ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik

2016 (c) ilmuiman.net. All rights reserved.

Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel-cerpen percintaan atau romance.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca.. karya kami, anda, kita semua. Peringatan: Selazimnya romance-percintaan, karya ini bukan untuk anak/remaja di bawah umur. Pembaca yang sensi dengan seloroh ala internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya tanggung jawab pembaca. Tokoh & alur cerita adalah fiksi belaka. Terima kasih & salam.

*** Perang Laut Jawa (2)

Manuver Penghindaran

Gagah berani 14 kapal sekutu nekat mencegat Jepang yang lebih digdaya, awalnya 5 penjelajah, dan 9 , tapi kemudian kekuatannya melemah dan melemah terus...

Tiga destroyer sudah tenggelam: Kortenaer, Electra, dan belakangan Jupiter yang kena ranjau sendiri. Dua lainnya sudah mundur dalam keadaan rusak: penjelajah Exeter dan destroyer Witte de With, lalu empat mundur karena kehabisan bbm, yaitu empat penjelajah Amerika dari DesRon 58. Satu lagi, Encounter, mundur karena menyelamatkan korban selamat dari Kortenaer. Sempat muncul kapal selam Amerika, tapi menyelamatkan penyintas Electra, lalu balik ke Surabaya lagi.

Jadi di gelombang keduanya, yang bertempur tinggal empat: De Ruyter, Perth, Houston, dan Java.. tapi kemudian, Java lenyap dihantam torpedo, disusul oleh De Ruyter yang kena torpedo juga. Kondisi De Ruyter amat genting.

Segera muncul perintah abandon ship dan Kapten Lacomblé yang mengendalikan De Ruyter.. cuma bisa mendesis saja. "Sekarang semua selesai..." Tapi bagi Perth dan Houston, urusan belum selesai.

Saat De Ruyter lumpuh, posisinya malang di depan Perth dan Houston yang sedang ngebut. Bagi Kapten Rooks di Houston yang agak jauh di belakang, keputusannya mudah. Houston segera diputar arah kanan, masih ada ruang sekitar 90 meter dari sisi kanan sang flagship yang lumpuh, lalu dia menjauh ke tenggara. Houston selamat!

Bagi Kapten Waller di Perth, mestinya nikung kanan juga lebih enak.. tapi karena ada Houston,.. kalau Perth main motong kanan, maka Houston perlu nikung lebih tajam lagi, atau tabrakan dalam kecepatan tinggi kedua kapal penjelajah yang masih tersisa itu.

Jadi,.. untuk menghindar nubruk De Ruyter di depannya, arah utara, Perth menikung setajam mungkin ke arah sebaliknya. Ke kiri! Waller sampai harus mematikan salah satu mesinnya agar sisi kanan bisa menekuk balik ke kiri. Begitu dekatnya Perth dengan De Ruyter, sampai bau cat kebakar dan mayat kebakar sampai tercium. Toh ujungnya dia lolos dari tubrukan dengan sang flagship. Dan mengarah ke timur laut. Cuma konsekuensinya menjadi menarik!

Di arah timur laut itu... ada penjelajah-penjelajah dari Sentai-5! "Halo coy!" "Halo juga!" Para awaknya bisa melihat dentuman-dentuman di De Ruyter dan Java di sela-sela hujan, dan rame-rame membahanakan teriakan 'banzai!" ke udara. Yang teriak "Hidup Persib!" tidak ada.

Laksamana Takagi bertekad mengakhiri nasih penjelajah Belanda itu. Dia arahkan Nachi dan Haguro ke timur laut, tapi kata Hara itu kesalahan terakhir Takagi dalam pertempuran tersebut. Tidak jelas alasannya mengapa mengarah ke sana. Mungkin dia sempat melihat Perth, tercahayai dari belakang oleh De Ruyter yang membara. Lalu ingin mengubernya. Tapi Kapten Waller tidak berniat bablas terus arah timur laut. Hilanglah kesempatan Sentai 5 untuk menikam 2 penjelajah tersisa.

Perth diputar balik arah lagi, kemungkinan balik kiri, supaya siluetnya tidak gamblang di hadapan musuhnya. Perth lalu mengarah ke belakang sang flagship rongsok itu. Dia

lambatkan lajunya sedikit. Kemungkinan, saat itu Houston sudah bablas lebih jauh ke tenggara, dan mungkin juga melambatkan kecepatan lalu mungkin menikung kiri.

Kedua kapten, Waller dan Rooks tentu ingin mencek De Ruyter dan coba mencari tahu, Doorman maunya apa. Di awal, komandan Doorman sudah bilang bahwa yang lumpuh, ditinggalkan saja pada belas kasihan musuh, tetapi sekarang.. yang mesti ditinggal atau diselamatkan itu dia sendiri. Apa sekarang dia akan memberikan perintah berbeda?

Dari De Ruyter, dengan penuh keberanian... lalu ada kode lampu senter. "Lanjut ke Batavia! Jangan berhenti untuk mencoba menyelamatkan kami!" Terasa pesan itu to the point dan memelas sekali sebagai satu perintah terakhir dari Doorman. Walau begitu, perintah luar biasa itu tidak terlalu dikenang oleh sejarah.

Di filem-filem, sering kita nonton ada tentara rela berkorban demi teman-temannya. "Lupakanlah saya! Selamatkanlah dirimu!" Klise bener. Tapi ini bukan filem. Perintah dari seorang laksamana, seorang commanding officer yang selama itu sering diledek dan dipertanyakan kapabilitasnya. Dia menyuruh sisa kapal di bawah komandonya, untuk pergi menyelamatkan diri, dan melupakan dia. Bahkan kapal yang dia suruh pergi itu bukan kapal Belanda pulak! Yang awaknya selama ini sering mengkritik dia.

Perintah itu,.. menjadi suatu perlindungan hukum bagi kedua kapal tersisa, Perth dan Houston, yaitu bahwa mereka pergi atas perintah resmi. Sehingga Kapten Waller dan Rooks tidak perlu merasa bersalah karena tidak menolong para penyintas. Fakta ini menjadikan Doorman, menurut orang-orang Belanda, dan sekutu pada umumnya, layak dinobatkan sebagai pahlawan karena semangat rela berkorbannya itu. Yang jadi kena bencana alam, kadang malah ada yang tidak rela menjadi korban. Padahal itu sudah menjadi ketetapan Allah. Eh, kok jadi ke sono-sono? Sorry.

Kebesaran jiwanya itu terus terbayang oleh Kapten Waller, walau di memoar Helfrich panglima ABDA-float, ada sindiran, bahwa secara teknis Perth dan Houston itu melanggar perintah. Bukankah di awal pemberangkatan Helfrich menyuruh 'menyerang sampai musuh hancur'? Kenapa musuhnya masih utuh, Perth dan Houston pergi? Dan yang bikin Helfrich gemas lagi, Perth dan Houston itu ke Tanjung Priok, bukannya ke Surabaya berkumpul dengan Exeter dan beberapa destroyer yang masih ada di sana.

Mohon maklum, sebagai orang yang ingin mati-matian membela Pulau Jawa, Helfrich ingin semua kapal bertempur sampai mati! Ambil korban Jepang sebanyak-banyaknya. Tapi, Perth itu kapal Australia, dan Houston kapal Amerika. Mana mau mereka mati-matian demi Jawa yang posisinya sudah kejepit? Kucing juga ada yang kejepit. Kejepit pintu. Bodo amat. Dan lagi pula, arahan taktis Doorman, selepas bertempur dengan invasi timur, next-stopnya adalah Tanjung Priok di Batavia.

Ya sudah, sebagai perwira tertinggi di situ, Kapten Waller dari Perth pun mengambil alih kepemimpinan. Houston dia tempatkan di bawah komandonya. Teknisnya bagaimana... itu tidak jelas. Mungkin Perth kirim sinyal ke Houston untuk bablas arah tenggara dan memberitahukan bahwa Perth akan mengikut dari belakang. Pakai sentolop atau

kentongan, tidak ada informasinya di internet. Ouwo, ouwo pakai bahasa tarzan rasanya enggak. Yang jelas, itu masih tengah malam, gelap gulita....

Jadi begitulah.. Perth menyusul saudara Amerikanya itu, dalam situasi yang dramatis.

Houston ngebut ke tenggara, mengarah ke Surabaya. Dentuman-dentuman makin lama makin jauh. Suasana mencekam. Ketegangan masih membayang di wajah semua orang. Untuk sejenak, ada perasaan lega. Walau di hati kecil, tentu ada kesedihan mengingat kehancuran rekan seperjuangan satu demi satu. Mungkin ada rasa marah juga, ingin membalas dendam... Lalu ada satu pengintai curiga. Dia merasa telah melihat luncuran torpedo di arah kiri.. semua sempat panik.

"Sepertinya ada torpedo arah kiri! Arah kiri ada torpedo!" Yang mendengar peringatan itu segera meneruskan ke komandan.

Selama itu.. sekutu masih tidak mengira torpedo tipe-93 bisa meluncur segitu jauhnya, dan terus mengira ada kapal selam ikut berlaga. Dan tetap mengira, bisa jadi kapal selamlah yang telah menghantam Kortenaer, Jupiter, Java, dan De Ruyter. Sekarang sepertinya muncul lagi! Itu perasaan mereka.

Walau informasinya kurang sahih, untuk jaga-jaga, Kapten Rooks lalu memerintahkan tikung kanan tajam untuk menghindari kemungkinan torpedo di kiri, yang ternyata tidak ada! Nah, justru.. saat yang sama, di kanan itu ada Perth yang sedang coba menyalip si penjelajah Amerika supaya bisa memimpin di depan. Jadilah gerakan tak terduga itu bikin nyaris tabrakan. Widih! Gawat! Kedua kapal langsung jibaku lagi untuk penghindaran. Houston habis banting kanan, langsung banting kiri. Perth yang habis kanan, baru mau lurus, ditekuk kanan lebih jauh lagi! Susah payah serempetan bisa dihindari... tapi jaraknya sampai tinggal 20 meteran saja. Benar-benar nyaris. Para penumpang mungkin banyak yang palanya kejedot karena penghindaran tajam itu.

Selamet, selamet.. Lalu, kedua kapten rundingan. Waller usul bablas ke Batavia dalam kecepatan 20 knot atau 37 km/jam. Rooks usul supaya kecepatannya digenjot 30 knot atau 56 km/jam. Kalau 37 km/jam, mungkin sore baru sampai, dan sepanjang hari terang ada bahaya serangan udara. Kalau dipercepat 56 km/jam, belum terlalu siang sudah sampai. Resiko serangan udara lebih kecil. Agak boros bbm saja. Dan di Priok, belum tentu bbm bisa diisi penuh. Tapi ya sudahlah. Jadi, kemudian sejarah mencatat, kedua kapal itu ngebut menembus malam meninggalkan di belakangnya riwayat legendarisnya dan meninggalkan sisa-sisa De Ruyter yang masih meledak-ledak menjelang tenggelam. Sampai De Ruyter hilang dari pandangan, para pengintai Houston sempat mencatat ada setidaknya sembilan ledakan keras.

Di sekitar waktu ini, culunnya, Naval Surabaya ujuk-ujuk mengabarkan berita berikut ini. "Konvoi ketemu! Meliputi 39 transport, dalam dua kolom, sejarak 1500 yard di antara ke dua kolom, mengarah ke utara, kecepatan 10. Di sayap kanan kolom ada 3 destroyer, sejarak 1000 yards. Satu cruiser dan 2 destroyer di sayap kiri kolom,

sejarak 1000 yards. Dua curisers dan enam melingkupi konvoi itu dalam kecepatan tinggi. Kemungkinan posisi Lat 05-36S, Long 112-46E/0227 1842."

"Udah ta'uk dodol!!" Itu info yang ditunggu! Tapi, munculnya telat 20 menit! Yaitu saat armada gabungan sudah berantakan. Apa artinya berita itu bagi Doorman yang sudah kegencet? Andai dia tahu jauh sebelumnya, mungkin dia bisa melambung jauh, untuk menyerang dari arah belakang. Tapi ya, percumalah berandai-andai...

***

Detik-detik Terakhir De Ruyter

Bagi semua yang berada di atas De Ruyter, suasana seperti kiamat.... Doorman, sang sekarang cuma bisa mengawasi evakuasi dari flagshipnya yang meleduk di sana-sini. Di tengah ledakan yang terus menerus, tanpa listrik, menurunkan sekoci dan peralatan jadi terasa muskil. Tapi konon, Doorman terlihat terus saja menolong yang terluka dan terus membakar semangat para anggota. Tapi tentu dia manusia biasa. Semangat kayak apapun, umurnya sudah 52 tahun.

Tidak semua yang terluka bisa mengungsi, bagaimanapun, dan ahli bedah kapal tidak mau menyelamatkan diri. Dia memilih tetap bersama mereka yang terluka berat sehidup semati. Demikian pula Doorman. Dia memilih tetap di kapal, seperti selayaknya pelaut sejati. Keadaan makin tidak karuan. Setelah kerja sana sini, dia pun teler, kembali ke anjungannya, dan tidak pernah terlihat lagi. Selamanya.... Innalillahi.

Di ketinggian langit,.. masih ada P5 US PBY Catalina, flying boat, mengintai terus konvoi Jepang itu. Saat pulangnya, pas bbm menipis, pengintai itu melihat beberapa kilatan tajam di kejauhan, diikuti beberapa ledakan keras. Lalu terlihat juga dua kapal di keremangan malam, pergi meninggalkan area itu dalam kecepatan tinggi. Mereka segera melapor, sambil menerka-nerka, apa makna dari semua yang mereka lihat itu.

Di pantura Jawa, rakyat banyak juga bertanya-tanya. Ada apa gerangan di balik suara-suara macem-macem yang dahsyat yang mereka dengar dari kejauhan di arah laut. Banyak yang mengira itu badai. Yang nyatanya itu memang badai. Badai pertempuran.

Seorang pilot B17 Amerika di area itu sempat mencatat juga. "Saya sempat mendengar gemuruh terus-terusan, di udara tengah malam itu, datang dari jauh di permukaan air. Orang-orang di kegelapan jalanan mungkin mengira itu guruh di kejauhan, tapi saya tahu.. itulah ujung nasib malangnya angkatan laut Belanda yang kecil di luar sana, di kegelapan." Pilot lain mengatakan, "Pulau Jawa mati.. pada malam itu, dalam baku tembak yang datang berbaku balas di atas permukaan air..."

Baku tembak dan ledakan. Suaranya lantas sirna saat De Ruyter, dikoyak habis oleh ledakan-ledakan di lambungnya, terbakar nyaris pijar, terus ambles ke kedalaman Laut

Jawa yang kelam gelap, diiringi desisan asap yang galau.. pada sekitar jam 2.30 dini hari tanggal 28 Februari 1942. Kalau sudah takdir Allah, apalah dayanya manusia?

Dari dulunya, bangsa Belanda tidaklah pernah menjadi bangsa yang menang secara kuantitas tentara. Di jaman VOC, Belanda pernah dikepung tentara Mataram yang jumlahnya jauh lebih banyak.. tapi bisa selamat. Di Eropa sana,.. Belanda juga pernah perang kemerdekaan melawan Spanyol.. dan selamat, merdeka. Dan karena apakah itu bisa terjadi? Tentu yang pertama karena takdir Allah jua. Tapi selain itu, ada semangat juang dari anak-anak bangsanya yang berkualitas. Kecil dalam jumlah, tapi punya kualitas. Itulah yang selama ini membuat eksis. Nah, tapi.. di perang dunia kedua,.. mereka sudah tersalip oleh bangsa lain. Jerman. Lalu Jepang. Jumlahnya lebih, kualitasnya lebih.. maka orang Belanda pun terlibas oleh keduanya. Bersekutu dengan Inggris dan Amerika,.. ternyata tidak menolong juga. Inggris dan Amerika saat itu.. belumlah siap memadukan kekuatannya. Gimana lagi? Dan nasib suatu bangsa,.. pada hakikatnya memang selalu ditentukan oleh diri sendiri. Bukan oleh sekutunya....

Bagaimana sebetulnya kiprah De Ruyter selama ini?

HNLMS De Ruyter, atau Hr.Ms De Ruyter kalau standar Belanda, adalah penjelajah ringan yang unik. Semula didesain sebagai kapal 5100 ton dengan persenjataan ringan, sesuai semangat netral dan damai Belanda, dan juga semangat pengiritan karena pembangunannya terjadi di jaman depresi global, tapi kemudian.. desainnya diubah, ditambahi turet ekstra dan lapis bajanya dipertebal. Dia ini kapal ketujuh di angkatan laut Belanda yang dinamai berdasarkan nama Admiral Michiel Adriaenszoon de Ruyter.

Mulai dinas militer Oktober 1936. Lalu selama perang dunia, De Ruyter awalnya beberapa kali coba menghalau invasi Jepang tanpa hasil berarti. Waktu tempur di selat Bali 4 Februari 1942, lumayan rusak oleh serangan udara, tapi tetap laik tempur. Beraksi lagi di pertempuran Selat Badung 18 Februari.

Saat pertempuran 27 Februari, jadi flagship Karel Doorman, dan yang jadi kaptennya Kapten Laut Eugène Lacomblé (setara kolonel), yang sudah tugas di situ sejak pangkatnya letnan (setara kapten). Tenggelamnya jam 2.30 dini hari, jadi sudah keitung tanggal 28 Februari. Korbannya: 345 orang, termasuk Doorman dan Lacomblé.

Yang selamat dari pertempuran gelombang kedua itu, dari Java dan De Ruyter, konon ada 111 orang. Dan adanya pertempuran itu, berhasil menunda invasi Jawa satu hari. Entahlah, ini bisa dikatakan berhasil atau tidak....

Bangkai de Ruyter ditemukan lagi 2002, dan dinyatakan sebagai situs pemakaman perang. Dua lonceng-nya dipungut kembali, salah satunya sekarang ditempatkan di gereja Kloosterkerk di Den Haag. Di situ, ada tugu peringatan pertempuran Jawa, dan ada acara rutin untung mengenang pertempuran itu.

***

Pasca Pertempuran

Pertempuran malam 27 Februari 1942 sampai dini hari 28 Februari itu, ada jeda sedikit, berlangsung sekitar tujuh jam.. dan itu secara dramatis telah membuat skuadron Doorman berantakan. Selanjutnya apa?

Kalau Helfrich sih masih napsu, inginnya, semua kekuatan dihimpun lagi di Surabaya,.. lalu diberangkatkan tempur lagi menghajar sebanyak mungkin tentara Jepang. Bagi dia, menyelamatkan Pulau Jawa adalah segalanya. Adanya bahaya udara oleh Helfrich agak disepelekan, walau sudah makan banyak korma. Eh, korban. Tapi Perth dan Houston telanjur bablas ke Batavia. Armada sekutu kebingungan.

HMS Exeter ingin nekat meluncur ke Tanjung Priok juga dalam keadaan rusak dengan tenaganya pincang. Beberapa kapal lain, ada juga yang sandar di Priok saat itu. Tapi, kemampuan menempur Jepang terbatas. Dan juga seantero Jawa Barat sudah rentan oleh serangan udara sejak Palembang jatuh, dan kapal induk Ryojo ada di lepas pantai.

Doorman dengan segenap keterbatasan telah membawa armadanya ke medan laga, melawan musuh yang jauh lebih digdaya, tapi ujungnya satu demi satu kapalnya berguguran. Selama ini, dia takut sekali dibantai oleh serangan udara,.. dan mungkin senantiasa berdoa agar armadanya tidak dilumat dari udara seperti Prince of Wales dan Repulse.. dan doanya terkabul. Walau begitu, lolos dari udara, di permukaan laut kena jlegur! Kalau diringkaskan, dari ke-14 kapal, nasibnya lebih kurang lebih:

(1) Penjelajah Exeter pulang ke Surabaya dalam keadaan rusak dan mesin pincang. (2) Penjelajah Java belah oleh torpedo dan tenggelam secara tragis. (3) Penjelajah De Ruyter idem seperti Java, hancur dan tenggelam oleh torpedo. (4) Penjelajah Perth lolos ke Priok. (5) Penjelajah Houston lolos ke Priok.

Itu yang 5 penjelajah. Sedang 9 Destroyer, nasibnya:

(1) Kortenaer tenggelam di pertempuran gelombang pertama oleh torpedo.

(2) Electra hancur tenggelam pada pertempuran gelombang pertama oleh meriam-meriam penjelajah ringan Jintsu saat melindungi Exeter.

(3) Jupiter kandas dan rusak kemungkinan oleh ranjau sendiri saat menyusur Tuban.

(4) Witte de With yang rusak ringan di pertempuran oleh depth-charge milik sendiri, kembali ke Surabaya mengawal Exeter, tapi kemudian menderita kerusakan karena serangan udara, dan ujungnya dihancurkan Belanda sendiri di dok perbaikan, menjelang kejatuhan Surabaya di awal Maret.

(5) HMS Encounter milik Inggris selamat pulang ke Surabaya bersama para korban dari Kortenaer, dan bersiap evakuasi.

(6-9) Empat destroyer Amerika dari DesRon 58 (USS John D. Edwards, USS Alden, USS John D. Ford, USS Paul Jones) selamat pulang ke Surabaya karena bbm tipis. Gelap hari besoknya, 28 Februari malam, keempatnya menjauh ke Australia. Sempat papasan dengan sebuah destroyer Jepang di selat Bali, tapi mereka terhindar dari pertempuran, dan kemudian mencapai Fremantle, Australia, tanggal 4 Maret 1942.

Gelombang pertama dan kedua yang melibatkan De Ruyter itu, sering disebut pertempuran laut Jawa saja atau pertempuran laut Jawa pertama. Lalu, tak lama setelah itu, ada pertempuran laut Jawa kedua dua babak, yang salah satunya sering disebut sebagai pertempuran Selat Sunda. Skalanya lebih kecil, tapi di sinilah Perth dan Houston mengakhiri kiprahnya. Di situ juga berakhir riwayat destroyer Inggris Encounter yang sempat menyelamatkan awak Kortenaer.

Tentang standar kapal, bagi yang awam, ya silakan dikira-kira saja. Gampangnya, paling kecilan itu biasanya disebut korvet. Lalu gedean sedikit, tapi masih agak murah disebut frigate. Frigate ini bisa melaju cepat dan lincah bermanuver. Gedean lagi, destroyer atau kapal perusak. Lebih gede lagi, cruiser atau penjelajah. Gede banget, itu rajanya kapal perang konvensional: battleship atau kapal tempur. Setelah era kapal induk yang punya kekuatan udara, dan rudal-rudal yang ukurannya kecil tapi daya jangkaunya jauh, di US Navy.. battle ship ini tidak populer lagi, bahkan cruiser pun agak tergusur. Yang masih serba guna itu destroyer. Tergantung kelasnya, destroyer tipikal awaknya 150-an, lebih atau kurang sedikit. Battleship yang ganas bener, awaknya bisa 2000-an lebih. Cruiser di antaranya. Meriamnya juga menyesuaikan dengan ukuran kapalnya biasanya. Begitu pula lapis bajanya. Di luar kapal permukaan, itu ada lagi kapal selam yang kelasnya juga macem-macem.

***

Pertempuran Laut Jawa Kedua

Setelah armada gabungan ABDA-Com dibuat kocar-kacir oleh Jepang tanggal 27 Februari 1942, ciutlah hati segenap kekuatan angkatan laut yang tersisa di Hindia Belanda. Helfrich sang panglima masih napsu, tapi napsu besar, tenaga kurang. Kemungkinan, saat itu Helfrich posisinya di Lembang, Bandung. Bukannya sedang piknik, tapi pusat komando Hindia Belanda memang di sana lokasinya.

Apa yang dilakukan kapal-kapal sekutu selanjutnya? Sebagian berusaha evakuasi ke dua tujuan, yaitu arah Ceylon-India, dan Australia. Bagi Belanda, ini kehilangan homeland yang kedua, setelah sebelumnya, Mei 1940 kehilangan negeri induknya. Yang tidak bisa kabur, karena keterbatasan jelajah, disiapkan untuk dihancurkan.

Dari medan tempur di lepas pantai Jawa Timur, HMAS Perth dan USS Houston telah menjauh ke Tanjong Priok, Batavia, dulunya ibukota, di barat pulau, tapi saat itu, ibukota sudah pindah ke Bandoeng. Kurang lebihnya, mereka sampai ke Priok dengan

selamet. Selamet Mukijan. Di sana, niat untuk berlaga sudah tidak ada, dan dirundingkanlah kapan sebaiknya mereka evakuasi, dan kemana evakuasinya.

Kemudian, diyakini, perginya mestinya secepatnya, yaitu di malam hari, 28 Februari 1942, yaitu malam berikutnya setelah perang laut Jawa. Para awak istirahat cuma beberapa jam saja jadinya. Jalan malam itu mengurangi resiko serangan udara. Mengarah balik lagi lewat Surabaya lalu Selat Bali, lalu Australia, resikonya tinggi. Sehingga diputuskan, perginya lewat selat Sunda saja, lalu menikung balik ke timur ke Australia lewat Tjilatjap. Walaupun, panglima Helfrich yang penasaran mungkin inginnya dari Tjilatjap ini, keduanya bertempur lagi habis-habisan dan jangan dulu kabur. Toh Helfrich tidak berkuasa lagi. ABDA-float bubar.

Selain Perth dan Houston, kapal-kapal lain di Priok tidak banyak yang punya kapabilitas lari cepat jarak jauh mengimbangi kedua penjelajah. Dan yang tidak bisa dibawa kabur, mestinya pilihannya cuma dua. Apakah dihancurkan, atau dipersembahkan sebagai hadiah ulang tahun untuk Kaisar Jepang, yang sepertinya ini jadi peristiwa lucu yang menyakitkan hati.

Di Surabaya, semangatnya sama.... Tapi di sana, kapal terbesar itu HMS Exeter yang pincang berat dan rusak cukup parah. Di luar itu, ada HMS Encounter yang barusan berjasa menyelamatkan penyintas Kortenaer, lalu ada empat destroyer Amerika dari DesRon 58 yang sempat bertempur, di pertempuran laut Jawa dan sebelumnya di perairan Balikpapan. Plus satu lagi, USS Pope yang semula rusak, sedang diperbaiki cepat-cepat. Belanda sendiri punya Destroyer juga, Witte de With, yang juga rusak, dan belum bisa langsung berangkat, tapi terus sedang diperbaiki di dok... malah tak berkutik dihajar serangan udara sisan. Makin parah rusaknya.

Rencana rombongan Surabaya, terpecah. Idealnya, tentu semua hengkang menjauh via Selat Bali, bablas ke Australia. Tapi ujungnya yang bisa segera bablas ke selatan itu cuma empat anggota DesRon 58. USS Pope yang baru siap melaut belakangan, tidak bisa ditunggu, dan mesti berangkat sendiri belakangan. Begitu juga Witte de With. HMS Exeter, bisa diperbaiki cepat-cepat, tapi hanya perbaikan darurat saja, tidak pulih sempurna. Masih rada ambles, dan belum bisa manuver lincah. Nah, padahal, selat Bali kedalamannya tidak memadai untuk dilewati. Sehingga diyakini satu-satunya jalan, Exeter si penjelajah berat Inggris itu, mesti dikawal destroyer menyusup lewat selat Sunda. Destroyer yang mengawal, akhirnya diputuskan USS Pope tadi, dan destroyer Inggris sendiri yang masih sehat, HMS Encounter. Witte de With mestinya juga ikut, tapi penyelesaian perbaikannya nggak bisa ngejar, jadi dia didok terus saja. Yang doknya juga sudah kena bom. Belakangan,.. keburu Jepang merangsek, ujungnya Witte de With dihancurkan bersama kapal-kapal lain yang tidak bisa dilarikan.

Jadi singkatnya, rombongan yang kabur selepas pertempuran laut pertama ada tiga rombongan. Pertama, rombongan ex Batavia, yang dipimpin oleh Perth dan Houston. Rombongan kedua, rombongan ex Surabaya yang lewat selat Sunda, yaitu dipimpin Exeter, diikuti oleh Encounter, dan Pope. Dan rombongan ketiga, DesRon 58 yang

terdiri dari empat destroyer Amerika. Lainnya itu, mungkin ada kapal lenca-lenci yang evakuasi sendiri-sendiri, tidak signifikan nilainya bagi pertempuran. Tidak kita bahas.

Rombongan ketiga, tadi sudah disebutkan, DesRon 58 sukses meloloskan diri.

Nah, rombongan kedua... ujungnya bertempur habis-habisan lagi, dan dikenang sejarah sebagai pertempuran laut Jawa kedua. Begitu juga rombongan pertama. Insidennya ada disebut sebagai pertempuran selat Sunda, walau ada juga yang bilang ini bagian dari pertempuran laut Jawa kedua, yang kebetulan lokasinya berjauhan dari yang rombongan kedua tadi, cuma waktunya berdekatan.

Marilah kita tinjau satu-satu.

Apa yang terjadi dengan rombongan kedua, rombongan Exeter?

Setelah perbaikan darurat, masih dalam keadaan setengah ambles ke air, dan belum bisa lari kencang, Exeter diarahkan untuk menyusup ke barat, ke Ceylon atau Srilanka. Berangkatnya sore tanggal 28 Februari, dikawal oleh destroyer HMS Encounter dan USS Pope. Mereka lari dengan kecepatan 23 knot atau 43 km/jam, yaitu secepat larinya Exeter yang pincang.

Perkiraan Inggris, selat Sunda masih terbuka. Setiba di barat Bawean, masih jauh dari selat Sunda, mereka terus mengarah ke barat, kemudian jam empat pagi, 1 Maret besoknya, belok ke barat laut saat melihat ada tanda-tanda Jepang untuk menghindari kontak. Maklum, tiga kapal itu keadaannya tidak cukup baik untuk bertempur.

Tanda-tanda Jepang terlihat lagi sekitar jam delapan pagi. Ketiga kapal belok lagi ke barat daya untuk menghindarinya. Sampai kemudian jam 9.35 dari selatan mereka diuber dua penjelajah berat, Nachi dan Haguro dari Kaigun invasi timur yang dipimpin Takagi yang dua hari sebelumnya menenggelamkan Doorman.

Bersama kedua penjelajah ada 3 pemburu atau destroyer. Rombongan Exeter berbalik ke arah timur beserta dua pengawalnya dan memaksa menambah kecepatan, tapi malah ketemu Laksamana Takahashi Ibo yang membawa dua penjelajah lain, Ashigara dan Myoko, serta dua destroyer, dari arah barat laut. Maju kena, mundur kena ini urusannya. Jepang rupanya amat terkoordinasi mengepung Exeter.

Jam 10.20, kedua penjelajah Jepang melepaskan tembakan saat kapal sekutu masuk ke jarak tembaknya. Tembakan ini direspons Encounter dan Pope dengan tabir asap. Dan coba membalas menyerang dengan torpedo, tanpa hasil. Exeter pun balas menembak sampai kemudian jam 11.20, jlegur! Exeter terkena hantaman telak di boilernya, menyebabkan dia setengah lumpuh, dan cuma bisa bergerak 4 knot.

Dikepung empat penjelajah Jepang begitu, Encounter dan Pope lalu diperintahkan untuk melaju kecepatan maksimal untuk meloloskan diri. Sementara Exeternya, yang

diam di tempat terus ditorpedo oleh destroyer Inazuma. Tak ada ampun lagi, Exeter pun akhirnya tenggelam jam 11.40, pada jarak sekitar 50 mil dari selatan Kalimantan.

Begitu Exeter tumpas, keempat penjelajah Jepang mengalihkan fokus pada Encounter, dan dengan cepat, Encounter pun dihantam meriam 8 inci, jdar, kena, dan tenggelam dengan cepat. Ohlala.. Pope sementara itu bisa mencapai kecepatan maksimal dan sempat lolos. Toh lolosnya Pope hanya bisa sebentar.

Memang sih, kapal-kapal sudah tidak bisa menguber Pope. Tapi.. selewat tengah hari, Pope ditemukan posisinya oleh pesawat-pesawat dari kapal induk Ryujo dari rombongan invasi barat. Langsung saja kapal itu disiram hujan bom sampai tenggelam sekitar jam 12.50 siang tanggal 1 Maret itu.

Yang bisa selamat dari ketiga kapal itu lalu berlompatan ke laut. Konon, totalnya ada 800 orang yang selamat, dari semulanya mungkin hampir 2000-an orang. Mereka diciduk oleh Jepang dan ditawan.

***

Riwayat Pope, Exeter, & Encounter

Mulai bertugas Oktober 1920, kapal uap 'the for pipers' USS Pope ini lumayan tua. Saat perang tahun 1942, umurnya berarti sudah 22 tahun. Mulanya jadi kapal cadangan armada Atlantic, kalau musim dingin base-nya di Charleston, South Carolina; dan kalau musim panas, base-nya di Newport, Rhode Island.

Setelah refit, Mei 1923 ditugaskan ke Pasifik. Berlayar lewat Gibraltar, terusan Suez, terus bergabung dengan Asiatic Fleet di Chefoo, Cina. Musim dingin berikutnya terus pindah pangkalan ke Cavite, Filipina.

Saat perang sipil di Cina, Pope tugas kemanusiaan menolong orang-orang Amerika. Sering sampai masuk dalam ke sungai Yangtze sampai 1931 saat militer Jepang sudah mulai intensif beraktifitas di daratan Cina. Rehat bentarnya cuma saat jalan keliling tahun 1924, mengunjungi Indocina, Jepang, dan sekitarnya. Tahun 1931-37, Pope terus saja membayangi perairan Cina, kecuali saat musim dingin memburuk, maka Pope ditarik ke Filipina. Sempat ke Hindia Belanda juga tahun 1936.

Tahun 1937 saat Jepang mengamuk di Cina, Pope ikut mengevakuasi besar-besaran orang Amerika dari Lao Yao dan Tsingtao ke Shanghai. Terus saja bolak-bolak patroli dan mengevakuasi warga Amerika sampai 1939. Lalu ditarik ke Manila.

Saat geger Perang Pasifik, 11 Desember 1941, Pope bergerak ke Balikpapan dan terus berlaga di perairan Hindia Belanda sejak itu. Tanggal 9 Januari, berlima, bersama destroyer Stewart, Bulmer, Parrott, dan Barker mengawal penjelajah Boise dan Marblehead, serta kapal transport Bloemfontein, berlayar dari Darwin ke Surabaya.

Konvoi itu membawa bala-bantuan angkatan darat, Pensacola Convoy, yang semula berangkat dari Brisbane 30 Desember 1941, meliputi Brigade Armed ke-26 dan datesemen markasnya, batalyon ke-1, dan Armed ke-131, beserta suplai-nya yang kelak bertempur di Jawa.

Saat invasi Balikpapan, Pope juga ikut mencegat jarak dekat, dengan torpedo dan meriamnya, menunda dan mengganggu sedikit invasi Jepang. Di pertempuran selat Badung Pope juga ikut, lalu rusak. Dan selesai diperbaiki, tempur lagi bersama rombongan Exeter itu selama tiga-empat jam. Tembakannya 140 salvo, mungkin merusak beberapa kapal musuh, tapi tidak sampai rusak fatal. Semua torpedo juga dia luncurkan. Lalu sukses kabur, tapi kemudian diserang konon oleh 12 dive-bombers, dan tenggelam oleh banyak bom.

Bangkainya ditemukan lagi Desember 2008, oleh kapal penyelam MV Empress, 110 km dari bangkai Exeter yang ditemukan tahun 2007 oleh Empress juga. Sayangnya, sebelumnya rupanya sudah dijarahin para penyelam komersil, tinggal sisa rangkanya saja. Dan sekitar tahun 2008 itu, rupanya semua kapal yang hilang dalam pertempuran laut Jawa dan lanjutannya, sudah ditemukan lokasinya.

Kalau Exeter gimana riwayatnya?

HMS Exeter bikinan 1920-an itu awalnya beroperasinya cuma di armada Atlantic saja. Lalu sempat ke Amerika Utara dan pangkalan Hindia Barat. Saat perang dunia meletus, Exeter ditugaskan untuk patroli di Amerika Selatan, untuk melawan armada Jerman pemburu kapal dagang. Bersama dua kapal lain, Exeter bertempur habis-habisan melawan pocket battleship Admiral Graf Spee milik Jerman yang terkenal di pertempuran River Plate di Amerika Latin. Kerusakan parah dari pertempuran itu memerlukan perbaikan setahun lebih.

Setelah fit kembali, sepanjang 1941 tugasnya kebanyakan mengawal konvoi sampai kemudian ditransfer ke timur jauh di awal perang Pasifik di bulan Desember 1941. Berbeda dengan Helfrich yang agresif, Inggris di awal perang Pasifik lebih banyak memfungsikan kapal perangnya untuk mengawal konvoi, dan itulah yang dilakukan Exeter sampai awal Februari 1942. Habis itu, barulah dia tempur bersama combined striking di pertempuran laut Jawa itu. Pertempuran pertama, rusak, tapi selamet. Di pertempuran kedua, konon Exeter dihujani 18 torpedo lebih, banyak yang mengena. Yang paling mematikan konon dua torpedo dari destroyer Inazuma, bikin Exeter numplek, terus tenggelam.

Kebanyakan awak Exeter berhasil melompat ke laut, lalu diciduk Jepang. Ada 652 orang yang terciduk, termasuk kapten kapal. Di antaranya, 152 orang kemudian meninggal saat menjadi tawanan perang.

Dan Encounter juga punya riwayat sendiri....

HMS Encounter dibangun awal 1930an. Walaupun mestinya untuk Home-fleet Inggris, Encounter diperbantukan pada armada Mideterania selama Abyssinia Crisis (1935-36) dan Perang Saudara Spanyol (1936-39). Ikut memblokade Spanyol untuk kedua kubu yang bertikai, bersama armada Perancis. Lalu begitu perang dunia meletus 1939, Encounter banyak mengerjakan tugas kawalan anti-kapal selam. Encounter juga ikut kampanye perang Norwegia, sebelum bergabung dengan Force H di pertengahan 1940. Terlibat dalam pertempuran Dakar dan Cape Spartivento. Lalu Encounter ditransfer ke armada Mideterania dan sempat rusak parah di .

Kemudian ditransfer ke Singapura, dan di awal-awal 1942 kebanyakan juga tugas pengawalan yang dia lakukan, sampai kemudian diikut pertempuran laut Jawa. Pertempuran pertama dia selamat, dan menyelamatkan awak Kortenaer yang terserak di laut, tapi pada pertempuran kedua tenggelam.

Setelah dihajar Jepang, para awak Encounter mengikut perintah abandon ship berlompatan ke air, kebanyakan selamat, tapi lalu dijemput oleh kapal Jepang sehari kemudian. Sekitar 25%-nya kemudian wafat saat jadi tawanan perang.

Jadi begitulah riwayat ketiga kapal itu. Yang terciduk Jepang di hari pertempuran tidak banyak sebetulnya. Yang banyak, diciduknya di hari besoknya, setelah kebanyakannya terapung sengsara di laut sekitar 20 jam, di perahu karet, atau jaket pelampung, atau sekedar terapung pada apapun yang masih ngambang. Di hari kedua itu, yang aktif menciduk destroyer Ikazuchi dan Inazuma, yang diciduk ada 442 penyintas di hari kedua, dari Pope dan Encounter. Kebanyakan berlumuran minyak atau oli atau luka, atau banyak yang sampai buta, tidak bisa melihat.

Bahkan sebagai musuh, rupanya komandan Ikazuchi, Letnan-komander Shunsaku Kudo masih punya semangat kemanusiaan dan solidaritas sesama pelaut. Penyelamatan itu atas perintah dia. Itu perintah nekat, karena dengan penyelamatan itu, destroyernya jadi dipenuhi tawanan berjejalan, dan amat berisiko bila papasan dengan musuh. Untungnya enggak. Jasanya yang langka itu, kelak ada dibikin buku, dan program televisi. Termasuk yang dia tolong, Sir Sam Falle yang kelak jadi diplomat Inggris. Selepas perang, Sir Sam Falle yang mantan awak Encounter itu menulis artikel tentang bagaimana sebuah kapal Jepang menyelamatkannya. Lalu, cerita ini menyebar di Jepang, dan akhirnya Sir Sam Falle pun dipertemukan dengan para awak Ikazuchi yang menyelamatkannya sekitar 50 tahun sebelum pertemuan itu.

Sayangnya, saat Sir Sam Falle ke Jepang itu, mantan komandan Shunsaku Kudo sudah meninggal. Konon, selepas perang, Kudo pensiun dari angkatan laut, pindah menyepi dalam ke Kawaguchi, Saitama. Lalu, tahun 1979, dalam usia 78 tahun, dia meninggal karena kanker perut. Sejak penyelamatan itu, sampai meninggalnya, Kudo tutup mulut, tidak pernah menceritakan aksi kemanusiaannya pada siapapun. Apalagi kapalnya, Ikazuchi kemudian tenggelam bersama semua awaknya tahun 1944 di dekat Guam. Andai Sir Sam Falle tidak mengungkap kisahnya, mungkin selamanya tidak ada yang pernah tahu peristiwa langka itu. Dan kenyataannya, biar pun tentara Jepang

terkenal bengis, mereka itu juga manusia biasa. Walau langka, satu-dua di antaranya tentu saja ada yang punya hati dan nyali luar biasa.

***

Pertempuran Selat Sunda

Begitu kurang lebihnya nasib rombongan Exeter. Sementara itu, agak jauh dari lokasi pertempuran rombongan Exeter itu.. riwayat rombongan Perth dan Houston beda lagi...

Alkisah, Perth dan Houston masih di Tanjung Priok tanggal 28 Februari saat mendapat perintah untuk menembus selat Sunda, bablas ke Tjilatjap. Widih. Susah bener ejaan jaman itu. Saat itu, Jawa sudah terkepung, dan logistik, material, sudah terbatas. Tambahan amunisi, tidak banyak bisa dikumpulkan dan demikian pula, pengisian bahan bakar pun tidak bisa sampai penuh.

Sesuai perintah, keberangkatan akhirnya dilaksanakan malam hari antara jam 7-9, tanggal 28 Februari. Tadinya, mestinya kedua kapal ini diiringi oleh destroyer Belanda HNLMS Evertsen, tapi ternyata destroyer itu tidak siap dan terus ditinggal saja di Tanjung Priok. Dan terus menyusul kira-kira satu jam di belakang Perth-Houston.

Seperti format sebelumnya, Albert H. Rooks pegang komando di USS Houston. Dan Captain Hector Waller, di HMAS Perth. Karena Waller lebih senior, dia yang memimpin. Bila cepat, mereka bisa slip, selamat masuk selat Sunda, dan bergabung dengan kapal-kapal korvet Australia yang mempatroli selat itu selama ini.

Eh, dasar nasib. Tanpa sengaja, mereka terus ketemu rombongan invasi barat Jepang yang besar beserta segenap armadanya di teluk Bantam di utara Banten. Sekitar jam 10 malam kejadiannya. Ada 50 kapal transport hiruk pikuk di situ, termasuk ada di situ juga, komandan pendaratan Letjen Hitoshi Imamura.

Langsung saja kedua penjelajah sekutu itu dikepung oleh setidaknya tiga penjelajah Jepang dan beberapa destroyer dan situasi malam yang simpang siur. Mereka dari Armada Destroyer ke-5, di bawah pimpinan Rear-admiral bintang dua, Kenzaburo Hara, dan Divisi Penjelajah ke-6, di bawah Vice-admiral, bintang tiga, Takeo Kurita.

Yang paling dekat dengan konvoi transport adalah penjelajah ringan Natori dari armada Laksamana Hara bersama destroyernya: Harukaze, Hatakaze, Asakaze, Fubuki, Hatsuyuki, Shirayuki, Shirakumo, dan Murakumo. Agak di utaranya, ada penjelajah Laksamana Kurita: Mogami dan Mikuma, didampingi destroyer Shikinami. Agak di utara lagi, tapi tidak terlibat pertempuran, ada kapal induk Ryujo, bersama kapal lain dari armada Kurita: penjelajah Suzuya dan Kumano. Lalu ada kapal induk : Chiyoda, dan destroyer: Isonami, Shikinami and Uranami. Bayangin, dua kapal penjelajah dikeroyok segitu banyaknya.

Pertama yang melihat, kapal Fubuki yang melakukan patroli, dan lalu menguntit Perth dan Houson diam-diam mulai jam 10 sampai 11 malam itu. Lalu, sekitar jam 11 lewat sedikit, kedua penjelajah baru lewat setengah teluk Bantam, Perth melihat kapal di jarak lima mil. Dikira korvet Australia pertamanya. Pas dikode dengan lampu, jawabnya ngaco, dan warnanya juga ngaco. Malah meluncurkan sembilan torpedo tipe-93 dari jarak sekitar 3 km, lalu menjauh, menabir asap. Kemungkinan itu destroyer Harukaze.

Waller langsung saja melaporkan kejadian itu dan memerintahkan meriam depan mulai menembak. Tahu-tahu, banyak kapal Jepang muncul dan mengepung.

Tengah malam itu, saat amunisi menipis, Kapten Hector Waller memerintahkan kapalnya untuk coba meloloskan diri. Saat itulah empat torpedo Jepang menghantam berturut-turut. Yang pertama kena lambung kanan depan. Menghantam ruang mesin depan. Yang kedua kena di dekat anjungan, membolongi lambung. Yang ketiga kena sisi kanan belakang. Yang keempat kena di sisi kiri depan.

Pas torpedo kedua menghantam, Waller sudah memerintahkan abandon ship. Tembakan meriam terus menghambur dalam jarak dekat, dari para destroyer Jepang, dan Perth pun terguling ke kiri dan tenggelam sekitar jam setengah satu malam.

Dalam tembak-tembakan serba gila itu, ujungnya Perth dan Houston tenggelam selepas tengah malam, berarti itungannya sudah masuk tanggal 1 Maret 1942, tepat di hari pendaratan Jawa. Di pihak Jepang, korban ada lima,.. satu penyapu ranjau dan satu kapal transport tenggelam juga, kemungkinannya karena dihajar kawan sendiri, entah meriam, atau torpedo. Di samping itu, ada tiga lagi kapal transport rusak, entah oleh peluru meriam siapa, dan terpaksa di kandaskan ke pantai.

Uniknya, salah satu transport yang kena hajar itu, Ryojo Maru, adalah kapal yang ditumpangi komandan invasi Letjen Hitoshi Imamura. Sang jenderal pun langsung melompat ke air basah kuyup. Berenang sebentar, lalu ditolong oleh boat kecil, dan dibawa ke pantai dalam keadaan kesal dan gemas.

Dari Houston, 696 awak tewas, 368 selamat. Dari Perth, 375 tewas, 307 selamat. Kapten kedua kapal ikut tewas. Untuk aksinya itu, Rooks dianugerahi Medal of Honors secara anumerta.

Penjelajah Mikuma kehilangan 6 awak, dan 11 cedera, karena tembakan Houston. Destroyer Shirayuki kena tembakan telak di anjungannya, melukai 11 awak, dan menewaskan 1 orang. Harukaze juga kena tembak di anjungan, ruang mesin, dan rudder. Tewas 3 orang, cedera 15 orang.

Saat HNLMS Evertsen muncul di tkp, Houston dan Perth masih tembak-tembakan dengan Jepang. Evertsen coba menghindari pertempuran dengan berlayar melambung. Awalnya aman saja, tapi kemudian kepergok destroyer Murakumo dan Shirakumo yang menjaga sayap selatan, dan langsung ditembaki. Evertsen bermanuver menghindar, dan berhasil lolos sampai selat Sunda. Tapi keuber lagi oleh keduanya. Lalu Evertsen

bikin tabir asap, lolos lagi, tapi terus buritannya terbakar. Masih sambil ditembaki gencar, Evertsen mencoba merapat ke pantai karang, menembakkan semua torpedonya, dan semua awak lalu meloloskan diri sebelum api menyambar gudang amunisi belakangnya.

Begitu gudang amunisi tersambar api, jlegur! Terjadi ledakan keras yang menghancurkan sebagian besar buritannya. Ya sudah. Tamar riwayatnya. Sebagian besar awak Evertsen lalu diciduk Jepang, tanggal 9-10 Maret 1942, dan jadi tawanan perang sampai perang berakhir. Kapten kapalnya, sebulan jadi tawanan perang, lalu meninggal di interniran. Ada sebagian kecil, konon yang tidak tertangkap, meloloskan diri ke arah Sumatra, tapi kemudian nyaris semuanya hilang tanpa jejak. Entah dibunuh atau tewas karena sebab lain.

Dari catatan sejarah, Evertsen bikinan Rotterdam itu mulai bertugasnya 1928, jadi sempat malang melintang sekitar 14 tahun sebelum tenggelamnya. Saat berangkat ke Hindia Belanda, Evertsen beriringan dengan De Ruyter.

Tahun 1931 latihan perang bersama penjelajah Sumatra, De Ruyter, dan 5 kapal selam, dan ada insiden. Sumatra kandas di karang yang tidak terpetakan di pulau Kebatoe. Sumatra lalu ditarik lepas oleh kapal tunda dan kapal Soemba. Sebelum hancur itu, kerjaan Evertsen sepanjang 1940-1942, adalah melakukan tugas pengawalan.

***

Riwayat HMAS Perth

HMAS Perth punya cerita juga. Awalnya Perth itu kapal Inggris HMS Amphion bikinan tahun 1936. Setelah beberapa tahun tugas di Amerika Utara dan pangkalan Hindia Barat, penjelajah itu terus dialihkan ke angkatan laut Australia tahun 1939 dan ganti nama jadi HMAS Perth.

Di awal perang, Perth ditugaskan patroli di Atlantik barat, kemudian perairan Australia. Saat mau menuju Australia, masih di sekitar Karibia, perang pecah, dan mendadak Perth ditugasi memburu kapal Jerman apapun yang ada di dekatnya sampai Maret 1940. Setelah itu pulang ke Australia lewat terusan Panama di akhir Maret lalu beroperasi di tanah airnya sampai November 1940 saat dia dikirim ke Laut Tengah menggantikan HMAS . Sempat terlibat pertempuran Yunani dan pulau Kreta. Beberapa kali mengalami serangan udara juga. Tapi selamet. Lalu ikut kampanye Syria-Lebanon melawan Vichy-Perancis, nyaris kena bom bomber sekutu sendiri, sebelum kembali lagi ke Australia akhir 1941-an. Perannya terus digantikan oleh HMAS Hobart. Dan kepergian Hobart ini bikin gemes Helfrich komandan Belanda, karena harapan dia, Hobart mestinya ikut operasi di Asia Tenggara juga.

Pulang dari laut tengah, Perth diperbaiki, overhaul dan upgrade kapabilitas anti-aircraftnya. Lalu bersama Canberra, 12 Desember 1941

memberangkatkan Pensacola Convoy untuk bala tambahan ke Jawa seperti yang tadi sudah disebutkan. Ikut bergabung di convoy itu juga HMNZS Achilles. Habis itu, sampai Januari 1942 terus di perairan Australia saja. Dan mestinya, tugas Perth terus cuma di perairan tanah air saja, di Anzac Area sementara HMAS Canberra dalam perbaikan. Tapi kemudian, kabinet perang setuju memperbantukan ke ABDA, sesuai strategi Australia, yang mengatur, kalau bisa pertempuran-pertempuran terjadinya di utara, jauh dari tanah Australia. Maka berangkatlah Perth dari Sydney ke Fremantle, terus ke utara, menggantikan HMAS Adelaide mengawal konvoi-konvoi tanker yang mengungsikan sebanyak mungkin bbm dari Hindia Belanda ke Australia.

Setelah Palembang jatuh, semua kapal Australia dipanggil pulang ke Femantle, kecuali Perth dan kapal kargo Jacob, yang terus balik lagi ke utara 1300km dari Fremantle, selepas mengawal konvoi. Perth tiba di Tanjung Priok 24 Februari, bersamaan dengan adanya serangan udara.

Istirahat semalam, besoknya Perth bersama Exeter, Jupiter, Electra, dan Encounter berangkat ke Surabaya dipanggil rapat oleh Doorman. Terus bertempur dua gelombang itulah dia sampai tenggelam. Dari total 681 pelautnya saat tenggelam, 353 tewas, 4 hilang nggak jelas, 328 ditawan. Selepas perang, yang selamat pulang ke tanah air Australia cuma 218 penyintas saja. Termasuk meninggal juga, maskot kapal, yaitu seekor kucing hitam bernama Red Lead.

Di antara yang meninggal sebagai tawanan itu, ada 38 orang yang matinya ngenes banget, karena dimual di 'hell ships'-nya Jepang, terus tenggelam oleh serangan udara sekutu sendiri.

Tahun 2013, para penyelam menemukan bangkai Perth, tapi rupanya, sebagian sudah dipreteli oleh para pemburu kapal karam Indonesia, nggak tahu dari Madura atau dari mana. Eh, kok jadi menyebut kata Madura segala. Sorry. Nggak ada hubungan.

Untuk mengenang penjelajah yang banyak berjasa itu, Perth dianugerahi penghargaan berjejer: "Atlantic 1939", "Malta Convoys 1941", "Matapan 1941", "Greece 1941", "Crete 1941", "Mediterranean 1941", "Pacific 1941–42", dan "Sunda Strait 1942". Peringatan tahunan selalu diselenggarakan oleh Nedlands Yacht Club, Perth, sebagai penghargaan kepada Waller, para kru-nya dan kapalnya. Lonceng asli dari Perth dipajang di balai kota Perth, bersama lonceng sejenis dari kapal bernama Perth yang lain, yang muncul di era perang dingin. Tugu memorial juga ada di St John's Anglican Church, King's Square, Fremantle, dan upacara peringatan tahunan juga ada.

***

Riwayat USS Houston

USS Houston juga punya reputasi. Kapal bikinan Virginia ini mulai bertugas 1931. Di US Navy dijuluki "Galloping Ghost of the Java Coast". Semula kelasnya: light-cruiser, karena lapis bajanya tipis. Lalu dirancang ulang jadi heavy cruiser.

Sampai 1931 awal, di perairan Atlantic saja operasinya. Lalu tiba di Manila, 22 Februari 1931, dan menjadi flagship-nya Asiatic Fleet Amerika. Saat pecah perang Cina-Jepang, Houston beroperasi di sekitar Shanghai untuk melindungi warga dan kepentingan Amerika. Sempat mampir ke Jepang, lalu Filipina lagi, lalu sempat juga ke San Fransisco. Lalu beberapa kali ditumpangi VVIP untuk beberapa keperluan.

Saat Golden Gate Bridge di San Fransisco diresmikan, Houston juga ada di sana Mei 1937. Tahun 1939 balik lagi ke Manila, dan terus jadi flagship-nya Laksamana Thomas C. Hart, panglima armada Asiatic. Dan kapal ini lalu diupgrade sistem anti-aircraft-nya.

Saat Pearl Harbour digempur, Houston sedang jalan dari Pulau Panay ke Darwin, Australia, lewat Balikpapan dan Surabaya. Setelah tugas patroli, Houson lalu digabungkan ke ABDA-float di Surabaya, bahkan setelah Laksamana Hart digantikan perannya sebagai komandan ABDA-float oleh Helfrich.

Di Hindia, Houston sempat kenyang pengalaman tempur. Pertamanya di pertempuran selat Makasar.

Saat itu, serangan udara Jepang mulai gencar. Gunners Houston sempat menembak jatuh empat pesawat Jepang di pertempuran selat Makasar, tanggal 4 Februari 1942. Satu bom Jepang menghajar turet nomer tiga Houston, sehingga 3 dari 9 meriam jejer-3-nya lumpuh. Nyisa cuma 6 yang aktif, sampai akhir hayatnya. Di pertempuran itu juga, koleganya yang mestinya bisa diajak bahu membahu di pertempuran laut Jawa rusak berat, yaitu penjelajah USS Marblehead dan terpaksa disingkirkan dari medan pertempuran. Doorman pun lalu membatalkan rencananya untuk mencegat invasi Balikpapan dengan segenap armada.

Houston lalu mundur ke Tjilatjap 5-10 Februari. Lalu mengarah ke Darwin untuk membawa bala tentara untuk memperkuat pertahanan Pulau Timor. Ikut rame-rame mengawal USAT Meigs, SS , SS Portmar, dan , bersama destroyer USS Peary, sloops HMAS Warrego, HMAS Swan. Berlayar dari Darwin ke Koepang, jam dua dini hari 15 Februari 1942 di hari saat Palembang jatuh. Sepanjang jalan dibayang-bayangi pengintai Jepang terus. Di drop bom juga, tapi nggak kena. Menjelang siang, konvoi diserang bomber dan flying boats dalam dua gelombang serangan.

Gelombang pertama, Mauna Loa kena, rusak sedikit, tewas satu, cedera satu. Tembakan Houston tidak membuahkan hasil apa-pa. Baru pada gelombang kedua, dia mendapat julukan "like a sheet of flame", seperti sebuah tabir api. Houston berhasil menembak jatuh 7 dari 44 pesawat yang menyerang. Konvoi pun jalan terus beberapa jam menuju Pulau Timor. Pesawat pengintai Houston diluncurkan ke udara untuk mencari posisi musuh. ABDA curiga, di sekitar situ ada kapal induk Jepang. Juga ada satu armada berjajar menunggu. Itu tanda-tanda jelas akan adanya invasi ke Timor. Dan jadinya, konvoi pun diperintahkan pulang kembali ke Darwin, dan tiba di sana sebelum tengah hari tanggal 18 Februari 1941.

Hari itu juga, cuma istirahat sebentar, Houston dan Peary berangkat lagi ke Tjilatjap. Tapi Peary lalu memisah, curiga ada kapal selam, dan coba menguber sampai menguras bbm. Akhirnya terus balik lagi ke Darwin, dan tidak jadi mengiringi Houston. Jadinya, Houston ini selamat dari serangan udara Jepang ke Darwin tanggal 19 Februari. Padahal, akibat serangan itu, Peary, Meigs, dan Mauna tenggelam, dan Portmar juga terpaksa dikandaskan ke pantai, nyaris tenggelam.

Tanggal 26 Februari, Houston ikut ngumpul bersama Doorman di Surabaya, lalu ikut bertempur. Sambung menyambung, sampai tenggelam bersama Perth di selat Sunda itu tadi. Menurut catatan lain, di selat Sunda itu Perth dan Houston sempat disembur 9 torpedo dari Fubuki, dan berhasil menghindar. Bahkan sempat menenggelamkan satu kapal transport dan mengkandaskan tiga lainnya. Tapi tak bisa kabur lagi karena jalannya diblokir rame-rame oleh skuadron destroyer. Dan terpaksa duel jarak dekat dengan penjelajah berat Mogami dan Mikuma. Seperti sudah disebut di atas, Perth coba nekat mendobrak, tapi terus dihantam empat torpedo, dan dihujani tembakan meriam sampai tenggelam setengah satu malam.

Di Houston, peluru meriam depan amunisinya cekak. Jadi, kru Houston terpaksa menggotong manual peluru-peluru dari meriam jejeran ketiga yang lumpuh ke meriam terdepan. Lalu selepas tengah malam, Houston kena hantam satu torpedo, dan mulai kopyor. Toh masih terus menembak juga. Kena tiga destroyer, dan sukses menenggelamkan lagi satu penyapu ranjau. Terus kena hantam torpedo lagi, tiga torpedo berturut-turut. Kapten Albert Rooks tewas seketika kena pecahan peluru meriam jam setengah satu dini hari itu. Lalu kapalnya berhenti, grek.

Destroyer-destroyer Jepang terus mendekat, menembak dek Houston dengan senapan mesin. Lalu, beberapa menit kemudian, Houston terguling ke samping dan tenggelam. Dari 1061 awak, termasuk 74 orang marinir, yang selamat 378, yaitu 354 pelaut, 24 marinir. Semua langsung diciduk oleh Jepang dan dijebloskan ke kamp tawanan.

Selama sekitar sembilan bulan, nasib Houston tidak diketahui dunia luas. Dan kisah pertempuran terakhirnya tidak diketahui sekutu sampai para awaknya dibebaskan dari kamp tawanan selepas perang. Bahkan, Mei 1942, sempat ada 1000 pelaut rekrutan baru, dikenal sebagai "Houston Volunteers" disumpah pada suatu upacara peringatan di downtown Houston, dimaksudkan untuk menggantikan mereka yang hilang bersama USS Houston.

Perth pun nasibnya nyaris sama. Hanya Evertsen yang sempat mengirim sinyal ke Helfrich, mengabarkan bahwa terpaksa mengkandaskan diri. Perth sementara itu, baru ketahuan nasibnya, samar-samar beberapa tahun setelah kejadian. Tawanan asal Perth dibawa naik kapal transport Jepang, terus kapal itu ditorpedo, dan penyintasnya ditolong SAR Australia. Di situlah orang Australia baru tahu nasibnya Perth. Tapi tetap gelap terkait nasib Houston.

Oktober 1942, penjelajah ringan Vicksburg, yang sedang dibangun, diganti nama menjadi Houston, sebagai penghargaan pada si kapal hilang, dan Presiden Amerika Roosevelt ketika itu mengatakan: "Musuh-musuh kita telah memberi kita kesempatan untuk membuktikan, bahwa akan ada USS Houston satu lagi, dan terus, satu USS Houston lagi, kalau perlu, dan terus saja satu USS Houston lagi yang lain, selama idealisme Amerika terancam..."

Kapten Rooks secara anumerta, kemudian menerima Medal of Honor atas aksinya. Dan Chaplain George S. Rentz, pendeta Houston, mendapat Navy Cross secara anumerta juga, karena merelakan jaket pelampungnya untuk pelaut lain yang lebih muda saat di air. Dan jadinya, dia sendiri meninggal. Dia jadi satu-satunya pendeta angkatan laut, yang mendapat Navy Cross sepanjang perang dunia kedua.

Bersama awak Perth, awak Houston juga diberi kehormatan di Shrine of Remembrance di , Australia. Dan juga di St John's Anglican Church, Fremantle.

Dalam latihan CARAT 2004, para penyelam US Navy, dibantu oleh awak TNI AL, mensurvey bangkai Houston. Tapi seperti juga Perth, rupanya sudah keduluan oleh para pemulung besi tua ilegal. Lalu disurvey lagi Perth dan Houston itu Oktober 2015, oleh para penyelam Amerika dan Indonesia, diantar oleh USNS Safeguard, dan sejak itu coba dibuat langkah-langkah untuk pemeliharaan bangkai kapal masa perang, dan pencegahan ilegal salvaging. Hasilnya bagaimana, waktu yang akan membuktikan.

Begitulah ceritanya secara serba ringkas... Sebelum kita akhiri, sekilas coba kita tinjau tokoh-tokoh sentral dalam pertempuran laut Jawa. Pertama, sisi Belanda, ada Doorman dan Helfrich. Kemudian, sisi Jepang.

***

Tentang Karel Doorman

Nama lengkapnya Karel Willem Frederik Marie Doorman. Biasa itu bagi orang Belanda nama berjejer begitu. Familienam atau surenamenya Doorman. Kalau pakai pangkat-pangkatnya semuanya maka lebih lengkap lagi: Schout-bij-nacht Karel Willem Frederik Marie Doorman RMWO RNL OON.

Schout-bij-nacht itu pangkat belandanya dia, bintang dua angkatan laut, setingkat Laksamana Muda atau kalau di angkatan laut Amerika atau Inggris. OON di belakang nama itu salah satu bintang jasa yang disandangnya: Order of Orange-Nassau penghargaan untuk laku ksatria bagi siapapun yang telah mendarmabaktikan suatu jasa khusus bagi masyarakat. RMWO atau MWO itu Military Order of William atau Militaire Willems-Orde adalah bintang jasa tertua dan tertinggi di Belanda. Untuk keberanian, kepemimpinan, dan kesetiaan. RNL itu order of the netherlands lion, bintang jasa 'singa Nederland', atau De-Orde van de Nederlandse Leeuw, biasa diberikan yang menjadi tokoh legendaris seperti para jenderal tertentu, menteri kerajaan, wali kota besar, profesor dan ahli keilmuan, industrialis top, pejabat

tinggi, hakim-hakim tinggi, dan artis legendaris. Di masa kini OON itu cenderung untuk tentara, dan RNL itu untuk non-tentara. Tapi Doorman sempat menerima keduanya.

Berkat keberaniannya bertempur di Pertempuran Laut Jawa, Doorman termasuk perwira militer paling diingat di Belanda. Sempat ada empat kapal yang dinamai sesuai namanya yaitu bikinan 1946, 1948, 1991, dan 2014.

Dia bule asli, bukan bule Hindia Belanda, lahir di Utrecht sebagai seorang katolik 23 April 1889, dan meninggalnya pada usia 52 tahun, 28 Februari 1942 di laut Jawa di tengah pertempuran itu. Dia berasal dari keluarga tentara profesional. Ada saudaranya sama-sama angkatan laut: Lou ACM Doorman. Dua-duanya mulai jadi perwira junior di kapal perang tahun 1906. Lalu Karel menjadi perwira 1910 dan setahun kemudian dia ditugaskan ke Hindia Belanda di kapal penjelajah Tromp. Tromp ini ikut berlaga juga mempertahankan Hindia Belanda melawan Jepang, tapi tidak ikut pertempuran laut Jawa karena keburu rusak saat pertempuran Selat Badung, saat invasi Bali.

Sepanjang 1912-1913, Karel Doorman bertugas di kapal survey van Doorn dan Lombok, memetakan perairan Papua. Tahun 1914 kembali ke Belanda bersama penjelajah De Ruyter. Sampai kemudian mengajukan permintaan masuk ke kesatuan penerbangan angkatan laut. Visinya sudah jauh. Dia melihat, bahwa peran pesawat terbang itu esensial bagi angkatan laut modern. Tapi para seniornya banyak yang masih beda pandangan dengan tentang ini, termasuk Helfrich sang panglima.

Sebelum perang dunia I meletus, Karel ditempatkan di kapal lapis baja Noord-Brabant, sampai kemudian permintaannya untuk masuk kesatuan penerbangan dikabulkan pertengahan 1915. Jadilah dia perwira angkatan laut pertama yang menerima wings. Resmi jadi pilot sipil tahun itu juga dan tahun berikutnya pilot angkatan laut.

Sebagaimana perwira potensial di Belanda lainnya, dia sempat juga disuruh menjadi guru militer di Soesterberg Air Base dan Naval Air Base De Kooy di Den Helder. Bahkan di naval air base itu dia terus jadi komandannya dan sebagai perintih kesatuan udara angkatan laut. Tahun 1922 dia mendapat bintang jasa OON. Selama perang dunia pertama, Belanda dalam posisi netral jadi pengalaman tempur habis-habisan tidak dipunyai para perwira Belanda. Doorman juga tidak bertempur. Posisi netral ini ada plus minusnya. Mungkin miskin pengalaman ini, gara-gara berposisi netral, berdampak buruk juga pada lemahnya persiapan Belanda pada perang dunia kedua.

Selama 1919-1934 Karel Doorman menikah dengan Justine AD Schermer dan punya anak Joop yang kelak menjadi profesor ahli filsafat. Dari perkawinan ini ada dua anak lagi. Setelah bercerai, dia menikah lagi dengan Isabella JJJ Heyligers tahun 1934 dan mendapat satu anak laki-laki lagi. Saat Doorman tewas 1942, jadinya pernikahannya baru sekitar 9 tahun saja, dan kemungkinan anak bungsunya belum 9 tahun bahkan.

Tahun 20-an itu terjadi depresi global yang imbasnya ke negeri Belanda cukup dalem sehingga anggaran untuk kesatuan penerbangan angkatan laut banyak dipangkas. Karir penerbang Doorman pun tamat karena bersamaan dengan itu tangannya cedera

juga. Lalu dia ikut sekolah tinggi angkatan laut di Den Haag yang penting untuk karir angkatan lautnya. Selulusnya dari situ, dia ditempatkan di departemen angkatan laut di Batavia sejak Desember 1923.

Tahun 1926 Doorman kembali ditempatkan di kapal perang, yaitu setelah 11 tahun lamanya lepas dari penugasan di kapal laut. Sampai akhir 1927 dia jadi perwira kesenjataan di kapal lapis baja De Zeven Provincien. Setelah itu, dia kembali ke Belanda bekerja di departemen angkatan laut di Den Haag, dan bertugas untuk pembelian alutsista untuk kesatuan udara angkatan laut. Nah, berhubung perannya di avionik angkatan laut ini cukup sentral, jadinya.. bisa juga dikatakan bahwa 'kesalahan' taktik dan strategi angkatan laut Belanda terkait penggunaan pesawat terbang, termasuk boat plane pengintai.. sebetulnya Doorman besar juga andilnya.

Tahun 1932 barulah dia menjadi komandan kapal. Minelayer HNLMS Prins van Oranje. Berlayar lagi ke Hindia Belanda. Lalu jadi komandan Destroyer Witte de With, terus Evertsen. Bersama kapal ini tahun 1934 Doorman kembali ke negeri Belanda. Sempat jadi kepala staf di pangkalan Den Helder, kemudian dia menulis surat pada menteri pertahanan meminta dijadikan komandan penjelajah di Hindia Belanda. Saat itu dia sudah berpangkat kapiten (ter see) setara kolonel, dan kemudian permintaannya dikabulkan dan jadilah dia komandan penjelajah Sumatra, dan Java. Tahun 1938 dia jadi komandan kesatuan udara angkatan laut di Hindia Belanda, berpangkalan di Naval Air Station, Moro Krembangan, Surabaya. Dari situ, dia banyak menghabiskan waktu melakukan inspeksi di seantero nusantara sampai perang dunia kedua pecah.

Jadi, dari sisi pengetahuan umum dan karir militer, Doorman ini amat luas dan bervariasi. Latihan mungkin juga khatam. Tapi, pengalaman perangnya? Dibanding pelaut-pelaut Jepang yang bangkotan.. amatlah jauh. Padahal bagaimanapun.. jam terbang itu penting untuk mengatasi saat-saat genting. Ini pelajaran bagi semua....

Mei 1940 dia dipromosikan jadi bintang dua, Schout-bij-nacht, dengan flagship De Ruyter dan memimpin armada atau squadron angkatan laut berpangkalan di Surabaya sampai kemudian dijadikan komandan Combining Striking Froce ABDACOM matra laut, langsung di bawah panglima ABDA-Float Lakdya Helfrich, yang menggantikan Laksamana Thomas C. Hart dari Amerika Serikat.

Sebelum pertempuran laut Jawa, Doorman sempat memimpin serombongan kapal untuk mencegat invasi ke Makasar. Setengah jalan, rombongannya kepergok Jepang, lalu dibomin sampai dia terpaksa balik arah dengan beberapa kapalnya mengalami kerusakan, yaitu Marblehead dan Houston. Belakangan peristiwa ini dikenal sebagai Battle of Makassar Strait atau juga kadang disebut Battle of Flores Sea.

Dalam minggu kedua Februari 1942 itu, combined striking force sempat juga mau mencegah pendaratan di Palembang, tetapi baru setengah jalan, mereka diserang oleh pesawat-pesawat dari kapal induk Jepang, sehingga balik arah ke Batavia dengan korban satu kapalnya kandas di selat Gaspar di daerah Babel.

Saat 18 Februari 1942 Jepang menginvansi Bali, Doorman juga sempat memimpin usaha pencegatan invasi pada tanggal 18-19-nya. Tiga gelompang serangan coba dia siapkan. Yang pertama melibatkan beberapa penjelajah dan destroyer, gagal. Malah berujung pada tenggelamnya destroyer Piet Hein. Gelombang kedua, serombongan penjelajah Belanda datang bersama sejumlah destroyer Amerika, juga gagal. Tapi sempat bikin rusak berat satu destroyer Jepang. Gelombang ketiga,.. Doorman membawa sejumlah kapal patroli, tetapi tidak bertemu dengan kekuatan laut Jepang yang sudah digeser ke tempat lain. Bali sudah keburu dikuasai Jepang. Peristiwa ini dikenal dunia sebagai Battle of Badung Strait.

Di selat Badung itu HNLMS Tromp, penjelajah Belanda yang baru jadi menjelang perang dunia kedua, rusak parah kehantam 11 tembakan dari meriam 5-inci dari destroyer Asashio. Tembakan balasannya makan korban 4 awak Asashio dan 7 awak Oshio. Berhubung rusak, Tromp langsung dikirim ke Australia untuk diperbaiki, yaitu ke Sydney via Fremantle. Pas beres, pas Hindia sudah keburu jatuh, sehingga Tromp selanjutnya beroperasi bersama di bawah komando Inggris, Australia, dan Amerika sampai akhir perang berpangkalan dari Sydney, Fremantle, dan Trincomalee. Justru karena sempat rusak, ujungnya dia selamet. Kalau enggak, mungkin dia akan nahas bersama pertempuran laut Jawa, atau bisa juga, dia nahas di Fremantle, saat Darwin diserang udara oleh Jepang.

Selepas perang, Tromp kembali ke Belanda. Dan tahun 1949, Tromp dipakai sebagai kapal latihan dan akomodasi, sampai kemudian dibebastugaskan 1955. Tahun 1969 didaur ulang sebagai besi tua, scrapped.

Balik lagi ke Doorman, setelah pertempuran Selat Badung itu,.. ya pertempuran laut Jawa itu. Sebagian awak De Ruyter ujungnya terselamatkan, tetapi sebagai ksatria angkatan laut sejati, Doorman memilih tetap di kapal bersama orang-orang cedera dan gugur yang tidak bisa meninggalkan kapal, dan tenggelamlah dia bersama kapalnya. Juni 1942, secara anumerta dia dianugerahi bintang jasa MWO-nya. Penerimaannya diwakili oleh putra sulungnya dan diserahkan oleh Laksamana Madya bintang tiga Conrad Emil Lambert Helfrich di atas kapal HNLMS Karel Doorman pada tahun 1947, yang juga dihadiri oleh Pangeran Bernhard, suami ratu.

Kata orang Amerika,.. pertempuran laut Jawa itu pertempuran yang konyol. Tapi kalau melihat semangat dan keberanian Doorman.. membela negerinya waktu itu, yaitu Belanda dan koloninya, Hindia Belanda.. mungkin bisa juga itu bukan kekonyolan yang sia-sia. Di Benteng Alamo, orang Amerika pun mati-matian sampai tumpas membela sejengkal tanahnya bukan? Dan kesiapan berjuang sampai mati seperti itu menginspirasi segenap bangsa. Bangsa yang besar, mestinya punya banyak anak-anak bangsa yang semangat juangnya luar biasa seperti itu. Dan rasanya, Belanda itu punya tokoh-tokoh pejuang yang gigih.

Kalo kita lepaskan sentimen masa lalu, terlepas dari mereka menjajah Indonesia dan memerangi habis-habisan pejuang kemerdekaan Indonesia, kita mestinya bisa

mengambil pelajaran dari kegigihan orang-orang seperti Doorman dan para anggotanya.. yang dalam keadaan lemah pun, dia tidak mau menyerah begitu saja.

Mungkin kisahnya agak berbeda dengan Conrad Helfrich komandannya berikut ini.

***

Tentang Conrad Helfrich

Di atas Doorman, saat perang itu, ada panglima Conrad Helfrich. Saat itu dia vice-admiral (bintang tiga, atau laksamana madya), dan kelak naik menjadi Luitenant-Admiraal atau laksamana penuh bintang empat. Di atasnya lagi dari Helfrich, itu ada supreme commander-nya ABDACOM, Jenderal Sir Archibald Wavell dari Inggris. Atau, lebih jelasnya kita ringkaskanlah jajaran pucuk pimpinan berikut ini.

Puncak komando ABDACOM:

(1) Panglima tertinggi atau Supreme Commander: Jenderal Sir Archibald Wavell, dari British Army (BA); (2) Wakilnya atau Deputy Commander: Letjen General George H. Brett, U.S. Army Air (USAAF); (3) Kepala staf: Letjen Henry Pownall (dari BA juga).

Untuk matra darat:

(1) Khusus Filipina, dipegang Jenderal Douglas MacArthur, . Secara teknis, mestinya MacArthur juga anak buah Wavell, walau nyatanya dia independen. (2) Letjen Hein ter Poorten, Royal Netherlands East Indies Army (KNIL) – commander ABDA Land, kecual Filipina; dan panglima angkatan darat Hindia Belanda KNIL. (3) Mayjen Ian Playfair (BA) – deputy & kepala staf. (4) Mayjen T. J. Hutton (BA) – komandan Inggris di Burma. (5) Mayjen David Blake, (Australian Army) - komandan Northern Australia. (6) Letjen Arthur Percival (BA) – komandan semenanjung Malaya.

Untuk matra udara:

(1) Air Marshal Sir Richard Peirse, Royal Air Force (RAF), panglima ABDA Air. (2) Mayjen Lewis H. Brereton (USAAF), deputy panglima ABDA Air. (3) Air Vice-Marshal Sir Paul Copeland Maltby (RAF), komandan area Jawa. (4) Air Vice-Marshal DF. Stevenson RAF, NORGROUP (komandan area Burma) (5) Air Vice-Marshal CW. Pulford RAF, WESGROUP (komandan Malaya & Sumut) (6) CENGROUP (Sumbagsel & Jabar, semula dipegang KNIL, lalu dioper ke Air Vice-Marshal P.C. Maltby dari RAF untuk area Sumbagselnya; dan Jabarnya dipegang oleh Mayjen Ludolph van Oyen (KNIL-ML, panglima KNIL matra udara juga, lalu digabung ke EASGROUP setelah Palembang jatuh);

(7) EASGROUP (Jatim, awalnya dipegang USAAF, lalu digabung ke CENGROUP, belakangan mestinya yang pegang Mayjen Oyen juga atau Oijen tulisannya); (8) Ada grup independen untuk Allied Air Reconnaissance, RECGROUP, dipegang Kapitein ter Zee GG. Bozuwa, (dari angkatan laut Belanda), dan deputy: Captain F. D. Wagner (US Navy); (9) Air Commodore Douglas Wilson, AUSGROUP (RAAF: Australia Utara & Maluku).

Untuk matra laut:

(1) Admiral Thomas C. Hart, U.S. Navy - panglima ABDA Sea sampai 12 Februari 1942, lalu digantikan Vice-admiral Conrad Helfrich, Royal Netherlands Navy (RNN); (2) Rear-Admiral Arthur Palliser, (British) , deputy panglima. (3) Rear-Admiral William A. Glassford, Jr. (US Navy) panglima U.S. naval forces. (4) Rear-Admiral Johan van Staveren (RNN) panglima naval forces Belanda. (5) Commodore John Collins, , panglima British-Australian.

Jadi, secara hirarki, boss Doorman itu, Helfrich (dan wakilnya, tapi wakilnya tidak terlalu aktif, khususnya setelah Wavell balik ke India). Dan di atasnya lagi, mestinya Wavell, tapi Wavell sudah balik ke India 25 Februari 1942, sehari sebelum pertempuran Laut Jawa. Jadi, praktis, di atas Helfrich langsung supreme-command sekutu. Dan karena itu, perang Helfrich ini cukup kunci juga.

Nama aslinya Conrad Emil Lambert Helfrich. Panjang seperti Doorman dan kebanyakan orang Belanda. Helfrich lahir di Semarang, 11 Oktober 1886. Jadi, saat pertempuran laut Jawa 1942 itu, umurnya sekitar 56 tahunlah. Dia bukan bule asli seperti Doorman, tapi indo. Ayahnya seorang dokter KNIL, dan ibunya orang pribumi Indonesia.

Sepanjang hidup Helfrich terpukau pada angkatan laut, dan itu mendorong dia merantau ke negeri Belanda pada umur 17 tahun karena ingin menjadi perwira pelaut. Empat tahun dia berguru di institute angkatan laut di Den Helder. Setelah disumpah menjadi perwira laut, dia ikut ekspedisi penaklukan Bali tahun 1908 dan bertugas di beberapa kapal perang sepanjang karir militernya.

Di kalangan perwira, dia agak unik, dan resek seperti Mac Arthur atau siapalah perwira yang agresif. Walau begitu, dia menonjol karena kepandaian dan semangatnya. Sampai kemudian tahun 1922, dalam umur sekitar 36 tahun dia sekolah lagi di High Naval Military School di Holland. Kemudian, sebagaimana umumnya future leader di Belanda, dia tugas mengajar, jadi guru militer, selama tiga tahun, baru kemudian menjadi kepala staf angkatan laut di Hindia Belanda pada tahun 1931 dalam usia 45 tahun. Terus dia memimpin angkatan laut Hindia Belanda sepanjang 1935-1937 dan jadi direktur Hogere Marine Krijgsschool selama satu setengah tahun.

Oktober 1939, saat Eropa sudah berperang habis-habisan, Helfrich dipromosikan menjadi komandan untuk segenap kesatuan belanda di Hindia Belanda. Ini sepertinya tidak termasuk KNIL yang merupakan kesatuan tentara lokal, tapi bisa juga termasuk.

Saat itu pangkatnya masih rear-admiral, bintang dua, dan terus dipromosikan menjadi bintang tiga vice-admiral pada Agustus 1940.

KNIL angkatan darat Hindia Belanda waktu itu juga dipimpin oleh bintang tiga, Letjen Gerardus Johannes Berenschot, yang juga peranakan indo, lahir di Solok 1887, sekitar satu tahun lebih muda dari Helfrich tapi sudah menjabat komandan KNIL sejak 1939. Cuma Berenschot umurnya tidak panjang. Oktober 1941 dia kecelakaan pesawat, dan meninggal. Posisinya kemudian digantikan oleh Letjen Hein ter Poorten, yang lebih junior dari Helfrich.

Penampilan Helfrich konon mudanya seperti pelaut jagoan. Dipandang unik oleh banyak orang. Seorang fighter, pemimpin yang cakap, dan tidak suka birokratis. Helfrich siap berkorban apapun demi mempertahankan Hindia Belanda, yang dia pandang sebagai tanah air tak terpisahkan dari kerajaan Belanda, bukan sekedar koloni. Tidak heran, dia amat anti gerakan kemerdekaan.

Helfirch ini, terus menjadi teman Rear-Admiral Layton, dari US Navy yang ahli intelejen Cina-Jepang. Kebetulan Helfrich dan Layton ini sependapat dan sama-sama terganggu dengan cara-cara US Asiatic Fleet dioperasikan, dan keduanya sama-sama mengusulkan dibentuknya armada gabungan yang bisa menyerang musuh saat lengah. Usul ini kelak terwujud, walau sudah amat terlambat.

Di awal-awal perang setelah Perl Harbour, Helfrich ini termasuk komandan yang paling agresif dalam menempur Jepang. Sampai-sampai media Amerika mengelu-elukannya sebagai 'Helfrich si penenggelam satu kapal per hari' segala. Konon, dalam minggu-minggu pertama peperangan, kapal-kapal selam Belanda menenggelamkan kapal Jepang lebih banyak daripada keseluruhan angkatan laut Inggris dan Amerika digabungkan jadi satu. Atau boleh dibilang kelewat nekat. Karena selain kesuksesannya tinggi, kehancuran dan kerugian di sisi Belanda juga tinggi. Mohon maklum, kebanyakan kapal selam Belanda bukanlah termodern pada masa itu.

Berbeda dengan pandangan para komandan Inggris, Amerika, dan Australia,.. bagi Helfrich, kedatangan Jepang ke Hindia Belanda itu adalah kedatangan ke rumahnya. Itu bisa bermakna invasi ke Semarang, tempat ayahnya buka praktek dokter dari lama. Dan tempat dia dilahirkan 55 tahun sebelumnya. Bagi dia, Jepang itu mau menyerang rumahnya yang jelek tapi adem di Batavia, tempat dia tinggal bersama istrinya, dua anak kembar laki-laki, dan dua anak perempuan. Bagi dia, Jepang itu mau menyerang kampung-kampung yang permai, tempat tinggal sohib-sohib Helfrich yang pribumi, tempat dimana banyak pelaut dan tentaranya dibesarkan. Bagi Helfrich ini terasa emosional. Semua tempat-tempat favoritnya mau dirangsek Jepang. Harmonic Club di Batavia, Grand Hotel Preanger di Bandoeng, Navy club di Soerabaja, semua tempat Helfrich biasa nongkrong. Dia juga memikirkan segenap pertambangan timah, sumur minyak, sawah-sawah penghasil padi, segenap hasil bumi dan kekayaan kerajaannya, yang selama ini didapat dengan segenap jerih payah.

Bagi Helfrich, dan bagi para peranakan pada umumnya, Hindia Belanda itu lebih kampung halaman daripada negeri Belanda sendiri. Mana saat itu Holland sudah di tangan Jerman, makin terasa lagi bahwa Hindia itu satu-satunya rumah yang tertinggal. Dan saat Sumatra sudah jatuh, Sulawesi, Kalimantan, dan Bali, maka Jawa itu ya tinggal satu-satunya yang tersisa. Tidak ada rumah yang lain!

Dengan pola pandang seperti itu, Helfrich lebih mati-matian menyiapkan perlawanan dari sekutu yang manapun juga. Lebih mati-matian dari saat Inggris mempertahankan Malaya, atau Amerika mempertahankan Filipina. Masalah cuma: secara material dan persenjataan, dia tidak punya sebanyak Inggris atau Amerika. Ini jadi pelajaran bagi kita. Kurang semangat, seperti Inggris dan Amerika saat mempertahankan koloninya juga jadi lembek, tapi di sisi lain, semangat luar biasa pun, kalau material, logistik, dan sumber daya pas-pasan.. itu juga nafsu besar tenaga kurang. Untuk bisa sukses mesti kombinasi dari kedua hal itu, yang bagi sekutu, Amerika khususnya, momentumnya didapat kira-kira saat bersamaan mereka habis-habisan di Guadalcanal.

Kalau dirunut ke belakang, ini terkait dengan strategi netral Belanda, yang ternyata tidak menyelamatkan. Di perang dunia pertama, sepertinya kenetralan itu menyelamatkan nyawa banyak orang Belanda, tapi bikin mereka jadi miskin pengalaman perang. Lalu, setelah itu, penyelesaian tidak tuntas. Ketegangan meluas kemana-mana. Belanda baru nyadar, mau memodernisir angkatan perang. Eh, tapi.. maju mundur lagi terbentur jaman depresi yang diawali 1929. Jadinya, sampai menjelang perang, penyiapan angkatan perang Belanda relatif minim. Pada tahun 1938, belanja angkatan bersenjata Belanda barulah 4%-an saja dari belanja total pemerintah. Sementara, Jerman tetangganya yang agresif, saat itu membelanjakan 25%. Andai saja, Belanda juga membelanjakan 25%, dan jauh memodernisir diri, mungkin Jerman akan mikir-mikir keras untuk nekat menyerangnya. Demikian pula, di Hindia Belanda, Jepang akan lebih keras digempur oleh alutsista yang lebih canggih. Wallahualam. Apakah pengandaian ini masuk akal apa tidak. Pada kenyataannya, orang-orang pecinta damai, umumnya memang tidak mudah membalik pola pikir untuk intensif belanja militer. Dan lagi pula, jaman depresi begitu, kalau belanja senjata kebanyakan.. jangan-jangan perekonomian Belanda malah kejeblos ke krismon kelas berat juga. Serba salah.

Kembali lagi ke Helfrich... menyadari keterbatasannya, setelah keadaan genting, dia coba pengadaan alutsista besar-besaran, dengan susah payah. Lalu, setelah perang pecah di Pasifik, dia dan segenap konco di Hindia, termasuk van Mook dan lain-lain menjerit minta agar para sekutu siap juga mempertaruhkan segalanya untuk mempertahankan pulau Jawa. Yang oleh Amerika jelas ini tidak diindahkan. Selain memperbantukan kapal-kapal kecil saja, tentara darat pun dari Amerika yang ikut bertempur di Jawa tidak sampai seribu orang. Toh Helfrich tetap nekat bertempur.

Bagi mereka, kalau persiapannya kurang.. ya sudah kekuatan yang ada ditarik dulu menjauh, matangkan dulu persiapan, baru ofensif balik. Bodo amat Hindia Belanda atau koloni siapapun mau jatuh atau apa. Nanti direbut lagi. Inggris sendiri, cenderungnya

segenap kekuatan laut fokusnya lebih kepada mengawal konvoi dan defensif daripada bersikap agresif seperti yang diinginkan Helfrich.

Helfrich tahu persis bahwa di masa lalu, Belanda punya tradisi angkatan laut yang membanggakan, dan mungkin demi mempertahankan tradisi itu pulalah dia nekat memberangkatkan armadanya untuk menempur Jepang pada Februari 1942 itu. Di masa lalu, ada masanya angkatan laut Belanda itu jadi 'pengemis lautan'. Pelaut tanpa tanah air. Yaitu saat mereka berjuang melepaskan diri dari jajahan Spanyol, dan melepaskan diri dari musuh-musuhnya. Biasalah, romantisme masa lalu, sering dibawa-bawa, sebagaimana jaman Sriwijaya-Majapahit juga sering disebut-sebut oleh kita.

Toh akhirnya, Amerika dan Inggris menyetujui juga menjadikan Helfrich panglima ABDA-Float. Dibanding panglima sebelumnya, Laksamana Thomas C Hart dari Amerika yang sepuh, dan kelewat kalem, yang tidak bisa mengimbangi kecepatan dan semangat kaigun Jepang, mungkin para sekutu juga melihat Helfrich semangatnya lebih dapet. Eh, tapi belakangan Amerika mengkritik keras Helfrich dan menganggap dia kelewat nekat dan bertindak konyol.

Saat armadanya hancur selepas pertempuran Laut Jawa itu, dan pangkalan-pangkalan juga hancur, dan menjelang runtuhnya Hindia Belanda, Helfrich pun mengeluarkan arahan evakuasi umum untuk segenap kru angkatan lautnya, dan handai taulannya. Termasuk di dalamnya, armada-armada pesawat air. Kekuatan udara lama-lama juga termasuk. Dan keluarga-keluarga angkatan darat KNIL dan pejabat-pejabat sipil. Arah evakuasi kalau ke barat ke India-Ceylon, kalau ke selatan-timur, ke Australia.

Cerita-cerita horor pun berkembang di sini. Konon, dengan flying boat Dornier, ke titik terdekat di Australia itu akan perlu 8-10 jam. Sedangkan kalau pakai Catalina yang lebih besar, tapi lebih lambat, bisa 14 jaman. Dan pesawatnya bukan seperti Singapore Airlines first class. Toilet cuma satu. Berisik dan bergetarnya lebih dari bajay. Geradakan berguncang. Dingin menggigil tanpa heater, dan bahkan tidak ada kursi kecuali untuk kru inti, ini demi mengurangi bobot. Semua cuma bisa duduk abruk-abrukan di lambung kayu pesawat, atau nyender ke dindingnya, yang juga abruk-abrukan. Tidak ada layanan makan dari pramugari. Makan ya paling bisa yang dibawa sendiri saja. Dan tidak boleh bawa kopor pula. Paling bisa bawa buntelan ringan. Berangkatnya selalu saat sudah gelap, dan harus sudah cukup jauh, saat hari terang besoknya. Ini demi menghindari sergapan Jepang. Yang bawa anak kecil, silakan dibayangkan sendiri bagaimana kalau 10 jam lebih begitu anaknya rewel terus tersiksa.

Cuma, apa boleh buat. Sarana evakuasi yang ada ya cuma itu. Eh, tapi.. mungkin Helfrich disumpahin tuh oleh para penumpang flying boat. Pada ujungnya, Helfrich pun saat hengkang meninggalkan Hindia Belanda,.. dia terbang dengan sebuah pesawat Catalina tanggal 2 Maret 1942 ke Colombo, Ceylon, setelah berkoordinasi dengan otoritas Inggris yang berkuasa di sana.

Setelah kepergiannya, segenap Hindia Belanda dikomandani oleh Letjen Ter Poorten mestinya, panglima KNIL, yaitu sampai kemudian kapitulasi tak lama kemudian.

Di Colombo, Helfrich mendirikan markas besar darurat untuk segenap angkatan laut Belanda yang tersisa, sampai akhir perang. Oleh pemerintah pengasingan Belanda di London, dia ditetapkan sebagai BSO (Bevelhebber Strijdkrachten Oosten), suatu posisi yang memberi dia kontrol atas semua kekuatan laut dan angkatan bersenjata Belanda yang tersisa di segenap negeri timur, selepas jatuhnya Hindia Belanda. Yang kenyataannya, ini sekedar jabatan simbolis saja, karena nggak ada markas besar dan tidak punya jalur komunikasi dan sumber daya perang. Dan segenap kekuatan Belanda yang tersisa sebetulnya bergerak sendiri-sendiri, atau kadang menginduk pada kesatuan Inggris, Amerika, atau Australia yang lebih besar.

Tidak heran maka sejak itu Helfrich merasa dipinggirkan. Bagaimanapun juga, dia tahu.. walau oleh orang-orang Belanda kenekatannya diagung-agungkan, dan keberaniannya memberangkatkan armada tempur habis-habisan dipuji-puji. Saat perang itu oleh Amerika dia dikritik pedas telah melakukan usaha yang sia-sia dan konyol.

Titik pandang Amerika dan Belanda tentu beda, ya. Bagi Belanda, kenekatan Helfrich dan Doorman ini membuktikan kehormatan dan keperwiraan angkatan lautnya. Bahwa mereka gagah berani, bukan pengecut yang kabur dari pertempuran. Dan itu jadi pertempuran mereka yang paling terkenal sepanjang jaman modern ini.

Agustus 1945, setelah Jepang dan Jerman keok, Helfrich ini menjadi komandan segenap kekuatan laut Belanda, dimanapun adanya di dunia ini, termasuk di Eropa. Dan dia dipromosikan jadi Luitenant-Admiraal, bintang empat, laksamana penuh, dan terus jadi wakil pemerintah Belanda saat kapitulasi Jepang di atas battleship USS Missouri tanggal 2 September 1945. Kira-kira tepat enam tahun sejak Jerman menyerbu Polandia.

Habis perang, begitu Indonesia proklamasi, Helfrich napsu lagi ingin mengambil alih. Dan dia terkenal keras sekali pada periode ini, nyaris tidak mau berkompromi sedikit pun dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Saat ada kompromi perjanjian Linggarjati, Helfrich termasuk tokoh Belanda yang paling menentangnya dengan keras, walau tentangannya ini tidak digubris banyak pihak.

Di sisi lain, selepas perang itu jagoan dunia Amerika sudah makin kokoh pengaruhnya. Amerika tentu masih ingat juga bagaimana Helfrich beneran bikin kesel karena kelewat nekat. Dan dia jadinya bukan anak manis yang disukai di Washington.

Saat akhirnya Belanda gagal menegakkan lagi koloninya, dan terpaksa mengakui kemerdekaan Indonesia, nggak tahulah bagaimana perasaan Helfrich.

Helfrich tetap jadi panglima sampai pensiun dari angkatan laut di tahun baru 1949 dalam usia sekitar 63 tahun. Dia mendapat anugerah "Grootkruis van de Nederlands

Leeuw" dari kerajaan Belanda, yang mungkin maknanya salib-agung dari singa Belanda atau semacam itu.

Setelah pensiun, Helfrich menulis memoar dan ditebitkan tahun 1950, dan lalu, perwira kelahiran Semarang itu meninggal di Den Haag, September 1962 dalam usia 76 tahun, sekitar 17 tahun setelah perang selesai dan Indonesia merdeka. Atau sekitar 12 tahun dari saat Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia, lepas dari Belanda, lepas dari Helfrich yang di jaman perang sempat mati-matian gagal mempertahankannya melawan tsunami Jepang.

Memoarnya, saya belum baca. Tapi orang-orang bilang, di situ ada sejumlah kritik atas Amerika, Inggris, ABDA, dan bahkan dia banyak mengkritik langkah-langkah dan taktik-taktik Doorman. Entahlah, apakah kritikan itu berlebihan atau tidak. "Kalau gue tahu situasinya kayak begono, tentu waktu itu gue intervensi keputusan Doorman, bla, bla.." Kenyataannya, saat pertempuran-pertempuran laut terjadi, Doorman-lah yang ada di lapangan. Sedang Helfrich nun jauh di markas. Sedang komunikasi dari lapangan ke markas.. kita tahu sendiri. Apakah analisis Helfrich bisa beneran lebih komprehensif daripada Doorman? Wallahualam. Mestinya mbok ya jangan gitu ya. Udah perangnya kalah, nyalah-nyalahin orang lagi. Mana yang dia salahin itu anggota dia sendiri, udah meninggal pulak! Lebih bagus kalo banyak-banyak istigfar sebetulnya. Hehehe...

Yah tapi bisa saja, pendapat Helfrich itu juga tidak sepenuhnya salah. Cuma, orang itu kalau udah kalah.. ngomong apa aja bisa salah emang. Meninggal sekalian malah aman. Yang jelas, sementara Doorman beberapa kali namanya digunakan untuk nama kapal perang Belanda, nama Helfrich rasanya belum pernah dipakai untuk nama kapal perang. Nggak tahu kalau kapal keruk? Eh, ini maknanya apa, ya? Wallahualam.

Bukan artinya Doorman itu oke, dan Helfrich itu tidak oke, ya. Bagi kita, mungkin posisi kita mestinya netral saja. Sekedar pengetahuan umum, dan kalau ada pembelajaran, kita renungkanlah sebagai pembelajaran bagi kita, sebagai suatu bangsa.

***

Tentang Takeo Takagi

Lebih lengkap rasanya, kalau selain komandan Belanda, kita tinjau sekilas juga komandan kunci di sisi Jepang.

Di atas, banyak disebut Takagi. Atau Takeo Takagi, alias Takagi Takeo. Gaya Jepang itu suka dibolak-balik begitu itu. Perwira ini lahir di Fukushima, 25 Januari 1892. Jadi, saat perang laut Jawa tahun 1942, umurnya sekitar 50 tahun, lebih satu bulan.

Dia lulus akademi angkatan laut Jepang angkatan 39. Rangking 17 dari 148 kadet, di tahun 1911. Jadi tidak sampai 10% terbaiklah. Sebagai atau letda muda, dia awalnya ditugaskan di penjelajah Aso, lalu battleship Shikishima. Lalu naik pangkat, pindah ke penjelajah Asama dan battleship Kawachi.

Sebagai letnan angkatan laut (setara kapten angkatan darat), Takagi bertugas di kapal selam S-15, terus ikut pendidikan lanjutan di bidang navigasi dan perang torpedo. Dari situ, dia jadi executive-officer, kemudian kapten kapal selam S-24. Setelah lulus sekolah tinggi staf angkatan laut di tahun 1923, dia dipromosikan menjadi letnan-komander atau setara mayor, dan menjadi komandan kapal selam Ro-28, lalu Ro-68. Tahun 1928, dia naik pangkat lagi, jadi commander atau setara letkol, dan menjadi perwira staf yang kemudian dikirim untuk menimba ilmu, dan tidak menimba sumur, ke Amerika dan Eropa pada tahun 1931. Lalu dipromosikan jadi kapten angkatan laut atau setara kolonel tahun 1932.

Tahun 1933 sampai 1937, Takagi berturut menjadi komandan penjelajah Nagara, Takao, dan terus battleship Mutsu. Kemudian naik pangkat menjadi rear-admiral (bintang dua) tahun 1938, dan menjadi kepala seksi ke-2 staf-umum Kaigun di tahun 1939. Jaman itu, biasa ya, dari kolonel itu naiknya langsung ke mayjen. Sama juga di angkatan laut, dari kapten, langsung rear-admiral setara mayjen.

Di awal perang Pasifik, Takagi adalah komandan gugus tugas pendukung invasi Filipina awalnya, yaitu di akhir 1941. Invasi berjalan sukses, segera Takagi dijadikan komandan gugus tugas untuk invasi Pulau Jawa dari arah timur. Di sinilah kitta sudah bahas, bagaimana armadanya menghajar Doorman di perang Laut Jawa. Komandan gugus barat yang lebih digdaya karena didukung superioritas udara, mestinya Takeo Kurita. Entah ini kebetulan atau bagaimana, sama-sama Takeo rupanya nama kecilnya.

Perang terus berjalan, 1 Mei 1942, Takagi yang seperti Bang Toyib, nggak pulang-pulang, lalu dipromosikan menjadi vice-admiral atau laksdya atau Kaigun-chūshō kalau dalam pangkat Jepangnya. Dia lalu juga menjadi panglima perangnya Jepang di pertempuran laut Coral (Operasi Mo). Hanya saja, gugus tempurnya di situ armada kapal induk. Yang utama Shokaku dan Zuikaku, lalu ada satu kapal induk kecilan lagi satu: Shosho. Dalam perang itu, kapal induk ringannya tenggelam, dan akhirnya secara strategis armada Jepang gagal mensukseskan invasi Port Moresby, serta di sisi lain, juga tidak sempat bergabung memperkuat pertempuran penentuan di Midway. Sehingga di Midway yang rencana semula Jepang ingin mengkonsentrasikan 6 kapal induk, ujungnya yang bisa gabung cuma 4, disebabkan karena Shokaku dan Zuikaku absen. Salah satunya bahkan dalam keadaan rusak cukup berat. Kerugian lain, sejak itu sekutu mendapatkan 'moral boost' yang penting secara psikologis.

Walau begitu, secara taktis, sebetulnya Takagi menang. Sementara Jepang korban utamanya cuma sekelas kapal induk ringan, tenggelam satu.. Amerika korban utamanya dua kapal induk raksasa. Satu rusak. Satu tenggelam.

November 1942, Takagi digeser jadi komandan "Mako Guard District", yaitu pangkalan utama angkatan laut Jepang di Taiwan sebelum dan selama perang. Jaman sekarang disebut Makung, di kepulauan Pescadores, Taiwan. Kemudian, "Takao Guard District", yaitu markas baru di Taiwan, di mainlandnya, yaitu setelah Mako ditutup tahun 1943.

Setelah itu, Takagi ditugaskan kembali ke garis depan, jadi komandan armada ke-6 kapal selam. Berbasis di kepulauan Mariana.

Saat pertempuran Saipan tahun 1944, Takagi tewas. Tidak jelas, apakah dia meninggal bunuh diri, atau meninggal saat mencoba kabur menggunakan satu kapal selam. Secara anumerta, dia lalu dinaikkan pangkat menjadi laksamana penuh bintang empat.

Dan laksamana yang jagoan, bagaimanapun juga hanya bisa membuktikan kepiawaiannya kalau diperlengkapi dengan alutsista yang sesuai, anggota yang mumpuni, intelijen memadai, dan sumber daya yang cukup. Kalau tidak, dan musuh jauh unggul darinya,.. kecerdasan saja tidak cukup. Mungkin nasibnya bahkan lebih ngenes dari saat Doorman dia bulan-bulani di pertempuran Laut Jawa.

Menang jadi arang, kalah jadi abu. Begitulah peperangan itu pada akhirnya. Di alam sana, mungkin dia ketemu lagi dengan Doorman, lalu maaf-maafan, atau ledek-ledekan, atau malah tanding lagi badminton atau apa. Kita tidak tahu. Wallahualam.

***

Tentang Kurita

Di perang Pasifik, Kurita ini lebih terkenal dari Takagi. Vice-Admiral Takeo Kurita, atau setara laksdya atau Kaigun-chūshō, lahirnya April 1889. Jadi, saat perang laut Jawa, umurnya 53 tahun. Lebih tua 3 tahun daripada Takagi (50 tahun). Lebih muda 3 tahun daripada Helfrich (56 tahun). Lebih muda 1 tahun daripada Doorman (52 tahun).

Di antara laksamana puncak, yang paling tua itu Thomas C. Hart, yaitu panglima ABDA-float sebelum Helfrich. Umurnya 65 tahun waktu perang meletus. Lebih tua lagi dari dia, ya paling mbah buyutnya Thomas C. Hart. Sudah meninggal. Innalillahi.

Di usia 65 tahun, berlayar berhari-hari, berbulan-bulan di lautan. Bertempur.. taruhan nyawa, itu bukan pekerjaan ringan. Wajarlah kalau Thomas C. Hart yang mesti berhadapan dengan orang seperti Kurita terus digantikan oleh Helfrich.

Di atas Kurita, yang lebih puncak lagi tentu Jenderal Besar Terauchi. Tapi karena dia aslinya angkatan darat, mestinya di pertempuran laut tidak terlalu berperan, dan mendelegasikan penuh. Armada Jepang sendiri, sebetulnya ada tiga grup WESGROUP, CENGROUP, EASGROUP. Mereka bergerak terkoordinasi. Untuk invasi Java, EASGROUP tidak ikutan, mereka arahnya ke Indonesia timur sana. Yang berperan adalah CENGROUP yang bawa invasi timur, dan WESGROUP yang bawa invasi barat. WESGROUP ini paling digdaya, ada kapal induknya segala, dan yang memimpin lebih senior dari Takagi, yaitu Kurita yang mau kita bahas ini.

Takeo Kurita itu lahirnya di Ibaraki. Di akademi angkatan laut-nya dia angkatan ke-38. Cuma satu angkatan di atas Takagi. Rangking 28 dari 149 kadet. Takagi rangking 17. Saat letda-nya (midshipman), dia bertugas di penjelajah Kasagi dan Niitaka. Lalu setelah naik pangkat 1911, dia pindah kapal ke Tatsuta.

Naik pangkat lagi, pindah ke battleship Satsuma, destroyer Sakaki, lalu cruiser Iwate. Tahun 1916 jadi letnan pelaut (setara kapten angkatan darat), dan muter ke cruiser Tone, destroyer Kaba, Minekaze, Yakaze, dan Hakaze. Lalu, pertama jadi komandan kapal, dia pegang destroyer Shigure tahun 1920, lalu Oite 1921.

Tahun 1922-1927 jadi letnan-komander (mayor), pegang destroyer Wakatake, Hagi, lalu Hamakaze, Urakaze, dan mulai memegang destroyer grup. Tahun 1932, dia pegang destroyer grup ke-12, penjelajah Abukuma, lalu tahun 1937 pegang battleship Kongo.

Kurita menjadi rear-admiral November 1938, memimpin Armada Destroyer ke-1, lalu Armada Destroyer ke-4. Saat insiden Pearl Harbour, dia pegang Divisi Penjelajah ke-7.

Divisi Penjelajah ke-7 itu pula yang dia pimpin untuk invasi ke Jawa. Setelah itu, lalu penyapuan Lautan Hindia, dimana dia memimpin armada dengan 6 heavy cruiser, dan satu kapal induk ringan Ryujo. Korbannya masif. 135 ribu ton di Teluk Benggala.

Saat pertempuran Midway, Kurita jadi anak buah Nobutake Kondo, kehilangan penjelajah Mikuma. Lalu naik pangkat jadi vice-admiral-nya itu Mei 1942, dan terus pegang Divisi Battleship ke-3.

Di pertempuran Guadalcanal, Kurita memimpin battleship-battleship untuk membom habis-habisan pangkalan udara Henderson Field. Sampai 918 tembakan meriam dia muntahkan ke pangkalan Amerika itu. Belakangan dia juga memimpin di Central Solomon Islands campaign dan Battle of Philippine Sea. Tahun 1943, dia menggantikan Laksamana Kondo jadi panglima armada ke-2 angkatan laut Jepang.

Kurita jadi terkenal sebagai panglima "Central Force" di Battle of Leyte Gulf, Filipina, tahun 1943. Di situ dia bawa battleship terbesar di dunia, Yamato dan Musashi. Juga battleship yang kecilan: Nagato, Kongo, dan Haruna. Ditambah 10 cruisers dan 13 destroyers. Sayangnya nggak bawa kapal induk.

Kurita ini berani mati juga, tapi tidak mau mati sia-sia. Dia itu komandan yang tidak pegang prinsip "go down with your ship". Yamamoto juga tidak. Karena itu dianggap kerugian yang menyia-nyiakan sumber daya angkatan laut yang berpengalaman dan memiliki kecakapan kepemimpinan.

Jadi, saat diperintahkan oleh Laksamana Soemu Toyoda untuk membawa fleet-nya ke selat San Bernardino di Filipina tengah, dan menyerang invasi pendaratan Amerika di Leyte, Kurita merasa itu usaha sia-sia yang mengorbankan banyak nyawa dan kapal.

Khususnya karena waktunya juga sudah terlambat. Dia masih di Brunei, sedang kapal-kapal transport sudah keburu menurunkan semua muatan.

Para boss sih enak, aman berada di bungker di Tokyo, tinggal nyuruh doang. Lha kita? Mesti bertempur sampai mati, tanpa harapan, dan tanpa perlindungan udara! Kurang lebih begitu pendapat dia, sengit sekali sebal dengan para pembesar angkatan laut. Toh perintah dia jalankan juga.

Saat jalan dari Brunei ke Filipina, kapal-kapalnya lewat perairan Palawan, dan di situ diserang kapal-kapal selam Amerika. USS Darter sukses merusak heavy cruiser Takao, dan menenggelamkan flagship Kurita: heavy cruiser Atago. Kurita pun lompat ke air, berenang menyelamatkan diri, sementara USS Dace menenggelamkan heavy cruiser Maya. Kurita lalu dijemput di air oleh salah satu destroyer, lalu pindah flagship ke Yamato. Tapi kondisinya teler, karena belum lama kena demam berdarah.

Saat ngumpul di laut Sibuyan, mendekati selat San Bernardino, armadanya diserang lagi, kali ini oleh pesawat-pesawat dari kapal induk Amerika dari armada ke-3-nya laksamana William "Bull" Halsey. Beberapa kapalnya rusak, termasuk Yamato yang kena dua bom, dan kecepatannya jadi berkurang. Mushashi juga kena sejumlah torpedo dan bom, kerusakannya mematikan. Yang lain banyak yang kena serempet, "near-miss". Dan akibat cegatan ini, Kurita membatalkan rencana penyerangan. Armadanya dia bawa ke barat, menjauhi teluk Leyte.

Halsey merasa sudah sukses menghajar Kurita, dan Central-Force-nya sudah mundur, lalu meninggalkan posisinya, yang semula mestinya mengawal landingnya Jenderal MacArthur di teluk Leyte dan selat San Bernardino.

Halsey ingin bablas menguber armada-utara kapal induk Jepang yang dipimpin Laksamana Jisaburo Ozawa. Dia tidak nyadar, bahwa gerakan armada itu sekedar tipuan untuk memancing dia keluar dari Leyte.

Arahan berikutnya, ternyata salah pengertian dengan Vice-admiral Thomas C. Kinkaid yang malah terus fokus bersiap menghadapi southern-force. Perubahan-perubahan itu lalu bikin Kurita berubah pikiran, dan armadanya dia balikin lagi ke timur, sampai menjelang pagi, dia ketemulah kapal-kapal Amerika yang tidak siap, gugus tugas "Taffy 3", terdiri dari 6 kapal induk pengawal, 3 destroyer, dan 4 destroyer-kawal, di bawah komando Rear-Admiral Clifton Sprague; yang semua fokusnya untuk mendukung pendaratan dan patroli anti kapal selam saja.

Kurita langsung memerintahkan menembak habis-habisan, tanpa menyuruh kapalnya membentuk formasi optimal dulu. Belakangan baru dia atur ulang, supaya destroyernya berada di belakang jejeran battleship.

Karena agak gugup takut keburu keserang udara, serangan jadi tidak terlalu terkoordinasi, dan kesempatan Kurita untuk menenggelamkan banyak korban jadinya lepas begitu saja. Kebetulan juga situasi masih gelap, hujan dikit-dikit, dan arah angin

juga lebih mendukung pihak Amerika. Segera saja Amerika menebar asap untuk memblokir pandangan armada Jepang sehingga akurasi serangan Jepang buyar. Toh korbannya tetap banyak. Yang tenggelam: USS Gambier Bay, Hoel, Johnston, and Samuel B. Roberts, dan hampir semua kapal Taffy 3 lainnya mengalami rusak lumayan signifikan. Sampai kemudian, bergelombang-gelombang muncul serangan udara Amerika, dan serangan balik, bikin armada Kurita jadi makin buyar. Kurita sendiri di atas Yamato agak di belakang gara-gara menghindari torpedo dari USS Hoel.. tidak bisa melihat dimana kawan-kawannya, dan dimana posisi-posisi Amerika.

Ujungnya, Taffy yang coba menyerang balik makan korban juga. Tiga heavy cruiser Kurita jadi korban: Chikuma, Suzuya, and Chokai. Yang lain kena sejumlah hit juga, dan straffing Amerika yang tak henti-henti juga makan sejumlah korban. Setelah dua jam setengah, Kurita memerintahkan semua anggota berkumpul lagi di arah utara, jauh dari Leyte. Saat itu, Kurita mendapat kabar, bahwa southern-force Jepang, yang mestinya menyerang dari arah selatan, sudah dihancurkan oleh battleship Kinkaid.

Kurita sendiri masih punya 4 battleship, 3 cruiser, tapi kebanyakannya mengalami kerusakan dan bbmnya menipis. Setelah itu, Kurita menyadap informasi, yang mengindikasikan Laksamana Halsey sukses menenggelamkan 4 kapal induk dari northern-force Jepang, dan sekarang sedang bergerak balik ke Leyte ke arahnya.

Kurita dan armadanya lalu mondar-mandir di situ dua jam lagi, tapi secara totalnya, dia sudah siaga tempur non-stop 48 jam bersama kepala stafnya Tomiji Koyanagi, padahal baru sembuh dari demam berdarah. Akhirnya, dia putuskan mundur kembali, melalui selat San Bernardino.

Oleh Amerika, mereka terus diuber-uber dengan serangan udara. Yang buntutnya terus destroyer Nowaki jadi tenggelam karena ditinggal di belakang dan diminta menolong penyintas dari Chikuma.

Toh kemunduran Kurita menyelamatkan Yamato dan sisa-sisa armada ke-2-nya dari kehancuran total. Walau misinya mencegat invasi telah gagal. Padahal pancingan dan pengorbanan dari northern-force dan southern-force Jepang, telah membukakan jalan lapang bagi dia untuk waktu yang cukup lama. Ketutup lagi oleh kenekatan dan kegigihan Taffy 3.

Oleh puncak pimpinan, terus Kurita dikritik kurang berani mati. Ada yang mengancam mau membunuhnya segala. Desembernya, jabatannya dicopot. Dia lalu dijadikan komandan akademi angkatan laut.

Setelah Jepang menyerah, Kurita hidup sederhana. Jadi juru tulis halus dan tukang pijat, tinggal bersama anak perempuannya dan keluarganya. Beberapa lama, dia tutup mulut, tidak mau mendiskusikan tentang perang atau politik. Mungkin drama perang yang dijalaninya merasuk cukup dalam ke sanubari. Bisa kebayang sih. Dalam umur kepala lima begitu, mesti berlayar berminggu-minggu, berbulan-bulan, bunuh-bunuhan sama bangsa lain. Melihat para anggota terbunuh, cacat, atau cedera karena loyal

padanya, tidak mungkinlah yang seperti itu tidak mengganggu kalau dia manusia yang punya nurani. Dan apalagi terus perangnya kalah!

Saat Jepang sudah takluk, pelaut-pelaut muda Amerika terkesan oleh kesahajaannya. Seorang perwira muda Amerika bilang, "Baru setahun perang berlalu.. Kurita sempat memimpin armada yang jumlah kapalnya paling banyak di dunia.. tapi sekarang, di sana.. dia cuma gitu doang, metik-metikin kentang seperti petani sederhana saja..."

Sebelum Jenderal Imamura merangsek ke tanah Jawa, yang mengobrak-abrik status quo Belanda di sekeliling Jawa itu kan Kurita ini. Sakti mandra guna dia dulu itu, bisa membongkar Belanda yang sudah nancep di Jawa ratusan tahun.

Yah, manusia dasarnya memang begitu. Biar laksamana bintang empat, atau jenderal bintang lima.. saat segenap kekuasan dilepas.. tidak lebih dia manusia biasa.

Sampai akhirnya,.. ada wartawan mewawancarainya tahun 1954. Pada wartawan itu, dia ngaku telah salah di Leyte saat memutuskan menjauh dan tidak melanjutkan pertempuran. Tapi pernyataan belakangan dia cabut lagi. Ujungnya dia dicari oleh angkatan laut Amerika, untuk ditanyai terkait survey dan analisis strategic bombing. Waktu telah berlalu sekian lama, tapi ingatannya masih bening. Kebugarannya prima. Untuk kebugaran yang prima, kita mungkin bisa belajar dari orang-orang Jepang dan para bekas tentara sekutu juga yang awet sehat.

Setelah urusan analisis angkatan laut selesai, Kurita pensiun lagi. Setahun dua kali dia berdoa di Yasukuni Shrine, sembahyang untuk arwah teman-teman tentaranya. Penjahat perang yang nyiksa orang Indonesia juga ada di situ sih, tapi bagi dia teman kali ye. Tahun 1966, saat persemayaman teman lamanya Jisaburo Ozawa, dia datang melayat, dan dengan diam sempat mengusapnya. Setelah itu, dia tidak banyak omong lagi, sampai tahun 80-an, saat dia mulai bicara lagi tentang aksi-aksinya.

Kepada biografernya, dia bilang, bahwa saat menarik diri bersama armadanya dari pertempuran.. adalah karena dia berpikir,.. nggak ada perlunya lagi mengorbankan para anggota untuk usaha perang yang sudah buntu.. Pada saat itu, hati kecilnya katanya sudah merasa bahwa dalam peperangan itu.. Jepang sudah kalah.

Ini posisi yang beda jauh dengan Doorman. Andai Doorman berpikir seperti dia, mungkin pertempuran laut Jawa tidak terjadi, dan kapal-kapal sekutu selamat rame-rame mengungsi ke Australia atau kemana. Ups, tapi kelak jadinya saat Indonesia merdeka bisa lebih jumawa menggempur pejuang kemerdekaan! Kita yang rugi.

Begitu juga, andai Kurita nekat, puputan, tempur sampai punah di Leyte.. Apakah terus bernilai strategis bagi peperangan? Rasanya tidak juga. Kurita menang tempur pun secara amat telak, Jepang sudah tidak mungkin lagi membalik arah peperangan! Jadi, mungkin juga keputusan dia itu ada bijaknya bagi dirinya dan para anggota, yang secara tidak langsung juga menghemat nyawa dan armada Amerika.

Kurita kemudian meninggal tahun 1977, pada usia 88 tahun, dikuburkan di Tokyo.

***

Kesimpulan Dari Segenap Pertempuran

Setelah pertempuran tuntas semua.. di awal Maret 1942 itu.. kekuatan angkatan laut ABDA lumpuh. Total korban di sekitaran Hindia Belanda tok: 10 kapal, dan 2173 jiwa hilang. Kemudian invasi Jawa terjadi malam 28 Februari, atau boleh dibilang 1 Maret 1942. Dan sejak itu, praktis Belanda tidak pernah berkuasa penuh lagi selamanya di Hindia Belanda koloninya yang terbesar itu.

Dengan menguasai Hindia Belanda, Jepang menguasai produksi minyak keempat terbesar di dunia di tahun 1940-an itu (setelah Amerika, Iran, Romania), dan menguasai berbagai sumber daya alam strategis, juga sumber pangan.

Belanda sendiri, walau punya Hindia Belanda yang lautannya begitu luas, bukanlah kekuatan maritim yang top. Kejayaan maritimnya sudah lama luntur. Jadi, sejak penjelajahan Samudra, kekuatan laut itu awalnya di tangan Portugis-Spanyol. Lalu, lama-lama bergeser ke empat besar: Spanyol, Inggris, Perancis, Belanda. Masa berganti masa, Belanda menyurut, yang digdaya selepas perang dunia pertama di lautan adalah Amerika, Inggris, dan Jepang. Tiga besar itu.

Di negeri Belanda sendiri, saat Jerman menyerang, angkatan laut Belanda di Eropa cuma punya 50 kapal. Terdiri dari:

1 3 coastal defense ships 10 destroyers 12 minelayers 4 minesweepers 6 submarines 14 auxiliary & light vessels.

Nasib ke-50 kapal itu macam-macam. Di luar itu, ada 31 lagi kapal under construction. Ada 6 bisa dilarikan ke Inggris, lalu diselesaikan di Inggris. Yang kerebut Jerman ada 21 dan terus diselesaikan dan dijadikan kapal Jerman, 3 sisanya nggak jadi apa-apa. Di pihak lain, untuk Hindia Belanda, saat Jepang menyerang 7 Desember 1941, ada 78 kapal yang dioperasikan angkatan laut. Yang utama cuma 3 light cruisers (De Ruyter, Java, Tromp, ada satu lagi sedang upgrade terus ngungsi: Sumatra) dan 7 destroyer (Van Ghent, Kortenaer, Piet Hein, Witte de With, Banckert, Evertsen, Van Nes), dan 68 kapal lain:

15 kapal selam 7 penebar ranjau 11 penyapu ranjau

35 kapal pelengkap dan kapal kecil termasuk 8 tanker.

Nama-nama keseluruhannya ada di wikipedia. Kebanyakan nantinya hancur atau dihancurkan selama invasi Jepang, sampai dengan perebutan Pulau Jawa. Yang selamat, sejumlah kapal selam lalu beroperasi bersama sekutu. Kapal besar yang selamat Tromp. Dia rusak saat di Selat Badung, diperbaiki di Australia, lalu ikut sekutu juga. Ada juga, kapal kecil yang nekat, dilarikan ke Australia dan selamat sampai tujuan, termasuk penyapu ranjau, penebar ranjau, dan kapal meriam, yang sebetulnya tidak bisa menjelajah jarak jauh.

Bermodal cadangan emas yang dilarikan sebelum invasi, sepanjang perang Belanda terus kulakan kapal lagi. Dan selepas perang, belajar dari pahitnya nasib saat tidak punya kekuatan maritim, Belanda lalu membangun angkatan perang modern yang cukup terpandang di dunia, sampai sekarang.

Kalau dilihat kemenangan Jepang,.. walau logistiknya tidak bisa mengimbangi gerak cepatnya, kuncinya adalah kekuatan udara. Andai tidak ada keunggulan udara, serangan ke Sulawesi, Kalimantan, Bali, dan Sumatra, tentu dapat dihambat kekuatan sekutu dengan lebih keras. Bahkan, penyerbuan Malaya pun tidak akan selesai secepat itu saat Jepang mesti berhadapan dengan Force Z-nya Laksamana Tom Phillips. Tapi percumalah berandai-andai.

Selebihnya adalah sejarah.... Resminya, segenap Hindia Belanda lalu menyerah pada kapitulasi di Kalijati, Subang, tanggal 9 Maret 1942. Setelah itu, masih ada beberapa kantong melakukan perlawanan, tapi tidak ada yang sukses. Liku-liku ceritanya tentu amat panjang, tapi mungkin.. pada hakikatnya, di hari Doorman kalah dalam pertempuran laut Jawa itu.. di hari itu pulalah selesai lembaran kejayaan koloni Hindia Belanda. Dan awal dari munculnya bangsa yang baru: Indonesia.

Di jaman damai, satu orang saja terbunuh, itu sudah tragedi kemanusiaan. Di jaman perang, bunuh-bunuhan dan gempur-gempuran membunuh ribuan orang bisa dalam sekejap mata. Ngeri. Horor. Tapi dari waktu ke waktu, akan ada masanya orang harus berangkat perang lagi, dan lagi. Belanda (dan Amerika) yang menghindar perang, dan menghindar.. berusaha untuk cinta damai. Saat tidak siap, ujungnya terserat ke dalam peperangan tak terhindarkan juga. Di sisi lain, kita lihat bangsa-bangsa yang tidak berperang.. Amerika Latin, Amerika Tengah, yang satu benua nyaris tidak terlalu nyemplung ke perang dunia pertama maupun kedua, ujungnya tidak terlalu jaya juga... Jadi, dalam jangka panjang, mestinya perang itu juga banyak hikmahnya.

Sebagai penutup, ijinkan mengutip satu ayat, dari Al-Baqoroh, ayat 216: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

Dan di situ digunakan kata yang strong sekali 'diwajibkan'. Yang tentunya untuk menjalankan kewajiban itu, kita mesti melakukan persiapan-persiapan, agar tidak kalah, dan konyol. Yang tentu saja, perang di sini maknanya meluas dari jaman dulu sampai sekarang. Bisa perang antar bangsa, bisa perang "good versus evil" dalam bentuk lain. Bisa perang tembak-tembakan, bisa juga perang dalam dimensi yang lain, yang lebih luas. Kenyataannya, dulu maupun sekarang, suatu bangsa itu bisa mati punah karena perang ekonomi atau perang sosial-budaya, tidak mesti perang militer.

(ilmuiman.net / selesai)