30 Jurnal AL-AZHAR SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011

Potensi Risiko Penyebaran Kasus Demam Berdarah Dengue di Pusat

Vanny Narita1*, Arif Lelono Arum2, Mahmudah3, Rossticha Anjar Kesuma Tazkia4

1,2,3,4) Program Studi Biologi (Bioteknologi), Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, Jl. Sisingamangaraja, Jakarta 12110 Tlp. 7244456, Fax. 7244767, *Penulis untuk korespondensi : [email protected]

Abstract - Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sering terjadi (Joyce, 2006). DBD dapat caused by four virus serotypes is a disease with berkembang baik di daerah tropis dan daerah A. aegyti and A. albopictus mosquitoes as vectors. subtropis, terjadi di lebih dari 100 negara dengan DHF is a recurrent and high burdened disease in 2,5 miliar orang tinggal di daerah di mana DBD Indonesia. The purpose of this study is to endemik (Smith et al, 2009). Dengue lebih dominan analyze the spreading of DHF risk in Central menyerang anak-anak dengan angka 90% (Teik, Jakarta based on environmental factors. The 2001). Sampai saat ini, vaksin dengue masih pada cases number data year 2000-2009 was obtained tahap uji klinik sehingga tidak merupakan pilihan from Center of Infectious Disease Research, pencegahan (Guy et al, 2010) National Institute of Health in Research and DBD disebabkan oleh virus dengue yang Development. Survey was performed in 38 ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Aedes subdistricts using random and purposive aegypti dan Aedes albopictus. Empat serotipe untuk methods. Risk indicators were used in DBD yang diketahui sekarang adalah tipe DEN 1, environmental data collection. The results of this DEN 2, DEN 3, dan DEN 4 (Wahono, 2004; Smith study showed similar cyclical pattern each year. et al, 2009). Virus tersebut termasuk dalam group B March until May had a high DHF incident, arthropod borne viruses (arboviruses). Ke empat while November until January had a relatively tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai low DHF incident. In general, daerah di Indonesia, dengan virus DEN 1 dan DEN had a medium risk potential of DHF spreading. 3 sebagai virus terbanyak yang beredar di Spearman rank analysis on adjacent areas gave masyarakat (Tetiasa, 2006). Kasus DBD di various values. Subdistricts of and Indonesia diperkirakan terjadi lebih dari 50 orang had a low correlation, while dari setiap 100.000 penduduk dan berulang kali subdistricts of and menimbulkan Kejadian Luar Biasa (Departemen had the highest correlation among other Kesehatan, 2009). Seluruh wilayah Indonesia subdistricts showing that there were vector mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit ini. migrations between these two subdistricts. Dengue sebagai vektor virus pembawa penyakit Finally, the data obtained should be useful for biasanya menjadi ganas ketika musim tertentu. minimalizing the risk of DHF spreading Oleh karena itu iklim merupakan faktor penting especially by vector control management. yang menentukan jumlah kasus DBD (Nakhapakorn & Jirakajohnkool, 2006). Keywods - Dengue Haemorrhagic Fever, Central Penyebaran DBD dari suatu daerah ke daerah Jakarta, Risk of DHF spreading, Environmental lainnya dapat terjadi bila terdapat faktor-faktor Survey. lingkungan yang kondusif bagi vektor, daerah yang berdekatan (Bhandari & Rhaju, 2008), serta praktek sosial budaya masyarakat yang berdomisili di I. PENDAHULUAN daerah tersebut. Hasil penelitian yang telah dilakukan di Delhy City Zone (Bohra & enyakit Demam Berdarah Dengue (Dengue Andrianasolo, 2001) mengindikasikan bahwa P Hemorrhagic Fever/DBD) merupakan suatu isu sedikitnya terdapat 6 variabel, yaitu pola kesehatan internasional yang penting, terkait perumahan, frekuensi pembersihan tempat dengan frekuensinya sebagai penyakit yang paling penyimpanan air, frekuensi pembersihan saluran

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 31

air, keberadaan pot bunga atau taman rumah, Survei Lingkungan proteksi terhadap nyamuk kesadaran, dan tutup Pengumpulan data lingkungan dilakukan dengan penyimpanan air secara signifikan berkontribusi cara survei dengan metode acak dan purposive. pada indikasi dengue. Data yang dikumpulkan berdasarkan indikator Mengingat lingkungan berkaitan penting dengan risiko DBD dengan penilaian menggunakan skoring reproduksi dan penyebaran nyamuk, penelitian ini (Table 1). Indikator risiko yang dipakai dalam data bertujuan untuk mencari tingkat potensi penyebaran lingkungan adalah konstruksi dan kepadatan DBD di Jakarta Pusat berdasarkan analisis bangunan; keadaan sampah dan kebersihan lingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan akan lingkungan; keberadaan barang yang berpotensi membantu dalam pencegahan dan penanganan menyebabkan air tergenang sebagai sarang penyebaran DBD. nyamuk; keadaan selokan; serta keberadaan pohon dan tanaman.

II. MATERI DAN METODE Statistik Deskriptif dan Nonparametris Data jumlah kasus di Jakarta Pusat dan Daerah Penelitian hasil survei digambarkan secara deskriptif untuk Daerah penelitian adalah Jakarta Pusat. Jakarta melihat pola kasus setiap tahun. Korelasi Spearman Pusat mempunyai luas 48,17 Km2, dengan kondisi Rank juga digunakan untuk mengetahui seberapa topografi relatif datar dan secara administratif kuat hubungan dua daerah yang berdekatan dibagi menjadi 8 kecamatan: Gambir, , memiliki kemungkinan penularan kasus melalui Kemayoran, Cempaka Putih, Johar Baru, Senen, migrasi vektor. Korelasi ini, didefinisikan sebagai Menteng, dan . korelasi di antara ranking seluruh individu (Sprent, 2001; Sugiono, 2007; McDonald, 2009). Data Kasus Data penderita DBD setiap tahun di Jakarta Pusat diperoleh dari Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, untuk tahun 2000-2009. Selain itu, data didapatkan dari Suku Dinas Kesehatan Pemerintah Keterangan persamaan: Daerah Jakarta sebagai perbandingan. rs : Rho Spearman rank 2 2 Di : Nilai dari (Xi-Yi) , Xi : Ranking data pertama Yi : Rankning data kedua N : Banyak sampel.

32 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011

III. HASIL

Jumlah Penderita DBD Tahun 2000-2009 Selama 10 tahun jumlah kasus DBD mengalami peningkatan dan punurunan yang hampir sama untuk setiap bulan dalam setahun (Grafik 1). Grafik 2 memberikan gambaran umum bahwa secara keseluruhan jumlah kasus mengalami peningkatan yang berarti dari tahun 2000 hingga 2009.

Grafik 2. Peningkatan Jumlah Kasus DBD Selama Tahun 2000-2009

Pada tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah kasus. Pada tahun 2008 dan 2009 terjadi penurunan walapun jumlah kasus yang dilaporkan masih tetap tinggi yaitu di atas 3000 kasus. Untuk jumlah kasus terbanyak dan tersedikit berdasarkan urutan, tahun 2007 masih merupakan tahun dengan jumlah kasus terbanyak Grafik 1. Fluktuasi Jumlah Kasus DBD Setiap Bulan dan 2002 dengan kasus paling sedikit. Informasi Dalam Satu Tahun Selama Tahun 2000-2009 detil tentang jumlah kasus, dapat dilihat pada Grafik 3. Grafik 3 menggambarkan bahwa setiap tahun mempunyai jumlah kasus spesifik – terbanyak atau tersedikit – yang beragam.

Grafik 3. Detil Informasi Jumlah Kasus DBD tahun 2000-2009

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 33

Tabel 2. Hasil Perhitungan Data Lingkunga

34 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011

Tabel 3. Analisis Spearman Rank Kotamadya

Kombinasi Kombinasi Rho Bali-Kebon Sirih Tanah Abang-Menteng -1ss Kebon Melati-Gondangdia Kampung Bali-Petojo Selatan Kampung Bali-Cideng Tn.Abang-Gambir 0.5 Kampung Bali-Gambir Kampung Bali-Duri Pulo Gondangdia - Kenari Pegangsaan - Kenari Pegangsaan - & Menteng-Senen Pegangsaan - Cikini 1.214286 Cikini - Kebon Sirih - Kwitang Kebon Sirih -Senen Gondangdia - Petojo Selatan Gondangdia - Gambir Menteng - Gambir 0.35 Kebon Sirih - Cideng Kebon Sirih - Gambir

Kwitang - Pasar Baru Senen - Sawah Besar 0.75 Bungur Besar - Pasar Baru Senen - Pasar Baru Bungur Besar - Kemayoran Bungur Besar - Harapan Mulya Senen - Kemayoran 0.35 Bungur Besar - Utan Panjang Senen - Pasar Baru Kramat - Tanah Tinggi Kramat - Johar Baru Senen - Johar Baru -0.65 Kwitang - Tanah Tinggi Paseban - Johar Baru Galur - Harapan Mulya Johar Baru - Kemayoran 0.5 ss Galur - Cempaka Baru Galur - Cempaka Putih Timur Johar Baru - Cempaka Putih Johar Baru - Rawasari 0.875 Galur - Cempaka Putih Barat Cempaka Putih Timur - Sumur Batu Cempaka Putih - Kemayoran 1 ss Cempaka Putih Barat - Serdang Kebon Kelapa - Pasar Baru Gambir - Sawah Besar Gambir - Petojo Utara -0.625 Gambir - Pasar Baru Gunung Sahari Utara - Kemayoran Sawah Besar - Kemayoran Gunung Sahari Utara - Kebon Kosong 0.5 Gunung Sahari Utara - Utan Panjang

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 35

Hasil untuk survei lingkungan menggambarkan (Senen), Paseban (Senen), Gondangdia (Menteng), Jakarta Pusat memiliki potensi yang sedang untuk dan Kebon Sirih (Menteng) merupakan daerah terjadinya kasus DBD (Tabel 2). Kecamatan dengan potensi penyebaran yang rendah. Di tingkat Menteng dan Senen memiliki potensi risiko rendah, kecamatan, hanya Kecamatan Senen dan Menteng sedangkan Kelurahan Cideng (Gambir), Kartini yang mendapat rata-rata nilai indikator risiko (Sawah Besar), dan Rawa Sari (Cempaka Putih) terbesar (rendah). Potensi penyebaran ini memiliki potensi penyebaran paling tinggi. Tanah menggambarkan bahwa kasus DBD di daerah Tinggi (Johar Baru), Gambir (Gambir), Gunung dengan potensi penyebaran tinggi diakibatkan Sahari Utara (Sawah Besar), Bungur Besar (Senen), adanya situasi lingkungan yang mendukung Paseban (Senen), Gondangdia (Menteng), dan reproduksi nyamuk (Allen & George, 2003). Selain Kebon Sirih (Menteng) merupakan daerah dengan itu apabila terjadi satu kasus, penyebaran virus potensi penyebaran yang rendah. dapat terjadi secara cepat dibandingkan dengan Untuk nilai lingkungan, angka yang semakin daerah lain. Hal ini penting untuk diketahui dalam tinggi menggambarkan keadaan lingkungan yang manajemen pencegahan dan penanggulangan DBD, semakin baik, artinya tidak mendukung misalnya melalui pengasapan atau abatisasi. perkembangbiakan nyamuk. Kategori diambil dari Beberapa indikator yang sulit diperbaiki untuk nilai karakteristik lingkungan, di mana nilai meminimalkan risiko DBD, misalnya pola tertinggi dikurangi nilai terrendah. Dalam hal ini perubahan prilaku karena sifatnya lebih permanen 3,501-2,841=0,659. Kemudian 0,659 dibagi 3 seperti yang telah dipelajari di Mataram (Fathi & kategori, untuk rendah, sedang, dan tinggi. Kategori Wahyuni, 2005). Oleh karena itu, penekanan nilai akan berbeda dengan skala perhitungan awal untuk risiko akan lebih efektif dengan cara mengurangi survei. Hal ini hanya untuk menggambarkan pada atau mengelola sampah serta keberadaan barang level mana angka nilai lingkungan berada jika dan vegetasi agar tidak menimbulkan genangan dibandingkan dengan sesamanya. setelah hujan seperti yang pernah diteliti di daerah Analisis daerah yang berdekatan menggunakan endemic DBD di Surabaya (Yudhastuti & Vidiyani, spearman rank memberikan nilai yang bervariasi 2005). (Tabel 3). Kecamatan Johar Baru dan Cempaka Selanjutnya nilai lingkungan yang diperoleh Putih mempunyai korelasi yang paling tinggi dan dalam studi ini dikorelasikan antar daerah yang Senen – Kemayoran dengan korelasi paling rendah. berdekatan untuk mengetahui besar hubungan potensi risikonya. Peningkatan jumlah kasus di satu daerah dapat menyebabkan peningkatan di daerah IV. PEMBAHASAN yang lain (tanda positif) dan sebaliknya (tanda negatif) karena adanya migrasi vektor. Untuk Kasus DBD di Jakarta Pusat terus mengalami memeriksa dua kecamatan, dilakukan pemeriksaan peningkatan terutama selama tahun 2002 hingga di tingkat kelurahan (Tabel 3). 2007 (Arum & Islamic, 2010). Antara bulan Maret Hasil analisa menunjukkan bahwa Kecamatan hingga Mei dalam sepuluh tahun terakhir Johar Baru dan Cempaka Putih memiliki korelasi dilaporkan terjadi DBD dengan jumlah kasus yang besar, yakni 0,875. Hal ini berarti kasus yang terbanyak, dan antara November sampai Januari terjadi di dua kecamatan tersebut mempunyai terdapat kasus DBD paling kecil. Hal ini dapat hubungan erat dengan migrasi vektor. Korelasi berkaitan dengan faktor cuaca yang terjadi, terbesar disusul oleh kombinasi Senen-Sawah Besar terutama hujan yang menyediakan genangan air dengan angka 0,75. Kecamatan Senen-Johar Baru bagi perindukan nyamuk vektor. Pola siklus ini dan Gambri-Sawah Besar menunjukkan korelasi terjadi pula di berbagai daerah endemik DBD negatif. Artinya terdapat kemungkinan bahwa seperti di Thailand dan Ghuangzhou, China kenaikan di satu kecamatan berkorelasi dengan (Wongkoon et al, 2007; Lu et al, 2009). penurunan di kecamatan yang lain, dengan angka Tabel 2 memberikan informasi mengenai yang sama yakni -0,625. Kecenderungan korelasi potensi penyebaran kasus DBD di setiap kelurahan yang didapat adalah sedang dengan kisaran 0,25 di Jakarta. Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, hingga 0,85 (apabila nilai maksimun dan minimun Kartini (Sawah Besar), dan Rawa Sari (Cempaka diabaikan). Kombinasi Menteng–Senen di atas Putih) merupakan kelurahan dengan potensi memberikan paling banyak jumlah kelurahan yang penyebaran paling tinggi, diindikasikan dengan diuji. nilai data lingkungan yakni indikator risiko DBD. Penggunaan korelasi di dalam kecamatan ini Tanah Tinggi (Johar Baru), Gambir (Gambir), adalah untuk memberikan pemahaman tentang Gunung Sahari Utara (Sawah Besar), Bungur Besar kemungkinan penyebaran vektor. Nyamuk dapat

36 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011

berpindah ke daerah yang dekat, misal antar berpartisipasi dalam pengumpulan survey, kami kelurahan yang berdekatan. Penelitian yang lebih ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. menyeluruh serta dilengkapi dengan pemetaan resiko DBD menggunakan analisa Geographical Information System seperti yang telah dilakukan di DAFTAR PUSTAKA India, Malaysia, Kolombia, Brazil, bahkan di Jepara - Indonesia (Bohra & Adrianasolo, 2001; [1] Allen, T.R. & George, Y.L. (2003). Integrating Seng et al, 2005; Hariyana, 2007; Siqueira-Junior et Remote Sensing, Terrain Analysis, and al, 2008; Arboleda et al, 2009) dapat memberikan Geostatistics for Mosquito Surveillance and informasi penting bagi upaya pencegahan maupun Control. penanganan penyebaran kasus DBD secara efektif [2] Arboleda, S., et al. (2009). Mapping di seluruh Indonesia. Environmental Dimention of Dengue Fever Transmission Risk in the Aburrá Valley, Colombia. International Journal of Environmental Research and Public Health. 6: 3040-3055. V. KESIMPULAN [3] Arum, A.R. & Islamie, M.A. (2010). Analisis Statistik Kasus Deman Berdarah Dengue di Hasil penelitian ini menunjukkan kasus DBD Jakarta. Ritektra. 1: 41-48. selama kurun waktu 200-2009 memiliki pola naik [4] Bhandari, K.P. & Raju P.L.N. (2008). Application turun berulang setiap tahunnya yang relatif serupa. of GIS Modelling For Dengue Fever Prone Area Bulan Maret hingga Mei adalah bulan dengan kasus Based On Socio-Cultural And Environmental DBD tertinggi, sedangkan bulan November hingga Faktors: A Case Study of Delhi City Zone. Page Januari tercatat kasus DBD yang relatif rendah. 165-169. [5] Bohra, A. & Andrianasolo, H. (2001). Application Secara keseluruhan, Jakarta Pusat memiliki potensi of GIS in Modeling of Dengue Risk Based on resiko penyebaran DBD sedang. Analisis daerah Sociocultural Data: Case of Jalore, Rajasthan, yang berdekatan menggunakan spearman rank India. Dengue Bulletin, 25: 92-102. memberikan nilai yang bervariasi. Kecamatan [6] Departemen Kesehatan. (2009). Buku Data 2008. Senen dan Kemayoran memiliki korelasi paling Subdit. Surveilans Epidemiologi Dit. SEPIM rendah, sedangkan Kecamatan Johar Baru dan KESMA Ditjen. PP & PL Depkes RI. Cempaka Putih memiliki korelasi yang paling [7] Fathi, S.K. & Wahyuni, C.U. (2005). Peran Faktor tinggi yang menunjukkan terjadinya migrasi vektor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan antara dua kecamatan ini. Deman Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Khusus pada kecamatan dengan korelasi tinggi, Kesehatan Lingkungan, 2: 1 – 10. [8] Guy, B. et al. (2010). Development of Sanofi disarankan segera dilakukan peningkatan kualitas Pasteur Tetravalent Dengue Vaccine. Hum Vaccin manajemen sampah, keberadaan barang-barang 6 (9). yang berpotensi mengumpulkan genangan air dan [9] Hariyana, B. (2007). “Pengembangan Sistem vegetasi agar menekan angka reproduksi dan Informasi Surveilans Epidemiologi Demam migrasi vektor. Akhirnya studi komprehensif Berdarah Dengue Untuk Kewaspadaan Dini dilengkapi dengan pemetaan resiko DBD dengan Sistem Informasi Geografis di Wilayah menggunakan analisa Geographical Information Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara (Studi Kasus di System perlu dilakukan untuk membantu Puskesmas Mlonggo I).” Tesis. Magister Ilmu menyediakan informasi epidemiologi yang akurat Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Sistem serta manajemen lingkungan dan pengendalian Informasi Manajemen Kesehatan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. vektor yang tepat. [10] Joyce, J.A. (2006). The Treatment of Dengue Hemorrhagic Fever. USA: Aethlon Medical, Inc. [11] Lu, L. et al. (2009). Time Series Analysis of UCAPAN TERIMA KASIH Dengue Fever and Weather in , China. BMC Public Health 2009, 9:395. Penelitian ini dibiayai oleh Lembaga Pengkajian [12] McDonald, JH. (2009). Handbook of Biological dan Pengembangan Pendidikan Penelitian dan Statistics (2nd ed.) Sparky House Publishing, Pengabdian Masyarakat, Universitas Al Azhar Baltimore, Maryland. Indonesia (UAI). Untuk dukungan dan bantuan [13] Nakhapakorn, K. & Jirakajohnkool, S. (2006). Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Temporal and Spatial Autocorrelation Statistiks of Dengue Fever. Dengue Bulletin,30: 177-183. UAI, Ketua Program Studi Biologi UAI, dr. Whinie Lestari, MBiomed (Balitbangkes Depkes), serta mahasiswa/i Program Studi Biologi UAI yang turut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 37

[14] Seeng, S.B., et al. (2005). Geostatistical Modelling [20] Teik, O.C. (2001). A Guide to DHF/DSS and Mapping of Epidemiology of Dengue Fever in Management: The Singapore Experience. Dengue Johor State, Malaysia. SIRC. Bulletin. 25: 45-49. [15] Setiati, T.E. et al (2006). Changing Epidemiology [21] Wahono, J. T. (2004). Kajian Masalah Kesehatan: of Dengue Haemorrhagic Fever in Indonesia. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Dengue Bulletin, 30: 1-12. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, [16] Siqueira-Junior et al. (2008). Spatial point analysis Departemen Kesehatan. based on dengue surveis at household level in [22] Wongkoon, S. et al. (2007). Predicting DHF central Brazil. BMC Public Health 2008, 8:361. Incidence in Northern Thailand Using Time Series [17] Smith, M.J. et al. (2009). Geospatial Analysis: A Analysis Technique. World Academy of Science, Comprehensive Guide to Principles, Techniques Engineering and Technology. 32: 216-220 and Software Tools. Third Edition. [23] Yudhastuti, R. & Vidiyani, A. (2005). Hubungan [18] Sprent, P. (2001). Metode Statistik Nonparametris Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku terapan (Penerjemah: Osman, E.R.). Jakarta: Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Penerbit Universitas Indonesia. Aedes Aegypti di Daerah Endemis Demam [19] Sugiono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Bandung: CV Alfabet. Lingkungan, 1: 170-18