JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

ANALISIS WACANA IDEOLOGI GENDER DALAM FILM VERSI 1982 DAN 2017 (STUDI KOMPARATIF)

Jacksen Gunawan Ngorang Philipus1

Abstract

Feminism is quite influential on popular culture. This can be known from the many products of popular culture (such as film, for example) that the theme of feminism. This study wanted to find out how the construction of feminism in films by director Sjuman Djaya (1982) and Hanung Brahmantyo (2017). The object of this research is: R.A Kartini (1982) and Kartini (2017). This study is a qualitative descriptive study using critical discourse analysis method, by adopting the model Sara Mills. This model was adopted because it adjusts the object of research in the form of films. By performing the analysis of two levels, namely the micro level and macro level, obtained results that there is construction of feminism in films that became the object of research, as follows: In the analysis of micro level, there are some aspects of the center of attention, namely: theme, setting, characters, dialogue, costume, photography, and music. From all of these aspects can be known how the films construct feminism. In the analysis of the macro level, there are some aspects that are used, namely the use of various greeting and a link between social context with the film. Meanwhile, construction of feminism that is widely available in these films is liberal feminism, of which enhance the careers of women's rights, rights of women in sexual terms, and the right of women to determine its future.

Keywords : feminism, film, critical discourse analysis, Sara Mills

Abstrak

Feminisme cukup berpengaruh pada budaya populer. Ini bisa diketahui dari banyak produk budaya populer (seperti film, misalnya) yang mengangkat tema feminisme. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana konstruksi feminisme dalam film Indonesia oleh sutradara Sjuman Djaya (1982) dan Hanung Brahmantyo (2017).Objek penelitian ini adalah: R.A Kartini (1982) dan Kartini (2017). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis, dengan mengadopsi model Sara Mills. Dengan melakukan analisis dua tingkat, yaitu tingkat mikro dan tingkat makro, diperoleh hasil bahwa ada konstruksi feminisme dalam film yang menjadi objek penelitian, sebagai berikut: Dalam analisis tingkat mikro, ada beberapa aspek dari pusat yang menjadi perhatian, yaitu: tema, latar, karakter, dialog, kostum, fotografi, dan musik. Dari semua aspek tersebut dapat diketahui bagaimana film-film mengkonstruksi feminisme. Dalam analisis level makro, ada beberapa aspek yang digunakan, yaitu penggunaan berbagai sapaan dan hubungan antara konteks sosial dengan film. Sementara itu, konstruksi feminisme yang banyak tersedia dalam film-film ini adalah feminisme liberal, di antaranya meningkatkan karier hak-hak perempuan, hak-hak perempuan dalam hal seksual, dan hak perempuan untuk menentukan masa depannya.

Kata Kunci : Film, komunikasi massa, feminisme, analisis wacana kritis.

______1Alamat kini: Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jln Yos Sudarso Kav. 87 Sunter, 14350. Penulis untuk korespodensi : Telp : (021) 65307062 Ext 705. E-mail : [email protected]

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 90

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

PENDAHULUAN ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang lemah, marjinal dibanding dengan pihak laki-laki. Film sebagai salah satu media Ketidakadilan dan penggambaran yang buruk komunikasi massa, sekaligus produk budaya mengenai perempuan inilah yang menjadi sasaran populer, dipercaya mempunyai andil besar dalam utama penelitian ini. Hal serupa juga terjadi mengkonstruksi berbagai realitas. Salah satu yang dalam media berita. Banyak berita yang populer adalah realitas media. Realitas media menampilkan perempuan sebagai objek tersebut seringkali berupa simbol-simbol atau pemberitaan. Berita mengenai hambatan karir tanda-tanda tertentu yang terdapat dalam isi dari pada perempuan merupakan salah satu dimensi produk suatu media massa. Sehingga, bisa dari berita yang menampilkan perempuan sebagai disimpulkan bahwa realitas media adalah simbol objek pemberitaan. simbol yang terdapat dalam isi dari suatu produk media (Bungin, 2007). LANDASAN TEORITIS Adapun realitas media yang paparkan di atas diuraikan dalam tulisan berjudul “Analisis Sarah Mills, sebagaimana dikutip Eriyanto Wacana Ideologi Gender dalam Film Kartini menguraikan tentang bagaimana wanita Versi 1982 dan 2017”. Ada dua film yang akan digambarkan dalam teks (terutama sastra). diteliti. Kedua film ini mengambil tema yang Wanita yang digambarkan dalam teks oleh Sarah sama yaitu film Kartini tetapi dengan dua Mills juga dapat dipakai secara lebih luas untuk sutradara yang beda dan setting tahun yang menganalisis teks berita (Eriyanto 2008:210). berbeda. Kedua film itu adalah film karya Secara umum, ada dua hal yang diperhatikan sutradara Sjuman Djaya (1982) dan Hanung dalam analisis wacana kritis. Pertama, bagaimana Brahmantyo (2017). Kedua film tersebut aktor sosial dalam berita tersebut diposisikan dijadikan bahan penelitian yakni film Kartini dalam pemberitaan. Siapa pihak yang diposisikan versi 1982 dan film Kartini versi 2017. sebagai penafsir dalam teks untuk memaknai Alasan peneliti menelaah film tersebut peristiwa, dan apa akibatnya. Kedua, bagaimana karena ada perbedaan yang sangat signifikan pembaca diposisikan dalam teks. Teks berita mengenai peran gender dalam kedua versi film dimaknai sebagai hasil negosiasi antara penulis kartini tersebut. Gender merupakan perbedaan dan pembaca. Hal tersebut juga bermakna antara perempuan dan laki-laki berdasarkan nilai khalayak macam apa yang diimajinasikan oleh dan perilaku. Perbedaan gender adalah perbedaan penulis untuk ditulis. peran dari masing-masing gender di tengah Kajian dari Sarah Mills sering disebut masyarakat. Perbedaan gender menghasilkan pula sebagai kajian dalam perspektif feminis. pembagian peran gender yang dikenal sebagai yaitu bentuk titik perhatian dari perspektif pembagian kerja berdasarkan seksual. Lebih feminis adalah bagaimana teks bias dalam tepatnya adanya pembagian tugas antara menampilkan wanita. Wanita cenderung perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut ditampilkan dalam teks sebagai pihak yang salah, misalnya perempuan yang diasumsikan berada terbatas dibandingkan dengan pihak laki-laki. pada sector domestic sebagai ibu rumah tangga Ketidakadilan dan penggambaran buruk inilah dan berada di dapur. Sementara kaum laki-laki yang menjadi pusat kajian Sarah Mills. Banyak bekerja di sector masyarakat luas atau sector berita yang menampilkan berita tentang wanita publik. Kedua sector tersebut memiliki perbedaan sebagai sumber atau awal permasalahan yang yang sangat signifikan. Misalnya sector domestic muncul. Titik perhatian dari analisis wacana kritis diasumsikan sebagai sector yang komsumtif dan menggunakan model Sarah Mills ini adalah statis sementara sector public adalah sector bagaimana bentuk dan pola pemarjinalan itu dinamis dan memegang kekuasaan dalam dilakukan. berbagai bidang. Sarah Mills menempatkan pemeran Adapun fokus dari penelitian ini adalah pemberitaan dalam posisi-posisi tertentu. Ada wacana feminisme, bagaimana perempuan yang menduduki posisi subjek penceritaan, ada ditampilkan dalam teks. Perempuan cenderung pula yang menjadi objek pemberitaan. Penentuan

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 91

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181 posisi inilah yang nantinya akan menentukan merupakan seorang teoritisi (ahli yang banyak bagaimana struktur teks dan bagaimana makna menemukan teori) wacana kritis. Titik teks diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. perhatiannya berfokus pada wacana kritis Selain subjek penceritaan dan objek pemberitaan, mengenai feminisme, salah satunya mengenai Sarah Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks, bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan baik itu berupa teks novel, gambar, foto, ataupun dalam teks. Bagaimana pembaca dalam berita. Sehinga Mills seringkali disebuat mengidentifikasi dan menempatkan dirinya sebagai ahli wacana kritis dengan perspektif dalam penceritaan teks. Posisi seperti inilah yang feminis. akan menempatkan pembaca pada posisi dan Gagasan Sarah Mills ini berbeda dengan mempengaruhi bagaimana teks itu hendak para ahli wacana kritis penganut pendekatan dipahami dan bagaimana pula aktor sosial ini critical lingustics. Critical lingustics lebih ditempatkan. Analisis wacana kritis merupakan memusatkan kajiannya pada struktur kebahasaan salah satu alternatif dari analisis isi, selain analisis dan bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan isi kuantitatif yang cukup mendominasi ranah khalayak, sementara Sarah Mills lebih ilmu pengetahuan komunikasi massa yang sering memusatkan pada bagaimana posisi-posisi aktor digunakan oleh banyak peneliti isi media. ditampilkan dalam teks, serta bagaimana Namun, berbeda dengan analisis isi kuantitatif, pembaca (audiens) mengidentifikasikan dan analisis wacana kritis lebih menekankan unsur menempatkan dirinya dalam penceritaan teks “why” atau mengapa suatu pesan yang (Eriyanto, 2001). Jika melihat karakteristik terkandung dalam sebuah isi media, bukan hanya analisis wacana kritis yang selalu melibatkan unsur “what” atau apa. (Eriyanto, 2001). analisis level mikro serta analisis level makro, Interpretasi merupakan dasar dari analisis wacana maka dalam konteks model analisis wacana kritis kritis. Hal ini berlaku demikian karena analisis Sarah Mills, level mikro bisa diketahui dengan wacana kritis merupakan bagian dari metode cara melihat posisi subjek-objek, dan posisi interpretatif yang mengandalkan interpretasi dan makro bisa dilihat dari posisi pembaca. Berikut penafsiran penulis. Segala pemaknaan akan ini penjelasannya (Eriyanto, 2001): berdasarkan pada penafsiran (interpretasi) a. Posisi subjek-objek: Sarah Mills penulis. Setiap teks dalam analisis wacana kritis menekankan bagaimana posisi berbagai pada dasarnya bisa dimaknai secara berbeda, dan aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa dapat ditafsirkan secara beragam oleh masing- ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi masing individu peneliti. (Tarigan, 1993). tersebut pada akhirnya menentukan bentuk Film-film tersebut nantinya akan teks yang hadir di tengah khalayak. dianalisis oleh peneliti dengan menggunakan b. Posisi pembaca: Sara Mills berpandangan analisis wacana kritis sesuai dengan arahan dari bahwa dalam suatu teks posisi pembaca teori kritis, dengan menggunakan Analisis sangatlah penting dan harus diperhitungkan Wacana Prancis (French Discourse Analysis) dalam teks. Teks dianggap sebagai hasil atau disebut juga dengan analisis Prancis. negoisasi antara penulis dan pembaca. Sementara analisinya mengikuti model Sarah Jika digambarkan dalam bentuk bagan, berikut Mills. Model Sarah Mills tersebut lebih banyak adalah bagan tentang hubungan antara berita diterapkan pada media cetak. Sarah Mills dengan pembaca dan wartawan:

Model Sarah Mills

Gambar 1 Model Konteks Analisis Wacana Kritis Model Sarah Mils Mills Sumber: Eriyanto, 2001

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 92

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

Jika analogi tersebut diaplikasikan dalam kajian 2. praktek poligami, pernikahan dini, dan mengenai film, maka menurut model analisis perceraian yang sewenang-wenang. Gerakan wacana kritis Sarah Mills, film tidak diproduksi individual yang baru dalam tahap rintisan ini secara terpisah dengan masyarakat yang akan mungkin tidak bisa diharapkan punya berperan sebagai audiens. Sebaliknya film akan pengaruh signifikan, karena tidak adanya diproduksi dengan melihat konteks masyarakat pengorganisasian yang tercatat dengan baik. dan kondisi sosial yang sedang terjadi. 3. Adanya institusionalisasi gerakan. Periode Secara etimologis, feminisme berasal ini berlangsung antara akhir 1920-an hingga dari kata femina dalam bahasa latin artinya akhir 1950-an. Isu yang berkembang masih wanita atau perempuan. Feminisme merupakan sama dengan sebelumnya, yaitu emansipasi suatu aliran atau gerakan yang memperjuangkan perempuan di berbagai bidang, termasuk hak-hak perempuan. Sebagai sebuah aliran penolakan poligami, pembenahan gerakan feminisme memiliki tujuan untuk pendidikan, dan sebagainya. memperjuangkan hak-hak kaum perempuan 4. Ketiga, emansipasi perempuan dalam sebagai kelas sosial. Feminisme menjadi sebuah pembangunan nasional yang berlangsung paham perempuan yang berupaya sejak 1960-an hingga 1980-an. Dengan memperjuangkan hak-haknya sebagai sebuah makin baiknya pendidikan perempuan, kelas sosial. Sehubungannya dengan hal ini, perlu perempuan bukan hanya diakui dibedakan antara male dan female dengan kemampuannya, tapi juga diajak aktif dalam masculine dan feminine. Konsep male dan female mengisi pembangunan. Yang perlu dicatat, digunakan untuk membedakan aspek biologis dan pada periode ini telah lahir Undang-Undang hakikat alamiah, sementara masculine dan No. 1 tahun 1974 tentang Hukum feminine digunakan untuk membedakan aspek Perkawinan. psikologis dan kultural. (Shelden dalam 5. Keempat, diversifikasi gerakan hingga ke Sugihastuti, 2000). level terbawah seperti pesantren. Ini Feminisme tidak serta merta selalu berlangsung antara 1990-an hingga berhubungan dengan masalah emansipasi yang sekarang. Pada era ini terjadi sinergi antara cenderung berhubungan langsung dengan feminis sekular dan feminis Islam. Muara persamaan hak. Feminisme juga melibatkan yang hendak dituju sama, yaitu penguatan adanya gerakan pembaharuan yang dilakukan civil society, demokratisasi, dan penegakan oleh laki-laki dan perempuan dalam upaya HAM, termasuk keadilan dan kesetaraan membangun perubahan status sosial, gender. kebudayaan, dan cara pandang masyarakat sehingga tercapai suatu keadilan dan persamaan METODE PENELITIAN hak dalam masyarakat. Dengan kata lain, feminisme adalah suatu Adapun metode yang digunakan dalam gerakan yang menuntut adanya persamaan hak penelitian ini yaitu metode dengan Analisis dan keadilan antara perempuan dan laki-laki atau wacana kritis dari model analisis Sarah Mills disebut juga dengan emensipasi. Gerakan sebagai panduan. Namun hal itu disesuaikan feminism yang terjadi di Indonesia pada mulainya dengan penelitian ini yang mana membahas berasal dari Eropa dan Amerika. Jika diruntut dari tentang produk media massa audio visual. Film- masa ke masa, gerakan feminisme di Indonesia film yang dibahas dalam penelitian ini yaitu Film bisa dibagi ke dalam empat masa (Gazhali, 2007), dengan judul R.A Kartini karya sutradara yaitu: dan Film Kartini karya sutradara 1. Masa yang pertama merupakan masa Hanung Brahmanto. Kedua film tersebut akan perintisan feminisme. Periode ini menjadi objek dalam penelitian ini direkontruksi berlangsung pada akhir abad 19 dan awal secara menyeluruh. Adapun langkah-langkah abad 20. Tokoh-tokoh perempuan saat itu analisis data dalam penelitian ini yaitu: bukan hanya menuntut perbaikan pendidikan 1. Meninjau serta melakukan pengamatan perempuan, tapi juga telah menggugat terhadap film R.A Kartini karya Sjumandjadja

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 93

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

tahun 1982 dan karya kesetaraan Pendidikan, serta perempuan tahun 2017. harus melaksanakan tradisi pinyitan. 2. Menganalisis level mikro, dengan Selanjutnya Kartini berusaha untuk melawan mengklasifikasikan feminisme dari berbagai berbagai macam penindasan terhadap kaum era perempuan tersebut. Pada prinsipnya dari 3. Melakukan analisis level makro, dengan sisi tema, tidak ada perbedaan signifikan mengaitkan konteks sosial di luar isi film. antara film RA Kartini tahun 1982 dan film 4. Menentukan scene yang mewakili wacana- Kartini tahun 2017. wacana feminisme dalam film -film tersebut. 2. Setting Kedua film Kartini ini diproduksi dalam HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN kurun waktu yang cukup lama yakni dibuat pertama kali pada tahun 1982 dan diproduksi a. Konstruksi Feminisme dalam Film R.A lagi pada tahun 2017. Pada film R.A Kartini Kartini (1982) dan Kartini (2017) level (1982), seting yang digunakan masih sangat mikro minim dan terkesan kuno, sebab belum Unsur penting yang menjadi titik pokok menggunakan cahaya listrik, serta analisis wacana kritis pada film R.A Kartini pencahayaan di malam hari hanya (1982) dan Kartini (2017) pada level makro yakni menggunakan obor. Sementara film Kartini mengenai setting, tema, karakter, dialog,kostum, (2017) menggambarkan situasi pada masa music dan fotografi. Unsur-unsur analisis dalam Jawa Kuno yang pada saat itu dikuasai level mikro tersebut diadaptasi dari penelitian colonial Belanda yakni pada tahun 1930-an. yang dilakukan oleh Po-Lin Pan dengan judul A Adapun settingnya sendiri dapat diketahui Postcolonial Discourse Analysis of Wong Kai- dari bentuk rumah yang terlihat masih kuno, Wai's Films. Pan (2007). perabotan serta prop klasik untuk syuting. 1. Tema Adapun pada film ini sudah menggunakan Meskipun kedua film dalam penelitian kereta kuda sebagai alat transportasi. ini mengangkat tema serupa, yaitu tentang 3. Karakter perempuan. Namun kedua film tersebut Tokoh Kartini dalam kedua film ini memiliki kecenderungan yang berbeda tentu saja keduanya merupakan tokoh dalam menyampaikan isi pesan di dalamnya. protagonist yang dibalut dengan watak Jawa Dalam R.A kartini karya Sjumandjadja, yang kental, cantic, berani dan pintar. Hal itu tema perempuan lebih condong pada membuatnya menjadi dambaan kaum perjuangannya saat menghadapi tekanan dari penguasa seperti bupati. Berkat dominansi kaum laki-laki. Tokoh R.A kepintarannya Kartini dekat dengan istri Kartini (Yenny Rachman) dikisahkan Ovink-soer, oran yang membuka jalan sebagai pemeran utama. Namun kala itu, Kartini untuk menyebarkan artikel- perempuan diasumsikan dengan kelemahan, artikelnya. Artikel itulah yang kelak menjadi yakni digambarkan sebagai kaum udik, tidak titik balik perjuangan bagi Pendidikan kaum dapat membaca dan menulis, turut pada perempuan. suami, dan selir dari seorang yang memiliki 4. Dialog jabatan tinggi seperti Bupati. Akan tetapi Dialog dalam kedua film tersebut pada film ini R.A Kartini berusaha untuk menggunakan Bahasa Indonesia, Jawa Kuno berjuang melawan penindasan. Penindasan dan Bahasa Belanda. Selain itu, dalam film terhadap wanita tersebut dilawan dan ini juga beberapa kali dibubuhi dengan menuntut agar adanya persamaan derajat Bahasa Inggris. Penggunaan bahasa inggris antara perempuan dan laki – laki. memperkuat kesan bahwa memang mereka Pada film Kartini karya Hanung adalah kalangan high class dan modern, dan Brahmanto, juga membahas tentang bahasa Jawa Kuno menimbulkan kesan kesenjangan gender dan perbedaan hak rukun, sederhana dan guyub. antara perempuan dan laki-laki, perbedaan

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 94

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

5. Kostum Sementara itu, musik gamelan dan lagu Kedua film ini digarap dengan serius dengan lirik bahasa jawa semakin oleh kedua sutradara yang berbeda. Maka memperkuat karakter dan asal daerah Kartini dari itu kostum menjadi masalah serius yang b. Konstruksi Feminisme dalam film R.A. sangat diperhatikan oleh kedua sutradara Kartini (1982) dan Kartini (2017) Level film tersebut. Tokoh Kartini kerap terlihat Makro memakai pakaian khas perempuan Jawa, Analisis ini pada dasarnya berhubungan yaitu dengan kebaya. Selain itu, adik – adik dengan segala hal yang berada di luar teks yang Kartini juga menggunakan kebaya pada dianalisis. Hal-hal tersebut sesungguhnya akan perayaan pernikahan Soelastri dengan menunjukkan kekuatan-kekuatan sosial yang seorang Bupati. dominan di kalangan masyarakat dalam rangka 6. Fotografi mendukung wacana yang ditampilkan dalam teks. Sjumandjadja termasuk salah satu Dilihat dari analisis level makro, hal ini juga bisa sutrada yang mepunyai cara pandang menunjukkan konteks dari diproduksinya teks berbeda dengan surtadara pada umumya. wacana tersebut. Dengan adanya monolog yang Dalam film R.A Kartini (1982) ia dilakukan oleh para tokoh – tokoh utama menggunakan kamera yang sederhana, angle perempuan dalam film – film tersebut, yang dimunculkan pun terlihat sederhana menunjukkan bahwa audiens menjadi bagian dari dengan kualitas gambar yang terkesan lebih cerita yang ditampilkan di dalam film, sehingga moody, hal itu tampak jauh jika efek sosialnya jelas, audiens merasakan dibandingkan dengan Film Kartini karya hubungan sosial yang erat dengan para tokoh Hanung Brahmanto yang mana penggunaan dalam film, karena monolog tersebut ditampilkan kameranya sudah lebih canggih dan modern. dengan bahasa akrab, seperti layaknya curahan Film Kartini 1982 menampilkan gambar hati dari seorang teman dekat pada sahabatnya. yang terkesan lebih gelap, menimbulkan Dari hasil penelitian terkait wacana efek dramatis terhadap suasana pada objek feminisme Kartini dalam film R.A. Kartini (1982) atau subjek. Dengan pengambilan gambar dan Kartini (2017), dengan menggunakan semacam ini, secara tidak langsung Analisis Wacana Kritis Sarah Mills, peneliti penonton diajak untuk ikut merasakan melihat beberapa wacana Feminisme Kartini dan suasana di masa lalu, sehingga seakan-akan gambaran perempuan yang terkandung dalam penonton pun ikut menjadi saksi dari film. Sjuman Djaya dan Hanung Bramantyo peristiwa di masa itu. mewacanakan Feminisme Kartini dalam berbagai Sedangkan film Kartini (2017) terlihat sisi yang akan dijabarkan di bawah ini: lebih lugas, karena teknik pengambilan 1. Analisis Level Teks gambar yang lebih modern, dan kualias a. Gugatan Kartini terhadap Tradisi gambar yang dihasilkan lebih dinamis. Pingitan Dengan teknik semacam ini, penonton Salah satu gugatan Kartini dalam seakan akan diajak untuk menjadi seperti film ini terlihat pada sikap R. A. sang tokoh yang sedang melakukan Kartini yang menolak untuk menjadi monolog. Raden Ayu. Syarat menjadi Raden 7. Musik Ayu sendiri pada era Kartini, yaitu Music tradisional Jawa mendominasi seorang perempuan harus menikah kedua film ini. Namun, ada juga musik yang dengan seorang laki-laki yang berasal dari gambang kromong, atau dijodohkan dengannya tanpa ia itu gamelan. Selain itu terdapat juga musik yang tahu laki-laki yang akan dijodohkan berasal dari gambang kromong, atau dengan ia sebelumnya. gamelan. Dengan menampilkan adegan yang Hal ini erat kaitannya dengan dilatarbelakangi musik gamelan Jawa, maka konsep otonomi subjek yang semakin menunjukkan asal daerah Kartini berkaitan dengan nilai otonomi, yang merupakan perempuan Jepara. persamaan dan nilai moral serta

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 95

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

kebebasan individu untuk memilih perempuan bukanlah objek yang sesuatu yang terbaik di dalam dengan mudah dieksploitasi oleh hidupnya termasuk hak untuk laki-laki. Perempuan adalah subjek menolak tradisi, agama, dan dogma yang derajatnya sama dengan laki- yang ada dalam masyarakat. laki. b. Kesetaraan Pendidikan antara Laki- 2. Analisis Level Wacana Laki dan Perempuan a. Karakter Inilah titik perjuangan Kartini Dalam kedua film, yang erat kaitannya dengan memunculkan karakter Kartini yang kesetaraan hak antara laki-laki dan memiliki jiwa bebas, pemberani, perempuan agar perempuan dapat tidak membatasi dirinya hanya berdiri sejajar dengan laki-laki. Juga sebagai perempuan yang tunduk memasukkan ide bahwa perempuan akan adat istiadat yang langgeng juga merupakan makhluk yang sama dalam masyarakat, dan kritis dengan laki-laki, dan mempunyai terhadap isu sosial yang ada di hak yang sama dengan laki-laki. sekitarnya. Disinilah letak ketidakadilan b. Fragmentasi antara perempuan dan laki-laki, di Dalam kedua film ini beberapa mana film ini menggambarkan tokoh perempuan seperti Mas Ayu bahwa laki-laki lebih diprioritaskan Ngasirah, rakyat jelata, dan para selir untuk mengenyam Pendidikan Bupati Sosroningrat dihadirkan dibandingkan dengan perempuan. sebagai sosok perempuan Jawa yang Hal itu didasarkan ada adat jawa pasif. Mereka hanya berkutat pada mengatakan bahwa tugas utama ranah privat seperti rumah tangga dan perempuan adalah melayani suami mengurus anak dan suami. Sedangkan dan mengurusi urusan domestik. sosok R. A. Kartini digambarkan Di dalam kedua film tersebut sebagai perempuan cerdas, mandiri, Kartini mengupayakan jalur kuat, dan pantang menyerah. Kartini pendidikan agar dapat ditempuh oleh memiliki pengaruh besar pada kaum perempuan, tidak hanya laki- masyarakat, terutama bagi kaum laki. Ia percaya dengan adanya perempuan dalam bidang pendidikan. pendidikan dapat mengubah posisi c. Fokalisasi perempuan dalam kehidupan Kedua film Kartini ini lebih bermasyarakat. Jika perempuan banyak menggunakan suara dan sudut ditempatkan pada posisi tergantung pandang perempuan. Dialog-dialog pada suami, maka yang lebih serta penggambaran perempuan dominan tumbuh pada perempuan melalui teknik pengambilan gambar adalah aspek emosional, ketimbang membuat film ini seakan-akan lebih rasional. Dalam film ini perjuangan ditujukan kepada penonton Kartini pada kesetaraan pendidikan perempuan. Strategi pemunculan tercermin pada sosok Kartini yang kekuasaan Kartini sebagai pemikir mendirikan sekolah khusus dan pejuang memperlihatkan perempuan untuk bangsa pribumi, dominasi karakter serba ingin tahu, baik rakyat jelata maupun dari pemikir, dan pembawa perubahan. kalangan bangsawan. Hal yang di munculkan adalah c. Penolakan terhadap Poligami pemikiran Kartini tentang isu-isu Dalam kedua film ini, Kartini kesetaraan gender terkait dengan dengan tegas menolak poligami. budaya patriarki dan adat feodal yang Kritik Kartini tentang poligami membelenggu kaum perempuan di era membawa pemikiran baru bahwa Kartini. Schemata

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 96

JURNAL KOMUNIKASI DAN BISNIS VOLUME VII NO. 2 NOVEMBER 2019 ISSN 2355-5181

Film R. A. Kartini yang hak dan kesetaraan dengan kaum diproduksi pada tahun 1982 ketika laki-laki. Indonesia berada pada era Orde Baru Sedangkan film Kartini 2017 yang melihat posisi perempuan menampilkan wacana feminisme sebagai kaum yang lemah. Kala yang erat kaitannya dengan kondisi perempuan Indonesia pemikiran feminisme liberal. Aliran mengalami kemerosotan dari sisi ini muncul sebagai dampak dari teori peran dan kedudukan dalam rumah politik liberal yang pada umumnya tangga. Sjuman Djaya menghadirkan menjunjung tinggi nilai otonomi, sosok R. A. Kartini yang mampu persamaan dan nilai moral serta mengobarkan semangat kebangkitan kebebasan individu. Singkatnya pada era Orde Baru bagi kaum adalah film ini mengangkat perempuan untuk memperjuangkan feminisme ala Indonesia lewat tokoh Kartini. DAFTAR PUSTAKA

Aulia, R. P (2018). Wacana Feminisme Kartini Pan, P. (2007). A Postcolonial Discourse dalam Film R. A. Kartini (1982) Analysis of Wong Kai-Wai's Films. (Analisis Wacana Kritis Sara Mills China Media Research, 3 (2). terhadap Wacana Feminisme Kartini dalam Film R. A. Kartini (1982)). Rahmawati, C.D (2018) Representasi Nilai Feminisme Tokoh R. A. Kartini Dalam http://etd.repository.ugm.ac.id/index.p Film (Analisis Wacana Kritis Model hp?mod=penelitian_detail&sub=Peneli Sara Mills Dalam Film “Surat Cinta tianDetail&act=view&typ=html&buku Untuk Kartini” Tahun 2016 Karya _id=129324&obyek_id=4 (Diakses 9 Sutradara Azhar Kinoi Lubis). Januari 2019). http://mill.onesearch.id/Record/IOS46 66.10576 (Diakses 9 Januari 2019). Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Tarigan, H. G. (1993). Pengajaran Wacana Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Pragmatik. Bandung: Angkasa. Jakarta: Kencana.

Yohana. (2013). Representasi Poligami dalam Heny, C.D (2014) Konstruksi Feminisme dalam Film “Berbagi Suami”. Film Indonesia (Analisis Wacana Kritis Konstruksi Feminisme dalam Film https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JK MS/article/download/2552/2507 Indonesia Karya Sutradara Nia Dinata) https://www.slideshare.net/Ndin52/ana (Diakses 9 Januari 2019). lisis-wacana-feminisme (Diakses 9 Januari 2019).

Program Studi Ilmu Komunikasi – Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie 97