<<

2. LANDASAN TEORI

2.1. Seputar Komik 2.1.1. Pengertian Komik Komik memiliki banyak arti dan sebutan, yang disesuaikan dengan tempat masing-masing komik itu berada. Secara umum, komik sering diartikan sebagai cerita yang bergambar. Berikut ini adalah pengertian komik secara khusus. Maestro komik Will Eisner menggunakan istilah “seni berturutan” untuk menjelaskan komik. Scott McCloud memberikan pendapat bahwa komik dapat memiliki arti yang banyak, antara lain: a. Gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang ter-jukstaposisi (berdekatan, bersebelahan, istilah yang sulit dalam sekolah seni) dalam turutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. b. Tokoh-tokoh pahlawan super berkostum warna cerah melawan penjahat, yang ingin menguasai dunia dengan segala tindakan kekerasan yang sensasional. c. Kelinci, tikus dan beruang lucu, berdansa dengan riang. d. Sesuatu yang merusak mental remaja negara kita. 9

Menurut Karpet Biru dalam artikelnya yang terdapat dalam site menyebutkan bahwa: Komik sesungguhnya lebih dari sekedar cerita bergambar yang ringan dan menghibur. Komik bukan cuma bacaan bagi anak- anak. Komik adalah suatu bentuk media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti. Hal ini dimungkinkan karena komik memadukan kekuatan gambar dan tulisan, yang dirangkai dalam suatu alur cerita. Gambar membuatnya lebih mudah diserap. Teks membuatnya lebih mudah dimengerti, dan Alur membuatnya lebih mudah untuk diikuti dan diingat. Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan, salah satu bentuk promosi bisnis, alat

9 Scott McCloud, Understanding Comics (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001), p. 9. 7 8

penyuluhan, pembentukan opini dalam pers, hingga sebagai alat kampanye atau propaganda. 10

Sedangkan menurut Imansyah Lubis, S.Sos, komik adalah media komunikasi alternatif. Berikut ini adalah pendapat dalam artikelnya di web site: Komik sebagai media komunikasi. Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Komunikasi merupakan sebuah fenomena pemenuhan kebutuhan manusia, terutama kebutuhan sosialnya, sejak puluhan ribu tahun lampau. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya sebagai sebuah disiplin ilmu sekaligus seni, mutual understanding atau makna bersama antara partisipan komunikasi secara efektif dan efisien tetap merupakan tujuan berkomunikasi. Tak dapat dipungkiri lagi, komunikasi dibutuhkan oleh semua orang, dalam semua latar belakang kehidupan dan penghidupan. Komunikasi didefinisikan sebagai "proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau perilaku" (mengutip Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi (Bandung : Mandar Maju, 1989), p. 60). Gambar pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika masyarakat dan perkembangan teknologi. Selain terbuka kesempatan untuk mengembangkan dunia gambar sebagai media estetika yang ekspresif, gambar tidak pernah kehilangan peranan sebagai media komunikasi. Salah satu media komunikasi yang identik dengan gambar ialah komik. Sebagai media komunikasi, komik mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien melalui bahasanya sendiri. Meskipun komik memberi kesempatan berekspresi secara verbal dan visual, sebagai media seni komik tetap berada dalam batas-batas komunikasi. 11

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat adanya persamaan arti dalam menjelaskan pengertian komik yaitu sebagai media komunikasi yang dapat memberikan informasi.

10 Karpet Biru, loc. cit. 11 Imansyah Lubis, S.Sos, “Komik: Media Komunikasi Alternatif,” Mikon Diffy 22 Desember 2001. < http://mikon.diffy.com/mikon/berita/artikel1.htm>.

9

2.1.2. Istilah Dalam Komik Dalam komik terdapat berbagai macam istilah yang sering digunakan untuk membuat komik. Berikut ini adalah istilah yang sering dipakai dalam komik: a. Icon adalah gambar yang mewakili seseorang, tempat, barang, ataupun gagasan. b. Closure adalah fenomena mengamati bagian-bagian tetapi memandangnya sebagai keseluruhan. Beberapa bentuk closure merupakan tindakan yang disengaja oleh si pencerita untuk menciptakan ketegangan atau tantangan pada penonton. Closure memungkinkan penggabungan peristiwa-peristiwa dan menyusun realita yang utuh dalam pikiran. c. Panel adalah kotak yang berisi suatu adegan. Panel komik mematahkan waktu dan ruang menjadi suatu peristiwa yang kasar, dengan irama yang patah-patah, serta tidak berhubungan. d. Balloons adalah kotak dialog yang berisi teks ucapan seorang karakter. e. Thought Balloon adalah kotak dialog yang berisi tentang apa yang dipikirkan oleh seorang karakter. . Border adalah outline atau garis tepi halaman. g. Comic strip adalah komik yang terdiri atas beberapa baris saja (3 sampai 4 panel), biasanya dimuat dalam surat kabar.12

2.1.3. Sebutan Komik Dalam Tiap Negara Setiap negara di dunia ini memiliki sebutan yang beragam terhadap komik. Berikut ini adalah beberapa sebutan komik di sebagian negara besar: a. Di Amerika disebut sebagai “” untuk komik yang dibukukan, “Comic strip” untuk komik pendek yang terdiri atas beberapa panel. b. Di Itali komik disebut sebagai “Fummeti” yang berarti asap, kata-kata tersebut diambil dari bentuk balloon yang seperti asap. c. Perancis menggunakan istilah “Bandes Dessinêes” yang berarti komik bersambung, yang dimuat dalam surat kabar. Istilah album digunakan untuk

12 Scott McCloud, op. cit., p. 27, 63, 67; dan Ivar, “Comic Books, Strips, , BD And Graphic Novels Terms,” Comic Book Dictionary 25 Februari 2002 .

10

menunjuk pada komik Eropa yang dibukukan, biasanya berjumlah 48 halaman dan di-hardcover. d. Potugis menggunakan istilah “Historia en Quadradinhos” yang berarti cerita dalam kotak kecil. e. Jepang menggunakan istilah manga untuk menyebutkan komik. f. Indonesia menggunakan istilah buku komik untuk menyebutkan komik yang dibuat menjadi buku dan comic strip untuk komik yang hanya terdiri atas beberapa panel. 13 Masih banyak lagi sebutan komik di tiap negara yang disesuaikan dengan bahasa masing-masing negara tersebut.

2.2. Sejarah Komik Di Beberapa Negara Besar Penghasil Komik Perkembangan komik dari dahulu sampai sekarang dapat dikatakan ada satu proses runtut perkembangan dan satu sama lain akan mempengaruhi baik untuk masa itu maupun untuk masa yang selanjutnya. Misalnya manga dapat berkembang pesat pada masa sekarang ini, tidak dapat dilepaskan dari perkembangan komik Amerika dan komik Eropa di masa sebelumnya. Komik Eropa sendiri tidak dapat terlepas dari asal mula “komik” yang berupa bahasa gambar Mesir kuno.

2.2.1. Komik Di Eropa Pada tahun 1929 komikus Belgia yang pertama adalah George Remi yang lebih dikenal dengan nama Hergê. Tintin adalah komik Hergê yang populer. Komik ini bercerita tentang Tintin yang merupakan reporter dan detektif yang berpetualang di berbagai negara. Tintin au pays des Soviets (1929) (Gambar 2.1.), Tintin au Congo (1930) (Gambar 2.2.), dan Tintin en Amerique (1931) (Gambar 2.3.) pertama kali muncul di majalah Le Petit Vingtiême dengan warna hitam putih. Saat itu Hergê begitu populer dan Tintin mendominasi bandes dessinêes mulai dari tahun 1940 sampai 1970-an.

13 Marcel Bonneff, op. cit., p. 9; dan Francios, “History Of Animation,” Francios Webpage 4 Maret 2002 .

11

Gambar 2.1. Tintin Au Pays Des Soviets Gambar 2.2. Tintin Au Congo Sumber: http://www.tintin.qc.ca/ Sumber: http://www.tintin.qc.ca/ dessins/soviet_g.jpg. dessins/congo_g.jpg.

Gambar 2.3. Tintin En Amerique Sumber: http://www.tintin.qc.ca/dessins/ameriq_g.jpg. Pada tahun 1938 penerbit Dupuis menerbitkan majalah yang bernama Spirou yang memuat comic strip. Pada perkembangannya, majalah Spirou ini pernah ditutup pada saat Perang Dunia II yaitu pada bulan September 1943 sampai Oktober 1944. Setelah itu majalah Spirou dilanjutkan hingga sekarang. Majalah tersebut memuat berbagai macam comic strip yang dibuat oleh beberapa komikus terkenal. Komikus Belgia bernama Andre Franquin yang merupakan figur leader dalam komikus Eropa ikut mengisi majalah Spirou tersebut. Komiknya Spirou et Fantasio (Gambar 2.4.) , Modeste et Pompon, Gaston Lagaffe, dan Iddes noires muncul secara berkala di majalah sekitar tahun 1946 sampai 1990, bahkan diterbitkan buku komiknya. Komiknya tersebut diterjemahkan dalam 11 bahasa yang salah satunya termasuk bahasa Indonesia.

12

Gambar 2.4. Spirou Et Fantasio Sumber: http://membres.lycos.fr/gyllnord/albumsfranquin.htm.

Gambar 2.5. Lucky Luke Sumber: http://www.helsinki.fi/~lakoma/comics/lucky_luke.html. Lucky Luke (Gambar 2.5.) pertama kali muncul pada tahun 1947 di majalah Spirou. Komikus Luck Luke ini adalah Maurice de Bêvêre atau yang sering disebut Morris. Morris sangat tertarik pada keliaran dunia barat karena itulah dia membuat cerita seperti Lucky Luke. Pada tahun 1948 untuk memperdalam ketertarikannya, Morris pergi ke Amerika bersama dengan Franquin dan Joseph Gillain. Mereka bertiga bekerja pada majalah Spirou yang diterbitkan oleh Dupuis. Franquin kembali ke Eropa setelah beberapa bulan dan Morris tetap di Amerika selama enam tahun. Di New York, Morris berkenalan dengan Renê Goscinny yang nantinya akan menulis cerita untuk Lucky Luke. Lucky Luke terjual dalam jumlah sekitar 300 juta buku di seluruh dunia dan diterjemahkan dalam 30 bahasa. Setelah Goscinny meninggal pada tahun 1977, Morris tetap melanjutkan Lucky Luke. 23 Oktober 1958 merupakan awal munculnya The Smurfs (Gambar 2.6.) dalam komik berjudul Johan and Peewit yang dimuat majalah Spirou. Pencipta

13 makhluk biru kecil ini adalah Pierre Culliford yang dikenal sebagai Peyo. Awalnya The Smurfs ini adalah karakter pembantu dalam cerita Johan and Peewit namun sekarang menjadi tokoh utama tersendiri. The Smurfs ini menjadi terkenal di beberapa negara dunia hingga sekarang dan muncul film animasinya walaupun Peyo telah meninggal pada bulan Desember 1992 lalu. Buku komik dan film animasinya beredar di beberapa negara dan diterjemahkan dalam beberapa bahasa.

Gambar 2.6. The Smurf Sumber: http://www.smurf.com/homepage.html. Pada sekitar tahun 1960, tepatnya pada Oktober 1959 Renê Goscinny, Alberto Uderzo dan Jean-Michel Charlier mendirikan majalah yang bernama Pilote. Goscinny dan Charlier merupakan dua tokoh komikus yang paling produktif, yang ingin membuat komik yang dapat diterima masyarakat lain. Pada selanjutnya Charlier menulis komik realistik untuk Dupuis dan Goscinny menulis skenario untuk Lucky Luke. Sekitar tahun 1960 tersebut, Pilote menghasilkan banyak komik Perancis bagi pembaca dewasa. Salah satu yang populer adalah Asterix dan Blueberry. Asterix diciptakan pertama kali pada tahun 1959 oleh Alberto Uderzo. Pertama kali muncul di majalah Pilote sebagai comic strip, kemudian muncul dalam bentuk buku komik yang berjumlah 48 halaman. Buku komik Asterix pertama kali terbit pada tahun 1961 adalah Asterix the Gaul (Gambar 2.7.) dengan jumlah 6.000 buku. Setahun kemudian terbitlah Asterix and the Golden Sickle

14

(Gambar 2.8.) dengan jumlah 20.000 buku. Empat tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1965, Asterix and Cleopatra terjual dengan jumlah lebih dari jutaan dan semenjak itu juga Asterix dicetak tidak pernah dibawah satu juta.

Gambar 2.7. Asterix The Gaul Gambar 2.8. Asterix And The Golden Sickle Sumber: http://www.dejawu.com.au/ Sumber: http://www.aunet.org/ img/asterix/gaul.gif. thaths/asterix/books/ asterix_and_the_golden_sickle.html. Pada tahun 1978, penerbit Belgium bernama Casterman mendirikan majalah A Suivre yang berisi banyak halaman komik hitam putih untuk pembaca dewasa. Majalah tersebut dengan seketika mendapat sambutan yang hangat dalam masyarakat dan mengalami kesuksesan. Pada saat ini, A Suivre hampir semuanya full color. Adanya majalah A Suivre tersebut melahirkan banyak komik dan komikus baru. Di Perancis, penerbit Glenat mendirikan majalah bernama Vecu. Vecu ini memuat sejarah komik dan hal-hal yang realistik. Komik Glenat menjadi sukses pada tahun 1980 dengan penulis dan komikusnya seperti Juillard, Cothis, Francois Bourgeon, Hermann, dan Makyo. Pada tahun 1990 terjadilah krisis dan pada waktu yang hampir bersamaan, Vecu menghilang. Komikus yang besar dan sukses seperti Juillard, Bourgeon, dan Hermann masih dapat mempertahankan penggemarnya, namun komikus muda yang masih baru ikut menghilang dengan berakhirnya Vecu. Bourgeon beralih pekerjaan ke A Suivre sedangkan Herman bekerja di penerbit Dupuis dan Big Balloon. Adanya krisis tersebut membawa dampak dan pengaruh terhadap perkomikan Eropa. Sebelumnya pada tahun 1989, 42% buku yang dijual di Belgia adalah komik. Setelah tahun 1989 penerbit komik mengalami krisis namun

15 penjualan komik semakin meningkat. Hal tersebut mempengaruhi juga pada kualitas cetak buku komik yang mulai diturunkan. Pada tahun 1991 Alberto Uderzo pembuat komik Asterix menyatakan akan menghentikan Asterix. Namun lima tahun kemudian Uderzo berubah pikiran dan menerbitkan episode terakhirnya yang berjudul Asterix and Obelix at the Sea. Uderzo mengubah pikirannya karena pada usianya yang ke 69 tahun tersebut dirasakan terlalu muda untuk berhenti bekerja. Selanjutnya perkembangan komik Eropa sampai sekarang masih tetap ada namun tidak sehebat dahulu pada jaman keemasannya karena dapat dikatakan cukup bersaing dengan komik-komik terbitan Amerika dan Jepang. Itulah sejarah singkat perkembangan komik di Eropa yang ikut mempengaruhi perkembangan komik di Indonesia.

2.2.2. Komik Di Amerika Berbeda dengan Eropa, sejarah komik di Amerika lebih rumit dan terdiri atas beberapa pembagian jaman yang panjang. Berikut ini adalah sejarah pembagian jaman dalam komik Amerika yang ikut mempengaruhi perkomikan Indonesia.

2.2.2.1. The Early Year (Pre-Golden Age) (1896-1937) Pada akhir tahun 1900-an di Amerika muncullah comic strip setiap hari minggu sebagai suplemen koran. Comic strip pertama ini adalah The Yellow Kid in McFadden’s Flats (Gambar 2.9.) yang dibuat oleh Richard Felton Outcault. Komik ini muncul pertama kali pada tanggal 16 Februari 1896 dimuat dalam koran Hearst New York American. Pada bulan Maret 1897, comic strip tersebut dikumpulkan menjadi jurnal mingguan Hearst dan dijual dengan harga 5 sen. Inilah awal dari industri komik mulai lahir. Pada awal 1930 banyak bermunculan komik dari yang berjudul Little Orphan Annie, Dick Tracy, Popeye, Mutt and Jeff (Gambar 2.10.), Little Nemo, dan Buster Brown. Pada masa tersebut juga merupakan awal munculnya cerita tentang binatang yang lucu berjudul Krazy Kat (1910) yang dibuat oleh George Herriman. Krazy Kat ini pertama kali muncul dalam koran harian The Family Upstairs.

16

Gambar 2.9. The Yellow Kid Gambar 2.10. Mutt And Jeff in McFadden’s Flats Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Platinum.html. Setelah kesuksesan Krazy Kat, Chicago American membuat serial Mutt and Jeff sebagai promosi, yaitu pembaca dapat menerima buku komik berukuran 18” X 6” dengan mengumpulkan enam kupon dari surat kabar. Dalam kenyataan komik tersebut dapat terjual 45.000 buku.

Gambar 2.11. Popeye Gambar 2.12. Mickey Mouse Sumber: http://www.sigma.net/ Sumber: http://www.sigma.net/ comichistory/Hist1.html. comichistory/Platinum.html. George Delacorte yang bekerja pada penerbit New Fiction Company menerbitkan The Funnies No. 1 pada tahun 1929 yang merupakan komik pertama dengan menggunakan empat warna. Komik tersebut menggunakan cover dan dijual dengan harga 10 sen. Selain itu pada bulan Januari 1929 muncullah Tarzan of the Apes yang digambar oleh Hal Foster. Pada tahun 1929, Popeye (Gambar 2.11.) yang diciptakan oleh Elzie Segar muncul pertama kalinya dalam bentuk comic strip bernama Thimble Theatre. Bulan Januari 1930, Hal Foster membuat

17

Mickey Mouse (Gambar 2.12.) dan setelah Ub Iwerks mulai membuat comic strip, komikus Disney bernama Floyd Gottfredson mengambil alih penulisan dan penggambarannya sampai dua puluh tahun kemudian. Floyd membuat lebih dari 15.000 comic strip lebih dari 45 tahun. Atas kesadaran American News, maka American News mengadakan kontrak dengan Eastern Color untuk menerbitkan 250.000 komik dan mengajak Eastern Color pada bulan May 1934 untuk menerbitkan Famous Funnies No. 1 yang merupakan awal komik berdiri sendiri. Pada bulan Juli 1934, terbitlah Famous Funnies No. 2 yang merupakan majalah komik bulanan pertama kali.

Gambar 2.13. Gordon Sumber: http://www.granavenida.com/flashgordon/ Ketika Alex Raymond mengerjakan Secret Agent X-9, Alex mempunyai ide untuk membuat science fiction comic strip. Setelah itu pada bulan Januari 1934, (Gambar 2.13.) muncul pertama kali. Alex berhenti mengerjakan Secret Agent X-9 setelah membuat komik tambahan Jungle Jim untuk meneruskan membuat Flash Gordon yang menjadi populer. Kepopuleran Flash Gordon bertambah besar dengan dibuatnya barang-barang yang berhubungan dengan Flash Gordon. Pada tahun 1936, seri Flash Gordon dibuat oleh Universal dan merupakan film termahal yang pernah dibuat. Pada 19 Oktober 1934, Milton Canniff dengan Terry and the Pirates muncul pertama kali di Tribune-News Syndicate. Pada bulan Februari 1935, Malcolm Wheeler Nicholson menerbitkan tabloid dengan judul New Fun Comics No. 1 lewat National Allied Publications yang kemudian diberi nama DC Comics. Pada musim panas tahun 1935, majalah Mickey Mouse muncul dan pada tahun 1940 judul majalah tersebut dirubah menjadi Walt Disney’s Comic and Stories. Wheeler-Nicholson bersama

18 dengan Harry Donenfield pada tahun 1937 mendirikan perusahaan bernama Detective Comics. Judul komik yang diluncurkan pertama kali adalah Detective Comics No. 1 pada bulan Maret 1937. Munculnya The (Gambar 2.14.) pada tahun 1938 dalam Ace Comics No. 11 yang dibuat oleh Lee Falk, merupakan buku komik pertama yang berkostumkan pahlawan. Hal tersebut membawa dampak berakhirnya jaman sebelum keemasan dan merupakan awal dari jaman keemasan (Golden Era).

Gambar 2.14. The Phantom Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist1.html.

2.2.2.2. The Golden Era (1938-1945) Bulan Juni 1938 merupakan pertama kali munculnya (Gambar 2.15.) yang merupakan tokoh pahlawan yang terkenal hingga sekarang dalam Action Comics No. 1. Action Comics tersebut merupakan terbitan DC Comics. Munculnya Superman tersebut merupakan awal dari jaman keemasan komik Amerika. Komik tersebut dibuat oleh Jerry Siegel bersama dengan sahabatnya Joe Shuster. Komik Superman tersebut awalnya terinspirasi oleh novel Gladiator milik Philip Wylie yang terbit pada tahun 1930. 16 Januari 1939, Superman pertama kali muncul dalam koran berbentuk comic strip. Hingga tahun 1941, lebih dari 300 koran diterbitkan untuk memuat comic strip Superman setiap hari. Joe melanjutkan menggambar Superman hingga tahun 1947. Setelah itu Jerry dan Joe mendapatkan bayaran $500 tiap 13 halaman

19 cerita dan juga mendapatkan bayaran dari royalti barang-barang Superman yang dijual (merchandise). Joe Shuster meninggal pada tahun 1992.

Gambar 2.15. Superman Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist1.html. Dengan kesuksesan Superman, mulai mencari ide untuk membuat karakter pahlawan berkostum dengan serius. Bob Kane terinspirasi dari Leonardo Da Vinci, penggambar mesin yang dapat terbang mulai membuat daftar nama sebelum membuat karakter baru. Nama tersebut salah satunya adalah Bat- Man, Bird-Man, Eagle-Man, dan Hawk-Man. Akhirnya karena terinspirasi Leonardo Da Vinci maka Bob Kane menetapkan nama . Batman muncul pertama kali dalam Detective Comics No. 27 pada bulan Mei 1939. Pada tahun yang sama di musim semi, Batman No. 1 memunculkan The Joker dan . Penguin muncul pada bulan Desember 1941 dalam Detective Comics No. 58. Pada musim panas tahun 1939, Superman No. 1 muncul dalam cetakan ulang Action Comics No. 1-4. Dalam pemunculannya ini ditambahkan beberapa halaman baru yang memuat cerita pahlawan super () seperti Amazing Man, The dan salah satunya adalah Wonder Man. yang dijalankan oleh Leon dan Alfred Harvey menerbitkan Speed Comics No. 1 pada bulan Oktober 1939. Di dalam majalah tersebut memuat Shock Gibson The Human Dynamo untuk pertama kalinya. Pada bulan November 1939, yang kemudian dikenal sebagai MLJ Magazines menerbitkan Blue Ribbon Comics No. 1 dan pada bulan Desember 1939, Top Notch No. 1 terbit.

20

Timely Comics yang selanjutnya berubah menjadi Marvel Comics (Gambar 2.16.) menerbitkan Marvel Comics No. 1 pada musim gugur 1939. Dalam majalah tersebut memuat pemunculan Prince the Submariner dan The untuk pertama kalinya, yang dibuat oleh Bill Everett dan Carl Burgos. Pada bulan Januari 1940, menerbitkan Planet Comics No. 1. Setelah itu muncullah berbagai macam majalah yang memuat tentang superhero antara lain Pep Comics No. 1 memunculkan The G –Man Extraordinary dan menerbitkan No. 2 di bulan Februari yang memuat C.C. ’s dan Bill Parker’s Marvel. Captain Marvel menjadi terkenal pada tahun 1940.

Gambar 2.16. Marvel Comics Gambar 2.17. All Star Comics Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist1.html. Tanggal 20 November 1939, Max Gaines yang sekarang bekerja di DC Comics menerbitkan Flash Comics No. 1 yang menampilkan The Flash, seorang pahlawan yang dapat berlari kencang dan . Pada Februari 1940, The Spirit milik Will Eisner memulai ditampilkan secara mingguan di koran. Sejak saat itu muncullah berbagai macam nama superhero, bahkan pada All Star Comics No. 1 (Gambar 2.17.) superhero seperti The Flash, The Spectre, The Hawkman, dan The Sandman muncul bersama-sama dalam majalah tersebut, namun tidak muncul sebagai Justice Society of America (JSA) hingga pada nomer yang ketiga. Kemunculan JSA secara lengkap yaitu The Flash, , The , The Spectre, The Hawkman, The , The Sandman, The , dan Dr.Fate baru ada di All Star Comics No. 51 pada awal tahun 1951.

21

Bulan September 1941, Calling All Girls diterbitkan oleh institut Parents Magazine. Ini merupakan komik pertama yang ditujukan untuk pembaca wanita. Dengan berakhirnya tahun 1941, lebih dari 50 juta orang per bulannya membaca komik dan yang membaca tersebut rata-rata adalah pria. M.C.Gaines menghubungi Dr.Willaim Moulton Marston tentang pembuatan pahlawan wanita (superheroine). Dengan memakai nama Charles Moulton, dibuatlah pahlawan wanita bernama . Wonder Woman muncul pertama kali pada bulan Desember 1941 dalam All Star Comics No. 8 dan digambar oleh Harry Peter. Seketika itu pula tokoh Wonder Woman menarik minat pembaca wanita. Sebenarnya Wonder Woman bukanlah tokoh pahlawan wanita yang pertama sebab sebelumnya ada seorang tokoh pahlawan wanita yang bernama . Black Fury pertama kali muncul pada bulan April 1941 dan digambar oleh komikus wanita bernama Tarpe Mills. Looney Tunes milik Dell dalam Merrie Melodies Comics No. 1 pada tahun 1941 menerbitkan buku komik pertama yang didalamnya terdapat Bugs Bunny, Elmer Fudd, Daffy Duck, dan Porky Pig. Fawcett’s Captain Marvel Jr. muncul pada bulan Desember 1941 dalam Whiz Comics No. 25 dan di bulan Desember 1942, ditambahkan dalam Captain Marvel No. 18. Dell memperluas komiknya War Heroes No .1 dan mengeluarkan The Funnies yang sekarang disebut New Funnies. Bulan Juli 1942, Andy Panda dan Woddy Woodpecker diperkenalkan. Tidak lama kemudian Four Color No. 9 milik Dell menampilkan komik Carl Barks pertama kali yaitu Donald Duck Finds Pirate Gold. Pada tahun 1943, produksi dan perluasan komik yang berjudul baru sangat sedikit sekali, hal ini dikarenakan adanya perang yang berkecambuk. Namun pada akhir tahun 1943, industri komik mulai berkembang kembali. Pada tahun 1945, muncul pertama kali dalam More Fun Comics No. 101. Dengan berakhirnya perang pada tahun 1945, permintaan komik menurun karena kelompok tentara yang biasanya membeli tidak lagi dapat membeli. Berakhirnya perang pada tahun 1945 membawa dampak pada berakhirnya jaman keemasan komik Amerika dan merupakan awal dari Post-Golden Era.

22

2.2.2.3. The Post-Golden Era (1945-1950) Ditemukannya bom atom dan banyaknya penemuan baru membawa dampak pada perkembangan komik di Amerika. Humor Publications pada bulan Januari 1946 menerbitkan Science Comics No. 1 dan pada bulan Februarinya, Atoman No. 1 dari Spark Publications muncul. Pada bulan Maret 1946, DC Comics menerbitkan komik yang mendidik seperti Real Fact No. 1 dan Treasure Chest Comics. Pada bulan Juli 1947, dan membuat komik roman pertama yang diterbitkan oleh Hillman Periodicals berjudul My Date Comics. Komik tersebut gagal dan kedua orang tersebut mencoba kembali pada bulan September dengan No. 1 yang diterbitkan Prize Comics Group. Lain dengan yang pertama, judul yang kedua tersebut sukses. Seketika itu pula, banyak penerbit yang mulai mengikuti dan membuat komik roman salah satunya My Romance No. 1 yang terbit pada bulan September 1948, yang dibuat oleh Stan Lee. Pada tahun 1948, cerita Western milik Fawcett yang berjudul Hopalong Cassidy diminati masyarakat dan sekali lagi para penerbit mengambil kesempatan dengan mengikuti jejak tersebut. DC menerbitkan No. 1 pada bulan January 1948, Dale Evans No. 1 pada bulan September dan pada bulan November, mengubah seluruh judul superhero yang semula All American Comics menjadi All American Western. Marvel mengeluarkan The Two-Gun Kid No. 1 pada bulan Maret 1948 diikuti dengan judul-judul lainnya. Setelah itu komik yang bercerita tentang kejahatan mulai berkembang dan menjadi populer. William Gaines pada tahun 1947 mengubah nama EC Comics International Comics menjadi International Crime Patrol pada No. 6 dan menambahkan War Against Crime pada musim semi 1948. Marvel mengubah komik binatang lucunya bernama Wacky Duck menjadi Justice Comics pada No. 7 di musim gugur 1947, Cindy Smith menjadi Crime Can’t Win pada No. 41 di bulan September 1950 dan Willie Comics menjadi Crime Cases Comics pada No. 24 di bulan Agustus 1950. Crimefighters No. 1 terbit pada bulan April 1948. Features Syndicate menerbitkan Crimes by Woman di bulan Juni 1948 dan Murder Incorporated yang menampilkan tulisan “For Adult Only” di

23 sampul depannya, pada musim dingin 1948. Kemudian banyak muncul komik yang bercerita tentang kekerasan dan hal tersebut sangat ditentang oleh masyarakat, salah satunya Dr. Frederick Wertham (Gambar 2.18.) yang mengadakan kampanye anti komik. Selanjutnya komik bertema superhero mengambil alih kembali. Pada tahun 1948, American Comics Group menerbitkan Adventures dalam Unknown No. 1 yang merupakan komik dengan cerita horor yang pertama. Penjualan komik superhero sangatlah buruk, karena itu Marvel mengubah The Human Torch menjadi Love Tales pada No. 36 di bulan Mei 1949 dan Sub-Mariner menjadi Best Love pada No. 33 di bulan Agustus 1949.

Gambar 2.18. Dr. Frederick Wertham Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist2.html. Kampanye yang menentang komik terus berlanjut hingga tahun 1950 banyak bermunculan komite-komite yang menentang komik, bahkan orang tua dan sekolah-sekolah menjauhkan anak-anak dari komik. Hal tersebut tetap tidak membuat industri komik berhenti, bahkan komik mulai makin menceritakan kekerasan dan kegelapan. Suasana tersebut merupakan awal menuju jaman perak.

2.2.2.4. The Pre-Silver Era (1950-1956) Pada April 1950, William Gaines dan EC Comics bukan lagi komik yang mendidik (Educational Comics), melainkan komik yang bergerak di bidang entertainment (Entertaining Comics). Komik yang dikeluarkan adalah Vault of Horror No. 12 dan Crypt of Terror No. 17, diikuti Haunt of Fear No. 15 pada bulan yang sama. Komik tersebut menceritakan tentang kejahatan yang menang akan kebaikan, banyak adegan-adegan kekerasan di dalamnya. Keadaan tersebut memperketat dan meningkatkan gerakan anti komik. EC Comics tidak mengubah

24 komik tersebut bahkan pada bulan Mei 1953, ditambahkan Weird Fantasy dan Weird Science. Melihat kesuksesan EC Comics, penerbit lainnya ikut meniru dan mencoba menerbitkan cerita yang sama. DC menerbitkan Strange Adventures No. 1 pada Agustus 1950, Mystery in Space No. 1 pada musim semi 1951 dan Harvey menerbitkan Witches Tales No. 1 di bulan Juni 1951 bersamaan dengan Chamber of Chills. Banyak bermuncullan komik sejenis pada masa tersebut. Pada tahun 1953, superhero menjadi populer kembali dan DC hanya menerbitkan Superman, Batman dan Wonder Woman. Kemudian pada musim semi 1954, Dr. Frederick Wertham mengeluarkan buku The Seduction of the Innocent. Buku tersebut memberikan kritikan terhadap industri komik. Kritikan tersebut membawa dampak munculnya kebijaksanaan tentang adanya kode dalam komik (The Comic Code) sebagai persyaratan bahwa komik itu disetujui dan layak untuk diterbitkan. Setelah itu komik Amerika menggunakan kode komik tersebut. Tahun 1956 ditutup dengan terbitnya Baby Huey, The Baby Giant No. 1 di bulan September, Little Lotta No. 1 dan Spooky, The Tuff Little No. 1 di bulan November. Kemudian dengan terbitnya Showcase No. 4 maka dimulailah jaman perak komik Amerika.

2.2.2.5. The Silver Era (1956-1969) Pada bulan Oktober 1956, Showcase No. 4 terbit dan ini memulai jaman perak komik Amerika. Di dalamnya memunculkan kembali “Whirlwind Adventures of the Fastest Man Alive-The Flash!” (Gambar 2.19.), Julius Schwartz yang ikut membuat The Flash pada jaman keemasan ingin mengembalikan The Flash dengan bentuk karakter baru, namun masih tetap menggunakan nama dan tenaga yang sama, maka lahirlah Barry Allen. Komik tersebut sangatlah sukses dan disukai hingga pada bulan Februari 1959, DC memberikan judul tersendiri bagi The Flash yaitu The Flash No. 105. Adanya permasalahan kode komik membuat banyak penerbit mulai mengalami kemunduran penjualan dan masalah distribusi pada musim panas 1957. Sebagian penerbit besar masih dapat bertahan untuk menerbitkan komik, namun penerbit lainnya yang tidak dapat mengahadapi situasi tersebut dengan segera menghilang.

25

Gambar 2.19. The Flash Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist3.html. Challengers of the Unknown No. 1 milik Jack Kirby pada bulan April 1958 terbit dengan menggunakan judul sendiri setelah dimuat dalam Showcase No. 7, 11 dan 12. Kemudian pacar Superman bernama , terbit dengan judul tersendiri yaitu Superman’s Girl Friend Lois Lane No. 1 pada bulan April 1958. Pada bulan yang sama, Adventure Comics No. 247 menampilkan tim super yang terdiri atas anak muda yaitu Legion of Super-Heroes. Adanya perubahan membuat Jack Kirby keluar dari DC dan bergabung di Marvel bersama dengan Steve Ditko, Bill Everett, , Al Williamson dan Jack Davis. Charlton mencoba untuk mengembalikan pangsa pasar superhero dengan yang dimuat dalam Space Adventures No. 60 di bulan Maret 1960. Pembuat Captain Atom tersebut adalah Steve Ditko. Banyak juga penerbit yang berusaha menerbitkan kembali tokoh-tokoh superhero seperti Schwartz yang mengubah Justice Society of America menjadi Justice League of America (JLA). Tokoh yang terdiri dari tim inti Superman, Wonder Woman, , Martian , Barry Allen Flash, dan Hal Jordan Green Lantern tersebut muncul kembali dalam The Brave in the Bold No. 28 pada bulan Maret 1960. Setelah kesuksesan DC Comics dengan Justice League of America-nya, penerbit Marvel bernama Martin Goodman meminta Stan Lee dan Jack Kirby untuk membuat tim superhero Marvel. Akhirnya muncullah Fantastic Four No. 1 (Gambar 2.20.) pada bulan November 1961 dan dimulailah pula jaman Marvel. Para pembaca menyambut hangat atas terbitnya Fantastic Four tersebut. The Metal Men muncul pada Showcase No. 37-40 mulai bulan April sampai bulan

26

Oktober 1962 dan akhirnya terbit dengan judulnya sendiri pada April 1963. Marvel mengeluarkan Incredible Hulk No. 1 (Gambar 2.21.) yang menceritakan tentang Dr. Bruce Banner yang dapat berubah menjadi makhluk hijau bernama Hulk. Thor muncul pertama kali di Journey Into Mystery No. 83 pada bulan Agustus 1962. Stan Lee menerbitkan Spider-man dalam Amazing Fantasy No. 15 (Gambar 2.22.) pada bulan Agustus 1962. Hingga akhirnya pada Maret 1963, Spider-man muncul dengan judulnya sendiri yaitu Amazing Spider-man No. 1. Kemudian dalam Tales to Astonish No. 35 muncullah Ant-Man pada bulan September yang dibuat oleh Lee.

Gambar 2.20. Fantastic Four Gambar 2.21. The Hulk Sumber: http://www.sigma.net/ Sumber: http://www.sigma.net/ comichistory/Hist3.html. comichistory/Hist4.html

Gambar 2.22. Amazing Fantasy Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist3.html. Iron Man milik Marvel muncul dalam Tales of Suspense No. 39 di bulan Februari 1963. Selain itu Marvel juga menerbitkan Avengers No. 1 (Gambar 2.23.)

27 pada bulan September 1963. Avengers merupakan sebuah kelompok pahlawan yang terdiri dari Ant-Man, The Wasp, Iron Man, Thor, dan The Hulk. Pada bulan tersebut juga diterbitkan X-Men No. 1 (Gambar 2.24.) yang diciptakan oleh Stan Lee dan Jack Kirby. X-Men ini terdiri dari Cyclops, the , Iceman, Marvel Girl, dan The Beast, serta tokoh-tokoh tersebut adalah mutan. Pertamanya X-Men tidak langsung populer namun akhirnya X-Men berhasil populer pada bulan Agustus 1975 hingga sekarang. Teen Titans No. 1 dimunculkan pada bulan Januari 1966. Teen Titans tersebut memuat Aqualad, Kid Flash, , dan Wonder Girl. Kemudian di bulan Februari 1969, pada Teen Titans No. 19, Green dan Speedy ikut bergabung.

Gambar 2.23. The Avengers Gambar 2.24. The X-Man Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist3.html. Pada akhir 1968, semua judul superhero selain terbitan Marvel mengalami kemunduran. Beberapa diantaranya ditutup, salah satunya adalah American Comics Group yang ditutup pada musim panas 1967. Penjualan komik superhero menurun, kecuali Marvel yang menjual lebih dari 50 juta komik dalam setahun. Penurunan penjualan superhero tersebut mengakhiri jaman perak komik Amerika.

2.2.2.6. The Post-Silver Era (1969-1979) Setelah tahun 1970, komik yang dijual bukanlah berjudul superhero lagi. Robert E. Howard menerbitkan Conan the Barbarian No. 1 (Gambar 2.25.) pada bulan. Oktober 1970. Komik tersebut digambar oleh Barry Smith yang lebih dikenal dengan nama Barry Windsor-Smith. Jack Kirby kembali lagi ke DC

28

Comics dan pada Maret 1971 mengeluarkan Forever People No. 1 dan New Gods No. 1 (Gambar 2.26.). The Amazing Spiderman muncul dalam cerita anti obat- obatan terlarang dalam Green Lantern No. 96-98. Stan Lee menerbitkan Luke Cage No. 1 pada bulan Juni 1972, yang kemudian pada Februari 1974 judul tersebut berubah menjadi Luke Man, Power Man. Kemudian muncul juga Werewolf by Night No. 1 di bulan September 1972 dan diikuti judul-judul horor lainnya.

Gambar 2.25. Conan the Barbarian Gambar 2.26. New Gods Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist4.html. The Savage Sword of Conan muncul di bulan Februari 1974 dengan No. 1 dan dalam bulan yang sama, The Punisher pertama kali muncul di Amazing Spiderman No. 129. Wolverine muncul pertama kali dalam The Incredible Hulk No. 180 dan 181 pada bulan Oktober dan November 1974. Pada masa tersebut DC dan Marvel masih berusaha menerbitkan buku dengan tema superhero.

2.2.2.7. The Grim and Gritty Era (1979-1986) Tahun 1979, Frank Miller membuat Daredevil No. 158 (Gambar 2.27.). Pada masa tersebut muncullah istilah komik yang disebut “grim and gritty comics” yaitu komik yang menceritakan tentang kekejaman, keberanian dan kesuraman. Di bulan Desember 1981, Pacifics Comics menerbitkan Captain Victory dan Galatic Rangers. Kemudian pada tahun 1984, Teenange Mutant Ninja Turtles No. 1 (Gambar 2.28.) terbit dalam bentuk warna hitam putih. Buku ciptaan

29

Kevin Eastman dan Peter Laird tersebut menjadi sukses dan digemari. Tidak lama kemudian film kartun Teenange Mutant Ninja Turtles menjadi populer di televisi.

Gambar 2.27. Daredevil Gambar 2.28. Teenange Mutant Ninja Turtles Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist4.html. Pada tahun 1985, DC menerbitkan buku Crisis of the Infinite Earths yang merupakan gabungan dari enam seri Crisis of the Infinite Earths. Pada tahun 1986, superhero dengan gaya gambar yang baru muncul. Buku tersebut berjudul Batman: The Dark Night Returns dan cerita tersebut mengambil tempat pada jaman masa depan. Pada tahun yang sama, DC menerbitkan The Watchmen.

2.2.2.8. The Gimmick Era (1986-1992) Pada tahun 1986 terjadi perubahan pemilik dalam Marvel Comics. Pemilik baru Marvel adalah Ron Perelman dan perubahan pemilik tersebut memulai Gimmick Era. Dikatakan sebagai jaman Gimmick karena pada saat perubahan pemilik tersebut, komik melakukan kampanye pemasaran secara agresif dengan tujuan agar komik dapat terjual dalam jumlah yang besar. Pada saat itu, sampul buku komik menggunakan hologram, dapat berpendar di kegelapan, muncul posternya, dan sebagainya yang dapat meningkatkan penjualan komik. Tahun 1988, Batman mengeluarkan cerita baru yang berjudul A Death in the Family dan dalam komik tersebut diceritakan bahwa Robin meninggal. Pada masa tersebut Batman menjadi sukses kembali karena didukung oleh film layar lebarnya yang muncul pada tahun 1989. Dukungan tersebut berpengaruh juga

30 pada penjualan komik Batman yang semakin meningkat karena komik Batman menjadi disukai kembali. Sandman No. 1 (Gambar 2.29.) muncul kembali pada tahun 1989 dan pada tahun 1990, Spider-Man No. 1 (Gambar 2.30.) yang dibuat oleh Todd McFarlane muncul dan berbeda dengan yang sebelumnya. Marvel mengulangi suksesnya kembali pada tahun 1991 dengan buku yang berjudul X-Force No. 1, yang digambar oleh Rob Liefeld. Pada tahun 1992, Superman diceritakan meninggal dalam Superman No. 75 dan pada Superman No. 82 diceritakan Superman hidup kembali.

Gambar 2.29. Sandman Gambar 2.30. Spider-Man Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist5.html.

2.2.2.9. The Image Era (1992-1996) Tahun 1992 merupakan awal dari jaman Image. Beberapa komikus Marvel keluar dari perusahaan tersebut karena merasa mereka tidak diberikan kebebasan dalam berkreasi. Komikus yang keluar tersebut mulai membentuk Image Comics. Dalam jaman tersebut, buku komik dibuat dalam bentuk kualitas gambar yang tinggi, yang belum pernah dilihat dalam buku komik. Buku komik dibuat dengan teknologi komputer dan dicetak dengan kertas yang berkualitas tinggi. Komikus yang membentuk Image Comics adalah Todd McFarlane, Rob Liefeld, Jim Lee, Erik Larsen, Jim Valentino, Whilce Portacio, dan Marc Silvestri. Komik pertama yang diterbitkan Image Comics adalah Youngblood No. 1 (Gambar 2.31.), yang dibuat oleh Rob Liefeld. Pada bulan May 1992, Spawn No.

31

1 (Gambar 2.32.) muncul dan sangat sukses sekali. Spawn tersebut dibuat oleh Todd McFarlane dan merupakan komik yang populer pada saat itu. Kesuksesan tersebut mendorong Todd membuat perusahaan mainan Spawn yang bernama McFarlane Toys. Mainan Spawn tersebut membuat perubahan dalam dunia industri mainan.

Gambar 2.31. Youngblood Gambar 2.32. Spawn Sumber: http://www.sigma.net/comichistory/Hist5.html. Tahun 1993, perusahaan Malibu dan Dark Horse mulai membuat cerita superhero yang lainnya dengan mengikuti jejak Image Comics. Dark Horse mengadakan hubungan dengan Hollywood dan membuat buku yang tokoh- tokohnya berasal dari Hollywood seperti Robocop, Alien, Predator, Star Wars, dan Terminator. Selain itu juga dibuat The Mask, Time Cop dan Barb Wire yang sukses dalam film layar lebarnya. Kemudian pada tahun 1994 sampai 1996, Marvel membuat Peter Parker yang merupakan tiruan dari Spider-Man. Komik tersebut tidak laku dan menurunkan penjualan Marvel. Pada tahun 1994, DC mengeluarkan mini seri yang berjudul Zero Hour. DC dan Marvel pada tahun 1996, mengadakan komik pertarungan antara tokoh- tokoh dalam DC melawan Marvel. Dalam komik tersebut muncul tokoh-tokoh gabungan seperti Spider-Boy (gabungan antara Spider-Man dan Superboy) dan Super Soldier (gabungan antara Superman dan ).

Perkembangan komik Amerika masih berlanjut hingga kini dan dalam perkembangannya, komik Amerika masih memiliki kecenderungan untuk

32 membuat komik dengan tema superhero, contohnya Witchblade (Gambar 2.33.). Namun dengan berkembangnya jaman, beberapa diantara komikus Amerika tersebut ada juga yang mulai mengadaptasi gaya gambar manga, contohnya adalah Battle Chasers (Gambar 2.34.) yang dibuat oleh Joe Madureira dan Crimson (Gambar 2.35.) yang diterbitkan oleh Image Comics. Selain itu perkembangan komik Amerika mulai jaman Image tetap tampak hingga sekarang, yaitu hampir seluruh komik yang beredar menggunakan warna. Termasuk juga komik yang berjudul Witchblade, Battle Chaisers dan Crimson yang telah disebutkan di atas.

Gambar 2.33. Witchblade Gambar 2.34. Battle Chasers Sumber: Komik Witchblade Vol. 1, #37 Sumber: http://www.fortunecity.com/ (Canada: Image Comics, Februari 2000) boozers/wills/360/chasers0.jpg.

Gambar 2.35. Crimson Sumber: http://www.fortunecity.com/boozers/wills/360/crimson6.jpg.

33

2.2.3. Komik Di Jepang Komik Jepang atau yang lebih dikenal sebagai manga memiliki sejarah yang cukup lama semenjak pada jaman ajaran Budha. Berikut ini adalah sejarah perkembangan komik Jepang yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan komik di Indonesia pada tahun 1990-an.

2.2.3.1. Prasejarah Komik Jepang Komik di Jepang bermula pada waktu abad ke enam dan ke tujuh yaitu pada saat itu ajaran Budha diperkenalkan di Jepang. Dari sana muncullah gambar karikatur dari hewan dan manusia yang terdapat di tembok dan atap bangunan kuil Tôshôdaiji dan Hôryûji yang berada di kota Nara. Gulungan gambar bernama Chôjûgiga (Animal Scrolls) (Gambar 2.36.) merupakan salah satu seni komik di Jepang yang tertua. Cerita dalam gulungan gambar tersebut tidak digambarkan seperti gambar komik pada saat ini yang dibagi atas panel-panel namun cerita tersebut digambarkan secara bersambungan. Dalam gulungan gambar tersebut, perubahan waktu, tempat dan suasana digambarkan dalam bentuk simbolis yang mudah dipahami. Hampir semua gulungan gambar yang pertama di Jepang menceritakan tentang tema keagamaan. Pada periode Kamakura (1192-1333), gulungan gambar dibuat untuk menggambarkan enam dunia dalam kosmologi Budha yaitu surga, manusia, Ashura (dewa), binatang, hantu yang kelaparan, dan neraka. Pada Jigoku Zôshi (Hell Scrolls), Gaki Zôshi (Hungry Ghost Scrolls), dan Yamai Zôshi (Disease Scrolls) digambarkan penderitaan roh manusia. Beberapa abad kemudian, di Jepang diadakan kontes yang diadakan oleh televisi Jepang dan komik anak-anak yang dikenal sebagai unko manga atau komik kotoran. Kemudian pada petengahan abad tujuh belas, dikembangkan bentuk karikatur humor keagamaan yang dikenal sebagai Zenga atau gambar Zen. Bentuk mendasar dari gambar Zen adalah lingkaran gambar sederhana untuk menghadirkan kekosongan. Indentitas gambar Zen tersebut telah diproduksi oleh beberapa orang seperti Ekaku Hakuin (Gambar 2.37.) dan Gibon Sengai. Kesederhanaan gambar Zen tersebut tampak hingga sekarang pada komik-komik Jepang. Namun gambar humor Zen dan gulungan gambar tersebut jarang dilihat

34 oleh orang-orang biasa. Orang-orang biasa atau masyarakat awam juga membutuhkan karya gambar tersebut. Kemudian petengahan abad tujuh belas, dijual karya gambar di kota Ötsu dekat Kyoto dan dikenal sebagai Ötsu-e atau gambar Ötsu (Gambar 2.38.).

Gambar 2.36. Chôjûgiga (Animal Scrolls)

Gambar 2.37. Gambar Zen Gambar 2.38. Ötsu-e

Gambar 2.39. Ukiyo-e Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: International/USA Ltd., 1983), pp. 29-30 dan pp. 32-33.

35

Salah satu proses cetak yang terkenal di Jepang adalah woodblock- printing (cetak kayu) pada awal abad ke 17. Pada periode Edo (1600-1867), Jepang dikuasai oleh ditaktor yang mencoba untuk menghentikan perubahan sosial dengan tujuan untuk melindunginya dan hal tersebut ikut mempengaruhi kesenian Jepang. Namun tak lama kemudian hal tersebut berakhir. Cetakan ilustrasi yang terkenal bernama ukiyo-e (Gambar 2.39.) menggambarkan dunia yang mengambang, dalam arti kehidupan yang penuh ketidak pastian. Seperti juga gambar kuno Jepang yang lainnya, ukiyo-e digambar tanpa memenuhi persyaratan anatomi dan perspektif, dengan tujuan untuk memberikan kesan suasana, yang sesungguhnya dan kemenarikan, yang juga penting dalam hal membuat gambar karikatur dan kartun. Hokusai Katsushika merupakan orang pertama yang mengenalkan kata- kata istilah manga pada tahun 1814 untuk menunjuk pada kata-kata untuk komik dan kartun. Kata-kata tersebut berasal dari tulisan Cina yaitu man dan ga (Gambar 2.40. dan 2.41.). Man berarti berdiri sendiri atau dengan sendirinya dan ga berarti gambar. Maksudnya di sini adalah untuk mendiskripsikan “sketsa yang aneh”.14 Awalnya istilah tersebut tidak seberapa populer hingga ditemukannya istilah ini oleh Hokusai.

man.JPG (4461 ga.JPG (4143 bytes) bytes)

Gambar 2.40. Tulisan Cina “man” Gambar 2.41. Tulisan Cina “ga” Sumber : http://anthy.com/lumina/manga/history.htm. Sharaku Tôshûsai yang aktif pada abad delapan belas merupakan seorang yang ahli dalam karikatur. Kebanyakan pelukis jaman ukiyo-e ini menggambarkan shunga atau gambar musim panas, seperti komik erotis antara pria dan wanita yang sedang melakukan posisi bercinta. Pada tahun 1702, Shumboku Ooka menciptakan buku kartun yang bernama Tobae Sankokushi yang akhirnya dikenal sebagai Toba-e atau gambar Toba (Gambar 2.42.). Toba-e ini dicetak dengan warna monochrome, tidak seperti Ötsu-e, Toba-e terjual dalam

14 Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 18.

36 jumlah ribuan. Sebelum itu, ada juga Kibyôshi yang merupakan komik dewasa, memiliki garis cerita yang lebih jelas dibandingkan dengan Toba-e. Hingga pertengahan abad sembilan belas, Jepang kaya akan tradisi kesenangan, yang kadang tidak menaruh rasa hormat yang sepatutnya, dan kadang kesenian bercerita. Kemudian di tahun berikutnya, bentuk komik tersebut berangsur-angsur hilang, namun hal tersebutlah yang mempengaruhi perkembangan komik Jepang pada masa kini.

Gambar 2.42. Toba-e Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p.37.

2.2.3.2. Pengaruh Gaya Gambar Barat Pada tahun 1853, Amerika diwakili oleh Commodore Perry mendarat di Jepang dan hal ini memaksa Jepang yang asalnya terisolasi, menjadi dapat melihat dunia luar. Setelah lima puluh tahun kemudian, Jepang mengalami perubahan dari kerajaan feodal menjadi negara industrialisasi modern dan hal tersebut turut mempengaruhi komik Jepang. Perubahan tersebut tampak pada pakaian seorang bekas samurai yang memakai jas dan topi. Gaya gambar Eropa diperkenalkan di Jepang pada masa ini, melalui Charles Wirgman yang merupakan orang Inggris dan George Bigot yang merupakan orang Perancis. Wirgman yang sering dipanggil Wakuman dikirim ke Jepang pada tahun 1857 untuk menjadi koresponden Illustrated London News. Pada tahun 1862, Wirgman menerbitkan majalah humor dengan gaya gambar Inggris bernama The Punch (Gambar 2.43.). Majalah tersebut ditujukan untuk masyarakat asing

37 yang tinggal di daerah Yokohama. Karya Wirgman pada saat itu merupakan buku humor dengan tipe yang baru. Berbeda dengan Wirgman, George Bigot datang ke Jepang pada tahun 1882 untuk mengajar kesenian pada sekolahan tentara. Pada tahun 1887, Bigot menerbitkan majalahnya sendiri yang bernama Tôbaê (Gambar 2.44.). Dalam majalah tersebut, Bigot menggambar dengan gaya kartun tentang masyarakat dan pemerintah Jepang. Jepang beruntung karena kedatangan Wirgman dan Bigot sebagai petunjuk jalan. Sebab setelah kedatangan kedua orang tersebut, Jepang dapat belajar dan menyerap banyak hal tentang pembuatan komik. Sumbangan kedua orang tersebut berguna bagi perkembangan komik Jepang pada masa sekarang. Wirgman memberikan masukan berupa balon kata dalam kartunnya dan Bigot menyumbang bagaimana membuat pola bercerita.

Gambar 2.43. The Japan Punch Gambar 2.44. Tôbaê

Gambar 2.45. Marumaru Chimbun Yang Dibuat Oleh Kinkichirô Honda Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), pp. 39-41.

38

Adanya teknologi Barat yang masuk di Jepang turut membawa dampak pada teknologi percetakan. Semula yang menggunakan teknik cetak kayu berubah menjadi teknik cetak logam, lithography dan teknik cetak lainnya yang lebih maju. Tidak lama kemudian setelah kedatangan Wirgman dan Bigot, masyarakat Jepang mulai menerbitkan majalah humor sendiri dan koran harian. Kemudian para komikus mulai menggunakan pen sebagai pengganti kuas. Majalah humor Jepang yang terkenal pada saat itu adalah Marumaru Chimbun (Gambar 2.45.), yang terbit pada tahun 1877 dan terinspirasi dari The Japan Punch. Sampul majalah tersebut digambar oleh Kinkichirô Honda dengan menggunakan gaya gambar Inggris. Pada akhir abad sembilan belas, fokus dari komikus Jepang mulai berubah dari gaya Eropa menjadi gaya Amerika. Pada tahun 1897, sosialis Shûsui Kôtoku membuat cerita kartun politik Amerika. Kemudian komikus Rakuten Kitazawa (Gambar 2.46.) dan Ippei Okamoto juga menggunakan gaya gambar Amerika. Pada tahun 1902, dalam pengaruh comic strip yang sedang berkembang dalam koran Amerika, Kitazawa menciptakan serial pertama comic strip Jepang bernama Tagosaku to Mokubê no Tôkyô Kembutsu. Cerita tersebut dimuat dalam Jiji Manga yang merupakan suplemen berwarna setiap hari Minggu, namun masih tidak menggunakan balon kata. Berbeda dengan Kitazawa, Okamoto bekerja di koran Asahi dengan menggambar sosial dan politik kartun.

Gambar 2.46. Puck Yang Dibuat Oleh Rakuten Kitazawa Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 43.

39

Pada tahun 1920-an, beberapa jumlah komikus Jepang termasuk Kitazawa, Okamoto, Sakô Shishido, dan Yutaka Asô pergi ke Amerika. Sekembalinya dari sana, Okamoto melihat comic strip yang populer di Amerika adalah Bringing up Father dan Mutt and Jeff. Kemudian pada tanggal 14 November 1923, Bringing up Father milik George McManus mulai dimunculkan dalam majalah mingguan bernama Asahi Graph. Pada saat Perang Dunia II mulai, berbagai judul comic strip Amerika mulai diterjemahkan dan dimunculkan di Jepang. Pada bulan Januari 1924, empat panel comic strip yang dibuat oleh Yutaka Asô berjudul Nonki na Tôsan (Easy-going Daddy) (Gambar 2.47.) mulai muncul dalam koran Hôichi. Balon kata dalam Nonki na Tôsan menggunakan bentuk horisontal sebagai pengaruh dari Amerika. Setelah itu muncul banyak comic strip yang menggunakan balon kata seperti Shô-chan no Bôken buatan Katsuichi Kabashima. Pada tahun 1922, Shigeo Miyao membuat enam panel comic strip yang berjudul Manga Tarô dalam koran harian dan pada tahun 1924 membuat komedi seorang samurai-superman berjudul Dango Kushisuke Man’yûki. Pada masa tersebut, penjualan komik mengalami penjualan secara besar-besaran.

Gambar 2.47. Nonki Na Tôsan Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 47.

40

2.2.3.3. Komik Yang Aman Dan Tidak Aman Tahun 1920-an di Jepang terjadi kebebasan bereksperimen dalam ideologi dan gaya hidup. Seperti juga di Amerika, di Jepang juga mulai muncul pengaruh jaman Jazz. Dengan baju gaya Barat, celana baggy dan gaya tahun 1920-an mulai merasuki Jepang. Komikus seperti Saseo Ono dan Hisara Tanaka menggambar suasana bar, kafe, dan teater Tokyo. Karya Ono dapat dimasukkan dalam kategori ero-guro-nansensu (ero-tic, gro-tesque dan nonsens-ical) yang berarti erotis, patut diolok-olok dan hanya bicara kosong belaka. Komik tersebut untuk orang dewasa. Pada tahun 1917, kesuksesan revolusi Rusia dalam ideologi membuat Jepang hampir berubah mengikuti aliran Marxist. Pada masa ini muncullah komik-komik yang bermuatan ideologi. Masamu Yanase membuat komik tentang pekerja dan bos yang korupsi dengan gaya gambar Jerman. Bahkan pada tahun 1929, Masamu membuat komik ideologi dengan memparodikan komik Bringing up Father. Komik tersebut berjudul Kanemochi Kyôiku (Bringing up a Rich Man) (Gambar 2.48.). Banyak komikus yang membuat cerita dengan muatan politik pada masa ini. Karena hal tersebutlah maka banyak komikus yang ditahan termasuk Masamu. Beberapa majalah diharuskan tutup dan banyak juga penahanan atas sejumlah editor pada masa ini.

Gambar 2.48. Kanemochi Kyôiku (Bringing Up A Rich Man) Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 50. Kejadian tersebut membuat komikus untuk bergerak di dalam bidang yang lebih aman yaitu menerbitkan komik untuk anak dan ero-guro-nansensu untuk orang dewasa. Pada tahun 1930-an, majalah bulanan anak-anak seperti

41

Shônen Club yang diterbitkan Kôdansha, mulai memuat serial komik dalam jumlah sekitar dua puluh halaman untuk tiap episode. Bila cerita tersebut telah terkumpulkan banyak, maka diterbitkan bukunya dengan bentuk yang bagus, memiliki sampul, dicetak warna, dan berjumlah halaman sekitar 150. Banyak komikus pada saat itu membuat cerita yang disukai anak-anak seperti Suihô Tagawa dengan komiknya yang berjudul Norakuro (Gambar 2.49.) dan Keizô Shimada dengan komiknya yang berjudul Bôken Dankichi (Gambar 2.50.).

Gambar 2.49. Norakuro Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 52.

Gambar 2.50. Bôken Dankichi Gambar 2.51. Kasei Tanken Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 53 dan p. 54. Kebanyakan komik tersebut berisi tentang moral, kesetiaan, keberanian, dan kekuatan bagi anak laki-laki. Pada masa ini juga muncul komik pertama dengan cerita fiksi ilmu pengetahuan berjudul Kasei Tanken (Gambar 2.51.) yang

42 bercerita tentang ekspedisi ke Mars. Dibandingkan dengan komik Jepang pada masa kini, komik pada masa itu memiliki jalan cerita yang lambat dan layout yang tidak berimajinasi, namun menggunakan banyak warna, yang tidak dimiliki komik Jepang pada masa sekarang. Bentuk komik dijilid menjadi buku merupakan salah satu inovasi Jepang pada comic strip dalam koran Amerika. Pada masa ini, Amerika mulai membukukan comic stip dengan cara mengumpulkan comic strip yang terdapat dalam koran. Bagaimanapun juga, buku komik Jepang, ceritanya tetap dimuat dahulu dalam majalah sebelum menjadi bukunya dan hal tersebut tetap terjadi hingga sekarang.

2.2.3.4. Manga Pada Masa Perang Dunia II Perang Dunia II terjadi di Jepang pada tahun 1937 dan berakhir pada tahun 1945 dengan kekalahan Jepang. Pada masa pertempuran tersebut, terjadilah masa kegelapan karena perang yang terjadi, termasuk para komikus Jepang terkena dampaknya. Pada masa Perang Dunia II tersebut tidak memungkinkan komikus untuk sukses sebagai komikus yang profesional bila tidak mengikuti suatu kelompok tertentu. Pada tahun 1940, dibentuklah New Cartoonists Association of Japan (Shin Nippon Kyôkai) dengan dukungan pemerintah untuk mempersatukan para komikus melalui kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut berhasil mempersatukan delapan organisasi yang ada, termasuk New Cartoonists Faction Group (Shin Mangaka Shûdan) yang merupakan organisasi terkuat pada masa itu. New Cartoonists Association pada saat itu menerbitkan majalah bulanan bernama Manga. Majalah tersebut di-edit oleh Hidezô Kondô dan merupakan majalah kartun satu-satunya yang terbit pada masa perang, saat kertas beredar dengan jumlah yang sedikit. Setelah kejadian Pearl Harbor pada Desember 1941, komikus mulai aktif pada tiga pilihan yaitu memproduksi comic strip untuk keluarga, membuat satu panel komik untuk dimuat di Manga atau media domestik, dan bekerja pada pemerintah serta militer untuk membuat propaganda. Komik untuk keluarga pada masa ini banyak dibuat seperti komik buatan Fusato Hirai yang berjudul Omoitsuki Fujin dan komik buatan Ichio Matsushita yang berjudul Suishin Oyaji (Gambar 2.52.). Komik yang paling populer pada saat itu adalah Fuku-chan

43

(Gambar 2.53.) yang digambar oleh Ryûichi Yokoyama dan dimulai sejak tahun 1936. Selain komik untuk keluarga, muncullah kembali komik yang bermuatan politik, salah satunya yang digambar oleh Kôndo, editor dari majalah Manga. Banyak pula komikus yang dikirim ke medan perang untuk membuat ulasan perang kepada masyarakat dan membuat surat edaran propaganda.

Gambar 2.52. Suishin Oyaji Gambar 2.53. Fuku-chan Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 57 dan p. 58.

2.2.3.5. Perkembangan Manga Setelah Perang Dunia II Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, komik di Jepang mulai bermunculan. Badan sensor komik tetap dijalankan pada masa tersebut, hanya saja lebih bebas dibandingkan sebelumnya. Pada masa setelah perang, banyak orang memulai membenahi hidupnya dan comic strip empat panel yang dimuat dalam koran harian menjadi terkenal pada masa itu, karena berisi tentang humor dan membangkitkan kembali semangat. Komik yang dapat menarik perhatian masyarakat pada masa itu adalah Sazae-san (Gambar 2.54.) yang dibuat oleh Machiko Hasegawa. Komik ini muncul pertama kali pada tahun 1946. Setahun kemudian, komik ini dibuat lagunya, film, animasi, dan lebih dari 20 juta buku komiknya. Ini merupakan kesuksesan komikus wanita pada masa itu, yang saat itu komik lebih didominasi komikus pria.

44

Komik untuk anak-anak juga muncul di dalam majalah anak-anak bernama Shônen Club, dengan warnanya yang khusus sebagai suplemen koran. Selain itu komik fiksi ilmu pengetahuan juga mulai digemari, seperti yang dibuat oleh Fukujirô Fukui dan Ichio Matsushita. Selain kebutuhan pokok makanan, anak-anak muda juga membutuhkan pertunjukan yang murah. Kemudian hasilnya adalah cerita ilustrasi di luar rumah yang bernama kami-shibai (Gambar 2.55.) yang berarti permainan kertas. Dengan menggunakan kertas yang digambar dan ditempelkan di papan, narator (orang yang bercerita) berkeliling di daerah sekitar tetangga untuk bercerita. Hingga tahun 1953, ketika siaran televisi dimulai, sekitar 10.000 orang yang menjadi narator kami-shibai dan lebih dari 5 juta orang melihat pertunjukan tersebut. Seperti juga animasi, kami-shibai berhubungan dengan komik. Bahkan beberapa cerita kami-shibai dibuat komiknya seperti Ögon Batto (kelelawar emas).

Gambar 2.54. Sazae-san Gambar 2.55. Kami-shibai Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), pp. 61-62. Adanya permasalahan dalam mahalnya harga pembuatan komik, maka dibuatlah komik yang murah, bernama “red book” komik yaitu komik yang sampulnya dicetak menggunakan tinta berwarna merah dan dicetak pada kertas yang kasar. Pada masa itu ada seorang murid yang belajar obat-obatan bernama Ozamu Tezuka telah sukses memperlihatkan pada perusahaan Tokyo akan potensi

45 komik. Pada tahun 1947, Tezuka berumur dua puluh tahun membuat komik Shintakarajima (pulau harta karun yang baru) berdasarkan cerita Shichima Sakai. Shintakarajima berjumlah 200 halaman, menggunakan layout yang kreatif, sound effects yang cerdik, dan panel yang baik, membuat Shintakarajima seperti hampir menonton televisi. Gaya gambar Tezuka ini diperoleh bukan dari komik, melainkan dari film, animasi Walt Disney dan Max Fleisher. Setelah kemunculan Tezuka tersebut, segera diterbitkan karyanya dalam majalah untuk anak laki-laki seperti Shônen Magazine dan Shônen. Salah satunya yang dimuat adalah Jungle Taitei (Jungle Emperor) (Gambar 2.56.) dan Atomu Taishi (Gambar 2.57.) yang nantinya berubah menjadi Tetsuwan Atomu (Mighty Atom) Beberapa tahun kemudian keduanya ini dibuat film animasinya. Pembaca orang Barat mungkin lebih mengenal judul ini dengan Kimba the White Lion dan Astro Boy. Permintaan komik karangan Tezuka semakin banyak dan ini membuat Tezuka melakukan eksperimen dengan tema ceritanya antara lain, fiksi ilmu pengetahuan, cerita detektif, pekerjaan sejarah, dan cerita roman untuk para gadis. Tekniknya yang cinematic membuat karakter dan jalan ceritanya berkembang dengan bagus. Hampir semua komikus Jepang sekarang tidak dapat terlepas dari pengaruh Tezuka.

Gambar 2.56. Jungle Taitei (Jungle Emperor) Gambar 2.57. Atomu Taishi Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 64 dan p. 65.

46

Manga Shônen, majalah bulanan Tokyo yang memuat Jungle Taitei juga memegang peranan penting dalam mempopulerkan komik. Majalah ini berakhir di tahun 1955, namun majalah ini merupakan majalah Jepang pertama untuk anak- anak yang bergerak di bidang komik. Di lain pihak, kesuksesan Tezuka membuat komik dihargai sebagai media kreatif yang dapat diterima oleh siapa saja, tidak seperti novel dan film. Banyak setelah itu muncul komikus yang nantinya terkenal, seperti Fujio-Fujiko, , Reiji Matsumoto, Hideko Mizuno, Shôtaro Ishimori, Sakyô Komatsu, Tadanori Yokoo, dan sebagainya, yang telah menjadi profesional pada usianya yang ke 17 atau 18 tahun. Setelah itu muncullah kashibon’ya yaitu peminjaman buku komik yang profesional. Banyak buku komik diciptakan secara ekslusif untuk perpustakaan ini dengan menggunakan bentuk buku dan majalah bulanan, salah satu contohnya adalah Kage (bayangan) (Gambar 2.58.) dan Machi (kota).

Gambar 2.58. Kage Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 67. Komikus seperti Takao Saitô, Masaaki Satô dan Yoshihiro Tatsumi menjadi mulai serius mencari gaya gambar baru dan meninggalkan gaya gambar Disney. Bahkan tidak lama kemudian, komik ciptaan ketiga orang tersebut diberi nama (drama pictures). Pada akhir tahun 1950-an, perekonomian Jepang mulai bertumbuh pesat dan hal ini menyebabkan anak muda yang hendak membelanjakan uang menginginkan komik lebih banyak lagi. Kemudian pada tahun 1959, salah satu penerbit besar di Jepang bernama Kôdansha mengeluarkan Shônen Magazine, majalah bulanan pertama yang semuanya berisi komik. Melihat

47 hal tersebut, banyak penerbit lainnya yang ikut menerbitkan majalah komik bulanan dengan bentuk yang sama, lima majalah ditujukan untuk pembaca anak laki-laki dan dua majalah ditujukan untuk pembaca gadis. Di lain pihak, tempat peminjaman komik tidak dibutuhkan lagi sejak orang mampu membeli komik sendiri. Hal tersebut membawa dampak pada tutupnya sebagian besar peminjaman buku. Komikus seperti Fujio-Fujiko merubah majalah yang semula terbitnya bulanan berubah menjadi mingguan. Ini membawa dampak para komikus harus bekerja lebih keras lagi untuk mengejar deadlines. Pada tahun 1966, majalah mingguan Shônen Magazine menjual 1 juta majalah. Tahun 1978 Shônen Jump dan Shônen Champion menjual 2 juta majalah, sedangkan pada tahun 1981, Shônen Jump menjual 3 juta majalah dalam satu minggu. 15 Pada pertengahan tahun 1960-an, industri komik didominasi di kota Tokyo. Kebanyakan para penerbit awalnya memuat serial komik di majalah, baru kemudian disatukan dalam bentuk buku komik. Sejalan itu pula, komikus wanita mulai hadir untuk membuat komik untuk anak perempuan karena komikus wanita lebih mengerti mengenai psikologi kaumnya sendiri. Perkembangan komik di Amerika mulai tersendat-sendat, sebaliknya di Jepang berkembang pesat. Hal tersebut seimbang dengan pengorbanan yang terjadi, yaitu jika waktu dulu komik berwarna di Jepang merupakan hal yang biasa, namun sekarang pada masa ini komik berwarna hampir tidak ada.

2.2.3.6. Komik Pahlawan Di Jepang Pada waktu lampau, komik Jepang selalu menceritakan tentang pahlawan samurai (ksatria Jepang) yang mengacu kepada jidaimono (cerita histori). Samurai selalu berpegang teguh pada bushidô yaitu bagaimana seharusnya seorang prajurit berlaku. Komik ini menceritakan tentang kesetiaan seorang samurai kepada atasannya dan pengorbanan diri. Bentuk cerita ini dikenal sebagai yamatodamashii (spirit of Japan). Komik samurai yang pertama selalu menampilkan seorang pahlawan yang berani dengan menggunakan model seorang pemuda. Salah satu komik yang terkenal adalah Hinomaru Hatanosuke

15 Ibid., p. 67.

48

(Hatanosuke of the Rising Sun) (Gambar 2.59.) yang dibuat oleh Kikuo Nakajima. Cerita ini menggambarkan seorang samurai muda yang selalu melindungi tuannya, berjuang demi keadilan dan kebaikan Jepang. Selain itu komik Akadô Suzunosuke (Suzunoke, with the Red Breastplate) (Gambar 2.60.) yang digambar oleh Tsunayoshi Takeuchi pada tahun 1954, juga merupakan salah satu komik yang dikenal pada masa itu.

Gambar 2.59. Hinomaru Hatanosuke Gambar 2.60. Akadô Suzunosuke Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 69. Hingga akhir tahun 1960-an, seperti halnya komik yang lain, komik samurai ditujukan untuk pangsa pasar anak-anak muda. Pada tahun 1959, Sampei Shirato menggambar cerita klasik tujuh belas volume Ninja Bugeichô (Gambar 2.61.). Komik ini bercerita tentang Kagemaru seorang ninja (sebutan untuk orang yang dilatih sebagai pembunuh dan mata-mata Jepang). Kesuksesan Ninja Bugeichô dan cerita ninja lainnya oleh Shirato, membuat dasar penemuan baru terhadap cerita samurai. Gôseki Kojima yang bekerja sama dengan penulis cerita , juga merupakan komikus cerita samurai. Pada tahun 1970-an, kedua orang tersebut membuat dua puluh delapan volume Kozure Ökami, yang bercerita tentang pertahanan hidup dan tentang pembalasan dendam. Hiroshi Hirata merupakan salah satu komikus yang realistik, juga membuat komik Bushidô Zankoku Shikon Monogatari. Seperti juga Shirato dan Kojima, cerita Hirata menampakkan kehidupan dalam daerah peperangan. Selain itu juga muncul komikus yang tema ceritanya bukan action. Komikus ini mengambil tema cerita dari sejarah masa lalu, psikologi manusia dan pahlawan

49 dalam komik itu tidak selalu samurai. Komikus tersebut adalah Shôtarô Ishimori dengan komiknya yang berjudul Sandarabotchi (Gambar 2.62.) dan Jôji Akiyama dengan komiknya yang berjudul Haguregumo (Gambar 2.63.).

Gambar 2.61. Ninja Bugeichô Gambar 2.62. Sandarabotchi

Gambar 2.63. Haguregumo Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 70, p. 73 dan p.74.

2.2.3.7. Ksatria Modern Setelah komik dengan cerita samurai, adanya pengaruh Amerika membawa dampak pada Jepang untuk mengembangkan cerita komik perangnya. Koremitsu Maetani, seorang yang ahli dalam perang membuat komik yang

50 menjadi populer pada tahun 1950-an dengan tema anti perang. Judul komik tersebut adalah Robotto Santôhei. Selain itu berdasarkan pengalamannya di dalam perang, Maetani membuat komik dengan jumlah halaman 350, berjudul Sôin Gyokusai Seyo! (Gambar 2.64.). Selain itu Keiji Nakazawa yang terselamatkan dari peristiwa pemboman Hiroshima, membuat komik berdasarkan pengalamannya dengan judul Hadashi no Gen.

Gambar 2.64. Sôin Gyokusai Seyo! Gambar 2.65. Komik Bertema Yakuza Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 75 dan p. 76. dengan komiknya yang berjudul Shidenkai no Taka merupakan komik yang cukup sukses pada masa itu. Cerita tradisi samurai pada masa itu bukan lagi tentang militer tetapi adalah tentang dunia bawah. Perubahannya perlahan, namun sebagian yakuza (geng kelompok Jepang) masih tetap memegang pedang (Gambar 2.65.). Yakuza tersebut percaya pada on (kewajiban), giri (tugas), ninjô (kehormatan), dan ninkyôdô (keksatriaan). Komikus mulai mengangkat tema cerita yakuza pada masa ini, salah satu contohnya adalah komikus Hiroshi Motomiya. Variasi cerita yakuza dalam komik bertema geng sekolah menjadi disukai para pembaca yang berada di sekolah- sekolah. Pada masa ini yakuza digambarkan dengan menggunakan seragam sekolah tradisonal Jepang dan dengan gaya yang khas menunjukkan bahwa geng tersebut adalah orang-orang yang yang nakal.

51

Tampak perbedaan antara pahlawan dalam komik Amerika dan Jepang. Pada komik Amerika, superhero digambarkan dengan badan yang kuat dan otot- otot yang menonjol, di Jepang pahlawan digambarkan biasa dalam penampilannya namun didukung oleh kebiasaan pahlawan itu sendiri. (Gambar 2.66.) adalah salah satu komik Jepang yang terkenal, yang ditujukan kepada pembaca dewasa. Komik ini diciptakan oleh dan pekerjanya. Golgo 13 ini sebagian terinspirasi dari James Bond, namun Golgo 13 merupakan samurai super dengan tampilan modern. Pada tahun 1969, cerita ini dimuat dalam Big Comic.

Gambar 2.66. Golgo 13 Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 78.

2.2.3.8. Komik Sports Komik bertema sport, di mulai pada tahun 1950-an. Komik bertemakan olah raga ini juga termasuk olah raga tradisonal Jepang seperti judo, karate dan kendo. Eiichi Fukui dengan komiknya yang berjudul Igaguri-kun (Gambar 2.67.) diterbitkan pada tahun 1952 dan dimuat dalam majalah Bôken’ô. Ini merupakan komik yang bercerita tentang pemuda yang ahli dalam olah raga judo. Komik Igaguri-kun ini membuat munculnya berbagai komik yang bertemakan olah raga seperti baseball, gulat profesional, boxing, dan bola voli. Saat itu, Jepang sangat sukses sekali dengan komik yang bertemakan olah raga. Anak laki-laki Jepang

52 tidak lagi bermimpi menjadi prajurit ataupun pejuang, namun bermimpi menjadi bintang olah raga. Kata-kata yang menjadi terkenal dalam komik olah raga pada masa itu adalah shûnen (ketabahan), otoko-rashisa (kegagahan), gambaru (bertahanlah), dan konjô (keberanian). Kebiasaan tingkah laku meneriakkan kata-kata tersebutlah yang menjadi dorongan dalam komik olah raga Jepang sehingga komik tersebut dapat dinikmati banyak orang. Kelebihan dalam membaca komik olah raga Jepang adalah pembaca akan dapat merasakan pertarungan yang terjadi dalam komik tersebut. Tema komik olah raga yang paling populer pada masa itu adalah baseball. Komik baseball yang sukses pada tahun 1966 adalah Kyojin no Hoshi (Gambar 2.68.). Cerita komik ini ditulis oleh dan digambar oleh .

Gambar 2.67. Igaguri-kun Gambar 2.68. Kyojin No Hoshi Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 80 dan p. 82. Tema komik olah raga yang ikut diminati pada masa itu selain baseball adalah gulat profesional, kick boxing, motocross, lomba balap mobil, bola voli, judo, dan rugby. Hampir semua cerita dengan tema olah raga ini mengunakan permainan yang khas dalam ceritanya seperti perubahan bentuk usaha manusia, ujian semangat manusia, dan cerita tersebut dihubungkan dengan perkembangan

53 kepribadian manusia. Tujuan penggunaan permainan khas tersebut adalah untuk meningkatkan ketertarikan alur cerita dan keingin tahuan utama pembaca. Salah satu cerita komik olah raga yang termasuk populer adalah Ashita no Jô (Gambar 2.69.) yang dibuat oleh Tetsuya Chiba dan Asao Takamori. Tema cerita ini adalah tentang boxing (tinju). Selama lima tahun komik ini muncul dalam Shônen Magazine dan selama itu pula tetap memikat pembacanya. Setelah selesai membuat komik ini, Chiba membuat komik lainnya dengan tema sumo, kendo dan golf (Gambar 2.70.). Tidak lama kemudian, tema olah raga football Amerika menjadi digemari dalam komik Jepang. Noboru Kawasaki adalah salah satu komikus yang menggunakan tema football dalam komiknya yang berjudul Football Taka.

Gambar 2.69. Ashita No Jô Gambar 2.70. Komik Bertema Sumo Dan Kendo Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 85 dan p. 86.

2.2.3.9. Komik Perempuan Di Jepang Di lain pihak selain komik untuk laki-laki (shônen manga), komik untuk perempuan (shôjo manga), turut berkembang. Berbeda dengan komik pria, tokoh komik dalam komik untuk perempuan lebih sering digambarkan dengan mata yang besar, memiliki bulu mata yang lentik, bentuk tubuh yang ramping, dan feminin (Gambar 2.71.). Pada masa komik untuk perempuan mulai digemari, muncul berbagai majalah yang memuat komik perempuan seperti majalah bulanan

54 bernama Hitomi yang berarti biji mata. Kebanyakan komikus Jepang menggambarkan mata tokoh komiknya besar dikarenakan mata merupakan jendela dari jiwa dan merupakan salah satu tempat pertama emosi seseorang secara fisik dapat terlihat. Anak-anak di Jepang sepertinya terlihat tertarik dengan penggambaran mata yang besar pada tokoh komik dan bila mata tersebut digambarkan kecil, maka anak-anak itu akan tidak senang. Selain mata, tokoh komik Jepang digambarkan tinggi dengan kaki yang panjang-panjang seperti model Perancis dan New York. Kebanyakan cerita komik perempuan mengambil latar belakang negara Amerika dan Eropa, hal ini terjadi dikarenakan pengaruh dari Barat.

Gambar 2.71. Komik Untuk Perempuan Gambar 2.72. Tokoh Berambut Pirang Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 91 dan p. 93. Pada masa ini, karena adanya pengaruh Barat, muncullah tokoh komik digambar dengan rambut pirang (Gambar 2.72.). Komik pertama untuk anak perempuan di Jepang bukan digambar oleh komikus wanita, namun komikus pria dan dimuat di dalam majalah perempuan bernama Shôjo Club. Komikus tersebut antara lain adalah Suihô Tagawa dan Shôsuke Kuragane. Kuragane pada tahun 1949 membuat komik berjudul Ammitsu-hime (Gambar 2.73.), yang dimuat dalam majalah bulanan Shôjo. Salah satu cerita komik yang panjang, yang mendominasi manga shôjo dipopulerkan oleh . Osamu pada tahun 1953 menggambar Ribon no Kishi (ksatria putri) (Gambar 2.74.) yang dimuat dalam majalah Shôjo Club.

55

Dengan tekniknya yang cinematic dan keahliannya dalam bercerita, komik Osamu ini tidak kalah dengan dengan manga shônen-nya. Komik ini menggunakan cerita percintaan, latar belakang luar negeri, mata pahlawannya menggunakan mata yang besar, dan tokohnya mempunyai kepribadian yang ganda. Karya Osamu ini merupakan awal dari komik perempuan modern yang membawa pengaruh pada perkembangan komik perempuan hingga sekarang.

Gambar 2.73. Ammitsu-hime Gambar 2.74. Ribon No Kishi Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 95 dan p. 96. Selain itu banyak komikus pria yang ikut menggambar komik dengan gaya gambar feminin yang sama milik Osamu. Komikus tersebut antara lain adalah Tetsuya Chiba, Reiji Matsumoto dan Shôtarô Ishimori.Pada masa Perang Dunia II, hanya ada sedikit komikus wanita seperti Mitsu Arai dan Machiko Hasegawa. Komikus wanita pada masa tersebut kurang sukses dan setelah perang selesai, wanita diberikan hak yang sama. Machiko Hasegawa membuat komik Sazae-san sebagai komik yang disukai banyak orang, hal ini membuktikan bahwa wanita dapat memasuki industri komik. Pada masa tahun 1950-an, setelah kesuksesan komik untuk perempuan yang dibuat oleh komikus pria, beberapa komikus wanita seperti Hideko Mizuno, , dan ikut mengisi dalam majalah komik untuk perempuan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, majalah terbitan Kôdansha yang bernama Shôjo Friend dan majalah

56 terbitan Shûeisha yang bernama Margaret muncul sebagai majalah mingguan. Pada masa itu, komik muncul dengan ilustrasi bernuansa novel roman. Adanya persamaan hak dalam menggambar komik pada komikus wanita, mendorong komikus wanita mulai berkarya. Komikus wanita pada masa itu berpikiran bahwa yang mengerti komik yang bercerita tentang perempuan adalah komikus wanita sendiri. Adanya motivasi tersebut membuat munculnya komikus wanita seperti Riyoko Ikeda, , Yumiko Oshima, dan . Pada perkembangannya, banyak bermunculan komikus wanita yang mulai mengambil alih bisnis komik yang ditujukan untuk pembaca perempuan di Jepang. Tidak seperti komik untuk laki-laki, komik untuk perempuan sering digambarkan pasif dan dramatis. Tokoh perempuan di dalam komik diceritakan hidup untuk cinta. Kebanyakan komik untuk perempuan pada masa itu mempunyai pola cerita yang sama, seperti dimulai dengan perempuan yang kadang digambarkan sebagai gadis tomboi dan pada jalan cerita selanjutnya, tokoh tersebut kehilangan sesuatu yang berarti seperti pacarnya, kehilangan orang tuanya, kehilangan pria dalam pernikahannya, ataupun cerita perpisahan yang sangat tragis. Salah satu contoh jalan cerita yang mengikuti pola tersebut adalah Machiko Satonaka yang membuat komik berjudul Watashi no Joni (Gambar 2.75.). Komik ini bercerita tentang percintaan antara gadis berkulit putih dan pria berkulit hitam yang berada di Amerika. Cerita ini diakhiri dengan kematian tokoh gadis, yang ditembak sendiri oleh ayahnya.

Gambar 2.75. Watashi No Joni Gambar 2.76. Attack No. 1 Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 98.

57

Akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, komikus wanita mulai memperluas jalan cerita komiknya. Cerita tentang bola voli dengan judul Attack No. 1 (Gambar 2.76.) muncul pada tahun 1968 dan digambar oleh Chikako Urano. Munculnya komik Attack No. 1, dengan jalan cerita yang berbeda membuat peluang munculnya cerita komik lain seperti balet, bola tenis dan komik tentang olah raga untuk perempuan. Selain itu muncul pula komik yang digambar oleh salah satu perintis komikus wanita bernama Hideko Mizuno, pada tahun 1969 yang berjudul Fire!. Komik ini bercerita tentang penyanyi rock and roll. Banyak komikus wanita yang menggambar komik, seperti komik Ashita Kagayaku (hari esok akan bersinar) yang digambar oleh Machiko Satonaka, Berusaiyu no (The Rose of Versailles) yang digambar oleh Riyoko Ikeda, dan Tsuru-hime Jâ! yang digambar oleh Yoshiko Tsuchida.

Gambar 2.77. Jûchigatsu No Gimunajiumu Gambar 2.78. Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 102 dan p. 103. Pada tahun 1970-an, komikus wanita mulai membuat tokoh pahlawan yang menceritakan tokoh pria. Tahun 1971, komikus Moto Hagio membuat komik Jûchigatsu no Gimunajiumu (Gambar 2.77.) dan Keiko Takemiya membuat komik Kaze to Ki no Uta (Gambar 2.78.). Tokoh utama dalam kedua komik tersebut adalah laki-laki. Perkembangan lanjutnya, pada tahun 1976 muncul berbagai komik yang menceritakan tentang percintaan laki-laki. Untuk meraih pangsa pasar yang luas, pada tahun 1980 dan 1981 muncul majalah bulanan untuk wanita dewasa Be in Love yang diterbitkan Kôdansha dan Big Comic for Lady yang diterbitkan Shôgakkan. Adanya perkembangan komik untuk perempuan

58 yang digambarkan dengan mata besar, membawa dampak pada perkembangan komik untuk laki-laki. Mata tokoh dalam komik untuk laki-laki mulai berkembang perlahan-lahan menjadi makin besar.

2.2.3.10. Macam Tema Cerita Dalam Manga Adanya ajaran untuk bekerja keras dan berusaha pada anak-anak Jepang mempengaruhi perkembangan tema cerita dalam komik Jepang. Komik berjudul Kugishi Sabuyan (Sabu the Pin Artist) (Gambar 2.79.) yang ceritanya ditulis oleh Jirô Gyû dan digambar oleh Jô Biggu, merupakan salah satu contoh komik yang bercerita tentang anak muda yang bekerja sebagai pemain pachinko (dalam Amerika disebut permainan pinball). Setelah kesuksesan Kugishi Sabuyan, Gyû dan Biggu membuat komik berjudul Hôchônin Ajihei (Ajihei The Cook) (Gambar 2.80.). Komik ini bercerita tentang seorang anak muda yang ingin membuat masakan yang tidak mahal namun enak. Komik Hôchônin Ajihei berlangsung sampai volume 23 dan mengalami kesuksesan yang sama dengan Kugishi Sabuyan.

Gambar 2.79. Kugishi Sabuyan Gambar 2.80. Hôchônin Ajihei Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 106 dan p. 107. Adanya kesuksesan tersebut membuat komikus lain untuk membuat komik dengan tema yang baru. Keiji Nakazawa membuat komik berjudul Shigoto no Uta (syair pujian untuk bekerja). Komik ini berisi tentang seseorang harus bekerja keras dan mengerjakan tugasnya dengan baik. Selain itu komik berjudul Ohayô (selamat pagi) (Gambar 2.81.) merupakan komik yang bercerita tentang seorang anak yang bekerja keras demi mengumpulkan uang untuk mengobati ibu

59 dan adiknya. Komik dengan tema cerita tersebut menggunakan efek teater dan efek suara untuk mendukung jalan ceritanya. Salah satu tema komik Jepang adalah tentang kompetisi atau pertandingan. Tateshi no Kensaku (Kensaku the Builder) (Gambar 2.82.) yang ceritanya ditulis oleh Jirô Gyû dan digambar oleh Fujio Akatsuka, merupakan komik dengan cerita tentang pemuda yang bekerja sebagai tukang kayu berkompetisi dengan tukang kayu lainnya. Selain itu, Tekka no Makihei (Makihei the Shusi-maker) (Gambar 2.83.) yang ceritanya ditulis oleh Yûichirô Öbayashi dan digambar oleh Yasuyuki Tagawa juga merupakan komik yang bercerita tentang kompetisi antara pembuat sushi (nama makanan Jepang). Komik dengan cerita tentang kompetisi memotong kubis juga diulas dalam komik yang berjudul Hôchônin Ajihei.

Gambar 2.81. Ohayô Gambar 2.82. Tateshi No Kensaku

Gambar 2.83. Tekka No Makihei Gambar 2.84. Pimboke Shatta Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 108 dan p. 110.

60

Selain kompetisi, cerita tentang keprofesionalan juga dibuat. Salah satu contoh adalah komik buatan Jô Biggu yang berjudul Pimboke Shatta (Out-of- Focus Shutter) (Gambar 2.84.). Komik ini bercerita tentang pemuda yang menjadi fotografer profesional di Jepang. Komik lainnya yang mengambil tema keprofesionalan adalah Yasuuri Saizensen (On the Front Lines of the Discount War) dan Manga Michi (The Way of Comic). Manga Michi ini dibuat oleh Fujio Fujiko dengan cerita tentang pemuda yang menjadi komikus profesional. Tema tentang seorang pekerja yang dibayar turut menyemarakkan komik Jepang. Biasanya komik dengan tema tersebut menggunakan gaya gambar yang minimalis dan diparodikan. Komik Fuji Santarô (Gambar 2.85.) yang dibuat oleh Sampei Satô dan Hana mo Mimo Aru Tsutomenin adalah salah satu komik yang mengambil tema tersebut. Tsuribaka Nisshi (Diary of a Fishing Foll) (Gambar 2.86.) yang ceritanya ditulis oleh Jûzô Yamasaki dan digambar oleh Ken’ichi Kitami, merupakan salah satu komik tradisional yang bercerita tentang pekerja bayaran namun menggunakan jalan cerita yang kuat dan gaya gambar yang detail. Tema cerita tentang pekerja bayaran dalam komik Jepang ini menggambarkan bagaimana pekerja Jepang melihat dirinya sendiri. Judul lainnya yang bercerita tentang pekerja Jepang adalah Sarariman Senka yang dibuat oleh Sadao Shôji dan Hirari-man yang dibuat oleh Hiroshi Kurogane.

Gambar 2.85. Fuji Santarô Gambar 2.86. Tsuribaka Nisshi Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 111 dan p. 114.

61

Salah satu hal yang cukup digemari di Jepang adalah perjudian, baik itu legal maupun ilegal. Perjudian tersebut mencakup balap kuda, pachinko, mah jongg, dan sebagainya, yang kemudian mempengaruhi tema komik di Jepang. Pachinkâ Nimbetsucho (Gambar 2.87.) yang ceritanya ditulis oleh Jirô Gyû dan digambar oleh Ryô Sakonji, merupakan komik yang bercerita tentang permainan pachinko. Jinsei Keiba yang dibuat oleh Kei Tsukasa adalah komik mengenai balap kuda. Sekitar tahun 1975, muncullah komik berjudul Mâjan Hôrôki (Gambar 2.88.) yang ceritanya dibuat oleh Tetsuya Asada dan digambar oleh Eimei Kitano. Komik ini bercerita tentang permainan mah jongg. Selain itu, Kitano juga membuat komik yang berjudul Gyambura no Uta (Song of a Gambler) dan Pai Majitsushi (The Mah Jongg Tile ). Dalam komik yang bertema mah jongg ini, peranan efek suara sangat penting sekali seperti kata ron dan tsumo.

Gambar 2.87. Pachinkâ Nimbetsucho Gambar 2.88. Mâjan Hôrôki Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 116 dan p. 118. Tema cerita manga yang turut berkembang dalam Jepang adalah tentang humor, erotis atau seks, dan kekerasan. Komik tersebut biasanya ditujukan untuk pembaca dewasa. Pada tahun 1970-an, Kazuyoshi Torii membuat komik humor berjudul Toiretto Hakase (profesor toilet) (Gambar 2.89.), yang dimuat dalam Shônen Jump. Komik buatan Mitsutoshi Furuya, yang berjudul Dame Oyaji (ayah yang tidak baik) (Gambar 2.90.) juga merupakan salah satu komik yang mengambil tema humor. Harenchi Gakuen (sekolah yang memalukan) (Gambar 2.91.) terbit pada tahun 1968 dan dibuat oleh Gô Nagai. Harenchi Gakuen merupakan komik humor dengan gaya yang berbeda yaitu komik humor yang

62 menampilkan hal yang erotis. Pada tahun 1974, muncul pula komik humor yang dibuat oleh Tatsuhiko Yamagami dengan judul Gaki Deka (polisi anak-anak) (Gambar 2.92.). Gaki Deka ini digemari oleh pembaca dewasa dan anak-anak, bahkan majalah Shônen Champion yang memuat komik tersebut terjual dalam jumlah jutaan.

Gambar 2.89. Toiretto Hakase Gambar 2.90. Dame Oyaji

Gambar 2.91. Harenchi Gakuen Gambar 2.92. Gaki Deka

Gambar 2.93. Ashura Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 122, p.123 dan p. 125. Sebelumnya, manga yang memuat kekerasan tidak menggambarkan darah. Namun sejak tahun 1960-an, komik kekerasan mulai menggunakan gambar

63 darah di dalamnya. Ninja Bugeichô yang digambar oleh Sampei Shirato merupakan salah satu komik yang menggambarkan adegan kekerasan. Pada tahun 1970, komik yang juga menggunakan tema kekerasan berjudul Ashura (Gambar 2.93.) terbit. Komik ini digambar oleh Jôji Akiyama dan dimuat dalam Shônen Magazine. Selain kekerasan, baik itu komik untuk laki-laki dan untuk perempuan di Jepang memuat hal tentang berciuman, telanjang, percintaan di atas tempat tidur, homoseksual, dan saling melukai. Komik dengan muatan erotis dapat ditemukan dalam setiap komik Jepang. Komik erotis biasanya menampakkan ekspresi dari fantasi seks laki-laki Jepang. Efek suara merupakan bagian yang penting dalam komik erotis dan untuk memperhalus tampilan, komik erotis menggunakan simbol yang mudah dimengerti pembaca dalam penggambarannya (Gambar 2.94.). Yaruki Man-Man (Gambar 2.95.) yang ceritanya dibuat oleh Jirô Gyû dan digambar oleh Masamichi Yokoyama merupakan salah satu komik erotis yang terkenal. Komik berjudul Dirty karangan Matsumoto dan Crazed Feast of Fallen Angels merupakan komik yang bermuatan erotis juga.

Gambar 2.94. Penggunaan Simbol Gambar 2.95. Yaruki Man-Man

Gambar 2.96. Komik Bertema Homoseksual Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 129, p. 136 dan p. 137.

64

Kebanyakan pembaca komik erotis adalah laki-laki, namun banyak juga perempuan Jepang yang diam-diam membaca komik tersebut. Keunikan dari komik erotis ini adalah ilustrasi yang ditoleransi dengan fantasi masyarakat Jepang. Selain itu muncul pula cerita komik dengan tema homoseksual (Gambar 2.96.) yang cukup digemari dalam masyarakat Jepang.

2.2.3.11. Kritikan Dalam Manga Adanya kritikan terhadap komik yang dapat merusak masyarakat di Amerika dan dibentuknya Comics Code Authority membawa dampak pada perkembangan komik di Jepang. Pada pertengahan tahun 1950-an ada slogan yang berisi uranai, kawanai, yomanai yang berarti jangan menjual, membeli dan membaca komik. Slogan ini ditujukan terutama pada majalah yang memuat hal- hal yang erotis, bahkan komik ikut dibakar di kota Okayama. Namun hal tersebut tidak membawa dampak yang besar bagi penerbit dan pembaca. Akhirnya para orang tua menyerah karena kurangnya reaksi dari masyarakat. Pada tahun 1963, dibuatlah komik yang lebih teliti dan berkemanusiaan. Kemudian pada tahun 1979, Mitsuo Matsuzawa mengeluarkan buku yang berjudul Nihonjin no Atama o Dame ni Shita Manga-Gekiga (The Comics That Have Ruined Japanese Minds), yang artinya adalah komik yang telah menghancurkan pikiran orang Jepang. Komik di Jepang mulai disensor dan mulai diadakan pengawasan yang lebih jauh. Pada awal tahun 1962, Buraku Liberation Leaguage di Jepang memprotes Chidaruma Kempô yang dibuat oleh Hiroshi Hirata, sebab komik tersebut menampilkan adegan-adegan kekerasan yang berlebihan. Akhirnya komik tersebut dikumpulkan dan dibakar. Di lain pihak, komik untuk laki-laki, perempuan dan anak-anak mulai mencari tingkatan cerita tentang kekerasan dan seks yang dapat ditoleransi oleh pembaca dan masyarakat. Tingkatan ini dicapai berdasarkan percobaan, kesalahan dan dipengaruhi oleh selera masyarakat. Proses tersebut menjadi lebih mudah karena adanya hubungan dalam masyarakat Jepang yang homogen. Bentuk perlawanan tersebut dilakukan dengan memberikan tekanan berdasarkan persetujuan masyarakat umum. Perjuangan penerbit dan komikus Jepang dalam menghadapi sensor sangatlah lama, namun kebebasan perarturan dalam membuat komik dapat dirasakan hingga sekarang.

65

2.2.3.12. Perkembangan Manga Jepang menyadari bahwa komik dan kartun lebih efektif serta terkadang lebih sopan dalam memberikan informasi. Komik dan kartun digunakan di mana saja, baik itu di dalam rambu-rambu jalan, peta belanja, instruksi manual, dan bahkan dalam buku telepon. Pada musim semi tahun 1980, manga mendapat pengakuan resmi ketika pemerintah Jepang menyeponsori Osamu Tezuka dan Yoshiya Soeda berkeliling di Amerika untuk memperkenalkan budaya komik Jepang. Bahkan pada masa kini, sekolah desain dan beberapa universitas menambahkan pelajaran komik dalam kurikulumnya. Adanya kebosanan pembaca dan turunnya kualitas komikus muda Jepang yang tidak pernah diberi waktu untuk mengembangkan gaya gambarnya sendiri, membuat penurunan sebanyak 0,4 persen penjualan komik pada tahun 1981. Selain itu kritikan terhadap komik anak-anak terjadi dan akhirnya muncullah benkyô manga (Gambar 2.97.) yaitu komik yang berisi tentang belajar.

Gambar 2.97. Benkyo Gambar 2.98. Astro Boy Gambar 2.99. Astro Boy Manga Terbitan Amerika Digambar Oleh Komikus Lokal Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 153, p. 154 dan p.155. Selanjutnya perkembangan manga terus meluas hingga ke luar negeri, bahkan sampai diterjemahkan. Salah satu contohnya adalah Astro Boy yang diterbitkan pada tahun 1965 di Amerika oleh penerbit Gold Key (Gambar 2.98.). Bahkan karena terkenal, Astro Boy beredar di Argentina, Peru, Venezuela dan digambar oleh komikus lokal negara tersebut (Gambar 2.99.). Selain itu,

66 ketenaran Astro Boy didukung oleh film animasinya. Kesuksesan komik Jepang membuat komikus Jepang mencoba untuk bekerja di luar negaranya. Baron Yoshimoto yang menggambar Conan di dalam majalah Marvel pada tahun 1981 merupakan salah satu contoh komikus Jepang yang bekerja di Amerika. Ketertarikan terhadap manga berkembang pesat di Amerika, Osamu Tezuka dan Monkey Punch milik Kazuhiko Katô memenangkan penghargaan Ink Pot pada tahun 1980 dan 1981. Setelah adanya Astro Boy atau yang dalam bahasa Jepangnya bernama Tetsuwan Atomu dianimasikan, banyak komik yang dibuat animasinya seperti Kimba, the White Lion, Gigantor, The Starvengers, dan masih banyak lagi lainnya. Selain film animasi, tokoh dalam komik juga dibuat mainannya. Adanya keberhasilan manga Jepang ini mempengaruhi sebagian besar komikus di Amerika seperti Wendy Pini yang membuat cerita Elf Quest meminta Osamu sebagai penunjuk jalan. Lebih jauh lagi, budaya komik Jepang turut mempengaruhi Eropa seperti Candy Candy (Gambar 2.100.) yang dibuat oleh Yumiko Igarashi dan Kyôko Mizuki, menjadi sukses di Itali.

Gambar 2.100. Candy Candy Terjemahan Bahasa Itali Sumber: Frederik L. Schodt, Manga! Manga! The World Of Japanese Comics (New York: Kodansha International/USA Ltd., 1983), p. 157. Kesuksesan komik Jepang tidak hanya meliputi Eropa dan Amerika, di Asia komik Jepang turut sukses. Negara seperti Hongkong, Taiwan dan Korea Utara membuat komik Jepang mudah untuk diterima, apalagi cara baca negara tersebut sama dengan cara baca Jepang yaitu dari kanan ke kiri dan dari atas ke bawah. Berkembangnya waktu membuat Jepang memunculkan komik-komik

67 yang cukup sukses di dalam dunia seperti Sailormoon, Doraemon, Pokemon, Crayon Shin-chan dan sebagainya.

2.2.4. Komik Di Indonesia 2.2.4.1. Prasejarah Komik Indonesia Sejak dahulu kala di Indonesia sudah ada asal mula komik Indonesia yaitu relief di dinding candi dan wayang. Sebagai contohnya adalah candi Borobudur, di dalam candi tersebut mengandung sebelas seri bas-relief yang mencakup sekitar 1460 adegan. Adegan-adegan dalam relief tersebut digunakan untuk membimbing para peziarah melakukan perenungan. Secara tidak langsung adegan-adegan dalam relief tersebut bercerita pada setiap orang yang melihatnya. Selain candi Borobudur, candi Prambanan juga terdapat relief yang menceritakan tentang Ramayana. Di Surakarta bagian selatan, tepatnya di dekat Pacitan ada sebuah desa yang bernama Gedompol. Di desa tersebut masih tersimpan beberapa gulungan wayang beber yang menceritakan tentang legenda Djaka Kembang Kuning (Gambar 2.101.). Gambar-gambar tersebut merupakan kisah yang dinarasikan oleh dalang. Gulungan kain tersebut berjumlah enam dan masing-masing berisi empat gambar. Pada waktu pertunjukan wayang beber, dalang duduk menghadap penonton dan membuka gulungan satu per satu sesuai jalan cerita. Musik gamelan mengiringi penceritaan dalang. Di sini gambar hanya melukiskan adegan tertentu sedangkan dalang yang menghubungkannya menjadi sebuah cerita.

Gambar 2.101. Legenda Djaka Kembang Kuning Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 17.

68

Berbeda dengan wayang beber, dalam wayang kulit, rangkaian adegan dan dukungan dari animasi memberi tempat istimewa kepada gambar. Dalang membuat berbagai citra dengan bantuan boneka pipih yang dibuat dari kulit yang diukir dan layar putih segi empat. Citra yang dibentuk dan yang terlihat adalah bayangan yang dilihat oleh penonton di balik layar. Dalang harus menyediakan banyak tokoh yang mendukung jalan ceritanya dan dalang pula yang harus mengimprovisasi, menggerakkan dan memindahkan tokoh tersebut sesuai dengan jalan cerita. Wayang beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana gambar dapat dianggap sebagai asal mula komik di Indonesia. Adanya fakta-fakta gambar yang terdapat dalam relief candi-candi di Indonesia, wayang beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana gambar menunjukkan bahwa sebenarnya sejak dahulu asal mula komik Indonesia sudah ada. Dapat diamati bahwa ketika komikus Indonesia sudah mampu membuat komik untuk menghadapi produksi Amerika yang mendominasi, komikus tersebut kembali ke wayang bukan hanya sekedar untuk menggali tema namun terutama untuk menggali teknik dramatisasi dan pencitraan.

2.2.4.2. Pengaruh Barat Dan Cina (1931-1954) Di Hindia Belanda, komik muncul dalam media massa sebelum Perang Dunia II. Harian berbahasa Belanda, De Java Bode (1938) memuat komik karya Clinge Doorenbos yang berjudul Flippie Flink dan De Orient adalah mingguan yang pertama kali memuat Flash Gordon. Selain itu media massa berbahasa Belanda dan beberapa surat kabar berbahasa Melayu ikut memuat komik Barat. Sin Po, sebuah media komunikasi Cina peranakan yang berbahasa Melayu. Di koran tersebut dimuat komik humor dan pada tahun 1930, surat kabar tersebut setiap mingguannya memuat comic strip yang menceritakan berbagai petualangan tokoh jenaka karangan Kho Wang Gie. Awal tahun 1931 merupakan munculnya tokoh gendut bernama Put On (Gambar 2.102.) yang digambar oleh Kho Wang Gie. Tokoh tersebut muncul setiap hari jumat atau sabtu dan menjadi begitu populer pada saat itu. Kemudian pada tahun 1960, Sin Po dilarang terbit dan Put On dilanjutkan dalam Warta Bhakti. Tokoh tersebut sekali lagi dapat

69 menghibur masyarakat Jakarta. Kho Wang Gie juga mengisi satu halaman penuh di Pantja Warna, majalah bulanan dalam kelompok Sin Po.

Gambar 2.102. Put On Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 20. Melalui kelompok media “melayu Tiong Hoa”, Keng Po mencoba mengorbitkan Si Tolol dalam mingguan Star Magazine (1939-1942). Setelah perang, majalah tersebut juga memunculkan tokoh Oh Koen, namun tokoh tersebut masih tidak dapat mengalahkan kepopuleran Pu On. Di Solo, mingguan Ratu Timur juga memuat komik Mentjari Puteri Hidjau yang digambar Nasrun A.S. Pada masa pendudukan Jepang, pers dimanfaatkan untuk propaganda Asia Timur Raya, misalnya Sinar Matahari di Yogyakarta selain memuat Pak Leloer (1942) juga memuat legenda Roro Mendoet. Legenda tersebut digambar oleh B. Margono dan tidak ada hubungannya dengan kekaisaran matahari terbit. Setelah proklamasi kemerdekaan, kesulitan kertas mengancam media massa dan hal tersebut tidak menguntungkan penerbitan komik. Awal tahun 1950-an, Abdulsalam yang dianggap sebagai salah seorang pelopor komik Indonesia, terus memasukkan komiknya setiap minggu ke dalam harian Kedaulatan Rakjat yang terbit di Yogyakarta. Komik tersebut menceritakan kepahlawan orang-orang yang telah membebaskan kota Yogyakarta dari Belanda (Kisah Pendudukan Jogja) dan pemberontakan Pangeran Diponegoro yang berhasil melawan kolonialisme. Kemudian harian Pikiran Rakjat di Bandung menerbitkan kembali seri tersebut dan menjadi satu-satunya media yang memuat cerita kepahlawanan. Segala cara dan upaya tidak berhasil mengalahkan serbuan komik Amerika di Indonesia. Distribusi besar seperti King Feature Syndicate melihat

70 peluang tersebut dan menghadirkan Tarzan di Keng Po sejak 1947. Sejak 1952, banyak komik Amerika yang terkenal mulai masuk seperti Rip Kirby karya Alex Raymond, Phantom karya Wilson Mc Coy, Johny Hazard karya Frank Robbins, dan lain-lain. Komik tersebut dimuat dalam bentuk yang sama dengan aslinya, hanya saja pada bagian bawah panel-nya diberi terjemahan dalam bahasa Indonesia. Comic strip yang muncul di harian atau suplemen koran diterbitkan kembali dalam bentuk album dan itulah yang disebut buku komik pertama. Buku komik tersebut banyak diterbitkan oleh Gapura dan Keng Po di Jakarta, serta Perfectas di Malang. Untuk mengimbangi dan memuaskan selera pembaca yang sebagian besar keturunan Cina maka mingguan kelompok Keng Po yang bernama Star Weekly menyajikan Sie Djin Koei (Gambar 2.103.) yaitu pendekar yang hidup pada masa kaisar Toay Cung dari dinasti Tang. Komik tersebut disisipkan di antara produksi komik dari Barat dan komik tersebut berhasil merebut hati pembaca. Selain mutu gambar Siauw Tik Kwie yang tinggi, tokoh tersebut berhasil mengalahkan kepopuleran Flash Gordon dan superhero lainnya. Itu merupakan bukti bahwa komik Barat ada kelemahannya. Sie Djin Koei tersebut mempelopori komik silat yang populer sekitar tahun 1968.

Gambar 2.103. Sie Djin Koei Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 23. Pada tahun 1954, komikus Indonesia mulai berkarya melihat kepopuleran komik Amerika. Sejak itu, komik dikenal luas dan menjadi produksi utama di Indonesia. Perkembangan comic strip di media massa dapat dikatakan berhenti pada masa tersebut. Komikus tersebut ada yang mencontoh komik terbitan King Feature Syndicate. Mulailah muncul tokoh-tokoh imitasi superhero

71

Amerika misalnya Sri Asih yang diterbitkan oleh penerbit Melodi di Bandung sejak tahun 1954. Komik tersebut menceritakan perempuan super yang mirip Superman dan dianggap sebagai komik pertama di Indonesia. Walaupun Sri Asih bukan komik pertama yang lahir di Indonesia, namun dijadikan tonggak bagi awal pertumbuhan komik Indonesia dan komikusnya yang bernama Kosasih dianggap sebagai “bapak” komik Indonesia. Selain Kosasih ada juga komikus yang bernama Johnlo yang membuat Puteri Bintang dan Garuda Putih (Gambar 2.104.). Kemudian muncul komik dengan kisah kepahlawanan seperti Kapten Komet (Gambar 2.105.) yang serupa dengan Flash Gordon dan ceritanya terjadi di luar planet kita. Lain halnya dengan Kapten Komet, komik Popo (Gambar 2.106.) menceritakan permusuhan abadi antara tikus dan kucing, dengan mengambil suasana latar belakang yang dikenal anak Indonesia. Pada tokoh-tokoh Kapten Komet, Kapten Tjahjono dan Siti Gahara, ditemukan figur Flash Gordon karena memang model Amerika dapat diterima oleh semua orang. Selama Indonesia memproduksi komik, tokoh-tokoh komik Amerika ikut masuk seperti Kit Karson, Mandrake dan tokoh ciptaan Walt Disney. Budaya Barat berpengaruh luas sekali setelah masuknya banyak komik seperti Alice di Negeri Adjaib dan dongeng- dongeng Andersen. Bagi penerbit, atau bagi penanggung jawab penerbitan buku anak, ada semacam kesepakatan bahwa “kebudayaan Barat” dapat mengajarkan banyak hal melalui komiknya yang dapat dikategorikan sebagai “karya sastra”.16

Gambar 2.104. Puteri Bintang Gambar 2.105. Kapten Komet Dan Garuda Putih

16 Marcel Bonneff, op.cit., p. 27.

72

Gambar 2.106. Popo Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), pp. 24-26.

2.2.4.3. Kembali Sumber Kebudayaan Nasional (1954-1960) Banyak pendidik yang menentang komik yang berasal dari Barat dan produk imitasinya seperti Sri Asih. Pendidik mengkritik komik bukan hanya bentuknya yang tidak mendidik namun segi gagasannya juga dianggap berbahaya. Pada tahun 1954, para pendidik tersebut hendak menghentikan penerbitan komik untuk selamanya, namun beberapa penerbit seperti Melodi di Bandung dan Keng Po di Jakarta memberikan tanggapan terhadap masalah tersebut. Penerbit tersebut mengerti bahwa komik yang diterbitkan harus menggali sumber budaya nasional dan memberikan sumbangan bagi pembangunan bangsa karena itulah muncullah komik baru yang disebut sebagai “komik wayang”. Terbitan pertama kali muncul antara tahun 1954 dan 1955 yaitu Lahirnya Gatotkatja terbitan Keng Po, Raden Palasara karya Johnlo dan Mahabarata karya Kosasih terbitan Melodi. Masyarakat sangat menyambut hangat atas komik wayang tersebut, para pendidik pun puas dengan adanya majalah anak-anak berjudul Tjahaja. Pada saat itu pula majalah dijadikan alat bantu pendidikan di sekolah rakyat yang sekarang disebut sebagai sekolah dasar sehingga anak dapat memperkaya wawasan sambil

73 menghargai warisan budaya. Selain Tjahaja, terbit pula majalah Aladin yang menghadirkan tokoh-tokoh dongeng yang dikenal anak-anak seperti nelayan Pak Katung dan Bawang Merah. Keberhasilan komik wayang mengakibatkan orang menempatkan komik Amerika di tempat kedua. Pada tahun 1956, Bandung menjadi pusat produksi komik dan penerbit Melodi berhasil menduduki tempat pertama karena di dalamnya terdapat Kosasih sebagai komikus utamanya. Ada pula beberapa penerbit yang mengikuti jejak Melodi dan tersebar di Bandung (tahun 1958 ada enam penerbit), Jakarta, dan Surabaya. Awal tahun 1960, banyak komikus mendapatkan ide dari wayang purwa. Komikus yang mencontoh dalang menciptakan kisah sendiri dengan mempertahankan unsur-unsur dasar yang sifatnya konvensional, seperti tokoh-tokoh utama dari mitologi dan gambar yang dikenal. Setelah tahun 1960, minat terhadap komik wayang dalam masyarakat menurun sehingga pada tahun 1968, penerbit terakhir terpaksa menunda selama tiga bulan produksinya yang hampir seluruhnya cetak ulang. Walaupun demikian, komik wayang telah menjadi bagian dari karya budaya populer di Indonesia dan mendapatkan tempat di perpustakaan anak dan di rak-rak toko buku besar. Dalam komik wayang, dagelan mendapatkan tempat yang penting dan setelah komik wayang lahir, beberapa komikus memisahkan para punakawan untuk dibuat cerita petualangan mereka secara tersendiri. Seperti juga komik wayang, komik dagelan tersebut mendapatkan tempat yang istimewa di kalangan pembaca. Komik wayang tidak hanya dibatasi pada daerah wayang purwa saja namun juga berbagai kisah legenda atau semi-legenda dari Jawa dimanfaatkan dalam berbagai bentuk karya seni seperti wayang golek, wayang topeng, ketoprak dan sebagainya. Kisah-kisah legendaris tersebut disebut babad, yang berbeda dengan dongeng (legenda tanpa adanya kaitan sejarah). Komik klasik ini dapat leluasa menggali bahan dari sumbernya. Kisah Panji dimanfaatkan seluas-luasnya (Tjandra Kirana, Raden Pandji Kudawanengpati, Pandji Wulung), kisah Raden Widjaja, Hajam Wuruk dan Pitaloka, Berdirinya Madjapahit ikut dimanfaatkan dalam pembuatan komik. Komikus juga tidak kesulitan dalam menentukan tokoh yang hendak dipilih dalam babad (Damar Wulan, Menak Djingga). Komik klasik

74 tersebut hampir tidak ada perbedaannya dengan komik wayang sehingga orang sering rancu dalam melihatnya. Kisah mengenai wayang sudah tidak lagi dapat memuaskan pembacanya karena pembaca sudah mengenal budaya negerinya sendiri. Keadaan tersebut membuat komikus memanfaatkan legenda sebagai bahan komik seperti legenda Sunda (Lutung Kasarung, Sangkuriang), legenda Jawa bagian tengah (Nji Rara Kidul, Lara Djonggrang), dan bagian Timur (Sedjarah lahirnya Rejog, Banjuwangi). Cerita dongeng seperti Bawang Putih dan Bawang Merah, Djoko Tingkir dan masih banyak lagi tokoh dongeng Jawa yang dibuat komiknya (Gambar 2.107.). Selain Jawa, kota-kota lainnya juga ikut menyemarakkan perkomikan Indonesia seperti Madura, Bali, Sumbawa, dan Kalimantan. Namun di antara semuanya, cerita rakyat Sumatra yang banyak menyumbang dalam perkomikan Indonesia.

Gambar 2.107. Komik Dari Dongeng Jawa Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 30 dan p.31.

2.2.4.4. Periode Medan (1960-1963) Di Medan penerbit bernama Casso mencoba mengikuti pergerakan komik yang ada di Jawa dengan menerbitkan komik wayang. Berbeda dengan Jawa, komik wayang di Medan kurang mendapatkan sambutan dari pembaca sehingga penerbit meminta komikus untuk membuat komik dengan tema legenda

75

Minangkabau, Tapanuli, atau Deli kuno. Langkah tersebut diikuti oleh penerbit lainnya sehingga sekitar tahun 1962 produksi komik di Jawa menurun, namun di Medan justru mencapai puncaknya. Kemurnian periode Sumatra tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu tema-tema daerah dan bakat besar dari komikus. Legenda Minangkabau tersebut mengungkapan sistem masyarakatnya yang khas, yaitu wanita memegang peranan yang penting, misalnya komik Bunda Karung. Tokoh-tokoh komik yang dalam periode Medan tersebut sering kali mempertahankan diri dengan ilmu silat (Tambun Tulang). Komik Pendekar Sorak Merpati menceritakan pendekar pembela keadilan yang dengan ilmu bela dirinya berhasil mengembalikan ketentraman suatu daerah yang awalnya dikuasai oleh pencuri dan pembunuh. Kesusateraan Melayu kuno juga disadur untuk membuat komik, misalnya Mirah Tjaga dan Mirah Silu dan Hang Djebat Durhaka. Penerbit besar di Medan seperti Casso dan Harris terus mendorong komikus-komikus kenamaan seperti Djas, Zam Nuldyn, atau Taguan Hardjo. Taguan Hardjo dikenal memiliki keahlian sebagai ilustrator yang gambarnya cermat, dilandasi pengetahuan dokumenter dan dinamis. Taguan Hardjo pandai menggunakan sarana ekspresif dalam komik seperti variasi sudut pandang (angle), konteks, perkembangan cerita yang logis dan cerita selalu diakhiri dengan penyelesaian yang jelas. Dalam karyanya dapat dirasakan pengaruh yang besar dari para komikus Amerika. Komik-komik karya Taguan Hardjo antara lain adalah Telandjang Udjung Karang, Mati Kau Tamaksa (Gambar 2.108.) dan Kapten Yani dengan Perompak Lautan Hindia. Zam Nuldyn yang membuat Dewi Krakatau (Gambar 2.109.) dan Taguan Hardjo dapat disebut sebagai kreator karena telah menyumbangkan nilai estetis pada komik yang selama ini kurang diperhatikan dari segi tersebut. Periode Medan menjadi semacam jaman keemasan perkomikan Indonesia pada saat itu. Namun karena tidak memiliki komikus baru sebagai penerus, pada tahun 1963 sedikit sekali komik yang dihasilkan dan akhirnya terbitan Medan berakhir pada tahun 1971. Walaupun demikian, komikus Jakarta masih ingat pada kisah-kisah yang digambar oleh Taguan Hardjo dan Zam Nuldyn.

76

Gambar 2.108. Mati Kau Tamaksa

Gambar 2.109. Dewi Krakatau Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 33 dan p. 34.

2.2.4.5. Komik Dan Nasionalisme Ala Soekarno (1963-1965) Selain membuat komik legenda, Medan juga menghasilkan komik- komik yang menceritakan perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Tahun 1963, komik perjuangan (Gambar 2.110.) kembali disukai dan berkembang di Jakarta dan Surabaya pada masa di bawah pimpinan Soekarno. Saat itu Indonesia dengan semangat nasionalis melawan “neokolonialisme.” Pada masa tersebut dapat dilihat bahwa dalam komik tampak garis merah gagasan politis. Masa lalu diperlakukan sebagai jaman penjajahan sehingga muncullah komik-komik yang menceritakan perjuangan para pahlawan bangsa melawan V.O.C. seperti Trunodjojo (Pemberontakan Trunodjojo; Trunodjojo), kemudian perjuangan melawan pemerintah Hindia Belanda (Iman Zulkarnain; Pattimura) yang mengingatkan pembaca akan pengorbanan bangsa Indonesia yang penuh darah untuk membebaskan negerinya. Juga diceritakan keinginan untuk merdeka

77 pada jaman pendudukan Jepang seperti Pembebasan, Srikandi Tanah Minang dan Pedjuang Tak Kenal Mundur.

Gambar 2.110. Komik Perjuangan Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 36 dan p. 37. Revolusi fisik (1945-1949) juga dikisahkan, maka terbitlah komik untuk mengenang pengabdian para pahlawan seperti Toha Pahlawan Bandung dan Monginsidi. Visi sejarah disederhanakan dan citra yang dibuat untuk memuliakan dan mengukuhkan gagasan nasionalisme. Puteri Tjenderawasih, Pahlawan jang Kembali dan Bentjah Menggolak merupakan cerita yang mengisahkan bantuan masyarakat dalam meraih kemenangan. Pada masa tersebut muncul banyak komik pergerakan dari beberapa daerah di Indonesia antara lain Kadir dan Konfrontasi dan Hantjurlah Kubu Nekolim. Selain itu, terdapat pula cerita yang mengisahkan tentang pemberontakan yang terjadi di dalam Indonesia sendiri seperti Udin Pelor dan Melati di Sarang Pemberontak. Peranan wanita dalam pertahanan negara ikut diceritakan. Pahlawan tersebut bernama Melati, Srikandi (Srikandi Tanah Minang, Srikandi Kemerdekaan), Tuti (Tuti Pahlawan Puteri) dan sebagainya. Kepribadian bangsa, rasa cinta tanah air, kebanggaan menjadi orang Indonesia lahir dan semakin kuat, bukan saja pada saat menghadapi musuh namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Rahasia Borobudur, diceritakan Adji Saka sang pendekar pembawa peradaban, mengalahkan kerajaan lalim di seluruh Jawa. Seluruh sejarah Indonesia, kisah-kisahnya dipenuhi kisah kepahlawanan

78 dan kekuatan dewa dan tokoh-tokoh bangsa mendapatkan tempat yang penting seperti Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Nama Indonesia ada di mana-mana pada saat pemerintahan Soekarno karena peristiwa Puncak Soekarno (Puncak Carstenz di Irian Barat), di samudera, di lautan bahkan di ruang angkasa berkat roket yang dibuat institut Teknologi Bandung (Gambar 2.111.). Dalam komik lain yang terbit pada masa tersebut, bangsa Indonesia meneladani negara adikuasa sehingga berhasil meluncurkan roket berawak manusia ke ruang angkasa yang bernama Pasiluum (singkatan dari Pantjasila untuk Umat Manusia) (Gambar 2.112.). Seluruh sejarah kontemporer Indonesia tercermin dalam komik Indonesia, dengan menyajikan visi nasionalis, menggunakan kembali tema ideologis, cita-cita bangsa dan sinkritisme agama. Hal ini menunjukkan bahwa komik telah dipolitisasi dan komik merupakan salah satu karya sastra yang ampuh untuk menyebarkan gagasan. Pada tahun 1965, Harian Rakjat memuat komik yang mengisahkan “peristiwa Indramaju” yaitu peristiwa rakyat yang memporakporandakan polisi lalu menguasai tanah untuk dibagikan. Setelah itu ada komikus yang mengisahkan kasus penculikan dan pembunuhan para jendral antikomunis membuktikan bahwa komikus juga mengikuti peristiwa yang sedang bergejolak dalam Indonesia (Bandjir Darah di Kabut Pagi) (Gambar 2.113.).

Gambar 2.111. Komik Puncak Kejayaan Di Gambar 2.112. Komik Bawah Pimpinan Soekarno Peluncuran Roket Indonesia

79

Gambar 2.113. Bandjir Darah Di Kabut Pagi Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 38, p. 39 dan p. 40.

2.2.4.6. Masa Roman Remaja (1964-1966) Komik dengan kisah cinta dalam kehidupan remaja mulai muncul dalam dunia perkomikan Indonesia setelah komik agak terbebas dari politisasi. Ilham dan Crosboy merupakan contoh komik yang menceritakan bahwa sebagai seorang pemuda berandalan seharusnya meneladani Ilham, seorang pemuda yang saleh, penuh pengabdian, tetangga dan warga yang baik. Cerita tentang Amelia yang memilih mengajar di Kalimantan sehingga dapat menolong transmigran yang harus memotongi hutan untuk mengolah lahan pertanian (Amelia perintis di Rimba Kalimantan) merupakan contoh komik pada masa tersebut. Pengaruh budaya Barat mulai masuk pada masa tersebut. Mulai dari cara berpakaian, musik dan dansa mulai merusak jiwa anak muda Indonesia. Remaja Indonesia mulai menyimpang dari nilai-nilai tradisional, melanggar norma sopan santun serta hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi lebih bebas. Anak- anak yang nakal tersebut harus dihukum, ada yang digunduli, dipenjara, ada juga tertembak, dan setelah peristiwa tersebut, akhirnya anak-anak itu kembali ke jalan yang benar (Ganjang Rok Ketat, Rambut Sasak, Pahlawan Tjilik, Pesta Pora, Korupsi dan Achlak) (Gambar 2.114.). Dari sudut pandang komersial, erotisme dan kekerasan lebih mendatangkan untung daripada cerita yang melukiskan kebaikan. Cerita dengan unsur-unsur yang mengurangi pesan moral semakin bermunculan dengan adanya komikus muda seperti Budijanto, Budijono, Alex Iskandar.

80

Gambar 2.114. Komik Roman Remaja Sumber : Marcel Bonneff, Komik Indonesia (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1998), p. 41. Rok ketat, perwujudan kasih sayang yang semakin “berani” dan contoh tingkah laku yang tidak patut diteladani hanya diolah sepintas oleh komikus- komikus tersebut. Adegan-adegan panas dan kekerasan yang tidak layak mulai ditampilkan dalam komik Indonesia pada masa tersebut. Keadaan pada tahun 1965 tersebut membuat marah orang-orang yang mengharapkan komik sebagai alat bantu pendidikan dan juga bagi orang-orang yang mengkhawatirkan dampak negatif dari komik pada anak-anak. Pejabat pemerintah di Semarang ada yang ikut turun tangan membakar komik dengan cerita yang tidak layak itu, dengan anggapan bahwa usaha baru dari kaum neokolonialis merusak kaum muda Indonesia.

2.2.4.7. Mengembalikan Ketertiban Atas Nama Pancasila (1966-1967) Peristiwa Oktober 1965, angkatan bersenjata yang mengembalikan keamanan negeri menganggap bahwa kelompok yang harus bertanggung jawab adalah Partai Komunis. Pengawasan dilakukan di segala kalangan dan dampak dari peristiwa tersebut pada komik tidak jelas. Tidak ada kalangan perkomikan yang terorganisasi, tidak ada komikus profesional sejati dan tidak ada komikus yang punya nama terikat pada ideologi tertentu, lagi pula komik sering dipolitisasi tanpa nama. Beberapa komikus cemas karena kegiatan lain. Komikus Ganes

81 diinterogasi karena kegiatannya sebagai karikaturis di harian komunis Warta Bhakti. Pengawasan terus berlangsung hingga pada tahun 1966 namun moral mengalami perubahan yang radikal. Para demonstran muda dan memasuki toko- toko buku untuk menyita berbagai karya dan bacaan murah yang melanggar moral dan bertentangan dengan Pancasila, kemudian diserahkan kepada pihak yang berwenang. Perhatian polisi selanjutnya ditujukan kepada komik pornografis dan mencegahnya dengan menarik semua komik dari peredaran serta membuat daftar hitam. Beberapa komikus tersebut tertulis dalam daftar hitam seperti Budijanto dan Ganes. Daftar tersebut membuat para komikus merasa cemas dan terancam, nasib komik Indonesia untuk sementara menjadi tak menentu. Akhirnya untuk membela kepentingannya, para komikus membentuk Ikasti (Ikatan Seniman Tjergamis Indonesia). Para penerbit mendesak untuk segera dicarikan jalan keluar dan sebuah komisi penilai komik ditugasi untuk memeriksa komik. Anggota komisi tersebut adalah wakil organisasi mahasiswa, anggota MPR, pejabat Departemen Kehakiman, Departemen Penerangan, dan POLRI. Komisi tersebut memutuskan agar komik diperiksa terlebih dahulu dalam bentuk naskah, setelah itu baru diberikan surat ijin terbit. Pemeriksaan tersebut tidak wajib, namun dalam kenyataannya penerbit lebih baik melakukannya jika tidak ingin mendapat masalah. Di Jakarta, Seksi Bina Budaja dari POLRI yang memeriksa komik tersebut. Dalam kelanjutannya, Ikasti menjadi kuat karena kemampuan berdialognya dengan pihak berwajib dan juga karena kesuksesannya merehabilitasi nama Ganes. Ikasti menjadi berwenang mengawasi dunia perkomikan, di pihak lain para komikus memimpikan sindikat seperti Amerika yang menghimpun orang-orang yang bergerak dalam bidang perkomikan. Para penerbit yang mengetahui hal tersebut menghalanginya sehingga hanya ada beberapa komik terbitan tahun 1967 yang menyandang cap Ikasti. Kondisi tersebut menurunkan wibawa Ikasti, akhirnya para komikus dan orang-orang yang berkepentingan membuat sebuah kesatuan. Hubungan yang terjalin di antara orang-orang itu menjadi prasarana yang bakal menopang suatu sistem yang dipusatkan pada Seksi Bina Budaja dalam POLRI.

82

2.2.4.8. Menuju Stabilitas (1968-1971) Pertumbuhan komik sampai tahun 1967 bebas dari pengarahan yang ketat, tidak ada kesinambungan dan tidak ada kesetiaan pada satu jenis publik pembaca, karena penerbit dan komikus tidak pernah benar-benar memilih kategori pembaca. Hanya penerbit Melodi saja yang senantiasa menerbitkan komik dan jika dilihat isinya, terlihat bahwa sejak awal ada usaha melepaskan diri dari pengaruh Barat. Indonesia telah mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan sehingga sulit sekali menemukan titik temu, yang penting adalah menggali dari warisan budaya Nusantara walaupun terpaksa menonjolkan regionalisme. Tampak juga bahwa tema tergantung pada mode dan arus politis sesaat, kecuali beberapa kasus Put On dan Kapten Yani, komik Indonesia tidak melahirkan tokoh-tokoh yang khas seperti yang terjadi di Amerika dan Eropa (Flash Gordon, Felix le Chat, Tintin, dan sebagainya). Tokoh tetap adalah yang berasal dari wayang seperti Pandawa, Kurawa dan para punakawan. Pada tahun 1968, situasi mulai membaik dan penanaman modal pun terjadi. Penerapan pengawasan dan pembentukan Ikasti cenderung menghimpun semua pihak yang berkepentingan. Setelah penertiban tahun 1967, penerbit dapat menilai masa depan komik dari banyaknya komikus, pasar yang luas dan bebas berkarya. Muncullah harapan bagi komikus untuk memperoleh penghasilan dan meraih keuntungan di masa mendatang. Penerbit mengetahui ambisi Ikasti dan menghalanginya dengan mempertaruhkan honor komikus. Karena persaingan, sejak tahun 1967 jumlah terbitan murahan meningkat pesat dan terutama pada tahun 1968 ketika ekonomi Indonesia mulai stabil. Tahun itu juga, format cergam dan jumlah halaman diseragamkan. Pada masa tersebut, komik sentimental (roman remaja) merajai pasaran dan sebagian komikus berusaha mendapatkan nama dari jenis yang lain seperti horor, fiksi ilmiah, cerita detektif atau kisah mata-mata dengan menggunakan tokoh James Bond. Beberapa ada juga yang kembali pada cerita wayang atau legenda. Akhirnya yang dapat menyaingi cerita roman adalah komik silat dan sejak tahun 1968, komik remaja berbagi pangsa pasar dengan komik silat. Selain itu, komik humor pun mengalami peningkatan dengan munculnya tokoh-tokoh yang menggantikan tokoh punakawan yang tradisional.

83

Pada bulan September 1969, sebuah majalah komik baru yaitu majalah bulanan Eres muncul. Sebelumnya ada juga majalah Tjahaja dan kumpulan komik bersambung seperti Aneka Komik yang gagal secara komersial. Eres merupakan hasil upaya dari penerbit R. S. (Ricky Siswono) yang berhasil menghimpun komikus terbaik di Jakarta. Majalah tersebut mampu bertahan karena pasokan yang teratur dari komikus. Selain berisi komik, majalah tersebut juga berisi aneka teks cerita pendek, wawancara dengan penyanyi atau bintang film terkenal, surat pembaca, dan sebaginya. Ada juga artikel tentang “Tjara Membatja Komik”, “Sedikit tentang Sedjarah Perkembangan Komik di Amerika” dan “Letak Komik dalam Masjarakat Indonesia”. Bagi Indonesia, hal tersebut merupakan usaha pertama yang sistematis untuk merenungkan dan mengevaluasi komik sebagai sarana komunikasi yang memiliki peluang untuk berkembang pesat.

2.2.4.9. Masa Setelah Menuju Stabilitas (1971- sekarang) Meski banyak komik yang terbit, namun sebenarnya komik Indonesia mulai surut bahkan sejak tahun 1980-an. Komik-komik Eropa pada tahun 1980-an serta komik Jepang dan Hongkong pada tahun 1990-an banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 17 Hal tersebut banyak mempengaruhi perkembangan komik Indonesia nantinya, yaitu komik asing terjemahan akan merajai pasaran dunia perkomikan Indonesia. Sejak komik Indonesia mulai surut, timbullah gerakan-gerakan komik bawah tanah atau yang sering disebut sebagai komik Underground di beberapa kota di Indonesia. Pada tahun 1992, di Jakarta muncullah yang namanya Sektekomik yang terus menambah komikusnya hingga tahun 1996. Setelah sempat mengalami kekosongan selama dua tahun, Sektekomik akhirnya merintis sebuah penerbitan bersama dengan studio komik di Bandung bernama QN dan membentuk media bernama Buletin KOIN. 18 Sektekomik tersebut menerapkan sistem baru pada pertengahan tahun 1998 sebelum krisis yang terjadi di Indonesia. Sistem tersebut terbentuk akibat munculnya studio-studio independent di seputar

17 Wafiek Octo, “Santai: Buriswara Merindukan Bulan, Komik Wayang Pertama”, Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), Jumat 23 Februari 2001, p.6. 18 Sektekomik, “Sejarah, Studio, Ekspresi, Profesi, Creatif, Radical, Sexual, Eksplor, Skeptis,” Newfolder Sekte, 2001, p. 1.

84 kampus IKJ (Jakarta). Dari hal tersebut muncullah komik yang disebut komik Underground (Gambar 2.115. dan 2.116.). Dengan dimotori Mythosick Komik dan Chaour Komik yang merupakan salah satu studio komik, Sektekomik mengumpulkan perwakilan dari studio independent untuk berdiskusi. Akhirnya diputuskan sebuah rancangan tentang sistem produksi dan sistem manajemen yaitu setiap studio dapat mengolah studionya sendiri baik dalam produksi maupun distribusi, namun masalah kegiatan luar dan dalamnya ditangani sepenuhnya oleh Sektekomik. Sektekomik tersebut menerapkan strategi pemasaran dan jadwal produksi. Hingga pada tahun 1999, strategi tersebut berhasil dengan meluasnya komik produk Sektekomik di pasaran yang berupa foto copy-an. Beberapa waktu kemudian, Sektekomik merancang sistem lagi yaitu menyeimbangkan dan memberikan kontribusi pada industri komik yang bersifat mainstream tanpa mengurangi esensial dan semangat independent studio-studio di dalamnya. Industri komik tersebut berbeda dengan komik pada jaman dahulu, kalau dahulu dicetak, kini studio-studio tersebut menggunakan sarana foto copy untuk memproduksi komiknya. Selain itu pula terjadi perubahan sistem dalam pembuatan komik dari semula yang cara mengerjakannya perorangan menjadi berkelompok atau tim. Gerakan Underground tersebut telah mencakup kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Sedangkan di Surabaya hanya sedikit saja komikus yang mengikuti gerakan tersebut.

Gambar 2.115. Komik Underground Berupa Foto Copy Sumber: Foto dokumentasi

85

Gambar 2.116. Komik Berupa Foto Copy Sumber: Foto dokumentasi Di lain pihak komik-komik asing terjemahan ikut berkembang di Indonesia. Sejalan dengan waktu, komik Jepang terjemahan menguasai pasar komik di Indonesia.