1

MAKNA INTERPERSONAL WACANA POLITIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN: TINJAUAN SEMIOTIKA SOSIAL

(Interpersonal Meaning of Political Discourse in South Sulawesi Governor Election: Social Semiotics Perspectives)

St. Ramlah dan Gusnawaty

Program PascasarjanaJurusan Bahasa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin Jalan Perintis KemerdekaanKm. 10 , 90245 Ponsel: 08219679967 Pos-el: [email protected] ; [email protected]

Abstrak Wacana politik merupakan deretan kata yang merepresentasikan pesan. Makna yang terkandung di dalamnya dapat berperan sebagai ‘pisau’ penerjemah dan dapat pula merepresentasikan hubungan antarpartisipan pelibat wacana. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tanda-tanda dan makna interpersonal dalam wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan periode 2013-2018 di Kota Makassar, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Enrekang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang digambarkan secara deskriptif. Data wacana politik bersumber dari 13 baliho dan 2 spanduk dari dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur yaitu, -Agus Arifin Nu’mang dan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar. Pengambilan data menggunakan teknik dokumentasi. Data diidentifikasi, diklasifikasi berdasarkan tanda-tanda verbal dan tanda non-verbal, kemudian diinterpretasi makna interpersonalnya meliputi: afek, status dan kontak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan menunjukkan adanya tanda-tanda verbal dan non- verbal . Secara umum tanda-tanda yang termuat adalah, kesetiaan pendukung, kedekatan dengan masyarakat, dukungan kepala daerah, kebanggaan, bersama PDK, sayang lahir batin, prestasi, 2 pilihan tepat, ajakan menuju perubahan, merangkul masyarakat secara umum, pilihan orang pintar, kepatuhan adat, kedekatan dengan pedagang dan dukungan KBPPP. Makna interpersonalnya menunjukkan adanya afek, status dan kontak. Afek positif dan negative, hubungan status sosial yang hierarkies dan non-hierarkis dan kontak menunjukkan tingkat keterbacaan teks yang lebih mudah dipahami setelah memaknai tanda- tandanya.

Kata kunci :makna interpersonal, wacana politik, semiotika

1

2

Abstract Political discourse is a row of words that represent the message. Meaning contained in it acts as translation tools and can present the relationship of the participant in the discourse. This research is aimed to describe symbols and interpersonal meaning of political discourse in south Sulawesi Governor Election for the period of 2013-2018 in Makassar city, Gowa and Enrekang Regencies. This was qualitative research explained qualitatively. The political discourse data came from 13 billboards and two banners of the two pairs of governor and vise governors candidates, they are Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu`mang and Ilham Syrajuddin-Aziz Qahar Mudzakkar. The data were classified and identified based on verbal and non verbal symbols, then they were interpreted with interpersonal meanings including assessment, status, and contact. The results indicated that there are political discourse verbal and non verbal symbols in South Sulawesi Governor election. Generally, symbols of political discourse in south Sulawesi Governors election were supporters` loyalty, propinquity to the public, regency head supports, pride, togetherness with PDK, loving overtly and covertly, achievement, two is the right choice, invitation to the changes, embrace public generally, the choice of smart people, cultural compliance, closeness to the retailers and KBPPP`s supports. The interpersonal meaning showed effects, status, and contacts. Positive and negative effects, hierarchy and non-hierarchy social status relationship, and contacts sowed the levels of text which are much easier to comprehend after giving meaning to the symbols.

Keywords: interpersonal meaning, political discourse, semiotics

PENDAHULUAN

Bahasa sebagai medium dalam memaknai sesuatu sangat efektif untuk menciptakan pengaruh besar dalam percaturan kekuasaan. Bahasa dapat mengubah opini publik terhadap suatu masalah. Kekuatan bahasa mampu mendongkrak popularitas dan mengubah image seseorang. Tim kreatif para kandidat pada pesta demokrasi berusaha menampilkan dan menciptakan pilihan- pilihan kata yang dianggap menarik, tampil beda dan mengandung makna-makna tertentu. Masing-masing kandidat berusaha menampilkan image dan beradu performance dalam realitas verbalisasi citra dirinya melalui wacana politik. Wacana politik merupakan deretan kata yang terbangun sebagai representasi dalam penyampaian pesan. Makna dalam wacana politik sangat penting karena dianggap sebagai ‘pisau’ penerjemah pikiran dan visi-misi para

2

3

kandidat. Paduan gambar, kombinasi warna dan pemilihan kata, frasa, jenis huruf, sudut pandang, dan tanda-tanda lainnya menambah ‘megah’ atribut kandidat. Pilihan bahasa pun sangat beragam, mulai dari bahasa daerah, bahasa nasional hingga penyisipan bahasa internasional juga terdapat dalam wacana politik. Pemilihan ‘kosong satu’ pada tataran propinsi, kotamadya, kabupaten menjelma jadi pertarungan wacana politik yang beradu dalam kualitas makna dan kuantitas. Wacana politik dapat menunjukkan hubungan interpersonal antarpartisipan. Metafungsi interpersonal ini berhubungan dengan realisasi hubungan atau interaksi antarpartisipan dalam wacana. Wacana tersebut tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship. Hubungan interpersonal yang baik menunjukkan keterbukaan orang untuk mengungkapkan diri sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Terkait dengan wacana politik, semiotika sosial sebagai pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial. Konteks sosial yang dimaksud adalah fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa, hubungan antara bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial. Sehubungan dengan hal itu, Halliday menilai bahwa di balik sebuah wacana sesungguhnya terdiri dari makna-makna dan memuat tiga komponen penting yaitu; medan wacana ( field of discourse ), pelibat wacana ( tenor of discourse ) dan sarana wacana (mode of discourse ). Menjelang pemilihan gubernur Sulawesi-Selatan periode 2013-2018, para kandidat menyosialisasikan diri melalui media kampanye berupa baliho dan spanduk. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui tanda-tanda apa saja yang ada pada wacana politik pada pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. (2) mengetahui makna interpersonal dalam wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan.

KERANGKA TEORI Penelitian ini mengacu pada pelibat wacana (tenor of discourse ), merujuk pada partisipan atau orang-orang yang terlibat dalam teks. Santoso (2001:52)

3

4

menjelaskan bahwa dalam pelibat wacana menguak bagaimana sifat-sifat partisipan, status serta peran sosial dan peran bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan hubungan peran sosial di dalamnya. Pelibat ini juga mempunyai 3 sub-bagian, yaitu: afek, status, kontak. Afek merupakan penilaian (assesment , evaluation dan judgement ) antarpartisipan di dalam teks. Afek dalam teks menunjukkan bentuk penilaian dan pilihan sikap yang terjadi antar partisipan. Penilaian ini dikategorikan menjadi 2, yaitu : penilaian positif dan negatif (Santoso,2003:51). Penilaian positif jika partisipannya saling mendukung, menghargai dan menyanjung partisipan lainnya dalam teks. Penilaian negatif jika partisipan saling menyerang, mengkritik, mengejek, mencela atau tidak menyetujui pendapat partisipan yang lain. Status membahas status sosial atau hubungan peran partisipan baik hubungan hierarkie maupun non-hierarki. Kontak mengevaluasi tingkat keterbacaan bahasa yang digunakan dalam teks. Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan topik permasalahan ini salah satunya, Masdiana, Makna Simbolik dalam Baliho Bakal calon Walikota Makassar tahun 2008:Analisis Semiotika (2008). Penelitian ini mendeskripsikan makna dari simbol simbol yang terdapat dalam baliho. Pada baliho Ilham Arief Sirajuddin ditampilkan ikon-ikon kemegahan kota Makassar dan pada baliho Idris Manggabarani menampilkan ikon-ikon dari profesi masyarakat kota Makassar yang beragam sedangkan pada baliho Adil Patu menonjolkan simbol-simbol kemakmuran. Pada dasarnya penelitian Masdiana, menitikberatkan pada makna- makna simbol yang terlepas dari konteks di luar baliho.

METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di kota Makassar, kabupaten Enrekang dan kabupaten Gowa, selama lima bulan terhitung dari bulan Mei 2012 hingga September 2012 dengan rincian satu bulan persiapan, dua bulan pengambilan data dan dua bulan analisis data serta penyusunan hasil penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dari baliho dan spanduk media kampanye pemilihan periode 2013-2018, yang terdiri atas data media kampanye

4

5

dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, yaitu : Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang (8 baliho dan 1 spanduk) dan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (5 baliho dan 1 spanduk). Metode pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui dokumentasi. Setelah data berupa wacana politik baliho dan spanduk terkumpul, data tersebut dikelompokkan berdasarkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Setelah itu, diidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam data baliho dan spanduk baik tanda verbal maupun tanda non-verbal, kemudian diakhiri dengan interpretasi makna interpersonalnya meliputi afek, status dan kontaknya dipaparkan secara deskripsi.

PEMBAHASAN Berikut ini paparan singkat tentang tanda-tanda dan makna interpersonal dalam wacana politik pemilihan gubernur Sulawesi-Selatan.

Tanda-Tanda dalam Wacana politik Data dalam penelitian ini menunjukkan adanya tanda verbal dan non- verbal dalam wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. Tanda verbal ditunjukkan dengan teks-teks bersifat pernyataan, pertanyaan, dan perintah sedangkan tanda non-verbal ditunjukkan warna, gambar, setting, fisik, dan bentuk-bentuk lain. Di dalam wacana politik pasangan Sayang ditemukan tanda- tanda berupa : kesetiaan pendukung, kedekatan dengan masyarakat, dukungan kepala daerah, kebanggaan, bersama PDK, sayang lahir batin, prestasi dan dua pilihan tepat. Wacana politik pasangan IA ditemukan tanda-tanda, berupa : ajakan menuju perubahan, informasi dan merangkul masyarakat secara umum, pilihan orang pintar, kepatuhan adat, kedekatan dengan pedagang dan dukungan KBPPP. Berikut ini salah satu deskripsi tanda-tanda wacana politik pasangan sayang dan pasangan IA.

5

6

1. Sayang Lahir Batin Gambar pasangan Sayang di bawah ini merupakan baliho momentum hari raya Idul Fitri 1433 H. Baliho ini berisi tanda verbal dan non- verbal. Tanda verbal dikemas dengan sangat menarik dan berisi pesan yang ingin disampaikan. Pesannya adalah mohon maaf lahir batin. Namun, ucapan yang disampaikan adalah lahir batin dan diletakkan di bawah kata ‘Sayang.’ Penanda lain dari teks ini dalah pilihan warna font yang berbeda antara warna pada kata ‘ lahir batin’ dengan warna pada teks sayang . Sayang Lahir Batin dimaknai bahwa pasangan Syahrul Yasin Limpo- Agus Arifin Nu’mang mengucapkan mohon maaf lahir batin kepada semua masyarakat Sulawesi Selatan. Jika dihubungkan dengan pilkada di Sulawesi Selatan, Sayang Lahir Batin memberi pemaknaan yang berbeda. Muatan politik terlihat dari paduan kata yang memiliki kekuatan makna. Sayang tidak hanya sebagai ungkapan rasa cinta tetapi juga menjadi akronim dari nama Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang. Lahir Batin menunjukkan jiwa dan raga sehingga kadar kecintaan terhadap pasangan ini meliputi jiwa dan raga. Warna dasar baliho ini adalah warna putih yang menunjukkan kesucian yang dihubungkan dengan momentum hari yang fitri, hari kemenangan untuk ummat muslim. Pakaian yang dikenakan pasangan Sayang merupakan pakaian jas yang digunakan untuk beberapa media sosialisasinya. Pencitraan diri yang ingin ditampilkan adalah sosok pemimpin yang bersahaja, berwibawa dan bersahabat. Bibir mengembang memberi senyuman dan memperlihatkan sedikit deretan gigi yang ditampilkan Agus Arifin Nu’mang berkesan pemimpin yang memiliki kedekatan dengan konstituennya. Sementara

6

7

Syahrul yang mengatupkan bibir atas dan bibir bawahnya menyampaikan dirinya sebagai pemimpin yang berwibawa dan serius mengurus kesejahteraan rakyat.

2. 2, Pilihan Tepat Baliho SYL pada gambar umumnya merupakan salah satu baliho yang terbit setelah penetapan nomor urut oleh Komisi Pemeilihan Umum Provinsi Sulawesi-Selatan dan pasangan Sayang mendapat nomor urut 2. Baliho ini bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat bahwa pasangan Sayang berada pada nomor urut 2. Tanda verbal, orang pintar tidak memfitnah dan korupsi . Pilihan frasa dalam teks, orang pintar terkait dengan jargon politik kompetitornya, Ilham-Aziz dalam data IA-3. Pilihan frasa tidak memfitnah merujuk pada adanya majalah yang beredar dengan laporan utama gubernur narkoba. Tim kreatif pasangan Sayang ingin mengklarifikasi tentang majalah tersebut dan secara langsung mengungkapkan bahwa pasangan Sayang telah difitnah. Selanjutnya gambar lain, teks jangan berhenti belajar komandan merupakan tanda verbal yang menginginkan SYL terus belajar menambah deretan prestasi yang telah diraih selama lima tahun menjabat. Selain itu, tanda bilangan matematika berbentuk pengurangan, 3-1 =2. Pemilihan angka tiga karena jumlah kandidat calon gubernur hanya 3 pasang saja. Pengurangan angka satu dilakukan agar menghasilkan angka 2. Angka 2 inilah yang menjadi pesan utama dalam baliho ini, angka 2 adalah nomor urut pasangan Sayang . Hal ini diperkuat dengan teks pada bagian penutup, 2 pilihan paling tepat ! Pasangan yang tidak korupsi dan telah difitnah. Selain itu, teks tersebut dibubuhi tanda seru sebagai penegasan. Secara umum tema dalam baliho SYL adalah media

7

8

belajar pada tingkat sekolah dasar. Pilihan latar hitam polos tanpa paduan warna lain mencerminkan papan tulis dan pilihan bentuk font yang dipilih model teks kapur tulis berwarna putih. Hal ini dibuktikan dengan gambar kapur yang dipegang oleh tangan kanan. Pilihan warna pada baliho SYL berwarna putih sesuai dengan warna kapur tulis yang dipegang. Angka 2 yang merujuk pada nomor urut berwarna kuning sesuai dengan warna partai.

3. Kepatuhan Adat Baliho IA, terdapat beberapa tanda-tanda yang mewarnai baik tanda verbal dan non-verbal. Biru dimaknai sebagai ketegasan dan sesuai dengan warna Partai Demokrat dan hijau menandakan kesejukan, kesuburan sesuai dengan warna Islam yang merupakan karakter Aziz yang agamais. Biru posisinya di atas hijau menandakan Ilham menggaet masyarakat perkotaan yang cenderung modern dan Aziz pada masyarakat perdesaan yang sesuai dengan karakternya. Biru pun merupakan warna langit sehingga posisinya di atas dari warna hijau yang menandakan warna tanaman yang melekat pada tanah. Tanda verbal berupa teks pada gambar, Datangma diikuti empat tanda dan tiga tanda seru yang dilengkapi dengan falsafah bugis, Sipaka lebbi (saling menghormati) Sipaka tau (saling menghargai), Sipaka inga’(saling mengingatkan), dan menyisipkan kampanye sipaka IA . Salah satu daya tarik dari teks ini adalah kemampuan tim kreatif yang menambahkan falsafah Bugis dengan klausa sipaka IA . Maksud dari teks itu adalah ajakan untuk saling menghormati, saling menghargai, saling mengingatkan, serta saling mendukung dan bersepakat untuk memilih pasangan IA. Teks IA yang berwarna orange sebagai logo dari pasangan ini menjelaskan

8

9

bahwa Sipaka IA dalam teks tidak hanya saling menyetujui tetapi juga mendukung IA dalam konteks politik menjelang pemilihan gubernur Sulawesi Selatan.

4. Kedekatan dengan Pedagang Media sosisalisasi ini dipajang sebagai bukti dukungan pedagang pasar Terong di Makassar. Sadar mendukung sepenuhnya , teks ini terpampang jelas bahwa pedagang pasar terong mendukung IA. Pasar Terong merupakan salah satu pasar tradisional di kota Makassar yang mempertemukan pedagang antarkabupaten. Pasar menjadi salah satu tempat ‘menjual nama’ bagi para calon gubernur. Teks yang ada dalam gambar 14 manna bori para bella, ka pa’mai para baji, assing kamma tonji balla se’re ni ruai...dekkeng ! berarti biar tempat kita berjauhan, hati kita selalu menyatu seperti hidup dalam satu rumah . Adanya teks ini menjelaskan bahwa kedekatan dibangun antar pedagang maupun dengan pasangan Ilham-Aziz. Warna dasar yang digunakan dalam baliho IA adalah warna biru sesuai dengan warna kebesaran Partai Demokrat. Pada bagian atas, terlihat latar langit biru. Pada bagian tengah teks Ilham-Aziz menggunakan huruf konsonan dan diantarai oleh IA yang telah didesain dan menjadi logo pasangan IA. Selain foto Ilham-Aziz, terdapat juga foto beberapa orang yang mengenakan pakaian biru- hitam, pengurus persaudaraan Pasar Terong yang mendukung pasangan IA.

Makna Interpersonal Wacana Politik

1. Afek Data wacana politik pasangan Sayang , ditemukan beberapa data yang memperlihatkan afek positif (gambar 1, 2, 5, 6, 7, 8). Selain itu, terdapat juga afek negatif terlihat pada gambar 3 dan 9. Teks yang terdapat pada baliho pasangan Sayang gambar 1, nggak ada yang bakal gantiin kamu di hatiku sayang . Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia baku menjadi tidak ada yang akan menggantikan kamu di hati sayang . Hal ini membuktikan kepada partisipan lain (masyarakat) bahwa pendukung tetap setia pada pasangan sayang . Penggunaan aspek akan (bakal ) pada nggak ada yang bakal gantiin kamu di hatiku sayang ,

9

10

memperlihatkan di masa akan datang bermunculan sosok pemimpin-pemimpin baru tetapi hal itu tidak berpengaruh pada pilihan partisipan dan tetap setia mendukung sayang . Secara umum, wacana SYL gambar 1 menegaskan dukungan dan kesetiaan sehingga afek yang ditonjolkan adalah afek positif. Selanjutnya, gambar 9 menunjukkan afek yang negatif. Konteks fisik wacana politik SYL gambar 9 terdapat di pertigaan jalan Veteran-Dr. Ratulangi dan Kumala serta di jalan Perintis Kemerdekaan depan Bumi Tamalanrea Permai di Kota Makassar. Daya tarik dari SYL-9 adalah branding media sekolah dasar. Penggunaan kapur tulis, latar hitam seperti papan tulis dan konsep matematika dasar yaitu pengurangan mempermudah pemahaman partisipan. Pola teks yang sederhana dengan branding sekolah dasar mengajak partisipan di luar teks untuk memperhatikan angka-angka yang ditampilkan dalam baliho. Informasi nomor urut dikemas melalui pengurangan, 3-1=2. Ukuran angka dua lebih besar daripada huruf dan angka lain dalam gambar 9. Penonjolan nomor urut 2 dari pengurangan pasangan garuda na dengan pasangan IA. Konsep ini merupakan konsep tepat untuk mendapatkan angka 2 karena jika penambahan harus 1+1=2. Bentuk penambahan ini memperlihatkan pasangan IA saja. Sementara pemilukada 22 januari ini diikuti 3 pasang kandidat. Hal yang menarik perhatian partisipan di luar teks adalah pemilihan tanda non-verbal pada afek warna angka 2 dari konsep pengurangan 3-1 = 2. Pilihan warna yang digunakan pada angka 2 adalah warna kuning yang disesuaikan dengan warna partai Golongan Karya dan warna kapur yang digunakan adalah warna putih. Seharusnya, kapur putih menghasilkan warna putih bukan warna kuning. Jika ingin menonjolkan warna kuning seharusnya menggunakan kapur warna kuning. Hal inilah yang menimbulkan penilaian negatif karena penggunaan kapur putih yang menghasilkan warna kuning seolah-olah menunjukkan citra diri yang memaksakan kehendak pada keinginan dan kepentingan-kepentingan tertentu. Keadaan ini menunjukkan tidak adanya keserasian unsur-unsur pembangun teks. Teks orang pintar tidak memfitnah dan korupsi pada dasarnya bersifat informasi kepada partisipan di luar teks bahwa ada pihak-pihak tertentu yang telah

10

11

menyudutkan pasangan Sayang dengan tuduhan fitnah. Hal ini terkait dengan terbitnya majalah The Tabloid pada bulan Juli 2012. Majalah tersebut beredar di wilayah Sulawesi Selatan dan berisi tentang peredaran narkoba yang menyudutkan Syahrul Yasin Limpo. Teks 2 pilihan paling tepat , menginformasikan bahwa pasangan Sayang adalah pasangan yang terbaik untuk kelanjutan pembangunan. Penggunaan kata ‘paling’ menunjukkan tingkat kualitas teratas daripada pilihan-pilihan lain. Data wacana politik Ilham Arief Sirajuddin pada umumnya menunjukkan afek yang positif. Berikut ini adalah beberapa data yang memperlihatkan afek positif dan afek negatif. Tanda verbal dalam media kampanye IA gambar memiliki penilaian afek positif, secara langsung ditemukan bahwa adanya sikap saling mendukung diantara partisipan. Konteks ANAK POLISI bisa tonji ! memberi penegasan bahwa partisipan Keluarga Besar Putra Putri Polri mendukung Ilham sebagai gubernur Sulawesi-Selatan periode 2013-2018. Dalam bahasa Indonesia ragam baku, anak polisi bisa tonji ! berarti anak polisi juga bisa! penggunaan kata bisa yang dimaksud adalah adanya daya dan kemampuan untuk memimpin wilayah Sulawesi-Selatan. Aksen dialek bahasa Makassar, tonji , kadang juga digunakan untuk menonjolkan kota Makassar, misalnya; Makassar bisa tonji ! Selain itu, tanda verbal ini ingin menyampaikan pesan bahwa latar belakang keluarga dan garis keturunan untuk menjadi pemimpin bukan satu-satunya daya tarik. Anak polisi, anak guru, anak petani semua memiliki posisi yang sama untuk memimpin tergantung kemampuan memanfaatkan peluang dan kesempatan. Tanda non verbal, gambar diri Ilham Arief Sirajuddin mengenakan pakaian berwarna cokelat, seragam organisasi KBPPP. Ilham terlihat mengangkat lengan kanan membentuk sudut siku-siku dan

11

12

mengepalkan tangannya. Gerakan tangan ini menandakan ajakan pergerakan untuk kehidupan di masa akan datang yang baik. Pada umumnya, gambar diri Ilham selalu tersenyum, gigi putihnya memisahkan antar bibir atas dan bibir bawah yang diberi tekanan sehingga tampak senyuman. Senyuman yang diperlihatkan Ilham menandakan citra dirinya yang ramah. Selanjutnya data menunjukkan penilaian yang negatif adalah gambar di bawah ini. Pilihan Orang Pintar , konteks fisik dari media kampanye IA gambar ini berada di kelurahan Parang Tambung kecamatan Tamalate. Kelurahan Parang Tambung memiliki tingkat pendidikan masyarakat yang bervariasi. Keadaan konteks fisik ini memperlihatkan bahwa teks Orang Pintar diinterpretasikan berbeda-beda dan tidak berdasarkan akademik. Orang Pintar Pilih Ilham–Aziz memberikan penilian yang memilih pasangan IA hanya orang pintar. Selain itu, tidak ada barometer untuk standardisasi partisipan yang pintar sehingga penilaian Orang Pintar sangat subjektif. Hal ini menyebabkan nilai kedekatan dalam IA gambar ini cenderung kurang. Padahal tim kreatif pada dasarnya berkeinginan mengajak partisipan lain untuk memelih pasangan IA dengan menempatkan frasa Orang Pintar sebagai fokus. Hal utama yang mendasari penggunaan kata Orang Pintar merujuk pada iklan produk Tolak Angin yang bintang iklannya adalah Agnes Monica dengan harapan partisipan mudah untuk mengingat pasangan IA karena Agnes memiliki rating muncul di televisi sangat tinggi. Seandainya semua wajib pilih untuk pilkada gubernur periode 2013-2018 adalah orang pintar versi tim kreatif pasangan IA, semuanya memilih pasangan IA. Orang pintar memiliki berbagai

12

13

interpretasi. Boleh jadi, orang pintar yang dimaksud adalah partisipan yang melihat sisi kekurangan dari Gubernur periode 2007-2012 sehingga menyarankan untuk tidak lagi memilih kembali untuk memimpin Sul-Sel atau partisipan melihat hal positif pada pasangan IA yang dianggap lebih mampu untuk memimpin Sul- Sel pada periode mendatang.

2. Status Wacana politik dalam data penelitian ini menunjukkan hubungan antarpartisipan dalam teks bersifat horizontal dan vertikal. Data pasangan Sayang yang menunjukkan status sosial horisontal (non-hirarkies) dan hierarkis terjadi pada beberapa gambar. Hal yang sama juga ditemukan pada data pasangan IA. Hubungan horisontal memperlihatkan pola komunikasi yang terbangun lebih terbuka, sedangkan yang bersifat vertikal bersifat lebih satu arah. Hubungan sosial atau status peran antar partisipan yang terdapat dalam baliho SYL gambar berikut memperlihatkan hubungan antarpartisipan bersifat vertikal / hirarkis. Pernyataan yang menggunakan bahasa daerah Massenrempulu dialek Endekan, Kita ra Kurannuan dalam bahasa Indonesia artinya Kita (anda) yang saya harapkan . Dalam budaya masyarakat Massenrempulu, konteks dari Kita ra Kuranuan bertujuan mengharapkan partisipan untuk melakukan sesuatu secara tidak langsung dengan alasan bahwa partisipan lain tidak mampu melakukan pekerjaan tersebut dan dialah (orang) yang paling mampu melakukan pekerjaan. Penunjukan secara langsung dapat disebabkan karena beberapa factor, misanya : karakter, pekerjaan, kepribadiaan, watak, dan faktor-faktor lainnya. Teks Kita ra Kuranuan , penggunaan ra pada persona kita menonjolkan kekuatan partisipan tertentu yang lebih baik dari partisipan lain. Pada umumnya, penyataan ini digunakan sebagai tuturan kepada partisipan yang memiliki posisi dan status yang lebih tinggi sehingga status vertikal yang

13

14

muncul. Dalam kurannuan terdapat pengharapan yang tinggi kepada seseorang yang dianggap memiliki kemampuan dan stratifikasi sosial yang lebih tinggi. Hal yang sama juga ditemukan pada kalimat yang mengikuti pernyataan tersebut. Terima kasih komandan, pendidikan dan kesehatan gratis’ta. Kata komandan memperlihatkan status sosial yang lebih tinggi dan diikuti oleh enklitik ta’ pada kata gratis menunjukkan bahwa program pendidikan dan kesehatan gratis milik partisipan sehingga partisipan pendukung mengungkapkan rasa terima kasih kepada partisipan SYL. Selanjutnya, hubungan sosial atau status antarpartisipan yang terdapat dalam media kampanye IA gambar 14, kedekatan dengan pedagang, bersifat horisontal/non-hirarkies. Pilihan sikap diantara partisipan pedagang cenderung setara, tidak memandang latar belakang pedagang atau besar- kecilnya modal pedagang. Hal ini tampak dari pernyataan manna bori para bella, ka pa’mai para baji, assing kamma tonji balla se’re ni ruai...dekkeng ! partisipan memosisikan dirinya sama dengan yang lain bahkan diibaratkan hidup bersama dalam sebuah rumah. Konteks lain dari gambar 14, partisipan pasangan Ilham-Aziz memosisikan sikap dirinya sama dengan pedagang. Partisipan Ilham-Aziz siap berbagi dengan berbagai macam kalangan partisipan yang diibaratkan hidup bersama dalam sebuah rumah. Rumah yang sederhana dan menjunjung keadilan serta kemakmuran. Media kampanye ini menonjolkan sikap persaudaraan antar partisipan, semua pada posisi dan status sosial yang sama. Nilai persaudaraan inilah yang dijual partisipan (tim kreatif) pasangan IA. Partisipan IA mencoba memberikan citra yang berbeda bahwa antara partisipan Ilham-Aziz dengan partisipan pedagang memiliki posisi yang sama dan tidak ada ‘jurang’ pemisah antara partisipan.

14

15

Situasi yang lahir adalah situasi persaudaraan dan rasa saling memiliki, bukan situasi yang menempatkan salah satu diantara partisipan sebagai atasan dan bawahan. Argumen ini diperkuat dengan sapaan dekkeng yang diikuti tanda titik sebanyak tiga kali dan diakhiri tanda seru. Sapaan ini memberi penegasan bahwa semua partisipan memiliki posisi yang setara. Dekkeng merupakan sapaan kepada lawan tutur yang akrab dan memiliki kedekatan secara personal sehingga status yang terbangun dalam IA bersifat sebagai horisontal/non-hirarkies.

3. Kontak Kontak merupakan tingkat keterbacaan teks yang digunakan. Penggunaan bahasa yang digunakan familiar atau tidak, artinya partispan dalam teks dan di luar teks mudah untuk memahami dan mengerti bahasa yang digunakan (Santoso, 2003:53). Dalam penelitian ini, wacana politik pasangan Sayang dan pasangan IA menunjukkan tingkat keterbacaan teks pada umumnya mudah dipahami dan familiar kecuali teks-teks yang menggunakan bahasa-bahasa daerah. Untuk memahami makna tanda dan makna interpersonal dalam wacana politik, teks yang menggunakan bahasa daerah harus diterjemahkan. Data wacana politik pasangan Sayang dan IA memperlihatkan susunan teks yang lengkap dari pendahuluan, inti dan penutup.

PENUTUP Tanda-tanda verba dalam wacana politik media kampanye pasangan Sayang berupa: kesetiaan pendukung, penonjolan untuk melanjutkan kepemimpinan, penggambaran keberhasilan program pendidikan dan kesehatan gratis, prestasi, serta penunjukkan kebesaran partai yang mengusungnya sedangkan tanda non- verbal berupa pilihan latar hitam, warna font kuning, gambar diri penonjolan wajah dan potret bersama pendukungnya. Secara umum tanda-tanda yang termuat dalam wacana politik pasangan Sayang adalah kesetiaan pendukung, kedekatan dengan masyarakat, dukungan kepala daerah, kebanggaan, bersama PDK, sayang lahir batin, prestasi, 2 pilihan tepat. Wacana politik pasangan IA, lebih menonjolkan citra diri sebagai pemimpin yang banyak bekerja dan berkarya. Tampilan media kampanyenya bersifat monentum yang dihubungkan dengan

15

16

iklan-iklan televisi. Tanda-tanda verbal, memperlihatkan bahwa sosok IA adalah sosok pemimpin yang dekat dengan masyarakat, sederhana, energik, nasionalis dan religius. Sedangkan tanda-tanda non-verbal, ditemukan penggunaan simbol- simbol kepartaian, warna orange, biru, hijau, dan gerakan anggota tubuh. Secara umum, tanda-tanda dalam wacana politik pasangan IA adalah ajakan menuju perubahan, merangkul masyarakat secara umum, pilihan orang pintar, kepatuhan adat, kedekatan dengan pedagang dan dukungan KBPPP. Makna interpersonalnya menunjukkan adanya afek, status dan kontak. Afek positif dan negatif, hubungan status sosial yang hierarkies dan non-hierarkis dan kontak menunjukkan tingkat keterbacaan teks yang lebih mudah dipahami.

DAFTAR PUSTAKA Arifianto. (2009). “Peranan Media Massa pada Pemilu Legislatif 2009”. KomTi . Vol. 3 No.9. Desember 2009.(online), diakses 20 Maret 2012.

Danial, Akmad. (2009). Iklan Politik TV . Yogyakarta : LkiS.

Eko, Umberto. (2009). Teori Semiotika. Yogyakarta : Kreasi Wacana.

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LkiS.

Gusnawaty. (2009). “Kesantunan dalam Surat Keluhan Sebagai Suatu Cerminan Budaya Masyarakat Sulawesi Selatan”, dalam Linguistika . Vol. 16 No. 31. Hal 173-185.

Handaka, Tatang. (2008). “Kajian Teoritis Semiotika Media dan Pilpres” dalam Semiotika. Vol. 2 No.6. Hal. 45-55.

Handoko, Tri. (2009). “Analisis Tanda pada Poster Kampanye anti Diskriminasi ‘Guerrilla’ di Bidang Seni dan Politik di Amerika Serikat.” dalam Dimensi . Vol.7. No. 1. Hal. 41-56.

Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. (1994). Bahasa, Konteks, dan Teks, Aspek- Aspek Bahasan dalam Pandangan Semiotik Sosial , Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Hasyim. (2006). “Representasi Opini Media dalam Konstruksi Realitas Isu Korupsi Soeharto, Analisis Semiotika Sosial Isu Penyelesaian Hukum

16

17

Kasus Korupsi Soeharto” dalam Editorial SKh. Republika. Jakarta : Depkominfo RI.

Maknun, Tadjuddin. (2005). Tuturan Komunitas Nelayan Makassar di Galesong: Kajian Semiotika Sosial (Disertasi). Makassar : Pps Unhas.

Manurung, Rosida Tiurma. (2009). “Ketidakberpihakan Jargon Politik Terhadap Perempuan di Indonesia”. Sosioteknologi . Edisi 16. Vol. 8. Hal. 552-559.

Masdiana. (2009). Makna Simbolik dalam Baliho Walikota Makassar 2008 : kajian Semiotika (Tesis). Makassar : Pps Unhas.

Mattulada. (1997). Kebudayaan, Kemanusiaan, dan Lingkungan Hidup . Makassar : Press.

Olii, Helena. (2007). Opini Publik . Jakarta : P.T Indeks.

Santosa, Riyadi. (2003). Semiotika Sosial . Surabaya : Pustaka Eurika.

Sobur, Alex. (2009). Análisis Teks Media. Bandung : Rosda.

Van Zoest, Aart. (1996). Semiotika . Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

17

18

18