Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 01, November 2019: 58-67

VOLUME 06, No. 01, November 2019: 58-67

ESTETIKA TABUH GEDE DI DESA ADAT TEJAKULA BULELENG

Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha, Ni Made Arshiniwati Program Studi Seni Program Magister Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar [email protected]

ABSTRACT Barungan gamelan Gong Gede is one from many types of gamelan Bali. The research of this article aims to analyze the aesthetics of Gong Gede in the Traditional Village of Tejakula in Buleleng Regency, Bali. The writer used descriptive qualitative method which means expressed a problem according to the existed logic. Techniques of collecting data are observation, interview, and documentation. Data was gained from primary data source in the form of interview and informant named Pande Gede Mustika and Made Imawan (Jro Bau) with the technique of purposive sampling. Secondary data was gained from documentation process of Gamelan Gong Gede performance at Pura Desa Adat Tejakula. The result of this research is to know the aesthetic form of Gamelan Gong Gede performance. on its performance, the aesthetic of Gamelan Gong Gede performance in Desa Adat Tejakula began with tabuh gilak, tabuh telu, and tabuh magending (tabuh pat dan tabuh nem). In the aesthetic there are appearance, content, and presentation/ performance.

Keywords: Aesthetics, Gamelan, Gong Gede, Tabuh

ABSTRAK Barungan gamelan Gong Gede adalah satu wujud dari berbagai bentuk di Bali. Penelitian artikel ini bertujuan untuk menganalisis estetika tabuh Gong Gede di Desa Adat Tejakula di Kabupaten Buleleng Bali. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu mengungkapkan suatu masalah sesuai dengan logika yang ada dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data diperoleh dari sumber data primer berupa wawancara dengan informan Pande Gede Mustika dan Made Imawan (Jro Bau) dengan teknik purposive sampling. Data sekunder diperoleh melalui hasil dokumentasi pelaksanaan pertunjukkan Gamelan Gong Gede di Pura Desa Adat Tejakula. Hasil penelitian ini adalah mengetahui bentuk estetika pertunjukkan gending lelambatan Gamelan Gong Gede. Dalam penyajiannya, estetika pertunjukkan Gamelan Gong Gede yang terdapat di Desa Adat Tejakula diawali dengan tabuh gilak, tabuh telu, dan tabuh megending (tabuh pat dan tabuh nem). Dalam estetika terdapat wujud atau rupa (appreance), bobot atau isi (content), dan penampilan (presentation).

Kata Kunci : Estetika, Gamelan, Gong Gede, Tabuh

58 Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha, Ni Made Arshiniwati, Estetika...

PENGANTAR batin dalam mempertajam intuisinya Gong Gede merupakan salah satu yang menyangkut rasa keindahan gamelan yang mempunyai barungan yang membuat kita senang, terkesima, terbesar, baik dari segi fisik maupun terpesona, bergairah dan bersemangat. musikalnya. Gamelan Gong Gede adalah Dilihat dari fungsi gamelan Gong Gede salah satu gamelan yang berlaras yakni dari segi tabuh (gending), estetika panca nada, sebuah orkestra tradisional memberikan suasana yang sangat Bali yang didominasi oleh alat-alat mendukung dalam upacara dewa yadnya perkusi dalam bentuk instrumen pukul pada piodalan dewa Yadnya di Khayangan yang termasuk dalam golongan madya Tiga. yang diperkirakan berkembang sesudah Adapun beberapa buku yang abad ke X Masehi (Bandem, 2013:70). ditinjau sebagai pendukung dalam artikel Alat-alat atau instrumen yang berbentuk ini, sebagai berikut: Pertama, Aryasa, bilah, antara lain: instrumen IWM, dkk. Pengetahuan Karawitan Bali. jongkok, instrumen jegogan, instrumen Denpasar: Departemen Pendidikan jublag, dan instrumen penyacah. dan Kebudayaan Direktorat Jendral Sedangkan instrumen yang berbentuk Kebudayaan Proyek Pengembangan pencon (moncol) terdiri dari instrumen Kesenian Bali, 1984. Dalam buku ini terompong, instrumen riyong, instrumen menguraikan tentang vokal seperti ponggang, instrumen kempli, instrumen pengertian karawitan vokal, jenis , dan instrumen gong. Gamelan tembang dan tata penyajian tembang, Gong Gede merupakan salah satu wujud karawitan instrumental, seperti alat- kesenian Bali hingga sekarang masih alat karawitan instrumental, barungan mencerminkan seni yang adiluhung, gamelan atau ensambel, fungsi dan sehingga harus dipertahankan bentuk karawitan instrumental, tata keberadaannya. penyajian tetabuhan, serta modus Dalam sebuah pertunjukan gamelan dan lagu. Secara substansi buku ini Gong Gede memiliki fungsi estetik menuntun penata untuk memahami hal yang terdapat dalam pertunjukan mendasar dalam ilmu karawitan Bali. tersebut. Estetika merupakan suatu Kedua, buku yang bertajuk Prakempa: ilmu yang mempelajari segala sesuatu Sebuah Lontar Gamelan Bali karya I Made yang berkaitan dengan keindahan, Bandem yang dipublikasi pada tahun mempelajari aspek dari apa yang kita 1986. Buku ini menjelaskan tentang sebut dengan keindahan (Djelantik, empat unsur pokok dalam gamelan 2004:7). Dilihat dari pernyataan tentang Bali yaitu filsafat atau logika, etika atau keindahan, estetika difungsikan atau susila, estetika (lango) dan gegebug dirasakan sebagai keindahan yang (teknik). Buku ini bermanfaat bagi dapat merangsang dan mendorong penata untuk memahami tentang logika, manusia untuk berkreasi dan bersikap etika, estetika, dan teknik. Ketiga, masih dinamis untuk mencapai kepuasan dari penulis yang sama, I Made Bandem

59 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 01, November 2019: 58-67 menulis Gamelan Bali Di Atas Panggung PEMBAHASAN Sejarah pada tahun 2013. Dalam buku Pengertian Gamelan Gong Gede ini banyak mengulas tentang aspek- Barungan gamelan Gong Gede aspek dan seluk beluk tentang gamelan merupakan gamelan yang berlaras pelog Bali dan asal mula gamelan Bali. Buku panca nada. Barungan gamelan ini disebut ini memberikan pengetahuan terhadap gamelan Gong Gede, karena susunan gamelan Bali. Teori yang digunakan orkestrasinya terdiri dari beberapa jenis dalam penelitian ini adalah teori estetika instrumen perkusi dalam jumlah yang menurut Djelantik, dikatakan bahwa cukup banyak, bentuk instrumentasinya estetika dapat dibagi menjadi tiga yakni digolongkan besar-besar dan mempunyai wujud atau rupa rupa (appreance), arti juga “gede”. Kata “gede” di sini bobot atau isi (content), dan penampilan mempunyai arti yang besar, karena (presentation) (2004: 15). gamelan ini merupakan gamelan Bali Dengan demikian untuk membatasi yang paling terbesar, baik dari jumlah pembicaraan yang akan berkembang pemain yang dibutuhkan maupun dari dan berkepanjangan dalam tulisan perangkat instrumentasinya. Barungan ini, maka dibuat sebuah perumusan gamelan Gong Gede membutuhkan masalah yang nantinya akan dicari jumlah penabuh (juru gamel) kurang jawabannya. Adapun aspek-aspek yang lebih 60-75 orang penabuh. perlu dijadikan suatu masalah yakni Dilihat dari instrumentasinya terdiri menganalisis estetika tabuh Gong Gede dari alat-alat perkusi berupa berbentuk di Desa Adat Tejakula di Kabupaten bilah dan pencon (moncol). Instrumen Buleleng Bali. Adapun tujuan penulisan yang berbentuk bilah bisa dibagi menjadi dalam artikel ini untuk menganalisis dua (Sukerta, 2010:44), yakni 1. bilah estetika tabuh Gong Gede di Desa yang berbentuk dengan istilah: metundun Adat Tejakula di Kabupaten Buleleng klipes, metundun sambuk, setengah Bali. Penelitian ini tergolong deskriptif penyalin, dan bulig, seperti terdapat kualitatif yaitu mengungkapkan suatu dalam instrumen gangsa jongkok, masalah sesuai dengan logika yang penunggal, jongkok pengangkep ageng ada. Metode yang digunakan dalam dan jongkok pengangkep alit (curing). penelitian ini yaitu observasi, wawancara, 2. bilah yang berbentuk dengan istilah: pengumpulan data, serta dokumentasi. merai, meakte, dan meusuk, seperti Dengan pengumpulan data melalui teknik terdapat dalam instrumen penyacah, purposive sampling, yakni salah satu jublag dan jegogan. Instrumen-instrumen teknik sampling non random sampling di ini bilahnya digantung yaitu memakai tali mana peneliti menentukan pengambilan seperti jangat atau tali nilon. sampel dengan cara menetapkan ciri- Sedangkan untuk instrumen ciri khusus yang sesuai dengan tujuan bermoncol juga dapat diistilahkan sebagai penelitian sehingga diharapkan dapat monco tegeh (tingi) dan moncol endep menjawab permasalahan penelitian. (rendah). Instrumen yang berbentuk

60 Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha, Ni Made Arshiniwati, Estetika... pancon tinggi seperti: riyong ponggang, Wujud merupakan suatu kenyataan riyong, dan terompong ageng (gede). yang tampak secara konkret (berarti Sedangkan instrumen yang berpencon dapat dipersepsi dengan mata atau pendek (endep) seperti instrumen kempli, telinga) maupun kenyataan yang tidak bende kempur, dan gong. Instrumen lain tampak secara konkret, yang abstrak seperti ceng-ceng kopyak dan (hanya bisa dibayangkan). Wujud yang sangat dibutuhkan. Bentuk instrumen terdapat dalam seni karawitan yaitu ini, kecuali ceng-ceng kopyak dapat tabuh gilak, tabuh telu, tabuh pat, dan digunakan dengan cara dipukul dengan tabuh nem dengan menggunakan media alat pemukul seperti panggul. ungkap gamelan Gong Gede. Dalam wujud dapat dilihat bentuk dan struktur Estetika Gamelan Gong Gede di Tinjau dari tata penyajian gending itu sendiri. Dari Segi Tabuh (Geding) Tabuh gilak memiliki pola 8 ketukan, Mengenai estetika gamelan 16 ketukan, dan 32 ketukan. Di setiap Gong Gede ditinjau dari segi tabuh pola tersebut terdapat jatuhnya sistem (gending) pada saat piodalan dewa kolotomik kempur dan gong yang berbeda Yadnya Khayangan Tiga Desa Adat di setiap daerah. Pola gilak ketukan 8 Tejakula, penulis meninjau dari tabuh memiliki jatuhnya sistem kolotomik 2 (gending). Estetika difungsikan atau jatuhnya pukulan kempli, 2 jatuhnya dirasakan sebagai keindahan yang pukulan kempur, dan 1 jatuhnya pukulan dapat merangsang dan mendorong gong sebagai tanda akhir. Contoh gilak manusia untuk berkreasi dan bersikap pola 8 ketukan: dinamis untuk mencapai kepuasan 3 1 4 3 4 1 3 (7) batin dalam mempertajam intuisinya yang menyangkut rasa keindahan Tabuh telu merupakan tabuh yang membuat kita senang, terkesima, petegak (gending-gending yang disajikan terpesona, bergairah dan bersemangat. secara mandiri yang tidak dikaitkan Estetika tidak bisa dijauhkan dengan jenis kesenian lainnya seperti dengan rasa keindahan. Rasa keindahan tari). Tabuh telu juga dapat dikatakan tersebut meliputi keindahan alam dan suatu komposisi tabuh petegak pegongan keindahan buatan manusia. Keindahan yang terdiri dari susunan nada atau buatan manusia pada umumnya disebut melodi yang disertai jatuhnya pukulan kesenian. Dengan demikian kesenian, kolotomik jegog, kempur, dan gong dapat dikatakan salah satu wadah yang sebagai tanda berakhirnya satu putaran mengandung unsur-unsur keindahan. melodi yang mempunyai fungsi sebagai Menurut Djelantik (2004:15) mengatakan penyangga irama, dan memberi tekanan. bahwa unsur-unsur estetika mengandung Tabuh telu dibagi menjadi dua bentuk tiga unsur dasar, yakni wujud atau rupa yakni bentuk tunggal dan ganda rupa (appreance), bobot atau isi (content), (Rembang, 1985:12). Dikatakan tabuh dan penampilan (presentation). telu bentuk tunggal karena tabuh telu

61 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 01, November 2019: 58-67 tersebut terdiri dari kawitan sama bentuk pola kekendangan ikut berubah pengawak saja. Di bagian pengawak yang disebut dengan kendang pengawak di mainkan di ulang-ulang (berputar) di mana permainannya mulai terjalin dari permulaan sampai berakhir tidak antara kendang lanang dengan kendang pernah berganti melodi. Sebagai contoh wadon. Sebagai contoh yang bisa yang bisa dikatakan sebagai tabuh telu dikatakan sebagai bentuk komposisi tunggal yakni tabuh telu Buayamangap. tabuh telu ganda yakni tabuh telu Tabuh telu Buayamangap terdiri dari Sekargadung. Contoh kerangka bentuk 5 (lima) gong dalam kali satu putaran komposisi tabuh telu ganda. dari awal sampai berakhir tidak pernah Kawitan: berganti. Contoh kerangka tabuh telu . 1 17 13 4 3 15 4 3 17 5 7 (1) tunggal. Pengisep: Kawitan: 3 1 3 13 4 3 15 4 3 17 5 7 (1) . . .7 7 3 3 77 3 31 345 7 34 (5) Pengawak: Pengawak: . 1 . 13 4 1 3 4 3 134 5 5 (4) . 3 7 33 7 3 7. 3 31 345 7 34 (5) . 4 . 3.4 3 1345 5 55 7 34 (5) .7 . 7 3 1 7 54 3 1 35 7 34 (5) . 7 . 4. 5 4 345 7 7 77 5 45 (7) 7 . 7 3 1 7 54 3 1 3 57 1 7 (5) . 7 . 71 7 5 45 7 7 77 5 45 (7) . 5 7 13 1 7 5. 5 7 13 4 1 (3) .7 . 5 . 7 5 43 1 7 1345 4 3 (1) . 4 5 75 4 3 1. 5 . 47 3 1 (7) Refleksi estetis dengan konsep Dikatakan dengan bentuk tabuh keseimbangan yang berdimensi tiga, telu ganda merupakan tabuh telu banyak mempengaruhi para seniman Bali memakai dua bagian putaran yaitu dalam membagi ruang vertikal. Pembagian ada pengisep dan pengawak. Bagian ruang secara vertikal mempengaruhi pertama yang disebut dengan pengisep cara orang Hindu menggunakan bagian- terdiri dari satu jenis melodi di dalam bagian tubuh mereka. Menurut konsep satu gong, dimainkan berulang-ulang Tri Angga tubuh manusia dibagi menjadi beberapa kali disertai dan di atur tiga; kepala sebagai utama angga, badan dengan melodi permainan kendang yang sebagai madia angga, dan bagian kaki disebut kendang batu-batu atau bebaton sebagai nista angga. Ketika konsep (cedugan tunggal). Batu-batu merupakan ini dipinjam oleh seniman karawitan nama salah satu pola tabuhan kendang dalam menciptakan gending-gending cedugan/pepanggulan (kendang yang gamelan Bali. Secara struktural dapat dipukul dengan panggul) yang dilakukan diamati terdiri dari tiga bagian pokok oleh kendang lanang atau kendang yaitu kawitan diibaratkan sebagai wadon (ensiklopedi mini karawitan Bali). kepala, pengawak diibaratkan sebagai kemudian irama lagu diperlambat dan badan, dan pengecet diibaratkan sebagai melodi lagu beralih (nyalit) kebagian kaki. Bagian-bagian ini diporsikan pengawak. Dalam bagian pengawak secara seimbang untuk terwujudnya

62 Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha, Ni Made Arshiniwati, Estetika... bentuk komposisi tabuh (gending) yang lelambatan klasik pegongan sudah bisa harmonis. untuk mengatakan bahwa tabuh yang Kawitan atau kepala (Utama Angga) di dengar adalah tabuh telu, tabuh pat pada bagian gending gamelan Gong Gede dan seterusnya. Mengenai tempo yang merupakan suatu yang disajikan oleh terdapat dalam bagian pengawak, secara satu jenis instrumen yakni instrumen umum dapat disajikan secara tempo terompong dan atau pada umumnya dan yang lambat (alon). atau kendang yang letaknya sesudah Pengecet (Nista Angga) adalah tabuhan pengalihan. Kawitan berasal bagian istilah gending yang letaknya dari kata kawit, yang mempunyai makna pada bagian akhir dari suatu bentuk yakni sebuah melodi sebagai pembukaan komposisi gending lelambatan pegongan dari lagu yang akan dimainkan. Pada klasik, khususnya tabuh pisan, tabuh gending lelambatan kawitan dimainkan telu, tabuh pat, tabuh nem dan tabuh oleh instrumen terompong, jikalau kutus. instrumen tersebut tidak ada terompong Tabuh pat dan tabuh nem bisa digunakan instrumen giying sebagai merupakan sebuah tabuh lelambatan pembuka atau kawitan gending. Tabuhan yang memiliki ukuran lagu yang panjang. bagian kawitan ini menggunakan Tabuh pat dan tabuh nem memiliki nyilih asih, ngempyung, dan keindahan yang terlihat jelas pada bagian ngembat (ngangkep), tergantung dari pengawak yang berbeda panjang lagunya bentuk gending yang dimainkan. Kawitan akan tetapi tetap dalam ruang lingkup biasanya diambil dari bagian gending tabuh lelambatan. Tabuh pat dan tabuh pengawak atau pemalpal yang terdapat nem terdiri dari beberapa bagian yang pada bentuk gending tabuh 3 (telu). menopang lagu tersebut, yakni kawitan, Pengawak atau bagian badan pengawak, pengisep, bebaturan, embat- (Madia Angga) merupakan salah satu embatan, yang diakhiri dengan tabuh bagian gending yang menentukan bentuk gilak atau tabuh telu. Penyalit adalah gending yang digarap oleh semua ricikan bagian transisi dari sebuah komposisi yang letaknya sesudah bagian gending karawitan Bali. Bagian ini adalah bagian kawitan. Bagian ini terdapat pada semua esensial guna memberikan kekuatan bentuk gending yang mempunyai suatu komposisi baik dari segi dinamika, ukuran yang biasa disebut dengan tempo, ritme dan lainnya. Walaupun tabuh, seperti tabuh 3 (telu), tabuh hanya berfungsi sebagai jembatan untuk 4 (pat), dan sebagainya. Pada bagian menghubungkan bagian satu ke bagian pengawak mempunyai struktur yang yang lainnya. Kata embat-embatan jelas, sehingga gabungan dari beberapa berasal dari kata embat yang mengacu struktur tersebut akan menimbulkan pada teknik permainan trompong. Bagian suatu bentuk gending tertentu. ini adalah sebuah ruang di mana juru Dalam bagian pengawak, orang trompong menonjolkan kemampuan yang mendengarkan tabuh-tabuh virtuistiknya dengan teknik pukulan

63 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 01, November 2019: 58-67 ngembat (memukul nada yang sama tabuh gilak dan tabuh telu, mempunyai namun berbeda oktaf dengan jarak empat makna untuk mengundang taksu nada yang berbeda dalam instrumen dan untuk memanggil para penabuh trompong). (jro gamel) yang tidak ada pada saat Perbedaan antara tabuh pat dan menabuh (megamel). Hal ini sejalan tabuh nem terlihat pada jumlah baris dengan pendapat Dibya (2003:98) yang ketukan yang terdapat pada bagian mengatakan bahwa taksu memegang pengawak. Pada tabuh pat jumlah baris peranan penting dalam berbagai olah terdiri 16 baris ketukan, terdiri dari 128 kesenian di Bali yang mempunyai ketukan melodi, 64 ketukan jumblag, kekuatan daya pikat yang muncul pada empat jatuhnya pukulan kolotomik diri seniman/seniwati atau pada karya kempli dan kempur, dan satu jatuhnya seninya. Setelah penampilan tabuh pukulan gong sebagai akhir dari melodi gilak, yang dikatakan bahwa sebagai tabuh pat. Sependapat dengan Mustika mengundang taksu dan memanggil para (1992:28) mengatakan bahwa tabuh pat penabuh maka dilanjutkan dengan tabuh teridiri dari empat kempur dan empat megending. Istilah megending dalam hal kempli dalam satu gong. ini dipakai untuk menampilkan atau Tabuh nem merupakan tabuh yang menyajikan tabuh pat, dan tabuh nem, memiliki melodi yang panjang. Tabuh yakni menampilkan tabuh-tabuh yang nem tidak berbeda jauh dibandingkan lebih panjang ukurannya, sehingga dapat dengan tabuh pat, yang membedakan menunjang keagungan suasana upacara hanya jumlah baris melodi pada bagian (Mustika, wawancara 23 September pengawak. Tabuh nem terdiri dari enam 2018). kempur dan enam kempli di dalam satu Sedangkan penampilan merupakan gong (Mustika, 1991:28). Melodi dalam cara penyajian yang di dalam menyangkut tabuh nem berjumlah 24 baris dalam wujud dari sesuatu, baik itu wujud satu lagu, memiliki 192 ketukan melodi, konkret maupun abstrak. Dilihat dari 96 ketukan jublag, dan jatuhnya pukulan pemaparan tentang penampilan, pada kolotomik kempli dan kempur masing- upacara Dewa Yadnya di Desa Adat masing berjumlah enam. Tejakula menampilkan pertunjukan Bobot dapat diartikan sebagai isi gamelan Gong Gede yang membawakan/ atau makna yang disajikan pada sang menampilkan lagu-lagu (gending) pengamat (Djelantik, 2001:51). Bobot lelambatan, seperti tabuh gilak, tabuh telu, karya seni dapat ditangkap secara tabuh pat, serta tabuh nem. Penampilan langsung oleh panca indra. Dalam tidak hanya bisa dilihat dari menampilkan seni karawitan tidak ada gambar atau lagu-lagu lelambatan, akan tetapi terkait kata-kata yang memberikan penjelasan juga dengan penampilan busana yang tentang karya seni, akan tetapi di sisi lain dipakai oleh penabuh itu sendiri. Dari karya seni karawitan dapat di tangkap segi pakaian penabuh gamelan Gong melalui perasaan. Untuk penampilan Gede yang terdapat di Desa Tejakula

64 Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha, Ni Made Arshiniwati, Estetika... menggunakan pakaian yang berwarna dapat merangsang dan mendorong manusia hitam berkombinasi dengan udeng batik, untuk berkreasi dan bersikap dinamis dan saput yang memiliki keindahan serta untuk mencapai kepuasan batin dalam makna. mempertajam intuisinya yang menyangkut Warna hitam sebagai warna dasar rasa keindahan yang membuat kita pakaian dan udeng penabuh gamelan senang, terkesima, terpesona, bergairah Gong Gede di Desa Tejakula. Warna hitam dan bersemangat. memiliki makna yang melambangkan Agama Hindu merupakan unsur kemakmuran, percaya diri, kuat, dan yang paling dominan sekaligus ketegasan. Dengan pakaian berwarna merupakan roh Budaya Bali. Agama hitam tersebut diharapkan penampilan Hindu adalah sumber utama dari nilai- penabuh dalam pementasan gamelan nilai yang menjiwai budaya Bali. Setiap Gong Gede di Desa Tejakula sesuai hasil kreativitas budaya Bali termasuk dengan makna warna hitam itu sendiri. kesenian seperti gamelan Gong Gede Saput memiliki fungsi untuk menutupi tidak akan bisa lepas dengan ikatan tubuh bagian bawah. fungsinya dalam budaya Bali, terutama nilai-nilai estetika yang bersumber dari agama Hindu. Kebutuhan manusia akan rasa kenikmatan estetis mendorong mereka untuk terus menciptakan objek-objek bernilai estetis. Jika diperhatikan di sekeliling (di lingkungan) gamelan Gong Gede terdapat berbagai objek yang dapat menimbulkan rasa lango Foto 1: penampilan penabuh Gong Gede (menyenangkan). Memperhatikan objek (Dokumen pribadi) yang ada di dalam gamelan Gong Gede di Pura Desa Tejakula, kita melihat ada Saat penampilan gamelan Gong ciri-ciri fungsi pertunjukan gamelan Gede, penabuh wajib membawa seselet Gong Gede ditinjau dari tabuh (gending) (keris) yang disisipkan di dalam ikat dan ditinjau dari segi instrumentasinya pinggang. Keris merupakan senjata tradisional yang sangat berfungsi dalam KESIMPULAN kehidupan manusia pada jaman dahulu Gamelan Gong Gede merupakan maupun di masa sekarang. Dalam hal gamelan yang berlaras pelog panca ini selain senjata tradisional, akan tetapi nada. Barungan gamelan ini disebut sebagai pelindung diri dari hal gaib dan gamelan Gong Gede, karena susunan kewibawaan menjadi seorang penabuh. orkestrasinya terdiri dari beberapa jenis Mengenai estetika gamelan Gong Gede instrumen perkusi dalam jumlah yang desa adat Tejakula, estetika difungsikan cukup banyak, bentuk instrumentasinya atau dirasakan sebagai keindahan yang

65 Jurnal Kajian Seni, Vol. 06, No. 01, November 2019: 58-67 digolongkan besar-besar dan mempunyai Dibia, I Wayan. Nilai-Nilai Estetika Hindu arti juga “gede”. Mengenai estetika dalam Kesenian Bali. Dalam buku tabuh Gong Gede di Desa Adat Tejakula Estetika Hindu dan Pembangunan di Kabupaten Buleleng Bali. Unsur- Bali. Denpasar: Pt. Mabhakti unsur estetika mengandung tiga unsur Denpasar, 2003. dasar, yakni wujud atau rupa rupa Djelantik, A.A.M. Estetika Sebuah (appreance), bobot atau isi (content), dan Pengantar. Bandung: Masyarakat penampilan (presentation). Wujud yang Seni Pertujukan, 2004. terdapat dalam seni karawitan yaitu Gede Asnawa, I Ketut. Khebinekaan tabuh gilak, tabuh telu, tabuh pat, dan dan Kompleksitas Gamelan Bali. tabuh nem. Secara umum pertunjukan Dalam Bheri Jurnal Ilmiah Musik gamelan Gong Gede di desa Tejakula, Nusantara Volume. 6 No. 1 September sudah barang tentu penampilannya 2007. Denpasar: Jurusan Karawitan menampilkan tabuh-tabuh lelambatan Fakultas Seni Pertunjukan Institut klasik pegongan. Adapun tabuh-tabuh Seni Indonesia Denpasar, 2007. yang ditampilkan adalah tabuh yang Mustika, Pande Gede. Studi Tabuh-Tabuh polanya (bentuknya) tabuh pisan, Lelambatan Klasik Pada Gamelan Gong gegilakan, tabuh telu, tabuh pat, dan Kebyar Di Desa Tejakula Kecamatan tabuh nem. Bobot dapat diartikan sebagai Tejakula Kabupaten Buleleng. isi atau makna, penampilan tabuh gilak Denpasar: Direktorat Jenderal dan tabuh telu, mempunyai makna Pendidikan Tinggi Departemen untuk mengundang taksu dan untuk Pendidikan Dan Kebudayaan, 1991. memanggil para penabuh (jro gamel) yang Rembang, I Nyoman. Hasil tidak ada pada saat menabuh (megamel). Pendokumentasian Notasi Gending- Penampilan tidak hanya bisa dilihat dari Gending Lelambatan Klasik menampilkan lagu-lagu lelambatan. Pegongan Daerah Bali. Denpasar: Direktorat Jenderal Pendidikan DAFTAR PUSTAKA Tinggi Departemen Pendidikan Dan Aryasa, IWM, dkk. Pengetahuan Kebudayaan Proyek Pengembangan Karawitan Bali. Denpasar: Departemen Kesenian Bali, 1985. Pendidikan dan Kebudayaan Sukerta, Pande Made. Ensiklopedi Direktorat Jendral Kebudayaan Mini Karawitan Bali, Surakarta: Proyek Pengembangan Kesenian Bali, Masyarakat Musikologi Indonesia 1984. (MMI), 1989. Bandem, I Made. Prakempa: Sebuah ______.­­­­ Ensiklopedi Karawitan Lontar Gamelan Bali. Denpasar: Bali, Bandung: Masyarakat Seni Akademi Seni Tari Indonesia, 1986. Pertunjukan Indonesia (MSPI), 1998. ______. Gamelan Bali Di Atas Panggung ______. Canang Sari “Kumpulan Malakah Sejarah. Denpasar: Badan Penerbit 1977-2013”. Surakarta: ISI Press, Stikom Bali, 2013. 2013.

66 Pande Gede Widya Supriyadnyana, I Gede Arya Sugiartha, Ni Made Arshiniwati, Estetika...

Yasa, I Ketut. Angsel - Angsel dalam 2. Nama : Made Imawan (Jro bau) Gong Kebyar. Dalam Mudra Jurnal TTL : Tejakula, 31 Desember Seni Budaya Volume 33, Nomor 1, 1956 Februari 2018. Denpasar: Jurusan Jabatan : Jro Bau (Bendahara Desa Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Adat) Institut Seni Indonesia Surakarta, 2018.

DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Pande Gede Mustika, S.Skar., M.Si TTL : Tejakula, 15 Desember 1952 Jabatan : Dosen ISI Denpasar (pensiun)

67