Makna Interpersonal Wacana Politik Pada Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan: Tinjauan Semiotika Sosial
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
1 MAKNA INTERPERSONAL WACANA POLITIK PADA PEMILIHAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN: TINJAUAN SEMIOTIKA SOSIAL (Interpersonal Meaning of Political Discourse in South Sulawesi Governor Election: Social Semiotics Perspectives) St. Ramlah dan Gusnawaty Program PascasarjanaJurusan Bahasa Indonesia Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin Jalan Perintis KemerdekaanKm. 10 Makassar, 90245 Ponsel: 08219679967 Pos-el: [email protected] ; [email protected] Abstrak Wacana politik merupakan deretan kata yang merepresentasikan pesan. Makna yang terkandung di dalamnya dapat berperan sebagai ‘pisau’ penerjemah dan dapat pula merepresentasikan hubungan antarpartisipan pelibat wacana. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tanda-tanda dan makna interpersonal dalam wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan periode 2013-2018 di Kota Makassar, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Enrekang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang digambarkan secara deskriptif. Data wacana politik bersumber dari 13 baliho dan 2 spanduk dari dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur yaitu, Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang dan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar. Pengambilan data menggunakan teknik dokumentasi. Data diidentifikasi, diklasifikasi berdasarkan tanda-tanda verbal dan tanda non-verbal, kemudian diinterpretasi makna interpersonalnya meliputi: afek, status dan kontak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan menunjukkan adanya tanda-tanda verbal dan non- verbal . Secara umum tanda-tanda yang termuat adalah, kesetiaan pendukung, kedekatan dengan masyarakat, dukungan kepala daerah, kebanggaan, bersama PDK, sayang lahir batin, prestasi, 2 pilihan tepat, ajakan menuju perubahan, merangkul masyarakat secara umum, pilihan orang pintar, kepatuhan adat, kedekatan dengan pedagang dan dukungan KBPPP. Makna interpersonalnya menunjukkan adanya afek, status dan kontak. Afek positif dan negative, hubungan status sosial yang hierarkies dan non-hierarkis dan kontak menunjukkan tingkat keterbacaan teks yang lebih mudah dipahami setelah memaknai tanda- tandanya. Kata kunci :makna interpersonal, wacana politik, semiotika 1 2 Abstract Political discourse is a row of words that represent the message. Meaning contained in it acts as translation tools and can present the relationship of the participant in the discourse. This research is aimed to describe symbols and interpersonal meaning of political discourse in south Sulawesi Governor Election for the period of 2013-2018 in Makassar city, Gowa and Enrekang Regencies. This was qualitative research explained qualitatively. The political discourse data came from 13 billboards and two banners of the two pairs of governor and vise governors candidates, they are Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu`mang and Ilham Syrajuddin-Aziz Qahar Mudzakkar. The data were classified and identified based on verbal and non verbal symbols, then they were interpreted with interpersonal meanings including assessment, status, and contact. The results indicated that there are political discourse verbal and non verbal symbols in South Sulawesi Governor election. Generally, symbols of political discourse in south Sulawesi Governors election were supporters` loyalty, propinquity to the public, regency head supports, pride, togetherness with PDK, loving overtly and covertly, achievement, two is the right choice, invitation to the changes, embrace public generally, the choice of smart people, cultural compliance, closeness to the retailers and KBPPP`s supports. The interpersonal meaning showed effects, status, and contacts. Positive and negative effects, hierarchy and non-hierarchy social status relationship, and contacts sowed the levels of text which are much easier to comprehend after giving meaning to the symbols. Keywords: interpersonal meaning, political discourse, semiotics PENDAHULUAN Bahasa sebagai medium dalam memaknai sesuatu sangat efektif untuk menciptakan pengaruh besar dalam percaturan kekuasaan. Bahasa dapat mengubah opini publik terhadap suatu masalah. Kekuatan bahasa mampu mendongkrak popularitas dan mengubah image seseorang. Tim kreatif para kandidat pada pesta demokrasi berusaha menampilkan dan menciptakan pilihan- pilihan kata yang dianggap menarik, tampil beda dan mengandung makna-makna tertentu. Masing-masing kandidat berusaha menampilkan image dan beradu performance dalam realitas verbalisasi citra dirinya melalui wacana politik. Wacana politik merupakan deretan kata yang terbangun sebagai representasi dalam penyampaian pesan. Makna dalam wacana politik sangat penting karena dianggap sebagai ‘pisau’ penerjemah pikiran dan visi-misi para 2 3 kandidat. Paduan gambar, kombinasi warna dan pemilihan kata, frasa, jenis huruf, sudut pandang, dan tanda-tanda lainnya menambah ‘megah’ atribut kandidat. Pilihan bahasa pun sangat beragam, mulai dari bahasa daerah, bahasa nasional hingga penyisipan bahasa internasional juga terdapat dalam wacana politik. Pemilihan ‘kosong satu’ pada tataran propinsi, kotamadya, kabupaten menjelma jadi pertarungan wacana politik yang beradu dalam kualitas makna dan kuantitas. Wacana politik dapat menunjukkan hubungan interpersonal antarpartisipan. Metafungsi interpersonal ini berhubungan dengan realisasi hubungan atau interaksi antarpartisipan dalam wacana. Wacana tersebut tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship. Hubungan interpersonal yang baik menunjukkan keterbukaan orang untuk mengungkapkan diri sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Terkait dengan wacana politik, semiotika sosial sebagai pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial. Konteks sosial yang dimaksud adalah fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa, hubungan antara bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial. Sehubungan dengan hal itu, Halliday menilai bahwa di balik sebuah wacana sesungguhnya terdiri dari makna-makna dan memuat tiga komponen penting yaitu; medan wacana ( field of discourse ), pelibat wacana ( tenor of discourse ) dan sarana wacana (mode of discourse ). Menjelang pemilihan gubernur Sulawesi-Selatan periode 2013-2018, para kandidat menyosialisasikan diri melalui media kampanye berupa baliho dan spanduk. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui tanda-tanda apa saja yang ada pada wacana politik pada pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. (2) mengetahui makna interpersonal dalam wacana politik pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. KERANGKA TEORI Penelitian ini mengacu pada pelibat wacana (tenor of discourse ), merujuk pada partisipan atau orang-orang yang terlibat dalam teks. Santoso (2001:52) 3 4 menjelaskan bahwa dalam pelibat wacana menguak bagaimana sifat-sifat partisipan, status serta peran sosial dan peran bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan hubungan peran sosial di dalamnya. Pelibat ini juga mempunyai 3 sub-bagian, yaitu: afek, status, kontak. Afek merupakan penilaian (assesment , evaluation dan judgement ) antarpartisipan di dalam teks. Afek dalam teks menunjukkan bentuk penilaian dan pilihan sikap yang terjadi antar partisipan. Penilaian ini dikategorikan menjadi 2, yaitu : penilaian positif dan negatif (Santoso,2003:51). Penilaian positif jika partisipannya saling mendukung, menghargai dan menyanjung partisipan lainnya dalam teks. Penilaian negatif jika partisipan saling menyerang, mengkritik, mengejek, mencela atau tidak menyetujui pendapat partisipan yang lain. Status membahas status sosial atau hubungan peran partisipan baik hubungan hierarkie maupun non-hierarki. Kontak mengevaluasi tingkat keterbacaan bahasa yang digunakan dalam teks. Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan topik permasalahan ini salah satunya, Masdiana, Makna Simbolik dalam Baliho Bakal calon Walikota Makassar tahun 2008:Analisis Semiotika (2008). Penelitian ini mendeskripsikan makna dari simbol simbol yang terdapat dalam baliho. Pada baliho Ilham Arief Sirajuddin ditampilkan ikon-ikon kemegahan kota Makassar dan pada baliho Idris Manggabarani menampilkan ikon-ikon dari profesi masyarakat kota Makassar yang beragam sedangkan pada baliho Adil Patu menonjolkan simbol-simbol kemakmuran. Pada dasarnya penelitian Masdiana, menitikberatkan pada makna- makna simbol yang terlepas dari konteks di luar baliho. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di kota Makassar, kabupaten Enrekang dan kabupaten Gowa, selama lima bulan terhitung dari bulan Mei 2012 hingga September 2012 dengan rincian satu bulan persiapan, dua bulan pengambilan data dan dua bulan analisis data serta penyusunan hasil penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dari baliho dan spanduk media kampanye pemilihan periode 2013-2018, yang terdiri atas data media kampanye 4 5 dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, yaitu : Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang (8 baliho dan 1 spanduk) dan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar (5 baliho dan 1 spanduk). Metode pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui dokumentasi. Setelah data berupa wacana politik baliho dan spanduk terkumpul, data tersebut dikelompokkan berdasarkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Setelah itu, diidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam data baliho dan spanduk baik tanda verbal maupun tanda non-verbal, kemudian diakhiri dengan interpretasi makna interpersonalnya meliputi afek, status dan kontaknya dipaparkan secara deskripsi. PEMBAHASAN Berikut ini paparan singkat tentang tanda-tanda