Mekanisme Pengangkatan Hakim Konstitusi
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Mekanisme Pengangkatan Hakim Konstitusi Bagus Joko Puruitomo Fitra Arsil Ilmu Hukum Fakultas hukum Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Pada tahun 2013, terdapat sebuah kasus mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi oleh Presiden. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peraturan perundang-undangan yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, serta mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang secara praktik dapat diterapkan di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 adalah UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011. Sifat transparan dan partisipatif juga sangat menentukan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang diterima di masyarakat Indonesia. Kata kunci: mekanisme; pengangkatan; hakim konstitusi; transparan; partisipatif. Abstract In 2013, there is a case regarding the constitutional judges appointing mechanism by the President of Indonesia. This research is focused on analyzing the regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia, and the most applicable mechanism on appointing a constitutional judge. The method that is used for this research are literature studies and interview with the informants. Through this research, it can be ascertained that regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia are Law Number 24 Year 2003 and Law Number 8 Year 2011. Transparancy and participative mechanism are needed to be applied on appointing constitutional judge that can be accepted by the citizens of Indonesia. Keywords: mechanism; appointing; constitutional judges; transparent; participative. Pendahuluan Pengaturan mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus sesuai dan berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD 1945), serta secara praktik dapat diterapkan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan hakim konstitusi menyangkut hajat hidup masyarakat di Indonesia, Mekanisme pengangkatan…, Bagus Joko Puruitomo, FH UI, 2014 sehingga dibutuhkan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang terbaik agar mendapatkan hakim konstitusi yang terbaik pula. Dalam sistem kekuasaan kehakiman (yudisial), disebutkan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.1 Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa disamping Mahkamah Agung dan badang- badan peradilan yang berada di bawahnya, telah terdapat pelaku kekuasaan kehakiman yang baru yakni Mahkamah Konstitusi. Komposisi dari hakim konstitusi diatur dalam pada Pasal 24C UUD 1945 ayat (3) yang menyebutkan: “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.” Pada praktiknya sejak awal terbentuknya Mahkamah Konstitusi hingga saat ini, hakim konstitusi yang berjumlah sembilan orang tersebut diangkat berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam: 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU Nomor 24 Tahun 2003); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU Nomor 8 Tahun 2011); dan 3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2013) yang telah disahkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (UU Nomor 4 Tahun 2014). 1 Indonesia (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 24 ayat (2). Mekanisme pengangkatan…, Bagus Joko Puruitomo, FH UI, 2014 Dalam perjalanan Mahkamah Konstitusi, terdapat sebuah kasus yang berhubungan dengan pengangkatan dua orang hakim konstitusi yaitu Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. dan Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H. Kasus tersebut terjadi pada Agustus 2013 dan diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan nomor putusan 139/G/2013/PTUN-JKT. Penggugat pada kasus ini adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Indonesia Corruption Watch.2 Keputusan Tata Usaha Negara yang dipermasalahkan oleh penggugat adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia Nomor 87/P Tahun 2013, tanggal 22 Juli 2013.3 Surat tersebut berisi pemberhentian dengan hormat jabatan hakim konstitusi atas nama Prof. Maria Farida Indrati, S.H. dan Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H., M.H., serta pengangkatan hakim konstitusi atas nama Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. dan Dr. Patrialis Akbar, S.H., M.H.4 Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis ingin meneliti mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang paling sesuai dengan pengaturan yang terdapat dalam Pasal 24C UUD 1945 sebagai aturan dasar negara. Penulis juga akan menganalisa praktik pengangkatan hakim konstitusi yang telah diterapkan di Indonesia semenjak berdirinya Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, penulis harapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui mekanisme pengangkatan hakim konstitusi apa yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Selain itu, penulis juga akan membandingkannya dengan pengaturan yang terdapat dalam konstitusi negara selain Indonesia dengan tujuan didapatkannya gambaran yang lebih luas mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi. Tinjauan Teoritis Dalam sebuah negara hukum dibutuhkan adanya mekanisme pengujian konstitusional. Hal tersebut juga didukung dengan adanya gagasan Hans Kelsen untuk membentuk lembaga uji konstitusional tersendiri yang memiliki wewenang untuk menjalankan tugas uji konstitusional. Tugas uji tersebut akan dijalankan oleh hakim konstitusi yang perlu menerapkan prinsip kekuasaan kehakiman. Dengan demikian, dibutuhkan terdapat adanya 2 Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 139/G/2013/PTUN-JKT, hlm. 1. 3 Ibid., hlm. 5. 4 Ibid., hlm. 5-6. Mekanisme pengangkatan…, Bagus Joko Puruitomo, FH UI, 2014 mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang bisa mengakomodir jalannya tugas uji konstitusionalitas tersebut. Secara teoritis terdapat tiga pola rekrutmen hakim konstitusi yang diterapkan di berbagai negara., antara lain:5 1. Single body mechanisms 2. Cooperative appointment mechanisms 3. Representative Model pengangkatan ini melibatkan sejumlah lembaga negara. Pengangkatan tersebut adalah representatif yang sepertiga diangkat oleh masing-masing lembaga negara. Sebagai contoh, di Italia Hakim Konstitusi diangkat tiga orang oleh Presiden, tiga orang oleh Parlemen, dan tiga orang oleh Mahkamah Agung.6 Mahkamah konstitusi memiliki hakim konstitusi yang melakukan tugas dan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi sebanyak sembilan orang. Komposisi pengajuan sembilan anggota hakim konstitusi adalah tiga orang diajukan oleh Mahkamah Agung, tiga orang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.7 Ketua serta Wakil Ketua dari Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.8 Dalam UUD 1945 juga dijelaskan mengenai syarat yang perlu dimiliki oleh hakim konstitusi tersebut adalah kewajiban untuk memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.9 Mengenai teknis lebih lanjut mengenai mekanisme pengangkatan serta pemberhentian hakim konstitusi diatur lebih lanjut dalam undang-undang.10 Dari keenam ayat yang ada dalam Pasal 24C UUD 1945, terdapat empat ayat yang mengatur perihal mekanisme pengangkatan hakim konstitusi di Indonesia, yakni ayat (3) hingga ayat (6). Untuk membandingkan secara lebih komperhensif mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi apa yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, penulis menggunakan landasan berupa pendapat serta pembahasan yang dilakukan oleh tim perumus 5 Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi – Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, cet. 1, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006), hlm. 259-265. 6 Ibid. 7 Indonesia (1), Op.cit., Ps. 2C ayat (3). 8 Ibid., Ps. 24C ayat (4). 9 Ibid., Ps. 24C ayat (5). 10 Ibid., Ps. 24C ayat (6). Mekanisme pengangkatan…, Bagus Joko Puruitomo, FH UI, 2014 amandemen UUD 1945 yang terdapat dalam “Naskah Komperhensif Perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 – Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002 – Buku VI Kekuasaan Kehakiman”.11 Berikut adalah beberapa pendapat serta pembahasan yang berkaitan dengan Pasal 24C ayat (3) yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Presiden”, antara lain:12 1. Ketiga lembaga (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) telah diberikan masing- masing porsi untuk menentukan calon hakim konstitusi dengan