dan salawat Nabi, kemudian diikuti “wa ba’dahu kemudian daripada Gambar 1. Halaman Depan Sarana itu maka inilah suatu riwayat pada Walio menyatakan akan isti’adat tanah negeri butun daripada pihak yang memeri baik Secara umum, teks Sarana atau jahat zahir atau batin dalamnya Walio berbicara tentang istiadat tanah menghimpunkan segala rahsia yang negeri Buton. Istiadat yang dibicarakan sukar-sukar atas jalan isti’adat pada di antaranya berkenaan dengan tujuh pertama kejadian raja-raja didalam pangkat, istiadat sapati, dan menteri negeri ini adanya ya’ni daripada besar sembilan. Bagian awal teks istiadat suatu yang menyalahkan orang menyebutkan bahawa Sri Sultan banyak sekalian ...” Selanjutnya, teks Ihsanuddin, Sangi(singga?) Tapi-Tapi, menjelaskan hukum kerajaan Buton, dan Raja Tua Kumbewaha bermufakat antara lain kedudukan sultan dan mengenai istiadat yang dapat memberi isti’adat. Hubungan sosial diibaratkan kedamaian terhadap perkara atau huru dengan martabat dalam ajaran tasawuf; hara atas tanah negeri Buton. Istiadat wahdat al-wujud diibaratkan sri sultan itu ditetapkan dan dipegang teguh sendiri dan mumkin al-wujud diibaratkan secara turun temurun oleh tiga kaum pada sekalian orang banyak di dalam di di Buton. Sultan boleh berganti-ganti, luar (SW: 2/10-12). Teks diakhiri dengan tetapi istiadat kekal teguh selama- “... jalan istiadat itulah tempat ajalnya lamanya (SW: 2/2-10). Tiga kaum yang jua adanya” (Lihat juga Ikram, 2001). dimaksudkan dalam teks ini sepertinya Seperti naskah Nusantara lainnya, teks adalah tiga golongan bangsawan dalam SW tidak menggunakan pungtuasi titik kesultanan Buton, yaitu Kumbewaha, untuk membedakan satu kalimat dengan Tana I Landu, dan Tapi-Tapi yang secara kalimat lainnya. Awal kalimat ditandai bergilir memerintah Kesultanan Buton. dengan kata “adapun istiadat ...” dan akhir kalimat dengan “... adanya”. Naskah Sarana Walio dapat dilihat pada Selanjutnya, teks SW berbicara gambar berikut. tentang istiadat pejabat kesultanan. Sultan dalam menjalankan pemerintahan dibantu oleh sapati dan menteri besar

27 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

sembilan. Sapati diibaratkan pada manjang yang tebal, dan gelombang martabat wahidiyah dan a’yan ṡabitah gerigi yang tebal-tipis secara variatif. yang bertugas mengurusi pemerintahan Penggunaan gaya Naskhi dan Farisi dan berfungsi sebagai pelindung sultan tersebut tidak dibedakan, tetapi diga- (waḥdah al-wujud) dan rakyat (mumkin bungkan dalam satu tulisan. Karena itu, al-wujud). Zuhdi19 menyebutkan satu kata dalam naskah SW dapat ditulis bahwa sapati dalam struktur organisasi dengan dua gaya tulisan. Akan tetapi, pemerintahan kesultanan Buton adalah yang paling dominan digunakan adalah jabatan yang dipegang oleh golongan gaya Naskhi. Gaya Farisi terutama di- ,/sin/ س bangsawan (kaomu) sebagai ketua gunakan dalam penulisan huruf ./ga/ ڬ kaf/, dan/ ك ,/syin/ ش .dewan kabinet atau perdana menteri Sapati mengepalai urusan pemerintahan serta menjalankan roda pemerintahan sehari-hari. Sementara itu, menteri Berkenaan dengan kosakata, besar sembilan diwajibkan memenuhi terdapat kata dalam naskah SW yang dua istiadat, yaitu memiliki sifat mendapat tambahan fonem /h/ di be- ‘arafa rabbahu wa nafsahu ‘mengenal lakangnya, seperti kata tuah untuk tua tuhannya dan mengenal dirinya’ dan (SW: 9/8). Menurut Chambert-Loir harus merupakan keturunan asli, bukan dalam Suryadi20, ciri ini cukup umum pendatang. Dalam istiadat sapati dan ditemukan dalam tulisan-tulisan Jawi menteri besar ini terlihat pengaruh Islam dalam masyarakat Nusantara bagian yang sangat kuat dalam kehidupan timur yang termasuk rumpun bahasa kesultanan Buton. Martabat waḥidiyah, Austronesia. Penambahan fonem /h/ waḥdah al-wujud, mumkin al-wujud, dan tersebut hanya varian ejaan Jawi dan ti- ‘arafa rabbahu wa nafsahu merupakan dak bersifat fonetis. konsep dalam bidang tasawuf yang berkenaan dengan pengenalan Tuhan.

3. Sistem Ortografi Aksara Jawi Adapun gaya tulisan yang digu- dalam Naskah Sarana Walio nakan dalam SW adalah gaya Naskhi Berbicara mengenai sistem ortografi yang dikombinasikan dengan Farisi. sebuah aksara berarti berbicara Gaya Naskhi adalah tulisan yang sangat mengenai grafem dan ejaan tulisan lentur dengan banyak putaran dan han- itu. Grafem merupakan satuan terkecil ya memiliki sedikit sudut yang tajam. dalam aksara yang menggambarkan Karakter hurufnya sederhana, tanpa hi- fonem; satuan terkecil yang distingtif asan tambahan sehingga mudah ditulis dalam suatu sistem aksara.21 Berkenaan dan dibaca. Sementara gaya Farisi ter- dengan aksara Jawi dalam Sarana Walio, masuk gaya tulisan yang lentur dengan penulisan huruf-huruf tegaknya agak 20Suryadi, Surat-Surat Sultan Buton, Dayyan As- condong ke kanan, sapuan-sapuan me- raruddin dan Kaimuddin I, Koleksi Universiteits Bibliotheek Leiden, 2007, h. 292.. 19Susanto Zuhdi et.al.,. Kerajaan Tradisional 21Abdul Chaer, Linguistik Umum. (Jakarta: Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton, 1996, h. Rineka Cipta, 2003), h. 93. Lihat juga Harimurti 27. Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), h. 73.

28 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

grafem atau huruf dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu vokal dan konsonan. Grafem vokal tidak berupa tanda yang dibubuhkan di atas atau di bawah huruf konsonan seperti dalam aksara Arab, tetapi berbentuk huruf(saksi), sedangkan grafem konsonan adalah semua huruf dalam aksara Jawi.

Penulisan grafem disesuaikan dengan posisinya di dalam kata, yakni di awal, tengah, akhir, dan/atau tunggal. Sistem penulisan ini menyebabkan bentuk satu huruf dapat bervariasi bergantung pada posisinya dalam kata, yang mana varian tersebut dikenal dengan istilah alograf. Selain itu, grafem akan merangkai serta putus secara otomatis bila bertemu dengan grafem lainnya dalam satu kata. Grafem aksara Jawi dalam SW dan alografnya dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Grafem dan Alograf Aksara Jawi dalam Sarana Walio22 Alograf Grafem Transliterasi Contoh Awal Tengah Akhir بڠسا انتار اين ـا، ا ـا، ا ا a ا سبب تمبل بسر ـب ـبـ بـ b ب تمڤت منتڤنكن تݢه ـت ـتـ تـ t ت - - ثابته ـث ـثـ ثـ ṡ ث راج منجادي جالن ـج ـجـ جـ j ج چوچ ڤچه چوچ ـچ ـچـ چـ c چ - احوال حكم ـح ـحـ حـ h ح - - خبر ـخ ـخـ خـ kh خ تند كجدين دنده ـد ـد د d د - - - ـذ ـذ ذ ż ذ ليهر ڤرنته رمڤسن ـر ـر ر r ر - - زمان ـز ـز ز z ز آتس مڠسر سمڤرن ـس ـسـ سـ s س - مشهور شودار ـش ـشـ شـ sy ش - الصالة صيفت ـص ـصـ صـ ṣ ص - ترحاضر - ـض ـضـ ضـ ḍ ض - - سلطان ـط ـطـ طـ ṭ ط - مظاهركن ظاهر ـظ ـظـ ظـ ẓ ظ - يعني عادة ـع ـعـ عـ ‘ ع - - غريب ـغ ـغـ غـ ġ غ سيڠ ڤڠكت - ـڠ ـڠـ ڠـ ng ڠ - منفعة فيكر ـف ـفـ فـ f ف تتڤ كڤيتن ڤيهق ـﭪ ـڤـ ڤـ p ڤ 22 Diadaptasi dari Fauziah, “Penggunaan Grafem dalam Pelambangan Bunyi Aksara Jawi (Arab Me- layu) Indonesia” repository.usu.ac.id, diakses 30 November 2014.

29 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

روسق موافقت قوم ـق ـقـ قـ q ق مردهيك سكلين كڤال ـك ـكـ كـ k ك تيڬ سڬل ڬنتيي ـڬ ـڬـ ڬـ g ڬ اجل سبلم لمڤه ـل ـلـ لـ l ل مالم تمبل منتري ـم ـمـ مـ m م بوتن مننتوت نڬري ـن ـنـ نـ n ن كرسيڽ مپالهكن پات ـڽ ـپـ پـ ny ڽ ساتو ڤوهن واجب ـو ـو و w, u, o و توجه مفهوم هات ـه ـهـ هـ h هـ كنچي كيت يڠ ـي ـيـ يـ y, i ي

Penulisan Huruf Saksi 3) Alif dituliskan pada suku akhir a yang didahului bunyi i, seperti Huruf saksi merupakan adaptasi dari .(ra-ha-si-a/ (SW: 1/8/رهسيا huruf illat dalam bahasa Arab yang (di-a/ (SW: 6/10/ دي :bukan bagian dari huruf Hijaiyah. Huruf Kecuali (ي) Ya alif/, b./ ا saksi terdiri atas tiga huruf, yaitu ya/, berfungsi untuk/ ى /, dan/ و menyatakan bunyi vokal a, i, u, e, o, Huruf ya saksi digunakan untuk dan berperan untuk membantu bunyi menyatakan bunyi i dan diftong ai. diftong au dan ai. Berikut beberapa cara 1) Ya saksi dituliskan pada suku penulisan huruf saksi dalam Sarana pertama terbuka berbunyi i, Walio. contoh: (ا) Alif a. / ليهت ,/ki-ta/ كيت ,/pi-haq/ ڤيهق -- Huruf alif digunakan untuk menyatakan bunyi a pada suku kata li-hat/ (SW: 1/6, 2/8, 9/4) /ji-ka/ جك :terbuka. Kecuali 1) Alif saksi dituliskan pada suku 2) Ya saksi dituliskan pada suku akhir pertama terbuka berbunyi a. terbuka berbunyi i atau diftong ai, Contoh: contoh: -su/ سوڽي ,/men-te-ri/ منتري -- / تانه ,/da-pat/ داڤت ,/ja-lan/ جالن -- ,gan-ti/ (SW: 5/7, 7/1/ ڬنتي ,/ta-nah/ (SW: 1/8, 2/6, 2/7) nyi (3/7 / بڬ ,/da-ri/ در ,/pa-da/ ڤد :Kecuali (و) Wau ma-ka/ c./ مك ,/ba-gi 2) Alif saksi tidak dituliskan pada Wau saksi dituliskan pada suku suku akhir terbuka berbunyi a, pertama terbuka berbunyi u dan o. kecuali bila didahului oleh suku Contoh: terbuka berbunyi e pepet. Contoh: ,/tu-run/ تورن ,/su-kar/ سوكر -- ,po-hon/ (SW: 1/8, 2/10/ ڤوهن / سرت ,/tan-da/ تند ,/den-da/ دند -- ser-ta/ (SW: 2/1, 15/14, 20/2) 8/9)

30 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

d. Huruf saksi dituliskan pada kata yang Kata yang berakhiran dengan bunyi suku pertamanya bervokal a, i, dan u, /k/ di dalam Sarana Walio, dilambangkan dan qaf besar (ك) sedang suku kedua bervokal i atau u, dengan huruf kaf kecil .(ق) la-ri/ (SW: 9/9), kecuali/ الري seperti Konsonan awal suku kata yang la-gi/ (SW: 7/14, a)/ الڬ ,/cu-cu/ چوچ 2/5). Pada pengecualian tersebut, berbunyi /k/ selalu ditulis dengan hanya suku pertama yang diberikan kaf kecil. Contoh: huruf saksi, sedangkan suku kedua / كيت ,/kepala/ كڤال ,/kurang/ كورڠ -- .tidak menggunakan huruf saksi kita/ (SW: 10/1, 19/9, 2/8) dituliskan (ق) Adapun kaf besar e. Huruf saksi tidak dituliskan pada sebagai pembuka suku kata hanya suku kata tertutup, kecuali pada pada kata-kata Arab. kata yang terdiri dari satu suku kata tertutup. Contoh: b) Kata-kata yang berakhiran dengan bunyi /ik/ dan /ek/ dituliskan dengan :Contoh .(ك) ram- kaf kecil/ رمڤس ,/pan-dang/ ڤندڠ -- ,hen-daq/ (SW: 2/12/ هندق ,/pas :menilik/ (SW/ منيلك ,/baik/ بايك -- (3/2 ;2/1 1/7, 3/2) /pun/ ڤون ,/dan/ دان :Kecuali c) Kata-kata yang berakhiran dengan f. Huruf saksi tidak dituliskan pada bunyi /ak/, /uk/ dituliskan dengan suku kata yang berbunyi e pepet, :Contoh .(ق) kaf besar contoh: ,/hendaq/ هندق ,/kanaq2/ كانق٢ -- / بسر ,/le-mah/ لمه ,/te-guh/ تڬه -- (masuq/ (1/13, 6/1/ ماسق be-sar/ (SW: 3/6, 6/3, 6/8) g. Pada kata yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih, huruf saksi ditulis Penulisan Imbuhan, Enklitis, dan pada suku kedua dari belakang yang Partikel bersuku terbuka apabila suku ketiga atau keempat dari belakang bersuku Imbuhan (afiks) merupakan bentuk terbuka atau tertutup. Adapun suku terikat yang bila ditambahkan pada ketiga atau keempat yang bersuku bentuk lain akan mengubah makna terbuka tidak diberikan huruf saksi. gramatikalnya, sedangkan bentuk Contoh: enklitis merupakan klitik yang tidak berdiri sendiri, yang terikat dengan da-hu-lu/, kata yang mendahuluinya. Sementara/ دهول ,/bi-na-sa/ بناس -- ke-pa-la/ (SW: 2/14, 2/13, partikel adalah kata yang biasanya tidak/ كڤال 9/9) dapat diderivasikan atau diinfleksikan, an-ta-ra/ yang mengandung makna gramatikal/ انتار ,/is-ta-na/ استان -- 23 (SW: 9/10) dan tidak mengandung makna leksikal. Di dalam naskah Sarana Walio, ,dan Kaf 23Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (ق) Penulisan Kaf Besar .(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) (ك) Kecil

31 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

كتراڠن ditulis ترڠ + كـ Awalan ditemukan penggunaan imbuhan, - baik awalan (prefiks) maupun akhiran (SW: 8/15)24 (sufiks), enklitis, dan partikel. Berikut dipaparkan penulisan bentuk-bentuk tersebut. Akhiran (Sufiks) Awalan (Prefiks) Akhiran atau sufiks merupakan Awalan atau prefiks merupakan imbuhan yang ditambahkan pada bagian imbuhan yang ditambahkan pada bagian belakang dasar. Akhiran yang terdapat depan dasar. Awalan yang digunakan dalam naskah Sarana Walio antara lain dalam Sarana Walio antara lain me-, –an, -i, dan -kan. Secara umum, akhiran ber, di-, ter-, dan ke-. Awalan-awalan tersebut ditulis serangkai dengan dasar tersebut ditulis serangkai dengan kata yang dilekatinya. yang dilekatinya. a) Akhiran -an dan -i mengubah a) Awalan me- mengubah huruf awal cara penulisan kata dasar yang kata dasar yang dimulai dengan dilekatinya terutama pada kata yang huruf t, p, s, k dan vokal, tetapi bersuku akhir tertutup. Contoh: tidak mengubah cara penulisan kata ditulis ـَن se-nang/ + akhiran/ سنڠ -- (SW: 2/6 ) كسناڠن :dasar. Contoh tilik/ menjadi/ تيلك + مـ Awalan - ditulis ـِي sa-lah/ + akhiran/ ساله -- (SW: 13/6) مڽالهي (SW: 3/2) منيلك Akhiran -kan mengubah cara ikut/ menjadi b)/ ايكت + مـ Awalan - SW: 2/15) penulisan jika kata dasar yang) مڠيكت .rampas/ ditulis dilekatinya bersuku akhir terbuka/ رمڤس + مـ Awalan - ـكن ma-ti/ + akhiran/ مات ,SW: 5/1) Misalnya) مرمڤس (SW: 2/2) ممتيكن ditulis b) Awalan ber- dan di- tidak mengubah cara penulisan kata dasar yang c) Akhiran –kan tidak mengubah cara dilekatinya. Contoh: penulisan jika kata dasar bersuku akhir tertutup. Contoh: برڬنتي ditulis ڬنتي + بر Awalan - ditulis ـكن han-tar/ + akhiran/ هنتر -- (SW: 11/12) (SW: 18/2) هنتركن :SW) دكنل ditulis كنل + د Awalan - 10/15) c) Awalan ter-, dan ke- tidak mengubah Bentuk enklitis –ku, -mu, -nya cara penulisan kata dasar yang Ada satu bentuk enklitis yang dilekatinya. Contoh: ditemukan dalam Sarana Walio, yaitu – .SW: nya yang berasal dari pronomina milik) ترتڬه ditulis تڬه + تر Awalan - 7/13) a) Enklitis -nya tidak mengubah cara

24Perubahan ejaan pada kata terang setelah ترباڽق ditulis باڽق + تر Awalan - (SW: 12/2) mendapat imbuhan disebabkan adanya akhiran –an, bukan disebabkan adanya imbuhan ke-.

32 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

penulisan jika kata dasar yang ulang tersebut ditulis dengan dua cara dilekatinya bersuku akhir tertutup. berikut. Kata ulang ditulis dengan meletakkan (1 ـڽ ta-nah/ + enklitis/ تانه ,Misalnya setelah kata yang (٢) SW: 4/1). angka dua) تانهڽ ditulis b) Enklitis -nya mengubah cara diulang, contoh: ,SW: 1/8, 4/7) منتري٢ ,راج٢ ,سوكر٢ -- penulisan jika kata dasar yang dilekatinya bersuku akhir terbuka. 20/13) ـڽ ra-ja/ + enklitis/ راج ,Misalnya SW: 12/14). Untuk kata ulang yang berimbuhan) رجاڽ ditulis di akhir, akhiran ditulis di belakang :SW) سكير٢ڽ seperti ,(٢) angka dua Partikel –lah dan –pun 20/14). Jenis partikel yang digunakan 2) Kata ulang ditulis dengan menulis dalam Sarana Wolio adalah partikel kembali kata yang diulang, seperti .(SW: 2/10) تورن تمورن penegas –lah, dan –pun. Kedua partikel tersebut ditulis serangkai dengan kata Penulisan kata ulang dengan cara kedua yang dilekatinya. tidak banyak ditemukan di dalam naskah a. Partikel –lah mengubah cara karena pada umumnya kata ulang ditulis penulisan jika kata yang dilekatinya dengan angka dua. bersuku akhir terbuka. Contoh: ditulis Penulisan Kata Pinjaman ـله ja-di/ + partikel/ جادي -- (SW: 4/1) جديله Kata pinjaman yang dimaksudkan b. Partikel –lah tidak mengubah cara adalah kata-kata yang merupakan penulisan jika kata yang dilekatinya kosakata bahasa asing, terutama bahasa bersuku akhir tertutup. Contoh: Arab, yang digunakan di dalam naskah. ditulis Kata pinjaman dalam Sarana Walio ـله ja-ngan/ + partikel/ جاڠن -- SW: 11/12) ditulis sesuai dengan penulisannya di) جاڠنله dalam bahasa sumber (bahasa Arab). c. Partikel -pun pada umunya tidak Meskipun demikian, terdapat beberapa mengubah penulisan kata yang kata yang penulisannya berbeda dari dilekatinya. Contoh: bahasa sumbernya, seperti kata-kata .SW: berikut) ادڤون ditulis ـڤون partikel + اد -- asalnya fikir/ (SW: 2/8)/ فيكر -- (2/2 /fikr/ فكر muwāfaqat/ (SW: 8/8) asalnya/ موافقت -- Penulisan Kata Ulang /muwāfaqah/ موافقة Penggunaan kata ulang tidak banyak / تفهيم tafhim/ (SW: 10/9) asalnya/ تفهم -- ditemukan dalam Sarana Walio. Kata- tafhīm/ kata ulang itu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kata ulang murni dan kata ulang berimbuhan. Kedua kata

33 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

Perbedaan penulisan kata pinjaman dari Sarana Walio, secara substansi berisi penulisannya dalam bahasa asal dapat tentang tradisi tata kelola pemerintahan. disebabkan adanya penyesuaian ejaan Di dalam penceritaannya terdapat kesan bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu kuat adanya campur tangan atau silang ataupun disebabkan penulisan yang kebudayaan, antara kebudayaan Buton hanya didasarkan pada pendengaran secara khusus, atau kebudayaan Ternate ketika kata itu dilisankan, bukan secara umum dengan kebudayaan Islam melihat bagaimana bentuk kata tersebut yang dibawa oleh para pedagang dan dituliskan dalam bahasa asalnya. penyebar Islam dari Arab dan Persia. Dari paparan di atas, ortografi tulisan Bahkan, seringkali dijumpai kosakata- Jawi dalam SW, khususnya penulisan kosakata yang terdapat di dalamnya huruf saksi, dapat dikatakan mendapat percampuran atau penerjemahan dari pengaruh Arab dan Melayu. Pengaruh kosakata lokal dengan bahasa Arab. Arab dapat dilihat pada penulisan Kenyataan ini menunjukkan bahwa bunyi vokal tanpa tanda baca (harakat) pengaruh kebudayaan lain, khususnya ataupun huruf saksi pada kata-kata yang Islam sangat kuat dalam tradisi tulis .menulis di masyarakat Nusantara / ڤد ,/ma-ka/ مك sudah umum, seperti pa-da/. Tanda baca hanya digunakan Penelitian mengenai aksara Jawi, pada penggalan ayat dan salawat untuk khususnya dalam manuskrip, perlu menghindari salah baca. Sementara itu, dilakukan secara komprehensif yang pengaruh Melayu tampak pada penulisan mencakupi seluruh wilayah persebaran huruf saksi sebagai penanda vokal pada aksara Jawi, baik di wilayah berbahasa (i) suku kata pertama dan kedua dan (ii) rumpun Austronesia maupun rumpun la- Non-Austronesia. Hal itu untuk/ الڬ suku kedua saja. Misalnya, kata la-ri/. melihat karakteristik Jawi tiap daerah/ الري gi/ dan sehingga dapat dilihat perbedaan ataupun persamaan yang menjadi garis C. Kesimpulan penghubung antara tulisan-tulisan tersebut. Tulisan Jawi sebagai hasil akulturasi budaya masyarakat Buton dan Islam memiliki kedudukan penting Daftar Pustaka dalam tradisi tulis Buton. Tulisan Jawi ini kemudian menjadi salah satu sarana Abdullah, Muhammad. “Manuskrip tulis surat-surat resmi kerajaan dan Keagamaan dan Islamisasi di Bu- naskah-naskah lainnya. Jumlah huruf ton Abad 14-19”. dalam SARI 25 dan cara penulisannya tidak jauh berbeda (2007). dengan penulisan Jawi pada umumnya di Nusantara. Hal ini dimungkinkan karena faktor penulis/penyalin Abdul Aziz, Adi Yasran dan Nurhidayah merupakan salah satu sultan di Buton Jumaat. 2010. “Sistem Ejaan Jawi yang notabene terpelajar dan mengerti dan Kosakata pada Batu Bersurat tulis menulis. Selain persoalan aksara, Piagam Terengganu”. dalam Jur- naskah-naskah tulis Buton, khususnya nal ASWARA.

34 Buletin Al-Turas Mimbar Sejarah,Sastra,Budaya, dan Agama - Vol. XXIII No.1, Januari 2017

Utama.

Bahar, Rusman. 2011. “Akulturasi Bu- daya Masyarakat Buton: Perpad- Lauder, Allan F. dan Multamia RMT uan Hindu-Islam dan Bangsa As- Lauder. 2005. Berbagai Kajian ing” (ujungangin.blogspot.com/p/ Linguistik. Dalam Kushartanti, rintihan-bumi-buton.html, diakses Untung Yuwono dan Multamia 1 Desember 2014). RMT Lauder (Peny.). Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa: Sil- ang Budaya. Jakarta: PT. Grame- Crystal, David. 2008. Think on My dia Pustaka Utama. Words: Exploring Shakespeare’s Language. Cambridge: Cambridge University Press. Niampe, La. “Bahasa Melayu di Ker- ajaan Buton: Studi Berdasarkan Naskah Kuno Koleksi Abdul Fauziah. 2008. “Penggunaan Grafem Mulku Zahari di Buton”. 2012. dalam Pelambangan Bunyi Aksara Bahasa dan Seni, Tahun 40, No- Jawi (Arab Melayu) Indonesia”. mor 1, Februari 2012. hlm. 14-25. (repository.usu.ac.id. diakses 14 Maret 2012). ------. “Bahasa Wolio di Kerajaan Bu- ton”. LINGUISTIKA, Volume 18, Hasaruddin. “Pemetaan, Penyalinan dan Nomor 34, 2011. hlm. 1—15. Pendokumentasian Naskah Bu- ton: Suatu Kajian”. (myrepository. pnm.gov., diakses 28 November ------. “Unsur Tasawuf dalam Naskah 2014). Undang-Undang Buton”. AL- FIKR, Volume 15, Nomor 3 Tahun 2011. hlm. 499-512. Ikram, Achdiati et.al., 2001. Katalog Naskah Buton Koleksi Abdul Mulku Zahari. Jakarta: Yayasan Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan. Obor Indonesia. Semarang: IKIP Semarang Press.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Suryadi. “Surat-Surat Sultan Buton, Linguistik. Edisi Keempat. Dayyan Asraruddin dan Kaimud- Jakarta: PT Gramedia Pustaka din I, Koleksi Universiteit Bib-

35 Inayatusshalihah Aksara Jawi dalam Naskah Sarana Walio

liotheek Leiden, Belanda”. Hu- maniora, Volume 19, Nomor 3, Oktober 2007. hlm: 284-301.

Yamaguchi, Hiroko K. “Manuskrip Bu- ton: Keistimewaan dan Nilai Bu- daya”. SARI 25 (2007). hlm: 41- 50.

Zuhdi, Susanto et.al.,. 1996. Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton. Jakarta: De- partemen Pendidikan dan Kebu- dayaan RI.

36